BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Network Planning
1. Sejarah dan Pengertian Network Planning
Pada perencanaan suatu proyek terdapat proses pengambilan keputusan dan proses
penetapan tujuan. Untuk dapat melaksanakan proses ini perlu adanya informasi yang tepat dan
kemampuan pengambilan keputusan yang tinggi. Proses pengambilan keputusan dan penetapan
kebijakan serta proses penyelenggaraan merupakan sistem operasi pada perencanaan proyek.
Bila perencanaan proyek merupakan sebuah total sistem, maka penyelenggaraan proyek
tersebut terdiri dari dua sub sistem, yaitu sub sistem operasi dan sub sistem informasi. Sub sistim
operasi menjawab pertanyaan “bagaimana cara melaksanakan kegiatan” sedang sub sistem
informasi menjawab pertanyaan “kegiatan apa saja yang sudah, sedang dan akan dilaksanakan”.
Network planning merupakan sub sistem informasinya.
Konsep network ini mula-mula disusun oleh perusahaan jasa konsultan manajemen Boaz,
Allen dan Hamilton (1957) yang berada dibawah naungan perusahaan pesawat terbang
Lockheed. Kebutuhan penyusunan network ini dirasakan perlu karena adanya koordinasi dan
pengurutan kegitan-kegiatan pabrik yang kompleks, yang saling berhubungan dan saling
tergantung satu sama lain. Hal ini dilakukan agar perencanaan dan pengawasan kegiatan dapat
dilakukan secara sistimatis, sehingga dapat diperoleh efisiensi kerja.
Adanya network ini menjadikan sistem manajemen dapat menyusun perencanaan
penyelesaian proyek dengan waktu dan biaya yang paling efisien. Di samping itu network juga
dapat dipergunakan sebagai alat pengawasan yang cukup baik untuk menyelesaikan proyek
tersebut. Diagram network merupakan kerangka penyelesaian proyek secara keseluruhan,
ataupun masing-masing pekerjaan yang menjadi bagian daripada penyelesaian proyek secara
keseluruhan.
Pada prinsipnya network dipergunakan untuk perencaan penyelesaian berbagai macam
5
pekerjaan terutama pekerjaan yang terdiri atas berbagai unit pekerjaan yang semakin sulit dan
rumit.
Menurut Sofwan Badri (1997 : 13) dalam bukunya “Dasar-Dasar Network Planning” adalah
sebagai berikut :
“Network planning pada prinsipnya adalah hubungan ketergantungan antara bagian-bagian
pekerjaan (variabel) yang digambarkan / divisualisasikan dalam diagram network”. Dengan
demikian diketahui bagian-bagian pekerjaan mana yang harus didahulukan, bila perlu dilembur
(tambah biaya), pekerjaan mana yang menunggu selesainya pekerjaan yang lain, pekerjaan mana
yang tidak perlu tergesa-gesa sehingga alat dan tenaga dapat digeser ke tempat lain demi
efesiensi.
Sedangkan menurut Soetomo Kajatmo (1977: 26) adalah :
“Network planning merupakan sebuah alat manajemen yang memungkinkan dapat lebih luas dan
lengkapnya perencanaan dan pengawasan suatu proyek”. Adapun definisi proyek itu sendiri
adalah suatu rangkaian kegiatan-kegiatan (aktivitas) yang mempunyai saat permulaan dan yang
harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan tujuan tertentu.
Pengertian lainnya yang dikemukakan oleh Tubagus Haedar Ali (1995: 38) yaitu:
“Network planning adalah salah satu model yang digunakan dalam penyelenggaraan proyek yang
produknya adalah informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang ada dalam network diagram
proyek yang bersangkutan.
