PERANAN EKSTRAK UBI JALAR JINGGA VARIETAS BETA 2 (Ipomoea batatas (L.) Lam.) UNTUK MENCEGAH ULCERATIVE COLITIS
PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ETANOL
SKRIPSI
Oleh: ERVA ALVIONITA
NIM 115100800111006
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2015
PERANAN EKSTRAK UBI JALAR JINGGA VARIETAS BETA 2 (Ipomoea batatas (L.) Lam.) UNTUK MENCEGAH ULCERATIVE COLITIS
PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ETANOL
Oleh: ERVA ALVIONITA
NIM 115100800111006
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2015
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 14 Oktober
1993 dari Ayah yang bernama Yahman dan Ibu Farokhah
sebagai anak pertama dari empat bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di MI
Sabilul Ulum pada tahun 2005, kemudian melanjutkan
Sekolah Menengah Pertama di SMPN 2 Ngoro dan lulus pada
tahun 2008, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di
SMAN 1 Ngoro pada tahun 2011.
Pada tahun 2015, penulis berhasil menyelesaikan pendidikannya di minat
Nutrisi Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Brawijaya. Selama
menempuh pendidikan, penulis telah mengikuti beberapa lembaga kegiatan mahasiswa
diantara Divisi Kewirausahaan Himalogista dan Devisi Riset pada Unit Kegiatan
Mahasiswa Riset dan Karya Ilmiah Mahasiswa (R-KIM). Penulis juga aktif sebagai asisten
Kimia Organik dan Evaluasi Gizi Pangan Lanjut.
LEMBAR PERUNTUKAN
Alhamdulillah, Segala Puji Bagi Allah
Karya kecil dari pendidikan yang telah ku tempuh ini aku persembahkan
kepada Orang Tuaku tercinta, Keluarga Besar, sahabat dan semua orang yang
mendukungku.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Mahasiswa : Erva Alvionita
NIM : 115100800111006
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Skripsi : Peranan Ekstrak Ubi Jalar Jingga Varietas Beta 2 (Ipomoea
batatas (L.) Lam.) Untuk Mencegah Ulcerative Colitis Pada Tikus
Wistar Jantan Yang Diinduksi Etanol
Menyatakan bahwa,
Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila di
kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar aya bersedia dituntut sesuai hukum
yang berlaku.
Malang, 11 Agustus 2015
Pembuat Pernyataan,
Erva Alvionita NIM 115100800111006
i
ERVA ALVIONITA. 115100800111006. Peranan Ekstrak Ubi Jalar Jingga Varietas Beta 2 (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Untuk Mencegah Ulcerative Colitis Pada Tikus Wistar Jantan Yang Diinduksi Etanol. SKRIPSI. Pembimbing: Dr. Erryana Martati, STP., MP dan Novita Wijayanti, STP., MP
RINGKASAN
Ulcerative Colitis (UC) merupakan salah satu penyakit yang ditandai oleh adanya inflamasi pada usus besar. Faktor penyebab dari UC antara lain terjadi infeksi mikroba pencernaan, faktor genetik dan faktor lingkungan. Untuk pengujian in vivo, induksi UC dapat menggunakan etanol. Penanganan terhadap UC, selama ini dilakukan dengan memberi beberapa obat-obatan. Namun obat ini memiliki berbagai macam efek samping. Untuk mengurangi dampak dari adanya UC, maka lebih baik jika dilakukan upaya preventif untuk menghindarinya. Bahan pangan nabati mampu menjaga kesehatan tubuh, karena adanya kandungan senyawa bioaktif diantaranya terdiri atas komponen polifenol, flavonoid dan karotenoid. Pada penelitian ini, digunakan ubi jalar jingga karena memiliki kadar karotenoid lebih tinggi jika dibandingkan ubi jalar putih dan ungu. Untuk mengetahui kemampuan ubi jalar dalam mencegah UC maka perlu dilakukan ekstraksi selanjutnya diujikan pada hewan coba yang diinduksi etanol. Sehingga tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh ekstrak ubi jalar jingga dalam upaya pencegahan UC pada tikus yang diinduksi dengan etanol.
Metode penelitian yang digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 kelompok perlakuan antara lain kontrol negatif, kontrol positif, ekstrak dosis 250mg/KgBB, 500mg/KgBB dan 750mg/KgBB. Analisa data parametrik menggunakan ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjut LSD jika hasil signifikan. Untuk data non-parametrik menggunakan Kruskal Wallis Test dilanjutkan dengan Dunn’s test jika hasil signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi etanol mampu menimbulkan UC dengan adanya inflamasi yang ditunjukkan dengan peningkatan yang signifikan (P <0.05) pada berat, rasio berat per panjang kolon dan skor mikroskopis antara kontrol positif dan negatif. Namun belum mampu meningkatkan radikal pada jaringan dengan ditunjukkan hasil yang tidak sigifikan pada kadar MDA dan SOD kolon. Pengaruh ekstrak belum mampu secara signifikan menurunkan inflamasi, namun mampu meningkatkan MDA dan SOD kolon.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu induksi dengan etanol mampu menimbulkan UC. Dosis ekstrak ubi jalar jingga dari 250mg/KgBB - 750mg/KgBB tidak mampu secara signifikan mencegah UC.
Kata kunci: Fenol, Flavonoid, Karotenoid, Ubi Jalar Jingga, Ulcerative Colitis
ii
ERVA ALVIONITA. 115100800111006. The Role of Orange Sweet Potato Varieties Beta 2 (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Extract to Prevent Ulcerative Colitis in Male Wistar Rats Induced by Ethanol. SKRIPSI. Supervisor: Dr. Erryana Martati, STP., MP dan Novita Wijayanti, STP., MP
SUMMARY
Ulcerative Colitis (UC) is the common disease which known as inflammatory bowel disease. Some elements inducing UC are colon microbial infection, genetic and environmental factor. In vivo research was using ethanol to inducing UC. The UC treatment had been known by using medicines which had some side effects for body. Preventive attempt is highly recommended to reduce the UC effects. Vegetable-based food had bioactive compounds which are polyphenols, flavonoids and carotenoids so it was known for its ability to maintain body health. This study was used orange-fleshed sweet potato because it had higher carotenoids compound than white or purple sweet potato. In order to know the ability of sweet potato to prevent UC, sweet potato extract is tested to ethanol-induced animal experimentation test. The aim of this study is to know the effect of orange-flashed sweet potato in preventive attempt of UC to ethanol-induced rat. Design experimental of this study is completely randomized designs with 5 treatment groups, which are negative control, positive control, and extract control with 3 different dosage is 250mg/kg, 500mg/kg and 750mg/kg. Data Analysis using ANOVA for parametric data followed by post-hoc test LSD if significantly different. Kruskal Wallis Test was used for non-parametric data followed by Dunn’s Test if the result was significant. The result of this study showed that ethanol-induced is able to trigger UC which is shown with inflammatory condition that indicated by significantly (P <0,05) increase in weight, weight per length colon ratio and microscopy score between positive and negative control. However, it had not been able to increase the radical compound in colonic tissue which is shown in insignificant result of MDA contain and colon SOD. The extract did not have significant ability in decreasing inflammatory and able to increase MDA and colon SOD.
As conclusion, ethanol-induced could trigger UC and 250mg/kgBB – 750mg/kgBB dosage extract could not be able to prevent UC significantly.
Keywords: Carotenoid, Flavonoid, Phenol, Orange Sweet Potato, Ulcerative Colitis
iii
KATA PENGANTAR
Segala Puji Bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Peranan Ekstrak Ubi Jalar Jingga Varietas Beta 2 (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Untuk Mencegah Ulcerative Colitis Pada Tikus Wistar Jantan Yang Diinduksi Etanol”. Penyusunan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelas Sarjana Teknologi Pertanian.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pembimbing I: Dr. Erryana Martati, STP, MP dan Dosen pembimbing II: Novita Wijayanti, STP, MP., yang telah memberikan bimbingan, dan ilmu yang luar biasa kepada penulis. Serta Dosen Penguji: Dr. Ir. Elok Zubaidah, MP.
2. Dr. Teti Estiasih STP, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya.
3. Orang tuaku tersayang dan adik-adikku serta keluarga besarku yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dari awal hingga akhir pendidikan dan sampai kapanpun.
4. Para Laboran Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
5. Teman-teman dekat yang senantiasa menemani dan mendukung: Eni, Tyas, Mia, Titin, Raden, Walidati, Tika, Kiki, Nela, Mas Sholeh, Pandu dan keseluruhan teman-teman seperjuangan skripsi
6. Keluarga besar THP 2011 Penulis menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi, dan
pengalaman dalam kepenulisan Skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk meningkatkan kesempurnaan penelitian ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.
Malang, Juli 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................. i
SUMMARY ................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.3 Tujuan................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ................................................................................................. 3
1.5 Hipotesa ............................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2.1 Pengertian dan Penyebab Ulcerative Colitis ......................................... 4
2.2 Pengujian In Vivo .................................................................................. 8
2.3 Pengobatan Ulcerative Colitis ............................................................... 15
2.4 Potensi Bahan Alami Sebagai Anti Ulcerative Colitis ............................ 18
2.5 Ubi Jalar ............................................................................................... 20
2.6 Ekstraksi Senyawa Bioaktif Ubi Jalar .................................................... 27
2.7 Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar .............................................................. 29
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 32
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .......................................................... 32
3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 32
3.3 Metodologi Penelitian ............................................................................ 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 40
4.1 Kandungan Senyawa Bioaktif dan Aktifitas Antioksidan
Ekstrak Ubi Jalar Jingga ...................................................................... 40
v
4.2 Perubahan Berat Badan Hewan Coba Pada Tahap
Pemberian Ekstrak dan Paca Induksi ................................................... 44
4.3 Pengaruh Ekstrak Terhadap Kadar Malondialdehid Kolon .................... 45
4.4 Pengaruh Ekstrak Terhadap Kadar Superoksida Dismutase ................ 48
4.5 Pengaruh Ekstrak Terhadap Makroskopis Kolon .................................. 50
4.6 Pengaruh Ekstrak Terhadap Mikroskopis Kolon ................................... 56
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 60
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 60
5.2 Saran .................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 61
LAMPIRAN ................................................................................................ 69
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Perbandingan Antara Ulcerative Colitis dan Crohn’s
Diseases ......................................................................... 4
2. Bahan Induksi dan Hasil Pengamatan Kondisi UC
Secara In Vivo ................................................................ 9
3. Skor Mikroskopis Kolon ................................................... 15
4. Dosis Penggunaan Golongan Obat Aminosalisilat ........... 16
5. Kategori Nilai IC50 .......................................................... 30
6. Kandungan Senyawa Bioaktif dan Nilai IC50 Ubi
Ubi Jalar Jingga ............................................................... 40
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Interaksi Faktor-Faktor yang Berkontribusi Pada
Penyakit Radang Usus .................................................... 5
2. Mekanisme Pengikatan Adjuvant Untuk Menghasilkan
Respon Imun ................................................................... 6
3. Potensi ROS Pada Inflamasi ........................................... 7
4. Bagian-bagian Kolon ....................................................... 13
5. Perbandingan Kolon Normal dan Colitis .......................... 13
6. Gambaran Mikroskopis Kondisi UC ................................. 14
7. Progres Terapi Ulcerative Colitis Saat Pengobatan
Sebelumnya Dinyatakan Gagal ....................................... 17
8. Struktur Komponen Fenol Ubi Jalar ................................. 24
9. Sintesis Asam Klorogenik Pada Tanaman ....................... 24
10. Jalur Pembentukan Asam Sikimat ................................... 25
11. Struktur Karotenoid.......................................................... 26
12. Mekanisme Anti Inflamasi Flavonoid ............................... 27
13. Proses Penepungan Ubi Jalar ......................................... 37
14. Proses Ekstraksi Tepung Ubi Jalar .................................. 38
15. Perlakuan Pada hewan Coba Untuk Pengujian
Ekstrak Ubi Jalar Sebagai Anti Ulcerative Colitis ............. 39
16. Grafik Perubahan Berat Badan Hewan Coba .................. 44
17. Grafik Kadar MDA Kolon ................................................. 46
18. Grafik Kadar SOD Kolon ................................................. 48
19. Penampakan Makroskopis Kolon .................................... 51
20. Grafik Rerata Berat Kolon................................................ 52
21. Grafik Rasio Berat per Panjang Kolon ............................. 53
22. Grafik Skor Mikroskopis Kolon ......................................... 57
23. Histopatologi Kolon.......................................................... 58
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Prosedur Analisa ............................................................ 69
2. Hasil Penelitian Pendahuluan .......................................... 76
3. Kandungan Senyawa Bioaktif .......................................... 78
4. Analisa Data Uji In Vivo ................................................... 83
5. Dokumentasi ................................................................... 102
69
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ulcerative Colitis (UC) merupakan salah satu penyakit radang usus
(Inflammation Bowel Diseases (IBD)). Rana, et al. (2014), menyebutkan bahwa
penyakit radang usus ini terdiri atas dua jenis penyakit yaitu Ulcerative Colitis
dan Chron’s diseases (CD). UC merupakan salah satu penyakit yang ditandai
oleh adanya peradangan pada usus besar dan bisa berlanjut pada pembentukan
luka atau ulkus serta mampu memicu tumbuhnya kanker (Sartor, 2006).
Faktor penyebab dari UC masih belum diketahui secara pasti, namun
Sartor (2006) merumuskan bahwa penyebab dari UC antara lain terjadi infeksi
mikroba pencernaan yang mengandung antigen tertentu, adanya faktor genetik
dan dikarenakan adanya faktor lingkungan semisal adanya stres dan konsumsi
senyawa antibiotik. Resiko penyakit UC bisa meningkat menjadi kanker bila tidak
segera ditangani. Hal ini karena agen pro-inflamasi yang terbentuk selama
kondisi sakit akan memicu peningkatan senyawa radikal berupa Reactive
Oxygen Species (ROS). Pada percobaan UC secara in vivo, beberapa bahan
kimia mampu memicu timbulnya UC antara lain etanol pada penelitian Yan et al.
(2007) dan Andrade et al. (2003), DSS (Dextran Sulfate Sodium) dilanjutkan
dengan etanol (Yan et al. (2007), asam asetat (Sotnikova et al.,2013) dan TNBS
(Trinitrobenzenesulphonic Acid) diikuti etanol (Mei et al., 2014).
Untuk penanganan terhadap UC, selama ini dilakukan dengan
menggunakan beberapa obat sesuai dengan kondisi penderita. Jenis dari bahan
yang dijadikan obat untuk pengobatan UC diantaranya berupa Aminosalisilat,
Steroid, Azathioprin, Merkaptopurin, Siklosporin, Methotreksat, Infliksimab,
Heparin dan bahan-bahan antimikroba. Aminosalisilat dikenal dengan nama obat
Sulfasalazin yang merupakan obat dengan komposisi sulfapiridin dan 5-asam
aminosalisilat (5-ASA). Namun obat ini memiliki berbagai macam efek samping
berupa mual, muntah, gangguan pencernaan, sakit kepala, demam, hepatitis,
pancreatitis, pneumonia, agranulositis dan gangguan penyerapan folat. Sehingga
muncul obat baru dari golongan Aminoasalisilat yang berupa Mesalamin,
Pentasa, Asacol, Rowasa, Osalazin dan Balsalazid. Namun obat-obat tersebut
juga masih memiliki efek samping diantaranya sakit kepala ringan, perut tidak
nyaman, diare sekretorik dan mual (Wolf dan Lashner, 2002).
70
Untuk mengurangi efek samping dari obat, maka lebih baik jika dilakukan
upaya pengobatan menggunakan bahan alami baik berupa tanaman obat
ataupun tanaman pangan. Pada penelitian ini, upaya pengobatan dilakukan
menggunakan tanaman pangan. Pada tanaman pangan diduga memiliki kinerja
seperti obat sintetis, dikarenakan oleh adanya kandungan senyawa bioaktif
diantaranya terdiri atas komponen polifenol, flavonoid dan karotenoid.
Keterkaitan antara komponen bioaktif tersebut dengan penyakit UC
dijelaskan dalam Shapiro et al. (2006) bahwa polifenol alami mampu berperan
sebagai anti-inflamasi dengan cara menghambat ekspresi gen Nuclear Factor
(NF) k-B dependent dan menginduksi antioksidan tahap II serta melakukan
detoksifikasi protein. Kinerja komponen polifenol juga dijelaskan dalam penelitian
Gracia-Lafuente (2009) bahwa komponen polifenol salah satunya berupa
flavonoid jika masuk dalam tubuh akan memiliki kemampuan untuk memodulasi
inflamasi sel, memodulasi enzim, gen dan mediator inflamasi. Flavonoid juga
berperan sebagai antioksidan untuk menangkap radikal, menghambat produksi
ROS dan menghambat enzim pro-oksidan.
Peranan sebagai anti radikal dan anti inflamasi juga bisa dilakukan oleh
karotenoid. Panjaitan (2010) menjelaskan bahwa karotenoid memiliki peran
sebagai antioksidan dan menangkap radikal bebas. Sesuai hasil penelitian dari
Bai et al. (2005) beta karoten secara langsung mampu memblok akumulasi ROS,
menghambat produksi Nitric Oxide (NO) dan menekan aktifasi NF-kB serta
inducible Nitric Oxide Synthase (iNOS). Kemampuan senyawa bioaktif dalam
mencegah inflamasi dan menangkal radikal bebas inilah yang menjadikan
senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan anti
UC.
Salah satu tanaman pangan yang mengandung komponen polifenol,
flavonoid dan karotenoid adalah ubi jalar. Berdasarkan penelitian Teow et al.
(2007), ubi jalar jingga memiliki kadar betakaroten paling tinggi. Ekstrak ubi jalar
jingga memiliki aktivitas antioksidan yang tertinggi dibandingkan dengan ubi jalar
ungu. Rentang total fenol yang didapat antara ubi jalar ungu, jingga, kuning dan
putih yaitu 0,14-0,51mg Chlorogenic Acid Equivalent (CAE)/g berat ubi segar.
Namun dari hasil penelitian Cevallos-Casals and Cisneros-Zevallos (2003) dalam
Teow et al. (2007) ubi jalar merah memiliki total fenol lebih tinggi yaitu sebesar
9,45mg/g berat ubi segar.
71
Penelitian tentang pengaruh ekstrak ubi jalar jingga lokal untuk
pencegahan dan pengobatan UC belum banyak dilakukan. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian peranan ekstrak ubi jalar jingga dan dosis yang tepat
terhadap pencegahan pada hewan coba.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh etanol dalam menginduksi Ulcerative Colitis?
2. Bagaimana pengaruh berbagai dosis ekstrak ubi jalar jingga terhadap
kondisi Ulcerative Colitis pada hewan coba yang diinduksi dengan etanol?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh etanol dalam menginduksi Ulcerative Colitis
2. Mengetahui pengaruh berbagai dosis ekstrak ubi jalar terhadap Ulcerative
Colitis
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap manfaat konsumsi ubi
jalar jingga terhadap pencegahan penyakit, khususnya Ulcerative Colitis
2. Memberikan peluang untuk memanfaatkan ubi jalar sebagai bahan baku
produk fungsional pencegah Ulcerative Colitis
1.5 Hipotesa
Diduga senyawa bioaktif ekstrak ubi jalar jingga memiliki peranan untuk
mengurangi dampak adanya Ulcerative Colitis pada hewan coba.
72
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian dan Penyebab Ulcerative Colitis (UC)
Ulcerative Colitis merupakan salah satu penyakit radang usus
(Inflammation Bowel Diseases (IBD)). Rana, et al. (2014), menyebutkan bahwa
penyakit radang usus ini terdiri atas dua jenis penyakit yaitu Ulcerative Colitis
dan Chron’s diseases (CD). Ciri utama radang usus disebut Ulcerative Colitis
yaitu terjadi peradangan pada keseluruhan lini usus besar hingga mencapai
rektum, sedangkan Chron’s diseases radang terjadi hanya pada usus besar
tanpa sampai pada rektum. Perbedaan antara UC dan CD dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan Antara Ulcerative Colitis dan Crohn’s Diseases
Gejala Ulcerative Colitis Crohn’s Diseases
Area pencernaan
Setiap bagian dari lapisan kolon dan berlanjut tanpa celah
Paling umum pada bagian bawah ileum, tapi bisa dimana saja termasuk pada usus besar. Sela-sela yang normal pada jaringan dinding usus bisa dipengaruhi oleh bagian-bagian yang rusak
Diare Bisa 4 kali setiap hari Bisa 4 kali tiap hari
Nyeri Perut/kram
Nyeri ringan dan kram pada perut bagian bawah
Nyeri perut sedang hingga parah pada bagian kanan dan bawah
Darah dalam feses
Banyak darah sesuai tingkat keparahan penyakit
Banyak darah sesuai tingkat keparahan penyakit
Kelelahan Efek dari darah yang banyak keluar dan terjadinya anemia
Hasil dari darah yang banyak keluar, anemia dan rendahnya penyerapan nutrisi
Pemeriksaan fisik
Uji rectal menunjukkan iritasi perianal, adanya fisura, wasir, fistula dan abses
Iritasi peritoneal, perut atau panggul
Penurunan berat badan
Penurunan berat badan berlebih pada kondisi yang parah
Penurunan berat badan dan anoreksia terjadi karena proses pencernaan dan penyerapan rendah
Resiko kanker kolon
Meningkat Meningkat
Sumber: Head dan Jurenka (2003)
Pemicu dari radang usus belum diketahui secara pasti. Namun Sartor
(2006), menyebutkan ada beberapa faktor yang saling berkaitan dalam memicu
penyakit radang usus dan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Faktor tersebut yaitu
73
faktor genetik yang disebabkan oleh adanya mikrobiota pada luminal yang
memiliki antigen dan adjuvant yang memicu munculnya respon imun. Respon
imun tersebut juga dibantu oleh faktor lingkungan yang bisa meningkatkan
ekspresi penyakit.
Faktor genetik yang terjadi pada penderita penyakit Ulcerative Colitis
diperoleh dari pengamatan sel pada tikus yang telah mengalami penghilangan
gen MDR1 mampu meningkatkan pengaruh Colitis pada epitel. Sehingga dapat
dikatakan, penderita yang mengalami Ulcerative Colitis juga mengalami
gangguan pada gen MDR1. Gen MDR1 ini berperan sebagai penengah untuk
ekskresi xenobiotik yang mungkin dari bakteri dan pada molekul-molekul sel
epitel, sehingga gen ini membantu penguatan perlindungan sel mukosa dari
kerusakan (Sartor, 2006).
Gambar 2.1 Interaksi Faktor-Faktor yang Berkontribusi Pada Penyakit Radang Usus
(Sartor, 2006)
Mengenai mikrobia pada lumina yang membawa antigen dan adjuvant,
Sartor (2006) menjelaskan bahwa peranan dari antigen yaitu meningkatkan
ekspansi sel T dalam mengenali antigen mikrobiota usus dan adjuvant
mengaktifkan pembawaan respon imun termasuk sel-sel dendritik. Mekanisme
adjuvant dalam mengaktifkan pembawaan respon imun termasuk sel-sel
dendritik dimulai dari reseptor pada membrane sel yang bekerja secara selektif
mengikat komponen bakteri, virus atau jamur akan mengikat adjuvant yang ada
pada kolon. Hasil ligasi akan mengaktifkan jalur sinyal pengaktifan NFkB dan
Respon
Imun
Kerentanan
Genetik
Lingkungan
Antigen dan Adjuvant
mikroba luminal
Radang Usus
74
Mitogen Activated Protein Kinase (MAPK). Hasil transkripsinya akan
menstimulasi ekspresi dari gen pro inflamasi dan anti inflamasi. Reseptor
intraseluler homolog yang berupa CARD4 dan CARD15 mengikat asam
Diaminopimelic (DAP) dan Muramul Dipeptida (MDP), sehingga mengaktifkan
NF-kB. Namun CARD15 juga dapat mengaktifkan NF-kB melalui ligasi dengan
TLR2. Lebih singkatnya CARD akan menghasilkan komponen-komponen anti
inflamasi dan pro inflamasi yang terdiri atas CpG DNA, DAP, double stranded
RNA, extracellular signal regulated kinase (ERK), heat shock protein 60
(HSP60), Interleukin (IL)-1, IL-reseptor (ILR), Jun amoni-termal kinase (JNK),
MAPK, MDP, NGkB,P38 (MAPK1), P50 (sub-unit NFkB yang berikatan dengan
heterodimer P65, P65 juga merupakan sub unit NFkB), Toll-like receptor (TLR),
TLR4/MD2 (pengikatan TLR 4 dan MD2 yang sangat responsive pada
lipopolisakarida), tumor necrosis factor (TNF) dan TNFR (TNF reseptor).
