PERAN PEER COUNSELOR DALAM REHABILITASI KORBAN NAPZA
DI PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA “GALIH PAKUAN” BOGOR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Disusun Oleh:
Nurjanah
NIM. 1110052000026
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/ 1435 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Agustus 2014
Nurjanah
NIM. 1110052000026
ABSTRAK
Nama: Nurjanah
NIM.1110052000026
Peran Peer Counselor dalam Rehabilitasi Korban NAPZA di Panti Sosial
Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
Proses rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA merupakan upaya
kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non-medis,
psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita
ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.
Dalam mencapai tujuan dari proses tersebut dibutuhkan suatu layanan bantuan
berupa peran peer counselor. Hal ini didasari bahwa tidak semua klien yang
mengikuti program rehabilitasi memiliki masalah yang sama (walaupun sama-
sama pengguna). Adanya peer counseling tersebut tentunya memiliki beberapa
tujuan yang hendak dicapai, dasar komunikasi dalam peran peer counselor, dan
keberhasilan yang dicapai dalam peer counselor. Panti Sosial Pamardi Putra
(PSPP) “Galih Pakuan” Bogor merupakan panti sosial yang mengadakan program
TC rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan NAPZA.
Dari uraian di atas, maka penulis dalam penelitian ini mengkaji mengenai
peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di PSPP “Galih Pakuan”
Bogor. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan metode
pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi dan pengamatan.
Sedangkan analisis data menggunakan teknik triagulasi.
Hasil dari penelitian ini yaitu peran peer counselor dalam proses
rehabilitasi korban NAPZA merupakan bagian integral dalam program pemulihan
bagi residen di PSPP “Galih Pakuan” Bogor. Dalam proses rehabilitasi
kebanyakan residen tidak bisa diharapkan untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri dan mereka tidak mengetahui kelemahan dan kekuatan/ kelebihan mereka
sendiri. Sehingga diperlukanlah suatu upaya bantuan guna membantu residen
dalam proses pemulihannya, yaitu salah satunya dengan mereka memiliki peran
peer counselor. Hal ini dapat terlihat dari harapan dan tujuan peran peer counselor
yang sejalan dengan upaya rehabilitasi terutama mengarah pada aspek psikologis
dan sosial. Peran peer counselor juga disediakan sesuai dengan kebutuhan residen
selama mengikuti rehabilitasi sehingga mempermudah residen dalam
menyampaikan masalah yang dialaminya kepada konselor setiap saat. Sedangkan
pada pendekatan peer counseling yang digunakan adalah peran peer counselor.
Kata Kunci: Peran Peer Counselor, Korban NAPZA, Rehabilitasi Korban NAPZA
i
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah membimbing saya
dengan petunjuk-petunjuk-Nya, sebagaimana terkandung dalam Al-Qur‟an dan
sunnah. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, dan kepada seluruh pengikutnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini berhasil saya selesaikan, bukan dengan tidak melibatkan
banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnya saya mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A selaku Rektor Universitas
Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak. Dr. Arief Subhan, M.A selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Untuk kedua orang tua ku, aku bersyukur telah dilahirkan kedunia ini.
Terima kasih telah memberikan semuanya, merawat, membesarkan,
menyayangi, mendidik, menyekolahkan, memotivasi, memberi
masukan, dan lain sebagainya yang tak terhingga sampai-sampai tidak
bisa terucapkan oleh kata-kata. Suatu saat pasti akan aku buktikan, aku
bisa berdiri tegak dengan kedua kakiku sendiri, dengan segala apa
ii
yang telah engkau ajarkan kepadaku, semoga bapak umi selalu
diberkahi oleh Allah SWT dan bahagia dunia akhirat.
6. Ibu H. Dr. Elidar Husein, MA selaku pembimbing skripsi peneliti yang
tanpa beliau mungkin skripsi ini hanya menjadi setumpuk kertas yang
tidak berharga. Betapa beliau sungguh bersabar, rendah hati, terbuka,
mendidik peneliti dengan baik, membimbing dengan bijaksana,
memberikan segudang ilmunya, menyediakan waktunya, memberikan
peneliti kesempatan untuk mencoba hal-hal baru, dan segala halnya
yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa
memberikan Ibu yang terbaik, seperti ibu memberikannya kepada saya.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
umumnya dan khususnya dosen dan staff pengajar pada jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Juga kepada Civitas Akademik
FIDKOM yang telah berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman
selama saya menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Bapak Iwan selaku Sekretaris PSPP. Terima kasih untuk kesan
pertama yang terbuka, untuk pintu PSPP yang selalu terbuka lebar
untuk saya, untuk semua pengalaman, ilmu, kesabaran, bapak dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang kadang membingungkan.
Terimakasih ya pak. Semoga Allah senantiasa memudahkan segala
urusan bapak dan selalu Allah jaga keluarga bapak menjadi keluarga
yang selalu harmonis.
9. Bapak Ahmadin S.Pd.i.M.Si, Ibu Sumi, Bapak Supri, Ustad Asep dan
seluruh pihak Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”-Bogor yang
iii
telah memberikan izin dan banyak membantu penulis dalam penelitian
ini hingga dapat berjalan baik dan lancar.
10. Sahabat-sahabat saya, Juayriah, Siti Choirunnisa, Elva Ristiawan,
Dewi Haneh dan Meylia Cahyaningrum. Terimakasih untuk segalanya,
bahagia itu sederhana “aku dan sahabatku” saling berbagi cerita dan
kita berbuat kekonyolan. Teruntuk Syarif Hidayatullah saya
sebenarnya bingung memanggil dia teman atau sahabat, mungkin bisa
dikatakan lebih dari kedua-dua nya hehe, terimakasih banyak atas
support yang diberikan, selalu menyisihkan waktumu, telah menemani
selama penelitian berlangsung. Tiada kata yang bisa terucap selain
syukron katsiran ya habibi.
11. Temen-temen BPI seperjuangan Siti Nurlaila Awaliyah, Haula
Sofiana, Sabatini Ayu Sentani, Sri Mulyanti dkk, terimakasih kalian
sudah menjadi teman-teman seperjuangan yang solid, canda tawa telah
kita lakukan di dalam kelas yang ramai dengan suara-suara emas
meskipun jika sedang terhening disaat diskusi karna bingung mau
ngomong apa hehe.. sukses terus untuk kita semua.
12. Untuk keluarga besarku Mang Arip, Umi Uhah, Umi Titim, K.H. Adit,
Umi Euroh, Umi „Ae, yang memberikan motivasi, do‟a dan kasih
sayang kepada saya. dan Adeku Rifqi Anshori, Syahrul Hidayat yang
selalu membuat saya termotivasi untuk bisa mandiri dan terus
melangkah menggapai masa depan.
Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu yang telah ikut berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini.
iv
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada kalian semua, saya
mengucapkan banyak terimakasih. Semoga Allah SWT memberikan
yang terbaik untuk kita semua. Akhirnya kepada-Nyalah saya serahkan
segala urusan ini. Saya berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua dan menambah khazanah pengetahuan walaupun belum
sepenuhnya sempurna.
Jakarta, 22 Agustus 2014
Nurjanah
NIM. 1110052000026
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATAPENGANTAR..................................................................................... ............ i
DAFTAR ISI................................................................................................... ............ v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 9
D. Metodologi Penelitian .......................................................................... 10
E. Teknik Penulisan .................................................................................. 15
F. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 15
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 17
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Peran.................................................. ..................................... 19
1. Pengertian Peran ............................................................................ 19
2. Bentuk dan Macam-macam Peran................................................. 20
3. Tujuan dan Manfaat Peran ............................................................ 23
B. Peran Peer Counselor dan Peer Counseling ... .................................... 23
1. Peer Counselor .............................................................................. 23
vi
2. Peer counseling ............................................................................. 25
3. Komunikasi Dalam Peer Counseling ............................................ 27
C. Rehabilitasi Sosial ............................................................................... 30
1. Pengertian rehabilitasi ................................................................... 30
2. Tujuan dan sasaran rehabilitasi sosial ........................................... 31
3. Proses rehabilitasi sosial................................................................ 32
D. Korban NAPZA................................................................................... 36
1. Pengertian korban NAPZA ........................................................... 36
2. Pengertian NAPZA ....................................................................... 41
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah Berdirinya .............................................................................. 52
B. Visi, Misi, Moto ................................................................................. 52
1. Visi ............................................................................................... 52
2. Misi .............................................................................................. 53
3. Motto ............................................................................................ 53
C. Tugas Pokok Panti Sosial Pamardi Putra”Galih Pakuan” Bogor ....... 53
1. SDM (Sumber Daya Manusia) pelaksanaan dan peserta ............. 54
2. Tujuan, waktu pelaksanaan kegiatan, maklumat, pelayanan
dan indikator................................................................................. 55
D. Metode Pelayanan Rehabilitasi Sosial di PSPP “Galih Pakuan”
Bogor .................................................................................................. 57
1. Tahap penerimaan .................................................................. 57
2. Tahap klasifikasi .................................................................... 57
vii
3. Tahap pembinaan dan pembimbing ....................................... 58
4. Pembinaan lanjut .................................................................... 59
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Identitas Informan dan Subjek Penelitian .......................................... 66
1. Informan penelitian ...................................................................... 66
2. Terbimbing/ subjek penelitian ..................................................... 68
B. Analisis Hasil Temuan ....................................................................... 74
1. Peran Peer Counseling terhadap korban NAPZA ........................ 74
2. Komunikasi dalam peer counseling ............................................. 84
3. Manfaat yang di dapatkan peer counselor setelah
melaksanakan perannya di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan” Bogor ............................................................................. 88
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 92
B. Saran ..................................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 95
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Interaksi triadik antara konselor ahli dengan konseli ................................ 28
Tabel 2 Subjek pekerja PSPP “Galih Pakuan” Bogor ............................................ 66
Tabel 3 Subjek berdasarkan agama ........................................................................ 68
Tabel 4 Terbimbing berdasarkan usia .................................................................... 68
viii
Tabel 5 Terbimbing berdasarkan jenis NAPZA ..................................................... 69
Tabel 6 Terbimbing berdasarkan pendidikan ......................................................... 69
Tabel 7 Subjek penelitian ....................................................................................... 70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Proses Pelayanan dan Rehabilitasi Korban NAPZA di dalam PSPP
“Galih Pakuan”-Bogor ................................................................................................. 60
Gambar 2 Proses pelayanan ..................................................................................... 61
Gambar 3 Lanjutan .................................................................................................. 62
Gambar 4 Lanjutan .................................................................................................. 63
Gambar 5 Lanjutan .................................................................................................. 64
Gambar 6 Struktur organisasi PSPP “Galih Pakuan” Bogor ................................... 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Transkip Wawancara
2. Surat Izin Penelitian
3. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
4. Dokumentasi
1
BAB I
A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang, bangsa-bangsa di dunia sedang berada
dalam alam modernisasi. Tentu saja hal tersebut membawa dampak yang
sangat besar bagi perjalanan kehidupan hampir seluruh negara-negara
berkembang termasuk negara Indonesia. Sebagaimana dampaknya dapat
dilihat dari pola kehidupan masyarakat sehari-hari.1
Perubahan yang terjadi di masyarakat modern ditandai dengan
perkembangannya kapitalisasi di berbagai bidang kehidupan. Terjadi
pergeseran nilai, selera, dan gaya hidup kearah yang lebih beorientasi pada
sifat konsumeris, individualis, keduniawian yang mudah menimbulkan
frustasi, ketegangan jiwa, stress dan kecemasan diri.
Dalam suasana ketegangan, konflik dan tekanan pikiran batin yang
tidak terdamaikan seringkali penyelesaian yang ditempuh adalah dengan
jalan pintas, yakni dengan mengkonsumsi adiksi obat. Dan dimulai
dengan menggunakan pil tidur sebagai obat penenang sampai
mengkonsumsi NAPZA.
Di tengah-tengah kegalauan itu remaja, mereka menginginkan lari
dari masalah dan hidup nikmat maka dengan cara yang instant, mereka
terperangkap oleh NARKOBA. Narkoba adalah bagian dari khamr yang
telah banyak dinyatakan dalam al-Qur’an yakni:
1Agoes Dariyo, Psikologi Perkrmbangan Remaja, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), Cet-
1, h. 14
2
Artinya: Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang
khamar dan judi. Katakanlah, “pada keduanya terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada
manfaatnya. (QS. Al-Baqara: 219)2
Beberapa masalah yang menjadi masalah putra-putri generasi muda
kita sekarang ini. Masalah-masalah tersebut adalah :3
1. Ketidakpastian masa depan.
Sebagian besar putra-putri kita tidak memiliki kejelasan
masa depan. Akan menjadi apa besok tidak dapat
mengetahuinya. Tak ada sekolah yang menjamin kerja
alumninya kecuali sejumlah lembaga pendidikan tertentu yang
jumlahnya sangat sedikit.
2. Persaingan hidup yang semakin ketat
Kita lihat fenomena ketika dibuka lowonga kerja. Satu
peluang bisa diperebutkan oleh ratusan bahkan ribuan orang.
3. Beban seksual dan narkoba.
Maksud hati pengin menikah tetapi belum bekerja,
akibatnya tertunda. Padahal seiring dengan meningkatnya nilai
gizi dan berbagai rangsangan seksual, putra-putri kita semakin
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, ( Jakarta: CV. Bayan Qur’an,
2009), h. 34 3 Dr. Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: cv. Mandar
Maju, 2007), h.232-233
3
cepat dewasa secara seksual, tetapi untuk melampiaskannya
harus menanti punya pekerjaan lebih dulu. Umur 9 tahun sudah
mimpi basah/haid pertama, untuk melampiaskannya menanti
sampai umur 30 tahun karena baru dapat pekerjaan. Bayangkan
21 tahun harus ngempet. Mana tahan, amat berat.
4. Iseng-iseng sebagai remaja
Banyak anak puber dan adolesens yang menggunakan
bahan narkotika oleh keisengan. Anak-anak muda tersebut
mencoba-coba memakainya, didorong oleh rasa ingin tahu; atau
karena diolok-olok kawan sebaya, sehingga ikut-ikutan meniru.
Dari langkah permulaan yang iseng, kemudian jadi kebiasaan
dan kecanduan yang kronis.4
5. Salah satu cara pemberontakkan (jiwa remaja)
Ketika pada usia puberitas dan adolesenis mereka
dihadapkan pada macam-macam kesulitan hidup dan konflik-
konflik jiwani, maka hati pengecutnya mendorong mereka untuk
melarikan diri dari setiap kesulitan hidup. Mereka lalu
menggunakan ganja, morphine, dan bahan narkotika lainnya
sebagai alat “penenang” bagi ketakutan dan kerisauan hatinya.
Lebih-lebih jika mental yang labil dan lemah pada saat kritis
semasa puberitas dan adolesensi itu mendapatkan stimuli ekstern
4 Dr. Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung: cv. Mandar
Maju, 2007), h.232-233
4
yang buruk. Atau mendapatkan tekanan dan paksaan-paksaan
dari luar yang bertujuan dengan sengaja merusak moral dan
jasmani generasi anak muda, dengan tujuan subversive dan
kriminal. Maka korban-korban dari narkotika ini bertambah
dengan cepat sekali; dan dibanyak negara diperkirakan
pertambahannya bergerak diantara 30%-100% setiap tahunnya.
Siswa yang memiliki masalah akan lebih mudah berdiskusi dan
bertanya kepada teman yang berkemampuan lebih (konselor). Model ini
juga dapat menghindari kefrustrasian siswa yang menyukai tantangan
(bagi siswa yang akan berperan sebagai konselor), karena siswa tersebut
mendapat tantangan yang lebih banyak untuk membantu teman lainnya
yang kurang mampu memecahkan masalahnya sendirian. Dia merasa
mendapatkan kepercayaan dan perhatian sehingga merasa lebih
diberdayakan. Perasaan semacam ini diharapkan dapat memacu dan
menumbuhkan semangat untuk berprestasi yang lebih baik, sehingga
muncul konselor-konselor sebaya yang berkompeten.5
Anak yang kebanyakan sudah menganggap dirinya sebagai pribadi
yang dewasa pun, tidak jarang menghadapi permasalahan-permasalahan
hidup. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya, manusia hidup selalu
dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, baik itu termasuk ke dalam
kategori ringan, sedang, ataupun berat.
5 http://raneebk.blogspot.com/2011/06/konselor-sebaya-peer-counseling-untuk.html,
Dikutip pada hari kamis 01-09-2014
5
Manusia mengaggap bahwa hubungan dengan teman sebaya (peer
counselor) menjadi bertambah penting dan selanjutnya lebih banyak
memberikan pengaruh dalam berbagai aspek perkembangannya. Pada
masa remaja, mereka membentuk kelompok-kelompok dengan efektifitas
yang lebih terarah dan bertujuan. Misalnya Kelompok Ilmiah Remaja
(KIR), olah raga, seni dan sebagainya. Pada saat remaja berinteraksi
dengan kelompok ini, mereka dapat melihat sejauh mana nilai-nilai yang
ada didalam kelompok dapat diikuti. Selain itu, remaja juga mendapatkan
kesempatan untuk memainkan berbagai macam peranan, yaitu sebagai
pemimpin, anggota, deviant, ataupun sebagai conformist. Adanya nilai dan
norma tingkah laku dalam kelompok dapat memberikan kesempatan
kepada remaja untuk dapat memperoleh berbagai perspektif mengenai
nilai dan sikapnya sendiri.
Pada prinsipnya hubungan teman sebaya, sangatlah berarti penting
bagi kehidupan. Selaras dengan uraian diatas, Piaget dan Sullivan (1976)
menyatakan bahwa melalui hubungan teman sebaya remaja belajar tentang
hubungan timbal balik yang simetris. Remaja mempelajari prinsip-prinsip
kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman
sebaya, mereka juga mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan
dan perspektif teman sebaya (peer counselor) dalam rangka memuluskan
integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan.
