Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia Toddler
antara Ibu berusia Remaja yang Mengalami Kehamilan Terencana dan
Kehamilan di Luar Pernikahan
Yasmine Nur Edwina dan Rini Hildayani
Program Studi Sarjana, Fakultas Psikologi
Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai perbedaan perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia
toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan ibu berusia
remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan menggunakan metode observasi sebagai metode pengambilan datanya.
Alat ukur Marschack Interaction Method Rating System (O’Connor, Ammen, Hitchcok, &
Backman, 2001) digunakan untuk mengkuantifikasikan hasil observasi. Dengan
menggunakan pengujian statistik Independent Sample t-Test, hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang siginifikan pada skor rata-rata perilaku nurturing
dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan
terencana dan kehamilan di luar pernikahan (t(58) = - 0,021, p < 0,05). Kedua kelompok
memperoleh skor rata-rata perilaku nurturing yang cenderung rendah. Selain itu, terdapat
faktor lain yang dapat membedakan perilaku nurturing dari ibu berusia remaja, yaitu usia
ibu, pendidikan terakhir, dan status sosial ekonomi
The Differences of Nurturing Behavior in Mother-Child Interaction between
Planned Pregnancy Adolescent Mother and Premarital Pregnancy Adolescent
Mother with Toddler
Abstract
The focus of this study is to differentiate the nurturing behavior in mother-toddler interaction between planned
pregnancy adolescent mother and premarital pregnancy adolescent mother. This study used observation method
in collecting the data. As this study is a quantitative research, The Marschak Interaction Method Rating System
(O’Connor, Ammen, Hitchcock, & Backman, 2001) is used to quantify the result of observation. Using the
Independent Sample t-Test, result shows that there is no significant differences of nurturing behavior in mother-
child interaction between planned pregnancy adolescent mother and premarital pregnancy adolescent mother
with toddler (t(58) = - 0,021, p < 0,05). Both of them have a low score in nurturing behavior. Furthermore,
maternal age, maternal education, and socioeconomic status (SES) could differentiate the nurturing behavior of
adolescent mother.
Key words:
adolescent mother; mother-child interaction; nurturing behavior; planned pregnancy; premarital pregnancy;
toddler
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
1
Pendahuluan
Saat ini, fenomena kehamilan pada remaja merupakan salah satu fenomena sosial yang
patut untuk ditinjau lebih lanjut karena jumlah kasus tersebut sudah mengalami peningkatan.
Menurut WHO (2012), 16 juta remaja perempuan di dunia melahirkan setiap tahunnya.
Sembilan puluh lima persen kasus kehamilan pada remaja di dunia tersebut terjadi di negara
berkembang. Indonesia, yang termasuk sebagai negara berkembang, memang mengalami
peningkatan pada kasus kehamilan dan kelahiran oleh remaja. Dalam sebuah artikel berjudul
“Jumlah Pernikahan Dini Indonesia Terbanyak Kedua di ASEAN” (Albasit, 2013), Deputi
Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga dari Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sudibyo Alimoeso menyatakan bahwa pada tahun
2007 – 2012, di Indonesia terjadi peningkatan kelahiran pada remaja usia 15 – 19 tahun dari
angka 35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 45 per 1000 kelahiran hidup.
Kehamilan pada remaja dapat dikaitkan dengan beberapa isu, di antaranya adalah isu
seksualitas pada remaja, seks di luar pernikahan, dan kehamilan yang tidak direncanakan
(Meyers, 2004). Sehubungan dengan adanya isu seksualitas pada remaja, tahap perkembangan
remaja memang merupakan landasan dari perkembangan seksual individu, ditandai dengan
adanya keinginan pada diri sendiri dan orang lain untuk melakukan aktivitas seksual secara
sadar dan tanpa ada paksaan. Adanya impulsivitas yang tinggi di kalangan remaja pun
membuat para remaja secara aktif mencoba melakukan aktivitas seksual (Westman, 2009). Di
Indonesia, kurangnya pengetahuan mengenai seksualitas, alat kontrasepsi, dan kehamilan
mengakibatkan tingginya aktivitas seksual para remaja yang menimbulkan adanya kehamilan
di luar nikah pada remaja (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2010).
Kehamilan di luar pernikahan bukanlah satu satunya penyebab munculnya kehamilan
pada remaja. Kehamilan pada remaja dapat pula terjadi karena adanya perencanaan (planned
pregnancy) (Meyers, 2004). Menurut Dairo, selaku penasehat program dan teknis senior
untuk kesehatan reproduksi perempuan pada Dana Kependudukan PBB (dalam de Capua,
2013), adanya keinginan secara sukarela untuk menikah di usia remaja atau disebut dengan
pernikahan dini dapat menjadi penyebab munculnya kehamilan pada remaja. Adanya budaya
menikah dini di masyarakat setempat adalah salah satu penyebab dari munculnya keinginan
untuk menikah pada remaja di Indonesia (BKKBN, 2012). Berdasarkan hasil wawancara
dengan bidan Novida (7 Mei 2014, komunikasi personal), di desa Hambaro, Leuwiliang,
kabupaten Bogor, mayoritas remaja memilih menikah dini karena orangtua pun mendukung
anak-anaknya untuk menikah secepatnya. Beberapa tujuannya adalah untuk menghindari zina
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
2
dan memperbaiki keadaan ekonomi keluarga. Berkaitan dengan adanya pernikahan dini,
BKKBN (2012) memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara tertinggi kedua perihal
kasus pernikahan dini terbanyak di tingkat ASEAN. Adanya peningkatan angka pernikahan
dini pun dianggap sebagai penyebab dari tingginya angka kelahiran pada remaja di Indonesia
(Albasit, 2013). Dengan adanya keinginan secara sukarela untuk menikah di usia remaja,
kehamilan pada remaja pun dapat terjadi karena adanya kehamilan yang terencana (planned
pregnancy) dalam pernikahan dini.
Remaja yang mengalami kehamilan yang terencana tentu akan berperan sebagai
seorang ibu setelah anaknya dilahirkan. Di sisi lain, pada remaja yang mengalami kehamilan
di luar penikahan, terdapat beberapa pilihan terkait dengan kehamilan yang sedang
dialaminya. Mereka dapat memilih untuk melakukan aborsi, melahirkan dan membesarkan
anaknya sendiri, atau melahirkan dan membiarkan anaknya untuk diadopsi oleh orang lain
(Steinberg, 2002). Jika remaja perempuan tersebut memilih untuk melahirkan anaknya, ia pun
akan memiliki peran sebagai seorang ibu. Jadi, kehamilan pada remaja, baik itu disebabkan
oleh kehamilan yang direncanakan ataupun kehamilan di luar pernikahan akan berdampak
pada munculnya sosok ibu yang masih berusia remaja (adolescent mother).
Para remaja yang memiliki peran sebagai seorang ibu, tentu saja harus menjalankan
peran-peran sebagai orangtua dengan semestinya. Sebagai orangtua, ibu berusia remaja
berperan untuk merawat dan menjaga anak serta terlibat dalam kegiatan yang menuntu
pemberian perhatian dan kebutuhan anak, seperti kegiatan memberi makan, mengganti popok,
dan memandikan anak (Brooks 2008; Barnard & Solchany, 2002). Hal tersebut penting untuk
dilakukan oleh ibu karena sosok ibu diharapkan dapat menjadi figur utama yang dapat
menjadi tempat bergantung anak-anaknya (Brooks, 2008). Menurut Brooks (2008), pada
proses pengasuhan, ibu akan terlibat dalam interaksi antara orangtua dan anak. Interaksi
antara ibu dan anak adalah hubungan timbal balik antara ibu dan anak dengan melibatkan
peran dari masing-masing pihak (Fiese, 1990). Interaksi yang positif antara ibu dan anak
dapat mempengaruhi perkembangan psikososial anak dan membantu pembentukan secure
attachment antara anak dan ibu.
