PENGGUNAAN DIKSI, ASONANSI, DAN ALITERASI PADA NYANYIAN
RAKYAT TANJUNGBATU, KECAMATAN KUNDUR, KABUPATEN
KARIMUN, PROVINSI KEPULAUAN RIAU
ARTIKER E-JOURNAL
diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
NURKHALILAH
NIM 130388201062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
ABSTRAK
Nurkhalilah. 2017. Analisis Penggunaan Diksi, Asonansi, dan Aliterasi pada Nyanyian
Rakyat Tanjungbatu, Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan
Riau. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Pembimbing I: Dr. Abdul Malik, M.Pd. Pembimbing
II: Ahada Wahyusari, M.Pd.
Kata Kunci: Nyanyian rakyat, Diksi, Asonansi, Aliterasi
Nyanyian rakyat adalah salah satu bagian sastra lisan yang memiliki lirik dan lagu
(irama) serta disampaikan melalui media lisan. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan ketepatan penggunaan diksi, asonansi, dan aliterasi pada nyanyian
rakyat Tanjungbatu, Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan
Riau. Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah sepuluh nyanyian rakyat dari
daerah tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif dengan metode
kualitatif. Selalin itu, teknik analisis data penelitian ini adalah reduksi data, penyajian
data, dan verifikasi. Pada saat pengumpulan data peneliti menggunakan teknik rekam
dan catat. Adapun hasil penelitian ini adalah dari sepuluh nyanyian rakyat
Tanjungbatu ini, peneliti menemukan penggunaan diksi yang tepat, selain itu
sembilan nyanyian rakyat ini mengalami asonansi, meskipun demikian hanya tiga
dari sepuluh nyanyian ini yang mengalami aliterasi.
ABSTRACT
Nurkhalilah. 2017. Anaylze The Use of Diction, Assonance, and Alliteration on
Tanjungbatu’s Folk Song, Subdistrict Kundur, Disctrict Karimun, Province of
Riau Island. Thesis. Departement of Indonesian Education Language and
Literature. Faculty of Teacher Training and Knowledge. University of
Maritim Raja Ali Haji. Totur I: dr.Abdul Malik, M.Pd. Tutor II: Ahada
Wahyusari, M.Pd.
Key Word: Folk song, diction, assonance, alliteration
The Folk song is a part of verbal literature which is has the lyric and rythme and be
told verbally or verbal media. This research was purposed to describe the accuracy of
using diction, assonance, and alliteration on Tanjungbatu’s Folk Song, subdisctrict
Kundur, district Karimun, province of Riau Island. Therefore the research’s object is
10 local folksongs. This research was conducted by using desriptive qualitative
method. Furthermore, tecnique of analyzing data was reductioned data, presented
data, and verificaed data. For collecting data, researcher applied recording and noted.
As for the result from analyzing of 10 Tanjungbatu’s folk song, was found of using
acurrate diction. Moreover, nine out of ten songs used assonance, eventough only
three had alliteration.
1. Pendahuluan
Menyampaikan segala hal yang bernafaskan budaya, tradisi, sastra melalui
lisan dan berkomunikasi dari mulut ke mulut itulah sastra lisan. Sastra lisan
merupakan sumber ilmu, informasi, bahkan hiburan bagi masyarakat pada tempo
dulu. Sastra lisan telah ada dan diketahui oleh individu atau kelompok karena sudah
tersampaikan dari generasi sebelumnya, sehingga sebuah sastra dianggap menjadi
milik bersama.
Banyak sekali sastra lisan di Indonesia khususnya Kepulauan Riau, adapun di
antara sastra lisan tersebut adalah pantun, syair, mantra, dan nyanyian rakyat.
Nyanyian rakyat merupakan salah satu sastra lisan yang berkembang di masyarakat
melalui media lisan disertai dengan nada dan irama. Dalam penyampaiannya
nyanyian rakyat disampaikan oleh seseorang atau sekelompok orang secara langsung
pada waktu dan tempat yang sama kepada pendengar atau responden yang turut serta.
Tidak hanya itu nyanyian rakyat tidak diketahui pengarangnya atau anonim. Pada
hakikatnya nyanyian rakyat sangat luas penyebarannya, bahkan orang yang tidak
mengenal huruf (buta huruf) saja bisa mengetahui nyanyian rakyat tersebut. Hal itu
dikarenakan nyanyian rakyat yang sangat sederhana penyampaiannya melalui lisan.
