PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DANKEPRIBADIAN TERHADAP BURNOUT PADA
KARYAWAN
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi(S.Psi)
Disusun Oleh :
Arif Budi Utomo
NIM. 109070000196
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
1438 H / 2017 M
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DANKEPRIBADIAN TERHADAP BURNOUT PADA
KARYAWAN
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi(S.Psi)
Disusun Oleh :
Arif Budi Utomo
NIM. 109070000196
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
1438 H / 2017 M
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DANKEPRIBADIAN TERHADAP BURNOUT PADA
KARYAWAN
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi(S.Psi)
Disusun Oleh :
Arif Budi Utomo
NIM. 109070000196
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
1438 H / 2017 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN KEPRIBADIAN
TERHADAP BURNOUT PADA KARYAWAN” telah diujikan dalam sidang
munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada 16 Januari 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 16 Januari_2017
LEⅣIBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhisalah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UINSyarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya ataumerupakan hasiljiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerimasanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Arif Budi UtomoNIPI:109070000196
16 Januari 2017
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
Menggapai asa setinggi langit, meniti mimpi dengan pasti. Jadikan masa lalumenjadi guru terbaik. Percaya dan yakin masa depan akan dipenuhi dengansenyuman.
PERSEMBAHAN :
Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orangtuaku tercinta, Bapak SlametRiyanto dan Mama Sri Haryani yang telah mendo’akan, mendidik, dan
membentuk karakterku hingga saat ini. Serta untuk adik dan semua sahabat yangtelah mendukungku selama ini.
vi
ABSTRACT
A) Faculty of psychologyB) January, 2017C) Arif Budi UtomoD) The effect of social support and personality toward burnout on employeesE) xv + 118 pages + AttachmentF) The very rapid organizational development in Jakarta makes people want to
work there so that lead to the buildup of person and vehicles that make of thecongestion, makes people trapped in them and run into stress. Moreover,MEA ongoing at this time makes a very tight global competition between co-workers, so that lead to the increased of stress. If the increased of stress don'timmediately overcome, then it will be a burnout syndrome. Therefore, theauthor wants to study this phenomenon with seeing whether there is asignificant effect of social support and personality toward burnout onemployees.
The subject of this study are 200 employees of a company withpopulations are incalculable. The measuring instrument used in this study isthe Maslach Burnout Inventory (MBI) which measures burnout variable, theSocial Provision Scale (SPS) which measures variable of social support,whereas the Big Five Inventory (BFI) measures personality variable.Techniques of data collection in this study is using non-probability sampling,whereas technic of data analysis in this study is using the Multiple RegressionAnalysis.
The author found that 22% variances of burnout can be affected byvariables of social support and personality, whereas 78% of other can beaffected by other variables outside this study. The author also found that4,7% variance burnout is significant donated by the attachment and 6,3% bysocial integration from social support variable. Moreover, dimensionagreeableness (2%) and neuroticism (6,6%) from personality variable alsocontributing by significant.
The conclusion from this study is that the hypothesis major that says"there is a significant effect of social support and personality towardsburnout on employees" was accepted. The author can suggest from thefinding of this study that needs to see other variables in the next studies, suchas resilience, self-control, and the working environment factors which canaffect of burnout. The author also suggested to employees who have apersonality of neuroticism type to always positive thinking on all aspect of lifeto avoid burnout.
G) Literature: 58; books/e-books: 8 + journal: 33 + article: 14 +theses/dissertations: 3
vii
ABSTRAK
A) Fakultas PsikologiB) Januari 2017C) Arif Budi UtomoD) Pengaruh Dukungan Sosial dan Kepribadian Terhadap Burnout Pada
KaryawanE) xv + 118 Halaman + LampiranF) Perkembangan organisasi yang sangat cepat di Jakarta membuat orang ingin
bekerja di sana sehingga menyebabkan penumpukan orang dan kendaraanyang membuat kemacetan, membuat orang terjebak di dalamnya danmengalami stres. Selain itu, MEA yang sedang berlangsung saat ini membuatpersaingan global yang sangat ketat antara rekan kerja, sehinggamenyebabkan peningkatan stres. Jika peningkatan stres tidak segera diatasi,maka akan menjadi sindrom burnout. Oleh karena itu, penulis inginmempelajari fenomena ini dengan melihat apakah ada untuk pengaruhsignifikan dukungan sosial dan kepribadian terhadap burnout pada karyawan.
Subyek penelitian ini adalah 200 karyawan dari sebuah perusahaandengan populasi yang tak terhitung. Alat ukur yang digunakan dalampenelitian ini adalah Maslach Burnout Inventory (MBI) yang mengukurvariabel burnout, Social Provision Scale (SPS) yang mengukur variabeldukungan sosial, sedangkan Big Five Inventory (BFI) mengukur variabelkepribadian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakannon-probability sampling, sedangkan teknik analisis data dalam penelitian inimenggunakan Multiple Regression Analysis.
Penulis menemukan bahwa 22% variasi dari burnout dapatdipengaruhi oleh variabel dukungan sosial dan kepribadian, sedangkan 78%dari lainnya dapat dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Penulisjuga menemukan bahwa 4,7% varians burnout yang signifikan disumbangkanoleh attachment dan 6,3% oleh social integration dari variabel dukungansosial. Selain itu, dimensi agreeableness (2%) dan neuroticism (6,6%) darivariabel kepribadian juga berkontribusi secara signifikan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa hipotesis utama yangmengatakan "ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial dan kepribadianterhadap burnout pada karyawan" diterima. Penulis dapat menyarankan daritemuan penelitian ini bahwa perlu untuk melihat variabel lain dalampenelitian berikutnya, seperti resilien, self-control, dan faktor lingkungankerja yang dapat mempengaruhi burnout. Penulis juga menyarankan kepadakaryawan yang memiliki kepribadian tipe neuroticism untuk selalu berpikirpositif pada semua aspek kehidupan untuk menghindari burnout.
G) Bahan Bacaan: 58; buku/ebook: 8 + jurnal: 33 + artikel: 14 + tesis/disertasi: 3
viii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia, hidayah, dan pencerahan-Nya kepada penulis, sehingga
dengan izin dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
kesungguhan dan kerja keras. Salam dan shalawat penulis juga haturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan kita suri
tauladan dalam menjalani kehidupan ini, sehingga kita bisa keluar dari jalan
jahiliyah menuju ke jalan kebaikan dan kebenaran.
Penelitian ini adalah manifestasi pemahaman penulis atas studi Ilmu
Psikologi yang telah dipelajari selama masa perkuliahan. Psikologi Industri &
Organisasi (PIO) diambil sebagai fokus studi dalam penelitian ini. Penelitian ini
diajukan sebagai prasyarat kelulusan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah melibatkan banyak pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan kontribusi nyata bagi
penulis dalam rangka mendapatkan hasil penelitian yang maksimal. Termasuk
juga pelajaran dan hikmah baik selama penyusunan skripsi, maupun selama
penulis menghabiskan masa perkuliahan di Fakultas Psikologi. Terima kasih yang
sebesarnya penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Dr. Abdul Rahman Saleh,
M.Si, Wakil Dekan I, serta seluruh jajaran dekanat lainnya.
ix
2. Bapak Miftahuddin, M.Si, selaku Dosen Pembimbing penulis yang dengan
kesabaran dan kesungguhan telah memberikan banyak saran dan kritik
kepada penulis selama masa penyusunan skripsi ini. Terimakasih telah
meluangkan waktu yang begitu berharga untuk berdiskusi dan memberikan
masukan.
3. Bapak Achmad Syahid, selaku Dosen Pembimbing Akademik kelas E tahun
angkatan 2009, terimakasih atas bimbingannya selama penulis menjalani
perkuliahan.
4. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
selama ini memberikan ilmu, wawasan, serta pengetahuan dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan. Semoga Allah SWT. memberikan berlipat-lipat
pahala atas amal yang telah diberikan. Para staff bagian Akademik, Umum,
Keuangan dan Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses birokrasi dan kemudahan
bagi penulis dalam pembelajaran di kampus ini.
5. Pihak perusahaan yang telah memberikan izin dan memfasilitasi penulis
selama penulis melaksanakan penelitian di sana. Karyawan yang menjadi
responden penulis, yang telah bersedia memberikan informasi dan mengisi
angket penelitian sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian ini dengan
hasil yang maksimal.
6. Kedua orangtua penulis Bapak Slamet Riyanto dan Ibu Sri Haryani yang
senantiasa memberikan dukungan dan do’a yang tulus dalam proses
pembelajaran yang dilakukan penulis selama ini. Kedua saudaraku, Khoirul
x
Zanwar Sidiq dan Mufidah Rahmawati Putri Ningsih yang telah mendukung
secara emosional selama penulis mengerjakan skripsi dan umumnya selama
masa perkuliahan.
7. Terakhir, terimakasih untuk atasan, rekan kerja, sahabat dan kawan
seperjuangan, diantaranya Pak Adib, Kiagus, Andhini, Dayat, Dian, Andri,
Dwi, Bayu, Ayu, Fitri, Fajar, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, yang telah banyak mendukung dan memberikan masukan baik
selama penyusunan skripsi ini maupun selama masa perkuliahan.
Penelitian ini tidak akan berarti tanpa kehadiran dan kontribusi dari
seluruh pihak yang telah penulis sebutkan diatas maupun yang tidak sempat
penulis sebutkan. Penulis sangat berharap penelitian ini dapat menjadi inspirasi
bagi banyak orang dan bisa memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca,
serta menjadi kontribusi nyata sebagai wacana baru dalam diskusi kajian
psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi (PIO). Penulis juga
berharap masukan dan kritik yang membangun guna perbaikan dan
penyempurnaan di masa yang akan datang.
Jakarta, 18 Januari 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ......................................................................................... iLEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................. iiLEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iiiLEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ivMOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. vABSTRACT ..................................................................................................... viABSTRAK ...................................................................................................... viiKATA PENGANTAR.................................................................................... viiiDAFTAR ISI .................................................................................................. xiDAFTAR TABEL .......................................................................................... xiiiDAFTAR GAMBAR...................................................................................... xivDAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 11.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 11.2 Pembatasan danPerumusan Masalah........................................ 7
1.2.1 Pembatasan Masalah ....................................................... 71.2.2 Perumusan Masalah ........................................................ 8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................. 91.3.1 Tujuan Penelitian ............................................................ 91.3.2 Manfaat Penelitian .......................................................... 9
BAB 2 LANDASAN TEORI ..................................................................... 112.1 Burnout ..................................................................................... 11
2.1.1 Pengertian Burnout ......................................................... 112.1.2 Perkembangan Gejala Burnout ....................................... 142.1.3 Dimensi Burnout ............................................................. 152.1.4 Pengukuran Burnout ....................................................... 172.1.5 Faktor yang mempengaruhi Burnout .............................. 18
2.1.5.1 Faktor Personal.................................................... 182.1.5.2 Faktor Situasional................................................ 19
2.2 Dukungan Sosial....................................................................... 212.2.1 Pengertian Dukungan Sosial ........................................... 212.2.2 Dimensi Dukungan Sosial............................................... 232.2.3 Sumber Dukungan Sosial................................................ 252.2.4 Pengukuran Dukungan Sosial ......................................... 26
2.3 Kepribadian .............................................................................. 272.3.1 Pengertian Kepribadian................................................... 272.3.2 Pengertian Big Five Personality Factors ........................ 282.3.3 Dimensi Big Five Personality Factors............................ 302.3.4 Pengukuran Big Five Personality Factors ...................... 32
2.4 Kerangka Berpikir .................................................................... 322.5 Hipotesis Penelitian .................................................................. 36
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................. 383.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................ 383.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................... 38
xii
3.3 Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 403.3.1 Skala Burnout.................................................................. 413.3.2 Skala Dukungan Sosial ................................................... 413.3.3 Skala Kepribadian ........................................................... 42
3.4 Uji Validitas Konstruk.............................................................. 443.4.1 Uji Validitas Konstruk Burnout ...................................... 463.4.2 Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial........................ 473.4.3 Uji Validitas Konstruk Kepribadian ............................... 49
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................ 543.6 Prosedur Penelitian................................................................... 56
BAB 4 HASIL PENELITIAN................................................................... 584.1 Gambaran Subjek Penelitian .................................................... 584.2 Analisis Deskriptif.................................................................... 59
4.2.1 Statistik Deskriptif .......................................................... 594.2.2 Kategori Skor Variabel Penelitian .................................. 61
4.3 Hasil Uji Hipotesis ................................................................... 664.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian............................... 664.3.2 Analisis Proporsi Varian IV............................................ 73
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN .................................. 785.1 Kesimpulan............................................................................... 785.2 Diskusi...................................................................................... 785.3 Saran ......................................................................................... 89
5.3.1 Saran Teoritis .................................................................. 895.3.2 Saran Praktis ................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 92LAMPIRAN.................................................................................................... 98
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Maslach Burnout Inventory ...................................... 41Tabel 3.2 Blue Print The Social Provision Scale ........................................ 42Tabel 3.3 Blue Print Skala Kepribadian .................................................... 43Tabel 3.4 Bobot Nilai ................................................................................... 43Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Burnout..................................................... 47Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Dukungan Sosial...................................... 48Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Extraversion ............................................. 49Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Agreeableness ........................................... 50Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Conscientiousness .................................... 51Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Neuroticism .............................................. 52Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Openness................................................... 53Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek .......................................................... 58Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ...................................................................... 60Tabel 4.3 Norma Skor Variabel.................................................................. 61Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Burnout, DukSos, dan Kepribadian ........... 62Tabel 4.5 R Square ....................................................................................... 67Tabel 4.6 Anova............................................................................................ 68Tabel 4.7 Coefficient Regression ................................................................. 69Tabel 4.8 Tabel Variasi Untuk Setiap Dimensi Variabel Independen .... 74
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ............................................... 35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian.................................................... 98Lampiran 2 Kuesioner Penelitian................................................................. 100Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data ............................................................. 109Lampiran 4 Path Diagram ............................................................................. 114
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan organisasi di Jakarta yang berkembang pesat, membuat orang
ingin bekerja di sana. Dampaknya adalah penumpukan penduduk dan kendaraan
pada pagi dan sore hari yang menyebabkan kemacetan. Menurut Nayazri (2015)
dalam artikelnya menjelaskan bahwa kemacetan merupakan salah satu dari
beberapa faktor penyebab stres penduduk kota besar. Individu yang berada dalam
kemacetan akan mengalami kelelahan secara emosional, frustasi, dan juga stres.
Kelelahan emosional, frustasi, dan stres ini akan berdampak negatif pada diri
sendiri, orang lain, dan juga lingkungannya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbang Depkes:
Kesehatan & RI, 2013: 119) telah melaporkan dalam risetnya bahwa 11,6%
penduduk Indonesia mengalami stres. Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi
tertinggi yang penduduknya mengalami stres (20%), sedangkan di Jakarta
penduduk yang mengalami stres sebanyak 14,1%. Artinya, penduduk yang tinggal
di DKI Jakarta dan provinsi Jawa Barat rentan mengalami stres.
Jika individu mengalami stres setiap hari, maka dapat menimbulkan
gangguan mental yang parah. Tempo.co (2013) dalam artikelnya yang berjudul
“Stres Kala Macet Picu Ganguan Mental” mengutip penelitian dari Susan Charles.
Charles menemukan stres akibat kemacetan dapat memicu perseteruan dengan
pasangan, konflik di tempat kerja, tekanan psikologis, kecemasan, serta gangguan
suasana hati.
2
Menurut Munandar (2001: 380), setiap aspek di tempat kerja dapat
menjadi pembangkit stres pada karyawan. Karyawanlah yang menentukan sejauh
mana situasi yang dihadapi merupakan suatu stres atau tidak. Jika karyawan
menghadapi situasi yang merupakan suatu stres, misal konflik di tempat kerja,
maka situasi itu akan meningkatkan stres.
Terlebih lagi saat ini sedang berlangsung Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yang berdampak meningkatnya persaingan antar rekan kerja, bahkan telah
menjadi persaingan global (Congge, 2016: 102). Ketatnya persaingan akan
meningkatkan stres pada karyawan yang sedang bersaing secara global. Tingkatan
stres yang terus meningkat membuat karyawan akan semakin dekat dengan
sindrom burnout.
Beberapa survei telah dilakukan pada penelitian terdahulu yang dapat
menjelaskan bahwa fenomena ini dapat berdampak buruk, baik bagi organisasi
maupun bagi individu itu sendiri. Spatola (2014) dalam artikelnya yang berjudul
Stress and Burnout – Statistics & Facts menyatakan bahwa terdapat 64%
karyawan di Amerika Utara dilaporkan mengalami stress dengan tingkatan yang
tinggi. Tingkat stres yang tinggi ini paling banyak disebabkan oleh beban kerja
yang tinggi.
Selanjutnya National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH, 2014: 4) merangkum tiga buah survei yang berbeda. Survei pertama
dilakukan oleh Northwestern National Life yang menunjukkan 40% responden
mengalami burnout. Responden melihat bahwa pekerjaannya itu adalah stressor
nomor satu dalam kehidupannya. Survei kedua dilakukan oleh the Families and
3
Work Institute menunjukkan 26% responden sering merasa kelelahan atau stres
dengan pekerjaannya. Dan survei ketiga dilakukan oleh Yale University yang
menghasilkan 29% responden mengalami stres yang ekstrim pada pekerjaannya.
Hasil yang lebih besar lagi ditunjukkan dalam penelitian dari Halder dan
Naidu (2012: 4) yang menunjukkan bahwa 85% dari 1.256 karyawan Software
Technology Parks of India mengalami burnout. Karyawan mengalami burnout
karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan setiap karyawan menjalani jam
kerja yang panjang, shift malam, lembur, dan menghadiri pertemuan setelah jam
kantor, sehingga waktu bersama keluarga berkurang. Tekanan pekerjaan pun
harus karyawan hadapi, terutama dari pelanggan yang tidak puas. Ketakutan akan
di PHK, perampingan, penutupan, penggabungan atau akuisisi perusahaan yang
sering terjadi pun membuatnya merasa tidak aman dalam bekerja.
Dampak burnout dapat merugikan karyawan maupun perusahaan,
bilamana tidak segera ditangani secara serius oleh perusahaan (Paramita &
Minarsih, 2012: 1). Perusahaan akan mengalami penurunan kualitas maupun
kuantitas produk yang dihasilkan oleh karyawan, maupun omset pendapatannya.
Karyawan pun akan mengalami menurunnya motivasi dan komitmen kerja, lebih
parahnya akan kehilangan pekerjaannya. Hal inilah yang membuat penulis ingin
meneliti fenomena ini agar mengetahui faktor apa saja yang dapat
mempengaruhinya.
Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001: 399) mendefinisikan burnout
sebagai suatu keadaan atau kondisi seseorang mengalami penipisan emosional dan
kehilangan motivasi dan komitmen yang diakibatkan stres secara emosional pada
4
pekerjaannya. Seseorang yang telah mengalami penipisan emosional maka akan
cepat merasa lelah secara emosional dan juga selalu sinis terhadap orang lain.
Individu akan kehilangan motivasi dan komitmennya sehingga prestasinya pun
akan menurun.
Burnout umumnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor situasional dan
faktor individu (Bakker & Costa, 2014: 113). Banyak penelitian terdahulu tentang
burnout dengan salah satu atau kedua faktor penyebabnya. Misal, Schaufeli dan
Bakker (2004) tentang Job Demands, Job resources, and Their Relationship with
Burnout and Engaagement: A Multy-sample Study; Jawahar, Kisamore, Stone,
dan Rhan (2011) tentang Differential Effect of Inter-Role Conflict on Proactive
Individual’s Experience of Burnout; dan Salami (2011) tentang Job Stress and
Burnout among Lecturers: Personality and Social Support as Moderators.
Penelitian lain dilakukan oleh Rzeszutek dan Schier (2014: 4) yang
menunjukkan bahwa dukungan sosial, sebagai faktor situasional, memainkan
peran penting dalam mengurangi stres kronis di tempat kerja. Misalnya, dukungan
sosial yang dirasakan terkait dengan tingkat burnout di kalangan guru. Jenis
dukungan juga positif mempengaruhi pemeliharaan kepuasan profesional. Namun,
kekurangan penelitian ada pada peran dukungan sosial di burnout antara
psikoterapis.
Menurut Halbesleben dan Buckley (2006: 259) di dalam penelitiannya
tentang perbandingan sosial dan burnout, perbandingan sosial, dalam bentuk
persepsi burnout relatif terhadap orang lain, dapat mempengaruhi perkembangan
burnout, terutama ketika berinteraksi dengan dukungan sosial. Temuan lainnya
5
adalah dukungan untuk efek interaktif burnout relatif dan penerimaan dukungan
sosial (dalam bentuk percakapan mendukung dari rekan kerja) dalam
memprediksi kelelahan secara emosional dan sinisme. Seseorang yang sangat
didukung dan menerima dukungan secara positif, maka akan terhindar dari
kelelahan secara emosional dan bersikap sinis. Hal ini menunjukkan bahwa
individu tidak akan mengalami burnout.
Namun, lain halnya yang ditemukan oleh Rzeszutek dan Schier (2014: 4).
orang memilih pekerjaan berdasarkan preferensi kegiatan untuk nilai stimulasi
yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa sifat temperamen, seperti
yang dijelaskan oleh the Regulative Theory of Temperament (RTT),
mempengaruhi cara orang mengalami stres dalam kehidupannya, termasuk stres
kerja, misalnya, reaktivitas emosional dikaitkan dengan tingkat kronis agitasi
emosional dan rangsangan yang tinggi, yang bisa membuat orang lebih rentan
untuk mengalami konsekuensi emosional negatif stres di tempat kerja. Keyakinan
bahwa seseorang memiliki jaringan yang kuat bisa menjadi faktor protektif terkuat
terhadap pengaruh negatif pada kondisi mental dan fisik seorang individu
daripada dukungan yang sebenarnya diterima dari orang lain, yang terkadang bisa
menjadi tidak relevan atau tidak memadai dengan harapan. Dengan kata lain,
faktor kepribadianlah yang dapat mempengaruhi perkembangan burnout.
