7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
1/40
PENERAPAN SISTEM KELAYAKAN DASAR PADA PENGALENGAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus)
PENERAPAN SISTEM KELAYAKAN DASAR PADA PENGALENGAN
RAJUNGAN (Portunus pelagicus)
DI PT X
INDRAMAYUJAWA BARAT
SUHANA SULASTRI
C34070078
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persaingan yang semakin ketat dalam memenuhi tuntutan pasar global, masalah
keamanan pangan yang membuat konsumen semakin selektif dalam memilih produk dan upaya
menjaga kepercayaan konsumen pada suatu produk, mengakibatkan perusahaan berusaha untuk
selalu menjaga mutu produk yang dihasilkannya. Upaya tersebut berupa sistem pengendalian
mutu yang baik terutama untuk produk-produk perikanan yang bersifat highly perishable seperti
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
2/40
rajungan (Portunus pelagicus) yang permintaannya setiap tahun terus meningkat. Berdasarkan
data Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP 2005), ekspor rajungan beku sebesar 2.813,67
ton tanpa cangkang, dan rajungan tidak beku (bentuk segar maupun dalam kaleng) sebesar
4.312,32 ton. Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka rajungan senantiasa dituntut memiliki
mutu yang prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan
pengawasan mutu hasil perikanan.
Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan salah satu sistem
jaminan mutu dengan basis keamanan pangan, yang menjadi acuan bagi industri pangan di
seluruh dunia. Sistem HACCP juga merupakan salah satu bagian dari sistem yang menyeluruh
dalam prosedur pengendalian mutu dan merupakan sistem yang tidak berdiri sendiri. Kelayakan
dasar unit pengolahan merupakan prasyarat (pre-requisite) dalam pengembangan sistemHACCP. Penerapan sistem HACCP tidak akan efektif apabila persyaratan kelayakan dasar unit
pengolahan tidak terpenuhi. Selain itu, juga diperlukan adanya komitmen dan dukungan
manajemen serta sarana dan sumberdaya manusia untuk menunjang penerapan sistem tersebut.
Program kelayakan dasar terdiri atas dua bagian pokok, yaitu GMP (Good Manufacturing
Practices) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) (Wiryanti dan Witjaksono
2001).
GMP (Good ManufacturingPractices) adalah cara atau teknik berproduksi yang baik dan
benar untuk menghasilkan produk yang benar, memenuhi persyaratan mutu (wholesomeness) dan
keamanan pangan (food safety). SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) adalah
prosedur pelaksanaan sanitasi standar yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan ikan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah (Mangunsong 2000).
Program kelayakan dasar erat kaitannya dengan mutu suatu produk seperti daging
rajungan kaleng. Apabila program kelayakan dasar telah dilaksanakan dengan baik, maka
penerapan sistem manajemen mutu berdasarkan HACCP dapat dilaksanakan dengan efektif,
sehingga diharapkan dapat menghasilkan daging rajungan kaleng yang berkualitas dan mampu
bersaing dalam pasar global.
1.2 Tujuan
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
3/40
Tujuan pelaksanaan praktek lapangan ini adalah :
a)Mempelajari proses pengolahan hasil perikanan khususnya pengalengan rajungan,
b) Mempelajari penerapan kelayakan dasar (GMP dan SSOP) pada industri pengalengandaging rajungan di PT X.
2. SISTEM KELAYAKAN DASAR
Kelayakan dasar (pre-requisite) merupakan aspek yang harus dipenuhi agar penerapan
sistem HACCP dalam industri pangan dapat berjalan dengan baik dan efektif. Program
kelayakan dasar berfungsi untuk melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta
kegiatan lain dalam suatu pabrik atau industri pangan yang sangat diperlukan untuk memberi
kepastian bahwa proses produksi yang aman telah dilaksanakan untuk menghasilkan produk
pangan dengan mutu yang diharapkan (Winarno dan Surono 2004).
2.1 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar
Kelayakan dasar (prerequisite) yang diterapkan oleh PT X meliputi Sanitation Standard
Operating Procedure (SSOP) dan Good ManufacturingPractices (GMP).
2.1.1 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Sanitation Standard OperatingProcedure (SSOP) adalah prosedur operasi standar untuk
sanitasi yang diperlukan suatu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur
pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktek
sanitasi (Taheer 2005).
2.1.1.1 Lokasi dan lingkungan
PT X terletak di Jalan Raya Juntinyuat Blok Kali (Sungai Gabus) RT 01 RW 01 Desa
Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Secara umum lokasi
lingkungan perusahaan sudah cukup baik yaitu perusahaan tidak berada di daerah tempat
pembuangan sampah, tidak dekat perkampungan yang padat penduduk dan kotor, tidak di daerah
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
4/40
kering dan berdebu, tidak dekat industri yang menyebabkan pencemaran udara dan air, tidak
dekat gudang pelabuhan dan sumber pengotor lainnya sehingga tidak akan terjadi penularan dan
kontaminasi terhadap produk dan bahaya bagi masyarakat.
2.1.1.2 Denah konstruksi bangunan
PT X memiliki luas lahan sebesar 2300 m2
yang digunakan untuk berbagai bangunan
fisik. Bangunan fisik pabrik antara lain kantor, ruang proses, ruang mekanik, gudang kering, pos
satpam, musholla, dan ruang pertemuan. Layout dirancang oleh perusahaan untuk dapat
mencegah terjadinya kontaminasi silang pada daging rajungan dimana alur proses produksi dari
awal sampai akhir berlangsung dalam satu arah. Selain itu, alur proses produksi berbeda dengan
alur pergerakan karyawan. Layoutperusahaan dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.1.3 Langit-langit
Bahan untuk langit-langit di ruang proses merupakan bahan yang tidak rontok dan tidak
berjamur sehingga dapat mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan kondensasi serta
mudah dibersihkan. Kondisi langit-langit juga tidak retak, tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan
dan sambungan yang terbuka, berwarna terang, tidak ada pipa-pipa yang terlihat dan tinggi
langit-langit 3 m.
2.1.1.4 DindingKondisi dinding di ruang proses produksi sudah baik karena terbuat dari bahan berupa
keramik berwarna putih yang mudah dibersihkan, rata dan tidak retak-retak. Hingga ketinggian
1,2 m dinding ruang proses dibuat dari bahan yang tahan air dan mudah dibersihkan. Dinding
dibersihkan sebelum, selama dan setelah proses. Pembersihan dilakukan dengan menyiram
dinding dengan air, kemudian menyikat dan membilasnya dengan air klorin berkonsentrasi 200
ppm sebagai pembilasan terakhir. Pertemuan antara dinding dan lantai tidak membentuk sudut.
Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding mudah dibersihkan. Menurut
Winarno dan Surono (2004), bagian dinding sampai ketinggian 2 m dari lantai harus dapat dicuci
dan tahan terhadap bahan kimia.
2.1.1.5 Lantai
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
5/40
Konstruksi lantai di ruang proses terbuat dari bahan berupa keramik yang mudah
dibersihkan, lantai dibuat miring dengan derajat kemiringan sebesar 4 untuk menghindari
adanya air yang tergenang, pertemuan lantai dengan dinding tidak membentuk sudut atau siku.
Permukaan lantai halus tetapi tidak licin dan tidak kasar agar mudah dibersihkan.
Lantai ruang proses dibersihkan sebelum, selama dan setelah proses selesai menggunakan
air bersih dan dibilas dengan larutan klorin 200 ppm. Sebelum proses produksi dimulai, petugas
sanitasi menyiram lantai dengan air dan menyikatnya dengan sapu garuk karet untuk
menghilangkan bau klorin sisa pembersihan lantai kemarin. Selama proses produksi berlangsung
petugas sanitasi juga menjaga kebersihan dengan selalu mengambil kotoran yang tercecer di
lantai dan membersihkan genangan air. Setelah proses produksi berlangsung, petugas sanitasi
membersihkan saluran pembuangan dan membersihkan lantai dengan sapu garuk karet. Langkahterakhir adalah menyiram lantai dengan air klorin berkonsentrasi 200 ppm.
2.1.1.6 Penerangan
Setiap ruangan dilengkapi dengan penerangan yang cukup (30 foot candles). Ruang
sortasi dan ruang laboratorium yang membutuhkan ketelitian lebih tinggi diberi lampu yang lebih
terang (50 foot candles). Warna dasar lampu adalah putih. Setiap lampu dalam ruang proses
dilengkapi dengan pelindung yang terbuat dari mika.
2.1.1.7 Ventilasi
Di dalam ruang proses produksi tidak terdapat ventilasi. Akan tetapi, fungsi ventilasi
untuk sirkulasi udara digantikan dengan alat exhaust fan dan air conditioner (AC). Sistem
perputaran udara dalam ruang produksi dilakukan menggunakan air conditioner (AC) yang
terus menerus menghembuskan udara dingin ke seluruh ruangan dan exhaust fan yang
menyedot udara panas dari dalam ruangan sehingga dapat mencegah terjadinya kondensasi uap.
2.1.1.8 Pintu
Pintu masuk ke ruang produksi terbuat dari bahan yang kedap air, pintu dilengkapi
dengan door closer, tahan karat, halus, rata, tahan air dan mudah dibersihkan serta dilengkapi
plastikcurtain. Selain itu, di dekat pintu juga dipasang alat pencegah serangga berupa lampu
penarik serangga (insect killer).
2.1.1.9 Saluran pembuangan
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
6/40
Instalasi saluran pembuangan air limbah di ruang produksi terbuat dari bahan yang
mudah dibersihkan, tahan karat, halus, dan rata. Saluran pembuangan yang menuju ke luar ruang
pengolahan dilengkapi dengan alat pelindung berupa filter screen untuk menghindari masuknya
tikus ke dalam ruang proses.
2.1.1.10 Keamanan air
Air yang digunakan untuk proses produksi di PT X memiliki ciri-ciri yaitu tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Air PAM di PT X sebelum dialirkan ke unit
pengolahan, terlebih dahulu ditampung dalam bak penampungan (tandon) dan dilakukan proses
filtrasi untuk menjamin keamanannya. Pengujian air dilakukan setiap 6 bulan oleh pihak
laboratorium Perusahaan Air Minum (PAM) Kota Cirebon (Lampiran 2). Air yang digunakan di
PT X untuk proses pengolahan daging rajungan kaleng telah memenuhi persyaratan air proses
yaitu air mengandung TPC < 100, E.coli atau Coliform < 3, Salmonella dan Vibrio cholerae
negatif. Air yang dapat diminum dapat diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri yang
berbahaya dan memenuhi persyaratan secara kimia.
