1
I. JUDUL: MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENGORGANISASIAN ISI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL ELABORASI PADA SISWA KELAS XI IPA3 SMA NEGERI 5 UNGGULAN KOTA PAREPARE
II. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu pengetahuan mendasar yang mesti diberikan
kepada peserta didik untuk mengantar mereka ke pemikiran yang logis, rasional,
kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien (Soedjadi, 2000: 40). Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengolah dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti dan kompetitif. Dengan pembelajaran matematika diharapkan peserta didik
dapat mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan
masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol,
tabel, diagram dan media lainnya.
Matematika sebagai ilmu memiliki objek kajian abstrak dan tersusun secara
hirarkis, sehingga pada tingkat matematika sekolah merupakan salah satu penyebab
sulitnya seorang guru mengajarkan matematika. Seorang guru matematika harus
berusaha mengurangi bahkan menghilangkan sifat abstrak dari objek kajian
matematika itu untuk memudahkan peserta didik (siswa) menangkap atau memahami
pelajaran matematika di sekolah (Soedjadi, 2000: 35). Selain itu, pada urutan hirarkis
matematika menyebabkan setiap pemberian materi pembelajaran yang baru, siswa
harus memahami bahkan mengingat materi sebelumnya. Karena alasan inilah banyak
siswa merasa sulit menerima materi yang diajarkan oleh guru sehingga mereka
2
merasa bahwa matematika itu merupakan pelajaran yang sulit, tidak menarik, dan
membosankan. Anggapan inilah yang dapat melemahkan semangat belajar siswa
sehingga mereka menjadi acuh tak acuh dan menyebabkan hasil belajarnya di sekolah
menurun.
Keberhasilan dalam pembelajaran secara umum bergantung pada variabel-
variabel penting yang diklasifikasikan oleh Reigeluth dan Merril (Degeng, 2005: 11)
menjadi tiga hal yaitu: 1) kondisi pembelajaran (instructional conditions), 2) strategi
pembelajaran (instructional strategy), dan 3) hasil pembelajaran (instructional
outcomes). Jadi, seorang tenaga pendidik dituntut keprofesionalannya untuk
menyiapkan dan mengolah proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai pada kurikulum.
Salah satu sekolah yang menjadi perhatian peneliti adalah SMA Negeri 5
Unggulan Parepare, khususnya kelas XI IPA3. Sebagai SMA unggulan yang bertaraf
internasional kriteria ketuntasan minimum atau disebut KKM yang dipergunakan
dalam pembelajaran tentu tinggi yaitu ≥75 untuk mata pelajaran matematika, artinya
setiap siswa harus memperoleh nilai matematika di atas 75 untuk setiap standar
kompetensi yang diberikan. Menurut data pada kelas XI IPA3 ada sedikitnya 6 dari
17 orang pada setiap ulangan harian matematika yang memperoleh nilai dibawah
nilai standar KKM yang ditentukan, ini berarti bahwa sekitar 35% dari keseluruhan
jumlah siswa kelas tersebut yang pencapaiannya di bawah standar.
Berlatar sekolah unggulan yang bertaraf internasional, setiap ruang kelas
dilengkapi dengan proyektor sehingga sangat memungkinkan untuk menggunakan
media visual. Tapi kenyataannya, pada saat pembelajaran berlangsung siswa secara
3
umum mampu memahami isi pembelajaran, namun pada saat tes hasil belajar siswa
seakan-akan melupakan segala hal yang telah dipelajari, yang membuat hasil tes
belajarnya rendah, Ini karena kurangnya retensi siswa terhadap materi yang telah
dipelajari. Untuk itu diperlukan suatu strategi pembelajaran yang tepat guna
mengatasi hal tersebut.
Menurut hasil penelitian Degeng (1988) dalam Degeng (1997: 6) bahwa isi
pembelajaran yang diorganisasi dengan berpijak pada karakteristik isi bidang studi
dapat meningkatkan perolehan hasil belajar dan retensi yang lebih baik. Salah satu
pengorganisasian isi pembelajaran adalah dengan model elaborasi, model ini dimulai
dengan memberikan kerangka isi pembelajaran, kemudian memilih isi bidang studi
menjadi bagian-bagian, merincikan tiap bagian, memilah bagian menjadi sub-sub
bagian, kemudian merincikan tiap-tiap bagian, begitu sterusnya sampai tingkat
kerincian yang dispesifikasi oleh tujuan. Dengan cara seperti ini, maka si-belajar akan
selalu mengaitkan antara tiap-tiap sub bagian ke bagian, dan tiap bagian ke konteks
yang lebih luas, hal ini tentu menghasilkan retensi yang lebih baik sehingga
perolehan hasil belajarnya juga akan meningkat.
