PENGARUH KEPRIBADIAN, BUDAYA ORGANISASI DAN
WORKPLACE SPIRITUALITY TERHADAP PERILAKU
WORKPLACE BULLYING
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)
Oleh:
Bestyanti Sulistianingsih Archadia
NIM: 11150700000141
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
ii
PENGARUH KEPRIBADIAN, BUDAYA ORGANISASI DAN
WORKPLACE SPIRITUALITY TERHADAP PERILAKU WORKPLACE
BULLYING
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Bestyanti Sulistianingsih Archadia
NIM: 11150700000141
Dosen Pembimbing Skripsi
Miftahuddin, M.Si
NIP. 19730313 200604 1 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “PENGARUH KEPRIBADIAN, BUDAYA
ORGANISASI DAN WORKPLACE SPIRITUALITY TERHADAP
PERILAKU WORKPLACE BULLYING” telah diajukan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada hari kamis tanggal 5 September 2019. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas
Psikologi.
Jakarta, 5 September 2019
Sidang Munaqasyah
Anggota
Wakil Dekan/
Sekretaris Merangkap Anggota
Bambang Suryadi, PhD NIP. 19700529 200312 1 002
Dekan/
Ketua Meranggkap Anggota
Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2 001
Drs. Akhmad Baidun, M. Si NIP. 19640814 200112 1 001
Liany Luzvinda, M. Si NIP. 19780216 200710 2 001
Miftahuddin, M.Si
NIP. 19730313 200604 1 001
iv
MOTTO HIDUP DAN PERSEMBAHAN
When you hate, the only people who gets hurt it’s you.
Because, most of people you hate, don’t know
And the rest of the world, don’t care
_unknown_
Skripsi ini aku persembahkan untuk
MAMAHKU
Karena Mamah aku disini sekarang, berkat doa-doa Mamah. Allah mungkin
tidak mengabulkan doaku, tapi Allah mengabulkan doa seorang Ibu. Ada
orang di dunia ini yang tidak dapat merasakan kemudahan itu, karena Ibunya
telah tiada. Aku sangat beruntung masih dapat berbekal doa-doa Mamah,
karena doa Mamah pula aku bisa menamatkan studyku
.
When you hate, the only people who gets hurt it’s you.
Because, most of people you hate, don’t know.
And the rest of the world, don’t care.
_unknown_
TO LOVE IS NOTHING.
TO BE LOVED IS SOMETHING.
BUT TO LOVE AND BE LOVED,
THAT’S EVERYTHING
-T.TOLIS-
v
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Bestyanti Sulistianingsih Archadia
NIM : 11150700000141
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dalam
program studi Psikologi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Agustus 2019
Bestyanti Sulistianingsih Archadia
NIM: 11150700000141
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Agustus 2019
C) Bestyanti Sulistianingsih Archadia
D) Pengaruh Kepribadian, Budaya Organisasi dan Workplace Spirituality terhadap
Perilaku Workplace Bullying
E) xix + 96 halaman + 25 lampiran
F) Tingginya tekanan dalam pekerjaan menimbulkan banyak dampak negatif bagi
para pekerja. Dampak yang paling umun dirasakan yaitu meningkatnya stres
kerja dan hal ini dapat memicu terjadinya tindak kekerasan diantaranya yaitu
workplace bullying. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
kepribadian, budaya organisasi dan workplace spirituality terhadap workplace
bullying.
Responden penelitian adalah karyawan pada salah satu perusahaan
penyedia layanan digital perbankan di Tangerang Selatan. Responden
penelitian berjumlah 216 orang, terdiri dari 124 pria dan 92 wanita. Penelitian
ini menggunakan alat ukur modifikasi dari Negative Acts Questionnaire-
Revised (NAQ-R), Big Five Inventory (BFI), Budaya Organisasi Model
Stephen P. Robbins dan Milliman’s Workplace Spirituality Scale. Uji validitas
alat ukur menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pengujian
analisis data dengan menggunakan Multiple Regression Analysis (analisis
berganda).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
secara bersama-sama variabel kepribadian, budaya organisasi dan workplace
spirituality terhadap workplace bullying. Dimensi yang berpengaruh signifikan
terhadap workplace bullying yaitu conscientiousness, agreebleaness dan sense
of community. Dimensi lainnya yaitu neuroticism, outcome orientation, team
orientation, meaningful work, alignment with organizational value, usia, jenis
kelamin dan lama bekerja pengaruhnya tidak signifikan terhadap workplace
bullying.
Kesimpulan penelitian yaitu hipotesis mayor yang berbunyi “adanya
pengaruh yang signifikan antara variabel kepribadian, budaya organisasi dan
workplace spirituality terhadap workplace bullying“ tidak ditolak. Saran untuk
penelitian selanjutnya mengenai variabel workplace bullying dapat
menggunakan karakteristik responden yang lebih spesifik seperti pada Aparatur
Sipil Negara (ASN) yang memiliki kemungkinan besar melakukan workplace
bullying.
Kata kunci : budaya organisasi, kepribadian, workplace bullying dan workplace
spirituality
G) Bahan bacaan: 49. Buku: 21 + Jurnal: 21 + tesis: 2 + Skripsi: 1 + artikel: 4
vii
ABSTRACT
A) Faculty Of Psychology
B) August 2019
C) Bestyanti Sulistianingsih Archadia
D) The Effect of Personality, Organizational Culture, and Workplace Spirituality
on Workplace Bullying
E) xix + 96 pages + 25 appendix
F) The high pressure in employment has many negative effects on workers. The
most common impact is increasing work stress and this can lead to violence
including workplace bullying. This study aims to examine the influence of
personality, organizational culture and workplace spirituality on workplace
bullying.
Research respondents were employees of one of the digital banking
service providers in South Tangerang. Research respondents numbered 216
people, consisting of 124 men and 92 women. This study used a modification
measuring instrument from the Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-
R), Big Five Inventory (BFI), Skala Budaya Organisasi Model Stephen P.
Robbins and Milliman‟s Workplace Spirituality Scale. Test the validity of
measuring instruments using Confirmatory Factor Analysis (CFA). Testing
data analysis using Multiple Regression Analysis (multiple analysis).
The results showed that there was a significant influence together with
variables of personality, organizational culture and workplace spirituality on
workplace bullying. Dimensions that have a significant effect on workplace
bullying are conscientiousness, agreebleaness and sense of community. Other
dimensions, namely neuroticism, outcome orientation, team orientation,
meaningful work, alignment with organizational values, age, gender and
length of work have no significant effect on workplace bullying.
The conclusion of the study is that the major hypothesis which reads
"there is a significant influence between personality variables, organizational
culture and workplace spirituality on workplace bullying" was not rejected.
Suggestions for further research on workplace bullying variables can use
more specific characteristics of respondents such as the State Civil Apparatus
(ASN) who have the most likely to do workplace bullying.
Keywords : organizational culture, personality workplace bullying and
workplace spirituality
G) Reading materials: 49. Books: 21+ Journals: 21 + Thesis: 3 + articles: 4
viii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim…
Alhamdulillahirobbil „Alamin, segala puji dan rasa syukur yang tak
terhingga kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia serta rahmat-Nya
yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Kepribadian, Budaya Organisasi dan Workplace Spirituality
terhadap Workplace Bullying”. Selawat beriringkan salam tercurah kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kegelapan hingga zaman yang terang menderang seperti saat ini.
Penulisan yang dikemas di dalam skripsi ini sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Penulis berharap agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan khususnya untuk penulis sendiri.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dukungan langsung maupun
dukungan tidak langsung. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ibu Dr. Zahrotun
Nihayyah, M.Si., beserta seluruh wakil dekan dan jajaran dekan lainnya yang
tiada henti berusaha untuk melahirkan lulusan Psikologi Islam yang
berkualitas.
2. Dosen Pembimbing Bapak Miftahuddin, M.Si. yang sudah luar biasa dan
sabar dalam memberikan arahan serta bimbingan yang sangat banyak dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Pembimbing Akademik Bapak Dr. Achmad Syahid M.Ag., atas
bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan.
4. Dosen-dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang telah
mengajar dengan penuh ikhlas, semoga ilmu yang diterima dapat diamalkan
oleh penulis.
5. PT. Artajasa Pembayaran Elektronik yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian ini dengan menggunakan
pekerjanya sebagai subjek penelitian .
6. Mas Nuki Yulistya Nugraha selaku Project Manager PT. Artajasa
Pembayaran Elektronis yang telah memberikan izin bagi penulis untuk
melaksanakan penelitian di PT Artajasa Pembayaran Elektronis. Tanpa beliau
penelitian ini tidak dapat terlaksana dengan baik.
7. Almarhum Bapak tercinta Jumali yang sangat penulis rindukan dan Mamah
tersayang Roaenah, terimakasih untuk doa yang tak terputus, kasih sayang
yang tak pernah surut, serta limpahan cinta yang sangat berlebih kepada
penulis, hingga penulis mampu menyelesaikan tanggung jawab sebagai
mahasiswa.
8. Ketiga adikku, yakni Doddy Cassanova Sebastian,(alm) Bambang Sumantri
dan Bella Vannesa Rossalinda Blesssandy yang tak henti memberikan
dorongan semangat, doa, cinta dan kasih yang tulus kepada penulis selama
masa kuliah.
ix
9. Niko Noviar Catur Prasetyo, terimakasih telah menjadi sahabat yang baik
untuk penulis.
10. Teman-teman di Fakultas Psikologi, Zahra Fatimah, Anisa Hasbiya,
Maulidya Dwi, Hazimatul Layyinah, Nadhiva Hasna dan teman-teman lain
yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan
banyak terimakasih atas empat tahun yang berharga ini.
Puji syukur atas Rahmat Allah SWT, penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu mulai dari awal penulisan
hingga skripsi ini dapat terselesaikan, semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan seluruh pihak
yang membaca.
Jakarta, 21 Agustus 2019
Bestyanti Sulistianingsih Archadia
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
MOTTO HIDUP DAN PERSEMBAHAN ......................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 9
1.2.1 Pembatasan masalah .................................................................... 9
1.2.2 Perumusan masalah ................................................................... 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 11
1.3.1 Tujuan penelitian ....................................................................... 11
1.3.2 Manfaat penelitian ..................................................................... 11
1.4 Sistematika Penulisan .......................................................................... 12
BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................................. 14
2.1 Workplace Bullying ............................................................................. 14
2.1.1 Definisi workplace bullying ...................................................... 14
2.1.2 Dimensi workplace bullying...................................................... 17
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi workplace bullying ............ 20
2.1.4 Pengukuran workplace bullying ................................................ 22
2.2 Kepribadian ......................................................................................... 24
2.2.1 Definisi kepribadian .................................................................. 24
2.2.2 Dimensi kepribadian ................................................................. 25
2.2.3 Pengaruh kepribadian terhadap workplace bullying ................. 28
2.2.4 Pengukuran kepribadian ............................................................ 29
2.3 Budaya Organisasi ............................................................................... 30
2.3.1 Definisi budaya organisasi ........................................................ 30
2.3.2 Dimensi budaya organisasi........................................................ 32
2.3.3 Pengaruh budaya organisasi terhadap workplace bullying ....... 36
2.3.4 Pengukuran budaya organisasi .................................................. 36
2.4 Workplace Spirituality ......................................................................... 37
2.4.1 Definisi workplace spirituality .................................................. 37
2.4.2 Dimensi workplace spirituality ................................................. 38
2.4.3 Pengaruh workplace spirituality terhadap workplace bullying . 41
2.4.4 Pengukuran workplace spirituality ........................................... 42
2.5 Kerangka Berpikir ............................................................................... 43
2.6 Hipotesis .............................................................................................. 48
xi
2.6.1 Hipotesis mayor......................................................................... 48
2.6.2 Hipotesis minor ......................................................................... 49
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 51
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ........................... 51
3.1.1 Populasi ..................................................................................... 51
3.1.2 Sampel dan teknik pengambilan sampel ................................... 52
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ..... 52
3.2.1 Variabel penelitian .................................................................... 52
3.2.2 Definisi operasional variabel penelitian .................................... 53
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................. 54
3.3.1 Skala workplace bullying .......................................................... 56
3.3.2 Skala kepribadian ...................................................................... 57
3.3.3 Skala budaya organisasi ............................................................ 58
3.3.4 Skala workplace spirituality ...................................................... 58
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................ 59
3.4.1 Uji validitas konstruk workplace bullying ................................ 61
3.4.2 Uji validitas konstruk kepribadian ............................................ 63
3.4.3 Uji validitas konstruk budaya organisasi .................................. 66
3.4.4 Uji validitas konstruk workplace spirituality ............................ 68
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................... 71
3.6 Prosedur Penelitian .............................................................................. 73
3.6.1 Tahap persiapan penelitian ........................................................ 74
3.6.2 Tahap pengambilan data............................................................ 74
3.6.3 Tahap pengolahan data .............................................................. 75
3.6.4 Membuat kesimpulan dan saran ................................................ 75
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 76
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ............................................................... 76
4.2 Analisis Deskriptif ............................................................................... 77
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................. 78
4.4 Hasil Uji Hipotesis .............................................................................. 79
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian ........................................... 79
4.4.2 Pengujian proporsi variansi masing – masing IV terhadap DV 85
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ............................................ 88
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 88
5.2 Diskusi ................................................................................................. 88
5.3 Saran .................................................................................................... 95
5.3.1 Saran teoritis .............................................................................. 95
5.3.2 Saran praktis .............................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... xix
LAMPIRAN ...................................................................................................... xxiii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blueprint Skala Workplace Bullying ................................................. 55
Tabel 3.2 Blueprint Skala Big Five Personality ............................................... 56
Tabel 3.3 Blueprint Skala Budaya Organisasi .................................................. 57
Tabel 3.4 Blueprint Skala Workplace Spirituality ............................................ 58
Tabel 3.5 Muatan Faktor Workplace Bullying .................................................. 61
Tabel 3.6 Muatan Faktor Conscientiousnes ...................................................... 62
Tabel 3.7 Muatan Faktor Neuroticism .............................................................. 63
Tabel 3.8 Muatan Faktor Agreeableness .......................................................... 64
Tabel 3.9 Muatan Faktor Outcom Orientation ................................................. 65
Tabel 3.10 Muatan Faktor Team Orientation ..................................................... 66
Tabel 3.11 Muatan Faktor Meaningful Work ...................................................... 67
Tabel 3.12 Muatan Faktor Sense of Community ................................................. 68
Tabel 3.13 Muatan Faktor Alignment with Organizational Values .................... 69
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ............................................................. 76
Tabel 4. 2 Statistik Deskriptif ............................................................................ 77
Tabel 4. 3 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .................................. 78
Tabel 4. 4 Presentase Kategori Skor Tiap Variabel ........................................... 79
Tabel 4. 5 R Square ............................................................................................ 80
Tabel 4. 6 Anova Pengaruh IV Terhadap DV ................................................... 81
Tabel 4. 7 Nilai Koefisien Regresi ..................................................................... 82
Tabel 4. 8 Proporsi Variansi Masing-masing Variabel ...................................... 86
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ................................................................. 47
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Validitas Konstrak Workplace Bullying
Lampiran 2 Hasil Uji Validitas Konstrak Conscientiousness
Lampiran 3 Hasil Uji Validitas Konstrak Neuroticism
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas Konstrak Agreebleanesse
Lampiran 5 Hasil Uji Validitas Konstrak Outcome Orientation
Lampiran 6 Hasil Uji Validitas Konstrak Team Orientation
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas Konstrak Sense of Community
Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Konstrak Alignment with Organizational Value
Lampiran 9 Hasil Anilisis Regresi Berganda
Lampiran 10 Kuesioner Penelitian
Lampiran 11 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 12 Surat Balasan Permohonan Izin Penelitian
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bab satu ini dibahas beberapa hal yaitu latar belakang masalah, mencakup
paparan fenomena yang terjadi serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan
dengan penelitian ini. Pembatasan dan perumusan masalah yang dikaji dalam
penelitian ini, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian baik tujuan
secara khusus maupun secara umum, serta sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini, kasus kekerasan semakin marak ditemui sehari-hari. Banyak orang yang
telah menjadi korban. Tindak kekerasan yang terjadipun sangat beragam, salah
satu tindak kekerasan yang sering terdengar adalah tentang bullying atau dalam
bahasa Indonesia disebut dengan istilah merundung (KBBI daring, 2018).
Fenomena bullying di Indonesia sudah memasuki level yang
mengkhawatirkan. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
sejak tahun 2011 hingga 2016 ditemukan sekitar 253 kasus bullying, terdiri dari
122 anak yang menjadi korban dan 131 anak menjadi pelaku (Nurridha, 2017).
Data ini juga tidak jauh berbeda dengan data dari Kementerian Sosial. Hingga
Juni 2017, Kementerian Sosial telah menerima laporan sebanyak 967 kasus, 117
kasus di antaranya adalah kasus bullying. Jumlah ini di luar kasus bullying yang
tidak dilaporkan (Nurridha, 2017).
Berdasarkan data UNICEF pada tahun 2016, sebanyak 41 hingga 50
persen remaja di Indonesia dalam rentang usia 13 sampai 15 tahun pernah
mengalami tindakan cyber bullying (Nurridha, 2017). Dilihat dari data di atas
2
diperoleh bahwa kasus bullying di Indonesia sudah sangat tinggi, tindakan
bullying menimbulkan dampak negatif terutama kepada korbannya. Korban
bullying biasanya mengalami trauma, depresi, hingga efek yang paling berat
menyebabkan korban melakukan tindakan bunuh diri.
Namun pada saat ini, bullying tidak hanya ditemukan pada kasus remaja
saja. Pada orang dewasa pun kerap terjadi fenomena bullying. Dalam penelitian
yang dibuat oleh Kleinheksel (2018) menemukan fenomena di sekolah K-12,
dimana tidak hanya bullying yang dilakukan antar siswa, tetapi juga dengan
pendidik, administrator dan dewan sekolah. Parsons (2005) menyatakan, bahwa
penindasan dapat terjadi di mana saja di sekolah dan dapat dilakukan oleh siapa
pun di sekolah. Pelakunya bisa siswa atau orang dewasa (Kleinheksel, 2018).
Hasil penelitian di atas menunjukan bahwa orang dewasa sekalipun dapat
melakukan tindakan bullying kepada rekan kerjanya ataupun orang yang dianggap
lebih rendah darinya misalkan siswa. Hal ini menujukkan bahwa faktor usia tidak
berpengaruh dengan ketahanan terhadap perilaku untuk tidak melakukan bullying.
Bullying yang dilakukan oleh orang dewasa biasanya dijumpai di tempat kerja
atau lebih dikenal dengan istilah workplace bullying. Workplace bullying
merupakan fenomena sosial yang bersifat merusak dan keberadaannya dianggap
menarik perhatian karena sering kali terjadi. Namun, dalam beberapa dekade
terakhir, workplace bullying menjadi salah satu masalah yang memprihatinkan
dan melibatkan komunitas yang lebih luas (Mollison, 2016).
Survei yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Workplace Bullying
Institute (WBI) tahun 2017 dengan responden sebanyak 60.3 juta pekerja,
3
menunjukan data sebagai berikut: 19% orang pernah dibully (9% orang masih
mengalami bullying, 10% pernah mengalami bullying), 19% orang pernah
menyaksikan bullying, 25% bersikap hati-hati terhadap bullying di tempat kerja,
37% orang tidak mengetahui apapun tentang workplace bullying (Namie, 2017).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Agervold (2007), menemukan bahwa 3,6 –
16% dari pekerja di Eropa mengalami workplace bullying satu kali di setiap
minggu atau lebih (Tsuno, 2010). Penelitian lain yang dilakukan oleh Noor (2018)
mendapati hasil bahwa bahwa 3.5 sampai 11% pekerja di kota besar mengalami
bullying di tempat kerja dalam kurun waktu enam bulan. Sebanyak 40% korban
tersebut ternyata memiliki riwayat bullying pula dalam karir bekerjanya di tempat
lain. Sebagai perbandingan, suatu survei di Swedia menunjukkan bahwa 1 dari 4
individu yang berada di perkantoran pernah mengalami bullying dalam karir
bekerjanya.
Banyaknya kasus workplace bullying yang terjadi saat ini mendorong
banyak orang untuk melakukan penelitian mengenai dampak yang dihasilkan dari
fenomena workplace bullying. Noor (2018) menyebutkan bahwa bullying yang
dilakukan di tempat kerja sebagai masalah kesehatan jiwa yang berpotensi
menjadi suatu gangguan jiwa. Bullying di tempat kerja tidak hanya berdampak
pada kondisi fisik tetapi juga bagi kesehatan jiwa. Penelitian telah menunjukkan
bahwa workplace bullying secara positif signifikan berdampak pada sisi
psikologis seperti: kecemasan, perasaan terisolasi, kesepian, kehilangan
kepercayaan, cenderung mudah marah, mood yang tidak stabil, rendahnya
motivasi, depresi, gejala gangguan stres pasca-trauma, keluhan kesehatan
4
psikologis dan psikosomatik, diagnosis baru mengenai fibromialgia dan
kecenderungan penggunaan obat tidur serta drugs (Tsuno, 2010).
Secara fisiologis, dampak yang terjadi yaitu sakit pada bagian perut,
tenggorokan dan kepala, detak jantung menjadi lebih cepat, kerusakan kulit, sakit
punggung, berkeringat dan tremor, kehilangan nafsu makan, serta berkurangnya
sistem kekebalan tubuh (Oade, 2009). Dampak lain yang diakibatkan oleh
workplace bullying tidak hanya pada fisik maupun psikis korbannya saja, tetapi
juga berakibat pada kinerja pegawainya. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Finchilescu dkk. (2018) diperoleh hasil yang signifikan, dimana tingginya tingkat
workplace bullying menyebabkan rendahnya tingkat job satisfaction dan
meningkatnya angka pengajuan cuti sakit serta turnover pada subjek penelitian
(Tsuno, 2010).
Selain berdampak kepada korbannya, workplace bullying juga berdampak
kepada lingkungan kerja atau perusahaan dimana bullying itu terjadi. Jacobson
dkk. (2013) mengatakan bahwa dampak dari workplace bullying antara lain:
menciptakan konflik disfungsional intraorganisasi dan efek negatifnya terhadap
karyawan dan tempat kerja. Workplace bullying yang terjadi banyak memberikan
dampak buruk terhadap korbannya, mulai dari stress kerja, depresi, hingga
kecenderungan untuk turnover.
Dari penelitian sebelumnya yang mengungkapkan dampak-dampak negatif
dari workplace bullying, munculah banyak penelitian yang bertujuan untuk
mengkaji hubungan perilaku bullying dengan variabel lain yang diduga
berpengaruh secara signifikan baik secara negatif maupun positif. Penelitian yang
5
membahas tentang fenomena bullying diantaranya yang dilakukan oleh
Diepenhorst (2014) tentang hubungan personality traits dan perilaku bullying,
diperoleh hasil yang bahwa trait agreeableness berpengaruh secara signifikan
negatif dengan variabel bullying yang menyatakan jika tingkat agreeableness
rendah menyebabkan kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku
bullying.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Nielsen dan Knardahl (2015)
mengenai hubungan antara perilaku workplace bullying dengan trait kepribadian
bigfive theory diperoleh hasil yang berbeda, trait conscientiusness sebagai
kepribadian yang signifikan dengan perilaku bullying. Trait ini memiliki pengaruh
yang positif dimana jika tingkat conscientiousness tinggi maka perilaku bullying
akan tinggi, sedangkan trait neuroticism sebagai prediktor untuk perilaku
bullying. Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa ciri-ciri
kepribadian dapat berfungsi sebagai prediktor dan outcome dari perilaku
workplace bullying (Nielsen dan Knardahl, 2015).