Dalam perkembangannya, tak selamanya masalah-masalah yang
datang tersebut selalu bisa diselesaikan sendirian oleh anak yang
bersangkutan. Adakalanya terdapat masalah-masalah tertentu yang tidak
6
bisa dipecahkan sendirian, melainkan membutuhkan bantuan dari orang
lain untuk membantu memecahkannya. Kelompok sebaya, bagi anak
sebagai individu, penting sekali untuk membantu anak belajar menemukan
identitas diri termasuk di dalamnya pemecahan masalah. Kelompok
sebaya, akan membantu anak sebagai individu untuk menjadi intermediasi
agar tujuan anak yang bersangkutan dapat tercapai, sehingga terjadilah
suatu alur kehidupan yang positif.
Peran peer counselor adalah langkah awal residen mendapatkan
kesempatan untuk memainkan berbagai macam peranan, yaitu sebagai
pemimpin, anggota, deviant, ataupun sebagai conformist. Adanya nilai dan
norma tingkah laku dalam kelompok dapat memberikan kesempatan
kepada remaja untuk dapat memperoleh berbagai perspektif mengenai
nilai dan sikapnya sendiri. Itu semua dapat membantu perubahan tingkah
laku residen korban NAPZA, serta untuk menentukan keberhasilan dari
program rehabilitasi guna memberikan kesembuhan korban dari
ketergantungan obat, karena dengan residen punya peran untuk menjadi
konseling teman sebayanya (peer counseling) yang baik, dan seseorang
mampu memposisikan dirinya untuk menjalani segala tahap-tahap dalam
program rehabilitasi. Penyesuaian diri korban NAPZA dalam rehabilitasi
juga dapat menjadi tinjauan untuk melakukan proses bimbingan dan
penyuluhan dalam tahap-tahap rehabilitasi, dimana seorang penyuluh atau
pembimbing harus bisa melihat korban dapat merespon dengan baik atau
tidak ketika mereka menjalani pembinaan fisik, mental, sosial, agama, dan
keterampilan. Maka peer counselor (konseling teman sebaya) dalam
7
rehabilitasi korban NAPZA sangat perlu diperhatikan demi keberhasilan
proses rehabilitasi.
Oleh karena itu, banyak masyarakat mendirikan panti-panti
rehabilitas, seperti Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan-Bogor”,
disamping dapat mendatangkan pendapatan dan disisi lain juga merupakan
upaya rehabilitasi terhadap pemakai NAPZA. Sebagaimana langkah-
langkah para ahli psikologi. Mencoba mencari solusi dalam
penanggulangan korban penyalahgunaan NAPZA yang akhirnya
memerlukan suatu pemikiran dalam menetapkan upaya-upaya mengatasi
berbagai permasalahan remaja korban penyalahgunaan NAPZA.
Untuk mengantisipasi lebih parahnya kasus penyalahgunaan
NAPZA, dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara institusi pendidikan,
aparat penegak hukum, lingkungan, termasuk disini orang tua dan generasi
muda. Untuk itulah berdasarkan pada uraian diatas maka penulis tertarik
untuk menulis proposal penelitian dengan judul “Peran Peer Counselor
Dalam Rehabilitasi Korban NAPZA Di Panti Sosial Pamaradi Putra
“Galih Pakuan” Bogor.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas maka
peneliti membatasi masalah sebagai berikut: Batasan masalah
dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup penelitian
pada peer counselor kepada teman sebayanya agar saling
8
mendukung untuk bertingkah laku lebih baik dan aktif berbicara
serta mendukung proses pemulihan korban NAPZA dengan bentuk
saling memahami masalah teman sebayanya pada korban NAPZA
akan tetapi tidak lepas dari bimbingan pekerja sosial (PEKSOS) di
Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan-Bogor, Putat Nutug”
agar tidak melebar jauh dan penelitian ini dapat difokuskan untuk
memperoleh data-data yang valid dan dapat dipertanggung
jawabkan.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang ini sebagaimana yang diuraikan
diatas, dalam pembahasan selanjutnya agar lebih mengarah dan
mencapai hasil yang maksimal, maka penulis mengambil alternatif
dari rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah peran peer counselor dalam rehabilitasi
korban NAPZA di PSPP “Galih Pakuan-Bogor?
b. Apa sajakah dasar-dasar komunikasi yang di terapkan
oleh peer counselor dalam rehabilitasi korban Napza di
Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor?
c. Manfaat apa yang di dapatkan peer counselor setelah
melaksanakan perannya di Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan” Bogor?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui peran peer counselor dalam rehabilitasi
korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih
pakuan” Putat Nutug-Bogor.
b. Untuk mengetahui dasar komunikasi dalam peer counselor
dalam rehabilitasi korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi
Putra “Galih Pakuan” Bogor.
c. Untuk mengetahui manfaat apa sajakah yang di dapatkan peer
counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di Panti Sosial
Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
2. Manfaat
a. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat dijadikan
pengalaman dan menambah pelajaran atau pengetahuan dan
menambah wawasan mengenai peran peer counselor dalam
rehabilitasi korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra
(PSPP) “Galih Pakuan” Bogor.
b. Secara peraktis hasil penlitian ini diharapkan bisa menjadi
acuan mendasar khususnya bagi pihak lembaga Panti Sosial
Pamardi Putra dan umumnya untuk seluruh panti sosial
terutama dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai bimbingan
kelompok terhadap pasien penyalahgunaan NAPZA sehingga
dapat membantu mereka sembuh dari ketergantungan.
10
c. Terhadap jurusan, penelitian ini agar dapat bermanfaat menjadi
bahan referensi dan memberi masukan kepada Prodi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam mengenai peran peer
counseling (konseling teman sebaya) terhadap korban NAPZA
dalam rehabilitasi sosial.
D. Metodologi penelitian
1. Metode penelitian
Dalam menentukan metode penelitian ini, penulis
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan dekriptif analisis,
yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan menggambarkan apa adanya
suatu peristiwa. Sebagaimana yang telah didefinisikan oleh Meleong
bahwa penelitian deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, menggambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian,
isi laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan tersebut.6
Dalam hal ini penulis melakukan observasi, wawancara, studi
kepustakaan dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisa
serta disajikan dalam suatu pandangan yang utuh, yang bertujuan
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek
penelitian. seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa setiap
penelitian memiliki langkah-langkah yang perlu dilalui secara
bertahap, maka langkah-langkah yang akan digunakan dalam
penelitian kualitatif ini adalah sebagai berikut:
6 J Moleong Lexsy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bndung: PT Remaja Rosda Karya
1922, h. 11
11
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian adalah di
Lembaga PSPP “Galih Pakuan” Putat Nutug-Bogor”. Alasan
peneliti mengambil penelitian di lembaga tersebut karena
lembaga ini merupakan tempat rehabilitasi korban NAPZA
dengan mengadakan kegiatan Peer Counselor. Disini juga
merupakan lembaga milik pemerintah yang bernaung di bawah
Kementrian Sosial.
b. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan dari 27 Februari 2014
sampai dengan 05 Juni 2014.
3. Subjek dan Oubjek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Sujek penelitian adalah pelaku yang memberi informasi
atau data dalam suatu penelitian.7 Subjek penelitian ini adalah
3 residen, 2 peksos/Pembina dan 1 kepala seksi program dan
advokasi sosial di panti lembaga PSPP “Galih Pakuan”.
Kemudian objek penelitian adalah peer counselor
dalam rehabilitasi korban NAPZA pada residen.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti
menggunakan teknik dan alat pengumpul data sebagai berikut:
7 Prof. Dr. Hamidi, M.Si. Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2010), h. 74.
12
a. Observasi atau pengamatan
Observasi adalah suatu kegiatan pengumpulan data
yang dilakukan melalui pengamatan dan mencatat fenomena
yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek
dalam fenomena tersebut.8
Model observasi yang sudah biasa dilakukan sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Pertama, Obsevasi secara
langsung dan ikut terlibat dalam peristiwa yang sedang
dijadikan obyek observasi. Dan kedua, observasi non
partisipan, yakni pembimbing berada di luar obyek atau
peran yang sedang diidentifikasi, bisa dari jarak dekat atau
jarak jauh.Artinya, pihak observer hanya mengamati dan
mencatat fakta atau kejadian-kejadian yang tampak
sebagaimana layaknya orang yang sedang mengamati
sesuatu.9
Peneliti menggunakan observasi sebagai teknik
pengumpulan data. Adapun observasi itu adalah penelitian
melakukan proses penanggulangi korban NAPZA di PSPP
(Panti Sosial Pamardi Putra) Galih Pkuan Putat Nutug-
Bogor. Dalam hal ini penulis akan mengobservasi
8E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi,( Jakarta: Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, LPSP3 UI, 1983), h. 62.
9M. Lutfi. MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam,( Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah 2008), h. 124.
13
pembimbing dan klien korban NAPZA di PSPP (Panti
Sosial Pamardi Putra) Galih Pkuan Putat Nutug-Bogor.
b. Wawancara
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, antara interviewer
mengajukan pertanyaaan dan interviewee memberiksn
jawaban atas pertanyaan itu.10
Wawancara juga merupakan
alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau
keterangan yang diperoleh sebelumnya.Dalam penelitian
kualitatif yang digunakan adalah teknik wawancara
mendalam, dimana seorang responden atau kelompok
responden mengkomunikasikan bahan-bahan dan
mendorong untuk didiskusikan secara bebas.11
Wawancara
dilakukan dengan residen dan peksos/Pembina untuk
menggali informasi mengenali peer counsor dalam
rehabilitasi korban NAPZA.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen.12
Data diperoleh dari
dokumen-dokumen berupa catatan formal, literature,
majalah, Koran dan arsip lain yang berhubungan dengan
10
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2000), h. 186 11
Elvinaro Ardianto, M.Si, Metodologi Penelitian untuk Public Relation, ( Bandung:
SIMBIOSA REKATAMA MEDIA, 2010), cet. Ke-1, h. 61. 12
Husaini Husman, Metodologi Penelitian Sosial, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 73.
14
administrasi dan data-data PSPP (Panti Sosial Pamardi
Putra) “Galih Pkuan” Bogor.sebagai pendukung dari hasil
wawancara.
5. Sumber data
Adapun yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian
adalah subyek dari penelitian dimaksud. 13
Sumber data yaitu subjek
utama dalam proses penelitian masalah di atas. Adapun sumber-
sumber data dari penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari
informan, dalam bentuk wawancara dengan 3 Residen, 1
Pekerja Sosial/ Pembina dan 1 kepala Seksi Program dan
Advokasi Sosial
b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-
buku, literatur, brosur dan artikel yang memiliki relevansi
terhadap objek penelitian ini.
6. Analisi Data
Teknik analisis data yaitu proses penyederhanaan data
kedalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan di
interprestasikan.14
Data-data yang dikumpulkan dengan cara observasi
dan wawancara dan diolah dengan menggunakan penelitian kualitatif.
13 M. Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, ( Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 115.
14
Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metodologi Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES,
1995), cet. Ke-1, h. 263
15
E. Teknik penulisan
Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku
pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertai) yang
disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh
CeQDA Center for Quality Development and Assurance) tahun 2007.
F. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan tinjauan pustaka diperpustakaan umum
Universitas Islam Negri Jakarta dan di perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Menurut pengamatan penulis dari hasil
observasi yang dilakukan, sampai saat ini, penulistidak menemukan skripsi
yang membahas tentang “Peran Peer Counseling Terhadap Korban Napza
Di Panti Sosial Paramadi Putra Galih Pakuan-Bogor” Putat Nutug”,
hanya saja, sebelumnya ada beberapa skripsi yang membahas mengenai
korban napzayang telah dilakukan oleh mahasiswa terdahulu, untuk
mengetahui materi penelitiannya, dibawah ini diuraikan sebagai berikut;
1. Judul skripsi “Interaksi sosial para pengguna napza dalam
mengikuti metode therapeautic community di PSPP (Panti Sosial
Paramadi Putra” Galih Pakuan Putat Nutug-Bogor)” Penulis Nina
Riyanti Januarita, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
2. Judul skripsi: “evaluasi program penyuluhan sosial dalam
pencegahan penyalahgunaan narkoba pada Badan Narkotika
Nasional Provinsi (BNNP) Banten” Penulis Siti Soviatul
16
Muquomah, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
3. Judul skripsi “Peranan KH.Muhammad Djunaidi dalam menangani
korban penyalahgunaan narkoba di Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadi’ienSawangan Depok”, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah
disebutkan diatas adalah bahwa, penelitian yang dilakukan
sebelumnya adalah:
Pertama, ingin mencari tahu bagaimana interaksi sosial para
pengguna napza dalam metode therapeautic community di PSPP
“Galih Pakuan Putat Nutug-Bogor. Kedua, seperti apa evaluasi
program penyuluhan sosial dalam pencegahan penyalahgunaan
narkoba pada badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Banten.
Ketiga, ingin mengetahui bagaimana peranan KH,Muhammad
Djuandi dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba di
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’ienSawangan Depok.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada
penelitian ini penulis ingin mencari tahu “Peran Peer Counseling
Terhadap Korban NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Putat
Nutug-Bogor”. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk
menelitinya dan apa yang penulis lakukan pada dasarnya tidak ada
17
tulisan yang dijaadikan pembanding terhadap skripsi ini, sehingga
skripsi yang ada ini murni hasil karya penulis.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam skripsi ini, maka penulis membuat
rancangan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan. Meliputi, penegasan judul, latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, dan sistematika penelitian
BAB II: Landasan Teori. Meliputi pengertian peran, selain itu juga
membahas pengertian peer counseling, pengertian NAPZA
dan korban NAPZA.
BAB III: Gambaran Umum Panti Sosial Paramadi Putra Galih
Pakuan-Bogor” Putat Nutug”, gambaran umum ini
meliputi tentang profil lembaga, sejarah berdirinya, visi dan
misi, Tujuan, Tugas Pokok, dan Fungsi Panti, landasan
hukum, Struktur Organisasi, mekanisme kerja, komposisi
pegawai, sasaran dan garapan lembaga, Persyaratan Calon
Keluarga Panti Sosial, Prosedur Pelayanan, Proses layanan,
Jenis Pembinaan, pembiayaan operasional, Mitra Kerja
Sama, sarana dan prasarana, jumlah Warga Binaan
tahun 2011.
BAB VI: Temuan dan Analisis Data, bab ini akan menguraikan
analisa hasil penelitian mengenai proses bimbingan
keterampilan dalam meningkatkan perubahan tingkah laku
18
terhadap korban napza di Panti Sosial Paramadi Putra Galih
Pakuan-Bogor” Putat Nutug”
BAB VI: Penutup, dalam penutup ini penulis akan berusaha
memberikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan
skripsi ini serta Saran terhadap tujuan dan manfaat yang
diharapkan dapat diambil dari tulisan.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Peran
1. Pengertian Peran
Dalam kamus bahasa Indonesia kata peran yang berarti
tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
dalam masyarakat.1 Dalam kamus ilmiah popular, peran diartikan
fungsi, kedudukan, bagian kedudukan.2 Kata “peran”, berarti
sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang
terutama”.3
Peran menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono
Soekamto, sebagai berikut:
Peran adalah “suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan
individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peran
meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
kemasyarakatan”.4
Menurut Grass Massam dan A. W. Mc. Eachen yang
dikutip oleh David Berry mendefinisikan “peran sebagai
1 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2,
h. 854 2 Pius.A.Pratanto dan M.Dahlan AL Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola), h.
585 3 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985),
h. 73 4 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 238
20
seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang
menempati kedudukan sosial tertentu”.5 masih menurut David
Berry, harapan-harapan merupakan hubungan dari norma-norma
sosial. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa “peran itu ditentukan
oleh norma-norma didalam masyarakat, artinya seseorang
diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh
masyarakat didalam pekerjaannya”.
Dalam ilmu Psikologi sosial peran diartikan sebagai suatu
prilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari
seseorang yang memiliki suatu status didalam kelompok tertentu.6
Dari penjelasan mengenai pengertian peran diatas penulis
dapat simpulkan bahwa peran adalah tingkah laku yang dimiliki
seseorang, yang memiliki harapan-harapan penting bagi residen
korban NAPZA dan mempunyai fungsi bagi struktur kehidupan
masyarakat.
2. Bentuk dan macam-macam peran
a. Bentuk peran
Melihat dari pengertian mengenai peran maka
bentuk peran bisa dilihat dalam bentuk individu, norma
atau aturan, intisusi atau lembaga dan lain sebagainya
tergantung fungsi dan kegunaan serta harapan-harapan yang
5 N. Gress W. S, Masson and A. W. Mc. Eachen, Exploration Role Analysis, dikutip oleh
Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet.
ke 3, h. 99
6 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT.Eresco, 1988), h. 135
21
diinginkan oleh masyarakat itu sendiri, misalkan seorang
pemain sepak bola yang kawakan akan berbeda dengan
seorang pemain music yang bermain music untuk mengisi
waktu luang saja.
b. Macam-macam peran
Peran yang ada dalam masyarakat dapat
diklasifikasikan menurut bermacam-macam cara sesuai
dengan banyaknya sudut pandang. Berbagai macam peran
dapat disebutkan sebagai berikut:
1) Berdasarkan pelaksanaannya peranan dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
a) Peranan yang diharapkan (exected roles),
yaitu cara ideal dalam pelaksanaan
peranan menurut penilaian masyarakat.
masyarakat menghendaki peran yang
diharapkan secermat-cermatnya dan
peran ini tidak dapat ditawar dan harus
dilaksanakan seperti yang ditentukan.
