i
PENGGUNAAN METODE RED FLAGS UNTUK MENDETEKSI
KECURANGAN DALAM PERUSAHAAN
(Studi Terhadap Persepsi Eksternal dan Internal Auditor di Wilayah Jakarta dan
Sekitarnya)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Kartika Aisyah Rahman
NIM: 1111082000049
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Kartika Aisyah Rahman
2. Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 06 Agustus 1994
3. Alamat : Jl. Alternatif Cibubur, Kompleks
Legenda Wisata, Zona Mozart Blok G5
No. 2, Cibubur, Jakarta Timur, 16495
4. Telepon : 0812-8455-6145
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SDN 008 Berau : Tahun 2002 2005
2. SMPN 21 Makassar : Tahun 2005 2008
3. SMA 01 Sejahtera Depok : Tahun 2008 2011
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Tahun 2011 2015
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan
Akuntansi
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Divisi CCA (Cerdas Cermat Accounting) untuk
Accounting Fair UIN Jakarta 2013 (Tahun 2012 2013)
2. 1st Winner for Accounting Debate Competition in UIN Jakarta
Accounting Fair 2014
mailto:[email protected]
vii
IV. PENGALAMAN KERJA
1. Accounting Freelancer in PT Mitra Handal Mandiri (General Contractor)
April Juni 2012
2. Owner in Missjung Online Shop September 2011 - sekarang
3. Social Media Content Planner in Unltd Indonesia
November 2014 April 2015
4. Research Assistant for Doctoral Student of Padjajaran University
Oktober 2014 sekarang
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Ir. Abdul Rahman NK
2. Ibu : Nengzih, SE.,M.Si.,Ak.,CA.
3. Anak ke : 1 dari 2 Bersaudara
viii
PENGGUNAAN METODE RED FLAGS UNTUK MENDETEKSI
KECURANGAN DALAM PERUSAHAAN
(Studi terhadap Persepsi Eksternal dan Internal Auditor di Jakarta dan
Sekitarnya)
ABSTRAK
Penelitian ini menguji bagaimana perbedaan persepsi eksternal dan internal
auditor di Jakarta dan sekitarnya terhadap efektivitas metode red flags untuk
mendeteksi kecurangan dalam perusahaan. Responden dalam penelitian ini adalah
auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik, BUMN, Institusi Negara, dan beberapa
perusahaan swasta. Jumlah auditor yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak
94 auditor. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dan
metode penelitian yang digunakan adalah Independent Sample T-test.
Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan persepsi di beberapa indikator red
flags yang terbagi atas 4 dimensi red flags, dimana eksternal auditor secara keseluruhan
menilai red flags lebih efektif untuk mendeteksi kecurangan di perusahaan.
Kata kunci: red flags, fraud diamond, eksternal auditor, internal auditor
ix
THE USE OF RED FLAGS METHOD TO DETECT FRAUD WITHIN THE
COMPANIES
(Study on the Perception of External and Internal Auditor in Jakarta and Its
Surrounding Areas)
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine how differences in the perception of the
external and internal auditors in Jakarta and its surrounding areas on the effectiveness
of red flags method to detect fraud within the company. Respondents in this study are
the auditors who work in public accounting firm, state-owned enterprises, state
institutions, and several private companies. Number of auditors sampled in this study
were 94 auditors. The sampling method for this study is purposive sampling, and the
research method used for this study is independent sample T-test.
The results of this study showed that there are differences in the perception of
red flags in some of its indicators which divided into four dimensions of red flags. This
study also find that overall external auditors assessed the red flags more effectively to
detect fraud within the company.
Keywords: red flags, fraud diamond, external auditor, internal auditor
x
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang
telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Penggunaan Metode Red Flags Untuk Mendeteksi
Kecurangan Dalam Perusahaan (Studi terhadap Persepsi Eksternal Auditor dan
Internal Auditor di Jakarta dan Sekitarnya) dengan baik. Skripsi ini disusun
dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan,
bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam
penyelesaian skripsi ini, kepada:
1. Mama yang tersayang dan tercinta, yang selalu mencurahkan perhatian, cinta dan
sayang, saran, kritikan, dukungan serta doa yang tertuju untukku.
2. Bapak yang tersayang, terimakasih atas semua masukan, saran, dorongan dan kritik,
perhatian dan doanya yang tidak pernah putus.
3. Adikku Hazairin yang tersayang, yang terkadang menyusahkan tapi selalu
membantu dan menemaniku ketika susah dan gembira.
4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE.,MM., Ak selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Dr. Amilin, M.Si.,Ak.,CA.,QIA.,BKP selaku Dosen Pembimbing Skripsi I
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan
dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah
Bapak berikan selama ini.
7. Ibu Reskino, SE., M.Si.,Ak.,CA selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
tersayang, yang telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian, membimbing
xi
dan memberikan pengarahan kepada penulis. Terima kasih atas semua saran dan
pembelajaran yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai
terlaksananya sidang skripsi.
8. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
9. Akuntansi B UIN 2011, teman terbaik, terimakasih atas memori empat tahun kita
bersama-sama menghadapi kehidupan kampus yang penuh warna. Semoga kita
semua mencapai kesuksesan di masa depan.
10. Seluruh teman-temanku UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2011, terima
kasih atas doa, semangat dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini,
semoga kita semua meraih kesuksesan yang diinginkan, amin.
11. Ka iyan, Amanah, Yudho, Fakhri, Eva, terimakasih banyaaaak atas semuanya, you
guys are definitely the best!
12. Yang jauh di Birmingham, terimakasih atas semua perhatian, doa dan saran serta
kritikannya yang walaupun seringkali pedas, tapi sebenarnya masuk akal semua,
haha.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Mei 2015
Kartika Aisyah Rahman
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................... i
Lembar Pengesahan Skripsi .................................................................................. ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ............................................................. iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ........................................................................ iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .......................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................... vi
Abstract...viii
Abstrak .................................................................................................................. ix
Kata Pengantar ...................................................................................................... x
Daftar Isi................................................................................................................ xii
Daftar Tabel .......................................................................................................... xi
Daftar Gambar ....................................................................................................... xv
Daftar Lampiran .................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 12
1. Tujuan Penelitian ........................................................................... 12
2. Manfaat Penelitian ......................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 14
A. Tinjauan Literatur ................................................................................ 14
1. Fraud Triangle Theory ................................................................. 14
2. Fraud Diamond Theory ................................................................ 17
3. Jenis jenis Auditor ..................................................................... 20
4. Red Flags ..................................................................................... 21
5. Fraud (Kecurangan) ...................................................................... 23
xiii
B. Keterkaitan antar Variabel dan Perumusan Hipotesis .......................... 27
1. Persepsi eksternal dan internal auditor terhadap
efektivitas red flags untuk mendeteksi kecurangan ........................ 27
C. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu .......................................................... 29
D. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 35
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 35
B. Metode Pemilihan Sampel ................................................................. 35
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 36
D. Metode Analisis Data ......................................................................... 38
1. Statistik Deskriptif ........................................................................ 38
2. Uji Kualitas Data .......................................................................... 38
a. Uji Reliabilitas ................................................................... 38
b. Uji Validitas ....................................................................... 39
3. Uji Normalitas Data ...................................................................... 40
4. Uji Hipotesis ................................................................................ 40
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 49
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................... 49
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ........................................................... 54
C. Pembahasan ........................................................................................ 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 72
A. Kesimpulan ........................................................................................ 72
B. Implikasi ............................................................................................. 76
C. Keterbatasan ....................................................................................... 77
D. Saran ................................................................................................... 78
xiv
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79
LAMPIRAN ......................................................................................................... 83
xv
DAFTAR TABEL
NO. KETERANGAN HALAMAN
1.1 Kasus Penyimpangan Akuntansi di Indonesia ......................................... 2
1.2 10 Penyimpangan Akuntansi Besar di Dunia ........................................... 5
2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ............................................................. 29
3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ....................................................... 47
4.1 Data Sampel Penelitian ........................................................................... 50
4.2 Distribusi Sampel Penelitian ................................................................... 50
4.3 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Auditor .................... 52
4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jabatan Auditor ................. 52
4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Audit ............. 53
4.6 Hasil Uji Statistik Deskriptif .................................................................... 54
4.7 Hasil Uji Validitas Opportunity ............................................................... 56
4.8 Hasil Uji Validitas Pressure ..................................................................... 56
4.9 Hasil Uji Validitas Rationalization .......................................................... 57
4.10 Hasil Uji Validitas Capability .................................................................. 57
4.11 Hasil Uji Reliabilitas ................................................................................ 58
4.12 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ............................................. 59
4.13 Hasil Uji Hipotesis untuk Dimensi Opportunity ...................................... 60
4.14 Hasil Uji Hipotesis untuk Dimensi Pressure ........................................... 62
4.15 Hasil Uji Hipotesis untuk Dimensi Rationalization ................................. 63
4.16 Hasil Uji Hipotesis untuk Dimensi Capability ......................................... 64
xvi
DAFTAR GAMBAR
NO. KETERANGAN HALAMAN
2.1 Tiga Elemen Fraud Triangle Theory .......................................................... 15
2.2 Empat Elemen Fraud Diamond Theory ...................................................... 18
2.3 Skema Kerangka Pemikiran ........................................................................ 33
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran - Lampiran ............................................................................................ 83
Surat Penelitian Penyebaran Kuesioner ................................................................ 84
Surat Keterangan Dari Responden ........................................................................ 87
Kuesioner Penelitian ............................................................................................. 92
Jawaban Responden .............................................................................................. 93
Hasil Pengujian Instrumen Penelitian ................................................................... 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Owojiri dan Asaolu (2009: 183) menyebutkan fakta bahwa banyak bisnis
menghadapi kebangkrutan karena tekanan ekonomi dan konsekuensi akibat
pengawasan karyawan yang kurang memadai yang kemudian meningkatkan risiko
terjadinya kecurangan (fraud) setiap harinya. Ozkul dan Pektekin (2009: 59) juga
menambahkan penggunaan teknologi dalam akuntansi dan sulitnya mengendalikan
kecurangan yang muncul dari media elektronik menjadikan risiko terjadinya
kecurangan dalam perusahaan menjadi semakin tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh ACFE (Association of Certified Fraud
Examiners) dalam Widjaja (2011) menunjukkan bahwa 58% dari total kasus
kecurangan yang dilaporkan dilakukan oleh karyawan perusahaan pada tingkat
manajerial, 36% dilakukan oleh manajer perusahaan tanpa melibatkan pihak lain
(stand-alone fraudster) dan 6% sisanya dilakukan oleh manajer melalui kolusi bersama
karyawan perusahaan. Koroy (2008) lalu menambahkan bahwa dari keseluruhan kasus
kecurangan yang terjadi, jenis kecurangan yang paling banyak terjadi adalah asset
misappropriations sebesar 85%, yang kedua adalah kasus kecurangan jenis korupsi
dengan presentase sebesar 13%, sisanya adalah kasus kecurangan dalam laporan
keuangan (fraudulent statements).
