PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAf (PPAIW) DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA SENGKETA WAKAF DI KECAMATAN
SERPONG, TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
AZMI HUSAENI
NIM : 1112046300013
KONSENTRASI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 / 2016 M
iv
ABSTRAK
Azmi Husaeni (1112046300013), Peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Dalam Pencegahan Terjadinya Sengketa Wakaf di Kecamatan Serpong Tangerang Selatan. Program studi Muamalat, Konsentrasi Manajemen Zakat dan Wakaf, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437H/2016M.
Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk menganalisis peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam mencegah terjadinya sengketa di Kecamatan Serpong, yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana solusi PPAIW Kecamatan Serpong dalam menyelesaikan perselisihan tanah wakaf, serta faktor-faktor keberhasilan dan hambatan yang dihadapi PPAIW Kecamatan Serpong dalam mencegah terjadinya sengketa.
Pada penelitian ini metode yang digunakan penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Analisis, yaitu memaparkan data-data yang ditemukan di lapangan dan menganalisanya untuk mendapatkan kesimpulan yang benar dan akurat. Sumber data yang digunakan yaitu data primer, data yang diperoleh langsung dari KUA Kec. Serpong dalam bentuk dokumentasi serta data-data tertulis dan sumber data sekunder, sumber data yang diperoleh dari dokumen-dokumen atau laporan yang tersedia. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menjelaskan bagaimana peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Kecamatan Serpong mencegah terjadinya sengketa, serta memberikan solusi dalam menyelesaikan konflik tanah wakaf. Peran PPAIW sangat di butuhkan olh masyarakat Kecamatan Serpong dalam menertibkan tanah wakaf
Kata Kunci : Peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam Pencegahan Terjadinya Sengketa Wakaf di Kecamatan Serpong Tangerang Selatan.
Pembimbing : M. Bukhori Muslim, Lc, M.A.
Daftar Pustaka : Tahun 1995 s.d 2014
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah hi rabbil alamin, ungkapan puji syukur tak terhingga
kehadirat allah SWT yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya, shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kehadirat Rasul pembawa cahaya, Nabi Muhammad
SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Didorong
oleh semangat itu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Peran
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam Pencegahan Terjadinya
Sengketa Wakaf di Kecamatan Serpong Tangerang Selatan”.
Selanjutnya, penulis pun menyadari bahwa selesainya skripsi ini banyak
dibantu dan didukung oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini,
penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Bapak Asep Saepuddin Jahar, M.A, Ph.D, selaku dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Muamalat dan
Bapak Dr. Abdurrauf, Lc, M.A, selaku Sekretaris Program Studi
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Abd Azis, M.Pd selaku dosen pembimbing akademik yang
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
vi
4. Bapak M. Bukhori Muslim, Lc, M.A, selaku dosen pembimbing yang
telah meluangakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan
pengarahan, ilmu, bimbingan, serta motivasi kepada penulis dalam
membantu menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada seluruh dosen dan karyawan akademik Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan pengetahuan dan bantuannya kepada penulis. Serta para
pengurus perpustakaan yang senantiasa memberikan pelayanan kepada
para mahasiswa.
6. Kedua orang tuaku Bapak Syamsudin dan Ibu Aisah Aliyas yang tiada
henti-hentinya selalu memberikan dukungan, baik berupa moril maupun
materil dan selalu memberikan kasih sayangnya serta selalu mendoakan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada Bapak DRS. H. Syamsudin. M, Kepala KUA Kec. Serpong yang
telah memberikan izin penelitian kepada peneliti serta Bapak Ahmad
Jayadih S.Ag selaku sekretaris yang telah bersedia meluangkan waktunya
dan memberikan informasi dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Adik-adikku Hapijatun Nijma dan Muhammad Arfa Ar-rizki yang telah
memberikan dukungan dan doanya.
9. Kelurga besar Manajemen ZISWAF (Evi Nurhayati, Resti Hartati Sugiarti,
Hari Nurapdiyansah, Awal Ramadhan, Dedi Setiawan, Fitriwati, Dewi
Soimah, Andi Nursamha Fitriyah, Irsyad Firdaus, Rizky Gustiansya, Azmi
Husaeni, Ekomah, Hilma Wildayani, Dini Fakhriyah, Maesaroh, Unun
vii
Sutia, Murtafiah, Bintang Mikail Subuh, Riyantama Wiradifa, Muhammad
Syarif, Faris Qasmal Hakim, Imron Prasetyo, Anggun Sukmawati) yang
banyak membantu dan memberikan masukan, saran, kritik kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman AL-AZKIYA 18 seperjuangan, khususnya yang kuliah di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang turut
memberikan tawa, inspirasi, semangat dan candanya ketika kejenuhan
menghampiri.
11. Teman-teman KKN ACTIVE, terima kasih telah memberikan dukungan
dan semangatnya kepada penulis. Semoga kita semua dapat menjadi
orang-orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama.
12. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih
atas motivasi, dukungan dan semangatnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata hanya kepada Allah SAW penulis memanjatkan doa serta rasa
syukur yang telah membuat satu-persatu impian penulis terwujud. Penulis sangat
sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, karena penulis bukanlah
makhluk yang sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
bagi para pembaca.
Jakarta, Oktober 2016
AZMI HUSAENI
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 8
E. Review Studi Terdahulu ............................................................................. 9
F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ................................................................................. 14
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG WAKAF DAN PPAIW
A. Tinjauan Umum Mengenai Perwakafan Tanah .......................................... 16
1. Pengertian wakaf .................................................................................. 16
2. Dasar Hukum Wakaf ............................................................................ 19
3. Rukun-rukun dan Syarat Wakaf ........................................................... 22
4. Macam-macam Wakaf ......................................................................... 26
B. Tinjauan Umum Tentang Sengketa Tanah Wakaf ..................................... 29
1. Sengketa Tanah Wakaf ........................................................................ 29
2. Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf .................................................. 30
ix
C. Tinjauan Umum Tentang PPAIW ............................................................. 32
1. Pengertian PPAIW .............................................................................. 32
2. Tugas dan Wewenang PPAIW ........................................................... 33
3. Tata Cara Perwakafan dan Prosedur Pendaftaran Tanah Wakaf
Yang Dilakukan PPAIW .................................................... ................. 35
BAB III GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN. SERPONG
A. Sejarah KUA Kecamatan Serpong ............................................................ 40
B. Geografis Wilayah ..................................................................................... 41
C. Struktur Organisasi .................................................................................... 45
D. Visi dan Misi ............................................................................................. 46
E. Program Kerja ........................................................................................... 48
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Peranan PPAIW Kec.Serpong Dalam Mencegah Terjadinya
Sengketa .................................................................................................... 53
B. Kendala dan Solusi Sengketa .................................................................... 59
C. Analisa Penulis .......................................................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 69
B. Saran-saran ................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, tanah menempati kedudukan penting
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Terlebih lagi bagi rakyat pedesaan yang
pekerjaan pokoknya bertani, berkebun atau berladang, tanah merupakan tempat
pergantungan hidup mereka. Tanahlah yang merupakan modal yang terutama, dan
untuk bagian terbesar dari Indonesia, tanahlah yang merupakan modal satu-satunya.1
Manfaat dari tanah tersebut adalah digunakan oleh Negara melalui pemerintah yang
tujuannya adalah mewujudkan kemakmuran masyarakat. Sebagai mana dijelaskan
dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kepentingan rakyat”.2
Tanah dapat dinilai pula suatu harta yang permanen, berbagai jenis hak
melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat, dan ketentuan untuk
memperoleh hak tersebut. Tanah dapat juga untuk keperluan peribadatan dan
keperluan suci lainnya. Indonesia sebagai negara berkembang mengakui betapa
pentingnya permasalahan tentang tanah, dan berupaya untuk membuat aturan tentang
hukum agraria nasional yang berdasar pada hukum adat tentang tanah, yang
1 Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:
Rajawali, 1992), h.1 2 Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3).
2
sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia dengan
bersandar pada hukum islam.3
Masalah mengenai tanah nerupakan hal yang klasik terjadi pada masyarakat,
sehingga sengketa tanah merupakan persoalan bersifat berulang dan selalu ada
dimana-mana di muka bumi. Oleh karena itu, sengketa yang berhubungan dengan
tanah senantiasa berlangsung secara terus-menerus karena setiap orang memiliki
kepentingan yang berhubungan dengan tanah. Salah satu sengketa tanah yang sering
terjadi di dalam masyarakat adalah sengketa mengenai tanah wakaf.4
Menyadari betapa pentingnya permasalahan tanah di Indonesia, maka
Pemerintah bersama DPR-RI telah menetapkan Undang-undang tentang peraturan
Dasar Pokok Agraria (UUPA) yaitu pasal 49 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Pokok Agraria disahkan tanggal 24 September 1960, sebagai berikut :
1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui
dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh
tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang
keagamaan dan sosial.
2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang diakui langsung
oleh Negara dengan hak pakai.
3 Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), h.12. 4 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.12.
3
3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan
pemerintah.5
Karena itu perlu suatu upaya pemberdayaan wakaf berkesinambungan dengan
memperhatikan tanah wakaf agar tercapai tujuan optimal. Mengingat wakaf
merupakan perbuatan hukum yang berkembang dan dilaksanakan masyarakat, yang
pengaturannya belum maksimal. Perbuatan mewakafkan adalah perbuatan yang suci,
mulia dan terpuji sesuai dengan ajaran agama islam. Berhubungan dengan itu maka
tanah yang hendak diwakafkan itu harus betul-betul merupakan milik bersih dan tidak
ada cacatnya dari sudut kepemilikan. 6
Kata “Wakaf” berasal dari bahasa arab “Waqafa”. Makna dari waqafa
berarti menahan, berhenti, diam ditempat, atau tetap berdiri. Menurut undang-undang
wakaf No. 41 Tahun 2004 wakaf adalah perbuatan hokum wakif untuk memisahkan
atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan
atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakif adalah pihak yang mewakafkan
harta benda miliknya. Sedangkan Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif
yang diucapkan secara lisan dan atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta
benda miliknya.
5 Undang-Undang Pokok Agraria1960 Pasal 49 Nomor 5. 6 Imam Suhadi, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa,
2002), h.2.
