Download - MINGGU, 18 FEBRUARI 2018 · Vitruvius dalam buku teori arsitektur tertua karyanya, De Architectura, ba-ngunan yang baik haruslah memilik ke-gunaan kekuatan, dan keindahan. Ar-sitektur

Transcript

MINGGU, 18 FEBRUARI 2018

Permasalahan lahansempit bagi perumahansaat ini menjadi hal yang

sering kali dijumpai. Keterba-tasan lahan tentunya mem-butuhkan pemecahan desainyang cerdas agar hunian tetapmempunyai standar kenya-manan yang cukup. Salah satu-nya adalah kebutuhan hunianakan sirkulasi udara yang baik.

Jika anda pernah berkunjungke kawasan Pecinan Semarang,anda akan dengan mudah men-jumpai tipe-tipe rumah PecinanLama yang masih berdiri kokohsampai sekarang. Paling tidakkita bisa mengidentifikasi duatipe hunian yang tersebar diKawasan tersebut : (1) Rumah

Tinggal; (2) RumahToko/Rumah Usaha. Dengantipikal hunian deret yang kecilmemanjang, rumah-rumah lamadi Kawasan tersebut menyim-pan pemecahan desain unikyang bisa kita pakai sebagairujukan menciptakan sirkulasiudara yang baik. Seperti padatipe Rumah Toko misalnya,Lantai 1 biasanya digunakanuntuk toko/usaha, dan lantai 2difungsikan untuk hunian.Kebutuhan udara segar dalamketerbatasan lahan tersebutditanggapi dengan menciptakancourtyard (Ruang terbuka yangdikelilingi tembok). Pada rumah-rumah pecinan lama, courtyarddiletakkan di tengah dan menja-

di jeda dari konfigurasi dua ataputama. Dengan adanya ruangterbuka di tengah tersebut,maka masalah sirkulasi udara,cahaya, dan kelembaban ter-pecahkan pada bangunandengan bentuk memanjangdengan dimensi sekitar 5 x 24meter.

Penciptaan courtyard padahunian tentu saja bukan satu-satunya strategi desain untukmewujudkan sirkulasi udarayang baik. Banyak faktor yangharus dipertimbangkan sebelummenentukan ventilasi yang akandigunakan di rumah. Sepertiyang dikemukakan Liddament,berikut adalah beberapa halyang harus dicermati sebelum

menentukan ventilasi alami : (a)Tersedianya udara sehat dalamarti bebas dari debu , bau danpolutan yang akan menganggu;(b) Tidak banyak bangunan dis-ekitar yang akan mengangguatau menghalangi aliran udarahorisontal; (c) Suhu di luarbangunan yang tidak terlalu ting-gi ( maksimal di 280 c).

Berdasar hal-hal tersebut,maka ventilasi alami sebenar-nya hanya cocok pada daerahyang beriklim nyaman karenakualitas ventilasi alami sangatbergantung pada kualitas ling-kungan sekitarnya. (63)

— Rosalia Rachma Rihadia-ni, IAI Daerah Jawa Tengah

(Tips & Trik Arsitektur)

Mengintip Ventilasi Alami Rumah Tinggal Pecinan Semarang

Roosiana, Maria, 2002, Kajian Pola Morfologi Ruang Kawasan Pecinan (Studi Kasus: Kawasan Pecinan Semarang), Thesis Program Pasca Sarjana UNDIP, Semarang.

”Kota tanpa bangunan kunoibarat orang tanpa ingatan”dan “Dalam prinsip konser-

vasi, suatu bangunan atau kawasantersebut akan dapat menghidupi di-rinya sendiri,” adalah ujaran yang selalusaya ingat, disampaikan oleh arsiteksenior Prof Eko Budihardjo, MSc dalamworkshop Pengembangan MuseumKAAmbarawa pada tahun 2011.

Bangunan gedung-gedung tuayang berusia puluhan tahun, bahkanada bangunan berusia ratusan tahundan masih tegak berdiri hingga saatini, semakin hari semakin menarikperhatian. Biasanya ketertarikanmasyarakat umum diawali olehkeindahan arsitekturnya, barukemudian mencari tahu sejarahnyasebagai peninggalan masa lalu. Tapibanyak pula tetapi banyak pulabangunan kuno yang dianggap biasa-biasa saja, umumnya karena ben-tuknya yang juga biasa-biasa saja.

Vitruvius dalam buku teori arsitekturtertua karyanya, De Architectura, ba-ngunan yang baik haruslah memilik ke-gunaan kekuatan, dan keindahan. Ar-sitektur dapat dikatakan sebagai kese-imbangan dan koordinasi antara ketigaunsur tersebut, dan tidak ada satuunsur yang melebihi unsur lainnya.

