PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

download PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

of 12

Transcript of PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    1/12

    PEMESRAAN ANTARA BAHASA DANKEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    Oleh : H Masoed Abidin

    WILAYAH MINANGKABAU

    Masyarakat Minangkabau adalah salah satu suku bangsa di antara

    puluhan suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia.

    Masyarakat Minangkabau hidup di sekitar wilayah Sumatera

    Bagian Tengah, atau yang dalam Tambo Minangkabau disebutkan

    perbatasan wilayah Minangkabau itu dikisahkan, dari Sikilang Aia

    Bangih sampai ka Taratak Aia Itam. Dari Sipisok-pisok pisau anyuik

    sampai ka Sialang Balantak basi. Dari Riak nan Badabua sampai ke

    Durian ditakiak Rajo, (artinya, dari Sikilang Air Bangis sampai ke

    Taratak Air Hitam, dari Sipisok-pisok Pisau Hanyut sampai ke Sialang

    Belantak Besi, dari Riak yang berdebur sampai ke Durian Ditekuk Raja).

    Orang Minangkabau menamakan tumpah darahnya dengan Alam

    Minangkabau, yang secara geografis berarti juga wilayahnya itu

    berpusat di selingkar Gunung Merapi, di Sumatera Barat. Wilayah itu

    meluas menjadi Luhak dan Rantau.

    Wilayah Luhak terletak di nagari-nagari yang berada di sekitar

    Gunung Merapi, sedangkan wilayah Rantau berada di luarnya, yaitu di

    sekitar wilayah pantai bagian Barat dan Timur Minangkabau.

    Dalam Tambo dikisahkan pula bahwa Alam Minangkabau

    mempunyai tiga buah Luhak yang lazim disebut dengan Luhak Nan

    Tigo (Luhak yang Tiga). Terbagi kepada Luhak Tanah Datar, Luhak

    Agam dan Luhak Lima Puluh Kota. Dari Luhak tersebut, kemudian

    berkembang menjadi Luhak Kubang Tigobaleh, yang terletak di sekitar

    Gunung Talang, Kabupaten Solok sekarang.Wilayah Rantau terletak di luar Luhak-luhak tadi. Semula rantau

    adalah tempat mencarikan hidup para penduduk, terutama dalam

    bidang perdagangan.

    Wilayah rantau, berubah menjadi tempat menetap turun temurun.

    Terjadilah pembauran dan pemesraan (asimilasi) antara nan datang

    mencengkam hinggap bersitumpu. Berkembang menjadi bagian dari

    1

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    2/12

    pusat pemerintahan di Minangkabau dulu, yakni Kerajaan

    Pagaruyuang, yang mempunyai Basa Ampek Balai, berninik bermamak,

    berdatuk dan berpenghulu. Berlakukah pula di wilayah rantau itu, adat

    istiadat Minangkabau.

    MINANGKABAUDAN NILAI KEKERABATAN

    Dari sisi istilah Minangkabau malah lebih dikenal sebagai bentuk

    kebudayaan dengan masyarakatnya yang berstatus matrilineal atau

    keturunan menurut garis keibuan Hubungan kekerabatan ini, adalah

    perpaduan dan pemesraan1 antara istiadat (urf) dan syariat agama

    Islam.

    Garis matrilineal yang dianut adalah, bahwa anak yang dilahirkan

    bernasab kepada ayahnya, bersuku kepada ibunya, dan bersako

    terhadap mamaknya). Hubungan kekerabatan seperti ini, mungkin

    tidak ada duanya di Indonesia. Nilainya mengutamakan kebersamaan.

    Sistem matrilineal yang paling nyata, telah menarik para pakar

    ilmu sosial, di dalam negeri dan dari luar negeri. Sistim kekerabatan

    Minangkabau satu hal yang nyata, dan masih berlaku, walau

    perubahan terjadi di masa global ini.

    Kekuatan yang mengikat sistim kekerabatan Minangkabau, terlihat

    dari berbagai arah dan sudut pandang. Berpengaruh pada semua sisi

    kehidupan masyarakat Minangkabau.

