8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
1/34
AKADEMIK DRAFT
STRATEGI PEMBENTUKAN KESATUAN
PENGELOLAAN HUTAN KONSERVASI
(KPHK)
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
2/34
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................
B. Tujuan ......................................................................
C. Manfaat ....................................................................
1
2
2
II. LANDASAN HUKUM ..................................................... 3
III. KRITERIA DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN KPHK
A.
Kriteria Pembentukan KPHK ........................................
B. Prosedur Pembentukan KPHK .....................................
5
6
IV. STRATEGI PEMBENTUKAN KPHK
A. Aspek Kawasan ........................................................
B. Aspek Pengelolaan
1. Penataan Kawasan dan Penyusunan RencanaPengelolaan ............................................................
2.
Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan ...................
3. Rehabilitasi dan Reklamasi Kawasan.................................................................
4 Perlindungan dan Konservasi Alam
8
11
16
19
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
3/34
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sesuai pasal 4 UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan
bahwa semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selanjutnya penguasaan
hutan oleh negara tersebut memberi wewenang kepada pemerintah
untuk:
1. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
2. menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau
kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan,
3. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara
orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum
mengenai kehutanan.
Pengurusan hutan tersebut di atas bertujuan untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta serbaguna dan
lestari untuk kemakmuran rakyat. Pengurusan tersebut meliputi
kegiatan penyelenggaraan: 1) Perencananaan kehutanan, 2)
Pengelolaan hutan, 3) Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan
latihan, serta penyuluhan kehutanan, dan 4) Pengawasan.
Dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan untuk mencapai
kelestarian hutan dibutuhkan 2 (dua) hal yang sangat mendasar
yakni: adanya unit-unit pengelolaan hutan atau Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) dan dibentuknya organisasi pengelolanya di tingkat tapak
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
4/34
efisien dan lestari. KPH terdiri dari KPH Konservasi (KPHK), KPH
Lindung (KPHL) dan KPH Produksi (KPHP). KPH Konservasi (KPHK)
adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya
atau didominasi oleh kawasan hutan konservasi
Pengelolaan hutan konservasi, yang meliputi Taman Nasional
(TN), Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman Wisata Alam
(TWA), dan Taman Buru (TB) saat ini masih dikelola secara parsialoleh unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA). Kawasan TN dikelola oleh Balai Besar/ Balai
Taman Nasional, sedangkan kawasan CA, SM, TWA dan TB dikelola
oleh Balai Besar/ Balai Konservasi Sumberdaya Alam. Khusus Taman
Hutan Raya (TAHURA), sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun
1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan di Bidang Kehutanan
Kepada Daerah, TAHURA dikelola oleh pemerintah propinsi.
Untuk mewujudkan pengelolaan hutan konservasi yang efisien
dan lestari sebagaimana diamanatkan oleh Permenhut No. 6 /Menhut-
II/ 2009 maka perlu dibangun Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi
(KPHK). Berkenaan dengan hal tersebut maka perlu dirumuskan suatu
strategi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan
pembentukan KPHK.
B. Tujuan
Merumuskan strategi pembentukan KPHK yang didasarkan atas
analisis terhadap ketentuan yang berkaitan dengan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) dan kondisi pengelolaan kawasan konservasi
saat ini.
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
5/34
II.
LANDASAN HUKUM
Peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum dalam
analisis dan perumusan strategi pembangunan KPHK adalah :
1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.2) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
3) Paraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Wisata Alam.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1998 tentang Penyerahan
Sebagian Urusan di Bidang Kehutanan Kepada Daerah
5) Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
6) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaaatan Hutan
dan Penggunaan Kawasan Hutan.
7) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan
8) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Jo PP Nomor 3 tahun
2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
serta Pemanfaatan Hutan
9) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
6/34
12) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 02 Tahun 2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi
Sumberdaya Alam.
13) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 03 Tahun 2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional.
14) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P 6/ Menhut-II/2009 tentang
Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
7/34
III. KRITERIA DAN PROSEDUR PEMBENTUKAN KPHK
A.
Kriteria Pembentukan KPHK
Berdasarkan Pasal 5 Permenhut No. 6 /Menhut-II/ 2009, kriteria
pembentukan wilayah KPH adalah :
1. Kepastian wilayah kelola, indikatornya adalah :
a. Berada dalam kawasan hutan tetap setelah tahap penunjukan atau
penataan batas, atau penetapan kawasan hutan
b. Mempunyai letak, luas dan batas yang jelas dan relatif permanen
c. Setiap areal unit pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan
wajib meregister arealnya dalam wilayah KPH
d. Batas wilayah KPH sejauh mungkin mengikuti batas-batas alam
2. Kelayakan ekologi, indikatornya adalah :
a. Posisi dan letak wilayah KPH mempertimbangkan kesesuaian
terhadap DAS atau Sub Das
b. Mempertimbangkan homogenitas geomorfologi dan tipe hutan
c. Bentuk areal mengarah ke ideal dari aspek ekologi (kompak,
memanjang)
3. Kelayakan pengembangan kelembagaan pengelolaan hutan,
indikatornya adalah :
a. Luas wilayah KPH dalam batas rentang kendali yang optimum
b. Mempertimbangkan keutuhan batas izin pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan hutan.