Peran jenis ini antara lain peran hakim,
peran protokoler diplomatic, dan
sebagainya.
b) Peranan yang disesuaikan (actual roles),
yaitu cara bagaimana sebenarnya
22
peranan itu dijalankan. Peranan ini
pelaksanaannya lebih luas, dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi
tertentu. peran yang disesuaikan
mungkin tidak cocok dengan situasi
setempat, tetapi kekurangan yang
muncul dapat dianggap wajar oleh
masyarakat.7
2) Berdasarkan cara memperolehnya
Sementar itu berdasarkan cara memperolehnya,
peranan dapat dibedakan menjadi:
a. Peranan bawaan (ascribed roles), yaitu
peranan yang diperoleh secara otomatis,
bukan karena usaha misalnya peranan
sebagai nenek, anak, bupati dan lain
sebagainya.
b. Peranan pilihan (achives role), yaitu peranan
yang diperoleh atas dasar keputusan sendiri,
misalnya seseorang yang menentukan untuk
memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial,
Politik, Universitas Airlangga dan menjadi
mahasiswa progran studi sosiologi.8
7 J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana, 2007), Cet. Ke-3, h. 160 8 Ibid. h. 160
23
3. Tujuan dan Manfaat Peran
Setiap peran bertujuan agar antar individu yang
melaksanakan peranan dengan orang-orang sekitarnya yang
berhubungan dengan peranan tersebut terdapat hubungan yang
diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan di taati oleh kedua
belah pihak.9
Peranan dapat membimbing seseorang dalam berprilaku,
karena manfaat peran sendiri adalah sebagai berikut:
a. Memberi arah pada proses sosialisasi.
b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-
norma dan pengetahuan.
c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat.
d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol,
melestarikan kehidupan masyarakat.10
B. Pengertian Peer Counselor dan peer counseling
1. Peer Counselor
Menurut Sudarsono, teman sebaya berarti teman-teman
yang sesuai dan sejenis, perkumpulan atau kelompok pra puberitas
yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis.
Sedangkan kelompok sebaya adalah kelompok persahabatan yang
mempunyai nilai-nilai dan pola hidup sendiri, dimana persahabatan
dalam periode sebaya penting sekali karena merupakan dasar
9 Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), Cet.Ke-1, h. 64
10
J.Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Op.cit, h. 160
24
pokok mewujudkan nilai-nilai dalam suatu kontak sosial. Jadi
teman sebaya merupakan media bagi remaja untuk mewujudkan
nilai-nilai sosial tersendiri dalam melakukan prinsip kerjasama,
tanggung jawab dan kompetisi.
Peer konselor adalah siswa yang berasal dari sekolah
(SMP/SMA/Sederajat), karang taruna, poskestren, pemuda
masjid/greja/keagamaan lainnya, pekerja industri, anak jalanan,
penyalahguna NAPZA dan lain-lain yang dilatih dengan materi
tertentu sehingga mampu memberikan informasi dan membantu
menyelesaikan masalah kesehatan pada teman sebayanya. Peer
counselor merupakan strategi yang efektif untuk menyelesaikan
masalah remaja dengan resiko penyalahgunaan NAPZA.
Kelompok sebaya dapat menurunkan remaja/siswa terhadap resiko
penyalahgunaan zat adiktif sehingga siswa yang berprilaku negatif
akan berkurang.11
Menurut irma ada tiga alasan peer counselor merupakan
strategi yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA
pada remaja/dewasa yaitu pertama; mendiskusikan masalah dengan
teman sebaya dirasakan lebih enak dan aman, kedua; teman sebaya
memiliki cara pandang dan gaya hidup yang mirip sehingga
dianggap lebih memahami, ketiga; situasi diskusi bisa lebih bebas
atau curhat (express feeling). Keefektifan peer counselor telah
dibuktikan oleh Barker dan Geller melalui studi kasus di Zambia
11
Hitchcock, Schobert, dan Thomas, Community Health Nursing: Caring in Action,
USA: Delmar Publisher, SA 1999, h. 45
25
tentang perilaku siswa terkait kekerasan dan penyalahgunaan obat
terlarang menyimpulkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan
terhadap perilaku kekerasan dan penyalahgunaan obat terlarang di
sekolah.12
Dari beberapa teori diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa peer counselor dapat membangun hubungan saling percaya
dan komunikasi terbuka sehingga mendorong siswa/remaja dan
dewasa untuk berprilaku positif dan mencegah remaja/dewasa
untuk menyalahgunakan NAPZA.
2. Peer counseling
Pada awalnya Peer Counseling muncul dengan konsep peer
support yang dimulai pada tahun 1939 untuk membantu para
penderita alkoholik.13
Dalam konsep tersebut diyakini bahwa
individu yang pernah kecanduan alkohol dan memiliki pengalaman
berhasil mengatasi kecanduan tersebut akan lebih efektif dalam
membantu individu lain yang sedang mencoba mengatasi
kecanduan alkohol. Dari tahun ke tahun konsep Peer Counseling
(konseling teman sebaya) terus merambah ke sejumlah setting dan
issue. Pada dasarnya Peer Counseling (konseling teman sebaya)
merupakan suatu cara bagi para siswa belajar bagaimana
12
Irma, Konseling pada Remaja, Jakarta: Pustaka Imam, 2009, h. 33
13 T. D,Carter, Peer Counseling: Roles, Functions, Boundaries. ILRU Program, 2005, h.
2
26
memperhatikan dan membantu anak-anak lain, serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.14
Menurut Tindall & Gray, konseling teman sebaya
mencakup hubungan membantu yang dilakukan secara individual
(one-to-one helping relationship), kepemimpinan kelompok,
kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial, dan
semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau
menolong.15
Menurut (Corey1986, Herman Nirwana 1997, Shertzer &
Stone, 1981), peer counseling (konseling teman sebaya), untuk ini
diperlukan adanya hubungan yang saling percaya diantara konselor
dan konseli, Terciptanya komunikasi yang saling terbuka dan
terjadinya pemberdayaan konseli agar mampu mengambil
keputusan. Penciptaan hubungan diantara keduanya (konselor dan
konseli) sangat penting, sebab hubungan konselor dengan konseli
merupakan “jantung” dari keseluruhan proses konseling.
Hubungan konselor dengan konseli menjadi dasar dalam
keseluruhan proses konseling. Bahkan, menurut pendekatan
eksistensialis, dalam keseluruhan proses konseling yang paling
utama adalah hubungan konselor dengan konseli, karena situasi
hubungan tersebut merupakan stimulus untuk tercapainya tujuan
14 R.A.Carr, Theory and Practice of Peer Counseling, (Ottawa : Canada Employment and
Immigration Commission, 1981) h. 3
15
J.D. Tindall, and H.D. Gray, Peer Counseling: In-Depth Look At Training Peer Helpers,
(Muncie : Accelerated Developmen t Inc,1985), h. 5
27
konseling yang diharapkan, yaitu terjadinya perubahan ke arah
yang positif, dan terciptanya satu kondisi agar konseli merasa
bebas melakukan eksplorasi diri, penyesuaian diri daan kesehatan
mental, kebabasan secara psikologis tanpa mengabaikan
tanggungjawab sosial.
Dengan sederhana penulis dapat mendefinisikan bahwa
peer counseling adalah layanan bantuan konseling yang diberikan
oleh teman sebayanya (biasanya seusia/tingkatan pendidikannya
hampir sama) yang telah terlebih dahulu diberikan pelatihan-
pelatihan untuk menjadi konselor sebaya sehingga diharapkan
dapat memberikan bantuan baik secara individual maupun
kelompok kepada teman-temannya yang bermasalah ataupun
mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan
kepribadiannya.
3. Dasar-dasar komunikasi dalam Peer Counselor
Dasar-dasar komunikasi tersebut meliputi:16
a. Acceptance, merupakan teknik yang digunakan konselor
untuk menunjukkan minat, pemahaman terhadap hal-hal
yang dikemukakan konseli dan sikap menerima pribadi
konseli sebagai suatu keseluruhan
b. Attending, yaitu perilaku yang secara langsung berhubungan
dengan respek, yang ditunjukan ketika konselor/helper
16
R.A.Carr, Theory and Practice of Peer Counseling, (Ottawa : Canada Employment and
Immigration Commission, 1981) h. 5-12
28
memberikan perhatian penuh pada konseli/helpee, melalui
komunikasi verbal maupun non verbal, sebagai komitmen
untuk fokus pada konseli
c. Summarizing, ketrampilan konselor untuk mendapatkan
kesimpulan atau ringkasan mengenai apa yang telah
dikemukakan oleh konseli
d. Questioning, yaitu teknik mengarahkan pembicaraan dan
memberikan kesempatan pada konseli uniuk mengelaborasi,
mengeksplorasi atau memberikan jawaban dari berbagai
kemungkinan sesuai dengan keinginan konseli dan bersifat
mendalam
e. Genuineness, adalah mengkomunikasikan secara jujur
perasaan sebagai cara meningkatkan hubungan dengan dua
atau lebih individu
f. Assertiveness, kemampuan mengekspresikan pemikiran dan
perasaan secara jujur, yang ditunjukkan dengan cara
berterus terang, dan respek pada orang lain
g. Confrontation, adalah ekspresi konselor tentang
ketidakcocokannya dengan perilaku konseli. Dengan kata
lain, konfrontasi adalah ketrampilan konselor untuk
menunjukkan adanya kesenjangan dan inkongruensi dalam
diri konseli
h. Problem Solving, adalah proses perubahan sesorang dari
fase mengeksplorasi satu masalah, memahami sebab-sebab
29
masalah, dan mengevaluasi tingkah laku yang
mempengaruhi penyelesaian masalah itu
Dengan paparan diatas penulis mendefinisikan, konseling teman
sebaya secara kuat menempatkan keterampilan-keterampilan komunikasi
untuk memfasilitasi eksplorasi diri dan pembuatan keputusan. “Konselor”
sebaya bukanlah konselor profesional atau ahli terapi. “Konselor” sebaya
adalah para siswa yang memberikan bantuan kepada siswa lain di bawah
bimbingan konselor ahli. Dalam konseling sebaya, peran dan kehadiran
konselor ahli tetap diperlukan. Pada hakekatnya peer counseling adalah
counseling through peers. Dalam model konseling teman sebaya, terdapat
hubungan Triadik antara Konselor ahli, “konselor” sebaya dan konseli.
Hubungan Triadik tersebut dapat digambarkan melalui gambar:
Tabel 1
Interaksi Triadik antara Konselor Ahli, ”Konselor” Teman Sebaya, dengan
”Konseli” Teman Sebaya.17
Keterangan:
- Interaksi antara konselor ahli dengan konseli melalui
“konselor” teman sebaya.
17
Suwarjo, Suwarjo, Model Konseling Teman Sebaya Untuk Pengembangan Daya
(Yogyakarta: 2008), h. 83
Konselor Ahli
Konselor Teman Sebaya Konseli Teman Sebaya
30
Interaksi langsung antara konselor ahli dengan
konseli atas rujukan “konselor” teman sebaya.
“Konselor” sebaya terlatih yang direkrut dari jaringan kerja sosial
memungkinkan terjadinya sejumlah kontak yang spontan dan informal.
Kontak-kontak yang demikian memiliki multiplying impact pada berbagai
aspek dari remaja lainnya. Kontak-kontak tersebut juga dapat memperbaiki
atau meningkatkan iklim sosial dan dapat menjadi jembatan penghubung
antara konselor profesional dengan para siswa (remaja) yang tidak sempat
atau tidak bersedia berjumpa dengan konselor.
C. Rehabilitasi Sosial
1. Pengertian Rehabilitasi Sosial
Dalam Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 5/
HUK/2009 tetang pelayanan dan Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, pengertian
rehabilitasi sosial tertulis pada pasal 10 yaitu: Rehabilitasi Sosial
merupakan serangkaian kegiatan profesional yang meliputi aspek
fisik, mental, spritual, mental, dan vokasional untuk mengembangkan
kemampuan dan memulihkan Korban Penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya agar dapat melaksankan fungsi
sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.18
Rehabilitasi juga dapat diartikan sebagai suatu rangkaian
proses pelayanan yang ditujukan untuk pemulihan kepercayaan diri,
harga diri, kesadaran peranan serta tanggung jawab sosial korban
18
Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia Nomor 5/ HUK/2009. Tetang Pelayanan
dan Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, bagian
ke dua pasal 10.
31
penyalahgunaan narkotika terhadap masa depannya, baik bagi dirinya,
keluarganya, maupun masyarakat dan lingkungannya.19
2. Tujuan dan Sasaran Rehabilitasi Sosial
a. Tujuan Rehabilitasi Sosial:
Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial korban NAPZA bertujuan
untuk dapat dipulihkannya kondisi fisik, mental, psikologi dan
kondisi sosial serta fungsi dan kualitas sosial korban NAPZA
sehingga mereka dapat hidup secara wajar dimasyarak serta
menjadi SDM (sumber daya manusia) yang berguna dan
produktif.20
b. Sasaran Rehabilitasi Sosial
Sasaran program rehabilitasi sosial korban NAPZA adalah:
1. Korban Penyalahgunaan NAPZA, usia disesuiakan dengan
persyaratan yang berlaku dalam panti/ lembaga penyelenggara
dan telah bebas dari ketergantungan fisik terhadap NAPZA.
2. Orang tua/keluarga korban
3. Lingkungan social
Lingkungan sebaya
Lingkungan sekolah/pekerjaan
Lingkungan masyarakat sekitar korban.21
19
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Korban NAPZA Direktorat Jendral
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Panduan Pelayanan Rehabilitasi Sosial
Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. (Jakarta, 2003) h. 5 20
Ibid., h.7 21
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Korban NAPZA Direktorat Jendral
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Panduan Pelayanan Rehabilitasi Sosial
Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. (Jakarta, 2003). h. 7
32
3. Proses Rehabilitasi Sosial
Keseluruhan rangkaian proses rehabilitasi sosial terdiri
atas beberapa tahap kegiatan yang dilaksanakan secara
beraturan, sejak perkenalan program sampai dengan klien
kembali ke lingkungan keluarganya/lingkungan masyarakat.
Proses rehabilitasi sosial tersebut terdiri atas 6 (enam
tahapan yang meliputi berbagai kegiatan yaitu:
a) Tahap pendekatan awal/tahap persiapan rehabilitasi yaitu
tahap kegiatan yang mengawali keseluruhan proses
rehabilitasi dan dilaksanakan di masyarakat, untuk
mempersiapkan pelaksanakan kegiatan rehabilitasi baik
yang diselenggarakan didalam panti maupun diluar panti.
b) Tahap penerimaan (intake)
Pada tahap ini terjadi proses pertukaran informasi
mengenai apa yang dibutuhkan oleh calon klien dan pelayan
apa yang ada pada panti/ lembaga dalam membantu
memenuhi kebutuhan klien atau memecahkan masalah yang
dialaminya.
c) Tahap assessment
Assessment merupakan penilaian atau penafsiran
terhadap situasi dan orang-orang yang terlibat didalamnya.
Sebagai suatu proses pengungkapan dan pemahaman
masalah, assessment akan membantu pekerja sosial
33
mendefinisikan masalah, membuat keputusan tentang
aspek-aspek mana dari situasi itu yang akan dihadapi,
merumuskan tujuan perubahan, dan menetapkan cara untuk
mencapai tujuan tersebut.
d) Tahap pembinaan dan bimbingan
Salah satu prinsip dasar philosophi utama pelayanan
manusia adalah bahwa “yang mendasari perubahan harus
datang dari dalam, tetapi kekuatan-kekutan dari luar dapat
membantu untuk mewujudkan terjadinya perubahan
tersebut”. Tahap pembinaan dan bimbingan adalah inti dari
proses pelayanan dan rehabilitasi sosial korban NAPZA,
pelibatan klien secara aktif (working with clien) merupakan
hal yang sangan penting sesuai dengan prinsip di atas untuk
mengoptimalkan hasil-hasil yang ingin dicapai.
e) Tahap resosialisasi/reintegrasi
Hasil akhir dari proses pelayan dan rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA adalah
mengembalikan dan meningkatkan keberfungsian sosial
klien.
f) Tahap pembinaan lanjut
Tahap pembinaan lanjut adalah usaha yang sangat
penting dalam rangka memelihara dan memantapkan
34
kondisi kesembuhan dan kepulihan klien dari
ketrgantungan terhadap NAPZA.22
Secara umum ada beberapa tahapan yang harus
dilewati. Masing-masing tahapan tersebut memakan waktu
bervariasi: ada yang seminggu, sebulan dan bahkan
berbulan tergantung tingkat ketergantungan, tekat korban,
dan juga dukungan berbagai pihak terutama keluarga dalam
seluruh proses tersebut. Setiap tahapan tersebut disusun dan
dibuat untuk mengantar pasien secara bertahap melepaskan
dari ketergantungan narkoba.
Beberapa tahapan rehabilitasi ini disajikan berikut
sudah teruji dapat menyembuhkan/ memulihkan korban
narkoba secara maksimal.
a. Tahap Transisi
Penekanan dalam tahap ini lebih kepada
informasi awal tentang korban seperti: latar belakang
korban, lama ketergantungan, jenis obat yang dipakai,
akibat-akibat ketergantungan dan informasi lainnya.
b. Tahap Intensif
Setelah melewati masa transisi (pengumpulan
informasi tentang keadaan korban dan latar belakangnya)
baru masuk pada fase berikutnya yakni proses
22
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Korban NAPZA Direktorat Jendral
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI, Panduan Pelayanan Rehabilitasi Sosial
Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. (Jakarta, 2003), h. 7-30
35
penyembuhan secara psikis. Motivasi dan potensi dirinya
dibangun dalam tahap ini.
c. Tahap Rekonsiliasi
Tahap berikut yang harus dilewati dan sangat vital
adalah tahap rekonsilitas. Para korban tidak langsung
berinteraksi secara bebas dengan masyarakat, akan tetapi
terlebih dahulu ditampung disebuah lingkungan khusus
selama beberapa waktu sampai pasien benar-benar siap
secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya
semula.
d. Pemeliharaan Lanjut
Pada tahap ini walaupun secara fisik yang
bersangkutan sudah dinyatakan sehat dan secara psikis
pun sudah pulih, namun masih ada kemungkinan mereka
akan tergelincir kembali, lebih-lebih saat mereka
bernostalgia dengan kenikmatan narkoba. Saat ini juga
rawan. Karena itu setiap korban yang memasuki tahap ini
dipersiapkan sungguh-sungguh agar dapat melewati dan
mengatasi situasi rawan ini dengan melewati tiga titik ini
yakni:
1) Mengubah, menghilangkan, atau menjauhi hal-hal
yang bersifat nostalgia kesenangan narkoba.