Mekanisme penghasil gen pro dan anti inflamasi bisa dilihat pada Gambar 2.2 di
bawah ini.
Gambar 2.2 Mekanisme Pengikatan Adjuvant untuk Menghasilkan Respon Imun (Sartor,
2006)
Adanya mikroba dengan antigen dan adjuvant, sesuai mekanisme di atas
bisa menghasilkan gen anti dan pro-inflamasi. Sehingga akan meningkatkan
efektor makrofage, neutrofil dan sel T yang akan merilis sitokin sebagai pro-
inflamasi (pemicu peradangan). Medhi et al. (2008) menyebutkan bahwa pada
penderita radang usus dapat ditemukan suatu sinyal imun berupa T-Helper
sitokin yang mampu menghasilkan IL-1, IL-6, TNF dan TLRs. TNF- yang
75
menumpuk dan akan bersinergi dengan sitokin lainnya sehingga menginduksi
mediator inflamasi seperti ROS. Peningkatan ROS pada sel mukosa secara
langsung atau tidak langsung menjadi penyebab rusaknya integritas mukosa
atau menginisiasi sinyal inflamasi pada beberapa penelitian. Hasilnya, Head
(2003) menjelaskan bahwa pada mukosa pasien penderita Ulcerative Colitis
ditemukan adanya peningkatan reactive oxygen intermediet, produk oksidasi
DNA (8-OHdG) dan pada jaringan yang mengalami radang/inflamasi. Selain itu
juga terjadi penurunan Cu dan Zn yang merupakan kofaktor antioksidan SOD.
ROS yang dihasilkan oleh TNF akan mengaktifkan Nuclear Factor kappa B
(NF-kB) yang akan meningkatkan produksi TNF lebih lanjut. Sehingga siklus
peningkatan ROS dan TNF akan semakin meningkatkan peradangan (Head
dan Jurenka, 2003).
Gambar 2.3 Potensi ROS Pada Inflamasi (Head dan Jurenka, 2003)
Berdasar pada Tran et al. (2012), respon imun dibagi atas 2 kelompok
yaitu innate immunity dan adaptive immunity. Innate immunity berhubungan
dengan makrofage pada sistem pencernaan. Pada kondisi normal, makrofage
dikondisikan untuk memiliki fenotip non inflamasi dengan cara menurunkan
regulasi dari reseptor innat imun dan mencegah produksi komponen-komponen
pro-inflamasi. Namun pada kondisi sakit, makrofage yang baru akan diambil dari
peripheral darah, yang mana akan mengekspresikan marker dari monostik CD14
untuk menghasilkan komponen pro-inflamasi seperti IL-1 dan TNF .
Untuk Adaptive Immunity terdiri atas sel B dan sel T. Pada kondisi inflamasi, sel
B akan menghasilkan immunoglobulin (Ig)M, IgG dan IgA pada peripheral darah
TUMOR NECROSIS
FACTOR - ALPHA
Aktivasi
REACTIVE OXYGEN
SPECIES
Produksi Peningkatan
NUCLEAR FACTOR-
KAPPA B
76
dan sel mononuclear mukosa. Pada Ulcerative Colitis terjadi peningkatan sekresi
IgG1 dan pada Crohn’s Diseases peningkatan terjadi pada IgG1, IgG2 dan IgG3.
Untuk sel T, didapat jenis sel T-helper (Th) yang mana mampu diproduksi oleh
IL17 dan IL14 dan menghasilkan Th17 dan Th2 sebagai media respon imun.
Selain dari sel Th, juga didapat sel T regulator (Treg) yang berfungsi untuk
memonitor respon imun dan mencegah potensi respon yang berbahaya.
Regulasi dari sel T memegang peranan dalam mentoleransi dan pencegah
autoimun. Penurunan dari jumlah dan fungsi sel Treg akan menyebabkan
autoimun.
Pada penderita Ulcerative Colitis, Sartor (2006) menjelaskan bahwa
didapat sel Th2 yang memiliki respon atipikal, yang mana dimediasi oleh sel T-
killer dengan mengeluarkan IL-13. Sel T-killer ini diaktifkan oleh APCs (Antigen-
presenting cells). Sehingga hasilnya bisa didapat respon imun yang berlebih.
Faktor lingkungan yang turut berkontribusi dalam memicu radang usus antara
lain kebiasaan merokok, kondisi stres, infeksi, pengkonsumsian antibiotik dan
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) (Sartor, 2006).
Dari 4 faktor pemicu Ulcerative Colitis dapat dilihat bahwa adanya
hubungan antara antigen pada sistem pencernaan usus yang menimbulkan
respon imun dalam menghasilkan pro-inflamasi. Faktor genetik dan juga
lingkungan berperan untuk meningkatkan efek dari adanya pro-inflamasi.
2.2 Pengujian In Vivo
2.2.1 Bahan dan Hasil Induksi Ulcerative Colitis
Proses induksi Ulcerative Colitis secara keseluruhan dapat dilakukan
dengan 2 macam cara. Cara yang pertama yaitu dengan mancampur bahan
induksi pada makanan atau minuman (ad libitum) tikus percobaan, sedangkan
cara yang kedua, bahan diinduksikan secara intrakolonik pada tikus percobaan.
untuk cara yang kedua, penginduksian dilakukan pada tikus percobaan dengan
kondisi dipingsankan terlebih dahulu.
77
Tabel 2.2 Bahan Induksi dan Hasil Pengamatan Kondisi UC Secara In Vivo
Bahan Induksi
Lama Induksi
Parameter Fisik Parameter Kimia*
Sumber
2% DSS dan 30% etanol
3 hari DSS diikuti 1 hari etanol
Penurunan BB Diare berdarah Ulserasi parah Infiltrasi
Yan et al. (2007)
30% etanol 1 kali Kerusakan mukosa Ulserasi mukosa Pendarahan Tanpa diare
Yan et al.(2007)
2% DSS 3 hari Diare Hiperemia Tanpa ulser
Yan et al. (2007)
0.7% DSS 7 hari Penurunan BB Diare berdarah
Seril (2002)
3% DSS 7 hari Ulserasi >60% Peningkatan MDA 60%
TNF- 19%
IL-1 8%
Montrose et al. (2011)
6% asam asetat
1 kali induksi
Diare berdarah Pembesaran perut
Peningkatan MPO 27%
MDA 50%
NO 50% iNOS 23% Penurunan SOD 74%
Xing et al. (2012)
4% asam asetat
1 kali induksi
Diare berdarah Ulserasi kolon
Sotnikova et al. (2013)
3% asam asetat
1 kali induksi
Peningkatan Peroksdasi lipid NO
Kannan et al. (2013)
100mg/KgBB TNBS dalam 50% etanol
1 kali induksi
Edema Infiltrasi mukosa dan sub mukosa kolon
Peningkatan NO 50%
MPO 15% MDA 32%
Mei et al. (2014)
50mg/KgBB TNBS dalam 50% etanol
1 kali induksi
Inflamasi Ulserasi Penebalan dinding kolon
Naeni et al. (2012)
100mg/KgBB TNBSdalam 30% etanol
1 kali induksi
Moderat inflamasi Ulserasi kolon
Peningkatan MPO 70%**
Zeng et al. (2000)
20mgTNBS dalam 35% etanol
1 kali induksi
Diare Infiltrasi pada crypt
Neutrofil dan eosinofil pada lamina propia
Peningkatan MDA 30% MPO 19% Penurunan SOD 50%
Medhi et al. (2008)
*Hasil perbandingan pada tikus colitis terhadap tikus sehat **tikus sehat berupa tikus dengan induksi etanol Bahan induksi DSS diberikan secara ad libitum dan bahan lainnya secara intrakolonik
78
Pada Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa penggunaan DSS induksi Ulceratif
Colitis pada minuman tikus bisa menggunakan beberapa dosis yang berbeda.
Adanya keberagaman dosis DSS yang digunakan akan menjadikan lama induksi
dan hasil yang berbeda pada tikus. Pemberian dosis yang berbeda menunjukkan
hasil induksi yang berbeda pula. Penelitian Yan et al. (2007) pada tikus dengan
dua induksi yaitu DSS 2% dan etanol 30% menunjukkan adanya penurunan
berat badan tikus, diare berdarah dan terjadi ulserasi yang parah disertai
peradangan pada bagian distal yang berkembang dengan cepat. Namun untuk
tikus dengan induksi etanol tanpa pemberian DSS tidak terjadi diare, hanya saja
terjadi ulserasi mukosa dan pendarahan pada 24 jam setelah induksi, serta
masih nampak kerusakan mukosa 3 hari setelah induksi. Penampakan histologis
menunjukkan bahwa etanol 30% mampu merusak epitel usus dan menyebabkan
kerusakan mukosa secara intensif 24 jam setelah induksi. Seril et al. (2002) juga
ditemui penurunan berat badan serta diare berdarah, hingga 13% mencit mati.
Walaupun tikus sudah diberi diet AIN76A dengan kandungan Fe 2x lipat sebagai
tambahan nutrisi saat tikus mengalami Colitis. Metode induksi dari penelitian
Montrose et al. (2011) dilakukan dengan memberi 3% DSS selama 7 hari dan
pada 7 hari setelahnya dilakukan analisa hasil yang menunjukkan bahwa mencit
mengalami UC dengan persentase ulserasi sebesar lebih dari 60%.
Bahan induksi berupa TNBS (Trinitrobenzenesulphonic Acid) yang
dilarutkan dalam etanol sesuai pada penelitian Mei et al. (2014) TNBS digunakan
sebanyak 100mg/kg dan dilarutkan dalam 50% etanol. Hasil menunjukkan terjadi
kerusakan kolon yang ditandai dengan adanya edema dan infiltrasi neutrofil.
Dalam penelitian Andrade et al. (2003) yang juga melakukan induksi Colitis
dengan TNBS dan 50% etanol menunjukkan hasil bahwa dengan pemberian
etanol 50% mampu meningkatkan reaksi inflamasi yang ditunjukkan dengan
peningkatan infiltrasi pada mukosa dan sub-mukosa kolon. Selain itu juga
meningkatkan regulasi interferon (INF- ) dan interleukin (IL-4) serta mengubah
keseimbangan sitokin mukosa kolon. Hal tersebut menunjukkan bahwa etanol
mampu menginduksi Colitis dengan mengganggu mekanisme regulasi imun
pada kolon.
Untuk kesesuaian dosis induksi TNBS dalam 50% etanol, sesuai penelitian
Naeni et al. (2012) menunjukkan bahwa dosis optimum TNBS dalam
menginduksi UC yaitu sebesar 50mg/kgBB. Hasil yang diperoleh berupa
inflamasi, ulserasi, penebalan dinding kolon dan terjadi necrosis. Jika
79
dibandingkan, antara penggunaan dosis TNBS 50mg/KgBB dengan dosis TNBS
100mg/KgBB tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Selain itu penggunakan
jenis tikus jantan dan betina tidak menunjukkan tingkat keparahan Colitis yang
signifikan pula. Sehingga pada uji coba induksi UC menggunakan TNBS bisa
digunakan tikus jantan ataupun betina tanpa adanya pengaruh yang nyata pada
hasil uji coba. Namun pada penelian Zeng et al. (2000) dosis untuk menimbulkan
inflamasi moderat dan ulserasi pada kolon diperlukan dosis 100mg/KgBB. Hanya
saja konsentrasi etanol yang digunakan yaitu 30%. Sehingga dalam hal ini bisa
dilihat penggunaan konsentrasi etanol tertentu dalam induksi menggunakan
TNBS mampu mempengaruhi tingkat inflamasi pada kolon.
Pemberian etanol pada induksi intrakolonik seperti yang disebutkan pada
penelitian Yan et al. (2007) yaitu mampu menunjukkan adanya ulserasi mukosa
dan pada penelitian Andrade et al. (2003) menunjukkan adanya peningkatan
infiltrate mukosa, peningkatan mediator inflamasi berupa INF- , IL-4 dan
mengubah keseimbangan sitokin. Hal tersebut mengindikasikan bahwa etanol
mampu menimbulkan inflamasi. Berdasarkan Bannan et al. (1999) hasil uji in
vitro pada sel mukosa kolon yang terpapar etanol 15% selama 30 menit
menunjukkan penurunan viabilitas sel dan terjadi gangguan pada integritas
mukosa. Mekanisme yang terjadi yaitu ketika mukosa terpapar etanol, terjadi
kerusakan oksidatif pada mikrotubulus sitoskeletal dengan cara merusak protein
sitoskeletal sehingga terjadi penurunan polimerasi tubulin menjadi monomerik
tubulin dan persen sel mikrotubulus turun yang akhirnya mikrotubulus
sitoskeleton rusak dan integritas sel turun. Penurunan integritas sel ini,
berdasarkan bamias et al. (2005) memicu masuknya mikroba luminal yang
dideteksi tubuh sebagai antigen sehingga terjadi peningkatan imun yang
berakibat terjadinya inflamasi pada kolon. Mekanisme lainnya dijelaskan dalam
Khoury et al. (1992) bahwa etanol mampu menghambat produksi glutation.
Penghambatan ini berakibat pada produksi IL-12 dan INF- , sehingga
meningktakan IL-4. Ketika IL-4 berlebih, maka akan terjadi gangguan pada sel
Th-2 sehingga menginduksi adanya inflamasi. Keberadaan mikroba kolon yang
menerobos masuk pada mukosa juga akan memicu terproduksinya INF- .
Sehingga mikroba luminal berperan sebagai peningkat kondisi inflamasi kolon.
80
2.2.2 Kondisi MDA dan SOD Pada Ulcerative Colitis
MDA (Malondialdehid) merupakan produk dari peroksidasi lipid.
Berdasarkan Ayala, et al. (2014), peroksidasi lipid merupakan reaksi dari radikal
oksigen terhadap lipid sehingga menghasilkan hidroperoksida (LOOH).
Hidroperoksida terbentuk selama fase propagasi dengan produk primer berupa
asam lemak bebas, trigliserol, fosfolipid, dan sterol. Peningkatan dari produk
primer yang bervariasi akan mendorong untuk terbentuknya produk sekunder
diantaranya MDA, propanal, hexanal dan 4-Hidroksinonenal (4-HNE). Produk
sekunder berupa MDA merupakan produk peroksidasi lipid paling mutagenik.
Sifat mutagenik MDA berkaitan dengan kemampuan MDA dalam mengikat DNA
untuk menyebabkan mutasi. Hasil penelitian Niedenhofer, et al. (2002)
menunjukkan bahwa MDA mampu menyebabkan mutasi pada gen supF dan
mayoritas mutasi terjadi pada pasangan basa GC.
UC merupakan kondisi inflamasi pada organ kolon yang memiliki potensi
untuk menjadi kanker kolon. Hal tersebut berkaitan dengan adanya ROS dan
MDA yang dihasilkan selama periode UC berlangsung. Pada penelitian Xing, et
al. (2012) menunjukkan bahwa kadar MDA jaringan kolon dari tikus yang
mengalami UC hasil induksi asam asetat secara signifikan (P <0,01) meningkat
dibandingkan dengan tikus sehat. Hasil penelitian Mei, et al. (2014) juga
menunjukkan adanya peningkatan MDA (P <0,01) pada tikus yang diinduksi
TNBS/etanol.
Senyawa radikal didalam tubuh, dalam jumlah tertentu mampu diatasi oleh
adanya antioksidan endogen. Salah satu antioksidan endogen yaitu berupa SOD
(Superoksida dismutase). Berdasarkan Marikovsky, et al. (2003) Cu/Zn SOD
merupakan enzim dismutase untuk radikal superoksidan ( ). Li and Zhou (2011)
menyebutkan bahwa pada inflamasi saluran pencernaan akan terjadi penurunan
kadar SOD pada sel-sel inflamasi jika dibandingkan dengan sel-sel normal. Hal
tersebut dikarenakan adanya radikal hidroksil dan anion superoksida sebagai
hasil dari peroksidasi lipid. Sehingga SOD jaringan dibutuhkan untuk
menetralkan radikal tersebut.
Penggunaan SOD dalam menangkal radikal selama kondisi UC
ditunjukkan pada penelitian Medhi, et al. (2008) bahwa pada kontrol positif terjadi
peningkatan MDA dan penurunan SOD secara signifikan (P <0.001) jika
dibandingkan dengan kontrol positif atau pada hewan sehat. Hasil serupa juga
81
didapat dari penelitian Xing, et al. (2012) bahwa terjadi penurunan SOD yang
disertai peningkatan kadar MDA secara signifikan (P <0.01).
2.2.3 Penampakan Mikroskopis Saat Terjadi Ulcerative Colitis
Penampakan mikroskopis merupakan suatu bentuk pengamatan dengan
menggunakan bantuan mikroskop. Bagian-bagian utama dari kolon terdiri atas
mukosa, submukosa dan muskularis (Gambar 2.4). Secara mikroskopis akan
tampak perbedaan antara kondisi kolon normal dan kolon UC sesuai pada
Gambar 2.5 di bawah ini.
Gambar 2.4 Bagian-bagian Kolon (The Human Protein Atlas, 2015)
Gambar 2.5 Perbandingan Kolon Normal dan Colitis (Johns Hopkins Medicine, 2014)
82
Berdasarkan Geboes (2003) secara mikroskopis adanya inflamasi ditandai
dengan peningkatan infiltrat selular pada lamina propia disertai dengan
perubahan komposisi dan distribusi. Pada lamina propia yang normal, infiltrate
berlokasi pada bagian atas mukosa. Pada UC, infiltrat semakin banyak dan
masuk pada bagian yang lebih dalam (transmukosal). Kondisi yang sering terjadi
yaitu adanya akumulasi dari plasma sel mendekati bagian dasar mukosa dan
diantara crypt serta bagian muskularis mukosa. Komponen lain selain plasma sel
yaitu neutrofil. Adanya neutrofil mengindikasikan perubahan komposisi dari
infiltrat inflamasi. Neutrofil bisa ada pada struktur epitel meliputi dinding crypt
(cryptitis), lumen dan dinding crypt (crypt abscesses) atau ketika terjadi
kerusakan crypt (crypt destruction). Cryptitis dan crypt abscesses mampu
ditemukan pada 41% kasus UC. Selain Crypt, pengamatan juga dilakukan pada
eosinofil. Secara keseluruhan, pengamatan mikroskopis pada UC bisa dilihat
pada Gambar 2.6 berikut ini.
Gambar 2.6 Gambaran Mikroskopis Kondisi UC. A: pengecilan dan percabangan crypt
serta peningkatan infiltrate hingga pada transmukosal , B: distorsi mukosa, C: penebalalan mukosa muskularis, D: crypt menghilang (Geboes, 2003)
Pengamatan kondisi UC secara mikroskopis dapat dituliskan dalam bentuk
skor. Hal tersebut digunakan sebagai pembeda hasil antara kondisi kolon yang
satu dengan yang lain. Salah satu alternative pemberian skor mikroskopis yang
dilakukan oleh Araki et al. (2012) dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.
83
Tabel 2.3 Skor Mikroskopis Kolon
Parameter Skor Keterangan
0 Tidak ada perubahan
1 Lokal dan ringan
Hilangnya permukaan epitel 2 Lokal dan menengah
3 Luas dan menengah
4 Luas dan parah
0 Tidak ada perubahan
1 Lokal dan ringan
Kerusakan Crypt 2 Lokal dan menengah
3 Luas dan menengah
4 Luas dan parah
0 Tidak ada perubahan
1 Lokal dan ringan
Infiltrat sel mukosa 2 Lokal dan menengah
3 Luas dan menengah
4 Luas dan parah
Sumber: Araki et al. ( 2012)
2.3 Pengobatan Ulcerative Colitis
Pengobatan terhadap penderita Ulcerative Colitis dilakukan dengan
pemberian obat-obatan sintetik. Berdasarkan pada Wolf dan Lashner (2002)
terdapat beberapa obat antara lain:
a) Aminosalisilat
Aminosalisililat terdiri atas sulfasalazin dan mesalamine. Untuk
sulfasalazine, merupakan obat dengan komponen penyusun berupa 5-
Aminosalicylic Acid (5-ASA) dan fapyridin yang terikat dalam ikatan diazo. Saat
obat sampai pada kolon, maka bakteri dalam kolon akan memecah ikatan
tersebut. Sehingga 5-ASA yang bertindak sebagai anti inflamasi bisa mencapai
target tujuan. Mesalamin merupakan bentuk baru dari aminosalisilat yang terbagi
lagi atas Asacol (digunakan untuk melepas 5-ASA pada distal ileum dan kolon),
Balsalazide (untuk moderat UC), Olsalazine (untuk pasien yang tidak toleran
terhadap Sulfasalazine), Pentasa (difungsikan untuk melepas 5-ASA pada
jejunum hingga kolon), serta Rowasa enema dan Rowasa suppository. Hasil
84
review dari Rochester dan Abreu (2005) menunjukkan bahwa hasil dari penelitian
secara In Vitro dan In Vivo menunjukkan kinerja dari Sulfasalazine dan
Mesalamine yaitu dengan menghambat aktifasi dari NF-kB. Efek samping dari
penggunaan Sulfasalazine yaitu berupa mual, muntah, gangguan pencernaan,
sakit kepala, demam, hepatitis, pancreatitis, pneumonia, agranulositis dan
gangguan penyerapan folat. Efek samping dari Aminosalisilat jenis baru ini yaitu
sakit kepala ringan, perut tidak nyaman, diare sekretorik dan mual, namun masih
lebih ringan dari Sulfasalazine. Dosis dari penggunaan obat-obatan golongan
Aminosalisilat bisa dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Dosis Penggunaan Golongan Obat Aminosalisilat
Nama generic Nama properiotary Dosis/hari (gram)
Mesalamine Rowasa, salofalk 1 – 4
Mesalamine Canasa 0.5 – 1.5
Mesalamine Asacol 1.6 – 4.8
Mesalamine Salofalk, mesasal, claversal 1.5 – 4
Mesalamine Pentasa 2 – 4
Sulfasalazine Azulfidine 1 – 4
Olsalazine Dipentum 1 – 3
Balsalazine Colazaal 2 – 6.75
Sumber : Mahadevan, 2005
b) Steroid
Steroid memiliki mekanisme berupa kemampuan memblok fosfolipase
pada penurunan asam arakhidonat mampu menyebabkan perubahan
keseimbangan antara cytoprotective prostaglandins dan proinflamasi leukotrin.
Efek dari steroid berupa osteoporosis, luka sulit sembuh, hiperglikemia, dan
osteonerosis. Salah satu bentuk steroid yang baru yaitu Budesonide yang
didesain untuk sampai pada distal usus halus hingga proximal kolon.
c) Azathioprine dan 6-merkaptopurin
Kedua jenis obat ini merupakan immunosuppressive yang bisa digunakan
untuk terapi corticosteroid jangka lama. Mekanisme aksi dari obat ini yaitu
menyebabkan pemecahan kromosom yang menumpulkan proliferasi sel-sel yang
bisa membelah dengan cepat seperti sel limfosit. 6-mercaptopurin sebagai
analog purin dan azathioprine sebagai precursor S-imidazol. Efek yang
ditimbulkan antara lain supresi sumsum tulang dan pankreatitis.
85
d) Siklosporin
Siklosporin merupakan polipeptida siklik. Mekanisme kerja dari obat ini
yaitu menghambat transkripsi gen IL-2, sehingga bisa terjadi penurunan
toksisitas sel T. Efek samping yang ditimbulkan antara lain nefratoxity,
hepatotoksik, hipertrikosis, hiperplasia, tremor, kejang dan gangguan limpo-
proliferative.
e) Methotrexate
Mekanisme kerja methotrexate yaitu dengan cara berikatan dengan
tetrahidrofolat reduktase dan melakukan interferensi dengan pembentukan purin
yang menyebabkan percepatan proliferasi sel. Efek samping yang timbul antara
lain mual, perut kram (tapi bisa dicegah dengan penggunaan asam folat),
kelainan fungsi hati, rambut rontok, pneumonitis, hipersensitivitas dan
teratogenik.
f) Minyak ikan
Minyak ikan mengandung EPA (Eicosapentaenoic acid) yang mampu
menekan produksi agen inflamasi. Mekanisme aksi dari EPA yaitu melakukan
interferensi dengan metabolisme asam arakhidinat. Sehingga akan menurunkan
produksi dari sitokin leukotrin .
Gambar 2.7 Progres Terapi Ulcerative Colitis Saat Pengobatan Sebelumnya Dinyatakan
Gagal (Mahadevan, 2004)
86
2.4 Potensi Bahan Alami Sebagai Anti Ulcerative Colitis
Berdasarkan uraian dari hal-hal pemicu Ulcerative Colitis, maka senyawa
atau komponen yang bersifat anti Ulcerative Colitis bisa dikatakan harus memiliki
kemampuan untuk mencegah atau mengurangi inflamasi dan menangkal radikal
bebas dari stres oksidatif atau pemicu radikal yang ada pada kolon. Salah satu
senyawa yang mampu menghambat Ulcerative Colitis kronis yaitu N-acetylcistein
(NAC). NAC merupakan senyawa thiol yang mengandung bahan untuk mukolitik
dan penangkal toksik dari acetaminophen. NAC secara langsung mampu
menangkap ROS dan RNS serta sebagai prekurson untuk menurunkan glutation.
