Peran Perawat Dalam Pemberian Obat
Perawat terampil & tepat saat memberikan obat. Tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi
obat melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut.
Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki perawat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan.
Dengan demikian : perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Obat adalah substansi yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan berpotensi mempengaruhi status kesehatan. Pengobatan / medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik / menyembuhkan. Obat dapat diklasifikasikan melalui beberapa cara, antara lain berdasarkan : bahan kimia penyusunnya, efek yang ditimbulkan baik didalam laboratorium maupun tubuh manusia.
Pemberian Obat. Perawat harus memperhatikan hal berikut :
Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan Hitung dengan tepat dosis obat yang akan diberikan sesuai
dengan resep
Gunakan prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan
Setelah memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat dengan akurat dapat dilakukan berdasarkan prinsip 5 benar.
PRINSIP 5 BENAR PENGOBATAN :
1. Benar Klien2. Benar Obat
3. Benar Dosis Obat
4. Benar Waktu Pemberian
5. Benar Cara Pemberian
1. Benar Klien
dipastikan dengan memeriksa identitas klien, dan meminta klien menyebutkan namanya sendiri
hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat,
hak klien untuk menolak penggunaan sebuah obat
2. Benar Obat
berarti klien menerima obat yang telah diresepkan tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang
tepat
menghindari kesalahan, label obat harus dibaca tiga kali :
1.
1. pada saat melihat botol atau kemasan obat,
2. sebelum menuang / mengisap obat dan
3. setelah menuang / mengisap obat
3. Benar Dosis Obat
Dosis yang diberikan untuk klien tertentu. Dalam kebanyakan kasus, dosis diberikan dalam batas
yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan.
Perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat, dengan mempertimbangkan variable berikut :
tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan (diminta),
dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus dipertimbangkan, misalnya 3 mg/KgBB/h ari.
4. Benar Waktu Pemberian
saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan . dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam
sehari, seperti b.i.d ( dua kali sehari ) , t.i.d ( tiga kali sehari ), q.i.d ( empat kali sehari ), atau q6h ( setiap 6 jam ), sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan.
jika obat mempunyai waktu paruh (t ½ ) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu yang tertentu .
beberapa obat diberikan sebelum makan dan yang lainnya diberikan pada saat makan atau bersama makanan
5. Benar Cara Pemberian
perlu untuk absorpsi yang tepat dan memadai rute yang lebih sering dari absorpsi adalah :
1.
1. oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul . ;
2. sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena ) ;
3. topikal ( dipakai pada kulit ) ;
4. inhalasi ( semprot aerosol ) ;
5. instilasi ( pada mata, hidung, telinga, rektum atau vagina ) ;
6. empat rute parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular , dan intravena.
Ini adalah tembolok Google' untuk http://aqos-gombong08.blogspot.com/2009/03/skripsi-ku-hubungan-tingkat-pengetahuan.html. Gambar ini adalah jepretan laman seperti yang ditampilkan pada tanggal 23 Jan 2010 00:37:07 GMT. Sementara itu, halaman tersebut mungkin telah berubah. Pelajari Selengkapnya
Versi hanya teksBerikut adalah frasa penelusuran yang disorot: prinsip dosis obat untuk dewasa Kata kunci yang dipakai untuk penelusuran hanya tampak pada tautan/link yang mengacu pada halaman ini: penghitungan
Mantri Qosim tempat kawan S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong angkatan
2008 numpang diskusi
Rabu, 18 Maret 2009
SKRIPSI KU (HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG
PRINSIP ENAM BENAR DENGAN TINGKAT PENERAPAN PRINSIP ENAM
BENAR OLEH PERAWAT)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses penyembuhan
penyakit, pemulihan kesehatan dan juga pencegahan terhadap suatu penyakit.
Penentuan obat untuk pasien adalah wewenang dari dokter, tetapi para perawat
pun dituntut untuk turut bertanggung jawab dalam pengelolaan obat tersebut.
Mulai dari memesan obat sesuai order dokter, menyimpan dan meracik obat
sesuai order hingga memberikan obat pada pasien. Memastikan bahwa obat
tersebut aman bagi pasien, dan mengawasi akan terjadinya efek dari pemberian
obat tersebut pada pasien. Karena hal tersebut maka perawat dalam menjalankan
perannya harus dibekali dengan ilmu keperawatan (UU No. 23 th. 1992 pasal 32
ayat (3)).
Dalam pemberian obat yang aman, perawat perlu memperhatikan lima tepat (five
rights) yang kemudian dikenal dengan istilah lima benar oleh perawat.
Istilah lima benar menurut Tambayong (2002) yaitu : pasien yang benar, obat yang
benar, dosis yang benar, cara / rute pemberian yang benar, dan waktu yang benar.
Perry dan Petter (2005) mengatakan bahwa Persiapan dan pemberian obat harus
dilakukan dengan akurat oleh perawat. Perawat menggunakan “Lima Benar”
pemberian obat untuk menjamin pemberian obat yang aman (Benar Obat, Benar
Dosis, Benar Klien, Benar Rute Pemberian, dan Benar Waktu)
Namun dewasa ini prinsip tersebut mulai ditingalkan setelah munculnya prinsip 6
benar dalam pemberian obat yang dianggap lebih tepat untuk perawat. Joyce
(1996) menyebutkan prinsip “enam benar” yaitu : klien yang benar, obat yang
benar, dosis yang benar, waktu yang benar, rute yang benar dan ditambah dengan
dokumentasi yang benar.
Six Rights Of medication Administration are : Right Medication, Right Dose, Right
Time, Right Role, Right Client, and Right Documentation (Kozier, 2004).
Kuntarti (2005) dalam penelitiannya menyebutkan prinsip-prinsip 6 benar, yaitu :
benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute, dan benar
dokumentasi. Hal ini diperlukan oleh perawat sebagai pertanggung jawaban secara
legal tindakan yang dilakukannya. Mengingat di ruang rawat inap seorang perawat
harus memberikan berbagai macam obat kepada beberapa pasien yang berbeda.
