PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN MASYARAKAT, BERBANGSA, DAN
BERNEGARA
FEBRI DWI NINGTYAS
G0013094
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
bimbingan-Nya, makalah yang berjudul “Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara” dapat terselesaikan dengan lancar.
Makalah ini disusun berdasarkan fakta dengan menggunakan jurnal ilmiah yang
membahas tentang topik ini. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberi penguraian
tentang pengertian paradigma, penjelasan mengenai Pancasila sebagai paradigma reformasi
dan paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila pada Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi mengenai Pancasila sebagai
paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermanfaat bagi para pembacanya.
Surakarta, 1 Oktober 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................ 1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................... 4
1.2 TOPIK BAHASAN............................................................................................ 4
1.3 TUJUAN PENULISAN...................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN PARADIGMA........................................................................... 6
2.2 PENGERTIAN DAN MAKNA PEMBANGUNAN…….................................. 6
2.3 PENGERTIAN REFORMASI………................................................................ 7
2.4 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN......................... 8
BAB III PEMBAHASAN
3.1 PENGERTIAN PARADIGMA........................................................................... 9
3.2 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN........................... 9
3.2.1 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
POLITIK................................................................................................ 10
3.2.2 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
EKONOMI............................................................................................. 11
3.2.3 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN SOSIAL
BUDAYA................................................................................................13
3.2.4 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
HUKUM………………………………………………………………. 15
3.2.5 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN
KEHIDUPAN UMAT BERAGAMA BANGSA………....………….. 17
3.2.6 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN IPTEK...19
3.3 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI............……………... 21
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN ................................................................................................... 23
4.2 SARAN................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 24
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama batang tubuh
UUD 1945. Sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, Pancasila mengalami
berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik. Karena hal tersebut Pancasila tidak
lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia
melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada
saat itu. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai
acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagaisistem nilai
yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan
bagi ‘yang menyandangnya. Yang menyandangnya itu di antaranya: (a) bidang politik,
(b) bidang ekonomi, (c) bidang sosial budaya, (d) bidang hukum, (e) bidang kehidupan
antar umat beragama, Memahami asal mula Pancasila.
1.2 TOPIK BAHASAN
Masalah yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.2.1 Pengertian paradigma
1.2.2 Makna pembangunan dan aspek-aspeknya
1.2.3 Pengertian reformasi
4
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Menjelaskan pengertian paradigma
1.3.2 Menjelaskan pengertian pancasila sebagai paradigma pembangunan politik,
ekonomi, sosial, budaya, hukum, kehidupan antarumat beragama, dan iptek.
1.3.3 Menjelaskan pengertian pancasila seba paradigma reformasi.
1.3.4 Menjelaskan pengertian pancasila sebagai paradigma kehidupan
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Paradigma
Pengertian Paradigma pada mulanya dikemukakan oleh Thomas S. Khun dalam
bukunya The Structure Of Scientific Revolution, yakni asumsi-asumsi dasar dan asumsiasumsi
teoritis yang bersifat umum (sumber nilai), sehingga sebagai sumber hukum, metode yang
dalam penerapan ilmu pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Ilmu
pengetahuan sifatnya dinamis, karena banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga
kemungkinan dapat ditemukan kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada. Jika
demikian ilmuwan/peneliti akan kembali pada asumsi-asumsi dasar dan teoritis, shingga ilmu
pengetahaun harus mengkaji kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri. Misal
penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggunakan metode kuantitatif, karena tidak sesuai dengan
objek penenelitian, sehingga ditemukan banyak kelemahan, maka perlu menggunakan metode
baru/lain yang sesuai dengan objek penelitian, yaitu beralih dengan menggunakan metode
kualitatif.
Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan
manusia, diantaranya: politik, hukum, ekonomi, budaya.. Istilah paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengadung konotasi pengertian: sumber nilai, kerangka pikir,
orientasi dasar, sumber asas, serta arah dan tujuan.
2.2 Pengertian dan Makna Pembangunan
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem
sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan
yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan
Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai
“suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang
mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan
industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran tersebut
6
didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan, perkembangan, dan modernisasi
serta industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu,
keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing
mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang
berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi
dan Bratakusumah, 2005).
Menurut Tikson (2005) pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi
menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat
melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat disektor industri dan jasa,
sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi
sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan
industrialisasi dan modernisasi ekonomi.
Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui
pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan,
kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan
keputusan politik. Sedangkan transformasibudaya sering dikaitkan, antara lain, dengan
bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan
norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke
materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi,
dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
2.3 Pengertian Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar
katareform, sedangkan secara harafiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang
memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang
dicitacitakan rakyat. Reformasi juga diartikan pemabaharuan dari paradigma, pola lama ke
paradigma, pola baru untuk memenuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.
Suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat:
a) Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpanganpenyimpangan.
Masa pemerintahan Orba banyak terjadi suatu penyimpangan misalnya asas
7
kekeluargaan menjadi “nepotisme”, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan
makna dan semangat UUD 1945.
b) Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka structural
tertentu, dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia. Jadi
reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilainilai
sebagaimana yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
c) Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi,
bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1
ayat (2). Reformasi harus melakukan perubahan kea rah sistem Negara hukum dalam
penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia,
peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu
reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka dan kepastian hukum yang jelas.
d) Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih
baik, perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus men garah pada suatu kondisi
kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, antara lain bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
e) Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang
berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
2.4 . Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.