2) Setia mengikuti program-program dan acara-acara
aftercere (pemelihara lanjut).
36
3) Dapat juga melibatkan diri dalam gerakan atau
kelompok bersih narkoba dan peduli
penanggulangannya.23
D. Korban NAPZA
1) Pengertian korban NAPZA
Pembahasan tentang korban penting diberikan untuk
membantu menentukan secara jelas batas-batas yang dimaksud
oleh pengertian tersebut sehingga diperoleh kesamaan pandangan.
Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli maupun yang
bersumber dari peraturan-peraturan hukum nasional dan
internasional mengenai korban kejahatan.
a. Menurut Arief Gosita, korban adalah: “mereka yang
menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
tindakan orang lain yang mencari pemenuhan
kepentingan diri sendiri atau orang lain yang
bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau
kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan.24
b. Mulai di menyatakan bahwa korban (victims) adalah:
Orang-orang yang baik secara individual maupun
kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian
fisik atau mental, emosional, ekonomi atau ganguan
substansial terhadap hak-haknya yang fundamental,
23
EM. Giri Prastomo, Rehabilitasi bagi Korban Narkoba, (Tangerang: Visimedia, 2006),
h. 28-34 24
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 63
37
melalui suatu perbuatan atau komisi yang melanggar
hukum pidana di masing-masing negara, termasuk
penyalahgunaan kekuasaan.25
c. Dalam perspektif viktimologi, pada fase new victimolog
Zvonimir Paul Separovic dalam bukunya yang berjudul
“victimology, Studies Of Victims” memberikan
pengertian tentang korban sebagai berikut:
…those person who are threatened, injured or
destroyed by an act or omission of another (man,
structure, organization, or institution) and
consequently, a victim would be any one who has
suffered from or been threatened by punishable act
(ot only criminal act but also other punisable acts
as misdemeanors, economic offenses, non-fulfilment
of work duties) or from an accident (accident at
work, at home, trafict accident, etc). Suffering may
be caused by another man (man made victim) or
another structure where people are also involved.26
d. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002
pasal 1 ayat (3) dan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, mendefinisikan
korban: “orang perseorangan atau kelompok orang yang
mengalami penderitaan, baik fisik, mental, maupun
emosional, kerugian ekonomi atau mengalami
pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak
dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia
yang berat, termasuk ahli warisnya”.
e. Definisi korban menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
adalah: “seseorang yang mengalami penderitaan fisik,
mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
suatu tindak pidana”.
Dari pengertian diatas, jelas bahwa korban adalah orang
yang mengalami penderitaan karena sesuatu hal. Yang dimaksud
25
Muladi, “HAM dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana”, dalam Muladi (ed) Hak
Asasi Manusia, hakekat konsep dan implikasinya dalam perspektif hukum dan masyarakat, Refika
Aditama, Bandung: 2005, h. 108 26
J.E. Sahetapy, (ed), Bunga Rampai Viktimisasi, cet.1, Bandung: 1995, h.204
38
dengan sesuatu hal disini adalah meliputi orang, institusi atau
lembaga, struktur.
Korban pada dasarnya tidak hanya orang-perorangan atau
kelompok yang secara langsung menderita akibat dari perbuatan-
perbuatan yang menimbulkan kerugian/penderitaan bagi
diri/kelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya
keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orang-
orang yang mengalami kerugian ketika membantu korban
mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi.27
a. Korban NAPZA dalam Perspektif Vitimologi
Dalam perspektif viktimologi terutama mengenai
tipologi korban, terdapat beberapa pendapat ahli hukum
mengenai korban penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika.
Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban
dalam terjadinya kejahatan, maka korban penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika menurut Ezzat Abdul Fateh,
adalah dalam tipologi; “false victims yaitu mereka yang
menjadi korban karena dirinya sendiri’. Dari perspektif
tanggungjawab korban, menurut Stephen Schafer
menyatakan:
27
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 48
39
Self-victimizing victims adalah mereka yang menjadi korban
karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Beberapa literatur
menyatakan ini sebagai kejahatan tanpa korban, akan tetapi,
pandangan ini menjadi dasar pemikiran bahwa tidak ada
kejahatan tanpa korban. Semua atau setiap kejahatan melibatkan 2
hal, yaitu penjahat dan korban. Sebagai contoh dari self-
victimizing victims adalah: pecandu obat bius (koersif-penulis),
alkoholisme, homoseks, judi. Hal ini berarti pertanggungjawaban
terletak penuh pada si pelaku, yang juga sekaligus merupakan
korban.28
Menurut Sellin dan Wolfgang, korban penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika adalah merupakan: “mutual
victimization yaitu yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri.
Misalnya: pelacuran, perzinahan, narkotika.29
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
hukum mengenai tipologi korban dalam perspektif viktimologi
dapat dinyatakan, bahwa pecandu narkotika dan psikotropika
adalah merupakan self-victimizing victims, yaitu seseorang yang
menjadi korban karena perbuatannya sendiri. Namun, ada juga
yang mengelompokannya dalam victimless crime atau kejahatan
28
E. Sahetapy, (ed), Bunga Rampai Viktimisasi, cet.1, Bandung: 1995, h. 14-125 29
Ibid, 206-207
40
tanpa korban karena kejahatan ini biasanya tidak ada sasaran
korban, semua pihak terlibat. 30
Hal ini senada dengan Rumusan teoritis Savitz bahwa suatu
perbuatan dinyatakan jahat haruslah menimbulkan korban dan
korban itu adalah orang lain. Di sini timbul pertanyaan,
bagaimana bila korban tersebut adalah diri sendiri? Dalam criteria
Savitz, apabila hanya diri sendiri yang menjadi korban bukan
sebagai kejahatan. Apabila seorang pengguna narkoba
menggkonsumsi barang haram itu, hanya untuk dirinya sendiri,
dalam konteks criteria Savitz, pengguna tersebut bukan pelaku
tindak pidana.
Dari hukum nasional yang mengatur mengenai tindak
pidana NAPZA, juga ada penegasan pecandu NAPZA selain
adalah pelaku kejahatan juga adalah sebagai korban:
Dalam konteks UU no. 5/1997 tentang psikotropika dan
UU no. 22/1997 tentang Narkotika dinyatakan sebagai berikut:
a) pasal 37 ayat 1 UU no. 5/1997 menyatakan: “pengguna
psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan
berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan atau
perawatan”.
30
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademik Pressisndo, 1993, h. 49-51
41
b) pasal 44 ayat 1 UU no. 22/1997 tentang Narkotika,
intinya menegaskan bahwa untuk kepentingan
pengobatan dan atau perawatan pengguna narkotika
dapat memiliki, menyimpan dan membawa narkotika,
dengan syarat narkotika tersebut diperoleh secara sah.
Pada pasal 45 undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa pecandu wajib menjalani perawatan dan
pengobatan.(kursif: penulis).
2) Pengertian NAPZA
a. Narkotika
Narkoba berasal dari bahasa inggris
narcotics yang berarti obat yang menidurkan atau
obat bius,31
sedangkan menurut istilah menurut
Undang-Undang No.35 Tahun 2009 pasal 1 adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis atau bukan sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
adalah zat yang apabila digunakan sesuai dengan
fungsinya yaitu untuk kepentingan medis dan
kepentingan ilmiah akan memberikan manfaat
kepada umat manusia. Ada beberapa jenis zat
31
S Warjowarsito dan Tito W, Kamus LengkapBahasa Inggris- Indonesia, Indonesia-
Inggris, (Bandung 1980), h.122
42
sebagai sarana kebutuhan medis yang
penggunaannya secara terukur dibawah kendali ahli
medis. Baik untuk kepentingan penelitian maupun
pertolongan kesehatan. Namun demikian, dalam
perkembangannya menjadi barang yang berbahaya
karena telah diedarkan secara gelap dan
disalahgunakan untuk kepentingan di luar medis dan
berdampak terhadap gangguan kesehatan.
Sebelum tahun 1976 istilah narkotika belum dikenal
dalam perundang-undangan Indonesia. Peraturan yang
berlaku waktu itu, yaitu “Verdovende Middelen
Ordonnantie” (Staatsblad 1927 No. 278 jo. No. 536), yang
diubah terakhir tahun 1949 (L.N 1949 No. 337), bukan
menggunakan istilah “narkotika”, melainkan “obat yang
membiuskan” (Verdovende middelen), oleh karena itu
peraturan iersebut dikenal sebagai Ordonansi Obat Bius.
Namun dalam rangka pencegahan kejahatan dan
pembinaan para pelanggar hukum narkotika, istilah
“narkotika” sudah mulai dikenal sekitar akhir decade 60-an.
Boleh dikatakan baik “obat bius” maupun “narkotika”
tidaklah berbeda, merupakan obat yang diperlukan dalam
dunia penelitian. oleh karena itu tidak dilarang penggunaan
obat bius (narkotika) untuk kepentingan kedokteran dan
ilmu pengetahuan.
43
Dampaknya sangat membahayakan kesehatan dan
bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. Dan tidak
hanya itu, kini nyata-nyata telah semakin berdampak
dahsyat. Membuat hancur dan matinya karakter bangsa.
Yang diawali dengan rusaknya sel-sel syaraf otak sebagai
dampak menggunakan Narkoba illegal. Kerusakan syaraf
otak ini akan berpengaruh buruk pada kepribadian,
tempramen dan karakter manusia.
Jadi, pada hakekatnya Narkoba memiliki dua
dampak yakni positif dan negative. Positif adalah demi
kepentingan medis, sedangkan negative adalah untuk
kepentingan bisnis illegal oleh kalangan mafia yang tidak
bertanggung jawab. Menghancurkan kehidupan manusia
dan menjadi musuh bersama seluruh bangsa beradab
dimuka bumi ini. Terkait dengan ini maka perlunya
membangun karakter manusia sebagai embiro karakter
bangsa. Karakter bangsa yang kuat akan mampu memiliki
daya imunitas yang lebih baik untuk menghadapi peredaran
gelap Narkoba. Dengan daya tahan yang handal, maka
pengaruh negative Narkoba dapat di cegahnya.32
32
Drs. V. Sambudiyono, MM, Peran Serta Masyarakat Di Bidang P4GN, (Jakarta:
2012), h. 5-6
44
Di dalam pasal 6 undang-undang No 35tahun 2009 Narkotika
dikelompokan kedalam tiga golongan yaitu :33
1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Ganja
dan lain sebagainya.
2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan /
atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Morfin, Petidin.
3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengebangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
b. Psikotropika
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
33 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2007), h.159
45
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku.Psikotropika terdiri dari 4 golongan :34
1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Ekstasi.
2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalan terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Amphetamine.
3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.
4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam ( BK,
DUM ).
c. Zat Adiktif
Zat Adiktif adalah : bahan /zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
34 DR. Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya, (T. Tp:
LKP Yayasan Karya Bahakti, 2004), h. 13-16
46
1) Minuman Alkohol : mengandung etanol etil alkohol, yang
berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi
bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dalam kebudayaan
tertentu. Jika digunakan bersamaan dengan Narkotika atau
Psikotropika akan memperkuat pengaruh obat / zat itu dalam
tubuh manusia. Ada 3 golongan minuman beralkohol
a) Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % ( Bir ).
b) Golongan B : kadar etanol 5 – 20 % ( Berbagai minuman
anggur )
c) Golongan C : kadar etanol 20 – 45 % ( Whisky, Vodca,
Manson House, Johny Walker).
2) Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah
menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai
barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas
mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem, Tiner,
Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3) Tembakau : pemakaian tembakau yang mengandung nikotin
sangat luas di masyarakat.
Dalam upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian
rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari
upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu
masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya.
47
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari
NAPZA dapat digolongkan menjadi 3 golongan :
a) Golongan Depresan ( Downer ). Adalah jenis NAPZA
yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh.
Jenis ini membuat pemakainya menjadi tenang dan bahkan
membuat tertidur bahkan tak sadarkan diri. Contohnya:
Opioda ( Morfin, Heroin, Codein ), sedative ( penenang ),
Hipnotik (obat tidur) dan Tranquilizer (anti cemas ).
b) Golongan Stimulan ( Upper ). Adalah jenis NAPZA yang
merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan
kerja. Jenis ini menbuat pemakainnya menjadi aktif, segar
dan bersemangat. Contoh: Amphetamine (Shabu, Ekstasi),
Kokain.
c) Golongan Halusinogen. Adalah jenis NAPZA yang dapat
menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah
perasaan, pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda sehingga seluruh persaan dapat
terganggu. Contoh: Kanabis ( ganja ).35
d. Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Penyebabnya sangatlah kompleks akibat interaksi berbagai faktor:
35
DR. Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba & Musuhi Penyalahgunaannya, (T. Tp:
LKP Yayasan Karya Bahakti, 2004), h. 3-10
48
1) Faktor individual :
Kebanyakan dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja
sedang mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial
yang pesat. Ciri–ciri remaja yang mempunyai resiko lebih besar
menggunakan NAPZA :
a) Cenderung memberontak
b) Memiliki gangguan jiwa lain, misalnya : depresi, cemas.
c) Perilaku yang menyimpang dari aturan atau norma yang
ada.
d) Kurang percaya diri.
e) Mudah kecewa, agresif dan destruktif.
f) Murung, pemalu, pendiam.
g) Merasa bosan dan jenuh.
h) Keinginan untuk bersenang–senang yang berlebihan.
i) Keinginan untuk mencaoba yang sedang mode.
j) Identitas diri kabur.
k) Kemampuan komunikasi yang rendah.
l) Putus sekolah.
m) Kurang menghayati iman dan kepercayaan.
49
2) Faktor Lingkungan :
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan
pergaulan baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun
masyarakat.
- Lingkungan Keluarga :
a) Komunikasi orang tua dan anak kurang baik
b) Hubungan kurang harmonis
c) Orang tua yang bercerai, kawin lagi
d) Orang tua terlampau sibuk, acuh
e) Orang tua otoriter
f) Kurangnya orang yang menjadi teladan dalam
hidupnya
g) Kurangnya kehidupan beragama.
- Lingkungan Sekolah :
a) Sekolah yang kurang disiplin
b) Sekolah terletak dekat tempat hiburan
c) Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa
untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif
d) Adanya murid pengguna NAPZA.
- Lingkungan Teman Sebaya :
a) Berteman dengan penyalahguna
50
b) Tekanan atau ancaman dari teman.
- Lingkungan Masyrakat / Sosial :
a) Lemahnya penegak hokum
b) Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang
mendukung.
3) Faktor Ketersediaan
Antara lain: tersedia dimana-mana dan mudah diperoleh
karena maraknya peredaran narkoba, bahkan Indonesia sudah
sebagai produsen narkoba, karena bisnis narkoba yang
menjanjikan keuntungan besar , lalu penegakan hokum di
Indonesia yang belum tegas dan konsisten.36
Faktor – faktor tersebut diatas memang tidak selalu
membuat seseorang kelak menjadi penyalahguna NAPZA. Akan
tetapi makin banyak faktor–faktor diatas, semakin besar
kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.
36 BNN RI, Pedoman Pelaksanaan P4GN Melalu Peran Serta Kepala Desa/Lurah, (Jakarta:
2007), h. 30-31
52
BAB III
GAMBARAN UMUN LEMBAGA
A. Sejarah Berdirinya
Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor berdiri sejak tahun
1982 dan mulai beroperasi pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan
Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Nomor : KEP.007/RPS-4/1983,
dengan nama Panti Rehabilitasi Sosial Korban Narkotika “Putat Nutug”.
Tanggal 28 Februari 1989 panti ini ditetapkan sebagai panti tipe “A”
berdasarkan KEPMENSOS Nomor: 06/HUK/1989. Dan sejak tanggal 26
April 1994 dengan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina
Rehabilitasi Sosial Nomor: 06/KEP/BRS/IV/1994 panti ini dinamakan Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”.
PSPP “Galih Pakuan-Bogor sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) di lingkungan Departemen Sosial RI, melaksanakan kegiatan
pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA,
mempunyai visi dan misi sebagai berikut:
B. Visi, Misi, dan Moto
1. Visi: Panti sebagai pusat Pelayanan, Perlindungan dan Rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA berstandar Nasional,
Profesional, Berkualitas, Tahun 2014
53
2. Misi:
a. Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial
penyalahgunaan NAPZA dalam sistem panti menggunakan
pendekatan multi disipliner, teknik pelayanan yang unggul dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
b. Menyelenggarakan pengkajian model pelayanan dan rehabilitasi
sosial penyalahgunaan NAPZA.
c. Memfasilitasi tumbuh kembangnya motivasi dan usaha masyarakat
dalam penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan SDM dalam rangka
meningkatkan pelayanan Rehabilitasi Sosial korban
Penyalahgunaan NAPZA yang berkualitas.
3. Motto“kami Peduli. Anda Pulih dan Dunia Indah Tanpa Narkoba”
C. Tugas Pokok PSPP “Galih Pakuan” Bogor
Memberikan bimbingan, pelayanan, dan rehabilitasi sosial yang
bersifat kuratif, rehabiltatif, promotif dalam membentuk bimbingan
pengetahuan dasar, pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan,
resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi eks korban Napza dan pengguna
Psikotropika Sindroma ketergantungan agar mampu mandiri dan berperan
aktif dalam kehidupan bermasyarakat, serta pengkajian dan penyiapan standar
pelayanan dan rujukan.