4. Kelayakan pengembangan pemanfaatan hutan, indikatornya adalah:
a. Mempertimbangkan kemungkinan pemanfaatan potensi
sumberdaya hutan
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
8/34
Sampai saat ini Pemerintah telah menetapkan dan mengelola
kawasan konservasi sebanyak 521 unit dengan luas 27,206.729 hektar,
yang terdiri dari cagar alam (CA), suaka margasatwa (SM), taman nasional
(TN), taman hutan raya (Tahura), dan taman wisata alam (TWA).
Untuk membentuk KPHK perlu dibuat kriteria kawasan konservasi
yang akan diusulkan menjadi calon KPHK. Mempertimbangkan ketentuan
tentang kriteria pembentukan wilayah KPH sebagaimana diatur pada Pasal
5 Permenhut No. 6 /Menhut-II/ 2009 dan ketentuan pengelolaan KSA dan
KPA sebagaimana diatur pada PP No. 28 Tahun 2011, maka kriteria
pemilihan kawasan konservasi sebagai calon KPHK, sebagai berikut :
a. Telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan sebagai kawasan konservasi
(kejelasan status dan tujuan penetapan)
b. Mempunyai letak, luas dan batas yang jelas dan relatif permanen.
c. Zonasi sudah disusun dan ditetapkan
d. Rencana pengelolaan sudah disusun dan disyahkan
e. Sudah dibagi ke dalam wilayah kerja resort (implementasi sistem
pengelolaan berbasis resort)
f. Sistem perlindungan kawasan dan konservasi jenis relatif baik
(implementasi sistem pengelolaan berbasis resort)
g. Pemanfaatan potensi kawasan tinggi (wisata alam dan jasa
lingkungan)
h. Mengembangkan kegiatan pembinaan daerah penyangga
i. Kelembagaan relatif mantap (Organisasi, SDM, Sarpras, Anggaran)
j. Adanya dukungan dari mitra kerja (Pemda, pengusaha, dan/atau
masyarakat)
B Prosedur Pembentukan KPHK
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
9/34
dan 4) penetapan wilayah KPHK. Uraian masing-masing tahapan sebagai
berikut:
1. Rancang bangun KPHK disusun dengan tahapan sebagai berikut:
a) mengidentifikasi kawasan hutan dengan mempelajari peta-peta,
b) mendeliniasi wilayah KPHK dalam bentuk peta dengan memberikan
batas luar dan nama KPHK,
c) peta deliniasi wilayah KPHK dideskripsikan secara lengkap dalam
bentuk buku,
d) peta deliniasi wilayah dan buku deskripsi KPHK merupakan
dokumen rancang bangun KPHK,
e) dalam hal hutan produksi dan hutan lindung akan dimasukkan ke
dalam wilayah KPHK perlu mendapat rekomendasi Gubernur.
Rancang bangun KPHK disusun oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis
Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) dengan dukungan data dan
informasi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan pemangku
kepentingan. Rancang bangun KPHK disampaikan oleh Kepala UPT
KSDA kepada Direktur Jenderal PHKA.
Direktur Jenderal PHKA menelaah dan menyampaikan Rancang
Bangun KPHK kepada Menteri Kehutanan untuk mendapatkan arahan
pencadangan dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal
Planologi Kehutanan.
2. Menteri menugaskan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan untuk
menyusun arahan pencadangan KPHK. Direktur Jenderal PlanologiKehutanan menyusun arahan pencadangan KPHK dengan melibatkan
Eselon 1 terkait.
3. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan menyampaikan arahan
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
10/34
IV. STRATEGI PEMBENTUKAN KPHK
Pada dasarnya suatu KPH terbangun atas 3 (tiga) unsur yakni;
adanya wilayah pengelolaan, adanya aktifitas pengelolaan, dan adanya
lembaga pengelola. Untuk itu maka strategi pembentukan KPHK dibagi
kedalam 3 (tiga) aspek, yakni: aspek kawasan, aspek pengelolaan , dan
aspek kelembagaan.
A. Aspek Kawasan
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KPH
Berdasarkan PP No. 6 Tahun 2007 dan Permenhut No. 6 /Menhut-II/
2009, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan
hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola
secara efisien dan lestari.
KPH terdiri dari KPH Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL) dan KPH
Produksi (KPHP). KPH Konservasi (KPHK) adalah kesatuan pengelolaan
hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan
hutan konservasi. KPH dietapkan dalam satu atau lebih fungsi pokok
hutan dan satu wilayah administrasi atau lintas wilayah administrasi
pemerintahan (Pasal 6 PP No. 6 Thaun 2007)
Sedangkan ditinjau dari status kawasannya, berdasarkan Permenhut No. 6
/Menhut-II/ 2009 tersebut terdapat tiga kemungkinan bentuk KPHK, yaitu:
1. KPHK yang wilayahnya terdiri dari satu unit kawasan konservasi,
2. KPHK yang wilayahnya terdiri dari beberapa unit kawasan konservasi,
3. KPHK yang wilayahnya terdiri dari kawasan konservasi dan hutan
dengan fungsi lain (hutan lindung dan hutan produksi) dimana
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
11/34
berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.
Berdasarkan usulan tersebut Menteri menetapkan arahan pencadanganunit pengelolaan hutan konservasi (Pasal 29 PP. 4 Tahun 2004).
