FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
187
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
COOPERATIVE INTEGRATED READING ANDCOMPOSITION(CIRC)
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
SISWA
Oleh :
Evie Aprilianty, Yani Kusmarni, Farida Sarimaya1
ABSTRAK
Penelitian ini mengambil judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa (Penelitian Tindakan Kelas dalam
Pembelajaran Sejarah di Kelas XI MIA 2 SMA Negeri 1 Cicalengka). Penelitian
ini memfokuskan pada upaya meningkatkan pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran sejarah. Indikator dari kemampuan pemecahan masalah diantaranya
adalah mengidentifikasi masalah, mencari sumber, menganalisis dan
menyimpulkan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (PTK) dan desain penelitian dari Kemmis dan Mc
Taggart. Desain penelitian model Kemmis dan Mc Taggart terdiri dari beberapa
tahapan diantaranya perencanaan (plan), pelaksanaan (act), observasi (observe)
dan refleksi (reflect). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran sejarah mengalami
peningkatan. Hal tersebut terlihat dari kenaikan persentase kemampuan
pemecahan masalah siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) yang menunjukkan
adanya perubahan kemampuan pemecahan masalah siswa yang semula kurang
baik menjadi berada pada kategori baik. Hasil penelitian ini dapat menjadi
rekomendasi bagi guru atau pihak sekolah untuk mengembangkan pembelajaran
dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, agar pembelajaran
yang dilalui siswa menjadi lebih bermakna.
Kata kunci: Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC),
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa, Penelitian Tindakan
Kelas.
ABSTRACT
This research entitled “Implementation Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) learning model for growing students’ problem solving ability
(Classroom Action Research in learning history Class XI MIA 2 SMA Negeri 1
Cicalengka)”. The main object of this research is growing students’ problem
solving ability in teaching history. The indicators of students’ problem-solving
1 Penulis merupakan Mahasiswa Departemen Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dengan Yani
Kusmarni sebagai dosen pembimbing I dan Farida Sarimaya sebagai dosen pembimbing II. Untuk
kepentingan akademik dapat menghubungi penulismelalui alamat email:evie.
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
188
ability are consisting of the problem identification, look for sources, analyze the
problem and summarize. The method that used in this research is classroom
action research (PTK) and using the design study of Kemmis and Mc Taggart.
The design study of Kemmis and Mc Taggart has four phases, that are plan,
action, observation, and reflection. Based on this research that has been done, it
shows that students’ problem-solving ability in each implementation have
increased. The increase the average percentage of the problem solving ability of
students through the application of Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) learning model indicate a change in the problem solving
ability of students who initially have low ability into good categories. The results
could be a recommendation for teacher and schools commitee to develop learning
to increase problem solving ability of students in order that students’ learning are
meaningful.
Keywords: Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Students’
Problem Solving Ability, Clasroom Action Research.
PENDAHULUAN
Sejarah merupakan mata
pelajaran yang bertujuan
menanamkan pengetahuan dan nilai-
nilai mengenai proses perubahan dan
perkembangan masyarakat Indonesia
dan dunia pada masa lampau hingga
masa kini. Dengan belajar sejarah,
membuat siswa belajar dari peristiwa
masa lalu untuk kehidupan di masa
kini dan lebih jauh untuk masa depan.
Menurut Kamarga (2007, hlm. 2)
bahwa “belajar sejarah bukan hanya
sekedar menghafal fakta-fakta, tetapi
cenderung kepada melihat
keterhubungan antara apa yang terjadi
di masa lampau dengan kondisi saat
ini agar kemudian peserta didik
menjadi lebih bijaksana.” Maka dari
itu, dengan belajar sejarah
kemampuan berpikir siswa dapat
dilatih serta membuat pembelajaran
lebih bermakna karena siswa bukan
hanya berpikir tetapi juga belajar
memaknai peristiwa tersebut.