4
Pelaksanaan wakaf menurut PP No.28 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri
Agama No. 1 Tahun 1987 mengatur petunjuk yang lebih lengkap. Menurut pasal 9
ayat (1) PP No. 28 Tahun 1977, pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan
datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar
Wakaf, PPAIW dalam hal ini adalah Kepala KUA Kecamatan. Dalam hal suatu
kecamatan tidak ada kantor KUA-nya, maka Kepala Kanwil Depag menunjuk Kepala
KUA terdekat sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf di kecamatan tersebut. Hal
ini ditentukan dalam pasal 5 ayat (1) dan (3) Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun
1978.7 Sebelumnya, pasal 2 ayat (1) dan (2) memberi petunjuk bahwa ikrar wakaf
dilakukan secara tertulis. Dalam hal Wakif tidak dapat menghadap PPAIW, maka
wakif dapat membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari kandepag yang
mewilayahi tanah wakaf.8
Sedangkan untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan. Dalam hal ini PPAIW berkewajiban
melaksanakan tugas-tugas sebagai berikut :
1. menyelenggarakan Akta Ikrar Wakaf (AIW) dengan terlebih dahulu
melakukan hal-hal berikut :
a. meneliti kehendak wakif,
b. meneliti dan mengesahkan nadzir,
7 Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978 Tentang Wakaf pasal 5 ayat (1) dan (3). 8 Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002), h.37.
5
c. meneliti saksi ikrar wakaf,
d. menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf, dan
e. membuat AIW.
2. Menyampaikan AIW dan salinannya selambat-lambatnya dalam jangka waktu
satu bulan setelah dibuatnya,
3. Menyelenggrakan AIW
4. menyimpan dan memelihara AIW dan daftarnya
5. Atas nama nadzir PPAIW diharuskan mengajukan permohonan kepada
Bupati/Walikotamadya kepala Daerah cq. Kasubdit Agraria setempat untuk
mendaftarkan perwakafan tanah milik tersebut.9
Pasal 40 Undang-undang No.41 Tahun 2004 mengatur setelah benda
diwakafkan dilarang untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan,
ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hal lainnya. Apabila terjadi sengketa
wakaf hal tersebut diatur dalam pasal 62 undang-undang No.41 tahun 2004 bahwa
penyelesaian sengketa perwakafan dapat ditempuh melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat. Apabila cara penyelesaian sengketa secara musyawarah tidak
berhasil maka dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, dan pengadilan. 10
Menurut Pasal 49 Undang-undang No 3 tahun 2006, Pengadilan Agama
bertugas dan berwenang yaitu memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
9 Juhaya S Praja, Perwakafan di Indonesia Sejarah Pemikiran Hukum dan Perkembangannya,
(Bandung: Yayasan Piara, 1995), h.40. 10 Imam Suhadi, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Primayasa, 2002), h.5.
6
ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang : Perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah, dan ekonomi syariah. Peraturan
ini memberi wewenang kepada Pengadilan Agama untuk memutuskan sengketa
wakaf atau keperdataan lainnya yang berkaitan dengan obyek sengketa antara orang-
orang yang beragama islam.
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus harta wakaf tidak
terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih tangan kepihak ketiga
dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian disebabkan tidak hanya karena
kelalaian atau ketidak mampuan nadzir dalam mengelola dan mengembangkan benda
wakaf, melainkan juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami
status benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum
sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.11
Dengan latar belakang masalah tersebut, pengurusan tanah wakaf masih
terdapat masalah di KUA Kec. Serpong mengenai sengketa perwakafan hak milik
tanah wakaf. Maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang permasalahan
tanah wakaf dan membahasnya dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi
dengan judul “PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF (PPAIW)
DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA SENGKETA WAKAF DI
KECAMATAN SERPONG, TANGERANG SELATAN”
11 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.171
7
B. Identifikasi Masalah
Sebelum dirumuskannya masalah, berdasarkan latar belakang diatas
penelitian perlu dibuat identifikasi masalah, yaitu:
1. Banyaknya tanah wakaf yang belum mempunyai Akta Ikrar Wakaf dan
Sertifikat Tanah Wakaf.
2. Tanah wakaf di Kecamatan Serpong masih dikelola secara tradisional belum
mengarah kepada wakaf produktif.
3. Masih adanya kasus-kasus mengenai tanah wakaf.
4. Masyarakat belum mengetahui bagaimana mekanisme mengenai perwakafan
tanah.
5. Masyarakat tidak mengetahui tugas dan fungsi Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW).
6. Kurangnya sosialisasi mengenai PPAIW dari KUA Kecamatan Serpong.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Agar permasalahan dalam skripsi ini tidak melenceng lebih jauh dan
untuk menghindari kesalahpahaman persepsi, maka penulis memberikan
batasan sebagai berikut :
a. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) adalah pejabat yang
berwenang mengurus akta ikrar wakaf yang bertempat di KUA
8
Kecamatan Serpong Tangerang selatan yang terletak di Jl. Raya
Serpong-Puspiptek No. 45 Kota Tangerang Selatan-Banten.
b. Sengketa disini dibatasi hanya mengenai sengketa tanah wakaf artinya
konflik antara dua orang atau lebih yang sama mempunyai
kepentingan atas status tanah wakaf yang mengakibatkan hukum
tertentu bagi para pihak.
c. Data yang diteliti dibatasi tahun 2010-2015, karena pada tahun
tersebut terdapat sengketa mengenai tanah wakaf.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis akan
memberikan beberapa rincian permasalah dengan rumusan sebagai berikut :
a. Bagaimana peran PPAIW Kec. Serpong dalam pencegahan terjadinya
sengketa tanah wakaf ?
b. Bagaimana solusi PPAIW Kec. Serpong jika terjadi perselisihan tanah
wakaf ?
c. Apa faktor-faktor keberhasilan dan hambatan yang dihadapi PPAIW Kec.
Serpong dalam mencegah terjadinya sengketa tanah wakaf ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, penulis mempunyai
beberapa tujuan yang hendak dicapai yaitu :
9
a. Untuk mengetahui peranan PPAIW dan KUA Kecamatan Serpong
dalam mencegah terjadinya sengketa tanah wakaf.
b. Untuk menjelaskan langkah-langkah strategis PPAIW Kecamatan
Serpong dalam menyelesaikan sengketa tanah wakaf.
c. Untuk memperoleh pemahaman dan wawasan yang luas tentang
sengketa wakaf.
2. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
a. Bagi Akademisi
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang perwakafan yang
berkaitan dengan penelitian ini.
b. Bagi Lembaga
Memberikan masukan bagi lembaga sebagai bahan acuan tambahan
dalam mencegah dan penyelesaian sengketa tanah wakaf di Kec.
Serpong.
c. Bagi Fakultas, Pembaca dan Masyarakat pada Umumnya
Menambah literature kepustakaan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan sengketa tanah wakaf, serta hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian ini.
E. Riviu Study Terdahulu
Sejauh ini penulis belum menemukan skripsi yang secara khusus
membahas judul dan masalah yang serupa khususnya di Fakultas Syariah dan
10
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hemat penulis, ada beberapa karya tulis
lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini khususnya di Fakultas Syariah dan
Hukum tetapi hanya membahas tentang persengketaan saja diantaranya :
NO Penulis/ Judul Substansi Perbedaan
1 Marisa Rosiana:
pengelolaan dan
perkembangan
harta benda wakaf
di pondok
pesantren
Darunnajah II
Pembahasan terpokus
kepada pandangan
hukum islam terhadap
pengelolaan dan
perkembangan harta
benda wakaf yang ada di
pondok pesantren
Darunnajah II.
Tidak membahas
mengenai sengketa wakaf,
dan cara pencegahan
sengketa.
2 Ismail: Peran
pengelola dan
pengembangan
tanah wakaf
produktif
Penulis hanya terpokus
kepada pembahasan yang
mengenai peran
pengelola dalam
mengembangkan tanah
wakaf secara produktif.
Skripsi tersebut berbeda
dengan penelitian penulis,
tidak membahas mengenai
sengketa tanah wakaf.
11
3 Sri Utami Nengsih:
Sistem Pengelolaan
Tanah Wakaf di
Wilayah KUA
Jagakarsa Jakarta
Selatan.
Membahas tentang
pengelolaan tanah wakaf,
pengawasan, dan manfaat
tanah wakaf bagi
masyarakat sekitar KUA
jagakarsa.
Hanya membahas
pengelolaan tanah wakaf
sekitar KUA jagakarsa.
Tidak menganalisis
sengketa wakaf secara
mendalam.
4 Rinawati:
Efektivitas
Pengelolaan dan
Pemanfaatan Harta
Wakaf (Studi Kasus
di Pondok
Pesantren AL-
Hamidiyah-Depok)
Membahas tentang
pengelolaan harta wakaf
di pondok pesantren Al-
Hamidiyah, apakah sudah
sesuai dengan cita-cita
wakif
Hanya membahas wakaf
sesuai kehendak wakif di
pondok pesantren al-
Hamidiyah tidak
membahas wakaf secara
luas
5 Rizal Anshor:
Fungsi dan
Kewenangan
Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf
Membahas mengenai
pendataan dan
kewenangan PPAIW
Kec. Kebayoran Baru
terhadap pendaftaran
Hanya membahas
mengenai kewenangan
PPAIW dalam
pendaftaran tanah wakaf,
tidak membahas mengenai
12
(PPAIW) Terhadap
Pendaftaran Tanah
Wakaf Studi Kasus
PPAIW Kec.
Kebayoran Baru
tanah wakaf pencegahan sengketa
wakaf.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif disini dapat diartikan sebagai
penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun
tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.12
Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Analisis, yaitu memaparkan
data-data yang ditemukan di lapangan dan menganalisanya untuk mendapatkan
kesimpulan yang benar dan akurat.
2. Kriterian dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Sumber Data Primer
12Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan,
(Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2008),Cet. IV, h.166.
13
Data yang diperoleh langsung dari beberapa pihak yang berwenang di
KUA Kec. Serpong dalam bentuk dokumentasi atau data-data tertulis.
b. Sumber Data Sekunder
Merupakan data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan
mengumpulkan yang diperoleh dari berbagai literatur dan referensi lain seperti
buku, majalah, makalah, dan setiap artikel yang mengandung informasi
berkaitan dengan masalah yang dibahas, dihimpun dari berbagai tempat mulai
dari perpustakaan hingga situs internet.13
3. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat beberapa teknis atau cara dalam melakukan pengumpulan
data, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi yaitu alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati langsung dan mencatat secara sistematis terhadap gejala-gejala
yang diselidiki.14 Dalam hal ini penulis melakukan penelitian dengan cara
mengamati langsung di KUA Kec. Serpong.
b. Wawancara
Metode ini dialakukan dengan cara wawancara yang dilakukan oleh
kedua pihak yaitu pihak pewawancara (intervier) dan pihak yang
diwawancarai (interview) karyawan maupun yang berkaitan dengan objek
13http://nagabiru86.wordpress.com/2009/06/12/data-sekunder-dan-data-primer/. Diakses pada
tanggal 10 Desember 2015 pada jam 11.30 14Cholid, dkk, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. BumiAksara, 2003), Cet. 5, h.70.
