Pendekatan Manajerial dalam Pelayanan Publik melalui
PUSKESMAS
Oleh :
Jemmy Juliando P.S. 0710310088
Sukarno Wibowo 0710310091
Fany Kholilurrahman 0710310104
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan Puskesmas sebagai organisasi pelayanan kesehatan melaju
demikian pesat. Situasi ini terjadi karena peran dan fungsi Puskesmas yang sangat
dominan dalam menjaga status kesehatan masyarakat, mulai dari tingkat pencegahan
sampai dengan rehabilitasi. Pelayanan Puskesmas, yang mendapat dukungan dari
kemajuan teknologi, berkembang seiring dengan tuntutan modernisasi sehingga menjadi
semakin bervariasi. Puskesmas saat ini penuh dengan peralatan medis mutakhir untuk
mendukung pelayanan medik, sementara itu di sisi administrasi era digital semakin kuat
mengakar pada setiap komponen pelayanan non medik di Puskesmas.
Pada sisi lain, pengguna Puskesmas mulai menuntut standar kualitas pelayanan
yang mengedepankan keselamatan dan efi siensi. Pelanggan Puskesmas menjadi
semakin kritis dan semakin ”well-informed” atas semua jasa yang diterimanya serta
kewajibannya untuk membayar biaya pelayanan. Sementara itu, sumber daya manusia
di Puskesmas juga berkembang kuantitas dan kompetensinya. Variasi jenis tenaga
semakin kompleks, baik bersifat horisontal (banyak jenis profesi bekerja di tempat yang
sama) maupun vertical (satu jenis profesi mempunyai berbagai macam tingkat
kompetensi). Perkembangan yang terjadi pada organisasi Puskesmas membawa
konsekuensi pada sistem manajemen. Sistem manajemen Puskesmas saat ini tidak dapat
lagi bertumpu pada paradigma dan konsep manajemen di masa lampau. Diperlukan
berbagai macam pengetahuan dan ketrampilan manajemen terkini untuk mengelola
Puskesmas, sehingga memberikan manfaat yang besar bagi penggunanya.
Kebijakan desentralisasi sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memberi keleluasaan kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri dalam wujud ‘Otonomi
Daerah’. Melalui konsep otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab. Dalam
mendukung otonomi tersebut manusia adalah faktor utama dalam pembangunan yang
diharapkan mampu menciptakan kinerja yang berkualitas dan mencapai produktivitas
yang tinggi sehingga mampu mencapai tujuan pembangunan. Untuk mencapainya,
maka diperlukan sumber daya manusia yang sehat baik jasmani dan rohani karena
kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang menunjang semua aktifitas kehidupan.
Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan ditegaskan bahwa : “Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. Dalam Undang-Undang
tersebut ditegaskan bahwa tiap-tiap warga negara Republik Indonesia berhak
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya dan diikutsertakan dalam usaha-usaha
kesehatan pemerintah Republik Indonesia dan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
itu harus dapat dicapai oleh seluruh rakyat Indonesia secara merata.
Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan (Health Service) menurut
Levey dan Loomba dalam Azrul (1996,34) ialah setiap upaya yang diselenggarakan
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencagah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Puskesmas merupakan sarana atau organisasi dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat yang di dalamnya terdapat konsep akuntabilitas.
Puskesmas sendiri adalah satu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas diharapkan
mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara merata, tidak ada
diskriminasi sehingga pelayanan tersebut menjadi lebih akuntabel, efektif dan efisien.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diketahui rumusan masalah sebagai berikut :1. Apa saja yang menjadi permasalahan dalam pemberian pelayanan oleh
Puskemas?2. Apa hambatan puskesmas dalam memberikan pelayanan yang optimal dari segi
manajerial?3. Bagaimana upaya pengoptimalan pelayanan kesehatan masyarakat melalui
puskesmas dari segi manajerial?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Publik
a. Konsepsi Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan (KEP MENPAN NO.
63/KEP/M.PAN/7/2003).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa hakikat pelayanan
publik menurut Djoko Wijono mengandung 3 unsur, yaitu :
1. Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah di bidang pelayanan publik.
2. Mendorong upaya mengefektifkan system dan tata laksana pelayanan sehingga
pelayanan publik dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil
guna.
3. Mendorong tumbuhnya kreatifitas, prakarsa, danperan serta masyrakat dalam
pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas (Djoko
Wijono, 1997:114)
Dari beberapa pengertian pelayanan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan
publik merupakan suatu bentuk usaha pelayanan yang dilakukan baik oleh individu
ataupun organisasi sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki dalam rangka
memberikan bantuan kemudahan untuk dapat mencapai tujuan dari publik atau
pelanggan.
