6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization)
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin, kooperatif adalah suatu pembelajaran dimana
siswa belajar dan bekerjasama dalam kelompok yang anggotanya 4-6
siswa dengan kelompok heterogen. Sedangkan, Sunal dan Hans
mengemukakan kooperatif merupakan suatu strategi yang bertujuan untuk
memberi dorongan kepada siswa agar bekerjasama dalam proses
pembelajaran. Dan menurut Anita Lie menyebutkan kooperatif dengan
istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa
lain dalam tugas yang terstuktur. (Isjoni, 2010)
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa
bekerja bersama dalam kelompok yang heterogen, dan saling membantu
untuk memahami suatu pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban
teman serta kegiatan lainnya dengan tujuan untuk membantu siswa yang
satu dengan siswa yang lainnya agar dapat menguasai pembelajaran secara
optimal.
6
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
7
2. Pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization)
Menurut Slavin (2009), pembelajaran TAI termasuk dalam
pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa
dikelompokan menjadi 4 sampai 5 siswa yang heterogen untuk
menyelesaikan tugas kelompok, dan guru memberikan bantuan secara
individu bagi siswa yang memerlukannya.
Dasar pemikiran dari TAI adalah mengadaptasi pengajaran
terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa
maupun pencapaian prestasi siswa. Adapun perbedaan tersebut adalah para
siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi
yang sangat beragam. (Slavin, 2009)
Menurut Slavin (2009), ada 8 unsur dalam pembelajaran kooperatif
tipe TAI (Team Assisted Individualization), antara lain sebagai berikut: (1)
Tim. Para siswa dalam TAI dibagi ke dalam tim yang beranggotakan 4-5
orang, (2) Tes Penempatan. Sebelum guru menjelaskan materi, para siswa
diberikan tes awal terkait dengan materi yang akan diajarkan, (3) Materi-
Materi Kurikulum. Strategi penyelesaian ditekankan pada seluruh materi,
(4) Belajar Kelompok. Siswa memulai menyelesaikan soal-soal yang
telah dipersiakan guru bersama kelompoknya, (5) Skor Tim Dan
Rekognisi Tim. Pada tiap akhir minggu, guru menghitung jumlah skor
tim. Skor didasarkan pada jumlah rata-rata unit yang dicapai oleh tiap
anggota tim dan jumlah tes-tes unit yang dicapai oleh tiap individu, (6)
Kelompok Pengajaran. Setiap hari guru memberikan pengajaran selama
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
8
sepuluh sampai lima belas menit kepada dua atau tiga kelompok kecil
siswa yang terdiri dari siswa-siswa dari tim yang berbeda, (7) Tes Fakta.
Seminggu dua kali, siswa diminta mengerjakan tes-tes fakta selama tiga
menit, (8) Unit Seluruh Kelas. Pada akhir tiap minggu, guru
menghentikan program individual dan menghabiskan satu minggu
mengajari seluruh kelas.
Menurut Suyatno (2009) sintak pembelajaran kooperatif tipe TAI
adalah (1) membentuk kelompok heterogen dan memberikan bahan
belajar, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai dari
anggota kelompoknya secara individu, saling tukar jawaban, saling berbagi
sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes
formatif.
Menurut Slavin (2009), langkah-langkah pembelajaran kooperatif
tipe TAI adalah:
a. Guru menyiapkan materi ajar yang akan disajikan oleh para siswanya
dengan mengadopsi pembelajaran TAI.
b. Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang diterapkannya
pembelajaran TAI.
c. Guru mengadakan tes awal kepada siswa tentang materi yang akan
diajarkan. Nilai tes awal dapat diganti dari nilai ulangan harian.
d. Guru menjelaskan materi.
e. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen berdasarkan nilai tes
awal, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa.
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
9
f. Setiap kelompok mengerjakan soal latihan dari guru dan jika ada
hambatan, guru memberikan bantuan secara individual bagi siswa
yang memerlukan.
g. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dan siap
untuk diberi kuis oleh guru.
h. Guru memberikan kuis untuk dikerjakan secara individual.
i. Guru memasukan nilai kelompok dan kuis yang telah dikerjakan siswa
secara individu.
j. Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman dengan
menekankan strategi penyelesaian masalah.