Menurut Jernberg (1991), interaksi ibu-anak dapat dilihat dari kemampuan ibu dalam
empat hal, yaitu nurture, structure, engage, dan challenge. Nurture merupakan domain yang
mengukur kemampuan ibu untuk memberikan perhatian dan dukungan terhadap anak,
memenuhi kebutuhan dasar dari anak, dan menerima bahwa anak memerlukan waktu untuk
dapat tumbuh. Structure adalah domain yang mengukur kemampuan ibu dalam menentukan
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
3
batasan bagi anak, memberikan instruksi kepada anak, dan membuat anak dapat menuruti
arahan dari ibunya. Domain berikutnya, yaitu engage, adalah domain yang mengukur
kemampuan ibu untuk berinteraksi, terlibat, dan bekerja sama dalam kegiatan yang anak
lakukan, serta menyesuaikan diri dengan aksi dan reaksi dari anak. Terakhir, challenge adalah
domain yang mengukur kemampuan ibu dalam memberikan dorongan dan stimulasi untuk
perkembangan anak yang disesuaikan dengan usia anak.
Dari empat domain interaksi ibu dan anak yang telah disebutkan, nurture merupakan
domain yang terpenting. Ketiga domain lainnya, yaitu structure, engage, dan challenge dapat
berjalan dengan baik jika dilandasi dengan adanya domain nurture. Nurture merupakan
domain yang penting, terutama bagi anak-anak yang tahap perkembangannya masih berada di
tahap perkembangan infant dan toddler, yaitu usia 0 – 36 bulan. Galiensky (dalam Martin &
Colbert, 1997) menyebutkan bahwa orangtua yang memiliki anak usia toddler masih berada
pada tahap nurturing stage, yaitu tahap kedua dalam perkembangan orangtua yang tugas
utamanya adalah pembentukan attachment dengan anak. Seperti yang juga dikemukakan oleh
Brooks (2008), perilaku nurturing dapat membantu pembentukan secure attachment. Secara
khusus, pada anak usia toddler, mempertahankan attachment pun merupakan salah satu
orientasi yang penting dalam perkembangannya (Davies, 1999). Secure attachment
merupakan landasan bagi terbentuknya rasa aman (secure base) bagi anak usia toddler agar
ke depannya anak dapat melakukan eksplorasi lingkungan (Ainsworth, dalam Flaherty &
Sadler, 2011). Hal-hal tersebut semakin memperkuat bahwa perilaku nurturing penting
diberikan kepada anak-anak di usia toddler, terutama untuk membantu mempertahankan
secure attachment antara orangtua dan anak.
Sekali pun perilaku nurturing penting, tidak semua orangtua dapat menunjukkan
perilaku nurturing kepada anak. Hal tersebut sering kali terjadi pada ibu berusia remaja dan
anaknya (Flaherty & Sadler, 2011). Ibu berusia remaja mengalami kesulitan dalam
memberikan nurturing care pada anak, ditandai dengan sikap ibu yang kurang sensitif dan
responsif terhadap tanda-tanda yang diberikan oleh anak saat bermain bebas dan kurang
responsif secara emosional serta melakukan pengabaian terhadap anak (Barnard & Solcany,
2002; East & Felice, 1996; McLoyd, 1990). Kurangnya perilaku nurturing pada ibu berusia
remaja, menimbulkan dampak tersendiri bagi anak, yaitu secure attachment antara anak dan
orangtua tidak terbentuk. Westman (2009) menyebutkan bahwa anak dari ibu berusia remaja
cenderung memiliki insecure dan disorganized attachment dengan ibunya. Kemudian, studi
lain pada pasangan ibu berusia remaja dan anak menunjukkan bahwa hanya terdapat 30%
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
4
anak usia satu tahun yang memiliki secure attachment dengan ibunya (Lounds, Borkowski,
Whitman, Maxwell, & Weed, 2005). Hal-hal tersebut memberikan kesan bahwa ibu berusia
remaja memang kurang menunjukkan perilaku nurturing kepada anaknya.
Kesulitan yang dialami ibu berusia remaja dalam menunjukkan perilaku nurturing
kepada anak bisa disebabkan oleh tugas perkembangan remaja yang sedang dijalaninya
(Sadler & Cowlin, 2003). Jika dikaitkan dengan perkembangan psikososial dan kognitif,
pencarian identitas merupakan isu penting pada tugas perkembangan remaja sehingga tingkah
laku para ibu berusia remaja cenderung masih bersifat self-centeredness dan sikap
egosentrisme pada remaja memuncak (Westman, 2009; Papalia, Olds, & Feldman, 2009;
Adam & Jones, dalam Elster, McAnarney, & Lamb, 1983). Kedua hal tersebut membuat ibu
berusia remaja cenderung lebih memperhatikan kebutuhan dirinya sendiri dibandingkan
dengan kebutuhan anaknya, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan kehangatan dari seorang ibu
(Parke, 2002; Elster, McAnarney, & Lamb, 1983).
Dengan adanya karakteristik-karakteristik negatif pada ibu berusia remaja, bukan
berarti seluruh ibu berusia remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang negatif terhadap
anaknya. Studi yang dilakukan oleh Family Planning and Contraceptive Research, University
of Chicago (2011) mengenai interaksi ibu-anak pada ibu berusia remaja menunjukkan adanya
interaksi yang positif antara ibu dan bayi. Selain itu, para ibu berusia remaja dalam penelitian
tersebut mengatakan bahwa mereka menikmati perannya sebagai seorang ibu karena memiliki
kesempatan untuk mengajari anaknya dan melihat langsung perkembangan dan pertumbuhan
dari anaknya.
Sekalipun terdapat perbedaan hasil, studi dari Family Planning Contraceptive
Research (2011) memiliki suatu limitasi. Studi tersebut menggunakan metode wawancara
dalam pengambilan datanya. Peneliti pada studi tersebut menyatakan bahwa hal tersebut
merupakan limitasi dari penelitiannya karena terdapat kemungkinan adanya ketidaksesuaian
antara yang disebutkan oleh partisipan saat wawancara dan perilaku pada saat interaksi ibu-
anak yang sebenarnya. Menurut Furstenberg, Brooks-Gun, dan Morgan (1987), limitasi lain
dari studi mengenai ibu berusia remaja adalah adanya pengabaian terhadap keberagaman latar
belakang kehidupan yang dimiliki oleh ibu berusia remaja. Salah satu keberagaman yang ada
pada ibu berusia remaja adalah status perencanaan kehamilan.
Status perencanaan kehamilan pada remaja dapat terbagi menjadi dua, yaitu kehamilan
yang terencana (planned pregnancy) dan kehamilan yang tidak terencana (unplanned
pregnancy), dalam hal ini kehamilan yang dimaksud adalah kehamilan di luar pernikahan
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
5
(premarital pregnancy). Di Indonesia, remaja perempuan yang mengalami kehamilan
terencana mendapatkan dukungan dari pasangan dan pihak keluarga dalam menjalankan
kehamilan dan melakukan pengasuhan anak karena sejak awal pihak keluarga telah
mendukung adanya pernikahan pada remaja tersebut. Adanya dukungan dari pasangan dan
keluarga membuat remaja perempuan bisa lebih menghayati peran sebagai ibu (Laghi,
Baumgartner, Riccio, Bohr, & Dhayanandhan, 2013). Adanya perencanaan pada kehamilan
pun membuat seorang ibu akan lebih menunjukkan perilaku prenatal care sejak kehamilan
dimulai, seperti tidak merokok. Selain itu, setelah anak lahir ibu pun akan menunjukkan
perilaku menyusui Air Susu Ibu (ASI) kepada anak (Joyce, Kaestner, & Korenman, 2000).
Jika remaja yang mengalami kehamilan terencana mendapatkan dukungan dari pasangan dan
pihak keluarga, remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan tidak mendapatkan
dukungan dari pihak keluarga, melainkan mendapatkan pandangan yang negatif dari keluarga
(Prihadiani, 2000). Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Prihadiani (2000),
diketahui pula bahwa salah satu sumber stres pada ibu berusia remaja yang mengalami
kehamilan di luar pernikahan adalah adanya peran baru sebagai orangtua. Ibu berusia remaja
tersebut merasa tidak siap dengan peran sebagai ibu karena belum pernah berhadapan dengan
anak kecil dan hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai perkembangan anak. Mereka
merasa stres dengan rutinitas pengasuhan anak, seperti memandikan anak dan bangun di
malam hari untuk menyusui anak (Prihadiani, 2000; Dewi, 2005).