Dalam konteks pelayanan publik dapat dipahami bahwa keberhasilan proses
pelayanan publik sangat tergantung pada dua pihak yaitu birokrasi atau budaya
organisasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani). Dengan demikian untuk melihat
kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan dan dikaji dua aspek pokok yakni, pertama,
aspek proses internal organisasi birokrasi. Kedua, aspek eksternal organisasi yakni
kemanfaatan yang dirasakan oleh masyrakat pelanggan.
b. Manajemen Pelayanan Publik
Aktivitas manajemen yang dimaksud disini adalah aktivitas yang dilakukan oleh
manajemen dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Moenir, 1998:163)
dan manajemen pelayanan itu sendiri adalah manajemen proses, yaitu sisi manajemen
yang mengatur dan mengendalikan proses layanan,agar mekanisme kegiatan pelayanan
dapat berjalan tertib, lancer, tepat mengenai sasaran dan memuaskan bagi pihak-pihak
yang dilayani (Moenir, 1998:186) sedangkan manajemen pelayanan publik adalah
manajemen proses yang kegiatannya diarahkan secara khusus pada terselenggaranya
pelayanan guna memenuhi kepentingan umum atau kepentingan perorangan melalui
cara-cara yang tepat dan memuaskan pihakyang dilayani (Moenir, 1998:204).
Dengan adanya cara-cara yang tepat untuk menangani kegiatan pelayanan akan
sangat membantu kelancaran dan kecepatan penangan kepentingan orang-orang yang
bersangkutan disini termasuk masalah prosedur dan metode yang sederhana sehingga
pelaksanaan kegiatan dapt efektif dan efisien, mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Selain melalui cara-cara yang tepat, pelayanan publik dapat berhasil dengan baik
jika didukung dengan unsur pelaku. Pelaku dapat berbentuk badan atau organisasi yang
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan manusianya selaku pegawai
baik secara kelompok atau individual dan sebagai pelaku dalam pelayann publik di
Indonesia adalah pegawai Republik Indonesia yang di dalamnya terdapat kelompok
yang dominan baik dalam hal peran layanannya maupun dalam hal jumlahnya.
c. Program Manajerial Publik
Aplikasi Manajemen Publik ,setidaknya telah membawa perubahan kedalam
program organisasi. Perubahan tersebut berhubungan dengan peningkatan prestasi
produksi pada organisasi publik untuk membenahi managemen sumber daya manusia
meliputi staf, pengembangan, perekrutan karyawan yang berkualifikasi serta
penghargaan atas prestasi, adanya target kinerja, penggunaan informasi teknologi,
mengembangkan feedback dari para klien dan menekankan pada kualitas pelayanan,
serta kecenderungan untuk membuat keputusan yang lebih demokratis. Semua ini
dimaksudkan untuk memperbaiki individu melalui insentif, menakar prestasi dan
sehingga memperbaiki hubungan birokrasi dengan klien.
Disamping itu, juga terjadi perubahan dalam penggunaan sektor private yang
lebih luas untuk menciptakan image baru (kepercayaan), efisiensi, daya saing, dan
sistem kontrak produksi yang lebih terbuka bagi publik dalam penyediaan barang dan
jasa atau dalam melakukan kontrak serta untuk menghilangkan monopoli
Sebagai bentuk baru dari administrasi tradisional, manajemen publik antara lain
berupaya memperkenalkan :
1. Pengembangan sumber daya manusia, termasuk pemberian reward atas prestasi,
2. Keterlibatan staf dalam pengambilan keputusan,
3. Pengendoran /kontrol, dalam pencapaian target
4. Penggunaan teknologi informasi,
5. Pelayanan terhadap para klien,
6. Sistem Kontrak dan
7. Deregulasi untuk menghindari monopoli.
Sementara itu, pakar pendekatan managerialism bernama Hood (1991, hal. 4-5)
memberikan beberapa karakteristik program managerial, atau apa yang dia sebut
sebagai “new public management” seperti diringkas menjadi tujuh point berikut :
1. Hands-on profesional management/penanganan managemen profesional pada sektor
publik. Ini bermaksud membiarkan manager me-manage organisasi atau dengan
aktif, menentukan kontrol organisasi diikuti dengan penentuan tanggung jawab yang
jelas atas tugas dalam segala tindakan/aksi.
2. Standar ketegasan dan pengukuran prestasi yang meliputi penjabaran yang jelas atas
tugas, tujuan dan target prestasi Standar ini memerlukan statemen yang jelas
terhadap tujuan, serta efisiensi yang tajam terhadap obyektif/tujuan.
