PENDEKATAN NORMATIF DALAM STUDI ISLAM
DISUSUN
OLEH :
DEWI SARITA
FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah.. Puji syukur kehadirat Allah
SWT. atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Segala pujian hanya layak kita aturkan
kepada Allah SWT. Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta
petunjuk-Nya yang sungguh tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang penulis beri judul ” Pendekatan Normatif Dalam
Studi Islam”.
Dalam penyusuna makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang
sebesar-besarnya kepada mereka, kedua orang tua dan segenap keluarga besar
penulis (Tuliskan namanya) yang telah memberikan dukungan, moril, dan
kepercayaan yang sangat berarti bagi penulis.
Berkat dukungan mereka semua kesuksesan ini dimulai, dan semoga semua
ini bisa memberikan sebuah nilai kebahagiaan dan menjadi bahan tuntunan kearah
yang lebih baik lagi. Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak meninggalkan
celah, berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan akan selalu tersisa
kekurangan yang tidak disadari oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan
agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Banda Aceh, November 2015Penulis
Dewi Sarita
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iDAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 2
A. Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Al-Qur’an)........... 21. Tafsir Bil-Ma’tsur..................................................................... 22. Tafsir Bil-Ra’yu........................................................................ 2
B. Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Hadits)................. 31. Pengertian Takhrijul Hadits...................................................... 32. Cara Pelaksanaan Takhrijul Hadits........................................... 43. Macam-macam metode yang dapat dipakai dalam takhrijul
hadits......................................................................................... 44. Tujuan dan Manfaat Takhrijul Hadits...................................... 4
C. Pendekatan Teologi Islam................................................................ 51. Pengertian Teologi Islam.......................................................... 52. Pertumbuhan dan Perkembangan Kajian Teologi dalam Islam 5
D. Pendekatan Teologi Islam ( Mu’Tazilah )....................................... 51. At-Tauhid (keesaan Allah)....................................................... 62. Al-Adl (Keadilan Tuhan).......................................................... 63. Al-Manzilah bain al-Manzilatain.............................................. 64. Perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat..................... 65. Tuhan itu Qadim....................................................................... 6
E. Pendekatan Teologi Islam ( Asy’Ariyah )....................................... 7F. Pengetahuan Manusia...................................................................... 7
1. Pengetahuan Indrawi (knowledge)........................................... 82. Pengetahuan Ilmu (sains).......................................................... 83. Pengetahuan Filsafat................................................................. 8
G. Pendekatan Sosiologi dalam Islam.................................................. 81. Pengertian Sosiologi dan Sosiologi Agama.............................. 82. Model Penelitian Sosiologi Agama.......................................... 9
H. Pendekatan Antropologi dalam Islam.............................................. 91. Pengertian Antropologi............................................................. 92. Kerangka Teoritis Pendekatan Antropologi............................. 93. Metode Penelitian Antropologi Agama.................................... 9
I. Islamisasi Ilmu Pengetahuan........................................................... 101. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan.................................. 102. Strategi dan Kerangka Kerja Dasar Islamisasi Ilmu
Pengetahuan.............................................................................. 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12A. Simpulan........................................................................................... 12B. Saran................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam melakukan pendekatan dan pengkajian dalam studi Islam memiliki berbagai macam pendekatan. Sehingga dalam melakukan studi atau penelitian maka sangat perlu ada sebuah kejelasan Islam mana yang diteliti. Tak terkecuali dalam pendekatan normatif. Pendekatan normatif adalah studi Islam yang memandang masalah dari sudut legal formal dan atau normatifnya. Maksud legal formal adalah hubungannya dengan halal-haram, boleh atau tidak,dan sejenisnya. Sementara normatifnya adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam nash. Dengan demikian pendekatan normatif mempunyai cakupan yang sangat luas. Sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fiqih (Usuliyah), ahli hukum Islam (Fuqaha),ahli tafsir (mufassirin) yang berusaha menggali aspek legal formal dan ajaran Islam dari sumbernya adalah termasuk pendekatan normatif. 1
Sisi lain dengan pendekatan normatif adalah bahwa secara umum ada dua teori yang dapat digunakan dengan pendekatan normatif-teologis. Pertama,ada hal-hal yang untuk mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik dan eksperimental. Kedua, ada hal-hal yang sulit dibuktikan secara empiris dan eksperimental. Untuk ha-hal yang dapat dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan ra’yi (penalaran). Sedangkan masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan. Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ahli.