2.1.1.11 Es
Perusahaan tidak memproduksi sendiri es yang akan digunakan pada proses pengolahan
daging rajungan melainkan es dibeli dari pabrik-pabrik es yang ada di sekitar perusahaan. Es
yang digunakan oleh perusahaan tersebut berasal dari air PAM (potable water) yang dibuktikan
dengan sertifikat kelayakan dari supplieres. Lantai ruang penampungan es terbuat dari keramik,
dinding dan langit-langit dilapisi dengan bahan kedap air. Tetapi, es ini ternyata belum
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan karena berdasarkan hasil uji diketahui bahwa es
yang digunakan oleh perusahaan mengandung TPC > 100, E.coli dan Coliform > 3. Persyaratan
air minum menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.907/Men.Kes/SK/VII/2002, yaitu air
minum tidak boleh menggandung bakteri koliform, baik itu untuk koliform tinja dan total
koliform (PERMENKES 2002).
2.1.1.12 Penanganan limbah
Limbah yang dihasilkan oleh perusahaan terdiri dari limbah cair dan limbah padat.
Limbah cair yang dihasilkan perusahaan langsung dialirkan menuju unit penampungan limbah
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
7/40
yang terdapat di PT X, yaitu berupa dua bak penampungan limbah. Limbah yang masuk ke
dalam bak penampungan akan mengalami proses pengendapan dan filtrasi. Pembersihan kedua
bak ini dilakukan setiap bulan dengan cara penyedotan air limbah yang dialirkan atau dibuang
langsung ke laut. Pengujian air limbah dilakukan oleh PAM Kota Cirebon dan hasil pengujian air
limbahnya dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan alur limbah dapat dilihat pada Lampiran 4.
Adapun penanganan limbah padat berupa sampah dari ruang proses (sampah daging dan
plastik) yaitu sampah dipisahkan menurut jenisnya. Sampah dibuang secara bertahap agar tidak
menyebabkan kontaminasi pada produk dan tempat sampah diberi tutup agar tidak mengundang
lalat. Tempat sampah pengumpul sementara sebelum dibuang ke luar pabrik tidak ditempatkan di
dekat ruang proses melainkan di ruang pencucian dan dibersihkan setiap hari (pagi dan sore
hari).
2.1.1.13 Pembersihan permukaan yang kontak dengan produk
Pemukaan bahan yang kontak dengan produk misalnya stoples, nampan, baskom, dan
kaleng terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dengan permukaan yang halus sehingga
mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Pembersihan alat-alat seperti nampan dan baskom
dilakukan sebelum dan setelah proses produksi dengan cara menyikat peralatan menggunakan air
yang mengandung ammonium quarternat (sterbac) dengan konsentrasi 25 ppm, sedangkan
pencucian kaleng menggunakan air hangat 50 C yang dilakukan pada saat kaleng akan
digunakan. Peralatan tersebut terbuat dari bahan-bahan yang tidak korosif dan tidak beracun.
2.1.1.14 Pencegahan kontaminasi silang
Kontaminasi silang adalah pencemaran kembali produk pangan yang sudah bermutu dan
aman oleh cemaran-cemaran fisik, kimia atau biologis. Kontaminasi silang dapat terjadi karena
pencemaran melalui air atau udara yang kotor, dan karena pencemaran lainnya (Rahayu 2002).
Peluang terjadinya kontaminasi silang di PT X cukup berpotensial karena setiap peralatan tidak
diberi tanda untuk setiap area kerja yang berbeda sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
kontaminasi silang. Sebagian peralatan yang kotor tidak dibersihkan di ruang khusus melainkan
proses pembersihan dilakukan dalam ruang produksi dan ditemukan juga adanya basket yang
berisi stoples dan es yang bersentuhan langsung dengan lantai sehingga dapat menyebabkan
terjadinya kontaminasi silang. Di dalam ruang pengolahan belum tersedia tempat cuci tangan
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
8/40
yang memadai. Selain itu, pekerja yang menangani bahan baku sebaiknya tidak menangani
produk akhir untuk meminimalisasi kemungkinan kontaminasi silang.
Secara umum, desain kontruksi bangunan perusahaan sudah cukup baik dalam upaya
mencegah perpindahan kontaminan dari area yang kotor ke area yang bersih. Kondisi tersebut
didukung dengan penerapan alur produk yang satu arah yaitu alur produk dan alur karyawan itu
berbeda, pemberian sekat antara unit pengolahan dan setiap ruang proses terdapatplastic curtain.
2.1.1.15 Higiene pekerja
Sebelum memasuki ruang produksi para pekerja sudah harus memakai pakaian khusus,
sepatu boot dan kerudung penutup rambut dan wajah yang seluruhnya dalam kondisi yang
bersih. Masing-masing pekerja diberi baju seragam dengan dua variasi untuk memudahkan
kontrol penggantian seragam. Seragam yang disediakan oleh perusahaan adalah seragam yang
tidak memiliki saku untuk menghindari dibawanya barang-barang pribadi ke dalam ruang proses
dan seragam tidak boleh digunakan di luar ruang proses atau area non saniter. Selanjutnya,
pekerja mencuci muka dan tangan dengan sabun dan air hangat bersuhu 40 43 C yang telah
disediakan, tangan dikeringkan dengan hand dryer dan sepatu boot disanitasi dengan air
berklorin 200 ppm sebelum masuk ruang proses.
Kondisi pekerja yang masuk ke dalam perusahaan harus dalam keadaan sehat, karyawan
yang menunjukkan gejala batuk pilek, sakit typus, gatal-gatal atau koreng pada kulit, sakit mata
(belekan) dan sakit telinga tidak diizinkan untuk masuk ruang proses, dan harus menunjukkan
surat keterangan dokter sebagai bukti. Karyawan tidak boleh memakai obat-obatan yang
mengandung kloramfenikol, tidak boleh memakai kosmetik seperti bedak, lipstik, hand body
lotion, dan lain-lain. Karyawan juga dilarang menggunakan jam tangan, perhiasan (cincin,
anting, gelang dan kalung) untuk menghindari kontaminasi silang dan kemungkinan jatuh ke
dalam produk. Selain itu para pekerja dilarang memiliki kuku panjang dan memakai cat kuku,
yang dilakukan pengecekan setiap minggu. Pengecekan kesehatan karyawan dilakukan setiap 1
tahun sekali.
2.1.1.16 Pemeliharaan peralatan dan wadah
Alat-alat yang kontak langsung dengan produk terbuat dari bahan plastik dan stainless
steel yang bersifat halus, tahan karat, tahan air dan tahan terhadap bahan kimia. Rancang bangun,
konstruksi dan penempatan peralatan serta wadah dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
9/40
menjamin pelaksanaan sanitasi dan higiene. Pembersihan setiap peralatan yang digunakan dalam
setiap ruang proses seperti nampan dan baskom dilakukan oleh masing-masing bagian yang
menggunakannya. Pembersihan dan pencucian peralatan ini dilakukan dengan cara dibilas
dengan air tanpa menggunakan bahan desinfektan, sedangkan pencucian stoples dilakukan di
ruang khusus pencucian. Pencucian stoples ini pun hanya menggunakan air dan air tersebut
digunakan untuk 3-4 kali proses pencucian, hanya stoples yang sangat kotor dicuci menggunakan
sterbac. Selain itu, peralatan lainnya seperti meja proses dibersihkan dengan sterbac dan basket
dicuci dengan larutan klorin 15 ppm.
2.1.1.17 Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan
toilet
Perusahaan menggunakan bahan sanitasi berupa teepol, sterbac dan klorin. Teepol
merupakan bahan kimia yang tidak berbau dan cukup efektif dalam membunuh mikroorganisme.
Teepol digunakan untuk mencuci tangan karyawan. Sterbac digunakan untuk mencuci peralatan
produksi seperti stoples, nampan dan baskom sedangkan klorin digunakan untuk mencuci lantai,
mengisi air bak cuci kaki (foot bath) dan tangki pendinginan. Konsentrasi klorin yang digunakan
untuk mencuci lantai dan mengisifoot bath sebesar 200 ppm, sedangkan konsentrasi klorin untuk
tangki pendinginan hanya 5 ppm.
Perusahaan telah menetapkan prosedur pencucian tangan karyawan setiap 1 jam sekalidengan menggunakan bahan sanitasi yang telah ditentukan. Namun prosedur ini tidak diikuti dan
dipatuhi oleh karyawan secara keseluruhan karena masih ditemukannya karyawan yang hanya
mencuci tangan sebelum dan setelah proses selesai. Sebagian karyawan lainnya mencuci tangan
dengan periode yang tidak tertentu tanpa menggunakan sabun yang telah disediakan. Jumlah bak
cuci tangan di dalam ruang proses produksi sebanyak 8 buah. Jumlah ini belum mencukupi jika
dibandingkan jumlah karyawan yang bekerja di ruang proses produksi sebanyak 300 orang.
Ruang pengolahan (proses) harus dilengkapi dengan bak cuci tangan minimal satu untuk setiap
10 orang karyawan (Winarno dan Surono 2004). PT X berarti harus menyediakan minimal 30
fasilitas bak cuci tangan di ruang proses produksi.
Sarana toilet di PT X letaknya tidak berhubungan langsung dengan ruang proses
pengolahan. Jumlah toilet yang ada di perusahaan hanya 11 buah. Jumlah ini sudah cukup untuk
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
10/40
keperluan karyawan yang berjumlah sekitar 300 orang. Menurut Winarno dan Surono (2004),
untuk 50 100 karyawan harus disediakan minimal 3 buah toilet dan setiap penambahan 50
karyawan ditambahkan 1 toilet. Secara umum kondisi toilet pabrik sudah cukup bersih.
Kebersihan toilet selalu dijaga oleh petugas kebersihan, namun prasarana toilet masih kurang
lengkap karena tidak disediakannya sabun dan pengering sekali pakai.
