BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Mesin Pendingin
Mesin pendingin adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan
panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang
paling banyak digunakan adalah sistem kompresi uap. Secara garis besar
komponen sistem pendingin siklus kompresi uap terdiri dari:
2.1.1 Kompressor
Tugas kompressor adalah “mengangkat” refrigeran dari evaporator,
mengkompres, dan “mendorongnya” ke kondensor. Kompressor ini harus
menjaga tekanan evaporator tetap rendah agar refrigerant bisa menguap dan
tekanan kondensor tetap. Untuk melakukan tugas ini kepada kompressor kita
berikan energi listrik yang akan diubahnya menjadi mekanik untuk melakukan
kompresi. Bisa dikatakan, kompresor adalah bagian utama dari suatu SKU. Jika
dibandingkan, harga kompresor mencakup 30-40% dari total harga satu unit SKU.
Di pasaran tersedia banyak jenis kompressor yang umum digunakan pada
SKU. Masing-masing tentunya akan memiliki kelebihan dan kelemahan.
Bagaimana memilih kompressor yang sesuai tergantung kepada spesifikasi yang
diinginkan. Berdasarkan prinsip kerjanya secara umum kompressor dapat
diklassifikasikan atas dua jenis, yaitu: tipe perpindahan positif (positive
displacement) dan Roto-dynamic. Masing-masing bagian ini masih dapat dibagi
Universitas Sumatera Utara
lagi. Untuk lebih jelas pembagian ini ditampilkan dalam bentuk diagram pada
Gambar 2.1. Prinsip kerja kompressor jenis positive displacement, secara ringkas,
adalah sebagai berikut: uap refigeran dari evaporator dihisap dan dijebak pada
suatu ruang tertentu, kemudian ditekan hingga tekanannya melebih tekanan
kondensor dan kemudian dilepas ke kondensor. Setelah langkah ini selesai, maka
proses akan diulang lagi. Sebenarnya jika melihat proses ini, aliran fluida pada
kompressor ini tidaklah kontinu tetapi terputus-putus. Tetapi karena frekuensi
terputusnya sangat tinggi, aliran akan kelihatan tidak terputus atau kontinu.
Sementara pada kompressor type roto-dynamic tekanan refigeran dihasilkan
dengan mengubah energi kinetik dengan menggunakan elemen yang berotasi.
Oleh karena ini, aliran fluida pada kompressor tipe ini termasuk kontinu.
2.1.2 Kondensor
Kondensor adalah APK (Alat Penukar Kalor) yang berfungsi mengubah
fasa refrigeran dari kondisi superheat menjadi cair, bahkan kadang sampai kondisi
subcooled. Untuk mengingatkan kembali, ingat lagi diagram Ph, tugas dari
kondensor adalah mengantar refrigeran dari titik 2 (setelah melalui kompressor)
sampai ke titik 3 (sebelum masuk ke katup expansi). Proses ini adalah proses
membuang panas pada tempertur kondensasi, yang diasumsikan konstan.
Medium pendingin yang biasa digunakan untuk melakukan tugas ini
adalah udara lingkungan, air, atau gabungan keduanya. Masing-masing medium
ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pembagian kondensor berdasarkan
medium yang digunakan dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu: (1) Kondensor
Universitas Sumatera Utara
berpendingin udara, (2) Kondensor berpendingin air, dan (3) Kondensor
berpendingin gabungan (Evaporative Condenser). Jika medium yang digunakan
adalah udara, kelebihannya adalah tidak diperlukan pipa untuk mengalirkannya
dan tidak perlu repot untuk membuangnya karena setelah menyerap panas bisa
langsung dilepas ke udara lingkungan.
Kelemahannya, udara tidak mempunyai sifat membawa dan menghantar
panas yang baik. Oleh karena itu diperlukan usaha yang lebih untuk mengalirkan
lebih banyak udara. Bisa dipastikan kondensor dengan medium pendingin udara
umumnya digunakan pada siklus refrigerasi dengan kapasitas pendinginan yang
kecil. Sementara jika medium pendigin yang digunakan adalah air, kelebihannya
adalah air mempunyai sifat membawa dan memindahkan panas yang jauh lebih
baik daripada air. Oleh karena itu tidak dibutuhkan peralatan yang besar untuk
proses perpindahan panas. Tetapi air tidak boleh dibuang begitu saja ke
lingkungan. Misalnya setelah digunakan sebagai pendingin kondensor air akan
menjadi panas dan tidak bisa dibuang begitu saja ke sungai atau danau, bisa-bisa
terapung semua nanti ikan yang ada di situ. Untuk menghindari efek lingkungan
ini, biasanya kondensor berpendingin air dilengkapi dengan cooling tower yang
fungsinya mendinginkan air panas yang berasal dari kondensor dengan
menjatuhkannya dari suatu ketinggian agar dapat didinginkan oleh udara. Oleh
karena itu biaya awal kondensor berpendingin air ini biasanya lebih besar tetapi
biaya operasionalnya kecil, oleh karena itu sistem ini biasanya digunakan pada
SKU dengan kapasitas besar. Pada evaporative kondensor air dan udara digunakan
untuk mendinginkan kondensor. Air disiramkan ke pipa-pipa kondensor dan udara
juga ditiupkan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penguapan di permukaan
Universitas Sumatera Utara
kondensor. Karena panas penguapan air sangat tinggi, dan ini diambil dari
refigeran melalui dinding pipa maka jenis ini akan mempunyai koefisien
perpindahan panas yang sangat baik. Hal-hal yang disebutkan di atas adalah salah
satu perbedaan utama dari kondensor berpendingin air dan berpendingin udara.
