Karsinoma Kolorektal
Emir Afif B. Mohamad Azlan
Mahasiswa Semester VI
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11510
10.2008.286
Email : [email protected]
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal adalah kanker yang terjadi pada kolon dan rektal. Sekitar 70-75% kanker
kolorektal terletak pada rektum dan sigmoid. Penyebab tumor kolorektal belum diketahui secara pasti,
namun diketahui bahwa proliferasi neplastik pada mukosa kolorektal berhubungan dengan perubahan
kode gnetik, pada germ line atau mutasi somatik yang didapat. Faktor lingkungan seperti kebiasaan
makan turut mempengaruhi terjadinya kanker kolorektal.
Gejala kanker kolorektal yang paling sering adalah perubahan defekasi, perdarahan, nyeri, anemia,
anoreksia, dan penurunan berat badan. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak
kanker dan sering dibagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan atau kiri dari usus besar.
Karsinoma kolorektal dapat menyebabkan komplikasi seperti metastase tumor ke paru dan hati,
obstruksi kolon dan perforasi. Terapi yang diberikan untuk karsinoma kolorektal adalah obat golongan
alkilator, antimetabolit, inhibitor topoisomerase dan target molekular sedangkan terapi bedah yang
dilakukan terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional tergantung letaknya.
Pencegahan untuk karsinoma kolorektal dapat dilakukan seperti pemakaian aspirin dan NSAID,
skrining, pengaturan diet dan pola hidup yang baik, dan hindari dari rokok. Prognosis karsinoma
kolorektaltergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat
keganasan sel tumor. Deteksi dini karsinoma kolorektal dapat meningkatkan peluang hidup dan
menurunkan angka kematian penderita.
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
1
1. KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini merupakan salah satu tugas PBL (Problem Based Learning) Blok 24: Hematologi &
Onkologi yang di berikan oleh Dosen pengajar. Besar harapan penulis agar makalah ini dapat berguna
dan memberikan informasi bagi seluruh pembaca.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari adanya berbagai kekurangan, baik dalam isi
materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang berlanjut
sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan supaya karya yang
lebih baik dapat dihasilkan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada tutor dan teman-teman sekalian yang telah
membaca dan mempelajari makalah ini.
Akhir kata selamat membaca.
Jakarta, 27 April 2011
Emir Afif
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
2
MATERI
RUMUSAN MASALAH
1. BAB bercampur darah berwarna merah segar.
2. Nyeri ulu hati hingga tidak nafsu makan.
3. Benjolan di lipat paha kanan.
4. Berat badan turun drastis.
5. Tiada riwayat wasir sebelumnya.
DEFINISI
Kanker kolorektal adalah kanker yang terjadi pada kolon dan rektal. Sekitar 70-75% kanker kolorektal
terletak pada rektum dan sigmoid.(1)
2. PEMERIKSAAN
Rekam medis-status pasien terdiri dari :
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium / Rontgen)
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Prognosis
3.1 Anamnesis(2)
Dilakukan secara allo anamnesis
Data identitas pasien secara lengkap
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan riwayat penyakit sebelumnya jika ada
Riwayat imunisasi
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
3
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
Keluhan penyakit yang dialami(2) :
Tanyakan apakah ada keluhan :
apakah ada nyeri di daerah ulu hati/epigastricum
apakah ada kesulitan BAB
konsistensi, warna dan frekuensi BAB
apakah ada rasa nyeri sewaktu BAB (tenesmus rektum)
apakah ada berak darah, intensitas warna darah, berbau dan sejak kapan mula terjadi
apakah darah yang keluar menetes dan menyusul setelah keluarnya satu feses yang keras
apakah nafsu makan berkurang
apakah ada penurunan berat badan
apakah ada teraba benjolan yang lunak/keras di lipat paha
riwayat wasir sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
Riwayat Pribadi
Riwayat Sosial Ekonomi
3.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital :
Suhu tubuh : 36,7°C, normal
Tekanan darah : 120/80, normal
Denyut nadi : 80x/menit, normal
Frekuensi nafas/RR : 20x/menit
Inpeksi dan palpasi abdomen
Colok dubur / Digital rectal examination(3)
Pada pemeriksaan ini dapat dilakukan palpasi dinding lateral, posterior, dan anterior; serta spina
isciadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Setelah dilakukan colok dubur, diperiksa
pada sarung tangan apakah ada lendir/darah bagi mengetahui apakah terjadi perdarahan di salur
gasterointestinal. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
4
dengan posisi anatomis kantong douglasi sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm
merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari
kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal examination merupakan cara yang baik untuk
mendiagnosa kanker kolon yang tidak dapat begitu saja diabaikan. Pada karsinoma rektum, akan teraba
massa benjolan keras di daerah rektum.
