BAB II PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.id · sesuker„geraknya jantung getar meluas usaha‟...

80
24 BAB II PEMBAHASAN Geguritan memiliki struktural yang seharusnya dibedah untuk dianalisis. Hasil dari pembedahan struktural geguritan ini selanjutnya akan menjadi sebuah data. Analisis geguritan berdasarkan strata norma puisi dimaksudkan untuk menemukan nilai dari setiap gejala yang tampak dari sembilan belas geguritan karya J.F.X. Hoery berdasarkan Roman Ingarden yang meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis. A. Analisis Strata Norma Puisi Roman Ingarden Roman Witold Ingarden lahir pada 5 Februari 1893 di Krakow. Ingarden adalah fenomenolog realis, dia tidak menerima idealisme transendental Husserl. Ingarden adalah salah satu yang paling terkenal dengan ontologists fenomenologisnya, karena ia berusaha untuk menggambarkan struktur ontologis dan negara menjadi berbagai objek didasarkan pada fitur penting dari setiap pengalaman yang bisa memberikan pengetahuan tersebut (Wellek dan Waren, 1968: 151). Data berikut ini disajikan analisis strata norma puisi Roman Ingarden yang terdapat pada geguritan-geguritan karya J.F.X. Hoery : 1. Lapis Bunyi (Sound Stratum) Lapis bunyi berupa deretan bunyi-bunyi fonem. Bunyi fonem itu berderet dan bergabung menjadi satuan lebih besar sesuai dengan konvensi bahasa (bahasa Indonesia). Bunyi dalam sajak mempunyai sifat estetik yang berfungsi untuk

Transcript of BAB II PEMBAHASAN - abstrak.ta.uns.ac.id · sesuker„geraknya jantung getar meluas usaha‟...

24

BAB II

PEMBAHASAN

Geguritan memiliki struktural yang seharusnya dibedah untuk dianalisis. Hasil

dari pembedahan struktural geguritan ini selanjutnya akan menjadi sebuah data.

Analisis geguritan berdasarkan strata norma puisi dimaksudkan untuk

menemukan nilai dari setiap gejala yang tampak dari sembilan belas geguritan

karya J.F.X. Hoery berdasarkan Roman Ingarden yang meliputi lapis bunyi, lapis

arti, lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis.

A. Analisis Strata Norma Puisi Roman Ingarden

Roman Witold Ingarden lahir pada 5 Februari 1893 di Krakow. Ingarden

adalah fenomenolog realis, dia tidak menerima idealisme transendental Husserl.

Ingarden adalah salah satu yang paling terkenal dengan ontologists

fenomenologisnya, karena ia berusaha untuk menggambarkan struktur ontologis

dan negara menjadi berbagai objek didasarkan pada fitur penting dari setiap

pengalaman yang bisa memberikan pengetahuan tersebut (Wellek dan Waren,

1968: 151).

Data berikut ini disajikan analisis strata norma puisi Roman Ingarden yang

terdapat pada geguritan-geguritan karya J.F.X. Hoery :

1. Lapis Bunyi (Sound Stratum)

Lapis bunyi berupa deretan bunyi-bunyi fonem. Bunyi fonem itu berderet dan

bergabung menjadi satuan lebih besar sesuai dengan konvensi bahasa (bahasa

Indonesia). Bunyi dalam sajak mempunyai sifat estetik yang berfungsi untuk

25

mendapatkan sebuah keindahan dan tenaga ekspresif. Kata lain bunyi memiliki

fungsi sebagai alat penyair untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa,

menimbulkan bayangan angan yang jelas.

Lapis bunyi yang ditunjukkan dalam sembilan belas geguritan karya J.F.X.

Hoery dapat dilihat dari keterangan dibawah ini:

1. Tumedhak Roh Suci „Turunnya Roh Kudus‟

Lapis bunyi terdapat pada barispertama dan kedua Tumedhak roh

suci„turunnya roh suci‟ dan nggelar prabawa Illahi„menyebarkan

keluhuran Illahi‟ terdapat asonansi perulangan bunyi vokal/i/. Baris ke dua

belas dan tiga belas tumedhak roh suci „turunnya roh suci‟ dan sumbering

sih Illahi„sumber pilihan Illahi‟ terdapat pula asonansi perulangan bunyi

vokal/i/. Baris ke lima belas sampai baris ke enam belas altar papaning

kurban „tempat sakral untuk meletakkan kurban‟ dan dadi pathoking iman

„menjadi patokan iman‟ mengandung asonansi vokal/a/ dan bunyi

konsonan /n/ sebagai aliterasi.

2. Pinurba Sang Pepadhang „Dikuasai Tuhan Yesus‟

Lapis bunyi pada geguritan kedua ini terdapat pada baris ke delapan dan

sembilandhelikan ing waliking mega „sembunyi dibalik awan‟ dan

rerambatan mangsa „melekat pada waktu‟ terdapat asonansi vokal/a/.

Selanjutnya, pada baris ke dua puluh lima dan dua puluh enam pinateg

paku kalanggengan „terpaku pada akhirat‟ dan karana pangkuhing kayu

pamethangan „kekuatan kayu yang dipentang‟ terdapat asonansi vokal/a/

dan mendapat imbuhan/n/. Baris ke dua puluh tujuh dan dua puluh delapan

26

kaya kang wis wineca „seperti yang telah terbaca‟ dan wiwit mula buka

„awal dari pembukaan‟ terdapat asonansi vokal/a/.

3. Sumawur Kekeran Adi „Tersebar Rahasia Indah‟

Geguritan ketiga pada baris ke dua dan ketiga tan wewah tan

cangkah„tidak lebih tidak bercabang‟ dankrana pasrah lan percaya

„karena pasrah dan percaya‟ mengandung asonansi vokal/a/ dan mendapat

aliterasi huruf /h/. Baris ke lima dan keenam wong nistha tan tinarima

„orang dibawah tidak terima‟ dan kang suka apus karma „yang suka

menghapus karma‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke sepuluh aku

mlebu pradapaMu„aku masuk dihadapanMu‟ terdapat asonansi vokal/u/.

Baris tiga belas dan empat belas manungku puja „menyatukan puja‟ dan

ngeningake cipta„mengheningkan cipta‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris

kedua puluh tiga dan dua puluh empat pager kawat kanugrahan „pagar

kawat keanugrahan‟ dan dadi benthenging iman „menjadi bentengnya

iman‟ terdapat asonansi vokal/a/ mendapat aliterasi/n/.

4. Bisaku Mung Pasrah „Bisaku Hanya Pasrah‟

Lapis bunyi terdapat pada baris ketiga mungkure wengi ora perlu

ditangisi„menghilangnya malam tidak perlu ditangisi‟ terdapat asonansi

vokal/i/. Baris kesembilan welating jantung keketeg geter ndedher

sesuker„geraknya jantung getar meluas usaha‟ terdapat asonansi vokal/e/

mendapat aliterasi konsonan /r/.

5. Patitis „Jelas/Tepat‟

Lapis bunyi baris keempat dan kelima padha seba „sama-sama

menghadap‟ dan ati lan raga „hati dan raga‟ terdapat asonansi vokal/a/.

27

Baris kesepuluh dan kesebelas yen ta wis meleng ing pangawikan „jika

sudah oleng pengetahuannya‟ dan kari naker kekering

panglimunan„tinggal menimbang tertulisnya dunia sihir‟ mengandung

asonansi vokal /a/ mendapat konsonan /n/.

6. Mantra „Doa‟

Geguritan keenam ini terdapat lapis bunyi pada baris kedua dikudang

kudang mbarengi laire anak lanang „digadang-gadang menyamai lahirnya

anak laki-laki‟ terdapat asonansi vokal/a/ dan aliterasi/ng/. Baris kedelapan

kumelun dupa manunggal jroning mantra „mengalun dupa menjadi satu

didalam mantra‟ terdapat asonansi vokal/a/.

7. Bendu „Amarah‟

Baris kedua pada geguritan ketujuh ini ana tumiyunge pang-pang cemara

wengi „melambangnya dahan-dahan cemara malam‟ terdapat asonansi

vokal/i/. Baris keenam ing pangangkah bisa kaetha bisa kacandra„dalam

keinginan bisa diberatkan‟ mengandung asonansi vokal/a/.

8. Bali Marang Ancasing Reformasi „Kembali ke Tujuan Reformasi‟

Lapis bunyi yang pertama baris pertama bapa pangarsa „bapa pemimpin‟

terdapat asonansi vokal/a/. Baris keenam kawula alit padha mencit„rakyat

kecil menjerit‟ terdapat asonansi vokal/i/ dan mendapat tambahan huruf /t/.

Sama halnya dengan baris ke lima belas dan enambelas uga

kamardikaning panggurit „juga kemerdekaan penulis‟ dan perlu katlisik

tekan papan-papan wingit „perlu diselidiki sampai tempat-tempat angker‟

terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke tujuh belas tekadmbrasta maksiyat

mung plakat „tekad menghilangkan maksiat hanya plakat‟ terdapat

28

asonansi vokal/a/. Baris ke delapan belas dan sembilan belas korupsi

kolosi kong kalikong „korupsi kolusi kong kalikong‟ dan keplok

bokong„bertepuk pantat‟ terdapat asonansi vokal/o/. Pada baris ke dua

puluh satu dan dua puluh dua mubeling kabudayan manca dadi

wisa„bergeraknya kebudayaan manca menjadi bisa‟ dan pamrawasa

ngrenggawarta saben dina„pemrakarsa membuat berita setiap hari‟

terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua puluh empat nyawa iki wis tanpa

aji? „nyawa ini sudah tanpa daya?‟ mengandung asonansi vokal/i/. Baris

ke tiga puluh lima dan tiga puluh enam dudu wong cilik kang ngucireng

yuda „bukan orang kecil yang takut perang‟ dan nanging pangarsa kang

kelangan rasa „namun pemimpin yang kehilangan rasa‟ dan baris ke tiga

puluh enam dudu kawula kang ndaga ‗bukan rakyat yang membangkang‟

terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke empat puluh sampai empat puluh

sembilan perlune ngecengake garis demokrasi „perlunya memperkuat

garis demokrasi‟, bali marang ancasing reformasi „ kembali dalam tujuan

reformasi‟, ngugemiajining diri „memegang teguh kekuatan diri‟, dan

ngugemi jatidhiri „memegang teguh jati diri‟ mengandung asonansi

vokal/i/.

9. Nalika Sang Sabda Manjalma ‗Ketika Sabda Menjelma‟

Lapis bunyi terdapat pada baris pertama nalika sang sabda

menjalma„ketika sang sabda menjalma‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris

ketiga tan ana kang kawistara wela-wela„tidak ada yang terlihat dengan

jelas‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke sebelas dan ke lima belas nalika

sang sabda menjalma „ketika sang sabda menjalma‟ dan pasrah bandha

29

donya sukma raga„pasrah harta dunia jiwa raga‟ mengandung asonansi

vokal/a/.

10. Kabeh Wis Jinangkung Ing KarsaNe „Semua Sudah Digariskan oleh

Nya‟

Lapis bunyi selanjutnya pada baris kedua kang banjur mungkur ndelik ing

waliking mendhung „yang kemudian bersembunyi di balik awan‟ terdapat

asonansi vokal/u/. Baris keempat ana kang tedhak netepi jejering

kawula„ada yang hadir menepati kewajiban rakyat‟ terdapat asonansi

vokal/a/. Baris kelima tumetesing pakon kanggo ngadepi lakon

„menetesnya acuan untuk melengkapi cerita‟ terdapat asonansi vokal/o/.

Baris ke tujuhrun tumurun tumatuntun „turun temurun berurutan‟ terdapat

asonansi vokal/u/. Baris ke sembilan alaming kasukman jagating

kamanungsan „dunia sukma dunia kemanusiaan‟ satu baris menggunakan

pola persajakan abab yang juga terdapat asonansi /i//a/. Baris ke sepuluh

manunggal sakajantraning langit sakawit „menyatu dari luasnya langit

sebelumnya‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke dua belas dan tiga belas

suwara pangundang ngumandang „kumandang suara panggilan‟ ing

telenging tawang sinartan kidung ayu „ditengah langit disertai kidung

cantik‟ terdapat asonansi vokal/a/ dan aliterasi konsonan /ng/. Baris ke

delapan belas marga wis jinanji amurwani lan mungkasi„karena sudah

dijanjikan memulai dan mengakhiri‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke

Sembilan belas geter peter mawa prabawa langgeng „bergetar penuh

kewibawaan abadi‟terdapat asonansi vokal/e/ dan juga vokal/a/. Baris ke

dua puluh alaming kamanungsan lereming kasukman „dunia kemanusiaan

30

endapan sukma‟ mengandung pola persajakan a b a b dan terdapat

asonansi vokal/i/a/. Bariske dua puluh dua kabar kang binabar dadi

padoming laku „kabar yang dijelaskan menjadi petunjuk jalan‟terdapat

asonansi vokal/a/. Baris dua puluh tiga wis ginaris ing lungiting weca

kuna„sudah digariskan dalam weca kuna‟terdapat asonansi vokal/i//a/ dan

mengandung pola a a b b. Baris dua puluh Sembilanalaming kasunyatan

kang nyakra manggilingan „dunia kenyataan yang seperti cakra

bergelinding‟terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke tiga puluh tiga piweling

tansah dumeling dadi pepeling „petuah yang selalu dijadikan

peringatan‟terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke tiga puluh tiga yen ta

sejatine tresna iku pasrah lan kurban „jikalau sejatinya cinta itu pasrah

dan berkurban‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke tiga puluh limaing

sangisoring tugu kamenangan mulya „dibawah tugu kemenangan

mulya‟terdapat asonansi vokal/i/.

11. Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka „Terserah Kuasa Tuhan‟

Lapis bunyi terdapat pada baris pertama dan kedua antarane swara ati lan

nurani„diantara suara hati dan nurani‟ wis suwe ginerus erosi „sudahlama

tergerus erosi‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ketiga gorehing dhadha

nalika nglinga „goresan dada saat kehilangan‟terdapat asonansi vokal/a/.

Baris kelima dan keenam sapa sing ngrangkul wengi „siapa yang

merangkul malam‟ngranti parak ora kanti„menunggu arah dengan tidak

sabar‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke dua puluh satu samapai dua

puluh empat apa bener bumi iki wis tuwa „apa benar bumi ini sudah tua‟

sapa bisa maca tandha-tandha„siapa bisa membaca tanda-tanda‟sapa

31

kuwawa miyak warana „siapa yang kuat membuka jalan‟ ngumandhanging

suwara tanpa raga„mengumandangkan suara tanpa raga‟ terdapat asonansi

vokal/a/. Baris ke dua puluh empat dan dua puluh lima dirungu ora

diperlu „tak perlu didengar‟ Dadi reridu„menjadi halangan‟ terdapat

asonansi vokal/u/. Baris ke dua puluh tujuh dhuh Gusti punapa karsa

paduka? „dhuh Gusti apa keinginan Tuhan?‟ terdapat asonansi vokal/a/.

12. Balia ‗Kembalilah‟

Lapis bunyi pada geguritan Balia terdapat pada baris keempat kamajaya

kamratih kasisih „kamajaya kamratih tersisih‟terdapat asonansi vokal/a/.

