MODEL KEMITRAAN PEMERINTAH DAN
SWASTA DALAM PENGELOLAAN HUTAN
MANGROVE DI TAMAN WISATA ALAM ANGKE
KAPUK JAKARTA UTARA
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi
Publik
Oleh
UNZIZAH
NIM 6661150105
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, Juni 2019
“Kita Tidak Pernah Tahu Doa yang Mana, dan Usaha
Keberapa yang Akan Berhasil. Tugas Kita Hanyalah
Memperbanyak dan Jangan Mudah Menyerah”
Skripsi Ini Aku Persembahkan Untuk Bapak,
Mamah, dan Adikku Tersayang. Terimakasih
Atas Doa, Kasih sayang, dan Dukungan yang
Diberikan
ABSTRAK
Unzizah. 6661150105. Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta
Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara. Program Studi Ilmu Administrasi Publik.
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I: Maulana
Yusuf, S.IP., M.Si. Dosen Pembimbing II: Rahmawati, S.Sos., M.Si.
Taman Wisata Alam adalah hutan wisata yang memiliki keindahan corak
khas untuk dimanfaatkan kepentingan rekreasi kebudayaan. Taman
Wisata Alam Angke Kapuk adalah kawasan ekowisata dikelola dengan
model kemitraan pemerintah dan Swasta. Masalah dalam penelitian yaitu
kurangnya koordinasi, lemahnya pengawasan, dan terkait Sumber Daya
Manusia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana model dan
hasil kemitraan yang diterapkan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk.
Penelitian ini menggunakan teori Ditjen P2L dan PM dalam Kuswidanti
(2008:91) yaitu Indikator keberhasilan kemitraan: Indikator Input, Proses,
Output, dan Outcame. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
pendekatan kualitatif. Pemilihan informan secara purposive. Teknis
analisis data menggunakan konsep menurut Miles dan Huberman. Uji
keabsahan data menggunakan triangulasi dan membercheck. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa model kemitraan yang dilakukan model
build operate transfer sudah menunjukkan hasil yang baik namun perlu
peningkatan dibeberapa aspek, sehingga peneliti memberikan saran
melakukan peningkatan promosi berbasis website,peningkatan keahlian
pegawai dan penambahan sarana rekreasi anak.
Kata Kunci: Model Kemitraan, Pengelolaan, Taman Wisata Alam
Angke Kapuk
ABSTRACT
Unzizah. 6661150105. Government and Private Partnership Model in Mangrove
Forest Management in Alam Angke Kapuk Tourism Park, North Jakarta.
Departement of Public Administration. Sultan Ageng Tirtayasa University. First
Adviser: Maulana Yusuf, S.IP., M.Si. Second Adviser: Rahmawati, S.Sos.,
M.Si.
Nature Tourism Park is a tourist forest that has a beauty distinctive style to be
used for recreational and cultural interests. Kapuk Nature Angke Tourism Park is
one of the ecotourism areas managed by the partnership model of the government
and the private sector. Problems in research are lack of coordination, weak
supervision, and related to Human Resources. The purpose of this study was to
find out how the model and results of the partnership applied in the Alam Angke
Kapuk Tourism Park. This study uses the theory of DG P2L and PM in
Kuswidanti (2008: 91), namely the success indicators of partnerships: Input,
Process, Output, and Outcame Indicators. This research uses descriptive
qualitative approach. The selection of informants purposively. Technical data
analysis uses concepts according to Miles and Huberman. Test the validity of the
data using triangulation and membercheck. The results showed that the
partnership model carried out by the build operate transfer model had shown
good results but needed to be improved in several aspects, so the researchers
gave suggestions improving website-based promotions, increasing employee
expertise and adding children's recreational facilities.
Key words: Partnership Model, Management, Angke Kapuk Nature Tourism Park.
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena dengan ridho, rahmat, karunia dan kasih sayang-
Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini. Serta shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya.
Penyusunan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Skripsi ini
berjudul “Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta Dalam Pengelolaan
Hutan Mangrove Di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara”.
Dengan selesainya Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung penulis. Maka
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs.H Sholeh Hidayat., M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus pembimbing II
ii
yang telah meluangkan waktunya membantu dan memberikan masukan yang
berarti bagi peneliti dalam menyusun Skripsi ini.
4. Bapak Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom., selaku Wakil Dekan II Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M,Si., selaku Wakil Dekan III
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Program Studi Ilmu
Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
7. Ibu Dr. Arenawati, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu
Adminitasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
8. Bapak Maulana Yusuf, M.Si selaku Pebimbing I yang telah meluangkan
waktunya membantu dan memberikan masukan yang berarti bagi peneliti
dalam menyusun Skripsi ini.
9. Para Dosen dan Staff Tata Usaha Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
10. Ibu Ida Harwati, S.Hut.,M.Eng selaku Kepala Seksi Konservasi Wilayah III
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
11. Pegawai Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam
DKI Jakarta yang telah memberikan izin dan informasi selama penelitian
kepada peneliti
iii
12. Ibu Irma M.S selaku manajer dari PT.Murindra Karya Lestari yang telah
memberikan izin dan informasi informasi selama penelitian kepada peneliti
13. Karyawan PT.Murindra Karya Lestari yang telah memberikan informasi
selama penelitian kepada peneliti
14. Kedua orang tua yang telah membimbing, mendoakan dengan sabar, dan
memberikan motivasi kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
15. Naufal zaky selaku adik peneliti yang telah memberikan dukungan moril
kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
16. Choirunnisa, Dhea Widya Sagita, Maftuhah, Nitta Wataqwaha, dan Tiyas
Widian Asritama, selaku sahabat peneliti selama perkuliahan yang telah
memberikan bantuan serta dukungannya kepada peneliti.
17. Rekan-rekan Administrasi Publik angkatan 2015 selama menjalani masa
perkuliahan
18. Sahabat-sahabat peneliti semasa Sekolah Menengah Atas, Anitasari, Diana
Putri Febriana, Hasnah Kanita, Siska Anjang Priatningrum, dan Sifah yang
selalu mendukung dan memberikan doa kepada peneliti.
19. Partner berjuang peneliti, Raka Setiaji Pangestu yang telah menemani dengan
sabar dan selalu memberikan dukungan kepada peneliti.
20. Serta rekan-rekan dan sahabat-sahabat peneliti yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Serang, Mei 2019
Unzizah
iv
DAFTAR ISI
Hal
Lembar Pernyataan Orisinalitas
Lembar Persetujuan
Lembar Persembahan
Abstrak
Abstract
Kata Pengantar
Daftar Isi……………………………………………………………………iv
Daftar Tabel……………………………………………………………… viii
Daftar Gambar……………………………………………………………. x
Daftar Lampiran…………………………………………………………... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................... 29
1.3 Batasan Masalah......................................................................................... 29
1.4 Rumusan Masalah ...................................................................................... 29
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 30
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 30
1.7 Sistematika Penulisan................................................................................. 31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka……………………………………………………… ....
2.1.1 Pelayanan Publik .............................................................................. 35
v
2.1.2 Teori Kemitraan ............................................................................... 36
2.1.2.1 Dasar Hukum Kemitraan Dalam Penelitian ........................... 38
2.1.2.2 Prinsip Kemitraan ................................................................... 39
2.1.2.3 Tujuan Kemitraan ................................................................... 40
2.1.2.4 Pola-Pola Kemitraan ............................................................... 40
2.1.2.5 Model-model, Bentuk, dan Sifat Kemitraan ........................... 41
2.2.1.6 Indikator Keberhasilan Kemitraan.......................................... 43
2.1.3 Organisasi Publik ............................................................................. 44
2.1.4 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta ....... 45
2.1.5 Organisasi Privat.............................................................................. 46
2.1.6 Perusahaan Swasta ........................................................................... 46
2.1.6.1 Jenis badan usaha milik swasta……………………………...47
2.1.7 Kerja sama Pemerintah dengan Swasta.. ......................................... 48
2.1.8 Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) .................................... 53
2.1.9 Manajemen ...................................................................................... 53
2.1.9.1 Planning (Perencanaan) .......................................................... 54
2.1.9.2 Organizing (Pengorganisasian) .............................................. 57
2.1.9.3 Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan) ................................... 59
2.1.9.4 Controlling (Pengawasan) ...................................................... 60
2.1.10 Upaya Perlindungan Hutan ............................................................ 61
2.1.11 Ekowisata....................................................................................... 62
2.1.12 Hutan Mangrove ............................................................................ 63
2.1.13 Taman Wisata Alam ...................................................................... 67
2.1.13.1 Kegiatan Pengelolaan Taman Wisata Alam ......................... 67
2.1.14 Pendapatan Negara Bukan Pajak ................................................... 67
2.1.15 Pendapatan Asli Daerah................................................................. 68
2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 70
2.3 Kerangka Berpikir ...................................................................................... 73
2.4 Asumsi Dasar ............................................................................................. 77
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian....................................................................................... 79
vi
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ............................................................... 79
3.3 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 79
3.4 Variabel Penelitian ..................................................................................... 80
3.4.1 Definisi Konsep ............................................................................... 80
3.4.2 Definisi Operasional ........................................................................ 81
3.5 Instrumen Penelitian................................................................................... 85
3.6 Informan Penelitian .................................................................................... 86
3.7 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data ...................................................... 88
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 88
3.7.2 Teknik Analisis Data ......................................................................... 96
3.7.3 Uji Keabsahan data ........................................................................... 98
3.8 Jadwal Penelitian ........................................................................................ 103
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian .........................................................................
4.1.1 Deskripsi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta 104
4.1.1.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi BKSDA DKI Jakarta….. 105
4.1.1.1Struktur Organisasi Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA
DKI Jakarta…………………………………………………………….. 107
4.1.1.3 Sumber Daya Manusia Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA
DKI Jakarta…………………………………………………………….. 108
4.1.2 PT.Murindra Karya Lestari…………………………………………. 110
4.1.3 Deskripsi Wilayah Taman Wisata Alam Angke Kapuk…………... 112
4.1.3.1 Batas Administratif dan Geografis……………………………. 112
4.1.3.2 Sejarah dan Batas Pengukuhan……………………………….. 113
4.1.3.3 Potensi Kawasan……………………………………………….. 115
4.2 Deskripsi Data……………………………………………………………....118
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian…………………………………………… 118
4.2.2 Informan Penelitian…………………………………………………...119
4.2.3 Deskripsi Hasil Penelitian…………………………………………….122
4.2.3.1 Indikator Input…………………………………………………...124
4.2.3.2 Indikator Proses………………………………………………….129
vii
4.2.3.2.1 Planning (Perencanaan)…………………………………......129
4.2.3.2.2 Organizing (Pengorganisasian)……………………………. 132
4.2.3.2.3 Actuating (Pelaksanaan)…………………………………….141
4.2.3.2.4 Controlling (Pengawasan)…………………………………. 154
4.2.3.3 Indikator Output........................................................................... 160
4.2.3.4 Indikator Outcame........................................................................ 167
4.3 Pembahasan…………………………………………………………………171
4.3.1 Indikator Input……………………………………………………...... 173
4.3.2 Indikator Proses……………………………………………………… 176
4.3.2.1 Planning (Perencanaan)……………………………………….. 176
4.3.2.1 Organizing (Pengorganisasian)…………………………………. 193
4.3.2.3 Actuating (Pelaksanaan)………………………………………… 195
4.3.2.4 Controlling (Pengawasan)……………………………………… 213
4.3.3 Indikator Output……………………………………………………… 216
4.3.4 Indikator Outcame………………………………................................ 222
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………………………… 225
5.2 Saran……………………………………………………………………….. 227
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Hlm
Tabel 1.1 Tingkatan Kota Administratif Rawan Banjir DKI Jakarta…………. 5
Tabel 1.2 Perbandingan sektor publik dan sektor privat……………………..... 11
Tabel 1.3 Jumlah Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara…………………………………………………………………… 21
Tabel 1.4 Jumlah Pengunjung disertai PNBP tahun 2018 di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara……………………………………... 22
Tabel 3.1 Informan Dalam Penelitian………………………………………….. 88
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara……………………………………... 91
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian……………………………………………………. 103
Tabel 4.1 Sumber Daya Manusia Seksi Konservasi Wilayah III……………….109
Tabel 4.2 Daftar Informan……………………………………………………... 121
Tabel 4.3 Hasil Temuan Penelitian Indikator Input……………………………. 174
Tabel 4.4 Indikator Proses Perencanaan……………………………………….. 178
Tabel 4.5 Rencana Kegiatan Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara Tahun 2016-2025………..184
Tabel 4.6 Indikator Proses Dimensi pengorganisasian………………………… 191
Tabel 4.7 Indikator Proses Pelaksanaan………………………………………...194
Tabel 4.8 Sarana Penginapan dan Pondok Kemah……………………………...199
Tabel 4.9 Sarana Pertemuan/Aula………………………………………………201
Tabel 4.10 Sarana Prasarana Pengunjung……………………………………… 203
ix
Tabel 4.11 Fasilitas Umum dan Fasilitas Bermain Anak……………………… 204
Tabel 4.12 Sarana Angkutan wisata di dalam Kawasan………………………...206
Tabel 4.13 Prasarana pendukung………………………………………………. 208
Tabel 4.14 Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara……. 210
Tabel 4.15 PNBP pungutan hasil usaha PT. Murindra Karya Lestari…………..212
Tabel 4.16 Indikator Proses Pengawasan……………………………………….214
Tabel 4.17 Indikator Output Kemitraan…………………………………………217
Tabel 4.18 Evaluasi Kinerja PT. Murindra Karya Lestari di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk…………………………………………221
Tabel 4.19 Indikator Outcame Kemitraan..............................................................223
x
Daftar Gambar
Hlm
Gambar 1.1 Data ketinggian Wilayah Ibukota Provinsi dan risiko Bencana
di Indonesia………………………………………………………..4
Gambar 1.2 Alur Kemitraan Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara………………………16
Gambar 1.3 Alur Pembangunan, Pengoperasian dan Manfaat Kemitraan
dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara……………………………………… 18
Gambar 1.4 Struktur Organisasi BKSDA DKI Seksi Konservasi
Wilayah III……………………………………………………….. 28
Gambar 2.1 Indikator Keberhasilan Kemitraan………………………………... 43
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir………………………………………………… 76
Gambar 3.1 Analisis Data Menurut Miles dan Huberman……………………. 97
Gambar 4.1 Struktur Organisasi BKSDA DKI Jakarta………………………... 105
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Seksi Konservasi Wilayah III……………….. 108
Gambar 4.3 Struktur Organisasi PT. Murindra Karya Lestari………………… 111
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kota Jakarta Utara…………………………….. 113
Gambar 4.2 Peta blok Taman Wisata Alam Angke Kapuk……………………. 182
xi
Daftar Lampiran
1. Foto Dokumentasi Wawancara
2. Indept Interview
3. Membercheck.
4. Surat Keputusan (SK) dari Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997
tentang Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata
Alam Angke Kapuk seluas 99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya
Jakarta Utara kepada PT.Murindra Karya Lestari
5. Transkrip Data
6. Surat Izin Rekomendasi Penelitian
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan lingkungan hidup yang sesuai dengan keseimbangan
ekosistem mulai jarang ditemukan, mengingat perkembangan zaman dan
teknologi yang semakin hari justru malah mengacuhkan pentingnya keseimbangan
ekosistem justru sangat mengkhawatirkan. Untuk mempertahankan kualitas
lingkungan hidup yang sesuai dengan ekosistem maka dibutuhkan pengelolaan
yang juga meliputi perlindungan segala hal menyangkut lingkungan hidup,
sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwasanya
“Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum”. Menindaklanjuti terkait perlindungan Lingkungan hidup
yang memuat sumber daya alam, maka dibentuklah suatu kawasan khusus yang
bertujuan menyelamatkan unsur-unsur sumber daya alam dengan melakukan
perlindungan terhadap tumbuhan yang menyangga kehidupan ataupun satwa
didalamnya.Kawasan tersebut yaitu Suaka Margasatwa, yang merupakan kawasan
hutan yang ditetapkan sebagai tempat perlindungan satwa yang memiliki nilai
khas. Suaka margasatwa dikategorikan ke dalam hutan konservasi bersama
2
dengan cagar alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan
taman buru. Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, suaka margasatwa didefinisikan sebagai:
“Kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan
atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan
pembinaan terhadap habitatnya”. Suaka Margasatwa merupakan konservasi
bersama salah satunya yakni taman wisata alam. Taman wisata alam adalah hutan
wisata yang memiliki keindahan mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan
untuk kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Adapun kriteria-kriteria untuk
penunjukan dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam diantaranya yaitu
mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam
serta formasi geologi yang menarik. Taman Wisata Alam juga dapat digunakan
sebagai kawasan ekowisata, sebagaimana menurut UNESCO, ekowisata
merupakan jenis wisata yang bertanggung jawab pada tempat alami serta memberi
kontribusi terhadap pelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sumber Daya Alam hayati yang ada di taman wisata alam misalnya hutan
bakau atau yang lebih dikenal dengan hutan mangrove, karena kawasan hutan
bakau atau biasa disebut hutan mangrove yang juga sangat memiliki peranan
penting dalam penyangga kehidupan kota. Menurut Soerianegara (1990) hutan
mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daarah
teluk dan di muara sungai.Berdasarkan data tahun 2017 yang diperoleh dari
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (KLHK) Republik
Indonesia, luas hutan (forest cover) Indonesia seluas 93,6 juta ha. Untuk hutan
3
mangrove sendiri berdasarkan informasi yang diperoleh melalui Biro Humas
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2015 Indonesia
memiliki total hutan mangrove seluas 3.489.140,68 Ha dengan panjang garis
pantai sebesar 95,181 km2.
Indonesia memiliki 34 Provinsi dengan ketinggian tanah yang berbeda di
masing-masing provinsi, ketinggian tanah dari permukaan laut tentunya
membawa dampak bagi tiap provinsi terutama dampak terkena rawan bencana
alam. Berdasarkan data Badan Informasi Geopasial dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNBP) dijelaskan secara rinci seperti pada gambar
berikut:
4
Sumber: Badan Informasi Geopasial dan Badan Nasional Penanggulanagan
Bencana,2018.
Gambar 1.1
Data ketinggian Wilayah Ibukota Provinsi Dan Risiko Bencana di
Indonesia.
DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan memiliki
jumlah penduduk terpadat serta sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan dan
perekonomian di Indionesia mempunyai rata-rata ketinggian tanah 7 meter diatas
permukaan laut dan dilewati oleh 17 aliran sungai/kanal dengan kondisi rawan
bencana banjir yang memang mengancam kota Jakarta hampir setiap tahunnya.
Dari data yang diperoleh tahun 2015 tercatat (3) tiga wilayah administratif
menempati peringkat tertinggi daerah rawan banjir yakni sebagai berikut:
5
Tabel 1.1
Tingkatan Kota Administratif Rawan Banjir DKI Jakarta
Kota Administratif Jumlah daerah
rawan banjir
Jakarta Utara 193 Wilayah
Jakarta Timur 167 Wilayah
Jakarta Selatan 82 Wilayah
Sumber: data diolah dari
http://data.jakarta.go.id/dataset/daerahrawanbanjirdkijakarta
Menurut Inswiasri Suprijanto dalam artikel Perubahan Pantai Utara Jakarta
(1996) ditinjau berdasarkan administratif perkotaan, kelurahan yang berada di
pesisir pantai mulai dari barat dan paling sering terkena bencana banjir ibu kota
meliputi Kelurahan Kamal Muara, Kapuk Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol,
Tanjung Priok, Koja Utara, Kalibaru, Cilincing, dan Marunda. Upaya
penanggulangan banjir di Jakarta umurnya sudah dilakukan sejak zaman dahulu
hampir setara dengan usia kota Jakarta. Pada zaman pemerintah Kolonial
Belanda, frekuensi banjir datang setiap 20 tahun sekali, kemudian menjadi setiap
10 tahun, dan kini menjadi setiap 5 tahun. Banjir yang melanda Kota Jakarta Ini
memang tidak lepas dari topografinya Jakarta yang 40 persen wilayahnya berada
di bawah permukaan air pasang, perubahan tata guna lahan, munculnya
6
permukiman baru di hulu sungai dan sepanjang sungai, dan dampak perubahan
iklim global. Pada tahun 2016 sedikitnya terjadi (2) dua kali banjir rob yakni
banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Air laut yang pasangini
umumnya akan menahan air sungai yang sudah menumpuk, akhirnyamampu
menjebol tanggul dan menggenangi daratan. Banjir rob ini kerap menggenangi
wilayah Muara Baru Jakarta Utara dengan intensitas banjir yang terjadi dua kali
dalam sebulan yang mengakibatkan lumpuhnya aktivitas warga sekitar.
Melihat keadaan topografi DKI Jakarta yang rendah membuat pemerintah
pusat harus mensiasati agar DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan roda
perekonomian mampu bertahan serta tidak terkena dampak fatal dari air laut
seperti erosi, pasang air laut, dan sebagainya. Salah satunya yakni dengan
konservasi hutan mangrove. Hutan mangrove di DKI Jakarta pada tahun 2012
menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DKI Jakarta adalah seluas
430,45 Ha dengan sebaran ekosistem Mangrove di pesisir teluk Jakarta terdapat di
daerah hutan wisata kamal, suaka margasatwa muara angke, hutan lindung angke
kapuk dan sekitarnya.
Dalam mewujudkan pengelolaan hutan mangrove kemudian dilakukan
usaha konservasi hutan salah satunya di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik
Indonesia tentunya tidak mampu melaksanakan fungsinya secara maksimal
apabila mengelola seluruh kawasan konservasi sendirian, maka di setiap daerah
harus dibantu dengan adanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) terkait yang akan
mengelola di masing-masing sumber daya yang ada di setiap daerah sehingga
7
pengelolaan akan lebih maksimal dan terarah. Agar pengelolaan hutan mangrove
yang ada di DKI Jakarta berjalan maksimal maka dikeuarkanlah Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 428/Kpts/Org/7/1978 tanggal 10 Juni 1978 Tentang
Pembentukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) bidang perlindungan dan pelestarian alam yang
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman
Wisata Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar
baik didalam maupun diluar kawasan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) juga menjalankan salah satu fungsinya untuk melakukan kerja sama
pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sesuai
amanat Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/MENHUT-II/2007 pasal 3(h)
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber
Daya Alam.
Sejalan dengan visi pembangunan tahun 2015-2019 dan nawa cita yang
dicanangkan oleh Presiden RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
mengemban setidaknya 2 (dua) misi yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik. Misi ini kemudian dilaksanakan oleh
direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE)
dengan menetapkan 2 (dua) sasaran progam yaitu peningkatan efektivitas
pengelolaan kawasan konservasi dan upaya konservasi keanekaragaman hayati,
8
serta peningkatan penerimaan devisa dan Pendapatan Negara Bukan Pajak dari
upaya KSDAE.
Pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara milik
pemerintah dalam hal ini dibawah naungan KLHK melalui UPT berwenang Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dibawah wilayah kerja Seksi
Konservasi Wilayah III dengan cakupan wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan
Seribu akan berjalan lebih maksimal apabila dilakukan kemitraan antar
stakeholder (unsur) yaitu pemerintah, dan swasta sehingga memberikan dampak
positif bagi ekonomi dan pembangunan masyarakat sekitar. Lebih lanjut dalam
membahas model kemitraan yang terjalin antar organisasi. Bentuk-bentuk/tipe
kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI dalam
Kuswidanti (2008:6) yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium,
kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang
dalam :
- SK bersama
- MOU
- Pokja
- Forum Komunikasi
- Kontrak Kerja/perjanjian kerja
Berkaitan dalam pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara seluas 99,82 hektar model kemitraan dituangkan dalam bentuk Surat
Keputusan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam yang terikat selama 30 tahun sejak
tahun 1997.
9
Kemitraan pengelolaan dalam hal ini terbentuk dalam wujud pemberian
izin pengusahaan pariwisata alam kepada swasta untuk mengelola kawasan
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sedangkan pengawasan dan
evaluasi tetap berada dibawah kontrol pemerintah.Pelaku kemitraan kehutanan
menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.39/Menhut-II/2013 tentang
Pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui Kemitraan Kehutanan pasal 6
dijelaskan pada ayat 1 bahwa pelaku kemitraan kehutanan meliputi:
1. Pengelola Hutan,
Dijabarkan dalam pasal 1 ayat 5 Pengelola Hutan adalah Instansi/Badan
Usaha (BUMN/BUMD/KHDTK) yang diserahi tugas pengelolaan hutan
yang meliputi kegiatan memperoleh hak untuk mengelola kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan
kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap
menjaga kelestariannya.
2. Pemegang Izin, dan
3. Kelompok Pengelola Hutan
Kemudian dijabarkan dalam pasal 6 ayat 2 Pengelola Hutan, Pemegang Izin dan
KPH sebagaimana dimaksud ayat 1
adalah :
a. Pengelola Hutan (BUMN/BUMD/KHDTK);
b. Izin usaha pemanfaatan kawasan;
c. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan;
d. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam;
e. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman;
f. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;
g. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman;
10
h. Izin pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam;
i. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam;
j. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman.
Dari pelaku kemitraan tersebut nantinya wajib melaksanakan pemberdayaan
masyarakat setempat yang terdapat di sekitarnya melalui Kemitraan Kehutanan.
Seperti yang dikemukakan oleh Savas (1987) melalui pendekatan
kerjasama Pemerintah-Swasta (Public-PrivatePartnership) yang dipandang
penting untuk memenuhi ketersediaan sarana prasarana dasar perkotaan dan
peningkatan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat mengingat keterbatasan
kemampuan pemerintah, baik berupa keterbatasan sumber daya keuangan dan
sumber daya manusia maka keterlibatan sektor privat penting dalam urusan
publik untuk memenuhi ketersediaan sarana prasarana dasar perkotaan dan
peningkatan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat salah satunya adalah urusan
pengelolaan hutan mangrove agar bermanfaat bagi lingkungan dan bisa
menghasilkan pendapatan bagi pemerintah pusat melalui PNBP.
Berikut merupakan tabel perbedaan sektor publik (pemerintah) dan sektor privat
(swasta):
11
TABEL 1.2
Perbandingan sektor publik dan sektor privat
Aspek Perbedaan Sektor Privet Sektor Publik
Tujuan Organisasi
Mencari laba (profit oriented)
Penyediaan barang dan jasa
komersial
Nonprofit
Pelayan publik (public
service oriented)
Sumber Pendanaan
Setoran modal, laba ditahan, hasil
penjualan, utang, penerbitan
saham
Pajak, PNBP, retribusi, utang,
bagian laba perusahaan Negara,
hibah, penjualan asset
Kepemilikan Dimiliki pemegang saham
(shareholder)
Dimiliki Negara atau seluruh
rakyat
Pertanggungjawaban Kepada pemegang saham dan
investor
Kepada rakyat dan parlementer
Karakteristik
Anggaran Struktur organisasi bisnis
Struktur birokrasi
(pemerintahan)
Struktur Organisasi
Tertutup untuk public
Merupakan dokumen rahasia
(confidential)
Terbuka untuk public
Merupakan dokumen public
Sistem Akuntansi Accrual Accounting
Cash accounting
Accrual accounting
Fund Accounting
Budgetary accounting
Commitment accounting
Standar Akuntansi Standar akuntansi bisnis (Standar
Akuntansi Keuangan)
Standar Akuntansi
Pemerintahan
Sumber: Mahmudi (2010:23)
Dari tabel diatas, perbedaan sektor publik dan swasta dari segi tujuan saja
dapat kita ketahui dan garis bawahi bagi sektor publik tujuan utamanya yakni
pelayanan publik yang optimal dan kepuasan masyarakat. Sementara bagi sektor
privat tujuan utamanya mencari keuntungan dan mengoptimalkan penyediaan
barang dan jasa. Dapat kita tarik benang merah, untuk memanfaatkan sumber
daya yang ada baik di segi publik ataupun privat apabila dilakukan kerjasama
antara sektor publik yang tujuannya memberikan pelayanan kepada masyarakat
12
secara optimal maka harus diimbangi pula dari segi dana yang mendukung dan
dapat diperoleh melalui kerjasama dengan sektor privat. Selain itu dari sektor
privat dalam segi pengadaan barang dan jasa juga akan lebih berkualitas karena
mereka menggunakan sistem kompetitif dan selalu menjaga kualitas agar
menarik pelanggan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur pasal 3
menyebutkan Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan dengan tujuan untuk:
a. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan
Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta.
b. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui
persaingan sehat.
c. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan
Infrastruktur.
d. mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang
diterima, atau dalam hal-hal tertentu mempertimbangkan kemampuan
membayar pengguna.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 pasal 31 menyebutkan bahwa Kerja
Sama Pemanfaatan (KSP) Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dalam
rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna BMN/D dan/atau
meningkatkan penerimaan negara/daerah. Menurut Guntur Priadi (2016) dalam
Penerapan Konsep Public Private Partnership (PPP) Dan Konsep New Public
13
Management (NPM) dalam Meningkatkan Pemanfaatan Aset Negara terdapat
beberapa keuntungan dari Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Privat
Partnership atau PPP) yaitu:
1. Public Private Partnership menghasilkan penerimaan negara;
2. Public Private Partnership membuat modal investasi pemerintah
terhadap suatu proyek menjadi lebih rendah;
3. Public Private Partnership dapat mengoptimalkan penggunaan aset;
4. Public Private Partnership dapat menciptakan pelayanan publik yang
sebelumnya belum dapat dipenuhi oleh pemerintah.
Mekanisme Public Private Partnership berfungsi menggeser mayoritas
pembiayaan dari pemerintah kepada pihak swasta sehingga meminimalisasi biaya
pemeliharaan, peningkatan kualitas pelayanan, efisiensi terhadap ketertinggalan
teknologi, risiko finansial, maupun dalam meningkatkan kapasitas pengelola.
Sementara swasta dipandang berpotensi mampu memberikan pengelolaan yang
efisien melalui mekanisme yang lebih terstruktur dan terukur beserta kemampuan
pembiayaan yang lebih fleksibel.
Dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara, tentunya pemerintah melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) DKI Jakarta yang berada diwilayah naungan Seksi Konservasi
Wilayah III memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena
itu pemerintah juga perlu memahami darimana sumber keuangan itu akan
diperoleh. Dalam hal ini Undang-undang Nomor 9 Tahun 2018 Tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menyebutkan bahwa pelaksanaan tugas
14
dan fungsi pemerintah dalam pelayanan, pengaturan, perlindungan masyarakat,
kepastian hukum, dan pengelolaan kekayaan negara, termasuk pemanfaatan
sumber daya alam, dalam rangka pencapaian tujuan nasional serta kemandirian
bangsa sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dapat mewujudkan suatu bentuk penerimaan negara yang
disebut sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat diwujudkan
melalui kemitraan dalam pengelolaan sumber dayahutan mangrove di DKI
Jakarta oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta dengan
PT. Murindra Karya Lestari dilaksanakan melalui kegiatan izin pengusahaan
pariwisata alam dengan memanfaatkan areal yang ada agar mampu menghasilkan
pendapatan bagi Negara.
Pengelolaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta melalui izin
pengusahaan kepada PT. Murindra Karya Lestari akhirnya melahirkan
kesepakatan yang berbentuk Build-Operate-Transfer (BOT). Menurut Riberio dan
Dantas, (2009:2) BOT merupakan pembiayaan yang dilakukan oleh pihak swasta
maupun mendesain, membangun dan pengelolaan fasilitas infrastruktur untuk
periode tertentu sesuai konsesi yang disepakati. Pihak swasta bertanggungjawab
dalam melakukan pembiayaan, utamanya pada proyek baru (greenfield) yang
disahkan melalui surat keputusan (SK) dari Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-
II/1997 tentang Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata
Alam Angke Kapuk seluas 99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya Jakarta
Utara kepada PT.Murindra Karya Lestari. yang disahkan melalui surat keputusan
(SK) dari Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997 tentang Pemberian Izin
15
Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata Alam Angke Kapuk seluas
99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara kepada PT.Murindra
Karya Lestari. PT. Murindra Karya Lestari memperoleh izin pengusahaan
pariwisata alam yang meliputi kegiatan:
a. Menyelenggarakan Kegiatan Pariwisata Alam Darat
b. Menyelenggarakan Kegiatan Pariwisata Alam Bahari
c. Menyediakan Fasilitas dan jasa yang berhubungan dengan kegiatan wisata
alam tersebut.
Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam tersebut merupakan
kemitraan menggunakan kesepakatan Build Operate Transfrer (BOT), dimana
menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 Jo SE-
38/PJ.4/1995 BOT memiliki pengertian yakni:
1. Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan
investor.
2. Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk
mendirikan bangunan selama masa perjanjian.
3. Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas
bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah.
4. Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran,
apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan
lainnya.
16
Mekanisme kemitraan pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara kemudian digambarkan dalam alur kemitraan
dibawah ini:
Sumber: Peneliti, 2019
Gambar 1.2
Alur Kemitraan Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara.
Dari gambar diatas diketahui, bahwa Negara melalui Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) kemudian dilaksanakan oleh upt berwenang yakni
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta memiliki lahan sebagai tempat
konservasi hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
seluas 99,82 hektar. Melihat potensi lahan yang luas, peluang ekowisata tinggi
maka pengelolaan akan lebih optimal jika dilakukan bermitra dengan perusahaan
swasta yakni PT. Murindra Karya Lestari sejak tahun 1997 sampai dengan 30
tahun. Selama izin pengelolaan berlaku, maka pengelolaan Taman Wisata Alam
Pemilik Hak Atas
Tanah:
Negara melalui
KLHK
dilaksankan
BKSDA DKI
Jakarta SKW III
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara (99,82 ha)
PT.Murindra
Karya Lestari
Model kemitraan saling
menguntungkan dengan
Kesepakatan BOT melalui Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam
selama 30 tahun.
17
sepenuhnya berada di tangan PT. Murindra Karya Lestari, perusahaan berhak
membangun diatas lahan untuk mendukung kegiatan wisata alam selama tidak
melewati desain tapak batas yang sudah dibuat oleh Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta kemudian setiap (3) tiga bulan sekali akan dilakukan
pengawasan, pembinaan, evaluasi, dan monitoring kegiatan PT. Murindra Karya
Lestari oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta khususnya Seksi
Konservasi Wilayah III. Kesepakatan Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata
Alam berbentuk Build Operate Transfer, kemudian dijabarkan dalam gambar
siklus BOT sebagai berikut:
18
Sumber: Peneliti, 2019
Gambar 1.3
Alur Pembangunan, Pengoperasian dan Manfaat Kemitraan dalam
Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara.
Kesepakatan Build Operate Transfer dipilih berdasarkan beberapa alasan
yakni menurut I Gede Abdhi Prabawa, Nyoman Sukeni, dan Herlin Wijayanti
(2014:2) dalam Jurnal Kajian Hukum Terhadap Perjanjian Build Operate Transfer
(BOT) Untuk Melindungi Hak Milik Atas Tanah Dalam Rangka Menunjang
Sektor Pariwisata menjelaskan bahwa BOT sebagai salah satu alternatif sektor
swasta berperan dalam hal mendesain, menyediakan keuangan, membangun dan
mengoperasikan fasilitas untuk kemudian akhirnya, setelah masa konsesi tertentu,
kepemilikan ditransfer kepada pemilik tanah atau pemerintah. Oleh karena itu,
Pemberian IPPA 30 tahun dari KLHK
(saat ini melalui BKSDA DKI) kepada
PT. Murindra Karya Lestari sejak 22
Agustus 1997
Build: Pembangunan kawasan Taman
Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara mulai berjalan
pada tahun 2009
Operate: Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara mulai
beroperasi untuk umum pada
tahun 2011
Transfer: Manfaat yang diperoleh dari kemitraan pengelolaan tersebut:
1. Bagi Pemerintah:Taman Wisata Alam sebagai sarana Hutan konservasi
yang mampu melindungi SDA hutan Mangrove, memberikan
pendapatan, dan pembangunan oleh Perusahaan akan memberi dampak
wisata berkelanjutan untuk pemerintah karena status lahan tetap
kembali kepada pemerintah.
2. Bagi Perusahaan: Memperoleh hasil sebesar 4/5 persen dari setiap tiket
masuk dan investasi jangka panjang.
19
BOT dapat dimaknai sebagai teknik untuk mengembangkan proyek-proyek
infrastruktur dengan menggunakan inisiatif dan pendanaan dari pihak swasta.
Dalam hal ini pengembangan pengelolaan hutan mangrove diatas lahan seluas
99,82 hektar milik pemerintah melalui kemitraan pengelolaan yang diwujudkan
dalam pemberian Izin Pengusahaan Alam kepada PT. Murindra Kasya Lestari.
Kondisi di lapangan menjelaskan perbandingan pemanfaatan lahan sebesar
30% luas lahan untuk obyek wisata dan 70% lahan lainnya diperuntukkan untuk
kawasan hutan mangrove. Desain tapak pengelolaan seperti penataan blok,
pemanfaatan kawasan dan sampai ditahap pengawasan juga dibuat oleh Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakara sebagai instansi yang berwenang
sehingga melalui desain tapak batas yang telah dibuat maka kegiatan wisata tidak
boleh melebihi batas yang sudah ada sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor 48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata
Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Wisata Alam Pasal 3 ayat 3. Hanya saja dalam Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor 48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam
dalam pasal 19 ayat 1 dijelaskan bahwasanya pihak pemegang izin diberikan
kewajiban untuk:
a. membuat peta areal rencana kegiatan usaha yang akan dilakukan dengan
skala paling besar 1 : 5.000 (satu banding lima ribu) dan paling kecil 1 :
25.000 (satu banding dua puluh lima ribu) yang diketahui kepala UPT;
20
b. membuat rencana pengusahaan pariwisata alam dan disahkan oleh
Direktur Jenderal;
c. melakukan pemberian tanda batas yang dilaksanakan oleh UPT setempat
pada areal yang dimohon;
d. menyusun dan menyampaikan dokumen upaya pengelolaan lingkungan
dan upaya pemantauan lingkungan.
Berdasarkan kesepakatan yakni pemberian izin usaha kepada PT.
Murindra Karya Lestari maka pembagian hasil juga dilakukan dan harus
menerima resiko yakni semakin berkurangnya partisipasi pemerintah maka
semakin besar potensi risiko yang ditransfer kepada pihak swasta terutama pada
resiko operasional dan pemeliharaan akan sepenuhnya dimodifikasi oleh swasta.
Kesepakatan mengenai pembiayaan yang dilakukan oleh pihak swasta untuk
mendesain, membangun dan pengelolaan fasilitas infrastruktur terkait hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta untuk periode tertentu
sesuai konsesi yang disepakati tentunya akan menimbulkan beberapa resiko
menurut Laing, Partner, Mason, 2011 yakni:
a. Kontrak kerja yang panjang dengan struktur kesepakatan yang kurang
fleksibel
b. Potensi keterlambatan dan tingginya biaya dalam pengadaan
c. Risiko hilangnya kontrol pengelolaan oleh pihak pemerintah
d. Pihak swasta relatif berbiaya tinggi dalam pembiayaan
e. Relatif tidak mampu memenuhi transfer risiko absolute.
21
Taman Wisata Alam Mangrove Angke, Kapuk Jakarta Utara merupakan
kawasan ekowisata yang dikhususkan untuk perlindungan hewan seperti monyet,
burung dan juga pelestarian hutan mangrove. Selain itu juga Taman Wisata Alam
Angke, Kapuk Jakarta Utara disebut sebagai kawasan ekowisata karena digunakan
sebagai tempat rekreasi yang tentunya selalu dikunjungi masyarakat dan tidak
menutup kemungkinan sebagai penambah pemasukan anggaran bagi pemerintah
pusat dan pemerintah kota Jakarta. Hampir setiap hari Taman Wisata Alam
Angke, Kapuk Jakarta Utara dikunjungi pengunjung untuk sekedar berjalan santai
dan menikmati keindahan alam terutama pada hari libur maka jumlah pengunjung
akan lebih ramai sehingga mampu memberikan pendapatan bagi pemerintah pusat
dan daerah. Berikut merupakan data jumlah pengunjung dalam kurun waktu (5)
lima tahun di Taman Wisata Alam, Angke Kapuk Jakarta Utara:
TABEL 1.3
Jumlah Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Sumber: data diolah dari BKSDA DKI Jakarta, 2018.
Dari total jumlah pengunjung sejak tahun 2014 hingga tahun 2018, jumlah
pengunjung asing selalu mengalami peningkatan disetiap tahunnya sedangkan
jumlah pengunjung domestik mengalami penurunan di tahun 2017 ke tahun 2018.
Menurut laporan kegiatan pengawasan dan pembinaan Izin Pengusahaan
Tahun
Pengunjung Asing
Pengunjung Domestik
2014 100 127,813
2015 189 206,289
2016 224 239,500
2017 247 305,600
2018 253 234,200
22
Pariwisata Alam Taman Wisata Alam Angke Kapuk Triwulan III tahun 2017
survei pengunjung mengharapkan perbaikan di fasilitas pondok yang berada diatas
perairan konservasi mangrove, karena pondok tersebut juga dapat menjadikan
daya tarik pengunjung untuk menginap ataupun sekedar melakukan swafoto di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.
Dari perolehan jumlah pengunjung kemudian diperoleh data Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP) selama tahun 2018 sebagai berikut:
Tabel 1.4
Jumlah Pengunjung disertai PNBP tahun 2018 di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara BLN Restribusi JML Pengunjung
Weekday Weekend
Hitungan PNBP
Weekday Weekend Turis
Total
Jan 153,500,000 12,100 12,400 60,500 95,000 153,500,000
Feb 126,250,000 3,800 14,300 19,000,000 107,250,000 126,250,000
Mar 157,750,000 5000 17,700 25,000,000 132,750,000 157,750,000
Apr 120,700,000 4,900 12,600 24,500,000 94,500,000 1,700,000 120,700,000
Mei 116,750,000 4000 12,900 20,000,000 96,750,000 116,750,000
Jun 268,650,000 10,600 26,500 53,000,000 198,750,000 16,900,000 268,650,000
Jul 157,500,000 9000 15,000 45,000,000 112,500,000 157,500,000
Ags 134,500,000 5,300 14,400 26,500,000 108,000,000 134,500,000
Sep 111,500,000 3,600 12,500 18,000,000 93,750,000 111,750,000
Okt 87,000,000 3,900 9,000 19,500,000 67,500,00 87,000,000
Nov 84,250,000 3,200 9,100 16,000,000 68,250,000 84,250,000
Des 92,200,000 3,600 8,800 18,000,000 66,000,000 8,200,000 92,200,000
Total
1,610,550,000
69,000 165,200
345,000,000 1,239,000,000 26,800,000
1,610,800,000
Total Jan-Des 234,200
Sumber: Data diolah dari BKSDA DKI Jakarta, 2018.
23
Hingga Bulan Juni 2018 PNBP yang diperoleh mencapai Rp. 839.439.139,00
yang terdiri atas pungutan tiket masuk dan PHUPSWA. Capaian tersebut sudah
melampaui dari target yang diberikan yaitu Rp. 594.990.000,00. Gambar diatas
menunjukan data perolehan PNBP selama tahun 2018 sebesar Rp.
1.610.800.000,00 yang kemudian dipotong Pungutan Hasil Usaha Penyediaan
Sarana Wisata Alam (PHUPSWA) sebesar 10% dari keuntungan bersih. Menurut
Laporan Monitoring Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) BKSDA DKI
Triwulan II 2018 Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara selalu
memberikan peningkatan PNBP setiap tahunnya.
Tarif yang diberikan untuk pengunjung memasuki Taman Wisata Alam
Angke Kapuk sebesar Rp. 25.000,00 dengan pembagian hasil sebesar 1/5 persen
untuk Pemerintah dan sisanya diberikan untuk PT. Murindra Karya Lestari dengan
rincian Rp.20.000,00 untuk perusahaan dan Rp. 5000,00 untuk pemerintah. Diluar
pembagian hasil tersebut PT. Murindra Karya Lestari juga diberikan kewajiban
untuk membayar pajak daerah untuk pemasukan DKI Jakarta.
Keberadaan PT. Murindra Karya Lestari sebagai pemegang izin usaha
jenis pariwisata alam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk tentunya harus selalu
berhubungan dan melalui persetujuan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam
DKI Jakarta, menurut informasi dari hasil wawancara peneliti dengan Ibu Ida
Harwati selaku Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta dan mendapatkan konfirmasi yang sama pula dari Ibu
Irma selaku perwakilan PT. Murindra Karya Lestari yakni bentuk
pertanggungjawaban dari PT. Murindra Karya Lestari adalah:
24
1. Laporan bulanan yang berisi tentang kegiatan yang berlangsung, realisasi
kegiatan selama satu bulan dan juga laporan Pendapatan Negara Bukan Pajak
(PNBP)
2. Laporan administrasi berupa Rencana Karya Lima tahunan (RKL) dan
Rencana Karya Tahunan yang kemudian akan disahkan oleh Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Berdasarkan pengelolaan yang sudah dilakukan dari pihak swasta yaitu
PT. Murindra Karya Lestari dibawah kendali pihak Pemerintah yakni Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta maka masih diperlukan lagi
pembinaan sebagai titik temu agar menghasilkan pengelolaan yang optimal. Saat
ini kegiatan kemitraan yang sudah dilakukan antara Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta dan pihak swasta yaitu PT. Murindra Karya Lestari
berdasarkan wawancara dengan pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta dan juga perwakilan PT. Murindra Karya Lestari yang diperoleh peneliti
yaitu berupa:
1. Pembuatan Rancangan Bangun Kelompok Pengelola Hutan Konservasi oleh
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
2. Pemanfatatan wisata alam oleh PT. Murindra Karya Lestari dengan
mempertimbangkan potensi yang ada namun tidak mengesampingkan tujuan
utama pelestarian hutan mangrove.
3. Pembinaan, Pengawasan, dan Evaluasi Kegiatan PT. Murindra Karya lestari
oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Menurut hasil wawancara dengan
25
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI, pengawasan tersebut
meliputi:
a. Pengawasan terhadap keamanan kawasan dari kerusakan,
gangguan dan ancaman melalui kegiatan patrol fungsionalyang
dilakukan dalam bentuk penyisiran kawasan.
b. Pengawasan terhadap kegiatan wisata melalui kegiatan monitoring
izin pemanfaatan pariwisata alam (ippa)
c. Pengawasan terhadap kegiatan pemungutan Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP) melalui petugas khusus pemungut pnbp
d. Pengawasan terhadap PT. Murindra sebagai pihak swasta yang
mengelola kegiatan pariwisata di Taman Wisata Alam Mangrove
Angke, Kapuk Jakarta Utara.
e. Pengawasan khusus hutan mangrove sendiri tidak selalu
mendapatkan giliran pengawasan di setiap tahunnya.
Model kemitraan dalam pengelolaan hutan mangrove melalui pemberian izin
pengusahaan pariwisata alam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk saat ini
masih mengalami beberapa permasalahan yaitu:
Pertama, kurangnya koordinasi antara Balai Konservasi Sumber Daya
Alam DKI Jakarta dengan PT.Murindra Karya Lestari. Hal ini dapat terlihat ketika
adanya beberapa fasilitas yang rusak, fasilitas yang ada merupakan peran dari
PT.Murindra Karya Lestari sebagai pemegang Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
untuk membangun dan merawat sarana prasarana yang ada sebagaimana tertuang
dalam surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 537/Kpts-II/1997 tentang
26
pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam dimana disebutkan dalam surat
keputusan tersebut kegiatan PT. Murindra Karya Lestari meliputi:
1. Menyelenggaraan kegiatan pariwisata alam darat, pariwisata alam bahari,
dan
2. menyediakan fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan wisata alam
tersebut.
Disamping kegiatan penyediaan fasilitas, jangan pula mengabaikan tujuan utama
untuk pelestarian kawasan mangrove yang merupakan peran utama dari Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta untuk mengelola Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sekaligus melakukan pembinaan terhadap
kegiatan yang dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari. Selain itu berdasarkan
informasi yang diperoleh peneliti dengan Kepala Seksi Konservasi Wilayah III
BKSDA DKI Jakarta pada 02 Pebruari 2019 yakni masih belum sinkronnya
rencana karya pengusahaan pariwisata alam (RKPPA) milik PT.Murindra Karya
Lestari dengan BKSDA DKI Jakarta.
Kedua, lemahnya pengawasan dari pihak keamanan PT. Murindra Karya
Lestari yang bertugas di lokasi Taman Wisata Alam Angke, Kapuk Jakarta Utara.
Berdasarkan hasil laporan monitoring pengusahaan pariwisata alam di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk diperoleh informasi masih adanya kelemahan dalam
pengawasan terkait keselamatan pengunjung. Hal itu dapat terlihat menurut
laporan monitoring Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta tentang
adanya satwa liar jenis buaya muara yang hidup di perairan hutan mangrove
namun keberadaan buaya tersebut justru tidak diinformasikan kepada pengunjung
27
ataupun pemberian papan informasi peringatan yang belum memadai agar
pengunjung tetap menjaga keamanan dirinya masing-masing juga belum ada.
Tentunya walaupun dalam menarik pengunjung untuk datang ke Taman Wisata
Alam Angke Kapuk namun keselamatan pengunjung tidak boleh diabaikan hanya
mengutamakan target pemasukan keuangan saja.Pengelolaan kawasan hutan
mangrove yang menjadi daya tarik utama justru diacuhkan dan menimbulkan
kesan tidak nyaman pada pengunjung. Dalam aturan standar pengelolaan taman
wisata alam yang diatur dalam suratPemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
disebutkan bahwa perusahaan harus bertanggung jawab terhadap perlindungan
dan keamanan kawasan Taman Wisata Alam serta menjamin kemanan dan
ketertiban pengunjung. Hal ini masih juga terjadi lantaran keterbatasan ruang yang
dimiliki oleh pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta untuk ikut
campur tangan sepenuhnya dan hanya sebatas melakukan monitoring kegiatan
saja meliputi pengawasan kegiatan yang dilarang melewati desain tapak batas
milik BKSDA hingga pengawasan PNBP melalui tiket masuk pengunjung.
Ketiga, kurang Sumber Daya Manusia seperti yang terlampir dalam
rencana pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk BKSDA DKI Jakarta
disebutkan salah satu permasalahan yang terjadi yakni Sumber Daya Manusia dari
BKSDA DKI Jakarta sehingga belum adanya jadwal yang terorganisasi atau
rencana tahapan terkait kebutuhan baik pengawasan hutan mangrove ataupun
kegiatan ekowisata dari pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Selain itu, Taman Wisata Alam Angke Kapuk hanya dijaga oleh 1 orang polisi
hutan dan 1 orang juru mudi kapal. Sebagaimana struktur organisasi yang ada di
28
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi
Wilayah III sebagai berikut:
Sumber: Rancang Bangun KPHK BKSDA DKI Jakarta, 2018.
Gambar 1.4
Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait bagaimana pelaksanaan dan hasilmodel kemitraan melalui
pemberian izin pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan oleh Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra Karya Lestari
dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke, Kapuk Jakarta
Utarasebagai wujud peran serta pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya
untuk memberikan lingkungan yang layak dan berfungsi sebagai daya tarik wisata
Kepala BKSDA DKI Jakarta
Kepala Sub Bagian TU
Kepala SKW
I Kepala SKW
II
Kepala SKW
III
Kelompok Jabatan
Fungsional
29
sehingga mampu memberikan pendapatan yang nantinya dapat digunakan sebagai
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yang
ditemukan terkait model kemitraan pemerintah dan swasta dalam pengelolaan
hutan mangrove melalui izin pengusahaan pariwisata alam di Taman Wisata Alam
Angke, Kapuk Jakarta Utara yaitu:
1. Kurangnya Koordinasi antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta dengan PT. Murindra Karya Lestari .
2. Lemahnya pengawasan terhadap kemananan pengunjung dari pihak PT.
Murindra Karya Lestari.
3. Jumlah Sumber Daya Manusia dari pihak BKSDA DKI Jakarta yang
masih terbatas sehingga pengelolaan menjadi kurang optimal.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi dalam segi terkait bagaimana
pelaksanaan model dan hasil kemitraan yang dilakukan oleh Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra Karya Lestari melalui ijin
pengusahaan pariwisata alam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke, Kapuk Jakarta Utara.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah di paparkan sebelumnya,
maka sebagai rumusan masalah yang akan dikaji adalah
30
1. Bagaimana pelaksanaan dan hasil model kemitraan yang dilakukan oleh
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya
Lestari melalui izin pengusahaan pariwisata alam pengelolaan hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke, Kapuk Jakarta Utara?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana model
kemitraan yang dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
dan PT.Murindra Karya Lestari melalui ijin pengusahaan pariwisata alam
pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke, Kapuk Jakarta Utara
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang baik terutama bagi
peneliti sendiri, instansi pemerintah terkait.dan bagi Akademi dan juga segala
bentuk elemen yang ada di masyarakat yaitu:
1. Dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk ikut serta dalam
pelestarian hutan mangrove karena fungsinya yang sangat penting untuk
penyangga kehidupan.
2. Sebagai sumbangsih pemikiran kepada instansi dan perusahaan terkait
model kerja sama dalam mengelola hutan mangrove, untuk mendukung
upaya yang dilakukan oleh instansi dan perusahaan agar pengelolaan hutan
mangrove dapat berjalan optimal dan memberikan manfaat bagi
kepentingan bersama.
31
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah menerangkan ruang lingkup dan kedudukan
masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari lingkup yang paling
umum sampai ke dalam masalah yang paling spesifik dan menjelaskan
mengapa peneliti mengambil judul penelitian tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam hal ini mendeteksi aspek permasalahan yang
muncul dan berkaitan dengan judul penelitian atau dengan masalah.Unruk
mengidentifikasi masalah peneliti biasanya melakukan observasi terlebih
dahulu.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam hal ini berdasarkan pada fokus masalah spesifik
yang akan diambil dalam penelitian.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari hasil identifikasi kemudian ditetapkan masalah
yang paling berkaitan dengan judul penelitian dan berbentuk dalam
kalimat pertanyaan.
1.5 Tujuan Penelitian
Maksud tujuan penelitian dalam hal ini mengungkapkan tentang sasaran
yang ingin dicapai dengan dilaksanakan penelitian.
32
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian menjelaskan manfaat yang teoritis dan praktis dari
penelitian yang akan diteliti.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,
PENELITIAN TERDAHULU DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
Pada bab ini terdapat deskripsi teori, penelitian terdahulu, kerangka berpikir
dan asumsi dasar. Deskripsi teori mengkaji tentang berbagai teori yang relevan
dengan permasalahan.Penelitian terdahulu merupakan kajian penelitian yang
berlangsung saat ini.Kerangka berpikir menceritakan alur pikiran peneliti
dalam penelitian, sedangkan asumsi dasar adalah dugaan sementara terhadap
rumusan masalah penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian menjelaskan tentang penggunaan metode yang
digunakan dalam penelitian.
3.2 Fokus Penelitian
Bagian ini membatasi dan menjelaskan subtansi materi kajian
penelitian yang akan dilakukan.
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat penelitian dilaksanakan serta alasan memilih
lokus tersebut.
3.4 Fenomena yang Diamati
33
Memberikan penjelasan tentang suatu konsep yang menjadi inti dalam
pembahasan yang akan diteliti.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menjelaskan tentang alat pengumpulan data yang
digunakan, sumber data yang diperoleh melalui pengamatan/observasi,
wawancara, dokumentasi dll dan teknik pengumpulan data.
3.6 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang penentuan narasumber yang bisa memberikan
informasi-informasi utama yang dibutuhkan dalam suatu penelitian.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menjelaskan tentang teknik yang digunakan dalam menganalisis data-
data yang diperoleh dari hasil temuan dilapangan.Adapun teknik yang
digunakan yaitu teknik analisis Miles dan Huberman yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Serta pemeriksaan
keabsahan data dengan cara triagulasi dan membercheck.
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan jadwal penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu
tertentu.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi dan hal lain yang berhubungan dengan
penelitian.
34
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan menggunakan teknik analisa data yang relevan dengan
pendekatan kualitatif.
4.3 Pembahasan
Melakukan pembahasan yang lebih lanjut terhadap analisa data. Dalam
pembahasan memaparkan hasil analisa atau interpretasi peneliti dan
disajikan kedalam beberapa sub-bagian disesuaikan dengan
kepentingan peneliti.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas
dan mudah dapat dipahami.
5.2 Saran
Berisi tindak lanjut dari hasil penelitian baik secara teoritis dan praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Berisi daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi.
LAMPIRAN
Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian.
