PENGHILANGAN H2S DAN NH3 DENGAN TEKNIK BIOFILTER PADA
GUDANG PENYIMPANAN LEUM PABRIK KARET
Oleh
RENDY ADITYA
F34104125
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENGHILANGAN H2S DAN NH3 DENGAN TEKNIK BIOFILTER PADA
GUDANG PENYIMPANAN LEUM PABRIK KARET
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
RENDY ADITYA
F34104125
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGHILANGAN H2S DAN NH3 DENGAN TEKNIK BIOFILTER PADA
GUDANG PENYIMPANAN LEUM PABRIK KARET
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
RENDY ADITYA
F34104125
Dilahirkan pada tanggal 22 Juli 1986
di Jakarta
Tanggal lulus: September 2008
Bogor, September 2008
Menyetujui,
Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng Drs. Purwoko, M.Si
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam
serta salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membimbing manusia keluar dari jalan kegelapan menuju kemenangan. Berkat
izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Penghilangan H2S
dan NH3 dengan Teknik Biofilter pada Gudang Penyimpanan Leum Pabrik Karet
”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Begitu banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian
laporan praktek lapang ini. Izinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing Penulis selama ini.
2. Drs Purwoko, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing II Yang telah membimbing
Penulis selama penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Ono Suparno, M.T, sebagai dosen penguji yang telah memberikan
banyak masukan kepada penulis.
4. Kedua orang tua penulis beserta saudara yang memberikan kasih sayang,
dukungan materil maupun moril selama ini.
5. Seluruh staf dan karyawan PTPN VIII Cikumpay, Purwakarta, Jawa Barat.
6. Seluruh staf pengajar, staf penunjang dan karyawan Departemen Teknologi
Industri Pertanian IPB.
7. Tim Biofilter 2008: Teguh, Puji, Feni dan Anes, serta rekan-rekan TIN’41.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi
ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Penulis berharap, skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................ iii
DAFTAR TABEL................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................ 1
B. TUJUAN ................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. INDUSTRI PENGOLAHAN LATEKS ..................................... 3
B. GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) ....................................... 3
C. GAS AMONIAK (NH3)........................................................... 4
D. BAKTERI PENGOKSIDASI HIDROGEN SULFIDA .......... 5
E. BAKTERI PENGOKSIDASI AMONIAK.............................. 6
F. BIOFILTER ............................................................................. 7
G. BAHAN PENGISI ................................................................... 8
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT .............................................................. 11
B. LOKASI PENELITIAN........................................................... 11
C. REAKTOR BIOFILTER ......................................................... 12
D. BAHAN PENGISI ................................................................... 13
E. PENELITIAN UTAMA........................................................... 13
F. ANALISA DATA .................................................................... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK BAHAN PENGISI .................................. 15
B. INLET NH3 DAN H2S............................................................. 16
C. KINERJA BIOFILTER 1......................................................... 19
D. KINERJA BIOFILTER 2......................................................... 27
E. PERBANDINGAN KINERJA PENGHILANGAN
N DAN S.................................................................................. 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN........................................................................ 37
B. SARAN ................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 49
LAMPIRAN............................................................................................ 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Dampak Menghirup H2S........................................................... 4
Tabel 2. Karakteristik Bahan Pengisi yang Digunakan............................15
Tabel 3. Perbandingan Penyerapan N dan S pada Beberapa Pabrik Karet.......................................................................................... 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Struktur Amoniak...............................................................5 Gambar 2. Thiobacillus sp ................................................................... 6 Gambar 3. Nitrosomonas sp ................................................................. 7 Gambar 4. Diagram Biofilter................................................................ 12 Gambar 5. Konsentrasi Inlet Gas Amoniak Selama Penelitian............ 17 Gambar 6. Konsentrasi Inlet Gas Hidrogen Sulfida Selama Penelitian............................................................................ 18 Gambar 7. Kondisi dan Kinerja Penghilangan NH3 Biofilter 1............ 21 Gambar 8. Kinerja Penghilangan H2S Biofilter 1 ................................ 22 Gambar 9. Konsentrasi Beberapa Unsur Pada Biofilter 1.................... 24 Gambar 10. Kapasitas Penyerapan N Terhadap Beban yang Masuk ke Biofilter 1..................................................................... 25
Gambar 11. Kapasitas Penyerapan S Terhadap Beban yang Masuk ke Biofilter 1..................................................................... 26
Gambar 12. Kondisi dan Kinerja Penghilangan NH3 Biofilter 2.......... 29
Gambar 13. Kinerja Penghilangan H2S Biofilter 2............................... 31
Gambar 14. Konsentrasi Beberapa Unsur Pada Biofilter 2.................. 32
Gambar 15. Kapasitas Penyerapan N Terhadap Beban yang Masuk Ke Biofilter 2 ................................................................... 33
Gambar 16. Kapasitas Penyerapan S Terhadap Beban yang Masuk ke Biofilter 2 .................................................................... 34
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1. Metode Analisis Penelitian............................................ 42 Lampiran 2. Cara Kerja Pengujian Mikroba....................................... 48 Lampiran 3a. Kurva Standar NH3 (panjang gelombang 420 nm) ........ 46 Lampiran 3b. Hasil Pengamatan NH3, Inlet, Outlet, dan Efisiensi Biofilter 1 ....................................................................... 52 Lampiran 3c. Hasil Pengamatan NH3, Inlet, Outlet, dan Efisiensi Biofilter 2 ....................................................................... 54
Lampiran 4a. Kurva Standar H2S (panjang gelombang 560 nm)......... 56
Lampiran 4b. Hasil Pengamatan H2S, Inlet, Outlet, dan Efisiensi Biofilter 1 ...................................................................... 53
Lampiran 4c. Hasil Pengamatan H2S, Inlet, Outlet, dan Efisiensi Biofilter 2 ...................................................................... 59
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanaman karet masuk ke Indonesia pada abad ke-20 dari Malaysia ke
pulau Jawa dan Kalimantan melalui pulau Sumatra. Tanaman karet
dibudidayakan dengan baik oleh rakyat maupun pihak perkebunan swasta.
Saat ini Indonesia berada pada peringkat dua setelah Thailand sebagai
penghasil karet terbesar di dunia.
Karet alam (natural rubber) yang diperoleh dari tanaman Hevea
braziliensis merupakan salah satu komoditas ekspor yang memiliki peranan
penting sebagai devisa negara sub-sektor perkebunan. Luas areal perkebunan
karet yang ada mencapai 2.7 – 3.4 juta hektar dengan produksi mencapai lebih
dari 1.370 juta ton / tahun (BPS, 2002).
Untuk memenuhi kebutuhan ekspor, diperlukan penambahan industri
pengolahan lateks agar bahan baku yang tersedia dapat diolah secara optimal.
Perkembangan industri ini menyebabkan timbulnya emisi yang dihasilkan
dari aktivitas pabrik. Industri lateks pekat merupakan salah satu industri yang
menimbulkan emisi karena penggunaan amoniak (NH3) dalam jumlah yang
cukup besar untuk menjaga lateks agar tetap pada kondisi cair dan pekat.
Emisi lain seperti hidrogen sulfida (H2S) juga dihasilkan dari tempat
produksi maupun gudang penyimpanan leum yang dapat mencemari dan
mengganggu kesehatan dan keselamatan pekerja pabrik.
Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi polutan
yaitu secara fisik, kimia dan biologis. Secara fisik, biasanya digunakan arang
aktif sebagai filter. Secara kimia, dapat dilakukan penambahan bahan kimia
atau proses tertentu seperti insinerasi. Pengolahan secara biologis dapat
digunakan metode bioscrubber, biotrickling filter dan biofilter
Pada pabrik pengolahan karet, bau yang ditimbulkan dari gudang leum
dapat diantisipasi dengan penambahan bahan kimia yang disebut deorub.
Deorub merupakan adalah cairan yang dihasilkan dari proses kondensasi asap
(asap cair) limbah padat kelapa sawit yang berwarna coklat tua dengan bau
asap dan pH sekitar 0.5. Penggunaannya memiliki beberapa kelemahan, salah
satunya adalah daya kerja penghilangan yang bersifat sementara sehingga
dalam kurun waktu tertentu perlu dilakukan penambahan kembali yang pada
akhirnya akan meningkatkan biaya perawatan dan produksi industri
pengolahan lateks.
Alternatif lain adalah penggunaan biofilter. Penggunaan biofilter
memiliki beberapa keuntungan, diantaranya kebutuhan biaya yang relatif
murah dan pendegradasian emisi yang dihasilkan menjadi senyawa yang lebih
ramah lingkungan. Selain itu, biofilter dapat digunakan untuk jangka panjang
dan nutrisi bahan pengisi pada biofilter sangat tinggi sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk saat bahan pengisi telah mencapai titik jenuhnya.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kinerja biofilter skala
pilot dengan waktu kerja dengan rentang tertentu yaitu tiga jam operasi dan
tiga jam idle, dalam mengurangi emisi amoniak dan hidrogen sulfida dari
gudang leum.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. INDUSTRI PENGOLAHAN LATEKS
Karet (Hevea braziliensis) merupakan tanaman yang tumbuh di
berbagai daerah di Indonesia. Sebagai salah satu komoditas perkebunan
unggulan, usaha peningkatan produksi lateks selalu dilakukan. Salah satu
langkah yang ditempuh adalah meningkatkan jumlah industri pengolahan
lateks. Resiko yang dihadapi saat jumlah industri pengolahan lateks bertambah
adalah meningkatnya tingkat pencemaran lingkungan dari industri tersebut.
Lateks yang telah disadap dari kebun dikumpulkan di tempat
pengumpulan untuk diteruskan ke pabrik pengolahan menggunakan truk
tangki. Selama proses penyadapan lateks, seringkali ditambahkan
antikoagulan agar lateks tidak cepat membeku. Antikoagulan yang biasa
digunakan adalah amoniak (Goutara et al., 1985). Walaupun telah
ditambahkan amoniak, lateks masih dapat membeku secara alami. Lateks yang
membeku ini disebut leum. Leum merupakan bahan baku yang digunakan
untuk membuat crumb rubber dan biasanya disimpan di gudang leum sebelum
diproses. Penyimpanan yang kurang baik menyebabkan leum menghasilkan
gas H2S yang berbau busuk akibat terkontaminasi mikroorganisme pengurai
karena lateks merupakan media kaya nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme
(Zuhra, 1996). Selain H2S, pada gudang penyimpanan leum juga terdapat gas
NH3 sisa penyadapan di kebun.
B. GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S)
Hidrogen sulfida (H2S) adalah gas yang tidak berwarna, beracun, berbau
seperti telur busuk dan mudah terbakar pada konsentrasi tertentu (Martin et
al., 2004). Gas ini juga dapat menyebabkan terjadinya korosi pada logam.
Sulfur tereduksi dalam bentuk H2S di biosfer sebagai hasil dari aktivitas
vulkanik dan metabolisme mikrobial. H2S di alam hanya terkumpul dalam
kondisi anaerobik, tetapi akan teroksidasi secara spontan dan cepat dengan
adanya oksigen. H2S merupakan polutan yang tidak menyebar luas seperti
SO2. Gas ini umumnya berasosiasi dengan sumber spesifik seperti bahan
organik terdekomposisi, lumpur dan limbah industri. Gas H2S mempunyai bau
seperti telur busuk dan terkadang lebih toksik dibandingkan karbon
monoksida (CO) (Tabel 1).
Tabel 1. Dampak Menghirup H2S
0.03 ppm Dapat tercium dan aman dihirup dalam
8 jam.
4 ppm Menyebabkan iritasi mata.
10 ppm Menyebabkan luka pada tenggorokan.
20 ppm Menyebabkan kerusakan beberapa urat
syaraf mata jika terhirup lebih dari satu
menit.
30 ppm Menyebabkan kehilangan sensitifitas
indera penciuman.
100 ppm Menyebabkan kelumpuhan pernafasan
dalam 30 sampai 45 menit.
200 ppm Menyebabkan kerusakan mata serius
300 ppm Menyebabkan kelumpuhan pernafasan
dalam 30 sampai 45 menit.