2.1.3 Evaporator
Pada diagram Ph dari siklus kompresi uap sederhana, evaporator
mempunyai tugas merealisasikan garis 4-1. Setelah refrigeran turun dari
kondensor melalui katup expansi masuk ke evaporator dan diuapkan, dan dikirim
ke kompressor. Pada prinsipnya evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu
sama-sama APK yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika pada
kondensor refrigerant berubah dari uap menjadi cair, maka pada evaporator
berubah dari cair menjadi uap. Perbedaan berikutnya adalah, sebagai siklus
refrigerasi, pada evaporatorlah sebenarnya tujuan itu ingin dicapai. Artinya, jika
kondensor fungsinya hanya
membuang panas ke lingkungan, maka pada evaporator panas harus diserap untuk
menyesuaikan dengan beban pendingin di ruangan. Berdasarkan model
perpindahan panasnya evaporator dapat dibagi atas natural convection dan forced
convection. Pada evaporator natural convection, fluida
pendingin dibiarkan mengalir sendiri karena adanya perbedaan massa jenis. Pada
jenis ini umumnya evaporator ditempatkan ditempat yang lebih tinggi. Fluida
yang bersentuhan dengan evaporator akan turun suhunya dan massa jenisnya akan
naik, sebagai akibatnya, fluida ini akan turun dan mendesak fluida di bawahnya
untuk bersirkulasi. Sistem ini hanya mampu pada refrigerasi dengan kapasitas-
Universitas Sumatera Utara
kapasitas kecil, seperti kulkas. Kebalikannya, evaporator forced convection
menggunakan blower untuk memaksa terjadinya aliran udara sehingga terjadi
konveksi dengan laju perpindahan panas yang lebih baik. Pada evaporator dengan
konveksi paksa dapat juga dibedakan atas dua bagian yaitu refrigeran mengalir di
dalam pipa dan
refrigeran mengalir di luar pipa.
2.1.4 Katup Expansi
Fungsi dari katup expansi ada dua, yaitu (1) menurunkan refrigeran dari
tekanan kondensor sampai tekanan evaporator dan (2) mengatur jumlah aliran
refrigeran yang mengalir masuk ke evaporator. Pada kondisi pengaturan yang
ideal, sangat dipantangkan jika cairan referigeran dari evaporator sampai masuk
ke kompressor. Hal ini bisa saja terjadi, misalnya, karena beban pendinginan
berkurang, refrigeran yang menguap di evaporator akan berkurang. Jika pasokan
refrigeran cair dari kondensor tetap mengalir maka hal ini akan memaksa cairan
refrigeran masuk ke kompressor. Untuk menghindari hal inilah katup ekspansi
difungsikan. Jika beban berkurang, maka pasokan refrigeran akan berkurang,
sehingga menjamin hanya uap refrigeran yang masuk ke kompressor.
Jenis katup expansi dapat dibagi atas 7 jenis, yaitu:
1. Katup expansi manual
2. Tabung kapiler
3. Orifice
Universitas Sumatera Utara
4. Katup expansi automatic
5. Katup expansi thermostatik
6. Katup expansi mengapung
7. Katup expansi elektronik
2.2 Sistem Refrigerasi
Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu
benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih
rendah dari temperatur lingkungannya. Sesuai dengan konsep kekekalan energi,
panas tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat dipindahkan. Sehingga refrigerasi
selalu berhubungan dengan proses-proses aliran panas dan perpindahan panas.
Siklus refrigerasi memperlihatkan apa yang terjadi atas panas setelah
dikeluarkan dari udara oleh refrigeran di dalam koil (evaporator). Siklus ini
didasari oleh dua prinsip, yaitu:
1. Saat refrigeran cair berubah menjadi uap, maka refrigeran cair itu mengambil
atau menyerap sejumlah panas.
2. Titik didih suatu cairan dapat diubah dengan jalan mengubah tekanan yang
bekerja padanya. Hal ini sama artinya bahwa temperatur suatu cairan dapat
ditingkatkan dengan jalan menaikan tekanannya, begitu juga sebaliknya.
Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Sistem refrigerasi mekanik
Universitas Sumatera Utara
Sistem refrigerasi ini menggunakan mesin-mesin penggerak atau dan alat
mekanik lain dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem
refrigerasi mekanik di antaranya adalah:
a. Siklus Kompresi Uap (SKU)
b. Refrigerasi siklus udara
c. Kriogenik/refrigerasi temperatur ultra rendah
d. Siklus sterling
2. Sistem refrigerasi non mekanik
Berbeda dengan sistem refrigerasi mekanik, sistem ini tidak memerlukan
mesin-mesin penggerak seperti kompresor dalam menjalankan siklusnya. Yang
termasuk dalam sistem refrigerasi non mekanik di antaranya :
a. Refrigerasi termoelektrik
b. Refrigerasi siklus absorbsi
c. Refrigerasi steam jet
d. Refrigerasi magnetic
e. Heat pipe
2.2.1. Siklus Kompresi Uap
Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum
digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap. Komponen utama dari
sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup
expansi. Berikut adalah sistem konvensional siklus kompresi uap (gambar 2.1)
dan skema diagram p-h siklus kompresi uap (gambar 2.2).
Universitas Sumatera Utara
Kondensor
Kompresor
Evaporator
Katup expansi
1
23
4
Gambar 2.1 Skema siklus kompresi uap (Himsar Ambarita,2010)
Pada siklus kompresi uap, di evaporator refrigeran akan ‘menghisap’
panas dari dalam ruangan sehingga panas tersebut akan menguapkan refrigeran.