Baris kelimaanakana Romy Yuliet, kaget „disana romi Juliet kaget‟ pola a

a b b dan terdapat asonansi vokal/a//e/. Baris keenam Pranacitra-

Layonsari, ura-ura „pranacitra- Layonsari berteriak‟ terdapat asonansi

vokal a. Baris ke tujuh Bandung Bandowoso-Rorojonggrang, keplantrang

„Bandungbondowosa-Rorojonggrang di bodohi‟terdapat asonansi vokal/a/.

Baris kesepuluh Jaka Tarub-Nawangwulan nanting kasatyan „Jaka Tarub-

Nawang wulan menyepelekan kesetyaan ‟terdapat asonansi vokal/a/. Baris

ke sembilan dan sepuluh kae-kae kang dedhelikan „itu yang

disembunyikan‟ Nggadhuh tresna nggendhong kaculikan ‗mempersatukan

cinta menggendong kelicikan‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke sebelas

kang ketriwal madal crita „yang awal mula ceritanya‟ terdapat asonansi

vokal/a/. Baris enam belas dan tujuh belas apa sing padha digantha„apa

yang semua inginkan‟ apa sing lagi diundha? „apa yang sedang

diharapkan?‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke delapan belas ing

pategaran ara-ara kasuguhan „dalam ketegaran lapang kesanggupan‟

32

terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua puluh tiga dadi wewaler nalika

padha kablinger „menjadi peringatan setelah semua tersesat‟ terdapat

asonansi vokal/e/. Baris ke dua puluh empat yektinemanungsa mung

wayang kanggoNe„sebenarnya manusia hanya wayang bagi-Nya‟terdapat

asonansi vokal/e/.

13. Suhing Leluhur „Kekuatan Leluhur‟

Lapis bunyi terdapat pada baris ketiga ora ana sabawa swara, tidhem

prenamen „tidak ada satupun suara, diam sunyi‟ terdapat asonansi

vokal/e/. Baris ke empatkang jejogedan ing tawang „yang menari dilangit‟

terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke sembilan belas sinayap pindha

sumoroting teja„diberatkan seperti jatuhnya cahaya‟terdapat asonansi

vokal/a/. Baris ke dua puluh tiga tinarbuka nggawa pawarta kabungahan

„dibuka membawa kabar bahagia‟terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua

puluh delapanambuka werding budaya bangsa „membuka arti budaya

bangsa‟ terdapat asonansi vokal/a/.

14. Padupan ‗Wadah Pembakaran Kemenyan‟

Lapis bunyi baris kedua ngumandhang mbedhah crita pagedhongan

„mengumandang membuka cerita istana‟ terdapat asonanasi vokal/a/. Baris

keempat kang cinipta wedharing kasunyatan „yang dicipta ditunjukkannya

kenyataan‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua belasing bumi Jawa

dwipa ginurit sastra lungit „di bumi Jawa dwipa tertulis sastra agung‟

terdapat asoanansi vokal/a/ dan /i/ dengan pola a a b b. Baris keempat

belas manungku keteg pandulu tunggal „niat memuja penglihatan satu‟

terdapat asonansi vokal/u/. Baris keenam belas dan tujuh belas ing asepi

33

sepasamun „dalam sepi tanpa rasa yang terampas‟ mbekas naas nglarak

pancabaya „membekas naas merambah lima macam masalah‟ terdapat

asonansi vokal/a/ dan aliterasi konsonan /s/. Baris ke dua puluh empat

nugraha pambirat sakeh durangkara„anugerah jauhkanlah segala angkara

murka‟ terdapat asonansi vokal/a/.

15. Nyawiji Ing Napasku-Napasmu-Napas E„Menyatu di Nafasku-

Nafasmu-NafasNya‟

Lapis bunyi pada baris ketiga kamangka kelir wis ginulung saka

panggung „padahal kelir sudah digulung dari panggung‟ terdapat asonansi

vokal/u/. Baris ke enam jinarang anggegala pangangkah cengkah „arah

keinginan arah yang dilarang‟ terdapat asonansi vokal/a/ dan aliterasi

huruf /h/. Baris ke sembilanmung kanthining esthi pinesthi „hanya diikuti

dengan restu dan kepastian‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke delapan

belas dan sembilan belaskang ana ing angen-angen katliweng „ada

diangan-angan namun terlupakan‟ Kinelun swara kinjeng mbrengengeng

„digulung suara capung bergetar‟ terdapat asonansi vokal/e/. Baris ke dua

puluh kagelar sabaya mukti kinanthi„digelar takut mukti yang mengiringi‟

terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke dua puluh dua dan dua puluh tiga

lamun ngelmu linakonan kanthi laku „jika ilmu dijalani dengan perbuatan‟

Laku labeting niyat patembaya „perbuatan didalam niat yang sudah

diinginkan‟ terdapat asonansi vokal/u/. Baris ke dua puluh empat dan dua

puluh lima tekat tarekat angrengkuh bumi„tekad tarekat merengkuh bumi‟

dakrenda pupus-pupusing kemayan jati „ku jahit pupus-pupusnya

kenyataan semu‟ terdapat asonansi vokal/i/. Baris ke dua puluh enam

34

jatining pangrengkuh mungkur ing kewuh „sejatinya rengkuhan setelah

ada masalah‟ terdapat asonansi vokal/u/. Baris ke dua puluh tujuh dan dua

puluh delapan paran prasapa kinudang mamang „orang-orang dipuja-

puja‟ anak lanang kang ginandhang „anak laki-laki yang diharapkan‟

terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke dua puluh Sembilan anak wadon

lepasna saka keprabon „anak perempuan lepaskanlah dari kerajaan‟

terdapat asonansi vokal/o/. Baris ke tiga puluh senajan pangentha mung

dadi bahan kandha„walaupun ingin hanya menjadi bahan omongan‟

terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke tiga puluh tujuh nalika udan kapisan

ora nelesi lemah „ketika hujan pertama kali tidak membasahi tanah‟

terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke tiga puluh limatumulia tumolih ing

pikoleh „segera mendapatkan balasan‟ terdapat asonansi vokal/o/ aliterasi

huruf /h/. Baris ke tiga puluh enam drajat lan pangkat mung dadi

pajangan „derajat dan pangkat hanya menjadi pajangan‟ terdapat asonansi

vokal/a/. Baris ke tiga puluh delapan para panguwasa mlintir rasa

pangangsa„para penguasa membelokkan hati mangsa‟ terdapat asonansi

vokal/a/. Baris ke empat puluh sayakedlarung-dlarung nggemblung

„semakin berlarut-larut menggila‟ terdapat asonansi vokal/u/. Baris ke

empat puluh satu ayo padha tembayatan udhu salugu„ayo bersama-sama

iuran semestinya‟ terdapat asonansi vokal/u/.

16. Manembah„Menyembah Tuhan‟

Lapis bunyi baris pertama, baris kedua, baris ketiga, dan baris keempat

manembah angolah saya sanyakala „beribadah mengolah daya segala

waktu‟, rinumpaka wenganing kaheningan maya „dirawat bukanya

35

keheningan dunia fana‟, kanthi jangkahing napak garising rasa „menuntun

jalan menapaki garisnya rasa‟ terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke lima

belas, baris ke sebelas dan dua belas kang tinemu glibeting

pangangen„yang ditemui sebersit kerinduan‟ kangen ing pangangkah

„rindu yang menjadi keinginan‟ terdapat lumaksita dalam kata pangangen

kangen dan asonansi /a/. Baris ke enam belas keblat papat panjuru wolu

„empat kiblat penjuru delapan‟ terdapat pola a a b b dan asonansi

vokal/a//u/. Baris ke dua puluh dua kinanthi putihing ati meneping rasa

„diikuti putihnya hati penuh keyakinan‟ terdapat asonansi vokal/i/.

17. Gurit Pepesthen„Puisi Kepastian‟

Lapis bunyi pada geguritan ini terdapat pada baris kedua parandene isih

ana kang tumambong gawe„sedangkan masih ada yang bersedia

melakukan‟ terdapat asonansi vokal/e/. Baris kelima palupilinakonana

kanthi lembah manah „contoh dijalani dengan penuh kesabaran‟ terdapat

asonansi vokal/a/. Baris ke delapan sinasap wirama megatruh anguwuh

adhuh „seperti irama megatruh mengalun merdu‟ Terdapat asonansi

vokal/u/ dan aliterasi huruf /h/. Baris kesembilanapabaya kalamun

bawana siningkap langkap „apasaja jika bumi dibuka‟ terdapat asonansi

vokal/a/. Baris ke dua belas ing sadhegah terakah kang lumampah „dalam

keadaan apapun yang berjalan‟ terdapat asonansi vokal/a/ dan aliterasi

huruf /h/. Baris ke enam belas kang wis giniring ing guriting Gusti„yang

sudah diarahkan dalam syair Tuhan‟ terdapat asonansi vokal/i/ dan

aliterasi /ng/.

36

18. Ngracik Tumtuming Kayuwanan„Menuju Dunia Baka‟

Lapis bunyi terdapat pada baris kedua gunem gumampang tinampa

gothang „gampang bicara yang diterima hanya kekosongan‟ terdapat

asonansi vokal/a/. Baris ketujuh mungguh patrap kaconggah

ngemonah„agar perbuatan sombong tidak tercapai‟ terdapat asonansi

vokal/a/. Baris ke enam belas katemah sumengkaanglangga

nugraha„sehingga mencapai anugerah‟ terdapat asonansi vokal/a/.

19. Pujabrata „Meditasi‟

Lapis bunyi pada baris ke enam belas sembada ing pujabrata kinarya

pralampita „serba cukup dalam kesaktian sebagai kata-kata tentang cinta‟

terdapat asonansi vokal/a/. Baris ke delapan belas dene isih ana kang bias

kinudang sinawang „sedangkan masih ada yang bisa dipuji dan dipandang‟

terdapat asonansi vokal/a/.

Keseluruhan dari geguritanLintang Gumawang karya J. F. X Hoery

memiliki lapis bunyi. Asonansi vokal a dan i mendominasi tidak jarang juga

terdapat aliterasi dan satu lumaksita.

2. Lapis Arti ( units of meaning)

Lapis arti ( units of meaning ) merupakan lapis yang bisa mendekatkan

kita dengan objek. Lapis arti adalah satuan fonem berupa suku kata dan kata. Kata

bergabung menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita

bisa dikatakan juga lapis arti ialah gabungan dari satuan yang terkecil hingga yang

terbesar yang bergabung menjadi sebuah cerita.

Lapis arti yang ditunjukkan dalam sembilan belas geguritan karya J.F.X.

Hoery dapat dilihat dari analisis dibawah ini :

37

1. Tumedhak Roh Suci

Pada kalimat Kang bakal nglintir pepadhang„yang akan memberi

penerangan‟ Pepadhang dalam makna konotatif berarti penerangan atau

jalan kebenaran. Dadi menaraning ngaurip „menjadi menara kehidupan‟.

Menaraning dalam artian konotatif berarti pelindung.

2. Pinurba sang pepadhang

Kalimat ing pupusing gurit ‗dalam ujungnya puisi‟. Gurit disini juga bisa

berarti kehidupan sebagai makna konotatif. Pinateg paku

kalanggengan„tertancapnya paku keabadian‟ diartikan disini paku

kalanggengan makna konotatif dari salip.

3. Sumawur kekeran adi

Kang mlebu pradapaMu „yang masuk hadapanMu‟ makna konotatif dari

pradapa adalah agama.

4. Bisaku mung pasrah

Katulis mawa tandha-tandha garis ireng„tertulis bahwa tanda-tanda garis

hitam‟ dalam makna konotatif, garis ireng bisa berarti kehidupan yang

kelam.

5. Patitis„Tepat‟

Paran pepadhang lan pepeteng „pemberi penerangan dan pemberi

kegelapan‟ dalam konteksnya, pepadhang berarti penerang yaitu jalan

kebenaran dan pepeteng berarti kegelapan yaitu jalan yang salah.

38

6. Mantra

Kumelun dupa manunggal jroning mantra „mengalun dupa menjadi satu

didalam mantra‟ Terjemahandupa benar-benar dalam konteks asli arti

dupa itu sendiri. Dupa berarti bahan pembakaran yang dapat

mengeluarkan asap berbau sedap atau harum. Kang rinesep ing otot-otot

linolos bebayuning roh „yang meresap dalam otot diloloskan angin roh‟

yang berarti asap dari dupa masuk dalam otot dan dibawa oleh angin dan

roh. Elinga lamun urip iki mung mampir ngombe „ingatlah jika hidup ini

hanya singgah untuk minum‟ arti dalam konteks adalah pengandaian hidup

didunia bersifat sementara dan kekal didapat pada hari akhir atau akhirat.

7. Bendu

Rembulan kadhung temangsang kalah jethungan „bulan terlanjur

tergantung kalah bersembunyi‟ adalah makna denotatif rembulan kalah

jethungan yang berarti malam akan digantikan oleh pagi.

8. Bali marang ancasing reformasi

Marga wis tinulis mawa mangsi kuning „karena sudah ditulis dengan tinta

kuning‟ makna konotatif dari tinta kuning adalah perasaan takut,

kerapuhan, kegelisahan, dan keputusasaan. Nanging panguwasa wis

kadhung kelangan keblat „namun penguasa sudah terlanjur kehilangan

kiblat‟ makna konotatifkiblat berarti pikiran utama yang harus di lakukan

namun dilanggar. Seperti contohnya, penguasa telah berjanji namun

mengingkari.

39

9. Nalika sang sabda manjalma

Aku ketlarak ing tlatah sengkaning paran „aku tersesat di wilayah asing

tanpa tujuan‟ dalam makna konotatif,ketlarak berarti masuk dalam dunia

kegelapan salah arah.

10. Kabeh wis jinangkung ing karsane

Ing sangisoring tugu kamenangan mulya „dibawah tugu kemenangan yang

mulia‟ tugu kamenangan mulya dalam makna konotatif, tugu kemenangan

adalah salip yang biasanya tertancap didalam gereja. Tinemu gurit-gurit

suci „menemukan tulisan-tulisan kecil‟ gurit dalam makna konotatif berarti

doa.

11. Balia

Abang putih ireng wis pinurba „merah putih hitam sudah diputuskan‟

Abang putih ireng wis pinurba dalam arti konotatif berarti takdir sudah

digariskan oleh Tuhan.

12. Nyawiji ing napasku-napasmu-napas-E

Anak wadon lepasna saka keprabon „anak perempuan lepaslah dari

kerajaan‟ dalam konteks makna konotatif keprabon adalah rahim seorang

ibu.

13. Gurit pepesthen

kang wis giniring ing guriting Gusti „yang sudah diarahkan dalam syair

Tuhan‟ guriting Gusti adalah doa atau sabda Tuhan.

40

14. Pujabrata

Kidung wengi kang ngrengga batin „lagu malam yang menjaga batin‟

kidung wengi disini berarti nyanyian atau doa yang dilantunkan saat

malam hari.

3. Lapis Objek, Latar, dan Pelaku

Sembilan belas geguritanJ.F.X. Hoery memiliki lapis objek pada tiap-tiap

geguritannya. telah dianalisis dan dapat disimpulkan bahwa objek dari

geguritan-geguritan tersebut adalah Tuhan, alam semesta, dan kehidupan

manusia. Sembilan belas geguritanJ.F.X. Hoery yang mengandung lapis objek

yaitu :

1. Tumedhak Roh Suci

Kutipan :

Tumedhak roh suci

Nggelar prabawa Illahi

Kang bakal nglintir pepadhang

Altar papaning kurban

Salip Dalem Gusti

Minulya Allah ing ngaluhur

Arti :

„Turunnya roh suci‟

„Menggelar keluhuran Illahi‟

„Yang akan memberi cahaya‟

„Altar tempat kurban‟

„Salip dalam Tuhan‟

„Yang meluhurkan Allah‟

Geguritan diatas pada kata Roh Suci „roh suci‟, Prabawa Illahi „keluhuran

Illahi‟,pepadhang „penerangan‟, altar „altar‟, salip Dalem Gusti „salip

dalam Gusti‟, dan Allah „Allah‟ mengacu pada penggantian kata Tuhan.