500 ppm Menyebabkan kelumpuhan dalam 3
sampai 5 menit
700 ppm Menyebabkan kerusakan otak
permanen
Sumber (Turk et al., 1972)
C. GAS AMONIAK (NH3)
Amoniak merupakan senyawa dari unsur nitrogen dengan hidrogen
yang memiliki formula NH3 (Gambar 1). Di atmosfer, amoniak terdeteksi
dalam jumlah kecil yang berasal dari proses penguraian sisa-sisa makhluk
hidup yang mengandung unsur nitrogen (Wikipedia, 2008). Amoniak sendiri
merupakan gas tidak berwarna, memiliki bau yang menyengat serta
menyebabkan iritasi dan korosi pada konsentrasi yang tinggi.
Gambar 1. Struktur Amoniak (Wikipedia, 2008)
Amoniak digunakan pada industri pengolahan lateks sebagai bahan
antibeku untuk mencegah terjadinya prokoagulasi lateks kebun selama proses
transportasi dari kebun menuju pabrik pengolahan (Solichin, 1988). Adapun
alasan digunakannya amoniak pada industri pengolahan lateks adalah sebagai
berikut:
• Bersifat desinfektan sehingga mengurangi terjadinya kontaminasi
oleh mikroba.
• Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan pH lateks hingga siap
olah.
• Harga yang relatif lebih murah dibandingkan antikoagulan lainnya.
D. BAKTERI PENGOKSIDASI HIDROGEN SULFIDA
Di alam, terdapat beberapa jenis bakteri yang berperan dalam transfer
sulfur. Bakteri ini terpisah menjadi dua kelompok yaitu bakteri sulfur ungu
(Chromatuaceae) dan bakteri sulfur hijau (Chlorobioceae). Bakteri ini
mendapatkan energi metabolisme melalui oksidasi H2S, serta menggunakan
CO2 sebagai sumber karbon. Beberapa jenis dari kelompok ini mengoksidasi
H2S membentuk sulfur elemen (So) dan kelompok lainnya mengoksidasi
sulfur elemen menjadi asam sulfat (H2SO4).
Gambar 2. Thiobacillus (Wikipedia, 2008)
Reaksi oksidasi H2S menghasilkan asam sulfat melalui reaksi sebagai
berikut:
H2S + O2 2So + 2H2O
2S + 2H2O + 3O2 4H+ + 2SO42-
S2O32- + H2O + CO2 2H+ + 2SO4
2-
Beberapa bakteri yang dapat mengoksidasi senyawa sulfur adalah
Thiobacillus thioxidans dan Thiobacillus feroxidans (Gambar 2). Kedua
mikroorganisme ini mengoksidasi H2S dan membentuk sulfur elemen yang
disimpan dalam selnya. Keduanya mengoksidasi bahan anorganik seperti H2S,
FeS dan mengubahnya menjadi asam sulfat (Edmons, 1978).
E. BAKTERI PENGOKSIDASI AMONIAK
Keadaan lingkungan yang aerobik akan menyebabkan terjadinya proses
proses oksidasi amoniak menjadi nitrit (NO2-) dan dalam kondisi yang sama,
nitrit dioksidasi menjadi nitrat (NO3-). Organisme yang melakukan proses
nitrifikasi ini disebut nitrosobakter, diantaranya Nitrosomonas (Gambar 3)
yang mengubah amonium menjadi nitrit. Organisme yang mengubah nitrit
menjadi nitrat adalah Nitrobacter (Wikipedia, 2008).
Gambar 3. Nitrosomonas sp (Wikipedia, 2008)
Nitrosomonas merupakan bakteri kemolitrotrof berbentuk batang
dengan metabolisme aerobik. Bakteri ini melakukan metabolisme dengan
mengurai amoniak dengan bantuan oksigen. Membran dalam sel bakteri
menggunakan elektron dari atom nitrogen amoniak untuk menghasilkan
energi. Untuk melengkapi divisi sel, Nitrosomonas harus mengkonsumsi
amoniak dalam jumlah banyak (Wikipedia, 2008).
F. BIOFILTER
Biofilter adalah reaktor dengan bahan pengisi berupa material padat
(filter bed) yang berfungsi sebagai media mikroorganisme tumbuh (Chou dan
Cheng, 1997). Mikroorganisme biasanya tumbuh di lapisan biofilm pada
permukaan media atau terikat pada fase air yang terdapat pada media. Filter
bed yang digunakan pada biofilter biasanya bersifat inert, kaya nutrisi bagi
mikroba dan luas permukaan kontak yang cukup besar (Devinny et al., 1999).
Menurut Devinny et al., (1999), elemen utama dalam penghilangan gas
kontaminan adalah biofilm yang terbentuk pada filter bed. Udara dari sumber
polutan dialirkan menggunakan blower ke dalam biofliter secara merata. Pada
tahap awal terjadi penghilangan secara fisik dimana polutan tersaring oleh
filter bed. Pada tahap selanjutnya mikroorgansime pengoksidasi yang akan
bekerja membentuk biofilm. Di dalam biofilm mikroorganisme mengoksidasi
polutan menjadi CO2, H2O, garam mineral dan biomassa (Schmidt et al.,
2004).
Menurut Otenggraf (1986), terdapat beberapa parameter yang dapat
digunakan untuk menilai kinerja biofilter, antara lain:
1. Kecepatan tercapainya kondisi aklimatisasi mikroba. Parameter ini
menunjukkan kinerja dari bioavailabilitas konsorsium mikroba
yang dikembangkan untuk pendegradasian polutan. Semakin cepat
masa adaptasi (lag phase), kinerja bioreaktor semakin baik.
2. Kemampuan mempertahankan rasio penghilangan gas dalam waktu
yang relatif lama.
3. Kemampuan bahan pengisi dalam mempertahankan kondisi pH,
suhu dan kadar air. Kemampuan ini menggambarkan kinerja
biofilter terhadap fluktuasi beban polutan yang tinggi, kurangnya
humidifikasi dan masa idle biofilter akibat fluktuasi proses
produksi pada industri.
4. Kapasitas pengilangan maksimum (g/ kg-media kering/ hari).
G. BAHAN PENGISI
Bahan pengisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja biofilter karena merupakan tempat mikroorganisme pengoksidasi
polutan tumbuh. Untuk itu dibutuhkan bahan pengisi yang tepat untuk
mendukung pertumbuhan mikroorganisme pengoksidasi polutan (Hirai et al.,
2001). Beberapa faktor yang digunakan dalam penentuan bahan pengisi adalah
sebagai berikut:
• Memiliki kapasitas menahan air yang tinggi
• Area permukaan spesifik yang luas
• Mudah didapat dan harga yang murah
• Tidak mudah mengalami perubahan bentuk untuk pemakaian jangka
panjang
• Memiliki daya penyangga untuk hasil pengoksidasian yang bersifat
asam
Berikut beberapa jenis bahan pengisi yang sering digunakan pada biofilter:
a. Tanah
Tanah dapat digunakan sebagai bahan pengisi pada biofilter
sebab relatif murah, dan mudah didapat. Tanah juga memiliki
bahan organik yang merupakan sumber makanan mikroorganisme
dan memiliki daya penyangga yang baik terhadap asam.
Berdasarkan volume secara umum, tanah terbagi atas dua
bagian yaitu padatan dan ruang pori. Padatan yang dimaksud
berupa bahan mineral sebesar 45% dan bahan organik sebesar 5%,
sedangkan pada ruang pori terdiri dari udara dan air, masing-
masing sebesar 25% (Hanafiah, 2005).
b. Kompos
Pengkomposan adalah proses pendegradasian biokimia
bahan-bahan organik oleh mikroorganisme menjadi zat humus
pada kondisi yang dikontrol (Gaur, 1983). Biokonversi bahan
organik pada saat pengomposan dilakukan oleh kelompok
mikroorganisme heterofilik seperti bakteri, kapang, protozoa dan
actinomicetes (Gaur, 1983).
Gaur (1983), menyatakan bahwa bahan organik yang
dikomposkan dan akan digunakan untuk tanah pertanian harus
terdekomposisi secara baik dan tidak menimbulkan efek negatif
terhadap tanaman. Umumnya kompos dicirikan oleh sifat berikut:
1. Berwarna coklat tua hingga hitam.
2. Tidak larut dalam air, meskipun sebagian kompos
membentuk suspensi.
3. Sangat larut dalam pelarut alkali seperti natrium pirofosfat
atau larutan amonium oksalat.
4. Memiliki nisbah C/ N sebesar 10-20.
5. Secara biokimiawi tidak stabil.
6. Menunjukkan kapasitas pemindahan kation dan absorpsi zat
yang tinggi.
c. Bahan Pengisi Tambahan
Bahan pengisi tambahan berfungsi untuk meningkatkan
porositas campuran kompos dan tanah yang digunakan. Bahan
tambahan yang diberikan terdiri dari arang sekam, kulit kayu karet
dan serasah daun karet yang semuanya mudah didapat. Menurut
Buckman dan Brandy (1982), bahan tambahan juga bisa menjadi
sumber bahan organik bagi mikroorganisme.
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Media sulfat bagi pertumbuhan bakteri yang terdiri atas Na2S2O3,
CaCl2, KH2PO4, MgSO4.7H2O, (NH4)2SO4 dan Fe-sitrat. Untuk media
Nitrosomonas Sp digunakan Fenol Red, (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4. 7H2O,
CaCl2 dan larutan Ferric EDTA.
Penyerap NH3 yang digunakan adalah asam borat. Bahan penyerap H2S
yang digunakan adalah Zn Asetat, Na Asetat dan NaCl. Indikator NH3 yang
digunakan adalah larutan Nessler, sedangkan indikator untuk H2S adalah
larutan Diamin dan larutan FeCl3.
Alat yang digunakan dalam persiapan biofilter ini adalah: blower,
selang, pipa, kolom biofilter dari tangki air kapasitas 650 L, bahan pengisi
berupa tanah, arang sekam, dan kompos.
Alat yang digunakan untuk analisis: erlenmeyer, cawan petri, tabung
ulir, mikro pipet, tabung sampling, spektrofotometer, clean bench dan
autoclave.
B. LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di gudang penyimpanan leum Pabrik Karet
PTPN VIII Cikumpay, Purwakarta, Jawa Barat. Penelitian dilakukan mulai
bulan April hingga Juni 2008. Analisis dilakukan di Laboratorium Teknologi
Industri Pertanian, antara lain: Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium
Teknologi Kimia.
C. REAKTOR BIOFILTER
Desain biofilter menggunakan tangki air kapasitas 650 L. Biofilter
terdiri dari dua kolom (Gambar 4). Kolom 1 berfungsi sebagai kolom kontrol,
sedangkan kolom 2 merupakan kolom uji. Pada bagian bawah kolom
dilengkapi lubang sebagai inlet saluran dan pembuangan air (drainage). Setiap
kolom dilengkapi dengan enam lubang sampling, masing-masing tiga buah
pada sisi badan kolom yang membentuk sudut 90o dan satu buah lubang
outlet. Lubang sampling ini juga berfungsi untuk mengambil sampel tanah
yang akan diuji tiap minggu.
1 2
3
4
5
5
6
6
7
7
Gambar 4. Diagram Biofilter. 1. Sumber Polutan dari Gudang leum; 2. Blower; 3. Biofilter Kontrol; 4. Biofilter Uji; 5. Lubang Inlet; 6. Lubang Pengamatan; 7. Lubang Outlet
D. BAHAN PENGISI
Bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini berupa tanah, arang
sekam dan kompos dengan perbandingan 1: 1: 0.2. Tanah yang digunakan
berasal dari hutan CIFOR, Bogor. Pemilihan lokasi pengambilan tanah ini
didasarkan pada tempat yang mudah dijangkau dan kondisi tanah yang terjaga
dari kontaminasi pestisida yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, sedangkan untuk arang sekam dan kompos didapat dari
produsen kompos di desa BBS. Kompos berfungsi sebagai nutrisi bakteri,
sedangkan arang sekam untuk meningkatkan porositas bahan pengisi.
