BAB II
ISI
2.1 Peranan Sejarah Terbentuknya Candi Borobudur
2.1.1 Sejarah Singkat Candi Borobudur
Sampai saat ini, secara pasti belum diketahui kapan candi Borobudur
didirikan, demikian juga pendirinya. Menurut Prof. Dr. Soekmono dalam bukunya
“Candi Borobudur a Monument of Mainkind (UNESCO, 1976)”, menyebutkan
bahwa tulisan singkat yang dipahatkan di atas piguran-piguran relief kaki candi
(Karmawibangga) mewujudkan suatu garis huruf yang bisa diketemukan pada
berbagai prasasti dari akhir abad VIII sampai awal abad IX. Dimana pada abad itu
di Jawa Tengah berkuasa raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra yang menganut
agama Budha Mahayana.
Sebuah prasasti yang berasal dari abad IX yang diteliti oleh Prof. Dr. J.G.
Caspris, mengungkapkan silsilah tiga Wangsa Syailendra yang berturut-turut
memegang pemerintahan yaitu raja Indra, putranya Samaratungga, kemudian putri
Samaratungga Pramoda Wardani. Pada waktu raja Samaratungga berkuasa
mulailah dibangun candi yang bernama Bhumu Sam Bhara Budhara, yang dapat
ditapsirkan sebagai bukti peningkatan kebajikan, setelah melampaui sepuluh
tingkat Bodhisatwa. Kerena penyesuaian pada Bahasa Jawa, akhirnya Bhara
Budhara diganti menjadi Borobudur.
Dari tokoh Jacques Dumarcay seorang arsitek Perancis memperkirakan
bahwa candi Borobudur berdiri pada zaman keemasan Dinasti Syailendra yaitu
5
6
pada tahun 750-850 M. Keberhasilan yang luar biasa disamping pendirian candi
Borobudur, juga berhasil menjalankan kekaisaran Khmer di Kamboja yang pada
saat itu merupakan kerajaan yang besar. Setelah menjalankan kerajaan Khmer,
putra mahkota dibawa ke Indonesia dan setelah cukup dewasa dikembalikan ke
Kamboja, dan kemudian menjadi raja bergelar Jayawarman II pada tahun 802 M.
Para pedagang Arab berpendapat bahwa keberhasilan itu luar biasa mengingat ibu
kota kekaisaran Khmer berada di daratan yang jauh dari garis pantai, sehingga
untuk menaklukannya harus melalui sungai dan danau Tonle Sap sepanjang 500
km (A Guide to, Angkar, Down F. Rooney, 1994:25).
Lebih lanjut Dumarcay merincikan bahwa candi Borobudur dibangun
dalam 4 tahap dengan perkiraan sebagai berikut:
1) tahap I sekitar tahun 775;
2) tahap II sekitar tahun 790 (bersamaan dengan Kalasaan II, Lumbung I,
Sojiwan I);
3) tahap III sekitar tahun 810 (bersamaan dengan Kalasan III, Sewa III,
Lumbung III, Sojiwan II);
4) tahap IV sekitar tahun 835 (bersamaan dengan Gedong Songo grup I, Sambi
Sari, Badut I, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan).
Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur
merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Tetapi dengan runtuhnya
Kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah
ke Jawa Timur dan Borobudur pun hilang terlupakan.
7
Karena gempa dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesat
mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar trofis tumbuh menutupi
Borobudur dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah.
2.1.2 Penemuan Kembali Candi Borobudur
Pada abad XVIII Borobudur pernah disebut dalam salah satu kronik Jawa,
Babad Tanah Jawi. Pernah juga disebut dalam naskah lain yang menceritakan
seorang Pangeran Yogya yang mengunjungi gugusan seribu patung di Borobudur.
Hal ini merupakan petunjuk bahwa bangunan candi itu ternyata tidak lenyap atau
hancur seluruhnya.
