PENGGUNAAN SHUUJOUSHI DANSEIGO OLEH TOKOH WANITA DALAM ANIME K-ON EPISODE 1-7
KARYA SUTRADARA NAOKO YAMADA
SKRIPSI
OLEH: MUHAMMAD FIRDAUS
NIM 135110200111039
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
i
PENGGUNAAN SHUUJOSI DANSEIGO OLEH TOKOH WANITA DALAM ANIME K-ON EPISODE 1-7
KARYA SUTRADARA NAOKO YAMADA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Brawijaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Oleh:
MUHAMMAD FIRDAUS 135110200111039
PROGARAM STUDI S1 SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan dan bisa digunakan sebagai salah satu syarat
kelulusan dalam menempuh studi di program studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Brawijaya. Dalam menyelesaikan karya tulis ini, tentunya
banyak pihak yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun
agar tercapai hasil sesuai penulis harapkan. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Efrizal, M.A selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
masukan, nasehat, arahan, serta kritikan selama proses penyusunan skripsi ini.
2. Aji Setyanto, S.S, M.Litt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
banyak masukan dan saran sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.
3. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan kasih sayang, materi, dan
doanya sehingga penulis bisa menjalankan studi ini dengan baik dan lancar.
4. Kakak dan adik penulis yang selama ini menemani dan membantu dalam
mengerjakan skripsi.
5. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada semua teman-teman sastra
Jepang angkatan 2013 selama ini yang telah banyak membantu dan
memberikan motivasi selama penulisan skripsi.
vi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, maka dari
itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penulisan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat
bagi banyak pihak.
Malang, 19 Juni 2017
Penulis
vii
ABSTRAK
Firdaus, Muhammad.2017. Penggunaan shuujoshi danseigo yang digunakan oleh tokoh wanita dalam anime k-on episode 1-7 karya sutradara Naoko Yamada. Program Studi Sastra Jepang. Universitas Brawijaya. Pembimbing : Efrizal Kata kunci : Shuujoshi, Danseigo.
Shuujoshi merupakan partikel akhiran yang selalu ada pada akhir kalimat
dan memiliki fungsi untuk menunjukkan menyatakan niat seseorang untuk menghaluskan suatu percakapan, bertanya atau untuk mengajak seseorang. Selain itu penggunaan shuujoshi juga dapat mengetahui perbedaan bahasa antara ragam bahasa pria dan ragam bahasa wanita. Namun, akhir akhir ini terjadi kesalahan penggunaan shuujoshi oleh penggunanya. Dimana ragam bahasa wanita dipakai oleh pria dan ragam bahasa pria dipakai oleh wanita. Dengan anime k-on sebagai sumber data, penelitian ini di fokuskan pada penggunaan shuujoshi danseigo oleh tokoh wanita dalam anime tersebut. Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua rumusan masalah yaitu: (1) Penggunaan shuujoshi danseigo apa yang digunakan oleh tokoh wanita dalam anime K-ON karya sutradara Naoko Yamada (2) Apa saja komponen-komponen tutur yang terdapat dalam penggunaan shuujoshi danseigo dalam anime K-ON karya sutradara Naoko Yamada.
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan pendekatan
kualitatif deskritif. Penulis menggunakan sumber data anime k-on. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk penggunaan shuujoshi yang digunakan oleh tokoh wanita dan menguraikan komponen-komponen tutur yang ada dalam anime k-on.
Dalam sumber data tersebut penulis menemukan 137 bentuk penggunaan
shuujoshi danseigo yang terdiri dari shuujoshi kana sejumlah 29, na sejumlah 50, sa sejumlah 8, ze sejumlah 13, zo sejumlah 31 dan I sejumlah 6 dan dari data tersebut ditemukan delapan komponen-komponen tutur yaitu: setting and scene, participants, ends, act sequences, key, instrumentalities, norms of interaction and interpretation, dan genres.
viii
. 2017 . [ ] -
.
.
.
.
.
. (1)[ ]
(2)
.
. .
[ ] .
[ ]
.
137
29 [ ] 50 [ ] 8 [ ] 13 [ ] 31
[ ] 6 . .
.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM. ................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN.. ................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................... v ABSTRAK (BAHASA INDONESIA) ..................................................... vii ABSTRAK (BAHASA JEPANG) ............................................................ viii DAFTAR ISI .............................................................................................. ix DAFTAR TRANSLITERASI .................................................................. x DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi DAFTAR .. xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 6 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6 1.5 Definisi Istilah ............................................................................................. 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sosiolinguistik ............................................................................... 8 2.2 Komponen Tutur .......................................................................................... 9 2.3 Ragam Bahasa Pria (danseigo) dan Ragam bahasa Wanita (joseigo)......... 10 2.4 Joushi ......................................................................................................... 11 2.5 Shuujoshi ..................................................................................................... 13 2.6 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................................. 27 3.2 Sumber Data ................................................................................................ 27 3.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 28 3.4 Teknik Analisa Data .................................................................................... 28 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Temuan ........................................................................................................ 30 4.2 Pembahasan ................................................................................................. 31 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 44 5.2 Saran ............................................................................................................ 45 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46 LAMPIRAN ......................................................................................................... 48
x
DAFTAR TRANSLITERASI
a i u e o ka ki ku ke ko sa shi su se so ta chi tsu te to na ni nu ne no ha hi fu he ho ma mi mu me mo ya yu yo ra ri ru re ro wa ( ) wo ga gi gu ge go za zu zo da zu de do ba bi bu be bo pa pi pu pe po
kya kyu kyo sha shu sho cha chu cho nya nyu nyo hya hyu hyo mya myu myo rya ryu ryo gya gyu gyo ja ju jo bya byu byo pya pyu pyo
n wo
Partikel ha ditulis sebagai /wa/ Partikel he ditulis sebagai /e/ Partikel wo ditulis sebagai /o/ Bunyi panjang hiragana /a/ ditulis sebagai /aa/ Bunyi panjang hiragana /i/ ditulis sebagai /ii/ Bunyi panjang hiragana /u/ ditulis sebagai /uu/ Bunyi panjang hiragana /e/ ditulis sebagai /ee/ Bunyi panjang hiragana /o/ ditulis sebagai /oo/ Huruf mati rangkap ditulis (tsu kecil) Bunyi panjang katakana ditulis sebagai [ ]
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Data Temuan penggunaan shuujoshi danseigo ...................................... 30
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 : Curriculum Vitae .................................................................... 48
Lampiran 2 : Data Temuan Penggunaan Shuujoshi Danseigo .................. 50
Lampiran 3 : Berita Acara........................................................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat. Selain itu juga diberi
akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Manusia dikatakan sebagai
makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk
berhubungan (interaksi) dengan orang lain (Sulismadi dan Sofwani, 2011 : 2).
Dalam melakukan interaksi manusia memerlukan alat untuk menyampaikan
berbagai macam pikiran dan juga perasaan, yaitu bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2015: 67) dijelaskan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang
digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri.
Setiap bahasa itu unik yaitu mempunyai ciri khas spesifik yang tidak dimiliki oleh
bahasa yang lain. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata,
sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya. Bahasa di dunia ini sangat
bermacam-macam seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Jepang
dan masih banyak lagi. Selain itu, bahasa juga memiliki ragam dan bentuk yang berbeda-
beda sesuai dengan penutur dari tiap-tiap negara. Salah satu bahasa yang memiliki
keunikan adalah bahasa Jepang. Jika dilihat dari segi penuturnya dimana bahasa ini tidak
ada masyarakat negara lain yang memakai bahasa Jepang sebagai bahasa nasionalnya
selain negara Jepang itu sendiri.
1
2
Bahasa Jepang mempunyai karakteristik yang bermacam-macam yang mungkin
tidak dimiliki oleh bahasa di negara lain. Salah satu karakteristik bahasa Jepang yang tidak
dimiliki oleh bahasa Indonesia adalah ragam bahasa pria (danseigo) dan ragam bahasa
wanita (joseigo). Di Indonesia tidak mengenal ragam bahasa pria dan bahasa wanita
seperti yang ada di negara Jepang. Ragam bahasa pria (danseigo) dan ragam bahasa
wanita (joseigo) tidak tampak pada situasi-situasi resmi seperti pada acara-acara rapat,
seminar, simposium, atau acara-acara resmi lainnya di Jepang. Namun pada percakapan
sehari-hari kita dapat mendengar perbedaan kedua ragam bahasa ini. Tidak jarang, kedua
ragam bahasa ini dipakai dalam acara drama, film, atau acara-acara lainnya. sedangkan
pada media lain juga dapat kita lihat seperti di majalah, komik, cerita pendek, novel, pada
kegiatan surat-menyurat, dan sebagainya. Para penutur bahasa Jepang sebagai bahasa ibu
mungkin sudah terbiasa dengan danseigo dan joseigo, tetapi bagi orang Indonesia
keberadaan danseigo dan joseigo kadang menjadi salah satu kesulitan dalam mempelajari
bahasa Jepang. Walaupun demikian, untuk memperkaya pengetahuan basaha Jepang
sebaiknya kita juga perlu menguasai kedua ragam bahasa ini karena baik bahasa pria
maupun bahasa wanita dipakai oleh masyarakat bahasa Jepang.