Adanya hasil-hasil penelitian mengenai status perencanaan kehamilan menjadi
landasan asumsi bagi peneliti bahwa terdapat perbedaan perilaku nurturing pada ibu berusia
remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan tidak terencana, dalam hal ini
kehamilan di luar pernikahan. Adanya asumsi tersebut, perbedaan hasil-hasil studi mengenai
ibu berusia remaja, dan keberagaman latar belakang ibu berusia remaja, membuat peneliti
tertarik untuk meninjau kembali gambaran perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak yang
dilakukan ibu berusia remaja terhadap anaknya yang berusia toddler dengan melakukan
perbandingan antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan ibu berusia
remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan. Perilaku nurturing dipilih karena
perilaku tersebut dapat membantu anak usia toddler (12 – 36 bulan) mempertahankan
attachment dengan ibu dan membentuk secure base.
Dengan demikian, muncul satu rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu apakah
terdapat perbedaan perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
6
remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di luar pernikahan?. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku nurturing antara dua kelompok tersebut.
Tinjauan Teoritis
Interaksi Orangtua-Anak
Interaksi orangtua dan anak dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara
orangtua dan anak dengan melibatkan peran masing-masing (Fiese, 1990). Interaksi antara
orangtua dan anak melibatkan adanya timbal balik dari kedua belah pihak sehingga
hubungannya bersifat mutualisme (Barnard & Solcany, 2002). Menurut Jernberg (1991)
terdapat empat domain dari interaksi ibu-anak, yaitu structure, challenge, engagement, dan
nurture. Dari keempat domain tersebut, nurture merupakan domain yang terpenting (Munns,
2008). Domain nurture penting bagi semua anak, terutama bagi anak-anak yang masih berusia
dini karena dapat membantu pembentukan secure attachment pada hubungan orangtua-anak
(Brooks, 2008).
Perilaku Nurturing
Perilaku nurturing dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan
perhatian, mendukung, menenangkan, menerima hal-hal yang belum dikuasai anak,
memberikan ruang untuk anak berkembang, dan memenuhi kebutuhan dasar anak
(DiPasquale, 2000). Menurut O‟Connor, Ammen, Hitchcock, dan Backman (2001), dalam
interaksi antara orangtua dan anak, perilaku nurturing dapat diamati dari beberapa hal.
Pertama adalah adanya perilaku yang menunjukkan kasih sayang (affectionate contact),
seperti membelai, mencium, memandikan, membedaki, menyisir, memberikan makan, dan
menyanyikan lagu untuk anak (Muuns, 2008). Bentuk yang kedua adalah adanya penguatan
verbal (verbal reinforcement). Pada penerapan nurturing, penguatan tersebut dapat dilakukan
melalui penguatan verbal, seperti memuji anak ketika anak berhasil melakukan suatu hal.
Bentuk perilaku nurturing yang ketiga adalah usaha untuk menenangkan anak (soothing).
Selanjutnya, bentuk keempat dari perilaku nurturing adalah adanya mutual caring antara
orangtua dan anak.
Terdapat lima faktor yang berkaitan dengan perilaku nurturing ibu kepada anak.
Pertama adalah usia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lewin, Mitchell, dan
Ronzio (2013) ditemukan bahwa para ibu yang berusia < 24 tahun menunjukkan perilaku
yang kurang mendukung, kurang resposif, kurang sensitif, dan tidak menunjukkan hal-hal
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
7
yang positif kepada anak dibandingkan dengan ibu yang berusia > 25 tahun. Kedua, terdapat
beberapa penelitian yang mendapatkan hasil bahwa status perencanaan kehamilan pun
merupakan faktor yang berkaitan dengan perilaku nurturing. Ibu yang mengalami kehamilan
terencana cenderung lebih menunjukkan perilaku nurturing, seperti menyusui anaknya
dengan Air Susu Ibu (ASI) dibandingkan dengan ibu yang mengalami kehamilan tidak
terencana (Joyce, Kaestner, Korenman, 2000; Kost, Landry, & Darroch, 1998).
Faktor ketiga yang berhubungan dengan perilaku nurturing, khususnya pada ibu
berusia remaja, adalah status sosial ekonomi (Apostolakis-Kyrus, Valentine, & DeFranco,
2012). Status sosial ekonomi yang rendah membuat ibu berusia remaja berada pada situasi
kehidupan yang kompleks. Sebagai akibatnya, ibu berusia remaja merasa kewalahan dan
memilih untuk tidak memberikan ASI atau memberikan ASI hanya dalam jangka waktu
pendek kepada anaknya (Apostolakis-Kyrus, Valentine, dan DeFranco, 2012; Smith, Coley,
Labbok, Cupito, & Nwokah, 2012). Keempat, pendidikan adalah faktor yang berhubungan
pula dengan perilaku nurturing. Menurut National Institute of Child Health and Human
Development (NICHD) Early Child Care Research Network (1999), pendidikan dari ibu
berhubungan dengan sikap sensitif yang diberikan oleh ibu kepada anaknya. Kelima adalah
hal-hal yang berhubungan dengan pasangan, baik itu status perkawinan maupun dukungan
dari pasangan. Adanya dukungan dari pasangan membuat ibu dapat lebih menghayati dan
mengerti peran sebagai seorang ibu (Laghi, Baumgartner, Riccio, Bohr, & Dhayanandhan,
2013).
Perilaku nurturing merupakan perilaku yang bermanfaat bagi perkembangan anak.
Dengan adanya perilaku nurturing, anak merasa bahwa dirinya diterima, dianggap penting,
diperhatikan, dan disayang oleh ibunya (Munns, 2008). Hal-hal tersebut dapat menciptakan
kenyamanan pada diri anak. Dengan adanya perasaan nyaman dengan ibu, anak menjadi
terbantu untuk belajar meregulasi emosi, terutama saat anak sedang mengatasi perasaan yang
negatif, seperti tantrum atau frustrasi akibat tidak bisa menyelesaikan suatu tugas (Davies,
1999). Selain dapat menimbulkan perasaan nyaman bagi anak, adanya perilaku nurturing
dapat membangun secure attachment antara ibu dan anak. Seperti yang disebutkan oleh
Davies (1999), attachment dapat terbentuk dengan adanya interaksi antara ibu dan anak, yaitu
saat anak mengekspresikan kebutuhannya dan ibu memenuhi kebutuhan anak dengan
menunjukkan perilaku nurturing.
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
8
Ibu berusia Remaja (Adolescent Mother)
Terdapat sejumlah karakteristik dari remaja yang bisa mengakibatkan seorang remaja
memiliki peran sebagai ibu. Di samping itu, terdapat pula beberapa karakteritisk remaja yang
dapat membuat ibu berusia remaja mengalami kesulitan dalam menjalankan peran sebagai
seorang ibu. Pertama adalah adanya sikap remaja yang cenderung meremehkan kemungkinan
bahwa mereka akan mengalami kehamilan dan memiliki anak, memiliki karakteristik yang
impulsif, serta tidak peduli akan risiko yang akan dihadapi jika melakukan suatu hal (dalam
hal ini situasi berhubungan seksual sebelum menikah). Dengan demikian, terdapat
kemungkinan bahwa remaja tersebut akan mengalami kehamilan di luar pernikahan dan
berperan sebagai seorang ibu. Kedua, Kedua, remaja yang memilih untuk mempertahankan
kehamilannya memiliki alasan-alasan yang mendasari pilihannya ini. Beberapa alasan yang
dikemukakan adalah keinginan untuk memiliki sesuatu yang dapat menjadi hak miliknya,
keinginan untuk menjadikan anak sebagai objek untuk mencurahkan kasih sayangnya, dan
sebagai pembuktian kompetensi diri (Westman, 2009; Parmely, dalam Hitchcock, Ammen,
O‟Connor, & Backman, 2008).
