PERAN PENDIDIK PEKERJA SOSIAL MEDIS DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERINTERAKSI
SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA DI UNIT
REHABILITASI PSIKOSOSIAL RUMAH SAKIT JIWA
ISLAM KLENDER (RSJIK)
Oleh
Zahara Adnani
NIM: 11170541000031
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442H/2021M
PERYATAAN DOSPEM
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
PERNYATAAN
i
ABSTRAK
Zahara Adnani
Peran Pendidik Pekerja Sosial Medis Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien
Skizofrenia di Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender.
Pekerja sosial memiliki peran penting dalam
pemulihan keberfungsian sosial pasien skizofrenia,
khususnya dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi
sosial. Salah satu peran penting pekerja sosial medis adalah
peranannya sebagai pendidik dalam meningkatkan
produktivitas melalui pengajaran sesuai dengan kebutuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana peran pendidik yang dilakukan pekerja sosial
medis dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial
pasien skizofrenia. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui
teknik wawancara, observasi, serta dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan
pendidik dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi
sosial pasien skizofrenia yang diberikan melalui kelas
edukasi berbasis terapi sosial terbukti mampu
meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial mereka.
Kata Kunci: Pekerja Sosial Medis, Peran Pendidik,
Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien
Skizofrenia.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan nikmat sehat dan kesempatan, sehingga
peneliti mendapatkan kekuatan, kesabaran, dan pemahaman
hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran
Pendidik Pekerja Sosial Medis Dalam Meningkatkan Kemampuan
Berinteraksi Sosial di Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender”. Shalawat dan salam yang juga dicurahkan
pada Nabi besar Muhammad SAW yang telah menjadi suri
tauladan bagi seluruh umatnya terutama dalam hal mendidik.
Skripsi ini, saya ajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi dalam memenuhi persyaratan guna memperoleh
gelar strata satu Sarjana Sosial (S.Sos) pada program studi
Kesejahteraan Sosial. Saya menyadari skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta dorongan
dari berbagai pihak, baik secara individu mapun kelompok,
terutama bimbingan yang tulus dari pembimbing. Maka dari itu,
saya menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Hj.
Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.A.
2. Suparto Ph.D. M.Ed Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi, Wakil Dekan Bidang Akademik Dr. Siti
Napsiyah Ariefuzzaman, S.Ag., MSW., Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum Dr. Sihabudin Noor, M.A.,
iii
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Cecep
Castrawidjaya, M.Si.
3. Ahmad Zaky, M.Si., dan Hj. Nunung Khoiriya, M.A.,
Ketua dan Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, S.Ag., MSW. selaku
dosen pembimbing, saya ucapkan terima kasih setulus hati
atas kesediaannya waktunya untuk memberikan bimbingan
dan masukan dalam proses penulisan skripsi ini. Tidak lupa
juga atas dukungan yang diberikan kepada saya sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi khususnya Dosen Program Studi
Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan ilmunya
melalui pengajaran saat proses perkuliahan.
6. Seluruh Staff Direksi Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
beserta tim profesi di Unit Rehabilitasi Psikososial
terutama Renaldy, S.Sos, selaku pekerja sosial medis yang
sudah bersedia menerima dan berbaik hati menerima saya
untuk melakukan penelitian skripsi di sana.
7. Teman rehabilitant di Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender yang sudah bersedia menjadi
informan dalam penelitian saya untuk diwawancarai
sehingga saya mendapatkan data yang dibutuhkan.
8. Bapak Abdullah HMN S.Pd dan Ibu Samsiyah selaku ayah
dan ibu tercinta yang paling saya sayangi, dua orang yang
berperan sangat besar dalam menguatkan dan memberi
iv
dukungan, bantuan moril dan materiil, serta mendoakan
yang terbaik pada saya hingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
9. Fira selaku kembaran saya, juga adik-adik saya, Haikal dan
Atalla yang selalu mendukung, mendengarkan keluh kesah
saya, dan memberikan pengertian saat peneliti harus
berfokus dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman terbaik saya, grup Kebagoezan khususnya
Arin yang selalu mendukung saya, sedari masa sekolah
menengah pertama sampai sekarang. Lalu Fira, Arbi,
Spani, Rasyid, dan Randy yang selalu memberikan
semangat, selalu ada dikala suka dan duka, dan menjadi
tempat berkeluh kesah dari semasa sekolah menengah
pertama. Semoga persahabatan kita langgeng sampai kita
tua, sampai semua sukses dan menggapai impian kita
masing-masing.
11. Teman-teman seperjuangan grup Sayap Kiri terutama
Ajeng yang sangat baik sekali dan selalu membantu saya
dalam masa-masa sulit. Lalu, Nadzma, Nabella, Riri,
Agustina, Oke, Ahda, Nungky, dan Mela yang telah
menjadi teman kelompok dari awal semester satu sampai
sekarang yang selalu setia berteman dengan saya, dengan
memberikan dukungan, pengalaman, serta banyak
pembelajaran.
12. Teman-teman grup Penokabe khususnya Nanda, lalu
Faraby, Ajeng, Rena, Ayunda, Alya, Rafly, dan Rafif yang
v
saling mendukung dan berbagi ilmu tentang cara penulisan
skripsi.
13. Seluruh teman-teman Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, terutama Alya yang menjadi tempat
untuk sharing, memberikan semangat, dan membantu saya
dalam penyusunan skripsi ini.
14. Kedua sepupu saya, Kenny dan Riri yang selalu
menyemangati saya dalam menyusun skripsi ini.
15. Seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Terima kasih atas dukungan yang diberikan.
Harapan saya selaku peneliti, semoga skripsi ini akan
bermanfaat bagi saya dan bagi pembaca sekalian. Saya selaku
peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini didapati berbagai
macam keterbatasan, kekurangan, dan kelemahan. Maka dari itu,
kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini
dipersilahkan dan diterima dengan hati yang terbuka.
Jakarta, 5 Juli 2021
Zahara Adnani
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ........................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................... x
DAFTAR BAGAN ...................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................... 4
C. Batasan Masalah ............................................................. 4
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 5
F. Metode Penelitian ........................................................... 6
G. Sistematika Penulisan ................................................... 14
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................... 18
A. Landasan Teori ............................................................. 18
B. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................... 30
C. Kerangka Berfikir ......................................................... 35
BAB III PROFIL LEMBAGA .................................................... 39
A. Profil Rumah Sakit Jiwa Islam Klender ....................... 39
B. Visi, Misi, dan Komitmen Manajemen Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender ....................................................... 41
C. Tujuan, Kebijakan, dan Program di Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender ............................................................... 42
D. Fasilitas Rumah Sakit Jiwa Islam Klender ................... 44
vii
E. Gambaran Umum Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender .............................................. 46
F. .. Struktur Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender
.......................................................................................... 48
G. Visi, Misi, dan MOTTO Rehabilitasi Psikososial RSJ
Islam Klender ............................................................... 50
H. Tim Profesi di Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah
Jiwa Islam Klender ....................................................... 50
I. . Progam dan Kegiatan yang dilakukan di Unit Rehabilitasi
Psikososial Rumah Jiwa Islam Klender ........................ .53
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ....................... 55
A. Pekerja Sosial Medis Bagi Pasien Skizofrenia di Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender ................. 55
B. Peran Pekerja Sosial Medis Sebagai Pendidik Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien
Skizofrenia di Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender ......................................................................... 59
C. Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien Skizofrenia di
Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender ......... 77
BAB V PEMBAHASAN ............................................................ 82
A. Pekerja Sosial Medis Bagi Pasien Skizofrenia di Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender ................. 82
B. Peran Pekerja Sosial Medis Sebagai Pendidik Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien
Skizofrenia di Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender ......................................................................... 85
C. Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien Skizofrenia di
Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender ...... 101
BAB VI PENUTUP .................................................................. 104
A. Kesimpulan ................................................................. 104
B. Saran ........................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 110
viii
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................ 115
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian
Tabel 3.1 Fasilitas yang tersedia di RSJ Islam Klender
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Pelaksanaan kelas terapi kelompok
Gambar 4.2 Pelaksanaan kelas motivasi oleh Pekerja Sosial
Medis terhadap rehabilitant
Gambar 4.3 Kerajinan tangan karya rehabilitan
Gambar 4.4 Rehabilitan melakukan role play di kelas
bahasa inggris
Gambar 4.5 Diskusi Kelompok oleh para rehabilitan
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir
Bagan 3.1 Struktur Birokrasi RSJ Islam Klender
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Laporan Hasil Observasi
Lampiran 2 Biodata Pekerja Sosial Medis
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Laampiran 4 Transkip Wawancara
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Skripsi
Lampiran 6 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 7 Surat Penerimaan Dari Pihak RSJIK
Lampiran 8 Slip Pembayaran Penelitian
Lampiran 9 Absen Kehadiran Penelitian
Lampiran 10 Surat Persetujuan Informan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa, disebutkan bahwa negara harus
menjamin setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan
batin serta memperoleh pelayanan, baik prasarana maupun
fasilitas kesehatan. Penting sekali untuk memperhatikan
selain kesehatan fisik, namun juga kesehatan mental yang
yang ada pada diri kita dengan seimbang. Banyak orang
yang mengabaikan kesehatan mentalnya, padahal hal
tersebut dapat mempengaruhi segala aktivitas yang kita
lakukan. Dengan memiliki kesehatan mental yang baik,
maka seseorang akan mampu menggali potensi dirinya
secara maksimal serta akan menjadi tangguh dalam
menghadapi dan melewati rintangan kehidupan karena
pembawaan diri yang positif.
Sebaliknya, jika seseorang memiliki kesehatan
mental yang terganggu, seseorang tersebut dapat
mengalami gangguan jiwa, terlebih, saat pandemi Covid-
19 yang melanda Indonesia saat ini, melalui website
www.mediaindonesia.com yang diberitakan pada 12
Oktober 2020, Kemenkes mencatat bahwa kasus gangguan
jiwa hingga per juni 2020, sebanyak 277 ribu kasus baru
yang mengalami peningkatan dibanding tahun 2019
sebanyak 197 ribu kasus. Gangguan jiwa bermacam-
2
macam, salah satunya adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Dapat dikatakan bahwa penyakit jiwa skizofrenia adalah
penyakit yang mengganggu kognitif baik perasaan
(emosional), cara berpikir, dan sikap (Dewi, 2011).
Melalui website https://databoks.katadata.co.id
diberitakan pada tanggal 8 Oktober 2019 pukul 09.49,
Riskesdas 2018 mencatat sebanyak 7% penduduk di
Indonesia mengalami gangguan jiwa skizofrenia.
Sedangkan pada tahun 2013, Riskesdas mencatat penderita
gangguan jiwa sebanyak 1,70%. Dapat dilihat bahwa
penderita gangguan jiwa skizofrenia mengalami
peningkatan 5,3% dalam kurun waktu 5 tahun.
Pengidap skizofrenia cenderung sulit untuk dalam
melakukan interaksi dengan orang lain. Dikatakan oleh
Kurniasari, dkk., (2019) adanya interaksi yang aktif sangat
penting dalam proses pemulihan agar meningkatkan
partisipasi yang positif pada pasien, karena penyakit
skizofrenia memberikan dampak gangguan interaksi sosial
yang mengganggu fungsi kognitif dan afektik kepada
pengidapnya sebesar 72%, Jika aspek tersebut terganggu,
menimbulkan isolasi sosial, pemulihan yang lama, bahkan
bunuh diri. Pekerja sosial medis menjadi salah satu profesi
penting yang turut memiliki andil dalam memperlancar
usaha pemulihan emosional dan sosial pasien agar mampu
menjalankan fungsinya di lingkungan secara optimal
(Fahrudin, 2009).
3
Menurut salah satu pekerja sosial medis, Rinaldi, di
RSJ Islam Klender, adapun peran pekerja sosial medis
yang dimainkan di Rehabilitasi Psikosisial RSJ Islam
Klender sebagai pendidik, pembimbing, konselor,
penghubung, dan motivator. Namun, peran terbesar yang
dimainkan di Rehabilitasi Psikososial sebagai pendidik
karena peran tersebut dapat merangkap selain memberi
edukasi namun juga memberikan motivasi, serta
membimbing pasien. Maka dari itu, penelitian yang akan
dilakukan berfokus pada peran pekerja sosial sebagai
pendidik.
Berdasarkan penjelasan di atas, seperti yang
dijelaskan dalam penggalan QS. Al-Maidah ayat 2, yang
berbunyi sebagai berikut:
والتقوى البر على وتعاونوا
“Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat
kebajikan dan takwa” (QS. Al-Maidah: 2).
Potongan ayat Al-Qur’an tersebut menjelaskan
bahwa sebagai manusia harus saling tolong menolong
dalam berbuat kebaikan. Dalam penelitian ini, pekerja
sosial medis yang berperan sebagai pendidik, membantu
proses pemulihan keberfungsian sosial pasien skizofrenia
dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial
mereka. Berarti, pekerja sosial medis memberikan
pertolongan bentuk non materi berupa ilmu yang
dimilikinya untuk orang lain yaitu pasien skizofrenia dan
4
mencerminkan ketakwaan kepada Allah SWT. karena
perilakunya yang memberikan manfaat dengan orang lain.
Berdasarkan pada latar belakang di atas, penelitian
ini membahas mengenai peran pendidik pekerja sosial
medis dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial
pasien skizofrenia di Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender. Penelitian ini dilakukan karena
peran pendidik pekerja sosial medis sangat penting dalam
memberikan pengajaran agar penderita skizofrenia dapat
kembali berinteraksi dan berpartisipasi aktif di masyarakat
dengan berani tanpa adanya perasaan rendah diri.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang sudah dijabarkan oleh
penulis, maka identifikasi masalah yang akan dijadikan
bahan penelitian yaitu pentingnya peran pekerja sosial
medis sebagai pendidik dalam meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien karena membantu mereka untuk
mampu berinteraksi dengan lingkungannya dan kembali
berpartisipasi di masyarakat dengan baik.
C. Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan penulis ini berlokasi di
Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit Jiwa Islam Klender,
Jakarta Timur. Studi penelitian yang dilakukan penulis
berfokus pada bagaimana peran pekerja sosial medis
sebagai pendidik. Dalam fokus pembahasan hanya pada
tujuan dari pekerja sosial medis sebagai pendidik dalam
5
memberikan pelayanan dan menangani peningkatan
kemampuan berinteraksi sosial oleh pasien skizofrenia.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan
pada penelitian yang dilakukan, yakni:
“Bagaimana peran pendidik pekerja sosial medis
dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial
pasien skizofrenia di Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender?”
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana peran pekerja sosial medis sebagai pendidik
dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien
skizofrenia di Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender.
Adapun beberapa manfaat yang didapatkan dari
penelitian ini antara lain, sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis
Secara teoritis, manfaat yang akan didapatkan dari
penelitian ini agar memberikan sumbangsih dari
pengembangan ilmu kejiwaan khususnya pada
pekerja sosial medis yang berfokus di ranah
rehabilitasi psikososial.
2. Manfaat secara praktis
1. Bagi peneliti
6
Manfaat bagi peneliti adalah agar dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman di
ranah Pekerja Sosial Medis di bidang kesehatan
jiwa khususnya mengenai peran pekerja sosial
medis sebagai pendidik dalam membantu
pemulihan pada pasien skizofrenia.
2. Bagi peneliti lain
Manfaat bagi peneliti lain agar menambah
wawasan sekaligus pengetahuan di bidang
kesehatan jiwa sekaligus dapat menjadi acuan
atau referensi bagi peneliti lain dalam penelitian
selanjutnya.
3. Bagi klien
Diharapkan bagi klien agar dapat meningkatkan
kemampuan berinteraksi sosial pada dirinya.
Sehingga, keberfungsial sosial klien bisa
kembali berinteraksi secara aktif dengan orang
lain di lingkungan masyarakat.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai peran
pekerja sosial medis sebagai pendidik dalam
meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial
pasien penderita skizofrenia di Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender, Jakarta Timur.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
7
deskriptif kualitatif dan teknik pengumpulan
data melalui wawancara terhadap pekerja sosial
maupun pasien di Unit Rehabilitasi Psikososial,
observasi langsung ke lokasi, serta dokumen
dari kegiatan observasi di tempat penelitian.
Penggunaan metode kualitatif pada
penelitian ini, karena dapat menjelaskan
mengenai penjelasan yang mendetail pada
subyek yang diteliti. Seperti Moelong (2007)
yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif
bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
memanfaatkan metode ilmiah.
2. Lokasi
Penelitian ini dilakukan selama satu
bulan pada 12 April 2021 sampai 11 Mei
2021 di Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ
Islam Klender, yang berlokasi di Jl. Bunga
Rampai X No.8, RT.8/RW.6, Malaka Jaya,
Kec. Duren Sawit, Kota Jakarta Timur,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13460.
3. Teknik pemilihan informan
Pemilihanan informan pada penelitian
ini menggunakan teknik Purposive
Sampling. Teknik Purposive Sampling
8
adalah teknik pengambilan sampel sesuai
dengan tujuan penelitian dengan kriteria
tertentu (Creswell, 2017). Pemilihan
narasumber yang dijadikan sebagai
informan pada penelitian ini adalah pekerja
sosial medis sebagai pendidik, tim profesi
perawat, psikolog, dan instruktur kelas
keterampilan, beserta pasien skizofrenia di
Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender. Kriteria informan yang diteliti
pada penelitian ini antara lain:
a) Pekerja sosial medis di Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ
Islam Klender.
b) Pasien penderita skizofrenia di
Unit Rehabilitasi Psikososial
RSJ Islam Klender yang
bersedia secara volunteer
menjadi informan pada
penelitian yang akan dilakukan.
c) Tim profesi dari petugas
penanggung jawab pasien
skizofrenia di Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender.
Tabel 1. 1
Informan Penelitian
9
Informan Informasi yang
didapatkan
Metode Jumlah
Informan
Pak Rinaldi,
S.Sos.,
(Pekerja Sosial
RSJ Islam
Klender)
Informasi
bagaimana pekerja
sosial menjalankan
peran, fungsinya,
apa saja bantuan
yang diberikan,
serta bagaimana
hasil yang
didapatkan dalam
membantu pasien
skizofrenia
terutama dalam
peningkatan
kemampuan
berinteraksi sosial.
Observasi
dan
wawancara
1 orang
Pasien
Skizofrenia di
Unit
Rehabilitasi
Psikososial
RSJ Islam
Klender
Informasi mengenai
bagaimana pekerja
sosial menjalankan
perannya dalam
meningkatkan
kemampuan
berinteraksi sosial
serta bagaimana
hasilnya.
Observasi
dan
wawancara
3 orang
Pipit Ariyadi
Amd.Kep.
(Perawat dan
Penanggung
Jawab
Rehabilitan)
Informasi mengenai
bagaimana pekerja
sosial menjalankan
perannya serta
kegiatan apa saja
yang dilakukan
dalam membantu
proses pemulihan
pasien skizofrenia
terutama dalam
kemampuan
berinteraksi sosial.
Wawancara 1 orang
10
Novi Maulidta,
M.Psi.
(Psikolog
Klinis)
Informasi mengenai
bagaimana pekerja
sosial menjalankan
perannya serta
kegiatan apa saja
yang dilakukan
dalam membantu
proses pemulihan
pasien skizofrenia
terutama dalam
kemampuan
berinteraksi sosial.
Wawancara 1 orang
Kuniti
(Instruktur
Kelas
Keterampilan)
Informasi mengenai
bagaimana peran
pekerja sosial
dalam
melaksanakan
perannya serta
mengenai kondisi
kemampuan
berinteraksi sosial
pasien skizofrenia
saat mengikuti
kegiatan di dalam
kelas.
Wawancara 1 orang
Jumlah Informan 7 orang
4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diharapkan dari penelitian yang
dilakukan ini adalah bagaimana peran pendidik
pekerja sosial dalam meningkatkan
kemampuan bersosialisasi pasien skizofrenia di
Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
11
Klender. Jenis data yang digunakan adalah data
primer dan sekunder.
1. Data Primer
Creswell (2017) mengatakan data
primer adalah data yang didapatkan
peneliti secara langsung. Data primer
dalam penelitian ini dikumpulkan
melalui observasi dan wawancara.
a. Wawancara
Informan dalam penelitian
saat proses wawancara adalah
pekerja sosial medis sebagai
pendidik, tim profesi seperti
perawat, psikolog, dan
instruktur kelas, serta pasien
skizofrenia dengan memberi
beberapa pertanyaan kepada
informan yang memenuhi
kriteria dalam penelitian ini.
b. Observasi
Dalam penelitian ini,
peneliti mengamati sekaligus
menganalisis segala perilaku
atau aktivitas dan perubahan
yang terjadi oleh informan saat
waktu observasi berlangsung.
2. Data Sekunder
12
Creswell (2017) mengatakan bahwa
data sekunder adalah sumber data yang
diperoleh secra tidak langsung atau
melalui media juga data terdahulu yang
relevan dengan penelitian yang
membantu menjawab pertanyaan
penelitian. Data sekunder yang
digunakan berupa jurnal ilmiah serta
studi dokumentasi yang berhubungan
pada peran pekerja sosial medis sebagai
pendidik juga mengenai kemampuan
bersosialisasi pasien skizofrenia.
Adapun data sekunder yang digunakan
dalam penelitian, yaitu:
a. Studi Dokumentasi
Dokumentasi merupakan
catatan peristiwa yang didapat dari
berbagai bentuk, seperti tulisan,
gambar, atau karya- karya dari
seseorang (Sugiyono, 2009, h. 329).
Beberapa studi dokumentasi yang
digunakan penelitian ini dapat
berupa jurnal, dokumen riwayat
rekam medis pasien serta beberapa
foto yang diambil peneliti saat
observasi dan wawancara sedang
berlangsung.
13
5. Teknik Analisis Data
Sejumlah data yang didapatkan peneliti
berdasar hasil wawancara, berupa data yang
diperoleh berbentuk catatan pendek, cerita
narasi, dan deskripsi. Adapun analisis data yang
dilakukan memiliki tahapan-tahapan sebagai
berikut (Sugiyono, 2009):
a. Reduksi Data
Tahapan yang dilakukan
dengan memilih hal-hal pokok,
merangkum dan memfokuskan
pada inti dari hal-hal penting
yang dipilih, serta menyusun ke
dalam pola-pola tertentu.
Tujuan dari tahapan ini untuk
memberikan gambaran yang
jelas dan mempermudah
peneliti dalam melakukan
pengumpulan data.
b. Penyajian Data
Tahapan yang dilakukan adalah
menyajikan data berbentuk
uraian dengan penggunaan
bahasa yang jelas dengan tujuan
untuk mempermudah peneliti
maupun pembaca dalam
14
membaca dan memahami isi
dari penelitian yang dilakukan.
c. Penarikan Kesimpulan
Tahapan kesimpulan ini
merupakan hasil yang
didapatkan peneliti melalui
hasil wawancara dan observasi
yang dilakukan di tempat
penelitiannya, penarikan
kesimpulan ini merupakan
temuan sementara yang
sewaktu-waktu dapat berubah.
G. Sistematika Penulisan
Dalam rangka mempermudah penelitian ini, maka
peneliti membuat sistematika penulisan sebagia berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang pendahuluan
yang menjelaskan dan menjabarkan tentang
latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, teknik pengumpulan
data, teknik analisis data, dan sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
15
Bab ini memberikan penjelasan tentang
teori yang relevan pada penelitian ini.
Teori-teori tersebut meliputi: teori peran
yang di dalamnya mengenai pengertian
peran bentuk peran. Lalu, teori pekerja
sosial medis yang di dalamnya mengenai
pengertian dan tujuan pekerja sosial medis.
Lalu, teori peran pendidik pekerja sosial
medis mengenai pengertian dan praktik
pendidik pekerja sosial medis. Selanjutnya
teori interaksi sosial yang di dalamnya
mengenai definisi, proses, dan jenis
interaksi sosial. Serta teori skizofrenia
mengenai pengertian dan kategori gejala
skizofrenia. Selain teori, pada bab ini juga
menjabarkan tinjauan kajian terdahulu, dan
kerangka pemikiran mengenai penelitian
skripsi ini.
` BAB III PROFIL LEMBAGA
Bab ini memberikan gambaran mengenai
profil dari Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
yang meliputi sejarah, data umum, visi,
misi, dan komitmen manajemen rumah
sakit, tujuan, kebijakan, program, serta
fasilitas yang ada di dalam Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender. Selain itu, penelitian
16
juga diberikan gambaran berupa profil Unit
Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender yang meliputi struktur, visi,
misi, motto, tim profesi, dan program
kegiatan yang dilakukan di dalam Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini menjabarkan tentang temuan data
penelitian mengenai pekerja sosial medis
bagi pasien skizofrenia yang di dalamnye
menjelaskan bagaimana fungsi dari pekerja
sosial medis bagi pasien skizofrenia di Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender.
Selanjutnya, mengenai peran pendidik
pekerja sosial medis dalam meningkatkan
kemampuan berinteraksi sosial pasien
skizofrenia yang di dalamnya menjelaskan
bagaimana praktik pendidik pekerja sosial
medis memberikan pengajaran melalui
kelas-kelas edukasi yang menerapkan terapi
sosial di dalamnya dengan tujuan dalam
meningkatkan kemampuan interaksi sosial
pasien skizofrenia. Serta, penjelasan pada
mengenai bagaimana kemampuan pasien
skizofrenia baik sebelum dan sesudah
mengikuti kegiatan rehabilitasi.
17
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang pembahasan
penelitian mengenai peran pekerja sosial
medis yang difokuskan pada peran pendidik
dalam meningkatkan kemampuan dalam
berinteraksi sosial pasien skizofrenia di
Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan
saran pada hasil temuan dan bahasan pada
penelitian yang dijadikan sebagai bentuk
hasil dari penelitian yang dilakukan untuk
dijadikan masukkan baik untuk lembaga
maupun orang lain yang membaca.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Peran
Peran dalam perspektif ilmu psikologi
sosial merupakan suatu tindakan seseorang yang
memilikki status sosial tertentu yang diharapkan
oleh orang lain (Gerungan, 1998 dalam Mubarok,
2016 h. 31). Narwoko & Suyonto (dalam Mubarok,
2016 h. 33) mengatakan bahwa dalam
pelaksanaannya, peran dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Peran yang diharapkan (Expected
Roler)
Peran yang diharapkan merupakan
peran seseorang yang dalam
pelaksanaannya diharapkan untuk
melakukan perannya dengan baik
dan sesuai ketentuan yang ada.
b) Peran yang disesuaikan (Actual
Roler)
Peran yang disesuaikan merupakan
peran seseorang yang dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan
situasi dan kondisi dalam keadaan
tertentu.
19
Peranan pekerja sosial medis sangat
beragam, seperti peran sebagai pendidik,
pembimbing, motivator, konselor, advokator,
fasilitator, dan masih banyak lagi tergantung
penempatannya. Kinerja pekerja sosial medis
dalam pelayanan bidang medis bertujuan untuk
memenuhi pelayanan pasien dengan pemulihan
kesehatannya yang berhubungan dengan masalah
sosial maupun segi emosional mereka.
2. Pekerja Sosial Medis
a. Definisi
Friedlander (dalam Dewi, 2017)
mendefinisikan pekerja sosial medis
sebagai pelayanan yang memberikan
bantuan kepada pasien dalam bentuk
bantuan sosial dan emosional yang
berhubungan pada penyakit dan cara
penyembuhannya.
