PEMAHAMAN MASYARAKAT DI PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE
TENTANG HADIS LARANGAN MENASABKAN NAMA SELAIN KEPADA AYAH KANDUNG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Ṣ
Oleh:
Muhammad Rezza Hidayat
NIM : 1110034000030
PROGRAM STUDI AL-QUR’AN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Nama : Muhammad Rezza Hidayat
NIM : 1110034000030
Jurusan : Al-Qur’an Tafsir
Fakultas : Ushuluddin
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar starata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat ,23 Februari 2017
Muhammad Rezza Hidayat
i
ABSTRAK
Muhammad Rezza Hidayat
Pemahaman Masyarakat Perumahan Triraksa Village Tentang Hadis Larangan
Menasabkan Nama Selain Kepada Ayah Kandung.
Nasab merupakan suatu hal yang harus di jaga kemurniannya, guna mengetahui latar
belakang pendahulu-pendahulunya. Begitu pula dengan nasab anak angkat, nasab anak angkat
yang sebenar-benarnya ialah tetap dikaitkan dengan keluarga kandungnya dan bukan dikaitkan
kepada orang tua angkat. Mengapa kita diharuskan menjaga kemurnian nasab? Karena nasab
berkaitan dengan hak wali pernikahan (bagi anak perempuan) yang tidak mungkin disandarkan
kepada orang tua angkatnya serta perihal waris-mewarisi, karena anak angkat di dalam keluarga
angkat tidak dapat mewarisi maupun di warisi oleh keluarga angkatnya. Pemahaman masyarakat
Perumahan Triraksa Village mengenai hadis larangan menasabkan nama selain kepada ayah
kandung dalam penelitian ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan : bagaimana Pemahaman
Masyarakat di Perumahan Triraksa Village tentang hadis Larangan Menasabkan Nama Selain
Kepada Ayah Kandung sehingga keluarga yang melakukan kegiatan pengangkatan anak tidak
melampaui batasan yang ada dalam agama Islam mengenai pengangkatan anak.
Diawali dengan observasi dengan cara mendatangi dan mengamati kehidupan di
Perumahan Triraksa Vilage, kemudian dilanjutkan dengan menyebarkan 50 quesioner mengenai
nasab anak angkat beserta hadis larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung kepada
masyarakat setempat serta dilanjutkan dengan mewawancarai tokoh agama, tokoh masyarakat
maupun keluarga yang melakukan kegiatan pengangkatan anak.
Dengan penelitian tersebut memberikan kesimpulan, bahwa masyarakat di Perumahan
Triraksa Village kurang memahami seperti apa itu nasab anak angkat dan hadis larangan
menasabkan nama selain kepada ayah kandung. Akan tetapi dibalik kekurangan tersebut,
keluarga yang melakukan kegiatan pengangkatan anak tidak ada yang menasabkan nama anak
angkatnya kepada dirinya.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah swt, yang menyinari hamba-Nya dengan cahaya al-
Qur’ān, dan menjadikan al-Qur’ān sebagai obat bagi penyakit hati, petunjuk, dan rahmat bagi
orang-orang mu’min, sehingga dengan taufiq-Nya penulisan skripsi yang berjudul “Pemahaman
Masyarakat Perumahan Triraksa Village Tentang Hadis Larangan Menasabkan Nama
Selain Kepada Ayah Kandung” ini, alhamdulillah dapat diselesaikan. Shalawat bertangkaikan
salam semoga tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat serta seluruh
pengikutnya.
Sebagai karya tulis yang jauh dari kata sempurna, tentunya di dalam skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah bukti
keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini.
Penelitian ini merupakan wujud keingintahuan penulis terhadap beberapa objek yang
kelihatannya terkesan sepele namun penting untuk dikaji, sebagai usaha untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih mendalam terkait “Nasab Anak Angkat di dalam Agama Islam”. Penulis
juga menyadari bahwa, penulisan skripsi ini tidak luput dari jasa lembaga dan orang-orang yang
telah mendukung penulis, baik secara moril maupun materil. Atas segala bantuan tersebut,
penulis sampaikan banyak terima kasih, khususnya kepada:
1. Segenap civitas akademika UIN Syari Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.
(Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta), Prof. Dr. Masri Mansoer,
MA. (Dekan Fakultas Ushuluddin), Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat
menyelesaikan program sarjana ini.
iii
2. Dr. Atiyatul Ulya, M.A yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini.
3. Segenap dosen serta staf-staf Fakultas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen jurusan Tafsir-
Hadis, yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis.
4. Ayahanda Soleh Hidayat dan Ibunda Tri Murti yang telah membesarkan dan mendidik
penulis dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang tak akan mampu penulis untuk
membalas jasa-jasanya. Serta orang tua yang telah banyak memberikan nasihat, arahan,
motivasi serta do’a dalam kehidupan penulis.
5. Kakanda dan adinda penulis (Nurul Hidayat S.Pd dan Dewi Murti Hidayat) yang selalu
memberikan doa, motivasi, bantuan moril serta materil yang menjadikan pelecut semangat
penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini.
6. Rifanny Fathia Caesa Putri S. Sy yang selalu hadir memberikan dorongan semangat,
bantuan, motivasi serta doanya.
7. Keluarga Besar IKPDN Jakarta (IBM Andhika, Kamal Fanani, Ardiyanshah, Penghuni
Mabes Gg. Bunin, dkk) yang telah memberikan ilmu serta membuat hari-hari penulis
berwarna.
8. Rekan-rekan Darunnajah Angkatan 33 (Yusuf Anbar Firdausi, Imam Mufakkir, Faiz
Ramadhan, Chairul Hanifi, Syahdam Khoirul Anam, Rizaluddin, Askarul Mahdi, Santyo
Hadi, Imam Subhan).
9. Rekan-rekan Tafsir-Hadis angkatan 2010/2011 khususnya untuk kelas TH-A 2010 (H.
Angga Marzuki S.Thi, Budimanshah S.Thi, Muhammad Soleh S. Thi, Saiful Ahmad,
Fadlurrahman, Putri Dahlia, Siti Mashitoh S.Thi, Wahyuni ZahrinaS.Thi, Muhammad
iv
Rifqi, dkk) yang tak kalah pula memberikan semangat, motivasi, bantuan serta doa bagi
penulis.
10. Sahabat-sahabat Kuya (Dedy Sofyan, Azzam al-Insan, Jajang Zaini, Fauzi serta Kuya-
Kuya lainnya) yang senantiasa selalu memberikan pengalaman-pengalaman yang luar biasa
bagi penulis.
11. Teman dan keluarga KKN BERDIKARI, yang secara moral semuanya telah banyak
membantu dalam penulisan skripsi ini.
12. Serta teman-teman penulis yang berada dimanapun.
Atas semua kebaikan, tidak ada kata yang mampu penulis sampaikan, kecuali ucapan
terima kasih yang tak terhingga, serta do’a. Semoga amal kebaikan kita semua diterima Allah
SWT. Aamiin..
Ciputat, 23 Februari 2017
Muhammad Rezza Hidayat
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
A tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Th te dan ha ث
J Je ج
ḥ Ha dengan titik bawah ح
Kh Ka dan Ha خ
D De د
Dz De dan Zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sh Es dan Ha ش
ṣ Es dengan titik bawah ص
ḍ De dengan titik bawah ض
ṭ Te dengan titik bawah ط
ẓ Zet dengan titik bawah ظ
koma terbalik keatas, menghadap kekanan ‘ ع
Gh Ge dan Ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
vi
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrop ‘ ء
Y Ye ي
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vocal
tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong. Untuk vocal tunggal alih
aksaranya adalah sebagai berikut :
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
A Fatḥah ـ
I Kasrah ـ
U Ḍammah ـ
Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut :
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
Ai a dan i _______ي
Au a dan u _______و
vii
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ā a dengan garis di atas ىا
Ī i dengan garis di atas ىي
Ū u dengan garis di atas ىو
Contoh:
qāla = قال
qīla = قيل
yaqūlu = يقول
D. Keterangan Tambahan
1. Kata sandang ال (alif lam ma’rifah) ditransliterasikan dengan al-. Seperti ( يزي اجل ) al-
jizyah, (االاثر) al-athar. Kata sandang ini menggunakan huruf kecil, kecuali bila
berada pada awal kalimat.
2. Tashdid atau shaddad dilambangkan dengan huruf ganda. Seperti ( وأ امل ) al-Muwatta’.
3. Kata-kata yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, ditulis sesuai dengan
ejaan yang berlaku. Seperti al-Qur’an, hadis dan lainnya.
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….. ii
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………………………. v
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………………… 1
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah…………………………………….… 7
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………………... 8
D. Metodologi Penelitian……………………………………………………………… 9
E. Kajian Pustaka……………………………………………………………………... 13
F. Sistematika Penulisan……………………………………………………………… 14
BAB II : NASAB ANAK ANGKAT…………………………………………………………... 16
A. Pengertian Nasab…………………………………………………………………... 16
B. Cara Menetapkan Nasab…………………………………………………………... 18
C. Dasar Hukum Nasab………………………………………………………………. 20
D. Analisa Hadis Larangan Menasabkan Selain Kepada Ayah Kandung…………….. 21
1. Penelitian Sanad Hadis………………………………………………………….. 21
2. Penelitian Matan Hadis………………………………………………………….. 22
b. Penelitian Matan Hadis dengan Pendekatan Al-Qur’an …………./......…... 22
c. Penelitian Matan Hadis dengan Hadis Lain yang Lebih Kuat..……...…….. 23
d. Penelitian Matan Hadis dengan Pendekatan Sejarah……………………….. 24
e. Penelitian Matan Hadis dengan Pendekatan Bahasa……………………….. 24
E. Analisa Penulis…………………………………………………………………….. 25
BAB III : GAMBARAN UMUM PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE………………… 33
A. Letak Geografis…………………………………………………………………….. 33
B. Kondisi Demografi…………………………………………………………………. 33
1. Kependudukan………………………………………………………………….. 33
2. Kondisi Pendidikan…………………………………………………………….. 35
3. Kondisi Sosial………………………………………………………………….. 36
4. Kondisi Perekonomian…………………………………………………………. 36
5. Kondisi Keberagamaan………………………………………………………… 37
BAB IV : ANALISA PENELITIAN…………………………………………………………… 40
A. Deskripsi dan Penyajian Data………………………………………………………. 40
B. Pemahaman Masyarakat Perumahan Triraksa Village…………………………...… 41
C. Analisa Penulis……………………………………………………………………… 45
BAB V : PENUTUP…………………………………………………………………………….. 48
A. Kesimpulan………………………………………………………………………….. 48
B. Saran…………………………………………………………………………………. 49
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….. 50
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………………………….. 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan salah satu cara yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
untuk memperoleh anak dan memperbanyak keturunan, serta melangsungkan
kehidupan manusia.1 Salah satu tujuan dari pernikahan yang dilakukan pada dasarnya
adalah untuk memperoleh keturunan, yaitu anak.
Begitu pentingnya hal keturunan (anak) ini, sehingga menimbulkan berbagai
peristiwa hukum. Seperti ketiadaan keturunan (tidak dikaruniai anak), maka akan
membawa kegoncangan di dalam keluarga tersebut, perceraian, poligami serta
pengangkatan anak. Hal-hal tersebut merupakan beberapa peristiwa hukum yang
terjadi karena alasan di dalam perkawinan itu tidak dikaruniai anak (walaupun bukan
satu-satunya alasan).
Tingginya frekuensi perceraian, poligami dan pengangkatan anak yang
dilakukan di dalam masyarakat mungkin merupakan akibat dari perkawinan yang
tidak menghasilkan keturunan. Jadi, seolah-olah apabila suatu perkawinan tidak
memperoleh keturunan, maka tujuan perkawinan tidak tercapai.2 Dengan demikian,
bisa dikatakan bahwa apabila di dalam suatu pernikahan telah dikaruniai keturunan
(anak), maka tujuan pernikahan dianggap telah tercapai dan proses pelanjutan
generasi dapat berjalan.
Dalam kenyataan tidak selalu disetiap pernikahan dikaruniai keturunan (anak),
sehingga terkadang terdapat pasangan suami-istri yang tidak dikaruniai anak. Dengan
demikian,karena alasan emosional tersebut maka timbullah rasauntuk memiliki
1 „Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. Pertama, h. 42.
2 Soerjono Soekanto & Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta, CV. Rajawali, 1986, Cet.
III), h. 275.
2
keturunan,dan pada akhirnya terjadilah perpindahan anak dari satu kelompok
keluarga kedalam kelompok keluarga yang lain, yang biasa di sebut dengan istilah
adopsi atau pengakatan anak.3
Pada dasarnya perpindahan anak dari kelompok keluarga satu kedalam
kelompok keluarga lain tidak sesederhana seperti kita memberikan barang atau
apapun kepada orang lain. Akan tetapi dalam melakukan kegiatan pengangkatan anak
ada undang-undang yang mengatur kegiatan tersebut, dimana kita sebagai warga
negara diharuskan untuk mematuhinya.
Penulis mengemukakan undang-undang yang mengatur tentang pengangkatan
anak terdahulu, yaitu undang-undang “Staatsblad” tahun 1917 nomor 129. Yang
berbunyi:“Pengangkatan anak atau bisa dikatakan perpindahan anak dari kelompok
keluarga satu ke kelompok keluarga lainnya bukan hanya sekedar perpindahan hak
milik, akan tetapi perpindahan keturunan dengan segala konsekuensinya.”4
Yang
dapat disimpulkan bahwa sang anak seakan-akan bertukar darah dagingnya dan
disulap menjadi manusia baru. Ini sama saja dengan pencurian dan pemalsuan, hanya
saja menggunakan istilah dan cara yang berbeda.
Masyarakat internasional pun telah mengenal pengangkatan anak dengan
sebutan adopsi, yaitu suatu pengangkatan anak orang lain menjadi anak kandung
orang tua angkatnya, hak perwalian dan lain-lain. Konsep adopsi yang mengharuskan
memutuskan hubungan nasab anak dengan orang tua kandungnya, maka anak tersebut
dipanggil dengan penggunaan nama ayah angkatnya serta saling mewariskan.5
Seiring berjalannya waktu, undang-undang yang mengatur mengenai
pengangkatan anak pun (“Staatsblad” tahun 1917 nomor 129) mengalami perubahan
3 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 8.
