HILANGNYA NILAI KETSUEN
PADA KELUARGA KONTEMPORER JEPANG
YANG TERCERMIN DALAM
DRAMA TELEVISI FAMILY COMPLEX
KARYA SUTRADARA MITSURU KUBOTA
SKRIPSI
Oleh:
SALSABIILA PUTRI FAATIHA
NIM 125110200111039
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
i
HILANGNYA NILAI KETSUEN PADA KELUARGA KONTEMPORER JEPANG
YANG TERCERMIN DALAM DRAMA TELEVISI FAMILY COMPLEX KARYA SUTRADARA MITSURU KUBOTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Brawijaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
OLEH:
SALSABIILA PUTRI FAATIHA
NIM 125110200111039
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Santi Andayani, S.S, M.A, selaku dosen pembimbing, yang dengan sabar selalu mendukung, dan penuh dedikasi menyediakan waktunya untuk membimbing penulis dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Retno Dewi Ambarastuti, S.S, M.Si, yang sudah memberikan kritik, saran, dan pelajaran yang begitu berharga kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Pak Aji Setyanto, M. Litt, selaku Ketua Prodi Studi Sastra Jepang, dan juga kepada Ibu Ismatul Khasanah, M.Ed, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pengajar, para Sensei dan Dosen yang selama ini begitu banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.
Penulis juga ingin memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang tidak pernah berhenti mendoakan, senantiasa mendukung, dan selalu memberikan semangat kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.
Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada sahabat-sahabat selama kuliah Isna, Zahra, Dela, Didi, Choriq, teman-teman seangkatan Pejuang Skripsi 2K12 Bagus, Dhiba, Alan, Windy, Ridho, Listi, Hari, Ayu Marisa, Diah Ayu, Mbak Onya, Ruri, Ardi, Jihan, Yunita, teman-teman kuliah Risa, Ulfa, Masyithah, Indrani, Kiky, Rahmad juga kepada teman-teman penulis di Banjarmasin Ika, Timy, Nyimas, Syarifah, Lia, Rizka, Regina, Ria, Kiky Mega, Adit, Aulia, Zaki, juga kepada Mbak Aya, Mbak Caca, Mbak Eki, Mbak Novi untuk segala dukungan, doa, dan bantuannya.
Terima kasih banyak juga kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, baik secara langsung atau tidak, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Malang, 21 Juni 2017
Penulis
vi
ABSTRAK
Faatiha, Salsabiila Putri. 2017. Hilangnya Nilai Ketsuen Pada Keluarga Kontemporer Jepang Yang Tercermin Dalam Drama Televisi Karya Sutradara Mitsuru Kubota. Program Studi Sastra Jepang, Jurusan Bahasa dan Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya.
Pembimbing: Santi Andayani, S.S, M.A Kata Kunci: Family Complex, Ketsuen, Sosiologi Sastra Sistem keluarga tradisional Ie ( ) adalah suatu sistem keluarga yang berlaku pada zaman Tokugawa (1603-1867). Namun, sejak dihapusnya Meiji Minpou setelah Perang Dunia II, sistem keluarga tradisional Ie semakin ditinggalkan dan sistem keluarga modern Kaku Kazoku ( ) semakin banyak ditemui dalam masyarakat Jepang. Dengan demikian, nilai keluarga yang sebelumnya bersifat family oriented berubah menjadi individualistic oriented. Perubahan sistem keluarga tradisional Ie menjadi keluarga Kaku Kazoku ini juga menyebabkan fenomena Muenshakai. Muenshakai secara harfiah berarti masyarakat tanpa hubungan. Muenshakai didefinisikan juga sebagai fenomena masyarakat kehilangan nilai Chien, atau ikatan terhadap kampung halaman, Ketsuen, atau ikatan terhadap keluarga, dan Shaen, atau ikatan terhadap rekan-rekan sekantor. Fenomena hilangnya nilai Ketsuen pada keluarga kontemporer di Jepang ini tercermin pada salah satu karya sastra, yaitu drama televisi Family Complex yang mengambil tema tentang persewaan keluarga. Dalam penelitian ini, digunakan teori sosiologi sastra menurut Ian Watt, yaitu sastra sebagai cerminan masyarakat. Selain itu, perubahan sistem keluarga Ie menjadi sistem Kaku Kazoku, disharmonisasi keluarga, Muenshakai, serta mise-en-scene juga digunakan sebagai teori pendukung. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan penyebab hilangnya nilai Ketsuen pada keluarga kontemporer di Jepang adalah diakibatkan perceraian, sikap egosentrisme, perseteruan antaranggota keluarga, dan kurangnya atau putus komunikasi antaranggota keluarga. Kesimpulan dari penelitian ini hilangnya nilai Ketsuen pada keluarga kontemporer Jepang telah tercermin dalam drama Family Complex.
vii
2017
1603-1867
Ian Watt
Mise-en-Scene
viii
DAFTAR TRANSLITERASI ( ) a ( ) i ( ) u ( ) e ( ) o ( ) ka ( ) ki ( ) ku ( ) ke ( ) ko ( ) sa ( ) shi ( ) su ( ) se ( ) so ( ) ta ( ) chi ( ) tsu ( ) te ( ) to ( ) na ( ) ni ( ) nu ( ) ne ( ) no ( ) ha ( ) hi ( ) fu ( ) he ( ) ho ( ) ya ( ) yu ( ) yo ( ) ra ( ) ri ( ) ru ( ) re ( ) ro ( ) wa ( ) wo ( ) ga ( ) gi ( ) gu ( ) ge ( ) go ( ) za ( ) ji ( ) zu ( ) ze ( ) zo ( ) da ( ) ji ( ) dzu ( ) de ( ) do ( ) ba ( ) bi ( ) bu ( ) be ( ) bo ( ) pa ( ) pi ( ) pu ( ) pe ( ) po
( ) kya ( ) kyu ( ) kyo ( ) sha ( ) shu ( ) sho ( ) cha ( ) chu ( ) cho ( ) nya ( ) nyu ( ) nyo ( ) hya ( ) hyu ( ) hyo ( ) mya ( ) myu ( ) myo ( ) rya ( ) ryu ( ) ryo ( ) gya ( ) gyu ( ) gyo ( ) ja ( ) ju ( ) jo ( ) ja ( ) ju ( ) jo ( ) bya ( ) byu ( ) byo ( ) pya ( ) pyu ( ) pyo
( ) n ( ) menggandakan konsonan berikutnya. wa sebagai partikel dalam kalimat dibaca wa he sebagai partikel dalam kalimat dibaca e wo sebagai partikel dalam kalimat dibaca o u penanda bunyi panjang u. Contoh: (kyou) penanda bunyi panjang pada tulisan asing dengan huruf Katakana.
Contoh: (deeta)
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................. i PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv KATA PENGANTAR ............................................................................ v ABSTRAK INDONESIA ........................................................................ vi
........................................................................................................... vii DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................... viii DAFTAR ISI ........................................................................................... ix DAFTAR TABEL .................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah .. 6 1.3 Tujuan Penelitian 6 1.4 Manfaat Penelitian .. 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 7 1.6 Definisi Istilah Kunci .. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi Sastra ...................................................................... 8 2.2 Perubahan Sistem Keluarga Ie Menjadi Sistem Keluarga Kaku Kazoku ................................................................................ 10
2.2.1 Disharmonisasi Keluarga ............................................. 14 2.2.2 Muenshakai ................................................................... 18 2.2.3 Hilangnya Nilai Ketsuen Pada Keluarga Kontemporer Jepang ..................................................................................... 24 2.3 Mise-en-Scene ......................................................................... 27 2.4 Sinematografi ........................................................................ 29 2.5 Penelitian Terdahulu ............................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ................................................................... 34 3.2 Sumber Data ........................................................................... 34 3.3 Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 35 3.4 Analisis Data .......................................................................... 36
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sinopsis ................................................................................... 37 4.2 Hilangnya Nilai Ketsuen Pada Keluarga Kontemporer Jepang Yang Tercermin Dalam Drama Family Complex ........................ 41 4.2.1 Hilangnya Nilai Ketsuen Akibat Perceraian ................ 41 4.2.2 Hilangnya Nilai Ketsuen Akibat Sikap Egosentrisme .. 48
x
4.2.3 Hilangnya Nilai Ketsuen Akibat Perang Dingin Antaranggota Keluarga ................................................ 50 4.2.4 Hilangnya Nilai Ketsuen Akibat Kurang Atau Putus Komunikasi Antaranggota Keluarga .................. 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................ 64 5.2 Saran ....................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 67 LAMPIRAN ............................................................................................ 75
xi
DAFTAR TABEL
4.1 Tabel Tokoh-tokoh dalam Drama Televisi Family Complex .................... 40
xii
DAFTAR GAMBAR 2.1 Perubahan Angka Pernikahan dan Perceraian ................................. 20 2.2 Perubahan Komposisi Rumah Tangga di Jepang ........................... 26 4.1 Beniko melayangkan protes masalah pekerjaan pada Shuji ........... 41 4.2 Kuroda meminta Shuji untuk berpura-pura menjadi suaminya ...... 44 4.3 Kaori menceritakan masa lalu Shuji pada Beniko .......................... 46 4.4 Shuji menanyakan kenangan saat bersama Ryunosuke kepada Chieko dan Akane ........................................................................... 48 4.5 Akan dan Chieko menjelaskan hubungan mereka dengan Ryunosuke ...................................................................................... 48 4.6 Shuji menyuruh Wataru untuk pulang ............................................ 50 4.7 Wataru menjelaskan kenapa dia tidak ingin pulang ....................... 50 4.8 Kaori menceritakan keadaan Wataru pada Beniko ......................... 51 4.9 Wataru yang sedang menulis di ruangan kantor ............................. 51 4.10 Wataru sedang duduk sendirian di ruangan kantor ......................... 51 4.11 Seragam Wataru yang kotor dan tidak rapi .................................... 51 4.12 Shuji menyampaikan pesan Shota kepada Ryunosuke ................... 53 4.13 Shuji menjelaskan keadaan Ryunosuke pada Beniko ...................... 56 4.14 Shuji menanyakan Shota pada istri Shota ....................................... 57 4.15 Shota menolak menemui Ryunosuke .............................................. 57 4.16 Shuji meminta Shota menceritakan semua masalahnya ................. 59 4.17 Ryunosuke meminta maaf pada Shota melalui film dokumenternya ........................................................................ 61 4.18 Shota dan lainnya menyaksikan film dokumenter Ryunosuke ........ 61
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Curriculum Vitae ................................................................................. 75
2. Berita Acara Bimbingan Skripsi .......................................................... 76
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, dan membutuhkan
orang lain untuk berinteraksi. Akan tetapi, dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya hidup, struktur keluarga, dan
sebagainya, manusia yang tadinya hidup dengan interaksi yang tinggi, sekarang
menjadi berkurang intensitasnya. Begitu juga dengan perubahan struktur keluarga
Jepang yang dari menganut sistem keluarga tradisional Jepang Ie ( ), kini
menjadi sistem keluarga Kaku-Kazoku ( ) atau yang disebut keluarga inti.
Pada awalnya masyarakat Jepang memiliki prinsip Yuuenshakai ( ),
dengan kata lain masyarakat mempunyai kesadaran tinggi terhadap fungsi
komunitas untuk saling tolong menolong dan menganggap hal tersebut sebagai
inti dari kehidupan manusia dalam lingkungan keluarga, komunitas, maupun
masyarakat. Sayangnya, ciri khas masyarakat seperti ini mulai melemah dan
berubah menjadi Muenshakai ( ) (Tachibanaki, 2011:1).
Muenshakai ( ) adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh tim
peliputan Working Poor televisi NHK (Nippon Hoso Kyokai) pada tahun 2009.
Muenshakai terdiri dari dua kata, yaitu kata muen ( ) dan shakai ( ). Kata
en ( ) dalam kata muen ( ) berarti hubungan, dan kata mu ( ) berarti
tidak ada atau tanpa; kata shakai ( ) berarti masyarakat. Jadi, secara harfiah
Muenshakai berarti masyarakat tanpa hubungan. Namun, bukan berarti tidak ada
2
hubungan sama sekali, hanya saja hubungan tersebut sudah menipis atau
merenggang (Shimada, 2011:15).
Liputan dari NHK memperlihatkan keprihatinan tim peliput terhadap para
pekerja miskin yang tersisih dari komunitas sekitarnya. Para pekerja ini memilih
hidup sendiri terpisah dari komunitas asal maupun sekitarnya. Kecenderungan
menutup diri dari lingkungan sekitar serta tipisnya kepedulian antara sesama
warga di kota-kota besar membuat keberadaannya sulit dideteksi oleh lembaga
sosial. Akibatnya, banyak kejadian orang yang ditemukan telah meninggal dunia
setelah beberapa hari atau beberapa bulan. Orang-orang yang meninggal dunia itu
disebut sebagai Kodokushi ( ).
Selain itu, dalam liputan NHK tersebut, diketahui bahwa tidak sedikit dari
orang-orang yang memilih untuk tidak menikah dan berpuluh-puluh tahun hidup
sendirian sehingga akhirnya mengalami kematian dalam keadaan sebatang kara,
yang baru diketahui beberapa hari kemudian oleh tetangga. Bahkan, ada kalanya
tidak ada satu pun keluarga yang datang untuk mengklaim yang mati sebagai
anggota keluarga. Muenshakai juga didefinisikan sebagai fenomena masyarakat
kehilangan Chien ( ) atau ikatan terhadap kampung halaman, Ketsuen ( )
atau ikatan terhadap keluarga, dan Shaen ( ) atau ikatan terhadap rekan-rekan
sekantor (NHK, 2010).