Ketiga, tahap perkembangan ibu berusia remaja yang masih mementingkan isu
pencarian identitas (Papalia, Olds, & Feldman, 2009; Steinberg, 2002). Dengan demikian,
terdapat ibu berusia remaja yang masih bersifat self-centeredness dan memiliki sifat
egosentrisme yang tinggi (Westman, 2009). Adanya sikap egosentris membuat ibu berusia
remaja tidak mencari informasi mengenai perkembangan anak dan cara memenuhi kebutuhan
anak. Ibu berusia remaja pun kurang memahami onset usia dari tahap perkembangan anak
(Tamis-Lemonda, Shannon, & Spellmann, 2002). Keempat, ibu berusia remaja sering kali
memiliki ekspektasi terhadap kemampuan anak yang tidak sesuai dengan tahap
perkembangan anak (Moore & Brooks-Gun, 2002; Whiteside-Mansell, Pope, & Bradley,
1996). Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan dalam memahami keinginan dan
kebutuhan anak. Kelima, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Nitz, Ketterlinus, dan Brandt
(1995) diketahui bahwa ibu berusia remaja memiliki tingkat stres yang lebih tinggi. Studi lain
pun menyebutkan bahwa ibu berusia remaja mengalami stres terkait dengan perannya sebagai
orang tua. Kurangnya dukungan sosial terhadap ibu berusia remaja membuat mereka sulit
untuk mengatasi stres yang dialami. Sebagai akibatnya, ibu berusia remaja menunjukkan
perilaku yang lebih memperlihatkan kemarahan kepada anak (Nitz, Ketterlinus, & Brandt,
1995).
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
9
Status Perencanaan Kehamilan
Status perencanaan kehamilan (pregnancy planning status) adalah status mengenai
intensi untuk hamil pada seorang perempuan yang sedang mengalami masa kehamilan. Status
perencanaan kehamilan dapat terbagi menjadi dua, yaitu kehamilan yang diinginkan (intended
pregnancy) dan kehamilan yang tidak diinginkan (unintended pregnancy) (Kost, Landry, &
Darroch, 1998). Namun, pada suatu studi terbaru yang dilakukan oleh Barret dan Wellings
(2002) diketahui bahwa perempuan yang sedang atau pernah mengalami kehamilan lebih
memilih untuk menggunakan istilah kehamilan terencana (planned pregnancy) dan kehamilan
yang tidak terencana (unplanned pregnancy) dalam menyebutkan pembagian dari status
perencanaan kehamilan.
Menurut Barret dan Wellings (2002), kehamilan terencana (planned pregnancy)
adalah kehamilan yang dialami oleh perempuan yang memang memiliki keinginan untuk
hamil dan telah merencanakan kehamilan dengan pasangan. Keputusan untuk tidak
menggunakan alat kontrasepsi saat sedang berhubungan seksual dengan pasangan dan
melakukannya di masa subur pun merupakan ciri-ciri lain dari kehamilan yang direncanakan
(Barret & Wellings, 2002). Pasangan yang merencanakan kehamilan pun sudah memikirkan
hal-hal yang perlu untuk disiapkan dalam menyambut kelahiran anaknya. Kehamilan yang
tidak terencana (unplanned pregnancy) merupakan kehamilan yang identik dengan istilah
„kecelakaan‟ atau „kesalahan‟. Kehamilan tersebut dapat terjadi karena tidak adanya
penggunaan alat kontrasepsi ataupun tidak adanya keinginan untuk memiliki anak di waktu
tersebut. Kehamilan yang tidak terencana yang diakibatkan oleh adanya kesalahan memiliki
dua karakteristik, yaitu terjadi karena kejadian yang tidak terduga dan tidak ada tujuan untuk
memiliki anak. Contohnya adalah adanya hubungan seksual sebelum pernikahan yang dapat
mengakibatkan kehamilan yang tidak terencana. Kehamilan tersebut disebut sebagai
kehamilan di luar pernikahan atau premarital pregnancy (Barret & Wellings, 2002).
Kehamilan di luar pernikahan adalah kehamilan yang terjadi sebelum adanya pernikahan, baik
itu pernikahan yang sah secara hukum maupun agama (Garenne, Tollman, Kahn, Collins, &
Ngwenya, 2001). Isu tersebut biasanya banyak terjadi di kalangan remaja (Steinberg, 2002).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan payung penelitian mengenai interaksi ibu dan anak pada ibu
berusia remaja yang memiliki anak usia toddler. Konsep interaksi ibu dan anak yang
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
10
digunakan terdiri dari empat domain yang dapat digunakan secara terpisah. Penelitian ini akan
lebih fokus pada salah satu domain, yaitu domain nurture atau dalam penelitian ini disebut
dengan perilaku nurturing.
Variabel Penelitian
Variabel satu dari penelitian ini adalah perilaku nurturing. Perilaku nurturing dapat
dilihat dari skor total dari domain nurture pada alat ukur Marschak Interaction Method Rating
System (MIMRS) (O‟Connor, Ammen, Hitchcok, & Backman, 2001), sebuah alat ukur
dengan metode observasi untuk melihat interaksi antara orangtua dan anak. Kemudian,
variabel dua dari penelitian ini adalah status perencanaan kehamilan, yang terdiri dari
kehamilan terencana dan kehamilan tidak terencana, dalam hal ini kehamilan di luar
pernikahan.
Tipe dan Desain Penelitian
Berdasarkan penggolongan penelitian menurut Kumar (1999), dilihat dari tipe
informasi yang diperoleh, penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Berdasarkan
tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian komparatif. Terakhir, berdasarkan aplikasinya,
penelitian ini termasuk penelitian terapan karena informasi yang diperoleh dapat
dimanfaatkan untuk merancang suatu program intervensi, penerapan aturan tertentu, dan
peningkatan pemahaman mengenai fenomena ibu berusia remaja. Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian non-eksperimental
Partisipan Penelitian
Karakteristik partisipan penelitian ini adalah pasangan ibu berusia remaja dan anaknya
yang berusia toddler. Karakteristik ibu berusia remaja yang digunakan adalah seorang remaja
yang berusia antara 16 – 22 tahun yang memiliki anak usia toddler. Batasan usia toddler yang
digunakan adalah anak yang masih berusia 12 – 36 bulan. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-random/non-probability sampling dengan
spesifikasi, yaitu teknik accidental sampling dan snowball sampling.
Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode
observasi. Penelitian ini menggunakan metode observasi karena ingin melihat perilaku
nurturing pada ibu berusia remaja dan anak usia toddler ketika sedang berinteraksi, bukan
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
11
persepsi ibu berusia remaja mengenai perilaku nurturing yang diberikannya. Metode
observasi terstruktur merupakan metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini.
Dengan observasi terstruktur, peneliti dapat memberikan sejumlah tugas yang sudah
dirancang untuk dapat memunculkan suatu perilaku tertentu (Gravetter & Forzano, 2009),
dalam hal ini perilaku nurturing. Pada penelitian ini, observasi terstruktur akan dilakukan di
kediaman setiap partisipan. Akan tetapi, peneliti tetap akan mengatur ulang tempat tersebut
untuk tujuan observasi dan perekaman kegiatan interaki ibu dan anak. Pada penelitian ini,
metode observasi yang digunakan pun termasuk ke dalam jenis observasi non-partisipatif.
Peneliti hanya akan berperan pasif, yaitu mengamati dan mendengarkan aktivitas yang sedang
dilakukan oleh partisipan serta menarik kesimpulan berdasarkan hal-hal yang dilihat dan
didengarnya (Kumar, 1999). Untuk penelitian ini, observasi dilakukan dengan menggunakan
alat bantu perekam. Selain metode observasi, peneliti pun menggunakan metode wawancara
sebagai metode pengambilan data tambahan yang dapat mendukung penjelasan dari data
utama.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan instrumen penelitian berupa alat ukur MIMRS
sebagai panduan untuk melakukan observasi dan skoring terhadap observasi yang dilakukan,
pedoman wawancara singkat untuk mengetahui status perencanaan kehamilan, dan berbagai
alat bantu (alat perekam dan permainan untuk membantu berjalannya proses observasi).
Marschak Interaction Method Rating System (MIMRS) merupakan sistem baru dalam skoring
Marschak Interaction Method (MIM). MIMRS melengkapi kebutuhan dari MIM untuk
digunakan dalam berbagai konteks, salah satunya adalah konteks penelitian yang fokus pada
interaksi antara orangtua dan anak (O‟Connor, Tristao, & Plascencia, 2011). Sistem skoring
tersebut digunakan dengan cara memberikan penilaian terhadap perilaku orangtua dan anak
saat interaksi antara keduanya sedang berlangsung. Interaksi orangtua dengan anak yang
terjadi pada saat observasi dilakukan dapat dilihat melalui rekaman video observasi. Alat ukur
MIMRS telah memiliki kelengkapan data psikometrik yang baik. Dengan menggunakan
metode Cronbach’s Alpha, didapatkan konsistensi internal yang tinggi dengan koefisien
reliabilitas sebesar 0,96. Selain itu, MIMRS juga memiliki validitas konstruk yang baik.