2. Manfaat Network Planning
Network planning merupakan teknik perencanaan yang dapat mengevaluasi interaksi antara
kegiatan-kegiatan. Manfaat yang dapat dirasakan dari pemakaian analisis network adalah sebagai
berikut :
a. Dapat mengenali (identifikasi) jalur kritis (critical path) dalam hal ini adalah jalur elemen
yaitu kegiatan yang kritis dalam skala waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan.
b. Dapat diketahui dengan pasti kesukaran yang akan timbul jauh sebelum terjadinya sehingga
dapat diambil tindakan yang presentatif.
c. Mempunyai kemampuan mengadakan perubahan-perubahan sumber daya dan memperhatikan
efek terhadap waktu selesainya proyek.
d. Sebagai alat komunikatif yang efektif.
e. Memungkinkan tercapainya penyelenggaraan proyek yang lebih ekenomis dipandang dari
sudut biaya langsung dan penggunaan sumber daya yang optimum.
f. Dapat dipergunakan untuk memperkirakan efek-efek dari hasil yang dicapai suatu kegiatan
terhadap keseluruhan rencana.
3. Bentuk Network Planning
Network adalah grafik dari suatu rencana produk yang menunjukkan interelasi dari
berbagai aktivitas. Network juga sering disebut diagram panah, apabila hasil-hasil perkiraan dan
perhitungan waktu telah dibubuhkan pada network maka ini dapat dipakai sebagai jadwal proyek
(project schedulle). Untuk membentuk gambar dari rencana network tersebut perlu digunakan
simbol-simbol, antar lain :
a. : Arrow / anak panah yang menyatakan aktivitas / kegiatan yaitu suatu kegiatan
atau pekerjaan dimana penyelesaiannya membutuhkan durasi (jangka waktu
tertentu) dan resources (tenaga, alat, material dan biaya). Kepala anak panah
menjadi pedoman arah tiap kegiatan, dimana panjang dan kemiringan tidak
berpengaruh.
b. : Node / event, yang merupakan lingkaran bulat yang artinya
saat peristiwa atau kejadian yaitu pertemuan dari permulaan dan akhir
kegiatan
c. : Dummy /anak panah terputus-putus yang menyatakan kegiatan
semu yaitu aktivitas yang tidak membutuhkan durasi dan
resources.
d. : Double arrow / dobel anak panah yang menunjukkan kegiatan di lintasan
kritis (critical path)
Contoh penggunaan simbol tersebut adalah sebagai berikut :
a. : kegiatan A harus dilaksanakan sebelum
kegiatan B demikian pula sebelum
menyelesaikan kegiatan 3 maka
kegiatan 1 dan 2 harus diselesaikan.
b. : Awal dari seluruh kegiatan adalah
kegiatan 1 dan untuk menyelesaikan
seluruh proyek maka setelah kegiatan 1
ada 3 kegiatan yang harus diselesaikan
yaitu menyelesaikan kegiatan 2, 3 dan
4 kemudian melaksanakan kegiatan 5
dan 6.
c. A 2 C 5 F 6 G : Kegiatan A harus selesai sebelum
1 8 kegiatan C, kegiatan B harus selesai
B D E sebelum kegiatan D
Kegiatan C dan D harus selesai
sebelum kegiatan F dimulai, tetapi
kegiatan E sudah dapat dimulai
walaupun hanya kegiatan D saja yang selesai dan
seterusnya.
d. A 2 C : Kegiatan B harus diselesaikan dalam
1 4 jangka waktu yang pendek / kritis
B 3 D sedangkan kegiatan A, C, dan D harus
Diselesaikan dengan adanya kelonggaran
A B1 2 3
2
4
B E
3 4 7
A D
G
C F
1 3 5 6
Gambar 1
Gambar.2
Gambar.3
Gambar.4
waktu untuk terlambat (float).
B. PERT dan CPM
1. Pengertian PERT dan CPM
PERT merupakan singkatan dari Program Evaluation and Review Technique (teknik
menilai dan meninjau kembali program), sedangkan CPM adalah singkatan dari Critical
Path Method (metode jalur kritis) dimana keduanya merupakan suatu teknik manajemen.
Teknik PERT adalah suatu metode yang bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi
adanya penundaan, maupun gangguan produksi, serta mengkoordinasikan berbagai bagian
suatu pekerjaan secara menyeluruh dan mempercepat selesainya proyek. Teknik ini
memungkinkan dihasilkannya suatu pekerjaan yang terkendali dan teratur, karena jadwal
dan anggaran dari suatu pekerjaan telah ditentukan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan.