3. Fokus yang lebih besar pada kontrol output. Sumber daya diarahkan pada bidang-
bidang sesuai pengukuran prestasi, sejalan dengan orientasi untuk mengutamakan
hasil ketimbang prosedur-prosedur.
4. Penambahan atau disaggregation pada unit-unit sektor public dilakukan untuk
mewujudkan efisiensi tertentu. Ini mencakup upaya untuk mengintegralkan unit
dengan basis “arm’s-length/jangkauan kewenangan”.
5. Meningkatkan spirit kompetisi yang lebih besar pada sektor publik. Ini mencakup
penentuan system kontrak yang lebih transparan,standar dan prosedur tender yang
lebih baik sehingga dapat memangkas biaya dan penyimpangan.
6. Pelaksanaan style managemen berorientasi pada sektor privat. Ini mencakup
perubahan type manajemen dari gaya militer kearah fleksibelitas/kompromis dalam
mempekerjakan SDM, pemberian imbalan dan dalam hal pelayanan
7. Penekanan yang lebih besar terhadap disiplin dan penghematan penggunaan sumber
daya.
Dapat disebutkan disini pula setidaknya ada empat jenis perubahan konstitusi program
managerial: pertama perubahan yang berfokus pada output, kedua alterasi administrasi
input, yang ketiga perubahan tentang batasan agen-agen pemerintah, dan keempat
perubahan dalam bentuk hubungan dengan pimpinan politik dan publik, sehingga
manager lebih responsibel
1. Fokus pada output
Perubahan utama pada program managerial adalah organisasi berfokus pada output,
daripada input. Organisasi publik berbuat sesuatu, kemudian mereka dapat mengetahui
apa yang mereka lakukan, seberapa baik dikerjakan, serta siapa yang bertanggung jawab
terhadap pencapaian tujuan/hasil. Untuk pencapaian obyektif/tujuan tersebut, ada lima
langkah yang telah dikembangkan:
Pertama, organisasi menentukan seluruh strategi serta obye-obyeknya. Yang kedua,
program direncanakan untuk menemukan tujuan khusus. Yang ketiga, struktur
organisasi dan anggaran sesuai dengan program. Yang keempat, pengukuran prestasi
dan eksplorasi hambatan hambatan. Yang ke lima, adanya evaluasi pencapaian tujuan.
2. Perubahan pada input
Ada beberapa perubahan input, walaupun tak sepenting pada fokus output, namun
memiliki dampak yang signifikan terhadap managemen sektor publik, yang meliputi :
sumber daya staff, anggaran, teknologi dsb Perubahan tersebut,antara lain tampak dalam
hal hal berikut : penciutan staff, pengenalan sistem indikator prestasi yang menekankan
perlunya mewujudkan nilai nilai ekonomis (efisiensi), tanggung jawab yang lebih besar,
serta pengenalan sistem perencanaan baru yang mana kesemuanya dalam rangka
pencapaian tujuan secara kongkrit
3. Mereduksi Peran Pemerintah
Misalnya melalui privatisasi dan memperbaharui system tender dalam kontrak
proyek publik
4. Hubungan Dengan Politisi dan Publik
Secara teori model administrasi tradisional menghendaki sebuah pemisahan antara
mereka yang memberikan perintah (Legislatif-Politik) dan mereka yang
menjalankannya (Eksekutif-Administrator). Pada model tradisional hubungan manajer
publik dengan kepemimpinan politis bersifat teknis dan sempit, bak majikan dan
bawahan, antara mereka yang memberikan perintah dan mereka yang menjalankannya.
Sedangkan dalam model managerialism hubungan antara politisi dan manajer lebih cair
dan lebih familier dari sebelumnya. Manajer publik terlibat dalam masalah kebijakan
( politik ) dan secara personal lebih sering bertanggung jawab atas terjadinya masalah
atau public issues dan akan kehilangan pekerjaan jika terjadi kesalahan. Manajemen
publik adalah manajemen politis dimana kriteria politis dan administratif disatukan
secara efektif.Seorang manajer publik yang efektif adalah seorang pemain politik yang
baik. Karena pelayanan publik adalah institusi politis sehingga pegawai publik harus
berinteraksi dengan lingkungan politis. Menuruti tujuan-tujuan politis adalah fungsi
utama dari pelayanan publik .