14
penilitian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan tujuan
mengetahui kejadian, kegiatan dan lain lain serta dapat memperoleh
informasi dalam penilitian.15
c. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu melakukan penelusuran kepustakaan dan
menelaahnya.Sumber data berupa buku, jurnal, majalah, koran, internet
dan lain-lain.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakrta, 2012.”16 Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari Lima
Bab, antara lain sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Merupakan bagian pendahuluan yang dijadikan sebagai acuan
pembahasan bab-bab berikutnya dan sekaligus mencerminkan isi
global skripsi yang berisi tentang: latar Belakang Masalah,
Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan
dan Manfaat Penelitian, Rewiew Study Terdahulu, Metodologi
Penelitian dan Teknik Penulisa, Sistematika Penulisan.
15 Moh. Nazir, Metode Penilitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h.193. 16 Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Ciputat: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu, 2012), h.11.
15
BAB II: LANDASAN TEORI TENTANG WAKAF DAN PPAIW
Dalam bab ini, penulis menguraikan dan menjelaskan teori mengenai:
Pengertian dan Dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat Wakaf,
Tujuan dan manfaat Wakaf, Macam-Macam Wakaf, dan Tata Cara
Ikrar Wakaf dan Pelaksanaan Wakaf, Tugas dan Wewenang PPAIW.
BAB III: GAMBARAN UMUM PPAIW KEC. SERPONG
Menjelaskan gambaran umum KUA Kec Serpong. Memuat tentang
Sejarah dan Letak Geografis KUA Kec. Serpong, Visi Misi, Struktur
Organisasi, Tujuan Organisasi, Program Kegiatan.
BAB IV: PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Merupakan bahasan utama yang meliputi: Peranan PPAIW Kec.
Serpong Dalam Mencegah Terjadinya Sengketa, Penyelesaian
Perselisihan Tanah Wakaf, dan Analisa Penulis.
BAB V: PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian dan saran-saran baik untuk lembaga dalam
mencegah terjadinya sengketa tanah wakaf. Berikutnya disebutkan
daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
16
BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG WAKAF DAN PPAIW
A. Tinjauan Umum Mengenai Perwakafan Tanah
1. Pengertian Wakaf
Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa arab “Waqafa”. Asal
kata “Waqafa” berarti menahan, berhenti, diam di tempat, atau tetap berdiri.
Kata al-waqf dalam bahasa arab mengandung beberapa pengertian:
تحبيس االصل و تسبيل المنفعةArtinya : Menahan pokoknya dan menggunakan manfaatnya.
Pengertian wakaf menurut istilah antara lain dapat dikemukakan sebagai
berikut:
هللا بيلس فىنافعه م فرصو مالال بسح ىا. ةرمثال سبيلتو صلاأل سبح: عرشال فىو
“Wakaf menurut Syara: yaitu menahan dzat (asal) benda dan
mempergunakan hasilnya, yakni menahan benda dan mempergunakan
manfaatnya di jalan Allah (sabilillah).” (sayid sabiq, 1971:378).1
1. Menurut istilah ahli fiqih
Para ahli fiqih berpendapat mendefinisikan wakaf menurut istilah,
sehingga mereka berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri.
Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:
a. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik
si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebaikan.
1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid ke-14, cet.VIII, Ahli Bahasa oleh Kamaluddin A, dkk, (Bandung: Al’Ma’arif, 1996), h.148.
17
Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si
wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh
menjualnya.2
b. Mazhab Maliki
Wakaf adalah perbuatan si wakif yang menjadikan manfaat hartanya
untuk digunakan oleh Mustahiq (penerima wakaf) walaupun yang
dimiliki itu berbentuk upah; atau menjadikan hasilnya untuk dapat
digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan
mengucapkan lafaz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan
keinginan pemilik. Pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan
secara pemilikan, tetapi pemanfaatan hasilnya untuk kebaikan,
sedangkan benda itu tetap milik si wakif.3
c. Menurut Jumhur (Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah)
Wakaf adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil
manfaatnya (hasilnya) sedang bendanya tidak terganggu. Dengan
wakaf itu hak penggunaan oleh si wakif dan orang lain menjadi
terputus. Hasil benda tersebut digunakan untuk kebaikan dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Atas dasar itu, benda tersebut
lepas dari pemilikan si wakif dan menjadi hak Allah SWT.
Kewenangan wakif atas harta itu hilang, bahkan ia wajib
menyedekahkannya sesuai dengan tujuan wakaf.4
2 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h.9. 3 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), h.2. 4 Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Darul Ulum, 2005), h.25.
18
2. Menurut hukum positif
Ada beberapa pengertian tentang wakaf yang dirumuskan oleh
hukum positif yang mengatur masalah perwakafan, baik itu berupa UU,
PP, maupun Kompilasi Hukum Islam atau KHI
a. Menurut PP No. 28 Tahun 1977 pasal 1 (1)
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik
dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan
peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuia dengan ajaran islam.5
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Perbuatan hukum seseorang atau kelopok orang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah
dan keperluan umum lainnya sesuia dengan ajaran islam.6
c. Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuia dengan
kepentingannya guna kepentingan Ibadan dan/atau kesejahteraan
umum menurut syariah.7
Dijelaskan dari hukum positif Indonesia, pengertian wakaf tidak
5 Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.26. 6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,
2007), h.165. 7 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Pasal 1 Nomor 1.
19
jauh berbeda, baik yang ada di PP, Inpres, KHI, UU No. 41 Tahun 2004
itu sendiri, baik dari segi makna dan tujuan dari wakaf itu sendiri. Hal ini
terjadi Karena rujukan mengenai wakaf diambil dari kitab-kitab klasik
ulama mazhab, dan semua peraturan mengenai wakaf bersumber dari
Hukum Islam dalam berbagai mazhab fiqih.
Dari seluruh definisi wakaf tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa wakaf itu adalah suatu perbuatan hukum yang memisahkan
sebagian hartanya untuk diberikan kepada lembaga yang berwenang
(dalam hal ini nadzir wakaf) untuk dikelola dan dimanfaatkan semata-mata
untuk kemaslahatan umat sebagai sarana ibadah, baik untuk jangka waktu
tertentu maupun untuk selamanya.
2. Dasar Hukum Wakaf
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum wakaf adalah disunnahkan
dan dianjurkan, berdasarkan dalil-dalil umum dan dalil-dalil khusus, adalah
firman Allah SWT dan Hadits Nabi Saw, sebagai berikut: 8
1. Al-Qur’an
Surat Al-Imran: 92
ونبا تحمقوا متى تنفح تنالوا البر لن يملع به الله فإن ءشي نقوا ما تنفم٩٢:ال عمران{و{
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesyngguhnya Allah mengetahuinya.” (QS : Al Imran : 92)
Ketika Abu Thalhah mendengar ayat ini serta merta muncul
8 M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h.152.
20
keinginannya untuk mewakafkan kebunnya yang paling dicintainya dan
dikenal dengan sebutan Bairaha, seraya pergi menghadap Rasulullah SAW
dan mengungkapkan keinginannya.
Firman Allah s.w.t. mengenai wakaf dalam surat Al-Baqarah: 267
ض ايالأر نم نا لكمجا أخرممو تمبا كسم اتبطي نقوا منوا أنفآم ينا الذهوا أيمملا تيو يهوا فضتغم إلا أن يهذبآخ تملسو قونتنف نهالخبيث م يدمح يغن الله وا أنلماعالبقرة { و :
٢٦٧{ “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS : Al Baqarah : 267) .9
ة مائة حبة مثل الذين ينفقون أموالهم في سبيل الله كمثل حبة أنبتت سبع سنابل في كل سنبل يملع عاسو اللهو شاءي نف لماعضي الله٢٦١: البقرة {و {
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 261)
2. Hadits
Hadits Nabi yang secara tegas menyinggung dianjurkannya ibadah
wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya
yang ada di Khaibar :
نهاهللا ع ىضر رمن عبا نقال ع: ن الخطابب رمع لى انص فأتى النبي ربا بخيضأر ابأص
9 Taufiq Ridho, Panduan Wakaf Praktis, cet.1, (Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia, 2006),
h.3.
21
لم أصب مالا قط يا رسول الله إني أصبت أرضا بخيبر :ره فيها فقاله عليه وسلم يستأماللست إن شئت حب له رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم: به قال نىما تأمرعندي منه ف سأنف
ق بها في وتصد :قال,رثوتهب ولا وتباع ولا تلا هافتصدق بها عمر أن بها أصلها وتصدقتو اءذويالفقر ى وبالقريالضبيل ون السابو بيل اللهي سفقاب والرليو نلى مع ناحلا ج ا فهأكل مي أنمطعيو وفرعا بالمل نهوتمم ررواه مسلم{ غي{
“Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahat Umar ra memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR. Muslim).10
نع ناب عمالق: الق ر عمبلنل رى اهللالي ص لعيه ولسم ان ةائم سلا مهي ليخب تيبل رم : اهللا عليه وسلمى لص يبالن القف ,هاب قدصتا نا تدرا دا قهنم يلا بجعا طا قالم بصاابحا سلصها وسث لبمتررواه ألبخارى و مسلم{ اه{
“Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Saw, saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw mengatakan kepada Umar : Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim).11
العائد في : أن رسول هللا صلىهللا علیھ وسلم قال: رضي هللا عنھماعباس عن ابن ھبتھ كالعائد في قیئھ
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Saw bersabda, orang yang menarik kembali hibahnya seperti orang yang menjilat kembali muntahannya.12
إذا مات ابن أدم : عن أبى هريرة رضي اهللا عنه أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال
انقطع ثالثة نإال م لهمة عاريقة جدص أو أو به نتفعي لمعالحص لدو وعدي رواه مسلم{له{
10 Imam Muslim, Shahih Muslim, (Bairut: Maktabah Daar Ihya Al-Kuttub), Juz II, h.14. 11 Muhammad Ibn Ash-Shan’aniy, Subulus Salam, (Yaman: Darus Sunnah, 1059H), Jus
II, h.89. 12 Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, Syara Hadist Pilihan Bukhari-Muslim,
(Bekasi: Darul Falah, 2011), h.12.
22
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Apabila seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga, yaitu: Sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo’akan kepadanya.” (HR. Muslim)13
3. Rukun-rukun dan Syarat Wakaf
Secara terminologi rukun adalah sisi yang terkuat, sedang secara
etimologi rukun adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin
tertentu, dimana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri.14
Menurut Abu Hanifah yang dimaksud dengan rukun adalah bagian dari
sesuatu yang mana sesuatu itu tidak akan terealisasi kecuali dengan bagian itu.
