KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmad
dan hidayahnya kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah
dengan judul “ Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Ideologi Nasional” disusun dengan
maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta
memberikan pengetahuan baru bagi penulis dan pembaca mengenai pancasila sebagaidasar
negara dan ideologi nasional.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada teman dan guru
yang telah membantu pada pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa
manfaat khususnya bagi saya dan orang lain yang telah membaca makalah saya.
Kami menyadari bahwa makalah ini penulis susun masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan dengan tujuan agar
makalah ini selanjutnya akan lebih baik. Semoga bermanfaat.
Bandung, 11 Februari 2013
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................4
A. Latar Belakang Penulisan Makalah.............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................5
C. Tujuan.........................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................6
A. Pengertian Ideologi...................................................................................................................6
B. Karakteristik Ideologi................................................................................................................8
C. Sejarah Terbentuknya Pancasila................................................................................................9
D. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa...........................................................................................12
E. Pancasila Sebagai Ideologi terbuka..........................................................................................13
F. Batas Batas Keterbukaan Pancasila..........................................................................................16
BAB III KEBERADAAN PANCASILA........................................................................................................17
A. ARTI PENTING KEBERADAAN PANCASILA....................................................................................17
B. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA............................................................................................17
C. BUTIR-BUTIR PANCASILA SILA PERTAMA.....................................................................................18
BAB IV BENTUK KOLABORASI PANCASILA DENGAN AGAMA...............................................................20
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN.......................................................................................29
· KESIMPULAN..................................................................................................................................29
· IMPLIKASI.......................................................................................................................................29
· SARAN............................................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................31
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan Makalah
Negara kita ini mengakui bahwa ideology yang kita pakai adalah Pancasila sebaga
ideologi terbuka. Sebagai mahasiswa seringnya kita menemukan pertentangan mengenai
ideology ini, dan mungkin juga kita tidak terlalu mengerti kenapa ideology yang kita pakai
adalah Pancasila dan kenapahars bersifat terbuka.
Banyak pertanyaan lain yang menjadkan kita harus kritis dan harus tanggap serta
paham bagaimana itu Pancasila , bagaimana itu ideology yang terbuka sehingga kita tidak
merasa bahwa adalah salah bilamana kita menggunakan ideology Pancasila dan juga sebagai
bekal kita untuk menangkal pengaruh buruk dari ideology-ideologi yang mencoba merusak
bangsa ini yang pastinya akan menimbulkan perpecahan. Dan sudah sepatasnya kita sebagai
mahasiswa memahami dan mengerti apa itu Pancasila sebagai ideology.
3
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang ingin saya bahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ideologi
2. Apa itu Pancasila dan bagaimana terbentuknya Pancasila
3. Bagaimana itu Pancasila sebagai ideologi
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan mengerti apa yang dimaksud dengan ideology
2. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Pancasila
3. Untuk mengetahui dan mengerti Pancasila sebagai ideology bangsa kita
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ideologi
Ideology berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu
edios yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideology
secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang
menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideology adalah pedoman normative yang
dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang
dijunjung tinggi.
Ada beberapa istilah ideology menurut beberapa para ahli yaitu:
a. Destut De Traacy : istilah ideology pertama kali dikemukakan oleh destut de Tracy tahun
1796 yang berarti suatu program yang diharapkan dapat membawa suatu perubahan
institusional dalam masyarakat Perancis.
b. Ramlan Surbakti membagi dalam dua pengertian yakni :
1. Ideologi secara fungsional : seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama
atau tentang masyarakat dan Negara yag dianggap paling baik.
5
2. Ideologi secara structural : suatu system pembenaran seperti gagasan dan
formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.
c. AL-Marsudi; ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau
science des ideas
d. Puspowardoyo: bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek pengetahuan dan
nilai secara keseluruhan menjadi landasan seseorang atau masyarakat untuk memahami
jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya.
Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya seseorang dapat menangkap apa yang dilihat
benar dan tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik.
e. Harol H. Titus: Definisi dari ideologi adalah: Aterm used for any group of ideas concerning
various political and aconomic issues and social philosophies often applied to a systematic
scheme of ideas held by groups or classes, artinya suatu istilah yang digunakan untuk
sekelompok cita-cita mengenai bebagai macam masalah politik ekonomi filsafat sosial yang
sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematis tentang suatu cita-cita yang
dijalankan oleh kelompok atau lapisan masyarakat.
f. Descartes: Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia
g. Machiavelli: Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.
h. Thomas H: Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar
dapat bertahan dan mengatur rakyatnya.
i. Francis Bacon: Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.
k. Karl Marx: Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan
bersama dalam masyarakat.
6
B. Karakteristik Ideologi
a. Ideologi seringkali muncul dan berkembang dalam situasi kritis
Situasi kritis, dimana cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak yang
sebelumnya dianggap umum dan wajar dalam suatu masyarakat telah dianggap sebagai
suatu yang sudah tidak dapat diterima lagi. Keadaan semacam ini biasanya akan mendorong
munculnya suatu ideologi.
b. Ideologi merupakan pola pemikiran yang sistematis
Ideologi pada dasarnya merupakan suatu ide atau gagasan yang ditawarkan ke
tengah-tengah arena perpolitikan, oleh karena itu harus disusun sistematis agar dapat
diterima masyarakat secara rasional. Sebagai ide untuk mengatur tertib hubungan
masyarakat maka biasanya menyajikan penjelasan dan visi mengenai kehidupan yang
hendak diujudkan.
c. Ideologi mempunyai ruang lingkup jangkauan yang luas, namun beragam
Dilihat dari dimensi horizontal, ideologi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
mulai dari penjelasan-penjelasn yang parsial sifatnya sampai kepada gagasan-gagasan atau
pandangan-pandangan yang komprehensif.
d. Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan
Dilihat dari dimensi vertical, ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan
panutan, mulai dari konsep yang kompleks dan sophisticated sampai dengan slogan-slogan
atau symbol-simbol sederhana yang mengekspresikan gagasan-gagasan tertentu sesuai
dengan tingkat pemahaman dan perkembangan masyarakatnya.
7
Terdapat empat tipe ideologi (BP-7 Pusat, 1991:384), yaitu sebagai berikut:
1. Ideologi konservatif, yaitu ideologi yang memelihara keadaan yang ada (status quo),
setidak-tidaknya secara umum, walaupun membuka kemungkinan perbaikan dalam hal-hal
teknis
2. Kontra ideologi, yaitu melegitimasikan penyimpangan yang ada dalam masyarakat
sebagai yang sesuai dan malah dianggap baik
3. Ideologi reformisI, yaitu berkehendak untuk mengubah keadaan
4. Ideologi revolusioner yaitu ideologi yang bertujuan mengubah seluruh system nilai
masyarakat.
C. Sejarah Terbentuknya Pancasila
Proses terjadinya pancasila dapat di badakan menjadi dua yaitu: asal mula yang
langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun pengertian asal mula tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Asal Mula Langsung
Pengertian asal mula secara ilmiah filsafati di bedakan menjadi empat yaitu: causa
materialis, causa formalis, causa efficient.
Adapun rincian asal mual langsung Pancasila menurut Notonegora adalah sebagai berikut :
a. Asal mula bahan (causa materialis)
Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia itu sendiri karena Pancasila di gali dari nilai-
nilai, adapt-istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan
sehari hari bangsa Indonesia.
8
b. Asal mula bentuk (causa formalis)
Hal ini di maksudkan bagaimana asal mula bentu atau bagaimana bentuk Pancasila
itu di rumuskan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945. maka asal mula bentuk
Pancasila adalah ; Soekarno bersama-sam denagn Drs. Moh Hatta serta anggota BPUPKI
lainya merumuskan dan membahas pancasila terutama hubungan bentuk,rumusan dan
nama Pancasila.
c. Asal mula karya (causa efficient)
Asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar Negara
menjadi dasar negarayang satu. Adapun asal mula krya adalah PPKI sebagai pembentuk
Negara dan atas dasar pembentuk Negara tang mengesahkan Pncasila menjadi dasar
Negara yang sah, setelah melakukan pembahasan baik yang di lakuakan oleh BPUPKI ,
Panitia Sembilan.