2.2 Pelayanan Kesehatan Masyarakat
a. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan
Menurut Azrul Azwar dalam bukunya “Pengantar Administrasi Kesehatan”
berpendapat bahwa suatu pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki berbagai syarat
pokok antara lain :
1. Tersedia dan Berkesinambungan (Available and Continous)
Semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit
ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat yaitu ada pada saat dibutuhkan.
2. Dapat Diterima dan Wajar ( Acceptable and Appropriate)
Pelayanan kesehatan tersebut bersifat wajar dan tidak bertentangan dengan adat-
istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3. Mudah Dicapai (Accepsible)
Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi untuk dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana
kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah Dijangkau (Affordable)
Keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari sudut biaya, diupayakan biaya
pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Berkualitas (Quality)
Pengertian berkualitas disini menunjuk pada tingkat kesempuranaan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para
pemakai jasa pelayanan dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan (Azrul Azwar,1996,38-39).
b. Aspek Pelayanan Kesehatan
Menurut Muninjaya (1999,44) untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan
pelayanan kesehatan, pemerintah (Depkes) telah menetapkan indikator keberhasilan
pelayanan sektor kesehatan. Aspek ini secara spesifik diuraikan dalam Sistem
Kesehatan Nasional yang meliputi :
1. Derajat Kesehatan : Lama hidup, kematian, cacat, kesakitan, status gizi,
tingkat pendidikan kesehatan, tersedianya air bersih, kebersihan lingkungan,
jamban dan upaya kepenuhsesakan.
2. Upaya Kesehatan : Tenaga, peralatan, fasilitas, biaya, kebijakan, informasi
kesehatan, organisasi dan kegiatan.
3. Demografi
4. Perilaku Penduduk Terhadap Kesehatan
5. Pengadaan Sumber Daya
6. Pemanfaatan Sumber Daya
7. Kesepakatan Kebijakan
8. Potensi Organisasi Kemasyarakatan : peran sektor lain seperti sektor
pendidikan, perekonomian dll.
9. Lingkungan
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Permasalahan Pelayanan Puskesmas
Kinerja Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat perlu
mendapatkan perhatian yang lebih serius terutama yang berkaitan dengan SDM (sumber
daya manusia) yang bekerja pada organisasi tersebut, sehingga dapat memberikan
kontribusi yang terbaik bagi pencapaian tujuan organisasi maka dituntut kesadarannya,
profesionalisme, kedisiplinan dan kinerja yang setinggi mungkin sehingga roda
organisasi dapat berjalan dengan efektif dan efesien.
Dalam kaitannya hal tersebut diatas, maka untuk mewujudkan cita-cita
Indonesia sehat 2010 yang memuat harapan agar penduduk Indonesia memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata
serta berkesinambungan. Walaupun demikian, berbagai fakta menyadarkan bahwa
pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata itu masih jauh dari harapan
masyarakat dan membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapainya.
Berkaitan dengan pentingnya aspek kesehatan dalam rangka pembangunan
nasional yang disesuaikan pada kondisi sosial budaya dan geografis penduduk
Indonesia, maka pada bulan November 1967 Pemerintah Republik Indonesia
merumuskan program kesehatan terpadu sesuai dengan kondisi social dan kemampuan
rakyat Indonesia yang dinamakan dengan PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat)
sebagai suatu pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif
secara terpadu dan menyeluruh dan mudah dijangkau oleh masyarakat.
Dewasa ini Puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air dan
bahkan untuk menjangkau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas Induk dibantu oleh
Puskesmas pembantu dan Puskesmas Keliling. Tercatat pada tahun 2002 jumlah
Puskesmas diseluruh Indonesia adalah 7.277 unit dan Puskesmas Pembantu sebanyak
2L587 unit serta Puskesmas Keliling 5.084 unit (perahu 716 unit dan Ambulance
1.302). (Warta Kesehatan Indonesia Edisi Oktober 2002)
3.2.1 Hambatan, Dampak, Dan Solusi Yang Dapat Mempengaruhi Efektivitas
Pelayanan Puskesmas Di Indonesia
Untuk mengukur suatu kinerja organisasi yang efektif, efesien dan optimal
seperti halnya kinerja pada organisasi Puskesmas di Indonesia, maka sangat
dipengaruhi oleh beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius,
sebab hal tersebut dinilai sebagai ujung tombak dalam pencapaian kinerja suatu
organisasi diantaranya adalah :
1. Perencanaan
Planning atau perencanaan merupakan proses pemikiran dan penentuan secara
jelas dari segala sesuatu yang akan dijelaskan dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi. Karena pada dasarnya setiap proses pemikiran itu memerlukan suatu
keputusan, maka planning atau perencanaan meliputi serangkaian keputusan-
keputusan termasuk keputusan dalam hal tujuan kebijaksanaan, prosedur,
program dan metode serat jadwal waktu pelaksanaan. Perencanaan merupakan
dasar atau arah atau pedoman bagi manajemen dalam melaksanakan tugas. Oleh
karena itu berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuannya sangat ditentukan
oleh rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dan apabila rencana itu salah
maka dengan sendirinya tujuan organisasi tidak akan tercapai. (Maryati Sukarni.
