Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 2010
1
PEMBELAJARAN SISTEM KONTROL DENGAN APLIKASI
MATLAB
Affan Bachri
1
1)Dosen Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Perkembangan teknologi komputer baik hardware maupun software terus berkembang seiring
perkembangan teknologi elektronika yang semakin maju, demikian juga teknologi kontrol yang mengalami
banyak kemajuan dari kontrol konvensional ke kontrol otomatik sampai ke kontrol cerdas.
Pembelajaran sistem kontrol PID pada mata kuliah Sistem Kontrol di perguruan tinggi kebanyakan
masih menggunakan metoda analisis trial and error dengan perhitungan manual. Metode pembelajaran
semacam ini mempunyai kelemahan yaitu memerlukan waktu yang lama dan mempunyai tingkat kesulitan
yang tinggi. Untuk lebih meningkatkan pemahaman mahsiswa dalam materi sistem kontrol dapat digunakan
media pembelajaran berbantuan komputer. Matlab merupakan salah satu software yang sangat membantu
pemahaman mahasiswa dalam pembelajaran untuk melihat tanggapan berbagai kombinasi parameter dengan
variasi masukan yang berbeda.
Dari hasil penelitian tindakan kelas didapatkan hasil yang cukup signifikan dalam peningkatan
pemahaman mahasiswa dalam mata kuliah sistem kontrol khususnya materi aksi kontrol PID.
Kata Kunci : Sistem Kontrol , PID
Pendahuluan
Perkembangan teknologi komputer baik
hardware maupun software terus berkembang
seiring perkembangan teknologi elektronika yang
semakin maju, demikian juga teknologi kontrol
yang mengalami banyak kemajuan dari kontrol
konvensional ke kontrol otomatik sampai ke
kontrol cerdas. Perkembangan teknik kontrol sudah
merambah dari peralatan industri yang kompleks,
perlengakapan militer sampai ke peralatan rumah
tangga.
Beberapa sistem kontrol yang mudah
dijumpai di antaranya adalah pengaturan suhu,
pengaturan kelembaban ruangan, pengaturan
pencucian pakaian, pengaturan gerak robot,
pengaturan mobil remote dan lain sebagainya. Hal
inilah yang menjadikan pemikiran sistem kontrol
menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh
mahasiswa Jurusan Teknik Elektro untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dalam mata kuliah sistem kontrol, salah satu
materi yang diberikan adalah perancangan sistem
kontrol. Untuk dapat merancang sistem kontrol
yang baik diperlukan analisis untuk mendapatkan
gambaran tanggapan sistem terhadap aksi
pemgontrolan.
Sebelum dapat merancang sistem kontrol
tentunya mahasiswa harus lebih dulu dibekali
materi pemodelan sistem dinamik. Sistem kontrol
dibutuhkan untuk memperbaiki tanggapan sistem
dinamik agar didapat sinyal keluaran seperti yang
diinginkan. Sistem kontrol yang baik mempunyai
tanggapan yang baik terhadap sinyal masukan yang
beragam. Dalam perancangan sistem kontrol ini
diperlukan gambaran tanggapan sistem dengan
sinyal masukan dan aksi pengontrolan yang
meliputi : (1)Tanggapan sistem terhadap masukan
yang dapat berupa fungsi langkah, fungsi undak,
fungsi impuls atau fungsi lainnya, (2) Kestabilan
sistem yang dirancang, (3)Tanggapan sistem
terhadap berbagai jenis aksi pengontrolan
Permasalahan yang dihadapi dalam perancangan
sistem kontrol adalah mendapatkan fungsi alih dari
sistem tersebut. Setelah fungsi alih didapatkan
permasalahan selanjutnya adalah menganalisisnya
apakah sistem yang dibuat sudah baik atau belum.
Dalam mempelajari sistem kontrol tentu saja
menjadi kewajiban bagi mahasiswa untuk dapat
mencari fungsi alih sistem dengan pendekatan
model matematik.
Tetapi setelah mendapatkan model fungsi
alihnya, seringkali mahasiswa mengalami kesulitan
dalam menganalis sistem karena kerumitannya.
Dengan adanya Software Matlab proses analisis
fungsi alih akan menjadi jauh lebih mudah dan
cepat sehingga akan memudahkan dalam proses
pembelajaran terutama dalam perancangan sistem
kontrolnya.
Media Pembelajaran Metode pembelajaran memegang peranan
yang penting dalam proses pembelajaran.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 2010
2
Penggunaan media pendidikan, khususnya
media visual dan simulasi dapat membantu dosen
dalam menyampaikan materi perkuliahan. Bourden
dan Paul (1998) menyatakan bahwa penggunaan
media pembelajaran dapat menghemat waktu
persiapan mengajar, meningkatkan motivasi
belajar mahasiswa dan mengurangi
kesalahfahaman mahasiswa terhadap penjelasan
yang diberikan. Namum demikian, belum banyak
penelitian mengenai penggunaan media
pembelajaran interaktif berbantuan komputer
dalam proses pembelajaran formal di kelas.
Media pembelajaran yang berkualitas dapat
digunakan berulang-ulang sehingga biaya yang
dikeluarkan untuk pembelajaran dapat lebih hemat.
Media interaktif memuat materi yang berisi benda
asli dari lingkungan autentik yang dapat memberi
pengalaman langsung kepada mahasiswa sehingga
pengetahuan mahasiswa dapat bertahan lebih lama.
Heinrich (1989) menjelaskan bahwa media
pembelajaran yang berkualitas adalah media yang
pengembangannya melalui proses seleksi, desain,
produksi dan digunakan sebagai bagian integral
sistem instruksional.
Materi Sistem Kontrol PID
Salah satu bahasan dalam mata kuliah sistem
kontrol adalah kontrol PID yang sering digunakan
dan banyak diberikan dalam materi sistem kontrol
di perguruan tinggi.
Hal ini disebabkan karena sistem ini
merupakan sistem kontrol loop tertutup yang
cukup sederhana dan kompatibel dengan sistem
kontrol lainnya sehingga dapat dikombinasikan
dengan sistem kontrol lain seperti Fuzzy control,
Adaptif control dan Robust control.
Gambar 1. Diagram Sistem Kontrol
Fungsi alih H(s) pada sistem kontrol PID
merupakan besaran yang nilainya tergantung pada
nilai konstanta dari sistem P, I dan D.
ipD
ipD
KsKsKs
KsKsKsH
23
2
)(
Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah
cara pengaturan yaitu kontrol P (Proportional), D
(Derivative) dan I (Integral), dengan masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dalam implementasinya masing-masing cara dapat
bekerja sendiri maupun gabungan diantaranya.
Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu
dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau D
agar tanggapan sinyal keluaran sistem terhadap
masukan tertentu sebagaimana yang diiginkan.
Tabel 1. Respon Sistem PID terhadap
perubahan parameter
Respo
n
Loop
Tertu
tup
Wakt
u naik Oversh
oot
Wakt
u
Turun
Kesala
han
Keada
an
Tunak Kp Menur
un Mening
kat Peruba
han
Kecil
Menuru
n
Ki Menur
un Mening
kat Menin
gkat Hilang
Kd Peruba
han
Kecil
Menuru
n Menur
un Peruba
han
Kecil Untuk merancang sistem kontrol PID, kebanyakan
dilakukan dengan metoda cobacoba atau (trial &
error). Hal ini disebabkan karena parameter Kp, Ki
dan Kd tidak independent. Untuk mendapatkan
aksi kontrol yang baik diperlukan langkah coba-
coba dengan kombinasi antara P, I dan D sampai
ditemukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang
diiginkan.
Metode Pembelajaran Konvensional
Langkah awal dalam pembelajaran
perancangan sistem kontrol yaitu menjelaskan
bagaimana membuat diagram blok sistem.
Diagram blok digunakan sebagai bahan analisis
yaitu dengan memberikan aksi pengontrolan yang
berbeda. Tanggapan sistem dapat dilihat setelah
sistem diberikan sinyal masukan yang berbeda.
Kombinasi antara sinyal masukan dan aksi
pengontrolan ini akan menghasilkan tanggapan
yang berbedabeda.
(Ogata, Katsuhiko, 1997) menjelaskan
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
perancangan sistem kontrol sebagai berikut:(1)
Memahami cara kerja system, (2) Mencari model
sistem dinamik dalam persamaan differensial, (3)
Mendapatkan fungsi alih sistem dengan
Transformasi Laplace, (4) Memberikan aksi
pengontrolan dengan menentukan konstanta Kp,
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 2010
3
Ki dan Kd, (5) Menggabungkan fungsi alih yang
sudah didapatkan dengan jenis aksi pengontrolan,
(6) Menguji sistem dengan sinyal masukan fungsi
langkah, fungsi undak dan impuls ke dalam fungsi
alih yang baru, (7) Melakukan Transformasi
Laplace balik untuk mendapatkan fungsi dalam
kawasan waktu, (8) Menggambar tanggapan sistem
dalam kawasan waktu
Dalam pembelajaran konvensional untuk
melihat tanggapan suatu sistem dengan berbagai
macam kombinasi sinyal masukan dan aksi
pengontrolan merupakan hal yang sulit, diperlukan
kesabaran dan ketelitian untuk mendapatkan hasil
penggambaran yang baik dan hasilnyapun
seringkali kurang akurat. Hal ini menjadikan
mahasiswa merasa bahwa materi perancangan
sistem control sangat sulit yang berdampak pada
keengganan untuk mempelajari lebih jauh tentang
materi sistem kontrol.
Metode Pembelajaran Dengan Simulasi
Komputer
Hadirnya software komputer sangat
membantu perhitungan dan proses analisis
tanggapan sistem terhadap sinyal masukan dan aksi
pengontrolan. Berbeda dengan perhitungan manual
yang rumit dan lama, perhitungan dengan bantuan
software komputer jauh lebih mudah dan cepat dan
hasilnya tepat.
Matlab merupakan salah satu software yang
dikembangkan dalam bidang pengaturan yang
dilengkapi Control Toolbox. Toolbox ini
dilengkapi dengan berbagai macam fungsi
pendukung yang dipergunakan dalam analisis
sistem kontrol. Beberapa fungsi pendukung yang
sering dipergunakan untuk menganalisis suatu
sistem adalah :
feedback, step, rlocus, series, dll. Untuk
menganalisis suatu sistem, software hanya
memerlukan masukan berupa fungsi alih yang
ditulis dalam Transformasi Laplace (kawasan
frekuensi) atau matriks ruang keadaan. Sebagai
contoh, suatu sistem kontrol memiliki fungsi alih
sebagai berikut :
Gambar 2. Sistem Rangkaian RLC
Model matematik sistem dinamik dapat
dituliskan dengan menggunakan Hukum Kirchoff
Arus dan Tegangan sehingga menjadi :
idtCdt
diLiRiV
1)()(
idtc
v1
)0(
Fungsi alih dari model dinamik sistem di
atas dapat dilakukan dengan melakukan
transformasi Laplace sehingga di dapat persamaan
berikut :
)(11
)()()( sisC
sRisLsisVi
)(1
)()()( 2 siC
sRsisiLssVi
)(11
)( sisC
sVo
Fungsi Alih = 1
1
)(
)(2
RCsLCssVi
sVo
Fungsi alih dapat ditulis sebagai :
1
1
)(
)(2
RCsLCssq
sp
Dari fungsi alih inilah akan dicari tanggapan
sistem terhadap sinyal masukan yang beragam.
Tanggapan sistem yang baik dari suatu sistem
kontrol mempunyai criteria: Waktu naik cepat,
Minimasi overshoot dan minimasi kesalahan
keadaan tunak.
Adapun langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk analisisi dengan Matlab adalah
menentukan R, L, C (R=100 ohm, L=1,25mH,
C=6250 F). memasukkan koefisien pembilang
(Ps) dan penyebut (Qs) dari fungsi alih, dan
memilih jenis masukan yang akan dimasukkan ke
sistem (fungsi langkah, undak, impuls atau
lainnya).
Kemudian nilai-nilai kita masukkan dalam
persamaan berikut :
1
1
)(
)(2
RCsLCssq
sp
85
1
1625.02125.0
1
)(
)(
sssssq
sp
Penulisan pada editor matlab :
Ps = [1];
Qs = [1 5 8];
step(Ps, Qs)
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 2010
4
Tanggapan sistem terbuka diperlihatkan
pada Gambar 3.
Gambar 3. Respon sistem terhadap masukan
fungsi alih
Grafik di atas menunjukkan bahwa sistem
memiliki kesalahan keadaan tunak yang tinggi
sebesar 0,88 hal ini dapat dilihat pada tanggapan
sistem menuju ke nilai amplitudo 0,12. Dari
Gambar3 dapat juga diketahui bahwa sistem
memiliki waktu naik yang lama (1,5 detik). Untuk
menghasilkan sistem kontrol yang baik, diperlukan
sistem loop tertutup.
Pembelajaran Aksi Kontrol Proporsional
Karakteristik aksi pengontrolan Proporsional
adalah mengurangi waktu naik, menambah
overshoot, dan mengurangi kesalahan keadaan
tunak. Fungsi alih sistem dengan menambahkan
aksi pengontrolan P menjadi :
)8(5)(
)(2 Kpss
Kp
sq
sp
Misal, diambil konstanta Kp = 60, maka
penulisan pada editor Matlab :
Kp = 60;
Ps = [Kp];
Qs = [1 5 8+Kp];
t = 0 : 0.01 : 2;
step (Ps, Qs)
Gambar 4. Respon Sistem Loop dengan kontrol
Proporsional (Kp)
Penambahan aksi kontrol P mempunyai
pengaruh mengurangi waktu naik dan kesalahan
keadaan tunak, tetapi konsekuensinya overshoot
naik cukup besar. Kenaikan overshoot ini
sebanding dengan kenaikan nilai parameter Kp.
Waktu turun juga menunjukkan kecenderungan
yang membesar.
Pembelajaran Aksi Kontrol Kp dan Kd
Fungsi alih sistem dengan aksi pengontrolan
PD menjadi :
)8()5()(
)(2 KpsKds
KdsKp
sq
sp
Penulisan pada editor Matlab , misalkan kita
tentukan Kp =60 dan Kd=4,
Kp = 60;
Kd = 4;
Ps = [Kd Kp];
Qs = [1 5+Kd 8+Kp];
t = 0 : 0.01 : 2;
step (Ps, Qs)
hasil running Matlab :
Gambar 5. Respon sistem dengan Kp dan Kd
Pada grafik di atas terlihat bahwa penggunaan
control Proporsional Derivative (PD) dapat
mengurangi overshoot dan waktu turun, tetapi
kesalahan keadaan tunak tidak mengalami
perubahan yang berarti.
Pembelajaran Aksi Kontrol Proportional-
Integral
Fungsi alih sistem dengan penambahan aksi
pengontrolan PI menjadi :
0 0.5 1 1.5 2 2.5
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
Step Response
Time (sec)
Ampl
itude
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Step Response
Time (sec)
Ampl
itude
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 2010
5
KisKpss
sKpKi
sq
sp
)8(5)(
)(23
Misalkan Kp=6, dan Ki =15,
Kp = 6;
Ki = 15;
Ps = [Kp Ki];
Qs = [1 5 8+Kp Ki];
t = 0 : 0.01 : 2;
step (Ps, Qs)
hasil running Matlab :
Gambar 6. Respon sistem dengan kontrol Kp dan
Ki (PI)
Dari grafik gambar 6 di atas terlihat bahwa
waktu naik sistem menurun, dengan overshoot
yang kecil, serta kesalahan keadaan tunak dapat
diminimalkan. Tanggapan sistem memberikan
hasil yang lebih baik daripada aksi kontrol
sebelumnya tetapi masih mempunyai waktu naik
yang lambat.
Pembelajaran Aksi Kontrol Proportional-
Integral-Derivative
Aksi kontrol PID merupakan gabungan dari aksi P,
I dan D dan fungsi alih sistem menjadi :
KisKsKs
KisKsK
sq
sp
pd
pd
)8()5()(
)(23
2
Misalkan kita misalkan : Kp =60, Ki=80, Kd=15,
maka editor Matlab :
Kp = 60;
Ki = 80;
Kd=15;
Ps = [Kd Kp Ki];
Qs = [1 5+Kd 8+Kp Ki ];
t = 0 : 0.01 : 2;
step (Ps, Qs)
Hasil running Matlab :
Gambar 7. Respon sistem dengan kontrol PID (Kp
Ki Kd)
Dengan aksi kontrol P, I dan D, terlihat
bahwa kriteria sistem yang diinginkan hampir
mendekati, terlihat dari grafik tanggapan sistem
tidak memiliki overshoot, waktu naik yang cepat,
dan kesalahan keadaan tunaknya sangat kecil
mendekati nol. Grafik tanggapan sistem terhadap
sinyal masukan fungsi langkah, tergantung pada
nilai parameter Kp, Kd dan Ki.
HASIL
Metode pembelajaran berbantuan komputer
dengan software Matlab ini diimplementasikan
dalam kelas dalam mata kuliah Kendali Adaptif.
Materi sistem kontrol PID, sebenarnya telah
diberikan pada kuliah Sistem Kendali Dasar, tetapi
karena mahasiswa masih mengalami banyak
kesulitan sehingga perlu penyegaran lagi sebelum
mempelajari kontrol adaptif. Sebagaian besar
mahasiswa mengalami kesulitan dalam
memodelkan perilaku sistem dinamik, dan setelah
mereka mampu mencari model dinamiknya
kesulitan yang dihadapi adalah bagaimana mencari
tanggapan sistem terhadap sinyal masukan.
Setelah dilakukan tindakan kelas dengan
mengenalkan metode pembelajaran dengan
bantuan Software Matlab, terjadi peningkatan yang
cukup signifikan terhadap pemahaman dan
ketertarikan mahasiswa dalam mempelajari materi
sistem kontrol.
Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
metoda pembelajaran berbantuan komputer sangat
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Step Response
Time (sec)
Am
plitu
de
0 0.5 1 1.5 2 2.5
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Step Response
Time (sec)
Ampl
itude
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 2010
6
membantu dosen dalam menyampaikan materi
kepada mahasiswa. Penggunaan software Matlab
dalam materi sistem kontrol tidak hanya pada
materi kontrol PID, tetapi dapat dikembangkan
pada materi-materi yang lain seperti penggambaran
tempat kedudukan akar, plot diagram Bode,
penentuan kestabilan dan lain sebagainya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan
dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengembangan metode pembelajaran materi
perancangan sistem kontrol PID pada mata
kuliah sistem kontrol dengan simulasi komputer
sangat membantu mahasiswa dalam memahami
materi secara keseluruhan.
2. Perancangan sistem kontrol PID dengan
bantuan software Matlab sangat memudahkan
untuk mendapatkan hasil sesuai dengan yang
diiginkan.
3. Penerimaan materi dengan metode simulasi
komputer berbantuan Matlab lebih baik
dibandingkan dengan metode pembelajaran
konvensional.
4. Metode pembelajaran inovatif perlu
dikembangkan untuk mendapatkan hasil
pemahaman mahasiswa yang lebih baik dalam
mempelajari materi.
DAFTAR PUSTAKA
Bourden, Paul R. (1998). “Methods for effective
teaching” second edition. Boston: Allyn and
Bacon.
Heinrich, R (1989), “Instructional Media and The
New technologies of instruction” 3 edition.
New York: Mac Millan Publishing Company.
Ogata, Katsuhiko, (1997), “Teknik Kontrol
Automatik Jilid I dan II” Edisi 2. Jakarta:
Erlanggga.
Stanley M. Shinners, (1998), “MATLAB &
Simulink Based Books. Modern Control
System Theory and Design, 2ed. New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 2010
7
PENGATURAN FREKUENSI BEBAN HIBRID TURBIN ANGIN DIESEL
DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA
Zainal Abidin
1
1) Dosen dpk pada Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Sistem hibrid adalah jaringan terkontrol dari beberapa pembangkit tenaga energi terbaharukan
seperti : turbin angin, sel surya, mikrohidro dan sebagainya. Kenyataan di lapangan bahwa terjadi
perbedaan fluktuasi frekuensi yang mempengaruhi kualitas daya sistem.
Ada beberapa permasalahan yang dapat meningkatkan osilasi frekuensi rendah. Di antaranya :
(a) Tingginya setting gain dan kecilnya waktu konstan pada Automatic Voltage Regulator, (b) Terlalu
banyak jaringan transmisi yang panjang sehingga kemampuan lemah (weak line). Dalam penelitian ini
diterapkan desain kontrol dengan Algoritma Genetika dengan mencari nilai optimum Proporsional
Intergral (PI) untuk mengatur frekuensi beban dengan program Matlab/ Simulink. Selanjutnya
mengubah fungsi transfer dari diagram turbin angin dan diesel ke dalam bentuk matrik dan
diaplikasikan dalam M-File algoritma genetika untuk mendapatkan nilai kontrol dengan melakukan
tuning rasio redam (damping ratio) dan real part untuk mendapatkan ovreshoot dan rise time yang
optimal. Semakin minimum real part, semakin cepat respon sistem. namun jika diminimumkan terus
akan mengurangi rasio redam sehingga memperbesar overshoot.
Nilai kontrol dengan metode algoritma genetika dapat melakukan tuning optimisasi dengan
pembangkitan hingga 100 generasi sebanyak 4 tahap. Respon sistem dengan Simulink/ Matlab dengan
membandingkan dengan sistem tak terkontrol menunjukkan bahwa overshoot dan respon keadaan
mantap pada sistem terkontrol algoritma genetika lebih cepat.
Kata Kunci : algoritma genetika, pengaturan frekuensi beban
1. Pengantar
Dewasa ini dunia dituntut untuk mengembangkan
sumber-sumber energi baru terbarukan yang dapat
menggantikan fungsi bahan bakar sebagai sumber
energi. Hal ini membuka riset di berbagai negara
dalam rangka pengembangan energi terbarukan.
Dalam tema kali ini peneliti mengambil
permasalahan tentang sistem hibrid. Sistem hibrid
adalah suatu jaringan yang terkontrol dari beberapa
sumber energi terbarukan seperti turbin angin,
photovoltaic, mikrohidro, dan sebagainya. Akan
tetapi dalam prakteknya karena adanya perbedaan
pengaturan fluktuasi frekwensi maka hal ini akan
berpengaruh terhadap kualitas suplai tenaga yang
ada pada sistem hibrid.
Pada penelitian sebelumnya studi kestabilan
operasi sistem hibrid membahas teknik pengaturan
frekwensi serta mendiskusikan teknik gabungan
sistem fuel cell dan elektrolisa hibrid untuk
meningkatkan kemampuan sistem mikrogrid dalam
peningkatan kualitas daya dari permasalahan
fluktuasi frekwensi. Pengaturan yang diajukan dan
sistem pemantauan (monitoring) yang dilakkan
adalah untuk menjaga kualitas daya, juga untuk
menjaga kestabilan fluktuasi frekwensi yang
disebabkan adanya daya random pada
pembangkitan serta pada sisi beban juga untuk
menjaga kestabilan fluktuasi aliran daya pada tie-
line aliran daya yang diakibatkan fluktuasi
frekwensi dari interkoneksi sistem hibrid.
Dari beberapa permasalahan pengaturan frekwensi
yang menyebabkan fluktuasi aliran daya pada
berbagai jenis pembangkitan sistem hibrid yang
terkoneksi, maka peneliti mengambil tema
Pengaturan Frekwensi Pada Sistem Daya Hibrid
dengan Algoritma Genetika dengan mengkaji
sistem pembangkit diesel dan turbin angin.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Sistem Hibrid
Sistem daya hibrid diesel-turbin angin
stand alone mungkin secara ekonomis dapat
diterapkan dalam beberapa kasus penyediaan
energi listrik pada daerah terpencil misalnya
wilayah pegunungan atau kepulauan dimana
tingkat kecepatan angin cukup signifikan untuk
menggerakkan generator dalam memproduksi
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
8
listrik tetapi untuk penyediaan energi pada sistem
jaringan terkoneksi tidak ekonomis [2].
Diharapkan hasil pembangkitan energi
listrik dari sistem hibrid Turbin Angin-Diesel
dapat menyediakan pelayanan yang baik bagi
pelayanan beban ke konsumen, namun semua itu
tergantung pada tipe dan karakteristik kontrol
pembangkitan. Hal ini berarti variasi sistem
frekuensi harus dapat dijaga kestabilannya agar
peralatan dapat beroperasi dengan baik dan efisien.
Strategi yang berbeda dapat diterapkan
dengan cara mereduksi perbedaan pembangkitan
dan beban serta mengatur deviasi frekwensi sistem
[5]. Adapun strategi-strategi yang dapat dilakukan
dengan cara pengaturan kontrol beban tiruan [7],
prioritas switching kontrol beban [6], penggunaan
flywheel [1], superkonduktor magnetik [4] dan
sistem penyimpanan energi baterai [5].
Untuk dapat menampilkan analisis
detail studi tentang sistem hibrid turbin angin-
diesel dan mikrohidro dengan model sinyal
transfer kecil. Pemilihan yang optimal dari
gain kontrol disarankan menggunakan teknik
ISE [8] untuk kasus kontrol kontinyu dan
kontrol diskrit.
Permasalahan yang terjadi pada
pembangkitan adalah terjadinya frekuensi
osilasi yang rendah. Hal ini muncul karena :
a. Tingginya setting gain dan rendahnya
waktu konstan pada Automatic Voltage
Regulator (AVR).
b. Terlalu banyak jaringan transmisi yang
panjang sehingga kemampuan lemah
(weak line).
Untuk mengatasi permasalahan
tingginya gain pada AVR, sebelumnya kita
membahas singkat fungsi transfer dari AVR
agar lebih mudah memahami pengaruh gain
dan waktu konstan AVR. Struktur AVR sering
direpresentasikan sebagai fungsi transfer orde
1 seperti gambar 1 berikut :
Gambar 1. Automatic Voltage
Regulator
Dimana Ka= gain, memiliki fungsi sebagai
kendali proporsional dan Ta=waktu konstan, yang
menandakan kecepatan respon dari AVR, semakin
kecil waktu konstan, semakin cepat respon AVR
tersebut. Pada dasarnya gain yang tinggi pada
AVR memiliki maksud :
a. Semakin tinggi gain, tegangan terminal
generator akan terkontrol dengan baik, karena
tujuan AVR memang membuat tegangan
terminal stabil.
b. Semakin tingginya gain pada AVR, ternyata
juga menimbulkan efek samping yaitu semakin
lemahnya kemampuan redam (negatif
damping) dari generator sehingga berpotensi
timbulnya osilasi frekuensi rendah.
c. Dari kedua alasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa pengaturan gain pada AVR adalah
sesuatu yang sangat penting, karena kalau
terlalu rendah akan menimbulkan
ketidakstabilan monotik dan jika terlalu tinggi
akan menimbulkan osilasi frekuensi rendah.
Dalam permasalahan yang peneliti angkat
kali ini adalah mendesain kontrol dengan metode
algoritma genetika untuk mencari nilai fitnes
terbaik dari proporsional integral (PI) pengaturan
frekwensi beban dengan Matlab/Simulink dengan
langkah-langkahnya adalah mendesain kontrol
dengan M-File, menentukan state space dari
sistem, kemudian mengaplikasikannya pada
Simulink untuk mendapatkan sampel periode yang
berbeda juga respon transient dari sistem.
a. Model Simulasi
Gambar 2. Model Konsep Diesel dan Turbin
Angin
Model dalam studi kasus ini terdiri dari
sub sistem : model dinamik turbin angin, model
dinamik diesel, kontrol kecepatan sudu turbin
angin dan model dinamik generator .
Blok diagram fungsi transfer Turbin Angin-Diesel
:
KA
1 + TAS
Vt Efd
Blade picth
Control
Energy
Conversion
System
Torsional
System
Fluid
Coupling
Gen
Diesel
Unit
Governor
∑
∑
Wind Energy
Supply
Prime Mover
Power
Pmax
Ptg r
1
Pf
2
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
9
c. Model Matematik sistem
Model linier digunakan untuk model turbin
angin dan diesel digunakan untuk mengidentifikasi
dan menentukan nilai osilasi tak terkontrol. Pada
model konsep seperti pada gambar 2. Aliran
kopling pada gambar tersebut dimana ada
perbedaan transfer kecepatan pada sisi tenaga.
Fungsi aktual adalah non linier tetapi untuk model
tersebut dilinierkan, sehingga menghasilkan daya
set point secara konstan. Gambar 2.3
memperlihatkan blok diagram fungsi yang
ditentukan.
Fungsi transfer dari aktuator hidrolik terpasang
dapat ditulis :
............(1)
Tetapi Tk sangat kecil dibandingkan Tp2 sehingga
Tk diabaikan . Kemudian persamaan tersebut
ditulis sebagai :
. ..................(2)
Fungsi transfer dari persamaan 2 dari aktuator
hidrolik terpasang dibagi menjadi dua blok
(gambar 2) dan H1
adalah variabel tiruan (dummy variabel). Fungsi
transfer dari governor diesel pada gambar 2 di
berikan :
.............(3)
Karena ref adalah setting kecepatan referensi (a
konstant) untuk generator diesel, sehingga ref =
0.0 . Dengan mensubstitusikan ref =0.0 ke
persamaan 3 di atas didapatkan :
................(4)
Fungsi transfer dari governor diesel pada
persamaan di atas dipecah menjadi dua blok sistem
dan Pf1 adalah variabel tiruan.
d. Metode Optimasi Algoritma Genetika
Algoritma genetika (AG) adalah suatu
teknik yang memiliki kemampuan intelejen.
Teknik ini adalah algoritma stokastik yang
memanfaatkan fenomena alam. Gagasan di
belakang AG adalah mengerjakan yang dikerjakan
oleh alam.
Secara detail, proses operasi AG untuk
melakukan perhitungan optimasi dapat
Kpc
controller ∑
∑
∑
∑
Kfc
∑
X1
H1
U1
H
X2 X3
D
P
1
Ptg
Pload
Pf1
ref
2
Pf Diesel Power
Turbin Angin
H(s) Kp2(1 + STp1)
=
U1(s) (TkS2) + STp2 +1) (1+S)
H(s) Kp2(1 + STp1)
=
U1(s) (1+ STp2) (1+S)
Pf(S) Kd (1 + S )
=
ref(S)- 2(S) S(1 + ST1)
Pf(S) Kd (1 + S )
=
- 2(S) S(1 + ST1)
Gambar 3. Blok Diagram Fungsi Transfer untuk Diesel-
Turbin Angin dengan Kontrol
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
10
dipresentasikan melalui penjelasan yang dimulai
dengan mencari harga maksimum dari sebuah
fungsi g, dengan g = -f
Min f(x) = Maks g (x) = Maks {-f(x)}
(5)
Kita mengasumsikan bahwa fungsi
objektif f mengambil harga-harga positif pada
domiannya, dan kita dapat menambah konstanta C
positif.
Maks g(x) = Maks { g (x) + C }
(6)
Kita akan mencari harga maksimum fungsi dari k
variabel , f(x1, …., xk) : Rk R. Masing-masing
variabel x1 dapat mengambil harga dari domain Di
[a1, b1] R dan f (x1………,xk) > 0. Untuk sebuah
x1 Di, kita ingin mengoptimasi fungsi f dengan
ketelitian yang dibutuhkan, yaitu delapan desimal.
Adapun aliran program algoritma genetika
dapat dilihat pada gambar 5 berikut :
Gambar 4. Diagram Alir Algoritma Genetika
3.Cara Penelitian
3.1. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk
penelitian adalah:
1. Buku teks yang menunjang
penelitian.
2. Makalah dan jurnal yang
berkaitan.
3. Data-data yang dibutuhkan
3.2. Alat Penelitian
Alat-alat penelitian yang digunakan
dalam penelitian :
1. Software Matlab/Simulink versi 7.0
2. Laptop PIV Intel Atom A-Note
3. Program Aplikasi Microsoft Excel
3.3. Jalannya Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan
adalah dengan mendesain blok sistem turbin
angin dan diesel kemudian diaplikasikan ke
dalam Matlab dan dilakukan uji performa
sistem. Adapun langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Merancang blok sistem turbin angin dan
diesel
b. Menghitung state space dari blok transfer
kemudian dibentuk matrik dari variabel
kontrol dan matrik konstan.
c. Memasukkan matrik ke dalam program
matlab Algoritma Genetika dimaksudkan
untuk sebagai kontrol untuk tuning
damping ratio dan real part untuk
menentukan overshoot dan rise time.
Semakin minimal real part, maka semakin
cepat respon sistem. Namun jika
diminimalkan terus akan mengurangi
damping ratio sehingga memperbesar
overshoot.
Untuk membuktikan respon rasio redam
dan real part maka harus disimulasikan
range rasio redam dan real part , misalnya:
a. Respon sistem jika rasio redam
diset : 0,1 kemudian dilanjutkan
rasio redam 0,2, rasio redam 0,3
sampai dengan 0,7.
b. Respon sistem jika real part
divariasi mulai dari -0.05 , -0.1 dan
seterusnya.
d. Untuk menampilkan performance
stabilitas sistem kita gunakan
Matlab/Simulink.
Mulai
Inisialisasi populasi
Generasi =0
Evaluasi nilai fitness
untuk tiap
kromosom
Perform Seleksi,
Crossover dan
Proses Mutasi
Generasi>max generasi
atau pencapain kontrol
optimum
Selesai
Gen=Gen+1 Tidak
Ya
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
11
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Menghitung state space diagram sistem
a. 11 ).1
1( U
STpH
1211 UTPHH
1121 HUTpH
2
11
2
1
1
Tp
HU
TpH
1
2
1
2
1
11H
TpU
TpH
b 112
)1(
)1(H
S
STpKpH
)( 1112 TpHHKpHH
HTpKpHHKpH
12112
HTpKpHTp
HKp 121
2
12 .)1
(
HTpTp
HKp )2
11( 112
HHTp
TpKp 1
2
12 )1(
c. HS
KpD
)1(
3
HKpDD
3
DHKpD
3
d.
)(.(2
1211
KfcDKpc
SH
211222
H
Kfc
H
KfcD
H
Kpc
e. )(.2
1212 Kfc
HdS+ Pf
21222
Hd
Kfc
Hd
Kfc+ Pf
f. 21 . S
KdPf
21
KdPf
g.
).()1(
)1(21
1
S
KdPf
ST
SPf
21211
KdPfS
KdPfPfTPf
PfKdPfKdPfPfT
21211
PfTT
KdPf
TPf
1
1
1
121
1
Hasil dari state space blok sistem dimasukkan
ke dalam matrik A
111
3
2
122
2
110000
000000
1022
000
00222
00
000010
000001
0000001
TTT
KdKdHd
Kfc
Hd
KfcH
Kfc
H
Kfc
H
Kpc
Kp
Tp
TpKpKp
Tp
A
Sementara matrik B karena terdiri dari matrik
7x 1 yang terdiri dari satu kontrol input, yakni
:
0
0
0
0
0
1
2
12
2
Tp
TpKp
Tp
B
Sementara adalah matrik konstan pada sisi
gangguan (disturbance) adalah :
00
00
2
10
02
100
00
00
dH
H
Kemudian matrik A, B, dan diaplikasikan ke
dalam program Matlab untuk mencari fitnes
terbaik dengan algoritma genetika.
Adapun variabel mesin-mesin sebagai kajian
studi simulasi ini sebagai berikut :
PR (Daya ) = 350 kW
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
12
H = dasar konstanta inersia mesin
turbin angin 3.5 s
Hd = dasar konstanta inersia mesin
diesel = 8.5 s
Kfc = 16.2 pu KW/ Hz
Kp2 = 1.25
Kp3 = 1.40
Pload = 0.01 pu KW
T1 = 0.025 s
Kd = 16.5 pu KW/Hz
Tp2 = 0.041 s
Tp1 = 0.60 s
Kpc = 0.80
Tk = 0.0009 s
b. Mendesain blok sistem ke dalam
Matlab/Simulink
Gambar 5. Blok sistem dalam
Matlab/Simulink
c. Melakukan simulasi dengan Matlab
/Simulink
Dengan algoritma genetika sebanyak 100
generasi yang dilakukan dalam empat tahap
dapat ditampilkan secara grafis dan tabel
sebagai berikut :
Gambar 6. Kurva fungsi obyektif pada 100
generasi
Gambar 7. Kurva fungsi obyektif pada 200
generasi
Gambar 8. Kurva fungsi obyektif pada 300
generasi
Gambar 9. Kurva fungsi obyektif pada 400
generasi
Dari gambar 6, 7,8 dan 9 adalah hasil
optimasi AG untuk fungsi obyektif sekaligus
mendapatkan nilai Kp dan Ki yang selanjutnya
dilakukan variasi rasio redam dan real part untuk
mendapatkan nilai optimal kontrol AG.