Melihat hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah untuk
menemukan sebuah alternatif pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan hasil
pembelajaran guna meminimumkan siswa yang harus diremedial. Untuk itulah
peneliti ingin mengorganisasikan isi pembelajaran dengan model elaborasi, hal ini
diharapkan mampu memberikan retensi yang lebih baik sehingga hasil belajar
matematika siswa juga akan meningkat.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini adalah “Apakah pengoraganisasian
isi pembelajaran dengan model elaborasi dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 5 Unggulan Kota Parepare?”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pengorganisasian isi pembelajaran
dengan model elaborasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI
IPA3 SMA Negeri 5 Unggulan Kota Parepare.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Para siswa dapat lebih memahami konsep-konsep matematika yang bersifat
hirarkis dengan membuat keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
2. Penelitian ini dapat digunakan guru sebagai bahan masukan, khususnya guru
matematika, agar dapat meningkatkan kinerja dan profesionalismenya sebagai
guru matematika, serta sebagai bahan pertimbangan dalam memilih pembelajaran
yang tepat dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Merupakan kontribusi yang sangat berarti bagi sekolah tempat penelitian dalam
rangka peningkatan mutu hasil belajar, memberikan kontribusi yang baik dalam
peningkatan proses pembelajaran baik mata pelajaran matematika maupun mata
pelajaran lainnya.
5
4. Hasil penelitian ini akan memberikan pengalaman, wawasan, dan motivasi bagi
peneliti sebagai calon pengajar untuk menjalani profesinya nanti.
III. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran matematika di sekolah
Kegiatan pembelajaran dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip khas yang
membangun makna dan pemahaman. Berikut dikemukakan 5 prinsip kegiatan
pembelajaran yang memberdayakan potensi siswa, yaitu: (a) kegiatan yang berpusat
pada siswa, (b) belajar melalui berbuat, (c) mengembangkan kecerdasan intelektual,
emosional, spiritual, dan sosial, (d) belajar sepanjang hayat, (e) belajar mandiri dan
belajar bekerja sama (Muslich, 2007: 48).
Proses pembelajaran yang berlangsung disekolah sampai saat ini, pada
umumnya didominasi oleh guru, siswa dijadikan objek pembelajaran. Guru berusaha
untuk memberi informasi sebanyak-banyaknya, sehingga siswa tidak mempunyai
kesempatan yang cukup untuk merenungkan apa yang diberikan oleh guru, dan yang
penting bagi mereka adalah bagaimana memaknai dari setiap konsep yang diberikan.
Guru menuntut perhatian yang berlebihan, keseriusan yang kaku, dan hukuman
menjadi bagian dari pembelajaran.
Menurut Soedjadi (2000: 40) tujuan diberikannya pembelajaran matematika
di sekolah pada umumnya adalah:Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi
perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, melalui
6
latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien.
a. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
Hal yang perlu diperhatikan bahwa selama ini dalam praktek pembelajaran di
kelas guru lebih menekankan pada tujuan yang berifat material, antara lain karena
tuntutan lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh sistem evaluasi regional ataupun
nasional. Ini mengakibatkan banyak orang menganggap bahwa tujuan pendidikan
matematika hanyalah di domein kognitif saja. Sedangkan tujuan yang bersifat formal
dianggap akan dicapai dengan sendirinya, atau biasa disebut akan dicapai “by
change” (Soedjadi, 2000: 44).
Selanjutnya, untuk mengetahui bahwa siswa telah mencapai suatu tujuan
dalam pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajarnya, salah satu usaha untuk
meningkatkan hasil belajar dapat ditempuh dengan strategi pembelajaran yang
relevan dengan kondisi materi dan kondisi siswa, salah satu strategi
pengoraganisasian isi pembelajarn yang efektif untuk memberdayakan siswa adalah
model elaborasi. Maksud model ini adalah membentuk isi pembelajaran menjadi
bagian-bagian yang terkait satu sama lain, dengan harapan siswa dapat
mempertahankan retensi terhadap isi pembelajaran yang telah diberikan.
2. Kualitas Proses Pembelajaran Matematika
Kualitas proses pembelajaran matematika merupakan kegiatan inti dari
pelaksanaan proses pembelajaran, yakni bagaimana tujuan-tujuan belajar
7
direalisasikan melalui modul atau bahan ajar. Kualitas proses pembelajaran
matematika dikatakan berhasil apabila melibatkan peserta didik secara aktif baik
mental, fisik, maupun sosialnya. Disamping itu menunjukkan kegairahan belajar yang
tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Lebih lanjut
proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas, apabila ada perubahan pada
diri seseorang dalam belajar.
Keberhasilan pembelajaran matematika meliputi kualitas proses dan hasil,
peningkatan kualitas proses pembelajaran dapat diamati dari meningkatnya minat,
motivasi, serta keaktifan siswa dalam pembelajaran. Padduppai (Sulvianti 2009: 8).
Peningkatan minat, motivasi, dan aktivitas belajar siswa bisa dilihat dengan
meningkatnya kehadiran dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Sedangkan
peningkatan hasil belajar dapat diukur dengan tes hasil belajar pada setiap akhir
siklus.
