Model Pembelajaran Cooperative Learning
Share : Pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh
ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama,
pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengsan memanfaatkan kenyataan itu, belajar
berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing)
pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
berinteraksi-komunikasi-sosialisasikarena koperatif adalah miniature dari hidup
bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok
untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksikan konsep, menyelesaikan persoalan
atau inkuiri.
Menurut teori dan pengalaman agarkelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota
kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol
dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompokberupa laporan atau presentasi.
Sintak pembelajaran koperatif adalah :
informasi,
pengarahan-strategi,
membentuk kelompok heterogen,
kerja kelompok,
presentasi hasil kelompok dan
pelaporan. .
Model Pembelajaran Contextual Teacing and Learning (CTL)
Share : Contextual Teacing and Learning (CTL) - Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran
yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait
dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari
materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret
dan suasana menjadi kondusif-nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual
adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat
dan mengembangkan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model
lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan,
pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing,
menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning
community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on,
hands-on, mencoba, mengerjakan), Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur,
generalisasi, menemukan),Contructivism (membangun pemahaman sendiri,
mengkonstruksikan konsep-aturan, analisis sintesis), Reflection (reviu, rangkuman, tindak
lanjut), Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian
terhadap setiap aktivitas-usaha siswa, penilaian fortofolio, penilaian seobjektif-objektifnya
dari berbagai aspek dengan berbagai cara)
Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
Share : Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola
guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization,
yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan
dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorgnisasi matematika
melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika).
Prnsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi),
pemahaman (menemukan-informal dalam konteks melalui refleksi, informal ke formal),
inter-twinment (keterkaitan-interkoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai
aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).
Model Pembelajaran Direct Learning
Share : Pembelajaran Langsung (DL= Direct Learning) - Pengetahuan yang bersifat informal dan
prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan
dengan cara pembelajaran langsung.
Sintaknya adalah :
menyiapkan siswa,
sajian informasi dan prosedur,
latihan terbimbing,
refleksi,
latihan mandiri, dan
evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah
bervariasi)
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Share : Problem Based Learning (PBL) = Pembelajaran Berbasis Masalah. Kehidupan adalah
identik dengan masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik
dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi,
demokrasi, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalahmetakognitif, elaborasi (analisis),
interprestasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis,
generalisasi dan inkuiri.
Model Pembelajaran Problem Solving
Share : Model Pembelajaran Problem Solving - Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu
persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru Problem Solving
adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan atau algoritma).
Sintaknya adalah :
sajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di atas,
siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan,
siswa mengidentifikasi,
mengeksplorasi,
menginvestigasi,
menduga dan
akhirnya menemukan solusi.
Model Pembelajaran Problem Posing
Share : Model Pembelajaran Problem Posing - Bentuk lain dari problem posing adalah pemecahan
masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-
bagian yang lebih simple sehingga dipahami.
Sintaknya adalah :
Pemahaman,
Jalan Keluar,
Identifikasi Kekeliruan,
Meminimalisasi Tulisan-Hitungan,
Cari Alternative,
Menyusun Soal-Pertanyaan.
Pustaka :
Ngalimun, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin. Scripta Cendekia.
MOdel Pembelajaran Open Ended (OE) - Problem Terbuka
Share : Model Pembelajaran Open Ended (OE) - Problem Terbuk. Pembelajaran dengan problem
(masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan
berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).
Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis,
komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan dan sosialisasi. Siswa dituntut untuk
berimprovisasi mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang bervariasi dalam
memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk
menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian, model pembelajaran ini
lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir, keterpasuan,
keterbukaan, dan ragam berpikir.
Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar,
diagram, tabel), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa,
kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimbingan (sedikit demi sedikit dilepas
mandiri).
Sintaknya adalah menyajikan masalah, perorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat
respon siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.
Pustaka :
Ngalimun, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin. Scripta Cendekia.
Model Pembelajaran Probing-Prompting
Share : Model Pembelajaran Probing-Prompting. Teknik probing-prompting adalah pembelajaran
dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali
sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan
pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa
mengkontruksika konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian
pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara
acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa
menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab.
Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk
mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah
ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana
menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah
harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.
Pustaka :
Ngalimun, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin. Scripta Cendekia.
Model Pembelajaran Bersiklus (Cycle Learning)
Share : Model Pembelajaran Bersiklus (Cycle Learning). Ramse (1993) mengemukakan bahwa
pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi
(empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti mengali pengetahuan
prasyarat, eksplanasi berarti mengenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan
aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.
.
Model Pembelajaran Reciprocal Learning
Share : Model Pembelajaran Reciprocal Learning - Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan
bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar,
mengingat, berpikir dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mengemukakan bahwa
belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi,
hipotesis. Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara
pembelajaran resiprokal, yaitu : informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-
Modul, membaca-merangkum.
Model Pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy)
Share : Model Pembelajaran SAVI (Somatic-Auditory-Visualization-Intellectualy).
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah
memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri kependekan dari :
SOMATIC yang bermakna gerakan tubuh (hand-on, aktivitas fisik) dimana belajar dengan
mengalami dan melakukan;
AUDITORY yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui mendengarkan,
menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi;
VISUALIZATION yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui
mengamati, menggambar, mendemontrasikan, membaca, menggunakan media dan alat
peraga; dan
INTELLECTUALY yang bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan
berpikir (minds-on) belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih
menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta,
mengkontruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT)
Share : Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT).
Penerapan model ini dengan cara mengelompokan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa
sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk
kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh
rasa kompetesi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam
kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun,
dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga
terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa
pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport.
Sintaknya adalah sbb :
1. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemuadian berikan informasi pokok materi
dan mekanisme kegiatan.
2. Siapkan meja turnamen secukupnya, misal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4
siswa yang berkemampuan setara, meja 1 diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari
tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditempati oleh siswa yang levelnya
paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil
kesepakatan kelompok.
3. Selanjutnya dalah melaksanakan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang
telah disediakan pada tiap mejadan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu
(misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa
dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor
kelompok asal. Siswa pada tiap meja turnamen sesuai dengan skor yang diperolehnya
diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
4. Mumping, pada turnamen kedua (begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.),
dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar
tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk
meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
5. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan
penghargaan kelompok dan individual.
Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinestetik (VAK)
Share : Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinestetik (VAK)
Model pembelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan
memperhatikan hal : manfaatkanlah potensi siswa yang dimilikinya dengan melatih dan
mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI (Klik Disini),
dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.
Pustaka :
Ngalimun, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin. Scripta Cendekia.
Model Pembelajaran Auditory, Intelectually, Repetition (AIR)
Share : Model Pembelajaran Auditory, Intelectually, Repetition (AIR).
Model pembelajaran ini mirip SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada repetisi yaitu
pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih
melalui pemberian tugas atau quis.
Model Pembelajaran Team Assisted Individuality (TAI)
Share : Model Pembelajaran Team Assisted Individuality (TAI) - Terjemahan bebas dari istilah di
atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karakteristik bahwa
(Driver, 1980) tanggung jawab belajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus
membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa
adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Sintak BidaK menurut Slavin (1985) adalah : (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan
ajar berupa modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu siswa pandai anggota
kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3)
penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.
Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division)
Share : STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan sintaks : Pengarahan, buat
kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolaboratif,
sajian-presentasi kelompok sehinggaterjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor
perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan
reward.
Informasi dari sumber lain tentang STAD, yaitu :
Metode STAD merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
teori Psikologi sosial. Dalam teori ini sinergi yang muncul dalam kerja kooperatif
menghasilkan motivasi yang lebih daripada individualistik dalam lingkungan kompetitif.
Kerja kooperatif meningkatkan perasaan positif satu dengan lainnya, mengurangi
keterasingan dan kesendirian , membangun hubungan dan menyediakan pandangan positif
terhadap orang lain. Model STAD ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain didasarkan
pada prinsip bahwa para siswa bekerja bersama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab
terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan juga dirinya sendiri, serta adanya
penghargaan kelompok yang mampu mendorong para siswa untuk kompak, setiap siswa
mendapat kesempatan yang sama untuk menunjang timnya mendapat nilai yang maksimum
sehingga termotivasi untuk belajar. Model STAD memiliki dua dampak sekaligus pada diri
para siswa yaitu dampak instruksional dan dampak sertaan. Dampak instruksional yaitu
penguasaan konsep dan ketrampilan, kebergantungan positif, pemrosesan kelompok, dan
kebersamaan. Dampak sertaan yaitu kepekaan sosial, toleransi atas perbedaan, dan kesadaran
akan perbedaan. Kelemahan yang mungkin ditimbulkan dari penerapan metode STAD ini
adalah adanya perpanjangan waktu karena kemungkinan besar tiap kelompok belum d a p a t
menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan sampai tiap anggota kelompok memahami
kompetensinya.
Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)
Share : Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya
kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa
dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran
yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam
kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada
siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh
Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif
dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar
belakang.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat
orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan
sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam
Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam
langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang
siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang
sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan
kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-
masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam
LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang
bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor
yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang
hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain
adalah :
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi
Model Pembelajaran Jigsaw
Share : Model Pembelajaran Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh
Elliot Aronson‟s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.
Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji.
Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam
matematika, yaitu:
1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
2. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas
topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli
3. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut
4. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok
masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya
5. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah
didiskusikan
Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk
memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan
baik.
Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw
memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang
bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya
2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat
3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan
berpendapat.
Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan yaitu :
Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol
jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar
memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota
kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru
mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.
Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan mengalami
kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk
mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian
memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan
secara akurat.
Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus
pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas
tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.
Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses
pembelajaran.
Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Share : Strategi think pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu.
Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai
yang dikutip Arends (1997),menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua
resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara
keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih
banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya
melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda
tanya . Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah
dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan
tanya jawab kelompok keseluruhan.
Guru menggunakan langkah-langkah ( fase ) berikut:
Langkah 1 : Berpikir ( thinking ) : Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah
yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa
menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah
Langkah 2 : Berpasangan ( pairing ) : Selanjutnya guru meminta siswa untuk
berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama
waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang
diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi.
Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
Langkah 3 : Berbagi ( sharing ) : Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-
pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal
ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan
sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Arends,
(1997) disadur Tjokrodihardjo, (2003).
Model Pembelajaran Group Investigation
Share : Tweet
Model pembelajaran kooperatif tipe GI (Group Investigation) dikembangkan oleh
Shlomo dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv. Stahl (1999: 257-258) menyebutkan
bahwa:
group investigationin particular encourages students‟ initiative and responsibility for
their work, as individuals,
as members of study groups, and as members of an entire class. The investigation
combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three
to five students). When they complete their search, groups integrate and summarize
their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates.
Makna dari pendapat Stahl di atas menyatakan bahwa dalam investigasi kelompok
siswa diberikan tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu,
berpasangan maupun dalam kelompok. Setiap kelompok investigasi terdiri dari 3-5
orang, dan akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasikan dan
mengikhtisarkan jawaban mereka.
Pelaksanaan investigasi kelompok menurut Stahl (1999: 265-266) dapat dilakukan
dengan:
chosing the problem to investigate, preparing for a group investigation task, and
introducing the project, sedangkan guru dapat berperan dalam guiding the students
and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms
of behavior.
Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pelaksanaan investigasi kelompok
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu memilih persoalan untuk diivestigasi,
menyiapkan tugas investigasi kelompok dan memperkenalkan proyek yang
berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran guru selama
pembelajaran investigasi kelompok adalah: membimbing siswa dan memfasilitasi
proses investigasi dan membantu menjaga aturan perilaku kooperatif.
Menurut Slavin (1995: 113-114) dalam implementasi teknik group investigation dapat
dilakukan melalui 6 (enam) tahap. Tahapan tersebut adalah: 1) identifying the topic
and organizing pupils into groups, 2) planning the learning task, 3) carring out the
investigation, 4) preparing a final report, 5) presenting the final report, and 6)
evaluation. Dengan melihat tahapan tersebut, maka pembelajaran dengan teknik group
investigation berawal dari mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam
kelompok, merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi,
menyiapkan laporan akhir, mempersentasikan laporan akhir dan berakhir pada
evaluasi.
Dari uraian pendapat Slavin, di atas dapat dijelaskan bahwa dalam group
investigation, para siswa bekerja melalaui enam tahapan. Tahapan-tahapan ini dan
komponen-komponennya dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok.
a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan
mengkategotikan saran-saran.
b) Para siswa begabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang mereka
pilih.
c) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat
homogen.
d) Guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari
Para siswa merencanakan bersama mengenai apa yang akan dipelajari, bagaiman
memepelajarinya dan pembagian tugas .
3. Melaksanakan investigasi
a) Para siswa mengumpulkan informasi, mengenai data dan membuat kesimpulan
b) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c) Para siswa saling bertukar, bediskusi, mengklasifikasi, dan mensintesis semua
gagasan.
4. Menyiapkan laporan akhir
a) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari tugas mereka
b) Anggota kelompok merencanakan apa yang mereka laporkan, dan bagaiman
mereka membuat pesentasinya.
c) Wakil-wakil kelompok membentuk panitia untuk mengkoordinasikan rencana-
rencana presentasi.
5. Mempresentasikan laporan akhir
a) Presentasi yang dibuat untuk semua kelas dan berbagai macam bentuk
b) Presentasi harus dapat melibatkan peseta secara aktif
c) Para peserta mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan
keriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
6. Evaluasi
a) Para siswa saling meberikan umpan balik mengenai topik tersebut.
b) Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.
d) Pendekatan lain untuk mengevaluasi dapat dengan membuat para siswa
merekonstruksi proses investigasi yang telah mereka lakukan dan memetakan
langkah-langkah yang telah mereka terapkan dalam pembelajaran mereka.
Slavin (1995: 113-114) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi
siswa dapat:
students gather information, analyze the data and reach conclusions, 2) each group
member contributes to the group effort, and 3) students exchange discuss clarify, and
synthesize ideas. Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan adalah:1)
group members determine the essential message of their project, 2) group members
plan what they will report and how they will make their presentation and 3) group
representatives form a steering committee to coordinate plans for the presentation.
Pada tahap mempersentasekan laporan akhir yang harus dipehatikan adalah the
presentation is made to the entire class in a variety of forms, part of the presentation
should actively involve the audience, and the audience evaluates the clarity and
appeal of presentation according to criteria determined in advance by the whole class.
Sedangkan dalam evaluasi, aktifitas siswa adalah students share feedback about the
topik, about the work they did, and about their effective experiences (1) teachers and
pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of learning
should evaluate higher-level thinking.
Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas
investigasi siswa dapat mengumpulkan informasi, menganalisis, dan membuat
simpulan, setiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya, dan saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan
mensintesis semua gagasan, sedangkan dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas
yang dilakukan siswa adalah nggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari
pekerjaan mereka, anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan
dan bagaimana membuat persentase, wakil-wakil kelompok membentuk sebuah tim
untuk mengkoordinasikan rencana persentasi. Dalam mempersentasikan laporan
akhir, persentase harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif dan pendengar
menevaluasi berdasrakan keriteria yang telah ditentukan sebelumnya, sedangakan
pada tahap evaluasi, siswa saling memberikan umpan balik, kolaborasi guru dan
murid dalam mengevaluasi pembelajaran dan penilaian atas pembelajaran harus
mengevaluasi pemikiran yang paling tinggi.
Model Pembelajaran MEA (Means-Ends Analysis)
Share : Model atau Metode Pembelajaran MEA (Means-Ends Analysis) - Artikel Model
pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan
sintaks:
1. sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic,
2. elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana,
3. identifikasi perbedaan,
4. susun sub-sub masalah sehingga terjadi koneksivitas,
5. pilih strategi solusi.
Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Share : Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Dalam pengertian lain, model diartikan
sebagai barang tiruan, metafor, atau kiasan yang
dirumuskan. Pouwer (1974:243) menerangkan tentang model dengan anggapan
seperti kiasan yang dirumuskan secara eksplisit yang mengandung sejumlah unsur
yang saling tergantung. Sebagai metafora model tidak pernah dipandang sebagai
bagian data yang diwakili. Model menjelaskan fenomena dalam bentuk yang tidak
seperti biasanya. Setiap model diperlukan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih atau
berbeda dari data. Syarat ini dapat dipenuhi dengan menyajikan data dalambentuk:
ringkasan (tipe, diagram), konfigurasi ( structure ), korelasi (pola), idealisasi, dan
kombinasi dari keempatnya. Jadi model merupakan kiasan yang padat yang
bermanfaat bagi pembanding hubungan antara data terpilih dengan hubungan antara
unsur terpilih dari suatu konstruksi logis.
Model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar
(Soekamto, 1997:78),. Menurut Mitchell dan Kowalik (Rahman, 2009:8): Creative, an
idea that has an element of newness or uniqueness, at least to the one who creates the
solution, and also has value and relevancy. Problem, any situation that presents a
challenge, an opportunity, or is a concern. Solving, devising ways to answer, to meet,
or to resolve the problem . Therefore, creative problem solving or cps is a process,
method, or system for approaching a problem in an imaginative way and resulting in
effective action.
Sedangkan menurut Karen (Dewi, 2008:28) model Creative problem Solving (CPS)
adalah model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan
keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan.
Model Creative Problem Solving (CPS) pertamakali dikembangkan oleh Alex Osborn
pendiri The Creative Education Foundation (CEF) dan co-founder of highly
successful New York Advertising Agenncy . Pada tahun 1950-an Sidney Parnes
bekerjasama dengan Alex Osborn melakukan penelitian untuk menyempurnakan
model ini. Sehingga model Creative Problem Solving ini juga dikenal dengan nama
The Osborn-parnes Creative Problem Solving Models. Pada awalnya model ini
digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan agar para karyawan memiliki
kreativitas yang tinggi dalam setiap tanggungjawab pekerjaannya, namun pada
perkembangan selanjutnya model ini juga diterapkan pada dunia pendidikan.
Langkah-langkah dalam CPS menurut William E. Mitchell dan Thomas F. Kowalik
(Rahman, 2009:10) adalah:
a. Mess-finding (menemukan masalah yang dirasakan sebagai pengganggu)
Tahap pertama, merupakan suatu usaha untuk mengidentifikasi situasi yang dirasakan
mengganggu.
b. Fact-finding (menemukan fakta)
Tahap kedua, mendaftar semua fakta yang diketahui yang berhubungan dengan situasi
tersebut, yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi informasi yang tidak diketahui
tetapi esensial pada situsi yang sedang diidentifikasi dan dicari.
c. Problem-finding (menemukan masalah)
Pada tahap menemukan masalah, diupayakan mengidentifikasi semua kemungkinan
pernyataan masalah dan kemudian memilih yang paling penting atau yang mendasari
masalah.
d. Idea-finding
Pada tahap ini diupayakan untuk menemukan sejumlah ide atau gagasan yang
mungkin dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
e. Solution-finding
Pada tahap penemuan solusi, ide-ide atau gagasan-gagasan pemecahan masalah
diseleksi, untuk menemukan ide yang paling tepat untuk memecahkan masalah.
f. Acceptance-finding
Berusaha untuk memperoleh penerimaan atas solusi masalah, menyusun rencana
tindakan dan mengimplementasikan solusi tersebut.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran CPS menurut Pepkin (Dewi,
2008:30) terdiri dari langkah-langkah:
a. Klarifikasi Masalah
Klasifikasi masalah meliputi penjelasan mengenai masalah yang diajukan kepada
siswa, agar siswa memahami penyelesaian seperti apa yang diharapkan.
b. Pengungkapan Pendapat
Pada tahap ini siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat tentang
bagaimana macam strategi penyelesaian masalah. Dari setiap ide yang diungkapkan,
siswa mampu untuk memberikan alasan.
c. Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-
pendapat atau strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah
d. Implementasi (penguatan)
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah, kemudian menerapkanya sampai menemukan penyelesaian
dari masalah tersebut. Selain itu, pada tahapan implementasi, siswa diberi
permasalahan baru agar dapat memperkuat pengetahuan yang telah diperolehnya.
Model Pembelajaran Thing Talk Write (TTW)
Share : Model Pembelajaran Thing Talk Write (TTW) ini dimulai dengan berpikir melalui
bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya
dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laporan hasil
presentasi.
Sintaknya adalah:
1. informasi,
2. kelompok (membaca-mencatatat-menandai),
3. presentasi,
4. diskusi,
5. melaporkan.
Model Pembelajaran Two Stay-Two Stray (TS-TS)
Share : Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua
tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama
dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada
kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan
karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan
individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang
lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia
saling bergantung satu sama lainnya.
Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray, yaitu
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
Tujuan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa
yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung
siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok
yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak
materi pada siswa.
Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak
untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model
pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam
berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi
yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two
Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota
kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa
yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakekat keterampilan berbahasa yang
menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan menyimak. Ketika
siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang
berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh
temannya. materi kepada teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke
kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang
dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari
kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan
oleh temannya.
Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun
tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian
untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan
kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak
apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model
pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan
memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).
Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain,
dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan.
Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya
terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau
peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model
pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan
menyimak siswa.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie,
2002:60-61) adalah sebagai berikut:
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka
Tahapan-tahapan Dalam Model Pembelajaran TSTS
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem
penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi
beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota
kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan
menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
3. Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas
yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima
lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4
siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya.
Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahkan masalah yang diberikan
dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing
kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain,
sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil
kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota
yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan
melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan
salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk
dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru
membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam
memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-
pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan
dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata
tertinggi.
Kelebihan Dan Kekurangan Model TSTS
Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut.:
a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan.
d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
e. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
f. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
g. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka
sebelumpembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk
kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan
kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus ada
siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka
dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua
orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan
akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk
saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas
karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang
diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.
Model Pembelajaran CORE
Share : Model pembelajaran core yaitu model pembelajaran yang mencakup empat aspek kegiatan
yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending. Adapun keempat aspek tersebut
adalah :
Connecting (C)Merupakan kegiatan mengoneksikan informasi lama dan informasi
baru danantar konsep.
Organizing (O)Merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami
materi.
Reflecting (R)Merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami, dan menggali
informasiyang sudah didapat.
Extending (E)Merupakan kegiatan untuk mengembangkan, memperluas,
menggunakan, dan menemukan.
Karakteristik Model pembelajaran Core Model pembelajaran yang menekankan kemampuan berpikir siswa untuk menghubungkan,
mengorganisasikan, mendalami,mengelola, dan mengembangkan informasi yang didapat.
