8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
1/12
PEMESRAAN ANTARA BAHASA DANKEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
Oleh : H Masoed Abidin
WILAYAH MINANGKABAU
Masyarakat Minangkabau adalah salah satu suku bangsa di antara
puluhan suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia.
Masyarakat Minangkabau hidup di sekitar wilayah Sumatera
Bagian Tengah, atau yang dalam Tambo Minangkabau disebutkan
perbatasan wilayah Minangkabau itu dikisahkan, dari Sikilang Aia
Bangih sampai ka Taratak Aia Itam. Dari Sipisok-pisok pisau anyuik
sampai ka Sialang Balantak basi. Dari Riak nan Badabua sampai ke
Durian ditakiak Rajo, (artinya, dari Sikilang Air Bangis sampai ke
Taratak Air Hitam, dari Sipisok-pisok Pisau Hanyut sampai ke Sialang
Belantak Besi, dari Riak yang berdebur sampai ke Durian Ditekuk Raja).
Orang Minangkabau menamakan tumpah darahnya dengan Alam
Minangkabau, yang secara geografis berarti juga wilayahnya itu
berpusat di selingkar Gunung Merapi, di Sumatera Barat. Wilayah itu
meluas menjadi Luhak dan Rantau.
Wilayah Luhak terletak di nagari-nagari yang berada di sekitar
Gunung Merapi, sedangkan wilayah Rantau berada di luarnya, yaitu di
sekitar wilayah pantai bagian Barat dan Timur Minangkabau.
Dalam Tambo dikisahkan pula bahwa Alam Minangkabau
mempunyai tiga buah Luhak yang lazim disebut dengan Luhak Nan
Tigo (Luhak yang Tiga). Terbagi kepada Luhak Tanah Datar, Luhak
Agam dan Luhak Lima Puluh Kota. Dari Luhak tersebut, kemudian
berkembang menjadi Luhak Kubang Tigobaleh, yang terletak di sekitar
Gunung Talang, Kabupaten Solok sekarang.Wilayah Rantau terletak di luar Luhak-luhak tadi. Semula rantau
adalah tempat mencarikan hidup para penduduk, terutama dalam
bidang perdagangan.
Wilayah rantau, berubah menjadi tempat menetap turun temurun.
Terjadilah pembauran dan pemesraan (asimilasi) antara nan datang
mencengkam hinggap bersitumpu. Berkembang menjadi bagian dari
1
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
2/12
pusat pemerintahan di Minangkabau dulu, yakni Kerajaan
Pagaruyuang, yang mempunyai Basa Ampek Balai, berninik bermamak,
berdatuk dan berpenghulu. Berlakukah pula di wilayah rantau itu, adat
istiadat Minangkabau.
MINANGKABAUDAN NILAI KEKERABATAN
Dari sisi istilah Minangkabau malah lebih dikenal sebagai bentuk
kebudayaan dengan masyarakatnya yang berstatus matrilineal atau
keturunan menurut garis keibuan Hubungan kekerabatan ini, adalah
perpaduan dan pemesraan1 antara istiadat (urf) dan syariat agama
Islam.
Garis matrilineal yang dianut adalah, bahwa anak yang dilahirkan
bernasab kepada ayahnya, bersuku kepada ibunya, dan bersako
terhadap mamaknya). Hubungan kekerabatan seperti ini, mungkin
tidak ada duanya di Indonesia. Nilainya mengutamakan kebersamaan.
Sistem matrilineal yang paling nyata, telah menarik para pakar
ilmu sosial, di dalam negeri dan dari luar negeri. Sistim kekerabatan
Minangkabau satu hal yang nyata, dan masih berlaku, walau
perubahan terjadi di masa global ini.
Kekuatan yang mengikat sistim kekerabatan Minangkabau, terlihat
dari berbagai arah dan sudut pandang. Berpengaruh pada semua sisi
kehidupan masyarakat Minangkabau.