41

2. Pinurba Sang Pepadhang

Kutipan :

Pinurba sang pepadhang

DakantitekaMu

tumangsang ing sunare netra Mu

arti :

„dimulai dari sang pencerah‟

„ku menanti kedatanganMu‟

„terjebak dalam sinarnya mataMu‟

Terdapat objek pada sang pepadhang „sang pencerah‟, tekaMu

„kedatanganMu‟, dan netraMu „mataMu‟ mengacu pada penggantian kata

Tuhan.

3. Sumawur Kekeran Adi

Kutipan :

Kabeh ana ing astaMu

Saka kedheping netraMu

Aku mlebu PradapaMu

Gusti nyuwun pangayoman

Paduka nyalirani pribadhi

Sumawur kekeran adi

Arti :

„Semua ada di tanganMu‟

„Dari kedipan mataMu‟

„Aku masuk hadapanMu‟

„Gusti, pinta perlindungan‟

„Paduka menghormati diri‟

„tersiratnya perilaku yang baik‟

42

Geguritan ketiga terdapat objek astaMu „tanganMu‟, netraMu „mataMu‟,

gusti „gusti‟, paduka „paduka‟, dan kekeran adi „perilaku baik‟kesemuanya

tersebut adalah kata ganti Tuhan.

4. Bisaku Mung Pasrah

Kutipan :

Urip mono nggadhuh utang marang Gusti

Bisaku mung pasrah, nyadhong mustikaning urip langgeng

Arti :

„Hidup itu harus mempunyai hutang kepada Gusti‟

„Bisaku hanya pasrah, meminta mustika hidup abadi‟

Lapis objek yang terkandung dalam geguritan diatas adalah Gusti „gusti‟

dan mustikaning „mustika‟ keduanya menggantikan kata Tuhan.

5. Patitis

Kutipan :

Sukma-sukma ngorong marang pradapaning gusti

Padha seba

Kang amasesa saliring rasa

Paran pepadhang lan pepeteng

Arti :

„Sukma-sukma membuka di hadapan Gusti‟

„Sama-sama menghadap‟

„Yang memutuskan perasaan‟

43

Lapis objek terdapat pada kata Gusti „gusti‟, amasesa rasa „memutuskan

perasaan‟, dan pepadhang lan pepeteng „pemberi cahaya dan kegelapan‟.

Ketiganya menggantikan kata Tuhan.

6. Mantra

Kutipan :

Taman pancuran ing tengahing rembulan purnama

Manuk emprit ngrancik sesaji amrih bumi lestari

Kunang-kunang wengi ndudhah galihing langit

Kaki lan nyai dhanyang pangreksa kayu gedhe watu gedhe

Rep sirep sumingkir saka kersaning Allah

Kemayangan jumbuhing akasa miwah bantala

Tineges ing piwulanging para jambur lanleluhur

Arti :

„Taman air mancur di tengah-tengah bulan‟

„Burung gereja memanjatkan sesaji agar bumi lestari‟

„Kunang-kunang malam membuka hatinya langit‟

„Kakek dan nenek dhanyang penunggu kayu besar batu besar‟

„Sunyi senyap tersingkir oleh kehendak Allah‟

„Melayang tidak enak langit dan bumi‟

„Terjemahan dalam ajaran para sesepuh dan leluhur‟

Geguritan ini memiliki lapis objek dengan kata rembulan purnama

„bulan‟, bumi „bumi‟, langit „langit‟, kaki lan nyai ndanyang „kakek dan

nenek dhanyang‟, Allah „allah‟, langit lan bumi „langit dan bumi‟, leluhur

„leluhur‟ yang segala halnya merupakan penggantian nama Tuhan dan

ciptaan Tuhan.

7. Bendu

Kutipan :

Rembulan kadhung temangsang kalah jethungan

Pindha jlagra ngremuk atosing sela

Sanyatane tansah mili saka tuking banyu panguripan-E

Samodra gung-bumi bawera

Jurang serung-puncaking gunung

Deduka bakal lumereng ing lisan sabda

44

Tunuyup kendhang tan tinampa ing palereman-E

Arti :

„Bulan terlanjur tergantung kalah bersembunyi‟

„Seperti lahar merusak kerasnya bebatuan‟

„Kenyataannya selalu mengalir dari asal air kehidupan-Nya‟

„Samudra luas bumi terbentang‟

„Jurang curam puncaknya gunung‟

„Peringatan akan dibeberkan dalam lisan sabda‟

„Ditutupi kendhang tidak diterima di peristirahatan-Nya‟

Geguritan tersebut memiliki objek dengan kata rembulan „bulan‟, jlagra

„lahar‟, panguripan-E „kehidupan-Nya‟, samodra „samudra‟, bumi „bumi‟,

gunung „gunung‟, sabda „sabda‟, palereman-E „peristirahatan-Nya‟

termasuk dalam kata pengganti Tuhan dan seluruh ciptaan Tuhan.

8. Bali Marang Ancasing Reformasi

Kutipan :

Bapa pangarsa

Srengenge durung sadhuwure genter

Kamardikan duweke sadhengah bangsa

Arti :

„Bapa pemimpin‟

„Matahari belum sepenggalah tingginya‟

„Kemerdekaan milik segala bangsa‟

Lapis objek pada geguritan diatas terdapat pada kata bapa pangarsa „bapa

pemimpin‟, srengenge „matahari‟, dan kamardikan „kemerdekaan‟ yang

didalamnya termasuk pengganti kata Tuhan, kemerdekaan, dan ciptaan

Tuhan.

45

9. Nalika Sang Sabda Manjalma

Kutipan :

Nalika Sang Sabdamanjalma

Dadiya paseksen yen urip wisangejawantah

Dadiya sumbangsihe jagad gumelar

Papan cumondhok asihing Gusti

Arti :

„Ketika Sang Sabda menjelma‟

„Terkelupas sarana tata batin dalam hidup‟

„Jadilah saksi jika hidup sudah diwujudkan‟

„Jadilah sumbangsihnya dunia terbentang‟

„Tempat tinggal kasih sayang Tuhan‟

Lapis objek terdapat pada kata sang sabda „sang sabda‟, urip

„hidup‟,jagad „dunia‟, Gusti „gusti‟ merupakan pengganti kata Tuhan dan

ciptaan Tuhan.

10. Kabeh Wis Jinangkung Ing KarsaNe

Kutipan :

Endahing wengi kinudang rembulan sacuwil

Alaming kasukman jagating kamanungsan

Manunggal saka jantraning langit sakawit

Ngganepi paseksening ngaurip

Tumedhak nyingkap warananing jagat

Mbabar wewadining urip lan pati

Kang bakal anjog ing telenging segaraMu

Marga kabeh wis jinangkung ing karsaNe

Arti :

„Indahnya malam dipuja bulan sabit‟

„Dunia sukma dunia kemanusiaan‟

„Menyatu dari luasnya langit sebelumnya‟

46

„Menyempurnakan kesaksian kehidupan‟

„Mendekat menyingkap jalannya dunia‟

„Menjabarkan arti hidup dan mati‟

„Yang akan sampai ketengah samudra-Mu‟

„Karena semua telah ditakdirkan oleh kehendak-Nya‟

Lapis objek pada geguritan ini ada pada kata rembulan

„bulan‟,kamanungsan „kemanusiaan‟, langit „langit‟, ngaurip „kehidupan‟,

jagat „dunia‟, urip lan pati „hidup dan mati‟, segaraMu „samudraMu‟,

kersaNe „kehendakNya‟ menggambarkan pengganti nama Tuhan, alam

semesta dan kehidupan manusia.

11. Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka

Kutipan:

Antara swara ati lan nurani

Angin uga kadhung nglipus

Apa bener bumi iki wis tuwa

Ngumandanging suwara tanpa raga

Dhuh Gusti punapa karsa Paduka?

Arti :

„Diantara suara hati dan nurani‟

„Angin juga terlanjur tertidur‟

„Apa benar bumi ini sudah tua‟

„Terdengarnya suara tanpa raga‟

„Terserah Kuasa Tuhan‟

47

Menjelaskan bahwa kata ati lan nurani „hati dan nurani‟, angin „angin‟,

bumi „bumi‟, raga „raga‟, Gusti „Gusti‟, paduka „paduka‟ adalah pengganti

nama Tuhan dan alam semesta ciptaan Tuhan.

12. Balia

Kutipan :

Aja nglarak rembulan kemrangsang

Lintang luku pepasihan karo jakabelek

Yektine menungsa mung wayang kanggoNe

Terjemahan :

„Jangan mengharapkan bulan sempurna‟

„Bintang luku mengadu kasih dengan Jakabelek‟

„Sebenarnya manusia hanya bayangan bagiNya‟

Lapis objek pada kata rembulan „bulan‟, lintang „bintang‟, dan kanggoNe

„bagiNya‟ adalah pengganti nama Tuhan dan ciptaan Tuhan.

13. Suhing Leluhur

Angin nganthi sumuking hawa tunggal gunung

Sumilir pindha lengguting ombak jaladri

Kang jejogedan ing tawang

Mega putih angungrum lintang wengi

Sumunar. . sumunarcahyane

Sesulak ing ngawiyat mapag tekane mangsakala

Ginaris Hyang Ratri mancur ing balumbang

Gilar-gilar ngrabasa bumining Pangeran

Saiyeg saeka kapti mrih kuncarane bumi adi

Ayuning rembulan katon mubyar

Sinayap pindha sumoroting teja

Konjem ing plabuhning pertiwi

Tan jinarag sumungkem ing PradapaMu

Terjemahan :

„Angin membawa panasnya hawa satu gunung‟

„Mengalir seperti gerakan ombak lautan‟

48

„Yang menari dilangit‟

„Mega putih menyelimuti bintang malam‟

„Bersinar. . bersinar cahayanya‟

„Digariskan Dewa malam mengalir dikolam‟

„yang terang merusak buminya Pangeran‟

„seiya sekata supaya tersohornya bumi luhur‟

„Cantiknya rembulan katon mubyar‟

„diibaratkanseperti jatuhnya cahaya‟

„Terdiam dalam pelabuhan bumi‟

„Tidak sengaja bersimpuh di PradapaMu‟

Lapis objek terdapat pada kata angin „angin‟, gunung „gunung‟, ombak

jaladri „ombak lautan‟, tawang „langit‟, lintang „bintang‟, cahyane

„cahayanya‟, mangsakala „musim‟, Hyang ratri „dewa malam‟, Pangeran

„Tuhan‟, bumi „bumi‟, rembulan „bulan‟, teja „cahaya‟, pertiwi „bumi‟,

pradapaMu „pradapaMu‟ kata-kata diatas adalah kata ganti nama Tuhan

dan ciptaan Tuhan.

14. Padupan

Kutipan :

Tembang-tembang panguripan

Linaras mangesthi Hyang Widi

Nratas mega lanangin wengi

Ing bumi Jawadwipa ginurit sastra lungit

Oh paduka dhuh Gusti kang peparing

Arti :

„Lagu-lagu kehidupan‟

„dilambangkanmenyakini Tuhan‟

„Melewati mega dan angin malam‟

„Di bumi Jawadwipa tertulis sastra agung‟

„Oh tuanku,Tuhan Sang Pemberi‟

49

Lapis objek pada geguritan diatas ada pada kata panguripan „kehidupan‟,

Hyang Widi „tuhan‟, mega „mega‟, angin „angin‟, bumi „bumi‟, paduka

„tuhan‟, gusti „tuhan‟ mengandung penggantian nama Tuhan dan alam

semesta.

15. Nyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E

Kutipan :

Mega disapa lan ati jinangkung kapitayan

Kairing enceping rembulan purnama

Tekat tarekat merengkuh bumi

Nalika udan kapisan ora nelesi lemah

Kemulan mendhung

Nggugah rina wengi kang lagi kepati

Nyawiji ing napasku-napasmu-napasE

Arti :

‗Mega disapa dan hati diikat kepercayaan‟

„Diiringi senyuman mengejek bulan purnama‟

„Tekad tarekat merengkuh bumi‟

„Ketika hujan pertama kali tidak membasahi tanah‟

„Berselimut mendung‟

„Membangunkan siang malam yang telah mati‟

„Menyatu dalam napasku, napasmu, napasNya‟

Lapis objek pada geguritan tersebut menggunakan kata mega „mega‟,

rembulan purnama „bulan purnama‟, bumi „bumi‟, udan „hujan‟,

mendhung „berawan‟, rina „siang‟, napasE „nafasNya‟ adalah pengganti

kata Tuhan dan alam semesta seiisinya.

16. Manembah

Kutipan :

Kanthi jangkahing yuwana

Tuking urip

Ing waliking cakrawala sumimpen weninging langit

Nratas wengi

Gumelaring alam

Ruruh dadi pasren sesuci

50

Manembah ing Gusti

Arti :

„Dengan langkahnya dunia‟

„Perolehan hidup‟

„Di baliknya cakrawala tersimpan jernihnya langit‟

„Menembus malam‟

„Terbentangnya alam‟

„giat menjaga kesucian‟

„Beribadah kepada Tuhan‟

Geguritan diatas mengandung lapis objek dengan kata yuwana „dunia‟,

urip „hidup‟, cakrawala „cakrawala‟, langit „langit‟, wengi „malam‟, alam

„alam‟, sesuci „sesuci‟, Gusti „Tuhan‟ sebagai pengganti kata Tuhan dan

ciptaan Tuhan.

17. Gurit Pepesthen

Kutipan :

Cahya gumrining ngemuli esuk kapuranta

Aweweka ngendhaleni musiking rat

Apabaya kalamun bawana siningkap langkap

Mung kang kinajab mangsa tinarbuka

Kang wis giniring ing guriting Gusti

Arti :

„Cahaya mengarah menyelimuti pagi semangatnya‟

„menggambarkanpolah tingkah dunia‟

„Apa saja jika bumi dibuka‟

„Yang diharapkan hanya musim dibuka‟

„Yang sudah diarahkan dalam syair Tuhan‟

51

Lapis objek terdapat pada kata cahya „cahaya‟, esuk „pagi‟, musiking rat

„dunia‟, bawana „bumi‟, mangsa „musim‟,Gusti „Tuhan‟ adalah pengganti

kata Tuhan dan ciptaan Tuhan.

18. Ngracik Tumtuming Kayuwanan

Kutipan :

Nrobos selaning lurung panguripan

Gagat rahina kang wisangrantam

Ing mangsa labuh ndadha kasunyatan

Ing sanggyaning pamengku jati

Arti :

„Menerabas celah-celah jalan kehidupan‟

„Tengah malam merancang apa yang diinginkan‟

„Di musim penghujan telah menyanggupi menjadi kenyataan‟

„Dalam tumpuan Tuhan‟

Lapis objek terdapat pada kata panguripan „kehidupan‟, rahina „malam‟,

mangsa „musim‟, pamengku jati „Tuhan‟ yang dalam artiannya

menggantikan kata Tuhan dan alam semesta.