Tabel 4.1. Pencapaian Optimum Kp dan Ki
pada 400 generasi
Generasi Kp Ki 80 2.12 12.41
160 3.48 15.31 240 3.59 15.59 375 2.94 12.54
In1
In2
VSC
time
To Workspace2
wind
To Workspace1
Load
To Workspace
Sine Wave3
Sine Wave2
Sine Wave1
Pmax2
Pmax1
0
Kpc4
1
Kpc3
0
Kpc2
0
Kpc1
In1
In2
GA
-C-
Constant1
-C-
Constant
Clock
Band-Limited
White Noise1
Band-Limited
White Noise
In1
In2
4b1
In1
In2
4a1
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8Error Value
fungsi obyektif
generasi
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8Error Value
fungsi obyektif
generasi
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4Error Value
fungsi obyektif
generasi
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14Error Value
fung
si o
byek
tif
generasi
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
13
Gambar 10. Pencapaian PI pada 400
generasi
Adapun hasil dari variasi rasio redam dan real part
dapat ditunjukkan table 2 berikut :
Tabel 2
Konfigurasi respon sistem jika rasio
redam dan real part diubah
Respon
sistem
Perubahan damp.ratio dan real part
Dam
=0.1
Re=-
0.05
Dam
=0.2
Re=-0.1
Dam
=0.3
Re=-0.2
Dam
=0.4
Re=-0.3
Dam
=0.5
Re=-0.4
Dam
=0.6
Re=-0.5
Dam
=0.7
Re=-0.6
Eigen -
0.69
75
-
0.69
39
-
0.70
17
-
0.71
10
-
0.70
65
-
0.70
85
-
1.71
5
Rise
time(s
)
-
0.00
23
-
0.00
25
-
0.00
27
-
0.00
29
-
0.00
293
-
0.00
295
0.00
297
Overs
hoot(s)
-
0.0025
-
0.0025
-
0.0024
-
0.0023
-
0.0022
-
0.0022
-
0.0022
Dari gambaran tabel 2. didapatkan bahwa
rise time sangat dipengaruhi real part, semakin
minimal real part, respon sistem semakin cepat,
jika rasio redam besar, maka overshoot mengecil.
Melakukan simulasi dengan mengubah nilai
Kfc, Kd dan Kpc pada sistem sebelumnya
sebesar 20 %
Tabel 3. Mengubah parameter Kfc, Kd, dan Kpc
20 %
Variabel Control
20%(+) 20% (-)
Kfc 16.2 19.44 12.96
Kd 16.5 19.88 13.2
Kpc 0.88 0.96 0.64
Pada variabel kontrol dengan Kfc =16.2, Kd=16,5
dan Kpc=0.8 hasil iterasi GA pada generasi ke-81
secara optimal didapat nilai : Kp Ki error
4.1773 18.9782 -0.0052
dengan gain 0.59.
Plot nilai eigen sebagai berikut :
Gambar 7 . Plot Nilai Eigen Dari gambar 7 bahwa sebaran sebagian nilai
eigen berada pada dua kwadran dan berjarak sama
yakni -0.7856i dan 0.7856i . Berdasarkan teori
bahwa kestabilan dari suatu sistem lup tertutup
ditentukan dari letak pole lup tertutup di bidang s
atau nilai eigen dari matriks konstanta A. Jika
terdapat pole lup tertutup yang terletak di sebelah
kanan sumbu imajiner bidang s (berarti bagian real
dari pole bertanda positif), maka dengan
bertambahnya waktu, pole tersebut akan
memberikan pengaruh yang sangat dominan,
sehingga respon sistem dalam waktu tertentu akan
naik turun atau berosilasi dengan amplitudo yang
semakin besar. Sedangkan suatu sistem kontrol
dikatakan stabil bila lup tertutup terletak di sebelah
kiri sumbu imajiner bidang s. Dari gambar 7 dapat
dikatakan bahwa sistem dalam kondisi stabil.
Sedangkan plot deviasi frekuensi dari
yang tidak terkompensasi, terkompensasi
-4 -3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
axis
Nilai E
igen
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
14
dengan AG dapat dilihat pada gambar 8
berikut :
Gambar 8. Deviasi Frekuensi Sistem
Sedangkan respon terhadap wind acak dapat dilihat
pada gambar 9 berikut :
Gambar 9. Respon terhadap Wind Acak
Sementara respon terhadap perubahan beban
dapat dilihat pada gambar 10 berikut :
Gambar 10. Perubahan Beban
Deviasi frekuensi dengan perubahan Kf, Kd dan
Kpc (20% +) dapat dilihat pada gambar 11
sebagai berikut :
Gambar 11 Deviasi Frekuensi Beban
(perubahan parameter 20%+)
Dari gambar di atas, terjadi penurunan
overshoot pada sistem GA dengan overshoot
sebesar 0.1 dan waktu keadaan mantap
10s.Sementara untuk perubahan Kf, Kd dan
Kpc pada perubahan 20% (-) didapatkan
gambar 12
Gambar 12. Deviasi Frekensi Beban
(perubahan parameter 20%(-)
Dari gambar 12 menunjukkan bahwa
kompensasi sistem dengan AG dengan
penurunan parameter 20 %(-) terjadi overshoot
pada 0.5 dan keadaan mantap pada waktu 12s.
Dari perubahan nilai parameter Kf, Kd dan Kpc
sebesar 20 % (+) menjadi lebih efektif dari
sistem awal karena dapat menurunkan
overshoot dan mencapai keadaan mantap lebih
cepat.
0 5 10 15 20 25 30-0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
time(s)
Daya t
urb
in a
ngin
0 5 10 15 20 25 300
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
time
Respon P
eru
bahan B
eban
Peru
baha
n
Beban
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
15
Gambar 13. Respon sistem variasi real
part terhadap rasio redam
Dari gambar blok fungsi transfer
turbin angin diesel pada bagian turbin angin
dan bagian bawah dasar diesel dipasang SMES
(Superconducting Magnetic Energy Storage).
Sistem ini digunakan untuk meredam fluktuasi
frekuensi yang ditimbulkan oleh kecepatan
angin yang tidak konstan. Sebenarnya, kontrol
sudu terpasang (blade pitch control) dapat
digunakan untuk mengurangi fluktuasi
frekuensi tetapi ada kendala karena responnya
yang lambat. Berikut adalah SMES dan
kontrol yang digunakan untuk mengatur
fluktuasi frekuensi. Dalam hal ini kontrol
Gambar 14 . SMES dan Kontrol
(Mitani, 1988)
Sehingga dari gambar 4.18 terjadi umpan balik
sebesar :
)1)(21(
)11(2
1 ssTp
sTpKp
U
H
= )1)(041.01(
)60.01(25.1
ss
s
Dengan mengambil rata-rata dari Tp1 dan Tp2
dengan 20%, maka didapat nilai Tp1=0.60
dan Tp2= 0.041, sehingga :
Nilai K(s) = )1041.0(
)160.0(76.10
s
s
Dengan algoritma genetika pada 100
generasi dengan fungsi obyektif yang
merupakan tuning real part dan rasio redam
seperti tabel 1, maka didapatkan nilai kontrol
yang terkompensasi algoritma genetik menjadi
:
K(s) = )1)(1(
)1(2
2
1
ssTp
sTpKp
=
)11108.000286.0(
)642.11(05.47
2
ss
s
Kontrol yang diajukan menjadi :
K(s) = )11108.0(
)1642.1(05.47
s
s
Nilai K(s) ini adalah kontrol
frekuensi untuk menentukan kompensasi
deviasi frekuensi.
Hasil dari simulasi kemudian
dibandingkan dengan desain sebelumnya
yakni Variable Structure Control (VSC)
(D.Das, DP.Kothari, 1999) dengan
karakteristik desain :
UPPC = -KvPw jika Pw >
UPPC=-KpPw – Ki Pw dt
jika Pw ≤
dimana = 0.0004, Kv=-10,
Kp=10, dan Ki=4.
Dalam studi simulasi ini, range
daya -0.01≤uppc≤ 0.01 puKW dengan
basis daya 350 kW yang terpasang pada
output terminal dari kontrol.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
a. Algoritma genetika sebagai kontroller
dapat melakukan optimasi tuning untuk
menguji kontrol sistem dengan generasi
hingga 100 didapatkan nilai tuning
frekuensi kontrol sebesar :
K(s) = )11108.0(
)1642.1(05.47
s
s
Nilai K(s) ini adalah kontrol frekuensi
untuk menentukan kompensasi deviasi
frekuensi.
b. Dengan melakukan pengujian stabilitas
sistem dengan Simulink/Matlab
didapatkan bahwa jika dibandingkan
dengan sistem tak terkontrol, respon
overshoot lebih cepat dari sistem tak
terkompensasi sebesar 0.35 dan keadaan
0 2 4 6 8 10 120
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
wn*t
c(t)
zeta=-0.1,-0.2,-0.3,-0.4,-0.5,-0.6
-0.1
-0.2
-0.3 -0.4
-0.5
-0.6
real part
(time)
Dam
pin
g
rati
o
21
1
sTp
s
sTpKp
1
)11(2
SMES Kontrol
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
16
mantap pada 10s, sedangkan pada kontrol
led-lag 20%, pada 20 % (+) sistem terjadi
penurunan overshoot sebesar 0.1 dan
keadaan mantap pada 10s dan pada 20
%(-)terjadi peningkatan overshoot
sebesar 0.5 dan keadaan mantap pada
15s. Sebagian nilai eigen yang terbentuk
berada pada titik stabil yakni : 0.7856i
dan – 0.7856i pada penambahan 20% (+)
dan+ 0.7199i dan -0.7199i pada
pengurangan 20%. Hal ini menunjukkan
sistem dalam keadaan stabil.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan serta dari kesulitan-kesulitan
yang ditemui selama penelitian, maka
disarankan untuk melakukan dan
mengembangkan metode yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Dettmer, R., lEE Review, 149, 1990.
Hunter, R. and Eiloit, G., Wind-Diesel Systems, A
Guide to the Technology and its
Implementation. Cambridge University Press,
Cambridge, 1994
Kothari, M. L., Nanda, J., Kothari, D. P. and Das,
D., IEEE Trans. on Power Systems, 1989, 4,
731
Mitani, Y., Tsuji, K. and Murakami, Y., IEEE
Trans., 1988, PAS-3, 141857
Nayar, C. V., Phillips, S. J., James, W. L., Pryor,
T. L. and Returner, D., Solar Energy, 1993, 51,
65
Nacfaire, H., Wind-Diesel and Autonomous Energy
Systems. Elsevier Science, London, 1989
Woodward, Boys J.T. Electrical Control & Drive
Wind. IEE Review. 1980
Tripathy, S. C., Bhatti, T. S., Jha, C. S., Malik, O.
P. and Hope, G. S., IEEE Trans.on PAS, 1984,
A-103, 1045
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
17
STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI KECAMATAN
LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN
Alfian Zuliyanto 1
1)Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lamongan, Kampus Unisla, Jl. Veteran Lamongan, email:
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji aspek teknis, aspek pembiayaan dan aspek peran serta masyarakat
untuk mendapatkan strategi pengelolaan air limbah domestik dalam kaitannya penuntasan program
bebas dari buang air besar sembarangan (open defecation free). Pendekatan EHRA (Environtmental
Health Risk Assesment) dengan menggunakan data sekunder dilakukan untuk menentukan urutan
prioritas penanganan diantara tujuh kelurahan yang ada. Peneliti juga menyebarkan kuesioner
kepada 106 tokoh masyarakat untuk mengetahui kondisi dan rencana perbaikan sanitasi yang
dilakukan oleh masyarakat Dari analisis aspek teknis, sistem pengolahan yang cocok adalah sistem
on site, dengan membangun tangki septik individu dan resapan, MCK dan tangki septik komunal
dan IPAL komunal dengan teknologi Anaerobic Baffled Reactor. Perhitungan aspek biaya dengan
parameter NPV, IRR , ARR dan B/C ratio memenuhi syarat sehingga pembangunan prasarana
pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Lamongan layak dilaksanakan. Berdasarkan
analisis SWOT untuk analisis aspek teknis, aspek pembiayaan dan analisis aspek peran serta
masyarakat dihasilkan suatu konsep strategi pemilihan teknologi yang sesuai karakteristik wilayah
yaitu tangki septik + resapan dan Anaerobic Baffled Reactor. Mengupayakan Dana SILPA dan
Dana Cadangan sebagai dana pembangunan selain DAK dan DAU. Mendorong kesediaan
berpartisipasi masyarakat dan mengikutsertakan LSM yang ada dalam peningkatan pemahaman
masyarakat dalam pengolahan air limbah domestik.
Kata kunci: open defecation free, air limbah domestik, EHRA
1. Pendahuluan
Kabupaten Lamongan adalah salah satu
kabupaten yang sangat memberikan perhatian
dalam peningkatan akses sanitasi dasar bagi
masyarakat khususnya jamban sejak beberapa
tahun yang lalu. Melalui ODF Program (Open
Defecation Free) yang telah diluncurkan, hingga
saat ini telah 4 (empat) kecamatan dari 21
kecamatan yang sudah mendeklarasikan terbebas
dari OD (Jawa Pos 24 Juni 2010). ODF atau lebih
dikenal bebas dari buang air besar sembarangan
adalah kondisi ketika setiap individu dalam
komunitas tidak buang air besar sembarangan.
Kecamatan Lamongan adalah salah satu dari 21
kecamatan di Kabupaten Lamongan terdiri dari
12 Desa dan 8 kelurahan. Total penduduk 59.712
jiwa dan luas wilayah 40.38 km2. Dengan
kepadatan sebesar 31 jiwa/ ha, Kecamatan
Lamongan berbeda dengan kecamatan lainnya di
Kabupaten Lamongan, dimana rata-rata
kepadatan penduduknya sebesar 5.72 jiwa/ha.
Apalagi jika dibandingkan dengan 7 (tujuh)
kelurahan yang ada (sebagai daerah pusat kota)
rata-rata kepadatannya mencapai 44,39 jiwa/ha.
Perbedaan kepadatan ini tentunya akan
berpengaruh pada pola pendekatan dalam
gerakan penuntasan program ODF itu sendiri.
Oleh karena itu perlu disusun strategi dalam
pengelolaan air limbah domestik dalam kaitannya
penuntasan program ODF di Kecamatan
Lamongan.
2. Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini digunakan metode
Analisis deskriptif melalui pengamatan-
pengamatan dilapangan untuk mendapatkan
keterangan tentang suatu masalah. Analisis ini
akan memaparkan bagaimana masyarakat
membuang air limbahnya dan pengaruhnya
terhadap lingkungan sekitar. Dimana akan diteliti
secara detail mengenai bentuk teknologi yang
bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah,
terkait dengan kondisi sosial budaya masyarakat
dan kemampuan pendanaan. Dari hasil data yang
diperoleh kemudian dilakukan kajian terhadap
aspek teknis, pembiayaan, dan peran serta
masyarakat.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
18
Pengumpulan Data
Sumber-sumber data yang digunakan dalam studi
ini berupa data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pengamatan
di lapangan dengan melakukan
observasi/pengamatan dan pengukuran
langsung di lapangan serta wawancara
langsung kepada masyarakat dan petugas dari
instansi terkait. Selain itu data juga diperoleh
dari kuesioner yang dibagikan kepada Ketua
RW (Rukun Warga) terkait kondisi sanitasi,
tingkat partisipasi dan perencanaan sanitasi
oleh masyarakat. Data lain yang didapat
meliputi data responden, kondisi eksisting,
kemauan dan kemampuan membiayai, dll.
Dilakukan di 7 (tujuh) Kelurahan di Wilayah
Kecamatan Lamongan antara bulan
September – Oktober tahun 2010.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari hasil survey
sekunder baik melalui wawancara maupun
mencari data yang berasal dari berbagai
sumber atau instansi terkait. Data sekunder
meliputi data kependudukan, data kondisi
fisik alam serta data-data lingkungan,
sumber-sumber air limbah, kuantitas dan
kualitas air limbah, pengumpulan,
penyaluran, pengolahan dan pembuangan
akhir. Data-data lainnya meliputi potensi
pelibatan masyarakat, data kependudukan,
Peta-peta (Peta kec. Lamongan, tata guna
lahan/RTRW), data kesehatan dari Puskesmas
dan Dinas Kesehatan, RPIJM dan Renstra
Dinas. Survai data sekunder ini dilakukan
mulai bulan september 2010 hingga selesai.
Pengolahan dan Analisa Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
meliputi analisis penentuan prioritas daerah
penanganan dengan metode EHRA, analisis
aspek teknis, aspek finansial serta aspek
peranserta masyarakat.
- Penentuan Pemilihan Lokasi Prioritas
Penanganan
Dengan menggunakan instrument-instrument
EHRA (Environmental Health Risk Assesment)
/ penilaian resiko kesehatan lingkungan, dapat
ditentukan prioritas penanganan kawasan.
Penentuan ini dimaksudkan untuk mengukur
skala prioritas sehubungan dengan
keterbatasan dana
- Aspek Teknis
Analisis teknis dilakukan dalam rangka
menentukan pilihan sistem pengolahan yang
cocok dengan karakteristik wilayah.
Sedangkan penentuan teknologi terpilih
menggunakan penilaian teknis, dilihat dari segi
dimensi, investasi, operation, maintenance
serta implementasinya di lapangan. Kajian
teknis berisi pilihan-pilihan teknologi yang
cocok dengan tingkat sosial ekonomi
masyarakat dengan mempertimbangkan aspek
teknis lainnya yang meliputi cakupan air
bersih, tata letak rumah, muka air tanah dan
topografi.