Barker (dalam Fahrudin, 2009)
mendefinisikan pekerja sosial medis
sebagai praktek kerja sosial yang bekerja
pada setting pelayanan kesehatan untuk
memfasilitasi pasien dengan kesehatan
yang baik, mencegah penyakit, dan
membantu pasien secara fisik dan hubungan
dengan keluarganya untuk menyelesaikan
20
masalah sosial dan emosional sesuai dengan
ranah domain pekerja sosial. Sedangkan
Fahrudin (2009) mengatakan bahwa fokus
pekerja sosial medis pada interaksi antara
klien-masalah-lingkungan sosial, maka
intervensinya bukan hanya masalah dan
pribadi klien, namun juga pada lingkungan
sosialnya seperti keluarga, teman, dan
tetangga. Lebih lanjut, Fahruddin (2009)
juga mengatakan dalam pelayanan
kesehatan, pekerja sosial medis harus
melayani secara menyeluruh (holistik) yang
maka dari itu, perlu adanya kerja sama
dengan tim medis lainnya seperti dokter,
perawat, psikolog, psikiater, serta ahli
hukum. Dengan adanya kerja sama tim
medis, dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang maksimal untuk pasien.
Berdasar pendapat-pendapat di atas,
pekerja sosial medis merupakan pekerja
sosial yang berpraktik dalam pelayanan
kesehatan yang bertujuan untuk
memfasilitasi serta membantu
penyembuhan sosial dan emosional pasien.
b. Fungsi Pekerja Sosial Medis
Johnson (dalam Fahruddin, 2009)
menjabarkan fungsi pokok pekerja sosial
21
yang kompeten dalam pelayanan kesehatan,
antara lain:
a) Membantu penyelesaian masalah-
masalah dari segi sosial dan
emosional pasien yang disebabkan
oleh penyakit yang dideritanya.
b) Memperlancar hubungan antara
rumah sakit, pasien dan keluarga
serta lingkungan masyarakat.
c) Melibatkan diri dengan
mengintegrasikan bagian pekerjaan
sosial ke dalam tim rumah sakit
yang melaksanakan tugas sesuai
domain pekerja sosial dalam
perencanaan pengobatan pasien
dengan baik dan layak.
d) Membantu pasien dalam
penyesuaian diri ke dalam
masyarakat dan sebaliknya dengan
memberikan dorongan untuk berani
kembali bersosialisasi ke
masyarakat.
3. Peran Pendidik Pekerja Sosial
a. Praktik Pendidik Pekerja Sosial
Zastrow (dalam Adi, 2003, h.91-94)
mengatakan peranan pekerja sosial
22
sekurang-kurangnya ada tujuh peran yang
dilakukan, yaitu peran sebagai pendidik,
perencana sosial, advokator, pemercepat
perubahan, tenaga ahli, konselor, dan
penghubung. Dalam peran pendidik,
Zastrow menjelaskan lebih lanjut lagi
bahwa peran pekerja sosial sebagai
pendidik harus memiliki keahlian yang
terampil dalam penyampaian informasi
yang baik serta memiliki pengetahuan yang
luas, up to date, dan memadai terhadap hal-
hal yang dibicarakan sesuai dengan bidang
yang ditangani. Hal ini dikarenakan agar
memudahkan klien atau sasaran memahami
apa yang diajarkan dengan jelas.
Peranan educational (pendidik)
pekerja sosial, selain berperan aktif
memainkan peranan dalam penentuan
agenda, juga berperan penting membantu
pelaksanaan proses peningkatan
produktivitas dalam memberikan
pengajaran melalui jenis bantuan berupa:
(Ife, 2002, h.117-127)
a) Peningkatkan kesadaran terhadap
masalah yang terjadi.
23
b) Pemberian informasi sesuai kebutuhan
sasaran berdasar ranah dan pengalaman
pekerja sosial medis.
c) Mengajarkan keterampilan sesuai
dengan kebutuhan individu maupun
kelompok yang dituju.
Berdasar pendapat-pendapat di atas bahwa
pekerja sosial dalam perananya sebagai
pendidik adalah membantu dalam proses
pemahaman melalui pengajaran seperti
keterampilan-keterampilan maupun
pemberian informasi sesuai kebutuhan
pasien.
b. Terapi Sosial (Social Skills Training)
Dalam membantu memperlancar
pelaksanaan proses pemulihan terhadap
orang dengan gangguan jiwa dilakukan
dengan berbagai macam terapi. Salah
satunya adalah diberikannya terapi sosial.
Stuart (2013, h. 207) mengatakan pada
pasien dengan gangguan jiwa yang
mengalami isolasi sosial dapat diberikan
penerapan terapi social skills training yang
mengacu pada pelatihan kemampuan pasien
dalam proses pembelajaran yang
berhubungan dengan perilaku, kemampuan
berkomunikasi, menjalin interaksi sosial,
24
serta menghadapi situasi yang sulit, yang
dilakukan dengan metode seperti role play,
feedback, dan melalui berbagai macam
penunjukkan tontonan video.
4. Interaksi Sosial
a. Definisi Interaksi Sosial
Manusia merupakan mahluk sosial
yang tidak dapat hidup tanpa adanya
kehadiran atau bantuan dari manusia
lainnya. Interaksi sosial merupakan sebuah
proses awal mula dari adanya kebutuhan
akan bantuan orang lain. Thibaut (dalam
Astiti, 2013) mengatakan bahwa interaksi
sosial adalah sebuah peristiwa yang terjadi
antara dua orang atau lebih yang hadir dan
sedang berkomunikasi antar satu dengan
yang lainnya. Sedangkan Suranto (dalam
Astiti, 2013) memaparkan bahwa interaksi
sosial merupakan sebuah proses hubungan
timbal balik antar sesama manusia yang
terjadi secara dinamis.
Interaksi sosial merupakan
hubungan yang terjadi antara sesama
manusia baik hubungan antara individu
dengan individu, individu dengan
kelompok, kelompok dan kelompok,
25
melalui tindakan seperti kerja sama,
pertikaian, dan persaingan di dalam suatu
hubungan masyarakat berdasar nilai dan
norma sosial dalam prosesnya, sehingga
membentuk struktur sosial (Sunaryo dalam
Rahmawati, 2012 h. 21).
Berdasarkan pendapat-pendapat di
atas dapat dikatakan bahwa interaksi sosial
merupakan suatu hubungan antar manusia
maupun kelompok yang saling
mempengaruhi satu sama lain lalu
menciptakan hubungan timbal balik hingga
membentuk struktur sosial.
b. Proses Interaksi Sosial
Ada dua syarat dalam proses
terjadinya interaksi sosial menurut
Soekanto (dalam Rahmawati, 2012 h.26),
antara lain:
a) Komunikasi
Komunikasi merupakan
suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang dalam menyampaikan
informasi terhadap perasaan dan
menunjukkan sebuah perilaku
kepada orang lain. Dalam
berkomunikasi, harus memenuhi
empat unsur komunikasi, yaitu
26
adanya pengirim (communicator),
penerima (communicant), pesan
atau informasi yang ingin
disampaikan, dan media atau sarana
yang digunakan dalam
berkomunikasi.
b) Kontak Sosial
Kontak sosial merupakan
sebuah tindakan atau aksi
yang dilakukan individu maupun
kelompok yang bermakna bagi
penerima dan pelaku. Kontak sosial
dibedakan berdasarkan cara, baik
secara kontak langsung maupun
tidak langsung. Lalu berdasar sifat,
yakni antara antar individu,
individu dengan kelompok, juga
pada kelompok dengan
kelompok. Selain itu ada
berdasarkan bentuk, baik itu
kontak negative ataupun positif.
Terakhir, berdasarkan pada tingkat
hubungan, yakni kontak primer atau
secara langsung dan kontak
sekunder yang hanya terjadi
melalui perantara.
27
c. Jenis Interaksi Sosial
Menurut Sunaryo (dalam
Rahmawati, 2012 h.21-22) ada tiga macam
jenis interaksi sosial, antara lain:
a) Interaksi antara individu dengan
individu
Interaksi ini terjadi saat
kedua individu bertemu secara
langsung dan keduanya menjalin
hubungan interaksi satu sama lain.
b) Interaksi antara individu dengan
kelompok
Interaksi ini terjadi dimana
saat seseorang individu bertemu
atau berkomunikasi dengan
sekelompok atau lebih dari satu
orang.
c) Interaksi antar kelompok dengan
kelompok
Interaksi ini terjadi saat dua
kelompok berbeda saling bertemu
atau berkomunikasi.
5. Skizofrenia
a. Definisi Skizofrenia
Duckworth (2011, h.2-3) selaku
direktur National Alliance on Mental Illness
(NAMI) mengatakan skizofrenia adalah
28
gangguan mental dimana penderita
mengalami gangguan pada kognitifnya
meliputi kemampuan untuk berpikir,
mengelola emosi, membuat keputusan dan
berhubungan dengan orang lain. Pengidap
skizofrenia juga sering mengalami masalah
saat bersosialisasi dan berinteraksi dengan
orang lain. Duckworth (2011) juga
mengatakan jika pengidap skizofrenia
cenderung mengalami timbulnya
peningkatan stress dan tekanan perasaan
jika harus membagi waktunya dengan orang
lain. Mereka juga mengalami kesulitan
dalam memahami situasi sosial seperti
membaca nada suara maupun ekspresi
wajah. Maka dari itu, mereka memilih
menarik diri dari lingkungan dan orang lain.
b. Gejala Skizofrenia
Gejala skizofrenia dikelompokkan
menjadi tiga kategori (Duckworth, 2011,
h.5-6) yaitu:
Pada kategori pertama, yaitu gejala positif
atau biasa dikenal dengan gejala psikotik.
Gejala ini meliputi halusinasi dan waham.
Pada halusinasi, menyebabkan pengidap
skizofrenia mendengar suara dan melihat
hal-hal yang sebenarnya tidak ada. Lalu,
29
pada tipikal delusi, menyebabkan pengidap
skizofrenia mempercayai sesuatu yang
salah atau tidak benar adanya.
Pada kategori kedua, yaitu gejala negatif
seperti emosi yang tumpul, kehilangan
motivasi dan apatis membuat pasien
menjadi malas, harga diri pasien yang
rendah, pasien mengalami depresi dan
menganggap bahwa dirinya tidak layak
untuk ditolong, serta tidak dapat melakukan
interaksi sosial dengan baik terhadap orang
lain.
Pada kategori ketiga, yaitu gejala kognitif
atau gejala yang berhubungan dengan cara
berpikir. Pengidap skizofrenia sering
mengalami kesulitan antara
memprioritaskan tugas, mengatur pikiran
dan juga memorinya.
Gejala-gejala yang tampak pada
penderita gangguan jiwa skizofrenia hanya
dapat dikenali dari perubahan perilaku
penderita, seperti berbicara kacau, memiliki
perasaan emosional yang cepat berubah-
ubah, menarik diri dari lingkungan dan
orang lain juga sering melihat sesuatu yang
tidak nyata atau halusinasi (Duckworth,
2011, h.3). Tidak ada penyebab pasti dari
30
gangguan jiwa skizofrenia ini. Saat ini,
kemungkinan dari penyebab timbulnya
skizofrenia yang diderita seseorang antara
lain faktor genetik dari gangguan fungski
aktivitas hidupnya ataupun faktor
lingkungan baik masalah dengan orang
sekitar atau pekerjaan dan yang lainnya
(Arifin & Nulhakim, 2015).
B. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam mendukung penelitian yang dilakukan
peneliti, perlu adanya tinjauan pada kajian tedahulu yang
relevan terhadap masalah yang akan dikaji agar
diketahuinya posisi peneliti dalam penelitiannya, berikut
penelitian-penelitian tersebut:
a) Penelitian I. Novita Sari (2018)
Penelitian skripsi dengan judul “Peran
Pekerja Sosial Medis Sebagai Pendidik dalam
Proses Kemandirian Pasien Skizofrenia di Instalasi
Rehabilitasi Psikososial di RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta”. Tujuan dari penelitian ini
bertujuan untuk mencari tahu peran pekerja sosial
medis di sana serta untuk mengetahui bagaimana
tingkat kemandirian pasien.
Metode yang digunakan adalah metode
kualitatif dengan subyeknya yaitu dua pekerja
sosial medis dan tiga pasien skizofrenia di Instalasi
31
Rehabilitasi Psikososial di RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan
observasi, wawancara, serta dokumentasi.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini
adalah bahwa pasien skizofrenia akan berdampak
positif jika banyak kegiatan untuk mengurangi
halusinasi. Di Instalasi Rehabilitasi Psikososial di
RSJ Dr. Soeharto Heerdjan membeikan layanan
untuk membuat pasien mandiri dan mengurangi
kekambuhan pada pasien skizofrenia.
Pada penelitian ini dengan penelitian yang
diteliti oleh peneliti sama-sama membahas peran
pekerja sosial medis sebagai pendidik. Namun,
fokus pembahasan penelitian ini membahas proses
kemandirian pasien skizofrenia. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti berfokus
pada peningkatan kemampuan bersosialisasi pasien
skizofrenia di rumah sakit yang berbeda pada
penelitian sebelumnya ini.
b) Penelitian II. Andi Alghifari Darma (2013)
Penelitian skripsi dengan judul “Peranan
Pekerja Sosial Medis dalam Penanganan Pasien
Rehabilitasi Narkoba di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat RSKO Jakarta”. Tujuan dari
dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui
peranan yang yang diberikan pekerja sosial medis
32
pada residen selama melakukan pelayanan di
RSKO Jakarta.
Metode yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
pengambilan informan dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Informan utama pada
penelitian ini adalah pekerja sosial medis dan
informan pendukungnya adalah keluarga pasien,
perawat yang ada di Rehabilitasi Narkoba Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini
bahwa pekerja sosial telah menjalankan peran
sesuai teori Mary Johnson yaitu dengan memantu
pasien menggunakan kemampuannya untuk
mempergunakan perawatan medis agar mencegah
terjadinya komplikasi-komplikasi lanjutan dan
untuk mempertahankan kesehatannya.
Pada penelitian ini sama-sama melakukan
penelitian pada peran pekerja sosial medis. Namun,
fokus pembahasan penelitian ini pada pasien
rehabilitasi pecandu narkoba di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat. Sedangkan penelitian yang
diteliti oleh peneliti adalah pasien skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa.
c) Penelitian III. Rita Untari (2014)
33
Penelitiannya dalam jurnal Vol. 9(19)
dengan judul “Pengaruh Terapi Kelompok
Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Pasien
Skizofrenia di Panti Rehabilitasi Laras Utami
Surakarta”. Tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan pengujian pada kemampuan interaksi
sosial pasien skizofrenia di Panti Rehabilitasi Laras
Utami dengan diberlakukannya terapi kelompok.
Metode yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan rancangan quasi experimental
studies dengan menggunakan independen t-test
yang dibantu dengan program SPSS dengan
pengambilan jumlah sampel sebanyak 28 orang
menggunakan teknik purposive sampling.
Hasil dari penelitian ini menampilkan hasil
uji t berpasangan pada skor SIAS dengan perolehan
nilai p = 0,000 (p<0, 05) yang berarti adanya
perbedaan bermakna skor SIAS antara sebelum dan
sesudah terapi kelompok. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terapi kelompok dapat
memberikan kontribusi yang berpengaruh pada
kemampuan interaksi sosial pasien skizofrenia
d) Penelitian IV. Eko Radityo Nugroho (2018)
Penelitian skripsi dengan judul “Peran
Pekerja Sosial Terhadap Penyandang Skizofrenia
di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3”.
34
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peran
pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa.
Metode yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan metode kualitatif yang bersifat
deskriptif dengan mengumpulkan data, menyusun,
mengklarifikasi data, serta menganalisa hasil
temuan data. Teknik penemuan data yang
digunakan menggunakan teknik triangulasi
(gabungan) dengan analisis data induktif.
Hasil penelitian yang didapatkan adalah
peran pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa adalah sebagai fasilitator, broker,
enabler, dan educator. Namun peranan yang paling
utama dimainkan oleh pekerja sosial di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3 adalah peranan
sebagai fasilitator terutama dalam pembinaan.
Fokus pembahasan pada penelitian ini adalah peran
pekerja sosial sebagai fasilitator, sedangkan
penelitian yang diteliti oleh peneliti sudah
memfokuskan pada peran pekerja sosial sebagai
pendidik.
e) Penelitian V. Cecilia I. Kurniasari, dkk.
Penelitian jurnal Vol. 15(2) yang berjudul
“Interaksi Sosial Pada Pasien Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa” dengan tujuan penelitian untuk
35
mengetahui gambaran interaksi sosial pada pasien
skizofrenia di rumah sakit jiwa. Desain penelitian
ini menggunakan desain penelitian deskriptif
dengan Teknik purposive sampling sebanyak 52
pasien skizofrenia dan instrument kuesioner.
Analisis penelitian ini menggunakan analisis
univariat dengan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
interaksi sosial pasien skizofrenia sebanyak 45
pasien dengan kategori kurang aktif, 5 pasien cukup
aktif, dan 2 pasien berinteraksi aktif. Pada
penelitian ini dan penelitian yang dilakukan peneliti
sama-sama membahas mengenai interaksi sosial
pasien skizofrenia. Namun, penelitian ini tidak
membahas peran pekerja sosial medis melainkan
meneliti dari segi keperawatan.
C. Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini, pekerja sosial medis berperan
penting dalam memberikan bantuan pemulihan pasien
mengenai penyakit dan cara penyembuhannya, baik dari
segi sosial maupun emosional pasien yang ditujukan untuk
meningkatkan kehidupan yang sehat. Pekerja sosial medis
di unit rehabilitasi psikososial RSJIK memiliki banyak
peran dalam menjalankan tugasnya. Namun, pada
penelitian ini, peneliti hanya berfokus pada peran pekerja
sosial medis sebagai pendidik. Pekerja sosial medis sebagai
36
pendidik berperan aktif dalam menentukan agenda dengan
memberikan pengajaran pada pasien skizofrenia, seperti
mengajarkan keterampilan-keterampilan dan memberikan
informasi maupun pengetahuan-pengetahuan sesuai
dengan kebutuhan mereka.
Sering dijumpai, pasien dengan gangguan
skizofrenia di Rehabilitasi Psikososial RSJIK memiliki
afeksi datar, cenderung diam dan menyendiri, serta
mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Sulitnya
melakukan interaksi sosial dengan orang lain, disebabkan
timbulnya perasaan tertekan pada dirinya ketika harus
berhadapan dengan orang lain. Namun, sebagai manusia
yang merupakan mahluk sosial, pada dasarnya manusia
tidak dapat hidup sendiri melainkan butuh bantuan orang
lain yang mana interaksi sosial merupakan proses dari
kejadian tersebut. Maka dari itu, penting sekali memiliki
kemampuan berinteraksi sosial yang baik.
Pekerja sosial medis berperan penting pada proses
pemulihan pasien. Dalam pelaksanaannya, pekerja sosial
perlu bekerja sama dengan tim medis di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJIK dan menjadi bagian dari proses
pengobatan itu sendiri. Dikarenakan pelayanan pemulihan
untuk pasien bukan hanya sekedar dari faktor biofisik yang
dilakukan oleh tim dokter maupun perawat serta psikologi
dari segi psikisnya, pekerja sosial medis melayani
penyembuhan pasien dari faktor sosial dan emosional yang
37
turut berpengaruh penting dalam proses penyembuhan
pasien. Terlebih, di saat mereka telah selesai melakukan
kegiatan di rehabilitasi psikososial dan harus kembali
melakukan perannya baik dalam lingkungan keluarga
maupun lingkungan masyarakat.
Pada penelitian ini, penulis menganalisa bagaimana
peran pekerja sosial medis yang berfokus sebagai pendidik
dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial
pasien skizofrenia. Penulis menganalisa apakah peran
pekerja sosial medis sebagai pendidik mampu
meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia
serta apakah ada penerapan terapi-terapi tertentu atau
berbagai kegiatan yang efektif dalam membantu
peningkatan berinteraksi sosial pasien skizofrenia yang
dilakukan di unit Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender. Dengan begitu, pasien skizofrenia
yang telah selesai mengikuti kegiatan di unit rehabilitasi
psikososial tersebut dapat kembali memiliki kepercayaan
diri dalam melakukan interaksi sosial baik di dalam
keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Berdasarkan
uraian di atas, berikut gambaran kerangka berfikir pada
penelitian ini, yaitu:
Bagan 2. 1
Kerangka Berpikir
RS Jiwa Islam
Klender
Peksos Medis di RSJIK
sebagai pendidik
Pasien Skizofrenia di
RSJIK
38
Memfasilitasi
pelayanan dengan
mengajarkan
keterampilan &
pengetahuan dalam
proses pemulihan
pasien.
Mengikuti pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi
yang diberikan peksos
medis.
Pasien dapat pulih dan mampu berinteraksi
sosial dengan lingkungan masyarakat dengan
baik.
39
BAB III
PROFIL LEMBAGA
A. Profil Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
1. Sejarah Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Awalnya, Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta
mendirikan RS. Islam Jakarta di Jln. Cempaka Putih,
wilayah Jakarta Pusat pada tahun 1971. Melihat Rumah
Sakit tersebut berkembang dengan pesat, Yayasan Rumah
Sakit Islam Jakarta berencana untuk membuat jaringan
pelayanan di seluruh wilayah DKI Jakarta. Pada tahun
1986, tepatnya pada 12 Desember 1986 didirikanlah
Rumah Sakit Islam Jakarta di wilayah Jakarta Timur
dengan nama RS. Islam Jakarta cabang Klender. Melihat
potensi wilayah Jakarta Timur yang saat itu belum
memiliki banyak Rumah Sakit berdiri, maka dilakukanlah
kerja sama antara Yayasan Rumah Sakit Islam Jakarta
dengan Perum Perumnas Regional IV dan Bazis DKI
dalam rangka pembuatan rumah bersalin ibu dan anak di
Perumnas Klender dan diresmikan penggunanannya oleh
Gubernur DKI Jakarta, R. Soeprarto pada tanggal 23 Juni
1987. Namun, Rumah Bersalin Ibu dan Anak tidak
mempunyai prospek yang cukup baik. Sehingga sejalan
dengan itu, Rumah Sakit Islam Jakarta cempaka Putih saat
itu mengalami kendala dalam menangani pasien dengan
gangguan kejiwaan. Maka atas usul dr.H. Moehamad
Muadz Dirdijowijoto Sp.KJ kepada Direktur Rumah Sakit
40
Islam Jakarta Cempaka Putih, dr H. Sugiat, SKM.,
akhirnya dialihkan fungsi dari Rumah Sakit Bersalin Ibu
dan Anak menjadi Rumah Sakit Jiwa Islam Klender pada
tahun 1989.
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender pada awalnya
merupakan rumah sakit yang merawat pasien-pasien
dengan gangguan kejiwaan yang dikirim dari Rumah Sakit
Islam Jakarta (RSIJ) cempaka Putih dan RSIJ Pondok kopi.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1997 Yayasan
Rumah Sakit Islam Jakarta Menyatakan kemandirian
Rumah Sakit Jiwa Islam (RSJI) Klender pada Tahun 1997
dengan SK Yayasan RSIJ No.0.39 B/SK-
YRSIJ/IV.F/1.b/1997. Tahun 2003, dibuka kerja sama
langsung dengan rekanan yang selama ini dilakukan oleh
RSIJ Cempaka Putih, yaitu PT. Askes Indonesia, PT
Jamsostek, PT. Indocement dan Dinas Kesehatan DKI
Jakarta. Rumah Sakit Jiwa Islam klender memiliki luas
keseluruhan 1.192.62 meter persegi. Dilengkapi oleh
Rawat Inap, Rawat Jalan Psikiatri dengan kapasitas 50
tempat tidur, dan Rehabilitasi Psikososial.
2. Data Umum Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Alamat : Jln. Bunga Rampai X Perumnas
Klender, Kel. Malaka Jaya, Kec.
Duren Sawit, Jakarta Timur.
Telepon : (021) 8622491, 86602402
FAX : (021) 86610234
E-mail : [email protected]
41
Website : www.rsjiwaislam.com
MOTTO : “Pelayanan berlandaskan IMAN
(Ikhlas, Manusiawi, Amanah,
Nyaman)”.
B. Visi, Misi, dan Komitmen Manajemen Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender
1. Visi:
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender sebagai Rumah
Sakit pilihan dan pusat pengkaderan Perserikatan
Muhammadiyah Bidang kesehatan jiwa.
2. Misi:
Memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang islam,
professional, serta peduli kepada kaum dhuafa,
meyelenggarakan pelayan yang prima dengan
didukung oleh penggunaan sistem informasi, sarana,
dan prasarana yang berkualitas serta sebagai tempat
da’wah persyarikatan Muhammadiyah.
3. Komitmen Manajemen Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender
Manajemen puncak dan seluruh pegawai Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender akan selalu
mengimpletasikan dan mengembangkan sistem
manajemen mutu rumah sakit secara terus menerus,
efektif, juga konsisten.
42
C. Tujuan, Kebijakan, dan Program di Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender
1. Tujuan Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Mewujudkan derajat kesehatan jiwa
setinggi-tingginya bagi semua lapisan masyarakat
melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, serta tuntutan ajaran islam dengan tidak
memandang agama, golongan dan kedudukan.
2. Kebijakan dan Program Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender
Program yang diberlakukan pada rumah
sakit ini meliputi unit rehabilitasi psikosisial yang
di peruntukkan bagi pasien-pasien yang ingin
mengikuti kegiatan rehabilitasi, juga sebagai
tempat praktek bagi berbagai profesi seperti,
dokter, psikolog, perawat, pekerja sosial medis
yang akan melakukan praktikum di RSJ Islam
Klender. Adapun program-program yang dimiliki,
seperti:
a. Program Rehabilitasi Sosial
43
Program ini memiliki 4 (empat)
konsep dalam melayani pemulihan
pasien, yaitu: Symptom
Management pasien untuk
mengenali bahaya agar mencegah
relaps dan pasien mengenali gejala
sisa. Lalu, Medication Management
untuk pasien memahami tentang
pengobatan dan mengenali efek dan
ESP pengobatan. Selanjutnya,
Community Reintegration untuk
memberikan pelatihan hidup bagi
para pasien. Terakhir, Basic
Conversation Skill agar pasien dapat
berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif.
b. Program Daycare
Program yang diberikan pada pasien
rawat jalan dan peserta rehailitan
yang telah selesai mengikuti
kegiatan rehabilitasi dengan
melakukan terapi kerja di sekitar
lingkungan rumah sakit sebagia
persiapan sebelum mulai bekerja di
tempat yang sebenarnya.
c. Program Home Visit
44
Program ini merupakan program
kegiatan berkunjung ke rumah
pasien yang dilakukan oleh tim
profesi sesuai dengan kebutuhan
pasien guna mengevaluasi atau
menindak lanjuti perkembangan
pasien dalam memberikan motivasi
serta membantu mengatasi masalah
klien dengan keluarga.
D. Fasilitas Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Tabel 3. 1
Fasilitas di RSJ Islam Klender
1. Rawat Inap
a) Kelas Utama (1)
b) Kelas Satu (6)
c) Kelas Dua (8)
d) Kelas Tiga (26)
e) Ruang Isolasi (3)
f) Ruang Observasi
(6)
2. Jenis Terapi Yang
Digunakan
a) Psikoterapi
b) Farmakoterapi
c) Terapi Spiritual
d) Terapi Aktivitas
Kelompok (group
therapy)
e) Terapi Sosial
f) Terapi Keperawatan
Motivasi ADL
g) Terapi Okupasi
h) Terapi Olahraga
45
i) Terapi Keluarga
3. Terapi Unggulan
a) Terapi Spiritual
b) Rehabilitasi
Psikososial
4. Pelayanan-Pelayanan
Lain
a) Antar Jemput Pasien
b) Screening Narkoba
c) Home Care
d) Penyuluhan
Kesehatan Jiwa
e) Penyuluhan
Ketergantungan
Obat
f) Lahan Pendidikan
Fakultas Kedokteran
g) Lahan Pendidikan
Fakultas Psikologi
h) Lahan Pendidikan S1
Keperawatan
i) Lahan Pendidikan
D3 RMK
j) Lahan Pendidikan S1
Kesejahteraan Sosial
k) Pelayanan Jenazah
46
E. Gambaran Umum Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender
Pada awal sekitar tahun 2009, perkembangan unit
Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
dimulai saat banyaknya permintaan dari keluarga pasien
pasca rawat inap. Keluarga mengalami masalah setelah
pasien pulang dari perawatan, aktivitas pasien di rumah
tidak terfasilitasi dengan cukup. Sehingga, pasien banyak
yang kembali lagi untuk dirawat, akhirnya pihak
manajemen RSJIK memberikan pelayanan daycare (rawat
jalan) dengan tujuan untuk memberikan ruang bagi pasien
dalam memfasilitasi kebutuhan pasien saat itu dengan
seorang petugas pekerja sosial.