Kemudian uap refrigeran akan dikompres oleh kompresor hingga mencapai
tekanan kondensor, dalam kondensor uap refrigeran dikondensasikan dengan cara
membuang panas dari uap refrigeran ke lingkungannya. Kemudian refrigeran akan
kembali di teruskan ke dalam evaporator. Dalam diagram T-s dan P-h siklus
kompresi uap ideal dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Diagram T-s dan P – h Siklus Kompresi Uap
(Himsar Ambarita,2010)
Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap seperti pada gambar 2.2
diatas adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Proses kompresi (1-2)
Proses ini dilakukan oleh kompresor dan berlangsung secara isentropik. Kondisi
awal refrigerant pada saat masuk ke dalam kompresor adalah uap jenuh
bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigeranakan menjadi uap
bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropik, maka
temperatur ke luar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan
massa refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Wk = h1– h2 ………..(2.1)
dimana : Wk = besarnya kerja kompresor (kJ/kg)
h1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)
h2= entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)
b. Proses kondensasi (2-3)
Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan tinggi dan
bertemperatur tinggi yang berasal dari kompresor akan membuang kalor sehingga
fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di dalam kondensor terjadi
pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya (udara), sehingga panas
berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran
mengembun menjadi cair. Besar panas per satuan massa refrigeran yang
dilepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:
Qc = h2 – h3 ……..(2.2)
dimana : Qc = besarnya panas dilepas di kondensor (kJ/kg)
h2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)
Universitas Sumatera Utara
h3= entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)
c. Proses expansi (3-4)
Proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi
perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur, atau
dapat dituliskan dengan:
h3 = h4 …….(2.3)
Proses penurunan tekanan terjadi pada katup expansi yang berbentuk pipa kapiler
atau orifice yang berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan
tekanan.
d. Proses evaporasi (4-1)
Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur
konstan) di dalam evaporator. Panas dari dalam ruangan akan diserap oleh cairan
refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap
bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah
campuran cair dan uap, seperti pada titik 4 dari gambar 2.2 diatas.
Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah:
Qe = h1 – h4 ……(2.4)
dimana : Qe = besarnya panas yang diserap di evaporator (kJ/kg)
h1 = entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kJ/kg)
h4= entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kJ/kg)
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, refrigeran kembali masuk ke dalam kompresor dan
bersirkulasi lagi.Begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.Untuk
menentukan harga entalpi pada masing-masing titik dapat dilihat dari tabel sifat-
sifat refrigeran.
Setelah melakukan perhitungan untuk beberapa jenis refrigerant yang
sering dipakai di Indonesia, didapat nilai COP(Coefficient of Performance)berikut
Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa jenis refrigerant
Temp(C)
Refrignt
40 45 50 55 60 65 70
R12 5,58 4,75 4,21 3,65 3,22 2,84 2,48
R600 5,08 4,34 3,69 3,18 2,77 2,44 2,14
R134a 4,92 5,05 3,92 3,34 2,90 2,54 2,18
R22 5,47 4,75 4,98 3,97 3,26 2,78 2,44
2.2.2 Siklus Kompresi Uap dengan Water Heater
Water heater termasuk ke dalam bagian kondensor karena proses
pemanasan air pada water heater tersebut menggunakan panas buangan dari
kondensor dimana pada umumnya suhu freon yang keluar dari kompresor AC
dibuang pada kondensor. Dengan adanya water heater, aliran panas itu
dibelokkan dulu kedalam tangki air dingin sebelum masuk ke kondensor terjadi
Universitas Sumatera Utara
kontak perpindahan panas dari pipa AC dan air di dalam tangki. Pipa AC yang
keluar dari kompresor langsung di alirkan dahulu ke dalam heat exchanger berupa
pipa spiral dalam tangki dan air yang semula dingin pun memanas, begitupula
sebaliknya suhu freon yang panas menurun, setelah melewati pipa spiral dalam
tangki barulah kemudian pipa AC kembali diarahkan ke kondensor. Untuk
memperoleh air panas AC harus menyala dulu, bila ingin mendapat air panas pagi
hari, AC dinyalakan malam sebelumnya minimal 8 jam.
Adapun manfaat dari water heater adalah:
Hemat Biaya
Daya Tahan lebih lama
Aman
Air panas yang diperoleh stabil.
Adapun gambar siklusnya adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Mesin Pendingin siklus kompresi uap hybrid
Gambar 2.4 Mesin Pendigin siklus kompresi uap hybrid terhubung dengan
data logger
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Diagaram P-h siklus kompresi uap hybrid
Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap hybrid seperti pada
gambar 2.5 diatas adalah sebagai berikut:
1-1’= proses berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur
konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh
cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga refrigerant berubah
fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigerant saat masuk
evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.
1’-2= proses berlangsung di antara evaporator dan compressor, dimana tekanan
konstan (isobar).
2-3= proses berlangsung dilakukan oleh compressor dan berlangsung secara
isentropik adibatik. Kondisi awal refrigerant pada saat masuk ke dalam
compressor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami
kompresi refrigerant akan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses
Universitas Sumatera Utara
ini berlangsung secara isentropic, maka temperature ke luar kompresor pun
meningkat.
3-4= proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat.
Dimana uap refrigerant dari kompressor akan di kompres hingga mencapai
tekanan kondensor.
4-.5= proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat.
dimana panas refrigerant yang telah di kompres oleh compressor
dibelokkan ke dalam koil pemanas di dalam tangki sebelum masuk ke
dalam kondensor.
5-6= proses berlangsung di antara water heater dan kondensor dengan tekanan
konstan (isobar). Dimana panas refrigerant sudah menurun, karena sudah
diserap oleh air di dalam tangki water heater.
6-.7=Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan
tinggi dalam kondisi superheat yang berasal dari water heater akan
membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti
bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran
dengan lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran
ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun
menjadi cair.