- Aspek Finansial
Analisis dilakukan berkaitan dengan besarnya
biaya yang dibutuhkan untuk investasi,
operasional dan pemeliharaan (BOP), dan
pendapatan. Kemudian dilakukan penilaian
kelayakan dengan berpedoman pada beberapa
kriteria investasi yang tersedia yaitu Net
Present Value, Internal Rate Return , Average
Rate of Return dan Benefit Cost Ratio.
- Aspek Peran Serta Masyarakat
Aspek peran serta ini merujuk pada penentuan
lokasi usulan kegiatan dalam Program Sanimas
(Borda, 2004). Parameter penilaian meliputi
aspek sosial terkait kesiapan masyarakat dalam
proses perencanaan, pelaksanaan dan pasca
pelaksanaan. Selain aspek sosial tersebut juga
dinilai aspek teknis seperti ketersediaan lahan,
air bersih dan sarana drainase sebagai media
penyaluran akhir limbah hasil pengolahan.
3. Hasil dan Pembahasan
Pemilihan Lokasi Prioritas Penanganan
Instrument EHRA dalam hal ini yang
digunakan adalah fasilitas sanitasi yang
mencakup sumber air minum, layanan
pembuangan sampah, jamban dan saluran
pembuangan air limbah. Selain itu yang dinilai
adalah masalah perilaku yaitu kebiasaan dalam
cuci tangan. Data-data yang tersebut diatas
berasal dari data sekunder yaitu Laporan Survey
Sanitasi dasar oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Lamongan tahun 2009. Parameter lainnya adalah
jumlah penduduk miskin serta tingkat kepadatan
penduduk.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
19
Tabel 1 Hasil Konsolidasi Penilaian
Instrument EHRA
No Nama
Kelurahan
Total
Score
Urutan Prioritas
Penanganan
1 Sidokumpul 11 6
2 Tlogoanyar 13 4
3 Sidorejo 12 5
4 Tumenggungan 22 1
5 Banjarmendalan 18 3
6 Jetis 20 2
7 Sukorejo 10 7
Analisis Aspek Teknis
Keadaan Wilayah dan Kepemilikan Jamban
Hasil pengamatan langsung di lapangan
terkait keadaan wilayah dilihat dari kerapatan
hunian penduduk di 7 (tujuh) kelurahan,
diperoleh gambaran 3 (tiga) keadaan yaitu hunian
rapat, agak rapat dan jarang.
Tabel 2 Keadaan Wilayah dan Kebutuhan
Jamban No Nama Kelurahan Keadaan
Wilayah
Kebutuhan
Jamban (Unit)
1 Sidokumpul
Rapat 9*
Agak rapat 5*
Jarang -
2 Tlogoanyar
Rapat 57*
Agak rapat 46*
Jarang -
3 Sidorejo
Rapat 56*
Agak rapat 43*
Jarang -
4 Tumenggungan
Rapat -
Agak rapat 64*
Jarang -
5 Banjarmendalan
Rapat 193*
Agak rapat 71*
Jarang -
6 Jetis
Rapat 57*
Agak rapat 370*
Jarang -
7 Sukorejo
Rapat -
Agak rapat 142*
Jarang 148*
Jumlah Total Kebutuhan 1225
Sumber : * Anonim,2010
Pemilihan Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik
Menurut buku Pedoman Pengelolaan Air
Limbah Perkotaan Departemen Kimpraswil tahun
2003, hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam
pemilihan sistem pengelolaan air limbah adalah
didasarkan pada faktor-faktor kepadatan
penduduk, sumber air yang ada, kedalaman muka
air tanah, kemampuan membiayai, kemiringan
tanah, sumber air yang diperlukan dan
permeabilitas tanah.
Tabel 3 Parameter Pertimbangan Pemilihan
Sistem Pengolahan
Parameter yang
menjadi
Pertimbangan
Sistem Pengolahan air Limbah
Domestik
Off site On site
Kepadatan
Penduduk
> 150 jiwa/ha < 150 jiwa/Ha
Ketersediaan
Sumber air
Jaringan air
bersih harus
ada dan besar
pemakain > 60
liter/detik
Tidak harus
ada jaringan
air bersih dan
besar
pemakain > 60
liter/detik
Permeabilitas
Tanah
< 2,7 x 10-4
l/m2/dtk dan
> 4,2 x 10-3
l/m2/dtk
-
Kedalaman
Muka Air Tanah
< 1,5 m > 1,5 m
Kemiringan
Tanah
> 2 % < 2 %
Kemampuan
membiayai
Besar Kecil
Sumber : Anonim, 2003
Lebih jauh dijelaskan keuntungan dan kerugian
dari dua sistem tersebut.
Tabel 4 Keuntungan dan Kerugian Sistem Off
site dan On site Off site system On site system
Keuntungan :
Menyediakan
pelayanan yang
terbaik
Sesuai untuk daerah
dengan kepadatan
tinggi
Pencemaran
terhadap air tanah
dan badan air dapat
dihindari
Memiliki masa guna
lebih lama
Dapat menampung
semua limbah
Kerugian :
Memerlukan biaya
investasi, operasi
dan pemeliharaan
yang tinggi
Keuntungan :
Menggunakan
teknologi sederhana
Memerlukan biaya
yang rendah
Masyarakat dan tiap-
tiap keluarga dapat
menyediakan sendiri
Pengoperasian dan
pemeliharaan oleh
masyarakat
Manfaat dapat
dirasakan secara
langsung
Kerugian :
Tidak dapat
diterapkan di setiap
daerah, misalkan
sifat permeabilitas
tanah, tingkat
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
20
Menggunakan
teknologi yang
tinggi
Tidak dapat
dilakukan oleh
perseorangan
Manfaat secara
penuh diperoleh
setelah selesai
jangka panjang
Waktu yang lama
dalam perencanaan
dan pelaksanaan
Perlu pengelolaan,
operasional dan
pemeliharaan yang
baik
kepadatan dan lain-
lain
Fungsi terbatas
hanya dari kotoran
manusia, tidak
melayani bekas air
cucian dan kamar
mandi
Operasi dan
pemeliharaan sulit
dilakukan
Sumber : Anonim (2003).
Sedangkan keadaan Kecamatan Lamongan
terkait parameter pertimbangan pemilihan sistem
pengolahan tersebut diatas adalah sebagai berikut
;
Tabel 5 Parameter Pertimbangan Pemilihan
Sistem Pengolahan Limbah Domestik Parameter yang
menjadi
Pertimbangan
Keadaan Wilayah
Kecamatan Lamongan
Kepadatan
Penduduk
69 jiwa/Ha (Terpadat)
Ketersediaan
Sumber air
Jaringan air bersih belum
menjangkau semua wilayah
(Laporan Survey Sanitasi
dasar 2009, sumur gali
menempati urutan pertama
sumber air bersih di
Kecamatan Lamongan)
Permeabilitas
Tanah
10-4
-10-6
l/m2/dtk
Kedalaman Muka
Air Tanah
> 1,5 m
Kemiringan
Tanah
Kemiringan 0-2%
Kemampuan
membiayai
Terbatas
Berdasarkan kajian keuntungan dan kerugian
tersebut diatas dapat ditentukan pilihan sistem
yang akan digunakan di Kecamatan Lamongan.
Tabel : 6 Pemilihan Sistem Pengolahan Air
Limbah di Kecamatan Lamongan
No
Sistem
Pengolah
an
Aspek Yang dipertimbangkan
Kepadatan
Penduduk
Muka
air tanah
Sumber
air
Kemirin
gan
Tanah
Permeabili
tas Tanah
Kemampuan
Membiayai
1 Sistem
off site
x x x √ x x
2 Sistem
on site
√ √ √ √ x x
Keterangan : x = tidak mendukung
√ = mendukung
Berdasarkan analisis tersebut diatas, maka
dipilih sistem on site (sistem setempat) untuk
diterapkan di Kecamatan Lamongan.
Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah
Domestik
Pemilihan Teknologi pengolahan didapatkan
dengan melihat karakteristik wilayah dengan
menganalisis potensi kekuatan, kelemahan serta
peluang dan tantangan yang ada. Dengan melihat
faktor-faktor tersebut diatas, maka dapat diambil
kesimpulan teknologi pengolahan air limbah
domestik yang dibutuhkan adalah dengan
kriteria-kriteria
Sistem yang dipakai adalah on site
Mampu mengolah limbah black water dan
grey water
Lahan tempat pengolahan tersedia terbatas
(kecil)
Fasilitas pengolahan dapat dengan mudah
dioperasikan oleh masyarakat
Hasil pengolahan optimal karena potensi
pencemaran sudah ada
Biaya investasi murah
Tabel.7 Penilaian Pilihan Teknologi Pengolahan
Sistem On Site
Parameter
Penilaian
Pilihan Teknologi
Tangki Septik+resap
an
Filter Anaerobic
(Bio Filter)
Anaero
bic Baffled
Reactor
Constructed
Wetland
Anaero
bik Biogas
Reactor
Tidak
Mengolah
Black and
Grey Water sekaligus
0
1
1
0
0
Kebutuhan Lahan
besar
1 1 1 0 1
Operasion
al/pemeli
haraan
sulit
1
1
1
1
0
Hasil Pengolah
0 1 1 1 1
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
21
an rendah
Pengolahan
awal/lanjutan tidak
diperlukan
0
0
0
0
0
Investasi
besar
1 1 1 0 1
Jumlah 3 5 5 2 3
Nilai 0 = Jika parameter penilaian terpenuhi.
Nilai 1 = Jika parameter penilaian tidak
dipenuhi.
Sumber : TTPS,2010a
Dari hasil penilaian tersebut diatas maka
dalam rangka menuntaskan program bebas dari
buang air besar sembarangan maka ditetapkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Pembangunan Tangki septik dan resapan
bagi hunian agak rapat dan jarang
2. Pembangunan MCK umum bagi hunian
agak rapat bagi penduduk ekonomi
lemah dengan teknologi tangki septik
komunal dan IPAL Komunal dengan
menggunakan teknologi Anaerobic
Baffled Reactor.
3. Pembangunan sistem komunal dengan
teknologi tangki septik komunal dan
IPAL Komunal dengan menggunakan
teknologi Anaerobic Baffled Reactor
untuk hunian rapat dengan
memanfaatkan jalan akses sebagai lahan.
Dengan asumsi bahwa pertumbuhan
penduduk dengan ditandai adanya bakal adanya
perumahan-perumahan baru yang ada adalah
kavling tanah dengan ukuran cukup besar (luas
>150 m2), selain itu beberapa lokasi perumahan
baru dikembangkan oleh developer dimana
keberadaan jamban merupakan fasilitas yang
harus ada. Dengan kecenderungan seperti itu,
maka yang perlu ditangani hanya yang tersisa
saat ini. Dengan asumsi seperti itu maka bentuk
penanganannya adalah sebagai berikut :
Tabel.8 Rencana Penyediaan Prasarana
Pengolahan Air Limbah Domestik
No Proritas
Wilayah
Kebutuhan
Penanganan
Bentuk Penanganan /Cakupan
Pelayanan
(KK)
TSI
(unit)
Jiwa
MCK
(unit)
KK/Ji
wa
Komu
nal
(wilay
ah)
KK/Jiw
a total
1 Sidokumpul 64 64 25
6
2 Tlogoanyar 437 109 43
6
12 27
1/1
08
4
3 57/41
2
3 Sidorejo 218 17 68 1 20/
80
5 219/7
54
4 Tumenggungan 103 17 68 1 29/
11
6
3 57/36
4
5 Banjarmendalan 99 21 84 1 22/
88
4 56/88
2
6 Jetis 14 14 56
7 Sukorejo 290 290 10
4
Total 1225
Analisis Aspek Pembiayaan
1. Biaya Investasi
Biaya investasi disini adalah biaya untuk
membangun prasarana yang dibutuhkan
dalam rangka penuntasan program bebas dari
buang air besar sembarangan. Total
kebutuhan dana adalah sebesar Rp.
10,654,488,000,00 (sepuluh milyar enam
ratus lima puluh empat juta empar ratus
delapan puluh delapan ribu rupiah).
2. Biaya Operasional dan Pemeliharaan (OP)
Biaya operasional dan pemeliharaan
yang dimaksud disini adalah untuk fasilitas
MCK dan Tangki septik Komunal. Karena
untuk tangki septik individu ditanggung oleh
pengguna sendiri. Biaya operasional dan
pemeliharaan fasilitas umum disini adalah
biaya yang diperlukan untuk menjaga
keberlanjutan fungsi dari bangunan tersebut.
Tanpa adanya biaya ini fasilitas umum
tersebut akan tidak berfungsi. Biaya OP untuk
fasilitas MCK sebesar Rp. 14,195,000.00 /
tahun dan IPAL sebesar Rp.
9,035,000.00/tahun.
3. Potensi Pendapatan Fasilitas Pengolahan
Air Limbah Domestik
Potensi pendapatan yang bisa diperoleh
dengan adanya fasilitas pengolahan air
limbah domestik adalah
a. Asumsi hibah dari Pemerintah Pusat
melalui APBN sebesar Rp.
13,500,000,000.00 (tiga belas milyar lima
ratus juta rupiah).
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
22
b. Asumsi hibah dari Pemerintah Daerah
melalui APBD sebesar Rp.
1,500,000,000.00 (satu milyar lima ratus
juta rupiah).
c. Health Care Cost yaitu valuasi dari
kerugian yang timbul akibat kondisi
buruknya sanitasi yang ada. Economy
Impact of Sanitation In Indonesia (2008),
melaporkan bahwa biaya perawatan
kesehatan yang dikeluarkan per capita per
tahun adalah Rp. 5.300,00. Jadi total
Health Care Cost adalah Rp.
47,668,200.00 (empat puluh tujuh juta
enam ratus enam puluh delapan ribu dua
ratus rupiah).
d. Productivity Cost yait u valuasi dari
kehilangan pendapatan karena tidak
bekerja diakibatkan mengidap penyakit
berbasis sanitasi yang buruk. Hasil
perhitungan kehilangan sebesar Rp.
50.000,00 per capita. Jadi Total
Productivity Cost adalah sebesar Rp.
449,700,000.00 (empat ratus empat puluh
sembilan juta tujuh ratus ribu rupiah).
e. Transport Cost yaitu valuasi dari biaya
masyarakat yang dikeluarkan untuk
menuju pusat perawatan kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan krena timbulnya
sakit akibat sanitasi yang buruk. Asumsi
yang dipakai adalah ongkos angkutan
kota di Kecamatan Lumajang yaitu Rp.
5.000,00 pulang pergi ke Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Total transport
cost adalah sebesar Rp. 44,970,000.00
(empat puluh empat juta sembilan ratus
tujuh puluh ribu rupiah).
Berdasarkan perhitungan kelayakan
investasi pada pengelolaan air limbah
domestik dengan parameter NPV, IRR , ARR
dan B/C ratio didapatkan nilai NPV bernilai
positif pada tingkat suku bunga 15% sebesar
Rp 660,444,240.00. Nilai IRR sebesar 18,7 %
lebih besar dari tingkat suku bunga awal
(15%), ARR 2,0 % (Positif)dan nilai B/C
ratio sebesar 1.062 lebih besar dari 1. Dari
parameter-parameter tersebut dapat dikatakan
pengelolaan air limbah domestik di
Kecamatan Lamongan layak untuk
dilaksanakan.
Analisis Aspek Peran serta masyarakat.
Dalam penelitian ini digunakan data hasil
kuesioner yang diisi oleh ketua RW (Rukun
Warga). Sebagai tokoh masyarakat Ketua RW
dianggap tahu tentang kondisi sosial warganya
dan paham keadaan wilayahnya. Hasil penilaian
aspek peran serta masyarakat ini adalah rangking
kesiapan kampung (RW) di setiap kelurahan
dalam menerima kegiatan yang akan dilakukan.
Rangking ini juga dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan model pendekatan dalam
penuntasan target bebas buang air besar
sembarangan di Kabupaten Lamongan pada akhir
2014 dan kelanjutan sistem pengelolaan air
limbah domestik pada tahun-tahun mendatang.
Semakin tinggi skor yang didapat suatu wilayah
maka semakin siap suatu wilayah dalam
menerima suatu kegiatan. Demikian sebaliknya,
semakin rendah suatu wilayah dapat diartikan
masyarakat kurang siap/belum siap menerima
suatu kegiatan tersebut dilaksanakan
diwilayahnya.
Strategi Pengelolaan Air Limbah Domestik di
Kecamatan Lamongan
Dengan mengacu pada Visi dan Misi
Pemerintah Kabupaten Lamongan, maka sasaran
yang ingin dicapai adalah
1. Peningkatan akses masyarakat terhadap
prasarana dan sarana air limbah domestik
mencapai 100%.
2. Peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan air limbah domestik.
Indikasi adanya keberhasilan tercapainya
sasaran adalah
1. Masyarakat sudah tidak lagi melakukan OD
(Open Defecation)/buang air besar
sembarangan.
2. WC telah ada di masing-masing rumah
3. Adanya perubahan perilaku dan pemahaman
masyarakat akan pentingnya pengelolaan air
limbah domestik.
Dengan melihat sasaran dan indikasi
keberhasilan sasaran tersebut dapat diketahui
faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta
faktor eksternal (peluang dan ancaman) kondisi
pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan
Lamongan. Dengan analisis SWOT dapat disusun
strategi pengelolaan air limbah domestik di
Kecamatan Lamongan.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
Berdasarkan analisa teknis, sistem
pengolahan air limbah domestik yang cocok
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
23
dengan karateristik wilayah Kecamatan
Lamongan adalah sistem on-site. Sedangkan
teknologi yang dipilih adalah
1. Pembangunan Tangki septik individu dan
resapan bagi hunian agak rapat dan jarang
2. Pembangunan MCK umum bagi hunian
agak rapat bagi penduduk ekonomi lemah
dengan teknologi tangki septik komunal
dan IPAL Komunal dengan menggunakan
teknologi Anaerob Baffled Reactor.
3. Pembangunan sistem komunal dengan
teknologi tangki septik komunal dan
IPAL Komunal (menggunakan teknologi
Anaerob Baffled Reactor) untuk hunian
rapat dengan memanfaatkan jalan akses
sebagai lahan.