Data tentang kesalahan pemberian obat (medication error) yang dilakukan
terutama oleh perawat di Indonesia belum dapat ditemukan. Darmansjah,
(Nainggolan, 2003), ahli farmakologi FKUI menyatakan bahwa kasus pemberian
obat yang tidak benar maupun tindakan medis yang berlebihan (tidak perlu
dilakukan tetapi dilakukan) sering terjadi di Indonesia, hanya saja tidak terekspos
media massa. Berdasarkan penelitian yang dilakuakn oleh peneliti dari Auburn
University di 36 rumah sakit dan nursing home di Colorado dan Georgia, USA, pada
tahun 2002, dari 3216 jenis pemberian obat, 43% diberikan pada waktu yang
salah, 30% tidak diberikan, 17% diberikan dengan dosis yang salah, dan 4%
diberikan obat yang salah (Joint Commission on Accreditation of Health
Organization (JCAHO), 2002). Pada penelitian ini juga dikemukakan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Institute of Medicine error pada tahun 1999, yaitu
kesalahan medis (medical error) telah menyebabkan lebih dari 1 (satu) juta cedera
dan 98.000 kematian dalam setahun. Data yang didapat JCHO juga menunjukkan
bahwa 44.000 dari 98.000 kematian yang terjadi dirumah sakit setiap tahun
disebabkan oleh kesalahan medis.(Kinninger & Reeder, 2003). (Kuntarti, 2005)
Data penelitian mengenai tingkat pengetahuan farmakologi (pemberian obat) yang
dilakukan oleh kuntarti pada tahun 2004 di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Jakarta di kemukakan sekitar 61,7% perawat belum pernah mengikuti
seminar atau pelatihan tentang pemberian obat dan hanya 38,3% perawat yang
sedah mengikuti kegiatan tersebut.
Pada penelitian ini penulis memilih hubungan antara tigkat pengetahuan perawat
terhadap prinsip enam benar dengan tingkat penerapannya yang harus
diperhatikan oleh perawat dalam pemberian obat. Karena fakta di lapangan
beberapa kali ditenemui kasus kesalahan pemberian obat di suatu rumah sakit di
Gombong, antara lain kesalahan cara pemberian obat yaitu perawat hanya
memberikan obat oral pada pasien tanpa menunggu pasien tersebut meminumnya,
pemberian obat kepada pasien tanpa memfalidasi identitas pasien yang dituju, dan
pemberian obat yang tidak didokumentasikan oleh perawat, serta perawat tidak
memakai sarung tangan ketika memberikan obat secara parenteral.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah ada hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar
dalam pemberian obat terhadap tingkat penerapannya dalam pemberian obat oleh
perawat pada pasien rawat inap di RSU PKU Muhammadiyah Gombong.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar dalam pemberian obat
terhadap tingkat penerapannya oleh perawat pada pasien rawat inap.
2. Tujuan Khusus.
1) Mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar di RSU
PKU Muhammadiyah Gombong.
2) Mengetahui tingkat penerapan prinsip 6 benar dalam pemberian obat.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam penerapan prinsip 6 benar
dalam pemberian obat pada pasien.
2. Bagi rumah sakit.
Memberikan masukkan kepada Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong
mengenai pelaksanaan pemberian obat pada pasien oleh perawat, sehingga dapat
dijadikan dasar untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
3. Bagi institusi pendidikan
Memberi informasi mengenai penerapan prinsip 6 benar pemberian obat pada
pasien di lapangan rumah sakit, Sehingga pengajaran tentang penerapan prinsip 6
benar lebih baik.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang kami dapat selama ini penelitian tentang hubungan
tingkat pengetahuan farmakologi terhadap penerapan prinsip enam benar dalam
pemberian obat oleh perawat pada pasien rawat inap di RSU PKU Muhammadiyah
Gombong belum pernah dilakukan, tetapi penelitian sejenis yang pernah dilakukan
antara lain oleh Kuntarti (2005) dengan judul “Tingkat Penerapan Prinsip 6 Tepat
Dalam Pemberian Obat pada pasien rawat inap di RS Dr. Ciptomangunkusumo
Jakarta. Penelitian ini di lakukan selama 3 bulan dengan jumlah responden
sebanyak 81 orang di 17 ruang rawat inap RSCM secara umum diperoleh data
tingkat penerapan prinsip 6 benar baik, yaitu 35 orang (43,2%) tingkat
penerapannya tinggi, 44 (54,3%) sedang, dan 2 orang (2,5%) rendah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Perawat.
Perawat ialah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai kemampuan,
tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan pelayanan / asuhan keperawatan
pada berbagai jenjang palayanan keperawatan (Kusnanto, 2004).
Menurut International Council of Nurses (1965), perawat adalah seseorang yang
telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara
bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien (Ali,
2001).
UU RI NO 23 th 1992 tentang kesehatan mendefinisikan perawat yaitu mereka yang
memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan
(Ali, 2001).
2. Farmakologi Perawat
a. Pengertian.
Farmakologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan interaksi
antara system yang hidup dengan molekul, terutama zat kimia yang dimasukkan
dari luar system itu (Katzung, 1989).
Farmakologi dapat didefinisikan sebagai mata pelajaran tentang substansi yang
berinteraksi dengan suatu system yang hidup melalui proses kimia, terutama
terkait pada molekul-molekul pengatur, memacu, dan menghambat proses-proses
tubuh yang normal (Katzung, 1997).
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari cra kerja obat di dalam tubuh.
(Tambayong, 2002).
Farmakologi berasal dari bahasa latin , pharmakon yang berarti “obat” dan logos
yang berarti “suatu pembahasan yang rasional”, jadi farmakologi adalah ilmu yang
mempelajari respon mahluk hidup terhadap pemberian obat/zat kimia (Priharjo,
1995).
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari efek obat pada manusia (joyce, 1996)
b. Kerja Obat.
Suatu obat yang diminum per oral akan mengalami tiga fase : fase farmasetik
(desolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi.
Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus
membrane biologis. Jika obat diberikan melalui rute subkutan, intramuskuler, atau
intravena., maka tidak terjadi fase farmaseutik. Fase kedua, yaitu : farmakokinetik,
terdiri dari proses (subfase) : absorpsi, distribusi, metabolisme (atau
biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, terjadi respons biologis
atau fisiologis.
Farmasetik (desolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran
gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar dapat diabsobsi. Obat dalam
bentuk padat (tablet dan pil) akan diintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya
larut dalam cairan, dan proses ini dikenal sebagai disolusi.
Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Empat
proses yang termasuk didalamnya adalah absorpsi, distribusi, metabolisme
(biotransformasi) dan ekskresi (eliminasi). Absorpsi adalah pergerakan partikel-
partikel dari saluran gastrointestinal kedalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif,
absorpsi aktiv, atau piositosis. Distribusi adalah proses dimana obat menjadi
berada dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh
aliran darah, afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan, dan pengikatan
dengan protein. Metabolisme obat akan dilakukan dihati, kebanyakan obat
diinaktifkan oleh enzim-enzim hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut
dalam air untuk dieksresikan, tetapi beberapa obat ditransformasikan menjadi
metabolit aktif. Hal ini akan menyebabkan peningkatan respon farmakologik. Rute
utama eksresi atau eliminasi obat adalah melalui gijal, rute lain melalui empedu,
feses, paru-paru, savila, keringat dan air susu ibu.
Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan
mekanisme kerja obat. Respons obat dapat menyebebkan efek fisiologis primer
atau sekunder atau kedua-duanya. Efekprimer adalah efek yang diinginkan, dan
efek sekunder bisa diinginkan atau tidak diinginkan.
(joyce, 1996)
c. Efek samping, reaksi yang merugikan, dan efek toksik
Efek samping adalah efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat yang
diinginkan. Semua obat mempunyai efek samping, baik yang diingini maupun yang
tidak. Bahkan dengan dosis yang tepatpun, efek samping dapat terjadi dan dapat
diketahui bakal terjadi sebelumnya. Efek samping terutama diakibatkan oleh
kurangnya spesifitas obat tersebut, seperti betanekon (Urecholine). Dalam
beberapa masalah kesehatan, efek samping dapat menjadi efek yang diinginkan,
seperti benadryl diberikan sebelum tidur : efek sampingnya yang berupa rasa
kantuk menjadi menguntungkan. Tetapi pada saat-saat lain, efek samping dapat
menjadi efek yang merugikan.
Efek yang merugikan adalah batas efek yang tidak diingini (yang tidak diharapkan
dan terjadi pada dosis normal) dari obat-obatan yang mengakibatkan efek
samping yang ringan sampai yang berat, termasuk anafilaksis (kolaps
kardiovaskular).
Efek toksis atau toksifitas suatu obat yang diidentifikasi melaui pemantauan batas
terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum).
(joyce, 1996)
d. Cara pemberian.
Cara pemberian obat bergantung pada keadaan umum pasien, kecepatan respon
yang diinginkan, sifat obat, dan tempat kerja obat yang diinginkan. (Tambahyong,
2002)
Rute atau cara pemberian obat menurut Katzung (1994) yaitu : oral (ditelan), bukal
(bagian dalam pipi), sub lingual (bawah lidah), rektal (supositoria), intramuskular,
subkutan, inhalasi, topikal, tansdermal, dan intravena.
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara, antara lain enteral (peroral),
sublingual, bukal, parenteral ( injeksi intradermal, subkutan, intramuskular, dan
intravena), dan topikal (pemberian obat kulit, instilasi mata, instilasi hidung, instilasi
telinga, instilasi vagina, supositoria) (priharjo, 1995).
Ada berbagai rute pemberian pengobatan, yaitu oral, transdermal, topikal, instilasi,
supositoria, selang nasogastrik dan gastrostomi, dan parenteral (joyce, 1996).
3. Pengetahuan.
Pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu,
merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung
turut memperkaya kehidupan, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
diketahui oleh manusia disamping pengetahuan lain seperti seni dan agama
(Suriasumantri,1984).
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa bdan raba.
Sebagian besar pengalaman manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmojo, 1997).
Pengetahuan merupakan proses kognitif dari seseorang atau individu untuk
memberi arti terhadap lingkungan, sehingga masing-masing individu akan memberi
arti sendiri-sendiri terhadap stimuli yang diterimanya meskipun stimuli itu sama.
Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk mengubah perilaku seseorang yang
disengaja. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah
pengalaman dan informasi. Faktor pengalaman menjelaskan bahwa sesuatu yang
pernah dialami seseorang akan menambah tenyang sesuatu yang bersifat formal.
Faktor informasi menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai sumber informasi
akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas Nurhidayati (2005)
Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat
yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatui materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Teramasuk dalam tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan hyang dipelajari. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat
pengetahuan ynag paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan dan
sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tenyang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulakn dan sebagainya terhadap obyek yang
dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi riil. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau pengguanaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi ynag
lain.
4. Analisis (analysis)
Adalah sebuah kemampuan untuk menjabarkan materi atua suatu objek kedalam
komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan nalisis ini dapat dilihat dari
pengguaan kata-kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan
sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lainsintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi ynag ada. Misalnya dapat menyususn, merencanakan,
meringkasjkan, menyesuaikan dan sebagainy terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan ynag telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu
kriteriayang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
4. Peran perawat dalam pemberian obat.
Peran (role) mempunyai beberapa pengertian yaitu : a. Aspek dinamis dari
kedudukan. b. Perangkat hak-hak dan kewajiban-kewajiban. c. Perilaku actual dari
pemegang kedudukan, dan d. Bagian dari aktifitas yang dimainkan oleh seseorang
(Soekanto,1983).
Perawat dalam pengobatan mempunyai beberapa peran, menurut Priharjo (1995)
ada 5 (lima) peran perawat dalam pengobatan yaitu : peran dalam mendukung
keefektifan obat, mengobservasi efek samping alergi, menyimpan menyiapkan dan
administrasi obat, melakukan pendidikan kesehatan tentang obat.
Obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi
salah satu tugas perawat yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir
dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat bertanggung jawab bahwa
obat itu diberikan dan memastikan obat itu benar-benar diminum. Dan rencana
perawatan harus mencakup rencana pemberian obat, beragantung pada hasil
pengkajian, pengetahuan tentang kerja obat dan interaksi obat, efek samping, lama
keraja, dan program dokter (Tambayong, 2002).
5. Prinsip Enam Benar
Prinsip enam benar merupakan sebuah prosedur bagi perawat dalam menjalankan
tugasnya untuk memberikan obat yang telah diresepkan dokter pada pasien. Prinsip
enam benar yaitu : klien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu
yang benar, rute yang benar, dan dokumentasi yang benar.
Pada waktu yang lalu ada prinsip 5 benar yang dikenal oleh perawat. 5 benar terdiri
dari : benar klien, benar obat, benar dosis, benar waktu, dan rute yang benar.
Namun kini hal keenam masuk kedalam prinsip 5 benar yaitu dokumentasi yang
benar (Joyce,1996).
Hal ini juga diutarakan oleh kuntarti (2005), disebutkan prinsip 6 tepat, yaitu : tepat
pasien, tepat waktu, tepat obat, tepat cara, tepat dosis, tepat. Dokumentasi
1) Benar Klien.
Sebelum memberikan obat pada pasien perawat harus memastikan bahwa pasien
tersebut merupakan pasien yang akan perawat maksud. Biasanya perawat
memanggil nama pasien, atau melihat identitas pasien diruangan sebelum
memberika obat (Joyce,1996).
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (gelang identitas, papan
identitas ditempat tidur) atau ditanyakan. Jika pasien tidak sanggup berespon
secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya dengan anggukan
kepala.jika pasien tidak sanggup mengidentivikasi diri akibat gangguan mental atau
kesadaran, harus dicari identifiaksi lain sesuai ketentuan rumah sakit. Bayi harus
diidentifikasi dari galang identitasnya (Tambayong, 2002).
2) Benar Obat.
Benar obat berarti klien menerima obat yang telah diresepkan. Perintah
pengobatan bisa diresepkan oleh seorang dokter, podiatrist, atau pemberi asuhan
yang berwenang untuk memerintahkan pengobatan. Resep dapat ditulis di buku
resep dan bagi pasien yang dirawat dirumah sakit perintah pengobatan ditulis pada
lembar instrusi dokter. Perintah melalui telpon untuk pengobatan harus ditanda
tangani oleh dokter yang menelepon dalam waktu 24 jam. Komponen dari perintah
pengobatan adalah : tanggal dan waktu penulisan perintah, nama obat, dosis obat,
rute pemberian, frekuensi pemberian, tanda tangan penulis perintah.
Tanggung jawab perawat ialah untuk mengikuti perintah yang tepat. Tetapi jika
salah satu komponen tidak ada atau perintah pengobatan tidak lengkap maka obat
tidak boleh diberikan.
Untuk menghindari kesalahan dalam membaca lebel obat, harus dibaca 3 kali
yaitu : pada saat melihat botol atau kemasan obat, sebelum menuang obat, dan
setelah menuang obat (Joyce,1996).
Obat mempunyai nama dagang dan nama generic. Setiap obat dengan nama
dagang asing harus diperiksa nama generinya, dan jika masih ragu hubungi
apoteker (Tambayong,2002).
3) Benar Dosis.
Benar dosis ialah dosis yang diresepkan untuk pasien tertentu. Dalam kebanyakan
kasus, dosis diberikan dalam batas rekomendasi untuk obat yang bersangkutan.
Perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat. Dalam metode dosis
unit obat-obat secara terpisah dibungkus dan dilabel, untuk dosis tunggal
(Joyce,1996).
4) Benar Waktu.
Yang dimaksud benar waktu ialah waktu saat dimana obat yang diresepkan harus
diberikan (Joyce,1996).
Waktu yang benar sangat penting, kususnya bagi obat yang efektivitasnya
tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadi.
Waktu pemberian ada 2 yaitu sebelum makan, dan sesudah makan (Tambayong,
2002).
5) Benar Rute.
Benar rute ialah rute yang sesuai dengan intruksi dokter yang ada dalam buku
intruksi dokter maupun resep dokter. Cara atau rute pemberian obat ada bebagai
rute pemberian obat, yaitu : oral (melalui mulut), sublingual (di bawah lidah), bukal
(antara gusi dan pipi), topical (dipakai di kulit), inhalasi (seprot, aerosol), instilasi
(pada hidung, mata, telinga, rectum, atau vagina), dan empat rute pareteral
(intradermal,subkutan, intramuscular, intravena) (Joyce,1996).
Sedangkan menurut Tambayong (2002) ada 5 (lima) rute pemberian obat, yaitu :
(1) Oral, (2) Parenteral, (3) Topikal, (4) Rektal, dan (5) Inhalasi.
6) Benar Dokumentasi.
Dalam benar dokumentasi membutuhkan pencatatan segera dari seorang perawat
mengenai informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan. Informasi ini
meliputi : nama obat, dosis, rute, waktu dan tanggal, instansi atau tangda tangan
perawat yang melakukan tindakan.
Respon klien terhadap pengobatan perlu dicatat untuk beberapa macam obat,
seperti narkotik, analgesic nonnarkotik, sedative, antiemetik, serta reksi yang tidak
diharapkan terhadap pengobatan (Joyce,1996).
Setelah obat diberikan, harus dicatat dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu
diberikan. Bila pasien menolak minum obatnya atau obat itu tidak sampai
terminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan (Tambayong, 2002).
B. Kerangka Konsep Penelitian.
C. Hipotesa Penelitian
1. Hipotesa Alternatif (Ha) :
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang prinsip 6 benar dengan
penerapan prinsip enam benar oleh perawat dalam pemberian obat pada pasien
rawat inap di RSU PKU Muhammadiyah Gombong
2. Hipotesa Nol (Ho) :
Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang prinsip 6 benar
dengan penerapan prinsip enam benar oleh perawat dalam pemberian obat pada
pasien rawat inap di RSU PKU Muhammadiyah Gombong
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode yang digunakan.
Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian diskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional dan observasional antara pengetahuan perawat tentang
prinsip enam benar dengan pelaksanaan prinsip enam benar di RSU PKU
Muhammadiyah Gombong.
B. Populasi dan Sampel.
1. Populasi.
Populasi dari penelitian ini adalah perawat yang bertugas di semua bangsal di RSU
PKU Muhammadiyah Gombong.
2. Sampel.
Sampel yang digunakan yaitu total sampling yaitu perawat yang bekerja di semua
bangsal rawat inap di RSU PKU Muhammadiyah Gombong (bangsal Hidayah,
bangsal barokah/askin, bangsal inayah, bangsal salma, dan bangsal ICU). Dari 5
bangsal di PKU Muhammadiyah Gombong, jumlah perawat pelaksana berjumlah 87
orang.
C. Variabel Penelitian.
Variable penelitian ini terdiri dari variable bebas yaitu tingkat pengetahuan perawat
tentang prinsip enam benar. Dan variable terikat yaitu tingkat penerapan prinsip
enam benar yang terdiri dari benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara,
benar waktu dan benar dokumentasi.
D. Definisi Operasional
1. Tingkat Pengetahuan prinsip enam benar: yaitu Pengetahuan merupakan hasil
“tahu” dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek
tertentu. Pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar diukur menggunakan
skala ordinal yaitu baik (4), cukup baik (3), kurang baik (2), dan tidak baik (1).
2. Prinsip enam benar adalah prinsip pemberian obat yang dewasa ini dianut dan
menjadi kewajiban perawat dalam memberikan obat kepada pasien yang terdiri dari
benar pasien, benar waktu, benar obat, benar cara, benar dosis, dan benar
dokumentasi. Hal ini juga akan diukur menggunakan skala ordinal baik (4), cukup
baik (3), kurang baik (2), dan tidak baik (1).
E. Teknik Pengumpulan data.
Tehnik pengumpulan data dengan cara pembagian angket, serta observasi
berperanserta (participant observation) pada perawat di RSU PKU Muhammadiyah
Gombong. Pengumpulan data yang pertama yaitu. penerapan prinsip 6 benar akan
dilakukan secara obesrvasi langsung untuk pengambilan data tingkat penerapan
prinsip enam benar yang dilakukan oleh perawat. Sedangkan tingkat pengetahuan
perawat tentang prinsip enam benar dengan cara pembagian angket / kuistioner
yang tersetruktur
F. Instrumen Penelitian.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu format ceklist yang berfungsi sebagai
alat bantu observasi untuk mengetahui tingkat penerapan prinsip enam benar yang
diadopsi dari kuistioner penelitian yang dilakukan oleh Kuntarti (2005) pada
penelitian Tingkat penerapan prinsip enam tepat dalam pemberian obat oleh
perawat diruang rawat inap. Dan angket / kuesioner untuk mengetahui tingkat
pengetahuan perawat terhadap prinsip enam benar.
Kuesioner yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengatahuan dibuat oleh
peneliti berdasarkan kuntarti (2005) dan Joyce (1996) adalah angket terstruktur,
yaitu angket dengan alternatif jawaban yang disediakan oleh penulis. Angket dibuat
seperti lembar tes (pilihan ganda).
Ceklist observasi menggunakan Skala Guttman., skala pengukuran Guttman yaitu
responden diminta pendapatnya mengenai setuju atau tidak setuju terhadap suatu
hal (Sugiyono, 2004). Yaitu dengan “ya” atau “tidak”. Namun dalam penelitian ini
observer (peneliti) yang mengisi “ya” dan “tidak” setelah mengobservasi kerja
perawat dalam pemberian obat kepada pasien.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas.
Instrument penelitian akan diuji validitasnya pada perawat RSI Purbowangi, dengan
jumlah 10 orang. Dan akan diujikan hanya 1 kali saja.
a. Validitas.
Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan
instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus mengukur apa yang
seharusnya diukur. Dimana uji validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan rumus “Product moment” (Nursalam, 2003 ; Arikunto, 1998)
Keterangan :
X : (Xi─X) r : Koefisien korelasi
Y : (Yi─Y)
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran dalam waktu pengukuran yang
berlainan. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya
dapat dipercaya (Nursalam, 2003 ; Arikunto, 1998 ).
Pengujian instrument penelitian ini menggunakan internal consistency, dan akan
diujikan hanya sekali
1) Angket / kuesioner.
Untuk angket hasil yang diperoleh akan dianalisis menggunakan tehnik belah dua
dari Spearman-Brown.
2) Ceklist observasi.
Untuk ceklist observasi dilakukan analisis menggunakan rumus H.J.K Fernandes
yang sudah dimodifikasi oleh arikunto (2002) sebagai berrikut :
2 S
KK =
N1 + N2
Dengan keterangan :
KK = koefisien kesepakatan.
S = sepakat, jumlah yang sama untuk obyek yang sama.
N1 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat 1.
N2 = jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II
H. Teknik Analisa data.
Analisa data yang digunakan yaitu dengan cara :
a. Tingkat pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar
1. Menghitung jumlah angket yang kembali
2. Memeriksa kelengkapan jawaban dari responden
3. Melakukan tabulasi data untuk masing-masing soal
4. Menentukan skor tertinggi dari tiap soal
5. Menghitung presentase jawaban dengan skor tertinggi
6. Menentukan kedudukan presentase jawaban dengan kategori menurut Arikunto
(1998), dengan kriteria :
≤ 40 % : pengetahuan tidak baik
40-55 % : pengetahuan kurang baik
56-75 % : pengetahuan cukup baik
> 75 % : pengatahuan baik
7. Uji univariat untuk mengetahui distribusi dan frekuensi responden.
8. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar
yaitu data dianalisis secara manual.