Kansius 1994:27)
2. Pengawasan
Pengawasan atau controlling bertujuan untuk mengetahui apakah
pelaksanaan tugas/pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pengawasan menyangkut kegiatan membandingkan antara basil
nyata yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan dan apabila
pelaksanaannya menyimpang dari rencana maka perlu diadakan koreksi
seperlunya. Organisasi akan berhasil dan akan mencapai sasarannya apabila
pimpinan mampu melaksanakan fungsi pengawasan dengan sebaik-baiknya.
(Maryati Sukarni. Kansius 1994 :29)
3. Evaluasi
Proses evaluasi di dalam manajemen adalah sangat penting. Demikian pula di
dalam dunia kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan investasi social
yang cukup berperan usaha-usahanya mencakup sasaran kesejahteraan manusia.
Evaluasi sesungguhnya adalah proses kegiatan yang akan menilai segala
sesuatu yang akan diperoleh dengan apa yang sudah ditetapkan perencanaannya
atau dengan apa yang ingin dicapai melalui perencanaan semula. Karenanya untuk
menghindarkan agar penyimpangan itu tidak berlangsung terlalu jauh dari suatu
kekeliruan. Jadi kita harus melakukan point evaluasi pada setiap titik kegiatan
yang dianggap perlu. (Maryati Sukarni. Kansius 1994 :21)
Namun aspek-aspek lain yang sangat mempengaruhi dari pada kinerja suatu
organisasi dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat yang banyak
memberikan kontribusi di dalam pelaksanaan program kesehatan seperti:
a. Kemampuan sumber daya manusia (SDM).
Setiap organisasi pemerintah dan swasta termasuk di Puskesmas memiliki
asset yang pada dasarnya dapat digolongkan dalam " 3 M " yaitu Man. Money dan
material. Dari ketiga unsur M tersebut pertama adalah manusia merupakan asset
yang paling penting dan menentukan, karena nilai kedua unsur M lainnya sangat
tergantung pemanfaatannya oleh manusia sebagai pelaku aktif dalam organisasi
(Atmosoepratpo, 2001 : 30).
Moekiyat (1987 :3) mengemukakan ada 3 unsur kualitas yang perlu
dikembangkan dari setiap pegawai yaitu :
a. Keahlian. Agar supaya pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan
lebih efektif.
b. Pengetahuan, agar supaya pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional
c. Sikap, agar supaya timbul kemauan kerja sama dengan teman-teman dan
pimpinannya.
b. Kemampuan Biaya Kesehatan
Kemampuan biaya adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang
diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari batasan ini
terlihat bahwa biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni (Imbalo 52-53).
1. Penyedia pelayanan kesehatan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut penyedia pelayanan
adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan
upaya kesehatan. Dengan pengertian seperti ini tampak bahwa biaya
kesehatan dari sudut penyedia pelayanan, adalah persoalan utama para
pemerintah ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan
menyelenggarakan upaya kesehatan.
2. Pemakai jasa pelayanan
Yang dimaksud dengan biaya kesehatan dari sudut pemakai jasa pelayanan
adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa
pelayanan.
Biaya kesehatan banyak macamnya hanya saja disesuaikan dengan pembagian
pelayanan kesehatan, maka biaya kesehatan tersebut secara umum dapat dibedakan
atas dua macam yakni :
1.Biaya pelayanan kedokteran
Biaya kedokteran adalah untuk menyelenggarakan dan atau
memanfaatkan pelayanan kedoketeran, yakni yang tujuan utamanya adalah
untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2.Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksud di sini adalah yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat
yakni tujuan utamanya adalah untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
Namun dalam pembiayaan kesehatan harus mempunyai syarat-syarat pokok
yang harus dipenuhi antara lain :
- Jumlah. Jumlah adalah syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia
dalam jumlah yang cukup dalam arti dapat menyelenggarakan semua upaya
kesehatan yang dibutuhkan serta dapat menyulitkan masyarakat yang ingin
memanfaatkannya.