3.3 Pemeriksaan Penunjang
3.3.1 Pemeriksaan Radiologi(4)
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dilakukan berupa sigmoidoskopi, koloskopi namun pemeriksaan ini bersifat
invasif
CT scan, MRI abdomen
CT scan dan MRI sulit membedakan lesi jinak dan ganas, kelebihan utama modalitas ini adalah dalam
menunjukkan situasi terkenanya jaringan sekitar, ada tidaknya metastasis kelenjar limfe atau organ jauh
Foto kolon barium enema kontras ganda
Teknik foto kolon kontras ganda menggunakan barium enema
adalah teknik di mana pengambilan foto x-ray usus besar dan
rektum dilakukan setelah cairan barium enema dimasukkan ke
dalam saluran gastrointestinal lewat rektum. Barium adalah
senyawa logam putih perak yang dapat menunjukkan gambaran
kolon dan rektum pada foto x-ray dan membantu dalam
mendiagnosa kelainan. Air dimasukkan bersama-sama ke dalam
kolon dan rektum untuk gambaran yang lebih jelas. Pada
abnormalitas dari intestinal akan memberi warna yang gelap.
Gambar 1. Kontras ganda barium enema
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
5
Foto thorax dan abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan bagi memastikan apakah kanker telah bermetastasis ke hati dan paru.
3.3.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap/CBC
Pemeriksaan hitung sel darah tepi, pemeriksaan laju enap darah (LED), kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, hitung lekosit, hitung trombosit. Pada perdarahan gastrointestinal akibat keganasan selalu
menyebabkan anemia ringan sehingga kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah eritrosit menurun,
trombositopenia dan hitung lekosit dapat meningkat/menurun/normal. Pada kanker kolorektal dapat
ditemukan adanya anemia mikrositik.
Uji darah samar (feses) (5)
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan darah dalam feses. Normal dalam feses dewasa dan
anak-anak tidak ditemukan darah. Darah samar (tersembunyi atau tidak kelihatan) dalam feses biasanya
mengindikasikan perdarahan gastrointestinal. Temuan positif didapatkan pada perdarahan, ulkus
peptikum, gastritis, karsinoma gastrik, varises esofagus yang mengalami perdarahan, kolitis, karsinoma
gastrointestinal, dan diverkulitis. Darah merah segar dari rektum dapat mengindikasikan perdarahan dari
usus besar bagian bawah (misalnya hemoroid) dan feses hitam seperti ter, mengindikasikan pengeluaran
darah sebesar > 50 ml dari saluran gastrointestinal bagian atas. Darah samar dalam feses dapat terjadi
selama beberapa hari atau beberapa minggu setelah episode darah perdarahan tunggal. Temuan positif
palsu pada uji darah samar dapat terjadi akibat ingesti daging, unggas, ikan, dan obat seperti kortison,
aspirin dan kalium.
Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening
CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran
darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk
mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa
digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun
berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan
2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
6
serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada
monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes ini sering diusulkan untuk
mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA sebelum operasi sangat berguna sebagai faktor prognosa dan
apakah tumor primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA preoperatif
berguna untuk identifikasi awal dari metatase karena sel tumor yang bermetastase sering mengakibatkan
naiknya nilai CEA. Pemeriksaan gabungan CA19-9 dan CEA memiliki sensitivitas tinggi, dari
pemeriksaan tunggal. Pasien kanker kolon dengan metastasis ke hati, dalam cairan empedunya kadar
CEA meninggi nyata, 3,4-80,0 kali dibanding kadar dalam serum darah tepi.