Kekuatan kekerabatan itu misalnya, berpengaruh kuat di aspek
jiwa dagang masyarakatnya, mobilitas penduduknya, dengan kesukaan
merantau ke negeri lain untuk mencari ilmu, mencari rezeki. Sistim
kekerabatan sedemikian itu pula, yang telah mendorong lajunya
mobilitas horizontal dalam bentuk imigrasi, dan mobilitas vertical yang
menuju kepada peningkatan kualitas.
Dalam kaitan dengan kekerabatan dalam budaya-adat
Minangkabau, mereka yang menyimpang dari kebersamaan yang telah
dipolakan, akan terkena risiko dalam berbagai tingkatan.
Dapat saja berupa dikucilkan dari pergaulan sebelum membayar
denda penyesalan pada nagari, sampai yang dikenai hukum buang
sapanjang adat (buang sapah, buang habis). Bila terkena hukuman adat
yang terakhir ini, maka segala hak-haknya yang tumbuh karena
hubungan adat akan dicabut.
2
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
3/12
Masuknya budaya luar, baik melalui sistem pemerintahan dan usaha-
usaha kehidupan, tentang perdagangan, tentang sumber mata
pencaharian, yang memungkinkan anak kemenakan bekerja sebagai
pegawai, negeri atau swasta, atau usaha-usaha yang non agrarisch
lainnya, telah sekaligus dapat mengubah, setidaknya mempengaruhistruktur tradisional kekeluargaan orang Minangkabau.
Semula, semua turunan berdiam di rumah orang tua, akan berpindah
ke rumah yang didirikan sendiri, juga bukan lagi di atas bagian tanah pusaka
kaum, tetapi di atas tanah yang dibeli dengan hasil pendapatan sendiri.
Pada akhirnya, kekuasaan Mamak Kepala Waris terhadap anggota
kaumnya, di dalam kaitan adat budaya Minangkabau, tidak sama lagi
dengan sebelumnya.
Peranan dan tanggung jawab seorang suami kepada anak-isterinya,juga mengalami pergeseran tajam. Semua suami, yang juga adalah mamak
dalam kaumnya, hamper bahkan sudah sepenuhnya mengurusi
kepentingan keluarga batihnya saja. Kekerabatan di masa lalu, seperti sibuk
mengurus sawah ladang kaum dari orang tuanya, sudah tidak diperlukan
lagi.
Harta pusaka (collectief bezit), hampir semuanya sudah habis
terindividualisasikan kepada anggota kaum. Malah sudah dibuku-tanahkan
(sertifikat) atas nama mereka masing-masing. Perubahan-perubahandemikian, sekaligus merombak beberapa sisi beban tanggung jawab,
yang selama ini berada pada kewenangan mamak, terutama dalam urusan
kekerabatan, berpindah ke pikulan ayah bunda.
Sedikit atau banyak perubahan yang tumbuh tersebab pola kehidupan
ini. Peran suami dari para kemenakan, atau yang disebut urang sumando
di Minangkabau, menjadi lebih dominan. Sepanjang urang sumando atau
suami dari para kemenakan, masih perlu dihormati di kaumnya, jaringan
kekerabatan semula tidak akan mengalami gangguan. Dia masih harus
bertenggang rasa dengan mamak-mamak dalam kaum isterinya.
Tatanan kekerabatan masa lalu akan berombak total, apabila
turunan mereka tidak lagi dididik perlunya dalam kebersamaan.
Kebersamaan dalam kekerabatan akan kuat di kala tertanam rasa malu,
berbasa-basi, berbahasa yang indah, bertenggang rasa seperti yang
sudah-sudah.
3
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
4/12
Perilaku nafsi-nafsi atau individualistis dan berperangai nan ka
lamak di awak surang secara materialisasi, sudah tampak mengedepan.
