PENERJEMAHAN STRUKTUR KALIMAT QASHR DALAM TAFSIR AL-
MISHBAH KARYA PROF. DR. M. QURAISH SHIHAB
(Studi Kasus: QS. Al-Baqarah)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh:
Reda Pahlevi Firdaus
NIM: 1111024000007
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli
atau jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatulla Jakarta.
Jakarta, 8 September 2015
Reda Pahlevi Firdaus
iv
PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT., karena atas rahmat, izin
dan karuniaNya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana Sastra program strata satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya sangat berterima kasih kepada: Prof. Dr. Sukron Kamil, MA selaku
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum
selaku Ketua Jurusan Tarjamah, Rizki Handayani, MA selaku Sekretaris Jurusan
Tarjamah, serta seluruh dosen jurusan Tarjamah.
Dan tidak lupa penulis secara khusus mengucapkan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada Drs. H. Ahmad Syatibi, MA selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia menyisihkan waktu serta kesabarannya untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para dosen penguji yang mengoreksi dan menilai sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Kepada kedua orang tua ku tersayang dan tercinta Bpk. Heri Setiarso dan
Ibu Anisah Firdaus, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan sedalam-
dalamnya untuk kasih sayang, kesabaran, doa dan dukungannya yang tiada henti.
v
Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kakek KH. Putut
Sugito dan almh. Nenek Hj. Nurani, om Guntur, om Sutan, tante Intan, om Faruq,
tante Eka, tante Afif, om Andri, tante Endah, kakak ku Desi Riani serta amak
Reflida yang selalu mendoakan dan mendukung sekaligus tiada henti memberikan
motivasi.
Terima kasih kepada teman-teman Tarjamah angkatan 2011 untuk segala
doa, dukungan, semangat, motivasi serta kebersamaannya selama empat tahun.
Terima kasih juga kepada teman-teman di keluarga 30 Days To MARS khususnya
untuk Fadhila Haqiqi, Maryati, Rizki Dewi Apriliani, Nu’umah Apriliani Ashri
yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta kebersamaannya.
Terima kasih kepada sahabat-sahabat lama sejak SMA: Nur Halimah, Vita
Tiagus Marina, Dera Ratna Putri, Hannum Rara Kinanti, Ajeng Bintari, dan salah
satu sahabat lama sejak SMP yaitu Riana Puspa Putri yang saling dan selalu
memberi semangat meskipun tidak dalam satu universitas. Terima kasih juga
kepada kak Intan Eka Saputri, kak Mega Andini, dan Kak Rizqi Nandia Arifin
serta teman-teman futsal (Ladies Futsal UIN Jakarta) yang selalu memberikan
semangat, dukungan, motivasi dan doa.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan skripsi ini.
Kritik yang membangun selalu penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi
ini. Semoga dapat bermanfaat untuk kita semua.
Jakarta, 8 September 2015
Reda Pahlevi Firdaus
vi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ................................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................. iii
PRAKATA ......................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ............................................ ix
ABSTRAK ......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................. 6
D. Tinjauan Pustaka ............................................................. 6
E. Metodologi Penelitian ..................................................... 7
F. Sistematika Penulisan ...................................................... 9
BAB II KERANGKA TEORI
A. Penerjemahan ........................................................................ 11
1. Definisi Penerjemahan Secara Umum ............................. 11
2. Hakikat Terjemahan ........................................................ 15
3. Ragam Terjemahan .......................................................... 16
4. Perbedaan Penerjemahan dengan Tafsir
(al-Quran) ........................................................................ 22
5. Problematika Penerjemahan ............................................ 23
vii
B. Wawasan Balaghah ............................................................... 24
1. Definisi Balaghah ............................................................ 24
2. Cabang-Cabang Ilmu Balaghah ....................................... 25
3. Urgensi Balaghah dalam Penerjemahan .......................... 30
4. Balaghah Dalam alQuran................................................. 30
C. Struktur Kalimat Qashar Sebagai Salah Satu Kajian Balaghah
1. Konsep Qashar ................................................................. 32
2. Metodologi Struktur Kalimat Qashar .............................. 34
3. Rukun Qashar .................................................................. 38
4. Macam-Macam Qashar.................................................... 40
5. Makna Yang Terkandung di Dalam Struktur
Kalimat Qashar ............................................................... 44
BAB III TAFSIR AL-MISHBAH DAN PENULISNYA
A. Tafsir Al Mishbah ................................................................ 46
1. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Mishbah ................. 46
2. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Mishbah ....................... 47
B. Penulis Tafsir Al-Mishbah ................................................... 48
1. Riwayat Hidup dan Pendidikan ....................................... 48
2. Karya-Karya M. Quraish Shihab ..................................... 50
BAB IV ANALISIS PENERJEMAHAN STRUKTUR KALIMAT
QASHR DALAM TAFSIR AL-MISHBAH KARYA M.
QURAISH SHIHAB
A. Sekilas Tentang QS. Al-Baqarah ......................................... 52
B. Ayat-Ayat yang Mengandung Struktur Kalimat Qashr ........ 54
viii
C. Analisis Terjemahan Struktur Kalimat Qashar .................... 57
1. Terjemahan Struktur Kalimat Qashr dengan adat
atau cara Nafi dan Istitsna. ( النفي واإلستثناء ) .............. 57
2. Terjemahan Struktur Kalimat Qashr dengan adat
atau cara Innama ( إمنا ) ................................................. 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 68
B. Saran ..................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 70
LAMPIRAN ....................................................................................................... 73
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke
dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin
dalam Buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin
ا
b ب
t ت
ts ث
j ج
h ح
kh خ
d د
dz ذ
r ر
z ز
s س
sy ش
s ص
d ض
T ط
Z ظ
‘ ع
Gh غ
x
F ف
Q ق
K ك
L ل
M م
N ن
W و
H ة
` ء
Y ي
Vokal
Vocal dalam bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri dari
vocal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk
vocal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
a Fathah ـ
i Kasrah ـ
u Dammah ـ
Adapun vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal
Latin
Keterangan
يـ ai a dan i
xi
au a dan u ـ-- و
Vokal Panjang
Ketentuan alis aksara vocal panjang (madd), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem dalam aksara Arab dilambangkan
dengan huruf yaitu ال dialih aksarakan menjadi /l/, baik diikuti oleh
huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl
bukan ar- rijâl.
Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda (—ـ) alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di ـ--ا/ي
atas
يـ --- î i dengan topi di atas
û u dengan topi di ـ و
atas
xii
syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang
menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang
diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak
ditulis ad-darûrah melainkan al- darûrah.
Ta marbûtah
Jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri,
maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh
1 di bawah). Hal yang sama berlaku jika ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika ta
marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut
dialihbahasakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
Tarîqah طريقة 1
al-jâmi’ah al-islamiyyah اإلسالميةاجلميعة 2
Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk
xiii
menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama
bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital
tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-
Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak
dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab.
Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad
al-Palimb n ; Nuruddin al-Raniri, tidak N r al-D n al-R n r.
xiv
ABSTRAK
REDA PAHLEVI FIRDAUS, Penerjemahan Struktur Kalimat Qashr Dalam Tafsir Al-Mishbah Karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab (Studi Kasus: QS. Al-Baqarah), Program Studi Tarjamah, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Kegiatan dalam penerjemahan, tidak hanya menerjemahkan dari bahasa
sumber ke bahasa sasaran yang ada pada interaksi atau komunikasi secara lisan
tetapi juga seorang penerjemah juga dapat menerjemahkan dalam bentuk tulisan,
salah satunya adalah kegiatan penerjemahan teks keagamaan termasuk
penerjemahan al-Quran. Seperti yang dilakukan oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab
dalam menerjemahkan ayat-ayat al-Quran dengan sangat baik, hingga mudah
dimengerti pembaca dari segi makna.
Gambar permasalahan penelitian kali ini adalah menelaah penerjemahan
yang dilakukan oleh Prof. DR. M. Quraish Shihab dari segi struktur kalimat
qashar yang terdapat dalam ayat-ayat QS. al-Baqarah pada Tafsir al-Mishbah.
Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil terjemahan pada Tafsir al-Mishbah sangat
baik dan sesuai dengan teori penerjemahan yang ada, kemudian juga sesuai
dengan teori atau konsep qashar. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran Prof. DR.
M. Quraish Shihab bersifat jelas. Untuk penyajiannya, penafsiran dilakukan
dengan memberi penjelasan dari apa yang tidak diterjemahkan dalam ayat-ayat al-
Quran, kemudian memberikan penafsiran secara global atau umum sehingga para
pembaca dapat mengerti dan memahami terjemahan maupun isi kandungan dalam
QS. Al-Baqarah.
QS. Al-Baqarah terdiri dari 286 ayat yang dimana telah terdapat struktur
kalimat qashar yang meliputi cara Nafi dan Istitsna, cara Innama, dan cara
Mendahulukan Yang Seharusnya Dibelakangkan. Namun penulis hanya
membatasi dua cara qashar saja yang ditelaah di dalam QS. Al-Baqarah, dimana
untuk cara Nafi dan Istitsna berjumlah delapan ayat kemudian untuk cara Innama
berjumlah enam ayat.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Rumusan yang hampir sama dinyatakan oleh
Lyons, bahwa bahasa adalah most of them hare taken the views that
languages are systems of symbols, designed, as it were, for the purpose of
communications. Berdasarkan pendapat Lyons, dapat dikatakan bahwa
bahasa harus bersistem, berwujud simbol yang kita lihat dan kita dengar
dalam lambang, serta bahasa digunakan oleh masyarakat dalam
berkomunikasi.1
Dalam dunia kebahasaan, banyak kegiatan yang dapat dilakukan
salah satunya adalah kegiatan penerjemahan. Terkadang banyak khalayak
atau bahkan para penerjemah memiliki pandangan bahwa untuk
menerjemahkan suatu bahasa (bahasa sumber) ke bahasa lain (bahasa
sasaran) merupakan suatu kegiatan yang mudah dilakukan. Kegiatan
penerjemahan memiliki peran penting hampir di seluruh aspek kehidupan
manusia, khususnya dalam berinteraksi dengan dua bahasa yang berbeda.
Setiap manusia tidak dapat berinteraksi dengan baik ketika dirinya
tidak memahami isi dalam interaksi tersebut dengan manusia lainnya yang
menggunakan bahasa asing (bahasa sasaran), maka dibutuhkan seorang
1 Aslinda, Lenis Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, (Cet. I; Bandung: Refika Aditama,
2007 M), h. 1
2
penerjemah atau seseorang yang memiliki kompetensi atau kemampuan
dalam memahami bahasa sumber (Bsu) dan bahasa sasaran (Bsa) untuk
menerjemahkan isi pesan dalam interaksi tersebut.
Penerjemah perlu sadar pula akan sistem perlambangan dalam
berkomunikasi di dunia ini. Bahasa juga merupakan salah satu sistem
perlambangan: bahasa adalah suatu sistem komunikasi dengan bunyi, yaitu
menggunakan lambang-lambang bunyi yang memiliki arti-arti sembarang
berdasarkan kesepakatan. Suatu kata melambangkan (artinya, menunjuk
kepada atau menjadi wakil dari) gagasan dalam benak orang dan barang
atau peristiwa atau proses di dunia luar: apa yang ada di dunia luar itu
digayuti (dirujuk, diacu) oleh lambang maupun oleh gagasan/ide.
Penerjemah perlu memahami hubungan antara lambang, gagasan, dan
barang di luar.2
Kegiatan dalam penerjemahan, tidak hanya menerjemahkan dari
bahasa sumber ke bahasa sasaran yang ada pada interaksi atau komunikasi
secara lisan tetapi juga seorang penerjemah juga dapat menerjemahkan
dalam bentuk tulisan, salah satunya adalah kegiatan penerjemahan teks
keagamaan termasuk penerjemahan al-Quran.