Pada masa pemerintahan Inggris yang singkat dibawah pimpinan Sir
Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814, candi Borobudur dibangkitkan dari
tidurnya. Tahun 1915 ditugaskanlah H.C. Cornelius seorang perwira zeni agar
mengadakan penyelidikan. Cornelius yang mendapatkan tugas tersebut, kemudian
mengerahkan sekitar 200 penduduk selama hampir dua bulan. Runtuhan-runtuhan
batu yang memenuhi lorong disingkirkan dan ditimbun di sekitar candi,
sedangkan tanah yang menimbunnya dibuang di lereng bukit. Namun
pembersihan tersebut tidak dapat dilaksanakan secara penuh, karena banyak
dinding-dinding yang dikhawatirkan runtuh.
Kemudian Residen Kedu C.L. Hartman, menyuruh membersihkan sama
sekali bangunannya, sehingga candinya nampak seluruhnya. Sepuluh tahun
kemudian stupa induknya sudah ada dalam keadaan terbongkar, lalu dibersihkan
pula bagian dalamnya, dan kemudian diberi bangunan bambu sebagai tempat
menikmati pemandangan.
8
Tahun 1885 Ijzerman mengadakan penyelidikan dan mendapatkan bahwa
di belakang batu kaki candi terdapat kaki candi lain yang ternyata dihiasi dengan
pahatan-pahatan relief. Kaki Ijzerman terkenal dengan desas-desus relief misterius
yang menggambarkan teks Karmawibangga yaitu suatu teks Budhis yang
melukiskan hal-hal yang baik dan buruk, masalah hukum sebab dan akibat bagi
perbuatan manusia. Tahun 1890 sampai 1891 bagian relief itu dibuka seluruhnya
kemudian dibuat foto oleh CEPHAS untuk dokumentasi, lalu ditutup kambali.
2.1.3 Arsitektur Bangunan Candi Borobudur
Candi Borobudur didirikan di atas sebuah bukit seluas ± 7,8 ha pada
ketinggian 265,40 m di atas permukaan laut atau berada ± 15 m di atas bukit
sekitarnya. Untuk menyesuaikan dengan profil candi yang akan dibangun, bukit
diurug dengan ketebalan bervariasi antara 0,5 m sampai dengan 8,50 m. Ukuran
candi yang diurug dari dinding terluar adalah 121,70 m x 121,40 m dengan tinggi
bangunan yang masih tersisa 35,40 m dari tanah halaman.
Denah candi yang menyerupai bujur sangkar dengan 36 sudut pada
dinding teras 1, 2 dan 3 tersusun dari batu Andesit dengan sistem dry masonry
(tanpa pelekat) yang diperkirakan mencapai 55.000 m3 atau 2.000.000 blok batu.
Untuk memperkuat konstruksi dipergunakan sambungan batu tipe ekor burung ke
arah horizontal, sedangkan untuk yang arah vertikal menggunakan sistem getakan.
Pada masing-masing tingkat dan setiap penjuru mata angin terdapat pintu gerbang
atau tangga. Pintu utama ada di sebelah timur.
Bentuk arsitektur candi Borobudur yang sekarang diperkirakan mengalami
perubahan konsep dasar. Pertahapan yang diperkirakan Dumarcay diakibatkan
9
candi mengalami beberapa kali kelongsoran sehingga harus mengulang pekerjaan
pembangunan. Menurut Hoening yang dikutip oleh Bernet Kempers, rancangan
semula candi Borobudur adalah candi yang mempunyai empat pintu di atas suatu
undag-undag sembilan tingkat. Bentuk ini banyak ditemui di Kamboja. Menurut
H. Parmentier yang dikutip oleh Bernet Kempers, menyebutkan bahwa pada
rencana semula candi Borobudur akan mempunyai sebuah stupa yang sangat besar
sekali, yang diletakan pada bagian yang sekarang ditempati banyak stupa.