Makin kuat bila ditunjang oleh mapannya kehidupan keluarga inti atau
keluarga batih. Ketika itu, sudah dirasa berat memberikan bantuan pada
kaum. Maka kebersamaan mulai meredup.Sistim kekerabatan bersuku ke ibu, termasuk juga menjadi pagar
bagi tidak terjadinya kawin sesuku. Sudah berkali-kali kasus perkawinan
dari yang bersanak ibu yakni yang ibu mereka bersaudara handling, dari
salah satu nagari di Luhak, meskipun kejadiannya di rantau.
Agama Islam memang tidak melarang perkawinan demikian, akan
tetapi tidak pula menyuruh untuk saling kawin mengawini di antara mereka
yang sekaum sepusaka.
Agama Islam juga tidak membolehkan sesuatu, yang dampaknyaakan berakibat pecah atau kacaunya kesatuan sebuah kaum.
Selain itu, ada beberapa istilah yang perlu diperbaiki
pemahamannya dalam perilaku. Seumpama sebutan: kok indak ameh
di pinggang dunsanak jadi urang lain. Ini adalah sepenggal contoh
pepatah bernuansa sarkatis.
Betapa akibatnya, bila lelaki Minang dalam keadaan tidak punya
emas (tidak berpunya), seolah saudara-saudaranya akan menghindar
darinya, dan akan membiarkan diri melarat sendiri. Sikap yang dimuatpepatah tersebut, perlu ditempatkan pada posisi yang benar.
Secara prinsip, agama Islam menganut juga sikap demikian. Pelajari
dengan tenang salah satu Rukun Islam adalah kemampuan membayar
zakat. Kewajiban zakat menjadi rukun sahnya seseorang menjadi muslim.
Tanpa embel-embel penjelasan seperti menunaikan haji ke Mekah dengan
catatan tambahan, sekali seumur hidup jika ada kemampuan internal,
ada kesempatan dan ada kemungkinan secara internal dan ekstemal.
Bila perilaku syarak dipahamkan secara sepotong-sepotong, makamereka yang membayar zakat saja yang boleh disebut Muslim. Perlu
disimak lebih dalam. Adanya ketentuan rukhsah (dispensasi). Bagi yang
belum mampu secara objektif, berhak menerima zakat sebagai dhuafak,
fakir atau miskin.
4
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
5/12
Dipahamkan dari sini, bahwa rukun zakat adalah pendorong
membentuk sikap individu giat berusaha, mampu membayar zakat, dan
mencegah Muslim jadi pengemis.
Adat dan budaya Minangkabau menghendaki setiap lelaki
Minangkabau, haruslah punya kemampuan, selain ilmu juga secaramateri. Diperlukan untuk membantu dan menambah harta pusaka
kaumnya, selain memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya sendiri.
Adat Minangkabau mendorong mereka untuk merantau, dan silakan
kembali- setelah dirasa berguna untuk kaum dan korong kampung.
Namun, bagi yang belum terbuka kesempatan menjadi lelaki mampu,
secara hukum adat tetap terbuka peluang untuk menggarap harta
pusaka kaumnya Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya
ketentuan adat tidak pernah membatasi.
Harta kaum yang digarap untuk anak bini seperti itu, disebut arato
bao atau harta bawaan, yang tunduk pada ketentuan bao kumbali-dapatan
tingga. Pengolahan dan pemanfaatan tanah ulayat kaum, sesuai hukum
dalam Islam.
JALINAN BAHASADAN KEPERCAYAANDI MINANGKABAU
Dari sudut kebudayaan, dan berbagai sisi hubungan dan perilaku,
terbentuk kaitan jalin berkelindan hubungan Bahasa dan Kepercayaanorang Minangkabau.
Pembauran dengan makna asimilasi2 adalah pemesraan antara
dua unsur atau lebih dalam suatu wadah tertentu. Unsur yang satu
menjadi bagian dari unsur yang lain, demikian pula sebaliknya. Salah
satu yang membentuk pemesraan itu adalah bahasa dan kepercayaan
dalam wadah kesusastraan di Minangkabau.