19. Pujabrata

Kutipan :

Kidung wengi kang ngrengga batin

Cinandra wadhahing alam sajroning potret

Angina mangsa bedhidhing dolanan padhut

Semine laku ing jantraning mangsakala

Kumriciking banyu sendhang kinarya pralampita

Nalika mangsa labuh worsuh gemlegering gludug

Kabeh isih ginaris peparinge Hyang Widi

52

Arti :

„Nyanyian malam yang menjaga batin‟

„Digambarkan tempat alam didalam potret‟

„Angin di musim pancaroba bermain kabut‟

„Tumbuhnya perjalanan di musim yang berlangsung‟

„Gemericik air sendang sebagai petanda‟

„Ketika musim penghujan banyak terjadi suara petir‟

„Semua masih digariskan oleh pemberian Tuhan‟

Geguritan diatas mengandung lapis objek pada kata wengi „malam‟, alam

„alam‟, angin „angin‟, mangsa „musim‟, padhut „kabut‟, mangsakala

„musim yang berlangsung‟, banyu „air‟, gludhug „petir‟, Hyang Widi

„Tuhan‟ semuanya adalah pengganti kata Tuhan dan alam semesta

seiisinya.

Latar

Aspek latar antara lain ialah aspek ruang dan waktu, terjadinya

peristiwa-peristiwa ditambahkan juga latar keadaan. Ruang adalah tempat

atau lokasi peristiwa-peristiwa yang diamati baik yang ekstern maupun

intern. Waktu dapat dijelaskan dalam cerita, yaitu seorang pencerita akan

memberikan jaman yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa yang disajikan

biasanya secara tertulis atau secara tersirat dan terperinci. Keadaan adalah

suasana dimana peristiwa itu terbuat.

Berikut adalah latar yang terdapat pada kesembilan belas geguritan

karya J.F.X. Hoery :

1. Tumedhak Roh Suci

Kutipan :

Dadi menaraning ngaurip

53

Altar papaning kurban

Minulya Allah ing ngaluhur

Manggya tentrem manungsa ing donya

Terjemahan :

„Menjadi menaranya kehidupan‟

„Altar tempat kurban‟

„Yang meluhurkan Allah‟

„Mendapatkan ketentraman manusia di dunia‟

Latar pada geguritan diatas ditunjukkan pada menaraning

„menaranya‟, altar „mimbar‟, ing ngaluhur „yang meluhurkan‟, ing

donya „di dunia‟ menunjukkan latar tempat dan mengacu pada Tuhan.

2. Pinurba Sang Pepadhang

Kutipan :

Ing pupusing gurit

Angin wengi gemantung ing gegodhongan

Dhelikan ing waliking mega

Rerambatan mangsa

Kidung wengi

Tumangsang ing sunare netra Mu

Ing taman-taman ati

Sajroning pasamuan

Terjemahan :

„Diujung puisi‟

„Angin malam menguntai pada dedaunan‟

„Sembunyi dibalik awan‟

„Melekat pada waktu‟

„Nyanyian malam‟

„Terjebak didalam sinar mataMu‟

„Ditaman-taman hati‟

„Didalam pertemuan‟

54

Latar ditunjukkan pada kata ing pupusing „di ujung‟, gumantung ing

gegodhongan „menguntai pada dedaunan‟, ing waliking „dibalik‟,

mangsa „waktu‟, wengi „malam‟, ing sunare „di sinarnya‟, ing taman

„di taman‟, sajroning „didalam‟ kesemuanya ini menunjukkan latar

waktu yang mengacu kepada Tuhan.

3. Sumawur Kekeran Adi

Kutipan :

Krana pasrah lan percaya

Wong nistha tan tinarima

Kang suka apuskarma

Ngeningake cipta

Ngelengake karep

Madhepake ati

Ngumandhang puja lan dunga

Nyebar tresna asih

Terjemahan :

„Karena pasrah dan percaya‟

„Orang berdusta tidak diterima‟

„Yang suka bohong mendapat karma‟

„Mengheningkan cipta‟

„Mengingatkan keinginan‟

„Memantapkan hati‟

„Mengumandangkan puja dan doa‟

„Menyebarkan kasih sayang‟

Geguritan tersebut memiliki latar pada kata pasrah lan percaya

„pasrah dan percaya‟, nistha „berdusta‟, apus „berbohong‟, karma

„karma‟, ngeningake „mengheningkan‟, ngelengake „mengingatkan‟,

madhepake „memantapkan‟, puja lan donga „puja dan doa‟, tresna

asih „kasih sayang‟ merupakan latar suasana hati yang akan menuntun

ke Tuhan.

55

4. Bisaku Mung Pasrah

Kutipan :

Dakbukak esuk rerantak uripku

Grimis tipis ngelus-elus bun ati

Mungkure wengi ora perlu ditangisi

Bisa ku mung pasrah, nyadhong tumuruning karahayon

Tempuking rina lan wengi ngremgem uripku

Mbirat kadurakan mrajaya kasangsan

Sinartan sumunaring pamethangan ing puncak kalpari

Dina-dina kang terus lumaku uripku

Lereging kapitayang muhung ing tludhaking piyandel

Wengi-wengi kang terus ngedhem uripku

Butuh ngarak rahayu ing laku

Terjemahan :

„Ku buka matahari pagi terlihat dihidupku‟

„Gerimis mengusap bun hati‟

„Menghilangnya malam tak perlu ditangisi‟

„Bisaku hanya pasrah, menunggu datangnya keselamatan‟

„Tumpukan siang dan malam mencekram hidupku‟

„Menyebarkan angin rindu menembus pulung hati‟

„Menghilangkan kedurakaan yang merajai kesengsaraan‟

„Bersama menyinari kegelapan dipuncak kalpari‟

„Hari-hari yang terus berjalan dihidupku‟

„jalani dengan penuh harapan di hati sendiri‟

„Malam-malam yang terus menahan hidupku‟

„Butuh menghantar selamat dijalan‟

Latar tergambar pada kata esuk „pagi‟, grimis „gerimis‟, wengi

„malam‟, pasrah „pasrah‟, karahayon „keselamatan‟, rina „siang‟,

pulung ati „hati yang terdalam‟, kadurakan „durhaka‟, kasengsaran

„kesengsaraan‟, ing puncak „di puncak‟, dina „hari‟, ing laku „di jalan‟.

Kata-kata diatas menunjukkan latar suasana hati dan sifat manusia

kepada Tuhannya.

5. Patitis

Kutipan :

Wengi adi rinengga lintang lan rembulan

56

Udan riwis-riwis nyebar atis

Yen ta wis meleng ing pangawikan

Tan bisa sinelak ing wewelak

Kang tansah nyampangi laku

Susuhing geter lan sepi

Terjemahan :

„Malam luhur dinantikan bintang dan bulan‟

„Hujan gerimis menyebar dingin‟

„Jika sudah oleng dipikiran‟

„Tidak bisa dielakkan dalam sanubari‟

„Yang selalu menghalangi jalan„

„Sarangnya getar dan sepi‟

Latar ditunjukkan dalam kata wengi „malam‟, udan riwis-riwis

„hujan gerimis‟, ing pangawikan „di pikiran‟, ing wewelak „di

kenyataan‟, laku „jalan‟, geter lan sepi „getar dan sepi‟ yang semuanya

ini termasuk latar tempat dan suasana ataupun keadaan.

6. Mantra

Kutipan :

Taman pancuraning tengahing rembulan purnama

Ing plataran sumringah nggawa dolanan papah gedhang

Wengi lan adhem kadhung rumasuk

Ngemuli kang lagi kawudan nglaras rasa

Kumelun dupa manunggal jroning mantra

Kang rumeseping otot-otot linolos bebayuning roh

Kala-kala nepasi memala kang bebedhangan duraka

Kakinyai dhanyang pangreksa kayu gedhe watu gedhe

Rep sirep sumigkir saka kersaning Allah

Wis suwe patohan nglempit layang wasita adi

Kanthi rasa rinasa ing pamardi ing kapti

Tineges ing piwulanging para jambur lan leluhur

Terjemahan :

„Taman pancuran ditengah-tengah bulan purnama‟

„Di pelataran tersenyum membawa mainan batang pisang‟

„Malam dan dingin terlanjur merasuk‟

„Menyelimuti yang sedang bertelanjang rasa‟

„Mengalun dupa menjadi satu didalam mantra‟

„Yang meresap dalam otot-otot diloloskan angin roh‟

57

„Kadang bertepatan penghalang yang berselimut durhaka‟

„Kakek dan nenek dhanyang penunggu kayu besar batu besar‟

„Sunyi senyap terseingkir oleh kehendak Allah‟

„Sudah lama sekali melipat surat aturan luhur‟

„Dengan rasa dalam pencarian keinginan ‟

„Terjemahan dalam ajaran para sesepuh dan leluhur‟

Geguritan tersebut mengandung banyak latar ditunjukkan pada

kata taman pancuran „taman pancuran‟, ing tengahing „ditengahnya‟,

ing plataran „dipelataran‟, sumringah „tersenyum‟, wengi „malam‟,

adhem „dingin‟, kawudan„bertelanjang‟, ngemuli „menyelimuti‟,

kumelun „mengalun‟, jroning „didalam‟, rumesep „merasuk‟, duraka

„durhaka‟, pangreksa kayu gedhe watu gedhe „penunggu kayu besar

batu besar‟, rep sirep „sunyi senyap‟, wis suwe „sudah lama‟, ing kapti

„keinginan‟, ing piwulanging „ajaran‟terdapat latar tempat, waktu, dan

keadaan hati suasana hati.

7. Bendu

Kutipan :

Angen-angen kang ngrambyang nguyak sepi

Ana tumiyunge pang-pang cemara wengi

Rembulan kadhung temangsang kalah jethungan

Parandene kang tinodhi ta keguh

Pindha jlagra ngremuk atosing sela

Ing pangangkah bisa kaetha bisa kacandra

Donga memule wis mungkur saka rame

Kang sumawur rinucat ing pakeringan

Sanyatane tansah mili saka tuking banyu panguripan-E

Jurang cerung-puncaking gunung

Sumujud manungkul ing sembah

Kang wangkot mbrengleko ambalela

Awit nyasar nrajang bebener nyingkur paugeran

Tinuyup kendhang tan tinampa ing palereman-E

Terjemahan :

„Angan-angan yang tidak jelas mengejar sepi‟

„Ada melambainya dahan-dahan cemara malam‟

58

„Bulan terlanjur tergantung kalah bersembunyi‟

„Padahal yang diuji tidak gentar‟

„Seperti lahar merusak kerasnya bebatuan‟

„Dalam keinginan bisa terkait bisa diibaratkan‟

„Doa menghormati para leluhur sudah selesai dari keramaian‟

„Yang tersebar dibuang di takuti‟

„Kenyataannya selalu mengalir dari asal air kehidupan-Nya‟

„Jurang. . puncaknya gunung‟

„Bersujud berlandaskan pada sembah‟

„Yangtidak menurut kehendaknya sendiri berkhianat‟

„Karena nyasar menerabas kebenaran mengesampingkan aturan‟

„Ditutupi kendhang tidak diterima di peristirahatan-Nya‟

Geguritantersebut menunjukkan kata angen-angen „angan-

angan‟menunjukkan suasana berkhayal, wengi „malam‟ menunjukkan

waktu‟, temangsang „tergantung‟ menunjukkan keadaan menggantung,

ta teguh „ tidak gentar‟ menunjukkan keadaan tidak gentar, atosing

sela „kerasnya bebatuan‟ menunjukkan keadaan suatu benda yang

keras, ing pangangkah „dalam jangkah/keinginan‟ menunjukkan

pengharapan manusia, rame „ramai‟ menunjukkan suasana, ing

pakeringan „dalam kekeringan‟ menunjukkan keadaan, sanyatane

„kenyataannya‟ menunjukkan keadaan, jurang „jurang‟ puncaking

„puncaknya‟ gunung „gunung‟ menunjukkan tempat, ing sembah

„dalam sembah‟ menunjukkan kepatuhan kepada Tuhan, ambalela

„berkhianat‟ menunjukkan sifat manusia, bebener „kebenaran‟

menunjukkan jalan manusia yang harus ditempuh‟, ing paleremanE

„dalam peristirahatannya‟ menunjukkan tempat.

8. Bali Marang Ancasing Reformasi

Kutipan :

Nalika esuk umum-umum awake dhewe wis prajanji

Nanging waspadakna

Srengenge during sadhuwure genter

59

Rasaning adil kandhas

Utangan bandha saka manca jare sokongan

Marga wistinulis mawa mangsi kuning

Uga kamardikaning panggurit

Perlu katlisik tekan papan-papan wingit

Tekad mbrasta maksiyat mung plakat

Korupsi kolosi kong kalikong

Keplok bokong

Dekadensi moral sinartan

Mubeling kabudayan manca dadi wisa

Pamrawasa ngrengga wartasaben dina

Rampog kecu ngincer mangsa saben wektu

Sarana cathetandina iki

Marga dudu asu gedhe kang menang kerahe

Dudu wong cilik kang ngucireng yuda

Nanging pangarsa kang kelangan rasa

Nanging panguwasa wis kadhung kelangan keblat

Perlune njejegake kukum

Perlune ngecengake garis demokrasi

Bali marang ancasing reformasi

Ngugemi ajining diri

Ngugemi jatidhiri

Terjemahan :

Ketika pagi mengumumkan dirinya sendiri sudah berjanji

Tetapi lihatlah

Matahari belum sepenggalah tingginya

Rasanya keadilan telah hanyut

Hutang harta dari manca katanya bantuan

Karena sudah ditulis dengan tinta kuning

Juga kemerdekaan penulis

Perlu diselidiki sampai tempat-tempat angker

Tekad menghilangkan maksiat hanya plakat

Korupsi kolusi kong kalikong

Berteput pantat

Dekadensi moral diikuti

Bergeraknya kebudayaan manca menjadi bisa

Pemrakasa membuat berita setiap hari

Rampok begal mengincar mangsa setiap saat

Sarana catatan hari ini

Karena bukan anjing besar yang menang ketika bertarung

Bukan orang kecil yang menahan perang

Tetapi pemimpin yang kehilangan rasa

Tetapi penguasa sudah teranjur kehilangan kiblat

Pentingnya menegakkan hukum

Perlunya memperkuat garis demokrasi

Kembali dalam tujuan reformasi

60

Memegang teguh kekuatan diri

Memegang teguh jatidiri

Geguritantersebut pada kata esuk „pagi‟, waspadakna

„waspadalah‟, genter „tingginya‟, adil „keadilan‟, saka manca „dari

manca‟, tinulis „ditulis‟, kamardikan „kemerdekaan‟, papan wingit

„tempat angker‟, mbrasta maksiat „menghilangkan maksiat‟, korupsi

kolosi kong kalikong „korupsi kolusi kong kalikong‟, keplok

„bertepuk‟, dekadensi moral „dekadensi moral‟, kabudayan manca

„kebudayaan manca‟, saben dina „setiap hati‟, saben wektu „setiap

waktu‟, dina iki „hari ini‟, menang kerahe „menang ketika bertarung‟,

ngucireng yuda „menahan perang‟, kelangan rasa „kehilangan rasa‟,

keblat „kiblat‟, njejegake „menegakkan‟, ngencengake „memperkuat‟,

bali marang ancasing reformasi „kembalikesemangat reformasi‟,

ajining „kekuatan‟, ngugemi „memegang teguh‟ mengandung latar

suasana hati, sifat manusia, waktu dan tempat.