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Berdasarkan PP No. 28 Tahun 2011, Kawasan Suaka Alam (KSA) yang
terdiri atas cagar alam (CA), suaka margasatwa (SM), dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA) yang terdiri atas taman nasional (TN), taman
hutan raya (Tahura), dan taman wisata alam (TWA) ditetapkan oleh
Menteri. Suatu wilayah ditetapkan sebagai KSA dan KPA apabila
memenuhi kriteria.
Pemerintah telah menetapkan 521 unit kawasan konservasi dengan luas
keseluruhan mencapai 27,206.729 hektar. Sebagian besar (lebih dari 57
persen) dari luasan kawasan konservasi tersebut adalah Taman Nasional
(TN). Secara geografis, kawasan konservasi tersebut menyebar di seluruh
wilayah nusantara dari Sabang sampai Meraoke, mulai dari dasar laut
sampai ke puncak gunung. Dengan demikian maka tidak semua kawasan
konservasi wilayahnya berupa hutan/ daratan. Sebagian kawasankonservasi seluruh wilayahnya berupa perairan/ lautan (seperti: TN.
Kepulauan Seribu, TN. Wakatobi, TN. Karimun Jawa dll.), dan sebagian
lagi merupakan gabungan antara daratan (hutan) dan perairan (seperti :
TN. Ujungkulon, TN. Alas Purwo, TN. Sembilang dll).
Selain itu, kawasan konservasi mempunyai luas yang sangat beragam
mulai dari puluhan hektar hingga lebih dari satu juta hektar. Demikian
pula, ditinjau dari batas administrasi pemerintahan, sebagian kawasan
konservasi berada pada suatu wilayah kabupaten saja, tetapi sebagian
kawasan konservasi lainnya berada pada lintas kabupaten dan lintas
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
12/34
telah ditetapkan sebagai KPHK tersebut adalah: TN Berbak; TN Ujung
Kulon; TN Halimun Salak; TN Tanjung Puting; TN Kutai; TN Meru Betiri;TN Alas Purwo; TN Bali Barat; TN Gunung Rinjani; TN Bunaken
(ditetapkan tahun 2010) , TN Way Kambas, TN Gunung Merapi, TN
Laiwangi Wanggameti, TN Danau Sentarum, TN Bogani Nani Wartabone,
TN Bantimurung Bulusaraung, TN Baluran, TN Manupeu Tana Daru, TN
Bukit Dua Belas, dan TN Gunung Palung.
S t r a t e g i
Strategi yang perlu dilakukan dalam pembentukan KPHK baru adalah
pemilihan calon KPHK yang memenuhi kriteria sebagaimana diuraikan
pada Sub Bab III A, dengan skala prioritas sebagai berikut:
Prioritas Pertama
adalah calon KPHK yang wilayahnya terdiri dari satu unit kawasan taman
nasional.
Prioritas Kedua
adalah calon KPHK yang wilayahnya terdiri dari dua atau lebih kawasan
taman nasional yang lokasinya berdekatan, misalnya TN Gunung GedePangrango dan TN. Gunung Halimun Salak. Diprioritaskannya kawasan
taman nasional sebagai KPHK karena relatif lebih siap dibandingkan
kawasan konservasi lainnya, baik ditinjau dari aspek kelembagaan,
kemantapan batas kawasan, luas- kekompakan, dan penataaan kawasan,
serta rencana pengelolaan.
Prioritas Ketiga
adalah calon KPHK yang wilayahnya terdiri dari satu unit kawasan taman
nasional dan satu/ beberapa unit kawasan konservasi non taman nasional,
seperti TN Siberut dan SM Laut Teluk Saibi Sarabua
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
13/34
Prioritas Kelima
adalah calon KPHK yang wilayahnya terdiri dari beberapa kawasankonservasi non taman nasional yang berada pada satu kesatuan wilayah
DAS atau kelompok hutan.
Prioritas Keenam
adalah calon KPHK yang wilayahnya terdiri dari kawasan konservasi dan
kawasan hutan dengan fungsi lain (hutan lindung dan hutan produksi).
Dalam hal hutan produksi dan hutan lindung akan dimasukkan ke dalam
wilayah KPHK perlu mendapat rekomendasi Gubernur (Pasal 8 Permenhut
No. P 6/Menhut-II/ 2009).
B. Aspek Pengelolaan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3888); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadiUndang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412);
Semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dalam rangka penguasaan tersebut negara memberi
wewenang kepada Pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala
sesuatu yang berkaitan dengan hutan (Pasal 4). Pengurusan hutan
bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya serta
serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat yang meliputi (Pasal
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
14/34
Berdasarkan Pasal 21 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, ruang
lingkup pengelolaan hutan meliputi kegiatan:1) tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
2) pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,
3) rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan
4) perlindungan hutan dan konservasi alam.
Mengingat kawasan konservasi wilayahnya tidak hanya
berupa kawasan hutan tetapi ada yang merupakan perpaduan antara
kawasan hutan dengan wilayah perairan, bahkan ada yang secara
keseluruhan berupa wilayah perairan, maka ruang lingkup pengelolaan
hutan dalam konsteks KPHK perlu disesuaikan menjadi pengelolaan
kawasan, dengan ruang lingkup sebagai berikut:
1) penataan kawasan dan penyusunan rencana pengelolaan,
2) pemanfaatan dan penggunaan kawasan,
3) rehabilitasi dan reklamasi kawasan, dan
4) perlindungan dan konservasi alam.