Melalui pengorganisasian isi pembelajaran dengan model elaborasi akan
meningkatkan kualiatas dan hasil pembelajaran matematika, karena melalui urutan,
prasyarat, rangkuman, pensintesis, analogi, pengaktifan strategi kognitif , dan kontrol
belajar, siswa diharapkan mampu membuat retensi yang lebih baik atas apa yang
telah dipelajarinya.
3. Strategi pengorganisasian isi pembelajaran
Istilah strategi berasal dari Yunani yaitu strategia yang berarti ’ilmu perang’
atau ’panglima perang’. Selanjutnya strategi diartikan sebagai suatu seni merancang
operasi di dalam peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang
8
angkatan darat atau laut. Strategi dapat diartikan pula sebagai suatu keterampilan
mengatur suatu kejadian atau hal ikhwal.
Sulistyono (Trianto: 2007: 86) mendefinisikan strategi belajar sebagai
tindakan khusus yang dilakukan oleh seseorang untuk mempermudah, mempercepat,
lebih menikmati, lebih mudah memahami secara langsung, lebih efektif dan lebih
mudah ditransfer ke dalam situasi yang baru.
Dick dan Carey (1985) yang dikutip Riyanto (2010: 132) mengatakan bahwa
suatu strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set
bahan pembelajaran dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-
bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa.
Djamarah (Riyanto, 2010: 131) mengemukakan bahwa secara umum strategi
mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Strategi dapat diartikan sebagai pola-pola
umum kegiatan guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Berkaitan dengan strategi ini, ada kesepakatan beberapa ahli. Mereka
menyatakan bahwa strategi pembelajaran berkenaan dengan pendekatan pengajaran
dalam mengelola kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan materi atau isi
pelajaran secara sistematik sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai
oleh siswa secara efektif dan efisien. Berdasarkan pendapat ini, konsep strategi
mencakupi empat pengertian sebagai berikut (Agus, 2010: 8).
1. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan guru dalam menyampaikan
isi pelajaran kepada siswa.
9
2. Metode pembelajaran, yaitu cara pengajar mengorganisasikan materi pelajaran
dan siswa agar terjadi proses belajar secara efisien dan efektif.
3. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan
guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
4. Waktu yang digunakan oleh guru dan siswa dalam menyelesaikan setiap langkah
dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian, strategi pembelajaran merupakan perpaduan dari urutan
kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan siswa, peralatan dan bahan,
serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan kata lain, strategi pembelajaran adalah
cara yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran disebut oleh Reigeluth,
Bunderson, dan Merril (Degeng, 2005: 83) sebagai structural strategy, yang mengacu
kepada cara untuk membuat urutan (sequencing) dan mensintetis (synthesizing) fakta
konsep, prosedur, dan prinsip yang berkaitan. Sequencing mengacu kepada
pembuatan urutan penyajian isi bidang studi, dan synthesizing mengacu kepada upaya
untuk menunjukkan kepada siswa keterkaitan antara fakta, konsep, prosedur, atau
prinsip yang terkandung dalam suatu bidang studi.
Pengorganisasian pembelajaran, secara khusus merupakan fase yang amat
penting dalam rancangan pembelajaran. Menurut Ausebel (Degeng, 2005: 84)
synthesizing akan membuat topik-topik dalam suatu bidang studi menjadi lebih
bermakna bagi si-belajar, yaitu dengan menunjukkan bagaimana topik-topik itu
10
terkait dengan keseluruhan isi bidang studi. Sedangkan menurut Gagne (Degeng,
2005: 84) sequencing atau penataan urutan juga penting, karena amat diperlukan
dalam pembuatan sintesis. Sintesis yang efektif hanya dapat dibuat apabila isi telah
ditata dengan cara tertentu, dan yang lebih penting, karena pada hakekatnya, semua
isi bidang studi memiliki prasyarat belajar.
Penggarapan isi bidang studi tidak dapat dipisahkan dari karakteristik struktur
isi bidang studi. Ini disebabkan karena isi bidang studi memiliki implikasi yang amat
penting bagi pembuatan urutan dan sintesis antara isi suatu bidang studi. Ia dapat
berupa struktur belajar atau hirarki belajar, struktur prosedural, struktur konseptual
dan struktur konseptual.
Salah satu solusi yang diaggap mampu untuk mengorganisasikan isi
pembelajaran adalah dengan menggunakan model elaborasi, sebagaimana
diungkapkan Degeng (1997: 67) bahwa pengajaran menggunakan pengorganisasian
isi dengan model elaborasi lebih unggul dibandingkan dengan pengajaran tanpa
mengorganisasi isi terlebih dahulu.
4. Model elaborasi
a. Tinjauan umum teori pembelajaran elaborasi
Teori Elaborasi pengajaran dikemukakan Reigeluth dan Stein (1983) dalam
Degeng (1997: 25) menggunakan tujuh komponen strategi, yaitu: 1) urutan elaboratif
untuk struktur utama pengajaran, 2) urutan prasyarat pembelajaran (di dalam masing-
masing subjek pelajaran), 3) summarizer (rangkuman), 4) syintherizer, (sintesa)
5) analogi, 6) cognitive strategy activator (pengaktif strategi kognitif), 7) kontrol
belajar.