Selaras dengan itu, kutipan Hardiyanti (2013: 345) dari Alarcon,
Eschleman, dan Bowling yang menjelaskan bahwa faktor kepribadian merupakan
bagian yang penting dalam mengembangkan Burnout. Dari hasil analisis regresi
bahwa antara kepribadian dan tiga dimensi dari Maslach Burnout Inventory (MBI)
6
yaitu emotional exhaustion, depersonalization, dan personal accomplishment
terdapat hasil yang signifikan pada lima model karakteristik kepribadian (the Five
Factor Model). Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Brandon Morgan
mengenai hubungan antara Big Five Personality dan Burnout pada mahasiswa
Universitas Afrika Selatan menjelaskan bahwa terdapat hasil yang signifikan pada
variabel Big Five Personality dan Burnout.
Selaras dengan penelitian sebelumnya, dari hasil penelitian Bakker, Van
Der Zee, Lewig, dan Dollard (2002: 13) menjelaskan terdapat hubungan yang
signifikan antara big five models personality dengan tiga dimensi dari burnout,
yang dilakukan pada konselor sukarela. Temuannya adalah neuroticism dan
extraversion merupakan prediktor yang paling konsisten dari burnout. Seorang
individu yang memiliki kepribadian neuroticism akan cenderung lebih berpotensi
mengalami burnout, sedangkan individu yang memiliki kepribadian extraverion
cenderung tidak akan mengalami burnout.
Hasil yang sama ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Hardiyanti (2013: 355), bahwa individu yang memiliki kecenderungan tertinggi
dalam faktor kepribadian neuroticism (32,38) berpeluang tinggi untuk mengalami
burnout. Tingkat tertinggi kedua, ketiga, dan keempat secara berurutan ditempati
oleh faktor kepribadian openness to experience (29,82), extraversion (28,37), dan
conscientiousness (27,71). Sedangkan individu yang memiliki kecenderungan
tertinggi dalam faktor kepribadian agreeableness (26,07) berpeluang rendah untuk
mengalami burnout.
7
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengangkatnya sebagai
tema penelitian ini. Penulis telah memutuskan untuk mengambil judul “Pengaruh
Dukungan Sosial dan Kepribadian terhadap Burnout pada Karyawan”.
Penulis berharap penelitian ini dapat menjadi tambahan kajian pengetahuan
mengenai fenomena burnout, yang kemungkinan dapat dipengaruhi oleh
dukungan sosial dan kepribadian.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
penelitian ini sebagai berikut:
1. Burnout merupakan suatu keadaan atau kondisi seseorang mengalami
penipisan emosional dan kehilangan motivasi serta komitmen yang
diakibatkan stres secara emosional pada pekerjaannya, yang terdiri dari tiga
dimensi yaitu emotional exhaustion, depersonalization, dan reduced personal
accomplishment (Maslach et al., 2001).
2. Dukungan sosial merupakan suatu ketentuan dari hubungan individu dengan
orang lain untuk merasa cukup didukung dan menghindari rasa kesepian. Hal
ini dapat ditandai dengan adanya dimensi: attachment, social integration,
reassurance of worth, reliable alliance, guidance, dan opportunity for
nurturance (Cutrona & Russell, 1987).
3. Kepribadian big five adalah salah satu taksonomi yang memadai dari ciri
kepribadian yang membantu membentuk kemunculan kehidupan.
Kepribadian ini memiliki lima traits, yaitu extraversion, agreeableness,
8
conscientiousness, neuroticism, dan opennes to experience (McCrae & Costa,
2006).
4. Penelitian ini dilakukan pada karyawan yang bekerja di perusahaan.
1.2.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial dan kepribadian
terhadap burnout pada karyawan?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi attachment pada variabel
dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi social integration pada
variabel dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi reassurance of worth pada
variabel dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi reliable alliance pada variabel
dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi guidance pada variabel
dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi opportunity for nurturance
pada variabel dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi extraversion pada variabel
kepribadian terhadap burnout pada karyawan?
9
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi agreeableness pada variabel
kepribadian terhadap burnout pada karyawan?
10. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi conscientiousness pada
variabel kepribadian terhadap burnout pada karyawan?
11. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi neuroticism pada variabel
kepribadian terhadap burnout pada karyawan?
12. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi opennes pada variabel
kepribadian terhadap burnout pada karyawan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dukungan sosial dan
kepribadian terhadap burnout pada karyawan.
2. Untuk membuktikan adanya sumbangan yang signifikan dari setiap dimensi
pada variabel dukungan sosial dan kepribadian terhadap burnout pada
karyawan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan Psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi (PIO),
mengenai pengaruh dimensi dukungan sosial dan kepribadian terhadap
burnout pada karyawan.
10
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan burnout pada
karyawan Perusahaan.
3. Untuk dapat mengaplikasikan teori psikologi yang terkait dengan konsep
teori burnout, dukungan sosial dan kepribadian.
4. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau kajian ulang bagi
penelitian selanjutnya, khususnya topik mengenai burnout karyawan
perusahaan.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada karyawan agar
dapat mencegah diri sendiri dari sindrom burnout.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada keluarga, rekan
kerja, dan atasan agar dapat memberikan dukungan yang tepat sesuai
kebutuhan karyawan.
3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada personalia
Perusahaan sebagai acuan membuat program untuk karyawan agar karyawan
dapat terhindar dari burnout.
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Burnout
2.1.1 Pengertian Burnout
Burnout muncul pertama kali pada tahun 1970-an di USA. salah satu penemunya
adalah seorang Psikiatri Amerika, H. Fredenberger, yang bekerja di sebuah
pelayanan bantuan medis. Pada tahun 1974, Fredenberger menggambarkan sebuah
fenomena yang diobservasi oleh dirinya dan rekannya (kelelahan, kehilangan
motivasi dan tanggung jawab), dan memberinya sebuah nama untuk diingat, yaitu
burnout (Lavrova & Levin, 2006: 6).
Saat ini terdapat banyak perbedaan definisi burnout terutama yang sesuai
dengan aktifitas dalam kelompok sosial. Seperti Lavrova dan Levin (2006: 6)
yang mendefinisikan burnout sebagai sindrom yang berkembang karena stres
permanen dan menyebabkan kelelahan sumber daya emosional dan personal,
kehilangan energi pada seseorang yang bekerja. Burnout muncul ketika emosi
negatif yang terakumulasi tanpa "discharge" atau "pembebasan" yang tepat.
Bahaya burnout adalah bahwa burnout bukanlah periode waktu sementara yang
singkat, tetapi sebuah proses "burning to the end" yang berkepanjangan.
Selaras dengan Lavrovra dan Levin, Rzeszutek dan Schier (2014: 3)
mengkonseptualisasikan burnout sebagai sindrom multidimensional yang terdiri
dari kelelahan fisik dan emosional, rasa penurunan prestasi pribadi, dan
kecenderungan untuk mengevaluasi diri sendiri dan pekerjaan seseorang secara
12
negatif. Ini mungkin akibat dari paparan karyawan untuk stress pada lingkungan
kerja yang menuntut, tapi kurang dalam sumber daya.
Maslach dan Jackson (1981: 99) mendefinisikan burnout sebagai sindrom
kelelahan emosional (emotional exhaustion) dan sinisme (cynicism) yang sering
terjadi pada individu yang melakukan banyak jenis pekerjaan. Individu akan
merasakan kelelahan secara emosional yang diakibatkan oleh stres pada
pekerjaannya. Kemudian, sikap yang buruk dan perasaan negatif terhadap orang
lain akan mengembangkan sikap sinisme, dan membuat prestasi pribadinya
menjadi menurun.
Begitu pula dengan Schaufeli dan Greenglass (2001: 501) yang
mendefinisikan burnout sebagai bagian dari kelelahan fisik, emosional dan mental
yang dihasilkan dari keterkaitan yang panjang dalam situasi pekerjaan yang
menuntut secara emosional. Ketika seseorang dituntut oleh pekerjaannya untuk
segera menyelesaikan tugas yang diberikan, harus lembur tanpa bisa mengelak
lagi. Tidak hanya kelelahan fisik yang dirasa, akan tetapi emosional dan mental
akan ikut merasa lelah. Kemudian jika kelelahan emosional berlangsung dalam
waktu yang lama, maka akan mengembangkan burnout.
Demerouti dan Bakker (2007: 2) juga mendefinisikan burnout sebagai
sindrom yang timbul ketika para pekerja merasakan stress di lingkungan
pekerjaan, dengan tingginya tuntutan kerja dan rendahnya sumber penghasilan.
Ketidak seimbangan antara tuntutan pekerjaan dan upah yang akan dihasilkan
membuat karyawan merasa tidak nyaman dan aman sehingga sikapnya menjadi
13
negatif. Karyawan yang sudah bersikap negatif akan mempengaruhi prestasi
kerjanya, prestasi kerjanya akan menurun drastis.
Terakhir, Maslach et al. (2001: 399) mendefinisikan burnout sebagai suatu
keadaan atau kondisi seseorang mengalami penipisan emosional dan kehilangan
motivasi dan komitmen yang diakibatkan stres secara emosional pada
pekerjaannya. Seseorang yang telah mengalami penipisan emosional maka akan
cepat merasa lelah secara emosional dan juga selalu sinis terhadap orang lain.
Kemudian individu akan kehilangan motivasi dan komitmennya sehingga
prestasinya pun akan menurun.
Maslach et al. (2001: 403) membagi burnout menjadi tiga dimensi
burnout, yaitu: kelelahan, depersonalisasi, dan inefficacy. Kelelahan mengacu
pada tekanan emosional lingkungan kerja, yang sering menghalangi kapasitas
penyedia layanan untuk berinteraksi dengan dan memenuhi kebutuhan klien,
sedangkan depersonalisasi adalah usaha sadar untuk membuat derajat pemisahan
antara diri sendiri dan klien dengan mengabaikan karakteristik yang membuatnya
menjadi orang yang unik dan menarik. Demikian pula, inefficacy mengacu pada
penurunan prestasi pribadi dalam situasi kerja yang disertai dengan penurunan
keefektifan kerja yang kronis sehingga sulit untuk berprestasi.
Strategi diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi diagnosis burnout
sebagai kriteria eksternal untuk menentukan bagian utamanya. Schaufeli, Leiter,
dan Maslach (2008: 212) menggunakan neurasthenia (penyakit saraf lemah)
seperti didefinisikan dalam International Classification of Diseases (ICD-10)
14
sebagai hal yang mirip dengan burnout. Pernyataan dari ICD-10, diagnosis
neurasthenic meliputi:
1. Secara terus-menerus kelelahan meningkat atau kelemahan setelah melakukan
aktifitas mental.
2. Setidaknya dua dari tujuh gejala stress seperti mudah marah dan tidak mampu
untuk tenang.
3. Adanya gangguan lain seperti gangguan suasana hati (mood) atau gangguan
kecemasan, hal ini dapat didiagnosis sebagai burnout, gejala dari
neurasthenic seharusnya dapat dihubungkan dengan pekerjaan, dan individu
sebaikmya mendapatkan perawatan dari ahlinya.
Berdasarkan beberapa pengertian burnout di atas, penulis dapat
mengambil kesimpulan berdasarkan teori Maslach et al. (2001: 399). Maslach et
al. (2001) mendefinisikan burnout sebagai suatu keadaan atau kondisi seseorang
mengalami penipisan emosional dan kehilangan motivasi serta komitmen yang
diakibatkan stres secara emosional pada pekerjaannya. Burnout terdiri dari tiga
dimensi yaitu emotional exhaustion, depersonalization, dan reduce personal
accomplishment, yang cenderung menilai diri sendiri secara negatif. Akibatnya
karyawan merasa tidak bahagia mengenai perasaannyadan merasa tidak puas
dengan kemampuannya di dalam bekerja. Hal ini memiliki pengaruh yang sangat
serius bagi karyawan, klien, dan lembaga yang lebih besar yang berinteraksi
dengan karyawan.
2.1.2 Perkembangan Gejala Burnout
Menurut Lavrova dan Levin (2006: 11) terdapat tiga gejala dari burnout yaitu:
15
1. Gejala fisik
Pada gejala ini seseorang yang mengalami burnout akan merasakan sakit pada
bagian tulang belakang. Kemudian ada perubahan pada indra perasa, yang
membuat individu menjadi susah makan sehingga mengalami diare. Tekanan
darahnya pun meningkat, merasa kelelahan, dan memiliki masalah pada bagian
lambung (gastroenterology). Individu juga sering merasakan sakit kepala,
gangguan tidur, penegangan otot, dan pada akhirnya berat badan akan menurun.
2. Gejala psikologis
Pada gejala ini seseorang yang mengalami burnout akan mudah marah dan
frustasi. Individu merasa harga dirinya telah hilang dan juga mulai kehilangan
kesadaran. Individu pun menjadi tidak tertarik pada pekerjaannya, kemudian
mengabaikan tanggung jawab yang diberikan padanya. Individu selalu merasa
kurang dengan apa pun yang didapatkannya, tidak berdaya, dan bersalah. Ia juga
merasa cemas, depresi yang berlebihan, moodnya sering berubah, merasa gagal,
dan khawatir terhadap masa depan.
3. Gejala perilaku
Pada gejala ini seseorang yang mengalami burnout akan mudah terkena gangguan
emosional. Individu akan menghindar dari teman atau keluarganya dan
mengabaikan tanggung jawabnya. Individu pun kehilangan kemampuannya untuk
mengevaluasi sesuatu secara kritis dan juga sulit untuk berkonsentrasi.
2.1.3 Dimensi Burnout
Dimensi burnout menurut Leiter dan Maslach (1988: 297) terdiri dari tiga dimensi
yang dapat dijelaskan dalam pengertian yang lebih luas. Ketiga dimensi ini yaitu:
16
1. Emotional exhaustion
Mengacu pada perasaan emosional yang berlebihan disebabkan adanya suatu
kontak dengan orang lain. Sumber utama kelelahan ini adalah kelebihan beban
kerja dan konflik pribadi di tempat kerja. Individu merasa lelah dan tidak cukup
energi untuk menghadapi hari lain atau orang lain yang membutuhkannya.
Komponen emotional exhaustion menggambarkan dimensi stress dasar dari
burnout.
Jika individu memiliki skor emotional exhaustion yang tinggi, maka
individu akan merasakan frustasi dan keputus asaan akan pekerjaannya. Individu
juga merasa tertekan dengan pekerjaannya dan apatis terhadap rekan kerja.
Individu sering memiliki keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri, dll.
2. Depersonalization
Mengacu pada hilangnya respon terhadap seseorang, yang pada umumnya
menerima pelayanan atau perawatan. Dimensi ini biasanya berkembang dalam
menanggapi kelebihan emotional exhaustion dan melindungi diri sendiri pada
awalnya. Komponen depersonalization merupakan dimensi interpersonal burnout.
Hilangnya perasaan positif terhadap atasan atau rekan kerja pada
seseorang adalah indikasi bahwa individu memiliki skor depersonalization yang
tinggi. Individu akan menghindari kontak dengan pekerjaannya sehingga
pekerjaannya pun akan menumpuk. Individu juga akan bersikap negatif dan
cenderung kasar terhadap atasan maupun rekan kerja.
17
3. Reduce personal accomplishment
Mengacu pada menurunnya rasa kompetensi dan mencapai keberhasilan di tempat
kerja. Hal ini menurunkan rasa self-efficacy yang dikaitkan dengan depresi dan
ketidakmampuan untuk mengatasi tuntutan pekerjaan dan dapat diperburuk oleh
kurangnya dukungan sosial dan kesempatan untuk berkembang secara
professional. Komponen reduce personal accomplishment merupakan dimensi
evaluasi diri dari burnout.
Individu yang merasa tidak kompeten dalam bekerja cenderung kehilangan
kemauannya untuk bekerja. Individu merasa dirinya tidak berharga, dan juga
merasa bahwa dirinya belum melakukan sesuatu yang berharga. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa individu memiliki skor reduce personal accomplishment
yang tinggi.
2.1.4 Pengukuran Burnout
Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat beberapa instrument yang digunakan
untuk mengukur burnout, diantaranya adalah Maslach Burnout Inventory (MBI:
Maslach & Jackson, 1981), Maslach Burnout Inventory General Survey (MBI-
GS: Demerouti & Bakker, 2007), Maslach Burnout Inventory Human Service
Survey (MBI-HSS: Demerouti & Bakker, 2007), Oldenburg Burnout Inventory
(OLBI: Demerouti & Bakker, 2007), Japanese Version of The Burnout Scale
(Gito, Iraha, & Ogata, 2013), dan terakhir adalah Grounded Theory yang
digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menguji teori job stress dan burnout
(Rafii, Oskouie, & Nikravesh, 2004). Dari beberapa instrument di atas maka
penulis akan menggunakan Maslach Burnout Inventory (MBI: Maslach &
18
Jackson, 1981) berdasarkan definisi awal dari burnout, yaitu emotional
exhaustion, depersonalization, dan reduce personal accomplishment yang terjadi
pada individu yang bekerja. Skala ini terdiri dari 22 item dalam bahasa inggris,
oleh karenanya penulis mengadaptasinya ke dalam bahasa indonesia dan
kemudian ditulis ulang dalam bentuk kuesioner (pernyataan mengenai perasaan
atau sikap individu). Kuesioner ini sebagai alat pengumpulan data penulis, yang
akan diisi oleh responden. Responden diminta untuk menjawab pada tingkat
setuju atau tidak setuju pada setiap item.
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Burnout
Penelitian terdahulu telah menampilkan bahwa faktor personal dan situasional
berpengaruh terhadap bahaya dari kelelahan mental (mental exhaustion) atau biasa
disebut burnout. Berdasarkan penelitian empiris mengenai pekerjaan
menunjukkan bahwa faktor situasional mempunyai pengaruh yang lebih kuat
terhadap mental exhaustion daripada karakteristik pribadi. Orang yang memiliki
beban kerja berlebih dan sering menemui konflik interpersonal dalam waktu yang
lama sebagian besar menunjukkan mental exhaustion (Lavrova & Levin, 2006: 8).
Lavrova dan Levin (2006: 8) menjelaskan kedua faktor yang dapat
mempengaruhi burnout di bawah ini:
2.1.5.1 Faktor personal :
1. Usia, khususnya pada usia muda cenderung lebih menampilkan emotionalexhaustion;
2. Tingginya harapan seseorang terhadap keadaan sekitar;3. Tingginya tingkat interaksi, mencari perhatian dan sifat yang idealis;4. Bekerja terlalu keras;5. Keinginan untuk menampilkan kemewahan;6. Perilaku yang mengarah pada pencapaian prestasi;
19
7. Ketidak mampuan untuk mengatakan tidak;8. Sulit untuk menyerahkan tanggung jawab;9. Kecenderungan sifat untuk mengorbankan diri;10. Kecenderungan untuk memberi dan tidak menerima.
2.1.4.2 Faktor situasional :
1. Tidak mampu menentukan peran dan tanggung jawab social;2. Konflik di antara tuntutan fungsional;3. Bekerja yang berlebihan;4. Tuntutan pekerjaan;5. Konflik interpersonal (dengan klien, anggota keluarga, teman, dan pimpinan);6. Kurang memiliki kemampuan dalam bekerja;7. Kurangnya sumber penghasilan;8. Kurangnya dukungan sosial;9. Kurangnya rasa syukur;10. Faktor yang berhubungan dengan tempat kerja, seperti tidak ada kejelasan
dalam bekerja dan kurang memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan.
Bakker dan Costa (2014: 113) menambahkan bahwa ketika karyawan
mengalami otonomi, menerima umpan balik, memiliki dukungan sosial, atau
memiliki hubungan yang berkualitas tinggi dengan atasan, karyawan akan tunduk
untuk bekerja secara overload tanpa akan menimbulkan burnout. Karena
karyawan merasakan kenyamanan dan keamanan secara emosional atas dukungan
dan perlakuan yang positif. Namun jika sebaliknya, karyawan akan merasakan
sesuatu yang negatif dan kemudian membuatnya merasa lelah secara emosional
dan stres yang ekstrim.
Selanjutnya, Maslach et al. (2001:409) menambahkan faktor individu yang
berpengaruh terhadap burnout, seperti:
1. Karakteristik demografis
Variabel demografis yang paling konsisten berkaitan dengan burnout adalah usia,
karena usia berkaitan dengan tingkat kematangan individu. Karyawan yang lebih
20
muda usianya memiliki tingkat burnout lebih tinggi daripada karyawan yang
berusia 30-40 tahun. Variabel demografis jenis kelamin bukan merupakan
prediktor kuat pada burnout. Beberapa penelitian menunjukkan burnout lebih
tinggi pada wanita, beberapa menunjukkan skor lebih tinggi pada laki-laki
(misalnya, Thomas, Kohli, & Choi, 2014) dan temuan lain tidak ada perbedaan.
Sedangkan variabel demografis berkenaan dengan status perkawinan, individu
yang belum menikah (terutama laki-laki) tampaknya menjadi lebih rentan
terhadap burnout dibandingkan dengan individu yang sudah menikah. Thomas et
al. (2014: 80) menambahkan variabel demografis lain yang mempengaruhi
burnout adalah tahun pengalaman, pendidikan dan ukuran beban kerja.
2. Karakteristik kepribadian
Beberapa ciri kepribadian telah diteliti sebagai upaya mengetahui tipe individu
yang mungkin beresiko mengalami burnout. Orang yang menampilkan tingkat
ketahanan yang yang rendah (keterlibatan dalam kegiatan harian, perasaan
mengendalikan peristiwa, dan keterbukaan pada perubahan). Burnout lebih tinggi
diantara orang yang memiliki locus of control external (atribusi peristiwa dan
prestasi terhadap kekuatan lain atau peluang) daripada orang yang memiliki locus
of control internal (atribusi pada satu kemampuan dan usaha).