54
1. SDM (Sumber Daya Manusia) Pelaksana dan Peserta
1) Pelaksana
a. Pejabat Struktural : 4 orang
b. Fungsional Pekerja Sosial : 15 orang
c. Fungsional Arsiparis : 2 orang
d. Instruktur : 3 orang
e. Pelaksanaan Sub.Bag.TU :11orang
f. Pelaksana Rensos : 4 orang
g. Pelaksana PAS : 4 orang
2) Peserta
PSPP “Galih Pkuan”-Bogor menyelenggarakan kegiatan
pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna
NAPZA dari semua golongan sosial maupun ekonomi. Adapun
persyaratan peserta adalah sebagai berikut:
a. Remaja laki-laki
b. Usia 14 tahun keatas dan diutamakan belum menikah
c. Menyerahkan pas photo berwarna ukuran 4x6 cm 2 lembar
d. Foto kopi ijazah/STTB terakhir
e. Mengisi formulir pendaftaran, surat permohonan dan surat
pernyataan
f. Surat keterangan dokter yang menyatakan informasi
tentang kesehatan klien
55
g. Pernyataan orang tua/wali klien atas kesediaannya
menitipkan anaknya untuk dibina di PSPP “Galih Pakuan”-
Bogor
2. Tujuan, waktu pelaksanaan kegiatan, maklumat pelayanan dan
indikator
a. Tujuan
Tujuan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban
penyalahgunaan NAPZA yang dilaksanakan di PSPP “Galih
Pkuan”-Bogor yaitu pemulihan kondisi fisik, mental psikis, sosial,
sikap dan perilaku penyalahguna NAPZA, agar mereka mampu
melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam keluarga maupun
masyarakat.
b. Waktu pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial di PSPP
“Galih Pakuan”-Bogor disusun untuk waktu 12-24 bulan, tetapi
dalam proses pelaksanaan pelayanannya bergantug pada
perkembangan dan performa klien.
c. Maklumat pelayanan dan indikator
1) Maklumat pelayanan
56
“DENGAN INI KAMI MENYATAKAN SANGGUP
MENYELENGGARAKAN REHABILITASI SOSIAL BAGI
KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA SESUAI
DENGAN STANDAR PELAYANAN YANG TELAH
DITETAPKAN DAN APABILA TIDAK MENEPATI JANJI
INI, KAMI SIAP MENERIMA SANKSI SESUAI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERLAKU”
2) Indikator
a. Melakukan pelayanan dengan segera, benar dan
memuaskan.
b. Memberikan pelayanan secara terpadu dan tuntas.
c. Berorientasi pada pemenuhan harapan penerima pelayanan.
d. Peduli, perhatian dan memahami kebutuhan penerima
pelayanan.
e. Sopan, ramah dan pofesional dalam memberikan
pelayanan.
f. Memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap
penerima manfaat.
g. .Mempersiapkan kemandirian penerima mafaat.
57
D. Metode Pelayanan Rehabilitasi Sosial di PSPP Galih Pakuan Bogor
1. Tahap Penerimaan
Tahap penerimaan yang meliputi suatu bentuk prosedur
penerimaan dan seleksi klien yang dianggap cocok untuk diberi
pelayanan sesuai standar yang diterapkan oleh organisasi. Pada tahap ini
dilakukan pemeriksaan awal untuk pemeriksaan fisik atau gejala-gejala
klinis. Pra rehabilitasi tahap ini merupakan persiapan bagi klien untuk
memasuki program rehabilitasi, persiapan meliputi:
Persiapan kesehatan
Persiapan kestabilan mental dan emosinal
Membangkitkan motivasi untuk mengikut program
Pengenalan program
Pengenalan program pencegahan kekambuhan (relapse
prevention program).
2. Tahap klasifikasi
Tahap ini dimaksudkan untuk menentukan sifat dari perubahan
klien yang menjadi tujuan panti dalam membantu proses perubahan diri
klien kearah yang lebih baik. Kegiatan yang dilakukan adalah:
wawancara, observasi. Review data personal, penggalihan dan
pemahaman masalah, penggalian potensi dan sumber-sumber internal
dan eksternal klien, tes psikologis dan konsultasi kasus, kegiatan ini
58
diakhiri dengan perumusan rencana intervensi yang dilakukan oleh
pekerja sosial fungsional bersama-sama klien.
3. Tahap pembinaan dan bimbingan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan proses pertolongan
sesuai rencana intervensi yang telah dirumuskan sebelumnya. Kegiatan
yang dilakukan adalah:
Bimbingan fisik (olahraga dan musik, probe, perawatan
kesehatan)
Bimbingan Mental (konseling individual, kelompok, budi
pekerti dan keagamaan)
Bimbingan Sosial ( sesi/terapi kelompok dll)
Bimbingan Keterampilan (monir mobil dan motor, elektrik,
serta komputer)
Dalam tahap ini dilakukan konseling keluarga, kunjungan rumah dan
dukungan keluarga (FSG), resosialisasi/ reintegrasi sosial dan bimbingan
lanjut. Untuk melakukan upaya perubahan yang telah, sedang dan akan
dicapai hasil akhirnya adalah kepulihan klien yang didukung oleh lingkungan
sosial yang kondusif sehingga klien dapat mempertahankan dan bahkan
meningkatkan perubahan perilaku yang telah dicapai.
Resosialisasi (Reintegrasi), tahap ini dilakukan untuk menyiapkan
klien, keluarga dan lingkungan sosial dimana klien tinggal, hal ini dilakukan
untuk menumbuhkan kemauan dan kemampuan untuk menerima klien dan
diharapkan klien dapat berintegrasi di tengah kehidupan keluarga dan
59
lingkungan masyarkat setelah melaksanakan pemulihan dan rehabilitasi sosial
dan mencegah kekambuan (relapse).
Terminasi, tahap dilakukan setelah selesai proses pemulihan dengan
mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan yang telah
dicapai.
4. Pembinaan lanjut
Merupakan tahapan pembinaan lanjut setelah selesai mengikuti
rehabilitasi sosial, untuk memelihara dan memantapkan kondisi
kepulihan klien dari ketergantungan terhadap Napza.
1. Monitoring dan Evaluasi
Hal dini dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan
kondisi klien setelah selesai melaksankan program rehabilitasi sosial,
serta untuk mengetahui sejauhmana klien tersebut dapat melaksanakan
fungsi sosialnya dalam masyarakat.1
1 Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
60
Gambar 1
Proses pelayanan dan rehabilitasi korban NAPZA di dalam PSPP
“Galih Pakuan” Bogor2
2 Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
61
Gambar 2
Proses pelayanan3
3 Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
62
Gambar 3
Lanjutan4
4 Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
63
Gambar 4
Lanjutan5
5 Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
64
Gambar 5
Lanjutan6
6 Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
65
Gambar 6
Struktur organisasi PSPP “Galih Pakuan” Bogor7
Kepala Panti
Beni Sujanto AKS., M.Si.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Iwan Nurcandra S., S.Sos M.Si.
Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial
Ahmadin, S.Pd.I., M.Si.
Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial
Drs. Alam Fajar Ahmadi., M.Si.
Kordinator Pekerja Sosial
Sutrisno, S.Pd. I
7 Profil Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
66
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
Dalam Bab ini hasil penelitian akan dipaparkan secara sistematis. Bab ini
terbagi dalam beberapa bagian, yaitu: identitas informan penelitian, gambaran
umum terbimbing/residen, temuan dan analisis intra subjek, temuan dan analisis
inter subjek, temuan dan analisis informan, serta analisis integratif. Seluruh subjek
dalam penelitian ini terdiri dari lima orang, dua orang dari kepala seksi program
advokasi sosial dan pekerja sosial serta tiga orang dari klien yang sedang
menjalani rehabilitasi sosial di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan”
Putat Nutug-Bogor. Klasifikasi ini diambil berdasarkan pertimbangan dan hasil
pengamatan penulis selama dilapangan karena klien dengan klasifikasi lainnya
tidak dapat dijadikan objek penelitian karena keterbatasan waktu atau mental dari
klien itu sendiri. Adapun terbimbing yang ada di Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan”-Bogor yang telah penulis wawancarai diantaranya :
A. Identitas Informan dan Subjek Penelitian
1. Informan penelitian
Tabel 2
Subjek Pekerja PSPP “Galih Pakuan” Bogor.1
No Nama Usia Jabatan
1 Ahmadin S.Pd.I.,M.Si 50 tahun Kepala Seksi Program dan
Advokasi Sosial
1 Wawancara pribadi dengan bapak Ahmadin Spdi;Msi dan Bro Robby, Kepala Seksi
Program dan Advokasi Sosial/ Pekerja Sosial Bogor, 30 April 2014
67
2 Robby Rudiansyah 58 tahun Pekerja Sosial
Adapun deskripsi mengenai informan adalah sebagai berikut:
a. Bapak Ahmadin S.Pd.I.,M.Si
Bapak Ahmadin adalah salah satu pekerja di PSPP Galih Pkuan-
Bogor. Pak Ahmadin lahir di sukabumi tanggal 28 November 1964 berusia
50 tahun. Sekarang menjabat di PSPP Galih Pakuan sebagai kepala seksi
program dan advokasi sosial.
Beliau bekerja di PSPP ini sudah hampir 23 tahun dan diangkat
menjadi Pekerja Nasional (PNS) sejak tahun 1991, pak ahmadin di percaya
untuk menjadi kepala seksi program dan advokasi sosial di PSPP ini sejak
awal masuk ke panti rehabilitas tersebut.
b. Bapak Robby Rudiansyah
Pak Robby adalah salah satu staf Pekerja Sosial dan di percaya
untuk membimbing langsung residen-residen yang berada di lapangan.
Beliau di panggil akrab baik oleh residen-residen maupun rekan-rekan
kerja di PSPP dengan sebutan “Bro Robby” . Bro Robby lahir di Jakarta,
22 Januari tahun 1961 dan sekarang sudah menginjak usia 53 tahun. Bro
Robby masuk ke PSPP Galih Pakuan pada tahun 2013 dan bekerja sebagai
staf Peksos di Panti Sosial Pamardi Putra Galih Pakuan “Putst Nutug-
Bogor”.
68
2. Terbimbing/ subjek penelitian
Tabel 3
Terbimbing Berdasarkan Agama.2
Agama Jumlah
Islam 269
Kristen 3
Jumlah 272
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas agama yang di
anut oleh terbimbing di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor
adalah agama islam, yakni kisaran agama islam 269 orang dan agama
kristen sebanyak 3 orang.
Tabel 4
Terbimbing Berdasarkan Usia.3
Usia Tingkatan Jumlah
10-14 Anak-anak 3 orang
15-20 Remaja 150 orang
21-25 Dewasa
awal
102 orang
26-40 Dewasa 10 orang
41-50 Manula 7 orang
Jumlah 272 orang
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas terimbing
berada di kisaran usia 15-20 tahun yaitu pada fase remaja, yang mana pada
usia ini dapat dikatakan sebagai usia produktif.
2 Data Base Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor, Tahun 2014
3 Ibid
69
Tabel 5
Terbimbing Berdasarkan Klasifikasi Jenis NAPZA.4
Klasifikasi Residen Jumlah
Narkotika 94 0rang
Psikotropika 10 orang
Zat Adiktif 168 orang
Jumlah 272 orang
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas
terbimbing/residen menggunakan zat adiktif, yang mana zat adiktif ini
adalah bahan /zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan
Psikotropika, meliputi: minuman alkohol, inhalasi (gas yang dihirup),
solven (zat pelarut) dan tembakau.
Tabel 6
Terbimbing Berdasarkan Pendidikan.5
Klasifikasi Residen Jumlah
SD 73 orang
SMP sederajat 82 orang
SMA sederajat 108 orang
Paket B,C 2 orang
D III 2 orang
PT 5 orang
Jumlah 272 orang
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas pendidikan pada
terbimbing/residen yang di gapai adalah pendidikan SMA sederajat, yang
mana pada masa ini lah terbimbing mengkonsumsi NAPZA,
4 Data Base Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Putat Nutug-Bogor, Tahun 2014 5 Ibid
70
Tabel 7
Subjek Penelitian.6
Nama Rio Winaldi Beni Sukma Supriadi
Tempat & Tgl Lahir Jakarta, 24 -10-
1996
Palembang, 16-01-
1985
Jakarta, 06-02-
1980
Jabatan Spacial Funtion Spacial Funtion Spacial Funtion
Pendidikan SMP SMA SMA
Agama Islam Islam Islam
Tgl saat masuk Oktober 2013 Februari 2014 Juni 2013
Usia mengenal
NAPZA
9 tahun 10 tahun 16 tahun
Asal mula mengenal
NAPZA
Teman sebaya Sepupu Teman sebaya
Jenis NAPZA Miras, ganja,
somadril, trihex
Miras, sabu-sabu,
putau
Ganja
Masa rehabilitasi 7 bulan 7 bulan 2 Bulan
Pembimbing/ informan yang menjadi sampel penelitian penulis
adalah 2 informan yakni dari Pekerja Sosial dan Kepala Seksi Program &
Advokasi Sosial. Terbimbing/subjek yang menjadi sample penelitian
adalah yang aktif mengikuti kegiatan peer counseling berjumlah 3 orang.
Dengan jenis klasifikasi (Penyalahguna Krban NAPZA), yaitu Miras,
sabu-sabu, putau, ganja, somadril dan trihex. Klasifikasi ini diambil
berdasarkan pertimbangan dan hasil pengamatan penulis selama
dilapangan karena residen dengan klasifikasi lainnya tidak dapat dijadikan
objek penelitian karena keterbatasan waktu atau mental dari residen itu
sendiri. Adapun terbimbing yang ada di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan” Bogor yang telah penulis wawancarai diantaranya :
6 Wawancara Langsung dengan Residen , Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
Bogor. Di Bogor pada Jumat, 16 Mei 2014.
71
a. Rio winaldi
Rio winaldi dilahirkan di Jakarta, 24 Oktober 1996. Alamat
tempat tinggal Jl. Tipar Cakung Kp. Baru Rt. 11/08 Ds. Cakung
Barat Kec. Cakung Jakarta Timur, Rio merupakan residen yang di
tempatkan primary 3. Rio mengenal NAPZA Dari tahun 2009
sampai 2013 kalo untuk ganja dari tahun 2012 sampai 2013 kalo
obat-obatan dari tahun 2009 sampai 2013. Jenis NAPZA yang
sering dipakai biasanya miras, obat-obatan, ganja dan sabu. Semua
itu di dapatkan dari teman sebaya, kalo untuk obat Rio membeli di
toko, obat tersebut biasanya ada di tukang kosmetik di sampingnya
obat. Rio mengaku penyebab lain dari penyalahgunaan NAPZA
yang ia alami adalah karena kurangnya pengawasan dari orang tua
serta kurangnya pemahaman akan nilai-nilai agama. Dampak yang
dirasakan rio ketika mengkonsumsi ganja itu happy, percaya diri
(PD), setelah memakai itu bawaannya lapar, jika mengkonsumsi
obat lebih sering mandi, biasanya jika ingin memakai ganja itu
minum obat terlebih dahulu, setelah sudah merasa naik baru rio
mandi lagi kalo sabu itu hanya sekali-sekali isep saja sudah tidak
ada rasa pusing. Respon keluarga merasa kecewa, sangat kecewa,
keluarganya merasa sedih mengetahui rio mengkonsumsi NAPZA,
keluarganya merasa menyesel karna sudah lengah mengawasi Rio
begitupun dengan Rio sendiri.
Rio masuk ke PSPP “Galih Pakuan” Bogor pada 11
September 2013. Keluarganya tidak menyangka rio akan
72
terjerumus ke dalam hal tersebut karna rio mengaku rio jika sedang
berada di rumah itu rajin shalat juga mengaji tapi beriringan
dengan itu Rio juga mengkonsumsi narkoba jalan shalat pun juga
jalan, jadi tidak bisa ketinggalan, Rio berasal dari keluarga yang
utuh, Rio termasuk mengkonsumsi NAPZA tipe rumahan dan
pengaruh ekonomi sangat labil. Rio mengaku pernah merasakan
jeruji besi/masuk penjara dan keluarga Rio sangat kaget karna
keluarganya tak menyangka rio sampai bisa masuk jeruji besi, Rio
masuk ke PSPP Galih Pakuan-Bogor melalui LAPAZ, dan Rio pun
mengaku bahwa pengalaman dia di penjara itu sangat tidak nyaman
tapi ketika masuk ke PSPP Galih Pakuan-Bogor dia merasakan
kenyamanan, bimbingan, masukan dari teman-teman sebayanya
dan juga di berikan motivasi oleh semua pihak yang bekerja di
PSPP ini.
b. Beni
Beni dilahirkan di Palembang, 16 Januari 1985, Beni
merupakan residen di primary 1. Mulai rutin mengkonsumsi
NAPZA dari kelas 2 SMA, mulai umur 15 tahun dan mengenal
dari kelas 4 SD sampai bulan Februari 2014, dia berasal dari
keluarga yang Broken home dan berkecukupan. Beni termasuk
pemakai NAPZA tipe klub-klub dan hotel. Jenis NAPZA yang di
pakai sabu, sasi, kokain, ganja, alkohol dan mulai mengenal dan
mendapatkan NAPZA dari link nya, pada awalnya menjadi bandar
NAPZA di bukakan usahanya oleh temen tetapi setelah itu usaha
73
ini semakin besar yang di bukakan pacarnya, pacarnya memakai
NAPZA di palembang dan di julukinnya ratu sabu oleh temen-
teman sebayanya. Alasan pertama mengkonsumsi NAPZA adalah
bapak nya menderita sakit parah sehingga meninggal, beni merasa
sangat terpuruk dan saudara-saudara kandungnya sangat acuh
terhadap beni sehingga dia tidak mendapatkan perhatian yang di
inginkannya sehingga dia mengkonsumsi NAPZA sebagai bentuk
pelarian, meskipun pada awalnya Cuma coba-coba dan iseng-iseng.