2.1.1.18 Pengendalian hama (pest control)
Pengendalian hama yang diterapkan di perusahaan menggunakan insect killer,
penempatan glue trap, dan penggunaan bahan kimia. Insect killerditempatkan di sekitar pintu
masuk ruang produksi yang berhubungan dengan lingkungan luar. Mekanisme kerja insect killer,
yaitu alat ini memancarkan cahaya yang dapat menarik perhatian serangga lalu serangga yang
mendekati alat ini akan mati tersengat listrik. Glue trap adalah alat berupa perangkap yangmengandung lem sehingga serangga akan lengket di dalamnya, selain itu pada glue trap juga
dipasang racun berbentuk kapsul untuk mencegah tikus masuk ke dalam ruang produksi. Saraf
tikus yang memakan umpan tersebut akan diserang sehingga menyebabkan tikus akan berusaha
mencari tempat yang berair untuk minum, sehingga tikus mati di luar area perusahaan.
Penempatan glue trap di perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 5. Selain itu, Penyemprotan
(spraying) juga dilakukan di lingkungan pabrik secara periodik bekerja sama dengan PT Rentokil
Indonesia. Proses penyemprotan (spraying) ini bertujuan untuk mematikan serangga-serangga
yang berjalan seperti kecoa dan semut.
2.1.1.19 Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan-bahan beracun yang benar
Semua bahan kimia atau bahan sanitasi harus diberi label nama bahan dan
konsentrasinya, cara pemakaian dan standar konsentrasi yang diperbolehkan. Bahan kimia atau
bahan sanitasi disimpan pada tempat yang aman dan terkunci. PT X memiliki ruang khusus
untuk menyimpan bahan-bahan kimia atau bahan sanitasi yang masih dalam keadaan utuh seperti
NaOCl, HCl, sterbac, teepol, dan aquades. Bahan-bahan tersebut disimpan dalam gudang kering.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada produk.
2.1.2 Good Manufacturing Practices (GMP)
Good ManufacturingPractices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB)
merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi
persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu
sesuai dengan tuntutan konsumen. (Thaheer 2008). Ruang lingkup GMP mencakup cara-cara
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
11/40
berproduksi yang baik sejak bahan baku masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan, termasuk
persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Adapun tahapan proses pengalengan
daging rajungan di PT X dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.
2.1.2.1 Penerimaan bahan baku (raw material receiving)
Bahan baku berupa daging rajungan (Portunus pelagicus) berasal dari wilayah Cirebon,
Indramayu, Jakarta, Belitung, dan Lampung. Daging rajungan diangkut dari miniplant dengan
truk terbuka yang dilapisi terpal. Daging rajungan dimasukkan dalam stoples kemudian stoples
tersebut disusun dalam blong atau fiber yang berisi es curai. Selanjutnya, karyawan receiving
segera menimbang daging dengan cepat. Setelah itu, daging disusun kembali dalam basket
berdasarkan asal daging dan jenis daging rajungan. Penanganan daging rajungan dilakukan
dengan cepat, higienis dan hati-hati untuk mencegah kenaikan suhu dan kerusakan fisik. Daging
rajungan yang menunggu proses lebih lanjut disimpan di dalam ruang pendingin. Menurut
Wiryanti dan Witjaksono (2001), penanganan bahan baku harus diterapkan sesuai dengan sistem
FIFO (First In First Out), bahan baku yang menunggu proses lebih lanjut harus ditempatkan
pada tempat yang saniter dan higiene untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Tahap selanjutnya dilakukan pengecekan mutu organoleptik oleh staf QC. Staf QC hanya
menerima daging rajungan yang telah memenuhi persyaratan bahan baku. Persyaratan bahan
baku yang diterima oleh perusahaan yaitu daging masih segar dengan suhu daging pada saat
penerimaan 3240 F (0 4,4 C), standar minimal nilai organoleptik 7 dengan spesifikasi yaitu
penampakan cukup cemerlang, cukup bersih, sedikit berlemi, cukup seragam, bau cukup segar,
tekstur cukup kompak, agak basah dan rasanya manis, serta tidak mengandung kloramfenikol
yang dilakukan pengujian dengan metode ELISA Ridascreen Cloramfenikol. Apabila ditemukan
daging rajungan yang telah mengalami proses perubahan secara biokimia dan fisik seperti daging
rajungan menjadi kusam, basi, lunak dan ditemukannya benda asing maka bahan baku daging
rajungan tidak akan diproses lebih lanjut atau dikembalikan kepada supplier. Jenis-jenis daging
rajungan yang diolah oleh PT X antara lainjumbo, backfin,flower, spesial dan clawmeat.Jumbo
merupakan daging yang terdapat pada bagian dada.Backfin merupakan daging yang berasal dari
pecahan jumbo. Flower merupakan daging serpihan yang berbentuk seperti bunga. Spesial
merupakan daging serpihan seperti flower namun tidak berbentuk seperti bunga sedangkan
clawmeatmerupakan daging yang dihasilkan dari bagian capit rajungan yang berwarna kemerah-
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
12/40
merahan. Morfologi rajungan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan jenis-jenis daging rajungan
dapat dilihat pada Lampiran 9.
2.1.2.2 Sortasi
Daging rajungan yang telah memenuhi standar mutu baik penampakan, warna, bau, dan
lendir dimasukkan ke dalam ruang sortasi sedangkan daging yang tidak memenuhi standar mutu
akan ditolak dan dipisahkan agar tidak tercampur dengan daging yang memenuhi standar. Proses
sortasi dilakukan untuk menghilangkan cangkang (shell) dan benda asing dari daging rajungan.
Proses ini dilakukan dengan cepat, hati-hati, mempertahankan sistem rantai dingin dan bersih
serta suhu daging dipertahankan pada interval suhu 32 40 F (0 4,4 C) dengan cara
menambahkan es curai di sekitar produk.
Proses penanganan dan pengolahan ini dilakukan dalam ruangan yang tertutup dengan
suhu ruangan 20 25 C dan sesuai dengan persyaratan sanitasi. Perusahaan juga telah
menerapkan sistem FIFO yaitu setiap bahan baku yang diterima perusahaan terlebih dahulu maka
akan diproses lebih awal. Proses sortasi ini dilakukan dengan menggunakan dua nampan yang
dibedakan warnanya yaitu nampan daging dan nampan es untuk menghindari cross contaminasi.
Karyawan sortasi juga menggunakan pinset untuk membantu dalam proses pengambilan
cangkang. Daging rajungan tidak boleh berhubungan langsung dengan es karena dapatmempengaruhi mutu daging.
2.1.2.3 Pencampuran (mixing)
Daging rajungan yang telah disortasi dicek mutu organoleptiknya oleh staf QC sebelum
dicampur. Daging rajungan yang telah memenuhi standar, sesuai spesifikasi buyerdan berasal
dari sumber yang berbeda dicampur dan diaduk dengan hati-hati untuk mencapai keseragaman
produk. Daging rajungan yang mengalami proses pencampuran hanya untuk jenis daging
clawmeat dan special dengan spesifikasi sesuai permintaan buyer. Pekerjaan tersebut
dilaksanakan oleh staf QC. Daging yang telah dicampur segera dicek oleh staf QC untuk
mengetahui kesesuaian standar organoleptik dan spesifikasi produk serta dilakukan pencatatan
terhadap asal daging pencampuran untuk tujuan pelacakan. Proses pencampuran dilakukan
dengan cara cepat dan hati-hati untuk mempertahankan mutu.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
13/40
2.1.2.4 Pengisian (filling)
Daging rajungan diisi ke dalam kaleng berdasarkan jenis dan spesifikasi dari produk yang
disesuaikan dengan spesifikasi permintaan buyer. Persyaratan daging rajungan dalam kaleng
yang akan diekspor yaitu minimal nilai organoleptiknya 4 dengan spesifikasi penampakan cukup
cemerlang, cukup bersih, sedikit berlemi, cukup seragam, bau cukup segar, tekstur cukup
kompak, kurang utuh, agak basah dan rasanya cukup manis, tidak mengandung kloramfenikol,
dan tidak ada benda asing. Persyaratan mutu dan kemananan pangan daging rajungan kaleng
menurut SNI 6929.1:2010 dapat dilihat pada Lampiran 10.
Saat pengisian daging ke dalam kaleng juga dilakukan penambahan SAPP (sodium acid
pyrophoshpate) sebanyak 6 ml (1,26 gram/kaleng). Penambahan SAPP bertujuan sebagai bahan
pengawet daging rajungan dan mempertahankan warna daging rajungan. Proses pengisian daging
dalam kaleng dilakukan dengan cepat dan hati-hati.
2.1.2.5 Penimbangan (weighing)
Sebelum dilakukan proses penimbangan, timbangan dikalibrasi menggunakan anak
timbangan dan diatur sesuai berat kaleng kosong. Daging rajungan kemudian ditimbang sesuai
ukuran masing-masing kaleng. Berat bersih produk adalah 16 oz (0,454 kg), 12 oz (0,340 kg), 8
oz (0,227 kg), dan 6 oz (0,172 kg). Perusahaan memiliki toleransi over weightsebanyak 2 gramdan tidak ada toleransi under weight. Hal ini dilakukan untuk mengestimasi terjadinya
penyusutan berat daging rajungan pada proses selanjutnya seperti penyimpanan. Berat bersih
dicek dengan cara sampling setiap jam. Kalibrasi eskternal untuk timbangan dilakukan setiap
tahun.
2.1.2.6 Penutupan kaleng (seaming)
Sebelum dilakukan proses penutupan kaleng, mesin seamerdicekdouble seam oleh QC
dengan menggunakan kaleng kosong kemudian overlap dan free wrinkle diukur, sedangkan
selama proses produksi dilakukan pengecekan hasil double seam setiap jam atau maksimal 3
basket. Standar overlap setiap jenis kaleng berbeda sesuai permintaan buyer. Setiap kaleng yang
sudah ditutup dicekdouble seam secara visual oleh operator sambil membersihkan sisa daging
yang ada pada lipatan kaleng. Apabila selama proses ditemukan penyimpangan maka proses
seaming dihentikan dahulu untuk dilakukan tindakan koreksi terhadap proses dan produk.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
14/40
Setelah selesai proses penutupan kaleng, setiap kaleng diberi kode produksi dan batas kadaluarsa
pada bagian bawah kaleng untuk tujuan pelacakan. Produk hasil pengalengan kemudian disusun
dalam batch. Selanjutnya, produk segera dipasteurisasi.