Bahasa wanita (feminine language) adalah sebuah variasi bahasa Jepang yang
biasa disebut joseigo atau onna kotoba, yang secara khusus dipakai oleh kaum wanita
sebagai suatu refleksi feminitas mereka. Keberadaan gaya bahasa yang secara tegas
membedakan jenis kelamin tersebut merupakan karakteristik bahasa Jepang (Jorden
dalam Sudjianto dan Dahidi, 2009 : 204). Sedangkan danseigo (ragam bahasa pria) adalah
bahasa yang kuat sekali kecenderungannya dipakai oleh penutur pria. Kata-kata yang
termasuk danseigo dalam bahasa Jepang antara lain ore, oyaji, ofukuro, partikel-partikel
3
yang biasa dipakai pada bagian akhir kalimat (shuujoshi) seperti partikel zo, ze, dan
sebagainya. Danseigo dan joseigo dipakai pada situasi tidak formal , sedangkan pada
situasi formal hampir tidak ada perbedaan pria-wanita dalam pemakaian bahasa
(Takamizawa dalam Sudjianto dan Dahidi, 2009 : 204). Tetapi terkadang dalam
penggunaan shuujoshi tidak jarang seorang pria memakai shuujoshi khusus untuk wanita
dan sebaliknya seorang wanita memakai shuujoshi khusus pria.
Contoh 1: Ritsu : . Kurabu kengaku ikou ze. Lihat-lihat klub yuk ! Mio : ? Kurabu kengakku ? Lihat-lihat klub ? Ritsu : . Keiondayo, keionbu. Klub K-ON.
(K-ON episode 1, menit ke 05:02)
Contoh 2: Mio : : Yui, daijoubu kana : Yui..Tidak apa-apa kan ? Ritsu : : Daijoubu nan janai no : Tidak akan kenapa-kenapa kok (K-ON episode 3, menit ke 20:02)
Contoh percakapan pertama di atas menjelaskan bentuk penggunaan shuujoshi ze
yang pada umumnya biasa digunakan oleh bahasa pria (danseigo) yang berfungsi untuk
memperkuat kalimat namun pada contoh percakapan diatas terdapat bentuk penggunaan
shuujoshi danseigo yang digunakan oleh tokoh wanita dalam anime k-on.
4
Pada contoh percakapan yang kedua terdapat juga penggunaan shuujoshi danseigo
oleh tokoh wanita yaitu shuujoshi kana yang pada umumnya biasa digunakan oleh lelaki
namun disini dipakai oleh wanita. Partikel kana berfungsi untuk menunjukkan keraguan,
pertanyaan dan permohonan secara tidak langsung. Sedangkan Shuujoshi yang serupa
dengan kana yaitu kashira yang biasa digunakan oleh seorang wanita.
Penggunaan shuujoshi ze dan kana oleh penutur wanita dari contoh tersebut dapat
terjadi karena bahasa tidaklah statis melainkan dinamis. Bahasa selalu berubah-ubah dari
waktu ke waktu sejalan dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat dan
kebudayaan penuturnya. Bahasa bersifat sosial yang harus kita perhatikan setiap kali kita
melakukan komunikasi. Kita harus tahu kapan, di mana, tentang apa, dan dengan siapa
kita berbicara.
Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan teori yang disebutkan oleh Dell
Hymes bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen tutur yaitu,
setting and scene, participants, ends, act sequences, key, instrumentalities, norms of
interaction and interpretation, dan genres. Dari contoh percakapan diatas kita dapat
menyimpulkan bagaimana penggunaan bahasa itu dapat terjadi dengan menggunakan
teori Dell Hymes yaitu setting and scene dalam kedua contoh tuturan diatas adalah di
sekolah pada pagi hari. Participants yang terlibat yaitu dua orang siswi yang bernama
Ritsu dan Mio. Ends dari contoh tuturan yang pertama adalah mengajak untuk melihat
klub K-ON sedangkan contoh tuturan yang kedua menanyakan keadaan seorang
temannya yang bernama Yui. Act sequences pada tuturan yang pertama adalah lihat-lihat
klub yuk! Sedangkan tuturan yang kedua adalah Yui, tidak apa-apa kan. Key dalam contoh
tuturan yang pertama adalah dengan sikap semangat sedangkan contoh yang kedua
5
dengan sikap keragu-raguan. Instrumentalities dalam contoh tuturan yang pertama dan
kedua adalah bahasa lisan yang diucapkan secara langsung, sedangkan kode yang
digunakan yang digunakan adalah shuujoshi ze dan kana yang pada umumnya biasa
digunakan oleh laki-laki. Norms of interaction and interpretation pada contoh yang
pertama adalah Ritsu menggunakan shuujoshi ze untuk mengajak sahabatnya Mio untuk
melihat klub K-ON sedangkan pada tuturan yang kedua Mio bertanya kepada Ritsu
mengenai Yui mengenai keadaannya dengan menggunakan partikel kana. Genre dalam
contoh tuturan diatas adalah percakapan. Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan
bahwa penggunaan shuujoshi danseigo oleh tokoh wanita itu dapat terjadi karena adanya
faktor sosial dan faktor situasional yang dapat mempengaruhi bahasa dan pemakaiaanya.
Bedasarkan pemaparan mengenai penggunaan shuujoshi danseigo yang
digunakan oleh tokoh wanita diatas penulis ingin sekali meneliti mengenai bentuk
penggunaan shuujoshi danseigo yang digunakan oleh tokoh wanita dalam anime k-on dan
faktor-faktor apa yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya dengan menggunakan
komponen tutur bedasarkan teori Dell Hymes. karena pembahasan mengenai shuujoshi
yang sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu, penulis mengambil tema mengenai
shuujoshi Penggunaan shuujoshi danseigo yang
digunakan oleh tokoh wanita dalam Anime K-ON episode 1-7 karya sutradara
Naoko Yamada
mengenai penggunaan shuujoshi dan penggunaan shuujoshi yang sesuai dengan ragam
bahasa danseigo maupun joseigo.
6
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Penggunaan shuujoshi danseigo apa yang digunakan oleh tokoh wanita dalam anime
K-ON karya sutradara Naoko Yamada?
2. Apa saja komponen-komponen tutur yang terdapat dalam penggunaan shuujoshi
danseigo dalam anime K-ON karya sutradara Naoko Yamada?
1.3 Tujuan Penelitian
Bedasarkan rumusan masalah yang tertera di atas, tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui apa saja bentuk penggunaan shuujoshi danseigo yang digunakan
oleh tokoh wanita dalam anime K-ON karya Sutradara Naoko Yamada.
2. Untuk mengetahui Komponen-komponen tutur apa yang terdapat dalam penggunaan
shuujoshi danseigo dalam anime K-ON karya sutradara Naoko Yamada.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
mengenai penggunaan shuujoshi yang sesuai dengan ragam bahasa wanita (joseigo)
maupun ragam bahasa pria (danseigo) serta dapat memberikan pengetahuan mengenai
komponen-komponen tutur yang dapat mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya.
7
1.5 Definisi Istilah Kunci
Danseigo : Bahasa yang kuat sekali kecendrungannya dipakai oleh penutur pria.
Kata-kata yang termasuk danseigo di dalam bahasa Jepang antara lain
ore, oyaji, ofukuro, partikel-partikel yang biasa dipakai pada bagian
akhir kalimat (shuujoshi) seperti partikel zo, ze, dan sebagainya
(Takamizawa dalam Sudjianto dan Ahmad dahidi 2009: 204).
Joseigo : Sebuah variasi bahasa Jepang, yang biasa disebut joseigo atau onna
kotoba yang secara khusus dipakai oleh kaum wanita sebagai suatu
refleksi feministas mereka (Jorden dalam Sudjianto dan Ahmad dahidi
2009: 204).
K-ON : Anime karya Naoko Yamada.
Shuujoshi :Partikel-partikel yang dipakai pada bagian akhir kalimat untuk
menyatakan pertanyaan, rasa heran, keragu-raguan, harapan atau rasa haru
pembicara seperti partikel-partikel ka, na, ne, dan sebagainya (Bunkachoo
dalam Sudjianto 2000:70).
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sosiolinguistik
Dalam bahasa Jepang, sosiolinguistik disebut dengan shakai gengogaku [
]. Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan
kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat,
karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi
sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia
dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya ( I Dewa dan
Rohmadi 2012 : 7).