Hilangnya Ketsuen ( ) atau ikatan terhadap keluarga ini, terdapat pada
salah satu drama televisi Jepang yang berjudul Family Complex. Drama televisi
Jepang merupakan pokok dari televisi Jepang yang menayangkan berbagai jenis
drama, seperti drama percintaan atau drama tentang kehidupan. Ciri khas dalam
3
drama televisi Jepang ialah penggunaan latar belakang yang biasanya diambil dari
budaya dan fenomena sosial dalam masyarakat Jepang. Family Complex yang
ditayangkan di stasiun televisi NTV Jepang ini mengangkat masalah mengenai
persewaan keluarga dan memperlihatkan alasan mengapa seseorang memilih
untuk menyewa orang lain agar berpura-pura sebagai salah satu anggota keluarga.
Ternyata salah satu alasan yang ditunjukkan adalah hubungan buruk antaranggota
keluarga yang disebabkan karena perceraian orangtua.
Sewa keluarga dalam bahasa Jepang disebut dengan Rentaru Kazoku (
) dan dalam kotobank.jp diartikan sebagai berikut:
( )
Terjemahan: Rentaru Kazoku ( ): Saat upacara adat atau yang lain
sebagainya, seseorang mengirimkan orang asing sebagai keluarga kepada orang yang tidak mempunyai keluarga, dan hal ini dikomersialkan di Jepang. Alasan untuk menyewa keluarga ada bermacam-macam, seperti misalnya karena sedang terdesak oleh sesuatu maka dibutuhkan suami, istri, saudara
laki-laki, saudara perempuan, dan lain-lain , mereka tidak boleh menemui orangtua kandung , dan tidak memiliki orangtua . Dikarenakan kelemahan hubungan antar keluarga, seseorang yang terasing dan hidup sendiri mengalami peningkatan, dan perubahan dalam hubungan keluarga karena meningkatnya perceraian. Dalam setiap upacara, meskipun kenyataannya hubungan keluarga berubah, namun masyarakat menuntut bahwa keluarga juga harus hadir. Yang mana menjadi faktor bahwa pelayanan ini akhirnya dibutuhkan.
Family Complex bercerita tentang Shuji Yamamura yang menjalankan
4
untuk berperan sebagai anggota keluarga klien untuk upacara pernikahan,
pemakaman, bahkan pertemuan dengan para guru.
Kobashi Beniko adalah seorang pegawai baru di Family Romance yang
masih dalam masa percobaan. Beniko yang masih belum mengetahui perusahaan
Family Romance bergerak di bidang apa, pada suatu hari dilibatkan langsung
dalam acara pernikahan dan Beniko diminta berperan sebagai tamu dari pengantin
wanita. Tugasnya adalah untuk berpura-pura sebagai teman kerja dari pengantin
wanita. Lambat laun, Beniko akhirnya memahami pekerjaan di perusahaan Family
Romance seperti apa dan mulai menyukai pekerjaannya, meski awalnya Beniko
masih merasa aneh dengan pekerjaan tersebut.
Suatu hari, seorang klien bernama Ryunosuke Tosaki, yang usianya diprediksi
tinggal enam bulan lagi dikarenakan kanker yang diderita, ingin menyewa dua
orang di perusahaan Family Romance untuk berperan sebagai istri dan anak
perempuannya. Ryunosuke Tosaki ingin membuat video kenang-kenangan semasa
hidup bersama keluarga sebelum meninggal. Shuji pun menerima permintaan
Ryunosuke. Apa yang dialami oleh Ryunosuke mengingatkan Shuji pada ayahnya
sendiri yang sekarang sedang sakit dan sudah bertahun-tahun tidak dikunjungi
olehnya sejak ayahnya memilih untuk menikah lagi.
Berdasarkan penjelasan sinopsis di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti
lebih lanjut drama televisi Family Complex yang di dalamnya terdapat gambaran
mengenai orang-orang yang memilih untuk menyewa orang asing sebagai anggota
keluarga untuk memenuhi suatu kondisi tertentu seperti upacara kematian maupun
acara pernikahan. Hal itu disebabkan oleh hilangnya ikatan antar anggota keluarga
5
yang sekaligus berhubungan pada fenomena sosial yang sedang terjadi di
masyarakat Jepang, yaitu Muenshakai ( ).
Penelitian yang berkaitan dengan fenomena sosial ini akan diteliti dengan
menggunakan sosiologi sastra. Sosiologi sastra menjelaskan bahwa fungsi sastra
tidak hanya sebagai karya seni yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. Salah
satu perspektif sosiologi sastra yaitu mengungkap sastra sebagai cerminan
masyarakat, dan digunakan untuk menggambarkan sejauh mana sastra dapat
menampilkan keadaan dan fakta sosial yang mewakili masyarakat.
Ian Watt (1964:300-313) mengemukakan terdapat tiga jenis pendekatan dalam
sosiologi sastra, salah satunya adalah sastra sebagai cerminan masyarakat.
Berdasarkan teori yang dikemukakan Ian Watt tersebut, dalam penelitian ini,
penulis menggunakan teori sosiologi sastra dimana sastra sebagai cermin dari
masyarakat, dikarenakan hubungan antara sastra dan masyarakat erat dan tidak
dapat dipisahkan. Karya sastra merupakan representasi aktivitas sosial manusia
yang seringkali tergambar dalam karya sastra berupa dialog atau perilaku. Teori
tersebut menjadi landasan bagi penulis dalam melakukan penelitian ini dengan
judul Hilangnya Nilai Ketsuen Pada Keluarga Kontemporer Jepang Yang
Tercermin Dalam Drama Televisi Family Complex Karya Sutradara Mitsuru
Kubota.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apa saja penyebab hilangnya nilai Ketsuen pada keluarga
6
kontemporer Jepang yang tercermin dalam drama televisi Family Complex karya
sutradara Mitsuru Kubota.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penyebab hilangnya
nilai Ketsuen pada keluarga kontemporer Jepang yang tercermin dalam drama
televisi Family Complex karya sutradara Mitsuru Kubota.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan serta lebih mengerti
dan memahami teori-teori yang berhubungan dengan fenomena Muenshakai
dalam masyarakat kontemporer Jepang.
2. Manfaat Praktis
Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi yang
ada, dapat menjadi bahan pembelajaran bagi studi-studi mengenai fenomena
sejenis yang dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan. Bagi
pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pengetahuan
dan kepustakaan yang merupakan informasi tambahan yang berguna. Selain
itu, penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi masukan bagi kajian ilmiah
dan memperluas studi mengenai masyarakat Jepang.
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi hanya pada pembahasan mengenai
perubahan sistem keluarga Ie menjadi Kaku Kazoku, disharmonisasi keluarga,
perceraian, fenomena Muenshakai, dan hilangnya nilai Ketsuen pada keluarga
kontemporer di Jepang.
1.4 Definisi Istilah Kunci
a) Drama Televisi Family Complex : drama televisi spesial karya sutradara Mitsuru Kubota yang ditayangkan di stasiun televisi NHK Jepang pada tahun 2012, yang memiliki durasi 93 menit.
b) Kaku Kazoku ( ) : Istilah untuk keluarga nuklir; keluarga modern di
Jepang yang anggota keluarganya terdiri dari satu generasi dimana hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah.
c) Ketsuen ( ) : Hubungan antar manusia berdasarkan pertalian darah;
hubungan keluarga; sanak famili. d) Kontemporer : Pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini;
dewasa ini e) Muenshakai ( ) : Masyarakat yang secara individual terisolasi
dan memiliki kelemahan hubungan pribadi satu sama lain. f) Sistem Ie ( ) : Sistem keluarga tradisional yang hanya ada di Jepang,
yang berlaku pada zaman Tokugawa (1603-1867) dan utamanya berlaku di kalangan Samurai dan kaum bangsawan. Setelah Restorasi Meiji, sistem Ie kemudian diterapkan kepada seluruh lapisan masyarakat.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra terdiri dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari
bahasa Yunani, akar kata sosio (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan,
teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaannya).
Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, sosio atau socius berarti
masyarakat, logi atau logos berarti ilmu. Maka, sosiologi berarti ilmu mengenai
asal usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang
mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat,
sifatnya umum, rasional, dan empiris.
Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, akar kata sas berarti mengarahkan,
mengajar, memberi, petunjuk, dan instruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Maka,
sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau pengajaran yang
baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sosiologi sastra merupakan
pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat dari
atau mengenai sastra, yaitu karya para kritikus dan sejarawan yang terutama
mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat
tempatnya berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak
yang ditujunya.
Sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang
pengarang mengungkapkan masalah kehidupan yang pengarang sendiri ikut
9
berada di dalamnya. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan
sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Sastra dapat dipandang
sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu
langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman
tersebut(Luxemburg, 1989:23).
Ian Watt (1964:300-313) dalam artikelnya yang berjudul Literature and
Society mengemukakan tiga pendekatan, yaitu: (a) konteks sosial pengarang. Hal
ini berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dan kaitannya dengan masyarakat
pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial yang bisa
mempengaruhi pengarang sebagai perorangan di samping mempengaruhi isi karya
sastranya. Dalam pendekatan ini yang menjadi perhatian adalah cara pengarang
mendapatkan mata pencahariannya, sejauh mana pengarang menganggap
pekerjaannya sebagai profesi, dan masyarakat apa yang dituju oleh pengarang, (b)
sastra sebagai cerminan masyarakat, yang menjadi terutama dalam pendekatan ini
adalah sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra itu
ditulis, sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat
yang ingin disampaikannya, dan sejauh mana genre sastra yang digunakan
pengarang dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat, (c) fungsi sosial sastra.
Dalam hubungan ini, ada beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu sejauh mana
sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakatnya, dan sejauh mana sastra
hanya berfungsi sebagai penghibur saja.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kedua dari pendapat
Ian Watt, yaitu sastra sebagai cerminan masyarakat. Karya sastra menyajikan
10
kehidupan-kehidupan sosial masyarakat yang sebagian besar diangkat dari
kenyataan sosial yang ada. Masyarakat dapat menilai isi cerita dari sebuah karya
sebagai sebuah pesan tidak langsung yang disampaikan untuk tujuan tertentu.
Teori ini penulis gunakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan apa saja
penyebab hilangnya nilai Ketsuen pada keluarga kontemporer Jepang dalam
drama televisi Family Complex, dimana di dalamnya menggambarkan orang-
orang yang mengalami kehilangan ikatan dengan anggota keluarga masing-
masing. Beberapa diantaranya dikarenakan perceraian atau putusnya komunikasi,
sehingga menyewa orang lain agar berpura-pura sebagai anggotakeluarga untuk
memenuhi syarat dalam keadaan tertentu, seperti menghadiri upacara kematian
atau acara pernikahan, menjadi pilihan.
2.2 Perubahan Sistem Keluarga Ie Menjadi Sistem Kaku Kazoku
Nakane (1968:3) dalam bukunya yang berjudul Ie no Kozo, menyatakan bahwa
Ie ( ) adalah satu sistem yang khas dari kebudayaan Jepang yang terbentuk
dengan ditunjang oleh syarat-syarat tertentu. Nakane (1968:8) juga mengatakan
bahwa sistem Ie merupakan suatu sistem keluarga yang hanya ada di Jepang dan
tidak dapat ditemukan di negara lain.
Sistem keluarga tradisional Ie adalah suatu sistem keluarga dan kekeluargaan
yang berlaku pada zaman Tokugawa (1603-1867) yang utamanya berlaku di
kalangan kaum Samurai dan kalangan kaum bangsawan. Namun, setelah
Restorasi Meiji, Pemerintah Meiji mengeluarkan hukum perdata yang berpijak
pada sistem Ie pada tahun 1896, yang dikenal dengan nama Meiji Minpou (UU
11
Sipil Meiji). Hukum perdata dengan sistem Ie yang sebelumnya hanya berlaku di
antara kelas Samurai dan bangsawan, kemudian diterapkan kepada seluruh lapisan
masyarakat Jepang. Setelah Perang Dunia II, tepatnya pada tahun 1946, Meiji
Minpou dihapus dan pada tahun 1947 diberlakukan konstitusi baru yang dibuat
berdasarkan prinsip demokrasi dan individualisme (Motonobu, 2004:31).
Sistem keluarga luas tradisional Ie semakin ditinggalkan dan sistem keluarga
modern Kaku Kazoku ( ) atau yang disebut sebagai bentuk keluarga yang
anggotanya terdiri dari hanya satu generasi yang dimana hanya terdiri dari ayah,
ibu, dan anak-anak yang belum menikah, semakin banyak ditemui dalam
masyarakat Jepang.
Menurut Fukutake (1989:40), istilah Kaku Kazoku atau keluarga nuklir menjadi
biasa digunakan orang sebagai istilah sosiologi setelah terbitnya buku Social
Structure karangan G. P Murdock pada tahun 1949. Namun, sampai dengan
sekitar tahun 1960 di dunia ilmu pengetahuan di Jepang belum ada istilah yang
baku untuk terjemahan istilah keluarga nuklir. Istilah Kaku Kazoku baru dalam
satu dasawarsa terakhir ini menjadi kosakata bahasa Jepang, dan telah umum
digunakan sebagai terjemahan istilah keluarga nuklir tersebut. Hal ini menurut
Fukutake dapat dijadikan saksi bagi cepatnya perubahan dalam struktur keluarga
Jepang.
Menurut Yoshio Sugimoto dalam bukunya An Introduction to Japanese Society
(1997:52), berbeda dengan keluarga tradisional, keluarga inti lebih bebas karena
tidak tinggal dalam satu rumah besar bersama orangtua. Istri dalam keluarga
12
seperti ini memilki kebebasan membesarkan anak-anaknya dengan cara sendiri
tanpa bantuan dari generasi yang lebih tua.