Teks keagamaan adalah teks yang substansinya didominasi oleh
tema dan topik-topik yang bersumber pada satu agama atau lebih. Bentuk
teks keagamaan beragam. Dalam Islam, teks keagamaan bisa ditemukan
pada al-Quran, hadis, kitab tafsir, kitab fikih, kitab tasawuf, kitab akhlak,
2 A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 1989 M), h. 28
3
dan yang lain. Kebetulan teks keagamaan dalam Islam didominasi teks
yang berbahasa Arab.3
Qur’an menurut pendapat yang paling kuat seperti yang
dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti “bacaan”, asal kata qara-a. Kata
al-Quran itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu maqru
(dibaca). Kemudian dipakai kata “Qur’an” itu untuk al-Quran yang dikenal
sekarang ini. Adapun definisi al-Quran ialah: “Kalam Allah SWT yang
merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi
Muhammad saw dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan
mutawatir serta membacanya adalah ibadah.”4
Penerjemahan al-Quran adalah mengalihkan pesan alQuran, ke
bahasa asing selain bahasa Arab, dan terjemahan tersebut dicetak dengan
tujuan agar dapat dikaji oleh mereka yang tidak menguasai bahasa Arab
sehingga dapat dimengerti maksud dari firman Allah tersebut dengan
bantuan terjemahan tadi.5
Dalam kitab suci al-Quran banyak sekali ayat yang mengandung
arti yang sebenarnya tidak hanya baik tetapi juga indah dan ringkas,
seperti dalam Tafsir Al-Mishbah karya Prof. DR. M. Quraish Shihab.
Maka seorang penerjemah tidak hanya memerlukan ilmu-ilmu tentang
penerjemahan saja, tetapi juga ilmu balaghah, khususnya mengenai ushlub
qashar.
3 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An, (Cet. IV; Tangerang: Dikara, 2012 M), h. 53. 4 Departemen Agama RI, AlQuran dan Terjemahannya (Semarang: Karya Toha Putra,
1998 M), h. 15. 5 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An, (Cet. IV; Tangerang: Dikara, 2012 M), h. 54
4
Balaghah secara etimologis berasal dari kata dasar “بلغ” yang
memiliki arti sama dengan kata “وصل” yaitu, “sampai”. Dalam kajian
sastra, balaghah ini menjadi sifat dari kalam dan mutakallim. Perubahan
situasi dan kondisi para pendengar menutut perubahan susunan kalam.6
Ilmu balaghah sudah ada sejak zaman setelah diturunkannya
alQuran kepada Nabi Muhammad SAW. karena alQuran mempunyai
tingkat fashahah dan balaghah yang tinggi. Banyak yang dibahas di dalam
balaghah, salah satunya adalah qashar. Kemudian arti dari qashar itu
sendiri adalah singkat atau ringkas.
Qashr secara bahasa artinya singkat, padat atau pendek. Lebih jelas
lagi qashr adalah ungkapan atau struktur kalimat yang lafalnya pendek
namun kandungan maknanya banyak. Dalam ilmu ma’ani Qashr adalah
mengkhususkan suatu perkara pada perkara lain dengan cara khusus.7
Seperti contoh potongan terjemahan dalam QS. Al-Baqarah: 11
Sesungguhnya hanya kami orang-orang mushlih.
Pada contoh kalimat di atas, dijumpai Innama ( ا (انم Sesuai dengan
kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat qashar yang ada maka
terjemahan ayat di atas belum tepat karena penempatan kata ‘hanya’ bukan
6 Mamat Zaenuddin, Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Cet. I; Bandung:
Refika Aditama, 2007 M), h. 6 7 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h.189
5
pada maksur alaih. Dan apabila kalimat tersebut diterjemahkan sesuai
dengan struktur qashar maka akan memiliki kandungan makna pertama
seperti berikut: Kami hanya orang-orang mushlih, dan kandungan makna
kedua seperti berikut: Orang-orang mushlih bukan hanya kami. Karena
kalimat yang terdapat kata Innama termasuk struktur kalimat qashr atau
uslub qashr.
Penerjemahan di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu,
khususnya untuk penerjemahan al-Quran. Semakin berkembangnya ilmu-
ilmu bahasa atau ilmu-ilmu sastra dan ilmu-ilmu penerjemahan, banyak
bermunculan terjemahan-terjemahan yang bervariasi, entah dilakukan oleh
seorang penerjemah saja atau lembaga-lembaga yang memiliki kompetensi
dalam dunia penerjemahan, dan terkadang tidak semua penerjemah bisa
menerjemahkan ayat-ayat Quran dengan bahasa atau struktur kalimat yang
baik, indah, dan singkat atau secara ringkas, seperti halnya
menerjemahkan dengan menggunakan ilmu balaghah khususnya
menerjemahkan struktur kalimat qashar yang terdapat di dalam al-Quran.
Maka, peneliti sengaja mengambil judul “PENERJEMAHAN
STRUKTUR KALIMAT QASHR DALAM TAFSIR AL-MISHBAH
KARYA PROF. DR. M. QURAISH SHIHAB (Studi Kasus: QS. Al-
Baqarah)”
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini akan mengkaji model terjemahan struktur kalimat
qashr, dan peneliti menentukan rumusan masalah yang akan diteliti
sebagai berikut:
1. Berapa jumlah struktur kalimat qashr yang terdapat di dalam QS.
Al-Baqarah yang menggunakan adat atau cara Nafi dan Istisna, Innama?
2. Apakah terjemahan qashr yang ada dalam QS. Al-Baqarah dalam
Tafsir Al-Mishbah sesuai dengan teori qashar dan penerjemahan atau
tidak?
C. Tujuan Penelitian
Peneliti memiliki dua tujuan yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:
1. Memberikan gambaran tentang jumlah kalimat yang termasuk
dalam kategori qashr yang terdapat pada QS. Al-Baqarah
2. Untuk mengetahui terjemahan qashr sesuai dengan teori atau tidak
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan buku-buku
yang berkaitan dengan topik pembahasan yaitu tentang balaghah maupun
qashr dan dunia penerjemahan.
Pada skripsi ini, penulis menggunakan terjemahan ayat-ayat al-
Quran dalam QS. Al-Baqarah yang diterjemahkan oleh M. Quraish Shihab
sebagai objek dalam penelitian ini. Selama melakukan penyusunan skripsi,
peneliti menemukan beberapa permasalahan mengenai balaghah (qashr)
dan dunia penerjemahan yang sudah diteliti oleh para peneliti sebelumnya,
7
seperti dalam beberapa skripsi, tesis, dan desertasi di berbagai Universitas.
Diantaranya: S. Rodliyah 2013-Univ. Negeri Malang [Balaghah At-tasybih
fi Kitab Maulid Ad-Diba’i li Al-Syaikh al-Imam Abu Muhammad Abdur
Rahman bin Ali ad-Diba’i (Dirasah Tahliliyah Bayaniyah)], dalam skripsi
tersebut membahas tentang Ilmu Bayan yaitu kalimat tasybih. B. Mudlofir-
UIN Sunan Ampel Surabaya 2012 (Kalam Insya dalam Surat Abasa: Study
Analisis Balaghah), dalam skripsi tersebut membahas dan menjelaskan
Ilmu Ma’ani berupa kalam insya’ yang terdapat dalam surat Abasa. Dua
skripsi tersebut sama-sama membahas tentang Ilmu Balaghah yang
masing-masing menjelaskan cabang Ilmu Bayan dan Ilmu Ma’ani. Dan
dalam skripsi ini, penulis juga membahas dan menjelaskan tentang Ilmu
Balaghah dalam cabang Ilmu Ma’ani seperti yang dilakukan oleh B.
Mudlofir , namun penulis memilih untuk membahas tentang Qashar.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif yaitu
penelitian dengan cara menjelaskan atau memahami makna dibalik realitas
atau kenyataan. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu dengan cara
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,
kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap
objek yang diteliti. Selain itu, peneliti juga menganalisis objek yang
diteliti, yaitu dengan mengadakan perincian data terhadap objek yang
diteliti. Perincian data yang dilakukan adalah dengan cara membaca,
8
menelaah karya terjemahan M.Quraish Shihab. Dan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan pendekatan balaghah.
Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan
memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikitpun belum diketahui.
Demikian pula metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks
tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.8
Sumber data yang dilakukan oleh penulis, diantaranya Pertama,
data primer yaitu semua data yang diperlukan dalam membantu dan
melakukan analisis penulisan skripsi ini. kitab yang dijadikan rujukan
adalah terjemahan Tafsir Al Mishbah karya M. Quraish Shihab. Kedua,
data sekunder yakni sumber-sumber lain yang mendukung data yang
dibutuhkan.
Dalam teknik pengumpulan data, kajian ini dilakukan oleh penulis
melalui kepustakaan (library research) yaitu dengan mencari sumber
informasi dari buku-buku yang membahas tentang terjemahan dan
balaghah serta qashar. Selain data-data yang diperlukan dari sumber-
sumber buku tersebut, peneliti juga mencari informasi dari sumber lain
seperti; Kamus Arab-Indonesia dan media internet.
Kemudian dalam penyusunan dan teknik penulisan skripsi, penulis
berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis
dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta tahun 2007.
8 Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif tata langkah dan
teknik-teknik teoritisasi data, (Yogyakarta: pustaka pelajar: 2009 M), h. 5
9
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu sebagai
berikut:
Bab I, penulis menyusun dan menulis pendahuluan yang berisi
mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan. Hal ini dilakukan oleh penulis agar memudahkan para pembaca
dalam mengetahui dan menilai keilmiahan penelitian ini.
Bab II, penulis menyusun dan menulis kerangka teori yang terdiri
dari penerjemahan, kemudian di dalam sub bab penerjemahan terdiri dari
definisi penerjemahan secara umum, hakikat terjemahan, ragam
terjemahan yang terdiri dari (terjemahan kata demi kata, terjemahan
harfiyah, terjemahan bebas, terjemahan idiomatik, terjemahan tafsiriyah,
terjemahan dinamik, dan terjemahan estetik-puitik), Perbedaan
Penerjemahan dengan Tafsir (al-Quran), dan problematika penerjemahan.
Pada sub bab wawasan balaghah, terdiri dari definisi balaghah, cabang-
cabang ilmu balaghah, urgensi balaghah dalam penerjemahan, dan
balaghah dalam al-Quran. Pada sub bab struktur kalimat qashar sebagai
salah satu kajian balaghah, terdiri dari konsep qashar, metodologi struktur
kalimat qashar, rukun qashar, macam-macam qashar, dan makna yang
terkandung di dalam struktur kalimat qashr.
Bab III, penulis menyusun dan menulis mengenai penjelasan
tentang tafsir Al-Mishbah dan penulisnya. Pada sub bab tafsir Al-Mishbah
10
yang terdiri dari latar belakang penulisan tafsir Al-Mishbah, sistematika
penulisan tafsir Al-Mishbah. Pada sub bab penulis tafsir Al-Mishbah,
terdiri dari riwayat hidup dan pendidikan dan karya-karya M. Quraish
Shihab.
Bab IV, penulis menganalisis analisis penerjemahan struktur
kalimat qashar dalam Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab. Dalam
bab ini, penulis membahas sekilas tentang QS. Al-Baqarah, Ayat-ayat
yang mengandung struktur kalimat qashar, dan analisis terjemahan struktur
kalimat qashar yang meliputi terjemahan struktur kalimat qashar dengan
adat atau cara qashar Nafi Istisna dan terjemahan struktur kalimat qashar
dengan adat atau cara Innama.
Bab V, penulis menyusun dan menulis mengenai penutup yang
teridri dari kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, dan saran
untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Penerjemahan
1. Definisi Penerjemahan Secara Umum
Dewasa ini, segala yang ada di dunia atau dalam kehidupan,
seluruh ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang
pesat. Dengan adanya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka dibutuhkan suatu ilmu atau kegiatan penerjemahan.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, kegiatan penerjemahan pun
sudah tidak menjadi kegiatan yang asing dan sulit bagi orang-orang yang
ingin berkecimpung dalam kegiatan tersebut.
Penerjemahan adalah suatu tindak komunikasi satu arah. Sebagai
tindak komunikasi, kegiatan tersebut tidak terlepas dari bahasa dan dalam
pembahasannya pun tidak dapat mengabaikan pemahaman tentang konsep-
konsep kebahasaan dan kaidah dalam penerjemahan. Sebagai bagian
penting dalam menjembatani ilmu pengetahuan, maka lahirlah konsep-
konsep tersendiri dalam penyampaian sebuah terjemahan.
Penerjemahan adalah upaya mengalihkan pesan dari satu bahasa ke
bahasa yang lain. Oleh karena itu, kita tidak dapat melihat penerjemahan
12
sebagai sekedar upaya menggantikan teks dalam satu bahasa ke dalam teks
bahasa lain.9
Yang paling pokok, menurut Lauven-Zwart (1985), adalah bahwa
menghasilkan penerjemah dan terjemahan yang lebih baik bukan
merupakan tujuan utama teori penerjemahan. Penerjemah dan terjemahan
yang lebih baik mungkin saja merupakan produk teori dan metode
penerjemahan. Akan tetapi, tugas itu pada umumnya diserahkan pada studi
penerjemahan terapan.10
Kata dasar tarjamah berasal dari bahasa Arab tarjama yang
maknanya adalah ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks
suatu bahasa ke dalam teks bahasa lain. Dalam hal ini teks yang
diterjemahkan disebut teks sumber (Tsu) dan bahasanya disebut bahasa
sumber (Bsu), sedang teks yang disusun oleh penerjemah disebut teks
sasaran (Tsa) dan bahasanya disebut bahasa sasaran (Bsa).11
Penerjemahan terbagi dua kegiatan yang sering kita kenal, yaitu
penerjemahan lisan (interpreteur) dan penerjemahan tulisan. Kegiatan
penerjemahan sudah ada sejak zaman dahulu, dan pada abad ke-21
kegiatan tersebut semakin penting mengingat arus informasi pada abad ini
semakin pesat, khususnya dalam bidang komunikasi.