Hasil uji coba pada tikus betina yang diinduksi DSS (Dextran Sulfate Sodium)
dan makanan yang diperkaya dengan Fe serta diberi NAC menunjukkan
penurunan indeks proliferasi pada epitel (48,5 6,0% vs 32,0 3,7%, P<0,05).
NAC secara signifikan menginduksi apoptosis pada epithelia non cancer dan
adenokarsinoma colon. Selain itu senyawa iNOS (inducible Nitric Oxide
Synthase) pada sel mukosa kolon non-kanker yang mengalami inflamasi
mengalami penurunan dengan adanya pemberian NAC (Seril, 2002).
Senyawa lain yang mana sebagai anti Ulcerative Colitis jika dilihat dari sifat
anti-inflamasi yaitu komponen polifenol. Polifenol secara alami didapat dari
bahan alam salah satunya black raspberry yang mengandung polifenol jenis
Ellagic Acid dan Antocyanin. Pengujian yang telah dilakukan yaitu melalui
pemberian bubuk black raspberry pada tikus yang diinduksi DSS menunjukkan
kemampuannya dalam menekan beberapa komponen pro-inflamasi sitokin
meliputi TNF- dan IL-1 . Selain itu hasil analisa Western Blot pada pemberian
bubuk black raspberry mampu mereduksi jumlah fosfo-IkB pada jaringan kolon.
Jumlah Colonic cyclooxygenase 2 juga ditekan, yang mana disertai dengan
penurunan plasma prostaglandin E2 (Montrose, 2011).
Bahan nabati yang juga disinyalir memiliki kemampuan sebagai anti
inflamasi yaitu tanaman lidah buaya. Gel dari tanaman ini merupakan turunan
antrakuinon. Tanaman ini selama berabad-abad digunakan sebagai salah satu
bahan untuk pengobatan. Hasil pengujian Langmead et al. (2004) yang dilakukan
dengan memberikan gel daun lidah buaya kepada penderita Ulcerative Colitis.
Hasil yang didapat yaitu terjadi penurunan indeks klinikal aktivitas Colitis dan
skor histologi. Mekanisme lidah buaya dalam mengatasi kondisi selama inflamasi
dari hasil induksi dextran dan karagenan dijelaskan dalam penelitian Sarkar et al.
87
(2005) bahwa lidah buaya mampu menurunkan produksi NO pada makrofage
tanpa menyebabkan toksik.
Potensi bahan sebagai anti Ulcerative Colitis yang bertindak sebagai anti
inflamasi juga dimiliki oleh madu Gelam. Penghambatan proses inflamasi
dijelaskan dalam hasil penelitian Hussein et al. (2013) yaitu dengan inaktifasi NF-
kB, memblok kerusakan IkB dan nuclear translasi p65, p50 NF-kB dengan
menghambat ikatan NF-kB pada target DNA. Sehingga terjadi penghambatan
transkripsi gen mediator pro-inflamasi seperti COX-2, TNF- , IL-6 dan iNOS. Hal
tersebut sesuai dengan mekanisme peradangan yang terjadi pada penderita
Colitis yang dijelaskan oleh Medhi et al. (2008) bahwa pada penderita radang
usus dapat ditemukan suatu sinyal imun berupa T-Helper sitokin yang mampu
menghasilkan IL-1, IL-6, TNF dan TLRs. TNF- yang menumpuk dan akan
bersinergi dengan sitokin lainnya sehingga menginduksi mediator inflamasi
seperti ROS dan dalam review Head (2003) ROS yang dihasilkan oleh TNF
akan mengaktifkan Faktor Nuklir kappa-B (NF-kB) yang akan meningkatkan
produksi TNF lebih lanjut. Sehingga siklus peningkatan ROS dan TNF
akan semakin meningkatkan peradangan. Oleh karena proses yang demikian,
maka penghambatan yang dilakukan oleh madu Gelam berpotensi dalam
mencegah Ulcerative Colitis.
Bahan lainnya yang berpotensi dalam mencegah atau mengobati
Ulcerative Colitis yaitu teh hijau. Peranan teh hijau dalam Ulcerative Colitis yaitu
mereduksi stres oksidatif dan inflamasi. Dalam penelitian Bitar dan Laham (2013)
pemberian teh hijau mampu menurunkan skor histologi dan aktivitas MPO pada
tikus yang terinduksi asam asetat.
Review dari Zundorf (2014) bahwa bahan alami dari tanaman yang
memiliki kemampuan anti inflamasi diantaranya berupa curcumin, cochicine,
resveratol, capsaicin, epigallocatechin-3-gallate (EGCG) dan Quercetin. Dari
keenam bahan tersebut, salah satunya yang berupa curcumin dikatakan efektif
dan aman untuk terapi penderita Ulcerative Colitis. Kemampuan curcumin
sebagai anti inflamasi antara lain:
a) Menghambat sinyal pro-inflamasi seperti NF-kB, MAPK, serta menghambat
jalur pembentukan COX dan LOX
b) Menurunkan regulasi untuk sekresi sitokin seperti TNF dan IL-6
c) Menghalangi ekspresi adisi sel yang menimbulkan interaksi leukosit
dengan sel endothelia
88
Sotnikova, et al. (2013) menunjukkan manfaat dari turunan quercetin yang
berupa chloronaphthoquinone quercetin (CNC) dan monochloropivaloyl quercetin
(MCP) dalam mencegah penyakit Ulcerative Colitis. Bentuk dari penghambatan
ditunjukkan dengan adanya penurunan skor kerusakan kolon dengan pemberian
dosis sebesar 2x50 mg/kg. Mekanisme kerja dari quercetin ini terangkum dalam
Zundorf (2014) yang mana quercetin mampu menangkap ROS dan RNS,
menghambat sinyal STAT1, NFkB dan MAPK dan juga menghambat inaktifasi
sel target dan replikasi virus.
Head dan Jurenka (2003) juga menjelaskan bahwa senyawa bioaktif yang
bisa digunakan antara lain:
a) Boldin yang merupakan alkaloid dari Peumus boldus. Boldin memiliki
kemampuan sebagai senyawa anti inflamasi pada kolon dengan
menurunkan infiltrasi neutrofil kolon, mencegah edema dan kematian sel,
serta meningkatkan penyerapan cairan pada kolon.
b) Beta-sitosterol (BSS) dan beta sitosterolin glikosida (BSSG). Kombinasi
dari Beta-sitosterol (BSS) dan beta sitosterolin glikosida (BSSG) mampu
menormalkan fungsi sel T dan menghentikan suatu respon berlebih dari
antibody. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengurangi Th2 untuk
menurunkan IL-4, IL-6 dan IL-10.
c) Bromelain bertindak sebagai anti-inflamasi yang berkontribusi untuk
fibrinolysis dan mencegah agregasi trombosit pada penderita Ulcerative
Colitis.
d) Kuersetin dan Rutin memiliki kemampuan sebagai antioksidan, anti
inflamasi dan penangkap radikal bebas. Kuersetin dan bentuk glikosida
yang berupa rutin dan kuersitrin mampu menurunkan glutation pada
jaringan kolon dan menghambat inflamasi kolon pada pengujian tikus.
Selain itu kuersetin mampu mengurangi adesi dan kerusakan permukaan
kolon hingga 30-45%.
2.5 Ubi Jalar
2.5.1 Spesifikasi Ubi Jalar
Ubi jalar yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia diduga merupakan ubi
jalar yang berasal dari Benua Amerika. Ubi jalar ini mulai menyebar ke seluruh
pelosok dunia sekitar pada abad ke-16, yang mana penyebarannya di kawasan
Asia terutama Filipina, Jepang dan Indonesia dibawa oleh orang berkebangsaan
89
Spanyol. Jenis dari ubi jalar di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari 1000 jenis.
Namun hasil identifikasi oleh para peneliti terdapat sekitar 142 jenis (Prihatman,
2000). Taknosomi dari ubi jalar sesuai Rukmana (1997) dalam Logo (2011) yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dikotiledone
Ordo : Convovulales
Family : Covovulaceae
Genus : Ipomea
Spesies : Ipomea batatas (L) Lam.
Bentuk ubi jalar bermacam-macam bergantung pada jenis varietas. Namun pada
umumnya umbi jalar dibedakan menjadi dua yaitu umbi kecil dengan berat < 80
gram dan umbi besar > 80 gram.
Bagian umbi dari ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit dan daging
yang bermacam-macam, sesuai dengam varietasnya. Perbedaan dari bentuk
antara lain bulat, oval dan bulat panjang. Untuk warna kulit dan daging terdiri
atas putih, kuning, ungu, jingga dan merah. Struktur kulit bervariasi antara tipis
hingga tebal bergetah. Bentuk dari ubi menentukan kualitas ubi jalar di pasar,
yang mana dengan bentuk rata (bulat dan bulat lonjong) tidak banyak lekukan
termasuk umbi yang berkualitas baik. Untuk warna daging, menentukan dari segi
kandungan gizi baik beta karoten ataupun antosianin (Juanda dan Cahyono,
2000).
Prihatman (2000) menyatakan bahwa, plasma nutfah (sumber genetik)
tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia diperkirakan berjumlah lebih dari 1000
jenis, namun baru 142 jenis yang diidentifikasi oleh para peneliti. Di Indonesia,
penelitian dan pengembangan ubi jalar ditangani oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan atau Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan
Umbi-Umbian (Balitkabi), Departemen Pertanian. Varietas ubi jalar yang didapat
dari hasil pemuliaan tanaman memiliki sifat yang berbeda-beda baik dari segi
bentuk umbi, warna kulit, warna daging, tekstur daging, kandungan gizi,
produktivitas dan daya adaptasi pada lingkungan.
Umbi akan terbentuk setelah berumur 20-25 hari setelah masa tanam.
Proses pemanenan bisa dilakukan pada umur 4-5 bulan atau pada umur 100-120
hari setelah terbentuknya umbi (Juanda dan Cahyono, 2000). Namun Prihatman
90
(2000) menjelaskan bahwa penentuan panen ubi jalar bisa digolongkan pada 2
jenis atau varietas yaitu ubi jalar umur pendek (genjah) dipanen pada umur 3-3.5
bulan dan varietas umur panjang dipanen pada umur 4.5-5 bulan. Umur ideal
panen ubi jalar dimulai pada umur 3 bulan, dengan penundaan paling lambat
hingga 4 bulan. Hal ini dikarenakan pada umur lebih dari 4 bulan, terjadi resiko
serangan hama boleng dan juga tidak akan memberikan kenaikan hasil ubi yang
didapat.
Juanda dan Cahyono (2000) juga menjelaskan beberapa golongan ubi jalar
yang dibedakan atas warna umbi antara lain:
a. Ubi jalar putih: ubi jalar dengan daging umbi warna putih, misal varietas
tembakur putih, tembakur ungu, Taiwan 45, MLG 12659-20p
b. Ubi jalar kuning : ubi jalar dengan daging umbi berwarna kuning, kuning
muda atau putih kekuningan, misal varietas lapis 34, South Queen 27,
kawagoya, cicah 16 dan Tis 5125-27.
c. Ubi jalar oranye : ubi jalar dengan daging umbi berwarna oranye, misal
varietas Puertorico, Gedang, Daya, Borobudur dan Prambanan
d. Ubi jalar jingga : ubi jalar dengan daging berwarna jingga hingga jingga
muda, misal varietas ciceh 32, mendut, tis 3290-3
e. Ubi jalar ungu : ubi jalar dengan daging umbi berwarna ungu hingga ungu
muda.
2.5.2 Senyawa Bioaktif Ubi Jalar dan Sifat Fungsional
2.5.2.1 Fenol
Fenol merupakan senyawa fitokimia yang ada pada tanaman, salah
satunya pada ubi jalar. Komponen fenol disintesis oleh tumbuhan untuk
merespon kondisi ekologi dan tekanan psikolologikal seperti serangan patogen
dan hama serta radiasi sinar UV. Komponen fenol berfungsi sebagai antibiotik,
pestisida alami, menjadikan dinding sel impermeable terhadap gas dan air serta
memberi struktur yang stabil pada tanaman. Komponen fenol juga berperan
secara alami dalam menghambat mutasi pada tanaman (Teow, 2005 dan
Khoddami et al., 2013).
Pengkonsumsian fenol juga mampu memberikan efek kesehatan pada
manusia. Fenol di dalam tubuh mampu memberikan efek kesehatan, karena
kemampuan fenol dalam mencegah inflamasi dan mencegah pembentukan
radikal bebas. Dalam review Shapiro et al. (2006) dijelaskan bahwa peranan
91
komponen polifenol untuk Colitis terkait dengan kemampuannya dalam
menghambat NF-kB, leukosit dan infiltrasi sel T. Penghambatan NF-kB ini
merupakan upaya untuk menurunkan inflamasi. Polifenol juga berintraksi dengan
protein yang memberi sinyal transduksi dan ekspresi gen pro inflamasi.
Senyawa komplek fenol atau biasa disebut polifenol bisa dibagi atas 4
golongan yaitu asam fenolat, flavonoid, stilben dan lignin. Asam fenolat
merupakan komponen fenolat yang berupa Hydroxycinnamic acid. Golongan dari
Hydroxycinnamic acid paling besar berupa caffeic acid dan pada makanan
sebagai ester dari quinic acid yang disebut asam klorogenik (5-caffeoylquinic
acid). Asam klorogenik dan caffeic acid secara in vitro bertindak sebagai
antioksidan dan memungkinkan untuk menghambat pembentukan mutagenik
dan karsinogenik komponen N-nitroso (Han et al., 2007).
Untuk jumlah fenol pada ubi jalar dijelaskan dalam penelitian Sun (2012)
bahwa komponen fenol tertinggi pada ubi jalar daging ungu yaitu sebesar 307mg
Chlorogenic Acid Equivalen (CAE)/100g ubi segar. Sedangkan komponen fenol
untuk ubi jalar daging jingga berkisar 67,70mg CAE/100g ubi segar. Suda et al.
(2002) dalam Teow (2005) menyebutkan bahwa komponen fenol pada hasil
panen ubi jalar di US berkisar dari 117-467mg CAE/g berat segar. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap varietas dan juga tempat penanaman ubi jalar
masing-masing akan menghasil komponen fenol yang berbeda. Komponen fenol
pada alam meliputi fenol sederhana, kumarin, lignin, kondensasi dan hidrolisable
tannin, asam fenolat dan flavonoid. Bentuk utama fenol pada ubi jalar yaitu
berupa asam klorogenik. Hal tersebut diperjelas oleh hasil analisa Truong et al.
(2007) yang menunjukkan bahwa pada ubi jalar mengandung asam fenolat yang
berupa Caffeic acid, Chlorogenic acid, 4,5-di-O-Caffeoylquinic acid, 3,5-di-O-
Caffeoylquinic acid dan 3,4-di-O-Caffeoylquinic acid. Diantara hasil tersebut,
didapat jumlah tertinggi berupa Chlorogenic acid yaitu berkisar antara 5,1 hingga
9,3 mg/100g ubi segar.
92
Gambar 2.8 Struktur Komponen Fenol Ubi Jalar (Troung et al., 2007)
Gambar 2.9 Sintesis Asam Klorogenik Pada Tanaman (Comino et al., 2009)
Berdasarkan Dewick (2002), asam klorogenik merupakan bentuk ester
antara turunan asam sinnamat yang berupa asam kafeat dengan asam quinat.
Namun asam quinat itu sendiri merupakan bagian dari jalur pembentukan asam
sikimat (Gambar 2.10). Asam quinat terbentuk sebagai hasil dari proses reduksi
asam 3-dehidroquinat dan asam sikimat terbentuk dari hasil proses dehidrasi
93
asam 3-dehidroquinat yang dilanjutkan dengan proses reduksi asam 3-
dehidrosikimat.
Gambar 2.10 Jalur Pembentukan Asam Sikimat (Shikimic Acid) (Dewick, 2002)
2.5.2.2 Karotenoid
Untuk karotenoid pada ubi jalar, sesuai pada dasar struktur karotenoid
merupakan komponen yang terdiri atas 8 unit isoprenoid. Karotenoid bisa dibagi
atas 2 jenis yaitu karoten dan oksikarotenoid. Perbedaan dari keduanya terletak
pada gugus oksigen, yang hanya dimiliki oleh oksikarotenoid. Karoteinoid yang
sering ditemui yaitu dalam bentuk alfa-karoten, beta-karoten dan beta-
kriptosantin. Ketiga bentuk ini bisa diubah menjadi vitamin A (provitamin A) saat
dikonsumsi oleh manusia. Namun bentuk yang paling aktif sebagai provitamin A
yaitu beta-katoten. Pada ubi jalar, beta-karoten mampu memberikan efek berupa
warna krem dan jingga. Namun pada ubi jalar jingga, komponen karotenoid tidak
hanya berupa beta-karoten melainkan juga terdiri atas alfa, gamma dan zeta-
karoten. Selain itu juga terdapat phytoene, phytofluene, beta-karoten epoksida,
hidro zeta-karoten dan beta-karoten funoksida (Teow, 2005).
Dari hasil penelitian Sun (2012) menyebutkan bahwa dari 4 jenis ubi jalar
yaitu daging putih, kuning, jingga dan ungu, komponen betakaroten tertinggi
dimiliki oleh ubi jalar daging jingga dengan kandungan sebesar 116,56 g/g ubi
segar.
94
Gambar 2.11 Struktur Karotenoid (O’Neal,1992 dalam Teow, 2005)
Konsumsi dari betakaroten juga memiliki fungsi kesehatan dalam hal
menghambat inflamasi dan radikal bebas. Dalam penelitian Bai et al. (2005)
secara in vitro menunjukkan bahwa betakaroten mampu menurunkan NO dan
PG hingga proporsi I pada dosis 30 M. Selain itu, betakaroten mampu
melakukan regulasi pada produksi inflamasi sitokin. Dosis 50 M secara efektif
menghambat sekresi TNF- dan IL-1 . Hal tersebut diverifikasi secara In Vivo
juga menunjukkan penurunan NO dan PG . Pada serum darah tikus TNF- dan
IL-1 juga mengalami penurunan dengan pemberian betakaroten.
2.5.2.3 Flavonoid
Rong (2012) dalam Khoddami (2013) menyebutkan bahwa flavonoid
terdistribusi secara luas pada bagian-bagain jaringan tumbuhan dan sering
berinteraksi dengan karotenoid dan klorofil untuk membentuk warna biru, ungu,
kuning, jingga dan merah. Komponen flavonoid terdiri atas flavon, flavonol, iso
flavonol, antocyanin, antocyanidin, proantocyanidin dan katekin.
Flavonoid ini merupakan bagian dari golongan polifenol. Sehingga sama
halnya polifenol, flavonoid juga memiliki efek kesehatan baik dalam mencegah
inflamasi ataupun radikal bebas. Peranan flavonoid dalam hal pencegahan
inflamasi bisa dilihat pada Gambar 2.12.
95
Gambar 2.12 Mekanisme Anti Inflamasi Flavonoid (Gracia-Lafuente et al., 2009)
Hasil analisa jenis flavonoid pada ubi jalar yang dilakukan oleh Ojong
(2008) pada beberapa ubi jalar yang bisa ditemui pada Southern Unites Stated
terdiri atas kuersetin, mirisetin, luteolin, apigenin dan kaempferol. Namun dari
kelima jenis tersebut, hanya 3 macam flavonoid yang bisa ditemukan pada
semua jenis ubi yaitu kuersetin, mirisetin dan kaempferol. Jumlah dari kuersetin
berkisar 0,27% hingga 1,34% berat kering, mirisetin dari 0,06% hingga 0,32%
berat kering dan kaempferol sebesar 0,01% berat kering. Tingkat variasi dari
jumlah jenis flavonoid yang ada pada ubi jalar ini diperkirakan bisa berpotensi
dari manipulasi genetik, profil pemuliaan bibit.
2.6 Ekstraksi Senyawa Bioaktif Ubi Jalar
Proses ektraksi ubi jalar bisa dilakukan dengan beberapa variasi dari
bentuk dan juga jenis pelarut yang digunakan. Berdasarkan bentuk bisa
Efek
Menangkap Radikal
Menghambat Produksi ROS
Menghambat Enzim Pro-Oksidan
Radikal bebas Peroksidasi Lemak
Modulasi Aktivitas Enzim
Modulasi Proses Sekresi
Aktivasi Sel Inflamasi
Menghambat enzim asam arakidinat
Menghambat sintesis NO
Mediator Inflamasi: NO, Leukotrin, protaglandin
Modulasi Produksi Sitokin Inflamasi Sitokin: TNF- , Interleukin
Modulasi Sinyal Transduksi
Transkripsi Gen Pro-Inflamasi
Mekanisme Aktivitas
Modulasi Sel Inflamasi
Modulasi Enzim
Pro-Inflamasi
Modulasi Mediator Pro-
Inflamasi
Modulasi Ekspresi Gen Pro-Inflamasi
Aktivitas Antioksidan
96
digunakan ubi jalar segar dan juga ubi jalar yang sudah dijadikan tepung.
Berdasarkan pelarut, maka sesuai dengan sifat dari komponen bioaktif pada
tanaman yang mana bersifat polar (hidrofilik) dan nonpoalar (lipofilik), maka bisa
digunakan pelarut yang bersifat spesifik untuk mengekstrak komponen bioaktif
yang diinginkan.
Penelitian Everette (2012) mengenai ekstraksi tepung ubi jalar jingga hasil
pengeringan beku yang dilakukan dengan dua tahap yaitu ektraksi senyawa
lipofilik menggunakan kombinasi pelarut heksana, aseton dan methylated -
cyclodextrin. Sedangkan untuk senyawa hidrofilik menggunakan metanol
(kombinasi metanol dan asam asetat) dilakukan pada residu ekstraksi lipofilik.
Ektraksi yang dilakukan Teow et al. (2007) yang juga dilakukan dengan keadaan
sampel yang sama yaitu berbentuk tepung hasil pengeringan beku memiliki
perbedaan pada ekstraksi komponen lipofilik hanya menggunakan pelarut
heksana.
Proses ektraksi senyawa bioaktif dari ubi jalar jingga, juga dilakukan oleh
Duvivier (2010), namun sampel masih berupa ubi jalar segar. Proses ekstraksi
berlangsung dengan cara melakukan blending potongan ubi jalar dengan pelarut
etanol. Hasil ekstraksi dinyatakan sebagai ekstrak kasar ubi jalar dan dari hasil
tersebut digunakan untuk identifikasi komponen bioaktif hidrofilik yang terdiri atas
total fenol dan flavonoid. Untuk ekstraksi komponen lipofilik yang berupa
karotenoid dilakukan dengan menggunakan campuran pelarut heksana dan
aseton.
Penggunaan pelarut dalam proses ekstraksi perlu diperhatikan apabila
hasil ekstraksi akan diaplikasikan untuk bahan tambahan makanan ataupun
untuk dikonsumsi oleh manusia dalam bentuk lain. Hal ini dikarenakan tingkat
toksisitas dari pelarut memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Dalam Ginting
(2013), hasil dari proses ekstraksi komponen karotenoid digunakan sebagai
bahan tambahan makanan, sehingga pada proses ekstraksi tidak menggunakan
pelarut heksana melainkan menggunakan kombinasi aseton dan etanol.
Untuk metode yang digunakan dalam proses ekstraksi, Ginting (2013)
menggunakan metode maserasi disertai shaking selama 30 menit. Pada
penelitian Everette (2012) juga menggunakan metode maserasi, namun disertai
stirred. Berdasarkan penelitian Duvivier (2010) untuk sampel ubi segar, proses
ekstraksi dilakukan dengan cara melakukan blending potongan ubi jalar dengan
pelarut, sedangkan sampel tepung dilakukan maserasi pada water shaker bath
97
suhu 25 kecepatan 100 rpm. Namun proses yang dilakukan oleh Teow et al.
(2007) dengan cara pengocokan pada Buchner funnel sehingga antara padatan
bisa dipisah tanpa penyaringan. Dari keempat metode diperoleh kesamaan yaitu
proses ekstraksi dilakukan secara maserasi dan diperlukan suatu pengadukan
baik secara langsung dikocok atau digoyangkan untuk memudahkan pelarut
masuk kedalam bahan dan melarutkan senyawa yang ingin diekstrak.
