BAB III
PEMBAHASAN
A. Cara Kerja Sistem Pemadam Kebakaran
1. Cara Pencegahan
Sistem pencegahan adalah tindakan atau perhitungan yang sudah dilakukan
sebelum suatu bahaya itu muncul. Tindakan pencegahan terhadap bahaya
kebakaran dapat dilakukan melalui tindakan langsung maupun pengolahan bahan-
bahan disekitar kita untuk dapat memperkecil persentase terjadinya kebakaran itu
sendiri.
Sistem pencegah kebakaran atau perlindungan kebakaran adalah salah satu
sistem yang harus dipasang atau diaplikasikan pada sebuah bangunan. Dengan
adanya sistem ini pada bangunan kantor pos, bangunan dapat terlindungi serta
nyawa penghuni bangunan tersebut dapat terselamatkan. Setiap pemasangan
sistem pencegah kebakaran atau perlindungan kebakaran patut mengikuti akta dan
standard yang bersesuaian dengan bangunan tersebut.
2. PROSES KEBAKARAN
Kebakaran berawal dari proses reaksi oksidasi antara unsur Oksigen ( O2 ),
Panas dan Material yang mudah terbakar (bahan bakar). Keseimbangan unsur –
unsur tersebutlah yang menyebabkan kebakaran. Berikut ini adalah definisi
singkat mengenai unsur – unsur tersebut :
a. Oksigen
Oksigen atau gas O2 yang terdapat di udara bebas adalah unsur penting
dalam pembakaran. Jumlah oksigen sangat menentukan kadar atau
keaktifan pembakaran suatu benda. Kadar oksigen yang kurang dari 12 %
tidak akan menimbulkan pembakaran
b. Panas
Panas menyebabkan suatu bahan mengalami perubahan suhu /
temperatur, sehingga akhirnya mencapai titik nyala dan menjadi terbakar.
Sumber – sumber panas tersebut dapat berupa sinar matahari, listrik, pusat
energi mekanik, pusat reaksi kimia dan sebagainya.
c. Bahan yang mudah terbakar ( Bahan bakar )
Bahan tersebut memiliki titik nyala rendah yang merupakan temperatur
terendah suatu bahan untuk dapat berubah menjadi uap dan akan menyala
bila tersentuh api. Bahan makin mudah terbakar bila memiliki titik nyala
yang makin rendah.
Proses kebakaran berlangsung melalui beberapa tahapan, yang masing –
masing tahapan terjadi peningkatan suhu, yaitu perkembangan dari suatu rendah
kemudian meningkat hingga mencapai puncaknya dan pada akhirnya berangsur –
angsur menurun sampai saat bahan yang terbakar tersebut habis dan api menjadi
mati atau padam. Pada umumnya kebakaran melalui dua tahapan, yaitu :
Tahap Pertumbuhan ( Growth Period )
Tahap Pembakaran ( Steady Combustion )
Pada suatu peristiwa kebakaran, terjadi perjalanan yang arahnya
dipengaruhi oleh lidah api dan materi yang menjalarkan panas. Sifat
penjalarannya biasanya kearah vertikal sampai batas tertentu yang tidak
memungkinkan lagi penjalarannya, maka akan menjalar ke arah horizontal.
Karena sifat itu, maka kebakaran pada gedung – gedung bertingkat tinggi, api
menjalar ketingkat yang lebih tinggi dari asal api tersebut.
Saat yang paling mudah dalam memadamkan api adalah pada tahap
pertumbuhan. Bila sudah mencapai tahap pembakaran, api akan sulit dipadamkan
atau dikendalikan.
2. Sistem Deteksi Kebakaran
Sistem pendeteksi kebakaran adalah sistem yang menyangkut mengenai
cara kerja alat-alat yang digunakan untuk menganalisa atau mengenali tejadinya
kebakaran sejak awal proses timbulnya api atau asap. Sistem ini berfungsi untuk
mengantisipasi meluasnya proses kebakaran pada suatu bangunan kantor pos dan
untuk memberikan peringatan bagi penghuni kantor pos agar dapat segera
dievakuasi atau menyelamatkan diri.
Sistem deteksi kebakaran umumnya diwajibkan pemasangannya pada
bangunan dengan skala dan dimensi besar serta difungsikan sebagai ruang publik.
Hal ini karena pada bangunan yang difungsikan sebagai ruang publik akan
terdapat banyak penghuni didalamnya sehingga memerlukan perhatian lebih dari
segi tingkat keamanan termasuk mengenai sistem pemadam kebakaran. Pada
bangunan kantor pos sendiri, sistem deteksi kebakaran di tempatkan pada
bangunan yang difungsikan sebagai ruang pulik seperti area lobi di setiap lantai,
lantai 1yang merupakan area pelayanan.
Sistem pendeteksi kebakaran terdiri dari beberapa komponen diantaranya
yaitu dalam bentuk alarm peringatan kebakaran. Fire Alarm System adalah alat
yang berfungsi untuk memberikan tanda bahaya (alert) bila terjadi potensi
kebakaran atau kebocoran gas. Cara Kerja Fire Alarm System adalah alat ini
mendeteksi potensi-potensi kebakaran seperti gumpalan asap (smoke detector),
temperatur tinggi (heat detector), dan adanya gas yang berbahaya (gas detector),
ketika alat ini mendeteksi potensi kebakaran tersebut maka alat ini akan secara
otomatis memberikan tanda bahaya (alert) seperti membunyikan bell atau alarm.