9 Frans Sayogi. Penerjemahan Bahasa Inggris ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008 M), h. 7. 10 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Cet. III; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008 M), h. 15 11 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
2006 M), h. 23
13
Banyak definisi yang diberikan oleh para ahli terkait
penerjemahan. Secara umum, definisi itu mengerucut pada definisi bahwa
penerjemahan adalah proses memindahkan makna yang telah diungkapkan
dalam bahasa yang satu (bahasa sumber [Bsu]; source language [SL]; al-
lughah al-mutarjam minha) menjadi ekuivalen yang sedekat-dekatnya dan
sewajar-wajarnya dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran [Bsa]; target
language [TL]; al-lughah al-mutarjam ilaiha).12
Kegiatan penerjemahan ini setidaknya telah berlangsung seiring
dengan geliat intelektualisme Islam di Indonesia yang mulai tampak pada
abad ke-16, dengan ditemukannya sejumlah naskah dalam bahasa Melayu
dan Jawa yang setidaknya memiliki “hubungan” dengan naskah dalam
bahasa Arab. Bentuk hubungan itu bisa berupa terjemahan, saduran atau
adaptasi.13
Secara harfiah, terjemah merupakan menyalin atau memindahkan
suatu bahasa ke bahasa lain, atau singkatnya mengalihbahasakan.
Sedangkan terjemahan, merupakan salinan bahasa atau alih bahasa dari
suatu bahasa ke bahasa lain.14
Tugas utama penerjemah adalah mengalihbahasakan dari bahasa
asli ke dalam bahasa lain. Proses alih bahasa bukanlah proses yang
sederhana. Dan secara kronologis, proses ini dapat dibagi menjadi
beberapa tahap. Pertama, penetapan sebuah judul buku yang akan
12 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An, (Cet. IV; Pamulang: Dikara, 2010 M), h. 13 13 Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia, (Jakarta: Puslitbang
Lektur Keagamaan, 2010 M), h. 149 14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. I Edisis IV;
Jakarta: Gramedia, 2008 M), h. 1452
14
dialihbahasakan. Kedua, perolehan hak cipta dari pemegang hak cipta
buku asli. Ketiga, prasyarat awal yang harus dipenuhi seorang penerjemah.
Keempat, proses alih bahasa itu sendiri. Kelima, penyuntingan akhir (copy
editing). Keenam, masalah-masalah pasca penerjemahan.15
Kegiatan penerjemahan tidak hanya dilakukan untuk
menerjemahkan buku-buku atau media masa tetapi juga dilakukan untuk
menerjemahkan kitab suci berupa al-Quran. Al-Quran merupakan kitab
suci yang diturunkan oleh Allah SWT untuk umat muslim di dunia. Al-
Quran juga merupakan teks keagamaan yang digunakan untuk kegiatan
penerjemahan.
Pertama kali penerjemahan al-Quran dilakukan ke dalam bahasa
Persia. Seiring berkembangnya ajaran Islam, maka munculah keinginan
dan kesadaran untuk menerjemahkan al-Quran ke dalam berbagai bahasa
yang ada di dunia. Upaya untuk menerjemahkan al-Quran itu telah dimulai
beberapa belas abad silam ketika Islam mulai menyebar ke berbagai benua
bahkan pada saat Rasulullah SAW masih hidup. Menerjemahkan al-Quran
ke dalam bahasa lain bukanlah pekerjaan mudah. Betapa tidak, al-Quran
merupakan mukjizat yang menggunakan bahasa ilahiyah, yang tak
mungkin dapat ditandingi manusia manapun. Menerjemahkan al-Quran
bukanlah usaha untuk menduplikasi atau mengganti teks al-Quran yang
asli. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan manusia tidak sama
15 Hermawan Sulistyo, Penterjemahan Buku: Sudut Pandang Penerjemah (dalam buku
PENERJEMAHAN BUKU; Hasil Seminar Sehari tentang penerjemahan Buku), (Cet. I; Jakarta:
Badan Pertimbangan Pengembangan Buku Nasional, 1992 M), h. 25
15
dengan al-Quran itu sendiri. Keaslian dan kemurnian al-Quran dijaga oleh
tangan Ilahi.16
2. Hakikat Terjemahan
Seperti yang dikutip oleh Syihabuddin dalam bukunya, Moeliono
berpandangan bahwa pada hakikatnya penerjemahan itu merupakan
kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan
yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima. Namun, untuk
mereproduksi amanat itu, mau tidak mau, diperlukan penyesuaian gramatis
dan leksikal. Pandangan Moeliono sejalan dengan Nida yang menilik
penerjemahan sebagai reproduksi padanan pesan yang paling wajar dan
alamiah dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima dengan
mementingkan aspek makna, kemudian gaya. Walaupun gaya itu penting,
makna mestilah menjadi prioritas utama dalam penerjemahan.17
Seperti yang dikutip oleh Zaka AL Farisi dalam bukunya, Osimo
berpandangan bahwa menerjemahkan berarti merasionalisasi sebuah teks.
Jika di dalam sebuah teks didapati ungkapan-ungkapan yang ambigu,
semisal metafora, polisemi, dan semacamnya, maka terlebih dahulu
penerjemah harus membaca, mengidentifikasi, dan menafsirkan teks
tersebut. Sesudah itu, ia menerjemahkan semua yang bisa diterjemahkan
secara rasional. Kiranya wajar kalau penerjemahan dipandang sebagai
dwitindak komunikasi yang kompleks karena melibatkan gagasan sebagai
16 http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/17/m2m933-melacak-
sejarah-penerjemahan-alquran (Republika Online, oleh: Nidia Zuraya pada tanggal 17 April 2012).
Diakses tanggal 30 Juli 2015 pukul 19:36 WIB 17 Syihabuddin, PENERJEMAHAN ARAB-INDONESIA (Teori dan Praktek), (Cet. I;
Bandung: Humaniora, 2005 M), h. 10-11
16
fokus perhatian, penulis sebagai penyampai gagasan, penerjemah sebagai
pengalih gagasan, dan pembaca sebagai target yang akan memahami
gagasan tersebut.18
3. Ragam Terjemahan
Munculnya persoalan-persoalan baru tentang terjemahan untuk
teks-teks umum maupun teks-teks keagamaan seperti al-Quran seiring
dengan dinamika masyarakat yang progresif mendorong umat Islam untuk
memberikan perhatian yang besar dalam menjawab problematika
kontemporer yang semakin kompleks dari masa ke masa. Untuk itu
Peneliti akan menjelaskan beberapa model dalam penerjemahan al-Quran
sebagai berikut:
3.1 Terjemahan Kata demi Kata
Terjemahan ini dilakukan sebagaimana adanya, sesuai
dengan namanya yaitu dititik beratkan pada kata demi kata. Saat
menerjemahkan dengan jenis ini, seorang penerjemah meletakkan
kata-kata Tsa langsung di bawah versi Tsu. Kata-kata dalam Tsu
diterjemahkan di luar konteks. Kata-kata yang bersifat cultural
diterjemahkan apa adanya. Namun, jenis penerjemahan ini
biasanya hanya digunakan untuk pra penerjemah (analisis dan
tahap pengalihan) untuk Tsu yang sukar dipahami, dan untuk para
pemula yang tidak mempunyai wawasan Tsu yang cukup baik.
Contoh:
18 M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab-Indonesia, (Cet. I; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011 M), h. 26
17
وعندي ثالثة كتب
Diterjemahkan dengan: “Dan di sisiku tiga buku-buku”.19
Terlihat bahwa terjemahan di atas menggunakan jenis ini,
jumlah kata dalam Bsu (Bahasa sumber) terdiri dari lima kata dan
terjemahan dalam Bsa (Bahasa sasaran) diterjemahkan dengan
jumlah lima kata juga. Jenis penerjemahan ini memang tidak
memperhatikan apakah karya terjemahan yang dihasilkan terasa
janggal atau tidak bagi penutur Bsa. Karena, klausa di atas
seharusnya dapat diterjemahkan sebagai ‘Saya memiliki tiga buku’.
3.2 Terjemahan Harfiyah
Terjemahan secara harfiyah yaitu menerjemahkan alQuran
ke dalam bahasa sasaran di mana kalimat dan susunan kata
disesuaikan dengan bahasa aslinya. Dan penerjemahan ini biasa
digunakan dalam al-Quran Departemen Agama R.I.
Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang
penerjemah mencarikan padanan konstruksi gramatikal Tsu yang
terdekat dalam Tsa. Penerjemahan kata-kata Tsu masih dilakukan
terpisah dari konteks. Metode ini biasanya digunakan pada tahap
awal (pengalihan).
3.3 Terjemahan Bebas
19 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An, (Cet. IV; Pamulang: Dikara, 2010 M), h. 31
18
Saat menerjrmahkan dengan metode ini, seorang penerjemah
biasanya mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bsu.
Tak jarang bentuk retorik (seperti alur) atau bentuk kalimatnya
sudah berubah sama sekali. Dalam metode ini, terjadi perubahan
drastis antara struktur luar Tsu dan struktur luar Tsa. Metode ini
biasanya berbentuk parafrasa yang dapat lebih panjang atau lebih
pendek dari aslinya.
3.4 Terjemahan Idiomatik
Saat menerjemahkan dengan metode ini, seorang penerjemah
mereproduksi pesan dalam teks Bsu. Metode ini mengharuskannya
untuk sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan
idiomatic yang tidak didapati pada versi aslinya.20
3.5 Terjemahan Setia
Terjemahan setia ditandai dengan masih adanya keberpihakan
kepada penulis asli dan teks bahasa sumber. Gaya bahasa dan
pilihan kata diperhatikan karena gaya bahasa adalah ciri ekspresif
penulis yang bersangkutan. Namun demikian, kadar kesetiaan
terjemahan ini lebih rendah dibandingkan dengan terjemahan
harfiyah, karena struktur bahasa sumber hanya sedikit
dipertimbangkan.21
20 Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim Al-An, (Cet. IV; Pamulang: Dikara, 2010 M), h. 31-
34 21 Zuchridin Suryawinata, Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun
Praktis Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 2003 M), h. 48
19
3.6 Terjemahan Tafsiriyah
Terjemahan secara tafsiriyah merupakan menerjemahkan arti ayat-
ayat al-Quran di mana sisi penerjemah memusatkan perhatiannya
pada arti al-Quran yang diterjemahkan dengan lafadz-lafadz yang
tidak terikat oleh kata-kata dan susunan kalimat dalam bahasa asli.
Kata iqra’ menurut M. Quraish Shihab, kata iqra’ memiliki
beraneka ragam arti, yaitu di antaranya ‘menyampaikan’,
‘menelaah’, ‘membaca’, ‘mendalami’, ‘meneliti’, ‘mengetahui
cirri-ciri tertentu’.22
3.6.1 Metode Tafsir
3.6.1.1 Definisi Metode Tafsir
Kata metode dalam bahasa Indonesia diadopsi dari kata methodos
dalam bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari kata meta, yang berarti
menuju, melalui, mengikuti, sesudah; dan kata hoods yang berarti
jalan, perjalanan, cara, arah. Kata methodos sendiri berarti
penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, uraian ilmiah. Dalam
bahasa Inggris, kata tersebut ditulis method dan dalam bahasa Arab
diterjemahkan dalam manhaj atau thariqah. Dalam bahasa
Indonesia, kata tersebut mengandung arti cara yang teratur terpikir
baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan
sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu yang
22 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Vol. 15; Jakarta: Lentera Hati, 2007 M), h.
392-393
20
ditentukan. Dalam hal ini, metode merupakan salah satu sarana
terpenting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 23
3.6.1.2 Pembagian Metode Tafsir dan Penafsiran
Metode tafsir dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
a. Sumber Penafsiran
Ditinjau dari segi sumber penafsirannya, metode tafsir alQuran ada
tiga yakni:
1) Tafsir bi al-Matsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah,
hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran
seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari
generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi SAW. Tafsir bi al-
Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang
shahih yaitu menafsirkan alQuran dengan alQuran, Kitabullah,
dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling
mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar
tabi’in karena mereka pada umumnya menerimanya dari para
sahabat.