7-8= proses berlangsung di antara kondensor ke katup expansi, dimana tekanan
dan temperature sudah menurun.
Universitas Sumatera Utara
8-9= proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini tidak terjadi
perubahan entalpi tetapi tejadi drop tekanan dan penurunan temperatur.
9-1= proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan,
temperature konstan) di dalam evaporator. Dimana panas dari lingkungan
akan di serap oleh cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga
refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekan rendah. Kondisi refrigerant
saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap.
2.3 Beban Pendingin
2.3.1 Defenisi Beban Pendingin
Beban pendinginan adalah aliran energi dalam bentuk panas. Perlu diulang
kembali bahwa tugas unit pendingin adalah menjaga kondisi suatu ruangan agar
berada pada suhu dan kelembaban tertentu yang umumnya lebih rendah dari
temperatur dan kelembaban lingkungan luar. Jenis beban pendingin, dapat dibagi
menjadi dua, yaitu panas sensible dan panas laten. Panas sensible adalah panas
yang diterima atau dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan suhunya.
Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi
karena perubahan fasanya. Untuk lebih menjelaskan arti masing-masing panas ini,
misalkan kita mendinginkan air dari 100oC sampai mejadi es 0oC. Panas yang
diserap dari air mulai dari 100oC menjadi 0oC (masih tetap air) disebut beban
sensible. Jika air yang suhunya sudah 0oC didinginkan lagi hingga akhirnya
Universitas Sumatera Utara
menjadi es, di sini tidak terjadi perubahan suhu, tetapi perubahan fasa. Panas yang
diserap di sini disebut panas laten.
Gambar 2. 6 Jenis beban pendingin pada udara luar (Himsar Ambarita,2010)
2.3.2 Sumber-Sumber Beban Pendingin
Beban pendingin bagi suatu ruangan yang dikondisikan bisa berasal dari
beberapa sumber. Sumber-sumber ini umumnya dibagi 2 bagian besar, yaitu
beban yang berasal dari luar ruangan dan beban yang berasal dari dalam ruangan.
Panas yang berasal dari luar ruangan antara lain: panas yang berpindah secara
konduksi dari dinding, dari kaca, dari atap, dan dari jendela. Panas radiasi sinar
matahari yang masuk dari material yang tembus pandang seperti bahan kaca dan
plastic. Panas dari masuknya udara luar, yaitu udara ventilasi dan udara infiltrasi.
Sementara sumber panas yang berasal dari dalam dapat berupa panas akibat lampu
penerangan, panas dari mesin yang ada di ruangan, panas akibat peralatan
memasak yang ada di ruangan, komputer, dll. Dan juga panas dari mahluk hidup
Universitas Sumatera Utara
yang ada di ruangan (manusia). Semua sumber-sumber panas ini akan dihitung
beban yang diakibatkannya pada unit pendingin.
2.3.3 Analisa Beban Pendingin
Menghitung beban pendingin pada prinsipnya adalah menghitung laju
perpindahan panas yang melibatkan semua jenis perpindahan panas, yaitu:
konduksi, konveksi, radiasi, penguapan, dan pengembunan. Adalah sangat sulit
jika harus menghitungnya satu persatu pada waktu tertentu. Oleh karena itu
dikenal banyak metode perhitungan beban pendingin. Metode yang umum
digunakan antara lain Transfer function method (TFM), Cooling Load Temperatur
Difference (CLTD), dan Time-averaging (TETD/TA). Dari ketiga cara ini, hanya
CLTD yang menggunakan perhitungan sederhana sehingga dapat dilakukan
secara manual. Sementara TFM dan TETD/TA adalah perhitungan yang
dirancang untuk diselesaikan dengan menggunakan komputer.
Sebelum melakukan perhitungan beban pendinginan pada suatu ruangan
yang akan dikondisikan, data-data pendukung harus dikumpulkan. Data yang
harus dimiliki sebelum melakukan perhitungan adalah sebagai berikut:
1. Lokasi bangunan dan arahnya
2. Konstruksi dari bangunan
Informasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan koefisien perpindahan panas
menyeluruh dari konstruksi bangunan.
3. Kondisi di luar gedung, misalnya apakah ada pelindung misalnya pohon atau
Universitas Sumatera Utara
bangunan tinggi yang menghindari gedung dari paparan sinar matahari.
4. Kondisi design di dalam gedung, misalnya pada temperatur dan RH berapa
gedung akan dikondisikan.
5. Jadwal penghuni di dalam gedung, misalnya jika pusat perbelanjaan pada
pukul berapa terjadi kunjungan terbanyak, dll.
6. Jumlah lampu dan peralatan listrik yang dipasang di dalam gedung
7. Jadwal masuknya/beroperasinya peralatan-peralatan di dalam gedung
8. Kebocoran udara (infiltrasi) dan penambahan udara (ventilasi).
Informasi-informasi ini akan digunakan sebagai parameter pada
perhitungan dan atau untuk mencari parameter-parameter tambahan yang akan
digunakan dalam perhitungan beban pendingin.
Prosedur perhitungan beban pendingin dengan menggunakan metode
CLTD adalah sebagai berikut:
A. Beban Pendingin dari Luar
1. Panas konduksi dari dingin, atap, dan konduksi dari dinding yang
berbahan kaca.
………(2.5)
Universitas Sumatera Utara
Dimana adalah beban pendingin (Watt) dan merupakan beban sensible.
Sebagai catatan panas konduksi tidak mempunyai beban latent. U koefisien
perpindahan panas untuk bahan dinding, atap dan kaca (Lihat Lampiran1 dan
Lampiran 2 pada bagian ketiga catatan ini).