Dengan menggunakan teknik validitas konvergen, didapat hasil adanya korelasi yang negatif
antara MIMRS dan Parenting Stress Index/Short Form dengan koefisien sebesar -0,45.
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
12
Pada alat ukur MIMRS terdapat sembilan tugas yang diberikan kepada pasangan
orangtua dan anak. Setelah orangtua dan anak menyelesaikan tugas-tugas tersebut, peneliti
akan melakukan skoring terhadap video interaksi orangtua-anak. MIMRS terdiri dari 39 item
yang dinilai menggunakan tipe skala Likert dengan rentang 0 - 4 . Terdapat lima domain yang
diukur dalam alat ukur tersebut. Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan domain
nurture untuk menilai perilaku nurturing. Oleh karena itu, hanya item 21-28 yang digunakan
pada penelitian ini.
Dalam proses observasi yang dilakukan, peneliti menggunakan alat bantu perekam,
tripod, dan beberapa media permainan. Media permainan yang digunakan oleh peneliti adalah
permainan yang disesuaikan dengan instruksi tugas pada alat ukur MIMRS, yaitu mainan
binatang yang berbunyi, bel, dan balok. Barang lain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebuah lotion dan makanan ringan. Selain itu, peneliti pun menggunakan sembilan
buah amplop coklat berukuran folio yang di dalamnya terdapat kertas instruksi dari setiap
tugas yang harus diselesaikan oleh ibu berusia remaja dan anaknya.
Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan
Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Teknik uji statistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian adalah teknik independent sample t-Test. Selain itu, teknik
statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data demografis dari partisipan penelitian.
Sebagai tambahan, digunakan pula teknik One-way Analysis of Variance (ANOVA) untuk
mengetahui perbedaan perilaku nurturing berdasarkan data demografis dari partisipan.
Hasil Penelitian
Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat 60 pasangan ibu berusia remaja dan anak usia toddler
yang berpartisipasi, dengan rincian 30 pasangan di kelompok kehamilan terencana dan 30
pasangan di kelompok kehamilan di luar pernikahan. Tabel 4.1 akan menjabarkan mengenai
karakteristik dari setiap kelompok partisipan.
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
13
Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Persebaran Karakteristik Partisipan (N=60)
Karakteristik
Ibu berusia Remaja
yang Mengalami
Kehamilan Terencana
(N=30)
Ibu berusia Remaja yang
Mengalami
Kehamilan di Luar Pernikahan
(N=30)
N % N %
Usia
Remaja Madya 4 13,3% 3 10,0%
Remaja Akhir 26 86,7% 27 90,0%
Status Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga 20 66,7% 17 56,7%
Ibu Bekerja 8 26,7% 6 20,0%
Mahasiswa 2 6,7% 7 23,3%
Pendidikan Terakhir
Sekolah Dasar (SD) 11 36,7% 6 20,0%
Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6 20,0% 7 23,3%
Sekolah Menengah Atas (SMA) 13 43,3% 17 56,7%
Status Perkawinan
Menikah 28 93,3% 28 93,3%
Cerai 1 3,3 % 1 3,3%
Cerai Mati 1 3,3%
Tidak Menikah
1 3,3%
Pengeluaran per Bulan
> Rp 2.500.000 6 20,0% 11 36,7%
Rp 1.750.000 - Rp 2.500.000 5 16,7% 9 30,0%
Rp 900.000 - Rp 1.750.000 14 46,7% 5 16,7%
< Rp 900.000 5 16,7% 5 16,7%
Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Ya 29 96,7% 23 76,7%
Tidak 1 3,3% 7 23,3%
Gambaran Umum Status Perenanaan Kehamilan
Pada penelitian ini, informasi mengenai status perencanaan kehamilan diperoleh dari
wawancara langsung dengan partisipan atau pencarian informasi dari pihak keluarga maupun
orang terdekat partisipan. Selain itu, dari hasil wawancara mengenai kehamilan diperoleh
informasi mengenai reaksi saat mengetahui kehamilan dari kedua kelompok dan alasan
mempertahankan kehamilan dari kelompok ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan di
luar pernikahan. Peneliti kemudian mengelompokkan jawaban-jawaban dari setiap partisipan.
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
14
Tabel 4.2 akan menyajikan informasi mengenai reaksi partisipan saat mengetahui
kehamilannya.
Tabel 4.2 Reaksi Saat Mengetahui Kehamilan (N= 60)
Reaksi
N
Kehamilan
Terencana
(N=30)
Kehamilan di Luar
Pernikahan
(N=30)
Kaget dan/atau bingung 1 18
Senang 28 3
Takut 1 1
Tidak percaya - 1
Tidak jawab - 7
Selanjutnya, Tabel 4.3 akan menyajikan informasi mengenai alasan mempertahankan
kehamilan pada kelompok ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan.
Tabel 4.3 Alasan Mempertahankan Kehamilan pada Ibu berusia Remaja yang Mengalami
Kehamilan di Luar Pernikahan (N =30)
Alasan N
Agar dinikahi 2
Membuat hidup lebih semangat 1
Bertanggung jawab 6
Sayang dengan anak yang berada di kandungan 2
Takut aborsi karena sayang dengan diri sendiri 5
Kasihan dengan anak yang berada di kandungan 1
Takut ini adalah kesempatan terakhir untuk hamil 1
Ada dukungan dari pasangan 1
Gagal aborsi 2
Disuruh oleh orangtua 1
Tidak jawab 8
Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia Toddler antara Ibu
berusia Remaja yang Mengalami Kehamilan Terencana dan Kehamilan di Luar
Pernikahan
Dalam penelitian ini, semua pengujian statistik menggunakan alfa sebesar 0,05. Hasil
uji Levene’s test menunjukkan varians kedua kelompok setara, F(58) = 0,767, p = 0,385. Oleh
karena itu, digunakan independent sample t-Test yang mengasumsikan kesetaraan varians.
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
15
Tabel 4.4 Perhitungan Independent Sample t-Test Perilaku Nurturing dalam Interaksi
Ibu-Anak Usia Toddler antara Ibu berusia Remaja yang Mengalami Kehamilan
Terencana dan Kehamilan di Luar Pernikahan
Kelompok M SD Signifikansi
t p
Ibu berusia remaja yang
mengalami kehamilan terencana 14,83 6,64
t = -0,021 p = 0,986 Ibu berusia remaja yang
mengalami kehamilan di luar
pernikahan 14,87 5,36 * p < 0,05, two-tailed
Berdasarkan Tabel 4.5, hasil independent sample t-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada skor rata-rata perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak
usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana (M = 14, 83, SD
= 6,644) dan ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan (M = 14,87,
SD = 5,361), t(58) = - 0,021, p = 0,983. Dengan perkataan lain, H0 diterima.
Perbedaan Perilaku Nurturing dilihat dari Usia, Pendidikan, dan Pengeluaran per
Bulan
Dalam penelitian ini, dilakukan analisis hasil tambahan yang dapat menunjang
penjelasan hasil utama penelitian.
Tabel 4.5 Perbedaan Perilaku Nurturing berdasarkan Usia, Pendidikan Terakhir, dan
Pengeluaran per Bulan
Karakteristik N M Signifikansi
t/F p
Usia
Remaja Madya 7 9,14 t = -2,840 p = 0,006
Remaja Akhir 53 15,60
Pendidikan Terakhir
Sekolah Dasar (SD) 17 13,29
F = 3,552 p = 0,035 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 13 12,38
Sekolah Menengah Atas (SMA) 30 16,80
Pengeluaran per Bulan
> Rp 2.500.000 17 18,35
F = 3,128 p = 0,033 Rp 1.750.000 - Rp 2.500.000 14 14,21
Rp 900.000 - Rp 1.750.000 19 13,21
< Rp 900.000 10 12,90 * p < 0,05, two-tailed
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
16
Berdasarkan informasi yang disajikan pada tabel 4.6, jika ditinjau dari kategori usia,
pendidikan, dan pengeluaran per bulan, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada skor rata-rata perilaku nurturing antara kelompok di setiap karakteristik tersebut.
