UNIVERITAS JEMBERFAKULTAS PERTANIANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA : BAYU GUSTI SAPUTRA
NIM : 111510501152
GOLONGAN/KELOMPOK : SELASA SIANG / 5
ANGGOTA : ILHAM ROSID (101510501135)
RIDWAN YOGA S (101510501169)
FATCHUL A (101510501172)
ADITYA YULIAN (091510501173)
ESTI DWI YULIANI (101510501135)
FARIS AGAZALI (111510501126)
ARI WAHYUDI (111510501131)
ILHAM ROBY (111510501139)
ACARA : PELAPISAN LILIN DAN
PENYIMPANAN PADA SUHU
RENDAH PRODUK HORTIKULTURA
TANGGAL PRAKTIKUM : 23 OKTOBER 2012
TANGGAL PENYERAHAN : 6 DESEMBER 2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat
ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik
dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walaupun
hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila
penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera
akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa umur
simpan produk hortikultura relatif tidak tahan lama.Usaha yang dilakukan untuk
mencegah kerusakan pasca panen sekaligus mempertahankan umur simpan akibat
laju respirasi dan transpirasi antara lain dengan pelapisan lilin, penggunaan suhu
rendah (pendinginan), modifikasi atmosfer ruang simpan, pemberian bahan kimia
secara eksogen, dan edible coating.
Pelapisan lilin (Waxing) merupakan teknik penundaan kematangan yang
sudah dikenal sejak abad XII. Lilin yang digunakan dapat berasal dari berbagai
sumber seperti dari tanaman, hewan, mineral, maupun lilin sintetis. Perlakuan
dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan pada produk hortikultura yang
mudah busuk telah banyak dilakukan. Tujuan pelilinan pada produk yang
disimpan ini terutama adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat
kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena
adanya proses transpirasi.Produk Hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-
buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup. Benda hidup disini
dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan
kehidupanya yaitu proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme
tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan
mengalami perubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut. Perubahan tersebut
disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan
dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran karbon dioksida (respirasi).
Kehilangan air dari produk hortikultura saat berada pohon tidak masalah
karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air oleh
tanaman. Berbeda dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut tidak
dapat digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya.
Demikian juga kehilangan substrat juga tidak dapat digantikan sehinga
menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah dipanen atau dikenal
sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan perubahan
tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut. Kemunduran kualitas dari
suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan
meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme
sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga
mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Oleh
karena itu diperlukan penanganan pasca panen, dan salah satu penanganan
tersebut akan dilakukan dalam praktikum ini yaitu pelilinan. Lilin akan menutupi
sebagian stomata dan menurunkan laju respirasi sehingga mengurangi penguapan
air dalam produk hortikultura. Manfaat yang lainnya adalah dapat meningkatkan
kilap dan menutupi luka atau goresan pada permukaan kulit buah sehingga
penampakannya menjadi lebih baik.
1.2 Tujuan
1. Meningkatkan pemahaman kegunaan dari pelapisan lilin pada produk
hortikultura.
2. Mampu melaksanakan prosedur pelapisan lilin dan penyimpanan pada
suhu rendah produk hortikultura
3. Mampu melakukan analisis pengaruh pelapisan lilin dan penyimpanan
suhu rendah terhadap kemunduran mutu produk hortikultura
4. Mampu membuat laporan tertulis secara kritis.
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA
Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun segar sangat
diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral, namun
sangat mudah mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya
proses pelayuan yang cepat. Banyak laporan menyebutkan bahwa susut
pascapanen sayuran relatif sangat tinggi yaitu berkisar 40-50% khususnya terjadi
di negara-negara sedang berkembang. Salah satu penyebab terjadinya pelayuan
adalah karena adanya proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui
bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada
permukaan dari produk sayuran daun. Kadar air (85-98%) dan rasio yang tinggi
antara luas permukaan dengan berat produk memungkinkan laju penguapan air
berlangsung tinggi sehingga proses pelayuan dapat terjadi dengan cepat. Selain
faktor internal produk, faktor eksternal seperti suhu, kelembaban serta kecepatan
aliran udara berpengaruh terhadap kecepatan pelayuan (Utama,2007).