Dalam model ini aktivitas berpikir sangat ditekankan kepada siswa. Siswa dituntut untuk
dapat berpikir kritis terhadap informasi yang didapatnya.Kegiatan mengoneksikan konsep
lama-baru siswa dilatih untuk mengingatinformasi lama dan menggunakan informasi/konsep
lama tersebut untuk digunakandalam informasi/konsep baru. Kegiatan mengorganisasikan
ide-ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola informasi
yang telah dimilikinya. Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan memperdalam, menggali
informasi untuk memperkuat konsep yang telah dimilikinya.
Extending, dengan kegiatan ini siswa dilatih untuk mengembangkan, memperluasinformasi
yang sudah didapatnya dan menggunakan informasi dan dapat menemukankonsep dan
informasi baru yang bermanfaat.
Keunggulan dan kelemahan
Keunggulan
+Siswa aktif dalam belajar
+Melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep/informasi
+Melatih daya pikir kritis siswa terhadap suatu masalah
+Memberikan pengalaman belajar kepada siswa,karena siswa banyak berperan aktif dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
Kelemahan
-Membutuhkan persiapan matang dari guru untuk menggunakan model ini.
-Menuntut siswa untuk terus berpikir kritis.
-Memerlukan banyak waktu.
-Tidak semua materi pelajaran dapat menggunakan model core.
Sintaks
1. Membuka pelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa yaitu menyanyikanyang
mana isi lagu berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru olehguru
kepada siswa. Connecting (C),
3. Pengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswadengan
bimbingan guru. Organizing (O)
4. Pembagian kelompok secara heterogen(campuran antara yang pandai, sedang,dan
kurang),terdiri dari 4-5 orang.
5. Memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapatdan
dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa. Reflecting (R)
6. Pengembangan, memperluas, menggunakan, dan menemukan,melalui tugasindividu
dengan mengerjakan tugas. Extending (E)
Model Pembelajaran SQ3R dan SQ4R
Share : Dalam postingan ini kita membahas langsung dua model pembelajaran, yaitu Model
Pembelajaran SQ3R dan SQ4R.
Model Pembelajaran SQ3R Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa,
yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat.
Sintaknya adalah :
Survey : dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci,
Question : dengan membuat pertanyaan (mengapa, bagaimana, dari mana) tentang
bahan bacaan (materi bahan ajar),
Read : dengan membaca teks dan cari jawabannya,
Recite : dengan mempertimbangkan jawaban yang diberi (catat-bahan bersama),
Review : dengan cara meninjau ulang menyeluruh.
Model Pembelajaran SQ4R SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas
memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.
Sintaks pembelajaran ini adalah:
Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci
Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan
bacaan (materi bahan ajar),
Read dengan membaca teks dan cari jawabanya,
Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan
Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh.
Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan
konteks aktual yang relevan.
Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
Share : Model Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
A. Pengertian Model Pembelajaran CIRC Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara
koperatif –kelompok.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC
(Kooperatif Terpadu
Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran
Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran
atau,tema sebuah wacana/kliping.
Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) ini
dapat dikategorikan pembelajaran terpadu.
Menurut Fogarty (1991), berdasarkan sifat keterpaduannya, pembelajaran terpadu
dapat dikelompokkan menjadi:
1) model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan)
dan model nested (terangkai);
2) model antar bidang studi yang meliputi model sequenced (urutan), model shared
(perpaduan), model webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan model
integreted (terpadu);
3) model dalam lintas siswa.
Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung
jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-
ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga
terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran
ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga
sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan
lingkungan.
Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang digariskan
UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk
mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk
menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning
to live together), (Depdiknas, 2002).
B. Langkah - Langkah Pembelajaran CIRC Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
5. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut:
a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu
konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.
Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa
untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan
menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini
menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan
pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya,
tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan
konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang
kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri
dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi
sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk
diujikannya.
c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil
temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas.
Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan
hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan
barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan,
saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen.
C. Kelebihan Model Pembelajaran CIRC Kelebihan dari model pembelajaran terpadu atau (CIRC) antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar anak didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak;
2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat siswa dan kebutuhan
anak;
3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi anak didik sehingga hasil belajar anak
didik akan dapat bertahan lebih lama;
4) pembelajaran terpadu dapat menumbuh-kembangkan keterampilan berpikir anak;
5) pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat)
sesuai dengan permasalahan yang sering ditemuai dalam lingkungan anak;
6) pembelajaran terpadu dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa kearah belajar
yang dinamis, optimal dan tepat guna;
7) menumbuhkembangkan interaksi sosial anak seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi dan respek terhadap gagasan orang lain;
8) membangkitkan motivasi belajar, memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam
mengajar (Saifulloh, 2003).
D. Kekurangan Model Pembelajaran CIRC Kerurangan dari model pembelajaran CIRC tersebut antara lain:
Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang
menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran
seperti: matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.
E. Kesimpulan Model pembelajaran ini sangat bagus dipakai karena dengan menggunakan model ini
siswa dapat memahami secara langsung peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan
dengan materi yang dijelaskan.
Model Pembelajaran Tari Bambu
Share : Model Pembelajaran Tari Bambu mempunyai tujuan agar siswa saling berbagi informasi
pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dalam waktu singkat secara teratur,
strategi ini cocok untuk materi yang membutuhkan pertukaran pengalaman pikiran dan
informasi antar siswa. Meskipun namanya Tari Bambu tetapi tidak menggunakan bambu.
Siswa yang berjajarlah yang diibaratkan sebagai bambu. Langkah-Langkah pembelajarannya
sebagai berikut :
1. Separuh kelas atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak berdiri berjajar . Jika
ada cukup ruang mereka bisa berjajar di depan kelas. Kemungkinan lain adalah siswa
berjajar di sela-sela deretan bangku. Cara yang kedua ini akan memudahkan
pembentukan kelompok karena diperlukan waktu relatif singkat.
2. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran yang pertama.
3. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi sinformasi.
4. Kemudian satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung
lainnya di jajarannya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini masing-masing
siswa mendapat pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus
sesuai dengan kebutuhan.
Model Pembelajaran Artikulasi (Pengertian, langkah, kekurangan-kelebihan)
5. Share : 6. Dalam bahasan tentang Model Pembelajaran Artikulasi kali ini juga akan dibahas
tentang Pengertian, langkah-langkah serta kelebihan dan kekurangannya.
A. Pengertian Model Pembelajaran Artikulasi
Model pembelajaran Artikulasi merupakan model yang prosesnya seperti pesan
berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan
menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan model
pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai „penerima pesan‟
sekaligus berperan sebagai „penyampai pesan.‟
Model pembelajaran artikulasi merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa
aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang
masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai
teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat
diperlukan dalam mode pembelajaran ini.
B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Artikulasi
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru
diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil,
kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya
dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil
wawancaranya.
6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami
siswa.
7. Kesimpulan/penutup.
C. Kelemahan dan kelebihan Pembelajaran Artikulasi
Kelemahan dan kelebihan dari pembelajaran artikulasi ini antara lain:
A. Kelemahannya:
a. Untuk mata pelajaran tertentu
b. Waktu yang dibutuhkan banyak
c. Materi yang didapat sedikit
d. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
e. Lebih sedikit ide yang muncul
f. Jika ada perselisihan tidak ada penengah
B. Kelebihannya:
a. Semua siswa terlibat (mendapat peran)
b. Melatih kesiapan siswa
c. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain
d. Cocok untuk tugas sederhana
e. Interaksi lebih mudah
f. Lebih mudah dan cepat membentuknya
g. Meningkatkan partisipasi anak
Pustaka :
Ngalimun, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarmasin. Scripta Cendekia.
Berbagai sumber
Debate dan Role Playing Sebagai Model Pembelajaran
Share : asik belajar dot com. Postingan kali ini terkait melengkapi koleksi artikel yang membahas
tentang model pembelajaran. Nah, model pembelajaran debate dan role playing dirangkum
menjadi satu dan diambil dari beberapa sumber.
A. Model Pembelajaran Debate Dalam model pembelajaran Debate siswa juga dilatih bagaimana mengeluarkan pendapat
seperti dalam model pembelajaran Think Pair and Share, perbedaannya adalah dalam debate
situasi pembelajaran disengaja dibuat 2 kelompok yang berseberangan (pro dan kontra).
Siswa dilatih mengutarakan pendapat/pemikirannya dan
bagaimana mempertahankan pendapatnya dengan alasan-alasan yang logis dan dapat
dipertanggungjawabkan. Bukan berarti siswa diajak saling bermusuhan, melainkan siswa
belajar bagaimana menghargai adanya perbedaan.
Adapun langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok peserta debat, yang satu pro dan yang
lainnya kontra.
2. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan diperdebatkan oleh kedua
kelompok diatas.
3. Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro
untuk berbicara saat itu,
4. kemudian setelah selesai ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya
sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
5. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap
pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
6. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkapkan.
7. Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat
kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
B. Model Pembelajaran Role Playing dan Beberapa Pengertiannya Beberapa Pengertian tentang Model pembelajaran Role Playing :
Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan,
aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid
dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di
dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas
dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan
peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang
diperankan.
Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan
pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid
diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa
(bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif
dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional,
2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan
menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan
memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan
bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut
dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari
(Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas,
maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi.
Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran Bermain
Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing kelompok
memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi kebebasan
berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari guru.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
1. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan.
2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari
sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar.
3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang.
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan.
6. Masing-masing siswa berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang
sedang diperagakan.
7. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk
membahas/memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok.
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9. Guru memberikan kesimpulan secara umum.
10. Evaluasi.
11. Penutup.
Model Pembelajaran MID dan KUASAI
Share : Berikut dicatat 2 (dua) model pembelajaran yang dijadikan satu dalam postingan, yaitu :
Model Pembelajaran MID (Meaningful Instructionnal Design) Model Pembelajaran MID (Meaningful Instructionnal Design). Model ini adalah
pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara
membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis.
Sintaknya adalah :
Lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi
pengalaman, dan konsep-ide;
Reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar;
Production melalui ekspresi-apresiasi konsep.
Model Pembelajaran KUASAI Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut :
Kerangka pikir untuk sukses,
Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar,
Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai),
Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya,
Ajukan pengujian pemahaman, dan
Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar
Model Pembelajaran CRI dan IOC
Share :
Model Pembelajaran CRI (Certainly of Response Index) CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat
keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI
menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest,
2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dan 5 untuk certain.
Model Pembelajaran IOC (Inside Outside Circle) Model Pembelajaran IOC (Inside Outside Circle)adalah model pembelajaran dengan sistim
lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi
informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan
teratur.
Sintaks pembelajaran ini adalah:
1. Separuh dari sejumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar,
2. separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam,
3. siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan,
4. siswa yang berada di lingkran luar berputar kemudian berbagi informasi kepada
teman (baru) di depannya, dan seterusnya.
Model Pembelajaran DPLS dan DMR
Share :
Model Pembelajaran DPLS (Double Loop Problem Solving) DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan
penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama dari timbulnya masalah, jadi
berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanjutnya menyelesaikan
masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya
masalah tersebut.
Sintak pembelajaran ini adalah:
1.identifkasi,
2.deteksi kausal
3.solusi tentative,
4.pertimbangan solusi,
5.analisis kausal,
6.deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih.