3.3.3 Pemeriksaan patologi anatomi
Biopsi
Biopsi merupakan pemeriksaan terhadap sampel tisu dari tumor yang digunakan bagi menentukan
apakah tumor tersebut merupakan tumor jinak ataupun ganas. Jika terdapat obstruksi sehingga tidak
memungkinkan dilakukannya biopsi, maka sikat sitologi akan sangat berguna untuk menegakkan
diagnosa.
Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum yaitu(6) :
Tipe polipoid/vegetatif : tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, benbentuk bunga kol dan
ditemukan terutama di sekum dan kolon ascendens.
Tipe scirrhos : mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi
terutama, ditemukan di kolon descendens, sigmoid dan rektum.
Tipe ulseratif : terjadi karena nekrosis di bagian sentral, terdapat di rektum. Pada tahap lanjut,
sebagian besar karsinoma kolon mengalami ulserasi menjadi tukak maligna.
3. DIAGNOSIS
3.1 Working Diagnosis (Diagnosis Kerja) (6,7)
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien seorang laki-laki usia 71 tahun datang dengan keluhan BAB
bercampur sedikit darah berwarna merah segar sejak 3 minggu yang lalu. Pasien sering merasa nyeri di
ulu hati, tidak nafsu makan, bera badan turun drastis dan terdapat benjolon sebesar kelereng di lipat paha
kanannya. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur, rektosigmoidskopi dan gejala klinik yang
ditunjukkan, diagnosis kerja bagi kasus ini adalah karsinoma kolorektal. B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
7
3.2 Differential Diagnosis (Diagnosis Banding) (8.9)
Hemoroid
Gejala hemoroid interna adalah perdarahan tak nyeri, mungkin feses berdarah, juga mungkin darah
menetes atau mengalir darah dari anus. Pasien kanker rektum juga mengalami berak darah tapi waktu
berkonsultansi sering terdapat tanda iritasi anorektal. Perbedaan keduanya dapat dipastikan dengan
colok dubur atau rektoskopi.
Kolitis ulseratif
Terdapat tiga jenis klinis kolitis ulseratif yang sering terjadi, dikaitkan dengan frekuensi
timbulnya gejala. Kolitis ulseratif fulminan akut ditandai oleh awitan yang mendesak disertai diare (10
sampai 20 kali/hari)parah, berdarah, nausea, muntah, dan demam yang menyebabkan berkurangnya
cairan dan elektrolit dengan cepat. Seluruh kolon dapat terserang disertai dengan pembentukan
terowongan dan pengelupasan mukosa, yang menyebabkan hilangnya darah dan mukus dalam jumlah
banyak. Jenis kolitis ini terjadi pada sekitar 10% penderita. Prognosisnya buruk, dan sering terjadi
penyulit berupa megakolon toksik.
Sebagian besar penderita kolitis ulseratif mengalami tipe kolitis kronis intermiten (rekuren).
Awitan cenderung perlahan selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Penyakit bentuk ringan
dicirikan dengan serangan singkat yang terjadi dalam interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun
dan berlangsung selama 1-3 bulan. Mungkin terjadi sedikit atau tidak terjadi demam serta gejala
konstitusional, dan biasanya hanya mengenai kolon bagian distal. Demam dan gejala sistemik dapat
timbul pada bentuk penyakit yang lebih berat dan serangan dapat berlangsung selama 3 atau 4 bulan,
kadang digolongkan sebagai tipe kronis kontinu. Pada tipe kronis kontinu, pasien terus-menerus
mengalami diare setelah serangan permulaaan. Dibandingkan dengan tipe intermiten, kolon yang
terserang cenderung lebih luas dan lebih sering terjadi komplikasi.