2
Kasus kecurangan di perusahaan - perusahaan dalam satu dekade terakhir,
diantaranya Enron dan Worldcom di Amerika Serikat menyebabkan kerugian besar di
pasar modal.
Tabel 1.1
Kasus Penyimpangan Akuntansi di Indonesia
No Nama Perusahaan Tuduhan Kasus Kecurangan
1. PT Kimia Farma Tbk
(2001)
Kementerian BUMN dan pemeriksa Bapepam
(Bapepam, 2002) menemukan indikasi adanya
salah saji dalam laporan keuangan yang
mengakibatkan overstatement net profit untuk
periode berakhir 31 Desember 2001 sebesar 32,7
miliar dimana 24,7% adalah dari net profit dan
2,3% berasal dari penjualan
(Koroy, 2008) Salah saji ini terjadi dengan
melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3
unit usaha, dan kemudian mengelembungkan
harga persediaan pada unit distribusi PT Kimia
Farma Tbk. Manajemen PT Kimia Farma Tbk
melakukan pencatatan ganda atas penjualan 2
unit usaha, pencatatan ganda dilakukan pada unit
unit yang tidak termasuk dalam sampling yang
diambil auditor eksternal
2. PT Kereta Api Indonesia
(2005)
Piutang PPN per 31 Desember 2005 senilai Rp 95,2
M, menurut Komite Audit harus dicadangkan
penghapusannya pada tahun 2005 karena diragukan
kolektibilitasnya, tetapi tidak dilakukan oleh
manajemen dan tidak dikoreksi oleh auditor.
Saldo beban yang ditangguhkan per 31 Desember
2005 sebesar Rp 6 M yang merupakan penurunan
nilai persediaan tahun 2002 yang belum di
amortisasi, menurut Komite Audit harus dibebankan
sekaligus pada tahun 2005 sebagai beban usaha.
Berkaitan dengan pengalihan persediaan suku cadang
RP 1,4 M yang dialihkan dari satu unit kerja ke unit
kerja lainnya di lingkungan PT KAI yang belum
selesai proses akuntansinya per 31 Desember 2005,
menurut Komite Audit seharusnya telah menjadi
beban tahun 2005.
3
3. PT Sari Husada (2005) Terjadi indikasi praktek insider trading yang
dilakukan oleh direksi Sari Husada. Akar dari kasus
ini adalah ketika manajemen Sari Husada
mengeluarkan kebijakan ESOP (Empoyee Stock
Option Program, yaitu kebijakan penjualan saham
perusahaan kepada karyawan dengan harga yang
lebih murah) sebesar 5% (94 juta lembar) dari
keseluruhan sahamnya. Saham dari ESOP yang
seharusnya dibeli oleh karyawan, malah mayoritas
dibeli pihak komisaris, direksi, dan manajer senior
(dengan rincian 3 komisaris (44,8%), 5 direksi
(42,5%), dan para manajer (12,7%)
4. Citibank Indonesia (2011) Terjadi praktik kecurangan yang dilakukan oleh Relationship Manager kepada nasabah A-List
Citibank. Masalah berakar dari pelaku yang
mendapat kepercayaan dari para nasabah yang
kemudian disalahgunakan. Kerugian nasabah
diperkirakan 17 miliar lebih.
Sumber: Martin, Michael, Journal of Business Cases and Applications, 2011.
Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan
keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi salah saji (misstatement) yang
material dan memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen
terhadap aktiva perusahaan (Koroy, 2008:1). Perusahaan kemudian mengandalkan
auditor eksternal maupun internal untuk memberikan keyakinan pada pemegang saham
dan calon investor bahwa laporan keuangan yang dibuat adalah laporan keuangan yang
relevan dan dapat dipercaya. Untuk itu, dibutuhkan kemampuan, integritas, dan
independensi yang tinggi, karena jika hasil audit terbukti salah dan ditemukan indikasi
kecurangan, maka kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor bisa berangsur -
angsur hilang.
4
Selain itu, bila seorang auditor tidak mampu mendeteksi kecurangan yang terjadi
dalam perusahaan melalui pelaporan keuangan yang materil, dapat dipastikan pihak
perusahaan dan pemegang saham akan merugi. Menelisik kembali di tahun tahun
sebelumnya, banyaknya variasi kecurangan dan skandal skandal manipulasi atas
laporan keuangan perusahaan tak pelak mendatangkan persepsi negatif kepada para
akuntan publik maupun internal. Kecurangan dan skandal manipulasi yang besar
memang biasanya hanya terjadi pada perusahaan dengan skala besar.
Fakta ini sesuai dengan pernyataan Thomas dan Gibson, dan
PricewaterhouseCoopers (2003) bahwa bisnis yang lebih besar lebih mungkin
mengalami tindakan kejahatan ekonomi, namun tindakan kecurangan mungkin lebih
mahal untuk usaha kecil. Selain itu, kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan
kecurangan melampaui kerugian keuangan langsung. Kerusakan tersebut termasuk
merugikan hubungan eksternal bisnis, semangat kerja karyawan, reputasi perusahaan,
dan branding. Bahkan, beberapa efek dari tindakan kecurangan, seperti reputasi
perusahaan yang buruk, dapat memiliki dampak jangka panjang (Pricewaterhouse
Coopers, 2003). Kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan ini skalanya cukup
bervariasi, mulai dari pemalsuan informasi di laporan keuangan, konspirasi yang
terjadi antara manajemen dan akuntan publiknya sendiri, dan lain lain. Melihat dari
tren penyimpangan yang terjadi selama beberapa tahun ini, penyimpangan akuntansi
yang terjadi lebih banyak pada bentuk manajemen laba yang tidak sah dan opini auditor
eksternal yang tidak benar. Berikut ini disajikan tabel berisi daftar penyimpangan
akuntansi yang terjadi dari tahun 2000 sekarang.
5
Tabel 1.2
10 Penyimpangan Akuntansi Besar di Amerika
No Nama Perusahaan Tuduhan Kasus Kecurangan
1.
Bank of Credit and
Commerce International
(BCCI)
Skandal BCCI adalah salah satu skandal terbesar
dalam sejarah keuangan dengan total kecurangan
sekitar USD 20 milyar lebih. Tuduhan tuduhan lain
yang disangkakan kepada BCCI termasuk
penyuapan, mendukung terorisme, pencucian uang,
penggelapan, menjual teknologi nuklir, dan lain
lain.
2.
Enron Corporation
Hutang dari Enron Corporation disembunyikan dan
keuntungan perusahaan meningkat menjadi lebih dari
USD 1 miliar. Enron Corporation juga menawarkan
suap terhadap pemerintah luar negeri untuk
memenangkan kontrak mereka yang ada di luar
negeri.
3.
WorldCom
Cash Flow perusahaan dinaikkan pada laporan posisi
keuangan dan USD 3.8 miliar dicatat sebagai capital
expenses bukan sebagai operating expenses.
4.
Tyco International
CEO Dennis Kozlowski dan mantan CFO Mark H.
Swartz dituduh melakukan pencurian sebesar USD
600 juta dari perusahaan Tyco International di tahun
2002.
5.
Kanebo Limited
Mendongkrak keuntungan perusaahan sebesar USD
2 miliar selama 5 tahun berturut turut.
6.
Waste Management,Inc
Laba didongkrak naik sekitar USD 1.7 miliar dengan
menaikkan umur manfaat penyusutan untuk property
dan perlengkapan perusahaan tersebut di tahun 2002.
7.
Parmalat
Total utang perusahaan berjumlah lebih dari dua kali
lipat dari total neraca. Tuduhan lainnya adalah
pemalsuan dan kebangkrutan.
8
Health South Corporation
Pemasukan perusahaan dilebihkan sebesar 4700%
dan mendongkrak USD 1.4 miliar agar memenuhi
ekspektasi para investor.