Hasil dari proses ekstraksi tidak hanya dipengaruhi dari jenis pelarut yang
digunakan, melainkan juga dipengaruhi dari pre-treatment sampel yang mana
dalam hal ini penggunaan metode persiapan sampel (proses penepungan,
pengkondisian atau penyimpanan ubi sebelum diekstrak). Duvivier (2010)
menjelaskan bahwa sampel ubi jalar jingga yang mengalami pengeringan
menggunakan oven pada suhu 50 dan 75 mengalami penurunan kadar
komponen bioaktif jika dibandingkan dengan ekstraksi ubi jalar yang secara
langsung saat ubi masih segar. Penurunan total fenol antara ubi jalar segar
dengan ubi yang mengalami pengeringan 50 dan 75 sebesar 37% hingga
68%. Sedangkan untuk kadar flavonoid penurunan mencapai 6% hingga 43%.
Hal ini dapat dilihat bahwa pemanasan pada proses ekstraksi memicu kerusakan
dari komponen bioaktif ubi jalar jingga.
2.7 Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar
Aktivitas antioksidan ubi jalar bisa dilihat dari beberapa pengujian
diantaranya pengujian DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), ABTS (2,2-azinobis
(3-athyl-benzothiazoline-6-sulfonic Acid)) dan ORAC (Oxigen Radical
Absorbance Capacity). Berdasarkan Antolovich et al. (2001), Uji DPPH, ABTS
dan ORAC ditujukan untuk mengamati kapasitas suatu ekstrak dalam
menangkap radikal atau menghambat pembentukan radikal. Penghambatan
dilakukan pada fase inisiasi atau propagasi sesuai reaksi berikut:
Inisiasi : LH + + RH
Propagasi: + LO
LO + LH + LOOH
Untuk hasil uji DPPH dinyatakan dalam I yang mana menunjukkan
banyaknya antioksidan dalam mereduksi 50% DPPH. Kategori nilai I dapat
dilihat pada Tabel 2.5 di bawah ini.
98
Tabel 2.5 Kategori Nilai IC50
Intensitas Nilai IC50
Sangat Kuat < 50 ppm Kuat 50 – 100 ppm Sedang 101 – 150 ppm Lemah >150 ppm
Sumber: Deng et al. (2011)
Pada uji DPPH terjadi perubahan warna dari ungu menjadi kuning sebagai
hasil aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH. Untuk ABTS dihitung dengan
standar antioksidan sintetik berupa Trolox (analog dari vitamin E larut air). TEAC
(Trolox equivalen) dihitung dalam konsentrasi milimolar yang mana 1 mM larutan
Trolox equivalen dengan 1mM kapasitas antioksidan dari ekstrak atau larutan uji.
Pengujian antioksidan secara ORAC sama halnya ABTS namun hasilnya
dinyatakan dalam mikromol Trolox Equivalen dan perbedaan substrat yang mana
ABTS menggunakan . Uji ORAC disebut juga Phycoerythyn Assay yang
mana menggunakan -phycoerythin dan R-phycoerythrin (turunan alga merah)
sebagai target kerusakan radikal bebas. Pada uji ini digunakan peroksil radikal
dari dekomposisi termal AAPH (2,2A–Azobis (2-amidinopropane) hydrochloride).
Aktivitas antioksidan pada ubi jalar jingga jika dibedakan antara ekstrak
hidrofilik dan lipofilik, tingkat aktivitasnya pun memiliki perbedaan. Hasil
pengujian Everette (2012) ekstrak hidrofilik dari beberapa genotip ubi jalar jingga
memiliki efek yang signifikan terhadap aktivitas antioksidan berdasar uji DPPH,
ORAC dan ABTS. Namun ekstrak lipofilik, dari 5 jenis genotip yang digunakan,
hanya 2 yang memiliki efek signifikan yaitu 1 jenis genotip untuk pengujian ABTS
dan ORAC dan satu genotip lainnya untuk pengujian DPPH. Sehingga aktivitas
antioksidan dari ubi jalar jingga memiliki aktivitas yang lebih baik untuk ekstrak
hidrofilik. Hal ini juga didukung dengan adanya korelasi antara total fenol dengan
aktivitas antioksidan yang dimiliki pada pengujian yang dilakukan oleh Everette
(2012) dan Teow et al. (2007). Sehingga total fenol bisa dijadikan indikator
aktivitas antioksidan pada ubi jalar.
Aktivitas antioksidan berdasarkan bentuk dari ubi jalar yang diekstrak,
memiliki perbedaan yang berupa penurunan aktivitas antioksidan jika ekstraksi
dilakukan terhadap ubi jalar yang mengalami pengeringan. Duvivier (2010)
mendapatkan hasil yang mana aktivitas antioksidan dari hasil pengujian DPPH
mengalami penurunan 22% hingga 47% untuk ubi jalar yang dikeringkan dengan
suhu 50 dan 75 . Hasil pengujian berdasarkan potensi anti oksidatif asam
99
linoleat juga mengalami penurunan sebesar 18,36% hingga 20,20%. Penelitian
ini juga menunjukkan korelasi yang kuat antara antioksidatif asam linoleat
terhadap total fenol dan total flavonoid, serta hubungan yang tidak signifikan
terhadap total karotenoid dan beta-karoten terhadap antioksidan secara DPPH.
100
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Pengolahan
Pangan, Laboratorium Biokimia dan Analisa Pangan serta Laboratorium Nutrisi
Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya Malang. Penelitian dimulai pada bulan Desember 2014
hingga Maret 2015.
3.2 Alat dan Bahan
Ada berbagai alat dan bahan yang digunakan sehingga perlu disiapkan
untuk menunjang kelancaran serta memperoleh hasil yang maksimal dalam tiap
tahapan proses dalam penelitian ini, alat dan bahan tersebut adalah sebagai
berikut :
3.2.1 Alat
Peralatan untuk penepungan ubi jalar terdiri atas pisau, baskom, slicer,
kabinet otomatis, blender Oxone dan ayakan 80 mesh. Peralatan yang
digunakan pada proses ekstraksi dan analisa antara lain Timbangan Analitik
Ohaus Pioneer, Erlenmeyer, shaker Heidolph UN dan rotary evaporator IKA RV
10 Digital. Untuk proses analisa ekstrak menggunakan pipet mikro, pipet ukur,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, corong pemisah, corong kaca, kertas saring,
spatula, gelas ukur, labu ukur, hotplate stirrer GSA MS-H-Pro dan vortex Ika
Genius 3. Pengujian pada hewan coba digunakan kotak kandang tikus, tempat
makan dan minum tikus, perlengkapan sonde, feeding tube, kotak pemingsanan
dan perlengkapan bedah.
3.2.2 Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini berupa ubi jalar jingga dari Balai
Penelitian Kacang dan Umbi (Balitkabi) Malang dan tikus wistar jantan dengan
berat 250–280 gram. Bahan-bahan analisa terdiri atas etanol 96%, aseton 96%,
reagen folin ciocalteau PA, sodium karbonat PA, akuades, standar asam galat
PA, aluminium klorida PA, NaOH PA, kuersetin PA, standar karoten PA,
Petroluem eter PA, sodium sulfat anhidrat PA, DPPH, PBS, standar MDA,
101
Standar SOD, HCl PA 1N, Na-thiobarbiturat, NaCl PA, TCA, Buffer fosfat,
kloroform PA dan formalin 10%.
3.3 Metodologi Penelitian
3.3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan uji coba pada tikus wistar
jantan dengan metode RAL dan terdiri atas 5 perlakuan antara lain:
UCA (kontrol negatif) = pelarut ekstrak (sistem emulsi air dan minyak)
UB (kontrol positif) = pelarut ekstrak dan etanol 96% 4mL/KgBB
UCI = Ekstrak 250mg/Kg dan etanol 96% 4mL/KgBB
UCII = Ekstrak 500mg/Kg dan etanol 96% 4mL/KgBB
UCIII = Ekstrak 750mg/Kg dan etanol 96% 4mL/KgBB
Penentuan dosis mengacu pada penelitian Rengarajan et al. (2012) yang
mememiliki hasil terbaik dalam menurunkan ulcer pada dosis 500mg/KgBB.
Sehingga dosis tersebut dijadikan dosis tengah. Untuk mengetahui kemampuan
ekstrak pada dosis dibawah dan diatas dosis tengah maka digunakan rentang
dosis 50% diatas dan dibawah dosis tengah.
Ekstrak yang digunakan merupakan ekstrak ubi jalar jingga dari hasil
proses maserasi menggunakan etanol 96% dan aseton 96% dengan
perbandingan 3:1. Proses ekstraksi dilakukan berdasarkan penelitian Ginting et
al. (2013). Perbandingan pelarut tersebut didapat dari hasil penelitian
pendahuluan yang memiliki rendemen tertinggi dan nilai IC50 terendah
(Lampiran 2).
Perhitungan hewan coba dilakukan dengan menggunakan pengujian dua
arah dengan Two sample parallel perbandingan 2 rata-rata data ( 1 -
2 0, dan
1 1 ) sesuai dengan rumus (Thabane, 2004):
n = ( -
2 x ( 1
2 22
( 1- 2 2
Keterangan :
n = Jumlah sample
= nilai Z untuk
= nilai Z untuk power
1 = Standar deviasi data 1(data kontrol tikus sakit)
2 = Standar deviasi data 2 (data hasil perlakuan ekstrak)
1 = rata-rata data 1(data kontrol tikus sakit)
102
2 = rata-rata data 2 (data hasil perlakuan ekstrak)
Berdasarkan hasil dari penelitian Sotnikova et al. 2013 maka digunakan selang
kepercayaan 95% ( = 0,05) dan power sebesar 99% maka didapat data berupa:
= 1,96 (Chandrashekara and Suresh, 2012)
= - 2.33 (Chandrashekara and Suresh, 2012)
1 = 1,18 (SD nilai ulcer tikus sakit (Sotnikova, et al., 2013))
2 = 1,01 (SD nilai ulcer tikus perlakuan kuercetin (Sotnikova, et al., 2013))
1 = 7,43 (Nilai ulcer tikus sakit (Sotnikova, et al., 2013))
2 = 3,35 (Nilai ulcer tikus perlakuan kuersetin (Sotnikova, et al., 2013))
Sehingga didapat jumlah sample hewan coba sebesar:
n = (1,96 2,33
2 x (1,18
2 1, 1
2
(7,43-3,35 2 = 3 ekor
pada penelitian ini digunakan cadangan 1 tikus, sehingga digunakan 4 ekor
hewan coba.
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian
3.3.2.1 Pembuatan Ekstrak Ubi Jalar Jingga
a. Penepungan Ubi Jalar
1. Pencucian
Ubi jalar dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa kotoran
berupa tanah yang menempel pada kulit
2. Pengupasan
Ubi yang telah dicuci bersih selanjutnya dikupas secara manual dengan
pisau.
3. Pemotongan
Ubi yang telah dikupas dipotong dengan ketebalan 1–3 mm
4. Pengeringan
Ubi dikeringkan menggunakan pengering kabinet otomatis pada suhu 50
selama 7 jam hingga kering
5. Penepungan
Potongan ubi yang telah kering dihancurkan menggunakan blender
sehingga menjadi tepung
103
6. Tepung ubi diayak dengan ayakan 80 mesh untuk menyeragamkan
ukurannya
b. Ekstraksi Tepung Ubi Jalar
1. Penimbangan
Tepung ubi jalar di timbang sebanyak 25 gram
2. Maserasi
Tepung ubi jalar dimasukkan dalam erlenmeyer, kemudian ditambah
dengan pelarut etanol:aseton sesuai perlakuan. Setelah itu dilakukan
maserasi menggunakan shaker selama 24 jam
3. Penyaringan
Campuran ubi dan pelarut disaring menggunakan kertas saring
4. Pencucian residu
Residu sisa penyaringan dicuci dengan sisa perbandingan pelarut
5. Evaporasi
Larutan dievaporasi pada vakum evaporator suhu 40 dengan kecepatan
90rpm hingga keseluruhan pelarut menguap yang ditandai dengan tidak
adanya pelarut yang menetes 15 menit.
6. Penyimpanan
Ekstrak diambil dari labu evaporator terlebih dahulu dilarutkan pada
pelarut. Hal tersebut untuk mendapatkan ekstrak dengan konsentrasi
tertentu, serta untuk memudahkan proses pengambilan ekstrak. Proses
penyimpanan dilakukan pada suhu refrigerator.
3.3.2.2 Pengujian Pada Hewan Coba
Untuk tikus wistar jantan disiapkan dengan berat badan 250–280 gram.
Tikus diadaptasi pada kandang tikus selama 7 hari dengan pemberian pakan
Susupap dan pemberian minum berupa air secara ad libitum.
1. Pemberian Ekstrak
Tikus yang sebelumnya telah diadaptasi dilakukan pemberian ekstrak sesuai
dengan jumlah yang telah ditentukan dengan cara disonde. Untuk tikus
kontrol dilakukan penyondean pelarut ekstrak yaitu campuran air dan minyak
yang telah diemulsi dengan lesitin. Perlakuan ini dilakukan selama 5 hari.
Pada setiap harinya pemberian ekstrak dilakukan pada pagi hari sebelum
pemberian pakan.
104
2. Induksi Ulcerative Colitis (UC)
Proses induksi UC intrakolonik dilakukan dengan menggunakan feeding tube
diameter luar 2 mm sepanjang 8cm dari anus ke kolon. Dosis induksi sesuai
modifikasi dosis Andrade et al. (2003) yaitu etanol 96% sebanyak 200 l / 25
gram mencit (8 l/gram mencit). Hasil perhitungan konversi dari mencit untuk
tikus yaitu dengan mengalikan pada faktor konversi sebesar 0,5. Sehingga
jumlah etanol yang diinduksikan sebanyak 4 l/gram tikus atau setara dengan
0,004 ml/gram tikus (4mL/KgBB) secara intrakolonik. Sebelum penginduksian
berlangsung, tikus dipuasakan 24 jam dengan bebas akses terhadap air
secara ad libitum, kemudian dipingsankan menggunakan chlorofoam. Untuk
tikus kontrol negatif, penginduksian dilakukan dengan pemberian akuades
secara intrakolonik.
3. Pasca Induksi
Setelah proses induksi, selama 3 hari tikus tetap diberi ekstrak untuk
perlakuan ekstrak dan pelarut ekstrak untuk kontrol negatif dan positif (sesuai
perlakuan sebelum proses induksi).
4. Pemingsanan dan Pembedahan
Pemingsanan pada tikus dilakukan dengan memasukkan tikus pada kotak
yang telah berisi chloroform. Tikus yang sudah pingsan diletakkan pada
papan bedah dan dilakukan proses pembedahan manual menggunakan alat
bedah.
3.3.3 Analisa Hasil Percobaan
Analisa Hasil Ekstraksi ubi jalar jingga
a. Analisa Total Fenol (George et al., 2005)
b. Analisa Total Flavonoid (Atanassova et al., 2011)
c. Analisa Karotenoid (Fidrianny et al., 2013 dan Sahabi et al., 2012)
d. Uji DPPH (Sharma and Bhat, 2009)
Analisa Pada Hewan Coba
a. Uji Malondialdehida (Sholichah, 2012)
b. Uji Superdioksida Dismutase (Xing et al., 2012)
c. Uji Makroskopis Kolon (Patil et al., 2012)
d. Uji Mikroskopis Kolon (Araki et al., 2012)
105
3.3.4 Analisa Data
Analisa data parametrik menggunakan metode Analysis of Variance
(ANOVA) dilanjutkan dengan uji LSD untuk data yang signifikan. Data non
parametrik menggunakan Kruskal Wallis test dilanjutkan dengan Dunn’s test
untuk hasil analisa yang signifikan. Proses analisa menggunakan software R
versi 3.20 (R Core Team, 2015) dengan paket Isr (Navarro, 2015) dan Agricole
(Mendiburu, 2014).
3.3.5 Diagram Alir
Gambar 3.1 Proses Penepungan Ubi Jalar dengan Modifikasi (Karleen, 2010)
Tepung ubi jalar
Diayak dengan ayakan 80 mesh
Dihaluskan dengan blender
Ubi jalar
Dicuci
Dikupas
Dipotong dengan ketebalan 1 – 3 mm
Dikeringkan dengan kabinet otomatis pada suhu 50 selama 7 jam (hingga kering)
106
Gambar 3.2 Proses Ekstraksi Tepung Ubi Jalar dengan Modifikasi (Ginting, 2013)
Analisa:
Total Fenol
Total Flavonoid
Total Karotenoid
Aktivitas
antioksidan
Pelarut Etanol: Aseton (3:1 (v/v))
Dievaporasi pada vakum evaporator
90rpm, 40
Ekstrak Ubi Jalar
Residu dicuci dengan pelarut
(1:1(b/v))
Disaring dengan kertas saring
Tepung Ubi Jalar (bahan: total pelarut = 1:8 (b/v))
Dimaserasi menggunakan shaker selama 24 jam
107
Gambar 3.3 Perlakuan Pada Hewan Coba Untuk Pengujian Ekstrak Ubi Jalar Sebagai Anti Ulcerative Colitis dengan Modifikasi (Satnikova, et al., 2013 dan
Yan, et al., 2007)
5 H
ari
Ekstrak 750mg/Kg
Pemingsanan dan Pembedahan
Pengujian Kolon Tikus
1. Uji Malondialdehida 2. Uji Superoksida Dismutase 3. Histopatologi 4. Makroskopis Kolon
Emulsi air dan minyak
Ekstrak 500mg/Kg
Ekstrak 250mg/Kg
20 Tikus Wistar Jantan
7 Hari Masa Adaptasi
4 Tikus UCA
4 Tikus UCB
4 Tikus UCI
4 Tikus UCIII
4 Tikus UCII
Induksi Etanol 96% 4mL/KgBB secara intrakolonik
3 h
ari
Ekstrak 750mg/Kg
Ekstrak 250mg/Kg
Emulsi air dan minyak
Ekstrak 500mg/Kg
108
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kandungan Senyawa Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Ubi
Jalar Jingga
Ekstrak ubi jalar yang didapat merupakan hasil dari proses ekstraksi
metode maserasi dengan perbandingan pelarut dan bahan sebesar 1:8
sedangkan perbanding pelarut etanol dan aseton sebesar 3:1, sesuai hasil
penelitian pendahuluan yang menghasilkan ekstrak dengan rendemen tertinggi
dan nilai IC50 paling rendah. Proses ekstraksi dilakukan terhadap tepung ubi
jalar jingga yang memiliki kadar air sebesar 7.45%. Jumlah ekstrak yang
dihasilkan dalam proses ekstraksi yaitu sebesar 8% dari berat tepung.
Kandungan senyawa bioaktif yang dimiliki oleh ekstrak dapat dilihat pada Tabel
4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Kandungan Senyawa Bioaktif dan Nilai IC50 Tepung Ubi Jalar Jingga
Parameter Hasil Pengujian Konsentrasi Berdasarkan
Literatur
Total Fenol 1,49 mg GAE /g sampel (bk) 1,00 mg GAE/g sampel (bk)*
Total Flavonoid 5,08 mg QE/g sampel (bk) 3,00 mg QE/g sampel (bk)**
Total Karotenoid 70,00 g BET/g sampel (bk) 149,90 g BET/g sampel (bk)***
IC50 517 ppm 4890 ppm****
bk = berat kering *Duvivier (2010) **Kalita and Jayanty (2014) ***Ginting (2013) **** Dhianawaty and Panigoro (2013)
Pada Tabel 4.1 kandungan total fenol ekuivalen asam galat (GAE) memiliki
kadar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Duvivier (2010).
Hal tersebut bisa dikaitkan dengan proses penyiapan sampel uji, mulai dari
proses pengeringan ubi jalar hingga prosedur ekstraksi tepung ubi jalar.
Kandungan total fenol pada penelitian Duvivier (2010), didapat dari
penggunaan tepung ubi jalar yang dihasilkan dari chip ubi jalar yang dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 50 hingga mencapai Aw (activity water)
konstan. Proses pengeringan yang dilakukan oleh Duvivier (2010) selama 96
jam, sedangkan pada penelitian ini hanya sampai 7 jam. Diduga semakin lama
bahan terpapar suhu 50 , maka kandungan senyawa bioaktif salah satunya
109
berupa fenol akan rusak. Karena sesuai penelitian Duvivier (2010) saat dilakukan
proses pengeringan pada suhu 50 terjadi penurunan kadar total fenol sebesar
37,94% dibandingkan dengan ubi segar. Sehingga, dapat diduga bahwa semakin
lama bahan terpapar suhu 50 semakin rendah kandungan total fenol yang
dimiliki.
Faktor lain yang mampu mempengaruhi perbedaan kadar total fenol yaitu
berkaitan dengan proses ekstraksi yang dilakukan. Proses ekstraksi pada
penelitian ini menggunakan metode maserasi yang dilakukan selama 24 jam
menggunakan pelarut etanol:aseton. Pada proses ekstraksi yang dilakukan oleh
Duvivier (2010) juga menggunakan metode maserasi selama 24 jam, namun
pelarut yang digunakan hanya berupa etanol tanpa adanya aseton. Berdasarkan
Galanakis et al. (2013) pada suhu ruang (298,15 K) senyawa fenol mampu larut
dalam alkohol dan aseton terutama asam galat, asam kafeat dan oleuropein.
Sehingga adanya penambahan aseton diduga mampu meningkatkan kadar total
fenol yang didapat jika dibandingkan dengan penggunaan etanol tanpa adanya
aseton.
Komponen polifenol yang terdiri atas 2 bentuk utama yaitu asam fenolat
dan flavonoid. Asam fenolat telah diukur berdasarkan total fenol dan untuk total
flavonoid, pada penelitian ini dihitung berdasarkan ekuivalen dari kuersetin (QE).
Kandungan total flavonoid yang terkandung pada ekstrak memiliki nilai yang
lebih tinggi (4,68 mg QE/g sampel (bk)) jika dibandingkan dengan hasil
penelitian Kalita and Jayanty (2014) yang sebesar 3,00 mg QE/g sampel (bk).
Kadar flavonoid ubi jalar bisa berkaitan dengan tingkat kejenuhan warna
dari ubi jalar. Berdasarkan penelitian Ojong (2008) pada ubi jalar berwarna putih
secara signifikan memiliki kadar flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi jalar yang memiliki warna yang lebih gelap. Namun pada penelitian lain yaitu
pada Rong (2012) menyebutkan bahwa komponen flavonoid sering membentuk
interaksi dengan karotenoid dan klorofil untuk membentuk warna biru, ungu,
kuning, jingga dan merah. Sehingga kadar flavonoid ubi jalar yang lebih tinggi
tidak hanya didasarkan pada kejenuhan warna ubi jalar saja, melainkan
dikarenakan adanya faktor lain, salah satunya proses ekstraksi dan adanya
perbedaan varietas ubi jalar. Ojong (2008) menyebutkan bahwa variasi hasil dari
total flavonoid ubi jalar dapat berpotensi dari adanya manipulasi genetik dan
pemuliaan bibit.
110
Proses ekstraksi yang dilakukan pada penelitian Kalita and Jayanty (2014)
dilakukan menggunakan metanol dan pada penelitian ini dilakukan proses
ekstraksi menggunakan kombinasi etanol dan aseton. Sehingga perbedaan hasil
diduga karena perbedaan kemampuan larut flavonoid terhadap pelarut yang
digunakan. Berdasarkan Chebil et al. (2007) senyawa flavonoid berupa quercetin
mampu larut dalam aseton, dan memiliki tingkat kelarutan yang tinggi jika
dibandingkan dengan pelarut lain berupa asetonitril dan tert-amyl alkohol. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dengan penambahan aseton sebagai pelarut pada
proses ekstraksi diduga menyebabkan perbedaan hasil total flavonoid yang lebih
besar dari pada penggunaan pelarut berupa alkohol saja.
Untuk kandungan total karotenoid ekstrak ubi jalar pada penelitian ini (70 g
BET/gram sampel (bk)) lebih kecil, jika dibandingkan dengan kandungan
karotenoid ubi jalar pada penelitian Ginting (2013) yang sebesar 149,90 g
BET/gram sampel (bk). Perbedaan hasil yang didapat diduga dikarenakan oleh
dua hal yaitu perbedaan varietas ubi jalar dan perbedaan lama pengeringan ubi
jalar. Ginting (2013) hanya melakukan proses pengeringan pada suhu 40
selama 3 jam, sedangkan proses pengeringan pada penelitian ini dilakukan pada
suhu 50 selama 7 jam. Hasil review Penicaud, et al. (2010) menunjukkan
bahwa kerusakan dari betakaroten bisa dipengaruhi oleh adanya panas dan
oksigen. Panas dan lamanya paparan panas yang diterima akan meningkatkan
energi kinetik dalam proses kerusakan baik melalui proses isomerisasi ataupun
oksidasi. Kerusakan yang terjadi pada betakaroten ubi jalar, juga dijelaskan pada
penelitian Bechoff, et al. (2010) bahwa secara kinetik betakaroten pada cip ubi
jalar jingga mampu rusak pada suhu antara 10 dan 40 . Sehingga dengan
peningkatan suhu menjadi 50 diduga juga meningkatkan kerusakan
betakaroten dan menyebabkan total karotenoid menurun.
Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl). Pada prinsipnya berdasarkan
Molyneux (2004) DPPH merupakan radikal bebas yang harus dinetralkan oleh
antioksidan berdasarkan reaksi pemberian atom hidrogen dari antioksidan pada
radikal bebas. Kemampuan senyawa bioaktif dalam ekstrak untuk menangkal
radikal bebas sesuai mekanisme pendonoran atom H dapat dilihat berdasarkan
nilai IC50. Nilai IC50 merupakan kemampuan ekstrak pada konsentrasi tertentu
(ppm) untuk meredam 50% dari radikal DPPH. Semakin tinggi nilai IC50
111
menandakan semakin banyaknya ekstrak yang diperlukan untuk menangkal
radikal, yang artinya semakin rendah aktivitas antioksidan yang dimiliki.
Nilai IC50 dari penelitian Dhianawaty and Panigoro (2013) pada ekstrak
karotenoid ubi jalar yang didapatkan dari hasil pemisahan kolom kromatografi
yang kemudian dikeringkan dan dilarutkan pada metanol yaitu sebesar 4,89
mg/mL atau setara dengan 4890 ppm. Nilai IC50 ekstrak ubi jalar pada penelitian
ini masih lebih rendah yaitu 517 ppm. Hal ini diduga karena adanya perbedaan
ekstrak yang digunakan untuk proses pengujian. Pada penelitian ini, yang diuji
merupakan ekstrak kasar hasil ekstraksi menggunakan pelarut polar dan semi
polar. Sehingga senyawa yang terkandung pada ekstrak tidak hanya karotenoid,
melainkan juga senyawa-senyawa polar seperti asam fenolat dan flavonoid
(senyawa polifenol). Hal tersebut akan mendorong ekstrak yang didapat untuk
memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Leopoldini, et al. (2011) menunjukkan bahwa senyawa fenolik memiliki
energi ikatan yang sangat rendah pada atom O dan H. Sehingga memudahkan
proses pemisahan atau donor atom H pada senyawa radikal. Hal tersebut
menjadikan senyawa fenolik sebagai agen penangkap radikal bebas yang
unggul. Sehingga dapat dilihat bahwa ekstrak kasar yang didapat dari penelitian
ini memiliki nilai IC50 yang lebih rendah.
Hubungan aktivitas antioksidan (metode DPPH trolox equivalent) dengan
kandungan total fenol ubi jalar ditunjukkan dalam penelitian Padda (2006) bahwa
diantara keduanya terdapat korelasi yang positif dan kuat (r2 = 0.98). Pada
penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan fenol akan meningkatkan
aktivitas antioksidan ubi jalar. Hasil tersebut juga didukung oleh penelitian
Everette and Islam (2012) yang menunjukkan bahwa ekstrak hidrofilik dari ubi
jalar jingga memiliki korelasi yang signifikan terhadap aktivitas antioksidan, jika
dibandingkan dengan ekstrak lipofilik yang memiliki korelasi rendah terhadap
ekstrak lipofilik ubi jalar jingga pada berbagai metode pengujian aktivitas
antioksidan (ABTS: 2, 2-azinobis (3-ethyl-benzothiazoline-6-sulfonic acid),
ORAC: Oxygen Radical Absorbance Capasity dan DPPH).
112
4.2 Perubahan Berat Badan Hewan Coba Pada Tahap Pemberian Ekstrak
dan Pasca Induksi
Penelitian ini dilakukan untuk upaya pencegahan Ulcerative Colitis (UC),
sehingga pemberian ekstrak dimulai terlebih dahulu sebelum proses induksi. Hal
pertama yang mampu untuk diamati pada tikus sehat (tahap pemberian ekstrak)
dan tikus sakit (tahap pasca induksi) yaitu perubahan berat badan. Grafik
perubahan berat badan dapat dilihat pada Gambar 4.1 yaitu terjadi peningkatan
berat badan selama pemberian ekstrak dan terjadi penurunan berat badan
setelah induksi.
Gambar 4.1 Grafik Perubahan Berat Badan Hewan Coba
Hasil ANOVA dari peningkatan berat badan tikus tidak menunjukkan
berbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan. Namun untuk penurunan
berat badan yang terjadi selama pasca induksi terdapat perbedaan yang
signifikan (P <0.05) antara kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif.
Tidak adanya perbedaan peningkatan berat badan yang signifikan pada saat
pemberian ekstrak menunjukkan bahwa adanya keseragaman pertumbuhan dan
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan metabolisme hewan coba. Namun pada
saat setelah proses induksi terjadi perbedaan yang signifikan (P <0.05) antara
2,75 2,87
1,85
2,96 3,13
-1.41
-8,58
-6,14 -6,54 -6,58
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
Rata
-rata
Peru
bah
an
Bera
t B
ad
an
Hew
an
C
ob
a (
%)
SelamaPemberianEkstrak
PascaInduksi
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
500mg/KgBB 750mg/KgBB 250mg/KgBB
b
a
a a a
113
kontrol positif dan negatif, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan kondisi hewan
coba.
Head and Jurenka (2003) menjelaskan bahwa kondisi UC akan
mengakibatkan beberapa gejala diantaranya kram perut, diare, feses berdarah
dan penurunan berat badan. Kondisi berupa kram perut dan adanya darah pada
feses dimungkinkan mengganggu kenyamanan hewan coba, sehingga nafsu
makan menurun dan berakibat pada turunnya berat badan. Penurunan berat
badan pada kontrol negatif dimungkinkan karena faktor stress atau
ketidaknyamanan yang dialami karena proses penginduksian intrakolonik.
Walaupun pada kontrol negatif hanya diberikan induksi aquades, proses induksi
diduga mampu membuat hewan coba stres dan menimbulkan penurunan nafsu
makan sesaat.
4.3 Pengaruh Ekstrak Terhadap Kadar Malondialdehid Kolon
Malondialdehid (MDA) merupakan produk hasil dari peroksidasi lipid.
Berdasarkan Ayala et al. (2014) MDA merupakan produk peroksidasi lipid paling
mutagenik. Sifat mutagenik MDA berkaitan dengan kemampuan MDA dalam
mengikat DNA untuk menyebabkan mutasi. Kerusakan lipid yang terjadi pada
kondisi UC yaitu dikarenakan oleh adanya ROS (Reactive Oxygen Species).
Head and Jurenka (2003) menjelaskan bahwa ROS yang terbentuk selama UC
merupakan dampak dari penumpukan mediator inflamasi berupa TNF- .
Semakin tinggi produksi TNF- , maka semakin banyak produksi ROS dan
semakin meningkatkan peroksidasi lipid untuk menghasilkan MDA.
Pada penelitian Andrade et al. (2003) dan Yan et al. (2007) pengamatan
kondisi UC pada penggunaan etanol sebagai bahan induksi yang menunjukkan
bahwa pemberian etanol 30% hingga 50% mampu meningkatan kondisi inflamasi
berupa adanya ulcer, infiltrasi pada mukosa dan terjadi peningkatan produksi
mediator inflamasi. Namun pada penelitian tersebut tidak dilakukan analisa
senyawa radikal yang terbentuk pada kolon. Oleh karena itu pada penelitian ini
dilakukan pengujian kadar MDA sebagai produk dari adanya senyawa radikal
yang terbentuk selama proses inflamasi berlangsung.
Kadar MDA jaringan kolon pada hasil uji in vivo menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan (P <0.05) antar kelompok perlakuan ekstrak ataupun
kelompok kontrol positif dan kontrol negatif. Hal ini diduga, proses induksi UC
menggunakan etanol 96% tidak mampu memberikan pengaruh berupa
114
peningkatan senyawa radikal pada kondisi UC. Namun hal tersebut juga bisa
dipengaruhi oleh metabolisme imun tikus yang mampu meregulasi adanya
radikal. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil analisa statistik (nilai etaSquare pada
Lampiran 4) yaitu nilai residual yang menunjukkan adanya pengaruh diluar
perlakuan pada penelitian ini sebesar 73% yang dimungkinkan berasal dari
sistem metabolisme dan regulasi imun hewan coba. Sehingga dari penelitian ini
dapat dilihat bahwa penggunaan etanol yang lebih tinggi yaitu 96% juga tidak
mampu untuk meningkatkan resiko UC yang lebih lanjut berupa peningkatan
radikal.
Gambar 4.2 Grafik Kadar MDA Kolon
Hasil ANOVA yang tidak signifikan bisa diperjelas dari grafik pada Gambar
4.2. Pada grafik menunjukkan tingkat perbedaan kadar MDA kolon yang tidak
jauh beda pada kontrol perlakuan. Namun hasil pada kontrol positif menunjukkan
adanya kadar MDA yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya dan kontrol negatif
memiliki kadar paling rendah. Untuk perlakuan ekstrak pada grafik menunjukkan
adanya perbedaan yang tipis yaitu berupa peningkatan kadar MDA seiring
dengan peningkatan dosis ekstrak yang diberikan. Hasil pada penelitian ini dapat
dibilang memiliki kadar MDA yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar
MDA jaringan organ pencernaan tikus normal pada penelitian Aulanni’am, dkk
(2011) dan Sholichah, dkk. (2012) yang berkisar 706–1839 ng/ml. Sehingga
pada penelitian ini dapat dikatakan kadar MDA dari tiap perlakuan masih dalam
batas kadar MDA normal.
126,50
144,00
130,25 134,63
140,25
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Kontrol Negatif Kontrol Positif 250mg/KgBB 500mg/KgBB 750mg/KgBB
Rera
ta K
ad
ar
MD
A (
ng
/mL
)
115
Fenomena terjadinya peningkatan kadar MDA pada saat peningkatan dosis
ekstrak diduga terkait dengan adanya senyawa fenol berupa asam klorogenik
pada ekstrak. Kandungan asam klorogenik paling tinggi pada ubi jalar dijelaskan
dalam penelitian Truong et al. (2007) yaitu sebesar 9.3 mg/100g bahan segar
atau sebesar 0.0093 % bahan segar. Pada penelitian Du et al. (2013), dengan
pemberian asam klorogenik dosis rendah sebesar 0.336 mg/KgBB mampu
meningkatkan kadar MDA namun masih tidak signifikan, sedangkan pemberian
dosis tinggi sebesar 7 mg/KgBB mampu meningkatkan kadar MDA secara
signifikan (p <0.05) terhadap kontrol yang tidak diberi asam klorogenik.
Pada penelitian ini dosis ekstrak berkisar pada 250 mg/KgBB, 500
mg/KgBB dan 750 mg/KgBB atau berkisar 38461,54 mg ubi segar/KgBB, 76932
mg ubi segar/KgBB dan 11538,62 mg ubi segar/KgBB (Lampiran 3).
Berdasarkan pada Truong et al. (2007) jika asam klorogenik berkisar 0.0093 %
ubi segar, maka diduga kandungan asam klorogenik pada ekstrak yang diberikan
pada hewan berkisar 3,58 mg/KgBB, 7,15 mg/KgBB dan 10,73 mg/KgBB
(Lampiran 3). Pemberian tersebut jika mengacu pada Du et al. (2013) berada
diatas dosis rendah dan dosis tinggi pemberian asam klorogenik pada hewan
coba. Sehingga diduga ekstrak yang diberikan juga memiliki potensi dalam
meningkatkan MDA karena adanya kandungan asam klorogenik. Namun
pengaruh yang diberikan masih belum memiliki perbedaan yang signifikan antar
dosis perlakuan, diduga karena pada ekstrak ada kandungan kuersetin yang
bersifat sebagai antioksidan. Namun tampak kecenderungan data bahwa
semakin besar ekstrak, semakin meningkatkan kadar MDA kolon.
Pada penelitian lain, asam klorogenik mampu menunjukkan efek anti
inflamasi. Hasil penelitian Piefer (2012) menunjukkan bahwa asam klorogenik
sebesar 0.05% pada pakan, mampu menurunkan mediator inflamasi berupa NF-
kB. Namun dari hasil penelitian ini, penggunaan ekstrak ubi jalar untuk kondisi
UC perlu diperhitungkan lagi dosis yang sesuai untuk tidak menimbulkan
peningkatan peroksidasi lipid. Mekanisme asam klorogenik yang mampu
menginduksi terbentuknya radikal berdasarkan hasil penelitian Du et al. (2013)
berkaitan dengan komponen NADPH oksidase. Hal tersebut ditunjukkan dengan
pemberian asam klorogenik dosis tinggi (7 mg/KgBB) terjadi peningkatan mRNA
Nox4, p22phox
dan p47phox
. Hubungan NADPH oksidase dengan ROS dijelaskan
oleh Bedard and Krause (2007) bahwa enzim ini mampu melakukan transport
116
elektron untuk melewati membrane plasma dalam menghasilkan superoksida
serta ROS lainnya.
4.4 Pengaruh Ekstrak Terhadap Kadar Superoksida Dismutase Kolon
Superoksida Dismutase (SOD) merupakan salah satu antioksidan enzim
yang ada di dalam tubuh. Berdasarkan Marikovsky et al. (2003), SOD diproduksi
oleh metabolisme oksidatif selular untuk melawan superoksida menjadi hidrogen
peroksida. Hasil ANOVA yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada kadar SOD untuk masing-masing kelompok
perlakuan. Namun dari Gambar 4.3 bisa dilihat bahwa pada kelompok pemberian
ekstrak memiliki kadar SOD yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Hal
tersebut bisa dimungkinkan bahwa pemberian ekstrak mampu meningkatkan
aktivitas SOD jaringan kolon.
Gambar 4.3 Grafik Kadar SOD Kolon
Grafik 4.3 juga menunjukkan hasil yang tidak normal. Kadar SOD pada
kontrol negatif dan kontrol positif tidak menunjukkan perbedaan. Namun sesuai
dengan fungsi dari SOD sebagai penangkap radikal, maka hasil yang demikian
dapat dipengaruhi oleh tingkat senyawa radikal di dalam tubuh. Pada subbab
pengaruh ekstrak terhadap kadar MDA telah dijelaskan bahwa kadar MDA pada
kontrol positif dan negatif tidak memiliki perbedaan nyata dan masih dibawah
rentang kadar MDA tikus normal sesuai penelitian Aulanni’am, dkk. (2 11 dan
6,21
6,25 7,62 7,41 6,79
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kontrol Negatif Kontrol Positif 250mg/KgBB 500mg/KgBB 750mg/KgBB
Rera
ta K
ad
ar
SO
D (
U/m
L)
117
Solichah, dkk. (2012). Diduga bahwa data yang sama pada kadar SOD kontrol
positif dan negatif dikarenakan metabolisme hewan coba pada kontrol positif dan
kontrol ekstrak masih mampu untuk mengatasi senyawa radikal penghasil MDA.
Sehingga kadar SOD pada kontrol positif bernilai sama dengan kontrol negatif.
Pada kondisi kondisi UC yang parah, berdasarkan penelitian Xing et al.
(2012) menunjukkan adanya penurunan kadar SOD yang berbeda nyata (P
<0.05) pada kontrol positif, serta diikuti dengan peningkatan kadar MDA yang
berbeda nyata pula. Pada Medhi, et al. (2008) juga serupa, bahwa terjadi
penurunan SOD yang signifikan (P <0.001) pada kontrol positif diikuti dengan
peningkatan kadar MDA yang signifikan pula (P <0.001). Hasil dari penelitian
tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Pavlick, et al. (2002) bahwa kondisi inflamasi
pada organ pencernaan mampu menurunkan kadar SOD jaringan dikarenakan
oleh adanya peningkatan ROS. Berdasarkan review Li and Zhou (2011) juga
menjelaskan bahwa penurunan SOD pada kondisi inflamasi dikarenakan adanya
metabolit oksigen dan nitrogen yang reaktif dengan ditunjukkan adanya
peningkatan MDA sebagai indeks adanya peroksidasi lipid. Namun pada
penelitian ini, kondisi inflamasi (UC) yang terjadi akibat induksi etanol belum
sampai pada peningkatan senyawa radikal yang berlebihan. Sehingga kadar
SOD pada hewan coba (kontrol positif) belum mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan hewan coba sehat (kontrol negatif).
Pengaruh pemberian ekstrak ubi jalar dalam peningkatan kadar SOD
jaringan pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa terdapat kecenderungan adanya
penurunan SOD seiring bertambahnya ekstrak. Namun kondisi tersebut masih
menunjukkan bahwa kadar SOD pada kontrol ekstrak lebih tinggi dari kontrol
negatif dan positif. Pada penelitian sebelumnya (Medhi, et al., 2008 dan Xing, et
al., 2012), pemberian ekstrak bahan-bahan alami mampu meningkatkan kadar
SOD diatas kontrol positif, namun masih dibawah kadar SOD kontrol negatif.
Namun karena pada penelitian ini kadar SOD kontrol positif dan negatif tidak
berbeda, maka kadar SOD yang melebihi kadar kontrol positif bisa dijelaskan
sesuai dengan prinsip analisa kadar SOD.
Proses analisa kadar SOD yang dilakukan menggunakan prinsip xantine-
xantine oksidase dijelaskan dalam Weydert and Cullen (2010) bahwa pada
proses pengukuran kadar SOD digunakan xantine-xantine oksidase sebagai
agen O
dan NBT (nitroblue tetrazolium) sebagai indikator adanya O
. Persen
penghambatan dari NBT merupakan jumlah SOD yang dapat didapat. Diduga,
118
adanya kandungan kuersetin pada jaringan kolon sebagai dampak dari
pemberian ekstrak, mampu mempengaruhi hasil dari pengukuran kadar SOD
kontrol ekstrak yang memiliki kadar SOD lebih tinggi dari kontrol negatif.
Keberadaan kuersetin pada jaringan kolon ditunjukkan pada hasil penelitian Graf
et al. (2006) bahwa dengan pengkonsumsian kuersetin pada tikus, didapat
kandungan kuersetin sebesar 46% pada jaringan kolon. Pengaruh adanya
kuersetin dijelaskan dalam Nijveldt, et al. (2001) bahwa kuersetin memiliki
kemampuan dalam menghambat aktivitas xantine oksidase. Sehingga pada
pengukuran kadar SOD kolon kontrol ekstrak menunjukkan hasil yang lebih tinggi
dari kontrol negatif. Kondisi demikian merupakan kesalahan positif yang
menunjukkan hasil berlebih dikarenakan komponen yang terhitung tidak hanya
aktivitas dari SOD, melainkan juga aktivitas dari kuersetin yang ada pada
jaringan kolon dalam menghambat aktivitas xantine oksidase selama pengujian
kadar SOD. Namun perbedaan tersebut tidak signifikan, sehingga dapat dikatan
keseluruhan kelompok perlakuan memiliki kadar SOD yang sama dikarenakan
tidak adanya senyawa radikal yang berlebih pada jaringan (ditunjukkan dengan
hasil MDA yang juga tidak signifikan) dan dapat dikatakan kadar SOD kolon
masih dalam jumlah yang normal.
4.5 Pengaruh Ekstrak Terhadap Makroskopis Kolon
4.5.1 Perubahan Berat Kolon
Penambahan berat pada kolon berkaitan dengan adanya inflamasi jaringan
kolon. Kondisi inflamasi bisa berupa edema dan penebalan dinding kolon. Berat
kolon yang meningkat dikarenakan adaya respon dari keparahan dan
peningkatan penyakit. Adanya pemendekan dan penebalan kolon disebutkan
dalam Gore (1992) bahwa hal tersebut merupakan suatu penanda klinis dari
adanya progres inflamasi kronik pada UC. Penambahan berat kolon yang terjadi
dijelaskan dalam Scallan et al. (2010) dikarenakan pada kondisi inflamasi terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler yang disebabkan oleh adanya
mediator-mediator inflamasi. Sehingga proses filtrasi (proses pengeluaran cairan
dari kapiler pada jaringan) meningkat namun proses reabsorpsi menurun yang
menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan cairan pada sel-sel jaringan
(edema) yang berdampak pada peningkatan berat jaringan kolon.
119
Gambar 4.4 Penampakan Makroskopis Kolon
A. Kontrol Negatif, B. Kontrol Positif, C. Dosis 250mg/KgBB, D. 500mg/KgBB, E. Dosis 750mgKgBB. Panah merah adalah luka dan panah biru merupakan edema
Inflamasi yang terjadi akibat dari penginduksian etanol memiliki mekanisme
yang dijelaskan dalam Khoury et al. (1992) bahwa etanol mampu mempengaruhi
respon imun dengan menghambat produksi glutation yang akibatnya muncul
signal untuk memproduksi IL-12, INF- dan peningkatan IL-4. IL-4 yang berlebih
akan menginduksi inflamasi yang berasal dari sel Th2. Selain itu berdasarkan
Banan et al. (1999) etanol mampu mengiritasi mukosa dengan menimbulkan
reaksi oksidatif pada jaringan mikrotubulus sitoskeletal dengan cara merusak
protein sitoskeletal. Akibatnya terjadinya monomerik tubulin, sehingga terjadi
kerusakan mikrotubulus sitoskeleton dan membuat integritas mukosa turun. Hal
tersebut menyebabkan mikroba luminal mampu masuk pada mukosa kolon dan
terdeteksi sebagai antigen dan menginduksi adanya inflamasi pada kolon.
Perubahan berat kolon yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 yaitu terjadi
adanya perbedaan yang signifikan antara kontrol positif dan kontrol negatif.
Namun antara kontrol positif dan kontrol ekstrak tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya inflamasi kolon secara
signifikan meningkatkan berat kolon, namun dengan pemberian ekstrak masih
belum mampu menurunkan berat kolon hingga mendekati berat kolon kontrol
120
negatif. Namun jika dilihat lagi, terdapat kecenderungan hasil berupa semakin
tinggi dosis ekstrak yang diberikan semakin turun berat kolon. Hal tersebut
berkaitan dengan kemampuan ekstrak dalam menurunkan inflamasi.
Gambar 4.5 Grafik Rerata Berat Kolon
Kemampuan senyawa bioaktif dalam ekstrak ubi jalar yang berkaitan
dengan komponen fenol, flavonoid dan total karotenoid diduga memiliki peranan
sebagai anti inflamasi. Senyawa fenol memiliki peran sebagai senyawa anti
inflamasi yang dijelaskan dalam Shapiro et al. (2006) bahwa fenol memiliki
kemampuan dalam menghambat NF-kB, sehingga terjadi penurunan inflamasi.
Gracia-Lafuente et al. (2009) menjelaskan bahwa senyawa flavonoid mampu
menurunkan aktivitas inflamasi dengan memodulasi sistem enzim dan sekresi
mediator inflamasi. Peranan senyawa karotenoid sebagai anti inflamasi
dijelaskan dalam Bai et al. (2005) yaitu berkaitan dengan kemampuannya
meregulasi proses produksi inflamasi dari sitokin. Adanya ketiga senyawa
bioaktif ini dalam menurunkan inflamasi diduga menjadi penyebab adanya hasil
pengamatan makroskopis berupa semakin menurunnya berat kolon seiring
dengan semakin tingginya ekstrak yang diberikan. Walaupun dengan dosis
ekstrak yang diberikan belum mampu menurunkan berat kolon hingga mendekati
kontrol negatif (kondisi normal).
121
4.5.2 Rasio Berat per Panjang Kolon
Hasil pengamatan makroskopis berupa berat kolon juga dipengaruhi oleh
panjang kolon. Sehingga semakin panjang kolon tentunya akan semakin berat
dan semakin pendek kolon maka hasil penimbangan akan semakin ringan.
Namun pada kondisi colitis disebutkan oleh Gore (1992) akan terjadi suatu
proses pemendekan kolon disertai dengan penebalan dinding kolon sebagai
penanda klinis dari adanya progress inflamasi kronik pada UC. Pemendekan
yang terjadi diakibatkan oleh adanya kontraksi dari mukosa muskularis yang
mampu menjadikannya lebih tebal namun berdampak pada ukuran kolon yang
semakin pendek.
Gambar 4.6 Grafik Rasio Berat per Panjang Kolon
Adanya penambahan berat dan pemendekan kolon dijadikan parameter
kolitis dengan menggabungkan keduanya menjadi rasio berat per panjang kolon.
Semakin tinggi rasio yang didapat menunjukkan semakin berat kolon dan
semakin pendek kolon. Parameter makroskopis UC berupa perubahan rasio
berat per panjang kolon dijelaskan dalam Patil, et al. (2012) bahwa dengan
peningkatan berat kolon disertai dengan adanya peningkatan rasio berat per
panjang kolon merupakan sebuah refleksi dari adanya lokal inflamasi. Hasil
ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P < 0.001) antar
kelompok perlakuan hewan coba. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari hasil uji
lanjut LSD yang menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kelompok
perlakuan negatif dengan kelompok perlakuan positif dan kelompok perlakuan
122
ekstrak. Hasil uji lanjut LSD juga menunjukkan bahwa antar perlakuan kelompok
ekstrak tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada rasio berat per
panjang kolon. Namun, dari Gambar 4.6 dapat dilihat adanya kecenderungan
penurunan rasio berat per panjang kolon antar kelompok perlakuan ekstrak.