Perkiraan ini banyak dilihat dari sisa susunan batu pada tangga dinding
teras ± sisi barat dan utara yang merupakan dasar dari sebuah stupa besar dengan
diameter AE 51 m. Sedangkan menurut Sutterheim dalam bukunya yang berjudul
“Tjandi Borobudur, Naam Vorm en Beteekens”, 1929 yang dikutif Purnama
Atmadi menyebutkan hasil perubahannya, bentuknya sesuai dengan keterangan
dalam kitab Jawa Kuno “Sang Hyang Kamahayanikam” yang menguraikan
filsafat agama Budha, dikatakan bahwa bangunan candi Borobudur adalah “Stupa
Prasada” yaitu suatu bangunan gabungan dari stupa bagian atas dan piramida yang
mempunyai undag-undag. Dan apabila dilihat dari aspek seni bangunan, ada dua
bentuk seni arsitektur yang dipadukan, yaitu.
1) Hindu Jawa Kuno yaitu adanya punden berundak, relief maupun patung
Budha yang sedang bermeditasi.
2) India yaitu adanya stupa dan lantai yang bundar.
2.1.4 Susunan Bangunan Candi Borobudur
Bangunan candi Borobudur berbentuk limas berundak dan apabila dilihat
dari atas merupakan suatu bujur sangkar. Tidak ada ruangan dimana orang bisa
10
masuk, melainkan hanya bisa naik sampai terasnya. Secara keseluruhan Bangunan
candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat atau lantai yang masing-masing tingkat
mempunyai maksud tersendiri. Sebagai sebuah bangunan, candi Borobudur dapat
dibagi dalam tiga bagian yang terdiri dari kaki atau bagian bawah, tubuh atau
bagian pusat, dan puncak. Pembagian manjadi tiga tersebut sesuai benar dengan
tiga lambang atau tingkat dalam suatu ajaran Budha yaitu Kamadhatu, Rupadhatu,
dan Arupadhatu yang masing-masing mempunyai pengertian.
1) Kamadhatu
Sama dengan alam bawah atau dunia hasrat atau nafsu. Dalam dunia ini
manusia terikat pada hasrat atau nafsu dan bahkan dikuasai oleh hasrat dan
kemauan atau nafsu. Dalam dunia ini digambarkan pada relief yang terdapat di
kaki candi asli diman relief tersebut menggambarkan adegan dari kitab
Karmawibangga yaitu naskah yang menggambarkan ajaran sebab akibat,serta
perbuatan yang baik dan jahat. Deretan relief ini tidak tampak seluruhnya karena
tertutup oleh dasar candi yang lebar. Hanya di sisi tenggara tampak relief yang
terbuka bagi pengunjung.
2) Rupadhatu
Sama dengan dunia antara atau dunia rupa, bentuk, wujud. Dalam dunia
ini manusia telah meninggalkan segala hasrat atau nafsu tetapi masih terikat pada
nama dan rupa, wujud, bentuk. Bagian ini terdapat pada tingkat 1-5 yang
berbentuk bujur sangkar.
11
3) Arupadhatu
Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa, wujud, bentuk. Pada tingkat
ini manusia telah bebes sama sekali dan telah memutuskan untuk selama-lamanya
segala ikatan pada dunia fana. Pada tingkatan ini tidak ada rupa. Bagian ini
terdapat pada teras bundar I, II dan III beserta stupa induknya.
Uraian bangunan secara teknis dapat dirincikan sebagai berikut:
1) lebar dasar : 123 m (lebar dan panjang sama panjang,
karena berbentuk bujur sangkar);
2) tinggi bangunan : 35,4 m (setelah restorasi);
: 42 m (sebelum restorasi);
3) jumlah batu (batu andesit) : 55.000 m3 (2.000.000 juta balok batu);
4) jumlah stupa : 1 stupa induk;
: 72 stupa berterawang;
5) stupa induk bergaris tengah : 9,9 m;
6) tinggi stupa induk sampai
bagian bawah : 7 m;
7) jumlah bidang relief : 1.460 bidang (± 2,3 km sampai 3 km);
8) jumlah patung Budha : 504 buah;
9) tinggi patung Budha : 1,5 m.