Sosiolinguistik adalah kajian atau pembahasan bahasa sehubungan dengan
penutur bahasa kemungkinan orang memulai dari masalah kemasyarakatan kemudian
mengkaitkan dengan bahasa, tetapi bisa pula berlaku sebaliknya : memulai dari bahasa
kemudian mengaitkan dengan gejala gejala kemasyarakatan (Nababan dalam Sumarsono
2009 : 2-3).
Menurut Sumarsono (2009 : 3) sosiolinguistik dapat mengacu kepada pemakaian
data kebahasaan dan menganalisis ke dalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut kehidupan
sosial, dan sebaliknya, mengacu kepada data kemasyarakatan dan menganalisis ke dalam
linguistik. Misalnya, orang bisa melihat dulu adanya dua ragam bahasa yang berbeda
dalam satu bahasa, kemudian mengkaitkannya dengan gejala sosial seperti perbedaan
jenis kelamin, sehingga bisa disimpulkan, misalnya ragam A didukung oleh wanita dan
ragam B didukung oleh pria dalam masyarakat itu. Atau sebaliknya, orang bisa memulai
8
9
dengan memilah masyarakat berdasarkan jenis kelamin menjadi wanita-pria, kemudian
menganalisis bahasa atau tutur yang biasa dipakai wanita dan tutur yang biasa dipakai
pria.
2.2 Komponen Tutur
Dell Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2010:48-49) menyebutkan bahwa
peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang dapat diakronimkan sebagai
SPEAKING. Kedelapan komponen tersebut antara lain adalah sebagi berikut.
1. Setting and scene. Setting berhubungan dengan waktu dan tempat pertuturan
berlangsung, sedangkan scene mengarah kepada situasi tempat dan waktu atau
situasi psikologis pembicaraan.
2. Participants. Participants adalah peserta tutur atau pihak-pihak yang terlibat
dalam pertuturan, yaitu adanya penutur dan lawan tutur. Status sosial
participants dapat menentukan ragam bahasa yang digunakan.
3. Ends (purpose and goal). Ends merujuk kepada maksud dan tujuan pertuturan.
4. Act sequence. Act sequence mengacu kepada bentuk ujaran dan isi ujaran.
Bentuk ujaran berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, sedangkan isi
berkaitan dengan topik pembicaraan.
5. Key. key berhubungan dengan nada suara, cara dan semangat saat suatu tuturan
disampaikan. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
6. Instrumentalities. Komponen tutur ini mengacu kepada saluran (chanel) yang
digunakan, seperti langsung atau tak langsung serta lisan atau tulisan.
10
Instrumentalities juga berhubungan dengan kode ujaran yang digunakan,
seperti dialek atau ragam bahasa.
7. Norms of interaction and interpretation. Hal ini berkaitan dengan norma atau
aturan dalam berinteraksi. Misalnya, berhubungan dengan cara berinterupsi,
bertanya dan sebagainya. Komponen tutur ini juga mengacu pada norma
penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
8. Genre. Genre merujuk kepada bentuk penyampaian, misalnya narasi, puisi,
pidato, dan lain sebagainya.
2.3 Ragam Bahasa Pria (Danseigo) dan Ragam Bahasa Wanita (Joseigo)
Pemakaian kedua ragam bahasa ini tidak begitu tampak pada situasi-situasi resmi,
namun pada percakapan sehari-hari yang tidak resmi sering terdengar perbedaan kedua
ragam bahasa ini. tidak jarang kedua ragam bahasa ini dipakai didalam siaran-siaran radio
atau televisi seperti dalam acara drama, film, atau acara acara lainnya. pada media lain
kedua ragam bahasa ini pun dapat kita lihat pada majalah-majalah, novel-novel, cerita
pendek, buku komik, pada kegiatan surat-menyurat, dan sebagainya (Sudjianto dan
Dahidi 2009: 203).
Bahasa wanita (feminine language) adalah sebuah variasi bahasa Jepang yang
biasa disebut joseigo atau onna kotoba, yang secara khusus dipakai oleh kaum wanita
sebagai suatu refleksi feminitas mereka. Keberadaan gaya bahasa yang secara tegas
membedakan jenis kelamin tersebut merupakan karakteristik bahasa Jepang (Jorden
dalam Sudjianto dan Dahidi 2009 : 204).
11
Sedangkan danseigo (ragam bahasa pria) adalah bahasa yang kuat sekali
kecenderungannya dipakai oleh penutur pria. Kata-kata yang termasuk danseigo dalam
bahasa Jepang antara lain ore, oyaji, ofukuro, partikel-partikel yang biasa dipakai pada
bagian akhir kalimat (shuujoshi) seperti partikel zo, ze, dan sebagainya. Danseigo dipakai
pada situasi tidak formal, sedangkan pada situasi formal hampir tidak ada perbedaan pria-
wanita dalam pemakaian bahasa (Takamizawa dalam Sudjianto dan Dahidi 2009: 204).
2.3 Joshi (partikel)
Istilah joshi di tulis dengan dua buah kanji; pertama yang dibaca jo dapat dibaca
juga tasukeru yang berarti bantu, membantu, atau menolong, sedangkan kedua yang
dibaca shi memiliki makna yang sama dengan istilah kotoba yang berarti kata, perkataan,
atau bahasa. Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang menerjemahkan joshi ke dalam
bahasa Indonesia dengan istilah postposisi. Pemakaian istilah postposisi ini bedasarkan
letak joshi pada kalimat yang selalu menempati posisi di belakang setelah kata yang lain.
Selain dengan istilah kata bantu dan postposisi, ada juga yang menerjemahkan
joshi dengan istilah partikel. Pemakaian istilah partikel ini tampaknya ada kaitannya
dengan penerjemahan joshi ke dalam bahasa Inggris. Sebab dalam kamus Jepang-Inggris,
istilah joshi sering diterjemahakan menjadi particle yang dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi partikel.
Dalam gramatika bahasa Indonesia pun dipakai istilah partikel. Namun partikel
dalam gramatika bahasa Indonesia tidak sama dengan partikel dalam gramatika bahasa
Jepang. Dalam gramatika bahasa Indonesia, partikel merupakan salah satu jenis kata
tugas. Bedasarkan peranannya dalam frasa atau kalimat, kata tugas dibagi menjadi lima
12
kelompok : (1) preposisi, (2) konjungsi, (3) interjeksi, (4) artikel, dan (5) partikel. Di
dalam gramatika bahasa Indonesia terdapat empat partikel yakni partikel -kah, -lah, -tah,
dan -pun (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan dalam Sudjianto, 2007-2).
Sedangkan jumlah partikel dalam bahasa Jepang jauh lebih banyak. Di antara
partikel-partikel bahasa Jepang ada yang sama dengan preposisi, konjungsi, dan partikel
bahasa Indonesia. Sebagai contoh, partikel ni/de/o dalam bahasa Jepang sepadan dengan
preposisi di dalam bahasa Indonesia, partikel to bahasa Jepang sepadan dengan konjungsi
koordinasi dan dalam bahasa Indonesia. Hal-hal seperti ini menyebabkan partikel bahasa
Jepang sulit disepadankan dengan partikel bahasa Indonesia.Dengan melihat
panjelalasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa joshi secara harafiah bisa
diartikan sebagai kata bantu, postposisi, atau partikel.
Joshi adalah kelas kata yang termasuk fuzokugo yang dipakai setelah suatu kata
untuk menunjukkan hubungan antara kata tersebut dengan kata lain serta untuk
menambah arti kata tersebut lebih jelas lagi. Kelas kata joshi tidak mengalami perubahan
bentuknya (Hirai dalam Sudjianto dan Dahidi 2009: 181). Joshi sama dengan Jodooshi
kedua-duanya termasuk fuzokugo, namun kelas kata jodooshi dapat mengalami perubahan
sedangkan joshi tidak dapat mengalami perubahan.
Oleh karena joshi termasuk fuzokugo, maka kelas kata ini tidak dapat berdiri
sendiri sebagai satu kata, satu bunsetsu, apalagi sebagai satu kalimat. Joshi akan
menunjukkan maknanya apabila sudah dipakai setelah kelas kata lain yang dapat berdiri
sendiri (jiritsugo) sehingga membentuk sebuah bunsetsu atau sebuah sebuah bun. Kelas
kata yang dapat disisipi joshi antara lain meishi, dooshii, i-keyooshi, na-keiyooshi, joshi,
13
dan sebagainya. Bedasarkan fungsinya joshi dapat dibagi menjadi empat macam yaitu
kakujoshi, setsuzokujoshi, fukujoshi, dan shuujoshi.
2.4 Shuujoshi
Shuujoshi merupakan salah satu jenis partikel / joshi di dalam bahasa Jepang.
shuujoshi pada umumnya dipakai setelah berbagai macam kata pada bagian akhir kalimat
untuk menyatakan suatu pertanyaan, larangan, seruan, rasa haru, dan sebagainya.