35
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR,
PENELITIAN TERDAHULU DAN ASUMSI DASAR
PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pelayanan Publik
Pelayanan publik menurut Mahmudi(2005:229) adalah segala
kegiatan pelayanan yangdilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Savas, E.S. 1987
menjelaskan dalam bukunya Privatization: The Key to Better Government,
bahwasanya Pelayanan oleh pemerintah (government service) dapat
dimaknai sebagai “the delivery of a service by a government agency using
its own employees” dengan kata lain bahwa pemberian pelayanan kepada
masyarakat/warga negara yang dilakukan oleh agen pemerintah melalui
pegawainya. Penyediaan pelayanan publik secara langsung oleh
pemerintah dilakukan lewat apa yang disebut sebagai sektor publik yaitu
badan-badan pemerintah, sekolah milik pemerintah, kantor pos,
perusahaan listrik pemerintah, rumah sakit milik pemerintah, dan
seterusnya.
Dari beberapa pendapat ahli mengenai pengertian pelayanan
publik, maka dapat disimpulkan pelayanan publik adalah pelayanan yang
36
diberikan oleh pemerintah melalui pegawai pemerintahan kepada
masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik yang
diberikan dapat berupa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pemanfaatan
lingkungan hutan untuk masyarakat. Untuk memberikan pelayanan yang
optimal kepada masyarakat tentunya pemerintah memerlukan kemitraan
dengan berbagai unsur misalnya dengan sektor swasta (privat) maupun
dari elemen masyarakat sendiri. Agar kemitraan dalam memberikan
pelayanan publik menjadi hasil yang optimal khususnya penyediaan
lingkungan hutan mangrove sebagai penyangga lingkungan sekaligus
sumber pendapatan bagi daerahmaka menggunakan teori sebagai berikut:
2.1.2 Teori Kemitraan
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.
P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016. Kemitraan kehutanan merupakan
salah satu bentuk dari Perhutanan Sosial yang dilakukan antara masyarakat
setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin pemanfaatan hutan/jasa
hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri
primer hasil hutan. Kerjasama dapat dilakukan melalui kerjasama usaha
pemanfaatan kawasan, usaha pemanfaatan jasa lingkungan, usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu, dan kerjasama usaha pemanfaatan Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK). Kerjasama usaha pemanfaatan jasa
lingkungan, antara lain: pemanfaatan aliran air; pemanfaatan air; wisata
alam; perlindungan keanekaragaman hayati; penyelamatan dan
37
perlindungan lingkungan; penyerapan dan atau penyimpan karbon; atau
pemanfaatan panas bumi (geothermal)..
Secara ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai:
1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga
(Labour) maupun benda (property) atau keduanya untuktujuan
kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukanbersama dimana
pembagian keuntungan dan kerugian distribusidiantara dua pihak yang
bermitra. (Burns, 1996 dalam BadanAgribisnis Departemen Pertanian,
1998);
2. “Partnership atau Alliance” adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua
orang atau usaha yang sama-sama memiliki sebuah perusahaan dengan
tujuan untuk mencari laba. (Winardi, 1971 dalam Agribisnis
Departemen Pertanian, 1998);
3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai
pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan.
(Spencer, 1977 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998);
4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik
uang menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan
masing-masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-
hutang perusahaan.
38
Menurut Pertamina Foundation (2015), langkah-langkah dalam
membangun jaringan kemitraan dapat ditempuh melalui beberapa
tahapan yaitu:
1. Identifikasi atau Pemetaan Objek Mitra
2. Menggali Informasi
3. Menganalisis Informasi
4. Penjajagan Kerja sama
5. Penyusunan Rencana Kerja
6. Membuat Kesepakatan yang dituangkan dalam Nota
Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU).
7. Penandatanganan
8. Pelaksanaan kegiatan
9. Monitoring dan evaluasi
10. Perbaikan, dan
11. Rencana Tindak Lanjut.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemitraan
merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih untuk mendapatkan
kepentingan bersama dan tercapai tujuan masing-masing pihak.
2.1.2.1 Dasar HukumKemitraan Dalam Penelitian
Dalam hukum penelitian mengenai Model Kemitraan Pemerintah
dan Swasta dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta adalah:
1. Pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk milik
Pemerintah campur tangan pihak swasta dalam rangka
optimalisai melalui Surat Keputusan (SK) dari Menteri
Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997 Tentang Pemberian Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata Alam
Angke Kapuk seluas 99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya
39
Jakarta Utara kepada PT.Murindra Karya Lestari. Melalui SK
tersebut dapat dijadikan kontrol apakah model kemitraan
melalui izin pengusahaan pariwisata alam yang selama ini
dilakukan sudah sesuai dan dapat dikatakan berhasil.
2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/MENHUT-II/2007
Tentang fungsi Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Teknis Konservasi Sumber Daya Alam, BKSDA DKI salah
satunya memiliki fungsi pokok melakukan kegiatan
pengelolaan kawasan konservasi.
3. Peraturan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan
Konservasi Alam Nomor: P.6/IV-SET/2012 Tentang Pedoman
Pengawasan dan Evaluasi Pengusahaan Pariwisata Alam Di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya Dan
Taman Wisata Alam.
2.1.2.2 Prinsip Kemitraan
Kemitraan memiliki prinsip-prinsip dalam pelaksanaannya.
Wibisono (2007:103) merumuskan (3) tiga prinsip penting dalam
kemitraan, yaitu:
1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity). Pendekatannya bukan
top down atau bottom up, bukan juga berdasarkan kekuasaan
semata, namun hubungan yang saling menghormati, saling
menghargai dan saling percaya. Untuk menghindari
antagonisme perlu dibangun rasa saling percaya. Kesetaraan
meliputi adanya penghargaan, kewajiban, dan ikatan.
2. Transparansi. Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa
saling curiga antar mitra kerja. Meliputi transparansi
pengelolaan informasi dan transparansi pengelolaan keuangan.
40
3. Saling menguntungkan. Suatu kemitraan harus membawa
manfaat bagi semua pihak yang terlibat.
2.1.2.3 Tujuan Kemitraan
Tujuan kemitraan menurut Subanar (1997:14), adalah untuk
meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dibidang manajemen,
produk, pemasaran, dan teknis, disamping agar bisa mandiri demi
kelangsungan usahanya sehingga bisa melepaskan diri dari sifat
ketergantungan.Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
kemitraan menurut Muhammad Jafar Hafsah (2000:63) sebagai
berikut:
a. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat
b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.
c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan
usaha kecil
d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan
nasional.
e. Memperluas kesempatan kerja.
f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
2.1.2.4 Pola-Pola Kemitraan
Dalam proses implementasinya, kemitraan yang dijalankan tidak
selamanya ideal karena dalam pelaksanaannya kemitraan yang
dilakukan didasarkan pada kepentingan pihak yang bermitra. Menurut
Wibisono (2007:104), Kemitraan yang dilakukan antara perusahaan
dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat dapat mengarah
pada tiga pola, diantaranya:
1. Pola kemitraan kontra produktif Pola ini akan terjadi jika
perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya
mengutamakan kepentingan shareholders yaitu mengejar profit
sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih
41
bertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup keuntungan
secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan
komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.
Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah juga
tidak ambil peduli, sedangkan masyarakat tidak memiliki akses
apapun kepada perusahaan.Hubungan ini hanya
menguntungkan beberapa oknum saja, misalnya oknum aparat
pemerintah atau preman ditengah masyarakat. Biasanya, biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan hanyalah digunakan untuk
memelihara orang-orang tertentu saja. Hal ini dipahami, bahwa
bagi perusahaan yang penting adalah keamanan dalam jangka
pendek.
2. Pola Kemitraan Semiproduktif. Dalam skenario ini pemerintah
dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan
masalah diluar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-
program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim
yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat
pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan
jangka pendek dan belum atau tidak menimbulkan sense of
belonging di pihak masyarakat dan low benefit
dipihakpemerintah. Kerjasama lebih mengedepankan aspek
karitatif ataupublic relation, dimana pemerintah dan komunitas
atau masyarakatmasih lebih dianggap sebagai objek. Dengan
kata lain, kemitraanmasih belum strategis dan masih
mengedepankan kepentingansendiri (self interest) perusahaan,
bukan kepentingan bersama(commont interest) antara
perusahaan dengan mitranya.
3. Pola Kemitraan Produktif
Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subyek dan
dalam paradigma commont interest. Prinsip simbiosis
mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan
mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi,
pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha
dan masyarakat memberikan dukungan positif kepada
perusahaan. Bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola
hubungan resourced based patnership, dimana mitra diberi
kesempatan menjadi bagian dari shareholders. Sebagai contoh,
mitra memperoleh saham melalui stock ownership program.
2.1.2.5 Model-model, Bentuk, dan Sifat Kemitraan.
Model-model kemitraan dikembangkan berdasarkan pengamatan
yang dilakukan dalam hubungan kerjasama antar organisasi. Menurut
42
Sulistiyani (2004:129) terdapat (3) tiga model kemitraan yang mampu
menggambarkan hubungan antarorganisasi, yakni :
1. Pseudo partnership atau kemitraan semu.
Kemitraan semu adalah merupakan sebuah persekutuan yang
terjadi antara dua pihak atau lebih, namun tidak sesungguhnya
melakukan kerjasama secara seimbang satu dengan yang
lainnya. Bahkan pada suatu pihak belum tentu memahami
secara benar akan makna sebuah persekutuan yang dilakukan,
dan untuk tujuan apa itu semua serta disepakati. Ada suatu
yang unik dalam kemitraan semacam ini, bahwa kedua belah
pihak atau lebih sama-sama merasa penting untuk melakukan
kerjasama, akan tetapi pihak-pihak yang bermitra belum tentu
memahami substansi yang diperjuangkan dan manfaatnya apa.
2. Mutualism partnership atau kemitraan mutualistik.
Kemitraan mutualistik adalah merupakan persekutuan dua
pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek pentingnya
melakukan kemitraan, yaitu untuk saling memberikan manfaat
dan mendapatkan manfaat lebih, sehingga akan dapat mencapai
tujuan secara optimal.
3. Conjugation partnership atau kemitraan melalui peleburan dan
pengembangan.
Kemitraan konjugasi adalah kemitraan untuk mendapatkan
energi dan kemudian terpisah satu sama lain, dan selanjutnya
dapat melakukan pembelahan diri. Maka organisasi, agen-agen,
kelompok-kelompok atau perorangan yang memiliki
kelemahan di dalam melakukan usaha atau mencapai tujuan
organisasi dapat melakukan kemitraan model ini. Dua pihak
atau lebih dapat melakukan konjugasi dalam rangka
meningkatkan kemampuan masing-masing.
Lebih lanjut dalam membahas model-model kemitraan yang
terjalin antarorganisasi,Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat
Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI dalam Kuswidanti
(2008) yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi
dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang
dalam :
- SK bersama
43
- MOU
- Pokja
- Forum Komunikasi
- Kontrak Kerja/perjanjian kerja
Dalam penelitian ini, model kemitraan dituangkan dalam bentuk Surat
Keputusan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam yang terikat dengan
kontrak kerja selama 30 tahun sejak tahun 1997.
2.2.1.6 Indikator Keberhasilan Kemitraan
Untuk dapat mengetahui pengembangan kemitraan diperlukan
adanya indikator yang dapat diukur, selain itu melalui indikator
pengembangan kemitraandapat diketahui pula apakah model kemitraan
yang diterapkan sudah berjalan dengan baik. Dalam penentuan
indikator sebaiknya dipahami prinsip-prinsip indikator yaitu: spesifik,
dapat diukur, dapat dicapai, realistis, dan tepat waktu. Sedangkan
pengembangan indikator keberhasilan kemitraan menurut Ditjen P2L
& PM dalam Kuswidanti (2008:91) dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Indikator Keberhasilan Kemitraan.
1. Indikator input
Tolok ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator, yaitu:
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOM
E
44
1. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai
dengan adanya kesepakatan bersama dalam kemitraan. Dalam
hal ini yakni kesepakatan pengelolaan hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara melalui izin
pengusahaan alam kepada PT. Murindra Karya Lestari.
2. adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi
pengembangan kemitraan, dan
3. adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh
institusi terkait.
2. Indikator proses
Tolok akur keberhasilan proses dapat diukur dari frekuensi dan
kualitas pertemuan tim atau sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi
terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut terbukti
adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan, daftar hadir dan
notulen hasil pertemuan.
3. Indikator output
Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur darijumlah kegiatan
yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kesepakatan
peran masing-masinginstitusi.
4. Indikator Outcome.
Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya permasalahan
yang terjadi.
Dalam penelitian mengenai model kemitraan dalam pengelolaan hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
menggunakan teori pengembangan indikator keberhasilan kemitraan
menurut Ditjen P2L& PM dalam Kuswidanti (2008:91) agar lebih mudah
mengidentifikasi masalah penelitian.
2.1.3 Organisasi Publik
Menurut Fahmi (2013:1) organisasi publik merupakan sebuah
wadah yang memiliki multi peran dan didirikan dengan tujuan mampu
memberikan serta mewujudkan keinginan berbagai pihak, dan tidak
terkecuali kepuasan bagi pemiliknya. Sedangkan menurut Stephen P.
Robbins dalam Fahmi (2013:2), organisasi publik merupakan kesatuan
sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang
45
relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus
menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi publik
adalah salah satu wadah yang menjamin penyediaan pelayanan publik
sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta
untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
dilandasi dengan pengaturan hukum yang mendukung. Dalam penelitian
ini, organisasi publik yang terlibat yaitu Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA) DKI Jakarta.
2.1.4 Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta
BKSDA DKI Jakarta mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisata Alam, dan
Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar baik didalam
maupun diluar kawasan.Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.02/MENHUT-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya Alam,
BKSDA DKI Jakarta mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Penataan blok, penyusunan rencana, program, dan evaluasi
pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisata
Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar
didalam maupun diluar kawasan.
2. Pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman Wisat
Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar
didalam maupun diluar kawasan.
3. Perlindungan, pengamanan, dan karantina sumber daya alam hayati
didalam dan diluar kawasan.
4. Perlindungan, pengamanan, dan penanggulangan kebakaran kawasan.
46
5. Promosi dan informasi konservasi sumber daya alam hayati
ekosistemnya, kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman
Wisata Alam, dan Taman Buru.
6. Pelaksanaan bina wisata alam dan cinta alam serta penyuluhan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
7. Kerjasama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
8. Pelaksanaan urusan Tata Usaha (TU) dan Rumah Tangga (RT).
2.1.5 Organisasi Privat
Organisasi privat atau bisnis menurut Nutt dan Backof (1992:25)
adalah organisasi yang ditujukan untuk menyediakan barang dan jasa
kepada konsumen, yang dibedakan dari kemampuanya membayar barang
dan jasa tersebut sesuai dengan bisnis pasar.
2.1.6 Perusahaan Swasta
Swasta berasal dari kata “swa” dan “sta”. Swa berarti sendiri dan
sta berarti berdiri. Swasta diartikan berdiri sendiri. Jadi orang swasta
adalah mereka yang sanggup hidup “berdiri sendiri”. Swasta dalam
kehidupan sehari-hari disebut juga “partikulir”. Istilah ini sering digunakan
untuk membedakan antara orang-orang atau badan-badan pemerintahan
dengan badan-badan bukan pemerintahan.Perusahaan Swasta, yaitu
perusahaan yang modalnya seluruhnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada
campur tangan Pemerintah.
Menurut Agustin Subarsono (2005:173), perusahaan swasta ini ada tiga
macam,yaitu:
a. Perusahaan swasta nasional, yaitu perusahaan swasta milik warga
Negara Indonesia ;
47
b. Perusahaan swasta-asing, yaitu perusahaan swasta milik warga Negara
asing ;
c. Perusahaan swasta campuran (joint-venture), yaitu perusahaan swasta
milik warga negara Indonesia dan warga negara asing.
2.1.6.1 Jenis badan usaha milik swasta.
Menurut Agustin Subarsono (2005:183) badan usaha milik
swasta terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a. Badan Usaha Perseorangan
Badan Usaha Perseorangan dimiliki oleh satu orang. Oleh
karena itu, pengelolaan badan usaha ini mudah dan biaya
yang dikeluarkan pun murah. Pengusaha sebagai pemilik
bebas mengemukakan dan menerapkan kebijakannya
kepada bawahan, tanpa melalui jalur birokratis. Pendirian
badan usaha ini mudah dan murah, begitu pula dengan
penutupannya. Begitu pemilik merasa bahwa badan
usahanya tidak menguntungkan lagi, dengan mudah ia
dapat menutup badan usahanya. Modal badan usaha
perorangan menjadi satu (tidak terpisah) dengan modal
pribadi pemilik, karena pemilik harus mendanai sendiri
usahanya. Dengan demikian, setiap pergerakan keuangan
badan usaha ini otomatis memengaruhi kondisi keuangan
pemilik.
b. Badan Usaha Persekutuan (partnership)
Badan usaha persekutuan dimiliki oleh beberapa orang.
Oleh karena itu, badan usaha ini memiliki kemampuan
yang lebih baik untuk memperoleh modal yang besar
daripada badan usaha perseorangan. Badan usaha
persekutuan bisa berbentuk firma dan persekutuan
komanditer (CV).
1. Firma didirikan oleh beberapa orang dengan nama
bersama. Misalnya, Andi, Badu, dan Catur mendirikan
"Firma ABC" yang diambil dari inisial nama-nama
mereka. Dalam Firma, setiap penerapan kebijakan harus
mempertimbangkan kepentingankepentingan para
pemilik. Kekayaan pribadi dan badan usaha juga tidak
dipisahkan. Akibatnya, apabila Firma bangkrut, akan
diikuti oleh kebangkrutan para pemiliknya.
2. Persekutuan Komanditer (CV) didirikan oleh beberapa
orang yang terbagi dalam sekutu aktif dan sekutu pasif.
48
Sekutu aktifadalah orang atau kelompok orang yang
mengelola badan usaha. Sedangkan sekutu pasif adalah
orang atau kelompok orang yang tidak mengelola badan
usaha, namun menyediakan modal bagi pendirian dan
keberlangsungan badan usaha. Dalam CV, penerapan
kebijakan lebih baik daripada dalam firma karena adanya
pemisahan tanggung jawab antara sekutu aktif dan
sekutu pasif. Namun, jika terdapat kesalahan
pengelolaan badan usaha oleh sekutu aktif, maka sekutu
pasif turut terkena imbasnya. Karena tidak memiliki
kewenangan untuk mengelola badan usaha secara
langsung, sekutu pasif harus mencari mitra bisnis yang
tepat untuk menjadi sekutu aktif.
c. Perseroan Terbatas (PT)
Istilah perseroan merujuk pada cara menentukan modal,
yaitu terbagi dengan saham, sedangkan istilah terbatas
merunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham,
yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. PT
adalah perusahaan persekutuan badan hukum. Status
badan hukum PT dalam UUPT menganut sistem
campuran, yakni status badan hukumdiperoleh karena
ditentukan oleh undang-undang dan setelah pengesahan
dari instansi yangberwenang. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1 Angka 1 UUPT bahwa PT
adalahbadan hukum dan memperoleh status badan
hukum pada tanggal diterbitkannya keputusanmenteri
mengenai pengesahan badan hukum perseroan (Pasal 7
Ayat 4 UUPT).
2.1.7 Kerja sama Pemerintah dengan Swasta (Public Private
Partnership)
Menurut Wiliam J. Parente dari USAID Environmental Services
Program, mengatakan kerjasama Pemerintah Swasta (Public Private
Partnership) merupakan perjanjian atau kontrak antara entitas publik dan
pihak swasta, kondisi dimana:
1. Pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama
waktu tertentu.
2. Pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi
tersebut, secara langsung maupun tidak langsung.
49
3. Pihak swasta bertanggung jawab atas risiko yang timbul akibat
pelaksanaan fungsi tersebut.
4. Fasilitas pemerintah, lahan atau asset lainnya dapat diserahkan
atau digunakan oleh pihak swasta masa kontrak.
Kerjasama Pemerintah dan Swasta yang disingkat dengan istilah "KPS"
atau dalam bahasa Inggris disebut dengan "Public Private Partnership"
atau "PPP" adalah suatu kerjasama dalam penyediaan infrastruktur (seperti
halnya penyediaan jalan tol, energi listik, air minum & Sanitasi) antara
Pemerintah, baik itu Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah
(Kabupaten/Kota) dengan mitra badan usaha swasta, baik badan usaha
dalam negeri ataupun badan usaha asing. Kerjasama tersebut meliputi
pekerjaan konstruksi untuk membangun, meningkatkan kemampuan
pengelolaan, dan pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan
kuantitas dan kualitas pelayanan publik (Bappenas, 2009).
Dari beberapa pendapat mengenai Kerjasama Pemerintah dan
Swasta (Public Private Partnership) maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership)
merupakan bentuk kerjasama pemerintah dan sektor swasta dalam rangka
optimalisasi pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Hal-hal yang menyebabkan diperlukannya Public Private
Partnership (PPP) adalah antara lain terbatasnya dana Pemerintah,
Infrastruktur yang sudah tidak memadai baik dari segi kuantitas maupun
kualitas, keahlian (teknologi) yang dimiliki sektor swasta (Dwinanta,
2010). Menurut Menckhoff dan Zegras(1999) dalam Riberio dan Dantas,
50
(2009:2), dalam perkembangannya PPP telah mengalami berbagai evolusi
dalam bentuk-bentuk skema kerja samanya yang mengacu pada:
1. tingkat alokasi resiko antar mitra;
2. kapasitas dan tingkat peran serta masing-masing mitra yang
dibutuhkan sesuai dengan kesepakatan;
3. potensi implikasi dari tingkat imbal jasa yang diberikan.
Sementara itu, fungsi dari PPP telah dimodifikasi guna
mengakomodasi dinamika yang berkembang, seperti bentuk
partisipasi dalam kegiatan (perencanaan, pembangunan,
pembiayaan, pengoperasian/ pengelolaan, pemeliharaan)
maupun tipe imbal jasa yang disepakati (kepemilikan, transfer,
sewa,pengembangan maupun pembelian).
Menurut Rifai (2016: 55) Public Private Partnership selanjutnya
dimodifikasi dalam beberapa bentuk kesepakatan yaitu:
a. Build-Operate-Transfer (BOT) adalah pembiayaan yang
dilakukan oleh pihak swasta maupun mendesain,
membangun dan pengelolaan fasilitas infrastruktur untuk
periode tertentu sesuai konsesi yang disepakati. Pihak
swasta bertanggungjawab dalam melakukan pembiayaan,
utamanya pada proyek baru (greenfield).
b. Design-Build-Operate-Maintain (DBOM) adalah Skema
yang mengkombinasikan antara disain, konstruksi dan
tanggungjawab operasi dan pengelolaan. Kontrak dilakukan
dengan swasta melalui single agreement sementara
pembiayaan dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah
bertugas mengelola kepemilikan asset dan menjaga kualitas
pelayanan dan pelaksanaan kontrak.
c. Design-Build-Finance-Operate(DBFO)tidak menerapkan
perpindahan kepemilikan atas infrastruktur yang dikelola.
Kekurangannya skema ini adalahresiko jangka panjang
kontrak terhadap perubahan politik, ekonomi dan dinamika
masa depan yang sulit dimitigasidalam kontrak.
d. Build Own-Operate (BOO) adalah Kontraktor
bertanggungjawab atas pembangunan dan pengoperasian
fasilitas tersebut tanpa diikuti dengan pengalihan
kepemilikan ke pemerintah. Pemerintah tidak harus
melakukan pembelian atas asset dan tidak mengenakan
pajak terhadap hal ini berbasis pada kepatuhan kontrak
51
yang disetujui namun swasta tetap bertanggungjawab atas
kualitas fisik dan pelayanan
e. Rehabilitate-Operate-Transfer (ROT) adalah Kesepakatan
transfer kepemilikan atas fasilitas yang telah ada (dibangun)
milik pemerintah kepada swasta untuk memperbaharui/
merenovasi, mengelola dan mengoperasikan dalam periode
tertentu. Kesepakatan berbentuk selayaknya franchise dan
dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
Dalam penelitian terkait model kemitraan pemerintah dan swasta
dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara melalui pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
(IPPA) menggunakan kesepakatan Build-Operate-Transfer (BOT) yakni
pembiayaan dilakukan oleh pihak swasta baik mendesain, membangun dan
mengelola fasilitas infrastruktur untuk periode tertentu sesuai konsesi yang
disepakati. Pihak swasta bertanggungjawab dalam melakukan pembiayaan,
utamanya.
Hal yang paling menarik adalah pada saat masing-masing tipe kerja
sama dalam PPP memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda sesuai dengan
tingkat partisipasi dan imbal jasa yang diberikan. Semakin berkurangnya
partisipasi pemerintah maka semakin besar potensi risiko yang ditransfer
kepada pihak swasta, demikian pula sebaliknya. Dapat dimisalkan pada
tipe operasi dan pemeliharaan, risiko terbesar akan melibatkan pemerintah.
Sementara dalam tipe konsesi, risiko paling besar akan ditanggung oleh
swasta berikut dengan besarnya investasi yang harus dikeluarkan. Namun
demikian, besarnya risiko yang harus ditanggung akan diikuti dengan
potensi penerimaan imbal jasa atas investasi yang diberikan. Dengan kata
lain, semakin besar investasi yang diberikan berpotensi menimbulkan
52
risiko yang besar beserta dengan reward atas investasi tersebut. Hubungan
searah antara risiko dan reward akan cukup menarik bagi sektor swasta
khususnya apabila risiko tersebut masih dapat diakomodasi melalui reward
yang diterima. Beberapa risiko yang berpotensi muncul dalam skema PPP
adalah (Laing, Partner, Mason, 2011):
a. Kontrak kerja yang panjang dengan struktur kesepakatan yang kurang
fleksibel
b. Potensi keterlambatan dan tingginya biaya dalam pengadaan
c. Risiko hilangnya kontrol pengelolaan oleh pihak pemerintah
d. Pihak swasta relatif berbiaya tinggi dalam pembiayaan
e. Relatif tidak mampu memenuhi transfer risiko absolute
f. Mensyaratkan kapasitas dan keahlian tertentu dari pemerintah yang
barangkali sulit terpenuhi
g. Berpotensi mendapat respon negatif dari publik (pemerintah) terkait
keuntungan dan pengawasan.
Selain risiko, PPP berpotensi mendatangkan manfaat bagi masyarakat,
Pemerintah, maupun swasta baik dalam hal nilai tambah hingga risiko
yang ditimbulkan. Beberapa manfaat tersebut dapat berwujud (Laing,
Partner, Mason, 2011):
a. Dapat menarik investasi swasta dan membuat pembiayaan proyek
lebih terjangkau
b. Meningkatkan kepastian pembiayaan dan mengurangi potensisoft
budgetary constraint atau kendala anggaran yang tidak diketahui.
c. Mengoptimalkan kemampuan dan keahlian swasta dalam mendukung
pembangunan
d. Publik/Pemerintah hanya membayar jika pelayanan (jasa/produk)
dihasilkan oleh pihak swasta
e. Kualitas pekerjaan dapat dimonitor dan kelola secara rutin
f. Akuntabilitas
g. Dapat memastikan aset dapat dikelola dengan baik
h. Orientasi pelayanan terhadap pelanggan.
53
2.1.8 Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
Menurut Pasal 1 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam yang dimaksud
dengan Izin pengusahaan pariwisata alam (IPPA) adalah izin usaha yang
diberikan untuk mengusahakan kegiatan pariwisata alam di areal suaka
margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
2.1.9 Manajemen
Fungsi manajemen menurut Hamdan (1989:9) adalah kegiatan
merumuskan tujuan, menentukan strategi menyeluruh tentang cara
bagaimana melaksanakan tugas mencapai tujuan yang telah ditentukan
tersebut, menetapkan hirarki rencana secara menyeluruh untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.Suherman (2002:2)
menjelaskan bahwa manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasaian, pengarahan dan pengendalian usaha para anggota,
organisasi dan penggunaan sumber daya manusia yang dimiliki oleh
organisasi. Sementara G.R Terry (dalam Hardyanti 2012:16) menyatakan
bahwa kegiatan atau fungsi manajemen meliputi, perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan
(controlling).
Dari penjabaran mengenai pengertian menurut para ahli, maka
dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan proses pengelolaan
54
melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam suatu
organisasi.
Berikut penjabaran dari fungsi manajemen menurut G.R Terry:
2.1.9.1 Planning (Perencanaan)
George R. Terry dalam Sukarna, (2011:10) mengemukakan
tentangPlanning sebagai berikut:
“Planning is the selecting and relating of facts and the
making and using of assumptions regarding the future in
the visualization and formulation to proposed of proposed
activation believed necesarry to accieve desired
result”.(Perencanaan merupakan pemilih fakta dan
penghubungan fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan
perkiraan-perkiraan atau asumsi untuk masa yang akan
datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan).
Terry (2008:46) mengatakan bahwa ada beberapa pihak
yang menyatakan perencanaan (planning) merupakan suatu
pendekatan yang terorganisir untuk menghadapi berbagai problema
dimasa yang akan datang dan mengembangkan rancangan kegiatan
hari ini untuk tindakan dimasa mendatang. Planning menjadi
jembatan antara posisi sekarang dengan tujuan yang akan dicapai.
a. Aspek Rencana
Perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan
serangkaian pengambilan keputusan untuk dilakukannya tindakan
dalam mencapai tujuan organisasi dengan dan tanpa menggunakan
sumber-sumber yang ada. Rudy Kipling dalam Athoillah
55
(2010:106) mengatakan bahwa cara-cara terbaik dalam membuat
perencanaan adalah mengawalinya dengan pertanyaan sebagai
berikut:
1. What, apa yang akan direncanakan?
2. When, kapan rencana tersebut akan dilaksanakan?
3. Where, dimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan?
4. How, bagaimana cara melaksanakan rencana tersebut?
5. Who, siapa yang akan melaksanakan rencana tersebut?
Sedangkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
membuat perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan sasaran atau perangkat tujuan
2. Menentukan keadaan, situasi, dan kondisi sekarang
3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat
4. Mengembangkan rencana dan menjabarkannya.
b. Tujuan Rencana
Menurut Husaini Usman (2011 : 65), Perencanaan bertujuan untuk:
1. Standart Pengawasan, yaitu mencocokkan pelaksanaan
dengan perencanaannya,
2. Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu
kegiatan
3. Mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur
organisasinya), baik kualifikasinya maupun kuantitasnya,
4. Mendapatkan kegiatan yang sistematis termasuk biaya dan
kualitas pekerjaan,
5. Meminimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan
menghemat biaya, tenaga dan waktu,
6. Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai
kegiatan pekerjaan,
7. Menyerasikan dan memadukan beberapa sub kegiatan,
8. Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemui, dan
9. Mengarahkan pada pencapaian tujuan.
56
c. Jenis-jenis Perencanaan
Menurut Asnawir (2006:20) ada tujuh jenis-jenis
perencanaan, yang kesemua itu dilihat dari sudut pandang berbeda,
di antara jenis-jenis perencanaan tersebut adalah:
1. Dilihat dari segi waktu.
Dari segi waktu perencanaan dapat dibagi menjadi tiga
yaitu:
a. Perencanaan jangka panjang, yang termasuk
dalam perencanaan jangka panjang adalah
rentang waktu sepuluh sampai tiga puluh tahun.
Perencanaan jangka panjang ini bersifat umum,
dan belum terperinci.
b. Perencanaan jangka menengah, jangka
menengah biasanya mempunyai jangka waktu
antara lima sampai sepuluh tahun.
c. Perencanaan jangka pendek, yaitu perencanaan
yang mempunyai jangka waktu antar satu tahun
sampai lima tahun.
2. Dilihat dari segi sifatnya
Perencanaan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Perencanaan kuantitatif, yang termasuk
perencaan kuantitatif adalah semua target dan
sasaran dinyatakan dengan angka-angka.
b. Perencanaan kualitatif adalah perencanaaan
yang ingin dicapai dinyatakan secara kualitas.
3. Perencanaan dari segi luas wilayah
Perencanaan dipandang dari segi luas wilayah dapat dibagi
menjadi empat, yaitu:
a. Perencanaan lokal, yaitu perencanaan yang
disusun dan ditetapkan oleh lembaga-lembaga
yang ada di daerah-daerah dengan sifat yang
terbatas.
b. Perencanaan regional adalah perencanaan yang
ditetapkan di tingkat propinsi.
c. Perencanaan nasional, adalah perencanaan di
suatau Negara dan dijadikan dasar untuk
perencanaan local dan regional.
d. Perencanaan internasional yaitu perencanaan
oleh beberapa Negara yang melewati batas-batas
57
suatu negara yang dilaksanakan melalui dari
Negara-negara tersebut.
4. Perencanaan dari segi luas jangkauan
Terbagi menjadi dua yaitu:
a. Perencanaan makro yaitu perencanaan yang
bersifat universal, menyeluruh dan meluas.
b. Perencanaan mikro adalah perencanaan yang
ditetapkan dan di susun berdasarkan kondisi dan
situasi tertentu.
5. Dari segi prioritas pembuatnya
Perencanaan dapat dibagi menjadi tiga:
a. Perencanaan sentralisasi, yaitu perencanaan
yang ditentukan oleh pemerintah pusat pada
suatu Negara.
b. Perencanaan desentralisasi yaitu perencanaan
yang di susun oleh masing-masing wilayah.
c. Perencanaan dekonsentrasi yaitu perencanaan
gabungan antara sentralisasi dengan
desentralisasi.
6. Dari segi obyek
Perencanaan dibagi menjadi dua:
a. Perencanaan rutin yaitu perencanaan yang di
susun untuk jangka waktu tertentu yang
dilakukan setiap tahun.
b. Perencanaan eksendental, yaitu perencanaan
yang di susun sesuai dengan kebutuhan yang
mendesak pada saat tertentu.
7. Dari segi proses
Perencanaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
a. Perencanaan filosofikal, yaitu perencanaan yang
bersifat umum, hanya berupa konsep-konsep
dari nilai yang bersifat ideal dan masih
memerlukan penafsiran-penafsiran dalam
bentuk program.
b. Perencanaan programial adalah perencanaan
berupa penjabaran dari perencanaan filosofikal.
c. Perencanaan operasional yaitu perencanaan
yang jelas dan dapat dilakukan.
2.1.9.2 Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada
hubungan dengan yang lain dan tanpa menetapkan tugas-tugas
tertentu untuk masing-masing unit. George R. Terry dalam
58
Sukarna(2011: 38) mengemukakan tentang organizing sebagai
berikut:
“Organizing is the determining, grouping and arranging of
the various activities needed necessary forthe attainment of
the objectives, the assigning of the people to thesen
activities, the providing of suitable physical factors of
enviroment and the indicating of the relative authority
delegated to each respectives activity”. (Pengorganisasian
ialah penentuan, pengelompokkan, dan penyusunan
macam-macam kegiatan yang dipeelukan untuk mencapai
tujuan, penempatan orang-orang (pegawai), terhadap
kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor fisik yang
cocok bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan
wewenang, yang dilimpahkan terhadap setiap orang dalam
hubungannya dengan pelaksanaan setiap kegiatan yang
diharapkan).
Ciri organisasi menurut Manullang terbagi menjadi (3) tiga yaitu:
1. Sekelompok orang,
2. kerjasama atau pembagian pekerjaan,
3. tujuan bersama.
Dalam pengorganisasian tentunya haruslah memiliki prinsip
sebagai acuan pembagian organisasi menurut Henry Fayol dalam
Wursanto (2003) mengemukakan (14) empat belas prinsip organisasi
yaitu:
1. pembagian kerja (devision of work),
2. wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility),
3. disiplin (discipline),
4. kesatuan komando (unity of command),
5. kesatuan langkah (unity of direction),
6. subordinasi minat dibawah minat pada umumnya
(subordination of individual interest to general interest),
7. pemberian hadiah (remuneration),
8. sentralisasi atau pemusatan (centralization),
9. jenjang hirarki (line of autority/hierarchie),
10. ketertiban (order),
59
11. kesamarataaan (equity),
12. stabilitas jabatan pegawai (stability of personel),
13. inisiatif (iniciative) dan
14. kesatuan jiwa korps (esprit de corps).
Dalam pelaksanaan suatu organisasi tentunya haruslah melewati
beberapa proses pengorganisasian, menurut T .Hani Handoko dalam
Musbandi (2015:15) proses pengorganisasian dapatditunjukkan dengan
tiga langkah prosedur sebagai berikut:
a. Pemerincian seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan untuk
mencapaitujuan organisasi.
b. Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan
yangsecara logis dapat dilaksanakan oleh satu orang. Pembagian
kerja inisebaiknya tidak terlalu berat juga tidak terlalu ringan.
c. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk
mengkoordinasikan pekerjaan para anggota organisasi menjadi
kesatuan yang terpadu dan harmonis.
2.1.9.3 Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)
Menurut George R. Terry dalam Sukarna, (2011:82)
mengatakan bahwa:
“Actuating is setting all members of the group to want to
achieve and to strike to achieve the objective willingly and
keeping with the managerial planning and organizing
efforts”. (Penggerakan merupakan upaya membangkitkan
dan mendorong semua anggota kelompok agar supaya
berkehendak dan berusaha dengan keras untuk mencapai
tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan perencanaan dan
usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan.)
Definisi diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan
tergantung kepada bergerak atau tidaknya seluruh anggota
kelompok manajemen, mulai dari tingkat atas, menengah sampai
kebawah. Segala kegiatan harus terarah kepada sasarannya,
mengingat kegiatan yang tidak terarah kepada sasarannya hanyalah
60
merupakan pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan
materi atau dengan kata lain merupakan pemborosan terhadap tools
of management. Hal ini sudah barang tentu merupakan mis-
management. Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada
planning dan organizing yang baik, melainkan juga tergantung
pada penggerakan dan pengawasan. Perencanaan dan
pengorganisasian hanyalah merupakan landasan yang kuat untuk
adanya penggerakan yang terarah kepada sasaran yang dituju.
Penggerakan tanpa planning tidak akan berjalan efektif karena
dalam perencanaan itulah ditentukan tujuan, budget, standard,
metode kerja, prosedur dan program. Faktor yang diperlukan dalam
penggerakan menurut G.R Terry dalam Sukarna (2011: 82-83)
yaitu:
1. Leadership (Kepemimpinan)
2. Attitude and morale (Sikap dan moril)
3. Communication (Tatahubungan)
4. Incentive (Perangsang)
5. Supervision (Supervisi)
6. Discipline (Disiplin).
2.1.9.4 Controlling (Pengawasan)
Pengawasan mempunyai perananan atau kedudukan
penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi
untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau
tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik, tetapi
61
apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka
tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dengan demikian
control mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegaiatan
agara tertuju kepada sasarannya, sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai.
Untuk melengkapi pengertian diatas, menurut George R. Terry
dalam Sukarna, (2011: 110) mengemukakan bahwa Controlling
yaitu:
“Controlling can be defined as the process of determining
what is to accomplished, that is the standard, what is being
accomplished. That is the performance, evaluating the
performance, and if the necessary applying corrective
measure so that performance takes place according to plans,
that is conformity with the standard”. (Pengawasan dapat
dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus
dicapai yaitu standard, apa yang sedang dilakukan yaitu
pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan bilamana perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan
sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standard atau
ukuran).
Terry dalam Sukarna, (2011: 116), mengemukakan proses
pengawasan sebagai berikut yaitu:
1. Determining the standard or basis for control (menentukan
standard atau dasar bagi pengawasan)
2. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)
3. Comparing performance with the standard and ascerting the
difference, it any (bandingkan pelaksanaan dengan standard
dan temukan jika ada perbedaan)
4. Correcting the deviation by means of remedial action (perbaiki
penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat).
62
2.1.10 Upaya Perlindungan Hutan
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan Nomor 5 Tahun
1967 Pasal 15 Bab V dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 pasal 46
dan pasal 47 yang memuat tentang perlindungan hutan, dijelaskan bahwa
penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan
menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung,
fungsi konservasi dan fungsi produksi terjadi secara optimal dan lestari.
Dari pasal tersebut dijelaskan usaha-usaha yang dilakukan dalam
perlindungan hutan. Adapun usaha-usaha tersebut yaitu mencegah dan
membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, hama dan
penyakit; dan mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat
dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
2.1.11 Ekowisata
Ekowisata menurut Fandeli dan Mukhlison (2000:1) dapat diartikan
sebagai bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area
yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan
keutuhan budaya bagi masyarakat. Pendekatan ekowisata menurut Fandeli,
(2000:1) agar tetap lestari sebagai areal alam harus dapat menjamin
kelestarian lingkungan, seperti halnya tujuan konservasi sebagai berikut:
63
1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung
sistem kehidupan
2. Melindungi keanekaragaman hayati,
3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.
Sedangkan menurut Astriani (2008), Ekowisata dapat dipahami
sebagai perjalanan yang disengaja ke kawasan-kawasan alamiah untuk
memahami budaya dan sejarah lingkungan tersebut sambil menjaga agar
keutuhan kawasan tidak berubah dan menghasilkan peluang untuk
pendapatan masyarakat sekitarnya sehingga mereka merasakan manfaat
dari upaya pelestarian sumber daya alam. Hakim (2004) juga menjelaskan
bahwa Ekowisata menitik beratkan pada tiga hal utama yaitu
keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan
secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi
kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang
untuk melihat, mengetahui dan menikmati pengalaman alam, intelektual
dan budaya masyarakat lokal.
Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
ekowisata merupakan kegiatan wisata yang sangat erat kaitannya dengan
lingkungan alam atau konservasi sehingga kegiatan ini dapat juga
mendukung upaya konservasi lingkungan alam.
64
2.1.12 Hutan Mangrove
Hutan mangrove sering kali disebut dengan hutan bakau. Akan
tetapi sebenarnya istilah bakau hanya merupakan nama dari salah satu
jenis tumbuhan penyusun hutan mangrove, yaitu Rhizopora spp. Oleh
karena itu, istilah hutan mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku
untuk mangrove forest (Dahuri, 1996). Menurut Ghufran (2012), hutan
mangrove sering disebut sebagai hutan bakau atau hutan payau (mangrove
forest atau mangrove swamp forest) sebuah ekosistem yang terus-menerus
mengalami tekanan pembangunan. Mangrove juga memiliki adaptasi
melalui sistem perakaran untuk menyokong dirinya di sedimen lumpur
yang halus dan mentransportasikan oksigen dari atmosfer ke akar.Sebagian
besar mangrove memiliki benih terapung yang diproduksi setiap tahun
dalam jumlah besar dan terapung hingga berpindah ke tempat baru untuk
berkelompok (Kusmana, 1997).
Bengen (2001) menyebutkan karakteristik hutan mangrove sebagai
berikut:
1. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya
berlumpur,berlempung atau berpasir.
2. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun
yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan
menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
4. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air
65
bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38 permil).
Berdasarkan pendapat para ahli tentang pengertian hutan
mangrove, maka yang dimaksud dengan mangrove dalam penelitian ini
adalah kelompok tumbuhan yang tumbuh di sekeliling garis pantai dan
memiliki adaptasi yang tinggi dan mampu menyangga tekanan dari resiko
abrasi pantai.
Fungsi dan manfaat hutan magrove dalam kehidupan masyarakat
yang hidup di daerah pesisir sangat banyak sekali.Baik itu langsung
dirasakan oleh penduduk sekitar maupun manfaat dan fungsi yang tidak
langsung dari hutan mangrove itu sendiri.Fungsi hutan mangrove dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu biologis/ekologis, fisik, dan ekonomi
atau produksi.
1. Fungsi dan Manfaat Biologis/Ekologis. Hutan mangrove sebagai
sebuah ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik.
Komponen biotik terdiri dari vegetasi mangrove yang meliputi
pepohonan, semak, dan fauna. Sedangkan komponen abiotik yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove
adalah pasang surut air laut, lumpur berpasir, ombak laut, pantai yang
landai, salinitas laut, dan lain sebagainya. Secara biologi hutan
mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah berkembang biak
(nursery ground), tempat memijah (spawning ground), dan mencari
makanan (feeding ground) untuk berbagai organisme yang bernilai
ekonomis khususnya ikan dan udang. Habitat berbagai satwa liar
66
antara lain, reptilia, mamalia, dan lain-lain. Selain itu, hutan
mangrove juga merupakan sumber plasma nutfah.
2. Fungsi dan Manfaat Fisik.
Secara fisik hutan mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil,
melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut
serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah, mempercepat
perluasan lahan, melindungi daerah di belakang mangrove dari
hempasan dan gelombang dan angin kencang, mencegah intrusi
garam (salt intrution) ke arah darat, mengolah limbah organik, dan
sebagainya (Kusmana, 2008). Istiyanto, Utomo dan Suranto (2003)
menyimpulkan bahwa rumpun bakau (Rhizophora spp.)
memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi gelombang tsunami
yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika
menjalar melalui rumpun tersebut. Hasil pengujian tersebut dapat
digunakan dalam pertimbangan awal bagi perencanaan penanaman
hutan mangrove bagi perendaman penjalaran gelombang tsunami di
pantai.Vegetasi mangrove juga dapat menyerap dan mengurangi
pencemaran (polutan). Jaringan anatomi tumbuhan mangrove mampu
menyerap bahan polutan, misalnya seperti jenis Rhizophora
mucronata dapat menyerap 300 ppm Mn, 20 ppm Zn, 15 ppm Cu, dan
pada daun Avicennia marina terdapat akumulasi Pb³ 15 ppm, Cd³ 0,5
ppm, Ni³ 2,4 ppm (Mukhtasor:2007).
67
3. Fungsi dan Manfaat Ekonomi atau Produksi.
Dari kawasan hutan mangrove dapat diperoleh tiga macam
manfaat.Pertama, berupa hasil hutan, baik bahan pangan maupun
bahan keperluan lainnya.Kedua, berupa pembukaan lahan mangrove
untuk digunakan dalam kegiatan produksi baik pangan maupun non-
pangan serta sarana/prasarana penunjang dan pemukiman.Manfaat
ketiga berupa fungsi fisik dari ekosistem mangrove berupa
perlindungan terhadap abrasi, pencegah terhadap rembesan air laut
dan lain-lain fungsi fisik.
2.1.13 Taman Wisata Alam
Pengertian taman wisata alam menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem
adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk
pariwisata dan rekreasi alam.
2.1.13.1 Kegiatan Pengelolaan Taman Wisata Alam
Menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber
daya alam hayati dan ekosistem pasal 34 disebutkan bahwa:
a. Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman
wisata alam dilaksanakan oleh Pemerintah.
b. Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan
raya, dan taman wisata alam dapat dibangun sarana
kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
c. Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah
dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan
taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
dengan mengikut sertakan rakyat.
d. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam
ayat(1), ayat(2), dan ayat(3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
68
2.1.14 Pendapatan Negara Bukan Pajak
Dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 1997, definisi
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah
pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Sejalan dengan
meningkatnya pembangunan nasional di segala bidang, terdapat banyak
bentuk penerimaan negara di luar penerimaan perpajakan. Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pasal 2 ayat (1) mengelompokkan Penerimaan Negara Bukan Pajak
sebagai berikut:
a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam
c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang
dipisahkan
d. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaandenda administrasi;
f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
2.1.15 Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 ayat18 bahwa
“Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”.Menurut Abdul Halim (2004:94),
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai denganperaturan perundang-undangan yang
69
berlaku. Sedangkan menurut Herlina Rahman (2005:38) pendapatan asli
daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak
daerah, hasil distribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi.Warsito (2001:128) juga menjelaskan “Pendapatan asli
daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri
oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi
daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli
daerah lainnya yang sah”. Sedangkan Pendapatan Daerah menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 36 adalah semua hak daerah yang
diakuisebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periodetahun
anggaran yang bersangkutan.
Menurut Mulyono dalam Suparmoko (2002:422), Pajak Daerah
untuk masing-masing daerah dibagi menjadi Pajak Daerah Provinsi dan
Pajak Daerah Kabupaten/ Kota dengan pembagian sebagai berikut:
Pajak Daerah Provinsi terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor dak Kendaraan di Atas Air (5%)
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
(10%)
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (5%)
70
d. Pajak pengambilan dan Pemanfaatan air bawah tanah dan
permukaan (20%) dan (10%).
Pajak Kabupaten Kota Terdiri dari:
a. Pajak Hotel (10%)
b. Pajak Restoran (10%)
c. Pajak Hiburan (35%)
d. Pajak Reklame (25%)
e. Pajak Penerangan Jalan (10%)
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C (20%)
g. Pajak Parikir (20%)
Maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD)
adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan yang berlaku.
2.2 Penelitian Terdahulu.
Untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penelitian ini, Peneliti
cantumkan beberapa hasil penelitian terlebih dahulu oleh beberapa peneliti yang
pernah peneliti baca diantaranya yakni skripsi yang berjudul “Pelaksanaan
Kemitraan Oleh Pemerintah dan Swasta Dalam Pengelolaan Sampah di Kota
Makassar” ditulis oleh Muhammad Febri Zulkarnain mahasiswa program studi
Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Hasanuddin Makassar tahun 2017.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksaan kemitraan
oleh pemerintah dan swasta dalam pengelolaan sampah di Kota Makassar.Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Pengelolaan Pemerintahan
Baru dengan Konsep Hollow State dari Provan dan Milward (1994) yang
memiliki tiga indikator yaitu: Mekanisme, Struktur, dan Insentif. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat
71
deskriptif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui kondisi
pengelolaan sampah di Kota Makasaar, hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam pengelolaan sampah di Kota
Makassar sudah optimal. Dalam penelitian ini, perbedaan yang akan dilakukan
oleh peneliti yakni peneliti tidak hanya melihat dari segi pelaksanaan kemitraan
namun peneliti juga akan melihat sejauh mana keberhasilan yang diperoleh
melalui kemitraan.
Penelitian kedua yang peneliti baca yakni Skripsi yang berjudul
“Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Program Corporate Social
Responsibility di Kabupaten Pasuruan” yang ditulis oleh Magya Ramadhania
PutriIsnaini Rodiyahmahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo tahun 2016. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan sinergitas programpemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh
Pemda Kabupaten Pasuruan danpenerapan program CSR oleh PT HM
Sampoerna Tbk di Kecamatan Sukorejo,Kabupaten Pasuruan, serta
mendeskripsikan pola kemitraan pemerintah-swastadiantara Pemda Kabupaten
Pasuruan dengan sektor swasta.Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Teori Kemitraan Pemerintah-swasta, teori Corporate Social Responsibility dan
Pemberdayaan Masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui lebih
dalam bagaimana sinergitas programpemberdayaan masyarakat yang dilakukan
oleh Pemda Kabupaten Pasuruan danpenerapan program CSR oleh PT HM
Sampoerna Tbk di Kecamatan Sukorejo,Kabupaten Pasuruan, serta
72
mendeskripsikan pola kemitraan pemerintah-swastadiantara Pemda Kabupaten
Pasuruan dengan sektor swasta. Hasil penelitian menunjukkan pola kemitraan
Pemda Kabupaten Pasuruan danpenerapan program CSR oleh PT HM
Sampoerna Tbk di Kecamatan Sukorejo sudah menunjukkan hasil yang efektif.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti saat ini yaitu pada segi
model kemitraan, pada penelitian terdahulu membahas mengenai model
kemitraan melalui program CSR, namun pada penelitian yang akan dilakukan
peneliti melihat dari model kemitraan melalui kesepakatan dan bagaimana kedua
pihak bisa memperoleh keuntungan secara sosial dan material.
Penelitian ketiga yang peneliti baca adalah skripsi yang berjudul “Pola
Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Kebijakan Reklamasi Pantai di Kota
Makassar” yang ditulis oleh Afni mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas
Hasanuddin Makassar tahun 2017. Penelitian ini dibuat bertujuan untuk
mengetahui dan menggambarkan pelaksanaan hubungan kerja sama Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan dan PT Yasmin Bumi Asri pada pelaksanaan
kebijakan rekalamsi pantai di Kota Makassar.Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalahPerda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009
tentang Rencana TataRuang Provinsi Sulawesi Selatan dan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) tahun 2015-2035 KotaMakassar. Penelitian ini menggunakan
metode dengan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif untuk memperoleh
gambaran dan menjelaskan Pola kemitraan PemerintahProvinsi Sulawesi Selatan
dan PT Yasmin Bumi Asri dalam kebijakanreklamasi pantai di Kota Makassar.
Hasil penelitian menunjukkan pola kemitraan sudah sesuai dengan peraturan
73
yang mengatur mengenai reklamasi pantai dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah
di Kota Makassar. Perbedaan pada penelitian yang akan dibuat peneliti yaitu
pada standar pelaksanaan kemitraan. Jika pada penelitian terdahulu terdapat
standar pelaksanaan kemitraan melalui perda Provinsi, namun pada penelitian
yang akan dilakukan peneliti saat ini belum ada Standar pelaksanaan melainkan,
hanya mengacu pada Surat Keputusan pemberian Izin pengusahaan Pariwisata
Alam sehingga dalam pelaksanaannya belum memiliki standar yang baku.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah alur pikir yang logis dan buat dalam bentuk
diagram bertujuan menjelaskan secara garis besar pola substansi penelitian yang
akan dilaksanakan. Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara, merupakan
suatu kawasan konservasi yang selain dijadikan kawasan wisata juga dijadikan
kawasan perlindungan tanaman dan satwa tertentu. Pengelolaan hutan mangrove
di Taman Wisata Alam Angke Kapuk harus lebih ditekankan lagi dikarenakan
hutan mangrove dijadikan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Pengelolaan di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara dilakukan melalui kemitraan antara Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta (Pemerintah) dan PT. Murindra Karya Lestari
(Swasta) melalui izin pengusahaan pariwisata alam. Menurut Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2016.
Kemitraan kehutanan merupakan salah satu bentuk dari Perhutanan Sosial yang
dilakukan antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin
pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang
74
izin usaha industri primer hasil hutan. Tujuan dari kemitraan pengelolaan
kawasan konservasi melalui pemberian izin pengusahaan pariwisata alam
tersebut mampu mengelola kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara, mengembalikan kepada fungsi semula sebagai kawasan konservasi, dan
menghasilkan barang atau jasa untuk menarik minat masyarakat agar berkunjung,
kemudian mampu menghasilkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi
pemerintah pusat kemudian dimanfaatkan kembali untuk pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori pengembangan indikator
Keberhasilan Kemitraan menurut Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91)
yang menjelaskan indikator keberhasilan kemitraan.Teori Pengembangan
Indikator keberhasilan kemitraan dipilih karena Teori Pengembangan Indikator
keberhasilan kemitraan dapat digunakan menganalisis masalah penelitian dimana
dalam pengembangan indikator tersebut terdapat beberapa indikator yakni input,
proses, output, dan outcame. Melalui indikator proses dapat dilihat model
kemitraan pengelolaan yang selama ini dilakukan dengan menggunakan proses
Manajemen menurut G.R Terry (dalam Hardyanti 2012:16) yang menyatakan
bahwa kegiatan atau fungsi manajemen meliputi: perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan
(controlling).Kemudian dari keseluruhan indikator akan kita ketahui sejauh mana
keberhasilan kemitraan. Dijabarkan seperti pada gambar 2.1 mengenai indikator
keberhasilan kemitraan yang dijelaskan penjabarannya sebagai berikut:
75
1. Indikator input
Tolok ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator,
yaitu:
1. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai
dengan adanya kesepakatan bersama dalam kemitraan,
2. adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan
bagi pengembangan kemitraan, dan
3. adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh
institusi terkait.
2. Indikator proses
Tolok akur keberhasilan proses dapat diukur dari frekuensi dan
kualitas pertemuan tim atau sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi
terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut
terbukti adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan,
daftar hadir dan notulen hasil pertemuan. Indikator proses
penelitian model kemitraan pemerintah dan swasta dalam
pengelolaan hutan mangrove dilakukan dengan menggunakan
fungsi manajemen menurut G.R Terry (dalam Hardyanti
2012:16) meliputi proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan.
3. Indikator output
76
Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari kesesuaian
jumlah kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai
dengan kesepakatan peran masing-masing institusi.
4. Indikator Outcame.
Tolok ukur keberhasilan outcame adalah menurunnya
permasalahan yang terjadi.
Dalam hal ini peneliti jelaskan melalui gambar kerangka berpikir dibawah
ini:
77
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Kemitraan Pengelolaan Hutan Mangrove Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara 99,82
Hektar dibawah UPT BKSDA DKI Jakarta
melalui Pemberian IPPA 30 tahun kepada
PT.Murindra Karya Lestari berdasarkan SK
Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997
Masalah:
1. Kurangnya Koordinasi antara
Balai Konservasi Sumber Daya
Alam DKI Jakarta dengan PT.
Murindra Karya Lestari
menyebabkan RPPA belum
sesuai
2. Lemahnya pengawasan
terhadap kemananan
pengunjung dari pihak PT.
Murindra Karya Lestari.
3. Jumlah Sumber Daya Manusia
di BKSDA DKI yang masih
terbatas sehingga pengelolaan
menjadi kurang optimal.