Umumnya bagian kulit buah mengandung lapisan lilin alami yang
berfungsi sebagai pelindung. Dalam proses pemanenan, seringkali lapisan
tersebut dapat hilang. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan
penambahan lilin/bahan pelapis secara eksogen. Lapisan lilin dapat
mengurangi susut bobot, menghambat pelunakan, membentuk halangan bagi
pertukaran udara sehingga tercipta suatu kondisi atmosfer terrnodifikasi
dengan konsentrasi oksigen rendah clan CO2 tinggi dan menghambat proses
pemasakan (Purwoko et all.,2000)
Formula umum untuk lilin adalah parafin saja (Depkes, 1989), sedangkan
menurut Murhananto dan Aryantasari (2000), lilin dapat dibuat dari campuran
parafin dengan asam stearat (9:1). Lilin dengan mutu baik biasanya ditambahkan
cera flava tidak lebih dari 20% karena jika lebih akan menyebabkan lilin menjadi
lunak. Penambahan cera flava ke dalam lilin dimaksudkan untuk meningkatkan
kekentalan dari lilin, hal ini sangat dibutuhkan untuk lilin dengan bahan aktif
ekstrak dengan konsentrasi yang cukup tinggi selain itu dengan adanya cera
memudahkan pengeluaran lilin dari cetakan (Yuliani et all., 2005)
Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan mem-
perpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk
(warna, cita rasa, tekstur), mempermudah pena-nganan dan distribusi,
memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran,
meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau
meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi.
Kriteria atau komponen mutu yang penting pada komoditas pangan adalah
keamanan, kesehatan, flavor, tekstur, warna, umur simpan, kemudahan, kehalalan,
dan harga (Herawati, 2008).
Mentimun merupakan tanaman sayuran buah daerah tropik dan subtropik
yang banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Salah satu jenis mentimun
ialah mentimun Jepang (Cucumis sativus L.), yang sudah dikenal petan i sayuran
di Indonesia, karena nilai ekonominya yang tinggi. Beberapa kelebihan mentimun
ini bila dibanding dengan mentimun lokal adalah warna lebih hijau, tekstur lebih
renyah dengan kadar air yang lebih sedikit, rasa lebih manis dan pemanenannya
pada u mur yang relatif singkat (Anonim, 1998) Walaupun pemanenannya relatif
singkat namun perlu diperhatikan saat panen yang tepat agar diperoleh kualitas
yang bagus (Darsana et all.,2003)
Sayuran merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan setelah
pemanenan, baik kerusakan fisik, mekanis maupun mikrobiologis. Padahal
sebagian besar dari produk tersebut lebih disukai untuk dikonsumsi dalam
keadaan segar dalam waktu yang lebih lama setelah panen (Pantastico, 1989).
Oleh karena itu perlu penanganan pasca panen yang memadai untuk
mempertahankan kesegaran, mencegah susut dan kerusakan (Setyawati dan
Asiani, 1992).
Pengolahan produk pangan, selain dapat memperpanjang umur simpan
juga mempengaruhi komponen yang terkandung dalam produk pangan tersebut.
Beberapa proses penanganan produk pangan yang dapat mempertahankan mutu
adalah perlakuan panas tinggi, pembekuan, pelilinan, pengemasan, pencampuran,
serta pemompaan, sehingga mutu bahan pangan dapat dipertahankan
(Arpah,2001).
BAB 3. METODELOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Pelaksanaan praktikum Teknologi Panen Dan Pasca Panen acara Pelapisan
lilin dan Penyimpanan Pada Suhu Rendah Produk Hortikultura dilakukan pada
tanggal 23 Oktober 2012 yang dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Baskom
2. Nampan
3. Rak
4. Ruang pendinginan
5. Kamera
3.2.2 Bahan
1. Pisang
2. Tomat
3. Lilin BrogdexTM
4. Klorin
3.3 Cara Kerja
1. Menentukan satu konsentrasi emulasi lilin dengan cara mencampur emulsi lilin
yang sudah jadi (stock emulsion) dengan air dan mengukur total padatan
larutannya. Menyediakan kontrol yaitu buah yang tidak dicelupkan ke dalam
emulsi lilin tersebut.