12
2.2 Khasanah Budaya di Indonesia
2.2.1 Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-
struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
13
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.2.2 Budaya yang ada di Indonesia
Budaya di Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal
yang telah ada sebelum bentuknya nasional Indonesia pada tahun 1945. Seluruh
kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di
Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya
terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan
Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama
masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum
Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan
Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan
berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-
15 Masehi.
Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia
karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa
dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-
14
perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di
Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan
perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah
yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di
Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.
Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh
pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka
menuju Tiongkok.
Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan
penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan
Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat
dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial,
berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya,
banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam
masyarakat.
Keanekaragaman budaya di Indonesia yang berbeda-beda yang diciptakan
oleh suku-suku yang ada di Indonesia dan dipengaruhi oleh kemajuan zaman telah
menciptakan khasanah budaya Indonesia yang memiliki nilai seni yang sangat
tinggi.
15
2.3 Peranan Candi Borobudur dalam Memajukan Khasanah Budaya di
Indonesia
2.3.1 Peranan Candi Borobudur dalam Bidang Kebudayaan
Candi Borobudur merupakan peninggalan dari kebudayaan Budha yang
pernah ada di Indonesia. Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog
Austria, Robert von Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah
mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan Megalithic yang berasal dari
Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa
Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa
bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil seperti bangunan
candi Borobudur.
Bentuk bangunan candi Borobudur merupakan perpaduan antara
kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Penyebaran kebudayaan di
candi Borobudur menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi
adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan asli. Asimilasi adalah bercampurnya dua
kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah
bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah
kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Masuknya pengaruh kebudayaan Budha dari candi Borobudur tidak
mengakibatkan konflik di masyarakat, melainkan memperkaya khasanah budaya
masyarakat setempat. Dan pengaruh kebudayaan dari candi Borobudur juga tidak
mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
16
2.3.2 Peranan Candi Borobudur dalam Bidang Arsitektur
Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan
bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Hal tersebut
merupakan salah satu kelebihan candi Borobudur yang merupakan ciri khas
arsitektur candi Borobudur. Candi Borobudur mempunyai bangunan-bangunan
yang khas, seperti stupa, relief, patung Budha, dan lain-lain, yang mengakibatkan
terciptanya keanekaragaman bangunan yang ada di candi Borobudur sehingga
memiliki nilai seni yang sangat tinggi dan memberi simbol bahwa candi
Borobudur menampung khasanah seni budaya di Indonesia. Sehingga candi
Borobudur memiliki peranan dalam memajukan khasanah budaya di Indonesia.
Adapun peranan candi Borobudur dalam memajukan khasanah budaya di
Indonesia, diantaranya.
1) Arsitektur candi Borobudur banyak dijadikan acuan oleh para seniman untuk
membuat karya seninya.
2) Keunikan bangunan candi Borobudur telah menjadikan sumber ide dalam
pembangunan di Indonesia sehingga tercipta bangunan-bangunan yang
mempunyai nilai seni yang sangat tinggi.
3) Mempersatukan suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain, sehingga
menciptakan kebudayaan yang baru yang mengakibatkan bertambahnya
budaya-budaya yang ada di Indonesia.
4) Candi Borobudur berperan memperkaya kebudayaan Indonesia di dunia
diantaranya candi Borobudur termasuk salah satu tujuh keajaiban yang ada di
dunia.
17
5) Candi Borobudur berperan mempersatukan umat Budha yang ada di dunia
dengan menjadi pusat perayaan hari keagamaan umat Budha di candi
Borobudur.
6) Kemegahan, keagungan, keindahan dan keunikan arsitektur candi Borobudur
yang dibalut dengan nilai-nilai penting dari sisi agama, budaya dan sejarah
telah memajukan khasanah budaya di Indonesia.
7) Candi Borobudur mempererat hubungan diantara berbagai pemeluk agama
yang ada di Indonesia.