MODPELAY
PRO
DEL SEBAYARAN PE
OGRAM STFAKULTA
IN
ARAN TUELABUH
JAW
RC
TUDI ILMUAS PERIKANSTITUT P
UMPAHAAN TANJ
WA TENG
Oleh:
Rizka SafitriC64104026
U DAN TEKANAN DANPERTANIA
2009
AN MINYAJUNG INT
GAH
i
KNOLOGI N ILMU KELAN BOGOR
AK DI ALTAN CILA
KELAUTALAUTAN
R
LUR ACAP,
AN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP, JAWA TENGAH adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini. Bogor, Agustus 2009 RIZKA SAFITRI C64104026
RINGKASAN
RIZKA SAFITRI. Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, Jawa Tengah. Dibimbing oleh I WAYAN NURJAYA dan ANDRI PURWADANI.
Ramainya alur pelayaran Cilacap setelah didirikannya kilang minyak tahun 1983 menyebabkan risiko pencemaran minyak akibat aktivitas pelayaran semakin meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut maka perlu dilakukan tindakan penanggulangan jika terjadi tumpahan minyak dengan membuat studi yang dituangkan dalam sebuah model. Penelitian dengan topik pemodelan sebaran tumpahan minyak ini bertujuan untuk memodelkan pola sebaran minyak pada beberapa daerah titik rawan kecelakaan maupun rawan kebocoran di alur pelayaran Cilacap.pada tahun 2007
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium P-TISDA, BPPT Jakarta pada bulan April 2008 – Februari 2009. Skenario pemodelan dijalankan pada bulan Februari 2007 (musim barat) dan bulan Agustus 2007 (musim timur). Pemodelan dibuat dengan asumsi terjadi kebocoran yang berasal dari kapal tanker maupun dari limbah pelabuhan dengan menggunakan DHI Software Mike 21. Data masukan pemodelan hidrodinamika berupa data arah dan kecepatan angin serta data pasang surut perairan Cilacap tahun 2007. Minyak yang diasumsikan tumpah antara lain diesel, avtur, minyak mentah, dan aspal.
Kondisi pemodelan yang diamati yaitu hidrodinamika perairan, proses pelapukan masing-masing jenis minyak.dan sebaran total lapisan minyak pada saat perairan berada dalam posisi pasang tertinggi, surut terendah, menjelang pasang dan menjelang surut pada saat muka laut berada dalam posisi MSL.
Data angin masukan model dan data hasil pengukuran lapang memiliki pola bertiup yang cenderung sama. Meskipun demikian, kecepatan angin yang digunakan sebagai masukan pemodelan cenderung lebih besar dari hasil pengukuran lapang sehingga memperbesar pengaruh angin dalam pemodelan. Data pasang surut masukan model dan data insitu memiliki fase yang sama sehingga pola sebaran lapisan minyak yang keluar masuk domain pemodelan sesuai dengan kondisi pasang surut di perairan Cilacap yang sebenarnya.
Hasil pemodelan menunjukkan pola sebaran lapisan minyak di perairan Cilacap sangat dipengaruhi oleh resultan antara gaya yang diberikan oleh arus pasang surut dan angin permukaan. Perairan di sekitar pesisir Pulau Nusakambangan menjadi daerah yang paling rawan terkena dampak pencemaran pada musim barat karena pergerakan arus dan arah angin pada musim tersebut mengarah ke bagian tenggara dan timur domain. Tingkat kerawanan pencemaran minyak pada perairan Cilacap bersifat sementara serta high recovery dikarenakan sebagian besar lapisan minyak cenderung menyebar meninggalkan domain menuju Samudera Hindia. Pada musim timur, daerah pantai timur Cilacap serta di sepanjang aliran kanal utama dan Kali Donan memiliki risiko tertinggi terhadap pencemaran minyak karena arah arus dan angin permukaan yang bertiup dominan mengarah ke bagian barat dan barat laut domain. Tingkat kerawanan pencemaran minyak di Cilacap pada musim timur lebih tinggi dan lebih persistent dibandingkan pada musim barat.
Proses evaporasi lapisan avtur dan minyak mentah cenderung lebih tinggi pada musim timur, sedangkan lapisan diesel mengalami proses evaporasi tertinggi pada musim barat. Seluruh jenis minyak mengalami proses disolusi tertinggi pada musim barat, kecuali pada minyak mentah. Proses emulsifikasi lapisan avtur dan minyak mentah memiliki nilai yang lebih tinggi pada musim timur. Pada musim yang sama, aspal lebih cepat keluar dari dalam domain karena terdorong oleh arus dan angin permukaan sehingga proses emulsifikasi pada musim tersebut lebih rendah dibandingkan dengan musim barat. Proses emulsifikasi pada diesel terjadi pada seluruh lapisan minyak yang mengalami akumulasi.
Seluruh jenis minyak mengalami proses dispersi vertikal tertinggi pada musim barat dibandingkan pada musim timur. Nilai exceedance frequency lapisan minyak (kecuali aspal) pada musim timur lebih tinggi jika dibandingkan dengan musim barat dikarenakan minyak yang tumpah pada musim tersebut banyak terakumulasi di dalam domain perairan.
Nilai time exposition lapisan minyak lebih pendek pada musim timur jika dibandingkan dengan musim barat dikarenakan pada musim tersebut lapisan minyak lebih cepat hilang dari domain perairan akibat terbawa oleh arus dan terdorong oleh angin permukaan yang cukup besar. Nilai time exposition paling besar terjadi pada lapisan diesel dikarenakan diesel diasumsikan memasuki perairan secara konstan sehingga tetap berada dalam domain.
Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini yaitu kondisi hidrodinamika dan tumpahan minyak yang dimodelkan dalam studi ini dapat diterima dengan baik karena data masukan pemodelan dan data hasil pengukuran insitu memiliki kemiripan tinggi. Pada musim timur, lapisan minyak cenderung menyebar ke arah barat domain perairan, sementara pada musim barat lapisan tersebut menyebar ke arah sebaliknya.
Proses evaporasi pada lapisan minyak yang lebih tebal semakin meningkat seiring dengan peningkatan luas permukaan akibat dari turbulensi, sedangkan proses evaporasi pada lapisan minyak yang lebih tipis lebih banyak mendapat pengaruh dari suhu lingkungan sekitar. Proses disolusi pada musim barat lebih tinggi dibandingkan dengan musim timur diduga karena pada musim timur fraksi minyak dengan berat molekul rendah (aromatic) cenderung lebih dahulu terevaporasi daripada terdisolusi.
Proses emulsifikasi seluruh jenis minyak memiliki nilai tertinggi pada musim timur dibandingkan dengan musim barat diduga karena pada musim timur lapisan minyak tersebut lebih banyak mengalami turbulensi. Proses dispersi vertikal pada musim barat justru lebih tinggi dibandingkan pada musim timur diduga karena pada musim timur lapisan minyak telah mengalami peningkatan viskositas yang cukup besar akibat proses emulsifikasi.
Laju perubahan konsentrasi fraksi minyak bernilai tinggi di sekitar sumber tumpahan dan di bagian pusat lapisan karena lapisan minyak memiliki ketebalan yang lebih besar pada bagian lapisan tersebut.
MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP,
JAWA TENGAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Rizka Safitri C64104026
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
© Hak cipta milik Rizka Safitri, tahun 2009 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
Judul : MODEL SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN PELABUHAN TANJUNG INTAN CILACAP, JAWA TENGAH
Nama : Rizka Safitri NRP : C64104026
Disetujui,
Pembimbing I
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc NIP. 19640801 198903 1 001
Pembimbing II
Ir. Andri Purwandani NIP. 680 003 898
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 19610410 198601 1 002
Tanggal Lulus: 5 Agustus 2009
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas seluruh
rahmat dan karunia yang terlimpah bagi hambanya hingga saat ini. Shalawat dan
salam tak lupa penulis haturkan pula bagi Rasul tercinta Nabi Muhammad SAW
yang telah menjadi panutan dan tauladan bagi umatnya.
Skripsi yang berjudul Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur
Pelayaran Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, Jawa Tengah telah diselesaikan
oleh penulis sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan program
studi S1 di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Dalam pembuatan skripsi ini, penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas waktu dan bimbingan dari
Dr. Ir. I. Wayan Nurjaya, M.Sc selaku pembimbing utama dan kepada Ir. Andri
Purwandani dari P3TISDA-BPPT selaku pembimbing anggota. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan pula kepada Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc selaku
dosen penguji dan kepada Dr. Ir. Henry M. Manik, MT selaku ketua komisi
pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Besar harapan penulis, semoga hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
memberi manfaat bagi mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
pada khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah S.W.T atas rahmat dan Kasih-Nya, sehingga penulis dapat
menghadapi segala permasalahan yang dihadapi.
2. Ibu, Adik dan keluarga di Solo atas kasih sayang, dukungan, dan doanya.
3. Dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc. atas perhatian,
bantuan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Dosen pembimbing skripsi, Ir. Andri Purwandani beserta keluarga atas
bantuan, bimbingan, saran, dan kritik selama proses penelitian.
5. Dosen Oseanografi Fisika Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc dan Tri Hartanto, S.Pi
atas izinnya untuk menggunakan fasilitas di laboratorium Oseanografi
Fisika.
6. Anugerah Trihatmojo atas semua waktu, tenaga, semangat, doa, hiburan,
teknologi, pemikiran, pengetahuan, harapan, kasih sayang dan
kepercayaan kepada penulis.
7. Seluruh teman-teman di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut
Pertanian Bogor angkatan 2004 atas dukungan dan bantuan kepada
penulis.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Tujuan ............................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1. Kondisi Umum Alur Pelayaran Cilacap ............................................ 3 2.2. Arus ................................................................................................... 3 2.3. Angin ................................................................................................. 5 2.4. Pasang Surut ...................................................................................... 6 2.5. Tumpahan Minyak ............................................................................ 7
2.5.1. Karakteristik Minyak ........................................................... 7 2.5.2. Sumber Pencemaran Minyak ............................................... 9 2.5.3. Perilaku Minyak di Laut ...................................................... 11
2.6. Pemodelan Tumpahan Minyak ......................................................... 17 3. METODOLOGI ....................................................................................... 18
3.1. Waktu dan Lokasi ............................................................................. 18 3.2. Sumber Data ...................................................................................... 19
3.2.1. Data Masukan Model ........................................................... 19 3.2.2. Data Verifikasi ..................................................................... 20
3.3. Peralatan yang Digunakan ................................................................ 20 3.4. Desain Skenario Model ..................................................................... 20
3.4.1. Lokasi Pemodelan ................................................................ 22 3.4.2. Syarat Batas ......................................................................... 23 3.4.3. Waktu Pemodelan ................................................................ 24 3.4.4. Skenario Tumpahan Minyak ............................................... 24
xi
3.5. Parameter Pemodelan ........................................................................ 27 3.5.1. Parameter Hidrodinamika .................................................... 27 3.5.2. Parameter Spill Analysis ...................................................... 35
3.6. Persamaan Utama .............................................................................. 40 3.7. Parameter Oil Spill ............................................................................ 41
3.7.1. Spreading ............................................................................. 41 3.7.2. Evaporation ......................................................................... 42 3.7.3. Vertical Dispersion .............................................................. 44 3.7.4. Dissolution ........................................................................... 45 3.7.5. Emulsification ...................................................................... 46 3.7.6. Heat transport ...................................................................... 47 3.7.7. Sifat Fisik dan Kimia Minyak ............................................. 52
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 55
4.1. Verifikasi Hasil Pemodelan............................................................... 55 4.1.1. Verifikasi Angin ................................................................. 55
4.1.1.1. Musim Barat ......................................................... 55
4.1.1.2. Musim Timur ........................................................ 58 4.1.2. Verifikasi Pasang Surut ...................................................... 61
4.1.2.1. Musim Barat ......................................................... 61 4.1.2.2. Musim Timur ........................................................ 62
4.2. Hasil Pemodelan Hidrodinamika ...................................................... 64 4.2.1. Musim Barat ........................................................................ 64
4.2.1.1. Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) 64 4.2.1.2. Pasang ................................................................... 66 4.2.1.3. Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) 67 4.2.1.4. Surut ...................................................................... 68
4.2.2. Musim Timur ....................................................................... 69 4.2.2.1. Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) 69 4.2.2.2. Surut ...................................................................... 71 4.2.2.3. Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) 72 4.2.2.4. Pasang ................................................................... 73
4.3. Hasil Pemodelan Pola Sebaran Total Minyak ................................... 75 4.3.1. Musim Barat ........................................................................ 76
4.3.1.1. Kondisi Awal ........................................................ 76
xii
4.3.1.2. Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) 77 4.3.1.3. Pasang ................................................................... 78 4.3.1.4. Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) 80 4.3.1.5. Surut ...................................................................... 81
4.3.2. Musim Timur ....................................................................... 83 4.3.2.1. Kondisi Awal ........................................................ 83 4.3.2.2. Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL) 84 4.3.2.3. Surut ...................................................................... 86 4.3.2.4. Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL) 87 4.3.2.5. Pasang ................................................................... 88
4.4. Pembahasan Pola Sebaran Tumpahan Minyak ................................. 90 4.5. Hasil Pemodelan Proses Pelapukan Tumpahan Minyak di Laut ...... 93
4.5.1. Musim Barat ........................................................................ 93 4.5.1.1. Jam ke-1 ................................................................ 93 4.5.1.2. Jam ke-12 .............................................................. 95 4.5.1.3. Jam ke-24 .............................................................. 97 4.5.1.4. Jam ke-96 .............................................................. 98
4.5.2. Musim Timur ....................................................................... 100 4.5.2.1. Jam ke-1 ................................................................ 100 4.5.2.2. Jam ke-12 .............................................................. 102 4.5.2.3. Jam ke-24 .............................................................. 104
4.6. Pembahasan Proses Pelapukan Tumpahan Minyak di Laut ............. 106 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 117 6. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 119 7. LAMPIRAN .............................................................................................. 121 8. RIWAYAT HIDUP .................................................................................. 137
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Fraksi-Fraksi Minyak Bumi Berdasarkan Titik Didih ............................... 8 2. Informasi Lokasi, Jumlah Tumpahan dan Waktu Pengeluaran Skenario
Model Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap .......................................... 26 3. Informasi Spasial, Jumlah dan Waktu Tumpahan Masing-Masing Jenis
Minyak yang di Skenariokan Tumpah di Perairan Cilacap ....................... 35 4. Informasi Nilai Konstanta Transfer Bahang Minyak ................................. 37 5. Informasi Nilai Konstanta Emulsifikasi Masing-Masing Minyak Dalam
Skenario Model Tumpahan Minyak .......................................................... 38 6. Volume Fraksi Masing-Masing Minyak yang Diasumsikan Tumpah di
Perairan Cilacap ......................................................................................... 39 7. Fraksi Minyak Berdasarkan Struktur Kimia .............................................. 53 8. Perbandingan Pola Sebaran Total Lapisan Diesel, Avtur, Minyak
Mentah, dan Aspal pada Berbagai Kondisi Muka Laut saat Musim Barat dan Musim Timur di Perairan Cilacap Tahun 2007 .................................. 91
9. Perbandingan Proses Evaporasi dan Disolusi Seluruh Jenis Minyak yang
Dimodelkan Tumpah di Perairan Cilacap pada Jam Ke-12 pada Musim Barat dan Timur Tahun 2007 ..................................................................... 109
10. Perbandingan Proses Emulsifikasi dan Dispersi Vertikal Seluruh Jenis
Minyak yang Dimodelkan Tumpah di Perairan Cilacap pada Jam Ke-12 pada Musim Barat dan Timur Tahun 2007 ................................................ 112
11. Perbandingan Exceedance Frequency dan Time Exposure Seluruh Jenis
Minyak yang Dimodelkan Tumpah di Perairan Cilacap pada Jam Ke-12 pada Musim Barat dan Timur Tahun 2007 ................................................ 116
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Proses Pelapukan Lapisan Minyak yang Tumpah di Permukaan Laut ...... 11 2. Tingkat Evaporasi Berbagai Jenis Minyak Pada Suhu 15oC ..................... 14 3. Proses Emulsifikasi pada Lapisan Minyak yang Membentuk "Chocolate
Mousse" ...................................................................................................... 15 4. Peta Lokasi Penelitian Model Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan
Cilacap, Jawa Tengah (Sumber: Google Earth, 2008) ............................... 18 5. Diagram Alir Pemodelan Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan
Cilacap dengan Menggunakan DHI Software Mike 21 .............................. 22 6. Domain Dasar Pemodelan Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap
dengan Menggunakan Program Mike21 .................................................... 23 7. Lokasi Skenario Sumber Tumpahan Minyak di Domain Perairan
Cilacap ....................................................................................................... 25 8. Batimetri Perairan Cilacap Hasil Survey Sounding Dasar Laut
(Sumber: JANHIDROS, 2007) .................................................................. 28 9. Syarat Batas Terbuka pada Domain Model Hidrodinamika di Perairan
Cilacap ....................................................................................................... 29 10. Tinggi Muka Air Laut pada Seluruh Batas Terbuka Domain Perairan
Cilacap pada Musim Barat Tahun 2007 ..................................................... 30 11. Tinggi Muka Air Laut pada Seluruh Batas Terbuka Domain Perairan
Cilacap pada Musim Timur Tahun 2007 ................................................... 30 12. Lokasi Pengamatan Data Pasang Surut Hasil Pengukuran Lapang
dengan Data Masukan Model di Cilacap Tahun 2007 ............................... 31 13. Pola Nilai Tahanan Dasar (Manning Number) dalam Domain Model
Perairan Cilacap ......................................................................................... 33 14. Lokasi Pengamatan Data Angin Hasil Insitu dan Data Angin Masukan
Model di Cilacap Tahun 2007 .................................................................... 34 15. Transfer Bahang Antara Udara, Lapisan Minyak, dan Air Laut ................ 47
xv
16. Arah [°] dan Kecepatan Angin [m/s] Masukan Model pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap .................................................................. 55
17. Arah [°] dan Kecepatan Angin [m/s] Insitu pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap ......................................................................................... 56
18. Windrose Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model dan Insitu pada
Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap ...................................................... 57 19. Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model pada Musim Timur 2007 di
Perairan Cilacap ......................................................................................... 58 20. Arah dan Kecepatan Angin Insitu pada Musim Timur 2007 di Perairan
Cilacap ....................................................................................................... 59 21. Windrose Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model dan Insitu pada
Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap ..................................................... 59 22. Pola Scattering Data Angin Masukan Model dan Insitu di Perairan
Cilacap pada Musim Timur 2007 ............................................................... 61 23. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Prediksi Model pada Musim Barat
2007 di Perairan Cilacap ............................................................................ 62 24. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Prediksi Model pada Musim Timur
2007 di Perairan Cilacap ............................................................................ 62 25. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Pengukuran Insitu pada Musim
Timur 2007 di Perairan Cilacap ................................................................. 63 26. Perbandingan Fluktuasi Tinggi Muka Air Laut Hasil Pemodelan dan
Tinggi Muka Air Laut Hasil Pengukuran Insitu di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 .......................................................................... 63
27. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Pasang (Muka Laut
Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Februari 2007 ............................. 65 28. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Pasang pada Bulan
Februari 2007 ............................................................................................. 66 29. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Surut (Muka Laut
Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Februari 2007 ............................. 68 30. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Surut pada Bulan Februari
2007 ............................................................................................................ 69 31. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Surut (Muka Laut
Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Agustus 2007 ............................. 70
xvi
32. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Surut pada Bulan Agustus 2007 ............................................................................................................ 71
33. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Pasang (Muka Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Agustus 2007 ............................. 72
34. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Pasang pada Bulan
Agustus 2007 .............................................................................................. 74 35. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Kondisi Awal di Perairan
Cilacap pada Bulan Februari 2007 ............................................................. 76 36. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Pasang (Muka Laut pada
Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 .................. 78 37. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Pasang di Perairan Cilacap pada
Bulan Februari 2007 ................................................................................... 79 38. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Surut (Muka Laut pada
Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 .................. 81 39. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Surut di Perairan Cilacap pada
Bulan Februari 2007 ................................................................................... 82 40. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Kondisi Awal di Perairan Cilacap
pada Bulan Agustus 2007 .......................................................................... 84 41. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Surut (Muka Laut pada
Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 ................... 85 42. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur saat Surut di Perairan Cilacap pada
Bulan Agustus 2007 ................................................................................... 87 43. Pola Sebaran Total Lapisan Avtur Menjelang Pasang (Muka Laut pada
Kondisi MSL) di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 ................... 88 44. Pola Sebaran Total Lapisan avtur saat Pasang di Perairan Cilacap pada
Bulan Agustus 2007 ................................................................................... 89 45. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-1 di Perairan
Cilacap pada Bulan Februari 2007 ............................................................. 94 46. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-12 di Perairan
Cilacap pada Bulan Februari 2007 ............................................................. 96 47. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-24 di Perairan
Cilacap pada Bulan Februari 2007 ............................................................... 98
xvii
48. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-96 di Perairan Cilacap pada Bulan Februari 2007 ............................................................... 99
49. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-1 di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007 ............................................................. 102
50. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-12 di Perairan
Cilacap pada Bulan Agustus 2007 ............................................................. 103 51. Sebaran serta Proses Pelapukan Lapisan Avtur Jam ke-24 di Perairan
Cilacap pada Bulan Agustus 2007 ............................................................. 105
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Contoh Laporan Hasil Pemodelan Hidrodinamika Pada Musim Barat
dengan Menggunakan DHI Software Mike 21Hydrodynamic Modul ........ 122
2. Contoh Laporan Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak Menggunakan DHI
Software Mike 21 Spill Analysis Modul ..................................................... 129
3. Contoh Sumber Data Mentah Minyak Jenis Crude Oil ............................. 136
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cilacap merupakan satu-satunya daerah administratif di Propinsi Jawa
Tengah yang memiliki pelabuhan laut di pantai selatan Pulau Jawa. Sebagai
daerah yang memiliki fasilitas pelabuhan ekspor dan impor, perairan Cilacap juga
berfungsi sebagai jalur pelayaran/lalu lintas berbagai kapal pengangkut komoditi
perdagangan. Ramainya alur pelayaran pelabuhan Cilacap menjadikan perairan
tersebut sangat berpotensi mengalami pencemaran, khususnya pencemaran oleh
minyak.
Sejak peresmian Perluasan Kilang Minyak Cilacap tahun 1983, kegiatan di
Pelabuhan Cilacap terus meningkat, terutama lalu lintas kapal-kapal tanker.
Berbagai jenis minyak baik yang mentah maupun yang telah diolah diangkut
dengan menggunakan kapal tanker. Seiring dengan ramainya lalu lintas kapal
tersebut, berbagai macam kasus pencemaran akibat tumpahan minyak pernah
terjadi di sekitar alur pelayaran. Hal tersebut membuktikan bahwa di beberapa
tempat di sepanjang alur pelayaran ini terdapat area yang rawan terjadi
kecelakaan. Kecelakaan yang dialami oleh kapal, khususnya kapal tanker, dapat
menyebabkan terjadinya tumpahan minyak (oil spill) yang akan membawa
dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Maka dari itu, perlu dilakukan
suatu tindakan untuk mencegah berulangnya kembali kasus serupa. Saat ini sudah
menjadi suatu keharusan bagi perusahaan yang dalam kegiatan operasionalnya
berpotensi mencemari lingkungan untuk membuat suatu kajian resiko (Risk
Assessment). Tindakan dasar yang dilakukan dalam membuat kajian resiko adalah
2
meneliti daerah-daerah yang rawan kecelakaan serta mempelajari arah penyebaran
minyak jika suatu saat terjadi kecelakaan kembali.
Penelitian ini dibuat untuk memodelkan penyebaran tumpahan minyak
dengan asumsi terjadi kecelakaan kapal tanker yang menyebabkan kebocoran
minyak di beberapa tempat di alur pelayaran yang dianggap rawan kecelakaan.
Selain itu dimodelkan pula kebocoran minyak yang berasal dari sumber-sumber
lain di sekitar alur pelayaran Cilacap yang berpotensi mencemari lingkungan.
Sifat dari sebagian jenis minyak cepat sekali menyebar ketika memasuki lautan.
Untuk itu, jika tidak dilakukan penanganan yang tepat dikhawatirkan penyebaran
lapisan minyak akan lebih meluas dan dampak yang ditimbulkan akan semakin
besar. Diharapkan dari model ini, dihasilkan pemodelan pola sebaran tumpahan
minyak di laut yang dapat mewakili kondisi sebenarnya untuk membantu proses
penanganan pencemaran minyak secara cepat dan tepat.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membuat skenario model pola sebaran
minyak pada beberapa daerah rawan kecelakaan maupun rawan kebocoran di alur
pelayaran Cilacap. Skenario model dibuat dengan asumsi terjadi kebocoran yang
berasal dari kapal tanker maupun dari kapal-kapal lainnya yang melewati alur
pelayaran tersebut dengan menggunakan DHI Software Mike 21 modul
Hydrodynamic dan modul Spill Analysis. Skenario model dimodelkan pada bulan
Februari 2007 sebagai representatif pada musim barat dan pada bulan Agustus
2007 sebagai representatif pada musim timur.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Alur Pelayaran Cilacap
Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap merupakan satu-satunya pelabuhan di
pantai selatan Pulau Jawa yang merupakan pintu gerbang perekonomian bagi
daerah Jawa Tengah bagian selatan untuk perdagangan ekspor dan impor maupun
pasar antar Pulau. Selain memiliki dermaga umum, terdapat beberapa perusahaan
besar di Cilacap yang memiliki pelabuhan khusus tersendiri di luar pelabuhan
tersebut, seperti Pelabuhan Minyak Pertamina UP IV dan pelabuhan semen milik
Holcim (Wikipedia, 2007). Alur pelayaran di sekitar pelabuhan mempunyai
kedalaman rata-rata -11 m s/d -12 m LWS.
2.2. Arus
Arus laut yaitu proses pergerakan massa air laut menuju kesetimbangan
yang menyebabkan perpindahan horizontal dan vertikal massa air laut secara terus
menerus. Berdasarkan asal penyebabnya, terdapat dua gaya yang berhubungan
dengan arus yaitu gaya eksternal dan gaya internal. Gaya eksternal terdiri dari
angin, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik serta gaya tarik
benda-benda angkasa yang dipengaruhi oleh tekanan dasar laut. Gaya internal
arus antara lain perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan
lapisan air (Gross, 1972).
Kecepatan arus permukaan sangat bergantung dari kecepatan dan lamanya
angin bertiup. Kecepatan arus permukaan besarnya kurang dari 2% dari
kecepatan angin (Gross, 1972). Arah pergerakan arus permukaan ini tidak searah
4
dengan arah pergerakan angin dikarenakan oleh adanya gaya Coriolis yang
menyebabkan timbulnya perubahan arah arus sebesar ± 45° dari arah angin.