Teori pengembangan indikator keberhasilan kemitraan menurut Ditjen P2L & PM
dalam Kuswidanti (2008:91) yaitu
1. Indikator Input (menekankan pada aspek dasar kemitraan)
2. Indikator Proses (Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, Pengawasan)
3. Indikator Output (menekankan pada keseuaian pelaksanaan masing-masing
organisasi)
4. Indikator Outcame (melihat aspek keberhasilan kemitraan)
Outcome:
Kemitraan dapat berjalan baik
Output:
Mengetahui sejauh mana model kemitraan yang dilakukan dalam mengelola Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Menurut Permen KLHK
No.P.83/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/
2016.Kemitraan kehutanan
merupakan salah satu bentuk dari
Perhutanan Sosial yang dilakukan
antara masyarakat setempat dengan
pengelola hutan, pemegang izin
pemanfaatan hutan/jasa hutan,
78
2.4 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan hasil dari penelitian berdasarkan kajian pustaka
dan landasan teori yang digunakan sebagai dasar dalam memberikan argumentasi.
Pada penelitian ini membahas mengenai Model kemitraan dalam pengelolaan
hutan mangrove di Taman Wisata Alam, Angke Kapuk Jakarta Utara.
Dalam Observasi awal penelitian, peneliti menemukan masalah di lokasi
penelitian yang melihat berdasarkan pada teori pengembangan Indikator.
Beberapa permasalahan tersebut yaitu kurangnya koordinasi antara pihak
pemerintah (Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta) dan swasta (PT.
Murindra Karya Lestari) dalam penyesuaian penyusunan rencana pengelolaan,
milik masing-masing pihak. Hal ini dapat terlihat pada ketidaksesuaian rencana
karya pengusahaan pariwisata alam (RKPPA) milik perusahaan dengan Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Permasalahan kedua yaitu
lemahnya pengawasan dari pihak keamanan milik perusahaan lantaran
keberadaan satwa liar yang tidak diketahui pengunjung dan pemberian papan
informasi ataupun papan peringatan masih kurang memadai. Permasalahan ketiga
yaitu kurangnya sumber daya alam di instansi Balai Konservasi Sumber Daya
Alam DKI Jakarta sehingga pengawasan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
diatas lahan seluas 99,82 hektar tersebut hanya dijaga 1 orang polisi hutan dan 1
orang juru mudi kapal selain itu pengawasan yang dilakukan belum memiliki
jadwal yang rutin sehingga hanya dilakukan sesuai kebutuhan saja.
79
Teori Pengembangan Indikator keberhasilan kemitraan digunakan untuk
menganalisis masalah penelitian dimana dalam pengembangan indikator tersebut
terdapat beberapa indikator yakni input, proses, output, dan outcome. Melalui
indikator proses dapat dilihat model kemitraan pengelolaan yang selama ini
dilakukan. Kemudian dari keeluruhan indikator akan kita ketahui sejauh mana
keberhasilan kemitraan. Dari berbagai permasalahan yang peneliti temui
dilapangan maka peneliti berasumsi bahwa model kemitraan yang selama ini
diterapkan dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara kurang optimal.
80
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Metode dengan pendekatan kualitatif ini dipilih oleh peneliti karena
tepat untuk mengidentifikasi masalah penelitian, metode kualitatif juga
mengandung prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati sehingga
metode penelitian dengan pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali
informasi terkait bagaimana kemitraan pemerintah dan swasta yang selama ini
diterapkan dalam pengeloalaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke,
Kapuk Jakarta Utara melalui observasi dan wawancara mendalam kemudian
dituangkan dalam bentuk kata-kata tertulis.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah bagaimana Pelaksanaan Model Kemitraan
Pemerintah Dan Swasta Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dengan melihat melalui bebrbagai tahapan
indikator keberhasilan kemitraan sekaligus melihat apakah kemitraan yang
dilakukan selama ini dapat dikatakan berhasil atau tidak.
3.3 Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini yaitumodel kemitraan pemerintah dan
swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
81
Jakarta Utara, maka lokasi penelitian dilakukan di Taman Wisata Alam Angke,
Kapuk Jakarta Utara.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Hutan Mangrove merupakan hutan yang sangat memiliki peranan penting
khususnya bagi wilayah DKI Jakarta sebagai ibukota Negara yang memiliki
keadaan tanah rendah. Pentingnya hutan mangrove salah satunya yakni
memegang peranan sebagai pelindung dan stabilisator garis pantai namun saat
ini dalam perlindungannya diwilayah konservasi khusus yakni di lokasi
penelitian Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara kini dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata yang
pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah dan swasta. Adapun definisi konsep
yang digunakan dalam penelitian model kemitraan pemerintah dan swasta dalam
pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
meliputi:
1. Indikator Keberhasilan Kemitraan.
Keberhasilan Kemitraan dapat dilihat dari pengembangan indikator
keberhasilan kemitraan menurut Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91)
yang menjelaskan indikator keberhasilan kemitraan. Teori ini, karena Teori
Pengembangan Indikator keberhasilan kemitraan digunakan untuk menganalisis
masalah penelitian dimana dalam pengembangan indikator tersebut terdapat
beberapa indikator yakni input, proses, output, dan outcome. Melalui indikator
proses dapat dilihat model kemitraan pengelolaan yang selama ini dilakukan.
82
Kemudian dari keseluruhan indikator akan kita ketahui sejauh mana
keberhasilan kemitraan Dalam penentuan indikator melalui beberapa tahapan
sebagai berikut:
a. Indikator Input
b. Indikator Proses
c. Indikator Output
d. Indikator Outcome
2. Manajemen.
Manajemen merupakan proses pengelolaan melalui tahapan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada dalam suatu organisasi demi mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
3. Hutan Mangrove.
Kelompok tumbuhan yang tumbuh di sekeliling garis pantai dan memiliki
adaptasi yang tinggi dan mampu menyangga tekanan dari resiko abrasi pantai.
4. Taman Wisata Alam.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem adalah kawasan
pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
3.4.2 Definisi Operasional
Berdasarkan definisi konsep, maka penelitian ini akan dikembangkan
menggunakan teori pengembangan indikator keberhasilan kemitraan menurut
Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91) yang dapat dilihat dari
83
pengembangan indikator indikator keberhasilan kemitraan. Dijabarkan sebagai
berikut:
1. Indikator input
Tolok ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator,
yaitu:
1. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai
dengan adanya kesepakatan bersama dalam kemitraan
(Surat Keputusan)
2. adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan
bagi pengembangan kemitraan,dan
3. adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh
institusi terkait.
2. Indikator proses
Tolok akur keberhasilan proses dapat diukur dari frekuensi dan
kualitas pertemuan tim atau sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi
terhadap proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut
terbukti adanya yang dilengkapi dengan agenda pertemuan,
daftar hadir dan notulen hasil pertemuan.
Dalam Penelitian Model Kemitraan Pemerintah dan Swasta
dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara, model kemitraan pengelolaan dapat
ditinjau dari segi manajemensebagai suatu proses yang kemudian
akan peneliti jadikan informasi dari kedua pihak yakni Balai
84
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra
Karya Lestari, meliputi:
a. Planning ( Perencanaan).
Dalam penelitian mengenai Model Kemitraan Pemerintah dan
Swasta dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata
Alam Angke, Kapuk Jakarta Utara. Ditinjau dari segi indikator
proses, maka peneliti akan memperhatikan langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam membuat perencanaan oleh Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra
Karya Lestari menurut Rudy Kipling dalam Athoillah (2010:106)
yakni sebagai berikut:
1. Menetapkan sasaran atau perangkat tujuan
2. Menentukan keadaan, situasi, dan kondisi sekarang
3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat
4. Mengembangkan rencana dan menjabarkannya.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Proses Pengorganisasian menurut T.Hani Handoko dalam
Musbandi (2015:15), dapat ditunjukkan dengan tiga langkah
prosedur yang dapat dilakukan olehBalai Konservasi Sumber Daya
Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra Karya Lestari yakni sebagai
berikut:
1. Pemerincian seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan
untuk mencapai tujuan organisasi.
85
2. Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan
yang secara logis dapat dilaksanakan oleh satu orang.
Pembagian kerja ini sebaiknya tidak terlalu berat juga tidak
terlalu ringan.
3. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk
mengkoordinasikan pekerjaan para anggota organisasi
menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.
c. Actuating (Pelaksanaan/Penggerakan)
Agar penggerakan dapat berjalan dengan baik dan lancar, maka
diperlukan faktor pendukung untuk menunjang
pelaksanaan.Faktor-faktor yang diperlukan dalam penggerakan
menurut G.R Terry dalam Sukarna(2011: 82-83) yaitu:
1. Leadership (Kepemimpinan)
2. Attitude and morale (Sikap dan moril)
3. Communication (Tatahubungan)
4. Incentive (Perangsang)
5. Supervision (Supervisi)
6. Discipline (Disiplin).
d. Controlling (Pengawasan)
Agar pengelolaan berjalan optimal, tentunya semua
pelaksanaan dari apa yang sudah direncanakan harus diberikan
pengawasan agar tetap terkontrol dan terkoordinir, selain itu juga
86
proses pengawasan guna mencegah terjadinya kegagalan kinerja
dalam pelaksanaan.
Pengawasan dapat dilakukan melalui (4) empat proses menurut Terry
dalam Sukarna(2011: 116) sebagai berikut yaitu:
1. Determining the standard or basis for control (menentukan
standard atau dasar bagi pengawasan)
2. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)
3. Comparing performance with the standard and ascerting the
difference, it any (bandingkan pelaksanaan dengan standard dan
temukan jika ada perbedaan)
4. Correcting the deviation by means of remedial action (perbaiki
penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat)
3. Indikator output
Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur darijumlah kegiatan
yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kesepakatan peran
masing-masing institusi.
4. Indikator Outcome.
Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya permasalahan
yang terjadi.
3.5 Instrumen Penelitian.
Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti
sendiri, Nasution dalam Sugiyono (2009:223) menyatakan :“Dalam penelitian
kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen
87
penelitian utama”. Peneliti sebagai instrument baiknya menyiapkan beberapa hal
yang harus dipersiapkan sebelum turun ke lapangan untuk melakukan penelitian.
Antara lain, menyiapkan hal apa saja yang akan digali lebih mendalam
disesuaikan dengan teori dan pokok permasalahan yang akan diteliti. Tidak hanya
pengetahuan secara akademik, namun juga instrument peneliti harus siap dari segi
logistik mengingat pokok permasalahan yang diteliti berjalan secara natural dan
akan memungkinkan untuk berkembang.
Penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun
selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan
berkembang instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi
data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi
dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand tour
question, tahap focused and selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan
membuat kesimpulan.
3.6 Informan Penelitian
Dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, maka informan
merupakan hal yang sangat penting karena informan merupakan sumber data
dalam penelitian. Dalam penelitian Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta
Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk,
Jakarta Utara penentuan informan menggunakan teknik Purposive (bertujuan) dan
Snowball. Purposive yaitu merupakan metode penetapan informan dengan
berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu disesuaikan dengan informasi yang
dibutuhkan. Dan snowball adalah informan yang pada awalnya jumlahnya sedikit,
88
lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2009:300). Jumlahnya terus bertambah dan
bertambah sampai peneliti menilai data yang dikumpulkan dari sejumlah informan
tersebut telah mencapai titik jenuh. Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi
menjadi dua yaitu key informan dan secondary informan. Key informan sebagai
informan utama yang lebih mengetahui situasi fokus penelitian sedangkan
secondary informan sebagai informan penunjang dalam memberikan penambahan
informasi. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
89
Tabel 3.1
Informan Dalam Penelitian
No Kode Informan Status/Jabatan Informan Keterangan
1. I1. 1-I1.n Dirjen Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Hutan Konservasi
(PJLHK)
Key Informan
2. I2 Kepala Seksi Konservasi Wilayah
(SKW) III BKSDA DKI Jakarta Key Informan
3. I3.1-I3.n Pihak PT. Murindra Karya Lestari
di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk, Jakarta Utara
Key Informan
4. I4.1I4.n Penyuluh kehutanan dan Bagian
Program SKW III BKSDA DKI
Jakarta
Key Informan
5. I5. Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan
dan Kehumasan SKW III BKSDA
DKI Jakarta
Key Informan
6. I6 Polisi Hutan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk, Jakarta Utara Key Informan
7. I7 Petugas Keamanan PT. Murindra
Karya Lestari Key Informan
8. I8.1-I8.n Pengunjung Taman Wisata Alam
Angke Kapuk, Jakarta Utara. Secondary
Informan
9 I9 Masyarakat sekitar Taman Wisata
Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara Secondary
Informan
Sumber: Peneliti, 2018.
3.7 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
3.7.1 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kombinasi dari
berbagai teknik, yaitu:
90
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang akan dilakukan oleh sumber
penelitian dilapangan. Menurut Moleong (2007:176), observasi (pengamatan)
adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,
kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar, kebiasaan dan sebagainya.
Pengamatan diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperan serta
(partisipan) dan yang tidak berperan serta (non partisipan). Dimana peneliti
hanya sebagai pengamat independen. Peneliti tidak terlibat dengan kegiatan
sehari-sehari orang yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Peneliti
tidak ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data.
2. Wawancara
Metode pengumpulan data melalui wawancara dalam penelitian
kualitatif umumnya dimaksudkan untuk mendalami dan lebih mendalami
suatu kejadian dan atau kegiatan subjek penelitian. Oleh karena itu, dalam
penelitian kualitatif diperlukan suatu wawancara mendalam (indepth
interview) karena peneliti dapat menjelaskan pertanyaan, informan cenderung
menjawab apabila diberi pertanyaan dan informan dapat menceritakan sesuatu
yang terjadi dimasa silam dan masa mendatang.
Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian adalah
wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah
wawancara dengan membuat persiapan bahan wawancara terlebih dahulu,
sementara wawancara tidak terstruktur atau wawancara bebas merupakan
91
wawancara yang tidak tersusun secara sistematis, dimana pertanyaan
disesuaikan dengan keadaan, pertanyaan biasanya tidak tidak tersusun terlebih
dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan ciri yang unik dari informan,
pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari.
Adapun pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:
92
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Dimensi Subdimensi Pertanyaan Informan
1. Indikator Input
Menekankan pada
aspek dasar
kemitraan
1. Apa dasar yang menajdi
alasan dilakukannnya
pengelolaan melalui kemitraan?
2.. Adakah Surat perjanjian
yang mengatur secara rinci
terkait pelaksanaan
pengelolaan?
3.Berapakah alokasi dana untuk
pengelolaan Taman Wisata
Alam Angke, Kapuk Jakarta
Utara dari pihak perusahaan
dan BKSDA DKI? apakah
alokasi dana selalu meningkat
setiap tahunnya?
I1,I2,I3.
2. Indikator Proses
Menekankan pada
aspek proses
pengelolaan melalui
fungsi manajemen
yakni terkait:
Planning
(Perencanaan),
1. Apakah terdapat rencana
pengelolaan yang saling
bersinergis?
1. Apakah tujuan masing-
masing organisasi sudah satu
tujuan yang sama dalam
pelaksanaan kemitraan?
2. Apa saja faktor pendukung
I1, I2, I3,I4
93
Organizing
(Pengorganisasian)
(Actuating)
Pelaksanaan
dan penghambat dalam
penyusunan rencana
pengelolaan hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
1. Seperti apa struktur
organisasi dari Balai
Konservasi Sumber Daya Alam
DKI, Seksi Konservasi
Wilayah III dan PT. Murindra
Karya Lestari?
2. Bagaimana pembagian kerja
dalam pengelolaan di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara dari masing-
masing organisasi?
3. Bagaimana proses koordinasi
pegawai dari masing- masing
organisasi?
4. Apakah Jumlah Sumber
Daya Manusia dari masing-
masing organisasi dalam
mengelola Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara
sudah cukup?
1.Seperti apa arahan pimpinan
dalam pengelolaanhutan
mangrove di Taman Wisata
Alam Angke kapuk Jakarta
Utara?
2. Bagaimana model kemitraan
I2, I3,I4, I6,I7
I2, I3,I4,
I5,I6,I7, I9
94
(Controlling)
Pengawasan.
yang selama ini dilakukan oleh
kedua organisasi?
3. Apa saja faktor pendukung
dan penghambat dilapangan?
4. Bagaimana masing-masing
pihak menyikapinya?
5. Apakah ada kegiatan family
gathering untuk mempererat
hubungan dari masing-masing
pegawai?
6. Adakah motivasi melalui
insentif dari pihak perusahaan
untuk pegawai?
7. Adakah pertemuan rutin
yang membahas terkait
kemajuan kerjasama dari kedua
organisasi?
8.Seperti apa upaya untuk
mengajak masyarakat ikut serta
dalam menajaga kawasan
ekowisata hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
1. Bagaimana bentuk
pengawasan yang dilakukan
dalam pengelolaan hutan
mangrove di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
2. Kapan biasanya waktu
dilakukan pengawasan terkait
hutan mangrove dan sarana-
prasarana lainnya?
3. Bagaimana cara BKSDA
DKI dalam mengawasi
I2,I3, I4,I5,I6,I7
95
pendapatan hasil dari
pengunjung kawasan
konservasi hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
4. Apakah pernah terjadi
kecelakaan terkait keselamatan
pengunjung di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
5. Seperti apapelaksanaan
pengawasan dan evaluasi
terhadap PT. Murindra Karya
Lestari?
96
Sumber: Peneliti, 2018
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi, yakni pengumpulan data yang bersumber dari
dokumen yang resmi dan relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
Dokumen yang diperoleh tersebut dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental dari seseorang. Adapun alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini, khususnya dalam melakukan wawancara
adalah:
Dimensi Subdimensi Pertanyaan Informan
3. Indikator Output Menekankan dari
aspek jumlah
kegiatan yang
dikerjakan oleh
institusi terkait
sesuai dengan
kesepakatan peran
masing-masing
institusi.
1. Apakah selama ini dari
masing-masing organisasi
sudah bekerja sesuai aturan?
2. Apakah terdapat
peningkatan pendapatan
Negara bukan pajak dari
setiap?
3. Apakah dengan adanya
kemitraan pengelolaan hutan
melalui IPPA dapat
memberikan dampak positif
yang nyata bagi masyarakat
sekitar?
I1,I2,I3,I5,
I7,I8,I9
4. Indikator Outcome Menekankan
kepada aspek
keberhasilan
kemitraan.
1. Apakah model kemitraan
yang selama ini diterapkan
dalam pengelolaan hutan
mangrove di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara saat ini sudah dapat
dikatakan berjalan dengan
baik?
I2,I3,I4,I7
97
a. Buku catatan, untuk mencatat pencatatan dengan sumber data.
b. Recorder, untuk merekam semua percakapan karena jika hanya
menggunakan buku catatan, peneliti sulit untuk mendapatkan
informasi yang telah diberikan oleh informan.
c. Handphone camera, untuk memotret/mengambil gambar semua
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Hal ini dimaksudkan
untuk meningkatkan keabsahan dari suatu penelitian.
Selanjutnya sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini
terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer diambil langsung
dari informan penelitian. Dalam hal ini data primer ini diambil melalui
wawancara (interview). Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak
langsung berasal dari informan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, data
sekunder diperoleh melalui data-data dan dokumen-dokumen yang relevan
mengenai masalah yang diteliti. Data-data tersebut merupakan data yang
diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang dibahas dalam penelitian
ini.
3.7.2 Teknik Analisis Data
Teknik Analisis Data menurut Bogdan dan Biklen (1992) ialah proses
pencarian dan penyusunan data yang sistematis melaui transkip wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi yang secara akumulasi menambah
pemahaman peneliti terhadap yang ditemukan. Sedangkan menurut SprardLey
(1997) analisis data merujuk pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk
98
menentukan bagian-bagiannya, hubungan diantara bagian-bagian, dan hubungan
bagian-bagian itu dengan keseluruhan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis menurut Miles
dan Huberman analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang secara bersamaan,
yaitu Pengumpulan Data, Reduksi Data, Penyajian Data, serta Penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
Gambar 3.1
Analisis Data Menurut Miles dan Huberman
a. Koleksi data atau pengumpulan data merupakan tahapan dalam proses
penelitian yang penting, karena hanya dengan mendapatkan data yang
tepat maka proses penelitian akan berjalan sampai peneliti mendapatkan
jawaban dari perumusan masalah yang sudah ditetapkan. Data yang kita
cari harus sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan teknik yang benar
maka kita akan mendapatkan strategi dan prosedur yang akan kita gunakan
untuk mencari data di lapangan.
b. Reduksi Data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak
99
pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,
menelusuri tema, membuat gugus-gugus, menulis memo, dan lain
sebagainya, dengan maksud menyisihkan data atau informasi yang tidak
relevan.
c. Penyajian Data diartikan sebagai pendeskripsian sekumpulan informasi
tersusun yangmemberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikandalam bentuk
teks naratif. Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan, dan
bagan. Semuanya dirancangguna menggabungkan informasi yang tersusun
dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.
d. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan yang diakhir
penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan danmelakukan
verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang
disepakati oleh subyek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang
dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan
kekokohannya. Peneliti harus menyadari bahwa dalam mencari makna,
harus menggunakan pendekatan emik, yaitu dari kacamata Key Informan,
dan bukan penafsiran makna menurut pandangan peneliti (Pendekatan
Etik).
3.7.3 Uji Keabsahan Data
Dalam penelitian Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta Dalam
Pengelolaan Hutan Mangrove Di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara menggunakan pendekatan kualitatif, keabsahan data harus dilakukan sejak
100
awal pengambilan data, penyajian data, dan kesimpulan. Adapun untuk menguji
kebasahan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua cara yaitu dengan
Triangulasi dan Member Check.
1. Triangulasi
Dalam munguji keabsahan data peneliti menggunakan
Teknik triangulasi. Menurut Moleong (2010: 330), Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu.
Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah
pemeriksaan melalui sumber-sumber lainnya. Triangulasi menurut
Paton dalam Moleong (2005:330) yang berati membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Hal tersebut dapat dicapai dengan :
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi
peneliti dengan apa yang dikatakan disepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorag dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti masyarakat
101
biasa, kalangan yang berpendidikan menengah atau tinggi,
orang pemerintahan.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang mempunyai keterkaitan.
Dalam penelitian yang berjudul Model Kemitraan Pemerintah Dan
Swasta Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara, menggunakan dua teknik triangulasi
pendekatan yang digunakan peneliti, yang diantaranya:
a. Teknik Sumber, dapat dilakukan dengan mengecek data
yang sudah diperoleh dari berbagai sumber. Data dari
berbagai sumber tersebut kemudian dipilah dan dipilih
dalam bentuk tabel matriks. Data dari sumber yang berbeda
dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang
sama, berbeda dan mana yang lebih spesifik.
b. Triangulasi Teknik, dapat dilakukan dengan melakukan cek
data dari berbagai macam teknik pengumpulan data.
Misalnya dengan menggunakan teknik observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Data dari ketiga teknik
tersebut dapat dibandingkan. Adakah konsistensi, jika
berbeda, maka dapat dijadikan catatan dan dilakukan
pengecekan selanjutnya mengapa data bisa berbeda Fuad,
Nugroho (2014:20)
102
Berdasarkan pada pemaparan diatas, dalam menguji keabsahan
data peneliti menggunakan dua teknik, pertama menggunakan teknik
Triangulasi sumber, peneliti memperoleh informasi dari sudut pandang
pihak pelaksana dan masyarakat. Sedangkan, Triangulasi teknik, peneliti
melakukan cek dari berbagai sumber, yaitu observasi, wawancara dan
studi dokumentasi. Hal ini dijadikan dasar oleh peneliti, untuk mengetahui
apakah data yang didapatkan terdapat perbedaan atau tidak. Apabila
terdapat perbedaan, maka selanjutnya peneliti melakukan pengecekan
ulang dilapangan, mengapa data yang diterima berbeda, dan digunakan
sebagai catatan penelitian.
2. Membercheck
Membercheck atau pengecekan ulang dalam Bungin (2005:205) yaitu,
adanya masukan yang diberikan oleh informan. Setelah hasil wawancara
dan observasi dibuat kedalam transkip, tranksip tersebut diperlihatkan
kembali kepada informan untuk mendapatkan konfirmasi bahwa transkip
itu sesuai dengan pandangan mereka. Membercheck bertujuan untuk
menghindari salah tafsir terhadap jawaban informan saat melakukan
wawancara, menghindari salah tafsir terhadap perilaku responden pada
saat observasi, dan mengkonfirmasi perspektif teknik informan terhadap
suatu proses yang sedang berlangsung.
Selanjutnya hal yang tidak dapat diabaikan dalam uji keabsahan data
melalui referensi atau sumber. Sebagai hasil pembanding terhadap tulisan
yang telah disusun, selanjutnya keabsahan data dievaluasi melalui
103
referensi berupa tape recording, kamera foto dan perlengkapan lainnya
yang dapat memperlancar proses penelitian.
3.8 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian merupakan pemaparan waktu penelitian dalam
melakukan tahapan-tahapan kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian dalam penelitian mengenai
Model Kemitraan Pemerintah Dan Swasta Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dapat dilihat melalui tabel
sebagai berikut :
104
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan
2018 2019
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Pengumuman Judul
2. Observasi Awal
3. Penyusunan Proposal
Bab I,II, dan III
4. Bimbingan dan
Perbaikan Proposal
5. Seminar Proposal
6. Proses Pencarian
Data di Lapangan
7. Penyusunan Bab IV,
dan V
8. Bimbingan dan
Perbaikan Bab IV,
dan V
9. Sidang
10. Revisi Hasil Sidang
Sumber: Peneliti, 2018
105
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi gambaran umum Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta, gambaran umum PT. Murindra Karya Lestari, serta gambaran umum
mengenai objek penelitian Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Hal
tersebut akan dijelaskan dibawah ini:
4.1.1 Deskripsi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta adalah Unit
Pelaksana Teknis di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya yang berada dibawah naungan sekaligus bertanggung jawab
kepada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem
(KSDAE). Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta termasuk
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Tipe A dengan (1) satu jabatan
struktural yaitu Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan (4)
empat jabatan struktural masing-masing adalah: Kepala Sub Bagian Tata
Usaha, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I yang berkedudukan di kantor
balai, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II berkedudukan di Tegal Alur,
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III berkedudukan di Kantor Balai.
Kemudian Kelompok Jabatan Fungsional (POLHUT dan PEH, Penyuluh
dan Pranata Komputer).
106
Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/Menhut-
II/2007 digambarkan dalam bagan berikut:
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, 2018
4.1.1.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
a. Tugas Pokok
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.02/MENHUT-II/2007 tentang Organisasi dan Tata kerja Unit
Pelaksana teknis Konservasi Sumber Daya Alam dalam pasal 2
disebutkan bahwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta mempunyai tugas pokok penyelenggaraan konservasi
Kepala Balai KSDA DKI
Jakarta
Kepala Sub Bagian
TU
Kepala Seksi
Konservasi
Wilayah III
Kepala Seksi
Konservasi
Wilayah II
Kepala Seksi
Konservasi
Wilayah I
Kelompok Jabatan
Fungsional
107
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan
kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan
taman buru, koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan
hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar
kawasan konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b. Fungsi
Untuk melaksanakan tugas pokoknya, Unit Pelaksana
Teknis Konservasi Sumber Daya Alam menyelenggarakan fungsi:
1. penataan blok, penyusunan rencana kegiatan,
pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan
cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam,
dan taman buru, serta konservasi tumbuhan dan
satwa liar di dalam dan di luar kawasan konservasi;
2. pengelolaan kawasan cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata alam, dan taman buru,
serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di dalam
dan di luar kawasan konservasi;
3. koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan
hutan lindung;
4. penyidikan, perlindungan dan pengamanan hutan,
hasil hutan dan tumbuhan dan satwa liar di dalam
dan di luar kawasan konservasi;
5. pengendalian kebakaran hutan;
6. promosi, informasi konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya;
7. pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan
konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya;
108
8. kerja sama pengembangan konservasi sumberdaya
alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan
kemitraan;
9. pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan
konservasi;
10. pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan
dan pariwisata alam;
11. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
4.1.1.2 Struktur Organisasi Seksi Konservasi Wilayah III Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Seksi Konservasi Wilayah III merupakan pelaksana pengelolaan
dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta yang mencakup
wilayah kerja di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Membawahi
pengelolaan kawasan Konservasi Cagar Alam Pulau Bokor, Suaka
Margasatwa Pulau Rambut, Suaka Margasatwa Muara Angke, dan
Taman Wisata Alam Angke Kapuk.
Seksi Konservasi Wilayah III adalah jabatan struktural yang
membawahi (7) tujuh jabatan non struktural yang terdiri dari:
Penganalisis Data Pengawetan Tumbuhan Dan Satwa Liar, Pengolah
Bahan Pengawetan Tumbuhan Dan Satwa Liar di Kawasan; Cagar
Alam Pulau Bokor; Pulau Rambut; dan Suaka Margasatwa. Jabatan
Pengolah Bahan Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Hayati Dan Ekosistem, Penata Usaha Umum, Penata Administrasi
Kepegawaian, Penata Administrasi Keuangan, dan Juru Mudi Kapal.
Selain itu terdapat pula kelompok jabatan fungsional yang terdiri dari:
Pengendali Ekosistem Hutan, Polisi Kehutanan, dan Penyuluh
Kehutanan. Masing-masing Kelompok jabatan fungsional
dikoordinasikan oleh seorang koordinator dan kepala unit serta
koordinator wilayah yang ditetapkan oleh Kepala Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Kemudian Struktur Organisasi Seksi
109
Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.2
Struktur Organisasi Seksi Konservasi Wilayah Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta.
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, 2019
4.1.1.3 Sumber Daya Manusia Seksi Konservasi Wilayah III Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
Jumlah SDM pada Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI
Jakarta tercatat sampai dengan tahun 2014 berjumlah sebanyak 25
pegawai yang bertugas sesuai dengan golongan dan jabatan masing-
masing. Berikut adalah rincian nama pegawai Seksi Konservasi
Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta:
Kepala
Seksi Konservasi Wilayah
Penganali
sis Data
Pengawet
an TSL
Pengolah
Bahan
Pengawet
TSL
Pengolah,
Pemanfaat
an dan
pengemba
ngan
Penata
Usaha
Umum
Penata
Adm.
Kepegaw
-aian
Penata
Adm.Ke
uangan
Kepala Jabatan Fungsional
(PEH, POLHUT, Penyuluh
Kehutanan)
Juru
Mudi
Kapal
110
Tabel 4.1
Sumber Daya Manusia Seksi Konservasi Wilayah III
No Nama Jabatan Wilayah
Kerja
Jabatan Fungsional
1. Ida Harwati,
S.Hut., M.Eng
Kepala Seksi Konservasi
Wilayah III
SKW III
Jabatan Fungsional
Umum
1. Rianur Sagala Pengolah Data SKW III
2. Suharti Pengolah Data SKW III
3. Lasnam Sitorus Pengolah Data SKW III
4. Warsa Jaya Pengolah Data SKW III
5. Budi Kusuma
Wardana
Juru Mudi Kapal SKW III
6. Aripin Juru Mudi Kapal SKW III
Jabatan Fungsional
Tertentu
A. Pengendali
Ekosistem Hutan
1. Nani Rahayu,
S.Hut
Pengendali Ekosistem
Hutan Muda
SKW III
3. Dede Fauzi Pengendali Ekosistem
Hutan Pelaksana
SKW III
3. Isep Kristiadi Pengendali Ekosistem
Hutan Pelaksana
SKW III
B. Penyuluh
Kehutanan
Rizky Prima, S.
Hut
Penyuluh
Kehutanan
Pertama
Koordinator
Penyuluh Kehutanan
SKW III
111
Jabatan Polisi Hutan
Resort Jakarta Utara
1. Darma Osra, S.Pi Polhut Madya
Kepala resort
SKW
III
2. Slamet, S.H Polhut Muda SKW
III
3. Nandang Sunandar Polhut Penyelia SKW
III
4. Heri Suseno Polhut Pelaksana
Lanjutan
SKW
III
Resort SM. Muara Angke & TWA Angke Kapuk
1. Sukarman, S.H Polhut Pertama
Kepala Resort
SKW
III
2. Rendi Herdian Polhut Pelaksana SKW
III
Resort SM. Pulau Rambut & CA. Pulau Bokor
1. Dede Ricky Permadi Polhut Pelaksana
Lanjutan
Kepala Resort
SKW
III
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
4.1.2 PT. Murindra Karya Lestari.
PT. Murindra Karya Lestari merupakan sebuah perusahaan yang
didirikan oleh Ibu. Ny. SLA.Murniwati. PT. Murindra Karya Lestari
sebagai pemegang izin kelola hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke kapuk pada mulanya berawal dari kecintaan pendiri perusahaan
terhadap tumbuhan. Sumber Daya Manusia yang ada di perusahaan
sebanyak 44 orang yang terbagi menjadi: staf administrasi sebanyak 3
112
orang, Bagian pembibitan tanaman sebanyak 8 orang, Petugas
keamanan sebanyak 21 orang dan karyawan kantin sebanyak 12 orang
dengan gambaran struktur organisasi sebagai berikut:
Gambar 4.3
Struktur Organisasi PT. Murindra Karya Lestari
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, 2019
Dewan Komisaris
Direktur Utama
Direktur Umum Direktur Teknis Direktur Keu.
General Manajer
Tata Usaha
Kabag
Akomodasi
dan
Pelayanan
Kabag
Perlindun
gan
Kabag
Perenca
naan
Kabag
IPTEK
Kabag
Wisata
Alam
Kabag
Pemasar
an
Seksi-Seksi
113
4.1.3 Deskripsi Wilayah Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara.
4.1.3.1 Batas Administratif dan Geografis.
Kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk secara administratif
pemerintahan termasuk kedalam kelurahan Kamal Muara Kecamatan
Penjaringan Kotamadya Jakarta Utara. Secara geografis TWA Angke
Kapuk terletak pada 106°43' - 106°45 BT 6°05' - 6°07' LS. Sesuai SK
Menteri Kehutanan No. 667/Kpts-II/1995 tanggal 15 Desember 1995
kawasan ini mempunyai luas total 99,82 ha. Adapun wilayah yang
membatasi kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Lindung Angke Kapuk
dan Teluk Jakarta.
Sebelah Timur berbatasan dengan Hutan Lindung Angke Kapuk
dan Teluk Jakarta.
Sebelah Barat berbatasan dengan Arboretum Angke Kapuk.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Pemukiman Pantai Indah
Kapuk.
114
Gambar 4.1
Peta Administrasi Kota Jakarta Utara
4.1.3.2 Sejarah dan Batas Pengukuhan.
Hutan mangrove Muara Angke – Angke Kapuk adalah bagian dari
kawasan hutan mangrove (bakau) Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai
Utara Jakarta dan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Penjaringan,
Kotamadya Jakarta Utara. Penetapan Kelompok Hutan Angke Kapuk
sebagai kawasan hutan berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda No. 5 Tanggal 11 Juli 1928, Directeur van Landbouw
an Nijverheid tanggal 19 November 1931. Berita Acara Tata Batas
Tanggal 10 Januari 1934 yang disyahkan tanggal 5 Maret 1934. Pada
tahun 1977, Menteri Pertanian menetapkan kembali peruntukan
kawasan Hutan Angke Kapuk melalui Keputusan Menteri Pertanian
nomor 161/Kpts/Um/6/1977 tanggal 10 Juni 1977 tentang Penetapan
115
kembali fungsi kawasan Hutan Tegal Alur-Angke Kapuk dan
sekitarnya dan Cagar Alam Muara Angke. Isi dari keputusan dimaksud
bahwa kawasan hutan Tegal-Alur Angke Kapuk berfungsi sebagai:
Hutan Lindung 5 km sepanjang pantai dan selebar 100 m;
CA Muara Angke
Hutan Wisata
Kebun Pembibitan Kehutanan
Lapangan dengan Tujuan Istimewa (LDTI)
Pada tahun 1994 dilakukan penataan batas lapangan terhadap kawasan
hutan yang masih dipertahankan. Berdasarkan hasil tata batas, Menteri
Kehutanan menetapkan kembali kawasan hutan Angke Kapuk yang
terletak di Wilayah DKI Jakarta seluas 327,70 Ha sebagai kawasan
hutan tetap, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor
667/Kpts-II/1995 tanggal 15 Desember 1995. Dalam keputusan
tersebut, kawasan hutan yang dimaksud adalah:
Hutan Lindung seluas 44,76 Ha
Hutan Wisata 99,82 Ha
Cagar Alam 25,02 Ha
Hutan dengan tujuan Istimewa (Kebun Pembibitan 10,51 Ha.
Transmisi PLN 23,70 Ha. Cengkareng Drain 28,39 Ha. Jalan
Tol dan Jalur Hijau 95,50 Ha)
Pada tahun 1997, Menteri Kehutanan menerbitkan izin Pengelolaan
Pariwisata Alam di TWA Angke Kapuk kepada PT Murindra Karya
116
Lestari, sesuai dengan surat keputusan nomor 537/Kpts-II/1997
tanggal 22 Agustus 1997 tentang Pemberian Izin Pengusahaan
Pariwisata Alam Angke-Kapuk seluas 99,82 yang terletak di
kotamadya Jakarta Utara DKI Jakarta selama 30 tahun kepada PT
Murindra Karya Lestari.
4.1.3.3 Potensi Kawasan
a. Potensi Fisik (Non Hayati)
Sesuai dengan penetapannya, Taman Wisata Alam Angke
Kapuk merupakan satu-satunya taman wisata alam mangrove di
Jakarta selain itu Taman Wisata Alam Angke Kapuk juga
merupakan pioner berkembangnya wisata alam mangrove. Saat
ini di wilayah Jakarta Utara telah berkembang wisata mangrove
yang lain yaitu Arboterum, Ekowisata dan tol sedyatmo yang
dikelola oleh Dinas Kelautan, Perikanan dan Kedaulatan
Pangan Provinsi DKI Jakarta.
Keadaan geografis Taman Wisata Alam Angke Kapuk juga
memiliki keunikan tersendiri yakni berada ditengah
pemukiman real estate yaitu Perumahan Pantai Indah Kapuk
dan Sekolah budha suci (Tzu Chi School). Terletak di dataran
rendah (mendekati pantai) dengan topografi datar, ketinggian
tempat dari permukaaan laut 0 – 2 meter. Dari segi stabilitas
iklim, Taman Wisata Alam Angke Kapuk berperan sebagai
penyerap CO2 dan penghasil O2. Hal ini selain bermanfaat
117
dalam pengurangan konsentrasi CO2 di udara juga bermanfaat
dalam penurunan suhu udara setempat dan menguntungkan
kawasan di sekitarnya, baik itu untuk pertanian (menurunkan
transpirasi tanaman) dan kenyamanan manusia.
Laju infiltrasi yang cepat dan aliran permukaan yang
lambat menambah kadar air atau kandungan air tanah yang
lebih banyak di sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk.
Fungsi Taman Wisata Alam Angke Kapuk dalam siklus tanah
adalah mengatur siklus nutrisi, mencegah erosi, mengatur
siklus hara dan mineral-mineral lainnya yang ada di dalam
tanah. Lahan yang tertutup oleh vegetasi, terutama pohon-
pohonan akan lebih baik dalam perlindungan tanah
dibandingkan dengan daerah terbuka. Selain itu, dengan
ekosistem tipe lahan basah yang di dominasi vegetasi utamanya
tumbuhan mangrove sangat dibutuhkan di Jakarta karena
fungsi dan manfaatnya yang sangat strategis bagi pesisir pantai
ibukota Indonesia yaitu mencegah intrusi air laut ke daratan
dan juga berperan dalam meredam bencana banjir.
b. Potensi Biotik
Kawasan TWA Angke Kapuk merupakan perwakilan tipe
ekosistem hutan mangrove yang sangat penting bagi
kehidupan. Di dalamnya terdapat kekayaan jenis flora dan
fauna khas ekosistem mangrove. Jenis Flora yang terdapat di
118
TWA Angke Kapuk terdiri dari jenis vegetasi mangrove dan
hutan pantai/rawa. beberapa jenis mangrove yang dominan
antara lain Bidara (Sonneratia caseolaris), Warakas
(Acrostichum aureum), Api-api (Avicenia marina), Cantigi
(Ceriops sp.), Buta-buta (Exocecaris agallocha), Bakau
(Rhizophora mucronata dan Rhizophora stylosa). Sedangkan
jenis vegetasi pantai/rawa diantaranya adalah waru laut
(Hibiscus tiliaceus), Bluntas (Pluchea indica), Mendongan
(Scripus litoralis), Trembesi (Samanea saman), Flamboyan
(Delonix regia), Dadap (Erytrina variagata), dan duri Busyetan
(Mimosa sp.). Jenis trembesi merupakan salah satu contoh
tumbuhan eksotik yang ditanam oleh pemegang ijin
pengusahaan pariwisata alam.
Jenis fauna yang menghuni kawasan TWA Angke Kapuk
umumnya adalah jenis burung merandai, beberapa diantaranya
adalah Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Kowak maling
(Nycticorax nicticorax), Kuntul Putih (Egretta sp), Kuntul
Kerbau (Bubulcus ibis), Cangak Abu (Ardea cinerea) Blekok
(Ardeola sp), Belibis kembang (Dendrocygna arcuata),
cekakak (Alcedo chloris). Selain itu terdapat pula beberapa
jenis reptil salah satunya yaitu Biawak Air Tawar (Varanus
salvator). Fauna khas yang hanya ditemukan di hutan
mangrove antara lain adalah ikan gelodok/gelosoh dan udang
119
bakau (Glossogobius giuris).Di kawasan TWA Angke Kapuk
juga terdapat berbagai jenis ikan yang hidup di sela-sela
perakaran vegetasi mangrove.
Seiring dengan pulihnya fungsi ekologis kawasan, saat ini
TWA Angke Kapuk mulai dijadikan tempat bersarang bagi
jenis-jenis burung. Bahkan di Suaka Margasatwa Muara Angke
mulai terlihat populasi jenis burung menurun dan diyakini
bahwa burung-burung tersebut berpindah dari SM Muara
Angke ke TWA Angke Kapuk yang kondisi ekologisnya lebih
mendukung.
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian.
Deskripsi data merupakan penjelasan data yang diperoleh dari hasil
penelitan lapangan. Data dalam penelitian ini dihasilkan dengan
menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dalam Penelitian mengenai
Model Kemitraan Pemerintah dan Swasta dalam Pengelolaan Hutan
Mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
menggunakan teori Indikator Keberhasilan Kemitraan menurut Dirjen P2L
PM dalam Kuswidanti (2008:91). Teori tersebut menjelaskan mengenai
indikator apa saja terkait kemitraan dan apabila keseluruhan dari indikator
tersebut berhasil dicapai maka kemitraan dapat dikatakan sudah berjalan
optimal, selain itu indikator tersebut mencakup beberapa indikator yaitu:
Indikator Input, Indikator Proses yang didalamnya menggunakan proses
120
manajemen atau pengelolaan meliputi: Perencanaan, Pemgorganisasian,
Pelaksanaan, dan pengawasan. Kemudian ditinjau dari Indikator Output
dan dilihat hasilnya melalui Indikator Outcame.
Dalam penelitian ini pihak-pihak yang terkait antara lain Dirjen
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK), Seksi
Konservasi Wilayah III Balai KSDSA DKI Jakarta, PT. Murindra Karya
Lestari, Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk, dan Masyarakat
Sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Menggunakan
metode penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh melalui
wawancara dan hasil observasi di lapangan. Sumber Data ini kemudian
akan peneliti catat atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan dalam
penelitian. Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan
pengamatan adalah catatan berupa catatan lapangan peneliti seperti
dokumen-dokumen yang peneliti dapat dari BKSDA DKI Jakarta, PT.
Murindra Karya Lestari, dan foto kegiatan yang menggambarkan suasana
di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.
4.2.2 Informan Penelitian
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada bab 3, bahwa
pengumpulan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive yaitu suatu teknik pengambilan informan dengan pertimbangan
tertentu dari peneliti yang memahami objek dan fokus penelitian. Sesuai
dengan fokus penelitian ini, subjek yang dijadikan informan antara lain:
Staf Direktorat Perlindungan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi
121
(PJLHK), petugas pada Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI
Jakarta, karyawan PT. Murindra Karya Lestari, pengunjung Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara, masyarakat sekitar Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Adapun informan yang digunakan
dalam penelitian adalah sebagai berikut:
122
Tabel 4.2
Daftar Informan
No. Kode Informan Nama Keterangan/Jabatan Jenis Kelamin
Key Informan
1. I1.1 Dewi Rahayu
P.N
Staf Teknis
Konservasi Dirjen
PJLHK
Perempuan
2. I2 Ida Harwati,
S.Hut. M.Eng
Kepala Seksi
Konservasi
Wilayah III
BKSDA DKI
Jakarta
Perempuan
3. I3.1 Irma M.S Manager PT.
Murindra Karya
lestari
Perempuan
4. I4. Rizky Prima
S.Hut
Penyuluh
kehutanan dan
program
pengelolaan
Laki-laki
5. I5. Nani Rahayu,
S.Hut. M.Si
Pengendali
Ekosistem Hutan
Muda dan bagian
evaluasi laporan
Perempuan
6. I6 Sukarman, S.H Polisi Hutan TWA
Angke Kapuk
Laki-Laki
7. I7. Partono Personil keamanan Laki-laki
Secondary
Informan
8. I8.1 Rizqy Koki Laki-Laki
9. I8.2 Mia Herawati Pelajar Perempuan
10 I8.3 Raka Setiaji Mahasiswa Laki-laki
11 I8.4 Dani Prayoga Karyawan
Restoran
Laki-laki
12. I8.5 Siti Rohayati
Regita
Pelajar Perempuan
13 I9 Yais Masyarakat
Pembuat pupuk
Laki-laki
Sumber: Peneliti, 2019.
123
4.2.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan data dan
fakta yang peneliti peroleh di lapangan kemudian disesuaikan dengan
teori yang peneliti gunakan yaitu teori Indikator Keberhasilan
Kemitraan menurut Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91).
Setelah data diperoleh melalui wawancara dan observasi lapangan
kemudian data yang terkumpul diolah dengan aktivitas reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam metode pendekatan
kualitatif kemudian data yang diperoleh peneliti selama ini
dideskripsikan dalam bentuk kalimat naratif.
Selanjutnya, setelah peneliti menghimpun data wawancara dengan
informan lalu peneliti melakukan reduksi data dengan cara
memberikan kode informan dari setiap instansi yang berbeda, yaitu
sebagai berikut:
1. Kode Q menunjukkan pertanyaan
2. Kode Q1,Q2,Q3 dan seterusnya menunjukkan daftar urutan
pertanyaan
3. Kode I menandakan urutan Informan
4. Kode I1 menunjukkan informan dari Direktorat
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi.
124
5. Kode I2 menunjukkan informan dari Kepala Seksi
Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya
Alam DKI Jakarta
6. Kode I3 menunjukkan informan dari PT. Murindra Karya
Lestari
7. Kode I4 menunjukkan informan dari bagian program dan
kerjasama dan penyuluh kehutanan di Seksi Konservasi
Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta
8. Kode I5 menunjukkan informan dari bagian data,evaluasi,
pelaporan dan kehumasan Seksi Konservasi Wilayah III
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
9. Kode I6 menunjukkan informan dari bagian polisi hutan
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
10. Kode I7 menunjukkan informan dari bagian petugas
kemanan PT.Murindra Karya Lestari
11. Kode I8 menunjukkan informan dari pengunjung di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
12. Kode I9 menunjukkan informan dari masyarakat sekitar di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.
Langkah berikutnya, peneliti menyajikan data dengan
memaparkan melalui kalimat naratif, tabel, ataupun gambar
guna mendeskripsikan gambaran dari hasil penelitian. Tahap
125
terakhir dalam penarikan kesimpulan, ketika peneliti selesai
mendapatkan data jenuh yang berarti telah ada pengulangan
informasi sehingga kesimpulan itulah yang peneliti gunakan
sebagai jawaban masalah penelitian ini.
Penelitian mengenai model kemitraan pemerintah dan
swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dikelola oleh Balai KSDSA
DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi Wilayah III bersama PT.
Murindra Karya Lestari melalui Izin Pengusaha Pariwisata
Alam (IPPA) akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah
menggunakan teori Indikator Keberhasilan Kemitraan menurut
Ditjen P2L & PM dalam Kuswidanti (2008:91) meliputi
beberapa indikator yaitu: Indiaktor Input, Indikator Proses yang
didalamnya melewati beberapa tahapan proses pengelolaan
kedua pihak yakni Perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan. Setelah itu ada indikator Output
dan indikator outcame. Melalui keempat (4) indikator tersebut
maka dapat dilihat peran dari masing-masing pihak dalam
pengelolaan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara yang kemudian dapat dilihat hasilnya.
4.2.3.1 Indikator Input
Indikator Input merupakan salah satu indikator dasar yang sangat
penting dalam merumuskan model kemitraan yang akan dilakukan.
126
Dalam indikator input merupakan indikator yang menekankan aspek
dasar kemitraan meliputi: Dasar pelaksanaan kemitraan, Surat
keputusan kemitraan, dan Anggaran Pengelolaan. Dalam penelitian
mengenai model kemitraan pemerintah dan swasta di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara indikator input yang pertama
ditekankan pada alasan adanya surat keputusan yang merupakan dasar
pelaksanaan kemitraan dan mengatur segala kegiatan kemitraan antara
kedua pihak. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Dewi Rahayu (I1) selaku
staf Teknis Konservasi Dirjen PJLHK di Kota Bogor melalui
wawancara dengan peneliti yaitu:
“Dasar kemitraan dalam mengelola hutan mangrove di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara tentunya juga
melihat dari kapasitas yang ada di pemerintah dan kemudian
melihat dari kondisi letak Taman Wisata yang berada di sekitar
perumahan elit dan juga sekolah budha membuat pemerintah
berpikir perlu adanya pengelolaan lebih fokus lagi dan kegiatan
promosi juga tentunya. Jika menggandeng pihak perusahaan
diharapkan SDM nya juga kan bisa lebih mencukupi tentunya
nanti dibagian promosi juga bisa lebih bervariasi”. (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Dewi Rahayu, hari Jumat 15 Maret
2019 Pukul: 13.14 WIB di Kantor Direktorat Jenderal
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi di Kota
Bogor Jawa Barat).
Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh ibu Ida Harwati selaku
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI (I2) melalui
wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
“Proses pemberian IPPA yang saat ini nama IPPA sudah
diganti menjadi IUPSWA (Izin usaha penyediaan sarana wisata
alam) berdasarkan beberapa pertimbangan seperti keterbatasan
pemerintah dalam mengelola lahan atau sumber daya yang ada.
Selain itu dahulu kawasan TWA Angke Kapuk dipenuhi
petambak liar sehingga diperlukan pengelolaan lebih intensif
127
lagi maka kemudian diberikan IPPA atau IUPSWA kepada
perusahaan yang memang sudah dilihat terlebih dahulu seperti
apa rencana pengelolaannnya di TWA. Jika dilihat dari model
kemitraan Build Operate Transfer seperti yang selama ini
diterapkan. Kami rasa pemerintah dari tahun 1995 juga sudah
memikirkan bagaimana lahan seluas itu namun sangat terbatas
dalam mengelolanya dan kami rasa untuk saat ini sistem
kemitraan yang seperti ini diterapkan masih cukup relevan ya
mengingat itu tadi keterbatasan anggaran dan SDM juga. Selain
itu dengan sistem seperti yang diterapkan selama ini dipandang
saling menguntungkan kedua pihak tentunya dengan begitu
lahan milik Negara bisa terawat dengan baik, mendapat
keuntungan juga, bisa menggunakan teknik-teknik promosi
yang sesuai keadaan saat ini tentunya menjadi sebuah
keuntungan juga bagi negara”. (Sumber: Wawancara dengan
Ibu Ida, Hari Senin 25 Maret 2019 pukul 15.35 WIB di Kantor
BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).
Informasi dari pihak PT. Murindra Karya Lestari melalui Ibu Irma
(I3) selaku manager dari PT. Murindra Karya Lestari yang menjadi
dasar perusahaan melakukan kemitraan dengan pemerintah dalam
mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk sendiri sebagai
berikut:
“Awal mula PT. Murindra Karya Lestari mengajukan ijin untuk
usaha pariwisata alam karena kecintaan pendiri perusahaan
yaitu ibu alm. Murniwati kepada tumbuhan. Bahkan dahulu
kawasan Taman Wisata Alam ini betul-betul mengusung tema
hutan dan ibu alm.sendiri dahulu kurang menyetujui jika
diberikan sarana lampu-lampu hias karena memang yang beliau
harapkan adalah konsep hutan yang masih alami. Namun
seiring berjalannya waktu demi bisa mengikuti perkembangan
zaman dan juga pendapatan ya kami lakukan pembangunan
sarpras dan arena pendukung lainnya seperti ini selama tidak
melewati batas-batas dan juga persetujuan dari pihak BKSDA
juga. Untuk model pengelolaan seperti sekarang ini masih kami
anggap tidak merugikan kedua pihak kok tentunya kan kami
juga membayar pajak yang sudah ditetapkan.” (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.45 di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).
128
Dari wawancara dengan ketiga informan kita dapat ketahui
bahwasanya mengapa diterapkan sistem kelola Build Operate
Transfer seperti yang sekarang diterapkan lantaran melihat potensi
yang ada di kawasan memang perlu pengelolaan diimbangi
pembangunan sarana-prasarana yang mendukung. Selain itu model
kemitraan yang diterapkan selama ini masih dianggap relevan dan
juga sebisa mungkin dilaksanakan agar kedua pihak memperoleh
keuntungan sehingga pengelolaan dapat berjalan dengan baik dan
memberi manfaat bagi semua kalangan masyarakat.
Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Taman Wisata Alam
Angke Jakarta Utara seluas 99,82 ha yang diberikan kepada PT.
Murindra Karya Lestari yang dituangkan kedalam surat keputusan
menimbang kepada Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam
PT. Murindra Karya Lestari yang kemudian dalam surat keputusan
tersebut juga dijelaskan bagaimana arahan proses kemitraan antara
kedua pihak. Seperti yang dipaparkan oleh Ibu Dewi Rahayu:
“Mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
537/Kpts-II/1997 tentang pemberian Izin Pengusahaan
Pariwisata Alam kepada perusahaan disitu juga terlihat jelas
bagaimana arahan dalam proses berjalannya kemitraan yakni
secara teknis kewenangan penuh berada melalui Direktorat
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi melalui
Dirjen KSDAE namun untuk pengelolaannya diberi
kewenangan kepada Balai KSDA DKI Jakarta khususnya Seksi
Konservasi Wilayah III yang memang menjadi area
pengelolaannya. Dalam surat keputusan tersebut sudah diatur
jelas bagaimana terkait pembagian peran dalam pengelolaan
hingga evaluasi pun sudah diatur. (Sumber Wawancara dengan
Ibu Dewi Rahayu, hari Jumat 15 Maret 2019 Pukul: 13.14 WIB
129
di Kantor Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Hutan Konservasi di Kota Bogor Jawa Barat).
Sejalan dengan hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati:
“Peraturan yang mengatur kemitraan di TWA Angke Kapuk
Jakarta Utara aspek dasar proses kemitraan mengacu kepada
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997.
Dimana status pengelolaan BKSDA tetap sebagai pemangku
kawasan namun pengelolaan di lapangan dilakukan oleh PT.
Murindra Karya Lestari” (Sumber: Wawancara dengan Ibu Ida,
Hari Senin 25 Maret 2019 pukul 15.47 WIB di Kantor BKSDA
DKI Jakarta Lantai 4).
Sejalan dengan penuturan ibu Irma M.S (I3) mengenai surat yang
mengatur kemitraan sebegai berikut:
“Dasar hukum pelaksanaan yakni Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 dimana dalam surat
tersebut kami selaku pemegang izin kelola berhak untuk
mengelola kawasan TWA sepenuhnya sesuai peraturan dan
kebijakan yang diberlakukan pemerintah” (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.55. WIB di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara).
Dari hasil wawancara dari ketiga informan mengenai surat
keputusan sebagai acuan pelaksanaan pengelolaan di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk mengacu kepada Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang Pemberian
Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) kepada PT.Murindra
Karya Lestari selama 30 tahun sejak tahun 1997.
Selain itu, dalam dasar kemitraan pengelolaan tentunya
membutuhkan anggaran sebagai salah satu faktor vital. Kemudian
peneliti memperoleh informasi terkait alokasi anggaran
pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk dalam dokumen
130
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang milik BKSDA DKI Jakarta
menyangkut anggaran pembangunan oleh PT. Murindra Karya
lestari ataupun anggaran Desain blok, pengawasan, hingga evaluasi
oleh BKSDA DKI Jakarta. Bahwasanya untuk anggaran
pengelolaan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan prioritas .