2. Mengeringkan lapisan lilin dengan menganginkan buah tersebut di atas
nampan. Mengeringkan lilin tersebut dapat dibantu dengan embusan kipas
angin.
3. Menyimpan buah pada ruang suhu dingin (ruang pendingin atau kulkas dengan
suhu ± 10˚C) dan suhu kamar.
4. Mengulang dua kali perlakuan diatas dan masing-masing unit percobaan
terdapat lima buah.
5. Mempersiapkan unit-unit percobaan yang akan diukur karakteristik mutu secara
destruktif.
6. Melakukan pengamatan karakteristik mutu secara periodik (2 hari sekali)
sampai 10 hari penyimpanan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil praktikum maka dapat diperoleh data berupa tabel
sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel data pengamatan pelapisan lilin dan penyimpanan
produk hortikultura pada suhu rendah
Parameter Buah Pengepakan UL Waktu (hari)
II VI IX
Kekerasan Pisang Tanpa lilin 1 4 2 1
2 - - -
Pelilinan 1 4 2 1
2 - - -
Tomat Tanpa lilin 1 3 2 2
2 4 4 4
Pelilinan 1 3 3 3
2 4 4 4
Timun Tanpa lilin 1 4 4 4
2 5 5 5
Pelilinan 1 5 4 4
2 5 5 5
Warna Pisang Tanpa lilin 1 4 2 1
2 - - -
Pelilinan 1 5 3 2
2 - - -
Tomat Tanpa lilin 1 4 4 3
2 4 4 3
Pelilinan 1 4 4 3
2 4 4 4
Timun Tanpa lilin 1 5 5 4
2 5 5 5
Pelilinan 1 5 5 5
2 5 5 5
Pembusukan Pisang Tanpa lilin 1 5 5 3
2 - - -
Pelilinan 1 5 5 3
2 5 - -
Tomat Tanpa lilin 1 5 5 5
2 5 5 5
Pelilinan 1 5 5 5
2 5 5 5
Timun Tanpa lilin 1 5 5 5
2 5 5 5
Pelilinan 1 5 5 5
2 5 5 5
Tabel 2. Tabel data pengamatan pH dan gula pada produk hortikultura
No Buah pH Gula
Awal Akhir Awal Akhir
1 Pisang (P) 6.3 5. 8 10.5% 12%
2 Pisang (TP) 6.4 5. 9 12.5% 15%
3 Tomat (P) 6.2 5. 9 3.7% 4.1%
4 Tomat (TP) 6.1 5. 8 4.0% 6.5%
5 Timun (P) 6.2 6 2.1% 2.1%
6 Timun (TP) 6.4 6 2.1% 2.2%
4.2 Pembahasan
Tindakan yang dilakukan untuk mencegah kerusakan pasca panen
sekaligus mempertahankan umur simpan akibat laju respirasi dan transpirasi
antara lain adalah pelapisan lilin. Tindakan tersebut langsung dipraktekkan dalam
praktikum Teknologi Panen dan Pasca Panen dalam acara Pelapisan Lilin dan
Penyimpanan Pada Suhu Rendah Produk Hortikultura. Produk hortikultura yang
diberi perlakuan adalah pisang, tomat dan timun. Berdasarkan hasil pengamatan
perlakuan pelapisan lilin , ternyata terbukti dapat mempertahankan kekerasan dari
produk, perubahan warna, dan mencegah pembusukan yang terlalu cepat jika
dibandingkan dengan perlakuan yang tidak menggunakan pelapisan lilin.