1. Komponen Fire Alarm System
a. Fire Alarm Control Panel memiliki
berbagai macam bentuk dan variasi sesuai
fungsi dan produsennya. Fungsi Fire
Alarm ini adalah untuk mengintegrasikan
berbagai sensor dan audio visual indicator
yang berkaitan dengan fire alarm system.
Fire alarm umumnya juga dilengkapi built-
in telephone yang dapat digunakan pada
saat terjadi kebakaran.
b. Heat Detector / Alat Pendeteksi Panas
adalah sensor yang digunakan untuk
mendeteksi temperatur tinggi, yaitu
detektor panas yang dapat diintegrasikan
dengan panel controller (security alarm).
c. Smoke Detector adalah sensor yang
digunakan untuk mendeteksi adanya
gumpalan asap.
Gambar 3.1.1. Komponen Fire Alarm System Sumber : http://sistem-pemadam-kebakaran.blogspot.com/2013/05/alat-pendeteksi-kebakaran-fire-alarm.html
Gambar 3.1.2. Fire Alarm Control PanelSumber : http://sistem-pemadam-kebakaran.blogspot.com/2013/05/alat-pendeteksi-kebakaran-fire-alarm.html
Gambar 3.1.3. Heat DetectorSumber : http://sistem-pemadam-kebakaran.blogspot.com/2013/05/alat-pendeteksi-kebakaran-fire-alarm.html
Gambar 3.1.4. Smoke DetectorSumber : http://sistem-pemadam-kebakaran.blogspot.com/2013/05/alat-pendeteksi-kebakaran-fire-alarm.html
d. Gas Detector / Pendeteksi Gas / Gas
Alarm Standalone Gas Detector adalah
alat yang dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya kebocoran gas
berbahaya seperti LPG dan Methane.
Detector ini dapat berfungsi tanpa
harus menggunakan panel controller.
Ketika mendeteksi gas berbahaya, alat
ini akan membunyikan built-in sirine.
Alat ini dapat ditempatkan pada
dinding ruang yang rentan terhadap kebocoran gas. Disamping sebagai Gas
detector, alat ini dapat diintegrasikan dengan alarm system.
e. Sprinkler
sebuah sistem pipa basah sprinkler adalah suatu sistem sprinkler otomatis
penyiraman menggunakan kepala yang melekat pada sistem perpipaan yang
mengandung air dan terhubung ke suplai air sehingga debit air yang segera
dari penyiram dibuka oleh panas dari api.
2. Prinsip Kerja Fire Alarm System
Rangkaian Alarm Tanda Kebakaran adalah suatu rangkaian yang dapat
dipakai untuk mengetahui adanya bahaya kebakaran. Rangkaian ini mempunyai
sensor yang sangat peka terhadap panas yang disebut Thermistor atau NTC
(Negative Temperature Coefisient). Dalam pemakaiannya sebaiknya alat ini
ditempatkan di dekat peralatan yang dapat menimbulkan panas. NTC ini
tahanannya akan kecil apabila kena panas dan akan mengakibatkan transistor akan
aktif dan relay akan menghubungkan alarm dengan sumber listrik
(baterai/accu/jala-jala listrik) sampai speaker berbunyi.
Gambar 3.1.5. Gas DetectorSumber : http://sistem-pemadam-kebakaran.blogspot.com/2013/05/alat-pendeteksi-kebakaran-fire-alarm.html
Sebagai alat pemberi tanda jika terjadi kebakaran, bangunan dilengkapi
dengan sistem tanda bahaya (alarm system) yang panel induknya berada dalam
ruang pengendali kebakaran yang terdapat di basement 1 kantor pos, sedang sub-
panelnya dapat dipasang di setiap lantai berdekatan dengan kotak hidran.
Pengoperasian tanda bahaya dapat dilakukan secara manual dengan memecahkan
kaca tombol sakelar tanda kebakaran atau bekerja secara otomatis, di mana tanda
bahaya kebakaran dihubungkan dengan sistem detektor (detektor asap atau panas)
atau sistem sprinkler.
Ketika detektor berfungsi, hal itu akan terlihat pada monitor yang ada pada
panel utama pengendalian kebakaran, dan tanda bahaya dapat dibunyikan secara
manual, atau secara otomatis, di mana pada saat detektor berfungsi terjadi arus
pendek yang akan menyebabkan tanda bahaya tertentu berbunyi.
B. Sistem Evakuasi
Setelah terjadinya kebakaran, terdapat dua hal yang umum dilakukan yaitu
tindakan pemadaman dan evakuasi. Sistem evakuasi dalam bencana kebakaran
dilakukan dengan cara menyelamatkan korban yang terjebak di dalam areal
gedung atau wilayah yang terbakar. Penyelamatan korban dari areal gedung dapat
dilaksanakan melalui beberapa jalur evakuasi yang memang disediakan
sebelumnya. Jalur-jalur evakuasi tersebut diantaranya adalah tangga darurat, pintu
keluar darurat dan balkon pada ruang-ruang yang ada pada gedung bertingkat.