4.3.2.1 Indikator Proses
Indikator proses dalam penerapan model kemitraan menjadi
poin paling penting lantaran sebuah usaha pengelolaan dapat
dilihat keberhasilannya melalui tahapan proses-proses yang
dilakukan. Dalam penelitian terkait model kemitraan pengelolaan
hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara, Indikator proses kemitraan diartikan sebagai proses
pelaksanaan yang dilakukan dan dapat dilihat dari beberapa aspek
yakni: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan. Aspek proses pengelolaan kemitraan tersebut
kemudian ditinjau dari peranan kedua pihak dalam mengelola suatu
objek dalam hal ini BKSDA DKI melalui Seksi Konservasi
Wilayah III dengan PT. Murindra Karya Lestari di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai berikut:
4.2.3.2.1 Planning (Perencanaan)
Perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan
serangkaian pengambilan keputusan untuk dilakukannya tindakan
dalam mencapai tujuan organisasi dengan dan tanpa menggunakan
131
sumber-sumber. Dalam hal kemitraan mengelola hutan mangrove
oleh pemerintah dan swasta di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
perencanaan yang matang tidak hanya terlihat dari sinergisnya
rencana pengelolaan dari kedua pihak. Namun juga diwujudkan
dengan melihat peluang dan kondisi yang ada agar mampu
menunjang dan bertahan.
Dalam wawancara peneliti dengan informan diperoleh
Informasi terkait rencana pengelolaan kedua pihak. Hal ini
kemudian dijelaskan oleh Ibu Dewi Rahayu (I1) staf teknis PJLHK
sebagai berikut:
“Rencana pengelolaan kawasan saat ini milik UPT yakni
BKSDA DKI yaitu RPJP dan RPJPn. Milik PT.Murindra Karya
Lestari ada rencana pengelolaan jangka panjang yang kemudian
dijabarkan lagi melalui Rencana Karya Lima tahunan (RKL)
dan dijelaskan secara rinci dalam Rencana Karya Tahunan
(RKT) yang nantinya melalui pengesahan oleh Dirjen KSDAE.
Untuk kesesuaian rencana pengelolaan sendiri baik perusahaan
dan UPT jika ditinjau dari RKL dan RKT sejauh ini sudah
bersinergis namun untuk Rencana Karya Pengusahaan milik
perusahaan masih perlu beberapa revisi lantaran berbeda
kondisi pada saat tahun pembuatan Rencana Karya
Pengusahaan dengan kondisi saat ini. Jika dilihat saat ini
kondisi geografis TWA Angke kapuk sendiri sangat berbeda
dari sebelumnya sehingga mengakibatkan cukup sulit untuk
dilaksanakan pemberdayaan masyarakat seperti yang tertuang
dalam RKP karena sekitar kawasan saat ini sudah terkepung
perumahan dan pusat perbelanjaan elit” (Sumber Wawancara
dengan Ibu Dewi Rahayu, hari Jumat 15 Maret 2019 Pukul:
13.14 WIB di Kantor Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Hutan Konservasi di Kota Bogor Jawa Barat).
Kemudian dari informasi yang diperoleh melalui Ibu Ida
Harwati (I2) terkait kesesuaian rencana pengelolaan sebagai
indikator proses dimensi perencanaan kemitraaan yaitu:
132
“Kalau BKSDA sendiri pembuatan rencana pengelolan
berdasarkan kepada UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan
Pemerintah No.44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan
Kehutanan yang terdiri dari RPJP dan RPJPn. Kemudian
untuk PT.Murindra Karya Lestari Sendiri RKL dan RKT
sejauh ini memang sudah sesuai dan sudah dilakukan
persetujuan kemudian disahkan.Rencana pengelolaan BKSDA
saat ini termuat dalam blok-blok yang sudah dipetakan
tujuannya untuk memudahkan pengelolaan dan meberikan
batasan mengenai kegiatan yang dilakukan di TWA Angke
Kapuk. Namun untuk Rencana Karya Pengelolaan milik
Perusahaan masih ada beberapa yang perlu perubahan dan
kami harapkan bisa terselesaikan penyesuaian itu di tahun
2019 ini”. (Sumber: Wawancara dengan Ibu Ida, Hari Senin
25 Maret 2019 pukul 15.47 WIB di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4).
Terkait rencana pengelolaan, isi dari rencana tersebut yang dibuat
oleh BKSDA DKI Jakarta berdasarkan hasil wawancara dengan
Bapak Rizky Prima (I4) mengenai dasar pengelolaan Taman Wisata
Alam Angke Kapuk sebagai berikut:
“Pengelolaan di TWA Angke Kapuk berdasarkan PP Nomor
28 Tahun 2011 tentang pengelolaan Kawasan Suaka Alam
(KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), karena TWA
Angke Kapuk termasuk kedalam KPA. Jadi rencana
pengeolaan kalau dari BKSDA dibuat sesuai dengan aturan
UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No.44
Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan yang terdiri dari
RPJP dan RPJPn secara sistematika penyusunan namun terkait
isi mengacu kepada PP. Nomor 28 Tahun 2011. Rencana
pengelolaan yang dibuat biasanya terkait keseluruhan seperti
wisata dan pelestarian alamnya termasuk kedalam marketing
hingga rehabilitasi kawasan.” (Sumber: Wawancara dengan
Bapak Rizky Prima. Hari Kamis 4 April 2019 Pukul 11.36 di
Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).
Dari hasil wawancara dengan Bapak Rizky Prima kita dapat
mengetahui bahwa rencana pengelolaan yang selama ini dibuat
133
oleh BKSDA DKI Jakarta secara sistematis mengacu dengan
aturan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No.44 Tahun
2004 Tentang Perencanaan Kehutanan yang terdiri dari RPJP dan
RPJPn secara sistematika penyusunan namun terkait isi mengacu
kepada PP. Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan KSA dan
KPA
Terkait kesesuaian rencana pengelolaan juga peneliti
memperoleh konfirmasi dari Ibu Irma M.S (I3) manager
PT.Murindra Karya Lestari sebagai berikut:
“Terkait Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam sendiri
yang masih belum sesuai memang terkait kendala
pemberdayaan masyarakat. Karena ya kita bisa lihat sendiri
bagaimana sekitar kawasan TWA Angke Kapuk sudah
masyarakat perkotaan elit namun disamping kendala itu, kami
tetap berusaha melakukan pemberdayaan dengan mengajak
masyarakat dari kelurahan terdekat misalnya kelurahan
kalideres kami mengajak masyarakatnya untuk terlibat dalam
konservasi hutan mangrove. Selain itu pada hari jumat kami
mengijinkan masyarakat untuk berjualan di area TWA Angke
Kapuk sebagai wujud serta kami dalam membantu
perekonomian masyarakat sekitar. Jadi tetap kami berusaha
bagaimana caranya pemberdayaan masyarakat bisa berjalan.
Untuk RKL dan RKT kami sudah lakukan menyesuaikan dan
menyerahkan batas waktu yang diberikan.” (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.45 di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).
Dari wawancara dengan keempat informan dapat diketahui pula
bahwa dari segi RPJP, RPJPn dari pihak BKSDA sudah memenuhi
dan Rencana milik perusahaan yakni RKL, dan RKP juga sudah
memenuhi dan sesuai namun dari sisi ketidaksesuaian terdapat
134
dalam Rencana Karya Pengusahaan PT. Murindra Karya lestari
yang dibuat tahun 1992 saat itu memang belum diperbaharui dan
ketidaksesuaian itu terletak pada poin pemberdayaan masyarakat
yang memang saat ini masih mengalami kendala lantaran adri segi
geografis letak Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
berada di pusat permukiman elit yakni Perumahan Pantai Indah
Kapuk (PIK) dan bersebelahan dengan Sekolah Tzu Chi School.
Dan RKP tersebut akan secepatnya direvisi berdasarkan kondisi
yang ada saat ini. Untuk rencana pengelolaan jangka panjang milik
BKSDA terdapat desain blok-blok sebagai acuan pengelolaan dan
batasan kegiatan yang boleh dilakukan.
Selain rencana pengelolaan yang harus saling bersinergis,
tujuan dari masing-masing organisasi juga tidak boleh diabaikan
lantaran dari tujuan sudah dapat terlihat kemana arah rencana
pengelolaan akan dibawa dan seperti apa hasil kemitraan yang
diharapkan.
Untuk tujuan dari pihak pemerintah seperti penuturan dari ibu
Dewi Rahayu (I1) sebagai berikut:
“Untuk tujuan sendiri pasti mempengaruhi kemana rencana
pengelolaan akan dibawa, kalau dari kami Permanfaatan Jasa
Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) selaku bawahan dari
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan ekosistem
(KSDAE) kami hanya sebatas ruang lingkup kebijakan dari
kemitraan itu sendiri jadi tujuan kami tentunya sebagai
pengelola dan mengawasi pelaksanaan pemanfaatan jasa
lingkungan itu sendiri namun kami bagi menjadi beberapa
koordinator melalui upt itulah. Tujuan kami tentunya agar
pemanfaatan jasa lingkungan dapat dilakukan dengan sebaik
135
mungkin, memberikan kontribusi kepada masyarakat dan
Negara. Untuk tujuan dari UPT dan Perusahaan sebagai
pelaksana kemitraan tentunya agak sedikit berbeda ya, karena
kalau UPT BKSDA DKI sendiri tujuannya kan melaksanakan
pengelolaan kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman
Wisata Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan
dan satwa liar baik didalam maupun diluar kawasan nah untuk
mencapai tujuan tersebut ada di poin fungdi BKSDA sendiri
untuk melakukan kerjasama selama kerjasama itu tidak
merugikan Negara dan dengan beberapa pertimbangan seperti
kemitraan dalam IPPA dengan sistem Build Operated Transfer
(BOT) itu sudah melalui beberapa pertimbangan pastinya. Dan
pertimbangan tersebut kita berkaca pada kemampuan kita dulu
ya (Pemerintah) dan apabila kita berikan IPPA nih tentu lahan
akan dimodifikasi nah kita juga memikirkan apa resiko yang
bakal kita terima yang kemudian untuk menanggulanginya kita
buat kebijakan yang mengatur pelaksanaan IPPA itu”.
(Sumber: Sumber Wawancara dengan Ibu Dewi Rahayu, hari
Jumat 15 Maret 2019 Pukul: 13.14 WIB di Kantor Direktorat
Jenderal Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi di
Kota Bogor Jawa Barat).
Sejalan dengan yang disampaikan Ibu Ida Harwati (I2) Kepala
Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta melalui
wawancara sebagai berikut:
“Tujuan organisasi memang akan menggambarkan rencana
pengelolaan yang akan dibuat. Kami dari BKSDA DKI melalui
Seksi Konservasi Wilayah III (SKW III) sebagai pelaksana di
wilayah Jakarta Utara kami memiliki tujuan tersendiri yaitu
mengelola kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam, Taman
Wisata Alam, dan Taman Buru serta konservasi jenis tumbuhan
dan satwa liar baik didalam maupun diluar kawasan. Untuk
Taman Wisata Alam Angke Kapuk sendiri kami memiliki
tujuan yang ingin kami capai sampai tahun 2025 yaitu
menjadikan Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk sebagai
model ekowisata mangrove terbaik di pulau jawa yang akan
kami tempuh melalui beberapa tahap ya, sejak awal di lokasi
TWA itu kan dahulu dihuni petambak liar dan cukup kesulitan
untuk merelokasinya kemudian dengan IPPA itulah oleh
perusahaan dilakukan relokasi karena mereka juga kan
memiliki tujuan untuk pengusahaan wisata alam sehingga kami
menyatukan tujuan masing-masing kami bagaimana caranya
136
agar lahan seluas 99,82 hektar itu bisa kembali ke fungsinya
sebagai hutan mangrove”. (Sumber: Wawancara dengan Ibu
Ida, Hari Senin, 31 Desember 2018 pukul 10.32 WIB di Kantor
BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).
Sejalan dengan yang diungkapkan Ibu Irma M.S selaku
manajer dari PT. Murindra Karya Lestari mengenai pentingnya
satu tujuan dari tiap-tiap organisasi yang ingin melakukan
kemitraan sagat penting diperhatikan. Sebagaimana hasil penuturan
dari Ibu Irma sebagai berikut:
“Tujuan dari PT. Murindra Karya Lestari melakukan
pengusahaan wisata alam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara sendiri karena melihat potensi yang ada disana
yang menurut kami mampu untuk kami kelola dan
mengembalikan fungsi mangrove seperti normal kembali
karena daerah ini sangat rentan banjir terutama banjir rob. Ada
hutan mangrove saja masih sering terkena banjir terutama
sekitar bulan desember apalagi jika tidak ada hutan mangrove.
Maka dari itu kami tidak hanya sekedar mementingkan
keuntungan semata kami juga ingin ikut serta dalam
menyelamatkan lingkungan toh jika itu berjalan baik kami juga
akan merasakan manfaatnya. Untuk kesinergisan sendiri kami
selalu berkoordinasi dengan BKSDA dan jika diperlukan
pendampingan untuk melaksanakan tujuan kami juga pasti
kami difasilitasi seperti saat merelokasi petambak liar itu
sangat sulit dan butuh bantuan dari pihak pemerintah. Maka
dari sistem kemitraan yang kami laksanakan saat ini juga
mempertimbangkan kearah situ. Dimana perusahaan mengelola
kawasan, membangun sarana-prasarana dengan segala kendala
yang ada hingga kami mampu seperti saat ini dan sistem
pembagian hasil tiket yang selama ini diterapkan kami rasa ini
sudah menjadi dasar bagaimana agar tujuan perusahaan, tujuan
BKSDA bisa tercapai melalui kemitraan pengelolaan model
Build Operate Transfer (BOT) seperti ini. (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.45 di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).
Dari hasil wawancara dengan ketiga informan mengenai tujuan
organisasi kita dapat mengetahui bahwa tujuan dari masing-masing
137
organisasi pada akhirnya tetap sama dan sinergisdan tujuan itulah
yang akan menentukan rencana pengelolaan yang akan dibuat
yakni menyelamatkan lingkungan di sekitar Pantai Utara Jakarta
sehingga memberikan dampak positif bagi semua lapisan
masyarakat. Melalui tujuan itulah kemudian berangkat menjadi
sebuah pemikiran apa saja yang harus dilaksanakan, model apa
yang harus diterapkan, dampak yang ditimbulkan dengan
mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan kemitraan antara kedua pihak yang harus dapat
disiasati sehingga model kemitraan yang selama ini diterapkan
dapat berjalan dengan baik.
Terkait dengan faktor pendukung dan penghambat dalam
perencanaan kemudian peneliti melakukan wawancara dengan Ibu
Ida Harwati (I2) sebagai kepala Seksi Konservasi Wilayah III
BKSDA DKI selaku UPT yang menaungi hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai berikut:
“Untuk faktor pendukung dalam pembuatan perencanaan kami
rasa dari BKSDA sendiri khususnya dilingkup SKW III yang
bekerja diwilayah Jakarta Utara semuanya mampu memenuhi
dan merumuskan apa yang akan kita lakukan untuk tahapan
kerja selanjutnya, kemudian dituangkan dalam tulisan dan segi
administrasi pun sudah mendukung”. (Sumber: Wawancara
dengan Ibu Ida, Hari Senin, 31 Desember 2018 pukul 10.32
WIB di Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).
Menurut Informasi yang diperoleh dari Ibu Irma (I3) terkait
pendukung dan penghambat perencanaan PT Murindra Karya
Lestari sebagai berikut:
138
“Kalau penyusunan rencana pengelolaan dari kami, saya rasa
tidak ada hambatan karena kamipun selalu berusaha tepat
waktu dalam pembuatan RKL,RKT dan laporan-laporan
pengusahaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara”. (Sumber: Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu
10 April 2019 pukul 14.45 di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara).
Dari hasil wawancara kedua informan yang terlibat dalam
kemitraan kita dapat mengetahui bahwasanya dalam penyusunan
rencana pengelolaan tidak mengalami hambatan dan dibuat sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
4.2.3.2.2 Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian merupakan salah satu peran pendukung
terlaksananya proses pengelolaaan kemitraan. Dalam penelitian
model kemitraan pengelolaan, pengorganisasian dilakukan guna
membagi peran para pihak dalam melaksanakan tugasnya masing-
masing.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti mengenai
pembagaian tugas dan koordinasi dengan Informan Ibu Ida harwati
(I2) Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta
sebagai berikut:
“Pembagian tugas koordinasi di Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta terbagi menjadi tiga wilayah yang
masing-masing dikelola oleh seksi konservasi. Seksi
Konservasi Wilayah I bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta
Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Seksi Konservasi
Wilayah II bekerja untuk wilayah Tangerang dan Jakarta
Barat. Seksi Konservasi Wilayah III bekerja untuk wilayah
Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Maka Taman Wisata
Alam Angke termasuk kedalam wilayah Jakarta Utara dan
kemudian untuk pengamanannya terbagi lagi kedalam
139
beberapa resor yaitu resor Jakarta Utara untuk TWA Angke
Kapuk dan SM.Muara Angke. Resor Kep.Seribu untuk
Pulau Rambut dan Cagar Alam Pulau Bokor. Pembagian
tugas per resor bertujuan agar pengamanan lebih terfokus”.
(Sumber: Wawancara dengan Ibu Ida Harwati, Hari Senin,
29 Oktober 2018 pukul 10.32 WIB di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4).
Sejalan dengan yang diungkapkan Ibu Ida Harwati (I2)dari pihak
BKSDA DKI Jakarta, hal yang senada juga diungkapkan oleh
Bapak Rizky Prima (I4) terkait pembagian tugas organisasi dalam
kemitraan mengelola hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai berikut:
“BKSDA DKI Jakarta yang dipimpin oleh seorang kapala
balai, kemudian tugas perwilayah agar lebih fokus dan
terkoordinir maka dibagi kedalam tiga wilayah kerja yaitu
Seksi Konservasi Wilayah I,II, dan III. Untuk koordinasi
tugas di BKSDA DKI Khususnya Seksi Konservasi
Wilayah III memang masih terjadi rangkap jabatan, hal
tersebut lantaran secara kulitas SDM disini kurang
memenuhi. Dalam bidang penggunaan IT, Bahasa Inggris,
dan Skill masih perlu pelatihan lagi”. (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Rizky Prima Hari Kamis, 4 April 2019 pukul
10.55 WIB di Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).
Sejalan dengan konfirmasi dari Ibu Ida Harwati (I2) menanggapi
terakit adanya rangkap jabatan di SKW III sebagai berikut:
“Adanya rangkap jabatan di BKSDA DKI memang karena
melihat dari jenis pekerjaan yang ada dan siapa yang bisa
menangani dalam hal itu. Jadi rangkap jabatan terkadang
menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Lagi pula
dilingkungan pemerintahan kan tidak bisa seenaknya
menambah pegawai karena ada undang-undangnya
tersendiri terkait itu. Oleh sebab itu kita sebagai yang
bertugas mengelola kawasan sebisa mungkin mensiasati
salah satunya dengan melakukan rangkap jabatan”.
(Sumber: Wawancara dengan Ibu Ida Harwati, Hari Senin,
140
25 Maret 2019 pukul 15.45 WIB di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4).
Terkait pembagian tugas organisasi peneliti melakukan wawancara
kepada Bapak Sukarman (I6) selaku polisi hutan Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Menurut penuturan beliau
sebagi berikut:
“Kalau untuk polisi hutan sendiri, karena TWA Angke
Kapuk ini kan sudah dikelola oleh pemegang izin, jadi
untuk pengamanan lebih fokus dilakukan oleh PT.
Murindra Karya Lestari. Kalau dari polisi hutan sendiri
biasanya tugas kami melakukan PAM Kawasan dengan
tidak menggunakan seragam resmi karena dikhawatirkan
akan mengusik ketenangan pengunjung. kalau untuk
kegiatan patroli sendiri terkadang menjadi tugas gabungan
dengan petugas kemanan PT. Murindra Karya Lestari.
Disini ada 2 orang polisi hutan dan 1 Juru mudi kapal
dalam 1 resort wilayah. Untuk polhut sendiri paling kami
ke TWA setiap hari sekitar 2-3 jam saja karena kan disini
sudah ada pemegang izin kelola” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Sukarman. Hari Jumat, 12 April 2019. Pukul
13.10 di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.
Berdasarkan wawancara ketiga informan dari pihak pemerintah
dalam hal ini BKSDA DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi
Wilayah III kita dapat ketahui bahwa pengorganisasian dalam
kemitraan mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara BKSDA DKI Jakarta dipimpin oleh seorang kepala balai
kemudian terbagi lagi menjadi tiga seksi konservasi wilayah. Seksi
Konservasi Wilayah I bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta Timur,
Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Seksi Konservasi Wilayah II
bekerja untuk wilayah Tangerang dan Jakarta Barat. Seksi
Konservasi Wilayah III bekerja untuk wilayah Jakarta Utara dan
141
Kepulauan Seribu. Selain itu terjadi rangkap jabatan dikarenakan
secara kualitas SDM yang ada kurang memenuhi dan diperlukan
pelatihan pegawai khususnya dibidang penggunaan IT,
Komunikasi Bahasa Inggris, dan Skill keterampilan. Untuk
pengamanan sendiri di Lokasi Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara lebih fokus dilakukan oleh PT.Murindra Karya
Lestari sebagai pemegang izin kelola kawasan.
Pembagian tugas dan koordinasi dari pihak swasta dalam
hal ini PT. Murindra Karya Lestari berdasarkan hasil wawancara
dengan Ibu Irma (I3) selaku manajer perusahaan sebagai berikut:
“Pembagian tugas disini semuanya sudah jelas ya, kalau untuk
bagian pembibitan, pupuk seperti itu dilaksanakan oleh
masyarakat yang dulunya petambak kemudian kami
berdayakan. Lalu untuk keamanan sendiri disini ada dua (2)
shift yang kerjanya 12 jam dan dari segi administrasi juga ada 3
orang. Jadi selama ini pembagian tugas sudah terkoordinir
dengan baik dan dapat memenuhi target penyerahan laporan ke
BKSDA secara tepat waktu”. (Sumber: Wawancara dengan Ibu
Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019 pukul 14.47 wib di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Sejalan dengan yang disampaikan oleh bapak Partono (I7) selaku
petugas keamanan dari PT. Murindra Karya Lestari terkait
pembagian tugas kerja sebagai berikut:
“Untuk pembagian tugas sendiri disini kami bekerja ada dua
(2) shift jadi sehari bekerja 12 jam. Setiap pergantian shift
diadakan apel untuk pengarahan. Dari kami nanti dibagi untuk
berjaga di tiga pos. Yakni pos 1,4, dan 6. Penjagaan disitu
memang yang diutamakan. Kalau untuk patrol sendiri ada
patroli darat dan air itu yang menjadi tugas kami. Kalau
bersama BKSDA biasanya ada patrol gabungan setiap bulan
pasti dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga
142
keamanan dan masing-masing organisasi bisa memastikan
bahwa kawasan ini betul-betul aman”(Sumber: Wawancara
dengan Bapak Partono. Hari Rabu, 10 April 2019 pukul 15.37
wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Dari hasil wawancara kedua informan yang mewakili PT.Murindra
Karya Lestari maka dapat kita ketahui bahwa pembagian kerja
yang dilaksanakan dalam mengelola Taman Wisata Alam Angke
Kapuk selama ini sudah terkoordinir. Untuk patroli sendiri
terkadang dilakukan secara bersamaan dengan pihak BKSDA DKI
Jakarta.
4.2.3.3.3 Actuating (Pelaksanaan)
Dalam proses manajemen atau pengelolaan hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara,
pelaksanaan peran menjadi poin yang paling penting. Pelaksanaan
sangat harus diperhatikan lantaran melalui pelaksanaan itulah kita
dapat melihat sejauh mana terlaksananya rencana pengelolaan yang
sudah disusun oleh masing-masing organisasi. Pelaksanaan melalui
model kemitraan Build Operate Transfer yang selama ini
diterapkan antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta dengan PT. Murindra Karya Lestari diwujudkan dalam
pemberian izin pengusahaan pariwisata alam. Kemudian peneliti
melakukan wawancara untuk melihat bagaimana pelaksanaan yang
dilakukan masing-masing pihak dalam pengelolaan Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Pelaksanaan yang peneliti lihat
paling awal terkait kepemimpinan, karena seorang pemimpin
143
mempunyai pengaruh sangat besar dalam mempengaruhi petugas
masing-masing bagian kerja lainnya. Hal ini kemudian
diungkapkan oleh Ibu Ida Harwati (I2) sebagai Kepala Seksi
Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta sebagai berikut:
“Untuk memulai suatu tahapan pengelolaan seperti pembuatan
desain tapak, pengawasan, monitoring, dan evaluasi saya
biasanya melakukan rapat di Seksi Konservasi Wilayah III hal
ini dilakukan agar pelaksanaan dilapangan dapat dikoordinir
yang nantinya akan dibuat jadwal kapan pelaksanaannya.
Kemudian saya komunikasikan juga dengan PT.Murindra
Karya Lestari biasanya melalui Ibu Irma jika kita ingin
melakukan monitoring ataupun pengawasan dilapangan. proses
komunikasi juga saat ini tidak harus surat-menuyurat cukup
dengan komunikasi media sosial. Karena memang kita tidak
pernah ada agenda rutin bersama PT.Murindra terkait
membahas secara dalam bagaimana pengelolaan yang mereka
lakukan, hal itu karena segala pembangunan dilapangan,
pengoperasian juga dilakukan oleh mereka namun ada beberapa
rencana kegiatan yang kita lakukan bersama. Saya
mengkoordinir kegiatan yang memang wewenang BKSDA
DKI disana sebagai pelaksana monitoring, pengawasan, dan
evaluasi.” (Sumber: wawancara dengan Ibu Ida Harwati. Hari
Selasa, 11 Desember 2018 pukul 09.45 Wib di Kantor Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta Lantai 4).
Sejalan dengan yang dijelaskan oleh Bapak Rizky Prima (I4) terkait
arahan pemimpin dalam melaksanakan tugas BKSDA DKI Jakarta
di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai
berikut:
“Biasanya dilakukan arahan oleh kepala seksi melalui rapat
arahan dan disitu juga bagaimana pelaksanaan masing-
masing tugas. misalnya saya jabatan fungsional saya
sebagai penyuluh kehutanan namun saya juga sering
terlibat dalam penyusunan rencana pengelolaan, program
pengelolaan yang dirancang. Kemudian nantinya akan
diberikan target kapan pelaksanaan itu harus selesai dan
nanatinya akan dilakukan evaluasi. (Sumber: Wawancara
144
dengan Bapak Rizky Prima Hari Senin, 25 Maret 2019
pukul 15.55 WIB di Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati dan bapak Rizky
Prima pelaksanaan di BKSDA DKI Jakarta diarahkan melalui rapat
koordinasi yang kemudian dari setiap pegawai diberikan target
waktu penyelesaian yang nantinya diakhir akan dievaluasi
bagaimana pelaksanaannya. Untuk pengelolaan di lapangan dari
mulai pembangunan hingga pengoperasian dilakukan oleh pihak
swasta namun tetap status lahan hingga akhir dikembalikan kepada
Negara.
Dari pihak swasta (PT. Murindra Karya Lestari) peneliti
melakukan wawancara terkait bagaimana arahan pemimpin dalam
mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Hal tersebut
mendapatkan konfirmasi dari Ibu Irma (I3) sebagai berikut:
“Arahan biasanya langsung dilakukan sesuai dengan tupoksi
pegawai masing-masing. Dan pembagian tugas kan sudah jelas
sejak awal perekrutan karyawan sehingga untuk pelaksanaan
masing-masing karyawan sudah paham. Kalau untuk petugas
keamanan baru dilakukan arahan setiap apel pergantian shift”
(Sumber: Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April
2019 pukul 14.47 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara).
Dari wawancara dengan Ibu Irma dapat kita ketahui bahwa dalam
pelaksanaan dari segi kepemimpinan di perusahaan sudah
dilakukan sejak pembagian tupoksi awal perekrutan karyawan
sehingga pengelolaan langsung dapat berjalan.
145
Selain dari segi kepemimpinan, pelaksanaan lainnya dapat
dilihat dari apa saja yang dilakukan oleh kedua pihak dilapangan.
Ini merupakan yang paling penting dalan pelaksanaan kemitraan.
Dalam poin pelaksanaan, selain kepemimpinan, sikap dan moril
sebagai pertanggungjawaban kewajiban melaksanakan tugas
masing-masing pihak juga tidak dapat diabaikan. Dari hasil
wawancara kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing pihak
di lapangan melalui Ibu Ida Harwati (I2) sebagai Kepala Seksi
Konservasi Wilayah III sebagai berikut:
“Dari pihak BKSDA DKI Jakarta dalam kemitraan ini peran
kami yaitu pembuatan desain tapak blok gunanya untuk
memberi batas kepada pengunjung dan perusahaan jika ingin
membangun sarana-prasarana tidak melewati desain itu.
Kegiatan yang diperbolehkan pengunjung antara lain: kegiatan
penelitian, kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan, kegiatan
penunjang budidaya penggunaan plasma nutfah. Untuk
monitoring kami lakukan setahun tiga kali jadi monitoring ada
triwulan I-IV kemudian nanti kami lakukan juga pengawasan,
dan diakhir kami evaluasi yang nantinya dievaluasi itu ada
indikator yang dapat dijadikan acuan apakah pelaksanaan oleh
perusahaan sudah optimal.” (Sumber: wawancara dengan Ibu
Ida Harwati. Hari Selasa, 11 Desember 2018 pukul 09.45 Wib
di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
Lantai 4).
Sejalan dengan yang diungkapkan bapak Rizky Prima (I4)
terkait peran BKSDA DKI dalam menyikapi pengelolaan
kemitraan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk sebagai berikut:
“Kalau dari BKSDA sendiri karena ini kan ada dua pihak,
namun BKSDA disini sebagai pemantau pelaksanaan
dilapangan seperti apa dan bagaimana. Kalau dari kami ada
pengawasan, monitoring, dan evaluasi. Ada juga kegiatan
penyuluhan kehutanan tapi itu dilakukan jika ada yang
membutuhkan pendampingan misalnya seperti wisata
146
pendidikan kehutanan maka kami juga bisa memfasilitasi”.
(Sumber: wawancara dengan Bapak Rizky Prima. Hari Senin,
25 Maret 2019 pukul 15.45 Wib di Kantor Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta Lantai 4).
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati dan bapak Rizky
Prima kita dapat mengetahui bahwa peran BKSDA DKI dalam
pelaksanaan mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk adalah
membuat desain blok sebagai batasan bagi kegiatan perusahaan
dan pengunjung, kegiatana pengawasan, monitoring, hingga
evaluasi pelaksanaan PT.Murindra Karya Lestari.
Dari pihak BKSDA selain peran yang dilakukan dalam
kemitraan, kemudian peneliti menggali informasi terkait faktor
pendukung dan penghambat dalam pengelolaan di Taman wisata
Alam Angke kapuk semenjak dilakukannya kemitraan bersama
pihak swasta.
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati (I2) sebagai berikut:
“Kalau untuk faktor pendukung dalam pelaksanaan, kita
melihat letak TWA ini sangat strategis dan mudah dijangkau
apalagi minat wisatawan cukup tinggi khususnya ditahun 2017
sehingga menimbulkan peluang obyek ini tidak hanya
dijadikan tempat wisata tapi juga untuk objek penelitian karena
keunikan potensi biotik maupun sistem kelolanya namun untuk
hambatan yang kami rasakan misalnya adanya kegiatan proyek
luar di sekitar kawasan TWA sehingga membahayakan
kelestarian alam. Selain itu dahulu lokasi merupakan tempat
petambak liar yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan,,
adanya dampak reklamasi pantai yang menimbulkan air keruh,
dan kegiatan promosi yang masih kurang. Hal itulah yang kami
mohonkan kepada pengelola untuk bersama-sama mensiasati”.
(Sumber: wawancara dengan Ibu Ida Harwati. Hari Senin, 25
Maret 2019 pukul 15.15 Wib di Kantor Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta Lantai 4).
147
Sejalan dengan yang diakatakan Ibu Ida Harwati, Menurut ibu Irma
M.S manajer dari PT.Murindra Karya Lestari sebagai berikut:
“Faktor pendukung dari pengelolaan kami disini saat ini adanya
sarana-prasarana yang mendukung kegiatan wisata ditengah
perkotaan, kami juga menyediakan paket penginapan,
Preweeding, Wisata air dan sebagainya sehingga kami
berusaha melakukan pembangunan dan pengembangan di
beberapa bidang misalnya untuk pemilihan kayu-kayu disini
kita gunakan dari kayu merbau agar awet dan mudah
pemeliharaannya. Pembangunan jembatan juga sedang kami
lakukan dan mudah-mudahan kita juga bisa terus adakan
inovasi sarana disini untuk mendukung daya tarik. Kalau untuk
hambatan kami sendiri biasanya seperti ya pemeliharaan
sarpras yang membutuhkan dana cukup lumayan, selain itu
dampak reklamasi pantai yang bikin kondisi air rusak dan juga
ikan-ikan mati. Selain itu masih terjadinya banjir rob hampir
setiap tahun yang bisa mencapai betis kaki orang dewasa
biasanya terjadi dibulan desember” (Sumber: Wawancara
dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019 pukul 14.47 wib
di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Terkait faktor pendukung dan penghambat dalam kemitraan
pengelolaan model Build Operate Transfer dimana lahan milik
Negara dibangun, dan dioperasikan oleh swasta untuk kemudian
mendapatkan hasil berupa pajak dari kegiatan tersebut. Menurut
wawancara dari Bapak Rizky Prima (I4) menurut beliau sebagai
berikut:
“Faktor pendukung kemitraan pengelolaan di TWA adalah
kondisi ekonomi masyarakat sekitar yang cukup tinggi, letak
starategis yang mudah dijangkau dengan transjakarta pun saat
ini bisa, dan keamanan yang masih terjamin sampai saat ini.
Kalau untuk faktor penghambat sendiri yakni pembangunan di
lokasi masih bersifat belum menyeluruh, promosi yang belum
optimal dan adanya dampak reklamasi yang menyebabkan
suplai air laut berkurang. Selain itu sampah juga masih menjadi
salah satu faktor penghambat”. (Sumber: wawancara dengan
Bapak Rizky Prima. Hari Kamis, 4 April 2019 pukul 11.45
148
Wib di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta Lantai 4).
Dari wawancara ketiga informan maka dapat kita ketahui
bahwasanya faktor pendukung pelaksanaan kemitraan pengelolaan
hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk adalah
karena letaknya strategi mudah dijangkau dan kondisi ekonomi
masyarakat sekitar yang cukup baik. Selain itu dari pihak pengelola
yakni PT.Murindra Karya Lestari telah melakukan banyak
pembangunan sarana prasarana pendukung, paket wisata hingga
penginapan. Untuk penghambatnya sendiri yang saat ini masih
dirasakan kedua pihak yakni diantaranya dampak reklamasi pantai,
sampah dan juga kegiatan promosi yang belum optimal.
Setelah mengetahui beberapa faktor pendukung dan
penghambat kemudian peneliti melakukan wawancara lagi terkait
apa yang dilakukan untuk mensiasati faktor tersebut. Berdasarkan
wawancara dengan Ibu Irma M.S diperoleh informasi sebagai
berikut:
“Dalam pengelolaan ini, kami PT. Murindra dahulu awalnya
sejak diberikannya izin IPPA 10 tahun awal itu kami meminta
izin pada pemerintah terlebih dahulu fokuskan untuk
bagaimana caranya memindahkan petambak liar yang memang
cukup sulit untuk direlokasi, dengan bantuan kopassus waktu
itu kami bisa merelokasi dan memberikan pengertian kepada
mereka. Kemudian mulai tahun 2009 kami membangun (Build)
sarana-prasarana pendukung seperti jembatan, gazebo,wisata
air dan sebagainya. Kemudian kami baru bisa mengoperasikan
(Operated) untuk rekreasi umum pada tahun 2011 dan
kemudian untuk sarana pelengkap lainnya menyusul dilengkapi
seperti masjid dan vila penginapan di tahun 2013. Barulah saat
mulai beroperasi kami juga menyumbangkan pajak (Transfer)
149
terhadap Negara sesuai dengan peraturan yang ada”. (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019
pukul 14.47 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).
Dari segi pengelolaan dan sarana-prasarana, kemudian peneliti
menggali informasi dari pihak keamanan PT. Murindra Karya
Lestari terkait pelaksanaan dilapangan. Menurut hasil wawancara
dengan bapak Partono (I7) sebagai berikut:
“Untuk mensiasati terkait dampak reklamasi dan sampah kita
berusaha dengan memasang jaring agar sampah dan limbah
airnya tidak terlalu melebar ke permukaan air lain karena akan
menyebabkan biota air tawar mati”.(Sumber: Wawancara
dengan Bapak Partono. Hari Rabu, 10 April 2019 pukul 15.37
wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Berdasarkan wawancara dengan kedua informan dari PT.
Murindra Karya Lestari selaku pemegang izin kelola kawasan
bahwasanya dalam mengatasi berbagai kendala pihak perusahaan
menyeliesaikan dengan cara bertahap. Dimulai dengan merelokasi
petambak, membuat sarana-prasarana hingga bisa dibuka untuk
umum. Yang kemudian untuk menjaga perairan kawasan dilakukan
pemasangan jaring agar sampah dan limbah tidak mudah
mencemari kawasan.
Terkait kendala promosi wisata PT.Murindra Karya Lestari
sebagai pemegang izin, peneliti memperoleh informasi dari Ibu
Irma (I3) sebagai berikut:
“Kita biasanya untuk sekaligus promosi memanfaatkan
kegiatan penanaman pohon, dimana dalam kegiatan tersebut
selain mengenalkan TWA Angke Kapuk ini juga memberi
pemahaman mengenai pentingnya hutan mangrove jadi
150
sekaligus sarana edukasi bagi pengunjung. Selain itu kami juga
memiliki website dan brosur yang membantu memudahlan
pengunjung. Dan belum lama ada dari bali dan lampung
melakukan studi banding terkait pengelolaan kawasan
konservasi mangrove yang menurut mereka masih merasa sulit
untuk mengembangkannya dan kemungkinan bisa dikaji ulang
untuk menerapkan seperti model pengelolaan yang diterapkan
di TWA Angke Kapuk ini. Karena memang model seperti ini
masih relevan untuk dilaksanakan” (Sumber: Wawancara
dengan Ibu Irma. M.S, hari rabu 10 April 2019 pukul 14.47 wib
di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Dari pihak BKSDA DKI Jakarta melalui bapak Rizky
Prima (I4) terkait kendala promosi yang masih menjadi keluhan
saat ini. Menurut pendapat beliau sebagai berikut:
“Promosi yang ingin dikembangkan di BKSDA DKI Jakarta
saat ini salah satunya sedang dibuat berbasis IT sehingga
pengunjung secara online dapat mengakses, bahkan meminta
pendampingan atau penyuluh kehutanan pun bisa dilakukan
melalui itu. Penyuluhan kehutanan dapat kita berikan ketika
memang ada kegiatan wisata yang membutuhkan
pendampingan”. (Sumber: wawancara dengan Bapak Rizky
Prima. Hari Kamis, 4 April 2019 pukul 11.45 Wib di Kantor
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta Lantai 4).
Dari hasil wawancara terkait sikap yang dilakukan untuk
mengatasi kendala promosi, kedua informan menjelaskan bahwa
saat ini promosi sudah dilakukan oleh kedua pihak. Pihak
perusahaan melakukan promosi melalui website, brosur, dan
kegiatan penanaman pohon di lokasi konservasi. Sementara dari
BKSDA DKI Jakarta mengembangkan aplikasi online agar
memudahkan pengunjung mencari tahu tentang Taman Wisata
Alam Angke Kapuk dan menyediakan layanan penyuluhan hutan.
151
Selanjutnya dalam pelaksanaan pengelolaan melalui
kemitraan yang harus diperhatikan pula yaitu bagaimana tata
hubungan antar kedua pihak. Dimana dalam pelaksanaan kemitraan
yang melibatkan lebih dari satu (1) organisasi harus memilki
komunikasi yang harmonis dan efektif. Terkait hal itu peneliti
melakukan wawancara dengan informan, menurut hasil wawancara
dengan Ibu Ida Harwati (I2) sebagai berikut:
“Kalau untuk tata hubungan dengan pengelola saat ini, kita
sudah sangat enak komunikasinya, beda dengan dahulu-dahulu
masih agak kaku dan sulit. Kalau saat ini ada keperluan atau
apa kita tinggal komunikasikan via media sosial. Kalau untuk
agenda rutin pertemuan memang tidak ada, namun untuk
membahas bagaimana hasil dilapangan biasanya kami langsung
ke lokasi saja” (Sumber: wawancara dengan Ibu Ida Harwati.
Hari Selasa 13 Nopember 2019 pukul 09.45 wib di Kantor
BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).
Sejalan dengan pernyataan dari ibu Ida Harwati terkait tata
hubungan dalam kemitraan ini, menurut ibu Irma M.S dalam
wawancara sebagai berikut:
“Untuk komunikasi dengan pihak balai, saat ini kami sangat
terbuka dan hanya mengkomunikasikan saja dengan ibu Ida
biasanya. Misalkan dari BKSDA ingin kesini pagi hari sekali
untuk pengawasan satwa burung bisa saja nanti kami
komunikasikan dengan pihak penjaga gerbang seperti itu”.
(Sumber: wawancara dengan Ibu Irma M.S Hari Rabu Pukul
14.50 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)
Dari hasil wawancara kedua informan dari maing-masing
pihak kita dapat mengetahui bahwasanya dalam model kemitraan
Build Operated Transfer meskipun pembangunan dan operasional
dilakukan oleh swasta namun tetap saja dasar pelaksanaan sesuai
152
desain yang ada di pemerintah dan saling mengkomunikasikan
dengan pihak BKSDA DKI Jakarta ataupun perusahaan.
Dari pelaksananaan yang ada dilapangan kemudian peneliti
melakukan wawancara terkait perawatan sarana-prasarana yang
ada dan juga perlindungan hutan mangrove yang kemudian
diperoleh informasi dari Ibu Irma M.S sebagai manajer
PT.Murindra Karya Lestari yang setiap hari terlibat langsung
dilokasi sebagai berikut:
“Perawatan Sarana-prasarana rutin kami lakukan hampir setiap
bulan sebagai bentuk kewajiban kami disini, selain itu untuk
beberapa sarana yang rusak seperti rumah kayu dan alat wisata
air saat ini sedang kami lakukan perbaikan. Seperti karena
perawatan kayu merbau yang cukup rumit dan bahannya juga
berat saat ini kami sedang upayakan untuk beralih ke bambu
yang berkualitas bagus sebagai allternatif namun perawatannya
efisien. Kalau untuk hutan mangrove sendiri kami rutin
lakukan pembibitan, penanaman kembali hingga pemupukan
pun kami buat sendiri dari sisa-sisa sampah yang ada. bahkan
sampah plastik pun bisa kami jadikan pupuk dengan bantuan
sedimen. Hal itu kami lakukan untuk menghemat pengeluaran,
menjaga keseimbangan lingkungan dan mengubah sampah
menjadi daya guna. Kamipun lakukan penjualan pupuk jika ada
wisatawan biasanya dari sekolah-sekolah yang melakukan
pendidikan budidaya tanaman dengan pupuk dan benih yang
sudah kami buat sendiri menggandeng masyarakat yang kami
berdayakan disini. Kemudian untuk pembayaran pajaknya kami
melalui distribusi tiket yang kami lakukan sebesar Rp.
25.000,00 dengan pembagian Rp.20.000,00 untuk perusahaan
dan Rp.5000,00 sebagai PNBP ke Negara” (Sumber:
wawancara dengan Ibu Irma M.S Hari Rabu Pukul 14.50 wib di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Sejalan dengan yang dikatakan oleh Ibu Irma M.S, menurut bapak
Yais (I9.1) beliau merupakan salah satu mantan petambak yang
153
kemudian dialihkan untuk bekerja di TWA Angke kapuk. Menurut
wawancara dengan beliau sebagai berikut:
“Untuk pembuatan pupuk sebagai salah satu mantan petambak
yang kemudian bekerja disini. Saya setiap hari mengolah
sampah menjadi pupuk sebagai upaya pelestarian mangrove,
saya yang langsung melakukan pembuatan pupuk itu sendiri
baik dari pupuk biotik ataupun abiotik . Ini sudah berlangsung
sejak lama dan dilakukan terus menerus” (Sumber: wawancara
dengan bapak Yais Hari rabu 10 April 2019. Pukul 17.05 di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)
Dari hasil wawancara dengan ibu Irma dan bapak Yais kita
dapat mengetahui bahwasanya PT.Murindra Karya Lestari sebagai
pemengang izin kelola tidak hanya membangun sarana prasarana
namun juga melakukan perawatan dengan pembuatan pupuk
mandiri, pengoperasian dan pembagian hasil penjualan tiket
sebagai pemasukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Setelah peneliti mengetahui pelaksanaan di lapangan baik
dari pengelolaan oleh BKSDA DKI Jakarta, PT.Murindra Karya
Lestari, pembangunan sarana-prasarana, perawatan, hingga
pengoperasian yang kemudian disetorkan ke Negara sebagai
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal lain yang tidak bisa
dilupakan juga terkait insentif karyawan perusahaan sebagai
motivasi pelaksanaan kerja. Karena dalam model kemitraan agar
semua berjalan lancar kesejahteraan karyawan juga tidak boleh
diabaikan dan juga sebagai SDM penunjang pelaksanaan. Menurut
hasil wawancara dengan Ibu Irma (I3) terkait motivasi karyawan
sebagai berikut:
154
“Untuk motivasi pegawai sejauh ini belum ada, karena
kebanyakan untuk pelatihan sendiri pun disini kebanyakan
tenaga kasar seperti tenaga pembuatan pupuk dan pembibitan.
Kemudian untuk family gathering pun belum ada karena kami
sendiri sebagai penyedia wisata jika dihari libur justru kami
harus bekerja bahkan mengabaikan kebutuhan wisata kami
sendiri”. (Sumber: wawancara dengan Ibu Irma M.S Hari Rabu
Pukul 14.50 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).
Sejalan dengan informasi yang diberikan oleh Ibu Irma M.S (I3)
sebagai manajer PT.Murindra Karya Lestari, hal yang sama juga
diungkapkan oleh bapak Partono (I7), petugas kemanaan
PT.Murindra Karya Lestari sebagai berikut:
“Untuk kegiatan Family gathering, saat ini belum pernah
dilakukan lantaran waktu yang agak sulit. Saya menyadari
ketika orang-orang berlibur justru kamilah yang harus menjaga
dan menjadi tempat liburan mereka” (Sumber: wawancara
dengan bapak Partono. Hari Rabu pukul 15.50 wib di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Dari hasil wawancara dengan kedua informan dari pihak
perusahaan, untuk motivasi pegawai sendiri saat ini belum
dilakukan lantara keterbatasan waktu sebagai penyedia jasa wisata.
Kemudian dari segala aspek pelaksanaan, peneliti menanyakan
bagaiamana terkait perekrutan karyawan oleh PT.Murindra Karya
Lestari melalui Ibu Irma M.S (I3) sebagai berikut:
“Untuk perekrutan karyawan kami masih menggunakan sistem
bawaan ya misalnya ada yang keluarganya bekerja disini nanti
ketika dibutuhkan lagi bisa menaruh lamaran untuk bekerja
disini ataupun dulu bekas petambak disni kemudian kami
berdayakan dengan bekerja disini. Dan sejauh ini SDM yang
ada saya rasa masih cukup untuk mem-back up segala kegiatan
disini hanya saja perlu dilakukan penambahan dibidang tenaga
ahli.” (Sumber: wawancara dengan Ibu Irma M.S Hari Rabu
155
Pukul 14.50 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara).
Dari hasil wawancara dengan Ibu Irma M.S terkait Sumber
Daya Manusia (SDM) yang ada di PT.Murindra Karya Lestari
direkrut melalui sistem kekeluaragaan atau bawaan. Dan saat ini
secara garis besar sudah mencukupi untuk melaksanakan model
kemitraan pemerintah dan swasta secara Build Operate Transfer
(BOT) dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara.
4.2.3.3.4 Controlling (Pengawasan)
Pengawasan mempunyai perananan atau kedudukan
penting sekali dalam manajemen, mengingat mempunyai fungsi
untuk menguji apakah pelaksanaan kerja teratur tertib, terarah atau
tidak. Walaupun planning, organizing, actuating baik, tetapi
apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah, maka
tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.
Terkait dengan penelitian model kemitraan pemerintah dan
swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara secara Build Operate Transfer (BOT).
Mengacu kepada Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor
537 /Kpts-II/1997 tentang pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata
Alam (IPPA) kepada PT.Murindra Karya Lestari dimana dalam
surat tersebut juga diatur bahwasanya kegiatan IPPA setiap lima
(5) tahun sekali dilakukan evaluasi. Sebelum melakukan evaluasi
156
atau penilaian tentunya harus melewati tahap monitoring dan
pengawasan. Pengawasan tentunya dibagi kepada kedua pihak.
Mengenai hal tersebut, peneliti melakukan wawancara dengan Ibu
Ida Harwati (I2) sebagai Kepala Seksi Konservasi Wilayah III
BKSDA DKI Jakarta terkait bagaimana pengawasan dari BKSDA
DKI Jakarta. Menurut penuturan beliau sebagai berikut:
“Pengelolaan TWA Angke Kapuk memang diserahkan ke
pihak swasta melalui IPPA, namun kendati begitu tetap saja
pembangunan, pengoperasian hingga pendapatan (BOT) harus
dilakukan pengawasan agar pengelolaan berjalan seimbang.
Dalam melakukan pengawasan BKSDA DKI melalu seksi
konservasi wilayah III di TWA Angke Kapuk diatur dalam
Peraturan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
No.P.6/IV-SET/2012 tentang Pedoman pengawasan dan
evaluasi pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.
Pengawasan yang kami lakukan antara lain terkait: keamanan
kawasan dari kerusakan. gangguan dan ancaman melalui patroli
fungsional, pengawasan terhadap kegiatan wisata yang kami
sebut dengan monitoring terhadap PT.Murindra Karya Lestari,
pengawasan terhadap PNBP. Kalau untuk jadwal kontrol rutin
sendiri tidak ada hanya untuk tahun ini pengawasannya dalam
bentuk patrol didanai oleh DIPA sebanyak enam (6) kali dalam
setahun. Selebihnya patrol rutin biasa dilakukan oleh polisi
hutan yang sudah dfokuskan menjadi beberapa resort.
Kalau fokus pengawasan terhadap PT.Murindra KArya Lestari
biasanya kami terkait denganevaluasi kinerja IPPA setahun
sekali, pencermatan dan pengesahan dokumen RKL-RKT dan
fasilitasi administrasi untuk hal-hal yang berhubungan dengan
KLHK” (Sumber: Wawancara dengan ibu Ida Harwati Hari
Selasa, 13 Nopember 2018 Pukul 13.01 Wib di Kantor BKSDA
DKI Jakarta lantai 4).
Terkait dengan informasi pengawasan yang diperoleh dari Ibu Ida
Harwati kemudian peneliti melakukan wawancara dengan bapak
Sukarman (I6) selaku polisi hutan di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara. Menurut penuturan beliau sebagai berikut:
157
“Kalau untuk pengawasan sendiri kami sebagai polhut resort
Jakarta Utara khususnya di TWA Angke Kapuk, dalam bekerja
disini kami terdiri dari dua (2) orang polhut dan satu (1) orang
juru mudi kapal. Kegiatan pengawasan yang kami lakukan
disini terkait keamanan dan pengendalian kawasan karena
memang selama ini juga belum pernah ada terjadi pelanggaran.
Kegaiatan pengawasan disini kami lakukan ada dua (2) jenis
yaitu pengamanan dengan menggunakan seragam dinas dan
yang tidak menggunakan seragam. Kami kadang melakukan
pengamanan tanpa seragam dinas karena menjaga kenyamanan
pengunjung. Kalau patroli kawasan kami lakukan tanpa
menggunakan seragam dinas. Polhut sendiri melakukan patrol
setiap delapan (8) jam sekali. Lokasi yang kami fokuskan
pengawasan keamanannya yakni di mako, pos enam (6) yang
sangat dekat dengan reklamasi, keamanan pengunjung dan
kapal yang masuk ke perairan yang memungkinkan
mengganggu potensi satwa dan tumbuhan yang ada” (Sumber:
wawancara dengan bapak Sukarman. Jumat 12 April 2019.
Pukul 13.00 wib. Di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara)
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh ibu Ida Harwati (I2) dan
bapak sukarman (I6), menurut bapak Rizky Prima (I4) selaku
penyuluh kehutanan sekaligus terlibat dalam penyusunan rencana
pengelolaan BKSDA DKI Jakarta sebagai berikut:
“Pengawasan yang dilakukan pihak BKSDA DKI Jakarta
hampir keseluruhan baik itu pengawasan kawasan TWA, flora
dan fauna, hingga ke kegiatan wisata oleh PT. Murindra Karya
Lestari mengacu kepada Peraturan Dirjen Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam No.P.6/IV-SET/2012 tentang Pedoman
pengawasan dan evaluasi pengusahaan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan
Taman Wisata Alam. Dimana dalam peratutan tersebut dari
BKSDA DKI memiliki wewenang untuk melakukan
pengawasan terkait administrasi dan teknis konservasi yang
dilakukan. Kalau dari administrasi kita melihat dari laporan-
laporan, RKL, dan RKT PT.Murindra Karya Lestari. Untuk
teknis konservasi kami melakukan pengawasan bagaimana
teknik yang akan dilakukan, untuk kemudian dari hasil tersebut
dievaluasi paling sedikit dilakukan sekali (1) dalam satu (1)
tahun”.(Sumber: wawancara dengan bapak Rizky Prima. Hari
158
Kamis 04 April 2019 Pukul 10.55 wib di Kantor BKSDA DKI
Jakarta.
Dari hasil wawancara dengan ketiga informan dari pihak
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta kita dapat
mengetahui bahwasanya dalam pelaksanaan kemitraan model Build
Operate Transfer (BOT) dalam hal ini diwujudkan melalui surat
keputusan pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA)
tetap dilakukan pengawasan baik terhadap kawasan konservasi
ataupun kepada perusahaan pengelola. Maka dalam surat
keputusan tersebut diatur pula apa saja yang harus dikerjakan oleh
pihak perusahaan dan terkait evaluasi juga harus dilakukan karena
untuk melihat sejauhmana perkembangan dan keberhasilan
pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk melalui kemitraan
dengan swasta.
Sehubungan dengan evaluasi kegiatan wisata hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara,
pada saat peneliti wawancara dengan bapak Rizky Prima kemudian
ditambahkan informasi oleh Ibu Nani Rahayu (I5) selaku
Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan bertindak sebagai bagian
evaluasi dan pelaporan Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI
Jakarta. Menurut beliau sebagai berikut:
“Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PT. MKL tahun 2017,
kinerja perusahaan ini masih berada dalam kategori sedang
dengan nilai 3,89. Aspek penilaian yang masih belum
maksimal adalah pada indikator pemberdayaan masyarakat dan
ketenagakerjaan. Evaluasi yang dilakukan selain dengan
159
melihat langsung ke lapangan juga berdasarkan dokumen
perencanaan (Rencana Karya Pengelolaan, Rencana Karya
Lima Tahunan, Rencana Karya Tahunan), laporan (bulanan,
tahunan dan keuangan), bukti pembayaran PHUPSWA dan
dokumen lain yang relevan dan kemudian dievaluasi
berdasarkan kriteria per indikator standar evaluasi.Evaluasi
kinerja pengusahaan pariwisata alam dilakukan dengan sistem
skoring sesuai dengan Peraturan Dirjen PHKA Nomor : P.6/IV-
SET/2012”. (Sumber: wawancara dengan Ibu Nani Rahayu.
Kamis 4 April 2019 pukul 11.30 wib di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4).
Dari infromasi yang diperoleh melalui Ibu Nani Rahayu (I5)
kita dapat mengetahui bahwa standar evaluasi kegaiatan
Pengusahaan Pariwisata Alam diatur dalam Peraturan Dirjen
PHKA Nomor : P.6/IV-SET/2012 dengan sistem scoring melalui
pengawasan baik dilapangan ataupun tertib administrasi
perusahaan pengelola.