1.
Penataan Kawasan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
a.
Penataan Kawasan
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KPH
Tata hutan adalah suatu kegiatan untuk mengorganisasikan areal kerja
KPH sesuai dengan karakteristik KPH dan hak-hak masyarakat sehingga
perencanaan dan kegiatan pengelolaan KPH dapat dilaksanakan secaraefektif dan efisien (Penjelasan Pasal 11 PP No. 6 Tahun 2007). Tata hutan
dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif
untuk memperoleh manfaaat yang lebih optimal dan lestari.
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
15/34
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Berdasarkan PP. No. 28 Tahun 2011, perencanaan KSA dan KPA meliputi;inventarisasi potensi kawasan, penataan kawasan, dan penyusunan
rencana pengelolaan (Pasal 14). Penataan KSA dan KPA meliputi:
penyusunan zonasi atau blok pengelolaan dan penataan wilayah
kerja. Zonasi pengelolaan dilakukan pada kawasan taman nasional,
sedangkan blok pengelolaan dilakukan pada KSA dan KPA selain taman
nasional (Pasal 16). Penetapan zonasi atau blok pengelolaan dilakukan
oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 17). Zonasi pengelolaan
taman nasional terdiri dari: zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan,
dan/atau zona lain sesuai dengan keperluan (Pasal 18). Sedangkan blok
pengelolaan pada KSA dan KPA selain TN terdiri dari: blok perlindungan,
blok pemaanfaatan, dan blok lainnya (Pasal 19).
Penataan wilayah kerja KSA dan KPA meliputi; 1) pembagian wilayah
kerja ke dalam unit pengelola dan seksi wilayah kerja, dan 2) pembagian
seksi wilayah kerja ke dalam unit yang lebih kecil (Pasal 20)
Sampai saat ini dari 521 unit kawasan konservasi sebagaian telah
ditatabatas temu gelang, sedangkan sebagian lainnya masih belum
ditatabatas temu gelang.
Berdasarkan Pasal 15 PP. No. 28 Tahun 2011, untuk memperoleh data
dan informasi potensi kawasan, unit pengelola KSA dan KPA melakukan
inventarisasi potensi kawasan. Sampai saat ini belum seluruh kawasan
konservasi telah dilakukan inventarisasi potensi.Dari 50 unit kawasan taman nasional, 27 unit telah ditetapkan zonasinya,
11 unit sedang disusun zonasinya, dan 12 unit belum disusun zonasinya.
Untuk efektifitas pengelolaan, seluruh kawasan taman nasional telah
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
16/34
Berdasarkan hasil tata batas, inventarisasi potensi, penataan zonasi dan
blok, dan pembagian wilayah kerja, selanjutnya dibuat peta tematiksesuai dengan keperluan, misalnya peta tata batas, peta zonasi/blok, peta
potensi flora dan penyebaran satwa, dll.
S t r a t e g i
Penataan kawasan KPHK perlu dilakukan dengan strategi sebagai berikut :
1) Melakukan percepatan penataan batas kawasan taman nasional yang
telah ditetapkan sebagai KPHK (20 lokasi).
2) Melakukan percepatan penataan batas calon KPHK sesuai skala
prioritas yang telah ditetapkan. Dalam hal ini perlu adanya
dukungan dari BPKH untuk memprioritaskan penataan batas
kawasan hutan calon KPHK.
3) Melakukan percepatan penyusunan dan penetapan zonasi untuk
KPHK yang telah ditetapkan dan penyusunan dan penetapan zonasi/
blok untuk calon KPHK. Dalam hal ini UPT perlu terus didorong
untuk segera mempercepat proses penyusunannya.
4)
Melakukan pembagian wilayah KPHK ke dalam wilayah kerja resortsebagai unit pengelolaan terkecil (implementasi sistem pengelolaan
berbasis resort). Dalam hal ini wilayah kerja resort identik dengan
petak dan anak petak pada KPHP dan KPHL.
5) Melakukan inventarisasi hutan pada KPHK dan calon KPHK yang
belum pernah dilakukan inventarisasi atau untuk meng-up date hasil
inventarisasi yang pernah dilakukan sebelumnya.
6) Mengintensifkan pembuatan peta tematik, seperti peta tata batas
kawasan, peta zonasi/ blok, peta vegetasi, peta penyebaran satwa,
dan lain-lain sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
17/34
b. Penyusunan Rencana Pengelolaan
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KPH
Berdasarkan hasil inventarisasi penataan hutan maka disusun rencana
pengelolaan hutan KPH. Rencana pengelolaan hutan KPH terdiri dari
rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan
hutan jangka pendek. Rencana pengelolaan hutan jangka panjang
disusun oleh Kepala KPH dan disyahkan oleh Menteri atau pejabat yangditunjuk, sedangkan rencana pengelolaan hutan jangka pendek disusun
oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala KPH dan disyahkan oleh Kepala
KPH (Pasal 13 dan 14 PP No. 3 Tahun 2008)
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Berdasarkan PP 28 Tahun 2011 unit pengelola menyusun rencana
pengelolaan KSA dan KPA yang didasarkan atas hasil inventarisasi data
dan informasi (Pasal 21). Rencana pengelolaan KSA dan KPA terdiri dari
rencana jangka panjang untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan
rencana jangka pendek untuk jangka waktu 1 ( satu) tahun (Pasal 22).
