7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
1/47
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Kementerian Hukum dan HAM sebagai payung sistem
pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan
agar narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak
pidana, sehingga narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan
masyarakatnya, kembali berperan dalam pembangunan serta hidup secara
wajar sebagai warga negara.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-05.OT.01.01
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan
HAM RI memiliki 11 unit kerja setingkat eselon I sehingga dengan demikian
Kementerian Hukum dan HAM RI memiliki pula jumlah kompetensi teknis
dan fungsional yang beragam. Salah satu unit kerja Kementerian Hukum
Hukum dan Ham adalah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, merupakan
satu unit pelayanan publik yang dilaksanakan di wilayah yang
diintegrasikan dalam satu devisi Pemasyarakatan dan sebagai ujung
tombaknya pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang terdiri
dari Rumah Tahanan Negara, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Balai
Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara
(Rupbasan)
Tahapan pelayanan yang ada di jajaran pemasyarakatan dimulai
pada pada tahap adjudikasi, Sistem Pemasyarakatan melalui Balai
Pemasyarakatan berperan dalam memberikan pertimbangan berdasarkanpenelitian kepada pengadilan. Penelitian kemasyarakatan (Litmas) oleh
Bapas diharapkan dapat memberi gambaran yang objektif tentang latar
belakang suatu peristiwa terjadi. Diharapkan setelah itu, pengadian dapat
memberikan keputusan yang tepat. Sementara pada tahap pre-adjukasi
dan adjudikasi ini, Rupbasan juga berperan dalam melindungi hak atas
benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam
pemeriksaan di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
2/47
2
pengadilan. Rupbasan dalam hal ini berperan dalam menjamin
keselamatan dan keamanan barang yang dimaksud. Sementara itu, pada
tahap post adjudikasi, Sistem Pemasyarakatan melalui UPT Lapas
berperan dalam memberikan pembinaan untuk melindungi hak asasi
narapidana. Pembinaan dalam hal ini menjadi pencegah terjadinya
prisonisasi (proses pembelajaran dalam kultur penjara) yang justru dapat
membuat kondisi seseorang (narapidana) lebih buruk dari pada sebelum ia
masuk ke dalam Lapas.
Melalui modul ini diharapkan adanya peningkatan pengetahuan dan
keterampilan Petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya secara baik dan benar sehingga keberadaan UPT
Pemasyarakatan pada umumnya dapat bekerja secara maksimal.
B. Deskripsi Singkat
Modul ini menjelaskan pengertian dan ruang lingkup
pemasyarakatan sebagai organisasi termasuk berbagai bentuk pelayanan
publik baik yang disediakan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pemasyarakatan yang mencakup Rutan, Lapas, Bapas, dan Rupbasan
C. Hasil BelajarSetelah membaca modul ini peserta diklat mampu memahami,
menjelaskan, dan menerapkan pemahaman pelayanan publik yang
disediakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang terintegrasi pada
UPT Pemasyarakatan .
D. Indikator Hasil Belajar
Indikator-indikator hasil belajar adalah:
1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian, ruang lingkup,dan sasaran strategis bidang pemasyarakatan
2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan proses pelayanan yang
ada di UPT Pemasyarakatan
3. Peserta mampu mengaplikasikan sesuai tugas dan fungsinya di tempat
kerja.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
3/47
3
E. Materi Pokok
1. Eksistensi Pemasyarakatan dan Ruang lingkup sistem
pemasyarakatanan
2. Kelembagaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
3. Sasaran strategis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
4. Jenis dan prosedur pelayanan UPT Pemasyarakatan
F. Manfaat Hasil Belajar
Berbekal hasil belajar pada modul ini, peserta diharapkan mampu
menerapkan pemahaman tugas dan fungsi pemasyarakatan yang ideal
guna peningkatan berdasarkan substansinya.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
4/47
4
BAB II
EKSISTENSI DAN RUANG LINGKUP PEMASYARAKATAN
Setelah mempelajari bab ini, peserta didik diharapkan memahami sejarahpemasyarakatan, berbagai definisi yang terkait dengan tugas bidang
pemasyarakatan dan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia
A. Sejarah Singkat Pemasyarakatan
1. Pemidanaan Masa Penjajahan
Dalam sejarahnya pemasyarakatan yang waktu lebih dikenal
dengan pemidaan tidak dapat dilepaskan dari proses dan tujuan
pemidanaan masa penjajahan Belanda dan masa-masa awal Indonesia
merdeka. Sebagai negara yang pernah dijajah, sistem hukum Indonesia
sangat dipengaruhi oleh Belanda, demikian pula sistem pemidanaannya.
Hal ini terlihat dengan jelas dalam bentuk Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang merupakan peninggalan Belanda. KUHP yang
disebut dengan Wetboek van Strafrecht voor de Inlenders in
Nederlandsch Indie ini telah ditetapkan Belanda sejak tahun 1872.
Ketentuan Kitab tersebut berIsikan dari jenis pidana utama bagi pribumi
adalah pidana kerja, selain juga pidana mati dan denda. Pidana kerja ini
dibagi menjadi pidana kerja paksa dan pidana dipekerjakan. Dalam
kenyataannya, pidana kerja paksa ini identik dengan pembuangan
karena pelaksanaannya dilakukan di luar dari daerah tempat keputusan
pengadilan pertama dijatuhkan.
Tahun 1905 muncul kebijakan baru. Jika sebelumnya terpidana
kerja paksa di tempatkan jauh dari daerah asalnya, dengan kebijakan baru
ini kerja paksa dilakukan dalam lingkungan tembok penampungan
terpidana. Alasan munculnya kebijakan baru ini adalah kurangnya
kegunaan pidana kerja paksa yang dilakukan sebelumnya, serta atas
alasan tidak adanya pengawasan yang efektif (dengan munculnya
pelarian dan pekerja yang bermalasan. Perubahan dengan alasan ini
dianggap dapat memenuhi sifat membuat takut dari pidana penjara.
Dalam kebijakan ini dilakukan pengkonsentrasian para terpidana kerja
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
5/47
5
paksa pada pusat-pusat penampungan wilayah, disebut penjara-penjara
pusat, yang juga difungsikan untuk menampung tahanan, sandera, dan
lainnya.
Untuk para terpidana kerja paksa inilah didirikan bangunan-
bangunan penjara yang menampung mereka pada malam hari.
Pemisahan terpidana dalam penjara ini tidak dilakukan. Perlakuan
terhadap terpidana sangat tidak manusiawi. Sementara untuk terpidana
yang berasal dari kalangan Eropa sendiri, didirikan tempat pelaksanaan
pidana khusus yang disebut sebagai Centrale Gevangenis voor
Europeanen (Penjara Pusat untuk Orang-orang Eropa) Jurnatan yang
berada di Semarang. Berbeda dengan bangunanbangunan penjara
untuk pribumi yang dipidana kerja paksa, bangunan penjara Jurnatan
inilah bangunan pertama yang memang difungsikan khusus untuk tempat
pelaksanaan pidana di Indonesia.
Setelah ditetapkannya Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch
Indie (sekarang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
tanggal 15 Oktober 1915 (diberlakukan tanggal 1 Januari 1918), tidak
dikenal lagi adanya pidana kerja, namun diganti dengan pidana hilangkemerdekaan. Bersamaan dengan diberlakukannya Wetbuk van
Strafrecht ini diberlakukan pula Gestichten Reglement Staatsblad
(Reglemen Penjara) 1917. Perubahan ini tidak terlalu menemukan
kesulitan karena para terpidana kerja paksa sebelumnya juga sudah
dikonsentrasikan di penjara-penjara sentral untuk merampas kebebasan
bergeraknya. Pelaksanaan Reglemen Penjara ini baru benar-benar
dilakukan sesudah tahun 1920, ketika digantinya sistem Penjara-PenjaraSentral dengan Sistem Penjara Pelaksana Pidana. Bersamaan dengan
perubahan ke sistem Penjara Pelaksana Pidana ini, ditetapkan pula
Rumah Tahanan untuk menampung orang-orang yang masih dalam
proses pengadilan.
Salah satu keinginan dari Hijmans, Kepala Urusan Kepenjaraan
Hindia-Belanda, dalam pelaksanaan Sistem Penjara Pelaksana Pidana
tahun 1921 adalah dilakukannya reformasipenjara yang memberikan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
6/47
6
perhatian kepada terpidana anak dan pengklasifikasian terpidana dewasa.
Menurutnya, untuk anak-anak yang berusia di bawah 16 tahun
ditempatkan di rumah pendidikan. Keinginan Hijmans ini disetujui
pemerintah Hindia- Belanda saat itu dengan ditetapkannya bangunan
penjara lama di Madiun sebagai rumahpenjara perbaikan untuk anak-
anak terpidana laki-laki di bawah umur 19 tahun. Rumah penjara khusus
untuk anak di Madiun ini merupakan penjara pertama untuk orang-orang
Indonesia yang difungsikan sebagai pelaksana pidana. Satu pemikiran
Hijmans lainnya terkait dengan kepentingan anak yang juga sangat maju
saat itu adalah wacana penempatan anak di luar penjara dengan syarat
(probation) serta keharusan untuk selalu mendahulukan penyelesaian
perkara anak.