Dalam konteks nilai terhadap keluarga, keluarga pada saat sebelum Perang
Dunia II, memiliki arti yang sangat besar. Dalam keluarga dengan sistem Ie,
kepentingan Ie melebihi kepentingan dari individu yang bersangkutan.
Kesinambungan Ie merupakan hal yang utama. Kesinambungan tersebut sangat
besar artinya, maka tidak jarang kepentingan individu akan dikorbankan demi
keberlangsungan Ie tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai
keluarga pada masa sebelum Perang Dunia II bersifat family oriented.
Dibandingkan dengan sebelumnya, kepentingan keluarga tidak lagi dilihat
sebagai kepentingan yang utama bila dibandingkan dengan kepentingan individu.
Kepala keluarga tidak lagi dapat mengatur dan memutuskan segala sesuatu bagi
anggota keluarganya. Kepala keluarga atau seorang suami akan bekerja mencari
nafkah dan tidak lagi menjadi penentu keputusan dalam segala urusan yang
menyangkut anggota keluarga yang lain. Dengan demikian, pada masa sesudah
Perang Dunia II nilai keluarga yang sebelumnya bersifat family oriented berubah
menjadi individualistic oriented.
Perubahan nilai dalam keluarga tersebut, tidak terlepas dari transformasi
Jepang menjadi dunia modern yang menitikberatkan kepada kebijakan
pembangunan ekonomi pasca Perang Dunia II. Pada awal tahun 1950-an,
kehancuran ekonomi Jepang akibat Perang Dunia II mulai pulih seiring dengan
turut sertanya Jepang dalam Perang Korea, yang bukan dalam bidang militer.
Pada tahun 1989, Jepang kemudian mencapai Bubble Economy, dimana
13
pencapaian ekonomi mengalami peningkatan yang drastis. Meningkatnya
ekonomi Jepang membuat para pekerja Jepang khususnya laki-laki meningkatkan
loyalitas yang besar pada perusahaan atau organisasi.
Kemajuan ekonomi Jepang kemudian menyebabkan terjadinya urbanisasi, yang
membuat masyarakat pedesaan yang berprofesi petani menjadi pekerja di pusat-
pusat industrialisasi perkotaan seperti Tokyo dan Osaka. Hal ini dikarenakan
permintaan untuk tenaga kerja di daerah perkotaan. Urbanisasi juga menjadi
faktor perubahan keluarga menjadi Kaku Kazoku atau bahkan Tanshin Setai (
). Urbanisasi berdampak pada peningkatan struktur keluarga di luar struktur
keluarga konvensional Jepang yang hanya terdiri dari satu anggota keluarga saja
yang disebut dengan Tanshin Setai (Katsuhiko, 2008:2).
Hikaru (1978:210) berpendapat bahwa gejala timbulnya sistem Kaku Kazoku
telah ada sejak masa Restorasi Meiji, yaitu dengan munculnya kengyonoka atau
gejala buruh pabrik musiman dan dekasegi atau gejala urbanisasi musiman di
lingkungan keluarga petani di Jepang pada masa itu. Dengan berkembangnya
kengyonoka dan dekasegi di Jepang sejak masa Restorasi Meiji itu memberi
kemungkinan kepada para anggota keluarga petani untuk tidak terlalu terikat dan
terlibat dalam kegiatan pertanian yang telah dilakukan keluarganya secara turun
temurun. Adanya kenyataan ini, lambat laun mengakibatkan hilangnya keharusan
bagi seorang Chounan (anak laki-laki tertua) untuk meneruskan atau mewarisi
pekerjaan ayahnya di bidang pertanian, sehingga mengakibatkan goyahnya sistem
Ie, terutama hilangnya fungsi aktivitas perekonomian keluarga.
14
Perubahan sistem keluarga Ie menjadi sistem Kaku Kazoku, tidak hanya
berdampak pada perubahan struktur anggota keluarga, namun juga memunculkan
dampak lain, yaitu:
2.2.1 Disharmonisasi Keluarga
Suatu keadaan dikatakan disharmonisasi adalah keadaan yang biasanya
mencerminkan suatu kondisi dalam situasi yang terjadi dalam sebuah kelompok
dan kelompok ini adalah sekumpulan manusia. Disharmonisasi selalu berkaitan
dengan keadaan sebuah rumah tangga atau keluarga. Jadi apabila di dalamnya
terdapat sebuah ketidakbahagiaan, maka keluarga tersebut dinyatakan
disharmonisasi (Gunarsa, 1993:34).
Menurut Willis dalam bukunya yang berjudul Konseling Keluarga (Family
Counseling) (2008), mengatakan bahwa disharmonisasi keluarga dapat dilihat dari
dua aspek, yang pertama yaitu, keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh
sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai, yang
kedua yaitu orangtua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh
lagi karena ayah atau ibu sering tidak di rumah, atau tidak memperlihatkan
hubungan kasih sayang (Willis, 2008:66). Beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya disharmonisasi keluarga yaitu:
1. Kurangnya atau putus komunikasi antaranggota keluarga, terutama ayah dan
ibu. Dalam hal ini, faktor kesibukan yang sering menjadi penyebab utama.
Orangtua sibuk bekerja dan urusannya sehingga tidak memiliki waktu banyak
untuk anak. Hal tersebut membuat orangtua tidak mempunyai kesempatan untuk
berdiskusi dengan anak-anak. Lama kelamaan, anak-anak menjadi remaja yang
15
tidak terurus secara psikologis, dan memungkinkan anak-anak mengambil
keputusan-keputusan tertentu yang membahayakan diri (Willis, 2008:14).
Seperti contoh kasus yang dialami oleh pemilik akun bernama Mika774 dalam
forum oshiete.goo.ne, sebagai berikut:
2
Terjemahan:
Saya tinggal berdua dengan ayah saya yang sudah pensiun. Kami berdua hidup dari tunjangan hidup. Ayah menceraikan ibu 5 tahun lalu dikarenakan perilaku ibu. Karena saya lumpuh, saya jadi bergantung pada ayah saya, tapi ayah saya tidak terlalu peduli pada saya. Ketika kondisi penyakit saya memburuk dan saya mengeluh sakit... dan sebagainya, Ayah malah masuk ofuro dengan mengacuhkan saya, atau bilang, Aku akan makan di luar, . (Ketika saya merasakan sakit yang luar biasa, saya menelepon ambulan, dan saya pergi ke rumah sakit sendirian).
Berdasarkan pengalaman yang dialami pemilik akun bernama Mika774, dapat
diketahui bahwa kedua orangtuanya bercerai dan sang ayah tidak terlalu
mempedulikannya meski keadaan sang anak sedang sakit. Keadaan yang dialami
Mika774 menunjukkan kurang atau putusnya komunikasi antaranggota keluarga
sejak perceraian kedua orangtuanya, yang di dalam kasus ini menyebabkan
kedekatan diantara anak dan sang ayah menjadi tidak ada. Dapat dilihat dari sikap
sang ayah yang tidak menanyakan dan sedikit berempati pada keadaan sang anak
ketika mengeluh sakit.
2. Sikap Egosentrisme. Egoisme adalah suatu sifat mementingkan diri sendiri,
sedangkan egosentrisme merupakan sifat yang menjadikan diri sendiri sebagai
16
pusat perhatian dari pihak lain yang diusahakan dengan segala cara agar mau
mengikutinya. Egosentrisme antara suami istri merupakan salah satu penyebab
terjadinya konflik dalam rumah tangga yang akhirnya berujung pada pertengkaran
yang terjadi terus-menerus (Willis, 2008:15). Seperti salah satu contoh kasus yang
dialami oleh pemilik akun bernama Kimiraiko777, dalam forum Chiebukuro
Yahoo Japan, yang menyatakan bahwa:
5 31 3
Terjemahan:
Kami adalah pasangan suami istri yang berumur 31 tahun, sudah 5 tahun menikah, dan memiliki satu anak laki-laki berumur tiga tahun. Sejak saya menikah sampai sekarang, saya pikir ada sebagian perubahan yang saya rasakan semenjak mempunyai anak, yaitu suami saya menjadi pemarah dan egois. Setiap hari selalu seperti ini, selalu bertengkar dengan masalah yang sama, meski sudah dibicarakan bersama namun tak ada yang berubah. Tapi, karena saya mengenali suami saya yang dulu, saya merasa bisa baik-baik saja bila dia mengerjakan hal-hal yang sewajarnya.
Berdasarkan pengalaman yang dialami pemilik akun bernama Kimiraiko777 di
atas, bisa dinyatakan bahwa hubungan dengan suami sedang tidak baik,
dikarenakan perilaku sang suami yang dirasa sudah berubah menjadi pemarah dan
egois. Tidak dijelaskan perilaku egois sang suami seperti apa, namun dari
penjelasan di atas cukup mewakili untuk menunjukkan sikap egosentrisme dari
sang suami yang membuat sang istri menjadi benci sehingga menyebabkan
pertengkaran antara pasangan yang terjadi terus-menerus. Contoh kasus yang
terjadi pada pemilik akun Mika774 di pembahasan sebelumnya, juga merupakan
disharmonisasi keluarga dengan sikap egosentrisme dari pihak sang ayah. Dapat
17
diketahui dari penjelasan tersebut bahwa sang ayah tidak mempedulikan anaknya.
Begitu juga ketika sang anak mengeluh sakit, sang ayah sama sekali tidak
berempati. Hal itu membuat sang anak pergi sendirian ke rumah sakit bila
kondisinya dirasa sudah memburuk.
3. Masalah ekonomi. Rumah tangga akan berjalan stabil dan harmonis bila
didukung oleh kecukupan dan kebutuhan hidup. Tidak sedikit rumah tangga
menjadi retak dikarenakan kondisi ekonomi dalam rumah tangga tersebut kurang
stabil.
4. Masalah kesibukan. Masalah kesibukan disini karena terfokusnya suami istri
dalam pencarian materi, yaitu harta dan uang (Willis, 2008:18). Pasangan
mempunyai kesibukan masing-masing dan hampir seluruh waktu dihabiskan di
luar jam keluarga, sehingga perhatian terhadap keluarga menjadi berkurang.
5. Perang dingin dalam keluarga. Perang dingin dalam keluarga selain kurang
terciptanya dialog, juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-
masing pihak. Hal ini seperti contoh kasus yang dialami pemilik akun
Kimiraiko777, yang sudah dijelaskan di bagian sikap egosentrisme sebelumnya,
dimana dapat diketahui bahwa perilaku sang suami yang berubah, membuat sang
istri menjadi benci dan kerap kali bertengkar dengan sang suami. Hal ini
menunjukkan perang dingin akibat kurang terciptanya dialog yang dialami
pasangan, selain itu juga disisipi rasa perselisihan dan kebencian dari masing-
masing pihak.
18
2.2.2 Muenshakai
Muenshakai ( ) terdiri dari dua kata, yaitu kata muen ( ) dan
shakai ( ). Kata en ( ) dalam kata muen ( ) berarti hubungan, dan kata
mu ( ) berarti tidak ada atau tanpa; kata shakai ( ) berarti masyarakat. Jadi,
secara harfiah muenshakai berarti masyarakat tanpa hubungan. Namun, bukan
berarti tidak ada hubungan sama sekali, hanya saja hubungan tersebut sudah
menipis atau merenggang (Shimada, 2011:15). Kata Muenshakai adalah
neologisme yang diciptakan oleh NHK pada serial program televisi yang telah
diproduksi dan disiarkannya pertama kali pada 31 Januari 2010 (Shimada,
2011:14)). Jadi, kata atau istilah ini bukan istilah Jepang yang baku.
Menurut Kamata (2012:18-20), penyebab dari Muenshakai adalah mulai
menipisnya hubungan dengan keluarga, tetangga, dan rekan kerja. Misalnya
seperti banyaknya anak muda Jepang yang lebih memilih untuk hidup bebas
dari keluarga mereka, dan kurangnya sarana berkumpul dengan tetangga.
Sedangkan, Yamada (2012:28-29) mengatakan bahwa penyebab dari Muenshakai
adalah karena saat ini sudah banyak orang Jepang yang lebih mengutamakan uang
dan pekerjaan dibandingkan keluarga. Selain itu, menurut Ichijyo (2012:31),
penyebab Muenshakai adalah mulai menipisnya ikatan di antara orang-orang
Jepang saat ini.
Hubungan manusia yang berfungsi sebagai sistem yang saling membantu
dalam hubungan sosial ini seolah sudah memudar bahkan menghilang. Hal
tersebut terlihat pada kemunculan istilah Muenshakai dalam acara dokumenter di
stasiun televisi pemerintah Jepang NHK (Nippon Housou Kyoukai) pada tahun
19
2010. Istilah Muenshakai mengacu pada perubahan gaya hidup masyarakat Jepang
yang mulai mengagungkan individualisme. Individualisme menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah paham yang menghendaki kebebasan berbuat dan
menganut suatu kepercayaan bagi setiap orang; paham yang mementingkan hak
perseorangan di samping kepentingan masyarakat atau negara; paham yang
menganggap diri sendiri lebih penting daripada orang lain.
Hal ini mengingatkan pada kecenderungan umum tentang en ( ) atau koneksi
dalam masyarakat Jepang yang sekarang semakin lemah dibandingkan dulu
dimana hubungan antar manusia relatif kental yang dibentuk dalam keluarga,
lingkungan, dan tempat kerja. Hubungan ini disebut Ketsuen ( ), Chien ( ),
dan Shaen ( ). Ketsuen ( ) mengacu pada hubungan antar anggota sesama
keluarga. Chien ( ) mengacu pada hubungan di suatu daerah atau masyarakat,
khususnya hubungan dengan masyarakat yang tinggal dengan lingkungannya, dan
Shaen ( ) mengacu pada hubungan dengan rekan-rekan di perusahaan. Dalam
arti yang lebih luas dan lebih umum, orang Jepang lebih mengutamakan
kebersamaan dan kepentingan kelompok, bukan mengejar kebahagiaan atau
kepuasan individu. Hubungan tersebut berfungsi sebagai sistem yang paling
membantu dalam hubungan sosial (Shindo dalam Elsy, 2013:344).