11
Sebagaimana diungkapkan Degeng (1997: 28) pengembang-pengembang
teori pengajaran sesudah Gagne, seperti Rugeluth, Merrill, dan Bunderson
memperkenalkan karakteristik lain dari struktur mata pelajaran yang didasarkan pada
hubungan-hubungan yang ada antarbagian isi mata pelajaran. Secara umum, struktur
isi pembelajaran dapat dideskripsikan atas struktur konseptual, struktur prosedural,
dan struktur teoritik.
Struktur konseptual adalah suatu struktur yang menunjukkan hubungan lebih
tinggi lebih rendah di antara konsep-konsep. Struktur konsep memuat konsep-konsep
mata pelajaran untuk mencapai kompetensi orientasi konseptual. Tiga tipe penting
dari struktur konseptual adalah taksonomi bagian, taksonomi jenis, matrik atau tabel.
Berdasarkan uraian di atas, mata pelajaran matematika tergolong mata pelajaran
bertipe konseptual taksonomi bagian. Taksonomi bagian adalah struktur konseptual
yang menunjukkan bahwa konsep-konsep merupakan bagian dari suatu konsep yang
lebih umum.
Prasyarat pembelajaran didefinisikan sebagai struktur yang menunjukkan
konsep-konsep yang harus dipelajari sebelum konsep lain bisa dipelajari. Oleh sebab
itu, ia menampilkan hubungan prasyarat belajar untuk suatu konsep. Rangkuman
merupakan tinjauan kembali (review) terhadap materi yang telah dipelajari untuk
mempertahankan retensi. Fungsi rangkuman untuk memberikan pernyataan singkat
mengenai materi yang telah dipelajari dan contoh-contoh acuan yang mudah diingat
untuk setiap konsep. Rangkuman yang diberikan di akhir suatu pembelajaran dan
hanya merangkum materi yang baru dipelajari disebut rangkuman internal (internal
12
summarizer), sedangkan rangkuman semua materi beberapa kali perkuliahan disebut
rangkuman eksternal (within set summarizer).
Pensintesis (synthesizer) adalah komponen teori elaborasi yang berfungsi
untuk menunjukkan kaitan-kaitan diantara konsep-konsep. Pensintesis penting karena
akan memberikan sejumlah pengetahuan tentang keterkaiatan antar-konsep,
memudahkan pemahaman,meningkatkan kebermaknaan dengan menunjukkan
konteks suatu konsep, memberikan pengaruh motivasional, serta meningkatkan
retensi (Degeng, 1997: 29).
Analogi adalah komponen penting dalam pembelajaran karena
mempermudah pemahaman dengan cara membandingkan pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang sudah dikenal siswa (Reigeluth dan Stein, 1983).
Pemakaiannya lebih efektif apabila disampaikan di awal pembelajaran
( Degeng,1997: 30).
Pengaktifan strategi kognitif adalah keterampilan-keterampilan belajar yang
diperlukan mahasiswa untuk mengatur proses-proses internalnya ketika ia belajar,
mengingat, dan berpikir yang terdiri atas dua cara: pengadaan melalui perancangan
pengajaran dan menyuruh mahasiswa menggunakannya. Penggunaan gambar,
diagram., mnemonik, analogi, dan parafrase, serta pertanyaan-pertanyaan penuntun
dapat memenuhi maksud ini.
Menurut Merrill (1979) dalam Degeng (1997: 32) konsepsi kontrol belajar
mengacu pada kebebasan siswa dalam melakukan pilihan dan pengurutan terhadap isi
mata pelajaran yang dipelajari (content control), komponen strategi pengajaran yang
digunakan (display control), dan strategi kognitif yang ingin digunakannya
13
(conscious cognition control). Berbagai komponen teori elaborasi di atas, seperti:
rangkuman, pensitesis, analogi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan kontrol belajar.
b. Prinsip-prinsip model elaborasi
Prinsip-prinsip yang mendasari model elaborasi menurut Degeng (1997: 36)
adalah sebagai berikut:
1) Penyajian kerangka isi. Kerangka isi menunjukkan bagian-bagian utama bidang
studi dan hubungan-hubungan utama diantara bagian-bagiannya, hendaknya
disajikan pada fase pertama pembelajaran.
2) Elaborasi secara bertahap. Bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi
hendaknya dielaborasi secara bertahap.
3) Bagian terpenting disajikan pertama kali. Pada suatu tahap elaborasi, apapun
pertimbangan yang dipakai, bagian terpenting hendaknya dielaborasi pertama
kali.
4) Cakupan optimal elaborasi. Kadalaman dan keluasaan tiap-tiap elaborasi
hendaknya dilakukan secara optimal.