Rencana jangka panjang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
(Pasal 23).
Sampai saat ini dari 50 unit taman nasional, 40 unit telah disusun rencana
jangka panjangnya, 2 unit dalam proses review , dan 8 unit dalam proses
penyusunan.
S t r a t e g i
Penyusunan rencana pengelolaan KPHK perlu dilakukan dengan strategi
sebagai berikut :
• KPHK yang wilayahnya terdiri dari satu unit kawasan konservasi tidak
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
18/34
(hutan produksi dan hutan lindung), maka perlu dibuat Rencana
Pengelolaan baru. Hal tersebut karena adanya perbedaan tujuanpengelolaan, kondisi kelembagaan, dan kewenangan pengelola,
antara sebelum dan setelah ditetapkan sebagai KPHK.
2.
Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan
a. Pemanfaatan Kawasan
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KPH
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan
bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara
optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga
kelestariannya (Pasal 1 PP. Nomor 6 Tahun 2007). Pada hutan
konservasi, pemberian ijin pemanfaatan harus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 12 PP. Nomor 6 Tahun 2007).
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Pemanfaatan KSA dan KPA dapat dilakukan pada semua KSA dan KPA.
Pemanfaatan KSA dan KPA dapat dilakukan dengan tidak merusak
bentang alam dan mengubah fungsi KSA dan KPA. Kegiatan pemanfaatan
KSA dan KPA terdiri atas: 1) Pemanfaatan kondisi lingkungan, 2)
Pemanfaaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (Pasal 32 PP. Nomor 28
Tahun 2011).Jenis-jenis kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan pada KSA dan KPA
diatur pada Pasal 33 sampai dengan Pasal 37 PP. Nomor 28 Tahun 2011.
Pemanfaatan KSA dan KPA hanya dapat dilakukan setelah memperoleh
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
19/34
Setiap pemegang izin pemanfaatan KSA dan KPA wajib membayar iuran
izin usaha dan pungutan atas hasil pemanfaatan kondisi lingkungan. Iurandan pungutan pemanfaatan KSA dan KPA merupakan penerimaan negara
bukan pajak (Pasal 39 PP. Nomor 28 Tahun 2011).
S t r a t e g i
Pemanfaatan kawasan KPHK perlu dilakukan dengan strategi sebagai
berikut :
1) Perlu adanya terobosan untuk menciptakan peluang agar pengelola
taman nasional dan pemerintah daerah mendapatkan kontribusi
secara langsung dari hasil pemanfaatan kawasan konservasi. Dengan
adanya kontribusi langsung pengelolaan kawasan konservasi terhadap
penerimaan daerah, diharapkan pemerintah daerah akan semakin
memberikan dukungannya terhadap pengelolaan kawasan konservasi,
misalnya dalam bentuk pembangunan sarana-prasarana jalan,
transportasi, akomodasi, komunikasi dll. Untuk merealisasikan hal
tersebut maka perlu adanya penyempurnaan dan/atau pembuatan
peraturan perundangan baru yang membuka peluang bagi pengelola
kawasan konservasi dan pemerintah daerah mendapatkan kontribusi
langsung hasil pemanfaatan kawasan.
2) Mengusulkan KPHK yang mempunyai nilai PNBP tinngi dari hasil
pemanfaatan kawasan untuk menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
Penerapan sistem pengelolaan keuangan BLU pada kawasan
konservasi, secara jangka panjang akan mengarah pada perwujudan
pengelolaan kawasan konservasi mandiri.
b. Penggunaan Kawasan
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
20/34
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutanproduksi dan kawasan hutan lindung (Pasal 38 UU 41 tahun 1999)
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Dengan mengacu pada Pasal 38 UU 41 tahun 1999, berarti pada kawasan
konservasi tidak dapat dilakukan penggunaan kawasan. Namun
mengingat pada beberapa lokasi kawasan konservasi terdapat adanya
kepentingan pembangunan strategis yang tidak dapat dielakan, maka
sebagai solusinya adalah dilakukannya kerjasama (MoU) kedua belah
pihak. Hal ini sesuai Pasal 43 PP 28 Tahun 2011 bahwa penyelenggaraan
KSA dan KPA dapat dikerjasamakan dengan badan usaha, lembaga
internasional, atau pihak lainnya.
Sedangkan berdasarkan Permenhut Nomor P 19/Menhut-II/2004
dinyatakan bahwa kolaborasi dalam rangka pengelolaan KSA dan KPA
adalah proses kerjasama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat
atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling
percaya, dan saling memberikan kemanfaatan.
S t r a t e g i
Penggunaan kawasan KPHK perlu dilakukan dengan strategi sebagai
berikut :
1) Mengacu pada surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 164/KMAIX/2007
tanggal 10 September 2007 bahwa terhadap persetujuan/perjanjian
penggunaan kawasan konservasi yang diterbitkan sebelum
ditetapkannya UU 41 tahun 1999 dan saat ini masih berjalan, dapat
dilakukan perpanjangan ijin.