Hasil praktikum ini sesuai dengan pernyataan Setyawati dan Asiani
(2000) yang menyebutkan bahwa kerusakan secara visual pada buah yang tidak
dilapisi lilin akan lebih cepat jika dibandingkan dengan buah yang dilapisi lilin.
Kekerasan buah dalam praktikum kali ini, seperti tomat, timun, dan pisang, rata-
rata mempunyai ketahanan dalam masa simpan apabila dilapisi lilin daripada yang
tidak dilapisi lilin. Pelapisan lilin terbukti dapat mengurangi aktivitas respirasi dan
transpirasi yang terus berlangsung dalam buah, yang menyebabkan kehilangan air
cukup banyak, sehingga ukuran sel dan tekanan isi sel terhadap dinding sel
berkurang sehingga tekstur buah menjadi lunak. Sedangkan pada perubahan
warna dengan perlakuan pelapisan lilin akan lebih terhambat dari pada perlakuan
dengan tidak dilapisi lilin. Menurut Setyawati dan Asiani (2000), warna buah
dipengaruhi oleh senyawa polifenol yang mayoritas berupa tanin. Kadar tanin ini
mengalami penurunan secara nyata seiring dengan penuaan buah. Dengan adanya
pelilinan pada buah, maka buah dalam praktikum kali ini seperti tomat, timun, dan
pisang perubahan warnanya tidak terlalu cepat dibandingkan dengan perlakuan
dengan tidak melapisi dengan lilin.
Berdasarkan penampakan luar buah yang dilapisi lilin, ternyata tidak
mengalami perubahan kekerasan dan perubahan warna yang terlalu cepat, begitu
juga dengan pembusukan. Buah tersebut tidak mengalami pembusukan, baik pada
perlakuan pelapisan lilin maupun yang tidak dilapisi lilin. Menurut Setyawati dan
Asiani (2000), pelapisan lilin pada buah salak umur optimal mampu menghambat
respirasi sehingga memperkecil kehilangan asam-asam organik. Namun, pada
praktikum kali ini dengan adanya pelapisan lilin ini kadar asam pada buah hampir
sama dengan yang tidak dilapisi lilin, berbeda dengan pelapisan lilin pada timun
mengalami penurunan kadar asam yang tidak terlalu cepat dibandingkan dengan
yang tidak dilapisi lilin. Hal ini diduga karena pelapisan lilin yang dilakukan tidak
terlalu optimal. Selain itu, menurut hasil penelitian Setyawati dan Asiani (2000),
kadar gula pada buah salak umur petik 7 bulan dengan pelapisan lilin mengalami
kenaikan reduksi kadar gula lebih lama dibandingkan dengan tanpa pelapisan lilin.
Sejalan dengan hal tersebut, pada pelapisan lilin kadar gula tidak cepat meningkat
dibandingkan dengan yang tidak dilapisi lilin.
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang
mudah larut dalam air. Oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gula
sederhana oleh enzim selulase dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh
bakteri. Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental,
pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel. Sebagai pengemulsi, CMC sangat
baik digunakan untuk memperbaiki kenampakan tekstur dari produk berkadar
gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga molekul-
molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC.
CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan
mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa Natrium karboxy
methyl selulosa merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh
industri makanan adalah garam Na karboxyl methyl selulosa murni kemudian
ditambahkan Na kloroasetat untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga
digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan
makanan. Adapun reaksi pembuatan CMC adalah sebagai berikut:
ROH + NaOH R-Ona + HOH
R-ONa + Cl CH2COONa RCH2COONa + NaCl
Teknik pengemasan dalam produk hortikultura seperti buah dan sayur dapat
pada umumny menggunakan plastik dan dikemas dalam keadaan tertutup. Namun,
pengemasan tersebut sering mengalami, misalnya seperti pada praktikum ini
dimana pengemasan pada produk sayuran yang mengalami pembusukan. Hal ini
karena keadaan plastik dalam kondisi aerob atau dalam plastik masih terdapat
gembungan yang berarti masih terdapat udara yang memudahkan produk untuk
berespirasi sehingga sayuran mudah mengalami pembusukan. Pembusukan buah
tergantung kondisi pengemasan disekitar sayur yakni adakah aktifitas respirasi,
temperatur penyimpanan dan karakteristik permeabilitas dari bahan pengemas,
kondisi atmosfer sekeliling produk akan mengalami suatu titik equilibrium.