Berdasarkan analisa pembiayaan didapatkan
nilai NPV bernilai positif masih dengan
subsidi dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Nilai IRR lebih besar dari tingkat
suku bunga awal, ARR bernilai positif dan
nilai B/C ratio lebih besar dari 1. Dari
parameter-parameter tersebut dapat
diindikasikan bahwa pengelolaan air limbah
domestik di Kecamatan Lamongan layak
untuk dilaksanakan.
Dari analisis SWOT, strategi yang diambil
dalam pengelolaan air limbah domestik
terkait upaya pencapaian target bebas dari
buang air besar sembarangan di Kecamatan
Lamongan adalah
1. Pemilihan teknologi tangki septik +
resapan dan Anaerobic Baffled Reactor
sebagai sarana pengolahan air limbah
domestik di Kecamatan Lamongan baik
untuk skala individu ataupun komunal.
2. Mengupayakan Dana SILPA dan Dana
Cadangan sebagai dana alternatif
pembangunan sanitasi selain dana DAK
dan DAU untuk mengatasi belum menjadi
prioritasnya kegiatan sanitasi dan
rendahnya sektor swasta dalam
pembangunan pengolahan air limbah
domestik.
3. Mendorong kesediaan berpartisipasi
masyarakat dalam kegiatan sanitasi yang
tidak terbatas pada saat pembangunan
saja, namun lebih jauh dalam kegiatan
operasional dan pemeliharaan prasarana
sarana sanitasi dasar.
4. Menggandeng LSM (Lembaga Sawadaya
masyarakat) pemahaman masyarakat
terhadap masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh kondisi sanitasi yang
buruk.
Daftar Pustaka
Alfi Nurhidayat dan Joni Hermana (2009).
”Strategi Pengelolaan Air Limbah
Domestik Dengan Sistem Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat Di Kota
Batu Jawa Timur”. Prosiding Seminar
Nasional Manajemen Teknologi X
Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1
Agustus 2009
Anonim (2003). Pedoman Pengelolaan Air
Limbah Perkotaan. Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah
Anonim (2009a). Laporan Survey Sanitasi Dasar
Tahun 2008. Dinas Kesehatan Kabupaten
Lamongan.
Anonim (2009c). Rencana Strategis Tahun 2010-
2014 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Lamongan. Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Lamongan
Anonim (2009d). Rencana Strategis Tahun 2010-
2014 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Lamongan. Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Lamongan.
Anonim (2009e). Rencana Strategis Tahun 2010-
2014 Dinas Kesehatan Kabupaten
Lamongan. Dinas Kesehatan Kabupaten
Lamongan.
Anonim (2009f). Laporan Pemantauan Kualitas
Air Sungai Kabupaten Lamongan.
Tahun 2009. Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Lamongan.
Anonim (2010). Laporan Proporsi Permukiman
Sehat. Posyandu Gerbangmas (Pos
Pelayanan Terpadu Gerakan Membangun
Masyarakat Sehat), Kecamatan Lamongan.
Borda (2004). Sanimas Panduan Self Seleksi
Masyarakat.
www.scribd.com/doc/6548718/Panduan
Seleksi Masyarakat
Mara, Duncan (1975). Pengolahan Air Limbah di
Daerah Beriklim Panas. John Wiley and
Sons Inc. Scotland.
Metcalf and Eddy, Inc.(2003). Wastewater
Engineering: Treatment, Disposal and
Reuse. 4th Edition.McGraw Hill. New
York
Rangkuti, F., 2006, Analisis SWOT Teknik
Membedah Kasus Bisnis, cetakan ke
duabelas, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
24
Sugiharto (2008), Dasar Dasar Pengelolaan Air
Limbah Universitas Indonesia
TTPS (2010a), Buku Referensi Opsi Sistem dan
Teknologi Sanitasi, ISSDP.
TTPS (2010b), Buku Panduan Sumber dan
Mekanisme Pendanaan Sektor Sanitasi,
ISSDP
Water and Sanitation Program (2008), Economics
Impact of Sanitation In Indonesia. World
Bank Office Jakarta, Research Report.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
25
PEMODELANBANGKITAN DAN AKSESIBILITAS TRANSPORTASI
DI KAWASAN PERUMNAS MADE LAMONGAN
Zulkifli Lubis1,Ariful Bakhtiyar
2
1) Dosen dpk, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
2) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Abstract
Transportation is a derived demand from another sector, indeed its avaibility is highly needed as a
backbone of the economic growth. The government gave special attention on transportation as the artery
of economic, social, culture and political lives as well as for national defense. In Perumnas Made
Lamnongan area with 1045 houses, inhibited by 4327 people needs infrastructure particulary
transportation system for sustaining their daily activities. This, in turn needs a special response by
identifying the demand characteristics and the model of transportation.
This study was conducted by distributing questionaries and indepth interviewing to local inhabitants
as respondens. The samples were taken by stratified random sampling. The variables used in the study
were family number (X1), education level (X2), family income (X3), car ownership (X4), road conditions
(X5), access to public transportation level (X6). By using regression analysis, its attained that the best
trips generation model is Y1 = 0,78812 + 0,82242 X1 + 0,24412 X2 + 0,87702 X3 + 0,69986 X4. and
transportation accessibility model is Y2 = 2,3212 + 0,2168 X3 + 0,1786 X4 + 0,09263 X5 + 0,11217 X6.
Key words : transportation, trips generation model, transportation accessibility model.
PENDAHULUAN
Kebutuhan sandang, pangan dan papan
(perumahan) selalu meningkat seiring dengan
kemajuan dan pertambahan jumlah penduduk.
Langkah antisipasi meningkatnya kebutuhan
perumahan oleh pemerintah, ditempuh upaya
penyediaan tempat tinggal dengan membangun
perumahan baik di kota yang berkembang melalui
Perum Perumnas. Langkah tersebut belum dapat
mencukupi permintaan masyarakat, sehingga
pihak swasta sebagai pengembang perumahan
berperan serta secara aktif meningkatkan jumlah
penyediaan rumah. Saat ini kota Lamongan
memiliki lebih dari 6 lingkungan perumahan,
salah satunya adalah kawasan Perumnas Made
yang terletak di kawasan perkotaan. Tepatnya 3
KM dari alun-alun kota Lamongan ke arah Barat.
Dalam menentukan lokasi perumahan,
pengembang mempertimbangkan keberadaan
lokasi yang strategis dan murah, ketersediaan
infrastruktur, jaringan jalan, sistem angkutan,
sarana air bersih, listrik, bahan bangunan, serta
faktor ekonomi lainnya. Berdasarkan faktor
tesebut, lokasi perumahan pada umumnya jauh
dari pusat kota dan tempat kegiatan sehari-hari.
Akibatnya mobilitas warga dari rumah menuju
lokasi aktivitasnya seperti sekolahan, tempat kerja,
belanja, dan tempat rekreasi serta fasilitas umum
lainnya menjadi pertimbangan utama, karena
biaya yang harus dikeluarkan untuk transportasi
tinggi, serta tingkat kemudahan sarana transportasi
relatif masih sulit dijangkau. Dalam rangka
pengadaan dan peningkatan sarana serta prasarana
transportasi yang sesuai, maka tujuan penelitian
adalah identifikasi sarana, karakteristik dan model
aktivitas transportasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Perumahan
Perumahan merupakan suatu kelompok rumah
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal,
dilengkapi dengan prasarana lingkungan, yang
merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan
agar memungkinkan lingkungan perumahan dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, serta sarana
lingkungan yang merupakan fasilitas penunjang
yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya (RUU RI Nomor 4 Tahun 1992).
Transportasi
Ortuzar (1994) menyatakan faktor yang
mempengaruhi alat transportasi antara lain :
a. Karakteristik pelaku perjalanan meliputi
ketersediaan kendaraan, kondisi rumah
tangga, pendapatan, kepadatan penduduk.
b. Karakteristik perjalanan terdiri dari maksud
perjalanan dan kapan perjalanan dilakukan.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
26
c. Karakteristik fasilitas transportasi mencakup
aspek biaya parkir, kenyamanan dan
kecocokan, dapat dipercaya dan teratur,
keamanan.
Bangkitan Pergerakan
Bangkitan pergerakan merupakan pendekatan
untuk mendapatkan jumlah pergerakan yang
dibangkitkan oleh suatu daerah, dan jumlah
pergerakan yang tertarik ke daerah tujuan dlam
suatu wilayah kajian, dipengaruhi oleh struktur
rumah tangga, pendapata, sosial ekonomi
(Ortuzar, 1994). Berdasarkan tujuan pergerakan
berbasis rumah (household) yang sering
digunakan adalah dengan tujuan ke tempat kerja,
pendidikan, rekreasi, kepentingan sosial serta
belanja (Bruton, 1985).
Aktivitas Transportasi
Aktivitas transportasi merupakan gabungan sistem
pengaturan tata guna lahan secara geografis
dengan sistem jaringan transportasi yang
menghubungkannya, dinyatakan dengan jarak,
biaya gabungan dan perbedaan kepentingan antara
waktu dan biaya secara terpisah, akhirnya terfokus
dalam jarak, waktu tempuh atau biaya (Tamin,
1997).
Blunden dan Black (1984) menerangkan bahwa
aktivitas transportasi merupakan konsep yang
menghubungkan secara fungsional lokasi ke
ruangan dari aktivitas penggunaan lahan dengan
pelayanan yang disediakan oleh sistem
transportasi, sehingga menjelaskan seberapa cocok
aktivitas penggunaan lahan ditempatkan dalam
hubungannya dengan zone tertentu, dan seberapa
mudah atau sulitnya mencapai kegiatan tersebut.
Aktivitas transportasi untuk daerah perkotaan
dilihat dari beberapa aspek antara lain berapa jarak
ke tempat kerja, sekolah, belanja, rekreasi,
kegiatan sosial, dan lainnya serta bagaimana
kondisi fasilitas sistem jaringan dan angkutan
umum yang ada (Black, 1991). Untuk mengukur
tingkat kemudahan aksesbilitas yang
dikembangkan Hansen (1959) dalam Tamin
(1997) adalah :
ijj
n
1ji t/AK
dimana :
Ki = aksesbilitas zona i ke zona lainnya j
Aj = ukuran aktivitas pada setiap zona j
tij = ukuran waktu atau biaya dari zona i ke zona
j
METODE PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan menggunakan sarana
kuesioner dan wawancara (in-depthh interview)
sebagai alat ukur dengan satuan rumah tangga
(household). Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan sistem sampel acak yang
distratifikasi (stratified random sampling), yaitu
dengan tipe rumah yang sama dikelompokkan
menjadi satu strata. Pada strata yang sama diambil
sampel secara acak mengikuti kaidah statistik
dengan menggunakan bantuan tabel bilangan acak,
sehingga masing-masing strata terwakili dengan
sampel tersebut.
Data yang kumpulkan dalam penelitian meliputi
karakteristik responden yaitu jumlah penghuni
rumah, aktivitas rutin, pendidikan terakhir kepala
keluarga, pendapatan keluarga, kepemilikan
mobil, serta karakteristik transportasi terdiri
kondisi jalan, tingkat kemudahan mempeoleh
angkutan umum, moda yang digunakan, jarak dan
waktu tempuh untuk aktivitas sehari-hari. Data
yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan
prinsip persamaan regresi linier berganda untuk
mendapatkan model bangkitan perjalanan dan
tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas
transportasi.
Pemodelan yang menggunakan data lapangan
supaya diperoleh hasil yang valid diperlukan uji
validitas, dengan menghitung korelasi antara
masing-masing pertanyaan dengan skor total
menggunakan teknik “Product Moment Perasori”
(Azwar, 2001) yang rumusnya sebagai berikut:
2222 YYNYX . N
Y . XXYNXY
Dimana :
rxy = nilai korelasi masing-masing pertanyaan
N = banyaknya subyek
C = skor jawaban salah satu pertanyaan
Y = skor total jawaban pertanyaan
Agar diperoleh hasil jawaban yang relatif
konsisten jika pertanyaan diulangi dengan
responden yang sama diperlukan uji reliabilitas,
pelaksanaannya dengan pembelahan cara genap
ganjil, kemudian dihitung dengan formula
”Spearman Brown” sebagai berikut :
2.11
2.12XXBS 1
dimana :
rxx1 = koefisien reliabilitas ”Spearman Brown”
r12 = koefisien korelasi antara kedua belahan
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
27
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data tentang pekerjaan
responden, diklasifikasikan menjadi 5 kategori
dengan prosentase seperti ditampilkan dalam
Tabel 1, yang didominasi oleh warga dengan
pekerjaan pegawai swasta (52,13%), sedang
kondisi prosentase penghasilan keluarga yang
diklasifikasi menjadi 5 kelompok dapat diamati
pada Tabel 2.
Tabel 1. Jenis Pekerjaan Responden
Jenis Pekerjaan %
Pegawai Pemerintah 33,23
Pegawai Swasta 47,13
Wiraswasta 12,61
Pensiunan 2,53
Buruh 4,50
Jumlah 100
Sumber : Hasil Pengolahan Keluarga
Tabel 2. Penghasilan Keluarga Penghasilan Keluarga/bulan %
< Rp 300.000,- 6,81
Rp 300.000,- s/d Rp 500.000,- 34,16
Rp 500.000,- s/d Rp 1.500.000,- 22,47
Rp 1.500.000,- s/d Rp 2.000.000,- 21,14
> Rp 2.000.000 15,42
Jumlah 100
Sumber : Hasil Pengolahan Keluarga
Jumlah Penghuni Rumah
Dari analisis data dengan responden satuan rumah
tangga (household), diketahui bahwa untuk rumah
tipe T100 rata-rata dihuni (5,84 orang/rumah),
yang terdiri dari kepala rumah tangga, ibu, anak
dan pembantu rumah tangga. Untuk tipe T70
dihuni rata-rata oleh (5,73 orang/rumah), dengan
struktur anggota keluarga yang serupa dengan tipe
T100. Sedang tiga tipe lainnya rata-rata tingkat
huniannya masing-masing T45 = (4,54), T36 =
(4,85) dan T21 adalah (4,62 orang/rumah).
Kepemilikan Kendaraan
Kendaraan pribadi yang banyak dimanfaatkan
sebagai sarana transportasi di perumahan
Perumnas Made adalah sepeda, sepeda motor dan
mobil, dengan rata-rata tingkat kepemilikan
kendaraan tiap rumah adalah : sepeda (1,12)
dikarenakan lokasi perumahan adalah datar
dengan harga sepeda yang terjangkau untuk
ukuran warga dari masing-masing strata, moda
transportasi sepeda motor (1,61) dan mobil
sebesar (0,68 kendaraan/rumah). Kepemilikan
sepeda motor ternyata tidak dipengaruhi oleh
besar atau kecilnya tipe rumah maupun
penghasilan keluarga, pada umumnya pemilik
terbanyak adalah penghuni yang menempati
rumah tipe T36 sampai T70, karena dipandang
sepeda motor merupakan moda transportasi yang
praktis, dengan mobilitas tinggi dan harga relatif
terjangkau.
Hampir setiap rumah mempunyai kendaraan
bermotor, hal ini menunjukkan bahwa kendaraan
pribadi merupakan sarana penting dalam
menunjang aktivitas keluarga, karena sarana
transportasi umum belum memadahi untuk
menunjang mobilitas warga perumahan, sehingga
jumlah kendaraan meningkat dengan pesat seiring
bertambahnya perumahan baru. Perkembangan
jaringan jalan sangat lamban baik penambahan
ruas jalan baru maupun peningkatan kapasitas,
yang berdampak pada semakin padatnya lalu lintas
di ruas jalan perkotaan dan pinggiran kota.
Moda Transportasi
Penggunaan moda transportasi dalam
kesehariannya disesuaikan dengan kemampuan,
fungsi moda, jarak perjalanan, serta ketersediaan
moda transportasi. Warga menggunakan moda
jalan kaki (3,02 %)dan sepeda (5,29%) untuk
transportasi di dalam lingkungan perumahan
dengan jarak relatif dekat, guna pemenuhan
kebutuhan sehari-hari seperti berbelanja, bekerja,
ke tempat ibadah, dan olahraga yang berada di
lingkungan perumahan atau sekitarnya.
Moda sepeda motor digunakan sebagai sarana
transportasi keluarga (47,21%) karena rata-rata
pemilikan sepeda motor mencapai (1,61
kend/rumah), sedang yang digunakan untuk
bekerja menempuh jarak rata-rata 8,02 km, dengan
kecepatan 20,71 km/jm, digunakan untuk ke
sekolah jarak tempuh rata-rata 9,25 km dengan
waktu perjalanan rata-rata 13,50 menit, serta
penggunaan untuk berbelanja menempuh jarak
5,75 km dan memerlukan waktu 9,40 menit.
Prosentase moda sepeda motor menduduki posisi
nomor satu setelah kendaraan umum yakni
mencapai 47,21 %, hal ini dikarenakan trayek
kendaraan umum hanya ada pada waktu pagi dan
siang hari saja. Itupun dalam jumlah yang sangat
terbatas, hanya 4 kendaraan angkutan kota,
selebihnya menggunakan becak.
Mobil pribadi (15,26%) sebagai moda transportasi
untuk kegiatan sehari-hari seperti sekolah, bekerja,
belanja. Bahkan ada yang memanfaatkan mobil
pribadi untuk antar jemput ke tempat kerja dan
sekolahan, dengan sistem pembayaran
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
28
berlangganan. Pemakaian mobil pribadi untuk
kerja rata-rata menempuh jarak 10,35 km yang
ditempuh selama 21,30 menit, hal ini dikarenakan
pada waktu berangkat menuju tempat kerja
bertepatan dengan jam ramainya lalu lintas
(kondisi puncak). Sedang peruntukan mobil
pribadi untuk sekolah menempuh jarak rata-rata
9,45 km dengan waktu tempuh 19,15 menit.
(29,22%) warga menggunakan angkutan umum
sebagai moda transportasi dalam aktivitas sehari-
hari, terutama untuk kegiatan sekolah dan belanja.