Penelitian di atas tidak sesuai dengan temuan meta-analytic study yang
dilakukan oleh Mitsopoulou dan Giovazolias (2015), dimana trait agreeableness
dan conscientiousness berpengaruh secara negatif terhadap perilaku bullying
sedangkan trait neurotocism berpengaruh secara positif terhadap perilaku
bullying. Dari beberapa penelitian di atas, diperoleh hasil yang berbeda-beda
mengenai trait kepribadian yang berpengaruh terhadap perilaku bullying.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti ulang ketiga trait yang diperoleh dari
6
ketiga penelitian di atas untuk mengetahui trait mana yang pengaruhnya
signifikan terhadap perilaku workplace bullying.
Penelitian mengenai variabel lain yang mempengaruhi perilaku bullying
dilakukan oleh Einarsen dkk. (2011), menemukan bahwa budaya organisasi
merupakan salah satu faktor organisasi yang menyebabkan perilaku workplace
bullying. Pernyataan di atas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yun dan Kang (2018) mengenai hubungan antara workplace bullying dengan
variabel budaya organisasi dengan subjek penelitian merupakan perawat di rumah
sakit yang berada di Korea Selatan. Diperoleh hasil adanya hubungan yang
signifikan antara kedua variabel yang diteliti. Variabel budaya organisasi yang
berorientasi pada attachment, serta komunikasi yang berdasarkan rasa hormat dan
kepercayaan diantara rekan kerja, sangat berpengaruh dalam menekan tingkat
bullying di lingkungan kerja (Yun dan Kang, 2018).
Namun, hasil penelitian yang dilakukan Yun dan Kang (2018) tidak
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Jhonson (2016),
dalam penelitian yang dilakukan di Texas menemukan bahwa budaya organisasi
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku workplace bullying. Adanya
perbedaan hasil yang diperoleh dari penelitian Yun dan Kang (2018) serta
penelitian yang dilakukan Jhonson (2016), mendorong untuk dilakukannya
penelitian ulang mengenai pengaruh dari budaya organisasi terhadap perilaku
workplace bullying.
Penelitian lainnya yang membahas tentang variabel baru yang
mempengaruhi perilaku workplace bullying dilakukan oleh Noor dkk. (2016) di
7
Pakistan, meneliti tentang hubungan antara variabel workplace bullying dengan
variabel self-esteem, internalized stigma dan workplace spirituality. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Noor dkk. (2016) diperoleh hasil sebagai berikut:
tingkat workplace bullying yang tinggi dikaitkan dengan self-esteem yang rendah
dan workplace spirituality berpengaruh positif secara signifikan dengan self-
esteem. Temuan yang diperoleh pada penelitian kali ini adalah dimana workplace
spirituality, berpengaruh secara signifikan tidak langsung dalam menekan dampak
negatif dari perilaku bullying. (Noor dkk, 2016)
Hasil penelitian di atas tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Dandona (2013) di India. Penelitian yang dilakukan oleh Dandona
(2013) mendapati hasil bahwa workplace spirituality pengaruhnya tidak signifikan
terhadap perilaku workplace bullying. Adanya perbedaan hasil penelitian
terdahulu, menjadi alasan untuk melakukan penelitian ulang mengenai hubungan
antara workplace spirituality terhadap perilaku workplace bullying.
Dari penelitian yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa
tingkat workplace bullying secara global sudah sangat memprihatinkan, banyak
penelitian yang sudah mengungkapkan dampak dari workplace bullying. Dampak
yang ditimbulkan bersifat negatif, penelitian lainnya juga telah mengungkap
faktor lain yang mempengaruhi workplace bullying. Pada penelitian kali ini
penulis hendak meneliti ulang variabel yang telah terbukti secara signifikan
berpengaruh dengan perilaku workplace bullying namun memiliki ketidak
sesuaian hasil antara satu penelitian dengan penelitian yang lainnya. Variabel
tersebut antara lain kepribadian, budaya organisasi dan workplace spirituality.
8
Variabel kepribadian dipilih karena menurut Einarsen (dalam Cooper &
Robertson, 2001) salah satu faktor penyebab terjadinya workplace bullying adalah
kepribadian dari pelaku maupun korban. Penelitian sebelumnya menyebutkan
bahwa tidak semua trait kepribadian berpengaruh dengan perilaku bullying, maka
dari itu peneliti hendak meneliti ulang trait yang dinyatakan berpengaruh secara
signifikan dengan perilaku bullying dan untuk mengetahui arah dari pengaruhnya.
Variabel lain yang dipilih dalam penelitian kali ini adalah budaya organisasi.
Variabel budaya organisasi dipilih karena terdapat ketidak sesuaian hasil dari
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yun dan Kang (2018) dengan
penelitian yang dilakukan Jhonson (2016), sehingga perlu dilakukannya penelitian
lebih lanjut mengenai pengaruh variabel budaya organisasi terhadap
kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku workplace bullying.
Variabel bebas selanjutnya adalah workplace spirituality, variabel ini dipilih
karena ada ketidak sesuaian hasil antara penelitian yang dilakukan oleh Noor dkk.
(2016) dan penelitian yang dilakukan oleh Dandona (2013). Penelitian yang
dilakukan oleh Noor dkk (2016) menemukan bahwa variable workplace
spirituality pengaruhnya signifikan terhadap variable wokplace bullying.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dandona (2013) diperoleh hasil bahwa
workplace spirituality pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku workplace
bullying. Karena adanya perbedaan hasil tersebutlah sehingga perlu dilakukannya
penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh variabel workplace spirituality terhadap
kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku workplace bullying.
9
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Penelitian ini dibatasi pada variabel penelitian yang terdiri dari kepribadian,
budaya organisasi, workplace spirituality dan workplace bullying. Adapun definisi
variabel workplace bullying, kepribadian, budaya organisasi dan workplace
spirituality sebagai berikut:
1. Workplace bullying yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu perilaku
harassing (perilaku mengganggu), offending (menyerang) dan socially
excluding someone (mengeluarkan seseorang dari kelompok sosial) atau
mempengaruhi pekerjaan seseorang secara negatif (Einarsen dkk, 2011).
2. Kepribadian merupakan organisasi dinamis berasal dari sistem psikofisik yang
menentukan karakteristik perilaku dan cara berpikir individu (Allport dalam
Mischel dkk., 2008).
3. Budaya organisasi diartikan sebagai sistem yang mengacu pada makna
bersama yang dipegang oleh anggota untuk membedakan organisasi yang satu
dari organisasi lain (Robbins, 2013).
4. Workplace spirituality merupakan suatu pandangan mengenai pekerjaan
dimaknai sebagai bagian dari kehidupan pribadi yang berada dalam konteks
sosial (Ashmos & Duchon, 2000).
10
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, muncul beberpa permasalahan
yang kemudian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah variabel kepribadian (counscientiousness, agreeableness,
neuroticism), budaya organisasi (outcome orientation dan team orientation)
dan workplace spirituality (meaningful work, sense of community dan
aligment with organitational value) secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap workplace bullying ?
2. Apakah dimensi counscientiousness dari variabel kepribadian berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel workplace bullying ?
3. Apakah dimensi agreeableness dari variabel kepribadian berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel workplace bullying ?
4. Apakah dimensi neuroticism dari variabel kepribadian berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel workplace bullying ?
5. Apakah dimensi outcome orientation dari variabel budaya organisasi
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel workplace bullying
6. Apakah dimensi team orientation dari variabel budaya organisasi
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel workplace bullying ?
7. Apakah dimensi meaningful work dari variabel workplace spirituality
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel workplace bullying ?
8. Apakah dimensi sense of community dari variabel workplace spirituality
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel workplace bullying ?
11
9. Apakah dimensi aligment with organitational value dari variabel workplace
spirituality berpengaruh secara signifikan terhadap variabel workplace
bullying ?
10. Apakah dimensi usia dari variabel demografi berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel workplace bullying ?
11. Apakah dimensi jenis kelamin dari variabel demografi berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel workplace bullying ?
12. Apakah dimensi lama bekerja dari variabel demografi berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel workplace bullying ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dari
penelitian, yaitu menguji pengaruh kepribadian, budaya organisasi, workplace
spirituality dan faktor demografi terhadap workplace bullying.
1.3.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun
praktis seperti penjelasan berikut ini.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya Psikologi Industri dan Organisasi yang berhubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi workplace bullying pada karyawan,
serta diharapkan pula dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi workplace bullying.
12
2. Manfaat Praktis
Temuan yang didapat dari penelitian ini mengenai faktor yang mempengaruhi
perilaku workplace bullying diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pencegahan
terjadinya tindakan bullying di tempat kerja.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang dibahas
dalam penelitian ini, maka penulis mengemukakannya dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
BAB 1 berisi pendahuluan, mengemukakan latar belakang penelitian, rumusan
dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB 2 berisi landasan teori, berisi teori-teori yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian, yakni teori workplace bullying, teori kepribadian,
teori budaya organisasi dan teori workplace spirituality, berikut dimensi,
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, faktor-faktor yang
mempengaruhinya, alat ukur serta kerangka berpikir dan hipotesis
penelitian.
BAB 3 berisi metode penelitian, membahas jenis penelitian, populasi dan sampel,
variabel penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel,
teknik pengumpulan data, uji alat ukur, uji validitas, uji reliabilitas,
prosedur penelitian dan analisis data.
13
BAB 4 berisi gambaran subjek penelitian, analisis deskriptif, kategorisasi skor
variabel penelitian,dan juga uji hipotesis yang terdiri dari analisis regresi
dan pengujian proporsi varian masing-masing IV terhadap DV.
BAB 5 berisi penutup, terdiri dari kesimpulan hasil penelitian, diskusi serta saran
teoritis dan praktis.
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan menjelaskan tentang deskripsi teoritis, dimensi-dimensi dan
faktor-faktor yang mempengaruhi dependent variabel (DV) workplace bullying,
serta definisi teoritis dan dimensi-dimensi dari independent variable (IV)
kepribadian, budaya organisasi dan workplace spirituality. Serta kerangka
berfikir dan hipotesis penelitian.
2.1 Workplace Bullying
2.1.1 Definisi workplace bullying
Dalam penelitian kali ini, jenis bullying yang dibahas adalah bullying yang
dilakukan dalam lingkungan kerja atau yang lebih dikenal dengan sebutan
workplace bullying. Istilah workplace bullying berasal dari bahasa Inggris dan
terdiri dari dua kata yaitu workplace dan bullying. Arti kata workplace adalah
tempat kerja, sedangkan bullying adalah tindakan menggunakan kekuatan atau
pengaruh yang unggul untuk mengintimidasi seseorang, biasanya untuk
memaksanya melakukan apa yang diinginkan (Enchols dan Shadily, 1996).
Istilah bullying kini ditemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia,
yaitu merundung. Menurut KBBI daring (2018) arti kata merundung dalam
bahasa Indonesia adalah: mengganggu; mengusik terus-menerus; menyusahkan;
menimpa (tentang kecelakaan, bencana, kesusahan dan sebagainya); menyakiti orang
lain, baik secara fisik maupun psikis, dalam bentuk kekerasan verbal, sosial atau fisik
berulang kali dan dari waktu ke waktu, seperti memanggil nama seseorang dengan
15
julukan yang tidak disukai, memukul, mendorong, menyebarkan rumor, mengancam atau
merongrong.
Konsep workplace bullying telah dijelaskan oleh peneliti Swedia Heinz
Leymann untuk pertama kalinya pada tahun 1984 yang menamakan fenomena ini
sebagai mobbing atau psychological terror. Leymann (1996) mendefinisikan
workplace bullying sebagai bentuk permusuhan dan komunikasi tidak etis yang
sering kali terjadi setidaknya sekali seminggu dan berlangsung dalam jangka
waktu yang lama atau sekurangnya selama enam bulan (Tsuno, 2010).
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Leyman, Einarsen dkk. (2011)
mendefinisikan workplace bullying adalah perilaku harassing (perilaku
mengganggu), offending (menyerang) dan socially excluding someone
(mengeluarkan seseorang dari kelompok sosial) atau mempengaruhi pekerjaan
seseorang secara negatif.
Definisi lain mengenai workplace bullying menurut Rustman (dalam Namie,
2017) adalah suatu tindakan berulang, bersifat merugikan kesehatan,
penganiayaan oleh satu atau lebih dari seorang karyawan dengan cara pelecehan
verbal, ancaman, intimidasi, penghinaan, gangguan kerja, sabotase, eksploitasi
kerentanan yang diketahui atau suatu kombinasi dari semua ini. Teori lainnya
mengatakan bahwa workplace bullying merupakan perilaku yang tidak diinginkan
baik berupa perlakuan fisik atau verbal yang bersifat ofensif (serangan), bersifat
memalukan dan dipandang sebagai tindakan yang tidak dapat diterima oleh
korban (Marks dan Spencer dalam Rayner dkk., 2002).
16
Workplace bullying dipandang sebagai bentuk penyalah gunaan kekuasaan
untuk mengintimidasi seseorang dengan tujuan untuk membuat korban merasa
terluka, marah, rentan atau tidak berdaya (Rayner dkk, 2002), biasanya tindakan
workplace bullying ini dilakukan oleh rekan kerja, berbentuk serangan pribadi
terhadap korbannya atau berupa perilaku yang berbentuk hukuman secara
emosional dan psikologis (Oade, 2009). Teori lain yang dikemukakan oleh Oade
(2009) menyatakan bahwa workplace bullying merupakan tindakan
memperkenalkan suatu dinamika ke dalam hubungan tempat kerja yang
melibatkan upaya yang bertujuan oleh seorang rekan untuk melukai rekan kerja
lainnya dalam aspek harga diri, kepercayaan diri dan reputasi atau untuk
mempengaruhi kompetensi korban dalam melaksanakan tugas dalam
pekerjaannya secara efektif.
Tidak ada daftar perilaku workplace bullying yang pasti. Tindakan negatif
atau insiden yang dapat diamati seperti melebih-lebihkan pembicaraan dan
mengoceh terlalu banyak pada seseorang di tempat publik. Perilaku semacam itu
cukup mudah untuk diidentifikasi. Demikian pula, jika sekelompok pekerja
menggoda rekannya yang sama secara terus-menerus hingga jauh di luar titik
yang masuk akal, orang itu mungkin merasa ditindas (Rayner dkk., 2002).
Perilaku workplace bullying dapat beragam menuju pola yang lebih sederhana,
misalnya seseorang mengubah informasi penting yang secara efektif digunakan
untuk merongrong orang lain melakukan pekerjaannya. Di lain waktu, intimidasi
tidak begitu banyak mencangkup hal apa yang dilakukan seseorang, tetapi tentang
apa yang tidak dilakukannya. Contohnya yaitu mengecualikan seseorang dengan
17
tidak berbicara dengannya, tidak memberi informasi penting atau tidak
mendukung pekerjaannya dengan baik. (Rayner dkk., 2002). Untuk banyak
contoh insiden workplace bullying yang terjadi mungkin tampak tidak berbahaya,
tetapi jika perilaku tersebut disatukan hingga menambahkan skenario yang
berakibat mendestabilisasi dan mengancam korbannya (Rayner dkk., 2002).
Dari definisi yang sudah dipaparkan oleh para ahli di atas, peneliti
menggunakan teori yang dipaparkan oleh Einarsen dkk. (2011) yang mengatakan
bahwa workplace bullying adalah perilaku harassing (perilaku mengganggu),
offending (menyerang) dan socially excluding someone (mengeluarkan seseorang
dari kelompok sosial) atau mempengaruhi pekerjaan seseorang secara negatif.
2.1.2 Dimensi workplace bullying
Dimensi workplace bullying menurut Einarsen dkk. (2003), adalah sebagai
berikut:
1. Person and work related bullying adalah tindakan bullying yang menyasar
tugas dalam pekerjaan korbannya. Indikator dalam dimensi ini adanya
tindakan yang bertujuan merusak, menekan, mengancam atau menjatuhkan
yang dilakukan oleh pelaku bullying terhadap korbannya.
2. Physical or psychological intimidation bullying adalah perlakuan tidak
menyenangkan yang ditampilkan langsung oleh pelaku terhadap korbannya
bertujuan untuk mengintimidasi baik fisik maupun psikis. Indikator pada
dimensi ini adanya tindakan yang mengarah langsung pada perusakan fisik
ataupun psikis.
18
3. Occupational devaluation adalah tindakan bullying yang bertujuan
merendahkan korban dengan cara memberi pekerjaan yang berbeda dengan
jobdesk korbannya. Indikator dari dimensi ini yaitu dengan memberikan
pekerjaan yang tidak sesuai atau jauh di bawah dari kualifikasi korban.
Adapun indikator dari perilaku workplace bullying dipaparkan oleh
Razzaghian dan Ghani (2014) teridiri dari 6 aspek, yaitu:
1. Menyembunyikan informasi
Informasi sangat dibutuhkan karyawan untuk melakukan pekerjaannya. Jika suatu
informasi tidak didistribusikan dengan baik, maka akan menggangu kinerja
karyawan tersebut. Kinerja yang terganggu pada akhirnya akan menghambat
perusahaan mencapai target kerja yang telah ditetapkan. Seorang pelaku tindakan
workplace bullying akan sengaja untuk menutupi informasi kepada korban
workplace bullying dengan maksud dan tujuan negatif.
2. Menetapkan target kerja yang berlebihan
Karakteristik ini biasanya dilakukan oleh atasan kepada bawahan. Seorang atasan
akan sengaja mengintimidasi bawahan dengan cara memberikan target kerja yang
melebihi kemampuan yang dimiliki oleh bawahannya.
3. Pengucilan di tempat kerja
Karyawan korban workplace bullying akan mengalami pengucilan yang dilakukan
oleh para pelaku workplace bullying di tempat kerja. Sikap pengucilan ini pun
19
akan berdampak negatif kepada korban workplace bullying seperti, penurunan
kinerja, gangguan mental dan turnover.
4. Komentar yang bersifat berlebihan
Karakteristik ini biasanya dilakukan oleh atasan kepada bawahannya. Atasan yang
merupakan pelaku tindakan workplace bullying akan memberikan komentar-
komentar yang tidak membangun dan cenderung merugikan bawahannya.
5. Penyebaran rumor
Para pelaku workplace bullying akan menyebarkan rumor tentang korban yang
bersifat merugikan. Rumor sama seperti gosip yang merupakan kabar yang tidak
benar. Seorang yang menjadi topik dari rumor tersebut pun akan dikucilkan dari
lingkungan perusahaan.
Menurut Isa (2018) indikator dari workplace bullying diantaranya adalah
sebagai berikut : (1) kritikan yang tidak beralasan, (2) kesalahan tanpa
pembenaran, (3) disingkirkan dari kelompok, (4) dikucilkan atau diisolasi, (5)
diteriaki, diancam, diintimidasi, disumpahi atau dihina, (6) candaan yang
menjurus pada unsur memalukan/melecehkan korban, (7) meremehkan pendapat
atau bergunjing dibelakang, (8) perkataan kasar yang mengintimidasi dan
menyinggung perasaan kesal atau (9) diberikan pekerjaan yang tidak realistis.
Leymann (dalam Einarsen, dkk., 2011) menyebutkan bahwa kriteria suatu
tindakan dapat digolongkan kedalam perilaku workplace bullying, jika terjadi
setidaknya sekali dalam 1 minggu dan terulang sampai dengan enam bulan
lamanya.
20
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi workplace bullying
Faktor-faktor yang mempengaruhi workplace bullying dapat dikategorikan
berdasarkan faktor individu dan organisasi. Einarsen (2011) menyebutkan faktor
yang menyebabkan terjadinya workplace bullying, faktor individu yaitu
kepribadian dari pelaku dan korban bullying, faktor sosial yaitu interaksi sosial
dan sikap agresif, serta faktor organisasi yaitu job design and work organization,
budaya organisasi, iklim organisasi, leadership, reward system dan perubahan
organisasi. Pernyataan tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nielsen dan Knardahl (2015) mengenai hubungan antara perilaku workplace
bullying dengan trait kepribadian bigfive theory diperoleh hasil bahwa, trait
conscientiusness sebagai kepribadian yang signifikan dengan perilaku bullying
dan trait neuroticism sebagai predictor untuk perilaku bullying. Berdasarkan hasil
penelitian di atas, menunjukkan bahwa ciri-ciri kepribadian dapat berfungsi
sebagai prediktor dan outcome dari intimidasi di tempat kerja (Nielsen dan
Knardahl, 2015).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan
Permatasari (2014) tentang hubungan antara trait kepribadian lima besar dengan
pelaku bullying pada siswa SMK dan diperoleh hasil bahwa dua trait
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara trait kepribadian lima
besar dengan perilaku bullying pada siswa yaitu conscientiousness dan
agreeableness, dimana kedua trait tersebut berbanding terbalik dengan perilaku
bullying. Sedikit berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, penelitian yang
dilakukan oleh Mitsopoulou dan Giovazolias (2015) menemukan bahwa trait
21
agreeableness dan conscientiousness berpengaruh secara negatif terhadap perilaku
bullying sedangkan trait neurotocism berpengaruh secara positif terhadap perilaku
bullying.
Faktor lain yang berpengaruh secara signifikan dengan perilaku workplace
bullying menurut Leymann (2003) adalah hubungan yang tidak baik antar
karyawan di dalam perusahaan (Einarsen, dkk., 2011). Penelitian yang dilakukan
oleh Bowling dan Beehr (2006) mengatakan bahwa kekerasan di tempat kerja
cenderung terjadi di lingkungan yang memiliki konflik peran, ketidak jelasan
peran, role overload dan kendala dalam bekerja, penelitian tersebut
mengemukakan bahwa penyebab terjadinya workplace bullying adalah suasana
dalam lingkungan pekerjaan dan interaksi antar pegawai atau biasa dikenal
dengan budaya organisasi.
Einarsen dkk. (2011), menemukan bahwa budaya organisasi merupakan salah
satu faktor organisasi yang menyebabkan perilaku workplace bullying. Pernyataan
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yun dan Kang (2018).
Peneliti melakukan penelitian mengenai hubungan antara workplace bullying
dengan variabel budaya organisasi dan diperoleh hasil bahwa budaya organisasi
berpengaruh secara signifikan dengan perilaku workplace bullying. Selain kedua
faktor di atas, penelitian lain yang dilakukan oleh Noor dkk. (2016) menemukan
temuan baru, bahwa faktor workplace spirituality sangat berpengaruh dalam
menekan dampak negatif dari workplace bullying atau bisa disebut bahwa
workplace spirituality berdampak negatif terhadap workplace bullying secara
tidak langsung.
22
Pelaku workplace bullying biasanya dilakukan oleh seseorang yang
mempunyai jabatan atau wewenang di atas korbannya. Hal ini disebabkan oleh
kekuasaan yang tidak digunakan dengan semestinya (Einarsen, dkk. 2003).
Pemimpin yang memiliki kuasa atas orang lain tersebut cenderung melakukan
bullying dengan cara bertindak semena-mena, membesarkan diri, meremehkan
bawahan, serta penggunaan manajemen konflik otoriter. Beberapa studi telah
melaporkan bahwa rekan kerja menjadi sumber yang paling sering melakukan
perilaku agresi di tempat kerja. Intinya, pelaku dari workplace bullying dapat
berasal dari kalangan apapun di tempat kerja, misalnya supervisor, rekan kerja
dan kolega (Daniel, 2009).
2.1.4 Pengukuran workplace bullying
Dalam pengukuran workplace buillying terdapat 2 alat ukur yang telah
dikembangkan. Yaitu:
1. Leymann Inventory of Psychological Terror (LIPT)
Skala ini disusun berdasarkan definisi workplace bullying yang dipaparkan oleh
Leymann (1996), terdiri dari 45 kategori bullying. LIPT dirancang sebagai alat
diagnostik untuk mengidentifikasi korban-korban bullying parah yang mungkin
mengalami trauma dari pengalaman mereka. Skala ini mengevaluasi prevalensi 12
bulan paparan dalam 45 bentuk tindakan workplace bullying (Tsuno, 2010).