Mata pelajaran sejarah
membuat siswa harus mempelajari
permasalahan dari peristiwa yang
terjadi dan menjadikannya sebagai
pelajaran untuk kehidupan, ini berarti
merangsang siswa untuk berpikir
kritis dalam memecahkan masalah
yang terjadi. Hal tersebut merujuk
pula pada tujuan pembelajaran sejarah
dalam Kurikulum 2013 oleh
Kemendikbud (2013, hlm. 89) poin
kedua yaitu“...mengembangkan
kemampuan berpikir historis yang
menjadi dasar untuk kemampuan
berpikir logis, kreatif, inspiratif, dan
inovatif”. Dengan demikian,
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
189
mengembangkan kemampuan
berpikir akan berpengaruh baik untuk
siswa. Kemampuan berpikir siswa,
peneliti fokuskan dalam upaya
meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah. Kemampuan
pemecahan masalah ini berhubungan
dengan kemampuan berpikir karena
dalam proses memecahkan masalah
siswa akan melewati proses berpikir
terlebih dahulu.
Kemampuan pemecahan
masalah adalah kemampuan yang
dimilki seseorang untuk menemukan
solusi melalui proses yang melibatkan
pemerolehan dan pengorganisasian
informasi (Soejarwanto, dkk., 2014,
hlm. 67). Sedangkan menurut Gagne
(dalam Handayani, 2015, hlm. 23)
“kemampuan pemecahan masalah
adalah suatu bentuk keterampilan
yang memerlukan pemikiran dengan
menggunakan dan menghubungkan
berbagai aturan-aturan yang telah kita
kenal menurut kombinasi yang
berlainan”. Maka dari itu, pemecahan
masalah dapat dilakukan dengan
berbagai cara tergantung dalam
perspektif mana pemecah masalah
dalam hal ini siswa memandang
permasalahan.
Kemampuan pemecahan
masalah penting diterapkan dalam
pembelajaran, seperti yang
diungkapkan oleh Gagne (dalam
Sukiastini, dkk., 2013 hlm. 2) bahwa
“bidang pendidikan mempunyai
tujuan untuk membelajarkan siswa
dalam memecahkan berbagai
permasalahan, baik masalah yang
bersifat matematis, fisis, kesehatan,
sosial dan penyesuaian diri”. Melalui
proses pembelajaran tersebut
kemampuan pemecahan masalah
siswa akan berkembang dengan baik.
Selain itu, Schunk berpendapat bahwa
dengan mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah akan mendorong
pemikiran asli dan kritis dari siswa
yaitu bahwa “pemecahan masalah
dalam pembelajaran penting
diterapkan karena pengajaran yang
telah diatur dapat mendorong
pemikiran asli dan kritis yang
ditunjukkan oleh siswa” (2012, hlm.
430). Sehingga perkembangan
pendidikan menjadi lebih baik dengan
mendorong pemecahan masalah
kepada siswa dalam pembelajaran.
Kemampuan pemecahan
masalah akan berguna bagi siswa
seperti yang diungkapkan Nurhadi
(dalam Baharuddin dan Wahyuni,
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
190
2008, hlm. 116) bahwa “kemampuan
pemecahan masalah siswa penting
dikembangkan oleh guru karena
dalam proses belajar, siswa perlu
dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya serta bergelut
dengan ide-ide”. Dengan demikian,
mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah siswa akan
membuat pembelajaran yang dilalui
oleh siswa menjadi lebih bermakna.
Berdasarkan hasil observasi di
lapangan, terdapat beberapa
permasalahan yang ditemukan di
Kelas XI MIA 2 SMAN 1 Cicalengka
yang dilakukan oleh peneliti. Hal
tersebut terlihat dari beberapa
kegiatan yang terjadi saat
berlangsungnya pembelajaran sejarah
yaitu:
Pertama, pada saat guru selesai
memberikan materi, siswa ditugaskan
untuk bekerja dalam kelompok. Siswa
mengerjakan tugas yang diberikan
oleh guru, namun dalam mengerjakan
tugas siswa kurang mengeksplor
sumber yang dimiliki. Siswa
cenderung hanya menggunakan buku
paket yang telah disediakan dan tidak
mencari dari sumber lain seperti
internet.