Tujuan dari PERT adalah pencapaian suatu taraf tertentu dimana waktu merupakan
dasar penting dari PERT dalam penyelesaian kegiatan-kegiatan bagi suatu proyek. Dalam
metode PERT dan CPM masalah utama yaitu teknik untuk menentukan jadwal kegiatan
beserta anggaran biayanya dengan maksud pekerjaan-pekerjaan yang telah dijadwalkan itu
dapat diselesaikan secara tepat waktu serta tepat biaya.
CPM adalah suatu metode perencanaan dan pengendalian proyek-proyek yang
merupakan sistem yang paling banyak digunakan diantara semua sistem yang memakai
prinsip pembentukan jaringan. Dengan CPM, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan berbagai tahap suatu proyek dianggap diketahui dengan pasti, demikian pula
hubungan antara sumber yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
proyek. Jadi CPM merupakan analisa jaringan kerja yang berusaha mengoptimalkan biaya
total proyek melalui pengurangan waktu penyelesaian total proyek yang bersangkutan.
Teknik penyusunan jaringan kerja yang terdapat pada CPM, sama dengan yang
digunakan pada PERT. Perbedaan yang terlihat adalah bahwa PERT menggunakan activity
oriented, sedangkan dalam CPM menggunakan event oriented. Pada activity oriented anak-
panah menunjukkan activity atau pekerjaan dengan beberapa keterangan aktivitasnya,
sedang event oriented pada peristiwalah yang merupakan pokok perhatian dari suatu
aktivitas. Pengertian PERT dan CPM seperti yang dikemukakan oleh para ahli dikutipkan
seperti berikut :
“Teknik PERT adalah suatu metode yang bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi
adanya penundaan maupun konflik dan gangguan produksi, serta mengkoordinasikan dan
mengsingkronisasikan berbagai bagian dari keseluruhan pekerjaan dan mempercepat
selesainya proyek. Sedangkan CPM adalah suatu teknik perencanaan dan pengendalian yang
dipergunakan dalam proyek berdasarkan pada data biaya dari masa lampau (past cost
data)”.
T. Hari Handoko (1993 hal. : 401) mengemukakan bahwa : “PERT adalah suatu metode
analisis yang dirancang untuk membantu dalam penjadwalan dan pengendalian proyek-
proyek yang kompleks, yang menuntut bahwa masalah utama yang dibahas yaitu masalah
teknik untuk menentukan jadwal kegiatan beserta anggaran biayanya sehingga dapat
diselesaikan secara tepat waktu dan biaya, sedangkan CPM adalah suatu metode yang
dirancang untuk mengoptimalkan biaya proyek dimana dapat ditentukan kapan pertukaran
biaya dan waktu harus dilakukan untuk memenuhi jadwal penyelesaian proyek dengan biaya
seminimal mungkin”
1. Perbedaan PERT dan CPM
Pada prinsipnya yang menyangkut perbedaan PERT dan CPM adalah sebagai berikut
:
a. PERT digunakan pada perencanaan dan pengendalian proyek yang belum pernah
dikerjakan, sedangkan CPM digunakan untuk menjadwalkan dan mengendalikan
aktivitas yang sudah pernah dikerjakan sehingga data, waktu dan biaya setiap unsur
kegiatan telah diketahui oleh evaluator.
b. Pada PERT digunakan tiga jenis waktu pengerjaan yaitu yang tercepat, terlama serta
terlayak, sedangkan pada CPM hanya memiliki satu jenis informasi waktu pengerjaan
yaitu waktu yang paling tepat dan layak untuk menyelesaikan suatu proyek.
c. Pada PERT yang ditekankan tepat waktu, sebab dengan penyingkatan waktu maka biaya
proyek turut mengecil, sedangkan pada CPM menekankan tepat biaya.
d. Dalam PERT anak panah menunjukkan tata urutan (hubungan presidentil), sedangkan
pada CPM tanda panah adalah kegiatan.