Dengan demikian, usia, pendidikan, dan pengeluaran per bulan dapat membedakan perilaku
nurturing pada ibu berusia remaja.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pada perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang
mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di luar pernikahan. Hasil tersebut
bertentangan dengan penelitian dari Kost, Landry, dan Darroch (1998). Penelitian dari Kost,
Landry, dan Darroch menyebutkan bahwa ibu yang mengalami kehamilan terencana (planned
pregnancy) lebih menunjukkan perilaku nurturing, seperti memberikan Air Susu Ibu (ASI),
dibandingkan dengan ibu yang mengalami kehamilan tidak terencana (unplanned pregnancy).
Jika dilihat dari perilaku pemberian ASI, hasil penelitian ini menunjukkan, baik kelompok ibu
berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana, maupun kehamilan di luar pernikahan
sama-sama didominasi oleh ibu yang memberikan ASI kepada anaknya. Hanya saja, tidak
diketahui lebih lanjut mengenai cara dan perilaku menyusui dari ibu berusia remaja pada
kedua kelompok itu. Meskipun tidak sejalan dengan penelitian dari Kost, Landry dan
Darroch, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Baydar (1995) yang menyebutkan
bahwa status perencanaan kehamilan tidak dapat memprediksi adanya hubungan yang positif
dalam interaksi antara ibu dan anak.
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan penelitian ini memiliki
hasil demikian. Faktor yang pertama adalah motivasi ibu dalam menjalankan pengasuhan
anak setelah anak lahir. Motivasi dari ibu berhubungan dengan perilaku pengasuhan ibu
terhadap anak. Jika ibu memiliki motivasi yang positif, perilaku pengasuhan yang ditunjukkan
pun akan lebih positif (Miller, Sable, Csizmadia, 2008; Miller, Feldman, & Pasta, 2002). Pada
penelitian ini, tidak diketahui motivasi ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan
terencana dan kehamilan di luar pernikahan dalam menjalankan peran sebagai seorang ibu.
Padahal, walaupun terdapat perbedaan status perencanaan kehamilan dari partisipan, terdapat
kemungkinan motivasi keduanya dalam menjalankan peran sebagai ibu memiliki kesamaan,
baik itu motivasi yang positif ataupun motivasi yang negatif, sehingga hasil penelitian ini
menunjukkan tidak adanya perbedaan perilaku nurturing pada dua kelompok tersebut.
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
17
Faktor kedua yang diduga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini adalah penerapan
batasan karakteristik partisipan yang tergolong sebagai kelompok kehamilan terencana. Pada
penelitian ini, partisipan digolongkan sebagai kelompok kehamilan terencana hanya jika
remaja tersebut mengalami kehamilan setelah pernikahan dan tidak menggunakan alat
kontrasepsi saat berhubungan seksual dengan pasangan. Padahal, menurut Barret dan
Wellings (2002), faktor utama yang lebih penting digunakan untuk menggolongkan
kehamilan sebagai kehamilan terencana adalah adanya diskusi dan persetujuan dengan
pasangan serta adanya intensi yang jelas untuk hamil.
Faktor ketiga yang berhubungan dengan perilaku nurturing ibu adalah usia dari ibu.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa skor rata-rata perilaku nurturing dari kelompok
kehamilan terencana dan kehamilan di luar pernikahan cenderung rendah. O‟Connor (2011)
menyebutkan bahwa semakin rendah skor yang didapatkan, semakin buruk perilaku yang
ditunjukkan saat interaksi ibu-anak terjadi. Meskipun secara umum skor rata-rata perilaku
nurturing dari keseluruhan ibu berusia remaja cenderung rendah, ditemukan hasil tambahan
bahwa ibu berusia remaja akhir mendapatkan nilai skor rata-rata perilaku nurturing yang lebih
tinggi dari ibu berusia remaja madya. Hal itu mendukung hasil penelitian terdahulu yang
menyebutkan bahwa seorang ibu akan menunjukkan perilaku mendukung anak dan positive
regard yang lebih rendah saat ia melahirkan anak di usia yang semakin muda (Lewin,
Mitchell, & Ronzio, 2013). Dalam penelitian ini, kelompok ibu berusia remaja akhir adalah
ibu yang berusia antara 19 – 22 tahun (Arnett, 2000; Lipsitz 1977; Kagan & Coles, 1972;
Keniston, 1970 dalam Steinberg 2002). Menurut Arnett (2000), tahap perkembangan remaja
akhir lebih tepat disebut sebagai tahap perkembangan emerging adulthood. Peneliti
mengasumsikan bahwa tahap perkembangan ego dari remaja akhir akan sama dengan
emerging adulthood karena keduanya berada pada rentang usia yang sama. Menurut Arnett
(2000), emerging adulthood tidak bersikap self-centered. Dalam konteks pengasuhan anak,
mereka tidak menganggap anak hanya sebagai mainan semata, melainkan individu yang harus
diberikan perhatian dan kasih sayang (Arnett, 2000) sehingga ibu yang berada di tahap
emerging adulthood dapat menjadi ibu yang lebih sensitif dan responsif (Furstenberg, dalam
Levine Coll, & Oh, 1985). Namun, skor perilaku nurturing yang diperoleh masih cenderung
rendah karena adanya masa self-focused time dan kehidupan yang belum stabil, membuat ibu
berusia remaja akhir tetap masih kurang kompeten dalam menjalankan peran sebagai orangtua
(Arnett, 2000).
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
18
Faktor keempat yang diduga dapat membedakan perilaku nurturing dari ibu berusia
remaja adalah pendidikan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan
perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang
mengenyam pendidikan terakhir di SD, SMP, dan SMA. Skor rata-rata perilaku nurturing
pada ketiga kelompok tersebut menunjukkan bahwa kelompok ibu berusia remaja yang
mengenyam pendidikan terakhir di SMA mendapatkan skor rata-rata yang tertinggi.
Selanjutnya, peneliti menduga faktor kelima yang dapat membedakan perilaku nurturing pada
ibu berusia remaja adalah status sosial ekonomi. Menurut Hoff, Laursen, dan Tardiff (2002),
adanya perbedaan status sosial ekonomi dapat membuat setiap orangtua berbeda dalam
pengasuhan anaknya. Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada skor rata-rata perilaku nurturing antar kelompok dengan status sosial ekonomi yang
berbeda, dilihat dari pengeluaran per bulan setiap keluarga, dengan kelompok yang memiliki
pengeluaran tertinggi (> Rp 2.500.000) memperoleh skor rata-rata perilaku nurturing yang
tertinggi. Dalam penelitian ini, faktor pendidikan terakhir dan status sosial ekonomi pada
kelompok ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di luar
pernikahan memang tidak tersebar secara merata. Pada kelompok kehamilan terencana,
adanya dominasi status sosial ekonomi yang cukup rendah dan tingkat pendidikan terakhir
yang rendah dapat membuat ibu berusia remaja kurang menunjukkan perilaku nurturing
meskipun mereka telah merencanakan kehamilannya. Di sisi lain, pada kelompok kehamilan
di luar pernikahan, adanya dominasi status sosial ekonomi yang tinggi dan tingkat pendidikan
terakhir yang tinggi dapat membuat skor rata-rata perilaku nurturing di kelompok ini
meningkat walaupun ibu tidak merencanakan kehamilannya.
Faktor keenam yang diduga berhubungan dengan perilaku nurturing ibu berusia
remaja adalah adanya sosok selain ibu yang berperan sebagai primary caregiver dari anak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh NICHD (1999) diketahui bahwa terdapat
hubungan yang negatif antara sikap sensitif ibu terhadap anak dan lamanya anak berada di
tempat penitipan anak. Pada ibu berusia remaja, terkadang pengasuhan anak dibantu oleh
anggota keluarga lainnya (McAnarney, Lawrence, Ricciuti, Polley, & Szilagyi, 1986). Jadi,
sosok primary caregiver dari anak diduga menjadi salah satu faktor yang berhubungan
dengan perilaku nurturing ibu berusia remaja. Sayangnya, dalam penelitian ini informasi
mengenai primary caregiver dari anak tidak digali pada seluruh partisipan. Padahal hal
tersebut dapat mempengaruhi interaksi ibu-anak yang terjadi, terutama sikap sensitif dari ibu
dan respon dari anak.