Seiring berjalannya program daycare, semakin
banyak permintaan untuk mengikuti program ini.
Sementara lahan untuk media program ini tidak
mencukupi, karena awalnya hanya sebatas kegiatan
perkantoran, sehingga pasien yang akan mengikuti
program kegiatan harus antri. Akhirnya, pihak manajemen
RS memutuskan untuk memperluas dan membuat unit
rehabilitasi dengan tujuan dapat memenuhi permintaan dari
keluarga pasien dan memfasilitasi keinginan yang
dibutuhkan oleh pasien.
Pada tahun 2014 tepatnya bulan Juli, RS Jiwa Islam
Klender dapat mewujudkan impian dari keluarga pasien
dengan dibukanya unit rehabilitasi psikososial. Walaupun
dengan sarana dan prasarana yang belum maksimal, akan
47
tetapi, karena tekad dan semangat yang kuat, unit
rehabilitasi dapat berjalan dengan baik. Dimulai dengan
target 10 pasien, namun sampai saat ini sudah melebihi
kapasitas di mana saat ini sudah ada sekitar 50 pasien yang
mengikuti kegiatan rehabilitasi tiap bulannya. Pada unit
rehabilitasi, jadwal kegiatan rehabilitant dibagi menjadi
sesi senin rabu dan sesi selasa kamis. Pada sesi senin rabu
diperuntukkan bagi pasien yang mengalami gangguan jiwa
serta retardasi mental dan sesi selasa kamis pasien yang
murni gangguan jiwa.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih informan
pasien skizofrenia pada sesi selasa kamis dikarenakan
kondisinya yang lebih stabil dibanding rehabilitant yang
ada pada sesi senin rabu. Jumlah rehabilitant pada sesi
selasa kamis sekitar 20 orang yang mana 14 rehabilitan
pengidap skizofrenia. Penelitian ini mengambil 3 informan
pasien skizofrenia dikarenakan mereka memiliki kondisi
yang cukup baik dalam memberikan informasi sebagai
informan dibanding rehabilitant lainnya.
Kegiatan rehabilitasi membawa dampak yang
cukup signifikan dengan antusias keluarga untuk
mendaftarkan putra-putrinya agar dapat mengikuti
program rehabilitasi psikososial. RSJ Islam Klender terus
meningkatkan pelayanan khususnya unit rehabilitasi
psikososial yang tak luput dari dukungan pihak BPJS.
Adapun konsep dari rehabilitasi adalah pelayanan holistik
dari semua tim profesi dan instruktur yang memberikan
48
layanan untuk keberfungsian sosial serta memanusiakan
manusia untuk dapat kembali ke masyarakat, menjadi yang
lebih berdaya guna, serta mampu untuk mandiri dalam
melakukan pemenuhan kebutuhan dirinya.
F. Struktur Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender
Bagan 3. 1
Struktur Birokrasi RS
Direksi
DR. Prisilla Darwin
Manajer Pelayanan dan
Penunjang
Ns. Isnaini M.S.Kep.
Koord. Rehab Psikososial
Rinaldi, S.Sos
49
Kaur. Pelayanan Rajal,
Ranap, dan Rehab
Ns. Nana Kunarti, S.Kep
Administrasi
Fauzi, S.Psi
Instruktur / pelatih
Spiritual Islam:
1. Sugiyono
Spritual Kristen:
1. Dr. Forman Raja
guguk.
Okupasi Terapi:
1. Jurnal
Terapi Vokasional
Keterampilan:
1.Kuniti
Olahraga:
1.Hadi
2.Sri
Tim Profesi
Dokter DPJP
Dokter Umum
Perawat
Psikolog Klinis:
1. Dra. Diyan
Ariyana, Psi,
psikolog
2. Novi Maulidta, M.
Psi, Psikolog
3. Fauzi, S.Psi
Perawat Penanggung
Jawab:
1. Pipit Ariyadi
AMK
Pekerja Sosial:
1. Rinaldi S,Sos
50
G. Visi, Misi, dan MOTTO Rehabilitasi Psikososial RSJ
Islam Klender
1. VISI
Upaya untuk memberikan mutu dalam
meningkatkan kualitas hidup para rehabilitan di
unit rehabilitasi psikososial RSJ Islam Klender
dalam bersosialisasi di lingkungan bermasyarakat.
2. MISI
Memberikan pelayanan yang komperehensif
kepada para rehabilitant di unit rehabilitasi
psikososial RSJ Islam Klender secara ikhlas,
handal, dan profesional serta melakukan
pengembangan pelayanan yang mengacu pada
nilai-nilai kehidupan.
3. MOTTO
Tim profesi pada unit rehabilitasi psikososial RSJ
Islam Klender mengedepankan pelayanan yang
ramah, santun, jujur, ikhlas, amanah, omunikatif,
dan inovatif dalam melayani para rehabilitant.
H. Tim Profesi di Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah
Jiwa Islam Klender
Dalam pelaksanaan proses penyembuhan pasien, kerja
sama antara tim profesi sangat penting. Adapun tim profesi
yang membantu pelaksanaan rehabilitasi, antara lain:
1. Dokter
51
Sebagai penanggung jawab pasien yang
memberikan rujukan ke rehabilitasi untuk
memeberikan rujukan ke rehabilitasi untuk dapat
mengetahui kegiatan program rehabilitasi.
2. Psikolog
Melakukan pemeriksaan tes minat bakat
dan perkembangan individu dimana atas assasment
tersebut dapat dilakukan kegiatan kagiatan apa saja
yang terkait dengan kebutuhan pasien dan
memotivasi pasien untuk dapat mengembangkan
potensinya.
3. Perawat
Memberikan asuhan keperawatan dalam
mencegah rilaps (kekambuhan) mengenal penyakit,
mengatasi gejala sisa, serta memberikan
pemahaman akan obat obat mengenai manfaat,
kegunaan, dan efek samping obat sehingga pasien
sadar akan kepatuhannya untuk minum obat.
4. Pekerja Sosial Medis
Memberikan pengajaran maupun
bimbingan melalui pelatihan dan keterampilan
hidup mandiri (life & living skill serta social skill
training) agar dapat kembali kemasyarakat
layaknya seperti manusia yang lain yang hidup
bersosialisasi dengan orang lain di lingkungannya,
percaya diri dan tidak tergantung pada orang lain
52
dan menciptakan kemandirian dari hal-hal yang
buruk menjadi baik (independence life).
RSJ Islam Klender memiliki satu pekerja
sosial medis, yaitu Pak Rinaldi S.Sos yang
menyelesaikan studinya di STKS Widuri dan
mengabdikan dirinya di rehabilitasi psikososial RSJ
Islam Klender dari tahun 2014 sampai sekarang.
Pak Rinaldi atau yang akrab dipanggil Pak Dedi,
mengabdi menjadi pekerja sosial medis dibidang
kesehatan jiwa dengan menjadi bagian dari projek
“Say No Stigma” yang dilakukan bersama seluruh
staff RSJ Islam Klender mengenai penyuluhan
kesehatan jiwa dan menghilangkan stigma negatif
pada masyarakat terhadap orang dengan gangguan
jiwa.
Dalam perjalanannya menjadi pekerja
sosial medis, turut serta dalam pelatihan rehabilitasi
psikososial serta workshop yang dilakukan bekerja
sama dengan peusahaan atau lembaga-lembaga,
seperti pada Oktober 2014 melakukan workshop
yang bekerja sama dengan PT. Johnson mengenai
kesehatan jiwa dan Young In Mental Hospital yang
diselenggarakan bersama Kedubes Korea pada
Agustus 2019. Selanjutnya, mengadakan
penyuluhan khususnya tentang peran serta keluarga
dalam penanganan Orang Dengan Masalah
Kejiwaan (ODMK) serta promosi kesehatan akan
53
keberadaan unit rehabilitasi psikososial di
lingkungan RS Jiwa Islam Klender dan sekitarnya
pada tanggal Januari 2015. Pak Dedi juga turut serta
diberbagai seminar dan webinar dengan menjadi
pembicara maupun moderator yang bertemakan
kesehatan jiwa.
I. Progam dan Kegiatan yang dilakukan di Unit
Rehabilitasi Psikososial Rumah Jiwa Islam Klender
Dalam proses membantu pemulihan pasien, kegiatan
berupa macam-macam terapi yang dilakukan di Unit
Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit Jiwa Islam Klender,
antara lain:
1. Terapi Medik (Terapi Psikoformaka Obat-Obatan,
Medical Check-up)
2. Terapi Psikologi (Terapi kelompok supportif,
motivasi building, DPS, tes minat bakat)
3. Terapi Keperawatan (Aktivitas Kegiatan Sehari-
hari dan Asuhan Keperawatan)
4. Terapi Sosial (Personality, Komunikasi
Interpersonal, Interaksi Sosial)
5. Terapi Okupasi dan Terapi Rekreasi
6. Terapi Vokasional
7. Terapi Spiritual
8. Terapi Fisik
9. Terapi Seni
10. Konsultasi Tim Profesi
54
55
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Peneliti melakukan penelitian di unit rehabilitasi
psikososial RSJ Islam Klender. Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
merupakan rumah sakit yang berada dibawah Badan Pelaksanaan
Harian Rumah Sakit Islam Jakarta oleh Muhammadiyah yang
dikhususkan untuk memberikan pengobatan kepada orang-orang
dengan gangguan jiwa, salah satu contohnya orang dengan
skizofrenia.
Pada bab empat ini diuraikan mengenai pelaksanaan
penelitian serta hasil dan pembahasan yang digunakan tentang
pekerja sosial medis bagi pasien skizofrenia, peran pekerja sosial
medis sebagai pendidik dalam meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien skizofrenia, dan kemampuan berinterksi
sosial pasien skizofrenia yang berada di unit rehabilitasi
psikososial RSJ Islam Klender. Pekerja sosial medis memiliki
peran yang penting pada proses pemulihan pasien skizofrenia
terutama meningkatkan keberfungsian sosial melalui
penyembuhan sosial dan emosional pasien. Melalui hasil dari data
temuan lapangan yang didapatkan peneliti melalui teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi, didapatkan data-data
sebagai berikut:
A. Pekerja Sosial Medis Bagi Pasien Skizofrenia di Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender
Pekerja sosial medis yang melakukan praktek di
setting pelayanan kesehatan berfungsi memberikan
56
bantuan dalam proses pemulihan untuk mengembalikan
keberfungsian sosial pasien skizofrenia sehingga mereka
mendapatkan fasilitas pengobatan yang layak. Bantuan-
bantuan yang diberikan oleh pekerja sosial medis kepada
pasien seperti memberikan dukungan, dorongan, sekaligus
pemahaman terhadap masalah yang dialami oleh pasien
dari segi sosial dan emosionalnya, sehingga mereka dapat
memecahkan masalah yang diakibatkan dari penyakitnya.
Seperti yang dikatakan oleh Pak Renaldi selaku pekerja
sosial medis yang ada di rehabilitasi psikososial RSJ Islam
Klender pada tanggal 22 April 2021, yaitu:
“Pekerja sosial membantu penyelesaian masalah-
masalah sosial yang dihadapi oleh pasien skizofrenia
dengan menggali potensi mereka dengan tujuan mencapai
kesejahteraan mereka. Kita dari pihak lembaga
semaksimal mungkin memberikan fasilitas yang terbaik,
walaupun masih banyak kendala yang ada karena adanya
keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki pihak rumah
sakit.”
Selain itu, pekerja sosial medis dalam
melaksanakan tugasnya juga membantu para pasien
skizofrenia untuk melakukan penyesuaian diri pada
lingkungannya, salah satunya dengan mengajarkan percaya
diri dan berani kembali melakukan interaksi dengan orang
lain di masyarakat tanpa adanya perasaan rendah diri.
Seperti yang dikatakan oleh Pak Renaldi dalam wawancara
tanggal 22 April 2021, yaitu:
57
“Orang dengan skizofrenia itu cenderung kesulitan
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Maka dari itu,
kita latih dan ajarkan mereka dalam berinteraksi agar
menumbuhkan rasa berani dan percaya diri mereka untuk
berkomunikasi dengan yang lain. Hal ini membawa
pengaruh yang sangat positif bagi mereka.”
Melalui observasi dan wawancara yang dilakukan
pada informan DS pada tanggal 26 April 2021, peneliti juga
mengamati bahwa pasien skizofrenia DS memiliki
kepercayaan diri yang baik dan kemampuan berinteraksi
yang bagus. DS juga membenarkan bahwa pekerja sosial
sangat membantu dirinya dalam proses pemulihan dengan
mengajarkan dirinya kepercayaan diri.
“Selama hampir 2 tahun aku sudah mengikuti
kegiatan rehabilitasi, dan Pak Rinaldy sangat berpengaruh
dalam membantuku. Sekarang aku sudah mampu
mengontrol emosiku dan aku jadi percaya diri. Bahkan aku
sekarang berani untuk mengajak orang baru untuk
mengobrol. Fasilitas yang diberikan saat kegiatan di
rehabilitasi juga baik, apalagi aku menggunakan bpjs, jadi
gratis.”
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti
(bertanggal dari 12 April 2021 hingga 11 Mei 2021), pada
unit rehabilitasi psikososial RSJ Islam Klender, proses
pemulihan pasien skizofrenia dilakukan secara holistik
yang dilakukan oleh Pekerja sosial bersama tim profesi
lainnya. Dalam menunjang proses pemulihan tersebut, unit
58
rehabilitasi memiliki program-program kegiatan berupa
macam-macam terapi, sesuai dengan tugas masing-masing
dari tim profesi. Pada pekerja sosial, kegiatan terapi seperti
terapi sosial, terapi okupasi, dan terapi vokasional
dilakukan melalui kelas-kelas edukasi dan diberikan sesuai
dengan kebutuhan dari masing-masing pasien. Hal tersebut
juga dikatakan oleh Pak Renaldi, selaku pekerja sosial
melalui hasil wawancara pada 22 April 2021, yaitu:
“Berbagai program terapi yang diberikan teman-
teman rehabilitant di Rehabilitasi Psikososial RSJIK
tergantung dari tiap kebutuhan pasien yang bersangkutan.
Pekerja sosial memainkan perannya di rehab ini dengan
memberikan berbagai terapi sesuai dengan kebutuhan
pasien yang berhubungan dengan penyelesaian masalah
pada segi sosial dan emosional pasien.”
Hal serupa juga dibenarkan oleh Mbak Pipit selaku perawat
sekaligus penanggung jawab rehabilitan, dalam
wawancaranya pada 22 April 2021, yaitu:
“Pak Dedy tuh memberikan bantuan berupa hal-
hal yang berhubungan dengan segi sosial pasien agar
dapat kembali ke masyarakat layaknya manusia lain yang
dapat berinteraksi dengan baik.”
Dikatakan juga oleh Mbak Novi selaku psikolog yang ada
di unit rehabilitasi psikososial RSJ Islam Klender
mengenai pengetahuannya terhadap pekerja sosial medis
yang berfungsi membantu keberfungsian sosial pasien,
dalam wawancara pada 10 Mei 2021, yaitu:
59
“Pekerja sosial medis melakukan tugasnya untuk
membantu dari segi keberfungsian sosial pasien yang
berhubungan dengan segi emosional dan sosial mereka.”
Melalui hasil obeservasi serta wawancara dengan
para informan yang dilakukan selama sebulan (12 April
2021-11 Mei 2021), ditemukan temuan bahwa pekerja
sosial medis dalam melaksanakan tugasnya di Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender bertujuan
untuk membantu memulihkan keberfungsian sosial pasien
skizofrenia dengan proses pemulihan melalui bantuan
pemberian pengobatan yang layak serta program-program
kegiatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan mereka,
agar pasien skizofrenia memiliki bekal saat kembali ke
lingkungan masyarakat dengan penuh percaya diri.
B. Peran Pekerja Sosial Medis Sebagai Pendidik Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien
Skizofrenia di Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender
Pekerja sosial memiliki banyak peran yang
dimainkan saat membantu proses pemulihan pasien
skizofrenia. Pada unit rehabilitasi psikososial RSJ Islam
Klender, pekerja sosial memainkan peranan yang
dimainkan, yaitu pendidik, konselor, pembimbing,
penghubung, dan motivator. Namun, peran yang lebih
dominan dimainkan adalah peran pekerja sosial medis
60
sebagai pendidik. Maka dari itu, penelitian ini
memfokuskan peran pekerja sosial sebagai pendidik.
Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, pekerja sosial
medis diharuskan memiliki banyak pengetahuan dan
kemampuan menyampaikan informasi yang baik, jelas, dan
mudah dimengerti oleh pasien skizofrenia. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Pak Renaldi, selaku pekerja sosial
dalam wawancara pada tanggal 22 April 2021, yaitu:
“Sebagai pekerja sosial medis kita dituntut untuk
memiliki skill dan pengetahuan yang luas. Maka dari itulah
skill kita harus terus diasah dan pengetahuan juga harus
luas dan banyak. Makanya, saya cukup memahami tentang
resep obat dan ilmu keperawatan karena sering sharing
dengan dokter maupun tim profesi lainnya. Saya jadi
belajar juga untuk membuat kerajinan tangan dan banyak
keterampilan lainnya. Peksos dalam peranannya sebagai
pendidik membantu proses pemulihan melalui kegiatan
kelas-kelas edukasi.”
Peran dominan pekerja sosial sebagai pendidik juga
dikatakan oleh Mbak Pipit, selaku perawat sekaligus
penanggung jawab para rehabilitant pada 22 April 2021,
yaitu
“Baik pekerja sosial dan tim profesi yang ada di
unit rehabilitasi memberikan edukas-edukasi sesuai
dengan kebutuhan pasien.”
61
Selain itu, Mbak Novi selaku psikolog di sana juga
mengatakan hal yangs erupa dalam wawancaranya pada 10
Mei 2021, yaitu:
“Beliau memberikan edukasi kepada teman-teman
rehabilitan di dalam kelas berupa berbagai informasi dan
pengetahuan keterampilan baru yang sekaligus
memotivasi mereka.”
Pekerja sosial medis dalam melaksanakan peran
pendidiknya menyalurkan perannya memalui kegiatan
berbagai kelas-kelas edukasi sesuai dengan kebutuhan
pasien. Kelas-kelas edukasi yang dilakukan untuk
membantu peningkatan kemampuan berinteraksi sosial
pasien skizofrenia berbasis penerapan terapi sosial.
Penerapan terapi sosial yang bertujuan untuk membuat
pasien dapat berbicara dengan sistematik dan komunikasi
efektif, yang sesuai dalam meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien skizofrenia. Adapun praktik
pekerja sosial medis sebagai pendidik yang berperan
memberikan pengajaran melalui kelas edukasi untuk
meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial pada pasien
skizofrenia yang ada di unit Rehabilitasi Psikososial RSJ
Islam Klender berupa bantuan:
1. Peningkatan kesadaran terhadap masalah yang
terjadi
Dalam pelaksanaannya untuk membantu
proses pemulihan keberfungsian sosial pasien
skizofrenia, pekerja sosial medis di Unit
62
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender
membuat mereka sadar akan penyakit dan
mengenai permasalahan yang terjadi pada diri
pasien skizofrenia. Dalam peningkatan kesadaran
pada diri pasien skizofrenia, dapat dilakukan
melalui kegiatan di kelas-kelas edukasi, serta
pekerja sosial medis membantu melalui konseling
individu yang memberikan konsultasi ke pasien
skizofrenia dengan memberikan arahan sesuai
dengan permasalahan yang trjadi pada pasien
sehingga kesadaran mereka meningkat. Melalui
wawancara pada 22 April 2021 yang dilakukan
dengan Pak Renaldy, selaku pekerja sosial medis,
yaitu:
“Mereka para rehabilitan sering
menganggap mereka itu tidak sakit dan baik-baik
saja. Peksos di rehab ini harus bisa membuat
mereka sadar akan penyakit yang sedang terjadi
pada diri mereka. Saya membantu melalui kelas-
kelas edukasi dengan memberikan arahan agar
kesadaran diri mereka meningkat, intinya
disesuaikan saja sih sama kondisi yang sedang
terjadi.”
Sehubungan dengan peningkatan kesadaran
pasien skizofrenia, pekerja sosial medis selain
memberikan konseling individu dengan melakukan
63
intervensi, juga dilakukan melalui kelas edukasi
berupa:
a. Kelas Terapi Kelompok (Group Therapy)
Kegiatan pada kelas terapi kelompok ini
pekerja sosial melibatkan para rehabilitan yang
memiliki situasi yang sama ke dalam satu
kelompok dengan membuat lingkaran dengan
tujuan untuk memberikan bantuan dari segi
emosional dan psikis para rehabilitan. Kegiatan ini
dilakukan untuk memberikan peningkatan
pemahaman oleh tiap individu agar mereka tidak
merasa sendiri dengan membahas pengalam-
pengalaman dan bagaimana kondisi dari masing-
masing anggota yang ada di kelompok tersebut
saat menghadapi masalah atau keadaan yang
dialami, serta berbagi mengenai pendapat dan ide-
ide tentang bagaimana mereka sejauh ini mampu
bertahan dan menjadi lebih baik. Dengan masing-
masing individu berbagi cerita, dapat
mengembangkan kemampuan berkomunikasi serta
tumbuhnya rasa berani dan percaya diri untuk
tampil di depan orang lain. Melalui hasil
wawancara bersama Pak Renaldy pada 22 April
2021, selaku Pekerja Sosial, yaitu:
“Kelas terapi kelompok diberikan agar
mereka saling melakukan sharing tentang
penyakitnya, gimana mereka menjadi lebih paham
64
sama penyakitnya dan cara mengatasinya.
Sehingga mereka jadi lebih sadar dan paham
terhadap kondisi diri mereka.”
Melalui hasil wawancara dengan DS pada 26 April
2021 yang mengatakan:
“Pada kelas terapi kelompok kita para
pasien saling cerita masalah yang dialami. Dari
kelas terapi juga sih, aku sadar kalau aku gak
sendiri yang berjuang untuk sembuh. Aku merasa
lebih tersadarkan jadinya.”
2. Pemberian informasi
Dalam memberikan informasi maupun
pengetahuan-pengetahuan baru untuk para pasien
skizofrenia, dilakukan melalui kegiatan kelas
edukasi. Pekerja sosial memberikan informasi
ataupun pengetahuan seputar permasalahan yang
Gambar 4. 1 Dokumentasi
Pelaksanaan Terapi Kelompok (Group Therapy)
65
dialami dan hal-hal yang berhubungan dengan
penyakitnya, apa yang harus dilakukan saat
mendapati masalah, bagaimana cara mengatasinya,
bagaimana pentingnya berinteraksi sosial dengan
orang lain, bagaimana hidup mandiri, segala hal
yang membantu proses pemulihan dan
mengembalikan keberfungsian sosial pasien
skizofrenia. Melalui wawancara yang dilakukan
dengan Pak Renaldy, selaku pekerja sosial medis
pada 22 April 2021, yaitu:
“Dalam memberikan informasi, biasanya
saya memberikan sesuai kebutuhan dan seputar
permasalahan yang dialami mereka. Terutama
mengenai tata cara beretika yang benar dalam
berkehidupan bermasyarakat.”
a. Kelas Edukasi dan Motivasi
Kegiatan pada kelas ini diberikan oleh
pekerja sosial dengan memberikan pembelajaran
serta dorongan dan semangat kepada rehabilitan
agar mereka dapat tergerak untuk berbuat dan
menjalani segala kegiatan yang baik untuk dirinya.
Kelas ini diisi dengan pekerja sosial yang
memberikan berbagai pengajaran selain
memotivasi juga berupa pengetahuan dan
informasi-informasi mengenai dorongan seperti
untuk selalu berpikiran positif, memotivasi tentang
66
beretika yang baik dan betapa pentingnya
melakukan interaksi sosial dengan lingkungan
masyarakat, memotivasi untuk percaya diri dan
berani dalam melakukan sesuatu, memotivasi
semangat untuk kembali sehat, dan motivasi
mengenai segala hal-hal yang berhubungan dalam
kehidupan. Melalui hasil wawancara yang
dilakukan dengan Pak Renaldy, selaku Pekerja
sosial medis pada 22 April 2021, yaitu:
“Pasien skizofrenia mengalami masalah
pada perilaku dan menyebabkan mereka sulit
berinteraksi sosial, saya memberi pengajaran
bagaimana cara memulai berinteraksi yang baik,
informasi sekitar betapa pentingnya sebagai
manusia untuk mampu melakukan interaksi dengan
orang lain.”
Hal tersebut juga dibenarkan oleh perkataan
informan JJ dalam wawancaranya pada 27April
2021, yaitu:
“Aku sudah mulai mampu mengatasi
masalah yang ada pada diriku, berkat informasi-
informasi yang diberikan saat di kelas motivasi.
Aku jadi termotivasi juga untuk mulai lebih
berpikiran yang positif dan tidak perlu untuk
terlalu cemas terhadap hal-hal yang akan terjadi.”
67
3. Pengajaran keterampilan
Pekerja sosial medis di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender mengajarkan
keterampilan-keterampilan dengan tujuan agar
pasien skizofrenia memiliki bekal dan mengasah
kemampuan-kemampuan mereka sehingga saat
mereka sudah selesai mengikuti rangkaian
pelaksanaan rehabilitasi, mereka sudah siap untuk
terjun kembali di masayarakat tanpa adanya
perasaan rendah diri. Melalui wawancara yang
dilakukan pada 22 April 2021 dengan Pak Renaldy,
selaku pekerja sosial medis, yaitu:
“Kegiatan kelas-kelas keterampilan
diberikan ke mereka, selain untuk mengasah
kemampuan juga memberikan mereka pembekalan
dan menjadi jalan agar setelah selesai mengikuti
Gambar 4. 2 Dokumentasi: Pekerja sosial sedang mengedukasi dan
memotivasi para rehabilitan di dalam kelas
68
kegiatan di rehab, bisa menghasilkan
pendapatan.”
Dalam pelaksanaan kelas keterampilan, ada
beberapa kelas yang memang selain mengasah
kemampuan mereka namun juga diperuntukkan
untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi
sosial mereka, berikut kelas-kelas edukasi tersebut,
berupa:
a. Kelas Keterampilan Kerajinan Tangan
Kegiatan pada kelas keterampilan
diarahkan oleh seorang instruktur dan didampingi
oleh pekerja sosial dalam pelaksanaannya.
Kegiatan yang dilakukan seperti membuat barang-
barang dari kerajinan tangan (handycraft). Kegiatan
dalam kelas keterampilan ini dilakukan
perkelompok agar membangun kerja sama dari
masing-masing individu di dalam kelompok.
Kegiatan ini bertujuan untuk membekali dan
mengasah kemampuan mereka terhadap
keterampilan-keterampilan yang nantinya dapat
bermanfaat bagi rehabilitan setelah selesai
mengikuti kegiatan rehabilitasi. Para rehabilitan
sering kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan
dikarenakan kondisinya yang sedang sakit juga
masih adanya stigmatisasi di masyarakat, dengan
diberikannya kelas keterampilan akan membuat
mereka lebih berdaya dan diharapkan mereka bisa
69
diterima dilingkungannya. Melalui hasil
wawancara dengan Pak Renaldy pada 22 April
2021, selaku pekerja sosial medis, yaitu:
“Kelas keterampilan handycraft
pelaksanaannya memang dilakukan berkelompok.
Jadi, selain mereka terbekali keterampilan, secara
tidak sadar mereka juga melakukan interaksi sosial
dan membuat mereka menjadi terbiasa”.