Sistem evakuasi adalah sistem yang menyangkut mengenai proses
penyelamatan korban pada suatu keadaan yang dianggap berbahaya. Sistem
evakuasi yang dilakukan untuk para korban pada lokasi kebakaran dapat
dilakukan melalui beberapa cara diantaranya sebagai berikut.
1. Komponen Sistem Evakuasi
a. Tangga Darurat
Tangga pada bangunan bertingkat rendah dan tinggi, disediakan sebagai
tangga darurat dan tangga kebakaran. Keduanya memiliki syarat yang berbeda.
Tangga darurat digunakan oleh pemakai bila alat transportasi lain tidak berfungsi
seperti lift atau escalator. Berbeda dengan tangga kebakaran, sesuai dengan
namanya, tangga kebakaran memang digunakan pada saat kebakaran. Untuk itu
faktor keselamatan sangat diperhatikan pada tangga jenis ini.
Tangga darurat, diletakkan terbuka dan dekat dengan lobby lift, sehingga
pemakai mudah menemukannya. Tangga kebakaran diletakkan pada tempat
tertentu yang memenuhi persyaratan keselamatan terhadap bahaya kebakaran.
Persyaratan mengenai elemen penyusun dan tata letak tangga darurat diantaranya
sebagai berikut.
1. Tangga diletakkan di dalam ruangan tangga kebakaran yang di depan dan
didalamnya diberi lampu emergency otomatis penunjuk arah.
2. Tangga terbuat dari material yang kuat terhadap kebakaran dalam waktu
tertentu.
3. Tangga terletak di dalam ruang yang kedap api berdinding cukup tebal dan
minimal tidak ikut terbakar dalam waktu tertentu sehingga penghuni bisa
menyelematkan diri.
4. Memiliki ruang udara tekan (supaya asap tidak masuk ke dalam ruang
tangga), bisa juga menggunakan pressure fan yang berfungsi memberikan
tekanan pada udara di dalam ruangan.
5. Memiliki pintu besi tahan api yang membuka kearah dalam ruang tangga,
tetapi pada ruang paling atas dan bawah, pintu membuka kearah luar
tangga. Yang tidak kalah penting adalah ruang tangga kebakaran yang
terletak di lantai dasar memiliki pintu langsung berhubungan dengan udara
luar.
6. Ukuran lebar tangga dihitung sesuai kapasitas gedung.
7. Jarak antar tangga kebakaran sesuai dengan standar keamanan gedung.
8. Sesuai dengan standard dan perhitungan tangga, jenis tangga ini juga
memiliki syarat keselamatan. Ukuran tinggi pijakan dan lebarnya sesuai
dengan pemakainya, begitu pula untuk material yang digunakan cukup
aman (tidak licin dan tidak
membahayakan), dan tidak mudah terbakar.
Sebagai pemakai gedung, sebaiknya juga memahami perbedaan tangga
darurat dan tangga kebakaran, sehingga dapat menggunakan kedua jenis tangga
ini dengan tepat. Keselamatan bersama dapat terjadi dengan adanya penggunaan
tangga yang tepat sesuai fungsi. Tangga darurat Kantor POS berada di blok A dan
blok C dan langsung menuju ke luar gedung. Hal ini sangat mempermudah proses
evakuasi apabila terjadi peristiwa kebakaran.
b. Koridor
Koridor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Lebar minimum 1,80 m
Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu kebakaran yang terdekat tidak
boleh lebih dari 25 m.
Dilengkapi tanda-tanda penunjuk yang menunjukkan arah ke pintu
kebakaran.
c. Pintu Darurat
Persyaratan Umum
Pintu penahan asap harus dibuat sedemikian rupa sehingga asap tidak akan
melewati pintu dari satu sisi ke sisi yang lainnya, dan bila terdapat bahan kaca
pada pintu tersebut, maka bahaya yang mungkin timbul terhadap orang yang
lewat harus minimal.
Konstruksi yang memenuhi syarat.
Pintu penahan asap, baik terdiri dari satu ataupun lebih akan memenuhi
persyaratan butir bila pintu tersebut dikonstruksikan sebagai berikut:
Daun pintu dapat berputar disatu sisi dengan arah sesuai arah bukaan
keluar; atau berputar dua arah.
Daun pintu mampu menahan asap pada suhu 2000 C selama 30 menit
Daun pintu padat dengan ketebalan 35 mm
Pada daun pintu dipasang penutup atau pengumpul asap.
Daun pintu pada umumnya pada posisi menutup; atau
Daun pintu menutup secara otomatis melalui pengoperasian penutup pintu
otomatis yang dideteksi oleh detektor asap yang dipasang sesuai dengan
standar yang berlaku dan ditempatkan disetiap sisi pintu yang jaraknya
secara horisontal dari bukaan pintu tidak lebih dari 1,5 m, dan dalam hal
terjadi putusnya aliran listrik ke pintu, daun pintu berhenti aman pada
posisi penutup.
Pintu akan kembali menutup secara penuh setelah pembukaa secara manual.
Setiap kaca atau bahan kaca yang menyatu dengan pintu kebakaran atau
merupakan bagian pintu kebakaran harus memenuhi standar yang berlaku.