Bersambung di halaman selanjutnya
6
Tabel 1.1 (Lanjutan)
No. Nama Perusahaan Tuduhan Kasus Kecurangan
9.
American International
Group (AIG)
Perusahaan mempertahankan perjanjian dengan
payoff yang menguntungkan, melakukan
kecurangan dalam proses tawar-menawar untuk
kontrak asuransi dan melambungkan nilai neraca
sebesar USD 2.7 miliar di 2005.
10.
Satyam Computer Service
Melambungkan kas dan saldo bank lebih dari USD
1.5 miliar, melakukan overstated pada nilai
piutang, dan melakukan understated pada utang
perusahaan sebesar USD 250 juta yang dilakukan
untuk kepentingan pemilik perusahaan sendiri.
Sumber: The Top 10 Embezzlement Cases in US Modern History by Marquet
Kesimpulan yang dapat diambil dari 10 kasus kecurangan diatas adalah perusahaan
yang terlibat rata rata adalah perusahaan dengan skala nasional dan internasional, dan
sudah melakukan Initial Public Offering (IPO) yang berarti perusahaan harus
mempekerjakan akuntan internal yang bertanggungjawab atas pembuatan laporan
keuangan perusahaan dan auditor independen yang bertanggungjawab atas hasil opini
audit terhadap laporan keuangan perusahaan. Jika oknum dalam perusahaan melakukan
kecurangan, dan tidak terdeteksi oleh auditor, maka publik akan menempatkan
kesalahan pada auditor karena dinilai telah gagal mendeteksi kecurangan yang terjadi.
7
Pandangan ini berlaku tidak hanya pada auditor eksternal namun juga auditor
internal, misalnya jika auditor internal tidak berhasil mendeteksi kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan, maka dewan komisaris adan pemegang
kepentingan akan kehilangan kepercayaannya kepada divisi auditor internal.
Kesimpulannya adalah auditor eksternal dan internal harus berusaha untuk bisa
mendeteksi kecurangan yang terjadi dalam perusahaan dengan menggunakan berbagai
pendekatan, teknik dan metode.
(Moyes, Young dan Faizal, 2013) menyatakan bahwa standar professional tidak
meminta auditor internal untuk berasumsi bahwa tanggung jawab utama mereka adalah
untuk mendeteksi dan melakukan investigasi terhadap kecurangan. Auditor internal
diminta untuk melakukan due professional care dengan mempertimbangkan dan
mengevaluasi probabilitas dari kesalahan yang signifikan atau kecurangan terjadi.
Auditor internal sendiri bertanggungjawab langsung kepada dewan komisaris, komite
audit. Faktor utama yang membedakan kesalahan dan kecurangan adalah kecurangan
terjadi karena tindakan yang disengaja untuk mengakibatkan salah saji material dalam
laporan keuangan suatu perusahaan.
Kecurangan biasanya dipoles sedemikian rupa agar salah saji yang material sulit
untuk ditemukan oleh auditor (SAS 82 Paragraf 31). Untuk itu, auditor perlu untuk
mempertimbangkan kejadian atau fakta yang ada dan menimbulkan indikasi adanya
kecurangan dalam perusahaan. Auditor, dikarenakan sifat alamiah dari pekerjaannya,
tidak bisa menghindar dari fakta bahwa mereka adalah satu dari beberapa pihak yang
mampu mendeteksi terjadinya kecurangan bahkan dari tahap awal proses audit
8
dilaksanakan, namun tanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan tidak hanya
dimiliki auditor.
Manajemen perusahaan juga memiliki tanggungjawab yang tidak berbeda,
dikarenakan fakta bahwa mereka seharusnya bisa mendeteksi kecurangan di dalam
perusahaan melalui pengendalian internal yang diterapkan (Smith dan Baharuddin,
2005). Lain halnya, apabila kecurangan tersebut justru dilakukan oleh manajemen
puncak yang duduk di posisi yang tepat dan memiliki kemampuan untuk melakukan
kecurangan.
Ada beberapa metode, pendekatan dan teknik teknik yang auditor biasa lakukan
dalam usahanya mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan, mulai dari critical
point auditing (CPA), job sensitivity analysis (JSA), analisis vertikal, analisis
horizontal, analisis rasio, red flags, dan sebagainya. Sebagai contoh, critical point
auditing adalah teknik dimana melalui pemeriksaan atas catatan pembukuan, gejala
sebuah kecurangan dapat diidentifikasi. Hasil dari teknik ini berupa gejala atau indikasi
indikasi terjadinya kecurangan, dimana tindakan yang biasanya perusahaan ambil
adalah penyelidikan lebih rinci.
Red flags ini dapat digunakan pada setiap perusahaan dan semakin akurat dan
komprehensif catatan pembukuan yang dimilki perusahaan, semakin efektif teknik ini
dalam mendeteksi gejala kecurangan. Lalu ada metode red flags dimana red flags
menurut DiNapoli adalah a set of circumstances that are unusual in nature or vary
from the normal activity atau keaadan yang tidak biasa terjadi atau variasi dari
9
aktivitas normal. SAS 99 menekankan pentingnya auditor untuk bisa mendeteksi
indikasi kecurangan dalam melakukan pekerjaan auditnya.
SAS 99 mengharuskan auditor menilai risiko salah saji yang disebabkan oleh
kecurangan, dan menyediakan pedoman operasional dalam mempertimbangkan
indikasi kecurangan saat melakukan audit laporan keuangan. Metode red flags adalah
salah satu metode yang relatif mudah untuk dilakukan oleh auditor dalam mendeteksi
kecurangan. Banyak penelitian yang telah dilakukan di tahun tahun sebelumnya
mengenai metode ini, misalnya persepsi auditor sebagai pengguna metode ini, tingkat
efektivitas metode red flags dibandingkan dengan metode deteksi kecurangan lainnya,
bagaimana efektivitas penggunaan metode red flags sebagai metode deteksi
kecurangan baik itu di perusahaan kecil maupun perusahaan besar, dan lain sebagainya.
Penelitian-penelitian mengenai red flags ternyata menunjukkan hasil yang berbeda-
beda. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menilai red flags.
Perbedaan karakteristik pribadi dapat mengakibatkan perbedaan persepsi (Robbins dan
Judge, 2008). Persepsi tersebut dapat mempengaruhi keputusan dan langkah yang
diambil oleh auditor dalam proses pelaksanaan audit. Persepsi auditor yang berbeda
dapat mengakibatkan perbedaan dalam menilai tingkat efektivitas red flags dalam
mendeteksi fraud.
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana persepsi auditor eksternal dan
internal terhadap efektivitas metode red flags dalam mendeteksi terjadinya kecurangan
atau salah saji yang disengaja dalam laporan keuangan. Hegazy dan Kassem, (2010);
10
Moyes et., al (2006) dalam Moyes., et al (2013) mengklaim dalam penelitian mereka
bahwa metode red flags efektif untuk digunakan dalam mendeteksi kecurangan.
Sementara penelitian Heiman-Hoffman et al., (1996); Moyes, (2006) dalam Moyes
et al., 2013 menyatakan bahwa tidak semua indikator dalam metode red flags
mempunyai tingkat efektivitas yang sama dalam mendeteksi kecurangan, dan bahwa
auditor eksternal dan internal mempunyai pandangan yang berbeda terhadap efektivitas
pendeteksian kecurangan melalui metode red flags.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Albrecht dan Romney (1986) yang
menemukan bahwa partner audit beranggapan bahwa red flags yang berkaitan dengan
karakter personal dari manajemen perusahaan itu efektif untuk digunakan mendeteksi
kecurangan, sedangkan red flags yang berkaitan dengan karakter perusahaan tidak
efektif untuk digunakan mendeteksi kecurangan.
Apostolou et., al (2001) menyatakan bahwa auditor melihat red flags yang terkait
dengan karakter personal manajemen dan pengaruh dari lingkungan pengendalian
sebagai metode yang paling efektif untuk mendeteksi kecurangan. Terlihat dengan jelas
perbedaan pendapat dari beberapa penelitian terdahulu mengenai metode red flags, ada
yang menyatakan efektif, beberapa menyatakan efektif dengan kondisi tertentu,
beberapa menyatakan metode red flags tidak efektif digunakan untuk mendeteksi
kecurangan.
Ini yang menjadi dasar pemikiran dari penelitian kali ini, penelitian ini ingin
meneliti mengenai Persepsi auditor eksternal dan internal mengenai metode red flags
untuk mendeteksi kecurangan di perusahaan dengan studi pada auditor eksternal dan
11
internal di wilayah Jakarta, Indonesia. Penelitian ini merupakan pengembangan dari
penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Moyes dan Faizal (2013),
Objek penelitian ini adalah auditor eksternal dan internal di KAP dan lembaga
pemerintahan di Jakarta, sementara objek penelitian sebelumnya adalah auditor
eksternal dan internal, yang merupakan auditor di institusi pemerintahan di Malaysia.