Kedua, dalam kegiatan
presentasi yang dilakukan oleh salah
satu kelompok, penyaji hanya
memaparkan hasil diskusi
kelompoknya tanpa adanya pendapat,
sanggahan ataupun pertanyaan dari
kelompok lain. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan menyelidiki siswa
masih kurang, belum terlihat adanya
usaha untuk mencari tahu, tidak ada
pendapat yang dapat dijadikan solusi
dan terlihat bahwa diskusi
berlangsung pasif.
Ketiga, kemampuan analisis
siswa masih kurang, hal ini terlihat
pada saat presentasi di mana
penyajian dari siswa memuat
informasi yang sebagian besar berupa
data faktual berupa angka tahun dan
nama tokoh. Dalam hal ini, dapat
dikatakan bahwa pada ranah faktual
kemampuan siswa sudah baik, tetapi
apabila siswa diberikan permasalahan
yang bersifat analitis akan membuat
kemampuan analisis siswa dapat lebih
dikembangkan.
Keempat, permasalahan terlihat
pada saat akhir pembelajaran di mana
guru bersama siswa menyimpulkan
materi yang telah dipelajari. Namun,
dalam pelaksanaannya siswa belum
mampu mengungkapkan
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
191
pemikirannya mengenai kesimpulan
dari materi yang telah dipelajari.
Tidak ada siswa yang memiliki
inisiatif untuk menyimpulkan materi
dan akhirnya guru yang
menyimpulkannya.
Setelah memperoleh gambaran
kondisi pembelajaran dari kelas XI
MIA 2 tersebut, peneliti melihat
bahwa siswa memiliki potensi yang
cukup baik dalam mengembangkan
kemampuan berpikirnya, pada proses
selanjutnya dapat dikembangkan
kemampuan pemecahan masalah
dalam pembelajaran sejarah. Untuk
meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah tersebut, guru
harus mempertimbangkan model
pembelajaran yang efektif dalam
mengatasi permasalahan yang
dihadapi dalam pembelajaran.
Model pembelajaran tipe
Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) ini peneliti pilih
karena sesuai dengan keadaan kelas
XI MIA 2 yang memiliki kemampuan
menyerap informasi cukup baik dan
potensi dalam mengembangkan
kemampuan berpikirnya. Dengan
menggunakan tipe CIRC, siswa dapat
diarahkan untuk menggali informasi
dari berbagai sumber untuk
menyelesaikan masalah atau studi
kasus karena wacana dalam
pembelajaran ini akan diarahkan
untuk memunculkan permasalahan
yang dapat dikaji siswa pada proses
diskusi kelompok di kelas.
Peneliti melihat bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe
Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) dapat
menyelesaikan permasalahan
penelitian karena dalam langkah-
langkah pembelajarannya membantu
siswa dalam memecahkan masalah.
Model Pembelajaran kooperatif tipe
CIRCini memiliki sintak yaitu (1)
pembagian kelompok, (2) pemberian
bahan bacaan, (3) kegiatan diskusi
kelompok, (4) presentasi hasil diskusi
kelompok, dan (5) membuat
kesimpulan (Figianti, dkk., 2013 hlm.
3). Maka dari itu, model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC
peneliti pilih karena merupakan salah
satu model pembelajaran kooperatif
yang memanfaatkan kerjasama dalam
kelompok untuk membantu siswa
memahami materi pembelajaran
melalui bahan bacaan, wacana, atau
kliping dengan cara membaca,
menganalisis, memecahkan masalah,
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
192
membuat laporan dan presentasi hasil
kerja kelompoknya.
Melalui model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC ini diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran sejarah. Sehingga
peneliti mengambil judul penelitian
“Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Cooperative
Integrated Reading and Composition
(CIRC) untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa (Penelitian Tindakan Kelas
dalam Pembelajaran Sejarah di Kelas
XI MIA 2 SMA Negeri 1
Cicalengka).”
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (PTK).