Sedangkan menurut Jumhur Ulama yang dimaksud dengan rukun adalah
tidaklah sempurna sesuatu kecuali dengan sesuatu tersebut.15
Dalam literature kitab-kitab fikih klasik, kita dapat menemukan bahwa
rukun wakaf itu ada empat. Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi
rukun dan syaratnya. Dimana rukun wakaf itu ada empat:16
1. Orang-orang berwakaf (Wakif)
2. Barang atau harta yang diwakafkan (Mauquf bih)
3. Pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf (Mauquf alaih)
4. Shighat. Yaitu pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta bendanya.
13 Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Fi Adillatil Ahkam, (Maktabah
Daar Ihya Al-Kutub, 852-773H) tt-Hadis ke 951, h.191. 14 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama
dan Terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Waakaf Serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan Press), cet 1, h.87.
15 Wahba Juhaili, Al-Fikhu Al-Islam Wa Adillatuh, (Daar El-Fikr, 2007), Juz 10, h.7606. 16 Departemen Agama RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen
Bimas Islam Depag RI, 2006), h.21.
23
Dalam fikih dan UU positif yang berlaku di Indonesia khususnya yang
mengatur tentang wakaf tidak ditemukan sesuatu yang bertentangan mengenai
syarat-syarat wakaf hal ini dikarenakan sumber rujukan dari UU tersebut
bersumber dari kitab-kitab fikih klasik karya para ulama terdahulu. Seperti
dalam UU No.41 Tahun 2004 yang mengatur tentang wakaf disebutkan secara
terperinci mengenai syarat-syarat sahnya wakif sebagai berikut:
1. Wakif
Di dalam UU ini pada pasal 7 disebutkan bahwa wakif terdiri dari
tiga bentuk:
a. Perseorangan
b. Organisasi
c. Badan hukum
Di dalam kitab-kitab fikih klasik tidak dikenal wakif selain wakif
persorangan. Pada pasal 8 dijelaskan wakif perseorangan harus memiliki
kriteria:
a. Dewasa
b. Berakal sehat
c. Tidak terhalang dalam melakukan perbuatan hukum
d. Pemilik sah harta benda wakaf
Syarat dalam UU tersebut sedikit berbeda dengan yang ada dalam
kitab-kitab fikih klasik, dimana dalam UU tidak diharuskan wakif harus
merdeka, sedangkan syarat yang senada dengan kitab-kitab fiqih klasik
adalah seperti yang terdapat dalam buku fiqih wakaf terbitan Depag,
24
dimana disebutkan syarat wakif itu ada empat:17
a. Merdeka
b. Berakal sehat
c. Dewasa (baligh)
d. Tidak berada dalam pengampunan
2. Nadzir
Yang dimaksud dengan nadzir adalah pengelola wakaf yang dapat
berbentuk pengelola perseorangan, organisasi atau badan hukum.
Mengenai nadzir persorangan dalam pasal 10 UU wakaf disebutkan harus
memenuhi syarat sebagai berikut:18
a. Warga Negara Indonesia
b. Beragama islam
c. Dewasa
d. Amanah
e. Mampu secara jasmani dan rohani
f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
3. Harta Benda Wakaf
Dalam pasal 15 disebutkan harta benda wakaf dapat diwakafkan
apabila dimiliki dan dikuasai wakif secara sah. Selanjutnya dalam pasal 16
disebutkan harta benda wakaf terdiri dari benda bergerak dan tidak
17 Departemen Agama RI, Fikih Wakaf, (Jakarta: direktorat pemberdayaan wakaf dirjen
bimas islam depag RI, 2006), h.22. 18 Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Depag RI, 2006), h.7.
25
bergerak.19 Sedangkan dalam fiqih dijelaskan syarat harta wakaf harus:20
a. Harta yang diwakafkan harus sesuatu yang dapat disimpan dan halal
(mutaqawwam)
b. Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan (tidak ada sengketa)
c. Milik sempurna wakif
d. Terpisah, bukan milik bersama
4. Ikrar Wakaf
Ikrar dalam bahasa fiqih dikenal dengan Shighat, yaitu segala
ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan
kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya.21 Dalam hal ini
(wakaf) keinginan atau kehendak mewakafkan sesuatu yang keluar dari si
wakif. Status shighat sendiri termasuk kedalam rukun wakaf.
Dalam UU wakaf, masalah ikrar diatur dalam pasal 17, dimana
dinyatakan bahwa ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir
dihadapan PPAIW dengan disaksikan oleh dua orang saksi (ayat 1). Dalam
ayat 2 dijelaskan ikrar bisa berupa lisan dan tulisan serta dituangkan dalam
Akta Ikrar Wakaf oleh PPAIW.
5. Peruntukan Harta Benda Wakaf
Dalam pasal 22 UU wakaf tahun 2004 dijelaskan dalam rangka
mencapai tujuan dan fungsi dari wakif itu sendiri, maka peruntukan harta
19 Ibid, h.9. 20 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), h.27. 21 Ibid, h.55.
26
benda wakaf hanya untuk:22
a. Sarana dan kegiatan ibadah
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
e. Kemajuan dan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan
dengan syariat dan peraturan perundang-undangan.
Untuk sahnya suatu wakaf, harus dipenuhi beberapa syarat dari
unsur-unsur wakaf diatas, yaitu:
a. Orang yang mewakafkan harus orang yang sepenuhnya berhak untuk
menguasai benda yang akan diwakafkan. Si wakif tersebut harus
mukallaf (akil baligh), merdeka, berakal sehat, dan atas kehendak
sendiri, tidak dipaksa orang lain.
b. Benda yang akan diwakafkan hatus kekal zatnya. Berarti ketika timbul
manfaatnya, zat-zat barang tidak rusak. Hendaklah wakaf itu
disebutkan dengan terang dan jelas kepada siapa diwakafkan.
c. Hendaklah penerima wakaf tersebut orang yang berhak memiliki
sesuatu, maka tidak sah wakaf kepada hamba sahaya.
d. Ikrar wakaf dinyatakan dengan jelas baik dengan tulisan atau lisan.
4. Macam-macam wakaf
Wakaf yang dikenal dalam syariat islam, bila ditinjau dari segi
22 Departemen Agama RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat
Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Depag RI, 2006), h.13.
27
peruntukkan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
1. Wakaf Ahli
Wakaf yang diperuntukkan oleh yang berwakaf untuk kerabatnya,
seperti anak, cucu, saudara, atau ibu bapaknya. Dalam konsepsi hukum
islam, seseorang yang mempunyai harta yang hendak mewakafkan
sebagian hartanya, sebaiknya lebih dahulu melihat kepada sanak famili.
Bila ada diantara mereka yang sedang membutuhkan pertolongannya. Oleh
karena itu, wakaf jenis ini sering kali disebut wakaf Dzurriy yang secara
harfiyah berarti wakaf untuk sanak keluarga.
Wakaf untuk keluarga ini secara hukum dibenarkan berdasarkan
Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin
Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum
kerabatnya. Di ujung hadis tersebut dinyatakan sebagai berikut:23
ينبو هبارقى اة فحلو طبا اهمسقف, نيبرقاى الا فهلعجت نى ارى اناو, اهيف تلا قم تعمس دقعمه
“Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikan kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak pamanya”.
Pada perkembangannya wakaf dzurri ini dianggap kurang
memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena sering
menimbulkan kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf itu
oleh keluarga yang diserahi harta wakaf. Lebih-lebih jika keturunan
keluarga sudah berlangsung pada anak cucu. Di beberapa Negara tertentu,
23 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat press, 2005), h.24.
28
seperti di Mesir, Turki, Maroko, dan Aljazair tanah wakaf untuk keluarga
telah dihapuskan, karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah
wakaf bentuk ini tidak produktif.
2. Wakaf Khairi
Bentuk wakaf yang diikrarkan oleh si wakif untuk kepentingan
agama atau kebajikan umum. Wakaf jenis ini seperti yang diterangkan
dalam Hadis Nabi Muhammad s.a.w. yang menceritakan tentang wakaf
sahabat Umar bin Khaththab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada
fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu, dan hamba sahaya yang
sedang berusaha menebus dirinya. Wakaf ini ditunjukkan pada umum,
dengan tidak terbatas penggunaannya, yang mencakup semua aspek untuk
kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.
Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan,
kesehata, pertahanan, keamanan, dan lain-lain.24
Sedangkan menurut pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf disebutkan bahwa:25
a. Harta benda wakaf terdiri dari : Benda Tidak Bergerak; dan Benda
Bergerak
b. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud diatas meliputi:
1) Hak atas tanah sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
24 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: 2005), h.16. 25 Direktorat Jendral bimbingan masyarakat islam dan penyelenggaraan haji, Paradigma
Baru Wakaf di Indonesi (Jakarta: departemen agama ri, 2005), h.46
29
terdaftar.
2) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuia dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5) Benda tidak bergerak lain sesuia dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Benda bergerak sebagaimana dimaksud diatas adalah harta benda yang
tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
1) Uang
2) Logam Mulia
3) Surat Berharga
4) Kendaraan
5) Hak atas kekayaan intelektual
6) Hak sewa; dan
7) Benda bergerak lain sesuia dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.26
B. Tinjauan Umum Tentang Sengketa Tanah Wakaf
1. Sengketa Tanah Wakaf
Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik. Pengertian sengketa dalam
kamus bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya
26 Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, UU Wakaf,
h.11.
30
oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok, atau organisasi terhadap
satu objek permasalahan. Menurut Ali Achmad berpendapat: sengketa adalah
pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda
tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum
bagi keduannya.
Menurut pendapat diatas bahwa sengketa adalah masalah antara dua orang
atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal
ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi
antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hokum bagi keduanya. Jelas
kita ketahui bahwa suatu sengketa tentu subjeknya tidak hanya satu, namun lebih
dari satu, entah itu antar individu, kelompok, organisasi bahkan lembaga besar
sekalipun. Objek dari suatu sengketa sendiri cukup beragam. Misalnya saja
rumah, hak milik rumah atau tanah, uang, warisan, bahkan bisa objek ini adalah
hak asuh anak, dan wakaf kenapa bisa terjadi demikian? Tentu karena adanya
kesalahpahaman, atau bahkan kerena adanya unsur ingin memiliki meski pihak
tersebut mengetahui kalau itu bukan miliknya. Hal inilah yang paling sering kita
temui dimana menjadi penyebab suatu konflik.
2. Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf
Dalam undang-undang No. 41 tahun 2004 pada esensinya tidak jauh
berbeda dengan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977, hanya saja pada
undang-undang tersebut memberikan alternatif penyelesaian sengketa melalui
musyawarah, mediasi, albitrase, dan jalan terakhir melalui pengadilan, dan pada
dasarnya jalan utama dalam menyelesaikan sengketa wakaf adalah dengan jalan
31
musyawarah untuk mencapat mufakat, seperti yang terdapat dalam pasal 62
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 yaitu sebagai berikut:27
a. Penyelesaian sengketa perwakafan dapat di tempuh melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat.
b. Apabila cara penyelesaian sengketa sebagaimana di maksud pada ayat (1)
tidak berhasil maka dapat di selesaikan melalui mediasi, albitrase atau
pengadilan.
Pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perwakafan adalah
Pengadilan Agama dan Pengadilan Umum. Sebagaimana dalam Undang-undang
No. 3 Tahun 2006 yaitu tentang Peradilan Agama. Sedangkan pasal 49 yang
menyebutkan :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang yaitu memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam dibidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, zakat,
Infak, Shadaqah, Ekonomi Syariah, dan Wakaf.
Apabila terjadi sengketa hak milik atau keperdataan lain yang terkait
dengan obyek wakaf sengketa yang diatur dalam pasal 49 tersebut, apabila subyek
sengketanya antara orang-orang yang beragama Islam maka Pengadilan Agama
mempunyai wewenang untuk sekaligus memutus sengketa tersebut sebagaimana
yang disebutkan dalam pasal 50 ayat 2 sebagai berikut: Apabila terjadi sengketa
hak milik sebagai dimaksud pada ayat (1) yang subyek hukumnya antara orang-
orang yang beragama Islam, obyek sengketa tersbut diputus oleh Peradilan Agama
27 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, h. 27-28.
32
bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49. Peraturan Menteri
Agama No.1 Tahun 1978 Pasal 17 Menyatakan: Peradilan Agama yang
mewilayahi tanah wakaf berkewajiban menerima dan menyelesaikan, perkara
tentang perwakafan tanah menurut syari’ah islam yang antara lain mengenai:28
a. Wakaf, Wakif, Nadzir, Ikrar dan Saksi.
b. Bayyinah (alat bukti administrasi tanah wakaf).
c. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf.
d. Pengadilan Agama dalam melaksanakan ketentuan ayat (1) pasal ini
berpedoman pada tata cara penyelesaian perkara pada Peradilan Agama.
Pengajuan tuntutan kepengadilan bagi pihak yang merasa haknya dilarang
merupakan suatu keharusan untuk menjamin adanya kepastian hukum, pengadilan
sebagai tempat terakhir bagi pencari keadilan dan dianggap memberikan suatu
kepastian hukum karena putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap
dan mengikat para pihak.
C. Tinjauan Umum Tentang PPAIW
1. Pengertian PPAIW
Menteri Agama mengeluarkan surat keputusan Nomor 73 Tahun 1978 pada
tanggal 9 agustus 1978 tentang pendelegasian wewenang kepada Kepala Kantor
Wilayah Departemen Agama Propinsi atau setingkat di seluruh Indonesia untuk
mengangkat atau memberhentikan setiap Kepala Kantor Urusan Agama
28 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo persada), h. 525
33
Kecamatan di tunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).29
Yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), ialah
pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama, sesuia dengan
ketentuan pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977. Dan
PPAIW adalah seorang yang bertugas di lembaga kepemerintahan yang
menangani proses-proses di dalam perwakafan.
2. Tugas dan Kewenangan PPAIW
Tugas pokok Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) wajib
menyelenggarakan daftar Akta Ikrar Wakaf. Adapun tugas dan kewajiban Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yaitu:
1. Meneliti kehendak wakif, tanah yang hendak diwakafkan, surat-surat bukti
kepemilikan, dan syarat-syarat wakif serta ada tidaknya halangan hukum
bagi wakif untuk melepaskan hak atas tanahnya.
2. Meneliti dan mengesahkan susunan Nadzir begitu pula anggota Nadzir
yang baru apabila ada perubahan.
3. Meneliti saksi-saksi Ikrar Wakaf.
4. Menyaksikan pelaksanaan Ikrar Wakaf dan ikut menandatangani formulir
Ikrar Wakaf bersama-sama dengan saksi-saksi.
5. Membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dan salinannya sesaat setelah
pelaksanaan Ikrar Wakaf.
6. Menyimpan lembar pertama Akta Wakaf, melampirkn lembar kedua pada
surat permohonan pendaftaran yang dikirimkan kepada Bupati/Walikota,
29 Ibid, h.488.
34
Kantor Badan Pertanahan Nasional dan lembar ketiga dikirim kepada
Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf tersebut.
7. Menyampaikan salinan Akta Ikrar Wakaf dan salinannya selambat-
lambatnya satu bulan sejak dibuatnya Akta Ikrar Wakaf.
8. Menyampaikan salinan Akta Ikrar Wakaf 4 lembar; lembar pertama
kepada wakif, lembar kedua kepada nadzir, dan mengirimkan lembar
ketiga kepada Kantor Departemen Agama, lembar keempat kepada Kepala
Desa yang mewilayahi tanah wakaf tersebut.
9. Menyelenggarakan Daftar Akta Ikrar Wakaf.
10. Menyimpan dan memelihara Akta Ikrar Wakaf dan Daftar Akta Ikrar
Wakaf yang dibuatnya dengan baik.
11. Mengajukan permohonan atas nama nadzir yang bersangkutan kepada
Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/ Kota setempat
untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan, selambat-
lambatnya dalam waktu tiga (3) bulan sejak dibuatnya Akta Ikrar Wakaf
dengan mengisi formulir yang dilampiri:
a. Sertifikat tanah yang bersangkutan;
b. Akta Ikrar Wakaf (asli lembar kedua);
c. Surat pengesahan Nadzir.
Dalam hal tanah milik yang diwakafkan belum ada sertifikatnya
harus dilampiri surat-surat berikut:
a. Surat permohonan penegasna hak atas tanah;
b. Surat-surat bukti pemilikan tanahnya serta surat-surat keterangan
35
lainnya yang diperlukan sehubungan dengan penegasan haknya.
c. Akta Ikrar Wakaf (asli lembar kedua)
d. Surat pengesahan Nadzir.30
3. Tata Cara Perwakafan dan Prosedur Pendaftaran Tanah Wakaf
Yang Dilakukan PPAIW
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 dan peraturan pelaksanaannya
telah menentukan bagaimana tata cara perwakafan tanah milik itu harus
dilaksanakan antara lain:
1. Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya harus datang dihadapan Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
2. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf seperti yang dimaksud dalam ayat (1)
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.
3. Isi dan bentuk Akta Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama yang telah
ditentukan di dalam peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam tanggal 18 April 1978 No. Kep/75/78.
4. Pelaksanaan Ikrar demikian pula pembuat Akta Ikrar Wakaf dianggap sah, jika
dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.
5. Dalam melaksanakan Ikrar seperti yang dimaksud dalam ayat (1) dan
sebagaimana yang disebutkan di dalam pasal 9 ayat 95) PP No. 28 Tahun
1977 pihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan
menyerahkan kepada pejabat tersebut dalam ayat (2) surat-surat sebagai
berikut:
30 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009),
h.89.
36
a. Sertifikat hak milik atau benda bukti pemilikan tanah lainnya.
b. Surat keterangan dari Kepala Desa yang diperlukan oleh Kepala
Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan
tidak tersangkut sesuatu sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin dari Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub.
Direktorat Agraria Setempat.
Pada pasal 9 dari PP No. 28 Tahun 1977 mengharuskan adanya
perwakafan secara tertulis, tidak cukup hanya dengan Ikrar lisan saja. Tujuannya
adalah untuk memperoleh bukti yang otentik yang dapat dipergunakan untuk
berbagai persoalan seperti untuk bahan-bahan pendaftaran pada kantor Sub.
Direktorat Agraria Kabupaten/ Kotamadya dan untuk keperluan penyelesaian
sengketa yang mungkin timbul dikemudian hari tentang tanah yang diwakafkan.
Untuk keperluan itu seseorang yang hendak mewakafkan tanah harus membawa
serta tanda-tanda bukti pemilikan (sertifikat/kekiter tanah) dan surat-surat lain
yang menjelaskan tidak adanya halangan untuk melakukan perwakafan atas tanah
milik tersebut.
Dalam pasal 9 ayat (4) PP No. 28 Tahun 1977 disebutkan bahwa
pelaksanaan ikrar dan pembuatan Akta Ikrar Wakaf dianggap sah jika dihadiri dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. Saksi Ikrar Wakaf harus
telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk
melakukan perbuatan hokum.
Setelah pelaksanaan Ikrar Wakaf, PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf dan
37
salinannya. Akta Ikrar Wakaf dibuat rangkap 3 (tiga). Salinan Akta Ikrar Wakaf
dibuat rangkap 4 (empat):
1. Salinan lembar pertama disampaikan kepada Wakif.
2. Salinan lembar kedua disampaikan kepada Nadzir.
3. Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kandepag.
4. Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa.
Menurut ketentuan tersebut semua tanah yang diwakafkan harus
didaftarkan pada kantor Sub. Direktorat Agraria Kabupaten/Kotamadya setempat,
setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentual pasal 9 ayat (4)
dan (5), maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atas permohonan kepada
Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub. Direktorat Agraria
setempat untuk mendaftar perwakafan tanah-tanah milik yang bersangkutan.
PPAIW berkewajiban untuk mengajukan permohonan pendaftaran kepeda
kantor Sub. Direktorat Agraria Kabupaten/ Kotamadya setempat atas tanah-tanah
yang telah dibuatkan Akta Ikrar Wakaf. Permohonan pendaftaran perwakafan
tanah milik tersebut di atas harus disampaikan selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 3 bulan sejak dibuatnya Akta Ikrar Wakaf (AIW).
Dalam pasal 10 ayat (2) PP No. 28 Tahun 1977 disebutkan bahwa Bupati/
Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub. Direktorat Agraria setempat,
setelah menerima permohonan tersebut dalam ayat (1) mencatat perwakafan tanah
milik yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya. Sedangkan menurut
pasal 10 ayat (3) PP No. 28 Tahun 1977 ditentukan bahwa jika tanah milik yang
diwakafkan belum mempunyai sertifikat, maka pencatatan yang dimaksud dalam
38
ayat (2) dilakukan setelah tanah tersebut dibuatkan sertifikatnya.
Selain tata cara perwakafan tanah milik yang harus dilaksanakan ada pula
tata cara pendaftaran tanah milik yang harus dilaksanakan antara lain:
1. Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pasal 9 ayat
(4) dan (5), maka Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf PPAIW atas nama
Nadzir yang bersangkutan, diharuskan mengajukan permohonan kepada
Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria
setempat untuk mendaftarkan perwakafan tanah milik yang bersangkutan
menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961.
2. Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala Sub Direktorat setempat,
setelah menerima permohonan tersebut dalam ayat (1) mencatat perwakafan
tanah milik yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
3. Jika tanah milik yang diwakafkan belum mempunyai sertifikat maka
pencatatan yang dimaksud ayat (2) dilakukan setelah tanah tersebut dibuatkan
sertifikatnya.
4. Oleh Menteri Dalam Negeri diatur tata cara pencatatan perwakafan yang
dimaksudkan dalam ayat (2) dan (3).
5. Setelah dilakukan pencatatan perwakafan tanah milik dalam buku tanah dan
sertifikatnya seperti yang dimaksud dalam ayat (2) dan (3), maka nadzir yang
bersangkutan wajib melaporkannya kepada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Agama.
Fungsi pendaftaran tanah wakaf pada pokoknya adalah memperoleh
jaminan dan kepastian hukum mengenai tanah yang diwakafkan. Selain PP No. 28
39
Tahun 1977 ada pula Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pendaftaran
tanah milik yakni PP No. 10 Tahun 1961. Akan tetapi penyelenggaraan
pendaftaran tanah berdasarkan PP No. 10 Tahun 1961 dipandang tidak lagi
sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan
Nasional sehingga perlu dilakukan penyempurnaan.
Pemerintah memandang perlu membuat aturan yang lebih lengkap
mengenai pendaftaran tanah yang memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya
jaminan kepastian hukum, akhirnya pada tanggal 8 Juli 1977, pemerintah telah
menetapkan PP No. 24 Tahun 1977 tentang pendaftaran tanah. Sebagai hukum
positif dan ketentuan pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1977 tersebut diatur dengan
peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 03 Tahun
1977.
PP No. 24 Tahun 1977 tentang Pendaftaran Tanah merupakan peraturan
pelaksanaan dari amanat yang ditetapkan dalam pasal 19 UUPA dan
menggantikan PP N0. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah di Indonesia.
Pasal 64 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1977 menyatakan bahwa dengan berlakunya
PP ini maka semua Peraturan Perundang-undangan sebagai pelaksana PP No. 10
Tahun 1961 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau
diganti dengan Peraturan Pemerintah ini.31
Secara garis besar rincian tujuan pendaftaran tanah seperti yang
dinyatakan dalam pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 yaitu:
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
31 Irwan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, (Jakarta: Arkola,
2003), h.102.
40
pemegang ha katas suatu bidang tanah agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan jika mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah yang sudah terdaftar.
Pengajuan tuntutan kepengadilan bagi pihak yang merasa haknya
dilanggar merupakan suatu keharusan untuk menjamin adanya kepastian hukum,
pengadilan sebagai tempat terakhir bagi pencari keadilan dan dianggap
memberikan suatu kepastian hukum karena putusan pengadilan mempunyai
kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.32
32 Ibid., h. 107.
53
BAB 1V
PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Peranan PPAIW Dalam Mencegah Terjadinya Sengketa Wakaf
Bagi masyarakat perkotaan, tanah merupakan hal yang esensial, karena dari
hari ke hari, tanah-tanah yang kosong semakin menyempit dan harganya terus
meningkat, sedang jumlah penduduk semakin bertambah. Tentunya hal ini
menimbulkan masalah permukiman bagi penduduk perkotaan, untuk menyediakan
daerah-daerah baru sebagai lahan perumahan dan permukiman. Sehubungan dengan
itu, perencanaan tata ruang dan tata guna tanah diperlukan, sehingga pemanfaatan
tanah dapat terkoordinasi antara berbagai jenis penggunaannya dengan tetap
memelihara kelestarian lingkungan hidup serta perlu diperhatikan mencegah
penggunaan tanah yang merugikan kepentingan masyarakat dan pembangunan.1
Secara mendasar, pengaturan tanah telah ditetapkan dalam Undang-undang
No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut
UUPA). Lembaga wakaf yang berasal dari lembaga keagamaan islam mendapat
wadah pengaturan yang khusus dalam peraturan perundang-undangan Indonesia,
yaitu dalam wadah “Peraturan Pemerintah” hal-hal yang berkaitan dengan
perwakafan tanah milik akan diatur lebih lanjut dengan PP dalam pasal 49 ayat (3)
UUPA. Dengan kata lain, peraturan pemerintah ini hanya akan mengatur secara
khusus mengenai wakaf tanah milik yang dapat menimbulkan kasus wakaf.
1 Rahmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009), h.2.
54
Dalam rangka mencegah terjadinya sengketa, PPAIW Kecamatan Serpong
berupaya untuk menertibkan tanah wakaf salah satunya dengan cara persertifikatan
tanah wakaf.2 Menurut pasal 9 ayat (1) PP No 28 Tahun 1977, fihak yang hendak
mewakafkan tanahnya diharuskan datang di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.
Menurut Peraturan pemerintah Nomor 1 Tahun 1978 maka kepala Kantor
Urusan Agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW sedangkan untuk administrasi
perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan, dalam
hal suatu kecamatan tidak ada Kantor Urusan Agamanya, maka Kanwil Depag
menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai PPAIW di Kecamatan tersebut. Hal ini
ditentukan dalam pasal 5 ayat (1) dan (3) Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun
1978. Dalam hal ini PPAIW berkewajiban untuk meneliti kehendak wakif, meneliti
dan mengesahkan Nadzir, meneliti saksi Ikrar wakaf, menyaksikan pelaksanaan ikrar
wakaf, membuat akta ikrar wakaf, menyampaikan akta ikrar wakaf dan salinannya
selambat-lambatnya dalam waktu 1 bulan sejak dibuatnya, menyelenggarakan, daftar
akta ikrar wakaf, menyimpan dan memelihara akta dan daftaranya.3 Dalam hal wakaf
tidak dapat menghadap PPAIW, maka wakif dapat membuat ikrar secara tertulis
dengan persetujuan dari KANDEPAG yang mewilayahi tanah wakaf.
2 Wawancara Pribadi dengan Mastur, Petugas Zakat dan Wakaf KUA Kec. Serpong, pada
tanggal 4 Mei 2016. 3 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988),
h.112.
55
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal
223 ayat (3) dan (4) maka kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama Nazir
yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk
mendaftarkan perwakafkan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan
kelestariannya.
Akta Ikrar Wakaf yang dikeluarkan PPAIW sebagai bukti telah di
berlakukannya perbuatan wakaf. Akta Pengganti Ikrar Wakaf (APIW) dapat
digunakan untuk tanah-tanah yang perwakafannya sebelum diberlakukannya
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 dan wakif telah meninggal dunia.4 Akta
Ikrar Wakaf (AIW) diberlakukan untuk tanah yang diwakafkan setelah di
turunkannya PP No. 28 Tahun 1977 dan wakif masih hidup, menurut hukum diakui
oleh Negara dan dilindungi oleh undang-undang. Pembuatan Akta Ikrar Wakaf dan
Akta Pengganti Ikrar Wakaf dilakukan oleh PPAIW.
Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 masih banyak
tanah-tanah wakaf yang belum diikrarkan dan belum mempunyai sertifikat. Oleh
karena itu, pemerintah mengadakan program sertifikasi tanah-tanah wakaf yang
diselenggarakan oleh pemerintah dengan diturunkannya surat keputusan bersama
Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 422 dan no.
3/SKB/BPN/2004 tentang sertifikasi tanah wakaf. Walaupun peraturan ini telah
diberlakukan oleh pemerintah. Pada prakteknya, masih banyak tanah-tanah wakaf
yang belum mempunyai Akta Ikrar Wakaf dan Akta Pengganti Ikrar Wakaf.
4 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h.17.
56
Khusus di Kecamatan Serpong terdapat tanah wakaf sebanyak 453.565M2
dari 188 lokasi, yang sudah mempunyai AIW/APAIW sebanyak 358.623 M2 dari 132
lokasi dan yang sudah bersertifikat sebanyak 147.837 M2 dari 48 lokasi. Masih
banyaknya tanah wakaf yang belum tercatat secara hukum yang dapat mengacu
kepada sengketa tanah wakaf.5
Menurut ketentuan pasal 40 undang-undang No 41 tahun 2004 menjelaskan
bahwa setelah benda wakaf yang sudah di wakafkan, dilarang untuk dijadikan
jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk
pengalihan hak lainya. Menurut ketentuan pasal tersebut maka seorang nadzir atau
pihak yang menerima benda wakaf dari wakif tersebut harus dapat menjaga tanah
wakaf itu.6
Apabila perwakafan menimbulkan sengketa maka alternative penyelesaiannya
melalui musyawarah, mediasi, arbitrase, dan jalan terakhir melalui pengadilan, dan
pada dasarnya jalan utama dalam menyelesaikan sengketa wakaf adalah dengan jalan
musyawarah untuk mencapai mufakat, seperti yang terdapat dalam pasal 62 Undang-
undang No 41 Tahun 2004 yaitu sebagai berikut :7
a. Penyelesian sengketa perwakafan dapat di tempuh melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat.
5 Wawancara Pribadi dengan Mastur, Petugas Zakat dan Wakaf KUA Kec. Serpong, pada tanggal
4 Mei 2016. 6Imam Suhadi, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa,
2002), h.5. 7 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, h.28.
57
b. Apabila cara penyelesainya sengketa sebagaimana di maksudpada ayat (1)
tidak berhasil maka dapat di selesaikan melalui mediasi, arbitrase atau
pengadilan.”
Pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perwakafan adalah
Pengadilan Agama dan Pengadilan Umum. Sebagaimana dalam Undangundang No 3
Tahun 2006 yaitu tentang Peradilan Agama. Sedangkan pasal 49 yang menyebutkan:8
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang yaitu memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam dibidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, , Zakat, Infaq.
Shadaqah, Ekonomi Syari'ah; dan Wakaf.
Apabila terjadi sengketa hak milik atau keperdataan lain yang terkait dengan
obyek wakaf sengketa yang diatur dalam pasal 49 tersebut, apabila subyek
sengketanya antara orang-orang yang beragama islam maka Pengadilan Agama
mempunyai wewenang untuk sekaligus memutus sengketa tersebut sebagaimana yang
disebutkan dalam pasal 50 ayat 2 sebagai berikut: Apabila terjadi sengketa hak milik
sebagai dimaksut pada ayat (1) yang subyek hukumnya antara orang-orang yang
beragama islam, obyek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-
sama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49. Peraturan Menteri Agama No.1
Tahun 1978 Pasal 17 menyatakan: Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf
8 Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997), h.113.