Menurut Slavin (2009), pembelajaran TAI memiliki kelebihan
antara lain:
a. Memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompoknya
sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi.
b. Siswa yang berkemampuan rendah tidak perlu malu bertanya karena
berhadapan dengan teman kelompok bukan dengan guru, sehingga
antar sesama siswa tidak perlu segan untuk saling bertanya dan
menjawab.
c. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak
mahal, dan fleksibel.
d. Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok
kooperatif dengan status yang sejajar, program ini akan membangun
kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
10
yang berkemampuan rendah dan di antara para siswa dari latar
belakang ras atau etnik yang berbeda.
Menurut Slavin (2009), kekurangan pembelajaran TAI diantaranya
adalah
a. Sulit memastikan bahwa setiap anggotanya telah memahami materi
yang diberikan guru.
b. Siswa yang pandai akan merasa dimanfaatkan tanpa mengambil
manfaat apa-apa dalam kegiatan belajar koperatif karena anggota
mereka dalam satu kelompok tidak lebih pandai dari dirinya,
sedangkan pada siswa yang kurang pandai akan merasa hanya seperti
benalu dalam kelompoknya.
B. Pembelajaran Konvensional
Nasution (2010) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran
konvensional proses pembelajaran diberikan secara keseluruhan tanpa
memperhatikan siswa secara individu. Penyampaian materi kebanyakan
menggunakan metode ceramah. Pembelajaran konvensional berorientasi pada
kegiatan guru dengan mengutamakan proses mengajar, sehingga guru lebih
mendominasi dan bersikap otoriter dalam kegiatan belajar mengajar. Pola
mengajar pada pembelajaran konvensional adalah guru secara langsung
mengajar atau menyampaikan materi matematika, memberikan contoh soal,
sedangkan siswa hanya memperhatikan dan meniru.
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
11
C. Prestasi Belajar Matematika
Menurut Arifin (2009) kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda
yaitu prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang
berarti “hasil usaha”. Istilah “prestasi belajar” (achivement) berbeda dengan
“hasil belajar” (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenan
dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek
pembentukan watak peserta didik. Sedangkan menurut Cronbach (dalam
Arifin, 2009) prestasi belajar berguna sebagai umpan balik bagi guru dalam
mengajar, untuk keperluan diagnostik, untuk keperluan bimbingan dan
penyuluhan, untuk keperluan seleksi, untuk keperluan penempatan atau
penjurusan, untuk menentukan isi kurikulum, dan untuk menentukan
kebijakan sekolah.
Matematika adalah bahasa simbolis untuk mengekspresikan hubungan
kuantitatif dan keruangan, yang memudahkan manusia berpikir dalam
memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Lerner,
matematika merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia
memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan
kuantitas. (Abdurrahman, 2003)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika adalah hasil usaha yang diperoleh siswa setelah mengalami
proses belajar di sekolah berupa perubahan atau pengembangan aspek
pengetahuan yang dinyatakan dengan angka.
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
12
D. Efikasi Diri
1. Pengertian Efikasi Diri
Menurut Bandura (dalam Santrock, 2009), bahwa efikasi diri
merupakan faktor penting yang menentukan apakah siswa akan berprestasi
atau tidak. Dale Schunck telah menerapkan konsep efikasi diri pada
berbagai aspek prestasi para siswa. Para siswa yang memiliki efikasi diri
yang rendah, mungkin akan menghindari berbagai tugas belajar,
khususnya tugas yang menantang. Sebaliknya, para siswa dengan efikasi
diri tinggi akan menghadapi tugas tersebut dengan antusias. Para siswa
dengan efikasi diri tinggi cenderung akan melakukan usaha dan bertahan
lebih lama dalam menyelesaikan tugas dibandingkan para siswa dengan
efikasi diri rendah. Sedangkan menurut Alwisol (dalam Anasia, 2011),
bahwa efikasi diri sebagai penilaian kemampuan diri, apakah dapat
melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, mampu atau
tidak mampu mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuannya
berdasarkan penilaian kemampuan diri, dalam megelola, dan
melaksanakan tindakan yang dibutuhkan serta menguasai situasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
13
2. Dimensi-Dimensi Efikasi Diri
Menurut Bandura (dalam Pinasti, 2011), bahwa kemampuan
keyakinan akan kemampuan diri seseorang dapat bervariasi pada masing-
masing dimensi. Dimensi-dimensi tersebut yaitu:
a. Level/magnitude
Dimensi ini berkaitan dengan kesulitan tugas dimana
seseorang merasa mampu atau tidak untuk melakukannya, sebab
kemampuan diri seseorang berbeda-beda. Konsep dalam dimensi ini
terletak pada keyakinan seseorang atas kemampuannya terhadap
tingkat kesulitan tugas. Jika seseorang dihadapkan pada tugas-tugas
yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinannya
seseorang akan terbatas pada tugas yang mudah, sedang, hingga tugas
yang paling sulit, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Keyakinan seseorang berimplikasi pada pemilihan tingkah
laku sesuai dengan tingkat kesulitan suatu tugas. Seseorang terlebih
dahulu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya
dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas
kemampuannya. Rentang kemampuan seseorang dapat dilihat dari
tingkat kesulitan yang bervariasi dari suatu tugas tertentu.