Setelah mengetahui bentuk pengawasan yang dilakukan
oleh pihak pemerintah, dalam hal ini BKSDA DKI Jakarta melalui
SKW III, selanjutnya peneliti menggali informasi bagaimana
pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari
sebagai pemegang izin kelola. melalui Ibu Irma M.S (I3) peneliti
memperoleh informasi sebagai berikut:
“Pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari
meliputi keseluruhan kawasan. Karena kami sebagai pihak
pengelola anggaplah kami menyewa lahan yang kemudian
kami olah dan kami desain. Tentunya kami juga sangat
menjaga kawasan dari hal-hal yang dapat berpotensi merusak
kawasan. Pengawasan dari kami diwujudkan dengan patrol 24
jam dan pemasangan cctv dititik yang kami anggap krusial dan
mengancam kawasan seperti di dekat kawasan reklamasi dan
dekat proyek lain yang saat ini sedang berjalan. Untuk
160
mencegah adanya limbah yang merusak kawasan. Perlindungan
satwa juga kami lakukan dengan pemberian makanan secara
rutin dan controlling juga kadang dilakukan BKSDA dengan
saling me-report bersama kami. Untuk perlindungan hutan
mangrove sendiri kami pasti lakukan pemupukan dan
pembenihan bibit baru untuk selalu melakukan
perkembangbiakan tumbuhan mangrove. Sarana dan prasaran
selalu kami lakukan pengecekan setiap bulan dan untuk saat ini
juga ada beberapa sarpras yang sedang kami lakukan perbaikan
ataupun pembangunan misalnya jembatan dan jalan kayu di
pondok-pondok penginapan. Hal tersebut untuk memperbaiki
kualitas dan menarik pengunjung sehingga pengelolaan dapat
terus kami perbaiki”. (Sumber: wawancara dengan Ibu Irma.
M.S. Hari Rabu 10 April 2019 pukul 15.15 wib. Di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Sejalan dengan penuturan Ibu Irma M.S, hal yang sama pun
diungkapkan oleh Bapak Partono (I8) selaku petugas kemanan di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara terkait
pengawasan sebagai berikut:
“Pengawasan yang kami lakukan disini dengan sistem bekerja
12 jam. Kalau siang hari kami mengamankan empat (4) pos,
dan malam hari dibagi menjadi tiga (3) pos. yang paling kami
utamakan yaitu pos satu (1) untuk gerbang utama, pos empat
(4) dekat dermaga, dan pos enam (6) dekat perbatasan. Patroli
kami terbagi menjadi patrol darat dan air. Patroli darat
dilakukan pada pukul 21.00 wib, 00.00 wib, dan 03.00 wib.
Sedangkan untuk patroli air kami lakukan setiap pukul 22.00
wib,23.30 wib dan 04.00 wib. Pengawasan pengunjung kami
lakukan dengan pemasangan cctv di dekat dermaga, belakang
kantin, dan pos pemeriksaan tiket. Terkait keamanan
pengunjung saat ini masih terjaga paling jika terjadi kecelakaan
biasanya ketika anak kecil memberi makan dengan jarak terlalu
dekat dengan monyet dan saat ini sudah dapat diantisipasi”
(Sumber: wawancara dengan Bapak Parton. Hari Rabu 10 April
2019 pukul 16.10 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara)
161
Dari hasil wawancara denga Ibu Irma MS (I3) dan Bapak
Partono(I7) kita dapat mengetahui bahwasanya sebagai pengelola
kawasan PT.Murindra tidak hanya melakukan pembangunan objek
dan pengoperasionalan lokasi saja namun juga tetap melaksanakan
pengawasan di lokasi untuk menjaga perlindungan hutan mangrove
agar tetap seimbang.
4.2.3.3 Indikator Output
Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari jumlah
kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan
kesepakatan peran masing-masing institusi. Dalam hal ini
pelaksanaan kemitraan dengan model Build Operated Transfer jika
dilihat dari pembagian peran maka secara kebijakan pihak BKSDA
DKI Jakarta juga memiliki wewenang dalam rencana pengelolaan
jangka panjang, Namun secara pelaksanaan dilapangan seluruhnya
dikelola oleh PT.Murindra Karya Lestari dari mulai pembangunan
kawasan, pembangunan sarpras, pembukaan kawasan untuk umum,
operasionalitas kawasan, hingga outputnya adalah pemasukan bagi
perusahaan dan pendapatan bagi Negara melalui Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP). Setelah melihat bagaimana Indikator
input, indikator proses meliputi: planning, organizing, actuating,
dan controlling. Kemudian peneliti melakukan penggalian
informasi bagaimana indikator output yang saat ini sudah diperolah
selama penerapan kemitraan.
162
Dari hasil wawancara dengan Ibu Dewi Rahayu (I1) sebagai
staf teknis konservasi Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa
Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) sebagai berikut:
“Outputnya sendiri saat ini di TWA Angke Kapuk sudah
berjalan sesuai kesepakatan. Baik dari BKSDA DKI Jakarta
dan PT.Murindra Karya Lestari sudah melakukan kewajiban
masing-masing dan memenuhi syarat yang diberikan dari
Dirjen KSDAE dan memang pengelolaan yang ada saat ini
sudah lebih baik, yang perlu ditingkatkan dari segi
pemberdayaan masyarakat”. (Sumber: wawancara dengan Ibu
Dewi Rahayu. Hari Jumat, 15 Maret 2019 Pukul 13:10 wib di
Dirjen PJLHK Kota Bogor)
Selain dari Ibu Dewi Rahayu (I1) hal yang sama juga diungkapkan
oleh Ibu Ida Harwati (I2) terkait dengan kegiatan yang dikerjakan
oleh masing-masing institusi sebagai berikut:
“Model kemitraan yang selama ini diterapkan sudah berjalan
sesuai dengan kesepakatan yang ada di Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 537//Kpts-II/1997. Sesuai dengan
yang diperintahkan kami bersama PT.Murindra Karya Lestari
sudah melaksanakan sesuai aturan. Hanya dalam pelaksanaan
selama ini kami merasa masih kurang di bidang promosi wisata
dan diharapkan bisa dikembangkan bersama-sama. Pendapatan
PNBP juga selalu meningkat hampir disetiap tahunnya Pada
tahun 2017 hasil PNBP pungutan hasil usaha sebesar
45.551.426,00. Teekait Rencana Karya Pengelolaan PT.MKL
Belum maksimalnya nilai indikator sapras disebabkan sarpras
yang dibangun belum sesuai dengan site plan yang terdapat
dalam dokumen RPPA. Selain perbedaan tersebut, tata waktu
pelaksanaan RKPPA periode 1997 – 2027 tersebut tertunda
akibat terjadinya perambahan kawasan pada era reformasi
sehingga RKP PT. MKL baru diimplementasikan mulai tahun
2009. Menindaklanjuti hal ini, PT. MKL telah mengajukan
permohonan untuk merevisi dokumen tersebut sejak tahun
2014. Walaupun demikian, sampai saat ini revisi tersebut
belum selesai dilaksanakan.” (Sumber: wawancara dengan ibu
Ida Harwati. Senin, 25 Maret 2019 Pukul 15:25 wib. Di kantor
BKSDA DKI Jakarta.)
163
Sejalan yang diungkapkan oleh Ibu Nani Rahayu (I5) terkait
kesesuaian jumlah pekerjaan masing-masing organisasi sebagai
indikator output pekerjaan sebagai berikut:
“Untuk pembagian pekerjaan masing-masing institusi sudah
berjalan sesuai. Untuk hasil evaluasi saat ini Skor kriteria
administrasi PT. MKL adalah 138 poin atau sekitar 92% dari
skor maksimal (150). Hasil evaluasi kinerja PT.Murindra
Karya Lestari tahun 2018 mendapat skor 4,16 dalam kriteria
sedang. Persentase capaian terendah adalah pemberdayaan
masyarakat (40%) dan pembangunan sarana prasarana (70%).
Rendahnya capaian kinerja PT. MKL terkait pemberdayaan
masyarakat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat sekitar
kawasan yang pada umumnya adalah kalangan menengah ke
atas sehingga kurang memungkinkan untuk dilibatkan dalam
kegiatan pengusahaan pariwisata alam di TWA Angke Kapuk.
Indikator pembangunan sarana dan prasarana mendapatkan
skor 63 atau 70% dari nilai maksimal Sembilan puluh
(90).”(Sumber: wawancara dengan Ibu Nani Rahayu. Hari
Kamis 04 April pukul 12.00 Wib. Di Kantor BKSDA DKI
Jakarta Lantai 4)
Indikator output sebagai penentu keberhasilan kemitraan
terkait kesesuaian kerja masing-masing organisasi kemudian
peneliti memperoleh informasi dari pihak swasta dalam hal ini
yakni PT.Murindra Karya Lestari melalui Ibu Irma M.S (I3)
sebagai berikut:
“Kesesuaian pembagian pekerjaan yang harus dilakukan
selama ini dari kami dan BKSDA DKI sudah berjalan
sebagaimana mestinya. PT.Murindra Karya Lestari sebgagai
pemegang izin yang memiliki hak kelola 100 % lahan di TWA
Angke Kapuk. Sementara BKSDA DKI yang melakukan
pengawasan, monitoring, dan evaluasi kinerja yang kami
lakukan untuk kemudian disahkan. Untuk saat ini yang kami
butuhkan adalah tambahan tenaga ahli. karena tenaga ahli yang
kami miliki baru dua (2) orang” (Sumber: wawancara dengan
Ibu Irma M.S hari Rabu, 10 April 2019. Pukul:14.50 wib di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
164
Dari hasil wawancara dengan Ibu Irma MS dan informasi
dari Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta maka kita
dapat mengetahui bahwasanya output dari kemitraan pemerintah
dan swasta dalam mengelola hutan mangrove di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara yang saat ini diterapkan yaitu
jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing institusi
sudah sesuai. Hasil evaluasi tahun 2018 menunjukkan bahwa
capaian kinerja di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
berada di kategori sedang. Poin perbaikan sendiri terdapat di
pemberdayaan masyarakat dan penyelesaian revisi dokumen karya
pengusahaan. Untuk hasil evaluasi sendiri saat ini berada di nilai
akhir 4,16 kategori sedang.
Selain melihat kesesuaian pekerjaan yang dilakukan,
kemudian peneliti melakukan wawancara kepada pengunjung
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara terkait bagaimana
pendapat mereka mengenai hasil pengelolaan yang ada di lokasi
tersebut guna mengetahui apakah yang selama ini pekerjaan sudah
dilakukan oleh kedua pihak sudah mendapatkan hasil yang baik.
Menurut hasil wawancara dengan Rizqy (I8.1) sebagai berikut:
“Saya kesini sekitar dua (2) kali dan memang niatnya sekedar
jalan-jalan saja. Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya rasa
cukup terjangkau. Secara keseluruhan pengelolaan sudah baik,
namun yang perlu ditingkatkan adalah keberihan karena masih
adanya sampah yang cukup mengganggu kebersihan lokasi
wisata sendiri. Dan yang saya harapkan dari pengelolaan ini
yaitu lebih kepada peningkatan kebersihan” (Sumber:
165
wawancara dengan Rizqy. Hari Rabu 10 April 2019 pukul
15:38 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Rizqy (I8.1), menurut Mia
Herawati (I8.2) terkait output yang dapat dilihat dari hasil kemitraan
pengeloaan sebagai berikut:
“Saya baru pertama kali datang kesini. Untuk pengelola sendiri
sudah baik, petugasnya pun ramah namun untuk harga tiket
karena saya seorang pelajar saya masih merasa keberatan. Kan
yang saya peroleh sebatas jalan-jalan menikmati kawasan saja.
Untuk perbaikan sendiri menurut saya dibidang kebersihan
sampah, perapian lingkungan supaya terlihat lebih bersih dan
rapi” (Sumber: Wawancara dengan Mia Herawati. Rabu 10
April 2019 pukul 15.55 wib di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara)
Kemudian peneliti melakukan wawancara lagi dengan pengunjung
Raka Setiaji (I8.3), menurut Raka sebagai berikut:
“Saya berkunjung sekitar tiga (3) kali. Pengelolaan sendiri
sudah baik namun perlu perbaikan lagi dibeberapa sisi terutama
sarana –prasarana dan kebersihan lingkungan seperti sampah.
Untuk harga tiket sendiri saya rasa cukup terjangkau dan
memang di Kota Jakarta kita perlu salah satu wisata seperti ini”
(Sumber: Wawancara dengan Raka Setiaji. Hari Rabu 10 April
2019 pukul 15.20 Wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara)
Untuk lebih menguatkan informasi, peneliti masih melakukan
wawancara lagi dengan pengunjung atas nama Dani Prayoga (I8.4),
menurut hasil wawancara dengan beliau sebagai berikut:
“Saya sekitar dua (2) kali berkunjung. Untuk kunjungan ke
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sendiri
memang murni ingin liburan saja jalan-jalan. Dengan harga
tiket yang cukup terjangkau bagi pekerja menurut saya sudah
cukup pengelolaannya. Yang perlu diperbaiki lagi dari segi
kebersihan dan makanan di kantin agar lebih bervariasi, dan
sarana bermain anak” (Sumber: wawancara dengan Dani
166
Prayoga. Hari Rabu 10 April 2019 pukul 15.25 wib di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)
Kemudian peneliti lebih menguatkan lagi untuk informan dari
pengunjung usia pelajar, yakni Siti Rohayati Regita (I8..5), menurut
hasil wawancara sebagai berikut:
“Untuk pengelolaan sendiri sudah baik, hanya saja ditingkatkan
segi kebersihan dan perawatan sarana-prasarana. Untuk harga
tiket sendiri ukuran pelajar masih terasa cukup berat lantaran
hanya dimanfaatkan untuk sekedar berkeliling kawasan saja”.
(Sumber: wawancara dengan Siti Rohayati Regita. Hari Rabu
10 April 2019 pukul 15.35 wib di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara)
Dari hasil wawancara dengan pengunjung, terkait indikator
output sudah menghasilkan pengelolaan cukup baik hanya saja
terkait kebersihan sampah dan perawatan sarana-prasarana. Harga
tiket juga dirasa cukup terjangkau untuk seorang pekerja, namun
untuk harga pelajar dianggap masih terlalu mahal lantaran hanya
sekedar berkeliling kawasan saja.
Terkait kondisi sampah yang menjadi keluhan pengunjung,
kemudian peneliti melakukan wawancara kepada bapak Sukarman
(I6) menurut beliau sebagai berikut:
“Kalau masalah sampah, saya rasa bukan hanya sampah yang
berasal dari kegiatan wisata saja. Tapi sampah tersebut berasal
dari kiriman 13 sungai besar yang bermuara ke pantai utara
Jakarta. Karena lokasi TWA berbatasan langsung maka
otomatis sampah tersebut jadi menumpuk. Untuk pengelolaan
sampah tidak bisa dilaksanakan sendiri, lantaran menyangkut
Daerah Aliran Sungai (DAS) dan butuh menggandeng pihak-
pihak yang terkait akan hal itu” (Sumber: wawancara dengan
Bapak Sukarman. Hari Jumat 12 April 2019 pukul 12.45 wib di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara).
167
Terkait kebersihan lingkungan kawasan hutan mangrove di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk, peneliti juga melakukan
wawancara dengan Bapak Partono (I7) sebagai petugas keamanan
dari PT. Murindra Karya Lestari menyampaikan informasi sebagai
berikut:
“Terkait sampah memang selalu ada produksi sampah
setiap hari terkait kegiatan wisata. Apalagi setelah
reklamasi ditutup. Kebanyakan sampah dari sungai yang
bermuara lari kesini semua. Kami mengantisipasi dengan
pemasangan jarring di ujung perbatasan mangrove dengan
pantai tujuannya untuk membatasi sampah yang masuk ke
kawasan. Selain itu sampah yang bisa kami bersihkan
kemudian diolah sendiri untuk menjadi pupuk.”(Sumber:
wawancara dengan bapak Partono. Hari Rabu, 10 April
2019. Pukul 16.10 Wib di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sukarman (I6) dan
Bapak Partono (I7) kita dapat mengetahui bahwasanya sampah
yang menjadi keluhan pengunjung tidak hanya berasal dari
kegiatan wisata saja tetapi juga sampah dampak dari reklamasi
pantai.
Kemudian, dari pelaksanaan kemitraan pengelolaan hal
yang harus dilaksanakan yaitu terkait pemberdayaan masyarakat
untuk memberikan output manfaat ekonomi dari adanya Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara. Peneliti melakukan
wawancara dengan Bapak Yais (I9.1) yang merupakan warga
sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sebagai
berikut:
168
“Saya dahulu mantan petambak di lokasi ini, kemudian
semenjak pembangunan menjadi taman wisata saya ditawari
kerja. Dan saya bekerja sejak sepuluh (10) tahun yang lalu.
Saya bekerja setiap hari pukul 08.00-17.00 wib dengan
penghasilan Rp.70.000,00/hari. Pekerjaan saya disini membuat
pupuk, mengolah sampah dan ketika hari jumat merapikan
masjid. saya merasa bersyukur karena daripada saya
mengannggur dirumah, disini saya bisa bekerja dan sekaligus
berolahraga di usia saya yang sudah enam puluh (60) tahun ini
supaya tidak mudah terkena penyakit jika banyak digerakkan.
Setiap hari juga saya bersepeda untuk menuju kesini karena
jarak cukup dekat dari rumah” (Sumber: wawancara dengan
Bapak Yais. Hari Rabu 10 April 2019 pukul 17.15 wib di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)
Dari hasil wawancara dengan bapak yais dan informan
lainnya, kita dapat mengetahui bahwa kegiatan pemberdayaan
masyarakat sudah berjalan namun belum optimal karena letak
Taman Wisata Alam Angke Kapuk di tengah pemukiman elit yakni
disekitar kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK).
4.2.3.4 Indikator Outcome
Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya
permasalahan yang terjadi. Terkait penelitian mengenai model
kemitraan pemerintah dan swasta dalam pengelolaan hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.
Indikator outcome yang diharapkan yakni terkait identifikasi
masalah diantaranya:
1. Kurangnya Koordinasi antara Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta dengan PT. Murindra Karya
Lestari .
169
2. Lemahnya pengawasan terhadap kemananan pengunjung
dari pihak PT. Murindra Karya Lestari.
3. Jumlah Sumber Daya Manusia dari pihak BKSDA DKI
Jakarta yang masih terbatas sehingga pengelolaan menjadi
kurang optimal.
Dalam identifikasi masalah pertama terkait kurangnya
koordinasi antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari berdasarkan wawancara
dengan Ibu Ida Harwati (I2) sebagai berikut:
“Untuk koordinasi dengan PT.Murindra Karya Lestari saat ini
sudah berjalan baik dan mudah. Untuk pertemuan secara rutin
sendiri memang belum pernah dijadwalkan, namun secara
koordinasi kita selalu berkoordinir untuk penyesuaian rencana,
pelaksanaan di lapangan dan sebagainya. proses koordinasian
saat ini juga biasa kami lakukan dengan mudah via media
sosial sudah cukup” (Sumber: wawancara dengan Ibu Ida
Harwati. Senin, 25 Maret 2019 pukul. 15.35 wib. Di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)
Sejalan dengan penuturan Ibu Ida Harwati, menurut Ibu Ida Irma
M.S (I3) sebagai berikut:
“Koordinasi dengan pihak BKSDA DKI Jakarta saat ini juga
sesuai kondisional saja, dan untuk misalnya beberapa kegiatan
yang berhubungan dengan KLHK kami biasa difasilitasi oleh
BKSDA.Untuk kegiatan monitoring atau yang lainnya
dilapangan bisa dikondisikan saja dengan mudah” (Sumber:
Wawancara dengan Ibu Irma M.S. Rabu, 10 April 2019 pukul.
!4.47 wib di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara)
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati dan Ibu Irma
M.S terkait identifikasi masalah kurangnya koordinasi antara pihak
BKSDA DKI Jakarta dengan PT.Murindra Karya Lestari kita dapat
mengetahui bahwa koordinasi yang selama ini berjalan dengan
170
baik dan mudah. Untuk pertemuan secara rutin memang tidak
pernah dilakukan mengingat PT.Murindra sebagai pemegang izin
kelola kawasan secara penuh. Hanya saja jika ada keperluan dari
maisng-masing pihak tinggal dikomunikasikan saja.
Identifikasi masalah yang kedua yakni Lemahnya
pengawasan terhadap kemananan pengunjung dari pihak PT.
Murindra Karya Lestari. Kemudian peneliti menanyakan kepada
Bapak Partono (I7) terkait hal tersebut dan beliau menjawab
sebagai berikut:
“Untuk kecelakaan pengunjung sampai saat ini belum pernah
ada, ancaman dari satwa liar masih bisa kami kendalikan.
Kecelakaan pengunjung sendiri paling yang terjadi seperti anak
kecil kena cakaran monyet karena memberi makan terlalu
dekat. Kemudian menjelang lokasi tutup juga biasanya kami
lakukan patrol setiap jam lima (5) sore tujuannya untuk
mengontrol pengunjung dikhawatirkan ada yang tersesat”.
(Sumber: wawancara dengan Bapak Partono.Hari Rabu, 10
April 2019 Pukul 16.45 wib di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara)
Dari hasil wawancara dengan bapak Partono (I7)
bahwasanya terkait pengawasan kepada pengunjung selalu
dilakukan dan menjelang lokasi Taman Wisata Alam Angke akan
tutup pasti dilakukan patroli kawasan untuk menghindari
pengunjung yang tersesat dikawasan.
Kemudian, identifikasi masalah ketiga terkait Jumlah
Sumber Daya Manusia dari pihak BKSDA DKI Jakarta yang masih
terbatas sehingga pengelolaan menjadi kurang optimal. Peneliti
melakukan wawancara dengan Ibu Ida Harwati (I2) sebagai berikut:
171
“SDM yang ada di BKSDA khususnya Seksi Konservasi
Wilayah III secara jumlah sudah memenuhi, hanya saja
terkadang terjadi rangkap jabatan hal itu untuk menyelasaikan
program kerja yang ada sesuai kemampuan pegawai yang bisa
mem- back up.” (Sumber: wawancara dengan Ibu Ida Harwati.
Senin, 25 Maret 2019. Pukul 15.30 wib di Kantor BKSDA
DKI Jakarta Lantai 4).
Terkait Sumber Daya Manusia di BKSDA DKI Jakarta
khususnya Seksi Konservasi Wilayah III sebagai yang berwenang
dalam mengelola kawasan TWA Angke Kapuk bersama
PT.Murindra Karya Lestari, sejalan dengan yang diucapkan Ibu
Ida. Dalam wawancara dengan bapak Rizky Prima sebagai berikut:
“Kalau untuk SDM sendiri khususnya di SKW III, secara
kuantitas sudah memenuhi. Namun secara kualitas belum
terpenuhi. Masih diperlukan pelatihan lagi khususnya dibidang
IT,Skill dan penggunaan bahasa Inggris.” (Sumber: Wawancara
dengan Bapak Rizky Prima. Kamis 04 April 2019 pukul 11.30
wib di Kantor BKSDA DKI Jakarta Lantai 4).
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ida Harwati dan Bapak
Rizky Prima mengenai identifikasi masalah Jumlah SDM di
BKSDA DKI Jakarta bahwasanya secara jumlah sudah terpenuhi,
namun secara kualitas belum memenuhi dan masih dibutuhkan
pelatihan khususnya dibidang IT, Skill dan penggunaan bahasa
Inggris.
Dari identifikasi masalah tersebut, peneliti menemukan
temuan di lapangan berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Irma
M.S terkait Sumber Daya Manusia dari PT.Murindra Karya Lestari
sebagai berikut:
172
“Secara keseluruhan target kerja sudah terealisasi semua, hanya
saja harapan dari Ibu Irma untuk penambahan tenaga ahli,
lantaran tenaga ahli yang dimiliki PT.Murindra Karya Lestari
baru ada dua (2) orang guna lebih mengoptimalkan pengelolaan
di lapangan” (Sumber: Wawancara dengan Ibu Irma M.S.
Rabu, 10 April 2019 Pukul 14:50 wib di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara)
Dari ketiga identifikasi masalah yang peneliti temui diawal
penelitian setelah melihat indikator Input, Proses, Output, dan
Outcome secara keseluruhan model kemitraan Build Operate
Transfer sudah berjalan dengan baik hanya saja diperlukan
penguatan dibidang kualitas Sumber Daya Manusia di pihak Balai
Konservasi Sumber daya Alam DKI Jakarta dan PT. Murindra
Karya Lestari guna menunjang pelaksanaan kinerja dan pencapaian
target lebih baik lagi dan mewujudkan visi menjadikan Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara menjadi model
ekowisata hutan mangrove terbaik di pulau Jawa.
4.3 Pembahasan
Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta
yang peneliti temui di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
digunakan dalam penelitan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teori dari beberapa ilmuwan mengenai indikator
keberhasilan kemitraan. Kebutuhan wisata alam di DKI Jakarta
saat ini menjadi salah satu kebutuhan yang cukup sulit untuk
dipenuhi. Selain tingginya pembangunan pemukiman dan industri
Jakarta saat ini juga butuh lingkungan alam yang baik sebagai
173
penyerapan dan penyangga Ibu Kota. Tentunya kebutuhan tersebut
menjadi suatu tuntutan yang harus mampu dipenuhi pemerintah
dalam membuka lingkungan alam yang mampu menyelamatkan
lingkungan DKI Jakarta dan juga memenuhi kebutuhan wisata
masyarakat. Salah satunya yakni adanya Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara yang mulai beroperasi tahun 2011.
Pengelolaan dan pembangunan Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara melalui model kemitraan Build Operate Transfer
(BOT) yakni model kemitraan dimana pembangunan, pengelolaan,
dan pengoperasian di lapangan dilakukan oleh pihak swasta dengan
menggunakan objek milik Negara, yang kemudian dilakukan
koordinasi dengan pihak pemerintah dan menyumbangkan
penghasilan baik bagi perusahaan sendiri ataupun untuk negara
berupa pajak. Dalam penelitian model kemitraan pemerintah dan
swasta ini dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam
DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari sejak tahun 1997
melalui suart keputusan pemberian Izin pengusahaan pariwisata
alam (IPPA).
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
merupakan salah satu unit pelaksana teknis (UPT) dari kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Dirjen Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem. Kawasan konservasi yang menjadi
wilayah kerja BKSA DKI Jakarta melalui Seksi Konservai
174
Wilayah III meliputi Cagar Alam Pulau Bokor (180 ha), Suaka
Margasatwa Pulau Rambut (90 ha), Suaka Margasatwa Muara
Angke (25,02 ha), dan satu Kawasan Pelestarian Alam Taman
Wisata Alam Angke Kapuk (99,82 ha).
PT. Murindra Karya Lestari sebagai pemegang IPPA
selama 30 Tahun sejak 1997 melakukan pengelolaan di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.
Dalam pembahasan penelitian ini, peneliti menggunakan
teori Indikator Keberhasilan Kemitraan menurut Ditjen PM dan
P2L dalam Kuswidanti yang meliputi:
1. Indikator Input,
2. Indikator Proses: menggunakan proses pengelolaan menurut
G.R Terry: planning, organizing, actuating,controlling.
3. Indikator Output
4. Indikator Outcame.
4.3.1 Indikator Input
Indikator Input merupakan indikator yang memuat dasar
pelaksanaan kemitraan. Dalam penelitian ini indikator input
menekankan kepada adanya tim atau sekertariat yang ditandai
dengan kesepakatan bersama, adanya sumber dana pengelolaan,
dan adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati institusi
terkait. Sebagaimana dijelaskan lebih ringkas dalam tabel berikut:
175
Tabel 4.3
Hasil Temuan Penelitian Indikator Input
Indikator Input
Dimensi:
1. adanya tim atau sekertariat yang
ditandai dengan kesepakatan
bersama,
2. adanya sumber dana
pengelolaan, dan
3. adanya dokumen perencanaan
yang telah disepakati institusi
terkait
Hasil Temuan Penelitian
Hasil penelitian dilapangan
menunjukkan ketiga dimensi dari
indikator input sudah terpenuhi
dengan adanya:
1. institusi yang melakukan
kemitraan yakni Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta
dan PT.Murindra Karya lestari
2. Sumber dana pengelolaan yakni
dilapangan oleh PT.Murindra
Karya Lestari dan kegiatan
promosi serta pembinaan dan
survey pengunjung didanai oleh
BKSDA DKI Jakarta
3. Adanya dokumen perencanaan
yang telah disepakati bersama
yakni RPJP, RPJPn serta adanya
RKPPA, RKL, dan RKT milik
PT.Murindra Karya Lestari.
Keseluruhan Terpenuhi
(Optimal)
Sumber: Peneliti, 2019
Dasar pelaksanaan kemitraan dalam mengelola hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
adalah keterbatasan yang dimiliki pemerintah baik secara anggaran
ataupun sumber daya manusia. Oleh karena itu pemerintah pada
tahun 1997 berasumsi bahwasanya pengelolaan akan lebih optimal
apabila dilakukan bersama pihak swasta.
Terkait surat keputusan yang menjadi acuan bagaimana
kemitraan tersebut harus berjalan berdasarkan kepada surat
keputusan Menteri Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang
Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) kepada
176
PT.Murindra Karya Lestari. Dimana dalam surat tersebut
perusahaan berkewajiban diantaranya untuk membiayai kegiatan
penataan batas, menyerahkan RKL kegiatan pengusahaan
pariwisata alam untuk disahkan oleh direktorat jenderal
perlindungan hutan dan pelestarian alam serta menyusun RKT
berdasarkan RKL, membangun sarana dan prasarana, membayar
iuran pengusahaan pariwisata alam, mematuhi dan memberi
bantuan kepada petugas yang oleh menteri kehutanan diberi
wewenang untuk mengadakan bimbingan, pengawasan, dan
penelitian. Memulai kegiatan secara nyata dilapangan,
bertanggungjawab terhadap perlindungan dan keamanan kawasan
serta menjamin keamanan dan ketertiban pengunjung, membantu
peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar kawasan, serta
mendukung pengembangan wilayah.
Dalam pembiayaan sebagai input dasar kemitraan, menurut
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang tahun 2016-2025 Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Anggaran
pembiayaan pengelolaan sebesar Rp.14.750.000.000,00 bersama
dengan PT.Murindra Karya Lestari yang kemudian akan dijabarkan
dalam indikator proses kemitraan.
Dengan melihat substansi yang ada dalam indikator input,
maka secara keseluruhan indikator input dalam kemitraan
pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
177
antara BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari sudah
terpenuhi.
4.3.2 Indikator Proses
Dalam penelitian mengenai model kemitraan pemerintah
dan swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara menggunakan model kemitraan
Build Operate Transfer. Model kemitraan tersebut adalah model
kemitraan dengan pola pengelolaaan berada di tangan swasta
meliputi: pembangunan oleh pihak swasta, pengoperasian objek
oleh pihak swasta, dan pemasukan bagi kedua pihak dalam hal ini
yakni keuntungan oleh swasta dan keuntungan bagi negara. Di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara menerapkan
model kemitraan BOT sehingga keuntungan atau transfer berupa
keuntungan untuk PT.Murindra Karya Lestari, keuntungan bagi
negara berupa Penghasilan Negara Bukan Pajak dan
pengembangan objek yang tetap menjadi status lahan milik Negara.
Dalam indikator proses ditekankan kepada sistem pengelolaan
menurut G.R Terry yakni meliputi: planning, organizing,
actuating, controlling.
4.3.2.1 Planning (Perencanaan)
Perencanaan merupakan pemilih fakta dan penghubungan
fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan-perkiraan
atau asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan
178
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut Rudy
Kipling dalam Athoillah (2010:106), langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam membuat perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan sasaran atau perangkat tujuan
2. Menentukan keadaan, situasi, dan kondisi sekarang
3. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat
4. Mengembangkan rencana dan menjabarkannya.
Ditinjau dari indikator proses perencanaan yang peneliti
peroleh di lapangan maka dapat dijelaskan secara ringkas dalam
tabel berikut:
179
Tabel 4.4
Indikator Proses Perencanaan
Sumber: Peneliti, 2019.
Hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa perencanaan yang
disusun dari masing-masing pihak sudah menentukan sasaran dari
perencanaan yang dibuat dengan memperhatikan faktor pendukung
Indikator Proses
Dimensi:
1. Planning
(Perencanaan) meliputi:
a. Menetapkan sasaran
atau perangkat tujuan
b. Menentukan
keadaan, situasi,
kondisi sekarang
c. Mengidentifikasi
faktor pendukung
dan penghambat
d. Mengembangkan
rencana dan
menjabarkannya
Hasil Temuan Penelitian
a. Untuk perencanaan sudah sesuai
dengan tujuan masing-masing
organisasi yang saling bersinergis
b. Dalam perencanaan menentukan
keadaan situasi dan kondisi
sekarang belum optimal lantaran
dalam RKPPA milik PT.Murindra
Karya Lestari belum sesuai dengan
BKSDA DKI Jakarta terkait
pemberdayaan masyarakat yang
memang sulit melihat kondisi
geografis saat ini.
c. Faktor pendukung dalam dalam
perencanaan saat ini melihat
peluang yang ada di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
dengan kebutuhan wisata tinggi di
kalangan masyarakat Jakarta.
Untuk faktor penghambat sendiri
melihat dari kebutuhan sumber
daya manusia dari PT.Murindra
Karya Lestari masih membutuhkan
tenaga ahli sedangkan di BKSDA
DKI Jakarta juga membutuhkan
pelatihan demi peningkatan
kompetensi pegawai
d. Saat penyusunan perencanaan
kemudian mengembangkan
perencanaan tersebut dengan
sistem kemitraan yang saat ini
selalu menunjukkan
perkembangan.
Masih ada kendala dalam penyesuaian
RKPPA dengan situasi kondisi saat ini
yang masih dilakukan perbaikan
RKPPA (revisi)
180
dan penghambat kemudian dikembangkan dengan melihat situasi
dan kondisi yang ada. Namun dari keseluruhan rencana
pengelolaan yang sudah ada masih terdapat kendala pada Rencana
Karya Pengusahaan Pariwisata Alam (RKPPA) PT.Murindra
Karya Lestari lantaran berkaitan dengan sulitnya pemberdayaan
masyarakat sekitar lantaran kondisi geografis saat ini yang
terkepung pemukiman elit Pantai Indah Kapuk.
Berbicara mengenai sasaran atau perangkat tujuan, dalam
penelitian kemitraan ini perencanaan juga melihat dari kedua
pihak antara BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari.
Dari segi pemerintah, rencana pengelolaan yang selama ini dibuat
oleh BKSDA DKI Jakarta secara sistematis mengacu dengan
aturan Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah
No.44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan yang terdiri
dari RPJP dan RPJPn. Namun terkait isi mengacu kepada PP.
Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan KSA dan KPA
Sementara dari pihak swasta PT.Murindra Karya Lestari,
rencana pengelolaan meliputi Rencana Karya Pengusahaan
Pariwisata Alam, Rencana Karya Lima Tahunan (RKL), dan
Rencana Karya Tahunan (RKT). Dari seluruh perencanaan
tersebut, sehubungan dengan model kemitraan yang diterapkan
maka seharusnya seluruh perencanaan dari kedua pihak saling
181
menyesuaikan. Namun dalam hal ini dalam Rencana Karya
Pengusahaan PT.Murindra Karya Lestari belum sesuai dengan
milik BKSDA DKI Jakarta yakni khususnya dalam poin
pemberdayaan masyarakat. Terkait hal itu dari PT.Murindra Karya
Lestari menyatakan kendala terkait belum sesuainya Rencana
Karya Pengusahaan Pariwisata Alam dibidang pemberdayaan
masyarakat lantaran letak Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara berada di pemukiman elit Pantai Indah Kapuk
sehingga pihak perusahaan melakukan pemberdayaan masyarakat
kepada masyarakat di sekitar kelurahan Kamal Muara yakni
masyarakat Kalideres, dan Tegal Alur.
Dalam hal perencanaan, Balai Konservasi Sumber Daya
Alam DKI Jakarta selain membuat RPJP dan RPJPn, juga
membuat desain blok sebagai planning bagi PT. Murindra Karya
Lestari dalam membuat rencana kegiatan pengelolaan usaha
wisata. Adapun rencana desain peta penataan blok Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara adalah sebagai berikut:
182
Sumber: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta, 2019.
Gambar 4.2
Peta blok Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawaan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
disebutkan bahwa untuk kepentingan penataan kawasan setidaknya
ditetapkan 3 (tiga) blok yaitu blok perlindungan, blok Pemanfaatan
dan blok lainnya. TWA Angke Kapuk idealnya memang dibagi
menjadi 3 (tiga) blok pengelolaan seperti yang tergambar pada
gambar di atas. Namun dalam kenyataannya hanya ada 1 (satu)
blok yang ditetapkan, yaitu blok Pemanfaatan (Wisata). Hal ini
disebabkan SK IPPA yang diberikan kepada PT Murindra Karya
Lestari pada tahun 1997 meliputi seluruh kawasan TWA Angke
Kapuk (seluas 99,82 Ha). Tidak dibenarkan apabila pihak
pemerintah dalam hal ini Balai KSDA DKI Jakarta menetapkan
blok lain selain blok pemanfaatan wisata, karena akan bertentangan
183
dengan SK Menteri Kehutanan nomor 537/Kpts-II/1997 tanggal 22
Agustus 1997 tentang Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata
Alam Angke-Kapuk seluas 99,82 yang terletak di kotamadya
Jakarta Utara DKI Jakarta kepada PT Murindra Karya Lestari.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan tersebut merupakan dasar
hukum dilaksanakannya kegiatan pengusahaan pariwisata alam
oleh PT Murindra Karya Lestari.
Penyusunan desain blok wisata dalam perencanaan yang
nantinya akan digunakan dalam kegiatan wisata Taman Wisata
Alam Angke Kapuk dideskripsikan sebagai berikut:
a. Luas 99,82 Ha atau 100 % dari luas kawasan.
b. Meliputi seluruh kawasan. Hal ini dikarenakan
keseluruhan luas kawasan telah diberikan izin IPPA nya
kepada perusahaan pengelola.
c. Merupakan bagian kawasan yang menjadi pusat kegiatan
dan aktifitas wisata alam dan secara mudah dapat diakses
oleh pengunjung.
d. Merupakan bagian kawasan yang telah dibangun sarana
dan prasarana wisata oleh pengelola.
e. Bagian kawasan yang memiliki daya tarik wisata alam
dan didatangi oleh pengunjung.
f. Bagian kawasan yang mengalami kerusakan yang perlu
dipulihkan atau direstorasi dengan kegiatan pengkayaan
jenis, penanaman dengan menggunakan spesies asli
setempat.
g. Bagian kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan
penanaman oleh pengunjung (salah satu paket/aktivitas
wisata).
Arahan kegiatan:
a. Perlindungan dan pengamanan.
b. Inventarisasi dan monitoring flora, fauna dan ekosistemnya.
184
c. Inventarisasi dan monitoring potesi jenis yang
dimanfaatkan untuk kegiatan rehabilitasi, restorasi
eksosistem, dan eradikasi spesies invasif dan eksotik.
d. Pembinaan habitat dan populasi hidupan liar.
e. Pemantauan dampak/kerusakan kawasan akibat kegiatan
wisata.
f. Pemantauan aktivitas pengunjung.
g. Pengembangan pengusahaan jasa wisata dan sarana
pariwisata alam serta aktivitas wisata.
h. Pembangunan sarana dan prasarana wisata alam dan
fasilitas pelayanan dan akomodasi bagi pengunjung.
i. Pengembangan pusat penelitian dan pendidikan konservasi
alam dan pemanfaatan/ pendayagunaan plasma nutfah
untuk menunjang kepentingan budidaya.
j. Rehabilitasi restorasi ekosistem, eradikasi spesies invasif
dan eksotik.
k. Penelitian dan pengembangan terkait rehabilitasi, restorasi
ekosistem, eradikasi spesies invasif dan eksotik.
l. Penyertaan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi, restorasi ekosistem, dan eradikasi spesies
invasif dan eksotik.
m. Perlindungan, pengamanan dan pengawasan (patroli)
n. Pengembangan penelitian dan pendidikan.
o. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan
pengamanan dan pengawasan, penelitian serta pendidikan.
Dalam menetapkan sasaran dan perangkat yang
melaksanakan kemudian dijabarkan dalam rencana pengelolaan
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara juga
memperhatikan faktor pendukung dan penghambat dalam
menyusun rencana pengelolaan. Penyusunan rencana pengelolaan
baik dari BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari
sampai saat ini belum mengalami kendala. Hanya saja penyesuaian
Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam (RKPPA)
PT.Murindra Karya Lestari belum sama dengan situasi dan kondisi
yang ada saat ini.. Adapun Rencana Pengelolaan Jangka
185
Panjang (RPJP) tahun 2016-2025 yang didalamnya dilaksanakan
kedua pihak sebagai berikut:
Tabel 4.5
Rencana Kegiatan Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP)
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Tahun 2016-2025
No Jenis Kegiatan Pelaksana Tahun
Pelaksanaan
PEMANFAATAN POTENSI
SUMBER DAYA ALAM
KHUSUSNYA WISATA ALAM
1. Penyusunan program-
program/paket wisata baru berdasarkan segmentasi tertentu
PT. MKL 2016
2. Pameran Wisata BKSDA dan PT.MKL
2016-2025
3. Pengkayaan Wahana Permainan Anak
PT. MKL 2017
4. Promosi Wisata yang Inovatif dan kreatif
BKSDA dan PT.MKL
2016-2025
5. Survey kepuasan pengunjung. BKSDA 2016-2025
6. Pengembangan cinderamata. PT. MKL 2016-2025
7. Pengembangan blog dalam rangka
promosi digital
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
8. Pengembangan kantin murah dan
sehat
PT.MKL 2016-2025
9. Pemasangan papan informasi dan
papan penunjuk arah yang
komunikatif dan lengkap
BKSDA dan
PT.MKL
2016
10. Pemasangan display, baliho, poster
ditempat-tempat strategis
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2020
11. Promosi wisata dengan
mengundang wartawan, asosiasi perhotelan, travel agent, event
organizer, media massa (stasiun
televisi dan media cetak), bloger
dan lain-lain
PT. MKL 2016-2025
12. Pemberian penghargaan, sertifikat
bagi pengunjung/ wisatawan yang melakukan penanaman.
PT. MKL 2026-2025
13. Monitoring dan Evaluasi BKSDA 2026-2025
PENYEDIAAN SARANA DAN
PRASARANA PENUNJANG
WISATA ALAM
Sarana prasarana wisata
1. Pembangunan Sarana Outbond PT. MKL 2017
2.. Penyediaan media peralatan
komunikasi
BKSDA dan PT
MKL
2017
3. Pengadaan proster, baliho, display, buku informasi, leaflet
BKSDA dan PT MKL
2019
186
4. Inventarisasi saran a dan prasarana
yang ada
BKSDA dan PT
MKL
2016-2025
5. Identifikasi sarana dan prasarana
yang akan dikembangkan
BKSDA dan PT
MKL
2016-2025
6. Pemeliharaan sarana yang udah ada PT. MKL 2016-2025
Sarana Prasarana Penelitian
1. Pembangunan dan pemeliharaan stasiun penelitian
PT MKL 2017-2025
2. Pembangunan dan pemeliharaan pondok untuk penelitian
PT.MKL 2018-2025
3. Pengadaan peralatan yang berguna untuk penelitian
(Binokuler,kamera, DSLR,
peralatan uji air, dsb)
BKSDA dan PT.MKL
2020
Sarana prasarana lainnya
1. Penyediaan sepeda untuk keliling
kawasan
PT. MKL 2019
2. Penyediaan alat transportasi bagi
pengunjung difabel dan lansia
PT. MKL 2018
187
No Jenis Kegiatan Pelaksana Tahun
Pelaksanaan
PENGAWETAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI
1. Penanaman kawasan yang rusak
dengan vegetasi asli
PT. MKL 2016-2025
2. Penelitian dan pemantauan
tentang dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh berbagai faktor
negatif yang mengancam Taman
Wisata Alam Angke Kapuk
BKSDA 2016-2025
3. Pembuatan database flora dan
fauna
BKSDA 2018
4. Updating database secara berkala BKSDA 2020,2022,2024
5. Pembuatan persemaian mangrove
sebagai penunjang budidaya
BKSDA dan PT.
MKL
2016-2025
IDENTIFIKASI DAN
INVENTARISASI SUMBER
DAYA ALAM
1. Identifikasi dan inventarisasi
sebaran mangrove
BKSDA dan PT.
MKL
2017, 2021,
2025
2. Identifikasi dan inventarisasi
sebaran burung
BKSDA dan PT.
MKL
2018, 2022
3. Identifikasi dan inventarisasi
sebaran herpetofauna
BKSDA dan
PT.MKL
2019, 2023
4. Identifikasi dan inventarisasi
sebaran mamalia dan primate
BKSDA dan
PT.MKL
2020, 2024
5. Identifikasi potensi pemanfaatan
mangrove sebagai tanaman serbaguna
BKSDA dan PT.
MKL
2021
6. Identifikasi potensi biota air BKSDA dan PT. MKL
2022
7 Identifikasi potensi gangguan terhadap kawasan
BKSDA dan PT.
MKL
2023
8. Identifikasi alien spesies BKSDA dan PT.
MKL
2024
9. Survey potensi karbon BKSDA dan PT. MKL
2025
10. Monitoring jenis dan populasi burung
BKSDA dan PT. MKL
2019
11. Monitoring jenis dan populasi herpetofauna
BKSDA dan PT MKL
2020
12. Monitoring jenis dan populasi mamalia dan primate
BKSDA dan PT MKL
2021
KERJASAMA./KOLABORASI
PENGELOLAAN DAN
KOORDINASI INTEGRASI
Kerjasama dibidang wisata:
1. Kerjasama dengan travel agent
atau EO untuk pelaksanaan event
TWA
PT. MKL 2016-2025
2. Kerjasama promosi dengan
penyedia jasa transportasi seperti
maskapai dan kereta api
PT. MKL 2016-2025
3. Kerjasama promosi dengan stakeholder lainnya terutama
blogger, wartawan dan media
PT MKL 2016-2025
188
massa (cetak/tv)
Kerjasama dibidangan
pendidikan dan penelitian
1. Kerjasama dengan perguruan
tinggi untuk pemantauan populasi, dan keanekaragamanan
hayati, sert dampak atau
kerusakan kawasan
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
2. Kerjasama dengan LSM/NGO
dalam pemantauan populasi
satwa dan keanekaragaman hayati
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
3. Bekerjasama dengan perguruan
tinggi, LIPI atau NGO dalam pembuatan stasiun
penelitian/stasiun riset
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
4. Bekerjasama dengan lembaga
internasional dalam kegiatan
rehabilitasi dan pengembangan
kawasan
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
Kerjasama dibidang lain:
1. Kerjasama dengan masyarakat
dalam kegiatan pengamanan dan
penyediaan bibit
PT.MKL 2016-2025
2. Penandatanganan MoU antara
institusi KPHK dengan pengelola
dalam pengelolaan kawasan
BKSDA dan
PT.MKL
2018
3. Penandatanganan MoU antara
institusi KPHK, pengelola, dan pemerintah daerah serta instansi
terkait lainnya.
BKSDA dan
PT.MKL
2018
Kegiatan lain terkait
kerjasama:
1 Identifikasi stakeholders yang
akan diidentifikasi dalam kerjasama
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
2. Analisis stakeholders BKSDA dan PT.MKL
2016-2025
3. Penyusunan rancangan
kerjasama/kolaborasi
BKSDA dan
PT.MKL
2016,2020,2024
PENINGKATAN PERAN
SERTA DAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
1 Rekrutmen masyarakat sekitar
sebagai tenaga kerja
PT.MKL 2016-2025
2. Pelibatan masyarakat dalam
pengamanan kawasan (pengamanan partisipatif)
PT.MKL 2016-2025
3. Pelibatan masyarakat dalam penyediaan bibit penanaman
PT.MKL 2016-2025
4. Sosialisasi tentang kawasan kepada masyarakat sekitar
BKSDA dan PT.MKL
2016-2025
5. Pemberian bantuan ekonomi PT.MKL 2016-2025
6. Pelatihan keterampilan masyarakat dibidang pengolahan
hasil mangrove dan wisata
BKSDA dan PT.MKL
2018
189
Sumber: data diolah dari Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA
DKI 2016-2025.
Keterangan:
BKSDA: Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
PT.MKL: PT. Murindra Karya Lestari.
Rencana kegiatan pengelolaan jangka panjang yang
dilakukan bersama antara BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra
Karya Lestari dibuat dengan berdasarkan kepada analisis peta
kekuatan-kelemahan-peluang-ancaman di Taman Wisata Alam
PENGUATAN
KELEMBAGAAN
PENGELOLA
1. Rekrutmen SDM professional
untuk mengisi bagian perencanaan
dan promosi (marketing) dan manajemen pemasaran
PT.MKL 2016-2-25
2. Rekrutmen SDM Fresh graduatue untuk posisi pendamping atau
interpreter, dan tenaga adm.
keuangan
PT.MKL 2016-2025
3. Pelatihan meliputi pelayanan
prima, interpretasi lingkungan,
pendidikan lingkungan, pemandu wisata, perhotelan, bahasa sing,
intelijen, penggunaan peralatan
survey dan pengamanan kawasan
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
4. Penggunaan tenaga ahli untuk
mengatasi pencemaran
PT.MKL 2020,2024
5. Monitoring oleh KPHK BKSDA 2017-2025
6. Pembahasan annual workplan
setaip awal tahun dengan melibatkan stakeholder yang
terlibat dalam pengelolaan dan
pengembangan TWA Angke
Kapuk
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
PENGEMBANGAN IPTEK
1. Promosi TWA Angke Kapuk
sebagai lab. penelitian rehabilitasi
mangrove dan keanekaragaman burung
BKSDA dan
PT.MKL
2016-2025
2. Pusat pengembangan teknologi pengendalian limbah
PT.MKL 2020, 2025
3. Studi banding pengelolaan limbah padat dan cair
BKSDA dan PT.MKL
2019, 2024
190
Angke Kapuk Jakarta Utara, namun untuk kegiatan wisata dilokasi
oleh PT.Murindra Karya Lestari berdasarkan kepada desain blok
yang sudah dibuat dari BKSDA DKI Jakarta sebagai acuan rencana
kegiatan. Total anggaran yang dikeluarkan menurut Rencana
Pengelolaan Jangka Panjang tahun 2016-2025 kurang lebih
mencapai Rp.14.750.000.000,00 (empat belas milyar tujuh ratus
lima puluh juta rupiah)
Tujuan dari rencana pengelolaan jangka panjang yang
dilaksanakan melalui kemitraan antara lain adalah:
1. Terwujudnya pengelolaan ekosistem mangrove yang
optimal guna menunjang pengembangan pariwisata alam,
pendidikan dan pelatihan;
2. Terwujudnya kelembagaan pengelolaan TWA Angke
Kapuk dalam institusi KPHK yang efektif dan efisien;
3. Terjaminnya keutuhan kawasan dan kelestarian jenis
tumbuhan dan satwa;
4. Terwujudnya TWA Angke Kapuk sebagai lokasi ekowisata
di Indonesia yang unggul dari sisi pelayanan, sarana
prasarana dan aktivitas wisatanya
191
4.3.2.2 Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan, dan
penyusunan macam-macam kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan, penempatan orang-orang (pegawai), terhadap
kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor fisik yang cocok
bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan wewenang, yang
dilimpahkan terhadap setiap orang dalam hubungannya dengan
pelaksanaan setiap kegiatan yang diharapkan.
Ciri organisasi menurut Manullang terbagi menjadi (3) tiga yaitu:
1. Sekelompok orang,
2. kerjasama atau pembagian pekerjaan,
3. tujuan bersama.
Secara ringkas indikator proses dimensi pengorganisasian akan
dijelaskan dalam tabel berikut ini
192
Tabel 4.6
Indikator Proses Dimensi pengorganisasian
Indikator Proses
Dimensi
2. Organizing (Pengorganisasian)
a. Sekelompok Orang
b. Kerjasama atau pembagian
kerja
c. tujuan bersama
Hasil Temuan Penelitian
a. Sekelompok orang yang
dimaksud dalam kemitraan di
Taman Wisata Alam Angke
Kapuk yakni karyawan
PT.Murindra Karya Lestari yang
terbagi dalam beberapa bagian
kerja dan Pegawai BKSDA DKI
Jakarta yang saling koordinasi
b. Pembagian kerja di BKSDA DKI
Jakarta terbagi kedalam SKW
I,II,III sedangkan PT.Murindra
Karya Lestari terbagi kedalam
dua shift kerja
c. Tujuan bersama yakni
pengelolaan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk yang optimal.
Secara Keseluruhan
pengorganisasian berjalan
dengan sistem pembagian kerja
yang terorganisir meskipun
dalam pelaksanaan di BKSDA
DKI Jakarta masih terjadi
rangkap jabatan karena
kendala kemampuan /skill.
Sumber: Peneliti, 2019.
Pengorganisasian melalui kemitraan model Build Operate
Transfer (BOT) yang dilaksanakan oleh BKSDA DKI Jakarta dan
PT.Murindra Karya Lestari dalam mengelola Taman Wisata Alam
Angke Kapuk dapat dilihat dari pembagian kerja sesuai dengan
kewenangan yakni pengelolaan di lapangan dari pembangunan
sarana dan prasarana dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari
dengan koordinasi dengan BKSDA DKI Jakarta.
Dari segi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
BKSDA DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi Wilayah III kita
193
dapat ketahui bahwa pengorganisasian dalam kemitraan mengelola
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara, BKSDA DKI
Jakarta dipimpin oleh seorang kepala balai kemudian terbagi lagi
menjadi tiga seksi konservasi wilayah. Seksi Konservasi Wilayah I
bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan
Jakarta Pusat. Seksi Konservasi Wilayah II bekerja untuk wilayah
Tangerang dan Jakarta Barat. Seksi Konservasi Wilayah III bekerja
untuk wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Dalam
melaksanakan tugasnya, BKSDA DKI Jakarta melalui Seksi
Konservasi Wilayah III terdapat rangkap jabatan yang disebabkan
oleh kurangnya kemampuan pegawai dibidang Teknologi dan
Informasi (IT). keterampilan (Skill), dan kemampuan bahasa
Inggris. Secara kuantitas memang jumlah pegawai sudah
memenuhi namun secara kualitas masih dibutuhkan pelatihan
untuk menunjang kemampuan pegawai.
Sedangkan Pembagian kerja yang dilaksanakan dalam
mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk dari PT Murindra
Karya Lestari dibagi menjadi bagian pembibitan dan pemupukan
oleh masyarakat yang diberdayakan di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara, bagian manajer dibantu oleh staf administasi,
bagian kantin dan pemasaran untuk memberikan informasi kepada
pengunjung, dan bagian kemanan untuk pemeliharaan sarana-
prasarana dan keamanan kawasan oleh 21 (dua puluh satu) tenaga
194
keamanan untuk bekerja 24 (dua puluh empat) jam terbagi menjadi
dua (2) shift. Dari PT. Murindra Lestari saat ini dalam pembagian
kerja masih mengalami kendala dibagian staf ahli lantaran saat ini
hanya ada 2 (dua) orang staf ahli dan lebih banyak tenaga kasar
yang kurang mencakup dari segi pendidikan.
Koordinasi antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam
DKI Jakarta dan PT. Murindra Karya Lestari saat ini berlangsung
mudah hanya menggunakan media sosial (informal) saja lantaran
masing-masing pihak saling memfasilitasi seperti saat keperluan
BKSDA DKI Jakarta untuk melakukan monitoring kawasan
ataupun pembinaan terhadap perusahaan maka pihak perusahaan
secara terbuka memfasilitasi dan memberikan ruang BKSDA DKI
Jakarta meskipun diluar jam operasional Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara, sedangkan keperluan PT.Murindra
Karya Lestari kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) juga difasilitasi oleh pihak Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
4.3.2.3 Actuating (Pelaksanaan) model kemitraan Build
Operate Transfer
Pelaksanaan melalui model kemitraan Build Operate
Transfer yang selama ini diterapkan antara Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta dengan PT. Murindra Karya
Lestari diatur dalam pemberian izin pengusahaan pariwisata alam.
195
Dalam penelitian model kemitraan pemerintah dan swasta dalam
pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara menekankan kepada model kemitraan Build Operate
Transfer. Secara ringkas akan dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 4.7
Indikator Proses Pelaksanaan
Indikator Proses
Dimensi
3. Actuating(Pelaksanaan):
a. Build (Pembangunan)
b. Operate (Pengoperasian)
c. Transfer (Perolehan)
Hasil Temuan Penelitian
a. Pembangunan kawasan
TWA Angke Kapuk
dilakukan oleh
PT.Murindra Karya
Lestari mulai dari
relokasi petambak liar
hingga pemulihan
kawasan yang rusak
akibat aktivitas
petambak. kemudian
mulai tahun 2009
dilakukan
pembangunan sarana-
prasarana pendukung
wisata oleh
PT.Murindra Karya
Lestari
b. Operasional Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk oleh
PT.Murindra Karya
Lestari mulai pada
tahun 2011 dengan
peningkatan wisatawan
paling tinggi pada
tahun 2017. Adapun
penurunan pengunjung
yang terjadi lantaran
menurut laporan
kegiatan pengawasan
dan pembinaan Izin
Pengusahaan
Pariwisata Alam
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk
Triwulan III tahun
2017 survei
196
pengunjung
mengharapkan
perbaikan di fasilitas
pondok yang berada
diatas perairan
konservasi mangrove,
Hal menarik yang
menjadi daya tarik
dalam operasional
wisata yakni
penawaran paket
weeding, penanaman
langsung, hingga
pengolahan sampah
menjadi pupuk oleh
pihak perusahaan yang
nantinya dapat
digunakan sendiri dan
dijual kembali dalam
paket wisata
penanaman.
c. Transfer
- Perolehan hasil
dari penjualan
tiket pengunjung
seharga
Rp.25.000,00
dengan pembagian
Rp.20.000,00
untuk perusahaan
dan Rp.5000,00
untuk PNBP dan
sering mengalami
peningkatan
- Taman Wisata
Alam Angke yang
sudah kembali
fungsi asli sebagai
lokasi hutan
konservasi
- Pemasukan
ekonomi bagi
masyarakat yang
bekerja di lokasi
dan berjualan
setiap hari Jumat
(Weekday).