2. Negative Acts Questionnaire (NAQ)
Skala ini disusun pertama kali oleh Einarsen (1997) dan telah mengalami revisi
menjadi Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-R) oleh Einarsen (2003)
yang terdiri dari 22 item tindakan negatif. NAQ didasarkan pada definisi Einarsen
23
dkk. dan diciptakan sebagai instrumen survei dengan tujuan membangun alat ukur
yang valid, komprehensif, dengan skala yang relatif singkat untuk digunakan
dalam berbagai jenis bidang pekerjaan. (Tsuno, 2010).
Skala ini telah digunakan di sekitar 40 negara. Versi NAQ yang lebih baru,
yaitu, NAQ-R adalah bentuk pengembangan dan penyempurnaan berdasarkan
skala asli berisi 29 item yang menggambarkan tindakan negatif bersifat pribadi
dan terkait dengan pekerjaan. Kemudian, jumlah item itu dikurangi menjadi 22.
(Tsuno, 2010).
Dalam studi di Norwegia yang dilakukan oleh Nielsen (2009), NAQ-R telah
terbukti memiliki konsistensi reliabilitas internal yang dapat diterima (koefisien
alpha Cronbach berkisar antara 0,88-0,90) (Tsuno, 2010). Tim peneliti di
University of Bergen di Norwegia yang mendistribusikan dan mempromosikan
NAQ dan NAQ-R, saat ini lebih merekomendasikan penggunaan NAQ-R, bukan
NAQ. Penelitian ini menggunakan skala NAQ-R revisi terbaru yang
dipublikasikan oleh Tsuno (2010) untuk mengukur variabel workplace bullying.
Skala ini menyangkut 3 Faktor yaitu: person and work related bullying, physical
or psychological intimidation bullying dan occupational devaluation.
Dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan instrument NAQ-R yang
dikembangkan oleh Tsuno (2010) untuk mengukur variabel workplace bullying.
Instrument ini memiliki 22 item yang sudah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh
peneliti agar sessuai dengan penelitian yang hendak dilakukan.
24
2.2 Kepribadian
2.2.1 Definisi kepribadian
Menurut buku karangan Sarwono (2009) yang menjelaskan pengertian
kepribadian menurut para tokoh sebagai berikut: kaum Behavioris, dipelopori oleh
B. F. Skinner, memandang kepribadian adalah rangkaian kebiasaan (habit) yang
tersusun dari sejumlah hubungan rangsang (stimulus) dan reaksi (respone) yang
memperoleh penguatan (reinforcement). Dalam teori Biopsikologi, Richard
Davidson memandang kepribadian adalah hasil kerja bagian dari otak yang
disebut perfrontal cortex (PFC) sebagai pusat rasio dan amygdala sebagai pusat
emosi.
Menurut Alwisol (2018) kepribadian adalah bagian dari jiwa yang
membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-belah
dalam fungsi-fungsi. Teori lain yang dikemukakan oleh Hillgard & Marquis
(dalam Alwisol, 2018) menyatakan bahwa kepribadian adalah nilai sebagai
stimulus sosial, kemampuan menampilkan diri secara mengesankan. Pendapat
lainnya menurut Murray (dalam Alwisol, 2018) bahwa kepribadian adalah suatu
lembaga yang mengatur organ tubuh yang sejak lahir sampai mati tidak pernah
berhenti terlibat dalam pengubahan fungsional. Lain halnya menurut Phares
(dalam Alwisol, 2018) kepribadian adalah pola khas dari fikiran, perasaan dan
tingkah laku yang mebedakan orang satu dengan lainnya dan tidak berubah lintas
waktu dan situasi.
Pervin (dala Mischel dkk., 2008) menyatakan bahwa kepribadian adalah
organisasi kompleks dari kognisi, affect dan behavior yang memberi arah dan pola
25
(koherensi) dari kehidupan orang tersebut. Seperti tubuh, kepribadian terdiri dari
banyak struktur dan proses serta mencerminkan sifat (gen) dan pengasuhan
(pengalaman). Selain itu, kepribadian mencakup efek masa lalu, termasuk ingatan
masa lalu, juga sebagai konstruksi masa kini dan masa depan. Secara singkatnya,
Allport (dalam Mischel dkk., 2008) menyatakan bahwa kepribadian adalah
organisasi dinamis berasal dari sistem psikofisik yang menentukan karakteristik
perilaku dan cara berpikir individu.
Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, peneliti menggunakan teori
Allport (1961) yang menyatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis
berasal dari sistem psikofisik yang menentukan karakteristik perilaku dan cara
berpikir individu (dalam Mischel dkk., 2008).
2.2.2 Dimensi kepribadian
Allport dan Odbert (dalam John dkk., 2008) berhasil mengumpulkan 18.000
istilah yang digunakan untuk membedakan perilaku seseorang dengan lainnya.
Daftar ini menginspirasi Cattell (dalam John, 1990) menyusun model
multidimensional dari kepribadian. Dari 18.000 ciri sifat ini, Cattell
mengelompokkannya kedalam 4.500 ciri sifat, kemudian melakukan analisis
faktor sehingga diperoleh 12 faktor. Karya besar Cattell ini merupakan pemicu
bagi peneliti kepribadian lainnya, baik untuk meneliti maupun menganalisis ulang
data dari kalangan yang bervariasi. Data ini mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Khusus subjek dewasa, latar belakang pekerjaan mereka antara lain adalah
supervisor, guru dan klinisi yang berpengalaman, dari sinilah diperoleh lima
faktor yang sangat menonjol yang kemudian diberi nama oleh Goldberg (1981)
26
dengan Big Five. Pemilihan nama Big Five ini bukan berarti kepribadian itu hanya
ada lima melainkan pengelompokkan dari ribuan ciri ke dalam lima himpunan
besar yang berikutnya disebut dimensi kepribadian (Ramdhani, 2012). Goldberg
(1981) mengemukakan bahwa kelima dimensi seperti berikut:
1. Conscientiousness adalah trait kepribadian yang ditandai dengan adanya sifat
sungguh-sungguh dalam melakukan tugas, bertanggung jawab, dapat
diandalkan dan menyukai keteraturan serta kedisiplinan. Di dalam kehidupan
sehari-hari individu dengan tipe kepribadian ini tampil sebagai seorang yang
hadir tepat waktu, berprestasi, teliti dan suka melakukan pekerjaan hingga
tuntas.
2. Agreeableness adalah trait kepribadian yang ditandai dengan adanya ciri
ketulusan dalam berbagi, kehalusan perasaan, fokus pada hal positif pada orang
lain. Di dalam kehidupan sehari-hari orang dengan tipe kepribadian ini tampil
sebagai individu yang baik hati, dapat kerjasama dan dapat dipercaya.
3. Neuroticism sebagai lawan dari emotional stability. Neuroticism adalah trait
kepribadian yang sering disebut juga dengan sifat pencemas sedangkan
emotional stability disebut dengan kestabilan emosi. Sifat neuroticism ini
identik dengan kehadiran emosi negatif seperti rasa khawatir, tegang dan takut.
Seseorang yang dominan sifat pencemasnya mudah gugup dalam menghadapi
masalah-masalah yang menurut orang kebanyakan hanya sepele. Orang yang
neuroticm mudah menjadi marah bila berhadapan dengan situasi yang tidak
sesuai dengan yang diinginkannya. Secara umum, mereka kurang mempunyai
toleransi terhadap kekecewaan dan konflik.
27
4. Extraversion adalah trait kepribadian yang ditandai dengan adanya semangat
dan antusiasme tinggi. Individu dengan tipe kepribadian ini bersemangat di
dalam membangun hubungan dengan orang lain, tidak pernah sungkan
berkenalan dan secara aktif mencari teman baru, hal ini tercermin di dalam
pancaran emosi positif. Individu dengan tipe kepribadian ini juga bersikap
tegas dan asertif, sehingga tipe kepribadian extraversion mampu menjadi
pimpinan suatu organisasi.
5. Openness atau openness to experience. Dimensi ini erat kaitannya dengan
keterbukaan wawasan dan orisinalitas ide. Tipe kepribadian openness memiliki
sifat yang terbuka siap menerima berbagai stimulus yang ada dengan sudut
pandang yang terbuka karena memiliki wawasan yang tidak hanya luas namun
juga mendalam. Opennesse senang dengan berbagai informasi baru, suka
belajar sesuatu yang baru dan pandai menciptakan aktivitas yang di luar
kebiasaan.
Peneliti menggunakan dimensi big five theory milik Goldberg (1981) dalam
penelitian ini. Namun, penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara
kepribadian dan perilaku bullying diperoleh hasil bahwa tidak semua trait dalam
big five theory pengaruhnya signifikan terhadap perilaku bullying. Menurut hasil
dari penelitian yang dilakukan oleh Nielsen dan Knardahl (2015) mengenai
hubungan antara perilaku workplace bullying dengan trait kepribadian big five
theory diperoleh hasil bahwa, trait conscientiusness sebagai kepribadian yang
pengaruhnya signifikan dengan perilaku bullying dan trait neuroticism sebagai
prediktor untuk perilaku bullying (Nielsen dan Knardahl, 2015).
28
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan
Permatasari (2014) tentang hubungan antara trait kepribadian lima besar dengan
pelaku bullying dan diperoleh hasil bahwa dua trait menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara trait kepribadian lima besar dengan perilaku
bullying pada siswa yaitu conscientiousness dan agreeableness, dimana kedua
trait tersebut berbanding terbalik dengan perilaku bullying. Sedikit berbeda
dengan hasil penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Mitsopoulou
dan Giovazolias (2015) menemukan bahwa trait agreeableness dan
conscientiousness berpengaruh secara negatif terhadap perilaku bullying
sedangkan trait neurotocism berpengaruh secara positif terhadap perilaku
bullying.
Dari hasil penelitian sebelumnya yang telah dijabarkan di atas tentang
hubungan antara variabel bullying dengan variabel kepribadian, peneliti
mengambil kesimpulan bahwa trait yang diduga pengaruhnya signifikan terhadap
perilaku bullying antara lain adalah: conscientiousness dan agreeableness yang
diduga berpengaruh secara positif terhadap sikap bullying, sedangkan trait
neuroticism diduga berpengaruh secara negatif terhadap perilaku bullying,
sehingga peneliti memutuskan untuk meneliti ulang ketiga trait tersebut
(conscientiousness, agreeableness dan neuroticism).
2.2.3 Pengaruh kepribadian terhadap workplace bullying
Einarsen (dalam Cooper & Robertson, 2001) mengidentifikasikan tiga penyebab
utama terjadinya workplace bullying, yaitu kepribadian dari pelaku dan korban
bullying, hubungan antar karyawan dan lingkungan tempat bekerja. Pernyataan
29
tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nielsen dan
Knardahl (2015) mengenai hubungan antara perilaku workplace bullying dengan
trait kepribadian bigfive theory diperoleh hasil bahwa, trait conscientiusness
sebagai kepribadian yang signifikan dengan perilaku bullying dan trait
neuroticism sebagai prediktor untuk perilaku bullying. Berdasarkan hasil
penelitian di atas, menunjukkan bahwa ciri-ciri kepribadian dapat berfungsi
sebagai prediktor dan outcome dari intimidasi di tempat kerja (Nielsen dan
Knardahl, 2015).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan
Permatasari (2014) tentang hubungan antara trait kepribadian lima besar dengan
pelaku bullying pada siswa SMK dan diperoleh hasil bahwa dua trait
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara trait kepribadian lima
besar dengan perilaku bullying pada siswa yaitu conscientiousness dan
agreeableness, dimana kedua trait tersebut berbanding terbalik dengan perilaku
bullying. Sedikit berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, penelitian yang
dilakukan oleh Mitsopoulou dan Giovazolias (2015) menemukan bahwa trait
agreeableness dan conscientiousness berpengaruh secara negatif terhadap perilaku
bullying sedangkan trait neurotocism berpengaruh secara positif terhadap perilaku
bullying.
2.2.4 Pengukuran kepribadian
Perkembangan taksonomi kepribadian Big Five semakin pesat setelah penelitian
yang dilakukan terus menerus di berbagai negara. Beberapa alat ukur telah
dikembangkan, antara lain:
30
1. Big Five Inventory (BFI) terdiri dari 44 item yang dikembangkan oleh John
(1990).
2. IPIP (International Personality Item Pool) terdiri dari 100 item maupun versi
singkat 50 item yang dikembangkan oleh Goldberg (1992).
3. NEO PI-R/FFI atau Neuroticism-Extraversion-Openness Personality
Inventory-Revised/Five Factor Inventory. NEO PI-R lengkap memiliki 240
item dengan pengukuran terperinci sedangkan NEO-FFI memilki 60 item. Alat
ukur ini dikembangkan oleh Costa & McCrae (1995).
Untuk mengukur variabel kepribadian peneliti menggunakan skala
kepribadian yang diadaptasi dari Big Five Inventory (BFI) yang dikembangkan
oleh John dkk. (1991) yang mengacu pada teori dari Costa & McCrae (dalam
Pervin & Jhon, 2005) yang dinamakan dengan Big Five Inventory. Big Five
Inventory (BFI) terdiri dari 44 item yang mewakili 5 trait kepribadian. Lima
dimensi, yaitu extraversion, neuroticism, agreeableness, conscientiousness dan
opennes to experience. Namun dalam penelitian kali ini hanya menggunakan item
yang berhubungan dengan dimensi conscientiousness, agreeableness dan
neuroticism saja, karena dari penelitian sebelumnya, menyebutkan hanya ketiga
dimensi tersebut yang berpengaruh secara signifan terhadap variabel bullying.
2.3 Budaya Organisasi
2.3.1 Definisi budaya organisasi
Robbins (2013) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah sistem yang
mengacu pada makna bersama yang dipegang oleh anggota untuk membedakan
organisasi mereka dari organisasi lain. Drennan (dalam Rothmann and Cooper,
31
2008) mengatakan bahwa budaya organisasi adalah cara hal-hal dilakukan di sini.
Schein (1992) mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi
bersama sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah eksternal dan integrasi
internal, diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk
memahami, berpikir dan merasa masalah tersebut (Rothmann and Cooper, 2008).
Creemers dan Reynolds (dalam Sobirin, 2007) menyatakan bahwa
“organizational culture is a pattern of beliefs and expectation shared by the
organization’s members” (budaya organisasi adalah pola keyakinan dan harapan
bersama oleh anggota organisasi). Greenberg dan Baron (dalam Sobirin, 2007)
menekankan budaya organisasi sebagai kerangka kognitif yang berisi sikap, nilai,
norma perilaku dan ekspektasi yang dimiliki oleh anggota organisasi. Definisi lain
oleh Peterson (dalam Sobirin, 2007) menyatakan bahwa budaya organisasi
mencakup keyakinan, ideologi, bahasa, ritual dan mitos.
Budaya organisasi menurut Brown (dalam Sobirin, 2007) adalah
seperangkat norma, keyakinan, prinsip dan cara berperilaku yang bersama-sama
memberikan karakteristik yang khas pada masing-masing organisasi. Gibson,
Ivanichevich dan Donelly (dalam Sobirin, 2007) menyatakan bahwa budaya
organisasi adalah kepribadian organisasi yang mempengaruhi cara bertindak
individu dalam organisasi. Pengertian lain menurut Kast dan Rosenzweig (dalam
Sobirin, 2007) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem nilai dan
kepercayaan yang dianut bersama yang berinteraksi dengan anggota suatu
perusahaan, struktur organisasi dan sistem pengawasan untuk menghasilkan
norma perilaku.
32
Ogbonna dan Harris (dalam Sobirin, 2007) mengartikan budaya organisasi
adalah keyakinan, tata nilai, makna dan asumsi yang secara kolektif bagikan oleh
suatu kelompok sosial untuk membantu mempertegas cara mereka saling
berinteraksi dan mempertegas mereka dalam merespon lingkungan. Tosi, Rizzo,
Carroll (dalam Munandar, 2008) budaya organisasi adalah cara berfikir,
berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam
organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Mangkunegara (2005)
menyimpulkan pengertian budaya organisasi sebagai seperangkat asumsi atau
system keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi
yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi
masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Berdasarkan beberapa definisi di
atas, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Robbins (2013) yang
menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sistem yang mengacu pada makna
bersama yang dipegang oleh anggota untuk membedakan organisasi mereka dari
organisasi lain.
2.3.2 Dimensi budaya organisasi
Menurut Kreitner dan Kinicki (2007) terdapat tiga tipe umum budaya organisasi
yaitu:
1. Budaya konstruktif adalah suatu budaya organisasi bercirikan para karyawan
didorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan
proyeknya dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan
kebutuhannya. Indikatornya yaitu berhubungan dengan pencapaian tujuan
aktualisasi diri, penghargaan yang manusiawi dan persatuan.
33
2. Budaya pasif-defensif adalah budaya organisasi bercirikan keyakinan yang
memungkinkan bahwa karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan
cara yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. Indikatornya yaitu
memiliki keyakinan normatif yang berhubungan dengan persetujuan,
konvensional, ketergantungan dan penghindaran.
3. Perusahaan dengan budaya agresif-defensif mendorong karyawannya untuk
mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan
status pekerjanya. Indikatornya yaitu memiliki keyakinan normatif yang
mencerminkan oposisi, kekuasaan dan kompetitif.
Kim Cameron dan Robert Quinn (2006) menyatakan bahwa terdapat empat
tipe budaya organisasi, yaitu:
1. Budaya klan (fokus internal dan fleksibel) adalah budaya organisasi yang
menjadikan tempat kerja yang ramah dan pemimpin bertindak seperti figur
ayah. Indikatornya yaitu pemimpin dalam organisasi bersifat mengayomi dan
menciptakan lingkungan kerja yang ramah.
2. Budaya adhokrasi (fokus eksternal dan fleksibel) adalah budaya organisasi
yang menjadikan tempat kerja yang dinamis dengan pemimpin yang
merangsang inovasi. Indikatornya yaitu pemimpin berperan dalam memacu
anggotanya agar dapat berinovasi lebih baik dan menciptakan lingkungan kerja
yang dinamis.
3. Budaya pasar (fokus eksternal dan terkontrol) adalah budaya organisasi yang
menjadikan tempat kerja yang kompetitif dengan pemimpin sebagai
34
penggeraknya. Indikatornya yaitu pemimpin sebagai penggerak utama dalam
organisasi dan menciptakan lingkungan kerja yang kompetitif.
4. Budaya hierarki (fokus internal dan dikendalikan) adalah budaya organisasi
yang menjadikan tempat kerja terstruktur dan formal dengan pemimpin
bertindak seperti koordinator. Indikatornya yaitu pemimpin sebagai
koordinator dan menciptakan lingkungan kerja yang terstruktur dan formal.
Dimensi budaya organisasi menurut Robbins (2013) ada tujuh karakteristik
primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya organisasi, adalah
sebagai berikut:
1. Innovation and risk taking adalah bentuk budaya organisasi yang bercirikan
para anggota organisasi atau karyawan didorong untuk inovatif dan berani
mengambil resiko. Indikatornya yaitu pekerja didorong untuk dapat berinovasi
dan berani mengambil resiko.
2. Attention to detail adalah bentuk budaya organisasi yang bercirikan para
anggota organisasi atau karyawan diharapkan mau memperlihatkan
kecermatan, analisis dan perhatian terhadap hal-hal yang detail (rinci).
Indikatornya yaitu pekerja dituntut untuk memiliki kecermatan, analisis dan
perhatian dalam hal rinci.
3. Outcome orientation adalah bentuk budaya organisasi yang bercirikan
manajemen fokus pada hasil, bukan pada teknik dan proses yang digunakan
untuk mendapatkan hasil. Indikatornya yaitu manajemen berfokus pada hasil.
4. People orientation adalah bentuk budaya organisasi yang bercirikan keputusan
manajemen memperhitungkan efek hasil kepada orang-orang di dalam
35
organisasi. Indikatornya yaitu manajemen mengutamakan dampak dari
pengambilan keputusan terhadap anggota organisasi.
5. Team orientation adalah bentuk budaya organisasi yang bercirikan kegiatan
kerja organisasi dilaksanakan dalam tim kerja, bukan pada individu.
Indikatornya yaitu mengutamakan kerja dalam tim.
6. Aggressiveness adalah bentuk budaya organisasi yang bercirikan orang-orang
dalam organisasi menunjukkan keagresifan dan kompetitif, bukannya
bersantai. Indikatornya yaitu pekerja bersifat agresif dan kompetitif dalam
bekerja.
7. Stability adalah bentuk budaya organisasi yang bercirikan kegiatan organisasi
menekankan dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau
inovasi. Indikatornya yaitu mengutamakan kestabilan dalam bekerja.
Dari penjabaran teori diatas mengenai dimensi variabel budaya organisasi,
dalam penelitian ini menggunakan teori Robbins (2013) untuk diaplikasikan pada
penelitian ini. Namun, tidak semua dimensi diikut sertakan karena menurut
Enairse (2011) menyatakan bahwa tipe organisasi yang secara ekstrem
menekankan kepada hasil berpotensi untuk memicu terjadinya workplace bullying
dan penelitian yang dilakukan oleh Yun dan Kang (2018) diperoleh hasil bahwa
budaya organisasi yang dapat mencegah terjadinya workplace bullying adalah
jenis budaya yang menekankan hubungan antar individu di dalam kelompok. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Yun dan Kang (2018) maka pada penelitian
ini, variabel budaya organisasi hanya memilih dimensi outcome orientation dan
team orientation yang diduga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
36
variabel workplace bullying karena dianggap paling mendekati dengan hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Yun dan Kang (2018).
2.3.3 Pengaruh budaya organisasi terhadap workplace bullying
Menurut Yun dan Kang (2018) faktor-faktor yang mempengaruhi workplace
bullying dapat dikategorikan berdasarkan faktor individu dan organisasi. Salah
satu faktor organisasi yang mempengaruhi workplace bullying adalah budaya
organisasi. Menurut Leymann (2003) hubungan yang tidak baik antar karyawan di
dalam perusahaan dapat memicu terjadinya tindakan workplace bullying
(Einarsen, dkk., 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Bowling dan Beehr (2006) mengatakan
bahwa kekerasan di tempat kerja cenderung terjadi di lingkungan yang memiliki
konflik peran, ketidak jelasan peran, role overload dan kendala dalam bekerja.
Penelitian tersebut mengemukakan bahwa penyebab terjadinya workplace
bullying adalah suasana dalam lingkungan pekerjaan dan interaksi antar pegawai
atau biasa dikenal dengan budaya organisasi. Einarsen dkk. (2011), menemukan
bahwa budaya organisasi merupakan salah satu faktor organisasi yang
menyebabkan perilaku workplace bullying.
2.3.4 Pengukuran budaya organisasi
Terdapat beberapa alat ukur yang dapat mengukur variabel budaya organisasi,
antara lain:
1. Organizational Culture Assessment Instrument (OCAI)
Alat ukur ini dikembangkan oleh Cameron dan Quinn (2006) menetapkan enam
karakteristik budaya organisasi yang dapat dinilai dengan Instrumen Penilaian
37
Budaya Organisasi (OCAI). Terdapat dua versi OCAI yaitu versi 6 item dan versi
yang lebih panjang dengan 24 item.
2. Alat ukur Budaya Organisasi Model Stephen P. Robbins
Alat ukur ini dikembangkan oleh Hertanto (2010) dengan 55-item yang mengukur
ke tujuh dimensi budaya organisasi sesuai dengan teori yang disampaikan oleh
Robbins.