- Penyebaran. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah penyebaran dana yang
harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang tersedia tidak dapat
dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan penyelenggaraan setiap
upaya kesehatan.
- Pemanfaatan. Sekalipun jumlah dan penyebaran dana secara merata, tetapi jika
pemanfaatannya tidak mendapatkan peraturan yang seksama, niscaya akan
banyak menimbulkan masalah, yang jika berkelanjutan akan menyulitkan
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
c. Ketersediaan sarana dan prasarana
Penempatan sebuah Puskesmas sekarang ini adalah lebih banyak dibangun di
ibu kota kecamatan, sedangkan untuk Puskesmas pembantu di tempatkan di desa.
Bagi masyarakat atau desa yang maju dengan penduduk yang banyak dapat
ditempatkan sebuah Puskesmas, tergantung dari ketersediaan tenaga, khususnya
tenaga dokter.
Penempatan Puskesmas juga harus dipertimbangkan permintaan masyarakat.
Sering terjadi penempatan sebuah Puskesmas tidak berdasarkan permintaan
masyarakat, sehingga keadaan demikian Puskesmas tidak efektif dan efesien.
Kesalahan dalam penempatan Puskesmas selama ini, maka menuntut
perencanaan sebuah Puskesmas dilakukan secara efektif dan efesien. Satu hal
yang perlu dipertimbangkan terutama adalah ketersediaan tenaga medis dan para
medis dan permintaan masyarakat serat keterjangkauannya atau luas wilayah dan
jumlah penduduk cukup memadai. Termasuk dalam ketersediaan sarana dan
prasarana seperti pengadaan gedung yang layak dan pendistribusian obat-obatan.
(Kamalia Manajemen Pelayanan Rumah Sakit Dan Puskesmas 98-100)
d. Pendistribusian Tenaga Kesehatan
Pendistribusian tenaga kesehatan dewasa ini adalah menjadi masalah pokok
yang harus dituntaskan. Mengingat banyaknya tenaga kesehatan yang ditugaskan di
daerah-daerah terpencil sering meninggalkan dan melalaikan tugas-tugasnya,
dengan alasan mereka tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan yang akan ditempati
atau mereka menganggap bahwa penempatan mereka di daerah-daerah terpencil
tidak seimbang dengan gaji yang mereka terima. Dan mereka cenderung memilih
pindah di kota. Akhirnya masyarakat yang hendak berobat mengalami kesulitan dan
apabila mau berobat harus rela menunggu lama karena dokter terlambat atau tidak
berada ditempat
3.2.2 Realisasi Keberadaan Puskesmas sebagai Organisasi Pelayanan Kesehatan
Masyarakat.
Pemerintah berupaya mereorientasi pembangunan kesehatan. Penanganan
kesehatan masyarakat lebih dititikberatkan pada pembinaan kesehatan bangsa bukan
sekadar penyembuhan penyakit, namun termasuk pencegahan penyakit, perlindungan
keselamatan, dan promosi kesehatan. Hal itu menyadarkan kepada kita bahwa membina
kesehatan bangsa atau menciptakan bangsa yang sehat, cerdas, trampil, tidak bisa
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan semata. Namun hingga kini, perubahan
paradigma masih sangat kecil (bila tidak ingin disebut tidak ada). Kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah saat ini lebih banyak terfokus pada persoalan "pelayanan
kesehatan". Salah satu faktor penting untuk mendukung kegiatan pelayanan kesehatan
adalah ketersediaan jumlah dan kualitas tenaga kesehatan yang memadai dalam
menentukan keberhasilan upaya dan manajemen pelayanan kesehatan.
Puskesmas selama ini merupakan sarana kesehatan yang langsung bersentuhan
dengan masyarakat miskin. Keberadaan puskesmas sangat bermanfaat bagi keluarga tak
mampu yang tinggal di daerah pelosok. Dengan adanya Puskesmas, setidaknya dapat
menjawab kebutuhan pelayanan masyarakat yang memadai bagi masyarakat, yaitu,
pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Adapun latar belakang
dibukanya puskesmas, awalnya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang
tidak mampu. Umumnya masyarakat miskin enggan menjalani pengobatan di rumah
sakit karena khawatir besarnya biaya pengobatan yang bakal dikeluarkan. Apalagi
rumah sakit biaya pengobatan dan perawatan cenderung mahal. Puskesmas Program
revitalisasi selama ini masih seputar wacana. Berbagai penyakit yang timbul dewasa ini
sejatinya dapat diatasi bila fungsi posyandu dan puskesmas dapat berjalan sebagaimana
peran dan fungsi sebenarnya. Namun karena keberadaan puskesmas yang identik
dengan pelayanan terdepan bagi masyarakat belum berjalan optimal, belum optimalnya
pelayanan puskesmas, bukan karena belum tersedianya sarana dan prasarana di
puskesmas, tapi karena masih belum baiknya manajemen pengelolaan puskemas.