b. Tingkat penerapan prinsip enam benar
1. Menghitung jumlah lembar ceklist observasi yang sudah terisi.
2. Memeriksa jumlah lembar ceklist dengan jumlah sample yang digunakan.
3. Melakukan tabulasi data untuk masing-masing soal
a. Jawaban angket ya, diberi nilai (1)
b. Jawaban angket tidak, diberi nilai (0)
4. Menentukan skor tertinggi dari tiap soal
5. Menghitung presentase jawaban dengan skor tertinggi
6. Menentukan kedudukan presentase jawaban dengan kategori menurut Arikunto
(1998), dengan kriteria :
≤ 40 % : tingkat penerapan tidak baik
40-55 % : tingkat penerapan kurang baik
56-75 % : tingkat penerapan cukup baik
> 75 % : tingkat penerapan baik
7. Uji univariat untuk mengetahui distribusi dan frekuensi responden
8. untuk mengetahui tingkat penerapan prinsip enam benar yaitu dengan dianalisis
manual.
c. Korelasi / hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang prinsip enam benar
dengan penerapannya dalam pemberian obat oleh perawat di bangsal rawat inap.
Untuk mengetahui Korelasi / hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang
prinsip enam benar dengan penerapannya dalam pemberian obat oleh perawat di
bangsal rawat inap yaitu dengan menggunakan analisis korelasi bivariat untuk
menganalisis korelasi dari keduanya.
Korelasi bifariat yang akan digunakan oleh peneliti untuk menerangkan keeratan
hubungan antara kedua variable yang diteliti yaitu menggunakan rumus Korelasi
Sperman Rho (ρ).
r =
I. Personil yang melakukan.
Personil yang akan melakukan penelitian ini yaitu mahasiswa semester delapan
(VIII) Prodi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah
Gombong.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zaidin. 2001. Dasar-Dasar keperawatan profesional. Jakarta : Widya Medika
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta
Kozier, Barbara. Et.al. 2004. Fundamental Of Nursing : Concepts, Process, and
Practice . New Jersey : Prentice Hall.
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :
EGC
Kuntarti. 2005. Tingkat Penerapan Prinsip Enam Tepat Dalam Pemberian Obat Oleh
Perawat Diruang Rawat Inap. Jakarta. FKUI
Kee. Joyce.L dan Hayes. Evelyn.R,1996. Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan. Dr. Peter Anugrah (Alih Bahasa). EGC, Jakarta.
Nainggolan, Nancy. 2003. pemakaian antibiotik dosis tinggi merusak ginjal Anne.
Suara Pembaharuan. 9 Desember 2003
Nurhidayati, 2005, Hubungan Kejadian ISPA Pada Balita Dengan Tingkat Kecemasan
Ibu, Jurna Kebidanan dan keperawatan : Yogyakarta
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Priharjo, Robert. 1995. Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A. dan Anne, Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundametal Keperawatan
: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.
Suriasumantri, Jujun S. 1984. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta : Gramedia.
Tambayong. Jan. 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan. Widiya Medika, Jakarta.
Diposkan oleh qosim@klopogodo di 06:13
A.PENGERTIANFarmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat.Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah: absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi (atau eliminasi). Farmakokinetika pada manusia, yakni mempelajari proses-proses biologik yang dialami oleh obat (nasib obat) pada manusia, baik manusia sehat atau pasien. Juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proses-proses biologik ini, baik faktor internal maupun faktor eksternal dari tubuh manusia.(refraksioptisi.blogspot.com/.../pengertian-tentang-farmakologi.html -)Farmakokinetika pada manusia, yakni mempelajari proses-proses biologik yang dialami oleh obat (nasib obat) pada manusia, baik manusia sehat atau pasien. Juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proses-proses biologik ini, baik faktor internal maupun faktor eksternal dari tubuh manusia.
Farmakodinamika pada manusia, yakni mempelajari efek yang terjadi pada manusia atau respons yang terjadi terhadap pemberian obat. Disini juga mencakup keanekaragaman respons obat dan faktor-faktor yang mempengaruhi respons obat. (Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/ refraksioptisi.blogspot.com/.../pengertian-tentang-farmakologi.html -)
B. ABSORBSIAbssorbsi adalah merupakan proses yang membuat obat tersedia didalam cairan tubuh untuk didistribusikan. Absorbsi dipengaruhi oleh faktor cara pemberian obat, pormulasi obat dan cara obat bergerak membran sel diseluruh tubuh . Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif, atau pinositosis. Kebanyakan obat oral diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas. Jika sebagain dari vili ini berkurang, karena pengangkatan sebagian dari usus halus, maka absorpsi juga berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar protein, seperti insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh enzim-enzim pencernaan. Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui difusi (pergerakan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Dengan proses difusi, obat tidak memerlukan energi untuk menembus membran. Absorpsi aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan konsentrasi. Sebuah enzim atau protein dapat membawa obat-obat menembus membran. Pinositosis berarti membawa obat menembus membran denganprosesmenelan. Obat-obat asam lemah, seperti aspirin, menjadi kurang bermuatan di dalam lambung, dan aspirin melewati lambung dengan mudah dan cepat. Asam hidroklorida merusak beberapa obat, seperti penisilin G; oleh karena itu, penisilin oral diperlukan dalam dosis besar karena sebagian hilang akibat cairan lambung.INGAT: Obat-obat yang larut dalam lemak dan tidak bermuatan diabsorpsi lebih cepat daripada obat-obat yang larut dalam air dan bermuatan. Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres, kelaparan, makanan dan pH. Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan makanan yang padat, pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal.(refraksioptisi.blogspot.com/.../pengertian-tentang- farmakologi.html,buku Penuntun/pratiku//farmakolog/akbi/SM)