Secara fisiologis, hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional mengandung sutu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional
kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai dari sila-sila Pancasila. Oleh karena hakikat
nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai subjek
pendukung pokok sila-sila Pancasila sekaligus pendukung pokok negara.
Konsekuensinya dalam pembangunan nasional dalam berbagai bidang untuk
mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten berdasarkan pada
nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut. Maka pembangunan nasionla harus meliputi aspek
jiwa (rohani) : yang mencakup akal, rasa, dan kehendak; aspek raga (jasmani); aspek individu,
aspek makhluk sosial; aspek pribadi; dan juga aspek kehidupan ketuhanannya.
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Paradigma
Istilah ‘paradigma’ pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan
terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis, tokoh yang
mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun
dalam bukunya yang berjudul “The Strusture of Scientific Revolution” (1970 : 49). Inti sari
pengertian paradigm adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang
umum (merupakan sumber nilai), sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode,
serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, cirri, serta
karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Istilah ini berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia serta ilmu
pengetahuan lain, misalnya politik, hukum, ekonomi, social, budaya, dan bidang-bidang
lainnya. Dalam hal ini, istilah ‘paradigma’ berkembang menjadi terminologi yang
mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas,
serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang
tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, iptek maupun dalam pendidikan.
3.2 Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau
persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan
tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan. Nilai-
nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut
Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut
mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat
dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan.
9
Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.
3.2.1 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia
maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu
menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai
paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik
didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu,
secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan,
moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku
politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas
dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan
bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa
Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan
dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya
dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
a. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
b. Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan
keputusan;
10
c. Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan
konsep mempertahankan persatuan;
d. Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang
adil dan beradab;
e. Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan
kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup
masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik
yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
a. nilai toleransi;
b. nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
c. nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
d. bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
3.2.2 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem
dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara
khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I
Pancasila) dan kemanusiaan (sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan
pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk Tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi
liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia
lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem
sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
11
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang
berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari
nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan
diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya
akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga
negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila
Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk
pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk
sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan
perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak
lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi
besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan,
dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil,
dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi
Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah
daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan
keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan, dan
partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis
berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi
warga atau meningkatkan kepastian hukum.
12
3.2.3 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila
bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat
manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial
budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat
anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu
meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya
dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan
sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-
budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa
persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima
sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak
menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan
berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan
dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak
negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang
(Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara
hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan
yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan
keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak
akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan
pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional
13
(Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila
Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup
menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria
sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi
kebudayaan – kebudayaan di daerah:
a. Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan
sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya;
c. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri
sebagai satu bangsa yang berdaulat;
d. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui
musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya
yang mendahulukan kepentingan perorangan;
e. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
3.2.4 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa
tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
14
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk
menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa
dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada
kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan
sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan
dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah
pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam
UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak
pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan
tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
a. adanya perlindungan terhadap HAM,
b. adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan
c. adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga
mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan
Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau
merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia
mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat
dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat
diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
15
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan
peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila
Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’,
hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat
dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan,
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan
perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya,
substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk
kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
3.2.5 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama
Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat
ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia
adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa
suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi
kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan
karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa
yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini
karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di
Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun
16
yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-
seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat
beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
(1) Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas
(ummatan wahidah)
(2) Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan
komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
(1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi
yang didasarkan atas suku dan agama;
(2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan
masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.)
misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai
masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi
kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-
nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai
dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula
bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk
membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial
budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di
Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti
kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
17
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia
yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog
Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk
mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan
sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi
manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai
benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang
berbudaya.
3.2.6 Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya
maka manusia mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). IPTEK
pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreatifitas rohani manusia. Unsur jiwa (rohani)
manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia
yang berhubungan dengan intelektualitas, rasa merupakan hubungan dalam bidang
estetis dan kehendak berhubungan dengan bidang moral (etika).
Atas dasar kreatifitas akalnya itulah maka manusia mengembangkan IPTEK untuk
mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu
tujuan yang esensial dari IPTEK adalah semata-mata untuk kesejahteraan umat
manusia. Dalam masalah ini pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai bagi
pengembangan IPTEK demi kesejahteraan hidup manusia. Pengembangan IPTEK
sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradab dari sila-sila yang tercantum dalam pancasila.
Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah
menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK.
a. Sila ketuhanaan yang maha esa.
Sila ini mengklomentasikan ilmu pengetahuan, menciptakan sesuatu
berasarkan pertimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan
kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang 18
ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksudnya
dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau tidak. Sila ini
menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagi pusatnya melainkan
sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya (T.Jacob, 1986).
Contoh perkembangan IPTEK dari sila ketuhanan yang maha esa adalah
ditemukannya teknologi transfer inti sel atau yang dikenal dengan teknologi
kloning yang dalam perkembangannya pun masih menuai kotroversi.
