PERAN GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
DALAM MENANAMKAN NORMA KESOPANAN TERHADAP
SISWA KELAS VII-B (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah
6 Surakarta Tahun Pelajaran 2018/2019)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh:
DIDIK NOTO LAKSONO
A220150024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PERAN GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
DALAM MENANAMKAN NORMA KESOPANAN TERHADAP SISWA
KELAS VII-B (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah 6 Surakarta
Tahun Pelajaran 2018/2019)
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
DIDIK NOTO LAKSONO
A220150024
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Dra. Sundari, S.H., M.Hum
NIK. 151
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PERAN GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
DALAM MENANAMKAN NORMA KESOPANAN TERHADAP SISWA
KELAS VII-B (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah 6 Surakarta
Tahun Pelajaran 2018/2019)
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
DIDIK NOTO LAKSONO
A220150024
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta
pada hari Senin, 29 Juli 2019 dan dinyatakan telah memenuhi syarat.
Dewan Penguji
1. Dra. Sundari, S.H., M.Hum. ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Dr. Ahmad Muhibbin, M.Si ( )
(Anggota 1 Dewan Penguji)
3. Dra. Sri Gunarsih, S.H., M.H. ( )
(Anggota 2 Dewan Penguji)
Dekan,
Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum
NIDN. 0028046501
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka
akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 17 Juli 2019
Penulis
DIDIK NOTO LAKSONO
A220150024
1
PERAN GURU PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
DALAM MENANAMKAN NORMA KESOPANAN TERHADAP
SISWA KELAS VII-B (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah
6 Surakarta Tahun Pelajaran 2018/2019)
Abstrak
Penelitian ini betujuan untuk mendeskripsikan peran guru Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan dalam menanamkan norma kesopanan terhadap siswa kelas
VII-B di SMP Muhammadyah 6 Surakarta tahun pelajaran 2018/2019. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu obervasi, wawancara dan dokumentasi.
Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber pengumpulan data dan
triangulasi teknik pengumpulan data. Analisis data yang digunakan adalah model
alir yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran guru
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam menanamkan norma
kesopanan terhadap siswa kelas VII-B di SMP Muhammadyah 6 Surakarta tahun
pelajaran 2018/2019 dilakukan dengan cara pembiasaan, pemberian nasehat,
bimbingan, arahan, motivasi dan masukan terhadap peserta didik tersebut, selain
itu juga melalui kegiatan among siswa pada pagi hari. Kendala yang dihadapi oleh
guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam mewujudkan perannya
yaitu terdapat siswa sulit dibimbing dan diberi masukan, peserta didik tersebut
mengulang perbuatan itu lagi dikemudian hari, selain itu juga faktor keluarga dari
masing-masing siswa. Solusi dalam mengatasi kendala peran guru Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dalam menanamkan norma kesopanan yaitu
dengan cara memberi peringatan jika peserta didik tetap tidak mau untuk bersikap
sopan maka guru akan memberi nilai yang jelek bahkan tidak akan menaikkan
kelas.
Kata kunci: Peran guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Norma
kesopanan, Siswa.
Abstract
This study aims to describe the role of the teacher of Pancasila and Citizenship
Education in instilling courtesy norms for students of class VII-B in Surakarta 6th
Muhammadiyah Middle School in the academic year 2018/2019. This study uses
a qualitative approach. Data collection techniques used in this study were
observation, interviews and documentation. The validity of the data uses
triangulation of data collection sources and triangulation of data collection
techniques. Analysis of the data used is a flow model that includes data collection,
data reduction, data presentation and conclusion or verification. The results of this
study indicate that the role of the teacher of Pancasila and Citizenship Education
in instilling courtesy norms for students of class VII-B in Surakarta 6th
Muhammadiyah Middle School in the academic year 2018/2019 is done by
habituating, giving advice, guidance, direction, motivation and input to these
students , besides that also through activities among students in the morning.