Menurut Ebbut dalam Hopkins
(dalam Wiriaatmadja, 2014, hlm. 12)
bahwa “penelitian tindakan kelas
adalah kajian sistematik dari upaya
perbaikan pelaksanaan oleh
sekelompok guru dengan melakukan
tindakan-tindakan dalam
pembelajaran, berdasarkan refleksi
mereka mengenai hasil dari tindakan-
tindakan tersebut”. Penelitian
tindakan kelas menekankan untuk
melakukan perbaikan dari
permasalahan yang ditemukan di
dalam kelas. Maka dari itu, metode
penelitian tindakan kelas dipilih
karena merupakan metode yang
cocok untuk memperbaiki proses
pembelajaran berdasarkan
permasalahan yang ditemukan di
Kelas XI MIA 2, karena penelitian
tindakan kelas yang menginginkan
adanya peningkatan dan perubahan
proses pembelajaran yang lebih baik.
Selain itu, alasan peneliti
menggunakan metode penelitian
tindakan kelas karena metode ini
memiliki peranan yang strategis
dalam meningkatkan mutu
pembelajaran, metode penelitian ini
dirasa cocok dalam penelitian karena
dilakukan dari mendeteksi masalah
hingga memecahkan masalah yang
ada di kelas.
Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
desain model spiral Kemmis dan Mc
Taggart.Desain ini terdiri dari empat
tahapan yaitu; perencanaan (plan),
tindakan (act), observasi
(observation), dan refleksi
(reflection).Alasan peneliti memilih
desain ini karena desain PTK model
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
193
Kemmis dan McTaggart lebih
sederhana dibandingkan dengan
model PTK yang lainnya seperti
yang dikembangkan oleh Ebbut dan
model yang dikembangkan oleh Mc
Kernan. Dalam praktiknya, desain ini
akan membantu peneliti dalam
mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah siswa dengan
menggunakan metode Cooperative
Learning tipe CooperativeIntegrated
Reading and Composition (CIRC),
sehingga peneliti memutuskan bahwa
desain ini cocok digunakan dalam
penelitian ini.
Selain metode dan desain
penelitian, fokus fenelitian menjadi
hal yang penting karena menjadi
indikator dalam memecahkan masalah
penelitian. Fokus penelitian ini terdiri
dari langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif tipe
CooperativeIntegrated Reading and
Composition (CIRC) dan indikator
kemampuan pemecahan masalah
siswa. Adapun fokus penelitian yang
pertama yaitu langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif tipe
CooperativeIntegrated Reading and
Composition (CIRC) peneliti jabarkan
sebagai berikut:
Tabel 1
Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
CooperativeIntegrated Reading and Composition (CIRC)
Tahapan Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
Fase 1
Orientasi
Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa. pada fase ini
guru membahas tujuan pembelajaran, memberikan gambaran materi
yang berhubungan dengan masalah yang akan dikaji, dan memotivasi
siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
Fase 2
Organisasi
Mengorganisasikan siswa dalam belajar. Pada fase ini guru membagi
siswa ke dalam beberapa kelompok, membagikan LKS, dan membantu
siswa mendefinisikan, mengidentifikasi dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji.
Fase 3
Investigasi
Melakukan investigasi atau penyelidikan dalam diskusi kelompok. Pada
fase ini, guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber dan menyusun alternatif jawaban.
Fase 4
Publikasi
Mempresentasikan atau publikasi dari hasil diskusi kelompok. Pada fase
ini, guru memberikan kesempatan kepada perwakilan kelompok untuk
mengomunikasikan hasil diskusinya berupa temuan dan solusi yang
diajukan, kelompok lain dapat menambahkan atau menyanggah.
Fase 5
Kesimpulan
Menyimpulkan alternatif pemecahan masalah. Pada fase ini guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan
proses diskusi yang telah dilaksanakan.
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
194
Sedangkan indikator dari kemampuan pemecahan masalah siswa yang
menjadi kemampuan yang dilihat pada peserta didik peneliti jabarkan sebagai
berikut.
Tabel 2
Indikator dan Sub Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
Indikator Sub Indikator
Mengidentifikasi dan
menganalisis masalah
Menentukan poin-poin inti dari topik permasalahan
yang dikaji.
Mencari dan mengumpulkan informasi berupa fakta dan
data dan menyusun alternatif jawaban.