2) Tafsir bi ar-Rayi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan
metoda tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa
Daulah Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan ijtihad
23 Aryani Novianti dan Ulya Rizky Rufaida, Metode Tafsir dan Penafsiran (Studi Ulumul
Qur’an), (Cet. I; Jakarta: Zikra Multi Service, 2009 M), h. 217
21
dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan
bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu alQuran,
hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang
mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk
menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan
bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
3) Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan
batin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami oleh akal
pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat yang
tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya.
Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan al-
Quran inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib
pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir
Isyari.24
3.7 Terjemahan Dinamik
Penerjemahan dinamik disebut juga sebagai penerjemahan wajar.
Amanat bahasa sumber dialihkan dan diungkapkan dengan
ungkapan-ungkapan yang lazim dalam bahasa sasaran. Segala
sesuatu yang berbau asing atau kurang bersifat alami, baik dalam
kaitannya dengan konteks budaya atau pun dalam
pengungkapannya dalam bahasa sasaran sedapat mungkin
24 Aryani Novianti dan Ulya Rizky Rufaida, Metode Tafsir dan Penafsiran (Studi Ulumul
Qur’an), (Cet. I; Jakarta: Zikra Multi Service, 2009 M), h. 218-222
22
dihindari. Penerjemahan tipe ini sangat mengutamakan pengalihan
amanat dan juga sangat memperhatikan kekhususan bahasa
sasaran.25
3.8 Terjemahan Estetik-puitik
Penerjemahan estetik-puitik (esthetic-poetic translation) sangat
berbeda dari penerjemahan pragmatik yang lebih mengutamakan
penyampaian informasi yang akurat. Dalam penerjemahan estetik-
putik, penerjemah tidak hanya memusatkan perhatiannya pada
masalah penyampaian informasi, tetapi juga pada masalah kesan,
emosi, dan perasaan dengan mempertimbangkan keindahan bahasa
sasaran. Itulah sebabnya penerjemahan estetik-puitik disebut juga
sebagai penerjemahan sastra, seperti penerjemahan puisi, prosa,
dan drama yang menekankan konotasi emosi dan gaya bahasa.26
4. Perbedaan Penerjemahan dengan Tafsir (al-Quran)
Penerjemahan adalah suatu tindak komunikasi satu arah.
Kemudian terjemah merupakan upaya mengalihkan pesan dari
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, contoh terjemahan dari
bahasa Arab ke bahasa Indonesia.
25 M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003 M), h. 33
26 Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003 M), h. 35-36
23
M. Quraish Shihab menyatakan, bahwa tafsir adalah suatu
upaya memahami maksud-maksud firman Allah sesuai dengan
kemampuan manusia.27
Namun dalam kegiatan menerjemahkan terutama dalam
penerjemahan al-Quran, penerjemahan tersebut merupakan bagian
dari tafsir, karena ayat-ayat al-Quran tidak bisa diterjemahkan
melainkan ditafsirkan.
5. Problematika Penerjemahan
Penerjemahan merupakan suatu kegiatan di mana seorang
penerjemah berusaha untuk mengalihkan suatu bahasa tertentu ke
bahasa lain, seperti Bahasa Arab sebagai bahasa sumber dan
Bahasa Indonesia sebagai bahsa sasaran, dan sebaliknya. Dalam
menerjemahkan suatu teks seorang penerjemah tidak hanya
mengerti dalam soal bahasa yang digunakan atau yang akan
diterjemahkan tetapi juga harus mengetahui dan mengerti budaya
yang terdapat dalam bahasa sumber maupun bahasa sasaran.
Adapun kesulitan-kesulitan yang akan sering ditemui oleh
penerjemah (berdasarkan pendapat Mona Baker) adalah:
- Konsep budaya spesifik (Culture specific concept)
Konsep budaya spesifik adalah kata atau frasa tertentu yang
bertujuan untuk menggambarkan peristiwa, konsep atau kondisi
dalam konteks tertentu. Dalam kamus KBBI istilah adalah kata
27 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996 M), h. 15
24
atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna
konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang
tertentu. Pada setiap bahasa, konsep/istilah budaya spesifik akan
selalu ditemukan. Hal ini disebabkan oleh faktor budaya yang
selalu ada dan dilestarikan oleh daerah, atau wilayah tertentu. 28
B. Wawasan Balaghah
1. Definisi Balaghah
Balaghah menurut bahasa adalah sampai dan berakhir. Balaghah
menurut istilah adalah sifat bagi perkataan dan pembicara. Balaghatul
kalam adalah sesuainya perkataan dengan situasi dan kondisi, beserta
kefasihannya. Balaghatul mutakallim adalah bakat pembicara yang
memungkinkannya, menyatakan maksud dengan perkataan yang tepat
dalam tujuan apa pun.29
Balaghah secara etimologis berasal dari kata dasar “بلغ” yang
memiliki arti sama dengan kata “وصل” yaitu, “sampai”. Dalam kajian
sastra, balaghah ini menjadi sifat dari kalam dan mutakallim. Perubahan
situasi dan kondisi para pendengar menutut perubahan susunan kalam.30
28 http://www.ilmuhumaniora.com/2014/problematika-padanan-dalam-penerjemahan-dan-
solusinya/ posted by Nurdin Bramono. Diakses pada tanggal 30 Juli 2015 pukul 17:46 WIB 29 Hefni Bek Dayyab dkk; penerjemah: Ahmad Sunarto, Qowaidul lughoh (Kaidah-
Kaidah Bahasa Arab), (Surabaya: Al-Hidayah, 1990 M), h. 195 30 Mamat Zaenuddin, Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Cet. I; Bandung:
Refika Aditama, 2007 M), h. 6
25
Secara ilmiah, balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang
berlandaskan kepada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan
dan kejelasan perbedaan yang samar di antara macam-macam ushlub
(ungkapan). Unsur-unsur balaghah adalah kalimat, makna, dan susunan
kalimat yang memberikan kekuatan, pengaruh dalam jiwa, dan
keindahan.31
Secara bahasa, balaghah artinya ‘menyampaikan sesuai kepada
tujuannya’. “Manusia balig” berarti ‘manusia yang telah sampai pada
batasan usia yang mendapat kewajiban beban syariat’. Manusia yang telah
mencapai kefasihan dan ketepatan dalam berbicara, serta mampu
menyampaikan keinginannya secara sempurna, disebut “al-baligh”.32
2. Cabang-Cabang Ilmu Balaghah
a. Ilmu Bayan
Ilmu bayan, ialah untuk menjaga dari pembicaraan yang tidak
mengarah pada tujuan yang dikehendaki.33
Ilmu bayan adalah ilmu yang membahas tentang tasybih,
majaz dan kinayah. Tasybih adalah menghubungkan sesuatu hal
dengan sesuatu hal yang lainnya, dalam suatu sifat dengan
menggunakan adat (kata-kata khusus), karena suatu tujuan. Hal
yang pertama disebut musyabbah (yang diserupakan). Hal kedua
31 Ali Al-Jarim & Musthafa Amin, Al-Balaaghatul Waadhihah, (Cet. IX; Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2011 M), h. 6 32 http://www.yufidia.com/balaghah-al-maani-al-bayan-dan-al-badi Diakses pada tanggal
12 April 2015, pukul 16:52 WIB 33 Imam Akhdhori; penerjemah: Abdul Qodir Hamid, Jauharul Maknun (Ilmu Balaghah),
(Surabaya: Al-Hidayah), h. 19
26
disebut musyabbah bih (yang diserupai), dan sifatnya disebut
wajah syabbah, sedang adatnya (kata-kata penyerupa) adalah
seperti 34. ک
Secara bahasa, bayan artinya ‘terbuka’ atau ‘jelas’.
Sedangkan dalam ilmu balaghah, ilmu bayan adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara mengemukakan suatu gagasan dengan
berbagai macam redaksi.35
Dalam mendefinisikan ilmu bayan, banyak tokoh atau para
pakar yang mampu memberikan definisi tersendiri tentang ilmu ini,
di antaranya Imam Akhdhari, KH. A. Wahab Muhsin, dan
Rukyatul hilal.
b. Ilmu Ma’ani
Kata (معانى) merupakan bentuk jamak dari (معنى). Secara
leksikal kata tersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli
ilmu ma’ani mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui
ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga
sebagai gambaran dari pikiran. Sedangkan menurut istilah, ilmu
ma’ani adalah ilmu untuk mengetahui hal ihwal lafazh bahasa Arab
yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi. Ilmu ma’ani
pertama kali dikembangkan oleh Abd al-Qahir al-Jurzani.36
34 Hefni Bek Dayyab dkk; penerjemah: Ahmad Sunarto, Qowaidul lughoh (Kaidah-
Kaidah Bahasa Arab), (Surabaya: Al-Hidayah, 1990 M), h. 210 35 Mamat Zaenuddin, Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Cet. I; Bandung:
Refika Aditama, 2007 M), h. 15 36 Mamat Zaenuddin, Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Cet. I; Bandung:
Refika Aditama, 2007 M), h. 73
27
Ilmu Ma’ani adalah pokok-pokok dan dasar-dasar untuk
mengetahui tata cara menyesuaikan kalimat kepada kontekstualnya
(muqtadhal hal-nya) sehingga cocok dengan tujuan yang
dikehendaki. Obyek pembahasannya adalag lafaz bahasa Arab dari
segi penunjukkannya kepada makna-makna yang kedua yang
merupakan tujuan-tujuan yang dimaksudkan oleh mutakallim, yaitu
menjadikan kalimat yang berisi kehalusan dan keistimewaan-
keistimewaan yang dengannya kalimat tersebut dapat sesuai
dengan kontekstualnya.37
Dalam cabang balaghah kedua ini tidak hanya menjelaskan
mengenai definisi ataupun tokoh-tokoh yang mengembangkan
cabang ilmu tersebut, tetapi juga menjelaskan mengenai kalam
khabar dan kalam insya’.
Perkataan yang berbentuk khabar adalah pembicaraan di
mana pembicaraannya bisa dikatakan benar atau bohong dalam
perkataannya. Seperti lafal: سافر محمد ‘saafaro Muhammadun’
(Muhammad telah bepergian), على مقيم ‘Aliyyun muqiiymun’ (Ali
bermukim). Adapun perkataan yang berbentuk insya’ adalah di
mana pembicaraannya tidak bisa dikatakan benar atau bohong.
Contohnya seperti lafal: سافريامحمد ‘saafir yaa Muhammadu’
(Bepergianlah, hai, Muhammad), اقم ياعلى “aqim yaa ‘Aliyyu”.38
37 Sayid Ahmad Al-Hasyimi, MUTIARA ILMU BALAGHAH Dalam Ilmu Ma’ani, (Cet. I;
Surabaya: Mutiara Ilmu, 1994 M), h. 34-35 38 Hefni Bek Dayyab dkk; penerjemah: Ahmad Sunarto, Qowaidul lughoh (Kaidah-
Kaidah Bahasa Arab), (Surabaya: Al-Hidayah, 1990 M), h. 197
28
Kalam khabar adalah kalam yang mana maksud yang
ditunjukkannya dapat terwujud nyata dengan tanpa
mengucapkannya. Seperti: العلم نافع (Ilmu pengetahuan itu
bermanfaat). Dalam hal tersebut kita telah menetapkan sifat
manfaat bagi ilmu pengetahuan, dan sifat itu tetap untuknya, baik
kalimat itu diucapkan ataupun tidak.39
c. Ilmu Badi’
Ilmu badi’ merupakan salah satu dari tiga aspek dalam mempelajari
ilmu balaghah.
Adapun pengertian badi’ itu sendiri menurut bahasa adalah
wazan فعيل dari بدع yang searti dengan isim maf’ulnya, yakni
sesuatu yang dibuat tanpa didahului oleh contoh. Sedangkan
menurut istilah adalah ilmu untuk mengetahui cara memperindah
kalam yang telah sesuai dengan tuntutan keadaan (muthabaqahli
muqtadlal hal). Pada tataran lafal biasa disebut muhassinat
lafzhiyyah dan pada tataran makna dinamakan muhassinat
maknawiyah.40
Ada beberapa keindahan lafzhi yang terdapat pada ilmu
badi’, di antaranya:
1. Al-Jinas
39 Sayid Ahmad Al-Hasyimi, MUTIARA ILMU BALAGHAH Dalam Ilmu Ma’ani, (Cet. I;
Surabaya: Mutiara Ilmu, 1994 M), h. 45 40 http://www.belajarbahasaarab.org/ilmu-badi/ Diakses pada tanggal 12 April 2015,
pukul 16.27 WIB.