E. PENELITIAN UTAMA
Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perbedaan
penambahan bakteri Nitromonas sp dan Thiobacillus sp pada kolom uji,
sedangkan pada kolom kontrol tidak dilakukan penambahan kedua jenis
bakteri tersebut. Besarnya flow inlet yang masuk ke dalam biofilter adalah 105
liter per menit. Selain itu, waktu kerja blower diatur untuk menyala selama
tiga jam dan mati selama tiga jam. Fokus penelitian ini adalah mengamati
efisiensi dan kapasitas penyerapan biofilter terhadap NH3 dan H2S
Beberapa analisis yang digunakan untuk mendapatkan hasil sesuai
dengan fokus penelitian utama, yaitu:
a. Senyawa N dalam bentuk amoniak (NH3). Pengamatan dilakukan
selama 42 hari dengan pengambilan sampel inlet dan outlet setiap
hari, pada siang hari. Lama waktu pengambilan sampel adalah 5
menit. Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah amoniak
adalah metode Nessler.
b. Senyawa S dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Pengamatan
dilakukan selama 42 hari dengan pengambilan sampel inlet dan
outlet setiap hari, pada siang hari. Lama waktu pengambilan sampel
adalah 5 menit. Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah
hidrogen sulfida adalah metode Metilen Blue.
c. Pengukuran pH dan kadar air yang dilakukan sekali dalam seminggu
untuk menjaga kondisi bahan tetap sesuai bagi kebutuhan bakteri.
d. Pengukuran kandungan total C, total N, total S, NO3-, NH4
+, dan
sulfat yang dilakukan sekali dalam seminggu untuk mengetahui
perubahan unsur-unsur kimia dalam biofilter.
e. Penghitungan jumlah mikroorganisme pada bahan pengisi yang
dilakukan sekali dalam seminggu. Mikroorganisme yag dihitung
adalah Nitromonas sp dan Thiobacillus sp serta bakteri heterotrof.
Nitromonas sp dihitung menggunakan metode Most Probable
Number (MPN) sedangkan Thiobacillus sp dan heterotrof dihitung
menggunakan metode Total Plate Count (TPC).
Prosedur analisis pH, kadar air, kandungan total C, total N, total S, NO3-,
NH4+, sulfat dan mikroba disajikan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.
F. ANALISIS DATA
Data yang didapat disajikan menggunakan metode deskriptif dengan
grafik yang akan menggambarkan kondisi seluruh parameter selama penelitian
berlangsung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK BAHAN PENGISI
Bahan pengisi merupakan komponen utama yang terdapat pada biofilter.
Berat basah bahan pengisi biofilter 1 adalah 158 kg sedangkan biofilter 2
adalah 186 kg (Tabel 2). Perbedaan berat basah kedua biofilter disebabkan
penambahan starter bakteri pada biofilter 2. Penambahan starter cair bakteri
menyebabkan bahan pengisi menjadi lebih padat sehingga volumenya
menurun. Agar volume bahan pengisi sama, ditambahkan bahan pengisi lagi
hingga volume bahan pengisi kedua biofilter sama. Penambahan bahan pengisi
pada biofilter 2 menyebabkan berat basahnya naik.
Tabel 2. Karakteristik Bahan Pengisi yang Digunakan
Biofilter Berat
Basah (g)
Kadar
Air
(%)
pH N Total
(%)
S Total
(%)
C Total
(%)
1
(Kontrol)
158000 35.3 5.00 0.18 0.13 17.03
2
(Uji)
186000 38.3 4.83 0.17 0.06 15.04
Air merupakan salah satu kebutuhan utama mikroorganisme untuk dapat
bertahan hidup. Menurut Devinny et al., (1999), mikroba membutuhkan media
yang memiliki kadar air tinggi, yaitu pada rentang 40-60%. Dari Tabel 2,
kadar air kedua biofilter berada dibawah 40%. Kadar air pada biofilter 2
sedikit lebih besar dibandingkan dengan biofilter 1. Hal ini disebabkan pada
biofilter 2 ditambahkan inokulum cair untuk perkembangan Nitrosomonas sp
dan Thiobacillus sp.
Mikroorganisme dapat hidup baik pada pH 6-8 (Kleinjan, 2005). pH
yang terdapat pada kedua biofilter cenderung bersifat asam sehingga kurang
baik untuk pertumbuhan bakteri. Hal ini dapat disebabkan terjadinya kondisi
aerob pada karung-karung tanah yang diletakkan di tempat terbuka. Pada
kondisi aerob, senyawa nitrogen yang terdapat pada tanah akan ternitrifikasi
menjadi nitrat (NO3-) yang bersifat asam (Hanafiah, 2005).
Sebagai salah satu unsur esensial dalam tanah, jumlah N pada tanah
secara umum adalah 0.1% (Anonim, 1991). Dari data didapat bahwa jumlah N
total pada biofilter 1 adalah 0.18%, sedangkan pada biofilter 2 0.17%.
Menurut Hanafiah (2005), kadar nitrogen yang terdapat pada tanah adalah
selisih penambahan secara fiksasi kimia atau biologi dan pupuk N dikurangi
dengan kehilangan N yang terjadi akibat immobilisasi tanaman, volatilasi
selama mineralisasi N, denitrifikasi N-nitrat dan pelindian N-mineral.
Unsur sulfur merupakan salah satu unsur hara makro yang terdapat pada
tanah. Unsur ini dimanfaatkan tanaman terutama dalam bentuk SO42-. Pada
penelitian ini, didapatkan kandungan sulfur total pada biofilter 1 adalah 0.13%
sedangkan pada biofilter 2 sebesar 0.06%.
Unsur C atau karbon merupakan salah satu unsur penting dalam
pertumbuhan mikroorganisme yaitu sebagai sumber energi. Dari data yang
didapat terlihat bahwa jumlah C total pada kedua biofilter tidak berbeda terlalu
jauh yaitu 17.03% pada biofilter 1 dan 15.04% pada biofilter 2.
B. INLET NH3 DAN H2S
Pada industri pengolahan lateks, amoniak merupakan salah satu bahan
kimia yang paling banyak digunakan, mulai dari proses penyadapan hingga
proses utama lainnya. Gas amoniak yang terdapat pada gudang leum sendiri
berasal dari sisa-sisa amoniak yang tercampur pada leum yang telah membeku
secara alami saat disadap.
Gas hidrogen sulfida yang terdapat pada gudang leum berasal dari
proses pembusukan leum selama proses penyimpanan. Proses pembusukan
terjadi karena leum mengandung nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme
pembusuk (Zuhra, 1996).
1. Inlet Gas Amoniak
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 50 tahun 1996,
baku mutu polutan NH3 untuk industri pengolahan lateks adalah 2 ppm.
Pada penelitian ini, konsentrasi NH3 pada gudang leum selama penelitian
berlangsung berkisar antara 0.01-0.46 ppm (Gambar 5). Berdasarkan
keputusan tersebut, gas amoniak yang terdapat di gudang leum masih
berada dibawah baku mutu. Gas amoniak yang terdapat di gudang leum
berasal dari sisa-sisa amoniak pada saat penyadapan yang digunakan untuk
menghindari pembekuan lateks selama proses penyadapan hingga tiba di
pabrik pengolahan. Hal ini menyebabkan konsentrasi amoniak di gudang
leum cukup rendah. Penambahan obat pengurang bau yang disebut deorub
juga turut berpengaruh dalam mengurangi konsentrasi gas amoniak.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Hari ke-
m)
ntra
s
i (pp
nse
Ko
Gambar 5. Konsentrasi Inlet Gas Amoniak Selama Penelitian
Pada hari ke- 10 dan hari ke- 19 hingga 22 terjadi peningkatan
konsentrasi gas amoniak yang cukup besar. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, peningkatan konsentrasi amoniak terjadi saat penambahan jumlah
leum yang ditampung di gudang. Pada leum segar yang baru dibawa dari
kebun terdapat amoniak yang masih tersisa sehingga konsentrasi gas
amoniak di gudang akan meningkat.
2. Inlet Gas Hidrogen Sulfida
Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 50 tahun 1996,
baku mutu polutan H2S untuk industri pengolahan lateks adalah 0.02 ppm.
Pada penelitian ini, konsentrasi H2S pada gudang leum selama penelitian
berlangsung berada pada rentang 0-1.9 ppm (Gambar 6). Berdasarkan
keputusan tersebut, gas hidrogen sulfida yang terdapat pada gudang leum
berada diatas baku mutu yang telah ditetapkan. Gas hidrogen sulfida
dihasilkan dari proses pembusukan pada leum yang menumpuk di gudang.
0
0 .5
1
.5
2
.5
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Hari ke-
Kon
sent
rasi
(ppm
)
2
1
Gambar 6. Konsentrasi Inlet Gas Hidrogen Sulfida Selama Penelitian
Menurut Zuhra (1996), lateks kebun terdiri dari beberapa fraksi
yang didapat melalui proses sentrifugasi yaitu:
a. Fraksi Lateks: karet, protein, lipida, ion logam
b. Fraksi Frey Wyssling: karotenoid, lipida, air, karbohidrat
c. Fraksi Serum: senyawa nitrogen, asam nukleat, nukleotida
d. Fraksi Dasar: air, protein, senyawa nitrogen, karet.
Bahan-bahan yang terdapat pada fraksi tersebut merupakan nutrien bagi
mikroorganisme pembusuk yang menghasilkan sisa metabolisme berupa
gas hidrogen sulfida.
Mulai dari hari ke- 19 hingga 42, konsentrasi gas hidrogen sulfida
cenderung stabil dengan konsentrasi dibawah 0.5 ppm. Hal ini disebabkan
penambahan deorub untuk mengurangi bau menyengat hidrogen sulfida
saat leum akan mulai diproses menjadi crumb rubber.
C. KINERJA BIOFILTER 1
1. Penghilangan Amoniak (NH3)
Biofilter 1 merupakan biofilter kontrol yang dioperasikan tanpa
penambahan bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp. Kinerja dari
biofilter 1 dapat dilihat pada Gambar 7.
Pada Gambar 7, terlihat ketidakstablian efisiensi pengilangan gas
amoniak oleh biofilter 1. Selama penelitian berlangsung, efisiensi berkisar
antara 0-85%. Pada hari ke-0 hingga ke-5 efisiensi berfluktuasi antara 0-
43%. Efisiensi yang rendah ini disebabkan tidak adanya bakteri
pengoksidasi amoniak sehingga amoniak yang masuk ke dalam biofilter
hanya diserap secara fisik oleh bahan pengisi. Saat memasuki hari ke-7,
bakteri Nitrosomonas sp mulai tumbuh sebanyak 0.9x101 sel/ g bahan
kering (Gambar 7c). Peningkatan jumlah Nitrosomonas sp juga
berpengaruh langsung terhadap efisiensi pada hari ke- 6 yaitu sebesar 50%.
Walaupun terjadi peningkatan jumlah Nitrosomonas sp, namun jumlahnya
hanya sedikit. Selain tidak ditambahkan starter Nitrosomonas sp, hal ini
juga dipengaruhi oleh pH bahan pengisi yang asam dan kadar air yang
rendah pada hari ke-7 yaitu 34.3% (Gambar 7d). Menurut Deviny et al.,
(1999), kadar air optimal untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah 40-
60%.
Efisiensi pada hari ke-8 meningkat menjadi 71% namun turun
menjadi 0% mulai dari hari ke-9 hingga hari ke 12. Penurunan efisiensi
0
0
0
0
0.6
0.7
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Hari ke-
Kon
sent
rasi
(ppm
)
0
20
40
60
80
100
Efis
iens
i (%
)
0.1
0.2
.3
.4
.5
InletOutletEfisiensi
berdasarkan konsentrasi NH3 pada outlet lebih besar dibandingkan pada
inlet. Hal ini dapat disebabkan kondisi anaerobik yang terjadi pada biofilter
1. Kondisi anaerobik menyebabkan tanah pada bahan pengisi merubah
senyawa nitrogen didalamnya menjadi amonium (NH4+) (Hanafiah, 2005),
sehingga hasil yang didapatkan pada outlet merupakan penjumlahan antara
amoniak yang dioksidasi Nitrosomonas sp dan amonisasi senyawa nitrogen
pada tanah.