Variabel dalam penelitian ini sama dengan variabel penelitian sebelumnya, namun
penelitian ini menambahkan satu variabel dimana penelitian sebelumnya telah
memiliki tiga variabel yang mengacu pada teori fraud triangle dengan berfokus pada
red flags untuk kecurangan, yaitu pressure atau tekanan, opportunity atau kesempatan,
dan rationalization atau rasionalisasi. Penelitian ini menambahkan indikator individual
capability atau kemampuan individual untuk membuat kecurangan dalam laporan
keuangan perusahaan terjadi. Alasan penambahan indikator pada variabel ini karena
diyakini bahwa kasus kasus kecurangan terjadi tidak cukup hanya karena adanya
tekanan, kesempatan atau rasionalisasi melainkan ada seseorang atau sekelompok
orang yang memiliki kemampuan yang cukup untuk menggabungkan ketiga faktor
terjadinya kecurangan tersebut menjadi kecurangan yang nyata.
12
B. Perumusan Masalah
Terdapat banyak penelitian yang mengangkat isu kecurangan dalam laporan
keuangan perusahaan yang memang menjadi tren di beberapa tahun belakangan ini,
begitu juga dengan penelitian mengenai teknik apa yang menurut auditor adalah paling
efektif dalam mendeteksi kecurangan, dan metode red flags adalah satu dari banyaknya
metode yang ada, ditambah penelitian yang mengangkat efektivitas dari metode red
flags untuk mendeteksi kecurangan masih sangat sedikit di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, maka perumusan
masalah yang hendak diteliti untuk penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persepsi auditor eksternal terhadap efektivitas metode red flags
dalam mendeteksi kecurangan?
2. Bagaimana persepsi auditor internal terhadap efektivitas metode red flags
dalam mendeteksi kecurangan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai persepsi auditor internal, auditor eksternal, efektivitasi metode
red flags untuk mendeteksi kecurangan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan memperoleh bukti empiris mengenai persepsi auditor internal
terhadap efektivitas metode red flags dalam mendeteksi kecurangan.
2. Mengetahui dan memperoleh bukti empiris mengenai persepsi auditor eksternal
terhadap efektivitas metode red flags dalam mendeteksi kecurangan.
13
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian mengenai persepsi auditor internal,
auditor eksternal, efektivitasi metode red flags untuk mendeteksi kecurangan ini
adalah:
1. Untuk mahasiswa jurusan Akuntansi, penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat
sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk
menambah ilmu pengetahuan.
2. Untuk masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk sarana
informasi tambahan mengenai bagaimana persepsi auditor internal dan
eksternal terhadap metode red flags dalam mendeteksi kecurangan dalam
laporan keuangan perusahaan.
3. Untuk peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan
melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle Theory)
Teori segitiga kecurangan ini pertama kali oleh Cressey (1953) dalam Tuanakotta
(2013:45). Tuanakotta menyebutkan bahwa Cressey tertarik pada embezzlers yang
disebutnya sebagai trust violators atau pelanggar kepercayaan, yakni mereka yang
melanggar kepercayaan atau amanah yang dititipkan kepada mereka. Penelitian
Cressey diterbitkan dengan judul Other Peoples Money: A Study in the Social
Psychology of Embezzlement (1950), hipotetis penelitiannya adalah:
Trusted person become trust violator when they conceive of themselves as having
financial problem which is non-shareable, are aware this problem can be secretly
resolved by violation of the position of financial trust, and are able to apply to their
own conduct in that situation verbalizations which enable them to adjust their
conceptions of themselves as trusted person with their conceptions of themselves as
users of the entrusted funds or property.
Terjemahan:
Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia melihat
dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak dapat
diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam diam dapat
diatasinya dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang kepercayaan di
bidang keuangan, dan tindak tanduk sehari harinya memungkinkannya
15
menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya
dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan. Dalam teori segitiga
kecurangan, terdapat model segitiga kecurangan yang dibuat untuk menjawab
pertanyaan, mengapa orang melakukan kecurangan, atau mengapa kecurangan terjadi?
Berikut ini adalah tiga elemen yang terdapat dalam teori segitiga kecurangan yang
dikemukakan Cressey (1953):
Gambar 2.1
a. Pressure (Tekanan)
Sudut paling atas, adalah pressure atau tekanan yang dirasakan pelaku
kecurangan yang dipandangnya sebagai kebutuhan keuangan yang tidak dapat
diceritakannya kepada orang lain (perceived non-shareable financial needs),
maka dari itu si pelaku kecurangan mulai mempertimbangkan tindakan illegal
seperti menyalahgunakan aset perusahaan atau melakukan salah saji yang
Fraud Triangle
Opportunity
Pressure
Rationalization
16
disengaja pada laporan keuangan untuk menyelesaikan masalah keuangannya.
Lister (2007: 63) mendefinisikan pressure sebagai sumber panas untuk api
namun tidak berarti karena ada tekanan dalam diri seseorang, lantas orang
tersebut akan melakukan fraud. Menurut Lister (2007: 63), terdapat tiga jenis
tekanan yang memotivasi individu untuk melakukan fraud di perusahaan
tempatnya bekerja, yaitu:
1. Personal pressure, yaitu kondisi dimana individu melakukan
kecurangan karena gaya hidup,
2. Employment pressure, dimana individu tertekan untuk melakukan
kecurangan karena tuntutan pekerjaan atau target kerja, atau karena
kepentingan keuangan yang dimiliki manajemen perusahaan,
3. External pressure, misalnya ancaman terhadap stabilitas keuangan
perusahaan, ekspektasi pasar, dan sebagainya.
b. Opportunity (Kesempatan)
Sudut kedua adalah opportunity atau kesempatan yang didefinisikan
Tuanakotta (2013:46) sebagai peluang untuk melakukan kecurangan seperti
yang dipersepsikan pelaku kecurangan. ACFE mendefenisikan kesempatan
pada model segitiga kecurangan ini sebagai metode yang bisa digunakan untuk
melaksanakan kecurangan. Pelaku kecurangan harus bisa melihat celah untuk
bisa melakukan kecurangan dengan menghindari risiko sekecil mungkin
tindakan kecurangannya tersebut diketahui orang lain. Lister (2007: 63)
mendefinisikan kesempatan sebagai bahan bakar yang terus membuat api
17
atau dengan kata lain, walaupun individu memiliki tekanan dalam dirinya untuk
melakukan fraud, itu tidak akan bisa dilakukan jika tidak ada kesempatan.
Contoh opportunity yang membuat fraud bisa terjadi misalnya; tingginya
tingkat turnover di divisi manajemen yang memegang peranan penting di
perusahaan, atau pemisahan tugas yang tidak memadai, atau transaksi yang
sifatnya kompleks, atau bahkan struktur manajemen.
c. Rationalization (Rasionalisasi)
Sudut terakhir dari segitiga kecurangan ini adalah rasionalisasi. Rasionalisasi
adalah pembenaran yang dibisikkan untuk melawan hati nurani si pelaku
kecurangan. ACFE mengklaim bahwa kebanyakan pelaku kecurangan adalah
first-time offender atau orang orang yang baru pertama kali melakukan praktik
kecurangan, dan tidak melihat diri mereka sebagai pelaku kriminal. Mereka
melihat diri mereka sebagai individu yang jujur yang terjebak dalam situasi
yang buruk, dan mereka menjustifikasi praktik kecurangan mereka sebagai
tindakan yang legal atau bisa diterima secara umum. Vona (2008) menjabarkan
contoh rasionalisasi yang biasanya dilakukan; manajer akan beralasan bahwa
mereka melakukan kecurangan karena dituntut untuk memenuhi target margin
perusahaan tahun ini, dan ketika mereka gagal, usaha terakhirnya adalah
melakukan kecurangan untuk memberikan comfortness kepada para
stockholders.
18
2. Teori Fraud Diamond (Fraud Diamond Theory)
Teori fraud diamond merupakan pandangan baru mengenai kecurangan dimana
teori ini adalah penyempurnaan dari teori segitiga kecurangan yang dicetuskan Cressey
di tahun 1953. Teori fraud diamond ini dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004)
dimana teori ini menambahkan satu elemen yaitu individual capability, elemen ini
diyakini memiliki pengaruh signifikan dalam kecurangan. Dengan demikian ada total
empat elemen, dimana tiga elemen sebelumnya adalah pressure, opportunity dan
rationalization yang sudah ada dalam teori fraud triangle Cressey.
Gambar 2.2
2.1. Elemen Fraud Diamond
Secara keseluruhan, teori fraud diamond merupakan penyempurnaan dari teori
fraud triangle yang dikemukakan Cressey, adapun elemen elemen dari fraud
diamond adalah:
1. Pressures/Incentives
2. Opportunity
3. Rationalization
4. Capability
Pressures Opportunity
Rationalization Capability
19
a. Capability (Kemampuan)
Teori fraud triangle menjelaskan bahwa elemen opportunity atau kesempatan
yang terbuka di dalam sistem perusahaan yang memungkinkan kecurangan tersebut
dilakukan, sementara elemen pressure atau tekanan timbul karena kondisi kondisi
tertentu dalam perusahaan, lifestyle, tuntutan finansial, dan lain lain. Elemen terakhir,
yaitu rationalization atau rasionalisasi adalah tindakan pembenaran yang dilakukan
oleh pelaku kecurangan atas kecurangan yang dilakukannya dalam perusahaan.
Menurut Wolfe dan Hermanson (2004), orang yang melakukan kecurangan
tersebut harus memiliki capability atau kapabilitas untuk menyadari pintu yang terbuka
sebagai peluang emas dan untuk memanfaatkanya bukan hanya sekali namun berkali-
kali, inilah elemen yang ditambahkan dalam teori fraud diamond dan dianggap
memberikan pengaruh yang signifkan dalam studi tentang bagaimana sebenarnya
kecurangan dalam perusahaan bisa terjadi.