2.1.2.7 Pasteurisasi (pasteurizing)
Tangki yang digunakan untuk proses pasteurisasi berukuran maksimal 8 batch, setiap
batch berisi 84 kaleng ukuran 16 oz. Suhu pasteurisasi yang diterapkan di PT X antara 185 189
F (85 - 87,2 C) dengan total waktu pasteurisasi sesuai berat produk dan ukuran kaleng. Apabila
suhu air pasteurisasi di luar range standar maka dilakukan tindakan koreksi yaitu produk dihold
untuk dilakukan pengecekan lebih lanjut. Waktu yang digunakan untuk pasteurisasi antara lain
140 menit untuk kaleng ukuran 401 x 301 dengan berat 16 oz, 130 menit untuk kaleng ukuran
401 x 301 dengan berat 12 oz, 110 menit untuk kaleng ukuran 307 x 206 dengan berat 8 oz.Pengecekan suhu produk dengan F-value yang dilakukan setiap 5 menit menggunakan 3 sampel
setiap tangki, sedangkan pengecekan suhu air pasteurisasi menggunakan MIG (Mercury in
Glass) atau termometer digital setiap 15 menit, kemudian dicatat dalam form. Pengecekan suhu
ini dilakukan oleh QC pasteurisasi.
2.1.2.8 Pendinginan (chilling)
Tangki yang digunakan untuk proses chilling juga berukuran maksimal 8 batch, setiap
batch berisi 84 kaleng ukuran 16 oz. Sebelum proses chilling dimulai terlebih dahulu
dimasukkan es ke dalam tangki chilling dan ditambahkan larutan klorin 5 ppm. Kemudian,
setelah proses pasteurisasi selesai, basket yang berisi produk dipindahkan dari tangki pasteurisasi
langsung direndam dalam tangki chilling pada suhu 32 34 F (0 1,1 C). Total waktu
pendinginan disesuaikan dengan jenis produk dan berat produk yaitu 120 menit untuk produk
kaleng 16 oz.
2.1.2.9 Pengemasan dan pelabelan
Pengemasan daging rajungan sangat bergantung permintaan dari pembeli. Umumnya
daging rajungan dikemas dalamkemasan primer (kaleng) yang selanjutnya dimasukkan dalam
kemasan sekunder (master carton). Setiap master carton berisi 12 kaleng ukuran 16 oz atau 12
oz. Produk yang telah dikemas kemudian dicek oleh QC packing meliputi jumlah kaleng, jenis
produk dan brand sesuai label yang tercantum pada master carton serta kode produksi dapat
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
15/40
terbaca dengan jelas. Setelah itu, produk yang telah dicek kemudian diberi stempel QC passed.
Produk yang sudah dikemas segera disimpan dalam chilled storage.
Proses pengemasan dan pelabelan ini dilakukan pada kondisi yang higienis sehingga
dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang pada produk. Secara umum, pengemasan yang
dilakukan oleh PT X telah sesuai Kep.01/MEN/2007.
2.1.2.10 Chilled storage
Daging rajungan kaleng yang telah dikemas dalam master carton, kemudian disimpan
dalam chilled storage dengan suhu penyimpanan antara 32 40 F (0 4,4 C). Kontrol suhu
penyimpanan dilakukan setiap jam oleh staf mekanik dan suhu ruang pendingin secara terus-
menerus direkam dengan menggunakan perekam suhu. Penyusunan master carton dalam chilled
storage dilakukan dengan rapi menggunakan alas berupa pallet agar master carton tidak
bersentuhan langsung dengan lantai chilled storage. Penyusunan produk sesuai dengan brand
dan jenis produknya dengan tidak melewati batas red line agar tidak menutupi evaporator.
Produk yang satu dengan yang lain jaraknya diatur sedemikian rupa sehingga sirkulasi udara di
dalam chilled storage dapat berjalan dengan baik. Penyimpanan produk sesuai dengan sistem
first in first out(FIFO). Penyusunan produk dalam chilled storage tidak diperkenankan menutupi
evaporator karena bisa menganggu sirkulasi udara dingin sehingga susunan produk yang palingdekat dengan evaporator akan lebih rendah daripada susunan produk yang jauh dari evaporator.
Adapun penyusunannya antara lain tinggi maksimal stuffle I sebanyak 19 master carton (mc),
tinggi maksimal stuffle II dan III sebanyak 20 mc dan tinggi maksimal stuffle IV sebanyak 21
mc. Pintu chilled storage tidak boleh dibuka terlalu lama, untuk mencegah kenaikan suhu dalam
chilled storage.
2.1.2.11 Pengiriman produk (stuffing)
Proses pengiriman produk yang dilakukan oleh PT X ialah proses pemindahan master
carton yang berisi daging rajungan kaleng ke dalam container untuk dibawa ke pabrik pusat
yaitu PT Windika Utama yang bertempat di Semarang. PT Windika Utama ini yang melakukan
ekspor. Produk yang akan dibawa ke PT Windika Utama dikeluarkan dari chilled storage dengan
cepat dan hati-hati. Pengiriman produk dilakukan menggunakan containerdengan kapasitas 400
500 master carton yang memiliki mesin pendingin dengan suhu diatur 0oC. Suhu container
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
16/40
diatur pada 0oC dan dijaga mulai dari produk dimasukkan dalam containerhingga sampai ke PT
Windika Utama. Penyusunan master carton dalam container tidak melebihi red line atau garis
pada container yang menunjukkan batas tertinggi tumpukan produk. Selain itu, staf QC juga
harus membuat rekomendasi untuk pengeluaran produk berdasarkan dari hasil analisis
laboratorium.
2.2 Penilaian Penerapan Sistem Kelayakan Dasar
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan No.
Per.011/DJ-P2HP/2007, sertifikat kelayakan pengolahan adalah sertifikat yang diberikan kepada
unit pengolahan ikan (UPI) yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP), serta
memenuhi persyaratan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) dan Good Hygiene
Practices (GHP) sesuai dengan standar dan regulasi dari otoritas yang berkompeten. Hasil
penilaian yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
DKP terhadap PT X adalah nilai A dengan Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP)
No.99/PP/SKP/PK/VIII/03/10 (Lampiran 11). Namun, berdasarkan hasil penilaian menggunakan
Daftar Penilaian Unit Pengolahan Ikan yang diterbitkan oleh Ditjen PPHP tahun 2007 (Lampiran
12)di lapangan, menunjukan bahwa PT X memperoleh SKP dengan nilai kelayakan dasar B
yang terdiri atas 3 penyimpangan minor, 7 penyimpangan mayor, dan 2 penyimpangan serius.
Hasil penilaian ketidaksesuaian atau penyimpangan tersebut sebagai berikut:
2.2.1 Penyimpangan minor
Penyimpangan minor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan
koreksi atau dibiarkan secara terus menerus akan berpotensi mempengaruhi mutu pangan
(DJP2HP 2007). Penyimpangan minor yang terdapat di perusahaan yaitu :
1)Peralatan permukaan yang kontak dengan produk tidak diberi tanda untuk setiap area kerja
yang berbeda.
Permukaan yang kontak dengan produk terdiri atas baskom, nampan, dan stoples.
Adanya penyimpangan ini dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi silang pada
daging rajungan yang berpotensi mempengaruhi mutu daging rajungan.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
17/40
2)Sebagian peralatan kerja tidak dicuci dengan bahan desinfektan.
Peralatan kerja yang tidak dicuci dengan bahan desinfektan berkemungkinan masih
mengandung sisa-sisa kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminan terhadap daging
rajungan sehingga berpotensi mempengaruhi mutu daging.
3)Adanya bahan kimia yang memiliki tanda peringatan.
Bahan kimia yang memiliki tanda peringatan berarti bahan kimia tersebut cukup
berbahaya bagi manusia dan apabila terkontaminasi pada produk pangan akan
berpotensi mempengaruhi mutu pangan itu sendiri.
2.2.2 Penyimpangan mayor
Penyimpangan mayor adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi
mempunyai potensi dapat mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007). Penyimpangan
mayor yang terjadi di perusahaan yaitu :
1) Tidak tersedianya ruang ganti.
Tidak tersedianya ruang ganti pakaian bagi karyawan menyebabkan karyawan
akan mengganti pakaian kerja di area yang kurang saniter sehingga pakaian dapat
terkontaminasi dengan cemaran biologis, fisik dan kimia sehingga berpotensi
mempengaruhi keamanan pangan.
2) Kran air dioperasikan dengan tangan
Penyimpangan ini berpotensi mempengaruhi keamanan pangan karena kran air yang
dioperasikan dengan tangan dapat menyebabkan terjadinya cemaran biologis dan fisik
yang dapat menganggu dan merugikan kesehatan manusia.
3) Adanya lantai ruang pengolahan yang retak
Lantai yang retak dapat berfungsi sebagai tempat terakumulasinya kotoran yang
berpotensi menganggu dan merugikan kesehatan manusia.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
18/40
4)Ditemukan adanya es sisa yang digunakan kembali untuk proses selanjutnya.
Es yang digunakan di perusahaan tidak dibuat menggunakan air yang memenuhi
persyaratan sehingga apabila digunakan berulang kali dapat berpotensi mempengaruhi
keamanan pangan yang mengganggu dan merugikan kesehatan manusia.
5)Kondisi AC dan exhaust fan berdebu.
Kondisi AC dan exhaust fan yang berdebu dapat menjadi sumber kontaminasi melalui
cemaran biologi dan fisik yang berpotensi mempengaruhi keamanan pangan.
6)Adanya pekerja yang mengenakan peralatan kerja yang sudah kotor.
Peralatan kerja yang sudah kotor merupakan wadah atau tempat yang paling sesuai
sebagai media pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminsi
terhadap produk sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan pangan.
7)Adanya karyawan yang mencuci tangan tidak menggunakan bahan desinfektan.
Tangan yang tidak dicuci dengan bahan desinfektan dapat mencemari produk
sehingga berpotensi mempengaruhi keamanan pangan.