1 Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, ( Jogjakarta : academia,2010) hlm190
1
Maka sikap yang perlu dilakukan dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Al-Qur’an)
Metode yang dapat diambil dari studi Al-Qur’an yaitu metode penafsiran Al-
Qur’an. Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, bermacam-macam metodologi
tafsir dan coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan oleh paka-pakar Al-Qur’an.
Metode penafsiran Al-Qur’an tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu:
1. Tafsir Bil-Ma’tsur
Tafsir bil-ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang
shahih menurut urutan yang telah disebutkan di muka dalam syarat-syarat
mufasir. Yaitu menafsirkan Qur’an dengan Qur’an, dengan sunnah karena ia
berfungsi menjelaskan Kitabullah.2
2. Tafsir Bil-Ra’yu
Tafsir bil-ra’yu ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya para
mufasir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan
(istinbat) yang didasarkan pada ra’yu semata. Ra’yu semata yang tidak
disertai bukti-bukti akan membawa penyimpangan terhadap Kitabullah.3
Al-Farmawi membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kepada
empat macam metode, yaitu :
a. Metode Tahlily
2 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor : Litera AntarNusa, 1996), h. 482
3 Ibid
2
Metode tahlily yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana tercantum di
dalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat ke ayat
berikutnya, atau dari surat ke surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat
atau surat sesuai dengan yang termaktub di dalam mushaf. Segala segi yang
dianggap perlu oleh seorang mufassir tahlily diuraikan. Yaitu bermula dari
kosa kata, asbabun nuzul, munasabat, dan lain-lain.
b. Metode Ijmali
Metode ijmali yaitu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara
global. Dengan metode ini seorang mufassir cukup dengan menjelaskan
kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.
c. Metode Muqarin
Metode muqarin dilakukan dengan cara membandingkan ayat Al-Qur’an
yang satu dengan yang lainnya. Penafsiran ini dapat dilakukan sebagai
berikut :
- Menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan
redaksi
- Meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut
- Mengadakan penafsiran
d. Metode Maudlu’iy
Metode ini berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai surat
yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya.
Dengan mengetahui berbagai corak penafsiran al-Qur’an seperti di atas,
maka kita akan mengetahui isi kandungan al-Qur’an, memahami makna-maknanya,
dan mengaplikasikan ajaran al-Qur’an dengan kehidupan sehari-hari.
Adapun tafsir yang harus diikuti dan dipedomani ialah tafsir ma’tsur. Karena
ia adalah jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk
menjaga diri dari tergelincir dan kesesatan dalam memahami Kitabullah.
B. Pendekatan Normatif Dalam Studi Islam (Studi Hadits)
3
1. Pengertian Takhrijul Hadits
Takhrij Hadits adalah bentuk masdar dari fiil madhi yang secara bahasa
berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat. Sedangkan Takhrij menurut ahli hadits
memliki tiga macam pengertian, yaitu :
a. Usaha mencari sanad hadits yang terdapat dalam kitab hadits karya orang
lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
b. Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya
itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunannya.
Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan
oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.4
2. Cara Pelaksanaan Takhrijul Hadits
Secara garis besar manakharij hadits (takhrijul hadits) dapat dibagi menjadi
dua cara dengan menggunakan kitab-kitab.
Adapun dua macam takhrijul hadits yaitu :
Manakharij hadits telah diketahui awal matannya, maka hadits tersebut dapat
dicari atau ditellusuri dalam kitab-kitab kamus hadits dengan dicarikan huruf
awal yang sesuai diurutkan abjad.
Manakharij hadits dengan berdasarkan topic permasalahan. Upaya mencari
hadits terkadang tidak didasarkan pada lafal matan (materi) hadits, tetapi
didasarkan pada topic masalah. Pencarian matan dan hadits berdasarkan
topic masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai
kitab himpunan kutipan hadits. Dengan bantuan kamus hadits tertentu,
pengkajian teks dan konteks hadits menurut riwayat dari berbagai
periwayatan akan mudah dilakukan.
3. Macam-macam metode yang dapat dipakai dalam takhrijul hadits.
a. Metode Takhrijul Hadits
Dalam buku “Cara Praktis Mencari Hadits” dikemukakan bahwa metode
takhrijul hadits yang dijalankan dalam buku ini terbagi dua macam, yakni :
4 Muhammad Ahmad dan M.Muzakkir, Ulumul Hadits (Bandung : Pustaka Setia, 2004), h. 131
4
Takhrijul Hadits Bil-Lafz, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-
kitab hadits dengan cara menelusuri matan hadits yang bersangkutan
berdasarkan lafal atau lafal-lafal dari hadits yang dicarinya itu.