C. Langkah-Langkah Penjadwalan Proyek
Menurut teknik PERT langkah-langkah dalam penjadwalan suatu proyek adalah:
1. Mengidentifikasikan setiap aktivitas/kegiatan yang dilaksanakan.
Adanya pengetahuan tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan, maka seorang
perencana dapat mengklasifikasikan setiap kegiatan, mana yang harus dikerjakan lebih
dahulu, mana yang boleh dikerjakan kemudian dan seterusnya. Di samping itu, hubungan
suatu kegiatan dengan kegiatan lainnya perlu diketahui untuk memperoleh gambaran
mengenai kemungkinan ketergantungan setiap kegiatan, dimana dalam hal ini waktu dan
sumber daya belum dipertimbangkan. Berikut disajikan satu contoh jaringan kerja sederhana
tanpa memperhatikan faktor waktu.
Contoh :
Suatu proyek yang dimulai dengan kegiatan A dan B. Setelah kegiatan B selesai, kegiatan D
dan E baru boleh dimulai demikian pula kegiatan C dapat dimulai jika kegiatan A selesai.
Kegiatan F hanya boleh dimulai jika kegiatan C, D dan E selesai. Kegiatan G dapat dimulai
jika kegiatan E selesai walaupun kegiatan C dan D belum selesai. Dan seluruh rangkaian
kegiatan dianggap selesai jika kegiatan F dan G selesai. Untuk memudahkan melihat dan
menggambarnya, maka kegiatan dapat ditulis dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Tabel kegiatan :
Kegiatan Kegiatan yang mendahului
A -
B
C
D
E
F
G
-
A
B
B
C, D, E
E
Gambar jaringannya :
C
A F
D
B G E
Untuk menolong dan mengetahui letak kejadian pada jaringan yang besar, maka
dapat dilakukan pemberian nomor yaitu nomor pada kepala anak panah lebih rendah
daripada nomor pada ekor nomor pada anak panah. Dalam hal ini durasi setiap kejadian
telah ada / ditentukan
2. Menghitung saat paling cepat terjadinya event (EET) atau saat paling cepat
dimulainya (ES) serta saat tercepat diselesaikannya aktifitas (EF)
Cara perhitungan yang digunakan adalah perhitungan maju (forward computation), dimana
perhitungan bergerak dari initial event menuju ke terminal event. Sebuah event hanya dapat
terjadi jika aktifitas yang mendahuluinya telah selesai.
Jadi saat paling cepat terjadinya event sama dengan nilai terbesar dari saat tercepat untuk
menyelesaikan aktifitas-aktifitas yang berakhir pada event tersebut.
EET(j) = max (EF(i1,j), EF(i2,j),…,EF(in,j)
Ket. : EET(i) = ES(i,j)
EF(i,j) = ES(i,j) + D(i,j)
i = peristiwa awal kegiatan
Gambar 5. Network Planning
j = peristiwa akhirkegiatan
D(i,j) = lama kegiatan
Untuk kejadian awal atau hari ke 0 EETnya = 0
(Tjutju Tartliah Dimyati & Ahmad Dimyati, 1994 : 183)
3. Menghitung saat paling lambat terjadinya event (LET) dan saat paling lambat
dimulainya (LS) serta saat paling lambat diselesaikannya aktifitas (LF)
Cara perhitungan yang digunakan adalah perhitungan mundur (backward pass), dimana
perhitungan bergerak dari terminal event menuju initial event. Saat paling lambat terjadinya
event sama dengan nilai terkecil dari saat-saat paling lambat untuk memulai aktifitas yang
berpangkal pada event tersebut.
LET(i) = min (LS(i, j1), (LS(i,J2),…LS(i, Jn)).
Ket. : LET(j) = LF(i,j)
LS(i,j) = LF(i,j) - D(i,j)
D(i,j) = lama Kegiatan
(Tjutju Tartliah Dimyati & Ahmad Dimyati, 1994 : 185)
Untuk memudahkan mengidentifikasi hasil perhitungan maju dan mundur dapat digunakan
lingkaran event yaitu :
a
b c
Keterangan :
a : ruang untuk nomor event
b : ruang untuk menunjukkan EET
c : ruang untuk menunjukkan LET
4. Menghitung kelonggaran waktu (float time)
Kelonggaran waktu (float time) adalah jangka waktu yang merupakan ukuran batas toleransi
keterlambatan kegiatan. Dengan ukuran ini dapat diketahui karakteristik pengaruh
keterlambatan terhadap penyelengaraan proyek dan terhadap pola kebutuhan sumber daya dan
pola kebutuhan biaya.