Pada masa pendudukan Jepang, struktur organisasi kepenjaraan
dan bentuk-bentuk perlakuan terhadap terpidana tidak jauh berbeda
dengan yang telah diterapkan oleh Belanda. Meskipun secara teoritis
Jepang sudah berfikir untuk melakukan reformasi dan rehabilitasi
terhadap terpidana. Jepang juga melakukan pendidikan bagi petugas-
petugas kepenjaraan. Namun dalam kenyataannya perlakuan terhadapterpidana selama pedudukan Jepang justru merupakan memori buruk bagi
bangsa Indonesia. Perlakuan yang tidak lebih sebagai eksploitasi atas
manusia untuk kepentingan perang Jepang saat itu.
2. Pemidanaan Masa Indonesia Merdeka (1954-1963)
Pemidanaan pasca kemerdekaan pada dasarnya dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu periode sebelum dan sesudah munculnya
Pemasyarakatan sebagai model pemidanaan di Indonesia. Adapunmomentum awal kebijakan kepenjaraan di Indonesia terjadi sekitar dua
bulan setelah kemerdekaan, tepatnya saat dikeluarkannya Surat Edaran
pertama dari Menteri Kehakiman RI pertama, Mr.Dr.Supomo, nomor
G.8/588 tanggal 10 Oktober 1945. Edaran ini berisi penegasan bahwa
semua penjara telah dikuasai oleh RI sehingga perintah-perintah terkait
kepenjaraan harus berasal dari Menteri Kehakiman atau dari Mr. RP
Notosusanto sebagai Kepala Bagian Urusan Penjara. Selain itu, edaran ini
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
7/47
7
juga menekankan perbaikan dalam perlakuan terhadap terpidana, seperti;
mengutamakan kesehatan terpidana khususnya kecukupan makanan,
pemberian pekerjaan yang bermanfaat bagi perubahan perilaku terpidana,
serta perlakuan yang harus manusiawi dan adil.
Pada 26 Januari 1946, Kepala Bagian Urusan Penjara
mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa Reglemen Penjara
1917 masih dinyatakan berlaku, meskipun dilakukan sedikit perubahan
dalam hal pengurusan dan pengawasan terhadap penjara penjara.Tahun
1947, melalui surat edaran Nomor G.8/290 dinyatakan bahwa dalam
proses pemindahan terpidana sedapat mungkin dilakukan tanpa harus
berjalan kaki dan dibelenggu. Pada tahun yang sama melalui edaran
nomor G.8/437 diinstruksikan agar dibentuknya bagian pendidikan dalam
tata laksana kepenjaraan. Baik pendidikan untuk terpidana maupun untuk
pegawai yang saat itu masih banyak yang buta huruf. Sementara itu,
melalui edaran nomor G.8/1510 tahun 1948, Kepala Jawatan Kepenjaraan
menginstruksikan agar dilakukan pemisahan yang ketat antara pelanggar
hukum anakanak dengan dewasa serta instruksi untuk menunjuk pegawai
khusus untuk pendidikan dan perawatan anak-anak terpenjara. Padaperiode 1946-1948 muncul pula kebijakan untuk melakukan diversi
(langkah untuk menjauhkan pemrosesan perkara pidana secara formal)
untuk kasus-kasus yang sebelumnya dipidana penjara, seperti mengemis.
Pada periode ini pula ditetapkan pemberian remisi (pemotongan masa
pidana) setiap tanggal 17 Agustus.
Langkah maju lainnya dalam kebijakan pemenjaraan pasca
kemerdekaan Indonesia adalah munculnya edaran nomor J.H. 1.3/17/35tahun 1952 tentang pedoman penempatan terpidana berdasarkan jenis
kejahatan, lama pidana, status pendidikan, batas umur, jenis kelamin,
status sosial, serta pemindahan terpidana dengan sisa pidana 3 (tiga)
bulan ke penjara tempat asalnya agar dekat dengan keluarganya. Tahun
1952 juga merupakan tahun penyelenggaraan pertama kursus pengurus
penjara. Sementara itu, tahun 1953 melalui edaran Kepala Jawatan nomor
J.H. 3.18/4/33, dilakukan upaya memperoleh datadata tentang terpidana
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
8/47
8
tertentu mengenai latar belakang perbuatannya, kemungkinan-
kemungkinan untuk perbaikannya, cara-cara perlakuan yang sesuai, dan
lainnya. Pada tanggal 6 Februari 1956 muncul pula pernyataan bersama
antara antara Kementrian Sosial, Jawatan Kepenjaraan, Jawatan
Pendidikan Masyarakat, Jawatan Penempatan Tenaga, dan Kantor Pusat
Jawatan Penerangan Agama, tentang nasib bekas terpidana. Salah satu
kesepakatan yang diambil adalah tetap merahasiakan status bekas
terpidana
Tepatnya tanggal 20-24 Juli 1956, diselenggarakan Konferensi
Dinas Kepenjaraan Kedua di Sarangan yang menghasilkan munculnya
pemikiran tentang tujuan dari pemidanaan, yaitu mengembalikan
terpidana ke masyarakat sebagai seorang anggota yang bergunadan tidak
melakukan lagi pelanggaran terhadap tata hukum masyarakat. Dalam hal
ini dipahami pula bahwa dalam mewujudkan proses pemberantasan
kejahatan yang dimulai dari saat penangkapan oleh polisi sampai dengan
kembalinya pelanggar hukum ke tengah masyarakat diperlukan bantuan
penuh dari masyarakat dan instansi lain yang bersangkutan. Pengaruh
dari konferensi Sarangan ini adalah mulai diikut sertakannya terpidanatertentu dalam aktivitas-aktivitas yang berlangsung di tengah masyarakat.
Pada periode ini, tujuan pemidanaan secara konseptual disebut dengan
resosialisasi. Dalam perkembangannya, pengaruh pemikiranpemikiran
dalam kriminologi pada tahun 1960-an menciptakan pergeseran dalam
pandangan terhadap kejahatan yang lebih memperhatikan aspek
lingkungan kehidupan pelaku kejahatan. Sebelumnya perhatian lebih
banyak diberikan pada aspek individu pelaku kejahatan itu sendiri.3. Munculnya Pemasyarakatan Hingga Kini
Konsep Pemasyarakatan di Indonesia diperkenalkan secara formal
pertama kali oleh Sahardjo SH saat pemberian gelar Doktor Honoris
Causa dalam bidang Ilmu Hukum kepada dirinya oleh Universitas
Indonesia tanggal 5 Juli 1963. Saat itu, beliau adalah Menteri Kehakiman
Republik Indonesia. Di dalam pidatonya, Sahardjo menjelaskan bahwa
tujuan dari pidana penjara di samping menimbulkan rasa derita pada
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
9/47
9
terpidana karena dihilangkannya kemerdekaan bergerak, (juga ditujukan
untuk) membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi
seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna. Secara
singkat tujuan ini disebutnya sebagai Pemasyarakatan. Dalam beberapa
diskusi yang dilakukan setelah itu oleh Sahardjo dengan Bahrudin
Suryobroto disepakati bahwa konsep pemasyarakatan ini berkembang
lebih jauh dari apa yang telah dianut sebelumnya sebagai tujuan
pemidanaan, yaitu resosialisasi. Dalam hal ini tidak lagi memandang
terpidana sebagai semata-mata sebagai manusia yang tidak lengkap
sosialisasinya.
Konferensi Nasional Kepenjaraan di Lembang, Bandung, tanggal
27 April hingga 7 Mei 1964, menghasilkan kesepakatan bahwa
Pemasyarakatan bukan hanya tujuan dari pidana penjara, melainkan
suatu proses yang bertujuan memulihkan kembali kesatuan hubungan
kehidupan dan penghidupan yang terjalin antara individu terpidana dan
masyarakat, yang dapat dicapai melalui sebuah proses di mana terpidana
turut serta secara aktif. Dalam hal inilah Pemasyarakatan berbeda dengan
Resosialisasi yang lebih menekankan aspek individu terpidana bukanpada aspek integrasinya kembali dengan masyarakat. Konferensi ini dapat
dikatakan bentuk komitmen pelaksanaan Pemasyarakatan
Pasca munculnya Pemasyarakatan pada tahun 1964 ini, diperlukan
waktu lebih dari 30 tahun hingga Indonesia memiliki Undang-Undang
khusus tentang Pemasyarakatan. Sebelum adanya UU Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, pelaksanaan pidana pemenjaraan di
Indonesia masih menjadikan reglemen penjara sebagai pedoman. Halini di satu sisi tidak mengundang masalah karena secara prinsip (filosofis)
telah ada komitmen besar untuk pemasyarakatan yang jauh berbeda
dengan filosofi pemenjaraan. Namun di sisi lain, lamanya rentang waktu
untuk dibuatnya UU khusus tentang Pemasyarakatan memperlihatkan
lemahnya perhatian proses politik, di legislatif dan eksekutif.
Dalam perkembangannya, Pemasyarakatan sebagai sistem telah
didukung oleh sejumlah momentum parsial, seperti munculnya kebijakan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
10/47
10
struktural untuk pengkhususan penanganan narapidana anak. Sejak bulan
November 1966, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan membawahi dua
direktorat, yaitu Direktorat Pemasyarakatan dan Direktorat Bimbingan
Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA). Hal ini menunjukkan
bahwa dari awalnya Pemasyarakatan telah memiliki komitmen untuk
membedakan perlakuan antara narapidana anak dengan dewasa.
Komitmen ini bahkan berimplikasi pada aspek struktur organisasional.