58
berkewajiban menerima dan menyelesikan, perkara tentang perwakafan tanah
menurut syari’at islam yang antara lain mengenai: a.Wakaf, wakif, nadzir, ikrar dan
saksi, b.Bayyinah ( alat bukti administrasi tanah wakaf ), c.Pengelolaan dan
pemanfaatan hasil wakaf, d.Pengadilan, e.Agama dalam melaksanakan ketentuan ayat
(1) pasal ini berpedoman pada tata cara penyelesaian perkara pada peradilan Agama.
Pengajuan tuntutan kepengadilan bagi pihak yang merasa haknya dilanggar
merupakan suatu keharusan untuk menjamin adanya kepastian hukum, pengadilan
sebagai tempat terakhir bagi pencari keadilan dan dianggap memberikan suatu
kepastian hukum karena putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak.
Lain halnya, bila seorang PPAIW dipanggil untuk mencegah timbulnya
sengketa wakaf, hal ini dilakukan karena PPAIW merasa perlu memberikan
bimbingan dalam masyarakat, bahwa PPAIW berani keluar dari tugas dan
wewenangnya dengan alasan ada sengketa yang timbul antara wakif dan ahli waris
dari si wakif.9
Dalam hal pencegahan sengketa tanah wakaf, berdasarkan undang-undang no.
42 tahun 2006, tentang perwakafan memang tidak di temukan adanya peraturan yang
secara khusus mengatur peranan PPAIW dalam mencegah sengketa tanah wakaf,
hanya saja memang dalam penyelesaiannya diperlukan adanya musyawarah, tetapi
9 Wawancara Pribadi dengan Mastur, Petugas Zakat dan Wakaf KUA Kec. Serpong, pada tanggal 4 Mei 2016.
59
hal tersebut juga tidak mengatur sejauh mana peranan PPAIW dalam proses
musyawarah.10
B. Kendala dan Solusi Sengketa
Peran Pejabat Pembuat akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, guna untuk memberi penyuluhan, pendampingan, dan pemahaman
mengenai mekanisme perwakafan yang benar menurut syariat agama dan hukum
positir yang ada di Indonesia, agar penyimpangan-penyimpangan mengenai
perwakafan tanah di Kecamatan Serpong dapat dicegah dan apa yang diikrarkan oleh
wakif pada saat ikrar wakaf dapat terwujud.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Kecamatan Serpong dalam mencegah
terjadinya sengketa masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh PPAIW
Kecamatan Serpong. Adapun kendala yang dihadapi sebagai berikut:11
1. Masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang benar-benar mengusai
bidang perwakafan khusnya tanah wakaf, baik dari segi tata cara pertanahan
maupun dari segi administrasi.
2. Kurangnya koordinasi antara Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
dengan Badan Pertanahan Nasional setempat, sehingga pensertifikatan tanah
wakaf memerlukan waktu yang cukup lama. Menurut pejabat PPAIW
10 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h.527. 11 Wawancara Pribadi dengan Mastur, Petugas Zakat dan Wakaf KUA Kec. Serpong, pada
tanggal 4 Mei 2016.
60
Kecamatan Serpong prosese sertifikasi tanah wakaf paling cepat memerlukan
waktu 1 tahun.
3. Tidak adanya dana khusus dari pemerintah untuh (PPAIW), sehingga tanah
wakaf yang sudah di wakafkan si wakif tidak dapat diurus sertifikatnya,
karena dalam sertifikasi tanah wakaf memerlukan biaya yang cukup besar di
BPN.
4. Kurangnya sosialisasi PPAIW kepada masyarakat mengenai tata cara
perwakafan yang benar menuruh hukum agama dan Undang-undang wakaf
N0.41 tahun 2004.
5. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai PPAIW, sehingga masyarakat
kurang mengetahui fungsi dan tugas dari PPAIW, maka perlunya peran KUA
Kecamatan Serpong untuk mensosialisasikan PPAIW ditenah-tengah
masyarakat.
Dalam proses pengelolaan dan pengembangan harta wakaf, diperlukan nadzir
yang mempunyai kompetensi yang memadai, karena nadzir merupakan bagian dari
rukun wakaf. Nadzir yang di tunjuk untuk mengelola dan mengembangkan harta
wakaf harus memadai dan mengerti kapasitasnya, karena keberadaan nadzir sangat
menentukan hidup dan matinya lembaga wakaf. Program pembinaan nadzir yang
dibuat oleh Kantor Departemen Agama baru-baru ini telah diadakan pembinaan
nadzir-nadzir se Kabupaten akan tetapi pembinaan tersebut tidak menentu dalam
setiap bulannya.
61
Bagi pemerintah, diharapkan untuk lebih peduli terhadap PPAIW dengan
memberikan subsidi anggaran khusus untuk PPAIW. Dengan adanya anggaran
PPAIW dapat mengurus semua Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan Sertifikat tanah wakaf,
sehingga tidak ada lagi tanah wakaf yang tidak mempunyai sertifikat wakaf.
Walaupun tugas PPAIW hanya sebatas menyelenggarakan Akta Ikrar Wakaf
(AIW), alangkah lebih baiknya PPAIW Kecamatan Serpong untuk lebih giat
memberikan nasihat dan bimbingan kepada masyarakat, agar masyarakat mengetahui
hakikat wakaf itu sendiri. Agar tingkat persengketaan dapat diminimalisir, karena
banyaknya kasus yang mengenai tanah wakaf di Kecamatan Serpong akibat
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai PPAIW, sehingga banyak tanah wakaf
yang ditransaksikan.
Peran PPAIW sangat diharapkan oleh masyarakat Serpong dalam mencegah
dan menyelesaikan sengketa tanah wakaf. Dengan harapan, kasus mengenai tanah
wakaf dapat dicegah dan tidak ada lagi warga yang berselisih mengenai tanah wakaf,
sehingga warga bisa hidup rukun berdampingan di tengah masyarakat.
Bagi pihak yang berselisih, agar lebih mentaati peraturan yang telah dibuat
oleh Negara mengenai Undang-undang No.41 tentang wakaf dan kompilasi hukum
islam. Undang-undang No. 41 tahun 2004 pasal 67 menjelaskan bahwa:12
12 Undang-Undang Wakaf No.41 Tahun 2004, Pasal 67.
62
1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual,
mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda
wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau
tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun/atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
2) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun/atau pidana denda paling banyak Rp.
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas
hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah
yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
C. ANALISIS PENULIS
Aset perwakafan terbesar di Indonesia yaitu tanah, maka perlunya peraturan
khusus dari pemerintah untuk melindungi dan menjamin kepastian hukum mengenai
tanah wakaf di Indonesia. Tanah merupakan aset utama Negara, perwakafan sangat
dibutuhkan sebagai sarana dakwah, pendidikan dan kemajuan islam, baik untuk
sarana ibadah maupun untuk fasilitas umum bagi masyarakat. Atas dasar itulah
pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan
63
tanah milik, dalam peraturan pemerintah tersebut berperinsip kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
}٩٢:ال عمران{وما تنفقوا من شيء فإن اللھ بھ علیم لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesyngguhnya Allah mengetahuinya.” (QS : Al Imran : 92).13
perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar :
أصاب أرضا بخیبر فأتى النبي صلى اللھ ان عمر بن الخطاب: عنھ قالعن ابن عمر رضى اهللا
یا رسول اللھ إني أصبت أرضا بخیبر لم أصب مالا قط أنفس : علیھ وسلم یستأمره فیھا فقال
لھ رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم إن شئت حبست أصلھا : منھ فما تأمرنى بھ قالعندي
وتصدق بھا في الفقراء: قال,وتصدقت بھا فتصدق بھا عمر أنھا لا تباع ولا توھب ولا تورث
أكل وذوي القربى والرقاب وفي سبیل اللھ وابن السبیل والضیف لا جناح على من ولیھا أن ی
.}رواه مسلم{ منھا بالمعروف ویطعم غیر متمول
“Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahat Umar ra memperoleh sebidang tanah di
Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar
berkata: Ya Rasulullah, saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum
pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu,
13 Al-Qur’an, Surat Al-Imran, Ayat.92.
64
dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual,
tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar
menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian,
sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang
menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik
(sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR.
Muslim).14
Peraturan Pemerintah No.42 tahun 2006 menjelaskan mengenai pelaksanaan
Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf, perwakafan menjadi sebuah
kekuatan untuk meningkatkan torelansi sesama manusia, terutama umat muslim
Indonesia untuk mensejahterakan umat melalui wakaf. Peran wakaf dapat
diperuntukkan untuk semua umat manusia, tidak memandang agama, ras, suku,
bangsa semua dapat menikmati manfaat dari wakaf tersebut
Sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tersebut, keadaan tanah wakaf
di Indonesia belum diketahui jumlahnya, bentuknya, dan pengelolaannya dikarenakan
tidak adanya ketentuan administrasi yang mengatur mengenai perwakafan. Tujuan
dari Peraturan Pemerintah tersebut untuk menjadikan tanah wakaf menjadi suatu
lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana
pengembangan kehidupan keagamaan, terutama bagi umat yang beragama islam.
14 Imam Muslim, Shahih Muslim, (Bairut: Maktabah Daar Ihya Al-Kuttub), Juz II, h.14.
65
Oleh karena itulah pentingnya peran PPAIW di tengah masyarakat, untuk
menertibkan tanah wakaf khususnya tanah wakaf yang ada di Kecamatan serpong.
Dari data yang saya peroleh, perkembangan tanah wakaf di Kecamatan
Serpong cukup mengalami peningkatan, jika dilihat dari data tanah wakaf dalam
periode 2015-2016 terdapat tanah wakaf baru sebanyak 37 lokasi. Akan tetapi sisi
positif itu tidak dibarengi dengan system administrasi yang belum maksimal. Masih
banyaknya tanah wakaf yang di Kecamatan Serpong yang belum memiliki Akta Ikrar
wakaf (AIW) dan sertifikat tanah wakaf. Hal itu menunjukkan bahwa kurangnya
upaya Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Kecamatan Serpong dalam
menertibkan tanah wakaf.15
Dalam hal pencegahan sengketa tanah wakaf, berdasarkan undang-undang no.
42 tahun 2006, tentang perwakafan memang tidak di temukan adanya peraturan yang
secara khusus mengatur peranan PPAIW dalam mencegah sengketa tanah wakaf,
hanya saja memang dalam penyelesaiannya diperlukan adanya musyawarah, tetapi
hal tersebut juga tidak mengatur sejauh mana peranan PPAIW dalam proses
musyawarah.
Walaupun tidak adanya intruksi Khusus kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) mengenai pencegahan sengketa tanah wakaf, alangkah lebih baiknya
15 Wawancara Pribadi dengan Mastur, Petugas Zakat dan Wakaf KUA Kec. Serpong, pada
tanggal 4 Mei 2016.