Semakin besar ekstrak yang diberikan mampu memberikan pengaruh berupa
semakin menurunnya rerata rasio berat per panjang kolon.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Patil, et al. (2012) dengan
induksi colitis intrakolonik menggunakan 2% larutan asam asetat dan pada
penelitian Joo, et al. (2015) menggunakan induksi intrakolonik menggunakan
TNBS (2,4,6-trinitrobenzene sulfonic acid). Jika dibandingkan dengan penelitian
ini, hasilnya memiliki tingkat signifikasi yang sama (P < 0.001) untuk perbedaan
antara kontrol positif dan negatif. Hal tersebut menunjukkan, perbedaan bahan
induksi yang dilakukan mampu memberikan efek colitis dengan tingkat signifikan
yang sama pada parameter peningkatan rasio berat per panjang kolon.
Hasil perbandingan antara perlakuan pemberian ekstrak dengan kontrol
positif pada penelitian ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Pada
penelitian Patil, et al. (2012) pemberian ekstrak umbi Daucus Carota memiliki
perbedaan dengan kontrol positif (P <0.05) pada konsentrasi 400mg/KgBB,
sedangkan pada konsentrasi 100mg/KgBB dan 200mg/KgBB tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan. Untuk penelitian Joo, et al. (2015) juga
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P <0.01) pada pemberian
ekstrak herba Artenisiae dengan dosis 100mg/kgBB dan tidak signifikan pada
dosis 10mg/KgBB dan 50mg/KgBB.
Hasil pada kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa meskipun ada
kecenderungan penurunan rasio berat per panjang kolon, perlu diketahui dosis
keefektifan penurunan rasio, sehingga dikatakan terjadi penurunan yang
signifikan ketika dibandingkan dengan kontrol positif. Dosis yang digunakan pada
penelitian ini merupakan hasil rujukan dari penelitian Rengarajan, et al. (2012)
yang menggunakan ekstrak ubi jalar sebagai anti ulcer pada organ lambung.
Hasil yang didapat yaitu mampu mengurangi kerusakan lambung (P <0.01) pada
dosis 500mg/KgBB. Namun pada penelitian ini untuk diterapkan dalam
pencegahan UC, dosis tersebut masih belum mampu menurunkan parameter
colitis berupa rasio berat per panjang kolon secara signifikan. Adanya
perbedaan lama ekstraksi yang diestimasi dengan adanya peningkatan dosis
123
sebesar 50% (750mg/KgBB) juga masih belum mampu untuk menurunkan rasio
berat per panjang kolon secara signifikan terhadap kontrol positif.
Pengaruh pemberian ekstrak ubi jalar jingga terhadap kecenderungan
penurunan rasio berat per panjang kolon merupakan hasil dari kinerja senyawa
bioaktif dalam menurunkan inflamasi. Senyawa bioaktif pada ubi jalar yang
berupa total fenol merupakan gabungan dari beberapa jenis asam fenolat dan
flavonoid. Berdasarkan Truong et al. (2007) asam fenolat tertinggi pada ubi jalar
yaitu berupa asam klorogenik dan kandungan flavonoid tertinggi berdasarkan
Ojong (2008) yaitu kuersetin. Sehingga peran dari senyawa fenolik dalam proses
inflamasi, dapat dijelaskan dari hasil penelitian Piefer (2012) bahwa 0.05% asam
klorogenik pada pakan mampu menurunkan aktivitas NF-kB dan 0.45% kuersetin
pada pakan mampu meningkatkan ekspresi dari molekul FGF-2 dalam
memulihkan luka. Meskipun kedua komponen tersebut tidak mampu melindungi
dari adanya kerusakan kolon, namun peranan yang dimiliki merupakan jalur
utama dalam mengatasi adanya kerusakan kolon yang terjadi. FGF-2 merupakan
suatu molekul pemulihan luka yang ditemukan pada membrane basolateral sel
epitel. Adanya penurunan NF-kB berkaitan dengan peranan NF-kB dalam proses
inflamasi. Berdasarkan Tak and Firestein (2001) NF-kB merupakan protein yang
mengatur respon imun terhadap adanya infeksi yang mampu menghasilkan gen-
gen pro inflamasi seperti TNF- , IL-1 , IL-6, dan IL-8.
Senyawa bioaktif lain selain senyawa fenolik yaitu karotenoid, juga memiliki
peranan dalam regulasi proses inflamasi. Bagian dari senyawa karotenoid yang
terkandung dalam ubi jalar yaitu senyawa betakaroten. Penelitian yang dilakukan
oleh Trivedi and Jena (2014) menunjukkan bahwa pemberian betakaroten pada
UC mampu memodulasi mediator pro inflamasi diantara TNF- , IL-6 dan IL-17,
serta secara signifikan menurunkan plasma lipopolisakarida. Pada dosis
20mg/KgBB secara signifikan (P <0.01) menurunkan IL-17, dosis 5mg/KgBB
menurunkan IL-6 (P <0.01) dan dosis 10mg/KgBB menurunkan TNF- dan NF-
kB. Penurunan yang signifikan ini dilakukan dalam upaya pengobatan UC pada
tikus yang diinduksi DSS.
Adanya kombinasi kandungan senyawa bioaktif berupa total fenol dan
flavonoid yang di dalamnya terkandung asam klorogenik, kuersetin dan juga total
karotenoid yang mengandung betakaroten memiliki aktivitas anti inflamasi yang
tentunya menjadi suatu keunggulan dari ekstrak yang digunakan. Namun hasil
yang tidak signifikan antar dosis juga dipengaruhi oleh sifat dari bahan bioaktif.
124
Berdasarkan penelitian Du et al. (2013), dosis tinggi asam klorogenik
(7mg/KgBB) secara signifikan (P <0.05) mampu meningkatkan mediator
inflamasi berupa IL-6 dan TNF- pada serum darah dan terjadi infiltrasi sel pada
hasil histologi. Untuk dosis rendah (0.336mg/KgBB) juga mampu meningkatkan
mediator inflamasi namun tidak secara signifikan. Berdasarkan hasil tersebut,
jika dikaitkan dengan hasil pemberian ekstrak yang memiliki pengaruh tidak
signifikan pada penelitian ini diduga karena adanya komponen fenol berupa
asam klorogenik yang berada pada kisaran dosis rendah dan dosis tinggi yang
mampu memicu adanya inflamasi. Sehingga kinerja dari senyawa bioaktif pada
ekstrak tidak bekerja secara maksimal dan memberikan hasil berupa penurunan
inflamasi yang tidak signifikan. Karena terjadinya inflamasi diduga tidak hanya
dari etanol sebagai bahan penginduksi, namun juga dari kandungan fenol berupa
asam klorogenik.
4.6 Pengaruh Ekstrak Terhadap Mikroskopis Kolon
Pengaruh ekstrak terhadap kondisi UC juga dapat diamati dari perubahan
penampakan mikroskopis kolon. Gaboes (2003) menjelaskan bahwa secara
mikroskopis adanya inflamasi ditandai dengan peningkatan infiltrat selular pada
mukosa kolon. Pada kondisi kolon normal, infiltrat dapat dilihat pada bagian atas
mukosa, namun pada kondisi UC infltrat akan semakin banyak pada bagian
transmukosa. Infiltrat yang teramati secara mikroskopis merupakan suatu bentuk
akumulasi plasma sel mendekati dasar mukosa dan diantara crypt, serta neutrofil
pada struktur epitel meliputi dinding crypt dan pada kondisi crypt yang rusak.
Crypt merupakan bagian berupa cekungan pada sel yang berfungsi untuk
menghasilkan kelenjar-kelenjar pencernaan.
Proses pengamatan mikroskopis kolon dilakukan dengan cara skoring
berdasarkan Araki et al. (2010) berupa penampakan kolon yang meliputi
hilangnya permukaan epitel atau mukosa, kerusakan crypt dan infiltrate pada
mukosa. Skor yang diberikan berkisar 0 hingga 4 sesuai dengan tingkat
keparahan kondisi mikroskopis kolon (Lampiran 4).
Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan kecenderungan hasil
yang hampir sama dengan kondisi makroskopis kolon yaitu terjadi perbedaan
nyata (P <0.05) antara kontrol positif dengan kontrol negatif, namun antar
perlakuan ekstrak tidak memiliki perbedaan yang nyata.
125
Gambar 4.7 Grafik Skor Mikroskopis Kolon
Tingkatan penurunan skor mikroskopis bisa dilihat pada Gambar 4.7. Hasil
penurunan yang didapat tidak seperti pada hasil pengamatan makroskopis. Pada
pengamatan mikroskopis ini, didapat tingkat penurunan yang sama pada
perlakuan dosis 250mg/KgBB dan 500mg/KBB. Padahal secara makroskopis
terjadi perbedaan penurunan pada dosis 250mg/KgBB dan 500mg/KgBB. Namun
secara umum hasil mikroskopis ini tetap menunjukkan adanya penurunan skor
kerusakan dengan adanya pemberian ekstrak ubi jalar.
Perbedaan hasil pengamatan mikroskopis pada setiap perlakuan juga bisa
dilihat pada Gambar 4.8 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan kondisi crypt
dan jumlah sel-sel neutrofil. Kontrol positif menunjukkan adanya kondisi crypt
yang normal dan jumlah neutrofil yang sedikit. Namun pada kontrol positif terjadi
peningkatan neutrofil dan terjadi abses pada crypt. Adanya pemberian ekstrak
ubi jalar memberikan pengaruh pada penurunan neutrofil, namun masih tidak
mampu untuk mengembalikan kondisi kerusakan crypt. Hasil dari perbedaan
dosis pun tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada kondisi
mikroskopis kolon.
126
Gambar 4.5 Histopatologi Kolon.
A: kontrol negatif, B: Kontrol positif, C: Perlakuan ekstrak 250mg/KgBB, D: Perlakuan ekstrak 500mg/KgBB E: Perlakuan ekstrak 750mg/KgBB. Panah merah menunjukkan
kondisi crypt dan panah kuning menunjukkan infiltrasi neutofil pada sel inflamasi
Pengaruh dari pemberian ekstrak terkait dengan bioavaibilitas polifenol
dalam tubuh. Berdasarkan D’Archivio et al. (2010), peranan senyawa bioaktif
terutama polifenol untuk mencapai bagian kolon merupakan hasil dari
penyerapannya pada usus halus dan hasil fermentasi kolon. Pada usus halus
senyawa polifenol dihidrolisis oleh enzim hidrolase menghasilkan polifenol
bentuk aglikon. Polifenol yang tidak diserap akan menuju kolon yang selanjutnya
akan dihidrolisis ikatan glikosidik polifenol oleh bakteri dalam kolon menghasilkan
127
bentuk aglikon. Bentuk aglikon mudah melewati usus untuk selanjutnya dibawa
ke hati. Di dalam hati, polifenol bentuk aglikon akan mengalami modifikasi
struktur kimia melalui reaksi konjugasi yaitu glukoronidasi, metilasi dan sulfatasi.
Hasil metabolit ini baru kemudian dialirkan ke bagian sel atau jaringan yang
membutuhkan. Reaksi konjugasi ini berjalan sangat efisien sehingga bentuk
aglikon (pada beberapa flavonoid) yang mencapai sistem sirkulasi darah sangat
rendah atau bahkan tidak ada. Hasil metabolit tersebut berbeda aktivitas
biologisnya. Sehingga hasil metabolit senyawa flavonoid yang mencapai sel atau
jaringan akan berbeda dalam hal struktur kimia, aktivitas biologis dan sifat
fungsionalnya dibandingkan dengan senyawa aslinya yang terdapat dalam
bahan makanan. Kemampuan jaringan dalam menerima senyawa polifenol tidak
banyak berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi polifenol pada aliran
darah (konsumsi polifenol dengan jumlah banyak dalam waktu singkat). Namun
ketika asupan polifenol dilakukan secara teratur meskipun dalam jumlah yang
sedikit akan secara signifikan meningkatkan konsentrasi polifenol plasma sel.
Hasil penelitian ekstrak ubi jalar yang digunakan pada pada penelitian
Rengarajan et al. (2012) untuk ulcer di lambung menunjukkan bahwa dengan
dosis 250mg/KgBB secara signifikan mampu menurunkan indeks ulcer (P <0.01)
dan skor ulcer (P <0.05) pada pengamatan mikroskopis dengan perbesaran 10x.
Namun pada penelitian ini, ekstrak ubi jalar belum mampu menurunkan skor
mikroskopis pada kondisi ulcer di kolon.
Perbedaan hasil yang didapat diduga salah satunya diduga karena adanya
perbedaan organ yang sakit. Pada review Hollman (2004) menunjukkan bahwa
sebagian komponen flavonoid mampu diserap di lambung. Sehingga senyawa
flavonoid tersebut mampu secara langsung dan cepat sampai pada bagian sel
lambung yang mengalami kerusakan. Senyawa flavonoid yang mampu diserap
oleh lambung yaitu flavonoid dengan struktur berupa oligomer. Oligomer akan
dihidrolisa menjadi monomer dan dimer pada kondisi asam di lambung.
Penyerapan flavonoid terutama quercetin dijelaskan pada penelitian Graf et al.
(2006) mampu diserap di lambung hingga 32% dengan struktur yang memiliki
ikatan sulfat, glukuronat dan metilat.
128
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelitian mengenai “Peranan Ekstrak Ubi Jalar Jingga
Varietas Beta 2 (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Dalam Mencegah Ulcerative Colitis
Pada Tikus Wistan Jantan Yang Terinduksi Etanol”, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pengaruh induksi etanol 96% terhadap kondisi Ulcerative Colitis mampu
menimbulkan inflamasi dengan ditandai adanya peningkatan yang signifikan
(P <0.05) pada berat kolon, rasio berat per panjang kolon dan skor
mikroskopis antara kontrol positif dan kontrol negatif. Namun induksi etanol
belum mampu meningkatkan radikal bebas pada kolon, yang ditandai dengan
tidak ada peningkatan atau penurunan aktivitas antioksidan enzim (SOD)
serta hasil MDA yang tidak signifikan (P < 0.05) antara kontrol positif dan
negatif.
2. Pengaruh ekstrak ubi jalar jingga terhadap kondisi Ulcerative Colitis mampu
menurunkan inflamasi yang ditunjukkan hasil berupa penurunan berat kolon,
rasio berat per panjang kolon dan skor mikroskopis seiring dengan
peningkatan dosis ekstrak, namun secara tidak signifikan. Pengaruh ekstrak
ubi jalar terhadap kondisi MDA yaitu mampu meningkatkan kadar MDA dan
meningkatkan aktivitas antioksidan enzim superoksida dismutase, namun
tidak signifikan.
Secara keseluruhan, kesimpulan dari penelitian ini, yaitu penginduksian
etanol mampu menimbulkan UC, namun tidak meningkatkan resiko UC menjadi
kanker. Pengaruh peningkatan dosis ekstrak ubi jalar, belum mampu secara
signifikan mencegah UC.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar asam klorogenik pada
ekstrak ubi jalar jingga untuk memastikan adanya pengaruh asam klorogenik
terhadap kondisi UC, serta dilakukan analisa kadar mediator inflamasi kolon.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis ekstrak kurang dari
250mg/KgBB atau diatas 750mg/KgBB sesuai kandungan senyawa bioaktif
ubi jalar untuk mendapat dosis yang efektif dalam mencegah UC secara
signifikan dan tanpa menimbulkan toksik lebih lanjut.
129
DAFTAR PUSTAKA
Andrade, M.C., Vaz, N.M and Faria, A.M.C. 2003. Ethanol –Induced Colitis Prevents Oral Tolerance Industion in Mice. Brazillian Journal of Medical and Biological Research, 36:1227-1232.
Antolovich, M., Paul, D., Prenzler., Patsalides., Suzanne, M, and Kevin.R. 2001. Methods for Testing Antioxidant Activity. The Royal Society of Chemistry: Analyst, 127: 183-198.
Araki, Y., Mukaisyo, K.I., Sugihara, H., Fujiyama, Y., and Fujiyama, Y. 2010. Increased Apoptosis and Decreased Proliferation of Colonic Epithelium in Dextran Sulfate Sodium Induced Colitis in Mice. Oncology Reports, 24: 869-874.
Atanassova, M., Georgieva, S, and Ivancheva, K. 2011. Total Phenolic and Total Flavonoid Contents, Antioxidant Capacity an dBiological Contaminants in Medical herbs. Journal of The University of Chemical Technology and Metallurgy, 46 (1): 81-88.
Ayala, A., Muno, M.F., and Argiielles, S. 2014. Lipid Peroxodation: Production, Metabolism, and Signaling Mechanism of Malondialdehyde and 4-Hydroxy-2-Nonenal. Oxidative Medicine and Cellular Longevity, 14: 1-31.
Bai, S., Lee, S., Na, H., Ha, K., Han, J., Lee, H., Kwon, Y., Chung, C, and Kim, Y. 2005. -Carotene Inhibit Inflammatory Gene Expression In Lipopolysaccharide -Stimulated Macrophages by Suppressing Redox-Based NF-kB Activation. Experimental and Molecular Medicine, 37(4): 323-334.
Bechoff, A., Dhuique-Mayer, C., Dornier, M., Tomlins, K.I., Boulanger, R., Dufour, D, and Westby, A. 2010. Relationship between the Kinetics of -Carotene Degradation and Formation of Norisoprenoids in the Storage of Dried Sweet Potato Chips. University of Greenwich. United Kingdom.
Bedard, K and Krause, K. 2007. The NOX Family of ROS-Generating NADHP Oxidases: Physiology and Pathophysiology.Physiological Reviews, 87: 245-313.
Bitar, V.A and Laham, S. 2013. Methylsulfonylmethane and Green Tea Extract Reduce Oxidative Stres and Inflammation in Ulcerative Colitis. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 6(2): 153-158.
Cevallos-Casals &Cisneros-Zevallos.2003 dalam Teow et al. 2007. Antioxidant Activities, Phenolic And -Carotene Contents of Sweet Potato Genotypes with Varying Flesh Colours. Food Chemistry, 103: 829-838.
Chandrashekara, S and Suresh, K.P. 2012. Sample Siez Estimation and Power Analysis for Clinical Research Studies. Journal of Human Reproductive Scienes, 5(1): 7-13.
Chebil, L., Humeau, C., Anthoni, J., Dehe, F., and Engasser, J.M. Solubility of Flavonoids in Organic Solvents.Journal of Chemical and Engineering, 52(5): 1552-1556.
Comino,C., Hehn, A., Moglia, A., Menin, B., Bourgaud, F., Lanteri, S., and Portis, E. 2009. The Isolation and Mapping of A Novel Hydroxycinnamoyl transferase in The Globe Atichoke Chlorogeni Acid Pathway. Plant Biology, 9(30): 1-13.
130
Deng, J.,Cheng, W., and Yang, G. 2011. A Novel Antioidant Activity Index (AAU) for Natureal Products Using The DPPH Assay. Food Chemistry, 125: 1430-1435.
Dewick, P.M. 2002. Medicinal Natural Products. John Wiley & Sons, Ltd. Dilihat 21 Juni 2015. <http://onlinelibrary.wiley.com>.
Dhianawaty, D and Panigoro,R. 2013. Antioxidant Activity and Total Weight of Carotenoid in Red Sweet Potato (Ipomoea batatas L.) Tuber.Universitas Padjajaran.
Du, W.Y., Chang, C., Zhang, Y., Liu, Y.Y., Sun, K., Wang, C.S., Wang, M.X., Liu, Y., Wang, F., Fan, J.Y., Li, P.T., ang Han, J.Y. 2013. High-dose Chlorogenic Acid Induces Inflammation Reactions and Oxidative Stress Injury in Rats Without Implication of Mast Cell Degranulation. Journal of Ethnopharmacology, 147: 74-83.
Duvivier, P. 2010. Retention of Phenolics, Carotenoids and Antioxidant Activity in the Taiwanese Sweet Potato (Ipomea batatas L.) CV Tainong 66 Subjected to Different Drying Conditions. American Journal of Food Agriculture Nutrition and Development, 10 (11): 4413-4429.
D’Archivio, M., Filesi, C., Vari, R., Scazocchio, B., and Masella, R. 2010. Bioavailability of The Polyphenols: Status and Controversies.International Journal of Molucular Sciences, 11: 1321-1342.
Everette, J.D and Islam, S. 2012. Effect of Extraction Procedures, Genotypes and Screening Methods to Measure the Antioxidant potential and Phenolic Content of Orange-Fleshed Sweetpotatoes (Ipomea batatas L.). American Journal of Food Technology: 1-12.
Fridrianny, I., Windyaswari, A.S, and Wirasutisna, K.R. 2013. DPPH Scavenging Activity of Various Extracts of Sweet Potatoes Leaves with varying Tubers Color. International Journal of Research in Pharmacy and Science, 3(2): 133-145.
Galanakis, C.M., Goulas, V., Manganaris, G.A., and Gekas, V. A Knowledge Base for The Recovery of Natural Phenols with Different Solvents. International Journal of Food Properties, 16: 382-396.
Geboes, K. 2003. Histopathology of Crohn’s Disease and Ulcerative Colitis. IBD4E-18(255-276).
George, C., Brat, P, and Amiot, M.J. 2005. Rapid Determination of Polyphenol and Vitamin C in Plant Derived Product. Journal of Agriculture, Food and Chemistry. 53: 1370-1373.
Ginting, E. 2013. Carotenoid Extraction of Orange-Fleshed Sweet Potato and Its Application as Natural Food Colorant. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 24(1): 1979-1788.
Gore, R.M. 1992. Colonic Contour Changes in Chronic Ulcerative Colitis: Reappraisal of Some Old Concepts. American Journal of Roentgenology, 158: 59-61.
Graf, B.A., Ameho, C., Gregory, G.D., Milbury, P.E, Chen, C.Y., and Blumberg, J.B. 2006. Rat Gastrointestinal Tissue metabolize Quercetin. Journal of Nutrition, 136: 39-44.
Gracia-Lafuente, A., Guillamon, E., Villares, A., Rostagno, M.A., Martinez, J.A. 2009. Flavonoids as Anti-Inflammatory Agents:
131
Implications in Cancer and Cardiovascular Disease. Inflammation Research, 58: 537-552.
Han, X., Shen, T., Lou, H. 2007. Dietary Polyphenols and Their Biological Significance. International Journal of Molecular Sciences, 7(8): 950-988.
Head, K.A, and Jurenka, J.S. 2003. Inflammatory Bowel Disease Part I: Ulcerative Colitis-Pathophysiology and Conventional and Alternative Treatment Options. Alternative Medicine Review 8(3): 247-283.
Hollman, P.C.H. 2004. Absorption, Bioavailability, and Metabolism of Flavonoids. Journal of Pharmaceutical Biology, 42: 74-83.
Hussein, S.Z., Yusoff, K.M., Makpol, S., Yusof, Y.A.M. 2013. Gelam Honey Attenuates Carrageenan-Induced Rat Paw Inflammation Via NF-kB Pathway. Journal of Molecular Biology and Genetic, 8(8): 1-12.
Johns Hopkins Medicine. 2014. Ulcerative Colitis. Dilihat 12 Agustus 2014. <https://gi.jhsps.org/GDL_Disease.aspx?CurrentUDV=31&GDL_Disease_ID=2A4995B2-DFA5-4954-B770 F1F5BAFED033& GDL_DC_ID= D03119 D7-57A3-4890-A717-CF1E 7426C8BA.>
Joo, M., Kim, H.S., Kwon, T.H., Palokhe, A., AW, T.S., Jeong, J.H. 2015. Anti-inflammatorry Effect of Glavonnoid on TNBS-Induced Colitis of Rats. Korean Journal Physiology and Pharmacology, 19: 43-50.
Juanda, D dan Cahyono, B. 2000. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius.Yogyakarta.
Kalita, D and Jayanty, S.S. 2014. Comparison of Polyphenol Content and Antioxidant Capacity of Colored Potato Tubers, Pomegranate and Blueberriers. Journal of Food Process Thechnology, 5(8): 1-7.
Kannan, N and Guruvayoorappan, C. 2013. Protective Effect of Bauhinia Tomentosa on Acetic Acid Induced Ulcerative Colitis by Regulating Antioxidant and Inflammatory Mediators. International Immunopharmacology, 16(13): 57-66.