C.DISRTIBUSIDistribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan, dan efek pengikatan dengan protein. Ketika obat didistribusi di dalam plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutama lbumin) dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda. Obat-Obat yang lebih besar dari 80% berikatan dengan protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan dengan tinggi protein. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin 49% berikatan dengan protein clan termasuk obat yang berikatan
sedang dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif, dan bagian obat selebihnya yang tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak berikatan dengan protein yang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respons farmakologik. Dengan menurunnya kadar obat bebas dalam jaringan, maka lebih banyak obat yang berada dalam ikatan dibebaskan dari ikatannya dengan protein untuk menjaga keseimbangan dari obat yang dalam bentuk bebas. Jika ada dua obat yang berikatan tinggi dengan protein diberikan bersama-sama maka terjadi persaingan untuk mendapatkan tempat pengikatan dengan protein, sehingga lebih banyak obat bebas yang dilepaskan ke dalam sirkulasi. Demikian pula, kadar protein yang rendah menurunkan jumlah tempat pengikatan dengan protein, sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma. Dengan demikian dalam hal ini dapat terjadi kelebihan dosis, karena dosis obat yang diresepkan dibuat berdasarkan persentase di mana obat itu berikatan dengan protein.Jadi penting sekah untuk memeriksa persentase pengikatan dengan protein dari semua obat-obat yang diberikan kepada klien untuk menghindari kemungkinan toksisitas obat. Seorang perawat juga harus memeriksa kadar protein plasma dan albumin plasma klien karena penurunan protein (albumin) plasma akan menurunkan tempat pengikatan dengan protein, sehingga memungkinkan lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi. Tergantung dari obat (obat-obat) yang diberikan, akibat dari hal ini dapat mengancam nyawa. Abses, eksudat, kelenjar dan tumor juga mengganggu distribusi obat. Antibiotika tidak dapat didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat. Selain itu, beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak, tulang,hati,mata,danotot.(refraksioptisi.blogspot.com/.../pengertian-tentang- Farmakologi.html.)Obat akan didistribusikan keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah . proses ini dipengaruhi oleh faktor : 1. penigkatan protein plasma, 2. kelarutan obat dalam lipit yaitu apakah obat tersebut larut dalam jaringan lemak. 3. karakteristik pengikatan obat, 4. aliran darah kedalam organ dan keadaan sirkulasi, 5. stadium dalam siklus kehidupan (masa kehamilan, 6. kondisi penyakit misalnya preeklamsi atau gagal jantung.( buku Penuntun/pratiku//farmakolog/akbi/SM)
D.METABOLISMEMetabolisme atau Biotransformasi, Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah atau ditransformasikan oleh enzim-enzim hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. Waktu paruh, dilambangkan dengan t1/2, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi. Semua obat yang diberikan lewat mulut harus melintasi hati sebelum mencapai sirkulasi . metabolisme dalam hati berlangsung lewat dua tahap : 1.produk pencernaan ditransformasikan oleh metabolisme atau detoksifikasi, 2. metabolik dibuat larut dalam air oleh proses konjugasi agar mudah diekskresikan melaluiginjal.(refraksioptisi.blogspot.com/.../pengertian-tentang-farmakologi.html,buku Penuntun/pratiku//farmakolog/akbi/SM).
E.EkskresiEkskresi obat oleh ginjal tergantung proses laju filtrasi glomerolus , sekresi dan reabsorsi tubular .Waktu
parur eliminasiadalah waktu yang diperlukan untuk penurunan kontsentrasi obat tersebut dalam darah atau plasma sehingga separuh dari nilai maksimumnya. Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan, yang larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal. Obat-obat yang berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat dilepaskan ikatannya dengan protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin.faktor faktor yang berpengaruh pada kecepatan eliminasi antara lain kelarutan dalam air.. Metabolisms dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terns menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat.(refraksioptisi.blogspot.com/.../pengertian-tentang-farmakologi.html,buku Penuntun/pratiku//farmakolog/akbi/SM).
BAB IIIANALISA DATADalam menganalisa data , diambil dalam praktek farakokinetik obat dengan menggunakan ,model, bahan percobaan dan alat-alat yang digunakan. A.alat, bahan dan percobaan.Alat : - menggunakan probandus yaitu mahasiswa yang memenuhi sarat sebagai probandus : 1. tidak ada riwayat penyakit lambung2. tidak ada riwayat penyakit ginjal3. tidak ada riwayat penyakit alergi terhadap iodiumBahan percobaan1. KI 0,3 gram2. Larutan KI 1 %3. Larutan NaNO2 4. Larutan H2SO4 1 N5. Larutan amilum 1%Alat yang digunakan1. Tabung reaksi dan rak2. Pipet tetes3. Pipet ukur4. Gelas beaker5. Lampu spritus
6. Klem atau pegangan tabung7. Stopwach dan jamB.Cara kerja1. Sebelum minum obat yang diselidiki (bahan uji),probandus diminta mengosongkan kandung kencing2. Ambil 5,0 ml untuk reaksi kontrol3. Reaksi kontrol juga dilakukan untuk saliva sebanyak 2,0 ml sebelum minum obat4. Probandus kemudian diminta meminum obat kapsul berisi KI dengan air putih 200 ml5. Selanjutnya sampel saliva dan urine diambil tiap interval waktu tertentu (saliva tiap 5 menit dan urine tiap 15 menit)6. Dari sampel urin dan saliva tersebut ditetapkan dalam jumlah (semikuantitatif) iodium dalam masing-masing sampel tersebut