Constraints faced by the teachers of Pancasila and Citizenship Education in
2
realizing their role are that there are difficult students to be guided and given
input, these students repeat the action again in the future, besides that it is also the
family factor of each student. The solution to overcoming the constraints of the
role of teachers of Pancasila and Citizenship Education in instilling modesty
norms is by giving a warning if students still do not want to be polite, the teacher
will give a bad grade and will not even raise the class. Keywords: Teacher's role in Pancasila and Citizenship Education, Norma
courtesy, student.
1. PENDAHULUAN
Tugas dan peran guru saat ini semakin berat seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi yang semakin pesat. Guru sebagai komponen utama
dalam dunia pendidikan di tuntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang baik di
masyrakat maupun sekolah. Gurulah yang berhadapan langsung dengan peserta
didik di kelas, maka pendidik lah yang akan menghasilkan peserta didik yang
berkualitas, baik secara akademik, skill (keahlian), kematangan emosional, dan
moral serta spiritual (Kunandar, 2014: 37-40).
Menurut Ahmadi sebagaimana dikutip Suharyanto (2013: 194), “peranan
adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap cara individu untuk berbuat
dan bersikap dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosial”. Terkait
perngertian peran Fauzi, dkk (2013: 3) menyatakan:
Pengertian peran adalah sebuah kegiatan yang dilakukan karena adanya
sebuah keharusan maupun tuntutan dalam sebuah profesi atau berkaitan
dengan keadaan dan kenyataan. Jadi peran merupakan perilaku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang yang sesuai dengan
kedudukannya dalam suatu sistem.
Guru merupakan sosok orang yang rela mencurahkan sebagian besar
waktunya untuk mengajar serta mendidik siswa (Naim, 2009: 1). Menurut
Sardiman (2016: 125), “Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam
proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam pembentukan sumber daya
manusia yang potensial dibidang pembangunan”. Menurut Syah (2014: 254), guru
merupakan tenaga pendidik yang mempunyai tugas utama mengajar, dalam arti
mengembangkan ranah cipta, rasa dan karsa peserta didik. Menurut Lanier (2015)
3
sebagaimana dikutip oleh Xhemajli (2016: 33), bahwa tugas terpenting dari
seorang guru adalah sebagai berikut.
According to Lanier (2015), the most important task of the teacher is to
make effort to enable well understandable teaching experience, which
enables the pupils to resolve problems from the real life and demonstrate
that they have learned great ideas, acquired good capabilities and fulfil the
laws of the mind and the heart, complying with educational standards.
Menurut Sadirman (2016: 144), terdapat beberapa peranan guru dalam
kegiatan pembelajaran sebagai berikut:
a. Informator, guru dalam hal ini sebagai pelaksana cara mengajar informatif,
laboratorium, studi lapangan serta sumber informasi dalam kegiatan baik
adakademik maupun umum.
b. Organisator, dalam hal ini peran guru adalah sebagai pengelola kegiatan
akademik, silabus, workshop, dan jadwal pelajaran.
c. Motivator, peran guru sebagai motivator bertujuan meningkatkan kegairahan
dan pengembangan kegiatan belajar peserta didik.
d. Pengarah atau Direktor, dalam hal ini guru harus dapat membimbing serta
mengarahkan peserta didik dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru dalam hal ini berperan sebagai pencetus ide-ide kreatif yang
dapat menjadi contoh bagi siswa dalam proses pembelajaran.
f. Transmitter, guru berperan selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan
pengetahuan.
g. Fasilitator, guru mempunyai peran dalam memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam proses pembelajaran.
h. Mediator, dalam hal ini guru berperan sebagai penengah dalam kegiatan
pembelajaran.