29
Merupakan penyerupaan dua lafal dalam ucapan (bunyi),
bukan pada arti. Kemudian jinas itu ada dua macam, yakni jinas
tam dan jinas ghairu tam. Salah satu contohnya adalah
رد أمراهلل فيه سبيل ف لم يكن # إل يحيال يي وسميته
(Dan aku memberinya nama Yahya agar ia senantiasa
hidup, namun tidak ada jalan untuk menolak perintah Allah
padanya). Pada contoh tersebut kita dapatkan kata “yahyaa”
diucapkan dua kali dengan makna yang berbeda. Perbedaan makna
dua kata—dalam kajian ilmu badi’—yang sama persis macam
hurufnya, syakalnya, jumlahnya, dan urutannya disebut sebagai
jinas tam (kemiripan yang sempurna).41
2. Iqtibas
Yaitu bahwa kalimat itu berisikan kata-kata/kalimat-kalimat
yang dikutip dari alQuran atau hadis, dengan tidak menyatakan
bahwa ia daripadanya.42
Berikut merupakan salah satu contoh bari iqtibas: [(Ibnu Sina’ Al-
Mulk (161)] berkata:
رحلوا ف لست مسائال عن دارهم # أناباخع ن فسى على آثارهم
(Mereka telah berangkat dan aku tidak akan menanyakan temapt
tinggal mereka, selanjutnya aku seperti orang yang binasa karena
41 Ali Al-Jarim & Musthafa Amin, Al-Balaaghatul Waadhihah, (Cet. IX; Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2011 M), h. 378-379 42 Hefni Bek Dayyab dkk; penerjemah: Ahmad Sunarto, Qowaidul lughoh (Kaidah-
Kaidah Bahasa Arab), (Surabaya: Al-Hidayah, 1990 M), h. 218
30
bersedih hati sepeninggal mereka). Kalimat yang terdapat di antara
tanda petik pada contoh tersebut diambil dari al-Quran. Penulis
atau penyair menyertakan petikan ayat atau hadis ini ke dalam
rangkaian kalimatnya tanpa menjelaskan bahwa petikan itu berasal
dari al-Quran atau hadis. Maksud pengutipan itu adalah untuk
meminjam kekuatannya dan untuk menujukkan kemahiran penulis
dalam menghubungkan kalimatnya dengan kalimat yang
dipetiknya. Hal yang demikian disebut dengan iqtibas.43
3. Urgensi Balaghah dalam Penerjemahan
Balaghah merupakan cabang ilmu dalam dunia sastra. Dalam dunia
penerjemahan tidak hanya diperlukan wawasan tentang
penerjemahan itu sendiri tetapi juga memahami atau mempelajari
ilmu balaghah untuk menerjemahkan sangat dibutuhkan,
mengingat penerjemah sastra bahkan kitab suci al-Quran semakin
banyak jumlahnya.
4. Balaghah Dalam alQuran
Al-Quran merupakan kitab suci yang berisikan firman-
firman Allah SWT yang dimana di dalamnya terdapat banyak
petunjuk dan hidayah bagi umat manusia atau hambaNya. Dan al-
Quran menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar
karena al-Quran ini dibawa oleh Nabi Muhammad, kemudian
bahasa Arab diakui mempunyai tingkat balaghah yang tinggi.
43 Ali Al-Jarim & Musthafa Amin, Al-Balaaghatul Waadhihah, (Cet. IX; Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2011 M), h. 385-386
31
Al-Quran mempunyai kemukjizatan yang sangat tinggi,
baik pada tataran isi maupun bahasa yang digunakannya.
Ketinggian bahasa al-Quran dapat kita lihat pada aspek pemilihan
fonem, pemilihan kata-kata, pilihan kalimat dan efek yang
ditimbulkannya, serta adanya deviasi. Pada aspek pemilihan
fonem-fonem, Zarqani mengatakan, “Yang dimaksud dengan
keserasian dalam tata bunyi al-Quran adalah keserasian dalam
pengaturan harkat (tanda baca yang menimbulkan bunyi a, i dan
u), sukun (tanda baca mati), mad (tanda baca yang menimbulkan
bunyi panjang), dan ghunnah (nasal) sehingga enak untuk
didengar dan diresapkan”. Selain tampaknya keindahan bunyi,
pemilihan fonem-fonem tertentu pada ayat al-Quran juga memiliki
kaitan atau efek terhadap maknanya. Mahmud Ahmad Najlah
(1981) dalam bukunya Lughah alQuran al-Karim fi Juz ‘Amma
mengkaji huruf sin pada surah an-Nas terutama pada ayat 5 dan 6.
Huruf sin termasuk konsonan frikatif. Konsonan ini diucapkan
dengan cara mulut terbuka, namun harus dengan menempelkan gigi
atas dengan gigi bawah pada ujung lidah.44
44 Mamat Zaenuddin, Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balaghah, (Cet. I; Bandung:
Refika Aditama, 2007 M), h. 10-11
32
C. Struktur Kalimat Qashar Sebagai Salah Satu Kajian Balaghah
1. Konsep Qashar
Qashar merupakan salah satu cabang atau konsentrasi ilmu dalam
Balaghah. Kalimat qashr merupakan kalimat singkat atau pendek
yang memiliki arti atau makna banyak.
Qashr atau Al-Qashru menurut pengertian etimologi
(bahasa) adalah “Al-Habsu” artinya menahan, melarang atau
memenjarakan. Menurut pengertian terminologi (istilah) ialah:
“Mengkhususkan suatu perkara pada perkara lain dengan
menggunakan cara-cara yang khusus” atau “Menetapkan hukum
terhadap hal yang disebutkan dalam kalimat atau meniadakannya
dari selainnya dengan memakai tatacara yang akan diterangkan
kemudian”.45
Qashar secara bahasa artinya singkat, padat atau pendek.
Lebih jelas lagi qashr adalah ungkapan atau struktur kalimat yang
lafalnya pendek namun kandungan maknanya banyak. Dalam ilmu
ma’ani qashr adalah: Qashr adalah mengkhususkan suatu perkara
pada perkara lain dengan cara khusus.46
Di Indonesia, dalam dunia penerjemahan seorang
penerjemah masih tergolong jarang menggunakan ilmu Balaghah
termasuk qashr dalam menerjemahkan teks terutama dalam
45 Sayid Ahmad Al-Hasyimi, MUTIARA ILMU BALAGHAH Dalam Ilmu Ma’ani, (Cet. I;
Surabaya: Mutiara Ilmu, 1994 M), h. 235 46 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 189
33
menerjemahkan bahasa al-Quran, karena setiap penerjemah belum
bisa memahami ilmu Balaghah atau qashr itu sendiri.
Di bawah ini beberapa contoh kalimat yang mewakili
empat cara dalam qashar:
1. Cara Nafi dan Istisna
دي نة إال _ ١ علي ال كاتب ىف امل
(Penulis di kota itu hanya Ali)
اهلل اله االم ال _ ٢(Tuhan hanya Allah)
ما مممد إالم رسول _٣
(Muhammad hanya seorang Rasul)
2. Cara Innama
ا القائم على_ ١ إنم(Yang berdiri hanya Ali)
ا _٢ األدب الغن إنم(Kekayaan hanya budipekerti)
ن يا متاع _ ٣ ا الد إنم
(Dunia hanyalah kenikmatan)
3. Cara Mendahulukan Yang Seharusnya Dibelakangkan
موزا أكلت _ ١
34
(Hanya pisang yang saya makan)
على اهلل ت وكمل المؤمن ون _ ٢
(Hanya kepada Allah orang-orang beriman bertawakkal)
وإليه أناب وا _ ٣
(Dan hanya kepadaNya lah mereka kembali)
4. Cara Athaf
ف السطور العلم ف الصدور ال _ ١
(Ilmu itu hanya di dada)
ما األرض ثابتة بل متحركة _ ٢
(Bumi hanya bergerak)
ما األرض ثابتة لكن متحركة _ ٣(Bumi hanya bergerak)
2. Metodologi Struktur Kalimat Qashr
Struktur kalimat dapat dikatakan sebagai struktur qashr dan
memiliki makna, singkat dapat diketahui dengan beberapa cara
yang dikenal sebagai
Cara-cara qashr dimaksud adalah .(cara-cara qashr) طرق القصر
sebagai berikut.
35
a. Nafi dan Istisna
Nafi dan istisna disamping merupakan salah satu cara qashr,
pada saat yang sama juga merupakan cirri struktur kalimat qashr.
Artinya ketika kita ingin membentuk kalimat qashr, maka di antara
caranya adalah dengan menggunakan nafi dan istisna. Dan ketika
kita menemukan nafi dan istisna dalam sebuah kalimat, berarti
dapat dipastikan bahwa kalimat tersebut adalah kalimat qashr atau
disebut juga uslub qashr. Contoh:
ما علي إالم طبيب Ali hanya seorang dokter47
Pada contoh di atas, dapat ditemui struktur kalimat qashr karena
terdapat nafi dan istisna berupa ما + اال .
Contoh lainnya:
شوقي ما شاعر إالم Tiadalah seorang penyair kecuali Syauqi48
b. Innama
Innama merupakan cara qashr yang sering dipakai atau sering
dijumpai setelah nafi dan istisna.
Innama di samping merupakan salah satu cara qashr, pada
saat yang sama juga merupakan cirri struktur kalimat qashr.
47 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 191 48 Sayid Ahmad Al-Hasyimi, MUTIARA ILMU BALAGHAH (Dalam Ilmu Ma’ani), (Cet.
I; Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya, 1994 M), h. 236
36
Artinya ketika kita ingin membentuk kalimat qashr, maka di antara
caranya adalah dengan menggunakan Innama. Contoh:
ا األدب الغن إنمKekayaan hanya budipekerti.49
Selain contoh di atas, ada pula contoh kalimat lain yang terdapat
innama, yaitu:
ا الفاهم أحد إنم
Yang faham itu hanyalah Ahmad.
c. Mendahulukan Yang Seharusnya Dibelakangkan
Pada cara yang ketiga ini, ada dua pola kalimat yaitu Jumlah
Ismiyyah dan Jumlah Fi’liyyah.
Jumlah Ismiyyah terdiri dari Mubtada’ )مبتدأ) dan Khabar
()خبر . Struktur standar kalimat bahasa Arab yang disebut dengan
Jumlah Ismiyyah, posisi Mubtada’ berada di awal kalimat dan
posisi Khabar berada pada akhir kalimat sebagai penyempurna
makna secara keseluruhan. Namun jika dijumpai dalam sebuah
kalimat justru Khabar berada di awal kalimat, sementara Mubtada’
berada di akhir kalimat, maka inilah yang dimaksud dengan
Mendahulukan Yang Seharusnya Dibelakangkan.50
Contoh pada jumlah ismiyyah yaitu:
49Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 193 50 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 195
37
(Struktur Qashar)= لله المد (Struktur standar) المد لله
Pola kalimat fi’liyyah adalah pola kalimat yang terdiri dari
fi’il, fa’il, dan maf’ul kemudian keterangan. Namun jika dijumpai
dalam sebuah kalimat, ada sebuah kata yang seharusnya diletakkan
pada posisi belakang, kemudian justru diletakkan pada posisi
depan, maka inilah yang disebut dengan “Mendahulukan Yang
Seharusnya Dibelakangkan”.51
Contoh dari jumlah fi’liyyah sebagai berikut:
ق رأ الوالد القرآن ف المسجد
Tidak hanya merupakan cara qashar, tetapi pada saat yang
sama sekaligus sebagai ciri struktur kalimat qashar. Seperti contoh
di bawah ini:
موزا أكلت Hanya pisang yang saya makan52
إيماك ن عبد
“Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah”.53
d. Athaf dengan ال / بل / لكن
51 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 197-198 52 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 198 53 Hefni Bek Dayyab dkk; penerjemah: Ahmad Sunarto, Qowaidul lughoh (Kaidah-
Kaidah Bahasa Arab), (Surabaya: Al-Hidayah, 1990 M), h. 205
38
Athaf merupakan cara qashr yang keempat namun jarang
dipakai ataupun dijumpai dan tidak semua huruf atau huruf tertentu
saja yang dapat dikatakan sebagai cara qashar.
Athaf secara harfiah artinya menyambung. Di antara cara
qashar yang lain adalah dengan menggunakan athaf atau
menyambung. Mengathaf atau menyambung dimaksud adalah
mengathaf dengan huruf-huruf athaf tertentu saja yang kemudian
membuat sebuah kalimat menjadi kalimat qashar. Perhatikan
contoh berikut di bawah ini.