9. Nalika Sang Sabda Manjalma

Kutipan :

Aku ketlarak ing tlatah sengkaning paran

Tan ana kang kawistara wela-wela

Kajaba semuning samun sepi

Kinosek sarana tata batin sajoning urip

Alelambaran kasunyatan-kasunyatan wening

Tanpa pamrih ing ramening tata gelar

Aja nganti kedlaran-dlaran tanpa juntrung

Tarakbrata lakuning laku utama

Dadi dedalanelumebu ing jagad batinmu dhewe

Dakpapanake ing sengkeraning pangesthi

Dadiya paseksen yen urip wisangejawantah

Kanthi pangandel sumeblak sumarah

Dadiya sumbangsihe jagad gumelar

Papan cumondhok asihing Gusti

61

Lair trusing batin kang nyawiji

Terjemahan :

Aku tersesat di wilayah asing tanpa tujuan

Tidak ada yang terlihat dengan jelas

Kecuali semunya sepi

Terkelupas sarana tata batin dalam hidup

Beralaskan kenyataan-kenyataan jernih

Tanpa mengharapkan balasan dalam ramainya kedok belaka

Jangan sampai terlanjur tanpa tujuan

Bertapa menjalankan perbuatan baik

Menjadi jalannya masuk dalam dunia batinmu sendiri

Aku tempatkan dalam rahasia kebaikan

Jadilah saksi jika hidup sudah diwujudkan

Dengan keungulln terbuk bersabar

Jadilah sumbangsihnya dunia terbentang

Tempat tinggal kasih sayang Tuhan

Lahir sampai dengan batin yang menyatu

Geguritan diatas menunjukkan latar pada kata ing tlatah „di

wilayah, kawistara „jelas‟, sepi „sepi‟, sajroning urip „dalam

kehidupan‟, kasunyatan „kenyataan‟, ing ramening „dalam keramaian‟,

tanpa juntrung „tanpa tujuan‟, lakuning „menjalankan‟, dedalane

„jalannya‟, ing jagad „di dunia‟, ing sengkeraning „dalam rahasia‟,

angejawantah „diwujudkan‟, sumarah „sabar‟, jagad „dunia‟, papan

cumondhok „tempart tinggal‟, nyawiji „menyatu‟ dengan percampuran

suasana hati, waktu, tepat, sifat manusia,dan keadaan manusia itu

sendiri.

10. Kabeh Wis Jinangkung Ing Karsane

Kutipan :

Endahing wengi kinudang rembulan sacuwil

Kang banjur mungkur ndelik ing waliking mendhung

Udan riwis-riwis ngisi ati sumendhal ing dhadha

62

Ana kang tedhak netepi jejering kawula

Kang wis cinatur sadawaning kalamangsa

Pranyata ngandhut gegembolan jagat ginaib

Alaming kasukman jagating kamanungsan

Manunggal saka jantraning langit sakawit

Ngganepi paseksening ngaurip

Ing telenging tawang sinartan kidung ayu

Marga kang tinunggu ndedawa kapang kapirangu

Binandhul rasa kapiadreng

Tumedhak nyingkap warananing jagat

Marga wis jinanji amurwani lan mungkasi

Geter pater mawa prabawa langgeng

Nyawiji saka gatraning jagat ginelar

Kabar kang binabar dadi padoming laku

Wis ginaris ing lungiting weca kuna

Jinangkung wasitaning wahyu kayuwanan

Linambaran ombaking panguripan rina lan wengi

Ginambar ing ayang-ayaning batin

Kang bakal anjog ing telenging segaraMu

Yen ta sejatine tresna iku pasrah lan kurban

Ing sangisoring tugu kamenangan mulya

Dadia paugeran sadawaning laku

Terjemahan :

Indahnya malam dipuja rembulan sebagian kecil

Yang kemudian selesai bersembunyi di balik awan

Hujan gerimis mengisi hati terkejut dalam dada

Ada yang ingkar menepati kwajiban rakyat

Yang sudah dikatakan sepanjang masa

Kenyaannya mengandung bungkusan dunia gaib

Dunia sukma dunia kemanusiaan

Menyatu dari luasnya langit sebelumnya

Menyempurnakan kesaksian kehidupan

Di tengah langit disertai kidung cantik

Karena yang ditunggu memanjangkan kerinduan kegelisahan

Di gantung rasa yang sangat ingin

Mendekat menyingkap jalannya dunia

Karena sudah dijanjikan memulai lan mengakhiri

Bergetar penuh kebiwabaan abadi

Menyatu dari bait dunia yang terbentang

Kabar yang dijelaskan menjadi petunjuk laku

Sudah digariskan dalam langit kuna

Ditakdirkan ajaran anugrah kebahagiaan

Beralaskan ombaknya kehidupan siang dan malam

Tergambar dalam baying-bayang batin

Yang akan sampai ke tengah samudra-Mu

Jikalau sejatinya cinta itu pasrah dan berkorban

63

Di bawah tugu kemenangan mulya

Menjadi aturan sepanjang perjalanan

Pada geguritan diatas latar ditunjukkan pada kata wengi „malam‟,

ing waliking mendhung „dibalik awan gelap‟, udan riwis-riwis „hujan

gerimis‟, ing dhadha „didada‟, netepi jejering „menepati kewajiban‟,

sadawaning kaamangsa „sepanjang musim‟, jagat ginaib „dunia gaib‟,

kamanungsan „kemanusiaan‟, langit „langit‟, paseksening „kesaksian‟,

ing telenging „ditengah‟, kapang kapirangu „kerinduan kegelisahan‟,

kapiadreng „sangat ingin‟, jagat „dunia‟, amurwani lan mungkasi

„memulai dan mengakhiri‟, prabawa „kewibawaan‟, nyawiji

„menyatu‟, laku „jalan‟, ing lungiting „dalam langit‟, jinangkung

„ditakdirkan‟, rina lan wengi „siang dan malam‟, ing ayang-ayaning

„dalam bayangan‟, ing telengin segaraMu „dalam tengah segaraMu‟,

pasrah lankurban „pasrah dan berkorban‟, ing sangisoring „di bawah‟,

sadawaning laku „sepanjang perjalanan‟ yang semuanya mengandung

hubungan antara suasana hati, tempat, waktu, dan keadaan dalam hati.

11. Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka

Kutipan :

Antarane swara ati lan nurani

Wis suwe ginerus erosi

Sapa sing ngrangkul wengi

Saka sekon mrambat menit

Temrawang ing pangangen

Sepi

Nyenyet

Mangkonoa dina terus lumaku

Apa bener bumi iki wis tuwa

Sapa kuwawa miyak warana

Terjemahan :

64

Antaranya suara hati dan nurani

Sudah lama tergerus erosi

Siapa yang merangkul malam

Dari detik merambat menit

Terlihat dalam angan-angan

sepi

dingin

Seperti itulah hari terus berjalan

Apa benar bumi ini sudah tua

Siapa yang kuat membuka jalan

Pada geguritan ini latar terdapat pada kata antarane „diantara‟

yang menunjukkan ada dua benda yang mengapit, wis suwe „sudah

lama‟ menunjukkan waktu lampau, wengi „malam‟, sekon „detik‟,

menit „menit‟ yang menunjukkan waktu, ing pangangen „di dalam

angan‟ menunjukkan suasana hati, sepi „sepi‟, nyenyet „dingin‟

menunjukkan suasana pada waktu itu, dina „hari‟ menunjukkan waktu,

lumaku „berjalan‟ menunjukkan aktifitas, tuwa „tuwa‟ menunjukkan

keadaan, dan warana „jalan‟ menunjukkan tempat.

12. Balia

Kutipan :

Wis suweawake dhewe kumpul, pamitra

Ing warung kopi, ing trotoar, ing taman

Ana kana Romy-Yuliet, kaget

Pranacitra-Layonsari, ura-ura

Bandung Bondowoso-Rorojonggrang,keplantran

Jaka Tarub-Nawangwulan nanting kasatyan

Nggadhuh tresna nggendhong kaculikan

Mangsa labuh mangsa udhu pangarep

Ing pategaran ara-ara kasaguhan

Ing pabaratan ora ana tumetesing getih

Kabeh wis mungkur ing karep

Sadurunge mancik sadyaning mangsakala

Balia udinen pusering kasunyatan

65

Terjemahan :

Sudah lama kita kumpul, teman

Di warung kopi, di trotoar, di taman

Di sana romy-juliet kaget

Pranacitra-Layonsari berteriak

Bandung Bandawasa-Rara Jonggrang dibodohi

Jaka tarub-nawang wulan menyepelekan kesetiaan

Mempersatukan cinta menggendong kelicikan

Musim penghujan musim judi harapan

Dalam ketegaran lapangan kesanggupan

Dalam peperangan tdak ada menetesnya darah

Semua sudah diselesaikan oleh keinginan

Sebelum masuk pada segala musim

Pulanglah pelajari perputaran kenyataan

Geguritan diatas mengandung latar pada kata wis suwe „sudah

lama‟ menunjukkan kata waktu, ing warung kopi „diwarung kopi‟, ing

trotoar „ditrotoar‟, ing taman „di taman‟ menunjukkan tempat, kaget

„kaget‟, ura-ura „berteriak‟, keplantrang „dibodohi‟, menunjukkan

gejolak hati, kasatyan „kesetiaan‟, kaculikan „kelicikan‟ menunjukkan

sifat manusia, mangsa labuh „musim penghujan‟ menunjukkan waktu,

ing pategaran „dalam ketegaran‟, kasaguhan „kesanggupan‟

menunjukkan sifat manusia, ing pabaratan „dalam peperangan‟

menunjukkan tempat, ing karep „keinginan‟ menunjukkan harapan,

mangsakala „musim‟ menunjukkan suasana, dan kasunyatan

„kenyataan‟ menunjukkan keaslian.

13. Suhing Leluhur

Kutipan :

Sumilir pindha lengguting ombak jaladri

Ora ana sabawa swara, tidhem premanem

Kang jejogedan ing tawang

Mega putih angungrum lintang wengi

Ginaris hyang ratri mancur ing balumbang

66

Gya aweh pambagya tumuruning mangsakala

Gilar-gilar ngrabasa bumining Pangeran

Sumawur ing saindenging tlatah jinangkung

Tinarbuka nggawa pawarta kabungahan

Tan jinarag sumungkem ing pradapaMu

Kinarya rerepan ing madyaning bebrayan gung

Terjemahan :

Mengalir seperti gerakan ombak lautan

Tidak ada satupun suara, diam sunyi

Yang menari di langit

Mega putih berceloteh pada bintang malam

Digariskan dewa malam mengalir di kolam

Segerah memberi ucapan selamat datangnya musim

Terang merusak buminya pangeran

Berserakan di seluruh tempat yang dijangkau

Dibuka membawa kabar bahagia

Tidak disengaja bersimpuh di pradapa-Mu

Sebagai pelipurdi tengah-tengah masyarakat luas

Geguritantersebut memiliki latar ombak jaladri „ombak lautan‟

menunjukkan suasana di lautan, tidhem pramanen ‟diam sunyi‟

menunjukkankeadaan disekitar, ing tawang „di langit‟ menunjukkan

tempat, wengi „malam‟ menunjukkan waktu, ing balumbang „di

kolam‟, bumining „buminya‟ menunjukkan tempat, ing saindenging

tlatah „di seluruh tempat‟ menunjukkan tempat‟, kabungahan

„kebahagiaan‟ menunjukkan suasana hati, ing pradapaMu „di

pradapaMu‟ menunjukkan tempat, ing madyaning bebrayan gung „di

tengah-tengah masyarakat luas‟ menunjukkan tempat.

14. Padupan

Kutipan :

Ngumandhang mbedhah crita pagedhongan

Tumungkul pasrah mbirat kamurkan

Rikala bumi kinungkung angkara

67

Nratas mega lan angin wengi

Sinandi ing wecane para jambur

Ing asepi sepa samun

Oh paduka dhuh Gusti kang peparing

Nugraha pambirat sakeh durangkara

Terjemahan :

Mengumandang membuka cerita istana

Giat dalam kepasrahan memberantas kemurkaan

Ketika bumi dikelilingi angkara

Melewati mega dan angin malam

Disandikan dalam wacana para pendatang

Dalam sepi tanpa rasa rompak

Oh paduka dhuh Gusti Maha Memberi

Anugrah jauhkan dari segala angkara murka

Geguritantersebut terdapat latar pada kata pagedhongan „istana‟

menunjukkan tempat, pasrah „berserah‟ kamurkan „kemurkaan‟

menunjukkan sikap manusia kepada Tuhannya dan murka Tuhan

kepada manusia, bumi „bumi‟ menunjukkan tempat berpijak manusia,

angkara „angkara‟ menunjukkan keadaan, wengi „malam‟

menunjukkan waktu, ing wecana „dalam wacana‟ menunjukkan sifat

manusia, ing asepi „dalam sepi‟ menunjukkan keadaan sekitar, kang

peparing „maha memberi‟ dalam konteksnya menunjukkan sifat

Tuhan, durangkara „angkara murka‟ menunjukkan keadaan.

15. Nyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E

Kutipan :

Miyak tlatah pangumbaran

Kamangka kelir wis ginulung saka panggung

Brubuh ing palagan dadi kembang lambe

Banyu bening tumetes binendung

Makuwon ing grahitaning sanubari

Mega sinapa lan ati jinangkung kapitayan

Kang ana ing angen-angen katliweng

68

Tekat tarekat angrengkuh bumi

Anak wadon lepasna saka keprabon

Nalika udan kapisan ora nelesi lemah

Ginuyu angina kang pencolotan ing pucuk ori

Kemulan mendhung

Nurani kendhang ing uleganing jaman

Nggugah rina wengi kang lagi kepati

Nyawiji ing napasku-napasmu-napasE

Terjemahan :

Membuka tempat pengembaraan

Padahal kelir sudah digulung dari panggung

Perang ramai di arena peperangan jadi bahan perbincangan

Air jernih menetes dibendung

Bertempat tinggal di hati sanubari

Mega disapa dan hati diikat kepercayaan

Yang ada diangan-angan terlupa

Tekad tarekat merengkuh bumi

Anak perempuan lepaskanlah dari kerajaan

Ketika hujan pertama kali tidak membasahi tanah

Ditertawakan angina yang meloncat-loncat di pucuk bambu

Berselimut mendung

Hati berdebar dalam arus jaman

Membangungkan siang malah yang telah mati

Menyatu dalam napasku, napasmu, napas-Nya

Geguritantersebut memiliki latar yang ditunjukkan pada kata

tlatah „jalan‟, panggung „panggung‟, ing palagan „di arena‟,

menunjukkan tempat, tumetes binendung „menetes dibendung‟

menunjukkan keadaan, ing grahitaning sanubari „di hati sanubari‟

menunjukkan isi hati, kapitayan „kepercayaan‟ menunjukkan

kepercayaan manusia, ing angen-angen „dalam angan-angan‟

menunjukkan keadaan, bumi „bumi‟, keprabon „kerajaan‟

menunjukkan tempat, udan „hujan‟ menunjukkan keadaan, ing pucuk

ori „di pucuk bambu‟ menunjukkan tempat, mendhung „berawan‟

menunjukkan suasana hari itu, rina wengi „siang malam‟ menunjukkan

waktu, kepati „mati‟, nyawiji „menyatu‟ menunjukkan keadaan akhir

69

manusia. Konsep tarekat dalam geguritan di atas adalah mengacu

kepada kasih kesetiaan kepada Tuhan dan kepada sesama umat

manusia.