Wolfe dan Hermanson (2004) juga mengemukakan bahwa pada saat mendesain
suatu sistem deteksi, sangat penting untuk mempertimbangkan siapa saja yang ada di
perusahaan yang memiliki kapabilitas untuk melakukan kecurangan atau berpotensi
menyebabkan tugas yang seharusnya dilakukan oleh auditor internal dialihkan kepada
auditor eksternal, Wolfe dan Hermanson (2004) juga menjelaskan bahwa kunci dalam
memitigasi kecurangan adalah dengan fokus pada situasi khusus yang terjadi selain
pressure, rationalization, tapi juga kombinasi antara opportunity dan capability.
20
3. Jenis jenis Auditor
Dalam Boynton, et al (2006) menyatakan orang orang yang ditugaskan
melakukan audit atas kegiatan dan peristiwa ekonomi baik itu untuk perorangan atau
perusahaan, pada umumnya diklasifikasikan dalam tiga kelompok, antara lain:
a. Auditor Independen (External Auditor)
Auditor independen atau yang di USA biasa disebut dengan Certified Public
Accountant (CPA), dimana mereka adalah praktisi individual atau auditor yang
bekerja di KAP yang memberikan jasa auditing professional kepada klien, atau
biasa disebut juga dengan eksternal auditor. Klien dapat berupa badan
pemerintah, perusahaan berorientasi laba, entitas nirlaba, maupun perseorangan.
Lisensi untuk dapat melakukan suatu audit diberikan kepada mereka yang
bersertifikasi CPA serta memiliki pengalaman praktik dalam bidang audit.
Auditor ini juga bertanggung jawab atas pemeriksaan atau mengaudit laporan
keuangan dengan memberikan opini atas entitas yang diauditnya.
b. Auditor Internal (Internal Auditor)
Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan, baik itu perusahaan
milik negara maupun swasta, tempat mereka melakukan pekerjaan audit. Tugas
utama auditor internal adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau
tidaknya pengamanan terhadap aset perusahaan, menentukan efisiensi dan
efektivitas setiap prosedur kegiatan perusahaan, serta menentukan kendala
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dari perusahaan.Sehingga
21
dukungan dari manajemen informasi dari sisi auditor internal tidak banyak
dimanfaatkan oleh pihak eksternal karena independensinya terbatas. Hal inilah
yang membedakan auditor internal dan auditor eksternal.
4. Red Flags
Istilah red flags atau bendera merah sudah sering digunakan dalam berbagai
literatur audit, maknanya adalah tanda bahaya, tanda bahwa ada hal yang tidak sesuai
pada tempatnya dan perlu mendapat perhatian. Tuanakotta (2013) menyebutkan bahwa
auditor dan investigator menggunakan tanda bahaya (red flags) sebagai petunjuk atau
indikasi terjadinya fraud atau kecurangan pada sebuah laporan keuangan. Red
flags juga bisa dikatakan sebagai suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan
keadaan normal.
Dengan kata lain, red flags adalah petunjuk atau indikasi adanya sesuatu yang tidak
biasa dan memerlukan penyidikan lebih lanjut. Red flags tidak mutlak menunjukan
apakah seseorang bersalah atau tidak tetapi merupakan tanda-tanda peringatan bahwa
kecurangan sedang atau telah terjadi. Red flags dikatakan penting sebagaimana dikutip
dalam SAS 99 Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit yang
menyatakan bahwa auditor diminta untuk secara spesifik menilai risiko salah saji yang
disebabkan oleh kecurangan dan SAS 99 ini juga menyediakan pedoman operasi bagi
auditor saat menilai kecurangan ditengah proses audit.
22
Tidak hanya akuntan publik yang harus bisa mengenali red flags, akuntan yang
bekerja di sektor publik juga perlu memiliki kemampuan untuk mengenali red flags
karena potensi kecurangan tidak hanya ada pada perusahaan swasta. DiNapoli (2012)
dalam Red Flags for Fraud menyebutkan bahwa banyak studi yang membahas
kecurangan, dimana saat kecurangan tersebut sedang terjadi, red flags pun muncul,
baik itu di laporan keuangan perusahaan, atau terlihat pada saat auditor sedang
melakukan pemeriksaan, tapi tidak disadari atau mungkin disadari namun tidak ada
tindakan yang diambil.
DiNapoli mengatakan bahwa pada saat red flag telah muncul, seseorang harus
mengambil tindakan untuk mengivestigasi situasi dan menentukan apakah memang
kecurangan telah terjadi. Memang sudah seharusnya jika ada indikasi kecurangan
dilakukan tindakan untuk memeriksa apakah kecurangan terindikasi tersebut terjadi,
namun terkadang kesalahan salah saji dalam laporan, perubahan lifestyle karyawan,
volume penjualan yang tiba tiba naik drastis, dan sebagainya tidak selalu
mengindikasikan adanya kecurangan.
Untuk itu, akuntan publik dan auditor harus bisa mengetahui perbedaannya dan
mengingat bahwa tanggung jawab untuk melakukan follow-up investigation untuk
sebuah tanda bahaya harus berada di tangan orang yang dapat dipercaya dan
bertanggungjawab. Agar akuntan publik dan auditor dapat mengenali red flags dengan
baik maka mereka perlu mengetahui kategori red flags.
23
Red flags dikategorikan menjadi tiga menurut Moyes (2007:10) dan terdiri atas:
1. Kesempatan atau (opportunities),
2. Tekanan atau (pressures/incentives), dan
3. Perilaku (attitudes) atau rasionalisasi (rationalization).
Tiga kategori red flags ini telah dijelaskan pada bagian mengenai teori segitiga
kecurangan, dimana red flags memang diciptakan dengan berdasarkan konsep teori
segitiga kecurangan.
5. Kecurangan (Fraud)
Istilah fraud merupakan istilah hukum yang diserap ke dalam disiplin ilmu
akuntansi, dan menjadi bagian penting dalam kosa kata akuntansi forensik. Fraud jika
diartikan secara harfiah, artinya adalah kecurangan. Namun, pengertian ini telah
berkembang dan sekarang mempunyai cakupan yang luas. Black Law Dictionary
mendefinisikan fraud sebagai Segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang
diupayakan oleh seseorang atau beberapa orang, untuk mendapatkan keuntungan dari
orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua
cara yang tidak terduga, penuh siasat, serta menggunakan setiap cara yang tidak jujur
yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud
adalah perbuatan curang yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Sementara itu, The Institute of Internal Auditor (IIA) menyatakan bahwa
fraud adalah An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional
deception atau sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang
ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja. ISA 240 The auditors
24
responsibility to consider fraud in an audit of financial paragraf 6 mendefenisikan
fraud sebagai Tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaa, pihak
yang berperang dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang
melakukan kebohongan, atau penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil
atau illegal.
Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa fraud atau kecurangan
dilakukan atas tujuan yang sama, yaitu untuk memperkaya diri sendiri/golongan dan
cara yang dilakukan dalam tujuan memperkaya diri sendiri/golongan tersebut adalah
dengan cara yang illegal. Adapun SAS No.99 menyatakan bahwa fraud adalah
Tindakan yang disengaja untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan
keuangan yang merupakan subjek audit.
Fraud berbeda dengan robbery (perampokan). Perampokan umumnya terjadi
secara paksa, biasanya disertai dengan ancaman dan tindakan kekerasan dari satu orang
atau sekelompok orang kepada orang lain, dan yang menjadi perbedaan mendasar,
perampokan ini diketahui oleh pihak korban secara langsung pada saat kejadian
berlangsung. Tidak demikian halnya dengan kasus kasus fraud, pada kasus kasus
ini, fraud dilakukan dengan cara yang halus, terencana, dan terstruktur sehingga pihak
korban hampir tidak mengetahui bahwa dia sedang atau telah dibohongi. Selain itu,
jumlah kerugian yang timbul dari perampokan tidak seberapa jika dibandingkan
dengan kerugian yang timbul jika terjadi fraud pada sebuah perusahaan.
25
Fraud biasanya terjadi pada perusahaan dengan skala besar, walaupun kasus fraud
menunjukkan fakta bahwa perusahaan kecil pun rentan terhadap fraud karena berbagai
faktor. Sebagai contoh fraud pada perusahaan besar adalah perusahaan Enron, dimana
jumlah kerugian yang timbul sangatlah besar, dan kerugian ini tidak hanya timbul dari
uang para investor yang disalahgunakan oleh manajemen perusahaan dibantu dengan
auditor eksternal dan internal yang dibawahi oleh KAP Arthur Andersen saat itu,
namun juga dana pensiun para karyawan juga lenyap disalahgunakan.
Bagan Uniform Occupational Fraud Classification System, The ACFE
(Association of Certified Fraud Examiner, 2000) membagi fraud kedalam tiga jenis,
yaitu:
a. Penggelapan aset (asset misappropriation), tindakan penipuan ini meliputi
penyalahgunaan aset atau pencurian aset perusahaan. Tindakan penggelapan
aset adalah tindakan penipuan yang paling mudah dideteksi karena sifatnya
yang tangible atau dapat dihitung.
b. Pernyataan yang salah (fraudulent misstatement), dimana tindakan ini
dilakukan melalui rekayasa terhadap laporan keuangan (financial engineering)
untuk memperoleh keuntungan dari berbagai pihak. Jika ada tindakan
penggelapan aset, maka dapat berujung pada penyajian laporan keuangan yang
tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan akhirnya
menghasilkan laba yang atraktif (window dressing).
c. Korupsi (corruption), tergolong fraud yang paling sulit dideteksi karena
biasanya tidak dilakukan oleh satu orang, melainkan dilakukan berkelompok.