"Masyarakat lebih cenderung langsung berobat ke rumah sakit daripada menjalani rawat
inap di puskesmas. Hal ini karena puskesmas belum siap karena pelayanan yang
diberikan belum sempurna,"
Selama ini, puskesmas memiliki fungsi ganda, dengan titik berat pada program
fungsi kesehatan masyarakat. Namun, prakteknya justru fungsi pelayanan kesehatan
lebih dominan. Tidak ada lagi waktu kunjungan ke masyarakat, pemberian penyuluhan,
dan program kemasyarakatan lainnya. Semua sibuk melayani orang sakit yang berobat
ke puskesmas. Ke depan fungsi kesehatan masyarakat atau pendekatan yang bersifat
kemasyarakatan lebih diprioritaskan. Sementara fungsi pelayanan kesehatan dilakukan
sebagai layanan pertama bagi masyarakat yang membutuhkan pengobatan. Bila,
dibutuhkan tindakan lanjutan, makaharus dirujuk ke rumah sakit. Hal ini tentu
mensyaratkan adanya sistem rujukan yang terkoordinasi baik, termasuk sarana dan
fasilitasnya harus dipenuhi. Pelayanan kuratif di puskesmas selama ini hanya membuat
masyarakat lebih tergantung kepada tenaga medis dan menambah beban biaya bagi
masyarakat. Masyarakat tidak pernah dirangsang bagaimana harus menjaga kesehatan
agar tidak sakit.
Pada umumnya tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Hal ini
disamping karena kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, juga karena
rendahnya kemampuan masyarakat miskin dalam menghadapi permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan, khususnya dalam mengakses layanan
kesehatan yang berkualitas. Atau dengan kata lain mereka hanya dapat mengakses
layanan kesehatan yang kondisi ketersediaan tenaga kesehatannya kurang memadahi
dan mencukupi, peralatan yang kurang, sarana kesehatan yang kurang memadai, dan
kualitas obat yang rendah. Pemanfaatan rumah sakit sebagai sarana layanan kesehatan
cenderung masih didominasi oleh masyarakat golongan mampu, sedang masyarakat
miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Ketersediaan Puskesmas
sebagai sarana pemenuhan layanan yang sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat
miskin secara bertahap telah mampu dicukupi
Fasilitas kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kemakmuran
(wealthy) satu wilayah. Pelayanan publik merupakan tujuan pelayanan fasilitas
kesehatan tersebut, mulai dari rumah sakit, puskesmas, posyandu dan sebagainya,
merupakan pelayanan kesehatan publik utama yang didukung oleh keberadaan fasilitas
kesehatan semi publik seperti dokter dan bidan.
3.3 Upaya Pengoptimalan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Melalui
Puskesmas Dari Segi Manajerial
Upaya mengoptimalkan pelayanan kesehatan masyarakat dari segi manajerial
puskesmas dapat dilakukan dalam beberapa aspek, yaitu :
Dalam mengoptimalkan/mengupayakan pemberdayaan pelayanan kesehatan
masyarakat di puskesmas baik secara preventif, promotif maupun rehabilitatif
yang di dalamnya terdapat fungsi-fungsi manajemen seperti teori POAC
(Planning, Organizing, Actuating, Controlling).
Membagi fungsi pelaksanaan/manajemen kerja yang baik adalah suatu
kegiatan yang mendorong semangat kerja para tenaga medis, mengerahkan
aktivitas para tenaga medis serta mengkoordinasikan berbagai aktivitas para
tenaga medis menjadi aktivitas yang kompak. Hal ini adalah tentang program
suatu manajemen kesehatan, diantaranya kegiatan program yang ditentukan
meliputi siapa yang mengerjakan program manajemen kesehatan, apa yang
dikerjakan dalam program kerja tersebut, kapan program tersebut harus
dilaksanakan, dimana kegiatan program kerja tersebut dapat berlangsung,
mengapa melaksanakan program kerja tersebut, dan bagaimana tahapan proses
pelaksanaan dari program kerja tersebut. Jadi, dengan adanya fungsi manajemen
dalam kesehatan tentu sangat membantu dan mempermudah dalam sistem kerja
kesehatan, dengan begitu dapat memperbaiki kerja yang selama ini kurang
memuaskan.