ف السطور االعلم ف الصدور ال _ 1
Ilmu itu hanya di dada.54
ما األرض ثابتة بل متحركة _ ٢
(Bumi hanya bergerak)
ما األرض ثابتة لكن متحركة _ ٣(Bumi hanya bergerak)
3. Rukun Qashar
Batasan sebuah kalimat qashar ditandai dengan rukunnya. Apabila
sebuah kalimat telah terpenuhi rukun qashar maka kalimat tersebut
baru dapat disebut sebagai struktur kalimat qashar. Di dalam
struktur kalimat qashr ada sesuatu yang diringkas yang selanjutnya
disebut maqsur (مقصور). Pada saat yang sama ada pula sesuatu
54 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 200
39
yang menjadi tempat dimana maqsur itu berada, yang selanjutnya
disebut maqsur ‘alaih.
Rukun qashar dapat ditelusuri berdasarkan adat qashar yang
digunakan. Jika adat qashar yang digunakan itu Nafi dan Istisna
maka maksur alaih jatuh setelah Istisna. Contoh sebagai berikut:
مقصور مقصور عليه
االم رسول ما مممد مممد رسول
Jika adat qashar yang digunakan adalah Innama maka
maksur alaih nya jatuh atau berada di paling akhir. Contoh sebagai
berikut:
مقصور مقصور عليه
ا يب علي كلم يب السباحة إنم الصمباح السباحة
Jika adat qashar Mendahulukan Yang Seharusnya Dibelakangkan
maka maksur alaihnya terletak pada posisi yang di kedepankan.
Contoh sebagai berikut:
مقصور مقصور عليه
ايماك ن عبد ن عبد ايماك
40
Dan jika struktur kalimat qashar yang ada menggunakan
cara athaf maka maksur alaihnya adalah:
Jika athafnya menggunakan لكن .maka maksur alaih jatuh
setelah لكن. Contoh:
مقصور مقصور عليه
لكنما األرض ثابتة األرض متحركة متحركة
4. Macam-Macam Qashar
Dalam pembahasan qashar atau struktur kalimat qashr terdiri dari
maksur dan maksur alaih. Kemudian maksur dan maksur alaih di
sini dapat disebut juga sebagai dua tepi qashar.
a) Sudut Pandang Dua Tepi Qashar
Qashar dilihat dari sudut pandang dua tepinya yaitu maksur dan
maksur alaih, terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Qashar Sifah ‘ala Mausuf
Merupakan qashr yang maksurnya merupakan sesuatu yang
menunjukkan sifat dan maksur ‘alaihnya menunjukkan
sesuatu yang disifati atau mausuf. Contoh:
اهلل اله إالم ال Tuhan hanya Allah55
55 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 219
41
Pada اله posisinya sebagai maksur. Secara bersamaan
maknanya pun menunjukkan sifah. Dan kata هللا posisinya
sebagai maksur alaih, dan secara bersamaan juga maknanya
menunjukkan sebagai mausuf (sesuatu yang disifati),
sehingga kalimat di atas disebut qashar Sifah ala Mausuf.
Kata اله posisinya sebagai maksur dan maknanya
menunjukkan sifah diringkas hanya pada هللا yang posisinya
sebagai maksur alaih dan maknanya menunjukkan mausuf,
dan terjemahannya menjadi Tuhan hanya Allah.
2. Qashr mausuf ‘ala sifah
Merupakan qashr yang maksurnya itu menunjukkan
mausuf sedangkan maksur ‘alaihnya menunjukkan sifah.
Contoh:
رسول ما مممد إالم
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul.56
Kata مممد pada contoh di atas, posisinya sebagai maksur.
Pada saat yang sama aspek makna مممد menunjukkan
sesuatu yang disifati dan disebut sebagai mausuf.
56 Sayid Ahmad Al-Hasyimi, MUTIARA ILMU BALAGHAH (Dalam Ilmu Ma’ani), (Cet.
I; Surabaya: Mutiara Ilmu Surabaya, 1994 M), h. 243
42
Sementara kata رسول posisinya sebagai maksur alaih.
Kemudian pada saat yang sama makna رسول menunjukkan
sifah, sehingga qashar ini disebut sebagai qashar mausuf ala
sifah.
b) Sudut Pandang Makna Faktual
1. Qashar Haqiqi
Qashar haqiqi merupakan qashar yang maknanya secara
faktual benar adanya, kapan saja dan dimana saja, abadi dan
tidak dibatasi waktu dan atau ruang. Kemudian apabila
antara makna dan esensi dari pernyataan tersebut
menggambarkan sesuatu yang sebenarnya. Perhatikan
contoh di bawah ini:
ي روي مصر من األن هار إالم الن يل ال Yang mengairi Mesir hanya sungai Nil
ف اندونيسيا إالم بال ال
Pulau Bali hanya di Indonesia
Kalimat “Yang mengairi Mesir hanya sungai Nil”, pada
contoh no 1 di atas, memberi informasi bahwa sumber
irigasi atau pengairan di Mesir, hanya sungai Nil. Bukan
saja pada saat tertentu akan tetapi memang sepanjang masa
43
bahkan hingga kini dan akan datang. Tidak dibatasi waktu.
Inilah yang dimaksud dengan makna factual, abadi, dan
sesungguhnya.57
2. Qashar Idhafi
Qashar idhafi adalah qashar yang maknanya secara factual
dibatasi waktu dan atau tempat tertentu. Informasi yang
dikandung struktur kalimat qashar idhafi benar adanya,
hanya saja benar adanya itu, ketika dihubungkan dengan
waktu dan atau tempat tertentu saja. Tidak berlaku umum.
Perhatikan contoh di bawah ini:
علي متهد إالم ال
Yang sungguh sungguh hanya Ali
ا الرئيس سوكارنو انم
Presiden hanya Soekarno
Kalimat “Yang sungguh-sungguh hanya Ali”, pada contoh
no 1 di atas, memberi informasi bahwa yang sungguh-
sungguh hanya Ali. Namun muncul pertanyaan kapankah?
Besokkah? Setahun yang lalu kah? Di sekolahnya kah atau
di kelasnya? Atau di seluruh sekolah yang ada? Bisa jadi
jawabannya adalah; bahwa yang sungguh-sungguh memang
hanya Ali, tetapi kesungguhan itu dicapainya pada tahun
57 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 223-224
44
ajaran yang lalu dan itupun hanya di kelasnya saja. Adapun
jika dihubungkan dengan waktu tertentu yang lain atau
dihubungkan dengan tempat tertentu yang lain, bisa jadi
Yang sungguh-sungguh bukan hanya Ali.58
5. Makna Yang Terkandung di dalam Struktur Kalimat Qashar
Setiap struktur kalimat memberikan makna spesifik
masing-masing. struktur kalimat ismiyyah umpamanya berbeda
maknanya dengan struktur kalimat fi’liyyah. Struktur kalimat yang
kata katanya yang ada di dalamnya menempati posisi posisinya
yang standar menjadi sangat berbeda maknanya dengan struktur
kalimat yang kata katanya yang ada di dalamnya tidak menempati
posisi posisi yang seharusnya. Kata yang seharusnya diletakkan di
posisi depan, kemudian diletakkan pada posisi belakang atau
sebaliknya, maknanya menjadi sangat berbeda satu sama lain
karena terjadi perubahan posisi tadi. Demikian pula halnya dengan
struktur kalimat qashar. Setiap struktur kalimat qashar
mengandung dua makna standar yang sangat lekat dengan struktur
kalimat qashar itu sendiri.59
Struktur kalimat qashar memiliki dua makna standar yang spesifik.
Perhatikan contoh makna standar struktur kalimat qashar di bawah
ini.
58 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 224-225 59 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 234
45
ا األدب الغن إنم
Makna I: Kekayaan hanya
budipekerti60
Makna II: Budipekerti bukan
hanya kekayaan
Dari konsep makna ini penulis ingin mencoba melihat dan
menganalisis terjemahan struktur kalimat qashar dalam Tafsir Al-
Mishbah Karya M. Quraish Shihab khusus pada surat Al-Baqarah.
Sesuai dengan makna harfiah qashar yaitu singkat, maka dalam
menerjemahkan struktur kalimat qashar harus menyebutkan kata
“hanya”. Sebab kata “hanya” inilah yang memberikan makna
singkat pada qashar. Oleh karena itu terjemahan standar dari
kalimat qashar sebagai berikut
ما علي إالم طبيب -
adalah: Ali hanya seorang dokter.
Ketika terjemahan ما علي إالم طبيب menjadi Ali hanya dokter pada
saat yang sama mengandung makna yang disebut dengan makna
kedua dari struktur qashar, yaitu: “Dokter bukan hanya Ali”. Dan
kata “hanya” harus disematkan pada maqsur alaih saja.
Dari teori-teori yang sudah Peneliti jelaskan di atas mengenai
konsep umum penerjemahan al-Quran dan konsep umum balaghah
khususnya qashar, maka akan dijadikan sebagai landasan analisis pada bab
empat.
60 Ahmad Syatibi, Balaghah II (Ilmu Ma’ani), (Cet. III; Jakarta: Tarjamah Center, 2013
M), h. 193
46
BAB III
TAFSIR AL-MISHBAH DAN PENULIS
A. Tafsir Al Mishbah
1. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Mishbah
Prof. Dr. M. Quraish Shihab merupakan salah satu ulama di Indonesia
yang secara individu menyusun tafsir yang diberi nama Tafsir Al Mishbah.
Penerbit Lentera Hati meluncurkan Tafsir al-Mishbah Wajah Baru
pada 28 Februari 2009 di Islamic Book Fair 2009 yang bertempat di Istora
Bung Karno, Senayan, Jakarta. Tafsir al-Mishbah diterbitkan pertama kali
pada tahun 2000 dan disambut dengan baik oleh umat muslim Indonesia
umumnya dan peminat tafsir alQuran khususnya. Tafsir Al-Mishbah
menghimpun lebih dari 10.000 halaman yang memuat kajian tafsir al-
Quran yang ditulis oleh M. Quraish Shihab, ahli tafsir al-Quran alumnus
Universitas Al-Azhar, Kairo. Dengan kedalaman ilmu dan kepiawaian
penulisnya dalam menjelaskan makna sebuah kosakata dan ayat al-Quran,
tafsir ini mendapat tempat di hati khalayak.61
Menurut Howard M. Feserspiel, karya Quraish Shihab tentang
tafsir ditujukan untuk kaum muslim awam, walaupun sebenarnya karya
tersebut ditujukan kepada pembaca yang cukup terpelajar. Howard
mengklasifikasikan tafsir karya Quraish Shihab sebagai karya yang sangat
61 http://www.darunnajah-cipining.com Diakses pada tanggal 25 April 2015, pukul 11:02
47
kuat dan merupakan batu ujian bagi pemahaman yang lebih tentang
Islam.62
2. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Mishbah
Dalam tafsir Al-Mishbah, dilihat dari cara penafsiran yang terdapat
dalam karya ini Quraish menggunakan metode tahlili, yaitu menafsirkan
ayat demi ayat, surat demi surat sesuai dengan Mushaf Usmani. Metode ini
sengaja dipilih oleh Quraish, karena ia ingin mengungkapkan semua isi al-
Qur’an secara rinci agar petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalamnya
dapat dijelaskan dan dipahami.63
Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish member
tambahan lain dalam Tafsir Al-Mishbah dengan metode maudhu’i.
Menurut metode ini memiliki keistimewaan yaitu menghindarkan kita dari
problema atau kelemahan yang terdapat pada metode lain.64
Adapun corak dalam Tafsir Al-Mishbah ini termasuk adab al-
Ijtima’i atau kemasyarakatan, yaitu suatu penafsiran yang menitikberatkan
penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan
bermasyarakat serta berusaha untuk mengulangi masalah-masalah mereka
berdasarkan petunjuk ayat-ayat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk
tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar.65
62 Howard M. Feserspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia: dari Mahmud Yunus hingga
Quraish Shihab, (Cet. II; Bandung: Mizan, 1997 M), h. 11 63 Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab
dalam Jurnal Mimbar Agama dan Budaya, vol XXX, No. 2, h. 182 64 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Cet. XXII; Bandung: Mizan, 2001 M),
h. 14 65 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2001 M), h. 73
48
B. Penulis Tafsir Al-Mishbah
1. Riwayat Hidup dan Pendidikan
Dewasa ini sudah banyak bermunculan para cendekiawan musllim
di Indonesia, salah satunya adalah Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab.