Hanya saja, pengalaman kekinian dari Pemasyarakatan memperlihatkan
masih terbengkalainya upaya perlakuan khusus bagi narapidana anak.
Meskipun sudah didirikannya Lapas khusus anak, namun pada struktur
Direktorat tidak ada unit khusus yang difungsikan untuk itu. Selama ini
penanganan narapidana anak berada di bawah Direktorat Pembinaan
Kemasyarakatan, namun tidak ada seksi khusus.
B. Ruang Lingkup Pemasyarakatan
1. Berbagai Pengertian Bidang Pemasyarakatan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan terdapat berberapa pendefinsian berkaitan dengan tugas
pemasyarakatan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:a. Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan
dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem dalam
tata peradilan pidana
b. Sistem Pemasyarakatan
Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah danbatas serta cara pembinaan pembinaan WBP berdasarkan Pancasila
yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup WBP agar menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
aktif berperan dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai
warga negara yang baik dan bertanggungjawab
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
11/47
11
c. Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapida dan Anak Didik Pemasyarakatan.
Juga sebagai bagian dari tata peradilan pidana yang menyangkut
pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan secara
terpadu dengan tujuan agar mereka selama menjalani masa tahanan
dan terutama setelah selesai menjalani pidana atau putusan
pengadilan berupa tindakan dapat menjadi warga masyarakat yang
baik dan berguna. Pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk
melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian
akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. (Pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan).
d. Balai Pemasyarakatan (Bapas)
Balai Pemasyarakatan adalah pranata untuk melaksanakan Bimbingan
Klien Pemasyarakatan
e. Pembimbing KemasyarakatanPembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak
hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di
dalam dan di luar proses peradilan pidana.
f. Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Rumah Tahanan Negara adalah tempat pelaksanaan teknis dibidang
penahanan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan danpemeriksaan di sidang Pengadilan yang berada dibawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman.
g. Rumah Penyimpangan Barang Sitaan/Barang Rampasan negara
(Rupbasan)
Rupbasan adalah tempat penitipan barang sitaan sebagai sebagai
barang bukti dalam persidangan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
12/47
12
h. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
WBP adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien
Pemasyarakatan
i. Terpidana
Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
j. Narapidana
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lapas
k. Anak Didik Pemasyarakatan
Anak Didik Pemasyarakatan terbagi atas :
1) Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18
(delepan belas) tahun
2) Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas
Anak paling lama sampai lama sampai berumur 18 (delapan belas)
tahun3) Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di
Lapas Anak paling lama sampai berumur (delepan belas) tahun
4) Klien Pemasyarakatan adalah seseorang yang dalam bimbingan
Bapas.
2. Kelembagaan Pemasyarakatan
Penyelenggaraan kegiatan Pemasyarakatan dalam strukturbirokrasi Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan oleh tiga jenjang,
pertama oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, kedua oleh Kantor
Wilayah Departemen Hukum dan HAM melalui Kepala Divisi
Pemasyarakatan dan ketiga oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang
terdiri dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan (Rutan),
Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
13/47
13
Negara (Rupbasan). Aturan mengenai organisasi dan tata kerja dari
ketiga jenjang tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Ham R.I
Nomor: M.09-PR.07.10 Tahun 2007 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Departemen Hukum Dan HAM R.I
b. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM diatur dalam Peraturan Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M 01.PR.07.10
Tahun 2005 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
c. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Lembaga
Pemasyarakatan diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan
d. Ketentuan mengenai Organisasi dan Tata Kerja Balai
Pemasyarakatan diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1997 Tentang
Perubahan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.07.03 Tahun 1987 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Balai
Bimbingan Kemasyarakatan Dan Pengentasan Anak
e. Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Rumah Tahanan
Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara diatur dalam
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M.04.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata KerjaRumah Tahanan Negara Dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara
C. Sistem Pemasyarakatan Indosnesia
Sistem Pemasyarakatan bagi publik lebih identik dengan penjara
atau pembinaan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Dalam kenyataannya,
tugas pokok dan fungsi Sistem Pemasyarakatan juga mencakup pelayanan
terhadap tahanan, perawatan terhadap barang sitaan, pengamanan, serta
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
14/47
14
pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan dan klien
pemasyarakatan. Oleh karenanya, sub-sub sistem dari Sistem
Pemasyarakatan (yang kemudian disebut Unit Pelaksana Teknis
Pemasyarakatan) tidak hanya Lembaga Pemasyarakatan yang melakukan
pembinaan, namun juga Rumah Tahanan Negara untuk pelayanan
tahanan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara untuk perawatan
barangbarang milik warga binaan atau yang menjadi barang bukti, serta
Balai Pemasyarakatan untuk pembimbingan warga binaan dan klien
pemasyarakatan
Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka
membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi
tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat berperan aktif dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar
sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.
Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan
pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat,
sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yangbebas.
1. Filosofi Pemasyarakatan
Secara filosofis Pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang
sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif (pembalasan),
Deterrence (penjeraan), dan Resosialisasi. Dengan kata lain
pemidanaan tidak ditujuan untuk membuat derita sebagai bentuk
pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan,juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang
sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial
yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana
dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan
konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya
(reintegrasi).
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
15/47
15
Diranah filosofis, Pemasyarakatan memperlihatkan komitmen
dalam upaya merubah kondisi terpidana, melalui proses pembinaan dan
memperlakukan dengan sangat manusiawi, melalui perlindungan hak-
hak terpidana. Komitmen ini secara eksplisit ditegaskan dalam pasal 5
UU Pemasyarakatan, bahwa sistem pembinaan pemasyarakatan
dilaksanakan berdasarkan asas; pengayoman, persamaan perlakuan
dan pelayanan,pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan
martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya
penderitaan, dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan
keluarga dan orang-orang tertentu. Selain itu juga ditegaskan dalam
pasal 14 UU Pemasyarakatan, bahwa setiap narapidana memiliki hak
sebagai berikut:
a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. menyampaikan keluhan;
f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massalainnya yang tidak dilarang;
g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya;
i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga;k. mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Masalah Makro Struktural
Kejelasan posisi Sistem Pemasyarakatan sebagai upaya reintegrasi
narapidana dengan masyarakatnya di satu sisi sangat menjanjikan bagi
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
16/47
16
terciptanya politik pemidanaan yang sangat maju. Namun di sisi lain
terus berlarutnya permasalahan dalam Sistem Pemasyarakatan
Indonesia saat ini memberikan indikasi masih jauhnya Pemasyarakatan
dari pencapaian seharusnya. Sejumlah penelitian memperlihatkan
adanya beberapa masalah yang sangat berpengaruh terhadap Sistem
Pemasyarakatan Indonesia selama ini. Masalah-masalah tersebut
secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Pertama, masalah
organisasional yang dalam banyak kasus cenderung menghambat tujuan
pemasyarakatan. Isu utama terkait organisasional ini adalah diskursus
tentang format kelembagaan yang terdesentralisasi, serta proses
kebijakan antara top down policy process atau bottom up policy process.
Kedua, masalah teknis pemasyarakatan yang secara umum menyangkut
proses pembimbingan oleh Bapas, Perawatan oleh Rutan, Pembinaan
oleh Lapas, dan pengelolaan oleh Rupbasan. Beberapa isu yang terkait
dengan proses pembinaan ini adalah tidak berkembangnya metode
pembinaan dan rendahnya kemampuan pemasyarakatan untuk
memenuhi hak-hak narapidana. Ketiga, masalah pengawasan dan
partisipasi. Dalam hal ini, mekanisme internal di Kementerian Hukum danHAM belum cukup efektif dalam melakukan pengawasan pelaksanaan
pemasyarakatan sehingga sejumlah penyimpangan dan
penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi tidak terselesaikan dengan
baik. Selain itu, kelemahan internal ini justru tidak secara otomatis
membuat departemen membuka diri terhadap pengawasan eksternal.
Sistem Pemasyarakatan juga belum mendapatkan dukungan
(support) berupa partisipasi pihak ketiga, baik dari unsur pemerintah,swasta, maupun masyarakat sipil dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi Sistem Pemasyarakatan. Dengan semakin pentingnya peran
Sistem Pemasyarakatan ke depan, terkait dengan rencana
pembangunan hukum dalam RKHUP yang semakin memperjelas tujuan
penghukuman dan keberadaan hukuman alternatif, dukungan bagi
Sistem Pemasyarakatan dari pihak ketiga sangat diperlukan. Terlebih
bila dihadapkan dengan kompleksitas permasalahan yang tengah
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
17/47
17
dihadapi oleh Sistem Pemasyarakatan sekarang ini, seperti dalam
manajemen organisasi, proses perencanaan dan penganggaran, teknis
pemasyarakatan dan lainnya.
C. Latihan
1. Apa yang saudara ketahui tentang Sejarah Pemasyarakatan, jelaskan!
2. Sebutkan dan jelaskan apa saja yang termasuk dlam ruang lingkup
Pemasyarakatan?
3. Apa yang saudara ketahui tentang Sistem Pemasyarakatan Indonesia,
jelaskan!
4. Apa yang saudara ketahui tentang filosofi Pemasyarakatan, jelaskan!
5. Terdapat 3 masalah makro struktural coba saudara sebutkan dan
jelaskan !