Takhrijul Hadits Bil-Maudhu’, yakni upaya pencarian hadits pada kitab-
kitab hadits berdasarkan topic masalah yang dibahas oleh sejumlah
matan hadits.
4. Tujuan dan Manfaat Takhrijul HaditsMenurut Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari takhrij adalah
menunjukkan sumber hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan takhrij, yaitu : Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits
Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima (Shahih atau Hasan) atau ditolak (Dha’if).
Manfaat takhrijul hadits itu sangat banyak sehingga apabila ada seseorang yang akan melaksanakan takhrijul hadits, maka dia termasuk salah satu orang yang sangat teliti pada hadits-hadits Rasulullah.
C. Pendekatan Teologi Islam
1. Pengertian Teologi Islam
Secara etimologi, Teologi berasal dari kata theos yang artinya Tuhan dan
logos artinya ilmu. Jadi, Teologi adalah Ilmu Ketuhanan.
Sedangkan Teologi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan dan
pertaliannya dengan manusia baik berdasarkan kebenaran wahyu ataupun
penyelidikan akal murni.5
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Kajian Teologi dalam Islam
Teologi Islam muncul karena adanya masalah-masalah politik yang terjadi
setelah wafatnya Rasulullah. Mulai dari masalah pergantian khalifah hingga masalah
yang terjadi setelah wafatnya Usman Ibn Affan. Ali bin Abi Thalib dituduh
melakukan dosa besar karena tidak mempersoalkan masalah kematian Usman Ibn
Affan yang mati terbunuh. Dri peristiwa inilah lahir beberapa aliran Teologi, seperti
5 Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta : Mutiara Sumber Widya), h. 11-12
5
aliran Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah, Qadariyah, Asy‘ariah, dan
Maturidiah.6
D. Pendekatan Teologi Islam ( Mu’Tazilah )
Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan
teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang
dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak
menggunakan akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasional Islam”
Kaum Mu’tazilah membagi sifat-sifat Tuhan ke dalam dua golongan, yaitu :
Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan dan disebut sifat zatiah.
Sifat-sifat yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan, yang disebut sifat
fi’liyah.
Kaum Mu’tazilah meyakini adanya lima dasar keimanan dan dijadikan
sebagai prasyarat bagi orang yang ingin bergabung dengan mazhab mereka. Lima
dasar tersebut adalah :
1. At-Tauhid (keesaan Allah)
Atauhid merupakan prinsip utama dan intisari ajaran Mu’tazilah, bagi
Mu’tazilah Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti ke
Maha Esaan Allah. Tuhanlah satu-satunya yang Esa yang tidak ada satu pun
menyamainya.
2. Al-Adl (Keadilan Tuhan)
Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah Al-Adl yang berarti Tuhan yang
Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang menunjukkan kesempurnaan Tuhan.
Ajaran ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut
pandang manusia, karena ala mini diciptakan untuk kepentingan manusia.
3. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Artinya yaitu posisi menengah bagi orang yang berbuat dosa besar, juga erat
hubungannya dengan keadilan Tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia
masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad SAW tetapi bukanlah mukmin,
6 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta : UI-Press), h. 7
6
karena imannya tidak lagi sempurna. Karena bukan mukmin ia tidak dapat masuk
syurga, dank arena bukan kafir pula ia tidak harus masuk neraka. Ia seharusnya
ditempatkan di luar surga dan di luar neraka.
4. Perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat
Menurut mereka hal ini tidak hanya dilakukan dengan seruan tetapi juga
dengan kekerasan.