4 Budiarto. Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum. (Jakarta: Akademika Pressindo,1985), h.
15. 5 Sjukrie Sofyan Erna, Lembaga Pengangkatan Anak”, (Mahkamah Agung RI, 1992), H. 32.
3
mengikuti kebijakan-kebijakan baru yang lahir. Undang-undang terbaru mengenai
pengangkatan anak ialah undang-undang no. 54 tahun 2007 yang menyimpulkan
bahwa “Pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang
diangkat dengan orang tua kandungnya”.6
Maḥmūd Salṭut mengemukakan dua pengertian pengangkatan anak dalam
hukum Islam. Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan
penuh perhatian dan kasih sayang tanpa diberikan status anak kandung kepadanya.
Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak kandungnya sendiri dan diberikan
status anak kandung, sehingga ia berhak memakai nama keturunan nasab orang tua
angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalannya serta hak-hak lain sebagai
akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkat itu.7
Pengertian pertama itulah konsepsi definitif yang telah dikembangkan dan
diberlakukan di dalam hukum Islam, sedangkan konsepsi yang kedua adalah konsep
adopsi yang diberlakukan sebelum datangnya agama Islam atau pada masa Arab
Jahiliyyah terdahulu.
Sebelum masa kerasulan Muḥammad SAW, bangsa Arab sudah mengenal
pengangkatan anak (adopsi) seperti yang terjadi pada bangsa Romawi, Yunani, India
dan berbagai bangsa sebelumnya. Nabi Muḥammad SAW pun pernah mengangkat
seorang anak bekas budak yang bernama Zaid bin Ḥarithah dan mengubah namanya
menjadi Zaid bin Muḥammad, Hal ini beliau lakukan dihadapan beberapa orang
kaum Quraisy.
6 https://kepri.kemenag.go.id/files/kepri/file/file/Perpu/hjig1391671799.pdf di akses pada 11
November 2016. 7 Maḥmūd Salṭut. Al-Fatāwā. (Kairo: Dār al-Qalam,t.t.), h. 318. Lihat juga Masjfuk Zuhdi, Masāil
Fiqhiyah. (Jakarta: Masagung, 1991), h. 27. Lihat juga Nasroen Haroen, Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), Jilid I, h. 29-30.
4
Namun setelah kerasulan Nabi Muḥammad SAW, Allah SWT menurunkan
ayat ke-4 dan 5 dalam surat Al-Ahzab yang membahas mengenai larangan
menasabkan nama selain kepada ayah kandung.8
Allah swt berfirman ;
(4) Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar9 itu sebagai
ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (5)
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak
mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu
seagama dan maula-maulamu10
. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu
khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.11
8 Yaswirman. Hukum Keluarga (Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam Masyarakat
Matrilinear Minangkabau). (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2013), cet ke-2, h. 252. 9 Zhihar ialah Perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti punggung
ibuku atau Perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah
bahwa bila Dia berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya.
tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali
halal baginya dengan membayar kaffarat (denda). 10
Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang telah
dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah. 11
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia), h.
253-254.
5
Rasulullah SAWpun bersabda :
يقول من ادهعى عليه وسله عت النهبه صله الله عنه قال س عن سعد رض الله
هه غي أبيه فالجنهة ل غي أبيه وهو يعل أن عليه حرام.ا
“Barang siapa menisbatkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia
mengetahui bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya
surga”12
Masalah pengangkatan anak bukanlah permasalahan yang baru, termasuk di
Indonesia. Sudah sejak zaman dahulu telah dilakukan pengangkatan anak dengan cara
dan motivasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum dan perasaan hukum
yang hidup serta yang berkembang di daerah yang bersangkutan.13
Dari hadis diatas
telah jelas bahwa salah satu permasalahan yang harus dihindari di dalam kegiatan
pengangkatan anak ialah menisbatkan atau manasabkan nama anak kepada selain
ayah kandungnya.
Pada umumnya, sebagian besar yang melakukan kegiatan pengangkatan anak
bertujuan untuk menolong masa depan sang anak yang terlantar agar terhindar dari
masa depan yang suram. Dari tujuan tersebut terdapat kepedulian sosial dan rasa
untuk saling bantu membantu. Dari sinilah, selama melakukan pengangkatan anak
dengan tujuan yang positif dan tidak keluar dari batasan-batasan yang diatur di dalam
hukum Islam, masyarakat dapat menerima dengan baik dan agama pun menganjurkan
kepada umat manusia untuk hidup saling bantu-membantu.
Akan tetapi, tidak semua orang mengetahui akan hal larangan menasabkan
anak kepada selain ayah kandung. Terdapat beberapa masyarakat di Perumahan
Triraksa Village yang ada di wilayah Kelurahan Tigaraksa Tangerang, yang
12
Al-Bukhari, Abū Abdillah Muḥammad, Ṣahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Kotob al-„Ilmiyah, 1998),
Kitab Faraid, Jilid IV hal. 326, No. 6766 13
Muderis Zaini, Adopsi suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.
7.
6
melakukan kegiatan pengangkatan anak14
dari berbagai sumber, seperti panti asuhan,
tetangga atau saudaranya yang kurang mampu untuk mengurus anaknya dan bahkan
menemukan anak yang dibuang oleh orang tua kandungnya, sehingga tergerak
hatinya untuk mengurus sang anak demi masa depan sang anak tersebut.
Betul adanya bahwa pengangkatan anak yang terlantar untuk diasuh adalah
suatu perbuatan yang baik dan memang dianjurkan oleh agama. Akan tetapi yang
dilarang ialah ketika pasangan suami-istriyang telah lama tidak dikaruniai
keturunan,kemudian mereka melakukan kegiatan pengangkatan anak dan
menasabkan namanya kepada anak angkatnya. Karena, apabila hal ini terjadi akan
mendatangkan dampak yang kurang baik pada masa depan keluarganya maupun
untuk masa depan anak yang ia angkat, terlebih apabila anak yang ia angkat adalah
seorang perempuan.
Melihat keadaan seperti ini, adalah sebuah keharusan sebagai umat muslim
yang mengetahui hukum mengenai permasalahan tersebut untuk memberikan arahan
dan pengertian kepada orang tua-orang tua angkat yang menasabkan dirinya kepada
anak angkatnya serta kepada masyarakat umum di Perumahan Triraksa Village.
Bahwa menasabkan selain kepada ayah kandung adalah salah dan dilarang dalam
agama Islam.
Karena sudah sepatutnya sebagai putera daerah memberikan yang terbaik
untuk daerahnya, walaupun tak banyak setidaknya penulis dapat memberikan
pencerahan kepada orang tua-orang tua angkat dan masyarakat umum di perumahan
Triraksa Village, bahwa menasabkan nama selain kepada ayah kandung adalah salah
dan harus dihindari, karena telah jelas bahwa hal tersebut memiliki dalil yang dapat
dipertanggung jawabkan yang terdapat pada Al-Qur‟an maupun Hadis Nabi.
14
Hasil wawancara dengan tokoh agama setempat pada tanggal 30 November 2016.
7
Permasalahan inilah yang melatar belakangi penulis untuk mengkaji lebih
dalam mengenai “Pemahaman Masyarakat di Perumahan Triraksa Village
Tentang Hadis Larangan Menasabkan Nama Selain Kepada Ayah Kandung”
B. Identifikasi, Batasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, dan untuk memperjelas
alur penelitian ini, maka penulis perlu mengidentifikasi beberapa permasalahan
untuk kemudian diteliti lebih lanjut diantaranya, dalam kegiatan pengangkatan
anak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga yang melakukan
kegiatan pengangkatan anak, dimana keluarga angkat harus membatasi hak anak
kandung dengan hak yang dimiliki oleh anak angkat, seperti halnya hak anak
angkat dalam hal waris, kemudian dalam hal nasab/garis keturunan anak angkat
tersebut, maupun dalam hal perwalian anak angkat (khususnya bagi anak
perempuan) dalam pernikahan.
Keluarga yang melakukan kegiatan pengangkatan anak ini apakah mereka
memperhatikan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh anak angkat, atau hanya
mengikuti kehendak pribadinya saja bahwa kini ia telah memiliki anak tanpa
memikirkan hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh anak angkat tersebut.
Kemudian sejauh mana masyarakat di Perumahan Triraksa Village ini
memahami nasab anak angkat, khususnya hadis larangan menasabkan nama
selain kepada ayah kandung.
8
2. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis akan membatasi pembahasan tentang
pemahaman nasab anak angkat dan hadis larangan menasabkan nama selain
kepada ayah kandungnya dengan merujuk pada pemahaman masyarakat di
Perumahan Triraksa Village.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan diatas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu bagaimana pemahaman masyarakat di Perumahan Triraksa
Village tentang hadis larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung?
C. Tujuan Penelitian.
Sebagaimana yang tertuang dalam rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan
yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah ;
1. Tujuan akademis, yaitu memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi S-1 pada
Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin
2. Untuk mengetahui secara spesifik bagaimana pemahaman masyarakat di
Perumahan Triraksa Village mengenai nasab anak angkat.
3. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat di Perumahan Triraksa Village
mengenai hadis larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandungnya.
4. Mengetahui kualitas hadis tersebut, apakah hadis tersebut dapat dijadikan
pedoman (hujjah) dalam kehidupan kita atau tidak.
5. Memperbanyak khazanah tentang kajian hadis dan ilmu ke-Islaman di lingkungan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada khususnya dan masyarakat luar pada
umumnya.
9
D. Metodologi Penelitian
Salah satu syarat dalam suatu karya ilmiah adalah upaya yang sistematis
dalam penyusunan dengan menggunakan data yang objektif. Penelitian juga bertujuan
untuk mengumpulkan informasi yang bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang yang dijadikan sumber
informasi untuk menganalisa data secara non-statistik, selain itu juga data
tambahan berupa dokumen dan penelitian kepustakaan lainnya. Adapun metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu
metode yang menggambarkan dan memberikan analisis terhadap kenyataan di
lapangan.
2. Sumber Data
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer
yaitu pengumpulan data yang didapat ketika penelitian di lapangan, seperti data
yang didapat dari responden yang diwawancarai serta data dari kantor Kelurahan
Tigaraksa maupun kantor Perumahan Triraksa Village. Sedangkan data sekunder
terdiri atas Al-Qur‟an, buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli yang
berpengaruh.
10
3. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan.15
Dalam penelitian ini ada beberapa
tehnik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu ;
a. Teknik Angket
Teknik angket ini merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab. Dalam penelitian ini teknik angket
digunakan untuk mengumpulkan data mengenai pemahaman masyarakat
tentang nasab anak angkat.
b. Teknik Wawancara
Wawancara merupakan teknik interaksi dan interaksi secara langsung
antara peneliti dengan responden, hal ini dilakukan untuk mengumpulkan
data-data dan informasi melalui Tanya jawab dengan mengajukan beberapa
pertanyaan.
c. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-
dokumen yang bisa memberikan informasi tentang judul yang bersangkutan,
yaitu dengan menggunakan tehnik book survey, tehnik mencari data dengan
jalan melakukan telaah dan analisis terhadap buku, kitab, majalah, dokumen
dan lain-lain.
d. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi yang diteliti adalah wilayah Perumahan
Triraksa Village dan penulis akan melakukan wawacara kepada Pemuka
15
Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1988), h. 211.
11
Agama, Tokoh Masyarakat, Orang Tua Angkat serta Masyarakat umum di
Perumahan Triraksa Village. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 28-30
November 2016.
Proses pelaksanaanya dilakukan secara bertahap, yakni tahap
perencanaan yang meliputi penyususnan perangkat penelitian, mengajukan
ijin dan meminta data-data terkait tempat yang diteliti, tahap pelaksanaan
melakukan penelitian terkait permasalahan yang sedang penulis kaji, terhadap
penyelesaian meliputi proses analisis data dan penyusunan laporan penelitian.
e. Populasi dan Sampel
Sampel adalah kelompok kecil yang akan kita amati, sedangkan
populasi ialah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi kita.16
Dalam penelitian ini, populasinya ialah masyarakat di Perumahan Triraksa
Villageyang ada di wilayah Kelurahan Tigaraksa Tangerang Kabupaten.
Sedangkan sampelnya penulis pilih dari masyarakat di Perumahan Tigaraksa,
yaitu ialah 50 orang responden (orang tua-orang tua yang memiliki anak
angkat dan masyarakat umum di Perumahan Triraksa Village) yang dipilih
secara acak.
f. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
Dalam prosesnya, penelitian ini menggunakan desain yang spesifik dan detail
agar hasilnya bisa terstruktur dengan rapih. Hal ini dikarenakan dalam
penelitian kuantitatif, angka yang di teliti bersifat angka maupun statistic yang
pengukurannya berasal dari sampel yang menjadi objek penelitian. Kegunaan
16
Alamuddin Tuwu, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press, 2006), h. 160
12
penelitian ini untuk menghimpun data, mengolah dan menganalisa hasil
penelitian dalam bentuk angka-angka atau statistik.17
g. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data mencakup seluruh kegiatan mengklasifikasikan,
menganalisa, memaknai dan menarik kesimpulan dari semua data yang
terkumpul. Penulis akan berusaha untuk menggabungkan semua data yang ada
untuk menjelaskan permasalahan yang sedang dilakukan.
4. Teknik Pengolahan Data
Dalam pengolahan data dilakukan dengan cara mengedit data, lalu data
yang sudah di edit kemudian dikelompokkan dan diberikan pengkodean dan
disusun berdasarkan kategorisasi dan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan
yang dirumuskan secara deduktif. Dari data yang diperoleh selanjutnya dianalisis
secara kualitatif.18
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan pada skripsi ini mengacu pada penilisan skripsi
pada buku “Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Strata
1 2010/2011”. Yang disusun oleh tim penyusun dan diterbitkan pada tahun 2010.
17
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2008), h. 42. 18
Lexy J. Moleong. Metodologo Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2004), h. 135.
13
E. Kajian Pustaka
Penulis melakukan kajian literatur, salah satunya dengan menggunakan
tulisan yang sudah pernah dibahas oleh orang lain tentang permasalahan yang terkait
dengan tema pembahasan ini, dalam bentuk skripsi.