Umur nyanyian rakyat lebih panjang dibandingkan nyanyian pop. Banyak nyanyian
rakyat yang lebih tua dari nyanyian sariosa. Bentuk nyanyian rakyat sangat beraneka
warna, yakni dari yang paling sederhana sampai dengan yang rumit (Danandjaja
1984:143).
Nyanyian rakyat sering ditemui pada permainan rakyat suatu daerah yang
selalu diiringi oleh lagu dan lirik yang menunjang permainan tersebut. Nyanyian
rakyat banyak ditemui pada permainan anak-anak. Selain itu nyanyian rakyat juga
merupakan lagu dodoian yang dinyanyikan orang tua saat menidurkan anaknya.
Begitu halnya masyarakat Tanjungbatu Kundur, nyanyian rakyat menggunakan
bahasa Melayu dan merupakan bahasa yang menjadi ciri masyarakat tersebut.
Nyanyian rakyat juga dianggap telah melekat dalam darah dan selalu diturunkan dari
generasi ke generasi, sehingga pada saat penyampaian nyanyian rakyat terjadi
interaksi/kerjasama, bersilaturahmi, mengenal satu sama lain, dalam hidup
bermasyarakat. Nyanyian rakyat sangat erat hubungannnya dengan anak-anak zaman
dahulu. Hiburan inilah yang mereka dapatkan untuk mewarnai hari-hari mereka
ketika bertemu dengan sahabat sepermainannya. Setiap permainan sering diiringi
dengan nyanyian yang menambah serunya permainan tersebut.
Dewasa ini, seiring berkembangnya teknologi, nyanyian rakyat sudah mulai
pudar dan hampir tidak dikenali oleh generasi sekarang. Tidak hanya itu, hal yang
lebih menyedihkan lagi adalah generasi sekarang hampir tidak mengetahui bahkan
tidak mengenal permainan dan nyanyian rakyat. Kegiatan yang membuat mereka
sibuk, yaitu dengan kecanggihan telepon genggam yang mereka miliki, sehingga
nyanyian rakyat yang biasa diperoleh ketika bermain dengan teman sejawat dan dari
dodoian ketika tidur tidak lagi didapat. Masa kecil yang menyenangkan tidak lagi
dihabiskan bersaama teman-teman melainkan dengan telepon genggam yang
membuat mereka asik sendiri. Nyanyian rakyat yang merupakan kearifan lokal,
hendaknya tetap dilestarikan meskipun kemajuan teknologi semakain canggih,
sehingga tidak lekang dimakan zaman. Menurut Amir (2013:5), “Sementara itu, lagu
anak-anak sudah kurang produktif bahkan permainan anak-anak dari waktu ke waktu
makin berkurang. Anak-anak mulai terbiasa dengan permainan modern, alat
permainan yang diperjualbelikan di pasar, bahkan kemudian anak-anak lebih tertarik
kepada permainan elektronik, semisal gamewatch, Play station, dan lain-lain.”
Pada masa sekarang, anak-anak tidak lagi mengetahui nyanyian rakyat yang
merupakan nyanyian yang sesuai dan pantas dengan umur dan tingkat usia mereka.
Jika di lihat dari segi umur, banyak ketidaksesuaian yang yang tampak, diantaranya
adalah, setiap penggunaan kata yang terdapat pada nyanyian sekarang lebih cocok
untuk remaja bahkan dewasa, kesederhanaan sebuah kata yang seharusnya bisa
dimengerti oleh seorang bukan lagi menjadi hal yang utama, tetapi kepopuleran suatu
nyanyianlah yang menjadi hal utama yang pantas didengarkan. Selain itu tontonan
yang belum pantas dilihat bahkan mereka bisa melihat dan memperolehnya.
Saat ini nyanyian rakyat menjadi suatu bentuk kearifan lokal yang harus
dilestarikan. Jika dikatakan harus dilestarikan berarti semua kalangan tanpa terkecuali
harus ikut di dalamnya, tetapi pada kenyataannya pelestarian itu hanya dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki kesadaran akan pentingnya sebuah sastra lisan atau
nyanyian rakyat tersebut. Sekarang ini beberapa instansi mencoba melestarikan sastra
lisan dengan cara mendokumentasikan dan menjadikannya sebuah tulisan atau karya
tulis. Adapun di antara instansi yang melakukan kegiatan ini adalah, balai pelestarian
nilai budaya, kantor bahasa, dan beberapa instansi lainnya.