3. Sikap terhadap pekerjaan
Individu bervariasi dalam harapan yang dibawa ke pekerjaannya, tergantung atas
sikapnya terhadap pekerjaan. Dalam beberapa kasus harapan ini sangat tinggi,
baik dari segi sifat pekerjaan (misalnya menarik, menantang, menyenangkan) dan
kemungkinan mencapai keberhasilan (misalnya keberhasilan menyembuhkan
21
pasien, mendapatkan promosi kenaikan jabatan). Harapan yang tinggi
menyebabkan orang untuk bekerja terlalu keras dan melakukan terlalu banyak,
sehingga akhirnya menyebabkan kelelahan dan sinisme ketika upaya yang tinggi
tidak menghasilkan hasil yang diharapkan.
Faktor yang diteliti pengaruhnya terhadap burnout dalam penelitian ini
adalah dukungan sosial dan faktor kepribadian dari big five. Dukungan sosial
adalah faktor penting untuk seseorang dapat terhindar dari efek stres yang
berkepanjangan yang akhirnya akan menjadi burnout, khususnya pada seorang
karyawan. Seorang karyawan akan menemui banyak tekanan dan masalah yang
berkaitan dengan tuntutan pekerjaannya di kantor. Banyak penelitian telah
menunjukkan efek menguntungkan pada burnout pekerja dari dukungan rekan
kerja dan dukungan atasan dengan baik (Schaufeli & Greenglass, 2001: 504).
Sedangkan kepribadian big five penting untuk mengetahui tipe kepribadian yang
cenderung lebih rentan mengalami burnout, sehingga dapat dilakukan deteksi dini
dan diberi perlakuan yang lebih khusus. Bakker et al. (2002: 1) dalam
penelitiannya menemukan bahwa kepribadian dapat membantu melindungi
individu dari resiko burnout yang berkembang.
2.2 Dukungan Sosial
2.2.1 Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial biasanya didefinisikan sebagai keberadaan atau adanya
seseorang yang dapat dipercayai, yang memahami, memperhatikan, dan mencintai
kita. Cobb (1976: 300) juga mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi
yang mengarahkan individu untuk mempercayai bahwa dirinya telah dirawat dan
22
dicintai, merasa dihormati, dan menjadi bagian dari kelompok yang saling
memiliki kewajiban. Individu akan merasa dirinya tidak sendiri, merasa
dibutuhkan, dan keberadaannya diinginkan oleh orang lain.
Menurut Cutrona dan Russel (1987: 39) dukungan sosial merupakan suatu
ketentuan dari hubungan individu dengan orang lain untuk merasa cukup
didukung dan menghindari rasa kesepian. Setiap manusia membutuhkan
kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Individu tidak dapat hidup sendiri
meskipun orang itu sangat mandiri.
Lain halnya dengan Sarafino (1998: 97) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai kenyamanan, perhatian, penghargaan ataupun bantuan yang diterima
individu dari orang lain. Orang yang merasa memperoleh dukungan sosial secara
emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran yang menyenangkan
pada dirinya. Sebaliknya, jika orang merasa kurang mendapatkan dukungan sosial
secara emosional, maka orang akan merasa cemas yang kemudian akan
membuatnya merasa depresi.
Berdasarkan uraian definisi di atas, maka teori yang akan digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah teori Cutrona dan Russel (1987). Dukungan
sosial merupakan suatu ketentuan dari hubungan individu dengan orang lain untuk
merasa cukup didukung dan menghindari rasa kesepian. Setiap manusia
membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Individu tidak dapat
hidup sendiri meskipun orang itu sangat mandiri.
23
2.2.2 Dimensi Dukungan Sosial
Cutrona dan Russel (1987) mengembangkan The Social Provisions Scale untuk
mengukur ketersediaan dukungan sosial yang diperoleh dari hubungan individu
dengan orang lain. Terdapat 6 dimensi di dalamnya, yaitu:
1. Attachment (kelekatan atau kedekatan emosional), merupakan jenis dukungan
yang memungkinkan seseorang memperoleh kedekatan secara emosional,
sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang
menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentram, aman dan damai
yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber dukungan ini
biasanya didapatkan dari pasangan, teman dekat, atau hubungan keluarga.
2. Social Integration (integrasi sosial), merupakan jenis dukungan yang
memungkinkan individu memiliki perasaan suatu kelompok yang
memungkinkan untuk berbagi minat, perhatian, serta melakukan kegiatan
yang sifatnya rekreatif secara bersama. Social integration dapat memberikan
kenyamanan, keamanan dan kesenangan. Individu akan merasa tidak
kesepian, memiliki orang yang mendukungnya, yang satu minat dengannya.
3. Reassurance of Worth (penghargaan atau pengakuan), merupakan dukungan
sosial yang memungkinkan individu mendapatkan pengakuan atas
kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau
lembaga terhadap kompetensi, keterampilan, dan nilai yang dimiliki
seseorang. Sumber dukungan sosial ini dapat berasal dari keluarga atau
instansi dimana ia bekerja. Dengan diakui individu menjadi lebih percaya diri
dan dapat meningkatkan potensi yang dimilikinya.
24
4. Reliable Alliance (ikatan atau hubungan yang dapat diandalkan untuk
mendapatkan bantuan yang nyata), merupakan dukungan sosial yang
memungkinkan individu mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan
bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu
membutuhkan bantuan. Jenis dukungan sosial ini bersumber pada umumnya
diberikan oleh anggota keluarga. Individu yang memiliki hubungan yang baik
dengan keluarga akan merasa aman, karena mendapatkan dukungan yang
berkualitas dan dapat diandalkan dalam memberikan bantuan.
5. Guidance (Saran atau informasi), merupakan dukungan sosial yang
memungkinkan individu mendapatkan informasi, saran atau nasihat yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang
dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, mentor, atau sosok
orang tua. Individu yang merasa didukung oleh guru, mentor, atau orang tua
akan memiliki kepercayaan diri untuk megatasi permasalahan yang dihadapi,
merasa bahwa dirinya tidak sendiri.
6. Opportunity for Nurturance (kemungkinan membantu), merupakan aspek
penting dalam hubungan interpersonal yang berupa perasaan dibutuhkan oleh
orang lain. Dukungan sosial ini memungkinkan individu mulai mengambil
tanggung jawab untuk kesejahteraan orang lain, sehingga dapat
mengembangkan perasaan dibutuhkan. Individu yang merasa dibutuhkan oleh
orang lain akan merasa berguna dan keberadaannya pun diakui oleh orang
lain.
25
2.2.3 Sumber Dukungan Sosial
Sarafino (1998: 98) mengungkapkan bahwa orang dengan dukungan sosial
percaya bahwa orang dicintai, diperdulikan, dhargai dan bernilai. Orang dengan
dukungan sosial termasuk dalam jaringan sosial tertentu, seperti di dalam
komunitas dari sebuah organisasi, yang dapat mengembangkan kebaikan,
pelayanan, dan saling membantu ketika dalam kesusahan. Rasa memiliki dan
dimiliki oleh sebuah komunitas dapat meningkatkan daya tahan psikis terhadap
stres.
Dukungan sosial dapat diperoleh dari beberapa sumber, bantuan praktis
mencakup ketersediaan dukungan material, seperti pelayanan, bantuan finansial
atau peralatan. Sebagai contoh, hadiah seperti makanan yang sering datang setelah
kematian dalam keluarga berarti yang kehilangan anggota keluarga tidak harus
memasak untuk dirinya sendiri ketika energinya masih rendah. Dengan seperti ini,
keluarga akan merasa masih ada yang peduli dan mendukungnya.
Keluarga dan teman dapat menyediakan dukungan informasi mengenai
kejadian yang menimbulkan stres. Informasi mungkin dapat membantu individu
memahami kejadian yang menimbulkan stres dengan lebih baik dan menjelaskan
apa sumbernya dan strategi coping yang mungkin dapat menyelesaikannya.
Sebagai contoh, jika individu menghadapi prosedur pengobatan yang tidak
menyenangkan, teman yang menjalani hal yang sama dapat memberikan
informasi tentang tahapan yang harus dijalani, potensi dari ketidak nyamanan dan
kesukaan.
26
Selama merasa stres, orang sering menderita secara emosional dan
mungkin mengalami depresi, kesedihan mendalam, kecemasan, dan penghargaan
diri yang rendah. Dukungan dari teman dan keluarga dapat memberikan dukungan
emosional dengan menenangkan seseorang dan menunjukkan bahwa ia adalah
seorang individu yang peduli. Kehangatan dan perhatian yang diberikan oleh
orang lain dapat memungkinkan seseorang yang sedang dalam tekanan stres untuk
didekati dengan jaminan yang lebih besar.
2.2.4 Pengukuran Dukungan Sosial
Penulis menggunakan alat pengukur dukungan sosial yang berbentuk skala yang
bernama The Social Provisions Scale (SPS; Cutrona & Russel, 1987) untuk
mengukur dukungan sosial. SPS ini mempunyai tujuan untuk menguji sejauh
mana hubungan sosial responden dengan orang lain. Instrument ini berisi 24 item,
yang mengukur enam hal sebagai berikut: attachment, social integration,
reassurance of worth, reliable alliance, guidance, dan opportunity for nuturance.
Skala ini dibuat dalam bahasa Inggris, karenanya penulis kemudian
mengadaptasinya.
Selain SPS yang digunakan dalam penelitian ini, terdapat alat ukur lain
yang dapat mengukur dukungan sosial yaitu interpersonal support evaluation list
(ISEL; Cohen & Hoberman, 1983). Sama dengan SPS, ISEL mempunyai tujuan
untuk menguji sejauh mana hubungan sosial responden. Perbedaan yang ada pada
ISEL yaitu pada banyaknya item, 40 item, yang menguji 4 dimensi yaitu: tangible
support, belonging support, self-esreem support, dan appraisal support.
27
2.3 Kepribadian
2.3.1 Pengertian Kepribadian
Kepribadian berasal dari bahasa Latin yaitu “persona” yang mengacu pada
pertunjukan drama yang memakai topeng oleh aktor Roman dalam drama Yunani.
Aktor Roman ini memakai sebuah topeng (persona) untuk memproyeksikan
sebuah peran atau pertunjukkan. Selanjutnya, para ilmuwan psikologi
menggunakan istilah kepribadian yang mengatakan bahwa kepribadian mengacu
pada sesuatu yang lebih dari sekedar bermain peran (Feist & Feist, 2006: 3).
Kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu yang relative
permanen dan memberikan baik konsistensi maupun individualitas pada perilaku
seseorang. Sifat (trait) merupakan faktor penyebab adanya perbedaan antar
individual dalam perilaku, konsistensi perilaku dari waktu ke waktu, dan stabilitas
perilaku dalam berbagai situasi. Sifat bisa saja unik, sama pada beberapa
kelompok manusia atau dimiliki semua manusia. Tetapi pola sifat pasti berbeda
untuk setiap individu. Jadi setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda,
walaupun memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan orang lain.
Karakteristik merupakan kualitas tertentu yang dimiliki seseorang termasuk di
dalamnya beberapa karakter seperti tempramen, fisik, dan kecerdasan (Feist &
Feist, 2006: 4-5).
Menurut Ryckman (2008: 4), kepribadian merupakan bagian yang dinamis
dan terorganisir dari karakteristik yang dimiliki oleh individu yang secara unik
mempengaruhi kognisinya, motivasi, dan perilaku dalam situasi yang berbeda.
Hal ini juga dapat dianggap sebagai konstruksi-abstraksi psikologis yang
28
kompleks yang mencakup latar belakang genetik yang unik seseorang (kecuali
dalam kasus kembar identik) dan sejarah belajar. Individu dengan karakteristik
berbeda akan memiliki cara menanggapi berbagai lingkungan atau situasi secara
berbeda pula.
2.3.2 Pengertian Big Five Personality Factors
Model Big Five adalah salah satu model kepribadian paling besar yang diterima
secara luas. Faktor yang termasuk Big Five adalah:
1. Neuroticism: kecenderungan terhadap pengaruh pengalaman negatif, seperti
rasa takut, kesedihan, perasaan malu, perasaan marah, rasa bersalah, dan
perasaan benci;
2. Extraversion: kecenderungan menyukai kebersamaan dengan banyak orang,
suka berkumpul dalam kelompok yang besar, dan perasaan gembira, bersifat
asertif, aktif dan suka berbicara;
3. Openness: kecenderungan memiliki imajinasi yang aktif, memiliki perasaan
yang sensitive, memiliki rasa ingin tahu, dan peka terhadap rangsangan;
4. Agreeableness: kecenderungan untuk menjadi altruistic (peduli terhadap
orang lain, suka bekerja sama, dan dapat dipercaya); dan
5. Conscientiousness: kecenderungan orang yang memiliki tujuan, teratur, dapat
dipercaya, tekun, dan penuh ambisi.
Setiap lima faktor ini tersusun dari beberapa tahap (Major, Turner, & Flechter,
2006: 928).
Model Big Five memiliki dukungan yang cukup dan telah menjadi model
yang paling banyak digunakan dan secara ekstensif meneliti kepribadian,
29
meskipun tidak universal diterima. Model Big Five mengarahkan bahwa
perbedaan individu dalam kepribadian manusia dapat dikelompokkan ke dalam
lima besar, secara empiris diturunkan dari setiap dimensi. Setiap faktor bipolar
(misalnya extraversion vs. introvert) merangkum beberapa dimensi yang lebih
spesifik (misalnya, sociability), yang, pada gilirannya, menggolongkan sejumlah
besar bahkan trait yang lebih spesifik (misalnya, talkative, outgoing) (Gosling,
Rentfrow, William, & Swann, 2003: 506).
McCrae dan Costa (2006) menyatakan bahwa big five adalah salah satu
taksonomi yang memadai dari ciri kepribadian yang membantu membentuk
kemunculan kehidupan. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk
melihat kepribadian yang telah dibentuk menggunakan analisis faktor. Lima traits
kepribadian yang dimaksud terdiri dari extraversion, agreeableness,
conscinetiousness, neuroticisms, opennes to experience.
Menurut McAdams dan Pals (2006: 204), Big Five merupakan
pengelompokan perbedaan individu dalam kehidupan sosial dan emosional
melalui lima faktor kepribadian yang diturunkan secara umum yang dinamakan
extraversion (berlawanan dengan introversion), neuroticism (pengaruh negative),
conscientiousness, agreeablenbess, openness to experience. Big Five Factors ini
dapat dikatakan paling dikenal dalam kontribusi bidang psikologi kepribadian
dewasa ini. Trait ini sering digunakan dalam penelitian terdahulu (seperti Bakker
et al., 2002, dan Hardiyanti, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penulis dapat mengambil
kesimpulan mengenai pengertian big five personality factors berdasarkan teori
30
dari McCrae dan Costa (2006) menyatakan bahwa big five adalah salah satu
taksonomi yang memadai dari ciri kepribadian yang membantu membentuk
kemunculan kehidupan. Suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk
melihat kepribadian yang telah dibentuk menggunakan analisis faktor. Lima traits
kepribadian yang dimaksud terdiri dari extraversion, agreeableness,
conscinetiousness, neuroticisms, opennes to experience.
2.3.3 Dimensi Kepribadian (Big Five Personality Factors)
Adapun dimensi kerpibadian yang dikembangkan oleh Jhon dan Srivastava (1999:
110) adalah sebagai berikut:
1. Extraversion vs. introversion
Orang yang memiliki pribadi extraversion cenderung lebih suka berteman
(sociable), memiliki ketegasan (forceful), penuh aktifitas (energetic), suka
berpetualang (adventure), memiliki emosi positif (enthusiastic), dan ramah
(outgoing). Menurut Rothmann dan Coetzer (2003: 69) bahwa orang yang
extravert penuh dengan semangat dan optimis, sedangkan orang yang introvert
cenderung kurang bersahabat, tidak tergantung sebagai pengikut (followers), dan
cenderung lemah. Extraversion dapat menjadi prediktor terkuat dari prestasi
dalam pekerjaan yang berkaitan dengan interaksi sosial.
2. Agreeableness vs. antagonism
Orang yang memiliki pribadi agreeableness cenderung dapat dipercaya, pemaaf,
berterus terang, tidak egois (altruism), suka memberi, rendah hati, dan simpati
pada orang lain. Kotze dan Lamb (2012: 298) menyatakan bahwa orang yang
memiliki skor tinggi pada agreeableness akan menyenangkan dan mudah berada
31
di sekitar karena individu cenderung menampung keinginan dan kebutuhan orang
lain. Orang yang memiliki skor rendah pada agreeableness akan cenderung kasar,
mudah marah, tidak bisa diajak bekerja sama, mudah curiga dan hanya
mementingkan dirinya sendiri.
3. Conscientiousness vs. lack of direction
Orang yang memiliki pribadi conscientiousness cenderung tertata, terorganisir,
patuh, teliti, memiliki disiplin diri, dan penuh pertimbangan. Tingginya
conscientiousness akan membuat seseorang menjadi terlalu pemilih, kompulsif
terhadap kerapihan dan perilaku suka. Menurut Kotze & Lamb (2012: 299),
individu yang memiliki conscientiousness rendah cenderung terlihat tidak
memiliki tujuan, lalai, ceroboh, dan tidak dapat dipercaya.
4. Neuroticism vs. emotional stability
Orang yang memiliki pribadi neurotic cenderung pencemas, mudah marah,
depresi, pemalu, impulsif, dan penuh kemalangan. Menurut Kotze dan Lamb
(2012: 299), orang yang memiliki nilai neurotic rendah cenderung tidak
emosional, tenang, santai, dan individu yang merasa aman dalam hidupnya.
Seseorang yang memiliki neurotic tinggi akan cenderung memiliki resiko dari
beberapa masalah kejiwaan, seperti memiliki ide yang tidak rasional, kurang
mampu mengontrol rangsangan, dan penyelesaian stres yang buruk (Rohtmann &
Coetzer, 2003: 69).
5. Openness vs. closedness to experience
Orang yang memiliki pribadi openness cenderung banyak ide, fantasi, menyukai
keindahan, penuh perasaan, dan memiliki nilai. Menurut Kotze dan Lamb (2012:
32
299), orang yang memiliki nilai openness rendah cenderung memiliki pikiran
yang lebih sempit (kurang wawasan), ketinggalan zaman, tidak memiliki fantasi,
praktis, dan lebih menyukai bersama dengan keluarga. Individu yang terbuka
memiliki keingin tahuan yang besar tentang dunia luar maupun dalam, dan
kehidupannya berdasarkan pengalaman yang lebih kaya (Rohtmann & Coetzer,
2003: 69).
2.3.4 Pengukuran Big Five Personality Factors
Terdapat beberapa alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur big five
personality factors ini, diantaranya: NEO-PI-R, 16 PF, IPIP-NEO dan BFI.
Penulis memutuskan untuk mengadaptasi BFI yang dikembangkan oleh John &
Srivastava (1999) sebagai alat ukur variabel kepribadian. Skala ini berjumlah 44
item dalam bahasa inggris, kemudian penulis mengadaptasinya ke dalam bahasa
Indonesia.
2.4 Kerangka Berpikir
Dari penjabaran setiap variabel, baik IV maupun DV diatas, penulis
menyimpulkan bahwa dukungan sosial dan kepribadian dapat mempengaruhi
terjadinya burnout pada karyawan. Hal ini dapat dibuktikan dari penelitian
terdahulu. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Haque dan Sohail (1997)
tentang investigasi terkait stress, dukungan sosial, dan burnout pada perawat, yang
menghasilkan bahwa terdapat interaksi yang signifikan antara home-work stress
dan dukungan sosial dari rekan kerja dalam memprediksi dimensi emosional
exhaustion dari burnout.
33
Haque dan Sohail (1997: 84) menemukan bahwa efek langsung yang
signifikan dalam memprediksi burnout adalah adanya interaksi antara home-work
stress, dukungan dari supervisor, dan dukungan dari administrator. Interaksi
antara dukungan supervisor dengan home-work stress juga ditemukan dalam
memprediksi dimensi depersonalisasi dari burnout. Hubungan langsung yang
signifikan juga terdapat antara dukungan dari rekan kerja dan administrator,
semakin tinggi tingkat dukungan keduanya maka semakin tinggi juga tingkat
personal accomplishment-nya.
Efek interaksi yang signifikan juga terlihat antara home-work stress,
dukungan dari supervisor dan rekan kerja dalam memprediksi dimensi reduce
personal accomplishment dari burnout. Selanjutnya, studi yang berkaitan dengan
faktor dasar kepribadian terhadap burnout dapat memberikan wawasan yang lebih
dalam tentang burnout sebagai fenomena sosial atau sebagai keberagaman
seorang individu. Studi ini juga dapat membantu kita dalam mengidentifikasi
indvidu yang berisiko untuk mengembangkan burnout (Bakker et al., 2002: 4).
Hasil penelitian Bakker et al. (2002: 12) pada dimensi depersonalisasi dari
burnout terhadap extraversion dtemukan bahwa orang yang memiliki kepribadan
extrovert rendah cenderung memiliki sikap negatif terhadap pasien yang
disebabkan tidak stabilnya emosi pada perawat, lebih introvert (tertutup, dan
kurangnya kepedulian terhadap diri sendiri. Hubungan agreeableness dan burnout
ditemukan dapat menurunkan keadaan yang penuh stres. Individu yang memiliki
skor agreeableness yang tinggi cenderung mudah beradaptasi dan mampu
menangani keadaan yang penuh stres.