Bu titiek dalam wawancaranya yang dilakukan
pada 27 April 2021, juga mengatakan hal yang
serupa, yaitu:
“Dalam kelas kerajinan tangan, kegiatan di
kelas memang dibagi menjadi berkelompok.
Tujuannya agar para rehabilitant saling bekerja
sama dalam prosesnya, dengan begitu antar
anggota kelompok akan saling membantu dan
terjadilah interaksi diantara mereka, yang dapat
meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk
berinteraksi dengan orang lain.”
70
b. Kelas Bahasa Inggris
Selain itu, ada juga kelas keterampilan
berbahasa inggris. Kegiatan pada kelas bahasa
inggris ini diberikan kepada para pasien skizofrenia
agar mereka mengembangkan keterampilan
berbahasa mereka yang dipandu dengan pekerja
sosial. Tak hanya mengembangkan kemampuan
berbahasa, di dalam kelas berbahasa inggris ini
Gambar 4. 3 Dokumentasi
Hasil karya handycraft buatan para rehabilitan
71
bertujuan untuk menciptakan interaksi sosial antar
sesama pasien rehabilitan untuk melatih
kemampuan interaksi mereka, dengan simulasi-
simulasi seperti role-play yang melakukan
percakapan antar individu secara bergantian
mengenai suatu topik, lalu melatih pasien bercerita
dengan story telling di depan kelas, serta membagi
para rehabilitan ke dalam dua tim atau lebih untuk
dilibatkan menjadi tim kelompok saling bekerja
sama dalam menjawab atau mendiskusikan
pembelajaran yang diberikan. Melalui hasil
wawancara dengan Pak Renaldy pada 22 April
2021, selaku pekerja sosial medis, yaitu:
“Kelas bahasa inggris dalam
pelaksanaanya selalu melakukan praktik yang
sekaligus membuat mereka harus berinteraksi
dengan teman kelasnya. Seperti, latihan maju untuk
bercerita di depan kelas setelah menonton video
atau menceritakan hobi atau hal-hal yang
berhubungan dengan dirinya, tugas kelompok dan
melakukan roleplay.”
Informan DS dalam wawancaranya pada 26 April
2021 juga mengatakan:
“Dalam kelas bahasa inggris, kita sering
melakukan role play setiap orang dipanggil acak
untuk maju melakukan peran yang diberikan oleh
Pak Dedy.”
72
Begitu juga dengan JJ yang menceritakan kegiatan
pada kelas bahasa inggris dalam wawancaranya
pada 27 April 2021, yaitu:
“Kita sering disuruh maju ke depan kelas
untuk memerankan peran tertentu dan ceritain
sesuatu tentang diri kita di depan kelas
menggunakan bahasa inggris. Setelah menonton
videopun juga begitu, dipanggil acak maju ke
depan kelas buat ngejelasin makna dari video
tersebut.”
Gambar 4.4 Dokumentasi
Rehabilitan melakukan roleplay di kelas bahasa inggris
73
Banyak manfaat yang juga dirasakan oleh beberapa
pasien skizofrenia mengenai pekerja sosial yang berperan
sebagai pendidik. Diantaranya peran pekerja sosial medis
sebagai pendidik dalam meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien skizofrenia, sesuai dengan fokus
pada penelitian yang dilakukan ini. Mereka mendapatkan
banyak pembelajaran mengenai pemberian informasi
tentang perilaku, tata cara beretika yang baik di
masyarakat, tentang pentingnya berinteraksi dengan orang
lain, juga dilatih bagaimana memulai interaksi,
keterampilan berbahasa, mengembangkan kepercayaan
diri, dan begitu banyak ilmu-ilmu lainnya yang didapat.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Pak Renaldi, selaku
pekerja sosial di rehabilitasi psikososial RSJ Islam Klender
pada 22 April 2021, yaitu:
“Peranan pendidik pekerja sosial memberikan
pengetahuan dan keterampilan juga mengajari atau
mengedukasi sosial di dalam kelas baik yang berhubungan
Gambar 4. 5 Dokumentasi
Rehabilitan melakukan diskusi kelompok
74
aktivitas keseharian para rehabilitan, hubungan relasi
dengan orang lain, adaptasi lingkungan, serta interaksi
sosial dan etika sosial di dalam masyarakat. Jadi intinya,
dalam meningkatkan interaksi sosial, pasien diharuskan
untuk berhubungan dengan orang yang ada di sekitarnya.
Baik di lingkungan rumah, masyarakat, dan komunitas
sekitar. Dengan begitu, akan tumbuhnya rasa berani dan
percaya diri tanpa adanya rasa cemas saat pasien harus
berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya.”
Melalui hasil wawancara pada tanggal 22 April 2021 yang
dilakukan dengan Pak Renaldy sekaligus observasi yang dilakukan
peneliti, pekerja sosial medis, terkait penerapan terapi sosial yang
diberlakukan pada beberapa kelas edukasi dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial pasien skizofrenia,
terapi sosial memiliki tiga aspek pendekatan di dalamnya, yaitu:
1. Aspek Personality, dalam aspek personality atau
yang biasa disebut dengan aspek kepribadian atau
perilaku. Pekerja sosial memberikan intervensi
individu berupa penguatan dalam diri pasien
sebelum memulai hubungan dengan individu
maupun kelompok, memberikan informasi
sekaligus pengetahuan mengenai etika dan perilaku
yang baik sebagai individu di masyarakat.
Sebagaimana hasil wawancara dengan Pak Renaldi
pada 22 April 2021, yaitu:
75
“Dalam aspek personality pertama saya
kasih informasi dahulu tentang betapa pentingnya
manusia untuk berinteraksi dengan orang lain
karena kitakan mahluk sosial yang harus
berhubungan dengan orang lain, saya ajarkan
bagaimana memulai berkomunikasi dengan orang
lain sikap yang baik di dalam masyarakat,
sekaligus penguatan dalam diri mereka untuk
percaya diri dan harus berani saat mereka kembali
ke lingkungan masyarakat.”
2. Aspek Komunikasi Interpersonal, dalam aspek ini
pekerja sosial melibatkan pasien skizofrenia untuk
memulai pembicaraan dengan teman rehabilitan
lainnya, dengan tujuan agar mereka dapat berbicara
dengan lebih jelas dan akan terbiasa untuk
berbicara dengan orang lain, baik individu maupun
kelompok yang ada, saat mereka kembali ke
lingkungan masyarakat. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Pak Renaldi dalam wawancara pada
22 April 2021, yaitu:
“Kalau aspek komunikasi saya wajibkan
untuk mengobrol dan berbicara dengan teman
rehabilitan lainnya. Kebanyakan dari mereka malu
dan bingung mau ngobrolin apa kadang
berbicaranya juga kacau dan tidak jelas. Jadi, saya
ajarkan dulu kalau mereka baru bertemu agar
saling berkenalan, tanyakan dahulu siapa namanya
76
lalu buka topik pembicaraan dengan small-talk. Itu
tiap minggu akan saya evaluasi tentang siapa saja
yang udah diajak berkomunikasi dan mereka harus
mengingatnya. Jadi, sekalian kita latih daya ingat
mereka.”
3. Aspek Interaksi Sosial, pada aspek interaksi sosial
pasien skizofrenia dilibatkan ke dalam kegiatan
yang berhubungan dengan orang lain. Pekerja
sosial mengajarkan mereka untuk bisa berani dan
lebih percaya diri untuk berhubungan dengan orang
lain tanpa perlu merasa rendah diri. Sebagaimana
yang dikatakan dalam wawancara 22 April 2021
oleh Pak Renaldy, selaku pekerja sosial, yaitu:
“Intinya pada aspek interaksi sosial mereka
dilibatkan di dalam kelompok agar mereka
walaupun awalnya terpaksa, namun akan terbiasa
nantinya untuk berhadapan dengan orang lain.
Mereka juga diharuskan untuk bercerita mengenai
sesuatu di depan teman-temannya agar
menumbuhkan rasa percaya diri pada diri mereka
masing-masing.”
Melalui hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi yang peneliti dapatkan di atas selama satu
bulan bertanggal pada 12 April 2021 - 11 Mei 2021, peran
pekerja sosial medis sebagai pendidik dalam
meningkatkan berinteraksi sosial pasien skizofrenia
77
memberikan pengajaran berupa peningkatan pada
kesadaran, pemberian informasi-informasi, dan serta
pengajaran keterampilan yang diberikan melalui
kegiatan kelas-kelas edukasi berbasis terapi sosial.
C. Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien Skizofrenia di
Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender
Pasien skizofrenia memiliki gangguan pada
perilakunya yang meliputi kemampuan berfikir, membuat
keputusan, mengelola emosi yang beberapa dari mereka
terganggu karena mereka yang kalut dalam pikirannya,
seperti halusinasi dan waham. Dengan kondisi yang
sedemikian rupa, mengakibatkan mereka mengalami
kesulitan dalam memahami situasi sosial yang
berhubungan dengan orang lain. Sehingga, membuat
pasien skizofrenia menarik diri dan sulit untuk berinteraksi
kepada baik individu lain ataupun dengan kelompok
masyarakat lainnya. Hal-hal tersebut menyebabkan
kemampuan berinteraksi sosial mereka buruk.
Sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan oleh Pak
Renaldi selaku pekerja sosial yang dilakukan pada 22 April
2021, yaitu:
“Orang dengan skizofrenia mengalami perubahan
perilaku dan emosional. Itu sebabnya mereka menarik diri
dan sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Maka dari
itu, kita latih kemampuan berinteraksi mereka di kelas-
78
kelas edukasi. Mereka yang mengikuti terus kegiatan di
rehab Alhamdulillah ada perubahan yang lebih baik.”
Pengertian di atas juga dikatakan oleh Mbak Pipit,
selaku perawat dan penanggung jawab rehabilitan melalui
hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 22 April
2021, yaitu:
“Awal mereka datang ke rehab, afeksi mereka
hampir semuanya datar. Para rehabilitant yang sudah
cukup lama dan rutin mengikuti kegiatan rehab, mereka
menunjukkan perubahan yang bagus.”
Hal serupa juga dikatakan oleh Bu Titiek selaku instruktur
kelas keterampilan dalam wawancara pada 27 April 2021
mengenai kondisi pasien dengan skizofrenia, yaitu:
“Kalau yang dilihat saat di kelas saya, saat ada
rehabilitant baru, mereka cenderung pada diam saja dan
bengong. Kecuali anak lama seperti DS dan JJ mereka
sudah seperti orang normal, bagus perkembangannya.”
Sulitnya untuk melakukan interaksi dengan orang
lain yang membuat kemampuan berkomunikasi tidak
berjalan dengan baik bagi pasien skizofrenia karena
mereka lebih sering menyendiri dan lebih memilih untuk
menjauhi kerumunan. Namun, setelah menjalani kegiatan
di rehabilitasi mereka merasakan perbedaan ke arah yang
lebih baik. Hal tersebut juga dikatakan oleh para pasien
skizofrenia di unit rehabilitasi psikososial RSJ Islam
Klender, melalui hasil wawancara dengan tiga pasien
79
skizofrenia yang bersedia menjadi informan pada
penelitian ini, yaitu:
DS melalui hasil wawancara pada 26 April 2021,
mengatakan bagaimana keadaannya sebelum dan sesudah
mengikuti kegiatan di rehabilitasi, yaitu:
“Aku kurang pandai dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain. Dari semasa sekolah
menengah pertamaku, aku memang tidak memiliki banyak
teman dan aku stres pelajaran saat sekolah hingga
perasaanku meledak ditambah ibuku meninggal sampai
akhirnya aku mengidap skizofrenia yang memperparah
kemampuan berinteraksiku semakin buruk karena
mengurung diri di kamar saja.”
DS menambahkan dalam wawancaranya, mengenai
keadaan setelah mengikuti kegiatan di rehabilitasi, yaitu:
“Setelah aku mulai ikut kegiatan di rehab atas
saran dokterku, aku diajarin untuk gak boleh menyendiri
terus harus percaya diri untuk ajak orang lain berinteraksi
agar punya teman. Kondisiku sudah stabil dan aku juga
sudah mengikuti kegiatan bersama masyarakat di
lingkungan rumahku dan kemampuan berinteraksiku
sudah cukup baik layaknya orang normal.”
Selain itu, informan JJ dalam wawancara 27 April
2021 juga mengatakan bagaimana kondisi awal dirinya
sebelum dan setelah mengikuti kegiatan di unit rehabilitasi
psikososial RSJ Islam Klender, yaitu:
80
“Aku menderita fobia sosial. Setiap ada orang aku
merasa mereka selalu membicarakan hal buruk tentangku.
Semasa sekolah, aku memang tidak memiliki teman dekat.
Namun, puncak hingga aku mengdap skizofrenia berawal
saat kuliah dan ikut orientasi aku gak punya teman. Aku
juga gak punya keberanian untuk berkenalan dengan
teman di kampus, terlalu takut mereka tidak mau menerima
diriku. Apapun aku lakuin sendiri dan aku sangat tidak
kuat saat itu.”
JJ menambahkan lagi mengenai bagaimana kondisinya
setelah mengikuti kegiatan di rehab, yaitu:
“Aku merasa memiliki banyak kemajuan mengenai
kondisiku. Saat aku mulai merasa cemas atau merasa
tertekan, sekarang aku sudah cukup baik dalam mengatasi
kecemasanku. Begitu juga dengan kemampuan
berinteraksi sosialku, aku aktif menjawab dan bertanya di
kelas rehabilitasi serta mengobrol dengan teman di kelas.
Hubungan dengan keluargaku juga membaik karena diriku
mulai terbuka, khususnya dengan ibuku.” (JJ dalam
wawancara pada 27 April 2021)
Begitu juga dengan informan MAR yang
menjelaskan mengenai keadaan awal dan setelahnya dalam
wawancara pada 27 April 2021, yaitu:
“Saya sebelum mengikuti kegiatan di rehab, sering
berbicara kasar dan bawaannya emosi, mau marah-marah
terus. Dahulu kalau berbicara sering kasar dan menyakiti
lawan bicara saya hingga berantem. Sampai akhirnya saya
81
memiliki masalah dan masuk penjara dan tervonis
mengidap sekizofrenia karena cemas akan adanya
pembunuhan berencana terhadap saya dan membuat saya
terus menerus mengurung diri di kamar tak ingin bertemu
orang lain.”
MAR menambahkan dalam wawancaranya mengenai
keadaannya setelah mengikuti kegiatan kelas edukasi di
rehab, yaitu:
“Pak Dedi mengajarkan saya untuk mengontrol
emosi saya dan segera duduk sambil baca istighfar biar
lebih tenang kalau saya mulai emosi. Saya senang sekali,
perkataannya sangat jelas dan mudah untuk saya pahami.
(MAR dalam wawancara pada 27 April 2021)
Berdasar wawancara sekaligus hasil observasi yang
dilakukan peneliti, pasien skizofrenia memiliki
kemampuan yang kurang baik dalam berinteraksi sosial
dengan orang lain, yang disebabkan oleh penyakitnya.
Namun, setelah mengikuti kegiatan di unit rehabilitasi
psikososial RSJ Islam Klender, kemampuan berinteraksi
sosial mereka mengalami kemajuan sedikit demi sedikit.
82
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab V ini, diuraikan hasil temuan data yang dianalisa
dengan mengkaitkan pada teori-teori, serta latar belakang, maupun
temuan-temuan gambaran umum yang telah dijabarkan
sebelumnya. Temuan mengenai pekerja sosial dalam menjalankan
fungsinya di Rumah Sakit, temuan peranan pekerja sosial medis
pada fokus peranan yang diteliti dalam meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien skizofrenia, serta bagaimana
kemampuan berinteraksi sosial pasien skizofrenia di rehabilitasi
psikososial RSJ Islam Klender. Dengan menggabungkan sekaligus
mengkaji hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, peneliti
menemukan hal-hal mengenai bagaimana peran pekerja sosial
medis yang berfokus pada peranannya sebagai pendidik
berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial
pasien skizofrenia di Unit Rehabilitasi psikososial RSJ Islam
Klender melalui kegiatan kelas-kelas edukasi dengan penerapan
terapi sosial yang diberikan kepada pasien skizofrenia.
A. Pekerja Sosial Medis Bagi Pasien Skizofrenia di Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada
pekerja sosial dalam Bab IV (h. 55) diketahui bahwa
pekerja sosial medis bertujuan memberikan pelayanan
dengan memfasilitasi bantuan proses pemulihan
keberfungsian sosial secara layak berupa pemberian
pemahaman, dukungan, maupun dorongan terhadap
83
penyelesaian masalah yang dialami pasien serta membantu
penyesuaian diri pasien untuk kembali ke dalam
lingkungan bermasyarakat. Sebagaimana pemaparan
fungsi pekerja sosial tersebut sesuai dengan teori Johnson
dalam Bab II (h. 20-21) mengenai fungsi pokok pekerja
sosial medis yang bertujuan untuk meningkatkan
keberfungsian sosial pasien melalui bantuan penyelesaian
masalah dari segi sosial dan emosional pasien karena
penyakitnya sehingga dapat menjalankan peran-peran
sosial di lingkungannya. Hal ini juga diperkuat oleh
penjelasan tim profesi unit Rehabilitasi Psikososial RSJ
Islam Klender dalam Bab III (h. 51) yang menjelaskan
bahwa pekerja sosial medis dalam pelaksanaan proses
pemulihan pasien membantu memberikan pengajaran
berupa pelatihan dan keterampilan agar dapat kembali ke
masyarakat layaknya manusia lain yang hidup
bersosialisasi dengan orang-orang yang ada di sekitar
lingkungannya.
Berdasar hasil penelitian, peneliti menemukan
bahwa fasilitas yang diberikan oleh lembaga kepada para
rehabilitan dalam proses rehabilitasi berupa fasilitas ruang
kelas-kelas edukasi yang menerapkan terapi pemulihan
sesuai kebutuhan, ruang konsultasi konseling, fasilitas gym
dan kesehatan fisik, serta makanan yang selayak mungkin.
Berdasar hasil wawancara dan observasi yang peneliti
lakukan juga menunjukkan adanya kepuasan dari
pelayanan fasilitas yang disediakan lembaga. Seperti DS
84
yang menjelaskan (Bab IV, h. 56) bahwa ia merasa puas
dengan fasilitas di rehabilitasi, ia mendapatkannya secara
gratis karena adanya bantuan dari BPJS, biaya
pengeluarannya hanya untuk biaya makan siang perbulan
dan harganya sesuai dengan pelayanan makanan dan
kebersihan yang diberikan pihak lembaga dengan porsi 4
sehat 5 sempurna.
Kekurangan yang ditemukan berdasar hasil
observasi selama satu bulan di sana adalah jumlah fasilitas
kelas yang tersedia dan kelas yang kurang luas dibanding
banyaknya peserta rehabilitant sehingga menimbulkan
sesak saat semua peserta rehabilitan hadir serta lapangan
kegiatan olahraga yang tercampur dengan parkiran. Hal ini
terjadi karena adanya keterbatasan lahan yang dimiliki oleh
pihak lembaga.
Dari penjelasan di atas, analisis dari temuan yang
terlihat, dapat disimpulkan bahwa pencapaian tujuan dari
fungsi pekerja sosial medis sudah dijalankan dengan cukup
baik. Beberapa fungsi yang dijelaskan pada teori Johnson
pada Bab II (h. 20-21) juga sesuai pada hasil wawancara
terhadap informan pekerja sosial medis di RSJ Islam
Klender. Pekerja sosial medis memberikan bantuan untuk
pasien skizofrenia dalam menerima fasilitas pengobatan
yang cukup layak dan baik pada proses pemulihan
keberfungsian sosialnya, permasalahan yang disebabkan
penyakit yang dialami pasien skizofrenia juga terselesaikan
dan adanya perubahan perilaku ke arah yang lebih baik
85
setelah mengikuti kegiatan di Unit Rehabilitasi Psikososial
RSJ Islam Klender. Pemaparan fungsi mengenai pekerja
sosial medis yang memberikan bantuan kepada pasien
skizofenia ini sesuai dengan penggalan surat Al-Maidah
ayat 2 pada Bab I (h. 3) yang menjelaskan bahwa manusia
harus saling tolong menolong. Adanya kekurangan
mengenai kondisi kelas karena memang terbatasnya lahan
yang dimiliki. Namun, pihak lembaga juga sudah
memberikan fasilitas selayak mungkin untuk kegiatan
rehabilitasi yang memadai.
B. Peran Pekerja Sosial Medis Sebagai Pendidik Dalam
Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien
Skizofrenia di Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender
Pekerja sosial medis memiliki banyak peranan yang
dilakukan dalam prakteknya. Pada Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender, peranan yang lebih
dominan adalah peran pendidik. Berdasarkan wawancara
dengan Pak Renaldy, selaku pekerja sosial medis pada Bab
IV (h. 59) mengenai pekerja sosial medis, peranan
dominannya sebagai pendidik. Hal ini juga diperkuat
dengan pemaparan Mbak Pipit dalam Bab IV (h. 59) yang
mengatakan bahwa kegiatan di unit rehabilitasi RSJIK
lebih kepada edukasi atau pengajaran sesuatu sesuai
kebutuhan pasien. Lebih lanjut, pekerja sosial medis
sebagai pendidik diharuskan dan dituntut untuk memiliki
86
pengetahuan yang luas dan kemampuan untuk menjelaskan
pengajarannya yang jelas dan mudah dipahami oleh pasien
skizofrenia.
Sebagaimana pemaparan mengenai peranan
pendidik pekerja sosial medis yang dijelaskan di atas sudah
sesuai dengan teori Zastrow (dalam Adi, 2003) pada Bab II
(h. 21-22) mengenai pekerja sosial dalam peranan
pendidiknya harus memiliki keahlian yang terampil dalam
penyampaian informasi serta memiliki pengetahuan yang
luas dan up to date namun harus memadai. Berdasarkan
hasil observasi penelitian, peneliti melihat bahwa pekerja
sosial medis memiliki pengetahuan yang cukup luas
dimana ia menguasai pengetahuan sebagai pekerja sosial
medis bahkan mengetahui beberapa obat yang diberikan
dokter kepada pasien skizofrenia, serta hal-hal
keperawatan. Dalam penyampaian materi yang dilakukan
di dalam kelas edukasi maupun saat melakukan konsultasi
konseling individu juga mudah dipahami dalam
penyampaiannya. Sehingga pasien skizofrenia dan peserta
rehabilitant lainnya memahami maksud dari pekerja sosial
medis. Seperti pernyataan yang yang diungkapkan dalam
hasil wawancara oleh MAR dalam Bab IV (h. 79) yang
mengatakan bahwa ia menyukai bagaimana cara pekerja
sosial medis menyampaikan penjelasan dengan bahasa
yang jelas dan mudah dipahami.
Selanjutnya mengenai praktik pendidik pekerja
sosial medis, pekerja sosial juga berperan penting dalam
87
memberikan pengajaran melalui peningkatan kesadaran
terhadap masalah, pemberian informasi dan keterampilan
tertentu. Berdasarkan hasil wawancara pada Bab IV (h. 59)
yang dilakukan dengan pekerja sosial medis bahwa dalam
memainkan perannya sebagai pendidik yang dilakukan
melalui kelas-kelas edukasi, sudah sesuai dari apa yang
diungkapkan pekerja sosial medis dengan teori Ife
mengenai peran pendidik yang berperan penting membantu
pelaksanaan proses peningkatan produktivitas melalui
pengajaran yang merangkup 3 jenis bantuan yang sudah
dijelaskan di dalam Bab II (h. 22).
Hal ini juga diperkuat dengan wawancara yang
dilakukan dengan Mbak Novi selaku psikolog di dalam
Bab IV (h. 59) yang mengatakan bahwa dalam mengisi
kegiatan di unit rehabilitasi dengan memberikan edukasi
melalui informasi dan pengetahuan baru yang diberikan ke
pasien atau para rehabilitan. Adanya edukasi melalui
pemberian informasi merupakan salah satu peran pekerja
sosial medis sebagai pendidik yang dijabarkan oleh Ife
(Bab II, h. 22).
Peranan pendidik yang dilakukan oleh pekerja
sosial medis sebagai bentuk proses peningkatan
kemampuan berinteraksi sosial pasien skizofrenia menjadi
tolak ukur dari keberhasilan pasien skizofrenia yang sudah
meningkat kemampuan berinteraksi sosialnya atau belum
meningkat. Berikut jenis bantuan dari proses peningkatan
88
produktivitas melalui pengajaran yang dilakukan pekerja
sosial medis sebagai pendidik.
1. Peningkatan kesadaran terhadap masalah yang
terjadi
Berdasar hasil wawancara pada Bab IV (h.
61) yang dilakukan bersama informan pekerja
sosial medis, diketahui bahwa pekerja sosial
medis dalam peranan pendidiknya di Unit
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender
memberikan bantuan untuk membuat pasien
skizofrenia sadar akan permasalahan yang
dialami karena penyakitnya. Permaparan
tersebut sesuai dengan penjelasan teori Ife
dalam Bab II (h. 22) mengenai salah satu jenis
bantuan yang dilakukan pekerja sosial dalam
peranannya sebagai pendidik.
Berdasarkan hasil observasi penelitian,
bersamaan dengan meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien skizofrenia, pekerja
sosial medis sebagai peranan pendidiknya
membantu meningkatkan kesadaran pasien
skizofrenia yang cenderung pendiam dan
penyendiri untuk lebih sadar dan memahami
tentang betapa pentingnya berinteraksi sosial.
Selain kegiatan yang dilakukan melalui
konseling konsultasi individu juga melalui
kelas edukasi terapi kelompok yang mana kelas
89
terapi kelompok ini dalam pelaksanaannya
membantu meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien skizofrenia.
a. Kelas Terapi Kelompok (Group
Therapy)
Kegiatan pada kelas ini kelas ini
dilakukan oleh pekerja sosial medis
yang memimpin rangkaian kegiatan
dengan melibatkan para rehabilitan
yang memiliki situasi yang sama, lalu
disatukan ke dalam sebuah kelompok
untuk bisa saling bebagi cerita diri
pengalaman masing-masing mereka
dan saling menguatkan bahwa mereka
bersama-sama dan tidak sendiri.
(Wawancara pekerja sosial pada Bab
IV, h. 62).
Pernyataan di atas tersebut
diperkuat berdasar hasil observasi
penelitian, diketahui bahwa pekeja
sosial medis sebagai peranan
pendidiknya, membantu meningkatkan
kesadaran pasien skizofrenia dengan
menyatukan mereka dalam sebuah
kelompok agar mereka saling berbagi
mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan penyakitnya agar mereka lebih
90
memahami peyakitnya dan bagaimana
cara mengatasinya. Mengenai fokus
dalam penelitian ini tentang bagaimana
meningkatnya kemampuan interaksi
sosial pasien skizofrenia, kesulitan
mereka dalam berinteraksi disebabkan
karena penyakit yang dideritanya.
Hal ini juga diperkuat oleh
penjelasan Duckworth pada Bab II (h.
27-29) bahwa pengidap skizofrenia
sulit untuk berinteraksi sosial karena
mengalami peningkatan tekanan
perasaan jika berhadapan dengan
orang lain. Maka dari itu, di dalam
kelas terapi kelompok mereka bisa
saling sharing terhadap apa yang harus
dilakukan dan cara meningkatkan
kemampuannya, agar mereka dapat
kembali melakukan interaksi sosial
dengan baik. Dengan adanya sesi
sharing di kelas terapi kelompok,
mereka jadi lebih sadar terhadap
masalahnya. Hal ini sudah sesuai
dengan teori Ife pada Bab II (h. 22)
tentang penngkatan kesadaran dan
diperkuat dengan wawancara yang
91
dilakukan dengan informan DS pada
bab IV (h. 63).