Nyanyian rakyat jika dilihat dan didengar terdapat sajak atau lirik lagu yang
unik, yang selama ini mungkin tidak terlalu diperhatikan oleh pelantun nyanyian
rakyat tersebut. Kata-kata yang indah, irama yang mendayu, membuat nyanyian
rakyat semakin indah dan sangat harus dipertahankan. Selain itu, terdengar keindahan
bunyi pada liriknya. Keindahan bunyi tersebut bisa berupa pengulangan bunyi vokal
maupun konsonan. Asonansi atau pengulangan bunyi vokal dapat dikatakan asonansi
jika terjadi pengulangan dalam satu baris secara dominan. Sama halnya dengan
aliterasi atau pengulangan bunyi konsonan bisa dikatakan aliterasi jika bunyi tersebut
dominan pada baris sajak tersebut(Hasanuddin, 2002:76)..
Nyanyian rakyat mengandung makna tersirat. Dalam nyanyian rakyat
terkandung pilihan kata (diksi) yang berbeda dengan sastra lisan lainnya, diksi
merupakan pilihan kata yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan
keadaan fisik, batin, dan lingkungan dari pengarang. Menurut Bufield (dalam
Pradopo 2009:54), bila kata–kata dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian
rupa hingga artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya itu disebut diksi puitis.
Nyanyian rakyat merupakan kearifan lokal dalam bentuk sastra lisan yang
menyimpan banyak hal, diantaranya adalah pilihan kata yang memiliki makna yang
tersirat dan memiliki keindahan bunyi vokal dan konsonan. Oleh sebab itu, penelitian
ini dilakukan untuk mendeskripsikan penggunaan diksi, asonansi, dan aliterasi pada
nyanyian rakyat Tanjungbatu, Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun, provinsi
Kepulauan Riau.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini
dilakukan di beberapa tempat yang memungkinkan peneliti untuk memperoleh data
dan menganalisis data. Sedangkan untuk mendapatkan objek kajian, peneliti
melakukan observasi langsung di beberapa desa di Tanjungbatu Kundur yang
memungkinkan akan diperolehnya objek yang dibutuhkan peneliti. Adapun nyanyian
rakyat yang menjadi objek penelitian berjumlah 10 nyanyian rakyat. Untuk
memperoleh objek penelitian, peneliti mendapatkan informasi dari 3 informan untuk
mendapatkan nyanyian rakyat daerah Tanjungbatu ini.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Tanjungbatu, Kecamatan
Kundur, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, Peneliti mendapatkan 10
nyanyian rakyat sebagai objek. Nyanyian rakyat daerah Tanjungbatu ini pada
umumnya tidak memiliki judul, sebagai gantinya baris pertama pada nyanyian inilah
yang menjadi judulnya. Selain itu, terdapat kata-kata yang tidak memiliki arti sama
halnya dengan kata dalam mantra dan terdapat nyanyian yang tidak menggunakan
penyebutan “e” lemah seperti lagu yang lainnya tetapi mengunakan huruf “a”.
Peneliti menemukan penggunaan diksi, asonansi, dan aliterasi. Adapun kesepuluh
nyanyian rakyat tersebut terdiri dari nyanyian rakyat permainan, nyanyian rakyat
kelonan atau penghantar tidur, nyanyian rakyat jenaka (ejekkan), dan nyanyian bayi
atau kanak-kanak.
Berdasarkan hasil penelitian, pada pembahasan ini hanya mengambil
nyanyian rakyat 10 dan 1, yang akan dibahas berdasarkan penggunaan diksi,
asonansi, dan aliterasi. Adapun pembahasannya adalah,
Nyanyian Rakyat 10
Kap-kap udang Kap-kap udang
Udang tangkap lekat udang tangkap lekat
Di mane ade bujang di mana ada bujang
Anak dare kenak tangkap. Anak gadis di tangkap
a. Penggunaan diksi
No Nyanyian Rakyat Kutipan
Diksi
Ketepatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10
Udang √ √ √ √ √
tangkap √ √ √ √ √ √ √
Kap-kap udang Lekat √
√ √
√
Udang tangkap lekat Mane √
√ √
√
Di mane ade bujang Ade √
√ √
√
Anak dare kenak tangkap. Bujang √ √ √ √ √ √
Anak √ √
√ √
√
Dare √ √
√ √
√
√
Kenak √ √ √ √
Nyanyian rakyat terakhir ini merupakan tergolong ke dalam nyanyian rakyat yang
berfungsi (functitional songs), khususnya nyanyian rakyat permainan (play song).
play song adalah nyanyian rakyat yang mempunyai irama gembira serta kata-kata
lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan bermain (play) atau permainan
bertanding, Danandjaja (1984).