Namun, dewasa ini ikatan antar sesama dalam masyarakat Jepang mengalami
pergeseran dan jumlah orang yang terisolasi meningkat. Dengan perkembangan
ekonomi dan perubahan gaya hidup, masyarakat Jepang mengalami banyak
perubahan. Pentingnya memiliki en perlahan berubah dalam pikiran
masyarakat Jepang. Latar belakangnya adalah berubahnya gaya hidup dalam
20
pekerjaan, meningkatnya keluarga inti, perceraian, orang yang tidak menikah, dan
lansia yang tinggal sendiri. Meskipun ada keluarga tetapi bila sudah tidak terjalin
komunikasi, dengan lingkungan pun demikian, ketika sakit dan keadaan kritis,
banyak yang tidak bisa mendapatkan pertolongan, karena hilangnya fungsi
keluarga dan perusahaan yang diharapkan dapat saling mendukung (Elsy,
2013:219).
Salah satu latar belakang perubahan nilai seperti yang disebutkan di atas,
salah satunya adalah perceraian. Dalam bahasa Jepang, perceraian diterjemahkan
menjadi Rikon ( ). Dalam Kanji Sonomama Rakubiki Jiten, Rikon memiliki
makna sebagai berikut: ( ):
, yang artinya perihal pembatalan hubungan pernikahan suami-istri secara
hukum. Sejak terjadinya perubahan keluarga setelah Perang Dunia II, tepatnya
pada tahun 1960-an, perceraian di Jepang mengalami peningkatan yang signifikan,
seperti yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini:
Gambar 2.1 Perubahan Angka Pernikahan dan Angka Perceraian (Sumber: Statistical
Handbook of Japan 2016)
21
Berdasarkan data di atas, angka perceraian mencapai puncak 290.000 pasangan
pada tahun 2002. Selanjutnya, jumlah perceraian dan tingkat perceraian menurun
sejak tahun 2003. Pada tahun 2015, jumlah perceraian mencapai 226.000
pasangan, dan tingkat perceraian per 1.000 penduduk adalah 1,80 (Statistical
Handbook of Japan 2016. Statistics Bureau, Ministry of Internal Affairs and
Communications, hal. 19)
Menurut Sugimoto (2003:160), kebanyakan dari kasus perceraian sejak tahun
1980-an melibatkan pasangan yang baru menikah kurang dari dua tahun maupun
pasangan yang menikah lebih dari dua puluh tahun. Kemudian sebagian besar dari
perceraian tersebut merupakan perceraian yang didasari atas keputusan bersama.
Motonobu (2004:46) berpendapat bahwa perubahan struktur keluarga
merupakan kunci penting terhadap peningkatan angka perceraian. Lebih jauh
Motonobu menyatakan bahwa peningkatan angka perceraian disebabkan oleh
penurunan nilai-nilai tradisional dan munculnya nilai-nilai baru yang dipicu oleh
perubahan struktur keluarga sesudah Perang Dunia II. Munculnya nilai-nilai baru
ini mengarah pada perubahan nilai dalam masyarakat, khususnya perubahan nilai
keluarga dari family oriented menjadi individualistic oriented, perubahan nilai
anak dari yang sebelumnya dianggap bernilai produktif berubah menjadi bernilai
konsumtif, perubahan nilai pernikahan karena sebelumnya banyak pernikahan
diatur oleh orangtua, maka setelah Perang Dunia II, banyak pasangan yang
memilih untuk menikah berdasarkan cinta atau dikenal dengan istilah Renai
Kekkon ( ).
22
Perubahan nilai tersebut turut mempengaruhi perubahan persepsi perempuan
Jepang terhadap perceraian setelah Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II,
sekitar tahun 1980, dua dari tiga perceraian merupakan inisiatif dari perempuan,
hal ini sangat berbeda dengan perceraian yang terjadi sebelum Perang Dunia II.
Faktor penyebab yang mendorong terjadinya perceraian pada pasangan secara
garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Salah satu penyebab dalam faktor internal adalah, perempuan Jepang saat ini
cenderung lebih mandiri dengan tidak hanya fokus terhadap pekerjaan rumah
tangga yang mengandalkan penghasilan suami sebagai pendapatan rumah tangga.
Yamashita (Japan Quarterly, 1986:416-417) menyatakan bahwa para istri di
Jepang kini tidak lagi sepenuhnya bangga menjadi ibu rumah tangga. Hal ini
kemudian menjadi salah satu elemen yang memperkuat keinginan seorang istri
untuk bercerai.
Dari faktor eksternal, seiring dengan berkembangnya zaman, terjadi perubahan
pandangan perempuan mengenai perceraian serta mulai terbukanya masyarakat
Jepang dalam menyikapi perceraian. Sebelumnya, perempuan yang mengalami
perceraian dianggap gagal dan akan dikucilkan oleh masyarakat di sekitarnya.
Namun, kini persepsi negatif mengenai perempuan yang bercerai mulai berkurang.
Iwao (1993:10) menyatakan bahwa perceraian di Jepang semakin mudah
dilakukan karena pertimbangannya lebih bersifat pribadi dibandingkan dulu yang
melibatkan keluarga besar dalam keputusan bercerai. Di saat para suami masih
memikirkan bagaimana pandangan masyarakat jika mereka pernah bercerai, para
istri justru berpikir lebih realistis dengan percaya bahwa lebih baik bercerai dan
23
memulai kehidupan baru daripada terus melanjutkan pernikahan (Yamashita,
1986:417).
Faktor eksternal lain yang membuat para istri mengajukan cerai adalah
semakin terbukanya kesempatan kerja yang banyak bagi perempuan. Seiring
dengan perkembangan ekonomi dan penerapan UU Persamaan Derajat dalam
Pekerjaan di Jepang, kesempatan untuk berkarier bagi para perempuan menjadi
lebih luas. Hal ini menyebabkan berkurangnya kekhawatiran akan kesulitan
keuangan pasca bercerai yang sering dialami para wanita yang bercerai karena
tidak bekerja.
Perceraian yang terjadi juga menyebabkan sebuah keluarga terpecah dan
membentuk single parent. Single parent (orangtua tunggal) adalah orangtua yang
telah menduda atau menjanda entah ayah atau ibu, yang memiliki tanggung jawab
untuk memelihara anak-anak setelah kematian pasangan, perceraian, atau
kelahiran anak di luar nikah (Hurlock, 1999: 199). Berdasarkan definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa keluarga dengan single parent adalah keluarga yang
terdiri dari satu orangtua dimana membesarkan anak-anaknya sendirian tanpa
kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangan.
Seperti contoh kasus yang dialami oleh Makoto, seorang single mother yang
berusia 40 tahun, yang menceritakan pengalamannya dalam forum minnano-
café.com sebagai berikut:
12
24
Terjemahan:
Saya juga seorang single mother tinggal dengan putra saya yang berusia 12 tahun. Saya bercerai sebelum putra saya berusia satu tahun. Mantan suami saya adalah seseorang yang suka berjudi dan sering kehilangan uang, selain itu juga berselingkuh. Tanpa menerima bantuan biaya perawatan anak, saya bekerja sendiri membesarkan putra saya. Pernah suatu hari, putra saya mengatakan bahwa dia ingin ayahnya datang ke acara kelulusan sekolah dasar, saya pun memberitahu saudara ipar saya mengenai keadaan putra saya. Saudara ipar saya mengatakan bahwa mantan suami saya masih sering memikirkan putra saya, tapi dia tidak bisa pergi. Selain itu, suami saya tidak tahu wajah putra saya seperti apa, lagipula juga sudah tidak ingin bertemu lagi. Saya belum memberitahu anak saya, tapi saya pikir seperti itulah manusia.
Berdasarkan pengalaman dari Makoto, dapat diketahui bahwa alasan Makoto
menjadi single mother diakibatkan perceraian. Selain itu, dijelaskan juga
bagaimana Makoto yang tanpa bantuan biaya perawatan anak harus bekerja demi
membesarkan sang anak. Dari pengalaman Makoto, dapat diambil sedikit
cerminan kehidupan seorang single mother yang membesarkan anak seorang diri
tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangan.
2.2.3 Hilangnya Nilai Ketsuen ( ) dalam Keluarga Kontemporer Jepang
Ketsuen ( ) adalah apa yang dimaksudkan sebagai keluarga yang terkait
dengan sesuatu yang disebut darah , tetapi konsep secara umum mementingkan
keluarga yang berdasarkan hukum. Misalnya, satu orang laki-laki dan satu orang
perempuan yang menikah, meski tidak ada keterkaitan darah, namun pasangan
membentuk keluarga yang pada akhirnya termasuk dalam hubungan sedarah. Ada
25
pula hubungan sedarah yang berdasarkan hukum lainnya, yaitu satu individu yang
diyakini sebagai anak meski tidak ada keterkaitan darah dengan suami maupun
dengan istri, yang disebut sebagai anak angkat (Tachibanaki, 2011:125).
Sebelum Perang Dunia II, keluarga dalam masyarakat tradisional Jepang
banyak yang tinggal bersama dalam satu rumah pada kurun waktu yang cukup
lama. Namun, dari sejak berakhirnya perang sekitar tahun 1960, kondisi tersebut
mulai berbeda. Masyarakat Jepang telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Industrialisasi dan urbanisasi juga telah mempengaruhi seluruh komunitas,
status, dan kelas dalam masyarakat kota. Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan
kebutuhan modal dibandingkan dengan kesejahteraan sosial. Dampak tersebut
mempengaruhi keluarga tradisional Jepang yang dalam komunitas lokal dan
kelompok kecil menjadi lemah. Hal ini diakibatkan karena pecahnya anggota
keluarga antargenerasi, yakni antara generasi tua dengan generasi muda. Banyak
generasi muda yang lebih memilih pergi ke kota untuk meningkatkan kualitasnya
dan generasi yang tua lebih memilih untuk tinggal di desa (Fukutake, 1989:1).
Pada kalangan remaja yang datang dari desa dan telah berada di kota, setelah
lama pergi meninggalkan desanya seringkali tidak ada keinginan untuk kembali
ke keluarga asal dan memilih untuk hidup terpisah dari orangtua. Hal ini
mengakibatkan terjadinya perubahan struktur keluarga tradisional Jepang yang
dikenal dengan istilah sistem keluarga Ie ( ) atau extended family menjadi Kaku
Kazoku ( ) atau nuclear family (Emiko, 1997:58). Berbeda dengan sistem
keluarga Ie, dalam Kaku Kazoku seorang anak tidak perlu tinggal satu atap dengan
orangtua. Pilihan untuk hidup mandiri dan tinggal jauh dari orangtua ini
26
berpengaruh pada acara pertemuan keluarga ataupun acara-acara keluarga lainnya
karena banyak yang berpisah dari keluarga besar (Shindo dalam Elsy, 2013:348-
349).
Di Tokyo dan daerah metropolitan besar lainnya, jumlah orang yang memilih
untuk tinggal sendiri, atau yang disebut Tanshin Setai ( ), sangat tinggi.
Rumah tangga satu orang lebih terkonsentrasi pada usia muda di daerah perkotaan
yang luas (Demographics Statistics 2015. Living alone in Japan: Relationships
with Happinessand Health, hal. 1271). Meningkatnya jumlah rumah tangga satu
orang ditunjukkan pada data di bawah berikut ini:
Gambar 2.2 Perubahan Komposisi Rumah Tangga
di Jepang (Sumber: Statistical Handbook of Japan 2016)
Data sensus penduduk di atas menunjukkan pada tahun 2015 Jepang memiliki
51,88 juta rumah tangga satu orang (tidak termasuk "rumah tangga institusional"
seperti siswa di asrama sekolah) yang menunjukkan kenaikan sigifikan sejak
pertama kali sensus. Dari jumlah itu, 57,3 persen adalah rumah tangga keluarga
nuklir dan 32,6 persen rumah tangga satu orang.
27
Banyaknya kalangan yang memilih untuk tinggal sendiri ini tentunya
mempengaruhi hubungan dengan keluarga yang ditinggalkan, sehingga bisa
menyebabkan hilangnya ikatan antaranggota keluarga.
2.3 Mise-en-Scene
Mise-en-scene (baca: mis ong sen) adalah segala hal yang terletak di depan
kamera yang akan diambil gambarnya dalam proses produksi film, berasal dari
bahasa Perancis yang memiliki arti Hampir seluruh
gambar yang kita lihat dalam film adalah bagian dari unsur Mise-en-scene. Dalam
sebuah film Mise-en-Scene tidak berdiri sendiri dan terkait erat dengan unsur
sinematik lainnya seperti sinematografi, editing, dan suara (Pratista, 2008: hal. 61).
Mise-en-scene terdiri dari empat aspek utama, yaitu:
1. Latar (Setting): seluruh latar bersama segala propertinya, properti dalam hal
ini adalah semua benda tak bergerak seperti perabot, pintu, jendela, kursi. Setting
dalam film dibuat senyata mungkin dengan konteks ceritanya. Fungsi utama
setting adalah penunjuk ruang dan waktu untuk memberikan informasi yang kuat
dalam mendukung cerita filmnya, setting juga mampu membangun mood sesuai
tuntutan cerita.
2. Kostum dan tata rias wajah (wardrobe / make-up): adalah segala hal yang
dikarenakan pemain bersama seluruh aksesorisnya. Aksesoris kostum termasuk
diantaranya topi, perhiasan, jam tangan, sepatu, tongkat. Selain sebagai pakaian
yang dikenakan pemain, kostum juga berfungsi sebagai penunjuk ruang dan
waktu, penunjuk status sosial, penunjuk kepribadian pelaku cerita. Sementara tata
28
rias secara umum memiliki dua fungsi yakni, menggambarkan usia dan wajah non
manusia (spesial efek, seperti monster, dan sebagainya).