Kondisi ini akan efektif dalam menghambat mekanisme pembusukan, sekaligus
mempengaruhi proses respirasi itu sendiri. Pengemasan atmosfir termodfikasi
yang aktif, yakni dengan mengatur komposisi gas dalam kemasan dengan
konsentrasi tertentu juga umum dilakukan dalam pengemasan olahan minimalis.
Menurut Setyawati dan Asiani (2000) Perlakuan pengemasan dilakukan
untuk mengurangi adanya pertukaran gas sebagai bahan baku respirasi yang
terjadi ketika sayuran dipetik dari pohonnya. Pada saat sayuran yang telah dipetik
dari pohonnya maka sayuran tersebut akan mengalami perombakan senyawa-
senyawa yang ada didalam buah sehingga pembusukan akan terjadi secara cepat
ketika gas-gas yang ada mendukung untuk perombakan senyawa-senyawa yang
ada. Pada saat sayuran berada didalam kemasan maka sayuran tersebut akan
mengeluarkan CO2 dan air tetapi ketika dalam kemasan konsentrasi CO2 terlalu
tinggi maka sayuran tersebut akan mengalami perombakan secara anaerob karena
kadar CO2 terlalu tinggi dan senyawa yang dihasilkan adalah senyawa alkohol.
Keadaan didalam kemasan dapat dipastikan tidak adanya pertukaran udara yang
terjadi sehingga menyebabkan sayuran mudah mengalami pembusukan.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan serangkaian praktikum dan pengamatan maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Pelapisan lilin dapat menghambat terjadinya pemasakan buah karena
penutupan pori-pori pada permukaan buah.
2. Pelapisan lilin berpengaruh nyata terhadap kondisi penyimpanan buah
mentimun. Hal ini dapat dilihat dari data berupa pengamatan kekerasan
buah, perubahan warna buah, pembusukan, kadar pH, kadar gula yang
menunjukkan bahwa pelapisan lilin dapat menghambat proses
metabolisme.
3. Pengemasan pada produk sayuran yang tidak benar akan mengalami
pembusukan karena pada area kemasan masih terdapat udara yang
menyebabkan produk sayuran tersebut tetap melakukan respirasi sehingga
cepat mengalami pembusukan.
5.2 Saran
Saran yang diberikan untuk praktikan kedepannya, praktikan diharapkan
lebih cermat dan dalam mengemas produk sayuran hendaknya kondisinya
dihindari terjadi penggembungan. Serta meningkatkan koordinasi dan komunikasi
antara praktikan dan asisten agar semua informasi mengenai praktikum
tersampaikan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Arpah. 2001. Penentuan Kedaluwarsa Produk Pangan. Bogor : Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor.
Darsana, Linayati DKK. 2003. Pengaruh Saat Panen dan Suhu Penyimpanan
Terhadap Umur Simpan dan Kualitas Mentimun Jepang (Cucumis sativus
L.). Agrosains.5(1)1-12.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Litbang
Pertanian. 27(4): 124-130.
Purwokol, B dan Suryana, K. 2000. Efek Suhu Simpan dan Pelapis terhadap
Perubahan Kualitas Buah Pisang Cavendish. Agron. 28(3):77-84.
Utama, I Made DKK. 2007. Pengaruh Suhu Air dan Lama Waktu Perendaman
Beberapa Jenis Sayuran Daun pada Proses Crisping. Agritrop, 26 (3) : 117 –
123.
Setyawati dan Asiani. 2000. Tindakan Pasca Panen Sayur dan Buah. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Yuliani, S DKK. 2005. Efektivitas Lilin Penolak Lalat (Repelen) Dengan Bahan
Aktif Limbah Penyulingan Minyak Nilam. Pascapanen 2(1):1-10.
Top Related