Bilamana panel berkaca tersebut bisa membingungkan untuk memberi jalan
keluar yang tidak terhalang maka adanya kaca tersebut harus dapatdikenali
dengan konstruksi tembus cahaya.
Hasil dilapangan yaitu hasil kajian di Kantor Pos bahwa pintu darurat sudah
memenuhi persyararatan sesuai pembahasan di atas.
2. Sistem Tanda
a. Tanda Keluar (Exit)
Suatu tanda exit harus jelas terlihat bagi orang yang menghampiri exit dan
harus dipasang pada, di atas atau berdekatan dengan setiap :
Pintu yang memberikan jalan ke luar langsung dari satu lantai ke tangga,
jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan api, yang
Berfungsi sebagai eksit yang memenuhi persyaratan
Pintu dari suatu tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur
tahan
Api atau tiap level hamburan ke jalan umum atau ruang terbuka; dan eksit
horisontal, dan
Pintu yang melayani atau membentuk bagian dari eksit yang disyaratkan
pada lantai
Tanda Penunjuk Arah
Hasil dilapangan yaitu hasil kajian di Kantor Pos yaitu banyak tanda yang
menunjukan arah keluar. Hal ini memudahkan pengguna gedung untuk keluar
dalam keadaan darurat atau tidak.
3. Persyaratan Jalur Evakuasi
Dalam setiap bangunan harus memiliki jalur evakuasi darurat yang
berguna untuk mengevakasi penghuni bangunan apabila terjadi suatu bencana
dalam bangunan tersebut, biasanya dalam setiap bangunan memiliki tangga
dadurat yang umumnya digunakan untuk jalur evakuasi saat terjadi kebakaran dan
tidak memungkinkan menggunakan lift.
Syarat-syarat jalur evakuasi tersebuat adalah sebagai berikut :
• Jalur Evakuasi bersifat permanen, menyatu
dengan bangunan gedung.
• Jalur Evakuasi harus memiliki akses
langsung ke jalan atau ruang terbuka yang
aman.
• Jalur Evakuasi dilengkapi Penanda yang jelas
dan mudah terlihat.
• Penanda/ Safety Sign dapat menyala di
kegelapan (glow in the dark).
• Jalur Evakuasi dilengkapi penerangan yang cukup.
• Jalur Evakuasi bebas dari benda yang mudah terbakar atau benda yang dapat
membahayakan.
• Jalur Evakuasi bersih dari orang atau barang yang dapat menghalangi gerak.
• Jalur Evakuasi tidak melewati ruang yang dapat dikunci.
• Jalur Evakuasi memiliki lebar minimal 71.1 cm dan tinggi langit-langit
minimal 230 cm.
• Pintu Darurat dapat dibuka ke luar, searah Jalur Evakuasi menuju Titik
Kumpul.
• Pintu Darurat bisa dibuka dengan mudah, bahkan dalam keadaan panik.
• Pintu Darurat dilengkapi dengan penutup pintu otomatis.
• Pintu Darurat dicat dengan warna mencolok dan berbeda dengan bagian
bangunan yang lain.
• Tangga Darurat dirancang tahan api, minimal selama 1 jam.
• Anak tangga pada tangga darurat harus terbuat dari bahan yang anti slip
Jalur evakuasi di Kantor Pos yaitu seperti koridor yang sudah diberi tanda
penunjuk arah. Penununjuk arah langsung mengarahkan ke lobbi sebagai tempat
berkumpul ketika terjadi keadaan darurat dan langsung dievakuasi ke luar. Tangga
darurat sendiri langsung mengarah ke luar gedung yang berada di blok A dan C.
C. Fire Safety Management Pada Bangunan Kantor Pos
Penerapan FSM telah dipersyatkan dalam Kepmeneg PU No.
11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran
Perkotaan.Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar bangunan
tinggi belum menerapkan system FSM dengan baik dan konsisten. Undang-
Undang Bangunan Gedung ( UUBG-2002 ) yang mensyaratkan aspek
keselamatan bangunan perlu ditindaklanjuti dengan penerapan pedoman teknis
seperti FSM dan Rencana Tindak Darurat Kebakaran atau Fire Emergency Plan
(FEP) yang merupakan sub bagian dari FSM.
Fire Safety Management Dalam Perspektif Peraturan Perundang Undangan
Legal
a. Undang-undang Bangunan gedung
Jaminan keselamatan bagi penghuni yang berada dalam bangunan, secara
legal telah menjadipersyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu bangunan
gedung.Hal ini dituangkan melalui persyaratan keandalan yang harus dipenuhi
oleh suatu bangunan gedung.Undang-undang no. 28/2002 tentang Bangunan
Gedung pasal 16 butir 1 menyatakan :
Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3), meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan.
Sedangkan pada pasal 17 butir 1 :
Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung
beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan
menanggulangi bahaya kebakaran dalam bahaya petir.
Pada UUBG 2002, memang tidak disebutkan secara langsung, mengenai
kewajiban pembentukan manajemen keselamatan kebakaran pada bangunan.
Namun dalam system proteksi kebakaran., dikenal apa yang disebut sebagai
segitiga proteksi, dimana manajemen keselamatan kebakaran (FSM) menjadi
salah satu komponen tak terpisahkan, selain dua komponen lainnya : system
proteksi aktif dan system proteksi pasif.