Partikel yang termasuk shuujoshi yang sering dipakai dalam percakapan sehari-
hari yaitu partikel-partikel ka, kashira, kke, na/naa, ne/nee, no, sa, tomo, wa, ya, yo, ze,
dan zo.
Penggunaan shuujoshi dibedakan menjadi dua, yaitu shuujoshi yang digunakan
oleh wanita dan shuujoshi yang digunakan oleh pria. Shuujoshi yang digunakan oleh
wanita seperti : mono , kke , koto , kashira , ne , dan wa
untuk menunjukan kefeminimannya. Sedangkan yang biasa dipakai oleh pria seperti :
monoka , I , na , kana , sa , ze , dan zo . Pemakaian shuujoshi
pada pria biasanya hanya untuk melambangkan kemaskulinan seseorang.
Berikut adalah berbagai macam shuujoshi menurut Naoko Chin All
about particles (Naoko Chino, 2001: 128-145).
14
1. Partikel ne ( )
Partikel ne memiliki fungsi yang dimiliki juga oleh partikel na dan sa. Dalam
ragam bahasa wanita, partikel ne ini kadang-kadang dipakai setelah partikel wa sehingga
menjadi wane atau wanee.
Contoh :
a. Menunjukkan pujian atau perasaan kagum.
Kirei na hana ne. Alangkah indahnya bunga ini!
Subarashii ensou datta wane. Pertunjukan yang sungguh menakjubkan.
b. Menunjukkan persetujuaan dengan orang lain.
Hontou ni sou desu ne. Itu benar sekali.
Ossharu touri desu ne. Engkau benar sekali. c. Memperhalus permintaan.
Dekireba zehi onegaishimasu ne. Jika mungkin, tolong pastikan untuk membantu.
Kanarazu tegami o kudasai ne. Pastikan anda akan menuliskan surat untuk saya.
d. Menunjukkan permintaan / pertanyaan untuk mendapatkan kepastian.
Ano hon , motte kite kudasatte deshou ne. Kau membawa buku itu untuk saya, kan.
15
Harada-san, Kyou kuru to itta-n desu ne. Kata Harada ia akan datang hari ini, kan ?
e. Menunjukkan suatu tuntutan yang ringan, atau pendapat.
Sou desu ka ne. Oh, apa benar begitu?
Hountou ni sonna koto okotta-n deshou ka ne. Hmm, Saya heran kalau memang sungguh terjadi.
f. Menunjukkan penonjolan yang tegas.
Ano hitotachi, nani o kangaete iru no ka wakarimasen ne. Saya tidak bisa mengerti tentang apa yang dipikirkan mereka.
Watahi wa hokkaidou no hou ga samui to omou-n desu kedo ne. Saya berpikir bahwa di Hokkaido lebih dingin.
2. Partikel yo ( )
Partikel yo dapat dipakai untuk menyatakan ketegasan, pemberitahuan, atau
peringatan kepada lawan bicara dan dapat dipakai setelah ungkapan-ungkapan yang
berbentuk ajakan, larangan, atau perintah. Kombinasi antara partikel wa dan yo
menunjukkan bahwa perempuan yang berbicara.
Contoh :
a. Mengajak
ano tenrankai e itte mimashou yo. Ayo kita pergi ke pameran!
16
b.Menunjukkan suatu permohonan (kadang lebih keras dari ne).
Watashi wa ie ni mo kite kudasai yo. Kunjungilah rumah saya juga.
c. Menunjukkan suatu pernyataan untuk memastikan.
Kyou wa kinyoubi desu yo. Hari ini hari jumat tahu!
d. Menunjukkan ejekan.
Anohito wa shigoto ga dekinai wa yo. Orang itu tidak dapat melaksanakan pekerjaan!
Tani-san,sonna warui koto o shite wa ikemasen yo. Tani kamu tidak seharusnya melakukan hal jelek seperti itu.
3. Partikel wa ( )
Partkel wa dapat dipakai pada akhir kalimat ragam lisan. Partikel wa dipakai
dalam ragam bahasa wanita untuk melemah-lembutkan bahasa yang diucapkan. Hal ini
sebagai cara untuk menunjukkan feminitas, kelemah-lembutan, atau keramah-tamahan
pembicara.
Contoh :
a. Menunjukkan perasaan kagum.
Konya no opera wa, hontou ni subarashikatta wa. Drama malam ini sungguh mengagumkan.
Kono ikebana wa migoto desu wa. Penataan bunga ini sungguh luar biasa.
17
b. Memperhalus suatu pernyataan.
Hoka no mise de katta hou ga ii to omou wa. Saya kira akan lebih baik membelinya.
Watashi no hou ga warukatta wa. Gomen nasaine. Semua karena kesalahan saya. Saya mohon maaf.
4. Partikel kana ( )
Partikel kana berfungsi untuk menanyakan sesuatu pada dasarnya dipakai oleh
laki-laki, kata bantu yang serupa kana yang dipakai oleh wanita adalah kashira.
Contoh :
a. Menunjukkan ketidakpastian atau keraguan.
Kachou, nanji ni kuru kana. Pukul berapa sih kepala seksi akan datang?
Taga-kun wa kono shigoto dekiru kana. Bisakah Taga mengerjakan tugas ini?
b. Menunjukkan pertanyaan kepada seseorang.
Kyou wa nanyoubi datta kana. Hmm, hari apa sih hari ini?
Tanaka-san to au no wa nanji datta kana. Pada pukul berapa saya harus menemui Tanaka?
c. Menunjukkan harapan atau permohonan yang tak langsung.
Kono shigoto, tanonde ii kana. Bisakah saya meminta anda mengerjakan pekerjaan ini.
18
Ashita no asa hayaku kaisha ni kite moraeru kana.
Bisahkah anda datang ke kantor lebih awal besok pagi.
5. Partikel kashira ( )
Pemakaian partikel kashira pada dasarnya sama dengan kana, hanya saja partikel
kashira biasa digunakan oleh wanita.
Contoh :
a. Menunjukkan ketidakpastian.
Sahcou-san, kyou nanji ni kaisha e irasshaimasu kashira. Saya kurang tahu pukul berapa direktur akan datang ke kantor ini.
b. Menunjukkan pertanyaan kepada seseorang.
Mou kaetta mo ii no kashira. Saya ragu apakah lebih baik untuk pulang.
c. Menunjukkan harapan dan permohonan yang tidak langsung.
Konban watashi no shuukudai o tetsudatte kureru kashira. Kiranya apakah kamu mau menolong saya dengan pekerjaan rumah saya malam ini.
6. Partikel na ( )
Partikel na dipakai pada ragam bahasa lisan dalam percakapan antara teman dekat
dalam suasana akrab atau dipergunakan terhadap orang yang lebih muda umurnya atau
lebih rendah kedudukannya daripada si pembicara. Pemakaian partikel na terhadap orang
yang lebih tua umurnya atau lebih tinggi kedudukannya daripada si pembicara akan terasa
kurang hormat. Partikel na digunakan sebagai bentuk larangan, perintah, seruan. Partikel
19
na apabila di ucapakan dengan intonasi rendah kemungkinan untuk menyatakan pendapat
atau konfirmasi.
Contoh :
a. Menunjukkan kekaguman.
Anohito wa subarashii naa. Dia sungguh hebat.
Kireina hoshi danaa. Alangkah indahnya bintang.
b. Meminta orang lain untuk setuju.
Asoko wa samui na. Disana dingin kan!
Ano kuruma wa shinsha dayo na. Itu mobil baru kan.
c. Memperhalus pengaruh suatu penegasan.
Kono eiga wa yoku nakatta na. Film ini kurang bagus.
Ano hito wa nakanaka rippana hito dato omou na. Rasa-rasanya orang itu sangat berbudi.
d. Memperhalus suatu perintah atau permintaan.
Narita made itte kudasai na.
Antar ke Narita [bandara]!
Ashita kanarazu koi na. Jangan lupa datang besok.
20
7. Partikel sa ( )
Partikel sa dapat dipakai setelah bagian-bagian kalimat itu sebagai cara untuk
menarik perhatian. Fungsi partikel sa juga dimiliki partikel ne dan na. pada umumnya
partikel sa ini banyak digunakan oleh laki-laki.
Contoh :
a. memperhalus suatu penegasan
Ashita no takahashi-san no paatii ni wa, mochiron ni iku sa. Saya memang akan pergi ke pesta takahasi besok.
Sore yori, kottchi no seetaa no hou ga okii sa. Baju hangat yang lebih besar dari yang itu maksud saya.
b. Menunjukkan jawaban yang kritis terhadap sesuatu
Anohito no yari souna koto sa. Itulah sesuatu yang ingin ia kerjakan.