b. Strength
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan
seseorang mengenai kemampuannya. Efikasi diri yang lemah mudah
digoyahkan oleh pengalaman yang tidak mendukung, sebaliknya
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
14
efikasi diri yang tinggi mendorong seseorang tetap bertahan dalam
usahanya. Meskipun pernah mengalami pengalaman yang kurang
mendukung.
c. Generality
Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan seseorang akan
kemampuannya melaksanakan tugas di berbagai aktivitas dan situasi
tertentu. Aktivitas dan situasi yang bervariasi menuntut, apakah
seseorang merasa yakin atau tidak yakin atas kemampuannya dalam
melaksanakan tugas.
3. Fungsi Efikasi Diri
Menurut Bandura (dalam Anasia, 2011), bahwa efikasi diri
memiliki fungsi dan berbagai dampak dari penilaian efikasi diri sebagai
berikut:
a. Pemilihan aktivitas
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali dihadapkan
dengan pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan
lingkungan sosial yang ditentukan dari penilaian efikasi dirinya
sendiri. Seseorang cenderung untuk menghindar dari tugas dan situasi
yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya
mereka akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu. Efikasi
diri yang tinggi akan dapat memacu keterlibatan aktif dalam suatu
kegiatan atau tugas yang akan meningkatkan kompetensi seseorang.
Sebaliknya, seseorang yang memiliki efikasi diri rendah akan
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
15
menghidar dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat
perkembangan potensi yang dimilikinya.
b. Usaha dan daya tahan
Penilaian terhadap efikasi juga menentukan seberapa besar
usaha yang dilakukan seseorang dan seberapa lama akan bertahan
dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak
menyenangkan. Semakin tinggi efikasi diri seseorang maka semakin
besar dan gigih pula usaha yang dilakukan. Ketika menghadapi
kesulitan, seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan
mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut,
sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi
usahanya atau bahkan menyerah sama sekali.
c. Pola berpikir dan reaksi emosional
Penilaian seseorang mengenai kemampuan dirinya sendiri
akan mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional orang
tersebut. Selain itu, dipengaruhi pula oleh interaksi aktual dan
lingkungannya. Seseorang yang menilai dirinya memiliki efikasi diri
rendah merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah, hanya akan
terpaku pada kekurangannya sendiri dan berpikir kesulitan yang
mungkin terjadi lebih berat dari kenyataannya.
Efikasi diri juga dapat membentuk pola berpikir kausal. Dalam
mengatasi kesulitan, seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi
akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha yang
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
16
dilakukan, sedangkan orang yang memiliki efikasi diri rendah lebih
menganggap kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan yang
dimiliki.