5) Penyajian pensintesis secara bertahap. Pensintesis hendaknya diberikan setelah
setiap kali melakukan elaborasi.
6) Penyajian jenis pensintesis. Jenis pensintesis hendaknya disesuaikan dengan isi
materi.
7) Tahapan pemberian rangkuman. Rangkuman hendaknya diberikan sebelum setiap
kali melakukan pensintesis.
14
c. Langkah pengorganisasian isi pembelajaran mengikuti model elaborasi
Adapun tahapan yang perlu dilalui dalam proses pengorganisasian isi
pembelajaran menggunakan model elaborasi menurut Degeng (1997: 46) adalah:
1) Menetapkan tipe struktur orientasi
Isi bidang studi perlu dikaji secara cermat agar diketahui tipe struktur
orientasinya: apakah konseptual, prosedural ataukah teoritik. Struktur isi konseptual
ditekankan pada mengetahui “the what” (the concept) apa dari bidang studi, berbedan
dengan struktur prosedural yang menekankan pada “the how” (the procedures), dan
struktur teoritik yang menekankan pada “the why” (principles).
2) Memilih dan menata ide ke dalam strukturnya
Isi bidang studi yang berupa konsep-konsep ditata dalam struktur konseptual,
isi bidang studi yang berupa langkah-langkah prosedural ditata ke dalam struktur
prosedural. Begitu pula dengan isi bidang studi yang berupa prinsip harus ditata
dalam struktur teoritik.
3) Menetapkan isi penting yang akan dimasukkan dalam epitome.
Dalam pembuatan epitome, keterkaitan antara isi mutlak ditonjolkan, dalam
epitome hanya ada satu tipe isi bidang studi, apakah itu konsep, prosedur, atau hanya
prinsip.
4) Mengidentifikasi dan menetapkan struktur pendukung
Semua isi bidang studi yang terkait dan tidak tercakup dalam struktur
orientasi, perlu diidentifikasi dan diorganisasi menjadi struktur pendukung. Struktur
isi amat diperlukan dalam upaya memberikan informasi yang lebih rinci mengenai isi
15
bidang studi dan sekaligus untuk membantu memudahkan pemahaman isi bidang
studi.
5) Menata urutan elaborasi
Setelah semua isi bidang studi penting yang akan dimasukkan dalam epitome
ditetapkan, langkah berikutnya adalah menata urutan elaborasi isi yang akan
diajarkan. Dalam penataan ini, elaborasi dimulai dari isi yang paling penting. Tingkat
kepentingan suatu bidang studi ditentukan oleh sumbangan isi untuk memahami
bidang studi yang diajarkan.
6) Merancang epitome, tahapan elaborasi, dan pensintesis.
Isi-isi penting yang telah ditetapkan untuk dimasukkan dalam epitome ditata
menjadi struktur konseptual yang bermakna, dalam arti terlihat kaitan-kaitan diantara
konsep-konsep tersebut. Berikutnya penahapan elaborasi dikembangkan.. mulai dari
elaborasi tahap pertama, yang mengelaborasi isi yang ada dalam epitome. Kemudian
elaborasi tahap kedua, yang mengelaborasi isi yang ada dalam elaborasi tahap
pertama, begitu seterusnya, sampai elaborasi yang paling rinci dan lengkap.
d. Langkah pembelajaran yang diorganisasi dengan model elaborasi
Berpijak pada analogi tentang “zoom-lens” dan prinsip-prinsip yang
mendasari, maka langkah-langkah pengorganisasian isi pembelajaran dengan model
elaborasi adalah sebagai berikut (Degeng, 1997: 46) :
1) Penyajian kerangka isi. Pembelajaran dimulai dengan penyajian kerangka isi,
struktur yang paling memuat dari keseluruhan materi yang akan diajarkan.
2) Elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi tiap-tiap
bagian yang ada dalam kerangka isi, mulai dari bagian yang terpenting. Elaborasi
16
tiap-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang hanya
mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan.
3) Pemberian rangkuman dan pensintesis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap
pertama, diberikan rangkuman dan diikuti dengan pensintesis eksternal.
Rangkuman berisi pengertian-pengertian singkat mengenai konstruk-konstruk
yang diajarkan dalam elaborasi, dan pensintesis eksternal menunjukkan
hubungan-hubungan penting yang ada antar bagian yang telah dielaborasi, dan
hubungan antara bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan kerangka isi.
4) Elaborasi tahap kedua. Setelah elaborasi tahaap pertama berakhir dan
diintegrasikan dengan kerangka isi, pembelajaran diteruskan ke elaborasi tahap
kedua dengan maksud membawa si-belajar pada tingkat kedalaman sebagaimana
ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Seperti halnya dalam elaboras tahap
pertama, setiap elaborasi tahap kedua disertai dengan rangkuman dan pensintesis
eksternal.
5) Pemberian rangkuman dan pensintesis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap
kedua, diberikan rangkuman dan pensintesis eksternal seperti pada elaborasi tahap
pertama.