D. Rangkuman
Dalam sejarahnya, pemidaan banyak mengalami perubahan
walaupun secara tidak langsung masih merupakan warisan masa
penjajahan Bangsa Belanda dari mulai dasar hukum sampai model
bangunan penjara pun sebagian besar masih dipergunakan sampai
timbulnya gagasan dari istilah penjara menjadi Lembaga PemasyarakatanRuang lingkup pemasyarakatan pada dasarnya meliputi Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan) Balai satu
Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan dan
Barang Rampasan Negara (Rupbasan). Ke empat unit kerja ini mempunyai
tugas fungsi yang berlainan tetapi saling bersinergi antara unit kerja satu
dengan yang lainnya.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
18/47
18
BAB III
KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat mampu memahami kedudukan,
tugas dan fungsi unit-unit kerja dikelembagaan Direktorat JenderalPemasyarakatan
A. Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan adalah sebuah unsur
pelaksanaKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia yang
mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan
standarisasi teknis di bidang pemasyarakatan. Lembaga ini dipimpin oleh
seorang Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Untuk melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan perumusan kebijakan Kementerian di bidang pemayarakatan,
perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan Negara
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pemasyarakatan, perawatan tahanan
dan pengelolaan benda sitaan Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku3. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang
pemasyaraktan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan
Negara
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
5. Pelaksanaan urusan administrasi dilingkungan Direktorat Jenderal
6. pemberian perijinan dan penyiapan standar teknis dibidang pembinaan
dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan7. Pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas di bidang pembinaan dan
pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, perawatan tahanan dan
pengelolaan benda sitaan Negara
B. Susunan Organisasi
Ditjen Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
dibidang perumusan, pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di
bidang pemasyarakatan, memiliki susunan organisasi yang menjalankan
http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Hukum_dan_Hak_Asasi_Manusia_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Hukum_dan_Hak_Asasi_Manusia_Indonesia7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
19/47
19
tugas dan fungsi teknis operasional berdasarkan fungsi dan kewenangan
dalam ORTA. Adapun susunan organisasi Ditjen Pemasyarakatan terdiri
atas:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
2. Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban;
3. Direktorat Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan;
4. Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan
Negara;
5. Direktorat Informasi dan Komunikasi;
6. Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak; dan
7. Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan.
a. Sekretariat Direktorat Jenderal
1). Tugas
Sekretaris Direktorat Jenderal bertugas memberikan pelayanan
teknis dan administratif kepada seluruh satuan organisasi di
lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
2). Fungsi
Sekretariat Direktorat Jenderal memiliki fungsi-fungsi yaitu:a. pelaksanaan koordinasi dan penyusunan rencana, program dan
anggaran;
b. pengelolaan urusan kepegawaian;
c. pengelolaan urusan keuangan;
d. pelaksanaan urusan perlengkapan;
e. pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan; danf. pelaksanaan urusan umum
b. Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban
1). Tugas
Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina keamanan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
20/47
20
dan ketertiban sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pemasyarakatan
2). Fungsi
Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban menyelenggarakan
fungsi:
a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina
keamanan dan ketertiban;
b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang
bina keamanan dan ketertiban;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria
di bidang bina keamanan dan ketertiban;
d. penyiapan rancangan kebijakan standardisasi sarana hunian
dan keamanan, dan standardisasi pengendalian hunian di unit
pelaksana teknis pemasyarakatan;
e. penyiapan rancangan kebijakan pencegahan dan penindakan
gangguan
f. keamanan dan ketertiban di unit pelaksana teknis
pemasyarakatan;g. penyiapan rancangan kebijakan pembinaan dan pengawasan
internal petugas pemasyarakatan, advokasi dan bantuan
hukum serta bimbingan teknis petugas keamanan dan
ketertiban di unit pelaksana teknis pemasyarakatan;
h. penyiapan rancangan kebijakan pelayanan pengaduan,
standardisasi sistem layanan pengaduan, investigasi dan
pengaduan masyarakat, serta evaluasi dan penyusunanlaporan bina keamanan dan ketertiban; dan
i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Bina Keamanan dan Ketertiban.
c. Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak
1). Tugas
Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
21/47
21
pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak sesuai
dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pemasyarakatan
2). Fungsi
Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak
menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bimbingan
kemasyarakatan dan pengentasan anak;
b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang
bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak;
d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang registrasi anak dan klien dewasa;
e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang pendidikan;
f. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis dibidang perlindungan dan pengentasan anak;
g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang bimbingandan pengawasan klien dewasa;
h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang penelitian kemasyarakatan; dan
i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak.d. Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan
1) Tugas
Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina narapidana
dan pelayanan tahanan sesuai dengan kebijakan teknis yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
22/47
22
2) Fungsi
Direktorat Bina Narapidana memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina
narapidana dan pelayanan tahanan;
b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang bina
narapidana dan pelayanan tahanan;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan;
d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang registrasi dan klasifikasi;
e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang pelayanan tahanan dan bantuan hukum;
f. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang integrasi dan tim pengamat pemasyarakatan;
g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang bimbingan kemandirian;
h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang bimbingan kepribadian; dani. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan.
e. Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang
Rampasan Negara
1) Tugas
Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang
Rampasan Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapanperumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan
teknis dan evaluasi di bidang bina pengelolaan benda sitaan
negara dan barang rampasan negara sesuai dengan kebijakan
teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
2) Fungsi
Direktorat Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang
Rampasan Negara menyelenggarakan fungsi:
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
23/47
23
a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina
pengelolaan benda sitaan negara dan barang raampasan
negara;
b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang
bina pengelolaan benda sitaan negara dan barang raampasan
negara;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang bina pengelolaan benda sitaan negara dan barang
raampasan negara;
d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang registrasi dan identifikasi benda sitaan negara dan
barang rampasan negara;
e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang pengamanan dan pemeliharaan benda sitaan negara dan
barang rampasan negara;
f. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang mutasi dan penghapusan benda sitaan negara dan
barang rampasan negara; dang. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Bina Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan
Negara.
f. Direktorat Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan Tahanan
1) Tugas
Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan Tahanan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaankebijakan, pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bina
narapidana dan pelayanan tahanan sesuai dengan kebijakan teknis
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
2) Fungsi
a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang bina
narapidana dan pelayanan tahanan;
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
24/47
24
b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang
bina narapidana dan pelayanan tahanan;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang bina narapidana dan pelayanan tahanan;
d. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang registrasi dan klasifikasi;
e. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang pelayanan tahanan dan bantuan hukum;
f. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang integrasi dan tim pengamat pemasyarakatan;
g. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang bimbingan kemandirian;
h. penyiapan kebijakan, pembinaan, dan pelaksanaan teknis di
bidang bimbingan kepribadian; dan
i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Bina
Narapidana dan Pelayanan Tahanan.
g. Direktorat Bina Informasi dan Komunikasi
1) TugasDirektorat Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang informasi dan
komunikasi sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
2) Fungsi
a. penyiapan perumusan rancangan kebijakan di bidang informasidan komunikasi;
b. pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pelayanan di bidang
informasi dan komunikasi;
c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang informasi dan komunikasi;
d. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di
bidang data dan informasi;
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
25/47
25
e. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di
bidang komunikasi;
f. penyiapan kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis di
bidang kerja sama; dan
g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat
Informasi dan Komunikasi.
C. Tugas dan Fungsi serta Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis
Pemasyarakatan
1. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)
Sebagai Unit Pelaksana Teknis di bidang Pemasyarakatan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung Kepala Kantor
Wilayah yang terintegrasi pada Kepala Divisi Pemasyarakatan. Unit kerja
ini mempunyai tugas melaksanakan pembinaan narapidana/anak didik.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Lapas mempunyai fungsi-
fungsi sebagai berikut: a) melakukan pembinaan narapidana/anak didik,
b) memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil
kerja, c) melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana/anak didik,
d) melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib lapas,e) melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Lembaga Pemasyarakatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 klas,
klasifikasi didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan
kerja, yaitu:
a. Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Lapas ini terdapat beberapa unit kerja yaitu
1) Bagian Tata UsahaBertugas : a) melakukan urusan kepegawaian, b) urusan keuangan,
dan c) urusan surat menyurat, perlengakapan dan rumah tangga.
Unit kerja ini di pimpin oleh Kepala bagian Tata Usaha dibantu oleh
SuBag kepegawaian, SuBag keuangan dan SuBag Umum.
2) Bidang Pembinaan Narapidana
Bertugas : a) melakukan regristrasi dan membuat statistik serta
dokumentasi sidik jari narapidana, b) memberikan bimbingan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
26/47
26
pemasyarakatan, c) mengurus kesehatan dan memberikan
perawatan bagi narapidana
Unit kerja ini dipimpin oleh Kepala Bidang Pembinaan Narapidana,
dibantu oleh Seksi Regristrasi, Seksi Bimbingan Kemasyarakatan,
Seksi Perawatan narapidana
3) Bidang Kegiatan Kerja
Bertugas : a) memberikan bimbingan latihan kerja bagi narapidana,
b) mempersiapkan fasilitas sarana kerja, c) mengelola hasil kerja.
Unit kerja ini dipimpin oleh Kepala Bidang Bimbingan Kerja, dibantu
oleh seksi Bimbingan Kerja, Seksi Sarana Kerja, dan Seksi
Pengelolaan hasil Kerja
4) Bidang Administrasi Keamanan dan Tata tertib
Bertugas : a) mengatur jadwal, penggunaan perlengkapan dan
pembagian tugas pengamanan, b) menerima laporan harian dan
berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta
menyiapkan laporan berkala dibidang keamanan dan menegakkan
tata tertib.