A. Kepmenneg PU no.11/KPTS/2000
Dalam Kepmenneg PU no. 11/KPT/2000 tentang Ketentuan Teknis
Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan, Bab IV Manajemen
Penanggulangan Kebakaran Bangunan Gedung, Klausul 1.1 point 1,
mensyaratkan adanya manajemen keselamatan kebakaran pada suatu
bangunan gedung :
“Setiap bangunan umum termasuk apartemen yang berpenghuni
minimal 500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, atau
mempunyai ketinggian bangunan lebih dari 8 lantai, atau bangunan rumah
sakit, diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran
(MPK).”
Tujuan adanya Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK) ini,
masih dalam Kepmen yang sama,sebagaimana disebutkan dalam Bab IV
klausul 2.1 point 2 :
“Bangunan gedung melalui penerapan MPK harus mampu mengatasi
kemungkinan terjadinya kebakaran melakui kesiapan dan keandalan system
proteksi yang ada, serta kemampuan petugas menangani pengendalian
kebakaran, sebelum bantuan dari instansi pemadam kebakaran tiba.”
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa menjadi kewajiban bagi
pemilik/penggelola bangunan gedung untuk menjamin keselamatan penghuni
bangunan gedung melalui penerapan MPK.
Fire Safety Management harus dilaksanakan dari mulai proses desain
gedung, commisioning dan operasional gedung. Selama ini dalam pembangunan
gedung, pemilik gedung hanya melibatkan konsultan perencana bangunan
(arsitek), manajemen konstruksi, listrik dan kontraktor bangunan tetapi belum
melibatkan konsultan fire safety. Artinya pihak pemilik/pengelola harus lebih
berkoordinasi dengan pihak-pihak yang kompeten untuk setiap bidang, tidak
terkecuali masalah fire safety, dalam perencanaan pembangunan gedung.
Sementara di negara maju dalam pembangunan gedung harus melibatkan fire
safety consultant.
Penyusunan Fire Safety Management memang tidak mudah karena terdiri
dari beberapa rangkaian system yang harus dijelaskan secara terinci dan dapat
diaplikasikan. Berikut ini adalah model / elemen Fire Safety Management System
untuk gedung dalam keadaan beroperasi, yakni:
Management Commitment
Baseline Assessment
Pre-Fire Planning
Implementation
Control
Audit
Management Review
Dari elemen-elemen Fire safety Management tersebut memperlihatkan
bahwa komitmen dari manajemen menjadi dasar dalam penyusunan Fire
Management System. Dan biasanya komitmen menjadi kendala tersendiri seperti
yang sudah dijelaskan dalam penelitian Fire Safety Management.
Elemen berikutnya adalah Baseline Assessment.Tujuan dari baseline
assessment adalah untuk memberikan gambaran kepada manajemen atas kondisi
terakhir aspek-aspek keselamatan gedung miliknya atau yang dikelolanya.Aspek-
aspek tersebut adalah personil, peralatan dan sistem atau prosedur yang ada.
Dengan data yang terkumpul dari ketiga aspek tersebut maka pemilik/pengelola
gedung akan dapat melihat posisi kesiapannya dalam menghadapi kebakaran
atau bentuk emergency lainnya. Dengan demikian baseline assessment menjadi
dasar dalam penentuan perencanaan fire emergency.
Sementara itu untuk Pre-Fire Planning terdiri dari beberapa elemen yaitu:
prevention, preparedness, response dan recovery.
Fungsi Prevention (pencegahan) di sini adalah mengidentifikasi penyebab-
penyebab maupun akibat-akibat yang ditimbulkan lebih dini sehingga beberapa
tindakan dapat dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan kejadian yang
mengakibatkan kebakaran untuk mengurangi dampak insiden pada gedung
maupun sekitar gedung.
Preparedness berarti merencanakan aktivitas, program dan sistem yang
disiapkan sebelum terjadi kebakaran.Pada preparedness inilah pihak manajemen
merancang suatu perencanaan yang matang dalam hal penciptaan kesiapan
tanggap darurat kebakaran. Seperti pemberian training kepada security agar dapat
menanggulangi kebakaran dini, emergency drill yang melibatkan penghuni,
penyiapan kerjasama dalam penanggulangan kebakaran (mutual aid), pelaksanaan
fire safety meeting dengan penghuni atau pengguna gedung dan kegiatan lain
yang bersifat peningkatan kesiapsiagaan.
Response (Penanggulangan) bertujuan menstabilkan dan mengendalikan
fire emergency.Jika suatu kebakaran terjadi maka tindakan penanggulangan secara
efektif harus dilakukan.Bagaimana mengkoordinasikan sumber daya yang ada?
Bagaimana evakuasi dapat berjalan dengan efektif?Belum lagi aspek keselamatan
dalam penanggulangan merupakan pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab
dalam operasi penanggulangan emergency.