Langkah penyelesaian masalah sebagai berikut:
1.menuliskan pernyataan masalah awal,
2.mengelompokkan gejala,
3.menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi,
4.mengidentifikasui kausal,
5.imoplementasi solusi,
6.identifikasi kausal utama,
7.menemukan pilihan solusi utama, dan
8.implementasi solusi utama.
Model Pembelajaran DMR (Diskursus Multy Reprecentacy) Model Pembelajaran DMR (Diskursus Multy Reprecentacy) adalah pembelajaran
yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai
representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan,
pendahuluan, pengembangan, penerapan, dan penutup.
Model Pembelajaran Course Review Horay
A. Pengertian
Model pembelajaran Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat
menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa yang
dapat menjawab benar maka siswa tersebut diwajibkan berteriak‟hore!‟ atau yel-yel lainnya
yang disukai.
Jadi, model pembelajaran course review horay ini merupakan suatu model pembelajaran yang
dapat digunakan guru agar dapat tercipta suasana pembelajaran di dalam kelas yang lebih
menyenangkan. Sehingga para siswa merasa lebih tertarik. Karena dalam model
pembelajaran course review horay ini, apabila siswa dapat menjawab pertanyaan secara benar
maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “hore” ataupun yel-yel yang disukai dan
telah disepakati oleh kelompok maupun individu siswa itu sendiri.
Model pembelajaran course review horay juga merupakan suatu metode pembelajaran dengan
pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana jawaban soal dituliskan pada kartu
atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa atau kelompok yang mendapatkan
jawaban atau tanda dari jawaban yang benar terlebih dahulu harus langsung berteriak “horay”
atau menyanyikan yel-yel kelompoknya.
Jadi, dalam pelaksanaan model pembelajaran course review horay ini pengujian pemahaman
siswa dengan menggunakan kotak yang berisi nomor untuk menuliskan jawabannya. Dan
siswa yang lebih dulu mendapatkan tanda atau jawaban yang benar harus langsung segera
menyoraki kata-kata “horay” atau menyoraki yel-yelnya.
Agar pemahaman konsep materi yang akan dibahas dapat dikaji secara terarah maka seiring
dengan perkembangan dunia pendidikan pembelajaran Corse Review Horay menjadi salah
satu alternative sebagai pembelajaran yang mengarah pada pemahaman konsep. Pembelajaran
Course Review Horay, merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar
mengajar dengan cara pengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Pembelajaran Course Review Horay yang dilaksanakan merupakan suatu pembelajaran
dalam rangka pengujian terhadap pemahaman konsep siswa menggunakan kotak yang diisi
dengan soal dan diberi nomor untuk menuliskan jawabannya. Siswa yang paling terdahulu
mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay atau yel-yel lainnya. Melalui
Pembelajaran Course Review Horay diharapkan dapat melatih siswa dalam menyelesaikan
masalah dengan pembentukkan kelompok kecil.
B. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Course Review Horay
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab
3. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok.
4. Untuk menguji pemahaman siswa disuruh membuat kartu atau kotak sesuai dengan
kebutuhan dan diisi dengan nomor yang ditentukan guru.
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam kartu atau
kotak yang nomornya disebutkan guru.
6. Setelah pembacaan soal dan jawaban siswa telah ditulis didalam kartu atau kotak, guru dan
siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.
7. Bagi yang benar,siswa memberi tanda check list ( v ) dan langsung berteriak horay atau
menyanyikan yel-yelnya.
8. Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak horay .
9. Guru memberikan rewardv pada yang memperoleh nilai tinggi atau yang banyak
memperoleh horay.
10. Penutup
C. Kelebihan Model Pembelajaran Corse Review Horay
a. Pembelajarannya menarik dan mendorong siswa untuk dapat terjun kedalamnya.
b. Pembelajarannya tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak
menegangkan.
c. Siswa lebih semangat belajar karena suasana pembelajaran berlangsung menyenangkan
d. Melatih kerjasama
D. Kelemahan Model Pembelajaran Course Review Horay
a. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan
b. Adanya peluang untuk curang
Model Pembelajaran Demonstrasi
Demonstration Method - Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara
memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan suatu kegiatan baik secara
langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan
atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah, 2000)
Metode demontrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau
cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran (Syaiful Bahri Djamarah,
2000)
Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi yaitu sebagai berikut:
a. perhatian siswa dapat lebih difokuskan
b. proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa
(Daradjat, 1985)
Kelebihan metode demontrasi sebagai berikut:
1. membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda
2. memudahkan berbagai jenis penjelasan
3. kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengalaman
dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
Kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut:
1. anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan,
2. tidak semua benda dapat didemonstrasikan
3. sukar dimengerti apabila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang
didemonstrasikan . (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
Model pembelajaran Explicit instruction
A. Pengertian
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola
selangkah demi selangkah.
Model Direct Intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa
dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan
selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model Pengajaran
Langsung (Kardi dan Nur,2000a :2). Arends (2001:264) juga mengatakan hal yang sama
yaitu :”A teaching model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge
that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the
direct instruction model”. Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru
mempunyai tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung
jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada
siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan
kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah
dipelajari serta memberikan umpan balik.
Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang
berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan
baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.
Hal yang sama dikemukakan oleh Arends (1997:66) bahwa: “The direct instruction model
was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and
declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.”
Lebih lanjut Arends (2001:265) menyatakan bahwa: ”Direct instruction is a teacher-centered
model that has five steps:establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice,
feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires careful orchestration by
the teacher and a learning environment that businesslike and task-oriented.” Hal yang sama
dikemukakan oleh Kardi dan Nur (2000a : 27), bahwa suatu pelajaran dengan model
pengajaran langsung berjalan melalui lima fase: (1) penjelasan tentang tujuan dan
mempersiapkan siswa, (2) pemahaman/presentasi materi ajar yang akan diajarkan atau
demonstrasi tentang keterampilan tertentu, (3) memberikan latihan terbimbing, (4) mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik, (5) memberikan latiham mandiri.
B. Prinsip
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural,
langkah demi langkah bertahap.
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang
pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola
selangkah demi selangkah.
Langkah-langkah:
1.Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Membimbing pelatihan.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan
Sintaknya adalah:
1. sajian informasi kompetensi,
2. mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural,
3. membimbing pelatihan-penerapan,
4. mengecek pemahaman dan balikan,
5. penyimpulan dan evaluasi,
6. refleksi.
C. Kesimpulan
Model pembelajaran explicit instruction merupakan model pembelajaran secara langsung
agar sisiwa dapat memahami serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara menyeluruh
dan aktiv dalam suatu pembelajaran. Jadi model pembelajaran ini sangat cocok diterapakan
dikelas dalam materi tertentu yang bersifat dalil pengetahuan agar proses berpikir siswa dapat
mempunyai keterampilan procedural.
D. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan:
1. Siswa benar-benar dapat menguasai pengetahuannya.
2. Semua siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu lama sehingga siswa yang tampil tidak begitu lama.
2. Untuk mata pelajaran tertentu.
Model pembelajaran scramble
Model pembelajaran scramble tampak seperti model pembelajaran word square, bedanya
jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah dituliskan, namun
dengan susunan yang acak, jadi siswa bertugas mengoreksi (membolak-balik huruf) jawaban
tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat / benar.
Model pembelajaran scramble tampak seperti model pembelajaran word square, bedanya
jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah dituliskan, namun
dengan susunan yang acak, jadi siswa bertugas mengoreksi (membolak-balik huruf) jawaban
tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat / benar.
Kelebihan Model pembelajaran Scramble:
1. Memudahkan mencari jawaban
2. Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal tersebut
3. Semua siswa terlibat
4. Kegiatan tersw dapat mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
5. Melatih untuk disiplin
Kekurangan model pembelajaran scramble
1. Siswa kurang berfikir kritis
2. Bisa saja mencontek jawaban teman lainnya
3. Mematikan kreatifitas siswa
4. Siswa tinggal menerima bahan mentah
Langkah-langkah Model pembelajaran scramble:
1. Guru menyajikan materi sesuai topic, misalnya guru menyajikan materi pelajaran tentang
“Tata Surya”
2. Setelah selesai menjelaskan tentang Tata Surya, guru membagikan lembar kerja dengan
jawaban yang diacak susunannya.
3. Media yang digunakan dalam model pembelajaran scramble :
4. Buat pertanyaan yang sesuai dengan TPK
5. Buat jawaban yang diacak hurufnya
Media :
Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
Buat jawaban yang diacak hurufnya
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
Membagikan lembar kerja sesuai contoh.
Susunlah huruf-huruf pada kolom B sehingga merupakan kata kunci (jawaban) dari
pertanyaan pada kolom A!
Kolom A
1. Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara …
2. … digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
3. Uang … saat ini banyak dipalsukan
4. Nilai bahan pembuatan uang disebut nilai …
5. Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai …
6. Nilai perbandingan uang dalam negeri dengan mata uang asing disebut …
7. Nilai yang tertulis pada uang disebut nilai …
8. dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut …
9. perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening di bank untuk membayar
sejumlah uang disebut ….
Kolom B
1. TARREB ……………………………. ( Contoh : jawaban yang benar……BARTER )
2. GANU …………………………………
3. TRASEK ………………………………
4. KISTRINI ………………………………
5. LIRI ………………………………………
6. SRUK …………………………………
7. MINALON ………………………….
8. SAKSITRAN …………………………
9. KEC …………………………………
Model Pembelajaran Pair Check
Satu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model pembelajaran ini
juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi penilaian.
Langkah-langkah Pembelajarannya sebagai berikut :
atu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model pembelajaran ini
juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi penilaian.
Langkah-langkah Pembelajarannya sebagai berikut :
1. Bekerja Berpasangan; Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa.
Setiap pasangan mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih
siswa dalam menilai.
2. Pelatih Mengecek; Apabila patner benar pelatih memberi kupon.
3. Bertukar Peran; Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.
4. Pasangan Mengecek; Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan
jawaban.
5. Penegasan Guru; Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
Talking Stick dan Snowball Throwing
Share : Model Pembelajaran Talking stick dan Model Pembelajaran Snowball Throwing adalah
sama-sama keduanya termasuk suatu tipe Model pembelajaran kooperatif .
A. Talking Stick Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat
wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya.
Pembelajaran Talking Stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK.
Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang
menyenangkan dan membuat siswa aktif.
Langkah-langkah penerapannya dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.
2. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
3. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan
kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.
4. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.
5. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru
mempersilahkan anggota kelompok untuk menutup isi bacaan.
6. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok,
setelah itu guru memberi pertanyaan dan anggota kelompok yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa
mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
7. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak
bisa menjawab pertanyaan.
8. Guru memberikan kesimpulan.
9. Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun individu.
10. Guru menutup pembelajaran.
B. Snowball Throwing Model pembelajaran ini menggali potensi kepemimpinan murid dalam kelompok dan
keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang di padukan melalui permainan imajinatif
membentuk dan melempar bola salju (Komalasari: 2010)
Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing sebagai berikut
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua
kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan
satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua
kelompok
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa
yang lain selama ± 15 menit
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian
7. Evaluasi
8. Penutup
Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining
A. Pengertian Model Student Facilitator and Explaining
Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan model pembelajaran
dimana siswa / peserta didik belajar mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta
didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif untuk sendiri.