Model Kemitraan BOT
(Build Operate Transfer)
berjalan dengan baik dan
relevan digunakan dalam
pengelolaan asset milik
negara
197
b.
Pelaksanaan paling awal dari segi kepemimpinan, pihak
Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta juga
mempunyai peran dalam membentuk rencana pengelolaan dan
desain batas kegiatan di kawasan. Melalui Seksi Konservasi
Wilayah III pengarahan diberikan oleh kepala seksi saat rapat
membahas pekerjaan yang akan dilakukan seperti pembinaan,
monitoring, dan evaluasi. Rapat tersebut dibuat untuk tujuan semua
pegawai memahami peranannya masing-masing dan mengetahui
kapan target waktu pekerjaan harus selesai sehingga semuanya
berjalan efektif dan tepat waktu. Dari pihak PT.Murindra Karya
Lestari, kepemimpinan dapat dilihat dari segi bagaimana arahan
pemimpin saat penerimaan karyawan sesuai dengan posisi masing-
masing. Selain itu dari segi keamanan sendiri juga mempunyai
penganggung jawab yang selalu melakukan pengarahan (apel)
setiap pergantian shift.
Setelah melihat bagaimana arahan pemimpin maka masing-
masing pegawai baik dari pemerintah ataupun perusahaan
melaksanakan tugasnya dan bertanggung jawab kepada pimpinan
masing-masing sesuai batas waktu yang diberikan. Semua
pekerjaan yang diberikan tentunya tetap mengkomunikasikan
kepada pimpinan baik dari BKSDA DKI Jakarta dan PT.Murindra
Karya Lestari untuk kemudian masing-masing pimpinan
198
mengkomunikasikan agar tetap menjaga tata hubungan selama
berlangsungnya kemitraan supaya tujuan pengelolaan tercapai
dengan optimal.
Sebagai perangsang kinerja karyawan, saat ini PT.Murindra
belum pernah ada insentif ataupun kegiatan Family Gathering
bersama karyawannya lantaran sebagai penyedia jasa wisata justru
jarang sekali menemukan waktu yang tepat melakukan kegiatan
wisata bersama karyawannya.
Terkait pelaksanaan dilapangan sebagai inti dari model
kemitraan Build Operate Transfer (BOT) dijabarkan sebagai
berikut:
1. Build (Pembangunan)
Dalam pelaksanaan kemitraan pihak PT. Murindra Karya
Lestari sebagai pemegang izin kelola kawasan berkewajiban
untuk membangun kawasan, mengoperasikan sebagai taman
wisata dan memberi pajak kepada Negara. Pada tahun 1997,
ketika izin pengusahaan pariwisata alam diberikan, petambak liar
masih menduduki kawasan TWA Angke Kapuk. Upaya
rehabilitasi kawasan telah dimulai pada tahun tersebut, namun
mengalami kegagalan karena tingginya aktivitas petambak. Pada
tahun 2009, Balai KSDA DKI Jakarta bersama-sama dengan
pengelola yaitu PT Murindra Karya Lestari dan instansi terkait
lainnya, melakukan operasi terpadu untuk menertibkan petambak
199
keluar dari kawasan. Operasi terpadu tersebut membuahkan hasil
dengan bebasnya kawasan dari petambak liar. Pada tahun 2009
pula PT Murindra Karya Lestari mulai melakukan rehabilitasi
kawasan secara besar-besaran dan pembangunan sarana
prasarana wisata.
Dalam hal pembangunan sarana-prasarana, saat ini
PT.Murindra Karya Lestari telah berhasil mengubah Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara yang dahulu sebagai lahan bagi
petambak liar hingga kini telah membangun sarana-prasarana
beserta biaya untuk operasional wisatawan antara lain sebagai
berikut:
200
1. Penginapan
Tabel 4.8
Sarana Penginapan dan pondok kemah
Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta
2016-2025.
Sarana penginapan di TWA Angke Kapuk terdiri dari
beberapa ukuran luas. Rumah Betang adalah bangunan yang paling
luas. Terdiri dari 2 (dua) lantai, lantai bawah untuk aula/pertemuan,
dapur dan tempat bersantai serta ruang tamu; dan lantai atas berupa
kamar-kamar (10 kamar). Seluruh ruangan dan kamar dilengkapi
dengan AC dan fasilitas lainnya seperti kamar mandi dalam dan
televisi. Harga sewa untuk rumah betang ini adalah Rp.
No Jenis Jml Keterangan
1. Rumah Betang 2 Baik dan berfungsi
2. Rumah Egretta 4 Baik dan berfungsi
3. Rumah Avicennia 4 Baik dan berfungsi
4. Rumah Rhizophora 4 Baik dan berfungsi
5. Pondok kemah darat 18 Baik dan berfungsi
6. Rumah Bruguiera (pondok 7 Baik dan berfungsi
kemah)
7. Rumah Anhinga (pondok kemah) 7 Baik dan berfungsi
8. Rumah Sonneratia (pondok 18 Baik dan berfungsi
kemah)
9. Rumah Bulbulus (pondok kemah) 20 Baik dan berfungsi
10. Rumah pagoda 2 Baik dan berfungsi
201
6.500.000,00 per malam. Rumah Egretta merupakan bangunan
dengan 3 (tiga) kamar tidur. Terdapat 4 (empat) unit bangunan.
Selain kamar tidur juga terdapat dapur, teras depan dan belakang.
Masing-masing kamar dilengkapi dengan AC, kamar mandi dalam
dan televisi. Harga sewa untuk rumah ini adalah Rp. 3.500.000,00
per malam.
Rumah Avicennia terdiri dari 4 unit bangunan. Masing-
masing bangunan terdiri dari 2 (dua) kamar tidur. Sama dengan
bangunan lainnya, rumah avicennia dilengkapi dengan dapur, dan
masing-masing kamar dilengkapi dengan fasilitas AC, Televisi dan
kamar mandi dalam. Harga sewa untuk rumah ini per malam
adalah Rp. 1.500.000,- per malam. Rumah Rhizophora berjumlah 4
(empat) unit. Rumah ini disebut juga sebagai pondok honeymoon
atau pondok bulan madu. Letaknya terpisah dengan pondok-
pondok lainnya yang biasanya dibangun berdekatan. Rumah ini
memiliki 2 (dua) kamar tidur dengan fasilitas sama dengan rumah-
rumah lainnya. Harga sewa per malam adalah Rp. 1.300.000,00-,
Sedangkan rumah yang berukuran agak besar dengan 4 (empat)
kamar adalah rumah pagoda. Harga sewa rumah ini per malam
adalah Rp. 5 juta. Ada 2 (dua) unit rumah jenis pagoda ini.
Pondok kemah darat merupakan unit rumah yang kecil dan
sangat cocok bagi pecinta alam. Setiap pondok terdiri dari 1 (satu)
kasur untuk 1 (satu) orang, meja dan kursi. Pondok kemah ini ada
202
yang berada di darat dan ada pula yang dibangun diatas air. Jumlah
pondok kemah ini keseluruhan adalah 70 (tujuh puluh) pondok.
Sebagai pembeda lokasi pondok (darat atau air) pengelola
membedakan nama pondok tersebut menjadi pondok kemah darat,
rumah Bruguera, rumah Anhinga, rumah Sonneratia dan rumah
Bulbulus. Di pondok ini tidak tersedia kamar mandi, sehingga
kamar mandi berupa di luar bersatu dengan fasilitas kamar mandi
untuk pengunjung lainnya. Terdapat pondok kemah yang juga
sudah dilengkapi AC yaitu pondok kemah bulbulus sebanyak 6
(enam) unit. Harga sewa pondok kemah ini bervariasi, Bulbulus
AC per malam Rp. 600.000,00. Bulbulus non AC, Anhinga dan
Sonneratia harga sewa per malam Rp. 450.000,- (berada di atas
air), sedangkan pondok kemah darat dan Bruguera harga sewa
per malamnya hanya Rp.300.000,00.
2. Ruang Pertemuan
Tabel 4.9
Sarana Pertemuan/Aula
No Jenis Jml Keterangan
1. Aula Pendopo Ficus 1 Baik dan berfungsi
2. Panggung Bale Bengong 1 Baik dan berfungsi
Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta 2016-
2025.
Aula pendopo Ficus berada di depan coffe shop. Berupa
bangunan 2 (dua) lantai yang dapat menampung sekitar 100-150
203
orang dan tertutup. Fasilitas yang disediakan adalah sound system,
alat musik (Organ), meja dan kursi, dapur, kamar mandi, peralatan
makan, infocus dan layar. Harga sewa aula ini adalah Rp.
25.000.000,00. Sedangkan panggung Bale bengong berupa aula
terbuka (rumah panggung tanpa dinding). Kapasitas yang dapat
ditampung sekitar 100-200 orang. Fasilitas yang tersedia adalah
kursi dan meja serta sound system. Harga sewa panggung Bale
Bengong adalah Rp. 10.000.000,00.
3. Kantin/Coffe Shop
Di TWA Angke kapuk terdapat 1 (satu) buah kantin dan 1
(satu) buah Coffe Shop. Namun dikarenakan terbatasnya sumber
daya manusia, kantin hanya menyediakan minuman, kopi, teh dan
makanan-makanan ringan berupa pisang goreng dan snack-snack
kemasan. Untuk makanan berat seperti nasi goreng, mie atau
sejenisnya jarang tersedia dan biasanya harus dipesan terlebih
dahulu. Coffe shop dan kantin dapat menampung lebih dari 50
orang karena meja dan kursi yang tersedia cukup banyak.
Meskipun terbatas, kantin ini juga melayani pemesanan konsumsi
untuk kegiatan yang dilaksanakan di TWA Angke Kapuk. Harga
prasmanan per orang adalah Rp. 100.000,00 sedangkan snack Rp.
35.000,00. Namun demikian, pengelola mempersilakan apabila
penyewa lokasi memesan katering atau makanan dari luar dengan
204
ketentuan membayar sebesar 10% dari nilai kontrak yang diterima
oleh katering tersebut.
4. Sarana Istirahat pengunjung
Tabel 4.10
Sarana Prasarana Pengunjung
Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta
2016-2025.
Tempat duduk/istirahat berada diseberang coffe shop di
dekat aula Ficus. Berupa bangunan terbuka yang dilengkapi
dengan kursi dan meja panjang dari kayu merbau. Terdiri dari 3
unit berada di kanan dan kiri jalan masuk aula Ficus dan bangunan
lainnya berada di sebelah kiri aula Ficus.
Gazebo berada di sebelah dermaga (5 unit). Ada 6 unit
dilengkapi dengan meja dan kursi keliling. Namun ada beberapa
unit (3 unit) mengalami kerusakan pada bagian atap. Sedangkan 1
(satu) unit gazebo berada di belakang aula Ficus. Dermaga juga
dilengkapi dengan tempat duduk meja dan kursi panjang. Selain
No Jenis Jml Ket
1. Tempat duduk/istirahat 3 Baik dan berfungsi
2. Gazebo 6 Baik dan berfungsi,
sebagian rusak
3. Dermaga 1 Baik dan berfungsi
4.
Kursi di sepanjang jalur
track 25 Baik dan berfungsi
5. Shelter di tepi pantai 1 Baik dan berfungsi
6. Rumah pohon 1 Baik dan berfungsi
205
untuk keperluan menunggu jika menyewa kapal/kano, dermaga ini
juga dapat digunakan untuk istirahat pengunjung setelah
mengelilingi kawasan. Di sepanjang jalur tracking juga disediakan
kursi-kursi sebagai tempat duduk pengunjung. Selain itu di tepi
pantai juga disediakan shelter yang cukup besar sehingga
pengunjung dapat menikmati udara Teluk Jakarta.
5. Fasilitas Umum bagi pengunjung
Tabel 4.11
Fasilitas Umum dan fasilitas bermain anak di TWA
Angke Kapuk No Jenis Jml Ket
1. Toilet 8 pintu 1 Baik dan berfungsi
2. Toilet 6 Pintu 2 Baik dan berfungsi,
sebagian rusak
3. Panggung kecil (fotobooth) 3 Baik dan berfungsi
4. Panggung besar (bambu) 1 Baik dan berfungsi
5. Menara pengamat 2 Baik dan berfungsi
6. Jembatan rintang 1 Baik dan berfungsi
7. Kolam 1 Tidak berfungsi
8. Kandang Monyet 1 Baik dan berfungsi
9. Kandang kelinci 1 Baik dan berfungsi
10. Jembatan gantung 2 Baik dan berfungsi
11. Jalur tracking Sepanjang kawasan baik
berupa kayu maupun
Konblok
12 Areal parkir 1 Berupa parkir kendaraan
roda 2, 4 dan bus
Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta
2016-2025.
206
Fasilitas umum di TWA Angke Kapuk ditujukan untuk
memberikan kemudahan bagi pengunjung terutama dalam
melaksanakan aktivitas wisata. Untuk aktivitas wisata dan berfoto
juga sudah disediakan sarananya. Terdapat bangunan untuk
photobooth dan juga panggung-panggung dengan latar belakang
yang menarik. Terdapat juga jembatan gantung dan jembatan
rintang untuk menambah estetika dalam fotografi. Minat
pengunjung untuk melakukan kegiatan foto pra wedding maupun
foto kenang-kenangan untuk pelajar sangat tinggi. Wahana-wahana
untuk kegiatan pemotretan sudah cukup banyak dan cukup bagus.
Kelemahan Taman Wisata Alam Angke Kapuk ini adalah
tingginya biaya yang dikenakan jika melakukan pemotretan dengan
kamera profesional. Hal ini menjadi keluhan pengunjung selama
bertahun-tahun, karena kamera yang diizinkan hanya kamera HP,
sedangkan untuk kamera digital lainnya dikenakan biaya
Rp.1.000.000,00 per kamera. Selain itu tarif masuk Taman Wisata
Alam Angke Kapuk saat ini dirasa cukup untuk dijangkau
kalangan dewasa dan pekerja namun masih terlalu mahal bagi
kalangan pelajar.
Untuk aktivitas anak-anak, tersedia kandang kelinci dan
kandang monyet. Anak-anak dapat memberi makan monyet dan
mendekati kandang dengan membayar retribusi sebesar Rp.
2.000,00. Aktivitas lain bagi anak-anak adalah jembatan rintang.
207
Ketinggian jembatan rintang dan panjang jembatan didesain ideal
bagi anak-anak, dalam arti tidak membahayakan keselamatan anak-
anak. Untuk pengunjung dewasa, terdapat menara pengamat
setinggi 10 meter yang dapat digunakan untuk melihat kawasan
dari puncak menara. Juga terdapat jalur tracking yang cukup
panjang dan jembatan gantung untuk variasi kegiatan wisata.
Dari aspek parkir kendaraan, pengunjung dapat memarkir
kendaraannya dengan aman. Areal parkir cukup luas, dapat
menampung kendaraan roda dua, roda empat dan bus pariwisata.
Tingkat keamanan parkir cukup tinggi karena ada petugas khusus
yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kendaraan yang
parkir.
6. Pelayanan Angkutan Wisata di dalam kawasan
Tabel 4.12
Sarana angkutan wisata di dalam kawasan
No Jenis Jml Ket
1. Perahu 5 Baik dan berfungsi
2. Speed boat (kursi 6) 3 Baik dan berfungsi
3. Speed boat (kursi 8) 1 Baik dan berfungsi
4. Speed boat patroli (kursi 4) 1 Baik dan berfungsi
5. Perahu dayung 8 Baik dan berfungsi
6. Kano (kursi 2) 3 Baik dan berfungsi
7. Kano (kursi 1) 3 Baik dan berfungsi
Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta
2016-2025.
208
Untuk memudahkan pengunjung melihat sisi dalam
kawasan dan menyusuri sungai diantara pohon-pohon bakau,
pengelola TWA Angke Kapuk menyediakan perahu atau kano
yang dapat disewa oleh pengunjung. Tarif perahu, speedboat dan
kano tersebut berbeda-beda tergantung kapasitas penumpang yang
dapat diangkut. Speed boat kapasitas 6 (enam) orang disewakan
sebesar Rp. 300.000,00 untuk 30 menit keliling kawasan. Speed
boat kapasitas 8 (delapan) orang Rp. 450.000,00 sedangkan kano
kursi 2 (dua) orang Rp. 150.000,00 dan kursi 1 orang Rp.
100.000,00.
7. Sarana Ibadah
TWA Angke Kapuk juga menyediakan sarana ibadah bagi
pengunjung. Terdapat 1 (satu) buah masjid dan 1 (satu) Mushola.
Masjid berada di dekat pintu masuk kawasan. Masjid ini
merupakan masjid terdekat yang ada di Perumahan PIK, sehingga
pada saat-saat tertentu (hari jumat/hari raya) selalu penuh oleh
masyarakat yang akan beribadah
209
8. Prasarana pendukung pengelolaan
Tabel 4.13
Prasarana pendukung
No Jenis Jml Ket
1. Jaringan Listrik 1 Baik dan berfungsi
2. Jaringan Air 1 Baik dan berfungsi
3. Jaringan Telepon 1 Baik dan berfungsi
4. Jaringan drainase 1 Baik dan berfungsi
5. Tempat sampah 50 Baik dan berfungsi
(disepanjang jalur track)
6. Bilasan 3 Baik dan berfungsi
7.
Saluran
limbah/pembuangan Baik dan berfungsi
8. Pos jaga 4 Baik dan berfungsi
9. Pusat informasi 1 Belum berfungsi
10. Mess karyawan 2 Baik dan berfungsi
11. Papan petunjuk arah/papan Baik dan berfungsi (ada
Informasi disetiap persimpangan
dan jalur-jalur tertentu)
12. Lampu Jalan 50 Baik dan berfungsi
(semua nyala)
13. Dapur 1 Baik dan berfungsi
14. Gudang 1 Baik dan berfungsi
Sumber: Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) BKSDA DKI Jakarta
2016-2025.
210
Untuk menjaga kebersihan di sepanjang jalur tracking
disediakan tempat sampah yang berbahan kayu dan plastik.
Lampu penerangan juga dipasang disepanjang jalur tracking
termasuk di jalur-jalur tracking yang menuju ke penginapan. Pada
setiap persimpangan dan spot-spot tertentu dipasang penunjuk
arah dan informasi. Hal ini bermanfaat bagi pengunjung sehingga
pengunjung dapat menetukan arah wisatanya. Meskipun demikian,
papan informasi masih perlu ditambah dan dibenahi, karena
jumlahnya relatif masih sedikit.
Bangunan yang sampai saat ini belum dimanfaatkan dengan
baik adalah pusat informasi. Menurut informasi dari pengelola,
pusat informasi ini sebenarnya dirancang sebagai show window
TWA Angke Kapuk. Namun karena keterbatasan SDM pengelola
dan bahan informasi maka pusat informasi ini belum difungsikan.
Sarana pendukung pengelolaan lainnya adalah mess karyawan.
TWA Angke kapuk memiliki tenaga kerja yang berasal dari luar
DKI Jakarta. Mess karyawan ini ada 2 (dua) unit, yaitu mess
karyawan bagi karyawati dan karyawan yang telah berkeluarga,
dan mess karyawan untuk laki-laki. Masing-masing mess terdiri
dari 10 (sepuluh) kamar. Pada mess wanita dilengkapi dengan
ruang tamu yang dapat dimanfaatkan untuk bermain anak-anak
(bagi karyawan yang membawa keluarga).
211
2. Operate (Pengoperasian)
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara mulai
beroperasi untuk umum pada tahun 2011 dengan peningkatan
pengunjung lima (5) tahun terakhir sebagai berikut:
Tabel 4.14
Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Sumber: BKSDA DKI, 2018
Kenaikan pengunjung paling signifikan terjadi pada tahun 2017
sehingga memberikan pemasukan yang tinggi pula kepada
perusahaan dan pajak Negara. Adapun penurunan pengunjung yang
terjadi lantaran menurut laporan kegiatan pengawasan dan
pembinaan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Triwulan III tahun 2017 survei pengunjung
mengharapkan perbaikan di fasilitas pondok yang berada diatas
perairan konservasi mangrove, karena pondok tersebut juga dapat
menjadikan daya tarik pengunjung untuk menginap ataupun
sekedar melakukan swafoto di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara.
Tahun
Pengunjung Asing
Pengunjung Domestik
2014 100 127,813
2015 189 206,289
2016 224 239,500
2017 247 305,600
2018 253 234,200
212
Selain itu yang menarik dalam mengelola hutan mangrove
oleh PT. Murindra Karya Lestari yakni pembuatan pupuk
dilakukan sendiri dan menggunakan bahan sampah dari sampah
organik hingga sampah plastik sehingga sampah yang masuk ke
kawasan baik sampah reklamasi ataupun sampah muara sungai
dapat diolah kembali dan manjadi bermanfaat.
Tidak hanya peranan dari PT.Murindra Karya Lestari saja,
pihak BKSDA DKI Jakarta ikut serta memberikan kegiatan berupa
penyuluhan kehutanan kepada msyarakat dan wisatawan
tujuannnya untuk memberikan kesadaran sekaligus promosi hutan
mangrove sebagai kawasan ekowisata yang bermanfaat bagi
manusia dan lingkungan.
3. Transfer
Transfer atau manfaat dari pengelolaan Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara adalah dari segi kawasan adalah
saat ini kawasan sudah dapat kembali fungsi semestinya sebagai
kawasan konservasi hutan mangrove dilengkapi flora fauna
didalamnya serta fasilitas wisata yang mendukung dapat menjadi
nilai tersendiri bagai kawasan. Dari segi pendapatan, melalui
kemitraan pemerintah dengan swasta dapat memberikan PNBP
yang cukup besar setiap tahunnya sebagai berikut:
213
25,
854,
362
33,
274,
948
45,
551,
426
-
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
2015 2016 2017
PH
UP
SWA
(R
up
iah
)
Tahun
Tabel 4.15
PNBP pungutan hasil usaha PT. Murindra Karya Lestari
Sumber: Laporan Taman Wisata Alam Angke Kapuk tahun 2017 BKSDA DKI Jakarta.
Dari data pemasukan PNBP melalui PHUPSWA Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara kita dapat mengetahui bahwa
PNBP selalu mengalami peningkatan dan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk sebagai penyumbang PNBP terbesar dibandingkan
kawasan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan kemitraan dengan
swasta masih terlaksana dengan baik. PNBP dari perolehan tiket
pengunjung dengan pembagian 4/5 persen yakni sebesar
Rp.20.000,00 untuk perusahaan dan 1/5 persen yakni sebesar Rp.
5000,00 untuk pemerintah. Penandaan tiket bagi perusahaan yakni
lembar tiket yang berwarna biru dan lembar tiket bagi pemerintah
yakni berwarna putih yang kemudian disatukan dan diberikan
kepada setiap pengunjung yang datang.
Dari pembangunan, pengoperasian, dan penghasilan yang
diperoleh melalui kemitraan kemudian peran pelaksanaan
kemitraan dari pihak BKSDA DKI Jakarta melalui Seksi
214
Konservasi Wilayah III adalah melakukan kegiatan pembinaan
terhadap PT. Murindra Karya Lestari. Pembinaan yang dilakukan
bisa berupa kegiatan bimbingan khususnya dalam penyusunan
perencanaan, promosi, pelatihan, arahan, dan juga supervisi ke
tingkat tapak. Pembinaan bisa dilakukan secara berkala minimal
satu kali dalam satu tahun atau setiap 4 (empat) bulan sekali. Hasil
kegiatan pembinaan adalah masukan untuk perbaikan perencanaan
dan pelaksanaan pengelolaan untuk peningkatan kinerja PT.
Murindra Karya Lestari.
4.3.2.4 Controlling (pengawasan)
Pengawasan dalam kemitraan mengelola Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara dilakukan oleh kedua pihak
yakni PT. Murindra melakukan pengawasan di lapangan, dan Balai
Konservasi DKI Jakarta melalui Seksi Konservasi Wilayah III
melakukan pengawasan terhadap kawasan dan pembinaan terhadap
PT.Murindra Karya Lestari.
PT. Murindra Karya Lestari melakukan pengawasan di
lokasi wisata meliputi pengawasan habitat hutan mangrove dengan
melakukan pemupukan, pembenihan, dan penanaman kembali
hutan mangrove baik yang dilakukan sendiri oleh perusahaan
ataupun yang dilakukan melalui kegiatan bertanam oleh wisatawan
dan perawatan dari segi sarana-prasarana. Secara ringkas akan
dijelaskan dalam tabel berikut ini:
215
Tabel 4.16
Indikator Proses Pengawasan
Indikator Proses
Dimensi
4. Controlling (Pengawasan)
a. Menentukan standar
pengawasan,
b. ukuran pelaksanaan,
c. bandingkan
pelaksanaan dengan
standar,
d. perbaiki
penyimpangan dengan
cara yang tepat,
Hasil Temuan Lapangan
a. Dari pihak Balai Konservasi DKI
Jakarta melalui Seksi Konservasi
Wilayah III melakukan pengawasan
berdasarkan Peraturan Dirjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam No.P.6/IV-SET/2012 tentang
Pedoman pengawasan dan evaluasi
pengusahaan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya, dan Taman
Wisata Alam
b. Ukuran pelaksanaan degan minimal
satu (1) kali dalam enam (6) bulan
c. Pelaksanaan pengawasan saat ini
dilakukan oleh BKSDA DKI Jakarta
sebanyak enam (6) kali dalam setahun
dan kegiatan monitoring sekaligus
pembinaan tiga (3) bulan sekali.
Namun untuk pengawasan sendiri
belum memiliki jadwal yang pasti
kapan selalu dilaksanakan. Dari pihak
perusahaan, pengawasan berupa
keamanan kawasan, sarana-prasarana
dan pengunjung melalui pemasangan
cctv, penambahan papan peringatan
informasi, serta patroli keamanan darat
dan air.
d. pengawasan yang belum memiliki
jadwal saat ini disikapi dengan
penyesuaian sesuai kondisi dan
kebutuhan. Untuk penambahan paapan
informasi demi keamanan pengunjung
saat ini ditambah dengan kegiatan
patroli darat dan air oleh petugas
keamanan PT.Murindra Karya Lestari.
Pengawasan dari kedua pihak
terhadap kawasan dan kegiatan
usaha Pariwisata Alam sudah
berjalan baik
Sumber: Peneliti, 2019.
PT.Murindra Karya Lestari memeriksa sarana-prasarana secara
berkala agar selalu dipastikan aman ketika digunakan oleh
216
pengunjung, selain itu untuk perawatan sarana yang terbuat dari
kayu saat ini PT.Murindra Karya Lestari mulai menggunakan
alternatif lain yakni penggunaan bambu sebagai pengganti kayu
merbau. Untuk pengawasan kawasan, PT.Murindra Karya Lestari
menugaskan personil keamanan yang bekerja terbagi menjadi dua
(2) shift untuk bekerja 12 jam. Mereka melakukan patroli 24 jam
dengan sistem patroli darat pada pukul 21.00 wib, 00.00 wib dan
03.00 wib. Patroli air juga dilakukan setiap pukul 22.00-22.30 wib
untuk mencegah adanya kapal ilegal yang masuk ke perairan dan
pukul 03.00-04.00 wib selain itu PT. Murindra Karya Lestari juga
melakukan kontrol terhadap sampah yang berbatasan langsung
dengan pantai utara Jakarta dengan cara memasang jaring
pembatas. Untuk pengawasan terhadap pengunjung sendiri
dilakukan dengan memasang kamera cctv dan setiap pukul 17.00
wib juga dilakukan penyisiran kawasan karena dikhawatirkan
menjelang tutup ada pengunjung yang tersesat dikawasan.
Dari pihak Balai Konservasi DKI Jakarta melalui Seksi
Konservasi Wilayah III melakukan pengawasan berdasarkan
Peraturan Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
No.P.6/IV-SET/2012 tentang Pedoman pengawasan dan evaluasi
pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam antara lain
dengan melakukan patroli kawasan oleh polisi hutan yang
217
berkunjung ke kawasan setiap hari selama 2-3 jam dan juga patroli
gabungan bersama personil kemananan PT. Murindra Karya
Lestari. Selain melakukan pengawan, pihak BKSDA DKI Jakarta
juga melakukan monitoring atau pembinaan meliputi aspek
administrasi yaitu terkait laporan kegiatan, laporan keuangan dari
PT.Murindra Karya Lestari, dokumen perencanaan PT.Murindra
Karya Lestari, dan pembayaran pungutan hasil usaha.Kemudian
monitoring dari aspek teknis terkait pembangunan dan
pemeliharaan sarana prasarana, pengamanan kawasan dan
potensinya, kebersihan lingkungan dan pengolahan limbah,
rehabilitasi kerusakan kawasan, dan terkait keamanan pengunjung.
Pengawasan oleh BKSDA DKI Jakarta dilakukan sebanyak
enam (6) kali dalam setahun, dan monitoring sekaligus pembinaan
dilakukan sebanyak empat (4) kali setiap tiga (3) bulan sekali
untuk kemudian menghasilkan output berupa evaluasi dalam
mengelola Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara.
4.3.3 Indikator Output
Dalam melihat sejauh mana keberhasilan kemitraan
menurut teori indikator keberhasilan kemitraan salah satunya
dilihat dari indikator output. Indikator output dalam penelitian
mengenai model kemitraan pengelolaan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara tujuannya untuk mengetahui ketepatan
jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh organisasi hal itu dapat
218
dilihat dari hasil evaluasi pengelolaan dimana dalam evaluasi
tersebut mengandung penilaian dari segi baik dan buruk serta
hambatan-hambatan apasaja yang masih terjadi dan rekomendasi
dari hasil evaluasi. Secara ringkas output dari kegiatan kemitraan
pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk akan dijelaskan
dalam tabel berikut:
Tabel 4.17
Indikator Output Kemitraan
Indikator Output
Dimensi
1. ketepatan jumlah pekerjaan yang
dilakukan oleh organisasi
Hasil Temuan Penelitian
1. Ketepatan jumlah pekerjaan.
Wewenang dari BKSDA DKI
Jakarta adalah melakukan
pengawasan, monitoring, dan
pembinaan. Sedangkan
wewenang dari PT.Murindra
Karya Lestari adalah mengelola
100% kawasan TWA. Hasil
kegiatan di lapangan dapat dlihat
dari laporan evaluasi dan
menunjukkan bahwasanya sejauh
ini Secara keseluruhan, skor
kinerja adalah 416 atau mencapai
80,68% dari skor maksimal 516
kategori sedang.
Sumber: Laporan Evaluasi Kinerja oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam
DKI Jakarta, 2019
Output dari pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk pada
tahun 2018 berdasarkan Laporan Evaluasi Kinerja PT. Murindra
Karya Lestari tahun 2018 Triwulan IV BKSDA DKI Jakarta
bahwasanya hasil evaluasi pengusahaan pariwisata alam yang
dilakukan terhadap tiga kriteria yaitu administrasi, teknis dan
ketaatan, skor kinerja PT. Murindra Karya Lestari sebesar 4,16 dan
219
berada pada kategori sedang. Secara keseluruhan, skor kinerja
adalah 416 atau mencapai 80,68% dari skor maksimal 516.
Dari aspek administrasi, skor kriteria PT. Murindra Karya
Lestari adalah 138 poin atau sekitar 92% dari skor maksimal (150).
Berdasarkan persentase ini maka kinerja dari aspek administrasi
sudah baik. Peningkatan yang perlu dilakukan terkait aspek
administrasi adalah ketepatan waktu penyampaian dokumen-
dokumen perencanaan.
Dari aspek teknis, skor yang diperoleh PT. Murindra Karya
Lestari adalah 278 poin atau sekitar 79% dari skor maksimal 350.
Persentase capaian terendah adalah pemberdayaan masyarakat
(40%) dan pembangunan sarana prasarana (70%). Rendahnya
capaian kinerja PT. Murindra Karya Lestari terkait pemberdayaan
masyarakat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat sekitar kawasan
yang pada umumnya adalah kalangan menengah ke atas sehingga
kurang memungkinkan untuk dilibatkan dalam kegiatan
pengusahaan pariwisata alam di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk.
Terkait rendahnya capaian pemberdayaan masyarakat
disekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk lantaran letak Taman
Wisata Alam berada di pemukiman mengah keatas yakni perumahan
Pantai Indah Kapuk.
220
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang
Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam, pemberdayaan masyarakat adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui
penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Mengacu pada peraturan, maka di sekitar kawasan TWA
Angke Kapuk hampir tidak ada masyarakat yang sesuai dengan
definisi di atas karena masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan
ini merupakan masyarakat menengah ke atas dan tingkat
ketergantungannya terhadap potensi dan sumber daya alam
kawasan sangat rendah. Hal ini menyebabkan capaian kinerja
untuk indikator pemberdayaan masyarakat oleh PT. Murindra
Karya Lestari kemungkinan tidak bisa mencapai skor maksimal.
Pada awal tahun 2018, BKSDA Jakarta melakukan kajian
potensi pemberdayaan masyarakat sekitar TWA Angke Kapuk
untuk mengetahui kemungkinan peningkatan kegiatan
pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan wisata alam di kawasan
ini. Berdasarkan hasil studi tersebut, kemungkinan pelibatan
masyarakat sebagai tenaga kerja di TWA Angke Kapuk relatif
221
rendah karena sebagian besar masyarakat bekas penggarap tambak
di kawasan ini telah memiliki tambak baru di Tanjung Pasir,
Tangerang. Selain itu, masyarakat usia produktif yang berdekatan
dengan kawasan ini lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik
daripada bekerja di TWA Angke Kapuk.
Indikator pembangunan sarana dan prasarana mendapatkan
skor 63 atau 70% dari nilai maksimal (90). Berdasarkan dokumen
Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam (RKPPA) yang
disusun PT. MKL, terdapat beberapa sarana prasarana yang tidak
jadi dibangun yaitu rumah kaca, laboratorium, taman burung,
menara penyelamat pantai dan 1 unit menara pengamat. Belum
maksimalnya nilai indikator sarana-prasarana disebabkan sarana-
prasarana yang dibangun belum sesuai dengan site plan yang
terdapat dalam dokumen RPPA. Selain perbedaan tersebut, tata
waktu pelaksanaan RKPPA periode 1997 – 2027 tersebut tertunda
akibat terjadinya perambahan kawasan pada era reformasi sehingga
RKP PT. MKL baru diimplementasikan mulai tahun 2009.
Menindaklanjuti hal ini, PT. MKL telah mengajukan permohonan
untuk merevisi dokumen tersebut sejak tahun 2014. Walaupun
demikian, sampai saat ini revisi tersebut belum selesai
dilaksanakan.
Dari hasil evaluasi dari segi aspek administrasi terkait
Rencana Karya Lima Tahunan dan Rencana Karya Tahunan sudah
222
dapat dikatakan baik, namun dari segi teknis masih kurang didalam
poin pemberdayaan masyarakat. Dari aspek tenaga kerja PT.
Murindra Karya Lestari dalam mengelola Taman Wisata Alam
juga mengalami peningkatan lantaran upaya keamanan pengunjung
terus dilakukan. Peningkatan hasil evaluasi dapat dilihat ditabel
berikut:
Tabel 4.18
Evaluasi Kinerja PT. Murindra Karya Lestari di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk
Sumber: Laporan Evaluasi Kinerja PT.MKL Tahun 2018, BKSDA DKI Jakarta
Peningkatan nilai tersebut menunjukkan bahwa kinerja PT.
Murindra Karya Lestari mengalami perbaikan. Hal ini
menunjukkan bahwa PT. Murindra Karya Lestari berupaya untuk
terus meningkatkan kinerjanya dan melaksanakan rekomendasi
yang diberikan BKSDA Jakarta selama melaksanakan kegiatan
pembinaan dan evaluasi. Namun untuk perbaikan selanjutnya
diharapkan PT. Murindra Karya Lestari agar merevisi dokumen
Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam.
Dalam penerapan model kemitraan BOT, meskipun
pengelolaan dilapangan dilaksankan oleh swasta namun tetap saja
sistem pengelolaan dibawah kendali pemerintah dalam hal ini Balai
3.84 3.89 4.16
3.5
4
4.5
2016 2017 2018
Nila
i
Tahun
223
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Tertundanya
implementasi dokumen Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata
Alam oleh PT. Murindra Karya Lestari disebabkan perambahan
kawasan menjadi tambak. Penundaan ini berakibat pada tidak
sesuainya pelaksanaan kegiatan di lapangan dengan dokumen.
Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini, PT. Murindra Karya
Lestari disarankan untuk segera merevisi dokumen Rencana
Pengusahaan Pariwisata Alam.
Demi menurunkan permasalahan yang ada diharapkan dari
aspek administrasi yang perlu ditingkatkan adalah peningkatan
ketepatan waktu penyerahan dokumen perencanaan, sedangkan
dari aspek teknis yang perlu ditingkatkan adalah pemberdayaan
masyarakat dan pembangunan sarana prasarana.
Jika melihat dari hasil yang dicapai baik dari peran
PT.Murindra Karya Lestari ataupun Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta, keduanya telah melaksanakan kewajiban
mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4.3.4 Indikator Outcame
Indikator outcame merupakan indikator paling akhir dari
teori indikator keberhasilan kemitraan. Tujuan dari indikator
outcame adalah melihat penurunan dari masalah yang terjadi
sebagai bukti bahwasanya model kemitraan yang selama ini
224
diterapkan sudah berhasil. Secara ringkas indikator Outcame dapat
dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 4.19
Indikator Outcame Kemitraan
Indikator Outcame
Dimensi
Menurunnya permasalahan yang
terjadi sehingga diharapkan mampu
mewujudkan tujuan akhir menjadikan
Taman Wisata Alam Angke Kapuk
menjadi model ekowisata mangrove
terbaik di pulau jawa
Hasil Temuan Penelitian
Berdasarkan indikator keberhaasilan
kemitraan secara keseluruhan
kemitraan dikatakan berjalan baik.
skor sedang yang diperoleh saat ini
lantaran terkendala sulit maksimalnya
kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Menurut hasil penelitian hal tersebut
masih dapat berjalan baik karena
memang melihat kondisi geografi
namun untuk pelaksanaan lain saat ini
menunjukkan peningkatan khususnya
dapat dilihat dari kenaikan pendapatan
yang diperoleh.
Sumber: Peneliti,2019
Dari identifikasi masalah awal bahwasanya permasalahan yang ada
dalam model kemitraan pengelolaan Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara yaitu:
1. Kurangnya Koordinasi antara Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta dengan PT. Murindra Karya Lestari
menyebabkan kurang terkontrolnya sarana-prasarana dan
RPPA belum sesuai.
2. Lemahnya pengawasan terhadap kemananan pengunjung
dari pihak keamanan PT. Murindra Karya Lestari.
3. Jumlah Sumber Daya Manusia di BKSDA DKI yang masih
terbatas sehingga pengelolaan menjadi kurang optimal.
225
Melihat ketiga identifikasi masalah tersebut, pada poin
pertama yakni kurangnya koordinasi sehingga menyebabkan
kurang terkontrolnya sarana-prasarana di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk dan terlambatnya penyesuaian Rencana
Pengusahaan Pariwisata Alam PT.Murindra Karya Lestari dengan
BKSDA DKI Jakarta pada kendala pemberdayaan masyarakat.
Namun pada rencana pengelolaan yang lain sudah berjalan sesuai
dan tepat waktu. Pada poin kedua lemahnya pengawasan dari pihak
petugas keamanan PT. Murindra Karya Lestari sudah berhasil
ditingkatkan dengan pemasangan cctv, adanya pos penjagaan,
pemberian papan peringatan yang ditambahkan jumlahnya, serta
patroli 24 jam. Pada poin ketiga terkait kurangnya Sumber Daya
Manusia di BKSDA DKI Jakarta saat ini masih mampu dirangkap
jabatan namun kendati demikian, untuk tahap selanjutnya akan
lebih diutamakan pelatihan bagi pegawai BKSDA DKI Jakarta.
Melihat penurunan jumlah permasalahan yang terjadi maka
dapat kita ketahui bersama bahwa model kemitraan Build Operate
Transfer (BOT) yang selama ini diterapkan sudah baik dan efektif
untuk perbaikan dan peningkatan kawasan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara. Hanya saja upaya-upaya perbaikan
terus selalu dilakukan oleh kedua pihak demi mewujudkan visi
menjadikan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
sebagai model ekowisata mangrove terbaik di pulau Jawa
226
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai model kemitraan
pemerintah dan swasta dalam pengelolaan hutan mangrove di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk Jakarta Utara, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan
untuk menjawab masalah penelitian yakni:
Model kemitraan Build Operate Transfer di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk melalui perencanaan oleh PT.Murindra Karya Lestari berupa Rencana
Karya Lima Tahun (RKL) dan Rencana Karya Tahunan (RKT) serta dokumen
perencanan dan desain blok dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta. Pembangunan (Build) mulai dilakukan mulai tahun 2009 berupa sarana
prasarana hingga penawaran paket wisata, kemudian mulai dibuka untuk umum
(Operate) pada tahun 2011 dengan tarif masuk Rp.25.000,00. Selanjutnya hasil
dari tiket pengunjung diberikan (Transfer) menjadi PNBP kepada Negara.
Model Kemitraan BOT sudah berjalan baik dilihat dari indikator
keberhasilan kemitraan yang ada, selain itu pembangunan kawasan yang sudah
jauh berkembang sejak awal pengelolaan oleh PT.Murindra Karya Lestari.
Melalui model kemitraan ini juga dapat menghasilkan Pendapatan Negara Bukan
Pajak (PNPB) yang relatif meningkat setiap tahunnya, serta lahan yang dahulu
rusak sudah beralih sebagaimana mestinya.
Dasar dari kemitraan terkait surat keputusan, rencana pengelolaan yang
sudah disepakati kedua pihak, serta anggaran yang dibuat berdasarkan kebutuhan
227
sudah mendukung sebagai landasan pertama sebelum proses kemitraan berjalan.
Proses kemitraan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan sudah berjalan baik. Komunikasi antar kedua pihak yang bermitra
dilakukan secara efektif melalui media sosial saja lantaran memang pengelolaan
di lapangan sepenuhnya oleh perusahaan dengan pengawasan, monitoring, dan
pembinaaan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Pengawasan
terhadap kegiatan pengunjung sudah efektif melalui patroli darat dan air setiap
harinya untuk mendukung pelaksanaan berjalan baik.
Segi yang belum optimal masih terjadi lantaran faktor geografis dan sosial
budaya lingkungan di sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
dan juga Sumber Daya Manusia di Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI
Jakarta masih memerlukan pelatihan dibidang IT dan berbahasa Inggris. Namun
untuk pengelolaan secara keseluruhan sudah berjalan sesuai dengan pembagian
tugas masing-masing pihak yang bermitra yakni Balai Konservasi Sumber Daya
Alam DKI Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari. Manfaat yang diperoleh dari
model kemitraan ini yakni:
1. Bagi Pemerintah
Sangat terbantu dalam pelaksanaan hutan mangrove terlebih dalam hal
pemulihan kawasan, pembangunan sarana-prasarana modern yang
membutuhkan banyak anggaran menjadi lebih ringan lantaran dibangun
dan dikelola oleh perusahaan. Negara juga mendapat hasil melalui
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
228
2. Bagi Perusahaan
Mendapatkan laba (keuntungan) dari pengelolaan hutan mangrove melalui
tiket masuk pengunjung, kegiatan wisata berupa penginapan, swafoto,
hingga paket penanaman bagi wisatawan. Selain itu perusahaan juga tidak
harus memiliki lahan pribadi yang mereka kelola agar memperoleh
pendapatan karena dapat menggunakan lahan milik Negara dengan
modifikasi pembangunan sesuai strategi perusahaan.
3. Bagi masyarakat
Memperoleh kesempatan berjualan didalam lokasi wisata sehingga mampu
menambah perekonomian, selain itu bagi masyarakat terdekat juga
diperbolehkan bekerja sebagai karyawan tidak terlalu membatasi umur
lantaran cukup memiliki keterampilan yang mendukung dalam
pengelolaan hutan mangrove.
5.2 Saran
1. Bagi pengelola khususnya PT.Murindra Karya Lestari lebih meningkatkan
lagi promosi wisata melalui website https://www.jakartamangrove.id/.
Lantaran melihat potensi yang ada di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
serta kemudahan akses bagi wisatawan untuk menuju ke kawasan juga
mudah dan memungkinkan untuk meningkatkan lagi jumlah pengunjung.
Selain itu melalui website juga dapat dilakukan open recruitment
karyawan guna memenuhi kebutuhan tenaga ahli
2. Bagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta agar melakukan
kegiatan pelatihan bagi pegawai sehingga meningkatkan kemampuan
229
pegawai agar lebih kompeten dan lebih cepat dalam melaksanakan
program-program kerja.
230
i
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdul Halim. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta :UPP AMP YKPN.
Anwar, Mohammad Arsjad, Faisal H.Basri dan Mohammad Ikhsan. 1995. Sumber
Daya, Teknologi dan Pembangunan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Astriani, N. 2008. Penerapan Konsep Ekowisata Pada Taman Nasional Gede
Pangrango. Jakarta
Asnawir. 2006. Manajemen Pendidikan. Padang: IAIN IB Press.
Athoillah, Anton. 2010. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: CV Pustaka Setia.
Bengen D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Dahuri, R. et al, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.
Jakarta: PT. Pramadya Paramita
Ditjen P2M & PL. 2004. Pelatihan Manajemen P2L & PL Terpadu Berbasis Wilayah
Kabupaten/Kota Membina Kemitraan Berbasis Institusi. Jakarta: Depkes
Dwinanta, Utama. 2010. Prinsip dan Strategi Penerapan “Public Private
Partnership” dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasi. Jakarta:
ii
Kedeputian Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia.
Eugina Liliawati Mulyono.1998. Peraturan Perundang-undangan tentang Pajak dan
Restribusi Daerah. Jakarta: Harvarindo.
Fahmi, Irham. 2013. Perilaku Organisasi. Teori, Aplikasi Dan Kasus. Bandung:
Alfabeta.
Fandeli, C. & Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: UGM.
Fuad, Anis dan Kandung Sapto Nugroho.2014. Panduan Praktis Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ghufran, M. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Herlina, Rahman, 2005. Pendapatan Asli Daerah. Jakarta : Arifgosita.
Hakim,Luckhman. 2004. Dasar Dasar Ekowisata. Malang: Bayumedia Publishing.
Hamdan,Mansoer. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayan.
Istiyanto, D.C., Utomo, S.K, & Suranto., 2003. Pengaruh Rumpun bakau terhadap
Perambatan Tsunami di Pantai. Yogyakarta.
Jafar Hafsah, Mohammad. 2000. Kemitraan Usaha. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
iii
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: PT. Penerbit Institut Pertanian
Bogor.
Laing, Ian. Partner& Mason, Pinset. 2011. Introduction to Public Private
Partnership: Where and How to Select Investment. Presentation Handout:
Pinset Masons.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UMP AMP YPKN.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta: PT. Pradnya Paramita
Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Nutt, P & Backoff, R. 1992. Strategic Management of Public and Third Sector
Organizations : A Handbook for Leaders. San Fransisco, CA : Jossey -Bass.
Prihartini, Arifah. & Nurtjahawilasa. 2015. Pengelolaan Hutan Oleh Pemegang Izin.
Bogor: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan penyuluhan
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pusat Pendidikan dan Pelatihan
SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Poedarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
R. Terry,George. 2008. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Riberio, Karisa and Dants, Andre. 2009. Public-Private Partnership initiatives
around the world: Learning from the experience.
iv
Savas, E.S. 1987. Privatization: The Key to Better Government. New Jersey: New
Jersey Chattan House Publishers, Inc.
Soerianegara. 1990. Hutan Mangrove :Definisi dan Fungsi Hutan Mangrove di
Indonesia. Lipi: Yayasan LPP Mangrove.
Subanar, Harimurti. 1997. Manajemen Usaha Kecil. Yogyakarta: BPFE –Yogyakarta.
Subarsono, AG. 2005 . Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif dan R dan D. Bandung:
ALFABETA.
Suharyanto, Hadriyanus. 2005. Administrasi Publik. Entrepreneurship,Kemitraan,
dan Reinventing Government. Yogyakarta : Media Wacana.
Sukarna. 2011. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: CV. Mandar Maju.
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.
Yogyakarta: Gaya Media.
Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.
Yogyakarta: Andi..
Tugimin,2004 Kewarganegaraan. Surakarta: CV. Grahadi.
Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Warsito. 2001. Hukum Pajak. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.
v
Wawan, Suherman. (2011). Modul Kuliah Manajemen Olahraga Pengantar
Organisasi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho
Publishing.
Winarto, Bambang. 2015. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Ditinjau Dari
Peraturan Perundang-Undangan. Bogor: Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Badan penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Wursanto, I. G. 2003. Komunikasi organisasi.Yogyakarta: Andi Offset.
Dokumen Lain:
Badan Perencanaan Dan Pembangunan Nasional Tahun 2009.
Data Pendapatan Negara Bukan Pajak dari pendapatan Taman Wisata Alam Angke
Kapuk.
Laporan BKSDA DKI Jakarta: Evaluasi Kinerja PT.Murindra Karya Lestari Tahun
2018
Monitoring Izin Pengusahaan Pariwisata Alam di Taman Wisata Alam Angke Kapuk.
Rencana Pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta.
Rancang Bangun Kesatuan Pengelola Hutan Konservasi Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan:
vi
Peraturan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Nomor:
P.6/IV-SET/2012 Tentang Pedoman Pengawasan dan Evaluasi Pengusahaan
Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya
dan Taman Wisata Alam.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.02/MENHUT-II/2007 Tentang fungsi
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Konservasi Sumber Daya
Alam.
Surat Keputusan (SK) dari Menteri Kehutanan Nomor 537 /Kpts-II/1997 tentang
Pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam Pada Taman Wisata Alam
Angke Kapuk seluas 99,82 Hektar yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara
kepada PT.Murindra Karya Lestari
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat Dan Daerah.
Sumber Lain:
Aditya, Jamaluddin Rasyid Pinto. 2018. Pengaruh Penerapan Fungsi Manajemen
Terhadap Kinerja Unit Kegiatan Mahasiswa Karate Inkai Universitas Negeri
Yogyakarta. Ilmu Keolahragaan. Skripsi..
Hardyanti,Siti.2012. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Se-
Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Ilmu Keolahragaan. Skripsi.
vii
Jannah, Metta Miftahul. 2017. Fungsi Manajemen Dalam Pengelolaan Kawasan
Suaka Margasatwa Muara Angke Oleh Seksi Konservasi Wilayah III Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta. Ilmu Administrasi Negara.
Skripsi.
Kuswidanti. 2008. Gambaran Kemitraan Ilmu Sektor dan Organisasi di Bidang
Kesehatan dalam Upaya Penanganan Flu Burung di Bidang Komunikasi
Komite Nasional Flu Burung dan Pandemi Influenza (Komnas FBPI).
Kesehatan Masyarakat. Skripsi.
Musbandi, Arie. 2015. Pengorganisasian. Keguruan Dan Ilmu Pendidikan.
Prabawa, I Gede Abdhi, Nyoman& Wijayanti. 2014. Kajian Hukum Terhadap
Perjanjian Build Operate Transfer (BOT) Untuk Melindungi Hak Milik Atas
Tanah Dalam Rangka Menunjang Sektor Pariwisata. Jurnal.
Priadi, Guntur. 2016. Penerapan Konsep Public Private Partnership (PPP) Dan
Konsep New Public Management (NPM) dalam Meningkatkan Pemanfaatan
Aset Negara. Dirjen Kekayaaan Negara Kemenkeu RI. Artikel.
Purnomo, Eko.2016. Kemitraan Antara Pemerintah Dan Vulcano Tour Dalam
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Di Desa Umbulharjo Cangkringan
Sleman. Jurnal
Rifai,Bahtiar. 2016. Kendala Implementasi kerja sama Pemerintah Swasta (KPS)
Kelistrikan Dan Kebutuhan Perbaikan Kebijakan. Ekonomi dan Pembangunan Vol
24, No.1. Jurnal.
viii
Suprijanto, Inswiasri. 1996. Perubahan Pantai Utara Jakarta. Litbang Depkes.
Artikel.
Web Resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
Web Resmi Balai Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
Web Resmi Jakarta Open Data
Web Resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan RI
ix
Dokumentasi
Wawancara dengan Ibu Ida Harwati, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta. 02
Januari 2019.
Wawancara dengan Ibu Irma,Manajer PT. Murindra Karya Lestari. 18 Desember 2018
x
wawancara dengan Ibu Nani Rahayu,Pengendali Ekosistem Hutan Muda Seksi Konservasi Wilayah III
BKSDA DKI Jakarta. 04 april 2019
wawancara dengan Rizky, pengunjung Taman Wisata Alam Angke kapuk. 10 April 2019 pukul 16.05
wib
xi
Wawancara dengan Mia Herawati pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk. 10 April 2019
wawancara dengan Dani Prayoga pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk. 10 April 2019
xii
wawancara dengan Siti Rohayati Regita. pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk. 10 April 2019
wawancara dengan Bapak Partono. Security Taman Wisata Alam Angke Kapuk. 10 April 2019
xiii
wawancara dengan Bapak Yais. Masyarakat yang diberdayakan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk.
10 April 2019
Lokasi Pembuatan pupuk di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
xiv
Di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Kegiatan Kunjungan lapangan oleh Seksi Konservasi Wilayah III, BKSDA DKI Jakarta. 12 April 2019
xv
Karcis masuk Kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Lembar berwarna putih Rp.5000,00 untuk
pihak pemerintah.
Karcis masuk Kawasan Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Lembar berwarna biru Rp. 20.000,00 untuk
pihak PT. Murindra Karya Lestari
INDEPT INTERVIEW
Informan:
1. Direktorat Jenderal Jonservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE)
No. Dimensi Sub Dimsensi Pertanyaan
1. Indikator Input. Menekankan pada aspek dasar
kemitraan melalui Surat
Keputusan
1. Adakah dokumen
perencanaan pengelolaan
yang sudah disepakati
kedua organisasi?
2. Atas dasar apa
dilaksanakan pengelolaan
melalui pihak swasta?
3. Apakah anggaran selalu
meningkat setiap
tahunnya?
4. Adakah peraturan yang
mengatur pelaksanaan
pengelolaan Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk?
2.
Indikator Proses Menekankan pada aspek
pengelolaan menggunakan fungsi
manajemen meliputi:
a. Perencanaan,
b. Pengorganisasian
c. Pelaksanaan.
1. Adakah kesesuaian
rencana pengelolaan dari
masing-masing pihak?
2. Apakah tujuan dari
masing-masing pihak
sudah diarah yang sama?
1. Bagaimana pembagian
kerja dari masing- masing
organisasi dalam
pengelolaan di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
1. Seperti apa arahan
pimpinan dalam
hubungan pengelolaan
hutan mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
kapuk Jakarta Utara?
2. Bagaimana model
kemitraan yang selama ini
dilakukan dengan pihak
perusahaan?
3. Bagaimana upaya
pelestarian untuk habitat
d. Pengawasan
hutan mangrove yang
selama ini dilakukan?
4. Apakah Sumber Daya
Manusia dari Ditjen
KSDAE dalam mengelola
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara sudah cukup?
5. Adakah kelemahan dan
keuntungan dari model
kemitraan yang
diterapkan selama ini?
1. Bagaimana bentuk
pengawasan yang
dilakukan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
2. Kapan biasanya waktu
dilakukan pengawasan
terkait habitat hutan
mangrove?
3. Adakah evaluasi kinerja
untuk BKSDA DKI
Jakarta?
4. Seperti apa pelaksanaan
evaluasi terhadap PT.
Murindra Karya Lestari?
5. Pernahkah terjadi
pelanggaran berdasarkan
surat keputusan menteri
kehutanan tahun 1997
yang sudah dikeluarkan?
6. Berapa biaya anggaran
untuk kegiatan evaluasi?
3. Indikator Output Menekankan dari aspek jumlah
kegiatan yang dikerjakan oleh
institusi terkait sesuai dengan
kesepakatan peran masing-masing
institusi.