6) Setelah semua elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan, dan diintegrasikan
ke dalam kerangka isi, pola seperti ini akan berulang kembali sampai tingkat
kedalaman yang ditetapkan oleh tujuan pembelajaran
7) Pada akhir pembelajaran, disajikan kembali kerangka isi untuk mensintesiskan
keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan.
17
EPITOME
ELABORASI TAHAP 1
atau
E
ELABORASITAHAP 2
dst
atau
Gambar. 1 Model elaboraiSumber: Degeng (1997: 52)
B. Kerangka Berpikir
Pemilihan dan penggunaan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran
merupakan suatu alternatif penting dalam usaha untuk meningkatkan hasil
pembelajaran, kegiatan belajar harus tertata rapi sebagaimana isi yang akan
disampaikan kepada siswa, agar terjadi sinkronisasi antara materi yang satu dengan
materi yang lainnya, bukan secara random. Untuk itu, isi pembelajaran harus
diorganisasi dengan model yang tepat, yang memisahkan secara sementara materi
kemudian menggabungkannya kembali dengan kaitan-kaitan penting.
Menyajikan epitome:- Analogi- Prasyarat belajar- Struktur isi- Struktur pendukung
Menyajikan elaborasi salah satu bagian dalam epitome.
Menyajikan elaborasi bagian yang ada dalam elaborasi tahap pertama
Menyajikan rangkuman dan sintesis
Menyajikan elaborasi dan yang lain dalam epitome
Menyajikan rangkuman dan sintesis
18
Salah satu alasan dibalik kurang memuaskannya hasil belajar matematika
selama ini adalah karena strategi pembelajaran yang digunakan kurang
memperdulikan isi pembelajaran yang notabene saling mempengaruhi satu sama lain.
Kebanyakan orang hanya memperdulikan bagimana cara membentuk kelas dalam
belajar, padahal syarat sebuah pembelajaran adalah ada isi yang disampaikan. Jika isi
tidak jelas atau tidak tersusun secara rapi maka sangat minim probabilitas
keberhasilan pembelajaran.
Salah satu alternatif yang bisa dijadikan solusi untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa adalah mengorganisasi isi pembelajaran dengan model
elaborasi. Melalui prinsip-prinsipnya model pengoraganisasian ini membuat isi
pembelajaran menjadi bagian-bagian penting, kemudian mensintesiskannya kembali
dalam bentuk keterkaitan yang penting, sehingga siswa akan lebih memahami
keterkaitan materi secara keseluruhan untuk menimbulkan retensi yang lebih baik.
KONDISI
TINDAKAN
HARAPAN
Gambar. 2 (Skema kerangka berpikir)
Hasil belajar matematika siswa rendah
Mengorganisasi isi pembelajaran dengan model elaborasi
Hasil belajar matematika siswa meningkat
19
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini
adalah: “jika dilakukan pengorganisasian isi pembelajaran dengan model elaborasi
maka hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 5 Unggulan Kota
Parepare akan meningkat”.
IV. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research)
yang bersifat deskriptif dan bertujuan untuk mengungkapkan hasil penelitian sesuai
data yang diperoleh di lapangan. Dalam hal ini untuk mendapatkan informasi tentang
pengorganisasian isi mata pelajaran dengan model elaborasi untuk meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 5 Unggulan Kota
Parepare.
B. Subjek Penelitian
Untuk keperluan penelitian, adapun yang menjadi subjeknya adalah seluruh
siswa kelas XI IPA3 SMA Negeri 5 Unggulan Parepare yang berjumlah 17 orang.
C. Faktor yang Diteliti
Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor siswa, yaitu dengan melihat kehadiran dan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran seperti minat, perhatian, dan kesungguhan siswa belajar serta
keberanian siswa bertanya dan memberi tanggapan terhadap jawaban dari siswa
lainnya.
20
2. Faktor guru yaitu dengan melihat bagaimana implementasi model elaborasi dalam
pembelajaran, interaksi belajar antara guru dan siswa.
3. Faktor hasil belajar matematika yaitu dengan melihat sejauh mana keberhasilan
siswa dalam belajar matematika setelah pembelajaran diorganisasi dengan model
elaborasi.
D. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini akan dilaksanakan sebanyak dua siklus, yaitu siklus satu
dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan dan siklus dua sebanyak 3 kali pertemuan.
Dimana siklus tersebut setiap tahapnya terdiri dari perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Pelaksanaan kedua siklus tersebut dapat dirincikan sebagai
berikut:
a. Siklus I
1) Tahap perencanaan
Pada tahap perencanaan yang akan dilaksanakan adalah:
a) Menelaah kurikulum Matematika SMA kelas XI IPA.
b) Mempelajari materi pembelajaran dari berbagai sumber.
c) Menyusun perangkat pembelajaran yang diorganisasi dengan model
elaboraasi, kemudian divalidasi oleh beberapa validator.
d) Menyediakan sarana pendukung yang diperlukan.
e) Membuat lembar observasi pemantauan guru dan siswa serta lembar respon
siswa.
f) Menyusun kisi-kisi dan tes akhir siklus.