Keraf (2009:24), menyimpulkan tiga uraian mengenai diksi. Diantaranya adalah
Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata yang
tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang baik
digunakan dalam suatu situasi. Pada nyanyian rakyat ini penelit memperoleh tiga kata
yang dapat dikatakan tepat sebab melebihi sebagian syarat ketepatan penggunnaan
diksi.
Kata tangkap terdapat pada dua larik yaitu “udang tangkap lekat” dan “anak
dare kenak tangkap . Berhubungan dengan ketepatan penggunaan diksi, kata yang
digaris bawahi digolongkan ke dalam penggunaan ketepatan diksi Pada poin 1, 2,4, 5,
9, 10. 1. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi. Pada penilian pertama
ini kata “Tangkap” memiliki makna sebenarnya atau makna denotasi, yaitu
memegang. Selanjutnya 2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir
bersinonim. Kata-kata bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling
melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari
sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga
tidak timbul interpretasi yang berlainan,(Keraf 2009:88-89). Kata “Tangkap”
memiliki makna yang sama dengan “ pegang. Selain itu, kata tangkap bukan
merupakan kata ciptaan sendiri sesuai dengan poin ke 4 dari syarat ketepatan diksi.
Kata tangkap tidak menggunakan akhiran, sehingga bisa di masukan ke dalam
penilaian ke 5, yaitu tidak menggunakan akhiran asing. Tangkap memiliki banyak
makna sesuai dengan situasi dan kondisi, pada penilaian yang ke 9, yaitu
memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal,
tangkap disini adalah hanya memegang teman yang diajak bermain, bukan berate
menengkap dengan cara paksa. Jika dilihat kelangsungannya, kata tangkap ini masih
di gunakan hingga sekarang sesuai dengan penilaian terakir, 10. Memperhatikan
kelangsungan pilihan kata. Dengan demikian kata “Tangkap” dapat dikatakan tepat
karena melebihi sebagian penilaian ketepatan penggunaan diksi.
Kata “bujang” dari lirik “di mane ade bujang” dan “dare” dari lirik “anak dare
kenak tangkap”. Kedua kata ini dapat dikategorikan ke dalam kata yang sesuai
dengan syarat ketepatan penggunaan diksi, khususnya pada poin ke tujuh, yaitu untuk
menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan
kata khusus. Kata “bujang” dan “dara” merupakan kata khusus. Kata “bujang”
sebutan untuk seorang laki-laki, tetapi kata bujang hanya dapat digunakan untuk
seorang laki-laki yang belum menikah. Sedangkan kata “dara” merupakan kata
khusus dari permpuan, sama halnya dengan kata “bujang”, kata “dada” hanya tepat
digunakan untuk seorang perempuan yang belum menikah. Kata ini juga memiliki
makna kata yang sebenarnya yaitu “bujang” untuk panggilan pengganti nama untuk
anak laki-laki, dan “dare” panggilan pengganti nama untuk anak perempuan, hal ini
sesuai dengan syarat yang pertama yaitu membedakan secara cermat denotasi dan
konotasi. Kata bujang dan dare bukan merupakan kata citaan sendiri, dan tidak
menggunakan akhiran asing, sehingga kata “bujang dan dare” dapat dikategorikan ke
dalam syarat yang ke 4 dan 5. Terakhir, kata ini dapat dikategorikan ke dalam syarat
yang ke 10, yaitu memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
b. Asonansi
Anak dare kenak tangkap → Pengulangan bunyi vokal “A”
.Pada larik “Anak dare kenak tangkap”, anak dare adalah pangilan untuk anak
perempuan yang belum menikah. Lirik nyanyian rakyat ini berkaitan dengan larik
sebelumnya yaitu “ dimane ade bujang”, bujang merupakan panggilan untuk anak
laki- laki yang belum menikah. Dari nyanyian ini memiliki amanat yaitu setiap ada
perempuan pasti ada laki-laki dan setiap manusia pasti diciptakan berpasangan.
c. Aliterasi
5.3.1 Nyanyian Rakyat 1
Onggoi-onggoi mundi Goyang-goyang mundi (nama anak)
Pucok pisang Patah Pucuk pisang patah
Tedong berenang Kobra berenang
Kepale tidak basah Kepala tidak basah
a. Pucuk pisang Patah → Pengulangan bunyi Konsonan “P”
Nynyian rakyat yang termasuk nyanyian bayi dan kanak-kanak ini mengalami
pengulanagn bunyi konsonan “P”. “Pucuk pisang Patah” berhubungan dengan larik
sebelumnya yaitu “onggoi-onggoi mundi”, dari kedua larik ini terdapat pesan yaitu,
ingin memberitahukan kepada sang anak pohon pisang yang mewakili pohon-pohon
lain, jangan digoyang-goyangkan nanti bisa patah. Intinya jangan merusak tanaman
atau tumbuhan. Selain itu pada nyanyian ini tergambar suasana daerah nyanyian
rakyat ini bahwa, di sana banyak terdapat pohon pisang.