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
19
Faktor ketujuh yang diduga dapat berhubungan dengan perilaku nurturing ibu adalah
faktor budaya. Di budaya Asia, orangtua menganut kepercayaan bahwa anak tidak boleh
diberikan pujian secara langsung karena dapat membuat anak merasa bahwa dirinya sudah
baik dan anak tidak akan mengembangkan dirinya lagi. Kontak yang menunjukkan kasih
sayang pun dapat membuat anak menjadi tidak respek kepada orangtua. Padahal, anak
seharusnya merasa respek dan takut kepada orangtua (Lang & Wolf, dalam Kim & Wong,
2002). Di Indonesia, para ibu memilih untuk menenangkan anak yang sedang rewel dengan
cara memanjakan anak dan memenuhi setiap keinginan anak. Hal tersebut biasanya terjadi
saat anak berada di kisaran usia tiga tahun (Fischer, dalam Zevalkink & Riksen-Walraven,
2001). Menurut O‟Connor, Ammen, Hitchcock, dan Backman (2001) cara-cara tersebut
merupakan penerapan nurturing yang kurang tepat. Dengan demikian, budaya di Asia dan
adanya karakteristik ibu di Indonesia tersebut merupakan faktor yang diduga menyebabkan
skor perilaku nurturing dalam penelitian ini cenderung rendah.
Penelitian ini memiliki beberapa limitasi terkait dengan teknis dan metode
pelaksanaannya. Pertama, usia partisipan yang ikut serta dalam penelitian ini lebih banyak
yang tergolong sebagai remaja akhir sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat
merepresentasikan gambaran ibu berusia remaja secara utuh. Kedua, adanya persebaran
pendidikan terakhir dan status sosial ekonomi partisipan yang terlalu luas dan tidak merata.
Ketiga, tidak ada batasan mengenai ruangan yang harus digunakan, yaitu ruangan yang
tertutup atau terbuka, sehingga beberapa partisipan mengalami kesulitan karena adanya
gangguan dari pihak luar yang dapat dengan leluasa mengintip proses observasi, secara
sengaja maupun tidak sengaja, dan anak pun menjadi lebih mudah untuk terdistraksi,
misalnya beranjak dari tempat observasi. Keempat, kurangnya penerangan di kediaman
partisipan yang berasal dari status sosial ekonomi rendah sehingga terdapat beberapa video
observasi yang tidak dapat diikutsertakan dalam pengolahan data karena hasil rekaman yang
gelap. Kelima, terbatasnya waktu observasi, yaitu 15-45 menit. Dengan jangka waktu yang
pendek, terdapat kemungkinan bahwa peneliti belum dapat menyimpulkan gambaran perilaku
nurturing dari partisipan hanya melalui penilaian video tersebut. Keenam, adanya alat
perekam yang jelas terlihat di hadapan pasangan ibu-anak membuat anak menjadi tidak fokus
dan memilih untuk mendekati alat perekam secara terus menerus. Partisipan pun
membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian diri terhadap keberadaan alat perekam di
hadapannya. Akan tetapi, dalam penelitian ini, partisipan tidak diberikan waktu untuk
melakukan penyesuaian terhadap keberadaan kamera.
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
20
Meskipun terdapat beberapa limitasi, penelitian ini pun memiliki sejumlah kelebihan.
Beberapa diantaranya adalah menggunakan metode observasi sebagai metode pengambilan
data, jumlah data partisipan dari penelitian ini tergolong relatif cukup banyak, yaitu 60
pasangan ibu-anak, dengan proporsi 30 pasangan ibu-anak untuk setiap kelompok, dan
peneliti telah mengikuti pelatihan mengenai cara melakukan skoring dengan menggunakan
alat ukur MIMRS langsung dengan pembuat alat ukur. Selain itu, peneliti pun telah berusaha
mengurangi bias yang dapat terjadi saat proses penyekoran video observasi dengan
menggunakan sistem blind rater. Peneliti yang melakukan pengambilan data terhadap satu
partisipan, tidak akan melakukan penyekoran terhadap video tersebut. Ia akan menilai video
yang diambil oleh peneliti lainnya dan tidak mengetahui latar belakang serta data demografis
dari partisipan yang dinilai. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya tendensi
peneliti untuk meninggikan atau merendahkan skor dari setiap partisipan terkait dengan status
perencanaan kehamilannya. Saat proses pengambilan data dilakukan, peneliti pun sudah
memperhitungkan waktu pengambilan data. Peneliti memilih untuk mengambil data di waktu
bermain anak. Peneliti menghindari waktu tidur anak agar anak tidak rewel saat proses
observasi berlangsung.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak
usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di
luar pernikahan. Dengan perkataan lain, status perencanaan kehamilan tidak dapat
membedakan perilaku nurturing yang ditunjukkan oleh ibu berusia remaja. Meskipun tidak
terdapat perbedaan yang signifikan, diperoleh hasil bahwa skor rata-rata perilaku nurturing
dari kedua kelompok cenderung rendah.
Saran
Berdasarkan keterbatasan penelitian, berikut ini merupakan beberapa saran terkait
metode penelitian, yaitu menyamaratakan persebaran usia dari partisipan sehingga dapat
diperoleh gambaran perilaku nurturing pada ibu berusia remaja secara keseluruhan,
memperketat kontrol dari faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku nurturing,
seperti faktor pendidikan dan status sosial ekonomi, dengan cara membatasi karakteristik
partisipan dari segi pendidikan dan status sosial ekonomi, menggali informasi mengenai
motivasi ibu dalam menjalankan pengasuhan anak dan primary caregiver dari anak, dan
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
21
memperketat batasan penggolongan kehamilan terencana. Selain itu, peneliti sebaiknya
memilih ruangan tertutup sebagai tempat pelaksanaan observasi, mengatur pencahayaan
ruangan yang gelap, misalkan dengan menggunakan lampu darurat agar ruangan menjadi
lebih terang, menaruh alat perekam di tempat yang tidak dapat terlihat oleh pasangan ibu-anak
agar tidak mengalihkan fokus mereka, dan melakukan habituasi terhadap keberadaan kamera.
Daftar Referensi
Albasit (Ed.). (2013). Jumlah Pernikahan Dini Indonesia Terbanyak Kedua di ASEAN.
MetroTVNews. Diakses pada 12 Januari 2014 pada
http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/07/12/917/167631/Jumlah-
Pernikahan-Dini-Indonesia-Terbanyak-Kedua-di-ASEAN
Apostolakis-Kyrus, K., Valentine, C., & DeFranco, E. (2012). Factors associated with
breastfeeding initiation in adolescent mothers. The Journal of Pediatrics 163:5, p. 1489-
1494
Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A theory of development from the late teens through
the twenties. American psychologist, 55(5), 469. doi: 10.1037//0003-066X.55.5.469
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2010). Riset
kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
Barnard, K. E. & Solchany, J. E. (2002). Motherhood. dalam Bornstein, M. H. (Eds.),
Handbook of parenting volume 3: being and becoming a parent (2nd
ed., p. 3 – 21).
New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates
Barret, G. & Welling, K. (2002). What is „planned‟ pregnancy? empirical data from a British
study. Social Science and Medicine 55, p. 545-557
Baydar, N. (1995). Consequences for children of their birth planning status. Family planning
perspectives, 27(6). Diunduh dari http://guttmacher.com/pubs/journals/2722895.pdf
BKKBN (2012). Kajian Pernikahan Dini pada Beberapa Provinsi di Indonesia: dampak
overpopulation, akar masalah dan peran kelembangaan di daerah. Jakarta: Pokja
Analisis Dampak Sosial Ekonomi terhadap kependudukan
Brooks, J. (2008). The process of parenting (7th
ed). New York: McGraw-Hill
Davies, D. (1999). Child development: a practitioner’s guide. New York: The Guilford Press
De Capua, J. (2013). 16 juta remaja di dunia hamil di luar nikah tiap tahun. Voice of America.
Diunduh dari http://www.voaindonesia.com/content/enambelas-juta-remaja-hamil-di-
luar-nikah-tiap-tahun/1700263.html
Dewi, Y. F. K. (2005). Penghayatan peran ibu pada perempuan yang mengalami kehamilan
yang tidak diharapkan. Tugas Akhir. Universitas Indonesia
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
22
DiPasquale, L. (2000). The Marschak Interaction Method. dalam Munns, E. (Eds.),
Theraplay: innovations in attachment-enhancing play therapy (p. 27 – 33). Northvale:
Jason Arronson, Inc.