Dalam pembuatan judul skripsi ini, penulis belum menemukan judul yang
samaseperti apa yang penulis ingin bahas. Namun penulis menemukan beberapa
tulisan yang memiliki tema pembahasan yang kurang lebih sama, antara lain :
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Siti Sunnatil Mahmudah, mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2011 yang berjudul
“Nasab Anak Hamil Diluar Nikah Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum
Islam”. Dalam skripsi ini hanya membahas status anak diluar nikah menurut hukum
positif dan hukum Islam saja.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Jaya C. Manangin, mahasiswa Universitas
Sebelas Maret yang berjudul “Pengangkatan Anak (Adopsi) ditinjau dari Perspektif
Hukum Islam”. Dalam skripsi ini lebih menitik beratkan pada konsep pengangkatan
anak yang ditinjau dari perspektif hukum Islam dan upaya perlindungan anak yang
dikaitkan dengan pengkatan anak di Indonesia.
Ketiga, tesis yang ditulis oleh Dewi Rahmawati, mahasiswi pascasarjana UIN
Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Tela‟ah Adopsi dalam Al-Qur‟an”. Dalam
tesis ini lebih menitik beratkan pada pendiskripsian kedudukan anak angkat di dalam
keluarga angkat dalam Al-Qur‟an dari berbagai penafsiran ayat-ayat terkait baik
secara khusus maupun umum.
Keempat, jurnal internasional yang ditulis oleh Ahmad Syukran Baharuddin,
Mohd Amir Wan Harun, Aminuddin Ruskam dan Ahdul Rahim Yacob mahasiswa
Universitas Teknologi Malaysia yang berjudul “Forensik Biologi dalam Penjagaan
14
Nasab (Hifz Al-Nasab/Nasl)”. Dalam jurnal ini menitik beratkan pada menyelidiki
peran ilmu forensik dalam menentukan faktor keturunan serta menganalisa teks-teks
klasik yang mengandung unsur ilmu forensik yang menyebabkan penentuan garis
keturunan.
Kelima, penulis menemukan buku karya Muhammad Nurur Irfan yang
berjudul “Nasab dan Status Anak Dalam Hukum Islam” yang diterbitkan oleh
AMZAH pada tahun 2012. Buku tersebut menjelaskan tentang nasab dan status anak
dalam hukum Islam.
Dalam penelitian ini penulis secara umum tidak akan jauh berbeda dengan
penelitian yang sudah ada diatas, hanya saja dalam penelitian ini lebih menitik
beratkan pada pemahaman masyarakat di Perumahan Triraksa Village tentang Hadis
Larangan Menasabkan Nama Selain Kepada Ayah Kandung.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan merupakan pengaturan langkah-langkah penulisan
penelitian agar runtut, ada keterkaitan yang harmonis antara pembahasan pertama
dengan pembahasan berikutnya, antara bab satu dengan bab bab selanjutnya.
Untuk mempermudah dalam memberikan pemahaman dan gambaran yang
utuh dan jelas tentang isi penelitian ini, maka pembahasan dalam skripsi ini akan
disusun dalam sebuah sistematika pembahasan yang teratur, dimana skripsi ini secara
keseluruhan terdiri dari lima bab, sebuah bab pendahuluan, tiga bab isi dan ditutup
dengan sabuah bab penutup yang memuat kesimpulan penelitian ini. Dalam penelitian
ini penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut ;
15
Bab pertama, bab ini berisikan tentang pendahuluan yang berisikan latar
belakang masalah, identifikasi, batasan dan perumusan masalah, tinjauan
kepustakaan, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, bab ini berisikan pengertian nasab, cara menentukan nasab, dasar
hukum nasab serta analisa sanad dan matan hadis tentang larangan menasabakan
nama selain kepada ayah kandunya serta pengecualian hukum.
Bab ketiga,bab ini menguraikan tentang gambaran umum di Perumahan
Triraksa Village yang mencakup letak geografis, kondisi demografi, serta potret
kondisi sosiokultural yang mencakup kondisi perekonomian, kondisi sosial, kondisi
budaya maupun kondisi keberagamaan yang ada di Perumahan Triraksa Village.
Bab Keempat, bab ini menguraikan hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi
penyajian data dan analisa data.
Bab kelima, bab ini merupakan penutup serta kesimpulan umum yang akan
penulis simpulkan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, serta saran dan
diakhiri dengan dafta pustaka yang penulis gunakan sebagai narasumber dalam
penelitian ini.
16
BAB II
NASAB ANAK ANGKAT
A. Pengertian Nasab
Secara etimologis istilah nasab berasal dari bahasa Arab “an-nasab” yang berarti
keturunan, kerabat,1 memberikan ciri dan menyebutkan keturunannya.
2 Nasab juga
dipahami sebagai pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah sebagai salah satu
akibat dari perkawinan yang sah. Ulama fikih mengatakan bahwa nasab3merupakan salah
satu pondasi yang kokoh dalam membina suatu kehidupan rumah tangga yang bisa
mengikat antarpribadi berdasarkan kesatuan darah.
Sedangkan secara terminologis, nasabadalah keturunan atau ikatan keluarga
sebagai hubungan darah, baik karena hubungan darah keatas (bapak, kakek, nenek dan
seterusnya), kebawah (anak, cucu dan seterusnya) maupun kesamping (saudara, paman
dan lain-lain).4
Nasab merupakan salah satu hak seorang anak yang terpenting dan merupakan
sesuatu yang banyak memberikan dampak terhadap kepribadian dan masa depan anak.5
Seorang anak harus mengetahui tentang keturunannya, karena asal usul yang menyangkut
keturunanya sangat penting untuk menempuh kehidupannya dalam bermasyarakat.
Allah SWT menciptakan atau mengadakan nasab bukan tanpa sebab, karena ini
adalah salah satu dari jutaan kasih sayang Allah SWT terhadap manusia untuk dijadikan
pedoman dalam mengatur serta menjaga apa yang kita punya untuk terhindar dari yang
tidak diinginkan. Karena itulah nasab merupakan salah satu nikmat yang paling besar,
yang diturunkan Allah SWT kepada hambanya sesuai dengan firman-Nya:
1 Ibn Manẓur, Lisān al-„Arab, (Mesir: Dār al-Ma‟arif, t.t.h), Jilid VI, h. 4405.
2 Luis Ma‟luf, Al-Munjid fī al-Lughah, (Beirūt: Dār al-Masyriq,1977), Cet. ke-22, h. 803.
3 Dalam al-Qur‟an terdapat tiga ayat yang menggunakan kata nasab dan yang seakar dengannya, yaitu
surat Al-Mu‟minūn ayat 101, surat Al-Ṣāfat ayat 158 dan surat Al-Furqān ayat 54. 4 Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1994), Cet. ke-I, Jilid IV, h. 2337.
5 Kautsar al-Mainawi, Huqūq fī al-Islām, (Riyadh: Ammar Press, 1414), h. 49.
17
“dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya)
keturunan dan mushaharah6 dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.”
7
Al-Qurtubi ketika menafsirkan ayat diatas mengatakan bahwa kata nasab bersifat
umum yang mencakup hubungan kerabat diantara manusia.8 Dalam perspektif lain, Ibn
„Arabi (sebagaimana yang dikutip oleh al-Qurtubi) menjelaskan bahwa nasabadalah
istilah yang merefleksikan proses percampuran antara sperma laki-laki dan ovum
perempuan berdasarkan syariat. Jika percampuran itu dilakukan dengan cara maksiat
(zina), maka itu tidak lebih merupakan reproduksi biasa, bukan merupakan nasab yang
benar secara syariat.9
Dalam kaitan ini pula seorang ayah dilarang mengingkari keturunannya dan
haram bagi wanita menisbahkan seorang anak kepada yang bukan ayah kandungnya.
Sebaliknya, anak juga diharamkan menasabkan dirinya kepada laki-laki lain selain
ayahnya sendiri. Dalam hal ini Rasulullah SAW mengatakan :
قول من ادهغى ػليو وسله ؼت اميهبه صله الله غيو قال س غن سؼد رض الله
هو غي أبيو ف ل غي أبيو وىو ؼل أه امجيهة ػليو حرام.ا
6 Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan seperti menantu, ipar,
mertua dan lain-lain. 7 Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia).
8 Muhammad ibn Aḥmad al-Anṣari al-Qurṭubi, Al-Jāmi‟ lī Aḥkām Al-Qur‟an. (Beirūt: Dār al-Fikr,tth),
Jilid 13, h. 59. 9 Muhammad ibn Aḥmad al-Anṣari al-Qurṭubi, Al-Jāmi‟ lī Aḥkām Al-Qur‟an. h. 59.
18
“Barang siapa menisbatkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui
bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga”10
Konsep nasab tidak hanya menyangkut masalah asal usul orang tua saja, tetapi
juga masalah status kekerabatan dan ikatan keturunan. Memang anak diperbolehkan
mengambil nasab dari kedua belah pihak (ayah dan ibu), akan tetapi penghubungan nasab
kepada bapak lebih dominan daripada kepada ibu. Semua madzhab hukum dalam Islam
menyepakati makna paling utama dari nasab adalah menyangkut sisi bapak, yang erat
kaitannya dengan legitimasi dimana anak memperoleh identitas hukum dan agamanya.11
Walaupun sumber-sumber hukum, baik Syi‟ah maupun Maliki mengakui garis
bapak sebagai model utama ikatan keturunan, mereka berbeda dalam konsepsi tentang
ikatan keturunan dari ibu, yang bisa secara ekstrim mewakili dua kutub interprestasi
tentang pengertian syariah mengenai ikatan perkawinan.12
B. Cara Menetapkan Nasab
Ulama fiqh sepakat bahwa nasab seorang anak dapat ditetapkan melalui dua cara,
yaitu sebagai berikut :
1. Melalui nikah ṣaḥiḥ atau fāsid. Ulama fikih sepakat bahwa nikah yang sah dan
fāsid merupakan salah satu cara dalam menetapkan nasab seorang anak kepada
ayahnya, sekalipun pernikahan dan kelahiran anak tidak didaftarkan secara resmi
pada instansi terkait.13
10
Al-Bukhari, Abū Abdillah Muḥammad bin Isma‟īl, Ṣaḥiḥ Bukhari, (Beirūt: Dār al-Kotob al-ilmiyah,
1998), Kitab Faraid, Jilid IV hal. 326, No. 6766 11
Ziba Mir Hosseini, Perkawinan dalam Kontroversi Dua Madzhab: Kajian Hukum Keluarga Dalam
Islam, terj. Marriage an Trial: A Study of Islamic Family Law, (Jakarta: ICIP, 2005), h. 168. 1212
Ziba Mir Hosseini, Perkawinan dalam Kontroversi Dua Madzhab: Kajian Hukum Keluarga
Dalam Islam, terj. Marriage an Trial: A Study of Islamic Family Law, h. 168. 13
13
Ziba Mir Hosseini, Perkawinan dalam Kontroversi Dua Madzhab: Kajian Hukum Keluarga
Dalam Islam, terj. Marriage an Trial: A Study of Islamic Family Law, h. 690.
19
2. Melalui pengakuan atau gugatan terhadap anak. Ulama fikih membedakan antara
pengakuan terhadap anak dan pengakuan terhadap selain anak, seperti saudara,
paman atau kakek. Jika seorang laki-laki mengakui bahwa seorang anak kecil
adalah anaknya, atau sebaliknya seorang anak kecil yang sudah baligh (menurut
jumhur ulama) atau mumayiz (menurut ulama madzhab Hanbali) mengakui
seorang laki-laki adalah ayahnya, maka pengakuan itu dapat dibenarkan dan sang
anak dinasabkan kepada laki-laki tersebut, apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut14
;
a. Anak tidak jelas nasabnya, tidak diketahui ayahnya. Apabila ayahnya
diketahui, maka pengakuan ini batal, karena Rasulullah saw. mencela
seseorang yang mengakui dan menjadikan anak orang lain sebagai nasabnya
(HR Al-Bukhari, Muslim, Abū Dāud, Aḥmad bin Ḥanbal dan Ibn Mājah
dari Sa‟ad bin Abī Waqqas). Ulama fikih sepakat bahwa apabila anak itu
adalah anak yang dinafikan ayahnya melalui li‟an, maka tidak dibolehkan
seseorang mangakui nasabnya, selain suami yang me-li‟an ibunya.
b. Pengakuan tersebut rasional. Maksudnya, seseorang yang mengakui sebagai
ayah dari anak tersebut, usianya berbeda jauh dari anak yang diakui sebagai
nasabnya. Demikian pula halnya apabila seseorang mengakui nasab seorang
anak tetapi kemudian datang laki-laki lain yang mengakui nasab anak
tersebut. Dalam kasus seperti ini terdapat dua pengakuan, sehingga hakim
perlu meneliti lebih jauh tentang siapa yang berhak terhadap anak tersebut.
c. Apabila anak tersebut telah baligh dan berakal (menurut jumhur ulama) atau
telah mumayiz (menurut ulama Madzhab Ḥanafi), dan membenarkan
pengakuan laki-laki tersebut. Akan tetapi, syarat ini tidak diterima oleh
14
Allama Hammam Maulana Syekh Nisham, Al-Fatawy al-Hindiyyah, (Beirut: Dār Al-Ma‟rifah,tth),
jilid VII, h. 176.
20
ulama Madzhab Mālikī, karena menurut mereka nasab merupakan hak dari
anak bukan dari ayah.
d. Laki-laki yang mengakui nasab anak tersebut menyangkal bahwa anak
tersebut adalah anaknya dari hasil hubungan perzinahan, karena perzinahan
tidak bisa menjadi dasar penetapan nasabanak.15
Apabila syarat-syarat di atas terpenuhi, maka pengakuan nasab terhadap
seseorang adalah sah dan anak tersebut berhak mendapatkan nafkah, pendidikan
selayaknya, dan harta warisan dari ayah tersebut. Ketika itu, ayah yang telah mengakui
anak tersebut sebagai anaknya tidak boleh mencabut pengakuannya, karena nasab tidak
bisa dibatalkan.
C. Dasar Hukum Nasab
Jika diteliti secara mendalam, Kompilasi Hukum Islam tidak menentukan secara
khusus dan pasti tentang pengelompokan jenis anak, sebagaimana pengelompokan yang
terdapat dalam hukum perdata umum. Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan
tentang kriteria anak sah (yang dilahirkan dalam ikatan perkawinan yang sah),
sebagaimana yang dicantumkan dalam pasal 99 KHI, yang berbunyi bahwa anak yang
sah adalah :
a. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat pernikahan yang sah.
b. Hasil pembuahan suami istri yang diluar rahim dan dilahirkan oleh istri
tersebut.