Kelonggaran waktu (float time) terdiri atas total float dan free float
a. Total float adalah jumlah waktu dimana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur
tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan. Total
float ini dihitung dengan rumus :
TF (i,j) = LS(i,j) – ES (i,j)
= LET (j) – D (i,j) – EET (i)
atau TF (i,j) = LF (i,j) – EF (i,j)
= LET (j) – EET (i) – D (i,j)
( Sofwan Badri, 1997 : 58 )
b. Free float adalah jumlah waktu dimana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa
mempengaruhi saat paling cepat dari dimulainya aktivitas yang lain atau saat paling cepat
terjadinya event lain pada network. Free float dihitung dengan rumus :
FF (i,j) = EET (j) - EF(i,j)
= EET (j) – EET (i) – D (i,j)
( Sofwan Badri, 1997 : 58 )
5. Menentukan lintasan kritis.
Suatu aktivitas yang tidak memiliki float disebut lintasan kritis. Dengan kata lain aktivitas
kritis mempunyai TF - FF = 0 ( Sofwan Badri, 1997 : 60 )
Lintasan kritis ini harus diperhatikan sebab dengan bertambahnya kegiatan pada
lintasan ini, menyebabkan bertambahnya waktu penyelesaian proyek.
6. Menghitung slack of event (Kelambanan)
Slack adalah perbedaan waktu paling lambat dan waktu paling awal kegiatan. Pada
perhitungan slack of event ini, mengikuti cara kerja PERT yang sifatnya probabilistic,
adapun rumusnya :
S (i,j) = LET (j) – EET (j)
( Totok Irawan et al, 2003 : 102 )
7. Menentukan nilai harapan dan varians berdasarkan perkiraan waktu
Dalam perkiraan waktu tidak dapat dihindari adanya faktor kemungkinan. Faktor ini dapat
diperkecil jika kita memiliki data yang akurat. Estimasi waktu penyelesaian proyek disusun
sesuai jadwal yang tersedia. Tujuan mengestisimasi waktu ini adalah untuk menekan tingkat
ketidakpastian dalam waktu pelaksanan selama pelaksanaan proyek sehingga cara kerja
dapat efisien dan waktu pelaksanaan proyek juga menjadi efisien. Jadi estimasi waktu
merupakan batas bawah yang mungkin tidak dapat dicapai dengan sumber daya yang
terbatas. Cara yang dapat digunakan dalam hal ini adalah :
a. Membuat sub network yaitu pekerjaan dipecah-pecah menjadi pekerjaan yang lebih kecil
atau perkiraan waktu tunggal untuk setiap aktivitas.
Cara ini dapat dilakukan apabila duration dapat diketahui dengan akurat dan tidak terlalu
berfluktuasi. Pendekatan dengan cara ini dilakukan dengan anggapan bahwa setiap
fluktuasi dapat diatasi dengan fungsi kontrol.
b. Menggunakan tipe perkiraan waktu (Triple duration estimate)
Pada PERT terdapat tiga jenis perkiraan/dugaan waktu yaitu dugaan paling mungkin,
dugaan optimis dan dugaan pesimis.
1) Dugaan paling mungkin (dinotasikan dengan m) dimaksudkan sebagai suatu dugaan
yang realistis / paling sering terjadi bila aktivitas dilakukan berulang-ulang, dan
pelaksanaannya berjalan normal. Pada statistik, ini merupakan dugaan modus (nilai
tertinggi) dari sebaran peluangnya.
2) Dugaan optimis (dinotasikan dengan a) dimaksudkan sebagai waktu yang
dibutuhkan jika pada pelaksanaan aktivitas semua hal berlangsung dengan lancar
(baik sekali tidak terjadi kesalahan sedikitpun pada pelaksanaan). Secara statistik
ini merupakan dugaan batas bawah dari sebaran peluangnya.