Mengajukan solusi dari
permasalahan
Memberikan solusi atau alternatif jawaban dari hasil
diskusi kelompok dan mempresentasikannya.
Menyimpulkan hasil dari
pemecahan masalah
Memberikan kesimpulan dari seluruh pendapat yang
muncul dalam proses diskusi.
Pada pelaksanaannya, selain
metode dan desain penelitian peneliti
ada pula instrumen penelitian dan
teknik pengumpulan data. Instrumen
dalam penelitian ini adalah lembar
observasi, catatan lapangan, pedoman
wawancara dan dokumen. Sementara
itu, teknik pengumpulan data yang
dilakukan yaitu observasi, wawancara
dan studi dokumentasi. Setelah semua
data terkumpul, proses selanjutnya
peneliti melakukan pengolahan data.
Menurut Hatimah (2000, hlm.
224) “Pengolahan data adalah suatu
proses untuk mendapatkan dari setiap
variabel penelitian yang siap
dianalisis”. Pengolahan data terdiri
dari pengolahan data kuantitatif dan
kualitatif. Proses selanjutnya yang
dilakukan adalah analisis data. Dalam
PTK, proses analisis data dilakukan
sejak awal pada setiap aspek
penelitian dari pra penelitian hingga
pelaksanaan penelitian. Analisis data
merupakan kegiatan merangkum,
memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang
penting, menyajikan data dan menarik
kesimpulan.
Hasil penelitian yang telah
diperoleh peneliti perlu diuji
keabsahan dan kesahihan data-data
untuk melihat kebenarannya. Menurut
Wiriaatmadja (2014, hlm. 79)
pengujian validasi data dapat
dilakukan dengan cara triangulasi,
member check, auditrail, dan expert
opinion. Namun dalam penelitian ini,
cara yang dilakukan untuk menguji
validitas data yang diperoleh yaitu
member check, auditrail, dan expert
opinion.
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
195
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan pada hasil temuan
di lapangan setelah diterapkannya
model pembelajaran kooperatif tipe
CooperativeIntegrated Reading and
Composition (CIRC) untuk
meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran sejarah, diperoleh hasil
bahwa kemampuan pemecahan
masalah siswa mengalami
peningkatan pada tiap tindakan.
Temuan peneliti tersebut dilihat dari
hasil pengamatan observer selama
kegiatan pembelajaran dan penilaian
lembar kerja siswa (LKS).
Peningkatan kemampuan pemecahan
masalah siswa dalam pembelajaran
sejarah pada hasil observasi yang
dilakukan dari diskusi kelompok kecil
hingga diskusi kelompok keseluruhan
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3
Pencapaian Skor Kemampuan Pemecahan Masalah melalui Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) pada Saat Diskusi Kelompok Kecil dan Keseluruhan
Kelompok Tindakan I Tindakan II TindakanIII Tindakan IV
1 4 9 10 12
2 5 9 9 11
3 4 4 4 7
4 4 4 4 7
5 4 6 8 9
6 6 9 10 12
7 7 9 10 12
8 4 7 8 10
9 4 4 7 9
10 4 6 9 11
11 4 7 9 11
Jumlah Skor
Kelompok 50 74 88 111
Rata-rata Skor
Kelompok 4,54 6,72 8 10,09
Skor
Maksimal 132
Rata-rata
Persentase 37,87% 56,06% 66,66% 84,09%
Kategori Nilai Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Baik Keterangan
Skor Maksimal = Skor Keseluruhan x Jumlah Kelompok yaitu 12 x 11= 132
Perhitungan rata-rata (persentase) = Jumlah Perolehan kelompok x 100
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
196
Jumlah Skor Maksimal
Tabel di atas menunjukkan
bahwa pada tindakan I rata-rata
persentasenya adalah 37,87% dan
memiliki kategori nilai “Cukup
Baik”. Lalu, pada tindakan II rata-rata
persentasenya adalah 56,06% atau
kategori nilainya “Cukup Baik”,
maka dapat dilihat dari tindakan I ke
tindakan II mengalami kenaikan
sebesar 18,19%. Kemudian pada
tindakan III, rata-ratanya adalah
66,66% dengan kategori nilai “Cukup
Baik” dan tindakan IV 84,09%
dengan nilai “Baik”. Dari tindakan II
ke tindakan III mengalami kenaikan
sebesar 10,6% sedangkan tindakan III
ke tindakan IV mengalami kenaikan
sebesar 17,43%.
Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti,
menunjukkan bahwa setiap kelompok
cenderung mengalami peningkatan.
Tabel di atas memperlihatkan bahwa
setiap indikator baik menentukan
poin-poin inti dari permasalahan,
mencari dan mengumpulkan alternatif
pemecahan masalah,
mempresentasikan hasil pemecahan
masalah serta indikator
menyimpulkan secara keseluruhan
mengalami peningkatan yang cukup
baik.
Pada tabel di atas, terdapat
empat indikator yang dilihat selama
proses pembelajaran dan diamati oleh
observer. Indikator kemampuan
pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran sejarah melalui
penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Cooperative
Integrated Reading and Composition
(CIRC) ini diantaranya adalah
menentukan poin-poin inti dari topik
permasalahan yang dikaji, mencari
dan mengumpulkan informasi berupa
fakta dan data serta menyusun
alternatif jawaban, memberikan solusi
atau alternatif jawaban dari hasil
diskusi kelompok dan
mempresentasikannya, dan
memberikan kesimpulan dari seluruh
pendapat yang muncul dalam proses
diskusi. Dari keempat indikator
tersebut, semua indikator pada setiap
tindakan yaitu tindakan I, II, III dan
IV cenderung mengalami kenaikan.
Selanjutnya, data hasil penilaian
observasi peneliti sajikan dalam
bentuk diagram batang. Hal tersebut
peneliti lakukan dalam rangka
menyajikan hasil yang diperoleh oleh
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
197
0
2
4
6
8
10
12
Tindakan I
Tindakan II
Tindakan III
Tindakan IV
tiap kelompok dalam setiap tindakan.
Diagram batang tersebut peneliti
sajikan sebagai berikut:
Gambar 1
Diagram BatangPerolehan Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
pada saat Diskusi Kelompok Kecil dan Diskusi Keseluruhan
Diagram batang di atas
menunjukkan hasil yang diperoleh
oleh setiap kelompok pada tindakan I,
II, III dan IV. Setiap kelompok ada
yang memperoleh hasil yang kurang
baik, cukup baik dan baik yang
berdasarkan pada penilaian observer.
Kelompok-kelompok memperoleh
hasil yang “Baik” pada tindakan IV,
walaupun tidak semua kelompok
memperoleh nilai yang tinggi tetapi
peneliti melihat bahwa setiap
kelompok mengalami progres atau
kemajuan pada setiap tindakan.
Peningkatan kemampuan pemecahan
masalah siswa dalam pembelajaran
dilihat pula aspek pengerjaan lembar
kerja siswa (LKS). Peneliti
menyajikannya dalam bentuk tabel
berikut ini.
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
198
Tabel 4
Pencapaian Skor Kemampuan Pemecahan Masalah melalui Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) pada Aspek Pengerjaan LKS
Kelompok Tindakan I Tindakan II TindakanIII Tindakan IV
1 3 7 7 9
2 3 3 5 7
3 3 5 6 7
4 3 3 5 7
5 4 6 6 9
6 5 6 8 9
7 5 8 8 9
8 3 3 4 7
9 3 3 3 5
10 3 7 8 9
11 3 3 3 6
Jumlah Skor
Kelompok 38 54 63 84
Rata-rata Skor
Kelompok 3,45 4,90 5,7 7,63
Skor Maksimal 99
Rata-rata
Persentase 38,4% 54,5% 63,6% 84,8%
Kategori Nilai Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Baik
Keterangan
Skor Maksimal = Skor Keseluruhan x Jumlah Kelompok yaitu 9 x 11= 99
Perhitungan rata-rata (persentase) = Jumlah Perolehan kelompok x 100
Jumlah Skor Maksimal
Tabel di atas, menunjukkan
bahwa pada tindakan I rata-rata
persentasenya adalah 38,4% dan
memiliki kategori nilai “Cukup
Baik”. Lalu, pada tindakan II rata-rata
persentasenya adalah 54,5% atau
kategori nilainya “Cukup Baik”,
maka dapat dilihat dari tindakan I ke
tindakan II mengalami kenaikan
sebesar 16,1%. Kemudian pada
tindakan III, rata-ratanya adalah
63,6% dengan kategori nilai “Cukup
Baik” dan tindakan IV 84,8% dengan
nilai “Baik”. Dari tindakan II ke
tindakan III mengalami kenaikan
sebesar 9,1% sedangkan tindakan III
ke tindakan IV mengalami kenaikan
sebesar 21,2%.