Untuk mengukur variabel budaya organisasi peneliti menggunakan skala
Budaya Organisasi model Stephen P. Robbins 55-item yang dikembangkan oleh
Hertanto (2010) yang diadaptasi dari teori Robbins (2013) dengan tujuh dimensi
antara lain : innovation and risk taking, attention to detail, outcome orientation,
people orientation, team orientation, aggressiveness dan stability. Namun hanya
beberapa item saja yang akan dipakai oleh peneliti sehubungan dengan dimensi
yang telah dipilih yaitu: dimensi outcome orientation,dan team orientation.
2.4 Workplace Spirituality
2.4.1 Definisi workplace spirituality
Menurut Zohar & Marshall (dalam Ardhana dkk., 2016) dilihat dari asal katanya,
spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berarti prinsip yang
mementingkan suatu organisme atau bisa juga berasal dari bahasa Latin sapientia
atau sophia dalam bahasa Yunani yang berarti kearifan atau kecerdasan kearifan.
Menurut Ashmos dan Duchon (2000), workplace spirituality adalah suatu
pandangan dimana pekerjaan dimaknai sebagai bagian dari kehidupan pribadi
yang berada dalam konteks sosial.
38
Lebih lanjut, Robbins (2013) menjabarkan workplace spirituality sebagai
berikut, “Workplace spirituality recognizes that people have an inner life that
nourishes and is nourished by meaningful work that takes place in the context of
community. Organizations that promote a spiritual culture recognize that people
have both mind and a spirit, seek to find meaning and purpose in their work, and
desire to connect with other human being and be part of community”. Pendapat
lain yang dikemukakan oleh Tourish dkk. (dalam Khan dkk., 2016) bahwa
workplace spirituality adalah dasar dari nilai-nilai organisasi yang tergabung
dalam budaya. Dibangun dengan rasa memiliki, keterikatan dan perhatian antara
sesama karyawan di tempat kerja.
Berdasarkan pemaparan definisi di atas, pada penelitian kali ini teori yang
digunakan adalah teori Ashmos dan Duchon (2000) yang menyatakan bahwa
workplace spirituality adalah suatu pandangan mengenai pekerjaan dimaknai
sebagai bagian dari kehidupan pribadi yang berada dalam konteks sosial.
2.4.2 Dimensi workplace spirituality
Martsolf and Mickley (1998) dalam Winston (2013) menyatakan bahwa
workplace spirituality terdiri dari lima dimensi, yaitu:
1. Meaning adalah signifikansi kehidupan dalam memahami situasi dan berasal
dari tujuan. Indikatornya yaitu merasa bahwa pekerjaan yang dijalani bermakna
lebih dan memahami apa yang membuat pekerjaan itu bermakna
2. Value adalah keyakinan, standar dan etika yang dihargai oleh seseorang.
Indikatornya yaitu merasakan kecocokan dalam nilai, stadar dan etika dalam
kelompok.
39
3. Transcendence adalah pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap suatu
"dimensi transenden" untuk hidup di luar diri. Indikatornya yaitu merasakan
pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap dimensi transenden.
4. Connecting adalah peningkatan kesadaran akan koneksi dengan diri sendiri,
orang lain, Tuhan / Roh / Ilahi dan Alam. Indikatornya yaitu merasakan
koneksi dengan diri sendiri, oranglain, Tuhan, Roh, Ilahi dan Alam.
5. Becoming adalah suatu pemaknaan kehidupan yang menuntut refleksi dan
pengalaman, termasuk rasa siapa itu dan bagaimana ada yang tahu.
Indikatornya yaitu memaknai kehidupan dengan reflesi diri dan pengalaman
yang telah dimiliki.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ashmos dan Dunchon (2000) yang
menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi dari workplace spiritualty, yaitu :
1. Inner life atau kehidupan batin adalah cara memahami kekuatan Ilahi dan cara
menggunakannya untuk kehidupan lahiriah yang lebih memuaskan.
Indikatornya ialah memiliki pemahaman bahwa sesungguhnya semua ini
berasal dari Tuhan dan menggunakannya dalam jalan yang diberkahi oleh
Tuhan.
2. Meaning of work atau makna dalam bekerja adalah dua sisi yang tidak dapat
dipisahkan melainkan berasal dari sumber yang sama yaitu spirit. Spirit berarti
hidup, hidup dan mata pencaharian adalah dua hal yang menyangkut kehidupan
dengan makna, tujuan, kedamaian dan perasaan memiliki kontribusi terhadap
komunitas yang lebih luas. Indikatornya ialah dalam bekerja adalah suatu hal
tentang membawa hidup dan pekerjaan berjalan bersama dan spirit didalamnya.
40
3. Sense of Connection to Community atau perasaan terhubung dengan komunitas
adalah pandangan bahwa spiritualitas di tempat kerja tidak hanya
mengekspresikan kebutuhan batin dengan mencari pekerjaan yang bermakna,
melainkan hidup dapat terhubung dengan orang lain. Indikatornya ialah
merasa menjadi bagian dari suatu komunitas adalah bagian terpenting dalam
perkembangan spiritual.
Teori yang dikemukan oleh Ashmos dan Dunchon (2000) dikembangkan
lebih lanjut oleh Milliman dkk (2003). Milliman dkk. (2003) menyatakan bahwa
workplace spirituality terdiri dari tiga dimensi yaitu purpose in one’s work atau
meaningful work, having a sense of community dan being in alignment with the
organization’s values and mission. Masing-masing dimensi tersebut mewakili tiga
level dari workplace spirituality, yaitu individual level, group level dan
organizational level. Penjabaran dari ketiga dimensi tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Meaningful work adalah ketika seseorang memiliki tujuan dalam bekerja
sehingga menjadikan ia bersemangat dalam melakukan pekerjaan serta telah
memahami makna dari pekerjaanya. Idikator dimensi meaningfull work yaitu
memiliki tujuan dan makna dalam bekerja, bersemangat saat berangkat kerja
dan mengetahui apa yang membuat pekerjaanya bermakna.
2. Sense of community adalah ketika seseorang memilki konektivitas dan tujuan
yang sama dengan rekan kerja, serta mendapat dukungan sehingga merasa
menjadi bagian dalam tim. Idikator dimensi sense of community yaitu adanya
41
konektivitas dengan rekan kerja, memiliki tujuan yang sama dengan rekan
kerja dan merasa menjadi bagian dalam tim.
3. Alignment with the organizational values adalah ketika seseorang merasakan
kecocokan dengan nilai dalam organisasi dan merasa terkait dengan misi
organisasi. Idikator dimensi alignment with organization’s values yaitu
memiliki kecocokan dengan nilai-nilai dalam organisasi dan merasa satu misi
dengan organisasi.
Dari penjabaran para tokoh mengenai dimensi workplace spirituality di atas,
dipilih dimensi yang dikemukakan oleh Milliman dkk. (2003) karena dianggap
teori yang paling baru dan sudah dikembangkan lebih lanjut, sehingga sesuai
dengan penelitian ini.
2.4.3 Pengaruh workplace spirituality terhadap workplace bullying
Pengaruh workplace spirituality terhadap workplace bullying telah diteliti oleh
Noor pada tahun 2016 di Pakistan. Penelitian yang dilakukan oleh Noor dkk.
(2016) menemukan temuan baru, bahwa faktor workplace spirituality sangat
berpengaruh dalam menekan dampak negatif dari workplace bullying atau bisa
disebut bahwa workplace spirituality berdampak negatif terhadap workplace
bullying secara tidak langsung. Hal ini dapat terjadi karena menurut penelitian
yang dilakukan oleh Dandona (2013) bahwa workplace spirituality mengarah
pada peningkatan perilaku etis pada tingkat pribadi dan etika yang ditingkatkan di
dalam iklim atau budaya organisasi.
Menurut hasil penelitian Dandona (2013), dapat ditarik kesimpulan bahwa
workplace spirituality merupakan arahan untuk peningkatan perilaku etis dalam
42
organisasi atau dengan kata lain workplace spirituality berpengaruh secara
signifikan dalam menjadikan individu dalam kelompok untuk berperilaku baik
atau sesuai norma. Hal ini memungkinkan seseorang untuk menghindari perilaku
negatif yang dapat terjadi di dalam organisasi. Sehingga, temuan ini menjadi
penyebab pengaruh workplace spirituality terhadap workplace bullying.
2.4.4 Pengukuran workplace spirituality
Untuk mengukur variabel workplace spirituality, terdapat beberapa alat ukur,
antara lain:
1. Individual Spirituality at Work (I-SAW) by Kinjerski dan Skrypnek (2006)
Skala ini mengukur empat komponen dalam spirituality at work – Engaging
Work (EW), Mystical Experience (ME), Spiritual Connection (SpC) and Sense of
Community (SoC) (Khatri dan Gupta, 2017).
2. The Workplace spirituality Scale (dikembangkan oleh Milliman dkk., 2003)
Skala ini telah digunakan sebelumnya oleh Ashmos and Duchon (2000) dengan 7
dimensi, namun Milliman dkk (2003) hanya menyertakan tiga dimensi yang
dianggap sangat berpengaruh terhadap variabel budaya organisasi. Berisi 21-item
yang mengukur 3 dimensi pada workplace spirituality, yaitu: Meaningful of Work,
Sense of Community dan Alignment with Organizational Values.
Untuk mengukur variabel workplace spirituality peneliti menggunakan
adaptasi alat ukur workplace spirituality scale tiga dimensi dengan 21 item yang
dikembangkan oleh Milliman dkk. (2003). Adaptasi yang dilakukan adalah
dengan cara menerjemahkan item yang ada di alat ukur workplace spirituality
scale dari bahasa Inggris kedalam Bahasa Indonesia.
43
2.5 Kerangka Berpikir
Tindak kekerasan yang semakin marak belakangan ini telah memakan banyak
korban, kekerasan yang sering kali ditemui dalam kehidupan sehari-hari adalah
bullying. Istilah bullying biasanya lebih akrab didengar di kalangan remaja. Dalam
penelitian yang dibuat oleh Kleinheksel (2018) menemukan fenomena di sekolah
K-12, dimana tidak hanya bullying yang dilakukan antar siswa, tetapi juga dengan
pendidik, administrator dan dewan sekolah. Bullying yang dilakukan oleh orang
dewasa biasanya dilakukan di tempat kerja atau yang lebih dikenal dengan
workplace bullying. Workplace bullying adalah perilaku harassing (perilaku
mengganggu), offending (menyerang) dan socially excluding someone
(mengeluarkan seseorang dari kelompok sosial) atau mempengaruhi pekerjaan
seseorang secara negatif. Biasanya dilakukan oleh perseorang atau kelompok
kepada satu korban atau lebih dalam suatu lingkungan kerja.
Salah satu variabel yang disebut mempengaruhi seseorang untuk melakukan
workplace bullying adalah kepribadian dari korban maupun pelaku. Kepribadian
sendiri merupakan gabungan dari faktor-faktor dalam diri, baik faktor sadar
(kognisi, atensi, rasio) serta faktor-faktor tak sadar (habit, rangsangan, reaksi
respon) yang dimunculkan dalam bentuk perilaku. Tipe kepribadian yang diduga
mempengaruhi perilaku workplace bullying adalah conscientiousness,
agreeableness dan neuroticism.
Conscientiousness adalah tipe kepribadian yang memiliki ciri-ciri
memenuhi tugas, berencana dan teratur. Menurut penelitian sebelumnya, trait
44
conscientiousness disebut berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku
workplace bullying. Namun, adanya perbedaan arah pengaruh, menjadikan
dimensi ini perlu diteliti ulang. Asumsi pada penelitian ini yaitu trait
conscientiousness berpengaruh secara signifikan dan arahnya negatif terhadap
perilaku workplace bullying, hal ini disebabkan karena trait conscientiousness
cenderung bermuatan positif, sedangkan workplace bullying merupakan negative
behavior.
Tipe kepribadian agreeableness bersifat sosial, bersahabat, cinta damai.
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa trait agreeableness berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku workplace bullying. Namun, adanya penelitian lain
yang menyatakan trait agreeableness pengaruhnya tidak signifikan, menjadikan
dimensi ini perlu diteliti ulang. Asumsi pada penelitian ini yaitu trait
agreeableness berpengaruh secara signifikan dan arahnya negatif terhadap
perilaku workplace bullying, hal ini disebabkan karena trait agreeableness
cenderung bermuatan positif, sedangkan workplace bullying merupakan negative
behavior.
Tipe kepribadian neuroticism yaitu reaktif secara emosional, mudah terpicu
emosi negatifnya. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa trait
neuroticism berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku workplace bullying.
Namun, adanya penelitian lain yang menyatakan trait neuroticism pengaruhnya
tidak signifikan, menjadikan dimensi ini perlu diteliti ulang. Asumsi pada
penelitian ini yaitu trait neuroticism berpengaruh secara signifikan dan arahnya
positif terhadap perilaku workplace bullying, hal ini disebabkan karena trait
45
neuroticism cenderung bermuatan negatif dan workplace bullying merupakan -
negative behavior.
Variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap perilaku workplace
bullying adalah budaya organisasi, budaya organisasi adalah suatu pola atau
sistem yang berupa sikap, nilai, norma perilaku, bahasa, keyakinan, ritual yang
dibentuk, dikembangkan dan diwariskan kepada anggota organisasi sebagai
kepribadian organisasi tersebut yang membedakan dengan organisasi lain serta
menentukan bagaimana kelompok dalam merasakan, berpikir dan bereaksi
terhadap lingkungan yang beragam serta berfungsi untuk mengatasi masalah
adaptasi internal dan eksternal. Menurut Robbins (2013) terdapat 7 dimensi
budaya organisasi, namun peneliti hanya memilih dimensi outcome orientation
dan team orientation yang diduga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel workplace bullying.
Dimensi outcome orientation adalah tipe budaya organisasi yang
menekankan tentang hasil atau output yang dicapai oleh organisasi. Tipe budaya
organisasi outcome orientation dipilih dalam penelitian ini dikarenakan menurut
penelitian sebelumnya, tipe budaya organisasi yang secara ekstrem menekankan
hasil berpotensi untuk memicu terjadinya perilaku workplace bullying. Asumsi
dalam penelitian ini bahwa tipe budaya organisasi outcome orientation
berpengaruh secara signifikan positif terhadap perilaku workplace bullying.
Dimensi team orientation adalah tipe budaya organisasi yang menekankan
kerja sama tim dalam mencapai tujuan organisasi. Tipe budaya organisasi team
orientation dipilih dalam penelitian kali ini karena menurut penelitian
46
sebelumnya, tipe budaya organisasi yang dapat menekan terjadinya perilaku
workplace bullying yaitu budaya organisasi yang menekankan hubungan antar
individu dalam kelompoknya. Asumsi dalam penelitian ini bahwa tipe budaya
organisasi team orientation berpengaruh secara signifikan negatif terhadap
perilaku workplace bullying.
Variabel berikutnya yang hendak diteliti adalah workplace spirituality.
Workplace spirituality adalah bentuk mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan
batin dengan mencari pekerjaan yang bermakna dan dapat terhubung dengan
orang lain. Merasa menjadi bagian dari suatu komunitas adalah bagian terpenting
dalam perkembangan spiritual. Variable ini terdiri dari tiga dimensi antara lain:
meaningfull work, sense of community dan alignment with organizational values.
Dimensi meaningfull work adalah suatu pandangan yang menjadikan
pekerjaan tidak hanya ajang untuk memenuhi kebutuhan lahiriah tetapi juga untuk
kebutuhan batiniah. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa dimensi
meaningfull work berpengaruh signifikan tidak langsung terhadap perilaku
workplace bullying. Maka dari itu, penelitian ini hendak menguji apakah dimensi
meaningfull work berpengaruh secara signifikan dan langsung terhadap perilaku
workplace bullying. Asumsi dalam penelitian ini yaitu meaningfull work
berpengaruh secara signifikan negatif terhadap perilaku workplace bullying, hal
ini dikarenakan dimensi meaningfull work merupakan dimensi positif dan
workplace bullying merupakan negative behavior.
Dimensi sense of community adalah konektivitas antara individu dengan
rekan kerjanya. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa dimensi sense of
47
community berpengaruh signifikan tidak langsung terhadap perilaku workplace
bullying. Maka dari itu, penelitian ini hendak menguji apakah dimensi sense of
community berpengaruh secara signifikan dan langsung terhadap perilaku
workplace bullying. Asumsi dalam penelitian ini yaitu sense of community
berpengaruh secara signifikan negatif terhadap perilaku workplace bullying, hal
ini dikarenakan dimensi sense of community merupakan dimensi positif dan
workplace bullying merupakan negative behavior.
Dimensi alignment with organizational values adalah kecocokan individu
dengan nilai dan misi dalam organisasi. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
dimensi alignment with organizational values, berpengaruh signifikan tidak
langsung terhadap perilaku workplace bullying. Maka dari itu, penelitian ini
hendak menguji apakah dimensi alignment with organizational values
berpengaruh secara signifikan dan langsung terhadap perilaku workplace bullying.
Asumsi dalam penelitian ini yaitu alignment with organizational values
berpengaruh secara signifikan negatif terhadap perilaku workplace bullying, hal
ini dikarenakan dimensi alignment with organizational values merupakan dimensi
positif dan workplace bullying merupakan negative behavior.
Variabel terakhir yang hendak diteliti yaitu variabel demografi antara lain
usia, jenis kelamin dan lama bekerja yang diduga sebagai variabel yang
mempengaruhi perilaku workplace bullying. Dari pemaparan kerangka berpikir di
atas, dapat digambarkan bagan yang menghubungan antar faktor yang diduga
berpengaruh terhadap workplace bullying sebagai berikut:
48
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
2.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
2.6.1 Hipotesis mayor
Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kepribadian
(conscientiousness, agreeableness, neuroticism), budaya organisasi (outcome
Conscientiousness
Agreeableness
Neuroticism
Kepribadian
Outcome orientation
Team Orientation
Budaya Organisasi
Workplace Spirituality
Meaningful work
Sense of community
alignment with
organizational values
Workplace Bullying
Demografi
Usia
Jenis kelamin
Lama bekerja
49
orientation dan team orientation), workplace spiritual (meaningful work, sense of
community, alignment with organizational values) dan demografi (usia, jenis
kelamin, lama bekerja) terhadap variabel workplace bullying.
2.6.2 Hipotesis minor
1. H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi conscientiousness
terhadap variabel workplace bullying.
2. H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi agreeableness terhadap
variabel workplace bullying.
3. H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi neuroticism terhadap
variabel workplace bullying.
4. H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi outcome orientation
terhadap variabel workplace bullying.
5. H5 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi team orientation
terhadap variabel workplace bullying.
6. H6 :. Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi meaningful work
terhadap variabel workplace bullying.
7. H7 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi sense of community
terhadap variabel workplace bullying.
8. H8 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi alignment with
organizational values terhadap variabel workplace bullying.
9. H9 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi usia terhadap variabel
workplace bullying.
50
10. H10 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi jenis kelamin
terhadap variabel workplace bullying.
11. H11 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi lama bekerja
terhadap variabel workplace bullying.
Untuk kepentingan penelitian, seluruh hipotesis alternatif diubah menjadi
hipotesis nihil.
51
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai populasi, sampel, teknik sampling, variabel
penelitian, instrumen pengumpulan data, uji validitas konstruk, teknik analisis
data dan posedur penelitian.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu pekerja dalam suatu perusahaan di daerah
Serpong, Tangerang Selatan. Perusahaan ini bekerja dalam bidang penyedia
layanan digital perbankan. Perusahaan ini dipilih karena dianggap paling sesuai
dengan topik penelitian. Sebelum melakukan pengambilan sampel, terlebih dahulu
melakukan survei serta wawancara singkat dengan staff HR dan diperoleh hasil
bahwa perusahaan tersebut memiliki tekanan kerja yang cukup tinggi karena
bekerja pada bidang IT.
Banyaknya tingkat jabatan yang terdapat pada perusahaan sehingga
kemungkinan untuk terjadinya bullying karena faktor kekuasaan wewenang lebih
tinggi. Temuan terakhir adalah sebagian besar para pekerja dalam perusahaan
tersebut adalah pria, dari penelitian sebelumnya yang dijabarkan oleh Namie
(2017) bahwa pelaku workplace bullying didominasi oleh pria. Menurut staff
divisi HR perusahaan, jumlah karyawan yang bekerja di dalam perusahaan
sebanyak 256 orang, peneliti menyebar kuesioner sebanyak jumlah populasi
dalam perusahaan, dengan menggunakan bantuan google form atau kuesioner
52
daring, sesuai permintaan perusahaan karena dianggap lebih praktis dalam
pendistribusiannya.
3.1.2 Sampel dan teknik pengambilan sampel
Total populasi dalam penelitian kali ini adalah 256 orang, dan direncanakan
bahwa seluruh populasi akan digunakan sebagai sampel. Maka dari itu kuesioner
disebarkan kepada seluruh pekerja dalam perusahaan. Namun pada kenyataannya
karena satu dan lain hal kuesioner yang diisi hanya berjumlah 225 buah dan yang
dapat diproses sebanyak 216 buah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan untuk
penelitian ini.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
probability sampling yaitu total sampling. Teknik total sampling memiliki ciri
seluruh populasi menjadi sampel dalam penelitian, karena kemungkinan
terpilihnya dari setiap responden anggota populasi sama besar. Karakteristik dari
sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu: pegawai tetap, sudah bekerja
lebih dari 1 tahun dalam perusahaaan dan beragama Islam.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel penelitian
Dalam penelitian ini terdapat variabel terikat (dependent variable-DV) dan
variabel bebas (independent variable-IV). Dengan variabel workplace bullying
sebagai variabel terikat (Y), sedangkan kepribadian ditetapkan sebagai variabel
bebas (independent variable), budaya organisasi ditetapkan sebagai variabel bebas
(independent variable), workplace spirituality ditetapkan sebagai variabel bebas
53
(independent variable) dan demografi ditetapkan sebagai variabel bebas
(independent variable).
Berikut akan diuraikan variabel bebas dan variabel terikat penelitian ini:
Variabel terikat (dependent variable) adalah workplace bullying. Variabel bebas
(independent variable) adalah 1. Kepribadian dengan (X1) dimensi
conscientiousness, (X2) dimensi agreeableness, (X3) dimensi neuroticism. 2.
Budaya organisasi dengan (X4) dimensi outcome orientation, (X5) dimensi team
orientation. 3. Workplace spirituality dengan (X6) dimensi meaningful work, (X7)
dimensi sense of community, (X8) dimensi alignment with organizational values.
4. Demografi dengan (X9) usia, (X10) jenis kelamin dan (X11) lama bekerja.
3.2.2 Definisi operasional variabel penelitian
Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian tersebut adalah:
1. Workplace Bullying adalah tindakan tidak menyenangkan bersifat merusak,
menekan, mengancam, menjatuhkan atau gabungan dari semua itu yang
dilakukan oleh pelaku bullying secara langsung maupun tidak langsung kepada
korbannya, bertujuan untuk mengintimidasi baik fisik maupun psikis yang
berkaitan dengan pekerjaan, diukur menggunakan skala 22 item Negative Acts
Questionnaire-Revised (NAQ-R:Einarsen & Hoel, 2003) yang dikembangkan
oleh Tsuno et al. (2010). Skala ini menyangkut 3 Faktor yaitu: person and
work related bullying, physical or psychological intimidation bullying dan
occupational devaluation.
2. Kepribadian adalah organisasi dinamis berasal dari sistem psikofisik yang
menentukan karakteristik perilaku dan cara berpikir individu yang diukur
54
menggunakan skala kepribadian yang diadaptasi dari Big Five Inventory (BFI)
yang dikembangkan oleh Oliver P. John, dkk. (1990). Penelitian ini
menggunakan 26 item dalam skala BFI mencangkup tiga dimensi yang diteliti
yaitu: conscientiousness, agreeableness dan neurotisicm.