d. Perwujudan kemampuan
Efikasi diri dapat ditingkatkan dari fungsi psikososial
seseorang. Seseorang yang merasa memiliki efikasi diri tinggi akan
membentuk tantangan-tantangan terhadap dirinya sendiri yang
menunjukkan minat dan keterlibatan dalam kegiatan. Jika mengalami
kegagalan maka akan meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan,
dan menjadikan kegagalan sebagai pendorong untuk mencapai
keberhasilan, serta memiliki tingkat stres yang rendah bila
menghadapi situasi yang menekan. Seseorang yang merasa memiliki
efikasi diri rendah biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit
usaha dan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan, dan mudah
mengalami stres dalam situasi yang menekan.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Menurut Bandura (dalam Anasia, 2011), bahwa efikasi diri dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a. Pengalaman penguasaan (Mastery experiences)
Pengalaman masa lalu memiliki pengaruh yang paling kuat
terhadap pengubah efikasi diri. Keberhasilan dalam prestasi (masa
lalu) akan membangun efikasi diri yang kuat, sedangkan kegagalan
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
17
(masa lalu) akan melemahkan efikasi diri, khususnya jika kegagalan
terjadi sebelum keyakinan pada diri terbentuk.
b. Pengalaman orang lain (Vicarious experiences)
Pengalaman orang lain yang diperoleh melalui model sosial.
Efikasi diri seseorang akan meningkat ketika mengamati (melihat)
keberhasilan orang lain yang memiliki kemampuan yang sama dengan
dirinya. Begitu pula sebaliknya, efikasi diri akan menurun ketika
melihat kegagalan seseorang yang memiliki kemampuan yang sama
dengan dirinya. Kesan yang ditimbulkan oleh modeling pada efikasi
diri dipengaruhi dengan kuat oleh kesamaan akan kemampuan yang
dimiliki orang lain dan dirinya. Semakin besar kesamaan yang
dimiliki seorang model maka akan semakin mempengaruhi pada
efikasi diri dari orang yang mengamati. Jika seseorang melihat model
sosial yang diamati sangat berbeda dengan dirinya maka efikasi diri
mereka tidak akan terpengaruh.
c. Persuasi sosial (Social persuasion)
Persuasi sosial berupa pemaparan mengenai penilaian secara
verbal dan tindakan dari orang lain, baik secara disengaja maupun
tidak disengaja. Sumber yang dipercaya sangat penting pengaruhnya
dalam meningkatkan efikasi diri, semakin dipercaya sumber persuasi
sosial maka akan semakin berpengaruh pada efikasi diri begitu pun
sebaliknya.
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
18
d. Kondisi fisik dan emosi (Somatic and emotional state)
Faktor terakhir yang mempengaruhi efikasi diri adalah kondisi
fisik dan emosi (somatic and emotional state). Seseorang juga
mengandalkan pada kondisi fisik dan emosi untuk menilai
kemampuannya. Reaksi stres dan ketegangan akan dianggap sebagai
tanda bahwa ia akan memiliki penampilan yang buruk, sehingga
akan menurunkan efikasi diri mereka. Dalam aktivitas seseorang
membutuhkan kekuatan dan stamina, jika seseorang menampilkan
rasa kelelahan, dan rasa sakit, maka orang akan menilai kelelahan dan
rasa sakit sebagai tanda dari kelemahan. Dalam hal ini bukan reaksi
fisik dan emosi yang penting, tetapi bagaimana seseorang mengetahui
kondisi fisik dan emosi. Seseorang yang yakin akan kondisi emosi dan
fisik, akan mempunyai efikasi diri yang lebih besar, sedangkan
mereka yang ragu dengan keadaan mereka maka akan melemahkan
efikasi diri mereka.
Efikasi diri memiliki empat komponen pokok yaitu (1)
pengalaman penguasaan merupakan sumber yang paling berpengaruh
karena kegagalan atau kesuksesan pengalaman yang lalu akan
menurunkan atau meningkatkan efikasi diri seseorang; (2)
pengalaman orang lain merupakan sumber informasi melalui
mengamati keberhasilan orang lain yang memiliki kemampuan sama
dengan dirinya yang dapat dijadikan contoh dan motivasi pribadi; (3)
persuasi sosial yaitu penilaian dari orang lain yang dapat membantu
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
19
mendorong untuk mencapai kesuksesan, dan (4) kondisi fisik dan
emosi merupakan status fisik dan emosi yang akan mempengaruhi
kemampuan seseorang.
Dengan demikian efikasi diri dapat ditingkatkan dengan
menggunkan empat sumber informasi efikasi diri yaitu pengalaman
penguasaan, pengalaman orang lain, persuasi sosial, serta kondisi fisik
dan emosi.