Data di atas menunjukkan
bahwa setiap indikator pada tiap
tindakan yang telah dilaksanakan
mengalami kenaikan yang didasarkan
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
199
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tindakan I
Tindakan II
Tindakan III
Tindakan IV
pada penilaian LKS. Indikator yang
dilihat pada saat observasi yaitu
mengidentifikasi masalah,
mengajukan solusi dari permasalahan,
dan memberikan kesimpulan dari
pendapat atau alternatif pemecahan
masalah yang muncul dalam diskusi.
Setelah melihat pencapaian skor pada
tiap kriteria yang telah disusun,
berikut ini peneliti menyajikan
pencapaian skor penilaian lembar
kerja siswa dan mengonversikan
dalam persentase rata-rata dari
kemampuan pemecahan masalah
melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe
Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC).Selanjutnya
peneliti akan menyajikan perolehan
skor ke dalam bentuk diagram batang
yang dapat dilihat pada gambar
berikut ini
Gambar 2
Diagram BatangPerolehan Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
pada Aspek Pengerjaan LKS
Pada diagram batang di atas,
perolehan nilai yang diperoleh dalam
setiap tindakan pada aspek pengerjaan
LKS dapat dikatakan cenderung
meningkat. Setiap kelompok dari
tindakan I, II, III hingga IV
mengalami kemajuan sedikit demi
sedikit. Pada tindakan I, rata-rata
berada pada kategori “Kurang Baik”,
pada tindakan II dan III kebanyakan
“Cukup Baik” dan pada tindakan IV
berada pada kategori “Baik”. Hal
tersebut menunjukkan bahwa media
penunjang LKS sebagai salah satu
bahan diskusi untuk pemecahan
masalah dapat meningkatkan
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
200
kemampuan pemecahan masalah
siswa dalam pembelajaran sejarah.
Selain diagram batang, berikut ini
disajikan pula grafik pencapaian skor
rata-rata perolehan skor kemampuan
pemecahan masalah siswa pada aspek
pengerjaan LKS.
Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah dalam
pembelajaran sejarah melalui
penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe CooperativeIntegrated
Reading and Composition
(CIRC)yang dilihat dari kenaikan
persentase rata-rata pada setiap
tindakan, mengindikasikan adanya
perubahan yang positif. Kemampuan
pemecahan masalah siswa yang
awalnya memiliki kategori nilai
kurang baik menjadi berada pada
kategori baik bahkan persentasenya
mencapai 84,09% dan 84,8%. Hal
tersebut menjadi begitu baik karena
kemampuan pemecahan masalah
siswa penting untuk dikembangkan
sebagaimana yang diungkapkan oleh
Cooney (Anita, 2007, hlm. 2) bahwa
“mengajar siswa untuk
menyelesaikan masalah-masalah
memungkinkan siswa itu lebih
analitis dalam mengambil keputusan
di dalam kehidupan”. Hal ini
memperlihatkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah siswa tidak saja
dilakukan untuk kepentingan
akademik siswa tetapi juga dibiasakan
agar berguna bagi siswa. Dengan
demikian, penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe
CooperativeIntegrated Reading and
Composition (CIRC) dapat
meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran sejarah.