Beliau merupakan cendekiawan muslim yang sudah memiliki ilmu dalam
berbagai studi Islam maupun al-Quran dalam bidang tafsir. Apalagi
pandangan-pandangan keagamaan beliau yang moderat, menyebabkan
beliau dapat diterima oleh masyarakat.
Namanya Muhammad Quraish, putra dari Abdurrahman Shihab
(1905-1986). Nama yang disebut terakhir ini adalah seorang ulama tafsir,
yang semasa hidupnya merupakan seorang cendekiawan terkemuka di
Ujung Pandang; dia adalah salah seorang pendiri Universitas Muslim
Indonesia (UMI) di Ujung Pandang dan staf pengajar, dengan jabatan
Guru Besar (Profesor), pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin
Ujung Pandang. Jadi, sebutan “Shihab” adalah “nama keluarga”.
Dilahirkan di Rappang, Sulawesi Selatan, pada tanggal 16 Februari 1944,
M. Quraish Shihab menempuh pendidikan Sekolah Dasarnya di Ujung
Pandang. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di daerah
kelahirannya sendiri, dia kemudian melanjutkan pendidikan menengahnya
di Malang, sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul-Hadits al-Fiqhiyah
di kota yang sama.66
66 Mustafa, M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia, (Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010 M), h. 63-64
49
Pada tahun 1958, dalam usia 14 tahun, M. Quraish Shihab
meninggalkan Indonesia menuju Kairo, Mesir, untuk melanjutkan studinya
di al-Azhar. Pada tahun 1967, dalam usia 23 tahun, dia berhasil meraih
gelar Lc. (Licence, Sarjana Sastra Satu) pada fakultas Ushuluddin, Jurusan
Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar Kairo. Dia kemudian melanjutkan
studinya pada Fakultas yang sama, dan dua tahun berikutnya, tahun 1969,
dia berhasil meraih gelar M.A (Master of Art) dalam spesialisasi bidang
Tafsir al-Quran, dengan tesis berjudul al-I’jaz at-Tasyri’i li alQuran al-
Karim.67
Selama masa karirnya sebagai dosen pada periode pertama di IAIN
Alauddin di Ujung Pandang, M. Quraish Shihab telah melakukan beberapa
penelitian, antara lain penelitian tentang “Penerapan Kerukunan Hidup
Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf Sulawesi
Selatan” (1978). Sepuluh tahun lamanya M. Quraish Shihab mengabdikan
dirinya sebagai staf pengajar di IAIN Alauddin Ujung Pandang dan
mendarma-baktikan ilmunya kepada masyarakat Sulawesi Selatan
umumnya. Pada tahun 1980 dia kembali meninggalkan tanah airnya
menuju Kairo, Mesir, untuk melanjutkan studi Doktoralnya di
almamaternya Universitas Al-Azhar.68
Setelah berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu
alQuran di Universitas al-Azhar, M. Quraish Shihab kembali ke tempat
67 Mustafa, M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia, (Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010 M), h. 65 68 Mustafa, M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia, (Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010 M), h. 65-66
50
tugas semula, IAIN Alauddin Ujung Pandang. Tidak sampai dua tahun di
IAIN Alauddin Ujung Pandang, pada tahun 1984 dia hijrah ke Jakarta dan
ditugaskan pada Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kenyataannya, M. Quraish Shihab telah
merespon tantangan dan peluang kehidupan akademus di ibukota itu
secara cerdas dan bertanggung jawab. Pada tahun 1987 keluar bukunya
Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987). Setahun
kemudian terbit bukunya Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surah al-
Fatihah) (Jakarta: Utgama, 1988). Di luar kampus, dia juga dipercaya
menduduki sejumlah jabatan penting, antara lain, Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), Anggota Lajnah Pentashih alQuran
Departemen Agama (sejak 1989), dan Anggota Badan Pertimbangan
Pendidikan Nasional (sejak 1989). Dalam organisai-organisai profesi, dia
duduk sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-Ilmu Syari’ah, Pengurus
Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia
(ICMI) Pusat.69
2. Karya-Karya M. Quraish Shihab
Dalam Kabinet Pembangunan VII yang dilantik bulan Maret 1998,
M. Quraish Shihab duduk sebagai Menteri Agama. Tetapi kabinet itu
hanya berusia dua bulan dan jatuh pada tanggal 21 Mei 1998. Kemudian
pada tahun 1999 dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
69 Mustafa, M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia, (Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010 M), h. 71-73
51
Penuh untuk Mesir. Di negeri tempat kuliahnya itulah dia menyelesaikan
karya Yang Tersembunyi (1999), yang merupakan karya terakhirnya pada
tahun 1990-an. Menurut Howard M. Federspiel, dengan mengacu kepada
“Membumikan” al-Quran, Lentera Hati, dan Wawasan al-Quran, seting
sosial karya-karya M. Quraish Shihab mencakup masyarakat awam dan
kamu terpelajar; dalam bahasa Federspiel sendiri dikatakan “ia ditulis
untuk dapat digunakan oleh kaum Muslim awam, tetapi sebenarnya ia
ditujukan kepada pembaca yang cukup terpelajar”. Kesimpulan Federspiel
ini dapat pula diberlakukan pada karya-karya M. Quraish Shihab yang
lainnya yang disebutkan di atas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
seting sosial pemikiran kalam M. Quraish Shihab adalah masyarakat
Muslim awam dan juga masyarakat Muslim terpelajar di Indonesia.70
70 Mustafa, M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia, (Cet. I; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010 M), h. 73-74
52
BAB IV
ANALISIS PENERJEMAHAN STRUKTUR KALIMAT QASHR
DALAM TAFSIR AL-MISHBAH KARYA PROF. DR. M. QURAISH
SHIHAB
A. Sekilas Tentang QS. Al-Baqarah
Sebelum membahas pada bab analisis, penulis telah menjelaskan
segala hal yang berkaitan dengan penerjemahan dan balaghah yang
mengenai qashr pada bab II. Kemudian pada bab III peneliti telah
memaparkan biografi penulis dan gambaran umum mengenai tafsir Al-
Mishbah dan penjelasan surat Al-Baqarah yang akan dianalisis oleh
penulis. Surat Al-Baqarah merupakan surat kedua dalam urutan surat-surat
dalam al-Quran setelah surat Al-Fatihah. Di dalamnya banyak peristiwa
sejarah yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah. Surat Al-Baqarah ini
terdiri dari 286 ayat. Surat ini merupakan surat terpanjang dalam al-Quran.
Surat ini dinamai ‘Al-Baqarah’ karena di dalamnya disebutkan
kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani
Israil (ayat 67 dampai dengan 74), di mana dijelaskan watak orang Yahudi
pada umumnya. Dinamai juga “Fusthaathul-Quran” (puncak al-Quran)
karena memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surat yang
lain. Dinamai juga surat ‘alif-laam-miim’ karena surat ini dimulai dengan
Alif-laam-miim.71
71 Departemen Agama R.I, Al Quran DAN TERJEMAHNYA, (Semarang: Karya Toha
Putra, 1998 M), h. 7
53
Surat ini turun setelah Nabi hijrah ke Madinah. Ayat-ayatnya
berjumlah 286 ayat. Begitu banyak persoalan yang dibicarakannya, tidak
heran, karena masyarakat Madinah ketika itu sangat heterogen, baik dalam
suku, agama, maupun kecenderungan. Di sisi lain, ayat-ayat surat ini
berbicara menyangkut peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa yang
cukup panjang. Kalaulah peristiwa pengalihan kiblat (ayat 142), atau
perintah berpuasa (ayat 183), dijadikan sebagai awal masa turunnya surat
ini, dan ayat 281 sebagai akhir ayat alQuran yang diterima Nabi
Muhammad SAW. sebagaimana disebutkan dalam sejumlah riwayat –
maka ini berarti bahwa surat Al-Baqarah secara keseluruhan turun dalam
masa sepuluh tahun. Karena perintah pengalihan kiblat terjadi setelah
sekitar 18 bulan Nabi Muhammad SAW. berada di Madinah, sedang ayat
terakhir turun beberapa saat/hari sebelum beliau wafat, tanggal 12 Rabiul
Awal tahun 13 Hijriah. Kepercayaan akan kekuasaan Allah menghidupkan
kembali siapa yang telah wafat sebagaimana diuraikan dalam kisah Al-
Baqarah merupakan salah satu faktor dan pendorong utama untuk beramal
shaleh dan menghindari kejahatan. Ganjaran dan balasan itu diterima
secara utuh di akhirat kelak setelah manusia dibangkitkan dari
kematiannya. Surat ini dinamai juga as-sinaām yang berarti puncak,
karena tiada lagi puncak petunjuk setelah Kitab suci ini, dan tiada puncak
setelah kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa dan keniscayaan hari
kiamat. Ia dinamai juga az-zahrā’ yakni terang benderang, karena
kandungan surat ini menerangi jalan dengan benderang menuju
54
kebahagiaan dunia dan akhirat, serta menjadi penyebab bersinar terangnya
wajah siapa yang mengikuti petunjuk-petunjuk surat ini kelak dikemudian
hari.72
B. Ayat-Ayat yang Mengandung Struktur Kalimat Qashar
Berikut ini beberapa ayat yang mengandung struktur kalimat qashar.
Penulis susun sesuai metodologi qashar yang ada, yaitu:
1. Yang menggunakan Nafi dan Istisna
a. Terdapat pada ayat 9:
b. Terdapat pada ayat 26:
c. Terdapat pada ayat 32:
d. Terdapat pada ayat 78:
72 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL-MISHBAH (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran),
(Cet. I; Ciputat: Lentera Hati, 2000 M), h. 81-82
55
e. Terdapat pada ayat 83:
f. Terdapat pada ayat 99:
g. Terdapat pada ayat 114:
h. Terdapat pada ayat 163:
2. Yang menggunakan Innama
a. Terdapat pada ayat 11:
b. Terdapat pada ayat 14:
56
c. Terdapat pada ayat 102:
d. Terdapat pada ayat 169:
e. Terdapat pada ayat 173:
f. Terdapat pada ayat 275:
الرباء
3. Yang menggunakan metode Mendahulukan Yang Seharusnya
Dibelakangkan, di antaranya:
a. Terdapat pada ayat 7:
ولم عذاب عظيم b. Terdapat pada ayat 8:
ومن النماس من ي قول
c. Terdapat ada ayat 10:
ف ق لوبم مرض
ولم عذاب أليم
57
Selanjutnya pada bab ini penulis akan menganalisis terjemahan
struktur kalimat qashar dalam surat Al-Baqarah yang telah disebutkan di
atas. Analisis akan dilakukan dengan mengamati hasil terjemahan pada
Tafsir Al-Mishbah karya Prof. DR. M. Quraish Shihab dari segi struktur
qashar. Dari ayat-ayat yang telah dijelaskan di atas, penulis hanya
membatasi pada dua cara qashar yaitu cara Innama dan cara Nafi Istisna.
Berikut ini analisis penulis mengenai hasil terjemahan ayat oleh Prof. DR.
M. Quraish Shihab yang mengandung unsur kalimat qashar sesuai
metodenya.
C. Analisis Terjemahan Struktur Kalimat Qashar
Pada bagian ini, analisis akan dilakukan secara berurutan sesuai dengan
metode qashar yang terdapat dalam ayat.
1. Analisis terhadap ayat-ayat yang mengandung struktur kalimat
qashar dengan menggunakan Nafi dan Istitsna ( النفي واإلستثناء ).
Dari jumlah ayat yang ada yaitu 286 ayat, penulis menemukan
beberapa ayat yang terjemahannya mengandung unsur qashar
dengan adat Nafi dan Istisna berjumlah 8 ayat.
1.1 Terdapat pada ayat 9:
58
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: padahal mereka hanya menipu diri mereka
sendiri sedang mereka tidak sadar.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Yang mereka tipu hanya diri mereka
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Diri mereka bukan hanya mereka tipu.
1.2 Terdapat pada ayat 26:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: Dan tidak ada yang disesatkan kecuali orang-
orang yang fasik.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
59
- Makna I: Yang disesatkan hanya orang-orang fasik.
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Orang-orang fasik bukan hanya disesatkan.
1.3 Terdapat pada ayat 32:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: tidak ada pengetahuan bagi kami selain dari apa
yang telah Engkau ajarkan kepada kami.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Kami hanya menerima pengetahuan dari apa
yang Engkau ajarkan.
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Yang Engkau ajarkan kepada kami bukan
hanya pengetahuan.
60
1.4 Terdapat pada ayat 78:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: Dan di antara mereka ada ummiyyun, tidak
mengetahui al-Kitab tetapi amani belaka.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Yang mereka ketahui tentang Al-Kitab hanya
amani
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Amani bukan hanya yang mereka ketahui.