    Kekuatan kekerabatan itu misalnya, berpengaruh kuat di aspek

    jiwa dagang masyarakatnya, mobilitas penduduknya, dengan kesukaan

    merantau ke negeri lain untuk mencari ilmu, mencari rezeki. Sistim

    kekerabatan sedemikian itu pula, yang telah mendorong lajunya

    mobilitas horizontal dalam bentuk imigrasi, dan mobilitas vertical yang

    menuju kepada peningkatan kualitas.

    Dalam kaitan dengan kekerabatan dalam budaya-adat

    Minangkabau, mereka yang menyimpang dari kebersamaan yang telah

    dipolakan, akan terkena risiko dalam berbagai tingkatan.

    Dapat saja berupa dikucilkan dari pergaulan sebelum membayar

    denda penyesalan pada nagari, sampai yang dikenai hukum buang

    sapanjang adat (buang sapah, buang habis). Bila terkena hukuman adat

    yang terakhir ini, maka segala hak-haknya yang tumbuh karena

    hubungan adat akan dicabut.

    2

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    3/12

    Masuknya budaya luar, baik melalui sistem pemerintahan dan usaha-

    usaha kehidupan, tentang perdagangan, tentang sumber mata

    pencaharian, yang memungkinkan anak kemenakan bekerja sebagai

    pegawai, negeri atau swasta, atau usaha-usaha yang non agrarisch

    lainnya, telah sekaligus dapat mengubah, setidaknya mempengaruhistruktur tradisional kekeluargaan orang Minangkabau.

    Semula, semua turunan berdiam di rumah orang tua, akan berpindah

    ke rumah yang didirikan sendiri, juga bukan lagi di atas bagian tanah pusaka

    kaum, tetapi di atas tanah yang dibeli dengan hasil pendapatan sendiri.

    Pada akhirnya, kekuasaan Mamak Kepala Waris terhadap anggota

    kaumnya, di dalam kaitan adat budaya Minangkabau, tidak sama lagi

    dengan sebelumnya.

    Peranan dan tanggung jawab seorang suami kepada anak-isterinya,juga mengalami pergeseran tajam. Semua suami, yang juga adalah mamak

    dalam kaumnya, hamper bahkan sudah sepenuhnya mengurusi

    kepentingan keluarga batihnya saja. Kekerabatan di masa lalu, seperti sibuk

    mengurus sawah ladang kaum dari orang tuanya, sudah tidak diperlukan

    lagi.

    Harta pusaka (collectief bezit), hampir semuanya sudah habis

    terindividualisasikan kepada anggota kaum. Malah sudah dibuku-tanahkan

    (sertifikat) atas nama mereka masing-masing. Perubahan-perubahandemikian, sekaligus merombak beberapa sisi beban tanggung jawab,

    yang selama ini berada pada kewenangan mamak, terutama dalam urusan

    kekerabatan, berpindah ke pikulan ayah bunda.

    Sedikit atau banyak perubahan yang tumbuh tersebab pola kehidupan

    ini. Peran suami dari para kemenakan, atau yang disebut urang sumando

    di Minangkabau, menjadi lebih dominan. Sepanjang urang sumando atau

    suami dari para kemenakan, masih perlu dihormati di kaumnya, jaringan

    kekerabatan semula tidak akan mengalami gangguan. Dia masih harus

    bertenggang rasa dengan mamak-mamak dalam kaum isterinya.

    Tatanan kekerabatan masa lalu akan berombak total, apabila

    turunan mereka tidak lagi dididik perlunya dalam kebersamaan.

    Kebersamaan dalam kekerabatan akan kuat di kala tertanam rasa malu,

    berbasa-basi, berbahasa yang indah, bertenggang rasa seperti yang

    sudah-sudah.

    3

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    4/12

    Perilaku nafsi-nafsi atau individualistis dan berperangai nan ka

    lamak di awak surang secara materialisasi, sudah tampak mengedepan.