Kecederungan penurunan efisiensi terjadi mulai dari hari ke-13
hingga hari ke-28. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah Nitrosomonas
sp dari 0.7x101 menjadi 0.3x101 sel/ g bahan kering. Penurunan jumlah
Nitrosomonas sp disebabkan mulai dari ke-14 hingga hari ke-28 terjadi
penurunan kadar air yang cukup tinggi yaitu dari 41 menjadi 25%. Kadar air
yang terlalu rendah menyebabkan bakteri tidak dapat hidup dan
berkembang dengan baik.
Pada hari ke-29 hingga hari ke-31, efisiensi biofilter 1 kembali
meningkat dari 26 menjadi 85% secara bertahap. Walaupun kadar air
semakin berkurang, pH bahan pengisi cenderung naik mendekati netral
sehingga jumlah Nitrosomonas sp 0.3x101 sel/ g bahan kering pada hari ke-
28 menjadi 2.2x101 / g sel bahan kering pada hari ke-35.
Pada proses nitrifikasi, senyawa nitrogen akan menghasilkan nitrat
(NO3-) yang bersifat asam. Penumpukan nitrat pada bahan pengisi biofilter
menyebabkan penurunan pH. Dari data yang diperoleh, pH awal pada
biofilter 1 cenderung asam yaitu 5, namun pada hari ke-42 pH menjadi 6
(Gambar 7b). Hal ini terjadi akibat kondisi anaerobik saat blower mati
sehingga menghasilkan amonium (NH4+) yang bersifat basa dan menaikkan
pH bahan pengisi biofilter.
(a)
0
2
4
6
8
10
12
Log
sel c
fu d
an M
PN
Mikroba Heterotrof
Thiobacillus spNitrosomonas sp
0
2
4
6
8
2. Penghilangan Hidrogen Sulfida (H2S)
Berdasarkan pengukuran gas hidrogen sulfida dari outlet biofilter 1,
didapat efisiensi penghilangan berkisar antara 0-100% (Gambar 8).
pH
rata-rata
(b)
L-1 L-2 L-3
0
10
20
30
40
50
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42Hari ke-
rata-rata (d) L-1 L-2 L-3
ir (%
)da
r aK
a
Gambar 7. Kondisi dan Kinerja Penghilangan NH3 Biofilter 1 : (a) Inlet- Outlet dan Efisiensi, (b) pH, (c) Jumlah Mikroba Heterotrof, Thiobacillus sp dan Nitrosomonas sp, (d) Kadar Air
Efisiensi pada hari ke-0 hingga hari ke-6 menunjukkan nilai 0%. Tidak
terjadinya oksidasi hidrogen sulfida disebabkan tidak terdapat bakteri
Thiobacillus sp yang hidup sampai dengan hari ke-7. Pada hari ke-8, terjadi
peningkatan efisiensi yang signifikan, yaitu sebesar 61% dan 79% pada hari
ke-11. Penghilangan hidrogen sulfida ini terjadi karena mulai dari hari ke-7
hingga hari ke-14 terdapat Thiobacillus sp yang tumbuh sebesar 5.2x103
sel/ g bahan kering.
Dimulai hari ke-7 hingga hari ke-27, terjadi fluktuasi efisiensi antara
0-100% yang berselang setiap satu atau dua hari. Efisiensi bernilai 0%
karena konsentrasi hidrogen sulfida yang terukur pada outlet lebih besar
dibandingkan inlet. Hal ini dapat terjadi akibat hidrogen sulfida yang tidak
teroksidasi secara sempurna terakumulasi pada bagian atas biofilter
sehingga walaupun pengukuran hidrogen sulfida pada inlet bernilai 0 ppm,
pada bagian outlet akan tetap terdeteksi adanya hidrogen sulfida.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Hari ke-
Kon
sent
asi
ppm
)
0
20
40
60
80
100
Efis
iens
i (%
)
Inlet
Outlet
Efisiensi
(
r
Gambar 8. Kinerja Penghilangan H2S Biofilter 1
Pada hari ke-0 hingga hari ke-7 tidak ditemukan adanya Thiobacillus
sp (Gambar 7c). Hal ini disebabkan karena tidak dilakukan penambahan
starter Thiobacillus sp pada biofilter 1. Memasuki hari ke-14, Thiobacillus
sp mulai tumbuh sebanyak 5.2x103 sel/ g bahan kering. Thiobacillus sp
sendiri merupakan bakteri yang hidup pada kondisi asam (Wikipedia,
2008). Kondisi pH biofilter 1 yang cukup asam serta konsentrasi hidrogen
sulfida yang ada di biofilter memicu pertumbuhan Thiobacillus sp.
3. Konsentrasi Nitrogen, Sulfur dan Karbon Pada Biofilter 1
Pengujian N total dilakukan untuk mengetahui N yang terdapat pada
bahan pengisi, terutama N organik dan amonium (NH4+). Dari data selama
pengamatan, kandungan N total awal bahan adalah 1800 ppm dan terus
meningkat sampai dengan hari ke-21 yaitu 13700 ppm (Gambar 9a).
Kenaikan konsentrasi N total juga diikuti kenaikan konsentrasi nitrat (NO3_)
dan amonium (NH4+) pada bahan pengisi biofilter. Hal ini disebabkan
nitrogen yang terdapat pada bahan pengisi berupa nitrat, nitrit, amonium
dan nitrogen organik. Pada hari ke-28, konsentrasi N total berkurang
menjadi 3100 ppm dan kembali meningkat di hari ke-35 menjadi 6800 ppm.
Pada akhir pengamatan konsentrasi N total pada biofilter 1 adalah 2800
ppm.
Konsentrasi S total selama penelitian cenderung mengalami
peningkatan (Gambar 9b). Pada hari ke-0 konsentrasi S total adalah 0.13%
dan sempat menurun menjadi 0.08% pada hari ke-7. Setelah itu konsentrasi
S total terus mengalami peningkatan mulai hari ke-14, 21, 28, 35 dan 42
menjadi 0.11; 0.12; 0.24; 0.37; dan 0.38%. Peningkatan konsentrasi sulfat
yang terbentuk memiliki pola yang sama dengan S total. Peningkatan
konsentrasi sulfat ini terjadi akibat pengoksidasian hidrogen sulfida oleh
Thiobacillus sp. Konsentrasi sulfat awal pada bahan pengisi adalah 0.3%
dan sempat menurun pada hari ke-7 menjadi 0.24%. Konsentrasi sulfat pada
akhir pengamatan adalah 1.14%.
Konsentrasi karbon sangat berhubungan dengan populasi bakteri
heterotrof yang terdapat pada bahan pengisi karena karbon merupakan
sumber energi bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup bakteri
heterotrof. Kandungan awal karbon pada biofilter 1 adalah 17.03%. Pada
hari ke-7 dan 14 konsentrasi karbon mengalami peningkatan menjadi
17.64% (Gambar 9c). Hal ini disebabkan populasi bakteri heterotrof pada
hari ke-7 dan 14 mengalami penurunan dari 4.2x109 sel/ gr bahan kering
menjadi 6.4x107 sel/ g bahan kering. Berkurangnya populasi bakteri
heterotrof menyebabkan berkurangnya konsumsi karbon organik.
Memasuki hari ke-14 hingga hari ke-42, terjadi pertumbuhan populasi
bakteri heterotrof. Hal ini menyebabkan konsentrasi karbon cenderung
berkurang hingga pada hari ke-42 menjadi 13.57%.
0
4000
8000
12000
16000
N Total NO3 NH4
Kon
sent
rasi
(ppm
)
(a)
0
0.4
0.8
1.2
1.6
Kon
sent
rasi
(%)
S Total SO4
(b)
0
5
10
15
20
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42Hari ke-
Kon
sent
rasi
(%)
C Organik
(c) Gambar 9. Konsentrasi Beberapa Unsur Pada Biofilter 1: (a) Nitrogen, (b)
Sulfur, (c) Karbon
4. Kapasitas Penyerapan N dan S oleh Biofilter 1
a. Kapasitas Penyerapan N oleh Biofilter 1
Pada Gambar 10 terlihat bahwa beban yang masuk ke dalam
biofilter 1 berada pada rentang 0.009-0.376 g-N/ kg bahan kering/ hari,
sedangkan kapasitas penyerapan N berkisar antara 0-0.167 g-N/ kg bahan
kering/ hari. Garis diagonal merupakan tingkat efisiensi penyerapan.
Titik-titik yang berada lebih dekat dengan garis diagonal menunjukkan
efisiensi yang lebih baik.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0 0.1 0.2 0.3Beban (g-N/ kg bahan kering/ hari)
Peny
erap
an (g
-N/ k
g ba
han
keri
ng/
hari)
0.4
Gambar 10. Kapasitas Penyerapan N Terhadap Beban yang Masuk ke
Biofilter 1
Dari data tersebut dapat terlihat beban maksimal yang dapat
diserap dengan baik oleh biofilter adalah sebesar 0.107 g-N/ kg bahan
kering/ hari dengan penyerapan yang terjadi sebesar 0.097 g-N/ kg bahan
kering/ hari. Jika beban yang diterima lebih besar, maka efisiensi
penyerapan N akan semakin kecil. Hal ini dapat dilihat saat beban yang
diberikan sebesar 0.376 g-N/ kg bahan kering/ hari, maka penyerapan N
hanya sebesar 0.167 g-N/ kg bahan kering/ hari.
Untuk jumlah beban yang sama, seringkali terdapat penyerapan
yang berbeda. Hal ini terjadi akibat efisiensi kinerja biofilter yang
berfluktuatif selama penelitian berjalan.
b. Kapasitas Penyerapan S oleh Biofilter 1
Pada Gambar 11 terlihat bahwa beban yang masuk ke dalam
biofilter 1 berkisar antara 0-3.6 g-S/ kg bahan kering/ hari, sedangkan
penyerapan S berkisar antara 0-3.17 g-S/ kg bahan kering/ hari.
0
1
2
3
4
0 1 2 3 4Beban (g-S/ kg bahan kering/ hari)
Pen
yera
pan
(g-S
/ kg
baha
n ke
ring
/ ha
ri)
Gambar 11. Kapasitas Penyerapan S Terhadap Beban yang Masuk ke
Biofilter 1
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa beban S selama
penelitian berlangsung cenderung berada pada kisaran 0-0.5 g-S/ kg
bahan kering/ hari dan penyerapan yang terjadi cukup baik.
Beban paling besar yang masuk ke biofilter adalah 3.6 g-S/ kg
bahan kering/ hari dan penyerapan yang terjadi sebesar 3.17 g-S/ kg
bahan kering/ hari.
D. KINERJA BIOFILTER 2
1. Penghilangan Amoniak (NH3)
Biofilter 2 merupakan biofilter uji yang dioperasikan dengan
penambahan bakteri Nitrosomonas sp dan Thiobacillus sp. Kinerja dari
biofilter 2 dapat dilihat pada Gambar 12.
Selama penelitian berlangsung, efisiensi biofilter 2 berada antara 0-
85% (Gambar 12a). Pada hari ke-0 dan hari ke-1, efisiensi bernilai 0%.
Pengukuran di lapangan menghasilkan konsentrasi amoniak pada outlet
yang lebih besar dibandingkan dengan inlet. Hal ini terjadi karena kondisi
anaerobik pada biofilter. Kondisi anaerobik menyebabkan senyawa nitrogen
pada tanah bereaksi membentuk amonium (NH4+) (Hanafiah, 2005),
sehingga hasil yang didapatkan pada outlet merupakan penjumlahan antara
amoniak yang dioksidasi Nitrosomonas sp dan amonisasi senyawa nitrogen
pada tanah. Jumlah Nitrosomonas sp pada hari ke-0 cukup besar yaitu
1.4x106 sel/ g bahan kering (Gambar 12c) dan kadar air sebesar 38.3% yang
cukup baik untuk pertumbuhan mikroba (Gambar 12d).
Pada hari ke-7, terjadi penurunan jumlah Nitrosomonas sp yang
cukup signifikan menjadi 1.1x101 sel/ g bahan kering. Penurunan jumlah
Nitrosomonas sp terjadi akibat penurunan kadar air menjadi 36% pada hari
ke-7. Penurunan jumlah Nitrosomonas sp ini juga berpengaruh langsung
terhadap efisiensi kinerja biofilter 2 yang menurun dari 19% pada hari ke-6
menjadi 0% pada hari ke-7 hingga hari ke-11.