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
21/34
3) Pemberian ijin terhadap permohonan dan/atau perpanjangan ijin
penggunaan kawasan dalam wilayah KPHK harus mempertimbangkanrencana pengelolaan KPHK
4) Kepala KPHK wajib melaksanakan pembinaan, pemantauan dan
evaluasi atas pelaksanaan izin penggunaan kawasan di wilayahnya.
5) Kepala KPHK bertanggung jawab atas pengamanan bekas areal kerja
pemegang izin penggunaan kawasan yang telah hapus atau berakhir.
3. Rehabilitasi dan Reklamasi Kawasan
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KPH
Rehabilitasi kawasan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan,
dan meningkatkan fungsi kawasan sehingga daya dukung, produktifitas
dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap
terjaga. Rehabilitasi kawasan diselenggarakan melalui reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknis
konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan
tidak produktif. Rehabilitasi kawasan dapat dilakukan pada semua hutan
kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Rehabilitasi kawasan
dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik dan melalui pendekatan
partisipatif.
Reklamasi kawasan adalah upaya untuk memperbaiki atau memulihkan
kembali kawasan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai
dengan peruntukannya. Kegiatan reklamasi kawasan meliputi inventarisasi
lokasi, penetapan lokasi, perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi.
Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan di luar
kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan dan
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
22/34
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan KSA dan KPA adalahpengawetan. Pemulihan ekosistem merupakan salah satu bentuk kegiatan
pengawetan. Pemulihan ekosistem dilakukan untuk memulihkan struktur,
fungsi, dinamika populasi, serta keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya. Pemulihan ekosistem dilakukan melalui; 1) mekanisme
alam, 2) rehabilitasi, dan 3) restorasi.
Mekanisme alam dilakukan dengan menjaga dan melindungi ekosistem
agar proses pemulihan ekosistem berlangsung secara alami.
Rehabilitasi dilakukan melalui penanaman atau pengkayaan jenis
dengan jenis tanaman asli atau pernah tumbuh secara alami di lokasi
tersebut. Restorasi dilakukan melalui kegiatan pemeliharaan,
perlindungan, penanaman, pengkayaan jenis tumbuhan dan satwa liar,
atau pelepasliaran satwa liar hasil penangkaran atau relokasi satwa liar
dari lokasi lain.
S t r a t e g i
Rehabilitasi dan reklamasi kawasan KPHK perlu dilakukan dengan strategi
sebagai berikut :
1) Rehabilitasi dan reklamasi kawasan KPHK harus tetap berorientasi
pada upaya pemulihan ekosistem, dengan tujuan memulihkan
struktur, fungsi, dinamika populasi, serta keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya.2) Pengelola KPHK harus membuat skala prioritas areal yang akan
direhabilitasi berdasarkan tingkat urgensinya di lapangan, dan
melakukan rehabilitasi secara terintegrasi dengan kegiatan lainnya.
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
23/34
4. Perlindungan dan Konservasi Alam
a.
PerlindunganKetentuan Mengenai Pengelolaan KPH
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan
penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Perlindungan KSA dan KPA dilakukan melalui:
1) Pencegahan, penanggulangan, dan pembatasan kerusakan yangdisebabkan oleh manusia, ternak, alam, spesies invasif, hama, dan
penyakit;
2) Melakukan penjagaan dan pengamanan kawasan secara efektif
S t r a t e g i
Pelaksanaan perlindungan KPHK dilakukan baik secara pre-emtif,
preventif, maupun represif. Pengamanan pre-emtif, dilakukan melalui
pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat, Pengamanan preventif,
dilakukan melalui kegiatan penjagaan dan patroli (rutin dan mendadak),
sedangkan pengamanan represif, dilakukan melalui operasi: intelijen,
represif, rehabilitasi, dan operasi khusus.
Implementasi sistem pengelolaan berbasis resort merupakan strategi
untuk memperkuat upaya perlindungan KPHK pada tingkat tapak.
Dengan diimplementasikannya sistem pengelolaan berbasis resort
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
24/34
diimplementasikannya sistem pengelolaan berbasis resort maka
permasalahan kawasan akan diketahui secara lebih dini sehingga petugasdapat secara proaktif melakukan upaya pencegahan atau melakukan
tindakan represif ketika permasalahan belum terlanjur membesar.
b. Konservasi Alam
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KPH
Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam
hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi
sumberdaya alam hayati dilaksanakan melalui: perlindungan ekosistem,
pengawetan jenis flora dan fauna, serta pemanfaatan sumberdaya alam
secara lestari.
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
Pasal 3 menyebutkan bahwa, konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber
daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.
Selanjutnya pada Pasal 5 menyebutkan bahwa konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui:
1) Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
25/34
Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya
proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia
(Pasal 7). Sedangkan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya, dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan
suaka alam agar tetap dalam keadaan asli (Pasal 12). Adapun
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
sesuai dengan Pasal 26 dilakukan melalui kegiatan: 1) Pemanfaatan
kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam; dan 2) Pemanfaatan jenis
tumbuhan dan satwa liar.