Karleen, S. 2010. Optimasi Proses PembuatanTepung Ubi Jalar Ungu (Ipomea Batatas (L.) Lam) dan Aplikasinya dalam Pembuatan Krimik Simulasi (Simulated Chips). Skripsi. IPB. Bogor.
Khoddami, A., Wilkes, M.A and Roberts, T.H. 2013. Techniques for Analysis of Plant Phenolic Compounds. Molecules, 18: 2328-2375.
Langmead, L., Feakins, R.M., Goldthorpe, S., Holt, H., Tsironi, E., Silva, E.D., Jewell, D.P., Rampton, D.S. 2004. Randomized, Double-Blind, Palacebo-Controller Trial of Oral Aloe Vera Gel for Active Ulcerative Colitis. Alimentary Pharmacology & Therapeutics, 19: 739-747.
Leopoldini, M., Russo, N., and Toscano, M. 2011. The Molecular Basis of Working Mechanism of Natural Polyphenolic Antioxidants. Food Chemistry, 125: 288-306.
132
Li, C and Zhou, H.M. 2011. The Role of Manganese Superoxide Dismutase in Inflammation Defense. Enzyme Research, 11: 1-6.
Mahadevan, U. 2004. Medical Treatment of Ulcerative Colitis. Clinics in Colon and Rectal Surgery, 17(1): 1-13.
Mandiburu, F.D. 2014. Agricolae: Statistical Proceduresfor Agricultural Research. <http://CRAN.R-project.org/package=agricolae>.
Marikovsky, M., Ziv, V., Nevo, N., Harris-Cerruti, C., and Mahler, Ori. 2003. Cu/Zn Superoxide Dismutase Plays Important Role in Immune response. The Journal of Immunology, 170: 2993-3001.
Medhi, B., Prakash, A., Avti, P.K., Saikia, U.N., Pandhi,P and Khanduja, K.L. 2008. Effect of Manuka Honey and Sulfasalazine in Combination to Promote Antioxidant Defense System in Experimentally Induced Ulcerative Colitis Model in Rats. Indian Journal of Experimental Biology, 46:583-590.
Mei, Q., Xu, J.M., Hu, Y.M., Xiang, L., Hu, X.P., Xu, Z.M. 2014. Change of Nitric Oxide in Experimental Colitis and its Inhibitioin By Melatonin in Vivo and in Vitro. Postgraduate Medical Journal, 5(81): 667-672.
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrayl (DPPH) for Ertimating Antioidant Activity. Songklanakarin Journal Science and Technology, 26(2): 211-219.
Montrose, D.C., Nicole, A.H., James, P.M., Gary, D.S., Wang, L., Bruno, R.S., Park, H.J., Giardina, C, and Rosenberg, D.W. 2011. Anti-Inflammatory Effect of Freeze Dried Black Raspberry Powder in Ulcerative Colitis. Carcinogenesis 32(03): 343-350.
Naeni, A.M., Andalib, A., Rabbani , M., Mahzouni, P., Afsharipour, M., Minaiyan, M. 2012. Validation and Optimization of Experimental Colitis Induction in Rats Using 2, 4, 6-Trinitrobenzene Sulfonic Acid. Research in Pharmaceutical Sciences, 7(3): 159-169.
Navarro, D.J. 2015. Learning Statistics with R: A Tutorial for Psychology Students and Other Beginners (version 0.5). University of Adelaide. Adelaide. Australia.
Niedenhofer, L.J., Daniels, J.S., Rouzer, C.A., Greene, R.E., and Marnett, L.J. 2002. Malondialdehyde, A product of Lipid Peroxidation, Is Mutagenic in Human Cells. The Journal of Biological Chemistry, 278(33): 31426-31433.
Nijveldt, R.J., Nood, V.E., Hoorn, D.E., Boelen, P.G., Norren, K.V., and Leeuwen, P.A.M. 2001. Flavonoids: a Review of Probable Mechanism of Action and Potential Applications. The American Journal of Clinical Nutrition, 74: 418-425.
O’neal. 1992 dalam Teow, C.C. 2005. Antioxidant Activity and Bioactive Compounds of Sweetpotatoes. Thesis. Faculty of North Carolina State University.
Ojong, P.B., Njiti, V., Zibao, G., Ming, G., Samuel, B, and Barnes, S.L. 2008. Variation of Flavonoid Content Among Sweetpotato Accessions. Journal of the American Society for Horticultural Science, 133(6): 819-824.
133
Padda. M.S. 2006. Phenolic Composition and Antioxidant Activity of Sweetpotatoes (Ipomoea batatas (L.) LAM). Dissertation. Lousiana State University.
Panicaud, C., Achir, N., Mayer, C.D., Dornier, M., and Bohuon, P. 2010. Degradation of -Carrotene During Fruit and Vegetable Processing or Storage: reaction Mechanism and Kinetic Aspects: a Review. Fruits, 66: 417-440.
Panjaitan, T.D., Prasetyo, B and Limantara, L. 2010. Peranan Karotenoid Alami dalam Menangkal Radikal Bebas di dalam Tubuh. Ma Chung Research Center. Malang.
Patil, M.V.K., Kandhare, A.D, and Bhise, S.D. 2012. Effect of Aqueous Extract of Curcumis sativus Linn. Fruit In Ulcerative Colitis in Laboratory Animals. Asian Pasific journal of Tropical Biomedicine: S962-S969.
Pavlick, K.P., Laroux, S., Fuseler, J., Wolf, R.E., Gray, L., Hoffman, J., and Grisham, M.B. 2002. Role of Reactive Metabolites of Oxygen and Nitrogen in Inflammatory Bowel Disease. Free Radical Biology and Medicine, 33(3): 311-322.
Piefer, L.A. 2012. Quercetin and Chlorogenic Acid Mitigate DSS-Induced Change In Expression of Select Prro-Inflammatory Cytokines and Short Chain Fatty Acid Transporter Genes. Thesis. Texas A&M University.
Prihatman, K. 2000. Ubi Jalar/Ketela Rambat. Dilihat 06 Juli 2014. <www.warintek.ristek.go.id/pertanian /ubi_jalar.pdf>
Rana, S.V., Sharma, K.K., Prasad, S.K., Sinha, S.K, and Singh, K. 2014. Role of Oxidative Stres & Antioxidant Defence in Ulcerative Colitis Patients From North India. Indian Journal Medical Research,139: 568-571.
R Core Team. 2015. R: A leaguage and Environment for Statistical Computing. <http://www.R-project.org/>.
Rengarajan, S.,Rani, M., and Kumaresapillai, N. 2012. Study of Ulcer Protective Effect of Ipomoea batatas(L.) Dietary Tuberous Roots (Sweet Potato). Iranian Journal of Pharmacology and Therapeutics, 11: 36-39.
Rochester, J and Abreu, M.T. 2005. Ulcerative Colitis Therapy: Importance of Delivery Mechanisms. Review in Gastroenterological Disorders, 5(4): 215-222.
Rong. 2012 dalam Khoddami, A., Wilkes, M.A and Roberts, T.H. 2013. Techniques for Analysis of Plant Phenolic Compounds. Molecules, 18: 2328-2375.
Rukmana. 1997 dalam Logo, L. 2011. Dekripsi Morfologi Beberapa Jenis Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.)Lam) Berdasarkan Pola Pemanfaatan oleh Suku Dani di Distrik Kurulu Kabupaten Jayawijaya. Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua. Manukwari.
Sahabi, D.M., Shehu, R.A., Saidu, Y, and Abdulah, A.S. 2012. Screening for Total Carotenoids and -Carotene in Some Widely Consumed Vegetables in Nigeria. Nigerian Journal of Basic and Applied Science, 20(3): 225-227.
Sarkar, D., Dutta, A., Das, M., Sarkar, K., Mandal, C., Chatterjee, M. 2005. Effect of Aloe vera on nitric Oxide Production By
134
Macrophages During Inflammation. Indian Journal of Pharmacology.
Sartor, R.B. 2006. Mechanism Of Disease:Pathogenesis Of Crohn’s Disease And Ulcerative Colitis. Nature Clinical Practice Gastroenterology & Hepatology,7(3): 390-407.
Seril, D.N., Jie, L., Kwok-Lam, K.Ho., Chung,S.Y and Guang-Yu, Y. 2002. Inhibition of Chronic Ulcerative Colotos Associated Colorectal Adenocarcinoma Development in a Murine Model by N-Acetylcysteine. Carcinogenesis, 23(6): 993-1001.
Shapiro, H., Singer, P., Halpern., Bruck,R. 2007. Polyphenols In The Treatment of Inflammatory Bowel Disease and Acute Pancratitis. Gut, 7(56): 425-235.
Sharma, O.P and Bhat T.J. 2009. DPPH Antioxidant Assay Revisited. Food Chemistry, 113: 1202-1205.
Sholichah, N.A., Aulanni’am dan Mahdi, C. 2 12. Efek Terapi Ekstrak Air Daun Kedondong (Lannea coromandelica) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) dan Aktivitas Protease Pada Ileum Tikus Putih (Rattus norvegicus) Inflammatory Bowel Disease (IBD) Akibat Paparan Indometasin. Veteinaria Medika, 5(3): 187-194.
Sotnikova, R., Nosalova, V and Navarova, J. 2013. Efficacy of Quercetin Derivatives in Prevention of Ulcerative Colitis in Rats. Interdisciplinary Toxicology, 6(1): 9-12.
Suda, I., Terahara, N., Nishiba, Y., Furuta, S., Masuda, M., Oki, T. 2002 dalam Teow, C.C. 2005. Antioxidant Activity and Bioactive Compounds of Sweetpotatoes. Thesis. Faculty of North Carolina State University.
Sun,W. 2012. Chapter 2:Analysis of Compositional Contents of Various Sweet Potato Cultivars. Thesis. Faculty of North Carolina State University.
Teow, C.C. 2005. Antioxidant Activity and Bioactive Compounds of Sweetpotatoes. Thesis. Faculty of North Carolina State University.
Teow, C.C., Truong, V., McFeeters, R.F., Thompson, R.L., Pecota, K.V, and Yencho, G.C. 2007. Antioxidant Activities, Phenolic And -Carotene Contents Of Sweet Potato Genotypes With Varying Flesh Colours. Food Chemistry 103: 829-838.
Thabane, L. 2004. Sample Size Determination in Clinical Trials: HRM-733 lass Notes. St. Joseph’s Healthcare. Hamilton.
The Human Protein Atlas. 2015. Normal Tissue: Colon. Dilihat 22 Juni 2015. <http://www.proteinatlas.org/learn/dictionary/normal/colon/detail+1>.
Tran, C.D., Katsikeros, R and Abimosleh, S.M. 2012. Current and Novel Treatments for Ulcerative Colitis Dalam Shennak, M (ed). Ulcerative Colitis From Genetics to Complication. Dilihat 12 September 2014. <http://www.intechopen.com/books/ulcerative-colitis-from-genetics-to-complications.>.
Trivedi, P.P and Jena, G.B. 2014. Mechanistic Insight Into beta-Carotene-mediated Protection Against Ulcerative Colitis-Associated Local and Systemic Demage in Mice. European Journal of Nutrution, 54 (4): 639-652.
135
Truong, V.D., McFeeters, R.E., Thompson, R.T., Dean, L.L and Shofran, B. 2007. Phenolic Acid Content and Composition in Leaves and Roots of Common Commercial Sweetpotato (Ipomea batatas L.) Cultivars in the United State. Journal of Food Science: Food Chemistry and Toxicology, 72 (6): C343-C349.
Weydert, C.J., and Cullen, J.J. 2010. Measurement of Superoide Dismutase, Catalase, and Glutathione Peroxidase in Cultured Cells and Tissue. Natural Protocols, 5(1): 51-66.
Wolf, J.M, and Lanshner, B.A. 2002. Inflammatory Bowel Desease: Sorting Out The Treatment Option. Cleveland Clinic Journal Of Medicine. 69(8): 621-631.
Xing,. J.F.,Sun, J.N., Sun, J.Y, Hu, S.S., Guo, C.N., Wang, M.L., Dong, Y.L. 2012. Protective Effect of Shikimic Acid on Acetic Acid Induced Colitis in Rats. Journal of Medical Plants Research, 6(10): 2011-2018.
Yan, C., Jian-min, S.I., Wei-li, L., Jiang-ting, C., Liang-jing, W, and Min, G. 2007. Induction of Experimental Acute Ulcerative Colitis in Rats by Administration of Dextran Sulfate Sodium at Low Concentration Followed By Intracolonic Administration of 30% Ethanol. Journal of Zhejiang University Science B, 8 (9): 632-637.
Zeng, L., Gao, Z.Q., Wang, S.X. 2000. A Chronic Ulcerative Colitis Model in Rats. World Journal of Gastroenterology, 6(1): 150-152.
Zundorf, I and Furst, R. 2014. Plant-Derived Anti-inflammatory Compounds: Hopes and Dissapointment Regarding the Translation of Preclinical Knowledge into Clinical Progress. Mediators of Inflammation. Hindawi Publishing Corporation. Germany.
136
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Prosedur Analisa
A. Prosedur Analisa Hasil Ekstraksi Tepung Ubi jalar
1. Prosedur Analisa Kadar Air Ubi Jalar Segar dan Tepung Ubi Jalar
(Modifikasi Boone and Wengert, 1998).
a. Berat cawan petri ditimbang. Hasil penimbangan dicatat, kemudian
cawan petri dimasukkan dalam oven yang bersuhu 105 selama 12 jam.
Cawan petri dikeluarkan dari oven dan dimasukkan desikator hingga
dingin ( 15).
b. Kemudian cawan petri ditimbang dan dicatat perubahan berat cawan.
Jika selisih berat sudah mencapai 0.1% maka bisa digunakan sebagai
tempat sampel. Jika belum mencapai 0.1% maka cawan petri dioven
lagi selama 1 jam, dan dilakukan secara berulang-ulang hingga selisih
berat 0.01% (konstan).
c. Sampel ubi jalar ditimbang dengan menggunakan cawan konstan sebagai
wadah. Kemudian sampel ubi jalar dioven pada suhu 105 selama 18
jam. Setelah itu sampel ubi jalar dikeluarkan dari oven dan dimasukkan
ke dalam desikator hingga dingin ( 15).
d. Kemudian sampel ubi jalar dan cawan ditimbang dan dicatat perubahan
berat cawan. Jika selisih berat sudah mencapai 0.1% maka bisa
digunakan sebagai tempat sampel. Jika belum mencapai 0.1% maka
cawan petri dioven lagi selama 1 jam, dan dilakukan secara berulang-
ulang hingga selisih berat 0.01% (konstan).
e. Kadar air sampel dihitung berdasarkan rumus dibawah ini:
Kadar Air (%)wet basis = –
x 100%
2. Prosedur Analisa Total Fenol (George et al., 2005)
Absorbansi ekstrak
a. 20 ekstrak dicampur dengan 1000 reagen Folin-Ciocalteau 10%
dan 800 sodium karbonat 7.5%.
b. Larutan divortex dan diinkubasi suhu ruang selama 30 menit.
137
c. Absorbansi larutan dilakukan pada :765nm
Pembuatan larutan standar
a. 20 asam galat dari konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 mg/L
asam galat, masing-masing dicampur dengan dan 1000 reagen
Folin-Ciocalteau 10% dan 800 sodium karbonat 7.5%.
b. Larutan divortex dan diinkubasi suhu ruang selama 30 menit.
c. Absorbansi larutan dilakukan pada :765nm
d. Hasil absorbansi digunakan sebagai kurva standar untuk memperoleh
persamaan regresi linier
Pembuatan blanko
a. 20 aquades atau pelarut ekstrak dicampur 1000 reagen Folin-
Ciocalteau 10% dan 800 sodium karbonat 7.5%.
b. Larutan divortex dan diinkubasi suhu ruang selama 30 menit.
c. Absorbansi larutan dilakukan pada :765nm Absorbansi blanko
digunakan sebagai kalibrasi pada absorbasi ekstrak dan larutan
standar
3. Prosedur Analisa Flavonoid (Atanassova et al., 2011)
Absorbansi ekstrak
a. 1 mL ekstrak ditambah 4mL aquades dan 0.3mL NaN 5%
b. Larutan diinkubasi selama 5 menit
c. Larutan ditambahkan 0.3 mL aluminium klorida 10% dan diinkubasi 6
menit
d. Larutan ditambah dengan 2 mL NaOH 1M dan 2.4mL aquades.
Kemudian divortex
e. Absorbansi larutan dilakukan pada panjang gelobang 510nm
f. Absorbansi diulang sebanyak 3 kali.
Pembuatan larutan standar
a. 1 mL quercetin yang dilarutkan pada etanol dengan konsentrasi
100ppm hingga 200ppm, masing-masing ditambah 4mL aquades dan
0.3mL NaN 5%
b. Larutan diinkubasi selama 5 menit
c. Ditambahkan 0.3 mL aluminium klorida 10% dan diinkubasi 6 menit
d. Larutan ditambah dengan 2 mL NaOH 1M dan 2.4mL aquades.
Kemudian divortex
138
e. Absorbansi larutan dilakukan pada panjang gelobang 510nm
f. Absorbansi diulang sebanyak 3 kali.
g. Hasil absorbansi digunakan sebagai kurva standar untuk memperoleh
persamaan regresi linier
Pembuatan blanko
a. 1 mL etanol atau pelarut ekstrak masing-masing ditambah 4mL
aquades dan 0.3mL NaN 5%
b. Larutan diinkubasi selama 5 menit
c. Ditambahkan 0.3 mL aluminium klorida 10% dan diinkubasi 6 menit
d. Larutan ditambah dengan 2 mL NaOH 1M dan 2.4mL aquades.
Kemudian divortex
e. Absorbansi larutan dilakukan pada panjang gelobang 510nm
f. Hasil absorbansi blanko digunakan untuk kalibrasi pada proses
absorbansi ekstrak dan larutan standar
4. Prosedur Analisa Total Karotenoid (Fidrianny et al., 2013 dan Sahabi et
al., 2012)
Pembuatan larutan standar
a. Standar dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50
/mL dalam pelarut PE
b. Larutan diabsorbansi pada panjang gelombang 470nm.
c. Hasil absorbansi digunakan untuk membuat kurva standard dan
mendapatkan persamaan linier untuk menhitung kadar -karoten
ekstrak dalam g BET/100g.
Blanko berupa Petroleum Eter
Pengujian total karotenoid
a. Hasil ekstraksi tepung ubi jalar tanpa evaporasi pelarut diambil 15mL
dimasukkan dalam funnel pemisah (Buchner Funnel). Kemudian
ditambah 20mL petroleum eter (PE) dan didiamkan 15 menit.
b. 150ml akuades ditambahkan pada campuran diatas dengan
dilewatkan pada dinding funnel. Sehingga terbentuk 2 fase yaitu fase
air dan fase PE (pada bagian atas)
c. Fase PE dicuci 4 kali dengan 100mL akuades untuk menghilangkan
residu aceton. Kemudian fase PE dimasukkan dalam gelas ukur 25mL
dengan melewatkannya pada corong yang mengandung 7.5gram
139
sodium sulfat anhidrat untuk menghilangkan residu air. Funnel
pemisah juga dicuci dengan PE dan hasil cucian dituang pada gelas
ukur dengan cara yang sama seperti penuangan fase PE.
d. 2mL larutan PE diambil untuk diabsorbansi pada panjang gelombang
470nm.
e. Hasil absorbansi dikurangi absorbansi PE diplotkan pada persamaan
linier kurva standar.
5. Prosedur Analisa Aktivitas Antioksidan DPPH (Sharma and Bhat, 2009)
a. Larutan DPPH dibuat dengan cara 3.9mg DPPH dilarutkan dalam
etanol hingga didapat volume pada labu ukur 50mL. Sehingga didapat
larutan DPPH 0.2mM.
b. 50mg ekstrak dilarutkan dalam pelarut hingga mencapai volume labu
ukur 50mL, sehingga didapat konsentrasi 1000ppm. Larutan
diencerkan dalam labu ukur 10mL dengan menambahkan etanol,
sehingga didapat konsentrasi 100, 300, 500, 600, dan 800ppm.
c. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan cara 1mL larutan
DPPH 0.2mM ditambah 1mL larutan ekstrak konsentrasi 100, 300,
500, 600 dan 800 ppm.
d. Untuk blanko, 1 mL ekstrak diganti dengan 1mL pelarut ekstrak
e. Campuran dibiarkan selama 30 menit dalam ruang gelap.
f. Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517nm.
g. Hasil aktivitas antioksidan dihitung dengan rumus
%aktivitas =
x 100%
= Absorbansi Blanko
= Absorbansi Sampel
h. Nilai (kemampuan meredam oksidasi sebesar 50%) ditentukan
dari kurva linier antara larutan uji (sumbu x) dan %peredaman (sumbu
y)
140
B. Prosedur Analisa Hasil Uji In Vivo
1. Analisa Kadar Malondialdehid (MDA) Kolon (Modifikasi Scholicha, 2012)
Homogenat Jaringan
a. 10mg kolon dipotong kecil-kecil digerus dalam mortal dan diletakkan
diatas balok es dan ditambah dengan 1 mL aquades
b. Homogenate dipindah dalam tabung mikro dan dicentrifugasi pada
8000rpm selama 20 menit.
Pengukuran kadar MDA
a. Supernatan hasil homogenasi dipindahkan dalam apendorf
b. Kemudian ditambah 100 TCA 100%, 250 HCL 1N dan 100
Na-Thiobarbiturat 1%.
c. Campuran diinkubasi pada suhu 100 selama 20 menit, kemudian
didinginkan pada suhu ruang.
d. Setelah itu disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit.
e. Supernatan diambil dan ditambah aquades hingga 3500
f. Supernatan diabsorbansi pada panjang gelombang 533nm
g. Hasil absorbansi supernatant dikurangi dengan blanko dan diplotkan
pada persamaan linier kurva standar.
Pembuatan larutan standar MDA
a. Standar MDA konsentrasi 500 higga 2000 ng/mL.
b. Kemudian ditambah 100 TCA 100%, 250 HCL 1N dan 100
Na-Thiobarbiturat 1%.
c. Campuran diinkubasi pada suhu 100 selama 20 menit, kemudian
didinginkan pada suhu ruang.
d. Setelah itu disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit.
e. Supernatan diambil dan ditambah aquades hingga 3500
f. Supernatan diabsorbansi pada panjang gelombang 533nm
g. Hasil absorbansi digunakan untuk membuat kurva standard dan
mendapatkan persamaan linier untuk menentukan konsentrasi MDA
kolon.
141
2. Uji Kadar SOD Kolon (Modifikasi Xing, et al., 2012)
Homogenat Jaringan
a. 10mg kolon dipotong kecil-kecil digerus dalam mortal dan diletakkan
diatas balok es dan ditambah dengan 1 mL PBS.
b. Homogenate dipindah dalam tabung mikro dan dicentrifugasi pada
8000rpm selama 20 menit.
Pengukuran SOD Kolon
a. Supernatan hasil homogenasi kolon dimasukkan apendorf
b. Kemudian ditambahkan Xanthine 100 , Xanthine oksidase 100 ,
INT (p-iodonitrotetraolium violet) 100 .
c. Campuran diinkubasi pada suhu 30 selama 30 menit
d. Kemudian disentrifus pada 3500rpm selama 30 menit
e. Supernatan diambil dan ditambahkan PBS hingga 3500
f. Supernatan diabsorbansi pada panjang gelombang 533nm
g. Hasil absorbansi supernatant dikurangi dengan blanko dan diplotkan
pada persamaan linier kurva standar.
Pembuatan larutan standar SOD
a. Standar SOD konsentrasi 10 hingga 100 U/mL.
b. Kemudian ditambahkan Xanthine 100 , Xanthine oksidase 100 ,
NBT (nitroblue tetrazolium) 100 .
c. Campuran diinkubasi pada suhu 30 selama 30 menit
d. Kemudian disentrifus pada 3500rpm selama 30 menit
e. Supernatan diambil dan ditambahkan PBS hingga 3500
f. Supernatan diabsorbansi pada panjang gelombang 533nm
Hasil absorbansi supernatant dikurangi dengan blanko dan diplotkan
pada persamaan linier kurva standar.
3. Makroskopis dan Mikroskopis Kolon (Patil, et al. (2012) dan Araki, et al.
(2010))
Persiapan kolon
a. Kolon dipotong sepanjang 6 cm, dbelah secara longitudional dan
dibersihkan dengan Phosphate-buffered saline dingin.