2.2.3 Penyimpangan serius
Penyimpangan serius adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan
koreksi dapat mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007). Penyimpangan serius terdapat
di PT X yaitu :
1) Jumlah tempat cuci tangan di ruang pengolahan tidak memadai.
Tempat cuci tangan yang ada di ruang pengolahan hanya ada 8 buah dan tempat cuci
tangan yang tersedia di ruang pengolahan hanya berupa baskom berisi air sedangkan jumlah
karyawan 300 orang. Tidak memadainya tempat cuci tangan bagi karyawan ini dapat
mempengaruhi keamanan pangan karena adanya cemaran biologis dan fisik yang masih
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
19/40
tertinggal pada tempat cuci tangan sehingga dapat merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia.
2) Penanganan es yang tidak saniter oleh karyawan.
Penanganan es yang dilakukan oleh karyawan tidak cukup saniter karena ditemukannya
karyawan yang merapikan es dalam basket di ruang penyimpanan es dengan
menggunakan sepatu bootpadahal sepatu boot tersebut tidak dicuci dengan klorin 200 ppm
sehingga dapat mempengaruhi keamanan pangan.
2.2.4 Penyimpangan kritis
Penyimpangan kritis adalah penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksiakan segera mempengaruhi keamanan pangan (DJP2HP 2007). Tidak ditemukannya adanya
penyimpangan kritis di PT X.
3. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1 Kesimpulan
Tahapan proses pengalengan daging rajungan di PT X yaitu penerimaan bahan baku,
sortasi, pencampuran, pengisian daging dalam kaleng, penutupan kaleng, pasteurisasi,
pendinginan, pelabelan, penyimpanan dan stuffing. Secara keseluruhan, prosedur penerapan
program kelayakan dasar (GMP dan SSOP) yang disusun oleh PT X sudah cukup baik dan sesuai
dengan program kelayakan dasar yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Akan tetapi dalam
pelaksanaannya terjadi beberapa penyimpangan yang pada akhirnya memberikan penilaian yang
kurang baik terhadap proses produksi daging rajungan kaleng.
Penyimpangan yang terjadi di perusahaan terdiri atas 3 penyimpangan minor, 7
penyimpangan mayor, dan 2 penyimpangan serius. Penyimpangan ini mengakibatkan PT X
memperoleh nilai kelayakan dasar B. Hal ini tidak sesuai dengan dengan Sertifikat
Kelayakan Pengolahan (SKP) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengolahan dan
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
20/40
Pemasaran Hasil Perikanan (DJP2HP) dengan rating A maka perlu dilakukan tindakan
koreksi untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
3.2 Rekomendasi
Tindakan koreksi yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan antara lain melakukan
perbaikan-perbaikan dan penyediaan fasilitas produksi seperti perbaikan lantai yang retak di
ruang receiving, penyediaan sabun dan pengering sekali pakai di toilet, dan pemberian tanda
yang jelas pada setiap peralatan untuk area kerja yang berbeda. Perusahaan juga hendaknya
menyediakan ruang ganti pakaian, menempatkan bahan kimia di ruang khusus dan terkunci.
Selama penanganan bahan baku dan produk diupayakan dengan sistem rantai dingin tidak
terputus. Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat pada setiap
tahap proses agar tidak ada pekerja yang melanggar peraturan dan melakukan teguran yang keras
pada karyawan yang sering melakukan pelanggaran.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
21/40
PRINSIP DAN TEKNIK PENGAWETAN MAKANAN (PANGAN)
Agar dapat berjalan, setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi lingkungan yang
optimum (misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor dan faktor lainnya). Sebagai
contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk berlangsungnya reaksi
kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan karbon, sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada
atau tidak ada oksigen (aerobik/anaero-bik), beberapa vitamin dan sebagainya.
Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin didalam
pangan;
2. katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalisis enzim
indigenus;
3. reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan penyimpanan;
4. kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan) dan
5. Kontaminasi serangga, parasit dan tikus.
Untuk mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat terjadinya
reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama kerusakan produk susu, daging dan
unggas adalah mikroorganisme sementara penyebab utama kerusakan buah dan sayur pada tahap awal
adalah proses pelayuan (senescence) dan pengeringan (desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas
mikroorganisme. Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
1. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial;
2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan; dan
3. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama. Mencegah atau
memperlambat kerusakan mikrobial dapat dilakukan dengan cara:
o mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
22/40
o mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;
o menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah,
pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia;
o membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat
dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau
dengan memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan anti
oksidan.
Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang umur simpan (lamanya suatu
produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang akandilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak
perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka
pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.
Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan
aseptis, penggunaan suhu rendah (
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
23/40
Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir) dilakukan pada suhu
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
24/40
Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah berlangsungnya
reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme
aerobik.
Perlakuan pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju reaksi kimiawi danenzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme. Proses pengawetan biasanya dilakukan dengan
mengkombinasikan beberapa metode pengawetan. Sebagai contoh, pembuatan susu pasteurisasi yang
ditujukan untuk pengawetan jangka pendek dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan
(pasteurisasi), pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi).
Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan dengan
melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi
(sterilisasi). Juga penting diperhatikan penggunaan \ wadah (container) dan kemasan yang dapatmelindungi produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya rekontaminasi selama
penyimpanan.
Diposkan olehTitush Verdasco di11:12Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Sabtu, 13 Oktober 2012
Pengalengan makanan
PENGALENGAN
1.Pendahuluan
Pengalengan adalah ilmu yang tergolong tua dalam usia, kira-kira lebih dari 175 tahun yang
lalu, telah dimulai dan dikembangkan di negara barat, dan kini sudah mulai berkembang di
berbagai negara berkembang. Namun, cara-cara praktek pengalengan secara baik belum
banyak dilakukan oleh industri pengalengan di Indonesia. Terutama cara-cara perhitungan
jumlah panas yang diperlukan sehingga makanan kaleng bebas dari mikroba pembusuk serta
penyebab keracunan, dan kerusakan gizi serta kerusakan komponen citarasa dapat dihindari
semaksimal mungkin.
2.Prinsip Pengalengan
https://plus.google.com/111070985020828599015https://plus.google.com/111070985020828599015http://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/prinsip-dan-teknik-pengawetan-makanan.htmlhttp://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/prinsip-dan-teknik-pengawetan-makanan.htmlhttp://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/prinsip-dan-teknik-pengawetan-makanan.html#comment-formhttp://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/prinsip-dan-teknik-pengawetan-makanan.html#comment-formhttp://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3298106227496422734&postID=3388533288093564240&target=emailhttp://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3298106227496422734&postID=3388533288093564240&target=twitterhttp://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3298106227496422734&postID=3388533288093564240&target=twitterhttp://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/pengalengan-makanan_13.htmlhttp://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/pengalengan-makanan_13.htmlhttp://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/pengalengan-makanan_13.htmlhttp://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3298106227496422734&postID=3388533288093564240&target=twitterhttp://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3298106227496422734&postID=3388533288093564240&target=twitterhttp://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3298106227496422734&postID=3388533288093564240&target=emailhttp://www.blogger.com/share-post.g?blogID=3298106227496422734&postID=3388533288093564240&target=emailhttp://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/prinsip-dan-teknik-pengawetan-makanan.html#comment-formhttp://titushanakrantau.blogspot.com/2012/10/prinsip-dan-teknik-pengawetan-makanan.htmlhttps://plus.google.com/1110709850208285990157/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
25/40
Penggunaan panas pada pengawetan bahan makanan sudah dikenal secara luas. Berbagai
cara yang dilakukan seperti memasak, menggoreng, merebus, atau pemanasan lainnya
merupakan salah satu cara pengawetan bahan makanan. Melalui perlakuan tersebut terjadi
perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan
ada yang menjadi lunak dan enak dimakan. Pemanasan mengakibatkan sebagian besar
mikroorganisme dan enzim mengalami kerusakan sehingga bahan makanan yang telah
dimasak lebih tahan selama beberapa hari.
Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas
secara hermetis dan kemudian disterilkan. Metode pengawetan tersebut ditemukan oleh
Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Di dalam pengalengan makanan, bahan pangan
dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas, atau aluminium.
Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga
tidak dapat ditembus oleh udara air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa.
Daya awet makanan kaleng sangat bervariasi sangat tergantung dari jenis bahan pangan, jenis
wadah, proses pengalengan yang dilakukan dan kondisi tempat penyimpanannya, tetapi jika
proses pengolahannya sempurna maka daya awet produk yang dikalengkan, akan lama.
Kerusakan makanan kaleng pada umumnya terjadi karena perubahan tekstur dan cita rasa
dibandingkan karena mikrooragnisme.
Tiga jenis bahan yang dipakai dalam proses pembuatan kaleng, yaitu Electrolyte Tin Plate
(ETP), Tin Free Steel (TFS), dan aluminium (alum). Kebanyakan pengalengan menggunakan
TF-CT lapisan baja yang dilapisi kromium secara elektris. Segera setelah dilapisi kromium,
terbentuklah lapisan kromium oksida pada seluruh permukaannya. Jenis TFS memiliki
beberapa keunggulan di antaranya lebih murah harganya karena tidak menggunakan timah
putih dan lebih baik daya adhesinya terhadap bahan organic. Sedangkan kelemahannya adalah
lebih tinggipeluangnya untuk berkarat.
Penutupan kaleng tahap pekerjaan yang sangat penting dalam pengalengan. Kaleng yang tidak
rapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan ada udara masuk yang dapat merusak
makanan dalam kaleng. Untuk mencegah kebocorankaleng, maka kaleng ditutup secara ganda
lipatan dan pada sambunganya dilapisi dengan senyawa semen atau lacquer bercampur karet.
3.Mikroorganisme dalam Makanan Kaleng
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
26/40
Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip
mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk,
menguramgi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai
oleh mikroorganisme pembusuk, serta mematikan mikroorganisme dengan cara pemanasan
atau radiasi.
Pemusnahan mikroorgnaisme dengan pemanasan dalam pengalengan ikan pada prinsipnya
menyebabkan terjadinya denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang membantu dalam
metabolisme. Penerapan panas dapat bermacam-macam tergantung dari jenis
mikroorganismenya, fase mikroorganisme dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin
rendah suhu yang diberikan maka semakin banyak waktu yang diperlukan selama pemanasan.