34
Seperti yang dikatakan Mohammed, Unher, dan Sugawara (2009: 136)
dalam tulisannya bahwa “orang yang memiliki kecenderungan agreeable adalah
orang yang bersikap sopan, memiliki sifat yang baik, suka bekerja sama, memiliki
hati yang lembut, dan mampu bertoleransi”. Kecenderungan itulah yang mampu
mereduksi burnout dalam kehidupan hariannya, sehingga ia mampu untuk
terhindar dari burnout. Azeem (2013: 467) menemukan ada hubungan yang
signifikan dimensi conscientiousness dari big five personality factors terhadap
semua dimensi burnout, dan ada pengaruh yang signifikan pada dimensi
neuroticsm terhadap dimensi emotional exhaustion dan reduce personal
accomplishment dari burnout.
Berdasarkan beberapa paparan yang telah diuraikan, penulis berasumsi
bahwa dukungan sosial dan kepribadian memiliki pengaruh terhadap burnout.
Untuk menjelaskannya, di bawah ini dapat dilihat bagan hubungan dukungan
sosial dan kepribadian terhadap burnout:
35
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
Burnout
Dukungan Sosial
Attachment
Social Integration
Reassurance of Worth
Reliable Alliance
Guidance
Opportunity fornurturance
Kepribadian
Extraversion
Agreeableness
Conscientiousness
Neuroticism
Openness to NewExperience
36
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan pernyataan mengenai sesuatu hal yang harus diuji
kebenarannya. Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka berfikir di atas,
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
HMayor : Ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial (attachment, social
integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance, dan
opportunity for nurturance) dan big five personality factors
(extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
openness) terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 1 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi attachment pada variabel
dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi social integration pada
variabel dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi reassurance of worth pada
variabel dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi reliable alliance pada
variabel dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi guidance pada variabel
dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi opportunity for nurturance
pada variabel dukungan sosial terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi extraversion pada variabel
kepribadian terhadap burnout pada karyawan.
37
HMinor 8 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi agreeableness pada variabel
kepribadian terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 9 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi conscientiousness pada
variabel kepribadian terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 10 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi neuroticism pada variabel
kepribadian terhadap burnout pada karyawan.
HMinor 11 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi openness to new experience
pada variabel kepribadian terhadap burnout pada karyawan.
38
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di Perusahaan.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 karyawan Perusahaan. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling pada jenis
penarikan accidental sampling, yaitu penarikan sampel secara kebetulan. Alasan
penulis menggunakan teknik ini dikarenakan penulis mengambil sampel secara
kebetulan di perusahaan yang ada di Jakarta.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Burnout (emotional exhaustion, depersonalization, and reduced personal
accomplishment);
2. Dukungan sosial (attachment, social integration, reassurance of worth,
reliable alliance, guidance, opportunity for nurturance);
3. Kepribadian (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
openness to experience).
Independent Variable dalam penelitian ini adalah dukungan sosial dan
kepribadian, sedangkan burnout adalah dependent variable.
Adapun definisi operasional dari setiap variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Burnout merupakan suatu keadaan atau kondisi seseorang mengalami
penipisan emosional dan kehilangan motivasi dan komitmen yang
39
diakibatkan stres secara emosional pada pekerjaannya yang terdiri dari tiga
dimensi, yaitu, emotional exhaustion (merasa frustasi dan putus asa; dan
merasa tertekan dan apatis; memiliki keluhan fisilk (seperti sakit kepala,
nyeri, dll.)), depersonalization (menghilangnya perasaan positif terhadap
atasan atau rekan kerja; cenderung menghindari kontak dengan pekerjaan;
dan cenderung bersikap negatif dan kasar), dan reduced personal
accomplishment (merasa tidak kompeten dalam bekerja; menghilangnya
kemauan dalam bekerja; dan merasa tidak berharga atau belum melakukan
sesuatu yang bermanfaat) (Maslach et al., 2001). Burnout diukur
menggunakan skala atau alat ukur Maslach Burnout Inventory (MBI), yang
menekankan pada ketiga dimensi burnout dalam melakukan beberapa jenis
pekerjaan dengan jumlah yang banyak. Skor jawaban subjek dengan nilai
tinggi menunjukkan tingkat burnout yang tinggi pada karyawan.
2. Dukungan sosial merupakan suatu ketentuan dari hubungan individu dengan
orang lain untuk merasa cukup didukung dan menghindari rasa kesepian.
Hubungan ini ditandai dengan adanya aspek: attachment (merasakan
kedekatan secara emosional dan merasa aman dengan orang lain), social
integration (mempunyai kesempatan untuk berbagi minat dan kesenangan,
serta melakukan aktivitas yang sama), reassurance of worth (mendapatkan
pengakuan atas kemampuan dan keahliannya, dan mendapatkan penghargaan
atas kompetensi dan keterampilannya), reliable alliance (hubungan yang
dapat diandalkan), guidance (mendapatkan nasihat atau saran dari orang lain),
dan opportunity for nurturance (perasaan dibutuhkan oleh orang lain)
40
(Cutrona & Russell, 1987) dengan menggunakan alat ukur the Social
Provisions Scale (SPS). Skor jawaban subjek dengan nilai tinggi
menunjukkan tingkat dukungan sosial yang tinggi pada lingkungan karyawan.
3. Kepribadian big five adalah salah satu taksonomi yang memadai dari ciri
kepribadian yang membantu membentuk kemunculan kehidupan. Sifat
kepribadian dari level tertinggi hierarki kepribadian yang dihasilkan dari skor
extraversion (bersikap ramah kepada orang lain, suka berteman dengan orang
banyak, dan memiliki sikap yang tegas), agreeableness (mempunyai
moralitas yang baik, suka menolong orang lain, bersikap sopan, mudah
bersimpati kepada orang lain, dan dapat dipercaya), conscientiousness
(bersikap tertib (teratur) dalam melakukan sesuatu, bersikap patuh baik
terhadap aturan maupun kepada orang lain, memiliki kedisiplinan diri yang
tinggi, dan memiliki kesadaran), neuroticism (mudah cemas, mudah marah,
mudah depresi, rentan terhadap hal negatif, dan memiliki ketidak stabilan
emosi), dan openness (memiliki imajinasi yang tinggi, cerdas, dan kreatif)
dengan menggunakan alat ukur Big Five Inventory (BFI). Skor tertinggi dari
setiap trait menunjukkan tipe kepribadian karyawan yang paling dominan.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini akan digunakan 3 macam alat ukur baku berdasarkan setiap
variabel dalam pengumpulan data. Adapun ketiga alat ukur yang penulis gunakan
adalah sebagai berikut:
41
3.3.1. Skala Burnout
Skala burnout dalam penelitian ini diadaptasi dari skala baku Maslach Burnout
Inventory (MBI) yang dibuat oleh Christina Maslach. MBI terdiri atas 22 item
yang mengukur 3 dimensi dari burnout yaitu emotional exhaustion,
depersonalization, and reduce personal accomplishment (Maslach & Jackson,
1981). Skala ini diadaptasi penulis ke dalam bahasa indonesia dan kategori
jawaban dari aslinya 6 menjadi 4 jawaban saja. Hal ini penulis lakukan untuk
keseragaman kategori jawaban pada setiap skala pengukuran.
Table 3.1Blue Print Maslach Burnout Inventory
Aspek/Dimensi Indikator No. Item Jumlah ItemEmotional exhaustion Frustasi dan putus asa;
Merasa tertekan dan apatis;Memiliki keluhan fisik (seperti:sakit kepala, nyeri, dll).
1, 4. 5, 10, 13,14, 17, 19, 21
9
Depersonalization Hilang perasaan positif terhadapatasan atau rekan kerja;Menghindari kontak denganpekerjaan;Bersikap negatif dan kasar.
3, 8, 9,12, 16 5
Reduce personalaccomplishment
Merasa tidak kompeten dalambekerja;Hilangnya kemauan dalambekerja;Merasa tidak berharga/belummelakukan sesuatu yangbermanfaat.
2*), 6*), 7*),11*), 15*), 18*),20*), 22*)
8
Total 22 22*) Item UnFavorable
3.3.2 Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial dalam penelitian ini diadaptasi dari The Social Provisions
Scale yang dikembangkan oleh Cutrona pada tahun 1984. The Social Provisions
Scale ini terdiri atas 24 item yang mengukur 6 aspek dari dukungan sosial yaitu,
attachment, social integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance,
42
dan opportunity for nurturance. Skala ini diadaptasi penulis ke dalam bahasa
Indonesia agar mudah dimengerti oleh responden.
Table 3.2Blue Print The Social Provision Scale
Aspek/Dimensi Indikator No. Item Jumlah ItemAttachment Merasakan kedektan emosional;
Merasa aman dengan orang lain.11, 14*), 17,21*)
4
Social integration Mempunyai kesempatan untukberbagi minat dan kesenangan;Melakukan aktivitas yang sama.
2*), 5, 8, 22*) 4
Reassurance ofworth
Mendapatkan pengakuan ataskemampuan dan keahliannya;Mendapatkan penghargaan ataskompetensi dan keterampilannya.
6*), 9*),13, 20 4
Reliable Alliance Hubungan yang dapat diandalkan. 1, 10*), 18*),23
4
Guidance Mendapatkan nasihat atau sarandari orang lain.
3*),12, 16, 19*) 4
Opportunity fornurturance
Perasaan dibutuhkan oleh oranglain.
4, 7, 15*), 24*) 4
Total 12 24*) Item UnFavorable
3.3.3 Skala kepribadian
Untuk mengukur kepribadian peneiliti menggunakan alat ukur Big Five Inventory
(BFI) yang diadaptasi dari teori John & Srivastava (1999). BFI ini terdiri dari 44
item yang mengukur semua faktor dari lima besar kepribadian, yaitu extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to new experience.
Skala ini diadaptasi penulis ke dalam bahasa Indonesia agar mudah dipahami oleh
responden.
Adapun skala yang digunakan ketiga alat ukur di atas adalah skala model
Likert, pada setiap item disediakan empat alternatif jawaban. Dalam menjawab
subjek memilih salah satu alternative jawaban dengan membubuhkan tanda Check
List (√) pada kotak yang telah disediakan. Selain itu pernyataannya dibuat dengan
kategori positif atau kesetujuan (favorable) dan kategori negatif atau ketidak
43
setujuan (unfavorable). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari empat
kategori jawaban yang setiap kategori menunjukkan kesesuaian pernyataan yang
diberikan dengan keadaan yang dirasakan respoden sendiri yaitu, Sangat
Setuju/Sangat Sesuai (SS), Setuju/Sesuai (S), Tidak Setuju/Tidak Sesuai (TS), dan
Sangat Tidak Setuju/Sangat Tidak Sesuai (STS) dengan bobot nilai sesuai dengan
tabel 3.4.
Tabel 3.3Blue Print Skala Kepribadian
Aspek/Dimensi Indikator No. Item Jumlah ItemExtraversion Bersikap ramah kepada orang lain;
Suka berteman dengan orangbanyak;Memiliki sikap tegas.
1, 6*), 11, 16,21*), 26, 31*),36
8
Agreeableness Mempunyai moralitas yang baik;Suka menolong orang lain;Bersikap sopan;Mudah bersimpati kepada oranglain;Dapat dipercaya.
2*), 7, 12*),17, 22, 27*),32, 37*), 42
9
Conscientiousness Bersikap tertib (teratur) dalammelakukan sesuatu;Bersikap patuh baik terhadapaturan maupun kepada orang lain;Memiliki kedisiplinan diri yangtinggi;Memiliki kesadaran.
3, 8*), 13,18*),23*), 28,33, 38, 43*)
9
Neuroticism Mudah cemas;Mudah marah;Mudah depresi;Rentan terhadap hal negatif;Memiliki ketidak stabilan emosi
4, 9*), 14, 19,24*), 29, 34*),39
8
Openness Memiliki imajinasi yang tinggi;Cerdas dan kreatif
5, 10, 15, 20,25, 30, 35*),40, 41*), 44
10
Total 28 44*) Item UnFavorable
Table 3.4Bobot Nilai
Kategori Respon SS S TS STSFavorable 4 3 2 1Unfavorable 1 2 3 4
44
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas
konstruk ketiga instrument yang dipakai, yaitu 1) Maslach Burnout Inventory, 2)
The Social Provisions Scale, dan 3) Big Five Inventory. Untuk menguji validitas
konstruk alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan
Confirmatory Factor Analysis (CFA). Adapun logika dari CFA (Umar, 2011)
adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas setiap
itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan
matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. jika teori unidimensional
benar maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ dengan matriks S
atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan ∑ - S = 0 dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan
Chi-square. Jika hasil Chi-square tidak signifikan (p > 0,05), maka dapat
45
disimpulkan bahwa hipotesis nihil tidak ditolak (diterima). Artinya, teori
unidimensional dapat diterima bahwa item ataupun subtes instrument hanya
mengukur satu faktor saja dan dapat diterima kebenarannya (didukung oleh
data). Sebaliknya, jika nilai Chi-square yang diperoleh signifikan, maka
hipotesis nihil ditolak. Artinya, teori unidimensional tidak didukung oleh data
(ditolak). Dengan kata lain, analisis faktor konfirmatori dalam hal ini adalah
pengujian terhadap hipotesis nihil (H0): ∑ - S = 0. Artinya, tidak ada
perbedaan antara matriks korelasi yang diperoleh dari hasil observasi.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan T-value. Jika
hasil T-value tidak signifikan maka item yang sedang diuji tidak signifikan
dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di-
drop dan sebaliknya.
6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item bermuatan faktor negatif harus di-drop. Sebab
hal ini tidak sesuai dengan sifat item yang bersifat positif (favorable).
Langkah terakhir, semua item yang tidak di-drop dihitung faktor skornya.
Faktor skor dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran.
Jadi perhitungan faktor skor ini tidak menjumlahkan setiap item variabel seperti
pada umunmnya, tetapi dihitung true score pada tiap skala. Skor yang akan
dianalisis yang ditransformasikan menjadi T Skor, adapun rumus T Skor yaitu:
T Score = (10 x Factor Score) + 50
46
Setelah didapatkan faktor skor yang telah diubah menjadi T score, nilai
baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu
diketahui bahwa hal yang sama juga berlaku untuk semua variabel pada penelitian
ini. Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan
software LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan pada sub-bab
berikut :
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Burnout
Penulis menguji apakah 22 item yang ada bersifat unidimensional, yang berarti
benar hanya mengukur burnout. Di dalam proses analisis CFA, penulis melakukan
modifikasi variabel sebanyak 80 kali terhadap model dengan membebaskan
kesalahan pengukuran pada beberapa item sehingga bebas berkorelasi satu sama
lainnya, sehingga diperoleh model fit dengan Chi-Square = 156,00, df = 129, P-
value = 0,05294, RMSEA = 0,032. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05
(tidak signifikan) sehingga dapat diartikan seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu burnout.
Selanjutnya penulis melihat apakah item mengukur faktor yang akan
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item perlu di-drop atau
tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil (H0) tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t untuk setiap
koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.5.
Pada tabel 3.5 dapat dilihat bahwa ada lima item yang tidak signifikan (ada
item yang memiliki nilai koefisien t < 1,96), yaitu item no 15, 16, 17, 19, dan 20.
Selanjutnya dari nilai koefisien penulis melihat bahwa item no 17 bermuatan
47
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa item no 15, 16, 17, 19, dan 20 harus di-drop
dan tidak diikut sertakan dalam analisis.
Tabel 3.5Muatan Faktor Item Burnout
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan1 0,32 0,07 4,92 2 0,35 0,06 5,52 3 0,46 0,07 6,92 4 0,47 0,07 6,87 5 0,45 0,06 7,05 6 0,75 0,07 10,39 7 0,37 0,07 5,61 8 0,49 0,08 6,48 9 0,33 0,08 4,19 10 0,35 0,07 4,75 11 0,45 0,07 6,76 12 0,93 0,08 12,08 13 0,19 0,07 2,89 14 0,42 0,07 6,30 15 0,10 0,07 1,60 X16 0,00 0,07 0,00 X17 -0,05 0,07 -0,62 X18 0,34 0,07 4,95 19 0,09 0,06 1,43 X20 0,08 0,07 1,19 X21 0,34 0,07 4,57 22 0,16 0,06 2,56
Keterangan: tanda = signifikan (t > 1,96) dan tanda X = tidak signifikan (t < 1,96)
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial
Penulis melakukan uji CFA pada 24 item skala dukungan sosial dengan
melakukan modifikasi sebanyak 163 kali terhadap model dengan membebaskan
kesalahan pengukuran pada beberapa item sehingga bebas berkorelasi satu sama
lainnya, sehingga diperoleh model fit dengan Chi-Square = 111,66, df = 89, P-
value = 0,05243, RMSEA = 0,036. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05
(tidak signifikan) sehingga dapat diartikan seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu dukungan sosial.
48
Selanjutnya penulis melihat apakah item mengukur faktor yang akan
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item perlu di-drop atau
tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil (H0) tentang koefisien
muatan faktor item. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t untuk setiap
koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.6.
Tabel 3.6Muatan Faktor Item Dukungan Sosial
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan1 0,27 0,09 3,02 2 0,59 0,07 8,86 3 0,18 0,07 2,62 4 0,59 0,08 6,97 5 0,44 0,06 7,05 6 0,35 0,07 5,34 7 0,33 0,08 4,01 8 0,51 0,07 7,02 9 0,26 0,07 3,96 10 0,01 0,08 0,16 X11 0,58 0,09 6,44 12 0,23 0,08 2,98 13 0,62 0,09 7,16 14 0,51 0,07 7,33 15 0,53 0,08 6,84 16 0,24 0,08 3,00 17 0,61 0,07 8,21 18 0,56 0,08 7,15 19 0,64 0,08 7,85 20 0,64 0,08 8,28 21 0,16 0,06 2,40 22 0,11 0,08 1,49 X23 0,75 0,07 10,31 24 0,51 0,07 7,35
Keterangan: tanda = signifikan (t > 1,96) dan tanda X = tidak signifikan (t < 1,96)
Pada tabel 3.6 dapat dilihat bahwa item no 10 dan 22 memiliki nilai
koefisien t < 1,96. Selanjutnya tidak ada item yang memiliki nilai koefisien
bermuatan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa item no 10 dan 22 harus di-drop
dan tidak diikut sertakan dalam analisis.
49
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Kepribadian
Skala ini memiliki lima dimensi, yakni extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism, dan openness.
1. Extraversion
Di dalam proses analisis CFA, penulis melakukan modifikasi variabel sebanyak
lima kali terhadap model dengan membebaskan kesalahan pengukuran pada
beberapa item sehingga bebas berkorelasi satu sama lainnya, sehingga diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 21,09, df = 15, P-value = 0,13409, RMSEA =
0,045. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) sehingga
dapat diartikan seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu extraversion.
Selanjutnya, penulis melihat apakah signifikansi item mengukur faktor
yang hendak diukur atau tidak sekaligus menentukan apakah item perlu di-drop
atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil (H0) tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor.
Tabel 3.7Muatan Faktor Item Extraversion
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan1 0,61 0,07 8,58 6 0,48 0.09 5,52
11 0,60 0,07 8,39 16 0,51 0.07 6,98 21 -0,49 0,08 -6,33 X26 0,75 0,08 10,02 31 0,24 0,07 3,23 36 0,44 0,07 6,04
Keterangan: tanda = signifikan (t > 1,96) dan tanda X = tidak signifikan (t < 1,96)
Pada tabel 3.7 dapat dilihat bahwa item no 21 memiliki nilai koefisien t <
1,96. Selanjutnya pada item yang sama yakni item no 21 memiliki muatan faktor
50
negatif. Dapat disimpulkan bahwa item tidak signifikan, yang berarti item harus
di-drop dan tidak diikut sertakan dalam analisis.
2. Agreeableness
Di dalam proses analisis CFA, penulis melakukan modifikasi variabel sebanyak
13 kali terhadap model dengan membebaskan kesalahan pengukuran pada
beberapa item sehingga bebas berkorelasi satu sama lainnya, sehingga diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 19,75, df = 14, P-value = 0,13838, RMSEA =
0,045. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) sehingga
dapat diartikan seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu agreeableness.
Selanjutnya, penulis melihat apakah signifikansi item mengukur faktor
yang hendak diukur atau tidak sekaligus menentukan apakah item perlu di-drop
atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil (H0) tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor.
Tabel 3.8Muatan Faktor Item Agreeableness
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan2 0,77 0,07 10,59 7 0,35 0.07 4,98
12 0,82 0,07 11,15 17 0,26 0.08 3,50 22 -0,20 0,07 -2,96 X27 0,26 0,08 3,33 32 0,17 0,08 2,25 37 0,42 0,07 6,03 42 -0,31 0,14 -2,25 X
Keterangan: tanda = signifikan (t > 1,96) dan tanda X = tidak signifikan (t < 1,96)
Pada tabel 3.8 dapat dilihat bahwa item no 22 dan 42 memiliki nilai
koefisien t < 1,96. Selanjutnya penulis melihat item yang sama juga memiliki
51
muatan faktor negatif. Hal ini berarti bahwa item no 22 dan 42 harus di-drop dan
tidak diikut sertakan dalam analisis.
3. Conscientiousness
Di dalam proses analisis CFA, penulis melakukan modifikasi variabel sebanyak
sembilan kali terhadap model dengan membebaskan kesalahan pengukuran pada
beberapa item sehingga bebas berkorelasi satu sama lainnya, sehingga diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 22,57, df = 18, P-value = 0,20746, RMSEA =
0,036. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) sehingga
dapat diartikan seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu conscientiousness.
Selanjutnya, penulis melihat apakah signifikansi item mengukur faktor
yang hendak diukur atau tidak sekaligus menentukan apakah item perlu di-drop
atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil (H0) tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor.