CLTD adalah cooling load temperatur difference ditampilkan pada Tabel 30 dan
Tabel 32 Bab 28 ASHARE (Bahan ini akan saya bagi beserta tulisan ini, disebut
sebagai bahan kedua). Data pada table tersebut adalah untuk kondisi di USA pada
400LU di bulan July, sementara untuk yang bukan lintang itu harus dikoreksi
dengan menggunakan persamaan berikut:
………(2.6)
Nilai LM dapat dilihat pada Lampiran 3 (catatan bagian 3). Dan k adalah
koreksi karena pengaruh warna = 1 (Gelap), =0,83 (medium), dan =0,65 (cerah).
= temperatur ruangan yang direncanakan. = temperatur udara luar maksimum
– (beda temperatur harian/2).
2. Panas transmisi dari dinding kaca
……(2.7)
Dimana A adalah luas penampang, dan SC adalah koefisien bayang
(shading coefficient), gunakan tabel 4 pada lampiran. SCL adalah solar cooling
load factor ditampilkan pada table 36 ASHARE Bab 28. Panas ini adalah panas
sensible.
3. Panas dari atap, partisi, dan lantai
Universitas Sumatera Utara
………(2.8)
Dimana U dihitung berdasarkan bahan atap dan lantai. temperatur di luar
ruangan yang dijaga pada temperatur .
B. Beban Panas dari Dalam Ruangan
1. Panas dari tubuh manusia di dalam ruangan
Tubuh manusia dalam beraktivitas, selalu mengeluarkan panas ke udara
sekelilingnya. Panas yang dilepaskan oleh tubuh manusia ini terdiri dari 2 jenis,
yaitu panas sensible dan panas laten. Masing-masing panas ini dapat dihitung
sebagai berikut:
= N × (Sensible heat gain)× CLF ……(2.9)
=N×(Laten heat gain) ……(2.10)
Sensible heat gain dan Laten heat gain adalah perkiraan panas sensible
dan panas laten yang dikeluarkan manusia dan sesuai umur dan aktivitasnya.
Datanya ditampilkan pada Tabel 3. Dan N adalah jumlah manusia yang ada di
ruangan. CLF adalah cooling load factor datanya ditampilkan pada Table 37.
2. Panas dari Lampu/Penerangan
Lampu atau alat penerangan mengubah energi listrik menjadi cahaya, dan
sebagian energi ini akan berubah menjadi panas. Sebagai catatan bola lampu akan
terasa panas setelah dihidupkan beberapa lama. Besar panas yang dilepaskan bola
lampu/penerangan ke lingkungan adalah panas sensible dan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
Universitas Sumatera Utara
………(2.11)
Dimana W adalah daya total lampu, lighting use (dibuat pada table),
special allowance factor, dan CLF adalah cooling load factor untuk lampu
(Tabel 38).
3. Panas dari motor listrik
Di dalam ruangan yang dikondisikan juga umumnya terdapat motor listrik,
misalnya motor listrik yang membuat perputaran udara melalui evaporator.
Contoh lain misalnya motor penggerak pompa air. Data pata Tabel 4 dapat
digunakan langsung atau dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
………(2.12)
P adalah total daya motor, factor efisiensi, dan CLF adalah cooling load factor
untuk motor (Tabel 37).
4. Panas dari peralatan dapur dan memasak (Appliances)
Sudah dapat dipastikan kegiatan memasak di dapur akan memberikan
beban pendingin ke dalam ruangan yang akan didinginkan. Besar beban ini dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
………(2.13)
atau
………(2.14)
CLF cooling load factor yang ditampilkan pada Tabel 37 dan Tabel 39.
5. Panas dari udara ventilasi dan udara infiltrasi
Universitas Sumatera Utara
Arti dari udara ventilasi dan infiltrasi telah dijelaskan di bagian atas, saat
menjelaskan jenis beban pendingin di persamaan (1) dan persamaan (2).
Persamaan yang lebih praktis yang dapat digunakan untuk menghitung panas
sensible dan panas laten dari tambahan udara ventilasi ini adalah persamaan
berikut ini :
……(2.15)
……(2.16)
Dan beban total adalah:
……(2.17)
Dimana Q adalah laju aliran udara ventilasi.
2.4 Analisa Evaporator
Defenisi dan fungsi evaporator pada siklus kompresi uap sudah dijelaskan
pada pengertian mesin pendingin. Dibawah ini adalah gambar dari evaporator:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Evaporator pada sistem inderect yang digunakan mendinginkan air (Himsar Ambarita, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Evaporator yang mendinginkan udara secara langsung (Himsar
Ambarita, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan bagaimana cara evaporator mengambil beban pendingin dari
ruangan yang ada beban pendinginnya, sistem pendingin dapat dibagi dua jenis,
yaitu direct cooling sistem dan indirect cooling sistem. Perbedaan ini juga akan
mempengaruhi bentuk dan jenis evaporatornya. Pada direct system, evaporator
langsung bersentuhan dengan udara yang mendinginkan ruangan. Contoh yang
termasuk ke jenis ini adalah sistem AC yang dipasang di rumah-rumah. Sistem
yang kedua, evaporator hanya mendinginkan fluida kedua (biasa disebut
refrigerant sekunder, misalnya air), lalu air dingin ini akan disirkulasikan ke
dalam ruangan yang akan didiginkan, untuk digunakan mendinginkan udara.
Sistem ini biasa digunakan untuk sistem pengkondisian udara pada bangunan-
bangunan besar seperti supermarket. Dengan kata lain, pada sistem direct,
evaporator mendinginkan udara, tetapi pada sistem indirect evaporator
mendinginkan refrigeran kedua. Contoh bentuk evaporator kedua sistem ini
ditampilkan pada gambar 2.7 dan gambar 2.8.