Selanjutnya, melalui hasil analisis
peneliti mengenai kelas terapi
kelompok ini, pekerja sosial medis
sebagai pendidik dalam meningkatkan
kesadaran pasien skizofrenia dalam
meningkatkan kemampuan interaksi
sosial mereka, di dalamnya
menerapkan terapi sosial melalui aspek
interaksi sosial karena adanya lebih
dari dua orang yang saling bertemu dan
menjalin hubungan, serta aspek
komunikasi interpersonal dimana
adanya pesan yang disampaikan oleh
seseorang yang sedang berbagi
kisahnya lalu diterima dan didengar
banyak orang, lalu aspek personality
atau kepribadian atau perilaku karena
membantu membuat perilaku dalam
diri pasien skizofrenia menjadi lebih
baik,.
Hal ini diperkuat dengan hasil
wawancara pekerja sosial medis pada
Bab IV (h. 72-74) mengenai penerapan
terapi sosial yang diberlakukan pada
kelas-kelas edukasi. Juga diperkuat
92
lagi dengan data dokumen rumah sakit
RSJIK mengenai pelaksanaan kegiatan
tim profesi di unit rehabilitasi pekerja
sosial medis (Bab III, h. 51) sudah
sesuai dengan penjelasan teori dari
Stuart mengenai terapi sosial skill
learning di dalam Bab II (h. 23). Dapat
disimpulkan bahwa kegiatan pada
kelas ini berjalan sesuai dengan
kebutuhan penerima manfaat yaitu
pasien skizofrenia.
2. Pemberian Informasi
Berdasar hasil wawancara bersama pekerja
sosial medis pada Bab IV (h. 64) dikatakan
bahwa pemberian informasi sesuai dengan
kebutuhan pasien skizofrenia terkait dengan
hal-hal yang berhubungan dengan penyakitnya.
Pemaparan yang dikatakan pekerja sosial medis
ini sudah sesuai dengan teori Ife pada Bab II (h.
22) yang menjelaskan mengenai salah satu jenis
bantuan yang diberikan pekerja sosial medis
dalam peranan pendidiknya dengan pemberian
informasi berupa pengetahuan-pengetahuan
sesuai kebutuhan penerima manfaat. Dalam
melaksanakan peran pendidiknya, pemberian
informasi yang diberikan pekerja sosial medis
melalui kelas edukasi dan motivasi yang mana
93
salah satu bentuk motivasi yang dapat diberikan
berupa pengajaran dengan memberikan
berbagai informasi untuk dapat meningkatkan
kemampuan berinteraksi sosial.
a. Kelas Edukasi dan Motivasi
Berdasar hasil observasi penelitian
pada Bab IV (h. 65) yang mengatakan
bahwa kegiatan pada kelas ini
dilakukan untuk mendorong pasien
skizofrenia dapat lebih tergerak untuk
melakukan kegiatan-kegiatan positif
pada proses pemulihan. Kegiatan ini
dilakukan melalui pemberian
informasi melalui pengetahuan-
pengetahuan yang salah satunya
berhubungan dengan cara
meningkatkankemampuan berinteraksi
sosial pasien.
Hal ini juga diperkuat dengan hasil
wawancara dengan pekeja sosial medis
pada Bab IV (h. 65) yang mengatakan
agar dapat meyakinkan pasien
skizofrenia, dalam kegiatan kelas
motivasi harus memberikan berbagai
informasi dan pengetahuan terkait
dengan bahasan yang sedang dibahas.
94
Terkait pada pemberian informasi
yang berhubungan dalam meningkat
kemampuan berinteraksi sosial,
pekerja sosial medis memberikan
dukungan melalui pemberian
informasi mengenai betapa pentingnya
berinteraksi sosial bagi manusia
sebagai mahluk sosial.
Berdasar hasil analisis peneliti, pada
kelas motivasi ini menerapkan aspek
personality dari terapi sosial karena
membantu penguatan pada perilaku
rehabilitan terhadap kemampuan
berinteraksi mereka, lalu aspek
interaksi sosial dimana adanya
interaksi antara pekerja sosial yang
memberikan motivasi dengan pasien
yang menerima motivasi tersebut, juga
aspek komunikasi interpersonal saat
pasien bertanya sesuatu ke pekerja
sosial medis di hadapan teman-teman
rehabilitant lainnya. Hal ini diperkuat
dengan hasil wawancara pekerja sosial
medis pada Bab IV (h. 72-74)
mengenai penerapan terapi sosial yang
diberlakukan pada kelas-kelas edukasi.
Juga diperkuat lagi dengan data
95
dokumen rumah sakit RSJIK mengenai
pelaksanaan kegiatan tim profesi di
unit rehabilitasi pekerja sosial medis
(Bab III, h. 51) sudah sesuai dengan
penjelasan teori dari Stuart mengenai
terapi sosial skill learning di dalam
Bab II (h. 23).
Dapat disimpulkan kegiatan kelas
motivasi ini sudah sesuai dengan jenis
bantuan pekerja sosial medis dalam
peranannya sebagai pendidik dalam
teori Ife (Bab II, h. 22) berupa
pemberian informasi sesuai dengan
kebutuhan dan pada kegiatan ini
memberikan pengaruh positif bagi
pasien skizofrenia.
3. Mengajarkan keterampilan
Melalui hasil wawancara pada pekerja
sosial medis pada Bab IV (h. 66-67) diketahui
bahwa pekerja sosial medis di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender mengajarkan
kelas-kelas keterampilan dengan tujuan untuk
mengasah kemampuan dan memberikan pasien
skizofrenia persiapan atau pembekalan saat
mereka siap kembali ke masyarakat dengan
percaya diri. Hal ini sesuai dengan teori Ife
Pada Bab II (h. 22) tentang peranan pekerja
96
sosial medis sebagai pendidik yang
memberikan jenis bantuan berupa pengajaran
keterampilan. Dalam hal ini, pekerja sosial
medis menerapkan kelas edukasi seperti kelas
kerajinan tangan dan kelas keterampilan
berbahasa yaitu kelas bahasa inggris. Pada dua
kelas keterampilan ini, selain mengasah
kemampuan pasien skizofrenia juga
meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial
pasien.
a. Kelas Kerajinan Tangan (Handy Craft)
Melalui hasil wawancara yang
dilakukan dengan pekerja sosial medis
pada Bab IV (h. 68) diketahui bahwa
dalam memberikan pemberian
keterampilan diantaranya dilakukan
melalui kelas kerajinan tangan yang
dipimpin oleh seorang inspektur dan
didampingi pekerja sosial medis, yang
mana kegiatannya peserta rehabilitan
dibagi menjadi beberapa kelompok
untuk mengolah barang-barang bekas
yang dibuat menjadi suatu karya yang
bermanfaat. Hal ini juga sesuai dan
diperkuat dengan pemaparan Bu Titiek
pada Bab IV (h. 68) mngenai kelas
kerajinan tangan yang dibagi
97
berkelompok dengan tujuan para
rehabilitan dapat terlatih untuk
berinteraksi lewat kerja sama
kelompok. Pemaparan ini sesuai
dengan teori Ife pada Bab II (h. 22)
mengenai peranan pendidik pekerja
sosial medis memberikan pengajaran
berupa keterampilan.
Berdasar hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa kelas keterampilan
ini diberikan agar para pasien memiliki
keterampilan-keterampilan tertentu
berupa pembuatan kerajinan tangan
sebagai suatu bekal keahlian yang
bermanfaat saat mereka kembali ke
lingkungan masyarakat nanti. Juga
dalam pelaksanaan kelas ini, pasien
skizofrenia dibagi ke dalam beberapa
kelompok agar mereka dapat bekerja
sama dalam melaksanakan kegiatan
tersebut. Hal itu berarti pasien
skizofrenia diharuskan berinteraksi ke
sesama anggota kelompoknya.
Melalui hasil analisis peneliti,
penerapan terapi sosial pada kelas ini
meliputi aspek personality atau
perilaku dimana adanya suatu
98
peningkatan positif pada dirinya serta
aspek interaksi sosial dan aspek
komunikasi karena adanya interaksi
yang terjadi baik antara pasien
skizofrenia dengan inspektur dan
pekerja sosial medis maupun interaksi
antar anggota kelompok. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Stuart mengenai
terapi sosial skill learning pada Bab II
(h. 23).
Dapat disimpulkan kegiatan kelas
motivasi ini sudah sesuai dengan jenis
bantuan pekerja sosial medis dalam
peranannya sebagai pendidik dalam
teori Ife (Bab II, h. 22) berupa
pengajaran keterampilan yang
bermanfaat dan pada kegiatan ini
memberikan pengaruh positif bagi
pasien skizofrenia.
b. Kelas Bahasa Inggris
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan pekerja sosial medis
pada Bab IV (h. 70), diketahui bahwa
kegiatan kelas bahasa inggris
merupakan kelas keterampilan
berbahasa yang diberikan pasien
skizofrenia, yang dalam
99
pelaksanaannya ini bukan hanya
bertujuan memberikan sebuah
keterampilan namun juga menciptakan
interaksi sosial melalui roleplay
maupun diskusi kelompok. Melalui
pemaparan tersebut sudah sesuai
dengan teori Ife pada Bab II (h. 22)
mengenai peranan pendidik pekerja
sosial medis dalam mengajarkan suatu
keterampilan pada sasaran yang dituju.
Pada hal ini sasaran yang dituju
adalah pasien skizofrenia yang
diajarkan sebuah keterampilan baru
yang bermanfaat bagi mereka.
Penerapan terapi sosial pada kegiatan
kelas ini meliputi seluruh aspek,
seperti aspek personality yang mana
mengubah kepribadiannya ke arah
yang lebih baik, aspek interaksi sosial
yang terjadi saat diskusi kelompok
maupun melalui roleplay, serta
komunikasi interpersonal saat tiap
perwakilan kelompok memaparkan
hasil diskusi kelompoknya. Pemaparan
ini sudah sesuai dengan penjelasan
Stuart mengenai terapi sosial skill
learning serta metode yang dilakukan
100
melalui role play dan melalui
penunjukkan video-video (Bab II, h.
23).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan kegiatan kelas-kelas edukasi dengan
penerapan terapi sosial sudah sesuai dengan praktik
peranan pendidik pekerja sosial medis dan sudah terlaksana
dengan baik. Sangat penting untuk pekerja sosial medis
sebagai pendidik membantu meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien skizofrenia. Karena, mereka
cenderung menyendiri dan menghindari orang lain hinga
mereka memiliki kemampuan yang kurang baik dalam
berinteraksi dan berkomunikasi. Padahal, manusia sebagai
mahluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain yang mana interaksi sosial sebagai prosesnya.
Dengan diajarkan melalui peningkatan kesadaran,
pemberian informasi dan keterampilan-keterampilan
tertentu seperti yang dijelaskan teori Ife (Bab II, h. 22),
pasien skizofrenia mendapatkan manfaat baik yang
diperoleh melalui peningkatan kemampuan dalam
berinteraksi sosial, keberanian untuk memulai
berkomunikasi dengan orang lain, serta kepercayaan diri
yang meningkat dalam menampilkan diri di masyarakat
(Bab IV, h. 72-74).
101
C. Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien Skizofrenia di
Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan pada 7 informan, yaitu seorang pekerja sosial,
informan pasien skizofrenia, perawat, psikolog, dan
instruktur keterampilan dalam temuan data di Bab IV,
diketahui bahwa terjadinya perubahan perilaku pada pasien
skizofrenia disebabkan adanya gangguan perilaku pada
dirinya sehingga mereka mengalami defisit diri maupun
penarikan diri dari lingkungannya dan membuat
kemampuan berinteraksi sosial mereka kurang baik. Hal ini
juga diperkuat dengan penjelasan Duckworth (dalam Bab
II hal. 27-29) mengenai pengertian pada pasien skizofrenia
yang memiliki gangguan pada perilakunya meliputi
kemampuan berpikir, mengelola emosi, serta bagaimana
berhubungan dengan orang lain, yang mana penderita
gangguan skizofrenia juga mengalami kesulitan dalam
pemahaman sosial. Sehingga, penderita cenderung
mengalami peningkatan stress dan tekanan perasaan jika
menghadapi orang lain.
Menurut analisis peneliti terhadap pemaparan yang
dikatakan oleh Pekerja Sosial Medis di unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender (Bab IV, h. 76) sudah sesuai
dengan penjelasan Duckworth (Bab II, h. 27-29) mengenai
pasien skizofrenia kesulitan dalam melakukan interaksi
sosial. Dengan adanya peningkatan tekanan perasaan yang
dirasakan oleh para rehabilitan yang mengidap gangguan
102
skizofrenia saat adanya kehadiran orang lain, hal
tersebutlah yang membuat diri mereka memilih untuk
menyendiri dan menghindar dari orang lain hingga mereka
menjadi sulit melakukan interaksi sosial dengan orang lain
serta kurangnya kepercayaan diri untuk berinteraksi karena
kurang terbiasa.
Seperti penjelasan di atas, pasien skizofrenia di unit
rehabilitasi psikososial RSJ Islam Klender memiliki afeksi
yang datar. Mereka lebih sering menyendiri dan cenderung
menghindari orang di sekitarnya saat awal masuk di unit
rehabilitasi. Namun, setelah pasien skizofrenia megikuti
pelaksanaan kegiatan di unit rehabilitasi psikososial RSJ
Islam Klender, yang meliputi kegiatan-kegiatan kelas
edukasi, kemampuan berinteraksi sosial pasien skizofrenia
mengalami peningkatan yang lebih baik dibandingkan saat
awal mereka masuk di rehab.
Melalui hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan dengan 3 informan pasien skizofrenia pada Bab
IV, kemampuan berinteraksi yang meningkat pada pasien
skizofrenia, berupa memiliki keberanian untuk menyapa
dan mengobrol dengan teman sekelasnya, percaya diri
untuk tampil dan bercerita di hadapan teman-temannya,
hingga mereka menerapkan kemampuan-kemampuan
tersebut di lingkungan masyarakat. Hal ini sesuai dengan
teori Thibaut dalam Bab II (h. 24) mengenai penjelasan
interaksi sosial sebuah peristiwa yang terjadi antara dua
103
orang atau lebih yang sedang hadir dan berkomunikasi
antar satu dan lainnya.
Dengan mereka memulai menyapa, percaya diri
untuk tampil maupun bercerita di depan teman-teman kelas
rehabnya, kejadian tersebut merupakan sebuah interaksi
sosial dengan adanya komunikasi yang dilakukan pasien
skizofrenia dengan orang lain, baik itu teman-teman di
rehabilitasi psikososial RSJ Islam Klender maupun di
lingkungan masyarakat.
104
BAB VI
PENUTUP
Pada bab ini menjabarkan kesimpulan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan peneliti. Bab ini berisi mengenai kesimpulan
dan saran yang diberikan peneliti dalam penelitiannya di Unit
Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini,
peneliti menyimpulkan bahwa pekerja sosial medis
merupakan suatu bentuk pelayanan dalam membantu
proses pemulihan keberfungsian sosial pasien dengan
mendapatkan fasilitas pengobatan yang layak. Hal ini
dapat dilihat dari salah satu perannya, yaitu peran pendidik
pekerja sosial medis pada Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
ini yang membantu meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial psien dengan memberikan pengajaran-
pengajaran melalui kelas edukasi dalam meningkatkan
kesadaran pasien terhadap masalah yang dialami,
memberikan informasi-informasi berupa pengetahuan
yang berhubungan dengan penyelesaian masalah yang
dialaminya, serta pengajaran berupa keterampilan-
keterampilan yang menjadi bekal dan menjadi suatu
keahlian yang dimiliki pasien saat mereka kembali ke
lingkungan bermasyarakat. Maka dari itu, pekerja sosial
medis dalam peranannya sebagai pendidik dituntut untuk
memiliki pengetahuan yang luas dan up to date serta
105
penyampaian yang harus jelas dan dapat dengan mudah
dipahami oleh pasien.
Hal tersebut sesuai dengan temuan yang didapat
dari masing-masing indikator temuan data pada penelitian
ini
1. Pekerja Sosial Medis Bagi Pasien Skizofrenia
di Unit Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender
Dari pembahasan yang dijelaskan, dapat
disimpulkan bahwa pekerja sosial medis sudah
menjalankan fungsinya dengan baik dimana
pekerja sosial medis dalam menjalankan tugasnya
di setting pelayanan kesehatan agar pasien
mendapat pengobatan yang layak dengan tujuan
memberikan bantuan pemecahan masalah dari
segi sosial dan emosional pasien dalam proses
pemulihan keberfungsian sosialnya. Pasien
skizofrenia dalam kegiatan di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender diberikan
kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan
dari penyelesaian masalahnya, sehingga setelah
melaksanakan kegiatan di rehabilitasi dengan
pembekalan keahlian-keahlian yang didapat,
membuat mereka berani dan percaya diri saat
kembali ke lingkungan bermasyarakat tanpa
adanya perasaan rendah diri.
106
2. Peran Pekerja Sosial Medis Sebagai Pendidik
Dalam Meningkatkan Kemampuan
Berinteraksi Sosial Pasien Skizofrenia di Unit
Rehabilitasi Psikososial Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender
Dari pembahasan yang dijelaskan, dapat
disimpulkan bahwa pekerja sosial medis yang
berada di Unit Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender memberikan pengajaran untuk pasien
skizofrenia melalui kelas-kelas edukasi yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan mereka,
seperti salah satunya meningkatkan kemampuan
pasien skizofrenia dalam berinteraksi sosial yang
disebabkan adanya peningkatan tekanan perasaan
hingga mereka lebih memilih untuk menyendiri
dibandingkan bertemu dan berinteraksi dengan
orang lain.
Dalam meningkatkan kemampuan
berinteraksi sosial pasien skizofrenia diberikan
melalui kelas edukasi yang di dalamnya
diterapkan Terapi Sosial yang di dalamnya
memiliki aspek personality, komunikasi
interpersonal, dan interaksi sosial. penerapan
Terapi Sosial ini bertujuan agar pasien dapat
kembali berkomunikasi dengan terarah serta
mampu berinteraksi sosial dengan baik.
107
Lalu, dengan adanya kegitan-kegiatan yang
diberikan kepada pasien skizofrenia, mereka
dapat memanfaatkan kegiatan tersebut untuk
mengasah bakat atau kemampuan mereka dalam
kemampuan berinteraksi sosial serta mendapat
keahlian baru yang dapat menjadi bekal atau
pegangan mereka nanti.
3. Kemampuan Berinteraksi Sosial Pasien
Skizofrenia di Unit Rehabilitasi Psikososial
Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Dari pembahasan yang telah dijelaskan,
dapat disimpulkan bahwa kondisi awal peserta
rehabilitant pasien skizofrenia sebelum mengikuti
kegiatan di rehabilitasi, kemampuan berinteraksi
sosial mereka sangat kurang dan tidak berjalan
dengan baik. mereka merasa tidak percaya diri
dan tidak memiliki keberanian untuk berinteraksi
dengan orang lain sehingga mereka memilih
untuk menyendiri dan menghindari orang lain.
Namun, kemampuan merekadalam berinteraksi
berangsur-angsur meningkat ke arah yang lebih
baik setelah mengikuti kegiatan di rehabilitasi
juga mereka mendapatkan banyak manfaat
mengenai perubahan yang positif yang membuat
mereka lebih berani dan percaya diri untuk
berinteraksi sosial dengan orang lain.
108
B. Saran
Merujuk pada kesimpulan di atas, maka penulis
mencoba memberikan masukan yang sekiranya dapat
dijadikan pertimbangan untuk kedepannya, yaitu:
1. Bagi Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Pada Rumah Sakit Jiwa Islam Klender,
diharapkan dapat menambah sumber daya
manusia terkait profesi pekerja sosial profesional
di bidang medis. Sehingga di unit rehabilitasi
psikososial yang merupakan tempat pekerja sosial
bernaung, dapat berperan penuh dalam
penanganan proses pemulihan keberfungsian
sosial pasien dengan lebih maksimal. Juga,
diharapkan pada unit rehabilitasi lebih
diperbanyak lagi ruangan kelas-kelas yang
dijadikan sebagai fasilitas pembelajaran agar para
rehabilitant dapat melakukan kegiatan rehabilitasi
dengan maksimal.
2. Bagi Program Studi Kesejahteraan Sosial
Pada program studi Kesejahteraan Sosial,
diharapkan lebih meningkatkan kerja sama
terhadap lembaga-lembaga yang bersetting
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit baik
rumah sakit umum ataupun rumah sakit jiwa
lainnya, sehingga mahasiswa maupun mahasiswi
prodi kesejahteraan sosial dengan mudah untuk
melakukan praktikkum ataupun penelitian
109
berdasar ranahnya, juga agar profesi pekerja
sosial akan terus berkembang dan lebih dikenal
dengan masyarakat.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Pada peneliti selanjutnya, peneliti
menyadari keterbatasan dalam penyusunan
penelitian yang dilakukan ini serta dapat
dijadikan bahan referensi untuk penelitian
selanjutnya. Namun, peneliti mengharapkan bagi
peneliti lain yang juga tertarik dalam penelitian
tentang pekerja sosial di ranah medis terutama
dalam pelayanan medis di unit rehabilitasi medik
yang dapat menjadi tambahan wawasan
pengetahuan.
110
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adi, Isbandi Rukminto. (2003). Pemberdayaan, Pengembangan
Masyarakat, dan Intervensi Komunikasi. Jakarta. FE
Universitas Indonesia.
Creswell, J. (2017). Research Design: Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta. PT Pustaka Pelajar.
Dewi, J. (2011). Aku Menderita Skizofrenia. Yogyakarta: Kanisius.
Dewi, Kartika Sari. (2012). Kesehatan Mental. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Ife, Jim. (2002). Community Development Creating, Community,
Alternatif Vision Analysis and Practice. Logman, Dly, Ltd
Australia.
Moleong, Lexy J. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Puspa, Yan Pramadya. (2003). Kamus Umum Populer. Semarang:
CV Aneka Ilmu.
Stuart, G.W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. (8th ed). St. Louis: Mosby Years Book inc. South
Carolina.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
111
Sama’i, Uung Nasdia. (2015). Pekerja Sosial Medis (Medical
Social Work). Jember: Universitas Jember.
Jurnal
Aprillia, Emma., Dkk. (2010). “Peran Rumah Sakit Dalam Sistem
Kesehatan Daerah di DKI Jakarta”. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Arifin, Ajruni W & Soni A. Nulhakim. (2015). “Pekerja Sosial
Medis Dalam Menangani Orang Dengan Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat”. Vol. 2(3), 301-
444.
Duckworth, Ken. (2011). “NAMI on Schizophrenia”. Arlington
VA.
Fahrudin, Adi. (2009). “Pekerjaan Sosial Medis di Rumah Sakit:
Tinjauan Konseptual”. (hal 1-13). Bandung: STKS
Bandung.
Kurniasari, Cecilia Indri., dkk. (2019). “Interaksi Sosial Pada
Pasien Skizofrenia di RS Jiwa”. Vol. 15 (2), 25-30.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Maulana, Indra., dkk. (2019). “Penyuluhan Kesehatan Jiwa Untuk
Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat Tentang Masalah
Kesehatan Jiwa di Lingkungan Sekitarnya”. Vol. 2 (2).
Bandung: Universitas Padjajaran.
Untari, Rita. (2014). “Pengaruh Terapi Kelompok Terhadap
Kemampuan Interaksi Sosial Pasien Skizofrenia di Panti
112
Rehabilitasi Laras Utami Surakarta”. Vol. 9 (19).
Surakarta.
Penelitian Lain
Astiti, Dini Tias. (2013). “Meningkatkan Kemampuan Interaksi
Sosial Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa
Program Akselerasi SD HJ. Isriati Baiturrahman 01
Semarang”. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Darma, Andi Algifhari. (2013). “Peran Pekerja Sosial Medis
Dalam Penanganan Pasien Rehabilitasi Narkoba di RSKO
Jakarta”. Bandung: Universitas Padjajaran.
Dewi, Kania. (2017). “Kinerja Pekerja Sosial Medis di RS Jiwa
Provinsi Jawa Barat”. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Bandung.
Istikhomah, Endah. (2014). “Intervensi Mikro Pekerja Sosial
Medis Terhadap Pasien Terlantar di RSUP Dr. Sardjito”.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Kusumaningtyas, Putri. (2019). “Sosialisasi Kegiatan Taman Baca
Masyarakat Pondok Sinau Lentera Anak Nusantara (Lensa)
Sebagai Gerakan Literasi (Studi pada Masyarakat Desa
Mojosari, Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang)”.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Mubarak, Ahmad Said. (2016). “Peran KH. Munir Abdullah
Dalam Membimbing Agama Masyarakat Desa Ngroto,
113
Kec. Gubug, Kab. Grobongan”. Semarang: UIN Wali
Songo Semarang.
Nugroho, Eko R.A. (2018). “Peran Pekerja Sosial Terhadap
Penyandang Skizofrenia di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3”. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Nursalim, Muhammad. (2016). “Proses Pengembangan Kreatifitas
Dengan Skizofrenia (ODS) di Panti Harafa”. Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Rahmawati, Sisiliana. (2012). “Pengaruh Metode ABA (Applied
Behaviour Analysis): Kemampuan Bersosialisasi Terhadap
Kemampuan Interaksi Anak Autis di SLB TPA Kab.
Jember”. Jember: Universitas Jember.
Saraswati, Meda Dewi. (2019). “Peran Pekerja Sosial Dalam
Upaya Meningkatkan Keberfungsian Sosial Pasien
Skizofrenia berbasis Terapi Okupasi”. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Sari, Novita. (2018). “Peran Pekerja Sosial Medis Sebagai
Pendidik Dalam Proses Kemandirian Pasien Skizofrenia di
Rehabilitasi Psikososial RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Jakarta”. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Internet
Databoks. 2019. Persebaran Prevalensi Skizofrenia/Psikosis di
Indonesia.
114
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/per
sebaran-prevalensi-skizofreniapsikosis-di-indonesia#
(diakses tanggal 30 Oktober 2020, 21:14)
Jogloabang. 2019. UU 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-18-2014-
kesehatan-jiwa (diakses tanggal 24 Oktober 2020, 22:46)
Kementrian Kesehatan. 2018. Pengertian Kesehatan Mental.
https://promkes.kemkes.go.id/pengertian-kesehatan-
mental (diakses tanggal 19 Oktober 2020, 23:06).
Media Indonesia. 2020. Kasus Gangguan Jiwa Meningkat Selama
Pandemi.
https://m.mediaindonesia.com/humaniora/352006/kasus-
gangguan-jiwa-di-indonesia-meningkat-selama-masa-
pandemi (diakses tanggal 9 Februari 2021, 14.04)
Sumber Dokumentasi
Arsip dokumen profil Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.
115
LAMPIRAN-LAMPIRAN
116
Laporan Hasil Observasi
Hari, Tanggal Kegiatan Hasil Kegiatan
Senin, 12 April
2021
Pada hari pertama,
peneliti bertemu
dengan Pak Amir
selaku staff direksi
RSJIK lalu
mengelilingi
lingkungan yang ada
di dalam RSJIK
dengan Pekerja Sosial
Medis
Peneliti berangkat menuju tempat penelitian
pada pukul 07:00 menggunakan transportasi
publik, yaitu kereta dan sampai pada stasiun
terdekat, yaitu Stasiun Klender Baru.
Sesampainya di stasiun terdekat, untuk
sampai ke tempat penelitian, peneliti harus
menaiki kendaraan umum, angkot S20 agar
sampai pada tempat penelitian, yaitu
Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender.
Peneliti sampai tujuan pada sekitar pukul
09.00 dan langsung menuju ruangan
mahasiswa berpraktek (ruangan khusus para
mahasiswa untuk beristirahat, berkumpul,
dan berdiskusi) dan bertemu dengan Pak
Renaldi, selaku Pekerja Sosial di sana.