Tabel 3.9Muatan Faktor Item Conscientiousness
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan3 0,43 0,08 5,61 8 0,46 0.08 6,03
13 0,72 0,07 10,46 18 -0,55 0.07 -7,59 X23 0,33 0,08 4,29 28 0,77 0,07 11,41 33 0,57 0,07 7,74 38 0,38 0,08 4,95 43 0,27 0,08 3,46
Keterangan: tanda = signifikan (t > 1,96) dan tanda X = tidak signifikan (t < 1,96)
Pada tabel 3.9 dapat dilihat bahwa item no 18 memiliki nilai koefisien t <
1,96. Selanjutnya pada item no 18 menunjukkan nilai koefisien yang bermuatan
52
faktor negatif. Hal ini berarti bahwa item no 18 harus di-drop dan tidak diikut
sertakan dalam analisis.
4. Neuroticism
Di dalam proses analisis CFA, penulis melakukan modifikasi variabel sebanyak
delapan kali terhadap model dengan membebaskan kesalahan pengukuran pada
beberapa item sehingga bebas berkorelasi satu sama lainnya, sehingga diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 16,00, df = 12, P-value = 0,19130, RMSEA =
0,041. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) sehingga
dapat diartikan seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu neuroticism.
Selanjutnya, penulis melihat apakah signifikansi item mengukur faktor
yang hendak diukur atau tidak sekaligus menentukan apakah item perlu di-drop
atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil (H0) tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor.
Tabel 3.10Muatan Faktor Item Neuroticism
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan4 0,21 0,08 2,58 9 0,26 0.08 3,10
14 0,60 0,08 7,74 19 0,58 0.08 7,68 24 0,27 0,08 3,23 29 0,52 0,08 6,67 34 0,30 0,08 3,59 39 0,74 0,08 9,83
Keterangan: tanda = signifikan (t > 1,96)
Pada tabel 3.10 dapat dilihat bahwa tidak ada item yang memiliki nilai
koefisien t < 1,96. Selanjutnya tidak ada item yang bermuatan faktor negatif.
53
Dapat disimpulkan bahwa semua item signifikan, yang berarti tidak ada item yang
harus di-drop. Semua item akan diikut sertakan dalam analisis.
5. Openness
Di dalam proses analisis CFA, penulis melakukan modifikasi variabel sebanyak
13 kali terhadap model dengan membebaskan kesalahan pengukuran pada
beberapa item sehingga bebas berkorelasi satu sama lainnya sehingga diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 30,43, df = 22, P-value = 0,10835, RMSEA =
0,044. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) sehingga
dapat diartikan seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu openness.
Selanjutnya, penulis melihat apakah signifikansi item mengukur faktor
yang hendak diukur atau tidak sekaligus menentukan apakah item perlu di-drop
atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis nihil (H0) tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor.
Tabel 3.11Muatan Faktor Item Openness
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan5 0,76 0,06 11,80
10 0,24 0.07 3,22 15 0,84 0,06 13,66 20 0,62 0.07 9,24 25 0,77 0,06 12,32 30 0,20 0,07 2,66 35 -0,24 0,07 -3,23 X40 -0,34 0,07 -4,64 X41 -0,06 0,07 -0,78 X44 0,53 0,08 6,97
Keterangan: tanda = signifikan (t > 1,96) dan tanda X = tidak signifikan (t < 1,96)
Pada tabel 3.11 dapat dilihat bahwa item no 35, 40, dan 41 memiliki nilai
koefisien t < 1,96. Selanjutnya item no 35, 40 dan 41 adalah item yang bermuatan
54
faktor negatif. Hal ini berarti bahwa item no. 35, 40, dan 41 harus di-drop dan
tidak diikut sertakan dalam analisis.
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian tentang pengaruh dukungan sosial dan
kepribadian terhadap burnout pada karyawan perusahaan, penulis menggunakan
teknin statistik Multiple Regression Analysis (Analisis Regresi Berganda). Regresi
berganda merupakan suatu analisis yang mengukur pengaruh lebih dari satu
variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis data akan dilakukan dengan
menggunakan system perhitungan SPSS versi 20.00.
Rumus regresi berganda:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10
+ b11X11 + e
Jika dituliskan variabelnya maka:
Y = Dependent Variable (Burnout)a = Konstanb = Koefisien regresi untuk masing-masing X (Independent Variable)X1 = AttachmentX2 = Social IntegrationX3 = Reasurance of WorthX4 = Reliable AllianceX5 = GuidanceX6 = Opportunity for NurtutanceX7 = ExtraversionX8 = AgreeablenessX9 = ConscientiousnessX10 = NeuroticismX11 = Opennesse = Residu
55
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan metode
analisis data yang paling sesuai, dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis
sebagai berikut:
1. R2 (Koefisien Determinasi Berganda)
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu proporsi varian dari
burnout yang dijelaskan oleh attachment, social integration, reassurance of
worth, reliable alliance, guidance, opportunity for nurturance, extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticim dan openness. Untuk mendapatkan
nilai R2, digunakan rumusan sebagai berikut:
R2=SS reg
SS y
Dimana:
R2 = Koefisien determinan berganda
SS reg = Jumlah kuadrat regresi
SS y = Jumlah kuadrat dari variabel Y.
2. Uji Hipotesis Tentang R2
Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah pengaruh independent variable
(IV) terhadap dependent variable (DV) signifikan atau tidak, maka dilakukan uji
F untuk membuktikan signifikansi pengaruh IV terhadap DV dengan
menggunakan rumus:
F=R2/k
(1-R2)/(N-k-1)
56
Dimana k adalah jumlah independent variable dan N adalah besarnya sampel.
Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah variabel independen
yang diujikan memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.
3. Uji Hipotesis Tentang Koefisien Regresi
Kemudian dilanjutkan dengan uji t untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan
variabel independen (X) signifikan terhadap variabel dependen (Y) secara terpisah
atau parsial. Uji t menggunakan rumus sebagai berikut:
t=b
Sb
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar deviasi sampling dari b.
hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan peneliti.
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian ini berjalan dengan tiga tahapan prosedur penelitian, yaitu tahapan
persiapan, pelaksanaan, dan pengolahan data.
1. Persiapan
Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti,
melakukan kajian teori untuk mendapatkan gambaran dan penjelasan yang tepat
tentang variabel penelitian. Kemudian menentukan, menyusun dan menyiapkan
alat ukur yang akan digunakan. Setelah alat ukur siap, penulis kemudian ke tahap
selanjutnya, yaitu tahap Pelaksanaan Penelitian.
2. Pelaksanaan Penelitian
Penulis menyerahkan tiga buah surat izin penelitian ke tiga perusahaan berbeda.
Pertama penulis menyerahkan surat izin penelitian ke Garuda Indonesia Training
Center (GITC) pada bulan Juli. Namun pada bulan Juli tidak bisa menerima
57
penelitian dan baru bisa pada bulan September. Kemudian, penulis menyerahkan
suat izin penelitian kedua ke PT. Bintang Karya Sarana. Di PT. Bintang Karya
Sarana penulis dapat izin mengambil data selama tiga hari yaitu pada tanggal 4 s/d
6 Agustus 2016. Dari pengambilan data ini, penulis hanya mendapatkan tiga
responden.
Surat izin penelitian ketiga penulis serahkan ke DirJen HKI, dan dapat
terlaksana pada tanggal 08-15 Agustus 2016 di DirJen HKI dengan menghasilkan
tiga responden juga. Kemudian penulis meminta tolong saudara, tetangga, dan
teman penulis yang sudah bekerja untuk menyebarkan dan mengisi kuesioner di
tempat kerjanya.
3. Pengolahan Data
Setelah data 200 responden terpenuhi penulis kemudian memulai tahap
pengolahan data. Untuk setiap variabel penelitian penulis menghitung true skor
(faktor skor) dengan menggunakan CFA. Dalam hal ini hanya item yang tidak di-
drop yang akan dianalisis dalam perhitungan faktor skor.
58
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah 200 karyawan perusahaan di Jakarta. Untuk
gambaran umum subjek, penulis akan menjelaskan tentang gambaran subjek
penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan terakhir,
dan masa jabatan. Penulis akan menyajikannya dalam bentuk tabel di bawah ini :
Tabel 4.1Gambaran Umum Subjek
Gambaran Subjek Frekuensi PersentaseUsia18-20 Tahun21-30 Tahun31-40 Tahun>40 Tahun
19984538
9,5%49,0%22,5%19,0%
Jenis KelaminLaki-lakiPerempuan
12674
63,0%37,0%
Status PernikahanBelum MenikahMenikahBercerai
86113
1
43,0%56,5%0,5%
PendidikanSDSMPSMAD1D3S1S2S3
111992
1557141
0.5%5,5%
49,5%1,0%7,5%
28,5%7,0%0,5%
Masa Kerja≤1 Tahun2-5 Tahun6-9 Tahun>9 Tahun
44792156
22,0%39,5%10,5%28,0%
Sumber: Data Penelitian, gambaran dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, statusperkawinan, pendidikan, dan masa kerja.
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa subjek yang rentang usia 18-20
tahun sebanyak 19 orang atau sebesar 9,5%, rentang usia 21-30 tahun sebanyak 98
59
orang atau sebesar 49%, rentang usia 31-40 tahun sebanyak 45 orang atau
sebanyak 22,5%, dan rentang usia >40 tahun sebanyak 38 orang atau sebesar
19%. Berdasarkan jenis kelamin, subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
126 orang atau sebesar 63%, dan subjek perempuan sebanyak 74 orang atau
sebesar 37%. Berdasarkan status perkawinan, subjek yang belum menikah
sebanyak 86 orang atau sebesar 43%, yang menikah sebanyak 113 orang atau
sebesar 56,5%, dan yang bercerai sebanyak 1 orang atau sebesar 0,5%.
Berdasarkan pendidikan terakhir, subjek yang berpendidikan SD sebanyak 1
orang atau sebesar 0,5%, SMP sebanyak 11 orang atau sebesar 5,5%, SMA
sebanyak 99 orang atau sebesar 49,5%, D1 sebanyak 2 orang atau sebesar 1%, D3
sebanyak 15 orang atau sebesar 7,5%, S1 sebanyak 57 orang atau sebesar 28,5%,
S2 sebanyak 14 orang atau sebesar 7%, dan S3 sebanyak 1 orang atau sebesar
0,5%. Berdasarkan masa kerja, subjek yang memiliki masa kerja selama rentang
≤1 tahun sebanyak 44 orang atau sebesar 22%, selama rentang 2-5 tahun sebanyak
79 orang atau sebesar 39,5%, selama rentang 6-9 tahun sebanyak 21 orang atau
sebesar 10,5%, dan selama >9 tahun sebanyak 56 orang atau sebesar 28%.
4.2 Analisis Deskriptif
4.2.1 Statistik Deskriptif
Pada sub bab ini, penulis akan menguraikan gambaran umum statistik deskriptif
dari setiap variabel yang meliputi skor mean, maksimal, minimal, dan standar
deviasi. Berikut akan penulis sediakan tabelnya:
60
Tabel 4.2Statistik Deskriptif
Variabel N Min Max Mean Std. DeviasiBurnout 200 27,09 86,38 50,0002 8,90171Attachment 200 17,75 64,27 49,9997 9,99439Social Integration 200 15,11 67,58 50,0015 9,99493Reassurance of Worth 200 13,52 69,48 49,9990 9,82438Reliable Alliance 200 14,17 67,52 49,9986 9,99524Guidance 200 17,43 67,89 50,0004 7,81617Opportunity for Nurturance 200 21,90 66,50 50,0000 8,88010Extraversion 200 20,92 69,25 50,0003 8,41326Agreeableness 200 17,79 67,72 50,0001 8,30077Consciousness 200 24,68 72,33 50,0001 8,39388Neuroticism 200 26,72 72,20 50,0007 8,27044Openness 200 15,04 71,44 50,0004 8,85974
Sumber: Data Penelitian
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa skor terendah dari
variabel dependen burnout adalah 27,09 dan skor tertingginya adalah 86,38
dengan mean sebesar 50,0002. Skor terendah dari dimensi attachment pada
variabel dukungan sosial adalah 17,75 dan skor tertingginya adalah 64,27 dengan
mean sebesar 49,9997. Skor terendah dari dimensi social integration pada
variabel dukungan sosial adalah 15,11 dan skor tertingginya adalah 67,58 dengan
mean sebesar 50,0015. Skor terendah dari dimensi reassurance of worth pada
variabel dukungan sosial adalah 13,52 dan skor tertingginya adalah 69,48 dengan
mean sebesar 49,9990. Skor terendah dari dimensi reliable alliance pada variabel
dukungan sosial adalah 14,17 dan skor tertingginya adalah 67,52 dengan mean
sebesar 49,9986. Skor terendah dari dimensi guidance pada variabel dukungan
sosial adalah 17,43 dan skor tertingginya adalah 67,89 dengan mean sebesaar
50,0004. Skor terendah dari dimensi opportunity for nurturance pada variabel
dukungan sosial adalah 21,9 dan skor tertingginya adalah 66,5 dengan mean
sebesar 50,0000.
61
Skor terendah dari dimensi extraversion pada variabel kepribadian adalah
20,92 dan skor tertingginya adalah 69,25 dengan mean sebesar 50,0003. Skor
terendah dari dimensi agreeableness pada variabel kepribadian adalah 17,79 dan
skor tertingginya adalah 67,72 dengan mean sebesar 50,0001. Skor terendah dari
dimensi conscientiousness pada variabel kepribadian adalah 24,68 dan skor
tertingginya adalah 72,33 dengan mean sebesar 50,0001. Skor terendah dari
dimensi neuroticism pada variabel kepribadian adalah 26,72 dan skor tertingginya
adalah 72,20 dengan mean sebesar 50,0007. Skor terendah dari dimensi openness
pada variabel kepribadian adalah 15,04 dan skor tertingginya adalah 71,44 dengan
mean sebesar 50,0004. Dari seluruh variabel independen, skor terendah ada pada
dimensi reassurance of worth dalam variabel dukungan sosial dan skor tertinggi
ada pada dimensi conscientiousness dalam variabel kepribadian.
4.2.2 Kategorisasi skor variabel penelitian
Menggunakan standar deviasi dan mean yang diperoleh dari skala T, selanjutnya
penulis menetapkan norma yang terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3Norma Skor Variabel
Kategori RumusRendah X < M – 1SDSedang M – 1SD ≤ X ≤ M + 1SDTinggi X > M + 1SD
Berdasarkan norma kategorisasi skor variabel, diperoleh presentase
kategori untuk variabel burnout, dukungan sosial (attachment, social integration,
reassurance of worth, reliable alliance, guidance, dan opportunity for nurturance)
62
dan kepribadian (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
openness). Presentase kategori terserbut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.4Kategorisasi Skor Burnout, DukSos, dan Kepribadian
No VariabelKategori dan presentase skor
Rendah % Sedang % Tinggi %1 Burnout 25 12,5 154 77,0 21 10,52 Attachment 24 12,0 131 65,5 45 22,53 Social integration 21 10,5 153 76,5 26 13,04 Reassurance of worth 28 14,0 150 75,0 22 11,05 Reliable alliance 26 13,0 143 71,5 31 15,56 Guidance 23 11,5 146 73,0 31 15,57 Opportunity for
nurturance31 15,5 143 71,5 26 13,0
8 Extraversion 34 17,0 131 65,5 35 17,59 Agreeableness 17 8,5 138 69,0 45 22,510 Conscientiousness 31 15,5 140 70,0 29 14,511 Neuroticism 33 16,5 136 68,0 31 15,512 Openness 37 18,5 140 70,0 23 11,5
Sumber: Data Penelitian
Penjelasan berdasarkan tabel 4.4 adalah sebagai berikut :
1. Pada variabel burnout, sebanyak 25 responden (12,5%) berada pada kategori
skor rendah, 154 responden (77%) berada pada kategori skor sedang, dan 21
responden (10,5%) berada pada kategori skor tinggi. Dengan demikian,
variabel burnout paling banyak berada pada kategori skor sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa sekitar 89% responden pada penelitian ini tidak
mengalamai burnout. Akan tetapi lebih dari 70% responden berpotensi
mengalami bunrout dan sekitar 10% responden sedang mengalami burnout.
2. Pada dimensi attachment dalam variabel dukungan sosial, sebanyak 24
responden (12%) berada pada kategori skor rendah, 131 responden (65,5%)
berada pada kategori skor sedang, dan 45 responden (22,5%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi attachment paling banyak
berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 22%
63
responden merasakan bahwa dirinya didukung oleh orang lain. Subjek
merasakan keamanan dan kedekatan secara emosional dengan orang lain di
lingkungannya. Namun, lebih daari 75% responden membutuhkan dukungan
yang lebih dalam secara emosional dari orang lain di lingkungannya, terutama
untuk 12% responden yang memiliki skor attachment yang rendah.
3. Pada dimensi social integration dalam variabel dukungan sosial, sebanyak 21
responden (10,5%) berada pada kategori skor rendah, 153 responden (76,5%)
berada pada kategori skor sedang, dan 26 responden (13%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi social integration paling
banyak berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
sebanyak 13% responden merasa dirinya didukung oleh kelompok yang
sesuai dengan minatnya. Sedangkan lebih dari 85% responden kurang
didukung oleh kelompoknya sendiri, bahkan sekitar 10% responden tidak
merasa didukung.
4. Pada dimensi reassurance of worth dalam variabel dukungan sosial, sebanyak
28 responden (14%) berada pada kategori skor rendah, 150 responden (75%)
berada pada kategori skor sedang, dan 22 responden (11%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi reassurance of worth paling
banyak berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
sebanyak 11% responden mendapat pengakuan dan penghargaan atas
kemampuan dan keahliannya dari lingkungannya. Namun, lebih dari 85%
responden kurang mendapat pengakuan dan penghargaan, bahkan sebanyak
14% responden tidak mendapat pengakuan dan penghargaan itu.
64
5. Pada dimensi reliable alliance dalam variabel dukungan sosial, sebanyak 26
responden (13%) berada pada kategori skor rendah, 143 responden (71,5%)
berada pada kategori skor sedang, dan 31 responden (15,5%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi reliable alliance paling
banyak berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar
15% responden memiliki hubungan yang dapat diandalkan dengan orang lain.
Lebih dari 80% responden kurang memiliki hubungan yang dapat diandalkan,
bahkan sekitar 13% tidak memiliki hubungan yang dapat diandalkan dengan
orang lain.
6. Pada dimensi guidance dalam variabel dukungan sosial, sebanyak 23
responden (11,5%) berada pada kategori skor rendah, 146 responden (73%)
berada pada kategori skor sedang, dan 31 responden (15,5%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi guidance paling banyak
berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 15%
responden memiliki dukungan yang berupa nasihat atau saran dari orang lain.
Lebih dari 80% responden kurang memiliki dukungan yang berupa nasihat
dan saran dari orang lain, bahkan sekitar 11% responden tidak memiliki
dukungan itu.
7. Pada dimensi opportunity for nurturance dalam variabel dukungan sosial,
sebanyak 31 responden (15,5%) berada pada kategori skor rendah, 143
responden (71,5%) berada pada kategori skor sedang, dan 26 responden
(13%) berada pada kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi
opportunity for nurturance paling banyak berada pada kategori skor sedang.
65
Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 13% responden memiliki dukungan
yang membuatnya merasa dibutuhkan oleh orang lain. Sedangkan lebih dari
85% responden merasa kurang dibutuhkan oleh orang lain, bahkan sekitar
15% responden merasa tidak dibutuhkan oleh orang lain.
8. Pada dimensi extraversion dalam variabel kepribadian, sebanyak 34
responden (17%) berada pada kategori skor rendah, 131 responden (65,5%)
berada pada kategori skor sedang, dan 35 responden (17,5%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi extraversion paling banyak
berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa 83%
responden berkepribadian tipe extraversion. Sedangkan 17% lainnya
berkepribadian selain tipe extraversion.
9. Pada dimensi agreeableness dalam variabel kepribadian, sebanyak 17
responden (8,5%) berada pada kategori skor rendah, 138 responden (69%)
berada pada kategori skor sedang, dan 45 responden (22,5%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi agreeableness paling banyak
berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa 91,5%
responden berkepribadian tipe agreeableness. Sedangkan 8,5% lainnya
berkepribadian selain tipe agreeableness.
10. Pada dimensi conscientiousness dalam variabel kepribadian, sebanyak 31
responden (15,5%) berada pada kategori skor rendah, 140 responden (70%)
berada pada kategori skor sedang, dan 29 responden (14,5%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi conscientiousness paling
banyak berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa 84,5%
66
responden berkepribadian tipe conscientiousness. Sedangkan 15,5% lainnya
berkepribadian selain tipe conscientiousness.
11. Pada dimensi neuroticism dalam variabel kepribadian, sebanyak 33
responden (16,5%) berada pada kategori skor rendah, 136 responden (68%)
berada pada kategori skor sedang, dan 31 responden (15,5%) berada pada
kategori skor tinggi. Dengan demikian, dimensi neuroticism paling banyak
berada pada kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa 83,5%
responden berkepribadian tipe neuroticism. Sedangkan 16,5% lainnya
berkepribadian selain tipe neuroticism.
12. Pada dimensi openness dalam variabel kepribadian, sebanyak 37 responden
(18,5%) berada pada kategori skor rendah, 140 responden (70%) berada pada
kategori skor sedang, dan 23 responden (11,5%) berada pada kategori skor
tinggi. Dengan demikian, dimensi openness paling banyak berada pada
kategori skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa 81,5% responden
berkepribadian tipe openness. Sedangkan 18,5% lainnya berkepribadian
selain dari tipe openness.
4.3 Hasil Uji Hipotesis
4.3.1 Analisis regresi variabel penelitian
Penulis melakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda (multiple
regression) untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara
Independent Variable terhadap Dependent Variable. Analisis regresi
menggunakan SPSS 20.0. Dalam melakukan analisis regresi, ada tiga hal yang
perlu diperhatikan :
67
1. Melihat besaran R square untuk mengetahui besaran sumbangan (presentase)
keseluruhan Independent Variable terhadap varian pada Dependent Variable.