3. Pencahayaan (Lighting): Tata cahaya adalah seni pengaturan cahaya dengan
mempergunakan peralatan pencahayaan agar kamera mampu melihat objek
dengan jelas, dan menciptakan ilusi sehingga penonton mendapatkan kesan
adanya jarak, ruang, waktu dan suasana dari suatu kejadian yang
dipertunjukkan.Tanpa cahaya sebuah film tidak akan terwujud, seluruh gambar
yang ada dalam film bisa dikatakan sebagai hasil manipulasi cahaya. Tata cahaya
dalam film secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat unsur, kualitas,
sumber, serta warna. Keempat unsur ini sangat mempengaruhi tata cahaya dalam
membentuk suasana serta mood dalam film.
4. Para pemain dan pergerakannya (acting): adalah bagian terpentingdalam
aspek Mise-en-Scene. Sudah kita ketahui bahwa karakter merupakan pelaku cerita
yang memotivasi naratif dan selalu bergerak dalam melakukan sebuah aksi, dan
salah satu kunci utama untuk menentukan keberhasilan sebuah film adalah
performa seorang pemain. Penampilan seorang aktor dalam film dibagi menjadi
dua yakni visual, dan audio. Secara visual menyangkut aspek fisik seperti, gerak
tubuh (gesture), serta ekspresi wajah. Audio atau suara adalah seluruh suara yang
keluar dari gambar yakni, dialog, musik, dan efek suara. (Pratista, 2008: hal 61,
71, 75, 84).
29
2.4 Sinematografi
Sinematografi adalah ilmu terapan yang membahas tentang teknik menangkap
gambar dan sekaligus menggabung-gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi
rangkaian gambar yang memiliki kemampuan menyampaikan ide dan cerita.
Pengambilan gambar merupakan suatu tahapan yang sangat penting dalam
proses produksi film. Gambar yang dihasilkan harus mampu mewakili cerita,
artinya gambar harus mampu berbicara kepada penonton. Dalam sinematografi
ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan bagaimana
mengatur maksud motivasi dan maksud shot-nya serta kesinambungan cerita
untuk menyampaikan pesan dari sebuah film. Komposisi shot atau biasa disebut
dengan shot size adalah pengukuran sebuah gambar yang ditentukan berdasarkan
objek, pengaturan besar dan posisi objek dalam frame (bingkai), dan posisi
kamera yang diinginkan. Komposisi dasar dari sebuah pembingkaian gambar
terbagi menjadi beberapa poin, yaitu:
1. Extreme Long Shot
Komposisinya sangat jauh, panjang, luas, dan berdimensi lebar. Tujuannya
untuk memperkenalkan seluruh lokasi adegan, isi cerita, dan menampilkan
keindahan suatu tempat
2. Very Long Shot
Komposisinya panjang, jauh dan luas tetapi lebih kecil dari Extreme Long Shot.
Tujuannya untuk menggambarkan adegan kolosal atau obyek yang banyak.
30
3. Long Shot
Komposisinya total dari ujung kepala hingga ujung kaki, atau merupakan
gambaran manusia seutuhnya. Tujuannya untuk memperkenalkan tokoh utama
atau seorang pembawa acara lengkap dengan setting latarnya yang
menggambarkan dimana dia berada dan bagaimana suasananya. Long Shot
biasanya digunakan sebagai opening shot, dilanjutkan dengan zoom in hingga ke
medium shot yang menggambarkan wajah tokoh yang bersangkutan secara lebih
detail.
4. Medium Long Shot
Dengan menarik garis imajiner dari posisi Long Shot lalu zoom in hingga
gambar menjadi lebih padat, maka kita akan memasuki wilayah Medium Long
Shot. Komposisi seperti ini sering dipakai untuk memperkaya keindahan gambar.
5. Medium Shot
Memperlihatkan subjek orang dari tangan hingga ke atas kepala sehingga
penonton dapa melihat dengan jelas ekspresi dan emosi yang meliputinya.
Biasanya Medium Shot dipakai pada saat shooting wawancara.
6. Medium Close Up
Kalau Medium Shot dikategorikan sebagai komposisi potret setengah badan
dengan background yang masih bisa dinikmati, Medium Close up justru
memperdalam gambar dengan lebih menunjukkan profil dari obyek yang direkam.
Latar belakang itu nomor dua, yang penting adalah profil, bahasa tubuh, dan
emosi obyek bisa terlihat lebih jelas.
31
7. Close up
Obyek direkam gambarnya penuh dari leher hingga ke ujung batas kepala, dan
berfokus kepada kepala. Close up bertujuan menggambarkan emosi atau reaksi
seseorang dalam sebuah adegan (marah, kesal, senang, sedih, kagum, kaget, jatuh
cinta). Dengan eksplorasi Close up, kita bisa mendapatkan angle terbaik untuk
menciptakan gambar yang berbicara. Ketajaman mata, ekspresi, kedipan mata,
reaksi, emosi hingga ke bahasa tubuh akan tercermin dalam raut wajah sang
narasumber dengan jelas. Komposisi Close up juga dapat digunakan untuk objek
berupa benda.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu
yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Penelitian
terdahulu juga menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian
sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis.
Penelitian yang berkaitan dengan fenomena Muenshakai sudah pernah diteliti
oleh Nasrudin (2015) dari Universitas Brawijaya, dengan skripsi berjudul
Cerminan Fenomena Muenshakai di Kalangan Lansia Jepang dalam Film
Okuribito karya Yojiro Takita.Dalam film Okuribito ini menceritakan seorang
pemuda bernama Daigo Kobayashi yang bekerja sebagai pengurus jenazah.
Dalam perosesnya, Daigo beberapa kali mengurus jenazah lansia yang meninggal
seorang diri, dimana para lansia yang memiliki kerenggangan hubungan dengan
keluarganya dan lansia yang mengalami isolasi sosial. Penelitian ini menggunakan
32
pendekatan sosiologi sastra menggunakan teori dari Ian Watt, yaitu sastra sebagai
cerminan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan adanya fenomena
Muenshakai di Jepang, dimana hal tersebut sesuai dengan kejadian-kejadian nyata
yang ada pada masyarakat Jepang. Sebagai temuan indikator dari fenomena
Muenshakai pada lansia yaitu Muenshi ( ) atau yang disebut dengan dying
alone, kerenggangan hubungan antar keluarga lansia serta isolasi sosial pada
kaum lansia.
Penelitian selanjutnya berjudul Representasi Fenomena Muenshakai Dalam
Film Rentaneko karya Naoko Ogigami oleh Tri Agustina Ningsih (2015) dari
Universitas Airlangga. Film Rentaneko menceritakan tentang seorang perempuan
bernama Sayoko yang memiliki banyak kucing dan sebagian kucing-kucing itu
disewakan untuk orang-orang yang kesepian. Dalam penelitian ini, Tri Agustina
Ningsih menggunakan teori Semiotik. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
empat tokoh dalam film ini mengalami kelemahan Ketsuen ( : ikatan darah
dengan keluarga), kelemahan Chien ( : ikatan dengan lingkungan), dan
kelemahan Shaen ( : ikatan yang berhubungan dengan pekerjaan). Hal ini
merupakan bukti representasi Muenshakai di Jepang dimana ikatan antar individu
dengan keluarga, lingkungan dan tempat kerja mengalami kelemahan.
Kedua penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis memiliki
tema yang sama, yaitu mengenai fenomena Muenshakai. Teori sosiologi sastra
sebagai cerminan masyarakat dari Ian Watt yang penulis gunakan untuk penelitian
ini memiliki kesamaan dengan teori yang digunakan Nasrudin, dan berbeda
dengan teori yang digunakan Tri Agustina Ningsih, yang menggunakan teori
33
Semiotik. Perbedaan juga terdapat dari kedua penelitian sebelumnya dengan
penelitian ini. Nasrudin dalam penelitiannya berfokus pada masalah seputar lansia
yaitu Muenshi ( ) atau yang disebut dengan dying alone, kerenggangan
hubungan antar keluarga lansia serta isolasi sosial dalam film Okuribito,
sedangkan penulis berfokus pada keluarga kontemporer Jepang yang mengalami
kehilangan nilai Ketsuen yang tercermin dalam drama televisi Family Complex.
Perbedaan juga terdapat pada penelitian Tri Agustina Ningsih yang membahas
mengenai kelemahan Ketsuen, Chien, dan Shaen pada empat tokoh dalam film
Rentaneko, sedangkan penulis membahas mengenai hilangnya nilai Ketsuen
dalam keluarga kontemporer Jepang yang terdapat dalam drama televisi Family
Complex.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Moleong
(2007:6) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Penelitian deskriptif
analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian
disusul dengan analisis. Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti
menguraikan. Meskipun demikian, ( = atas, = lepas, urai), telah
diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan juga
memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2004:53).
3.2 Sumber Data
Sumber data menurut Arikunto (2006:129) adalah subjek darimana data dapat
diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis sumber data,
yaitu:
1. Sumber data Primer
Penulis menggunakan drama Televisi Family Complex karya sutradara
Mitsuru Kubota yang tayang di stasiun televisi NTV pada tahun 2012.
Penulis mengambil data berupa potongan adegan dan dialog mengenai
35
hilangnya nilai Ketsuen pada keluarga kontemporer Jepang yang terdapat
dalam drama televisi Family Complex.
2. Sumber data Sekunder
Menurut Sugiyono (2005:62), data sekunder adalah data yang tidak
langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya penelitian harus
melalui orang lain atau mencari melalui dokumen. Sumber data sekunder
untuk melengkapi penelitian ini, diperoleh dari studi literatur, buku-buku,
dan berbagai informasi seperti data statistik, dan artikel-artikel dari internet
yang berhubungan dengan perubahan sistem Ie menjadi sistem Kaku
Kazoku, disharmonisasi keluarga, perceraian di Jepang, Muenshakai, dan
melemahnya nilai Ketsuen pada keluarga kontemporer di Jepang.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data bisa berarti sebagai suatu proses atau kegiatan yang
dilakukan oleh peneliti untuk mengungkap berbagai fenomena, informasi, atau
kondisi lokasi penelitian sesuai dengan ruang lingkup penelitian.
Dalam menyusun penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi
kepustakaan. Nazir (2003:27) dalam bukunya yang berjudul
mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap dialog pada drama, buku-buku, literatur-
literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan
masalah yang dipecahkan. Menggunakan metode kepustakaan, penulis
mengumpulkan informasi dan data yang sesuai dengan masalah yang sedang
36
diteliti. Informasi dan data diperoleh dari buku-buku, karya tulis, dan artikel-
artikel dari internet mengenai perubahan sistem Ie menjadi sistem Kaku Kazoku,
disharmonisasi keluarga, perceraian di Jepang, Muenshakai, dan hilangnya nilai
Ketsuen pada keluarga kontemporer Jepang.
3.4 Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Menyaksikan drama televisi Family Complex.
b. Mencari, menandai, lalu mengumpulkan data berupa potongan adegan dan
dialog mengenai hilangnya nilai Ketsuen pada keluarga kontemporer
Jepang dalam drama televisi Family Complex.
c. Data-data yang terkumpul lalu disusun dan dikelompokkan ke dalam
empat bagian temuan.
d. Menjelaskan tiap-tiap data yang sudah dikelompokkan secara deskriptif
analisis menggunakan teori mise-en-scene dan teori-teori pendukung dari
sumber data sekunder.
37
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Sinopsis Drama Televisi Family Complex Karya Sutradara Mitsuru
Kubota
Drama televisi Family Complex bercerita tentang Shuji Yamamura seorang
pemuda yang mempunyai perusahaan be erusahaan
ini menyediakan jasa penyewaan orang yang bisa berperan sebagai anggota
keluarga, tamu, guru, atau teman untuk menghadiri upacara pernikahan maupun
upacara kematian. Selain itu, perusahaan ini juga bisa menyewakan orang yang
bisa berperan sebagai orangtua untuk mengikuti wawancara di sekolah favorit
bagi klien yang merupakan single parent. Hal ini dikarenakan anak yang tidak
mempunyai orang tua lengkap dipandang sebelah mata oleh pihak sekolah favorit
tersebut. Maka dari itu agar sang anak bisa diterima, para single parent pun
memilih untuk menyewa orang sebagai ayah atau ibu untuk membantu dalam
proses wawancara masuk sekolah.
Suatu hari, Kobashi Beniko,
Romanc dan diterima pada hari itu juga meski masih dalam masa percobaan.
Beniko yang masih belum mengetahui perusahaan bergerak di
bidang apa, langsung dilibatkan dalam acara pernikahan dari seorang klien.
Beniko diminta untuk berperan sebagai teman semasa kuliah sang klien. Beniko
keluarga, lambat laun akhirnya bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.
38
Seorang klien bernama Ryunosuke Tozaki, yang usianya diprediksi tinggal
enam bulan lagi, dikarenakan kanker yang diderita, suatu hari ingin menyewa dua
untuk berperan sebagai istri dan anaknya.