Anna munouna sain wo ireru kara, kaisha ga nobinai no sa. Karena menggaji orang yang tidak cakap seperti itu, perusahaan menjadi tidak berkembang.
8. Partikel koto ( )
Partikel koto, sebagai kata bantu pada akhir kalimat,
umumnya dipakai oleh wanita.
Contoh :
a. Menunjukkan suatu perasaan atau kekaguman
Kono hana no iro no utsukushii koto. Alangkah indah warna yang dimiliki bunga ini.
21
Oishii oryouri desu koto. Betapa nikmatnya makanan ini!
b. Menunjukkan saran atau ajakan
Doko ka e ohanami ni ikemasen koto. Akankah kita pergi melihat-lihat bunga di suatu tempat?
Ichido kuiin erizabezu fune ni note mimasen koto. Apakah tidak sekali-kali kita coba menumpang kapal Queen Elisabeth.
9. Partikel kke ( )
Partikel kke mengikuti bentuk V-ta dan Adj-ta. Dalam percakapan kewanitaan,
bentuk verba cenderung menjadi desu, deshita, dan V-mashita.
Contoh :
a. Menunjukkan pertanyaan dalam keadaan apabila ada informasi yang diceritakan
dengan teman bicara yang pembicaranya mencoba untuk mengingatkan.
Ashita no kekkon-shiki wa, nanji ni hajimaru-n deshita-kke. Pukul berapa acara pernikahan akan dimulai besok?
Anata no ie wa doko datta-kke. Sekarang dimana rumahmu?
b. Menunjukkan sesuatu ingatan yang sudah berlalu.
Kono hen ni gakkou ga atta-kke. Bukannya dulu ada sekolahan disekitar sini?
Ano hito yoku sake wo nonda-kke. Mengingat masa lalu saya sering pergi minum dengan dia.
22
10. Partikel tteba ( )
Partikel tteba, sebagai kata bantu pada akhir kalimat yang menunjukkan
kejengkelan , perintah dan larangan.
Contoh :
a. Menunjukkan kejengkelan terhadap seseorang.
Ashita made ni dekinai kereba komaru-tteba. Ku ingatkan kau akan ada kesulitan jika tidak diselesaikan sampai besok.
Rainen de wa oso sugiru-tteba. Perlu kau tahu, bahwa tahun depan akan sangat terlambat.
b. Menunjukkan perintah atau larangan secara tidak langsung
Sona koto o shitara, dame da-tteba. Saya beritahukan bahwa tidak baik jika kamu berbuat begitu.
11. Partikel i ( )
Apabila partikel i( ) terdapat di belakang da atau ka menunjukkan pertanyaan
tidak formal. Kebanyakannya dipakai oleh laki-laki.
Contoh :
Doushite, shinjuku made ita-n dai. Kenapa kamu pergi sampai ke Shinjuku?
Kinou doko de nonda-n dai. Kamu pergi minum dimana kemarin?
Mata amerika ni shucchouka i, taihen da na. Pergi berbisnis ke Amerika Serikat lagi? Sungguh merepotkan
23
Anohito , genki data kai Bagaimana kesehatannya dia ?
12. Partikel mono ( )
Partikel mono
dasarnya itu masih terasa.
Contoh :
a. Menunjukkan suatu alasan, ketidakpuasan, atau kemauan untuk mengikuti rasa atau
manja. Pada umumnya dipakai oleh wanita.
Ano eiga wa omoshirokunain desu mono. Dakara,ikana katta no yo. Film ini tidak menarik. Karena itu saya tidak pergi menonton.
b. Menunjukkan ketidakpuasan
Kachou no shigoto wa yaritakunaiwa. Shita no mono. Saya tidak mau melakukan pekerjaan kepala bagian. Ia dingin kepada bawahan.
c. Kemauan yang mengikuti rasa manja.
Dekakemashou yo. Tama ni wa soto de shokuji ga shita-in desu mono. Ayok kita makan diluar. Saya ingin makan di luar.
13. Partikel ze ( )
Partkel ze lebih banyak dipakai oleh laki-laki untuk memperkuat kalimat, dan agak
kurang tegas dibandingkan dengan zo.
Contoh :
Dipakai untuk membuat suatu pernyataan kepada seseorang atau memamerkan kemauan.
24
Saki ni iku ze. Saya pergi dulu.
Ganbaru ze. Saya bertahan terus.
Sono shigoto, boku ni tanonda ze. Pekerjaan itu kuserahkan padamu sekarang.
14. Partikel zo ( )
Partikel zo lebih sering dipakai oleh pria terhadap orang yang akrab hubungannya
atau lebih rendah kedudukannya untuk mengambil perhatian atau mengeraskan nada
ucapan, sama seperti ze. Tapi zo terkesan lebih tegas dibandingkan ze.
Contoh :
a. Menunjukkan suatu perintah atau ancaman
Sorosoro kaigi o hajimeru zo. Mari kita mulai rapatnya.
Kondo sonna koto wo shitara, zettai ni yurusanai zo. Jika kamu melakukan itu lagi, saya tidak akan membiarkanmu lolos.
b. Menambah kekuatan kata untuk memberanikan diri sendiri, atau mendesak diri sendiri.
Contoh :
Ganbaruzo. Saya bertahan terus!
Kondo koso Seiko suru zo. Saya pasti akan berhasil kali ini.
25
15. Partikel monoka ( )
Laki-laki cenderung untuk memakai bentuk mono ka dan mon ka, sedangkan
perempuan mono desu ka dan mon desu ka.
Contoh :
Menekankan suatu keputusan untuk tidak melakukan suatu perbuatan dalam pengertian
pertanyaan.
Contoh :
Anna tokoro, mou iku mon ka. Apakah saya tidak akan bersedia untuk kesana lagi?
Anna hito to issho ni shigoto ga dekiru mon desuka. Apakah bekerja sama dengannya lagi masih bisa?
16. Partikel ni ( )
Partikel ni biasanya mengikuti daro, dashou, dan pada dasarnya mempunyai arti
yang sama dengan no, ni, tetapi yang disebutkan kemudian lebih sering dipakai.
Contoh :
Menyampaikan penyesalan bahwa sesuatu telah berlalu dan tidak mungkin
diperoleh lagi.
Hoka no hito ga yattara, motto hayaku dekita deshou ni. Sebenarnya itu bisa diselesaikan lebih cepat jika ada orang lain yang membantu.
Mou sukoshi matte itara, ame ga yandarou ni. Sebenarnya kalau kita lebih lama lagi, hujannya akan berhenti.
26
2.5 Penelitian Terdahulu
Penulis menggunakan hasil penelitian Anindya puri primaswari (2014), Jurusan
shuujoshi ragam bahasa
wanita dalam drama Shokojo Seira dahulu. Penelitian
ini fokus pada shuujoshi ragam bahasa wanita yang dipakai dalam drama Shokojo Seira.
Perbedaannya dengan penelitian Anindya Puri Primaswari, penulis tidak hanya fokus
pada penggunaan shuujoshi pada ragam bahasa wanita saja tetapi juga meneliti
penggunaan shuujoshi danseigo oleh tokoh wanita.
Selain itu penulis juga menggunakan hasil penelitian dari Mohammad Ogive
Fanani (2015), Jurusan Sastra Jepang Universitas Brawijaya dengan judul
shuujoshi joseigo oleh tokoh pria dalam anime ne Piece
episode 438-
terhadap penyimpangan shuujoshi joseigo yang dipakai oleh tokoh pria dalam anime one
piece. Perbedaannya yaitu penulis meneliti penggunaan shuujoshi danseigo yang
digunakan oleh tokoh wanita dalam anime k-on.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif , artinya data yang di
analisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena tidak berupa angka-angka
atau koefesien tentang hubungan antara variabel. Data yang terkumpul berbentuk kata-
kata atau gambar. Penelitian ini berusaha menganalisis data dengan seluruh kekayaan
informasi sebagaimana yang terekam pada kumpulan data (Bodgan & Biklen dalam
Aminuddin 1990: 17).
Metode penelitian kualitatif deskriptis adalah suatu metode yang digunakan untuk
menemukan pengetahuan terhadap subjek penelitian pada suatu saat tertentu. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai subjek penelitian dan perilaku subjek penelitian pada suatu priode tertentu.
Penelitian kualitatif deskritif berusaha mendeskripsikan seluruh gejala atau keadaan yang
ada yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilaksanakan.