2. Melihat apakah Independent Variable berpengaruh secara signifikan terhadap
Dependent Variable.
3. Melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari setiap Independent
Variable terhadap Dependent Variable.
Langkah pertama adalah mengetahui berapa besaran R square untuk
mengetahui besarnya presentase varian pada variabel dependen yang dijelaskan
oleh variabel independen. Berikut adalah perolehan tabel R square :
Tabel 4.5R Square
Model R R square Adjusted R squareStd. Error of the
Estimate1 0,469a 0,220 0,175 8,08628
a. Predictors: (Constant), Attachment, Social Support, Reassurance of Worth, Reliable Alliance,Guidance, Opportunity for Nurturance, Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness,Neuroticism, Openness.
Sumber: Data penelitian
Berdasarkan nilai R square pada tabel 4.5, dapat diketahui proporsi varians
dari variabel dependen yang diprediksi oleh keseluruhan variabel independen.
Nilai R square yang diperoleh adalah 0,220 yang artinya seluruh variabel
independen (Attachment, Social Support, Reassurance of Worth, Reliable
Alliance, Guidance, Opportunity for Nurturance, Extraversion, Agreeableness,
Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness) memberikan sumbangan sebesar
22% terhadap proporsi varians burnout, sedangkan 78% lainnya dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian ini. Langkah selanjutnya adalah menganalisa
68
dampak dari seluruh variabel independen terhadap burnout, hasil uji F dapat
dilihat pada tabel 4.6.
Dari tabel 4.6 diperoleh nilai hitung F sebesar 4,833 dengan taraf
signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial (attachment,
social integrayion, reassurance of worth, reliable alliance, guidance, dan
Opportunity for nurturance) dan kepribadian (extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism, dan openness) terhadap burnout ditolak, artinya
ada pengaruh dukungan sosial (attachment, social integrayion, reassurance of
worth, reliable alliance, guidance, dan Opportunity for nurturance) dan
kepribadian (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
openness) terhadap burnout.
Tabel 4.6Anovaa
ModelSum ofSquare
DfMean
SquareF Sig.
1 Regression 3475,909 11 315,992 4,833 0,000b*Residual 12292,925 188 65,388Total 15768,834 199
a. Dependent variable: Burnout.b. Predictors: (Constant), Attachment, Social Support, Reassurance of Worth, Reliable Alliance,
Guidance, Opportunity for Nurturance, Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness,Neuroticism, Openness.
Keterangan: * = Signifikan (p < 0,05)
Sumber: Data Penelitian
Langkah selanjutnya adalah melihat koefisien regresi pada setiap variabel
independen. Jika nilai signifikansi < 0,05, maka koefisien regresi signifikan, yang
artinya variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap burnout.
69
Tabel 4.7Coefficienta regression
Model
UnstandardizedCoefficient
StandardizedCoefficient
T Sig.B
Std.Error Beta
1 (Constant) 53,172 8,796 6,045 0,000*Attachment -0,090 0,067 -0,101 -1,339 0,182Social integration -0,204 0,065 -0,230 -3,151 0,002*Reassurance of worth 0,090 0,074 0,099 1,207 0,229Reliable alliance -0,083 0,066 -0,093 -1,259 0,210Guidance -0,139 0,104 -0,122 -1,339 0,182Opportunity fornurturance
0,017 0,079 0,017 0,217 0,828
Extraversion 0,123 0,104 0,116 1,185 0,238Agreeableness -0,129 0,080 -0,121 -1,624 0,106Conscientiousness -0,037 0,092 -0,034 -0,396 0,692Neuroticism 0,327 0,081 0,303 4,035 0,000*Openness 0,063 0,096 0,063 0,658 0,511
a. Dependent Variable: BurnoutKeterangan: * = Signifikan (p < 0,05)
Sumber: Data Penelitian
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7, dapat diketahui signifikan
atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan pada setiap variabel independen.
Penjelasan signifikansi koefisiensi regresi dapat dilihat pada persamaan regresi
sebagai berikut:
Burnout = 53,172 - 0,090 Attachment – 0,204 Social Integration + 0,090
Reassurance of Worth – 0,083 Reliable Alliance – 0,139 Guidance + 0,017
Opportunity for Nurturance + 0,123 Extraversion – 0,129 Agreeableness –
0,037 Conscientiousness + 0,327 Neuroticism + 0,063 Openness + 8,796
70
Jika nilai Sig. < 0,05 maka koefisien regresi signifikan, yang berarti bahwa
dimensi Independent Variable memiliki dampak yang signifikan terhadap
Dependent Variable.
Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada setiap variabel
independen adalah sebagai berikut :
1. Dimensi attachment pada variabel dukungan sosial diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar -0,090 dengan signifikansi sebesar 0,182 (p > 0,05), dengan
demikian Ho1 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dimensi
attachment pada variabel dukungan sosial terhadap burnout diterima. Artinya,
dimensi attachment pada variabel dukungan sosial tidak berpengaruh secara
signifikan dengan arah negatif terhadap burnout.
2. Dimensi social integration pada variabel dukungan sosial diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar -0,204 dengan signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05),
dengan demikian Ho2 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan
dimensi social integration pada variabel dukungan sosial terhadap burnout
ditolak. Artinya, dimensi social integration pada variabel dukungan sosial
mempengaruhi burnout secara signifikan. Arah korelasinya negatif
menunjukkan bahwa semakin besar dukungan dari kelompok sosial yang
didapat, maka semakin kecil seseorang dapat mengalami burnout.
3. Dimensi reassurance of worth pada variabel dukungan sosial diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar 0,090 dengan signifikansi sebesar 0,229 (p > 0,05),
dengan demikian Ho3 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan
dimensi reassurance of worth pada variabel dukungan sosial terhadap
71
burnout diterima. Artinya, dimensi reassurance of worth pada variabel
dukungan sosial tidak berpengaruh secara signifikan dengan arah positif
terhadap burnout.
4. Dimensi reliable alliance pada variabel dukungan sosial diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar -0,083 dengan signifikansi sebesar 0,210 (p > 0,05),
dengan demikian Ho4 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan
dimensi reliable alliance pada variabel dukungan sosial terhadap burnout
diterima. Artinya, dimensi reliable alliance pada variabel dukungan sosial
tidak berpengaruh secara signifikan dengan arah negatif terhadap burnout.
5. Dimensi guidance pada variabel dukungan sosial diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar -0,139 dengan signifikansi sebesar 0,182 (p > 0,05), dengan
demikian Ho5 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dimensi
guidance pada variabel dukungan sosial terhadap burnout diterima. Artinya,
dimensi guidance pada variabel dukungan sosial tidak berpengaruh secara
signifikan dengan arah negatif terhadap burnout.
6. Dimensi opportunity for nurturance pada variabel dukungan sosial diperoleh
nilai koefisien regresi sebesar 0,017 dengan signifikansi sebesar 0,828 (p >
0,05), dengan demikian Ho6 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dimensi opportunity for nurturance pada variabel dukungan sosial
terhadap burnout diterima. Artinya, dimensi opportunity for nurturance pada
variabel dukungan sosial tidak berpengaruh secara signifikan dengan arah
positif terhadap burnout.
72
7. Dimensi extraversion pada variabel kepribadian diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar 0,123 dengan signifikansi sebesar 0,238 (p > 0,05), dengan
demikian Ho7 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dimensi
extraversion pada variabel kepribadian terhadap burnout diterima. Artinya,
dimensi extraversion pada variabel kepribadian tidak berpengaruh secara
signifikan dengan arah negatif terhadap burnout.
8. Dimensi agreeableness pada variabel kepribadian diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar -0,129 dengan signifikansi sebesar 0,106 (p > 0,05), dengan
demikian Ho8 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dimensi
agreeableness pada variabel kepribadian terhadap burnout diterima. Artinya,
dimensi agreeableness pada variabel kepribadian tidak berpengaruh secara
signifikan dengan arah negatif terhadap burnout.
9. Dimensi conscientiousness pada variabel kepribadian diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar -0,037 dengan signifikansi sebesar 0,692 (p > 0,05),
dengan demikian Ho9 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan
dimensi conscientiousness pada variabel kepribadian terhadap burnout
diterima. Artinya, dimensi conscientiousness pada variabel kepribadian tidak
berpengaruh secara signifikan dengan arah positif terhadap burnout.
10. Dimensi neuroticism pada variabel kepribadian diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar 0,327 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05), dengan
demikian Ho10 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dimensi
neuroticism pada variabel kepribadian terhadap burnout ditolak. Artinya,
dimensi neuroticism pada variabel kepribadian mempengaruhi burnout secara
73
signifikan. Arah korelasinya positif menunjukkan bahwa semakin tinggi skor
dimensi neuroticism maka semakin besar potensi seseorang dapat mengalami
burnout.
11. Dimensi openness pada variabel kepribadian diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar 0,063 dengan signifikansi sebesar 0,511 (p > 0,05), dengan demikian
Ho11 yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dimensi openness
pada variabel kepribadian terhadap burnout diterima. Artinya, dimensi
openness tidak berpengaruh secara signifikan dengan arah positif terhadap
burnout.
Dari semua hipotesis minor yang sebelumnya dikemukakan penulis,
terdapat dua hipotesis minor yang diterima yaitu dimensi social integration dari
variabel dukungan sosial dan neuroticism dari variabel kepribadian, artinya kedua
dimensi ini berpengaruh secara signifikan terhadap burnout.
4.3.2 Analisis proporsi varian Independent Variable
Analisis proporsi varian bertujuan untuk mengetahui bagaimana perolehan
proporsi varian dari setiap variabel independen terhadap burnout. Untuk
mengetahui lebih jelas mengenai proporsi varian dari setiap variabel independen
terhadap burnout, dapat dilihat pada tabel 4.8.
Penjelasan berdasarkan tabel 4.8 adalah sebagai berikut :
1. Dimensi attachment pada variabel dukungan sosial memberi sumbangan
sebesar 4,7% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi attachment
signifikan secara statistik, artinya dukungan secara emosional yang didapat
oleh karyawan akan menyumbangkan 4,7% varian dari variabel dukungan
74
sosial dalam memprediksi karyawan dapat berpotensi mengalami burnout
atau tidak.
Tabel 4.8Tabel variasi untuk setiap dimensi variabel independen
Model R RSquare
AdjustedR Square
Std.Error of
theEstimate
Change StatisticsR
SquareChange
FChange Df1 Df2 Sig. F
Change
1 0,217 0,047 0,042 8,71230 0,047 9,747 1 198 0,002*2 0,331 0,110 0,101 8,44252 0,063 13,856 1 197 0,000*3 0,334 0,111 0,098 8,45604 0,002 0,371 1 196 0,5434 0,355 0,126 0,108 8,40745 0,015 3,272 1 195 0,0725 0,356 0,127 0,104 8,42539 0,001 0,171 1 194 0,6806 0,358 0,128 0,101 8,44061 0,001 0,301 1 193 0,5847 0,358 0,128 0,096 8,46255 0,000 0,001 1 192 0,9808 0,384 0,148 0,112 8,38882 0,020 4,390 1 191 0,037*9 0,391 0,153 0,113 8,38483 0,004 1,182 1 190 0,27810 0,468 0,219 0,177 8,07415 0,066 15,903 1 189 0,000*11 0,469a 0,220 0,175 8,08628 0,001 0,434 1 188 0,511
a. Predictors: (Constant), Attachment, Social Integration, Reassurance Of Worth, ReliableAlliance, Guidance, Opportunity for nurturance, Extraversion, Agreeableness,Conscientiousness, Neuroticism, Openness.
Keterangan: * = Signifikan (p < 0,05)
Sumber: Data Penelitian
2. Dimensi social integration pada variabel dukungan sosial memberi
sumbangan sebesar 6,3% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi
social integration signifikan secara statistik, artinya dukungan yang didapat
karyawan dari kelompok yang berminat sama akan menyumbangkan 6,3%
varian dari variabel dukungan sosial dalam memprediksi karyawan dapat
berpotensi mengalami burnout atau tidak.
3. Dimensi reassurance of worth pada variabel dukungan sosial memberi
sumbangan sebesar 0,2% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi
reassurance of worth tidak signifikan secara statistik, artinya seorang
karyawan yang mendapatkan pengakuan dan penghargaan atas kemampuan
75
dan keterampilannya kurang dapat memprediksi karyawan berpotensi
mengalami burnout atau tidak, karena hanya menyumbang sebesar 0,2%
varian burnout dari variabel dukungan sosial saja.
4. Dimensi reliable alliance pada variabel dukungan sosial memberi sumbangan
sebesar 1,5% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi reliable
alliance tidak signifikan secara statistik, artinya seorang karyawan yang
merasa memiliki hubungan yang dapat diandalkan dengan orang lain kurang
dapat memprediksi karyawan berpotensi mengalami burnout atau tidak,
karena hanya menyumbang sebesar 1,5% varian burnout dari variabel
dukungan sosial saja.
5. Dimensi guidance pada variabel dukungan sosial memberi sumbangan
sebesar 0,1% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi guidance tidak
signifikan secara statistik, artinya karyawan yang memiliki dukungan berupa
nasihat dan saran dari orang lain kurang dapat memprediksi karyawan
berpotensi mengalami burnout atau tidak, karena hanya menyumbang sebesar
0,1% varian burnout dari variabel dukungan sosial saja.
6. Dimensi opportunity for nurturance pada variabel dukungan sosial memberi
sumbangan sebesar 0,1% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi
opportunity for nurturance tidak signifikan secara statistik. Artinya karyawan
yang merasa dibutuhkan oleh orang lain kurang dapat memprediksi karyawan
berpotensi mengalami burnout atau tidak, karena hanya menyumbang sebesar
0,1% varian burnout dari variabel dukungan sosial saja
76
7. Dimensi extraversion pada variabel kepribadian tidak memberikan
sumbangan (0%) dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi
extraversion tidak signifikan secara statistik, artinya karyawan yang
kepribadannya didominasi oleh tipe extraversion kurang dapat memprediksi
karyawan berpotensi mengalami burnout atau tidak, karena dimensi ini tidak
berkontribusi dalam menyumbang varian dari variabel kepribadian.
8. Dimensi agreeableness pada variabel kepribadian memberi sumbangan
sebesar 2% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi agreeableness
signifikan secara statistik, artinya karyawan yang kepribadiannya didominasi
tipe agreeableness akan menyumbangkan 2% varian burnout dari variabel
kepribadian dalam memprediksi karyawan berpotensi mengalami burnout
atau tidak.
9. Dimensi conscientiousness pada variabel kepribadian memberi sumbangan
sebesar 0,4% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi
conscientiousness tidak signifikan secara statistik, artinya karyawan yang
kepribadiannya didominasi tipe conscientiousness tidak dapat memprediksi
karyawan berpotensi mengalami burnout atau tidak, karena hanya
menyumbang sebesar 0,4% varian dari variabel kepribadian saja.
10. Dimensi neuriticism pada variabel kepribadian memberi sumbangan sebesar
6,6% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi neuroticism signifikan
secara statistik, artinya karyawan yang kepribadiannya didominasi tipe
neuroticism menyumbangkan 6,6% varian burnout dari variabel kepribadian
dalam memprediksi karyawan berpotensi mengalami burnout atau tidak.
77
11. Dimensi openness pada variabel kepribadian memberi sumbangan sebesar
0,1% dalam varian burnout. Sumbangan dari dimensi openness signifikan
secara statistik. Artinya karyawan yang kepribadiannya didominasi tipe
openness menyumbangkan 0,1% varian burnout dari variabel kepribadian
dalam memprediksi karyawan berpotensi mengalami burnout atau tidak.
78
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, penulis dapat
menyimpulkan bahwa dukungan sosial yang diberikan orang lain dan kepribadian
yang dimiliki seorang karyawan dapat berpengaruh terhadap potensi karyawan
mengalami burnout secara signifikan sebesar 22%. Kemudian berdasarkan hasil
analisa uji hipotesis, penulis juga dapat menyimpulkan bahwa dimensi social
integration dari variabel dukungan sosial dan dimensi neuroticism dari variabel
kepribadian cenderung lebih mempengaruhi seorang karyawan dapat berpotensi
mengalami burnout secara signifikan. Sedangkan dimensi attachment,
reassurance of worth, reliable alliance, guidance, dan opportunity for nurturance
dari variabel dukungan sosial serta dimensi extraversions, agreeableness,
conscientiousness, dan openness dari variabel kepribadian kurang mempengaruhi
seorang karyawan dapat berpotensi mengalami burnout secara signifikan.
5.2 Diskusi
Hasil utama dari penelitian ini adalah bahwa hipotesis mayor diterima. Artinya
dukungan sosial dan kepribadian mempengaruhi burnout. Hasil penelitian yang
didapatkan dalam penelitian ini hanya sebesar 22% variabel independen yaitu
dukungan sosial dan kepribadian mempengaruhi variabel dependen yaitu burnout,
namun menurut penulis hasil ini sudah cukup berpengaruh mengingat terdapat
banyaknya faktor lain yang dapat mempengaruhi burnout pada karyawan.
79
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial dan kepribadian
secara signifikan mempengaruhi burnout. Ketika dukungan sosial yang
diharapkan dari atasan, teman, kerja ataupun keluarga didapatkan oleh individu
maka individu dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik. Hal ini sejalan pula
dengan pendapat Beal (1994) yang mengatakan bahwa dukungan sosial
merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap burnout.
Dukungan sosial yang diterima dari atasan, teman kerja, dan keluarga mempunyai
andil yang besar untuk mengurangi stres yang menyebabkan terjadinya burnout.
Mengingat resiko yang ditimbulkan oleh burnout itu negatif, maka diperlukan
usaha secara aktif dalam menciptakan situasi kerja yang dapat menimbulkan
kenyamanan dalam bekerja.
Dari hasil yang didapat penulis pada penelitian ini, terlihat bahwa dimensi
attachment pada variabel dukungan sosial menunjukkan secara statistik tidak
signifikan mempengaruhi burnout dengan arah korelasi negatif. Hasil ini sama
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Russell, Altmaier, dan Van Velzen
(1987) dan Woodhead, Northrop, dan Edelstein (2014). Russell et al. (1987)
menemukan bahwa dimensi attachment secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi ketiga dimensi burnout dengan arah korelasi negatif. Namun, arah
kolerasi positif ditemukan dalam penelitian dari Woodhead et al. (2014), yaitu
pada dimensi depersonalization dari variabel burnout.
Pada dimensi social integration, penulis menemukan bahwa dimensi ini
pada variabel dukungan sosial secara statistik signifikan mempengaruhi burnout
dengan arah korelasi negatif. Hal ini sama dengan temuan dari Russell et al.
80
(1987) dan Woodhead et al. (2014). Lebih jelasnya, Russell et al. (1987) dan
Woodhead et al. (2014) menemukan bahwa dimensi social integration tidak
signifikan secara statistik dalam mempengaruhi burnout. Penelitian yang
dilakukan Russell et al. (1987) menemukan bahwa dimensi social integration
hanya memiliki arah korelasi negatif pada dimensi emotional exhaustion,
sedangkan Woodhead et al. (2014) menemukan bahwa dimensi social integration
hanya memiliki arah positif pada dimensi emotional exhaustion dari variabel
burnout saja.
Selanjutnya, penulis menemukan bahwa dimensi reassurance of worth dari
variabel dukungan sosial secara statistik tidak signifikan mempengaruhi burnout
dengan arah korelasi positif. Hal ini berlainan dengan hasil yang ditemukan oleh
Russell et al. (1987). Russell et al. (1987) menemukan bahwa dimensi
reassurance of worth secara statistik signifikan mempengaruhi burnout. Russell et
al. (1987) juga menemukan bahwa dimensi reassurance of worth hanya memiliki
arah korelasi positif pada dimensi reduce personal accomplishment dari variabel
burnout saja.
Hal yang berbeda ditemukan oleh Woodhead et al. (2014) di dalam
penelitiannya. Woodhead et al. (2014) menemukan bahwa reassurance of worth
secara statistik signifikan mempengaruhi burnout pada dimensi emotional
exhaustion dengan arah korelasi negatif dan juga pada dimensi reduce personal
accomplishment dengan arah korelasi positif. Sementara itu, dimensi
depersonalization secara statistik tidak signifikan dipengaruhi oleh dimensi
reassurance of worth dengan arah korelasi negatif.
81
Penulis juga menemukan bahwa dimensi reliable alliance dari variabel
dukungan sosial secara statistik tidak signifikan mempengaruhi burnout dengan
arah korelasi negatif. Hal ini sama dengan temuan yang didapat oleh Woodhead et
al. (2014) di dalam penelitiannya. Woodhead et al. (2014) menemukan bahwa
reliable alliance secara statistik tidak signifikan mempengaruhi burnout pada
ketiga dimensinya dengan arah korelasi negatif.
Penelitian yang dilakukan Russell et al. (1987) pun menemukan hal yang
sama. Russell et al. (1987) menemukan bahwa dimensi reliable alliance secara
statistik tidak signifikan mempengaruhi burnout pada dimensi emotional
exhaustion dan dimensi reduce personal accomplishment dengan arah korelasi
negatif. Sebaliknya, dimensi depersonalization secara statistik signifikan
dipengaruhi oleh dimensi reliable alliance dengan arah korelasi negatif.
Selanjutnya, penulis menemukan bahwa dimensi guidance dari variabel
dukungan sosial secara statistik tidak signifikan mempengaruhi burnout dengan
arah korelasi negatif. Russell et al. (1987) menemukan hal yang sedikit berbeda,
yaitu pada arah korelasinya. Russell et al. (1987) menemukan bahwa dimensi
guidance secara statistik tidak signifikan mempengaruhi burnout dengan arah
korelasi positif pada ketiga dimensinya. Namun, Woodhead et al. (2014)
menemukan bahwa dimensi guidance secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi burnout dengan arah korelasi negatif pada dimensi emotional
exhaustion dan depersonalization dari variabel burnout. Sementara itu, pada
dimensi reduce personal accomplishment dari variabel burnout dipengaruhi oleh
dimensi guidance dengan arah yang positif secara statistik tidak signifikan.