2. Asal mula tidak langsung
Asal mula tidak langsung pancasila bila dirinci adalah sebagai berikut:
a. Unsur-unsur Pancasila tersebut sebelum secara langsung dirumuskan menjadi dasar
filsafat Negara. Nilai-nilainya yaitu nilai keuhanan, niali kemanusiaan, nilai persatuan,
niali kerakyatan, niali keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari
bangsaIndonesia sebelum membentuk Negara.
b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum
membentuk Negara, yang berupa nilai-nilai adapt istiadat, nilai kebudayaan serta nilai
religius. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman dalam memecahkan problema kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia.
c. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa asal mula tidak langsung Pancasila pada
hakikatnya bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai “Kausa
materialis” atau sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.
9
Berdasarkan uraian di atas ,dapat membeikan gambaran pada kita bahwa pancasila itu pada
hakikatnya adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang jauh sebelum bangsa
Indonesia membentuk Negara.
Adapun beberapa pengertian Pancasila yaitu:
a. Muhammad Yamin
Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti sendi, asas
dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian Pancasila
merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting
dan baik.
b. Ir. Soekarno
Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun temurun yang sekian abad
lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja
falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
c. Notonegoro
Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat
disimpulkan bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar falsafah dan ideologi
negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar
pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara
Indonesia.
d. Berdasarkan Terminologi
Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI), Pancasila yang memiliki arti lima asas dasar digunakan oleh
Presiden Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara Indonesia yang
10
diusulkannya. Perkataan tersebut dibisikan oleh temannya, seorang ahli bahasa yang duduk
di samping Ir. Soekarno yaitu Muhammad Yamin.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya dan keesokan harinya (18 Agustus 1945) mengesahkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia yang di dalamnya memuat isi rumusan lima prinsip dasar
negara yang diberi nama Pancasila.
D. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Dalam perjalanan sejarah Pancasila sebagai ideologi mengandung sifat reformis dan
revolusioner. Kita mengetahui berbagai istilah ideologi, seperti ideologi Negara, ideologi
bangsa, dan ideologi nasional. Ideologi Negara khusus dikaitkan dengan pengaturan
penyelenggaraan pemerintahan Negara. Sedangkan ideologi nasional mencakup ideologi
Negara dan ideologi yang berhubungan dengan pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa
Indonesia, ideologi nasionalnya tercermin dan terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Ideologi nasional bangsa Indonesia yang tercermin dan terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah ideologi perjuangan, yaitu yang sarat dengan jiwa semangat
perjuangan bangsa untuk mewujudkan Negara merdeka, berdaulat, adil, dan makmur
(Bahan Penataran. BP-7 Pusat, 1993).
Dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945 terkandung motivasi, dasar dan
pembenaran perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan
bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan). Alinea kedua mengandung cita-
cita bangsa Indonesia (Negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Alinea ketiga
memuat petunjuk atau tekad pelaksanaannya (menyatakan kemerdekaan atas berkat
Rahmat Allah Yang Maha Kuasa). Alinea keempat memuat tugas Negara/tujuan nasional,
11
penyusunan undang-undang dasar, bentuk susunan Negara yang berkedaulatan rakyat dan
dasar Negara Pancasila.
Pembukaan UUD 1945 yang mengandung pokok-pokok pikiran yang dijiwai
Pancasila, dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945. Dengan kata
lain, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalamm Pembukaan UUD 1945 itu tidak lain
adalah Pancasila, yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh UUD
1945.
Pembukaan UUD 1945 memenuhi persyaratan sebagai ideologi yang memuat ajaran,
doktrin, teori dan/atau ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini
kebenarannya dan disusun secara sistematis serta diberi petunjuk pelaksanaannya (BP-7
Pusat, 1993). Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran
yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat,
hukum dan Negara Indonesia, yang bersumber dari kebudayaan Indonesia.