21
2) Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap ini adalah:
a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b) Penyajian kerangka isi pembelajaran yang disajikan melalui media power
point.
c) Siswa memilih materi sebagai bagian dari kerangka isi, kemudian dirincikan
(dielaborasi) dan dijelaskan oleh oleh guru.
d) Guru meminta siswa untuk merangkum sementara dan menunjukkan kaitan
(sintesis eksternal) materi dengan kerangka isi.
e) Guru menyajikan kembali kerangka isi, dan siswa memilih materi
selanjutnya yang akan dirincikan (dielaborasi) dan dijelaskan lagi oleh
guru.
f) Guru kembali meminta siswa merangkum sementara dan menunjukkan
kaitan (sintesis eksternal) materi yang baru saja dijelaskan dengan kerangka
isi.
g) Guru memberikan beberapa masalah yang berkaitan dengan materi,
kemudian diselesaikan oleh siswa.
h) Siswa dimotivasi untuk menyajikan hasil kerja.
i) Guru menyajikan kembali kerangka isi utuk mensintesiskan secara
keseluruhan isi pembelajaran.
3) Tahap observasi
Observasi dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan
lembar observasi yang telah dibuat. Semua kejadian dicatat oleh peneliti.
22
4) Tahap refleksi
Pada akhir siklus diadakan refleksi terhadap hal-hal yang diperoleh, baik
dari hasil observasi, hasil tes, dan catatan guru. Sebagai bahan pertimbangan
untuk lanjut ke siklus berikutnya. Dengan kata lain setiap kekurangan yang ada
pada siklus I, maka akan diperbaiki pada siklus berikutnya.
b. Siklus II
1) Tahap perencanaan
Pada tahap ini, dirumuskan pelaksanaan siklus II sesuai pelaksanaan siklus
I dengan menambah atau mengurangi bagian yang dianggap kurang baik
berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
2) Tahap pelaksanaan
Tujuan utama tindakan dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan
dari siklus satu perencanaan tindakan yang dikemukakan di atas, sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
3) Tahap observasi
Seperti pada siklus satu observasi dilakukan oleh peneliti. Semua kejadian
penting dicatat, seperti perubahan tingkah laku siswa (berdasarkan pedoman
observasi).
4) Tahap refleksi
Refleksi yang dilakukan meliputi seluruh kegiatan penelitian siklus II.
Artinya menyangkut semua data yang diperoleh, baik data berupa hasil
observasi maupun data yang berupa hasil tes.
23
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi dan
tes hasil belajar.
a. Lembar Observasi
Lembar Observasi ini terdiri atas dua bagian, yaitu lembar observasi
aktivitas siswa dan lembar observasi aktivitas guru.
1) Lembar observasi aktivitas siswa
Indikator-indikator yang akan diobservasi berkaitan dengan aktifitas siswa adalah
sebagai berikut:
a) Siswa yang hadir pada poses pembelajaran.
b) Siswa yang memperhatikan atau mendengarkan informasi dari guru.
c) Siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran.
d) Siswa yang terikat dalam kegiatan belajar, bekerjasama dengan orang lain,
tukar pengalaman, dan berbagi ide.
e) Siswa yang membantu dan memberikan penjelasan terhadap teman yang
kesulitan.
f) Siswa yang mampu mengerjakan soal-soal yang diberikan guru.
g) Siswa yang menyimpulkan materi dan menggabukannya melalui kaitan.
h) Siswa yang melakukan kegiatan lain pada proses pembelajaran.
2) Lembar observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran.
Komponen-komponen utama yang akan diobservasi berkaitan dengan
aktivitas guru adalah sebagi berikut:
24
a) Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
b) Guru menyajikan kerangka isi pelajaran ynng memuat isi pembelajaran yang
akan diberikan.
c) Guru mengarhkan siswa untuk memilih materi yang akan dipelajari dlam
kerangka isi.
d) Guru memberi penjelasan tenatng matreri yang dipilih.
e) Guru mengarahkan siswa untuk merangkum materi yang baru diajarkan,
rangkuman dilakukan setiap kali guru selesai memberikan sub materi yang
diajarkan.
f) Guru meminta siswa untuk melakukan sintesis, ini dilakukan setiap kali siswa
selesai merangkum.
g) Guru memberikan latihan sebagai tahap pengembangan dari materi
pembelajaran.
h) Guru membimbing siswa untuk menyelesaikan soal yang diberikan, dan
memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja di depan kelas.
i) Guru membimbing siswa untuk mensintesiskan secara keseluruhan isi materi
yang telah diajarkan.
b. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar berbentuk essay tes yang dibuat sendiri oleh peneliti
bersama dengan guru bidang studi matematika dengan memperhatikan indikator
dan tujuan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang diterapkan pada tingkat
SMA kelas XI IPA.