S t r a t e g i
Pelaksanaan konservasi alam dalam pengelolaan KPHK perlu dilakukan
dengan strategi sebagai berikut :
1) Pembentukan KPHK harus mampu meningkatkan kemampuan
pengelola kawasan konservasi untuk menggali nilai penting ekosistem
bagi kehidupan masyarakat. Untuk itu valuasi sda kawasan
konservasi perlu terus diintensifkan dan hasilnya dipublikasikan ke
stakeholder.
2) Pembentukan KPHK harus dapat meningkatkan upaya penjagaan
keutuhan ekosistem kawasan konservasi. Untuk itu implementasi
sistem pengelolaan berbasis resort sangat berperan dalam
mewujudkan peningkatan penjagaan keutuhan ekosistem sampai
pada tingkat tapak.
3) Pembentukan KPHK harus mampu menumbuh-kembangkan iklim
usaha pemanfaatan kondisi lingkungan dan jenis tumbuhan/satwa liar
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
26/34
C. Aspek Kelembagaan
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KPH
Berdasarkan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004
tentang Perencanaan Kehutanan, Unit Pengelolaan Hutan terdiri dari: 1)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), 2) Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPHL), dan 3) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
(KPHP).Pasal 32 ayat (1) Pada setiap Unit Pengelolaan Hutan dibentuk institusi
pengelola. Institusi Pengelola bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi: perencanaan
pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan pengelolaan, dan
pengendalian serta pengawasan.
Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah No. 3
tahun 2008, Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa Menteri Menetapkan
Organisasi KPHK, KPHL dan KPHP. Dalam penjelasannya Organisasi KPH
mempunyai bentuk:
a. Sebuah organisasi pengelola hutan yang :
1) mampu menyelenggarakan pengelolaan yang dapat menghasilkan
nilai ekonomi dari pemanfaatan hutan dalam keseimbangan dengan
fungsi konservasi, perlindungan, dan sosial dari hutan;
2) mampu mengembangkan investasi dan menggerakkan lapangan
kerja;
3) mempunyai kompetensi menyusun perencanaan dan
monitoring/evaluasi berbasis spasial;
4) mempunyai kompetensi untuk melindungi kepentingan hutan
(termasuk kepentingan publik dari hutan);
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
27/34
a. Organisasi yang merupakan cerminan integrasi (kolaborasi /
sinergi) dari Pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
b. Pembentukan organisasi KPH tetap menghormati keberadaan
unit-unit (izin-izin) pemanfaatan hutan yang telah ada.
c. Struktur organisasi dan rincian tugas dan fungsinya
memberikan jaminan dapat memfasilitasi terselenggaranya
pengelolaan hutan secara lestari.
d. Organisasi yang memiliki kelenturan (fleksibel) untuk
menyesuaikan dengan kondisi/tipologi setempat serta
perubahan lingkungan strategis yang berpengaruh terhadap
pengelolaan hutan.
Sedangkan sesuai pasal 9, Organisasi KPH mempunyai tugas dan
fungsi:
a. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi:
1). Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
2). Pemanfaatan hutan dalam hal pemantauan dan
pengendalian terhadap pemegang ijin.
3). Penggunaan kawasan hutan dalam hal pemantauan dan
pengendalian terhadap pemegang ijin.
4). Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu.
5). Rehabilitasi hutan dan reklamasi.
6). Perlindungan hutan dan konservasi alam.
b. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi, kab/kota
untuk diimplementasikan.
c. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai
dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
28/34
dan Pemerintah Kab/Kota sesuai kewenangannya bertanggung jawab
terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya. Selanjutnya ayat (2)
menyebutkan Dana Pembangunan KPH bersumber dari: APBN, APBD
dan/atau dana lain yang tidak mengikat sesuai peraturan perundangan
Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Terkait dengan KPH terdapat dalam Bidang AA Pembagian Urusan
Pemerintah Bidang Kehutanan Sub Bidang 8 Pembentukan Wilayah
Pengelolaan Hutan, dinyatakan bahwa pemerintah pusat bertanggung
jawab terhadap penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK)
, dan pelaksanaan penetapan pembentukan wilayah pengelolaan hutan,
penetapan wilayah pengelolaan dan institusi wilayah pengelolaan serta
arahan pencadangan.
Berdasarkan Pasal 8 PP 6 tahun 2007 Jo. PP 3 tahun 2008, Menteri
menetapkan organisasi KPHK, KPHL dan KPHP. Dalam penjelasan pasal
tersebut, dinyatakan bahwa organisasi KPH mempunyai bentuk :
a. Sebuah organisasi pengelola hutan yang :
1) mampu menyelenggarakan pengelolaan yang dapat menghasilkannilai ekonomi dari pemanfaatan hutan dalam keseimbangan
dengan fungsi konservasi, perlindungan, dan sosial dari hutan;
2) mampu mengembangkan investasi dan menggerakkan lapangan
kerja;
3) mempunyai kompetensi menyusun perencanaan dan
monitoring/evaluasi berbasis spasial;
4) mempunyai kompetensi untuk melindungi kepentingan hutan
(termasuk kepentingan publik dari hutan);
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
29/34
b. Organisasi yang merupakan cerminan integrasi (kolaborasi / sinergi)
dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
c. Pembentukan organisasi KPH tetap menghormati keberadaan unit-unit
(izin-izin) pemanfaatan hutan yang telah ada.
d. Struktur organisasi dan rincian tugas dan fungsinya memberikan
jaminan dapat memfasilitasi terselenggaranya pengelolaan hutan
secara lestari.
e. Organisasi yang memiliki kelenturan (fleksibel) untuk menyesuaikan
dengan kondisi/tipologi setempat serta perubahan lingkungan
strategis yang berpengaruh terhadap pengelolaan hutan.
Organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi (Pasal 9 PP 6 tahun 2007
Jo. PP 3 tahun 2008) :
1) menyelenggarakan pengelolaan hutan (mulai dari tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan,
penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi,
perlindungan hutan dan konservasi alam),
2) menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten /
kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan,3) melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya (mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta
pengendalian),
4) melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan
pengelolaan hutan di wilayahnya,
5) membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan
pengelolaan hutan
Dana bagi pembangunan KPH bersumber dari: APBN, APBD, dan/atau
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
30/34
Ketentuan Mengenai Pengelolaan KK
Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, kelembagaan
pengelolaan kawasan konservasi sebagai berikut:
• setiap unit TN dikelola oleh Balai Besar/ Balai Taman Nasional,
• jenis kawasan konservasi lain, yakni CA, SM, TWA, dan TB yang
berada pada suatu wilayah provinsi dikelola oleh Balai Besar/ Balai
Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA)
• khusus TAHURA dikelola oleh pemerintah provinsi.
Dengan demikian kelembagaan pengelola kawasan konservasi saat ini
bersifat struktural atau didasarkan atas kesamaan status kawasan.
Artinya, Balai Besar/ Balai TN hanya mengelola kawasan TN saja,
walaupun misalnya pada lokasi yang berdekatan atau pada wilayah DAS
yang sama. terdapat kawasan konservasi lain (misal CA, SM, TWA, atau
TB) atau kawasan hutan dengan fungsi lain (HP dan/atau HL).
Dengan kondisi kelembagaaan yang ada saat ini pengelolaan taman
nasional relatif lebih intensif karena dikelola oleh lembaga /UPT tersendiri,
sedangkan kawasan konservasi lainnya (CA, SM, TWA dan TB) relatifkurang intensif karena kawasan-kawasan konservasi tersebut yang berada
dalam satu wilayah propinsi hanya dikelola oleh satu lembaga (Balai
Besar/Balai KSDA), sementara lembaga tersebut juga mengemban tugas
dibidang konservasi jenis flora/fauna di luar KK dan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan di wilayah propinsi tersebut.
Secara umum pengelolaan kawasan konservasi yang ada saat ini baik
secara struktur organisasi , rincian tugas, maupun fungsinya belum
memberikan jaminan dapat memfasilitasi terselenggaranya pengelolaan
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
31/34
yang dapat menghasilkan nilai ekonomi yang secara langsung dapat
dijadikan sebagai sumber dana pengelolaan. Sesuai PP 59 Tahun 1998
Tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku
pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan, seluruh pendapatan hasil
pemanfaatan hutan pada kawasan konservasi disetorkan ke kas negara
dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
S t r a t e g i
Dalam rangka pembangunan kelembagaan KPHK perlu dilakukan dengan
strategi sebagai berikut :
1) Untuk KPHK yang wilayahnya hanya terdiri dari satu unit taman
nasional maka Balai Besar/ Balai TN setempat dapat ditetapkan
sebagai lembaga pengelola KPHK taman nasional, Penetapan BalaiBesar/ Balai Taman Nasional sebagai KPHK Taman Nasional dengan
surat keputusan Menteri Kehutanan. Penetapan diprioritaskan pada
kawasan taman nasional yang telah ditetapkan sebagai KPHK (20
lokasi)
2) Untuk KPHK yang wilayahnya terdiri dari: taman nasional, jenis
kawasan konservasi lain (CA, SM, TWA, dan TB ), dan hutan dengan
fungsi lain (HP dan HL), maka Balai Besar/ Balai TN setempat dapat
ditetapkan sebagai lembaga pengelola KPHK tersebut. Perlu disusun
tata hubungan kerja (tahubja) bagi KPHK Taman Nasional yang
wilayahnya terdiri dari taman nasional dan hutan dengan fungsi lain
(seperti hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi lain)
3) Untuk KPHK yang wilayahnya terdiri dari beberapa kawasan
konservasi selain TN (CA, SM, TWA, dan TB ) dan hutan dengan
fungsi lain (HP dan HL) maka perlu adanya penetapan lembaga baru
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
32/34
b) penetapan standart prosedur kerja petugas resort
c) penerapan Sistem Informasi Manajemen (SIM)
d) peningkatan SDM resort
e) peningkatan sarana-prasarana resort
f) peningkatan pendanaan resort
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
33/34
V.
P E N U T U P
Strategi pembentukan KPHK ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan
dalam pelaksanaan pembentukan KPHK. Hal-hal yang secara teknis belum
cukup diatur dalam strategi ini agar disesuaikan dengan ketentuan dalam
peraturan perundangan yang terkait dengan pembentukan KPH dan
pengelolaan KSA dan KPA.
8/18/2019 Pengelolaan Kawasan Konservasi Modren
34/34
34
Top Related