E. Pancasila Sebagai Ideologi terbuka
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis,
antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar pancasila namun
mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang
lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah baru dan aktual. Sebagai suatu ideologi
yang bersifat terbuka maka Pancasila memiliki dimensi sebagai berikut:
12
Dimensi idealis
Yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila bersifat sistematis dan rasional
yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila Pancasila : Ketuanan, kemanusiaa,
persatuan, kerakyatan dan keadilan. Maka dimensi idealisme yang terkandung dalam
ideologi Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme, serta mampu menggugah
motivasi yug dicita-citakan (Kunto Wibisono, 1989).
Dimensi normative
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem
normatif, sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang memilki kedudukan
tinggi yang di dalamnya memuat Pancasila dalam alinea IV. Berkedudukan sebagai ’staat
fundamental norm’ (pokok kaidah negara yang fundamental). Dalam pengertian ini ideologi
Pancsiula agar mampu dijabarkan kedalam langkah operasional perlu memiliki norma yang
jelas.
Dimensi realitas
Suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal serta
normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik
dalam kaitannya bermasyarakat maupun dalam segala aspek penyelenggaraan Negara.
13
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah
sebagai berikut :
a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat
yang berkembang secara cepat.
b. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku
dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat
abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai
tujuan nasional.
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang
berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern. Kita mengenal ada
tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana
mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan dan nilai praktis berupa
pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya.
Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma - norma dasar Pancasila yang
terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau norma dasar yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu
adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang
fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai-nilai
instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama
dengan nilai dasarnya.
14
F. Batas Batas Keterbukaan Pancasila
Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak
boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut :
a. Stabilitas nasional yang dinamis.
b. Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.
c. Mencegah berkembangnya paham liberal.
d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan kehidupan masyarakat.
e. Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.
Keterbukaan ideologi Pancasila juga menyangkut keterbukaan dalam menerima
budaya asing. Oleh karena itu sebagai makhluk sosial senantiasa hidup bersama sehingga
terjadilah akulturasi budaya. Oleh karena itu Pancasila sebagai ideologi terbuka terhadap
pengaruh budaya asing, namun nilai-nilai esensial Pancasila bersifat tetap.
Dengan perkataan lain Pancasila menerima pengaruh budaya asing dengan
ketentuan hakikat atau substansi Pancasila yaitu: ketuhahan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan serta keadilan bersifat tetap. Secara strategi keterbukaan Pancasila dalam
menerima budaya asing dengan jalan menolak nilai-nilai yang tertentangan dengan
ketuhahan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan serta menerima nilai-nilai
budaya yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar pancasila tersebut.
15
BAB III
KEBERADAAN PANCASILA
DAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
A. ARTI PENTING KEBERADAAN PANCASILA
Pancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila hanya
akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan)
yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi
negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku.
Untuk menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum
adat) dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang
awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat
kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan
suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan
suku.
B. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama islam, Pancasila sendiri yang
sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertuang dalam
sila pertama yang berbunyi sila “Ketuhanan yang Maha Esa”. yang pada awalnya berbunyi
“… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang sejak saat itu
dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang yaitu
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta tersebut,
16
karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam diterapkan
secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan
secara “fair” hal tersebut dapat memojokkan umat beragama lain. Yang lebih buruk lagi
adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama bagi provinsi yang mayoritas beragama
nonislam. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha
esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak
hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi
negara pada saat itu.
C. BUTIR-BUTIR PANCASILA SILA PERTAMA
Atas perubahan bunyi sila pertama menjadi Ketuhanan yang Maha Esa membuat
para pemeluk agama lain di luar islam merasa puas dan merasa dihargai.
Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan
dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila. Diantaranya:
17
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada Tuhan
Yang Maha Esa.Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan
sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu
agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu
dengan agama yang lain.