Persepsi warga terhadap tingkat kemudahan untuk
mendapatkan angkutan umum dipengaruhi jarak
dari sampai tempat adanya angkutan umum dan
waktu tunggu. Jarak rata-rata dari rumah warga
sampai lokasi adanya angkutan umum adalah
316,50 meter, memerlukan waktu tunggu selama
25,50 menit, sehingga tingkat kemudahan
mendapatkan angkutan umum dikategorikan
antara sedang sulit.
Waktu tunggu mendapatkan angkutan umum
merupakan indikasi kinerja pelayanan yang akan
mepengaruhi alternatif warga dalam menentukan
pilihannya, rata-rata angkutan umum melayani
dengan kecepatan 32,16 km/jam, untuk ke tempat
kerja menempuh jarak rata-rata 10,35 km, yang
memerlukan waktu perjalanan 42,6 menit, sedang
untuk ke sekolah 9,45 km dan waktu tempuhnya
38,50 menit.
Pemodelan
Menurut Sudjana (1992) pemilihan perubah bebas
didasarkan pada kaidah statistik sebagaimana
ketentuan berikut : apabila peubah bebas
digunakan dalam persamaan secara sendiri-
sendiri, maka koefisien korelasi peubah bebas
tersebut dengan peubah tidak bebas menunjukkan
kuatnya hubungan antara kedua peubah, sehingga
peubah bebas dengan koefisien korelasi lebih
besar yang harus dipilih.
Jika peubah bebas terdiri dari dua atau lebih
digunakan bersama dalam persamaan regresi
berganda, yang harus dipertimbangkan dalam
penentuan peubah dalam persamaan regresi akan
lebih komplek. Banyaknya peubah bebas dalam
persamaan regresi belum tentu meningkatkan
keakuratan prediksi yang ditunjukkan dengan nilai
determinasi, tetapi jumlah peubah bebas yang
sedikit juga beum tentu dapat menjelaskan peubah
tidak bebas. Untuk memperoleh nilai determinasi
yang paling tinggi dalam persamaan regresi
dilakukan dengan cara menambahkan atau
mengurangi peubah bebas dalam suatu persamaan
hingga diperoleh nilai determinasi terbesar.
Dalam memodelkan, setelah melalui tahapan
secara sistematis dengan mendapatkan nilai
determinasi yang cukup besar, maka faktor yang
berpengaruh adalah digunakan peubah sebagai
berikut :
Y1 = Bangkitan perjalanan (kali/hr)
Y2 = Tingkat kemudahan melaksanakan
aktivitas transportasi, kategori: 1=sangat
sulit, 2=sulit, 3=sedang, 4=mudah,
5=sangat mudah
X1 = Jumlah keluarga, kategori 1: (1 orang);
2: (2 orang); 3: (3 orang); 4: (4 orang);
5: (5 orang)
X2 = Pendidikan terakhir kepala keluarga,
kategori 1: (SLTA ke bawah); 2:
(Diploma – Sarjana); 3: (Pasca Sarjana)
X3 = Pendapatan keluarga (ribuan Rp),
kategori 1: (< 500); 2: (500 - 1.500); 3:
(> 1.500)
X4 = Kepemilikan mobil (buah/rumah)
X5 = Kondisi jalan, kategori : 1=sangat rusak,
2=rusak, 3=sedang, 4=baik, 5=sangat
baik
X6 = Tingkat kemudahan memperoleh
angkutan umum, kategori : 1=sangat
sulit, 2=sulit, 3=sedang, 4=mudah,
5=sangat mudah
Dari hasil pengolahan data, model yang sesuai
adalah :
Y1 = 0,78812 + 0,82242 X1 + 0,24412 X2 +
0,87702 X3 + 0,69986 X4 ......(1)
Y2 = 2,3212 + 0,2168 X3 + 0,1786 X4 +
0,09263 X5 + 0,11217 X6 ......(2)
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk peubah
X1, X2, X3, X4, X5 dan X6 masing-masing telah
memenuhi kriteria, karena peubah mempunyai
nilai rxy untuk uji validitas dan nilai rxx1 dalam uji
reabilitas yang semuanya lebih besar dari angka
kritik nilai ttabel sesuai kaidah statistik yang dapat
diamati pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Validitas (rxy) dan Uji Reabilitas
(rxx1)
Peubah rxy rxx1 rtab Keterangan
X1 0,571 0,798 2,55 Memenuhi
X2 0,652 0,882 2,55 Memenuhi
X3 0,661 0,867 2,55 Memenuhi
X4 0,791 0,841 2,55 Memenuhi
X5 0,291 0,572 2,55 Memenuhi
X6 0,501 0,891 2,55 Memenuhi
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
29
Uji Signifikansi Peubah Individu
Dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%
dari tabel titik distribusi t, diperoleh nilai ttabel =
2,012, yang berarti lebih kecil nilai thitung hasil
regresi, model bangkitan perjalanan dengan nilai
X1=(7,121), X2=(5,491), X3=(4,751), X4=(3,984),
dan model tingkat kemudahan melaksanakan
aktivitas transportasi adalah X3=(11,762),
X4=(6,743), X5=(7,112), dan X6=(16,712).
Kondisi ini dapat diartikan bahwa peubah X1, X2,
X3, X4, X5 dan X6 secara individu signifikan
memberikan kontribusi dalam model yang
didesain.
Uji Signifikansi Peubah Simultan
Dengan derajat kepercayaan 95% diperoleh nilai
Ftabel = 2,62, dan nilai Fhitung1 = (33,816), dan
Fhitung2 = (26,1241) yang berarti nilai Ftabel< (nilai
Fhitung1 dan Fhitung2) maka pebah simultan adalah
signifikan, yang berarti secara bersama-sama
peubah X1, X2, X3, X4, berpengaruh dalam
memprediksi Y1, serta X3, X4, X5 dan X6
berpengaruh dalam memprediksi Y2, dan model
dapat digunakan.
Koefisien Determinasi
Dari analisis data, diperoleh nilai determinasi
R12=72,32%, dan R2
2=82,13%. Berarti peubah X1,
X2, X3, X4, secara kooperatif mampu menjelaskan
dengan signifikan sebesar 72,32% terhadap nilai
peubah tidak bebas (Y1). Sisanya sebesar 27,68%
dijelaskan oleh peubah lain yang tidak masuk
dalam pemodelan ini, sedang peubah lain tersebut
tidak lolos dalam uji statistik pada tahap
sebelumnya. Hal ini identik untuk model tingkat
kemudahan melaksanakan aktivitas transportasi,
dengan peubah X3, X4, X5, X6secara kooperatif
mampu menjelaskan dengan signifikan sebesar
82,13% terhadap nilai peubah tidak bebas Y2.
Aplikasi Model
Model hasil regresi jika diaplikasikan pada saat
studi dilaksanakan, dengan cara memasukkan
peubah yang berpengaruh dari hasil olahan data,
maka bangkitan yang ditimbulkan adalah 13.756
perjalanan/hari, atau rata-rata setiap rumah
memberikan kontribusi perjalanan sebesar 5,32
kali/hari, dengan distribusi perjalanan ke kantor
(31,21%), sekolah (34,12%), belanja (29,34%) dan
keperluan sosial, wisata dan yang lainnya (5,33%).
Lokasi aktivitas harian warga sebagian besar
terdapat di perkotaan (arah ke pusat kota),
sehingga bangkitan yang ditimbulkan cukup
signifikan untuk menyumbangkan kemacetan lalu
lintas.
Tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas
transportasi dengan menggunakan model hasil
regresi dengan masukan peubah bebas hasil olahan
data mendapat nilai 2,98 masuk dalam kategori
mudah-sedang, indikasinya warga tidak mendapat
kesulitan yang berarti untuk melakukan aktivitas.
Apabila kondisi jalan yang ada diperbaiki sampai
kategori baik, maka tingkat kemudahan menjadi
mudah-sedang dengan nilai 3,16. Usaha jalan
ditingkatkan lagi menjadi sangat baik memberikan
kontribusi sehingga nilainya 3,21. Langkah
penambahan moda angkutan umum agar mudah
diperoleh, akan merubah tingkat kemudahan
melaksanakan aktivitas transportasi dengan
kategori mudah-sedang yang bernilai 3,32.
KESIMPULAN
1. Jenis pekerjaan yang dominan adalah pegawai
swasta (47,24%), dengan tingkat penghasilan
keluarga antara Rp 300.000,- s/d Rp 500.000,-
sebesar (34,16%), disusul (22,47%) keluarga
dengan berpenghasilan total Rp 500.001,- s/d
Rp 1.500.000,-.
2. Kepemilikan moda transportasi terdiri dari
moda sepeda adalah (1,12 kend/rumah),
sepeda motor (1,61 kend./rumah) dan mobil
sebesar (0,68 kend./rumah), kepemilikannya
tidak dipengaruhi tipe rumah yang digunakan
dan penghasilan keluarga, dengan pemilik
terbanyak adalah penghuni yang menempati
rumah tipe T36 sampai T70.
3. Penggunaan sarana transportasi keluarga
paling diminati adalah sepeda motor (47,21
%), disusul oleh angkutan kota (29,22 %) dan
pilihan terakhirnya ada pada mobil pribadi
(15,26 %) dengan jarak dari rumah ke sekolah
9,25 km yang memerlukan waktu perjalanan
rata-rata 13,5 menit.
4. Model bangkitan perjalanan hasil regresi
persamaan (1) sangat dipengaruhi oleh faktor
jumlah keluarga dalam rumah tangga (X1),
dan pendapatan keluarga (X3), untuk model
tingkat kemudahan melaksanakan aktivitas
transportasi persamaan (2) faktor yang
dominan berpengaruh adalah pendapatan
keluarga (X3), kemudian tingkat kepemilikan
mobil (X4).
5. Implikasi bangkitan yang ditimbulkan sesuai
model mencapai 11342 perjalanan/hari, atau
rata-rata kontribusi bangkitan setiap rumah
sebesar 5,03 kali/hari.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
30
6. Nilai tingkat kemudahan melaksanakan
aktivitas transportasi saat studi dilaksanakan
adalah 2,98, yang termasuk kategori mudah-
sedang, kondisi ini berpengaruh secara nyata
terhadap nilai jual rumah, sehingga dapat
menjadi indikator bagi calon pembeli untuk
menentukan pilihan, dan dapat dijadikan tolok
ukur bagi pengembang dalam mensiasati
fasilitas produknya.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2001). Reliabilitas dan Validitas. Edisi
ke 3. PustakaPelajar. Yogyakarta.
Black, John. (1991). Urban Transport
Planning.Croom Helm. London.
Blunden & Black. (1984). The Land Use /
Transport System (2nd). Pergamon Press.
Australia.
Bruton, MJ. (1985). Introduction to
Transportation Planning.Hutchinson &
Co (Publisher) Ltd. London.
Ghozali, H. Imam, Prof Dr M. Com. Akt. 2005.
Aplikasi Analisis Multivariate Dengan
Program SPSS. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang.
Ghozali, H. Imam, Prof Dr M. Com.Akt. 2009.
Analisis Multivariate Lanjutan Dengan
Program SPSS. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang
Khisty, C. Jotin dan B. Kent Lall. 2003. Dasar-
Dasar Rekayasa Transportasi Jilid 2, Alih
Bahasa : Ir. Julian Gressando, M.Sc.
Penerbit Erlangga Jakarta.
Miro, Fidel SE, MSTr. 2005. Perencanaan
Transportasi Untuk Mahasiswa,
Perencana dan Praktisi. Penerbit
Erlangga Jakarta.
Ortuzar, J.D. (1994). Modelling Transport (2nd).
John Wiley and Sons, Chichester.
England.
Sudjana.(1992). MetodeStatistika.Edisike
5.Tarsito.Bandung.
Sugiyono, Prof Dr. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Penerbit
Alfabeta Bandung
Sugiyono, Prof Dr. 2009. Statistika Untuk
Penelitian. Penerbit Alfabeta Bandung
Tamin, O.Z. (1997).
PerencanaandanPemodelanTransportasi.P
enerbit ITB. Bandung.
The Instutution of Highways and Transportation.
1987. Roads and Traffic in Urban Areas.
The Department of Transport USA
Yamin, Sofyan & Heri Kurniawan. 2009. SPSS
Complete (Teknik Analisis Statistik
Terlengkap Dengan Software SPSS).
Penerbit Salemba Infotek Jakarta
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
31
PERANCANGAN RETRIBUSI PARKIR BERLANGGANAN DENGAN PPI 8255
MENGGUNAKAN PROGRAM QUICK BASIC
Suhariyanto 1
1) Dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi antrian
dan kemacetan saat mobil mau parkir di tempat-tempat yang padat kendaraan.
Lokasi penelitian di kota Lamongan, dengan kondisi makin maraknya tempat
hiburan yang di bangun oleh pemkot Lamongan dengan sarana parkir yang luas namun
dengan volume antrian yang lama atau tinggi.
Dalam penelitian ini, kami mencoba membuat alat yang bias memberikan alternatif
dan bisa menghemat waktu dan juga tenaga. Alat yang kami buat merupakan rancangan
dengan menggunakan PPI 8255 dengan kontrol bahasa program Quick Basic dengan
dibantu alat pendeteksi.
Dengan perancangan alat ini ternyata bisa membantu antrian kendaraan, sehingga
yang dulunya kendaraan yang mau parkir membutuhkan waktu antri yang lama, dengan
adanya alat ini antrian tersebut tidak ada lagi.
Kata Kunci : PPI 8255, Quick Basic, Parkir Berlangganan
I. Pendahuluan Perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan menuntut semua kegiatan pekerjaan
dan permasalahan dilaksanakan secara efektif dan
efisien , termasuk mempermudah segala kegiatan.
Hal ini dapat diketahui dari pesatnya kemajuan
teknologi informasi dan transformasi yang
cenderung mengalami peningkatan dewasa ini.
Salah satunya tentu didukung oleh teknologi
komputer yang terus mengalami riset dari masa
ke masa. Komunikasi data yang paling efektif dan
efisien adalah dengan digunakannya komputer.
Efisiensi dan kecepatan adalah faktor utama
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
zaman sekarang.
Di kota-kota besar dan kota-kota
metropolis tentunya sering kita jumpai pusat
perbelanjaan seperti supermarket, mall, dan lain-
lain. Disisi lain, selain peningkatan mutu
pelayanan pelanggan dalam hal marketing, juga
perlu adanya peningkatan mutu pelayanan dalam
hal fasilitas lainnya. Kendaraan yang hilir mudik
masuk pertokoan yang menjadi sasaran penulisan
skripsi ini dan akan kami bahas selengkapnya.
Di sebagian pusat perbelanjaan, bagi
pelanggan-pelanggan dan para pemilik stan toko
yang ingin memarkirkan kendaraannya
khususnya mobil pasti akan disediakan lahan
tertentu agar pelanggan dapat nyaman berbelanja
dan tidak parkir disembarang tempat. Pada saat
pengendara mau keluar dari tempat parkir,
pengendara harus membayar uang retribusi parkir
dan melewati sebuah gerbang pembuka.
Sistem pembayaran dengan uang retribusi
yang kami rasa kurang praktis dalam hal efisiensi
waktu, dimana semua menuntut serba instant.
Terobosan kami disini akan menjawab semuanya.
Perancangan retribusi parkir berlangganan
dengan menggunakan PPI 8255 merupakan
sebuah alat yang mengandalkan sinyal infra
merah. Gambarannya, setiap kendaraan memiliki
transmitter dengan frekwensi yang berbeda.
Isyarat sinyal dalam pembahasan kali ini adalah
sebagai pengganti sistem retribusi tersebut yang
tentunya pemilik transmitter harus terdaftar
sebagai langganan parkir di tempat tersebut.
II. Kajian Pustaka
2.1 Rangkaian Dasar Gerbang NOT
Gerbang NOT, inverter atau rangkaian
pembuat komplemen, yang digambarkan pada
gambar 2.1 adalah gerbang dengan satu sinyal
masukan dan satu sinyal keluaran, dan keadaan
keluarannya selalu berlawanan dengan keadaan
masukannya.
Gambar 2.1. Gerbang NOT
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
32
Tabel 2.1. Tabel kebenaran NOT
Inverter diperlukan dalam suatu
rangkaian jika gerbang sebelumnya
menghasilkan keluaran yang polaritasnya
tidak sesuai.
2.2 Encoder
Encoder merupakan rangkaian logika yang
berfungsi mengubah data yang ada pada inputnya
menjadi kode-kode biner pada outputnya. Contoh
: encoder oktal ke biner atau disebut juga encoder
8 ke 3 berfungsi mengubah data bilangan oktal
pada inputnya menjadi kode biner 3-bit pada
outputnya Sebuah rangkaian Encoder
menterjemahkan keaktifan salah satu inputnya
menjadi urutan bit-bit biner. Encoder terdiri dari
beberapa input line, hanya salah satu dari input-
input tersebut diaktifkan pada waktu tertentu,
yang selanjutnya akan menghasilkan kode output
N-bit. Gambar 2.2 menunjukkan blok diagram
dari sebuah encode
Gambar 2.2. Diagram encoder
2.3 Pembangkit Pulsa
Pembangkit pulsa adalah suatu rangkaian
yang menghasilkan keluaran dengan amplitudo
berubah terhadap waktu. Kebanyakan sistem
digital membutuhkan rangkaian pewaktu yang
mengeluarkan rentetan antar langkah suatu
urutan, dan semua operasi dilakukan selama orde
pulsa tegangan pendek (pulsa clock).
Pulsa clock yang umum berbentuk seperti
gambar 2.3
Gambar 2.3. Pulsa clock yang umum
Di antara pulsa-pulsa clock, level tegangan
adalah logika 0 (low). Pada sisi naik pulsa clock,
tegangan naik secara mendadak ke logika 1
(high). Jangka waktu untuk naik ini disebut waktu
naik (rise time), yang besarnya beberapa nano
detik. Tegangan bertahan pada logika 1. Selama
jangka waktu yang disebut lebar pulsa (pulse
width) kemudian kembali ke logika 0 dalam
jangka waktu yang disebut waktu turun.