Dinamika pasut akan menimbulkan perbedaan tekanan hidrostatik pada
beberapa tempat sehingga dapat terjadi arus yang dikenal sebagai arus pasang
surut (Gross, 1972). Arus pasang surut dengan tipe rotary dominan terdapat di
laut terbuka dan di perairan dekat pantai, sedangkan arus tipe bolak-balik
(reversing current) umum terjadi di perairan yang berbentuk terusan, selat dan
alur pelayaran yang relatif sempit.
Penyebaran lapisan minyak yang berada di permukaan laut sangat
dipengaruhi oleh arus permukaan. Jika lapisan minyak dekat dengan daratan
dimana kecepatan angin kurang dari 10 km/jam, maka lapisan tersebut 100%
menyebar mengikuti arus permukaan. Pengaruh angin pada lapisan minyak dalam
kondisi tersebut tidak lebih dari 3% (CRC, 2000).
Melalui hasil pengukuran arus di alur pelayaran Cilacap 1992 oleh
Dishidros TNI-AL pada tiga stasiun diperoleh hasil bahwa di perairan tersebut
arus pasut lebih dominan dan arus nonpasut relatif lebih rendah (Dishidros,1992
in Firdaus, 1997). Pada saat pasang, massa air laut akan mengalir dari Samudera
Hindia masuk melalui perairan antara Pulau Jawa dan Nusakambangan melalui
pintu terusan timur (pantai Pulau Jawa) dan pintu terusan barat (Nusakambangan).
Tetapi massa air yang masuk melalui pintu timur lebih dominan daripada yang
masuk dari pintu barat. Pada saat surut, massa air mengalir kembali menuju
Samudera Hindia melalui jalan yang sama. Periode aliran massa air keluar lebih
panjang dibandingkan dengan periode aliran massa air yang masuk. Kecepatan
arus permukaan di perairan Cilacap berkisar antara 3.5 knot sampai 4.0 knot
5
(Pertamina UP IV, 1992 in Harimurthy, 2001). Arus di sekitar alur pelayaran
yang berasal dari hulu perairan Kali Donan sangat kecil, karena pada dasarnya
perairan tersebut bukan perairan sungai (Ilham, 2002).
2.3. Angin
Angin didefinisikan sebagai gerakan udara mendatar (horizontal) yang
disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara dua tempat. Angin yang
berhembus di permukaan perairan akan menimbulkan wind wave, yaitu
gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Peristiwa ini merupakan pemindahan
tenaga angin menjadi tenaga gelombang di permukaan air dan gelombang itu
sendiri meneruskan tenaganya kepada peristiwa lainnya, diantaranya molekul air.
Selain menimbulkan gelombang di permukaan air, angin juga dapat menyebabkan
terjadinya arus.
Penyebaran lapisan minyak yang berada di permukaan laut dipengaruhi
oleh angin permukaan. Jika kecepatan angin bertiup lebih besar dari 20 km/jam
yang tentu saja terjadi pada laut terbuka, maka penyebaran lapisan minyak
ditentukan oleh kondisi angin setempat. Hal tersebut tidak berlaku jika kecepatan
angin kurang dari 10 km/jam dimana angin tidak memainkan peranan penting
dalam proses penyebaran minyak (CRC, 2000).
Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin muson. Angin
muson bertiup secara mantap ke arah tertentu pada satu masa sedangkan pada
masa lainnya angin bertiup secara mantap pula dalan arah yang berlawanan.
Bulan Desember, Januari dan Februari adalah musim dingin di belahan bumi utara
dan musim panas di belahan bumi selatan. Pada saat itu terbentuklah pusat
tekanan udara tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan
6
Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju
Australia, yang di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin muson barat.
Sebaliknya, pada bulan Juli –Agustus terjadilah pusat tekanan tinggi di atas
daratan Australia dan pusat tekanan udara rendah di atas daratan Asia sehingga
mengakibatkan berhembusnya angin muson timur di Indonesia. Dua kali dalam
setahun angin muson berganti arah.
Kecepatan angin rata-rata bulanan di Cilacap pada umumnya bervariasi
antara dua hingga enam knot [mil/jam]. Arah angin yang paling dominan atau
yang paling sering adalah ke arah tenggara (Firdaus, 1997).
2.4. Pasang Surut
Pasang-surut atau pasut adalah proses naik turunnya paras laut (sea level)
secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya kombinasi gaya sentrifugal dan gaya
tarik dari benda-benda angkasa, terutama matahari dan bulan, terhadap massa air
di bumi (Pariwono, 1989).
Gerakan pasut menyebabkan permukaan air laut senantiasa berubah setiap
saat. Periode selama permukaan air laut naik disebut air pasang (flood tide),
sedangkan kedudukan saat permukaan air laut mencapai puncaknya disebut air
tinggi (high water). Saat permukaan air laut menurun akibat gaya pasut disebut
air surut (ebb tide) dan kedudukan permukaan air laut rendah disebut air rendah
(low water). (Gross, 1972).
Pasang surut di perairan Cilacap adalah penjalaran langsung pasang surut
di Samudera Hindia yang bertipe campuran, dimana komponen setengah
hariannya masih dominan (semi diurnal) (Pariwono, 1989). Dengan sifat tersebut,
maka terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24 jam yang tidak teratur
7
dengan beda pasang surut (tidal range) antara 1.5 sampai 2.0 meter (Pertamina
UP IV, 1992 in Harimurthy, 2001).
2.5. Tumpahan Minyak 2.5.1. Karakteristik Minyak
Minyak mentah (crude oil) adalah campuran kompleks hidrokarbon
dengan jumlah atom karbon antara 4-26 atom dalam satu molekul. Susunan atom
karbon dapat membentuk rantai lurus dan rantai cabang (alifatik), rantai siklik
(alisiklik), dan rantai aromatik (Clark, 1986). Komponen hidrokarbon aromatik
jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan dengan komponen hidrokarbon alifatik
dan alisiklik. Namun demikian, komponen aromatik justru lebih beracun, mudah
berubah menjadi gas, dan menguap. Secara umum toksisitas minyak mentah
meningkat dengan memanjangnya rantai karbon (Mukhtasor, 2007).
Komposisi senyawa hidrokarbon dari minyak mentah berbeda-beda antar
sumur minyak yang satu dengan yang lain, tergantung pada sumber penghasil
minyak tersebut. Agar dapat digunakan, minyak mentah terlebih dahulu harus
melewati proses penyulingan. Penyulingan (refining) adalah proses destilasi
minyak mentah untuk memutuskan ikatan rantai karbon yang berbeda titik
didihnya menjadi beberapa fraksi (Clark, 1986). Hasil pengelompokan fraksi
minyak mentah berdasarkan titik didihnya disajikan dalam Tabel 1.
Seluruh komponen dari minyak mentah dapat diuraikan oleh bakteri
dengan tingkat kecepatan yang bervariasi. Minyak dengan komposisi rantai
karbon yang sederhana, lurus, maupun bercabang dapat terurai dengan cepat.
Minyak dengan komposisi molekuler yang rumit, berupa ter, atau minyak yang
membentuk gumpalan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terurai
8
disebabkan luas permukaan minyak dalam bentuk tersebut lebih kecil jika
dihubungkan dengan ukuran volumenya (Clark, 1986).
Tabel 1. Fraksi-Fraksi Minyak Bumi Berdasarkan Titik Didih
Fraksi Titik Didih Ukuran Volume [°C] Molekuler [%]
Refinery gases < 25 C3 - C4 2 Gasolin 40 – 150 C4 - C10 25 Naptha 150 – 200 C10 - C12 6 Kerosin 200 – 250 C12 - C18 10 Minyak gas 250 – 300 C18 - C20 15 Minyak pelumas 300 – 400 C20 - C25 17 Minyak sisa > 400 > C25 25
Sumber : Bishop (1983) dalam Mukhtasor (2007)
Diesel merupakan pencampuran kompleks dari minyak hasil penyulingan.
Diesel mudah menyala dengan titik didih antara 150 – 380 0C. Diesel biasa
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan bakar mesin diesel
sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa nonhidrokarbon.
Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan bakar diesel antara lain
parafinik, naftenik, olefin dan aromatik. Sedangkan untuk senyawa
nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur non logam, yaitu S,
N, O dan unsur logam seperti vanadium, nikel dan besi.
Avtur adalah campuran minyak tanah dengan hidrokarbon cair. Avtur
digunakan sebagai bahan bakar untuk pesawat terbang jet yang terdiri atas
hidrokarbon sedang dengan karakteristik distilasi dan titik nyala seperti minyak
tanah dan kandungan aromatik maksimum 25% terhadap volume. Kekentalan
avtur di bawah 8 cST pada temperatur -20 derajat C dan titik beku di bawah -47
9
derajat C. Beberapa jenis komposisi avtur antara lain Paraffin, Olefin, Naptha,
dan Aromatic (Pertamina, 2006).
2.5.2. Sumber Pencemaran Minyak
Minyak masuk ke lingkungan perairan laut dengan beberapa cara, yaitu:
a. Eksplorasi Lepas Pantai
Sumber pencemaran minyak yang berasal dari eksplorasi lepas pantai
cenderung kecil jika dibandingkan dengan jumlah total minyak yang masuk ke
lingkungan laut. Namun, jika terjadi kecelakaan tertentu seperti semburan sumur
minyak (well blow-out), kerusakan struktur platform, maupun kerusakan perlatan,
maka sejumlah besar minyak dipastikan akan mencemari laut (Mukhtasor, 2007).
b. Transportasi Laut
Polutan yang berasal dari transportasi laut dapat berasal dari
pengoperasian kapal dan tanker maupun kecelakaan kapal dan tanker. Dari
beberapa sumber tersebut, input polutan terbesar berasal dari pengoperasian kapal
tanker dalam proses deballasting (sistem kestabilan kapal menggunakan
mekanisme bongkar-muat air). Air ballast adalah air laut yang diisikan ke dalam
tanki sebuah tanker yang kosong dimana tanki tersebut sebelumnya merupakan
wadah minyak mentah. Untuk mengisi kembali tanki tersebut dengan minyak,
maka air ballast yang terdapat di dalamnya harus dibuang ke laut dengan
membawa sisa-sisa minyak yang terdapat di dinding tanki (Clark, 1986).
Jika dibandingkan dengan proses deballasting, polutan dari kecelakaan
tanker hanya berkontribusi sangat kecil dari keseluruhan minyak yang masuk ke
laut. Namun kecelakaan tanker tetap menjadi masalah yang besar karena
menghasilkan buangan minyak yang volumenya relatif besar pada suatu lokasi.
10
Semakin besar ukuran tanker, maka diperkirakan input polutan minyak ke laut
juga semakin besar. Konsentrasi polutan dalam jumlah besar tentunya dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan pada area tersebut (Mukhtasor, 2007).
Sumber lapisan minyak lainnya yang berasal dari transportasi laut antara
lain docking atau perawatan kapal. Dalam proses tersebut, semua sisa bahan
bakar yang ada dalam tangki harus dikosongkan untuk mencegah terjadinya
ledakan dan kebakaran. Selain itu proses bongkar muat tanker yang dilakukan di
tengah laut juga banyak menimbulkan resiko tumpahan minyak akibat seperti pipa
yang pecah, bocor maupun kecelakaan karena kesalahan manusia. Proses
scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua) dapat pula
menyebabkan banyak kandungan metal dan lainnya termasuk kandungan minyak
terbuang ke laut.
c. Sumber dari Darat
Input polutan yang berasal dari darat bersumber dari berbagai aktivitas
manusia, seperti pemakaian minyak untuk keperluan industri, limbah rumah
tangga, kegiatan perbengkelan, kilang minyak, run off dari daerah perkotaan,
maupun hasil pembakaran hidrokarbon di atmosfer yang terbawa oleh hujan.
Limbah minyak tersebut terbawa oleh sistem saluran air yang menuju ke sungai
dan bermuara ke laut. Apabila diakumulasi, jumlah limpasan minyak yang
berasal dari darat menjadi sumber utama polutan minyak yang masuk ke kawasan
pesisir dan laut (Clark, 1986).
d. Sumber Alami
Laut merupakan tempat dimana minyak bumi secara alami akan
menyembur ke permukaan bumi di dasar laut dan merembes masuk ke perairan.
11
Sumber polutan dalam kasus ini merupakan suatu fenomena alami, meskipun total
masukan polutan yang berasal dari rembesan tersebut kemungkinan jumlahnya
dua kali lebih besar dari pada masukan polutan dari kecelakaan tanker (Clark,
1986).
2.5.3. Perilaku Minyak di Laut
Minyak yang masuk ke dalam lingkungan laut akan mengalami berbagai
proses, baik secara fisika maupun secara kimia (Gambar 1). Proses-proses
tersebut antara lain membentuk lapisan (slick formation), menyebar (dissolution),
menguap (evaporation), emulsifikasi (emulsification), minyak dalam air (oil in
water emulsions), fotooksidasi (photooxidation), biodegradasi mikroba (microbial
biodegradation), sedimentasi (sedimentation), dicerna oleh plankton (plankton
ingestion), dan bentukan gumpalan ter (tur lump formation). Semua proses
tersebut secara kolektif disebut dengan weathering of oil (Mukhtasor, 2007).
Gambar 1. Proses Pelapukan Lapisan Minyak yang Tumpah di Permukaan Laut (Sumber : ITOPF, 2007)
12
Penyebaran, penguapan, dispersi, emulsifikasi, dan pelarutan adalah
proses-proses penting selama tahap awal tumpahan. Sementara oksidasi,
sedimentasi, dan biodegradasi adalah proses weathering jangka panjang yang
akan membantu proses penguraian minyak. Menurut Krough (1980) dalam
Firdaus (1997), berdasarkan kekekalannya (persistent) tumpahan minyak dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tumpahan minyak yang tidak kekal (non-
persistent) dan tumpahan minyak yang kekal (persistent). Tumpahan minyak
non-persistent akan berangsur-angsur menghilang dari permukaan laut akibat
adanya proses fisika-kimia, sedangkan tumpahan minyak yang kekal (persistent)
akan menyebar secara perlahan sehingga mencemari lingkungan laut.
a. Penyebaran (Spreading)
Minyak yang keluar di permukaan air akan dengan segera bertambah luas
permukaannya. Mekanisme spreading dipengaruhi oleh karakteristik minyak itu
sendiri antara lain perbedaan densitas minyak dan air laut, dan tegangan
permukaan. Semakin rendah nilai viskositas minyak, maka minyak akan
menyebar semakin cepat. Kecepatan dari penyebaran minyak serta ketebalan
lapisannya tergantung dari suhu perairan dan jenis minyak yang tumpah (Clark,
1986). Proses penyebaran tumpahan minyak juga dipengaruhi oleh arus air, pola
pasang surut, kecepatan angin, dan kekasaran muka laut ( Fay, 1971 in
Mukhtasor, 2007 ). Angin dan arus pasang surut memindahkan unsur-unsur dari
lapisan minyak secara relatif satu sama lain dan mempercepat proses penyebaran.
Ketika lapisan membentuk gumpalan dengan luas permukaan yang stabil, hanya
dispersi horizontal yang memindahkan unsur-unsur minyak menjauh dari pusat
13
massa. Untuk perairan yang tertutup dan estuari, pergerakan lapisan minyak lebih
banyak mendapat pengaruh dari arus dan pasang surut setempat (DHI, 2006b).
Dalam mekanisme spreading, minyak dapat menyebar secara horizontal
meskipun tanpa angin. Proses penyebaran minyak disebabkan oleh gaya gravitasi
dan tegangan permukaan antara minyak dan air. Gaya-gaya tersebut berlawanan
dengan gaya yang diberikan oleh pengaruh viskositas minyak.
b. Penguapan (Evaporation)
Proses penyebaran minyak akan menyebabkan lapisan menjadi lebih tipis
dan proses penguapan meningkat. Proses penguapan pada tumpahan minyak
dipengaruhi oleh komposisi minyak, suhu udara dan air laut, area tumpahan,
kecepatan angin, radiasi matahari, dan ketebalan lapisan minyak (DHI, 2006b).
Secara umum, komponen dalam minyak dengan berat molekul rendah atau
minyak yang memiliki titik didih di bawah 200°C cenderung mengalami
penguapan dalam waktu 24 jam. Kekasaran muka laut, kecepatan angin, dan
temperatur yang tinggi akan meningkatkan penguapan ( ITOPF, 2007). Selain itu
luas permukaan minyak juga sangat berperan dalam proses ini. Sifat minyak
dapat berubah secara signifikan seiring terjadinya proses penguapan. Hilangnya
sebagian material yang bersifat mudah menguap mengakibatkan berat jenis
minyak menjadi lebih berat. Berikut ditampilkan tingkat evaporasi berbagai jenis
minyak (Gambar 2)
G
c
m
m
μ
b
k
D
d
k
d
Gambar 2. T
c. Disp
Disp
minyak men
membentuk
μm) relatif l
bentuk tersu
kembali naik
Dispersi ver
dispersi min
kekasaran m
dispersi lebi
Tingkat Eva(Sumber: CR
persi vertikal
persi merupak
njadi butiran
emulsi miny
ebih stabil b
uspensi. But
k dan bergab
rtikal bergan
nyak akan sem
muka laut bes
h dominan d
aporasi BerbaRC, 2000)
l
kan proses m
dan memasu
yak-dalam-a
bercampur de
iran yang be
bung ke lapis
tung pada si
makin tingg
sar (ITOPF,
disebabkan o
agai Jenis M
mekanik. Tu
ukannya ke
air. Butiran y
engan air lau
erukuran bes
san minyak
ifat minyak d
i jika viskos
2007). Dala
oleh pecah g
Minyak Pada
urbulensi air
dalam kolom
yang beruku
ut di kolom p
sar (>100 μm
di permukaa
dan jumlah e
sitas minyak
am cuaca ya
elombang. S
Suhu 15oC
r memecahka
m perairan,
uran sangat k
perairan men
m) cenderung
an laut (ITOP
energi laut.
rendah dan
ang buruk, m
Sebaliknya p
14
an lapisan
kecil (<20
njadi
g akan
PF, 2007).
Kecepatan
nilai
mekanisme
pada cuaca
15
yang tenang, mekanisme dispersi yang paling signifikan terjadi karena stretching
compression dari lapisan, yang menyebabkan terbentuknya droplet (DHI, 2006b).
d. Emulsifikasi
Salah satu proses penting yang menyebabkan bertahan lamanya minyak di
permukaan laut yaitu dengan membentuk emulsi air-dalam-minyak, yang
mengubah minyak menjadi campuran yang sangat kental. Emulsi terbentuk jika
terdapat dua cairan (liquid) yang bercampur, dimana salah satu dari cairan
tersebut tersuspensi dalam cairan lainnya (Clark, 1986). Emulsi tersebut dapat
menyerap hingga 80% air. Kestabilan dari bentuk ini sangat tergantung pada jenis
minyak dan kondisi lingkungan. Kestabilan dari emulsi sangat berhubungan
dengan jumlah kehadiran surfactant (resin dan aspal) dalam minyak, sedangkan
tingkat pengambilan air sangat berhubungan dengan kondisi laut setempat seperti
gelombang dan turbulensi air (DHI, 2006b). Dalam beberapa kondisi, emulsi
akan membentuk lapisan tebal di permukaan laut dan berwujud kental yang
disebut sebagai ”chocolate mousse” (Clark, 1986). Emulsi dapat terpisah kembali
menjadi minyak dan air jika dipanaskan oleh sinar matahari pada kondisi
permukaan laut yang tenang atau saat terdampar di pantai (ITOPF, 2007). Wujud
dari emulsi minyak ditampilkan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Proses Emulsifikasi pada Lapisan Minyak yang Membentuk "Chocolate Mousse"
16
Proses emulsifikasi akan mempengaruhi volume lapisan minyak serta
meningkatkan viskositas minyak. Jika emulsifikasi minyak terdampar di pantai
maka akan mengganggu kehidupan ekosistem di daerah tersebut.
e. Disolusi
Komponen dari minyak yang dapat larut dalam air akan terlarut dalam
kolom perairan. Proses pelarutan tersebut akan cepat terjadi pada minyak yang
telah lebih dulu terdispersi dalam air. Minyak umumnya hanya sedikit
mengandung komponen yang dapat larut dalam air. Salah satu komponen yang
paling cepat terlarut dalam air adalah hidrokarbon aromatik dengan berat jenis
rendah dan komponen polar resin. Komponen-komponen yang dapat terdisolusi
tersebut umumnya beracun. Meskipun demikian, senyawa aromatik biasanya
akan lebih dulu menguap dibandingkan terlarut dikarenakan proses penguapan
terjadi 10-100 kali lebih cepat dibandingkan proses melarut (ITOPF, 2007). Batas
kadar minyak yang diizinkan berada di kolom perairan yaitu 0.01 ppm.
f. Sedimentasi
Sedimentasi merupakan proses dimana minyak terdeposisi ke dasar laut.
Sedimentasi terjadi ketika butir minyak mencapai densitas tinggi dibandingkan
dengan densitas air setelah berinteraksi dengan mineral tersuspensi di dalam
kolom perairan. Minyak juga bereaksi terhadap oksigen dan menghasilkan bentuk
persistent yang disebut ter (tars) akibat adanya proses oksidasi minyak dengan
viskositas tinggi. Proses ini terjadi dengan sangat lambat pada lapisan minyak
yang terekspos sinar matahari. Beberapa hasil dari oksidasi minyak ini memiliki
densitas yang besar dan dapat tenggelam di air payau atau di perairan dangkal
(ITOPF, 2007).
17
g. Biodegradasi
Dalam kolom perairan, terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang bisa
menguraikan sebagian atau seluruh komponen minyak. Hasil penguraian tersebut
dapat berupa komponen yang dapat terlarut dalam air atau terkadang berupa
karbondioksida dan air. Unsur utama yang berpengaruh terhadap efisiensi proses
biodegradasi yaitu nutrien (nitrogen dan fosfor), temperatur, dan oksigen terlarut.
Minyak yang berbentuk butiran atau partikel lebih mudah mengalami proses
biodegradasi karena menyediakan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan
minyak yang berbentuk lapisan tebal atau gumpalan (ITOPF, 2007). Tingkat
biodegradasi tinggi pada rantai jenuh (12-20 atom karbon) dan lambat pada rantai
aromatik dan aspal.
2.6. Pemodelan Tumpahan Minyak
Rau dan Woten (1980) dalam Firdaus (1997) menyatakan bahwa model
merupakan penampakan dari sistem yang sebenarnya. Perilaku dan konsentrasi
polutan di laut dapat diperkirakan atau diestimasi menggunakan pemodelan
dengan bantuan komputer. Karena umumnya perilaku maupun konsentrasi
polutan di alam memiliki proses yang kompleks, maka pemodelan dapat
dimanfaatkan untuk menyederhanakan proses tersebut. Pemodelan hidrodinamika
dapat menjadi salah satu cara untuk mengetahui proses penyebaran polutan.
Pemodelan yang akurat membutuhkan representasi yang baik mengenai
parameter, proses, dan kondisi batas pemodelan. Secara umum, pemodelan
perilaku dan penyebaran polutan terdiri dari dua komponen pokok, yaitu model
hidrodinamika serta model perilaku dan penyebaran dari polutan itu sendiri
(Mukhtasor, 2007).
18
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi
Penelitian berupa pemodelan sebaran tumpahan minyak di Perairan
Cilacap, Jawa Tengah dilakukan pada bulan April 2008 – Februari 2009
menggunakan DHI software Mike 21 dengan modul Hydrodynamic dan Spill
Analysis (Gambar 4). Pemodelan dilaksanakan dengan menggunakan perangkat
komputer Laboratorium Pusat Teknologi & Inventarisasi Sumberdaya Alam (P-
TISDA) bertempat di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Jakarta.
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Model Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap, Jawa Tengah (Sumber: Google Earth, 2008)
19
3.2. Sumber Data
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu
data untuk masukan model serta data untuk kepentingan verifikasi.
3.2.1. Data Masukan Model
Untuk membangun skenario model, diperlukan beberapa data masukan
yang didapat dari berbagai sumber, antara lain:
a. Data kedalaman (batimetri) perairan Cilacap, yaitu:
1) peta batimetri hasil pemetaan Jawatan Hidro-Oseanografi (JANHIDROS)
TNI-AL tahun 2007 Nomor 108 dengan skala 1 : 15.000;
2) peta batimetri hasil pemetaan PT. PERTAMINA (PERSERO) Unit
Pengolahan IV Cilacap tahun 2006 Nomor Gambar CS 05/X/06 dan CS
07/IX/06 dengan skala 1 : 2000;
3) peta batimetri hasil survey sounding Kolam Pelabuhan Tanjung Intan -
Cilacap PT. (PERSERO) Pelabuhan Indonesia III Surabaya tahun 2006
Nomor Gambar DL 427/2006 dengan skala 1 : 250;
b. Data arah dan kecepatan angin di Cilacap bulan Februari dan Agustus tahun
2007 dengan interval data per enam jam dan bersumber dari QuickScat &
Seawind (IFREMER);
c. Data pasang surut perairan Cilacap bulan Februari dan Agustus tahun 2007
dengan interval data per 15 menit bersumber dari Topex Poesidon & Jason;
d. Data lalu lintas perkapalan dan rute/alur pelayaran tahun 2007 diperoleh dari
PT. (PERSERO) Pelabuhan Indonesia III cabang Tanjung Intan Cilacap, Jawa
Tengah;
20
e. Data oil properties dari Lembaga Minyak & Gas (LEMIGAS) Jakarta dan dari
berbagai sumber (Lampiran 3).
3.2.2. Data Verifikasi
Data yang diperlukan untuk verifikasi masukan skenario model antara lain:
a. Data arah dan kecepatan angin di Cilacap bulan Februari dan Agustus tahun
2007 hasil pengukuran Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Cilacap
yang direkam setiap jam selama 28 hari;
b. Data pasang surut perairan Cilacap bulan Februari dan Agustus tahun 2007
hasil pengukuran Badan Koordinasi Survey dan Pertanahan Nasional
(BAKOSURTANAL) Cibinong dengan interval pengukuran data per 15
menit.
3.3. Peralatan yang Digunakan
Sistem perangkat keras yang dipakai dalam pemodelan maupun
pengolahan data masukan (input) yaitu menggunakan sistem perangkat komputer
di BPPT. Pembuatan skenario pemodelan sebaran tumpahan minyak diproses
dengan menggunakan berbagai modul, antara lain Mike Zero Bathymetries, Mike
Zero Time Series, Mike Zero Profile Series, Mike Zero Data Extraction, Mike
Zero Toolbox, dan Mike 21 Flow Model. Untuk skenario analisis tumpahan
minyak, digunakan modul Hydrodynamic Modul dan Spill Analysis Modul.
3.4. Desain Skenario Model
Model diawali dengan pengolahan data masukkan untuk menyimulasikan
modul hidrodinamika pada program Mike 21. Data masukkan yang diolah antara
lain pembuatan domain model dengan menggunakan data kedalaman perairan,
21
pengolahan data arah maupun kecepatan angin dari IFREMER yang dihitung tiap-
tiap grid dan berubah terhadap ruang dan waktu, serta data prediksi pasang surut
yang dihasilkan dari satelit Topex Poseidon dan Jason. Data tersebut kemudian
diverifikasi dengan menggunakan data hasil pengukuran lapang. Proses
selanjutnya adalah membuat skenario pemodelan hidrodinamika dengan
memasukkan data input angin dan pasang surut yang telah diverifikasi serta
melengkapi data-data parameter pendukung dalam modul hidrodinamika tersebut.