Panas yang diberikan dapat memusnahkan sebagian sel vegetatif, sebagian besar atau seluruh
sel. Sebagian besar atau seluruh untuk sterilisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.1 dan
Tabel 9.2. semakin banyak jumlah spora akan semakin lama waktu sterilisais. Pada
pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Clostridium botullinum
yang tahan terhadap suhu tinggi. Bakteri menyukai suhu di atas 55oC.
Tabel 9.1. Efek suhu pemanasan terhadap kebutuhan waktu untuk memastikan spora
Suhu (oC) Waktu (Menit)
100 1200
105 600
110 190
115 70
120 19
125 7
130 3
135 1
Tabel 9.2. Efek jumlah awal spora terhadap waktu yang diperlukan
Jumlah awal spora Waktu (Menit)
50000 14
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
27/40
5000 10
500 9
5 8
4.Sterilisasi
Sterilisasi adalah metode dasar dalam pengawetan ikan dengan teknik pengalengan. Kaleng
yang ditutup rapat dipanaskan untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan
mengubah ikan dari bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki
kandungan gizi yang tinggi.
Pengertian sterilisais ialah suatu usaha membebaskan alat-alat atau bahan-bahan dari segala
macam bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Jadi, jika suatu alat atau bahan steril,
berarti tidak ada kehidupan dan kegiatan mikroorganisme baik mikroorganisme patogen,
nonpatogen, pembusuk, dan lain-lainnya sudah dimusnahkan.
Pemanasan pada bahan makanan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroorganisme yang
membahayakan terhadap manusia telah mati, tetapi sifat bahan tidak banyak mengalami
perubahan. Karena itu timbul beberapa macam istilah sterilisasi antara lain:
a.Sterilisasi biologis
Pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam bentuk kehidupan yang ada pada
bahan makanan yang dipanaskan.
b.Sterilisasi komersil
Yaitu suatu tingkat sterilisasi sedemikian rupa sehingga dalam keadaaan normal tidak akan
rusak. Bahan tidak steril 100% tetapi bakteri patogen dan pembentuk racun telah dimatikan.
Sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi di atas 100oC misalnya 121oC selama 15
menit. Sterilisasi dengan pemanasan dibedakan atas:
a. Sterilisasi dengan pemijaran biasanya dilakukan untuk alat-alat seperti jarum ose dan
menggunakan pembakar Bunsen
b. Sterilisais dengan udara panas, alat yang digunakan adalah oven dengan suhu 170-180oC
selama 2 jam, dan peralatan yang disterilkan biasanya alat-alat dari kaca yang tahan terhadap
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
28/40
suhu tinggi. Perlu diperhatikan, setelah sterilisasi oven jangan dibuka untuk
menghindarikeretakan pada peralatan
c.Sterilisasi dengan uap air panas biasanya menngunakan peralatan dandang sama halnya seperti
mengukus, yaitu menggunakan uap air panas.
d. Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan, alat yang digunakan adalah autoclave, biasanya
digunakan untuk mensterilkan media. Waktu sterilisasi mulai dihitung pada saat suhu dan
tekanan yang diperlukan yaitu 1231oC dengan tekanan 2 atm berkisar antara 15-30 menit. Jika
sterilisasi sudah selesai, autoclave dibiarkan beberapa saat sampai tekanannya kembali
normal.
Sterilisasi komersil adalah sterilisasi yang biasanya dilakukan terhadap sebagian besar
makanan di dalam kaleng atau botol. Makanan yang steril secara komersil berarti semua
mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksin) dalam makanan tersebut telah
dimatikan, demikian juga semua mikroba pembusuk. Mikroba lainnya mungkin saja ada di
dalam makanan tersebut tetapi berada di luar perhatian kita.
Ketahanan panas suatu mikroorganisme ditunjukkan oleh Thermal Death Time (TDT)-nya, yaitu
jumlah menit yang dibutuhkan untuk suhu tertentu. TDT akan turun secara logaritmik
denganmeningkatnya suhu. Hubunga itu disebut sebagai Lethality (L) atau letalitas.
Alat sterilisai pada skala industri untuk produk makanan kaleng diperlukan retort yang
dilengkapi dengan boiler, untuk skala kecil dapat digunakan autoclave. Retort adalah suatu
bejana tempat produk yang dikalengkan, dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan
tekanan uap. Bentuk retort ada yang vertikal dan horizontal, cara kerjanya ada yang dalam
posisi diam dan ada yang melakukan gerakan. Dalam industri perikanan yang banyak
digunakan adalah diam, batch, baik horozontal maupun vertikal.
5.Menentukan Suhu Pemanasan
Tingkat penetrasi panas ke dalam makanan harus diketahui untuk memperhitungkan panas
yang dibutuhkan dalam pengawetan. Semua bagian dalam kaleng beserta produknya harus
menerima panas yang cukup. Panas dapat berpenetrasi dengan cara konduksi, konveksi, atau
kombinasi keduanya.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
29/40
Perambatan panas dapat berjalan secara konduksi, konveksi, atau radiasi. Di dalam
pengalengan makanan biasanya perambatan panas berjalan secara konveksi atau konduksi.
Sifat perambatan panas itu perlu diperhatikan untuk menentukan jumlah panas optimum yang
harus diberikan pada makanan kaleng.
Konduksi adalah perambatan panas, panas dialirkan dari satu partikel ke partikel lain tanpa
adanya pergerakan atau sirkulasi dari partikel itu, misalnya pada makanan-makanan yang
berbetuk padat seperti cornet beef
Konveksi adalah perambatan panas, panas dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi,
misalnya pada makanan-makanan yang berbentuk cair seperti sari buah-buahan.
Makanan kaleng atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat (titik) yang paling lambat
menerima panas yaitu yang disebut cold point. Perambatan panas secara konduksi, cold
pointnya terdapat di tengah atau di pusat bahan tersebut. Sedangkan pada bahan-bahan yang
merambatkan panas secara konveksi cold point terletak di bawah atau di atas pusat, yaitu kira-
kira bagian atas atau bawah sumbu.
Perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat daripada perambatan panas secara
konduksi. Semakin padat bahan pangan maka perambatan panas semakin lambat. Cara jumlah
penghitungan panas yang harus diberikan pada proses pengalengan bukan suatu teknik yang
mudah dan sederhana. Proses sterilisasi panas dihitung secara hati-hati dan sebelumnya harus
dipahami terlebih dahulu jenis dan kondisi bahan yang akan diproses, ukuran kaleng, dan
tahap-tahap pengalengan yang harus dilakukan.
Pengetahuan mengenai sumber kontaminasi, jenis kontaminasi, lingkungan hidup, dan tingkat
daya tahan kontaminan terhadap panas juga diperlukan untuk memahami prinsip proses
sterilisasi panas. Semua informasi tersebut diperlukan untuk menghitung waktu dan suhu
sterilisasi yang diperlukan suatu jenis produk pada ukuran kaleng tertentu agar mampu
memusnahkan seluruh mikroba pembusuk yang terdapat dalam produk tersebut.
6.Tahap Pengalengan Ikan
Berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam
beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat, dan dibumbui.
Adapula pembagian produk pengalengan atas dasar bahan yang dikalengkan, dalam keadaan
mentah, atau dimasak terlebih dahulu.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
30/40
A.Persiapan wadah
Wadah yang akan digunakan hendaknya dibersihkan atau diperiksa secara teliti sebelum
digunakan untuk pengalengan. Cara tersebut apabila dilaksanakan denganbaik akan menakan
terjadinya kebusukan.
1.Wadah kaleng (Tin can)
Di dalam pengalengan suatu produk penting diperhatikan untuk selalu menggunakan jenis
kaleng yang sesuai produk, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perubahan warna.
Kaleng-kaleng yang akan digunakan hendaknya diperiksa solderannya, adanya karat atau
cacat lainnya, misalnya lekuk-lekuk atau penyok. Kaleng yang telah cacat hendaknya jangan
digunakan.
Kaleng yang baik kemudian dicuci dalam air sabun hangat dan kemudian dibilas dengan air
bersih. Tutup kaleng jangan dicuci untuk menghindari terjadinya kerusakanpada gasket. Oleh
karena itu, tutup kaleng harus selalu dijaga kebersihannya, misalnya dibungkus dengan
kantung plastic aau dipak dalam karton, sehingga kaleng terhindar dari debu dan uap air.
a.Gelas jars
Selain kaleng, wadah yang dapat digunakan adalah gelas jars. Gelas jars adalah padatan amorf
dari suatu larutan silica oksida, kalsium, natrium, dan elemen lain. Bahan mentah gelasterutama adalah pasir, soda, abu, dan batu kapur yang dipilih secara hati-hati. Wadah gelas
untuk bahan pangan dapat dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu gelas bermulut lebar (wide
mouth) dan gelas berleher sempit (narrow neck).
Gelas jars hendaknya diperiksa terlebih dahulu terutama pada bagian penutupan, karena
produk kalengan akan membusuk bila penutupan tidak sempurna. Pemeriksaan gelas jars juga
dilakukan terhadap ada/tidaknya keretakan, goresan atau bagian finish yang tidak sempurna,
sedangkan tutup diperiksa apakah dapat menutup dengan baik atau tidak.
Setelah pemeriksaan tersebut, gelas jars beserta tutupbya dicuci dalam air sabun yang hangat,
kemudian dibilas dengan air bersih, setelah itu gelas jars direndam dalam air mendidih
sekurang-kurangnya 15 menit. Apabila tidak, akan menimbulkan kerusakan pad akaret atau
gasket tutup, tutup gelas jars dapat juga direndam dalam air panas tersebut. Apabila pengisian
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
31/40
produk akan dilakukan dalam keadaan panas, maka gelas jars juga harus dijaga agar tetap
dalam keadaan panas.
Keuntungan dan kerugian menggunakan kaleng dan wadah gelas.