Beni masuk ke PSPP “Galih Pakuan” Bogor pada 12
Februari 2014. Respon keluarga, pertama kedua ketiga dia masih
dikasih kesempatan, untuk yang ke empat untuk bisnis keluarga dia
sudah di blok, nama dia dikeluarin dari kartu keluarga (KK)
dihadapan notaris dan nama dia di surat kabarkan di kota tempat
dia dilahirkan selama tiga hari termasuk di TV lokal, karna saking
sangat kecewa akan tetapi dia menyadari yang namanya perbuatan
yang sudah sangat melanggar menurut keluarganya, beni harus siap
menerima apapun resikonya.
c. Sukma Supriyadi
Sukma dilahirkan di Jakarta, 06 Februari 1980. Alamat
tempat tinggal Depsos XV Bawah Rt. 008/009 No. 10 Kelurahan
Bintaro Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan. Sukma
merupakan residen di primary 1.
Sukma masuk ke PSPP “Galih Pakuan” Putat Nutug-Bogor
pada 09 Juli 2013. Sukma mengenal NAPZA sejak lulus STM dari
74
mulai tahun 1998-2013 awalnya dia hanya mencoba-coba, jenis
NAPZA yang di pakai minum alkohol, ganja dan putau, dia
mengenal dan mendapatkan dari temen. Alasan mengenal NAPZA
karna ada beberapa faktor, pertama faktor lingkungan, keluarga
dan teman. Respon keluarga ketika mengetahui bahwa sukma
mengkonsumsi NAPZA sangat sedih dan kecewa. Langkah
keluarga setelah mengetahui mengkonsumsi NAPZA adalah
menyuruh sukma tinggal bersama saudara dan sebisa mungkin
jauh-jauh dari rumah tempat dia dilahirkan.
B. Analisis Hasil Temuan
Analisis hasil temuan dalam penelitian kualitatif subjektif yang
tidak terlepas dari-nilai objektifitas kecenderungan subjektif yang tidak
terlepas dari nilai-nilai objektifitas. Perangkat analisa yang digunakan
selain pengamatan dan penelitian menggunakan referensi untuk
memperkuat dan melegitimasi secara akademis-ilmiah hasil tinjauan.
Selanjutnya, hasil dari penelitian menjelaskan deskriptif analisis
terkait dengan hasil temuan dilapangan. Fokus analisanya terletak pada
peer counselor yang teman-teman sebayanya jalani peer counselor baik
secara verbal maupun non-verbal yang terjadi di PSPP “Galih Pakuan”
Bogor.
1. Peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA di Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor
75
Pada penelitian kali ini penulis fokus untuk membahas
mengenai peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA,
peran peer counselor merupakan suatu cara bagi para residen
belajar bagaimana memperhatikan dan membantu anak-anak lain,
serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.7 Dalam
membantu teman sebaya korban NAPZA pada residen secara
individual (one-to-one helping relationship), kepemimpinan
kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan,
tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk
membantu atau menolong.8 Peranan (role) merupakan aspek
dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan-kedudukannya maka
dia menjalankan suatu peran.9
Sehingga pada penelitian ini bisa kita lihat sejauh mana
peer counselor berperan memberikan motivasi serta dorongan-
dorongan kepada teman sebayanya yaitu korban NAPZA melalui
bahasa-bahasa sehari-hari, sehingga peer counselor dalam
rehabilitasi korban NAPZA bisa termotivasi untuk segera pulih..
Peer konselor adalah siswa yang berasal dari sekolah
(SMP/SMA/Sederajat), karang taruna, poskestren, pemuda
masjid/greja/keagamaan lainnya, pekerja industri, anak jalanan,
7 R.A.Carr, Theory and Practice of Peer Counseling, (Ottawa : Canada Employment and
Immigration Commission, 1981) h. 3 8 J.D. Tindall, and H.D. Gray, Peer Counseling: In-Depth Look At Training Peer Helpers,
(Muncie : Accelerated Developmen t Inc,1985), h. 5 9 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, Cet.
36, 2003), h. 243
76
penyalahguna NAPZA dan lain-lain yang dilatih dengan materi
tertentu sehingga mampu memberikan informasi dan membantu
menyelesaikan masalah kesehatan pada teman sebayanya. Peer
counselor merupakan strategi yang efektif untuk menyelesaikan
masalah remaja dengan resiko penyalahgunaan NAPZA.
Kelompok sebaya dapat menurunkan remaja/siswa terhadap resiko
penyalahgunaan zat adiktif sehingga siswa yang berprilaku negatif
akan berkurang.
Peer counselor itu sendiri merupakan aspek teknik dan
pendekatan dalam kehidupan. Sehingga diharapkan setelah residen
berperan sebagai peer counselor di panti, dari teknik dan
pendekatan dari sikap masing-masing residen mengenai peer
counselor dapat berjalan baik dan bisa membantu teman sebayanya
untuk pulih dengan motivasi dan masukan yang mereka berikan.
Setidaknya mereka terbuka pemikirannya dan selalu belajar dari
kesalahan yang telah menjerumuskan mereka kepada jalan yang
buruk, menjadi lebih semangat kembali untuk menyongsong masa
depan dan terpenting dapat di terima baik di masyarakat maupun
keluarganya.
Dari hasil wawancara dan observasi langsung di lapangan
penulis menemukan bahwa peer counselor di panti sangat di
butuhkan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh teman-
teman sebayanya. Sebagaimana yang diungkapkan Bapak
Ahmadin:
77
“Peer counselor dikita ini kan ada beberapa grup, grup itu
dalam TC sebenernya ada konseling individu ada konseling
kelompok itu yang dikatakan peer counseling artinya static
group nah static group itu adalah seorang konselor atau
pekerja sosial mempunyai anak binaan misalkan ada 10
orang nah disitu nanti akan terjadi konseling artinya peer
mereka misalkan si konselor sebagai komda menyampaikan
silahkan misalkan kita ada rool nya gitu kan ada sircle nya
disitu setelah sircle nanti baru si komdak memandu acara
ada rusnya/ada aturannya setelah itu nanti diserahkan siapa
yang punya isu dalam artian masalah biasanya kan mereka
kan mengangkat tangan itu nanti mereka menyampaikan
masalahnya ditanggapi oleh temannya, dikasih solusi
pendapat feed back istilahnya, ada tanggapan ada feedback
kalo udah selesai tanggapan dan feed back oleh temen-
temennya baru si komdak ini menyimpulkan, ini satu kasus
satu orang teruus sampai ada beberapa orang
menyampaikan itu sehingga nanti penyelesaian kelompok
konselingitu di bahas bersama dan hasilnya kita bersama,
kalo memang belum tuntas itu mungkin di lanjut minggu
depan lagi, jadi setiap minggu grup sketing itu namanya
peer counselor sebetulnya , ada peer static group ada juga
yang mungkin pake pic juga ada menggunakan sircle itu
disebutnya dinamika kelompok. Peer counselor disini
menjadi suatu treetmen.10
Dari ungkapan Bapak Ahmadin diatas terlihat bahwa peer
counselor dapat membantu residen yang lain menjadi lebih baik
melalui masalah yang disampaikan kemudian ditanggapi oleh
temannya, diberikan solusi, pendapat, feed back, menyimpulkan
yang di sampaikan oleh teman-teman sebayanya beserta Pekerja
Sosial PSPP.
Hal lain diungkapkan oleh Bapak Robby;
“Pengaruhnya sih tinggi, artinya dari mereka untuk mereka
gitu loh, Cuma memang saya bilang itu relatif ya, kadang-
kadang ada juga pada saat di luar circle itu pengaruh negatif
itu tinggi cepet juga, memang tergantung mutnya dia,
feelingnya mereka pada saat itu but apa bet nah kalo bet
pasti karakter negatif itu cepet, kalo dia lagi feeling good
10 Wawancara Pribadi dengan Bapak Ahmadin, Spdi.Msi, Kepala Seksi Program dan
Advokasi Sosial, Bogor, 06 Mei 2014
78
nah itulah disitu makanya kenapa kejelian seorang konselor
atau pekerja sosial itu, pada saat dia feeling dia lagi good
disitulah kita berperan seorang konselor edik maupun itu
psikolog disitu artinya kita mendampingi gitu loh, kita bisa
jadi apa pendamping, nah ini yang harus kita inikan gitu loh
jadi yang namanya body pada saat dia duduk yah ada kita,
pada saat dia jalan kemana ada kita gitu loh, jadi nanti dia
akan berfikir gitu loh pada hal yang positif gitu loh.11
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa pekerja sosial selalu
dapat mendampingi residen melalui peran pekerja sosial yang
diharapakan seorang pekerja sosial bisa menyampaikan, memberi
contoh dan mendampingi residen korban NAPZA yang sesuai
dengan bahasa-bahasa yang bisa dimengerti teman-teman
sebayanya. Sehingga mereka tidak begitu saja putus asa untuk
dapat kembali pulih bahkan berharap untuk bisa benar-benar
sembuh dari ketergantungan NAPZA.
Awal mula munculnya Peer Counselor, penulis melakukan
analisa dan ikut serta kegiatan yang ada di Panti Sosial Pamardi
Putra “Galih Pakuan” ini , peer counselor ini muncul dengan
adanya kegiatan-kegiatan diantaranya:
a. Moring Meeting
Pertemuan yang merupakan komponen utama
yang dilaksanakan setiap pagi hari pukul 08.00 untuk
mengawali kegiatan residen dan diikuti oleh seluruh
residen yang dipimpin oleh chief yaitu residen yang
bertugas memimpin teman-temannya.
11
Wawancara Pribadi dengan Bro Robby, Pekerja Sosial, Bogor, 20 April 2014
79
1) Tujuan
a) Mengawali hari agar menjadi lebih baik
b) Image breaking (membangkitkan
kepercayaan diri), melatih kejujuran dan
kepercayaan terhadap residen yang lain
c) Mengidentifikasi perasaan
d) Membahas isue keseluruhan
rumah/asrama yang harus diselesaikan
oleh komunitas.
Di dalam kegiatan morning meeting selalu
diawali doa menurut agama dan kepercayaan mereka
masing-masing dengan cara melingkar dan berpegangan
pundak, lalu membaca the creed kemudian setiap
individu maju kedepan untuk memberikan info-info atau
masukan untuk residen yang lainnya. Di dalamnya
terdapat beberapa sesi yaitu:
a. Awarness yaitu, peringatan ringan.
b. Motivation yaitu, memberikan motivasi
untuk sesama residen.
c. Anknowledge yaitu, ucapkan terimakasih
kepada residen di depan forum.
d. Announcement yaitu, mengungkapkan
pengumuman yang akan dilakukan bersama-
sama.
80
e. Quotes yaitu, kamut (kata-kata mutiara)
yang diberikan salah satu residen untuk
residen lainnya.
f. Reading yaitu, membacakan/menginfokan
berita ke sesama residen.
2) Proses
a) Perkenalan anggota.
b) Pembacaan filosofi yang tertulis (written
philosophy).
c) Pengumuman yang berkaitan dengan
kepentingan bersama.
d) Pull up (peringatan dan nasehat).
e) Pernyataan pribadi atau penghargaan
f) Pembacaan berita aktual.
g) Konsep hari ini.
h) Permainan.
i) Pernyataan observer dan di tutup dengan
ucapan selamat pagi serta jabat tangan.
3) Aturan
a) Setiap residen wajib aktif.
b) Setiap residen mendengarkan dengan
baik.
c) Setiap residen menjadi bagian daripada
permasalahan.
81
d) Mengidentifikasi keadaan seluruh rumah
(asrama).
Dalam kegiatan morning meeting ini hanya
sebagian residen yang berperan aktif untuk ikut
berpartisipasi mengisi bagian-bagian diatas pada
sebuah lembaran yang telah diberikan oleh ceef.
Hanya residen tertentu yang selalu aktif untuk
memberikan pendapatnya.12
b. Morning briefing
Pertemuan seluruh residen yang dilaksanakan
pada hari sabtu dan minggu pukul 08.00 kegiatan ini
dilakukan pada akhir pekan untuk membahas masalah-
masalah yang terjadi didalam rumah atau setiap asrama
dan membahas perasaan yang sedang mereka alami
pada hari itu dan memfollow up kegiatan yang mereka
lakukan selama seminggu.
Tidak jauh beda dengan kegiatan morning
meeting bahwasanya hanya sebagian residen yang aktif
untuk mengungkapkan segala permasalahn yang
mereka alami pada hari itu.13
12
Hasil temuan lapangan pada saat penelitian mulai dari bulan Oktober 2013 s/d Mei
2014 13
Ibid
82
c. Sharing circle
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari , terutama
setelahkegiatan moring meeting dan morning briefing.
kegiatan ini diikuti oleh seluruh residen untuk
membahas masalah yang terjadi pada diri masing-
masing individu, kemudian membiasakan diri untuk
memberikan masukan dan menanyakan secara jelas
masalah yang dialami oleh familinya (family adalah
sebutan akrab residen PSPP “Galih Pakuan” Bogor)
Kegiatan ini dipimpin oleh Chief dan
dimonitoring oleh pembina. Namun, terkadang
memberikan tanggung jawab untuk memonitoring
kegiatan ini dan memberikan nasehat, motivasi dan
pengetahuan. 90% residen aktif menguraikan
permasalahan yang dihadapinya dan residen yang
lainnya juga aktif untuk memberikan nasehat dan
motivasi untuk sama-sama ingin pulih dari
ketergantungan NAPZA.14
Dari uraian diatas bisa penulis simpulkan, bahwa residen
berperan penting terhadap teman sebayanya untuk saling
mengingatkan, memotivasi, mendorong, menegur, menasehati serta
mengkritik teman-teman sebayanya, maka dinamakanlah dengan
Peer Counselor.
14
Hasil temuan lapangan pada saat penelitian mulai dari bulan Oktober 2013 s/d Mei
2014
83
Selain itu dari hasil observasi dan wawancara langsung
selama dilapangan peran peer counselor memiliki manfaat yaitu
agar residen mendapatkan motivasi, feed back, pengalaman, dan
dorongan untuk pulih. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
saudara Beni;
“Pertama posisi saya sebagai pendengar disini kita
sebenernya jatoh dari segi mental dan pikiran, iya kan kita
jatoh tetapi kita sharing kita diberi motivasi gitu diberi
pemikiran yang bagus yang lurus dan positif, jadi yang kita
ubah disini mainset kita sudut pandang kita pola pikir. Kalo
sebagai posisi kita pendengar yaa sebenernya kita
mendengar banyak kisah lah itu juga sudah bisa terjadi di
diri kita atau belum pernah terjadi itu saya jadikan sebagai
pembelajaran gitu loh pengalaman tetapi kalo untuk
motivasi kita tetep kasih dia motivasi yang membangun.15
Dari ungkapan saudara Beni diatas meskipun kita sudah
jatuh di lubang yang salah akan tetapi kita masih bisa ubah mainset
dari sudut pandang dan pola pikir. Jadikanlah semua hal menjadi
pembelajaran dan pengalaman serta tetap kita selalu memberi
motivasi terhadap diri kita dan teman-teman sebaya yang lain.
Hal lain diungkapkan oleh saudara Rio dan Sukma;
“Kita bisa saling mengetahui satu sama lain masalah dia di
luar apa dan saya juga apa, bisa ngambil dampak yang
positifnya dari dia, memberi feed back kita kasih.
“Suatu tritment ya.16
Dari ungkapan Rio dan Sukma dapat terlihat bahwa peer
counselor dapat dikatakan sebagai suatu treament, dapat saling
mengetahui masalah teman-teman sebayanya yang lain dan bisa
15
Wawancara Pribadi dengan Saudara Beni, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014 16
Wawancara Pribadi dengan Saudara Sukma, Residen Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014
84
memberikan feed back terhadap teman-teman sebayanya di panti
ini.
2. Dasar-dasar komunikasi dalam Peer Counselor
1) Acceptance yaitu merupakan teknik yang digunakan
konselor untuk menunjukkan minat, pemahaman terhadap
hal-hal yang dikemukakan konseli dan sikap menerima
pribadi konseli sebagai suatu keseluruhan. Sebagaimana
diungkapkan oleh saudara Beni;
“Saya pertama tegor, sindir, dan blash marah ya
kan, kalo semua itu gak bisa kita punya tritment-
tritmen khusus sendiri, tritment-tritment khususlah
pokonya tritment ini mengarahkan mereka ke
kebersamaan karna kita semua disini punya gimana
ya bisa dibilang motto ya kan all for one one for all
disini”.17
2) Attending, yaitu perilaku yang secara langsung
berhubungan dengan respek, yang ditunjukan ketika
konselor/helper memberikan perhatian penuh pada
konseli/helpee, melalui komunikasi verbal maupun non
verbal, sebagai komitmen untuk fokus pada konseli.
Sebagaimana diungkapkan oleh saudara Sukma;
“Mendorong dirinya biar lebih peduli lagi dengan
family nya disini”.
3) Summarizing yaitu ketrampilan konselor untuk
mendapatkan kesimpulan atau ringkasan mengenai apa
yang telah dikemukakan oleh konseli.