26
Adapun kerjasama yang disiratkan disini adalah berupa penyalahgunaan
wewenang, penyuapan, penerimaan hadiah yang ilegal dan pemerasan secara
ekonomi.
Seorang auditor, baik itu auditor internal maupun eksternal harus mampu
mengenali tiga jenis kecurangan ini, untuk itu, auditor harus mengetahui apa saja yang
termasuk gejala gejala awal terjadinya fraud dalam sebuah perusahaan. Ada dua
kategori gejala awal terjadinya fraud, yaitu:
a. Gejala fraud pada manajemen
Gejala awal fraud pada manajemen yang dapat dijadikan sebagai red flags,
misalnya ada ketidakcocokan antara manajemen puncak dalam menentukan
kebijakan perusahaan, menurunnya motivasi karyawan karena ketidakpercayaan
terhadap manajemen, tingkat keluhan yang tinggi dari pelanggan, vendor atau
badan otoritas terkait terhadap perusahaan, terjadi kekurangan kas yang tidak
terstruktur karena ada pengeluaran yang tidak dicatat atau tanpa bukti, terjadi
penurunan kinerja perusahaan, terjadi peningkatan utang dan piutang yang tidak
wajar, dan lain sebagainya.
b. Gejala fraud pada karyawan
Gejala awal fraud pada karyawan yang muncul dan dapat dijadikan sebagai red
flags bagi auditor adalah misalnya, pengeluaran keuangan tanda dokumen
pendukung, sering terjadi kesalahan pencatatan atau catatan transaksi tidak akurat,
bukti transaksi yang merupakan dokumen sumber seringkali tidak dapat
diperlihatkan dengan alasan hilang, persediaan yang dibeli perusahaan seringkali
27
tidak sesuai kuantitas dan kualitasnya, harga persediaan yang terlalu tingi dari yang
sebelumnya, terjadi penyesuaian dalam pembukuan perusahaan tanpa ada bukti
otorisasi dari manjamen.
B. Keterkaitan antar Variabel dan Perumusan Hipotesis
Hubungan atau keterkaitan antara variabel independen dan variabel dependen
dalam penelitian ini, dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Persepsi eksternal dan internal auditor terhadap efektivitas red flags
untuk mendeteksi kecurangan.
Terdapat empat dimensi dalam efektivitas metode red flags untuk mendeteksi
kecurangan. Moyes dan Faizal (2013:95) menjabarkan tiga dimensi tersebut, yaitu
dimensi opportunity, dimensi pressure, dan dimensi rationalization, dimana ketiga
dimensi ini diperoleh dari fraud triangle theory atau teori segitiga kecurangan yang
dikemukakan oleh Cressey (1953). Selanjutnya, Wolfe dan Hermanson (2004)
mengemukakan teori terbaru yang merupakan pengembangan selanjutnya dari
fraud triangle theory dimana di teori ini, ditambahkan satu dimensi lagi, yaitu
dimensi capability (Omar, 2010:3).
Penelitian Apostolou et al. (2001) mengenai persepsi auditor terhadap
efektivitas indikator kecurangan tidak menemukan adanya perbedaan persepsi dari
eksternal auditor dan internal auditor. Heiman-Hoffman et al. (1996) dan Moyes
(2006) dalam Moyes (2013:95) menyebutkan bahwa dari semua red flags, tidak
semuanya mempunyai efektivitas yang sama dalam mendeteksi fraud, selain itu
28
eksternal dan internal auditor juga melihat efektivitas red flag dengan persepsi yang
berbeda.
Moyes et al. (2009:12) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pendapat
antara eksternal, internal dan auditor pemerintah mengenai efektivitas red flags
dalam mendeteksi kecurangan di Malaysia dan Amerika, hasil penelitiannya
menunjukkan perbedaan persepsi, baik itu signifikan atau tidak di tiap indikator
atas efektivitas setiap dimensi red flags. Moyes dan Faizal (2013: 103)
mengungkapkan bahwa secara umum, terdapat perbedaan persepsi antara eksternal
dan internal auditor untuk masing masing dimensi efektivitas red flags. Faktanya,
eksternal auditor menilai bahwa red flags lebih efektif untuk mendeteksi
kecurangan, dan hal sebaliknya dengan internal auditor.
Adanya pro dan kontra atas persepsi eksternal dan internal auditor atas
efektivitas opportunity red flags dalam mendeteksi kecurangan di berbagai negara
merupakan hal yang lumrah dikarenakan berbagai faktor, mulai dari budaya yang
berbeda, kondisi ekonomi negara yang berbeda, dan lainnya. Penelitian ini
mengajukan hipotesis bahwa di Indonesia, khususnya DKI Jakarta, tidak terdapat
perbedaan persepsi eksternal dan internal auditor yang signifikan atas efektivitas
opportunity red flags dalam mendeteksi kecurangan.
Ho: Tidak terdapat perbedaan persepsi yang mencolok antara eksternal dan
internal auditor terhadap efektivitas red flags untuk mendeteksi kecurangan.
H1: Terdapat perbedaan persepsi antara eksternal dan internal auditor terhadap
efektivitas red flags untuk mendeteksi kecurangan.
29
C. Hasil Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1
Hasil hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Moyes &
Young dan
Hezri Faizal
(2013)
Malaysian internal
and external auditor
perceptions of the
effectiveness of red
flags for detecting
fraud
Variabel persepsi
eksternal dan internal
auditor, lalu variabel
efektivitas red flags
untuk mendeteksi
kecurangan,
pengukuran variabel
menggunakan skala
Likert, dan metode
analisis menggunakan
Independent T-test
Perbedaan grand
theory pada
penelitian, yang
berujung pada
penambahan satu
dimensi yaitu
Capability yang
disebutkan dalam
Fraud Diamond
Theory
Secara umum, auditor di
Malaysia memiliki
persepsi yang berbeda
mengenai efektivitas red
flags untuk mendeteksi
kecurangan, dimana setiap
indikator red flags
memiliki tingkat
efektivitas yang berbeda-
beda, namun eksternal
auditor berpersepsi bahwa
red flags lebih efektif
mendeteksi kecurangan
daripada internal auditor.
Bersambung di halaman selanjutnya
30
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
2. Yucel
(2013)
Effectiveness of Red
Flags in Detecting
Fraudulent Financial
Reporting: An
Application in Turkey
Variabel persepsi
eksternal auditor, dan
variabel efektivitas
red flags, pengukuran
variabel menggunakan
skala Likert.
Perbedaan grand
theory pada
penelitian, yang
berujung pada
penambahan satu
dimensi yaitu
Capability yang
disebutkan dalam
Fraud Diamond
Theory
Auditor di Turki berpersepsi
red flags cukup efektif
sebagai metode deteksi
kecurangan, namun
opportunity red flags adalah
yang paling efektif untuk
mendeteksi kecurangan.
Opportunity untuk
melakukan kecurangan lebih
berpotensi menimbulkan
kecurangan dibandingkan
kategori red flags lainnya.
3. Rukmawati
dan Chariri
(2011)
Persepsi Manajer dan
Auditor Eksternal
Mengenai Efektivitas
Metode Pendeteksian
dan Pencegahan
Tindakan Kecurangan
Keuangan
Variabel Persepsi
Auditor Eksternal,
Pengukuran variabel
menggunakan skala
Likert.
Tidak terdapat
variabel persepsi
internal auditor,
dan efektivitas
metode red flags.
Ada persamaan persepsi
antara manajer dan auditor
eksternal, dari total 34
indikator metode
pendeteksian dan
pencegahan tindakan
kecurangan, hanya 8
indikator yang memiliki
persepsi yang berbeda.
Bersambung pada halaman selanjutnya
31
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Adanya persamaan maupun
perbedaan persepsi antara
manajer dan auditor
eksternal dapat disebabkan
karena adanya perbedaan
tingkat pendidikan dari
setiap responden, selain itu
juga dipengaruhi oleh
pengalaman kerja, serta latar
belakang dari setiap
responden.
4. Moyes et al.
(2009)
The Effectiveness of
The Auditing
Standards To Detect
Fraudulent Financial
Reporting Activities in
Financial Statements
Audits in Malaysia
Variabel efektivitas
red flags untuk
mendeteksi
kecurangan,
Pengukuran variabel
menggunakan skala
Likert, Ada unit
analisis yang sama
(eksternal dan internal
auditor)
Menguji efektivitas
red flags
berdasarkan
demografi,
terhadap setiap
kategori red flags.
Level efektivitas dari setiap
kategori red flags berbeda
menurut setiap jenis auditor,
ini bisa terjadi karena
adanya perbedaan
pengalaman kecurangan
menggunakan red flags
untuk setiap jenis auditor,
selain itu dipengaruhi oleh
kultur budaya, tingkat
pendidikan, gender dan
beberapa faktor lainnya.
Bersambung ke halaman selanjutnya
32
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
5. Moyes, (2007)
The Differences in
Perceived Level of
Fraud-Detecting
Effectiveness of SAS
No.99 Red Flags
Between External and
Internal Auditors
Variabel efektivitas red
flags untuk mendeteksi
kecurangan, variabel
eksternal auditor dan
internal auditor,
pengukuran variabel
dengan skala Likert, dan
metode analisis data
menggunakan
Independent T-test.