82
Pada dimensi opportunity for nurturance dari variabel dukungan sosial,
penulis menemukan bahwa dimensi ini secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi burnout dengan arah korelasi positif. Russell et al. (1987) pun
menemukan bahwa dimensi opportunity for nurturance secara statistik tidak
signifikan mempengaruhi burnout dengan arah positif. Sementara itu, Woodhead
et al. (2014) menemukan bahwa dimensi opportunity for nurturance secara
statistik signifikan mempengaruhi burnout dengan arah korelasi positif hanya
pada dimensi reduce personal accomplishment saja. Sisanya, dimensi emotional
exhaustion dan depersonalization dari variabel burnout secara statistik tidak
signifikan dipengaruhi oleh dimensi opportunity for nurturance dengan arah
korelasi negatif.
Selain variabel dukungan sosial, penulis juga meneliti pengaruh variabel
kepribadian dengan burnout. Penulis menemukan bahwa dimensi extraversion
dalam variabel kepribadian secara statistik tidak signifikan mempengaruhi
burnout dengan arah korelasi positif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari
Salami (2011) tentang Job Stress and Burnout among Lecturers: Personality and
Social Support as Moderators. Namun, Salami (2011) menemukan bahwa pada
dimensi emotional exhaustion dari variabel burnout secara statistik signifikan
dipengaruhi oleh dimensi extraversion dengan arah korelasi positif.
Sementara itu, Morgan (2008) dan Zopiatis, Constanti, dan Pavlou (2010)
menjelaskan bahwa dimensi extraversion secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi dimensi reduce personal accomplishment dari variabel burnout
dengan arah korelasi positif. Hasil penelitian yang berbeda ditemukan oleh
83
Gholipour, Anvari, Kalali, dan Yazdani (2011), dan Dargah dan Estalkhbijari
(2012). Hasil penelitiannya adalah dimensi extraversion secara statistik signifikan
mempengaruhi variabel burnout dengan arah korelasi negatif.
Dimensi kedua dari variabel kepribadian adalah agreeableness, penulis
menemukan bahwa dimensi ini secara statistik tidak signifikan mempengaruhi
burnout dengan arah korelasi negatif. Hal ini sama dengan temuan dari Salami
(2011), namun arah korelasinya yang berbeda. Salami (2011) menemukan bahwa
dimensi agreeableness secara statistik tidak signifikan mempengaruhi ketiga
dimensi burnout dengan arah korelasi positif.
Hasil yang berbeda ditemukan oleh Ecie (2013), Dargah dan Estalkhbijari
(2012), dan Gholipour et al. (2011). Ketiganya menemukan bahwa dimensi
agreeableness secara statistik signifikan mempengaruhi burnout dengan arah
korelasi negatif. Sementara itu, Morgan (2008) dan Zopiatis et al. (2010)
menemukan bahwa dimensi agreeableness secara statistik signifikan
mempengaruhi dimensi depersonalization dari variabel burnout dengan arah
korelasi negatif. Dimensi agreeableness secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi dimensi emosional exhaustion dengan arah korelasi negatif
(Morgan, 2008) dan positif (Zopiatis et al., 2010), serta dimensi reduce personal
accomplishment dengan arah korelasi positif (Morgan, 2008) dan negatif (Zopiatis
et al., 2010).
Bakker, Van Der Zee, Lewig, dan Dollard (2006) menjelaskan secara lebih
spesifik bahwa dimensi agreeableness dari variabel kepribadian memiliki
pengaruh dengan arah korelasi dan signifikansi yang berbeda pada setiap dimensi
84
burnout. Dimensi agreeableness secara statistik tidak signifikan mempengaruhi
dimensi emotional exhaustion dengan arah korelasi negatif. Sementara itu,
dimensi agreeableness secara statistik signifikan mempengaruhi dimensi
depersonalization dan reduce personal accomplishment dengan arah korelasi
positif.
Dimensi ketiga dari variabel kepribadian adalah conscientiousness, penulis
menemukan bahwa dimensi ini secara statistik tidak signifikan mempengaruhi
variabel burnout dengan arah korelasi negatif. Hal ini berbeda dengan hasil
penelitian dari Salami (2011) dan Ecie (2013) yang menemukan bahwa dimensi
consicentiousness secara statistik signifikan mempengaruhi variabel burnout.
Salami (2011) menemukan arah korelasinya adalah positif, sedangkan Ecie (2013)
menemukan arah korelasinya adalah negatif. Hal ini sejalan dengan temuan dari
Dargah dan Estalkhbijari (2012) dan Gholipour (2011) yang menemukan bahwa
dimensi conscientiousness secara statistik signifikan mempengaruhi variabel
burnout dengan arah korelasi positif.
Morgan (2008), Zopiatis et al. (2010), dan Bakker et al. (2006)
menemukan signifikansi dan arah korelasi yang berbeda antara conscientiousness
dengan setiap dimensi variabel burnout. Morgan (2008) dan Zopiatis et al. (2010)
menemukan bahwa dimensi conscientiousness secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi dimensi emotional exhaustion dengan arah korelasi negatif,
sedangkan secara statistik signifikan mempengaruhi dimensi depersonalization
dengan arah korelasi negatif dan mempengaruhi dimensi reduce personal
accomplishment dengan arah korelasi positif.
85
Dimensi keempat dari variabel kepribadian adalah neuroticism, penulis
menemukan bahwa dimensi ini secara statistik signifikan mempengaruhi variabel
burnout dengan arah positif. Hal ini sesuai dengan hasil yang ditemukan oleh
Salami (2011), Gholipour et al. (2011), dan Dargah dan Estalkhbijari (2012).
Untuk lebih spesifik lagi, Morgan (2008) menjelaskan dalam hasil penelitiannya
bahwa dimensi neuroticism secara statistik signifikan terhadap variabel burnout
dalam dimensi emotional exhaustion dan depersonalization dengan arah korelasi
positif, sedangkan memiliki arah korelasi negatif pada dimensi reduce personal
accomplishment.
Bakker et al. (2006) menemukan hal yang berbeda pada pengaruh dimensi
neuroticism dari variabel kepribadian terhadap dimensi reduce personal
accomplishment dari variabel burnout. Bakker et al. (2006) menemukan bahwa
dimensi neuroticism secara statistik tidak signifikan mempengaruhi dimensi
reduce personal accomplishmnet dengan arah korelasi negatif. Zopiatis et al.
(2010) menambahkan bahwa dimensi neuroticism secara statistik hanya signifikan
mempengaruhi dimensi emotional exhaustion dengan arah positif saja, sisanya
tidak signifikan dengan arah korelasi negatif.
Dimensi terakhir dalam variabel kepribadian adalah openness to
experience, penulis menemukan bahwa dimensi ini secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi variabel burnout dengan arah korelasi positif. Hal ini tidak sesuai
dengan hasil yang ditemukan oleh Gholipour et al. (2011) dan Dargah dan
Estalkhbijari (2012) yang menemukan bahwa dimensi openness dari variabel
kepribadian secara statistik signifikan mempengaruhi variabel burnout dengan
86
arah korelasi negatif. Salami (2011), Ecie (2013), Morgan (2008), dan Zopiatis et
al. (2010) menjelaskan hasil yang lebih spesifik lagi.
Salami (2011) menjelaskan bahwa dimensi openness dalam variabel
kepribadian secara statistik signifikan mempengaruhi variabel burnout pada
dimensi emotional exhaustion dan depersonalization dengan arah korelasi positif,
sedangkan secara statistik tidak signifikan pada dimensi reduce personal
accomplishment dengan arah korelasi positif. Selanjutnya, Ecie (2013)
menemukan bahwa dimensi ini secara statistik signifikan mempengaruhi variabel
burnout pada dimensi emotional exhaustion dan reduce personal accomplishment,
sedangkan tidak signifikan pada dimensi depersonalization, dengan arah korelasi
negatif pada ketiga dimensi. Sementara itu, Morgan (2008) dan Zopiatis et al.
(2010) menemuikan bahwa dimensi openness secara statistik tidak signifikan
mempengaruhi ketiga dimensi variabel burnout dengan arah korelasi yang
berbeda. Arah korelasi negatif hanya dimiliki oleh dimensi emotional exhaustion,
sedangkan sisanya berkorelasi dengan arah positif.
Perbedaan hasil penulis dengan beberapa peneliti lain ini dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak ikut dimasukkan dalam penelitian ini. Salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi hasil ini telah diteliti oleh Ecie (2013). Ecie
menemukan bahwa variabel selft control dapat mempengaruhi secara negatif dan
signifikan dalam korelasi antara dimensi conscientiousness dan neuroticism pada
variabel kepribadian dengan variabel burnout, dan dapat mempengaruhi secara
negatif dan tidak signifikan dalam korelasi antara dimensi extraversion,
agreeableness, dan openness.
87
Bakker et al. (2002) menambahkan bahwa banyaknya pengalaman negatif
seseorang juga dapat mempengaruhi korelasi antara kepribadian dan burnout
individu. Dalam temuannya, seseorang yang memiliki kepribadian dengan tipe
extraversion dan memiliki sedikit pengalaman negatif cenderung memiliki
pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap variabel burnout pada dimensi
emotional exhaustion dan depersonalization, sedangkan memiliki pengaruh positif
dan signifikan pada dimensi reduce personal accomplishment. Lain halnya
dengan seseorang yang memiliki kepribadian dengan tipe extraversion dan
memiliki banyak pengalaman negatif cenderung memiliki pengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap variabel burnout pada dimensi emotional exhaustion,
memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan pada dimensi depersonalization,
dan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada dimensi reduce personal
accomplishment.
Seseorang yang memiliki kepribadian tipe agreeablensess dan memiliki
sedikit pengalaman negatif cenderung memiliki pengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap variabel burnout pada dimensi emotional exhaustion,
memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan pada dimensi depersonalization
dan reduce personal accomplishment. Sedangkan seseorang yang memiliki
kepribadian tipe agreeableness dan memiliki banyak pengalaman negatif
cenderung memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan pada dimensi emotional
exhaustion, memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada dimensi
depersonalization, dan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada dimensi
personal accomplishment. Seseorang yang memiliki kepribadian tipe
88
conscientiousness dan memiliki sedikit pengalaman negatif cenderung memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap semua dimensi dari variabel
burnout. Lain halnya seseorang yang memiliki kepribadian tipe conscientiousness
dan memiliki banyak pengalaman negatif cenderung memiliki pengaruh positif
dan tidak signifikan terhadap variabel burnout pada dimensi emotional exhaustion
dan depersonalization, sedangkan memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan
pada dimensi reduce personal accomplishment.
Seseorang yang memiliki kepribadian tipe neuroticism dan memiliki
sedikit pengalaman negatif cenderung memiliki pengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap variabel burnout pada dimensi emotional exhaustion dan
depersonalization, serta memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan pada
dimensi reduce personal accomplishment. Lain halnya dengan seseorang yang
memiliki kepribadian tipe neuroticism dan memiliki banyak pengalaman negatif
cenderung memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel burnout
pada dimensi emotional exhaustion dan depersonalization, sedangkan memiliki
pengaruh negatif dan signifikan pada dimensi reduce personal accomplishment.
Terakhir, seseorang yang memiliki kepribadian tipe openness dan memiliki sedikit
pengalaman negatif cenderung memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap variabel burnout pada dimensi emotional exhaustion dan reduce
personal accomplishment, sedangkan memiliki pengaruh negatif dan tidak
signifikan pada dimensi depersonalization. Lain halnya dengan seseorang yang
memiliki kepribadian tipe openness dan memiliki banyak pengalaman negatif
cenderung memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap variabel
89
burnout pada dimensi emotional exhaustion dan depersonalization, sedangkan
memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan pada dimensi reduce personal
accomplishment.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini, penulis menyadari bahwa
secara keseluruhan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
keterbatasan tersebut, penulis mencoba berbagi pengalaman dan memberikan
saran sebagai pertimbangan dalam melakukan penelitian yang terkait yaitu saran
teoritis dan saran praktis sebagai berikut:
5.3.1 Saran Teoritis
1. Hanya ada 22% varian dari variabel dukungan sosial dan kepribadan yang
dapat mempengaruhi burnout pada karyawan. Sedangkan masih ada 78%
varian dari variabel lain yang mungkin dapat mempengaruhinya, yang belum
diteliti oleh penulis. Oleh karenanya, penelitian selanjutnya perlu melihat dan
mengukur pengaruh variabel lainnya seperti, insentif, resiliensi, self-control,
dan faktor lingkungan kerja yang diprediksi dapat mempengaruhi burnout
pada karyawan.
2. Alat ukur yang penulis gunakan untuk mengukur variabel dukungan sosial ini
adalah alat ukur untuk mengukur dukungan sosial secara umum (Thomas,
2003: 29). Banyak penelitian lain yang menggunakan alat ukur lain untuk
mengukur dukungan sosial yang lebih spesifik. Seperti the Multidimensional
Scale of Perceived Social Support (MSPSS: Zimet, Dahlem, Zimet, & Farley,
1988) yang mengukur dukungan sosial yang dirasakan dari keluarga, teman,
90
dan significant other dengan jumlah item sebanyak 12 item, dan Social
Support Scale (SSS: Ray & Miller, 1994) yang mengukur tingkat dukungan
sosial yang di dapat dari supervisor, rekan kerja, dan keluarga, serta admin
sebagai tambahannya dengan jumlah item sebanyak 22 item. Oleh sebab itu,
temuan yang didapat akan lebih terperinci lagi. Penulis berharap untuk
penelitian selanjutnya agar menggunakan alat ukur dukungan sosial yang
lebih spesifik lagi.
3. Penulis menemukan bahwa penelitian ini kurang dalam mengukur burnout
secara lebih spesifik. Banyak penelitian sebelumnya yang mengukur burnout
dengan melihat pada dimensi apa saja dari burnout yang lebih dipengaruhi
oleh dukungan sosial (misal, Woodhead et al., 2014; Thomas, 2003; dan
Russell et al., 1987), kepribadian (misal, Ecie, 2013; Zopiatis et al., 2010; dan
Bakker et al., 2002), maupun keduanya (misal, Louw, 2014). Oleh karena itu,
sebaiknya DV dihitung per dimensi saja agar dapat melihat setiap dimensi IV
cenderung mempengaruhi dimensi DV yang mana.
5.3.2 Saran Praktis
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi yang memiliki sumbangan
terbesar dan memiliki pengaruh yang signifikan adalah dimensi neuroticism
dari variabel kepribadian, yaitu sebesar 6,6%. Oleh karenanya, penulis
menyarankan untuk karyawan yang memiliki kepribadian bertipe neuroticism
harus lebih berpikir positif dalam segala aspek kehidupan, menghindari
kesendirian, dan mengalihkan pikiran dari hal negatif dengan selalu
menyibukkan diri dalam hal positif agar terhindar dari burnout.
91
2. Penulis menemukan bahwa dimensi social integration dari variabel dukungan
sosial memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 6,3% dalam varian
burnout. Artinya, dukungan dari kelompok yang memiliki minat yang sama
sehingga dapat memungkinkan individu untuk berbagi minat, perhatian, serta
melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama. Oleh karenya,
penulis berharap agar kita dapat sering berkumpul dengan kelompok yang
memiliki minat yang sama dengan kita dalam rangka sharing dan
mendapatkan dukungan yang dibutuhkan.
3. Selanjutnya, dimensi attachment dari variabel dukungan sosial juga
memberikan sumbangan yang signifikan sebesar 4,7% dalam varian burnout.
Oleh karenanya, penulis berharap agar baik atasan, rekan kerja, dan keluarga
dapat memberikan dukungan secara emosional berupa kedekatan yang positif.
4. Hasil yang signifikan pada dimensi agreeableness dari variabel kepribadian
dalam mempengaruhi burnout karyawan, membuat penulis ingin memberikan
saran untuk atasan, rekan kerja, maupun keluarga yang memiliki kepribadian
tipe agreeableness dapat memberikan dukungan berupa bantuan nyata yang
dapat diandalkan saat karyawan membutuhkannya.
92
DAFTAR PUSTAKA
Azeem, S.M. (2013). Conscientiousness, neuroticism, and burnout amonghealthcare, employees. International Journal of Academic Research inBusiness and Social Science, Vol. 3, No. 7, doi: 10.6007/IJRBSS/v3-i&/68.
Bakker, A.B., & Costa, P.L. (2014). Chronic job burnout and daily functioning: Atheoretical analysis. Burnout Research, 112-119, doi:10.1016/j.burn.2014.04.003.
Bakker, A.B., Van Der Zee, K.I., Lewig, K.A., & Dollard, M.F. (2002). Therelationship between the big five personality factors and burnout: A studyamong volunteer counselors. The Journal of Social Psychology, 134(5).
Bakker, A.B., Van Der Zee, K.I., Lewig, K.A., & Dollard, M.F. (2006). Therelationship between the big five personality factors and burnout: A studyamong volunteer counselors, The Journal of Social Psychology, 146(1),31-50, DOI: 10.3200/SOCP.146.1.31-50.
Beal, L. (1994). Burnout, social support, and coping in crisisline volunteers.Honors Projects. Paper 107.http://digitalcommons.iwu.edu/psych_honproj/107.
Cobb, S. (1976). Social support as a moderator of life stress. Psychosomaticmedicine, 38 (5), 300-314.
Cohen, S., & Hoberman, H. (1983). Positive events and social support as buffersof life change stress. Journal of Applied Social Psychology, 13, 99-125.
Congge, U. (2016, September). Masyarakat ekonomi asean (mea) harapan dantantangan dalam perekonomian bangsa. In Prosiding Seminar NasionalHimpunan Sarjana Ilmu-ilmu Sosial (Vol. 1, No. 1, pp. 96-107).
Cutrona, C.E., & Russel, D. (1984). Social provisions scale. Diunduh tanggal 05September 2015 darihttp://www.ucp.pt/site/resources/documents/ICS/GNC/ArtigosGNC/AlexandreCastroCaldas/26_CuRu87.pdf.
Cutrona, C.E. & Russel, D. (1987). The provisions of social relationships andadaptation to stress. Advances in personal relationships. Vol. 1, pp. 37-67.JAI Press.
93
Dargah, H.G., & Estalkhbijari, Z.P. (2012). The relationship between the big fivepersonality factors and job burnout. International Journal of Asian SocialScience, Vol. 2 (11), 1842-1850.
Demerouti, E., & Bakker, A. (2007). Measurement of burnout and engagement.Organizational Psychology, P.O. Box 80.140, 3508 TC Utrecht, TheNetherlands.
Ecie, M.T. (2013). Relationship among nursing burnout, the big five personalityfactors, and overall self-concept: the impact of assessing common methodvariance. Thesis of the Degree of Master’s of Psychology The Universityof Tennessee. Diunduh pada tanggal 9 Januari 2017 darihttp://scholar.utc.edu/theses/254/.
Feist, J., & Feist, G.J. Theories of personality-seventh edition. Teori kepribadian.Hendriatno (terj.). 2010. Jakarta: Salemba Humanika.
Gholipour, A., Anvari, M.R.A., Kalali, N.S., Yazdani, H.R. (2011). Investigationof the effects of the big five personality model on job burnout (Survey inan iranian hospital). International Conference on Economics and FinanceResearch, IPEDR Vol. 4. Singapore: IACSIT Press.
Gito, M., Iraha, H., & Ogata, H. (2013). The relationship of resilience, hardiness,depression, and burnout among Japanese psychiatric hospital nurses.Journal of Nursing Education and Practice, Vol. 3, No. 11. Doi:10.5430/jnep.v3n11p12.
Gosling, S.D., Rentfrow, P.J., & William, B. Swann J.R. (2003). A very briefmeasure of the big five personality domains. Journal of Research inPersonality, 37, 504-528.
Halbesleben, J.R.B., & Buckley, M.R. (2006). Social comparison and burnout:The role of relative burnout and received social support. Anxiety, Stress,and Coping, 19 (3), 259-278 doi: 10.1080/10615800600747835.
Halder, S., & Naidu, J.G. (2012). A study on employee burnout in IT sector.IJEMR Vol. 2 Issue 7, ISSN: 2249-2585 (Online); 2249-8672 (Print).
Hardiyanti, R. (2013). Burnout ditinjau dari big five factors personality padakaryawan kantor pos pusat malang. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol.01(02), ISSN: 2301-8267.
Haque, M.A & Sohail, T. (1997). Stress, social support, and burnout in nurses.Pakistan Journal of Psychological Research. Vol. 12, 77-86.
94
Jawahar, I.M., Kisamore, J.L., Stone, T.H., & Rhan, D.L. (2011). Differentialeffect of inter-role conflict on proactive individual’s experience ofburnout. Journal of Business and Psychology, Vo. 27, 243-254. Doi:10.1007/s10869-011-9234-5.
Jhon, O.P., & Srivastava, S. (1999). The big-five trait taxonomy: history,measurement, and theoretical perspectives. Departement of PsychologyUniversity of California, MC 1650, Berkeley, CA 94720-1650.
Jhon, O.P., & Srivastava, S. (1999). Big five inventory (BFI). Fetzer Institute.
Kesehatan, D., & RI, K. K. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: BadanPenelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen KesehatanRepublik Indonesia.
Kotze, M., & Lamb, S. (2012). The influence of personality traits and resilienceon burnout among customer service representatives in a call center.Journal Social Science, 32 (3): 295-309.