3. Budaya organisasi adalah cara berpikir, bekerja, perilaku karyawan pada satu
perusahaan dalam melakukan tugas pekerjaan mereka masing-masing. Variabel
ini diukur menggunakan skala Budaya Organisasi Model Stephen P. Robbins
yang dikembangkan oleh Hertanto (2010). Penelitian ini hanya menggunakan
19 item dari jumlah keseluruhan item dalam skala ini untuk mengukur dua
dimensi yang diuji, yaitu : outcome orientation dan team orientation.
4. Workplace spirituality adalah sikap dalam mengekspresikan diri untuk
mencari makna dan tujuan dalam hidup dan merupakan suatu proses memaknai
nilai-nilai pribadi yang sangat dipegang seseorang berkaitan dengan
pekerjaannya. Variabel ini diukur menggunakan Workplaace Spirituality Scale
dengan 21 item yang dikembangkan oleh Milliman dkk. (2003) dengan tiga
dimensi antara lain: meaningfull work, sense of community, dan alignment with
organizational values.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari 4 alat ukur,
berbentuk kuesioner dengan menggunakan skala likert dengan rentangan skor
yang berbeda-beda sesuai dengan skala baku yang telah digunakan dalam
penelitian-penelitian lain sebelumnya dan juga kebutuhan serta adaptasi yang
diperlukan dalam penelitian ini.
55
Dalam penelitian ini, subjek penelitian akan diberikan kuesioner yang terdiri
dari 3 bagian, yaitu:
1. Bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari penelitian
kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh responden, ucapan terima kasih
peneliti dan kontak peneliti yang dapat dihubungi berupa nomor ponsel serta
alamat e-mail aktif saat ini.
2. Bagian pernyataan persetujuan partisipasi, berisi tentang data subyek penelitian
seperti nama (inisial), usia, jenis kelamin, agama,status pernikahan, pendidikan
terakhir, suku, jabatan, serta lama bekerja dalam perusahaan dan dikonfirmasi
menggunakan tanda tangan responden sebagai bentuk persetujuan bahwa pihak
yang bersangkutan bersedia menjadi responden penelitian, dalam penelitian ini
dikarenakan menggunakan kuesioner daring sehingga kolom tanda tangan
diganti menggunakan pernyataan tambahan dan di enter untuk menyatakan
konfirmasi.
3. Bagian inti, berisi empat alat ukur penelitian yaitu alat ukur skala workplace
bullying, kepribadian, budaya organisasi dan workplace spirituality. Masing-
masing alat ukur mengunakan skala likert dengan 4 pilihan pernyataan untuk
menjawab setiap itemnya. Responden hanya perlu memberi 1 tanggapan pada
masing-masing pernyataan dengan mencantumkan silang (X) atau chek list (√)
pada salah satu pada salah satu alternatif jawaban.
Pada Skala workplace bullying terdiri dari 4 kategori jawaban, yaitu: tidak
pernah (1), kadang – kadang (2), sering (3) dan selalu (4). Sedangkan skala
kepribadian, budaya organisasi dan workplace spirituality terdiri dari empat
56
kategori jawaban, yaitu sangat tidak sesuai (1), tidak sesuai (2), sesuai (3), sangat
sesuai (4). Peneliti memodifikasi skala ini dengan menghilangkan jawaban netral.
Hal ini dikhawatirkan ada kecenderungan responden akan memilih jawaban
netral, sehingga tidak ada perbedaan atau variasi jawaban dari setiap item. Pada
alat ukur kepribadian, terdiri dari item favorable dan unfavorable. Adapun cara
subjek memberikan jawaban terhadap skala model likert adalah dengan
memberikan tanda silang (X) atau chek list (√) pada salah satu pada salah satu
alternative jawaban.
3.3.1 Skala workplace bullying
Dalam penelitian kali ini, hendak dilakukan pengukuran workplace bullying
menggunakan adaptasi skala 22 item Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-
R by Einarsen & Hoel, 2003) yang dikembangkan oleh Tsuno dkk. (2010). Skala
ini menyangkut 3 dimensi yaitu: person and work related bullying, physical or
psychological intimidation bullying dan occupational devaluation. Sebelumnya
telah telah dilakukan modifikasi alat ukur tersebut agar mudah dimengerti oleh
responden penelitian. Adapun blue print skala workplace bullying adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Blue print skala workplace bullying
NO Dimensi Indikator No Item Jumlah
Item
1.
Person- and
work-related
bullying
- Melakukan tindakan merusak 1, 14,17,21 4
- Melakukan tindakan menekan 6,7,11,13,18, 19 6
- Melakukan tindakan
mengancam 8, 9 2
- Melakukan tindakan menjatuhkan 2, 5, 12, 16, 20 5
2.
Physical or
psychological
intimidation
- Melakukan tindakan intimidasi
fisik 22 1
- Melakukan tindakan intimidasi 10, 15 2
57
bullying psikis
3. Occupational
devaluation
- Memberikan pekerjaan yang
kurang sesuai dengan jobdesk 4 1
- Memberikan pekerjaan yang
jauh di bawah dari kwalifikasi 3 1
3.3.2 Skala kepribadian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Big Five Inventory (BFI) yang
dikembangkan oleh John dkk. (1990) yang telah diadaptasi sebelumnya. BFI
merupakan kuesioner self-report terdiri dari 44 item yang dapat mengukur lima
dimensi, yaitu extraversion, neuroticism, agreeableness, conscientiousness dan
opennes to experience. Peneliti hanya menggunakan dimensi conscientiousness,
agreeableness dan neuroticism yang diduga memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel workplace bullying. Menggunakan 26 item yang sesuai dengan
dimensi yang dipakai. Adapun blue print skala Big Five Inventory (BFI) terdapat
dalam tabel 3.2. Adapun blueprint skala kepribadian adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Blue print skala big five personality
NO Dimensi
Indikator No Item Jumlah Item
1. Conscientiousness
- Sungguh-sungguh 9, 14*, 21* 3
- Bertangung jawab 3, 12 2
- Dapat diandalkan 15, 18 2
- Disiplin 5*, 24 2
2. Agreeableness
- Memiliki sifat pemaaf 10 1
- Mudah mempercayai
orang lain 13 1
- Perhatian 16*, 19 2
- Baik pada semua orang 1*, 4, 22* 3
- Suka bekerja sama 7*, 25 2
3. Neuroticism
- Teliti 2, 11*, 2
- Tekun 6*, 8, 17 3
- Efisien 20, 26* 2
- Mewujudkan rencana 23 1
Keterangan: (*) unfavorable.
58
3.3.3 Skala budaya organisasi
Dalam penelitian ini peneliti hendak mengukur budaya organisasi dengan
menggunakan skala budaya organisasi 55-item model Robbins yang
dikembangkan oleh Hertanto (2010) dengan tujuh dimensi antara lain : Innovation
and risk taking, Attention to detail, Outcome orientation, People Orientation,
Team Orientation, Aggressiveness dan Stability. Namun tidak semua dimensi
diikut sertakan. Peneliti hanya memilih dimensi outcome orientation dan team
orientation yang diduga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
workplace bullying. Adapun blue print skala budaya organisasi dapat dalam tabel
3.3.
Tabel 3.3 Blue print skala budaya organisasi
NO Dimensi Indikator No Item Jumlah Item
1. Outcome orientation Fokus pada hasil 1,2,3,4,5,6,7,8 8
2. Team orientation Kerja dalam tim 9,10,11,12,13,1
4,15,16,17,18 13
3.3.4 Skala workplace spirituality
Pengukuran workplace spirituality menggunakan adaptasi skala tiga dimensi
dengan 21 item yang dikembangkan oleh Milliman dkk. (2003). Skala ini telah
digunakan sebelumnya oleh Ashmos and Duchon (2000) yang telah digambarkan
pada bidang kesehatan sebelumnya. Milliman’s Workplace Spirituality Scale yang
terdiri dari dimensi antara lain: Meaningful of Work, Sense of Community dan
Alignment with Organizational Values. Adaptasi dilakukan pada skala ini dengan
menerjemahkan setiap item dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia agar
59
lebih mudah dipahami oleh responden penelitian. Adapun blue print skala
workplace spirituality dapat dalam tabel 3.4.
Tabel 3.4 Blue print Skala Workplace Spirituality
NO Dimensi Indikator No Item Jumlah Item
1. Meaningful of
Work
- Memiliki tujuan dalam bekerja 1 1
- Memiliki makna dalam bekerja 5 1
- Bersemangat dalam melakukan
pekerjaan 2, 4 2
- Memahami apa yang membuat
pekerjaannya bermakna
3, 6 2
2. Sense of
Community
- Adanya konektivitas dengan
rekan kerja 7, 10, 13 3
- Merasa memiliki tujuan yang
sama dengan rekan kerja 8, 11 2
- Merasa menjadi bagian dalam
tim 9, 12 2
3.
Alignment with
Organizational
Values
- Memiliki kecocokan nilai-nilai
dengan organisasi 14,15,16,
17 4
- Merasa terkait dengan misi
organisasi 18,19,20,21 4
3.4 Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan software Lisrel 8.70.
Umar (2012) (dalam Suryadi dkk., 2014), menjelaskan langkah-langkah yang
dilakukan untuk mendapatkan kriteria hasil CFA yang baik adalah:
1. Menguji apakah hanya ada satu faktor saja yang menyebabkan item-item saling
berkorelasi (hipotesis unidimensional item). Hipotesis ini diuji dengan chi-
square. Untuk memutuskan apakah memang tidak ada perbedaan antara
matriks korelasi yang diperoleh dari data dengan matriks korelasi yang
dihitung menurut teori atau model. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p >
60
0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa “tidak ada perbedaan
antara matriks korelasi yang diperoleh dari data model diterima” yang artinya
item yang diuji mengukur satu faktor saja (unidimensional). Sedangkan, jika
nilai chi-square signifikan (p<0.05), artinya item-item yang diuji mengukur
lebih dari satu faktor (multidimensional). Dalam keadaan demikian peneliti
melakukan modifikasi terhadap model dengan cara memperbolehkan item-item
saling berkorelasi tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya mengukur
satu faktor (unidimensional) maka dilakukan langkah selanjutnya.
2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit. Terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi sumber
tidak fit, yaitu:
Melakukan uji signifikan terhadap koefisien muatan faktor dari masing-masing
item dengan menggunakan t-test, jika nilai t yang diperoleh pada suatu item
tidak signifikan (t > 1.96) maka item akan didrop karena dianggap tidak
signifikan sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang dilakukan.
Melihat arah koefisien maupun muatan faktor (factor loading). Jika suatu item
memiliki muatan negatif, maka akan didrop karena tidak sesuai dengan
pengukuran.
Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya korelasi
parsial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan pengukuran pada suatu
item yang berkorelasi dengan kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada
suatu item terdapat terlalu banyak korelasi seperti ini (lebih dari tiga), maka
61
item didrop. Alasannya adalah item yang demikian selain mengukur apa yang
ingin diukur juga mengukur hal lain (multidimensional item).
3. Menghitung faktor, jika langkah-langkah di atas telah dilakukan, maka
diperoleh item yang valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Item inilah
yang kemudian diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan
demikian perbedaan kemampuan tiap item dalam mengukur apa yang hendak
diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true skor). True score
inilah yang dianalisis dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti tidak
menggunakaan raw score atau skor mentah (hasil menjumlahkan skor item).
Oleh karena itu sebenarnya tidak diperlukan informasi tentang reliabilitas
masing-masing alat ukur (misalnya cronbach alpha) karena true score itu
reliabilitasnya sama dengan satu (100%). Untuk kemudahan didalam
penafsirah hasil analisis maka peneliti mentransformasikan faktor skor yang
diukur dalam skala baku (Z score) menjadi T score yang memiliki mean = dan
standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak ada responden yang mendapat skor
negatif. Adapun rumus T score adalah:
3.4.1 Uji validitas konstruk workplace bullying
Uji dilakukan untuk mengetahui 22 item yang terdapat dalam instrumen alat ukur
Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-R) bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur dimensi workplace bullying saja. Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model tiga faktor dan dilakukan modifikasi sebanyak 35
kali, diperoleh model fit dengan Chi-Square = 202.62, df = 174, P-value =
0.06776, RMSEA = 0.028. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05
T score = ( Factor-Score*10 ) + 50
T score = ( Factor-Score*10 ) + 50
62
(signifikan) yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu workplace bullying.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t pada setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3.5 Muatan Faktor Workplace bullying.
NO Subjek Faktor Loading Standar Error Nilai t Signifikan
1. ITEM1 0.19 0.10 1.83 X
2. ITEM2 0.68 0.10 6.96 √
3. ITEM3 0.72 0.10 7.56 √
4. ITEM4 0.75 0.09 8.01 √
5. ITEM5 0.58 0.10 5.89 √
6. ITEM6 0.87 0.09 9.41 √
7. ITEM7 0.55 0.10 5.53 √
8. ITEM8 0.61 0.10 6.21 √
9. ITEM9 0.99 0.09 10.94 √
10. ITEM10 0.34 0.10 3.33 √
11. ITEM11 0.59 0.10 5.94 √
12. ITEM12 0.62 0.10 6.37 √
13. ITEM13 0.52 0.10 5.20 √
14. ITEM14 0.43 0.10 4.22 √
15. ITEM15 0.64 0.10 6.55 √
16. ITEM16 0.57 0.10 5.79 √
17. ITEM17 0.90 0.09 9.81 √
18. ITEM18 0.41 0.10 4.11 √
19. ITEM19 0.30 0.10 2.91 √
20. ITEM20 0.61 0.10 6.27 √
21. ITEM21 0.74 0.10 7.81 √
22. ITEM22 1.05 0.09 11.67 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 1 item yang memilki
nilai t kurang dari 1.96 (t<1.96) yaitu item no 1. Item tersebut harus didrop karena
dinyatakan tidak signifikan, sedangkan 21 item lainnya memiliki nilai t lebih dari
1.96 (t>1.96). Maka dari itu, 21 item yang tersisa dapat disertakan dalam
pengolahan selanjutnya.
63
3.4.2 Uji validitas konstruk kepribadian
1. Conscientiousness
Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa sembilan item
yang terdapat dalam instrumen alat ukur BFI bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur dimensi consiusnesse saja. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model tiga faktor peneliti melakukan modifikasi terhadap
model sebanyak 7 kali, diperoleh model fit dengan Chi-Square = 31.12, df = 20,
P-value = 0.05365, RMSEA = 0.051. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >
0.05 (signifikan) yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu consiusnesse.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t pada setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6 sebagai berikut:
Tabel 3.6 Muatan Faktor Conscientiousnes
No Subjek Faktor
Loading Standar Error Nilai t Signifikan
1. ITEM2 0.89 0.06 15.85 √
2. ITEM5 -0.59 0.06 -9.16 X
3. ITEM8 0.78 0.06 13.17 √
4. ITEM11 -0.33 0.07 -4.69 X
5. ITEM14 -0.55 0.07 -8.25 X
6. ITEM17 0.75 0.06 12.47 √
7. ITEM20 0.42 0.07 5.82 √
8. ITEM23 0.71 0.06 11.65 √
9. ITEM26 0.32 0.07 -4.57 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 4 item yang
bermuatan negatif, sehingga keempat item tersebut harus didrop karena dianggap
tidak signifikan. Sedangkan 5 item yang lain memiliki nilai t lebih dari 1.96
64
(t>1.96). Maka dari itu, kelima item tersebut dapat disertakan dalam pengolahan
selanjutnya.
2. Neuroticism
Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa delapan item
yang terdapat dalam instrumen alat ukur BFI bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur dimensi neuroticism saja. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model tiga faktor peneliti melakukan modifikasi terhadap
model sebanyak 10 kali, diperoleh model fit dengan Chi-Square = 15.10, df = 10,
P-value = 0.12839, RMSEA = 0.051. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >
0.05 (signifikan) yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu neuroticism.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t pada setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.7 sebagai berikut:
Tabel 3.7 Muatan Faktor Neuroticism
No Subjek Faktor Loading Standar Error Nilai t Signifikan
1. ITEM3 0.77 0.06 13.10 √
2. ITEM6 -0.94 0.06 -16.54 X
3. ITEM9 0.82 0.06 13.95 √
4. ITEM12 0.74 0.06 11.77 √
5. ITEM15 -0.65 0.06 -10.64 X
6. ITEM18 0.37 0.07 5.08 √
7. ITEM21 -0.77 0.06 -12.93 X
8. ITEM24 0.88 0.06 15.59 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
65
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 3 item yang bermuatan
negatif, sehingga ketigat item tersebut harus didrop karena dianggap tidak
signifikan. Sedangkan 5 item yang lain memiliki nilai t lebih dari 1.96 (t>1.96).
Maka dari itu, kelima item tersebut dapat disertakan dalam pengolahan
selanjutnya.
3. Agreeableness
Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa 9 item yang
terdapat dalam instrumen alat ukur BFI bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur dimensi agreeableness saja. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model tiga faktor peneliti melakukan modifikasi terhadap
model sebanyak 10 kali, diperoleh model fit dengan Chi-Square = 21.72, df = 12,
P-value = 0.19570, RMSEA = 0.036. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >
0.05 (signifikan) yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu agreeableness.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t pada setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.8 sebagai berikut:
Tabel 3.8 Muatan Faktor Agreeableness No Subjek Faktor Loading Standar Error Nilai t Signifikan
1. ITEM1 0.52 0.08 6.91 √ 2. ITEM4 -0.56 0.07 -8.18 X 3. ITEM7 0.64 0.07 8.75 √ 4. ITEM10 -0.66 0.07 -9.11 X 5. ITEM13 0.21 0.07 2.88 √ 6. ITEM16 0.28 0.08 3.59 √ 7. ITEM19 -0.44 0.08 -5.72 X 8. ITEM22 0.54 0.07 7.31 √
66
9. ITEM25 -0.59 0.07 -8.01 X Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 4 item yang
bermuatan negatif, sehingga keempat item tersebut harus didrop karena dianggap
tidak signifikan. Sedangkan 5 item yang lain memiliki nilai t lebih dari 1.96
(t>1.96). Maka dari itu, kelima item tersebut dapat disertakan dalam pengolahan
selanjutnya.
3.4.3 Uji validitas konstruk budaya organisasi
1. Outcome orientation
Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa sembilan item
yang terdapat dalam instrumen alat ukur Budaya Organisasi model P. Robbins
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur dimensi outcome
orientation saja. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model tiga faktor
peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 10 kali, diperoleh model
fit dengan Chi-Square = 198.27, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000.
Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (signifikan) yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur
satu faktor yaitu outcome orientation.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t pada setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9 sebagai berikut:
Tabel 3.9 Muatan Faktor Outcom Orientation.
No Subjek Faktor Loading Standar Error Nilai t Signifikan
1. ITEM1 0.90 0.20 4.60 √
67
2. ITEM2 0.88 0.42 2.08 √
3. ITEM3 0.84 0.42 2.01 √
4. ITEM4 0.68 0.38 1.77 X
5. ITEM5 0.57 0.14 4.19 √
6. ITEM6 0.21 0.12 1.70 X
7. ITEM7 0.55 0.13 4.14 √
8. ITEM8 0.39 0.11 3.66 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat dua item yang
memilki nilai t kurang dari 1.96 (t<1.96) yaitu item no 14 dan 16, item tersebut
harus didrop karena dinyatakan tidak signifikan. Selain kedua item tersebut, 6
item lainnya dapat disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
2. Team Orientation
Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa sembilan item
yang terdapat dalam instrumen alat ukur Budaya Organisasi model P. Robbins
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur dimensi team orientation
saja. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model tiga faktor peneliti
melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 17 kali, diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 27.52, df = 18, P-value = 0.06974, RMSEA = 0.050. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (signifikan) yang artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu
faktor yaitu team orientation.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t pada setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10 sebagai berikut:
Tabel 3.10 Muatan Faktor Team Orientation No Subjek Faktor Loading Standar Error Nilai t Signifikan
68
1. ITEM9 0.65 0.06 10.71 √
2. ITEM10 0.83 0.06 14.97 √
3. ITEM11 0.37 0.07 5.14 √
4. ITEM12 0.59 0.06 9.48 √
5. ITEM13 0.56 0.06 8.88 √
6. ITEM14 0.63 0.06 10.19 √
7. ITEM15 0.77 0.06 13.30 √
8. ITEM16 0.54 0.06 8.81 √
9. ITEM17 0.48 0.06 7.64 √
10. ITEM18 1.00 0.05 20.34 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh nilai t dari semua item
bernilai lebih dari 1.96 (t>1.96). Maka dari itu, tidak ada item yang didrop dan
keseluruhan item dapat disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
3.4.4 Uji validitas konstruk workplace spirituality
1. Meaningful work
Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa 6 item yang
terdapat dalam instrumen alat ukur The Workplace Spiritualitty Scale bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dimensi meaningful work saja.
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model tiga faktor peneliti
melakukan modifikasi sebanyak 5 kali, diperoleh model fit dengan Chi-Square =
7.77, df = 4, P-value = 0.10043, RMSEA = 0.066. Nilai Chi-Square menghasilkan
P-Value > 0.05 (signifikan) yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu
meaningful work.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
69
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11 sebagai berikut:
Tabel 3.11 Muatan Faktor Meaningful Work. No. Subjek Faktor Loading Standar Error Nilai t Signifikan
1. ITEM1 0.71 0.06 11.89 √
2. ITEM2 0.72 0.06 11.97 √
3. ITEM3 0.74 0.06 11.79 √
4. ITEM4 1.04 0.05 21.11 √
5. ITEM5 0.85 0.06 15.23 √
6. ITEM6 0.83 0.06 14.18 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh nilai t dari semua item
bernilai lebih dari 1.96 (t>1.96). Maka dari itu, tidak ada item yang didrop dan
keseluruhan item dapat disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
2. Sense of community
Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa 7 item yang
terdapat dalam instrumen alat ukur The Workplace Spiritualitty Scale bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dimensi sense of community saja.
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model tiga faktor peneliti
melakukan modifikasi sebanyak 6 kali, diperoleh model fit dengan Chi-Square =
11.88, df = 8, P-value = 0.15670, RMSEA = 0.047. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (signifikan) yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor yaitu
sense of community.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.12 sebagai berikut:
70
Tabel 3.12 Muatan Faktor Sense of Community.
No. Subjek Faktor Loading Standar Error Nilai t Signifikan
1. ITEM7 0.82 0.06 14.69 √
2. ITEM8 0.96 0.05 18.22 √
3. ITEM9 0.31 0.07 4.61 √
4. ITEM10 0.79 0.06 13.72 √
5. ITEM11 0.82 0.06 14.17 √
6. ITEM12 0.67 0.06 11.05 √
7. ITEM13 0.79 0.06 13.54 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh nilai t dari semua item
bernilai lebih dari 1.96 (t>1.96). Maka dari itu, tidak ada item yang didrop dan
keseluruhan item dapat disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
3. Alignment with organizational values
Pengujian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan bahwa 8 item yang
terdapat dalam instrumen alat ukur The Workplace Spiritualitty Scale bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur dimensi alignment with
organizational values saja. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
tiga faktor peneliti melakukan modifikasi sebanyak 10 kali, diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 16.47, df = 10, P-value = 0.08693, RMSEA = 0.055. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-Value > 0.05 (signifikan) yang artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu
faktor yaitu alignment with organizational values.