    Makin kuat bila ditunjang oleh mapannya kehidupan keluarga inti atau

    keluarga batih. Ketika itu, sudah dirasa berat memberikan bantuan pada

    kaum. Maka kebersamaan mulai meredup.Sistim kekerabatan bersuku ke ibu, termasuk juga menjadi pagar

    bagi tidak terjadinya kawin sesuku. Sudah berkali-kali kasus perkawinan

    dari yang bersanak ibu yakni yang ibu mereka bersaudara handling, dari

    salah satu nagari di Luhak, meskipun kejadiannya di rantau.

    Agama Islam memang tidak melarang perkawinan demikian, akan

    tetapi tidak pula menyuruh untuk saling kawin mengawini di antara mereka

    yang sekaum sepusaka.

    Agama Islam juga tidak membolehkan sesuatu, yang dampaknyaakan berakibat pecah atau kacaunya kesatuan sebuah kaum.

    Selain itu, ada beberapa istilah yang perlu diperbaiki

    pemahamannya dalam perilaku. Seumpama sebutan: kok indak ameh

    di pinggang dunsanak jadi urang lain. Ini adalah sepenggal contoh

    pepatah bernuansa sarkatis.

    Betapa akibatnya, bila lelaki Minang dalam keadaan tidak punya

    emas (tidak berpunya), seolah saudara-saudaranya akan menghindar

    darinya, dan akan membiarkan diri melarat sendiri. Sikap yang dimuatpepatah tersebut, perlu ditempatkan pada posisi yang benar.

    Secara prinsip, agama Islam menganut juga sikap demikian. Pelajari

    dengan tenang salah satu Rukun Islam adalah kemampuan membayar

    zakat. Kewajiban zakat menjadi rukun sahnya seseorang menjadi muslim.

    Tanpa embel-embel penjelasan seperti menunaikan haji ke Mekah dengan

    catatan tambahan, sekali seumur hidup jika ada kemampuan internal,

    ada kesempatan dan ada kemungkinan secara internal dan ekstemal.

    Bila perilaku syarak dipahamkan secara sepotong-sepotong, makamereka yang membayar zakat saja yang boleh disebut Muslim. Perlu

    disimak lebih dalam. Adanya ketentuan rukhsah (dispensasi). Bagi yang

    belum mampu secara objektif, berhak menerima zakat sebagai dhuafak,

    fakir atau miskin.

    4

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    5/12

    Dipahamkan dari sini, bahwa rukun zakat adalah pendorong

    membentuk sikap individu giat berusaha, mampu membayar zakat, dan

    mencegah Muslim jadi pengemis.

    Adat dan budaya Minangkabau menghendaki setiap lelaki

    Minangkabau, haruslah punya kemampuan, selain ilmu juga secaramateri. Diperlukan untuk membantu dan menambah harta pusaka

    kaumnya, selain memenuhi kebutuhan keluarga dan dirinya sendiri.

    Adat Minangkabau mendorong mereka untuk merantau, dan silakan

    kembali- setelah dirasa berguna untuk kaum dan korong kampung.

    Namun, bagi yang belum terbuka kesempatan menjadi lelaki mampu,

    secara hukum adat tetap terbuka peluang untuk menggarap harta

    pusaka kaumnya Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya

    ketentuan adat tidak pernah membatasi.

    Harta kaum yang digarap untuk anak bini seperti itu, disebut arato

    bao atau harta bawaan, yang tunduk pada ketentuan bao kumbali-dapatan

    tingga. Pengolahan dan pemanfaatan tanah ulayat kaum, sesuai hukum

    dalam Islam.

    JALINAN BAHASADAN KEPERCAYAANDI MINANGKABAU

    Dari sudut kebudayaan, dan berbagai sisi hubungan dan perilaku,

    terbentuk kaitan jalin berkelindan hubungan Bahasa dan Kepercayaanorang Minangkabau.

    Pembauran dengan makna asimilasi2 adalah pemesraan antara

    dua unsur atau lebih dalam suatu wadah tertentu. Unsur yang satu

    menjadi bagian dari unsur yang lain, demikian pula sebaliknya. Salah

    satu yang membentuk pemesraan itu adalah bahasa dan kepercayaan

    dalam wadah kesusastraan di Minangkabau.