Pada kolitis ulseratif bentuk ringan, terjadi diare ringan disertai dengan perdarahan ringan dan
intermiten. Pada penyakit yang berat, defekasi terjadi lebih dari enam kali sehari disertai banyak darah
dan mukus. Kehilangan darah dan mukus yang berlangsung kronis dapat mengakibatkan anemia dan
hipoproteinemia. Nyeri kolik hebat ditemukan pada abdomen bagian bawah dan sedikit mereda bila
defekasi. Hanya sedikit kematian yang secara langsung terjadi akibat penyakit ini, namun dapat
menimbulkan cacat ringan atau berat.
Penegakan diagnosis kolitis ulseratif biasanya jelas. Dijumpai diare disertai darah, dan
sigmoidoskopi memperlihatkan mukosa yang rapuh dan sangat meradang disertai eksudat. Pada 95%
kasus mengenai daerah rektosigmoid kolon. Serangan dapat meluas dari daerah ini tetapi selalu bersifat
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
8
kontinu, berbeda dengan penyakit Crohn yang cenderung melompat-lompat. Pemeriksaan radiografi
dengan barium pada kolon membantu menentukan luas perubahan pada kolon yang lebih proksimal,
tetapi sebaiknya tidak dilakukan pada serangan akut, karena dapat mempercepat terjadinya megakolon
toksik dan perforasi. Kolonoskopi dan biopsi seringkali dapat membedakan kolitis ulseratif dari kolitis
granulomatosa. Pemeriksaan USG endoskopi dapat memperlihatkan dinding saluran gastrointestinal dan
struktur yang berdekatan. USG endoskopi lebih akurat untuk meniali abses dibandingkan pemeriksaan
MRI dan dapat membantu membedakan antara kolitis ulseratif dan penyakit Chrohn.
Polip rektum
Polip merupakan neoplasma yang berasal dari permukaan mukosa dan meluas kearah luar. Terdapat
tiga bentuk polip kolon: adenoma pedunkulata, adenoma vilosa, dan poliposis familial. Sebagian besar
polip adenoma bersifat asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan sigmoidoskopi,
enema barium, atau otopsi. Bila polip menimbulkan gejala, umumnya berupa perdarahan yang nyata
atau samar. Kadang-kadang, polip yang besar dapat menimbulkan intususepsi dan menyebabkan
obstruksi usus. Diare dan secret mucus dapat dikaitkan dengan adenoma vilosa yang besar dan poliposis
familial.
4. ETIOLOGI(8)
Etiologi tumor kolorektal belum diketahui secara pasti, namun diketahui bahwa proliferasi neoplastik
pada mukosa kolorektal berhubungan dengan perubahan kode gnetik, pada germ line atau mutasi
somatik yang didapat. Faktor lingkungan terutama kebiasaan makan, diperkirakan menjadi sebab
perbedaan geografik yang mencolok ini. Faktor makanan yang banyak mendapat perhatian adalah :
rendahnya kandungan serat sayuran yang tidak dapat diserap
diperkirakan penurunan kandungan serat menyebabkan berkurangnya massa tinja,
peningkatan retensi tinja dalam usus, dan perubahan flora bakteri di usus.
tingginya kandungan karbohidrat yang telah dimurnikan
terjadi akibat peningkatan konsentrasi produk sampingan oksidatif penguraian karbohidrat
oleh bakteri yang berpotensi lebih tinggi dalam tinja dan tertahan berkontak lebih lama di
mukosa kolon.
tingginya asupan lemak hewani
asupan lemak yang tinggi meningkatkan sintesis kolestrol dan asam empedu oleh hati, yang
pada akhirnya diubah menjadi karsinogen potensial oleh bakteri usus.
berkurangnya asupan mikronutrien protektif, seperti vitamin A, C dan E.
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
9
makanan yang dimurnikan kurang mengandung vitamin A,C dan E, yang dapat berfungsi
sebagai penyapu radikal oksigen. Vitamin A, C dan E dapat menurunkan risiko terjadi
karsinoma kolorektal.