Modul hidrodinamika yang telah lengkap kemudian dimodelkan dan
menghasilkan keluaran berupa dua buah model hidrodinamika.
Bagian hidrodinamika pertama digunakan untuk melihat kondisi
hidrodinamika di perairan Cilacap atara lain berupa arah dan kecepatan arus (U
dan V) serta perubahan tinggi muka air laut (surface elevation) terhadap Mean
Sea Level (MSL). Bagian hidrodinamika kedua memiliki keluaran berupa debit
perairan/fluks dalam arah u dan v serta perubahan kedalaman perairan terhadap
waktu (water level). Keluaran hidrodinamika bagian kedua tersebut bersama-
sama dengan data karakteristik minyak digunakan kembali sebagai masukkan
untuk menjalankan modul Spill Analysis berikutnya. Keluaran yang dihasilkan
dari pemodelan modul Spill Analysis tersebut selanjutnya menjadi hasil akhir dari
seluruh proses pemodelan. Diagram alir dari seluruh proses pemodelan disajikan
pada Gambar 5.
Kondisi pemodelan yang dilakukan berupa pemodelan pola sebaran
tumpahan minyak dengan pengaruh angin (timur dan barat) dan pasang surut
setempat. Sedangkan kondisi pemodelan yang diamati yaitu pada saat muka air
22
laut berada pada posisi tertinggi (flood tide), posisi terendah (ebb tide), menjelang
pasang dan menjelang surut pada kondisi pertengahan (Mean Sea Level).
Gambar 5. Diagram Alir Pemodelan Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap dengan Menggunakan DHI Software Mike 21
3.4.1. Lokasi Pemodelan
Dalam memutuskan area yang tercakup dalam model, harus pula
dipertimbangkan lingkup area, posisi dan tipe dari batas model hidrodinamika
yang akan digunakan. Model sebaran tumpahan minyak dibangun dengan
skenario di lokasi yang memungkinkan terdapat sumber buangan atau tumpahan
minyak masuk ke dalam perairan Cilacap. Desain domain pemodelan berbentuk
empat persegi panjang dengan posisi geografis terletak pada 7°46’23” LS -
7°41’20” LS dan 108°59’01” BT - 109°03’51” BT ditunjukkan pada Gambar 6.
23
Daerah perairan yang dimodelkan meliputi aliran Kali Donan, Muara Sungai
Serayu, alur pelayaran Pelabuhan Tanjung Intan, dan Teluk Penyu. Dalam
domain ini digunakan proyeksi WGS 1984 UTM Zone 49S. Domain dibagi ke
dalam grid 8850 x 9350 sel dengan lebar ∆x = ∆y = 10 meter.
Gambar 6. Domain Dasar Pemodelan Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap dengan Menggunakan Program Mike21
3.4.2. Syarat Batas
Syarat batas area pemodelan ditentukan oleh variasi tinggi muka laut yang
terdiri dari dua bagian yaitu, syarat batas tertutup dan syarat batas terbuka.
3.4.2.1. Syarat Batas Tertutup
Syarat batas tertutup pada area model yaitu berupa garis pantai dimana
massa air tidak memungkinkan untuk melewatinya. Berikut ini merupakan lokasi
dari syarat batas tertutup pada area model :
24
a) Bagian utara : garis pantai pesisir Cilacap dan Daerah Aliran Sungai
(DAS) Donan.
b) Bagian selatan : garis pantai pesisir Pulau Nusakambangan.
c) Bagian barat : Daerah Aliran Sungai (DAS) Donan.
3.4.2.2. Syarat Batas Terbuka
Syarat batas terbuka adalah batas daerah pada model yang berbatasan
dengan laut terbuka. Pada area model ini, syarat batas terbuka yaitu antara lain:
a) Bagian selatan : garis lurus yang ditarik sejajar dengan Pulau
Nusakambangan
b) Bagian barat : garis lurus yang memotong aliran Sungai Serayu
c) Bagian utara : garis lurus yang memotong aliran Kali Donan
d) Bagian timur : garis lurus yang memotong perairan Teluk Penyu
3.4.3. Waktu Pemodelan
Waktu pemodelan hidrodinamika terdiri dari dua musim, yaitu musim
barat dan musim timur. Pemodelan hidrodinamika pada musim barat dimodelkan
pada bulan Februari 2007, sedangkan pemodelan pada musim timur dimodelkan
pada bulan Agustus 2007. Waktu pemodelan untuk musim barat yaitu tanggal 1
Februari 2007 hingga 28 Februari 2007. Sedangkan waktu pemodelan untuk
musim timur yaitu tanggal 1 Agustus 2007 hingga 28 Agustus 2007.
3.4.4. Skenario Tumpahan Minyak
Dalam pemodelan ini terdapat beberapa skenario sumber tumpahan
minyak yang berpotensi mencemari perairan Cilacap. Minyak yang akan
dimodelkan tumpah dan mencemari perairan Cilacap antara lain avtur, solar
25
(diesel), minyak mentah (crude oil) dan aspal. Sumber tumpahan minyak
diskenariokan mengeluarkan minyak dalam jenis, jumlah flux, dan waktu tertentu.
Skenario yang disajikan dalam Tabel 2 telah disesuaikan dengan kondisi
tumpahan yang memungkinkan terjadi berdasarkan dari data perkapalan setempat.
Lokasi terjadinya tumpahan masing-masing minyak ditampilkan pada Gambar 7
di bawah ini .
Gambar 7. Lokasi Skenario Sumber Tumpahan Minyak di Domain Perairan
Cilacap
Tabel 2. Informasi Lokasi, Jumlah Tumpahan dan Waktu Pengeluaran Skenario Model Tumpahan Minyak di Perairan Cilacap
Sumber Bujur (BT) Lintang (LS) Lokasi Potensi Jenis
Minyak
Jumlah Tumpahan
[m3]
Discharge [m3/s]
Waktu [menit]
1 108°59'24" 07°46'17" Teluk Penyu Tanker karam Avtur 1800 1.5 25 2 108°59'10" 07°46'15" Jetty Area 70 Tabrakan tanker Avtur 1800 3 10 3 108°59'16" 07°46'19" Jetty CIB Kebocoran loading Avtur 300 0.5 10 4 108°59'24" 07°46'17" Teluk Penyu Tanker karam Crude Oil 1800 1.5 255 108°59'10" 07°46'15" Jetty Area 70 Tabrakan tanker Crude Oil 1800 3 10 6 108°59'16" 07°46'19" Jetty CIB Kebocoran loading Crude Oil 300 0.5 10 7 108°59'05" 07°46'09" Dermaga umum Tabrakan tongkang Diesel 900 1.5 10 8 108°59'12" 07°46'15" Jetty Area 70 Limbah dermaga Diesel 688.84 0.0003 konstan9 108°59'06" 07°46'07" Dermaga umum Limbah dermaga Diesel 65.3184 0.000027 konstan10 108°59'16" 07°46'07" PPSC Limbah kapal nelayan Diesel 18.6624 0.000008 konstan11 108°59'05" 07°45'59" Jetty Area 60 Tabrakan tanker Asphalt 600 0.5 20
26
27
3.5. Parameter Pemodelan 3.5.1. Parameter Hidrodinamika
Parameter hidrodinamika diawali dengan membuat batimetri pada program
Mike 21 sebagai domain model. Perairan Cilacap memiliki nilai batimetri yang
bervariasi dengan kisaran kedalaman laut berada di antara nol hingga 25 meter di
bawah permukaan laut. Posisi batas selatan dan timur domain berbatasan
langsung dengan Samudera Hindia. Kontur batimetri menunjukkan nilai tertinggi
pada perairan di sekitar kedua batas tersebut yang ditunjukkan dengan warna
ungu. Warna tersebut menunjukkan kisaran kedalaman antara 24 – 25 meter di
bawah permukaan laut. Nilai kedalaman semakin mengalami penurunan saat
perairan mendekati garis pantai. Perairan pada batas barat maupun utara domain
masing-masing berbatasan langsung dengan aliran Sungai Serayu dan Kali Donan.
Kedalaman perairan di kedua batas domain tersebut memiliki nilai yang rendah
yang ditunjukkan dengan warna kontur hijau dan jingga. Kontur batimetri di
perairan Cilacap disajikan pada Gambar 8.
Kontur kedalaman laut di perairan Teluk Penyu terlihat semakin merapat
saat mendekati garis pantai. Perairan Kali Donan memiliki kontur kedalaman
yang rapat dengan kisaran kedalaman bernilai antara 0.88 – 10.56 meter di bawah
permukaan laut. Kedalaman perairan di bagian tengah aliran Kali Donan serta di
sekitar kolam dermaga/pelabuhan dibuat lebih besar hingga mencapai -11.44
meter. Alur pelayaran Tanjung Intan di sepanjang kanal utama memiliki
morfologi dasar laut yang lebih curam dengan kontur kedalaman yang lebih rapat.
Kedalaman laut di sepanjang alur pelayaran tersebut berkisar antara 1.76 – 20.73
m di bawah permukaan laut dan terletak memanjang hingga ke perairan Teluk
28
Penyu. Morfologi dasar laut pada alur pelayaran Tanjung intan merupakan
morfologi buatan yang dibuat dan dipertahankan untuk kepentingan pelayaran.
Terdapat beberapa daerah perairan dangkal di sekitar pantai Cilacap dan
Pulau Nusakambangan, yaitu di sepanjang aliran Kali Donan dan di muara Sungai
Kaliyasa. Daerah perairan dangkal terdapat pula di sekitar muara Sungai Serayu
yang berada di batas barat domain, di mulut alur pelayaran Tanjung Intan dan di
sekitar pesisir Pulau Nusakambangan.
Gambar 8. Batimetri Perairan Cilacap Hasil Survey Sounding Dasar Laut (Sumber: JANHIDROS, 2007)
Waktu pemodelan hidrodinamika dibagi ke dalam dua musim, yaitu
musim timur dan musim barat. Skenario hidrodinamika musim barat dimodelkan
pada tanggal 1 Februari 2007 pukul 12:00 AM hingga 28 Februari 2007 pukul
12:00 AM. Skenario hidrodinamika musim timur dimodelkan pada tanggal 1
29
Agustus 2007 pukul 12:00 AM hingga 28 Agustus 2007 pukul 12:00 AM.
Langkah waktu masing-masing pemodelan ditentukan sebesar 10 detik
disesuaikan dengan syarat kestabilan domain (Courant Number). Courant
Number menunjukkan banyaknya grid yang memproses hasil selama pemodelan
berjalan dalam satu satuan waktu.
Domain area pada skenario pemodelan menggunakan variasi pasang surut
air laut pada keempat batas terbuka yaitu, batas utara, batas selatan, batas timur,
dan batas barat (Gambar 9).
Gambar 9. Syarat Batas Terbuka pada Domain Model Hidrodinamika di Perairan Cilacap
Masing-masing variasi pasang surut pada keempat batas terbuka domain
perairan Cilacap yang dimodelkan untuk musim barat disajikan dalam Gambar 10,
sedangkan pada musim timur ditampilkan pada Gambar 11
30
Gambar 10. Tinggi Muka Air Laut pada Seluruh Batas Terbuka Domain Perairan
Cilacap pada Musim Barat Tahun 2007
Gambar 11. Tinggi Muka Air Laut pada Seluruh Batas Terbuka Domain Perairan
Cilacap pada Musim Timur Tahun 2007
Data pasang surut hasil pemodelan bersumber dari data prediksi pasang
surut yang didapat dari Jason dan Topex Poseidon. Data tersebut diverifikasi
dengan data pasang surut hasil pengukuran insitu yang bersumber dari
Bakosurtanal. Masing-masing data pasang surut diukur setiap 15 menit selama 27
hari. Data pasang surut yang diambil pada tanggal 1 - 28 Februari 2007 mewakili
kondisi pasang surut pada musim barat, sedangkan data pasang surut yang diambil
31
pada tanggal 1 - 28 Agustus 2007 mewakili kondisi pasang surut pada musim
timur. Pengamatan kedua data pasang surut tersebut dilakukan pada posisi 07°
34’ LS - 108° 59’ BT (Gambar 12).
Gambar 12. Lokasi Pengamatan Data Pasang Surut Hasil Pengukuran Lapang dengan Data Masukan Model di Cilacap Tahun 2007
Domain model perairan Cilacap sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang
surut setempat sehingga perlu ditentukan nilai Drying depth dan Flooding depth.
Nilai Drying depth ditentukan dengan memasukan nilai kedalaman minimum
yaitu 0.2 dan nilai kedalaman maksimum untuk Flooding depth sebesar 0.3. Nilai
masukan parameter tersebut menandakan bahwa perhitungan pemodelan pada
masing-masing grid tidak akan dihitung pada kedalaman di atas 0.3 m maupun
pada kedalaman di bawah 0.2 m dari Mean Sea Level.
32
Initial surface merupakan nilai awal tinggi muka laut domain saat
memulai pemodelan dalam satuan meter. Parameter Initial surface ditentukan
dengan memasukkan nilai awal tinggi muka laut yang didapat dari rata-rata tinggi
muka laut pada seluruh syarat batas terbuka. Nilai Initial surface pada musim
barat ditentukan sebesar 0.12 m dan pada musim timur sebesar 0.4 m.
Parameter Source & Sink digunakan untuk menentukan adanya titik
sumber masukan dan keluaran air dalam domain. Pada skenario pemodelan
hidrodinamika ini, nilai Source & Sink tidak ditentukan karena pada domain tidak
diskenariokan terdapat sumber masukan maupun keluaran air.
Parameter Eddy Viscosity berhubungan dengan gaya gesek antara molekul-
molekul fluida yang bergerak dengan kecepatan berbeda dan menghasilkan gerak
turbulen (Alonso dan Finn, 1992). Dalam pemodelan hidrodinamika ini
parameter tersebut ditentukan dengan menggunakan formula Smagorinsky. Tipe
formula Smagorinsky dihitung berdasarkan kecepatan mengalir fluida dengan nilai
konstan sebesar 0.5.
Nilai tahanan dasar (bed resistance) pada domain model diberikan dalam
parameter Resistance. Nilai tahanan dasar berhubungan dengan kekasaran dasar
laut dan gaya gesek antara dasar laut dengan air (DHI, 2007). Konstanta tahanan
dasar dalam pemodelan ini menggunakan nilai Manning Number [m1/3/s] dimana
pada laut terbuka bernilai 32, sedangkan pada laut dangkal menggunakan nilai
tahanan dasar 27 (Gambar 13).
33
Gambar 13. Pola Nilai Tahanan Dasar (Manning Number) dalam Domain Model Perairan Cilacap
Data angin yang digunakan untuk masukan model didapat dari IFREMER.
Data angin tersebut merupakan data hasil pengamatan satelit yang diukur setiap
enam jam. Data angin masukan model kemudian diverifikasi dengan
menggunakan data hasil pengukuran insitu yang dilakukan oleh Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Cilacap. Data angin insitu
merupakan data yang direkam setiap jam selama 28 hari. Pada musim barat, data
angin diambil dari tanggal 01 - 28 Februari 2007. Sedangkan pada musim timur,
data angin diambil dari tanggal 01 - 28 Agustus 2007. Pengamatan kedua data
angin tersebut dilakukan pada posisi 07° 44’ LS - 109° 01’ BT (Gambar 14).
34
Gambar 14. Lokasi Pengamatan Data Angin Hasil Insitu dan Data Angin Masukan Model di Cilacap Tahun 2007
Nilai tekanan yang diberikan oleh angin terhadap permukaan laut
diskenariokan bervariasi terhadap ruang dan waktu. Nilai friksi angin pada
pemodelan ini diskenariokan bervariasi terhadap kecepatan angin dimana pada
saat kecepatan angin bernilai nol, maka besar friksinya 0.0016. Nilai tersebut
bervariasi linier dimana pada saat kecepatan angin 16 m/s maka nilai friksinya
sebesar 0.0026.
Hasil keluaran dari pemodelan hidrodinamika tersebut kemudian dibagi
menjadi dua bagian. Bagian hidrodinamika pertama memiliki output berupa
surface elevation, U-velocity, dan V-velocity. Sedangkan bagian hidrodinamika
kedua memiliki output berupa water level, P flux, Q flux. Contoh hasil laporan
pemodelan modul hidrodinamika pada musim barat terdapat pada Lampiran 1.
35
3.5.2. Parameter Spill Analysis
Pemodelan pada modul Spill Analysis dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Basic parameter dan Oil Spill parameter.
a. Basic Parameter
Pemodelan basic parameter diawali dengan menentukan Starting
Condition berupa Oil Spill Analysis. Masing-masing minyak yang diasumsikan
tumpah memiliki waktu terjadinya tumpahan yang berbeda-beda. Lapisan diesel
dan aspal dimodelkan selama 10 hari, lapisan avtur dimodelkan selama 14 hari
dan lapisan minyak mentah dimodelkan selama 21 hari baik pada musim barat
maupun pada musim timur. Parameter Hydrodynamic Data diisi dengan
menggunakan hasil keluaran modul hidrodinamika bagian kedua. Pada output
tersebut, arus diberikan dengan variasi terhadap ruang dan waktu. Informasi
mengenai lokasi tumpahan (dalam grid), jumlah tumpahan, serta waktu keluaran
tumpahan minyak dalam parameter Source disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Informasi Spasial, Jumlah dan Waktu Tumpahan Masing-Masing Jenis
Minyak yang di Skenariokan Tumpah di Perairan Cilacap
Grid Discharge [m3/detik]
Time Release [Time step] X Y
Diesel
323 247 0.0003 Konstan 93 450 1.5 60 131 499 0.000027 Konstan 447 518 0.000008 Konstan
Avtur 697 201 1.5 150 449 139 0.5 60 269 266 3 60
Crude 697 201 1.5 150 449 139 0.5 60 269 266 3 60
Asphalt 89 748 0.5 120
36
Koefisien dispersi dalam parameter Dispersion diskenariokan memiliki
nilai yang besarnya proporsional terhadap arus. Nilai Longitudinal direction
memiliki faktor proporsional sebesar satu, begitu juga dengan nilai Transversal
direction. Sementara itu, nilai Vertical direction memiliki faktor proporsional
terhadap arus sebesar 0.01. Vertical direction bernilai kecil karena proses dispersi
pada lapisan minyak diasumsikan lebih banyak dipengaruhi oleh gerak arus
horizontal dibandingkan gerak arus vertikal.
Profil arus secara horizontal dipengaruhi oleh gesekan terhadap
permukaan dasar laut yang ditentukan dalam parameter Eddy & Logarithmic
Velocity Profile. Tipe Velocity profile yang digunakan dalam pemodelan ini yaitu
logarithmic velocity profile, sementara nilai Bottom roughness ditentukan sebesar
0.1 m. Parabolic eddy profile disertakan karena berpengaruh dalam penyesuaian
proses dispersi vertikal berdasarkan pendekatan gradien.
Informasi mengenai suhu dan salinitas air laut di perairan Cilacap pada
musim barat dan musim timur ditentukan dalam parameter Water Properties.
Suhu dan salinitas air laut tersebut diskenariokan bernilai konstan sepanjang
pemodelan. Pada musim barat, salinitas permukaan laut diasumsikan bernilai
33.5 dengan suhu permukaan 290C. Pada musim timur, salinitas permukaan laut
diasumsikan bernilai 34 dengan suhu permukaan 250C.
Kondisi angin yang diberikan dalam parameter Wind Condition sama
dengan data yang diberikan pada modul hidrodinamika. Kedua data tersebut
memiliki nilai yang bervariasi terhadap ruang dan waktu.
Exceeding Concentration merupakan laju perubahan konsentrasi fraksi
minyak. Nilai batas tertinggi pengeluaran konsentrasi minyak pada parameter
37
Exceeding Concentration [%] diskenariokan bernilai 100 mm. Time Exposition
merupakan parameter yang digunakan untuk merekam waktu perjalanan lapisan
minyak saat mencapai suatu area. Dalam pemodelan ini, time exposition
disertakan untuk melihat resident time lapisan minyak dalam domain model.
Parameter Line Discharge berfungsi untuk menghitung volume materi yang
melewati suatu transek. Dalam pemodelan ini, parameter tersebut tidak
digunakan.
b. Oil Spill Parameter
Informasi perawanan dan suhu udara di Cilacap pada musim barat dan
musim timur disajikan ditentukan dalam parameter Air Properties. Sumber data
untuk masukan kedua parameter ini didapat dari BMKG Cilacap. Pada musim
barat, nilai Cloudiness diskenariokan konstan sebesar 0.58 dengan temperatur
udara 27.565°C. Sementara pada musim timur, nilai Cloudiness diskenariokan
sebesar 0.13 dengan temperatur udara 27.527°C
Parameter Heat transport digunakan untuk menghitung pertukaran bahang
antara minyak dengan air laut dan minyak dengan udara. Nilai konstanta yang
digunakan pada perhitungan proses evaporasi dan transfer bahang dalam
pemodelan (Tabel 4) menggunakan konstanta yang telah tersedia dalam program
Mike 21 (default).
Tabel 4. Informasi Nilai Konstanta Transfer Bahang Minyak Heat Balance Evaporation Albedo 0.14 Evaporation 0.029 Emissivity of Oil 0.82 Emissivity of Water 0.95 Emissivity of Air 0.82
38
Proses emulsifikasi pada lapisan minyak ditentukan oleh kehadiran
surfactant yaitu kandungan aspal dan wax. Informasi nilai konstanta yang
digunakan dalam proses emulsifikasi masing-masing minyak disajikan dalam
Tabel 5. Nilai K1 dan K2 berasal dari nilai default yang telah tersedia dalam
program Mike 21.
Tabel 5. Informasi Nilai Konstanta Emulsifikasi Masing-Masing Minyak Dalam
Skenario Model Tumpahan Minyak
Max Water Content
Asphaltens Content [wt%]
Wax Content [wt%]
K1 due to water uptake
[kg/m3]
K2 due to water release
[kg/s2] Diesel 0.85 1 2 5 x 10-7 1.2 x 10-5 Avtur 0.85 1 2 5 x 10-7 1.2 x 10-5 Crude 0.85 0.05 7.04 5 x 10-7 1.2 x 10-5 Asphalt 0.85 50 10 5 x 10-7 1.2 x 10-5
Parameter Dissolution & Entrainment disertakan untuk menghitung
volume lapisan minyak yang meninggalkan lapisan tersebut karena proses
disolusi. Untuk itu, perlu ditentukan nilai Mass transfer coefficient yaitu sebesar
2.36 x 10-6 ks dan nilai Oil in water interfacial tension sebesar 47.2 dyne/cm.
Kedua nilai tersebut merupakan nilai default dan telah tersedia dalam program
Mike 21.
Proses pelapukan pada lapisan minyak ditentukan oleh komponen kimia
dari masing-masing minyak. Nilai volume fraksi masing-masing minyak yang
diasumsikan tumpah di perairan Cilacap dan digunakan dalam input parameter Oil
Properties disajikan dalam Tabel 6 sedangkan laporan hasil pemodelan pada
modul Spill Analysis disertakan pada Lampiran 2.
39
Tabel 6. Volume Fraksi Masing-Masing Minyak yang Diasumsikan Tumpah di Perairan Cilacap
Diesel Avtur Crude Oil Asphalt Oil Properties [% v/v] [% v/v] [% v/v] [% v/v] C6-C12 (Paraffin) 14.7 - 5.1 - C13-C25 (Paraffin) - 32.7 3.78 5 C6-C12 (Cycloparaffin) 34.2 - - - C13-C23 (Cycloparaffin) - 43.2 16.2 5 C6-C11 (Aromatic) 9.1 - 1.8 - C12-C18 (Aromatic) - 24.1 - 10 C9-C25 (Naphtean) 42.4 - 4.1 - Residual - - 69.02 80 Temperatur Reference Temperature 20 20 40 23.5 Viscositas at Reference Temperature [cs]
6.94 8 4.05 800
Oil Temperature Constant [deg C] 25 25 25 25
Selanjutnya, hasil pemodelan modul Spill Analysis dengan menggunakan
DHI Software Mike 21 yaitu antara lain:
a) Instantaneous oil slick thickness [mm]: Ketebalan total lapisan minyak setelah
mengalami proses pelapukan.
b) Instantaneous emulsification rate [mm]: Ketebalan lapisan minyak yang
mengalami proses emulsifikasi.
c) Instant oil evaporation [mm]: Ketebalan lapisan minyak yang mengalami
proses evaporasi.
d) Instant oil dissolution [mm]: Ketebalan lapisan minyak yang mengalami
proses disolusi.
e) Instant vertical dispersion [mm]: Ketebalan lapisan minyak yang mengalami
proses dispersi vertikal.
f) Exceeding concentration [-]: Laju perubahan konsentrasi fraksi minyak.
40
g) Time exposition [second]: Waktu yang dibutuhkan oleh lapisan minyak untuk
berada dalam suatu grid.
3.6. Persamaan Utama
Model hirodinamika dalam MIKE 21 HD merupakan sistem model
numerik umum untuk pemodelan permukaan air dan arus. MIKE 21 HD
memodelkan arus dua dimensi dalam satu lapis fluida yang diasumsikan homogen
secara vertikal. Persamaan berikut merupakan konservasi dari massa dan
momentum yang terintegrasi secara vertikal, serta menggambarkan variasi arus
dan tinggi muka air:
td
yq
xp
t ∂∂
=∂∂
+∂∂
+∂∂ζ
(1)
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
∂
∂+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
∂
∂+
∂
∂
h
pq
yh
p
xt
p 2
( ) ( ) qxyxx hy
hxwhC
qpgpx
gh Ω−⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∂∂
+∂∂+
+∂∂
+ ττρ
ζ 1. 22
22
( ) opx
hfVV aw
x =∂∂
+−ρ
(2)
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
∂∂
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛∂∂
+∂∂
hpq
xhq
ytq 2
( ) ( ) phx
hyhC
qpgpy
gh xyyyw
Ω+⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∂∂
+∂∂+
+∂∂
+ ττρ
ζ 1. 22
22
( ) opxy
hfVV aw
y =∂∂
+−ρ
(3)
Keterangan:
h(x,y,t) = kedalaman perairan [= ζ –d, m]
d(x,y,t) = kedalaman perairan bervariasi terhadap waktu [m]
ζ(x,y,t) = elevasi permukaan [m]
41
p,q(x,y,t) = densitas flux dalam arah x- dan y- [m3/s/m] =
(uh,vh); (u,v) = kecepatan rata2 kedalaman dalam arah x- dan y-
C(x,y) = Chezy resistance [m½/s]
G = percepatan gravitasi [m/s2]
f(V) = faktor gesekan angin
V, Vx, Vy(x,y,t) = kecepatan angin dan komponen dalam arah x- dan y- [m/s]
Ω(x,y) = parameter Coriolis, tergantung latitude [s-1]
Pa(x,y,t) = tekanan atmosfir [kg/m/s2]
ρw = densitas air [kg/m3]
x, y = jarak koordinat [m]
t = waktu [s]
τxx, τxy, τyy = komponen shear stress
3.7. Parameter Oil Spill
3.7.1. Spreading
Fay (1969) dalam DHI (2006b) telah membangun teori tiga fase spreading
dari lapisan minyak, yaitu :
1. Fase primer, hanya gravitasi (spreading) dan inersia (perlambatan);
2. Fase intermediate, gravitasi dan viskositas (perlambatan);
3. Fase final, tegangan permukaan (spreading) equilibrium dengan
viskositas.