    Penjiwaan dari kehidupan keseharian masyarakat Minangkabau,

    terasa ada asimilasi, atau pemesraan antara Bahasa dan Kepercayaanrakyat di Minangkabau. Perasaan itu terbawa kemana saja. Ada di

    ranah, dan terpakai di rantau. Di mana bumi dipijak di sana adat

    dipakai. Kaidah hidup ini, sesungguhnya satu keniscayaan yang lahir

    dari keyakinan. Sebagai generasi berbudaya Minangkabau, di mana

    saja.

    5

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    6/12

    Kata kepercayaan berasal dari "percaya" (Sanskerta) yang berarti

    pendapat, itikad, kepastian dan keyakinan. Istilah lain yang hampir

    sama dengan kepercayaan adalah "keyakinan" yang secara etimologi

    berasal dari kata "yaqin" (Arab).

    Sungguhpun antara istilah kepercayaan dan keyakinanmempunyai perbedaan. Kepercayaan diartikan sebagai kebenaran

    yang diperoleh pikiran. Keyakinan adalah suatu kebenaran yang

    diperoleh jiwa, dikuatkan oleh pikiran. Kebenaran agama adalah

    keyakinan. Selanjutnya, kebenaran ilmu pengetahuan, filsafat dan

    intelektual adalah kepercayaan.3

    Kepercayaan bermula dalam tingkat penerimaan dari ilmu

    pengetahuan. Keyakinan berada pada taraf intensitas dari

    kepercayaan. Keyakinan telah meminta keharusan untuk melakukanaktivitas. Sedangkan kepercayaan belum mempunyai keharusan untuk

    itu.

    Kepercayaan seseorang kepada hal-hal yang berada di luar

    dirinya, di luar penghayatan lahiriahnya, diyakini menjadi suatu materi

    atau keadaan yang mempengaruhi kehidupannya. Inilah yang

    dimaksud dengan kepercayaan yang akan berasimilasi dengan bahasa

    dalam kesusastraan Minangkabau.

    Pemesraan antara bahasa dan kepercayaan, telah memperkayaKesusastraan Minangkabau, terutama kesusastraan lama atau

    khazanah kesusastraan lisannya.

    Kata kesusastraan berasal dari anggapan kata dasar "susastra"

    yang sebenarnya telah mengalami peristiwa affiksasi dalam bahasa

    aslinya (Sanskerta), yaitu kata "sastra" mendapat prefik "su". Jadi kata

    bentukan "susastra" telah mendapat imbuhan "ke + su", dalam

    bahasa kita.

    Kata "sastra" menurut aslinya berarti ilmu pengetahuan atau bukupelajaran.4 Namun, dapat pula diartikan orang sebagai "tulisan" atau

    "bahasa".5 Kita sudah memahami, bahwa kata "su" adalah prefik sifat

    yang berarti indah atau bagus.

    Kesusastraan adalah hasil bahasa yang indah. Dengan demikian,

    kesusastraan Minangkabau sesungguhnya mempunyai pengertian

    yang dalam, yaitu "hasil bahasa Minangkabau yang indah". Dalam

    6

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    7/12

    perilaku Minangkabau disebutkan, nan kuriek kundi, nan sirah sago,

    nan baiek budi, nan indah baso.6

    Sungguhpun titik berat kesusastraan Minangkabau bersifat lisan,

    seperti yang terungkap dalam puisi dan prosa berirama, namun tidak

    sedikit pula yang telah ditulis dalam tulisan-tulisan lama, denganmemakai huruf arab melayu. Sehingga pemakaian huruf hijaiyah

    tersebut dalam mengungkapkan kosa kata melayu, adalah bagian dari

    pemesraan antara bahasa dan kepercayaan masyarakat Minangkabau,

    terhadap kekuasaan di luar lahiriahnya, dalam hasil sastranya yang

    bersifat tulisan.

    Kesusastraan tidak hanya sekadar hasil seni bahasa belaka.

    Kesusateraan adalah juga hasil pemikiran, hasil pengalaman, hasil

    merasa, bahkan hasil dari kehidupan seseorang atau masyarakat danlingkungannya. Melalui hasil sastra dapat disimak kehidupan

    masyarakat pada suatu waktu, dan kebudayaan satu suku bangsa atau

    suatu bangsa.