16. Manembah

Kutipan :

Manembah angolah daya sandyakala

Rinumpaka wenganing kaheningan maya

Kanthi jangkahing yuwana

Ing netra sumunar

Ing waliking cakrawala sumimpen weninging langit

Udinen kuncine pagedhongan

Kang tinemu glibeting pangangen

Kangen ing pangangkah

Nratas wengi

Ing sepiningpanawikan rasa

Gumelaring alam

Mangun kasudarman

Manguyun saluki tunggal ing pameleng

Kinanthi putihing ati mneneping rasa

Sumengka napas-napas pasrah

Manembah ing Gusti

Terjemahan :

Beribadah mengolah daya segala waktu

Dirawat bukanya keheningan dunia fana

Dengan langkahnya dunia

Dalam mata bersinar

Di baliknya cakrawala tersimpan jernihnya langit

Carilah kuncinya istana

Yang ditemui sebersit kerinduan

Rindu yang menjadi keinginan

Menembus malam

Dalam sepinya tentang hati

Terbentangnya alam

Membangun kebaktian

Mangayomi satu dalam ingatan

Diikuti putihnya hati penuh keyakinan

Mencapai napas-nasah pasrah

Beribadah kepada Tuhan

70

Pada geguritan diatas terdapat latar pada kata sandyakala „segala

waktu‟ kaheningan maya „keheningan dunia maya‟ menunjukkan

waktu, yuwana „dunia‟ menunjukkan tempat, ing netra „dalam mata‟ ,

ing waliking cakrawala „dibaliknya cakrawala‟, pagedhongan „istana‟

menunjukkan tempat, pangangen „angan-angan‟ menunjukkan suasana

hati yang berangan, kangen „rindu‟, menunjukkan suasana hati, wengi

„malam‟ menunjukkan waktu, ing sepining „dalam sepinya

„menunjukkan keadaan yang sepi, alam „alam‟ menunjukkan tempat

ciptaan Tuhan, kasudarman „kebaktian‟ menunjukkan sifat manusia

yang berbakti, manguyun „mengayomi‟ menunjukkan sifat manusia,

meneping rasa „penuh keyakinan‟ menunjukkan suasana hati manusia,

pasrah „berpasrah‟ menunjukkan sifat manusia yang pasrah pada

Tuhannya, ing Gusti „kepada Tuhan‟ menunjukkan segala sesuatu

kembali ke Tuhannya.

17. Gurit Pepesthen

Kutipan :

Cahya gumrining ngemuli esuk kapuranta

Sajarwa kalamun ing pandhadharan winates anoraga

Palupi linakonana kanthi lembah manah

Aweweka ngendhalemi musiking rat

Senajan mung pinandhangan ting-ting padesan

Apabaya kalamun bawana siningkap langkap

Ing sadhegah terakah kang lumampah

Mung kang kinajab mangsa tinarbuka

Kang wis giniring ing guriting Gusti

Terjemahan :

Cahaya mengarah menyelimuti pagi merah muda

Berkata jujur jika di dalam ujian terbatas kekuatan raga

Contoh dijalani dengan penuh kesabaran

71

Berhati-hati dalam polah tingkah dunia

Walaupun hanya dilakukan didaerah pedesaan

Apasaja jika bumi dibuka

Dalam apapun keadaan yang berjalan

Yang diharapkan hanya musim dibuka

Yang sudah diarahkan dalam syair Tuhan

Geguritantersebut memiliki latar pada kata esuk „pagi‟

menunjukkan waktu, ing pandhadharan „dalam ujian‟ menunjukkkan

keadaan, lembah manah „kesabaran‟ menunjukkan sifat manusia,

musiking rat „dunia‟, padesan „pedesaan‟, bawana „bumi‟

menunjukkan tempat, ing sadhegah „dalam apapun‟ menunjukkan

suasana, mangsa „musim‟ menunjukkan keadaan, ing guriting Gusti

„dalam syair Tuhan‟ menunjukkan sabda Tuhan untuk manusia.

18. Ngracik Tumtuming Kayuwanan

Kutipan :

Ngangkah kinabul ing kabegjan

Mungguh patrap kaconggah ngemonah

Karana wis pinesthi aneng gegambaran

Nrobos selaning lurrung panguripan

Gagat rahina kang wisangrantam

Ginambar ana netra tumelung nurani

Sumeleh pambudidaya yasa pamengku

Nuntumake kasetyan lungit

Ing mangsa labuh ndhadha kasunyatan. .

Lara anglarah lereping asepi

Ing sanggyaning pamengku jati

Terjemahan :

Berharap dikabulkan oleh keberuntungan

Agar Perbuatan sombong tercapai keinginan

Karena sudah dipastikan dalam sebuah takdir

Menerabas celah-celah jalan kehidupan

Tengah malam yang sudah merancang apa yang diinginkan

Tergambar di mata sampai ke nurani

Ikhas membudi daya membuat

Memulihkan kesetiaan luka

Di musih penghujan disanggupi menjadi kenyataan

72

Sakit menginginkan kediaman sepi

Dalam tumpuan Tuhan

Latar pada geguritan diatas terdapat pada kata ing kabegjan „oleh

keberuntungan‟ menunjukkan keadaan , kaconggah „sombong‟

menunjukkan sifat manusia, aneng gegambaran „dalam sebuah takdir‟

menunjukkan suatu takdir, panguripan „kehidupan‟ menunjukkan yang

dipunya oleh manusia sebelum mati, gagat rahina „tengah malam‟

menunjukkan waktu, sumeleh „ikhlas‟ kasetyan „kesetiaan‟

menunjukkan sifat manusia, mangsa „musim‟ menunjukkan waktu,

asepi „sepi‟ menunjukkan keadaan, ing sanggyaning „dalam tumpuan‟

menunjukkan keadaan dimana manusia dalam tumpuan Tuhan.

19. Pujabrata

Kutipan :

Kidung wengi kang ngrengga batin

Cinandra wadhahing alam sajroning potret

Wineca dadi gurit-gurit kangen

Angina mangsa bedhidhing dolanan padhut

Apaing kene ana kasaguhan mrantasi

Semine laku ing jantraning mangsakala

Jalaran ana kana jiwa-jiwa tuwuh ngrengguh

Niyate krenteg nggayuh tentren rahayu

Sembada ing pujabrata kinarya pangudasmara

Dene isih ana kang bias kinudang sinawang

Ing kalane mangsa wis salin salaga

Nalika mangsa labuh worsuh gemlegering gludug

Senajan ta dina-dina pecah ing palugon

Terjemahan :

Kidung malam yang menjaga batin

Digambarkan tempat alam di dalam potret

Dibaca menjadi sayir-syair kerinduan

Angin di musim pancaroba bermain kabut

Apa di sini ada kesanggupan menyelesaikan

Tumbuhnya perjalanan di musim yang berlangsung

73

Karena di sana jiwa-jiwa tumbuh merengkuh

Niatnya hati ingin memperoleh tentram selamat

Pantas dalam kesaktian sebagai kata-kata tantang cinta

Sedangkan masih ada yang bisa dipuji dan dipandang

Ada kalanya musim sudah berganti tabiatnya

Ketika musim penghujan banyak terjadi suara petir

Walaupun hari-hari rusak pada akhirnya

Terdapat latar pada kata wengi „malam‟ menunjukkan waktu, alam

„alam‟ menunjukkan tempat, kangen „rindu‟ menunjukkan suasana

hati, mangsa „musim‟ menunjukkan waktu, ing kene „disini‟ ing

jlantraning „di perjalanan‟ ana kana „disana‟ menunjukkan tempat,

rahayu „selamat‟ menunjukkan keadaan, ing pujabrata „dalam

kesaktian‟ menunjukkan tempat, kinudang sinawang„dipuji dan

dipandang‟ menunjukkan suasana, mangsa labuh „musim penghujan,

gludug „petir‟ dina-dina „hari-hari‟, ing palugon„diakhir‟ menunjukkan

waktu dan suasana.

Pelaku

Pelaku adalah orang yang berperan dalam suatu cerita, namun

dalam sembilan belas geguritan karya J.F.X. Hoery disini merupakan

percampuran antara karya sastra tulis modern dan karya sastra kuna

yang berbentuk bait dan baris. Bentuk dalam geguritan tersebut ialah

rangkaian kata yang memiliki makna dan akan menimbulkan suatu

imajinasi kepada pembacanya supaya dapat mendalami situasi dimana

Tuhan ada. Pelaku dalam geguritanJ.F.X. Hoeryadalah “Si Aku”

penyair atau pengarang itu sendiri yaitu J.F.X. Hoery dan yang paling

pokok adalah Tuhan. Berikut kutipan dalam sembilan belas geguritan

karya J.F.X. Hoery :

74

1. Tumedhak Roh Suci

Kutipan :

Tumedhak roh suci

Terjemahan :

Turunnya roh suci

Pelaku dalam geguritan ini adalah „aku‟ yang merindukanTuhan.

2. Pinurba Sang Pepadhang

Kutipan :

Dakanti tekaMu

Terjemahan :

Kunantikan kedatanganMu

Geguritan ini menunjukkan kata dakanti „kunantikan‟ pelakunya

adalah si „aku‟ penulis sendiri. Dalam kata tekaMu pelaku utama

adalah Tuhan.

3. Sumawur Kekeran Adi

Kabeh wis dakpasrahake

Sujud sedheku

Terjemahan :

Semua sudah ku pasrahkan

Sujud sembahku

Geguritan diatas pada kata dakpasrahake „ku pasrahkan‟ dan sedheku

„sembahku‟ pelaku adalah „aku‟ penulis geguritan itu sendiri.

75

4. Bisaku Mung Pasrah

Kutipan :

Dak bukak esuk rerantak uripku

Bisaku mung pasrah, nyadhong tumuruning karahayon

Bisao lelabuh sesanggan mberat sesambat

Terjemahan :

Ku buka matahari pagi terlihat dihidupku

Bisaku hanya pasrah menunggu datangnya keselamatan

Bisalah melabuhkan yang menjadi pemberat dan mengeluh

Geguritan diatas pelaku terdapat pada kata dakbuka „kubuka‟,uripku

„hidupku‟, bisaku „bisa ku‟, bisao „bisalah‟ yang kesemuanya tersebut

pelaku adalah „aku‟ . „aku‟ disini menunjukkan penulis.

5. Mantra

Kutipan :

Dikudang-kudang mbarengi laire anak lanang

Elinga nanging urip iki mung mampir ngombe

Terjemahan :

Diharapkanbersama lahirnya anak laki-laki

Ingatlah jika hidup ini hanya mampir untuk minum

Geguritan diatas terdapat kata mbarengi laire anak lanang„bersamaan

dengan lahirnya anak laki-laki‟ dan urip iki mung „hidup ini hanya‟

dari kata diatas menunjukkan yang menyampaikan ini adalah „aku‟.

„aku‟ disini adalah penulis itu sendiri.

76

6. Bali Marang Ancasing Reformasi

Kutipan :

Kapan maneh aku kudu ngomong

Nalika esuk umum-umum awake dhewe wis prajanji

Kawula alit padha njerit

Ayo bebarengan kita jereng

Uga kamardikan panggurit

Daktuntut makna gelaring sampah

Dudu wong cilik kang ngucireng yuda

Ngugemi ajining diri

Terjemahan :

Kapan lagi aku harus mengatakan

Ketika pagi mengumumkan dirinya sendiri sudah berjanji

Rakyat kecil menjerit

Ayo bersama-sama kita membuka

Juga kemerdekaan penulis

Aku tuntut makna adanya sumpah

Bukan orang kecil yang menginginkan perang

Memegang teguh kekuatan diri

Geguritan diatas pada kata aku „aku‟, awakedhewe „diri sendiri‟,

kawula alit „rakyat kecil‟, bebarengan „bersama-sama‟, panggurit

„penulis‟, daktuntut „ku tuntut‟, wong cilik „orang kecil‟, ajining diri

„kekuatan diri‟ menunjukkan pelaku „aku‟ sang penulis dan rakyat-

rakyat disekitarnya.

7. Nalika Sang Sabda Manjalma

Kutipan :

aku ketlarak ing tlatah sangkaning paran

dadi dedalane lumebu ing jagad batinmu dhewe

dakpapanake ing sengkeraning pangesthi

kanthi pangandel sumeblak sumarah

pasrah bandha donya sukma raga

Terjemahan :

77

aku tersesat diwilayah asing tanpa tujuan

menjadi jalan masuk dalam dunia batinmu sendiri

aku tempatkan dalam rahasia kebaikan

dengan keunggulan terbuka bersabar

pasrah harta dunia sukma raga

Geguritan diatas pada kata aku „aku‟, batinmu „batinmu‟,

dakpapanake „aku tempatkan‟, pangesthi „kebaikan‟, sumarah

„bersabar‟, pasrah „berserah pasrah‟ menunjukkan pelaku „aku‟

sebagai pelaku tunggal dan mengajak rakyat dengan suasana hati

berpasrah kepada Tuhan.

8. Balia

Kutipan :

Wis suwe awake dhewe kumpul, pamitra

Dakentha kang kumlebat, Hyang

Terjemahan :

Sudah lama kita berkumpul, teman

Kurenda yang sekilas, Dewa

Pelaku pada geguritan diatas terdapat pada kata awake dhewe „kita‟

dan dakentha „kurenda‟ yang merupakan pelaku tunggal „aku‟ yaitu

penulis itu sendiri.

9. Nyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E

Kutipan :

Senajan ati krasa sumendhal ngranuhi

Dakrenda pupus-pupusing kemayan jati

78

Ayo padha tembayatan udhu salugu

Nyawiji ing napasku-napasmu-napasE

Terjemahan :

Walaupun hati ini terasa sakit

Ku jahit pupusnya kenyataan semu

Ayo bersama-sama iuran semestinya

Menyatu dalam nafasku-nafasmu-nafasNya

Geguritantersebut pada kata senajan ati krasa „walaupun hati ini

terasa‟, dakrenda „ku jahit‟, ayo podho „ayo bersama‟, napasku „nafas

ku‟, napasmu „nafas mu‟ adalah pelaku yang disini menunjukkan

pelakunya „aku‟ seorang penulis yang mengajak pada jalan Tuhan

4. Lapis Dunia

Lapis dunia merupakan sesuatu yang tidak dinyatakan dalam cerita namun

sudah implisit atau sudah tersirat gabungan antara objek yang telah dinyatakan,

latar, pelaku serta struktur cerita. Sembilan belas geguritan karya J.F.X. Hoery

yang berjudul Tumedhak Roh Suci „Turunnya Roh Suci‟; Pinurba Sang

Pepadhang „Dimulai Dari Sang Pencerah‟; Sumawur Kekeran Adi „Tersiratnya

Perilaku yang Baik‟; Bisaku Mung Pasrah „Bisaku Hanya Pasrah‟; Patitis

„Terang‟; Mantra „Mantra‘; Bendu „Kawan‟; Bali Marang Ancasing Reformasi

„Kembali ke Semangat Reformasi‟; Nalika Sang Sabda Majalma „Ketika Sang

Sabda Menjelma‟; Kabeh Wis Jinangkung Ing Karsane „Semua Sudah Digariskan

Oleh-Nya‟; Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka „Dhuh Tuhan Apa Keinginan

Tuhan‟; Balia „Pulanglah‟; Suhing Leluhur „leburnya leluhur‟; Padupan ‗Wadah

Pembakaran Dupa‟; Nyawiji Ing Napasku-Napasmu-Napase „Menyatu Dalam

79

Nafasku-Nafasmu-Nafasnya‟; Manembah „Menghadap‟; Gurit Pepesthen „Puisi

Kepastian‟; Ngrancik Tuntuming Kayuwanan „Mencari Bibit Kebahagiaan‟;

Pujabrata „Panembah/Kesaktian‟ memiliki kandungan lapis dunia yang implisit

pada tiap-tiap geguritannya. Keseluruhan geguritan mempunyai tujuan yang sama

untuk menyampaikan mengenai manusia didunia, manusia dengan Tuhan,

bagaimana Tuhan memberi pencerahan, dan berserahnya manusia dengan sang

penciptanya.