Pasien dengan inflammatory bowel syndrome, khususnya kolitis ulseratif kronik berisiko terjadi
karsinoma kolorektal. Hal ini diduga bahwa, inflamasi kronis merupakan predisposisi perubahan
mukosa ke arah keganasan.
5. EPIDEMIOLOGI(10)
Insidensi karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Insidensi pada laki-laki sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Di negara Barat ,
perbandingan insidensi laki-laki : perempuan adalah 3:1, kurang dari 50% ditemukan di rektosigmoid,
dan merupakan penyakiit usia lanjut. Insidensi puncak untuk kanker kolorektum adalah usia 60 hingga
70 tahun; kurang dari 20% kasus terjadi pada usia kurang dari 50 tahun. Karsinoma kolorektal tersebar
dengan angka insidensi tertinggi di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru, Denmark
Swedia dan negara maju lainnya.
6. PATOFISIOLOGI KARSINOMA KOLOREKTAL(10)
Sekuensi Adenoma-Karsinoma
Timbulnya dari lesi adematosa disebut juga sebagai sekuensi/urutan adenoma-karsinoma dan
didokumentasikan berdasarkan pengamatan berikut:
o Populasi yang prevalensi adenomanya tinggi juga memilki prevalensi kanker kolorektum yang
tinggi, demikian sebaliknya.
o Distribusi adenoma di dalam kolon dan rektum lebih kurang sepadan dengan distribusi kanker
kolorektum.
o Insidensi puncak polip adenomatosa mendahului insidensi puncak kanker kolorektum selama
beberapa tahun.
o Bila ditemukan karsinoma invasif pada stadium dini, sering terdapat jaringan adenomatosa di
sekitarnya.
o Risiko kanker berkaitan secara langsung dengan jumlah adenoma sehingga pasien dengan
sindrom poliposis familial, hampir pasti mengidap kanker.
o Program yang secara tekun mengikuti pasien untuk mencari ada-tidaknya adenoma dan
mengangkat semua adenoma yang teridentifikasi, mengurangi insidensi kanker kolorektum. B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
10
Derajat keganasan karsinoma kolorektal berdasarkan gambaran histologik dibagi menurut klasifikasi
Dukes. Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.
Tabel 1. Klasifikasi Dukes berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma
Dukes Dalamnya infiltrasi Prognosis hidup setelah 5 tahun
A
B
C
C1
C2
D
terbatas di dinding usus
menembus lapisan muskularis mukosa
metastasis kelenjar limfe beberapa
kelenjar limfe dekat tumor primer
dalam kelenjar limfe jauh
metastase jauh
97%
80%
65%
35%
<5%
Pada stadium A, kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis dan tidak ada metastasis
kelenjar limfe. Pada stadium B, kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat menginvasi
tunika serosa, diluar serosa atau jaringan perirektal, tapi tidak ada metastasis kelenjar limfe. Pada
stadium C pula, kanker disertai metastasis kelenjar limfe. Menurut lokasi kelenjar limfe yang terkena
dibagi menjadi stadium C1 dan C2. Untuk stadium C1, kanker disertai metastasis kelenjar limfe
samping usus dan mesenterium sedangkan untuk stadium C2, kanker disertai metastasis kelenjar limfe
di pangkal arteri mesenterium. Pada stadium D pula, kanker disertai metastasis organ jauh, atau karena
infiltrasi luas lokal atau metastasis luas reseksi tak mungkin kuratif atau nonresektabel.
7. MANIFESTASI KLINIK(11)
Tabel 2. Gambaran klinis karsinoma colorectal lanjut
Kolon kanan Kolon kiri Rektum
Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis
Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Tenesmi
Defekasi Diare atau diare
berkala
Konstipasi progresif Tenesmi terus
menerus
Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang
Darah pada feses Okul Okul atau
makroskopis
Makroskopis
Feses Normal Normal Perubahan bentuk
Dispepsia Sering Jarang Jarang
Memburuknya Hampir selalu Lambat Lambat
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
11
keadaan umum
Anemia Hampir selalu Lambat Lambat
Sumber : R.Sjamsuhidajat & Wim de jong,Buku Ajar Ilmu Bedah,Edisi kedua,2003,Penerbit
Buku Kedokteran EGC, h660
Manifestasi klinik karsinoma kolorektal stadium dini umumnya tidak menonjol, mudah terabaikan oleh
pasien ataupun dokter. Laporan umum tentang angka kekeliruan antara diagnosis kanker kolon dan
kanker rektum mencapai 50-80%. Pasien berumur 20 tahun sering datang dengan keluhan: baru-baru ini
muncul rasa tak enak perut kontinu, nyeri samar, kembung, perubahan pola defekasi, timbul obstipasi
atau diare, atau silih berganti; hematoskezia; anemia atau penurunan berat badan dengan sebab tak jelas;
dan juga teraba massa di abdominal.