Langkah-langkah pembelajaran :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai / KD
2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan garis-garis besar materi pembelajaran
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya, misalnya
melalui bagan / peta konsep. Hal ini bisa dilakukan secara bergiliran
4. Guru menyimpulkan ide / pendapat dari siswa
5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat ini
6. Penutup
Kelebihan :
Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang
ada dipikirannya sehingga lebih dapat memehami materi tersebut.
Kekurangan :
1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang terampil
2. Banyak siswa yang kurang aktif.
B. Materi yang Cocok dengan Student Facilitator and Explaining
a. Kelas 5 :
Ø Cahaya dan sifat-sifatnya
Ø Benda dan sifatnya
b. Kelas 6 :
Ø Gerakan bumi dan bulan
Ø Konduktor dan isolator panas
c. Alasan memilih materi tersebut
Karena pada saat guru ingin mencapai tujuan pembelajaran dalam model pembelajaran
Student Facilitator and Explaining ini guru bisa menyampaikan atau menyajikan materi
dengan mendemonstrasikannya terlebih dahulu. Hal ini dapat membuat anak dapat dengan
mudah memahami materi-materi pembelajaran tersebut karena pelajaran tersebut disajikan
lebih konkret. Sehingga, pada saat guru memberikan kesempatan kepada salah satu atau
beberapa siswa untuk menjelaskan, dia bisa menjelaskan tentang materi pelajaran tersebut
sesuai dengan ide atau pikirannya masing-masing.
Model Pembelajaran Make A Match
Model Pembelajaran Make A Match adalah suatu tipe Model pembelajaran Konsep . Model
pembelajaran ini mengajak murid mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui
suatu permainan kartu pasangan (Komalasari, 2010: 85).
Langkah langkah Model Pembelajaran Make A Match menurut Lorna Curran(Komalasari,
2010: 85) adalah sebagai berikut :
Share :
Model Pembelajaran Make A Match adalah suatu tipe Model pembelajaran Konsep. Model
pembelajaran ini mengajak murid mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui
suatu permainan kartu pasangan (Komalasari, 2010: 85).
Langkah langkah Model Pembelajaran Make A Match menurut Lorna Curran(Komalasari,
2010: 85) adalah sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu
jawaban.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(soal jawaban).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya.
7. Demikian seterusnya.
8. Kesimpulan/penutup
9. Mind Mapping
10. Share :
11. 12. Model Pembelajaran Mind Mapping. Mind mapping merupakan cara untuk
menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak.
Bentuk mind mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai banyak
cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara menyeluruh
tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan sebuah peta kita
bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan mengetahui kemana kita
akan pergi dan dimana kita berada. (http://www.kaskus.us/showthread.php?t=702661)
Mind mapping bisa disebut sebuah peta rute yang digunakan ingatan, membuat kita
bisa menyusun fakta dan fikiran sedemikian rupa sehingga cara kerja otak kita yang
alami akan dilibatkan sejak awal sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan
bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa.
Konsep Mind Mapping asal mulanya diperkenalkan oleh Tony Buzan tahun 1970-an.
Teknik ini dikenal juga dengan nama Radiant Thinking. Sebuah mind map memiliki
sebuah ide atau kata sentral, dan ada 5 sampai 10 ide lain yang keluar dari ide sentral
tersebut. Mind Mapping sangat efektif bila digunakan untuk memunculkan ide
terpendam yang kita miliki dan membuat asosiasi di antara ide tersebut. Mind
Mapping juga berguna untuk mengorganisasikan informasi yang dimiliki. Bentuk
diagramnya yang seperti diagram pohon dan percabangannya memudahkan untuk
mereferensikan satu informasi kepada informasi yang lain.(http://escaeva.com)
Mind mapping merupakan tehnik penyusunan catatan demi membantu siswa
menggunakan seluruh potensi otak agar optimum. Caranya, menggabungkan kerja
otak bagian kiri dan kanan. Dengan metode mind mapping siswa dapat meningkatkan
daya ingat hingga 78%.Beberapa manfaat memiliki mind map antara lain :
a. Merencana
b. Berkomunikasi
c. Menjadi Kreatif
d. Menghemat Waktu
e. Menyelesaikan Masalah
f. Memusatkan Perhatian
g. Menyusun dan Menjelaskan Fikiran-fikiran
h. Mengingat dengan lebih baik
i. Belajar Lebih Cepat dan Efisien
j. Melihat gambar keseluruhan
Ada beberapa kelebihan saat menggunakan teknik mind mapping ini, yaitu :
a. Cara ini cepat
b. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dikepala
anda
c. Proses mengganbar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.
d. Diagram yang sudah terbentuk bisa menjadi panduan untuk menulis.
( http://www.escaeva.com/tips-menulis/tips-fiksi/menulis-dengan-diagram-
balon.html)
13.
Perbedaan: Catatan Biasa dan Mind Map
Catatan Biasa Mind Map
Catatan Biasa Catatan Biasa : Peta Pikiran
Hanya berupa tulisan-tulisan
saja serupa tulisan Symbol dan gambar
Hanya dalam satu warna Berwarna-warni
Untuk mereview ulang
diperlukan waktu yang lama Untuk mereview ulang diperlukan
waktu yang pendek
Waktu yang diperlukan untuk
belajar lebih lama
Waktu yang diperlukan untuk
belajar lebih cepat dan efektif
Statis Membuat individu menjadi kreatif
14. Dari uraian tersebut, peta pikiran (mind mapping) adalah satu teknik mencatat yang
mengembangkan gaya belajar visual. Peta pikiran memadukan dan mengembangkan
potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan
kedua belahan otak maka kan memudahkan seserorang untuk mengatur dan
mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya
kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap
informasi yang diterima.Peta pikiran yang dibuat oleh siswa dapat bervariasi setiap
hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam
diri siswa setiap harinya. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada
di ruang kelas pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran.
Tugas guru dalam proses belajar adalah menciptakan suasana yang dapat mendukung
kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan mind
mapping.(Sugiarto,Iwan. 2004. Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir.)
Cara membuat mind mapping, terlebih dahulu siapkan selembar kertas kosong yang
diatur dalam posisi landscape kemudian tempatan topik yang akan dibahas di tengah-
tengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Usahakan menggunakan gambar,
simbol atau kode pada mind mapping yang dibuat. Dengan visualisasi kerja otak kiri
yang bersifat rasional, numerik dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang
bersifat imajinatif, emosi, kreativitas dan seni. Dengan ensinergikan potensi otak kiri
dan kanan, siswa dapat dengan lebih mudah menangkap dan menguasai materi
pelajaran.
Selain itu, siswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu
ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal serta bukan kalimat.
Setiap garis-garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan
garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis cabang
sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk
menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari masing-masing garis.
Example Non Example
Share :
Model Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-
example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media
pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat
menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang
ada didalam gambar.
Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks
analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga
digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan
siswa kelas rendah seperti ; kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis
ringan, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya. Model Pembelajaran Example
Non Example menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling
sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak
jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari
di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri.
Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi
konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan
2 hal yang terdiri dari example dan non-example dari suatu definisi konsep yang ada, dan
meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example
memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang
dibahas, sedangkan non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh
dari suatu materi yang sedang dibahas.
Example Non Example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu
konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya.
Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-example diharapkan akan
dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang
ada.
Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode example and nonexample antara lain:
1. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memper- luas
pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek
2. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka
untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example dan non
example
3. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu
konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih
terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah
dipaparkan pada bagian example.
Tennyson dan Pork (1980 hal 59) dalam Slavin 1994 menyarankan bahwa jika guru akan
menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya diperhatikan, yaitu:
1. Urutkan contoh dari yang gampang ke yang sulit.
2. Pilih contoh – contoh yang berbeda satu sama lain.
3. Bandingkan dan bedakan contoh – contoh dan bukan contoh
Menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan membantu siswa untuk
membangun makna yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce and
Weil (1986) dalam Buehl (1996) telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan,
yang menggunakan model inkuiri untuk memperkenalkan konsep yang baru dengan metode
Example and Nonexample.
Kerangka konsep tersebut antara lain:
1. Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang menjelas- kan
beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari konsep baru. Menya- jikan itu
dalam satu waktu dan meminta siswa untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat
pada dua daftar tersebut. Selama siswa memikirkan tentang tiap examples dan non-
examples tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu
berbeda.
2. Menyiapkan examples dan non examples tambahan, mengenai konsep yang lebih
spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga
mampu memahami konsep yang baru.
3. Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan konsep
examples dan non-examples mereka. Setelah itu meminta tiap pasangan untuk
menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap
siswa dapat memberikan umpan balik.
4. Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan konsep yang
telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari examples dan
non-examples
Langkah-langkah Model Pembelajaran Example Non Example:
CONTOH DAPAT DARI KASUS/GAMBAR YANG RELEVAN DENGAN
KOMPETENSI DASAR.
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/Proyektor/ hanya
berupa slide kertas.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut
dicatat pada kertas
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan
yang ingin dicapai
7. Kesimpulan.
Picture And Picture
Share :
Model Pembelajaran Picture and Picture adalah suatu model pembelajaran dengan
menggunaan media gambar. Dalam oprasionalnya gambar-gambar dipasangkan satu sama
lain atau bisa jadi di urutkan menjadi urutan yang logis. Prinsip dasar dalam model
pembelajaran kooperatif picture and picture adalah sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok
mempunyai tujuan yang sama.
3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama di antara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Adapun langkah-langkah dari pelaksanaan Picture and Picture ini menurut Istarani (2011:7)
adalah sbb:
1). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Di
langkah ini guru diharapkan untuk menyampaikan apakah yang menjadi Kompetensi
Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat
mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga
harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana
KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.
2). Memberikan materi pengantar sebelum kegiatan. Penyajian materi sebagai
pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum
permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari
sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang
selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi
akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
3). Guru menyediakan gambar-gambar yang akan digunakan (berkaitan dengan
materi). Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam
proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau
oleh temannya. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan
siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan
selanjutnya sebagai guru dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar
dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu.
4). Guru menunjuk siswa secara bergilir untuk mengurutkan atau memasangkan
gambar-gambar yang ada. Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena
penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah
satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan
tugas yang harus diberikan. Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk
diurutkan, dibuat, atau di modifikasi.
5). Guru memberikan pertanyaan mengenai alasan siswa dalam menentukan urutan
gambar. Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau
tuntutan KD dengan indicator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran
siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM
semakin menarik.
6). Dari alasan tersebut guru akan mengembangkan materi dan menanamkan Konsep
materi yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Dalam proses diskusi dan
pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini
dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain
dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD
dan indikator yang telah ditetapkan. Pastikan bahwa siswa telah menguasai indikator
yang telah ditetapkan.
7). Guru menyampaikan kesimpulan. Di akhir pembelajaran, guru bersama siswa
mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Picture and Picture:
Kelebihan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
3. Membantu siswa belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek bahasan
dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir,
4. Mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih baik.
5. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
Kekurangan:
1. Memakan banyak waktu
2. Banyak siswa yang pasif.
3. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas.
4. Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain
5. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
Sedangkan menurut Istarani (2011:8) kelebihan dan kekurangan Picture And Picture adalah :
Kelebihan Model Pembelajaran Picture And Picture:
1. Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran guru menjelaskan
kompetensi yang harus dicapai dan materi secara singkat terlebih dahulu.
2. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambar-gambar
mengenai materi yang dipelajari.
3. Dapat meningkat daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa disuruh guru untuk
menganalisa gambar yang ada.
4. Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru menanyakan alasan siswa
mengurutkan gambar.
5. Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung gambar yang
telah dipersiapkan oleh guru.
Kelemahan Model Pembelajaran Picture And Picture:
1. Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkulitas serta sesuai dengan
materi pelajaran.
2. Sulit menemukan gambar-gambar yang sesuai dengan daya nalar atau kompetensi
siswa yang dimiliki.
3. Baik guru ataupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan gambar sebagai bahan
utama dalam membahas suatu materi pelajaran.
4. Tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan gambar-gambar
yang diinginkan
Model Pembelajaran COOPERATIVE SCRIPT
Model Pembelajaran COOPERATIVE SCRIPT adalah metode belajar dimana siswa bekerja
berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang
dipelajari.
Langkah-langkah :
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide
pokok dalam ringkasannya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.
Serta lakukan seperti diatas. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
6. Penutup
Model Pembelajaran LAPS-Heuristik
Model Pembelajaran LAPS-Heuristik.
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat tuntunan dalam rangaka solusi masalah.
LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah
alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya.
Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan.
Model Pembelajaran Improve
belajar Agus DM
Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing,
Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment.
Sintaknya adalah:
1. Guru menyajikan pertanyaan untuk mengantarkan konsep,
2. Siswa latihan dan bertanya,
3. Balikan-perbaikan-pengayaan-interaksi.
Mode Pembelajaran Generatif
belajar Agus DM
Pembelajaran generatif (PG) merupakan terjemahan dari Generative Learning (GL).
Berdasarkan model transformasi pengetahuan menurut konstruktivis telah diajukan beberapa
model pembelajaran lain. Salah satu model pembelajaran diusulkan oleh Osborne dan
Wittrock pada tahun 1985 adalah model pembelajaran
generatif karena didasarkan pada teori belajar generatif dimana pembelajaran generatif
merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif
pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan
atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang
dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.
Model pembelajaran generatif berbasis pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi
dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa. Hal ini ditegaskan Wittrock bahwa
intisari dari pembelajaran generatif adalah otak tidak menerima informasi dengan pasif,
melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut dan
kemudian membuat kesimpulan.
Model pembelajaran generatif merupakan salah satu model pembelajaran yang dilakukan
dengan tujuan agar siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dalam pembelajaran.
Dalam teori belajar generatif merupakan suatu penjelasan tentang bagaimana seorang siswa
membangun pengetahuan dalam fikirannya seperti membangun ide tentang arti sutau istilah
dan membangun strategi agar sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana
dan mengapa'
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2254144-model-pembelajaran-
generatif
Model Pembelajaran Circuit Learning
Circuit Learning Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran
dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang.
Sintaknya adalah:
1. Kondisikan situasi belajar kondusif dan focus,
2. Siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa
khusus,
3. Tanya jawab dan refleksi.
Complete Sentence
Share :
Model Pembelajaran Complete Sentence
A. Pengertian
Model pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran mudah dan sederhana
di mana siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan menggunakan
kunci jawaban yang tersedia.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru Menyampaikan materi secukupnya atau siswa disuruh membacakan buku atau
modul dengan waktu secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok 2 atau 3 orang secara heterogen.
4. Guru membagikan lembar kerja berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap.
5. Siswa berdiskusi untuk melengkapi kalimat dengan kunci jawaban yang tersedia.
6. Siswa berdiskusi secara berkelompok.
7. Setelah jawaban didiskusikan, jawaban yang salah diperbaiki. Tiap peserta membaca
sampai mengerti atau hafal.
8. Kesimpulan.
B. Prinsip/ ciri-ciri Complete sentence
a. Soal yang disampaikan berupa kalimat yang belum lengkap, sehingga makna/ arti
kalimat tersebut belum dapat dimengerti
b. Kalimat yang banyak dan saling berkaitan dalam sebuah paragrap, dan belum
sempurna serta belum dimengerti maknanya
c. Kalimat dapat dilengkapi dengan pilihan kata yang disediakan
d. Harus diisi dengan kata-kata tertentu, misal istilah keilmuan/ kata asing.
e. Jawaban dari kalimat yang belum lengkap itu sudah disediakan
C. Kelebihan/kekurangan model pembelajaran complete sentence
a. Kelebihan
1. Mudah dibuat guru, hanya dengan menghilangan satu kata dalam kalimat
2. Siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya perlu memadukan rumpang/tidak
jawabannya.
3. Siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal mengenai materi
b. Kekurangan
1. Guru kurang kreatif dan inovasi dalam membuat soal
2. Siswa kurang terpacu mencari jawaban karena hanya cukup menebak kata, karena
biasanya hanya kata hubung.
3. Kurang cocok untuk dipergunakan dalam setiap bidang studi.
D. Kesimpulan Model pembelajaran complete sentence adalah model pembelajaran yang sederhana di mana
siswa belajar melengkapi paragraf yang belum sempurna dengan menggunakan kunci
jawaban yang tersedia. Model pembelajaran ini sebenarna mempermudah guru namun
terkadang gurunya kurang inovatif dan kreatif dalam membuat soalnya. Dan siswanya kurang
terpacu untuk mencari jawabannya karena hanya tinggal menebak kaata-kata yang rumpang
yang jawabannya telah disediakan.
Model Pembelajaran Concept Sentence
Share :
Model Pembelajaran Concept Sentence - AsikBelajar.Com. Concept Sentence merupakan
pembelajaran dimana siswa dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan
minimal 4 kata kunci sesuai materi yang disajikan.
Langkah-langkah pembelajaran concept Sentence
1. Guru menyampaikan tujuan.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara heterogen.
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi/ tpk yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4
kata kunci setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu guru.
7. Kesimpulan.
Kelebihan: 1. Lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
2. Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang kurang pandai.
Kekurangan: 1. Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
2. Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.
Model pembelajaran Time Token Arends
Share :
Model pembelajaran Time Token Arends merupakan salah satu contoh kecil dari
penerapan pembelajaran yang demokratis di sekolah. Proses pembelajaran yang demokratis
adalah proses belajar yang menempatkan siswa sebagai subyek. Mereka harus mengalami
sebuah perubahan ke arah yang lebih positif.
Dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari tidak paham menjadi paham, dan dari tidak tahu
menjadi tahu. Di sepanjang proses belajar itu, aktivitas siswa menjadi titik perhatian utama.
Dengan kata lain mereka selalu dilibatkan secara aktif. Guru dapat berperan untuk mengajak
siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.
Model ini digunakan (Arends, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial
agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Guru memberi sejumlah
kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada tiap siswa. Sebelum berbicara,
siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu pada guru. Setiap tampil berbicara satu kupon.
Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis
kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai
semua kuponnya habis.
SINTAK MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN ARENDS
Adapun sintak dari model pembelajaran Time Token Arends ini adalah sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal.
3. Guru memberi tugas pada siswa.
4. Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon pada
tiap siswa.
5. Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau
memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi
setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh
bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya
habis. Demikian seterusnya hingga semua anak berbicara.
6. Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN
ARENDS
Kelebihan Model Time Token Arends
1. Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasinya.
2. Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali
3. Siswa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran
4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara)
5. Melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
6. Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan, berbagi,
memberikan masukan dan keterbukaan terhadap kritik
7. Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
8. Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap
permasalahan yang ditemui.
9. Tidak memerlukan banyak media pembelajaran.
Kekurangan Model Time Token Arends
1. Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja.
2. Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak.
3. Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dan dalam proses pembelajaran, karena
semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.
4. Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran
Model Pembelajaran Time Token sangat tepat untuk pembelajaran struktur yang dapat
digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi
pembicaraan atau siswa diam sama sekali.
Model pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang digunakan dengan tujuan
agar siswa aktif berbicara. Dalam pembelajaran diskusi, time token digunakan agar siswa
aktif bertanya dalam berdiskusi. Dengan membatasi waktu berbicara misalnya 30 detik,
diharapkan siswa secara adil mendapatkan kesempatan untuk berbicara.
LANGKAH-LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL).
3. Tiap siswa diberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik per kupon. Tiap
siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
4. Bila telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa diserahkan. Setiap tampil
berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya.
5. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang
kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis.
6. Demikian seterusnya.
Model Pembelajaran Take and Give
Share : Model Pembelajaran menerima dan memberi (Take and Give) merupakan model
pembelajaran yang memiliki sintaks, menuntut siswa mampu memahami materi pelajaran
yang diberikan guru dan teman sebayanya (siswa lain).
Kelebihan:
Siswa akan lebih cepat memahami penguasaan materi dan informasi karena
mendapatkan informasi dari guru dan siswa yang lain.
Dapat menghemat waktu dalam pemahaman dan penguasaan siswa akan informasi.
Kelemahan:
Bila informasi yang disampaikan siswa kurang tepat (salah) maka informasi yang
diterima siswa lain pun akan kurang tepat.
Tidak efektif dan terlalu bertele-tele.
Media Model Pembelajaran Take and Give
1. Siapkan Kartu dengan ukuran 10 x 15 cm untuk sejumlah siswa.
2. Setiap kartu berisi nama siswa, bahan belajar (sub materi) dan nama yang diberi
informasi, kompetensi dan sajian materi.
Langkah-langkah take and give Dalam melakukan metode take and give ini ada beberapa yang langkah yang harus dilakukan
oleh pendidik yaitu :
1. Siapkan kelas sebagaimana mestinya.
2. Jelaskan materi sesuai topik menit.
3. Untuk memantapkan penguasaan peserta, tiap siswa diberi masing-masing satu kartu
untuk dipelajari (dihapal) kurang lebih 5 menit.
4. Semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasikan
materi sesuai kartu masing-masing. Tiap siswa harus mencatat nama pasangannya
pada kartu control.
5. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi
masing-masing.
6. Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang sesuai dengan
kartunya (kartu orang lain).
7. Strategi ini dapat dimodifikasikan sesuai keadaan.
8. Kesimpulan.
Kesimpulan: Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks:
1. Siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa dan bahan belajar,
2. Informasikan kompetensi,
3. Menyajikan materi,
4. Pemantapan materi : pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan mencari
teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya kepada
siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa lain secara
bergantian,
5. Evaluasi, dan
6. Refleksi.
Model Pembelajaran Superitem
Share :
Model Pembelajaran Superitem. Superitem adalah sebuat teknik pemberian tugas kepada
siswa oleh guru, yang dimulai dari tugas yang sederhana meningkat pada yang lebih
kompleks dengan memperhatikan tahap SOLO siswa, Karakteristik soal-soal bentuk
superitem yang memuat konsep dan proses yang makin tinggi tingkat kognitifnya tersebut,
memberi peluang kepada siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan memahami
hubungan antar konsep, Kemampuan memahami hubungan antar konsep, kematangan dalam
bernalar dan keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran merupakan bagian yang diperlukan
dalam memecahkan masalah.
Pengertian Model Pembelajaran Superitem
Pembelajaran menggunakan tugas bentuk superitem adalah pembelajaran yang dimulai dari
tugas yang sederhana meningkat pada yang lebih kompleks dengan memperhatikan tahap
SOLO siswa. Dalam pembelajaran tersebut digunakan soal-soal bentuk superitem. Alternatif
pembelajaran yang direkomendasikan Sumarmo tersebut, dirancang agar dapat membantu
siswa dalam memahami hubungan antar konsep. Juga membantu dalam memacu kematangan
penalaran siswa. Hal itu dilakukan agar siswa dapat memecahkan masalah matematika.