Menurut Yudia, Arianto dan Solihatin (2013: 1), Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan ialah mata pelajaran yang berisi tentang nilai-nilai pancasila
dengan tujuan untuk membentuk kepribadian peserta didik. Menurut Sukarno
(2015: 7), “Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk menjadikan warga
negara yang baik dan mampu mendukung bangsa dan negara”. Menurut Kaelan
dalam Warsito (2012: 23), tujuan Pendidikan Pancasila sebagai berikut:
4
a. Menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan untuk mengambil sikap
bertanggungjawab sesuai hati nuraninya.
b. Menghasikan peserta didik yang memiliki kemampuan untuk mengenali
masalah hidup, kesejahteraan dan cara-cara pemecahannya.
c. Menghasikan peserta didik yang mampu mengenali perubahan-perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d. Menghasikan peserta didik yang memiliki kemampuan untuk memaknai
peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan
Indonesia.
Norma merupakan suatu petunjuk mengenai tingkah laku yang harus
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu (Mahendra,
2015: 23). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana dikutip oleh
Sukarno (2015: 28), pengertian norma adalah sebagai berikut:
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam
masyarakat dipakai sebagai panduan tatanan dan pengendali tingkah laku
yang sesuai dan diterima: setiap masyarakat harus menaati peraturan yang
berlakut.
Menurut Mahendra (2015: 23), norma dalam perwujudannya terdiri dari
norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, norma hukum dan norma
sosial. Menurut Mahendra (2015: 23), terdapat sanksi terhadap pelanggar norma
sebagai berikut:
a. Norma agama, sanksinya langsung dari Tuhan.
b. Norma kesusilaan, sanksinya berupa rasa malu dan menyesal terhadap dirinya
sendiri.
c. Norma kesopanan, sanksinya dikucilkan dalam pergalam masyarakat.
d. Norma hukum, sanksinya berupa penjara atau kurungan yang dipaksakan oleh
alat negara.
Sopan merupakan suatu yang mengisyaratkan adanya rasa hormat dan
penghargaan kepada hal-hal yang baik (Aziz, 2012: 19). Perilaku sopan santun
merupakan unsur penting dalam kehidupan bersosialisasi sehari-hari bagi setiap
orang, karena dengan menunjukkan sikap sopan santunlah, seseorang dapat
dihargai dan disenangi dengan keberadaannya sebagai makhluk sosial (Suryani,
5
2017: 115). Menurut Sukarno (2015: 30), “norma kesopanan adalah peraturan
hidup yang timbul dari hasil pergaulan kelompok itu”.
Menurut Suryani (2017: 119), terdapat beberapa indikator sopan santun
dalam berbicara sebagai berikut:
a. Berbicara tidak lantang atau keras.
b. Tidak berkata kotor.
c. Tidak menyela pembicaraan.
d. Bersikap baik ketika berbicara dengan teman.
e. Menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Menurut Elkabumaini dan Ruhyana (2016: 55), indikator norma kesopanan adalah
sebagai berikut:
a. Sering berperilaku baik dan sopan kepada orang lain.
b. Sering berperilaku sopan santun kepada guru.
c. Sering berperilaku sopan santun kepada saudara dan teman.
d. Menghindarkan diri dari perilaku yang tidak sopan.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa indikator norma
kesopanan dalam penelitin ini adalah sebagai berikut:
a. Berperilaku sopan kepada guru.
b. Berbicara dengan bahasa yang baik kepada guru dan orang lain.
c. Berperliku baik ketika diajak berbicara oleh guru dan orang lain.
d. Bertegur sapa dengan baik kepada guru dan orang lain.
e. Tidak menyela atau memotong pembicaraan orang lain.
2. METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena data disajikan dalam
bentuk kata-kata. Penelitian kualitiatif adalah metode yang berlandaskan atau
berdasar pada filsafat postpositivisme dan digunakan untuk meneliti kondisi objek
yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci (Sugiono, 2017: 15).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu obervasi,
wawancara dan dokumentasi.
6
Sukandarrumdi (2006: 69), menyatakan bahwa observasi adalah
pengamatan dan pencatatan suatu objek terhadap sistematika fenomena yang
diselidiki. Menurut Moleong (2007: 186), “wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Dokumen merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu, dapat berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental
dari seseorang (Sugiono, 2017: 329).