3) Dugaan pesimis (dinotasikan dengan b), dimaksudkan sebagai waktu yang
dibutuhkan bila terjadi kesalahan pada pelaksanaan aktivitas (jika semua hal
berlangsung dengan buruk), sehingga kegiatan akan selesai lebih lambat. Hal ini
dapat disebabkan karena keterbatasan alat. Adanya hambatan yang disebabkan oleh
alam seperti banjir, hujan dan keadaan lainnya seperti keadaan politik dan
sebagainya di luar kekuasaan perusahaan tidak termasuk dalam hal ini, sehingga
hal-hal tersebut diasumsikan tidak akan terjadi. Secara statistik ini merupakan batas
atas dari sebaran peluangnya.
Gambar lokasi dugaan dari sebaran peluangnya ada tiga kemungkinan yaitu :
a m b a m b a m b (1) (2) (3)
Gambar 6. Lokasi dugaan dari sebaran peluang
Ket : m : waktu dugaan paling mungkin
b : waktu dugaan pesimis
a : waktu dugaan optimis
Gambar (1) diperoleh jika a dan b mempunyai jarak yang sama dari m. Gambar
(2) diperoleh jika b lebih jauh dari m dibandingkan dengan a, maka kemiringan
yang diperoleh adalah kemiringan negatif (ekor panjang ke kanan). Sebaliknya, jika
a lebih jauh dari m dibandingkan b, maka kemiringan yang diperoleh adalah
kemiringan positif (ekor panjang ke kiri) seperti gambar (3).
Dengan adanya ketiga macam dugaan waktu dan berdasarkan model gambar sebaran
peluang maka sebaran yang digunakan adalah sebaran yang paling mendekati
sebaran beta dengan titik unimodalnya di m dan titik akhirnya di a dan b. Maka
nilai harapan untuk setiap kegiatan diperkirakan adalah :
( Frederick S.Hiller dkk, 1996 : 377)
Dengan asumsi bahwa simpangan baku (V) adalah seperenam dari rentang
kebutuhan waktu yang mungkin, maka dugaan variansnya adalah :
( Frederick S.Hiller dkk, 1996 : 377)
8. Menentukan probabilitas untuk menyelesaikan proyek dalam waktu tertentu, hal itu
dapat dihitung dengan rumus :
Dimana :
Dn = = Waktu penyelesaian proyek (jatuh tempo dari
proyek yang ditargetkan)
Dc = = waktu penyelesaian paling cepat yang
diharapkan untuk aktivitas terakhir
Dc = Dn -
= = akar dari jumlah varians sepanjang jalur kritis
dimana Vc2 adalah varians lintasan kritis.
( Imam Soehartono, 1997 : 237 )
D. Pengoptimalan waktu dan biaya
1. Pengertian optimalisasi waktu dan biaya
Dalam pelaksanaan pembangunan proyek kontruksi sering mengalami keterlambatan
akibat berbagai hal yang menyebabkan terjadinya kerugian materi dan waktu. Oleh karena itu
dilaksanakan optimalisasi sumber daya yang ada khususnya sumber daya biaya dan waktu.
Adapun tujuan mengoptimalkan suatu proyek adalah agar dapat memperoleh keuntungan
yang lebih baik tanpa mengurangi kualitas ( mutu ) suatu kontruksi.
Optimalisasi berasal dari kata dasar optimal yang berarti yang terbaik. Jadi
optimalisasi adalah proses pencapaian suatu pekerjaan dengan hasil dan keuntungan yang
besar tanpa harus mengurangi mutu dan kualitas dari sutau pekerjaan.
Waktu dalam hal ini adalah lamanya suatu rangkaian ketika proses berlangsung, yang
merupakan penjabaran perencanaan proyek menjadi urutan langkah-langkah kegiatan untuk
mencapai sasaran. Sedangkan pengertian biaya adalah anggaran yang dikeluarkan untuk
pelaksanaan proyek, dalam hal ini merupakan penggunaan dana untuk melaksanakan
pekerjaan dalam kurun waktu tertentu.
Jadi optimalisasi waktu dan biaya adalah usaha pemanfaatan waktu yang relatif singkat
dengan biaya yang minimum untuk mencapai suatu pekerjaan dengan hasil dan keuntungan
yang baik dengan tetap memperhatikan mutu dan kualitas suatu proyek, sehingga proyek
tersebut mampu bersaing dengan proyek lain.