Unit kerja ini dipimpin Kepala Bidang Administrasi Keamanan danTata tertib, dibantu oleh Seksi Keamanan, dan Seksi Pelaporan dan
Tata tertib.
5) Satuan Pengamanan Lapas
Bertugas : a) melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap
narapidana, b) melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban,
c) melakukan pengawalan, penerimaan, penempatan dan
pengeluaran narapidana, dan d) membuat laporan harian dan beritaacara pelaksanaan pengamanan.
Unit kerja ini dipimpim Kepala Pengamanan Lembaga
Pemassyarakatan (KPLP). Secara hirarki berada dibawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Kalapas. Tugasnya di bantu
petugas pengamanan/regu keamanan/regu jaga
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
27/47
27
b. Lembaga Pemasyarakatan Klas II
Keberadaan Lapas Klas II ini terbagi menjadi 2 yaitu : Klas IIA
dipimpin eselon IIIa dan Klas IIB di pimpin oleh eselon IIIb. Ruang
lingkup, kapasitas dan kegiatan kerjanya lebih kecil dan berkedudukan
di kabupaten/kota. Namun pada dasarnya keberadaan Lapas Klas II
tidak beda dengan satuan kerjanya dengan Lapas Klas I yaitu a) Sub
Bagian Kepegawaian yang membawahi kaur kepegawaian dan kaur
umum, b) Seksi Bimbingan Narapidana/Anak Didik, membawahi
Subseksi Registrasi dan Subseksi Bimbingan Kemasyarakatan dan
Perawatan, c) Seksi Kegiatan Kerja, membawahi subseksi Bimbingan
Kerja dan Pengelolaan hasil kerja, subseksi Sarana Kerja, d) Seksi
Adminitrasi Keamanan dan Tata terib, membawahi Subseksi
Keamanan dan Subseksi Pelaporan dan Tata tertib, e) Kesatuan
Pengamanan (KPLP) bertanggung jawab kepada Kalapas dan
membawahi satuan pengamanan/regu jaga/regu pengamanan yang
pada umumnya terbagi 4 regu pengamanan.
Terdapat pula Lapas jenis lain yaitu Lapas Narkotika sebagai
tempat pembinaan bagi narapidana yang berlatar belakang kejahatannarkotika dan psikotropika, Lapas wanita sebagai tempat pembinaan
bagi narapidana berjenis kelamin khusus wanita. Tentu saja metode
pembinaannya juga lebih spesifik dan berbeda dengan lapas umum.
2. Rumah Tahanan Negara (RUTAN)
Rutan adalah pelaksana teknis di bidang penahanan untuk
kepentingan penyidikan , penuntutan dan pemeriksaan di sidang
Pengadilan yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala KantorWilayah yang diintegrasikan kepada Devisi Pemasyarakatan.
Pembentukan Rutan didasarkan pada adanya kebutuhan dalam
proses penegakan hukum. Karena, berdasarkan Undang Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), Pasal 22 ayat (1) Jenis penahanan dapat berupa:
(a)penahanan rumah tahanan negara, (b) penahanan rumah, (c)
penahanan kota.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
28/47
28
Penjelasan pasal 22 ayat (1) selama belum ada rumah tahanan
negara di tempat yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di
kantor Kepolisian Negara, di kantor Kejaksaan negeri, di lembaga
Pemasyarakatan, di rumah sakit dan dalam keadaan yang memaksa di
tempat lain. Penjelasan ini memberikan isyarat bahwa penahanan Rutan
dapat dilakukan di Kantor Kepolisian, Kejaksaan, Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas), rumah sakit dan tempat lainnya, dengan
catatan apabila belum terbentuk Rutan. Dengan demikian, semangat yang
terkandung dalam KUHAP adalah bahwa penahanan rutan sudah
seharusnya dilakukan di dalam Rutan, bukan di tempat lain
Dalam proses penegakan hukum, kewenangan penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelayanan tahanan
dilaksanakan oleh institusi yang berbeda. Pemisahan kewenangan dalam
proses penegakan hukum ini merupakan satu upaya agar penegakan
hukum dapat dilakukan dengan tetap memberikan perlindungan
hukum terhadap tersangka/terdakwa/terpidana dan menghindarkan
terjadinya penyalahgunaan kewenangan.
Jika suatu institusi yang mempunyai kewenangan untuk melakukanpenyidikan atau penuntutan atau pemeriksaan sidang pengadilan juga
menjalankan fungsi pelayanan tahanan (pengelolaan Rutan) maka hal ini
dapat melemahkan mekanisme kontrol dalam penegakan hukum.
Bagaimana mungkin, sebuah institusi yang mempunyai kewenangan
untuk menahan juga melaksanakan fungsi mengelola penahanan? Atau,
bagaimana mekanisme kontrolnya, jika kewenangan penyidikan dan
kewenangan pengelolaan Rutan dilaksanakan oleh satu institusi.Fakta lain adalah beberapa Cabang Rutan yang berada di luar
Kementerian Hukum dan HAM tersebut, selain melaksanakan fungsi
pelayanan tahanan, juga menjalankan fungsi sebagai tempat pelaksanaan
pidana yang seharusnya hanya dapat dilakukan oleh Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas). Faktor keamanan merupakan alasan yang
selalu dikemukakan. Sebuah alasan yang masuk akal, tetapi sebenarnya
menafikan rasa keadilan dan tata aturan yang berlaku.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
29/47
29
Jika rutan-rutan yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian
Hukum dan HAM dianggap tidak dapat memberikan rasa aman bagi
penghuninya, tidak berarti dijadikan sebagai alasan untuk membentuk
Rutan baru oleh institusi lain dengan menabrak aturan hukum yang ada.
Yang harus dilakukan sebenarnya adalah melakukan pembenahan secara
tuntas pada rutan-rutan yang sudah ada. Membangun sistem pengawasan
yang efektif, melakukan pengklasifikasian secara tepat dan ketat terhadap
penghuni dengan didasarkan pada jenis tindak pidana atau lama pidana,
dan menghindarkan perlakuan diskriminatif yang dapat menimbulkan
kecemburuan merupakan upaya yang lebih wajib untuk dilakukan.
Rutan mempunyai tugas melaksanakan perawatan terhadap
tersangka atau terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Rutan memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut; a) melakukan
pelayanan tahanan, b) melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib
Rutan, c) melakukan pengelolaan Rutan, d) melakukan tata usaha.
Seperti halnya Lapas, pada Rutan pun terdapat klasifikasi menjadi 3
Klas. Klasifikasi ini didasarkan atas kapasitas dan lokasi, yaitu:
a. Rutan Klas IKeberadaan Rutan Klas I terdapat satuan kerja yang dapat
diidentifikasi :
1) Seksi Pelayanan Tahanan
Bertugas : a) pengadministrasian, membuat statistik dan
dokumentasi tahanan, serta memberikan perawatan dan
pemeliharaan kesehatan tahanan, b) mempersiapkan pemberian
bantuan hukum dan penyuluhan bagi tahanan, c) memberikanbimbingan kegiatan bagi tahanan. Unit kerja ini dipimpin Kepala
Seksi Pelayanan Tahanan yang dibantu oleh : a) Sub seksi
Administrasi dan Perawatan, b) Sub seksi Bantuan hukum dan
penyuluhan, c) Sub Seksi Bimbingan kegiatan.
2) Seksi Pengelolaan Rutan
Bertugas : melakukan urusan keuangan dan perlengkapan,
melakukan urusan rumah tangga, kepegawaian dan perlengkapan.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
30/47
30
Unit kerja ini di pimpin Kepala Seksi Pengelolaan Rutan, dibantu oleh
subseksi keuangan dan perlengkapan dan subseksi umum.
3) Kesatuan Pengamanan Rutan
Bertugas melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan.
Kesatuan Pengamanan Rutan memiliki fungsi: a) melakukan
administrasi keamanan dan ketertiban Rutan, b) melakukan
penjagaan dan pengawasan terhadap tahanan, c) melakukan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban Rutan, d) Melakukan
penerimaan, penempatan dan pengeluaran tahanan serta memonitor
keamanan dan tata tertib tahanan pada tingkat pemeriksaan, e)
membuat laporan dan berkas berita acara pelaksanaan pengamanan
dan ketertiban.
4) Urusan Tata Usaha bertugas melakukan urusan surat menyurat dan
kearsipan.
Rutan Klas II A maupun Klas IIB juga memiliki organisasi
pelaksanaa tidak beda dengan Rutan Klas I satu hanya saja pada
Rutan Klas II terdapat satu unit kerja Sub Seksi Bimbingan Kegiatan.
Seksi ini bertugas memberikan bimbingan kegiatan danmempersiapkan bahan bacaan bagi tahanan.
3. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan/Barang Rampasan Negara
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan /Barang Rampasan Negara
(Rupbasan) mempunyai tugas melakukan penyimpanan dan pengelolaan
barang sitaan dan barang rampasan negara. Unit kerja Rupbasan memiliki
fungsi : a) melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang
rampasan negaran, b) melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaandan barang brampasan negara, c) melakukan pengamanan dan
pengelolaan Rupbasan, d) melakukan urusan surat menyurat dan
kearsipan.