5. Kendala Efikasi Diri
Menurut Partini (2012), kendala efikasi diri dalam proses belajar
banyak ditemui siswa yang malas belajar, cepat bosan sehingga tidak
mampu berlangsung lama. Menurut Marthinu (2013) kendala efikasi diri
juga dapat ditemui dari guru yaitu kurangnya kreativitas guru dalam
memilih strategi mengajar sehingga pencapaian tujuan pembelajaran masih
jauh dari harapan.
Menurut Endang (2012), siswa merasakan ketakutan. Rasa takut
akan menimbulkan rasa cemas pada dirinya. Siswa yang diliputi oleh
rasa takut ini, tidak yakin dan tidak percaya diri mengenai pemikirannya
sehingga akan mencari tugas yang biasa. Sehingga siswa menjadi cepat
menyerah, tergantung pada orang lain, memiliki pemikiran dangkal, dan
menampilkan respon menghindar karena ketidakyakinannya mengenai
pemikiran dan perasaanya atau merasa cemas.
Menurut Anasia (2011), siswa akan mengeluarkan usaha yang
sedikit ketika menghadapi kesulitan untuk menyelesaikan soal dan
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
20
memiliki kecenderungan menunda yang tinggi. Sehingga dapat mendorong
siswa untuk menarik diri dari kegiatan sehingga dapat menghambat
perkembangan potensi yang dimilikinya. Dan, merasa tidak mampu dalam
mengatasi masalah, hanya akan terpaku pada kekurangannya dan berpikir
kesulitan yang mungkin akan terjadi lebih berat dari kenyataannya.
Menurut Widanarti (2002), tidak adanya perhatian, penerimaan,
bantuan dan dukungan dari keluarga membuat seseorang merasa tidak
aman dan tidak yakin dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Pengalaman gagal dalam menyelesaikan suatu tugas karena rendahnya
dukungan dari keluarga menyebabkan semakin rendahnya keyakinan
dalam diri dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Dan kurangnya
teman sebaya yang memiliki kompetensi yang sama yang dapat dijadikan
model yang sukses. Ketika siswa melihat kesuksesan siswa lain yang
mempunyai kompetensi yang sama dengannya maka efikasi diri-nya
meningkat. Namun ketika siswa melihat siswa lain yang memiliki
kompetensi yang sama dengannya mengalami kegagalan maka efikasi diri-
nya menurun.
Menurut pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kendala efikasi diri antara lain adanya siswa yang malas belajar, cepat
bosan, mudah menyerah, suka menunda, menarik diri dari kegiatan,
memiliki rasa takut, kurangnya teman sebaya yang memiliki kompetensi
yang sama, tidak adanya perhatian dan dukungan dari keluarga, serta
kurangnya kreativitas guru dalam memilih strategi mengajar.
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
21
E. Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan diatas salah satu
yang diharapkan dalam belajar matematika adalah prestasi belajar. Dalam
belajar matematika banyak pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya
pembelajaran koopertif tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan
konvensional. Pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan pembelajaran
yang mengkombinasikan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran
individual. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang bekerjasama dalam
satu perencanaan kegiatan pembelajaran, sedangkan konvensional adalah
pembelajaran yang berpusat pada guru.
Pembelajaan kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
dapat mendorong siswa untuk lebih aktif atau lebih telibat dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas. Dalam pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa
ditempatkan dalam kelompok heterogen, dimana siswa yang kurang pandai
dapat bertanya pada teman sekelompoknya yang lebih pandai untuk
menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Melalui teman sendiri, siswa akan
merasa nyaman dan tidak perlu malu. Di samping itu, guru dapat memberikan
bantuan individual kepada siswa yang membutuhkan. Dengan pembelajaran
kooperatif tipe TAI diharapkan siswa dapat meningkatkan prestasi belajar
yang lebih baik, karena mendorong siswa untuk terampil bekerjasama dalam
menyelesaikan tugas matematika.
Efikasi diri adalah keyakinan siswa akan kemampuan dirinya untuk
mengatur dan melakukan suatu tindakan. Efikasi diri sebagai salah satu faktor
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
22
yang memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar siswa dalam menghadapi
tugasnya. Efikasi diri ditentukan antara lain: pengalaman penguasaan,
pengalaman orang lain, persuasi sosial, serta keadaan fisik dan emosi.