b. Tedong berenang → Pengulangan bunyi konsonan “ N” dan “G” atau
“NG”
Nyanyian rakyat ini termasuk nyanyian bayi dan kanak-kanak. “Tedung
berenang”. Hal ini menunjukan bahwa nyanyian rakyat ini menggambarkan keadaan
sekitar dimana nyanyian rakyat ini berasal. Selain ular tedung yang memang sering
dijumpai di daerah ini, kegiatan berenang juga menunjukkan bahwa nyanyian rakyat
ini berasal dari daerah pesisir.
4. Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menganalisis sepuluh
nyanyian rakyat yang berasal dari daerah Tanjungbatu, Kecamatan Kundur,
Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Pada umumnya nyanyian rakyat
daerah Tanjungbatu ini tidak memiliki judul, sebagai gantinya baris pertama pada
nyanyian inilah yang menjadi judulnya. Selain itu, terdapat kata-kata yang tidak
memiliki arti sama halnya dengan kata dalam mantra dan terdapat nyanyian yang
tidak menggunakan penyebutan “e” lemah seperti lagu yang lainnya tetapi
mengunakan huruf “a”.
Dari sepuluh nyanyian rakyat daerah Tanjungbatu ini, pilihan kata atau diksi
yang digunakan sudah tepat. Ketepatan penggunaan diksi sesuai dengan syarat
ketepatan diksi. Pilihan kata nyanyian rakyat Tanjungbatu ini pula sangat sederhana
dan mudah dimengerti, tersirat amanat di dalam katanya. Nyanyian rakyat
memperkenalkan adat budaya dengan cara yang disenangi oleh anak-anak yaitu
bernyanyi dan bermain. Pilihan kata yang digunakan sangat objektif atau sesuai
dengan keadaan alam sekitar.
Tidak hanya itu, nyanyian rakyat ini memiliki keindahan bunyi yaitu
keindahan bunyi vokal atau asonansi. Nyanyian rakyat Tanjungbatu ini Sembilan
nyanyian yang menjadi objek penelitian mengalami pengulangan bunyi vokal. Selain
keindahan bunyi vokal atau asonansi, nyanyian rakyat Tanjungbatu ini mengalami
pengulangan bunyi konsonan atau aliterasi. Dari sepuluh nyanyian rakyat tersebut,
hanya tiga nyanyian rakyat yang mengalami pengulangan bunyi konsonan.
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu cara mempertahankan kearifan
lokal yang dimiliki suatu daerah khususnya Kepulauan riau berupa nyanyian rakyat.
Pada penelitian ini peneliti membahas tentang pengguna diksi, asonansi, dan aliterasi.
peneliti berharap agar peneliti lain dapat mengembangkan kajian mengenai kearifan
lokal khususnya nyanyian dari segi sastra, bahasa, maupun pendidikan.
Bagi dunia pendidikan, khususnya guru bidang studi Bahasa Indonesia agar
dapat memperkenalka kepada siswa sastra lisan local yang kaya akan makna dan
bunyi pada pilihankatanya. Diharapkan dapat mengaplikasikan sastra lisan sesuai
dengan pelajar bahasa Indonesia yang berkaitan dengan diksi, asonansi dan aliterasi.
5. Daftar Isi
Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Bahtiar, Ahmad dan Aswinarko.2013.Metode Penelitian Sastra.Tanggerang: Pustaka
Mandiri.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
Jakarta:PT Grafiti pers.
Djajasudarma. 1993. Ancangan Metode penelitian dan Kajian. Bandung: Publisher.
Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Moleong, Lexy.2015. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmad. 2013. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Rosmiati. 2016. “Gaya Bahasa dalam Nyanyian Rakyat Kau-Kaudara Masyarakat
Muna,” Jurnal Humantika, Vol.1, No.16.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Umami, Ulva Riza dan Supriyadi. 2016. “Pemanfaatan Nilai-Nilai Didaktif Nyanyian
Permainan Anak-Anak Sapeken di Pulau Sapeken, Kecamatan Sapeken,
Kabupaten Sumenep.” Makalah Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang (Tidak
diterbitkan).
WS, Hasanuddin. 2002.Membaca dan Menilai Sajak Pengantar Pengkajian dan
Interpretasi. Bandung: Angkasa Bandung.
Top Related