Efisiensi biofilter kembali meningkat pada hari ke-12 menjadi 83%.
Peningkatan efisiensi ini berbanding lurus dengan jumlah Nitrosomonas sp
yang hidup dan kadar air pada biofilter. Selain kadar air yang cukup,
tumbuhnya Nitrosomonas sp didukung oleh meningkatnya pH pada bahan
pengisi mendekati 6 yang cocok untuk perkembangan Nitrosomonas sp.
Pada hari ke-18 efisiensi biofilter mencapai 50% namun mengalami
penurunan hingga pada hari ke-21 efisiensi kembali bernilai 0%. Nilai ini
terus bertahan hingga hari ke-28. Kondisi ini disebabkan penurunan kadar
air dari 35.6% pada hari ke-21 menjadi 34% pada hari ke-28. Hal ini
menyebabkan jumlah Nitrosomonas sp turun menjadi 0.9x101 sel/ gr bahan
kering.
Efisiensi biofilter 2 kembali meningkat pada hari ke-29 menjadi 81%
dan mencapai nilai maksimumnya pada hari ke-31 yaitu 85%. Dimulai hari
ke-32 hingga hari ke-42 terlihat efisiensi cenderung mengalami penurunan
meskipun sempat naik pada hari ke-34, 37 dan 31.
Kadar air awal pada biofilter 2 lebih tinggi dibandingkan dengan
biofilter 1 karena adanya penambahan inokulum cair Nitrosomonas sp dan
Thiobacillus sp. Penambahan ini juga menyebabkan bahan pengisi pada
biofilter 2 lebih padat sehingga kadar air pada setiap pengukuran tidak
berbeda terlalu jauh. Kepadatan bahan pengisi yang tinggi menyebabkan air
sulit untuk mengalir karena pori-pori pada tanah mengecil dan jumlahnya
tidak terlalu banyak (Hanafiah, 2005).
0
0.1
2
3
4
5
0.6
0.7
Kon
sent
rasi
(ppm
)
20
40
60
80
100
Efis
iens
i (%
)
(a) Inlet
0.
0.
0.
0. OutletEfisiensi
0
0
2
4
6
8
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Hari ke-
pH
L-1 L-2 L-3 rata-rata
(b)
0
10
20
30
40
50
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42Hari ke-
Kad
ar a
ir(%
)
L-1 L-2 L-3 rata-rata
0
2
4
6
8
10
12
Log
sel c
fu d
an M
PN
Mikroba HeterotrofThiobacillus spNitrosomonas sp
(c) (d) Gambar 12. Kondisi dan Kinerja Penghilangan NH3 Biofilter 2 : (a) Inlet-
Outlet dan Efisiensi, (b) pH, (c) Jumlah Mikroba Heterotrof, Thiobacillus sp dan Nitrosomonas sp, (d) Kadar Air
2. Penghilangan Hidrogen Sulfida
Efisiensi penghilangan hidrogen sulfida biofilter 2 selama penelitian
berlangsung berkisar antara 0-100% (Gambar 13). Pada hari ke-0 sampai
dengan hari ke-10 efisiensi bernilai sangat kecil dan peningkatan efisiensi
yang cukup besar terjadi pada hari ke-11. Ketidakstabilan efisiensi ini
terjadi akibat sedikitnya Thiobacillus sp yang tumbuh. Walaupun telah
ditambahkan inokulum Thiobacillus sp, pada hari ke-0 hingga hari ke-7
tidak ditemukan Thiobacillus sp yang hidup pada biofilter. Memasuki hari
ke-14 barulah terdapat Thiobacillus sp sebanyak 2.9x103 sel/ g bahan kering
(Gambar 12c).
Efisiensi berlangsung cukup baik pada hari ke-19 hingga hari ke-25.
Jika dilihat dari jumlah Thiobacillus sp yang tumbuh, maka terlihat pada
hari ke-14 hingga hari ke-28 Thiobacillus sp tumbuh dengan baik sehingga
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Hari ke-
Kon
sent
rasi
(ppm
)
0
20
40
60
80
100
Efis
iens
i (%
)
InletOutletEfisiensi
Gambar 13. Kinerja Penghilangan H2S Biofilter 2
didapat korelasi antara Thiobacillus sp dengan efisiensi biofilter pada
rentang waktu tersebut. Walaupun terjadi penurunan kadar air pada hari ke-
14 sebesar 42% menjadi 34% pada hari ke-28, Thiobacillus sp masih dapat
tumbuh dengan baik pada kadar air tersebut.
Memasuki hari ke-26, efisiensi biofilter turun drastis menjadi 0% dan
bertahan hingga hari ke-30. Hal ini disebabkan menurunnya populasi
Thiobacillus sp dari 4.7x103 sel/ g bahan kering pada hari ke-28 menjadi
2.1x103 sel/ g bahan kering pada hari ke-35. Dari data ini terlihat penurunan
jumlah Thiobacillus sp berpengaruh besar terhadap menurunnya efisiensi
biofilter.
Efisiensi biofilter 2 kembali meningkat menjadi 59% pada hari ke-32
dan 100% pada hari ke-33 sampai hari ke-36. Walaupun sempat turun pada
hari ke-37, 39 dan 40, efisiensi memiliki kecenderungan konstan memasuki
minggu terakhir pengamatan. Peningkatan Thiobacillus sp juga terlihat pada
hari terakhir pengamatan yaitu sebesar 4.1x104 sel/ gr bahan kering.
Selama penelitian berlangsung dapat dilihat pH pada biofilter 2
cenderung stabil pada rentang 4.8-6 (Gambar 12b). Proses perombakan
hidrogen sulfida oleh Thiobacillus sp akan menghasilkan sulfat (SO4-) yang
bersifat asam. Hal ini berbeda dengan yang terlihat dari pengamatan selama
penelitian. pH pada biofilter 2 dapat bertahan pada rentang 4.8-6 akibat
kemampuan tanah sebagai buffer. Selain itu, pada awal pengamatan terjadi
kondisi biofilter yang anaerobik akibat blower yang tidak bekerja 24 jam.
Kondisi ini akan menyebabkan tanah melakukan proses amonifikasi
terhadap senyawa nitrogen yang ada pada tanah menjadi amonium (NH4+)
yang bersifat basa sehingga pH pada biofilter cenderung meningkat.
3. Konsentrasi Nitrogen, Sulfur dan Karbon Pada Biofilter 2
Konsentrasi awal N total pada biofilter 2 adalah 1700 ppm (Gambar
14a). Jumlah ini tetap bertahan sampai dengan hari ke-7. Pada hari ke-14,
konsentrasi N total meningkat menjadi 2000 ppm. Peningkatan ini
disebabkan bertambahnya konsentrasi nitrat hasil pengoksidasian amoniak.
Hal ini terlihat dari peningkatan konsentrasi nitrat dari 3358 ppm pada hari
ke-0 menjadi 5740 ppm pada hari ke-14. Selain nitrat, peningkatan
konsentrasi N total juga dipengaruhi peningkatan konsentrasi amonium dari
70 ppm pada hari ke-0 menjadi 106 ppm pada hari ke-14. Mulai dari hari
ke-14, konsentrasi N total, nitrat dan amonium cenderung mengalami
penurunan hingga akhir pengamatan. Penurunan ini terjadi akibat efisiensi
biofilter 2 yang kurang baik sehingga hasil dari pengoksidasian amoniak
seperti nitrat dan amonium berkurang.
Konsentrasi S total awal pada biofilter 2 adalah 0.06% sedangkan
konsentrasi sulfat adalah 0.18% (Gambar 14b). Dari grafik dapat dilihat
bahwa pola konsentrasi antara S total dengan sulfat yang terbentuk
memiliki kemiripan. Pada hari ke-7, konsentrasi sulfat meningkat menjadi
1.23%. Peningkatan konsentrasi sulfat ini mempengaruhi konsentrasi S total
yang meningkat menjadi 0.41% pada hari yang sama. Konsentrasi sulfat
cenderung mengalami kenaikan hingga akhir pengamatan. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadi proses pengoksidasian hidrogen sulfida pada
biofilter, hanya saja kinerjanya kurang baik karena konsentrasi sulfat dan S
total tidak stabil.
Konsentrasi karbon organik awal pada biofilter 2 sebesar 15.04% dan
pada hari ke-42, karbon organik yang tersisa sebesar 11.56% (Gambar 14c).
Konsentrasi karbon organik berbanding terbalik dengan populasi bakteri
heterotrof yang hidup karena semakin banyak populasi, semakin bertambah
pula kebutuhan karbon organik sebagai sumber energi bagi bakteri
heterotof. Jumlah bakteri heterotrof pada hari ke-0 adalah 5.8x109 g sel/ gr
bahan kering dan pada hari ke-42 menjadi 2.1x1010 sel/ gr bahan kering.
0
0.4
0.8
1.2
1.6
Kon
sent
rasi
(%)
S Total SO4
0
0
5
10
15
20
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Hari ke-
Kon
sent
rasi
(%)
C Organik
4000
8000
12000
000
Kon
sent
rasi
(ppm
)
16 N Total NO3 NH4 (a)
(b) (c) Gambar 14. Konsentrasi Beberapa Unsur Pada Biofilter 2: (a) Nitrogen, (b)
Sulfur, (c) Karbon.
4. Kapasitas Penyerapan N dan S oleh Biofilter 2
a. Kapasitas Penyerapan N oleh Biofilter 2
Kapasitas penyerapan N pada biofilter 2 dapat dilihat pada Gambar 15.
Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa beban yang masuk ke dalam biofilter 2
berada pada rentang 0.008-0.327 g-N/ kg bahan kering/ hari sedangkan kapasitas
penyerapan N berkisar antara 0-0.094 g-N/ kg bahan kering/ hari.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0 0.1 0.2 0.3Beban (g-N/ kg bahan kering/ hari)
Peny
erap
an (g
-N/ k
g ba
han
keri
ng/
hari)
0.4
Gambar 15. Kapasitas Penyerapan N Terhadap Beban yang Masuk ke Biofilter 2
Penyerapan maksimal terjadi pada saat beban yang masuk ke
dalam biofilter sebesar 0.102 g-N/ kg bahan kering/ hari. Penyerapan
yang terjadi sebesar 0.094 g-N/ kg bahan kering/ hari. Saat beban yang
masuk lebih besar dari 0.102 g-N/ kg bahan kering/ hari maka
penyerapan yang terjadi akan menurun. Hal ini dapat dilihat dari titik-
titik yang semakin jauh dari garis diagonal saat beban yang masuk
mengalami peningkatan.
b. Kapasitas Penyerapan S oleh Biofilter 2
Kapasitas penyerapan S oleh biofilter 2 dapat dilihat pada gambar
16. Dari gambar terlihat bahwa beban yang masuk ke dalam biofilter 2
berkisar antara 0- 3.138 g-S/ kg bahan kering/ hari, sedangkan kapasitas
penyerapan S berkisar antara 0- 2.838 g-S/ kg bahan kering/ hari.
0
1
2
3
4
0 1 2 3 4Beban (g-S/ kg bahan kering/ hari)
Pen
yera
pan
(g-S
/ kg
baha
n ke
ring
/ ha
ri)
Gambar 16. Kapasitas Penyerapan S Terhadap Beban yang Masuk ke Biofilter 2
Beban yang masuk ke dalam biofilter selama penelitian
berlangsung umumnya terdapat pada 0-0.4 g-S/ kg bahan kering/ hari dan
penyerapan yang terjadi cukup baik karena banyak titik yang berada
dekat dengan garis diagonal. Beban maksimal yang diterima sebesar
3.138 g-S/ kg bahan kering/ hari dengan kapasitas penyerapan yang
cukup baik yaitu sebesar 2.8383 g-S/ kg bahan kering/ hari.