Mackay et al. (1980) dalam DHI (2006b) kemudian membangun
modifikasi formula viskositas-gravitasi dari teori Fay untuk perluasan area lapisan
minyak berdasarkan asumsi berikut ini:
1. Minyak dapat dianggap sebagai massa yang homogen;
42
2. Lapisan minyak diasumsikan menyebar sebagai lapisan tipis dan kontinu
dalam bentuk melingkar;
3. Diasumsikan tidak ada massa yang hilang dari lapisan.
Berdasarkan asumsi tersebut, perubahan area lapisan minyak (Aoil) terhadap waktu
dapat digambarkan dalam persamaan berikut:
3431
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
oil
oiloila
oil
AVAK
dtdA
(4)
Keterangan :
Ka = konstanta [detik-1]
t = waktu [detik]
Aoil = πRoil2 [m2]
Volume lapisan minyak didapat dengan menggunakan persamaan berikut:
soiloil hRV ⋅= π2 (5)
Untuk mengetahui ketebalan awal lapisan minyak, dapat diestimasi dengan cara:
hs = 10 cm pada t = 0
Beberapa waktu setelah terjadinya tumpahan di laut, minyak akan berhenti
menyebar hingga titik tuang dari partikel-partikel minyak tersebut melewati suhu
air laut.
3.7.2. Evaporation
Untuk menghitung tingkat penguapan minyak, diberikan beberapa asumsi
sebagai berikut:
43
1. Tidak terdapat batas difusi dalam lapisan minyak. Hal ini secara umum
merupakan asumsi pada temperatur minyak di atas 0°C dan ketebalan
lapisan minyak di bawah 5-10 cm.
2. Minyak tercampur sempurna (ideal).
3. Komponen tekanan parsial di udara dapat diabaikan jika dibandingkan
dengan tekanan uap.
Dengan asumsi tersebut maka tingkat evaporasi dapat digambarkan sebagai
berikut:
[ ]smmXMRTPkN ii
iSATiei
ei
23 // ⋅⋅⋅=ρ (6)
Keterangan :
Ne = tingkat penguapan
ke = koefisien transpor massa
PSAT = tekanan uap
R = konstanta gas
T = suhu
M = berat molekul
X = fraksi mol
ρ = densitas dari fraksi minyak
i = jenis fraksi minyak ke-i
Perkiraan nilai kei dapat dihitung berdasarkan pada Mackay et al. (1980) dalam
DHI (2006b) dan didefinisikan sebagai berikut:
]/[78.032045.0 smUSAkk wCioilei ⋅⋅⋅= −
(7)
44
Keterangan :
k = konstanta (dapat diestimasi)
Aoil = luas lapisan minyak [m2]
SCi = konstanta penguapan Schmidts untuk komponen i
Uw = kecepatan angin [m/detik]
3.7.3. Vertical Dispersion
Fraksi dispersi lapisan minyak di permukaan laut yang masuk ke kolom
perairan per unit waktu dihitung sebagai fraksi yang hilang di permukaan laut
dengan kondisi non-wave breaking, dan dapat dihitung dengan persamaan:
baDDD= (8)
dimana Da merupakan fraksi dari dispersi minyak di permukaan laut per detik,
sedangkan Db merupakan fraksi dari dispersi minyak yang tidak kembali ke
lapisan minyak yang dapat digambarkan dengan persamaan:
( )3600111.0 2
wa
UD +=
(9)
dimana :
Uw = kecepatan angin
dan
owsoilb h
Dγμ501
1+
= (10)
dimana :
μoil = viskositas minyak [cP]
hs = ketebalan lapisan minyak [cm]
γow = tegangan permukaan minyak-air [dyne cm-1]
45
Tingkat naiknya kembali dispersi butiran minyak ke permukaan dapat dihitung
dengan persamaan:
( )baoil DD
dtdV
−= 1 (11)
3.7.4. Dissolution
Dengan asumsi bahwa konsentrasi dari hidrokarbon dapat diabaikan jika
dibandingkan dengan solubility, maka tingkat pelarutan (disolusi) dapat
digambarkan sebagai berikut:
oili
imol
satii
dsi AMXCKsdt
dVi ρ
= (12)
Keterangan :
= daya larut fraksi minyak ke-i [mg/kg air]
Xmol = molar fraksi dari fraksi minyak ke-i
M = berat molar dari fraksi minyak ke-i [kg/mol]
ρ = densitas fraksi i [kg/m3]
Aoil = area tumpahan minyak [m2]
Koefisien transfer massa untuk proses disolusi pada persamaan diatas dapat
dihitung sebagai berikut:
iS eKi
61036.2 −⋅= (13)
dimana :
1,4 untuk alkanes
ei = 2,2 untuk aromatics
1,8 untuk oilfines
satiC
46
3.7.5. Emulsification
Proses emulsifikasi dapat diketahui dengan mengasumsikan reaksi yang
terjadi sebagai reaksi yang setimbang.
Perubahan kandungan air terhadap waktu dapat dijelaskan sebagai berikut:
21 RRdt
dyw −= (14)
Dimana R1 adalah tingkat pengambilan air. Nilai R1 tersebut akan bertambah
seiring dengan bertambahnya suhu dan kecepatan angin. Nilai R1 dapat dijabarkan
dalam persamaan berikut:
)()1( max2
11 wwoil
w yyUKR −+
=μ (15)
Keterangan :
= kecepatan angin
= viskositas minyak
= kandungan air maksimum (masukan)
= kandungan air dalam minyak
= koefisien yang harus diestimasi (masukan)
R2 adalah tingkat pelepasan air. Nilai R2 berkurang seiring dengan peningkatan
kandungan aspal, wax dan surfactan dalam minyak, dan dengan penambahan
viskositas minyak. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
woil
yWaxAs
KR ⋅⋅⋅
=μ
122
(16)
Keterangan :
As = kandungan aspal dalam minyak [wt%]
wU
oilμ
maxwy
wy
1K
emulsionoilinWaterwaterOil −−+ →←
dtdyw
47
Wax = kandungan lilin dalam minyak [wt%]
K2 = koefisien yang diestimasi
Selanjutnya konstanta emulsifikasi K1 dan K2 dapat diestimasi dengan:
[kg/m3]
[kg(wt%)/s]
Koefisien K1 dan K2 dapat diestimasi menggunakan data eksperimen dari
pengendalian oil spill (Haltenbanken, 1984 in DHI, 2006b).
3.7.6. Heat transport
Tekanan uap dan viskositas lapisan minyak sangat dipengaruhi oleh suhu.
Suhu pada lapisan minyak dapat menjadi lebih hangat daripada udara dan laut
sekitar. Oleh karena itu dibangun model untuk menghitung suhu lapisan minyak.
Gambar 15 memperlihatkan transfer bahang dari lapisan minyak ke udara dan air
laut.
Keterangan:
1 = transfer bahang antara lapisan minyak dan udara,
2 = lapisan minyak menerima dan memancarkan radiasi dari dan ke udara,
3 = lapisan minyak menerima radiasi matahari,
4 = bahang hilang dari lapisan minyak akibat evaporasi,
Gambar 15. Transfer Bahang Antara Udara, Lapisan Minyak, dan Air Laut
1 105⋅=K
48
5 = transfer bahang antara lapisan minyak dan air laut,
6 = lapisan minyak menerima dan memancarkan radiasi dari dan ke laut.
1) Transfer bahang antara minyak dan udara
Transfer bahang antara lapisan minyak dan atmosfir dapat dijelaskan
dalam persamaan berikut:
)( oilairairoil
Hoilairoil
T TTkAH −= −−
(17)
dimana :
67.0
airr
cpaam
airoilH P
SCkk ⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=− ρ
(18)
Keterangan
Sc = Schmidt’s number
Toil = suhu minyak [Kelvin]
Tair = suhu udara [Kelvin]
ρa = densitas udara [kg/m3]
Cpa = kapasitas bahang udara [j/kg/°C]
Sedangkan bilangan Prandtl’s dihitung sebagai :
( )air
apar T
CP
003.018055.00241.0 +=
ρ
(19)
Dimana kapasitas bahang udara diberikan dalam persamaan (40). Jika tidak
terdapat evaporasi, maka kHoil-air dapat dengan mudah dihitung oleh Duffie dan
Beckmann (1974) dalam DHI (2006b) sebagai berikut:
wairoil
H Uk 8,37,5 +=−
(20)
49
2) Transfer bahang antara minyak dan air
Transfer bahang antara lapisan minyak dan air dijelaskan sebagai berikut:
( )oilwaterwateroil
Hoilwateroil
T TTkAH −= −−
(21)
dimana kHoil-water adalah koefisien transfer bahang yang dihitung oleh Bird et al.
(1960) dalam DHI (2006b):
325.0 PrRe332.0−−− += wpww
wateroilH Ck ρ (22)
Kapasitas bahang dari air diberikan dalam persamaan (42).
Bilangan Prandtl dari air didasarkan pada persamaan berikut (Duffie dan
Beckman, 1974 in DHI, 2006b).
( )⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+
=15.273000848.0330.0
1Prw
wwpww TvC ρ
(23)
Re merupakan bilangan Reynolds untuk menghitung koefisien transfer bahang
minyak-air yang dijelaskan dalam persamaan berikut:
w
oilrel
Av
ηπ
4
Re= (24)
dimana vrel merupakan viskositas kinematik dari lapisan minyak.
3) Solar Radiation
Radiasi matahari yang diterima oleh lapisan minyak tergantung pada
beberapa parameter, seperti lokasi terjadinya tumpahan minyak, hari dan waktu
penyinaran, perawanan, kandungan air, debu dan ozon di udara. Variasi radiasi
matahari dalam satu hari diasumsikan menjadi sinusoidal:
50
⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪
⎨
⎧⟨⟨⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−⋅
=otherwise
ttttt
ttHKt
tH
sunsetsunrisesunrisesunset
sunrise
o
,0
,sin,
)(
max π
(25)
Penyinaran dimulai pada tsunrise dan berakhir pada tsunset.
tsunrise = waktu matahari terbit
tsunset = waktu matahari terbenam
tsunset bisa dihitung dengan menambahkan panjang hari (Td) pada tsunrise
tsunset = tsunrise + Td [S] (26)
Panjang hari dihitung dengan persamaan berikut:
Td = acos(tan ø tan ς) (27)
dimana
ø = lintang (utara positif)
ς = deklinasi (posisi angular matahari pada tata surya )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
⋅⋅≅365
284360sin45.23 nς (28)
Homax merupakan radiasi pada siang hari, yang dihitung oleh Duffie dan
Beckmann (1974) in DHI (2006b).
( ))sin()sin()sin()cos()cos(365
360cos033.0112max
ζφωωζφ ⋅⋅+⋅⋅⋅
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ⋅
⋅+⋅⋅−⋅
=
ss
scsunrisesunsett
onI
ttK
H
(29)
Keterangan:
Isc = konstanta matahari = 1.353 [W/m]
n = jumlah hari dalam satu tahun
51
ωs = sudut matahari terbit, matahari siang dianggap nol, dan setiap jam sama
dengan 15° longitude
dan
nkeseluruharadiasipermukaanmencapaiyangmatahariradiasi
HHK
ot ==
(30)
Jika langit tidak berawan, Kt 0.75; Jika tidak Kt akan berkurang seiring
pertambahan perawanan.
Fraksi besar, a (albedo), dari radiasi matahari yang mencapai tanah akan
dipantulkan. Maka masukan bahang bersih dari radiasi matahari dihitung
menjadi:
]/[)()1( 2mWtHa ⋅− (31)
4) Memancarkan dan menerima radiasi
Lapisan minyak akan kehilangan dan menerima bahang dari panjang
gelombang radiasi yang dipancarkan. Jumlah bahang yang diterima dan hilang
karena radiasi dengan mudah dihitung dengan menggunakan hukum Stefan-
Boltzman. Jumlah bahang bersih yang diterima oleh lapisan minyak dihitung
dengan persamaan:
( ) [ ]24minmin
44 /2 mWTlTlTlH yakyakairairudaraudararadtotal ⋅⋅−⋅+⋅=σ (32)
Keterangan :
σ = konstanta Boltzman = 5,72·108 [W/(m2K)]
ludara, lair, lminyak = emisivitas udara, air dan minyak
Tudara,Tair, Tminyak = temperatur udara, air dan minyak
≅
52
5) Bahang hilang akibat evaporasi
Pendinginan lapisan minyak akibat evaporasi akan menyebabkan lapisan
minyak tersebut kehilangan bahang.
[ ]2/ mWHNii
H vi
componentofnumber
vapour Δ⋅∑= (33)
dimana :
∆Hvi = bahang penguapan dari komponen i [J/mol]
Keseimbangan bahang dinamis untuk lapisan minyak diberikan dalam persamaan
berikut ini:
( ) ( )[ ]( ) ( )
( ) oiloilwaterpoiloiloil
pwwwater
viioilairoaoilwaterow
oiloilwaterwaterairairp
oil
ATTCdt
dVCdt
dV
HNTThTTh
TlTlTlHahCdt
dT
⋅−⋅⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ⋅⋅+⋅⋅+
Δ−−+−+
⋅−++⋅−=
∑ξξ
ξ444 211
(34)
Keterangan :
= tingkat pengambilan air [m3/s]
= jumlah butiran air terdispersi yang muncul ke permukaan [m3/s]
Cpo = kapasitas bahang minyak [J/kg°C]
Cpw = kapasitas bahang air [J/kg°C]
3.7.7. Sifat Fisik dan Kimia Minyak
Sifat dari minyak secara menyeluruh tergantung pada sifat dari unsur-
unsur penyusunnya. Unsur-unsur penyusun minyak tersebut mengalami
pelapukan pada tingkat yang berbeda, maka sifat dari lapisan minyak akan
berubah terhadap waktu. Sifat dari minyak dijelaskan dengan membagi minyak
dtdWwater
dtdVoil
53
ke dalam delapan fraksi, yang ditentukan berdasarkan sifat distilasi dan struktur
kimianya (alkana atau aromatic). Tabel 7 menjelaskan mengenai fraksi tersebut.
Tabel 7. Fraksi Minyak Berdasarkan Struktur Kimia Fraksi Deskripsi Boiling Range 1 C6-C12 (Paraffin) 69-230°C 2 C13-C25 (Paraffin) 230-405°C 3 C6-C12 (Cycloparaffin) 70-230°C 4 C13-C23 (Cycloparaffin) 230-405°C 5 C6-C11 (Aromatic) 80-240°C 6 C12-C18 (Aromatic) 240-400°C 7 C9-C25 (Naphteno-aromatic) 180-400°C 8 Residual (incl. heterocycles) >400°C Sumber: DHI, 2006b
Viskositas minyak akan bertambah selama proses pelapukan, terutama
akibat proses evaporasi dan emulsifikasi. Viskositas sangat tergantung pada
temperatur lapisan. Viskositas minyak dapat dihitung dalam tiga langkah.
Pertama, menghitung viskositas lapisan minyak tanpa masukan air pada
Tref=100°F, menggunakan persamaan Kendall-Monroe:
38
1
31 ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛= ∑
=iii
oilT vXv
REF
(35)
dimana :
Xi = fraksi model dari i
Kedua, menghitung viskositas lapisan minyak pada temperatur aktual:
log log 0.7 log log 0.7 log (36)
Keterangan :
T = temperatur [K]
ν = viskositas kinematik pada suhu T [Cs]
B = 3.98
54
Ketiga, menghitung viskositas lapisan pada suhu aktual dan kandungan air,
menggunakan persamaan Hossain dan Mackay (1980) dalam DHI (2006b).
exp (37)
Keterangan :
C4 = kandungan dimensionless dalam minyak [wt%]
Fe = fraksi minyak yang menguap
Efek kombinasi dari emulsifikasi dan evaporasi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut, dimana penjumlahan dari dua efek tersebut
dalam bentuk diferensial yaitu
. (38)
Tegangan permukaan dari minyak dapat dengan mudah dihitung dengan:
∑ (39)
Kapasitas bahang dari udara, minyak dan air diberikan dalam persamaan
berikut ini dengan suhu dalam Kelvin:
998.73 0.133 . · (40)
1684.74 . . (41)
4.3684 0.00061 10 (42)
Untuk minyak tanpa kandungan air , perhitungan titik tuang dapat
menggunakan pendekatan berikut ini:
, (43)
Titik tuang bertambah untuk emulsifikasi dan dihitung dengan persamaan berikut:
yKPPP poilpoilpwateroilp 2+=− (44)
55
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Verifikasi Hasil Pemodelan 4.1.1. Verifikasi Angin 4.1.1.1. Musim Barat
Kecepatan angin masukan model memiliki nilai maksimum pada bulan
Februari 2007 sebesar 4.2 meter/detik dengan arah menuju timur laut dan nilai
minimum sebesar 0.25 meter/detik dengan arah menuju timur. Rata-rata
kecepatan angin masukan model pada bulan tersebut adalah 1.90 meter/detik.
Grafik nilai kecepatan serta arah angin masukan model selama bulan Februari
2007 di Cilacap ditunjukkan pada Gambar 16. Kecepatan angin hasil pengukuran
lapang di Stasiun Meteorologi Cilacap pada bulan yang sama memiliki nilai
maksimum sebesar 6.18 meter/detik dengan arah menuju tenggara dan nilai
minimum sebesar nol meter/detik. Nilai rata-rata kecepatan angin hasil
pengukuran insitu yaitu sebesar 1.19 meter/detik. Nilai kecepatan serta arah angin
insitu selama bulan Februari 2007 di Cilacap ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambar 16. Arah [°] dan Kecepatan Angin [m/s] Masukan Model pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap
56
Gambar 17. Arah [°] dan Kecepatan Angin [m/s] Insitu pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap
Pada bulan Februari 2007, angin masukan model maupun hasil
pengukuran insitu bertiup dengan kecepatan dan arah yang bervariasi (Gambar
18). Angin masukan model yang bertiup ke arah timur memiliki frekuensi
tertinggi yaitu lebih besar dari 20%. Frekuensi angin yang mengarah ke tenggara
sekitar 20%, sedangkan frekuensi angin yang bertiup ke arah selatan kurang dari
15%. Kecepatan angin tertinggi, yaitu pada kisaran empat hingga lima
meter/detik terutama terjadi saat angin sedang bertiup ke arah timur dan timur
laut.
Angin hasil pengukuran insitu dominan bertiup ke arah selatan dengan
frekuensi bertiup lebih dari 50%. Kecepatan angin yang bertiup ke arah tersebut
sebagian besar berada pada kisaran nol sampai satu meter/detik. Sementara itu
angin yang bertiup ke arah lainnya pada musim yang sama umumnya memiliki
intensitas masing-masing sekitar lebih kurang 10%. Kecepatan angin tertinggi
yaitu di atas lima meter/detik terjadi pada saat arah angin sedang bertiup ke
tenggara.
57
INPUT MODEL INSITU
Gambar 18. Windrose Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model dan Insitu
pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa data angin yang menjadi
masukan model memiliki pola yang cukup berbeda dengan data angin hasil
pengukuran lapang BMKG. Data angin yang digunakan untuk masukan model
memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dari data angin insitu. Salah satu faktor
penyebab perbedaan nilai kedua data tersebut yaitu terdapat perbedaan metode
pengukuran arah dan kecepatan angin antara IFERMER dan BMKG. Selain itu,
perbedaan interval pengukuran antara IFREMER dan BMKG akan mempengaruhi
data angin yang dihasilkan. Interval pengukuran yang lebih rapat akan
memperbesar keakuratan data angin yang dihasilkan. Nilai data masukan model
yang lebih besar dapat memperbesar data hasil keluaran.
Data angin yang digunakan untuk model memiliki frekuensi arah bertiup
hampir merata ke segala arah terutama ke arah timur dan tenggara, sedangkan data
58
angin hasil pengukuran lapang memiliki nilai intensitas yang cenderung dominan
ke arah selatan.
4.1.1.2. Musim Timur
Pada musim timur, kecepatan angin maksimum hasil masukan model yaitu
sebesar 7.75 meter/detik dengan arah bertiup menuju barat laut. Sedangkan
kecepatan angin minimum dari hasil masukan model tersebut adalah 3.35
meter/detik dengan arah bertiup juga menuju barat laut. Rata-rata kecepatan
angin hasil masukan model pada musim timur ini yaitu sebesar 5.27 meter/detik.
Grafik kecepatan serta arah angin hasil model selama bulan Agustus 2007 di
Cilacap disajikan pada Gambar 19. Kecepatan angin hasil pengukuran lapang
pada musim timur 2007 memiliki nilai maksimum sebesar 7.725 meter/detik dan
bertiup ke arah barat. Sedangkan nilai minimum kecepatan angin pada musim
tersebut yaitu sebesar nol meter/detik. Nilai rata-rata kecepatan angin insitu pada
musim timur adalah 2.80 meter/detik. Grafik kecepatan angin insitu selama bulan
Agustus 2007 di Cilacap ditampilkan pada Gambar 20.
Gambar 19. Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap
59
Gambar 20. Arah dan Kecepatan Angin Insitu pada Musim Timur 2007 di
Perairan Cilacap
Gambar 21 menampilkan grafik kecepatan dan pola arah angin masukan
model dan insitu pada musim timur 2007 di Cilacap. Angin masukan model pada
musim timur dominan bertiup ke arah barat laut dengan frekuensi bertiup sebesar
70% . Sementara itu, hanya 30% dari arah keseluruhan angin yang bertiup
mengarah ke barat. Kecepatan angin terbesar yaitu lebih dari tujuh meter/detik
terjadi pada saat angin bertiup menuju timur laut.
MASUKAN MODEL INSITU
Gambar 21. Windrose Arah dan Kecepatan Angin Masukan Model dan Insitu
pada Musim Timur 2007 di Perairan Cilacap
60
Angin insitu pada musim timur dominan bertiup ke arah barat dengan
frekuensi mencapai 65% dan berkecepatan lebih dari tujuh meter/detik (Gambar
21). Sebanyak 15% dari total keseluruhan angin yang bertiup pada bulan Agustus
2007 menuju ke arah barat laut dan 15% sisanya bertiup ke selatan, sedangkan
kurang dari 5% angin yang bertiup ke arah barat daya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada bulan Agustus 2007
rata-rata kecepatan angin yang digunakan dalam masukan model memiliki nilai
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kecepatan angin hasil
pengukuran lapang. Perbedaan nilai tersebut dipengaruhi oleh perbedaan metode
pengukuran antara IFREMER dengan BMKG. Selain itu, interval pengukuran
yang dilakukan BMKG lebih rapat jika dibandingkan dengan IFREMER. Hal
tersebut akan mempengaruhi keakuratan data, dimana interval pengukuran yang
lebih rapat akan semakin mendekati kondisi angin yang sebenarnya. Besarnya
kecepatan angin masukan model akan menyebabkan pengaruh angin pada model
sebaran lapisan minyak di permukaan laut Cilacap pada musim timur menjadi
lebih besar dari kondisi sebenarnya. Namun masing-masing dari data angin
tersebut menunjukkan frekuensi arah bertiup yang cenderung sama yaitu dominan
menuju arah barat dan barat laut.
Perbandingan sebaran data angin insitu dan data angin yang digunakan
untuk pemodelan dalam bentuk vektor U dan vektor V pada bulan Agustus 2007
disajikan dalam Gambar 22. Masing-masing data insitu maupun data angin
masukan pemodelan dibuat dengan interval waktu yang sama. Persamaan interval
waktu dilakukan untuk memudahkan dalam membandingkan kedua data tersebut.
Sebagian besar dari kedua data tersebut, baik yang digunakan untuk pemodelan
61
maupun hasil pengukuran lapang memiliki pola sebaran yang hampir serupa.
Kedua data tersebut memiliki sebaran yang seragam dan secara dominan berada
pada kuadran IV. Vektor angin yang digunakan dalam masukan model memiliki
sebaran yang lebih rapat dengan nilai Vektor U berada di bawah -2 radian.
Sementara nilai vektor angin yang didapat dari pengukuran lapang memiliki
sebaran yang lebih luas dengan nilai Vektor U dimulai dari nol.
Gambar 22. Pola Scattering Data Angin Masukan Model dan Insitu di Perairan Cilacap pada Musim Timur 2007
4.1.2. Verfikasi Pasang Surut 4.1.2.1. Musim barat
Gambar 23 menyajikan perubahan tinggi muka air laut masukan model
pada bulan Februari 2007 di Cilacap. Perairan Cilacap memiliki pola pasang surut
campuran dominasi ganda. Tinggi muka air laut pada saat pasang tertinggi
mencapai 0.86 meter di atas permukaan laut. Sedangkan tinggi muka air laut pada
saat surut terendah mencapai 0.75 meter di bawah Mean Sea Level (MSL).
62
Gambar 23. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Prediksi Model pada Musim Barat 2007 di Perairan Cilacap
4.1.2.2. Musim timur
Perubahan tinggi muka air laut hasil masukan model pada bulan Agustus
2007 di perairan Cilacap mewakili kondisi pasang surut pada musim timur dan
disajikan pada Gambar 24. Kenaikan muka air laut tertinggi yaitu mencapai 0.87
meter di atas permukaan laut, sedangkan muka air laut terendah pada grafik yaitu
0.75 meter di bawah Mean Sea Level (MSL). Hasil pengukuran lapang
menunjukkan bahwa nilai muka air laut tertinggi terjadi saat air laut pasang yaitu
1.03 meter di atas permukaan laut (Gambar 25), sedangkan nilai muka air laut
terendah saat perairan mengalami surut yaitu 0.95 di bawah Mean Sea Level.
Gambar 24. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Prediksi Model pada Musim
Timur 2007 di Perairan Cilacap
63
Gambar 25. Grafik Tinggi Muka Air Laut Hasil Pengukuran Insitu pada Musim
Timur 2007 di Perairan Cilacap
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa data pasang surut hasil
masukan model memiliki nilai tinggi muka laut maksimum dan minimum yang
lebih rendah dari data pasang surut insitu. Gambar 26 menampilkan perbandingan
fluktuasi tinggi muka air laut hasil pemodelan maupun hasil pengukuran lapang di
perairan Cilacap dari tanggal 13 Agustus 2007 12:00 AM hingga 16 Agustus 2007
12:00 AM.