Diungkapkan oleh saudara Beni;
17
Wawancara Pribadi dengan Saudara Sukma, Residen Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014
85
Sebenernya kalo saya bilang bukan kearah
keterampilan yah, tapi saya berkaca dengan
pengalaman hidup saya kemarin dan saya bagi ke
mereka, karna kita disini balik lagi kita merubah
mainset mereka, pola pikir mereka, karna pola pikir
kita bisa dapet dari pengalaman ya kan, pengalaman
kan guru yang paling baik.18
4) Questioning yaitu teknik mengarahkan pembicaraan dan
memberikan kesempatan pada konseli uniuk
mengelaborasi, mengeksplorasi atau memberikan jawaban
dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan
konseli dan bersifat mendalam genuineness adalah
mengkomunikasikan secara jujur perasaan sebagai cara
meningkatkan hubungan dengan dua atau lebih individu.
Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Robby;
“Pada saat di di grup kan itu kan pada saat dia
memberikan motivasi, jadi temennya sharing kita
kembalikan lagi ke mereka artiannya motivation,
feed back, entar mereka angkat tangan itu lah disitu,
jadi keterampilan dia berbicara memberikan suatu
motivasi yang maslahat ama temennya itu seperti
apa, nah yapi pada saat dia memberikan suatu
motivasi ke temennya itu sama dengan dia
memberikan suatu motivasi ke dirinya sendiri gitu
loh, dan peranan seorang konselor edik pada saat di
grup terapi itu dari 10% itu Cuma 1% selebihnya
dari mereka semua, nah gitu loh, kita hanya
memberikan suatu support jadi tambahan gitu loh,
pada saat diberikan suatu motivasi temennya, nah
kita selaku konselor edik atau pekerja sosial ini
harus milih pada saat itu temen-temennya
memberikan suatu motivasi apa nih terhadap
mereka , yang tidak ada sama mereka itu, itulah kita
yang nambahin gitu loh, dari misalnya mereka
memberikan suatu motivasi cuma lima kata gitu loh,
18
Wawancara Pribadi dengan Saudara Beni, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014
86
tapi kita bisa menambahkan satu atau dua kata nah
itu kita harus nambahin.19
5) Questioning, yaitu teknik mengarahkan pembicaraan dan
memberikan kesempatan pada konseli untuk
mengelaborasi, mengeksplorasi atau memberikan jawaban
dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan
konseli dan bersifat mendalam. Seperti diungkapkan oleh
pak Ahmadin Spdi;M.Si
“Saya hanya memberikan arahan saja setelah itu
residen lah yang mengeksplor serta memberi
jawaban terhadap masalah yang mereka alami”.20
6) Genuineness, adalah mengkomunikasikan secara jujur
perasaan sebagai cara meningkatkan hubungan dengan dua
atau lebih individu. Seperti di ungkapkan oleh saudara
Beni;
“Saya pertama tegor, sindir, dan blash marah ya
kan, kalo semua itu gak bisa kita punya tritment-
tritmen khusus sendiri, tritment-tritment khususlah
pokonya tritment ini mengarahkan mereka ke
kebersamaan karna kita semua disini punya gimana
ya bisa dibilang motto ya kan all for one one for all
disini”.21
7) Assertiveness, kemampuan mengekspresikan pemikiran
dan perasaan secara jujur, yang ditunjukkan dengan cara
berterus terang, dan respek pada orang lain. Saudara Beni
mengungkapkan;
19
Wawancara pribadi dengan Bro Robby, Pekerja Sosial, Bogor, 16 Mei 2014 20
Wawancara pribadi dengan Bapak Ahmadin Spdi;M.Si, Kepala Seksi Program dan
Advokasi Sosial, Bogor, 30 April 2014 21
Wawancara Pribadi dengan Saudara Beni, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014
87
“Kalo untuk saya, karna saya udah merasa
bagaimana paitnya karna kena narkoba ya kan, ya
saya gak mau mereka lama gitu loh mumpung
mereka belom parah seperti saya, ya saya kasih
sudut pandang pola pikir yang menurut saya yang
baik untuk mereka, jadi tetep balik lagi disini ke
mainset tapi ya tiap orang kan penyampaiannya
berbeda-beda ke bewah, kalo saya bisa di bilang
secara pedas sampe saya di julukin kiler disini karna
gimana ya disini jangki, jangki itu punya pemikiran
yang batu jadi susah berubah karna egonya tinggi,
karna pola pikirnya sempit ya, jadi kita harus
pecahin tuh batu gimana caranya ga bisa dengan
cara yang pelan, yah tetep semuanya butuh proses
karna kita untuk mencapai proses kenyamanan
harus ngelewatin yang ngga nyaman dulu.22
8) Confrontation, adalah ekspresi konselor tentang
ketidakcocokannya dengan perilaku konseli. Dengan kata
lain, konfrontasi adalah ketrampilan konselor untuk
menunjukkan adanya kesenjangan dan inkongruensi dalam
diri konseli, dan problem Solving adalah proses perubahan
sesorang dari fase mengeksplorasi satu masalah,
memahami sebab-sebab masalah, dan mengevaluasi
tingkah laku yang mempengaruhi penyelesaian masalah
itu. Saudara Rio mengungkapkan;
“Kalo untuk konseling sih kalo disitu ada back up
nya itu berjalan dengan baik tapi kalo misalnya kita
lagi gak emut yang satunya terlalu egois pengen dia
sendiri sedangkan curahan hati kita itu gak di
dengerin ama dia, biasa kalo disaat lagi sama
residen ya lagi sport sore suka bilang kalo make ini
begini rasanya-make ini begini rasanya, trus mereka
ngasih masukan intinya gini yang udah berlalu
biarlah berlalu kita belajar aja disini gak usah
mikirin pulang semua pasti pulang disini kalo belup
pulih ngapain kita pulang.Setelah saya sharing sama
22
Ibid
88
teman-teman sebaya yang lain saya merasa plong
aja sedikit demi sedikit kita bisa lupa masalah.23
9) Problem Solving, adalah proses perubahan sesorang dari
fase mengeksplorasi satu masalah, memahami sebab-sebab
masalah, dan mengevaluasi tingkah laku yang
mempengaruhi penyelesaian masalah itu. Seperti di
ungkapkan oleh Bro Robby;
“Saya sebagai pembimbing menentukan sejauh
mana para residen disini berubah dari fase-fase yang
ada, setelah itu barulah kami mengadakan evaluasi
yang sekiranya sudah memiliki perubahan dalam
kelompok kita akan naikan pangkat yang tadinya
menjadi pendengar saja karena dia aktif dalam
group maka kita naikan tingkat mereka menjadi
special fungtion misalnya”.24
3. Manfaat yang didapatkan peer counselor setelah melaksanakan
perannya di PSPP “Galih Pakuan” Bogor.
Dari hasil wawancara dan observasi langsung di lapangan
penulis menemukan bahwa keberhasilan dari peer counselor dalam
rehabilitasi korban NAPZA di panti. Sebagaimana yang
diungkapkan saudara Rio;
“Manfaat yang saya dapet bisa memberikan contoh yang
baik, trus orang tua udah mulai percaya sama saya karna
kepercayaan itu susah ka untuk di dapat.25
Selama mengikuti Peer Counselor, tidak ada keinginan
untuk mengkonsumsi NAPZA, tapi kalau untuk lebih lanjutnya Rio
tidak tahu akan seperti apa nantinya, akan tetapi kalau dalam diri
residen berkata tidak untuk mengkonsumsi NAPZA kembali,
23
Wawancara pribadi dengan Rio, PSSP “Galih Pakuan”, Bogor 15 April 2014. 24
Wawancara Pribadi dengan Bro Robby, Pekerja Sosial, Bogor, 30 April 2014 25
Wawancara pribadi dengan saudara Rio, PSSP “Galih Pakuan”, Bogor 15 April 2014
89
residen mengaku banyak godaan di luar sana yang tidak bisa
residen duga kedepannya.
Hal lain diungkapkan oleh saudara Beni;
”Yang bisa kita dapet disini sebenernya
kepercayaan, kepercayaan dari luar sana baik itu
dari keluarga atau di lingkungan masyarakat karna
dalam note gimana ya karna dalam pola pikir orang
kalo kita udah di rehab berarti kita udah bener, itu
kan salah satu cara kita buka jalan kita untuk
kembali ke mereka dengan baik kepercayaan
keluarga ataupun masyarakat karena dalam note
gimana ya dalam pola pikiran orang kalo kita udah
di rehab, berarti kita ga bener itu kan salah satu cara
kita buka jalan kita kembali ke mereka.26
Hal lain diungkapkan oleh saudara Sukma;
”Lebih ke apa ya, bisa merasa lebih baik aja”
Dari ungkapan informan dan subjek yang sudah dipaparkan di atas
dapat terlihat bahwa setelah mengikuti Rehabilitasi dengan memiliki peer
counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA, maka residen dapat
membantu dan menolong teman teman sebayanya baik dilakukan secara
dilakukan secara individual (one-to-one helping relationship) maupun
kelompok, kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian
pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk
membantu atau menolong,27
memperbaiki hidup dan tidak mau
mengulangi kesalahan yang sama. Peran yang sangat penting bagi residen
PSPP “Galih Pakuan” untuk dapat membantu proses rehabilitasi untuk
segera pulih dari ketergantungan NAPZA. Mereka berniat untuk pulih dan
26
Wawancara Pribadi dengan Saudara Beni, Residen Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan”, Bogor, 16 Mei 2014
27 J.D. Tindall, and H.D. Gray, Peer Counseling: In-Depth Look At Training Peer
Helpers, (Muncie : Accelerated Developmen t Inc,1985), h. 5
90
ingin di terima oleh masyarakat serta keluarga yang mereka kecewakan
sebelumnya. Hasil dari wawancara tersebut tidak ada perbedaan antara
subjek 1 dan 2 dan 3. Dimana semua subjek merasa yakin akan merubah
kebiasaan dia mengkonsumsi NAPZA, dan ingin pulih meski masih
banyak kemungkinan akan terjerumus kedalam dunia gelap kembali
seperti mengkonsumsi NAPZA, akan tetapi semua informan mengaku
dengan mengikuti program yang ada di PSPP ini akan membuka mainset
yang pada awalnya mereka merasa sudah dianggap sampah oleh
masyarakat dan keluarganya tapi mereka meyakini dengan beradanya
mereka di panti ini bisa memperbaiki kesalahan hidup yang pernah
dialaminya setidaknya sadar bahwa NAPZA itu sangat membahayakan
dirinya.
Peer counselor sangat bermanfaat untuk para residen yang ada di
PSPP “Galih Pakuan” karena dengan adanya peran bagi residen itu sendiri
mereka dapat mewujudkan harapan-harapan mereka untuk pulih dari
ketergantungan NAPZA. Subjek yang peneliti wawancarai merasa dengan
adanya peran peer counseling, mereka merasa terbantu untuk dapat
mendorong, menegur, meperhatikan, mengkoreksi dirinya sendiri dari
pengalaman teman-teman sebayanya yang lain serta memotivasi antar
residen korban NAPZA, meskipun para residen pun tidak bisa menjamin
dengan adanya peran peer counseling mereka bisa tidak terjerumus
kembali kepada NAPZA, karena menurut residen sendiri kehidupan di luar
sana sangat kejan dan bermacam-macam pergaulan jika mereka terjerus
kedalam pergaulan bebas kembali tidak menutup kemungkinan mereka
91
akan mengkonsumsi NAPZA kembali, tapi untu saat ini residen merasa
lebih baik berada di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor dan
besar harapan mereka untuk bisa benar-benar pulih dari ketergantungan
NAPZA.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
Bogor tentang peran peer counseling terhadap korban NAPZA pada
residen di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor adalah
sebagai berikut:
1. Peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA menurut
Sudarsono, teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis,
perkumpulan atau kelompok pra puberitas yang mempunyai sifat-sifat
tertentu dan terdiri dari satu jenis. Sedangkan kelompok sebaya adalah
kelompok persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dan pola hidup
sendiri, dimana persahabatan dalam periode sebaya penting sekali
karena merupakan dasar pokok mewujudkan nilai-nilai dalam suatu
kontak sosial. Jadi teman sebaya merupakan media bagi
remaja/dewasa untuk mewujudkan nilai-nilai sosial tersendiri dalam
melakukan prinsip kerjasama, tanggung jawab dan kompetisi.
Sedangkan peer counseling yaitu hubungan membantu yang dilakukan
secara individual (one-to-one helping relationship), kepemimpinan
kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial,
dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau
menolong, untuk ini diperlukan adanya hubungan yang saling percaya
diantara konselor dan konseli, Terciptanya komunikasi yang saling
93
terbuka dan terjadinya pemberdayaan konseli agar mampu mengambil
keputusan. Penciptaan hubungan diantara keduanya (konselor dan
konseli) sangat penting, sebab hubungan konselor dengan konseli
merupakan “jantung” dari keseluruhan proses konseling. Hubungan
konselor dengan konseli menjadi dasar dalam keseluruhan proses
konseling. Bahkan, menurut pendekatan eksistensialis, dalam
keseluruhan proses konseling yang paling utama adalah hubungan
konselor dengan konseli, karena situasi hubungan tersebut merupakan
stimulus untuk tercapainya tujuan konseling yang diharapkan, yaitu
terjadinya perubahan ke arah yang positif, dan terciptanya satu kondisi
agar konseli merasa bebas melakukan eksplorasi diri, penyesuaian diri
daan kesehatan mental, kebabasan secara psikologis tanpa
mengabaikan tanggungjawab sosial.
2. Komunikasi dalam peer counseling di Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan” Bogor ini diantaranya: Acceptance, attending,
summarizing, questioning, genuineness, assertiveness, confrontation,
dan problem solving.
3. Dalam penelitian ini, penulis menyimpulkan tentang manfaat yang
diperoleh dari peran peer counselor dalam rehabilitasi korban NAPZA
di PSPP “Galih Pakuan” Bogor adalah residen dapat memberikan
contoh yang baik terhadap teman-teman sebayanya maupun terhadap
orang lain, dapat mendapatkan pengalaman dari teman-teman
sebayanya yang lain, dapat saling memotivasi teman sebaya yang lain,
kedua orang tua pun sudah mulai percaya kepada anak-anak yang
94
mereka titipkan di PSPP “Galih Pakuan” Bogor, karena residen merasa
kepercayaan itu sangat sulit untuk di dapatkan setelah mereka
menyadari bahwa menjadi penyalahguna NAPZA itu sangat
merugikan dirinya.
B. Saran
Dari hasil pengamatan penulis mengenai peran peer counseling
terhadap korban NAPZA pada residen di Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan” Bogor, penulis memberikan saran sebagai berikut:
a. Materi yang di sampaikan sebaiknya memperhatikan
residen berdasarkan kebutuhan yang mereka harapkan di
Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor dan
b. Pelaksanaan peer counselor lebih di perjelas kembali untuk
kedepannya dan menjadi pacuan untuk para residen, karena
peer counselorbaik untuk para residen di Panti Sosial
Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
c. Residen harus meyakini bahwa perannya bermanfaat untuk
dirinya dan orang lain.
d. Diharapkan kepada Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan” Bogor memberikan pelatihan lebih kepada
Residen PSPP untuk menambah pengetahuan guna
menunjang pemulihan pada residen PSPP “Galih Pakuan”
Bogor”.
95
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Adi, Kusno. Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan
Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm Press, 2009.
Agoes, ADariyo. Psikologi Perkrmbangan Remaja, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2004) Cet1
Andi , Hamzah dan Surachman RM, Kejahatan Narkotika dan
Psiotropika, Jakarta: PT. karya Unipress, 1994
BNN RI. Pedoman Pelaksanaan P4GN Melalu Peran Serta Kepala
Desa/Lurah,, Jakarta: 2007
Carter, T. D. Peer Counseling: Roles, Functions, Boundaries. ILRU
2005, Program. [Online]. Tersedia:
http://www.peercounseling.com. Akses 12 September 2006.
Dadang , Hawari. Konsep Agama (Islam) Menanggulangi NAZA
(Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif), (Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 2002)
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, ( Jakarta: CV.
Bayan Qur’an, 2009)
Elvinaro, Ardianto. Metodologi Penelitian untuk Public Relation, cet.
Ke-1 ( Bandung: SIMBIOSA REKATAMA MEDIA, 2010),
Gatot, Supramono. Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta: Djambatan,
2007
Glading, S.T. Group Work : A Counseling Specialty. Englewood Cliffs
: Prentice-Hall,1995
96
Gosita, Arief. Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressisndo,
1993
Gunarsa Singgih D., Konseling dan Psikotropika, Jakarta: Gunung
Mulia, Cet 7, 2007
H, Cowie dan Wallace, P . Peer Support in Action, From Bystanding to
Standing By. London : Sage Publications, 2000
Hamidi, Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2010)
Husaini , Husman. Metodologi Penelitian Sosial, ( Jakarta: Bumi
Aksara, 2000)
J.E. Sahetapy, (ed). Bunga Rampai Viktimisasi, Cet.I, Eresco,
Bandung, 1995, (selanjutnya disingkat J.E. Sahetapy I), h.
204 dikutip dari Zvonimir Paul Separovic. Victimology,
Studies of Victims, Zagreb, 1985
Kartini, Kartono. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan),
Bandung: CV. Mandar Maju, 2007
Kristi, Poerwandari E. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian
Psikologi,( Jakarta: Lembaga
Kusno, Adi. 2009, Diversi Sebagai Upaya Alternative
Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Umm
Press, Malang
L.F. Winfield, NCREL Monograph : Developing Resilience in Urban
Youth, 1994
Lexy , J Moleong. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2000)
97
Lutfi. M, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam,(
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah 2008)
Masri, Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metodologi Penelitian Survei,
Cet. Ke-1 (Jakarta: LP3ES, 1995),
Middle Schools : A Practical approach. Madison : Brown &
Benchmark.Partodiharjo Subagyo, Kenali Narkoba & Musuhi
Penyalahgunaannya, T. Tp: LKP Yayasan Karya Bahakti,
2004
Muladi, “HAM dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana”, dalam
Muladi (ed) Hak Asasi Manusia; Hakekat, Konsep dan
Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat,
Refika Aditama, Bandung, 2005
Munir, Amin Samsul. Bimbingan dan Konseling Isla, Jakarta: Amzah,
2010
Muro, J.J., and Kottman, T. (1995). Guidance and Counseling in the
Elementary and Pasal 103 ayat (2) Undang-Undang No. 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika Pengembangan Sarana
Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, LPSP3 UI, 1983).