Analisa evaporator pada prinsipnya sama dengan analysis kondensor
karena sama-sama merupakan APK. Oleh karena itu persamaan-persamaan
koefisien konveksi pada kondensor masih dapat digunakan untuk menganalisis
evaporator.
Sebagai contoh evaporator pada gambar 2.7 koefisien perpindahan panas
pada sisi air dapat dicari pada text book perpindahan panas. Sementara pada
refrigeran di dalam pipa harus digunakan rumus-rumus konveksi pendidihan
(boiling). Sebagai catatan, jika dibandingkan, analysis sebuah evaporator adalah
lebih rumit dibanding dengan kondensor. Alasannya antara lain, pada evaporator
temperatur udara setelah didinginkan harus memenuhi syarat agar beban sensible
Universitas Sumatera Utara
dan beban laten dapat diambil dari ruangan. Pendinginan udara sampai di bawah
temperatur saturasi akan mengakibatkan perubahan fasa pada sisi luar evaporator.
Bahkan pada kondisi ekstreem (jika temperatur evaporasi di bawah 0oC)
akanterjadi pembekuan (air menjadi es). Maka ada tiga proses perubahan fasa di
sini evaporasi refrigeran di dalam pipa, saturasi uap air di luar pipa dan (mungkin)
pembekuan air di permuakaan pipa. Hal inilah yang membuat perhitungan jadi
rumit. Sementara, pada kondensor hanya ada satu perubahan fasa, yaitu pada
refrigeran.
Profil temperatur untuk evaporator pada gambar 2.8 ditampilkan pada
gambar 2.9 berikut, dimana Te adalah temperatur evaporasi dan Tai dan Tao
adalah temperatur udara masuk dan keluar evaporator. Profil ini adalah profil
yang diidealkan.
Gambar 2.9 Profil temperatur pada Evaporator (Himsar Ambarita,2010)
Pada Gambar 2.10, ditampilkan pola aliran fluida yang melewati sebuah
pipa yang penampangnya berbenduk lingkaran dengan diameter D. Fluida yang
X (jarak)
Universitas Sumatera Utara
awalnya mempunyai kecepatan seragam U akan terbagi melalui bagian atas dan
bagian bawah pipa. Aliran fluida ini akan menyatu kembali di bagian belakang
pipa. Tepat pada pertengahan bagian depan pipa ada satu titik dimana partikel
fluida diam. Titik ini dikenal dengan istilah stagnant point.
D
U ∞T
Gambar 2.10 Pola aliran fluida melalui silinder (Himsar Ambarita, 2011)
Jika dilakukan perbandingan dengan aliran yang sejajar dengan plat datar,
maka hal-hal berikut ini perlu dicatat.
1. Karena umumnya arah aliran adalah menyilang (bukan sejajar) terhadap
bendanya atau biasa disebut frontal, maka koefisien yang dihasilkan benda-
benda ini akan dinamakan koefisien drag dan disimbolkan DC .
2. Bilangan Reynold dan bilangan Nu akan didefenisikan dengan diagonal (D)
sebagai pengganti panjang karakteristik. Maka defenisi bilangan Reynolds dan
bilangan Nusselt menjadi:
Universitas Sumatera Utara
µρ DU maxRe = ……..(2.18)
khDNu = ……..(2.19)
3. Bilangan Re kritis sebagai dasar untuk mengkategorikan aliran fluida atas
laminar atau turbulen adalah 5102Re ×= . Tetapi angka ini jarang digunakan
untuk membedakan persamaan.
Karena sangat susah menentukan nilai lokal dari masing-masing koefisien,
maka yang ditampilkan pada persamaan-persamaan hanya nilai rata-rata. Dengan
kata lain tidak akan dikenal nilai lokal. Persamaan-persamaan yang digunakan di
sini umumnya didapat dengan cara eksperimen. Rumus koefisien drag dan
bilangan Nu akan dijabarkan pada bagian berikut.
Pada umumnya, bentuk penampang pipa adalah lingkaran. Ada kalanya
penampang pipa bukan lingkaran, tetapi berbentuk lain seperti ellips, persegi 4,
dll. Untuk pipa dengan penampang seperti ini, persamaan umum berikut dapat
digunakan.
nmC PrReNu = ………..(2.20)
Syarat menggunakan persamaan ini adalah sifat fisik fluida dianalisa pada
temperatur film.
Konstanta C, m, dan n pada persamaan tersebut telah disusun oleh
Zukauskas (1972) dan Jakob (1949), untuk masing-masing kasus ditampilkan
pada Tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Persamaan bilangan Nu untuk pipa ( Himsar Ambarita,2011)
Penampang Syarat Re Nu
Fluida: Gas dan Cair
0,4 – 4 31330,0 PrRe989,0Nu =
4 – 40 31335,0 PrRe911,0Nu =
40 – 4000 31466,0 PrRe683,0Nu =
4000 – 40000 31618,0 PrRe193,0Nu =
40000 – 400000 31805,0 PrRe027,0Nu =
Fluida: Gas
5000-100.000 31675,0 PrRe102,0Nu =
D
Fluida: Gas
5000 – 100.000 31588,0 PrRe246,0Nu =
D
Fluida: Gas
5000 – 100.000
31638,0 PrRe153,0Nu =
D
Fluida: Gas
5000 – 19.500
31638,0 PrRe160,0Nu =
Universitas Sumatera Utara
19.500-100.000 31782,0 PrRe0385,0Nu =
D
Fluida: Gas
4000 – 15.000 31731,0 PrRe228,0Nu =
D
Fluida: Gas
2500 – 15.000 31612,0 PrRe248,0Nu =
Pada pipa bidang perpindahan panasnya pastilah berbentuk silinder, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Di dalam pipa dengan jari-jari permukaan
dalam ri dan permukaan luar dengan ro mengalir fluida panas dengan temperatur
Ti. Sementara fluida dingin berada di luar pipa dengan temperatur To. Koefisien
konveksi di permukaan dalam, permukaan luar, dan koefisien konduksi masing-
masing pipa masing masing adalah hi, ho, dan k.