Tahap selanjutnya, melihat signifikasi item agar mengetahui bahwa item
yang diuji mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13 sebagai berikut:
Tabel 3.13 Muatan Faktor Alignment with Organizational Values. No. Subjek Faktor Loading Standar Error Nilai t Signifikan
71
1. ITEM14 0.86 0.06 14.39 √
2. ITEM15 0.73 0.07 11.03 √
3. ITEM16 0.89 0.06 15.21 √
4. ITEM17 0.74 0.06 11.75 √
5. ITEM18 0.79 0.06 12.59 √
6. ITEM19 0.68 0.06 10.71 √
7. ITEM20 0.94 0.06 16.00 √
8. ITEM21 0.75 0.06 11.94 √ Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh nilai t dari semua item
bernilai lebih dari 1.96 (t>1.96). Maka dari itu, tidak ada item yang didrop dan
keseluruhan item dapat disertakan dalam pengolahan selanjutnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini analisis yang digunakan adalah regresi berganda (multiple
regression). Teknik ini digunakan untuk menentukan ketepatan prediksi dan
ditujukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari independent variable (IV),
yaitu kepribadian, budaya organisasi, workplace spirituality dan faktor demografi
terhadap dependendt variable (DV) yaitu workplace bullying.
Teknik regresi berganda ini merupakan metode statistika yang digunakan
untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependendt; respon;Y)
dengan lebih dari satu variabel bebas (independent; prediktor; X). Dalam
penelitian ini, IV sebanyak 11, sedangkan DV sebanyak 1 variabel sehingga
susunan persamaan regresi penelitian adalah:
Keterangan:
y = workplace bullying
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = kepribadian - conscientiousness
X2 = kepribadian - agreeableness
X3 = kepribadian - neuroticism
y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6+ b7x7 + b8x8 + b9x9+
b10x10 + b11x11 + e
72
X4 = budaya organisasi - outcome orientation
X5 = budaya organisasi - team orientation
X6 = workplace spirituality - meaning of work
X7 = workplace spirituality - sense of connected to community
X8 = workplace spirituality - alignment with organizational values
X9 = demografi - usia
X10 = demografi - jenis kelamin
X11 = demografi - lama bekerja
e = residu
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan di atas adalah hasil
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini, true
score adalah skor faktor yang diukur dengan menggunakan software SPSS dengan
menggunakan item-item yang valid. Dengan demikian maka tidak perlu lagi
dilaporkan reliabilitasnya. Tujuan dari true score adalah agar koefisien regresi
tidak mengalami underestimated (yaitu koefisien regresi yang terhitung lebih
rendah dari yang seharusnya sehingga tidak signifikan). True score inilah yang
kemudian akan diteliti dengan analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis
penelitian yang dibahas pada BAB 2.
Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians workplace
bullying yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV yang bisa diukur dengan
rumus R2
, dimana:
Jika nilai R2
signifikan (P < 0.05) maka proporsi varians Y yang dipengaruhi
oleh kesebelas faktor (conscientiousness, agreeableness, neuroticism, outcome
orientation, team orientation, meaningful work, sense of community, alignment
with organizational values, usia, jenis kelamin dan lama bekerja) secara
keseluruhan adalah signifikan. Jika telah terbukti signifikan, hal selanjutnya yang
𝑅²jumlah 𝑘𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑢𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙=
SSreg
𝑆𝑆𝑦
73
dilakukan yaitu menguji variabel dari kesebelas variabel indenpenden tersebut
yang signifikan. Dalam hal ini, cara menguji signifikan atau tidaknya koefisien
regresi (b) dengan t-test. Jika memiliki skor t > 1.96 maka koefisien regresi
variabel tersebut dinyatakan signifikan, sebaliknya jika t < 1.96 maka variabel
tersebut dinyatakan tidak signifikan (dalam taraf signifikansi 0.05 atau 5%).
Dalam analisis Multiple Regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu:
1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari dependent
variable (DV) yang bisa diterangkan oleh independent variable (IV).
2. Uji Hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing – masing koefisien
regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari
independent variable (IV) yang bersangkutan.
3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi
tentang harga Y jika nilai independent variable (IV) diketahui.
4. Sumbangan masing-masing varian dari IV yang diteliti yaitu dari variabel
kepribadian (conscientiousness, agreeableness dan neuroticism), budaya
organisasi (outcome orientation dan team orientation), workplace spirituality
(inner life, meaning of work dan sense of community) dan demografi (usia, jenis
kelamin dan lama bekerja) terhadap DV workplace bullying.
3.6 Prosedur Penelitian
Berkaitan dengan jalannya penelitian ini, peneliti membuat langkah – langkah
prosedur penelitian yang diharapkan dapat menunjang kelancaran serta
keberhasilan penelitian ini yang meliputi:
74
3.6.1 Tahap persiapan penelitian
1. Menentukan perumusan permasalahan
Pada 7 September 2018, melakukan mini riset untuk menentukan tema penelitian.
2. Menentukan variabel penelitian
Pada 21 September 2018, mencari jurnal pendukung tema penelitian yang sudah
ditentukan, yaituwrokplace bullying.
3. Merumuskan hipotesis penelitian
Pada 5 Oktober 2018, merumuskan hipotesis penelitian, dengan variabel
independen yang sudah ditentukan yaitu, kepribadian budaya organisasi,
workplacespirituality Idan demografi.
4. Menyusun landasan penelitian dan kajian pustaka
Pada 29 Oktober 2018, mengumpulkan literatur yang mendukung teori dari
variabel yang akan digunakan dan mencari dimensi serta alat ukur yang sesuai
dengan penelitian.
5. Menentukan subjek penelitian
Pada 30 November 2018, menentukan subjek penelitian berdasarkan kaitan antar
variabel yang hendak ditelitisesuai dengan kriteria yang ada di BAB 3.
6. Menentukan lokasi instrument pengumpulan data penelitian
Pada 14 Januari 2019, melakukan survei pada perusahaan yang sesuai dengan
kriteria penelitian.
3.6.2 Tahap pengambilan data
1. Menyusun instrument penelitian
75
Pada 1 Maret 2019, setelah memperoleh dimensi dan alat ukur dari tiap variabel
penelitian, selanjutnya dilakukan modifikasi alat ukur yang digunakan, dengan
menterjemahkan instrument dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
2. Menyiapkan subjek penelitian
Pada 9 Mei 2019, meenyerahkan proposal penelitian serta surat pengatar dari
universitas kepada perusahaan yang menjadi subjek penelitian.
3. Melaksanakan penelitian
Pada 12 Juli 2019, perusahaan meberi izin penelitian dengan mengirimkan surat
balasan dan menyebarkan kuesioner penelitian kepada para pekerjanya. Kuesioner
penelitian disebar selama 5 hari kerja muali dari tanggal 12 Juli-17 Juli.
3.6.3 Tahap pengolahan data
Pada 20 Juli peneliti melakukan pengolahan data yaitu skoring, menghitung hasil,
membuat tabulasi data, melakukan analisis data, menginterpretasi hasil data yang
telah dianalisis dan membuat laporan hasil penelitian yang dituangkan kedalam
BAB 4.
3.6.4 Membuat kesimpulan dan saran
Setelah melakukan interpretasi hasil penelitian hal yang dilakukan berikutnya
yaitu mebuat kesimpulan, diskusi dan saran penelitian yang dituliskan di dalam
BAB 5
76
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi empat bagian, yaitu deskripsi subjek penelitian,
deskripsi data penelitian, kategorisasi variabel penelitian dan uji hipotesis
penelitian.
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini berjumlah 216 orang karyawan yang berasal dari satu
perusahaan. Adapun datanya sebagai berikut:
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Deskripsi Jumlah Responden Persentase
Usia
20-39 tahun 204 94%
40-60 tahun 12 6%
Jenis kelamin
Pria 124 57%
Wanita 92 43%
Masa kerja
1-3 tahun 116 54%
3-9 tahun 82 38%
>10 tahun 18 8%
Dari data tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
merupakan pria sebanyak 124 orang (57%) dan wanita sebanyak 92 orang (43%).
Pembagian usia menjadi 2 kategori yaitu usia 20-39 tahun sebanyak 204 orang
(94%) dan usia 40-60 tahun sebanyak 12 orang (6%). Pembagian masa kerja
menjadi tiga kategori, kategori pertama yaitu masa kerja selama 1-3 tahun
sebanyak 116 orang (54%), kategori kedua dengan masa kerja 3-9 tahun yaitu
sebanyak 82 orang (38%) dan kategori ketiga dengan masa kerja lebih dari 10
tahun sebanyak 18 orang (8%).
77
4.2 Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum,
mean (rata-rata) dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Selanjutnya,
nilai mean akan digunakan untuk menentukan kategorisasi skor variabel
penelitian. Deskripsi data penelitian disajikan dalam tabel 4.2 berikut:
Tabel 4. 2 Statistik Deskriptif
N Min Max Mean St. Dev
Workplace Bullying 216 44.83 135.36 50.0000 9.54885
Conscientiousness 216 28.39 72.83 50.0000 8.74918
Agreeableness 216 30.31 71.76 50.0000 9.18827
Neurotisicm 216 20.72 61.35 50.0000 7.38562
Outcome Orientation 216 32.36 74.78 50.0000 9.43883
People Orientation 216 28.60 68.56 50.0000 9.39288
Meaningfull of Work 216 31.42 77.29 50.0000 9.45740
Sense of Community 216 28.78 80,62 50.0000 9.34558
Alignment with Organizational
Values 216 27.92 81.45 50.0000 9.46430
Valid N (listwise) 216
Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa jumlah subjek penelitian
sebanyak 216 responden. Mean pada penelitian ini dibuat konstan yakni 50
dengan tujuan menghilangkan skor negatif pada data. Variabel workplace bullying
memiliki skor terendah yaitu 44.83 dan skor tertinggi 135.36.
Variabel kepribadian yang didasarkan pada dimensi conscientiousness
memiliki skor terendah 28.39 dan skor tertinggi 72.83. Variabel kepribadian yang
didasarkan pada dimensi agreeableness memiliki skor terendah 30.31 dan skor
tertinggi 71.76. Variabel kepribadian yang didasarkan pada dimensi neuroticism
memiliki skor terendah 20.72 dan skor tertinggi 61.35.
Variabel budaya organisasi yang didasarkan pada dimensi outcome
orientation tentang kapasitas memiliki skor terendah 32.36 dan skor tertinggi
78
74.78. Variabel budaya organisasi yang didasarkan pada dimensi team orientation
memiliki skor terendah 28.60 dan skor tertinggi 68.56.
Variabel workplace spirituality yang didasarkan pada dimensi meaningful
work memiliki skor terendah 31.42 dan skor tertinggi 77.29. Variabel workplace
spirituality yang didasarkan pada dimensi sense of community memiliki skor
terendah 28.78 dan skor tertinggi 80.62. Variabel workplace spirituality yang
didasarkan pada dimensi alignment with organizational value memiliki skor
terendah 27.92 dan skor tertinggi 81.45.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi skor variabel bertujuan untuk mengelompokkan atau menempatkan
individu ke dalam kelompok-kelompok menurut suatu jenjang kontinum tertentu.
Contoh dari jenjang kontinum adalah dari rendah ke tinggi. Jenjang kontinum ini
akan digunakan dalam kategorisasi skor variabel penelitian.
Kategorisasi skor variabel dilakukan dengan menggunakan norma tertentu.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan norma rendah dan tinggi seperti yang
tertera pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4. 3 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategori Norma
Rendah X < Mean
Tinggi X > Mean
Keterangan dari penormaan sebagai berikut: X (skor yang diperoleh masing-
masing individu), Mean (nilai rata-rata skor keseluruhan). Setelah penetapan
norma, selanjutnya peneliti akan memaparkan perolehan nilai persentase untuk
setiap kategori skor (rendah dan tinggi) yang meliputi variabel workplace
bullying, conscientiousness, agreeableness, neuroticism, outcome orientation,
79
team orientation, meaningful work, sense of community dan alignment with
organizational value pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4. 4 Presentase Kategori Skor Tiap Variabel
Variabel Frekuensi (%)
Rendah Tinggi
Workplace Bullying 162 (75%) 54 (25%)
Conscientiousness 82 (38%) 134 (62%)
Agreeableness 102 (47.2%) 114 (52.8%)
Neuroticism 94 (43.5%) 122 (56.5%)
Outcome Orientation 82 (38%) 134 (68%)
Team Orientation 68 (31.5%) 148 (68.5%)
Meaningful Work 76 (35,2%) 140 (64.8%)
Sense of Commnuity 146 (67.7%) 70 (32.4%)
Alignment with Organizational Value 126 (58.3%) 90 (41.7%)
Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa variabel workplace bullying,
variabel sense of community, variabel alignment with organizational value – pada
subjek penelitian cenderung rendah. Sedangkan variabel conscientiousness,
variabel agreeableness, variabel neuroticism, variabel outcome orientation,
variabel team orientation dan variabel meaningful work – pada subjek penelitian
cenderung tinggi.
4.4 Hasil Uji Hipotesis
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Untuk melakukan uji hipotesis penelitian, digunakan teknik analisis regresi
berganda (Multiple Regression Analysis). Pengujian analisis regresi berganda ini
dilakukan dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 23.
Pada analisis regresi berganda, terdapat 3 hal yang akan diketahui. Hal
pertama yang diketahui yaitu nilai koefisien determinasi atau R Square (R2) untuk
melihat proporsi besar pengaruh independent variable terhadap dependent
variable. Hal yang kedua yaitu nilai signifikansi (Sig.) yaitu nilai yang
80
menunjukkan bahwa keseluruhan independent variable mempengaruhi dependent
variable secara signifikan atau tidak. Dan hal yang ketiga yaitu koefisien regresi
yaitu nilai dan signifikansi dari masing-masing independent variable beserta arah
pengaruhnya terhadap dependent variable.
Tahap pertama yang dilakukan peneliti adalah melihat nilai koefisien
determinasi atau R Square (R2) untuk melihat proporsi besar pengaruh
independent variable terhadap dependent variable. Nilai R2 dapat dilihat pada
tabel 4.5 berikut:
Tabel 4. 5 R Square
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .380a .144 .098 9.06838
a. Predictors: (Constant), LAMAKERJA, TS_X8, JK, TS_X3, USIA, TS_X1, TS_X2,
TS_X5, TS_X4, TS_X6, TS_X7
Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa nilai R Square dalam penelitian ini
sebesar 0.144 atau 14.4%. Hal ini bermakna bahwa proporsi pengaruh workplace
bullying yang didasarkan pada kepribadian (conscientiousness, agreeableness,
neuroticism), budaya organisasi (outcome orientation, team orientation),
workplace spirituality (meaningful work, sense of community dan alignment with
organizational value) dan demografi (usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan)
sebesar 14.4%. Sisanya yaitu sebesar 85.6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar
penelitian ini.
Tahap kedua yaitu melihat hasil dari uji F untuk mengetahui pengaruh
independent variable terhadap dependent variable signifikan atau tidak. Adapun
hasil dari uji F terdapat pada tabel 4.6 berikut:
81
Tabel 4. 6 Anova Pengaruh IV Terhadap DV
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2827.763 11 257.069 3.126 .001b
Residual
Total
16776.035
19603.798
204
215
82.235
a. Dependent Variable: TS_DV
b. Predictors: (Constant), LAMAKERJA, TS_X8, JK, TS_X3, USIA, TS_X1, TS_X2,
TS_X5, TS_X4, TS_X6, TS_X7
Pada tabel 4.6 dapat diketahui nilai signifikansi dari keseluruhan
independent variabel terhadap dependent variabel. Nilai signifikansi dapat
diketahui berdasarkan kolom Sig. sebesar 0.000. Nilai Sig. < 0.05 menunjukkan
bahwa pengaruh yang didapat adalah signifikan. Berdasarkan hal tersebut,
hipotesis nol dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh
yang signifikan dari variabel kepribadian (conscientiousness, agreeableness,
neuroticism), budaya organisasi (outcome orientation, team orientation),
workplace spirituality (meaningful work, sense of community dan alignment with
organizational value) dan demografi (usia, jenis kelamin dan lama bekerja)
terhadap workplace bullying” ditolak.
Hal ini bermakna bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel
kepribadian (conscientiousness, agreeableness, neuroticism), budaya organisasi
(outcome orientation, team orientation), workplace spirituality (meaningful work,
sense of community dan alignment with organizational value) dan demografi
(usia, jenis kelamin dan lama bekerja) terhadap workplace bullying atau
dependent variable.
82
Tahap ketiga yaitu melihat nilai koefisien regresi masing – masing
independent variabel. Adapun nilai koefisien regresi pada tiap – tiap variabel
penelitian dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:
Tabel 4. 7 Nilai Koefisien Regresi
Model B t Sig.
(Constant) 64.044 6.050 .000
conscientiousness -.309 -3.397 .001*
neuroticism .003 .041 .967
agreeableness -.204 -2.330 .021*
outcome orientation .093 .982 .327
team orientation -.132 -1.411 .160
meaningful work -.192 -1.800 .073
sense of community .258 1.991 .048*
alignment with organizational value .136 1.144 .254
USIA 2.446 .823 .411
JK 1.922 1.347 .179
LAMAKERJA -.107 -.100 .921
a. Dependent Variable: TS_DV
b. Keterangan: (*) Signifikan (P<0.05)
Berdasarkan data pada tabel 4.7 dapat diketahui persamaan regresi sebagai
berikut:
Workplace Bullying = 64.044* - 0.309 conscientiousness* + 0.003 neuroticism -
0.204 agreeableness + 0.093 outcome orientation - 0.132 team orientation - 0.192
meaningful work + 0.258 sense of community* + 0.136 alignment with
organizational value + 2.446 usia + 1.922 jenis kelamin - 0.107 lama bekerja.
Berdasarkan tabel 4.7, signifikansi masing-masing independent variable
dilihat dari nilai Sig. Nilai Sig.<0.05 menunjukkan bahwa koefisien regresi yang
dihasilkan signifikan. Hasil yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat 3 koefisien regresi yang signifikan, yaitu conscientiousness,
agreeableness dan sense of community. Sedangkan 8 variabel lainnya yaitu
neuroticism, outcome orientation, team orientation, meaningful work, alignment
83
with organizational value, usia, jenis kelamin dan lama bekerja tidak
menunjukkan nilai koefisien regresi yang signifikan. Adapun penjelasan dari nilai
koefisien regresi yang diperoleh masing-masing independent variable sebagai
berikut:
1. Variabel conscientiousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.309 dengan nilai signifikansi 0.001
(<0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel conscientiousness berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap kesiapan kerja. Dapat diartikan bahwa semakin
tinggi conscientiousness yang dimiliki pekerja, maka semakin rendah
kecenderungan untuk melakukan tindakan bullying di tempat kerja.
2. Variabel neuroticism
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.003 dengan nilai signifikansi 0.967
(>0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel neuroticism pengaruhnya tidak
signifikan terhadap kecenderungan pekerja untuk melakukan tindakan bullying di
tempat kerja.
3. Variabel agreeableness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.204 dengan nilai signifikansi 0.021
(<0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel agreeableness berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap workplace bullying. Dapat diartikan bahwa
semakin tinggi agreeableness yang dimiliki pekerja, maka semakin rendah
kecenderungan untuk melakukan tindakan bullying di tempat kerja.
4. Variabel outcome orientation
84
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.093 dengan nilai signifikansi 0.327
(>0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel outcome orientation pengaruhnya tidak
signifikan terhadap kecenderungan pekerja untuk melakukan tindakan bullying di
tempat kerja.
5. Variabel team orientation
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.132 dengan nilai signifikansi 0.160
(>0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel team orientation pengaruhnya tidak
signifikan terhadap kecenderungan pekerja untuk melakukan tindakan bullying di
tempat kerja.
6. Variabel meaningful work
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.192 dengan nilai signifikansi 0.073
(>0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel meaningful work pengaruhnya tidak
signifikan terhadap kecenderungan pekerja untuk melakukan tindakan bullying di
tempat kerja.
7. Variabel sense of community
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.258 dengan nilai signifikansi 0.048
(<0.05). Hal ini bermakna bahwa variabel sense of community berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap workplace bullying. Dapat diartikan bahwa
semakin tinggi sense of community yang dimiliki pekerja, maka semakin tinggi
pula kecenderungan untuk melakukan tindakan bullying di tempat kerja.
8. Variabel alignment with organizational value
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.136 dengan nilai signifikansi 0.254
(>0.05) Hal ini bermakna bahwa variabel alignment with organizational value
85
pengaruhnya tidak signifikan terhadap kecenderungan pekerja untuk melakukan
tindakan bullying di tempat kerja.
9. Variabel usia
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 2.446 dengan nilai signifikansi 0.411
(>0.05) Hal ini bermakna bahwa variabel usia pengaruhnya tidak signifikan
terhadap kecenderungan pekerja untuk melakukan tindakan bullying di tempat
kerja.
10. Variabel jenis kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 1.922 dengan nilai signifikansi 0.179
(>0.05) Hal ini bermakna bahwa variabel jenis kelamin pengaruhnya tidak
signifikan terhadap kecenderungan pekerja untuk melakukan tindakan bullying di
tempat kerja.
11. Variabel lama bekerja
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.107 dengan nilai signifikansi 0.921
(>0.05) Hal ini bermakna bahwa variabel lama bekerja pengaruhnya tidak
signifikan terhadap kecenderungan pekerja untuk melakukan tindakan bullying di
tempat kerja.
4.4.2 Pengujian proporsi variansi masing – masing IV terhadap DV
Hal selanjutnya yang dilihat dalam analisis regresi adalah proporsi varians
masing-masing independent variable terhadap dependent variable. Proporsi
varians dilihat dari nilai R Square Change. Apabila nilai Sig. F Change<0.05,
maka sumbangan proporsi varians signifikan.
86
Adapun proporsi varians masing-masing independent variable terhadap
dependent variabel sebagai berikut:
Tabel 4. 8 Proporsi Variansi Masing-masing Variabel
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .175a .031 .026 9.42389 .031 6.739 1 214 .010*
2 .180b .032 .023 9.43739 .002 .388 1 213 .534
3 .276c .076 .063 9.24371 .044 10.019 1 212 .002*
4 .278d .077 .060 9.25913 .001 .294 1 211 .588
5 .280e .078 .057 9.27506 .001 .276 1 210 .600
6 .283f .080 .053 9.29008 .001 .321 1 209 .571
7 .357g .127 .098 9.07015 .047 11.259 1 208 .001*
8 .365h .133 .100 9.05936 .006 1.496 1 207 .223
9 .370i .137 .099 9.06461 .003 .760 1 206 .384
10 .380b .144 .102 9.04645 .008 1.828 1 205 .178
11 .380c .144 .098 9.06838 .000 .010 1 204 .921
Predictors: (Constant), conscientiousness, neuroticism, agreeableness, outcome
orientation, team orientation, meaningful work, sense of community, alignment with
organizational value, usia, jenis kelamin, lama bekerja.
Keterangan: (*) signifikan (P<0.05)
Berdasarkan tabel 4.8, proporsi varians masing-masing independent
variable dan signifikansinya dijelaskan sebagai berikut:
1. Dimensi conscientiousness memberikan sumbangan varians sebesar 0.031 atau
3.1% dengan Sig. F Change= 0.010 (<0.05). Berdasarkan hal tersebut, sumbangan
varians conscientiousness diketahui signifikan.
2. Dimensi neuroticism memberikan sumbangan varians sebesar 0.002 atau
0.2% dengan Sig. F Change= 0.534 (>0.05). Berdasarkan hal tersebut, sumbangan
varians neuroticism diketahui tidak signifika.
3. Dimensi agreeableness memberikan sumbangan varians sebesar 0.044 atau
4.4% dengan Sig. F Change= 0.002 (<0.05). Berdasarkan hal tersebut, sumbangan
varians agreeableness diketahui signifikan.