Reaksi yang dikerjakan1. 1,0 KI 1% +1,0 ml amilum1% selanjutnya amati perubahan warna yang terjadi2. 1,0 ml KI 1% +1,0 amilum 1% +2-3 tetes asam sulfat dilutus +2-3 tetes NaNO2 10% amati perubahan warna3. 1,0 urine +2-3 tetes asam sulfat dilutus +2-3 tetes NaNO2 10 % amati perubahan warna4. 1,0 saliva +2-3 tetes asam sulfat dilutus +2-3 tetes NaNO2 10 % amati perubahan warna5. 1,0 ml urine +1,0 ml amilum 1% +2-3 tetes asam sulfat dilutus +2-3 tetes NaNO2 10 % diamati perubahan warna6. 1,0 ml saliva +1,0 ml amilum 1% +2-3 tetes asam sulfat dilutus +2-3 tetes NaNO2 10 % diamati perubahan warnaC.HasilKELOMPOK SALIVA URINE10 20 30 40 50 60 70 15 30 45 60 75 90 105I 3 - - - - 0 0 -4 - - +++ +++ 0 0 +++5 - - - - - - - 6 - - ++ +++ ++ ++ ++ II 3 - - - - - - -4 - - +++ +++ +++ +++ +++5 - - - - - - - 6 - - - - + + + III 3 - - - - - - -4 - + ++ ++ ++ ++ ++5 - - - - - - - 6 - + + ++ ++ ++ ++ IV 3 - - - - - - -4 - - +++ +++ +++ +++ ++
5 - - - - - - - 6 - - - - ++ + + V 3 - - - - - - -4 - - - - +++ +++ +++5 - - - - - - - 6 - - - - + ++ +++
D.Analisa data ( grafik)(Hasil reaksi)
(hasil reaksi)
BAB IVPEMBAHASANDari hasil data yang didapat dengan menggunakan media saliva dan urin dari lima kelompok dan probandus masing-masing terlihat bahwa setiap reaksi yang terjadi menghsilkan berbagai macam reaksi yang terjadi didalam tubuh ,hal ini tergamgar pada data dan grafik yang tertera pada analisa data .Dari hasil yang didapat menjelaskan bahwa setiap probandus mengalami ADME yang berbada-beda prosesnya dalam tubuh .secara garis besar uji praktek ini. dilakukan dalam berbagai fase waktu misalkan saliva dilakukan sample dengan waktu 10 menit sekali sedangkan urin 15 menit sekali dengan metode pencampura zat kimia yang telah ditentukan dengan menggunakan Ki, NaNo2, Amilum, Asam sulfat. Dengan pembanding urin dan saliva sebagai pembanding yang menggunakan amilum dan tidak dan hasilnya akan kelihatan dalam tabung reaksi yang konsentrasi warnanya akan bertambah dan mendekati akhir penelitian konsentrasi warnanya berkurang mendekati semula hal ini menunjukkan hasil yang signifikan sesuai dengan proses adme tubuh masing-masing.
A. KESIMPULAN Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat.
Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah: absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi (atau eliminasi). Farmakokinetika pada manusia, yakni mempelajari proses-proses biologik yang dialami oleh obat (nasib obat) pada manusia, baik manusia sehat atau pasien. Juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proses-proses biologik ini, baik faktor internal maupun faktor eksternaldaritubuhmanusia.Abssorbsi adalah merupakan proses yang membuat obat tersedia didalam cairan tubuh untuk didistribusikan. Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan, dan efek pengikatan dengan protein.Metabolisme atau Biotransformasi, Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme. Kebanyakan obat diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah atau ditransformasikan oleh enzim-enzim hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan, yang larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.
B. SARANo INGAT: Obat-obat yang larut dalam lemak dan tidak bermuatan diabsorpsi lebih cepat daripada obat-obat yang larut dalam air dan bermuatan.Hal-hal berikut perlu dipertimbangkan sehubungan dengan absorpsi obat pada anak,o Beberapa saat setelah lahir akan terjadi perubahan-perubahan biokimiawi dan fisiologis pada traktus gastrointestinal. Pada 24 jam pertama kelahiran/kehidupan, terjadi peningkatan keasaman lambung secara menyolok. Oleh sebab itu obat-obat yang terutama dirusak oleh asam lambung (pH rendah) sejauh mungkin dihindari.o Pengosongan lambung pada hari I dan II kehidupan relatif lambat (6-8 jam). Keadaan ini berlangsung selama + 6 bulan untuk akhirnya mencapai nilai normal seperti pada dewasa. Pada tahap ini obat yang absorpsi utamanya di lambung akan diabsorpsi secara lengkap dan sempurna, sebaliknya untuk obat-obat yang diabsorpsi di intestinum efeknya menjadi sangat lambat/tertunda.o Absorpsi obat setelah pemberian secara injeksi i.m. atau subkutan tergantung pada kecepatan aliran darah ke otot atau area subkutan tempat injeksi. Keadaan fisiologis yang bisa menurunkan aliran darah antara lain : syok kardiovaskuler, vasokonstriksi oleh karena pemberian obat simpatomimetik, dan kegagalan jantung.o Absorpsi obat yang diberikan perkutan meningkat pada neonatus, bayi dan anak, terutama jika terdapat ekskoriasi kulit atau luka bakar. Dengan meningkatnya absorpsi ini kadar obat dalam darah
akan meningkat pula secara menyolok, yang kadang mencapai dosis toksik obat. Keadaan ini sering dijumpai pada penggunaan kortikosteroid secara berlebihan, asam borat (yang menimbulkan efek samping diare, muntah, kejang hingga kematian), serta aminoglikosida/polimiksin spray pada luka bakar yang dapat menyebabkan tuli.o Pada keadaan tertentu di mana injeksi diperlukan, sementara oleh karena malnutrisi, anak menjadi sangat kurus dan volume otot menjadi kecil, pemberian injeksi harus sangat hati-hati. Pada keadaan ini absorpsi obat menjadi sangat tidak teratur dan sulit diduga oleh karena obat mungkin masih tetap berada di otot dan diabsorpsi secara lambat. Pada keadaan ini otot berlaku sebagai reservoir. Tetapi bila perfusi tiba-tiba membaik, maka jumlah obat yang masuk sirkulasi meningkat secara mendadak dan menyebabkan tingginya konsentrasi obat dalam darah yang dapat mencapai kadar toksik. Obat-obat yang perlu diwaspadai penggunaannya antara lain: glikosida jantung, aminoglikosida, dan anti kejang.o Gerakan peristaltik usus bayi baru lahir relatif belum teratur, tetapi umumnya lambat. Sehingga jumlah obatobat yang diabsorpsi di intestinum tenue sulit diperkirakan. Jika peristaltik lemah maka jumlah obat yang diabsorpsi menjadi lebih besar, yang ini memberi konsekuensi berupa efek toksik obat. Sebaliknya jika terjadi peningkatan peristaltik, misalnya pada diare, absorpsi obat cenderung menurun oleh karena lama kontak obat pada tempat-tempat yang mempunyai permukaan absorpsi luas menjadi sangat singkat.