18
BAB IV
BENTUK KOLABORASI PANCASILA DENGAN AGAMA
IDEOLOGI PANCASILA SEBAGAI PILIHAN
Keberagaman agama dan pemeluk agama di Indonesia menjadi sebuah kenyataan
yang tak terbantahkan. Kenyataan ini menuntut adanya kesadaran dari setiap pemeluk
agama untuk menjaga keharmonisan hubungan di antara mereka.
Semua pemeluk agama memang harus mawas diri. Yang harus disadari adalah
bahwa mereka hidup dalam sebuah masyarakat dengan keyakinan agama yang beragam.
Dengan demikian, semestinya tak ada satu kelompok pemeluk agama yang mau menang
sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku
bangsa, adat istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan kondisi
19
sosiokultur yang begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat
mengayomi berbagai keragaman yang ada di Indonesia.
Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang menjadi
permasalahan adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada
pihak manapun yang secara terang-terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua
hingga ke lima. Namun ada ormas-ormas yang terang-terangan menolak isi dari Pancasila
tersebut.
Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila
dengan menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Bagi
kebanyakan masyarakat Indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari mereka
yang mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis.
Konsep negara Pancasila adalah konsep negara agama-agama. Konsep negara yang
menjamin setiap pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara utuh, penuh dan
sempurna. Negara Pancasila bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler apalagi
negara atheis. Sebuah negara yang tidak tunduk pada salah satu agama, tidak pula
memperkenankan pemisahan negara dari agama, apalagi sampai mengakui tidak tunduk
pada agama manapun. Negara Pancasila mendorong dan memfasilitasi semua penduduk
untuk tunduk pada agamanya. Penerapan hukum-hukum agama secara utuh dalam negara
Pancasila adalah dimungkinkan.
Semangat pluralisme dan ketuhanan yang dikandung Pancasila telah siap
mengadopsi kemungkinan itu. Tak perlu ada ketakutan ataupun kecemburuan apapun,
karena hukum-hukum agama hanya berlaku pada pemeluknya. Penerapan konsep negara
agama-agama akan menghapus superioritas satu agama atas agama lainnya. Tak ada lagi
20
asumsi mayoritas – minoritas. Bahkan pemeluk agama dapat hidup berdampingan secara
damai dan sederajat. Adopsi hukum-hukum agama dalam negara Pancasila akan menjamin
kelestarian dasar negara Pancasila, prinsip Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
Pikirkan jika suatu kebenaran, kesalahan maupun etika moral ditentukan oleh
sebuah definisi sebuah agama dalam hal ini agama Islam. Sedangkan ketika anda terlibat
didalamnya anda adalah seseorang yang memeluk agama diluar Islam! Apakah yang anda
pikirkan dan bagai mana perasaan di hati anda ketika sebuah kebenaran dan moralitas pada
hati nurani anda ditentukan oleh agama lain yang bukan anda anut?
Sekarang di beberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan moral dan budaya maka
diterapkanlah aturan tersebut. Sebagai contoh, kini di sebuah provinsi semua wanita harus
menggunakan jilbab. Mungkin bagi sebagian kecil orang yang tinggal di Indonesia
merupakan keindahan namun bagai mana dengan budaya yang selama ini telah ada?
Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun artinya dilarang dipakai olah putri daerah.
Bukankah ini merupakan pengkhianatan terhadap kebinekaan bangsa Indonesia
yang begitu heterogen. Jika anda masih ragu, silakan lihat apa yang terjadi di Saudi Arabia
dengan aliran Salafy Wahabinya. Tidak ada pemilu, tidak ada kesetaraan gender dan lihat
betapa tersisihnya kaum wanita dan penganut agama minoritas di sana. Jika memang anda
cinta dengan Adat, Budaya dan Toleransi umat beragama di Indonesia dukung dan jagalah
kesucian Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.