Recovery (Pemulihan) merupakan elemen yang dipersiapkan untuk
mengembalikan fasilitas, lingkungan sekitar gedung dan perangkat lainnya agar
kembali berfungsi.Pada recovery inilah analisa dampak dan minimalisasi dampak
kebakaran harus dituangkan dalam perencanaan recovery yang efektif dan
dilaksanakan secara konsisten. Beberapa hal penting yang patut dipertimbangkan
secara matang adalah Incident Investigation, Damage Assessment, Clean Up and
Restoration, Business Interruption, Claim Procedures dan lainnya.
Setelah Pre-Fire Planning ini tersusun maka langkah berikutnya adalah
tinggal pelaksanaannya.Dalam tahap pelaksanaan ini perlu dilakukan pengawasan
agar setiap kegiatan mencapai tujuan yang ditetapkan.Dalam sebuah sistem,
elemen yang perlu dilakukan adalah audit. Pelaksanaan audit ini sangat esensial
untuk menjamin bahwa selama sistem berjalan pada kurun waktu tertentu telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan kebijakan perusahaan.
Fire Safety Management ini juga harus dikaji ulang (review) agar selalu
kontekstual dengan perubahan gedung dan lingkungan gedung. Sehingga Fire
Safety Management akan selalu dapat diaplikasikan dan tidak menimbulkan
kebingungan. Review ini biasanya dilakukan karena adanya perubahan organisasi,
perubahan fisik bangunan gedung, adanya ketentuan atau perundangan yang baru,
adanya tuntutan keselamatan dari penyewa gedung dan sebagainya.
Sistem Manajemen Keamanan Kebakaran dapat dijabarkan menjadi lima
jenis, Antara lain:
1. Sistem Manajemen Penanggulangan
Sistem Manajemen Penanaggulangan Kebakaran adalah bagian dari sistem
manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung
jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan
penanggulangan kebakaran dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan
produktif.
Tujuan penerapan MPK adalah untuk menciptakan suatu sistem MPK di
tempat kerja dengan melibatkanunsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka :
- Mencegah dan mengurangi potensi kebakaran
- Menciptakan tempat kerja yang aman terhadap kebakaran, peledakan dan
kerusakan yang pada akhirnya akan mel
2. Sistem Manajemen Pemadaman
Pemadam kebakaran atau branwir adalah petugas atau dinas yang dilatih dan
bertugasuntuk menanggulangi kebakaran. Pakaian yang digunakan
pemadam kebakaran adalahpakaian khusus yang berbentuk astronot yang
biasanya dipakai untuk menyelamatkan korbankebakaran. Biasanya para
pemadam kebakaran mamakai baju anti api agartidak mudah terbakar dan
juga mereka memakai bagian baju yang mengkilat agar mudahterlihat. Api
terbentuk karena adanya interaksi beberapa unsur/elemen yang
padakesetimbangan tertentu dapat menimbulkan api. Sedangkan kebakaran
yaitu peristiwabencana yang ditimbulkan oleh api, yang tidak dikehendaki
oleh manusia dan bisamengakibatkan kerugian nyawa dan harta. Dalam
pemadaman kebakaran, api ditinjau dari jenisnya dan dapat
dikategorikanmenjadi 2 jenis api yaitu api jinak dan api liar.Jenis api jinak
artinya api yang masih dapat dikuasai oleh manusia, sedang jenis api liar
tidakdapat dikuasai, inilah yang dinamakan kebakaran. Dalam proses
pemadaman kebakaran, pemadam kebakaran biasanya menggunakan jaket
berwarna orange. Jaket orange yang digunakan oleh petugas pemadam
kebakaran berfungsi untukmelindungi diri dari panasnya api pada saat
memadamkan api. Petugas pemadam kebakaran selain terlatih untuk
menyelamatkan korban dari kebakaran,juga dilatih untuk menyelamatkan
korban kecelakaan lalu lintas, gedung runtuh, dan lain-lain. Dinas pemadam
kebakaran adalah unsur pelaksana pemerintah yang diberi tanggungjawab
dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah kebakaran, yang
termasukdalam dinas gawat darurat.
3. Sistem Manajemen Evakuasi
Evakuasi merupakan usaha penyelamatan korban, yang dimaksud
dengan korban disini adalah semua orang yang mengalami dampak negatif
dari adanya sesuatu hal. Evakuasi dilakukan setelah terjadinya kebakaran.
Sedangkan sistem manajemen evakuasi dibuat saat masih dalam proses
perancangan gedung. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam membuat
sistem manajemen evakuasi, antara lain:
- Menganalisa letak potensi terjadinya kebakaran. Ini sangat penting
dilakukan karena dari sini kita dapat mengetahui bagian mana dari
bangunan yang rawan terhadap kebakaran, sehingga kita bisa
memperjelas bagaimana sistem evakuasi apabila terjadi kebakaran.
- Menganalisa jalur evakuasi. Jalur evakuasi sendiri harus dibuat secara
sistematis agar penghuni gedung dapat dievakuasi dengan mudah.
4. Sistem Manajemen Alat dan Manusia
Dalam sistem ini, dijelaskan bagaimana cara menempatkan dan
menggunakan alat pemadam yang ada pada bangunan, dan juga
bagaimana sistem dari manusia itu sendiri dalam menggunakannya.
Sehingga diupayakan agar alat pemadam mudah untuk dilihat dan
dijangkau oleh orang dewasa.