5. Tuhan itu Qadim
Mereka menyatakan bahwa Tuhan itu qadim (terdahulu) maka sesuatu yang
hadits (baru) setelah Tuhan adalah ciptaan Tuhan (makhluk) sehingga mereka
memandang bahwa surga dan neraka itu belum ada karena belum dipergunakan saat
ini.7
Tokoh-tokoh Mu’tazilah yaitu :
Wasil bin Atha’ al-Ghazzal
Abu al-Huzail al-‘Allaf
Ibrahim bin Sayyar an-Nazam
Mu’ammar bin Abbad as-Sulmay
Bisyr bin al-Mu’tamir
E. Pendekatan Teologi Islam ( Asy’Ariyah )
Aliran Teologi ini merupakan aliran yang timbul dari reaksi atas paham-
paham golongan mu’tazilah. Aliran ini dikembangkan oleh Abu al-Hasan ‘Ali Ibn
Ismail al-Asy-‘ari. Al-asy’ari dalam perkembangannya membuat aliran baru yang
kemudian banyak disebut sebagai ahli sunnah wal-jama’ah. Aliran ini timbul atas
respon terhadap paham mu’tazilah, sehingga aliran teologi ini banyak berpendapat
bertentangan dengan paham mu’tazilah. Misalnya dalam pandangan al-Asy’ari
bahwa Tuhan mengetahui dengan sifatnya. Mustahil katanya bahwa Tuhan
mengetahui dengan sifat-Nya karena dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan
dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (‘ilm) tetapi yang
mengetahui (‘Alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan-Nya bukanlah dengan
zat-Nya. Demikian pula dengan sifat seperti hidup, berkuasa, mendengar, dan
melihat. Begitu juga mengenai al-Qur’an. Al-Asy’ari berpendapat bahwa al-Qur’an
7 Ahmad Hanafi, Theology Islam (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1991), h. 43-46
7
itu Qadim. Mengenai perbuatan, asy’ari berpendapat bahwa perbuatan manusia
bukanlah diciptakan manusia itu sendiri. Asy’ari juga berpendapat bahwa Tuhan
tidak mempunyai tangan, muka, mata dan sebagainya karena Tuhan tidak
mempunyai bentuk dan batasan.
F. Pengetahuan Manusia
Pengetahuan pada hakikatnya adalah keadaan mental yang mengetahui hasil
aktivitas substansi manusia. Pada dasarnya pengetahuan mempunyai tiga criteria,
yaitu :
Adanya suatu system gagasan dalam pikiran
Persesuaian antara gagasan itu dengan benda-benda sebenarnya
Adanya keyakinan tentang persesuaian itu
Pengetahuan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Pengetahuan Indrawi (knowledge)
Pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung
oleh panca indera, batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak
tertangkap oleh panca indera.
2. Pengetahuan Ilmu (sains)
Pengetahuan ini meliputi fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau
eksperimen. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang terorganisir dengan
mengadakan pendekatan-pendekatan terhadap benda-benda, peristiwa dengan
menggunakan metode observasi yang sifatnya terjangkau oleh rasio.
3. Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan ini merupakan jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui
metodologi pemikiran filsafati yang secara radikal, universal dan sistematis guna
memperoleh hakikat yang sebenarnya akan suatu hal.
G. Pendekatan Sosiologi dalam Islam
1. Pengertian Sosiologi dan Sosiologi Agama
Defenisi sosiologi secara luas ialah ilmu tentang masyarakat dan gejala-gejala
mengenai masyarakat.8 Sedangkan Hassan Shadily mengartikan sosiologi adalah
8 Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 13
8
ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-
ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
Sosiologi agama ialah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari
masyarakat agama secara sosilogis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan
demi kepentingan masyarakat itu sendiri serta masyarakat luas pada umumnya.9
2. Model Penelitian Sosiologi Agama
Penelitian sosiologi agama pada dasarnya adalah penelitian tentang
agamayang mempergunakan pendekatan ilmu social (sosiologi).
Model atau metodologi penelitian sosiologi agama yaitu dengan melakukan
observasi, interview, angket dan Grounded Research (Penelitian yang penelitinya
terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya) mengenai maslah-masalah
keagamaan yang dianggap penting dan sanggup memberikan data.
H. Pendekatan Antropologi dalam Islam
1. Pengertian Antropologi
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu social yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antrpologi lebih memusatkan pada penduduk
yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang
tinggal di daerah yang sama.
Antropologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat
penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.
2. Kerangka Teoritis Pendekatan Antropologi
Secara garis besar kajian agama dalam antropologi dapat dikategorikan ke
dalam empat kerangka teoritis yaitu intellectualist, structuralist, functionalist, dan
symbolist.