Grand theory
berbeda, penelitian
Moyes menggunakan
fraud triangle theory
sementara penelitian
ini menggunakan
fraud diamond
theory. Info
demografis yang
berbeda yang
kemudian dipakai
sebagai
pertimbangan
analisis hasil
penelitian.
Persepsi auditor eksternal dan
internal auditor memang
bervariasi, namun konsisten
dengan penelitian-penelitian
terdahulu, dimana eksternal
auditor melihat red flags
sebagai metode deteksi
kecurangan yang lebih efektif
dibandingkan dengan internal
auditor.
33
D. Kerangka Pemikiran
Skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam gambar
2.1
Bersambung ke halaman selanjutnya
Maraknya Kecurangan dan Pelanggaran yang Dilakukan
Manajemen Terhadap Perusahaan
Tanggungjawab Eksternal dan Internal Auditor untuk Bisa
Mendeteksi Kecurangan Dalam Perusahaan
Efektivitas Metode Red Flags untuk Mendeteksi Kecurangan Dalam
Perusahaan
Grand Theory: Fraud Diamond Theory, Fraud Triangle Theory, dan
Teori teori Audit
Variabel Independen Variabel Dependen
Persepsi Internal
Auditor (X1)
Persepsi Eksternal
Auditor (X2)
Efektivitas Red
Flags Dalam
Mendeteksi
Kecurangan (Y)
Metode Deteksi Kecurangan yang Digunakan Auditor
34
Gambar 2.1 (Lanjutan)
Gambar 2. 1
Skema Kerangka Pemikiran
Metode Pengujian Hipotesis: Independent T-test
Hasil Pengujian Data dan Analisis Data
Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan Saran
Penelitian
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi
auditor independen dan persepsi auditor internal terhadap efektivitas red flag untuk
mendeteksi kecurangan dalam perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor
yang bekerja di kantor akuntan publik, auditor yang bekerja di Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan auditor yang bekerja di institusi negara yang berlokasi di Jakarta.
B. Metode Pemilihan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada
kantor akuntan publik, BUMN dan institusi negara yang berlokasi di wilayah Jakarta.
Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling. Metode
purposive sampling menurut Sugiyono (2011:66) adalah teknik pemilihan sampel
dimana tidak dilakukan generalisasi terhadap sampel yang diambil. Bungin (2005:125)
menjelaskan bahwa teknik purposive sampling lebih digunakan pada penelitian
penelitian yang lebih mengutamakan tujuan penelitian daripada sifat populasi dalam
menentukan sampel penelitian.
36
Populasi dalam penelitian ini adalah eksternal auditor yang bekerja di kantor
akuntan publik di DKI Jakarta dan BPKP Pusat dan internal auditor yang bekerja di
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan BPK Pusat yang semuanya berlokasi di DKI
Jakarta.
Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut:
1. Auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada di Jakarta
dan sesuai dengan Directory KAP per Februari 2015 yang dipublikasikan oleh
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
2. Auditor yang bekerja di BUMN yang ada di Jakarta dan sesuai dengan Daftar
BUMN yang diterbitkan oleh Kementrian BUMN per Februari 2015.
3. Auditor yang bekerja di BPK dan BPKP wilayah Jakarta per Februari 2015.
4. Auditor memiliki nomor register akuntan atau tidak, pernah melaksanakan
pekerjaan audit dengan pengalaman minimal dua tahun.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua cara, yaitu
penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Berikut penjelasannya:
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Peneliti memperoleh informasi yang berkaitan dengan topik yang
sedang diteliti melalui buku, jurnal, tesis, skripsi, website resmi dan perangkat
lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
37
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Pada penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah auditor yang
bekerja di KAP wilayah Jakarta dan BPKP Pusat yang biasa dikenal dengan
sebutan eksternal auditor, dan auditor yang bekerja di BUMN wilayah Jakarta
dan BPK Pusat yang dikenal dengan sebutan internal auditor. Metode
pengumpulan data lapangan dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode angket atau kuesioner, Bungin (2011:133) menjelaskan
bahwa metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang
disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden, setelah
diisi, kuesioner dikirim kembali atau dikembalikan kepada peneliti.
Waktu pengumpulan data dimulai dengan penyebaran kuesioner pada
tanggal 16 April 2015 dan batas pengumpulan kuesioner adalah tanggal 16 Mei
2015. Peneliti memperoleh data dengan memberikan kuesioner secara langsung
maupun melalui perantara. Sebelum kuesioner diberikan kepada responden
sesungguhnya, terlebih dahulu dilakukan pre-test kuesioner terhadap 20
mahasiswa S1 akuntansi yang dipilih secara random. Pre-test kuesioner
bertujuan untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan dalam
mengumpulkan data dapat dengan mudah dipahami, dan responden tidak
mengalami kesulitan dalam menangkap maksud yang diajukan dalam kuesioner.
Data primer diperoleh dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
telah terstruktur dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari sampel
sebagai responden penelitian.
38
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji
non-response bias, uji normalitas data dan uji hipotesis.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif diperlukan untuk memberikan gambaran umum,
mengenai responden yang dilihat dari nilai rata rata (mean), standar
deviasi, varian, maksimum, sum, range, kurtosis, dan skewness
(kemencengan distribusi) (Imam Ghozali. 2009:19).
2. Uji Kualitas Data
Untuk mengetahui keandalan suatu kuesioner yang merupakan
indikator dari variabel penelitian, maka diperlukan uji reliabilitas dan
validitas (Hair, Black, Balbin, dan Anderson, 2009: 75). Untuk menguji
kualitas data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan, maka
diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Terdapat dua jenis uji kualitas data
yang dilakukan dalam penelitian ini:
a. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau
andal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu (Imam Ghozali, 2009:45). Imam Ghozali
(2009:46) menyebutkan bahwa pengukuran reliabilitas dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
39
1) Repeated Measure atau pengukuran ulang: Disini seseorang akan
disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan
kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.
2) One Shot atau pengukuran sekali saja: Disini pengukurannya hanya
sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain
atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Kriteria
pengujian dilakukan dengan menggunakan pengujian Cronbach
Alpha (). Suatu variabel dikatakan andal jika memberikan nilai
Cronbach Alpha > 0.70.
b. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu
kuesioner. Kuesioner dikatakan dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut (Imam Ghozali, 2009:49). Pengujian validitas dalam
penelitian ini menggunakan Pearson Correlation, yaitu dengan cara
menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan
pertanyaan. Apabila Pearson Correlation yang didapat memiliki nilai di
bawah 0.05 dimana artinya data yang diperoleh adalah valid (Imam Ghozali,
2009).
40
3. Uji Normalitas Data
Screening terhadap normalitas data merupakan langkah awal yang harus
dilakukan untuk setiap analisis multivariat, khususnya jika tujuannya adalah
inferensi. Jika terdapat normalitas, maka residual akan terdistribusi secara normal
dan independen (Imam Ghozali, 2009:27). Pada penelitian ini, pengujian
terhadap normalitas data akan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov, dimana syarat sekelompok data dikatakan normal apabila
probabilitasnya diatas 0.05.
4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan
Independent Sample t-Test atau uji t dua sampel. Uji t dua sampel digunakan
untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai
rata rata (mean) yang berbeda. Uji t dua sampel dilakukan dengan cara
membandingkan perbedaan antara dua nilai mean dengan standar error dari
perbedaan mean dari kedua sampel (Imam Ghozali, 2009:60).
Pada prinsipnya, tujuan uji t dua sampel ini adalah ingin mengetahui
apakah ada perbedaan mean antara dua populasi, dengan melihat mean dua
sampelnya (Singgih Santoso, 2014:248). Uji t dua sampel dilakukan dalam dua
tahapan; tahapan pertama adalah menguji apakah varians dari dua populasi bisa
dianggap sama atau tidak melalui nilai levene test.
41
Selanjutnya dilakukan pengujian untuk melihat nilai t-test untuk
menentukan apakah terdapat perbedaan nilai rata rata secara signifikan atau
tidak (Imam Ghozali, 2009:61). Pada dasarnya, uji t mensyaratkan adanya
kesamaan varians dari dua populasi yang diuji (Singgih Santoso, 2014:61).
Menurut Singgih Santoso (2014: 253), dasar pengambilan keputusan
adalah sebagai berikut:
1) Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima, atau Ha ditolak. Ini
berarti, tidak terdapat perbedaan persepsi yang mencolok antara
eksternal auditor dan internal auditor terhadap efektivitas red flags
untuk mendeteksi kecurangan di perusahaan.
2) Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak, atau Ha diterima. Jika ini
terjadi, berarti terdapat perbedaan persepsi yang mencolok antara
eksternal auditor dan internal auditor terhadap efektivitas red flags
untuk mendeteksi kecurangan di perusahaan.
42
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Pada sub-bab ini akan diuraikan definisi dari masing masing variabel yang
digunakan, berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.
1. Persepsi Auditor
a. Persepsi Eksternal Auditor
Mahmud (1990) dalam Rukmawati dan Chariri (2011) mengungkapkan
bahwa persepsi merupakan faktor psikologis yang mempunyai peranan
penting dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Perbedaan persepsi
sangat dipengaruhi oleh interpretasi yang berbeda pada setiap individu atau
kelompok.