ri
ro
Ti
Ta
Tb
Tok
hi
ho
R1 R3R2
Ti T0Ta Tb
Gambar 2.11 Bidang perpindahan panas pada pipa ( Himsar Ambarita,2011)
Universitas Sumatera Utara
Untuk bidang perpindahan panas seperti pada Gambar 2.11, masing-masing
tahanan termal dinyatakan dengan persamaan:
ii AhR 1
1 = , LkrrR io
π2)ln(
2 = ,danoo Ah
R 13 = ………..(2.21)
Dimana L adalah panjang silinder tegak lurus bidang gambar. Perbedaan
persamaan (2.21) dengan persamaan untuk bidang datar adalah luar permukaan
bidang perpindahan panas. Pada pipa luas permukaan dalam tidak akan sama lagi
dengan luas permukaan luar. Sebagai akibatnya koefisien perpindahan panas
menyeluruh pada permukaan dalam akan berbeda dengan koefisien pada
permukaan luar.
Jika didefenisikan untuk permukaan dalam, maka persamaan yang akan
digunakan adalah:
00
12
)ln(11AhLk
rrAhAU
io
iiii
++=π ……..(2.22)
Dimana LrA ii π2= adalah luar bidang perpindahan panas pada permukaan
dalam pipa, dan luas bidang perpindahan panas di permukaan luar adalah
LrA oo π2= . Dengan menggunakan defenisi ini, maka koefisien perpindahan panas
menyeluruh pada sisi dalam pipa adalah:
( )o
iii
ii rr
hkrrr
hU 0
0 1ln11++= ………..(2.23)
Universitas Sumatera Utara
Sementara jika didefenisikan pada permukaan luar, maka persamaan yang
akan digunakan adalah:
00
12
)ln(11AhLk
rrAhAU
io
iioo
++=π ………..(2.24)
Dengan menggunakan defenisi luas permukaan, maka koefisien
perpindahan panas menyeluruh pada sisi luar pipa adalah:
( )0
0 1ln11hk
rrrrr
hUio
i
o
io
++= ………..(2.25)
2.4.1 Faktor Kerak ( Fouling Factor)
Pada persamaan menghitung koefisien perpindahan panas menyeluruh
yang ditampilkan pada persaman untuk plat datar dan persamaan (2.23) dan (2.25)
untuk bidang yang berbentuk silinder adalah untuk kasus-kasus dimana
permukaan APK masih mulus atau kondisi baru. Pada umumnya, setelah
beroperasi beberapa lama pada permukaan APK akan terdapat lapisan. Jika
sebuah permukaan dialiri fluida secara terus-menerus, misalkan fluidanya air,
maka setelah beberapa lama di permukaan akan timbul suatu lapisan yang bisa
diistilahkan dengan kerak. Untuk memperhitungkan efek dari lapisan kerak ini
digunakan fouling factor. Lapisan kerak ini semakin lama akan semakin tebal dan
akan mempengaruhi koefisien perpindahan panas diantara kedua aliran fluida.
Dengan bahasa yang berbeda dapat dituliskan sebagai berikut: kerak ini dapat
Universitas Sumatera Utara
dianggap menjadi permukaan padat tambahan yang akan memisahkan permukaan
bidang dengan aliran fluida. Yang pasti, kerak ini akan mengurangi laju
perpindahan panas antara kedua fluida.
Pada permukaan plat datar persamaan koefisien perpindahan panas
menyeluruh dengan memasukkan koefisien kerak dapat dituliskan menjadi:
ofofi
i hR
kdR
hU111
++++= ………..(2.26)
Dimana fiR dan foR adalah tambahan tahanan termal akibat kerak, masing-
masing pada permukaan dalam dan permukaan luar.
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kerak pada permukaan
suatu bidang APK, beberapa yang umum disebutkan adalah kecepatan fluidanya
mengalir dan jenis fluida yang mengalir. Semakin cepat fluida mengalir akan
mengurangi kemungkinan terjadinya kerak. Semakin bersih fluida yang mengalir
dari kotoran maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kerak. Seandainya
fluida yang digunakan pada suatu APK adalah air yang tersedia di suatu daerah,
maka kandungan air tersebut akan mempengaruhi terjadinya kerak pada APK
tersebut nantinya. Pada Tabel 2.3 ditampilkan beberapa besaran faktor kerak yang
diteliti di Amerika Serikat.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Faktor dan koefisien konveksi lapisan kerak ( Himsar Ambarita, 2011)
No Fluida kerja Koef. kon
[W/m2 oC]
Faktor kerak, Rf [m2 oC/W]
1 Air sungai 3000-12000 0,003-0,0001
2 Air laut 1000-3000 0,001-0,0003
3 Air pendingin (Cooling tower)
3000-6000 0,0003-0,00017
4 Air Kota (bersih ) 3000-5000 0,0003-0,0002
5 Air Kota (sedang) 1000-2000 0,001-0,0005
6 Uap kondensasi 1500-5000 0,00067-0,0002
7 Uap bebas minyak 4000-10000 0,0025-0,00001
8 Uap mengandung minyak 2000-5000 0,0025-0,0002
9 Larutan garam dingin 3000-5000 0,0003-0,0002
10 Udara dan gas buang industri
5000-10000 0,0002-0,00001
11 Asap (flue gas) 2000-5000 0,0005-0,0002
12 Uap organik 5000 0,0002
13 Cairan organik 5000 0,0002
14 Hidrokarbon ringan 5000 0,0002
15 Hidrokarbon berat 2000 0,0005
16 Fluida organik mendidih 2500 0,0004
17 Fluida organik mengembun
5000 0,0002
18 Heavy transfer fluids 5000 0,0002
19 Larutan garam 3000-5000 0,0003-0,0002
Sampai saat ini belum dijumpai penelitian yang mempublikasikan berapa
sebenarnya faktor kerak yang sesuai dengan kondisi air yang ada di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya, data pada tabel menyebutkan bahwa fouling factor untuk air kota yang
bersih sekitar 3000 – 5000. Hal ini belum tentu sesuai/cocok untuk air PAM yang
ada di Indonesia. Meskipun masih diperlukan penelitian lanjutan, tetapi data pada
Tabel 2.3 tetap masih dapat digunakan untuk kondisi di Indonesia. Hal ini khusus
untuk air, sementara untuk fluida lain seperti Hidrokarbon data itu dapat langsung
digunakan.