87
4. Dimensi outcome orientation memberikan sumbangan varians sebesar 0.001
atau 0.1% dengan Sig. F Change= 0.588 (>0.05). Berdasarkan hal tersebut,
sumbangan varians outcome orientation diketahui tidak signifikan.
5. Dimensi team orientation memberikan sumbangan varians sebesar 0.001 atau
0.1% dengan Sig. F Change= 0.600 (>0.05). Berdasarkan hal tersebut, sumbangan
varians team orientation diketahui tidak signifikan.
6. Dimensi meaningful work memberikan sumbangan varians sebesar 0.001 atau
0.1% dengan Sig. F Change= 0.571 (>0.05). Berdasarkan hal tersebut, sumbangan
varians meaningful work diketahui tidak signifikan.
7. Dimensi sense of community memberikan sumbangan varians sebesar 0.047
atau 4.7% dengan Sig. F Change= 0.001 (<0.05). Berdasarkan hal tersebut,
sumbangan varians sense of community diketahui signifikan.
8. Dimensi alignment with organizational value memberikan sumbangan
varians sebesar 0.006 atau 0.6% dengan Sig. F Change= 0.223 (>0.05).
Berdasarkan hal tersebut, sumbangan varians alignment with organizational value
diketahui tidak signifikan.
9. Dimensi usia memberikan sumbangan varians sebesar 0.003 atau 0.3%
dengan Sig. F Change= 0.223 (>0.05). Berdasarkan hal tersebut, sumbangan
varians usia diketahui tidak signifikan.
10. Dimensi jenis kelamin memberikan sumbangan varians sebesar 0.008 atau
0.8% dengan Sig. F Change= 0.178 (>0.05). Berdasarkan hal tersebut, sumbangan
varians jenis kelamin diketahui tidak signifikan.
11. Dimensi lama bekerja memberikan sumbangan varians sebesar 0.000 atau 0%
dengan Sig. F Change= 0.921 (>0.05). Berdasarkan hal tersebut, sumbangan
varians lama bekerja diketahui tidak signifikan.
Sumbangan varians terbesar adalah dimensi sense of communiy yaitu
sebesar 4.7%, sedangkan dimensi yang memberikan sumbangan terkecil yakni
dimensi lama bekerja sebesar 0%.
88
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang dipaparkan di BAB 4, maka kesimpulan dari penelitian ini
adalah secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel
kepribadian (conscientiousness, agreeableness, neuroticism), budaya organisasi
(outcome orientation dan team orientation), workplace spiritual (meaningful
work, sense of community, alignment with organizational values), variabel
demografi (usia, jenis kelamin dan lama bekerja) terhadap variabel workplace
bullying.
Kesimpulan selanjutnya yaitu, dari sebelas dimensi yang diuji pengaruhnya,
terdapat tiga dimensi yang memiliki pengaruh signifikan diantaranya dimensi
concientiousness, agreeableness dan sense of community. Sedangkan, 8 dimensi
lainnya menunjukkan nilai koefisien regresi yang pengaruhnya tidak signifikan,
yaitu dimensi neuroticism, outcome orientation, team orientation, meaningful
work, alignment wit organizational value, usia, jenis kelamin dan lama bekerja.
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel kepribadian, budaya
organisasi dan workplace spirituality terhadap workplace bullying. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kepribadian, budaya organisasi dan workplace
spirituality bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap workplace
bullying. Dalam lingkungan kerja saat ini, para pekerja dituntut untuk melakukan
banyak tugas, mempertahankan hubungan interpersonal yang baik, memenuhi
89
harapan yang tinggi dari manajemen, mempelajari keterampilan baru untuk
memenuhi tuntutan kompetitif yang semuanya mengarah pada kemungkinan
pengalaman stres (Oginska-Bulik, 2005). Stres inilah yang kerap memicu pekerja
untuk melakukan tindak kekerasan sebagai bentuk pelampiasan stresnya dan yang
menjadi korbanya adalah orang yang dianggap lebih lemah, dalam hal ini rekan
atau bawahan orang tersebut. Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi para
pekerja yang menjadi korban, beberapa dekade terakhir, workplace bullying
menjadi salah satu masalah yang memprihatinkan dan melibatkan komunitas yang
lebih luas (Mollison, 2016).
Tindakan kekerasan yang terjadi selama berulang kali, bersifat merugikan
kesehatan, penganiayaan oleh satu atau lebih dari seorang karyawan dengan cara
pelecehan verbal, ancaman, intimidasi, penghinaan, gangguan kerja, sabotase,
eksploitasi kerentanan yang diketahui atau suatu kombinasi dari semua ini
(Namie, 2017) merupakan spesifikasi dari tindakan bullying yang biasa dijumpai
di tempat kerja. Dampak dari bullying yang dilakukan di tempat kerja sebagai
masalah kesehatan jiwa yang berpotensi menjadi suatu gangguan jiwa. Bullying di
tempat kerja tidak hanya berdampak pada kondisi fisik tetapi juga bagi kesehatan
jiwa (Noor, 2018). Melihat bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh workplace
bullying ini bagi personal maupun kelompok, maka perlu adanya penanganan
lebih lanjut.
Variabel kepribadian merupakan faktor internal individu terhadap
kecenderungan untuk melakukan workplace bullying. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat dua dimensi yaitu dimensi consientiusness dan
90
agreebealness yang berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan
seseorang untuk melakukan tindakan workplace bullying. sedangkan dimensi
lainnya yaitu neuroticism yang pengaruhnya tidak signifikan terhadap workplace
bullying.
Dimensi consientiusness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
workplace bullying. Pengaruh consientiusness terhadap workplace bullying adalah
negatif. Sehingga orang yang tingkat consientiusness tinggi atau dengan kata lain
sungguh-sungguh dalam melakukan tugas, bertanggung jawab, dapat diandalkan
dan menyukai keteraturan serta kedisiplinan, akan cenderung rendah untuk
melakukan tindakan workplace bullying. Dengan demikian, maka H1 penelitian
yang menyatakan ada pengaruh yang signifikan trait consientiusness pada
variabel kepribadian terhadap workplace bullying tidak ditolak. Hal ini sejalan
dengan temuan Mitsopoulou dan Giovazolias (2015) yang menyatakan bahwa
trait conscientiousness berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap
perilaku bullying. Namun hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nielsen dan Knardahl (2015) yang menyatakan bahwa trait
conscientiousness berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap perilaku
bullying.
Dimensi neuroticism pengaruhnya tidak signifikan terhadap workplace
bullying. Dengan demikian, maka H2 penelitian yang menyatakan bahwa ada
pengaruh yang signifikan pada dimensi neuroticism terhadap workplace bullying
ditolak. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian Diepenhorst (2014) yang
menyatakan bahwa trait neuroticism pengaruhnya tidak signifikan terhadap
91
perilaku workplace bullying. Namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Argayunia (2017) yang diperoleh hasil bahwa trait neuroticsm
berpengaruh positif terhadap sikap bullying.
Dimensi agreeableness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
workplace bullying. Pengaruh agreeableness terhadap workplace bullying adalah
negatif. Sehingga orang yang tingkat agreeableness tinggi atau orang yang
memiliki sifat tulus dalam berbagi, kehalusan perasaan, fokus pada hal positif
pada orang lain, akan cenderung rendah untuk melakukan tindakan workplace
bullying. Dengan demikian, maka H3 penelitian yang menyatakan bahwa ada
pengaruh yang signifikan agreeableness pada variabel kepribadian terhadap
workplace bullying tidak ditolak. Hal ini sejalan dengan temuan Mitsopoulou dan
Giovazolias (2015), serta temuan penelitian yang dilakukan oleh Diepenhorst
(2014) yang mengatakan bahwa trait agreeableness berpengaruh secara negatif
dan signifikan terhadap perilaku bullying. Namun, hasil ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nielsen dan Knardahl (2015) dan diperoleh hasil
bahwa trait agreeableness pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku
workplace bullying.
Variabel budaya organisasi merupakan faktor external individu terhadap
workplace bullying. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi outcome
orientation pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku workplace bullying.
Dengan demikian, maka H4 penelitian yang menyatakan bahwa ada pengaruh
yang signifikan outcome orientation pada variabel budaya organisasi terhadap
workplace bullying ditolak. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
92
yang dilakukan oleh Jhonson (2016) yang mengatakan bahwa variabel budaya
organisasi pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku workplace bullying.
Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian Yun dan Kang (2018) yang
menyatakan bahwa variabel budaya organisasi mempengaruhi bullying di tempat
kerja.
Dimensi team orientation pengaruhnya tidak signifikan terhadap workplace
bullying. Dengan demikian, maka H5 penelitian yang menyatakan bahwa ada
pengaruh yang signifikan team orientation pada variabel budaya organisasi
terhadap workplace bullying, ditolak. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Jhonson (2016) yang mengatakan bahwa variabel
budaya organisasi pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku workplace
bullying. Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian Yun dan Kang (2018)
yang menyatakan bahwa variabel budaya organisasi mempengaruhi bullying di
tempat kerja.
Variabel workplace spirituality merupakan faktor eksternal dari workplace
bullying. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi meanningfull work
pengaruhnya tidak signifikan terhadap workplace bullying. Dengan demikian,
maka H6 penelitian yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan
meanningfull work pada variabel workplace spirituality terhadap workplace
bullying ditolak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Khan dkk.
(2016) yang menyatakan bahwa variable workplace spirituality pengaruhnya tidak
signifikan terhadap perilaku workplace bullying. Namun, hasil tidak sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Noor dkk. (2016) dan diperoleh temuan
93
bahwa meanningfull work pada variabel workplace spirituality menjadi salah satu
variabel yang berpengaruh terhadap workplace bullying.
Dimensi sense of community memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
workplace bullying. Pengaruh sense of community terhadap workplace bullying
adalah positif. Sehingga sesorang memiliki tingkat sense of community tinggi atau
orang yang merasa menjadi bagian dari suatu komunitas adalah bagian terpenting
dalam perkembangan spiritual, akan cenderung untuk melakukan tindakan
workplace bullying. Dengan demikian, maka H7 penelitian yang menyatakan
bahwa ada pengaruh yang signifikan sense of community pada variabel workplace
spirituality terhadap workplace bullying tidak ditolak. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Noor dkk. (2016) dan diperoleh hasil bahwa sense
of community pada variabel workplace spirituality menjadi salah satu variabel
yang berpengaruh terhadap workplace bullying. namun, hasil penelitian ini tidak
sejalan dengan temuan penelitian Khan dkk. (2016) yang menyatakan bahwa,
workplace spirituality pengaruhnya tidak signifikan terhadap perilaku workplace
bullying.
Dimensi alignment with organizational value pengaruhnya tidak signifikan
terhadap workplace bullying. Dengan demikian, maka H8 penelitian yang
menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan alignment with organizational
value pada variabel workplace spirituality terhadap workplace bullying ditolak.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Khan dkk. (2016) yang
menyatakan bahwa variable workplace spirituality pengaruhnya tidak signifikan
terhadap perilaku workplace bullying. Namun, hasil tidak sesuai dengan penelitian
94
yang dilakukan oleh Noor dkk. (2016) dan diperoleh temuan bahwa meanningfull
work pada variabel workplace spirituality menjadi salah satu variabel yang
berpengaruh terhadap workplace bullying.
Dimensi dalam variabel demografi yaitu usia, jenis kelamin dan lama
bekerja, menunjukan hasil dalam penelitian bahwa ketiga dimensi tersebut
pengaruhnya tidak signifikan terhadap variabel workplace bullying. Maka dari itu,
H9 penelitian yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan usia pada
variabel workplace spirituality terhadap workplace bullying, H10 penelitian yang
menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin pada variabel
workplace spirituality terhadap workplace bullying dan H11 penelitian yang
menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan lama bekerja pada variabel
workplace spirituality terhadap workplace bullying, ditolak. Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Namie (2017), bahwa
kecenderungan pelaku bullying adalah laki-laki.
Terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan yang harus
dipertimbangkan ketika mengevaluasi hasil penelitian ini. Pertama, terkait
pengambilan sampel. Meskipun workplace bullying lazim terjadi dalam sampel
penelitian ini, penelitian ini hanya berfokus pada populasi pegawai IT di bidang
perbankan saja, sehingga frekuensi perilaku workplace bullying di kalangan
pekerja lainnya masih belum diketahui. Kedua, pengaruh hasil sumbangan
variabel yang kecil (14.4%) dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh
tema yang tergolong sensitif memicu terjadinya social desirability yang tinggi dan
berakibat mempengaruhi respons responden. Ketiga, alat ukur yang digunakan
95
dalam penelitian kali ini belum terbebas dari bias budaya, sehingga hasil yang
didapat berbeda-beda pada setiap penelitian.
Secara keseluruhan, temuan penelitian perlu untuk dikembangkan lebih jauh
agar mendapatkan temuan yang lebih komprehensif. Hasil yang tidak signifikan
dapat disebabkan karena dimensi tersebut tidak memberi pengaruh secara
langsung namun dapat memberi pengaruh jika terdapat moderator atau dimensi
tersebut dijadikan sebagai variabel moderator. Begitu pula dengan hasil temuan
yang signifikan dapat dikaji lebih jauh untuk mendapatkan temuan yang lebih
komprehensif dalam menjelaskan perilaku workplace bullying.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti menyadari bahwa
terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Peneliti memberikan beberapa
saran yang mencakup saran teoritis dan saran praktis. Saran penelitian ini sebagai
bahan penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik workplace
bullying.
5.3.1 Saran teoritis
Saran teoritis penelitian didapatkan dari celah yang terdapat dalam proses maupun
hasil penelitian. Saran ini ditujukan terhadap penelitian selanjutnya agar dapat
menutupi kekurangan penelitian ini, diantaranya:
1. Varians dari sebelas variabel independen yang diteliti menyumbang sebesar
14.4%, sisanya 85.6% disumbangkan oleh variabel lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya
agar meneliti variabel lainnya seperti kepribadian dari korban bullying,
96
interaksi sosial, sikap agresif, job design and work organization, iklim
organisasi, leadership, reward system dan perubahan organisasi yang dapat
memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap perilaku workplace bullying.
2. Pada penelitian ini, responden merupakan pekerja di suata perusahaan swasta
di bidang penyediaan layanan daring perbankan. Untuk penelitian selanjutnya,
disarankan untuk subjek penelitian diambil dari kalangan aparatur sipil negara
(ASN). Kalangan ASN dikenal memiliki budaya kerja yang sangat kental,
dimana jabatan dan kedudukan sangat dijunjung tinggi, sehingga kemungkinan
terjadinya workplace bullying disinyalir lebih tinggi.
3. Dalam penelitian selanjutnya mengenai variable workplace bullying
diharapkan untuk menggunakan alat ukur yang sudah dikembangkan lebih
lanjut, agar kecenderungan responden untuk melakukan faking good
dikarenakan tingginya faktor social desirability dalam penelitian dapat
dihilangkan, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.
5.3.2 Saran praktis
Workplace bullying merupakan suatu tindakan negatif yang dapat merugikan diri
sendiri maupun orang lain, tindakan ini dapat dipicu oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Berdasarkan hasil penelitian, faktor internal kepribadian seperti
conscientiousness dan agreebealnesse, serta workplace spirituality seperti sense
of community memberikan dampak yang signifikan terhadap workplace bullying.
Berdasarkan temuan yang diperoleh, saran praktis yang peneliti ajukan
diantaranya:
97
1. Tingginya angka workplace bullying yang terjadi baik di Indonesia maupun
negara lain telah menyita banyak perhatian publik, dampak negatif yang
ditimbulkan oleh perilaku workplace bullying tidak hanya dirasakan oleh
korbannya saja, tetapi oleh pelaku dan juga lingkungan kerja. Maka dari itu
perlu adanya tindakan pencengahan untuk meminimalisir terjadinya perilaku
workplace bullying. Kesadaran diri dari masing-masing pekerja untuk
mengurangi serta mencegah terjadinya kasus workplace bullying merupakan
langkah dasar dalam tindakan penanggulangnya. Setiap individu harus
memiliki dan menerapkan etika profesi dalam bekerja, baik terhadap atasan,
teman sejawat, maupun bawahan. Selanjutnya, perusahaan juga harus memiliki
aturan yang tegas dalam menanggulangi bullying, sehingga tidak ada pekerja
yang dapat melalukan bullying kepada rekan ataupun bawahan di dalam
lingkungan kerja tersebut.
2. Dimensi conscientiousness ditemukan memiliki pengaruh negatif terhadap
perilaku workplace bullying. Hal ini membuktikan bahwa tipe kepribadian
yang mengarah pada sikap patuh, berprestasi, kerja keras dan disiplin, dapat
menceggah seseorang untuk melakukan tindakan workplace bullying. Sikap-
sikap seperti diatas dapat dibentuk dengan pelatihan, biasanya pelatihan yang
diadakan berupa pelatihan kepemimpinan, maka dari itu disarankan agar
perusahaan melakukan pelatihan kepemimpinan kepada pekerjanya.
3. Dalam penelitian ini dimensi agreeableness juga mempengaruhi perilaku
workplace bullying secara negatif. Temuan ini mengungkapkan bahwa tipe
kepribadian yang mengarah pada sikap ramah, mudah percaya dan rendah hati,
98
dapat menceggah seseorang untuk melakukan tindakan workplace bullying.
Idealnya semua pekerja memiliki sikap-sikap tersebut, hal ini dapat
diwujudkan jika perusahaan membangun budaya organisasi yang positif,
sehingga menimbulkan sikap positif dalam diri pekerja itu sendiri.
4. Temuan terakhir dalam penelitian ini yaitu sense of community pada variabel
workplace spirituality yang menunjukkan pengaruh signifikan terhadap
workplace bullying. Para pekerja sebaiknya dapat menemukan spiritualitas di
tempat kerja, karenaa tidak hanya bagaimana mengekspresikan kebutuhan-
kebutuhan batin dengan mencari pekerjaan yang bermakna, melainkan
bagaimana hidup dapat terhubung dengan orang lain. Dengan merasa menjadi
bagian dari suatu komunitas adalah bagian terpenting dalam perkembangan
spiritual. Adanya keterkaitan dengan komunitas dapat menekan kemungkinan
melakukan workplace bullying, karena seseorang yang merasa bagian dari
komunitas dan dekat dengan anggota yang lain akan menggurangi
kemungkinan untuk saling menyakiti antar anggotanya.
xix
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2018). Psikologi kepribadian edisi revisi. Malang: UMM Press
Ardana, Cenik I. Dermawan, Elizabeth S. Susanti, Merry. (2016). Spiritualitas tempat kerja
(workplace spiritualiy) dan motivasi manajemen laba (earning management
motivation). Jurnal Akuntansi. Volume XX, No. 01, Januari 2016: 86-103.
Argayunia, Dara. (2017). Hubungan Kepribadian Big Five dengan Perilaku Bullying Pada
Anggota Kepolisian Resor Magelang Kota. Skripsi. Diakses pada tanggal 13 Maret
2019 di http://digilib.uin-suka.ac.id/27619/
Ashmos, D.P. dan Dunchon, D. (2000). Spirituality at work : a conceptualization and
measure. Journal of Management Inquiry, 9 (2), 134-145 Retrieved from
http://202.154.59.182/ejournal/files/ProQuest_54883215.pd
Bowling, N. dan Beehr, A. (2006). Workplace harassment from the victim's perspective: A
theoretical model and meta-analysis. Journal of Applied Psychology 2006. Vol. 91,
No. 5,998-1012
Cameron, K. S. & Quinn, R. E.(2006). Diagnosing and changing organizational culture;
Based on the competing values framework. San Frasisco: Jossey-Bass.
Cooper, C. dan Robertson, I. (2001). Well-being in organizations. England: John Wiley &
Sons,Ltd.
Costa, P.T. Jr., & McCrae, R.R. (1995). Domains and facets: hierarchical personality
assessment using the revised NEO personality inventory. Journal of Personality
Assessment, 64(1), 21-50. doi:10.1207/s15327752jpa6401_2.
Daniel, T. A. (2009). Stop bullying at work. Alexandria: Society for Human Resource
Management.
Dandona, Anu. (2013). Spirituality at work. Journal of National Conference on
Paradigm for Sustainable Business: People, Planet and Profit.
https://www.researchgate.net/publication/317066061
Diepenhorst, Anton. (2014). Big five personality traits and bullying. Bachelor thesis.
Diunduh tanggal 13 Maret 2019 di http://arno.uvt.nl/show.cgi?fid=134812
Einarsen, Stålen., Hoel, Helge., Zapf, Dieter. dan Cooper, Cary L. (2011). Bullying and
harassment in the workplace. New York: CRC PressTaylor & Francis Group.
Einarsen, Stålen., Hoel, Helge., Zapf, Dieter. dan Cooper, Cary L. (2003). Bullying and
emotional abuse in the workplace international perspectives in research and
practice?. New York: Taylor & Francis.
xx
Enchols, Jhon M. dan Shadily, Hassan. (1996). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Finchilescu, G., Bernstein, C., & Chihambakwe, D. (2018). The impact of workplace
bullying in the Zimbabwean nursing environment: is social support a beneficial
resource in the bullying–well-being relationship?. South African Journal of
Psychology. DOI: 10.1177/0081246318761735
Goldberg, L.T. (1981). Language and individual differences: The search for universal in
personality lexicons. In L. Wheeler (ed.). Review of Personality and Social
Psychology, 2, 141-165. Beverly hills, CA.: Sage Pub.
Goldberg, L.R. (1992). The development of markers for the Big-Five factor structure.
Psychological Assessment, 4, 26-42. doi:10.1037/1040-3590.4.1.26
Hertanto, Eko. (2010). Kuesioner budaya organisasi (model Stephen P. Robbins).
Jurnal Pasca Sarjana. Diakses pada tanggal 12 Desember 2018 di
https://www.academia.edu/24615409/KUESIONER_BUDAYA_ORGANIS
ASI_MODEL_STEPHEN_P._ROBBINS_
Jacobson, Kathryn JL. Hood, Jacqueline N. dan Buren III, Harry J Van. (2013). Workplace
bullying across cultures: A research agenda. International Journal of Cross Cultural
Management. DOI: 10.1177/1470595813494192
Jhonson, Sinsey Elaine. (2016). Organizational characteristics influensing
workplace bullying. Walden Disertations and Doctoral Studies.
https://scholarworks.waldenu.edu/dissertations
John, O. P. (1990). Handbook of personality: Theory and research. New York: Guilford
Press.
John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The big five trait taxonomy: history, measurement, and
theoretical perspectives. New York: Guildford.
John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J. (2008). Handbook of personality: Theory and
research. New York: Guilford Press
KBBI daring. (2018). Arti kata rundung. Diakses pada 12 Maret 2019 dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/merundung
Khan, Shabnam., Sabri, Pirzada S. U. S. dan Nasir, Nadia. (2016). Cost of
workplace bullying for employees: an anti-bullying policy through
introduction of workplace spirituality in higher education sector oh Lahore,
Pakistan. Journal of Human Resource Management at the Superior
College. ISSN 1013-5316; CODEN: SINTE 8
Khatri, Puja. dan Gupta, Pragya. (2017). Workplace spirituality: A predictor of employee
wellbeing. Asian J. Management. DOI: 10.5958/2321-5763.2017.00044.0
xxi
Kleinheksel, Cynthia J. (2018). Not just the playground: Adult bullying in the K-
12 workplace. Master's Theses and Doctoral Dissertations. 887.
http://commons.emich.edu/theses/887
Kreitner, Robert., & Kinicki, Angelo. (2007). Fundamentals of organizational behavior key
concepst, skills, and best practices. USA: McGraw-Hill Ryerson.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005). Evaluasi kinerja SDM. Bandung : Refika Aditama.