Keberadaan Rupbasan juga diklasifikasi dalam dua Klas yaitu
Rupbasan Klas I dan Klas II berdasarkan atas beban kerja dan tempat
kedudukan. Idealnya setiap Kabupaten /Kota memiliki Rupbasan namun
pada kenyataannya belum terlaksana.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
31/47
31
4. Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
Unit kerja ini bertugas memberikan bimbingan kemasyarakatan dan
pengentasan anak sesuai peraturan per undang-undangan yang berlaku.
Bapas juga diklasifikasikan menjadi dua klas yaitu Bapas Klas I dan
Bapas Klas II didasarkan atas lokasi, beban kerja dan wilayah kerja.
Organigram Bapas di pimpin oleh Kepala yang dibantu oleh Subagian
Tata Usaha, Seksi Bimbingan Klien Dewasa dan Seksi Bimbingan Klien
Anak.
D. Latihan
1. Apa yang saudara ketahui tentang Kedudukan, tugas dan fungsi
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, jelaskan!
2. Coba anda gambarkan susunan organisasi Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan, jelaskan!
3. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bina Keamanan dan Ketertiban, uraikan!
4. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan
Bimbingan Anak?
5. Apa tugas dan fungsi Direktorat Bina Narapidana dan Pelayanan
Tahanan?6. Apa tugas dan fungsi Bina Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang
Rampasan Negara
7. Apa tugas dan fungsi Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan
Tahanan?
E. Rangkuman
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan merupakan salah satu satuan
kerja di Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia yang dikepalaiseorang Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Keberadaan Direktorat
Jenderal Pemasyarakat terdapat 1 (satu) Sekretariat Direktorat Jenderal
dan beberapa Direktorat Bina : Keamanan dan Ketertiban, Kesehatan dan
Perawatan Narapidana dan Tahanan, Pengelolaan Benda Sitaan dan
Barang Rampasan Negara, Narapidana dan Pelayanan Tahanan, serta
Informasi dan Komunikasi
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
32/47
32
BAB IV
SUBSTANSI PELAYANAN BIDANG PEMASYARAKATAN
Setelah mempelajari bab ini, peserta diklat memahami substansi pelayanan bidang
pemasyarakatan, substansi tingkat wilayah, substansi pada tingkat UPTPemasyarakatan
B. Substansi Pelayanan Di Tingkat Direktorat
Pelayanan di bidang pemasyarakatan merupakan tanggung jawab
Kementerian Hukum dan HAM, dimana pendelegasian tugasnya
didelegasikan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagai satuan
unit kerja teknis Kementerian Hukum dan HAM yang bertanggung jawab
menyusun perumusan dan standarisasi teknis di bidang pemasyarakatan.
Adapun pelayanan pemasyarakatan yang menjadi wilayah tanggung jawab
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Pelayanan dibidang Bina Keamanan dan ketertiban
2. Pelayanan dibidang Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana dan
Tahanan
3. Pelayanan dibidang Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak
4. Pelayanan dibidang Informasi dan Komunikasi5. Pelayanan dibidang Pembinaan Narapidana dan Pelayanan Tahanan
6. Pelayanan dibidang Pengelolaan Benda Sitaan dan Rampasan Negara
Pelayanan yang setingkat Direktorat hanya sebatas koordinasi dan
administrasi sesuai bidang tugasnya. Pelayanan bersifat koordinasi sebagai
upaya untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan serta pembinaan kepada
satuan kerja masing-masing pada tingkat di bawahnya yaitu Devisi
Pemasarakatan dan Unit Pelaksana Teknis yang ada pada tingkat wilayah
atau provinsi.
C. Substansi Pelayanan Pada Tingkat Wilayah
Pada tingkat wilayah atau provinsi pelayanan pada bidang
pemasyarakatan di pimpin oleh satu devisi yaitu devisi Pemasyarakatan.
Pada tingkat wilayah ini tidak jauh peran dan fungsinya sebagai
pengkoordinasi dari segi administrasi serta perpanjangan tangan dari tingkat
direktorat. Tugas dan fungsi Devisi Pemasyarakatan sebagai satu contoh
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
33/47
33
usulan kaitannya dengan pemberian remisi, Pembebasan Bersyarat (PB),
Cuti Menjelang Bebas (CMB) pada UPT yang berada dalam wilayahnya.
D. Substansi Pelayanan Pada Tingkat Unit Pelayanan Teknis
Pelayanan yang diharapkan meningkat adalah pelayanan yang ada di
Unit Pelaksana Teknis yang terdiri dari Rumah Tahanan Negara (Rutan),
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Penyimpanan Benda dan
Barang Rampasan Negara (Rupbasan) dan Balai Pemasyarakatan (Bapas).
1. Pelayanan pada tahap adjudikasi oleh Bapas
b. Tugas Balai Pemasyarakatan
Pada tahap adjudikasi ini dilaksanakan oleh Bapas, dalam ha ini
Petugas Kemasyarakatan (PK Bapas) berperan dalam memberikan
pertimbangan berdasarkan penelitian pengadilan. Melalui kegiatan
Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) petugas PK Bapas diharapkan
mampu memberikan gambaran yang obyektif tentang latar belakang
suatu peristiwa terjadi. Dengan adanya masukan dari PK Bapas pihak
pengadilan dapat memberikan keputusan yang tepat dan berasakan
hukum yang berkeadilan.
Petugas Pemasyarakatan memiliki tugas sesuai dengan UUNo.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada
pasal;, yaitu :
1) membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan
Diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan
pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan
pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada
pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan2) membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak,
baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LAPAS
dan LPKA
3) menentukan program perawatan Anak di LAPAS dan pembinaan
Anak di LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
34/47
34
4) melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan
terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi
pidana atau dikenai tindakan
c. Bimbingan Sosial Klien Pemasyarakatan
Bimbingan sosial dalam konteks pelayanan bagi klien
pemasyarakatan di Bapas adalah proses pelayanan yang ditujukkan
kepada klien agar mampu mengembangkan relasi sosial yang positif
dan menjalankan peranan sosialnya dalam lingkungan masyarakat.
1) Tujuan :
a) Memulihkan dan mengembangkan perilaku aktif klien
pemasyarakatan
b) Meningkatkan kemampuan untuk bisa menemukan dan
mengatasi masalah serta memenuhi kebutuhan hidup secara
wajar
c) Meningkatkan kemampuan melaksanakan peran sosial dengan
baik
d) Merencanakan kegiatan penyelesaian masalah klien
e) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikiklien seoptimal mungkin.
f) Mengenal dan menentukan tujuan, rencana hidup serta
kesulitankesulitan klien
g) Memahami dan membantu mengatasi kesulitan klien
h) Mendayagunakan segala kekuatan dan kemampuan klien untuk
kepentingan pemecahan masalah.
i) Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tutuntutan darilingkungan klien baik dengan keluarga maupun lingkungan
sosial.
2). Fungsi Bagi Klien :
a) Fungsi pencegahan, yaitu mencegah timbulnya permasalahan
klien dalam relasi dengan lingkungan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
35/47
35
b) Fungsi pengembangan, yaitu merupakan fungsi bimbingan
dalam pengembangan seluruh potensi dan kekuatan yang
dimiliki klien dalam berelasi dengan lingkungan
c) Fungsi penyesuaian, yaitu membantu klien dalam menemukan
penyesuaian diri dan perkembangannya secara optimal dalam
berelasi dengan lingkungan
d) Fungsi rujukan, yaitu membantu klien, keluarga dalam memilih
dan memantapkan jenis pelayanan yang sesuai dengan
karakteristik, permasalahan serta kebutuhan klien.
3) Sifat-Sifat Bimbingan Klien
a) Edukasi yaitu bimbingan sosial yang dilakukan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan kepada klien dengan
memperhatikan pendidikan orang dewasa
b) Bimbingan Pengembangan yaitu bimbingan sosial yang
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dengan lebih
mengfokuskan pada perkembangan optimal seluruh aspek
kepribadian klien dengan strategi/upaya pokoknya pada
pemberian kemudahan perkembangan melalui rekayasalingkungan
c) Perluasan jangkauan digunakan sebagai usaha untuk lebih
mengjangkau klien secara keseluruhan baik yang mengalami
permasalahan maupun yang tidak bermasalah. Dalam hal ini
termasuk semua klien dengan aspek kepribadiannya dalam
konteks kehidupannya, termasuk masalah, target intervensi,
setting, metode dan lamanya waktu pelayanan bimbingan.4) Prinsip-Prinsip Bimbingan Sosial Klien Pemasyarakatan :
a) Bimbingan sosial merupakan suatu proses untuk membantu
klien agar dapat membantu dirinya sendiri dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi
b) Bimbingan sosial sebaiknya memiliki fokus pada klien yang
dibimbing
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
36/47
36
c) Bimbingan sosial diarahkan pada klien yang memiliki
karakteristik tersendiri, oleh karena itu, pemahaman keragaman
dan kemampuan individu yang dibimbing sangat diperlukan
dalam pelaksanaan bimbingan sosial
d) Bimbingan sosial dimulai dengan identifikasi masalah dan
keutuhan yang dirasakan oleh klien yang akan dibimbing
e) Pelaksanaan pelayanan bimbingan sosial harus luwes dan
fleksibel sesuai dengan kebutuhan klien.
f) Program bimbingan sosial bagi klien harus sesuai dengan
program pelayanan yang ditetapkan sesuai program yang ada
di Bapas
g) Pelaksanaan program bimbingan sosial dilakukan oleh orang
yang memiliki keahlian dibidang pembimbing kemasyarakatan
yang bisa dapat bekerja sama dengan instansi lainya
h) Pelaksanaan program bimbingan sosial dievaluasi untuk
mengetahui hasil dan pelaksanaan program.