1. Apakah selama ini dari
masing-masing organisasi
sudah bekerja sesuai
kesepakatan?
2. Apakah terdapat
peningkatan Pendapatan
Negara Bukan Pajak
(PNBP) dari setiap
tahunnya akibat dari
pelaksanaan kemitraan ?
3. Apakah pengelolaan
hutan sekaligus ekowisata
memberikan dampak
positif yang nyata bagi
masyarakat sekitar?
4. Indikator Outcame Menekankan kepada aspek
keberhasilan kerjasama
1. Apakah model kemitraan
melalui pemberian IPPA
yang selama ini
diterapkan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara saat
ini sudah berjalan baik?
Informan:
2. Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta
No. Dimensi Sub Dimsensi Pertanyaan
1. Indikator Input. Menekankan pada aspek dasar
melalui Surat Keputusan
1. Adakah Surat keputusan
yang mengatur secara
rinci terkait pelaksanaan
kemitraan melalui IPPA?
2. Adakah dokumen
perencanaan pengelolaan
yang sudah disepakati
kedua organisasi?
2.
Indikator proses Menekankan pada aspek
pengelolaan menggunakan fungsi
manajemen meliputi:
a. Perencanaan,
1. Apakah tujuan masing-
masing organisasi sudah
satu tujuan yang sama?
2. Apakah setiap tahunnya
tujuan pengelolaan yang
ingin dicapai berubah-
ubah?
3. Apa saja faktor
pendukung dan
penghambat dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
4. Sumber Daya apa saja
yang ada di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
5. Terkait hal apa saja yang
terdapat dalam rencana
b. Pengorganisasian
c. Pelaksanaan.
pengelolaan BKSDA
DKI?
1. Bagaimana struktur
organisasi di BKSDA
DKI dan Seksi
Konservasi Wilayah III?
2. Bagaimana pembagian
kerja dari masing- masing
organisasi dalam kerja
sama pengelolaan di
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
3. Bagaimana proses
koordinasi pegawai dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara dari
pihak BKSDA DKI?
1. Seperti apa arahan
pimpinan dalam
hubungan kerja sama
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
kapuk Jakarta Utara?
2. Bagaimana model
kemitraan yang selama ini
dilakukan oleh kedua
organisasi?
3. Bagaimana upaya
pelestarian untuk habitat
hutan mangrove yang
selama ini dilakukan?
4. Bagaimana cara
melakukan perawatan
sarana dan prasarana di
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
5. Apakah ada kegiatan
family gathering untuk
mempererat hubungan
dari masing-masing
pegawai?
6. Apakah Jumlah Sumber
Daya Manusia dari
BKSDA DKI dalam
mengelola Taman Wisata
Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara sudah
d. Pengawasan
cukup?
7. Adakah kelemahan dari
model kemitraan yang
diterapkan selama ini?
8. Adakah pertemuan rutin
yang membahas terkait
kemajuan kerjasama dari
kedua organisasi?
9. Apakah ada tingkat
kerusakan hutan
mangrove di Jakarta?
10. Bagaimana
perkembangan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam DKI
Jakarta?
1. Bagaimana bentuk
pengawasan yang
dilakukan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
2. Kapan biasanya waktu
dilakukan pengawasan
terkait hutan mangrove
dan sarana-prasarana
lainnya?
3. Bagaimana cara BKSDA
DKI dalam mengawasi
pendapatan hasil dari
pengunjung kawasan
konservasi hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
4. Apakah pernah terjadi
kecelakaan terkait
keselamatan pengunjung
di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
5. Seperti apa pelaksanaan
pengawasan dan evaluasi
terhadap PT. Murindra
Karya Lestari?
6. Pernahkah terjadi
pelanggaran berdasarkan
surat kerjasama yang
sudah dikeluarkan?
7. Bagaimana pembinaan
terhadap PT. Murindra
Karya Lestari?
8. Berapa biaya anggaran
untuk pengawasan,
pembinaan dan evaluasi
kegiatan PT. Murindra
Karya Lestari?
3. Indikator Output Menekankan dari aspek jumlah
kegiatan yang dikerjakan oleh
institusi terkait sesuai dengan
kesepakatan peran masing-masing
institusi.
1. Apakah selama ini dari
masing-masing organisasi
sudah bekerja sesuai
kesepakatan?
2. Apakah terdapat
peningkatan Pendapatan
Negara Bukan Pajak
(PNBP) dari setiap
tahunnya akibat dari
pelaksanaan kemitraan
(kerja sama)?
3. Apakah pengelolaan
hutan sekaligus ekowisata
memberikan dampak
positif yang nyata bagi
masyarakat sekitar?
4. Indikator Outcame Menekankan kepada aspek
keberhasilan kemitraan
1. Apakah model kemitraan
melalui pemberian IPPA
yang selama ini
diterapkan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara saat
ini sudah dikatakan baik?
Informan:
3. Pihak Pengelola PT. Murindra Karya Lestari di Taman Wisata Alam Mangrove Angke
Kapuk, Jakarta Utara.
No. Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1. Indikator Input Menekankan pada aspek dasar
melalui SK Izin Pengusahaan
Pariwisata Alam (IPPA)
1. Seperti apa profil dan
tujuan dari PT. Murindra
Karya Lestari?
2. Adakah dokumen
perencanaan terkait
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
3. Berapakah alokasi dana
untuk pengelolaan Taman
Wisata Alam Angke,
Kapuk Jakarta Utara dari
pihak perusahaan? apakah
alokasi dana selalu
meningkat setiap
tahunnya?
2. Indikator Proses Menekankan pada aspek
pengelolaan menggunakan fungsi
manajemen meliputi:
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
1. Seperti apa profil dari PT.
Murindra Karya Lestari?
2. Apa saja faktor pendukung
dan penghambat dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
3. Apakah rencana
pengelolaan dari kedua
pihak sudah saling
bersinergis dan sesuai
tujuan Surat Keputusan?
4. Terkait hal apa saja yang
terdapat dalam rencana
pengelolaan?
1. Bagaimana pembagian
kerja dalam pengelolaan di
Taman Wisata Alam
c. Pelaksanaan
Angke Kapuk Jakarta
Utara dari masing- masing
organisasi?
2. seperti apa struktur
organisasi dari PT.
Murindra Karya lestari
3. Seperti apa arahan
pimpinan dalam mengelola
hutan mangrove di Taman
Wisata Alam Angke kapuk
Jakarta Utara?
4. Bagaimana cara menarik
pengunjung untuk
mengunjungi Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
1. Fasilitas, sarana dan
prasarana apa saja yang
ada di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
2. Bagaimana terkait
pembagian hasil kepada
instansi pemerintah terkait
pengelolaan hutan
Mangrove?
3. Apakah ada kegiatan
family gathering untuk
mempererat hubungan dari
masing-masing karyawan ?
4. Adakah motivasi melalui
insentif dari pihak
perusahaan untuk
pegawai??
5. Apakah Jumlah Sumber
Daya Manusia dalam
mengelola Taman Wisata
Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara sudah cukup?
6. Adakah kelemahan dari
pemberian IPPA yang
diterapkan selama ini?
7. Seperti apa bentuk
pertanggung jawaban
perusahaan kepada
BKSDA DKI?
8. Seperti apa upaya untuk
mengajak masyarakat ikut
serta dalam menajaga
kawasan ekowisata hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
9. Adakah pelibatan
d. Pengawasan
masyarakat dalam kegiatan
pengelolaan kehutanan?
1. Bagaimana bentuk
pengawasan yang
dilakukan dalam
pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
2. Kapan biasanya waktu
dilakukan pengawasan
terkait hutan mangrove dan
sarana-prasarana lainnya?
3. Bagaimana pengawasan
pengunjung selama berada
di dalam Taman Wisata
Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara?
4. Apakah pernah terjadi
kecelakaan terkait
keselamatan pengunjung di
Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta
Utara?
3. Indikator Output Menekankan dari aspek jumlah
kegiatan yang dikerjakan oleh
institusi terkait sesuai dengan
kesepakatan peran masing-masing
institusi.
1. Apakah dengan adanya
kemitraan melalui
pemberian IPPA
pengelolaan hutan
sekaligus ekowisata
memberikan dampak
positif yang nyata bagi
masyarakat sekitar?
2. Bagaimana Kontribusi
hasil pengelolaan terhadap
PNBP dan PAD bagi
pemerintah?
4. Indikator Outcame Menekankan kepada aspek
keberhasilan.
1. Apakah pengelolaan hutan
mangrove di Taman
Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara saat
ini sudah dapat dikatakan
berjalan dengan baik?
Informan:
4. Bagian Penyuluh kehutanan, Program dan Kerja sama Seksi Konservasi Wilayah III
BKSDA DKI Jakarta.
No Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1. Indikator Input Menekankan kepada aspek dasar kemitraan
melalui pemberian izin pengusahaan
pariwisata alam (IPPA)
1. Berapakah
alokasi dana
untuk
pengelolaan
Taman Wisata
Alam Angke,
Kapuk Jakarta
Utara dari pihak
BKSDA DKI?
apakah alokasi
dana selalu
meningkat setiap
tahunnya?
2. Apakah rencana
pengelolaan
milik kedua
organisasi sudah
disepakati dan
bersinergis?
2. Indikator Proses Menekankan pada aspek pengelolaan
menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Perencanaan,
b. Pengorganisasian,
1. Apa saja faktor
pendukung dan
penghambat
dalam
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Terkait hal apa
saja yang
terdapat dalam
rencana
pengelolaan?
1. Seperti apa
struktur
organisasi dari
Sub Bagian
Program dan
Kerjasama
BKSDA DKI
Jakarta?
c. Pelaksanaan
2. Bagaimana
pembagian kerja
dalam hal
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Ange
Kapuk Jakarta
Utara?
3. Apa saja
program –
program untuk
mendukung
pelaksanaan
konservasi hutan
di Taman Wisata
Alam Ange
Kapuk Jakarta
Utara dari pihak
BKSDA DKI?
1. Seperti apa
arahan pimpinan
dalam mengelola
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
kapuk Jakarta
Utara?
2. Seperti apa
pengelolaan di
lapangan yang
dilakukan dari
pihak BKSDA
DKI?
3. Kapan biasanya
dilakukan
penyuluhan
kehutanan
kepada
masyarakat atau
pengunjung?
d. Pengawasan
1. Adakah rencana
ataupun jadwal
pengawasan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Bagaimana
proses
pengawasan
dilaksanakan?
3. Hal apa saja
yang menjadi
fokus
pengawasan dari
BKSDA DKI
terkait
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
3. Indikator Output Menekankan dari aspek jumlah kegiatan
yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai
dengan kesepakatan peran masing-masing
institusi
1. Apakah semua pihak
dalam melaksanakan
kegiatan sudah sesuai
dengan surat keputusan?
4. Indikator Outcame Menekankan kepada aspek keberhasilan. 1. Apakah pengelolaan
hutan mangrove melalui
izin pengusahaan
pariwiata alam sudah
dapat dikatakan optimal?
Informan:
5. Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Kehumasan Seksi Knservasi Wilayah III BKSDA
DKI Jakarta.
No Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1. Indikator Proses Menekankan pada aspek proses pengelolaan
melalui fungsi manajemen yakni terkait:
a. Pengorganisasian
b. Pengawasan
1. Bagaimana
koordinasi antar
pegawai dalam
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?
1. Bagaimana
hasil laporan
pengawasan
yang dilakukan
oleh BKSDA
DKI Jakarta?
2. Kapan biasanya
dilakukan olah
data terkait
pengelolaan
hingga evaluasi
kegiatan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Indikator
Output
Menekankan dari aspek jumlah kegiatan yang
dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan
kesepakatan peran masing-masing institusi
1. Apakah selama
pelaksanaan
pengelolaan PT.
Murindra sudah
melaksanakan
sesuai aturan?
2. Bagaimana
terkait PNBP
yang diperoleh
sejak
diadakannya
perjanjian
melalui IPPA?
3. Indikator
Output
Menekankan Pada Aspek Keberhasilan 1. Apakah
pengelolaan
Hutan
Mangrove di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk optimal?
Informan:
6. Polisi Hutan Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara
No Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1 Indikator Proses Menekankan pada aspek pengelolaan
menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Pengorganisasian
b. Pelaksanaan
c. Pengawasan
1. Apakah sumber
daya manusia di
bidang jabatan
polisi hutan
memenuhi
dalam
pengelolaan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Berapa jumlah
petugas yang
berjaga dalam
satu hari?
1. Apa saja
kegiatan yang
dilakukan
petugas polisi
hutan di Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?
2. Kapan patroli
lapangan
biasanya
dilakukan?
3. Apakah tingkat
konservasi
lingkungan
hutan mangrove
selalu terjaga
dan terawatt
dengan baik?
1. Seperti apa
bentuk
pengawasan
yang
dilakukan?
2. Adakah
pelanggaran di
lapangan yang
dilakukan oleh
pengunjung?
2. Indikator
Output
Menekankan dari aspek jumlah kegiatan yang
dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan
1. Apakah
kegiatan terkait
kesepakatan peran masing-masing institusi patroli hutan
sudah
terealisasi
secara
keseluruhan?
2. Bagaimana
pembagian
kerja dengan
petugas
keamanan dari
PT. Murindra
Karya lestari??
3. Indikator
Outcame
Menekankan pada aspek keberhasilan 1. Apakah
pengelolaan
hutan mangrove
yang saat ini
dikelola
bersama PT.
Murindra Karya
Lestari melalui
IPPA sudah
dapat dikatakan
optimal?
Informan:
7. Personil Keamanan PT. Murindra Karya Lestari
No. Dinensi Sub Dimensi Pertanyaan
1 Indikator
Proses
Menekankan pada aspek pengelolaan
menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Pengorganisasian
b. Pelaksanaan
c. Pengawasan
1. Bagaimana
pembagian kerja
petugas
kemanan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
1. Seperti apa
arahan pimpinan
dalam keamanan
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman
Wisata Alam
Angke kapuk
Jakarta Utara?
2. Apakah ada
kegiatan family
gathering untuk
mempererat
hubungan dari
masing-masing
pegawai?
3. Adakah
motivasi melalui
insentif dari
pihak
perusahaan
untuk pegawai?
4. Apakah Jumlah
Sumber Daya
Manusia dari
masing-masing
organisasi dalam
mengelola
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara sudah
cukup?
1. Bagaimana
bentuk
pengawasan
yang dilakukan
dalam
pengelolaan
hutan mangrove
di Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?
2. Kapan biasanya
waktu dilakukan
pengawasan
terkait hutan
mangrove dan
sarana-prasarana
lainnya?
3. Seperti apa
bentuk
pengawasan
terhadap
pengunjung?
4. Adakah kejadian
terkait
kecelakaan
pengunjung di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Indikator
Output
Menekankan dari aspek jumlah kegiatan yang
dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan
kesepakatan peran masing-masing institusi.
1. Adakah
pembagian jam
kerja dalam
penjagaan
kawasan Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?
2. Apakah
pelaksanaan
keamanan sudah
seluruhnya
berjalan sesuai
aturan?
3. Bagaimana
pembagian kerja
dengan petugas
polisi hutan dari
BKSDA DKI?
3. Indikator Menekankan Kepada Aspek Keberhasilan 1. Apakah
Outcame pengelolaan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara sudah
berjalan dengan
optimal?
Informan:
8. Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara
No Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1. Indikator
Proses
Menekankan pada aspek pengelolaan
menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Pelaksanaan
1. Sudah berapa kali
berkunjung ke
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Bagaimana
menurut anda
pengelolaan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
3. Pernahkah
pengunjung
dilibatkan dalam
kegiatan
pengelolaan atau
penyuluhan
kehutanan?
4. Apakah menurut
anda, harga tiket
masuk kawasan
sesuai dengan
fasilitas yang
diperoleh?
2. Indikator
Output
Menekankan kepada kepuasan pengunjung 1. Adakah saran dari
pengunjung untuk
peningkatan
pengelolaan hutan
mangrove di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Hal apa saja yang
perlu di
pertahankan dan
dari pengelolaan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
3. Indikator
Outcome
Menekankan pada aspek keberhasilan 1. Menurut anda,
apakah
pengelolaan hutan
mangrove di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara secara
keseluruhan sudah
dapat dikatakan
optimal?
Informan:
9. Masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara
No. Dimensi Sub Dimensi Pertanyaan
1. Indikator
Proses
Menekankan pada aspek pengelolaan
menggunakan fungsi manajemen meliputi:
a. Pelaksanaan
1. Menurut anda
apakah
pengelolaan di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara sudah
sesuai berjalan
seimbang dengan
pelestarian
lingkungan
sekitar?
2. Adakah dampak
yang dirasakan
baik segi sosial,
dan ekonomi
masyarakat di
sekitar kawasan
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
3. Pernahkah
dilakukan
pemberdayaan
masyarakat sekitar
melalui
konservasi hutan
b. Pengawasan
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
4. Apa pentingnya
konservasi hutan
mangrove bagi
masyarakat sekitar
kawasan Taman
Wisata Alam
Angke Kapuk
Jakarta Utara?
1. Adakah peranan
masyarakat dalam
upaya menjaga
dan mengawasi
keseimbangan
hutan mangrove
di Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara?
2. Indikator
Outcame
Menekankan pada aspek keberhasilan 1. Menurut anda,
apakah
pengelolaan hutan
mangrove di
Taman Wisata
Alam Angke
Kapuk Jakarta
Utara secara
keseluruhan sudah
dapat dikatakan
optimal?
Sumber: Peneliti, 2018
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Dewi Rahayu Purwaningrum
Jabatan : Staf Dirjen Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi
Unzizah : Apa alasan utama pengelolaan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk dilakukan dengan sistem kemitraan?
Ibu Dewi Rahayu : Alasan utama melihat dari kapasitas yang ada di
pemerintah dan kemudian melihat dari kondisi letak Taman
Wisata yang berada di sekitar perumahan elit dan juga
sekolah budha membuat pemerintah berpikir perlu adanya
pengelolaan lebih terkoordinir lagi dan kegiatan promosi
juga tentunya. Jika menggandeng pihak perusahaan
diharapkan SDM nya juga kan bisa lebih mencukupi
tentunya nanti dibagian promosi juga bisa lebih bervariasi
Unzizah : Adakah peraturan yang mengatur mengenai kemitraan
dalam mengelola hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara?
Ibu Dewi Rahayu : Ada dari menhut yaitu Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang pemberian
Izin Pengusahaan Pariwisata Alam kepada PT.Murindra
Karya Lestari. Disitu dijelaskan semua apa saja kewajiban
dan hak bagi perusahaan dan bagi UPT yang terkait yakni
BKSDA DKI Jakarta.
Unzizah : Apakah rencana pengelolaan masing-masing pihak sudah
saling bersinergis?
Ibu Dewi Rahayu : Rencana pengelolaan kawasan saat ini milik UPT yakni
BKSDA DKI yaitu RPJP dan RPJPn. Milik PT.Murindra
Karya Lestari ada rencana pengelolaan jangka panjang
yang kemudian dijabarkan lagi melalui Rencana Karya
Lima tahunan (RKL) dan dijelaskan secara rinci dalam
Rencana Karya Tahunan (RKT) yang nantinya melalui
pengesahan oleh Dirjen KSDAE. Untuk kesesuaian
rencana pengelolaan sendiri baik perusahaan dan UPT jika
ditinjau dari RKL dan RKT sejauh ini sudah bersinergis
namun untuk Rencana Karya Pengusahaan milik
perusahaan masih perlu beberapa revisi lantaran berbeda
kondisi pada saat tahun pembuatan Rencana Karya
Pengusahaan dengan kondisi saat ini. Jika dilihat saat ini
kondisi geografis TWA Angke kapuk sendiri sangat
berbeda dari sebelumnya sehingga mengakibatkan cukup
sulit untuk dilaksanakan pemberdayaan masyarakat seperti
yang tertuang dalam RKPPA karena sekitar kawasan saat
ini sudah terkepung perumahan dan pusat perbelanjaan
elit.
Unzizah : Apakah tujuan dari semua pihak yang terlibat di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk juga sudah saling
berkesinambungan?
Ibu Dewi Rahayu : Untuk tujuan sendiri pasti mempengaruhi kemana rencana
pengelolaan akan dibawa, kalau dari PJLHK hanya sebatas
ruang lingkup kebijakan dari kemitraan itu sendiri jadi
tujuan kami tentunya sebagai pengelola dan mengawasi
pelaksanaan pemanfaatan jasa lingkungan itu sendiri
namun kami bagi menjadi beberapa koordinator melalui
upt. Tujuan dari pihak Balai sesuai peraturan tentunya
melakukan pengelolaan yang saat ini pengelolaan diberikan
hak kepada swasta dengan harapan lebih berkembang baik
dan pesat. Secara keseluruhan sudah saling
berkesinambungan dan berharap TWA Angke Kapuk selalu
lebih baik.
Unzizah : Apa output yang sudah dihasilkan dalam pengelolaan di
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara?
Ibu Dewi rahayu : Outputnya sendiri saat ini di TWA Angke Kapuk sudah
berjalan sesuai kesepakatan. Baik dari BKSDA DKI
Jakarta dan PT.Murindra Karya Lestari sudah melakukan
kewajiban masing-masing dan memenuhi syarat yang
diberikan dari Dirjen KSDAE dan memang pengelolaan
yang ada saat ini sudah lebih baik, yang perlu ditingkatkan
dari segi pemberdayaan masyarakat.
Bogor, 15 Maret 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Ida Harwati S.Hut., M.Eng
Jabatan : Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI Jakarta
Unzizah : Apa alasan utama pengelolaan Taman Wisata Alam
Angke Kapuk dilakukan dengan sistem kemitraan?
Ibu Ida harwati : Proses pemberian IPPA yang saat ini nama IPPA sudah
diganti menjadi IUPSWA (Izin usaha penyediaan sarana
wisata alam) berdasarkan beberapa pertimbangan seperti
keterbatasan pemerintah dalam mengelola lahan atau
sumber daya yang ada. Selain itu dahulu kawasan TWA
Angke Kapuk dipenuhi petambak liar sehingga diperlukan
pengelolaan lebih intensif lagi maka kemudian diberikan
IPPA atau IUPSWA kepada perusahaan yang memang
sudah dilihat terlebih dahulu seperti apa rencana
pengelolaannnya di TWA. Jika dilihat dari model
kemitraan Build Operate Transfer seperti yang selama ini
diterapkan. Kami rasa pemerintah dari tahun 1995 juga
sudah memikirkan bagaimana lahan seluas itu namun
sangat terbatas dalam mengelolanya dan kami rasa untuk
saat ini sistem kemitraan yang seperti ini diterapkan masih
cukup relevan ya mengingat itu tadi keterbatasan anggaran
dan SDM juga. Selain itu dengan sistem seperti yang
diterapkan selama ini dipandang saling menguntungkan
kedua pihak tentunya dengan begitu lahan milik Negara
bisa terawat dengan baik, mendapat keuntungan juga, bisa
menggunakan teknik-teknik promosi yang sesuai keadaan
saat ini tentunya menjadi sebuah keuntungan juga bagi
Negara.
Unzizah :Adakah peraturan yang mengatur mengenai kemitraan
dalam mengelola hutan mangrove di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara?
Ibu Ida Harwati :Peraturan yang mengatur kemitraan di TWA Angke
Kapuk Jakarta Utara aspek dasar proses kemitraan
mengacu kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 537/Kpts-II/1997. Dimana status pengelolaan
BKSDA tetap sebagai pemangku kawasan namun
pengelolaan di lapangan dilakukan oleh PT. Murindra
Karya Lestari
Unzizah : Apakah anggaran pengelolaan selalu meningkat setiap
tahunnya?
Ibu Ida harwati :Terkait anggaran pengelolaan tentunya di lapangan
dilakukan oleh PT.Murindra Karya lestari. Namun tetap
diketahui melalui laporan yang diterima BKSDA. Sejauh
ini untuk anggaran pengelolaan diperkirakan sesuai
kebutuhan saja.
Unzizah : Apakah rencana pengelolaan masing-masing pihak sudah
saling bersinergis?
Ibu ida Harwati :Kalau BKSDA sendiri pembuatan rencana pengelolan
berdasarkan kepada UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan
Pemerintah No.44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan
Kehutanan yang terdiri dari RPJP dan RPJPn. Kemudian
untuk PT.Murindra Karya Lestari Sendiri RKL dan RKT
sejauh ini memang sudah sesuai dan sudah dilakukan
persetujuan kemudian disahkan.Rencana pengelolaan
BKSDA saat ini termuat dalam blok-blok yang sudah
dipetakan tujuannya untuk memudahkan pengelolaan dan
meberikan batasan mengenai kegiatan yang dilakukan di
TWA Angke Kapuk. Namun untuk Rencana Karya
Pengelolaan milik Perusahaan masih ada beberapa yang
perlu perubahan dan kami harapkan bisa terselesaikan
penyesuaian itu di tahun 2019
Unzizah : Apakah tujuan dari semua pihak yang terlibat di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk juga sudah saling
berkesinambungan?
Ibu Ida Harwati : Tujuan organisasi memang akan menggambarkan rencana
pengelolaan yang akan dibuat. Kami dari BKSDA DKI
melalui Seksi Konservasi Wilayah III (SKW III) sebagai
pelaksana di wilayah Jakarta Utara kami memiliki tujuan
tersendiri yaitu mengelola kawasan Suaka Margasatwa,
Cagar Alam, Taman Wisata Alam, dan Taman Buru serta
konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar baik didalam
maupun diluar kawasan. Untuk Taman Wisata Alam Angke
Kapuk sendiri kami memiliki tujuan yang ingin kami capai
sampai tahun 2025 yaitu menjadikan Taman Wisata Alam
(TWA) Angke Kapuk sebagai model ekowisata mangrove
terbaik di pulau jawa yang akan kami tempuh melalui
beberapa tahap ya, sejak awal di lokasi TWA itu kan
dahulu dihuni petambak liar dan cukup kesulitan untuk
merelokasinya kemudian dengan IPPA itulah oleh
perusahaan dilakukan relokasi karena mereka juga kan
memiliki tujuan untuk pengusahaan wisata alam sehingga
kami menyatukan tujuan masing-masing kami bagaimana
caranya agar lahan seluas 99,82 hektar itu bisa kembali ke
fungsinya sebagai hutan mangrove
Unzizah :Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam
perencanaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk dari
BKSDA DKI Jakarta?
Ibu Ida Harwati :Untuk faktor pendukung dalam pembuatan perencanaan
kami rasa dari BKSDA sendiri khususnya dilingkup SKW
III yang bekerja diwilayah Jakarta Utara semuanya mampu
memenuhi dan merumuskan apa yang akan kita lakukan
untuk tahapan kerja selanjutnya, kemudian dituangkan
dalam tulisan dan segi administrasi pun sudah mendukung
Unzizah : Bagaimana pengorganisasian di Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta?
Ibu Ida Harwati : Pembagian tugas koordinasi di Balai Konservasi Sumber
Daya Alam DKI Jakarta terbagi menjadi tiga wilayah yang
masing-masing dikelola oleh seksi konservasi. Seksi
Konservasi Wilayah I bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta
Timur, Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Seksi Konservasi
Wilayah II bekerja untuk wilayah Tangerang dan Jakarta
Barat. Seksi Konservasi Wilayah III bekerja untuk wilayah
Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Maka Taman Wisata
Alam Angke termasuk kedalam wilayah Jakarta Utara dan
kemudian untuk pengamanannya terbagi lagi kedalam
beberapa resor yaitu resor Jakarta Utara untuk TWA Angke
Kapuk dan SM.Muara Angke. Resor Kep.Seribu untuk
Pulau Rambut dan Cagar Alam Pulau Bokor. Pembagian
tugas per resor bertujuan agar pengamanan lebih terfokus
Unzizah :Apakah ada rangkap jabatan dalam pelaksanaan kerja di
BKSDA DKI khususnya Seksi Konservasi Wilayah III?
Ibu Ida Harwati : Adanya rangkap jabatan di BKSDA DKI memang karena
melihat dari jenis pekerjaan yang ada dan siapa yang bisa
menangani dalam hal itu. Jadi rangkap jabatan terkadang
menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Lagi pula
dilingkungan pemerintahan kan tidak bisa seenaknya
menambah pegawai karena ada undang-undangnya
tersendiri terkait itu. Oleh sebab itu kita sebagai yang
bertugas mengelola kawasan sebisa mungkin mensiasati
salah satunya dengan melakukan rangkap jabatan
Unzizah :Bagaimana arahan yang ibu berikan kepada pegawai SKW
III dalam melaksanakan tugas terkait Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara?
Ibu Ida Harwati :Untuk memulai suatu tahapan pengelolaan seperti
pembuatan desain tapak, pengawasan, monitoring, dan
evaluasi saya biasanya melakukan rapat di Seksi
Konservasi Wilayah III hal ini dilakukan agar pelaksanaan
dilapangan dapat dikoordinir yang nantinya akan dibuat
jadwal kapan pelaksanaannya. Kemudian saya
komunikasikan juga dengan PT.Murindra Karya Lestari
biasanya melalui Ibu Irma jika kita ingin melakukan
monitoring ataupun pengawasan dilapangan. proses
komunikasi juga saat ini tidak harus surat-menuyurat cukup
dengan komunikasi media sosial. Karena memang kita
tidak pernah ada agenda rutin bersama PT.Murindra terkait
membahas secara dalam bagaimana pengelolaan yang
mereka lakukan, hal itu karena segala pembangunan
dilapangan, pengoperasian juga dilakukan oleh mereka
namun ada beberapa rencana kegiatan yang kita lakukan
bersama. Saya mengkoordinir kegiatan yang memang
wewenang BKSDA DKI disana sebagai pelaksana
monitoring, pengawasan, dan evaluasi.
Unzizah :Peranan apa saja yang dilakukan oleh BKSDA DKI
Jakarta terkait Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
Ibu Ida Harwati :Dari pihak BKSDA DKI Jakarta dalam kemitraan ini
peran kami yaitu pembuatan desain tapak blok gunanya
untuk memberi batas kepada pengunjung dan perusahaan
jika ingin membangun sarana-prasarana tidak melewati
desain itu. Kegiatan yang diperbolehkan pengunjung antara
lain: kegiatan penelitian, kegiatan ilmu pengetahuan dan
pendidikan, kegiatan penunjang budidaya penggunaan
plasma nutfah. Untuk monitoring kami lakukan setahun
tiga kali jadi monitoring ada triwulan I-IV kemudian nanti
kami lakukan juga pengawasan, dan diakhir kami evaluasi
yang nantinya dievaluasi itu ada indikator yang dapat
dijadikan acuan apakah pelaksanaan oleh perusahaan sudah
optimal
Unzizah : Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam
pengelolaan Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
Ibu Ida Harwati : Kalau untuk faktor pendukung dalam pelaksanaan, kita
melihat letak TWA ini sangat strategis dan mudah
dijangkau apalagi minat wisatawan cukup tinggi khususnya
ditahun 2017 sehingga menimbulkan peluang obyek ini
tidak hanya dijadikan tempat wisata tapi juga untuk objek
penelitian karena keunikan potensi biotik maupun sistem
kelolanya namun untuk hambatan yang kami rasakan
misalnya adanya kegiatan proyek luar di sekitar kawasan
TWA sehingga membahayakan kelestarian alam. Selain itu
dahulu lokasi merupakan tempat petambak liar yang dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan,, adanya dampak
reklamasi pantai yang menimbulkan air keruh, dan kegiatan
promosi yang masih kurang. Hal itulah yang kami
mohonkan kepada pengelola untuk bersama-sama
mensiasati
Unzizah : Bagaimana hubungan komunikasi yang dibangun selama
ini dalam kemitraan dengan PT.Murindra Karya Lestari?
Ibu Ida Harwati : Kalau untuk tata hubungan dengan pengelola saat ini, kita
sudah sangat enak komunikasinya, beda dengan dahulu-
dahulu masih agak kaku dan sulit. Kalau saat ini ada
keperluan atau apa kita tinggal komunikasikan via media
sosial. Kalau untuk agenda rutin pertemuan memang tidak
ada, namun untuk membahas bagaimana hasil dilapangan
biasanya kami langsung ke lokasi saja.
Unzizah :Bagaimana terkait pengawasan yang dilakukan oleh
BKSDA DKI Jakarta?
Ibu Ida Harwati : Pengelolaan TWA Angke Kapuk memang diserahkan ke
pihak swasta melalui IPPA, namun kendati begitu tetap
saja pembangunan, pengoperasian hingga pendapatan
(BOT) harus dilakukan pengawasan agar pengelolaan
berjalan seimbang. Dalam melakukan pengawasan BKSDA
DKI melalu seksi konservasi wilayah III di TWA Angke
Kapuk diatur dalam Peraturan Dirjen Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam No.P.6/IV-SET/2012 tentang
Pedoman pengawasan dan evaluasi pengusahaan Pariwisata
Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Pengawasan yang
kami lakukan antara lain terkait: keamanan kawasan dari
kerusakan. gangguan dan ancaman melalui patroli
fungsional, pengawasan terhadap kegiatan wisata yang
kami sebut dengan monitoring terhadap PT.Murindra
Karya Lestari, pengawasan terhadap PNBP. Kalau untuk
jadwal kontrol rutin sendiri tidak ada hanya untuk tahun ini
pengawasannya dalam bentuk patrol didanai oleh DIPA
sebanyak enam (6) kali dalam setahun. Selebihnya patrol
rutin biasa dilakukan oleh polisi hutan yang sudah
dfokuskan menjadi beberapa resort. Kalau fokus
pengawasan terhadap PT.Murindra Karya Lestari biasanya
kami terkait dengan evaluasi kinerja IPPA setahun sekali,
pencermatan dan pengesahan dokumen RKL-RKT dan
fasilitasi administrasi untuk hal-hal yang berhubungan
dengan KLHK
Unzizah : Apakah masing-masing pihak selama ini sudah
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan aturan surat
keputusan?
Ibu Ida Harwati : Model kemitraan yang selama ini diterapkan sudah
berjalan sesuai dengan kesepakatan yang ada di Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 537//Kpts-II/1997.
Sesuai dengan yang diperintahkan kami bersama
PT.Murindra Karya Lestari sudah melaksanakan sesuai
aturan. Hanya dalam pelaksanaan selama ini kami merasa
masih kurang di bidang promosi wisata dan diharapkan
bisa dikembangkan bersama-sama. Pendapatan PNBP juga
selalu meningkat hampir disetiap tahunnya Pada tahun
2017 hasil PNBP pungutan hasil usaha sebesar
45.551.426,00. Teekait Rencana Karya Pengelolaan
PT.MKL Belum maksimalnya nilai indikator sapras
disebabkan sarpras yang dibangun belum sesuai dengan
site plan yang terdapat dalam dokumen RPPA. Selain
perbedaan tersebut, tata waktu pelaksanaan RKPPA
periode 1997 – 2027 tersebut tertunda akibat terjadinya
perambahan kawasan pada era reformasi sehingga RKP PT.
MKL baru diimplementasikan mulai tahun 2009.
Menindaklanjuti hal ini, PT. MKL telah mengajukan
permohonan untuk merevisi dokumen tersebut sejak tahun
2014. Walaupun demikian, sampai saat ini revisi tersebut
belum selesai dilaksanakan. Selain itu dari segi keseluruhan
koordinasi dengan PT.Murindra Karya Lestari saat ini
sudah berjalan baik dan mudah. Untuk pertemuan secara
rutin sendiri memang belum pernah dijadwalkan, namun
secara koordinasi kita selalu berkoordinir untuk
penyesuaian rencana, pelaksanaan di lapangan dan
sebagainya. proses koordinasian saat ini juga biasa kami
lakukan dengan mudah via media sosial sudah cukup.
Jakarta, 25 Maret 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Irma M.S
Jabatan : Manajer PT.Murindra Karya Lestari
Unzizah : Bagaimana awal mula PT.Murindra Karya Lestari tertarik
untuk ikut serta mengelola Taman Wisata Alam Angke
Kapuk?
Ibu Irma : Awal mula PT. Murindra Karya Lestari mengajukan izin
untuk usaha pariwisata alam karena kecintaan pendiri
perusahaan yaitu ibu alm. Murniwati kepada tumbuhan.
Bahkan dahulu kawasan Taman Wisata Alam ini betul-
betul mengusung tema hutan dan ibu alm.sendiri dahulu
kurang menyetujui jika diberikan sarana lampu-lampu hias
karena memang yang beliau harapkan adalah konsep hutan
yang masih alami. Namun seiring berjalannya waktu demi
bisa mengikuti perkembangan zaman dan juga pendapatan
ya kami lakukan pembangunan sarpras dan arena
pendukung lainnya seperti ini selama tidak melewati batas-
batas dan juga persetujuan dari pihak BKSDA juga. Untuk
model pengelolaan seperti sekarang ini masih kami anggap
tidak merugikan kedua pihak kok tentunya kan kami juga
membayar pajak yang sudah ditetapkan.
Unzizah : Adakah surat keputusan yang mengatur pengelolaan oleh
perusahaan?
Ibu Irma : Dasar hukum pelaksanaan yakni Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 dimana dalam surat
tersebut kami selaku pemegang izin kelola berhak untuk
mengelola kawasan TWA sepenuhnya sesuai peraturan dan
kebijakan yang diberlakukan pemerintah
Unzizah : Apakah semua rencana pengelolaan milik perusahaan dan
BKSDA DKI Jakarta sudah saling bersinergis?
Ibu Irma : Terkait Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam
sendiri yang masih belum sesuai memang terkait kendala
pemberdayaan masyarakat. Karena ya kita bisa lihat sendiri
bagaimana sekitar kawasan TWA Angke Kapuk sudah
masyarakat perkotaan elit namun disamping kendala itu,
kami tetap berusaha melakukan pemberdayaan dengan
mengajak masyarakat dari kelurahan terdekat misalnya
kelurahan kalideres kami mengajak masyarakatnya untuk
terlibat dalam konservasi hutan mangrove. Selain itu pada
hari jumat kami mengijinkan masyarakat untuk berjualan di
area TWA Angke Kapuk sebagai wujud serta kami dalam
membantu perekonomian masyarakat sekitar. Jadi tetap
kami berusaha bagaimana caranya pemberdayaan
masyarakat bisa berjalan. Untuk RKL dan RKT kami sudah
sesuai dan menyerahkan sesuai batas waktu yang diberikan
Unzizah : Apakah tujuan dari PT.Murindra Karya Lestari dan
BKSDA DKI Jakarta sudah saling bersinergis?
Ibu Irma : Tujuan dari PT. Murindra Karya Lestari melakukan
pengusahaan wisata alam di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara sendiri karena melihat potensi yang
ada disana yang menurut kami mampu untuk kami kelola
dan mengembalikan fungsi mangrove seperti normal
kembali karena daerah ini sangat rentan banjir terutama
banjir rob. Ada hutan mangrove saja masih sering terkena
banjir terutama sekitar bulan desember apalagi jika tidak
ada hutan mangrove. Maka dari itu kami tidak hanya
sekedar mementingkan keuntungan semata kami juga ingin
ikut serta dalam menyelamatkan lingkungan toh jika itu
berjalan baik kami juga akan merasakan manfaatnya.
Untuk kesinergisan sendiri kami selalu berkoordinasi
dengan BKSDA dan jika diperlukan pendampingan untuk
melaksanakan tujuan kami juga pasti kami difasilitasi
seperti saat merelokasi petambak liar itu sangat sulit dan
butuh bantuan dari pihak pemerintah. Maka dari sistem
kemitraan yang kami laksanakan saat ini juga
mempertimbangkan kearah situ. Dimana perusahaan
mengelola kawasan, membangun sarana-prasarana dengan
segala kendala yang ada hingga kami mampu seperti saat
ini dan sistem pembagian hasil tiket yang selama ini
diterapkan kami rasa ini sudah menjadi dasar bagaimana
agar tujuan perusahaan, tujuan BKSDA bisa tercapai
melalui kemitraan pengelolaan model Build Operate
Transfer (BOT) seperti ini.
Unzizah : Adakah hambatan dalam penyusunan rencana
pengelolaan?
Ibu Irma : Kalau penyusunan rencana pengelolaan dari kami, saya
rasa tidak ada hambatan karena kamipun selalu berusaha
tepat waktu dalam pembuatan RKL,RKT dan laporan-
laporan pengusahaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara
Unzizah : Bagaimana terkait pengorganisasian di PT.Murindra
Karya Lestari?
Ibu Irma : Pembagian tugas disini semuanya sudah jelas ya, kalau
untuk bagian pembibitan, pupuk seperti itu dilaksanakan
oleh masyarakat yang dulunya petambak kemudian kami
berdayakan. Lalu untuk keamanan sendiri disini ada dua
(2) shift yang kerjanya 12 jam dan dari segi administrasi
juga ada 3 orang. Jadi selama ini pembagian tugas sudah
terkoordinir dengan baik dan dapat memenuhi target
penyerahan laporan ke BKSDA secara tepat waktu
Unzizah : Bagaimana arahan pemimpin yang ibu berikan kepada
para karyawan?
Ibu Irma : Arahan biasanya langsung dilakukan sesuai dengan
tupoksi pegawai masing-masing. Dan pembagian tugas
kan sudah jelas sejak awal perekrutan karyawan sehingga
untuk pelaksanaan masing-masing karyawan sudah paham.
Kalau untuk petugas keamanan baru dilakukan arahan
setiap apel pergantian shift
Unzizah : Apa faktor pendukung dan penghambat dalam
pengelolaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
Ibu Irma : Faktor pendukung dari pengelolaan kami disini saat ini
adanya sarana-prasarana yang mendukung kegiatan wisata
ditengah perkotaan, kami juga menyediakan paket
penginapan, Preweeding, Wisata air dan sebagainya
sehingga kami berusaha melakukan pembangunan dan
pengembangan di beberapa bidang misalnya untuk
pemilihan kayu-kayu disini kita gunakan dari kayu merbau
agar awet dan mudah pemeliharaannya. Pembangunan
jembatan juga sedang kami lakukan dan mudah-mudahan
kita juga bisa terus adakan inovasi sarana disini untuk
mendukung daya tarik. Kalau untuk hambatan kami
sendiri biasanya seperti ya pemeliharaan sarpras yang
membutuhkan dana cukup lumayan, selain itu dampak
reklamasi pantai yang bikin kondisi air rusak dan juga
ikan-ikan mati. Selain itu masih terjadinya banjir rob
hampir setiap tahun yang bisa mencapai betis kaki orang
dewasa biasanya terjadi dibulan desember
Unzizah : Bagaimana terkait promosi wisata yang dilakukan oleh
perusahaan?
Ibu Irma : Kita biasanya untuk sekaligus promosi memanfaatkan
kegiatan penanaman pohon, dimana dalam kegiatan
tersebut selain mengenalkan TWA Angke Kapuk ini juga
memberi pemahaman mengenai pentingnya hutan
mangrove jadi sekaligus sarana edukasi bagi pengunjung.
Selain itu kami juga memiliki website dan brosur yang
membantu memudahlan pengunjung. Dan belum lama ada
dari bali dan lampung melakukan studi banding terkait
pengelolaan kawasan konservasi mangrove yang menurut
mereka masih merasa sulit untuk mengembangkannya dan
kemungkinan bisa dikaji ulang untuk menerapkan seperti
model pengelolaan yang diterapkan di TWA Angke Kapuk
ini. Karena memang model seperti ini masih relevan untuk
dilaksanakan
Unzizah : Bagimana hubungan komunikasi yang dibangun oleh
perusahaan dengan BKSDA DKI Jakarta?
Ibu Irma : Untuk komunikasi dengan pihak balai, saat ini kami
sangat terbuka dan hanya mengkomunikasikan saja dengan
ibu Ida biasanya. Misalkan dari BKSDA ingin kesini pagi
hari sekali untuk pengawasan satwa burung bisa saja nanti
kami komunikasikan dengan pihak penjaga gerbang seperti
itu
Unzizah : Seperti apa perawatan sarana prasaran yang dilakukan
selama ini?
Ibu Irma : Perawatan Sarana-prasarana rutin kami lakukan hampir
setiap bulan sebagai bentuk kewajiban kami disini, selain
itu untuk beberapa sarana yang rusak seperti rumah kayu
dan alat wisata air saat ini sedang kami lakukan perbaikan.
Seperti karena perawatan kayu merbau yang cukup rumit
dan bahannya juga berat saat ini kami sedang upayakan
untuk beralih ke bambu yang berkualitas bagus sebagai
allternatif namun perawatannya efisien. Kalau untuk hutan
mangrove sendiri kami rutin lakukan pembibitan,
penanaman kembali hingga pemupukan pun kami buat
sendiri dari sisa-sisa sampah yang ada. bahkan sampah
plastik pun bisa kami jadikan pupuk dengan bantuan
sedimen. Hal itu kami lakukan untuk menghemat
pengeluaran, menjaga keseimbangan lingkungan dan
mengubah sampah menjadi daya guna. Kamipun lakukan
penjualan pupuk jika ada wisatawan biasanya dari sekolah-
sekolah yang melakukan pendidikan budidaya tanaman
dengan pupuk dan benih yang sudah kami buat sendiri
menggandeng masyarakat yang kami berdayakan disini.
Kemudian untuk pembayaran pajaknya kami melalui
distribusi tiket yang kami lakukan sebesar Rp. 25.000,00
dengan pembagian Rp.20.000,00 untuk perusahaan dan
Rp.5000,00 sebagai PNBP ke Negara
Unzizah : Adakah motivasi karyawan yang diberikan oleh PT.
Murindra Karya Lestari?
Ibu Irma : Untuk motivasi pegawai sejauh ini belum ada, karena
kebanyakan untuk pelatihan sendiri pun disini kebanyakan
tenaga kasar seperti tenaga pembuatan pupuk dan
pembibitan. Kemudian untuk family gathering pun belum
ada karena kami sendiri sebagai penyedia wisata jika dihari
libur justru kami harus bekerja bahkan mengabaikan
kebutuhan wisata kami sendiri
Unzizah : Bagaimana sistem perekrutan karyawan di Taman Wisata
Alam Angke Kapuk?
Ibu Irma : Untuk perekrutan karyawan kami masih menggunakan
sistem bawaan ya misalnya ada yang keluarganya bekerja
disini nanti ketika dibutuhkan lagi bisa menaruh lamaran
untuk bekerja disini ataupun dulu bekas petambak disni
kemudian kami berdayakan dengan bekerja disini. Dan
sejauh ini SDM yang ada saya rasa masih cukup untuk
mem-back up segala kegiatan disini hanya saja perlu
dilakukan penambahan dibidang tenaga ahli
Unzizah : Seperti apa pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra
Karya Lestari?
Ibu Irma : Pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra Karya
Lestari meliputi keseluruhan kawasan. Karena kami
sebagai pihak pengelola anggaplah kami menyewa lahan
yang kemudian kami olah dan kami desain. Tentunya kami
juga sangat menjaga kawasan dari hal-hal yang dapat
berpotensi merusak kawasan. Pengawasan dari kami
diwujudkan dengan patrol 24 jam dan pemasangan cctv
dititik yang kami anggap krusial dan mengancam kawasan
seperti di dekat kawasan reklamasi dan dekat proyek lain
yang saat ini sedang berjalan. Untuk mencegah adanya
limbah yang merusak kawasan. Perlindungan satwa juga
kami lakukan dengan pemberian makanan secara rutin dan
controlling juga kadang dilakukan BKSDA dengan saling
me-report bersama kami. Untuk perlindungan hutan
mangrove sendiri kami pasti lakukan pemupukan dan
pembenihan bibit baru untuk selalu melakukan
perkembangbiakan tumbuhan mangrove. Sarana dan
prasaran selalu kami lakukan pengecekan setiap bulan dan
untuk saat ini juga ada beberapa sarpras yang sedang kami
lakukan perbaikan ataupun pembangunan misalnya
jembatan dan jalan kayu di pondok-pondok penginapan.
Hal tersebut untuk memperbaiki kualitas dan menarik
pengunjung sehingga pengelolaan dapat terus kami
perbaiki
Unzizah : Secara keseluruhan apakah PT.Murindra Karya Lestari
dan BKSDA DKI Jakarta sudah saling melakukan tugasnya
di Taman Wisata Alam Angke Kapuk?
Ibu Irma : Kesesuaian pembagian pekerjaan yang harus dilakukan
selama ini dari kami dan BKSDA DKI sudah berjalan
sebagaimana mestinya. PT.Murindra Karya Lestari
sebgagai pemegang izin yang memiliki hak kelola 100 %
lahan di TWA Angke Kapuk. Sementara BKSDA DKI
yang melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi
kinerja yang kami lakukan untuk kemudian disahkan.
Untuk saat ini yang kami butuhkan adalah tambahan tenaga
ahli. karena tenaga ahli yang kami miliki baru dua (2)
orang.
Jakarta 10 April 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Rizki Prima, S.Hut
Jabatan : Penyuluh kehutanan Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA DKI
Jakarta
Unzizah : Terkait apasaja rencana pengelolaan yang dibuat oleh
BKSDA DKI Jakarta?
Bapak Rizky Prima : Pengelolaan di TWA Angke Kapuk berdasarkan PP
Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan Kawasan
Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA),
karena TWA Angke Kapuk termasuk kedalam KPA. Jadi
rencana pengeolaan kalau dari BKSDA dibuat sesuai
dengan aturan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan
Pemerintah No.44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan
Kehutanan yang terdiri dari RPJP dan RPJPn secara
sistematika penyusunan namun terkait isi mengacu kepada
PP. Nomor 28 Tahun 2011. Rencana pengelolaan yang
dibuat biasanya terkait keseluruhan seperti wisata dan
pelestarian alamnya termasuk kedalam marketing hingga
rehabilitasi kawasan
Unzizah : Bagaimana pengorganisasian dalam pembagian tugas di
SKW III BKSDA DKI Jakarta?
Bapak Rizky Prima : BKSDA DKI Jakarta yang dipimpin oleh seorang kapala
balai, kemudian tugas perwilayah agar lebih fokus dan
terkoordinir maka dibagi kedalam tiga wilayah kerja yaitu
Seksi Konservasi Wilayah I,II, dan III. Untuk koordinasi
tugas di BKSDA DKI Khususnya Seksi Konservasi
Wilayah III memang masih terjadi rangkap jabatan, hal
tersebut lantaran secara kulitas SDM disini kurang
memenuhi. Dalam bidang penggunaan IT, Bahasa Inggris,
dan Skill masih perlu pelatihan
Unzizah : Bagaimana arahan pemimpin yang diterima pegawai
dalam melaksanakan tugas masing-masing?
Bapak Rizky Prima : Biasanya dilakukan arahan oleh kepala seksi melalui rapat
arahan dan disitu juga bagaimana pelaksanaan masing-
masing tugas. misalnya saya jabatan fungsional saya
sebagai penyuluh kehutanan namun saya juga sering
terlibat dalam penyusunan rencana pengelolaan, program
pengelolaan yang dirancang. Kemudian nantinya akan
diberikan target kapan pelaksanaan itu harus selesai dan
nantinya akan dilakukan evaluasi
Unzizah : Apa saja peran dari BKSDA DKI Jakarta dan bagaimana
menyikapi pengelolaan berdasarkan kemitraan di TWA
Angke Kapuk?
Bapak Risky Prima : Kalau dari BKSDA sendiri karena ini kan ada dua pihak,
namun BKSDA disini sebagai pemantau pelaksanaan
dilapangan seperti apa dan bagaimana. Kalau dari kami ada
pengawasan, monitoring, dan evaluasi. Ada juga kegiatan
penyuluhan kehutanan tapi itu dilakukan jika ada yang
membutuhkan pendampingan misalnya seperti wisata
pendidikan kehutanan maka kami juga bisa memfasilitasi
Unzizah : Apasaja faktor pendukung dan penghambat dalam
pengelolaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk?
Bapak Rizky Prima : Faktor pendukung kemitraan pengelolaan di TWA adalah
kondisi ekonomi masyarakat sekitar yang cukup tinggi,
letak starategis yang mudah dijangkau dengan transjakarta
pun saat ini bisa, dan keamanan yang masih terjamin
sampai saat ini. Kalau untuk faktor penghambat sendiri
yakni pembangunan di lokasi masih bersifat belum
menyeluruh, promosi yang belum optimal dan adanya
dampak reklamasi yang menyebabkan suplai air laut
berkurang. Selain itu sampah juga masih menjadi salah satu
faktor penghambat
Unzizah : Bagaimana terkait promosi wisata TWA Angke Kapuk
Jakarta Utara oleh BKSDA DKI?
Bapak Rizky Prima : Promosi yang ingin dikembangkan di BKSDA DKI
Jakarta saat ini salah satunya sedang dibuat berbasis IT
sehingga pengunjung secara online dapat mengakses,
bahkan meminta pendampingan atau penyuluh kehutanan
pun bisa dilakukan melalui itu. Penyuluhan kehutanan
dapat kita berikan ketika memang ada kegiatan wisata yang
membutuhkan pendampingan
Unzizah : Seperti apa pengawasan yang diberikan oleh SKW III
BKSDA DKI Jakarta di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk?
Bapak Rizky Prima : Pengawasan yang dilakukan pihak BKSDA DKI Jakarta
hampir keseluruhan baik itu pengawasan kawasan TWA,
flora dan fauna, hingga ke kegiatan wisata oleh PT.
Murindra Karya Lestari mengacu kepada Peraturan Dirjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No.P.6/IV-
SET/2012 tentang Pedoman pengawasan dan evaluasi
pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam. Dimana dalam peratutan tersebut dari BKSDA DKI
memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terkait
administrasi dan teknis konservasi yang dilakukan. Kalau
dari administrasi kita melihat dari laporan-laporan, RKL,
dan RKT PT.Murindra Karya Lestari. Untuk teknis
konservasi kami melakukan pengawasan bagaimana teknik
yang akan dilakukan, untuk kemudian dari hasil tersebut
dievaluasi paling sedikit dilakukan sekali (1) dalam satu (1)
tahun
Unzizah : Seperti apa jika melihat secara keseluruhan outcame
dalam pengelolaan melalui kemitraan?
Bapak Rizky Prima : Keseluruhan nanti dapat dipelajari dari laporan evaluasi,
namun kalau untuk SDM sendiri khususnya di SKW III,
secara kuantitas sudah memenuhi. Namun secara kualitas
belum terpenuhi. Masih diperlukan pelatihan lagi
khususnya dibidang IT,Skill dan penggunaan bahasa
Inggris.
Jakarta, 25 Maret 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Nani Rahayu, S.Hut M.Si
Jabatan : Pengendali Ekosistem Hutan Muda
Unzizah : Bagaimana hasil pengawasan yang dilakukan oleh SKW
III BKSDA DKI Jakarta?
Ibu Nani Rahayu : Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PT. MKL tahun 2017,
kinerja perusahaan ini masih berada dalam kategori sedang
dengan nilai 3,89. Aspek penilaian yang masih belum
maksimal adalah pada indikator pemberdayaan masyarakat
dan ketenagakerjaan. Evaluasi yang dilakukan selain
dengan melihat langsung ke lapangan juga berdasarkan
dokumen perencanaan (Rencana Karya Pengelolaan,
Rencana Karya Lima Tahunan, Rencana Karya Tahunan),
laporan (bulanan, tahunan dan keuangan), bukti
pembayaran PHUPSWA dan dokumen lain yang relevan
dan kemudian dievaluasi berdasarkan kriteria per indikator
standar evaluasi. Evaluasi kinerja pengusahaan pariwisata
alam dilakukan dengan sistem skoring sesuai dengan
Peraturan Dirjen PHKA Nomor: P.6/IV-SET/2012
Unzizah : Apakah secara keseluruhan masing-masing organisasi
sudah melaksanakan perannya sesuai kesepakatan?
Ibu Nani Rahayu : Untuk pembagian pekerjaan masing-masing institusi
sudah berjalan sesuai. Untuk hasil evaluasi saat ini Skor
kriteria administrasi PT. MKL adalah 138 poin atau sekitar
92% dari skor maksimal (150). Hasil evaluasi kinerja
PT.Murindra Karya Lestari tahun 2018 mendapat skor 4,16
dalam kriteria sedang. Persentase capaian terendah adalah
pemberdayaan masyarakat (40%) dan pembangunan sarana
prasarana (70%). Rendahnya capaian kinerja PT. MKL
terkait pemberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh kondisi
masyarakat sekitar kawasan yang pada umumnya adalah
kalangan menengah ke atas sehingga kurang
memungkinkan untuk dilibatkan dalam kegiatan
pengusahaan pariwisata alam di TWA Angke Kapuk.
Indikator pembangunan sarana dan prasarana mendapatkan
skor 63 atau 70% dari nilai maksimal (90).
Jakarta, 04 April 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Sukarman, S.H
Jabatan : Polhut Pertama Kepala Resort
Unzizah : Bagaimana pembagian tugas dalam kinerja polisi hutan?
Bapak Sukarman : TWA Kapuk ini kan sudah dikelola oleh pemegang izin,
jadi untuk pengamanan lebih fokus dilakukan oleh PT.