Penelitian ini menerapkan dua dari tiga bentuk triangulasi. Trianggulasi
yang diterapkan yaitu trianggulasi sumber data dan trianggulasi teknik
pengumpulan data. Analisis data yang diguanakan adalah model alir yang
meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa teknik pengumpulan data yaitu
observasi, wawancara dan dokumentasi. Guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan mempunyai peran yang penting dalam menanamkan perilaku
sopan terhadap peserta didik. Fokus penelitian ini membahas mengenai peran
guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam menanamkan norma
kesopanan terhadap siswa kelas VII-B di SMP Muhammasiyah 6 Surakarta.
Peran guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam menanamkan
norma kesopanan terhadap siswa kelas VII-B dapat dilihat dari kegiatan yang
dilakukan oleh guru dalam membiasakan siswa untuk bersikap sopan baik
terhadap guru, kepala sekolah, karyawan serta teman-temannya. Kegiatan tersebut
adalah membiasakan siswa untuk beribacara menggunakan bahasa yang baik
terhadap guru, melaksanakan praktek tentang cara berbuat sopan saat materi
norma dan keadilan serta pembiasaan sapa dan salam dengan guru setiap pagi.
Peran guru Pancasila dan Kewarganegaraan sudah sangat baik karena secara
umum siswa kelas VII-B telah bersikap sopan, kemudian ketika guru melihat
siswa yang kurang sopan maka dipanggil satu-satu untuk dinasehati. Peran guru
7
dalam hal ini adalah sebagai pengarah atau direktor, bahwa guru harus dapat
membimbing serta mengarahkan peserta didik dalam proses pembelajaran sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
Bentuk peran guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam
menanamkan norma kesopanan kepada siswa khusunya dalam berbicara yaitu
dengan nasehat, bimbingan, arahan dan pembiasaan serta motivasi. Guru
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran telah melakukan perannya dengan
baik terkait penanaman norma kesopanan terhadap siswa khususnya kelas VII-B.
Upaya yang telah dilkukan oleh guru pendidikan pancasila dan kewarganegaran
sesuai dengan peran pendidik sebagai motivator yaitu peran guru yang bertujuan
meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar peserta didik. Peran
dari guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan terkait pembiasakan siswa
untuk berperliku baik ketika diajak berbicara oleh guru dan orang lain adalah
diberi masukan-masukan bahwa perilaku yang seperti itu tidak boleh walaupun
dengan guru yang masih muda.
Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mempunyai
tanggungjawab dalam penanaman sikap sopan santun siswa. Namun, usaha guru
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam menanamkan norma
kesopanan terhadap siswa mendapatkan beberapa kendala yang menghambat
terwujudnya peran tersebut. Kendala yang dihadapi oleh guru Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dalam perannya menanamkan norma kesopanan
pada siswa kelas VII-B yaitu terdapat siswa sulit dibimbing dan diberi masukan,
peserta didik tersebut mengulang perbuatan itu lagi dikemudian hari.
Peran guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam menanamkan
norma kesopanan terhadap siswa kelas VII-B di SMP Muhammadiyah 6 surakarta
tahun pelajaran 2018/2019 mendapat beberapa kendala atau hambatan, namun
masih ada solusi dalam mengatasi hal tersebut. Solusi dalam mengatasi siswa
yang kurang sopan di kelas VII-B SMP Muhammadiyah 6 Surakarta tahun
pelajaran 2018/2019 adalah dengan cara memberi peringatan jika peserta didik
tetap tidak mau untuk bersikap sopan maka guru akan memberi nilai yang jelek
bahkan tidak akan menaikkan kelas. Cara tersebut sangat tepat untuk digunakan
8
karena dengan siswa takut nilainya jelek atau tidak naik kelas maka peserta didik
tersebut akan mematuhi nasehat guru.