    Salah satu aspek yang amat memberi bentuk dalam kehidupan

    masyarakat itu adalah hubungannya dengan sesama, dan

    hubungannya dengan Penciptanya. Pencipta yang Maha Khalik adalah

    yang berkuasa di luar lahiriah kehidupan masyarakat itu. Hubungan-

    hubungan itu terlihat juga dalam kesusastraan.

    Kesusasteraan Minangkabau juga memberi jawaban pengaruh

    hubungan itu. Seperti tersua dalam ungkapan,

    Kanan jalan ka Kurai, sasimpang jalan ka Ampek Angkek.

    Kok iyo pangulu ganti lantai, kok bapijak jan manjongkek.

    Adaik taluak timbunan kapa, Adaik lurah timbunan aie.

    Kok bukik timbunan angin, biaso gunuang timbunan kabuik.

    Adaik pamimpin tahan upek.7

    Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, selalu diperhatikanantara dua kekuatan, yang satu secara lahiriah sikap dalam diri insan

    bernyawa, dan yang kedua adalah kekuatan keyakinan theis (agama)

    yang mengatur nyawa itu.

    Kesusastraan lahir dan dibentuk oleh kedua unsur itu, yaitu unsur

    nyawa yang memiliki rasa dan periksa, dan unsur agama yang

    membimbing rasa dan periksa itu. Budaya kehidupan yang dibimbing

    7

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    8/12

    oleh keyakinan agama, melahirkan sikap malu. Budaya malu,

    membentuk masyarakatnya hidup dengan kehati-hatian, serta ingat

    dan hemat dalam bertindak. Selanjutnya sikap-sikap budaya

    sedemikianlah yang menumbuhkan dinamika dalam kehidupan.

    Kesusastraan yang kehilangan hakekatnya sebagai kerja makhlukyang mempunyai akal dan rasa, seharusnya menjadi alat penghubung

    yang mesra dengan keredhaan Khaliknya. Keindahan akan tercipta,

    ketika hasrat timbul untuk mengembalikan keindahan yang abadi

    dengan ajaran agama dan keagungan nama Ilahi, ke dalam bentuk-

    bentuk karya sastra.

    Asimilasi antara bahasa dan kepercayaan dalam kesusastraan

    Minangkabau terasa kental sekali. Mempersoalkan hubungan yang

    mesra antara bahasa sastra dan kepercayaan kepada yang Gaib, yaknikekuasaan Allah Subhanu wa Taala, menjadikan karya sastra itu indah

    abadi.

    Perlu rasanya kembali menggali mutiara milik bangsa, yang

    memiliki kekayaan pemesraan. Kebudayaan bangsa Indonesia yang

    bersifat kebhinekaan suku-suku bangsa, amat memerlukan pemesraan

    antara agama dan adat istiadat etnik, yang akan memperkuat ke

    tunggal-ikaan kebudayaan bangsa Indonesia.

    Di antara mutiara terpendam yang dapat diselami adalah bahwakesusastraan yang hakiki membentuk kepribadian satu bangsa, amat

    terkait dengan keyakinan pencipta sastra dan pendukungnya

    Keduanya adalah makhluk bernyawa yang mengabdi kepada Ilahi.

    Kesusastraan Minangkabau terdapat pengasimilasian antara

    bahasa dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan satu

    ungkapan, adaik basandi syarak, yang telah menyumbangkan

    kemajuan di masa lalu, dan menjadi kekuatan besar untuk meraih

    keberhasilan masa depan.

    Dalam kesusastraan Minangkabau pengasimilasian itu sudah

    berhasil diciptakan. Kendatipun bentuknya sangat sederhana, dengan

    kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa. Walau di

    masa lalu, sebelum agama Islam masuk, di dalam kehidupan

    masyarakat Minangkabau masih banyak didapati kesesatan, yang

    tidak sesuai dengan syariat agama Islam itu.