5) Proses Bimbingan Sosial Pada Klien Pemasyarakatan
Bimbingan sosial bagi klien pemasyarakatan dilaksanakan melaluitahapan sebagai berikut :
1. Tahap kontak dan kontrak
2. Tahap Assesmen (pengkajian masalah)
3. Tahap perencanaan bimbingan
4. Tahap Pelaksanaan bimbingan
5. Tahap evaluasi
6. Tahap AkhirHarus kita akui bahwa dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya Bapas banyak menemui berbagai kendala baik yang
bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Faktor-faktor tersebut
berkaitan dengan kuantitas dan kualitas petugas PK Bapas yang
terbatas sehingga dalam melaksnakan tugasnya tidak maksimal.
Masih terdapat di kabupaten dan kotamadya belum memiliki Balai
Pemasyarakatan. Ditambah lagi keberadaan SDM PK Bapas masih
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
37/47
37
perlu ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan
tersebut, maka upaya untuk membangun dan penambahan petugas
PK Bapas adalah salah satu yang harus diperjuangkan sebagai upaya
untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan yang maksimal
khususnya dalam tugas dan fungsi Balai Pemasyarakatan.
2. Pelayanan Tahap Pre-adjudikasi oleh Rupbasan
Pelayanan pada tahap ini dilakukan oleh petugas Rupbasan yang
berperan dalam melindungi hak atas benda yang harus disimpan untuk
keperluan barang bukti dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Rupbasan dalam hal
ini berperan dalam menjamin keselamatan dan keamanan barang yang
dimaksud.
Bertitik tolak dari ketentuan pasal 44 ayat (1) UU RI Nomor 8
Tahun 1981 tentang KUHAP yang menyatakan bahwa bend sitaan
disimpan dalam rumah barang benda sitaan negara, yang selanjutnya
dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) PP RI Nomor 27 tahun 1983 tentang
pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana disebutkan
dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untukkeperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang
dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim, maka terkandung
pengertian bahwa :
a. Setiap barang sitaan oleh negara untuk keperluan proses peradilan
harus disimpan di RUPBASAN.
b. RUPBASAN adalah satusatunya tempat penyimpanan benda sitaanoleh negara, termasuk barang yang dirampas berdasarkan putusan
hakim.
c. Dari fungsi kelembagaan RUPBASAN merupakan pusat penyimpanan
benda sitaan dan barang rampasan negara dari seluruh instansi di
Indonesia. Meskipun pada praktek dilapangan Barang Bukti tidak
sedikit yang berada Kepolisian dan Kejaksaan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
38/47
38
d. Dalam hal benda sitaan tersebut tidak mungkin dapat disimpan dalam
RUPBASAN, maka cara penyimpanan benda sitaan tersebut
diserahkan kepada Kepala RUPBASAN (Pasal 27 ayat (2) PP No. 27
Tahun 1983).
Secara garis besarnya tugas daripada Rupbasan adalah mencakup :
a. Penerimaan, penelitian, penilaian, pendaftaran dan penyimpanan
Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara.
b. Pemeliharaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara.
c. Pemutasian Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara.
d. Pengeluaran dan penghapusan Benda Sitaan dan Barang Rampasan
Negara.
Berdasarkan tugas yang harus dijalankan Rupbasan, maka petugas
Rupbasan harus memahami dan terampil dalam penelitian berbagai jenis
benda sebagai Barang Bukti (BB), mampu dan terampil membuat Berita
Acara Penerimaan dan Pengeluaran BB baik untuk keperluan sidang
maupun diambil orang yang punya BB
3. Pelayanan Tahap Adjudikasi oleh Lapas
Pada tahap post adjudikasi yang dilakukan Lembaga
Pemasyarakatan yang mempunyai peran pembinaan untuk melindungi
hak asasi manusia narapidana. Dalam pemberian layanan harus sesuai
denganStandard Operating Procedure (SOP) Pembebasan Bersyarat,
Cuti Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas serta telah disahkannya
Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Tanggal 31 Mei 2011 Nomor
: PAS - 420.0T.02.02 TAHUN 2011 Tentang Standard Operating
Procedure (SOP) Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Cuti
Menjelang Bebas, dalam rangka mendukung Reformasi Birokrasi yang
sedang dilaksanakan di Jajaran Pemasyarakatan yang hakekatnya
merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan
mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan menyangkut
aspek kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (bisnis proses) dan
sumber daya manusia.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
39/47
39
a. Pelayanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan dapat diidentifikasi
sebagai berikut
1) Pelayanan Besuk/Kunjungan
Pelaksanaan pelayanan besuk atau kunjungan harus sesuai protap
yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan pelayanan ini petugas
harus memahami dan santun serta tegas terhadap para para
pembesuk/pengunjung sesuai dengan Prosedur Tetap yang
diberlakukan.
2) Pelayanan Kesehatan
Setiap WBP harus memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan secara
adil dan merata. Apabila tidak bisa tertangani oleh Klinik Lapas yang
ada harus dibuat rujukan ke Rumah Sakit Terdekat sesuai dengan
SOP yang ada.
3) Pelayanan untuk beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaan
yang dianut WBP
4) Pelayanan memperoleh Pembinaan Keterampilan kegiatan kerja
sesuai bakat dan minat WBP
5) Pelayanan untuk mendapatkan remisi, Pembebasan Bersyarat (PB),dan Cuti Menjelang Bebas (CMB) secara teliti, akurat, dan jauh dari
diskriminasi terhadap WBP yang ada.
b. Prinsip pokok Lembaga Pemasyarakatan
Sistem pemasyarakatan menurut UU No 12 tahun 1995 adalah suatu
tatanan mengenai arah dan betas serta cara pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara
terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untukmeningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan. Terdapat
prinsip pokok pemasyarakatan yang dapat diidentifikasi yaitu:
1) Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya
bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
40/47
40
2) Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari Negara. Tetapi
narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan,
ucapan, cara perawatan ataupun penempatan.
3) Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
Bimbingan
4) Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih
jahat daripada sebelum ia masuk ke dalam lembaga.
5) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat
mengisi waktu luang atau hanya diperuntukkan kepentingan
jabatan atau kepentingan negara sewaktu saja.
6) Narapidana hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Lapas yang kondusif
Untuk Indonesia, program pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan
sebaiknya direncanakan sesuai dengan kebutuhan serta juga menampung
minat dan aspirasi narapidana. Bagi pelaksanaannya, diperlukan bantuan
para pakar dari berbagai bidang ilmu seperti : psikologi, kerja sosial,
psikiatri, kriminologi dan pendidikan.
Empat hal yang memperlambat terciptanya Lembaga Pemasyarakatan
yang kondusif dan efektif sebagai institusi pembinaan, yaitu:
a. Masih adanya ambivalensi criminal policy
b. Struktur sosial Lembaga Pemasyarakatan
c. Sumber daya manusia petugas Lembaga Pemasyarakatan
d. Program dan strategi pembinaan
e. Reaksi masyarakat
E. Jenis Pelatihan Substatif Yang Dibutuhkan
Dalam rangka mewujudkan kompetensi pegawai bidang
pemasyarakatan, sesuai dengan sasaran garapan pemasyarakatan, maka
harus diperhatikan tiga hal terkait agenda pembelajaran, yaitu; agenda
pembelajaran tentang peningkatan integritas petugas Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, agenda pembelajaran
tentang peningkatan integritas petugas Balai Pemasyarakatan, dan agenda
pembelajaran tentang peningkatan integritas petugas Rupbasan.
Penjabaran tiga agenda pembelajaran tersebut dapat diidentifikasikan :
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
41/47
41
1. Pendidikan dan latihan Peningkatan Integritas Petugas Pemasyarakatan
dan Rumah Tahanan Negara.
Kegiatan ini terdiri dari beberapa materi yang kaitannya dengan:
a. Agenda manajemen adminisrasi
Agenda ini diarahkan pada pengembangan pemahaman prosedur tetap
(PROTAP), serta standar operasional prosedur (SOP) Lembaga
Pemasyarakatan sesuai dengan peraturan perundangan dan
kemampuan untuk taat pada nilai-nilai, norma, moralitas dan
bertanggungjawab dalam pelaksanaan tugas. Eksistensi SOP dan
PROTAP sebenarnya sudah dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan dan
Rutan, hanya saja kurang disosialisasikan kepada seluruh petugas
pemasyarakatan. Sehingga aplikasi ditempat tugas tidak berjalan
maksimal. Seharusnya setiap petugas lapas diberi buku saku tentang
SOP dan PROTAP yang bisa dijadikan pegangan bila menemui
berbagai kendala terkait dengan hal tersebut. Pada sisi lain,
seharusnya dalam penerimaan pegawai harus dipersiapkan dengan
pengetahuan tentang teknis yang berkaitan dengan tugas dan
fungsinya sebagai petugas pemasyarakatan.b. Agenda manajemen pembinaan
Agenda ini diarahkan pada proses pembinaan sejak WBP/Tahanan
masuk sampai menjelang bebas. Pembinaan dari mulai proses awal
MAPENALING, proses pembinaan kearohanian berdasarkan agama
yang dianut, proses penyelusuran minat dan bakat keterampilan WBP.