Gejala klinis karsinoma kolon kiri berbeda dengan kolon kanan. Karsinoma kolon kiri sering bersifat
sklerotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan obstruksi, terlebih karena feses sudah
menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak
ada faktor obtruksi. Karsinoma kolon kiri menyebabkan perubahan pola defekasi, seperti konstipasi atau
defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, makin feses makin menipis, atau seperti kotoran
kambing, atau lebih cair seperti darah atau lendir. Tenesmi merupakan gejala yang biasa didapat pada
karsinoma rektum. Pendarahan akut jarang dialami; demikian juga nyeri di daerah panggul berupa tanda
penyakit lanjut. Bila pada obstruksi, penderia flatus terasa lega di perut.
Gambaran klinis tumor sekum dan kolon ascenden tidak khas. Dispepsia, kelemahan umum, penurunan
berat badan, dan anemia merupakan gejala umum. Oleh karena itu, penderita sering datang dalam
keadaan menyedihkan.
8. KOMPLIKASI
Karsinoma hepar dan paru sekunder
Hanya 10-25% pasien dengan karsinoma kolorektal mengalami metastasis paru tetapi hanya 2-4% kasus
yang dilaporkan terbatas di paru saja.
Obstruksi
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
12
Obstruksi kolon kiri sering tanda pertama karsinoma kolon. Kolon bisa sangat dilatasi terutama sekum
dan kolon asendens. Tipe obstruksi ini disebut “Close Loop Obstruction / Dileptic Obstruction”.
Perforasi
Perforasi terjadi di sekitar tumor karena sentral nekrosis dan dipercepat oleh obstruksi yang
menyebabkan tekanan dalam rongga kolon makin meninggi. Tipe “Perforasi Dileptik”
mengakibatkan peritonitis umum disertai sepsis. Perforasi bersifat fatal bila tidak cepat ditolong.
10. PENATALAKSANAAN(12)
10.1 Medikamentosa
10.1.1 Terapi Farmakologi
Alkilator
Alkilator merupakan obat pertama untuk terapi keganasan. Dalam obat ini terdapat gugus alkil yang
sangat penting untuk mekanisme aksinya sehingga menyebabkan alkilasi pada DNA sel kanker.
Golongan alkilator bersifat sitotoksin karena dapat mengikat berbagai konstituen sel.
(i) Oksaliplatin (Eloxatin)
- Cara pemberian : intravena
- Dosis : 130 mg/m2 per 3 minggu sekali, 85-100 mg/m2 per 2 minggu sekali
- Gejala toksisitas : rudapaksa saraf sensorik tepi (hipestesi, kena dingin keram).
Antimetabolit
(i) 5-Fluorourasil (5FU)
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
13
- Obat ini bekerja dengan menganggu sintesis DNA sel kanker pada fase S dan G1 sehingga
sintesis DNA dari sel kanker akan terhambat lalu perkembangan sel akan terganggu dan sel
akan mati.
- T1/2 obat ini pendek karena mengalami metabolisme ekstensif.
- Cara pemberian : intravena, intra arteri, per oral
- Dosis : 15mg/kg, sekali per minggu, 400-500 mg/m2/hari, berturut-turut 5 hari per 3-4 minggu.