Murindra Karya Lestari. Kalau dari polisi hutan sendiri
biasanya tugas kami melakukan PAM Kawasan dengan
tidak menggunakan seragam resmi karena dikhawatirkan
akan mengusik ketenangan pengunjung. kalau untuk
kegiatan patroi\li sendiri terkadang menjadi tugas gabungan
dengan petugas kemanan PT. Murindra Karya Lestari.
Disini ada 2 orang polisi hutan dan 1 Juru mudi kapal
dalam 1 resort wilayah. Untuk polhut sendiri paling kami
ke TWA setiap hari sekitar 2-3 jam saja karena kan disini
sudah ada pemegang izin kelola
Unzizah : Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh polisi hutan
di TWA Angke Kapuk?
Bapak Sukarman : Kalau untuk pengawasan sendiri kami sebagai polhut
resort Jakarta Utara khususnya di TWA Angke Kapuk,
dalam bekerja disini kami terdiri dari dua (2) orang polhut
dan satu (1) orang juru mudi kapal. Kegiatan pengawasan
yang kami lakukan disini terkait keamanan dan
pengendalian kawasan karena memang selama ini juga
belum pernah ada terjadi pelanggaran. Kegaiatan
pengawasan disini kami lakukan ada dua (2) jenis yaitu
pengamanan dengan menggunakan seragam dinas dan yang
tidak menggunakan seragam. Kami kadang melakukan
pengamanan tanpa seragam dinas karena menjaga
kenyamanan pengunjung. Kalau patroli kawasan kami
lakukan tanpa menggunakan seragam dinas. Polhut sendiri
melakukan patrol setiap delapan (8) jam sekali. Lokasi
yang kami fokuskan pengawasan keamanannya yakni di
mako, pos enam (6) yang sangat dekat dengan reklamasi,
keamanan pengunjung dan kapal yang masuk ke perairan
yang memungkinkan mengganggu potensi satwa dan
tumbuhan yang ada.
Unzizah : Apa tanggapan bapak terkait masalah sampah yang
menjadi keluhan pengunjung?
Bapak Sukarman : Kalau masalah sampah, saya rasa bukan hanya sampah
yang berasal dari kegiatan wisata saja. Tapi sampah
tersebut berasal dari kiriman 13 sungai besar yang
bermuara ke pantai utara Jakarta. Karena lokasi TWA
berbatasan langsung maka otomatis sampah tersebut jadi
menumpuk. Untuk pengelolaan sampah tidak bisa
dilaksanakan sendiri, lantaran menyangkut Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan butuh menggandeng pihak-pihak yang
terkait kan hal itu
Jakarta, 12 April 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Partono
Jabatan : Security
Unzizah : Bagaimana pembagian tugas pengamanan bagi Security?
Bapak Partono : Untuk pembagian tugas sendiri disini kami bekerja ada
dua (2) shift jadi sehari bekerja 12 jam. Setiap pergantian
shift diadakan apel untuk pengarahan. Dari kami nanti
dibagi untuk berjaga di tiga pos. Yakni pos 1,4, dan 6.
Penjagaan disitu memang yang diutamakan. Kalau untuk
patrol sendiri ada patroli darat dan air itu yang menjadi
tugas kami. Kalau bersama BKSDA biasanya ada patrol
gabungan setiap bulan pasti dilakukan. Hal tersebut
dilakukan untuk menjaga keamanan dan masing-masing
organisasi bisa memastikan bahwa kawasan ini betul-betul
aman.
Unzizah : Apa faktor pendukung dan penghambat dalam
pengelolaan di Taman Wisata Alam Angke Kapuk?
Bapak Partono : Dampak reklamasi sehingga mengakibatkan banyak
sampah masuk ke TWA
Unzizah : Adakah kegiatan family gathering untuk memotivasi
karyawan dari pihak perusahaan?
Bapak Partono : Untuk kegiatan Family gathering, saat ini belum pernah
dilakukan lantaran waktu yang agak sulit. Saya menyadari
ketika orang-orang berlibur justru kamilah yang harus
menjaga dan menjadi tempat liburan mereka
Unzizah : Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan pihak
keamanan?
Bapak Partono : Pengawasan yang kami lakukan disini dengan sistem
bekerja 12 jam. Kalau siang hari kami mengamankan
empat (4) pos, dan malam hari dibagi menjadi tiga (3) pos.
yang paling kami utamakan yaitu pos satu (1) untuk
gerbang utama, pos empat (4) dekat dermaga, dan pos
enam (6) dekat perbatasan. Patroli kami terbagi menjadi
patrol darat dan air. Patroli darat dilakukan pada pukul
21.00 wib, 00.00 wib, dan 03.00 wib. Sedangkan untuk
patroli air kami lakukan setiap pukul 22.00 wib,23.30 wib
dan 04.00 wib. Pengawasan pengunjung kami lakukan
dengan pemasangan cctv di dekat dermaga, belakang
kantin, dan pos pemeriksaan tiket. Terkait keamanan
pengunjung saat ini masih terjaga paling jika terjadi
kecelakaan biasanya ketika anak kecil memberi makan
dengan jarak terlalu dekat dengan monyet dan saat ini
sudah dapat diantisipasi
Unzizah : Bagaimana terkait penanganan sampah yang ada di
TWA?
Bapak Partono : Terkait sampah memang selalu ada produksi sampah
setiap hari terkait kegiatan wisata. Apalagi setelah
reklamasi ditutup. Kebanyakan sampah dari sungai yang
bermuara lari kesini semua. Kami mengantisipasi dengan
pemasangan jarring di ujung perbatasan mangrove dengan
pantai tujuannya untuk membatasi sampah yang masuk ke
kawasan. Selain itu sampah yang bisa kami bersihkan
kemudian diolah sendiri untuk menjadi pupuk.
Unzizah : Terkait keselamatan pengunjung, apasaja bentuk
pengawasan yang diberikan?
Bapak Partono : Untuk kecelakaan pengunjung sampai saat ini belum
pernah ada, ancaman dari satwa liar masih bisa kami
kendalikan. Kecelakaan pengunjung sendiri paling yang
terjadi seperti anak kecil kena cakaran monyet karena
memberi makan terlalu dekat. Kemudian menjelang lokasi
tutup juga biasanya kami lakukan patrol setiap jam lima (5)
sore tujuannya untuk mengontrol pengunjung
dikhawatirkan ada yang tersesat.
Jakarta, 10 April 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Rizqy (Koki)
Jabatan : Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Unzizah : Berapa kali anda pernah berkunjung kesini?
Rizqy : Saya kesini sekitar dua (2) kali dan memang niatnya
sekedar jalan-jalan saja
Unzizah : Menurut anda, apakah harga tiket masuk sudah sesuai
dengan fasilitas yang diperoleh?
Rizqy : Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya rasa cukup
terjangkau
Unzizah : Bagaimana menurut anda pengelolaan yang ada di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk?
Rizqy : Secara keseluruhan pengelolaan sudah baik, namun yang
perlu ditingkatkan adalah keberihan karena masih adanya
sampah yang cukup mengganggu kebersihan lokasi wisata
sendiri.
Unzizah : Apa harapan anda untuk Taman Wisata Alam Angke
Kapuk lebih berkembang?
Rizqy : Saya harapkan dari pengelolaan ini yaitu lebih kepada
peningkatan kebersihan.
Jakarta, 10 April 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Mia Herawati (Pelajar)
Jabatan : Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Unzizah : Berapa kali anda pernah berkunjung kesini?
Mia : Baru pertama kali
Unzizah : Menurut anda, apakah harga tiket masuk sudah sesuai
dengan fasilitas yang diperoleh?
Mia : Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya merasa cukup mahal
kalau untuk pelajar
Unzizah : Bagaimana menurut anda pengelolaan yang ada di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk?
Mia : Secara keseluruhan pengelolaan sudah baik, petugasnya
ramah namun yang perlu ditingkatkan adalah keberihan
lingkungan terkait sampah
Unzizah : Apa harapan anda untuk Taman Wisata Alam Angke
Kapuk lebih berkembang?
Mia : Saya harapkan dari pengelolaan ini yaitu lebih
meningkatkan kebersihan lingkungan
Jakarta, 10 April 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Raka Setiaji (Mahasiswa)
Jabatan : Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Unzizah : Berapa kali anda pernah berkunjung kesini?
Raka Setiaji : Saya kesini sekitar tiga (3) kali
Unzizah : Menurut anda, apakah harga tiket masuk sudah sesuai
dengan fasilitas yang diperoleh?
Raka Setiaji : Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya rasa cukup
terjangkau
Unzizah : Bagaimana menurut anda pengelolaan yang ada di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk?
Raka Setiaji :Pengelolaan sudah baik, namun yang perlu ditingkatkan
adalah kebersihan dan perbaikan sarana-prasarana
Unzizah : Apa harapan anda untuk Taman Wisata Alam Angke
Kapuk lebih berkembang?
Raka Setiaji : Saya harapkan dari pengelolaan ini yaitu lebih kepada
peningkatan kebersihan
Jakarta, 10 April 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Dani Prayoga (Karyawan)
Jabatan : Pengunjung Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara
Unzizah : Berapa kali anda pernah berkunjung kesini?
Dani Prayoga : Saya kesini sekitar dua (2) kali
Unzizah : Menurut anda, apakah harga tiket masuk sudah sesuai
dengan fasilitas yang diperoleh?
Dani Prayoga : Untuk harga tiket Rp.25.000,00 saya rasa cukup
terjangkau
Unzizah : Bagaimana menurut anda pengelolaan yang ada di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk?
Dani Prayoga : Pengelolaan sudah baik, namun yang perlu ditingkatkan
adalah kebersihan dan menu makanan di kantin agar lebih
bervariasi
Unzizah : Apa harapan anda untuk Taman Wisata Alam Angke
Kapuk lebih berkembang?
Dani Prayoga : Saya harapkan dari pengelolaan ini yaitu lebih kepada
peningkatan kebersihan, menambah menu kantin, dan
sarana rekreasi anak.
Jakarta, 10 April 2019
Membercheck
Transkrip wawancara
Narasumber : Yais (Pembuat pupuk)
Jabatan : Masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara
Unzizah : Bagaimana terkait pemberdayaan masyarakat disekitar
Taman Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara?
Bapak Yais : Saya bukan dari warga Penjaringan, saya dari Tegal Alur.
Namun bagi saya jarak bekerja dengan menggunakan
sepeda masih relative dekat, dengan upah RP.
70.000,00/hari saya masih bersyukur. Hitung-hitung untuk
kegiatan saya berolahraga. Ya memang masyarakat yang
diberdayakan kebanyakan justru dari luar Penjaringan
Unzizah : Bagaimana sampah tersebut setiap harinya diolah agar
tidak mencemari kawasan TWA Angke Kapuk?
Bapak Yais : Saya setiap hari mengolah sampah menjadi pupuk sebagai
upaya pelestarian mangrove, saya yang langsung
melakukan pembuatan pupuk itu sendiri baik dari pupuk
biotik ataupun abiotik . Ini sudah berlangsung sejak lama
dan dilakukan terus menerus
Unzizah : Berapa jam lama bapak bekerja setiap harinya?
Bapak Yais : Saya bekerja mulai pukul 08.00-17.00 Wib.
Unzizah : Apakah bapak merasa dampak sangat terbantu dengan
adanya kegiatan di wisata di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk?
Bapak Yais : Sangat terbantu, saya diusia enam puluh (60) tahun saja
masih diperbolehkan bekerja. Tentunya sangat membantu
ekonomi keluarga saya.
Jakarta, 10 April 2019
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
3. Indikator Output
Q
I
Bagaimana kesesuaian masing-masing
organisasi melaksanakan tugasnya?
Kesimpulan
I1 Outputnya sendiri saat ini di TWA Angke
Kapuk sudah berjalan sesuai kesepakatan.
Baik dari BKSDA DKI Jakarta dan
PT.Murindra Karya Lestari sudah
melakukan kewajiban masing-masing dan
memenuhi syarat yang diberikan dari
Dirjen KSDAE dan memang pengelolaan
yang ada saat ini sudah lebih baik, yang
perlu ditingkatkan dari segi pemberdayaan
masyarakat
Output secara keseluruhan
sudah berjalan baik lantaran
semua organisasi
melaksanakan tugas sesuai
dengan pembagian yang
diatur.
I2 Model kemitraan yang selama ini
diterapkan sudah berjalan sesuai dengan
kesepakatan yang ada di Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 537//Kpts-
II/1997. Sesuai dengan yang
diperintahkan kami bersama PT.Murindra
Karya Lestari sudah melaksanakan sesuai
aturan. Hanya dalam pelaksanaan selama
ini kami merasa masih kurang di bidang
promosi wisata dan diharapkan bisa
dikembangkan bersama-sama. Pendapatan
PNBP juga selalu meningkat hampir
disetiap tahunnya Pada tahun 2017 hasil
PNBP pungutan hasil usaha sebesar
45.551.426,00. Teekait Rencana Karya
Pengelolaan PT.MKL Belum
maksimalnya nilai indikator sapras
disebabkan sarpras yang dibangun belum
sesuai dengan site plan yang terdapat
dalam dokumen RPPA. Selain perbedaan
tersebut, tata waktu pelaksanaan RKPPA
periode 1997 – 2027 tersebut tertunda
akibat terjadinya perambahan kawasan
pada era reformasi sehingga RKP PT.
MKL baru diimplementasikan mulai tahun
2009. Menindaklanjuti hal ini, PT. MKL
telah mengajukan permohonan untuk
merevisi dokumen tersebut sejak tahun
2014. Walaupun demikian, sampai saat ini
revisi tersebut belum selesai dilaksanakan.
I3
Kesesuaian pembagian pekerjaan yang
harus dilakukan selama ini dari kami dan
BKSDA DKI sudah berjalan sebagaimana
mestinya. PT.Murindra Karya Lestari
sebgagai pemegang izin yang memiliki
hak kelola 100 % lahan di TWA Angke
Kapuk. Sementara BKSDA DKI yang
melakukan pengawasan, monitoring, dan
evaluasi kinerja yang kami lakukan untuk
kemudian disahkan. Untuk saat ini yang
kami butuhkan adalah tambahan tenaga
ahli. karena tenaga ahli yang kami miliki
baru dua (2) orang
I5 Untuk pembagian pekerjaan masing-
masing institusi sudah berjalan sesuai.
Untuk hasil evaluasi saat ini Skor kriteria
administrasi PT. MKL adalah 138 poin
atau sekitar 92% dari skor maksimal
(150). Hasil evaluasi kinerja PT.Murindra
Karya Lestari tahun 2018 mendapat skor
4,16 dalam kriteria sedang. Persentase
capaian terendah adalah pemberdayaan
masyarakat (40%) dan pembangunan
sarana prasarana (70%). Rendahnya
capaian kinerja PT. MKL terkait
pemberdayaan masyarakat dipengaruhi
oleh kondisi masyarakat sekitar kawasan
yang pada umumnya adalah kalangan
menengah ke atas sehingga kurang
memungkinkan untuk dilibatkan dalam
kegiatan pengusahaan pariwisata alam di
TWA Angke Kapuk. Indikator
pembangunan sarana dan prasarana
mendapatkan skor 63 atau 70% dari nilai
maksimal Sembilan puluh (90).”
Q
I
Bagaimana secara keseluruhan
pengelolaan mangrove di Taman
Wisata Alam Angke kapuk?
Kesimpulan
I1 Sudah berjalan baik dan mengalami
peningkatan
Pengelolaan di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk
yang saat ini dilakukan oleh
PT.Murindra Karya Lestari
sudah baik.Dari sisi yang
sulit dikembangkan pun
seperti pemberdayaan
masyarakat saat ini tetap
perlahan dilakukan. Namun
dari segi pengolahan sampah
yang setiap hari ada harus
melibatkan beberapa pihak
lain terkait reklamasi pantai.
I2 Pengelolaan di TWA angke Kapuk sudah
mengalami peningkatan dan lebih baik.
I8.1 Pengelolaan sudah baik dan untuk harga
tiket Rp.25.000,00 saya rasa cukup
terjangkau. Secara keseluruhan
pengelolaan sudah baik, namun yang perlu
ditingkatkan adalah keberihan karena
masih adanya sampah yang cukup
mengganggu kebersihan lokasi wisata
sendiri. Dan yang saya harapkan dari
pengelolaan ini yaitu lebih kepada
peningkatan kebersihan.
I8.2 Saya baru pertama kali datang kesini.
Untuk pengelola sendiri sudah baik,
petugasnya pun ramah namun untuk harga
tiket karena saya seorang pelajar saya
masih merasa keberatan. Kan yang saya
peroleh sebatas jalan-jalan menikmati
kawasan saja. Untuk perbaikan sendiri
menurut saya dibidang kebersihan
sampah, perapian lingkungan supaya
terlihat lebih bersih dan rapi
I8.3 Pengelolaan sendiri sudah baik namun
perlu perbaikan lagi dibeberapa sisi
terutama sarana –prasarana dan
kebersihan lingkungan seperti sampah.
Untuk harga tiket sendiri saya rasa cukup
terjangkau dan memang di Kota Jakarta
kita perlu salah satu wisata seperti ini
I8.4 Dengan harga tiket yang cukup terjangkau
bagi pekerja menurut saya sudah cukup
pengelolaannya. Yang perlu diperbaiki
lagi dari segi kebersihan dan makanan di
kantin agar lebih bervariasi, dan sarana
bermain anak
I8.5 pengelolaan sudah baik, hanya saja
ditingkatkan kebersihan dan perawatan
sarana-prasarana. harga tiket untuk pelajar
masih terasa cukup berat lantaran hanya
dimanfaatkan untuk sekedar berkeliling
Kawasan saja. Untik petugasnya juga saya
rasa sudah cukup ramah terhadap
pengunjung
I6 Kalau masalah sampah, saya rasa bukan
hanya sampah yang berasal dari kegiatan
wisata saja. Tapi sampah tersebut berasal
dari kiriman 13 sungai besar yang
bermuara ke pantai utara Jakarta. Karena
lokasi TWA berbatasan langsung maka
otomatis sampah tersebut jadi menumpuk.
Untuk pengelolaan sampah tidak bisa
dilaksanakan sendiri, lantaran menyangkut
Daerah Aliran Sungai (DAS) dan butuh
menggandeng pihak-pihak yang terkait
akan hal itu
I7 Terkait sampah memang selalu ada
produksi sampah setiap hari karena
kegiatan wisata. Apalagi setelah reklamasi
ditutup. Kebanyakan sampah dari sungai
yang bermuara lari kesini semua. Kami
mengantisipasi dengan pemasangan
jarring di ujung perbatasan mangrove
dengan pantai tujuannya untuk membatasi
sampah yang masuk ke kawasan. Selain
itu sampah yang bisa kami bersihkan
kemudian diolah sendiri untuk menjadi
pupuk
I9 Saya dahulu mantan petambak di lokasi
ini, kemudian semenjak pembangunan
menjadi taman wisata saya ditawari kerja.
Dan saya bekerja sejak sepuluh (10) tahun
yang lalu. Saya bekerja setiap hari pukul
08.00-17.00 wib dengan penghasilan
Rp.70.000,00/hari. Pekerjaan saya disini
membuat pupuk, mengolah sampah dan
ketika hari jumat merapikan masjid. saya
merasa bersyukur karena daripada saya
mengannggur dirumah, disini saya bisa
bekerja dan sekaligus berolahraga di usia
saya yang sudah enam puluh (60) tahun
ini supaya tidak mudah terkena penyakit
jika banyak digerakkan. Setiap hari juga
saya bersepeda untuk menuju kesini
karena jarak cukup dekat dari rumah
4. Indikator Outcame
Q
I
Bagaimana perubahan outcame yang
sudah terlihat sejak awal pengelolaan
kemitraan?
Kesimpulan
I2 Untuk koordinasi dengan PT.Murindra
Karya Lestari saat ini sudah berjalan baik
dan mudah. Untuk pertemuan secara rutin
sendiri memang belum pernah
dijadwalkan, namun secara koordinasi kita
selalu berkoordinir untuk penyesuaian
rencana, pelaksanaan di lapangan dan
sebagainya. proses koordinasian saat ini
juga biasa kami lakukan dengan mudah
via media sosial sudah cukup
Outcame sudah
menunjukkan keberhasilan
kemitraan lantaran
permasalahan terkait
komunikasi, pengawasan,
dan SDM sejauh ini dapat
diatasi dan memang
kekurangan yang masih ada
memang faktor dari
terbatasnya penambahan
pegawai karena harus sesuai
dengan undang-undang, dan
masalah pemberdayaan
masyarakat karena kondisi
geografis saat ini yang sudah
berbeda.
I3 Koordinasi dengan pihak BKSDA DKI
Jakarta saat ini juga sesuai kondisional
saja, dan untuk misalnya beberapa
kegiatan yang berhubungan dengan KLHK
kami biasa difasilitasi oleh BKSDA.Untuk
kegiatan monitoring atau yang lainnya
dilapangan bisa dikondisikan saja dengan
mudah
I7 Untuk kecelakaan pengunjung sampai saat
ini belum pernah ada, ancaman dari satwa
liar masih bisa kami kendalikan.
Kecelakaan pengunjung sendiri paling
yang terjadi seperti anak kecil kena
cakaran monyet karena memberi makan
terlalu dekat. Kemudian menjelang lokasi
tutup juga biasanya kami lakukan patrol
setiap jam lima (5) sore tujuannya untuk
mengontrol pengunjung dikhawatirkan ada
yang tersesat
I4 Kalau untuk SDM sendiri khususnya di
SKW III, secara kuantitas sudah
memenuhi. Namun secara kualitas belum
terpenuhi. Masih diperlukan pelatihan lagi
khususnya dibidang IT,Skill dan
penggunaan bahasa Inggri
I3 Secara keseluruhan target kerja sudah
terealisasi semua, hanya saja harapan dari
Ibu Irma untuk penambahan tenaga ahli,
lantaran tenaga ahli yang dimiliki
PT.Murindra Karya Lestari baru ada dua
(2) orang guna lebih mengoptimalkan
pengelolaan di lapangan
1. Indikator Input
Q
I
Apa alasan utama pengelolaan Taman Wisata
Alam Angke Kapuk dilakukan dengan sistem
kemitraan?
Kesimpulan
I1 Alasan utama melihat dari kapasitas yang ada di
pemerintah dan kemudian melihat dari kondisi
letak Taman Wisata yang berada di sekitar
perumahan elit dan juga sekolah budha membuat
pemerintah berpikir perlu adanya pengelolaan
lebih terkoordinir lagi dan kegiatan promosi juga
tentunya. Jika menggandeng pihak perusahaan
diharapkan SDM nya juga kan bisa lebih
mencukupi tentunya nanti dibagian promosi juga
bisa lebih bervariasi
Pengelolaan hutan mangrove
dipilih dengan model
kemitraan Build Operate
Transfer lantaran melihat
kemampuan SDM dan
anggaran pemerintah yang
belum mencukupi dan
melihat potensi SDA yang
ada di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk Jakarta Utara
I2 Proses pemberian IPPA yang saat ini nama IPPA
sudah diganti menjadi IUPSWA (Izin usaha
penyediaan sarana wisata alam) berdasarkan
beberapa pertimbangan seperti keterbatasan
pemerintah dalam mengelola lahan atau sumber
daya yang ada. Selain itu dahulu kawasan TWA
Angke Kapuk dipenuhi petambak liar sehingga
diperlukan pengelolaan lebih intensif lagi maka
kemudian diberikan IPPA atau IUPSWA kepada
perusahaan yang memang sudah dilihat terlebih
dahulu seperti apa rencana pengelolaannnya di
TWA. Jika dilihat dari model kemitraan Build
Operate Transfer seperti yang selama ini
diterapkan. Kami rasa pemerintah dari tahun
1995 juga sudah memikirkan bagaimana lahan
seluas itu namun sangat terbatas dalam
mengelolanya dan kami rasa untuk saat ini sistem
kemitraan yang seperti ini diterapkan masih
cukup relevan ya mengingat itu tadi keterbatasan
anggaran dan SDM juga. Selain itu dengan
sistem seperti yang diterapkan selama ini
dipandang saling menguntungkan kedua pihak
tentunya dengan begitu lahan milik Negara bisa
terawat dengan baik, mendapat keuntungan juga,
bisa menggunakan teknik-teknik promosi yang
sesuai keadaan saat ini tentunya menjadi sebuah
keuntungan juga bagi Negara.
Q
I
Adakah peraturan yang mengatur mengenai
kemitraan dalam mengelola hutan
mangrove di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara?
Kesimpulan
I1 Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
537/Kpts-II/1997 tentang pemberian Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam kepada
PT.Murindra Karya Lestari.
Kemitraan pengelolaan
hutan mangrove Taman
Wisata Alam Angke Kapuk
Jakarta Utara berdasarkan
Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 537/Kpts-
II/1997 tentang pemberian
izin pengusahaan pariwisata
alam kepada PT.Murindra
Karya Lestari
I2 Ada dari menhut yaitu Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang
pemberian Izin Pengusahaan Pariwisata Alam
kepada PT.Murindra Karya Lestari.
I3 Peraturan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 537/Kpts-II/1997 tentang pemberian Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam kepada
PT.Murindra Karya Lestari.
Q
I
Apakah rencana pengelolaan yang sudah
disepakati bersama masing-masing pihak
sudah saling bersinergis?
Kesimpulan
I1 Untuk kesesuaian rencana pengelolaan sendiri
baik perusahaan dan UPT jika ditinjau dari RKL
dan RKT sejauh ini sudah bersinergis namun
untuk Rencana Karya Pengusahaan milik
perusahaan masih perlu beberapa revisi lantaran
berbeda kondisi pada saat tahun pembuatan
Rencana Karya Pengusahaan dengan kondisi saat
ini. Jika dilihat saat ini kondisi geografis TWA
Angke kapuk sendiri sangat berbeda dari
sebelumnya sehingga mengakibatkan cukup sulit
untuk dilaksanakan pemberdayaan masyarakat
seperti yang tertuang dalam RKPPA karena
sekitar kawasan saat ini sudah terkepung
perumahan dan pusat perbelanjaan elit.
Rencana pengelolaan baik
RPJP,RPJPn, RKL, dan
RKT sudah sesuai namun
untuk RKPPA milik
perusahaan belum sinkron
dengan situasi geografis saat
ini.
I3 Terkait Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata
Alam sendiri yang masih belum sesuai memang
terkait kendala pemberdayaan masyarakat.
Karena ya kita bisa lihat sendiri bagaimana
sekitar kawasan TWA Angke Kapuk sudah
masyarakat perkotaan elit namun disamping
kendala itu, kami tetap berusaha melakukan
pemberdayaan dengan mengajak masyarakat dari
kelurahan terdekat misalnya kelurahan kalideres
kami mengajak masyarakatnya untuk terlibat
dalam konservasi hutan mangrove. Selain itu
pada hari jumat kami mengijinkan masyarakat
untuk berjualan di area TWA Angke Kapuk
sebagai wujud serta kami dalam membantu
perekonomian masyarakat sekitar. Jadi tetap
kami berusaha bagaimana caranya pemberdayaan
masyarakat bisa berjalan. Untuk RKL dan RKT
kami sudah sesuai dan menyerahkan sesuai batas
waktu yang diberikan
Q
I
Apakah anggaran pengelolaan selalu
meningkat setiap tahunnya?
Kesimpulan
I1 Terkait anggaran pengelolaan tentunya di
lapangan dilakukan oleh PT.Murindra Karya
lestari. Namun tetap diketahui melalui laporan
yang diterima BKSDA. Sejauh ini untuk
anggaran pengelolaan diperkirakan sesuai
kebutuhan saja.
Kebutuhan anggaran dibuat
berdasarkan kebutuhan
karena melihat dari sisi mana
yang membutuhkan
anggaran lebih banyak.
I2 Anggaran pengelolaan dibuat berdasarkan
kebutuhan dan dilakukan sesuai dengan
wewenangnya. Pengelolaan di lapangan
dilakukan oleh PT.Murindra Karya Lestari
sedangkan untuk kegiatan promosi dilakukan
dengan penanggung jawab BKSDA dan
PT.Murindra Karya Lestari.
I3 Anggaran pengelolaan kami buat berdasarkan
kebutuhan dan apa yang akan kami perbaharui.
2. Indikator Proses
Q
I
Adakah faktor pendukung dan penghambat
dalam perencanaan di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk dari BKSDA DKI Jakarta?
Kesimpulan
I2 Untuk faktor pendukung dalam pembuatan
perencanaan kami rasa dari BKSDA sendiri
khususnya dilingkup SKW III yang bekerja
diwilayah Jakarta Utara semuanya mampu
memenuhi dan merumuskan apa yang akan kita
lakukan untuk tahapan kerja selanjutnya,
kemudian dituangkan dalam tulisan dan segi
administrasi pun sudah mendukung
Dalam penyusunan perencanaan
pengelolaan sampai saat ini belum
menemui hambatan lantaran dari
karyawan dan pegawai mampu
melaksanakan penyusunan dengan
baik dan tepat waktu.
I3 Kalau penyusunan rencana pengelolaan dari
kami, saya rasa tidak ada hambatan karena
kamipun selalu berusaha tepat waktu dalam
pembuatan RKL,RKT dan laporan-laporan
pengusahaan di Taman Wisata Alam Angke
Kapuk Jakarta Utara
Q
I
Terkait apasaja rencana pengelolaan yang
dibuat oleh BKSDA DKI Jakarta? Kesimpulan
I2 Pengelolaan TWA Angke Kapuk oleh BKSDA
DKI Jakarta secara kebijakan berada dibawah
KLHK melalui UPT BKSDA DKI. BKSDA
DKI Jakarta seperti pembuatan desain tapak dan
rencana pengelolaan
I3 Pengelolaan di TWA Angke Kapuk berdasarkan
PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan
Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA), karena TWA Angke
Kapuk termasuk kedalam KPA. Jadi rencana
pengeolaan kalau dari BKSDA dibuat sesuai
dengan aturan UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004
Tentang Perencanaan Kehutanan yang terdiri
dari RPJP dan RPJPn secara sistematika
penyusunan namun terkait isi mengacu kepada
PP. Nomor 28 Tahun 2011. Rencana
pengelolaan yang dibuat biasanya terkait
keseluruhan seperti wisata dan pelestarian
alamnya termasuk kedalam marketing hingga
rehabilitasi kawasan
Q
Apakah tujuan perencanaan dari semua
pihak yang terlibat di Taman Wisata Alam
Kesimpulan
I
Angke Kapuk juga sudah saling
berkesinambungan?
I1 Untuk tujuan sendiri pasti mempengaruhi
kemana rencana pengelolaan akan dibawa, kalau
dari PJLHK hanya sebatas ruang lingkup
kebijakan dari kemitraan itu sendiri jadi tujuan
kami tentunya sebagai pengelola dan mengawasi
pelaksanaan pemanfaatan jasa lingkungan itu
sendiri namun kami bagi menjadi beberapa
koordinator melalui upt. Tujuan dari pihak Balai
sesuai peraturan tentunya melakukan
pengelolaan yang saat ini pengelolaan diberikan
hak kepada swasta dengan harapan lebih
berkembang baik dan pesat. Secara keseluruhan
sudah saling berkesinambungan dan berharap
TWA Angke Kapuk selalu lebih baik.
Tujuan rencana pengelolaan yang
dibuat kedua pihak saling
berkoordinasi karena dari BKSDA
DKI Jakarta juga sudah memberikan
rencana pengelolaan dan desain batas
sebagi acuan kegiatan PT.Murindra
Karya Lestari
I2 Tujuan organisasi memang akan
menggambarkan rencana pengelolaan yang akan
dibuat. Kami dari BKSDA DKI melalui Seksi
Konservasi Wilayah III (SKW III) sebagai
pelaksana di wilayah Jakarta Utara kami
memiliki tujuan tersendiri yaitu mengelola
kawasan Suaka Margasatwa, Cagar Alam,
Taman Wisata Alam, dan Taman Buru serta
konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar baik
didalam maupun diluar kawasan. Untuk Taman
Wisata Alam Angke Kapuk sendiri kami
memiliki tujuan yang ingin kami capai sampai
tahun 2025 yaitu menjadikan Taman Wisata
Alam (TWA) Angke Kapuk sebagai model
ekowisata mangrove terbaik di pulau jawa yang
akan kami tempuh melalui beberapa tahap ya,
sejak awal di lokasi TWA itu kan dahulu dihuni
petambak liar dan cukup kesulitan untuk
merelokasinya kemudian dengan IPPA itulah
oleh perusahaan dilakukan relokasi karena
mereka juga kan memiliki tujuan untuk
pengusahaan wisata alam sehingga kami
menyatukan tujuan masing-masing kami
bagaimana caranya agar lahan seluas 99,82
hektar itu bisa kembali ke fungsinya sebagai
hutan mangrove
I3 Tujuan dari PT. Murindra Karya Lestari
melakukan pengusahaan wisata alam di Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta Utara sendiri
karena melihat potensi yang ada disana yang
menurut kami mampu untuk kami kelola dan
mengembalikan fungsi mangrove seperti normal
kembali karena daerah ini sangat rentan banjir
terutama banjir rob. Ada hutan mangrove saja
masih sering terkena banjir terutama sekitar
bulan desember apalagi jika tidak ada hutan
mangrove. Maka dari itu kami tidak hanya
sekedar mementingkan keuntungan semata kami
juga ingin ikut serta dalam menyelamatkan
lingkungan toh jika itu berjalan baik kami juga
akan merasakan manfaatnya. Untuk kesinergisan
sendiri kami selalu berkoordinasi dengan
BKSDA dan jika diperlukan pendampingan
untuk melaksanakan tujuan kami juga pasti kami
difasilitasi seperti saat merelokasi petambak liar
itu sangat sulit dan butuh bantuan dari pihak
pemerintah. Maka dari sistem kemitraan yang
kami laksanakan saat ini juga
mempertimbangkan kearah situ. Dimana
perusahaan mengelola kawasan, membangun
sarana-prasarana dengan segala kendala yang
ada hingga kami mampu seperti saat ini dan
sistem pembagian hasil tiket yang selama ini
diterapkan kami rasa ini sudah menjadi dasar
bagaimana agar tujuan perusahaan, tujuan
BKSDA bisa tercapai melalui kemitraan
pengelolaan model Build Operate Transfer
(BOT) seperti ini.
Q
I
Bagaimana pengorganisasian di Balai
Konservasi Sumber Daya Alam DKI Jakarta
dan PT.Murindra Karya Lestari?
Kesimpulan
I2 Pembagian tugas koordinasi di Balai Konservasi
Sumber Daya Alam DKI Jakarta terbagi menjadi
tiga wilayah yang masing-masing dikelola oleh
seksi konservasi. Seksi Konservasi Wilayah I
bekerja di wilayah Bekasi, Jakarta Timur,
Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Seksi
Konservasi Wilayah II bekerja untuk wilayah
Tangerang dan Jakarta Barat. Seksi Konservasi
Wilayah III bekerja untuk wilayah Jakarta Utara
dan Kepulauan Seribu. kemudian untuk
pengamanannya terbagi lagi kedalam beberapa
resor yaitu resor Jakarta Utara untuk TWA
Angke Kapuk dan SM.Muara Angke. Resor
Kep.Seribu untuk Pulau Rambut dan Cagar
Alam Pulau Bokor.
Pengorganisasian di BKSDA DKI
Jakarta terbagi menjadi 3 Seksi
Konservasi Wilayah kerja. Untuk
bagian polisi hutan terbagi menjadi
beberpa resor dengan dipimpin oleh
seorang kepala Resor.
I4 BKSDA DKI Jakarta yang dipimpin oleh
seorang kepala balai, kemudian tugas
perwilayah agar lebih fokus dan terkoordinir
maka dibagi kedalam tiga wilayah kerja yaitu
Seksi Konservasi Wilayah I,II, dan III. Untuk
koordinasi tugas di BKSDA DKI Khususnya
Seksi Konservasi Wilayah III memang masih
terjadi rangkap jabatan, hal tersebut lantaran
secara kulitas SDM disini kurang memenuhi.
Dalam bidang penggunaan IT, Bahasa Inggris,
dan Skill masih perlu pelatihan
I6 Pembagian tugas dari BKSDA DKI jabatan
polisi hutan dilaksanakan berdasarkan resor agar
lebih terkendali. Untuk TWA Angke sendiri
dilakukan penjagaan juga bersama dengan
petugas keamanan PT.Murindra Karya Lestari
I3 Pembagian tugas disini semuanya sudah jelas ya,
kalau untuk bagian pembibitan, pupuk seperti itu
dilaksanakan oleh masyarakat yang dulunya
petambak kemudian kami berdayakan. Lalu
untuk keamanan sendiri disini ada dua (2) shift
yang kerjanya 12 jam dan dari segi administrasi
juga ada 3 orang. Jadi selama ini pembagian
tugas sudah terkoordinir dengan baik dan dapat
memenuhi target penyerahan laporan ke
BKSDA secara tepat waktu
Pengorganisasian di PT. Murindra
Karya Lestari terbagi menjadi bagian
manajer, staf administrasi,
pembenihan dan pemupukan, kantin,
dan bagian keamanan yang masing-
masing melaksanakan sesuai
tupoksinya. Untuk keamanan sendiri
terbagi menjadi 2 shift bekerja
masing-masing 12 jam
I7 Pembagian kerja disini bagian keamanan ada 2
shift yang bekerja selama 12 jam dengan
melaksanakan patroli darat dan air setiap hari.
Q
I
Bagaimana arahan pemimpin yang
diberikan?
Kesimpulan
I2 Untuk memulai suatu tahapan pengelolaan
seperti pembuatan desain tapak, pengawasan,
monitoring, dan evaluasi saya biasanya
melakukan rapat di Seksi Konservasi Wilayah
III hal ini dilakukan agar pelaksanaan
dilapangan dapat dikoordinir yang nantinya akan
dibuat jadwal kapan pelaksanaannya. Kemudian
saya komunikasikan juga dengan PT.Murindra
Karya Lestari biasanya melalui Ibu Irma jika
kita ingin melakukan monitoring ataupun
pengawasan dilapangan. proses komunikasi juga
saat ini tidak harus surat-menuyurat cukup
Arahan pemimpin di instansi BKSDA
DKI Jakarta dengan cara memberikan
rapat setiap akan memulai satu
program kerja. sedangkan dalam
pengelolaan TWA Angke kapuk
arahan pemimpin hanya diberikan
dari pihak keamanan berupa apel
setiap pergantian shift.
dengan komunikasi media sosial. Karena
memang kita tidak pernah ada agenda rutin
bersama PT.Murindra terkait membahas secara
dalam bagaimana pengelolaan yang mereka
lakukan, hal itu karena segala pembangunan
dilapangan, pengoperasian juga dilakukan oleh
mereka namun ada beberapa rencana kegiatan
yang kita lakukan bersama. Saya mengkoordinir
kegiatan yang memang wewenang BKSDA DKI
disana sebagai pelaksana monitoring,
pengawasan, dan evaluasi.
I3 Arahan biasanya langsung dilakukan sesuai
dengan tupoksi pegawai masing-masing.
Dan pembagian tugas kan sudah jelas sejak
awal perekrutan karyawan sehingga untuk
pelaksanaan masing-masing karyawan sudah
paham. Kalau untuk petugas keamanan baru
dilakukan arahan setiap apel pergantian shift
Q
I
Apakah ada rangkap jabatan dalam
pelaksanaan kerja di BKSDA DKI
khususnya Seksi Konservasi Wilayah III?
Kesimpulan
I2 Adanya rangkap jabatan di BKSDA DKI
memang karena melihat dari jenis pekerjaan
yang ada dan siapa yang bisa menangani
dalam hal itu. Jadi rangkap jabatan
terkadang menyesuaikan dengan kondisi
yang ada. Lagi pula dilingkungan
pemerintahan kan tidak bisa seenaknya
menambah pegawai karena ada undang-
undangnya tersendiri terkait itu. Oleh sebab
itu kita sebagai yang bertugas mengelola
kawasan sebisa mungkin mensiasati salah
satunya dengan melakukan rangkap jabatan
Dalam pelaksanaannya di BKSDA
DKI sering terjadi rangkap jabatan
lantaran memang kualitas pegawai
yang belum mencukupi namun secara
jumlah sudah mencukupi.
I4 Di SKW III kalau dari SDM secara kuantitas
memang sudah memenui namun secara kualitas
belum memenuhi karena kurangnya kemampuan
skill, kemamouan menggunakan teknologi, dan
berbahasa asing.
Q
I
Adakah faktor pendukung dan
penghambat dalam pengelolaan Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
Kesimpulan
I2 Kalau untuk faktor pendukung dalam
pelaksanaan, kita melihat letak TWA ini
sangat strategis dan mudah dijangkau
apalagi minat wisatawan cukup tinggi
khususnya ditahun 2017 sehingga
menimbulkan peluang obyek ini tidak hanya
dijadikan tempat wisata tapi juga untuk
objek penelitian karena keunikan potensi
biotik maupun sistem kelolanya namun
untuk hambatan yang kami rasakan misalnya
adanya kegiatan proyek luar di sekitar
kawasan TWA sehingga membahayakan
kelestarian alam. Selain itu dahulu lokasi
merupakan tempat petambak liar yang dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan,adanya
dampak reklamasi pantai yang menimbulkan
air keruh, dan kegiatan promosi yang masih
kurang. Hal itulah yang kami mohonkan
kepada pengelola untuk bersama-sama
mensiasati
Faktor pendukung dalam pengelolaan
Taman Wisata Alam Angke Kapuk
yakni letaknya yang strategi sehingga
memudahkan akses pengunjung dan
juga pembangunan sarana prasarana
oleh pemegang izin wisata.
Penghambatnya yakni perawatan
sarana-prasarana, reklamasi pantai
dan juga sampah.
I3 Faktor pendukung dari pengelolaan kami
disini saat ini adanya sarana-prasarana yang
mendukung kegiatan wisata ditengah
perkotaan, kami juga menyediakan paket
penginapan, Preweeding, Wisata air dan
sebagainya sehingga kami berusaha
melakukan pembangunan dan
pengembangan di beberapa bidang misalnya
untuk pemilihan kayu-kayu disini kita
gunakan dari kayu merbau agar awet dan
mudah pemeliharaannya. Pembangunan
jembatan juga sedang kami lakukan dan
mudah-mudahan kita juga bisa terus adakan
inovasi sarana disini untuk mendukung daya
tarik. Kalau untuk hambatan kami sendiri
biasanya seperti ya pemeliharaan sarpras
yang membutuhkan dana cukup lumayan,
selain itu dampak reklamasi pantai yang
bikin kondisi air rusak dan juga ikan-ikan
mati. Selain itu masih terjadinya banjir rob
hampir setiap tahun yang bisa mencapai
betis kaki orang dewasa biasanya terjadi
dibulan desember
Q
I
Bagaimana hubungan komunikasi yang
dibangun selama ini dalam kemitraan
dengan PT.Murindra Karya Lestari?
Kesimpulan
I2 Kalau untuk tata hubungan dengan
pengelola saat ini, kita sudah sangat enak
komunikasinya, beda dengan dahulu-dahulu
masih agak kaku dan sulit. Kalau saat ini ada
keperluan atau apa kita tinggal
komunikasikan via media sosial. Kalau
untuk agenda rutin pertemuan memang tidak
ada, namun untuk membahas bagaimana
hasil dilapangan biasanya kami langsung ke
lokasi saja.
Komunikasi antar pihak melalui
komunikasi media sosial lantaran
memang tidak ada agenda khusus
pertemuan antara kedua pihak.
Komunikasi saat ini dalam menjaga
hubungan pengelolaan dibuat se-
fleksibel mungkin.
I3 Untuk komunikasi dengan pihak balai, saat
ini kami sangat terbuka dan hanya
mengkomunikasikan saja dengan ibu Ida
biasanya. Misalkan dari BKSDA ingin
kesini pagi hari sekali untuk pengawasan
satwa burung bisa saja nanti kami
komunikasikan dengan pihak penjaga
gerbang seperti itu
Q
I
Peranan apa saja yang dilakukan oleh
BKSDA DKI Jakarta terkait Taman
Wisata Alam Angke Kapuk Jakarta
Utara?
Kesimpulan
I2 Dari pihak BKSDA DKI Jakarta dalam
kemitraan ini peran kami yaitu pembuatan
desain tapak blok gunanya untuk memberi
batas kepada pengunjung dan perusahaan
jika ingin membangun sarana-prasarana
tidak melewati desain itu. Kegiatan yang
diperbolehkan pengunjung antara lain:
kegiatan penelitian, kegiatan ilmu
pengetahuan dan pendidikan, kegiatan
penunjang budidaya penggunaan plasma
nutfah. Untuk monitoring kami lakukan
setahun tiga kali jadi monitoring ada
triwulan I-IV kemudian nanti kami lakukan
juga pengawasan, dan diakhir kami evaluasi
yang nantinya dievaluasi itu ada indikator
yang dapat dijadikan acuan apakah
Secara keseluruhan dalam kebijakan
BKSDA DKI Jakarta melaksanakan
dari mulai perencanaan, membuat
desain tapak, promosi di lapangan,
pendampingan wisata, pengawasan
hingga pembinaan terhadap kegiatan
yang ada di Taman Wisata Alam
Angke Kapuk.
pelaksanaan oleh perusahaan sudah optimal
I4 Kalau dari BKSDA sendiri karena ini kan
ada dua pihak, namun BKSDA disini
sebagai pemantau pelaksanaan dilapangan
seperti apa dan bagaimana. Kalau dari kami
ada pengawasan, monitoring, dan evaluasi.
Ada juga kegiatan penyuluhan kehutanan
tapi itu dilakukan jika ada yang
membutuhkan pendampingan misalnya
seperti wisata pendidikan kehutanan maka
kami juga bisa memfasilitasi.
I5 BKSDA nantinya setiap akhir tahun akan
mengevaluasi bagaimana pelaksanaan
pengelolaan di TWA Angke Kapuk dan juga
bagaimana kinerja dari PT.Murindra Karya
Lestari untuk nantinya diserahkan kepada Dirjen
PJLHK dan Kementrian KLHK.
Q
I
Seperti apa perawatan sarana prasarana
yang dilakukan selama ini?
Kesimpulan
I3 Perawatan Sarana-prasarana rutin kami lakukan
hampir setiap bulan sebagai bentuk kewajiban
kami disini, selain itu untuk beberapa sarana
yang rusak seperti rumah kayu dan alat wisata
air saat ini sedang kami lakukan perbaikan.
Seperti karena perawatan kayu merbau yang
cukup rumit dan bahannya juga berat saat ini
kami sedang upayakan untuk beralih ke bambu
yang berkualitas bagus sebagai allternatif namun
perawatannya efisien. Kalau untuk hutan
mangrove sendiri kami rutin lakukan
pembibitan, penanaman kembali hingga
pemupukan pun kami buat sendiri dari sisa-sisa
sampah yang ada. bahkan sampah plastik pun
bisa kami jadikan pupuk dengan bantuan
sedimen. Hal itu kami lakukan untuk
menghemat pengeluaran, menjaga keseimbangan
lingkungan dan mengubah sampah menjadi daya
guna. Kamipun lakukan penjualan pupuk jika
ada wisatawan biasanya dari sekolah-sekolah
yang melakukan pendidikan budidaya tanaman
dengan pupuk dan benih yang sudah kami buat
sendiri menggandeng masyarakat yang kami
berdayakan disini. Kemudian untuk pembayaran
pajaknya kami melalui distribusi tiket yang kami
lakukan sebesar Rp. 25.000,00 dengan
Sarana prasarana dirawat dengan cara
pengecekan secara berkala, perbaikan
dari segi kayu dengan cara mengecat
dan menggangti penggunaan kayu
merbau karena cukup sulit
perawatannya. Selain itu pemasangan
tangkap sampah juga dilakukan untuk
menjaga kebersihan kawasan.
pembagian Rp.20.000,00 untuk perusahaan dan
Rp.5000,00 sebagai PNBP ke Negara
Q
I
Seperti apa pengawasan yang dilakukan oleh
BKSDA DKI dan PT.Murindra Karya
Lestari?
Kesimpulan
I2 Dalam melakukan pengawasan BKSDA DKI
melalu seksi konservasi wilayah III di TWA
Angke Kapuk diatur dalam Peraturan Dirjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
No.P.6/IV-SET/2012 tentang Pedoman
pengawasan dan evaluasi pengusahaan
Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman
Wisata Alam. Pengawasan yang kami lakukan
antara lain terkait: keamanan kawasan dari
kerusakan. gangguan dan ancaman melalui
patroli fungsional, pengawasan terhadap
kegiatan wisata yang kami sebut dengan
monitoring terhadap PT.Murindra Karya Lestari,
pengawasan terhadap PNBP. Kalau untuk jadwal
kontrol rutin sendiri tidak ada hanya untuk tahun
ini pengawasannya dalam bentuk patrol didanai
oleh DIPA sebanyak enam (6) kali dalam
setahun. Selebihnya patrol rutin biasa dilakukan
oleh polisi hutan yang sudah dfokuskan menjadi
beberapa resort. Kalau fokus pengawasan
terhadap PT.Murindra KArya Lestari biasanya
kami terkait dengan evaluasi kinerja IPPA
setahun sekali, pencermatan dan pengesahan
dokumen RKL-RKT dan fasilitasi administrasi
untuk hal-hal yang berhubungan dengan KLHK
Pengawasan dari BKSDA DKI
Jakarta berupa administrasi dan
kegiatan. Selain itu juga pengawasan
terhadap kegiatan dan terhadap
PT.Murindra Karya Lestari dan
nantinya akan dievaluasi.
Pengawasan oleh PT.Murindra Karya
Lestari dilakukan setiap hari oleh
pihak keamanan melalui patroli.
I3 Pengawasan yang dilakukan oleh PT.Murindra
Karya Lestari meliputi keseluruhan kawasan.
Karena kami sebagai pihak pengelola anggaplah
kami menyewa lahan yang kemudian kami olah
dan kami desain. Tentunya kami juga sangat
menjaga kawasan dari hal-hal yang dapat
berpotensi merusak kawasan. Pengawasan dari
kami diwujudkan dengan patrol 24 jam dan
pemasangan cctv dititik yang kami anggap
krusial dan mengancam kawasan seperti di dekat
kawasan reklamasi dan dekat proyek lain yang
saat ini sedang berjalan. Untuk mencegah
adanya limbah yang merusak kawasan.
Perlindungan satwa juga kami lakukan dengan
pemberian makanan secara rutin dan controlling
juga kadang dilakukan BKSDA dengan saling
me-report bersama kami. Untuk perlindungan
hutan mangrove sendiri kami pasti lakukan
pemupukan dan pembenihan bibit baru untuk
selalu melakukan perkembangbiakan tumbuhan
mangrove. Sarana dan prasaran selalu kami
lakukan pengecekan setiap bulan dan untuk saat
ini juga ada beberapa sarpras yang sedang kami
lakukan perbaikan ataupun pembangunan
misalnya jembatan dan jalan kayu di pondok-
pondok penginapan. Hal tersebut untuk
memperbaiki kualitas dan menarik pengunjung
sehingga pengelolaan dapat terus kami perbaiki
I4 Pengawasan yang dilakukan pihak BKSDA DKI
Jakarta hampir keseluruhan baik itu pengawasan
kawasan TWA, flora dan fauna, hingga ke
kegiatan wisata oleh PT. Murindra Karya Lestari
mengacu kepada Peraturan Dirjen Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam No.P.6/IV-
SET/2012 tentang Pedoman pengawasan dan
evaluasi pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Wisata Alam. Dimana dalam
peratutan tersebut dari BKSDA DKI memiliki
wewenang untuk melakukan pengawasan terkait
administrasi dan teknis konservasi yang
dilakukan. Kalau dari administrasi kita melihat
dari laporan-laporan, RKL, dan RKT
PT.Murindra Karya Lestari. Untuk teknis
konservasi kami melakukan pengawasan
bagaimana teknik yang akan dilakukan, untuk
kemudian dari hasil tersebut dievaluasi paling
sedikit dilakukan sekali (1) dalam satu (1) tahun
I6 Kalau untuk pengawasan sendiri kami sebagai
polhut resort Jakarta Utara khususnya di TWA
Angke Kapuk, dalam bekerja disini kami terdiri
dari dua (2) orang polhut dan satu (1) orang juru
mudi kapal. Kegiatan pengawasan yang kami
lakukan disini terkait keamanan dan
pengendalian kawasan karena memang selama
ini juga belum pernah ada terjadi pelanggaran.
Kegaiatan pengawasan disini kami lakukan ada
dua (2) jenis yaitu pengamanan dengan
menggunakan seragam dinas dan yang tidak
menggunakan seragam. Kami kadang
melakukan pengamanan tanpa seragam dinas
karena menjaga kenyamanan pengunjung. Kalau
patroli kawasan kami lakukan tanpa
menggunakan seragam dinas. Polhut sendiri
melakukan patrol setiap delapan (8) jam sekali.
Lokasi yang kami fokuskan pengawasan
keamanannya yakni di mako, pos enam (6) yang
sangat dekat dengan reklamasi, keamanan
pengunjung dan kapal yang masuk ke perairan
yang memungkinkan mengganggu potensi satwa
dan tumbuhan yang ada.
I7 Pengawasan yang kami lakukan disini dengan
sistem bekerja 12 jam. Kalau siang hari kami
mengamankan empat (4) pos, dan malam hari
dibagi menjadi tiga (3) pos. yang paling kami
utamakan yaitu pos satu (1) untuk gerbang
utama, pos empat (4) dekat dermaga, dan pos
enam (6) dekat perbatasan. Patroli kami terbagi
menjadi patrol darat dan air. Patroli darat
dilakukan pada pukul 21.00 wib, 00.00 wib, dan
03.00 wib. Sedangkan untuk patroli air kami
lakukan setiap pukul 22.00 wib,23.30 wib dan
04.00 wib. Pengawasan pengunjung kami
lakukan dengan pemasangan cctv di dekat
dermaga, belakang kantin, dan pos pemeriksaan
tiket. Terkait keamanan pengunjung saat ini
masih terjaga paling jika terjadi kecelakaan
biasanya ketika anak kecil memberi makan
dengan jarak terlalu dekat dengan monyet dan
saat ini sudah dapat diantisipasi Untuk
kecelakaan pengunjung sampai saat ini belum
pernah ada, ancaman dari satwa liar masih bisa
kami kendalikan. Kecelakaan pengunjung
sendiri paling yang terjadi seperti anak kecil
kena cakaran monyet karena memberi makan
terlalu dekat. Kemudian menjelang lokasi tutup
juga biasanya kami lakukan patrol setiap jam
lima (5) sore tujuannya untuk mengontrol
pengunjung dikhawatirkan ada yang tersesat.
Q
I
Adakah selama ini motivasi karyawan baik
itu berupa uang insentif atau kegiatan family
gathering?
Kesimpulan
I7 Untuk kegiatan Family gathering, saat ini belum
pernah dilakukan lantaran waktu yang agak sulit.
Saya menyadari ketika orang-orang berlibur
justru kamilah yang harus menjaga dan menjadi
tempat liburan mereka
PT.Murindra Karya Lestari belum
pernah melakukan kegiatan family
gathering lantaran selalu berusaha
siap menyediakan jasa wisata bagi
masyarakat
I9 Kegiatan family gathering belum pernah
diadakan karena sebagai penyedia jasa wisata
malah sulit meluangkan waktu mengutamakan
wisatawan saja terlebih dahulu.
Q
I
Bagaimana hasil kemitraan selama ini dalam
laporan evaluasi?
Kesimpulan
I5 Hasil evaluasi menunjukkan kemitraan
memperoleh nilai kategori sedang. karena
memang terkena halangan dari kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan dari BKSDA
DKI Jakarta mengerti akan kondisi itu dan sudah
pernah kami cari solusi bersama. Sedangkan
untuk PNBP sendiri selalu mengalami
peningkatan yang tertinggi di tahun 2017
Hasil evaluasi menunjukkan kategori
sedang
CURRICULUM VITAE
Nama : Unzizah
Tempat Tanggal Lahir : Purworejo, 25 Agustus 1997
Alamat : Kp. Duri Kosambi RT 003/014 No. 21.
Kel. Duri Kosambi Kec. Cengkareng
Jakarta Barat. Kode pos: 11750
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Pekerjaan : Mahasiswa
Institusi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
NIM : 6661150105
Fakultas/ProgramStudi: Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik/ Administrasi Publik
PENDIDIKAN
2003-2009 SDN KALIDERES 10 PAGI
2009-2012 SMP NEGERI 169 JAKARTA
2012-2015 SMA NEGERI 95 JAKARTA
2015-2019 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Anggota Karya Ilmiah Remaja SMAN 95 JAKARTA
2. Anggota Karya Ilmiah Remaja Tingkat Jakarta Barat Tahun 2012
KOMPETENSI
Microsoft Office
Top Related