Persoalannya adalah terkait dengan adanya “intervensi penciptaan” yang
semestinya dilakukan oleh Tuhan YME. Bagi yang beragama muslim, pada
surat An-naazi’aat ayat 11-14 diisyaratkan adannya suatu perkembangan
teknologi dalam kehidupan manusia yang mengarahkan pada kehidupan
kembali dari tulang belulang. “apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami
telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?”, mereka berkata “kalau
demikian itu adalah suatu pengembalian yang merugikan”. Sesungguhnya
pengembalian itu hanya satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka
hidup kembali di permukaan bumi”.
b. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
Memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan
IPTEK haruslah bersifat beradab. IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia
yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan IPTEK harus
didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan manusia. IPTEK bukan
untuk kesombongan, kecongkakan dan keserakahan manusia namun harus
diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
c. Sila persatuan indonesia
Mengklomentasikan universal dan internasionalisme (kemanusiaan) dr sila-
sila lain. Pengembangan IPTEK diarahkan demi kesejahteraan umat manusia
termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan IPTEK
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta
keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Contohnya seperti lima website yang telah mempermudah gerakan revolusi
di abad 21 ini. Ada Wikileaks, Facebook, Twitter, Blog, dan Video Sharing.
19
Terkait dengan sila persatuan Indonesia GERAKAN 100% CINTA
INDONESIA dan Gerakan 1000000 facebookers Dukung tetap bayar pajak
adalah bentuk dari sekian banyaknya gerakan-gerakan social network yang
menpersatukan pemikiran bangsa Indonesia.
d. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Artinya mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis. Artinya
setiap orang haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK.
Selain itu dalam pengembangan IPTEK setiap orang juga harus menghormati
dan menghargai kebebasan oranglain dan harus memiliki sikap terbuka.
Artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan
penemuan teori-teori lainnya.
Contoh dalam kasus ini adalah ketika santer beredar kabar mengenai akan
dibangunnya reaktor nuklir di Indonesia. Beramai-ramai seluruh aliansi dari
berbagi daerah memberikan pernyataan pro atau kontranya mereka terhadap
rencana pembangunan ini. Bahkan melalui jejaring sosial facebook muncul
gerakan TOLAK PEMBANGUNAN REAKTOR NUKLIR di INDONESIA.
Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi bahan permusyawarahan bagi para
elit politik beserta rakyatnya sehingga mencapai suatu kebijakan yang
bijaksana demi kemaslahatan bangsa Indonesia sendiri.
e. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Contoh dari sila kelima ini adalah ditemukannya varietas bibit unggul padi
Cilosari dari teknik radiasi. Penemuan ini adalah hasil buah karya anak bangsa.
Diharapkan dalam perkembangan swasembada pangan ini nantinya akan
mensejahterakan rakyat Indonesia dan memberikan rasa keadilan setelah
ditingkatkannya jumlah produksi sehingga pada perjalanannya rakyat dari
berbagai golongan dapat menikmati beras berkualitas dengan harga yang
terjangkau.
3.3 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
20
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan
berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat
yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang
demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan
platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi
kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi
walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai
yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pengertian Paradigma yakni asumsi-asumsi dasar dan asumsi – asumsi teoritis yang
bersifat umum (sumber nilai), sehingga sebagai sumber hukum, metode yang dalam
penerapan ilmu pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Sedangkan,
pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial,
seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan,
dan budaya (Alexander 1994).
Pancasila sebagai paradigma mempunyai kaitan yang erat dengan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara karena Pancasila mempunyai peran yang sangat
penting dalam berbagai bidang seperti dalam bidang hukum, ekonomi, sosial budaya, dan juga
pembangunan. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem
nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagaisistem nilai
yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi
‘yang menyandangnya’.
4.2 SARAN
Dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang seperti dalam bidang sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, dan iptek, hendaknya selalu mengacu pada Pancasila.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Pancasila Sebagai Paradigma. http://www.empatpilarkebangsaan.web.id/pancasila-
sebagai-paradigma. diakses September 2013
Calam, Ahmad dan Sobirin. 2008. Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Bermasyarakat,
Berbangsa, dan Bernegara. SAINTIKOM
Djanarko, Indri. Bab VII Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi. Fakultas Ekonomi –
Universitas Narotama Surabaya
Kartika. 2011. Pancasila sebagai Paradigma dalam Pembangunan Nasional dan
Aktualisasi Diri. http://namiho.wordpress.com/2011/04/01/pancasila-sebagai-paradigma-
dalam-pembangunan-nasional-dan-aktualisasi-diri/. diakses September 2013
Purnamasari, Nur Asmita. 2012. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK.
http://asmitagari.wordpress.com/2012/06/25/pancasila-sebagai-
paradigma-pembangunan-iptek/ . diakses September 2013
Setiyono. 2013. Makalah Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Bermasyarakat,
Berbangsa, Dan Bernegara. http://anakmudaberbagi.blogspot.com/2013/06/makalah-
pancasila-sebagai-paradigma.html . diakses September 2013
23
Top Related