21
KONTROVERSI PANCASILA
Sebagai dasar negara RI, Pancasila juga bukanlah perahan murni dari nilai-nilai yang
berkembang di masyarakat Indonesia. Karena ternyata, sila-sila dalam Pancasila, sama persis
dengan asas Zionisme dan Freemasonry. Seperti Monoteisme (Ketuhanan YME),
Nasionalisme (Kebangsaan), Humanisme (Kemanusiaan yang adil dan beradab), Demokrasi
(Musyawarah), dan Sosialisme (Keadilan Sosial). Tegasnya, Bung Karno, Yamin, dan
Soepomo mengadopsi (baca: memaksakan) asas Zionis dan Freemasonry untuk diterapkan
di Indonesia.
Selain alasan di atas, agama-agama yang berlaku di Indonesia tidak hanya Islam,
tetapi ada Kristen Protestan dan Katolik, Hindu, Budha, bahkan Konghucu. Kesemua agama
itu, menganut paham atau konsep bertuhan banyak, bahkan pengikut animisme. Hanya
agama Islam saja yang memiliki konsep Berketuhanan YME (Allahu Ahad).
Pada masa pra kemerdekaan tatanan sosial masyarakat di Nusantara, kebanyakan
terdiri dari Kerajaan-kerajaan Hindu. Dari sistem monarkis seperti ini, belum dikenal konsep
musyawarah untuk mufakat; tetapi yang berlaku adalah sabda pandita ratu. Rakyat harus
22
tunduk dan patuh pada titah sang raja tanpa reserve. Sekaligus, minus demokrasi, karena
kedudukan raja diwarisi turun temurun. Kala itu, tidak ada persatuan. Perpecahan,
perebutan kekuasaan dan wilayah, selalu mengundang pertumpahan darah.
Sejak awal, Pancasila agaknya tidak dimaksudkan sebagai alat pemersatu, apalagi
untuk mengakomodir ke-Bhinekaan yang menjadi ciri bangsa Indonesia. Tetapi untuk
menjegal peluang berlakunya Syari’at Islam. Para nasionalis sekuler, terutama Non Muslim,
hingga kini menjadikan Pancasila sebagai senjata ampuh untuk menjegal Syariat Islam,
meski konsep Ketuhanan yang terdapat dalam Pancasila berbeda dengan konsep bertuhan
banyak yang mereka anut.
Mereka lebih sibuk menyerimpung orang Islam yang mau menjalankan Syariat
agamanya, ketimbang dengan gigih memperjuangkan haknya dalam menjalankan ibadah
dan menerapkan ketentuan agamanya. Bagaimana toleransi bisa dibangun di atas
konstruksi filsafat yang menghasilkan anarkisme ideologi seperti ini?
Pancasila, sudah kian terbukti, cuma sekadar alat politisi busuk yang anti Islam,
namun mengatasnamakan ke-Bhinekaan. Padahal, bukan hanya Indonesia yang
masyarakatnya multietnis, multi kultural, dan multi agama. Di Amerika Serikat, untuk
mempertahankan ke-Bhinekaannya mereka tidak perlu Pancasila, begitu pun negara jiran
Malaysia. Nyatanya, mereka justru lebih maju dari Indonesia.
Kenyataan ini, betapapun pahitnya haruslah diakui secara jujur. Sayangnya, sejumlah
pejabat dan mantan pejabat di negeri ini, belum juga siuman dari mimpinya tentang
kemanusiaan yang adil dan beradab, sebagaimana sila kedua Pancasila. Sedang sejarah
membuktikan, apa yang dilakukan rezim penguasa selama 60 tahun Indonesia merdeka,
justru penindasan terhadap kemanusiaan.
23
Dalam memperingati hari lahir Pancasila, 4 Juni 2006, di Bandung, muncul sejumlah
tokoh nasional berupaya memperalat isu Pancasila untuk kepentingan zionisme. Celakanya,
mereka menggunakan cara yang tidak cerdas dan manipulatif. Dengan berlandaskan asas
Bhineka Tunggal Ika, mereka memosisikan agama seolah-olah perampas hak dan
kemerdekaan bangsa Indonesia.
Segala hal yang berkaitan dengan agama dianggap membelenggu kebebasan.