2. Hubungan biaya dan waktu pelaksanaan proyek
Untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan proyek perlu diperhatikan waktu yang
melintasi jalur kritis. Dalam pelaksanaannya dikenal dua jenis biaya yaitu :
a. Biaya langsung
Biaya langsung adalah semua biaya yang dikeluarkan secara langsung dipergunakan
untuk membiayai proyek yang sedang dilaksanakan, misalnya : bahan baku langsung,
upah buruh langsung.
b. Biaya tak langsung
Biaya tak langsung adalah biaya yang dikeluarkan tidak langsung dipergunakan dalam
proyek yang sedang dilaksanakan, misalnya sewa alat-alat berat dan biaya asuransi.
Dalam mengerjakan suatu proyek, biaya langsungnya dapat diperkirakan dengan
tepat sebab biaya ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku, upah karyawan dan
sebagainya. Sedangkan biaya tak langsung kemungkinan yang akan dikeluarkan lebih
besar daripada jumlah yang telah disetujui dalam kontrak kerja.
Semua usaha mencapai total biaya proyek yang optimum harus dilaksanakan
sebelum proyek dimulai. Jadi merupakan perencanaan awal pekerjaan menghitung biaya-
biaya harus senantiasa dilakukan, agar saat pelaksanaan tidak terjadi perencanaan
kembali.
Dalam mengerjakan suatu proyek, aspek biaya diperhitungkan dengan membuat
hubungan biaya (crush) dan waktu (duration) untuk setiap aktifitas yang dilakukan. Biaya
dalam hal ini hanya biaya langsung saja, tidak termasuk biaya administrasi, supervisi dan
lain-lain. Waktu optimal proyek adalah jumlah waktu penyelesaian proyek pada lintasan
kritis (Dc). Sedangkan biaya optimal proyek dapat dihitung dengan rumus :
Cc = [Ck – {
Ket : Cc = biaya optimal
Cn = biaya normal berdasarkan rencana anggaran
Biaya
Cp = biaya ditekan
Ck = biaya normal lintasan kritis
Dn = waktu normal berdasarkan bar chart
Dc = waktu optimal
P (Dc) = peluang waktu optimal
Sehingga biaya yang dapat dihemat dapat dihitung dengan persamaan :
Cp = Cn - Cc
( Totok Irawan et al, 2003 : 187 )
Biasanya hubungan biaya dengan waktu digambarkan sebagai berikut :
Gambar 7. Grafik hubungan waktu dan biaya
( Tjutju Tarliah Dimyati & Ahmad Dimiyati, 1994 :197 )
Titik (Dn, Cn) menyatakan hubungan waktu (Dn) dengan biaya (Cn). Jika aktifitas
diselesaikan dalam kondisi normal, Dn tersebut dapat dipersingkat dengan cara
meningkatkan pengalokasian sumber yang dengan sendirinya meningkatkan biaya langsung.
Terdapat suatu batas yang dinamakan crush time (batas waktu penyusutan) yang
menekankan bahwa pengurangan waktu selanjutnya (yang melewati batas tertentu) tidak
Cc
Cn
Biaya
Titik percepatan
Titik normal
WaktuDc Dn
efektif lagi. Pada titik ini setiap peningkatan sumber hanya akan meningkatkan biaya tanpa
mengurangi durasinya. Titik percepatan (crush point) pada gambar ditunjukkan oleh titik
(Dc, Cc). Hasil dari perhitungan ini adalah kurva yang menunjukkan hubungan biaya dan
waktu untuk berbagai jadwal dan biaya-biaya yang bersangkutan.
Secara sistimatis keadaan ini dapat dinyatakan hubungannya dengan kemiringan
garisnya (cost slope) yaitu :
Cost Slope =
CS =
( Imam Soehartono, 1995 : 214 )
Sebagai langkah awal prosedur perhitungannya dengan mengasumsikan bahwa
seluruh aktifitas terjadi pada waktu normal, dan langkah selanjutnya adalah mengurangi
waktu penyelesaian dengan menekan sebanyak mungkin aktifitas-aktifitas kritis yang
memiliki kemiringan terkecil.
Top Related