Penjiwaan dari kehidupan keseharian masyarakat Minangkabau,
terasa ada asimilasi, atau pemesraan antara Bahasa dan Kepercayaanrakyat di Minangkabau. Perasaan itu terbawa kemana saja. Ada di
ranah, dan terpakai di rantau. Di mana bumi dipijak di sana adat
dipakai. Kaidah hidup ini, sesungguhnya satu keniscayaan yang lahir
dari keyakinan. Sebagai generasi berbudaya Minangkabau, di mana
saja.
5
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
6/12
Kata kepercayaan berasal dari "percaya" (Sanskerta) yang berarti
pendapat, itikad, kepastian dan keyakinan. Istilah lain yang hampir
sama dengan kepercayaan adalah "keyakinan" yang secara etimologi
berasal dari kata "yaqin" (Arab).
Sungguhpun antara istilah kepercayaan dan keyakinanmempunyai perbedaan. Kepercayaan diartikan sebagai kebenaran
yang diperoleh pikiran. Keyakinan adalah suatu kebenaran yang
diperoleh jiwa, dikuatkan oleh pikiran. Kebenaran agama adalah
keyakinan. Selanjutnya, kebenaran ilmu pengetahuan, filsafat dan
intelektual adalah kepercayaan.3
Kepercayaan bermula dalam tingkat penerimaan dari ilmu
pengetahuan. Keyakinan berada pada taraf intensitas dari
kepercayaan. Keyakinan telah meminta keharusan untuk melakukanaktivitas. Sedangkan kepercayaan belum mempunyai keharusan untuk
itu.
Kepercayaan seseorang kepada hal-hal yang berada di luar
dirinya, di luar penghayatan lahiriahnya, diyakini menjadi suatu materi
atau keadaan yang mempengaruhi kehidupannya. Inilah yang
dimaksud dengan kepercayaan yang akan berasimilasi dengan bahasa
dalam kesusastraan Minangkabau.
Pemesraan antara bahasa dan kepercayaan, telah memperkayaKesusastraan Minangkabau, terutama kesusastraan lama atau
khazanah kesusastraan lisannya.
Kata kesusastraan berasal dari anggapan kata dasar "susastra"
yang sebenarnya telah mengalami peristiwa affiksasi dalam bahasa
aslinya (Sanskerta), yaitu kata "sastra" mendapat prefik "su". Jadi kata
bentukan "susastra" telah mendapat imbuhan "ke + su", dalam
bahasa kita.
Kata "sastra" menurut aslinya berarti ilmu pengetahuan atau bukupelajaran.4 Namun, dapat pula diartikan orang sebagai "tulisan" atau
"bahasa".5 Kita sudah memahami, bahwa kata "su" adalah prefik sifat
yang berarti indah atau bagus.
Kesusastraan adalah hasil bahasa yang indah. Dengan demikian,
kesusastraan Minangkabau sesungguhnya mempunyai pengertian
yang dalam, yaitu "hasil bahasa Minangkabau yang indah". Dalam
6
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
7/12
perilaku Minangkabau disebutkan, nan kuriek kundi, nan sirah sago,
nan baiek budi, nan indah baso.6
Sungguhpun titik berat kesusastraan Minangkabau bersifat lisan,
seperti yang terungkap dalam puisi dan prosa berirama, namun tidak
sedikit pula yang telah ditulis dalam tulisan-tulisan lama, denganmemakai huruf arab melayu. Sehingga pemakaian huruf hijaiyah
tersebut dalam mengungkapkan kosa kata melayu, adalah bagian dari
pemesraan antara bahasa dan kepercayaan masyarakat Minangkabau,
terhadap kekuasaan di luar lahiriahnya, dalam hasil sastranya yang
bersifat tulisan.
Kesusastraan tidak hanya sekadar hasil seni bahasa belaka.
Kesusateraan adalah juga hasil pemikiran, hasil pengalaman, hasil
merasa, bahkan hasil dari kehidupan seseorang atau masyarakat danlingkungannya. Melalui hasil sastra dapat disimak kehidupan
masyarakat pada suatu waktu, dan kebudayaan satu suku bangsa atau
suatu bangsa.