    8

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    9/12

    Kepercayaan itu adalah fungsi jiwa manusia. Majunya ilmu

    pengetahuan, telah pula menyebabkan perubahan-perubahan

    terhadap jiwa manusia yang kompleks, ikt pula mengubah konsepsi

    manusia terhadap Tuhannya. Namun, adalah satu keniscayaan bahwa,

    konsepsi kehidupan manusia tergantung pada alat-alat yang ada padamanusia itu sendiri.8

    Pada masyarakat Minangkabau, fungsi jiwa dibangun oleh

    kepercayaan kepada Tuhan, Allah Yang Maha Kuasa, Yang Esa lagi Gaib,

    tampak jelas dalam setiap aspek kehidupan kebudayannya dan riak

    kehidupan sastranya.

    Sifat umum masyarakat tradisional Minangkabau di masa ini

    masih terasa, dan sukar untuk melepaskan kepercayaan dalam

    kehidupan tradisi mereka. Terdapat keinginan untuk menyimpan danmemeliharanya yang dalam hal ini tidak terkecuali hasil-hasil sastra

    Minangkabau sendiri. Hal ini juga dirasa kebenarannya dalam

    pendapat Moh.Hatta, Wakil Presiden RI pertama menyatakan, " Pada

    dasarnya manusia itu bersifat konservatif. Sukar melepaskan perhiasan

    hidup lama, ingin menyimpan pusaka lama. Di antara pusaka lama itu,

    banyak di antara kita yang ingin memeliharanya dalam keasliannya".9

    Pengukuhan adat bersendi syariat menjadi sangat penting. Jika hal

    ini dapat tetap ujud dan terpelihara baik, maka akan banyak

    manfdaatnya, dan telah turut menyalurkan nilai-nilai yang berharga

    dari satu budaya daerah, hasil masa lampau ke dalam kebudayaan

    Indonesia modern, sebagai telah dianjurkan oleh Sutan Takdir

    Alisjahbana.10

    Menggali khazanah kebudayaan lama Minangkabau, yang banyak

    tersimpan di dalam bahasa lisan, serta dan menaikkannya ke atas

    permukaan kehidupan, menjadi bahasa tulisan, niscaya akan memberi

    sumbangan besar di dalam memupuk kebudayaan nasional, sesuai

    dengan kepribadian bangsa Indonesia.

    Untuk melakukan kompilasi dari nilai-nilai pusaka Minangkabau

    yang menjadi mutiara kehidupan berbudaya dengan adat bersendi

    syariat, perlu dilakukan observasi mengenai pidato-pidato adat dan

    petuah orang tua-tua, yang diucapkan dalam upacara-upacara

    kekeluargaan masyarakat di Minangkabau.

    9

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    10/12

    Selain dari observasi yang dipertajam untuk menapak

    Minangkabau yang kuat di masa depan, keharusan pula adanya

    penelitian historis, terutama diarahkan kepada penyelidikan bentuk-

    bentuk sastra lisan yang banyak terdapat dalam kehidupan masyrakat

    Minangkabau, seperti pidato-pidato adat yang masih dihayati dalamkehidupan nyata. Cara inilah yang tersukar dalam pelaksanaannya.

    Namun, upaya ini akan terasa mudah dengan adanya modal pertautan

    rasa antara kehidupan beradat dalam bimbingan agama Islam.

    Memang amat sukar untuk menentukan berapa jumlah pendukung

    kesusastraan lisan Minangkabau itu. Berapa banyak yang masih tersisa

    di dalam khazanah golongan terkemuka dalam adat atau penghlu

    (ninik mamak), dan berapa banyak pula yang sudah diidentifikasi

    kembali oleh golongan cerdik pandai, suluah bendang di nagari, atau

    mereka yang dapat dianggap mengetahui bentuk-bentuk kesusastraan

    lisan itu.

    Berlakunya adaik istiadat nan salingka nagari, telah memberi

    warna perlakuan peribadi dan masyarakatnya, di dalam berinteraksi

    sesama. Adat istiadat yang menjadi kebiasaan pada setiap nagari dan

    luhak, menjadi kekayaan amat berharga.

    Praktek perilaku yang disebutkan di dalam pidato dan petatah-

    petitih adat di tengah kehidupan masyarakat di Minangkabau,

    terutama di desa-desa, saat ini masih menjaga nilai-nilai utama yang

    luhur.