66
PPAIW memberikan penyuluhan kepada masyarakat, karena yang secara langsung
turun kepada masyarakat dalam bidang perwakafan yaitu PPAIW.
Sejauh ini peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Kecamatan
Serpong sangat minim, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui fungsi dan
tugas dari PPAIW dan masyarkat tidak mengetahui bagaimana prosedur perwakafan
yang baik dan benar. Hal ini menunjukkan bahwa, kurang maksimalnya peran
PPAIW dalam mencegah dan menanggulangi tingginya sengketa di Kecamatan
serpong, karena tidak adanya anggaran khusus dari pemerintah untuk PPAIW.
Menurut Peraturan Pemerintah N0.13 tahun 2010 tentang jenis dan tarif atas
jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada badan pertanahan nasional.
Proses pembutan sertifikat tanah wakaf tidak dipungut biaya, hal itu sudah di atur
dalam pasal 22 ayat 1. Tarif pelayanan pendaftaran berupa pelayanan pendaftaran
tanah wakaf di tetapkan sebesar Rp.0.00 (nol rupiah). Hal itulah yang perlu
diperhatikan oleh PPAIW, sejauh mana Peraturan Pemerintah tersebut dalam
mengatur pensertifikatan tanah wakaf. Masih banyak masyarakat yang mengeluhkan
akan mahalnya biaya pensertifikatan tanah wakaf.
Adanya kasus mengenai tanah wakaf di Kecamatan Serpong diakibatkan oleh
rendahnya ketaatan dan pengetahuan masyarakat akan hukum agama dan hukum
positif di Indonesia dan beban okonomi yang tinggi bagi orang-orang yang tinggal
67
diperkotaan. Sehingga masyarakat menggugat tanah wakaf untuk kepentingan
pribadi, karena tergiur akan mahalnya tanah di Kecamatan Serpong.
Hal itulah yang terjadi di Kecamatan Serpong, Karena harga tanah di Serpong
dari tahun-ketahun semakin meningkat dan tidak adanya kekuatan hukum atas tanah
wakaf, dengan tidak ada sertifikat tanah wakaf dan wakif sudah meninggal, inilah
yang menyebabkan ahli waris wakif menarik kembali tanah yang telah di wakafkan
orang tuanya dengan cara melawan hukum, sehingga menimbulkan persengketaan
tanah wakaf antara ahli waris dengan nadzir. Disini, perlunya peran Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk menyelesaikan, menengahi dan mencegah sengketa
wakaf, agar kasus mengenai persengketaan tanah wakaf tidak terulang kembali.16
Pengajuan tututan kepengadilan bagi pihak yang merasa haknya dilanggar
merupakan suatu keharusan untuk menjamin adanya kepastian hukum, pengadilan
sebagai tempat terakhir bagi pencari keadilan dan dianggap memberikan suatu
kepastian hukum karena putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengikat para pihak.
Jika perwakafan menimbulkan suatu sengketa maka alternatif penyelesaian
sengketa melalui musyawarah, mediasi, arbitrase. Apabila melalui mesyawarah tidak
berhasil jalan terakhir melalui Pengadilan Agama, seperti yang terdapat dalam pasal
62 Undang-undang No 41 Tahun 2004 yaitu sebagai berikut :17
16 Wawancara Pribadi dengan Jayadih, Petugas KUA Kec. Serpong, pada tanggal 4 Mei 2016. 17 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, h.28.
68
c. Penyelesian sengketa perwakafan dapat di tempuh melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat.
d. Apabila cara penyelesianya sengketa sebagaimana di maksudpada ayat (1)
tidak berhasil maka dapat di selesaikan melalui mediasi, arbitrase atau
pengadilan.”
Pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perwakafan adalah
Pengadilan Agama dan Pengadilan Umum. Sebagaimana dalam Undangundang No 3
Tahun 2006 yaitu tentang Peradilan Agama. Sedangkan pasal 49 yang
menyebutkan:18
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang yaitu memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam dibidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, , Zakat, Infaq.
Shadaqah, Ekonomi Syari'ah; dan Wakaf.
18 Helmi Karim, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1997), h.113.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kepustakaan dan hasil interview mengenai peran
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam pencegahan terjadinya sengketa
tanah wakaf di Kecamatan Serpong Tangerang Selatan, maka penulis dapat
menyimpulkan hal sebagai berikut:
1. Menurut Undang-Undang No.41 tahun 2004 peran PPAIW yaitu membuat
akta ikrar wakaf. Jadi, selama ini upaya PPAIW tergolong baik dan mulia,
mereka berupaya untuk mencegah terjadinya sengketa tanah wakaf. Dalam
mencegah terjadinya sengketa, PPAIW Kec. Serpong berupaya untuk
menertibkan dan mendata tanah wakaf yang ada di Kec. Serpong, serta
mengeluarkan sertifikasi tanah wakaf terhadap tanah wakaf yang telah di
wakafkan wakif, agar tanah wakaf tersebut kuat demi hukum. Akan tetapi
upaya tersebut belum maksimal, karena kurangnya perhatian dari pemerintah
mengenai tanah wakaf dan masyarakat tidak mengetahui mengenai prosedur
perwakafan yang baik menurut hukum agama dan undang-undang wakaf,
perlunya peran KUA Kecamatan Serpong untuk mensosialisasikan PPAIW
ditengah-tengah masyarakat. Karena yang secara langsung turun kepada
masyarakat dalam bidang perwakafan tanah adalah PPAIW.
70
2. Dalam Pasal 62 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004, apabila perwakafan
menimbulkan sengketa maka alternative penyelesaiannya melalui
musyawarah, mediasi, arbitrase, dan jalan terakhir melalui pengadilan. Untuk
itu, PPAIW tidak hanya bertugas membuat akta ikrar wakaf saja, tetapi bisa
juga sebagai penengah atau pemberi fasilitas dan memberikan arahan dalam
penyelesaian terjadinya sengketa wakaf.
3. Faktor keberhasilan PPAIW yaitu, dengan adanya Peraturan Pemerintah
No.42 Tahun 2006 dan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf,
sangat membantu Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Kecamatan
Serpong dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menertibkan tanah
wakaf. Akan tetapi, hambatan yang dihadapi PPAIW yaitu, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya sertifikat tanah wakaf, wakif dan
nadzir tidak membuat sertifikat tanah wakaf karena rumitnya administrasi dan
tingginya biaya dalam persertifikatan tanah wakaf, sehingga masih banyak
tanah wakaf di Kecamatan Serpong yang tidak memiliki sertifikat tanah
wakaf. Hal itu diperparah dengan tidak adanya dana khusus dari pemerintah
untuk (PPAIW), sehingga tanah wakaf yang sudah diwakafkan tidak dapat
diurus sertifikatnya, karena memerlukan biaya yang cukup besar di BPN.
A. Saran-Saran
Menurut pandangan penulis, peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dalam
mencegah terjadinya sengketa tanah wakaf kurang efektif. Karenanya, penulis
71
memiliki saran yang sekiranya dapat diterapkan oleh PPAIW Kecamatan Serpong
dalam meningkatkan kinerja PPAIW, yaitu:
1. Diharapkan kepada pemerintah pusat agar menyediakan anggaran khusus bagi
PPAIW, agar PPAIW dapat melaksanakan tugas dan fungsinya serta
menertibkan sertifikasi tanah wakaf.
2. Perlu dibuatnya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah mengenai
PPAIW, sejauh mana keterlibatan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) dalam menertibkan tanah wakaf.
3. PPAIW dan BPN setempat agar lebih bersinergi serta meningkatkan kerja
samanya dalam mengawasi dan menertibkan sertifikat tanah wakaf.
4. Birokrasi yang ada agar dipermudah, guna menarik minat masyarakat untuk
mewakafkan sebagian dari hartanya.
5. PPAIW Kecamatan Serpong untuk lebih giat lagi melakukan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai tugas-tugas PPAIW serta tata cara perwakafan
yang benar menuruh hukum agama dan Undang-undang wakaf N0.41 tahun
2004.
6. PPAIW Kecamatan Serpong untuk lebih giat lagi melakukan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai tugas-tugas PPAIW serta tata cara perwakafan
yang benar menurut Undang-Undang Wakaf No.41 Tahun 2004 dan KHI.
72
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Al-Alabij Adijani, S.H, Perwakafan Tanah di Indoneisa dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, Cet.IV.
Al-Alabij Adijani, Perwakafan Tanah di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2003.
Al-Kabisi Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Waakaf Serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMan Press.
Al-Asqalani Al-Hafidz Ibnu Hajar, Bulughul Maram Fi Adillatil Ahkam, Maktabah Daar Ihya Al-Kutub.
Ash-Shan’aniy Muhammad Ibn, Subulus Salam, Jus II.
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2008.
Cholid dkk, MetodologiPenelitian, Jakarta: PT. BumiAksara, 2003.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Bunga Rampai Perwakafan, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif strategis di Indonesia, Jakarta: Direktorat pemberdayaan Wakaf, 2006.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Paradigma Baru wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006.
Djalil A Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2006, Cet 1.
Halim Abdul, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Ciputat press, 2005.
Juhaili Wahba, Al-Fikhu Al-Islam Wa Adillatuh, Daar El-Fikr, 2007.
Kementrian Agama RI, Pedoman Penyusunan Proposal Pemberdayaan Wakaf Produktif, Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012.
Muslim Imam, Shahih Muslim, Maktabah Daar Ihya Al-Kuttub.
73
Nazir, Moh, metode penilitian, Bogor : Ghalia Indonesia, 2005.
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012.
Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978 Tentang Wakaf.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006
Praja Juhaya S, Perwakafan di Indonesia Sejarah Pemikiran Hukum dan Perkembangannya, Bandung: Yayasan Piara, 1995.
Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Jakarta:Departemen Agama RI,2003.
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Binacipta,1987,Cet.IV.
Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah, jilid ke-14, cet.VIII, Ahli Bahasa oleh Kamaluddin A, dkk, Bandung: Al’Ma’arif, 1996.
Shihab M Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press, 2009.
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Suhadi Imam, Wakaf Untuk Kesejahteraan Umat, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 2002.
Usman Rahmadi, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta; Sinar Grafika, 2009.
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Widnyana I Made, S.H,.M.H, Alternatif Penyelesaian Sengketa & Albitrase, Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2014.
Wawancara Pribadi dengan Mastur, Petugas Zakat dan Wakaf KUA Kec. Serpong, pada tanggal 4 Mei 2016.
Wawancara Pribadi dengan Jayadih, Petugas Zakat dan Wakaf KUA Kec. Serpong, pada tanggal 4 Mei 2016.
LAMPIRAN
Top Related