R.A, Carr. Theory and Practice of Peer Counseling. Ottawa : Canada
Employment and Immigration Commission, 1981.
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential
Skills for Overcoming Life’s Inevitable Obstacles. New York
: Broadway Books.
Rena, Yulia. Viktimologi, Graha ilmu,Yogyakarta, 2010.
98
Santrock, J.W. (2004). Life-Span Development. Ninth Edition. Boston :
McGrawHill Companies.
Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metodologi Penelitian Survei, cet.
Ke-1 (Jakarta: LP3ES, 1995),
Siregar, Juke R. Mengembangkan Daya Lentur Pada Anak dan
Remaja, Buletin Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia
Volume 3, Maret 2003.
Subana.M, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, ( Bandung: Pustaka Setia,
2005).
Tindall, J.D. and Gray, H.D. (1985). Peer Counseling: In-Depth Look
At Training Peer Helpers, Muncie : Accelerated
Development Inc.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
V. Sambudiyono, MM, Peran Serta Masyarakat Di Bidang P4GN,
Jakarta: 2012
Warjowarsito dan Tito W, Kamus LengkapBahasa Inggris- Indonesia,
Indonesia-Inggris, Bandung 1980
Winfield, L.F. (1994). NCREL Monograph : Developing Resilience in
Zahrotun dan fadhilah Suralaga, Psikologi Perkembangan, Cet-1
(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006).
B. Website:
http://raneebk.blogspot.com/2011/06/konselor-sebaya-peer
counseling-untuk.html.
Wawancara Untuk Residen
Nama : Rio
Jabatan : Spacial funtion
Tanggal Wawancara : 16 Mei 2014
Pukul : 10.30-11.28 WIB
Tempat Wawancara : Saung primary 1
1. Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA?
Itu awalnya sih kita main, nongkrong, awalnya itu kita minum pas minum jadi
efeknya lari ke obat dapet dari temen, pas tahun 2012 itu baru kita kenal ganja
2. Sejak kapan dan sudah berapa lama anda mengkonsumsi NAPZA?
Dari tahun 2009 sampai 2013 kalo untuk ganja dari tahun 2012 sampai 2013 kalo
obat-obatan dari tahun 2009 sampai 2013
3. Jenis NAPZA apa saja yang anda pakai?
Itu biasanya obat-obatan sama ganja sabu juga pernah make
4. Selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya), bagaimana
respon anda?
Setelah saya sharing sama dia merasa plong aja sedikit demi sedikit kita bisa lupa
masalah
5. Selama mengikuti kegiatan Peer counseling (konseling teman sebaya), apakah
pengaruh positif/negatif yang anda terima?
Untuk negativnya kadang-kadang ini juga si dongkol aja, ceritanya kadang-kadang
dia itu ceritanya narkoba lah kita make gini-gini jadi kita males gitu terlalu norak kalo
gitu mah ga usah di ceritain. Kalo positifnya banyak kaya semacem dia berbagi juga
6. Bagaimana anda memperhatikan dan membantu teman-teman anda yang lain?
Saya sih awalnya ngasih motivasi, ya saya bilang lebih dewasa dikit ga usah malu
disini jangan takut salah kita semuapun disini salah gak ada yang bener, berusaha
untuk menjadi sampah yang bener sanpah yang berharga biar nanti di masyarakat gak
dianggap sampah terus.
7. Bagaimana usaha anda bertingkah laku dengan tujuan untuk membantu teman sebaya
anda?
Kalo untuk menghibur ya saya juga sering menghibur juga ka, misalnya ada yang lagi
bad dia ngelamun aja disitu saya hibur saya bercandain saya humoris biar dia tuh
hatinya ini juga terhibur, motivasi, feed back, memberikan yang saya dapet selama
disini
8. Apakah hubungan anda dengan teman-teman anda yang lain baik-baik saja dalam hal
berkomunikasi?
Kalo disini baik, harmonis seperti keluarga sendiri
9. Keterampilan apa saja yang anda miliki untuk memberi arahan/motivasi terhadap
teman sebaya anda yang lain?
Berusaha berbicara yang baik sama teman-teman sebaya yang lain, tapi kalo saya
ngasih motivasi ke dia pasti kalo masalah agama itu pasti ada ka
10. Apa motivasi anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman
sebaya) ini?
Pengen merubah hidup yang sebelumnya sudah hancur udah pengen kalo sekarang
kan kalo menurut saya bukan zamannya penyesalan karna manusia itu suatu saat akan
nyesel juga ka
11. Upaya apa saja yang dilakukan oleh anda untuk membantu teman sebaya anda agar
teman sebaya anda bertingkah laku lebih baik terhadap teman sebaya yang lainnya?
Mendorong dirinya biar lebih peduli lagi dengan family nya disini
12. Selama mengikuti Peer Counselor, ada atau tidak keinginan untuk mengkonsumsi
NAPZA?
Engga, tapi kalo untuk lebih ininya saya gak tau ya tapi kalo dalam diri saya saya
berkata engga, banyak godaan di luar sana kan
13. Bagaimana keadaan anda sebelum dan sesudah menjalani proses Peer Counseling
(konseling teman sebaya) atau rehabilitasi?
Saya sebelum saya kesini itu saya merasa penegn disini aja dulu, gimana sih mikirin
orang tua tap setelah saya sharing ke temen saya itu udah plong sedikit demi sedikit,
saya bisa senyum, lebih baik, tenang gitu diri saya
14. Apa tujuan anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman
sebaya)?
Satu untuk pulih dua untuk meminimase berpikir negativ trus pengen ngebahagian
orang tua
15. Hambatan/kendala apa yang anda rasakan selama menjalani Peer Counselor ini?
Nah itu saya kadang-kadang suka malu sendiri ka ntah apa yang ada di pikran saya
tuh gak ada emang dari dulu saya emang gitu sih kalo saya lagi bed nood saya
bengong bengong aja udah diem gak banyak ngomong gitu
16. Manfaat apa yang telah dicapai dalam peer counselor oleh PSPP “Galih Pakuan-
Bogor”?
Manfaat yang saya dapet bisa memberikan contoh yang baik, trus orang tua udah
mulai percaya sama saya karna kepercayaan itu susah ka untuk di dapat
Nama : Beni
Jabatan : Spacial funtion
Tanggal Wawancara : 16 Mei 2014 WIB
Pukul : 13.45-14.45
Tempat Wawancara : Saung primary 1
1. Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA?
Jawab: Wah panjang, baru pertama kali gw make itu di kasih sama sepupu gue kelas 4
SD, iya dikasih sabu, itu kelas 4 SD abis itu udah sekali doang ya kan, abis itu pas gue
SMA, bokap gua sakit dan posisinya gak bisa tidur secara terlentang dari posisi duduk
sampe ada yang mijetin, sedangkan posisi gue empat bersaudara, tiga saudara gua
udah ngurus usaha keluarga, tinggal gua dong yang masih sekolah jadi gua curhat
sama temen sharing, sharing sama temen gimana ya gini gini gini? Dia bilang
yaudah nyabu aja, ga bisa tidur kan lw bisa jagain bokap, itu pertamanya. Niatnya
buat jagain bokap padahal salah jalan sebenernya. Pas SD tau dari sepupu pas SMA
tau dari temen, setelah itu kelang dua tahun bokap gue meninggal karna sakit
komplikasi, setelah meninggal jadinya gue mengenal yang namanya alkohol ekstasi,
setelah itu gue ke jakarta, di jakarta gue clins sekitar dua bulan abis itu gue gabung
lagi, gabung kerja sama keponakannya tomy winata, saya bagian entertime player
boladi, jadi tiap hari keseharian gue Cuma servis-servis player-player bola ajah, ya
kalo kita servis player pola itu identik dengan kehidupan malam, ketahuan tuh ama
nyokap, ketauan ama nyokap gue di lever lagi ke bandung, lever ke bandung gue
fakum sekitar dua tahun lah, abis pakum dua tahun gue maen ama propos-propos
kopasus disana gue make lagi dan gue ditarik ke belitung pindah lagi ke bangka baru
pulang lagi ke palembang, di palembang paling dua bulan lah gue ngurus sorum mobil
punya nyokap, dari sekian sorum mobil gue pegang dua bulan ngerasa duit udah enak
gue ngelekit/meroket lagi, jadi posisi gue di palembang gue jembatan semua BD di
palembang gue yang masukin barang, gu jembatan jadi dari 01 mau ke 02,03 itu gak
mau tatap muka karna kan takut saling tusuk itu semua mediasinya lewat saya, ga ada
rasa takut untuk ketangkep karena kita link udah kuat dan itu udah kebukti kita ke
gape dua kali dan semua lolos gak ada yang ketangkep satupun, kalo mati kita semua
takut cuma karna kita udah yakin kita punya jaringannya gimana jadi yaudah lewat-
lewar aja, karna bos kitapun nyetor ko, polisi mana sih yang nggak make? Cuma dua
polisi yang benar polisi tidur ama patung polisi yang lain semua bulsit,
2. Sejak kapan dan sudah berapa lama anda mengkonsumsi NAPZA?
Jawab: Mulai rutin dari kelas 2 SMA, mulai umur 15 tahun dan mengenal dari kelas 4
SD sampai bulan Februari 2014
3. Jenis NAPZA apa saja yang anda pakai?
Jawab: Yang saya konsumsi sabu, sasi, kokain, ganja, alkohol itu aja si.
4. Selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya), bagaimana
respon anda?
Pertama posisi saya sebagai pendengar disini kita sebenernya jatoh dari segi mental
dan pikiran, iya kan kita jatoh tetapi kita sharing kita diberi motivasi gitu diberi
pemikiran yang bagus yang lurus dan positif, jadi yang kita ubah disini mainset kita
sudut pandang kita pola pikir. Kalo sebagai posisi kita pendengar yaa sebenernya kita
mendengar banyak kisah lah itu jyga sudah bisa terjadi di diri kita atau belum pernah
terjadi itu saya jadikan sebagai pembelajaran gitu loh pengalaman tetapi kalo untuk
motivasi kita tetep kasih dia motivasi yang membangun.
5. Selama mengikuti kegiatan Peer counseling (konseling teman sebaya), apakah
pengaruh positif/negatif yang anda terima?
Kalo positifnya yah kalo positifnya kita selama konseling ya kaya tadi saya bilang
kita mendapat pengalaman baru lagi walaupun belum kita alamin, itu teruus kita bisa
tukar pikiran juga sama tuh orang, bagaimana cara dia menyikapi masalah dan
bagaimana cara saya menyikapi masalah kan berbeda jadi dari sana kita bisa
mengambil suatu garis kesimpulan langkah yang baik langkah yang tepat. Ya kalo
negativnya ya sebenernya kita disini kita sharing jujur aja siapa sih yang mau di
rehabilitasi ya ngga, kalo negativnya kebanyakan juga gimana sih caranya kabur
karna sebagian besar sebenernya basicling rehabilitasi mereka karna faktor
keterpaksaan.
6. Bagaimana anda memperhatikan dan membantu teman-teman anda yang lain?
Kalo untuk saya, karna saya udah merasa bagaimana paitnya karna kena narkoba ya
kan, ya saya gak mau mereka lama gitu loh mumpung mereka belom parah seperti
saya, ya saya kasih sudut pandang pola pikir yang menurut saya yang baik untuk
mereka, jadi tetep balik lagi disini ke mainset tapi ya tiap orang kan penyampaiannya
berbeda-beda ke bewah, kalo saya bisa di bilang secara pedas sampe saya di julukin
kiler disini karna gimana ya disini jangki, jangki itu punya pemikiran yang batu jadi
susah berubah karna egonya tinggi, karna pola pikirnya sempit ya, jadi kita harus
pecahin tuh batu gimana caranya ga bisa dengan cara yang pelan, yah tetep semuanya
butuh proses karna kita untuk mencapai proses kenyamanan harus ngelewatin yang
ngga nyaman dulu.
7. Bagaimana usaha anda bertingkah laku dengan tujuan untuk membantu teman sebaya
anda?
Tujuannya saya ingin mereka pulih, saya ingin mereka bisa kembali lagi ke shircle
mereka ke kehidupan nyata mereka dan mempertanggungjawabkan segala kesalahan
yang udah di bikin mereka kemarin-kemarin.
8. Apakah hubungan anda dengan teman-teman anda yang lain baik-baik saja dalam hal
berkomunikasi?
Baik-baik aja sih,
9. Keterampilan apa saja yang anda miliki untuk memberi arahan/motivasi terhadap
teman sebaya anda yang lain?
Sebenernya kalo gue bilang bukan kearah keterampilan yah, tapi saya berkaca dengan
pengalaman hidup saya kemarin dan saya bagi ke mereka, karna kita disini balik lagi
kita merubah mainset mereka pola pikir mereka karna pola pikir kita bisa dapet dari
pengalaman ya kan, pengalaman kan guru yang paling baik.
10. Apa motivasi anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman
sebaya) ini?
Motivasi saya, ya saya bisa berbagi trik dan intrik bagaimana menyikapi suatu
masalah dengan cara yang baik positif dan benar, kita yang disini cari kan winwin
solution
11. Upaya apa saja yang dilakukan oleh anda untuk membantu teman sebaya anda agar
teman sebaya anda bertingkah laku lebih baik terhadap teman sebaya yang lainnya?
Saya pertama tegor, sindir, dan blash marah ya kan, kalo semua itu gak bisa kita
punya tritment-tritmen khusus sendiri, tritment-tritment khususlah pokonya tritment
ini mengarahkan mereka ke kebersamaan karna kita semua disini punya gimana ya
bisa dibilang motto ya kan all for one one for all disini
12. Selama mengikuti Peer Counselor (konseling teman sebaya), ada atau tidak keinginan
untuk mengkonsumsi NAPZA?
Eeee itu sebenernya balik lagi suggesti ya namanya suggesti ngga bisa ilang tetep ada.
13. Bagaimana keadaan anda sebelum dan sesudah menjalani proses Peer Counseling
(konseling teman sebaya) atau rehabilitasi?
Kalo saya sih banyak yang udah saya dapet disini, bagaimana caranya kita
menghindari gitu loh, bagaimana caranya kabur istilahnya kan, kalo ada yang begitu-
gitu disini diajarin semua trik intriknya.
14. Apa tujuan anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman
sebaya)?
Jawab: tujuan saya untuk pulih
15. Hambatan/kendala apa yang anda rasakan selama menjalani Peer Counselor ini?
Jawab: engga ada
16. Manfaat apa yang telah dicapai dalam peer counselor oleh PSPP “Galih Pakuan-
Bogor”?
Yang bisa kita dapat disini sebenarnya kepercayaan, kepercayaan dari luar
sana baik itu dari keluarga atau di lingkungan masyarakat karna dalam note gimana ya
karna dalam pola pikir orang kalau kita udah di rehab berarti kita udah bener, itu kan
salah satu cara kita buka jalan kita untuk kembali ke mereka dengan baik.
Nama : sukma
Jabatan : Spacial funtion
Tanggal Wawancara : 16 Mei 2014
Pukul : 13.00-13.44 WIB
Tempat Wawancara : Saung primary 1
1. Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA?
Awalnya saya coba-coba aja gitu
2. Sejak kapan dan sudah berapa lama anda mengkonsumsi NAPZA?
Pas lulus STM dari mulai tahun 1998-2013
3. Jenis NAPZA apa saja yang anda pakai?
Minum alkohol, ganja, putau
4. Selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman sebaya), bagaimana
respon anda?
Yaaa memberi feed back, motivasi-motivasi aja gitu
5. Selama mengikuti kegiatan Peer counseling (konseling teman sebaya), apakah
pengaruh positif/negatif yang anda terima?
Positif-positif aja
6. Bagaimana anda memperhatikan dan membantu teman-teman anda yang lain?
Yaa lebih perhatian aja kalo engga ya di tegor aja gitu untuk menjadi lebih baik
7. Apakah hubungan anda dengan teman-teman anda yang lain baik-baik saja dalam hal
berkomunikasi?
Awal ada, sekarang sih baik-baik aja ya
8. Keterampilan apa saja yang anda miliki untuk memberi arahan/motivasi terhadap
teman sebaya anda yang lain?
Ga ada yang di dapat di sini yang kita kasih
9. Apa motivasi anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman
sebaya) ini?
Untuk pulih
10. Selama mengikuti Peer Counseling (konseling teman sebaya), ada atau tidak
keinginan untuk mengkonsumsi NAPZA?
Kadang masih ada
11. Upaya apa saja yang dilakukan oleh anda untuk membantu teman sebaya anda agar
teman sebaya anda bertingkah laku lebih baik terhadap teman sebaya yang lainnya?
Untuk membangun diri, membangun untuk maju
12. Selama mengikuti Peer Counselor, ada atau tidak keinginan untuk mengkonsumsi
NAPZA?
Kadang masih ada
13. Bagaimana keadaan anda sebelum dan sesudah menjalani proses Peer Counseling
(konseling teman sebaya) atau rehabilitasi?
Sebelum itu ngerasa gundah, susah tidur ya gitu aja, dan kalo sesudahnya jadi merasa
lebih baik aja sama membuka pikiran juga
14. Apa tujuan anda selama mengikuti kegiatan Peer Counseling (konseling teman
sebaya)?
Line up
15. Hambatan/kendala apa yang anda rasakan selama menjalani Peer Counselor ini?
Mau home life, dan membahagiakan orang tua
16. Manfaat apa yang telah dicapai dalam peer counselor oleh PSPP “Galih Pakuan-
Bogor”?
Lebih ke apa ya, bisa merasa lebih baik aja
Top Related