5. Sistem Manajemen Edukasi
Manusia yang ada di dalam gedung wajib mendapatkan edukasi mengenai
api, kebakaran, dan bagaimana cara evakuasi baik secara lisan maupun tulisan. Ini
dimaksudkan agar siapapun yang berada di lokasi kebakaran agar mampu
melakukan pertolongan pertama pada diri sendiri melalui jalur-jalur yang telah
dijelaskan pada edukasi kebakaran.
D. Usaha Pencegahan
Pencegahan dalam hal ini adalah suatu usaha secara bersama untuk
menghindari kebakaran dalam arti meniadakan kemungkinan terjadinya
kebakaran. Usaha ini pada mulanya dilakukan oleh pihak yang berwenang dan
menuntut peran serta dari masyarakat. Sebelum sebuah bangunan itu didiami,
bangunan hendaknya diperiksa terlebih dahulu oleh Pihak Jabatan Bomba dan
Penyelamat untuk mendapatkan kelulusan dalam hal bangunan aman untuk
didiami.
Usaha – usaha yang dilakukan Pemerintah, yaitu:
a. Mengadakan dan menjalankan undang – undang / peraturan daerah seperti :
Undang – undang gangguan yang mengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan tempat tinggal atau tempat mendirikan bangunan.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985 tentang
ketentuan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pada
gedung bertingkat.
Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 tahun 1992 tentang
ketentuan penanggulangan bahaya kebakaran dalam wilayah DKI
Jakarta.
b. Mengadakan perbaikan kampung yang meliputi sarana sarana fisik berupa
pembuatan jaringan jalan dan sarana sanitasi, serta meningkatkan
kesejahteraan sosial penduduk.
c. Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat yang berkaitan dengan masalah
kebakaran, perlu ditekankan bahwa undang – undang / peraturan daerah yang
ada serta penyuluhan – penyuluhan yang diadakan sama sekali tidak berguna
bila tidak dijalankan dengan baik.
Mengenai sistem pencegahan atau perlindungan dari kebakaran pada
bangunan kantor pos, dapat diuraikan seperti di bawah ini:
1. Sistem Pencegahan Aktif
Sistem pencegahan aktif merupakan upaya pencegahan terjadinya kebakaran
secara dini dari dalam bangunan itu sendiri, yang diusahakan sendiri oleh pemilik
gedung, yang diantaranya adalah dengan memasang :
Peralatan detektor kebakaran pada titik-titik strategis,
Pemasangan peralatan detektor kebakaran pada titik-titik strategis di tiap
lantainya harus memperhatikan fungsi ruang pada lantai tersebut karena
fungsinya yang sebagai pendeteksi akan terjadinya kebakaran. Pada
bangunan kantor pos, terdapat 37 peralatan detektor pada basement 1
yang berupa smoke detektor, 47 peralatan detektor pada basement 2 yang
juga berupa smoke detektor, dan 2 peralatan detektor pada masing-
masing lantainya yang berfungsi sebagai ruang kerja. Masing-masing
peletakannya berada pada jarak yang konsisten yaitu setiap 4 meter.
Pemasangan sprinkle
Jumlah sprinkle yang dipasang tiap lantainya diperhitungkan dari berapa
banyak penghuni dalam ruangan tersebut, fungsi dan besar ruangan.
Seperti pada lobby kantor pos yang di dalamnya terdapat 6 buah sprinkle,
sementara di ruang kerjanya bisa mencapai 25 buah sprinkle.
Penyediaan hydrant dan tabung pemadam kebakaran
Peletakan dan jumlah penyediaan hydrant dan tabung pemadam
kebakaran harus mempertimbangkan jarak atau jangkauan agar mudah
dicapai ke lokasi yang mengalami kebakaran. Sebaiknya ditempatkan di
dalam dan luar bangunan. Pada bangunan kantor pos, peletakan hydrant
dan tabung pemadam kebakaran terletak di bagian dalam maupun luar
bangunan. Jumlah penyediaannya lebih ditekankan pada bagian dalam
bangunan dibandinkan pada bagian luar bangunan agar proses
pemadaman bisa dilakukan dengan cepat.
Alarm kebakaran
Peletakan alarm kebakaran harus diletakkan di tempat yang strategis
karena berfungsi sebagai pemberi sinyal akan terjadinya kebakaran. Pada
bangunan kantor pos, terdapat masing-masing 3 alarm kebakaran di
basement 1 dan basement 2, serta 2 alarm kebakaran pada tiap lantainya.
2. Sistem Pencegahan atau Proteksi Pasif
Sistem Proteksi Pasif (SPP) adalah sistem perlindungan bangunan terhadap
kebakaran melalui pertimbangan sifat termal bahan bangunan, penerapan sistem
kompartemenisasi dalam bangunan, serta persyaratan ketahanan api struktur
bangunan. Sistem proteksi pasif bekerja melalui sarana pasif yang terdapat pada
bangunan. Biasanya juga disebut sebagai sistem perlindungan bangunan dengan
menangani api dan kebakaran secara tidak langsung. Caranya dengan
meningkatkan kinerja bahan bangunan, struktur bangunan, pengontrolan dan
penyediaan fasilitas pendukung penyelamatan terhadap bahaya api dan kebakaran.