Penjabaran komponen suatu organisasi secara terperinci ( meminjam model
pelayanan Walker 1997;h.19), hal ini perlu dinyatakan secara tertulis dan
dikomunikasikan secara meluas, sehingga tidak ada seorangpun yang meragukan
apa yang dijrancang untuk dicapai, namun juga harus di imbangi dengan struktur
organisasi yang dirancang untuk tanggapan public atau masyarakat: adapun
pelayanan dari Walker tersebut lebih lanjut dijelaskan :
a. keperluan dan harapan pelanggan perlu didefinisikan dan diperhatikan
secermat-cermatnya.
b. Kegiatan pesaing apa yang dilakukan perlu selalu diketahui dan
dipelajari dengan baik.
c. Wawasan tentang masa depan, untuk kepentingan-kepentingan jangka
panjang harus ada keberanian bereksperimen dan perubahan-perubahan
untuk masa depan.
Dari ketiga pandangan dan kajian di atas merupkan model pelayanan yang
diharapkan merupakan perpaduan yang harmonis antara pelayanan materi dan
pelayanan pribadi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas maka kesimpulan yang diperoleh
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Kondisi pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia hingga saat ini sangatlah
memprihatinkan, yang mana hingga kini pelayanan kesehatan yang diterima
masyarakat, terutama masyarakat miskin teramat jauh dari standart pelayanan
kesehatan yang ideal. Dimana puskesmas sebagai basis pelayanan kesehatan pada
masyarakat yang utama belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu, adil dan merata.
2. Puskesmas selama ini merupakan sarana kesehatan yang langsung bersentuhan
dengan masyarakat. Keberadaan puskesmas sangat bermanfaat bagi keluarga tak
mampu yang tinggal di daerah pelosok. Dengan adanya Puskesmas, setidaknya
dapat menjawab kebutuhan pelayanan masyarakat yang memadai bagi masyarakat,
yaitu, pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Adapun latar
belakang dibukanya puskesmas, awalnya memang untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat yang tidak mampu.
3. Dengan adanya otonomi daerah, sebenarnya Pemerintah Daerah dapat lebih leluasa
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di wilayahnya. Hal ini tentu akan
mempermudah dalam mengatur kinerja unit pelaksana pelayanan dalam
memberikan pelayanan. Namun fakta yang terjadi di lapangan adalah Pemerintah
justru kesulitan dalam memberikan pelayanan. Hal ini disebabkan kurang
optimalnya manajerial pelayanan yang diberikan. Baik dari segi SDM, keterbatasan
biaya, dan lain sebagainya.
4.2 Saran
1. Penyedian layanan kesehatan yang baik harus diwujudkan oleh pemerintah melalui
pengoptimalan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas, sebab disini
peran dari puskesamas sangatlah esensial. Yaitu sebagai basic pelayanan kesehatan
yang secara langsung dapat menyentuh segala lapisan masyarakat, utamanya
masyarakat miskin.
2. Dalam perbaikan pelayanan kesehatan yang seyogyanya terfokus pada puskesmas,
dapat terealisasi melalui perbaikan dan pengembangan puskesmas dengan titik
berat pada program fungsi kesehatan masyarakat. Ke depan fungsi kesehatan
masyarakat atau pendekatan yang bersifat kemasyarakatan lebih diprioritaskan.
Sementara fungsi pelayanan kesehatan dilakukan sebagai layanan pertama bagi
masyarakat yang membutuhkan pengobatan.
3. Perlu adanya perbaikan sistem manajerial baik koordinasi dalam peran dan
tanggung jawab para unit pelaksana pelayanan kesehatan, perencanaan program
baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, diadakannnya program
evaluasi kinerja para unit pelaksana pelayanan kesehatan yang berkelanjutan, serta
memberikan peran kepada masyarakat baik bekerja sama dalam meningkatkan
kualitas kesehatan maupun dengan melibatkan masyarakat dalam pengawasan
pelayanan yang berkualitas dan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Azrul, Azwar. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Imbalo. S. 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan. Kesaint Blanc. Bekasi
Gresent. 2003. Menuju Masyarakat Mandiri dan Pengembangan Model Sisitem
Keterjaminan Sosial. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama
Hessel Nogi. Manajemen Modern Untuk sector Public. Balairung & Co. Yogyakarta
Sinonim, 2003. Pedoman Daftar Pelaksanaan Jaminan Mutu Di Puskesmas.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Donabedian. 1999. Kualitas Pelayanan Kesehatan. Buku Kedokteran. Jakarta
Sinonim, 1999. Menuju Indonesia Sehat 2010. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Top Related