2.4.2 Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh
Perhitungan koefisien perpindahan panas menyeluruh biasanya
menggunakan acuan salah satu sisinya, misalnya sisi dalam (i) atau sisi luar (o)
saja. Atau bisa juga sisi fluida panas atau sisi fluida dingin. Pada permukaan datar
nilai ini akan sama, tetapi untuk pipa nilai ini akan berbeda. Tetapi yang umum
digunakan adalah pada permukaan luar pipa. Berikut dirumuskan koefisien
perpindahan panas menyeluruh yang menggunakan permukaan luar sebagai
acuan.
( )0
00000
0
1ln11h
Rk
rrrRrr
hrr
U fi
fiiii
++++= ……..(2.27)
Persamaan ini dapat dihitung jika koefisien perpindahan panas di sisi
dalam dan disisi luar diketahui atau dihitung.
Pada saat melakukan analysis pada sebuah APK, koefisien perpindahan
panas menyeluruh ini umumnya tidak diketahui. Sementara melakukan
perhitungan langsung tidak memungkinkan karena temperatur fluida belum
diketahui secara lengkap. Untuk itu diperlukan asumsi awal agar dapat melakukan
Universitas Sumatera Utara
perhitungan. Dengan menggunakan asumsi awal ini, perhitungan dapat dilakukan
dan temperatur fluida bisa dihitung. Setelah temperatur fluida didapat dari hasil
perhitungan, maka koefisien perpindahan panas yang sebenarnya dapat dihitung
kembali dan dilakukan lagi koreksi, demikian seterusnya.
Untuk keperluan ini agar tebakan awal tidak terlalu jauh maka perlu
dikumpulkan informasi awal tentang koefisien perpindahan panas menyeluruh
dari beberapa APK. Sebagai gambaran, besar koefisien perpindahan panas
menyeluruh dari beberapa kasus ditampilkan pada Tabel 2.4. Data yang
ditampilkan pada Tabel 2.4 adalah perkiraan dan angka yang sebenarnya sangat
tergantung pada beberapa faktor antara lain bentuk permukaan, tekanan dan
temperatur kerja, jenis dan proses fisik yang terjadi pada fluidanya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh ( Himsar Ambarita,2011)
No Fluida Panas Fluida dingin U [W/m2 oC]
Heat Exchanger
1 Air Air 800-1500
2 Pelarut organik Pelarut Organik 100-300
3 Minyak ringan Minyak ringan 100-400
4 Minyak berat Minyak berat 50-300
5 Gas Gas 10-50
Cooler
6 Pelarut organik Air 250-750
7 Minyak ringan Air 350-900
8 Minyak berat Air 60-900
9 Gas Air 20-300
10 Pelarut organik Garam 150-500
11 Air Garam 600-1200
12 Gas Garam 15-250
Heater
13 Uap air Air 1500-4000
14 Uap air Pelarut organik 500-1000
15 Uap air Minyak ringan 300-900
16 Uap air Minyak berat 60-450
17 Uap air Gas 30-300
18 Dowtherm (larutan organic)
Minyak berat 50-300
19 Dowtherm Gas 20-200
20 Gas Asap (Flue gas) Uap 30-100
21 Gas Asap Uap Hidrokarbon 30-100
Kondensor
Universitas Sumatera Utara
22 Uap air Air 1000-1500
23 Uap organik Air 700-1000
24 Organic (Some non condensable gases)
Air 500-700
2.4.3 Metode LMTD
LMTD adalah perbedaan temperatur rata-rata logaritmik (Log
MeanTemperatur Difference). Untuk kasus evaporator yang profil temperaturnya
diidealkan seperti pada Gambar 2. 8 dapat dihitung dengan persamaan:
LMTD = ………(2.28)
Dan Laju perpindahan panas dari udara ke refrigeran jika dihitung
berdasarkan luas bidang perpindahan panas sebesar di sisi luar pipa Ao, adalah:
………(2.29)
Nilai tengah beda temperatur, mT∆ sering disebut Mean Temperatur
Difference (MTD). Parameter ini merupakan fungsi dari temperatur masuk,
temperatur keluar, dan arah aliran dari kedua fluidanya. Karena persamaannya
merupakan bentuk logaritmic, maka persamaan nilai tengah ini akan disebut
LMTD (Log Mean Temperatur Difference). Perhitungan LMTD akan tergantung
pada arah aliran dan jenis Alat Penukar Kalor yang akan dianalisis.
Universitas Sumatera Utara
Top Related