East, P. L., & Felice, M. E. (1996). Adolescent pregnancy and parenting. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Elster, A. B., McAnarney, E. R., & Lamb. M. E. (1983). Parental behavior of adolescent
mother. Pediatrics, 71, 494. Diunduh dari: http://pediatrics.aappublications.org/
content/71/4/494
Family Planning and Contraceptive Research. (2011). Relationships between Adolescent
Mothers and Their Infants in the First Postpartum Year. Chicago: Section of Family
Planning and Contraceptive Research, The University of Chicago. Diunduh dari:
http://familyplanning.uchicago.edu/research/studies-by-topic/postpartum-
abcs/Baby.pdf.
Fiese, B. H. (1990). Playful relationships: a contextual analysis of mother-toddler interaction
and symbolic play. Child Development, 61, 1648-1656. Diunduh dari:
http://www.jstor.org/discover/10.2307/1130772?uid=3738224&uid=
2&uid=4&sid=21104206368477
Flaherty, S. C. & Sadler, L. S. (2011). A review of attachment theory in the context of
adolescent parenting. J. Pediatr Health Care, 25:2, 114-121.
doi:10.1016/j.pedhc.2010.02.005.
Furstenberg, F.F., Brooks-Gun, J., & Morgan, S. P. (1987). Adolescent mother in later life.
New York: Cambridge University Press
Garenne, M., Tollman, S., Kahn, K., Collins, T., & Ngwenya, S. (2001). Understanding
marital and premarital fertility in rural south africa. Journal of Southern African Studies,
27:2, p. 277 – 290. Diunduh dari: http://www.jstor.org/stable/823329
Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences (3rd
ed.). Belmont: Wadsworth Cengage Learning
Hitchcock, D. L., Ammen, S., O‟Connor, K., & Backman, T. L. (2008). Validating the
marschak interaction method rating system with adolescent mother-child dyads.
International Journal of Play Therapy 17:1, p. 24-38. doi: 10.1037/1555-6824.17.1.24
Hoff, E., Laursen, B., & Tardif, T. (2002). Socioeconomic Status and Parenting. dalam
Bornstein, M. H. (Ed.), Handbook of parenting volume 2: biology and ecology of
parenting (p. 231-250). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates
Jernberg, A. M. (1991). Assessing parent-child interactions with the Marschak interaction
method (MIM). Dalam C. E. Schaefer, K. Kitlin, & A. Sandgrund (Eds.), Play
diagnosis and assessment (pp. 493-515). New York: Wiley.
Joyce, T. J., Kaestner, R., & Korenman, S. (2000). The effect of pregnancy intention on child
development. Demography 37:1, p. 83 – 94. Diunduh dari:
http://www.jstor.org/stable/2648098
Kim, S. Y. & Wong, V. Y. (2002). Assessing Asian and American parenting: a review of the
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
23
literature. dalam Kurasaki, K. S., Okazaki, S., & Sue, S. (Eds.), Asian American mental
health: assessment theories and methods (p.190-191). New York: Kluwer
Academic/Plenum Publishers
Kost, K., Landry, D. J., & Darroch, J. E. (1998). The effect of pregnancy planning status on
birth outcomes. Family Planning Perspectives, Vol. 30:5, 223-230. Diunduh dari:
http://www.jstor.org/stable/2991608
Kumar. R. (1999). Research methodology: a step-by-step guide for beginners. London: Sage
Publications Ltd
Laghi, F., Baumgartner, E., Riccio, G., Bohr, Y. & Dhayanandhan, B. (2013). The role of
romantic involvement and social support in italian adolescent mothers' live. Journal of
Child & Family Studies 22:8, p. 1074. doi: 10.1007/s10826-012-9669-y
Levine, L., Coll, C. T. G., & Oh, W. (1985). Determinants of mother-infant interaction in
adolescent mothers. Pediatrics, 75(1), 23-29. Diunduh dari:
http://pediatrics.aappublications.org/content/75/1/23
Lewin, A., Mitchell, S. J., & Ronzio, C. R. (2013). Developmental Differences in Parenting
Behavior: Comparing Adolescent, Emerging Adult, and Adult Mothers. Merrill-Palmer
Quarterly, 59(1), 23-49.
Lounds, J. J., Borkowski, J. G., Whitman, T. L., Maxwell, S. E., & Weed, K. (2005).
Adolescent parenting and attachment during infancy and early childhood. Parenting:
Science and Practice, 5:1, 91-118. doi: 10.1207/ s15327922par0501_4
Martin, C. A. & Colbert, K. K. (1997). Parenting: A life span perspective. New York:
McGraw-Hill
Meyers, A. B. (2004). Pregnancy in adolescene : information for parents and educators.
Bethesda: The National Association of School Psychologists. Diunduh dari:
http://www.nasponline.org/families/Pregnancy_in_Adolescence_HCSHII_S6.pdf
Miller, W. B., Sable, M. R., & Csizmadia, A. (2008). Pregnancy wantedness and child
attachment security: Is there a relationship?. Maternal and child health journal, 12(4),
478-487. doi: 10.1007/s10995-007-0254-8
Miller, W. B., Feldman, S. S., & Pasta, D. J. (2002). The effect of the nurturant bonding
system on child security of attachment and dependency. Biodemography and Social
Biology, 49(3-4), 125-159.
Munns, E. (2008). Theraplay for zero-to three-years-old. dalam Schaefer, C. E., dkk., Play
therapy for very young children. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers
Moore, & Brooks-Gun, .(2002). Adolescent Parenthood. dalam Bornstein, M. H. (Eds),
Handbook of parenting volume 3: being and becoming a parent (2nd
ed., p. 173 – 202).
New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates
Nitz, K., Ketterlinus, R. D., & Brandt, L. J. (1995). The role of stress, social support, and
family environment in adolescent mothers‟ parenting. Journal of Adolecent Research,
10, 358 – 382. Abstrak diunduh dari http://jar.sagepub.com/content/10/3/358.short
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
24
NICHD Early Child Care Research Network (1999). Child care and mother–child interaction
in the first three years of life. Developmental Psychology, Vol 35(6), 1399-1413.
doi: 10.1037/0012-1649.35.6.1399
O‟Connor, K., Tristao, K., & Maria, P. (2011). Marschak Interaction Method Rating System.
Tidak dipublikasikan. California School of Professional Psychology, Alliant
International University, Fresno, CA.
O‟Connor, K., Ammen, S., Hitchcok, D. L., & Backman, T. L. (2001). The MIM Rating
System Administration and Scoring Manual. Instrumen tidak dipublikasikan. California
School of Professional Psychology, Alliant International University, Fresno, CA.
Parke, R. D. (2002). Father and families. dalam Bornstein, M. H. (Ed.), Handbook of
parenting volume 3: being and becoming a parent (2nd
ed., p. 27 – 70). New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development: (11th
ed.). New
York: McGraw-Hill
Prihadiani, S. (2000). Sumber stres dan strategi coping pada remaja wanita yang menikah
akibat kehamilan. Skripsi. Universitas Indonesia
Smith, P. H., Coley, S. L., Labbok, M. H., Cupito, S., & Nwokah, E. (2012). Early
breastfeeding experiences of adolescent mothers: a qualitative prospective study.
International Breastfeeding Journal 29;7(1):13. doi: 10.1186/1746-4358-7-13.
Steinberg, L. (2002). Adolescene (6th
ed.). New York: McGraw-Hill
Tamis Lemonda, C. S., Shannon, J., & Spellmann, M. (2002). Low income adolescent
mothers' knowledge about domains of child development. Infant Mental Health
Journal, 23(1 2), 88-103. Diunduh dari: https://steinhardt.nyu.edu/
United Nations Population Fund. (2013). Global survey on ICPD beyond 2014: background
paper for consultation meeting with young people. Tidak dipublikasikan
Westman, J. C. (2009). Breaking the adolescent parent cycle. Maryland: University Press of
America
Whiteside-Mansell, Pope, & Bradley. (1996). Pattern of parenting behavior in Young
Mothers. Family Relations, 45: 273- 281. Diunduh dari:
http://www.jstor.org/stable/585499 .
World Health Organization. (2012). Adolescent Pregnancy. Diunduh dari:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs364/en/
World Health Organization. (Meret, 2012). Early marriage, adolescent, and young
pregnancies. Sixty-fifth world health assembly. Diunduh dari:
http://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_files/WHA65/A65_13-en.pdf
Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014
Top Related