Keuntungan pemakaian wadah gelas:
Transparan/tembus pandang
Mengurangi pemucatan warna (diskolorisasi)
Mengurangi pembentukan karat
Kelemahan wadah gelas:
Mudah pecah
Lebih berat dibandingkan dengan kaleng
Rambatan panas pada gelas lebih lambat dan tidak dapat didinginkan secara cepat
Produk yang dikalengkan dalam wadah gelas harus disimpan di tempat yang gelap untuk
menghindari pengaruh cahaya
Keuntungan pemakaian wadah kaleng
Kaleng dapat ditutup rapat sebelum disterilkan. Hal itu dikarenakan ujung-ujung kaleng pada
waktu pemanasan trut memuai tanpa merusak sambungan pada bagian pinggir kaleng
Ringan, pembuatannya mudah dan cepat
Perambatan panas lebih cepat dan dapat didinginkan secara cepat tanpa merusak kaleng
Oksigen dalam head space bereaksi dengan cepat dengan logam komponen kaleng, seperti besi
dan timah sehingga pemucatan warna dan penyimpangan flavour dapat dihambat.
b.Retort pouch
Retort pouch adalah kantng plastic multi lapis yang terdiri atas polyester, aluminium foil dan
polypropylene, yang dirancang sebagai kemasan yang mampu menyaingi daya simpan
kemasan kaleng dan menyamai mutu kemasan makanan beku
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
32/40
Retort pouch memiliki kelebihan dibandingkan kemasan kaleng karena penetrasi berlangsung
lebih cepat dan lebih efisien sehingga dapat mempertahankan kandungan gizi, warna, dan cita
rasa. Secara keseluruhan produk yang menggunakan retort pouch mutunya lebih baik, lebih
enak, warna dan teksturnya lebih baik jika dibandingkan dengan kemasan kaleng, lebih praktis
dalam penyajian, dan penyimpanannya juga biaya produksi jauh lebih murah.
B.Pengisian (Filling)
Pengisisan wadah dengan bahan yang telah disiapkan sebaiknya dilakukan segera setelah
proses persiapan selesai. Pengisian hendaknya dilakukan secara teratur dan seragam. Produk
diisikan sampai permukaan yang diinginkan dalam wadah dengan memerhatikan adanya Head
space, kemudian medium pengalengan (canning medium) diisikan menyusul. Head space
adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup. Fungsinya sebagai ruang
cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena
akan menyebabkan gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi gembung.
a.Metode pengisian
Pengisian wadah degan bahan pangan yang telah dipersiapkan dapat dilakukan secara
manual, menggunakan mesin semi otomatis, dan bahkan dengan mesin otomatis. Pemilihan
metode pengisian sangat tergantung pada produk yang dikalengkan, misalnya pada produk
yang diinginkan cita rasanya agar lebih baik.
Apabila digunakangelas jars, cara pengisian dilakukan dengan metode yang sama, walaupun
dibutuhkan perlakuan yang lebih khusus, misalnya gelas jars harus dipanaskan dahulu bila
akan diisi produk dalam keadaan panas. Panas waktu pengisian produk panas tersebut, apabila
gelas jars akan diletakkan pada tempat yang diinginkan, sebaiknya dilakukan dengan menaruh
wadah gelas tersebut dalam penangas air panas. Untuk jars yang menggunakan ring karet, ring
harus diletakkan pada tempatnya, kemudian produk dalam keadaan panas diisikan ke dalam
jars, lalu ditambahkan medium pengalengan dan gelembung-gelembung udara dihilangkan
dengan menggunakan pisau kecil
b.Pengecekan berat
Wadah-wadah diisi dengan produk sampai mencaai berat yang telah ditentukan. Untuk tujuan
itu, digunakan alat timbangan, tergantung pada kalengnya. Ketepatan berat merupakan faktor
ekonomis, karena dapat mengurangi jumlah produk yang terbawa serta. Untuk beberapa jenis
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
33/40
produk, berat yang tepat sangat penting karena proses sterilisais selanjutnya dipengaruhi oleh
jumlah (volume/berat) produk. Selain itu, berat produk yang tepat pada setiap operasi akan
menanamkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang telah dihasilkan. Untuk memenuhi
berat tersebut, kadang-kadang diperlukan potongan kecil (serpihan atau hancuran). Dengan
demikian, isian kaleng dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
Fancy, terdiri atas potongan-potongan pokok
Standard, terdiri atas potongan pokok ditambah serpihan
Flakes atau salad, terdiri atas serpihan-serpihan daging
c. Medium pengalengan (Canning medium)
Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan ke dalam produk
waktu proses pengisian. Jenis-jenis medium yang biasa digunakan adalah larutan garam, sirup,
kaldu, dan minyak. Larutan garam digunakan untuk bahan pangan yang tidak asam, sirup
digunakan untuk buah-buahan, kaldu untuk daging, dan minyak digunakan untuk ikan dan hasil
perikanan lainnya. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk
kalengan,dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara meningkatkan
proses perambatan panas, serta dapat mengurangi korosi kaleng dengan cara menghilangkan
udara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan perambatan panas di dalam makanan kaleng
antara lain:
Jenis bahan baku wadah
Ukuran dan bentuk wadah
Tingkat pengisian produk wadah
Kekentalan cairan
Distribusi produk di dalam wadah
Suhu awal produk
Lokasi wadah dalam medium pemanasan
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
34/40
Suhu retor
Ada/tidaknya pengocokan (agitasi) wadah selama sterilisasi
Sampai batas tertentu kita dapat menggolongkan perambatan panas yang akan terjadi pada
bahan di dalam kaleng dengan memerhatikan sifat-sifat fisiknya. Perambatan panas di dalam
kaleng dapat terjadi secara konveksi (misalnya pada sari buah),campuran antara konveksi dan
konduksi (misalnya pada jagung dalam krim), atau konduksi (misalnya pada bayam hancuran
atau daging dan ikan). Seperti diketahui, perambatan panas secara konveksi berlangsung lebih
cepat dibandingkan secara konduksi.
Pembuatan larutan garam harus digunakan garam (NaCL) yang bermutu tinggi. Garam yang
diproduksi khusus untuk pengalengan makanan lebih disukai, karena lebih mudah larut dalam
air daripada garam meja, dan tidak mudah mengendap kembali. Meskipun demikian, garam
meja bermutu baik dapat digunakan, tetapi garam meja yang sudah diiodisasi (garam
beriodium) tidak direkomendasikan.
Air yang akan digunakan untuk membuat larutan garam harus bebas kalsium dan magnesium.
Di dalam beberapa hal diperlukan untuk memanaskan air terlebih dahulu, kemudian dibiarkan
mengendap dan disaring. Larutan garam dibuat dengan cara menambahkan sejumlah garam ke
dalam air, biasanya larutan garam 2% dapat digunakan untuk sebagian besar produk kalengan.
Di dalam pembuatan larutan garam tersebut sebaiknya digunakan wadah stainless steel atau
tanki yang dilapisi gelas/plastik untuk mencegah terjadinya korosi pada metal.
Larutan garam yang digunakan dalam pengalengan harus dipanaskan sampai mendidih dan
kemudian ditambahkan ke dalam wadah (kaleng/gelas) yang sudah berisi produk. Sebagian
industri pengalengan yang besar, kadang-kadang menggunakan juga garam berbentuk tablet.
Tablet garam tersebut ditaruh di atas produk di dalam wadah, kemudian ditambahkan air
mendidih ke dalam wadah tersebut.
Sirip digunakan sebagai medium buah-buahan kalengan, kecuali untuk buah-buahan yang
dipak padat (packed solid). Sirup disiapkan dengan cara mendidihkan gula (gula pasir/sukrosa)
dalam air selama 5 menit untuk melarutkan seluruh gula dan mengurangi kadar oksigen dalam
sirup. Buih yang terbentuk pada permukaan larutan gula selama dipanaskan hendaknya
dibuang. Sirup ditambahkan ke dalam wadah yang berisi produk sampai hampir penuh, dan
setelah exhausting biasanya ditambahkan lagi air panas untu memenuhi wadah.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
35/40
Kaldu dan minyak digunakan sebagai medium pengalengan daging, unggas,dan ikan. Kaldu
dibuat dari kulit, tulang, lemak, atau bagian-bagian lain yang tidak digunakan, dengan cara
didihkan dalam air dan ditambah bumbu rempah. Seperti halnya dalam pembuatan sirup, buih
yang terbentuk dibuang. Pemanasan kaldu biasanya dilakukan alam steam jacketed kettle.
d. Head space
Head space adalah ruang di antara tutup wadah dengan permukaan produk. Besarnya
bervariasi tergantung pada jenis produk dan jenis wadah. Umumnya untuk produk cair dalam
kaleng, tingginya sekitar 0,25 inchi, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jars,
direkomendasikan head space yang lebih besar. Besarnya head space dalam wadah sangat
penting diperhatikan, apabila terlalu kecil akan menyebabkan pecahnya wadah akibat ekspansi
(pengembangan) produk selama proses sterilisasi. Apabila head space terlalu besar, sejumlah
kecil udara akan terperangkap dalam kaleng sehingga akan mengakibatkan terjadinya oksidasi
dan perubahan warna produk.
C.Exhausting
Sebagian besar oksigen dan gas lain harus dihilangkan dari bahan di dalam wadah sebelum
operasi penutupan. Di dalam wadah yang sudah ditutup tidak diinginkan adanya oksigen,
karena gas itu dapat bereaksi dengan bahan pangan atau bagian dalam kaleng sehingga akan
mempengaruhi mutu, nilai gizi, dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga berguna
untuk memberikan ruangan bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi sehingga
kerusakan wadah akibat tekanan produk dari dalam dapat dihindarkan, juga berguna untuk
menaikkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai suhu awa (initial temperature).
Pada pabrik berskala kecil, exhausting dilakukan dengan cara melakukan pemanasan
pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan ke dalam kaleng dalam
keadaan panas dan wadah ditutup juga dalamkeadaan masih panas. Untuk beberapa jenis
produk, exhausting dapat dilakukan dengan cara menambahkan medium, misalnya saos tomat
atau larutan garam mendidih.
Pabrik pengalengan ikan yang berskala besar, exhausting dilakukan secara mekanis dan
dinamakan pengepakan vakum (vacuum packed). Prinsipnya adalah menarik oksigen dan gas-
gas lain dari dalam kaleng dan kemudian segera dilakukan penutupan wadah.