Gambar 26. Perbandingan Fluktuasi Tinggi Muka Air Laut Hasil Pemodelan dan
Tinggi Muka Air Laut Hasil Pengukuran Insitu di Perairan Cilacap pada Bulan Agustus 2007
64
Dari gambar tersebut terlihat bahwa tidak terdapat beda fase antara pasang
surut hasil masukan model dan pasang surut insitu. Namun terdapat perbedaan
nilai amplitudo pada kedua data pasang surut tersebut. Umumnya, tinggi muka
laut hasil pengukuran insitu memiliki nilai amplitudo yang lebih besar dari data
hasil masukan model. Perbedaan amplitudo pada kedua grafik pasang surut
tersebut mencapai 0.15 meter. Perbedaan nilai tersebut cukup kecil dan tidak
banyak berpengaruh pada sebaran lapisan minyak di Perairan Cilacap.
4.2. Hasil Pemodelan Hidrodinamika
Kondisi hidrodinamika yang diamati setiap musimnya mengacu pada
kondisi pasang surut perairan setempat, antara lain: kondisi pasang tertinggi, surut
terendah, menjelang pasang dan menjelang surut saat muka laut berada pada
posisi Mean Sea Level (MSL). Penentuan kondisi hirodinamika berdasarkan
posisi tinggi muka laut ini bertujuan untuk membandingkan pola pergerakan arus
di setiap kondisi tersebut yang akan mempengaruhi pola sebaran lapisan minyak
di permukaan laut.
4.2.1. Musim Barat 4.2.1.1. Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL)
Gambar 27 menampilkan kondisi hidrodinamika perairan Cilacap pada
bulan Februari 2007. Kondisi hidrodinamika ditinjau saat air laut di titik P dalam
kondisi menjelang pasang dimana muka laut berada dalam posisi Mean Sea Level
(MSL). Tinggi muka air laut pada saat MSL seluruhnya berada pada kisaran nol
hingga 0.07 meter di atas permukaan laut. Dalam kondisi tersebut tidak terjadi
perbedaan gradien tinggi muka air laut di seluruh perairan dalam domain model.
65
Kondisi angin di titik P (Gambar 27) terlihat mengarah ke tenggara dengan
kecepatan angin sebesar 1.3 meter/detik, sedangkan kondisi arus di titik P
bergerak menuju timur laut dengan besar kecepatan arus mencapai 0.0124
meter/detik. Arus yang berada pada batas barat domain mengalir di sepanjang
kanal utama hingga keluar menuju muara kanal. Di sepanjang Kali Donan terlihat
bahwa arus yang mengalir di dalamnya bergerak menuju utara dengan kecepatan
yang sangat kecil. Arus di seluruh perairan Teluk Penyu dengan kecepatan rendah
bergerak cenderung menuju utara. Sebagian dari arus yang mengalir di perairan
Teluk Penyu tersebut mendapat pengaruh dari pembelokan arus yang berasal dari
kanal utama.
Gambar 27. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Pasang (Muka
Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Februari 2007
Arus yang terbentuk di perairan secara dominan masih dipengaruhi oleh
kondisi surut pada fase sebelumnya. Hal ini terlihat dari arah arus yang mengarah
keluar dari kanal utama menuju Teluk Penyu yang berbatasan dengan Samudera
Hindia.
66
4.2.1.2. Pasang
Kondisi hidrodinamika hasil pemodelan di perairan Cilacap saat perairan
mengalami pasang pada bulan Februari 2007 tersaji dalam Gambar 28. Tinggi
muka laut pada saat pasang di titik P yaitu 0.8 meter di atas permukaan laut,
sedangkan kondisi tinggi muka air laut secara keseluruhan di perairan Cilacap
berkisar antara 0.76 - 0.84 meter di atas permukaan laut. Kondisi angin pada titik
P memiliki kecepatan sebesar dua meter/detik dengan arah bertiup menuju
tenggara, sedangkan kondisi arus pada titik yang sama memiliki kecepatan sebesar
0.0088 meter/detik dengan arah mengalir menuju barat laut.
Gambar 28. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Pasang pada Bulan
Februari 2007
Arus pada batas timur domain bergerak langsung menuju ke dalam
perairan Cilacap dan mengalir menuju utara, sesuai dengan kondisi perairan yang
sedang mengalami pasang. Semakin mendekati pantai, kecepatan arus yang
dihasilkan semakin berkurang. Kondisi tersebut disebabkan oleh pengaruh
gesekan dasar yang semakin besar akibat perubahan kedalaman di wilayah pantai
67
yang relatif lebih dangkal. Arus pada batas barat domain justru mengarah ke
timur atau keluar dari perairan Cilacap. Hal tersebut disebabkan sebagian
perairan Cilacap masih dipengaruhi oleh fase surut yang terjadi sebelumnya (beda
fase). Arus tersebut kemudian bergabung dengan arus yang berasal dari kanal
utama dan bergerak membelok menuju aliran Kali Donan.
4.2.1.3. Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL)
Gambar 29 menampilkan kondisi hidrodinamika perairan Cilacap pada
bulan Februari 2007. Kondisi hidrodinamika ditinjau saat air laut di titik P dalam
kondisi menjelang surut dimana muka laut berada dalam posisi Mean Sea Level
(MSL). Sebagian besar perairan Cilacap memiliki tinggi muka laut antara nol
hingga 0.07 meter di atas permukaan laut, sedangkan disekitar batas barat domain,
bagian barat kanal utama, dan disekitar muara Kali Donan memiliki tinggi muka
laut berkisar antara -0.08 hingga nol meter di atas permukaan laut. Kondisi angin
di titik P memiliki kecepatan sebesar 2.2 meter/detik dengan arah bertiup menuju
tenggara. Sedangkan kondisi arus pada titik P memiliki kecepatan sebesar 0.0108
meter/detik serta mengarah ke barat laut.
Pola arus pada batas timur domain bergerak masuk menuju Teluk Penyu
dengan kecepatan kurang dari 0.25 meter/detik. Arus tersebut bergerak
menyusuri pantai Cilacap, kemudian keluar menuju batas timur domain bagian
utara. Sebagian arus yang berasal dari batas timur domain berbelok menuju kanal
utama kemudian mengalir menuju barat domain dengan kecepatan yang semakin
besar. Semakin besarnya kecepatan arus pada daerah kanal tersebut dikarenakan
kondisi perairan masih mendapat pengaruh dari fase pasang sebelumnya. Selain
68
itu kondisi geografi perairan yang menyempit dan berbentuk kanal menyebabkan
arus bergerak lebih cepat.
Gambar 29. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Surut (Muka
Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Februari 2007
4.2.1.4. Surut
Gambar 30 menampilkan kondisi perairan Cilacap pada saat terjadi surut
pada bulan Februari 2007. Seluruh perairan Cilacap memiliki tinggi muka laut
yang merata yaitu antara 0.75 – 0.66 meter di bawah permukaan laut. Pada saat
surut, angin pada titik P bergerak ke arah tenggara dengan kecepatan bertiup
mencapai 2.4 meter/detik, sedangkan arus yang dimodelkan pada titik yang sama
bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan mengalir mencapai 0.0144
meter/detik.
Arus di seluruh perairan Teluk Penyu Cilacap bergerak masuk dari batas
timur domain bagian utara, menyusuri pantai Cilacap kemudian berbelok keluar
domain melalui batas timur bagian selatan. Pergerakan arus tersebut sesuai
dengan fase pasang (flood tide), yaitu bergerak keluar dari domain perairan.
69
Sebagian kecil dari arus tersebut bergerak membelok ke arah kanal utama dengan
kecepatan yang semakin kecil. Arus pada kanal utama cenderung mengarah ke
barat dan bertemu dengan arus yang berasal dari Kali Donan kemudian keluar dari
domain melewati batas barat domain.
Dari pola arus yang terbentuk di sepanjang kanal utama, terlihat bahwa
sebagian arus bergerak masuk ke alur pelayaran pada saat kondisi laut mengalami
surut dikarenakan perairan di kanal utama masih dipengaruhi oleh fase pasang
yang terjadi sebelumnya. Arus tersebut kemudian mengalami transisi menuju
kondisi surut jika dilihat dari pola arus balik di batas utara domain dan di aliran
Kali Donan yang mengarah keluar menuju muara Kali Donan.
Gambar 30. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Surut pada Bulan
Februari 2007
4.2.2. Musim Timur 4.2.2.1. Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL)
Kondisi hidrodinamika perairan Cilacap menjelang surut dalam posisi
muka laut berada pada Mean Sea Level di bulan Agustus 2007 disajikan dalam
Gambar 31. Tinggi muka air laut di seluruh perairan Cilacap berkisar antara 0.08
70
hingga nol meter di bawah permukaan laut. Arah angin di titik P bertiup menuju
barat dengan kecepatan sebesar 5.9 meter/detik, sedangkan kondisi arus pada titik
yang sama memiliki kecepatan sebesar 0.002 meter/detik menuju barat daya.
Arus yang masuk dari batas timur domain bagian selatan bergerak menuju
utara menyusuri pantai Teluk Penyu dan memutar keluar di batas timur domain
bagian utara. Arus yang berasal dari batas timur domain bagian selatan sebagian
mengalami pembelokkan menuju kanal utama. Kondisi kanal yang menyempit
menyebabkan arus yang mengalir di sepanjang kanal membesar dan bergerak
menuju batas barat domain. Sebagian kecil dari arus tersebut membelok ke
perairan Kali Donan menuju utara. Arus di sepanjang kali Donan kembali
membesar karena aliran sungai yang semakin menyempit di sekitar dermaga
tanker.
Gambar 31. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Surut (Muka
Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Agustus 2007
Keseluruhan pola arus saat menjelang surut terlihat masih mengarah
memasuki perairan Cilacap. Kondisi perairan tersebut memiliki arah yang
71
berkebalikan dikarenakan masih dipengaruhi oleh fase pasang yang terjadi
sebelumnya.
4.2.2.2. Surut
Gambar 32 menyajikan kondisi hidrodinamika di perairan Cilacap pada
bulan Agustus 2007 saat muka laut berada pada kondisi surut. Seluruh perairan
Cilacap memiliki tinggi muka air laut antara 0.75 – 0.66 meter di bawah
permukaan laut, terkecuali pada perairan di sekitar mulut kanal hingga batas timur
domain bagian selatan yang memiliki tinggi muka laut lebih rendah yaitu antara
0.83 – 0.75 meter di bawah permukaan laut.
Kondisi angin di titik P mengarah ke barat dengan kecepatan bertiup
mencapai 5.4 meter/detik, sedangkan kecepatan arus di titik yang sama berkisar
antara 0.016 meter/detik dengan arah mengalir menuju ke barat daya.
Gambar 32. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Surut pada Bulan
Agustus 2007 Keseluruhan pola arus di perairan Cilacap sesuai dengan fase surut yang
sedang terjadi dimana sebagian besar arus mengarah keluar dari perairan Cilacap.
72
Arus di sekitar Teluk Penyu bergerak masuk dari batas timur domain bagian utara
setelah bergerak menyusuri pantai. Arus tersebut kemudian memutar keluar
melewati batas timur domain bagian selatan. Sebagian kecil dari arus tersebut
bergerak membelok dan menyusuri kanal utama menuju batas barat domain
dengan kecepatan rendah. Kecepatan arus pada aliran Kali Donan juga rendah
dan cenderung bergerak ke selatan menuju muara Kali Donan.
4.2.2.3. Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL)
Gambar 33 menampilkan kondisi hidrodinamika perairan Cilacap
menjelang pasang pada bulan Agustus 2007 saat muka laut berada dalam posisi
MSL. Dari gambar tersebut terlihat bahwa kondisi perairan seluruhnya memiliki
tinggi muka laut yang seragam yaitu berada pada kisaran nol hingga 0.07 meter di
atas permukaan laut.
Gambar 33. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap Menjelang Pasang (Muka
Laut Berada pada Kondisi MSL) pada Bulan Agustus 2007 Kondisi angin di titik P mengarah ke barat dengan kecepatan bertiup
mencapai 4.1 meter/detik, sedangkan kondisi arus di titik yang sama mengarah ke
barat laut dengan kecepatan mengalir sebesar 0.008 meter/detik.
73
Kondisi arus di perairan Cilacap saat menjelang pasang masih dipengaruhi
oleh kondisi arus saat terjadi fase surut sebelumnya. Hal ini terlihat dari pola arus
perairan yang masih bergerak keluar dari perairan Cilacap. Di sekitar perairan
Teluk Penyu, arus bergerak masuk dari batas timur domain bagian utara kemudian
keluar melalui batas timur domain bagian selatan. Sebagian kecil arus di perairan
Teluk Penyu bergerak membelok ke dalam kanal utama. Perairan kanal utama
juga menerima arus yang berasal dari Kali Donan dan Sungai Serayu. Pertemuan
dua arus dengan arah yang berlawanan menyebabkan arah arus pada kanal
menjadi tidak beraturan.
4.2.2.4. Pasang
Kondisi hidrodinamika perairan Cilacap pada bulan Agustus 2007 saat
perairan sedang mengalami pasang diperlihatkan pada Gambar 34. Tinggi muka
laut saat terjadi pasang di titik P mencapai 0.82 meter di atas permukaan laut,
sedangkan tinggi muka laut di seluruh perairan Cilacap berkisar antara 0.76 - 0.84
meter di atas permukaan laut. Kondisi angin di titik P memiliki arah menuju barat
dengan kecepatan bertiup mencapai lima meter/detik. Kecepatan arus di titik P
mencapai 0.008 meter/detik dengan arah mengalir menuju barat laut.
Kondisi keseluruhan arus saat terjadi pasang umumnya mengarah ke
dalam perairan Cilacap. Hal ini membuktikan bahwa kondisi perairan tidak lagi
mendapat pengaruh dari fase surut yang terjadi sebelumnya. Arus di sekitar
perairan Teluk Penyu masuk dari batas timur domain bagian selatan kemudian
bergerak menyusuri pantai Cilacap. Arus tersebut juga membelok ke kanal utama
menuju batas barat domain serta berbelok ke Kali Donan. Arus yang dihasilkan di
74
sepanjang kanal utama semakin membesar seiring menyempitnya aliran sungai
tersebut.
Gambar 34. Kondisi Hidrodinamika Perairan Cilacap saat Pasang pada Bulan
Agustus 2007
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa arus yang mengalir di
domain perairan Cilacap sangat dipengaruhi oleh pasang surut perairan setempat.
Berdasarkan pengamatan pada Titik P, arus yang dihasilkan oleh model saat
menjelang pasang maupun saat menjelang surut pada kedua musim masih
mendapat pengaruh dari fase sebelumnya yaitu fase surut maupun fase pasang.
Hal tersebut menyebabkan arus yang dihasilkan saat kondisi perairan menjelang
pasang ataupun menjelang surut saat muka laut berada pada kondisi MSL
memiliki arah mengalir yang berkebalikan (beda fase).
Kecepatan arus di Titik P pada saat surut relatif memiliki nilai yang lebih
besar jika dibandingkan dengan kecepatan arus pada saat pasang. Hal tersebut
disebabkan karena arus yang melewati Titik P berasal dari dalam kanal yang lebih
75
sempit. Semakin sempit luas penampang zat cair, maka kecepatan mengalirnya
akan semakin besar.
Kondisi arus, khususnya arus permukaan di perairan Cilacap juga
mendapat pengaruh dari angin yang bertiup di atasnya. Pada saat surut, kecepatan
arus pada musim barat relatif lebih besar dibandingkan pada musim timur. Hal
tersebut disebabkan pada musim barat, arus saat surut searah dengan arah bertiup
angin sehingga resultan keduanya semakin menguatkan. Pada musim timur, arus
saat surut dan angin memiliki arah yang berkebalikan sehingga resultan keduanya
akan saling melemahkan. Kondisi serupa terjadi pada saat pasang, dimana
kecepatan arus pada musim timur relatif lebih besar dibandingkan pada musim
barat.
4.3. Hasil Pemodelan Pola Sebaran Total Minyak
Jenis minyak yang dimodelkan dalam skenario model tumpahan minyak di
Peraran Cilacap, Jawa Tengah antara lain diesel, avtur, minyak mentah, dan aspal.
Dalam sub bab Hasil Pemodelan Pola Sebaran Total Minyak ini, hanya akan
ditampilkan salah satu hasil pemodelan tumpahan minyak yang berasal dari jenis
avtur dimana seluruh sumber tumpahannya berasal dari kapal tanker. Sementara
pembahasan hasil pemodelan tumpahan minyak lainnya secara keseluruhan akan
dibahas pada sub bab Pembahasan Pola Sebaran Total Minyak. Visual hasil
pemodelan tumpahan minyak yang disertakan dalam penulisan ini oleh penulis
hanya dapat ditampilkan dalam ukuran minimalis. Untuk melihat hasil
pemodelan tumpahan minyak tersebut secara utuh dan jelas, dapat dilihat dalam
DVD Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak (terlampir).
44
a
m
l
k
t
G
m
V
4.3.1. Mu4.3.1.1. Kon
Gam
avtur di pera
masukan mi
lingkaran me
kecelakaan k
tumpah men
Gambar 35.
Tum
muatan avtu
Volume min
sim Barat ndisi Awal
mbar 35 mena
airan Cilacap
nyak ke perm
erah yang di
kapal tanker
ncapai 1800 m
Pola SebaraCilacap pad
mpahan miny
ur ke dalam k
nyak yang di
ampilkan ko
p pada bulan
mukaan laut
iasumsikan m
pengangkut
m3dengan w
an Total Lapda Bulan Feb
ak yang dias
kapal tanker
iskenariokan
ondisi awal te
n Februari 20
t. Sumber tu
masuk ke lin
t avtur. Jum
waktu keluara
isan Avtur sbruari 2007
sumsikan ter
ditandai den
n tumpah ber
erjadinya tum
007. Terdap
umpahan per
ngkungan lau
mlah minyak
an selama 10
saat Kondisi
rjadi akibat k
ngan lingkar
rjumlah berju
mpahan min
pat tiga sumb
rtama ditand
ut disebabka
yang disken
0 menit.
Awal di Per
kebocoran pe
ran berwarna
umlah 300 m
76
nyak jenis
ber
dai dengan
an oleh
nariokan
rairan
engisian
a kuning.
m3 juga
77
dengan durasi tumpahan 10 menit. Lingkaran berwarna hijau menandakan
sumber tumpahan minyak yang terjadi akibat karamnya kapal tanker yang
bermuatan avtur. Jumlah total minyak yang diskenariokan tumpah yaitu 1800 m3
dengan durasi tumpahan 25 menit.
Kondisi awal perairan saat tejadi tumpahan avtur yaitu menjelang surut.
Pada kondisi tersebut, lapisan minyak belum menyebar jauh dan masih berada di
sekitar lokasi titik sumber dengan ketebalan masing-masing melebihi 144 mm.
4.3.1.2. Menjelang Pasang (Muka Laut pada Kondisi MSL)
Pola sebaran tumpahan lapisan avtur di perairan Cilacap menjelang pasang
pada bulan Februari 2007 disajikan dalam Gambar 36. Lapisan minyak yang
bersumber dari tabrakan tanker telah menyebar menjauhi titik sumber hingga
melewati Transek E1 - E2. Ketebalan pada bagian tengah lapisan minyak
mencapai lebih dari 144 mm dan semakin tipis saat menjauhi pusat lapisan. Arus
yang mengalir pada kanal utama memiliki kecepatan cukup besar, sehingga dapat
dengan mudah membawa lapisan minyak keluar dari kanal utama.
Lapisan minyak kedua yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan
tanker menyebar mendekati pantai di arah tenggara dikarenakan terpengaruh oleh
angin permukaan dan terbawa oleh arus menyusur pantai. Lapisan minyak
tersebut memiliki ketebalan antara 54 - 60 mm di bagian pusat lapisan.
Lapisan minyak yang berasal dari kapal tanker karam terlihat menyebar ke
utara sesuai dengan gerak arus disekitarnya. Ketebalan lapisan minyak tersebut
juga mencapai lebih dari 144 mm dibagian tengahnya.
G
4
C
b
m
p
s
s
b
d
k
Gambar 36.
4.3.1.3. Pas
Pada
Cilacap saat
bersumber d
menuju ke a
pasang, arus
sebelumnya
sehingga me
berasal dari
dan menyeb
ke utara sehi
Pola Sebarapada Kond
ang
a Gambar 37
t mengalami
dari tabrakan
arah tenggara
s di mulut ka
. Arus yang
enyebabkan
batas timur
abkan ujung
ingga memp
an Total Lapdisi MSL) di
7 disajikan po
pasang pada
n kapal tanke
a sesuai deng
anal mengala
g berbalik ter
lapisan miny
domain (Tra
g lapisan min
perluas perm
isan Avtur MPerairan Cil
ola sebaran t
a bulan Febr
er telah meny
gan arah per
ami transisi d
rsebut menga
yak tertahan
ansek T1 - T
nyak tersebu
mukaan miny
Menjelang Placap pada B
tumpahan la
ruari 2007. L
yebar ke per
rgerakan aru
dari kondisi
arah ke dala
n di mulut ka
T2) bergerak
ut menyebar
ak. Ketebal
asang (MukBulan Februa
apisan avtur d
Lapisan min
rairan Teluk
s. Pada kon
surut yang t
am perairan C
anal. Arus y
mengarah k
mengikuti a
lan lapisan m
78
a Laut ari 2007
di perairan
nyak yang
Penyu
ndisi
terjadi
Cilacap
ang
ke utara
arah arus
minyak
t
d
G
m
N
k
P
a
m
l
tersebut tela
dikarenakan
Gambar 37.
Miny
menyebar m
Nusakamban
ke arah utara
Penyebaran
arus yang m
minyak terse
lebih besar d
ah jauh berku
n telah menga
Pola Sebarapada Bulan
yak yang ber
menjauhi sum
ngan. Lapis
a kemudian
lapisan miny
masuk disekit
ebut juga me
dari 144 mm
urang, yaitu
alami proses
an Total Lapn Februari 20
rasal dari ke
mber tumpah
an minyak y
condong ke
yak ini mem
tar batas timu
engalami per
m.
antara 114 -
s pelapukan.
isan Avtur s007
bocoran pen
an dan mend
yang berasal
timur laut m
miliki lintasan
ur domain b
rluasan perm
120 mm di
saat Pasang d
ngisian muat
dekati pantai
dari kapal ta
mendekati Tr
n yang palin
erkecepatan
mukaan lapis
bagian tenga
di Perairan C
tan tanker tel
i utara Pulau
anker karam
ransek T1 - T
ng jauh dikar
tinggi. Lap
san dengan k
79
ahnya
Cilacap
lah
u
m menyebar
T2.
renakan
pisan
ketebalan
80
4.3.1.4. Menjelang Surut (Muka Laut pada Kondisi MSL)
Pola sebaran tumpahan minyak jenis avtur pada bulan Februari 2007 saat
perairan Cilacap menjelang surut disajikan pada Gambar 38. Minyak yang
berasal dari tabrakan kapal tanker menyebar dengan arah berbalik mendekati
mulut kanal. Pola sebaran ini sesuai dengan pola sebaran arus di perairan
sepanjang kanal yang masih dipengaruhi oleh kondisi pasang sebelumnya. Pusat
lapisan minyak masih berketebalan lebih dari 144 mm, namun sebagian besar
lapisan memiliki ketebalan di bawah 108 mm. Perubahan ketebalan lapisan
tersebut disebabkan oleh adanya proses pelapukan.
Lapisan minyak yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan tanker
menyebar sesuai dengan arah pergerakan arus yaitu menuju ke barat. Lapisan
tersebut tetap berada di sekitar garis pantai utara Pulau Nusakambangan dan tidak
meyebar jauh dikarenakan kecepatan arus menyusuri pantai di lokasi tersebut juga
tidak terlalu besar. Ketebalan maupun luas permukaan lapisan minyak tersebut
telah jauh berkurang disebabkan adanya proses pelapukan minyak.
Minyak yang berasal dari kebocoran kapal tanker karam, tidak lagi
terdapat dalam domain. Lapisan minyak tersebut sebelumnya telah keluar dari
domain melewati Transek T1 - T2.
G
4
C
b
c
t
b
l
m
y
Gambar 38.
4.3.1.5. Sur
Gam
Cilacap saat
berasal dari
cenderung b
tersebut kem
bagian dari p
lapisan. Lap
memiliki ket
yang berasal
Pola SebaraKondisi M
rut
mbar 39 meny
t mengalami
tabrakan kap
bergerak men
mudian terpis
pusat lapisan
pisan kedua
tebalan yang
l dari keboco
an Total LapSL) di Perai
yajikan pola
surut pada b
pal tanker, m
ndekati panta
sah menjadi
n sebelumny
terbentuk da
g lebih tingg
oran pengisi
isan Avtur Mran Cilacap
sebaran tum
bulan Februa
menyebar me
ai Pulau Nus
dua bagian.
ya dan terliha
ari hasil akum
gi pada bagia
an tanker tet
Menjelang Spada Bulan
mpahan lapis
ari 2007. La
enjauhi mulu
sakambanga
Lapisan pe
at mengalam
mulasi lapisa
an tengahnya
tap menyeba
urut (Muka Februari 200
san avtur di p
apisan minya
ut kanal dan
an. Lapisan m
ertama merup
mi penurunan
an minyak a
a. Lapisan m
ar di sekitar
81
Laut pada 07
perairan
ak yang
minyak
pakan
n ketebalan
awal dan
minyak
garis
p
b
G
m
y
d
u
j
m
O
pantai Pulau
berada di ba
Gambar 39.
Pada
melewati titi
yang melew
di dalam kan
umumnya m
Kete
jelas pada ga
memiliki dia
Oil Avtur Ba
u Nusakamba
awah enam m
Pola SebaraBulan Febr
a gambar di a
ik monitor h
ati titik mon
nal utama. L
menyebar me
ebalan minya
ambar. Hal
ameter perm
arat (terlamp
angan. Kete
milimeter.
an Total Lapruari 2007
atas terlihat b
hanya terdapa
nitor tersebut
Lapisan avtu
elewati pingg
ak yang meli
ini dikarena
mukaan yang
pir), maka da
ebalan lapisa
isan Avtur s
bahwa lapis
at pada Titik
t berasal dar
ur yang terda
gir transek.
intasi masing
akan lapisan
kecil. Namu
ari seluruh tr
an minyak te
saat Surut di
an minyak y
k Monitor E.
ri peristiwa t
apat di dalam
g-masing tra
minyak ters
un jika dilih
ransek terseb
ersebut umum
Perairan Cil
yang menyeb
. Lapisan m
abrakan kap
m domain mo
ansek tidak t
ebut melinta
hat dalam Vid
but hanya Tr
82
mnya
lacap pada
bar tepat
minyak
pal tanker
odel
terlihat
asi transek
deo Total
ransek T1
83
– T2 dan Transek E1 – E2 yang dilintasi oleh lapisan minyak. Transek T1 – T2
terletak pada batas timur domain, sedangkan Transek E1 – E2 terletak pada mulut
kanal utama. Ketebalan lapisan minyak yang melewati Transek E1 – E2
mencapai lebih dari 144 mm dengan diameter mencapai 200 meter, sedangkan
ketebalan lapisan minyak yang melewati Transek T1 – T2 mencapai lebih dari
144 mm dengan diameter mencapai 400 meter. Pergerakan lapisan minyak yang
hanya melewati kedua transek tersebut disebabkan oleh pengaruh kondisi musim
barat, dimana angin dominan bertiup dari arah barat.