Milliman, J., Czaplewski, A.J., & Furguson, J. (2003). Workplace spirituality and employee
work attitudes: An exploratory empirical assesment. Journal of Organization
Change. DOI: 10.1108/09534810310484172.
Mischel, Walter,. Shoda, Yuichi,. & Ayduk, Ozlem. (2008). Introduction to personality
toward an integrative science of the person. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Mitsopoulou, Effrosyni., Giovazolias, Theodoros. (2015). Personality traits, empathy and
bullying behavior: A meta-analytic approach. Aggression and Violent Behavior 21
(2015) 61–72, http://dx.doi.org/10.1016/j.avb.2015.01.007
Munandar, A. S. (2008). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI-Press.
Namie, G. (2017). 2017 WBI U.S. Workplace bullying survey. Diunduh September 2018
dari www.workplacebullying.org
Nielsen, Morten Birkeland. dan Knardahl, Stein. (2015). Is workplace bullying related to
the personality traits of victims? A two-year prospective study. Work & Stress: An
International Journal of Work, Health & Organisations 2015. Vol. 29, No. 2, 128–
149, http://dx.doi.org/10.1080/02678373.2015.1032383
Noor, Ayesha., Bashir, Sajid., & Earnshaw, Valerie A. (2016). Bullying, internalized
hepatitis (Hepatitis C virus) stigma, and self-esteem: Does spirituality curtail the
relationship in the workplace. Journal of Health Psychology. DOI:
10.1177/1359105314567211
Noor, Isa Multazam (2018). Bullying di tempat kerja sebagai masalah kesehatan jiwa.
Diakses pada tanggal 13 september 2018 di
https://www.selasar.com/jurnal/43111/Bullying-di-Tempat-Kerja-Sebagai-Masalah-
Kesehatan-Jiwa
Nurridha, Luthfa (2017). Kasus bullying meningkat, pelaku didominasi oleh remaja.
Diakses tanggal 12 desember 2018 dari https://kumparan.com/@kumparanstyle/kasus-
bullying-meningkat-pelaku-didominasi-oleh-remaja
Oade, A. (2009). Managing workplace bullying. Basingstoke: Palgrave Macmillan
Oginska-Bulik, N. (2005). The role of personal and social resources in preventing adverse
health outcomes in employees of uniformed professions. International Journal of
Occupational Medicine and Environmental Health, 18(3), 233-240
xxii
Pervin. & John. (2005). Personality. Theory and research. New York: John Wiley & Sons
Inc
Rahmawati, Sri W., Permatasari, Shierli. (2014). Hubungan antara trait kepribadian lima
besar dengan pelaku bullying pada siswa SMK. Jurnal Psiko Utama. ISSN 2301-
5581
Ramdhani, Neila. (2012). Adaptasi bahasa dan budaya inventori big five. Jurnal Psikologi.
Volume 39 No. 2. DESEMBER 2012: 189 – 207
Rayner, C,. Hoel, H., & Cooper, C. L., (2002). Workplace bullying what we know, who is to
blame, and what can we do?. New York: Taylor & Francis.
Razzaghian, Mariya., Ghani, Usman. (2014). Effect of workplace bullying on turnover
intention of faculty members: A case of private sector universities of Khyber
Pakhtunkhwa, Pakistan. Research paper Business & Economic Review. DOI:
10.22547/BER/6.1.2
Robbins, Stephen P. & Timothy, A. Judge. (2013). Perilaku organisasi. USA: PEARSON.
Rothmann, Ian., & Cooper, Carry. (2008). Organizational and work psychology. London:
Hodder Education.
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. PT. RajaGrafindo Persada
Sobirin, Ahmad. (2007). Budaya organisasi. Yogyakarta: Upp Stim Ykpn
Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi kepribadian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Suryadi, Bambang., Mutiah, Diana., Miftahuddin., Dewi, Mulia Sari., Muchtar, Desi
Yustari., Tresnasari, Nia., (2014). Metodologi penelitian. Jakarta: Fakultas Psikologi
Universitan Islam Negeri Sayrif Hidatullah Jakarta.
Tsuno, Kanami., Kawakami, Norito., Inoue, Akiomi., & Abe, Kiyoko (2010). Measuring
workplace bullying: negative acts questionnaire. Journal of Occupational Health.
https://www.researchgate.net/publication/44695626
Winston, Bruce E. (2013). Spirituality at workplace changing management
paradigm. International Journal on Spirituality and Organization
Leadership. ISSN 2320-222X
Yun, Seonyung. & Kang, Jiyeon. (2018). Influencing factors and consequences of
workplace bullying among nurses: a structural equation modeling. Asian Nursing
Research 12. https://doi.org/10.1016/j.anr.2018.01.004
xxiii
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK WORKPLACE BULLYING
UJI VALIDITAS KONSTRUK WORKPLACE BULLYING DA NI=22 NO=216 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12
ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 PM SY FI=DV.COR MO NX=22 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK WB FR TD 22 14 TD 22 10 TD 22 1 TD 20 14 TD 21 8 TD 10 8 TD 22 7 TD 22 19 TD 4 2 TD 22 9
TD 18 9 TD 22 13 TD 22 11 TD 22 2 TD 22 16 TD 14 5 TD 17 5 TD 19 8 TD 21 20 TD 15 14 FR TD 11 6 TD 17 6 TD 11 4 TD 19 13 TD 21 15 TD 22 5 TD 11 3 TD 17 12 TD 10 5 TD 8 1 TD
19 17 TD 18 16 TD 22 20 TD 18 2 TD 14 1 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 2
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK CONSIUSNESSE
UJI VALIDITAS KONSTRUK CONSIUSNESSE DA NI=9 NO=216 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 PM SY FI=CONS.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK CONS FR TD 5 4 TD 9 5 TD 4 2 TD 7 1 TD 9 2 TD 5 1 TD 7 5 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 3
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK NEUROTICISM
UJI VALIDITAS KONSTRUK NEUROTISM DA NI=8 NO=200 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 PM SY FI=NEURO.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK NEURO FR TD 8 2 TD 3 2 TD 6 3 TD 6 2 TD 4 2 TD 7 4 TD 3 1 TD 7 6 TD 5 4 TD 7 5 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 4
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK AGREEBLEANESSE
UJI VALIDITAS KONSTRUK AGREEBLEANESSE DA NI=9 NO=216 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 PM SY FI=AGREE.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK AGREE FR TD 7 2 TD 3 1 TD 8 4 TD 9 6 TD 9 7 TD 7 4 TD 7 1 TD 8 6 TD 9 3 TD 9 1 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 5
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK OUTCOME ORIENTATION
UJI VALIDITAS KONSTRUK OUTCOME ORIENTATION DA NI=8 NO=216 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 PM SY FI=OO.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY AD=OFF IT=OFF LK OUTCOME FR TD 4 2 TD 2 1 TD 4 1 TD 3 2 TD 3 1 TD 4 3 TD 7 4 TD 7 1 TD 7 2 TD 7 3 FR TD 8 6 TD 5 2 TD 5 1 TD 5 3 TD 5 4 TD 8 3 TD 8 4 TD 8 2 TD 6 1 TD 7 6 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 6
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK TEAM ORIENTATION
UJI VALIDITAS KONSTRUK TEAM ORIENTATION DA NI=10 NO=216 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 PM SY FI=TO.COR MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK TEAM FR TD 3 2 TD 9 8 TD 8 6 TD 3 1 TD 10 9 TD 5 3 TD 5 2 TD 8 5 TD 9 5 TD 4 3 TD 7 6 TD 10 3
TD 2 1 TD 6 3 TD 9 6 TD 6 5 TD 7 2 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 7
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK MEANINGFULL OF WORK
UJI VALIDITAS KONSTRUK MEANINGFULL OF WORK DA NI=6 NO=216 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 PM SY FI=MOW.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK MOW FR TD 6 5 TD 5 3 TD 2 1 TD 5 2 TD 4 3 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 8
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK SENSE OF COMMUNITY
UJI VALIDITAS KONSTRUK SENSE OF COMMUNITY DA NI=7 NO=216 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 PM SY FI=SENSE.COR MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK SOC FR TD 7 6 TD 3 2 TD 7 5 TD 5 2 TD 4 2 TD 6 4 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 9
HASIL UJI VALIDITAS KONSTRUK ALIGMENT WITH
ORGANIZATIONAL VALUE
UJI VALIDITAS KONSTRUK ALIGMENT WITH ORGANIZATIONAL VALUE DA NI=8 NO=216 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 PM SY FI=AWO.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK AOV FR TD 7 5 TD 7 3 TD 7 2 TD 2 1 TD 8 3 TD 6 5 TD 4 3 TD 6 4 TD 4 1 TD 8 5 PD OU TV SS MI
LAMPIRAN 10
HASIL ANALISIS REGRESI BERGANDA
Deskripsi Statistik
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Workplace bullying 216 44.83 135.36 50.0000 9.54885
conscientiousness 216 28.39 72.83 50.0000 8.74918
neuroticism 216 30.31 71.61 50.0000 9.18827
agreeableness 216 20.72 61.35 50.0000 7.83562
outcome
orientation 216 32.36 74.78 50.0000 9.43883
team orientation 216 28.60 68.56 50.0000 9.39288
meaningful work 216 31.42 77.29 50.0000 9.45740
sense of
community 216 28.78 80.62 50.0000 9.34558
alignment with
organizational
value
216 27.92 81.45 50.0000 9.46430
Valid N (listwise) 216
Regresi Bersama
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2614.904 8 326.863 3.983 .000b
Residual 16988.894 207 82.072
Total 19603.798 215
a. Dependent Variable: TS_DV
b. Predictors: (Constant), TS_X8, TS_X1, TS_X3, TS_X2, TS_X5, TS_X4, TS_X6, TS_X7
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 66.487 9.650 6.890 .000
TS_X1 -.317 .091 -.291 -3.497 .001
TS_X2 .038 .077 .037 .492 .624
TS_X3 -.224 .086 -.184 -2.594 .010
TS_X4 .077 .094 .077 .823 .412
TS_X5 -.148 .093 -.145 -1.599 .111
TS_X6 -.161 .103 -.160 -1.564 .119
TS_X7 .261 .129 .255 2.031 .044
TS_X8 .145 .118 .143 1.223 .223
a. Dependent Variable: TS_DV
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 64.044 10.587 6.050 .000
TS_X1 -.309 .091 -.283 -3.397 .001
TS_X2 .003 .084 .003 .041 .967
TS_X3 -.204 .088 -.168 -2.330 .021
TS_X4 .093 .095 .092 .982 .327
TS_X5 -.132 .093 -.129 -1.411 .160
TS_X6 -.192 .107 -.190 -1.800 .073
TS_X7 .258 .130 .253 1.991 .048
TS_X8 .136 .119 .135 1.144 .254
USIA 2.446 2.971 .059 .823 .411
JK 1.922 1.426 .100 1.347 .179
LAMAKERJA -.107 1.076 -.007 -.100 .921
a. Dependent Variable: TS_DV
Regresi Proporsi
Model Summary
Mode
l R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .175a .031 .026 9.42389 .031 6.739 1 214 .010
2 .180b .032 .023 9.43739 .002 .388 1 213 .534
3 .276c .076 .063 9.24371 .044 10.019 1 212 .002
4 .278d .077 .060 9.25913 .001 .294 1 211 .588
5 .280e .078 .057 9.27506 .001 .276 1 210 .600
6 .283f .080 .053 9.29008 .001 .321 1 209 .571
7 .357g .127 .098 9.07015 .047 11.259 1 208 .001
8 .365h .133 .100 9.05936 .006 1.496 1 207 .223
a. Predictors: (Constant), TS_X1
b. Predictors: (Constant), TS_X1, TS_X2
c. Predictors: (Constant), TS_X1, TS_X2, TS_X3
d. Predictors: (Constant), TS_X1, TS_X2, TS_X3, TS_X4
e. Predictors: (Constant), TS_X1, TS_X2, TS_X3, TS_X4, TS_X5
f. Predictors: (Constant), TS_X1, TS_X2, TS_X3, TS_X4, TS_X5, TS_X6
g. Predictors: (Constant), TS_X1, TS_X2, TS_X3, TS_X4, TS_X5, TS_X6, TS_X7
h. Predictors: (Constant), TS_X1, TS_X2, TS_X3, TS_X4, TS_X5, TS_X6, TS_X7, TS_X8
LAMPIRAN 11
Informed Consent
Kuesioner Penelitian
Kepada Yth.
Bapak/Ibu Responden penelitian
di tempat.
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Salam sejahtera saya ucapkan, semoga Bapak/Ibu selalu mendapatkan
perlindungan Tuhan YME, sehingga dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari dengan
baik. Perkenalkan, Saya Bestyanti S. Archadia Mahasiswi Program Sarjana Strata-1
(S1) di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini, saya sedang
melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas skripsi sebagai syarat untuk meraih
gelar S1.
Saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam
penelitian saya, dengan mengisi kuesioner ini sesuai dengan petunjuk pengisian yang
diberikan. TIDAK ADA JAWABAN BENAR ATAU SALAH dalam kuisioner ini,
diharapkan Bapak/Ibu mengisi semua jawaban sesuai dengan keadaan saat ini.
Data diri dan semua jawaban Bapak/Ibu akan diolah secara general, bukan
perorangan. Data penelitian ini akan dijaga KERAHASIAAN-nya dan dipergunakan
untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian dan bantuannya peneliti ucapkan banyak
terimakasih.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.
Best Regards,
Bestyanti Sulistianingsih Archadia
083815274200
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini.
Nama :
Usia :
Jenis kelamin* : �[ ]Laki-laki [ ]Perempuan
Agama :
Status pernikahan* : [ ]Lajang [ ]Menikah
[ ]Duda [ ]Janda
Pendidikan terakhir* : [ ]SD/SMP [ ]SMA/D1
[ ]D2/D3 [ ]S1/D4
[ ]S2 [ ]S3
Suku* : [ ]Jawa [ ]Sunda
[ ]Betawi [ ]Batak
[ ]Minang [ ]Bugis
[ ]Lain-lain, sebutkan:
Jabatan :
Lama bekerja : Tahun
*) Tandai (X) salah satu
Data-data yang telah saya isi BENAR adanya dan saya akan mengisi
SELURUH PERNYATAAN dalam kuesioner berikut SESUAI DENGAN
KEADAAN SAYA saat ini tanpa ada rekayasa. Saya memberikan izin penuh kepada
peneliti, untuk menggunakan data-data yang telah saya berikan, bertujuan untuk
penelitian yang tengah berlangsung.
Jakarta, 2019
Responden
( _____________________ )
SKALA 1
Petunjuk pengisian kuesioner: 1. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan
saudara saat ini.
2. Setiap satu pernyataan hanya membutuhkan satu jawaban saja.
3. Pada skala ini, saudara diminta untuk mengambarkan keadaan dalam 6 bulan
terakhir.
Keterangan jawaban:
Tp: Tidak pernah Kk: Kadang-kadang
Sg: Sering Su: Selalu
No. Pernyataan Tp Kk Sg Su
1. Saya menahan informasi yang dapat mempengaruhi
kinerja rekan atau bawahan saya.
2. Saya menghina hasil dari pekerjaan rekan atau
bawahan saya.
3. Saya memerintahkan rekan atau bawahan saya untuk
bekerja di bawah level kompetensinya.
4. Saya mengganti jobdesk rekan atau bawahan saya
dengan tugas-tugas yang lebih sepele atau tidak
menyenangkan.
5. Saya menyebarkan gosip dan rumor tentang rekan
atau bawahan saya di kantor.
6. Saya mengabaikan, mengecualikan atau
mendiskriminasi rekan atau bawahan saya di kantor.
7. Saya berkomentar negatif mengenai sikap atau
kehidupan pribadi rekan atau bawahan saya di
kantor.
8. Saya berbicara dengan nada tinggi kepada rekan
atau bawahan saya sebagai bentuk kemarahan
spontan.
9. Saya mengintimidasi rekan atau bawahan saya di
kantor.
10. Saya memberikan masukan kepada rekan atau
bawahan saya agar ia berhenti dari pekerjaannya.
11. Saya membicarakan berulang kali mengenai
kelalaian yang diperbuat oleh rekan atau bawahan
saya di kantor.
12. Saya mengabaikan atau memunculkan reaksi
bermusuhan ketika rekan atau bawahan saya
mendekat.
13. Saya melakukan kritik terus-menerus atas kerja dan
usaha rekan atau bawahan saya.
14. Saya mengabaikan pendapat dan pandangan rekan
atau bawahan saya.
15. Saya membuat lelucon yang bersifat mengejek
kepada orang yang tidak saya sukai di kantor.
16. Saya memberikan tugas dengan target/waktu yang
tidak masuk akal/tidak mungkin kepada rekan atau
bawahan saya.
17. Saya kerap kali menuduh rekan atau bawahan saya.
18. Saya memantau pekerjaan rekan atau bawahan saya
secara berlebihan.
19. Saya memberikan tekanan kepada rekan atau
bawahan saya agar ia tidak mengklaim hak
karyawan (misalnya cuti sakit, hak libur, biaya
perjalanan).
20. Saya menjadikan rekan atau bawahan saya sebagai
objek sindiran serta sarkasme yang berlebihan.
21. Saya memberikan beban kerja yang tidak terkendali
kepada rekan atau bawahan saya.
22. Saya mengancam rekan atau bawahan saya dengan
kekerasan verbal dan/atau fisik.
SKALA 2
Petunjuk pengisian kuesioner: 1. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan
saudara saat ini.
2. Setiap satu pernyataan hanya membutuhkan satu jawaban saja.
Keterangan jawaban:
Sts: Sangat tidak sesuai Ts: Tidak sesuai
S: Sesuai Ss: Sangat sesuai
No. Pernyataan Sts Ts S Ss
1. Saya adalah orang yang suka mencari
kesalahan orang lain.
2. Saya adalah orang yang melakukan pekerjaan
dengan teliti.
3. Saya adalah orang yang mudah tertekan pada
sesuatu hal.
4. Saya adalah orang yang tidak egois dan suka
membantu orang lain.
5. Saya adalah orang yang ceroboh.
6. Saya adalah orang yang santai dan dapat
mengatasi stres dengan baik.
7. Saya orang yang suka memulai pertengkaran
dengan orang lain.
8. Saya adalah pekerja yang dapat diandalkan.
9. Saya adalah orang yang mudah menjadi
tegang.
10. Saya adalah orang yang pemaaf.
11. Saya adalah orang yang tidak menyukai
keteraturan.
12. Saya adalah orang yang mempunyai banyak
kekhawatiran.
13. Saya adalah orang yang mudah percaya dengan
orang lain.
14. Saya adalah orang yang cenderung pemalas.
15. Saya memiliki emosi yang stabil dan tidak
mudah terganggu oleh orang lain.
16. Saya adalah orang yang suka menyendiri dan
dingin pada orang lain.
17. Saya adalah orang yang tekun dalam
menyelesaikan tugas.
18. Saya adalah orang yang pemurung.
19. Saya adalah orang yang perhatian dan baik
pada hampir setiap orang.
20. Saya adalah orang yang melakukan hal-hal
secara efisien.
21. Saya adalah orang yang tetap tenang dalam
situasi yang menegangkan.
22. Saya kadang-kadang kasar pada orang lain.
23. Saya adalah orang yang suka membuat rencana
dan mewujudkannya.
24. Saya adalah orang yang mudah gugup.
25. Saya adalah orang yang suka bekerja sama
dengan orang lain.
26. Saya adalah orang yang mudah tersinggung.
SKALA 3
Petunjuk pengisian kuesioner: 1. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan
saudara saat ini.
2. Setiap satu pernyataan hanya membutuhkan satu jawaban saja.
Keterangan jawaban:
Sts: Sangat tidak sesuai Ts: Tidak sesuai
S: Sesuai Ss: Sangat sesuai
No. Pernyataan Sts Ts S Ss
1. Saya senantiasa bekerja dengan menekankan
pada hasil yang optimal.
2. Saya terus mengembangkan diri untuk
mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin
dalam menyelesaikan pekerjaan.
3. Saya berusaha meningkatkan efektivitas cara
bekerja untuk memperoleh hasil yang optimal.
4. Saya selalu berpikir bagaimana menyelesaikan
pekerjaan dengan cepat dan hasil yang optimal.
5. Saya selalu menekankan pada hasil kerja, tetapi
tetap memperhatikan proses kerja untuk
mencapai hasil yang optimal.
6. Perusahaan saya memberikan penghargaan
kepada karyawan yang mampu menunjukan
prestasi kerja.
7. Saya selalu dituntut untuk berorientasi kepada
hasil kerja yang tinggi dalam bekerja.
8. Perusahaan memberikan fasilitas penunjang
untuk menyelesaikan pekerjaan secara optimal.
9. Saya lebih senang bekerja dalam tim.
10. Saya berusaha menjalin kerjasama dengan
anggota divisi lain untuk meningkatkan hasil
yang terbaik bagi perusahaan.
11. Saya berusaha untuk menolong anggota divisi
saya maupun divis lainnya bila ada yang
mengalami kesulitan.
12. Saya dituntut untuk menjadi anggota divisi
yang kompak dan handal dalam menjalankan
pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
13. Para karyawan saling percaya terhadap sesama
rekan kerja.
14. Saya memiliki loyalitas tinggi terhadap tim
dalam mencapai target yang telah ditetapkan
pihak manajemen perusahaan.
15. Perusahaan saya menggunakan sistem kerja
sama tim dalam melaksanakan pekerjaan.
16. Jika timbul permasalahan di tempat kerja, selalu
diselesaikan secara bersama-sama.
17. Pimpinan dan pihak manajemen memberi solusi
dan bantuan jika saya menemukan kendala
dalam melakukan pekerjaan.
18. Saya melakukan koordinasi dengan rekan kerja
dan pimpinan dalam melaksanakan pekerjaan.
19. Saya lebih senang bekerja dalam tim.
SKALA 4
Petunjuk pengisian kuesioner: 1. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan
saudara saat ini.
2. Setiap satu pernyataan hanya membutuhkan satu jawaban saja.
Keterangan jawaban:
Sts: Sangat tidak sesuai Ts: Tidak sesuai
S: Sesuai Ss: Sangat sesuai
No. Pernyataan Sts Ts S Ss
1. Saya menikmati pekerjaan saya saat ini.
2. Semangat hidup saya muncul karena pekerjaan
saya saat ini.
3. Pekerjaan saya berkaitan dengan hal-hal yang
menurut saya penting dalam kehidupan saya.
4. Saya bersemangat ketika akan pergi bekerja.
5. Bagi saya pekerjaan memberikan manfaat
sosial.
6. Saya memahami apa yang membuat pekerjaan
saya begitu bermakna.
7. Perusahaan sangat menghargai ketika saya
bekerja sama dengan orang lain.
8. Saya merasa sebagai bagian dari perusahaan.
9. Saya percaya bahwa setiap orang harus saling
mendukung.
10. Saya merasa bebas mengemukakan pendapat
saya di kantor.
11. Para karyawan saling terhubung karena
memiliki tujuan yang sama.
12. Para karyawan di tempat saya bekerja memiliki
kepedulian satu sama lain.
13. Di kantor tempat saya bekerja, saya merasa
berada dalam keluarga besar.
14. Saya merasa cocok dengan nilai-nilai organisasi
di kantor.
15. Perusahaan saya peduli terhadap mereka yang
kurang mampu.
16. Perusahaaan saya peduli terhadap para
pegawainya.
17. Perusahaan saya memiliki hati nurani.
18. Saya merasa terkait dengan tujuan perusahaan.
19. Perusahaan saya peduli terhadap kesehatan para
pegawainya.
20. Saya merasa terkait dengan misi perusahaan.
21. Perusahaan peduli terhadap semangat para
pegawainya.
Top Related