1.5 Terdapat pada ayat 83:
61
Dalam kalimat di atas diterjemahkan sebagai berikut (Tafsir Al-
Mishbah): Kamu tidak menyembah selain Allah
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Kamu menyembah hanya Allah
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Allah bukan hanya kamu sembah
1.6 Terdapat pada ayat 99:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: dan tidak ada yang ingkar kepadanya, melainkan
orang-orang yang fasik.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Yang ingkar kepadaNya hanya orang-orang
fasik.
62
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Orang-orang fasik bukan hanya ingkar
kepadaNya
1.7 Terdapat pada ayat 114:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya,
kecuali dengan rasa takut.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Yang pantas masuk ke dalamnya hanya orang-
orang yang takut.
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Orang-orang yang takut bukan hanya masuk
ke dalamnya.
63
1.8 Terdapat pada ayat 163:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Tuhan hanya Dia Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.
2. Analisis terhadap ayat-ayat yang mengandung struktur kalimat
qashar dengan menggunakan Innama ( إنا ).
Dari jumlah ayat yang ada yaitu 286 ayat, peneliti menemukan
beberapa kalimat yang mengandung unsur qashr untuk metode
Innama berjumlah 6 ayat.
2.1 Terdapat pada ayat 11:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: ‘Sesungguhnya hanya kami orang-orang
mushlih’.
64
Sesuai dengan kerangka teori struktur kalimat qashar yang ada
maka terjemahan maupun kandungan makna ayat di atas tidak tepat
karena penempatan kata ‘hanya’ bukan pada maksur alaih, namun
dari segi penerjemahan sudah tepat. Penulis mengusulkan
kandungan makna yang sesuai dengan terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Kami hanya orang-orang mushlih.
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Orang-orang muslih bukan hanya kami
2.2 Terdapat pada ayat 14:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: Kami hanyalah pengolok-olok.
Terjemahan di atas dalam Tafsir Al-Mishbah dan dalam segi
maknanya sudah tepat dalam terjemahan struktur kalimat qashar
yaitu bahwa penerjemah sudah meletakkan kata “hanya” pada
maqsur alaih, sehingga penulis ingin menambahkan satu lagi
makna qashar dari terjemahan di atas sebagai berikut:
- Pengolok-olok bukan hanya kami
65
2.3 Terdapat pada ayat 102:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu),
sebab itu janganlah kamu kafir.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat.
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Cobaan bukan hanya Kami, janganlah kamu
kafir
2.4 Terdapat pada ayat 169:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: Sesungguhnya syaitan hanya menyuruh kamu
berbuat jahat dan keji.
66
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Syaitan menyuruh kamu hanya berbuat jahat
dan keji.
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Yang menyuruh kamu berbuat jahat dan keji
bukan hanya syaitan
2.5 Terdapat pada ayat 173:
Potongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi
kamu bangkai, darah, daging babi
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Allah mengharamkan bagi kamu hanya
bangkai, darah, daging babi.
67
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Yang mengharamkan bagi kamu bangkai,
darah, dan daging babi bukan hanya Allah
2.6 Terdapat pada ayat 275:
ا الب يع مثل الربا إنمPotongan ayat di atas dalam tafsir Al-Mishbah diterjemahkan
sebagai berikut: Jual beli tidak lain kecuali sama dengan riba.
Sesuai dengan kerangka teori menerjemahkan struktur kalimat
qashar yang ada maka terjemahan dan makna ayat di atas sudah
tepat. Penulis mengusulkan kandungan makna yang sesuai dengan
terjemahan di atas yaitu:
- Makna I: Jual beli hanya seperti riba.
Lebih dari itu sesuai dengan teori yang dibangun di atas maka
didapat kandungan makna pada terjemahan ayat di atas dalam
bentuknya yang kedua yaitu:
- Makna II: Yang seperti riba bukan hanya jual beli.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan dalam penerjemahan, tidak hanya menerjemahkan dari
bahasa sumber ke bahasa sasaran yang ada pada interaksi atau
komunikasi secara lisan tetapi juga seorang penerjemah juga dapat
menerjemahkan dalam bentuk tulisan, salah satunya adalah kegiatan
penerjemahan teks keagamaan termasuk penerjemahan al-Quran.
Namun, kegiatan tersebut bukanlah kegiatan yang mudah apalagi tidak
semua orang mampu menerjemahkan sesuatu hal atau naskah berbahasa
asing dengan baik khususnya dalam menerjemahkan ayat-ayat al-Quran
yang memiliki tingkat kesulitan dan kehati-hatian lebih tinggi dari
sekedar menerjemahkan naskah lainnya.
Muhammad Quraish Shihab merupakan cendekiawan muslim yang
sudah memiliki ilmu dalam berbagai studi Islam maupun al-Quran dalam
bidang tafsir dan termasuk dalam hal menerjemahkan ayat-ayat al-Quran.
Hasil-hasil terjemahannya pun sangat baik sehingga para pembaca dari
seluruh kalangan dapat memahaminya dengan baik. Salah satunya hasil
terjemahan yang terdapat pada cetakan pertama tahun 2000 sangat baik
dalam segi ilmu balaghah dan dalam segi struktur ushlub qashar
khususnya terjemahan dalam QS. Al-Baqarah.
69
Terjemahan dalam QS. Al-Baqarah pada Tafsir Al-Mishbah
banyak terdapat unsur Ilmu Balaghah terutama dalam struktur qashar.
Sesuai dengan teori dan konsep qashar itu sendiri, penerjemah sudah
menerapkan dalam hasil terjemahannya dengan sangat baik. Terjemahan-
terjemahan tersebut tidak hanya baik dari segi teori dan konsep qashar saja
tetapi juga sudah sangat baik dari segi teori dan konsep penerjemahan.
B. Saran
Dari hasil kesimpulan di atas, sepertinya para penerjemah di
Indonesia bisa dan mampu menghasilkan terjemahan al-Quran yang lebih
baik lagi, lebih indah lagi dari segi balaghah, dan bahkan bisa lebih singkat
apabila terjemahannya itu mengandung struktur qashar seperti halnya yang
dilakukan oleh Prof. DR. M. Quraish Shihab. Dan tentu juga hal ini bisa
menjadi tantangan besar pula bagi penerjemah lain di Indonesia agar bisa
menghasilkan terjemahan yang selaras maupun sesuai dengan budaya kita
dan problematika kekinian.
70
DAFTAR PUSTAKA
Al Farisi, M. Zaka. 2011. Pedoman Penerjemahan Arab-Indonesia. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Al Hasyimi, Sayid Ahmad. 1994. MUTIARA ILMU BALAGHAH Dalam Ilmu
Ma’ani. Surabaya: Mutiara Ilmu.
Al Jarim, Ali., dan Amin, Musthafa. 2011. Al-Balaaghatul Waadhihah. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Anwar, Hamdani. Telaah Kritis Terhadap Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish
Shihab dalam Jurnal Mimbar Agama dan Budaya, vol. XXX No.
2.
Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika
Aditama.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Dayyab, Hefni Bek dkk. 1990. Qowaidul Lughoh (Kaidah-Kaidah Bahasa Arab).
Surabaya: Al-Hidayah.
Departemen Agama R.I. 1998. Alquran dan Terjemahannya. Semarang: PT.
Karya Toha Putra.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Gramedia.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1999. Semantik 2 (Pemahaman Ilmu Makna).
Bandung: Refika.
Feserspiel, Howard M. 1997. Kajian alQuran di Indonesia: dari Mahmud Yunus
hingga Quraish Shihab. Bandung: Mizan.
Hidayatullah, Moch. Syarif. 2012. Cakrawala Linguistik Arab. Tangerang:
Alkitabah.
71
~~~~~~~~~. 2010. Tarjim Al-An (Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia).
Tangerang: Dikara.
Hidayat, Rahmat. 2008. Pemikiran Muhammad Quraish Shihab tentang
Poligami.pdf. Malang: UIN Malang. http//lib.uin-malang.ac.id
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.
Munip, Abdul. 2010. Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia. Jakarta:
Puslitbang Lektur Keagamaan.
Mustafa. 2010. M. Quraish Shihab Membumikan Kalam di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nababan, M. Rudolf. 2008. Teori Menerjemah Bahasa Inggris. Yogyakarta:
Pustaka pelajar.
Nasib ar Rifa’i, Muhammad. 2012. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema
Insani.
Novianti, Aryani., dan Rufaida, Ulya Rizky. 2009. Metode Tafsir dan Penafsiran
(Studi Ulumul Qur’an). Jakarta: Zikra Multi Service.
Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Quraish Shihab, M. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
~~~~~~~~~. 2001. Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan.
Sayogi, Frans. 2008. Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Siregar, Roswani. 2009. Analisis Penerjemahan dan Pemaknaan Istilah Teknis:
Studi Kasus pada Terjemahan Dokumen Kontrak.pdf. Medan:
Universitas Sumatera Utara. http://www.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5689/1/09E00816.
72
Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif Tata
Langkah dan Teknik-Teknik Teoritis Data. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Subuki, Makyun. 2011. Semantik (Pengantar Memahami Makna Bahasa).
Jakarta: Transpustaka.
Sulistyo, Hermawan. 1992. Penterjemahan Buku: Sudut Pandang Penerjemah
(dalam buku PENERJEMAHAN BUKU; Hasil Seminar Sehari
tentang Penerjemahan Buku). Jakarta: Badan Pertimbangan
Pengembangan Buku Nasional.
Suryawinata, Zuchridin dan Sugeng Hariyanto. 2003. Translation: Bahasa Teori
dan Penuntun Praktis Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius.
Syatibi, Ahmad. 2013. Balaghah II (Ilmu Ma’ani). Jakarta: Tarjamah Center.
Syihabuddin. 2005. Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek). Bandung:
Humaniora.
Uhlenbeck, E.M. 1982. Ilmu Bahasa: pengantar dasar. Jakarta: Djambatan.
Widyamartaya, A. 1989. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius.
Zaenuddin, Mamat., dan Nurbayan, Yayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah.
Bandung: Refika Aditama.
http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/17/m2m933-melacak-
sejarah-penerjemahan-alquran (Republika Online, oleh: Nidia
Zuraya 17 April 2012.
http://www.ilmuhumaniora.com/2014/problematika-padanan-dalam-
penerjemahan-dan-solusinya/ by Nurdin Bramono.
http://www.yufidia.com/balaghah-al-maani-al-bayan-dan-al-badi
http://www.belajarbahasaarab.org/ilmu-badi/
http://www.darunnajah-cipining.com
73
LAMPIRAN
Ushlub Qashar Ayat-ayat (QS. Al-Baqarah)
Makna I: Yang mereka tipu hanya diri
mereka
Makna II: Diri mereka bukan hanya
mereka tipu
Makna I: Yang disesatkan hanya
orang-orang fasik.
Makna II: Orang-orang fasik bukan
hanya disesatkan.
Makna I: Kami hanya menerima
pengetahuan dari apa yang Engkau
ajarkan.
Makna II: Yang Engkau ajarkan
kepada kami bukan hanya
pengetahuan.
Makna I: Yang mereka ketahui
tentang Al-Kitab hanya amani
Makna II: Amani bukan hanya yang
mereka ketahui.
Makna I: Kamu menyembah hanya
Allah
Makna II: Allah bukan hanya kamu
sembah
74
Makna I: Yang ingkar kepadaNya
hanya orang-orang fasik.
Makna II: Orang-orang fasik bukan
hanya ingkar kepadaNya
Makna I: Yang pantas masuk ke
dalamnya hanya orang-orang yang
takut.
Makna II: Orang-orang yang takut
bukan hanya masuk ke dalamnya.
Makna I: Tuhan hanya Dia Yang
Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
Makna I: Kami hanya orang-orang
mushlih.
Makna II: Orang-orang muslih bukan
hanya kami
Makna I: Kami hanyalah pengolok-
olok
Makna II: Pengolok-olok bukan hanya
kami
Makna I: Sesungguhnya kami hanya
cobaan (bagimu), sebab itu janganlah
kamu kafir
Makna II: Cobaan bukan hanya Kami,
janganlah kamu kafir
75
Makna I: Syaitan menyuruh kamu
hanya berbuat jahat dan keji
Makna II: Yang menyuruh kamu
berbuat jahat dan keji bukan hanya
syaitan
Makna I: Allah mengharamkan bagi
kamu hanya bangkai, darah, daging
babi.
Makna II: Yang mengharamkan bagi
kamu bangkai, darah, dan daging
babi bukan hanya Allah
Makna I: Jual beli hanya seperti riba
Makna II: Yang seperti riba bukan
hanya jual beli.
ا الب يع مثل الربا إنم
Top Related