Salah satu aspek yang amat memberi bentuk dalam kehidupan
masyarakat itu adalah hubungannya dengan sesama, dan
hubungannya dengan Penciptanya. Pencipta yang Maha Khalik adalah
yang berkuasa di luar lahiriah kehidupan masyarakat itu. Hubungan-
hubungan itu terlihat juga dalam kesusastraan.
Kesusasteraan Minangkabau juga memberi jawaban pengaruh
hubungan itu. Seperti tersua dalam ungkapan,
Kanan jalan ka Kurai, sasimpang jalan ka Ampek Angkek.
Kok iyo pangulu ganti lantai, kok bapijak jan manjongkek.
Adaik taluak timbunan kapa, Adaik lurah timbunan aie.
Kok bukik timbunan angin, biaso gunuang timbunan kabuik.
Adaik pamimpin tahan upek.7
Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, selalu diperhatikanantara dua kekuatan, yang satu secara lahiriah sikap dalam diri insan
bernyawa, dan yang kedua adalah kekuatan keyakinan theis (agama)
yang mengatur nyawa itu.
Kesusastraan lahir dan dibentuk oleh kedua unsur itu, yaitu unsur
nyawa yang memiliki rasa dan periksa, dan unsur agama yang
membimbing rasa dan periksa itu. Budaya kehidupan yang dibimbing
7
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
8/12
oleh keyakinan agama, melahirkan sikap malu. Budaya malu,
membentuk masyarakatnya hidup dengan kehati-hatian, serta ingat
dan hemat dalam bertindak. Selanjutnya sikap-sikap budaya
sedemikianlah yang menumbuhkan dinamika dalam kehidupan.
Kesusastraan yang kehilangan hakekatnya sebagai kerja makhlukyang mempunyai akal dan rasa, seharusnya menjadi alat penghubung
yang mesra dengan keredhaan Khaliknya. Keindahan akan tercipta,
ketika hasrat timbul untuk mengembalikan keindahan yang abadi
dengan ajaran agama dan keagungan nama Ilahi, ke dalam bentuk-
bentuk karya sastra.
Asimilasi antara bahasa dan kepercayaan dalam kesusastraan
Minangkabau terasa kental sekali. Mempersoalkan hubungan yang
mesra antara bahasa sastra dan kepercayaan kepada yang Gaib, yaknikekuasaan Allah Subhanu wa Taala, menjadikan karya sastra itu indah
abadi.
Perlu rasanya kembali menggali mutiara milik bangsa, yang
memiliki kekayaan pemesraan. Kebudayaan bangsa Indonesia yang
bersifat kebhinekaan suku-suku bangsa, amat memerlukan pemesraan
antara agama dan adat istiadat etnik, yang akan memperkuat ke
tunggal-ikaan kebudayaan bangsa Indonesia.
Di antara mutiara terpendam yang dapat diselami adalah bahwakesusastraan yang hakiki membentuk kepribadian satu bangsa, amat
terkait dengan keyakinan pencipta sastra dan pendukungnya
Keduanya adalah makhluk bernyawa yang mengabdi kepada Ilahi.
Kesusastraan Minangkabau terdapat pengasimilasian antara
bahasa dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan satu
ungkapan, adaik basandi syarak, yang telah menyumbangkan
kemajuan di masa lalu, dan menjadi kekuatan besar untuk meraih
keberhasilan masa depan.
Dalam kesusastraan Minangkabau pengasimilasian itu sudah
berhasil diciptakan. Kendatipun bentuknya sangat sederhana, dengan
kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa. Walau di
masa lalu, sebelum agama Islam masuk, di dalam kehidupan
masyarakat Minangkabau masih banyak didapati kesesatan, yang
tidak sesuai dengan syariat agama Islam itu.