- Gejala toksisitas : mukositis gastrointestinal (stomatitis, diare)
(ii) Capecitabine (Xeloda)
- Cara pemberian : per oral
- Dosis tunggal : 2500mg/m2/hari, dibagi 2, berturut-turut 14 hari, istirahat 7 hari
- Gejala toksisitas : diare, sindrom tangan-kaki
Inhibitor Topoisomerase
(i) Irinotecan (CPT-11)
- Obat ini bekerja merusak rantai DNA sel kanker. Obat ini hanya diberikan pada pasien yang
tidak responsif terhadap pemberian 5-Flourouracil.
- Cara pemberian : intravena
- Dosis awal : 300-350 mg/m2 tiap 3 minggu atau 100 mg/m2 tiap minggu x4, istirahat 2 minggu
- Gejala toksisitas : diare tunda, neutopenia
Target Molekular
(i) Setuximab (Erbitux/C-225)
- Pada keganasan dijumpai ekspresi berlebihan dari EGFR (Epidermal growth factor receptor)
tipe 1. (ErbB1 atau HER1) yang merupakan salah satu famili protein kinase. Obat ini
menghambat pertumbuhan sel tumor yang tergantung pada
EGFR (ErbB1).
- Cara pemberian : intravena
- Dosis awal : 400 mg/m2 lalu 250 mg/m2 sekali per minggu.
- Gejala toksisitas : ruam akneiform
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
14
(ii) Bevacizumab (Avastin)
- Obat ini akan berikatan dan menetralisasi aktivitas VEGF (vascular endotel growth factor).
- Cara pemberian : intravena
- Dosis : 5mg/kg sekali per 2 minggu
- Gejala toksisitas : perdarahan perforasi, hipertensi trombosis
10.1.2 Terapi Bedah
TIndak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limfe regional. Bila sudah ada
metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud untuk mencegah obstruksi,
perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel dan nyeri. Pada karsinoma rektum, teknik pembedahan yang
dipilih tergantung letaknya, khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus
dengan sfingter ekstern akan dipertahankan untuk menghindari anus prematuritas. Bedah kuratif
dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh.
Pada tumor sekum atau kolon ascendens dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung
ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika, dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon
transversum, dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke ujung sedangkan
pada tumor kolon descendens dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal
dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan
mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum
melalui reseksi abdominoperineal Quene-Miles. Pada operasi ini, anus turut dikeluarkan.
Cara lain yang dapat digunakan atas indikasi dan seleksi khusus ialah fulgerasi (koagulasi listrik). Pada
cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara ini kadang digunakan pada penderita
berisiko tinggi untuk pembedahan. Koagulasi dengan laser digunakan sebagai terapi paliatif. Sedangkan
radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi digunakan terapi adjuvan. Tindak bedah yang didahului dan
disusuli radioterapi disebut terapi sandwich. Semuanya kadang berefek positif untuk waktu terbatas.
Jika tumor tidak dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis. Pada metastase
hati yang tidak lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasis. Pemberian
sitostatik melalui A. hepatika, yaitu perfusi secara selektif, kadang lagi disertai terapi embolisasi, dapat
berhasil penghambatan pertumbuhan sel ganas. B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
15
11. PENCEGAHAN
Pemakaian aspirin dan NSAID selama 10 tahun
Dasar kemoprevensi ini masih belum diketahui. Mekanisme yang mungkin adalah induksi apoptosis
pada sel tumor dan inhibisi angiogenesis. Pengggunaan obat anti-inflamasi non steroid seperti
piroksikam, aspirin dapat mencegah pembentukan adenoma atau dapat mengecilkan polip (adenoma)
pada poliposis adenomatosa familial.
Skrining kanker kolorektal
Skrining untuk kanker kolorektal dapat dilakukan dengan pemeriksaan faeses unutk darah tersamar.
Studi menunjukkan bahwa bila pemeriksaan ini dilakukan setiap datu atau dua tahun pada orang dengan
usia antara 50-80 tahun akan menurunkan angka kematian akibat kanker kolorektal. Selain itu, bisa
sigmoidskopi, barium enema dan kolonoskopi.