E. PERBANDINGAN KINERJA PENGHILANGAN N DAN S
Berikut adalah perbandingan kinerja penghilangan N dan S biofilter
pada penelitian sebelumnya:
Tabel 3. Perbandingan Penyerapan N dan S Biofilter pada Beberapa Pabrik Karet
Lokasi Penyerapan N
(g-N/ kg BK/ hari)
Penyerapan S
(g-S/ kg BK/ hari)
Sumber
Pabrik RSS Cibungur,
Bogor
2.87 0.02 Indriasari
(2005)
Pabrik Karet Sukamaju,
Sukabumi
67.29 2.56 Pahlevi
(2007)
Pabrik Karet Cikumpay,
Purwakarta
0.16 3.17
Dari Tabel 3 terlihat bahwa kapasitas penyerapan N pada penelitian ini
merupakan yang paling rendah dibandingkan dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yaitu sebesar 0.16 g-N/ kg bahan kering/ hari. Untuk kapasitas
penghilangan S pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yaitu sebesar 3.17 g-S/ kg bahan kering/
hari. Perbedaan kapasitas penyerapan N dan S biofilter ini disebabkan
beberapa hal, diantaranya ialah penggunaan deorub dan bahan pengisi yang
digunakan. Pabrik RSS Cibungur, tidak menggunakan deorub untuk
mengantisipasi bau yang ditimbulkan dari gudang leum, sedangkan pabrik
karet Sukamaju menggunakan deorub dengan dosis yang kecil dan waktu
yang tidak beraturan. Penggunaan deorub yang teratur di pabrik karet
Cikumpay menyebabkan pertumbuhan bakteri Nitrosomonas sp pada biofilter
terhambat sehingga proses pengoksidasian NH3 tidak berjalan dengan baik.
Bahan pengisi biofilter yang digunakan di pabrik RSS Cibungur berupa
tanah, kompos, sekam, serasah daun karet serta sludge dari instalasi
pengolahan limbah cair pabrik karet. Penambahan sludge dan kompos mampu
meningkatkan kinerja biofilter karena pada sludge dan kompos terdapat nutrisi
yang dibutuhkan oleh bakteri. Bahan pengisi yang digunakan pada biofilter di
pabrik karet Cikumpay terdiri dari tanah dan sekam, serta kompos sebagai
sumber nutrisi bakteri.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Emisi amoniak yang terdapat pada gudang leum pabrik karet PTPN VIII
Cikumpay berkisar antara 0.01-0.46 ppm sehingga masih berada dibawah
baku mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 2 ppm. Emisi hidrogen sulfida
berkisar antara 0-1.9 ppm, berada diatas baku mutu yang ditetapkan
pemerintah yaitu 0.02 ppm.
Karakteristik bahan pengisi awal biofilter 1 memiliki kadar air 35.34%
dan nilai pH 5.0. Kandungan N total, S total dan C total biofilter 1 secara
berurutan adalah 0.18%; 0.13%; 17.03%. Bahan pengisi awal biofilter 2
memiliki kadar air 38.30% dan pH 4.8. Kandungan N total, S total dan C
biofilter 2 secara berurutan adalah 0.17%; 0.06%; 15.04%.
Efisiensi penghilangan amoniak pada biofilter 1 (kontrol, tanpa
penambahan starter bakteri) berkisar antara 0-85%, dengan efisiensi rata-rata
sebesar 26.62%. Kinerja penghilangan amoniak biofilter 1 kurang baik karena
efisiensinya rendah dan tidak stabil. Untuk penghilangan hidrogen sulfida,
efisiensi berkisar antara 0-100% dengan efisiensi rata-rata sebesar 31.42%. .
Efisiensi penghilangan amoniak pada biofilter 2 (uji, dengan
penambahan starter bakteri) berkisar antara 0-85% dengan efisiensi rata-rata
sebesar 20.42%. Kinerja penghilangan amoniak tidak cukup baik karena
terjadi sangat berfluktuasi dan efisiensi yang rendah. Untuk penghilangan
hidrogen sulfida, efisiensi berkisar antara 0-100% dengan efisiensi rata-rata
sebesar 29.42%.
Pada akhir penelitian, kadar air pada biofilter 1 mengalami penurunan
menjadi 21.00%, sedangkan pH mengalami peningkatan menjadi 6.0.
Kandungan N total, S total dan C total biofilter 1 pada akhir pengamatan
secara berurutan adalah 0.28%; 0.38%; 13.57%. Kadar air biofilter 2 menurun
menjadi 36.67% dan pH meningkat menjadi 6.0. Kandungan N total, S total
dan C total biofilter 2 pada akhir pengamatan secara berurutan adalah 0.24%;
0.46%; 11.56%.
Kisaran populasi bakteri Thiobacillus sp pada biofilter 1 dan 2
adalah sampai dengan 6.54x104 sel/ g-contoh dan sampai dengan 4.1x104 sel/
g-contoh. Populasi bakteri Nitrosomonas sp pada biofilter 1 dan 2 adalah
sampai dengan 2.8x101 sel/ g-contoh dan 0.9x101-1.4x106 sel/ g-contoh.
Kisaran populasi bakteri heterotrof pada biofilter 1 dan 2 adalah 6.40x107-
1.13x1010 sel/ g-contoh dan 6.01x108-1.13x1010 sel/ g-contoh.
Kapasitas penyerapan N oleh biofilter 1 berkisar antara 0-0.16 g-N/ kg
bahan kering/ hari sedangkan penyerapan S berkisar antara 0-3.17 g-S/ kg
bahan kering/ hari. Kapasitas penyerapan N oleh biofilter 2 berkisar antara 0-
0.094 g-N/ kg bahan kering/ hari sedangkan penyerapan S berkisar antara 0-
2.83 g-S/ kg bahan kering/ hari.
B. SARAN
1. Dalam perancangan biofilter, dibutuhkan perhitungan waktu kontak yang
tepat antara polutan dengan bahan pengisi yang mengandung bakteri
pengoksidasi polutan sehingga didapat jumlah flow inlet yang sesuai agar
polutan dapat teroksidasi secara sempurna dan meningkatkan kinerja
biofilter.
2. Dibutuhkan dua buah blower yang bekerja secara bergantian agar biofilter
selalu dalam kondisi aerobik. Alternatif lain adalah penggunaan blower
yang tahan bekerja 24 jam dalam rentang waktu yang cukup lama.
3. Untuk menjaga populasi bakteri pengoksidasi diperlukan pengaturan
kondisi bahan pengisi yang lebih cermat, terutama kadar air dan pH.
4. Gudang leum sebaiknya menerapkan sistem first in-first out (FIFO) agar
leum tidak menumpuk terlalu lama di gudang yang menyebabkan
kosensentrasi H2S menjadi tinggi, selain itu penggunaan deorub harus
dihentikan apabila ingin mengaplikasikan biofilter karena uap deorub yang
masuk ke biofilter dapat membunuh bakteri Nitrosomonas sp pada biofilter.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1991. Kimia Tanah. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
Anonim. 2005. Ammonia. (online). Diperoleh dari http :// en.wikipedia. org/ wiki/ Ammonia ( 13 Juni 2008). Anonim. 2005. Thiobacillus. (online). Diperoleh dari http :// genome.jgi-psf. org/ finished_microbes/ niteu/ niteu. home. html (13 Juni 2008) BPS. 2002. Perkebunan Besar. Badan Pusat Statistik. Buckman, H. O dan N. C. Brandy. 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara,
Jakarta Chou, M. S dan W. H. Cheng. 1997. Screening Biofiltering Material for VOC
Treatment. Journal of The Air and Waste Managment Association; 47: 674-681.
Devinny, J. S., M. A Deshusses dan T. S. Webster. 1999. Biofiltration fo Air Pollution Control. Lewis Publishers, New York
Edmons, P. 1978. Microbiology an Environmental Perspective. Collier Macmillan, London.
Gaur, A. R. 1983. Manual of Rural Composting. FAO. Goutara, B., Djatmiko dan W. Tjiptadi. 1985. Dasar Pengolahan Karet.
Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB, Bogor. Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta. Hirai, M., M. Kamamoto, M. Yani dan M. Shoda. 2001. Comparison of The
Biological NH3 Removal Characteristics Amoung Four Inorganic Packing Materials. Journal of Bioscience and Bioengineering. Vol 91(4):396-402.
Indriasari, S. 2005. Penerapan Teknik Biofilter Skala Pilot Pada penghilangan Gas Penyebab Bau Dari Gudang Penyimpanan Leum Industri Karet (Ribbed Smoke Sheet). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kleinjan, W. 2005. Biologically Produced Sulfur Particles and Polysulfide Ions. Wageningen. Wageningen Univesiteit.
Martin, R. W., J. R. Mihelcic dan J. C. Crittenden. 2004. Design and Performance Strategy Using Modeling for Biofiltration Control of Odorous Hydrogen Sulfide. Journal of The Air and Waste Management Association vol 54(7):834-844.
Ottengraf, S. P. P. 1986. Exhaust Gas Purification in Biotechnology 8 (eds). Rehm, H. J and Reed, G. VCH.
Pahlevi, D. 2007. Penghilangan Emisi Bau Pada Pabrik Karet Remah. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Schmidt, D., K. Janni dan R. Nicolai. 2004. Biofilter Design Information. Department of Biosystems and Agricultural Engineering University of Minnesota.
Solichin, M. 1988. Permasalahan dan Pencegahan Prokoagulasi Lateks Kebun. Lateks Vol III. 2:18-21.
Turk, A., J. Turk dan J. T Wittes. 1972. Ecology, Pollution, Environment. W. B Saunders Company, Philadelphia.
Zuhra, C. F. 2006. Karet. Karya Ilmiah. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Sumatera Utara.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Metode Analisis Penelitian
1. Pengujian NH3 (SNI 19-7119.1-2005)
Buat terlebih dahulu larutan Nessler dengan melarutkan 160 g NaOH
pada 500 ml akuades dalam labu takar 1 liter dan dinginkan. Timbang 100 g
HgI2 dan 70 g KI, kemudian larutkan pada gelas piala dengan sedikit akuades.
Selanjutnya larutan ini ditarnbahkan sedikit demi sedikit ke dalam labu takar
yang telah berisi larutan NaOH. Campuran yang terbentuk diencerkan sampai
tanda tera. Untuk penetapannya, takar 50 ml sampel yang telah berisi NH3
dipipet pada labu takar 50 ml kemudian tambahkan dengan 1 ml larutan
Nessler. Campuran yang berada di labu takar di kocok dan didiamkan selarna
10 menit sebelurn diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 400-425 nm. Tentukan konsentrasi NH3 dengan
menggunakan larutan NH4Cl pada konsentrasi 10mg NH3-N/liter.
2. Pengukuran H2S (Herwati, 2002)
Bahan
a. Larutan Penyerap Zn Acetat 5 %
b. Larutan Diamin 0.15 % (N, N-Dimethyl-l,4-Phenylen Diamonium
Diklorida)
c. Larutan FeCI3 25 %
d. Larutan Induk Standar H2S (Na2S.9H2O 0.12 %)
e. Aquades
f. Larutan Natrium Thiosulfat 0.1 N
g. Larutan lodin 0.1 N
h. Larutan Indikator Amilum
i. Larutan HCI.
Alat
a. Labu Ukur 50 ml
b. Pipet Mohr 1 ml, 5 ml, 10 ml
c. Erlenmeyer
d. Buret 50 ml
e. Spektrophotometer UV-Vis
Cara Kerja
a. Larutan Kurva Standar Kalibrasi H2S
Sediakan 6 buah labu ukur 50 ml. Ke dalam rnasing-masing labu ukur
pipet 0.05; 0.1; 0.2: 0.3 dan 0.4 ml larutan induk standar H2S 86.904ppm
Kedalam masing-masing labu tersebut tambahkan 1 ml larutan Diamin dan
1.5 ml larutan FeCI3 dan 10 ml larutan penyerap Zn-Acetat, kemudian
encerkan dengan akuades hingga tanda tera. Ukur absorbansinya dengan
spektrofotometer setelah 15 - 30 menit pada panjang gelombang 560 nm dan
gunakan blanko, yaitu labu ukur berisi 0 ml larutan induk standar H2S.
* Standarisasi larutan induk standar H2S
b. Larutan Sampel
Pindahkan larutan penyerap yang telah mengandung H2S ke dalam labu
ukur 50 ml, tambahkan 1 ml larutan diamin dan 1.5 ml larutar FeCI3.