Adapula anak yang lahir diluar perkawinan yang sah, seperti tercantum dalam
pasal 100 KHI bahwa anak yang lahir diluar perkawinan yang sah hanya mempunyai
hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Disamping itu dijelaskan juga
15
Muḥammad Abu Zaḥrah, Al-Aḥwal al-Syakhsiyyah, (t.t : Dār al-Fikr al-Arabī, t.t.h), h. 464.
21
tentang status anak dari perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang
dihamilinya sebelum pernikahan. Sebagaimana yang tercantum pada pasal 53 ayat 3 KHI.
Dengan demikian, jelas bahwa Kompilasi Hukum Islam tidak ada pengelompokan
anak secara sistematis yang disusun dalam satu bab tertentu, sebagaimana
pengklasifikasian yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 1974. Serta nasab yang
murni ialah nasab dari hasil pembuahan suami istri melalui perkawinan yang sah.
D. Analisa Hadis Larangan Menasabkan Selain Kepada Ayah Kandung
1. Penelitian Sanad Hadis
Hadis tentang larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung16
:
ػليو ؼت اميهبه صله الله غيو قال س قول من ادهغى غن سؼد رض الله وسله
هو غي أبيو فامجيهة ػليو حرام. ل غي أبيو وىو ؼل أه ا
“Barang siapa menisbatkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui
bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga”17
Hadīs di atas adalah hadits yang melarang menasabkan anak selain kepada
ayah kandungnya. Dalam kutubus ṡittāh sendiri terdapat sekitar 11 kali disebutkan.
16
Hadis ini diriwayatkan juga oleh periwayat lain dengan jalur yang berbeda, yaitu : terdapat dalam
Ṣaḥiḥ Bukhari pada bab al-Maghozī, jilid III Hadis No. 3508, Hadis No. 4326, Hal. 115. Pada bab Faraid, jilid
IV No. 6766, Hal 326. Dalam Ṣaḥiḥ Muslim pada kitab al-Imān, No. 63, Hal 48 dan Bab Status Keimanan
Seseorang yang Benci Kepada Ayah Kandungnya, Hadis No. 93, Bab Keutamaan Kota Madinah, Hadis No.
2433. Bab Haramnya Budak Memberikan Loyalitasnya Kepada Selain Tuannya, Hadis No. 2774, dan Hadis
No. 3509. Dalam Sunan Ibn Mājaḥ, pada bab Manidda‟a ilaa Ghoira Abihi, Jilid III No. 2610, Hal. 254 dan
Kitab Huduud, Hadis No. 2611, Hal. 254, Bab Barang Siapa Mengklaim Orang Lain Sebagai Bapaknya, Hadis
No. 2609.Dalam Sunan Tirmidzi, Bab Orang yang Diwarisi Tak Berhak Peroleh Wasiat, Hadis No. 2046, 2047.
Dalam Sunan Abu Dawud pada bab Da‟a ilaa Ghoiru Abi No. 4449 dan Hadis No. 5115. Hal. 926. Dalam
Musnad Ahmad pada bab Abu Ishaq bin Abi Waqash No. 1415, 1417 dan 1471, Bab Musnad Ali bin Abi
Thalib, Hadis No. 581. Dalam Sunan Ad-Darimi pada bab Manida‟a ilaa Ghoira Abihi No. 2418 dan 2736. 17
Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Isma‟il, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Kotob al-ilmiyah,
1998), Kitab Faraid, Jilid IV hal. 326, No. 6766
22
Dengan rincian dalam kitab Shahih Bukhāri terdapat 3 kali, dalam Ṣaḥiḥ Muslim
terdapat 1 kali, dalam Sunan Ibnu Mājaḥ terdapat 1 kali, dalam Sunan Abu Dawud 1
kali, dalam Sunan Aḥmad 3 kali dan dalam Sunan Ad-Darimi 2 kali. Dari beberapa
kitab yang menyebutkan hadis ini ataupun dari masing-masing kitab terdapat
perbedaan pada Sanad hadits. Namun secara makna, sama.
Menurut Ibnu Shalah, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari adalah
hadis yang benar-benar valid ke-shahih-annya, karena dalam menulis hadis beliau
memiliki syarat seperti, pertama beliau hanya menulis hadis yang pe-rawi hadisnya
hidup sezaman dengan guru yang menyampaikan hadis kepadanya (perawi), kedua
beliau menggali informasi bahwa si pe-rawi benar-benar mendengar hadis dari
gurunya. Maka dapat disimpulkan bahwa hadits ini memenuhi syarat untuk katagori
sebagai hadis shahih. Dan dapat dikatakan bahwa hadis ini adalah merupakan hadis
yang Ṣaḥih dan dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya.
2. Penelitian Matan Hadis
a. Penelitian Matan Hadis dengan Pendekatan Al-Qur‟an
Hadis di atas berbicara mengenai Larangan menisbatkan anak angkat
kepada selain ayah kandungnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS
al-Ahzab (33) : 5 yang menjelaskan bahwa kita harus berlaku adil terhadap anak
angkat yang dimaksud adalah dengan tidak menasabkan nama selain nama ayah
kandungnya.
Seperti ayat di bawah ini;
ين وموا خواىك ف البءه فا ن مم ثؼلموا أ
فا م ىو أقسط غيد الله بئ ميك ادغوه ل
دت غفورا رحمياوميس ػليك جناح فميا أخطأت بو ومكن ما ثؼمه قلوبك وكن الله
23
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-
bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-
saudaramu seagama dan maula-maulamu Dan tidak ada dosa bagimu terhadap
apa yang kamu salah padanya, tetapi (yang ada dosanya adalah) apa yang
disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (QS al-Ahzaab: 5).
Imam Ibn Katsīr berkata, “Ayat ini berisi perintah Allah SWT yang
menghapuskan perkara yang diperbolehkan di awal Islam, yaitu mengakui
sebagai anak terhadap orang yang bukan anak kandung, yaitu anak angkat. Maka
dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan untuk mengembalikan penisbatan
mereka kepada ayah mereka yang sebenarnya (ayah kandung), dan inilah sikap
adil dan tidak berat sebelah”.18
b. Penelitian Matan Hadis dengan Hadis Lain yang Lebih Kuat
Kitab yang ditulis oleh Abū Abdillah Muḥammad bin Ismaīl al-Bukhari
ini adalah kitab hadis pertama dalam sejarah Islam, yang secara khusus memuat
riwayat-riwayat shaḥiḥ dari Nabi Muḥammad shallallahu „alaihi wasalam, tanpa
ada campuran hadis-hadis lemah di dalamnya.
Ibn Ṣalah menjelaskan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-
Bukhari adalah hadis yang shaḥiḥ. Karena Imam Bukhari tidak banyak
meriwayatkan hadis melalui jalur para perawi kontroversial yang ada dalam
kitabnya.Walaupun ada, namun perawi kontroversial yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari adalah guru-gurunya sendiri, yang pernah ia temui dan ia ketahui
sendiri tingkat kredibilitas mereka. Serta hadis-hadis yang diriwayatkan dari jalur
para perawi kontroversial tersebut hanya dijadikan sebagai riwayat penguat,
bukan sebagai riwayat utama.
18
Tafsir Ibnu Katsir, Jilid III, h. 615
24
c. Penelitian Matan Hadis dengan Pendekatan Sejarah
Dilihat dari aspek sejarah menunjukkan bahwa matan ini tidak
bertentangan dengan fakta sejarah. Bahwa ketika sebelum masa kenabian Nabi
Muḥammad SAW beliau mengangkat seorang bekas budak dan menasabkan
budak tersebut kepadanya kemudian Allah SWT menurunkan Ayat ke 4-5 dari
Surat Al-Aḥzab yang melarang menasabkan kepada selain ayah kandung. Saat itu
pula beliau melarang umat Islam menasabkan nama selain kepada ayah kandung.
Sudah menjadi pemahaman umum bagi umat Islam sedunia bahwa
perjuangan Nabi Muḥammad SAW semasa hidup selalu memperjuangkan nilai
kebenaran dan keadilan bagi umat manusia.
d. Penelitian Matan Hadis dengan Pendekatan Bahasa
Dilihat dari struktur bahasa menunjukkan bahwa matan ini memiliki
struktur bahasa sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang sudah lazim berlaku.
Sedangkan esensi pesan matan mampu menggambarkan sikap dan ketauladanan
Nabi MuḥammadSAW, berupa ketegasan Nabi SAW dalam menjawab persoalan
yang terjadi pada masanya. Dimana, orang yang menasabkan nama selain kepada
ayah kandung telah jelas hukuman yang akan didapatkanya seperti pemaparan
diatas.
25
E. Analisa Penulis
Dalam menelusuri hadis-hadis yang berbicara tentang pelarangan menasabkan
kepada selain ayah kandung, penulis menemukan empat garis besar hukuman yang
ditujukan bagi seseorang yang menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya,
antara lain:
1) Kebohongan Besar
Penelusuran hadis yang penulis lakukan, telah menemukan sebuah hadis
terkait pelarangan menasabkan kepada selain ayah kandung, barang siapa melakukan
perbuatan tersebut sungguh telah melakukan kebohongan yang besar, adapun
hadisnya sebagai berikut:
اميهصي قال ثن غبد امواحد بن غبد الله ثيا حريز قال حده ثيا ػل بن غيهاش حده حده
نه من أغظم امف ا ػليو وسله صله الله ؼت واثل بن السقع قول قال رسول الله رى س
أ صله الله ل غي أبيو أو يري غييو ما مم تر أوقول ػل رسول اللهجل ا غي امره ن ده
ما مم قل ػليو وسله19
"Sesungguhnya diantara kebohongan yang besar adalah bila seseorang mengaku
(sebagai anak) dari orang yang bukan bapaknya atau (seseorang) mengaku kedua
matanya melihat sesuatu dalam mimpi padahal tidak bermimpi apapun atau
seseorang mengatakan sesuatu atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
apa yang beliau tidak mensabdakannya".
Syarh Hadis :
نه من أغظم امفرى .(Sesungguhnya dia termasuk kedustaan paling besar) ا
Kata firaa merupakan bentuk jamak dari kata firyah yang artinya adalah dusta.
Hikmah larangan berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW juga cukup jelas, sebab
19
Al-Bukhari, Abū Abdillah Muḥammad bin Isma‟īl, Shahih Bukhari, (Beirut: Dār al-Kotob al-
„Ilmiyah, 1998), Hadis No. 3509.
26
Nabi Muhammad SAW merupakan orang yang menyampaikan berita dari Allah
SWT. maka orang yang berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW berarti telah
berdusta atas nama Allah SWT.
Sementara orang yang berdusta atas nama Allah SWT telah diancam keras
dalam firmannya dalam surat Yunus [10] ayat ke-17 yang berbunyi ;
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat Nya?”20
Allah SWT menyamakan orang yang berdusta atas nama Allah SWT dengan orang
kafir. Allah SWT beriman dalam surat Az-Zumar [39] ayat ke-60 yang berbunyi ;
“dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat Dusta terhadap Allah,
mukanya menjadi hitam.”21
Ayat-ayat yang berbicara mengenai ini cukup banyak dan beragam. Hikmah dari
larangan berdusta dalam hadis ini ialah apabila seseorang berdusta dalam
menceritakan silsilah/keturunannya, niscaya ia telah berdusta atas nama Allah SWT
dan atas nama Malaikat. Sebagaimana orang yang berdusta atas nama Nabi
Muḥammad SAW berarti menisbatkan kepadanya syariat yang tidak diucapkannya,
sedangkan syariat pada umumnya diterima Nabi Muḥammad SAW melalui lisan
20
Al-qur‟an Terjemah Kemenag, Surat Yunus (10) ayat ke-17 21
Al-qur‟an Terjemah Kemenag, Surat Az-Zumar (39) ayat ke-60
27
Malaikat, maka orang yang berdusta dalam hal itu berarti berdusta atas nama Allah
dan Malaikat.22
2) Haram Baginya Surga
Sungguh seseorang yang menasabkan dirinya kepada selain ayah kandung
mendapatkan ancaman yang sangat mengerikan, ancaman itu telah disabdakan oleh
Nabi Muḥammad SAW yang penulis temukan pada sebuah hadis yang berbunyi
sebagai berikut:
بن بهاح أهبأن سفيان غن غبد امكرمي غن مجاىد غن غبد الله د بن امصه ثيا محمه حده
ل غي غى ا من اده ػليو وسله صله الله رو قال قال رسول الله ح رائة ع أبيو ممي
س مائة ػام نه رحييا ميوجد من مسية خامجيهة وا
23
"Barangsiapa yang mengaku-ngaku memiliki hubungan nasab kepada selain
ayahnya, maka surga menjadi haram baginya, padahal bau surga dapat dicium
sepanjang jarak perjalanan lima ratus tahun."
Syarh Hadis :
ة امجيهة Al-Sindi menerangkan ,(Tidak bisa mencium wanginya surga) مم يرح رائ
hadis ini dengan dua perumpamaan/penjelasan yang berbeda namun memiliki makna
yang sama. Pertama, Al-Sindi mengumpamakan/memberikan penjelasan bahwa
orang yang menisbatkan dirinya kepada selain bapaknya tidak akan melihat indahnya
serta nikmatnya berada di surga. Jangankan melihat atau menikmati, masuk pun tidak
akan bisa.
22
Ahmad bin „Ali bin Hajar Al-„Asqolani, Fathul Bari bii Syarh Shohih Al-Imam Abu Abdullah
Muhammad bin Isma‟il Al-Bukhari. (TT. Maktabah As-Salafiyah.TH), Juz IV, Hal. 540. 23
Ibn Mājah. Sunan Ibnu Mājah, (Beirut: Dārul Ma‟rifah, 1996), Kitab Huduud, Hadis No. 2611, Hal.
254.