Multivibrator astabil dapat menghasilkan aliran-
aliran pulsa yang kontinu, berbentuk segi empat
yang dapat berada pada dua keadaan, akan tatapi
keadaan kedua pulsa-pulsa yang dihasilkan tidak
berada pada keadaan stabil, seperti terlihat pada
gambar 2.4
Gambar 2.4. Pembangkit pulsa
Saat rangkaian pertama kali dicatu
dengan Vcc, output dari flip-flop tinggi (1)
akan menyebabkan transistor pembuangan
internal terhubung singkat sehingga kapasitor
C membuang muatannya melalui Rb,
sehingga tegangan dari kapasitor mencapai
1/3 Vcc, kemudian flip-flop reset. Inverter
internal IC 555 menyebabkan output pada pin
3 tinggi saat output flip-flop rendah. Output
flip-flop yang rendah menyebabkan transistor
pembuangan internal terbuka (off). Sekarang
kapasitor C mengisi muatannya melalui Ra
dan Rb. Ketika tegangan kapasitor mencapai
2/3 Vcc, flip-flop set dan outputnya tinggi,
inverter internal menyebabkan output dari IC
555 menjadi rendah, output flip-flop yang
tinggi menyebabkan transistor pembuangan terhubung singkat kembali. Begitu
selanjutnya sehingga siklus on-off output
pada IC 555 terus berulang.
2.4 Pemancar Infra Merah
Intensitas sinar inframerah yang dihasilkan
LED akan bervariasi menurut tegangan LF
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
33
yang jatuh padanya. LED dihubung pararel
untuk memperoleh kuat pancaran sinyal yang
dihasilkan oleh pemancar sinyal yang
kemudian dikuatkan oleh Q1 dan Q2 sebelum
akhirnya dipancarkan oleh LED infra merah.
Gambar 2.5 Pemancar infra merah
2.5 Decoder
Decoder adalah suatu rangkaian
logika kombinasional yang mampu
mengubah masukan kode biner n-bit ke m-
saluran keluaran sedimikian rupa sehingga
setiap saluran keluaran hanya satu yang akan
aktif dari beberapa kemungkinan kombinasi
masukan.Gambar 2.6 memperlihatkan
diagram dari decoder dengan masukan n=2
dan keluaran m=4 (decoder 2 ke 4).
Gambar 2.6. Decoder 2 ke 4
Setiap n masukan dapat berisi logika 1 atau 0.
Untuk setiap kombinasi masukan ini hanya
satu dari m keluaran yang akan aktif
(berlogika 1), sedangkan keluaran yang lain
adalah berlogika 0. Beberapa decoder
didesain untuk menghasilkan keluaran low
pada keadaan aktif, dimana hanya keluaran
low yang dipilih akan aktif sementara
keluaran yang lain adalah berlogika 1. Dari
keadaan aktf keluarannya, decoder dapat
dibedakan atas “non inverted output” dan
“inverted output”(
http://library.usu.ac.id/download/fmipa/fisika
-bisman.pdf ).
2.6 Penerima Infra Merah (Receiver)
Dalam perencanan penerima infra merah
digunakan fototransistor. Fototransistor
beroperasi sama dengan transistor biasa ,
bukan mensuplai arus basis eksternal untuk
menjalankan transistor, melainkan fotodiode
yang ada di antara basis dan kolektor sebagai
sumber arus. Arus fotodiode dalam keadaan
gelap juga diamplifikasi oleh HFE, yang
berati bahwa arus kebocoran fototransistor
lebih besar daripada transistor silikon
konvesional. Kalau fototransistor dipakai
untuk mendeteksi tingkatan cahaya
berintensitas rendah, pengaruh arus dalam
keadaan gelap dapat dikurangi dengan cara
mempertahankan arus bias yang ringan pada
sambungan kolektor basis.
Gambar 2.7. Rangkaian fototransistor pada
penerima infra merah
2.7 Rangkaian Pengunci (Bistable)
Rangkaian bistable adalah rangkaian
yang mempunyai dua kemungkinan keadaan
mantap atau stabil dan yang bisa disulut ke
dalam salah satu dari keadaan- keadan ini
dengan pemberian pulsa berlangsung pendek
yang tepat. Sekali disulut, bistable
mempertahankan infomasi sesudah perintah
masukan berhenti. Bistable disebut juga flip-
flop atau pengunci (latch) adalah unsur
bangunan dari rangkaian logika beruntun
misalnya pencacah, pembagi dan register
geser dan juga banyak dipakai dalam memori
komputer.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
34
2.8 Decade Counter IC 4017
Pencacah dekoder atau dalam istilah
lain Decade Counter prinsip kerjanya dimulai
dengan transisi rendah (LOW) atau logika 0
ke transisi tinggi (HIGH) atau logika 1 pada
jalan masuk CLOCK (CK), sementara jalan
masuk CLOCK ENABLE (CKE) sedang
mengalami transisi rendah (LOW), ataupun
dimulai dengan transisi HIGH ke LOW pada
jalan masuk pada jalan masuk CLOCK
ENABLE (CKE) sementara jalan masuk
CLOCK adalah HIGH., berikut tabel
kebenaran dari Decade Counter IC 4017 :
2.9 Interface
PPI 8255 ( Programmable Peripheral
Interface 8255 ) merupakan komponen
interface yang dapat digunakan untuk
keperluan input dan output. IC ini
mempunyai 24 bit I/O yang dikelompokkan
menjadi 3 buah port yang masing-masing
mempunyai 8 bit dengan nama masing-
masing PORT A, PORT B dan PORT C.
D0 sampai dengan D7 merupakan
jalur data yang digunakan untuk mentransfer
data, memprogram 8255 dan membaca status
8255. Proses baca atau menulis pada PPI8255
dikendalikan melalui pin WR ( Write ) dan
RD ( Read ).
Mode input atau output PPI8255
diatur dengan mengisi data pada Register
Control Word PPI 8255. Alamat PORT A,
PORT B, PORT C dan Control Word
dibedakan berdasarkan logika di alamat A0
dan A1. Perintah untuk membaca atau
menulis ke port dilakukan dengan
memberikan logika 0 atau 1 pada pin WR dan
RD. PPI 8255 dapat difungsikan atau tidak
dengan cara memberi logika 0 atau 1 pada
pin CS / Chip Select [4].
3. Metodologi
3.1. Metodologi
a. Studi literatur perencanaan alat yang
terdiri dari dip switch, bilateral switch,
decade counter 4017, pemancar
inframerah, penerima inframerah,
gerbang NOT, bistable 555, PPI 8255,
dan motor.
b. Perencanaan pembuatan peralatan
sesuai dengan kriteria-kriteria yang
diinginkan.
c. Pengujian dan hasil uji dilakukan untuk
mendapatkan parameter-parameter alat
yang dibuat, kemudian disesuaikan
dengan kriteria perecanaan.
3.2. Diagram Alir Penelitian
Gambar 2.8. Diagram Alir Penelitian
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Analisa Blok Transmitter
Pada blok transmiter, setelah dilakukan
pengujian dengan receiver inframerah. Sinyal
yang dihasilkan adalah berupa sinyal yang
terputus-putus sekian milidetik dengan
pembuktian nyala LED dari receiver yang
berkedip-kedip.
4.2 Analisa Blok Receiver
START
INPUT : Validasi
pembuka gerbang
IF INP (&H 301) =
x THEN y
LOCATE 8,18 : “ Jenis Mobil
“LOCATE 9,18 : “ Nomor polisi
“LOCATE 10,18 : “ Validasi
hingga : Akhir Juli “OUT & H
300, 1
Apakah memenuhi
Validasi ? ( Pintu
membuka ? )
Pintu
membuka
Selesai
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
35
Pada blok receiver, sinyal putus-putus
tersebut yang telah ditangkap oleh photo
transistor (receiver infrared) sebelum masuk ke
interface perlu dikunci terlebih dahulu oleh
Bistable 555 yang telah diatur waktunya sebesar
3,63 detik setelah melewati gerbang NOT
tentunya. Setelah dicek dengan AVOmeter pada
output Bistable 555 yaitu pada probe merah
(positif) kita colokkan pada output bistable 555
sedangkan probe hitam (negatif) kita colokkan
pada ground, nilainya sudah tetap dan tidak
berubah-ubah seperti halya sebelum masuk ke
input rangkaian bistable (menuju ke
HIGH/bergerak ke kanan). Dan tentunya nilai
HIGH adalah syarat mutlak agar interface bisa
membaca output dari bistable sehingga dapat
diinisialisasikan sebagai sinyal masukan.
4.3 Analisa Interface (PPI 8255)
Berikut adalah beberapa tahap pengujian
dari Pheriperal Progammable Interface 8255,
antara lain :
1. Penginisialan kata kendali (Control Word)
Pada tahap ini diperlukan agar kita terlebih
dahulu dapat menentukan bagian port mana yang
berfungsi sebagai input maupun output
2. Penentuan alamat port (adressing port) dan
kontrol register (register control)
Pada tahap ini, masing-masing port dan
kontrol register bisa ditentukan , misalnya :
Port A : $300H atau &H300
Port B : $301H atau &H301
Port C : $302H atau &H302
Reg. Control : $303H atau &H303
3. Penentuan input ataupun output pada port
Pada tahap ini kita harus mana yang
bekerja sebagai input atau output. Misalnya ,
apabila kita menggunakan kontrol word 80h
maka semua port akan berfungsi sebagai
keluaran/ouput. Jika memkai kontrol word 8Bh
maka port A sebagai output sedangkan port B dan
port C sebagai input.
4. Pemrograman Interface
Dalam pemrograman sebenarnya semua
program komputer bisa kita terapkan disini,
tetapi dalam hal ini kita menggunakan bahasa
program yang dijalankan pada DOS yaitu
Quick Basic. Secara garis besar jalannya
program adalah sebagai berikut :
100 CLS
101 OUT&H303,&H80 (kata
kendali → register kontrol)
102 OUT&H303,0
103 OUT&H300,&H1 (port
A0)
104 END
Apabila program dijalankan maka pada
PA0 apabila dipasang lampu indikator LED
maka akan HIGH/nyala. Dan jika
menginginkan LED LOW/mati maka port
&H1berubah menjadi 0.
100 CLS
101 OUT&H303,&H80 (kata
kendali → register kontrol)
102 OUT&H303,0
103 OUT&H300,&H1 (port A0)
104 OUT&H300,0 (kembali ke 0)
105 END
Adapun tegangan output dari port-port
adalah 4 Volt, sehingga dalam pengaplikasian
pada peralatan perlu disesuaikan
tegangannya.
4.4 Penggunaan Dip Switch pada Interface
Dip Switch dalam pelaksanaan disini
yaitu berfungsi untuk mengirimkan kode
dalam bentuk biner. Kode berupa biner
tersebut dikirimkan ke port input . Berikut
adalah contoh kontrol word 8Bh (1000 1011 )
dalam penggunaan dip swich
ON
8 7 6 5 4 3 2 1
OFF
Saklar 1 ke alamat PB0
Saklar 2 ke alamat PB1
Saklar 3 ke alamat PB2
Saklar 4 ke alamat PB3
Saklar 5 ke alamat PB4
Saklar 6 ke alamat PB5
Saklar 7 ke alamat PB6
Saklar 8 ke alamat PB7
Jika dip switch nomor 1 di-ON-kan ,
maka alamat port yang dituju adalah :
Port B0 = (&H1) = 0000 0001
Jika dip switch nomor 2 di-ON-kan ,
maka alamat port yang dituju adalah : Port B1
= (&H2) = 0000 0010
Jika dip switch nomor 1 dan 2 di-ON-
kan , maka alamat port yang dituju : Port B0
& Port B1 = (&H3) = 0000 0011
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
36
Jika dip switch nomor 3 dan 4 di-ON-
kan , maka alamat port yang dituju : Port B2
& Port B3 = (&H12) = 0000 1100
Jika dip switch nomor 3,4 dan 5 di-ON-
kan , maka alamat port yang dituju : Port B2,
Port B3, Port B4 = (&H28) = 0001 1100
Sehingga agar port dapat bekerja sesuai
yang diinginkan maka adress/alamat yang
ditujukan ke port juga harus jelas.Adapun
listing program untuk input/output kita
menggunakan kata kendali Control Word
8Bh , yaitu :
100 CLS
101 OUT&H303,&H8B
102 OUT&H303,0
103 OUT&H300&H2 (output PB1
led menyala)
104 INP(&H301) = 255 THEN
105 ELSE 107
105 PRINT “Lampu Padam“
106 GOTO 108
107 PRINT “Lampu menyala“
108 END
Pada pengujian yang sebenarnya,
program penginisialisasi port berfungsi
sebagai input dari sinyal infra merah yang
masuk dan output sebagai penggerak motor
pada pintu gerbang. Jika validasi sudah
terpenuhi , maka apabila ada sinyal yang
masuk , pintu langsung terbuka secara
otomatis
4.5 Analisa Motor DC
Pada output interface dihubungkan
dengan salah satu kutub motor DC,
sedangkan kutub yang lain terhubung ke
ground. Sehingga apabila ada sinyal HIGH
masuk menuju ke motor, motor tersebut bisa
berputar.
5. Kesimpulan & Saran
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pengujian pada
rangkaian isyarat sinyal pembuka ini, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada perencanaan retribusi parkir
berlangganan dengan PPI 8255 menggunakan
Quick Basic ini apabila diinginkan lebih dari
256 kendaraan, maka perlu peambahan
jumlah dip switch menjadi lebih dari 8 bit
dan penambahan listing programnya
2. Keandalan dari perencanaan retribusi
parkir ini adalah dalam pembuatan tidak
memerlukan biaya yang relatif mahal dan
bisa menggunakan program yang paling
dasar yaitu Quick Basic yang beroperasi pada
DOS.
5.2. Saran
Dalam perancangan retribusi parkir
berlangganan masih diperlukan
pengembangan pada sistem blok transmitter
yang masih menggunakan manual pada
pengkodean dip switchnya. Penulis
menyarankan agar pada blok tersebut diganti
dengan menggunakan sistem digital .
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Freddy, (2003). Sistem Digital
Konsep dan Aplikasi, Jakarta : Penerbit
Gava Media
Rizkiawan, Rizal, (1997). Tutorial
Perancangan Hardware, jilid III. Jakarta
: Penerbit Elex Media Komputindo
Zam, Zamida,(2002). Mudah Menguasai
Elektronika, cetakan Oktober 2002,
Surabaya : Penerbit Indah (anggota
IKAPI)
Triwiyanto. Petunjuk Praktikum Interfacing
Berbasis PC
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
37
PEMBUATAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN
DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI POTENSIAL DENGAN METODE
PROMETHEE II
Ahmad Jalaluddin1
1) Dosen Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Banyaknya industri kecil menengah di Lamongan merupakan suatu potensi daerah
yang cukup besar dan seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk
dikembangkan, seiring perkembangan teknologi diperlukan sebuah sistem yang mampu
memudahkan pihak dinas untuk melakukan pengambilan sebuah keputusan dalam memilih
industri yang akan di kembangkan. Promethee yang merupakan salah satu metode
penentuan urutan atau prioritas dalam analisis multikriteria sangat tepat untuk digunakan
karena dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam promethee adalah penggunaan
nilai dalam hubungan outrangking. Sehingga diperoleh solusi atau hasil dari beberapa
alternatif untuk diambil sebuah keputusan. Hasil perangkingan menunjukkan bahwa
Promethee I yang berdasarkan pada nilai leaving flow dan enter flow (Perangkingan
Parsial) sedangkan Promethee II yang didasarkan pada nilai net flow (Perangkingan
Lengkap).
Kata kunci : Promethee,leaving flow, enter flow,net flow.
1. PENDAHULUAN
Bertolak titik dari krisis pada tahun
1998 yang terjadi di Indonesia, maka
semakin sadar bahwa pertumbuhan ekonomi
dan perkembangan suatu bangsa tidak hanya
tergantung pada kesetabilan politik bangsa
itu sendiri, melainkan sebagian besar terletak
pada bagaimana kemampuan dan kemauan
serta semangat sumber daya manusianya
sebagai aset utama dan terbesar dalam
mengembangkan potensi masing-masing
daerah.
Banyaknya industri di Kabupaten
Lamongan merupakan suatu potensi besar
yang harus mendapat perhatian dari
pemerintah untuk dibina dan dikembangkan,
sehingga dapat memberikan kontribusi
positif bagi pemerintah serta menjadikan
pertumbuhan ekonomi daerah berjalan
dengan baik. Industri yang ada di Lamongan
dimasa yang akan datang mempunyai
peluang dan tantangan yang cukup besar
dalam persaingan pasar, sehingga perlu
dibina dan dikembangkan agar mampu
mempertahankan hasil cipta yang khas
daerah serta mampu menciptakan penemuan
baru.
Disisi lain perkembangan teknologi
dewasa saat ini telah memberikan signal
bahwa sudah saatnya lembaga pemerintahan
atau instansi beralih dari sistem yang bersifat
manual ke sistem yang terintegrasi dengan
komputer, karena perkembangan teknologi
informasi telah berkembang dari pengolahan
data elektronik (PDE) ke sistem informasi
manajemen (SIM) dan berlanjut pada sistem
pendukung keputusan (SPK). 2. DASAR TEORI
2.1 Sistem Pendukung Keputusan.
Sistem Pendukung Keputusan atau
Decision Support System adalah Management
Information System yang dirancang untuk
menunjang pengambilan keputusan yang
menyangkut area permasalahan tertentu oleh
individu tertentu atau sekelompok individu. SPK
merupakan sistem pengambilan keputusan
terhadap permasalahan atau pekerjaan yang
sifatnya semi terstruktur.
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
38
Pada dasarnya pengambilan
keputusan adalah suatu pendekatan sistematis
pada hakekat suatu masalah, pengumpulan
fakta-fakta, penentuan yang matang dari
alternatif yang dihadapi dan pengambilan
tindakan yang menurut perhitungan
merupakan tindakan yang paling tepat. SPK
digunakan untuk membantu mempercepat
dan mempermudah proses pengambilan
keputusan dengan tujuan untuk membantu
pengambil keputusan dalam menentukan
alternatif keputusan dari hasil pengolahan
informasi-informasi yang tersedia melalui
model-model pengambil keputusan.