Ryunosuke ditinggalkan istri dan anak-anaknya sejak enam tahun terakhir. Begitu
tahu kalau hidupnya tidak lama lagi, Ryunosuke ingin membuat video kenang-
kenangan semasa hidup bersama keluarga sebelum meninggal. Beniko lalu
diminta berperan sebagai anak perempuan Ryunosuke, sementara Ono, pegawai
lain di perusahaan, diminta sebagai istri Ryunosuke. Beniko merasa keberatan
dengan perannya, dan merasa canggung ketika harus berperan di depan
Ryunosuke sebagai seorang anak. Sikap Beniko tersebut membuat Ryunosuke
menjadi tidak nyaman dan hal itu dilaporkan Ono pada Shuji. Beniko diminta
untuk berusaha lebih keras menganggap Ryunosuke sebagai ayah kandungnya dan
menggunakan imajinasi sendiri untuk menciptakan hubungan antara ayah dan
anak. Beniko yang merasa bersalah, akhirnya berusaha lebih menghayati perannya
sampai akhirnya bisa menjadi akrab dengan Ryunosuke.
mendapatkan sebagian
warisannya. Hal itu sontak membuat masalah, apalagi Ono menganggap Beniko
sengaja mendekati Ryunosuke agar bisa mendapatkan warisan. Tapi Beniko
membantah itu semua dan menjelaskan bahwa kedekatannya dengan Ryunosuke
selama ini tidak ada hubungannya dengan warisan.
Masalah warisan ini pun akhirnya sampai ke telinga Chieko dan Akane, yang
merupakan istri dan anak kandung Ryuonosuke. Chieko dan Akane yang tidak
39
terima kalau sebagian warisan Ryunosuke diberikan pada perempuan lain, datang
ke rumah Ryunosuke lalu menyalahkan Ono dan Beniko. Pertengkaran yang
terjadi, membuat Ryunosuke mengalami syok. Sehingga pada akhirnya
Ryunosuke dilarikan ke rumah sakit.
Sementara itu, Shuji diminta pengacara Ryunosuke untuk pergi menemui
Shota, anak laki-laki Ryunosuke. Selain Beniko, Chieko, dan Akane, Shota juga
tercatat sebagai penerima warisan. Shuji pun mendatangi kediaman Shota dan
memberitahu kalau Ryunosuke sekarang sedang sekarat di rumah sakit.
Mendengar hal itu tidak mengubah pikiran Shota yang sudah berjanji pada dirinya
sendiri untuk tidak menemui Ryunosuke lagi. Semua itu dikarenakan
kesalahpahaman yang terjalin antara Ryunosuke dan Shota selama ini. Shota
menganggap Ryunosuke seorang yang egois, tidak pernah mempedulikan Shota,
dan hanya memikirkan pekerjaan.
Apa yang dialami Shota dan Ryunosuke merupakan hal yang sama pada Shuji.
Shuji ternyata juga mengalami masalah dengan ayahnya. Ketika Shuji memasuki
SMA, Shuji keluar dari rumah dan tidak menghubungi ayahnya selama 20 tahun
lamanya. Namun, pada akhirnya, Shuji pun memutuskan untuk mengunjungi
ayahnya yang sedang sakit.
40
Tabel 4.1 Tokoh-tokoh dalam Drama Televisi Family Complex
Shuji Yamamura (CEO Perusahaan Family Romance )
Beniko Kobashi
(Pegawai Perusahaan Family Romance )
Kaori Sawa
(Pegawai Perusahaan Family Romance )
Ryunosuke Tozaki (Klien Perusahaan Family Romance )
Chieko Tozaki
(Istri Ryunosuke)
Akane Tozaki
(Putri Ryunosuke)
Shota Tozaki
(Putra Ryunosuke)
Wataru Fujisaki
(Anak Klien Perusahaan Family Romance )
(Sumber: DramaWiki, 2012)
41
4.2 Hilangnya Nilai Ketsuen Pada Keluarga Kontemporer Jepang dalam
Drama Televisi Family Complex
Family Complex merupakan sebuah drama televisi karya sutradara Mitsuru
Kubota yang ditayangkan di stasiun televisi NHK Jepang pada hari Jumat, tanggal
27 Juli 2012, pukul 21.00 malam. Drama televisi Family Complex merupakan
drama spesial yang hanya memiliki satu episode dengan durasi 93 menit. Di
dalam drama televisi Family Complex, penulis menemukan terdapat adegan-
adegan dan juga dialog yang menggambarkan apa saja penyebab hilangnya nilai
Ketsuen yang dialami tokoh utama maupun tokoh tambahan yang berperan
sebagai klien da Penulis membagi analisis pada
bab ini menjadi empat bagian, yaitu 1) hilangnya nilai Ketsuen akibat perceraian,
2) hilangnya nilai Ketsuen akibat sikap egosentrisme, 3) hilangnya nilai Ketsuen
akibat perang dingin antaranggota keluarga, 4) hilangnya nilai Ketsuen akibat
kurangnya atau putus komunikasi antaranggota keluarga.
Keempat poin tersebut akan dijelaskan secara lebih detail pada analisis berikut:
4.4.1 Hilangnya Nilai Ketsuen Akibat Perceraian
Data 1
(Menit ke 00:11:47 00:12:23)
Gambar 4.1 Beniko melayangkan protes
masalah pekerjaan kepada Shuji
42
Dialog :
:
:
: :
Beniko : Watashi nattoku dekinaindesukedo. Konna koto ga
hito tasukenandesuka. Shuji : Jya, shinpu no koto w
Shinpu no oya wa rikon shiteite dotchi mo musume ni kanshin ga hataraiteitatte. Sorede, wo shitatameru to omou ka.
Beniko : Demo, itsuka wa bareru to omoundesuyo. Shuji
deattanda. Sorede mo kare wa kekkon wo ketsui shita. Kore wa futari w
Terjemahan :
Beniko : Saya masih tidak yakin. Bagaimana bisa ini membantu orang yang membutuhkan?
Shuji : Jadi, kamu menyarankan untuk memberitahu keadaan sang pengantin wanita yang sebenarnya kepada kedua orangtua pengantin pria? Bahwa orangtua dari pengantin wanita bercerai dan tak ada satupun dari mereka yang peduli dengannya. Bahwa dia dikeluarkan dari SMA dan selama ini bekerja di toko seks. Apa kamu pikir orangtua dari pengantin pria akan menyetujui pernikahan mereka?
Beniko : Tapi, saya pikir cepat atau lambat orangtuanya aka n mengetahuinya.
Shuji : Pengantin pria bertemu dengan pengantin wanita di toko seks dan merupakan pelanggan disana. Meskipun begitu, diatetap memutuskan untuk menikah. Pekerjaan kita adalah membantu orang-orang seperti mereka.
43
Analisa :
Gambar 4.1 diambil secara medium shot dan menunjukkan bahwa lokasi
adegan ini sedang di jalan. Latar waktu dari adegan ini menunjukkan bahwa
keadaan berlangsung pada saat malam hari. Para pegawai Family Romance baru
menyelesaikan pekerjaan mereka untuk berperan sebagai keluarga dan teman
dalam acara pernikahan seorang klien. Bisa dilihat pakaian serta dandanan Beniko
yang formal layaknya tamu undangan pada umumnya, begitu juga dengan Shuji
yang terlihat mengenakan setelan. Seorang klien yang menggunakan jasa Family
Romance kali ini merupakan seorang wanita yang menyewa orang-orang di
perusahaan Family Romance untuk berperan sebagai orangtuanya, keluarga
besar, juga teman-teman dan para guru.
Dalam dialog antara Beniko dan Shuji di atas, Beniko yang masih belum
mengerti dengan pekerjaan di perusahaan Family Romance , menanyakan
bagaimana pekerjaan itu bisa membantu orang yang membutuhkan. Shuji lalu
menjelaskan bahwa kedua orangtua klien bercerai dan tidak ada satupun dari
keduanya yang mempedulikan sang klien. Klien tersebut juga dikeluarkan dari
SMA-nya dan bekerja di toko seks. Dengan latar belakang dari pengantin wanita
yang seperti itu, Shuji mempertanyakan apa bisa orangtua dari sang pengantin pria
menerima pernikahan tersebut. Selain itu, pengantin pria juga bertemu dengan
pengantin wanita di toko seks sebagai pelanggan.
Seperti yang dikatakan Willis dalam bukunya yang berjudul Konseling
Keluarga (Family Counseling) (2008), salah satu disharmonisasi keluarga yaitu,
keluarga itu terpecah karena struktur tidak utuh sebab salah satu dari kepala
44
keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai. Berdasarkan dari latar belakang
sang klien yang dijelaskan oleh Shuji, menunjukkan bahwa sang klien mengalami
kehilangan ikatan dengan orangtuanya diakibatkan oleh perceraian.
Data 2
(Menit ke 00:47:55-00:48:23)
Gambar 4.2 Seorang klien yang meminta Shuji untuk berpura-pura menjadi mantan suaminya
Dialog :
:
: : : :
Kuroda : Anata no itteta koto yoku wakatta wa. Rentaru demo kazoku ga
watashi single mother nano. Kaori : Ha? Shuji : Ha? Kuroda : Musume ga saikin rikonshita chichioya ni aitagatteruno.
Umarete suguni rikon shitashi, shashin mo naikara, musume wa chichioya no kao wo shiranai wa. Saitei no otoko yo. Demo musume ni wa rippana chichioya datte ii tsuzuketekita.
45
Terjemahan :
Klien : Sekarang saya mengerti apa yang Anda katakan. Saya pikir ada orang-orang di dunia ini yang membutuhkan keluarga, meskipun itu hanya sewaan. Asal Anda tahu saja, saya merupakan orangtua tunggal.
Kaori : Apa? Shuji : Apa? Klien : Anak saya akhir-akhir ini ingin bertemu dengan ayahnya. Saya
bercerai tepat setelah anak saya lahir. Saya tidak mempunyai fotonya, jadi dia tidak tahu wajah ayahnya. Dia laki-laki yang tidak baik, tapi saya memberitahu anak saya bahwa dia adalah laki-laki baik yang terhormat.
Analisa :
Gambar 4.2 diambil dengan pengambilan gambar medium long shot. Kuroda,
yang merupakan seorang klien, dengan pakaian formal kerja, sedang duduk di
hadapan Shuji dan Kaori yang juga mengenakan pakaian formal kerja. Lokasi
menunjukkan bahwa latar tempat merupakan salah satu ruangan di kantor
perusahaan. Dalam dialog di atas, Kuroda menjelaskan bahwa dia merupakan
single parent dan mempunyai satu anak perempuan. Seperti yang dikatakan
Hurlock (1999:199), single parent adalah orangtua yang telah menduda, atau
menjanda entah ayah atau ibu, yang memiliki tanggung jawab untuk memelihara
anak-anak setelah kematian pasangan, perceraian, atau kelahiran anak di luar
nikah. Sang klien bercerai dari suaminya tepat setelah anaknya lahir. Dalam
dialog juga dapat diketahui, bahwa alasan Kuroda bercerai adalah sikap dari
mantan suami yang tidak baik. Seperti yang dikatakan Yamashita (1986:417),
para istri sekarang lebih berpikir realistis dengan percaya bahwa lebih baik
bercerai dan memulai kehidupan baru daripada terus melanjutkan pernikahan.
Berdasarkan dialog di atas, Kuroda mengatakan bahwa sang anak ingin bertemu
ayahnya, dan Kuroda tidak mempunyai foto sang mantan suami, menunjukkan
46
hilangnya ikatan Kuroda dan anak dengan mantan suaminya yang diakibatkan
oleh perceraian.
Data 3
(Menit ke 00:56:37-00:57:30)
Gambar 4.3 Kaori menceritakan masa lalu
Shuji kepada Beniko Dialog :
:
: :
: : : : : :
Kaori :
minakattandatte. Beniko : Sore de? Kaori saikonshitandakedo, atarashii
47
Beniko : Nikun deta... Kaori Beniko : A~a, Kaori , chichioya dakeda to omoukedo. Beniko Kaori
hotondo shinai kara. Terjemahan :
Kaori : Pak Direktur tidak dilahirkan di lingkungan keluarga yang bahagia. Orangtuanya bercerai saat dia masih kecil, dan dia tinggal dengan ayahnya. Tapi, dia bilang ayahnya tidak peduli dengannya.
Beniko : Lalu? Kaori : Ayahnya menikah lagi saat Pak Direktur masih SMP, dan ibu
tirinya juga tidak peduli dengannya. Sepertinya Pak Direktur sangat membenci ayahnya. Dia bilang, dia bahkan tidak pernah memanggil ayahnya dengan panggilan Ayah .
Beniko : Membenci ayahnya Kaori : Aku boleh minta itu? Beniko : Oh iya, silakan. Apakah dia membenci ibunya juga? Kaori : Tidak, aku pikir hanya ayahnya. Beniko : Ibunya meminta Pak Direktur untuk menjenguk ayahnya yang
sakit. Kaori : Mungkin ayahnya masih di rumah sakit. Pak Direktur sangat
jarang bercerita tentang keluarganya. Analisa :
Dari Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pengambilan gambar diambil secara
long shot. Terlihat Kaori dan Beniko yang mengenakan pakaian formal kerja
dengan latar tempat yang menunjukkan bahwa mereka sedang duduk di salah satu
ruangan kantor perusahaan. Keadaan saat itu memperlihatkan jam istirahat dimana
terlihat dari Kaori dan Beniko yang memegang minuman. Dalam dialog, dapat
diketahui dari penjelasan Kaori, bahwa kedua orangtua Shuji bercerai sejak Shuji
masih kecil. Lalu, setelah itu sang ayah menikah lagi. Sang ayah tidak
mempedulikan Shuji, begitu pula ibu tirinya dan hal itu membuat Shuji membenci
ayahnya, sampai-sampai Shuji tidak memanggil sang ayah dengan panggilan
ayah . Berdasarkan penjelasan dari Kaori tentang masa lalu Shuji pada dialog di
48
atas, maka hilangnya ikatan antara Shuji dan ayahnya diakibatkan oleh perceraian
dari orangtua.