Geguritan dapat tersampaikan dengan baik kepada pembacanya

dikarenakan pengarang, J.F.X. Hoery mampu mengungkapkan arti kehidupan

manusia dengan menjadikan dirinya dan orang disekitarnya sebagai objek dari

geguritan tersebut dalam kutipan :

Elinga lamun urip iki mung mampir ngombe

„ingatlah jika hidup ini hanya mampir minum‟ (M)

Dijelaskan disini bahwa manusia didunia sebatas singgah untuk menuruti

kewajibannya. Kewajiban manusia untuk ini adalah menyembah pada Tuhan.

Untuk menyambung hidup manusia membutuhkan makanan, minuman, dan

tempat untuk berteduh. Manusia harus waspada pada apa yang tiba-tiba

terjadi.

Kutipan :

Bapa pangarsa

Kapan maneh aku kudu ngomong

Nalika esuk umum-umum awake dhewe wis prajanji

Nanging waspadakna

Srengenge during sadhuwure genter

Kawula alit padha njerit

Marga reregan terus mencit

Rasaning adil kandhas

Utangan bandha saka manca jare sokongan

80

Dadi sanggane anak putu canggah wareng

Bapa pangarsa

Ayo bebarengan kita jereng

Marga wis tinulis mawa mangsi kuning

Kamardikan duweke sadhengah bangsa

Uga kamardikaning panggurit

Perlu katlisik tekan papan-papan wingit

Tekad mbrasta maksiyat mung plakat

Korupsi kolosi kong kalikong

Keplok bokong

Dekadensi moral sinartan

Mubeling kabudayan manca dadi wisa

Pamrawasa ngrengga warta saben dina

Rampog kecu ngincer mangsa saben wektu

Nyawa iki wis tanpa aji?

Bapa pangarsa

Sarana cathetan dina iki

Daktuntut makna gelaring sumpah

Kawula wis waleh marang janji-janji

Kawula mukok nonton badhut-badhut politik

Rakyat ngatag mbukak kedhok topeng

Rakyat nantang mbukak jaja

Marga dudu asu gedhe kang menang kerahe

Bapa pangarsa

Dudu wong cilik kang ngucireng yuda

Nanging pangarsa kang kelangan rasa

Dudu kawula kang ndaga

Nanging panguwasa wis kadhung kelangan keblat

Cathetan dina iki muga dadia pepeling

Perlune njejegake kukum

Perlune ngecengake garis demokrasi

Bali marang ancasing reformasi

Ngugemi ajining diri

Ngugemi jatidhiri

Terjemahan :

„Bapa pangarsa‟

„Kapan lagi aku harus mengatakan‟

„Ketika pagi mengumumkan dirinya sendiri sudah berjanji‟

„Tetapi lihatlah‟

„Matahari belum sepenggalah tingginya‟

„Rakyat kecil menjerit‟

„Karegan harga terus naik‟

„Rasanya keadilan telah hanyut‟

81

„Hutang harta dari manca katanya bantuan‟

„Jadi tumpuan anak cucu berikutnya‟

„Bapa pangarsa‟

„Ayo bersama-sama kita membuka‟

„Karena sudah ditulis dengan tinta kuning‟

„Kemerdekaan milik segala bangsa‟

„Juga kemerdekaan penulis‟

„Perlu diselidiki sampai tempat-tempat angker‟

„Tekad menghilangkan maksiat hanya plakat‟

„Korupsi kolusi kong kalikong‟

„Bertepuk pantat‟

„Dekadensi moral diikuti‟

„Bergeraknya kebudayaan manca menjadi bisa‟

„Pemrakasa membuat berita setiap hari‟

„Rampok begal mengincar mangsa setiap saat‟

„Nyawa ini sudah tanpa daya?‟

„Bapa pangarsa‟

„Sarana catatan hari ini‟

„Aku tuntut makna adanya sumpah‟

„Rakyat sudah bosan dengan janji-janji‟

„Rakyat muntah melihat badut-badut politik‟

„Rakyat memaksa membuka kedok topeng‟

„Rakyat menantang membuka pembatas‟

„Karenabukan anjing besar yang menang ketika bertarung‟

„Bapa pangarsa‟

„Bukan orang kecil yang. . perang‟

„Tetapi pemimpin yang kehilangan rasa‟

„Bukan rakyat yang haus‟

„Tetapi penguasa sudah teranjur kehilangan kiblat‟

„Catatan hari ini semoga menjadi pengingat‟

„Pentingnya menegakkan hukum‟

„Perlunya memperkuat garis demokrasi‟

„Kembali dalam tujuan reformasi‟

„Memegang teguh kekuatan diri‟

„Memegang teguh jatidiri‟ (BMR)

Geguritantersebut menunjukkan bahwa penulis berdoa untuk politik

negaranya yang morat-marit. Menginginkan negara yang merdeka dari

penjajah dan orang asing.

Kutipan :

Wis suwe ginerus erosi

82

„sudah lama tergerus erosi‟ (DGKP)

Erosi disini dengan kata lain melunturnya nurani manusia.

Kutipan :

Drajat lan Pangkat mung dadi pajangan

„Drajat dan pangkat hanya menjadi pajangan‟ (NN)

Manusia yang memiliki martabat dan tingkatan dalam kehidupannya, bisa

dikatakan kedudukan hanya menjadikan manusia congkak dan besar kepala.

Hatinya sudah tergerus oleh zaman.

5. Lapis Metafisis

Lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi (Pradopo, 2012:

19). Lapis metafisis menyebabkan pembaca atau pendengarnya lebih

mendalami sebuah puisi dan paham akan makna puisi tersebut. Pada Sembilan

belas geguritan yang berjudulTumedhak Roh Suci „Turunnya Roh Kudus‟;

Pinurba Sang Pepadhang„Dikuasai Tuhan Yesus‟;Sumawur Kekeran

Adi„Tersebar Rahasia Indah‟; Bisaku Mung Pasrah „Bisaku hanya Pasrah‟;

Patitis „Jelas‟; Mantra „Doa‟; Bendu „Amarah‟; Bali Marang Ancasing

Reformasi„Kembali ke Tujuan Reformasi‟; Nalika Sang Sabda Manjalma

„Ketika Sabda Menjalma‟; Kabeh Wis Jinangkung Ing Karsane„semua sudah

digariskan oleh-Nya‟; Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka„Terserah Kuasa

Tuhan‟; Balia „Kembalilah‟; SuhingLeluhur„Kekuatan Leluhur‟;

Padupan„Wadah Pembakaran Kemenyan‟; Nyawiji Ing Napasku - Napasmu –

Napas – E„Menyatu dalam Nafasku-Nafasmu-NafasNya‟;

Manembah„Menyembah Tuhan‟; Gurit Pepesthen„Puisi Kepastian‟; Ngracik

Tumtuming Kayuwanan„Menuju Dunia Baka‟; Pujabrata „Meditasi‟ karya

83

J.F.X. Hoery ini menggambarkan manusia berkomunikasi dengan Tuhannya

dan pasrah dengan apa yang diberikan Tuhan.

Kutipan :

Rembulan sasiwir

Dhelikan ing waliking mega

Terjemahan :

Bulan sabit

Sembunyi dibalik awan (PSP, 8)

Menggambarkan bahwa bulan disini mewakili hati manusia yang terselimuti

oleh awan gelap menutupi cahaya dari hati itu sendiri.

Kutipan :

Lembaran-lembaran awan miyak uripku

Terjemahan :

Lembaran-lembaran awan membuka hidupku (BMP, 6)

Gambaran dari pergantian hari demi hari menjalani kehidupan.

Kutipan :

Manuk emprit ngrancik sesaji amrih bumi lestari

Terjemahan :

Burung gereja memanjatkan sesaji agar bumi lestari (M, 4)

Menggambarkan makhluk hidup selain manusia juga menyembah Tuhan

Kutipan :

Rembulan kadhung temangsang kalah jethungan

Terjemahan :

Bulan terlanjur tergantung kalah bersembunyi (B, 3)

84

Terjemahan bahwa malam telah digantikan oleh pagi.

Kutipan :

Yagene wengi cepet mungkur

Angin uga kadhung nglipus

Ngrangine suling wengi

Terjemahan :

Bagaimana malam cepat berakhir

Angin juga terlanjur tertidur

Merdu didengarkan seruling malam (DGKP, 13—15)

Menggambarkan suasana malam yang akan segera berakhir dengan alunan

seruling yang merdu untuk didengarkan

Kutipan :

Ora ana sabawa swara, tidhem premanem

Kang jejogedan ing tawang

Terjemahan :

Tidak ada satupun suara, diam sunyi

Yang menari diatas langit (SL, 3—4)

Menggambarkan suasana sepi saat senja tiba

Kutipan :

Mbedhah sangkan paraning dumadi

Terjemahan :

Membuka asal mula tujuan akhir segala hal (Pad, 10)

Menggambarkan penjabaran asal mula kehidupan manusia sampai dengan

tujuan akhir manusia.

85

Kutipan :

Ing waliking cakrawala sumimpen weninging langit

Terjemahan :

Dibalik cakrawala tersimpan jernihnya langit (Ma, 8)

Menggambarkan diatas langit masih ada langit.

B. Analisis Nilai Religius dari Sembilan belas Geguritan karya J.F.X.

Hoery

Kamus besar bahasa Indonesia menyatakan bahwa religi berarti kepercayaan

akan adanya kekuatan adikodrati diatas manusia, kepercayaan (animisme dan

dinamisme), agama. Religius berarti bersifat religi keagamaan yang ada

sangkutpautnya dengan agama. Religi dimaksud bahwa manusia mengikat diri

kepada Tuhan atau lebih tepatnya manusia menerima ikatan Tuhan yang dialami

sebagai sumber bahagia. Sedangkan religius adalah keterikatan manusia terhadap

Tuhan sebagai sumberketentraman dan kebahagiaan (Dojosantosa, 1986: 3).

Nilai religius dalam geguritan telah banyak diminati oleh para pengarang

termasuk karya-karya J.F.X. Hoery. Antologinya yang berjudul Lintang

Gumawang merupakan kumpulan geguritan yang didalamnya memuat dua puluh

dua geguritan yang mengandung tema religius, salah satunya geguritan yang

berjudul Tumedhak Roh Suci „Turunnya Roh Suci‟ dimana pengarang sebagai

motivator dan juga si Aku memberi pencerahan kepada manusia bahwa Tuhan

datang kepada kita untuk menunjukkan jalan kebenaran. Kang bakal nglintir

pepadhang „yang akan memberi cahaya‟ tinuduhake lempenging dedalan „yang

menunjukkan jalan lurus‟. Pengalaman batin pengarang memengaruhi penciptaan

geguritan. Pandangan dunia Jawa memahami alam sebagai berdimensi dua: ada

86

dimensi lahir dan dimensi batin. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan dimensi

batin dari kekuatan yang ada dibelakangnya (magnis, 2010: 28).

Setiap harinya, manusia dihadapkan pada perenungan tentang Tuhan.

Manusia menemui persoalan hidup dan untuk memecahkan persoalannya tersebut,

mereka selalu berserah diri kepada Tuhan. Adanya persoalan kemelut hidup yang

dihadapi manusia, menharuskan mereka untuk lebih dekat dengan Tuhannya.

GeguritanJ.F.X. Hoery lebih banyak menggambarkan tentang hubungan

Tuhan dengan manusia dan manusia dengan Tuhan. Manusia sebagai salah satu

makhluk ciptaan Tuhan selain alam semesta beserta isinya harus mentaati perintah

Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan. Sikap religius harus terus diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari agar menjadikan manusia dekat dan ingat kepada Tuhan.

1. Nilai Religius GeguritanTumedhak Roh Suci„Turunnya Roh Suci‟

GeguritanTumedhak Roh Suci ialah geguritan yang berisi pengingat

kepada manusiamerenungkan kehidupannya di dunia dengan mengenal Tuhan.

Tuhan dengan keluhuranNya memberi kita cahaya.

Kutipan :

Nggelar prabawa Illahi

kang bakal nglintir pepadhang

tumprap kang keblenger

tinuduhake lempenging dedalan(TRS,1,2—5)

Terjemahan :

87

“menggelar keluhuran Illahi”

“yang akan memberi cahaya”

“kepada yang melenceng”

“yang menunjukkan jalan lurus”

Kesimpulan keseluruhan dari geguritanTumedhak Roh Suci ini adalah

dalam iman Katolik mengenal dengan adanya Tri Tunggal Maha Khudus yaitu

Allah Bapak, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus mengingatkan kepada manusia

bahwa Tuhan memberikan banyak petunjuk untuk manusia. Tuhan adalah

segalanya yang mampu memberikan penerang bagi manusia makhluk ciptaan-

Nya.

2. Nilaireligius geguritanPinurba Sang Pepadhang „Dikuasai Tuhan Yesus‟

GeguritanPinurba Sang Pepadhang ini berarti Tuhan menerangi manusia

dengan sinarNya. Manusia menantikan kedatangan Tuhan terdapat pada kutipan :

Dakanti tekaMu

Ing pupusing gurit (PSP-4—5)

Terjemahan :

“kunantikan kedatanganMu

“Diujung puisi”

Puisi disini melambangkan doa yang telah dipanjatkan manusia kepada

Tuhan.

Kutipan :

88

Pinateg paku kalanggengan

Karana pangkuhing kayu pamethangan (PSP-25—26)

Terjemahan :

“Tertancap paku keabadian”

“Kekuatan kayu yang dipentangkan”

Menggambarkan salip dengan kekuatannya. Kesimpulan dari geguritan ini

adalah manusia merindukan kelahiran Yesus Kristus menantikan

kedatangan Tuhan Yesus yang dipentangkan di kayu keabadian dalam doa

yang dilantunkannya.

3. Nilai religiusgeguritanSumawur Kekeran Adi „Tersebar Rahasia Indah‟

Kata sumawur kekeran adiyang berarti mengandung nilaisemua perilaku baik

yang tersirat. Manusia hanya berpasrah kepada Tuhan atas apapun yang telah

dilakukan dan percaya kepada Tuhan bahwa takdir yang ada ditanganNya.

Kutipan :

Kabeh wes dakpasrahake

Tan wewah tan cangkah

Krana pasrah lan percaya

Kabeh ana ing astamu (SKA, 1—4)

Terjemahan :

“Semua sudah kupasrahkan”

89

“Tidak lebih tidak bercabang”

“Karena pasrah dan percaya”

“Semua ada di tanganMu”

4. Nilaireligius geguritanBisaku Mung Pasrah„Bisaku Hanya Pasrah‟

BISAKU MUNG PASRAH

Geguritan ini menunjukkan bahwa bisaku mung pasrah „bisa ku hanya

pasrah‟ adalah geguritan yang didalam isinya mengandungungkapan cinta kasih

Tuhan, lahir dan batin, pikiran dan perbuatan, tingkah dan laku, berpasrah kepada

Tuhan atas apapun yang telah dilakukan dan percaya kepada Tuhan. Terbukti

pada bait-baitnya dalam baris akhir.