3.2 Sumber Data
Penelitian ini mengambil data dari sebuah anime yang berjudul K-ON karya
sutradara Naoko Yamada. Anime ini terdiri dari 14 episode yang menceritakan tentang
keempat siswi sekolah menengah atas Sakuragaoka di Jepang, yang melakukan kegiatan
ekstrakurikuler mereka bergabung dalam sebuah klub musik ringan (keion-bu). Dalam
27
28
kesehariannya mereka hampir selalu bersama-sama melakukan kegiatan apapun seperti
sekolah, bermain, bermain band, berwisata, dan sebagainya, Anime ini sangat menarik,
selain itu anime ini juga terdapat banyak jenis shuujoshi yang ada dalam setiap
cuplikannya sehingga penulis ingin mengambil tema shuujoshi.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengambilan data oleh peneliti
dengan menggunakan suatu alat atau instrument ( Wisaridana 2005: 93 ). Dalam
penelitian ini metode pengumpulan data yang dilakukan adalah :
1. Menyimak percakapan tokoh wanita dalam anime K-ON yang terdapat penggunaan
shuujoshi danseigo sebagai sumber data.
2. Mencatat cuplikan-cuplikan dialog yang mengandung penggunaan shuujoshi
danseigo oleh tokoh wanita dalam anime K-ON.
3. Mengumpulkan dan mengelompokkan cuplikan-cuplikan yang ada penggunaan
shuujoshi danseigo oleh tokoh wanita dalam anime K-ON.
4. Mengklasifikasikan data yang ada dalam sumber data kedalam kolom untuk
mempermudah pengumpulan dan penelitian.
3.4 Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah didapat , berikut merupakan tahapan dalam
menganalisis data tersebut yaitu :
1. Mengklasifikasikan data yang telah diperoleh bedasarkan jenisnya.
2. Menganalisis data sesuai dengan teori untuk menjawab rumusan masalah yang ada.
29
3. Mendeskripsikan hasil penelitian.
4. Menarik kesimpulan.
30
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Temuan
Setelah melakukan pengumpulan data pada anime k-on episode 1-7 penulis
menemukan 137 bentuk penggunaan shuujoshi danseigo yang digunakan oleh tokoh
wanita dalam anime k-on karya Naoko Yamada. Shuujoshi yang ditemukan terdapat 6
jenis shuujoshi ragam bahasa pria (danseigo) yaitu, kana( ), na( ), sa( ), ze( ),
zo( ), dan i( ). untuk lebih mudah dimengerti penulis melakukan tabelisasi. Berikut
adalah temuan data berupa table yang diperoleh setelah melakukan penelitian :
Tabel 4.1 Data temuan penggunaan shuujoshi danseigo
No. Penggunaan shuujoshi danseigo Jumlah 1. Kana ( ) 29 2. Na 50 3. Sa 8 4. Zo 13 5. Ze 31 6. I 6 7. Monoka 0 8. Jumlah 137
Bedasarkan table diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penggunaan shuujoshi
danseigo oleh tokoh wanita yang terdapat dalam anime k-on episode 1-7 karya Naoko
Yamada adalah sebanyak 137 data dengan rincian shuujoshi kana( ) sejumlah 29,
na( ) sejumlah 50, sa( ) sejumlah 8, ze( ) sejumlah 13, zo( ) sejumlah 31, dan
i( ) sejumlah 6.
30
31
4.2 Pembahasan
Pembahasan penelitian ini dilakukan sesuai dengan cara analisis data pada bab
sebelumnya. Bentuk penggunaan shuujoshi danseigo yang ada pada setiap episode dalam
anime k-on di analisis, kemudian mendeskripsikan komponen-komponen tutur yang
mempengaruhi tuturan tersebut.
Berikut pembahasan dari penelitian ini.
Pembahasan (01)
Ritsu : Butoshite mitomerarete nai datte. Mereka bilang kita bukan klub ! Mugi : Un, soumitai. Kelihatannya begitu.
Yui : Buin ga yon nin atsumattara daijoubu janakattano. Bukannya tidak apa-apa kalau anggota klubnya sudah ada empat.
Ritsu: Sono hazu nanda kedona. Kalau masalah itu sih. Yui :
Teiuka, kurabutte mitomerarete nakatta no ni ongakku shitsu suki dai shukatte yokattano kana. Jadi, kalau kita belum diakui sebagai klub, apakah boleh kita menggunakan ruangan ini sesuka hati?
Ritsu : Ima made mo iwarenakattakara, daijoubudayo.
Sampai sekarang kita masih belum dapat peringatan, jadi gakpapa kok.
(k-on episode 5 menit ke 05:18)
32
Pada percakapan di atas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Yui, yaitu
shuujoshi kana, shuujoshi kana pada percakapan diatas berfungsi untuk Menunjukkan
pertanyaan kepada seseorang. Shuujoshi ini biasa digunakan oleh laki-laki sedangkan
shuujoshi yang sama dengan kana yaitu kashira yang biasa digunakan untuk wanita.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah di ruang klub k-on pada pagi hari.
Participants yang terlibat yaitu tiga orang siswi yang bernama Ritsu, Mugi dan Yui. Ends
dari tuturan ini adalah berdiskusi bagaimana keadaan klubnya yang masih belum diakui
oleh sekolah. Act sequences yaitu mereka bilang kita bukan klub. Key dalam tuturan ini
adalah dengan sikap cemas. Instrumentalities dalam tuturan ini adalah bahasa lisan yang
diucapkan secara langsung, sedangkan kode yang digunakan yang digunakan adalah
shuujoshi kana yang pada umumnya biasa digunakan oleh laki-laki yang befungsi untuk
menanyakan sesuatu. Norms of interaction and interpretation pada tuturan ini adalah
Ritsu kaget mendengar pemberitahuan dari Yui dan Mugi mengenai kurabu mereka yang
belum di akui sebagai kurabu oleh sekolah. Genre dalam tuturan ini adalah percakapan.
Pembahasan (2)
Mio : Yui chanto benkyou shiteru kana. Yui apa dia belajar dengan benar yah?
Ritsu : Daijoubu nan janai. Dia nggak apa-apa kok.
(k-on episode 3 menit ke 20:02)
33
Pada percakapan di atas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Mio, yaitu
shuujoshi kana, shuujoshi kana pada percakapan diatas berfungsi untuk Menunjukkan
ketidakpastian atau keraguan. Shuujoshi ini digunakan oleh laki-laki sedangkan shuujoshi
yang serupa dengan kana yaitu shuujoshi kashira yang biasa digunakan untuk wanita.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah di ruang klub k-on pada pagi hari.
Participants yang terlibat yaitu dua orang siswi yang bernama Ritsu sebagai pendengar
dan Mio sebagai penutur. Ends dari tuturan ini adalah Mio menanyakan kepada Ritsu
apakah Yui belajar dengan benar. Act sequences yaitu Yui apa dia belajar dengan benar
yah. Key dalam tuturan ini adalah dengan sikap cemas. Instrumentalities dalam tuturan
ini adalah bahasa lisan yang diucapkan secara langsung, sedangkan kode yang digunakan
yang digunakan adalah shuujoshi kana yang pada umumnya biasa digunakan oleh laki-
laki yang befungsi untuk menunjukkan ketidakpastian atau keraguan. Norms of
interaction and interpretation pada tuturan ini adalah Mio mencemaskan temannya yang
bernama Yui yang akan melaksanakan ujian remedial sedangkan Ritsu sama sekali tidak
mencemaskannya. Genre dalam tuturan ini adalah percakapan.
Pembahasan (3)
Mio : Yoppodo hoshin da na. Kamu benar-benar ingin itu yah.
Ritsu : Yosha, yappa mata baito. Kalau begitu kita harus bekerja paruh waktu lagi.
(k-on episode 2, menit 17:58)
34
Pada tuturan di atas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Mio, yaitu
shuujoshi na. shuujoshi na pada percakapan diatas berfungsi untuk memperhalus suatu
penegasan. Shuujoshi yang serupa untuk wanita yaitu shuujoshi ne.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah toko alat musik pada sore hari.
Participants yang terlibat yaitu dua orang siswi yang bernama Ritsu sebagai pendengar
dan Mio sebagai penutur. Ends dari tuturan ini adalah Mio melakukan konfirmasi
mengenai gitar yang dipilih Yui dengan bertanya dengan Ritsu. Act sequences yaitu kamu
benar-benar ingin itu yah. Key dalam contoh tuturan ini adalah dengan sikap tegas.
Instrumentalities dalam tuturan ini adalah bahasa lisan yang diucapkan secara langsung,
sedangkan kode yang digunakan oleh tuturan ini adalah shuujoshi na yang digunakan
sebagai bentuk larangan, perintah, seruan dan sebagainya. Norms of interaction and
interpretation pada tuturan ini adalah Ritsu menanggapi pembicaraan Mio dengan
semangat dan bertekad untuk bekerja paruh waktu untuk bisa membeli sebuah gitar.
Genre dalam tuturan ini adalah percakapan.
Pembahasan (4)
Mio :
Kireina sensei data na. Bu guru yang cantik.
Ritsu :
Sou iu modai ja ne. Masalahnya bukan itu.