Pada proses ini diberdayakan kegiatan perwalian WBP. Salah satu
unsur penting pelaksanaan tugas di Lapas/Rutan adalah unsurpembinaan. Pembinaan yang dilaksanakan di Lapas/Rutan dimulai dari
WBP/Tahanan masuk lembaga sampai proses keluar dari penjara.
Pembinaan diawali orientasi berupa Masa Pengenalan Lingkungan
(Mapenaling) sampai dengan proses-proses selanjutnya. Pembinaan
selanjutnya adalah pembinaan tentang mental, kerohanian, sosial, dan
keterampilan kerja sesuai dengan bakat, pengembangan bakat seperti
kesenian. Dengan insentifnya pembinaan diharapkan WBP/Tahanan
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
42/47
42
selama dalam proses pembinaan diharapkan menjadi pribadi-pribadi
yang siap kembali ke kehidupan masyarakat.
c. Agenda manajeman pelayanan
Agenda ini diarahkan pada proses pelayanan besuk, proses pelayanan
asimilasi, proses CMB, CB, PB, proses pelayanan kesehatan di luar
lapas, proses bila terjadi pimindahan tempat / lapas lain. Belum adanya
data base di masing-masing lapas menajdikan proses pembinaan
kurang optimal. Sebagai lembaga publik senantiasa harus memberikan
pelayanan yang baik baik kepada WBP/Tahanan maupun pada publik.
Terdapat berbagai pelayanan yang ada di lembaga dari mulai
pelayanan kunjungan/besuk, sampai pada tingkatan pelayanan lainnya.
2. Pendidikan dan latihan peningkatan integritas petugas PK Bapas
Kegiatan ini berisikan materi yang substantif dengan tugas dan fungsi
petugas PK Bapas yang mencakup: macam-macam Litmas, macam-
macam Bimbingan Klien, dan macam-macam sidang yang semua
tercakup dalam tugas dan fungsi PK Bapas
3. Pendidikan dan Latihan Peningkatan integritas petugas Rupbasan
Kegiatan ini berisikan dengan materi yang sesuai dengan bidang substatiftentang pengelolaan benda sitaan sebagai bahan bukti dipersidangan
harus dikelola dengan baik dari mulai penerimaan, penelitian sekaligus
dibuiatkan berita acara penelitian, perawatan dan pemeliharaan yang
harus dijaga supaya aman sebagai upaya penegakan amanat sebagai
rumah penyimpanan
Konteks permasalahan yang dihadapi pelaksanaan bidang
Pemasyarakatan secara garis besarnya dapat diidentifikasi sebagaiberikut :
a. Belum memahami terpahaminya konsep dan misi Pemasyarakatan
pada lembaga penegak hukum lain
Kondisi ini memberikan kecenderungan atas ketidakoptimalan
bekerjanya sistem Pemasyarakatan dalam tata peradilan pidana.
Permasalahan tersebut dapat menjelaskan realitas hubungan antara
lembaga-lembaga yang bernaung dalam sistem peradilan pidana yang
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
43/47
43
masih menunjukkan hubungan yang kurang sinergis, khususnya dalam
hal interkoneksi diantara sub sistem peradilan pidana. Terkait dengan
tugas-tugas Kepolisan dibidang penyidikan, Kejaksaan dibidang
penuntutan (dan penyidikan), serta Pengadilan (hakim) dalam
pemeriksaan dipersidangan, terdapat beberapa kondisi yang kurang
kondusif yang berimplikasi pada tidak maksimalnya pelaksanaan misi
Pemasyarakatan. Uraian dalam bagian ini akan memaparkan
permasalahan-permasalahan UPT-UPT Pemasyarakatan dalam rangka
pelaksanaan misi Pemasyarakatan terkait dengan berkerjanya sistem
peradilan pidana.
b. Over kapsitas
Fenomena over kapasitas diberbagai UPT Pemasyarakatan (Rumah
Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan), merupakan salah
satu gejala nyata tidak adanya sinergitas dalam bekerjanya sistem
peradilan pidana. Dalam konteks sistem peradilan pidana terpadu,
masing-masing lembaga penegak hukum tidak bisa menafikan
permasalahan yang dihadapi oleh lembaga penegak hukum lainnya
yang secara langsung atau tidak diakibatkan oleh kebijakan salah satulembaga. Sebagai contoh adalah proses hukum terhadap tindak pidana
narkotika dan obat terlarang yang semakin menunjukkan
kecenderungan angka yang meningkat secara signifikan divonis pidana
penjara. Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi kualitas
pembinaan dilakukan lembaga, dan pada sisi lain kondisi over
kapasitas sangat rawan konflik yang cenderung adanya keributan
sebagai akibat berbagai gesekan kepentingan.c. Terbatasnya Sarana dan Prasarana
Sebagaian besar Lapas yang ada di Indonesia adalah bekas
peninggalan penjajahan Belanda yang masih menganut sistem
kepenjarahan yang memberi kesan angker dan menakutkan sehingga
sangat bertolak belakang dengan kondisi pembinaan yang diharapkan.
Sementara sarana dan prasarana yang masih terbatas dalam bidang
pelayanan kesehatan, bidang sarana kegiatan kerja serta berbagai
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
44/47
44
sarana keamanan yang banyak mengalami kerusakan karena faktor
usia.
d. Terbatasnya Sumber Daya Manusia Pemasyarakatan
Dari mulai perekrutan pegawai baru (CPNS) petugas pemasyarakatan
tidak dibekali dengan berbagai pengetahuan dan pendidikan tentang
Lembaga Pemasyarakatan sehingga dlam pelaksanaan tugas dan
fungsinya tidak bisa berjalan secara maksimal. Pada sisi lain, para
petugas pemasyarakatan sangat minim dengan dunia pendidikan dan
latihan teknis pemasyarakatan.
F. Latihan
2. Coba saudara Jelaskan bagaimana SOP dalam pelayanan sesuai dengan
Tugas dan fungsi Saudara!
3. Jika saudara bertugas di Lapas, bagaimana tindakan saudara apabila
pembesuk atau pengunjung di luar jam kunjungan yang telah ditetapkan?
4. Jika saudara bertugas sebagai PK Bapas, bagaimana menjalankan tugas
anda, jelaskan!
5. Jika saudara petugas di Rutan, bagaimana melaksanakan tugas
menerima limpahan tahanan dari Kepolisian atau kejaksaan, jelaskan!6. Jika saudara petugas Rupbasan, bagaimana anda menghadapi komplain
atau pengaduan dari orang yang mengambil BB di Rupbasan, jelaskan!
G. Rangkuman
Terdapatnya Standar Operasi Prosedur (SOP) dan Prosedur Tetap
(Protap) sebagai upaya untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai aturan
yang berlaku. Pengetahuan baik tentang SOP maupun Protap sangat kurangkhususnya bagi Petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya berjalan tidak maksimal.
Unit Pelaksanaan Teknis Pemasyarakatan banyak menemui kendala
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, hal ini disebabkan oleh faktor
internal yang mencakup SDM petugas yang masih rendah, terbatasnya
sarana dan prasarana, over kapasitas, maupun faktor eksternal yang
mencakup masih terdapatnya stigma negatif terhadap mantan. Lapas masih
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
45/47
45
dianggap sebagai tempat berkumpulnya narapidana dengan berbagai latar
belakang kejahatan.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
46/47
46
BAB IV
KESIMPULAN
Peningkatan integritas petugas dijajaran pemasyarakatan sangat
bersinergi dengan gerakan peningkatan pengetahuan bidang substatif tentang
pemasyarakatan yang memiliki unit pelaksana teknis yaitu terdiri dari Rumah
Tahanan Negara, Lembaga Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan dan
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan Negara.
Dalam prakteknya masih ditemukan berbagai kendala dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya, baik kendala yang bersifat internal maupun
kendala dari faktor eksternal. Namun penulis berupaya menyorot dari sisi
internal salah satu adalah masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan
bidang substantif petugas pemasyarakatan. Kondisi ini secara langsung akan
mempengaruhi tingkat pelayanan pada publik.
Melalui Gerakan peningkatan pengetahuan bidang substantif diharapkan
integritas petugas pemasyarakatan yang mampu memberikan output sekaligus
outcome pada tugas dan fungsinya sehingga pada gilirannya akan berdampak
pada meningkatnya pelayanan publik.
7/26/2019 Modul Pemasyarakatan
47/47
DAFTAR PUSTAKA
Aminah Aziz,Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1998
Darwan Prinst,Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997
Maulana Hassan Wadong, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia
Wirasarana Indonesia, Jakarta, 2000
Marianti Soewandi, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Bimbingan
Dan Penyululuhan Klien. Jakarta 2003
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Beserta Dengan Komentar-
Komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1998
Sudarto, Suatu dilemma dalam pembaharuan sistem pidana Indonesia, Pusat Studi
Hukum dan Nasyarakat Fakultas Hukuim Universitas Diponegoro, 1974,
Soediman Kartohadipirodjo,Pengantar tata hukum di Indonesia, cetakan. Ke-3,
PT.Pembangunan Jakarta, 1961,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor: M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Ham RI
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata cara Pelaksanaan
Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan
Surat Edaran Peraturan Direktotar Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-OT.02.02-42
Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Stantar Operating (SOP)
Top Related