4. PENUTUP
Berdasarkan kajian teori dan data yang diperoleh di lapangan dapat disimpulkan
sebagai berikut: Peran guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam
menanamkan norma kesopanan. Peran guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam menanamkan norma kesopanan terhadap siswa kelas
VII-B di SMP Muhammadyah 6 Surakarta tahun pelajaran 2018/2019 dengan cara
pembiasaan, pemberian nasehat, bimbingan, arahan, motivasi dan masukan
terhadap peserta didik tersebut, selain itu melalui kegiatan among siswa pada pagi
hari. kegiatan among siswa ini bahwa peserta didik yang belum berjabat tangan
dengan guru dan mengucap salam tidak diperbolehkan masuk. Kendala dalam
menanamkan norma kesopanan. Kendala yang dihadapi oleh guru Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dalam mewujudkan perannya yaitu terdapat
siswa sulit dibimbing dan diberi masukan, peserta didik tersebut mengulang
perbuatan itu lagi dikemudian hari, selain itu juga faktor keluarga dari masing-
masing siswa. Solusi dalam mengatasi peran guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam menanamkan norma kesopanan. Solusi untuk mengatasi
kendala dalam menanamkan norma kesopanan yaitu dengan cara memberi
peringatan jika peserta didik tetap tidak mau untuk bersikap sopan maka guru
akan memberi nilai yang jelek bahkan tidak akan menaikkan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Hamka Abdul. 2012. Karakter Guru Profesional. Jakarta Selatan: Al-
mawardi Prima.
Elkabumaini, Nasin dan Rahmat Ruhyana. 2016. Panduan Implementasi
Pendidikan Budi Pekerti. Bandung: Yrama Widya.
Fauzia, Fadil Yudia, Ismail Arianto dan Etin Solihatin. 2013. “Peran Guru
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam Upaya Pembentukan
Karakter Peserta Didik”. Jurnal PPKn UNJ (Online). (https://s3.amazona-
ws.com/academia.edu.documents/32881263/PERAN-GURU-PENDIDI-
KAN-PANCASILA-DAN-KEWARGANEGARAAN-DALAM-UPAYA-
9
PEM- BENTUKAN-KARAKTER-PESERTA-DIDIK2 .pdf, diakses pada
hari Rabu tanggal 3 April 2019 pukul 13.00 WIB).
Kunandar. 2014. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Mahendra, Putu Ronny Angga. 2015. “Pancasila sebagai Etika Politik”. Jurnal
Kajian Pendidikan Widya Accarya FKIP Universitas Dwijendra (Online).
(http://ejournal.undwi.ac.id/index.php/widyaaccarya/article/download/229/1
97, diakses pada hari Kamis tanggal 21 Maret 2019 pukul 19.11 WIB).
Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Naim, Ngainun. 2009. Menjadi Guru Inspiratif. Yoyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharyanto, Agung. 2013. “Peranan Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Membina Sikap Toleransi Antar Siswa”. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan
Sosial Politik. (http://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma/article/view/563/403,
diakses pada hari Rabu tanggal 3 April 2019 pukul 13.22 WIB).
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kulaitatif
dan R & D. Bandung: Cv. Alfabeta.
Sukandarrumidi. 2006. Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sukarno. 2015. Paradigma Baru Pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Suryani, Lilliek. 2017. “Upaya Meningkatkan Sopan Santun Berbicara dengan
Teman Sebaya melalui Bimbingan Kelompok”. Jurnal Mitra Pendidikan
(Online).(https://e-jurnalmitrapendidikan.com/index.php/ejmp/article/view/-
28/11, diakses pada hari Senin tanggal 18 November 2018 pukul 20.32
WIB).
Syah, Muhibbin. 2014. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Warsito. 2012. Pendidikan Pancasila Era Reformasi. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Xhemajli, Arbona. 2016. “The Role of The Teacher in Interactive Teaching”.
(IJCRSEE) International Journal of Cognitive Research in Science,
10
Engineering and Education Vol. 4, No.1. Faculty of Philosophy-Pedagogy.
Cyril and Methodius University. Skopje. Macedonia.
Top Related