Selanjutnya, peneliti dan Pak Renaldi
menuju ruangan direksi untuk bertemu Pak
Amir agar mendapat surat tanda terima
bahwa peneliti diterima untuk melakukan
penelitian dan mengurus administrasi ke
bagian kasir. Setelah selesai mengurus
administrasi, peneliti kembali menemui Pak
Renaldi yang berada di ruangan tim profesi
untuk mendiskusikan tentang jadwal serta
bagaimana pelaksanaan kegiatan penelitian
117
yang dilakukan. Setelah selesai
mendiskusikan, peneliti dikenalkan oleh tim
profesi yang ada di unit rehabilitasi yaitu
Mbak Pipit sebagai perawat serta
penanggung jawab dari para pasien atau yang
biasa disebut rehabilitan, lalu Mbak Novi
selaku psikolog klinis, dokter umum, Bu
Titiek selaku inspektur keterampilan.
Selanjutnya, peneliti berbincang-bincang
dengan Pak Renaldi sambil berkeliling
lingkungan sekaligus mengamati fasilitas
yang ada di bagian depan dan dalam rumah
sakit seperti, letak ruangan-ruangan yang ada
di sana dan memasuki bangsal-bangsal
dimana tempat pasien rawat inap
mendapatkan perawatan.
Selasa, 13
April 2021
Peneliti memasuki
dan mengamati
ruangan-ruangan
serta fasilitas yang
ada di unit rehabilitasi
psikososial RSJIK
serta berbincang-
bincang dengan
pekerja sosial.
Peneliti sampai pada tempat penelitian pada
pukul 07:55. Sesampainya di ruangan
mahasiswa berpraktek, peneliti bertemu
dengan mahasiswa psikologi lainnya yang
sedang berpraktek untuk tesis. Sekitar pukul
09.00 peneliti berkeliling bagian belakang
rumah sakit yaitu, unit rehabilitasi
psikososial yang terletak dekat dengan
ruangan tim profesi, ruangan mahasiswa
berpraktek, musolla, lapangan olahraga,
ruang direksi, dan dapur gizi rumah sakit.
Peneliti juga mengamati bagaimana kondisi
118
dari tempat dan ruangan-ruangan yang ada di
sana. Pada bagian unit rehabilitasi, terdapat
dua kelas untuk para rehabilitan
melaksanakan kegiatan belajar di rehab.
Pekerja sosial memberi tahu peneliti bahwa
kelas rehab dibagi menjadi dua gelombang
yaitu sesi senin&rabu dan selasa&kamis.
Pada sesi senin&rabu kelas diperuntukkan
untuk para rehabilitan yang memiliki
gangguan jiwa dan retardasi mental,
sedangkan selasa&kamis untuk para pasien
dengan gangguan jiwa seperti skizofrena,
gangguan depresi, dan bipolar.
Kamis, 15
April 2021
Peneliti mengamati
dan berbincang ringan
dengan pasien atau
teman-teman
rehabilitan di unit
rehabilitasi
psikososial RSJIK
Peneliti sampai ke tempat penelitian pada
pukul 07:55. Sesampainya di ruangan
mahasiswa berpraktek untuk meletakkan
barang bawaan peneliti, selanjutnya sekitar
pukul 08.30 peneliti bergegas pergi ke kelas
para rehabilitan melaksanakan kegiatan,
peneliti mengajak beberapa rehabilitant yang
sudah datang dan duduk di depan kelas yaitu
FF, AR untuk berkenalan sekaligus berbicara
ringan untuk melakukan pendekatan pada
mereka agar suasana lebih mencair sekaligus
melakukan pengamatan pada mereka untuk
dipilih menjadi informan. Terlihat
bagaimana pembicaraan yang terjadi pada
mereka terbatasn namun mereka masih
119
berinisiatif untuk saling bertanya tentang
pukul berapa dan naik kendaraan apa saat
menuju rehab. Selanjutnya pada sekitar
pukul 12 siang saat waktu isoma, peneliti
kembali berbincang dan mendekati
rehabilitant lainnya untuk diajak berbicara,
peneliti berbicara dengan IS yang cukup
komunikatif saat berbicara, ia juga
berinisiatif untuk kembali bertanya balik
kepada peneliti sehingga komunikasi yang
terjadi yaitu komunikasi dua arah. IS juga
menceritakan bagaimana kondisi dan
penyebab awal hingga ia harus mengikuti
rehabilitasi di RSJIK ini. Namun, kondisinya
masih belum stabil karena masih kalut,
belum adanya kesadaran mengenai
permasalahan yang dialaminya. Di susul juga
dengan CR yang juga berbicang dengan
peneliti namun ia masih belum komunikatif
karena ia peserta rehabilitant yang kurang
dari sebulan melakukan kegiatan,
perkataannya pun masih cukup kacau.
Senin, 19 April
2021
Peneliti mengikuti
kegiatan terapi sosial
melalui kelas edukasi
bahasa inggris
sekaligus
melanjutkan
Peneliti masuk ke dalam kelas bersama
pekerja sosial medis pada sekitar pukul
09.30. Kelas sesi senin & rabu merupakan
kelas yang banyak dari para rehabilitannya
mengalami retardasi mental. Saat di kelas,
hampir semua rehabilitant masih sangat
120
mengamati para
rehabilitan
minim dalam berinisiatif untuk menjawab
pertanyaan yang dilontarkan pekerja sosial
medis. Mereka sangat pendiam sehingga
kelas terasa sunyi sekali. Saat waktu
istirahatpun, tidak adanya interaksi sosial
yang dilakukan pada mereka karena mereka
lebih memilih untuk sendiri-sendiri.
Selasa, 20
April 2021
Peneliti mengikuti
kegiatan kelas bahasa
inggris edukasi
sekaligus membaur
dan berbincang
kepada teman-teman
rehabilitant
Peneliti masuk ke kelas bahasa inggris
bersama pekerja sosial sekitar pukul 9.30,
setelah opening kelas dengan menanyakan
kondisi dari para rehabilitant, peneliti
mengamati pekerja sosial yang mengajar
bahasa inggris ke para rehabilitant di kelas.
Bahasan yang diberikan mengenai bahasan
yang umum dan tidak terlalu sulit, mereka
harus maju satu per satu untuk menceritakan
hasil yang mereka tulis tentang diri mereka.
Sebagian besar rehabilitant cukup aktif
dalam menjawab pertanyaan yang
dilontarkan pekerja sosial namun ada juga
sebagian dari mereka hanya diam. Tujuan
dilakukan kegiatan ini untuk melatih
kepercayaan diri mereka. Selanjutnya sekitar
pukul 11.30 saat rehabilitant selesai
mengikuti kegiatan rangkaian kelas dan
menunggu waktu solat zuhur, peneliti
mendekati beberapa rehabilitant yang ada di
kelas yaitu DS, N, JJ, D, MAR, dan beberapa
121
lainnya, dengan berkenalan sekaligus
menanyakan bagaimana pelajaran pada hari
ini, bertanya mengenai kondisi mereka, juga
mendengarkan cerita mereka.
Kamis, 22
April 2021
Peneliti menghadap
Pak Rinaldi selaku
Pekerja Sosial, Mbak
Pipit selaku Perawat
dan penanggung
jawab teman-teman
rehabilitan
Peneliti melakukan wawancara dan diskusi
kepada Pak Renaldy dan Mbak Pipit
mengenai kondisi rehabilitant yang telah
peneliti amati sementara, lalu Pak Renaldy
selaku pekerja sosial medis dan Mbak Pipit
selaku perawat dan penanggung jawab
peserta rehabilitant menjelaskan kondisi
masing-masing dari peserta rehabilitant
terhadap penyebab apa yang terjadi pada
rehabilitan, masalah yang di alami
rehabilitant, sampai kondisi siapa-siapa saja
yang sudah cukup stabil maupun yang masih
belum stabil untuk dijadikan informan
penelitian dalam penelitian ini dan akhirnya
3 peserta rehab terpilih karena sesuai dengan
ketentuan.
Senin, 26 April
2021
Peneliti mengikuti
kegiatan di kelas
terapi sosial “group
therapy” lalu
melakukan
wawancara dengan
salah satu rehabilitant
Peneliti masuk ke kelas bersama pekerja
sosial pada pukul 09.30, setelah selesai
opening kelas, kegiatan pada hari ini adalah
terapi kelompok dimana dibuatlah lingkaran
dan peserta rehab masing-masing
dipersilahkan untuk bercerita terkait kondisi
dan permasalahan yang terjadi pada mereka,
serta bagaimana mereka menyikapi masalah
122
“DS” yang menjadi
informan penelitian
tersebut, dan bagaimana cara mereka dealing
dengan masalah mereka. Pada kelas ini yang
memang banyaknya rehabilitant yang kurang
dalam berinteraksi, komunikasi dan interaksi
terjadi dengan intensitas yang masih kurang.
Lalu, saat waktu istirahat peneliti bertanya
dan meminta DS untuk bersedia menjadi
informan dan DS menyetujuinya. Lalu,
peneliti melakukan wawancara berdasar
untuk memenuhi data dari penelitian yang
dilakukan
Selasa, 27
April 2021
Peneliti melakukan
wawancara dengan
Bu Kuniti atau yang
biasa dipanggil
dengan Bu Titiek
selaku instruktur
kelas keterampilan
mengikuti kegiatan
terapi sosial melalui
kelas edukasi
keterampilan
handycraft dan
pembuatan telur asin
lalu mewawancarai
informan “JJ” dan
“MAR”
Peneliti pada pagi hari sekitar pukul 8.15
melakukan wawancara dengan Bu Titiek
selaku instruktur kelas keterampilan untuk
menggali nformasi mengenai kondisi pasien
skizofrenia serta menggali informasi
bagaima peran peksos yang ia ketahui.
Selanjutnya, setelah itu peneliti megikuti
kelas keterampilan pada sekitar pukul 09.30
dengan Pak Renaldy, selaku pekerja sosial
dan inspektur kelas keterampilan yaitu Bu
Titiek. Pada kelas keterampilan handycraft,
rehabilitant diajarkan membuat kerajinan-
kerajinan tangan, seperti pada hari ini
mereka diajarkan membuat pajangan bunga.
Lalu, setelah itu pembuatan telur asin juga
para rehabilitant diajarkan dari awal proses
telur bebek biasa sampai menjadi telur asin.
123
Dalam kegiatan tersebut, peneliti mengamati
para informan yang terpilih. Saat waktu
istirahat, sekitar pukul 11.30 peneliti
mewawancarai JJ yang setuju untuk menjadi
informan. Kemudian MAR juga setuju untuk
menjadi infroman penelitian yang dilakukan
peneliti dan melakukan wawancara pada
sekitar pukul 13.00 dimana peneliti
memberikan beberapa pertanyaan untuk
masing-masing informan.
Kamis, 29
April 2021
Peneliti menghadap
Pak Rinaldi selaku
Pekerja Sosial dan
mengikuti kelas terapi
kelompok sekaligus
melanjutkan
mengamati para
rehabilitant dan para
informan
Sebelum kelas dimulai, peneliti berbincang
dan berdiskusi dengan pekerja sosial medis
mengenai hasil wawancara dengan informan.
Lalu, ada pukul 09.00 peneliti dan pekerja
sosial medis masuk ke kelas terapi
kelompok. Pada kelas sesi ini, interaksi yang
terjadi cukup banyak, karena rehabilitant
antusias dalam bercerita. Komunikasi yang
terjadi juga dari banyak arah, mereka cukup
komunikatif terutama para informan.
Senin, 3 Mei
2021
Peneliti mengikuti
kegiatan terapi
keperawatan di dalam
kelas bersama
perawat Mba Pipit
Peneliti pada pukul 09.30 mengkuti kegiatan
kelas terapi keperawatan yang dilakukan
oleh Mbak Pipit selaku salah satu perawat di
RSJIK, pembahasan yang diberikan pada
saat kelas ini mengenai kebersihan diri
dengan mengajarkan bagaimana cara mandi
yang bersih, sekaligus kerapihan pada diri.
124
Selasa, 4 Mei
2021
Peneliti mengikuti
kegiatan kelas terapi
spiritual dan
mengamati aktivitas
yang dilakukan oleh
para informan dan
teman-teman
rehabilitant
Pada pukul 13.00 peneliti mengikuti kelas
spiritual yang diisi oleh Ustad dan
didampingi pekerja sosial juga dalam
pelaksanaannya. Dikarenakan hari tersebut
sedang dilaksanakan bulan Ramadhan,
temanya mengenai apa saja yang boleh dan
tidak boleh dilakukan saat berpuasa.
Beberapa rehabilitant termasuk informan
MAR turut aktif dalam bertanya.
Kamis, 6 Mei
2021
Peneliti mengikuti
kegiatan kelas
motivasi bersama Pak
Renaldi selaku
Pekerja Sosial
Pada pukul 09.30 peneliti mengikuti pekerja
sosial medis untuk mengamati kegiatan
pekerja sosial yang mengisi kelas motivasi
untuk rehabilitan. Pekerja sosial medis
membahas tema tentang betapa pentingnya
manusia sebagai mahluk sosial untuk
melakukan interaksi sosial dengan orang lain
dan diharapkan agar rehabilitant semangat
untuk kembali pulih dan sehat agar mereka
bisa kembali untuk berinteraksi sosial
dengan keluarga, teman, dan lingkungan
masyarakat dengan percaya diri.
Senin, 10 Mei
2021
Peneliti melakukan
wawancara dengan
Mbak Novi selaku
psikolog, lalu
mengikuti kegiatan
kelas motivasi
bersama pekerja
Saat pagi sekitar pukul 8.00 peneliti
melakukan wawancara singkat dengan Mbak
Novi selaku psikolog klinis mengenai
tanggapannya terhadap seputar peran pekerja
sosial yang ada di RSJIK serta mengenai
kondisi pasien skizofrenia terhadap
kemampuan berinteraksi sosialnya. Lalu saat
125
sosial dan psikolog
mengenai tema
kesehatan jiwa, dan
ikut pekerja sosial
melakukan asesmen
dan mengisi form
evaluasi pekerja
sosial.
kelas sudah dimulai, peneliti masuk ke kelas
motivasi yang diberikan langsung oleh
pekerja sosial dan psikolog secara bergantian
terhadap kesehatan jiwa yang penting sekali
untuk diperhatikan para pasien. Setelah kelas
selesai, peneliti ikut melakukan asesmen
terhadap pasien yang baru mendaftar di
rehabilitasi RSJIK bersama pekerja sosial.
setelah itu, sekitar pukul 13.00, pekerja
sosial mengajarkan peneliti bagaimana cara
mengisi dan mengerjakan form evaluasi per
tiap satu bulan dari tiap-tiap pasien.
Selasa, 11 Mei
2021
Peneliti melakukan
terminasi dan
perpisahan pada
seluruh tim profesi di
unit rehabilitasi
psikososial RSJIK
serta dengan para
informan dan teman-
teman rehab
Peneliti mengakhiri penelitian yang
dilakukan di unit rehabilitasi dengan
berpamitan kepada pekerja sosial medis dan
seluruh tim profesi di unit rehabilitasi
psikososial RSJIK serta teman-teman
rehabilitan.
126
Biodata
Pekerja Sosial Medis
1. Nama : Renaldi, S.Sos
2. NIP : 3171072110869
3. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 26 Juni 1969
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Jabatan : Pekerja Sosial Medis
7. Alamat : Jln. Harapan Mulia VI RT
08/RW 05, Kel. Harapan Mulia,
Kec. Kemayoran, Jakarta Pusat.
8. Telepon : 0821-6517-8233
9. Pendidikan : - SDN Harapan Mulia
- SMP Perguruan Nasional
- SMKN 44 Jakarta
- S1 Widuri Kessos
10. Tahun Masuk di Rumah Sakit : 2014
RSJ Islam Klender
127
Pedoman Wawancara Pekerja Sosial Medis
Data Informan
Nama Informan : Renaldi S.Sos
Jabatan : Pekerja Sosial
Usia : 52
Tempat Wawancara : Ruang Diskusi Tim Profesi
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 22 April 2021
Wawancara
1. Bagaimana peran pekerja sosial dalam melayani pelaksanaan
bimbingan terhadap pasien skizofrenia di Rehabilitasi Psikososial
RSJ Islam Klender?
2. Bagaimana peran pekerja sosial sebagai pendidik dalam pelaksanaan
bimbingan terhadap pasien skizofrenia?
3. Peran apa saja yang dijalankan oleh pekerja sosial dalam pelaksanaan
di Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender?
4. Apa yang dilakukan pekerja sosial saat mengobservasi pasien
skizofrenia?
5. Bagaimana kondisi kemampuan berinteraksi sosial pasien skizofrenia
pada awal dan selama proses rehabilitasi terutama dengan DS, JJ, dan
MAR? Lalu, bagaimana kemampuannya setelah mengikuti kegiatan
di unit rehabilitasi?
6. Apa saja tahapan pelayanan yang diberikan pasien skizofrenia dari
awal sampai akhir rehabilitasi?
128
7. Apa saja informasi dan keterampilan yang diberikan pekerja sosial
sebagai pendidik untuk pasien skizofrenia dalam meningkatkan
kemampuan berinteraksi sosial mereka?
8. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang terjadi selama
proses rehabilitasi dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi
sosial pasien skizofrenia?
9. Apa yang dilakukan pekerja sosial dalam menyiapkan pasien
skizofrenia untuk siap dan kembali berani berinteraksi dengan
lingkungannya?
10. Apa upaya yang dilakukan pekerja sosial dalam menghilangkan
stigma negatif orang dengan skizofrenia di lingkungan masyarakat?
129
Pedoman Wawancara Tim Profesi Perawat
Data Informan
Nama Informan : Pipit Ariyadi Amd.Kep.
Jabatan : Perawat / Penanggung jawab rehabilitan
Usia : 25
Tempat Wawancara : Ruang Diskusi Tim Profesi
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 22 April 2021
Wawancara
1. Apa anda mengetahui tentang pekerja sosial?
2. Apa peranan yang dilakukan oleh pekerja sosial di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender?
3. Bagaimana pekerja sosial melaksanakan tugasnya di Unit
Rehabilitasi Psikososial?
4. Bagaimana pekerja sosial melakukan peranannya dalam
meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia?
5. Bagaimana kondisi pasien skizofrenia saat awal masuk Unit
Rehabilitasi terutama dalam berinteraksi sosial? bagaimana dengan
DS, JJ, dan MAR?
6. Adakah kemajuan dari pasien skizofrenia setelah mengikuti kegiatan
di Unit Rehabilitasi? Apa saja kemajuan-kemajuan tersebut terutama
pada DS, JJ, dan MAR?
130
Pedoman Wawancara Tim Profesi Psikolog
Data Informan
Nama Informan : Novi Maulidta, M.Psi.
Jabatan : Psikolog Klinis
Usia : 35
Tempat Wawancara : Ruang Diskusi Tim Profesi
Hari, Tanggal Wawancara : Senin, 10 Mei 2021
Wawancara
1. Apa anda mengetahui tentang pekerja sosial?
2. Apa peranan yang dilakukan oleh pekerja sosial di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender?
3. Bagaimana pekerja sosial melaksanakan tugasnya di Unit
Rehabilitasi Psikososial?
4. Bagaimana pekerja sosial melakukan peranannya dalam
meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia?
5. Bagaimana kondisi pasien skizofrenia saat awal masuk Unit
Rehabilitasi terutama dalam berinteraksi sosial pada DS, JJ, da
MAR?
6. Adakah kemajuan dari pasien skizofrenia setelah mengikuti kegiatan
di Unit Rehabilitasi? Apa saja kemajuan-kemajuan tersebut terutama
pada DS, JJ, dan MAR?
131
Pedoman Wawancara Inspektur Kelas Keterampilan
Data Informan
Nama Informan : Kuniti (Bu Titiek)
Jabatan : Instruktur Kelas Keterampilan
Usia : 45
Tempat Wawancara : Ruang Diskusi Tim Profesi
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 27 April 2021
Wawancara
1. Apa anda mengetahui tentang pekerja sosial?
2. Apa peranan yang dilakukan oleh pekerja sosial di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender?
3. Bagaimana pekerja sosial melakukan peranannya dalam
meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia?
4. Bagaimana kondisi pasien skizofrenia saat awal masuk Unit
Rehabilitasi terutama dalam berinteraksi sosial? terutama pasien DS,
JJ, dan MAR?
5. Adakah kemajuan dari pasien skizofrenia setelah mengikuti kegiatan
di Unit Rehabilitasi? Apa saja kemajuan-kemajuan tersebut terutama
pada DS, JJ, dan MAR?
132
Pedoman Wawancara Informan Pasien Skizofrenia
1. Bagaimana kondisi awal pertama kali datang ke rehabilitasi
psikososial di RSJIK?
2. Apa awal penyebab hingga kamu didiagnosa sakit?
3. Kegiatan apa saja yang dilakukan selama mengikuti rehabilitasi?
4. Menurut kamu, adakah progres kemajuan yang terjadi pada diri anda
setelah mengikuti kegiatan di rehabilitasi?
5. Setelah mengikuti kegiatan rehabilitasi, adakah kemajuan pada diri
anda dalam kemampuan berinteraksi sosial dengan orang lain?
6. Menurut kamu, teman-teman di rehabilitasi RSJIK bagaimana?
7. Kalau di rumah, apa aja sih aktivitas yang kamu lakukan?
8. Apakah anda mengetahui profesi pekerja sosial dan apa saja yang
dilakukan pekerja sosial di rehabilitasi?
9. Bagaimana hubungan anda dengan pekerja sosial yang ada di sini?
10. Bagaimana sikap pekerja sosial dan tim profesi lain yang ada di unit
rehabilitasi RSJIK?
11. Bagaimana penaganan yang dilakukan pekerja sosial terhadap
masalah yang anda hadapi?
133
TRANSKIP WAWANCARA PEKERJA SOSIAL MEDIS
Ket : A: Peneliti
B: Informan
Data Informan
Nama Informan : Rinaldi S.Sos
Jabatan : Pekerja Sosial Medis RSJ Islam Klender
Usia : 52
Tempat Wawancara : Ruang Diskusi Tim Profesi
Hari, Waktu Wawancara : 22 April 2021
Wawancara
1. A: Bagaimana peran pekerja sosial medis dalam melayani pasien
skizofrenia di Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam Klender?
B: Dalam memberikan pelayanan dan membimbing kepada orang
dengan skizofrenia, pekerja sosial memberikan berbagai upaya guna
meningkatkan kemampuan mereka dalam melaksanakan fungsi-fungsi
sosialnya. Kemampuan-kemampuan yang ditingkatkan pada diri
mereka melalui interaksi agar mereka dapat belajar menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan situasi kehidupan. Pekerja sosial dalam
memberikan pelayanan kepada rehabilitan seperti orang dengan
skizofrenia dengan melakukan intervensi yang bertujuan untuk
134
mencapai kesejahteraan pada diri mereka. Intervensi yang dilakukan
menggunakan dua model intervensi, yaitu model intervensi individu
dan intervensi kelompok. Intinya sih, sebenarnya kita sebagai peksos
di sini mau membantu membuat keberfungsian social mereka Kembali
berfungsi. Sehingga, nanti saat mereka sudah selesai mengikuti rehab
dan balik ke rumah dan lingkungannya masing-masing sudah
mengetahui dan mampu melaksanakan peran-perannya di lingkungan
bermasyarakat.
A: Nah, kalau boleh tahu, model intervensi individu maupun kelompok
yang dilakukan pekerja sosial kepada rehabilitan terutama orang
dengan skizofrenia itu bagaimana ya, Pak?
B: Model intervensi individu yang biasa diberikan itu bersifat
menyeluruh. Jadi bukan hanya dari aspek sosial saja tetapi mencakup
segala aspek yang berarti dalam hal ini pekerja sosial harus
memberikan dan menyediakan kebutuhan yang dibutuhkan oleh
rehabilitan sehingga lebih dapat berdaya. Sebenarnya teknik yang
dilakukan dengan model intervensi individu ini merupakan semacam
bentuk dari rangkaian pendekatan juga oleh pekerja sosial dengan
rehabilitant dalam membantu mereka mengenai pemenuhan
pemecahan masalah. Tentunya dengan mengintervensi mereka dengan
bertatap muka juga lebih membantu menciptakan hubungan harmonis
dan menjalin rasa nyaman bagi mereka sehingga mereka dapat
membuka dirinya pada pekerja sosial dan tentunya sangat membantu
dan memudahkan kita untuk mencari solusi pada masalahnya dengan
lebih akurat.
A: Oh begitu, ya, Pak. Lalu bagaimana dengan model intervensi
kelompok?
135
B: Kalau dalam model intervensi kelompok ini bertujuan untuk
memberikan serta melatih mereka untuk dapat melakukan interaksi
dengan yang lain. Terutama orang dengan skizofrenia itu cenderung
memiliki afeksi yang datar, kebanyakan dari mereka punya kesulitan
dalam berkomunikasi dengan orang lain, jadi mereka kebanyakan
diam. Maka dari itu, kita latih dan ajarin mereka untuk berinterksi agar
menumbuhkan rasa percaya diri mereka untuk berkomunikasi dengan
yang lain. model intervensi kelompok ini membawa pengaruh yang
sangat positif bagi mereka, seperti tumbuhnya rasa penerimaan dalam
diri mereka untuk saling menghargai satu sama lain dan belajar
bagaimana saling berinteraksi satu sama lain dalam kehidupan itu
merupakan hal yang wajib dilakukan. Karena pada dasarnya, manusia
adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan saling
menolong dan membutuhkan satu sama lain yang mana dalam
prosesnya butuh adanya interaksi dan komunikasi baik antar individu
dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan
kelompok.
2. A: Kalau boleh tahu, peran apa saja sih Pak yang dijalankan oleh
pekerja sosial dalam pelaksanaan di Rehabilitasi Psikososial RSJ Islam
Klender?
B: Peran yang dimainkan dalam pelaksanaan di rehab RSJ Islam
Klender ini ada 5, yaitu peran pendidik, peran penghubung, peran
konselor, peran pembimbing, peran motivator atau pendukung.
Peran pendidik, bagaimana pekerja sosial memainkan perannya
untuk memberikan pengajaran kepada pasien yang bersangkutan
sesuai dengan kebutuhan mereka. Baik pengetahuan-pengetahuan
berupa suatu informasi dari dasar sampai yang spesifik, keterampilan-
136
keterampilan yang dapat merangsang kemampuan baik kognitif dan
psikomotorik mereka. Sehingga, mereka mendapatkan pembelajaran-
pembelajaran yang dapat berguna dan mendorong Kembali
keberfungsian sosial dari masing-masing mereka.
Peran motivator, bagaimana pekerja sosial dapat memberikan
dukungan kepada pasien serta kepada keluarga pasien yang bekerja
sama untuk menjadikan pasien lebih baik lagi. Keterlibatan keluarga
dalam proses penyembuhan pasien sangat berpengaruh penting agar
aktivitas pasien dapat terlaksana dengan baik.
Peran pembimbing, bagaimana pekerja sosial dapat memberikan
bimbingan serta intervensi yang baik sehingga permasalahan dapat
teratasi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sehingga tujuan
yang telah dirancang dapat tercapai.
Peran konselor, bagaimana pekerja sosial dapat melakukan konseling
baik individu maupun keluarga pasien dalam penanganan masalah
yang dihadapi oleh pasien sehingga pasien merasakan manfaat dari
pertemuan yang dilakukan dengan pekerja sosial.
Peran Penghubung, bagaimana pekerja sosial di rehabilitasi RSJ
Islam Klender dapat menjalin hubungan relasi dengan unit lembaga
lain untuk dapat mengembangkan potensi diri peserta juga
memberikan peluang agar peserta bisa mengoptimalkan skill atau
kompetensi diri mereka ke arah yang lebih baik lagi.
3. A: Bagaimana peran pekerja sosial sebagai pendidik dalam
pelaksanaan bimbingan terhadap pasien skizofrenia?