4.3.2. Musim Timur 4.3.2.1. Kondisi awal
Gambar 40 menyajikan kondisi awal pola sebaran tumpahan lapisan avtur
di perairan Cilacap pada bulan Agustus 2007. Tumpahan minyak pada musim
timur diasumsikan memiliki sumber yang sama dengan musim barat. Kondisi
perairan saat awal tumpahan yaitu sedang mengalami pasang. Lapisan minyak
yang bersumber dari tabrakan kapal tanker telah menyebar jauh ke dalam kanal
utama hingga berada di tepi utara kanal dengan ketebalan lapisan lebih dari 14
mm pada bagian tengahnya. Sebaran minyak tersebut bergerak ke arah barat laut
sesuai dengan vektor arus dan angin. Vektor arus dan angin pada musim timur
sangat berpengaruh terhadap sebaran lapisan minyak dikarenakan kecepatan angin
yang cukup besar.
G
m
l
m
m
p
4
b
d
a
Gambar 40.
Lapi
menyebar se
lapisan avtur
melewati pa
minyak yang
perairan Tel
4.3.2.2. Men
Pola
bulan Agust
dari tabrakan
arah pergera
Pola SebaraCilacap pad
san minyak
earah dengan
r memiliki k
ada Titik Mo
g bersumber
uk Penyu. K
njelang Sur
sebaran tum
tus 2007 disa
n kapal tank
akan arus me
an Total Lapda Bulan Ag
yang berasa
n arah angin
ketebalan hin
nitor E mem
r dari tanker
Ketebalan la
rut (Muka L
mpahan miny
ajikan pada G
ker telah men
enyusur pant
isan Avtur sgustus 2007
al dari keboc
hingga men
ngga 60 - 66
miliki ketebal
karam meny
apisan tersebu
Laut pada K
yak di perair
Gambar 41.
nyebar menu
tai di sepanja
saat Kondisi
oran saat pen
ncapai mulut
mm sement
lan lebih dar
yebar menuju
ut mencapai
Kondisi MSL
an Cilacap m
Lapisan mi
uju ke arah b
ang kanal. P
Awal di Per
ngisian tank
t kanal. Bag
tara minyak
ri 100 mm.
u ke arah ba
i 144 m.
L)
menjelang su
inyak yang b
barat laut me
Pergerakan l
84
rairan
ker
gian tengah
yang
Lapisan
arat laut
urut pada
bersumber
ngikuti
apisan
m
d
l
s
G
m
d
s
k
k
minyak terse
daratan Cila
lapisan miny
seluruh bagi
Gambar 41.
Lapi
menyebar ja
dan menyeb
semakin mem
kisaran antar
karam telah
ebut kemudi
acap, sehingg
yak tersebut
ian lapisan h
Pola SebaraKondisi M
san minyak
auh ke dalam
ar di bagian
mbesar, nam
ra 54 - 60 m
menyebar k
ian terhalang
ga minyak te
menjadi ber
hingga menca
an Total LapSL) di Perai
yang berasa
m kanal sesua
selatan dara
mun ketebala
mm. Lapisan
ke utara perai
g oleh derma
erjebak dan t
rkurang nam
apai lebih da
isan Avtur Mran Cilacap
al dari keboc
ai dengan pe
atan Cilacap
annya semak
n minyak yan
iran Teluk P
aga yang terl
terakumulasi
mun ketebalan
ari 144 mm.
Menjelang Spada Bulan
oran pengisi
ergerakan aru
. Luas perm
kin berkurang
ng bersumbe
Penyu. Luas
letak di sebe
i. Luas perm
nnya bertam
urut (Muka Agustus 200
ian muatan t
us di sepanja
mukaan lapisa
g yaitu berad
er dari kapal
permukaan
85
elah barat
mukaan
mbah di
Laut pada 07
tanker
ang kanal
an tersebut
da pada
tanker
lapisan
86
tersebut semakin membesar dan ketebalan lapisannya mencapai lebih dari 144
mm. Sementara di bagian tepi lapisan, ketebalannya hanya mencapai 12 - 18 mm.
4.3.2.3. Surut
Gambar 42 menyajikan pola sebaran tumpahan lapisan avtur di perairan
Cilacap saat mengalami surut pada bulan Agustus 2007. Arah arus yang bergerak
ke barat laut membuat lapisan minyak yang bersumber dari tabrakan kapal tanker
tetap terperangkap di sekitar dermaga pelabuhan. Keadaan tersebut yang disertai
dengan proses pelapukan membuat lapisan minyak mengalami pengurangan
luasan permukaan maupun ketebalan lapisan minyak.
Lapisan minyak yang berasal dari kebocoran pengisian muatan tanker
menyebar mengikuti arah arus menyusuri pantai menuju ke batas barat domain
(Transek B1 - B2). Lapisan minyak tersebut mengalami penurunan luas
permukaan serta pengurangan ketebalan lapisan hingga mencapai 12 - 18 mm.
Lapisan minyak yang berasal dari kapal tanker karam menyebar mendekati
pantai Cilacap. Pada saat terjadi pasang, lapisan minyak bergerak mendekati
pantai menuju utara. Namun saat terjadi surut, arus berbalik kembali ke selatan
dan diikuti oleh lapisan minyak. Lapisan minyak tetap berada di sekitar pantai
akibat dipengaruhi oleh arus menyusur pantai serta angin yang bertiup. Luas
permukaan lapisan minyak semakin membesar dengan ketebalan lapisan tetap
lebih besar dari 144 mm pada bagian pusatnya.
G
4
p
y
p
t
M
s
m
p
Gambar 42.
4.3.2.4. Men
Pola
pasang pada
yang berasal
pengisian m
telah menga
Meskipun be
sekitar beber
Seme
menyebar ke
pantai setela
Pola SebaraBulan Agu
njelang Pas
sebaran tota
a bulan Agus
l dari tabrak
muatan tanker
alami pelapuk
egitu, masih
rapa dermag
entara itu, la
embali ke pa
ah sebelumny
an Total Lapstus 2007
sang (Muka
al lapisan av
stus 2007 dis
an kapal tan
r sudah tidak
kan serta ter
h terdapat mi
ga dengan ke
apisan minya
antai Cilacap
ya keluar da
isan Avtur s
Laut pada
vtur pada di p
sajikan dalam
nker maupun
k tampak lag
rbawa arus k
inyak yang te
etebalan lebi
ak yang bera
p sesuai deng
ari domain m
saat Surut di
Kondisi MS
perairan Cila
m Gambar 4
n yang bersum
gi pada gamb
keluar dari do
erakumulasi
ih dari 144 m
asal dari kap
gan pergerak
model melew
Perairan Cil
SL)
acap saat me
3. Lapisan m
mber dari ke
bar. Lapisan
omain mode
i dan terdam
mm.
al tanker kar
kan arus men
wati Transek
87
lacap pada
enjelang
minyak
ebocoran
n tersebut
el.
mpar di
ram
nyusur
U1 - U2
d
m
d
G
4
C
b
A
m
K
d
dengan diam
masuk ke da
dimana ham
Gambar 43.
4.3.2.5. Pas
Gam
Cilacap saat
berada dalam
Adanya gera
menyebabka
Ketebalan la
dari 144 mm
meter mencap
alam mulut d
mpir seluruh p
Pola Sebarapada Kond
ang
mbar 44 meny
t pasang pad
m domain m
ak arus yang
an lapisan m
apisan minya
m.
pai 200 mete
dermaga nela
permukaann
an Total Lapdisi MSL) di
yajikan pola
a bulan Agu
model berasal
g memasuki p
minyak terseb
ak tersebut b
er. Terdapat
ayan. Keteb
nya memiliki
isan Avtur MPerairan Cil
sebaran tum
ustus 2007. L
l dari kapal k
perairan Cila
but menyeba
berkisar anta
t lapisan min
balan lapisan
i ketebalan le
Menjelang Placap pada B
mpahan lapis
Lapisan min
karam di per
acap saat terj
ar memasuki
ara 24 mm hi
nyak yang m
n avtur menin
ebih dari 144
asang (MukBulan Agustu
san avtur di p
nyak yang m
rairan Teluk
rjadi pasang
dermaga ne
ingga menca
88
mengarah
ngkat
4 mm.
a Laut us 2007
perairan
asih
Penyu.
elayan.
apai lebih
G
o
m
m
T
m
t
l
t
Gambar 44.
Pada
oleh lapisan
minyak umu
minyak yang
Titik Monito
meter.
Lapi
tidak menye
lapisan miny
timur yang d
Pola Sebarapada Bulan
a gambar di a
avtur denga
umnya melew
g berasal dar
or E dan mel
san avtur ya
ebar melewat
yak di permu
dominan ber
an Total Lapn Agustus 20
atas terlihat b
an ketebalan
wati bagian p
ri kebocoran
lewati Trans
ang dimodelk
ti Transek T
ukaan laut di
rgerak dari ti
isan avtur sa007
bahwa hany
lebih dari 1
pinggir dari
n pengisian m
sek E1 – E2
kan tumpah p
T1 – T2. Hal
ipengaruhi o
imur menuju
aat Pasang d
ya Titik Mon
00 mm. Pol
masing-mas
muatan tanke
dengan diam
pada musim
l tersebut terj
oleh kondisi
u barat dan b
di Perairan C
nitor E yang d
la sebaran la
sing transek.
er menyebar
meter mencap
m timur sama
rjadi karena
angin pada m
barat laut.
89
Cilacap
dilintasi
apisan
. Lapisan
r melewati
pai 100
a sekali
sebaran
musim
90
Kecilnya diameter permukaan minyak saat melintasi transek menyebabkan
sebaran lapisan avtur tidak tampak jelas. Transek U1 – U2 dilintasi lapisan
minyak dengan posisi lintasan cenderung berada di sekitar Titik U1 yang
berbatasan dengan garis pantai Cilacap. Pola sebaran minyak yang demikian
disebabkan oleh adanya gerak arus menyusuri pantai serta pengaruh kondisi angin
yang bertiup menuju barat laut dengan kecepatan yang cukup besar. Lapisan
minyak yang melewati Transek U1 – U2 memiliki ketebalan lebih dari 150 mm
dan diameter mencapai 200 meter.
Transek W1 – W2 dan Transek B1 – B2 juga dilintasi oleh lapisan minyak
yang berasal dari dalam kanal utama. Lapisan minyak yang melewati kedua
transek tersebut memiliki luas permukaan yang kecil namun ketebalan lapisannya
cukup besar. Lapisan minyak yang melewati Transek B1 – B2 memiliki ketebalan
mencapai 120 mm dan diameter mencapai 100 meter, sedangkan lapisan minyak
yang melintasi Transek W1 – W2 memiliki ketebalan lebih dari 150 mm.
4.4. Pembahasan Pola Sebaran Tumpahan Minyak
Seluruh lapisan minyak yang diasumsikan tumpah di perairan Cilacap
dalam pemodelan ini, mengalami proses pelapukan seperti evaporasi, disolusi,
emulsifikasi dan dispersi vertikal. Total ketebalan minyak dari berbagai proses
tersebut selama mengalami pelapukan disebut sebagai total minyak (total oil).
Total ketebalan lapisan pada masing-masing jenis minyak memiliki nilai yang
bervariasi (Tabel 8).
Tabel 8. P
Skala WarnDiesel
Me
DIE
SEL
A
VT
UR
C
RU
DE
A
SPA
L
Perbandinga
na Avtu
enjelang Pa
an Pola Seba
ur
asang
aran Total L
Crude
Pa
Lapisan Die
Aspa
MUSasang
esel, Avtur,
al
SIM BARAMe
Minyak MeAT
enjelang Su
entah, dan A
urut
Aspal pada B
Su
9
Berbagai K
urut
91
Kondisi Muk
Me
ka Laut saat
enjelang Su
Musim Bar
urut
rat dan Mus
Sur
sim Timur MUSI
rut
di Perairan IM TIMUR
Men
Cilacap TaR njelang Pas
ahun 2007
ang
Pasaang
91
91
92
Total lapisan minyak yang tumpah pada musim barat dan musim timur
memiliki pola sebaran yang berbeda. Perbedaan pola sebaran tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain perbedaan kondisi awal pemodelan pada masing-
masing musim serta perbedaan kondisi angin pada kedua musim. Pada musim
barat, pemodelan tumpahan minyak dimulai saat kondisi perairan sedang
mengalami pasang sehingga arus di sekitar perairan bergerak ke luar domain.
Kondisi angin pada musim barat yang bertiup ke arah barat dan tenggara
menyebabkan resultan antara arus dan angin saling menguatkan sehingga lapisan
minyak ikut menyebar jauh menuju Teluk Penyu. Daerah perairan yang rawan
terkena pencemaran tumpahan minyak pada terutama di sekitar pesisir utara Pulau
Nusakambangan dan perairan Teluk Penyu serta tepi timur aliran Kali Donan.
Pada musim barat, tingkat kerawanan pencemaran minyak pada perairan Cilacap
bersifat sementara serta high recovery dikarenakan sebagian besar lapisan minyak
cenderung menyebar meninggalkan domain menuju Samudera Hindia.
Pada musim timur, lapisan minyak dimodelkan tumpah saat perairan
sedang mengalami kondisi surut sehingga arus laut di sekitarnya mengarah masuk
ke dalam perairan Cilacap. Resultan arus tersebut semakin diperkuat oleh kondisi
angin pada musim timur yang bertiup kencang menuju timur dan barat laut
sehingga menyebabkan lapisan minyak yang tumpah di permukaan laut tersebar
cukup jauh ke dalam perairan Cilacap. Daerah perairan Cilacap yang sangat
rawan terhadap pencemaran minyak yaitu meliputi aliran kanal utama, tepi barat
aliran Kali Donan, dan daerah sekitar pesisir Pantai Cilacap. Lebih dari itu,
tumpahan minyak pada musim timur dapat memasuki daratan melalui aliran
sungai Kaliyasa yang mengalir membelah daratan Cilacap. Pola sebaran lapisan
93
minyak yang bergerak menuju ke dalam perairan Cilacap menyebabkan risiko
kerawanan pencemaran minyak terhadap perairan Cilacap pada musim timur lebih
tinggi dan lebih persistent dibandingkan pada musim barat.
Pada keseluruhan proses pelapukan yang terjadi pada semua jenis minyak,
lapisan aspal memiliki total ketebalan lapisan tertinggi yaitu lebih dari 192 mm.
Lapisan minyak avtur dan minyak mentah memiliki ketebalan mencapai lebih dari
144 mm, sementara diesel memiliki ketebalan lapisan terkecil yaitu lebih dari
0.0288 mm. Lapisan minyak tersebut memiliki ketebalan yang berbeda-beda
dikarenakan mengalami proses pelapukan dengan tingkat berbeda pula.
4.5. Hasil Pemodelan Proses Pelapukan Tumpahan Minyak di Laut
Minyak yang masuk ke lingkungan perairan laut akan membentuk lapisan
tipis di atas permukaan laut. Lapisan tersebut kemudian akan mengalami proses
pelapukan yang disebabkan oleh pengaruh cuaca. Proses pelapukan yang terjadi
pada lapisan minyak tergantung dari masing-masing jenis minyak yang tumpah.
Salah satu contoh hasil pemodelan yang akan dijelaskan dalam sub bab ini yaitu
proses pelapukan minyak dari jenis avtur. Tingkat pelapukan minyak tersebut
dibahas per satu jam, 12 jam, 24 jam dan menjelang akhir waktu pemodelan.
Pembahasan mengenai proses pelapukan masing-masing jenis minyak lainnya
akan dibahas pada sub bab Pembahasan Proses Pelapukan Tumpahan Minyak di
Laut.
4.5.1. Musim Barat 4.5.1.1. Jam ke-1
Minyak jenis avtur yang tumpah di perairan Cilacap diasumsikan tumpah
dari tiga titik sumber utama. Lapisan minyak pertama bersumber dari tabrakan
k
k
t
t
b
y
G
l
m
y
kapal tanker
kebocoran p
tanker karam
tumpah pada
berbeda. Ga
yang tumpah
Gambar 45.
Pada
lapisan miny
masing-mas
yang tumpah
r di sekitar d
pengisian mu
m di alur pela
a waktu yang
ambar 45 me
h di perairan
Sebaran serCilacap pad
a gambar ters
yak tersebut
ing tumpaha
h ke laut. K
ermaga tank
uatan tanker,
ayaran. Ket
g bersamaan
erupakan pol
n Cilacap set
ta Proses Peda Bulan Feb
sebut terliha
masih meny
an relatif kec
Kondisi lapisa
ker. Lapisan
, sedangkan
tiga sumber t
n namun mem
la sebaran se
telah satu jam
elapukan Lapbruari 2007
at bahwa satu
yebar di seki
cil jika diban
an minyak y
n minyak ked
lapisan ketig
tumpahan av
miliki total w
erta proses p
m pada bulan
pisan Avtur J
u jam setelah
itar titik sum
ndingkan den
ang belum m
dua bersumb
ga berasal da
vtur dimodel
waktu tumpa
pelapukan lap
n Februari 2
Jam ke-1 di
h terjadinya
mber. Luas p
ngan volume
menyebar ser
94
ber dari
ari kapal
lkan mulai
ah yang
pisan avtur
007.
Perairan
tumpahan,
permukaan
e avtur
rta kondisi
95
luas permukaan yang sempit membuat penyebaran lapisan minyak tersebut masih
mudah untuk ditangani.
4.5.1.2. Jam ke-12
Sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan
Cilacap setelah jam ke-12 pada bulan Februari 2007 dapat dilihat pada Gambar
46. Dari gambar tersebut terlihat bahwa hanya terdapat dua lapisan avtur yang
berada dalam domain perairan Cilacap. Lapisan minyak pertama yang bersumber
dari tabrakan kapal tanker menyebar di mulut kanal dan memiliki luas permukaan
yang cukup besar dengan panjang lapisan mencapai 1.2 km dan lebar lapisan 0.4
km. Lapisan avtur kedua yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan
menyebar di dekat pantai utara Pulau Nusakambangan dan membentuk garis
dengan panjang lapisan mencapai 0.3 km.
Lapisan minyak pertama menyebar keluar dari kanal utama dan telah
melakukan perjalanan sepanjang 2.2 km, sedangkan lapisan minyak kedua
menyebar menuju pantai Pulau Nusakambangan sejauh 1.2 km dari titik
sumbernya. Lapisan avtur ketiga yang bersumber dari kapal tanker karam
menyebar dan bergerak menuju utara sejauh 2.8 km dengan lebar lintasan
mencapai 0.3 km. Lapisan tersebut kemudian keluar meninggalkan perairan
Cilacap melewati batas timur domain pada jam ke-12 setelah terjadinya tumpahan.
Proses evaporasi lapisan minyak yang bersumber dari tabrakan kapal
tanker memiliki tingkat evaporasi antara nol hingga 0.0012 mm. Sedangkan pada
lapisan minyak yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan memiliki
tingkat evaporasi antara 0.0050 - 0.0056 mm. Proses disolusi lapisan minyak
y
p
G
b
k
l
y
t
m
s
yang pertam
pada lapisan
Gambar 46.
Ting
berada pada
kedua memi
lapisan avtur
yang kedua m
Exce
tumpahan m
memiliki nil
sumber tump
ma memiliki t
n kedua mem
Sebaran serCilacap pad
gkat dispersi
kisaran 2.3
iliki ketebala
r pertama ya
memiliki ke
eedance freq
minyak saat b
lai exceedan
pahan yaitu
tingkat disol
miliki tingkat
ta Proses Peda Bulan Feb
vertikal pad
x 10-7 – 7.1
an di atas 1.6
aitu mencapa
tebalan anta
uency merup
berada di per
ce frequency
antara 3.7 -
lusi antara 5
t disolusi ant
elapukan Lapbruari 2007
da lapisan mi
x 10-7 mm,
6 x 10-6 mm.
ai 12.50 mm
ara 56.25 - 62
pakan laju p
rmukaan laut
y tertinggi pa
4.1 %. Laju
x 10-8 – 1.2
tara 3.8 x 10
pisan Avtur J
inyak yang p
sedangkan p
. Ketebalan
m, sedangkan
2.50 mm.
erubahan ko
t. Lapisan a
ada lapisan y
u perubahan
x 10-7 mm,
0-7 – 4.2 x 10
Jam ke-12 d
pertama seba
pada lapisan
emulsifikas
n pada lapisa
onsentrasi fra
avtur yang pe
yang terletak
konsentrasi
96
sedangkan
0-7 mm.
di Perairan
agian besar
minyak
i pada
an avtur
aksi
ertama,
k di sekitar
fraksi
97
tumpahan minyak tersebut semakin berkurang saat menjauhi sumber tumpahan.
Exceedance frequency pada pusat lapisan minyak memiliki nilai yang lebih tinggi
yaitu di atas 4.5 %, sedangkan pada perairan yang baru saja dilintasi oleh lapisan
minyak, laju perubahan konsentrasi fraksi tumpahan minyak tersebut memiliki
nilai yang rendah, yaitu antara nol hingga 0.4 %.
4.5.1.3. Jam ke-24
Sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan
Cilacap setelah jam ke-24 pada bulan Februari 2007 disajikan pada Gambar 47.
Pada gambar tersebut terlihat bahwa kedua lapisan minyak yang terdapat di
perairan Cilacap telah terakumulasi menjadi satu lapisan. Lapisan minyak
pertama yang berasal dari tabrakan kapal tanker bergerak menuju pantai pulau
Nusakambangan dan menyatu dengan lapisan minyak kedua. Lapisan minyak
kedua yang bersumber dari kebocoran pengisian muatan sebelumnya telah lebih
dahulu menyebar hingga ke pantai Pulau Nusakambangan. Panjang pantai
Nusakambangan yang telah dilewati oleh lapisan avtur tersebut mencapai dua km.
Di daerah pesisir Pulau Nusakambangan yang membentuk cekungan,
lapisan minyak terkonsetrasi dan memiliki ketebalan evaporasi antara 0.0005 mm
hingga mencapai 0.0065 mm. Sementara itu, proses disolusi pada lapisan minyak
tersebut yaitu antara 2 x 10-7 mm hingga lebih dari 4.6 x 10-7 mm.
Proses dispersi vertikal pada lapisan minyak di sepanjang pantai Pulau
Nusakambangan memiliki ketebalan antara 7.5 x 10-8 mm hingga 3.9 x 10-7 mm.
Sementara proses emulsifikasi lapisan minyak tersebut bervariasi antara 12.50-
68.75 mm.
s
f
G
4
C
D
m
p
m
s
Laju
seluruh area
fraksi tetap t
Gambar 47.
4.5.1.4. Jam
Seba
Cilacap sete
Dalam wakt
menyebar di
pelapukan se
minyak telah
sekitar batas
perubahan k
a yang telah d
tinggi pada l
Sebaran serCilacap pad
m ke-96
aran serta pro
lah jam ke-9
tu empat hari
i dalam dom
erta terbawa
h menyebar
s timur doma
konsentrasi f
dilewati oleh
lapisan miny
ta Proses Peda Bulan Feb
oses pelapuk
96 pada bula
i sejak terjad
main perairan
a arus menuju
terutama di
ain. Jarak lin
fraksi minya
h lapisan min
yak yang me
elapukan Lapbruari 2007
kan lapisan a
an Februari 2
dinya tumpa
n Cilacap me
u ke luar dom
sekitar mulu
ntasan miny
ak cenderung
nyak. Laju p
emiliki keteb
pisan Avtur J
avtur yang tu
2007 disajika
ahan, lapisan
elainkan telah
main peraira
ut kanal hing
yak yang mem
g semakin ke
perubahan k
balan tinggi.
Jam ke-24 d
umpah di per
an dalam Ga
n minyak tida
h hilang akib
an Cilacap.
gga mencapa
mbujur dari
98
ecil pada
konsentrasi
di Perairan
rairan
ambar 48.
ak lagi
bat proses
Lapisan
ai daerah di
barat ke
t
m
G
m
p
b
k
a
l
m
timur telah m
mencapai em
Gambar 48.
Dala
mengalami p
perubahan k
besar berada
konsentrasi
antara 1.6 - 2
lebih tinggi
membuat lap
mencapai em
mpat kilomet
Sebaran serCilacap pad
am Gambar 4
proses evapo
konsentrasi fr
a pada kisara
fraksi yang a
2.0%. Lapis
dari sekitarn
pisan minyak
mpat kilomet
ter.
ta Proses Peda Bulan Feb
48 tersebut ti
orasi, disolus
fraksi lapisan
an nol hingg
agak tinggi d
san minyak t
nya dikarena
k di area ters
ter, sedangka
elapukan Lapbruari 2007
idak lagi terl
si, dipersi ve
n minyak di p
a 0.4%. Ma
di sekitar pan
tersebut mem
akan masih te
sebut lebih t
an jarak dari
pisan Avtur J
lihat adanya
ertikal, maup
permukaan l
asih terdapat
ntai Pulau N
miliki nilai e
erdapat akum
tebal dari sek
i utara ke sel
Jam ke-96 d
a lapisan min
pun emulsifi
laut setelah j
nilai laju pe
Nusakambang
exceedance f
mulasi miny
kitarnya.
99
latan juga
di Perairan
nyak yang
ikasi. Laju
jam ke-96
erubahan
gan, yaitu
frequency
ak yang
100
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui pola proses pelapukan lapisan
minyak dari masing-masing parameter yaitu nilai evaporasi, disolusi, dispersi
vertikal dan emulsifikasi. Pada satu jam pertama setelah terjadinya tumpahan,
lapisan avtur terlihat belum menyebar luas dari lokasi sumber. Luas permukaan
lapisan minyak yang kecil menyebabkan proses pelapukan tidak dapat terlihat
jelas. Pada jam ke-12, telah terlihat nilai pelapukan pada masing-masing
parameter. Nilai tersebut semakin meningkat pada time step jam ke-24, kecuali
pada proses dispersi vertikal. Selain itu, nilai exceedance frequency lapisan
minyak pada time step tersebut juga mengalami penurunan. Setelah Jam ke-96,
lapisan avtur tersebut tidak lagi mengalami proses pelapukan disebabkan seluruh
lapisan minyak telah terbawa arus keluar dari domain model perairan Cilacap.
Nilai yang terlihat pada time step tersebut hanya exceedance frequency yang kini
memiliki nilai sangat kecil. Semakin mengecilnya laju perubahan konsentrasi
fraksi lapisan minyak disebabkan karena komponen kimia yang terkandung di
dalam lapisan minyak sebagian besar telah mengalami pelapukan.
4.5.2. Musim Timur 4.5.2.1.Jam ke-1
Gambar 49 merupakan sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang
tumpah di perairan Cilacap setelah jam ke-1 pada bulan Agustus 2007. Terdapat
tiga sumber tumpahan minyak yang diasumsikan tumpah ke laut dimana jenis
minyak, lokasi dan jumlah tumpahannya sama seperti pada musim barat.