Lavrova, K., & Levin, A. (2006). Burnout syndrome: Prevention andmanagement. Handbook for Workers of Harm Reduction Programs.Central and Eastren European Harm Reduction Network.
Leiter, M.P., & Maslach, C. (1988). The impact of interpersonal environment onburnout and organizational commitment. Journal of OrganizationalBehavior, Vol. 9, 297-308.
Louw, G.J. (2014). Burnout, vigour, big five personality traits and social supportin a sample of police officers. SA Journal of Industrial Psychology, 40 (1),Art. #1119, 13 pages. http://dx.doi.org/10.4102/sajip. v40i1.1119.
Major, D.A., Turner, J.E., & Flechter, T.D. (2006). Linking protective personalityand the big five to motivation to learn and development activity. Journalof Psychologists Press.
Maslach, C., & Jackson, S.E. (1981). The measurement of experienced burnout.Journal of Occupational Behaviour, Vol. 2. 99-113. U.S.A: ConsultingPsychologists Press.
Maslach, C., Schaufeli, WB., & Leiter, M.P. (2001). Job burnout. Annual ReviewsPsychology, 52, 397-422, doi: 0066-4308/01/0201-397.
McAdams, D.P. & Pals, J.L. (2006). A new big five: Fundamental principles foran integrative science of personality. American Psychological Association,61(3), doi: 10.1037/0003-066X.61.3.204.
95
McCrae, R.R. & Costa, P.T. (2006). Personality in adulthood: A five-factor theoryperspective-second edition. New York: The Guilford Press.
Mohammed, E.F., Unher, M., & Sugawara, M. (2009). Big five personalityfactors: Cross cultural comparison between Japanese and EgyptianStudents. El-Minia University, Egypt, Iwate University, Japan. 125-14.
Morgan, B. (2008). The relationship between the big five personality traits andburnout in south african university students. Disertasi Magister Artiumpada Fakultas Hukum University of Johannesburg. Diunduh pada tanggal9 Januari 2017 darihttp://www.ibrarian.net/navon/paper/the_relationship_between_the_big_five_personality.pdf.
Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI-Press.
Nayazri, G.M. (2015). Ngeri, efek psikologis negatif akibat kemacetan. A. Ferdian(Ed). Diunduh tanggal 24 Januari 2017 dari http://www.otomania.com.
NIOSH. (2014). STRESS...At Work. DHHS (NIOSH) Publication No. 99–101.Retrieved from http://www.cdc.gov/niosh.
Paramita, P. D., & Minarsih, M. M. (2012). Analisis burnout, budaya organisasidan human relation terhadap stres kerja karyawan (studi kasus di pt. Hotelcandi baru semarang). Dinamika Sains, 10(23).
Rafii, F., Oskouie, F., & Nikravesh. (2004). Factors involved ini nurses’ responsesto burnout: A grounded theory study. BMC Nursing, 3 (6) doi:10.1186/1472-6955-3.6
Ray, E. B., & Miller, K. I. (1994). Social support, home/work stress, and burnout:Who can help?. The Journal of Applied Behavioral Science, 30 (3), 357-373.
Rothmann, S., & Coetzer, E.P. (2003). The big five personality dimensions andjob performance. Journal of Industrial Psychology, 29 (1), 68-74.
Russell, D.W., Altmaier, E., & Van Velzen, D. (1987). Job-related stress, socialsupport, and burnout among classroom teachers. Journal of AppliedPsychology, Vol. 72 (2), 269-274. Doi: 10.1037//0021-9010.72.2.269.
Ryckman, R.M. (2008). Theories of personality-ninth edition. U.S.A: ThomsonWadsworth.
96
Rzeszutek, M., & Schier, K. (2014). Temperament traits, social support, andburnout symptoms in a sample of therapists. Psychotherapy, 51 (4), 574-579.
Salami, S.O. (2011). Job stress and burnout among Lectures: Personality andsocial support as Moderators. Asian Social Science, Vol. 7 (5), 110-121.Doi: 10.5539/ass.v7n5p110.
Sarafino, E.P. (1998). Health psychology: biopsychososial interaction. Thirdedition. New York: John Wiley & Sonc Inc.
Schaufeli, W.B., & Bakker, A. (2004). Job demands, job resources, and theirrelationship with burnout and engagement: A multi-sample study. Journalof Organizational Behavior, Vol. 25, 293-315. Doi: 10.1002/job.248.
Schaufeli, W.B., & Greenglass, E.R. (2001). Introduction to special issue onburnout and health. Psychology and Health, Vol. 16, pp. 501-510, OPA(Overseas Publishers Association) N.V.
Schaufeli, W.B., Leiter, M.P., & Maslach, C. (2008). Burnout: 35 years ofresearch and practice. Career Development International, 14 (3), 204-220.Doi: 10.1108/13620430910966406.
Spatola, B. (2014). Statistics and facts about stress and burnout. Diunduh tanggal29 Desember 2016 darihttps://www.statista.com/topics/2099/stressandburnout/.
Thomas, L.M. (2003). Biographical, work, family, and social support variablesrelated to burnout in county extension agents in Georgia. Tesis Master ofScience dari The University of Georgia. Diunduh tanggal 9 Januari 2017dari https://getd.libs.uga.edu/pdfs/thomas_leanna_m_200308_ms.pdf.
Thomas, M., Kohli, V., & Choi, J. (2014). Correlates of job burnout amonghuman services workers: Implications for workforce retention. Journal ofSociology & Social Welfare, 41 (4), 69-90.
Umar, Jahja. (2011). Bahan kuliah psikometri. UIN Jakarta. Tidak diterbitkan.
Woodhead, E.L., Northrop, L., & Edelstein, B. (2014). Stress, social support, andburnout among long-term care nursing staff. Journal of AppliedGerontology, 1-22. Doi: 10.1177/0733464814542465.
Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., & Farley, G. K. (1988). Themultidimensional scale of perceived social support. Journal of personalityassessment, 52 (1), 30-41.
97
Zopiatis, A., Constanti, P., & Pavlou, I. (2010). Investigating the association ofburnout and personality traits of hotel managers. International CHRIEConference-Refereed Track, Paper 11. Retrieved fromhttp://scholarworks.umass.edu/refereed/CHRIE_2010/Friday/11.
----------------. (2013). Stres kala macet picu gangguan mental. Diunduh tanggal25 Januari 2017 dari http://m.tempo.co/.
98
Lampiran 1
SURAT KETERANGAN PENELITIAN
99
100
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DANKEPRIBADIANTERHADAP BURNOUT PADA
KARYAWAN
Disusun Oleh :
Arif Budi Utomo
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2016
101
KUESIONER
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Perkenalkan nama saya Arif Budi Utomo, mahasiswa S1 FakultasPsikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukanpenelitian untuk menyelesaikan tugas akhir (skripsi) mengenai “PengaruhDukungan Sosial dan Kepribadian Terhadap Burnout pada Karyawan”. Sayamohon kesediaan Anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini denganmengisi kuesioner yang terlampir.
Pada skala ini terdapat beberapa pernyataan yang harus diisi sesuai denganapa yang Anda rasakan atau pikirkan dan yang paling sesuai dengan diri anda.Tidak ada penilaian salah atau benar dan jawaban Anda akan dijagakerahasiaannya.
Atas bantuan dan kerjasama Anda dalam mengisi kuesioner ini, sayaucapkan terimakasih.
Wasalamu’alaikum Wr. Wb.
Hormat Saya,
Arif Budi Utomo
102
Identitas Responden
Nama (Inisial) :
Usia :
Gender : Laki-laki / Perempuan*
Status Perkawinan : Belum Menikah / Menikah / Cerai*
Pendidikan Terakhir :
Nama Instansi :
Masa Kerja :
* Coret yang tidak perlu
PETUNJUK
Berilah tanda ceklis (√) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan saudarasaat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu:
SS : Sangat Setuju/Sangat Sesuai
S : Setuju/Sesuai
TS : Tidak Setuju/Tidak Sesuai
STS : Sangat Tidak Setuju/Sangat Tidak Sesuai
Contoh
No Pernyataan SS S TS STS1. Saya merasa lelah setelah seharian bekerja. √
103
Kuesioner 1
No Pernyataan SS S TS STS1. Saya merasa sangat lelah secara emosional akibat
pekerjaan saya.2. Saya mudah memahami apa yang dirasakan rekan
kerjasaya.3. Saya merasa berinteraksi dengan beberapa rekan
kerja seperti berinteraksi dengan benda mati.4. Saya merasa tenaga saya habis di setiap akhir jam
kerja.5. Saya merasa sangat lelah ketika bangun di pagi
hari dan harus menghadapi hari berikutnya dalammenjalankan tugas di kantor.
6. Saya bekerja secara efektif dalam menyelesaikantugas yang saya kerjakan.
7. Saya merasa member pengaruh positif terhadaphidup orang lain melalui pekerjaan saya.
8. Sejak bekerja sebagai karyawan saya merasasemakin tidak memperhatikan perasaan orang lain.
9. Saya khawatir pekerjaan ini membuat sayamenjadi pribadi yang keras secara emosional.
10. Bekerja dengan orang-orang sepanjang hari benar-benar merupakan tekanan bagi saya.
11. Saya merasa sangat bersemangat.12. Saya tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi
pada rekan kerja saya.13. Saya merasa teramat letih dalam menyelesaikan
tugas rutin saya.14. Saya merasa frustasi dengan pekerjaan saya
sebagai karyawan.15. Saya pandai membuat suasana yang nyaman
bersama rekan kerja saya.16. Saya merasa rekan kerja saya menyalahkan saya
atas sebagian masalah mereka.17. Saya merasa bekerja terlalu keras dalam
menyelesaikan tugas rutin saya di kantor.18. Saya merasa sangat bahagia setelah
menyelesaikan tugas rutin saya.19. Bekerja dengan orang lain secara langsung
memberikan stres yang berlebihan pada saya.20. Saya telah mencapai banyak hal yang bermanfaat
dalam pekerjaan ini.21. Saya merasa sedang di ujung kemampuan saya.
104
No Pernyataan SS S TS STS22. Dalam bekerja, saya mengatasi masalah emosi
dengan sangat tenang.
105
Kuesioner 2
No Pernyataan SS S TS STS1. Ada orang-orang yang dapat saya andalkan ketika
saya benar-benar membutuhkannya.2. Saya merasa bahwa saya tidak memiliki hubungan
pribadi yang dekat dengan orang lain.3. Tidak ada seorang pun yang bias dimintai nasihat
pada saat saya mengalami tekanan.4. Ada orang-orang yang mengandalkansaya.5. Ada orang-orang yang menikmati aktivitas sosial
yang sama dengan yang saya lakukan.6. Orang lain tidak menganggap saya sebagai orang
yang kompeten.7. Secara pribadi saya merasa bertanggung jawab
atas kesejahteraan orang lain.8. Saya merasa menjadi bagian dari sekelompok
orang yang mau berbagi sikap dan keyakinandengan saya.
9. Saya tidak berpikir orang lain menghargaikeahlian dan kemampuan saya.
10. Jika suatu hal tidak berjalan sebagaimanamestinya, tidak seorang pun yang datang untukmembantu saya.
11. Saya memiliki hubungan dekat yang memberikanrasa aman secara emosional dan perasaan bahagia.
12. Ada seseorang yang dapat saya ajak bicara tentangkeputusan penting dalam hidup saya.
13. Saya memiliki sejumlah hubungan yang mengakuikompetensi dan kemampuan saya.
14. Tidak ada seorang pun yang dapat berbagikesenangan dan perhatian dengan saya.
15. Tidak ada seorang pun yang benar-benarmempercayakan pada saya mengenai kebahagiaanmereka.
16. Ada orang yang dapat saya percayai untukdimintai nasihat jika saya mempunyai masalah.
17. Saya merasakan ikatan emosional yang sangatkuat setidaknya dengan satu orang.
18. Tidak ada seorang pun yang bias saya andalkanbantuannya saat saya benar-benar membutuhkan.
19. Tidak ada seorang pun yang cukup nyaman untuksaya ajak bicara tentang masalah saya.
106
No Pernyataan SS S TS STS20. Ada orang-orang yang mengagumi bakat dan
kemampuan yang saya miliki.21. Saya kurang merasa akrab dengan orang lain.22. Tidak ada seorang pun yang suka melakukan hal
yang saya lakukan.23. Ada orang-orang yang bias saya andalkan dalam
keadaan darurat.24. Tidak ada seorang pun yang membutuhkan
perhatian dari saya.
107
Kuesioner 3
No Pernyataan SS S TS STS1. Saya pandai berbicara.2. Saya cenderung mencari kesalahan orang lain.3. Saya melakukan semua pekerjaan.4. Saya merasa tertekan.5. Saya selalu memiliki ide-ide baru.6. Saya seseorang yang pendiam.7. Saya senang membantu dan tidak mementingkan
diri sendiri.8. Saya bias agak ceroboh.9. Saya dapat menangani stress dengan baik.10. Saya ingin tahu tentang banyak hal yang berbeda.11. Saya selalu bersemangat.12. Saya memulai pertengkaran dengan orang lain.13. Saya seorang pekerja yang handal.14. Saya bias merasa tegang.15. Saya seorang yang cerdik dan pemikir yang
handal.16. Saya menghasilkan banyak antusiasme.17. Saya memiliki sifat pemaaf.18. Saya cenderung mengerjakan segala sesuatu
dengan teratur.19. Saya memiliki banyak kekhawatiran.20. Saya memiliki imajinasi yang aktif.21. Saya seorang yang cenderung tenang.22. Saya mudah mempercayai orang.23. Saya cenderung pemalas.24. Saya memiliki emosi yang stabil.25. Saya seorang yang pandai menciptakan sesuatu.26. Saya memiliki kepribadian yang tegas.27. Saya bias bersikap acuh dan senang menyendiri.28. Saya orang yang tekun dalam mengerjakan tugas.29. Saya bisa bersikap murung.30. Saya menyukai seni keindahan.31. Kadang-kadang saya pemalu.32. Saya seorang yang perhatian dan baik terhadap
semua orang.33. Saya melakukan segala sesuatu secara efisien
(secara tepat dan benar).34. Saya tetap tenang dalam situasi tegang.35. Saya lebih menyukai pekerjaan yang rutin.36. Saya seorang yang ramah dan mudah bergaul.
108
No Pernyataan SS S TS STS37. Saya kadang-kadang bersikap kasar kepada orang
lain.38. Saya membuat rencana dan menjalankan sesuai
dengan rencana.39. Saya mudah merasa gugup.40. Saya suka merenung.41. Saya memiliki sedikit ketertarikan pada seni.42. Saya senang bekerjasama dengan orang lain.43. Saya mudah terganggu.44. Saya pandai dalam bidang seni, musik, atau sastra.
=== TERIMA KASIH ===
109
Lampiran 3
DATE: 3/ 7/2017TIME: 23:20L I S R E L 8.70BYKarl G. Jöreskog & Dag SörbomThis program is published exclusively byScientific Software International, Inc.7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004Use of this program is subject to the terms specified in theUniversal Copyright Convention.Website: www.ssicentral.comThe following lines were read from file E:\2015\Olah DataBaru\IV\KEPRIBADIAN\EXTRA\EXTRASYN.spl:UJI VALIDITAS CFA KEPRIBADIAN (EXTRAVERSION)DA NI=8 NO=200 MA=PMLAITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06 ITEM07 ITEM08PM SY FI=EXTRA.CORSE1 2 3 4 5 6 7 8/MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SYLKExtraFR TD 5 2 TD 6 2 TD 4 1 TD 8 3 TD 8 1PDOU SS TV MIUJI VALIDITAS CFA KEPRIBADIAN (EXTRAVERSION)Number of Input Variables 8Number of Y - Variables 0Number of X - Variables 8Number of ETA - Variables 0Number of KSI - Variables 1Number of Observations 200UJI VALIDITAS CFA KEPRIBADIAN (EXTRAVERSION)Correlation MatrixITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06-------- -------- -------- -------- -------- --------ITEM01 1.00ITEM02 0.35 1.00ITEM03 0.37 0.24 1.00ITEM04 0.51 0.27 0.38 1.00ITEM05 -0.23 0.13 -0.31 -0.25 1.00ITEM06 0.45 0.01 0.46 0.34 -0.40 1.00ITEM07 0.04 0.22 0.17 0.05 -0.03 0.16ITEM08 0.42 0.21 0.47 0.31 -0.22 0.32Correlation MatrixITEM07 ITEM08-------- --------ITEM07 1.00ITEM08 0.19 1.00
110
UJI VALIDITAS CFA KEPRIBADIAN (EXTRAVERSION)Parameter SpecificationsLAMBDA-XExtra--------ITEM01 1ITEM02 2ITEM03 3ITEM04 4ITEM05 5ITEM06 6ITEM07 7ITEM08 8THETA-DELTAITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06-------- -------- -------- -------- -------- --------ITEM01 9ITEM02 0 10ITEM03 0 0 11ITEM04 12 0 0 13ITEM05 0 14 0 0 15ITEM06 0 16 0 0 0 17ITEM07 0 0 0 0 0 0ITEM08 19 0 20 0 0 0THETA-DELTAITEM07 ITEM08-------- --------ITEM07 18ITEM08 0 21UJI VALIDITAS CFA KEPRIBADIAN (EXTRAVERSION)Number of Iterations = 16LISREL Estimates (Maximum Likelihood)LAMBDA-XExtra--------ITEM01 0.61(0.07)8.58ITEM02 0.48(0.09)5.52ITEM03 0.60(0.07)8.39ITEM04 0.51(0.07)6.98ITEM05 -0.49(0.08)-6.33ITEM06 0.75(0.08)10.02ITEM07 0.24(0.07)
111
3.23ITEM08 0.44(0.07)6.04PHIExtra--------1.00THETA-DELTAITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06-------- -------- -------- -------- -------- --------ITEM01 0.62(0.07)8.60ITEM02 - - 0.75(0.09)8.08ITEM03 - - - - 0.65(0.07)8.72ITEM04 0.19 - - - - 0.74(0.06) (0.08)3.34 9.25ITEM05 - - 0.34 - - - - 0.76(0.07) (0.09)4.96 8.89ITEM06 - - -0.33 - - - - - - 0.43(0.07) (0.08)-4.96 5.38ITEM07 - - - - - - - - - - - -ITEM08 0.13 - - 0.21 - - - - - -(0.05) (0.06)2.54 3.67THETA-DELTAITEM07 ITEM08-------- --------ITEM07 0.94(0.10)9.89ITEM08 - - 0.80(0.08)9.59Squared Multiple Correlations for X - VariablesITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06-------- -------- -------- -------- -------- --------0.37 0.23 0.35 0.26 0.24 0.57Squared Multiple Correlations for X - VariablesITEM07 ITEM08-------- --------0.06 0.20Goodness of Fit StatisticsDegrees of Freedom = 15Minimum Fit Function Chi-Square = 23.10 (P = 0.082)Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 21.09 (P = 0.13)Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 6.09
112
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 22.37)Minimum Fit Function Value = 0.12Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.03190 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.11)Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.04590 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.087)P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.53Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.3290 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.29 ; 0.40)ECVI for Saturated Model = 0.36ECVI for Independence Model = 2.63Chi-Square for Independence Model with 28 Degrees of Freedom = 508.02Independence AIC = 524.02Model AIC = 63.09Saturated AIC = 72.00Independence CAIC = 558.41Model CAIC = 153.35Saturated CAIC = 226.74Normed Fit Index (NFI) = 0.95Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.97Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.51Comparative Fit Index (CFI) = 0.98Incremental Fit Index (IFI) = 0.98Relative Fit Index (RFI) = 0.92Critical N (CN) = 264.46Root Mean Square Residual (RMR) = 0.046Standardized RMR = 0.046Goodness of Fit Index (GFI) = 0.97Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.41UJI VALIDITAS CFA KEPRIBADIAN (EXTRAVERSION)Modification Indices and Expected ChangeNo Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-XNo Non-Zero Modification Indices for PHIModification Indices for THETA-DELTAITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06-------- -------- -------- -------- -------- --------ITEM01 - -ITEM02 1.81 - -ITEM03 0.06 2.03 - -ITEM04 - - 0.29 1.79 - -ITEM05 1.93 - - 0.00 0.16 - -ITEM06 1.49 - - 0.02 3.72 2.15 - -ITEM07 4.35 3.71 0.00 0.37 0.70 0.65ITEM08 - - 0.24 - - 1.60 0.00 1.42Modification Indices for THETA-DELTAITEM07 ITEM08-------- --------ITEM07 - -ITEM08 2.37 - -Expected Change for THETA-DELTAITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06-------- -------- -------- -------- -------- --------ITEM01 - -ITEM02 0.09 - -
113
ITEM03 -0.01 -0.10 - -ITEM04 - - -0.03 0.07 - -ITEM05 0.08 - - 0.00 -0.02 - -ITEM06 0.08 - - -0.01 -0.12 -0.10 - -ITEM07 -0.11 0.13 0.00 -0.04 0.05 0.05ITEM08 - - -0.03 - - 0.07 0.00 -0.08Expected Change for THETA-DELTAITEM07 ITEM08-------- --------ITEM07 - -ITEM08 0.09 - -Maximum Modification Index is 4.35 for Element ( 7, 1) of THETA-DELTAUJI VALIDITAS CFA KEPRIBADIAN (EXTRAVERSION)Standardized SolutionLAMBDA-XExtra--------ITEM01 0.61ITEM02 0.48ITEM03 0.60ITEM04 0.51ITEM05 -0.49ITEM06 0.75ITEM07 0.24ITEM08 0.44PHIExtra--------1.00Time used: 0.140 Seconds
114
Lampiran 4
a. Path Diagram Burnout
115
b. Path Diagram Dukungan Sosial
116
c. Path Diagram Kepribadian
1) Extraversion
2) Agreeableness
117
3) Conscientiousness
4) Neuroticism
118
5) Openness
Top Related