B: Dalam pelaksanaan perannya, peran pekerja sosial medis di
Rehabilitasi Psikososial RSJIK ini memiliki 5 peran, yaitu sebagai
pendidik, pembimbing, konselor, penghubung, dan motivator. Dalam
137
melaksanakan perannya sebagai pendidik pada dasarnya kita mendidik
mereka agar dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Bagaimana
pekerja sosial memberikan pengetahuan dan keterampilan juga
mengajari atau mengedukasi sosial di dalam kelas baik yang
berhubungan aktivitas keseharian para rehabilitan, hubungan relasi
dengan orang lain, adaptasi lingkungan, serta interaksi sosial dan etika
sosial di dalam masyarakat. Dengan memberikan mereka informasi
serta edukasi kepada para rehabilitan, mereka dapat menerapkannya
dikehidupan mereka sehari-hari di tengah masyarakat. Baik itu edukasi
yang telah diberikan mengenai fisik, mental sosialnya, juga
keterampilan-keterampilan yang telah diajarkan selama kegiatan di
rehab yang dapat membantu mereka untuk kembali menjalani
kehidupan mereka dengan baik dan meningkatnya kualitas diri
mereka.
4. A: Apa yang dilakukan pekerja sosial saat mengobservasi pasien
skizofrenia?
B: Biasanya pekerja sosial melakukan observasi dalam beberapa hal,
seperti:
Activity Daily Living atau biasa disebut juga kegiatan harian di rumah
yang dalam hal ini, pekerja sosial mengobservasi kegiatan rehabilitan
di rumah. Dalam melakukan aktivitas ini para rehabilitan dilatih
bagaimana kemampuan berinteraksinya di rumah dengan keluarga
seperti interaksi dengan Ibu, Bapak, Kakak, dan Adik. Serta kegiatan
harian di rumah diwajibkan melakukan kegiatan agar tidak melamun
dan larut dalam halusinasinya.
Adaptasi lingkungan, maksudnya adalah bagaimana pasien dilatih
untuk bisa beradaptasi pada lingkungannya dalam hal berinteraksi
138
sosial. Seperti di dalam kelas, teman-teman rehab masing-masing
berbeda dari satu dan lainnya, ada pasien yang kalua ditanya diam aja
hanya angguk-angguk kepala, ada yang mudah tersinggung, ada juga
pasien yang jika dia berpendapat A nah pendapat yang lain salah dan
dia yang benar, ada juga pasien yang sering berbicara namun
pikirannya kacau hingga pembicaraannya tidak mengarah. Mereka
disatukan di dalam kelas sekaligus dilatih agar bisa saling menghargai
perbedaan.
Personal Hygine, maksud dari poin ini adalah pasien dituntut untuk
bisa berkomunikasi dan menjalin relasi dengan keluarga yang ada di
rumah untuk saling bekerja sama antara pasien dan orang rumah terkait
penggunaan obat dengan baik dan benar dalam mengonsumsinya
sesuai anjuran, bagaimana tata cara makan yang baik dan benar agar
tidak maur dan berantakan, tata cara mandi yang bersih dan benar
seperti pada penggunaan sabun untuk mencuci seluruh badan,
membersihkan rambut dan muka menggunakan shampoo dan
pembersih muka, serta cara menggosok gigi yang benar. Adanya
beberapa dari pasien pengidap skizofrenia mengalami kemunduran
seperti hilangnya motivasi hidup dan mengalami kesulitan dalam
mengatur pikirannya, hal tersebut membuat mereka malas apatis
membuat hilangnya perhatian terhadap personal hygine dari diri
masing-masing.
Mobilisasi pasien, maksud dari poin ini mengenai pergerakan pasien
dari satu tempat ke tempat lain, sehingga pasien dilatih untuk berani
dan percaya pada dirinya untuk melakukan interaksi dengan orang lain.
Seperti contohnya pergi ke warung atau supermarket atau pasar yang
mengharuskan mereka berinteraksi dengan orang lain.
139
Kemandirian, maksud dari poin ini adalah pasien diharuskan untuk
bisa melakukan sesuatu dengan mandiri terhadap hal-hal yang dapat
dilakukan oleh diri sendiri. Seperti, memakai baju dan mengancingi
baju sendiri, mandi sendiri tanpa harus dibantu, makan tanpa harus
disuapi, juga dilatih untuk menggunakan transportasi umum.
Interaksi Sosial, jadi pasien diharuskan untuk berhubungan dengan
orang yang ada di sekitarnya. Baik di lingkungan rumah, masyarakat,
dan komunitas sekitar. Sehingga tumbuhnya rasa berani dan percaya
diri tanpa adanya rasa cemas di saat pasien harus berhadapan dengan
orang-orang.
5. A: Bagaimana kondisi kemampuan berinteraksi sosial pasien
skizofrenia pada awal dan selama proses rehabilitasi terutama pada
DS, JJ, dan MAR? Lalu, bagaimana kemampuannya setelah mengikuti
kegiatan di unit rehabilitasi?
B: Saat pertama kali pasien skizofrenia datang ke rehabilitasi
kemampuan interaksi hamper dari semuanya tuh kurang banget.
Afeksi mereka saat baru datang juga terlihat datar. Saat awal masuk
kelas juga komunikasi yang dilakukan sangat terbatas sekedar
menjawab “Ya” atau “Tidak” saja. Interaksi dengan teman yang lain
di kelas juga tidak ada. Mereka lebih senang sendiri dan senang di
tempat jauh dari teman-temannya. Nah, kalau di rehab mereka dilatih
bagaimana supaya mereka mampu melakukan interaksi sosial dengan
orang lain, seperti mengajak teman di rehab berbicara dan merespon
teman yang lain jika terlihat sendiri atau banyak diam. Dengan begitu,
jika mereka sering melakukan interaksi sosial satu dengan yang
lainnya, lalu mereka terbiasa melakukan interaksi, kedepannya saat
140
mereka telah lulus melaksanakan rehab, mereka dapat
mengimplementasikannya ke orang-orang di lingkungan sekitar.
Berhubungan dengan kondisi awal si DS, JJ, dan MAR, mereka juga
awal-awal pendiam gak banyak bicara. Tapi perkembangan mereka
bagus banget karena mereka juga rutin mengikuti kegiatan rehabilitasi,
terutama DS dan MAR ya. Mereka sekarang benar benar bagus
perkembangannya bahkan sudah telihat seperti kita pada normalnya,
terutama DS, dia malah sangat percaya diri dan berani sekarang.
Waktu kedatangan tamu dari luar negri juga dia malah yang nemenin.
Bahasa inggrisnya dia juga lumayan, dia juga gak malu untuk mencoba
hal-hal baru. MAR juga, dia sih memang dari awal gak terlalu anti
sosial ya gak terlalu ada masalah, hanya saja dia orangnya emosian jadi
gampang marah, tapi sekarang sudah cukup bagus, kalau lagi bicara
juga udah gak emosian ya udah bisa ngontrol emosi walaupun kadang
masih suka bablas. Nah, kalau JJ memang dia paling pendiam kalau
diantara DS dan MAR, dia juga bisa dibilang progresnya cukup lebih
lama dibanding mereka berdua. Karena memang dari awal dia tuh
benar-benar menarik diri dari orang lain bahkan keluarga terdekat.
Namun, seiring berjalannya waktu, dia sudah mulai terbuka sekarang
dengan keluarganya, terutama Ibunya. Sekarang sudah mau bantu
Ibunya berdagang di pasar dan di rumah juga sudah sering berinteraksi
dengan Ibunya, walaupun dengan orang lain seperti tetangga masih
belum terbuka tapi dia bilang ke saya sudah mulai mau mencoba
senyum dan mau menyapa bertegur sapa dengan tetangganya.
6. A: Apa saja tahapan pelayanan yang diberikan pasien skizofrenia dari
awal sampai akhir rehabilitasi?
141
B: Pada saat awal penerimaan tentunyakan peserta sudah
direkomendasikan oleh dokter untuk mengikuti kegiatan di unit
rehabilitasi, selanjutnya dibagi beberapa tahap, seperti:
Tahap awal atau tahap seleksi, dimana pekerja sosial menjalin relasi
dan menggali masalah yang terjadi oleh pasien melalui assessmen
sosial. Serta awal dari mengobservasi pasien dengan cara melakukan
pengamatan melalui interaksi kepada mereka untuk mengetahui
kondisi mereka seperti apa.
Tahap aktivitas, pekerja sosial dalam mengharuskan pasien atau
teman-teman di rehab untuk melakukan interaksi sosial pada teman-
teman di lingkungan rehab. Seperti contohnya, saat di kelas edukasi
entah itu kelas bahasa inggris, kelas terapi sosial dan sebagainya.
Mereka diajarkan berinteraksi melalui media games, role play, group
therapy. Dengan begitu, mereka akan terbiasa hingga kemampuan
berinteraksi mereka yang awalnya kurang baik akan meningkat lebih
baik.
7. A: Apa saja pembelajaran, informasi, dan keterampilan yang diberikan
pekerja sosial sebagai pendidik untuk pasien skizofrenia dalam
meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial mereka?
B: Ada berbagai program terapi yang diberikan kepada pasien atau
teman-teman rehabilitant di Rehabilitasi Psikososial RSJIK yang
berbeda-beda dari setiap tim profesi. Berbagai program terapi yang
diberikan seperti terapi medik, terapi psikologi, terapi keperawatan,
terapi sosial, terapi okupasi, terapi vokasional, terapi spiritual, terapi
fisik, serta terapi seni. Terapi yang diberikan, tergantung dari tiap
kebutuhan pasien yang bersnagkutan. Pekerja sosial memainkan
perannya di rehab ini dengan memberikan berbagai terapi sesuai
142
dengan kebutuhan dari masing-masing pasien. Kalau program terapi
yang diberikan untuk membantu meningkatkan kemampuan
bersosialisasi pasien itu menggunakan terapi sosial skill training.
Tujuan diberikannya terapi sosial masuk ke dalam bagian
“Basic Conversation All Skill” yang menjadi satu di antara 3 bagian
penting dalam pelayanan di rehabilitasi yang diperuntukkan agar
pasien dapat berbicara sistematik dan berkomunikasi efektif. Program
edukasi atau pembelajaran yang diberikan dalam terapi sosial kepada
pasien skizofrenia ini melalui beberapa pendekatan, yaitu pendekatan
personality, social interaction, interpersonal communication. Melalui
program edukasi tersebut yang mana kegiatannya diberikan dengan
melibatkan pasien secara langsung diharapkan agar menciptakan
susasana yang kondusif sehingga dapat terjalin hubungan yang baik
dari tiap pasien, melatih mereka untuk bisa berkomunikasi dua arah
dengan cara yang baik, serta dapat lebih percaya diri dan berani untuk
melakukan interaksi sosial kepada orang lain bukan hanya di
lingkungan rehab saja namun saat mereka berada kembali di
lingkungan keluarga dan masyarakat.
Kalau mengenai keterampilan yang diberikan, pekerja sosial
mengedukasi dalam keterampilan berinteraksi sosial yang baik dan
berlatih berkenalan dengan teman-temannya, latihan perkenalan
dengan orang sekitar rumah sakit baik pengunjung dan petugas,
keterampilan dalam berinteraksi dengan orang lain sesuai etika dan
aturan yang berlaku di masyarakat atau disekitarnya, kerterampilan
dalam menjalankan perannya sebagai manusia didalam kehidupan
sebagai mahkluk sosial, serta keterampilan dalam menggunakan
layanan publik yang diharapkan mereka bisa berinteraksi lebih luas
lagi dalam kehidupan sehari hari mereka.
143
8. A: Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang terjadi selama
proses rehabilitasi dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi
sosial pasien skizofrenia?
B: Kalau faktor pendukung, seperti adanya respon yang baik dari
keluarga pasien dalam mengikuti term and condition mengenai
pelaksanaan rehab yang dijalani salah satu keluarganya yang menjadi
pasien rehab juga adanya kerja sama baik dari pasien, tim profesi, dan
keluarga pasien dalam mendukung proses penyembuhan yang
dilaksanakan di unit rehabilitasi psikososial RSJIK. Faktor
penghambatnya tuh, ya terkadang masih kurangnya kesadaran dari
pasien sendiri dalam melaksanakan kegiatan proses pemulihan,
beberapa dari mereka juga ada yang kurang semangat dalam mengikuti
kegiatan di rehab dan keluarganya juga ada yang masih belum
sepenuhnya memahami pentingnya layanan sosial bagi pasien
sehingga terjadinya pembiaran dari penyakit yang diidap pasien,
tenaga tim profesinya di sini sebenarnya masih kurang hingga
pelayanannya kadang jadi kurang optimal, serta masih banyaknya
stigma negative bagi para pengidap skizofrenia di masyarakat yang
sebenarnya menjadi landasan dalam proses berinteraksi mereka.
9. A: Apa yang dilakukan pekerja sosial dalam menyiapkan pasien
skizofrenia untuk siap dan kembali berani berinteraksi dengan
lingkungannya?
B: Pekerja sosial berupaya untuk mensosialisasikan mengenai betapa
pentingnya memperhatikan kesehatan jiwa sama seperti
memperhatikan kesehatan fisik sehingga para pasien dapat selalu
dalam kondisi yang stabil walaupun di saat menghadapi segala
144
masalah. Pekerja sosial juga memberikan bekal berupa pengajaran
baik berupa pemberian informasi, memberikan tugas yang
berhubungan dengan kegiatan kelompok, konseling berupa penguatan
mental, memberikan pelatihan-pelatihan dan keterampilan-
keterampilan yang dapat berguna bagi kehidupan mereka setelah pulih
dan selesai mengikuti pelaksanaan kegiatan rehab, serta sering
memperkenalkan mereka di layanan umum dan publik. Dengan begitu,
mereka mampu berinteraksi sosial tanpa perlu canggung, serta melatih
kepercayaan diri mereka untuk tampil dan siap berada di tengah
keluarga, teman, maupun masyarakat dan lingkungan komunitasnya.
10. A: Apa upaya yang dilakukan pekerja sosial dalam menghilangkan
stigma negatif orang dengan skizofrenia di lingkungan masyarakat?
B: Pekerja sosial mensosialisasikan akan pentingnya kesehatan jiwa
dan mensosialisasikan mengenai lebih dekat dengan orang dengan
gangguan jiwa, juga mengadakan dan memberikan penyuluhan kepada
masyarakat umum baik itu masyarakat yang ada di dalam lingkungan
rumah sakit juga lingkungan di luar rumah sakit untuk menghilangkan
stigma negatif yang diberikan kepada pasien pengidap skizofrenia
maupun orang dengan gangguan jiwa lainnya melalui pameran,
seminar, webinar, serta pertemuan dengan pemerintah daerah.
145
TRANSKIP WAWANCARA TIM PROFESI REHABILITASI
PSIKOSOSIAL RSJIK
Ket : A: Peneliti
B: Informan
Data Informan
Nama Informan : Pipit Ariyadi Amd.Kep.
Jabatan : Perawat / Penanggung jawab rehabilitan
Usia : 25
Tempat Wawancara : Ruang Diskusi Tim Profesi
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 22 April 2021
Wawancara
1. A: Apa anda mengetahui tentang pekerja sosial?
B: Tentunya! Pak Renaldy atau kita biasanya memanggil dia Pak
Dedy. Beliau merupakan pekerja sosial di Unit Rehabilitasi ini dimana
saya sebagai perawat sekaligus penanggung jawab rehabilitant di Unit
Rehabilitasi Psikososial selalu berkoordinasi dengan pekerja sosial dan
tim profesi lainnya di sini. Tapi, memang awal-awalnya aku tuh gak
tahu kalau Pak Dedy itu seorang pekerja sosial medis,aku pikir dahulu
dia psikolog ternyata lambat laun, aku paham ternyata pekerja sosial
medis itu berbeda ya dengan psikolog.
146
2. A: Apa peranan yang dilakukan oleh pekerja sosial di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender?
B: Pada dasarnya, kita sebagai para tim profesi melakukan peran kita
masing-masing sesuai dengan ranah kita. Kalau aku sebagai perawat
membantu melalui segala hal yang berhubungan dengan
keperawatankan, nah kalau Pak Dedy itu hal-hal yang berhubungan
dengan segi sosialnya pasien dengan memerikan pelatihan maupun
keterampilan hidup mandiri sehingga mereka dapat kembali ke
masyarakat layaknya manusia lain yang mampu berinteraksi dengan
baik dan hidup mandiri. Kalau peranan mungkin bisa dibilang kita
memberikan pengajaran-pengajaran yang memang sesuai ranah
masing masing tim profesi ya. Karena tuh hampir sebagian besar
kegiatan di sini berupa kegiatan edukasi yang diajarkan kepada pasien
rehabilitant seperti skizofrenia yang berhubungan sama permasalahan
penyakit yang ada di diri mereka. Sehingga, mereka akan mendapatkan
solusi atau penyelesaian masalahnya. Kalau peranan semuanya aku
kurang paham dalam ranah pekerja sosial itu gimana ya, tapi yang aku
lihat Pak Dedy ya mengajar di kelas-kelas edukasi sekaligus memberi
motivasi dan informasi-informasi, terus melakukan konseling juga
sama para rehabilitan, kalau ada rehabilitant yang baru masuk
melakukan asesmen pada pasien tersebut dari segi sosialnya nah
biasanya kita gantian kalau melakukan asesmen kalau Pak Dedy
asesmen sosial aku asesmen keperawatannya tapi karena kita sudah
sering dan terbiasa jadi kita saling bantu membantu, kalau aku lagi
repot jadi Pak Dedy yang ngisi form asesmen baik sosial atu
keperawatan begitu juga sebaliknya, terus sering ke luar dan di dalam
rumah sakit juga tuh memberikan sosialisasi ke keluarga maupun
masyarakat untuk lebih aware sama kesehatan mental, terus menempis
147
stigma-stigma negative terhadap orang dengan gangguan jiwa, banyak
sih.
3. A: Bagaimana pekerja sosial melaksanakan tugasnya di Unit
Rehabilitasi Psikososial?
B: Intinya membantu proses pemulihan pasien di Unit Rehabilitasi dari
segi sosial dan sesuai ranah pekerja sosial sih menurutku. Segala hal
yang positif dan hal-hal ke arah yang lebih baik deh.
4. A: Bagaimana pekerja sosial melakukan peranannya dalam
meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia?
B: Kalau yang aku tahu, dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi
sosial rehabilitant khususnya skizofrenia tuh melalui kelas-kelas
edukasi yang memiliki unsur terapi sosial, dimana Pak Dedy
mengajarkan mereka tentang hal seputar pentingnya berinteraksi sosial
deh, seperti cara memulai interaksi sosial, bagaimana menyapa dan
cara berkenalan dengan temen di rehab, bagaimana memulai
pembicaraan kayak topic apa saja nih yang kira-kira bisa diomongin
sama teman baru.
5. A: Bagaimana kondisi pasien skizofrenia saat awal masuk Unit
Rehabilitasi terutama dalam berinteraksi sosial? terutama pada DS, JJ,
dan MAR!
B: Kalau kondisi awal mereka, bisa dibilang kurang baik. hampir
semua rehabilitant, saat awal-awal afeksinya datar, benar-benar diam,
raut wajahnya murung dan pikirannya seperti kosong, kadang ada yang
suka bicara sendiri, terus tampak kebingungan, dan mereka di dalam
kelas juga hening tidak ada interaksi. Mereka seperti kalut dalam
pikiran masing-masing saja karena adanya halusinasikan. Disuruh
untuk saling ngobrol juga susah, bilangnya malu dan perasaan mereka
cemas saja. Mengenai mereka bertiga, semuanya pendiam sih gak ada
148
suaranya karena mungkin belum adaptasi. Tapi kalau progres MAR
sebenarnya tidak terlalu yang menyendiri karena dia talkative hanya
saja dia cukup temperamental ya, jadi sering adu mulut dengan teman
di kelas. Juga si DS, dia gak terlalu pendiam dan menyendiri seperti
JJ, soalnya DS cukup berani buat bertanya ke orang lain dan berbicara
duluan bahkan saat di kelas atau waktu istirahat, ya walaupun tidak
banyak ya. Kalau JJ tuh benar-benar pendiam banget dan menyendiri
sekali, dia terlihat kalau dia tuh kalut dalam pikirannya juga dia merasa
kalau ada banyak orang bikin dia tertekan dan merasa seperti
diomongin sama orang lain.
6. A: Adakah kemajuan dari pasien skizofrenia setelah mengikuti
kegiatan di Unit Rehabilitasi? Apa saja kemajuan-kemajuan tersebut
terutama pada DS, JJ, dan MAR?
B: Tentunya ada sekali. Walaupun masing-masing dari mereka
kemajuannya tidak sama ya, tapi mereka mengalami kemajuan yang
sedikit demi sedikit membaik. Seperti dengan mengikuti kegiatan di
rehab mereka jadi memiliki kegiatan dan tidak jatuh pada halusinasi
dan pikirannya hingga mereka tidak bengong dan dengan adanya
kegiatan yang dilakukan, mereka berkurang halusinasinya. Terus
masalah halusinasi, mereka diajarkan juga agar mereka bisa mencegah
halusinasi maupun kekambuhan dari penyakitnya. Banyak juga yang
memiliki masalah pada personal hygiene, setelah mengikuti kegiatan
mereka jadi lebih bisa merawat diri, lebih mandiri, lebih berani dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain, mereka juga
mendapatkan keahlian dari kegiatan kelas keterampilan, entah itu
memasak, kelas kecantikan yang mengajarkan mereka berhias diri,
kelas kerajinan tangan, dan masih banyak lagi. Mengenai DS, JJ, dan
juga MAR, karena mereka sudah cukup lama ikut kegiatan di sini
149
terutama DS, dia benar-benar kelihatan kemajuannya, dari semua segi
sih, kamu liaht sendiri dia sudah stabil sekali dan seperti orang normal
yang sehat. Juga MAR, malah dia sekarang ikut bantu-bantu di apotek
kan, dia juga sudah cukup stabil dalam mengontrol emosi. Begitu juga
dengan JJ, dia cukup stabil walaupun kadang dia masih kambuh karena
dia sempat 2 bulan tidak datang rehab, namun dalam berinteaksi dia
sudah cukup bagus. Udah mau ngobrol dengan teman-teman di rehab,
di kelas juga cukup aktif dalam menjawab pertanyaan dan kalau lagi
sesi sharing, dia juga sudah mulai terbuka dan dekat dengan Ibunya
sekaligus bantu-bantu Ibunya di Pasar, inisiatifnya dia juga sudah
bagus, dia bilang sekarang dialagi kepingin banget untuk bisa
mengobrol dengan tetangganya. Aku bilang, itu bagus, pelan-pelan aja
dulu dari senyum ke mereka nanti menyapa mereka sampai nanti bisa
ngobrol akhirnya.
150
TRANSKIP WAWANCARA TIM PROFESI REHABILITASI
PSIKOSOSIAL RSJIK
Ket : A: Peneliti
B: Informan
Data Informan
Nama Informan : Novi Maulidta, M.Psi.
Jabatan : Psikolog Klinis
Usia : 35
Tempat Wawancara : Ruang Diskusi Tim Profesi
Hari, Tanggal Wawancara : Senin, 10 Mei 2021
Wawancara
1. A: Apa anda mengetahui tentang pekerja sosial?
B: Oh pastinya, ya, Dik. Secara di tim profesi rehabilitasi itukan semua
profesi yang membantu proses pemulihan pasien itu bertemu dan
melakukan diskusi. Tiap-tiap profesi melaksanakan tugasnya sesuai
ranahnya masing-masing.
2. A: Apa peranan yang dilakukan oleh pekerja sosial di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender?
B: Sepemahaman saya sejauh ini, selama adanya rapat tim profesi saat
evaluasi, pekerja sosial melakukan tugasnya untuk membantu dari segi
keberfungsian sosial pasien yang berhubungan dengan segi emosional
dan sosial mereka. Kalau peranan, pastinya saya kurang paham
penyebutannya, ya. Peranan Pak Renaldy juga bermacam-macam
setahu saya. Terlihat juga setiap form asesmen tiap pasien yang tiap
151
satu orangnya dilakukan asesmen dari saya melalui form psikolog dari
segi psikis, terus form keperawatan juga yang diisi oleh perawat, juga
form pekerja sosial medis dari segi sosial. Pak Renaldy juga setahu
saya melakukan konseling juga baik dengan pasien dan keluarga
pasien. Terus kadang juga melakukan home visit. Namun, dalam
kegiatan di rehabilitasi inikan kegiatan juga lebih di dalam kelas-kelas
ya, yang saya lihat, Pak Renaldy dalam mengisi kegiatan di kelas
dengan memberikan edukasi terhadap para pasien dengan memberikan
motivasi, memberikan informasi-informasi juga.
3. A: Bagaimana pekerja sosial melaksanakan tugasnya di Unit
Rehabilitasi Psikososial?
B: Menurut saya sesuai dengan tugasnya ya. Beliau juga informatif dan
komunikatif sih, Dik. Orangnya terbuka dan friendly bukan hanya
sekedar sama tim profesi dan staff tetapi dengan para pasien juga
sangat terbuka. Beliau mau terus mengasah kemampuannya agar
maksimal dalam membantu para pasien pulih.
4. A: Bagaimana pekerja sosial melakukan peranannya dalam
meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia?
B: Seperti yang Adik lihat juga selama penelitian di sini, dalam
kegiatan di kelas, Pak Renaldy mengisi kelas-kelas seperti kelas
motivasi, kelas bahasa inggris dan kelas lainnya. Perihal meningkatkan
kemampuan berinteraksi pasien memang ada kelas-kelas tertentu yang
diberikan karena memang untuk membuat kemampuan berkomunikasi
dan berinteraksi pasien membaik dan lancar. Ini semua dilakukan agar
setelah para pasien telah selesai mengikuti kegiatan di rehabilitasi,
mereka mampu berinteraksi sosial dengan orang lain di lingkungannya
dengan baik. Dalam kelas motivasi, tema yang berhubungan dengan
meningkatkan kemampuan berinteraksi sosial pasien juga sering
152
diberikan agar para rehabilitant tau betapa pentingnya hal tersebut
untuk dilakukan sebagai manusia yang merupakan mahluk sosial.
Intinya, lebih kepada meberikan motivasi dan informasi mengenai hal
yang berhubungan dari segi sosial pasien, bedanya kalau sayakan lebih
ke kondisi psikis mereka yang berhubungan dengan masalah halusinasi
juga yang nanti dalam asesmennya saya menggunakan alat-alat tes
psikolog seperti TAT, psikotes, HTP, DAP, dsb.
5. A: Bagaimana kondisi pasien skizofrenia saat awal masuk Unit
Rehabilitasi terutama dalam berinteraksi sosial terutama pada DS, JJ,
dan MAR?
B: Jelasnya, afeksi mereka datar. Sejauh ini, pengalaman saya dalam
membantu mereka saat konseling baik di saat mengasesmen mereka
dengan alat tes ataupun kondisi mereka saat di kelas itu hampir
semuanya sangat pendiam dan lebih suka menyendiri. Mereka sibuk
dengan pikiran-pikiran yang ada di dalam kepalanya. Tiap masing-
masing individu saat awal datang sangat pendiam. Saat sudah cukup
lama mengikuti kegiatanpun sebagian dari mereka juga masih
pendiam. Namun, kondisinya lebih baik walaupun progresnya tidak
cepat. Mereka mulai berbicara antara individu dengan individu sih
sudah terlihat progresnya kalau untuk di depan umum masih belum.
Namun itu merupakan suatu pencapaian progress yang baik dan
diharapkan, karena orang dengan gangguan jiwa seperti mereka ini
progresnya memang dari hal-hal kecil. Tapi bukan berarti semuanya
berproses sedikit-sedikit. Beberapa dari mereka setelah mengikuti
kegiatan juga banyak yang kembali percaya diri untuk berinteraksi di
depan orang banyak. semuanya tergantung dari tiap tiap individunya.
Kalau mengenai DS dan MAR, aku kurang paham sama masalahnyya
dia ya, tapi yang aku lihat mereka sangat stabil sekarang. Karena
153
mereka juga sudah lama dan rutin ikut kegiatan di rehab ya jadi
perkembangannya bagus. Di kelas mereka sangat bagus anaknya aktif
dan gak malu. Mereka yang bikin kelas kalau lagi sepi jadi ada
suaranya juga. Kalau JJ, dia juga udah cukup bagus hanya masih
muncul kekambuhan kadang-kadang, tapi di kelas dia cukup aktif udah
mulai percaya diri. Semingguan yang lalu dia cerita ke saya kalau dia
sudah berhubungan cukup baik dengan ibunya dan dengan
keponakannya juga sudah mulai ingin bertemu dan bermain sama
keponakan kecilnya, lebih adanya interaksi dengan orang terdekatnya
sih sekarang.