Yang termasuk di dalam sistem proteksi pasif ini antara lain :
B. Perencanaan dan desain site, akses dan lingkungan bangunan
Dalam perencanaan dan desain site, akses, dan lingkungan bangunan
beberapa hal yang termasuk di dalam permasalahan site dalam kaitannya dengan
penanggulangan kebakaran ini antara lain :
Penataan blok-blok massa hunian dan jarak antar bangunan
Jika bangunan gedung bertingkat lebih dari satu bangunan, usahakan jarak
bangunan satu dengan bangunan lainnya berjarak minimal 30 m yang dapat
dipergunakan untuk akses masuk mobil pemadam kebakaran dengan
perkerasan lapisan conblock. Letak bangunan kantor pos yang berada di
pertemuan 3 jalan utama dan berjarak ± 30 m dari pemukiman warga, sangat
memudahkan mobil pemadam kebakaran untuk bisa mencapai ke bangunan
kantor pos.
Kemudahan pencapaian ke lingkungan pemukiman maupun bangunan. Akses
ke bangunan kantor pos bisa dibilang mudah dicapai karena terdapat 3 jalan
utama di sekitar bangunan kantor pos yang dapat digunakan sebagai jalur
mobil pemadam kebakaran, yaitu Jalan Banda, Jalan Riau, dan Jalan RM
Martadinata.
Tersedianya area parkir ataupun open space di lingkungan kawasan.
Menyediakan hidrant eksterior di lingkungan kawasan.
Menyediakan aliran dan kapasitas suply air untuk pemadaman. Terdapat
beberapa titik ground tank, hydrant, dan siamese di luar bangunan kantor pos
yang sengaja dibuat sebagai penyedia air untuk pemadaman.
Akses Petugas Pemadam Kebakaran Didalam Gedung
Fasilitas yang tersedia untuk akses petugas adalah lobby gedung yang dapat
dipergunakan untuk koordinasi operasi pemadaman kebakaran dan juga
tersedianya akses berupa lift dan tangga .
C. Perencanaan struktur dan konstruksi bangunan
Dalam perencanaan sistem ini hal yang perlu diperhatikan antara lain:
Pemilihan material bangunan yang memperhatikan sifat material
Gedung bertingkat dibangun dengan menggunakan kontruksi beton yang pada
dasarnya tidak mudah terbakar. Lay out interior gedung haruslah merupakan
ruang terbuka (open space) hal ini memungkinkan memperlambat api untuk
menjalar. Penyekat ruang plafond terpasang dengan bahan asbes tahan api,
memungkinkan penahan menjalarnnya api.
Kemampuan / daya tahan bahan struktur (fire resistance) dari komponen-
komponen struktur.
Penataan ruang, terutama berkaitan dengan areal yang rawan bahaya, dengan
memilih material struktur yang lebih resisten.
Dalam hal konstruksi, konstruksi yang dipilih adalah konstruksi yang tahan
terhadap api. Terdapat tipe kontruksi tahan api terdiri dari tipe A, B, dan C
menurut SNI 03-1736-989
Tipe A : Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu
menahan secara struktural terhadap beban bangunan.
Tipe B : Kontruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan
api mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang dalam bangunan.
Tipe C : Komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang dapat
terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural
terhadap kebakaran.
D. Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan (evakuasi) pada bangunan
Perencanaan daerah dan jalur penyelamatan biasanya diperuntukkan untuk
bangunan pemukiman berlantai banyak dan merupakan bangunan yang lebih
kompleks seperti bangunan kantor pos. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan
perencanaan sistem ini :
Kalkulasi jumlah penghuni/pemakai bangunan. Jumlah penghuni/pemakai
bangunan kantor pos berkisar ± 800 orang.
Tangga kebakaran dan jenisnya
Tersedia tangga darurat yang tertutup dengan pintu tahan api, tangga darurat
diharuskan adanya lebih dari satu buah, dengan jarak maksimal 20 m dari
akses pintu masuk atau pintu keluar gedung. Tangga darurat harus langsung
menuju ke arah luar bangunan. Pada bangunan kantor pos sendiri, terdapat
empat buah tangga darurat yang disediakan sebagai jalur evakuasi
pemakai/pengguna bangunan.
Pintu kebakaran
Daerah perlindungan sementara
Jalur keluar bangunan.
Terdapat simbol penanda yang mengarahkan ke jalur evakuasi terdekat pada
setiap tempat yang strategis, yaitu tangga darurat yang langung mengarahkan
ke tempat berkumpul (muster point) di luar bangunan kantor pos berupa open
space untuk kepentingan penyelamatan pengguna/pemakai bangunan. Simbol
penanda ini juga bisa terlihat dalam gelap dan harus mudah dikenali agar
evakuasi dapat berlangsung dengan cepat.
Peralatan dan perlengkapan evakuasi
Peralatan dan perlengkapan evakuasi harus lengkap, permanen, dan mudah
dikenali serta bersifat otomatis agar evakuasi dapat berjalan dengan lancar,
bisa berupa simbol penanda ‘exit’ yang diletakkan di tempat strategis dan bisa
terlihat walaupun dalam keadaan gelap, pintu darurat yang bisa tertutup
secara otomatis, tangga darurat yang tahan api, dll.