3. Metode Penelitian Antropologi Agama
Penelitian di bidang antropologi agama antara lain dilakukan oleh seorang
antropolog bernama Clifford Geertz pada tahun 1950-an. Hasil penelitiannya itu telah
9 Imam Suprayogo dan Toroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung : Rosda Karya, 2003), h. 61
9
dituliskan dalam buku berjudul The Religion Of Java. Model penelitian yang
dilakukan oleh Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini didasrkan pada data-data yang dikumpulkan melalui wawancara,
pengamatan, survey, dan penelitian Grounded Research, yakni penelitian yang
penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya.10
I. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
1. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Menurut Naquib al-Attas, islamisasi ilmu adalah “the liberation of man fist
from magical, mythological, animistic, national-cultural, tradition, and then from
secular control over reason and his language” (Islamisasi adalah pembebasan
manusia, pertama dari tradisi tahyul, mitos, aanimisme, kebangsaan dan kebudayaan
dan selain itu pembebasan akal dan bahasa dari pengaruh sekularisme).
Bagi al-Attas misalnya, islamisasi ilmu pengetahuan mengacu kepada upaya
mengeliminir unsure-unsur serta konsep-konsep pokok yang membentuk kebudayaan
dan perdaban barat, khususnya dalam ilmu-ilmu kemanusiaan.
2. Strategi dan Kerangka Kerja Dasar Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Al-Attas menguraikan bahwa semua ilmu pengetahuan masa kini, secara
keseluruhan dibangun, ditafsirkan dan diproyeksikan melalui pandangan dunia, visi
intelektual dan persepsi psikologi dari kebudayaan dan peradaban islamisasi
diringkas menjadi lima karakteristik yang saling berhubungan, yaitu :
Mengandalkan kekuatan akal semata
Mengikuti dan setia validitas pandangan dualitas mengenai realitas dan
kebenaran
Membenarkan aspek temporal
Pembelaan terhadap doktrin humanisme
Peniruan terhadap drama dan tragedy terhadap realitas universal.
Adapun langkah Islam pertama yang dituntut untuk islamisasi pengetahuan
adalah agar lembaga-lembaga ilmiah islam dapat melakukan berbagai fungsi, yaitu :
10 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 395
10
o Meneliti, mengaplikasikan dan menyigkapkan nushush wahyu dalam al-
Qur’an dan as-Sunnah yang shahih.
o Meneliti, mengaplikasikan buku-buku induk warisan peninggalan Islam
karya ansiklopedik dan spesialisasi dan memudahkan pemahaman bagi para
pengkaji.
o Kewajiban lembaga-lembaga ilmiah dan pengajaran, serta universitas adalah
melatih para ilmuan yang mampu dan mempunyai minat dalam spesialisasi
kemasyarakatan.
o Kewajiban lembaga-lembaga Islam adalah melakukan usaha persuasive
umum terhadap kepemimpinan intelektual dan ilmuan ummat.
o Mengarahkan misi-misi ilmiah kepada topic-topik dan permasalahan yang
melayani ilmiah Islam dan permasalahan umat yang vital dan orisinil.11
11 Abu Sulaiman dan Abdul Hamid, Krisis Pemikiran Islam, h. 364
11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya adalah upaya atau usaha untuk
menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada dibalik objek
formanya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas, dan inti yang terdapat
dibalik yang bersifat lahiriah. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis
adalah rasio, maka untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai
peranan yang sangat signifikan.
Metode-metode yang digunakan untuk memahami Islam itu suatu saat mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan adanya pendekatan baru yang harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung arti satuan dari teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam memahami agama. Diantaranya adalah pendekatan teologis, normative, antropologis, sosiologis, psikologis, histories, dan pendekatan filosofis, serta pendekatan-pendekatan lainnya. Adapun pendekatan yang dimaksud disini (bukan dalam konteks penelitian), adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahman mendasarkan bahwa agama
12
dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian filosofi, atau penelitian legalistik.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu mohon kiranya para
pembaca sekalian mau memberikaan masukan kritik dan saran guna perbaikan
dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor : Litera AntarNusa, 1996),
Muhammad Ahmad dan M.Muzakkir, Ulumul Hadits (Bandung : Pustaka Setia, 2004),
M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadit (Jakarta : Bulan Bintang, 1991),
Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006)
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta : Mutiara Sumber Widya)
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta : UI-Press)
Ahmad Hanafi, Theology Islam (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1991)
Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997)
Imam Suprayogo dan Toroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung : Rosda Karya, 2003),
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008)
Abu Sulaiman dan Abdul Hamid, Krisis Pemikiran Islam,
13
Top Related