6. A: Adakah kemajuan dari pasien skizofrenia setelah mengikuti
kegiatan di Unit Rehabilitasi? Apa saja kemajuan-kemajuan tersebut
terutama pada DS, JJ, dan MAR?
B: Kemajuan yang pasti hampir semua yang mengikuti kegiatan
rehabilitasi dengan rutin memiliki kemajuan-kemajuan yang banyak.
seperti contohnya yang bisa Adik lihat, si DS bisa dilihat sendiri
bagaimana kondisinya dia sekarang. Sudah sangat bagus dan stabil
terus. Dia sangat percaya diri dan kemampuan berinteraksinya sangat
baikkan bahkan saat dengan orang yang baru dia kenal, seperti dengan
Adik sendiri. Juga MAR yang sudah mampu mengontrol perkataan dan
emosionalnya. JJ yang sudah mulai membuka diri dan bekeinginan
untuk mulai berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Contoh lainnya
juga banyak. Kamu lihat Mbak N walaupun masih mengikuti rehab
sekaligus buka toko kue, lalu R yang menjual aksesoris handmade nya,
itu semua merupakan kemajuan. Dari segi kemampuan berinteraksinya
juga sudah baik, terlihat bagaimana mereka sudah berani menjual ke
orang-orang lain di lingkungan rumah sakit. Banyak yang telah selesai
154
mengikuti kegiatan di rehabilitasi di sini sudah mampu membuka
usaha kecil-kecilan.
155
TRANSKIP WAWANCARA TIM PROFESI REHABILITASI
PSIKOSOSIAL RSJIK
Ket : A: Peneliti
B: Informan
Data Informan
Nama Informan : Kuniti (Bu Titiek)
Jabatan : Instruktur Kelas Keterampilan
Usia : 39
Tempat Wawancara : Ruang Diskusi Tim Profesi
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 27 April 2021
Wawancara
1. A: Apa anda mengetahui tentang pekerja sosial?
B: Awalnya saat saya pertama kerja di rehabilitasi ini saya tidak tahu,
hanya pernah baca di mejanya Pak Dedy kalau beliau itu pekerja sosial
medis, saya pikir itu semacam relawan atau semacamnya saya kurang
paham. Namun, akhirnya mulai ngobrol-ngobrol dengan Pak Dedy dan
yang lainnya, pekerja sosial medis itu profesi ya setara dengan
psikolog, perawat, maupun dokter dan lainnya.
2. A: Apa peranan yang dilakukan oleh pekerja sosial di Unit Rehabilitasi
Psikososial RSJ Islam Klender?
B: Kalau peranan tuh sama seperti profesi lainnya membantu pasien
agar pulih dan sehat kembali ya, di sinikan programnya di kelas-kelas
ya jadi pasien diajarkan apapun itu sesuai kebutuhannya masing
masing melalui pengajaran. Terus kadang juga melakukan konsultasi
156
ya per individu yang Ibu lihat. Sama seperti yang dilakuin Mbak Pipit
dan Mbak Novi sih ya hanya mungkin beda dari segi bantuannya.
Karena yang saya tahu per pasien, berkasnya itu banyak dan maisng-
masing dari Pak Dedy, Mbak Novy, Mbak Pipit dan Dokter Friendy
dan dokter lainnya ikut mengisi berkas formulir dari pasien-pasien.
3. A: Bagaimana pekerja sosial melakukan peranannya dalam
meningkatkan kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia?
B: Saat di kelas-kelas edukasi lain diisi dengan hal terkait dengan
pentingnya interaksi sosial ya pastinya, dengan dilatih pasien untuk
melakukan tugas berkelompok juga agar mereka belajar berinteraksi.
Kalau yang saya lihat saat kelas keterampilan handycraft saat saya
mengisi kelas dan di dampingi dengan Pak Dedy, beliaukan memang
selalu menyuruh pembuatan kerajinan tangan di bagi berkelompok
juga kan agar mereka saling membantu bekerja sama untuk
menyelesaikan kerajinan tangan yang dibuat. Otomatis saat bekerja
sama itukan perlu adanya interaksi dari antar anggota, hal tersebut
dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk
memulai berinteraksi.
4. A: Bagaimana kondisi pasien skizofrenia saat awal masuk Unit
Rehabilitasi terutama dalam berinteraksi sosial terutama pada DS, JJ,
dan MAR?
B: Kalau yang dilihat saat di kelas saya, saat ada rehabilitant baru,
mereka pada diam saja sih. Gak bersuara kalau tidak ditanya. Saat
ditanyapun jawabannya juga singkat malah kadang hanya geleng atau
ngangguk saja. Kalau disuruh ngerjain tugasnya buat kerajinan
tanganpun, kadangkan harus gantian minjem lem atau yang lainnya,
tapi tidak ada inisiatif untuk bertanya atau meminjam, hampir semua
rata-rata menyendiri dan bengong sih ya. Kalau si DS MAR dan JJ
157
awal juga begitu, tapi si DS dan JJ gak terlalu diam dan adaptasinya
cepat sih mereka, inisiatif juga mereka untuk bertanya kalau kurang
paham. Kalau JJ memang pendiam banget pas awal, dan cukup lama
buat adaptasi.
5. A: Adakah kemajuan dari pasien skizofrenia setelah mengikuti
kegiatan di Unit Rehabilitasi? Apa saja kemajuan-kemajuan tersebut
terutama pada DS, JJ, dan MAR?
B: Alhamdulillah, mereka yang mengikuti kegiatan rehabilitasi di sini
kalau mereka rutin dan rajin masuk, mereka memiliki kemajuan.
Kemajuannya banyak ya, dari kemampuan berinteraksinya jadi lebih
baik, mereka memiliki keterampilan-keterampilan yang telah
diajarkan di kelas agar dapat membantu mereka saat selesai mengikuti
kegiatan di rehab ini, juga penampilannya juga pada lebih baik ya,
mereka mampu mengurus dirinya masing-masing, banyak juga yang
sudah bisa menghasilkan pendapatan dan mendapatkan pekerjaan
kembali. Seperti DS juga sudah stabil banget seperti orang normal, lalu
MAR juga dia disini bantu bantukan di bagian depan di apotek
walaupun di kelas kadang masih bercekcok omongan kadang dengan
teman di kelas, tapi itu wajar sih kitapun sebagai orang yang sedang
tidak sakit juga kadang ada berbeda pendapatkan. Lalu, JJ juga sudah
cukup lebih stabil. Penampilan mereka juga sudah rapi semua.
158
Transkip Wawancara Pasien Skizofrenia
Ket : A: Peneliti
B: Informan
Data Informan
Informan : DS
Usia : 29
Wawancara
1. A: Bagaimana kondisi pertama kali datang ke rehabilitasi psikososial
di RSJIK?
B: Awal ikut rehab di RSJIK itu tahun 2019, setelah sebelumnya aku
di rawat inap di RSJIK sekitar 9x bolak balik dari tahun 2014 sampai
2018 kan. Terus Dokter Hasna pas aku udah selesai rawat inap dan
udah agak stabil, pas aku control tuh tahun 2019 aku disuruh ikut rehab
biar aku ada kegiatan biar kebiasaanku melamun berkurang terus biar
bisa punya temen karena aku anak introvert dan pendiam dari aku SMP
aku gak banyak punya teman karena aku gak pandai berkomunikasi.
2. A: Kalau boleh tau, apa sih awal penyebab kamu didiagnosa sakit ini?
B: Aku didiagnosa mengidap skizofrenia, awal mulanya aku tuh
karena masalah pacar, jadi hubungan kita sudah 3 tahun tapi harus
putus terus aku sedih banget karena aku pikir sudah lama bangetkan.
Ditambah, gak lama dari masalah ini, pas saat lagi sedih-sedihnya,
Ibuku meninggal karena sakit. Saat itu aku benar-benar jadi depresi,
159
kayak hilang arah dan tujuan. Aku merasa terpukul banget dan
banyakan ngurung diri di kamar. Aku benar-benar gak mau bertemu
dengan orang lain bahkan keluar kamar. Sampai akhirnya, aku 10 hari
gak bisa tidur dan ngoceh terus setiap hari kayak ada yang ajak
ngomong, padahal di kamar nggak ada siapa-siapa. Terus ayah dan
abangku khawatir, akhirnya aku dibawa ke RSJIK dan di rawat inap
karena kondisiku kacau banget.
3. A: Kegiatan apa saja yang dilakukan selama mengikuti rehabilitasi?
B: Kegiatannya banyak. Belajar di kelas sesuai jadwal kelas. Ada kelas
Bahasa Inggris, kelas grup terapi, kelas edukasi, kelas Handy-Craft
bikin kerajinan tangan gitu yang nanti bisa untuk dijual kayak vas
bunga, aksesoris, buat telur asin, banyak deh, Kak. Terus juga ada
kelas motivasi, kelas rohani dan keagamaan, olahraga setiap hari Rabu,
kita juga kadang ada kelas terapi dan sesi konseling sama tim profesi
di rehab per bulannya, kalau memang diperlukan.
4. A: Menurutmu, adakah progres kemajuan yang terjadi pada diri kamu
setelah mengikuti kegiatan di rehabilitasi?
B: Alhamdulillah kalau kemajuan banyak banget. Selama 2 tahun ini
aku sudah mulai berubah sih. perubahan aku tuh yang utama pastinya
udah lebih stabil dan sudah lama tidak kambuh, aku jadi lebih bisa
mengontrol emosiku, aku jadi lebih percaya diri, berani gak narik diri
buat terbuka dengan orang lain terutama sama keluargaku, sekarang
aku udah bisa pergi-pergian sendiri dan berani bertanya kalau lagi ada
apa-apa.
160
5. A: Setelah mengikuti kegiatan rehabilitasi, adakah kemajuan pada diri
kamu dalam kemampuan berinteraksi sosial dengan orang lain?
Tolong jelasakan!
B: Ada. Aku sekarang jadi lebih percaya diri. Karena Pak Renaldi dan
tim profesi rehab sudah mengajarkan aku betapa pentingnya
berinteraksi sosial dengan orang lain. Bahkan dari hal kecil kayak
diajarin cara menyapa orang lain dan topik pembicaraan buat memulai
percakapan gitu. Aku akhirnya udah gak pendiam dan sering bengong
lagi. Sekarang kalau ketemu temen-temen, aku suka nyapa dan ngajak
mereka ngobrol. Oh iya, saat di RSJIK ada acara dan kedatangan orang
luar negeri, dengan bahasa inggrisku yang pas-pasan, aku dengan
percaya diri ikut menyapa dan berbicara sama mereka. Terus,
hubungan aku sama ayahku dan abang-abangku di rumah juga lebih
baik. Dulu aku keluar kamar Cuma pas mau ambil makan dan ke kamar
mandi. Sekarang aku sama keluargaku kalau makan malam pasti
bareng-bareng. Sama sepupu-sepupuku juga sudah enak ngobrol dan
mau ikut membaur sama mereka. Alhamdulillah kalau berinteraksi
sosialku sudah lebih baik banget dibanding sebelum ikut rehab.
Kelas-kelas yang membantu peningkatan kemampuan berinteraksi tuh
banyak kak, seperti kelas bahasa inggris yang kegiatannya melakukan
role play setiap orang dipanggil acak untuk maju melakukan peran
yang diberikan oleh Pak Dedy, kelas grup terapi, kelas kerajinan
tangan juga tuh karena kita dipaksa harus berkelompok.
6. A: Menurut kamu, teman-teman di rehab bagaimana?
B: Alhamdulillah pada baik, gak ada musuh. Mungkin karena kita di
sini karena senasib jadi enak sih, Kak bisa diajak ngobrol dan saling
sharing. Kadang, kita sama-sama saling ngedukung biat cepat sembuh.
161
7. A: Kalau di rumah, apa aja sih aktivitas yang kamu lakukan?
B: Aku dulu kebanyakan melamun di dalam kamar gak mau keluar.
Sekarang Alhamdulilah aku tiap pagi sebelum berangkat ke RSJIK,
aku nyuci piring. Pas malem aku nyuci baju.
8. A: Apakah anda mengetahui profesi pekerja sosial dan apa saja yang
dilakukan pekerja sosial di rehabilitasi?
B: Pak Renaldi itu pekerja sosialkan, dia membantu anak-anak di
rehab untuk bisa bersosialisasi lagi dengan masyarakat kayak gimana
caranya untuk ngebangun kepercayaan diri buat ngobrol sama orang-
orang di lingkungan rumah, terus ngasih tau gimana caranya untuk
menyapa orang dengan berani biar gak malu dan takut. Pak Renaldi
juga yang mengedukasi keluarga dan ngasih informasi gimana cara
menghadapi aku yang lagi sakit begini. Informasi juga yang bagaimana
nih biar kita bisa mendapatkan uang dengan jual sesuatu yang kita
mampu bisa lakuin untuk dijual. Pas di dalam kelas, selain ngasih tahu
informasi-informasi yang berhubungan sama penyakit kita sama
tentang kehidupan, Pak Renaldi juga setiap sebelum mulai kegiatan
selalu ngasih motivasi biar anak-anak di rehab semangat. Ini juga sih
yang bikin kita ada semangat buat sembuh.
9. A: Bagaimana hubungan kamu dengan pekerja sosial yang ada di sini?
B: hubungannya sih baik-baik aja. Pak Renaldi juga baik banget sama
anak-anak di rehab. Dia peduli dan ramah sama kita di sini yang
ibaratnya kan gak normal ya gak stabil gitu tapi dia tetep ngebantu kita,
dia gak ngebeda-bedain.
162
10. A: Bagaimana sikap pekerja sosial dan tim profesi lain yang ada di unit
rehabilitasi RSJIK?
B: Di sini pegawainya baik. Mereka peduli dan tanggung jawab. Paling
aku suka tuh, kalau kita lagi bikin sesuatu atau ngerjain sesuatu, terus
salah atau belum bisa, mereka selalu bikin hati gak merasa terpojoki.
Mereka sering bilang “Gak apa-apa, dalam belajar gak ada yang salah
dan gak ada yang benar. Hanya kalau ada yang keliru, ya diluruskan
saja”
11. A: Bagaimana penaganan yang dilakukan pekerja sosial terhadap
masalah yang anda hadapi?
B: Bagus sih, Kak. Kalau lagi ada masalah dan mau cerita, Pak Renaldi
mau dengerin masalah kita. Terus dimotivasi sekaligus nanti kayak
dikasih saran-saran juga sama dia. Kadang kalau gak mengerti harus
bersikap gimana, nanti dikasih tahu caranya, diajarin bagaimana solusi
yang baiknya.
163
Transkip Wawancara Pasien Skizofrenia
Ket : A: Peneliti
B: Informan
Data Informan
Informan : JJ
Usia : 28
Wawancara
1. A: Bagaimana kondisi awal pertama kali datang ke rehabilitasi
psikososial di RSJIK?
B: Awal masuk tuh kondisiku depresi, aku tertekan gitu kayak gak kuat
karena mendem perasaanku sendiri akutuh fobia sosial. Aku
sebenarnya sudah ikut pengobatan di RSJIK dari tahun 2011 tapi aku
gak tahu kalau ada unit rehabilitasi. Jadi, aku cuma berobat rawat jalan
aja, kalau obat abis aku kontrol balik ke RSJIK sekaligus nebus obat.
Akhirnya aku baru masuk rehabilitasi tahun 2017.
2. A: Kalau boleh tahu, apa awal penyebab yang membuat kamu
didiagnosa sakit ini?
B: Awalnya itu saat mulain masuk kuliah, karena aku kan anaknya
kurang pergaulan jadi aku gak punya teman. Nah, sedangkan tugas-
tugas kuliah itukan kelompok terus ya, tapi aku gak tau kenapa merasa
susah sendiri, aku pendem sendiri gak mau nanya ke teman kelas juga.
Dari dulu SMP dan seterusnya emang aku tuh apa-apa sendiri jadi aku
164
gak terbiasa nanya ke teman yang lain tapi aku jadi ngerasa tertekan
sampai meledak-ledak. Akhirnya aku berhenti kuliah dan lebih
banyakan ngurung diri di kamar, paling keluar cuma bantu Ibu di Pasar
buat dagang, itu juga aku benar-benar gak interaksi sama orang lain
selama di Pasar, aku juga gak lama di Pasar karena aku cemas kalau
ada orang. Soalnya akutuh merasa kayak mereka ngomongin aku terus.
3. A: Kegiatan apa saja yang dilakukan selama mengikuti rehabilitasi?
B: Kegiatan di rehab bervariasi sih, banyak. Ada kelas edukasi, kelas
grup therapy, kegiatan olahraga pagi, kelas bahasa inggris, kelas
kerajinan tangan, ada kelas keagamaan. Itu semua aku ikutin selama di
rehab.
4. A: Menurut kamu, adakah progres kemajuan yang terjadi pada diri
kamu setelah mengikuti kegiatan di rehabilitasi?
B: Banyak kemajuan. Kondisiku jadi stabil dan jarang kambuh.
Karena, saat aku kayak mulain cemas atau tertekan, aku sudah tahu
dan mulai mampu mengatasinya. Pikiranku yang negatif terus sudah
lebih baik dan mulai berpikir positif. Hubungan aku sama keluargaku
juga udah gak kayak dulu. Pas aku bantu Ibu di Pasar juga udah gak
yang bawaannya cemas kalau ada orang.
5. A: Setelah mengikuti kegiatan rehabilitasi, adakah kemajuan atau
perbedaan pada diri anda dalam kemampuan berinteraksi sosial dengan
orang lain?
B: Kalau hal ini kemajuanku terlihat banget sih. Di kelas, aku sudah
mulai jawab pertanyaan terus kalau lagi ada pertanyaan. Aku sudah
cukup berani mengutarakan pendapatku. Sama teman-teman di rehab
165
juga sering ngobrol. Saat kelas terapi kelompok juga aku mulai berani
berbagi tentang masalah yang sedang aku hadapi dan dalam kelas
bahasa inggris kita sering disuruh maju ke depan kelas untuk
memerankan peran tertentu dan ceritain sesuatu tentang diri kita di
depan kelas menggunakan bahasa inggris. Setelah menonton videopun
juga begitu, nanti dipanggil acak untuk maju ke depan kelas buat
ngejelasin makna dari video tersebut. Adanya kelas-kelas tersebut
ngebantu peningkatan kemampuan berinteraksiku banget sih, ya
walaupun aku belum bisa berbuat sama kayak di lingkungan rumah,
tetapi aku sudah lebih baik sih kemampuan berinteraksinya sama
orang-orang di lingkungan rumah sudah berani senyum dan menyapa,
awalnya tuh aku cemas dan takut banget makanya menghindar terus
dan lebih suka di dalam kamar. Mungkin memang harus dibiasakan
kali ya, biar nanti diluar rehab aku juga berani kayak gini. Terus sama
Ibuku aku mulai ngobrol, ya walaupun gak sering sih tapi kita jadi
sering membicarakan tentang barang jualan sama kondisi di Pasar saat
jualan. Dulu aku bahkan kalau mau makan dianterin makanannya sama
Ibu, karena aku gak mau keluar sama sekali. Kadang gak ketemu sama
sekali, jadi Ibu cuma siapin makanan di meja makan sekaligus
meninggalkan pesan di kertas. Lalu, sama keponakanku yang balita,
dia kadang main ke rumah dan masuk ke kamarku. Tetapi, aku cuma
diam aja gak ngerespon sama sekali, kayak anggap gak ada aja,
sekarang aku mulai main sama keponakanku.
6. A: Menurut kamu, teman-teman di rehabilitasi RSJIK bagaimana?
B: Semuanya baik. Aku merasa gak cemas dan ketakutan mereka
bakalan ngejek aku gitu. Orang-orangnya pada ramah, hawanya tuh
enak aja bikin aku nyaman.
166
7. A: Kalau di rumah, apa aja sih aktivitas yang kamu lakukan?
B: Sekarang aku udah sering bantu Ibu, selain mempersiapkan barang-
barang dagangan, aku juga bantuin Ibu masak sama nyuci, nyapu, dan
kadang ngepel lantai juga.
8. A: Apakah anda mengetahui profesi pekerja sosial dan apa saja yang
dilakukan pekerja sosial di rehabilitasi?
B: Dari yang aku tahu, saat aku konseling ke Pak Renaldi, dia ngebantu
aku banget mengenai masalah didiri aku yang susah bergaul sama
orang lain. Kayak contohnya, Pak Renaldi ngasih saran-saran buat apa
yang harus aku lakuin, ngajarin aku untuk mulai dari hal kecil secara
bertahap dengan senyum ke orang-orang lingkungan rumahku yang
aku temui, kalau sudah bisa senyum lanjut memulai sapaan, sampai
akhirnya berani dan udah gak takut lagi. Pokoknya hal-hal yang
berurusan dengan orang lain deh.
9. A: Bagaimana hubungan anda dengan pekerja sosial yang ada di sini?
B: Baik-baik saja.
10. A: Bagaimana sikap pekerja sosial dan tim profesi lain yang ada di unit
rehabilitasi RSJIK?
B: Semuanya baik, mereka pendengar yang baik.
11. A: Bagaimana penaganan yang dilakukan pekerja sosial terhadap
masalah yang anda hadapi?
B: Sangat membantu banget sih biar aku sembuh dan mulai berubah
menjadi lebih baik.
167
Transkip Wawancara Pasien Skizofrenia
Ket : A: Peneliti
B: Informan
Data Informan
Informan : MAR
Usia : 26
Wawancara
1. A: Bagaimana kondisi awal pertama kali datang ke
rehabilitasi psikososial di RSJIK?
B: Akhir tahun 2020 sekitar pertengahan bulan Desember
saya dibawa ke rawat inap RSJIK karena saya merasa
tertekan dan mendengar suara-suara yang membuat saya
resah ketakutan sehingga tidak bisa tidur, kondisi saya saat
itu juga sangat temperamental dan cepat marah. Lalu,
Dokter Friendy merekomendasikan saya untuk ikut
Rehabilitasi. Hingga, awal Januari 2021 saya mulai
mengikuti kegiatan yang ada di rehab.
2. A: Kalau boleh tahu, apa sih penyebab awal hingga kamu
didiagnosa sakit ini?
168
B: Setelah saya menghadapi kasus pencemaran nama baik
yang saya lakukan terhadap RW di daerah rumah saya
hingga saya harus berhadapan dengan polisi. Saya ditahan
di dalam sel selama seminggu dan hal tersebut membuat
saya sangat tertekan hingga akhirnya, setelah saya keluar
penjara, saya mengalami gangguan saat tidur karena
mendengar suara-suara jahat yang ingin membunuh saya.
Pikiran saya sangat kacau hingga akhirnya orang tua saya
membawa saya ke RSJIK untuk dirawat dan mengikuti
kegiatan di rehabilitasi psikososial RSJIK.
3. A: Kegiatan apa saja yang dilakukan selama mengikuti
rehabilitasi?
B: Kegiatannya ada kelas rohani keagamaan, terus ada
kelas membuat telur asin, kelas bahasa inggris sama
kerajinan tangan, kadang ada games juga yang mengasah
kemampuan kognitif sama ngelatih kefokusan diri. Oh iya,
karena saya lulusan jurusan farmasi, saya juga diberi
kesempatan untuk bantu-bantu di bbagian farmasi. Seperti,
mencatat obat-obatan yang masuk dan merapikan obat-
obatan sesuai pada tempatnya.
4. A: Menurut kamu, adakah progres kemajuan yang terjadi
pada diri anda setelah mengikuti kegiatan di rehabilitasi?
B: Saya merasa kondisi saya lebih stabil dan saya jauh lebih
dekat dengan Allah SWT. Jika saya mulai merasa tertekan
dan resah, saya ingat di kelas diajarkan cara-cara untuk
169
mengendalikan pikiran dan emosi saya, yang mana saya
dulu adalah orang yang gampang emosi dan cepat marah,
seperti duduk lalu tarik nafas yang dalam, diajarkan untuk
istighfar dan berdzikir agar hati saya lebih tenang dan
emosi saya mereda. Terus juga sekarang aktifitas saya jadi
lebih terorganisir dan saya merasa bisa bertanggung jawab
atas apa yang disuruh untuk saya lakukan.
5. A: Setelah mengikuti kegiatan rehabilitasi, adakah
kemajuan atau perbedaan pada diri anda dalam
kemampuan berinteraksi sosial dengan orang lain?
B: Ada, Mbak. Sebenarnya saya tidak terlalu memiliki
masalah dalam berinteraksi sosial, karena saya cukup
sering berinteraksi dengan orang lain, di dalam kelas saya
juga sering menjawab pertanyaan dan memberikan
pendapat saya. Hanya saja, dulu sayakan orang yang
emosian, saya kalau berbicara sering kasar dan menyakiti
lawan bicara saya sampai terkadang jadi berantem.
Mungkin karena saya temperamental dan perkataan saya
yang kasar itulah, saya jadi tidak memiliki banyak teman
dan membuat saya jarang berinteraksi. Saat itu, dikarnakan
saya emosian, saya menghadap Pak Dedy untuk konsultasi,
dari situ, Pak Dedi memberikan informasikepada saya
untuk berhati-hati dalam berbicara dengan orang lain dan
jangan mengutarakan kata yang kasar. Saya disuruh untuk
mengontrol emosi saya dan segera duduk sambil baca
istighfar biar lebih tenang. Juga setelah saya mengikuti
170
kegiatan di rehab terutama pada kelas rohani keagamaan,
saya menjadi pribadi yang lebih tenang dan lebih
menghargai orang lain juga sekarang saya kalau lagi
berbicara atau ngobrol sama teman, kata-kata yang saya
ucapkan jadi lebih baik sih, walaupun kadang masih suka
lupa.
6. A: Menurut kamu, teman-teman di rehabilitasi RSJIK
bagaimana?
B: Ada yang masih malu-malu, tapi saya senang sih karena
pada baik semua.
7. A: Apakah anda mengetahui profesi pekerja sosial dan apa
saja yang dilakukan pekerja sosial di rehabilitasi?
B: Awalnya saya gak tahu apa itu pekerja sosial, tapi pas
saya masuk ruangan Pak Renaldi, saya baca di mejanya
bertuliskan “Pekerja Sosial”. Awal saya pikir Pak Renaldi
adalah psikolog ternyata berbeda. Kalau dilihat dari apa
yang Pak Renaldi lakukan sih dia bekerja untuk
bertanggung jawab atas pasien yang masuk di rehabilitasi
dengan melakukan asesmen pasien saat awal masuk rehab
terus saat di kelas, tiap hari kamis Pak Renaldi masuk kelas
untuk kasih motivasi-motivasi, ngasih kita informasi-
informasi baru, juga saran-saran tentang banyak hal ke
teman-temen rehab.
171
8. A: Bagaimana hubungan anda dengan pekerja sosial yang
ada di sini?
B: Sejauh ini saya gak ada masalah sih, baik-baik saja.
Malah saya senang Pak Renaldi mengizinkan saya untuk
bantu-bantu di bagian farmasi sama saya diamanatkan
untuk memimpin membaca doa di kelas.
9. A: Bagaimana sikap pekerja sosial dan tim profesi lain
yang ada di unit rehabilitasi RSJIK?
B: Alhamdulillah semua Pak Renaldi, Suster Pipit, Bu
Titik, dan Mbak Novi semuanya baik dan menerima
kekurangan saya.
10. A: Bagaimana penaganan yang dilakukan pekerja sosial
terhadap masalah yang anda hadapi?
B: Menurut saya sesuai sih seperti apa yang harus
dilakukan yang membantu mengarahkan ke jalan keluar
dari permasalahan saya.
172
173
174
175
176
177
178
Top Related