Robbins (2008) menyatakan bahwa persepsi adalah proses dimana
individu mengatur dan menginterpretasikan kesan sensoris mereka, guna
memberikan arti bagi lingkungan mereka. Sama halnya dengan ketika
auditor baik itu independen maupun internal, mereka dapat memiliki
persepsi yang sama atau berbeda terhadap beberapa jenis metode deteksi
kecurangan, bahkan walaupun metode yang digunakan sama persis, pasti
akan terjadi perbedaan persepsi atas tingkat efektivitas metode tersebut.
Variabel ini diukur dengan membedakan jenis respondennya yaitu
auditor eksternal yang bekerja baik itu di KAP dan BPK Pusat yang
berlokasi di DKI Jakarta, dengan menggunakan acuan instrumen dari
Moyes dan Faizal (2013).
43
b. Persepsi Internal Auditor
Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa walaupun auditor eksternal
dan internal menggunakan metode deteksi kecurangan yang sama, yaitu
metode red flags, persepsi yang dimiliki auditor tersebut bisa saja sama atau
berbeda. Persamaan persepsi bisa terjadi karena ruang lingkup pekerjaan
yang tidak jauh berbeda, dimana auditor eksternal sebagai pihak
independen bertanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan.
Sementara, auditor internal sebagai pihak yang bertanggungjawab
untuk mengawasi pengendalian internal dalam perusahaannya. Namun,
perbedaan persepsi juga sangat mungkin terjadi di tingkat efektivitas setiap
metode, karena auditor eksternal dan internal memiliki pertimbangannya
masing masing, dan pertimbangan ini dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya insting, pengalaman, kondisi perusahaan, dan lain lain.
Variabel ini diukur dengan membedakan jenis respondennya yaitu
auditor internal yang bekerja baik itu di BUMN dan BPKP Pusat yang
berlokasi di DKI Jakarta, dengan menggunakan acuan instrumen dari
Moyes dan Faizal (2013).
2. Efektivitas Red Flags
Analisis mengenai red flags pasti akan dikaitkan dengan pemahaman
mengenai fraud. Tuanakotta (2013) menyebutkan bahwa auditor dan
investigator menggunakan tanda bahaya (red flags) sebagai petunjuk atau
indikasi terjadinya fraud atau kecurangan pada sebuah laporan keuangan.
44
Red flags juga bisa dikatakan sebagai suatu kondisi yang janggal atau
berbeda dengan keadaan normal. Variabel efektivitas red flags dalam penelitian
ini diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Moyes
dan Faizal (2013) dan instrumen terbaru yang dikembangkan oleh Omar (2010).
Variabel ini kemudian diukur dengan menggunakan skala interval (Likert) yang
terdiri atas 5 poin, dimulai dari sangat tidak efektif (1), tidak efektif (2), netral
(3), efektif (4) dan sangat efektif (5).
a. Opportunity (Kesempatan/Peluang)
Tuanakotta (2013:46) mendefinisikan opportunity atau kesempatan
sebagai peluang untuk melakukan kecurangan seperti yang dipersepsikan
pelaku kecurangan. Lister (2007: 63) mendefinisikan kesempatan sebagai
bahan bakar yang terus membuat api atau dengan kata lain, walaupun
individu memiliki tekanan dalam dirinya untuk melakukan fraud, itu tidak
akan bisa dilakukan jika tidak ada kesempatan.
Contoh opportunity yang membuat fraud bisa terjadi misalnya;
tingginya tingkat turnover di divisi manajemen yang memegang peranan
penting di perusahaan, atau pemisahan tugas yang tidak memadai, atau
transaksi yang sifatnya kompleks, atau bahkan struktur manajemen.
Opportunity diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan
oleh Moyes dan Faizal (2013), dengan menggunakan skala interval Likert
1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat tidak
efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.
45
b. Pressure (Tekanan/Insentif)
Pressure atau tekanan yang dirasakan pelaku kecurangan yang
dipandangnya sebagai kebutuhan keuangan yang tidak dapat diceritakannya
kepada orang lain (perceived non-shareable financial needs), maka dari itu
si pelaku kecurangan mulai mempertimbangkan tindakan illegal seperti
menyalahgunakan aset perusahaan atau melakukan salah saji yang
disengaja pada laporan keuangan untuk menyelesaikan masalah
keuangannya. Lister (2007:63) juga mendefinisikan pressure sebagai
sumber panas untuk api namun tidak berarti karena ada tekanan dalam
diri seseorang, lantas orang tersebut akan melakukan fraud.
Dalam penelitian ini, pressure diukur dengan menggunakan instrumen
yang dikembangkan oleh Moyes dan Faizal (2013), dengan menggunakan
skala interval Likert 1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu;
(1) sangat tidak efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat
efektif.
c. Rationalization (Rasionalisasi)
Rae dan Subramaniam (2008) melihat pressure berkaitan dengan
motivasi karyawan untuk melakukan fraud sebagai akibat dari kerakusan
atau tekanan keuangan pribadi, sementara opportunity adalah kelemahan di
dalam sistem yang membuat karyawan mampu memanfaatkan celah
tersebut dan kemudian melakukan fraud, dan rasionalisasi adalah justifikasi
dari praktik kecurangan yang dilakukannya.
46
Rasionalisasi ini akan timbut apabila karyawan tersebut tidak memiliki
integritas atau alasan moral lainnya. Dalam penelitian ini, rationalization
diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Moyes
dan Faizal (2013), dengan menggunakan skala interval Likert 1 sampai 5.
Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat tidak efektif, (2)
tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.
d. Capability (Kemampuan)
Wolfe dan Hermanson (2004) memperkenalkan capability sebagai
dimensi yang terbaru untuk melengkapi fraud triangle theory yang diusung
Cressey (1953) yang sekarang dikenal dengan nama fraud diamond theory.
Capability didefinisikan sebagai karakter pribadi dari si pelaku kecurangan,
secara teoritis kecurangan akan lebih mudah dilakukan apabila si pelaku
cenderung agak memaksa, memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan
memiliki kuasa untuk membuat keputusan langsung.
Dalam penelitian ini, capability diukur dengan menggunakan instrumen
yang dikembangkan oleh Omar (2010), dengan menggunakan skala interval
Likert 1 sampai 5. Jawaban yang didapat memiliki skor, yaitu; (1) sangat
tidak efektif, (2) tidak efektif, (3) netral, (4) efektif, dan (5) sangat efektif.
47
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Dimensi Indikator Butir
Pertanyaan
Skala
Pengukuran
Efektivitas
red flags
(Y)
(Moyes et
al., 2013)
Opportunity
(Moyes et al.,
2013)
Penerimaan dalam kas
perusahaan
1 Interval
Pengawasan terhadap
pengendalian internal
2
Pemisahan tugas 3
Pengawasan terhadap
aset perusahaan
4
Pencatatan transaksi 5
Rekonsiliasi aset 6
Turnover karyawan dan
kinerja staf
7
Sistem otorisasi
transaksi
8
Transaksi tidak biasa 9
Karakteristik
persediaan
10
Pressure
(Moyes et al.,
2013)
Regulasi baru 1 Interval
Kompensasi
manajamen
2
Kompetisi bisnis dan
kejenuhan pasar
3
Pertumbuhan dan
profitabilitas
perusahaan
4
Kemampuan margin
perusahaan
5
Kebutuhan terhadap
utang/tambahan biaya
modal
6
Permintaan barang/jasa
menurun
7
Kerentanan perusahaan
terhadap kondisi
eksternal bisnis
8
Penyetujuan terhadap
utang perusahaan
9
Kepentingan
manajemen terhadap
keuangan perusahaan.
10
48
Rationalization
(Moyes et al.,
2013)
Meningkatkan harga
saham/tren pendapatan
1 Interval
Perselisihan antar
auditor
2
Memperbaiki margin 3
Indikasi ketidakpuasan
karyawan
4
Pendapatan terlapor 5
Catatan pelanggaran
hukum oleh perusahaan
6
Usaha pengurangan
risiko
7
Dominasi manajemen 8
Pengendalian internal 9
Perilaku & lifestyle 10
Capability
(Moyes et al.,
2013)
Posisi dalam
perusahaan
1 Interval
Mampu memanfaatkan
pengendalian internal
perusahaan
2
Ego dan kepercayaan
diri yang besar
3
Kepribadian yang
persuasive
4
Perilaku tidak jujur /
menghindari auditor
5
49
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap auditor eksternal dan internal yang bekerja
di Kantor Akuntan Publik (KAP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) serta beberapa perusahaan swasta di wilayah Jakarta. Adapun auditor
yang berpartisipasi dalam penelitian ini meliputi manajer, supervisor, auditor
senior, maupun auditor junior dan setingkatnya yang melaksanakan pekerjaan
di bidang auditing.
Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner penelitian
secara langsung, seperti dengan cara mendatangi responden, atau via pos, serta
secara tidak langsung melalui perantara kepada setiap responden. Penyebaran
kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 16 April 2015 hingga 3 Mei 2015.
Kuesioner yang disebarkan berjumlah 126 kuesioner dan jumlah kuesioner
yang kembali adalah sebanyak 95 kuesioner atau 75.39%. Kuesioner yang tidak
kembali sebanyak 28 buah atau 22.22%, hal ini mungkin karena waktu
penyebaran kuesioner yang kurang tepat.