Lapisan minyak pertama berada di pantai selatan Cilacap dengan panjang
lapisan mencapai 600 meter. Lapisan minyak kedua berada di sekitar mulut kanal
utama dengan panjang lapisan mencapai 400 meter. Sedangkan lapisan minyak
101
ketiga masih berada di tengah-tengah perairan Teluk Penyu dengan panjang
lapisan mencapai 400 meter.
Proses penguapan yang terjadi pada bagian tengah lapisan avtur yang
pertama mencapai 0.0062 mm, sedangkan ketebalan evaporasi pada lapisan kedua
berada di bawah 0.0006 mm dan pada lapisan ketiga mencapai 0.0019 mm.
Proses evaporasi pada lapisan pertama lebih besar dibandingkan dengan lapisan
lainnya.
Proses disolusi pada lapisan avtur pertama memiliki ketebalan antara 1.9 x
10-7 mm hingga 2.1 x 10-7 mm. Lapisan avtur kedua dan ketiga masing-masing
memiliki ketebalan di bawah 3 x 10-8 mm dan 7 x 10-8 mm dalam proses disolusi.
Hal ini berbanding lurus dengan tingkat evaporasi serta proses dispersi vertikal
yang terjadi pada masing-masing lapisan minyak.
Proses dispersi vertikal pada lapisan minyak yang pertama sebagian besar
memiliki ketebalan di atas 6.9 x 10-5 mm. Lapisan minyak kedua mengalami
proses dispersi vertikal sebanyak 5.7 x 10-6 – 6.3 x 10-6 mm, dan lapisan minyak
ketiga mencapai lebih dari 6.9 x 10-6 mm pada bagian tengah lapisan.
Tingkat emulsifikasi pada bagian tengah lapisan minyak pertama
mencapai 225 - 250 mm. Sementara itu, lapisan minyak kedua mengalami proses
emulsifikasi dengan ketebalan di bawah 25 mm. Lapisan minyak ketiga
mengalami proses emulsifikasi dengan ketebalan antara 75-100 mm. Lapisan
minyak pertama mengalami proses emulsifikasi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan proses emulsifikasi yang terjadi pada lapisan minyak kedua
dan ketiga.
j
s
l
t
G
4
C
L
t
t
Laju
jam pertama
seluruh lapis
lapisan miny
tersebut teru
Gambar 49.
4.5.2.2.Jam
Seba
Cilacap sete
Lapisan avtu
tergabung de
tersebut men
perubahan k
a menunjukk
san yang tum
yak mengala
us mengalam
Sebaran serCilacap pad
ke-12
aran serta pro
lah jam ke-1
ur kedua yan
engan lapisa
nyebar menu
konsentrasi f
kan tingkat y
mpah. Hal in
ami proses pe
mi perubahan
ta Proses Peda Bulan Agu
oses pelapuk
12 pada bula
ng berasal da
an avtur yang
uju ke dalam
fraksi lapisa
yang tinggi, y
ni disebabka
elapukan seh
n.
elapukan Lapustus 2007
kan lapisan a
an Agustus 2
ari kebocoran
g pertama. G
m kanal utam
an minyak jen
yaitu lebih b
an pada awal
hingga kons
pisan Avtur J
avtur yang tu
2007 disajika
n pengisian
Gabungan da
ma. Panjang l
nis avtur pad
besar dari 18%
l mula tumpa
entrasi lapis
Jam ke-1 di
umpah di per
an dalam Ga
muatan tank
ari kedua lap
lintasan gabu
102
da satu
% di
ahan,
an minyak
Perairan
rairan
ambar 50.
ker telah
pisan
ungan
l
k
m
p
t
s
G
y
a
lapisan miny
kanal utama
menempuh p
Prose
pantai timur
tersebut men
sedangkan la
Gambar 50.
Prose
yang berasal
avtur lainnya
yak tersebut
a. Lapisan m
perjalanan se
es penguapa
r Cilacap. La
ngalami evap
apisan miny
Sebaran serCilacap pad
es disolusi m
l dari kapal t
a hampir tid
mencapai em
minyak ketiga
epanjang du
an terjadi teru
apisan miny
porasi denga
ak lainnya m
ta Proses Peda Bulan Ag
memiliki kete
tanker karam
dak terlihat a
mpat km dan
a telah menc
a km dari tim
utama pada
yak yang mem
an ketebalan
mengalami ev
elapukan Lapgustus 2007
ebalan tertin
m yaitu di ata
danya prose
n menyebar
capai pantai
mur ke barat
lapisan miny
miliki panjan
n antara 0.006
vaporasi di b
pisan Avtur J
nggi terutama
as 2.3 x 10-7
s disolusi di
di tepi utara
Cilacap den
t.
yak yang ber
ng hampir 60
62 - 0.0068
bawah 0.001
Jam ke-12 d
a pada lapisa
mm. Pada l
ikarenakan lu
103
a alian
ngan
rada di
00 meter
mm,
12 mm.
di Perairan
an minyak
lapisan
uas
104
permukaannya telah mengecil atau memiliki ketebalan disolusi di bawah 5 x 10-8
mm.
Lapisan minyak di timur pantai Cilacap masih mengalami dispersi vertikal
dengan ketebalan di bawah 1 x 10-6 mm. Proses emulsifikasi tertinggi terjadi pada
lapisan minyak di sisi timur pantai Cilacap dengan ketebalan lebih dari 275 mm.
Lapisan minyak lainnya mengalami emulsifikasi dengan ketebalan di bawah 50
mm. Laju perubahan konsentrasi fraksi tertinggi terjadi pada lapisan minyak di
pantai timur dan selatan Cilacap hingga mencapai 15%.
4.5.2.3.Jam ke-24
Sebaran serta proses pelapukan lapisan avtur yang tumpah di perairan
Cilacap setelah jam ke-24 pada bulan Agustus 2007 disajikan dalam Gambar 51.
Lapisan minyak yang menyebar memasuki Sungai Kaliyasa melalui dermaga
nelayan.
Proses penguapan pada lapisan minyak tidak lagi terlihat, terkecuali pada
lapisan minyak yang berada di dalam aliran Sungai Kaliyasa yang berada pada
kisaran 0.0062 - 0.0068 mm. Hal yang sama juga tejadi pada proses disolusi
dimana ketebalannya mencapai lebih dari 2.3 x 10-7 mm.
Proses dispersi vertikal tidak lagi terlihat nilainya, namun proses
emulsifikasi masih berlangsung dengan ketebalan antara 250 - 275 mm pada
lapisan minyak di aliran Sungai Kaliyasa. Diperkirakan proses dispersi vertikal
tersebut masih berlangsung namun memiliki ketebalan di bawah nilai kisaran
terendah skala.
Laju perubahan konsentrasi fraksi lapisan minyak di sekitar aliran kanal
berada di bawah 1%, sedangkan lapisan minyak yang berada di Teluk Penyu
m
S
l
p
G
l
m
b
J
d
m
masih meng
Selanjutnya
lapisan avtur
pelapukan.
Gambar 51.
Dari
lapisan avtur
model diban
besar pada m
Jam ke-1, la
dibandingka
meskipun ju
alami laju p
sebaran lapi
r tersebut tel
Sebaran serCilacap pad
penjelasan d
r lebih cepat
ndingkan den
musim timur
apisan minya
an dengan tin
umlah tumpa
erubahan ko
isan avtur in
lah hilang da
ta Proses Peda Bulan Ag
di atas dapat
t hilang atau
ngan musim
r mempercep
ak pertama m
ngkat pelapu
ahan lapisan
onsentrasi fra
ni tidak meng
ari kolom pe
elapukan Lapgustus 2007
t disimpulka
u meninggalk
barat. Kece
pat proses pe
memiliki ting
ukan pada lap
minyak pert
aksi minyak
galami perub
erairan Cilac
pisan Avtur J
an bahwa pad
kan permuka
epatan angin
elapukan lap
gkat pelapuk
pisan minya
tama memili
sebesar 5%
bahan lagi di
cap karena m
Jam ke-24 d
da musim tim
aan laut pada
n yang bertiu
isan minyak
kan paling tin
ak kedua dan
iki nilai yang
105
.
ikarenakan
mengalami
di Perairan
mur
a domain
up lebih
k. Pada
nggi jika
n ketiga
g sama
106
dengan jumlah tumpahan lapisan ketiga. Tingginya nilai pelapukan pada lapisan
minyak pertama dikarenakan lapisan minyak tersebut mendapat pengaruh dari
posisinya yang dekat dengan daratan. Perairan yang dekat dengan daratan
umumnya lebih dangkal dan lebih cepat menerima bahang. Selain itu perairan
yang berada dekat dengan daratan juga lebih banyak mengalami turbulensi akibat
gesekan dasar. Turbulensi tersebut dapat meningkatkan luas permukaan lapisan
minyak sehingga mempercepat proses pelapukan. Tingginya tingkat pelapukan
yang terjadi serta kondisi kecepatan arus pada kanal yang cukup besar
menyebabkan volume lapisan minyak tersebut cepat berkurang.
Kondisi yang sama juga terjadi pada lapisan minyak kedua dan terlihat
pada time step Jam ke-12. Lapisan minyak ketiga pada time step tersebut justru
memiliki nilai pelapukan yang paling tinggi. Pada time step tersebut, lapisan
minyak ketiga baru saja sampai ke tepi pantai Cilacap. Selanjutnya pada jam ke-
24, hanya lapisan minyak ketiga saja yang masih berada dalam domain model dan
mengalami proses pelapukan. Proses pelapukan yang terjadi pada lapisan minyak
memiliki nilai yang sama dengan jam ke-12 sebelumnya, kecuali pada nilai
exceedance frequency yang semakin menurun. Setelah jam ke-24 tersebut,
lapisan avtur tidak lagi terlihat berada di dalam kolom perairan.
4.6. Pembahasan Proses Pelapukan Tumpahan Minyak di Laut
Masing-masing jenis minyak yang dimodelkan tumpah di perairan Cilacap
memiliki tingkat pelapukan yang bervariasi sesuai dengan karakteristik masing-
masing minyak. Pada proses pelapukan kali ini, akan dibahas kondisi ketebalan
lapisan masing-masing jenis minyak setelah tumpah di perairan selama 12 jam.
107
Perbandingan proses evaporasi dan disolusi masing-masing jenis minyak
pada musim barat dan musim timur ditampilkan pada Tabel 9. Proses evaporasi
lapisan avtur dan minyak mentah cenderung lebih tinggi pada musim timur.
Minyak mentah memiliki ketebalan evaporasi tertinggi yaitu 1.8333 mm pada
musim barat dan 3.6 mm musim timur, sementara avtur memiliki ketebalan
evaporasi sebesar 0.0056 mm pada musim barat dan 0.0068 mm pada musim
timur. Jika dilihat dari pola penyebarannya, kedua lapisan minyak tersebut
cenderung menyebar di dekat daratan pada musim timur. Lebih tingginya tingkat
turbulensi lapisan minyak pada perairan di sekitar daratan menyebabkan
peningkatan luas permukaan lapisan minyak yang akan meningkatkan ketebalan
evaporasi pada awal terjadinya tumpahan. Selain itu posisi awal sumber
tumpahan kedua jenis minyak yang cenderung berada di perairan terbuka
mendapatkan pengaruh angin lebih besar pada musim timur sehingga
meningkatkan proses evaporasi.
Aspal memiliki ketebalan evaporasi sebesar 0.0183 mm pada musim barat
dan 9.2 x 10-4 mm pada musim timur, sementara diesel dengan sumber masukan
konstan memiliki ketebalan evaporasi mencapai 0.0053 mm pada musim barat dan
0.0041 pada musim timur. Suhu permukaan laut yang lebih tinggi pada musim
barat lebih banyak mempengaruhi proses evaporasi lapisan minyak tipis seperti
diesel sehingga cenderung lebih tinggi dibandingkan pada musim timur.
Sementara pada musim timur, aspal lebih cepat keluar dari dalam domain
sehingga proses evaporasi pada musim tersebut terlihat lebih rendah dibandingkan
dengan musim barat.
108
Proses disolusi tertinggi terjadi pada lapisan minyak mentah dengan
ketebalan lapisan mencapai 3.4 x 10-6 mm pada musim barat dan 4.6 x 10-6 mm
pada musim timur. Berat molekul minyak mentah yang lebih besar dibandingkan
jenis minyak lainnya memudahkan larutnya partikel minyak mentah ke dalam
kolom perairan. Sementara lapisan minyak avtur dan diesel memiliki densitas
yang lebih ringan sehingga cenderung menyebar rata di permukaan laut. Kondisi
tersebut memungkinkan proses evaporasi berjalan lebih cepat dibandingkan
dengan proses disolusi dimana keduanya sama-sama dialami oleh fraksi minyak
aromatik. Lapisan avtur memiliki ketebalan disolusi sebesar 4.2 x 10-7 mm pada
musim barat dan 2.3 x 10-7 pada musim timur, sementara lapisan aspal memiliki
ketebalan disolusi 9.1 x 10-7 pada musim barat dan 2.3 x 10-8 pada musim timur.
Lapisan diesel memiliki ketebalan disolusi sebesar 5 x 10-8 pada musim barat dan
1.3 x 10-8 pada musim timur. Seluruh jenis minyak mengalami proses disolusi
tertinggi pada musim barat, kecuali pada minyak mentah. Turbulensi yang lebih
tinggi pada kolom perairan menyebabkan lapisan minyak mentah mengalami
peningkatan luas permukaan lapisan minyak yang dapat meningkatkan ketebalan
disolusi pada musim timur. Namun pada lapisan avtur, peningkatan luas
permukaan lapisan pada musim timur justru mempercepat terjadinya proses
evaporasi dibandingkan dengan disolusi. Lapisan aspal pada musim barat lebih
lama berada dalam domain sehingga nilai disolusi terlihat lebih tinggi.
Tabel 9. Perb12
Die
sel
Avt
ur
Cru
de
Asp
al
bandingan Prosepada Musim Ba
Evaporas
es Evaporasi daarat dan Timur T
Musim Basi
an Disolusi SelurTahun 2007 arat
Disolus
109
ruh Jenis Minya
si
ak yang Dimode
Evapo
elkan Tumpah d
Musim rasi
di Perairan Cilac
Timur Diso
cap pada Jam Ke
olusi
e-
109
110
Perbandingan proses emulsifikasi dan dispersi vertikal seluruh jenis
minyak pada musim barat dan musim timur disajikan dalam Tabel 10. Proses
emulsifikasi lapisan avtur dan minyak mentah memiliki nilai yang lebih tinggi
pada musim timur. Minyak mentah memiliki ketebalan emulsifikasi tertinggi
yaitu 75 mm pada musim barat dan 275 mm musim timur, sementara avtur
memiliki ketebalan evaporasi sebesar 62.5 mm pada musim barat dan 275 mm
pada musim timur. Kedua lapisan minyak tersebut cenderung menyebar menuju
permukaan laut yang berada di dekat daratan pada musim timur. Lebih tingginya
tingkat turbulensi lapisan minyak pada perairan di dekat daratan menyebabkan
peningkatan intrusi air laut ke dalam lapisan minyak (water-uptake) sehingga
meningkatkan proses emulsifikasi dan meningkatkan ketebalan lapisan minyak
seluruhnya. Pengaruh angin yang lebih besar pada musim timur terutama pada
perairan terbuka juga meningkatkan turbulensi permukaan laut sehingga
meningkatkan proses emulsifikasi.
Aspal memiliki ketebalan emulsifikasi sebesar 275 mm pada musim barat
dan 25 mm pada musim timur, sementara diesel dengan sumber masukan konstan
memiliki ketebalan evaporasi mencapai 0.037 mm baik pada musim barat maupun
pada musim timur. Pada musim timur, aspal lebih cepat keluar dari dalam domain
karena terdorong oleh arus dan angin permukaan sehingga proses emulsifikasi
pada musim tersebut terlihat lebih rendah dibandingkan dengan musim barat.
Proses emulsifikasi pada aspal banyak terjadi pada lapisan yang terdampar di
sekitar tepi aliran Kali Donan. Sedangkan proses emulsifikasi pada diesel terjadi
pada seluruh lapisan yang mengalami akumulasi. Nilai emulsifikasi yang rendah
111
pada lapisan diesel disebabkan karena diesel memiliki jumlah kandungan
surfactant (aspal dan wax) dalam jumlah sedikit.
Proses dispersi vertikal tertinggi terjadi pada lapisan minyak mentah
dengan ketebalan lapisan mencapai 1.8 x 10-6 mm pada musim barat dan 1 x 10-6
mm pada musim timur. Minyak mentah memiliki berat molekul yang lebih besar
dibandingkan jenis minyak lainnya sehingga memudahkan masuknya partikel
minyak mentah ke dalam kolom perairan. Selain itu, densitas partikel minyak
mentah yang terdispersi memiliki nilai yang dapat mendekati densitas air laut di
sekitarnya sehingga dapat mempertahankan kedudukan partikel untuk tetap berada
dalam kolom perairan. Sementara itu, lapisan avtur dan diesel memiliki densitas
yang lebih ringan sehingga cenderung kembali lagi ke lapisan minyak yang berada
di permukaan laut. Hal yang sama terjadi pada lapisan avtur dimana memiliki
ketebalan dispersi vertikal sebesar 1.6 x 10-6 mm pada musim barat dan 1 x 10-6
pada musim timur. Sementara itu, lapisan aspal memiliki ketebalan dispersi
vertikal sebesar 9.2 x 10-7 pada musim barat. Pada musim timur, lapisan aspal
telah terdispersi pada awal tumpahan sebelum akhirnya terbawa keluar dari
domain perairan akibat pengaruh dari pergerakan arus dan angin permukaan.
Lapisan diesel memiliki ketebalan dispersi vertikal sebesar 4.6 x 10-9 pada musim
barat dan 4.5 x 10-9 pada musim timur. Proses dispersi vertikal pada lapisan
diesel memiliki nilai yang sangat kecil dikarenakan masukan minyak tersebut ke
dalam permukaan laut juga bernilai sangat kecil. Seluruh jenis minyak
mengalami proses dispersi vertikal tertinggi pada musim barat dikarenakan pada
musim timur lapisan minyak lebih banyak mengalami emulsifikasi sehingga
menyebabkan viskositas lapisan minyak meningkat.
Tabel 10. Perpad
Die
sel
Avt
ur
Cru
de
Asp
al
rbandingan Prosda Jam Ke-12 pa
Emulsifika
ses Emulsifikasiada Musim Bar
Musim Baasi
i dan Dispersi Vat dan Timur Taarat
Dispersi Ve
112
Vertikal Seluruh ahun 2007
ertikal
Jenis Minyak y
Emulsif
yang Dimodelka
Musim fikasi
an Tumpah di Pe
Timur Dispersi
erairan Cilacap
Vertikal
112
113
Laju perubahan konsentrasi fraksi minyak (exceedance frequency) dan
time exposure seluruh jenis minyak pada musim barat dan musim timur
ditampilkan pada Tabel 11. Baik pada musim barat maupun pada musim timur,
lapisan diesel tidak terlihat memiliki nilai exceedance frequency. Hal tersebut
dikarenakan laju perubahan fraksi minyak yang tumpah setelah 12 jam tersebut
masih sangat kecil. Lapisan diesel diasumsikan memasuki perairan dengan
volume yang sangat kecil namun konstan sehingga menyebabkan ketebalan
lapisan minyak setelah tumpah selama 12 jam belum terlalu signifikan
dibandingkan dengan total diesel yang diskenariokan tumpah di perairan Cilacap.
Avtur memiliki nilai exceedance frequency sebesar 4.1% pada musim barat dan
15% pada musim timur, sedangkan minyak mentah memiliki nilai exceedance
frequency sebesar 4.5% pada musim barat dan 13% pada musim timur. Nilai
exceedance frequency pada musim timur lebih tinggi jika dibandingkan dengan
musim barat dikarenakan minyak yang tumpah pada musim tersebut banyak
terakumulasi di dalam domain perairan. Akumulasi minyak tersebut tidak terlalu
besar jumlahnya dibandingkan dengan total minyak avtur maupun minyak mentah
yang dimodelkan tumpah di perairan Cilacap. Nilai exceedance frequency pada
aspal bernilai sebesar 9% pada musim barat dan 2.5-9% pada musim timur. Nilai
exceedance frequency pada musim timur lebih besar jika dibandingkan dengan
musim barat dikarenakan pada musim timur, sebagian besar lapisan aspal telah
terbawa ke luar domain akibat pergerakan arus dan angin yang cukup besar.
Konsentrasi fraksi minyak yang tertinggal dalam domain bernilai kecil jika
dibandingkan dengan total volume aspal yang diasumsikan tumpah di perairan
Cilacap dikarenakan aspal juga terlah mengalami proses pelapukan. Keseluruhan
114
nilai exceedance frequency umumnya tinggi di sekitar sumber tumpahan dan di
bagian pusat lapisan. Hal tersebut disebabkan karena lapisan minyak memiliki
ketebalan yang lebih besar di sekitar sumber tumpahan maupun pada bagian
tengah lapisan. Lapisan minyak yang terakumulasi juga memiliki nilai
exceedance frequency yang lebih tinggi dari lapisan minyak di sekitarnya.
Time exposition merupakan lamanya suatu grid terkena atau terpapar oleh
minyak. Setelah 12 jam, tumpahan diesel terlihat telah bergerak ke luar kanal
utama pada musim barat, sedangkan pada musim timur lapisan tersebut bergerak
pula ke dalam kanal. Pada musim barat, lapisan avtur terlihat bergerak menuju ke
timur domain yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, sedangkan
pada musim timur lapisan tersebut bergerak ke dalam domain. Hal yang sama
terjadi pada tumpahan minyak mentah. Pada musim barat pesisir Pulau
Nusakambangan menjadi daerah yang paling rawan terkena risiko pencemaran
minyak, sedangkan pada musim timur lapisan minyak menyebar di sekitar pantai
timur Cilacap, disepanjang aliran kanal utama dan aliran Kali Donan. Lapisan
aspal pada musim barat terlihat menyebar disekitar tepi timur aliran Kali Donan,
sedangkan pada musim timur lapisan tersebut menyebar di tepi sungai bagian
barat. Keseluruhan nilai time exposition yang dimodelkan pada tumpahan diesel
mencapai 240 jam pada musim barat dan musim timur. Lapisan avtur dan minyak
mentah memiliki total time exposition hingga 96 jam pada musim barat dan 24
jam pada musim timur, sementara lapisan aspal memiliki nilai time exposition
hingga 120 jam pada musim barat dan 48 jam pada musim timur. Nilai time
exposition lebih pendek pada musim timur jika dibandingkan dengan musim barat
dikarenakan pada musim tersebut lapisan minyak lebih cepat hilang dari domain
115
perairan akibat terbawa oleh arus dan terdorong oleh angin permukaan yang
cukup besar. Nilai time exposition paling besar terjadi pada lapisan diesel
dikarenakan diesel diasumsikan memasuki perairan secara konstan sehingga tetap
berada dalam domain. Lapisan avtur, minyak mentah dan aspal sebagian besar
akan terbawa keluar dari domain perairan namun tetap menyisakan sejumlah
minyak yang terdampar di daratan dalam domain model.
Tabel 11. Perpad
E
Die
sel
Avt
ur
Cru
de
Asp
al
rbandingan Exceda Jam Ke-12 pa
Exceedance Fre
eedance Frequeada Musim Bar
Musim Baequency
ency dan Time Eat dan Timur Taarat
Time Expo
116
Exposure Seluruahun 2007
osure
uh Jenis Minyak
Exceedance F
yang Dimodelk
Musim Frequency
kan Tumpah di P
Timur Time Ex
Perairan Cilacap
xposure
p
116
117
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Model hidrodinamika dan tumpahan minyak yang dimodelkan dalam studi
ini dapat diterima dengan baik karena data masukan pemodelan dan data hasil
pengukuran insitu memiliki kemiripan tinggi.
Perairan di sekitar pesisir Pulau Nusakambangan menjadi daerah yang
paling rawan terkena dampak pencemaran pada musim barat karena pergerakan
arus dan arah angin pada musim tersebut mengarah ke bagian tenggara dan timur
domain. Pada musim timur, daerah pantai timur Cilacap serta di sepanjang aliran
kanal utama dan Kali Donan memiliki risiko tertinggi terhadap pencemaran
minyak karena arah arus dan angin dominan mengarah ke bagian barat dan barat
laut domain.
Proses evaporasi pada lapisan minyak yang lebih tebal (minyak mentah
dan avtur) semakin meningkat seiring dengan peningkatan luas permukaan akibat
dari turbulensi, sedangkan proses evaporasi pada lapisan minyak yang lebih tipis
(diesel) lebih banyak mendapat pengaruh dari suhu lingkungan sekitar.
Proses disolusi pada musim barat lebih tinggi dibandingkan dengan musim
timur diduga karena pada musim timur fraksi minyak dengan berat molekul
rendah (aromatic) cenderung lebih dahulu terevaporasi daripada terdisolusi.
Proses emulsifikasi seluruh jenis minyak memiliki nilai tertinggi pada
musim timur dibandingkan dengan musim barat diduga karena pada musim timur
lapisan minyak tersebut lebih banyak mengalami turbulensi. Proses dispersi
vertikal pada musim barat justru lebih tinggi dibandingkan pada musim timur
118
diduga karena pada musim timur lapisan minyak telah mengalami peningkatan
viskositas yang cukup besar akibat proses emulsifikasi.
Laju perubahan konsentrasi fraksi minyak bernilai tinggi di sekitar sumber
tumpahan dan di bagian pusat lapisan karena lapisan minyak memiliki ketebalan
yang lebih besar pada bagian lapisan tersebut. Kecilnya nilai laju perubahan
fraksi minyak pada semua jenis minyak menandakan lapisan minyak telah
menyebar, kecuali pada lapisan minyak yang terdampar di sekitar domain.
Resident time pada musim timur lebih pendek jika dibandingkan dengan
musim barat karena pada musim tersebut lapisan minyak lebih cepat hilang dari
domain perairan akibat terbawa oleh arus dan terdorong oleh angin permukaan
yang cukup besar.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu perlu dilakukan
penelitian serupa dengan memasukkan faktor gelombang ke dalam model
hidrodinamika. Faktor gelombang sangat berperan terhadap proses pelapukan
minyak seperti emulsifikasi dan dispersi vertikal. Selain itu dalam penelitian
selanjutnya dapat dilakukan verifikasi hasil model baik dari segi hidrodinamika
maupun dari segi oil spill. Pemodelan dengan menggunakan input jenis minyak
yang lain sangat disarankan untuk mendapatkan hasil perbandingan yang lebih
beragam, sedangkan untuk mendapatkan hasil perbandingan tingkat pelapukan
pada masing-masing jenis minyak secara nyata dapat dilakukan dengan
menyamakan jumlah tumpahan minyak, waktu tumpahan, serta lokasi sumber
tumpahan minyak.
119
DAFTAR PUSTAKA
Alonso, M dan E.J. Finn. 1992. Dasar-dasar fisika universitas. Penerbit Erlangga.