4.4.2 Hilangnya Nilai Ketsuen Akibat Sikap Egosentrisme
Data 4
(Menit ke 00:15:10 00:15:48)
Gambar 4.4 Shuji menanyakan Gambar 4.5 Akane dan Chieko kenangan saat bersama Ryunosuke menjelaskan hubungan mereka kepada Chieko dan Akane dengan Ryunosuke Dialog :
: , :
:
: :
:
: :
: Shuji : Sumimasen, Tozaki Chieko-san to Akane-sandesu yo ne. Chieko : Watashitachi ni wa zettai muridesukara. Shuji -
-san to n Chieko : Omoidette... Shuji : Akane-
oyako ky Akane : Chichi to nanika shita kioku nante arimasen Chieko
49
Shuji : -san ga gan de yomei hantoshi to iu no wa gozonjidesuka.
Chieko : Kiitemasu. Shitsureishimasu. Terjemahan :
Shuji : Permisi, Tozaki Chieko-san dan Akane-san? Chieko : Kami berdua benar-benar tidak bisa. Shuji : Kami tidak meminta Anda untuk tinggal bersama Ryunosuke-
san. Kami hanya ingin menanyakan kenangan Anda saat bersama Ryunosuke-san.
Chieko : Shuji : Mungkin seperti jalan-jalan bersama ke Disneyland saat Akane
masih kecil, atau berlari bersama di balapan orangtua dan anak saat Hari Olahraga.
Akane : Saya tidak ingat kalau pernah ada kenangan bersama ayah saya. Chieko : Dia hanya peduli dengan pekerjaannya dan main perempuan. Shuji : Ryunosuke-san mengidap kanker dan hidupnya tinggal 6 bulan
lagi. Apa kalian tahu mengenai itu? Chieko : Kami tahu. Permisi. Analisa :
Adegan pada Gambar 4.4 dan 4.5 diambil dengan pengambilan gambar
medium shot, yang memperlihatkan subjek orang dari tangan hingga ke atas
kepala sehingga penonton dapat melihat dengan jelas ekspresi dan emosi yang
meliputinya. Seperti yang dikatakan Chieko dalam dialog, Ryunosuke hanya
mempedulikan perusahaan dan suka main perempuan, hal itu menunjukkan bahwa
Ryunosuke memiliki sikap egosentrisme. Egosentrisme merupakan sifat yang
menjadikan diri sendiri sebagai pusat perhatian dari pihak lain yang diusahakan
dengan segala cara agar mau mengikutinya. Egosentrisme antara suami istri
merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga yang
akhirnya berujung pada pertengkaran yang terjadi terus menerus (Willis, 2008:18).
Selain dianggap hanya mempedulikan perusahaan dan suka main perempuan,
Ryunosuke sampai tidak mempunyai kenangan bersama sang anak, Akane. Hal itu
dapat dilihat dari gambar 4.5, terlihat bahwa ekspresi Akane yang terlihat enggan
50
dan bosan, diiringi dialognya yang mengatakan bahwa dia tidak ingat pernah ada
kenangan bersama sang ayah, Ryunosuke. Berdasarkan penjelasan dari dialog di
atas, maka hilangnya ikatan antara Chieko, Akane, dan Ryunosuke dikarenakan
sikap egosentrisme dari Ryunosuke.
Data 5
(Menit 00:28:01 00:28:11)
Gambar 4.6 Shuji menyuruh Gambar 4.7 Wataru menjelaskan Wataru untuk pulang kenapa dia tidak ingin pulang
Dialog :
: :
Shuji : Mada ita no ka. M zo kaere. Wataru : Datt nda mon. Terjemahan :
Shuji : Kamu masih disini? Sudah larut malam. Pulanglah. Wataru : Tapi Ibu tidak ada di rumah dan aku bosan. Analisa :
Pengambilan gambar pada adegan ini adalah medium long shot dengan latar
tempat di salah satu ruangan kantor. Gambar 4.6 memperlihatkan Shuji yang
sambil memegang jasnya, bersiap untuk pulang, sedang berbicara pada Wataru
yang sedang duduk bermain koin. Wataru disuruh pulang karena sudah larut
malam, namun Wataru beralasan ibunya tidak ada dirumah dan dia bosan.
51
Terlihat dari apa yang dikatakan Wataru, mengenai ibunya yang tidak berada
di rumah, hal itu menunjukkan sikap egosentrisme dari sang ibu. Hal mengenai
keadaan Wataru dengan ibunya dijelaskan lebih lanjut pada data di bawah ini:
Data 6
(Menit ke 00:31:37-00:32:04)
Gambar 4.8 Kaori menceritakan Gambar 4.9 Wataru yang sedang keadaan Wataru kepada Beniko menulis di ruangan kantor
Gambar 4.10 Wataru sedang duduk Gambar 4.11 Seragam Wataru sendirian di ruangan kantor yang kotor dan tidak rapi Dialog :
:
: :
Kaori : Itsumo jimusho ni kiteru Wataru
chichioya o yatta no. Wataru no hahaoya miepparina dake janakute
52
darashinai hitode sa. Shokuji wa tsukuranai wa otoko asobi wa suru wa de Wataru katta no ne.
Nakai : Go yukkuri. Kaori :
shita no. Soshitara kyo tsui chatta. Terjemahan :
Kaori : Kamu tahu Wataru, anak sekolah yang selalu datang ke kantor? Tahun lalu, Pak Direktur menggantikan sebagai ayahnya untuk mengikuti wawancara di sekolahnya. Ibu Wataru tidak hanya seorang yang sombong, tapi juga seorang yang tidak bertanggungjawab. Dia tidak memasak, dan sering bepergian dengan laki-laki lain. Dia benar-benar tidak pernah merawat Wataru.
Pelayan : Silakan. Kaori : Jadi, Pak Direktur kasihan padanya dan beberapa kali sering
mengajaknya makan. Sejak saat itu, Wataru merasa seperti di rumah sendiri.
Analisa :
Gambar 4.8 diambil melalui pengambilan gambar long shot yang sekaligus
menunjukkan latar tempat dimana Kaori dan Beniko sedang berada di sebuah
tempat makan. Dalam dialog, Kaori menceritakan tentang Wataru yang sering
datang ke kantor. Seperti terlihat pada gambar 4.9, dimana Wataru sedang menulis
di salah satu ruangan kantor. Setelah itu diceritakan juga oleh Kaori, bahwa Shuji
tahun lalu berperan sebagai ayah Wataru ketika mengikuti proses wawancara
masuk sekolah. Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa ibu Wataru
adalah seorang single mother. Kaori melanjutkan dengan menceritakan keadaan
Wataru yang tidak dipedulikan oleh ibunya. Sang ibu dikatakan adalah seorang
yang sombong, dan tidak bertanggung jawab. Dia tidak memasak untuk Wataru,
dan sering pergi jalan-jalan dengan laki-laki lain. Keadaan Wataru yang tidak
dipedulikan ibunya, ditunjukkan pada gambar 4.10 yang diambil secara medium
close up, dimana Wataru sedang duduk sendirian di salah satu ruangan kantor
dengan minuman kemasan yang terdapat di meja. Selain itu, pada gambar 4.11
53
dimana pengambilan gambar diambil secara close up, yang memperlihatkan
kondisi seragam Wataru yang terlihat kotor dan tidak rapi. Berdasarkan dialog dan
gambar-gambar di atas, dapat diketahui bahwa hilangnya ikatan Wataru dengan
ibunya dikarenakan sikap egosentrisme sang ibu.
Data 7
(Menit ke 01:11:08-01:11:31)
Gambar 4.12 Shuji menyampaikan pesan Shota
kepada Ryunosuke
Dialog :
:
: : : , :
:
:
54
:
:
Shuji : nananenburida yo ne.
Ima ten nda. Beniko : Shuji : Beniko : ja... Shuji :
wakattenaidesho? Boku ga tte ittara
tetsudzuki katte ni torikeshita yo ne. Demo sore dake ga iede shita genin janaindayo.
Ryunosuke : Nandatte? Shuji boku no yaru koto zenbu kimeta
emo kaisha o tsugitai tte itta?
ga taisetsudatta no? Ryunosuke : Shuji : Tousan ga ichiban aishi teta no wa boku toka kazoku janakute
kaishada yo ne. Ichiban shinpai shi teta no wa boku no seiseki
san to nda. Terjemahan :
Shuji : Ayah, bagaimana keadaanmu? Sudah 7 tahun kita tidak bertemu, ya. Sekarang aku sedang menjalani pelatihan sebagai Chef di restoran Jepang.
Beniko : Pak Direktur, ada apa ini? Shuji : Kakak, tidak usah ikut campur. Beniko : Pak Direktur, sekarang bukan saatnya Shuji : Ayah, aku tidak ingin warisanmu. Ayah pasti tidak tahu kenapa
aku tidak menginginkannya, bukan? Ketika aku memberitahu ayah aku ingin menjadi Chef, ayah hanya tertawa. Ayah juga
55
membatalkan surat pendaftaranku ke universitas kuliner. Tapi itu bukan satu-satunya alasanku meninggalkan rumah.
Ryunosuke : Apa? Shuji : Sejak masih sekolah dasar, ayah selalu memutuskan apa yang
harus aku lakukan. Aktivitas di luar, kelas privat, ayah mengabaikan apa keinginanku dan memaksakan kehendak ayah padaku. Kelas menggambar dan melukis adalah kelas yang ingin aku ambil. Apa aku pernah mengatakan kalau aku ingin mengambil alih perusahaan ayah? Bila sesuatu terjadi, ayah mengatakan hal yang tidak mengenakkan, ayah tidak bisa menjadi pemimpin. Kenapa bagi ayah perusahaan ayah begitu penting?
Ryunosuke : Apa maksudmu? Shuji : Apa yang ayah sangat cintai bukan aku atau keluarga, tapi
perusahaan ayah. Apa yang sangat ayah cemaskan bukan nilai sekolahku, tapi keadaan perusahaan. Seandainya ayah mengakui itu, mungkin kemarahanku bisa berkurang dan aku merasa jadi bisa berbicara dengan ayah tentang beberapa hal.
Analisa :
Gambar 4.12 diambil dengan pengambilan gambar medium shot yang
memperlihatkan Beniko, Shuji, dan Ryunosuke yang sedang berada di kamar
rumah sakit. Shuji sedang menyampaikan pesan dari Shota kepada Ryunosuke
yang sedang terbaring di rumah sakit. Shota tidak ingin menemui Ryunosuke,
maka dari itu Shuji pun berperan sebagai Shota dalam adegan ini. Di dalam dialog,
Shuji mengatakan bahwa Ryunosuke tidak pernah mendengarkan keinginan Shota
sejak kecil, seperti keinginan Shota masuk kelas melukis dan menggambar. Selain
itu, Shota sejak kecil hidupnya juga selalu diatur oleh Ryunosuke, seperti
mengatur kegiatan Shota di luar, kelas privat, dan bahkan membatalkan surat
pendaftaran Shota di universitas kuliner. Selain itu, Ryunosuke juga terus
memaksakan kehendaknya pada Shota. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
diketahui bahwa hilangnya ikatan antara Shota dan Ryunosuke dikarenakan sikap
egosentrisme dari Ryunosuke.
56
4.4.3 Hilangnya Nilai Ketsuen Akibat Perang Dingin Antaranggota Keluarga
Data 8
(Menit ke 00:27:22-00:27:57)
Gambar 4.13 Shuji menjelaskan keadaan Ryunosuke pada Beniko
Dialog :
:
:
Beniko : Sumimasendeshita. Hontou no musume-san wo shireba motto
Shuji : Hontou no tsuma to musume wa chichioya to bekkyo shite
rokunen. Chichioya no kao mo mitakunai to itteru. Soreni
Terjemahan :
Beniko : Maafkan saya. Saya pikir semua akan berjalan baik-baik saja kalau saja saya tahu anak perempuan kandungnya
Shuji : Ryunosuke berpisah dari istri dan anak perempuannya sudah enam tahun. Mereka bilang mereka tidak ingin melihat wajah Ryunosuke lagi. Mereka juga tidak ingin membicarakan tentang Ryunosuke sama sekali.
Analisa :
Gambar 4.13 diambil dengan pengambilan gambar medium shot yang
memperlihatkan Shuji dan Beniko sedang duduk berhadapan di salah satu ruangan
kantor. Posisi Beniko yang tengah menunduk dengan kedua tangan di pangkuan
57
menunjukkan kondisi Beniko yang merasa bersalah karena tidak berperan dengan
baik sebagai sebagai anak Ryunosuke. Dalam dialog dapat diketahui, bahwa
Beniko meminta maaf dan memberi alasan seandainya saja dia mengenal Akane,
pasti dia bisa menjalankan perannya sebagai anak perempuan Ryunosuke dengan
baik. Lalu, Shuji pun menjelaskan bahwa sudah enam tahun istri dan anak
Ryunosuke pergi meninggalkan Ryunosuke, dan mereka tidak ingin melihat
Ryunosuke, apalagi membicarakan tentang Ryunosuke. Berdasarkan dialog di atas,
dapat diketahui bahwa hilangnya ikatan antara Ryunosuke dengan istri dan anak-
anaknya dikarenakan perang dingin antaranggota keluarga. Seperti yang dikatakan
Willis, perang dingin selain kurang terciptanya dialog, juga disisipi rasa
perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Dari pihak sang istri dan
anak, dapat diketahui bahwa mereka menyimpan rasa kebencian kepada
Ryunosuke sehingga tidak ingin melihatnya dan membicarakan tentangnya sama
sekali.
Data 9
(Menit ke 01:06:27-01:06:59)
Gambar 4.14 Shuji menanyakan Gambar 4.15 Shota menolak Shota pada istri Shota menemui Ryunosuke
58
Dialog :
:
: : : : :
:
Shuji : Watashi Family Romance
-san irasshaimasu ka? Hazuki : Anata! Shota : Nandeshouka? Shuji -san no kotona ndesu. Shota : Nandayo. Shuji : Zettai ni awa renai ndesu ka, bengoshi kara kii tenainde suka. Shota : Zettai ni awanaishi, isan mo iranai ndesu. Kaette kudasai. Terjemahan :
Shuji : Saya Yamamura dari perusahaan Family Romance . Apakah Tozaki Shota ada di rumah?