28
Kedua, bahwa orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada selain bapaknya
itu bisa memasuki surga namun ia tidak dapat mencium wanginya surga. Dari kedua
penjelasan di atas terlihat berbeda, namun jelas bahwa orang yang menisbatkan
dirinya kepada selain bapaknya tidak akan bisa menikmati indah serta bau harumnya
surga karena perbuatannya tersebut.24
3) Menjadi Kafir25
Penemuan selanjutnya yang penulis dapatkan dari penelitian terhadap hadis-
hadis yang terkait yaitu, penulis menemukan dua hadis yang membicarakan
pelarangan menasabkan kepada selain ayah kandung, di dalam hadis tersebut
menghukumi seseorang yang menasabkan kepada selain ayah kandung niscaya
menjadi kafir, berikut hadisnya:
بن بردة قال ثيا غبد اموارث غن امحسي غن غبد الله ثيا أبو مؼمر حده بب حده
هو غيو أه ثو غن أب ذر رض الله له حده ي بن ؼمر أنه أب السود ال ثن حي ع حده س
له كف غى مغي أبيو وىو ؼلمو ا قول ميس من رجل اده ػليو وسله ر اميهبه صله الله
أ مقؼده من اميهار غى قوما ميس ل فهيم فليتبوه ومن اده بالله26
"Tidaklah seorang mengaku (sebagai anak) dari bukan bapaknya padahal dia
mengetahuinya melainkan telah kafir dan siapa yang mengaku dirinya berasal dari
suatu kaum padahal dia bukan dari kaum itu maka bersiaplah menempati tempat
duduknya di neraka".
24 Syurūh Sunan Ibn Mājah, (Jordan : Baitul Al-Afkar Al-Dauliyah, 2007) Bab Hudud,Hal. 996 25
Diriwayatkan juga di dalam Shahih Muslim, Bab Status Keimanan Seseorang yang Benci Kepada
Ayah Kandungnya, Hadis No. 93. 26
Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Isma‟il, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Kotob al-ilmiyah,
1998), Hadis No. 3508.
29
Syarh Hadis :
غى اده له كفر باللهمغي أبيو وىو ؼلمو ا (Menisbatkan diri kepada selain bapaknya
sementara dia mengetahuinya melainkan telah kafir kepada Allah)
Demikianlah lafadz yang tercantum pada hadis ini, yakni Jika .(Kepada Allah) بالله
lafadz “kepada Allah” terbukti akurat, maka yang dimaksud adalah orang yang
menghalalkan perbuatan tersebut, padahal ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut
adalah haram.
Menurut riwayat yang masyhur, bahwa yang dimaksud adalah kufur nikmat,
kalimat itu sendiri tidak bisa dipahami secara tekstual. Bahkan yang dimaksud adalah
ancaman keras dan pencegahan agar tidak berbuat demikian. Serta maksud kata
“kafir” disini adalah bahwa pelakunya telah mengerjakan perbuatan yang mirip
dengan perilaku orang-orang kafir. Masalah ini telah dijelaskan pada pembahasan
tentang iman, (Barang siapa menisbatkan diri kepada suatu kaum, padahal dia tidak
memiliki nasab kepada kaum itu, maka hendaklah dia menyiapkan tempat duduknya
di neraka).
Dalam hadis diatas terdapat larangan mengingkari nasab diri sendiri yang
sudah jelas diketahui dan menisbatkannya kepada nasab lain. Namun, hal ini terkait
dengan pengetahuan tentang nasab itu sendiri, bahkan pengetahuan tentang nasab
menjadi suatu yang harus kita ketahui, baik dalam menafikan nasab maupun saat
menetapkan nasab. Karena dosa hanya akan didapat apabila seseorang mengetahui
hukumnya dan ia sengaja melanggarnya. Hal seperti inilah yang menjadikan ia kafir,
karena ia sudah mengetahui hukumnya tetapi ia mengabaikannya. Dari hadis ini
diketahui pula tentang bolehnya menggunakan kata “kafir” pada perbuatan-perbuatan
30
maksiat yang bertujuan untuk mencegah melakukan perbuatan-perbuatan yang
memang sudah jelas dilarang dalam Agama Islam.27
4) Laknat Allah SWT28
Hukuman yang paling sering kali disematkan pada seseorang yang
menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya yaitu berupa laknat Allah,
malaikat dan Manusia. Hadis yang berbicara tentang ini sebanyak tujuh hadis yang
diriwayatkan dalam beberapa riwayat, adapun hadis yang fokus berbicara tentang ini
adalah sebagai berikut:
حن ر بن غبد امواحد غن غبد امره ثيا ع مشقي حده ن ال ح ثيا سليمان بن غبد امره حده
ن ثن سؼيد بن أب سؼيد ون وت غن أوس بن مال بن يزد بن جابر قال حده ببي
ل ل غي أبيو أو اهتمى ا
غى ا قول من اده ػليو وسله صله الله ؼت رسول الله قال س
ل ومامقيامة اممتتابؼة ا غي مواميو فؼليو مؼية الله
29
"Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin 'Abdurrahman Ad Dimasyqi berkata, telah
menceritakan kepada kami Umar bin Abdul Wahid dari 'Abdurrahman bin Yazid bin Jabir ia
berkata; telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id -ketika kami sedang berada di
Bairut- dari Anas bin Malik ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barangsiapa menisbatkan dirinya kepada selain bapaknya, atau
kepada selain tuan-tuannya, maka ia akan mendapatkan laknat Allah yang berturut-turut
hingga datang hari kiamat."
27
Ahmad bin „Ali bin Hajar Al-„Asqolani, Fathul Bari bii Syarh Shohih Al-Imam Abu Abdullah
Muhammad bin Isma‟il Al-Bukhari. (TT. Maktabah As-Salafiyah.TH), Juz IV, Hal. 539. 28
Diriwayatkan juga dalam Shahih Muslim, Bab Keutamaan Kota Madinah, Hadis No. 2433. Bab
Haramnya Budak Memberikan Loyalitasnya Kepada Selain Tuannya, Hadis No. 2774. Dalam Sunan Tirmidzi,
Bab Orang yang Diwarisi Tak Berhak Peroleh Wasiat, Hadis No. 2046, 2047. Dalam Sunan Ahmad, Bab
Musnad Ali bin Abi Thalib, Hadis No. 581. Dalam Sunan Ibnu Majjah, Bab Barang Siapa Mengklaim Orang
Lain Sebagai Bapaknya, Hadis No. 2609. 29
Sajastani, Abi Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Riyadh : Maktabah Ma‟arif Linnatsir wa At-
Tauri‟ 1423 M), Hadis No. 5115. Hal. 926.
31
Syarh Hadis :
ل غي أبيو .(Barangsiapa menisbatkan diri selain kepada bapaknya) من ادهغى ا
Menurut Nawawi, ini bentuk penguatan terhadap pengharaman bernasab kepada
selain ayah kandung, atau seorang budak yang dibebaskan mengambil wali kepada
yang bukan walinya, karena itu merupakan perbuatan kufur terhadap nikmat yang
Allah SWT berikan, menghilangkan hak-hak waris, perwalian serta merupakan
perbuatan yang dapat memutus tali silaturrahim dan durhaka kepada orang tua.30
Dari penelitian yang penulis lakukan terhadap syarh matan hadis-hadis yang
bertema sama, penulis tidak/belum temukan syarh yang menjelaskan terkait dengan
lafadz secara khusus. Para ulama hanya memfokuskan kepada pembahasan مؼية الله
mengenai larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung saja.
Hadis diatas menjelaskan bahwa, seseorang tidak boleh menasabkan dirinya
kepada selain ayah kandungnya, apabila ia mengetahui siapa ayahnya. Jadi apabila
seseorang menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya, sedang dia tahu
bahwa itu bukan ayahnya maka dia termasuk orang yang kufur dan ia layak
mendapatkan laknat Allah SWT.
Setiap anak angkat kemudian dinasabkan kepada nasab yang sebenarnya,
yaitu kepada ayah kandung si anak angkat, dan penasaban kepada orang yang
mengangkat anak pun ditinggalkan. Namun apabila hal tersebut (manasabkan nama
kepada selain ayah kandung) terjadi di dalam keluarga angkat, maka jalan keluar
terbaik ialah dengan mengganti nama anak tersebut dengan nama-nama yang baik
30
Abu Abdullah An-Nu‟ami, „Aunul Ma‟bud „ala Syarh Sunan Abi Dawud. (Beirut: Daar Ibn Hazm,
2005), Hal. 2328
32
sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh „Aisyah
Radiallahu‟anha ;
)رواه امرتمذى( كن رسول هللا صل هللا ػليو و سل غي الإمس امقبيح اإل الإمس احلسن
“Sesungguhnya Rasulullah SAW merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-
nama yang baik.” (HR. At-Tirmidzi).
Ibnu Bathal pun menjelaskan makna kufur disini bukanlah kufur sebenarnya
yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka, akan tetapi hanya berlaku bagi mereka
yang mengingkari kebenaran namun ia memahami yang sesungguhnya. Ulama lain
dalam menjelaskan makna kufur disini adalah orang yang melakukan perbuatan
tersebut telah berdusta kepada Allah SWT ia mengetahui kebenarannya namun
mengingkarinya, seakan-akan ia berkata “Allah SWT menciptakanku dari air mani si
fulan” namun pada kenyatannya tidaklah demikian.31
31
Ahmad bin „Ali bin Hajar Al-„Asqolani, Fathul Bari bii Syarh Shohih Al-Imam Abu Abdullah
Muhammad bin Isma‟il Al-Bukhari. (TT. Maktabah As-Salafiyah.TH), Juz IV.
33
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE
A. Letak Geografis
Perumahan Triraksa Village merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Tigaraksa,
Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten yang terletak ±65 km dari
ibu kota DKI Jakarta. Perumahan Triraksa Villagedi prakarsai oleh PT. Mitra Usaha
Perkasa yang telah berdiri sejak tahun 2009 dan memiliki luas wilayah -+10 Ha yang
didalamnya terdapat 800 lokal perumahanyang memiliki2 Rukun Tetangga.1
Adapun yang menjadi batas-batas Perumahan Triraksa Village adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kp. Tegal Baju
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kp. Tegal Baju
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kp.Kadu
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kp. Jaha & Kp. Pongporang
B. Keadaan Demografis
1. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar biasanya menjadi modal dasar pembangunan
sekaligus dapat menjadi beban pembangunan. Jumlah penduduk yang adadi dalam
Perumahan Triraksa Village sebanyak 1.159 Jiwa dengan jumlah kepala keluarga
sebanyak 373 KK2. Agar dapat menjadi dasar pembangunan maka jumlah penduduk yang
besar harus disertai SDM yang tinggi. Penanganan kependudukan sangat penting
sehingga potensi yang dimiliki mampu menjadi pendorong dalam pembangunan,
khususnya pembangunan di wilayah Kelurahan Tigaraksa. Berkaitan dengan
kependudukan, aspek yang penting antara lain; perkembangan jumlah penduduk,
kepadatan dan persebaran serta strukturnya.
1Company Profile PT. Mitra Usaha Perkasa (Perumahan Triraksa Village).
2Data Ketua RT 6 & 7 Perumahan Triraksa Village bulan November 2016.
34
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk di Perumahan Triraksa Village
Laki-Laki Perempuan Jumlah
532 Jiwa 603 Jiwa 1.135 Jiwa
Tabel 3.2
Data Penduduk Perumahan Triraksa Village
Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
NO UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1. 0 – 4 Tahun 54 Jiwa 63 Jiwa 117 Jiwa
2. 5 – 9 Tahun 83 Jiwa 92 Jiwa 175Jiwa
3. 10 – 13 Tahun 67 Jiwa 75 Jiwa 142Jiwa
4. 14 – 19 Tahun 70 Jiwa 91 Jiwa 161Jiwa
5. 20 – 24 Tahun 68 Jiwa 83Jiwa 151Jiwa
6. 25 – 29 Tahun 48 Jiwa 49 Jiwa 97Jiwa
7. 30 – 34 Tahun 40 Jiwa 49 Jiwa 89Jiwa
8. 35 – 39 Tahun 38 Jiwa 35 Jiwa 73Jiwa
9. 40 – 44 Tahun 36 Jiwa 38 Jiwa 74Jiwa
10. 45 – Keatas 25 Jiwa 31 Jiwa 56 Jiwa
JUMLAH 532 Jiwa 603 Jiwa 1.135Jiwa
Sumber : Data Monografi yang didapat dari ketua RT bulan November 2016.
Berdasarkan struktur umum, penduduk di Triraksa Village tergolong
penduduk berusia Anak-Anak sampai Remaja. Indikasi ini tergambar dari rasio
penduduk usia kelompok umur 0-19 tahun merupakan yang terbanyak jumlahnya
bahkan melebihi setengah dari total penduduk, yaitu sebanyak 595 jiwa. Serta rasio
35
jenis kelaminmasyarakat di Perumahan Triraksa Village menunjukkan bahwa
masyarakat di Perumahan Triraksa Village ini di dominasi oleh kaum
Hawa/Perempuan.
2. Kondisi Pendidikan
Pendidikan adalah satu hal penting dalam memajukan tingkat kesejahteraan
pada umumnya dan tingkat ekonomi pada khususnya. Dengan tingkat pendidikan
yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan. Tingkat kecakapan pula
akan mendorong tumbuhnya keterampilan kewirausahaan dan pada gilirannya
mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru.
Dengan munculnya lapangan pekerjaan baru tersebut telah membantu
program pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru guna mengatasi
pengangguran. Pendidikan biasanya akan dapat mempertajam sistematik pikir atau
pola pikir individu, selain itu mudah menerima inormasi yang lebih maju.
Dalam bidang pendidikan, MasyarakatPerumahan Triraksa Villagesangat
terbantu dengan adanya fasilitas-fasilitas yang ada di wilayah Kelurahan Tigaraksa.
Disamping akses sekolah yang dekat dengan tempat tinggal, Kelurahan Tigaraksa
merupakan salah satu Kelurahan yang memiliki fasilitas pendidikan yang cukup
memadai, hal ini terbukti dengan adanya fasilitas pendidikan mulai dari Taman
Kanak-Kanak/Raudhatul Atfal, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah
Menengah Pertama hingga Sekolah Menengah Atas/Kejuruan, pondok-pondok salaf
maupun Perguruan Tinggi Swasta yang layak dan baik.
Sarana pendikan yang terdapat di dalam Perumahan Triraksa Village sendiri
yaitu pendidikan non formal seperti taman baca al-qur’an yang di ikuti oleh anak-
anak usia 4-12 tahun yang ada di Mushola Babussalam maupun di rumah-rumah
warga setempat yang peduli dengan pendidikan agama bagi anak-anak setempat.