Kebencian pada agama, pada gilirannya, menyebabkan parameter kebenaran porak-
poranda, kemungkaran akhlak merajalela. Kesyirikan, aliran sesat, dan perilaku
menyesatkan membawa epidemi kerusakan dan juga bencana.
Anehnya, peristiwa bencana gempa bumi yang menewaskan lebih dari 6000 jiwa di
Jogjakata, 27 Mei 2006, malah yang disalahkan Islam dan umat Islam. Seorang paranormal
mengatakan,”Bencana gempa di Jogjakarta, terjadi akibat pendukung RUU APP yang kian
anarkis.”
Lalu, pembakaran kantor Bupati Tuban, cap jempol atau silang darah di Jatim, yang
dilakukan anggota PKB dan PDIP, dan menyatroni aktivis FPI, Majelis Mujahidin, dan Hizbut
Tahrir. Apakah bukan tindakan anarkis? Jangan lupa, Bupati Bantul, Idham Samawi, yang
daerahnya paling banyak korban gempa bumi berasal dari PDIP.
Tidak itu saja. Upaya penyeragaman budaya, maupun moral atas nama agama, juga dikritik
pedas. “Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan awal bangsa Indonesia harus dipertahankan.
Masyarakat Indonesia beraneka ragam, sehingga tindakan menyeragamkan budaya itu tidak
dibenarkan,” kata Megawati. Penyeragaman yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Akbar
Tanjung,”Keberagaman itu tidak dirusak dengan memaksakan kehendak. Pihak yang
merongrong Bhineka, adalah kekuatan-kekuatan yang ingin menyeragamkan.”
24
Padahal, justru Bung Karno pula orang pertama yang mengkhianati Pancasila.
Dengan memaksakan kehendak, ia berusaha menyeragamkan ideologi, budaya, dan seni.
Ideologi NASAKOM (Nasionalisme, agama, dan komunis) dipaksakan berlaku secara
despotis. Demikian pula, seni yang boleh dipertunjukkan hanya seni gaya Lekra. Sementara
yang berjiwa keagamaan dinyatakan sebagai musuh revolusi. Begitu pun Soeharto, berusaha
menyeragamkan ideologi melalui asas tunggal Pancasila. Hasilnya, kehancuran.
25
PEMAHAMAN DAN PELANGGARAN TERHADAP PANCASILA SAAT INI
Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang mengakui dan mengagungkan
keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia
tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu
berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan
bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi
beragama.
Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu
melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda
keyakinan maupun berbeda adat istiadat.
Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita
merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung
dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu
kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.
26
Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan
tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan
mengajarkan permusuhan.
Agama yang diakui di Indonesia ada 5, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu.
Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur
benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos dan timbul gesekan antar
agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari Islam,
Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah agama
mayoritas ataupun minoritas.
27
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
· KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang, pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara Indonesia
yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa. Sehingga jika ideologi
Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan
bagi rakyat yang memeluk agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.
Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika
melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dan
sejahtera pasti akan terwujud.
· IMPLIKASI
28
Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu adanya
peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1. Salah satunya dengan
saling menghargai antar umat beragama.
Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan
adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di dalamnya.
Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah.
· SARAN
Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan agama,
diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa nasionalisme
yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang keras guna mewujudkan
negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi setiap orang yang berada di
dalamnya.
29
DAFTAR PUSTAKA
-----. 2011. PANCASILA. http://id.wikipedia.org/. Diakses tanggal 05 Februari 2013.
Azizullah. 2009. MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI. http://azizullah 82.blogspot.com/.
diakses tanggal 05 maret 2012.
Damodiharjo, Darji, dkk. 1981. SANTIAJI PANCASILA surabaya: Usaha Nasional.
Djamal. DRS.D. 1986. POKOK-POKOK BAHASAN PANCASILA. Bandung: Remadja Karya CV.
Kaelan dan Zubaidi, Achmad. 2007. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK PERGURUAN
TINGGI. Yogyakarta: Paradigma.
Nasution, Harun. 1970. FILSAFAT AGAMA, BULAN BINTANG. Jakarta : 137.
30
Top Related