Makroskopis Kolon (Patil, et al. 2012)
a. Dilakukan pengukuran panjang dan berat kolon
142
b. Dihitung rasio berat dan panjang kolon
Rasio (mg/cm) = Berat kolon/panjang kolon
Mikroskopis Kolon (Araki, et al. 2010)
a. Kolon direndam dalam larutan formalin netral 10% (v/v :10ml formalin
dalam 100ml akuades) selama 1 malam pada suhu ruang.
b. Kemudian direndam dalam paraffin dan dipotong 4 m.
c. Sampel diberi pewarnaan Hematoxylin dan eosin (H&E).
d. Preparat kolon diamati dan di scan dengan software OliVIA 2.2
e. Hasil scan diberi skor:
Hilangnya permukaan epitel : 0 = tidak ada perubahan
1 = lokal dan ringan
2 = lokal dan menengah
3 = luas dan menengah
4 = luas dan parah
Kerusakan Crypt: 0 = tidak ada perubahan
1 = lokal dan ringan
2 = lokal dan menengah
3 = luas dan menengah
4 = luas dan parah
Infiltrat sel pada mukosa : 0 = tidak ada perubahan
1 = lokal dan ringan
2 = lokal dan menengah
3 = luas dan menengah,
4 = luas dan parah
143
Lampiran 2
Hasil Penelitian Pendahuluan
A. Rendemen
Perbandingan Pelarut (Etanol : Aceton)
Berat Tepung (gram)
Jumlah Ekstrak (gram)
Rendemen* (%)
1:3 25 1,1085 4 2:2 25 1,8012 7 3:1 25 2,0908 8
*%Rendemen : (Jumlah ekstrak/berat tepung)x100%
B. Aktivitas Antioksidan
- Perbandingan 1:3
-
-
-
-
- Perbandingan 2:2
Konsentrasi (ppm)
Rata-rata Absorbansi
Aktivitas (%)
0 0,911 0
400 0,608 33,26
500 0,588 35,51
600 0,513 43,69
700 0,424 53,46
800 0,364 60,10
Nilai IC50 666 ppm
Konsentrasi (ppm)
Rata-rata Absorbansi
Aktivitas (%)
0 0,897 0
400 0,667 25,64
500 0,584 34,95
600 0,513 42,81
800 0,430 52,06
Nilai IC50 743 ppm
y = 0.0744x + 0.4642 R² = 0.9924
0
10
20
30
40
50
60
70
0 200 400 600 800 1000
Akt
ivit
as (
%)
Konsentrasi (ppm)
Kurva Aktivitas Antioksidan Perbandingan 1:3
y = 0.0669x + 0.3116 R² = 0.9923
0
10
20
30
40
50
60
0 500 1000
Akt
ivit
as (
%)
Konsentrasi (ppm)
Kurva Aktivitas Antioksidan Perbandingan 2:2
144
- Perbandingan 3:1
Berdasarkan hasil uji coba menunjukkan bahwa pada perlakuan ekstraksi
dengan perlakuan etanol:aseton (3:1) memiliki rendemen tertinggi dan nilai IC50
terendah. Semakin rendah IC50 semakin tinggi aktivitas antioksidannya.
Konsentrasi (ppm)
Rata-rata Absorbansi
Aktivitas (%)
0 0,856 0
200 0,662 22,72
300 0,564 34,11
400 0,500 41,59
500 0,425 50,35
600 0,336 60,75
Nilai IC50 494 ppm
y = 0.0994x + 1.7815 R² = 0.9947
0
20
40
60
80
0 200 400 600 800
Akt
ivit
as (
%)
Konsentrasi (ppm)
Kurva Aktivitas Antioksidan Perbandingan 1:3
666
743
494
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1;3 2;2 3;1
Nila
i IC
50
(p
pm
)
4
7
8
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1;3 2;2 3;1
Re
nd
em
en
(%
)
145
Lampiran 3
Kandungan Senyawa Bioaktif
A. Kadar Air Ubi Jalar Jingga
Sampel Berat Cawan Konstan (g)
Berat Cawan dan Sample Awal (g)
Berat Cawan dan Sample Akhir (g)
Kadar Air (%) Wet Basis
Ubi Segar 1,9353 2,1974 2,1943 75
Tepung Ubi 1,9368 2,8697 2,8638 7,5
B. Kandungan Total Fenol
Kurva Standar Asam Galat
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
0 0,018
20 0,250
30 0,362
40 0,468
50 0,594
60 0,693
70 0,799
Kadar Total Fenol Ekstrak Ubi Jalar
Total Fenol Dry Basis
Berat Tepung yang diekstrak = 25 gram
Besar rendemen = 8 % (2mL ekstrak)
Kadar Air = 7.5%
Dry Matter Tepung = 92,5%
= 92,5% x 25 = 23,13 gram
Total Fenol
= (17,15 mg GAE/mL ekstrak x 2 mL ekstrak) / 23gram
= 1,49 mg GAE/gr sampel (berat kering)
Sampel Rata-rata Absorbansi
Kadar Fenol (ppm)
Faktor Pengenceran
Total Fenol (ppm)
Total Fenol (mg GAE/mL Ekstrak)
Tepung Ubi Jalar
0,888 77,19 222,222 17152 17,15
y = 0.0112x + 0.0235 R² = 0.9995
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 20 40 60 80
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva Standar Asam Galat
146
C. Kandungan Total Flavonoid
Kurva Standar Kuersetin
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
0 0,009
100 0,239
120 0,261
140 0,286
160 0,353
180 0,371
200 0,426
Kadar Total Flavonoid Ekstrak Ubi Jalar
Total Flavonoid
Berat Tepung Kering yang diekstrak = 25 gram
Besar rendemen = 8 % (2mL ekstrak)
Kadar Air = 7.5%
Dry Matter Tepung = 92,5%
= 92,5% x 25 = 23,13 gram
Total Flavonoid
= (58,47 mg QE/mL ekstrak x 2 mL ekstrak) / 23gram
= 5,08 mg QE/gr sampel (berat kering)
Sampel Rata-rata Absorbansi
Kadar Flavonoid (ppm)
Faktor Pengenceran
Total Flavonoid (ppm)
Total Flavonoid (mg QE/mL Ekstrak)
Tepung Ubi Jalar
0,588 268,97 217,39 58471,01 58,47
y = 0.002x + 0.0154 R² = 0.9917
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 50 100 150 200 250
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva Standar Kuersetin
147
D. Kandungan Total Karotenoid
Kurva Standar Beta Karoten
Kadar Total Karotenoid Ekstrak Ubi Jalar Jingga
Konversi Total Karotenoid
Berat Tepung Kering yang diekstrak = 25 gram
Besar rendemen = 8 % (2mL ekstrak)
Kadar Air = 7.5%
Dry Matter Tepung = 92,5%
= 92,5% x 25 = 23,13 gram
Total Karotenoid
= (0,805 mg BET/mL ekstrak x 2 mL ekstrak) / 23gram
= 0,07 mg BET/gr Dry Basis
=70 g BET/g dry weight
Total Karotenoid (Ginting, 2013)
Berat Tepung Kering yang diekstrak = 20 gram
Besar rendemen = 5 mL ekstrak
Kadar Air = 60,63%
Dry Matter Tepung = 39,37%
= 39,37% x 20 = 7,87 gram
Karotenoid = 235,94 g BET/mL ekstrak
Konsentrasi Absorbansi
0,00 0,02
1,00 0,14
2,00 0,27
2,50 0,33
3,00 0,40
3,50 0,47
4,00 0,52
4,50 0,59
5,00 0,72
Sampel Rata-rata Absorbansi
Kadar Karotenoid (ppm)
Faktor Pengenceran
Total Karotenoid (ppm)
Total Karotenoid (mg BET/mL Ekstrak)
Tepung Ubi Jalar
0,98 7,26 111,111 805,051 0,805
y = 0.1358x - 0.0036 R² = 0.9932
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva Standar Beta Caroten
148
Total Karotenoid
= (235,94 g BET/mL ekstrak x 5 mL ekstrak) / 7,87gram
= 149 g BET/gr sampel (berat kering)
E. Aktivitas Antioksidan (IC50)
Konsentrasi (ppm)
Rata-rata Absorbansi
Aktivitas (%)
100 0,706 7,71
200 0,647 15,42
300 0,568 25,75
400 0,488 36,21
500 0,387 49,41
600 0,318 58,43
Nilai IC50 517 ppm
F. Pendugaan Kandungan Asam Klorogenik Pada Setiap Dosis Ekstrak
Dosis 250mg/KgBB
Rendemen ekstraksi yaitu 2% dari berat tepung ubi jalar. Maka,
Berat tepung x (2/100) = 250mg
Berat tepung = 12500mg tepung ubi jalar
Kadar air tepung ubi jalar = 7,5%
Kadar air ubi segar = 75%
Selisih kadar air = 67,5% = 0,675
Maka,
Berat Ubi Segar = Berat tepung + 0,675 Ubi Segar
Berat Ubi Segar = 12500 mg + 0,675 Ubi Segar
0,325 Berat ubi Segar = 12500 mg
Berat Ubi Segar = 38461,54 mg
Kadar asam klorogenik = 0.0093% berat ubi segar (Truong et al.
(2007)
= 0.0093% x 38461,54 = 3,58mg
Dosis 250mg/KgBB
Rendemen ekstraksi yaitu 2% dari berat tepung ubi jalar. Maka,
Berat tepung x (2/100) = 500mg
Berat tepung = 25000mg tepung ubi jalar
Kadar air tepung ubi jalar = 7,5%
Kadar air ubi segar = 75%
Selisih kadar air = 67,5% = 0,675
Maka,
y = 0.1097x - 6.8235 R² = 0.9974
0
20
40
60
80
0 500 1000
Akt
ivit
as (
%)
Konsentrasi (ppm)
Kurva Aktivitas Antioksidan
149
Berat Ubi Segar = Berat tepung + 0,675 Ubi Segar
Berat Ubi Segar = 25000 mg + 0,675 Ubi Segar
0,325 Berat ubi Segar = 25000 mg
Berat Ubi Segar = 76932 mg
Kadar asam klorogenik = 0.0093% berat ubi segar (Truong et al.
(2007)
= 0.0093% x 76932 = 7,15mg
Dosis 750mg/KgBB
Rendemen ekstraksi yaitu 2% dari berat tepung ubi jalar. Maka,
Berat tepung x (2/100) = 750mg
Berat tepung = 37500mg tepung ubi jalar
Kadar air tepung ubi jalar = 7,5%
Kadar air ubi segar = 75%
Selisih kadar air = 67,5% = 0,675
Maka,
Berat Ubi Segar = Berat tepung + 0,675 Ubi Segar
Berat Ubi Segar = 37500 mg + 0,675 Ubi Segar
0,325 Berat ubi Segar = 37500 mg
Berat Ubi Segar = 115384,62 mg
Kadar asam klorogenik = 0.0093% berat ubi segar (Truong et al.
(2007)
= 0.0093% x 115384,62 = 10,73mg
150
Lampiran 4
Analisa Data Uji In Vivo
A. Perubahan Berat Badan Tikus
PERLAKUAN/TANGGAL
Rata-rata Adaptasi
Pemberian ekstrak Rata-rata
Pemberian ekstrak pasca induksi Rata-
rata 21-Mar
22-Mar
23-Mar
24-Mar
25-Mar
27-Mar
28-Mar
29-Mar
Kontrol Negatif
1 270 275 275 275 276 276 275 274 272 272 273
2 214 218 219 218 220 220 219 216 213 214 214
3 263 265 265 267 268 268 267 268 271 264 268
4 210 215 218 221 225 229 222 207 208 202 206
Kontrol Positif
1 273 276 276 278 277 285 278 281 254 251 262
2 242 245 249 251 254 259 252 240 234 223 232
3 257 261 263 268 271 275 268 253 245 238 245
4 244 249 245 246 247 255 248 232 223 220 225
250mg/KgBB
1 270 271 274 275 276 277 275 275 265 254 265
2 233 234 235 238 238 242 237 230 218 209 219
3 255 256 258 262 263 265 261 260 242 240 247
4 244 249 249 246 246 250 248 240 229 226 232
500mg/KgBB
1 278 279 280 283 284 284 282 270 263 265 266
2 271 275 279 280 285 289 282 285 266 256 269
3 250 254 258 261 261 262 259 246 229 227 234
4 285 288 293 294 298 299 294 287 281 276 281
750mg/KgBB
1 276 282 281 285 286 288 284 277 270 275 274
2 265 265 269 268 270 273 269 258 247 242 249
3 281 286 291 292 293 293 291 280 275 270 275
4 258 262 268 272 275 278 271 260 248 240 249
151
Tabel Rata-rata Perubahan Berat Badan
Perlakuan Rata-rata Adaptasi (g)
Rata-rata selama pemberian ekstrak (g)
Perubahan (%)
Rata-rata (%)
Rata-rata selama pemberian ekstrak (g)
Rata-rata Pasca Induksi (g)
Perubahan (%)
Rata-rata (%)
UCA 270 275 1.82
2.75
275 273 -0.73
-1.41
214 219 2.28 219 214 -2.34
263 267 1.50 267 265 -0.75
210 222 5.41 222 218 -1.83
UCB 273 278 1.80
2.87
278 262 -6.11
-8.58
242 252 3.97 252 232 -8.62
257 268 4.10 268 245 -9.39
244 248 1.61 248 225 -10.22
UCI 270 275 1.82
1.85
275 265 -3.77
-6.14
233 237 1.69 237 219 -8.22
255 261 2.30 261 247 -5.67
244 248 1.61 248 232 -6.90
UCII 278 282 1.42
2.96
282 266 -6.02
-6.54
271 282 3.90 282 269 -4.83
250 259 3.47 259 234 -10.68
285 294 3.06 294 281 -4.63
UCIII 276 284 2.82
3.13
284 274 -3.65
-6.58
265 269 1.49 269 249 -8.03
281 291 3.44 291 275 -5.82
258 271 4.80 271 249 -8.84
85
- Tahap Pemberian Ekstrak
ANOVA Respon Df Sum Sq Mean Sq F.Value Pr (>F)
Kelompok 4 4,0192 1,0048 0,6111 0.661 Residual 15 24,6615 1,6441
etaSquared Respon eta.sq Eta.sq.part SS df MS F P
Kelompok 0,140135 0,140135 4,01917 4 1,004792 0,6111499 0,6609906 Residuals 0,859865 NA 24,66152 15 1,644102 NA NA
Rerata dan Standar Deviasi
Perlakuan Peningkatan BB Keterangan
UCA 2,75 1,80 tn
UCB 2,87 1,35 tn
UCI 1,86 0,31 tn UCII 2,96 1,08 tn
UCIII 3,14 1,37 tn
- Pasca Induksi
ANOVA Respon Df Sum Sq Mean Sq F.Value Pr (>F)
Kelompok 4 113,088 28,2720 6,787 0.002515** Residual 15 62,484 4,1656
code: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
etaSquared Respon eta.sq Eta.sq.part SS df MS F P
Kelompok 0,644113 0,6441125 113,0881 4 28,272025 6,787037 0.002515226 Residuals 0,355888 NA 62,4839 15 4,165592 NA NA
Uji Lanjut LSD
Perlakuan Peningkatan BB Keterangan
UCA -1,41 0,80 b
UCB -8,59 1,77 a UCI -6,14 1,89 a
UCII -6,54 2,83 a
UCIII -6,59 2,34 a
LSD 3,076086
86
B. Rasio Berat per Panjang Kolon
Tabel Rasio Berat per Panjang Kolon
- Berat Kolon
ANOVA Respon Df Sum Sq Mean Sq F.Value Pr (>F)
Kelompok 4 3499295 874824 4,9188 0,009798** Residual 15 2667773 177852
code: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
etaSquared Respon eta.sq Eta.sq.part SS df MS F P
Kelompok 0,5674164 0,5674164 3499295 4 874823,8 4,918844 0,009798279 Residuals 0,4325836 NA 2667773 15 177851,5 NA NA
Perlakuan Berat (gr) Berat (mg)
Panjang (cm)
Rasio (gr/cm)
Ratio (mg/cm)
UCA 2,0616 2061,6 18,0 0,115 114,533
UCA 1,8400 1840,0 16,0 0,115 115,000
UCA 1,7743 1774,3 16,5 0,108 107,533
UCA 1,3565 1356,5 12,5 0,109 108,520
UCB 3,2209 3220,9 16,6 0,194 194,030
UCB 3,7763 3776,3 16,9 0,223 223,450
UCB 2,9052 2905,2 15,0 0,194 193,680
UCB 1,9491 1949,1 12,0 0,162 162,425
UCI 3,0014 3001,4 16,0 0,188 187,588
UCI 2,6541 2654,1 15,0 0,177 176,940
UCI 2,7417 2741,7 13,0 0,211 210,900
UCI 2,8450 2845,0 15,5 0,184 183,548
UCII 3,0488 3048,8 15,5 0,197 196,697
UCII 2,2509 2250,9 13,3 0,169 169,241
UCII 2,6856 2685,6 15,3 0,176 175,529
UCII 2,5212 2521,2 13,8 0,183 182,696
UCIII 2,7916 2791,6 14,0 0,199 199,400
UCIII 2,7348 2734,8 14,0 0,195 195,343
UCIII 2,1810 2181,0 17,0 0,128 128,294
UCIII 2,7312 2731,2 15,0 0,182 182,080
87
Uji Lanjut LSD
Perlakuan Rasio Keterangan
UCA 1758,100 294,60 b
UCB 2962,875 765,79 a UCI 2810,550 149,25 a UCII 2629,625 333,66 a
UCIII 2609,650 287,10 a
LSD 635,6072
- Berat per Panjang kolon
ANOVA
Respon Df Sum Sq Mean Sq F.Value Pr (>F)
Kelompok 4 18128,8 4532,2 10,938 0,0002353*** Residual 15 6215,2 414,3 code: 0 '***' 0.001 '**' 0.01 '*' 0.05 '.' 0.1 ' ' 1
etaSquared
Respon eta.sq Eta.sq.part SS df MS F P
Kelompok 0,7446934 0,7446934 18128,768 4 4532,921 10,93822 0,0002352528 Residuals 0,2553066 NA 6215,169 15 414,3446 NA NA
Uji Lanjut LSD
Perlakuan Rasio Keterangan
UCA 111,3967 3,92 b UCB 193,3962 24,92 a
UCI 189,7440 14,77 a UCII 181,0406 11,80 a
UCIII 176,2792 32,83 a
LSD 30.67898
88
C. Skor Mikroskopis Kolon
Gambar Histopatologi Kolon Kontrol Negatif ke-1
Histopatologi Kolon Kontrol Negatif ke-2
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
89
Histopatologi Kolon Kontrol Negatif ke-3
Histopatologi kolon Kontrol Negatif ke-4
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
90
Histopatologi Kolon Kontrol Positif ke-1
Histopatologi Kolon Kontrol positif ke-2
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
91
Histopatologi Kolon Kontrol Positif ke-3
Histopatologi Kolon Kontrol Positif ke-4
Kontrol Positif 3
Perbesaran 4x
Kontrol Positif 3
Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
92
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 250mg/KgBB ke-1
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 250 mg/KgBB ke-2
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
93
Histopatolohi Kolon Perlakuan Dosis 250 mg/KgBB ke-3
Histopatologi Kolon Dosis 250 mg/KgBB ke-4
Perbesaran 10x Perbesaran 4x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
94
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 500mg/KgBB Ke-1
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 500 mg/KgBB ke-2
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
95
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 500 mg/KgBB ke-3
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 500 mg/KgBB ke-4
500mg/KgBB-3 500mg/KgBB-3
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
96
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 750mg/KgBB ke-1
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 750mg/KgBB ke-2
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
97
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 750 mg/KgBB ke-3
Histopatologi Kolon Perlakuan Dosis 750 mg/KgBB ke-4
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
Perbesaran 4x Perbesaran 10x
98
Tabel Skor Histopatologi
Perlakuan epithel loss
Crypt destructive
Infiltration Total Skor Rata-rata
STDEV
UCA 0 0 0 0
UCA 0 0 0 0 0 0
UCA 0 0 0 0
UCA 0 0 0 0
UCB 4 4 4 12
UCB 4 4 4 12 10 2.828427
UCB 3 4 3 10
UCB 1 2 3 6
UCI 3 4 2 9
UCI 3 3 1 7 7.25 1.707825
UCI 3 3 2 8
UCI 2 2 1 5
UCII 1 2 2 5
UCII 3 2 4 9 7.25 1.707825
UCII 2 4 2 7
UCII 2 2 3 8
UCIII 3 3 1 7
UCIII 3 4 3 10 6.75 2.872281
UCIII 1 1 1 3
UCIII 2 1 4 7
Kruskal-Wallis chi-squared = 11.389, df = 4, p-value = 0.02252
Post-hoc: Dunn’s test
Col Mean- Row Mean
UCA UCB UCI UCII
UCB 3.2881 0.0050*
UCI 2.1719 -1.1161 0.0498 0.1888
UCII 2.1719 -1.1161 0.0000 0.0747 0.2203 0.5000
UCIII 2.0211 -1.2607 -0.1509 -0.1509 0.0541 0.2052 0.4890 0.5501
99
D. Kadar MDA
MDA standard
Kadar (ng/ml) ABS 16,125 0,003 31,250 0,008 62,500 0,019 125,000 0,032 250,000 0,074 500,000 0,174 1000,000 0,482 2000,000 0,834
Tabel Kadar MDA Kolon
ANOVA
Respon Df Sum Sq Mean Sq F.Value Pr (>F)
Kelompok 4 813,75 203,438 2,5868 0,07942 Residual 15 1179,69 78,646
etaSquared
Respon eta.sq Eta.sq.part SS df MS F P
Kelompok 0,4082145 0,4082145 813,750 4 203,43750 2,586755 0,07942015 Residuals 0,5917855 NA 1179,687 15 78,64583 NA NA
Perlakuan Absorbansi Kadar MDA (ng/mL)
UCA 0,040 131,5
UCA 0,035 119,0
UCA 0,036 121,5
UCA 0,041 134,0
UCB 0,044 141,5
UCB 0,046 146,5
UCB 0,051 159,0
UCB 0,039 129,0
UCI 0,043 139,0
UCI 0,038 126,5
UCI 0,038 126,5
UCI 0,039 129,0
UCII 0,041 134,0
UCII 0,041 134,0
UCII 0,036 121,5
UCII 0,047 149,0
UCIII 0,046 146,5
UCIII 0,042 136,5
UCIII 0,044 141,5
UCIII 0,042 136,5
y = 0.0004x - 0.0126 R² = 0.9909
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 500 1000 1500 2000 2500
100
Rerata dan Standar Deviasi
Perlakuan Rasio Keterangan
UCA 126,500 7,36 tn
UCB 144,000 12,42 tn UCI 130,250 5,95 tn UCII 134,625 11,25 tn
UCIII 140,250 4,79 tn
E. Kadar SOD
Standar SOD
NO Kadar (U/Ml) Absorbansi
1 10 0,284
2 20 0,450
3 40 0,839
4 80 1,560
5 100 1,887
Tabel Kadar SOD Kolon
Perlakuan Absorbansi Kadar SOD
(U/mL)
UCA 0,216 6,178
UCA 0,212 5,956
UCA 0,202 5,400
UCA 0,236 7,289
UCB 0,259 8,567
UCB 0,216 6,178
UCB 0,221 6,456
UCB 0,173 3,789
UCI 0,242 7,622
UCI 0,244 7,733
UCI 0,253 8,233
UCI 0,229 6,900
UCII 0,239 7,456
UCII 0,233 7,122
UCII 0,252 8,178
UCII 0,229 6,900
UCIII 0,249 8,011
UCIII 0,237 7,344
UCIII 0,211 5,900
UCIII 0,211 5,900
y = 0.0180x + 0.1048 R² = 0.9995
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
0 50 100 150
101
ANOVA
Respon Df Sum Sq Mean Sq F.Value Pr (>F)
Kelompok 4 6,783 1,6957 1,3688 0,2913 Residual 15 18,582 1,2388
etaSquared
Respon eta.sq Eta.sq.part SS df MS F P
Kelompok 0,2674122 0,2674122 6,782956 4 1,695739 1,368841 0,2913248 Residuals 0,7325878 NA 18,582211 15 1,238814 NA NA
Rerata dan Standar Deviasi
Perlakuan Rasio Keterangan
UCA 6,20575 0,79 tn UCB 6,24750 1,96 tn
UCI 7,62200 0,55 tn UCII 7,41400 0,56 tn
UCIII 6,79000 1,06 tn
102
Lampiran 5
Dokumentasi
1. Sampel Ubi Jalar Jingga Varietas Beta 2
2. Chiip Ubi Jalar dan Proses Pengayakan Tepung Ubi Jalar
3. Sampel Tepung Ubi Jalar Siap Dimaserasi
103
4. Proses Penyaringan Setelah Maserasi
5. Proses Evaporasi
6. Analisa Total Fenol
104
7. Analisa Total Favonoid
8. Pemeliharaan dan Penimbangan Tikus
9. Proses Pemberian Ekstrak dan Induksi Intrakolonik
105
10. Proses Pembedahan
11. Proses Penimbangan dan Pengukuran Kolon
106
Top Related