Pengaturan diet dan pola hidup
Dari diet dan pola hidup, studi epidemiologik, studi eksperimental pada bintang dan studi klinik
menunjukkan bahwa diet tinggi lemak, protein, kalori, alkohol dan daging merah maupun putih, serta
makanan rendah kalsium atau folat meningkatkan kejadian kanker kolorektal.
Hindari rokok
Merokok dapat meningkatkan tendensi tumbuhnya adenoma dan kanker kolorektal.
12. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan tingkat
keganasan sel tumor. Karsinoma kolorektal bila dibandingkan dengan karsinoma gaster, hati, esofagus,
pankreas dan tumor ganas lainnya, prognosis relatif lebih baik. Pasien dengan metastasis kolorektal
yang tidak diobati dapat hidup rata-rata kurang dari 10 bulan dengan kemungkinan dapat bertahan hidup
selama 5 tahun kurang dari 55%.
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
16
13. KESIMPULAN
Kanker kolorektal adalah kanker yang dapat mengancam jiwa. Deteksi dini karsinoma kolorektal dapat
meningkatkan peluang hidup dan menurunkan angka kematian penderita.
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
17
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, Buku Ajar Bedah. Dalam : John Pieter, Ratna editor
neoplasma
ganas kolorektal Edisi Kedua Cetakan ke-II, 2005 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC); h658.
2. Burnside-Mc Glynn, Diagnosis Fisik. Dalam : Dr. Henny Lukmanto, editor Keluhan-keluhan
rektum.
Edisi 17 Cetakan ke-V, 1995 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC); h288-9.
3. Lawrence W.Way, Gerard M Dolerty. Cancer of Large Intestine, Current Surgical Diagnosis and
Treatment, Mc Graw Hill. 11th Ed. 2003. h716-25.
4. Aru W.Sudoyo,Bambang Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Setiohady,Idrus Alwi, Marcellus
Simadribata K, & Siti Setiati, Karsinoma kolorektal Jilid 1, Edisi kelima, 2010, h338
5. Joyce LeFever Kee, Dalam Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Ramona P. Kapoh,
editor. Pemrriksaan darah samar Edisi 6, Cetakan I, 2008 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
(EGC) : h331-3
6. Vinay Kumar, Ramzi S. Contras, Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Volume 2. Dalam: dr.
Huriawti Hartanto, dr. Nurwany Darmaniah, dr. Nanda Wulandari, editor. Karsinoma kolorektal.
Cetakan I 2007, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC); h653-7.
7. Sun Yatsen University of Medical Science , Buku Ajar Onkologi Klinis. Dalam : Wan Desen,
editor
Working diagnosis karsinoma kolorektal Edisi Kedua Cetakan ke-II, 2011 Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; h432.
8. R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, Buku Ajar Bedah. Dalam : John Pieter, Ratna editor
differential
diagnosis kolorektal Edisi Kedua Cetakan ke-II, 2005 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC);
h658.
9. Aru W.Sudoyo,Bambang Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Setiohady,Idrus Alwi, Marcellus
Simadribata K, & Siti Setiati, Differential Diagnosis Karsinoma kolorektal Jilid 1, Edisi kelima,
2010, h338
10. Vinay Kumar, Ramzi S. Contras, Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Volume 2. Dalam: dr.
Huriawti Hartanto, dr. Nurwany Darmaniah, dr. Nanda Wulandari, editor. Epidemiologi dan etilogi
karsinoma kolorektal. Cetakan I 2007, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC); h653-7.
11. R. Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, Buku Ajar Bedah. Dalam : John Pieter, Ratna editor
Manifestasi klinik karsinoma kolorektal Edisi Kedua Cetakan ke-II, 205 Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran (EGC); h658.
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
18
12. Sun Yatsen University of Medical Science , Buku Ajar Onkologi Klinis. Dalam : Wan
Desen, editor
Penatalaksanaan karsinoma kolorektal Edisi Kedua Cetakan ke-II, 2011 Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; h146-9
B
lok
24:
Hem
atol
ogi d
an O
nkol
ogi |
M
AKAL
AH M
AND
IRI
19
Top Related