25
Sebelum digunakan, tes yang telah disusun terlebih dahulu divalidasi
oleh validator, sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen ini layak digunakan
dalam mengumpulkan data penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
a. Sumber data
Sumber data pada penelitian ini adalah siswa dan guru.
b. Jenis data
Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar, dan data kualitatif diperoleh dari hasil
observasi serta respon siswa.
c. Cara pengumpulan data
1) Data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar pada akhir setiap siklus.
2) Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi dan respon siswa.
F. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul akan dianalisis dengan teknik kualitatif dan
kuantitatif, dengan rincian teknik sebagai berikut:
a. Lembar observasi aktivitas siswa
Data hasil penilaian pengamat untuk aktivitas siswa selama pembelajaran
dianalisis dengan menggunakan rumus berikut.
PTa = ∑ Ta
∑T x 100%
Dengan:
26
PTa = Persentase aktivitas siswa untuk melakukan suatu jenis aktivitas tertentu.
∑Ta = Jumlah jenis aktivitas tertentu yang dilakukan siswa setiap pertemuan
∑T = Jumlah jenis aktivitas tertentu yang dilakukan siswa setiap pertemuan
b. Lembar observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran
Data hasil penilaian pengamat terhadap kemampuan guru mengelola
pembelajaran dianalisis dengan menghitung nilai rata-rata setiap aspek yang
diamati dalam mengelola pembelajaran dari banyak pertemuan yang dilakukan
dalam penelitian. Selanjutnya nilai rata-rata tersebut dikonversikan dengan
kriteria sebagai berikut.
Tabel konversi nilai rata-rata guru mengelola pembelajaran
Rata-rata Kriteria
1,00 – 1,79
1,80 – 2,79
2,80 – 3,39
3,40 – 4,19
4,20 – 5,00
Sangat Kurang
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik
Sumber: Borich (Buhaerah, 2009: 31).
c. Tes hasil belajar
Data mengenai tes penguasaan matematika siswa dianalisis secara
kuantitatif. Untuk analisis data secara kuantitatif digunakan statistika deskriptif
dengan tujuan mendeskripsikan pemahaman materi matematika siswa setelah
dilakukan tindakan.
27
Kemampuan siswa dapat digolongkan dalam skala lima berdasarkan
teknik kategorisai standar yang ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional
tahun 2006 (Buhaerah, 2009: 33) yaitu sebagai berikut:
1) Kemampuan 85% - 100% dikategorikan sangat tinggi.
2) Kemampuan 65% - 84% dikategorikan tinggi.
3) Kemampuan 55% - 64% dikategorikan sedang.
4) Kemampuan 35% - 44% dikategorikan rendah.
5) Kemampuan 0% - 34% dikategorikan sangat rendah.
Analisis ketuntasan belajar tersebut di atas digunakan pneliti untuk
menentukan apakah hasil belajar matematika siswa meningkat setelah
diterapkannya pengorganisasian isi dengan model elaborasi.
G. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan yang diukur dalam penelitian ini adalah:
1. Meningkatnya hasil belajar matematika siswa setelah pengorganisasian isi
pembelajaran dengan model elaborasi, dilihat dari peningkatan hasil tes siklus I
ke siklus II.
2. Berkurangnya persentase remedial siswa, atau dengan kata lain tuntas secara
kelasikal, ketuntasan belajar kelasikal menurut Depdiknas apabila 85% siswa
telah mencapai daya serap sekurang-kurangnya 65% (Sulvianti, 2009: 23), atau
85 % siswa telah mencapai daya serap menurut Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM) yang dipergunakan masing-masing sekolah.
28
DAFTAR PUSTAKA
Aguswuryanto. 2010. Online:http://aguswuryanto.wordpress.com/2010/07/20/prinsip-pendekatan-metode-teknik-strategi-dan-model-pembelajaran/.php.co. Diakses tanggal 17 Desember 2010.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Buhaerah & Andi Rusdi. 2009. Pengembangan Model Matematika Secara Membumi. Usul Penelitian Dosen Muda. Tidak dipublikasikan. Prodi Pendidikan Matematika. FKIP. Parepare: UMPAR.
Degeng, I. Nyoman S. 1997. Strategi Pembelajaran (Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi). Jakarta: IKIP Malang Bekerjasama dengan Biro Penerbitan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia.
_________________. 2005. Teori Pembelajaran I. Malang: Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS Universitas Kanjuruhan Malang.
_________________. 2005. Teori Pembelajaran II. Malang: Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS Universitas Kanjuruhan Malang.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Malang: Bumi Aksara.
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Penada Media Grup.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Konstatasi keadaan masa kini menuju harapan masa depan). Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional.
Sulvianti & Badaruddin. 2009. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Usul Penelitian Dosen Muda. Tidak dipublikasikan. Prodi Pendidikan Matematika. FKIP. Parepare: UMPAR.
29
Suwandi, Sarwiji. 2009. Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Yuma Pustaka bekerja sama dengan FKIP UNS.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik. Jakarta: Prestasi Pelajar Publisher.
Top Related