Encerkan dengan air suling hingga tanda tera. Ukur dengan spektrofotometer
seperti pada pengukuran standar kalibrasi H2S.
c. Hitung Kandungan H2S di Udara dalam µ/M3
µg x t + 273 x 1000
H2S µ/M3) =
V 298
µg = µg sampel H2S yang didapat dari grafik
t = Suhu dalam °C
V = Volume udara dalam L
Pipet 10 ml larutan induk standar H2S kedalam Erlenmeyer, tambahkan 5 ml
larutan iodine 0.1 N dan 5 ml lautan HCI 0.1 N. Titrasi kelebihan iodin
dengan larutan Natrium Thiosulfat 0.1 N (gunakan larutan indikator amilum).
Lakukan titrasi blanko dengan rnenggunakan 10 ml air suling sebagai
pengganti larutan induk standar H2S
(A-B) x N x 0.0017 x 1000 x 1000
H2S (µ/ml) =
0.1 x 10
A = Volume Natrium Thiosulfat unruk penitaran blanko (ml)
B = Volume Natrium Thiosulfat untuk penitaran sampel (ml)
N = Normalitas Natriuin Thiosulfat
Standarisasi dilakukan setiap kali digunakan
3. Pengukuran pH
Pengukuran pH cairan kultur dilakukan dengan menggunakan pH-meter
yang telah dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer standar. Sampel
cairan kultur langsung diukur dengan pH-meter tanpa dilakukan pengenceran
terlebih dahulu.
4. Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1995)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 °C selama
1 jam (sampai didapat berat konstan cawan). Dinginkan cawan dalarn desikator
selama 30 menit setelah itu ditimbang. Contoh yang akan ditentukan kadar
airnya ditimbang sebanyak 2-5 gram. Cawan yang telah berisi contoh
dimasukan dalam oven bersuhu 100-105°C selama 5 jam sampai bobotnya
konstan. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan berikut:
B1 – B2
% kadar air = x 100%
B
Keterangan : B Bobot contoh (g)
B 1 = Bobot (contoh + cawan) sebelum dikeringkan (g)
B 2 = Bobot (contoh + cawan) seteiah dikeringkan (g)
5. Pengukuran Nitrat (Anonymous, 1978)
Kadar nitrat diukur dalam bentuk NO3-. Sampel kompos basah sebanyak
10 gram diblender sampai hancur dan dilarutkan sampai 100 ml. Sampel
disaring, kemudian dipipet sebanyak 2 ml dan diencerkan kembali sampai 50
ml. Hasil pengenceran diambil sebanyak 5 atau 10 ml. Kernudian ditambahkan
dengan dengan 0,5 ml Brucine 5 % dan 2,5 ml H2S04, kernudian didinginkan.
Sampel tersebut kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 410 nm.
6. Pengukuran NOx
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Metode Gas
Chromatography (GC). Contoh gas dipersiapkan dengan mengambil gas di
sebuah ruangan menggunakan sirin yang telah berisi contoh gas.
7. Kadar Nitrogen (Anonymous, 1978)
Contoh sebanyak 0.1 gram yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam
labu kedalam 30 ml. Contoh ditambahkan 2.5 ml H2S04 pekat, 1 gram katalis
dan batu didih. Contoh selanjutnya didestruksi selama 1-1.5 jam atau hingga
cairan berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan, lalu isinya
dipindahkan ke dalam alat destitasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50%,
kemudian dibilas dengan air suling. Labu kocok berisi HCl 0.02 N diletakkan di
bawah kondensor, sebelurnnya ditambahkan ke dalamnya 2-4 tetes indikator
(campuran metil merah 0.02 % dalam alkohol dan metil biru 0,02 % dalam
alkohol dengan perbandingan 2 : 1). Ujung tabung kondensor harus terendam
dalam labu larutan HCL kernudian dilakukan destilasi sampai sekitar 25 ml
destilat dalam labu kocok. Hasil destilat dalam labu kocok selanjutnya dititrasi
dengan NaOH 0.02 N sampai terjadi perubahan warna ungu menjadi hijau.
Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.
ml titrasi blanko – ml titrasi contoh) x N HCL x 14 x 100
% N =
Mg sampel
8. Kadar Karbon Total (Anonymous, 1978)
Contoh kering udara sebanyak 0,25 gram dimasukan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan S ml K2Cr2O7 1 N dan 2.5 ml H2S04 perlahan-
lahan. Larutan tersebut dikocok-kocok hingga reaksi sempurna.
Sebanyak 1 ml larutan di atas dimasukan ke dalam Erlenmeyer 125 ml
dan ditambah 9 ml akuades. Kemudian, dititrasi dengan Fe2SO4 0,1 N dengan
indikator diphenilamin sebanyak 2 atau 3 tetes.
Titrasi dihentikan jika berubah menjadi warna hijau. Kadar karbon
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(ml titrasi blanko – ml titrasi contoh) x N Fe2SO4 x 3 x 100 x 10
% C =
Mg sampel
9. Penentuan Kadar Sulfat (Lodge, 1988)
a. Pembuatan Larutan
• Penyangga A
Sebanyak 30 gram MgCI26 H2O, 5gram CH3COONa.3H20, 1
gram KNO3 dan 20 ml asam asetat (99%) dilarutkan ke dalarn 500 ml air
suling, kemudian diencerkan hingga 1 liter.
• Standar Sulfat 100 mg/ L
Sebanyak 0.1479 gram Na2SO4 ditimbang dengan tepat.
Kemudian dilarutkan dengan air suling dan diencerkan hingga 1 liter.
Larutan akan dijadikan larutan standar sulfat 100 mg/ L yang akan
digunakan untuk pembuatan kurva standar sulfat.
b. Pembuatan Kurva Standar
Larutan sulfat 100 mg/ l dipipet secara serial dan diencerkan hingga
volume tertentu. Sebanyak 10 ml hasil pengenceran secara serial tersebut
dipipet, lalu ditambahkan 2 ml larutan penyangga dan dikocok dengan
vortex selama 1 menit, kemudian ditambahkan 0,02 gram sampai 0,03 gram
kristal BaCI2-. Hasilnya dituangkan ke dalam kuvet dan diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm dan dibuat kurva hubungan
antara konsentrasi sulfat dan absorbansi.
c. Analisis Sulfat
Sebanyak 10 ml sampel ditambahkan dengan 2 ml larutan
penyangga dan dikocok dengan vortex selama 1 menit. Kemudian
ditambahkan 0,02 gram sampai 0,03 gram kristal BaCI2. Hasilnya
dituangkan kedalam kuvet dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 420 nm.
Lampiran 2. Cara Kerja Pengujian Mikroba
1. Pengujian Bakteri Heterotrof dengan Metode TPC (Anas, 1989)
a. Pembuatan larutan fisiologis
Sebanyak 8.5 gr NaCl dilarutkan dalam satu liter akuades. Larutan
kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 120oC selama 20 menit.
Setelah dingin, larutan dimasukkan ke dalam tabung ulir steril sebanyak 9
ml.
b. Pembuatan seri pengenceran
Tanah seberat 10 gr dimasukkan ke dalam 90 ml larutan fisiologis
dalam Erlenmeyer ukuran 250 ml. Setelah tercampur merata, larutan diambil
sebanyak 1ml menggunakan mikropipet ke dalam tabung ulir yang berisi 9
ml larutan fisiologis. Pengenceran ini adalah pengenceran 10-1. Pengenceran
dilakukan hingga 10-8.
Bahan yang disiapkan untuk media bakteri heterotrof per liter adalah
sebagai berikut:
• Nutrien agar (NA) 23 gram
• Akuades 1 liter
NA dilarutkan dengan akuades hingga volume mencapai satu liter dan
dipanaskan sambil diaduk rata. Setelah itu di masukkan ke dalam autoclave
pada suhu 120oC selama 20 menit. Setelah suhu berkisar antara 40-45oC,
media dituang ke dalam 3 buah cawan petri (pengenceran 10-6, 10-7, 10-8) dan
ditunggu hingga memadat. Setelah padat, cawan petri disimpan di dalam
inkubator dengan suhu 28oC secara terbalik. Pengamatan dilakukan setelah
48-72 jam dan dihitung menggunakan alat Quebec Colony Counter.
2. Pengujian Bakteri Thiobacillus sp dengan Metode TPC (Anas, 1989)
a. Pembuatan larutan fisiologis
Sebanyak 8.5 gr NaCl dilarutkan dalam satu liter akuades. Larutan
kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 120oC selama 20 menit.
Setelah dingin, larutan dimasukkan ke dalam tabung ulir steril sebanyak 9
ml.
b. Pembuatan seri pengenceran
Pembuatan seri pengenceran untuk bakteri Thiobacillus sp sama
dengan bakteri heterotrof, hanya saja pengenceran yang digunakan mulai dari
10-1sampai 10-3.
Bahan yang disiapkan untuk media bakteri Thiobacillus sp per liter
adalah sebagai berikut:
• Agar kosong (Bacto Agar) 15 gram
• Na2S2O3 5 gram
• FeSO4 0.001 gram
• KH2PO4 4 gram
• MgSO4.7H2O 0.5 gram
• (NH4)2SO4 0.4 gram
• CaCl2 0.25 gram
• Akuades 1 liter
Media dilarutkan dengan akuades hingga volume mencapai satu liter
dan dipanaskan sambil diaduk rata. Setelah itu di masukkan ke dalam
autoclave pada suhu 120oC selama 20 menit. Setelah suhu berkisar antara 40-
45oC, media dituang ke dalam 3 buah cawan petri (pengenceran 10-1, 10-2,
10-3) dan ditunggu hingga memadat. Setelah padat, cawan petri disimpan di
dalam inkubator dengan suhu 28oC secara terbalik. Pengamatan dilakukan
setelah 48-72 jam dan dihitung menggunakan alat Quebec Colony Counter.
3. Pengujian Bakteri Nitrosomonas sp dengan Metode MPN (Anas, 1989)
a. Pembuatan seri pengenceran
Tanah seberat 10 gr dimasukkan ke dalam 90 ml larutan fisiologis
dalam Erlenmeyer ukuran 250 ml. Setelah tercampur merata, larutan diambil
sebanyak 1ml menggunakan mikropipet ke dalam tabung ulir yang berisi 9
ml larutan media Nitrosomonas sp. Pengenceran ini adalah pengenceran 10-1.
Bahan yang disiapkan untuk media bakteri Nitrosomonas sp per liter
adalah sebagai berikut:
• (NH4)2SO4 3 gram
• KH2PO4 0.5 gram
• MgSO4.7H2O 0.05 gram
• CaCl2 0.004 gram
• Cressol red (0.0005% solution) 25 ml
• Ferric EDTA solution 0.1 ml
• Akuades 1 liter
Media dilarutkan akuades hingga volume mencapai satu liter akuades
dan diaduk rata. Setelah itu di masukkan ke dalam autoclave pada suhu
120oC selama 20 menit. Setelah itu, media dimasukkan ke dalam tabung ulir
steril sebanyak 36 buah (pengenceran 10-1 hingga 10-12 dengan 3 ulangan)
sebanyak 9 ml. Tabung ulir yang telah diencerkan kemudian diletakkan di
inkubator pada suhu 28oC selama empat minggu. Tabung ulir yang berubah
warna dari merah menjadi kuning menunjukkan reaksi yang positif.
b. Perhitungan nilai MPN
Untuk menghitung MPN organisme yang ada dalam contoh, dipilih
tabung dengan jumlah reaksi positif pada konsentrasi yang paling rendah,
dimana semua tabung bereaksi positif. Untuk p2 dan p3 mewakili jumlah
tabung positif pada pengenceran yang lebih tinggi dari p1. Selanjutnya angka
dilihat pada tabel Halvorson dan Ziegler untuk tiga tabung. Nilai diperoleh
dari tabel tersebut dengan melihat angka p1, p2 dan p3, dikalikan dengan
faktor pengenceran pada p1.