SIMPULAN
Meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa yang dapat
membuat pembelajaran lebih
bermakna dapat dilakukan dengan
menerapkan model pembelajaran
yang variatif salah satunya model
pembelajaran kooperatif tipe
CooperativeIntegrated Reading and
Composition (CIRC). Melalui model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC
ini, kemampuan pemecahan masalah
siswa dapat meningkat dengan baik.
Peningkatan tersebut didasarkan
pada kenaikan indikator yang diamati
dari siswa yaitu kemampuan siswa
dalam mengidentifikasi masalah,
menganalisis, mengajukan solusi dari
permasalahan serta menyimpulkan
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
201
alternatif pemecahan masalah yang
muncul dalam kegiatan diskusi.
Peningkatan kemampuan pemecahan
masalah yang dilihat dari indikator
yang disusun peneliti menunjukkan
adanya kenaikan persentase yang
terjadi pada setiap tindakan, yaitu
awalnya kemampuan pemecahan
masalah siswa memiliki kategori
kurang baik menjadi berada pada
kategori baik. Dengan demikian,
model pembelajaran kooperatif tipe
CooperativeIntegrated Reading and
Composition (CIRC) dapat
Meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa dalam
pembelajaran sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Anita, T. (2007). Pembelajaran
Matematika Siswa dengan
Menggunakan Metode Proyek
untuk Meningkatkan
Kemampuan Siswa dalam
Memecahkan Masalah. Skripsi:
FPMIPA UPI. Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Baharuddin dan Wahyuni. (2008).
Teori Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Figianti, D. A., dkk., (2013).
“Pengaruh Model Pembelajaran
CIRC terhadap Kemampuan
Memecahkan Masalah pada
Mata Pelajaran Geografi”.
Universitas Negeri Malang.
[online] tersedia: jurnal-
online.um.ac.id/data/artikel/arti
kel5358D75838EFEBEDE3E5
DA823657C9C8.pdf. [11 Juni
2015]
Handayani, D. (2015). “Penggunaan
Metode Problem Based
Learning (PBL) untuk
Meningkatkan Kemampuan
Memecahkan Masalah dan
Sikap Peduli Lingkungan”
(Tesis). Sekolah Pasca Sarjana,
Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung.
Hatimah, I. (2000). Strategi dan
Metode Pembelajaran. Bandung:
Andira.
Kamarga, H. (2010). “Pengembangan
Social & Academic Skill
melalui Model Social Inquiry
dalam Interaksi Belajar-
Mengajar Sejarah”. [Online]
Tersedia:http://file.upi.edu/Dire
ktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJ
ARAH/195609021987032HAN
SISWANY_KAMARGA/KAR
YA_TULIS_ARTIKEL/Penge
mbangan_Social_Skills.pdf. [11
Juni 2015]
Kemendikbud. (2013). Materi
Pelatihan Guru Implementasi
Kurikulum 2013: SMA/ MA dan
SMK/ MAK Sejarah Indonesia.
Jakarta: Badan Pengembangan
SDM P dan K Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Schunk, D. H. (Hatimah 2012).
Learning Theories: An
Educational Perspective.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soejarwanto, E., dan Hidayat, W.
(2014). “Kemampuan
Pemecahan Masalah Fisika
pada Modeling Instruction pada
siswa Kelas XI. e-Journal
Pendidikan IPA. Vol 3(1) hlm.
65-78. [online] tersedia:
journal.unnes.ac.id/artikel-
FACTUM
Volume 5, Nomor 2, Oktober 2016
202
nju/jpii/2903.pdf. [11 Juni
2015]
Sukiastini, I G. A. N. K., dkk. (2013).
“Pengaruh Model Pembelajaran
Cooperative Integrated Reading
and Composition
terhadapKemampuan
Pemecahan Masalah dan
Berpikir Kreatif”. e-Journal
Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan
Ganesha. Vol 3 hlm. 1-11.
[online] tersedia:
pasca.undiksha.ac.id/e-
journal/indeks.php/jurnal-
ipa/article/view/760.pdf. [11
Juni 2015]
Wiriaatmadja, R. (2014). Metode
Penelitian Tindakan Kelas
untuk Meningkatkan Kinerja
Guru dan Dosen. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.