8
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
9/12
Kepercayaan itu adalah fungsi jiwa manusia. Majunya ilmu
pengetahuan, telah pula menyebabkan perubahan-perubahan
terhadap jiwa manusia yang kompleks, ikt pula mengubah konsepsi
manusia terhadap Tuhannya. Namun, adalah satu keniscayaan bahwa,
konsepsi kehidupan manusia tergantung pada alat-alat yang ada padamanusia itu sendiri.8
Pada masyarakat Minangkabau, fungsi jiwa dibangun oleh
kepercayaan kepada Tuhan, Allah Yang Maha Kuasa, Yang Esa lagi Gaib,
tampak jelas dalam setiap aspek kehidupan kebudayannya dan riak
kehidupan sastranya.
Sifat umum masyarakat tradisional Minangkabau di masa ini
masih terasa, dan sukar untuk melepaskan kepercayaan dalam
kehidupan tradisi mereka. Terdapat keinginan untuk menyimpan danmemeliharanya yang dalam hal ini tidak terkecuali hasil-hasil sastra
Minangkabau sendiri. Hal ini juga dirasa kebenarannya dalam
pendapat Moh.Hatta, Wakil Presiden RI pertama menyatakan, " Pada
dasarnya manusia itu bersifat konservatif. Sukar melepaskan perhiasan
hidup lama, ingin menyimpan pusaka lama. Di antara pusaka lama itu,
banyak di antara kita yang ingin memeliharanya dalam keasliannya".9
Pengukuhan adat bersendi syariat menjadi sangat penting. Jika hal
ini dapat tetap ujud dan terpelihara baik, maka akan banyak
manfdaatnya, dan telah turut menyalurkan nilai-nilai yang berharga
dari satu budaya daerah, hasil masa lampau ke dalam kebudayaan
Indonesia modern, sebagai telah dianjurkan oleh Sutan Takdir
Alisjahbana.10
Menggali khazanah kebudayaan lama Minangkabau, yang banyak
tersimpan di dalam bahasa lisan, serta dan menaikkannya ke atas
permukaan kehidupan, menjadi bahasa tulisan, niscaya akan memberi
sumbangan besar di dalam memupuk kebudayaan nasional, sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Untuk melakukan kompilasi dari nilai-nilai pusaka Minangkabau
yang menjadi mutiara kehidupan berbudaya dengan adat bersendi
syariat, perlu dilakukan observasi mengenai pidato-pidato adat dan
petuah orang tua-tua, yang diucapkan dalam upacara-upacara
kekeluargaan masyarakat di Minangkabau.
9
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
10/12
Selain dari observasi yang dipertajam untuk menapak
Minangkabau yang kuat di masa depan, keharusan pula adanya
penelitian historis, terutama diarahkan kepada penyelidikan bentuk-
bentuk sastra lisan yang banyak terdapat dalam kehidupan masyrakat
Minangkabau, seperti pidato-pidato adat yang masih dihayati dalamkehidupan nyata. Cara inilah yang tersukar dalam pelaksanaannya.
Namun, upaya ini akan terasa mudah dengan adanya modal pertautan
rasa antara kehidupan beradat dalam bimbingan agama Islam.
Memang amat sukar untuk menentukan berapa jumlah pendukung
kesusastraan lisan Minangkabau itu. Berapa banyak yang masih tersisa
di dalam khazanah golongan terkemuka dalam adat atau penghlu
(ninik mamak), dan berapa banyak pula yang sudah diidentifikasi
kembali oleh golongan cerdik pandai, suluah bendang di nagari, atau
mereka yang dapat dianggap mengetahui bentuk-bentuk kesusastraan
lisan itu.
Berlakunya adaik istiadat nan salingka nagari, telah memberi
warna perlakuan peribadi dan masyarakatnya, di dalam berinteraksi
sesama. Adat istiadat yang menjadi kebiasaan pada setiap nagari dan
luhak, menjadi kekayaan amat berharga.
Praktek perilaku yang disebutkan di dalam pidato dan petatah-
petitih adat di tengah kehidupan masyarakat di Minangkabau,
terutama di desa-desa, saat ini masih menjaga nilai-nilai utama yang
luhur.