Pengalaman penguasaan adalah pengalaman masa lalu atas
kesuksesan atau kegagalan yang dirasakan oleh siswa. Keberhasilan yang
pernah terjadi menyebabkan siswa melakukan usaha, bertahan lebih lama,
memiliki perasaan tenang dalam menghadapi tugas, serta siswa lebih percaya
diri untuk menyelesaikan tugas-tugas, sedangkan kegagalan menjadikan
siswa menilai dirinya tidak mampu dalam mengatasi masalah dan berpikir
kesulitan yang akan timbul lebih berat dari kenyataanya akibatnya siswa
mudah cemas, atau tertekan. Persuasi sosial digunakan untuk meyakinkan
bahwa siswa memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan tugas sebaik
mungkin. Siswa yang berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan
usaha ketika menghadapi kesulitan. Pengalaman orang lain bertujuan untuk
melihat atau mengamati keberhasilan siswa lain yang memiliki kemampuan
sama, sehingga dapat meyakinkan diri bahwa jika siswa lain dapat
melakukannya maka siswa tersebut harus dapat melakukannya.
Siswa yang memiiki efikasi rendah, mungkin akan menghindari
berbagai tugas, khususnya tugas yang menantang. Sebaliknya, para siswa
dengan efikasi tinggi akan menghadapi tantangan-tantangan tugas tersebut
dengan antusias. Jadi siswa yang memiliki efikasi tinggi akan lebih merasa
yakin untuk mengerjakan tugas matematika yang dihadapinya, sehingga
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
23
siswa yang memiliki efikasi tinggi akan memperbesar usahanya agar dapat
meningkatkan prestasi.
Siswa yang memiliki efikasi tinggi dalam mengikuti proses
pembelajaran kooperatif tipe TAI menjadi siswa lebih aktif dan siswa secara
individu membangun keyakinan diri terhadap kemampuannya untuk
menyelesaikan tugas matematika, sehingga akan mengurangi rasa cemas atau
takut terhadap pelajaran matematika yang banyak dialami oleh siswa, dan
berakibat pada meningkatnya prestasi belajar. Sedangkan pembelajaran
konvensional guru lebih aktif dalam proses pembelajaran, tanpa
memperhatikan siswa secara individu, sehingga siswa kurang memahami
materi dan siswa pasif dalam mengikuti proses pembelajaran, mengakibatkan
prestasi belajar siswa menjadi kurang optimal.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe TAI (Team Assisted Individualization) dan efikasi diri berperan penting
dalam meningkatkan prestasi belajar matematika.
F. Materi Garis dan Sudut
Standar Kompetensi: 5. Memahami hubungan garis dan sudut, garis dengan
sudut, sudut dengan sudut, serta menentukan ukurannya
Kompetensi Dasar:
5.1 Menentukan hubungan antara dua garis, serta besar dan jenis sudut
5.2 memahami sifat-sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan
atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
24
Indikator:
5.1.1 Menyebutkan pasangan sudut yang saling berpenyiku, berpelurus, dan
bertolak belakang.
5.1.2 Menentukan besar sudut yang saling berpenyiku
5.2.1 Menyatakan pasangan sudut sehadap, dalam berseberangan, luar
berseberangan, dalam sepihak, dan luar sepihak jika dua garis sejajar
berpotongan dengan garis lain.
5.2.2 Menyebutkan sudut yang sama besar jika dua garis berpotongan atau
dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain.
5.2.3 Menentukan besar sudut dari dua garis sejajar yang dipotong oleh garis lain
dengan menggunakan sifat sudut yang terbentuk jika dua garis berpotongan
atau dua garis sejajar berpotongan dengan garis lain.
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Ada pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted
Individualization) terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Purwanegara.
2. Ada pengaruh perbedaan efikasi diri terhadap prestasi belajar matematika
siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwanegara.
3. Ada interaksi pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted
Individualization) dan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar
matematika ditinjau dari efikasi diri siswa kelas VII SMP Negeri 1
Purwanegara.
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif…, Faradila Pratama, FKIP UMP, 2014
Top Related