(k-on episode 1, menit ke 05:55)
35
Pada percakapan diatas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Mio, yaitu
shuujoshii na yang berfungsi untuk menunjukkan kekaguman. Shuujoshi yang serupa
dengan na untuk wanita yaitu shuujoshi ne.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah sekolah pada pagi hari. Participants
yang terlibat yaitu dua orang siswi yang bernama Ritsu sebagai pendengar dan Mio
sebagai penutur. Ends dari tuturan ini adalah Mio kagum dengan bu guru yang cantik. Act
sequences yaitu Bu guru yang cantik. Key dalam tuturan ini adalah dengan sikap kagum.
Instrumentalities dalam tuturan ini adalah bahasa lisan yang diucapkan secara langsung,
sedangkan kode yang digunakan oleh tuturan ini adalah shuujoshi na yang digunakan
interpretation pada tuturan ini adalah Mio memuji gurunya yang cantik tetapi Ritsu sama
sekali tidak menghiraukannya. Genre dalam tuturan ini adalah percakapan.
Pembahasan (5)
Mio : Nee, Ritsu.honban mae no renshu yatte okanai. Ritsu, mau latihan sebelum kita konser.
Ritsu: A, gomen, ima muri. Hora. Konna ni konde rundakarasa Maaf, sekarang lagi tidak bisa. Lihat antriannya panjang.
(k-on episode 6, menit ke 03:47)
Pada percakapan diatas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Ritsu, yaitu
shuujoshii sa yang berfungsi untuk memperhalus suatu penegasan. Shuujoshi yang serupa
dengan sa untuk wanita yaitu shuujoshi ne.
36
Setting and scene dalam tuturan ini adalah lobi sekolah pada pagi hari. Participants
yang terlibat yaitu dua orang siswi yang bernama Ritsu sebagai pendengar dan Mio
sebagai penutur. Ends dari tuturan ini adalah Mio mengajak Ritsu untuk latihan. Act
sequences yaitu apakah mau latihan sebelum kita konser. Key dalam tuturan ini adalah
dengan sikap tenang. Instrumentalities dalam tuturan ini adalah bahasa lisan yang
diucapkan secara langsung, sedangkan kode yang digunakan oleh tuturan ini adalah
shuujoshi sa yang digunakan untuk memeperhalus penegasan kalau Ritsu tidak bisa
latihan karena sedang sibuk menjaga stand. Norms atau norma pada tuturan ini adalah
Mio mengajak Ritsu untuk latihan dengan berbicara secara halus. Genre dalam tuturan ini
adalah percakapan.
Pembahasan (6)
Ritsu : Nan de benkyou shinakatta no sa. Kenapa kamu tidak belajar? Yui :
Iya shou to omottan dakeredo, nanka shaken benkyou chutte sa, benkyou igai no koto ni shuuchu Dekitarishinai. Habis sebenarnya mau belajar tapi, sewaktu lagi belajar pikirannya kemana-mana.
(k-on episode 3, menit ke 05:16)
Pada percakapan diatas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Yui, yaitu
shuujoshii sa yang berfungsi untuk memperhalus suatu penegasan. Shuujoshi yang serupa
dengan sa untuk wanita yaitu shuujoshi ne.
37
Setting and scene dalam tuturan ini adalah ruang kurabu k-on pada pagi hari.
Participants yang terlibat yaitu dua orang siswi yang bernama Ritsu sebagai penutur dan
Yui sebagai pendengar. Ends dari tuturan ini adalah Ritsu menanyakan kenapa Yui
mengapa tidak belajar. Act sequences yaitu kenapa kamu tidak belajar. Key dalam tuturan
ini adalah dengan sikap heran. Instrumentalities dalam tuturan ini adalah bahasa lisan
yang diucapkan secara langsung, sedangkan kode yang digunakan oleh tuturan ini adalah
shuujoshi sa yang digunakan untuk memperhalus suatu penegasan. Norms atau norma
pada tuturan ini adalah Ritsu bertanya kepada Yui kenapa tidak belajar dengan berbicara
secara terbuka. Genre dalam tuturan ini adalah percakapan.
Pembahasan (7)
Ritsu : Yos, shashin ni osame to kou ze. Oke, kita foto dia! Yui: Yoshinayo. Kawaisoudayo. Jangan! kan kasihan dia. Ritsu : Omoide omoide. Untuk kenang-kenangan!
(k-on episode 4, menit ke 06:49)
Pada percakapan diatas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Ritsu, yaitu
shuujoshii ze yang berfungsi untuk memamerkan kemauan. Tidak ada Shuujoshi yang
serupa dengan shuujoshi ze untuk wanita. Dikarenakan shuujoshi ini biasa digunakan oleh
pria untuk memperkuat kalimat hal ini sangat bertolak belakang dengan joseigo yang
biasanya melemah-lembutkan bahasa.
38
Setting and scene dalam tuturan ini di kereta pada pagi hari. Participants yang
terlibat yaitu Ritsu sebagai penutur dan Yui sebagi pendengar. Ends dari tuturan ini adalah
Ritsu mengajak Yui untuk menajahili Mugi dengan mengambil foto Mugi yang sedang
tertidur. Act sequences yaitu kita foto dia. Key dalam tuturan ini adalah dengan sikap
semangat. Instrumentalities dalam tuturan ini adalah bahasa lisan yang diucapkan secara
langsung, sedangkan kode yang digunakan oleh tuturan ini adalah shuujoshi ze yang
digunakan untuk memperkuat kalimat. Norms atau norma pada tuturan ini adalah Ritsu
mengajak Yui untuk menjahili temannya yang bernama Mugi tetapi Yui menanggapi
permintaan Ritsu dengan menolaknya karena kasihan terhadap Mugi yang akan di jahili
dengan Ritsu. Genre dalam tuturan ini adalah percakapan.
Pembahasan (8)
Ritsu : Minna,nani o onegai shita no. Kalian, berharap apa?
Mugi: Watashi wa kanai anzen o. aku ingin keluargaku sehat.
Mio: Taijou heri masu you ni. Aku ingin turun berat badan.
Yui: Oishii mono wo takusan taberaremasu youni. Aku ingin banyak makan-makanan yang enak Ritsu: Minna, keionbu no koto inorou ze. Kalian juga berdoa untuk k-on dong.
39
(k-on episode 7, menit ke 21:51)
Pada percakapan diatas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Ritsu, yaitu
shuujoshii ze yang berfungsi untuk mempertegas kalimat. Tidak ada Shuujoshi yang
serupa dengan shuujoshi ze untuk wanita. Dikarenakan shuujoshi ini biasa digunakan oleh
pria untuk memperkuat kalimat hal ini sangat bertolak belakang dengan joseigo yang
biasanya melemah-lembutkan bahasa.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah kuil pada pagi hari. Participants yang
terlibat yaitu Ritsu, Yui, Mugi dan Mio. Ends dari tuturan ini adalah Ritsu mengajak
teman-temanya berdoa untuk kurabu k-on . Act sequences yaitu kalian berharap apa. Key
dalam tuturan ini adalah dengan sikap serius. Instrumentalities dalam tuturan ini adalah
bahasa lisan yang diucapkan secara langsung, sedangkan kode yang digunakan oleh
tuturan ini adalah shuujoshi ze yang digunakan untuk memperkuat kalimat. Norms atau
norma pada tuturan ini adalah Ritsu mengajak temannya untuk berdoa untuk kurabu k-on
dengan membicarakannya secara terbuka. Genre dalam tuturan ini adalah percakapan.
Pembahasan (9)
Ritsu: Yosh, minna iku zo. Baiklah, ayok kita lakukan kawan-kawan!
Minna: Ou. Ya.
(k-on episode 6, menit ke 16:45)
40
Pada percakapan diatas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Ritsu, yaitu
shuujoshii zo yang berfungsi untuk menunjukkan suatu perintah. Shuujoshi zo hampir
sama dengan shuujoshi ze fungsinya hanya saja shuujoshi zo lebih tegas dibanding
shuujoshi ze. Sama dengan shuujoshi ze, Shuujoshi zo juga tidak ada yang serupa dengan
shuujoshi zo untuk wanita. Dikarenakan shuujoshi ini biasa digunakan oleh pria untuk
memperkuat kalimat hal ini sangat bertolak belakang dengan joseigo yang biasanya
melemah-lembutkan bahasa.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah di panggung sekolah SMA Sakuragaoka
pada siang hari. Participants yang terlibat yaitu empat orang siswi yang bernama Ritsu,
Yui, Mugi dan Mio. Ends dari tuturan ini adalah Ritsu mengajak teman-temanya untuk
semangat dalam penampilan konsernya. Act sequences yaitu baiklah, ayo kita lakukan
kawan-kawan. Key dalam tuturan ini adalah dengan sikap semangat. Instrumentalities
dalam tuturan ini adalah bahasa lisan yang diucapkan secara langsung, sedangkan kode
yang digunakan oleh tuturan ini adalah shuujoshi zo yang digunakan untuk menyemangati
teman-temannya. Norms atau norma pada tuturan ini adalah Ritsu mengajak teman-
temannya untuk semangat dengan pembicaraan secara terbuka. Genre dalam tuturan ini
adalah percakapan.