2.2 Metode PROMETHEE
2.2.1 Dasar Promethee Promethee adalah salah satu metode
penentuan urutan atau prioritas dalam
analisis multikriteria atau MCDM (Multi
Criterion Decision Making). Dugaan dari
dominasi kriteria yang digunakan dalam
promethee adalah penggunaan nilai dalam
hubungan outrangking. Masalah pokoknya
adalah kesederhanaan, kejelasan dan
kestabilan. Semua parameter yang
dinyatakan mempunyai pengaruh nyata
menurut pandangan ekonomi (Brans
et.,1986).
Data dasar untuk evaluasi dengan
methode promethee disajikan pada tabel 2.1
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Data Dasar analisis Promethee
� (.) f2 (.) … …… fk(.)
A1
a2
…..
ai
…..
an
� (a1)
� (a2)
……
� (ai)
…….
� (an)
f2 (a1)
f2 (a2)
…….
f2 (ai)
…….
f2 (an)
……….
……
….
……….
……
….
fk (a1)
fk (a2)
…….
fk (ai)
…….
fk (an)
2.2.2 Dominasi Kriteria
Nilai f merupakan nilai nyata dari suatu
kriteria,
f : K → Я (Real Word ) dan tujuan berupa
prosedur optimasi untuk setiap alternatif a ε
K, f (a) merupakan evaluasi dari alternatif
tersebut untuk setiap kriteria. Pada saat dua
alternatif dibandingkan, a, b ε K, harus dapat
ditentukan perbandingan preferensinya.
Penyampaian Intensitas (P) dari
preferensi alternatif a terhadap alternatif b
sedemikian rupa sehingga:
- P (a,b) = 0,berarti tidak ada beda
(indefferent) antara a dan b, atau
tidak ada preferensi dari a lebih
baik dari b.
- P (a,b) ≈ 0, berarti lemah preferensi dari
a lebih baik dari b.
- P (a,b) = 1, kuat preferensi dari a lebih
baik dari b.
- P (a,b) ≈ 1, berarti mutlak preferensi
dari a lebih baik dari b.
Dalam metode ini fungsi preferensi
seringkali menghasilkan nilai fungsi yang
berbeda antara dua evaluasi , sehingga :
P (a,b) = P (f (a) – f(b))
Untuk semua kriteria, suatu alternatif
akan dipertimbangkan memiliki nilai kriteria
yang lebih baik ditentukan nilai f dan
akumulasi dari nilai ini menentukan nilai
preferensi atas masing–masing alternatif
yang akan dipilih.
2.2.3 Rekomendasi Fungsi Preferensi
Untuk Keperluan Aplikasi
Dalam metode Promethee ada enam
bentuk fungsi preferensi kriteria. Untuk
memberikan gambaran yang lebih baik
terhadap area yang tidak sama, maka
digunakan fungsi selisih kriteria nilai kriteria
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
39
alternatif H (d) dimana hal ini mempunyai
hubungan langsung pada preferensia.
Keenam fungsi kriteria tersebut meliputi :
1. Kriteria Biasa (Usual Criterion)
0.1
0.0
djika
djikadH
dimana d = selisih nilai kriteria
Pada kasus ini , tidak ada beda antar
a dan b jika f (a) = f(b): apabila nilai kriteria
pada masing-masing alternatif memiliki nilai
berbeda, sehingga pembuat keputusan
membuat preferensi mutlak untuk alternatif
memiliki nilai yang lebih baik Fungsi H(d)
untuk preferensi ini disajikan pada gambar
berikut ini :
H(d)
d0
1
Gambar 2.2. Preferensi Usual Criterion
2. Kriteria Quasi (Quasi Criterion)
qdatauqdjika
qdqjikadH
...1
0
Kriteria ini memiliki alternatif
preferensi yang sama penting selama
selisih atau nilai H (d) dari masing-
masing alternatif untuk kriteria tertentu
tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih
hasil evaluasi untuk masing-masing
alternatif melebihi nilai q maka terjadi
bentuk preferensi mutlak, jika pembuat
meputusan menggunakan kriteria ini,
maka decision maker tersebut harus
menentukan nilai q, dimana nilai ini
dapat dijelaskan pengaruh yang
signifikan dari suatu kriteria. Fungsi H(d)
untuk preferensi ini disajikan pada
gambar 2.3. H(d)
d0
1
-q q Gambar 2.3. Preferensi Quasi Criterion
3. Kriteria dengan Preferensi Linier
pdataupdjika
pdpjikapddH
...1
./
Kriteria ini menjelaskan bahwa
selama nilai selisih memiliki nilai yang
lebih rendah dari p , preferensi dari
pembuat keputusan meningkat secara
linier dengan nilai d, jika nilai d lebih
besar dibandingkan dengan nilai p, maka
terjadi preferensi mutlak. Fungsi H(d)
untuk preferensi ini disajikan pada
gambar 2.4. H(d)
d0
1
-p p
Gambar 2.4. Preferensi Kriteria dengan
Preferensi Linier
4. Kriteria Level (Level Criterion)
dpjika
pdqjika
qdjika
dH
.1
.5.0
0
Dalam kasus ini kecenderungan tidak
berbeda q dan kecenderungan preferensi
p ditentukan secara simultan. Jika d
berada diantara nilai q dan p, hal ini
berarti situasi preferensi yang lemah
(H(d) = 0.5). Fungsi H(d) untuk
preferensi ini disajikan pada gambar 2.5. H(d)
d0
1
-p p
0.5
-q q Gambar 2.5. Preferensi Kriteria Level
5. Kriteria dengan Preferensi Linier dan
Area yang tidak Berbeda
dpjika
pdqjikaqpqd
qdjika
dH
.1
.)/()(
0
Dalam kasus ini pengambilan
keputusan mempertimbangkan
peningkatan preferensi secara linier dari
tidak berbeda hingga preferensi secara
1fafd
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
40
linier dari tidak berbeda hingga preferensi
mutlak dalam area antara dua
kecenderungan q dan p. Dua parameter
tersebut telah ditentukan. Fungsi H(d)
untuk preferensi ini disajikan pada
gambar 2.6.
H(d)
d0
1
-p p-q q
Gambar 2.6. Kriteria dengan
preferensi linier dan area yang tidak
berbeda.
6. Kriteria Gaussian
H(d)= 1-exp {-d2/2 }
Fungsi ini bersyarat apabila telah
ditentukan nilai , dimana dapat dibuat
berdasarkan distribusi normal dalam
statistik. Fungsi H(d) untuk preferensi ini
disajikan pada gambar 2.7.
H(d)
d0
1
Gambar 2.7. Preferensi Kriteria Gaussian
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat
sebagaimana tabel 2.2. dibawah ini:
Tabel 2.2. Tipe Fungsi Preferensi
Kriteria. Kriteria Tipe Preferensi Parameter
1.Kriteria Umum
(Usual Criterion)
-
2. Kriteria Quansi
(Quansi
Criterion)
Q
3.Kriteria
Preferensi Linier
(Criterin with
linier
preference)
P
4. Kriteria Level
(Level Criterion)
q.p
5.Kriteria dengan
preferensi linier
dan area yang
tidak berbeda.
q.p
6. Kriteria
Gaussian
(Gausian
Criterion)
H(d)
d0
1
2.1.1.Arah dalam grafik nilai outrangking.
Perangkingan yang digunakan dalam metode
promethee meliputi tiga bentuk antara lain :
a. Leaving flow
Untuk setiap nilai node a dalam grafik
nilai outrangking ditentukan berdasarkan
leaving flow dengan persamaan :
Leaving flow adalah jumlah dari node
yang memiliki arah menjauh dari node a
dan hal ini merupakan karakter
pengukuran outrangking.
b. Entering Flow
Sedangkan secara simetris dapat ditentukan nilai entering flow dengan
persamaan:
Entering flow diukur berdasarkan karakter
outrangking dari a.
c. Net Flow
Sehingga pertimbangan dalam penentuan
net flow diperoleh dengan persamaan :
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
41
Ø (a)= Ø
+ (a) – Ø
-(a)
Semakin besar nilai leaving flow dan
semakin kecil entering flow maka alternatif
tersebut memiliki kemungkinan dipilih yang
semakin besar. Perangkingan dalam
promethee I dilakukan secara parsial, yaitu
didasarkan pada nilai leaving flow dan
entering flow. Sedangkan promethee II
termasuk perangkingan kompleks karena
didasarkan pada nilai net flow masing-masing
alternatif yaitu alternatif dengan nilai net
flow lebih tinggi menempati satu rangking
yang lebih baik.
2.2.5 Langkah – langkah perhitungan
dengan metode promethee adalah
sebagai berikut : 1. Menentukan beberapa alternatif yang ada
dalam lingkup masalah dan akan di pilih
sebagai solusi.
2. Menentukan beberapa kriteria yang akan
digunakan dalam proses pengambilan
keputusan.
3. Menentukan dominasi kriteria, ini
didasarkan pada karakteristik tujuan dari
setiap kriteria.
4. Menentukan tipe preferensi untuk setiap
kriteria yang paling cocok didasarkan
pada data dan pertimbangan di lapangan.
tipe preferensi ini berjumlah 6.
5. Memberikan nilai parameter untuk setiap
kriteria berdasarkan preferensi yang telah
dipilih.
6. Memberi nilai kriteria atau skor alternatif
untuk masing-masing alternatif yang akan
dilakukan proses pemilihan.
7. Membandingkan nilai kriteria untuk setia
alternatif dengan mempertimbangkan
dominasi kriteria dan preferensi yang
telah dipilih serta nilai parameter yang
diberikan.
8. Perangkingan dalam Promethee:
Dalam metode promethee ada 2 macam
perangkingan yang disandarkan pada hasil
berhitungan, antara lain : a. Perangkingan Parsial yang didasarkan pada nilai
Leaving Flow dan Enter Flow
b. Perangkingan lengkap atau complete yang
didasarkan pada nilai Net Flow.
3. ANALISA SISTEM
3.1. Disain Database atau ER-Diagram Sistem ini menggunakan database sebagai
media penyimpanan data. Rancangan
database tersebut disajikan dua tahap seperti
berikut:
3.1.1 Conceptual Data Model ( CDM)
Rancangan CDM merupakan rancangan
dasar dari setiap tabel yang akan dibuat
dalam database. Rancangan CDM untuk
SPK pemilihan industri potensial disajikan
seperti gambar 3.12.
Gambar 3.2 Rancangan Conceptual Data
Model
3.2.2. Physical Data Model
Rancangan PDM merupakan
rancangan secara nyata dari tabel yang akan
dibuat dalam sebuah database. Rancangan
PDM untuk SPK pemilihan dan
pengembangan industri potensial di sajikan
seperti gambar 3.3.
memiliki
memiliki1
mempunyai3
mempunyai1 pempunyai2
Alternatif
id_alternatif
kode_alternatif
nama_alternatif
Pimpinan
Alamat_Alternatif
kecamatan
Bentuk_Badan_Usaha
No_telp
Tgl_Ijin
<pi> I
A5
VA20
VA15
VA30
VA25
VA5
N12
D
<M>
id_alternatif <pi>
kreteria
id_kriteria
kode_kreteria
nama_kreteria
kode_dominasi
kode_preferensi
nilai_q
nilai_p
nilai_x
<pi> I
A5
VA25
A1
A1
F
F
F
<M>
id_kriteria <pi>
TRangking
id_rangking
kode_alternatif
Level_Flow
Enter_Flow
Net_Flow
<pi> I
A5
F
F
F
<M>
id_rangking <pi>
nilai_kriteria
id_nilai_kriteria
bobot
<pi> I
I
<M>
id_nilai_kriteria <pi>
jenis_alternatif
kode_jenis_alternatif
nama_jenis_alternatif
<pi> VA5
VA15
<M>
kode_Jenis_Alternatif <pi>
User
id_user
username
ttl
alamat
password
level
<pi> I
VA15
VA10
VA100
VA15
VA15
I
<M>
id_user <pi>
promethee
id_promethee1
Kordinat_X
Kordinat_Y
Kordinat_XY
<pi> I
F4
F4
F4
<M>
id_promethee <pi>
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
42
Gambar 3.3. Physical Data Mode
3.2.3 Menentukan nilai parameter
berdasarkan pemilihan tipe preferensi.
Penentuan nilai parameter didasarkan pada
tipe preferensi yang dipilih, mengenai
nilainya sendiri didasarkan pada kebiasaan,
sehingga diperlukan orang yang
berpengalaman dibidangnya.
langkah-langkah yang dipakai adalah sebagai
berikut :
a. Membandingkan nilai kriteria untuk
masing-masing alternatif, dan
melakukan perhitungan selisih nilai
kriteria yang hasilnya dicocokkan
dengan dominasi kriteria dan tipe
preferensi yang dipakai.
b. Hasil dari perhitungan diletakkan di
(A1) dan (A2) dan seterusnya untuk
semua alternatif, sebagai contoh :
p = 3
Untuk K1(.)
d = 8 -13 = 5
Berdasarkan kaidah Min
diperoleh
P1( A1,A2) = 0
P2( A1,A2) = 1 H(d)
d0
1
-p p-q q q
= 12 p = 24
Untuk K1(.)
d = 24-12 = 12
Berdasarkan kaidah Max
diperoleh
P1( A1,A2) = 0
P2( A1,A2) = 0 H(d)
d0
1
-p p
0.5
-q q
q=2 , p
=4
Untuk K1(.)
d = 5-8 = -3
Berdasarkan kaidah Max
diperoleh
P1( A1,A2) = 0
P2( A1,A2) = 0.5
c. Menjumlahkan P1 dan P2 untuk setiap
kriteria serta membaginya dengan jumlah
alternatif.
P1(A1,A2) = 1/jml UKM(KP1+ KP2+ KP3+
KP4+....+KP16)
P2(A2,A1) = 1/jml UKM(KP1+ KP2+ KP3+
KP4+…+KP16)
Untuk (A1,A2) = 1/ jml UKM -15
(0+0+0+0.864+0)= 0
Untuk (A2,A1) =1/5 (0.5+0+0.6+0+0.393)
= 0.125
Untuk lebih lengkapnya bisa dilihat pada
tabel hasil perhitungan dari tiap matriknya
sebagaimana sebagai Berikut :
FK_%REFERENCE%
FK_%REFERENCE%
FK_%REFERENCE%
FK_%REFERENCE% FK_%REFERENCE%
Alternatif
id_alternatif
kode_jenis_alternatif
kode_alternatif
nama_alternatif
Pimpinan
Alamat_Alternatif
kecamatan
Bentuk_Badan_Usaha
No_telp
Tgl_Ijin
int
varchar(5)
char(5)
varchar(20)
varchar(15)
varchar(30)
varchar(25)
varchar(5)
numeric(12,0)
date
<pk>
<fk>
kreteria
id_kriteria
kode_jenis_alternatif
kode_kreteria
nama_kreteria
kode_dominasi
kode_preferensi
nilai_q
nilai_p
nilai_x
int
varchar(5)
char(5)
varchar(25)
char(1)
char(1)
float
float
float
<pk>
<fk>
TRangking
id_rangking
kode_jenis_alternatif
kode_alternatif
Level_Flow
Enter_Flow
Net_Flow
int
varchar(5)
char(5)
float
float
float
<pk>
<fk>
nilai_kriteria
id_nilai_kriteria
id_kriteria
id_alternatif
bobot
int
int
int
int
<pk>
<fk1>
<fk2>
jenis_alternatif
kode_jenis_alternatif
nama_jenis_alternatif
varchar(5)
varchar(15)
<pk>
User
id_user
username
ttl
alamat
password
level
int
varchar(15)
varchar(10)
varchar(100)
varchar(15)
varchar(15)
int
<pk>
promethee
id_promethee1
Kordinat_X
Kordinat_Y
Kordinat_XY
int
float(4)
float(4)
float(4)
<pk>
H(d)
d0
1
-p p
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
43
4. Implementasi Program.
Dalam penentuan Lokasi pendirian UKM.
Dalam methode promethee hal yang harus
diperhatikan adalah penentuan dominasi
kriteria dan penentuan tipe preferensi serta
nilai parameternya yang didasarkan pada tipe
preferensi yang dipilih.
b. Form pemrosesan data.
Form ini digunakan untuk
melakukan perhitungan nilai kriteria
dengan menggunakan metode promethee
sehingga akan didapatkan hasil yang
optimal. untuk lebih jelasnya bisa dilihat
gambar 4.2. dibawah ini.
Gambar 4.2. Form untuk pemrosesan data
c. Form view proses perhitungan.
Form ini digunakan untuk melihat
data alternatif, untuk lebih jelasnya bisa
dilihat gambar 4.3.
Gambar 4.3. Form view proses perhitungan.
d. Form view perangkingan complete atau
lengkap.
Form ini digunakan untuk melihat
hasil perangkingan secara parsial yang
didasarkan pada nilai net flow terbesar.
untuk lebih jelasnya bisa dilihat gambar
4.4.
Kesimpulan
Hasil analisa data dan uji coba yang telah
di lakukan terhadap perhitungan-perhitungan
pengolahan data yang telah dilakukan pada
bab sebelumnya, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
Jurnal Teknika ISSN : 2085 - 0859 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan Volume 2 No.2 Tahun 201
44
1. Dalam proses pemilihan alternatif industri
potensial yang akan dipilih dan
dikembangkan, Dinas perindustrian dan
perdagangan harus mempertimbangkan
kriteria-kriteria yang akan di jadikan
sebuah acuan untuk tiap-tiap alternatif,
sehingga kriteria yang di jadikan
pedoman bisa bersifat proposional.
2. Penentuan dominasi kritetia akan
mempangaruhi hasil perhitungan dalam
promethee, maka dalam menentukanya
harus sesuai dengan tujuan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Novayanti, 2006 , Aplikasi metode
Promethee untuk Pemilihan suplier
terbaik , Teknik Industri, UTM.
[2] Suryadi K ,M.A. Ramadhani, 2003,
Sistem pendukung keputusan “ suatu
wacana Struktural Idealisasi dan
implementasi Konsep Pengambilan
keputusan” , PT Remaja Rosdakarya,
bandung
[3] Yuspitarini, Selvia 2005 , Aplikasi
metode Promethee untuk penentuan
Lokasi tempat Pembuangan Akhir
Sampah, Teknik Industri.ITS
Top Related