Kutipan :

Bisaku mung pasrah, nyadhong tumuruning karahayon (BMP, 5)

Bisaku mung pasrah, nyadhong kawelasan langgeng (BMP, 10)

Bisaku mung pasrah, nyadhong piwulanging kawicaksanan(BMP, 15)

Bisaku mung pasrah, nyadhong panuntuning roh suci (BMP, 20)

Bisaku mung pasrah, nyadhong mustikaning urip langgeng (BMP, 25)

Terjemahan :

―bisaku hanya pasrah, menunggu turunya keselamatan”

―bisaku hanya pasrah, menunggu rasa abadi‖

“bisaku hanya pasrah menunggu ajaran kebijaksanaan”

“bisaku hanya pasrah, menunggu tuntunan roh suci”

90

“bisaku hanya pasrah, menunggu mustikanya kehidupan abadi.

5. Nilaireligius geguritanPatitis „Jelas‟

Geguritan Patitis yang berarti Terang adalah geguritan yang mempunyai nilai

bercahaya.

Kutipan :

Sukma-sukma ngorong marang Pradapaning Gusti

Padha seba

Ati lan raga (P, 3—5)

Terjemahan :

“Jiwa-jiwa yang haus akan keluhuran Tuhan”

“Semua menghadap”

“Hati dan raga”

Penulis mengungkapkan hakikat hidup dalam ajaran kejawen. Manusia tidak bisa

lepas dari sedulur papat lima pacer. Doa yang dipanjatkan dari hati yang rindu

akan Tuhan dengan sepenuh hati dan jiwa akan mendapat cahaya penerangan dari

Tuhan.

6. Nilaireligius geguritanMantra „Doa‟

91

Mantra adalah geguritan yang dibuat untuk memperingati kelahiran anak laki-laki

pengarang.

Kutipan :

Dikudang-kudang mbarengi laire anak lanang (M, 2)

Terjemahan :

“digadang-gadang menyamai lahirnya anak laki-laki”

Beberapa baris mengandung nilai siapa yang berdoa dengan bersungguh-sungguh,

doanya akan dikabulkan oleh Tuhan.

Kutipan :

sapa kang bakal tembayatan ndudhah lungiding pangawikan

kanthi rasa rinasa ing pamardi ing kapti (M, 14—15)

Terjemahan :

“siapa yang akan tolong-menolong akan membuka pengetahuan yang gaib”

“dengan rasa pencarian dan keinginan”

Nilai selanjutnya yang terdapat pada geguritanMantra mengingatkan

bahwa manusia di dunia hanya singgah untuk sementara. Dunia yang kekal adalah

akhirat. Berkaitan dengan kalimat tersebut, telah tersirat dalam ajaran kehidupan

jika menginginkan kehidupan abadi.

Kutipan :

Elinga lamun urip iki mung mampir ngombe

Sinayudan laksitaning wasita langgeng(M,21—22)

92

Terjemahan :

“ingatlah jika hidup ini hanya singgah minum”

“terkait tentang ajaran kehidupan yang abadi”

7. Nilai religiusgeguritanBendu „Amarah‟

Bendu mengandung maksud yang sebaliknya dari kehidupan. Manusia berdoa

kepada Tuhan meminta ampunan. Tetapi manusia masih saja mengulangi

kesalahannya dan meminta kepada Tuhan atas rezeki mereka di dunia.

Kutipan :

Donga memule wis mungkur saka rame

kang sumawur rinucat ing pakeringan

sanyatane tansah mili saka tuking banyu panguripan-E (B, 7—9)

Terjemahan :

“doa menghormati para leluhur sudah selesai dari keramaian”

“yang tersebar terbuang di takuti”

“kenyataannya selalu mengalir dari asal air kehidupan-Nya”

8. Nilaireligius Bali Marang Ancasing Reformasi „Kembali pada Tujuan

reformasi‟

93

Kutipan :

Dudu wong cilik kang ngucireng yudha

Nanging pangarsa kang kelangan rasa

Dudu kawula kang ndaga

Nanging pangwasa wis kadhung kelangan keblat (BMR, 34—37)

Terjemahan :

“bukan orang kecil yang menginginkan peperangan”

“tetapi pemimpin yang kehilangan rasa”

“bukan rakyat yang membangkang”

“tetapi penguasa sudah terlanjur kehilangan arah”

Kesimpulan keseluruhan geguritan diatas adalah kesedihan yang

mendalam melihat keadaan manusia yang melambungkan kekuasaan

mengingkari janji menelantarkan rakyat kecil. Pengarang memprotes situasi,

protes kepada pemimpin yang telah ingkar janji.

9. NilaireligiusNalika Sang Sabda Manjalma ‗Ketika Sabda Menjelma‟

Pada geguritan ini, nalika sang sabda manjalmadimaksudkan ketika Tuhan

menjelma menjadi apa yang Dia mau, manusia bisa saja tersesat tidak tau arah dan

tujuan. Tujuan terakhir manusia adalah kembali kepada sang penciptanya yaitu

Tuhannya. Jika manusia tanpa tujuan, kembalilah untuk berdoa kepada Tuhan

agar jalan didunia diterangi oleh cahaya Tuhan dan manusia kembali ke jalan

kebenaran.

Kutipan :

94

Nalika sang sabda manjalma

aku ketlarak ing tlatah sengkaning paran (NSM, 1—2)

Aja nganthi kedlaran-dlaran tanpa juntrung

tarakbrata lakuning laku utama

dadi dedalane lumebu ing jagad batinmu dhewe (NSM,8—10)

Terjemahan :

“ketika sang sabda menjelma”

“aku tersesat di wilayah asing tanpa tujuan”

“jangan sampai terlanjur tanpa tujuan”

“bertapa menjalankan perbuatan baik”

“menjadi jalan masuk dalam dunia mu sendiri”

Bahwa ajaran Yesusu Kristus menjadi saksi hidup pengarang dengan

menempatkan Yesus disetiap langkah sengkeraning pangesthi dengan

berkeyakinan pasrah hati, sukma, dan raga untuk kebajikan.

10. Nilaireligius geguritanKabeh Wis Jinangkung Ing Karsane „Semua

Kehendak Tuhan‟

Kesengsaraan akan digantikan dengan kebahagiaan jika manusia mau berdoa

dan berserah diri kepada Tuhan karena semua sudah digariskan oleh Tuhan.

95

Kutipan :

Kasangsaran iku wohing kabegjan tembe

dadia paugeran sadawaning laku

marga kabeh wis jinangkung ing karsaNe (KJK, 37—39)

Terjemahan :

“kesengsaraan berbuah keberuntungan”

“jadilah yang mentaati aturan sepanjang perjalanan”

“karena semua telah ditakdirkan oleh kehendakNya”

Bahwa semua kehidupan di dunia ini berada dalam kekuasaan Tuhan. Sabda

Tuhan menyebutkan bahwa kasih itu pasrah dan kurban. Dengan berdoa akan

mencapai kemenangan mulia hidup abadi.

11. Nilaireligius geguritanDhuh Gusti Punapa Karsa Paduka „Terserah Kuasa

Tuhan‟

Kehidupan yang semakin modern membuat rusak ciptaanNya. Dalam doanya

pengarang memertanyakan tentang nasib alam semesta bumi yang semakin tua

dan tidak karuan banyak bencana. Hati dan sanubari berbeda pendapat.

Kutipan :

Antara swara ati lan nurani

96

wis suwe ginerus erosi (DGKP, 1—2)

Apa bener bumi iki wis tuwa

sapa bisa maca tandha-tandha (DGKP, 21—22)

dhuh Gusti punapa karsa paduka? (DGKP, 27)

Terjemahan :

“antara suara hati dan nurani”

“sudah lama tergerus erosi”

“apa benar bumi ini sudah tua?”

“siapa bisa membaca tanda-tanda”

“dhuh Gusti apa kehendak Paduka?”

12. Nilai religiusgeguritanBalia „Kembalilah‟

Semua yang telah diciptakan sudah digariskan oleh Tuhan. Kita manusia

semestinya bersyukur dan menerima apa adanya yang telah diberikan Tuhan.

Kutipan :

Yektine manungsa mung wayang kanggoNe

abang putih ireng wis pinurba

sadurungemancik sadyaning mangsakala

97

balia udinen pusering kasunyatan(Ba, 24—27)

Terjemahan :

“sebenarnya manusia hanya bayangan bagiNya”

“merah putih hitam sudah diputuskan”

“sebelum masuk pada segala musim”

“pulanglah pelajari perputaran kenyataan”

Sadar akan diri bahwa manusia adalah wayang dan yang menggerakkan

(dalang) adalah Tuhan. Penulis ingin mengajak kita untuk menggali kembali

pada nilai-nilai kebenaran.

13. Nilaireligius geguritanSuhing Leluhur „KekutanLeluhur‟

Semua isi alam semesta berdoa menyembah Tuhan. Membuat keinginan

didalam mimpi. Menantikan leburnya leluhur.

Kutipan :

Delengen sayuk manunggaling jiwa-jiwa tanpa pamrih

Ngudi cahya kang anggrengkuh batin

Wahya wahyaning cipta tumelun

Kinarya rerepan ing madyaning bebrayang gung

Ambuka werding budaya bangsa

Kang wis manunggal ing rah ragawi

Kinanthi wasita suhing leluhur (SL, 25—31)

98

Terjemahan :

“lihatlah sayuk bersatunya jiwa-jiwa tanpa pamrih”

“mencari cahaya yang merengkuh batin”

“waktunya keinginan yang besar”

“sebagai pelipur di tengah-tengah masyarakat luas”

“membuka arti budaya bangsa”

“yang telah menjadi satu didalam raga”

“menanti ajaran leburnya leluhur”

Ingat bahwa kita telah diwariskan budaya adi luhung dari nenek moyang yang

semestinya kita jaga dan kita lestarikan.

14. Nilaireligius geguritanPadupan „Wadah Pembakaran Kemenyan‟

Doa yang dilantukan bersama-sama dengan menghadap Tuhan pasrah akan

semua yang diberikan oleh Tuhan dengan memberantas kemurkaan dan angkara

murka di bumi.

Kutipan :

Tembang-tembang panguripan

ngumandhang mbedhah crita pagedongan

linaras mangesthi Hyang Widi

kang cinipta wedharing kasunyata

tumungkul pasrah mbirat kamurkan

rikala bumi kinungkung angkara(Pad, 1—6)

Terjemahan :

“lagu-lagu kehidupan”

99

“berkumandang membuka cerita istana”

“dilambangkan ke arah keberadaan Tuhan”

“yang tercipta ditunjukkannya kenyataan”

“giat dalam pasrah memberantas kemurkaan”

“ketika bumi dikelilingi angkara”

15. Nilaireligius geguritanNyawiji Ing Napasku - Napasmu – Napas – E

„Menyatu dalam Nafasku-Nafasmu-NafasNya

Kalimat ajakan agar manusia tidak putus asa dan selalu berdoa meminta

kepada Tuhan agar ditunjukkan jalan kebenaran. Dengan menyembah dan berdoa

kepadaNya, manusia akan menyatu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan

terlebih kepada Tuhan.

Kutipan :

Ayo padha tembayatan udhu salugu

mrantas kumara wisa angah-angah

kanthi mesu rasa mesu raga salamba

nggugah rina lan wengi kang lagi kepati

nyawiji ing napasku-napasmu-napasE (NN, 41—45)

Terjemahan :

“ayo bersama-sama iuran semestinya”

“menghilangkan sukma berbisa seakan-akan ingin memakan”

100

“dengan mengolah rasa mengolah raga dengan jujur”

“membangunkan siang malam yang telah mati”

“menyatu dalam nafasku-nafasmu-nafasNya”

16. Nilaireligius geguritanManembah „Menyembah Tuhan‟

Manusia bisa memergunakan waktu sebaik-baiknya untuk beribadah setiap waktu.

Karena diatas langit masih ada langit. Meskipun banyak rintangan yang

menghadang, manusia harus tetap tegar menghadapinya. Ada Tuhan yang selalu

ada disampingnya.

Kutipan :

Manembah angolah daya sandyakala(Ma, 1)

Ing waliking cakrawala sumimpen weninging langit

Pancuran panggrahita kebak sandi siningit

udinen kuncine pagedhongan

kang tinemu glibeting pangangen

kangen ing pangangkah (Ma, 8—12)

Terjemahan :

“beribadah mengolah daya segala waktu”

“dibalik cakrawala tersimpan jernihnya langit”

“pancuran perasaan penuh petunjuk tersembunyi”

“carilah kuncinya istana‟„carilah kuncinya istana”

“yang ditemui sebersit kerinduan”

“rindu yang menjadi keinginan”

101

17. Nilai religiusgeguritanGurit Pepesthen „Puisi Kepastian‟

Gurit pepesthen ini mengandung nilai bahwa manusia menantikan kepastian

yang diberikan oleh Tuhan. Manusia hanya bisa menerima apa yang telah

digariskan oleh Tuhan untuk umatnya bukan membantah dan menyalahi aturan.

Kutipan :

ing sadhegah terakah kang lumampah

mung kang kinajab mangsa tinarbuka

netepi jejibahan mangsa baya pakewuh

linambaran dina-dina pecah ing palugon

kang wis giniring ing guriting Gusti (GP, 12—16)

Terjemahan :

“dalam keadaan apapun yang berjalan”

“yang diharapkan hanya musim dibuka”

“memenuhi kewajiban segala macam masalah”

“beralaskan hari-hari hancur di peperangan”

“yang sudah diarahkan dalam syair Tuhan”

102

Menggambarkan suasana kehidupan pedesaan yang berpegang teguh pada ajaran

Tuhan.

18. Nilaireligius geguritanNgracik Tumtuming Kayuwanan „Menuju Dunia

Baka‟

Perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan. Sebaliknya jika manusia

berbuat keburukan, maka manusia juga akan menuai keburukan pula. Jika

manusia menginginkan kebahagiaan, manusia harus sabar. Semua telah diatur

oleh takdir Tuhan.

Kutipan :

Pinateg catur mung ngalambur

Gunem gumampang tinampa gothang

Pathok-pathok kakuwataning batin

Ngangkah kinabul ing kabegjan

Samethine ngundhuh wohing pikoleh (NTK, 1—5)

Urip kang ginanduhan karep

Sumeleh pambudidaya yasa pamengku (NTK, 17—18)

Terjemahan :

“nasehat kata hanya omong kosong”

“gampang bicara yang diterima hanya kekosongan”

“batas-batas kekuatan batin”

103

“berharap dikabulkan oleh keberuntungan”

“sepatutnya menuai buah dari perbuatan”

“hidup yang dipenuhi keinginan”

“ikhlas membudidaya membuat kesabaran”

19. Nilaireligius geguritanPujabrata „Meditasi‟

Geguritanpujabrata ini mengandung nilai apapun yang akan kita lakukan

nanti, jangan mengeluh dengan apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita

karena sejatinya, Tuhan telah menggariskan apa-apa yang akan kita terima dengan

usaha dan hati yang mantap.

Kutipan :

kabeh wis ginaris peparinge Hyang Widi

senajan ta dina-dina pecah ing paligon (Pu, 23—24)

Terjemahan :

“semua telah digariskan oleh Tuhan”

“meskipun hari-hari berantakan dijalanan”