36
3. Kondisi Sosial
Seperti diketahui, Indonesia tidak terdiri atas satu masyarakat yang
homogeny, tetapi sangat bermacam-macam termasuk masyarakat di Perumahan
Triraksa Village. Walaupun bermacam-macam etnis yang ada didalamnya namun
apabila terjadi suatu hal yang menimpa salah satu warga, baik suka maupun duka,
warga lain pasti ikut andil membantu, saling meringankan beban warga yang sedang
berkepentingan. Tak penting dari suku mana maupun beda agama, karena hal tersebut
merupakan nomor yang kesekian dalam kehidupan bersosial.
Seperti kematian, jika sebuah keluarga mendapat musibah maka warga yang
lain akan datang dan ikut berkabung, bersama-sama mengurus proses penguburan
mulai dari memandikan, mengafani, menyolatkan, menyiapkan liang lahat hingga
menguburkan sang mayat tersebut.
Begitu pula dengan pengaruh yang masuk kedalamnya, relatif berbeda-beda
satu wilayah dengan wilayah lainnya, baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam
hal inilah kondisi masyarakat di wilayah Perumahan Triraksa Village dan pengaruh
dari masyarakat yang datang dari luar Kelurahan Tigaraksa yang sangat memengaruhi
dalam pembentukan masyarakat yang bertingkat-tingkat, namun tak mengurangi rasa
sosial untuk saling bantu-membantu dikala ada tetangga yang kesusahan.
4. Kondisi Perekonomian
Keadaan ekonomi masyarakat di Perumahan Triraksa Village dikategorikan
sebagai penduduk yang ekonominya di taraf menengah kebawah. Hal ini terlihat dari
mata pencaharian secara umum penduduk warga di Perumahan Triraksa Village, yang
mayoritas penduduknya adalah buruh pabrik, karyawan, pedagang, PNS, polisi, TNI
dan sebagian adalah guru.
37
Untuk lebih jelasnya, profesi warga di Perumahan Triraksa Village dapat
dilihat dalam table komposisi penduduk menurut mata pencaharian dibawah ini:
Tabel 3.3
Tabel Mata Pencaharian Warga Perumahan Triraksa Village3
NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH
1. PNS 23 Orang
2. TNI 2 Orang
3. POLRI 11 Orang
4. Karyawan Swasta/Buruh Pabrik 232 Orang
5. Wiraswasta/Pedagang 124 Orang
6. Buruh Tani 36 Orang
7. Buruh Lepas 46 Orang
5. Kondisi Keberagamaan
Agama4 adalah hubungan antara mahluk dan khaliq-nya, hubungan ini
mewujud kepada sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan
tercermin pula dalam kehidupan tiap individu sehari-hari.5 Agama di Perumahan
Triraksa Village dikenal sebagai suatu keyakinan yang mengarahkan untuk bersikap
baik, khususnya masyarakat yang memeluk agama Islam.Meskipun masih ada agama
lain selain Islam di wilayah Perumahan Triraksa Village, tapi keberagamaan di
Perumahan Triraksa Village ini berjalan harmonis dan semakin indah tatkala
masyarakat pun saling menumbuhkan rasa bertoleransi antar agama, yang berakibat
3CatatanMonografi yang di dapat dari Ketua RTbulan Juli-September 2016.
4Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalahsistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. 5M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung, Mizan, 1992), h. 210.
38
tidak menimbulkan perselisihan atau pertengkaran antar masyarakat terkait agama
bahkan yang terlahir adalah rasa saling menghormati, menyayangi serta melindungi
antar masyarakat walaupun berbeda Agama.
Masyarakat di Perumahan Triraksa Village mayoritas penduduknya ialah
beragama Islam.Terdapat 2 mushola, dimana sarana ibadah tersebut selain digunakan
sebagai tempat ibadah solat lima waktu, juga digunakan sebagai pusat kegiatan oleh
masyarakat Perumahan Triraksa Village. Bermacam-macam kegiatan yang dilakukan
di lingkungan musholla tersebut, terkhusus di musholla Babussalam, yang dijadikan
sebagai pusat kegiatan masyarakat karena letaknya yang strategis di tengah-tengah
pemukiman.Kegiatan yang rutin dilakukan mulai dari pengajian anak-anak, pengajian
remaja, pengajian ibu-ibu serta serta pengajian bapak-bapak. Baik pengajian rutin
mingguan yang dilakukan pada setiap hari kamis malam, jumat malam, sabtu malam
serta ahad subuh dan malam hari setelah solat maghrib yang membahas berbagai
kajian seperti Qur’an Tafsir, Qur’an Tajwid, Fiqh serta hadis.6
Kegiatan rutin selain pengajian mingguan ialah kegiatan “One Week One
Juz”7, dimana para tokoh agama setempat mengajak masyarakat untuk tetap
menanamkan al-Qur’an di hati setiap masyarakat walaupun dunia semakin
menjauhkan kita dari al-Qur’an. Kegiatan ini adalah bentuk terobosan yang dibuat
oleh tokoh agama setempat untuk menyeimbangkan antara tetap berpegang teguh
pada Al-Qur’an, mengamalkan Al-Qur’an, cinta Al-Qur’an dengan hidup di zaman
yang serba maju ini, dimana masyarakat baik itu anak-anak, remaja, ibu-ibu maupun
bapak-bapak diajak untuk sama-sama membaca Al-Qur’an minimal satu Juz.
Walaupun masyarakat Perumahan Triraksa Village mayoritas beragama
Islam, namun kehidupan antar agama di lingkungan tersebut dapat dikatakan baik dan
6Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat setempat, 28 November 2016
7Hasil wawancara dengan tokoh masyarakats etempat, 30 November 2016
39
harmonis. Menurut Bapak Tugimun selaku ketua RT 06 di Perumahan Triraksa
Village, bahwa apabila ada warganya yang sedang tertimpa musibah pastilah seluruh
masyarakat akan datang membantu termasuk warganya yang non muslim, begitupun
sebaliknya. Hal ini lah yang bisa dikatakan sebagai kehidupan antar agama yang baik
serta harmonis.
Berikut sarana-sarana ibadah yang ada di Perumahan Triraksa Village :
Tabel 3.4
Sarana Ibadah di Perumahan Triraksa Village
NO SARANA IBADAH JUMLAH
1. Masjid -
2. Mushalla 2 Buah
3. Klenteng 1 Buah
40
BAB IV
ANALISA PENELITIAN
A. Deskripsi dan Penyajian Data
Data penelitian ini diperoleh melalui wawancara dalam bentuk wawancara
mendalam terhadap responden yang memiliki anak angkat serta terhadap masyarakat
umum di Perumahan Triraksa Village seperti tokoh masyarakat maupun tokoh agama
yang ada dan bersedia. Disini penulis menyediakan kuesioner mengenai pemahaman
masyarakat di Perumahan Triraksa Village tentang hadis larangan menasabkan nama
selain kepada ayah kandung.
Dalam pengolahan data tersebut penulis/peneliti menggabungkan tiga proses
penggabungan data dengan mengolah data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi
menjadi sebuah data yang bisa saling melengkapi sehingga dapat di deskripsikan. Setelah
itu penulis/peneliti mencoba menafsirkan hasil penggabungan tiga sumber diatas menjadi
sebuah narasi deskriptif kualitatif yang diuraikan ke dalam bahasa yang sederhana hingga
mudah dimengerti. Karena penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif maka
penulis/peneliti cukup menggambarkan realitas yang ada. Dari data yang terkumpul
tersebut akan dijelaskan apa adanya dengan kata-kata untuk memperoleh suatu
kesimpulan.
Untuk mempermudah pemahaman bagi pembaca, maka penulis akan
mengkatagorikan pertanyaan-pertanyaan yang penulis lontarkan kepada responden
menjadi dua kategori, yaitu; pertama, pertanyaan menyangkut pengetahuan tentang
pengangkatan anak. Kedua, pertanyaan yang menyangkut nasab anak angkat dan hadis
larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung.
41
B. Pemahaman Masyarakat Perumahan Triraksa Village Tentang Nasab Anak Angkat.
1. Pengetahuan Tentang Pengangkatan Anak
Dalam kategori pertanyaan ini, penulis berusaha mencari tahu seberapa besar
pengetahuan responden mengenai pengangkatan anak.
Tabel 4.1
Pemahaman Masyarakat Tentang Pengangkatan Anak
NO Alternatif Jawaban Jumlah Persentase (%)
1. Sangat Mengetahui 7 14 %
2. Cukup Mengetahui 31 62 %
3. Kurang Mengetahui 11 22 %
4. Tidak Mengetahui 1 2 %
TOTAL 50 100%
Berdasarkan tabel diatas,bahwa mayoritas masyarakat di perumahan Triraksa
Village mengetahui apa itu pengangkatan anak, yaitu sebanyak 31 responden (62%)
yang cukup mengetahui dan 7 responden (14%) yang sangat mengetahui.Mayoritas
penjabaran masyarakat dalam memahami apa itu pengangkatan anak ialah “mengurus
anak orang lain untuk disekolahkan dan membantu meringankan biaya hidup orang
tua kandungnya”. Namun ada pula masyarakat yang kurang mengetahui apa itu
pengangkatan anak, yaitu sebanyak 11 responden (22%) yang kurang mengetahui
serta 1 responden (2%) yang tidak mengetahui.1
1Hasil penelitian kuesioner sebanyak 50 angket di wilayah Kelurahan Tigaraksa pada tanggal 28-30
November 2016
42
Tabel 4.2
Bagaimana Hukum Melakukan Pengangkatan Anak?
No Alternatif Jawaban Jumlah Persentase (%)
1 Diperbolehkan 39 78%
2 Dianjurkan 6 12%
3 Tidak Dianjurkan 4 8%
4 Dilarang 1 2%
Total 50 100%
Berdasarkan tabel diatas, masyarakat di Perumahan Triraksa Village
memahami bahwa melakukan pengangkatan anak itu diperbolehkan. Hal ini dapat
dilihat jawaban yang diberikan oleh responden mayoritas memperbolehkan
melakukan pengangkatan anak dengan jumlah 39 responden (78%). Dengan jawaban
mayoritas ialah “membantu orang yang kurang mampu (dalam hal ekonomi) untuk
membesarkan sang anak”.Sebanyak 6 responden (12%) yang menjawab dianjurkan,
4 responden (8%) yang menjawab tidak dianjurkan dan 1 responden (2%) yang
menjawab dilarang.2
2. Pengetahuan Nasab Anak Angkat dan Hadis Larangan Menasabkan Nama
Selain Kepada Ayah Kandung
Dalam kategori pertanyaan ini, penulis berusaha untuk mencari tahu apakah
masyarakat di Perumahan Triraksa Village mengetahui tentang nasab, nasab anak
angkat serta hadis tentang larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung
dan apakah mereka sepakat dengan kandungan hadis tersebut?
2Hasil penelitian kuesioner sebanyak 50 angket di wilayah Kelurahan Tigaraksa pada tanggal 28-30
November 2016
43
Tabel 4.3
Pemahaman Masyarakat Tentang Nasab
NO Alternatif Jawaban Jumlah Persentase (%)
1. Sangat Mengetahui 5 10%
2. Cukup Mengetahui 20 40%
3. Kurang Mengetahui 16 32%
4. Tidak Mengetahui 9 18%
TOTAL 50 100%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat di
Perumahan Triraksa Village tentang nasabcukup berimbang antara mengetahui dan
tidak. Dapat dilihat, sebanyak 5 responden (10%) menjawab sangat mengetahui dan
sebanyak 20 responden (40%) menjawab cukup mengetahui, dimana mayoritas
jawaban yang masyarakat Perumahan Triraksa Village jabarkan ialah “silsilah
keluarga dan garis keturunan”. Serta 16 responden (32%) menjawab kurang
mengetahui dan 9 responden (18%) yang menjawab tidak mengetahui.
Tabel 4.4
Pemahaman Masyarakan Tentang Nasab Anak Angkat
No Alternatif Jawaban Jumlah Peresentase (%)
1 Sangat Memahami 1 2%
2 Cukup Memahami 12 24 %
3 Kurang Memahami 19 38 %
4 Tidak Memahami 18 36 %
Jumlah 50 100 %
44
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa Masyarakat Perumahan Triraksa
Village kurang atau tidak memahami seperti apa nasab anak angkat. Bisa dilihat,
bahwa hanya 1 responden (2%) yang sangat mengetahui nasab anak angkat, 12
responden (24%) yang cukup memahami, 19 responden (38%) yang kurang
memahami serta 18 respondeng (36%) yang tidak memahami sama sekali. Dari data
diatas menjelaskan bahwa pemahaman masyarakat tentang nasab anak angkat itu
kurang dan perlu tindak lanjut agar masyarakat di Kelurahan Tigaraksa memahami
nasab anak angkat tersebut, karena hal ini sangatlah penting bagi keluarga-keluarga
yang telah dan yang akan melakukan kegiatan pengangkatan anak.
Tabel 4.5
Distribusi responden berdasarkan pernah mengkaji atau hanya mendengar
hadis tentang larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung
No Alternatif Jawaban Jumlah Presentase (%)
1 Pernah Mengkaji - 0 %
2 Pernah Mendengar 28 56 %
3 Tidak Tahu 22 44 %
Jumlah 50 100 %
Berdasarkan tabel diatas, bahwa mayoritas responden hanya pernah
mendengar hadis ini secara tersirat saja tanpa memahami secara jelas apa makna di
dalam kandungan hadis tersebut. Dapat dilihat, sebanyak 28 responden (56%)
menjawab pernah mendengar, dan 22 respondeng (44%) menjawab tidak tahu.
Pemahaman masyarakat di perumahan Triraksa Village tentang hadis larangan
menasabkan nama selain kepada ayah kandung dapat dikatakan kurang memahami,
hal ini dapat disebabkan karena kurangnya perhatian dari masyarakat itu sendiri
45
terhadap hadis tersebut. Sebagian dari mereka menganggap tidak terlalu penting
karena mereka merasa tidak melakukan kegiatan pengangkatan anak, dan bagi
keluarga yang melakukan kegiatan anak ini tidak berani menanyakan kepada tokoh
Agama maupun tokoh masyarakat setempat mengenai hal-hal yang menyangkut
pengangkatan anak karena rasa malu yang tinggi yang disebabkan tidak bisa
bereproduksi. Serta kurangnya pengarahan maupun perhatian lebih dari tokoh agama
setempat dalam mengkaji kajian yang lebih variatif terkhusus mengkaji hadis tersebut
serta permasalahan-permasalahan mengenai pengangkatan anak lebih dalam.3
C. Analisa Penulis
Dari hasil penelitian diatas, penulis dapat menganalisa sebagai berikut ;
Masyarakat di Perumahan Triraksa Village mengetahui betapa pentingnya
menumbuhkan serta mengembangkan pengetahuan agama untuk bekal kehidupan sehari-
hari di dunia maupun di akhirat kelak. Dari kegiatan penelitian yang penulis lakukan
cukup membuat masyarakat di perum Triraksa Village kembali sadar dan berkeinginan
kembali untuk terus mengaji, mengkaji serta menerapkan ilmu yang telah didapat.