Hazuki : Sayang! Shota : Ada perlu apa? Shuji : Ini atas nama Tozaki Ryunosuke-san. Shota : Ada apa? Shuji : Apa Anda benar-benar tidak ingin menemuinya? Shota : Apa Anda tidak dengar dari pengacara? Saya tidak akan pernah
mau menemuinya dan saya juga tidak ingin warisannya. Silakan pergi dari sini.
Analisa :
Gambar 4.13 diambil dengan cara medium shot yang memperlihatkan adegan
berlokasi di depan apartemen Shota, dimana Shuji sedang menanyakan tentang
Shota kepada Hazuki, istri Shota. Dalam dialog, Shuji meminta Shota untuk
menemui Ryunosuke. Shota yang ditunjukkan pada gambar 4.14 menunjukkan
ekspresi enggan dan malas begitu tahu topik pembicaraan yang diajukan Shuji
adalah mengenai Ryunosuke. Berdasarkan dialog dan gambar di atas, dapat
59
diketahui bahwa hilangnya ikatan antara Shota dan Ryunosuke dikarenakan
perang dingin antaranggota keluarga. Dari pihak Shota menyimpan rasa kebencian
kepada Ryunosuke dilihat dari jawabannya yang tidak akan pernah mau menemui
Ryunosuke dan menolak warisannya.
4.4.4 Hilangnya Nilai Ketsuen Akibat Kurangnya atau Putus Komunikasi
Antaranggota Keluarga
Data 11
(Menit ke 1:07:40-1:08:38)
Gambar 4.16 Shuji meminta Shota
menceritakan semua masalahnya Dialog :
: :
:
: :
: : : : : :
60
Shota : Anta shitsukoina. Zettai ni aitsu ni wa awanaindayo. Hazuki : Shota... Shuji : Wakarimashita. Ja chichioya ni zettai awanai riyuuwo oshiete
kudasai. Sore wo, Tozaki-san ni tsutaemasu. Shota : Hah? Shuji : Chichioya ni iitai koto ga takusan aru nanoni chichioya wa
shindeiku kuyashikunaidesuka, koukai shimasenka, itte kudasai watashi ga tsutaemasu.
Shota : Anata kara katterundesuka. Shuji : Iie, chichioya ni zettai aitakunai kimochi wakarimasukara. Shota : Eh? Shuji : Watashi mo chichioya wo nikundemasukara. Shota : Anta nannanda? Shuji : Itte kudasai. Shota-san no kotoba wo zenbu ikari mo nikushimi
mo zetsubu mo tsutaemasukara. Terjemahan :
Shota : Anda benar-benar keras kepala. Saya sudah bilang tidak akan pernah menemuinya.
Hazuki : Shota Shuji : Saya mengerti. Kalau begitu tolong beritahu saya mengapa
An d a t i d a k i n g i n m e n e m u i a ya h A n d a . S a ya a k a n menyampaikannya pada Tozaki-san.
Shota : Hah? Shuji : Tentu banyak sekali yang ingin Anda sampaikan pada ayah Anda,
tapi ayah Anda sedang sekarat. Apakah itu tidak mengganggu Anda? Apa anda tidak menyesal? Tolong beritahu saya. S aya akan menyampaikan pesan Anda.
Shota : Apa Anda sedang main-main dengan saya? Shuji : Tidak. Saya tahu apa maksud Anda ketika mengatakan tidak
ingin menemui Tozaki-san. Shota : Eh? Shuji : Saya juga membenci ayah saya. Shota : Anda siapa? Shuji : Tolong beritahu saya. Semua yang Anda katakan, kemarahan,
kebencian, keputusasaan, saya akan menyampaikannya pada Tozaki-san.
Analisa :
Gambar 4.16 diambil secara medium shot dari bawah yang memperlihatkan
Shuji berdiri berhadapan dengan Shota bersama istrinya. Latar dalam adegan ini
diambil di luar apartemen pada waktu siang hari, terlihat dari pencahayaan yang
menunjukkan keadaan siang hari dan keadaan langit yang terlihat dari gambar.
61
Dari dialog bisa dilihat bahwa Shota kesal pada Shuji yang keras kepala tetap
menunggunya di luar apartemen dan kembali mengatakan bahwa dia tidak akan
menemui Ryunosuke. Shuji mengerti perasaan Shota, dan meminta Shota untuk
menceritakan keluhannya selama ini, karena nanti Shuji akan menyampaikan
semuanya pada Ryunosuke. Shota yang enggan bertemu dengan Ryunosuke, tentu
juga enggan berbicara dengannya. Namun, Shuji bersedia menjadi perantara
dalam menyampaikan semua keluhan Shota kepada Ryunosuke. Keengganan
Shota untuk bertemu dan berbicara dengan Ryunosuke, merupakan bukti bahwa
penyebab hilangnya nilai Ketsuen antara Shota dan Ryunosuke adalah kurangnya
atau putus komunikasi antaranggota keluarga.
Data 11
(Menit ke 1:24:12-1:26:22)
Gambar 4.1 Ryunosuke meminta Gambar 4.18 Shota dan lainnya maaf pada Shota melalui menyaksikan film dokumenter film dokumenternya Ryunosuke
Dialog :
: , ,
62
,
, , ,
Ryunosuke : Shota, moshi omae ga kore o mite ita to shitara watashi wa mou kono yoni wa inaidarou. Watashi wa zutto omae ni
Daisuki sugite omae no koto w
wo omae ni itte shimatta. mae no koto ga kaisha no nan
juubai mo nan hyakubai mo daisukidatta. Sonna kantan na koto ga saigo ni shika ienai, jibun ga hontou
wo shitakatta. Izakaya no kauntaa ni suwatte issho ni sake wo kumikawashinagara omae no kanojo no hanashi wo kikitakatta.
wo yurusanakute mo iishigoto yori mo, naniyori mo, omae no koto wo aishiteitatte koto wa shitteite hoshii.
Terjemahan :
Ryunosuke : Shota, jika kamu menyaksikan ini, mungkin ayah sudah tidak ada lagi di dunia ini. Ayah sudah lama ingin meminta maaf padamu. Shota, ayah mencintaimu. Ayah terlalu mencintaimu, sampai ayah membuatmu pergi. Ayah sangat bodoh, jadi ayah tidak bisa menunjukkan bahwa ayah mencintaimu. Sebaliknya, ayah malah mengatakan hal-hal yang keras padamu. Ayah benar-benar minta maaf. Ayah mencintamu, sepuluh, seratus kali lipat daripada perusahaan. Sesuatu yang sangat mudah dikatakan tapi ayah tidak bisa mengatakannya. Ayah benar-benar benci dengan diri ayah sendiri. Shota, ayah ingin berbicara padamu selayaknya seorang ayah dengan anak. Duduk di sebuah tempat minum, sambil menuangkan minuman di gelas masing-masing, mendengarmu berbicara mengenai kekasihmu. Kamu tidak memaafkan ayah tidak apa-apa, tapi ayah ingin kamu tahu bahwa melebihi perusahaan, melebihi pekerjaan, bahkan melebihi apapun, ayah mencintaimu.
63
Analisa :
Adegan ini merupakan adegan ketika para pegawai perusahaan Gambar 4.17
diambil dengan cara medium shot dimana Ryunosuke ditampilkan memakai baju
rumah sakit dan sedang berada di kamar rumah sakit. Gambar 4.18 diambil secara
medium shot juga yang memperlihatkan dimana seluruh pegawai Family
Romance bersama Shota sedang menyaksikan film dokumenter Ryunosuke yang
sudah selesai dibuat. Dalam dialog, Ryunosuke meminta maaf kepada Shota dan
mengatakan bahwa selama ini dia sebenarnya sangat mencintai Shota, tapi tidak
dapat menunjukkan semua itu secara terus terang. Sebaliknya, Ryunosuke malah
bersikap keras pada Shota yang menimbulkan kesalahpahaman bahwa Ryunosuke
hanya mencintai perusahaan dan tidak mempedulikan Shota. Padahal sebenarnya
Ryunosuke juga ingin berbicara pada Shota layaknya seorang ayah dan anak laki-
laki. Berdasarkan dialog di atas, dapat diketahui bahwa hilangnya ikatan antara
Ryunosuke dan Shota dikarenakan kurangnya atau putus komunikasi. Hal itulah
yang menyebabkan kesalahpahaman di antara Ryunosuke dan Shota selama ini.
Dari hasil analisis pada bab ini, drama televisi Family Complex menunjukkan
gambaran mengenai keadaan masyarakat Jepang pada saat ini, yaitu masyarakat
yang mengalami kondisi yang disebut dengan fenomena Muenshakai, dimana
seseorang mengalami kehilangan nilai Ketsuen, atau tidak memiliki kondisi
keterikatan hubungan antaranggota keluarga. Hal ini sesuai dengan sebagian
contoh-contoh kasus yang dijelaskan pada bagian kajian pustaka dalam penelitian
ini.
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa pada bab IV sebelumnya, penyebab hilangnya nilai
Ketsuen pada keluarga kontemporer Jepang yang terdapat dalam drama Family
Complex yang penulis temukan terbagi menjadi empat bagian dengan sebelas data.
Hasil penelitian bagian pertama yaitu hilangnya nilai Ketsuen akibat
perceraian, penulis menemukan ada tiga temuan. Temuan pertama adalah seorang
klien bernama Iida Manami dari perusahaan Family Romance , yang
menunjukkan bahwa kedua orangtua Manami bercerai dan tidak ada satupun dari
keduanya yang mempedulikan Manami. Temuan kedua juga dari klien bernama
Kuroda, yang menunjukkan bahwa Kuroda bercerai dengan sang suami
dikarenakan sikap sang suami yang tidak baik, dan Kuroda merupakan single
mother. Temuan ketiga, dialami oleh tokoh utama, yaitu Shuji Yamamura.
Temuan ini menunjukkan bahwa orangtuanya bercerai sejak kecil, lalu ayahnya
yang tidak peduli dengan Shuji memilih untuk menikah lagi. Ibu tirinya pun ikut
tidak mempedulikan Shuji.
Hasil penelitian bagian kedua yaitu, hilangnya nilai Ketsuen akibat sikap
egosentrisme yang terdapat tiga temuan. Temuan pertama dan kedua dialami oleh
Wataru, salah satu anak klien dari perusahaan Family Romance yang tidak
dipedulikan karena sikap egosentrisme dari ibunya. Temuan ketiga dialami oleh
Ryunosuke yang dianggap hanya mempedulikan perusahaan dan selalu
memaksakan kehendak kepada anaknya, Shota.
65
Hasil penelitian bagian ketiga yaitu, hilangnya nilai Ketsuen akibat perang
dingin antaranggota keluarga menunjukkan dua temuan. Temuan pertama terdapat
pada tokoh Chieko dan Akane yang menyimpan rasa kebencian kepada
Ryunosuke, sampai-sampai tidak ingin melihat wajahnya lagi dan tidak ingin
membicarakan tentang Ryunosuke. Temuan kedua terdapat pada tokoh Shota
yang menyimpan rasa kebencian pada Ryunosuke, sehingga menolak untuk
menemui Ryunosuke dan menolak warisannya.
Hasil penelitian bagian keempat yaitu, hilangnya nilai Ketsuen akibat
kurangnya atau putus komunikasi antaranggota keluarga yang terdapat dua
temuan. Kedua temuan ini dialami oleh tokoh Ryunosuke dan Shota, satu temuan
menunjukkan dimana Shota yang tidak ingin menemui Ryunosuke, sehingga Shuji
pun menawarkan diri untuk menyampaikan keluhan Shota pada Ryunosuke. Hal
ini menunjukkan bahwa kurangnya atau putus komunikasi antaranggota keluarga
yang dialami Shota dan Ryunosuke menyebabkan Shota dan Ryunosuke menjadi
tidak dekat, sehingga Shota tidak menyukai Ryunosuke dan enggan menemuinya.
Temuan kedua menunjukkan Shota dan Ryunosuke yang akibat kurangnya dan
putus komunikasi selama ini menyebabkan terjadinya kesalahpahaman di antara
mereka..
Dari hasil analisis pada bab IV, drama televisi Family Complex ini merupakan
gambaran mengenai keadaan masyarakat Jepang pada saat ini, yaitu masyarakat
yang mengalami keadaan yang disebut dengan fenomena Muenshakai. Dalam
drama televisi ini menunjukkan sebagian kecil penyebab masyarakat Jepang yang
kehilangan nilai Ketsuen, atau kondisi dimana seseorang tidak memiliki
66
keterikatan hubungan antaranggota keluarga. Namun, dalam kenyataannya masih
banyak penyebab lain dalam suatu keluarga di Jepang yang mengalami hilangnya
keterikatan hubungan dengan anggota keluarga.
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penyebab hilangnya nilai Ketsuen
pada keluarga kontemporer Jepang telah tercermin di dalam drama televisi Family
Complex sesuai dengan contoh beberapa kasus yang terdapat di bagian kajian
pustaka dalam penelitian ini.
5.2 Saran
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna.
Namun, bila ada yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai tema yang sama, yaitu
Muenshakai, disarankan untuk penelitian berikutnya bisa mengambil tentang
fenomena Kodokushi atau orang-orang yang meninggal sendiri di kediamannya
dan baru diketahui setelah beberapa hari kemudian.
Apabila ingin menggunakan sumber data yang sama dalam penelitian ini,
yaitu drama televisi Family Complex, bisa diambil penelitian mengenai persewaan
keluarga di Jepang tapi dihubungkan dengan fenomena yang lain.
Top Related