Sebuah superitem terdiri dari sebuah stem yang diikuti beberapa pertanyaan atau item
yang semakin meningkat kekompleksannya. Biasanya setiap superitem terdiri dari empat
item pada masing-masing stem. Setiap item menggambarkan dari empat level penalaran
berdasarkan Taksonomi SOLO. Semua item dapat dijawab dengan merujuk secara langsung
pada informasi dalam stem dan tidak dikerjakan dengan mengandalkan respon yang benar
dari item sebelumnya. Pada level 1 diperlukan penggunaan satu bagian informasi dari stem.
Level 2 diperlukan dua atau lebih bagian informasi dari stem. Pada level 3 siswa harus
mengintegrasikan dua atau lebih bagian dari informasi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan stem, dan pada level 4 siswa telah dapat mendefinisikan hipotesis
yang diturunkan dari stem.
Ciri-Ciri Model Pembelajaran Superitem
Karakteristik soal-soal bentuk superitem yang memuat konsep dan proses yang makin tinggi
tingkat kognitifnya tersebut, memberi peluang kepada siswa dalam mengembangkan
pengetahuannya dan memahami hubungan antar konsep. Hal itu dikuatkan Lajoie (1991)
yang menyatakan bahwa superitem didisain untuk mendatangkan penalaran matematis
tentang konsep matematika. Di samping itu soal bentuk superitem diharapkan lebih
menantang dan mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Sebaliknya guru dapat
melakukan kegiatan diagnostik selama pembelajaran, sehingga perkembangan penalaran
siswa dapat dimonitor lebih dini.
Kemampuan memahami hubungan antar konsep, kematangan dalam bernalar dan keterlibatan
secara aktif dalam pembelajaran merupakan bagian yang diperlukan dalam memecahkan
masalah. Dengan demikian pembelajaran menggunakan tugas bentuk superitem dapat
diharapkan menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan meyelesaikan pemecahan masalah matematika.
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Superitem
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari
simpel ke kompleks, berupa pemecahan masalah.
Sintaksnya adalah :
1. ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi,
2. berikan latihan soal bertingkat,
3. berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi
informasi,
4. integrasi, dan
5. hipotesis.
Kelebihan Model Pembelajaran Superitem
Kandungan maksud agar siswa memahami hubungan antar konsep secara bertahap dari yang
sederhana sampai meningkat kepada yang lebih kompleks. Selain daripada itu guru
melakukan kegiatan diagnostik terhadap respon siswa, sehingga dapat dengan segera
menentukan langkah-langkah yang diperlukan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Kelebihan pembelajaran matematika dengan menggunakan tugas bentuk superitem
diantaranya, dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami persoalan
matematika secara bertahap sesuai kesiapannya; dan guru dapat memberikan bantuan yang
tepat kepada siswa berdasarkan respon dari siswa. Pada sisi lain pembelajaran ini akan
memberi kesulitan kepada guru dalam membuat atau menyusun butir-butir soal bentuk
superitem. Kemudian dimungkinkan terdapat respon siswa yang beragam. Hal itu akan
menuntut kesiapan guru dalam mengantisipasinya.
Wilson dan Chavarria (1993) memberikan pengalamannya dalam mengkonstruksi bentuk
soal superitem yaitu:
1. Mengkonstruksi sebuah superitem akan dimulai dengan menentukan terlebih dahulu
prinsip umum apa yang akan menjadi fokus pada item level empat. Prinsip tersebut
akan dibangun oleh tiga item sebelumnya. Setiap item akan membantu siswa dalam
menggali situasi dari masalah.
2. Stem akan menyajikan sebuah masalah yang relevan dan diperlukan siswa.
3. Respon dari setiap item di dalam sebuah superitem tidak bergantung pada respon yang
benar dari item sebelumnya.
Pengalaman kedua ahli tersebut, tampaknya dapat membantu guru dalam menyusun butir soal
bentuk superitem.
Model Kumon dan Hibrid
Share : asik belajar dot com. Kali ini kita memuat dua model pembelajaran, yaitu model
pembelajaran Kumon dan Hibrid. Silakan ringkasan singkat di bawah ini....
A. Model Pembelajaran Kumon Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga
suasana nyaman-menyenangkan.
Sintaksnya adalah:
1. Sajian konsep,
2. Latihan,
3. Tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai,
4. Jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi,
5. Lima kali salah guru membimbing.
B. Model Pembelajaran Hibrid Pembelajaran model hibrid merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang bersifat
metodologi dikembangkan oleh Guillermo dan kawan – kawan pada tahun 1999 di
Universitas Tecnica Federico Santa Maria Valpariso Chili.
Pembelajaran ini menggabungkan beberapa metode pembelajaran.
Pembelajaran model hibrid dibagi menjadi tiga tipe yaitu :
Traditional Classes – Real Workshop (TC – RW).
Traditional Classes – Virtual Workshop (TC – VW).
Traditional Classes – Real Workshop – Virtual Workshop (TC – RW – VW)
Sehingga dapat dikatakan bahwa Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang
berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep.
Sintaknya:
1. Pembelajaran ekspositori,
2. Koperatif-inkuiri-solusi-workshop,
3. Virtual workshop menggunakan computer-internet.
Model Pembelajaran Treffinger
Share :
Pengertian Model Pembelajaran Treffinger Model pembelajaran Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani
masalah kreativitas secara langsung . Dengan melibatkan baik keterampilan kognitif maupun
afektif pada setiap tingkat dari model ini, Treffinger menunjukkan saling hubungan dan
ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif.
Model pembelajaran Treffinger dapat membantu siswa untuk berpikir kreatif dalam
memecahkan masalah, membantu siswa dalam menguasai konsep-konsep materi yang
diajarkan, serta memberikan kepada siswa untuk menunjukkan potensi-potensi kemampuan
yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah.
Dengan kreativitas yang dimiliki siswa, berarti siswa mampu menggali potensi dalam
berdaya cipta, menemukan gagasan serta menemukan pemecahan atas masalah yang
dihadapinya yang melibatkan proses berpikir.
Model pembelajaran Treffinger dalam peranannya mendorong belajar kreatif yang dapat
mengembangkan kreativitas siswa, melibatkan kemampuan afektif dan kognitif yang
digambarkan melalui tiga tingkatan berpikir yang meliputi tingkat I adalah basic tools yaitu
pengembangan fungsi-fungsi divergen, tingkat II adalah practice with proses yaitu berpikir
secara kompleks dan perasaan majemuk, serta tingkat III adalah working with real problem
yaitu keterlibatan dalam tantangan nyata. Hal tersebut sebagaimana dirumuskan delam
pembelajaran model Treffinger adalah sebagai berikut:
Treffinger selalu melibatkan ketrampilan kognitif dan afektif di dalam tahapan pembelajaran
untuk mencapai suatu tingkat berpikir tertentu. Misalnya:
Pada tingkat I, Treffinger memusatkan perhatian pada bagaimana anak dapat berpikir secara
divergen atau terbuka tanpa memikirkan bahwa pendapat yang disampaikan benar atau salah.
Kemampuan afektif yang dikembangkan meliputi rasa ingin tahu (dapat dilihat dari keaktifan
siswa dalam bertanya), keberanian mengambil resiko (keberanian dalam menjawab
pertanyaan walaupun jawaban yang disampaikan salah), percaya diri (siswa berani dalam
menentukan jawaban yang berbeda dengan jawaban temannya) dan lain sebagainya.
Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan meliputi kelancaran (dapat dilihat
dari waktu yang digunakan anak dalam menjawab dan mengungkapkan gagasan yang
berbeda), kelenturan (dilihat dari banyaknya idea tau gagasan yang berbeda yang
disampaikan siswa) dan lain sebagainya.
Pada tingkat II, Treffinger lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan
kemampuan penyelesaian masalah dan keterbukaan terhadap perbedaan. Kemampuan afektif
pada tingkat ini meliputi keterbukaan perasaan majemuk (yaitu keterbukaan dalam menerima
gagasan yang berbeda), meditasi dan kesantaian (kebiasaan dan ketenangan dalam menerima
gagasan yang berbeda), penggunaan khayalan dan tamsil (kemampuan berimajinasi dalam
menggambarkan masalah yang dihadapi) dan lain sebagainya. Sedangkan kemampuan
kognitif yaitu meliputi penerapan (penggunaan apa yang tersedia dalam menyelesaikan
masalah yang diberikan), analisis (mendiskripsikan segala masalah yang ada), sintesis
(ketrampilan memadukan hal yang didapat dengan pengetahuan sebelumnya), evaluasi
(penilaian terhadap jawaban teman dan diri sendiri sehingga menghasikan jawaban yang
paling tepat) dan lain-lain.
Pada tingkat III, Treffinger memusatkan pada bagaimana anak dapat mengelola dirinya
sendiri dan kemampuannya sehubungan dengan keterlibatannya dalam tantangan-tantangan
yang ada dihadapannya.
Kemampuan afektif pada tingkat ini meliputi pemribadian nilai (berkaitan dengan
pengevaluasian diri dan ide-ide sebelumnya), pengikatan diri terhadap hidup produktif
(berusaha untuk tetap menghasilkan ide baru dalam setiap kegiatan penyelesaian masalah),
dan lain-lain. Sedangkan kemampuan kognitif yang dapat dikembangkan meliputi pengajuan
pertanyaan secara mandiri (pertanyaan yang timbul dari pemikiran sendiri), pengarahan diri
(mampu menentukan sendiri langkah-langkah menyelesaikan masalah tanpa terpengaruh
penyelesaian dari teman), pengelolaan sumber (menggunakan segala yang ada disekitar untuk
memperoleh jawaban yang diinginkan), dan pengembangan produk (mengembangkan ide
yang ada sebelumnya sehingga diperoleh ide baru), dan lain sebagainya.
Menurut Munandar, dengan menggunakan ketiga tingkatan kemampuan berpikir dari model
Treffinger, siswa dapat membangun ketrampilan, menggunakan kemampuan berpikir
kreatifnya dan menemukan penyaluran untuk mengungkapkan kreativitas dalam hidup.
Sehingga dalam hal ini, setiap tahap dengan tingkatan berpikir tertentu didalam pendekatan
Treffinger harus diterapkan secara untuh dan diintegrasikan. Proses pembelajaran yang
seperti ini yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap.
Sintaks:
1. Keterbukaan-urun ide-penguatan,
2. Penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill,
3. Proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui
pemanasan-minat-kuriositi-tanya,
4. Kelompok-kerjasama,
5. Kebebasan-terbuka,
6. Reward.
Teori, Karakteristik , Prinsip Dasar Pembelajaran Quantum
Share : asik belajar dot com. Untuk melengkapi koleksi kumpulan model pembelajaran, maka kali ini
model pembelajaran yang diposting mengenai model pembelajaran quantum. Apa dan
bagaimana model pembelajaran quantum tersebut, silakan baca di bawah ini...
A. Landasan Teori Quantum teaching pertamakali dikembangkan oleh De Porter. Mulai dipraktekkan pada tahun
1992, dengan mengilhami rumus yang terkenal dalam fisika kuantum yaitu masa kali
kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Dengan rumus itulah mendefinisikan
Quantum sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.
Pembelajaran Quantum bermakna interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya
karena semua energi adalah kehidupan dan dalam proses pembelajarannya mengandung
keberagaman dan interdeterminisme. Dengan kata lain interaksi-interaksi yang dimaksud
mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi
mereka sendiri dan bagi orang lain.