Dalam kenyataanya, masyarakat di Perumahan Triraksa village kurang
memahami mengenai hal nasab anak angkat serta hadis larangan menasabkan nama
selain kepada ayah kandung. Sebagian masyarakat menganggap bahwa kegiatan
pengangkatan anak adalah bentuk dari kepedulian sosial, karena dengan melakukan
kegiatan pengangkatan anak ia telah membantu keluarga kandung dari anak angkat
tersebut dalam hal ekonomi serta pendidikan sang anak.
Kegiatan pengangkatan anak memang benar bentuk dari hubungan sosial dan baik
apabila dilakukan, namun kurang di ikuti oleh pemahaman seperti apa hal-hal yang
terikat apabila melakukan kegiatan pengangkatan anak. Bahwa dalam melakukan
3Hasil wawancara dengan Tokoh Agama Setempat, pada tanggal 30 November 2016
46
kegiatan pengangkatan anak perlu diperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh sang anak
angkat serta batasan-batasan yang dimiliki anak angkat.
Kegiatan penelitian yang penulis ketahui mengenai pengangkatan anak di
Perumahan Triraksa Village hanya sebatas mengurus serta membiayai sekolah anak
angkat tersebut, karena masyarakat setempat memang kurang memahami nasab anak
angkat yang dibenarkan dalam ajaran Islam. Memang kegiatan pengangkatan anak di
Perumahan Triraksa Village ini tidak melampaui batasan yang ada di dalam kegiatan
pengangkatan anak dalam agama Islam. Namun tetap diperlukan edukasi bagi orang tua-
orang tua angkat mengenai hal-hal yang terkait dalam kegiatan pengangkatan anak
seperti nasab anak angkat serta memahami hadis yang melarang menasabkan nama selain
kepada ayah kandung.
Kenyataanya, bukan hanya orang tua-orang tua angkat dan anak angkat saja yang
kurang memahami bagaimana nasab anak angkat yang sebenarnya, tetapi banyak pula
masyarakat umum yang masih belum memahami seperti apa itu nasab anak angkat, dan
bagaimana cara melakukan kegiatan pengangkatan anak agar tidak melewati batasan
yang telah di tetapkan dalam agama Islam.
Dari adanya kegiatan penelitian ini banyaknya respon dari sebagian masyarakat
umum di Perumahan Triraksa Village yang tertarik untuk membahas hal ini lebih
mendalam. Bukan hanya mengenai pengangkatan anak atau nasab anak angkat saja, akan
tetapi mereka sadar bahwa ilmu agama terkait dengan hukum-hukum dalam agama Islam
kurang mereka dapatkan karena serba keterbatasan. Keterbatasan ahli dalam bidangnya,
keterbatasan waktu dan lainnya.
Dari sini sudah jelas, bahwa perlu adanya kegiatan-kegiatan keagamaan atau
pengajian rutin yang terjadwal dengan baik terus menerus dengan didukung oleh tenaga-
tenaga ahli dalam bidang keagamaan atau ustad yang membahas bahasan kajian-kajian
47
yang lebih variatif dan tidak monoton. Agar masyarakat di Perumahan Triraksa Village
memiliki wawasan yang luas dalam bidang ilmu Agama serta masyarakatkembali sadar
akan pentingnya ilmu-ilmu agama untuk kehidupan sehari-hari agar mampu
menyeimbangkan urusan dunia dengan urusan akhirat, agartidak hanyut dalam
perkembangan tekhnologi yang berkembang pesat sekarang ini.
48
48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian yang sudah penulis lakukan di Peumahan Triraksa Village Tangerang
Kabupaten, pemahaman masyarakat di Perumahan Triraksa Village tentang hadis
larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung, dapat disimpulkan sebagai
berikut ;
Sebagian besar masyarakat di Perumahan Triraksa Village kurang mengetahui
tentang hadis larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung. Hal ini terbukti
dari 50 responden yang penulis teliti 22 responden menjawab tidak tahu dan 28 lainnya
menjawab hanya pernah mendengar tanpa memahami apa kandungan di dalam hadis
tersebut. Kurangnya pemahaman ini diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya keinginan
yang dimiliki untuk mengkaji hadis tersebut.
Meskipun mayoritas masyarakat di Perumahan Triraksa Village kurang
memahami apa itu nasab anak angkat, hasil dari data yang penulis peroleh di lapangan
bahwa masyarakat yang melakukan kegiatan pengangkatan anak tidak ada yang
menasabkan nama angkat mereka kepadanya.
49
B. Saran
Kedudukan hadis Nabi SAW sebagai sumber ajaran agama Islam setelah al-
Qur’an mempunyai peranan penting dalam kehidupan umat muslim di dunia. Untuk itu
penulis menghimbau sebagai berikut :
Agar pembaca dapat terus mendalami pengetahuan terhadap hadis-hadis yang
telah beredar dikalangan masyarakat maupun hadis-hadis yang sudah menjadi ‘amaliyah
kaum muslim terkhusus di Perumahan Triraksa Village. Dengan tujuan memberikan
perhatian yang penuh terhadap hadis. agar pengetahuan, pemahaman dan pengamalan
hadis di masyarakat dapat tersebar dan diamalkan dengan baik.
Teruntuk tokoh masyarakat Perumahan Triraksa Village, orang tua-orang tua
yang telah melakukan kegiatan pengangkatan anak maupun yang akan melakukan
kegiatan pengangkatan anak, haruslah memperhatikan batasan-batasan pada kegiatan
pengangkatan anak yang telah diatur oleh agama Islam.
Penulis membuka kritik dan saran seluas-luasnya atas pemikiran penulis yang
tertuang dalam skripsi ini. Penelitian ini pastinya memiliki banyak sekali kekurangan
yang kiranya harus dibenarkan, sebanding dengan sedikitnya wawasan dan ketidaktahuan
serta ketidakpahaman penulis akan pengetahuannya.
50
50
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi al-Sandi, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Kotob al-ilmiyah, 1998), Kitab Faraid,
Jilid IV.
‘Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995).
Abu Abdullah An-Nu’ami, ‘Aunul Ma’bud ‘ala Syarh Sunan Abi Dawud. (Beirut: Daar Ibn
Hazm, 2005).
Abu Qutaibah Nazir Muhammad Al-Faroyani,Shahih Muslim (Riyadh: Daar Thoyyibah
Linnisyri wa Al-Tawzii’, 2016).
Abu ‘Ubaidah Masyhur bin Hasan, Sunan Abu Daud, (Riyadh : Maktabah Ma’arif Linnatsir
wa At-Tauri’ 1423 M).
Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqolani, Fathul Bari bii Syarh Shohih Al-Imam Abu
Abdullah Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari. (TT. Maktabah As-Salafiyah.TH).
Ahmad Muhammad Syakir, Al-Jaami’ Al-Shohih Sunan Tirmidzi.
Alamuddin Tuwu, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UI Press, 2006).
Allama Hammam Maulana Syekh Nisham, Al-Fatawy al-Hindiyyah, (Beirut: Dar Al-
Ma’rifah,tth).
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antar Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. Kedua.
Budiarto. Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum. (Jakarta: Akademika
Pressindo,1985).
Buku Monografi Kelurahan Tigaraksa, Bulan Juli-September 2016.
Data Ketua RT 6 & 7 Perumahan Triraksa Village bulan November 2016.
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, 2008).
51
https://kepri.kemenag.go.id/files/kepri/file/file/Perpu/hjig1391671799.pdf di akses pada 11
November 2016.
Husain Saliim, Musnad Ad-Daarimi, Sunan Ad-Darimi pada bab Manida’a ilaa Ghoira
Abihi (Riyadh: Daar Al-Mughny Linnisyri wa Al-Tawzi’, 2000).
Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Araby, (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.t.h), Jilid VI.
Isma’il bin ‘Umar bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, (Beirut: Daar Ibn Hazm. 2000).
Kautsar al-Mainawi, Huquq al-Thifl fii al-Islam, (Riyadh: Ammar Press, 1414).
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia).
Kholil Ma’mun Syiha. Sunan Ibnu Majjah, (Beirut: Daarul Ma’riah, 1996), Kitab Huduud,
Hadis No. 2611.
KHO Sholeh, HAA. Dahlan, MD. Dahlan, Asbabun Nuzul, (Bandung: Diponegoro,tt).
Lexy J. Moleong. Metodologo Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2004).
Luis Ma’luf, Al-Munjid fii Al-Lughah, (Beirut: Dar al-Masyriq,1977), Cet. ke-22.
Maḥmud Shalṭut. Al-Fatawā. (Kairo: Dār al-Qalam,t.t.).
Masjfuk Zuhdi, Masāil Fiqhiyah. (Jakarta: Masagung, 1991).
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika,
1995).
Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal al-Syakhsiyyah, (t.t : Dar Al-Fikr Al-Araby, t.t.h).
Muhammad ibn Ahmad al-Anshari al-Qurtubi, Al-Jami’ lii Ahkam Al-Qur’an. (Beirut: Dar
al-Fikr,tth).
Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1988).
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung, Mizan, 1992).
Nasroen Haroen, Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996).
52
Sjukrie Sofyan Erna, Lembaga Pengangkatan Anak”, (Mahkamah Agung RI, 1992).
Soerjono Soekanto & Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta, CV. Rajawali,
1986).
Syarh Sunan Ibn Majjah, (Jordan : Baitul Al-Afkar Al-Dauliyah, 2007).
Syua’ib Al-Arnauut, Musnad Ahmad (Beirut: Al-Resalah Publishing House, 1997).
W. Van Houve, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1994).
Yaswirman. Hukum Keluarga (Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilinear Minangkabau). (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2013).
Ziba Mir Hosseini, Perkawinan dalam Kontroversi Dua Madzhab: Kajian Hukum Keluarga
Dalam Islam, terj. Marriage an Trial: A Study of Islamic Family Law, (Jakarta: ICIP,
2005).
Lampiran 1
INFORMED CONCEPT
Salam Hormat,
Saya adalah mahasiswa S1 Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian tentang hadis larangan
menasabkan nama selain kepada ayah kandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
seberapa jauh pemahaman masyarakat di Perum Triraksa Village Mengenai nasab anak angkat
dalam memahami hadis tersebut.
Saat ini saya bermaksud untuk melakukan pengambilan dan penelitian mengenai
pemahaman tersebut. Proses pengambilan data ini dilakukan melalui wawancara maupun
pengisian kuesioner/angket yang akan di isi oleh orang tua-orang tua yang melakukan kegiatan
pengangkatan anak dan masyarakat umum di wilayah Kelurahan Tigaraksa. Hasil penelitian ini
tergantung pada jawaban saudara/i berikan, oleh karena itu saya memohon jawaban wawancara
maupun pengisian kuesioner/angket ini sesuai dengan pemahaman saudara/i mengenai nasab
anak angkat dan hadis larangan menasabkan nama selain kepada ayah kandung.
Agar data tersaji secara akurat dan tidak terjadi kesalahan dalam pengisian, saya mohon
bacalah petunjuk penelitian dengan seksama. Data yang diberikan saudara/i hanya akan
digunakan untuk keperluan penelitian skripsi ini.
Saya sangat menghargai luang waktu yang saudara/i berikan untuk wawancara dan
mengisi kuesioner/angket yang penulis ajukan, atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan
terima kasih.
Penulis
Muhammad Rezza Hidayat
1110034000030
Lampiran 2
POPULASI DAN SAMPLE PENELITIAN
Populasi Masyarakat Perumahan Triraksa Village
Sample Bapak-Bapak
29 Orang
Ibu-Ibu
13 Orang
Remaja
7 Orang
Berikut adalah data responden penelitian :
NAMA
NO L/P UMUR PEKERJAAN
1 Ustad Ahmad Nawawi L 43 Th Pengajar/Ustad
2 Saudara Ade Satria L 25 Th Mahasiswa/i
3 Bapak Rizwan Januar L 40 Th Karyawan
4 Ibu Enno Muhimah P 47 Th Ibu Rumah Tangga
5 Bapak Muhammad Rifki L 35 Th Karyawan
6 Bapak Agus Saptono L 44 Th Buruh Lepas
7 Ibu Nurhayati P 41 Th Ibu Rumah Tangga
8 ibu Endang P 34 Th Ibu Rumah Tangga
9 Ibu Rohaini P 36 Th Ibu Rumah Tangga
10 Ibu Alfin P 28 Th Karyawan
11 ibu Selena P 30 Th Karyawan
12 Ibu Aspiah P 31 Th Ibu Rumah Tangga
13 Bapak Luki Suryadi L 33 Th Wirausaha
14 Ibu Hambaeni/Heni P 33 Th Wirausaha
15 Bapak Rahmat Hidayat L 52 Th Buruh Lepas
16 Bapak Supriyadi L 24 Th Karyawan
17 Bapak Mucklis P 46 Th Karyawan
18 Fulan
19 Bapak Yusup Setyanto L 45 Th Karyawan
20 Bapak Supriyono L 38 Th Karyawan
21 Ibu Rahayu P Pengajar/Ustadzah
22 Saudara Kosim Nurjaman L 24 Th Karyawan
23 Ustad Solihin L 36 Th Pengajar/Ustad
24 Bapak Paino L 39 Th Karyawan
25 Bapak Tugimun L 47 Th Buruh Lepas
26 Bapak Asep Suherman L 46 Th Guru/Pengajar
27 Ustad Bach. Yunof Candra, M. Pd.I L 29 Th Guru/Pengajar
28 Bapak Rahmat L 37 Th Wirausaha
29 Bapak Awaludin L 34 Th Karyawan
30 Bapak Sabil L 39 Th Karyawan
31 Bapak Yudi A L 33 Th Karyawan
32 Ustad Abas Sutriadi L 45 Th Karyawan
33 Ustad Syaiful Anwar L 29 Th Guru/Pengajar
34 Bapak Irul L 29 Th Karyawan
35 Saudara Anam L 26 Th Karyawan
36 Bapak Dedy L 36 Th Wirausaha
37 Bapak Marjuki L 32 Th Karyawan
38 Bapak Angga L 40 Th Wirausaha
39 Ibu Endang P 52 Th Karyawan
40 Saudari Chaerunnisa P 18 Th Mahasiswa/i
41 Bapak M. Rizal L 56 Th Karyawan
42 Bapak Ahmad Syariuddin L 47 Th Karyawan
43 Saudara Dziki Adnan L 26 Th Karyawan
44 Saudari Erika P 29 Th Karyawan
45 Ibu Nurhayati P 46 Th Karyawan
46 Saudari Rifanny Fathia P 24 Th Mahasiswa/i
47 Bapak Yusuf L 33 Th Karyawan
48 Bapak Anbar L 27 Th Karyawan
49 Ibu Fitria P 35 Th Ibu Rumah Tangga
50 Ibu Adinda P 29 Th Karyawan
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK DIWAWANCARAI
Setelah mendapatkan penjelasan dari maksud dan tujuan penelitian ini, maka saya bersedia untuk
menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara :
Nama : Muhammad Rezza Hidayat
NIM : 1110034000030
Judul : Pemahaman Masyarakat di Kelurahan Tigaraksa tentang Nasab Anak Angkat
(Analisis terhadap hadis larangan menasabkan selain kepada ayah kandung)
Demikianlah persetujuan ini saya tandatangani dengan sukarela serta tanpa adanya paksaan dari
siapapun.