    Perilaku berbudaya dan berakhlak masih dihayati dalam

    keseharian mereka, disebabkan tetap berlakunya ketentuan syariat

    agama Islam dengan kuat. Dan terjaganya dengan baik fungsi-fungsi

    urang ampek jinih dalam lingkungan kekerabatan di nagari-nagari.

    Faktor penghayatan lahiriah dalam melaksanakan adat bersendi

    syariat, akan lebih banyak berbicara daripada konsep-konsep yang

    bersifat teoritis. Kearah ini kompilasi harus mengarah.

    Bahan Bacaan Tambahan;

    1. Webster`s, New World Dictionary of the American Language, Encyclopedie,Edition I,

    2. E.Pino and T.Wittermans, English-Indonesian Dictionary,J.B.Wolters, Jakarta, .

    3. E.St.Harahap, Kamus Indonesia Ketjik, IBOCO, Jakarta,

    10

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    11/12

    4. Drs.Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara,Jakarta.

    5. Edward Delavan Perry,A Sanskrit Prizer, Columbia Universitu Press, New York.

    6. Drs.Zuber Usman, Kesusastraan Lama Indonesia, Gunung Agung, Jakarta,

    7. S.Takdir Alisjahbana, Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah, Pustaka Rakjat,Jakarta,

    8. Drs.Sidi Gazalba, Tebaran Pikiran dalam Rangkaian Ketuhanan Yang Maha Esa,Penerbit Agus Salim, Jakarta,

    9. Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan IV, Balai Buku Indonesia, Jakarta,

    11

  • 8/14/2019 PEMESRAAN ANTARA BAHASA DAN KEPERCAYAAN ORANG MINANGKABAU

    12/12

    1 Webster`s, New World Dictionary of the American Language, Encyclopedie, Edition I,

    2 E.Pino dan T.Wittermans dalam Kamusnya juga menulis arti asimilasi dengan "pencernaan,persamaan dan pemesraan", (E.Pino and T.Wittermans, English-Indonesian Dictionary,

    J.B.Wolters, Jakarta). Demikian pula dalam Kamus Indonesia Kecik susunan K.St.Harahapmengatakan asimilasi sebagai "pemesraan" (E.St.Harahap, Kamus Indonesia Ketjik, IBOCO,

    Jakarta).

    3

    Drs.Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara, Jakarta.4 Edward Delavan Perry,A Sanskrit Prizer, Columbia University Press, New York.

    5 Drs.Zuber Usman, Kesusastraan Lama Indonesia, Gunung Agung, Jakarta,

    6 Bila mau belajar kepada alam, di mana pun yang selalu kuriek = bintik-bintik hitamitu adalah kundi, dan yang sirah = merah warnanya itu adalah sago. Petatah petitih itumenyebutkan bahwa yang baik itu adalah budi pekerti, atau akhlak mulia, dan yang indah ituadalah bahasa, sopan santun.

    7 Dalam bahasa Indonesia, kanan jalan ke Kurai, sesimpang jalan ke Ampek Angkek.Jika penghulu akan menjadi lantai, kalau berpijak jangan menjungkat (maknanya istiqamah).Adat teluk timbunan kapal, adat lurah timbunan air. Kalau bukit timbunan angin, biasagunung timbunan kabut. Adat pemimpin tahan umpatan. Hasil kesusateraan Minangkabau,

    yang mengungkapkan kerilaku pemimpin agar tidak cepat patah hati, selalu konsisten ini,dinyatakan bersajak dengan mengambil contoh kepada alam, sebagai satu kepercayaanyang kokoh terhadap sunnatullah.

    8 Drs.Sidi Gazalba, Tebaran Pikiran dalam Rangkaian Ketuhanan Yang Maha Esa,Penerbit Agus Salim, Jakarta, yang di dalamnya juga mengutip ucapan dari Prof.Dr.SumantriHarjoprakoso, bahwa kepercayaan adalah factor pembentuk kejiwaan manusia.

    9 Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan IV, Balai Buku Indonesia, Jakarta,

    10 S.Takdir Alisjahbana, Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah, Pustaka Rakjat, Jakarta,