Penghampaan juga bermanfaat untuk:
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
36/40
Mengurangi tekanan di dalam kaleng, sehinggakaleng tidak pecah selama sterilisasi
Menghilangkan oksigen untuk mengurangi kemungkinan oksidasi isi kaleng dan korosi pada
bagian dalam kaleng karena dapat menyebabkan kebocoran pada kaleng
Menjaga kandungan vitamin C
D.Penutupan wadah
Setelah kaleng di-exhausted harus segera ditutup secara hermatis. Suatu penutupan yang baik
diperlukan untuk mencegah terjadinya pembusukan. Apabila digunakan kaleng sebagai wadah
maka penutupan yang baik akan mencegah terjadinya kebocoran dari satu kaleng yang dapat
menimbulkan pengkaratan pada kaleng lainnya.
Penutupan wadah kaleng sering disebut dengan istilah double seaming. Sedangkan mesin
yang digunakan untuk penutupan double seamer machine, jensinya bervariasidari yang
digerakkan dengan tangan sampai yang otomatis. Tetapi pada prinsipnya kerja mesin tersebut
sama, yaitu menjalankan dua operasi dasar. Operasi pertama berfungsi untuk membentuk atau
menggulung bersama ujung pinggir tutup kaleng dan badan kaleng, sedangkan operasi kedua
berfungsi untuk meratakan gulungan yang dihasilkan oleh operasi pertama.
Apabila wadah yang digunakan adalah gelas jars, maka wadah tidak ditutup kuat-kuat
(hermatis) sampai proses sterilisasi selesai, yaitu hanya dengan cara memutar tutupnya ke
bawah secara perlahan. Setelah proses sterilisasi selesai, penutupan dikuatkan dengan
memutar tutup kuat-kuat agar terbentuk penutupan yang hermatis.
E.Sterilisasi/Processing
Sterilisasi atau lebih dikenal dengan istilah processing adalah operasi yang paling penting
dalam pengalengan makanan. Processing tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba
pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak,
yaitu dilihat dari penampilan, tekstur, dan cita rasanya sesuai dengan yang diinginkan. Olehkarena itu, proses pemanasan harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk
menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi
terlalu masak.
Pada prinsipnya, proses pemanasan yang diterapkan di dalam industri pengalengan atau
pembotolan pangan, dirancang khusus hanya cukup untuk mencapai sterilisasi komersil.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
37/40
Kondisi tersebut tidak mudah dicapai, tetapi kadang-kadang justru dapat menghasilkan
perubahan-perubahan mutu yang tidak diinginkan dalam produk.
Berbeda dengan strerilisasi total, dalam sterilisasi komersil masih terdapat beberapa
mikroorganisme yang masih dapat hidup setelah pemanasan (sterilisasi). Untuk menghindari
terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, maka dikembangkan cara penerapan proses
sterilisasi yang tepat dan aman serta dapat meminimalkan kerusakan dan penurunan mutu
produk yang diakibatkan adanya efek panas.
Proses tersebut dikenal dengan proses themalatau proses pemanasan makanan, yang prinsip
dasarnya diambil dari ilmu termobakteriologi dengan memanfaatkan prinsip perambatan dan
penetrasi panas serta sifat daya tahan panas mikroorganisme khususnya yang mampu
membentuk spora.
Makanan yang berasam rendah dengan pH di atas 4,5 memerlukan pemanasan yang lebih kuat
dibandingkan dengan makanan yang bersifat asam dan berasam tinggi. Ikan memiliki pH
mendekati netral, yaitu 6,8 biasanya diproses dengan suhu 121oC dengan waktu tergantung
pada cepat lambatnya perambatan panas untuk mencapai titik terdingin makanan dalam
kaleng, serta daya tahan mikroba yang mengkontaminasi makanan.
Proses panas harus cukup untuk dapat menonaktifkan mikroba yang terdapat dalam makanan
kaleng atau untuk mecapai sterilisasi komersil. Pemanasan yang kurang cukup dapat
menimbulkan resiko ekonomi dan resiko kesehatan, karena sejumlah mikroba yang tahan
panas akan menyebabkan kerusakan pada produk, yang mengakibatkan kerugian. Di samping
itu, jika bakteri Clostridium botulinum tidak mati, akan menghasilkan toksin yang dapat
mengakibatkan kematian. Proses pemanasan makanan kaleng yang dianggap aman adalah
yang dapat menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari Clostridium botulinum.
F. Pendinginan
Wadah harus cepat didinginkan segera setelah proses sterilisasi selesai, dengan tujuan untuk
memperoleh keseragaman (waktu dan suhu) dalam proses dan untuk mempertahankan mutu
produk akhir. Apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk cenderung terlalu
masak sehingga akan merusak tekstur dan cita rasanya. Selain itu, selama produk berada pada
suhu antara suhu ruang dan suhu proses, pertumbuhan spora bakteri tahan panas akan
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
38/40
distimulir. Selain itu, dengan pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan
hidup akan menyebabkan shocksehingga akan mati.
G. Pemberian Label dan Penyimpanan
Setelah dingin, kaleng atau gelas jars diberi label sesuai dengan keinginan produsen,
pemberian label ditujukan untuk mengetahui bahan yang digunakan dan untuk mengetahui
kapan waktu produksi sehingga dapat menentukan masa kedaluarsanya, dan tentunya dengan
pemberian label produk akan lebih dikenal masyarakat. Kemudian dikemas dalam karton atau
kotak kayu dalam jumlah tertentu.
Di dalam suatu pabrik makanan kaleng seringkali diperlukan penyimpanan sementara, misalnya
karena besarnya jumlah produksi, selain itu penyimpanan juga untuk menguji mutu produk
sebelum dipasarkan, maka diperlukan ruang penyim panan yang baik.
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang terlalu
tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur dan vitamin yang dikandung oleh
bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga akan memacu
perumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan.
Untuk mencegah timbulnya karat pada bagian luar kaleng atau tumbuhnya jamur, kelembapan
ruang penyimpanan hendaknya diatur serendah mungkin. Bahan yang menggunakan gelas jars
harus dihindari dari cahaya, karena dapat menurunkan mutu beberapa produk makanan kaleng
akibat dari perubahan warna dan rusaknya beberapa macam vitamin.
7.Pengujian Mutu Dan Kerusakan Makanan Kaleng
Pengawasan pada produksi makanan yang dikalengkan harus dilakukan selama
persiapan bahan mentah dan pemanasan, untuk itu perlu dilakukan pengujian secara fisik dan
kimiawi serta pengujian secar mirobiologis. Jika prosedur pengalengan dilakukan dengan benar
dan sanitasinya diperhatikan, maka kerusakan makanan kaleng jarang terjadi. Tetapi jika terjadi
juga, maka identifikasi jenis mikroba penyebabnya akan sangat membantu usaha yang harus
dikerjakan untuk mencegah akan terulang lagi.
1.Pengujian Secara Fisik Dan Kimia
Pengujian secara fisik dan kimia harus dapat memberikan penjelasan mengenai suara wadah
bila dipukul secara mekanis, kenampakan wadah, terdapat atau tidaknya garam metal
berbahaya dalam produk. Pemeriksaan yang teliti harus dilakukan terhadap keadaan badan
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
39/40
atau tutup kaleng. Adanya lekukan pada badan kaleng atau keretakan pada gelas jars harus
dicatat untuk pemeriksaan selanjutnya.
Pengujian harus dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kebocoran. Mutu penutupan
sebaiknya dilakukan selama proses pengalengan terjadi, untuk menghindari banyaknya produk
yang terbuang. Demikian juga mutu penutupan, baik kaleng maupun gelas jars harus diuji
setelah wadah dibuka. Produk makanan kaleng harus diperiksa warna, kenampakan, dan
baunya. Adanya penyimpangan bau merupakan tanda adanya kebusukan, perubahan mungkin
karena adanya reaksi antara produk dengan kaleng.
Pada pabrik pengalengan yang besar dilakukan pula pengujian secara organoleptik oleh panelis
yang sudah terlatih. Untuk menguji mutu dan cita rasa produk, panel tes itu juga berguna untuk
menguji penerimaan produk-produk baru oleh konsumen.
2.Pengujian mikrobiologis
Pengujian mikrobiologis dilakukan untuk mengecek efektivitas sterilisasi, mutu produk, jenis,
dan jumlah mikroba yang masih hidup dalam wadah dan penyebab kebusukan. Umumnya,
pemeriksaan mikrobiologis memerlukan teknik dan peralatan yang lebih khusus dibandingkan
dengan pemeriksaan fisik dan harus dilaksanakan oleh laboratorium yang berkompoten.
Sebelum produk makanan kaleng didistribusikan harus dilakukan penyimpanan terlebih dahulu
selama 10 hari untuk pemeriksaan. Selama waktu tersebut dilakukan pengamatan ada tidaknya
kebusukan, misalnya terjadi penggembungan kaleng atau terjadi kebocoran akibat penutupankurang baik. Apabila dengan pemeriksaan mikrobiologis ditemukan produk makanan kaleng
yang mengalami pembusukan maka dianggap mengandung racun Clostridium botulinum.
Makanan kaleng yang mempunyai pH lebih besar dari 4,0 kebocoran wadah biasanya
ditunjukkan dengan adanya campuran flora mikroba. Adanya mikrokolus atau khamir umumnya
membuktikan adanya kebocora.
8.Kerusakan Makanan Kaleng
Penyebab kerusakan dapat dibagi dua, yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan
pengolahan dan kebocoran kaleng. Kerusakan itu menyebabkan produk makanan kaleng yang
tidak steril komersil. Jadi, kerusakan tersebut timbul karena pertumbuhan mikroba. Selain
kerusakan akibat mikroba masih ada beberapa penyebab lainnya yang bersifat nonmikrobial
diantaranya seperti wadah yang kurang steril atau karena suhu yang kurang tinggi.
7/31/2019 Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalengan Rajungan
40/40
Faktor-faktor tersebut meliputi kurang sempurnanya pembuangan udara pada retort, sisa cairanterlalu banyak pada retort, kesalahan pengeringan produk kering, sifat produk yang lambatmenjadi panas, perubahan fisik pada produk, kurang cukup pengisian sehingga head spaceterlalu besar, dan kesalahan proses pemanasan.
Top Related