Tangerang, 28 November 2016
Responden
(…………………………...)
Lampiran 4
KUESIONER
Petunjuk :
1. Berilah tanda silang (X) pada jawaban saudara/i.
2. Pilihlah salah satu jawaban yang saudara/i anggap paling tepat dan benar.
3. Sertakan alasan & penjelasan atas pilihan anda.
Hari/Tanggal : ______________________
Nama : ______________________
Alamat : ______________________
Jenis Kelamin : ______________________
1. Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu pengangkatan anak?
a. Sangat Mengetahui
b. Cukup Mengetahui
c. Kurang Mengetahui
d. Tidak Mengetahui
Mohon di Jelaskan : ____________________________________________________________
____________________________________________________________
2. Apakah bapak/ibu pernah melakukan kegiatan pengangkatan anak?
a. Pernah
b. Tidak Pernah
Sertakan Alasan : ______________________________________________________________
______________________________________________________________
3. Apa hukum pengangkatan anak sepengetahuan bapak/ibu?
a. Diperbolehkan
b. Dianjurkan
c. Tidak Dianjurkan
d. Dilarang
Sertakan Alasan : ______________________________________________________________
______________________________________________________________
4. Apakah bapak/ibu mengetahui apa itu nasab?
a. Sangat Mengetahui
b. Cukup Mengetahui
c. Kurang Mengetahui
d. Tidak mengetahui
Mohon di Jelaskan : ____________________________________________________________
____________________________________________________________
5. Apakah bapak/ibu memahami nasab anak angkat?
a. Sangat Memahami
b. Cukup Memahami
c. Kurang Memahami
d. Tidak Memahami
Mohon di Jelaskan : ____________________________________________________________
____________________________________________________________
6. Apakah bapak/ibu pernah mendengar atau pernah mengkaji hadis dibawah ini?
عت النهبه صلهى الله عليه وسلهم ي قول من ادهعى إل عن سعد رضي الله عنه قال س
ر أبيه فالنهة عليه حرام.غي أبيه وهو ي علم أنهه غي “Barang siapa menisbatkan dirinya kepada selain ayah kandungnya padahal ia mengetahui
bahwa itu bukanlah ayah kandungnya, maka diharamkan baginya surga” (H.R. Bukhari Muslim)
a. Pernah Mengkaji.
b. Pernah Mendengar saja
c. Tidak Tahu
Mohon di Jelaskan : ____________________________________________________________
____________________________________________________________
7. Apa tanggapan bapak/ibu apabila ada salah satu dari tetangga atau sanak saudara kita yang
melakukan kegiatan pengangkatan anak dan menasabkan anak angkat tersebut tidak kepada
ayah kandungnya?
a. Memberikan Pengertian Kepada Orang Tua Angkat Tersebut.
b. Membiarkan Saja.
Mohon di Jelaskan : ____________________________________________________________
____________________________________________________________
Lampiran 5
DOKUMENTASI PENELITIAN
*Perumahan Triraksa Village Tampak Depan
*Musholla Babussalam Tampak Kiri *Mushollah Babussalam Tampak Kanan
*Klenteng
WAWANCARA
MASYARAKAT PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE
Hari : Selasa
Tanggal : 29 November 2016
Nama : Bapak Tugimun
Keterangan : Ketua RT 06/05
P : Di perumahan ini, apakah ada pengajian rutin yang di ikuti oleh masyarakat setempat?
R : Ada, pengajian rutin itu dalam satu bulan di setiap malam senin yang membahas tajwid, al-
qur‟an dan pengajian lainnya. Pengajian tersebut di khususkan bagi bapak-bapak di perumahan
ini, da nada pengajian khusus untuk ibu-ibu juga tetapi saya kurang mengetahui dengan jelas
jadwal pengajian tersebut.
P : Kajian apa saja yang dibahas dalam pengajian tersebut?
R : Pengajian rutin yang biasa kita adakan biasanya membahas Ilmu Tajwid, Al-Qur‟an dan lain-
lain
P : Selama ini, apakah pernah di dalam pengajian rutin ini membahas/mengkaji hadis larangan
menasbkan nama selain kepada ayah kandung?
R : Belum, di pengajian rutin yang biasa kita adakan belum pernah kita membahas hadis tersebut.
P : Apakah di wilayah perumahan Triraksa Village ini ada keluarga yang melakukan kegiatan
pengangkatan anak?
R : Belum ada, selama saya menjabat sebagai ketua RT disini selama enam tahun belum ada warga
saya yang melakukan kegiatan pengangkatan anak. Akan tetapi, ada beberapa keluarga yang
menganggap anak orang lain sebagai anaknya dan hanya sekedar membantu membiayai
keperluan sekolah sang anak saja karena melihat keluarga sang anak yang kurang mampu.
WAWANCARA
MASYARAKAT PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE
Hari : Selasa
Tanggal : 29 November 2016
Nama : Bapak Asep
Keterangan : Ketua RT 07/05
P : Di perumahan ini, apakah ada pengajian rutin yang di ikuti oleh masyarakat setempat?
R : Ada, pengajian rutin itu ada untuk bapak-bapak, adapula untuk ibu-ibu. Dan setiap minggu
materi yang diajarkan berganti-ganti. Pengajian bapak-bapak diadakan setiap malam senin yang
berlangsung di Mushola Babussalam serta pengajian ibu-ibu diadakan setiap minggu sore. Bukan
hanya di hari minggu kita mengadakan pengajian, di setiap malam jumat pun kita rutin
mengadakan baca surat Yaasin bersama dan setiap hari sabtu malam kita mengadakan kegiatan
yang namanya “One Week One Juz”.
P : Kajian apa saja yang dibahas dalam pengajian tersebut?
R : Pengajian Tafsir Al-Qur‟an, Cara baca Al-Qur‟an, Kajian Ilmu Fiqh,
P : Selama ini, apakah pernah di dalam pengajian rutin ini membahas/mengkaji hadis larangan
menasbkan nama selain kepada ayah kandung?
R : Kebetulan untuk materi itu belum sampai.
P : Apakah di wilayah perumahan Triraksa Village ini ada keluarga yang melakukan kegiatan
pengangkatan anak?
R : Sampai saat ini, yang saya ketahui yang secara formal itu belum ada. Akan tetapi untuk hal
semacam itu biasanya keluarga yang melakukan kegiatan pengangkatan anak ini tertutup,
mungkin ada tapi kita tidak mengetahui secara jelasnya ada atau tidaknya.
WAWANCARA
MASYARAKAT PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE
Hari : Rabu
Tanggal : 30 November 2016
Nama : Bapak Bayu
Keterangan : Tokoh Agama
P : Di perumahan ini, apakah ada pengajian rutin yang di ikuti oleh masyarakat setempat?
R : Alhamdulillah, di perumahan ini ada beberapa pengajian rutin yang biasa kita adakan. Untuk
bapak-bapak setiap hari minggu ba‟da maghrib dan untuk ibu-ibu setiap hari minggu ba‟da ashar,
dan ada pula kajian subuh setiap hari minggu ba‟da solat subuh, jadi rata-rata diadakan dihari
libur. Ada pula pengajian remaja yang diadakan setiap hari jum‟at dan sabtu ba‟da solat isya.
P : Kajian apa saja yang dibahas dalam pengajian tersebut?
R : Di pengajian bapak-bapak itu ada kajian Tafsir Qur‟an, Tajwid, Bahasa Arab-Nahwu Sorof dan
Fiqh. Pengajian ibu-ibu Akidah AH hlak, Fiqh, Hadis dan Tajwid. Untuk kajian subuh ada kajian
Fiqh Dakwah, Pengetahuan Islam, Tasawuf. Dan untuk pengajian remaja itu sifatnya incidental
dan ke remajaan.
P : Selama ini, apakah pernah di dalam pengajian rutin ini membahas/mengkaji hadis larangan
menasbkan nama selain kepada ayah kandung?
R : setau saya belum pernah.
P : Apakah di wilayah perumahan Triraksa Village ini ada keluarga yang melakukan kegiatan
pengangkatan anak?
R : ada, namun sifatnya pribadi/tertutup.
WAWANCARA
MASYARAKAT PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE
Hari : Rabu
Tanggal : 30 November 2016
Nama : Bapak Abas
Keterangan : Tokoh Agama
P : Di perumahan ini, apakah ada pengajian rutin yang di ikuti oleh masyarakat setempat?
R : Ada, pengajian disini setiap satu minggu satu kali yang biasanya dalam kajian tersebut mengkaji
pembahsan yang berbeda-beda.
P : Kajian apa saja yang dibahas dalam pengajian tersebut?
R : pengajian Bahasa Arab, Fiqh, Tafsir, Tahsin/baca Al-Qur‟an
P : Selama ini, apakah pernah di dalam pengajian rutin ini membahas/mengkaji hadis larangan
menasbkan nama selain kepada ayah kandung?
R : Pada saat ini kita belum mengkaji bahasan tersebut.
P : Apakah di wilayah perumahan Triraksa Village ini ada keluarga yang melakukan kegiatan
pengangkatan anak?
R : sepengetahuan selama ini yang saya ketahui itu belum ada.
WAWANCARA
MASYARAKAT PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE
Hari : Rabu
Tanggal : 30 November 2016
Nama : Bapak Saiful Anwar
Keterangan : Tokoh Agama
P : Di perumahan ini, apakah ada pengajian rutin yang di ikuti oleh masyarakat setempat?
R : Alhamdulillah, selama saya tinggal disini itu sudah terlaksana pengajian baik itu secara
mingguan maupun bulanan. Dimana setiap hari sabtu itu ada pengajian remaja dan kegiatan
tilawah Al-Qur‟an yaitu „One Week One Juz‟, kemudian ahad ba‟da solat subuh ada kajian
umum, kemudian di sore-malem di hari yang sama pun adapula pengajian ibu-ibu serta bapak-
bapak.
P : Kajian apa saja yang dibahas dalam pengajian tersebut?
R : Kajian-kajian islam, seperti Qur‟an Tajwid, Tafsir, Fiqh dan Bahasa Arab.
P : Selama ini, apakah pernah di dalam pengajian rutin ini membahas/mengkaji hadis larangan
menasbkan nama selain kepada ayah kandung?
R : Kebetulan yang saya ketahui kita belum sampai kesana, dan insyaAllah lambat laun kita akan
mengkahi hal tersebut.
P : Apakah di wilayah perumahan Triraksa Village ini ada keluarga yang melakukan kegiatan
pengangkatan anak?
R : Sepengetahuan saya sampai detik ini belum ada warga ini yang melakukan kegiatan
pengangkatan anak.
WAWANCARA
MASYARAKAT PERUMAHAN TRIRAKSA VILLAGE
Hari : Selasa
Tanggal : 10 April 2017
Nama : Bapak Wahyu Supriadi
Keterangan : Ayah Angkat/Keluarga Angkat
P : Apa bapak pernah melakukan kegiatan pengangkatan anak?
R : Iya, saya pernah melakukan kegiatan pengangkatan anak.
P : Boleh saya mengetahui latar belakang bapak melakukan kegiatan pengangkatan anak?
R : Saya melakukan kegiatan pengangkatan anak karena saat itu melihat tetangga saya yang
memiliki banyak anak yang rata-rata masih kecil kemudian ia memiliki anak lagi (bayi baru lahir)
dan dilihat secara ekonomi keluarganya dapat dikatakan kurang mampu, hal tersebutlah yang
melatar belakangi saya melakukan kegiatan pengangkatan anak.
P : Sudah berapa lama bapak melakukan kegiatan pengangkatan anak?
R : Kurang lebih 3 Tahun (Sejak bayi).
P : Di perumahan ini, apakah ada pengajian rutin yang di ikuti oleh bapak maupun masyarakat
setempat?
R : Ada, pengajian rutin yang ada di perumahan triraksa ini biasanya pada hari sabtu dan minggu
setelah shalat maghrib dan isya yang di ikuti rata-rata oleh bapak-bapak.
P : Kajian apa saja yang dibahas dalam pengajian tersebut?
R : Pengajian rutin yang biasa di adakan biasanya membahas Ilmu Tajwid, Al-Qur‟an dan lain-lain
P : Selama ini, apakah pernah di dalam pengajian rutin ini membahas/mengkaji hadis larangan
menasabkan nama selain kepada ayah kandung?
R : Belum, selama saya mengikuti pengajian rutin yang ada di perumahan triraksa ini belum pernah
mendengar/mengkaji hadis tentang hal tersebut.
P : Apakah bapak menasab nama bapak kepada anak angkat bapak?
R : Saya memang kurang memahami seperti apa makna nasab yang sebenarnya tapi saya tidak
menasabkan/menyisipkan nama saya kepada anak angkat saya.
Top Related