Jakarta. Clark, R. B. 1986. Marine Pollution. Clarendon Press-Oxford. UK. CRC. 2000. Chapter 4: Behaviour of Oil in The Environment. CRC Press LCC. DHI. 2006. Mike 21 HD Scientific Documentation. DHI Water & Environment.
Denmark. DHI. 2006. Mike 21 & Mike 3 PA/SA: Particle Analysis and Oil Spill Analysis
Module. DHI Water & Environment. Denmark. DHI. 2007. Mike 21 Flow Model FM: Hydrodynamic Module. DHI Water &
Environment. Denmark. Firdaus. 1997. Pemodelan dan simulasi komputer pola arus dan trayektori
tumpahan minyak di Perairan Cilacap dengan metode beda hingga eksplisit. Fakultas Perikanan dan lmu Kelautan. Skripsi: Tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor.
Gross, M.G. 1972. Oceanography a View The Earth. Prentice Hall International
Inc. London, UK. Harimurthy, S. 2002. Tipologi komunitas makrozoobentos sebagai bioindikator
pencemaran perairan di muara Sungai Donan, Cilacap, Jawa Tengah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Skripsi: Tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor.
IFREMER. 2007. Sumber Data Angin.
ftp://ftp.ifremer.fr/pub/ifremer/cersat/products/gridded/mwf-blended/data/ [1 Oktober 2008]
Ilham. 2002. Identifikasi permasalahan dan langkah penanganan mitigasinya.
Jurusan Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada.
ITOPF. 2007. About Marine Spills – Weathering Process.
http://www.itopf.com/marine%2Dspills/fate/weathering%2Dprocess/ [27 Maret 2008]
JANHIDROS. 2007. Peta batimetri Jawatan Hidro-Oseanografi TNI-AL Nomor
108. JANHIDROS, Jakarta. Mukhtasor. 2007. Pencemaran pesisir dan laut. PT Pradnya Paramita, Jakarta.
120
Pariwono, J. I. 1989. Kondisi pasang surut di Indonesia. in Pasang Surut.
Penyunting: O. S. R. Ongkosongko dan Suyarso. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan.
Pertamina, 2006. Warta Pertamina: Avtur sei pakning potensial lebih efisien.
http://www.pertamina.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1312&Itemid=507 [27 Juli 2009]
Wikipedia. 2007. Kabupaten Cilacap.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Cilacap [27 Maret 2008]
121
LAMPIRAN
122
Lampiran 1. Contoh Laporan Hasil Pemodelan Hidrodinamika Pada Musim Barat dengan Menggunakan DHI Software Mike 21Hydrodynamic Modul
20080925 184906 ======================================================================Target: MIKE21_NESTED_MODEL Section: NESTED_MODEL_GLOBALS -------------------------------------- Section: MODULE_SELECTION ---------------------------------------- Simulation_Type : 0 Include_DB_computations : False Section: HYDRODYNAMIC_MODULE --------------------------------------- Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Print_Misc_Output : 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (default) Section: BATHYMETRY_SELECTION ------------------------------------ No_of_Areas : 1 Hot_Start : 0 Section: BATHYMETRY_SELECTION ------------------------------------ Section: AREA_1 ------------------------------------------------ Section: DATA_FILE ------------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\Bathy\Bathy.dfs2 Item_Numbers : 1 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- dzdt_File_Name : (default) Section: BATHYMETRY_SELECTION ------------------------------------ Projection : PROJCS["WGS_1984_UTM_Zone_49S",GEOGCS["GCS_WGS_1984",DATUM["D_WGS_1984",SPHEROID["WGS_1984",6378137,298.257223563]],PRIMEM["Greenwich",0],UNIT["Degree",0.017453292519943295]],PROJECTION["Transverse_Mercator"],PARAMETER["False_Easting",500000],PARAMETER["False_Northing",10000000],PARAMETER["Central_Meridian",111],PARAMETER["Scale_Factor",0.9996],PARAMETER["Latitude_Of_Origin",0],UNIT["Meter",1]] CoriolisForce : True Land_Slides : False Section: SIMULATION_PERIOD --------------------------------------- Number_of_Timesteps : 466560 Time_Step_Interval : 5 Warm_Up_Period : 7200 Start_Time : 2007 2 1 0 0 0 Section: SURFACE_ELEVATION --------------------------------------- Section: AREA_1 ------------------------------------------------ Type : 1 Constant_Value : 0.12 Section: FLOOD_AND_DRY ------------------------------------------- Enable_Flood_and_Dry_Checking : 1 Drying_Depth : 0.2
123
Flooding_Depth : 0.3 Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Flood_Dry_Time_Step_Interval : 1 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- fldhw : 0.6 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- epsf : 0.000199 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- epsh : 0.000099 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- RainOnDryLand : False (default) Section: RESISTANCE ---------------------------------------------- Formulation : 0 Section: AREA_1 ------------------------------------------------ Data_Format : 2 Section: DATA_FILE ------------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\Ress\Manning.dfs2 Item_Numbers : 1 Include_Pier : False --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: Grid editor Title : G:\@-Cil_Oil\Pros\bathy_ascii.dfs2 Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit 1 885 10 0 meter 2 935 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit Ressistance Manning's M 8 32 0 m^(1/3)/s ---------------------------------------------------------------------- Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Reference_Point_in_Area_1 : -99 0 (default) Section: EDDY_VISCOSITY ------------------------------------------ Data_Format : 3 Formulation : 1 Section: EDDY_VISCOSITY ------------------------------------------ Section: AREA_1 ------------------------------------------------ Smagorinsky_Format : 0.5 Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Smag_File_Name_Area_1 : (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- MinimumEddy_AREA_1 : 0 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- MaximumEddy_AREA_1 : 200 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- MinEddyDepth : 50 (default) Section: WAVE_RADIATION ------------------------------------------ Section: AREA_1 ------------------------------------------------ Included : False
124
Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------- Number_Of_Boundaries : 4 Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------- Section: BOUNDARY_1 -------------------------------------------- First_Point : 0 357 Last_Point : 0 495 Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------- Section: BOUNDARY_1 -------------------------------------------- Formulation : 1 Data_Format : 4 FAB_Type : 12 Tilt_Type : 1 Tilting_Point : 473 Section: USER_DIRECTIONS ------------------------------------- Enable_User_Directions : False Section: DATA_FILE ------------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\Pasut\Barat-Kiri.dfs1 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: //apv Title : G:\@-Cil_Oil\SC02\Pasut\Barat-Kiri.dfs1 Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time 8065 300 2007-02-01 00:00:00 1 139 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit Predicted Water Level -0.775733 0.853062 0 meter ---------------------------------------------------------------------- Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------- Section: BOUNDARY_2 -------------------------------------------- First_Point : 117 934 Last_Point : 169 934 Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------- Section: BOUNDARY_2 -------------------------------------------- Formulation : 1 Data_Format : 4 FAB_Type : 12 Tilt_Type : 1 Tilting_Point : 143 Section: USER_DIRECTIONS ------------------------------------- Enable_User_Directions : False Section: DATA_FILE ------------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\Pasut\Barat-Atas.dfs1 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: //apv Title : G:\@-Cil_Oil\SC02\Pasut\Barat-Atas.dfs1 Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time 8065 300 2007-02-01 00:00:00
125
1 53 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit Predicted Water Level -0.749254 0.833902 0 meter ---------------------------------------------------------------------- Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------- Section: BOUNDARY_3 -------------------------------------------- First_Point : 884 0 Last_Point : 884 871 Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------- Section: BOUNDARY_3 -------------------------------------------- Formulation : 1 Data_Format : 4 FAB_Type : 12 Tilt_Type : 1 Tilting_Point : 191 Section: USER_DIRECTIONS ------------------------------------- Enable_User_Directions : False Section: DATA_FILE ------------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\Pasut\Barat-Kanan.dfs1 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: //apv Title : G:\@-Cil_Oil\SC02\Pasut\Barat-Kanan.dfs1 Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time 8065 300 2007-02-01 00:00:00 1 872 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit Predicted Water Level -0.793907 0.869539 0 meter ---------------------------------------------------------------------- Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------- Section: BOUNDARY_4 -------------------------------------------- First_Point : 729 0 Last_Point : 884 0 Section: OPEN_BOUNDARY ------------------------------------------ Section: BOUNDARY_4 -------------------------------------------- Formulation : 1 Data_Format : 4 FAB_Type : 12 Tilt_Type : 1 Tilting_Point : 858 Section: USER_DIRECTIONS ------------------------------------- Enable_User_Directions : False Section: DATA_FILE ------------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\Pasut\Barat-Bawah.dfs1 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: //apv Title : G:\@-Cil_Oil\SC02\Pasut\Barat-Bawah.dfs1 Delete : -1.000E-30
126
Axis Sets Interval Axis origin Unit time 8065 300 2007-02-01 00:00:00 1 156 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit Predicted Water Level -0.793929 0.869562 0 meter ---------------------------------------------------------------------- Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Bingham_Fluid : False (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Fixedresimap : False (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- gID_lower : 0.05 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- gID_upper : 0.059999 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Chezymin : 5 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Chezymax : 30 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Include_Structures : False (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Read_decoupled_files : False (default) Section: WIND_CONDITIONS ----------------------------------------- Data_Format : 3 Neutral_Pressure : 1013 Section: DATA_FILE --------------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\Angin\Angin-01-02-07-Barat-FN.dfs2 IncludeAirPressureCorrections : False (default) --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: Grid editor Title : File Title Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time 112 21600 2007-02-01 00:00:00 1 885 10 0 meter 2 935 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit SL. Pressure Air Pressure 1009.90002 1012.59997 0 hectoPascal U-Wind Wind speed -2.6106 5.9242 0 m/s V-Wind Wind speed -3.4601 2.771 0 m/s ---------------------------------------------------------------------- Section: WIND_CONDITIONS ----------------------------------------- Type_of_Wind_Friction : 1 Linear_Friction_1 : 0.0016 Linear_Friction_2 : 0.0026 Linear_Speed_1 : 0 Linear_Speed_2 : 16 Section: SOURCE_AND_SINK -----------------------------------------
127
Number_Of_Sources : 0 Section: SOURCE_AND_SINK ----------------------------------------- PrecipitationType : -1 Precipitation : 0 NetPrecipitation : False RainOnDryLand : False EvaporationType : -1 Evaporation : 0 Section: MASS_BUDGET --------------------------------------------- NoOfPolygons : 0 Section: OUTPUT_SPECIFICATION ------------------------------------ Number_of_Output_Areas : 1 Generate_Hotstart : False Section: OUTPUT_SPECIFICATION ------------------------------------ Section: OUTPUT_AREA_1 ----------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\HD\HD-Barat-PL.dfs2 Type : 2 X_Range_And_Interval : 0 884 1 Y_Range_And_Interval : 0 934 1 Area_No : 1 First_Time_Step : 1440 Last_Time_Step : 466560 Time_Step_Interval : 180 Output_Item : 3 ITEM_NUMBERS : 4 5 6 Title : HD-Barat Section: OUTPUT_SPECIFICATION ------------------------------------ Section: INUNDATION_STATISTICS --------------------------------- IncludeInundationStatistics : False InundationFileName : InundationFileStoreStep : 0 Section: KALMAN_FILTER_MODULE -------------------------------------- Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- bdel21 : True (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Include_DB_computations : False (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Include_Upwinding : True (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Fr1 : 0.25 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Fr2 : 1 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- alpha0 : 0 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Include_Forward_Centering_Mass_Eq : False (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Include_Dissipative_Interface : False (default)
128
Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Dissipation_coefficient : 0.5 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- No_Border_FLD : False (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- IncludeInundationStatistics : False (default) ======================== COMPUTATION STARTED ========================= Section: HYDRODYNAMIC_MODULE --------------------------------------- Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Atm_Pressure_Correction : 0 (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Logical_Bamc : True (default) Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Logical_Bamc : True (default) ========================= COMPUTATION ENDED ========================== ========================= Output Statistics ========================== --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: Title : HD-Barat Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time 2585 900 2007-02-01 02:00:00 1 885 10 0 meter 2 935 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit Surface elevation Surface Elevation -0.800179 0.868936******** meter U velocity u-velocity component -0.956005 0.692321******** m/s V velocity v-velocity component -0.798391 1.547274******** m/s ---------------------------------------------------------------------- ====================================================================== =========================== Run Statistics =========================== Total number of computational points : 176553115648. CPU time : 269280 [s] Points/sec : 655648.8 ====================================================================== Normal run completion
129
Lampiran 2. Contoh Laporan Hasil Pemodelan Tumpahan Minyak Menggunakan DHI Software Mike 21 Spill Analysis Modul
20090129 013603 ===================================================================== Target: MIKE321_PA_SA Section: BASIC_PARAMETERS ------------------------------------------ Section: OPTION_PARAMETERS --------------------------------------- Print_Misc_Output : 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (default) Specify_Neutral_Dispersion : 0 (default) Include_Vert_Disp_From_Wind : False (default) Include_mud_consolidation : 1 (default) Include_Misc_Timeserie : False (default) Section: STARTING_CONDITIONS ------------------------------------- Module_Selection : 1 Number_of_Computational_Areas : 1 Section: SIMULATION_PERIOD --------------------------------------- Number_Of_Time_Steps : 103680 Time_Interval : 10 Start_Time : 2007 2 1 2 0 0 Section: HYDRODYNAMIC_DATA --------------------------------------- Data_Selection : 0 Section: CURRENT_CONDITIONS ------------------------------------ HD_Selection : 2 Section: CURRENT_CONDITIONS ------------------------------------ Section: AREA_1 ---------------------------------------------- Section: DATA_FILE ----------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\HD\HD-Barat-Oil.dfs2 Working on: G:\Rizka Cilacap\SC01\HD\HD-Barat-Oil.dfs2 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: C:\Program Files\DHI\MIKE Title : HD-Barat Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time 2585 900 2007-02-01 02:00:00 1 885 10 0 meter 2 935 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit H Water Depth m Water Level 0.925467 25.663668******** meter P Flux m^3/s/m Flow Flux -21.332455 14.248095******** m^3/s/m Q Flux m^3/s/m Flow Flux -12.573159 37.359356******** m^3/s/m ---------------------------------------------------------------------- Projection : PROJCS["WGS_1984_UTM_Zone_49S",GEOGCS["GCS_WGS_1984",DATUM["D_WGS_1984",SPHEROID["WGS_1984",6378137,298.257223563]],PRIMEM["Greenwich",0],UNIT["Degree",0.017453292519943295]],PROJECTION["Transverse_Mercator"],PARAMETER["False_Easting",500000],PARAMETER["False_Northing",10000000],PARAMETER["Central_Meridian",111],PARAMETER["Scale_Factor",0.9996],PARAMETER["Latitude_Of_Origin",0],UNIT["Meter",1]]
130
Section: SOURCES ------------------------------------------------- Number_of_Sources : 5 Number_of_Particles_per_Timestep : 10 Include_Max_Age : 0 Section: SOURCE_NO_1 ------------------------------------------- Area_No : 1 Section: SOURCE_COORDINATES ---------------------------------- Data_Type : 0 Source_Coordinates : 323 247 Section: SOURCE_DEPTH ---------------------------------------- Data_Type : 0 Source_Depth_Below_Datum : 0 Section: SOURCE_FLUX ----------------------------------------- Data_Type : 0 Mass_Flux : 0.0003 Section: SOURCE_NO_2 ------------------------------------------- Area_No : 1 Section: SOURCE_COORDINATES ---------------------------------- Data_Type : 0 Source_Coordinates : 93 450 Section: SOURCE_DEPTH ---------------------------------------- Data_Type : 0 Source_Depth_Below_Datum : 0 Section: SOURCE_FLUX ----------------------------------------- Data_Type : 1 Section: DATA_FILE ----------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\flux\flux7b.dfs0 Item_Numbers : 1 Working on: G:\Rizka Cilacap\SC01\flux\flux7b.dfs0 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: MIKE Zero Title : Flux Barat Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time232561 10 2007-02-01 02:00:00 Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit Flux Volume Flux 0 1.5 0 m^3/s ---------------------------------------------------------------------- Section: SOURCE_NO_3 ------------------------------------------- Area_No : 1 Section: SOURCE_COORDINATES ---------------------------------- Data_Type : 0 Source_Coordinates : 131 499 Section: SOURCE_DEPTH ---------------------------------------- Data_Type : 0 Source_Depth_Below_Datum : 0 Section: SOURCE_FLUX ----------------------------------------- Data_Type : 0 Mass_Flux : 0.000027 Section: SOURCE_NO_4 ------------------------------------------- Area_No : 1 Section: SOURCE_COORDINATES ----------------------------------
131
Data_Type : 0 Source_Coordinates : 447 518 Section: SOURCE_DEPTH ---------------------------------------- Data_Type : 0 Source_Depth_Below_Datum : 0 Section: SOURCE_FLUX ----------------------------------------- Data_Type : 0 Mass_Flux : 0.000007 Section: SOURCE_NO_5 ------------------------------------------- Area_No : 1 Section: SOURCE_COORDINATES ---------------------------------- Data_Type : 0 Source_Coordinates : 731 660 Section: SOURCE_DEPTH ---------------------------------------- Data_Type : 0 Source_Depth_Below_Datum : 0 Section: SOURCE_FLUX ----------------------------------------- Data_Type : 1 Section: DATA_FILE ----------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\flux\flux12b.dfs0 Item_Numbers : 1 Working on: G:\Rizka Cilacap\SC01\flux\flux12b.dfs0 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: MIKE Zero Title : Flux Barat Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time232561 10 2007-02-01 02:00:00 Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit Flux Volume Flux 0 0.079999 0 m^3/s ---------------------------------------------------------------------- Section: DISPERSION ---------------------------------------------- Type_of_Dispersion : 1 Section: LONGITUDINAL_DISPERSION ------------------------------- Section: AREA_1 ---------------------------------------------- Longitudinal_Proportionality_Factor : 1 Max_Longitudinal_Dispersion_Coefficient : 1 Min_Longitudinal_Dispersion_Coefficient : 0 Section: TRANSVERSAL_DISPERSION -------------------------------- Section: AREA_1 ---------------------------------------------- Transversal_Proportionality_Factor : 1 Max_Transversal_Dispersion_Coefficient : 1 Min_Transversal_Dispersion_Coefficient : 0 Section: VERTICAL_DISPERSION ----------------------------------- Section: AREA_1 ---------------------------------------------- Vertical_Proportionality_Factor : 0.009999 Max_Vertical_Dispersion_Coefficient : 0.009999 Min_Vertical_Dispersion_Coefficient : 0 Section: WIND_CONDITIONS ----------------------------------------- Type_of_Wind : 3 Section: WIND_CONDITIONS ----------------------------------------- Section: DATA_FILE ---------------------------------------------
132
File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\Angin\Angin-01-02-07-Barat-FN.dfs2 Working on: G:\Rizka Cilacap\SC01\Angin\Angin-01-02-07-Barat-FN.dfs2 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: Grid editor Title : File Title Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time 112 21600 2007-02-01 00:00:00 1 885 10 0 meter 2 935 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit SL. Pressure Air Pressure 1009.90002 1012.59997 0 hectoPascal U-Wind Wind speed -2.6106 5.9242 0 m/s V-Wind Wind speed -3.4601 2.771 0 m/s ---------------------------------------------------------------------- Section: WIND_CONDITIONS ----------------------------------------- Type_of_Wind_Friction : 1 Lower_Limit_Speed : 0 Lower_Limit_Friction : 0.015 Upper_Limit_Speed : 24 Upper_Limit_Friction : 0.02 Depth_of_Wind_Influence : 1 Deflection_Angle : 15 Depth_of_Longshore_Current_Zone : 5 Section: VELOCITY_AND_EDDY_PROFILE ------------------------------- Include_Logarithmic_Velocity_Profile : 0 Include_Parabolic_Eddy_Profile : 1 Section: EXCEEDING_CONCENTRATION --------------------------------- Include_Exceeding_Concentration : 1 Exceeding_Concentration_Limit : 100 Section: TIME_EXPOSITION ----------------------------------------- Include_Time_Exposition : 1 Section: WATER_PROPERTIES ---------------------------------------- Section: WATER_TEMPERATURE ------------------------------------- Data_Type : 0 Section: AREA_1 ---------------------------------------------- Constant_Water_Temperature : 29 Section: WATER_SALINITY ---------------------------------------- Data_Type : 0 Section: AREA_1 ---------------------------------------------- Constant_Water_Salinity : 33.5 Section: OIL_SPILL_PARAMETERS -------------------------------------- Section: AIR_PROPERTIES ------------------------------------------ Section: TEMPERATURE ------------------------------------------- Data_Type : 0 Constant_Air_Temperature : 27.565 Section: CLOUDINESS -------------------------------------------- Data_Type : 0 Constant_Cloudiness : 0.58 Section: HEAT_BALANCE -------------------------------------------- Include_Evaporation : 1 Include_Heat_Balance : 1
133
Albedo_Value : 0.14 Emissivity_of_Oil : 0.82 Emissivity_of_Water : 0.95 Emissivity_of_Air : 0.82 Evaporation_Constant : 0.029 Section: EMULSIFICATION ------------------------------------------ Include_Emulsification : 1 Maximum_Water_Content : 0.85 Asphaltenes_Content : 1 Wax_Content : 2 K1_Due_to_Water_Uptake : 5.E-07 K2_Due_to_Water_Release : 0.000012 Section: DISSOLUTION --------------------------------------------- Include_Dissolution : 1 Mass_Transfer_Coefficient : 0.000002 Include_Entrainment : 1 Oil_Water_Tension : 29.9 Section: OIL_PROPERTIES ------------------------------------------ Section: SOURCE_NO_1 ------------------------------------------- C6_C12_Paraffin : 14.7 C13_C25 : 0 C6_C12_Cycloparaffin : 34.2 C13_C23 : 0 C6_C11_Aromatic : 9.1 C12_C18_Aromatic : 0 C9_C25_Naphtheon : 42.4 Residual : 0 Reference_Temperature : 20 Oil_Viscosity_at_Reference_Temperature : 6.94 Temp_Type : 0 Constant_Oil_Temperature : 25 Section: OIL_PROPERTIES ------------------------------------------ Section: SOURCE_NO_2 ------------------------------------------- C6_C12_Paraffin : 14.7 C13_C25 : 0 C6_C12_Cycloparaffin : 34.2 C13_C23 : 0 C6_C11_Aromatic : 9.1 C12_C18_Aromatic : 0 C9_C25_Naphtheon : 42.4 Residual : 0 Reference_Temperature : 20 Oil_Viscosity_at_Reference_Temperature : 6.94 Temp_Type : 0 Constant_Oil_Temperature : 25 Section: OIL_PROPERTIES ------------------------------------------ Section: SOURCE_NO_3 ------------------------------------------- C6_C12_Paraffin : 14.7 C13_C25 : 0 C6_C12_Cycloparaffin : 34.2 C13_C23 : 0 C6_C11_Aromatic : 9.1 C12_C18_Aromatic : 0
134
C9_C25_Naphtheon : 42.4 Residual : 0 Reference_Temperature : 20 Oil_Viscosity_at_Reference_Temperature : 6.94 Temp_Type : 0 Constant_Oil_Temperature : 25 Section: OIL_PROPERTIES ------------------------------------------ Section: SOURCE_NO_4 ------------------------------------------- C6_C12_Paraffin : 14.7 C13_C25 : 0 C6_C12_Cycloparaffin : 34.2 C13_C23 : 0 C6_C11_Aromatic : 9.1 C12_C18_Aromatic : 0 C9_C25_Naphtheon : 42.4 Residual : 0 Reference_Temperature : 20 Oil_Viscosity_at_Reference_Temperature : 6.94 Temp_Type : 0 Constant_Oil_Temperature : 25 Section: OIL_PROPERTIES ------------------------------------------ Section: SOURCE_NO_5 ------------------------------------------- C6_C12_Paraffin : 14.7 C13_C25 : 0 C6_C12_Cycloparaffin : 34.2 C13_C23 : 0 C6_C11_Aromatic : 9.1 C12_C18_Aromatic : 0 C9_C25_Naphtheon : 42.4 Residual : 0 Reference_Temperature : 20 Oil_Viscosity_at_Reference_Temperature : 6.94 Temp_Type : 0 Constant_Oil_Temperature : 25 Section: OUTPUT_SPECIFICATION ------------------------------------ Number_Of_Output_Areas : 1 Section: OUTPUT_AREA_1 ----------------------------------------- File_Name : G:\Rizka Cilacap\SC01\oil\diesel barat_I.dfs2 Title : Diesel Barat I Reference_Area : 1 XRange : 0 884 1 YRange : 40 800 1 TRange : 720 103680 60 Section: OUTPUT_INCLUDE -------------------------------------- Output_As : 0 Total_Concentration : True Oil_Fraction_No_1 : False Oil_Fraction_No_2 : False Oil_Fraction_No_3 : False Oil_Fraction_No_4 : False Oil_Fraction_No_5 : False Oil_Fraction_No_6 : False Oil_Fraction_No_7 : False
135
Oil_Fraction_No_8 : False Emulsification_Rate : True Oil_Evaporation : True Dissolution : True Vertical_Dispersed_Oil : True Exceeding_Concentration : True Time_Exposition : True U_Current_Velocity : True V_Current_Velocity : True Section: BASIC_PARAMETERS ------------------------------------------ Section: DISCHARGE_LINES ----------------------------------------- Number_Of_Discharge_lines : 0 Working on: G:\Rizka Cilacap\SC01\HD\HD-Barat-Oil.dfs2 --------------------------- Data File Summary --------------------------- Data origin: C:\Program Files\DHI\MIKE Title : HD-Barat Delete : -1.000E-30 Axis Sets Interval Axis origin Unit time 2585 900 2007-02-01 02:00:00 1 885 10 0 meter 2 935 10 0 meter Item name Item type Minimum Maximum Missing Unit H Water Depth m Water Level 0.925467 25.663668******** meter P Flux m^3/s/m Flow Flux -21.332455 14.248095******** m^3/s/m Q Flux m^3/s/m Flow Flux -12.573159 37.359356******** m^3/s/m ---------------------------------------------------------------------- Timestep: 0 ( 50 ) Timestep: 1 ( 100 ) Timestep: 2 ( 150 ) Timestep: 3 ( 200 ) Timestep: 4 ( 250 ) Timestep: 5 ( 300 ) dst. hingga Timestep: 86082 ( 1783056 )
136
Lampiran 3. Contoh Sumber Data Mentah Minyak Jenis Crude Oil
137
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 16 April 1986 dari
pasangan Bapak (Alm.) Hamidi dan Ibu Nani Hendani.
Lulus dari SMA Negeri 1 Depok pada tahun 2004, penulis
langsung melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor pada
Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur USMI.
Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi
kemahasiswaan yaitu HIMITEKA sebagai Staf Divisi Kewirausahaan periode
2005-2006. Selain itu, penulis juga aktif menjadi Panitia Musyawarah Nasional
HIMITEKINDO pada tahun 2006.
Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Perikanan di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi dengan judul
“Model Sebaran Tumpahan Minyak di Alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung
Intan Cilacap, Jawa Tengah”.
Top Related