Lampiran 3a. Kurva Standar NH3 (panjang gelombang 420 nm)
ml standar absorbansi g-NH3 g-N
0 0 0.000 0.000
1 0.075 0.064 0.052
2 0.154 0.127
3 0.167 0.191 0.157
4 0.231 0.254 0.209
5 0.301 0.318 0.262
6 0.39 0.381 0.314
7 0.459 0.445 0.366
8 0.497 0.508 0.419
y = 1.2132x - 0.0049R2 = 0.9924
0.45 0.50
0.00 0.05 0.10
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50
g-N
abso
rban
si
0.15
0.20 0.25 0.300.35
0.40
Lampiran 3b. Hasil Pengamatan NH3, Inlet, Outlet, dan Efisiensi
Biofilter 1
Inlet Outlet
Hari ke- ppm
g-N setiap sampling ppm
g-N setiap sampling Efisiensi (%)
0 0.1149 9.7180 0.1131 5.5156 43.24 1 0.1178 9.8371 0.2208 10.6347 0.00 2 0.2109 17.7140 0.1201 5.8165 67.16 3 0.0695 5.8261 0.0548 2.6482 54.55 4 0.0444 3.7136 0.0659 3.1831 14.29 5 0.0987 8.3769 0.2516 12.3036 0.00 6 0.0895 7.4613 0.0444 2.1318 71.43 7 0.0799 6.7927 0.0693 3.3963 0.00 8 0.0736 6.2618 0.0213 1.0436 0.00 9 0.0125 1.0523 0.0216 1.0523 0.00
10 0.4618 38.9622 0.4439 21.5872 44.59 11 0.0122 1.0422 0.0212 1.0422 0.00 12 0.1273 10.7686 0.1778 8.6674 19.51 13 0.0756 6.3495 0.0219 1.0582 83.33 14 0.0716 6.0489 0.0216 1.0520 0.00 15 0.1522 12.8698 0.0808 3.9397 69.39 16 0.0247 2.0942 0.0214 1.0471 50.00 17 0.1241 10.4990 0.1130 5.5120 47.50 18 0.1210 10.2365 0.0484 2.3623 76.92 19 0.0319 2.6613 0.1715 8.2500 0.00 20 0.0965 8.0178 0.0558 2.6726 66.67 21 0.1408 11.7288 0.1387 6.6641 43.18 22 0.2048 17.0600 0.2664 12.7950 25.00 23 0.1862 15.4859 0.2060 9.8789 36.21 24 0.1445 12.0188 0.1894 9.0809 24.44 25 0.1159 9.6244 0.1731 8.2877 0.00 26 0.1093 9.0838 0.1004 4.8091 47.06 27 0.0871 7.2254 0.1342 6.4226 0.00 28 0.1186 9.8725 0.1724 8.2715 16.22 29 0.1224 10.1624 0.0894 4.2789 57.89 30 0.0708 5.8816 0.0223 1.0694 81.82 31 0.1514 12.5734 0.0224 1.0701 91.49 32 0.0128 1.0666 0.0222 1.0666 0.00 33 0.1217 10.1360 0.0278 1.3337 86.84 34 0.0739 6.1449 0.0279 1.3359 78.26 35 0.0674 5.6070 0.0947 4.5390 19.05 36 0.0547 4.5449 0.2121 10.1591 0.00 37 0.0322 2.6726 0.0223 1.0690 60.00
38 0.0931 7.7429 0.0724 3.4710 55.17 39 0.1348 11.2139 0.0501 2.4030 78.57 40 0.0769 6.4017 0.0222 1.0669 83.33 41 0.1000 8.2985 0.0280 1.3385 83.87 42 0.0257 2.1381 0.0223 1.0690 50.00
Lampiran 3c. Hasil Pengamatan NH3, Inlet, Outlet, dan Efisiensi
Biofilter 2
Inlet Outlet
Hari ke- ppm
g-N setiap sampling ppm
g-N setiap sampling Efisiensi (%)
0 0.1149 9.7180 0.1455 7.0915 27.03 1 0.1178 9.8371 0.1546 7.4443 24.32 2 0.2109 17.7140 0.1747 8.4604 52.24 3 0.0695 5.8261 0.0657 3.1779 45.45 4 0.0444 3.7136 0.0220 1.0610 71.43 5 0.0987 8.3769 0.3586 17.5392 0.00 6 0.0895 7.4613 0.0721 3.4642 53.57 7 0.0799 6.7927 0.1493 7.3152 0.00 8 0.0736 6.2618 0.1436 7.0446 0.00 9 0.0125 1.0523 0.0216 1.0523 0.00
10 0.4618 38.9622 0.6225 30.2747 22.30 11 0.0122 1.0422 0.0212 1.0422 0.00 12 0.1273 10.7686 0.0216 1.0506 90.24 13 0.0756 6.3495 0.0219 1.0582 83.33 14 0.0716 6.0489 0.1297 6.3119 0.00 15 0.1522 12.8698 0.1401 6.8289 46.94 16 0.0247 2.0942 0.0321 1.5707 25.00 17 0.1241 10.4990 0.1668 8.1367 22.50 18 0.1210 10.2365 0.0592 2.8872 71.79 19 0.0319 2.6613 0.0221 1.0645 60.00 20 0.0965 8.0178 0.0948 4.5434 43.33 21 0.1408 11.7288 0.1665 7.9969 31.82 22 0.2048 17.0600 0.2109 10.1294 40.63 23 0.1862 15.4859 0.2394 11.4809 25.86 24 0.1445 12.0188 0.1839 8.8138 26.67 25 0.1159 9.6244 0.2345 11.2285 0.00 26 0.1093 9.0838 0.1450 6.9465 23.53 27 0.0871 7.2254 0.1846 8.8310 0.00 28 0.1186 9.8725 0.2002 9.6057 2.70 29 0.1224 10.1624 0.0223 1.0697 89.47 30 0.0708 5.8816 0.0223 1.0694 81.82 31 0.1514 12.5734 0.0224 1.0701 91.49 32 0.0128 1.0666 0.0222 1.0666 0.00 33 0.1217 10.1360 0.0667 3.2008 68.42 34 0.0739 6.1449 0.0279 1.3359 78.26 35 0.0674 5.6070 0.0390 1.8690 66.67 36 0.0547 4.5449 0.1061 5.0796 0.00 37 0.0322 2.6726 0.0223 1.0690 60.00
38 0.0931 7.7429 0.1225 5.8739 24.14 39 0.1348 11.2139 0.1837 8.8109 21.43 40 0.0769 6.4017 0.0667 3.2008 50.00 41 0.1000 8.2985 0.0224 1.0708 87.10 42 0.0257 2.1381 0.0223 1.0690 50.00
Lampiran 4a. Kurva Standar H2S (panjang gelombang 560 nm)
ml standar absorbansi g-H2S g-S
0 0 0 0
0.4 0.022 0.024 0.022202
0.8 0.044 0.047 0.044404
1.6 0.087 0.094 0.088808
2 0.11 0.118 0.111011
y = 0.9867x + 2E-05R2 = 0.9999
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
g-S
abso
rban
si
Lampiran 4b. Hasil Pengamatan H2S, Inlet, Outlet, dan Efisiensi
Biofilter 1
Inlet Outlet
Hari ke- ppm
g-S setiap sampling ppm
g-S setiap sampling Efisiensi (%)
0 0.4961 95.8912 1.1301 125.9198 0.00 1 0.0924 17.6430 0.6948 76.4749 0.00 2 0.0558 10.7194 0.5109 56.5480 0.00 3 0.2683 51.4321 0.5273 58.2689 0.00 4 0.5060 96.8438 1.1527 127.1706 0.00 5 0.5343 103.6192 0.8751 97.8264 5.59 6 0.0000 0.0000 0.0208 2.2866 0.00 7 0.3620 70.3314 0.3297 36.9289 47.49 8 0.5275 102.6334 0.2030 22.7668 77.82 9 0.2497 48.1835 0.2064 22.9565 52.36
10 0.1829 35.2699 0.4250 47.2444 0.00 11 1.9137 372.8482 0.3935 44.1980 88.15 12 0.0969 18.7210 0.2260 25.1788 0.00 13 0.2237 42.9252 0.0000 0.0000 100.00 14 0.1306 25.2121 0.3108 34.5883 0.00 15 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 16 0.0000 0.0000 0.1209 13.5099 0.00 17 0.2369 45.8133 0.0000 0.0000 100.00 18 0.1318 25.4848 0.4630 51.6214 0.00 19 0.0000 0.0000 0.1308 14.3887 0.00 20 0.0034 0.6505 0.0000 0.0000 100.00 21 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 22 0.0206 3.9258 0.0000 0.0000 100.00 23 0.0725 13.7792 0.0000 0.0000 100.00 24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 25 0.1419 26.9437 0.0000 0.0000 100.00 26 0.0518 9.8469 0.0419 4.5917 53.37 27 0.0953 18.0874 0.0962 10.5208 41.83 28 0.0276 5.2418 0.0000 0.0000 100.00 29 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 30 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 31 0.0000 0.0000 0.0150 1.6378 0.00 32 0.0516 9.8276 0.0089 0.9769 90.06 33 0.0741 14.0937 0.1016 11.1425 20.94 34 0.0086 1.6357 0.0000 0.0000 100.00 35 0.0587 11.1534 0.0538 5.9016 47.09 36 0.0242 4.5947 0.0000 0.0000 100.00 37 0.1850 35.1487 0.1800 19.7067 43.93
38 0.3090 58.7473 0.1347 14.7639 74.87 39 0.1243 23.6263 0.0928 10.1687 56.96 40 0.1068 20.3240 0.0448 4.9121 75.83 41 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 42 0.0761 14.4498 0.0000 0.0000 100.00
Lampiran 4c. Hasil Pengamatan H2S, Inlet, Outlet, dan Efisiensi
Biofilter 2
Inlet Outlet
Hari ke- ppm
g-S setiap sampling ppm
g-S setiap sampling Efisiensi (%)
0 0.4961 95.8912 0.6230 69.4144 27.61 1 0.0924 17.6430 0.6146 67.6501 0.00 2 0.0558 10.7194 0.2583 28.5958 0.00 3 0.2683 51.4321 0.2209 24.4105 52.54 4 0.5060 96.8438 0.6354 70.1040 27.61 5 0.5343 103.6192 0.6448 72.0809 30.44 6 0.0000 0.0000 0.0149 1.6314 0.00 7 0.3620 70.3314 0.4157 46.5643 33.79 8 0.5275 102.6334 0.8664 97.1807 5.31 9 0.2497 48.1835 0.2849 31.6889 34.23
10 0.1829 35.2699 0.1717 19.0881 45.88 11 1.9137 372.8482 0.3165 35.5493 90.47 12 0.0969 18.7210 0.1941 21.6270 0.00 13 0.2237 42.9252 0.3528 39.0223 9.09 14 0.1306 25.2121 0.1191 13.2495 47.45 15 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 16 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 17 0.2369 45.8133 0.4080 45.4906 0.70 18 0.1318 25.4848 0.2083 23.2261 8.86 19 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 20 0.0034 0.6505 0.0000 0.0000 100.00 21 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 22 0.0206 3.9258 0.0059 0.6488 83.47 23 0.0725 13.7792 0.0299 3.2758 76.23 24 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 25 0.1419 26.9437 0.0000 0.0000 100.00 26 0.0518 9.8469 0.0659 7.2193 26.68 27 0.0953 18.0874 0.1173 12.8237 29.10 28 0.0276 5.2418 0.0328 3.6017 31.29 29 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 30 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 31 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.00 32 0.0516 9.8276 0.0208 2.2881 76.72 33 0.0741 14.0937 0.0000 0.0000 100.00 34 0.0086 1.6357 0.0000 0.0000 100.00 35 0.0587 11.1534 0.0000 0.0000 100.00 36 0.0242 4.5947 0.0000 0.0000 100.00 37 0.1850 35.1487 0.1500 16.4211 53.28
38 0.3090 58.7473 0.0149 1.6346 97.22 39 0.1243 23.6263 0.0508 5.5734 76.41 40 0.1068 20.3240 0.0567 6.2238 69.38 41 0.0000 0.0000 0.0030 0.3225 0.00 42 0.0761 14.4498 0.0000 0.0000 100.00