Pembahasan (10)
Ritsu: Yos, oyogu zo Baiklah, ayok berenang!
Yui: Ou. Ya.
41
(k-on episode 4, menit ke 00:15)
Pada percakapan diatas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Ritsu, yaitu
shuujoshii zo yang berfungsi untuk menunjukkan suatu perintah. Shuujoshi zo hampir
sama dengan shuujoshi ze fungsinya hanya saja shuujoshi zo lebih tegas dibanding
shuujoshi ze. Sama dengan shuujoshi ze, Shuujoshi zo juga tidak ada yang serupa dengan
shuujoshi zo untuk wanita. Dikarenakan shuujoshi ini biasa digunakan oleh pria untuk
memperkuat kalimat hal ini sangat bertolak belakang dengan joseigo yang biasanya
melemah-lembutkan bahasa.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah di pantai pada pagi hari. Participants
yang terlibat yaitu Ritsu sebagai penutur dan Yui sebagai pendengar. Ends dari contoh
tuturan ini adalah Ritsu mengajak Yui untuk berenang. Act sequences baiklah ayo
berenang. Key dalam tuturan ini adalah dengan sikap semangat. Instrumentalities dalam
tuturan ini adalah bahasa lisan yang diucapkan secara langsung, sedangkan kode yang
digunakan oleh tuturan ini adalah shuujoshi zo yang digunakan untuk mempertegas
kalimat. Norms atau norma pada tuturan ini adalah Ritsu mengajak Yui untuk berenang
dengan pembicaraan secara terbuka. Genre dalam tuturan ini adalah percakapan.
Pembahasan (11)
Mio: Sore wa..muu, mugi. Kalau itu, Mu..mugi.
Mugi: Hai. Iya. Mio:
42
Bessou toka. Punya vila.
Mugi: Arimasu yo. Punya.
Mio: Arunka i. Punya yah.
(k-on episode 4, menit ke 05:22)
Pada percakapan di atas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Mio, yaitu
shuujoshi i berfungsi untuk menunjukkan peryataan tidak formal. Shuujoshi ini digunakan
oleh laki-laki sedangkan wanita cenderung jarang menggunakannya.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah di ruang kurabu k-on pada pagi hari.
Participants yang terlibat yaitu dua orang siswi yang bernama Mugi sebagai penutur dan
Mio sebagai pendengar. Ends dari tuturan ini adalah Mio bertanya kepada Mugi apakah
memepunyai sebuah vila untuk dipinjam. Act sequences yaitu Mugi apakah kamu
mempunyai sebuah vila. Key dalam tuturan ini adalah dengan sikap heran.
Instrumentalities dalam tuturan ini adalah bahasa lisan yang diucapkan secara langsung,
sedangkan kode yang digunakan oleh tuturan ini adalah shuujoshi I yang digunakan untuk
menunjukkan pertanyaan yang tidak formal norms atau norma pada tuturan ini adalah
Mio melakukan percakapan dengan Mugi secara terbuka. Genre dalam tuturan ini adalah
percakapan.
Pembahasan (12)
Sawako: Hayaku misenka i. Cepat perlihatkan.
43
Mio: Hai. Iya.
(k-on episode 5, menit ke 16:19)
Pada percakapan di atas terdapat penggunaan shuujoshi danseigo oleh Bu guru
Sawako, yaitu shuujoshi i berfungsi untuk menunjukkan pernyataan tidak formal.
Shuujoshi ini digunakan oleh laki-laki sedangkan wanita cenderung jarang
menggunakannya.
Setting and scene dalam tuturan ini adalah sekolah pada pagi hari. Participants
yang terlibat yaitu Bu guru Sawako sebagai penutur dan Mio sebagai pendengar. Ends
dari tuturan ini adalah Bu guru Sawako menyuruh Mio untuk memperlihatkan lirik lagu
yang dibuatnya dengan cara memaksa. Act sequences yaitu cepat perlihatkan. Key dalam
tuturan ini adalah dengan sikap marah. Instrumentalities dalam tuturan ini adalah bahasa
lisan yang diucapkan secara langsung, sedangkan kode yang digunakan oleh tuturan ini
adalah shuujoshi i yang digunakan untuk menyuruh. Norms atau norma pada tuturan ini
adalah Bu guru Sawako melakukan percakapan dengan kasar. Genre dalam tuturan ini
adalah percakapan.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian dan juga analisis yang telah dilakukan dari sumber
data anime k-on episode 1-7, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 jenis penggunaan
shuujoshi ragam bahasa pria(danseigo) yang digunakan oleh tokoh wanita dengan jumlah
total 137 bentuk penggunaan shuujoshi danseigo dengan rincian shuujoshi kana( )
sejumlah 29, na( ) sejumlah 50, sa( ) sejumlah 8, ze( ) sejumlah 13, zo( ) sejumlah
31 dan I ( )sejumlah 6.
Penggunaan shuujoshi danseigo oleh tokoh wanita dalam anime k-on dapat terjadi
di sekolah, transportasi umum, tempat ibadah, tempat wisata, toko alat musik dan
sebagainya. Namun penggunaan shuujoshi oleh tokoh wanita dalam anime k-on hanya
digunakan terhadap orang-orang tertentu saja seperti temannya yaitu Yui, Ritsu, Mio, dan
Mugi mereka semua adalah teman satu sekolah dan satu kurabu. Apabila mereka
melakukan percakapan dengan orang yang tidak kenal atau yang kurang akrab mereka
cenderung memakai shuujoshi joseigo.
Penggunaan shuujoshi danseigo oleh tokoh wanita dalam anime k-on cenderung
digunakan dengan bahasa lisan secara langsung dalam bentuk percakapan. bedasarkan
bentuk dan isi ujaran pada percakapan mereka sehari- hari, percakapan mereka bersifat
tidak formal melainkan hanya sebagai bahasa pertemanan atau bahasa pergaulan yang
biasa digunakan oleh teman-teman sebaya.
44
45
5.2 Saran
Saran dari penulis untuk peneliti selanjutnya yaitu untuk membahas tema yang
sama mengenai shuujoshi juga namun lebih di spesifik lagi shuujoshi nya dikarenakan
jumlah shuujoshi yang begitu banyak jenisnya contohnya seperti shuujoshi ne shuujoshi
ne memiliki banyak fungsi seperti untuk menunjukkan kekaguman, menunjukkan
persetujuan, memperhalus suatu permintaan, dan sebagainya. Selain itu untuk peneliti
selanjutnya bisa juga membahas perbedaan shuujoshi yang memiliki fungsi yang sama
namun berbeda shuujoshinya contohnya seperti shuujoshi ne, na, dan sa atau shuujoshi
ze dan zo.
46
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Achmad dan Abdullah Alex. (2012). Linguistik Umum.Jakarta:Erlangga.
Aminuddin.(1990).Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam bidang bahasa dan sastra. Malang: Yayasan asih asuh Malang
Chandra,T. (2009). Nihon go no joshi partikel bahasa Jepang.Jakarta:Evergreen.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina.(2010). Sosiolinguistik perkenalan awal. Jakarta:Rineka cipta
Chino,Naoko. (2001). All about particles: a handbook of Japanese function words.Tokyo: Kondansha Internasional.
Chino, Naoko.(2004). Partikel penting bahasa Jepang.Jakarta: kesaint Blanc
Mukhtar. (2013). Metode Praktis Penelitian deskriptis kualitatif.Jakarta: Referensi.
Sudjianto.(2010). Gramatika Bahasa Jepang Modern seri A.Jakarta: Kesaint Blanc.
Sudjianto.(2010). Gramatika Bahasa Jepang Modern seri B.Jakarta: Kesaint Blanc.
Sudjianto dan Ahmad Dahidi. (2004).Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.
Jakarta: Kesaint Blanc.
Suharso dan Ana Retnoningsih.(2011).Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux. Semarang: Widya Karya
Sumarsono.(2009).Sosiolinguistik.Yogyakarta: Sabda
Wijana, I Dewa putu dan Muhammad Rohmadi. (2012). Sosiolinguitik.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
47
Skripsi : Fanani, Mohammad Ogive.(2015). Penyimpangan penggunaan shuujoshi joseigo
oleh tokoh pria dalam anime -460 karya Eiichiro Oda.Skripsi.Universitas Brawijaya.
shuujoshi ragam bahasa wanita dalam drama Shokojo Seira
.
Top Related