Teori yang terkandung dalam Quantum Teaching adalah Accelerated Learning, Multiple
Intelligences, Neuro-Linguistic Programming, Experiential Learning, dan Elements of
Effective Instruction sehingga Quantum Teahing merangkaikan sebuah kekuatan yang
memadukan multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak yang didalamnya
meramu konsep berbagai teori yaitu: 1) teori otak kanan/kiri; 2) teori otak triune (3 in 1); 3)
pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik); 4) teori kecerdasan ganda; 5) pendidikan
holistic (menyeluruh); 6) belajar berdasarkan pengelaman; 7) belajar dengan symbol, dan 8)
simulasi/permainan.
B. Karakteristik Secara umum, Quantum Teaching (pembelajaran kuantum) mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
1. Berpangkal pada psikologi kognitif.
2. Bersifat humanistik, manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatian. Potensi diri,
kemampuan pikiran, daya motivasi dan sebagainya dari pembelajar dapat berkembang
secara optimal dengan meniadakan hukuman dan hadiah karena semua usaha yang
dilakukan pembelajar dihargai. Kesalahan sebagai manusiawi.
3. Bersifat konstruktivistis, artinya memadukan, menyinergikan, dan mengolaborasikan
faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental)
sebagai konteks pembelajaran. Oleh karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan
pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulant
yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
4. Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna. Dalam proses
pembelajaran dipandang sebagai penciptaan intekasi-interaksi bermutu dan bermakna
yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran yang dapat mengubah energi
kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya yang bermanfaat
bagi keberhasilan pembelajar.
5. Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
Dalam prosesnya menyingkirkan hambatan dan halangan sehingga menimbulkan hal-
hal yang seperti: suasana yang menyengkan, lingkungan yang nyaman, penataan
tempat duduk yang rileks, dan lain-lain.
6. Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran. Dengan kealamiahan
dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar sehat, rileks, santai, dan
menyenangkan serta tidak membosankan.
7. Menekankan kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran. Dengan
kebermaknaan dan kebermutuan akan menghadirkan pengalaman yang dapat
dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman perlu diakomodasi
secara memadai.
8. Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks
pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh,
lingkungan yang mendukung, dan rancangan yang dinamis. Sedangkan isi
pembelajaran meliputi: penyajian yang prima, pemfasilitasan yang fleksibel,
keterampilan belajar untuk belajar dan keterampilan hidup.
9. Menyeimbangkan keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.
10. Menanamkan nilai dan keyakinan yang positif dalam diri pembelajar. Ini mengandung
arti bahwa suatu kesalahan tidak dianggapnya suatu kegagalan atau akhir dari
segalanya. Dalam proses pembelajarannya dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa
hukuman dan hadiah tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai.
11. Mengutamakan keberagaman dan kebebasan sebagai kunci interaksi. Dalam
prosesnya adanya pengakuan keragaman gaya belajar siswa dan pembelajar.
12. Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran, sehinga
pembelajaran bias berlangsung nyaman dan hasilnya lebih optimal.
C. Prinsip Dasar Prinsip dasar yang terdapat dalam pembelajaran Quantum adalah:
1] Bawalah dunia mereka (siswa) ke dalam dunia kita (guru), dan antarkan dunia kita (guru
ke dalam dunia mereka (siswa).
2] Proses pembelajaran bagaikan orkestra simfoni, yang secara spesifik dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a) Segalanya dari lingkungan. Hal ini mengandung arti baik lingkungan kelas/sekolah
sampai bahasa tubuh guru; dari lembar kerja atau kertas kerja yang dibagikan anak
sampa rencana pelakanaan pembelajaran, semuanya mencerminkan pembelajaran.
b) Segalanya bertujuan. Semua yang terjadi dalam proses pembelajaran mempunyai
tujuan semuanya.
c) Pengalaman mendahului pemberian nama. Pembelajaran yang baik adalah jika
siswa telah memperoleh informasi terlebih dahulu apa yang akan dipelajari sebelum
memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Ini diilhami bahwa otak akan
berkembang pesat jika adanya rangsangan yang kompleks selanjunya akan
menggerakkan rasa keingintahuan.
d) Akuilah setiap usaha. Dalam proses pembelajaran siswa seharusnya dihargai dan
diakui setiap usahanya walaupun salah, karena belajar diartikan sebagai usaha yang
mengandung resiko untuk keluar dari kenyamanan untuk membongkar pengetahuan
sebelumnya.
e) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Segala sesuatu yang telah
dipelajari oleh siswa sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya.
3] Pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. Ada depalapan kunci
keunggulan dalam pembelajaran kuantum yaitu:
a) terapkan hidup dalam integritas, dalam pembelajaran sebagai bersikap apa adanya,
tulus, dan menyeluruh, sehingga akan meningkatkan motivasi belajar.
b) akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan. Jika mengalami kegagalan
janganlah membuat cemas terus menerus tetapi memberikan informasi kepada kita
untuk belajar lebih lanjut.
c) berbicaralah dengan niat baik. Dalam pembelajaran hendaknya dikembangkan
keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi
yang jujur dan langsung. Dengan niat bicara yang baik akan mendorong rasa percaya
diri dan motivasi.
d) tegaslah komitmen. Dalam pembelajaran baik guru maupun siswa harus mengikuti
visi-misi tanpa ragu-ragu.
e) jadilah pemilik, mengandung arti bahwa siswa dan guru memiliki rasa tanggung
jawab sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
f) tetaplah lentur. Seorang guru terutama harus pandai-pandai mengubah lingkungan
dan suasana bilamana diperlukan.
g) Pertahankan keseimbangan. Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi
dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran
efektif dan optimal.
4] Kerangka Perencanaan Pembelajaran Quantum
Kerangka perencanaan pembelejaran kuantum dikenal dengan singkatan “TANDUR”, yaitu:
a) Tumbuhkan : Konsep tumbuhkan ini sebagai konsep operasional dari prinsip
“bawalah dunia mereka ke dunia kita”. Dengan usaha menyertakan siswa dalam
pikiran dan emosinya, sehingga tercipta jalinan dan kepemilikan bersama atau
kemampuan saling memahami. Secara umum konsep tumbuhkan adalah sertakan diri
mereka, pikat mereka, puaskan keingintahuan, buatlah siswa tertarik atau penasaraan
tentang materi yang akan diajarkan. Dari hal tersebut tersirat, bahwa dalam
pendahuluan (persiapan) pembelajaran dimulai guru seyogyanya menumbuhkan sikap
positif dengan menciptakan lingkungan yang positif, lingkungan sosial (komunitas
belajar), sarana belajar, serta tujuan yang jelas dan memberikan makna pada siswa,
sehingga menimbulkan rasa ingin tahu. Berikut pertanyaan-pertanyaan yang dapat
dipakai sebagai acuan guru: hal apa yang siswa pahami? Apa yang siswa setujui?
Apakah manfaat dan makna materi tersebut bagi siswa? Pada bagian apa siswa
tertari/bermakna? Stategi untuk melaksanakan TUMBUHKAN tidak harus dengan
tanya jawab, menuliskan tujuan pembelajaran dipapan tulis, melainkan dapat pula
dengan penyajian gambar/media yang menarik atau lucu, isu muthakir, atau cerita
pendek tentang pengalaman seseorang.
b) Alami : Tahap ini jika kita tulis pada rencana pelaksanaan pembelajaran terdapat
pada kegiatan inti. Konsep ALAMI mengandung pengertian bahwa dalam
pembelajaran guru harus memberi pengalaman dan manfaat terhadap pengetahuan
yang dibangun siswa sehingga menimbulkan hasrat alami otak untuk
menjelajah.Pertanyaan yang memandu guru pada konsep alami adalah cara apa yang
terbaik agar siswa memahami informasi? Permainan atau keinginan apa yang
memanfaatkan pengetahuan yang sudah mereka miliki? Permainan dan kegiatan apa
yang memfasilitasi siswa? Strategi konsep ALAMI dapat menggunakan jembatan
keledai, permainan atau simulasi dengan memberi tugas secara individu atau
kelompok untuk mengaktifkan pengetahuan yang telah dimiliki.
c) Namai : Konsep ini berada pada kegiatan inti, yang NAMAI mengandung maksud
bahwa penamaan memuaskan hasrat alami otak (membuat siswa penasaran, penuh
pertanyaan mengenai pengalaman) untuk memberikan identitas, menguatkan dan
mendefinisikan. Penamaan dalam hal ini adalah mengajarkan konsep, melatih
keterampilan berpikir dan strategi belajar. Pertanyaan yang dapat memenadu guru
dalam memahami konsep NAMAI yaitu perbedaan apa yang perlu dibuat dalam
belajar? Apa yang harus guru tambahkan pada pengertian siswa? Strategi, kiat jitu,
alat berpikir apa yang digunakan untuk siswa ketahui atau siswa gunakan? Strategi
implementasi konsep NAMAI dapat menggunakan gambar susunan gambar, warna,
alat Bantu, kertas tulis dan poster di dinding atau yang lainnya.
d) Demonstrasikan : Tahap ini masih pada kegiatan ini. Inti pada tahap ini adalah
memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan bahwa siswa tahu. Hal ini sekaligus
memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan tingkat pemahaman terhadap materi
yang dipelajari. Panduan guru untuk memahami tahap ini yaitu dengan cara apa siswa
dapat memperagakan tingkat kecakapan siswa dengan pengetahuan yang baru?
Kriteria apa yang dapat membantu guru dan siswa mengembangkan bersama untuk
menuntut peragaan kemampuan siswa. Strategi yang dapat digunakan adalah
mempraktekkan, menyusun laporan, membuat presentasi dengan powerpoint,
menganalisis data, melakukan gerakan tangan, kaki, gerakan tubuh bersama secara
harmonis, dan lain-lain.
e) Ulangi : Tahap ini jika kita tuangkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran
terdapat pada penutup. Tahap ini dilaksanakan untuk memperkuat koneksi saraf dan
menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini”. Kegiatan ini dilakukan secara
multimodalitas dan multikecerdasan. Panduan guru untuk memasukan tahap ini yaitu
cara apa yang terbaik bagi siswa untuk mengulang pelajaran ini? Dengan cara apa
setiap siswa akan mendapatkan kesempatan untuk mengulang? Strategi untuk
mengimplementasikan yaitu bias dengan membuat isian “aku tahu bahwa aku tahu
ini” hal ini merupakan kesempatan siswa untuk mengajarkan pengetahuan baru
kepada orang lain (kelompok lain), atau dapat melakukan pertanyaan – pertanyaan
post tes.
f) Rayakan : Tahap ini dituangkan pada penutup pembelajaran. Dengan maksud
memberikan rasa rampung, untuk menghormati usaha, ketekunan, dan kesusksesan
yang akhirnya memberikan rasa kepuasan dan kegembiraan. Dengan kondisi akhir
siswa yang senang maka akan menimbulkan kegairahan siswa dalam belajar lehi
lanjut. Panduan pertanyaan dalam diri guru untuk melaksanakan adalah untuk
pelajaran ini, cara apa yang paling sesuai untuk merayakannya? Bagaimana anda
dapat mengakui setiap orang atas prestasi mereka? Strategi yang dapat digunakan
adalah dengan pujian bernyanyi bersama, pesta kelas, memberikan reward berupa
tepukan.
Top Related