Perilaku berbudaya dan berakhlak masih dihayati dalam
keseharian mereka, disebabkan tetap berlakunya ketentuan syariat
agama Islam dengan kuat. Dan terjaganya dengan baik fungsi-fungsi
urang ampek jinih dalam lingkungan kekerabatan di nagari-nagari.
Faktor penghayatan lahiriah dalam melaksanakan adat bersendi
syariat, akan lebih banyak berbicara daripada konsep-konsep yang
bersifat teoritis. Kearah ini kompilasi harus mengarah.
Bahan Bacaan Tambahan;
1. Webster`s, New World Dictionary of the American Language, Encyclopedie,Edition I,
2. E.Pino and T.Wittermans, English-Indonesian Dictionary,J.B.Wolters, Jakarta, .
3. E.St.Harahap, Kamus Indonesia Ketjik, IBOCO, Jakarta,
10
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
11/12
4. Drs.Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara,Jakarta.
5. Edward Delavan Perry,A Sanskrit Prizer, Columbia Universitu Press, New York.
6. Drs.Zuber Usman, Kesusastraan Lama Indonesia, Gunung Agung, Jakarta,
7. S.Takdir Alisjahbana, Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah, Pustaka Rakjat,Jakarta,
8. Drs.Sidi Gazalba, Tebaran Pikiran dalam Rangkaian Ketuhanan Yang Maha Esa,Penerbit Agus Salim, Jakarta,
9. Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan IV, Balai Buku Indonesia, Jakarta,
11
8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU
12/12
1 Webster`s, New World Dictionary of the American Language, Encyclopedie, Edition I,
2 E.Pino dan T.Wittermans dalam Kamusnya juga menulis arti asimilasi dengan "pencernaan,persamaan dan pemesraan", (E.Pino and T.Wittermans, English-Indonesian Dictionary,
J.B.Wolters, Jakarta). Demikian pula dalam Kamus Indonesia Kecik susunan K.St.Harahapmengatakan asimilasi sebagai "pemesraan" (E.St.Harahap, Kamus Indonesia Ketjik, IBOCO,
Jakarta).
3
Drs.Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara, Jakarta.4 Edward Delavan Perry,A Sanskrit Prizer, Columbia University Press, New York.
5 Drs.Zuber Usman, Kesusastraan Lama Indonesia, Gunung Agung, Jakarta,
6 Bila mau belajar kepada alam, di mana pun yang selalu kuriek = bintik-bintik hitamitu adalah kundi, dan yang sirah = merah warnanya itu adalah sago. Petatah petitih itumenyebutkan bahwa yang baik itu adalah budi pekerti, atau akhlak mulia, dan yang indah ituadalah bahasa, sopan santun.
7 Dalam bahasa Indonesia, kanan jalan ke Kurai, sesimpang jalan ke Ampek Angkek.Jika penghulu akan menjadi lantai, kalau berpijak jangan menjungkat (maknanya istiqamah).Adat teluk timbunan kapal, adat lurah timbunan air. Kalau bukit timbunan angin, biasagunung timbunan kabut. Adat pemimpin tahan umpatan. Hasil kesusateraan Minangkabau,
yang mengungkapkan kerilaku pemimpin agar tidak cepat patah hati, selalu konsisten ini,dinyatakan bersajak dengan mengambil contoh kepada alam, sebagai satu kepercayaanyang kokoh terhadap sunnatullah.
8 Drs.Sidi Gazalba, Tebaran Pikiran dalam Rangkaian Ketuhanan Yang Maha Esa,Penerbit Agus Salim, Jakarta, yang di dalamnya juga mengutip ucapan dari Prof.Dr.SumantriHarjoprakoso, bahwa kepercayaan adalah factor pembentuk kejiwaan manusia.
9 Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan IV, Balai Buku Indonesia, Jakarta,
10 S.Takdir Alisjahbana, Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah, Pustaka Rakjat, Jakarta,
Top Related