Bangunan kuno bisa menjadi takternilai harganya bagi dunia baik kare-na sejarahnya mempunyai nilai khu-sus, dan biasanya karena desain arsi-tekturnya memenuhi ketiga unsur itu.Dia kuat, dia indah, dia memiliki sejarahfungsi yang khas di antara bangunanyang lainnya, sehingga akhirnya diakuisebagai bangunan bersejarah. Memahami Nilai Warisan

Bangunan bersejarah juga merupa-kan suatu bukti adanya aktivitasmanusia pada suatu masa tertentu,dan bisa menjadi indikator untuk meli-hat perkembangan sejarah suatu tem-pat. Seperti dikatakan Sadirin yangditulis Albertus Kriswandono dalambuku Sejarah dan Prinsip KonservasiArsitektural Bangunan Cagar BudayaKolonial (2014) sebagai berikut :Bukan hanya merupakan sebuahtinggalan masa lalu, benda cagarbudaya mempunyai nilai pentingbagi sejarah, ilmu pengetahu-an, dan kebudayaan. Bendacagar budaya merupakandata yang sangat pentingbagi kalangan ilmuwan.

Dengan mengguna-kan data ter-

sebut, para ilmuwan mampumenyusun sejarah kebudayaan, carahidup, maupun proses perubahanbudaya manusia pendukungnya.

Salah satu tindakan pelestarianwarisan ditinjau dari sisi arsitektur ada-lah dengan melakukan pemugaranfisik bangunan. Konsep awal pemu-garan bangunan adalah menjagakeaslian bentuk bangunan itu sendiridan mengembalikan nilai sejarah daribangunan. Karena pada dasarnyasetiap bangunan memiliki nilai yangpatut untuk dijaga dan dilestarikansupaya ke depan bangunan tersebutdapat menjadi suatu tolak ukur per-ubahan bangunan dari masa kemasa. Makna pemugaran suatubangunan adalah untuk menghargaipendirinya, mempertahankan fungsi,dan bisa pula untuk mengenang karyasi arsitek bangunan tersebut. Arahankonsep pemugaran bangunan tidaksemata hanya fisik semata, namunjuga diarahkan pada nilai sejarahyang dilandasi kesadaran manusia,budaya, aspek estetis, dan per-timbangan ekonomi.

Sebagai contoh pemugaranbangunan Lawangsewu di Semarangyang dilakukan PTKAI pada tahun2010-2011 untuk kepentingan per-usahaan demi mengingatkan kembalibangunan ini sebagai HetHoofdkantoor van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij.Tonggak sejarah kejayaan perekere-taapian dengan terbangunnya jalurkereta api pertama di Indonesia padatahun 1867oleh perusahaan keretayang berkantor pusat di sini. Sumber Daya Berkelanjutan

Konservasi dan pelestarian bangun-an kuno atau bangunan bersejarahharus dilihat dari kacamata pengem-bangan berkelanjutan, meminimalisasipenggunaan dan pemborosan sumberdaya alam yang terkait dengan pem-bongkaran dan pembangunankembali. Nilai suatu bangunankuno dalam perkembangankota termasuk diIndonesia banyakterancam oleh nilaiekonomi lahan,

terutama banyak yang terletak di pusat-pusat kota, lokasi yang strategis danbernilai tinggi bagi lingkungannya, teta-pi terbengkalai karena alasan mahal-nya perawatan dan ketiadaan biayapemugaran. Akhirnya banyak sekalibangunan kuno yang menjadi korbanpenghancuran digantikan bangunanbaru dengan alasan efisiensi biayaperawatan ke depan.

Dalam buku ConservationProfessional Practice Principles yangditerbitkan oleh Institute of HistoricBuilding Conservation, England,dikatakan bahwa memiliki, menempatiatau menggunakan warisan untukrumah tinggal maupun kegiatan usahalainnya adalah cara ekonomis untukkelangsungan hidup penghuni mau-pun mengamankan kondisi bangunanitu sendiri. Di Inggris sebagian besartempat dan bangunan bersejarahmemiliki nilai ekonomi dan nilai sosialsebagai ruang kerja, tempat tinggal,fasilitas masyarakat, ruang rekreasi,infrastruktur dan banyak kegunaan lainyang mendukung pertumbuhan eko-nomi dan kebutuhan kehidupan sehari-hari. Bangunan yang dihuni dandimanfaatkan secara otomatis akanlebih terawat baik. Perlu dilihat bahwapemugaran dan pemanfaatan bangun-an kuno merupakan tindakan penghe-matan anggaran dan mendukung peri-laku hidup hijau karena meminimalkantimbulnya limbah bongkaran dan peng-gunaan bahan baru. Sebagai contohbangunan Lawangsewu dan KawasanMuseum Kereta Api Ambarawa menja-di bukti bahwa pelestarian dan peman-faatan sebagai fungsi baru mem-berikan nilai ekonomi yang tinggi bagipemiliknya. Selain juga memberikanmanfaat bagi masyarakat sebagairuang rekreasi yang menyenangkan.Mempertahankan Masa Lalu diMasa Kini

Bagi kebanyakan pemilik bangunanpribadi seperti rumah tinggal atau tem-pat usaha, motivasi utama merekamelestarikan adalah memahaminyasebagai harta warisan dengan me-manfaatkan atau menempatinya. Se-lain itu nilai investasi juga menjadi per-timbangan penting untuk memperta-hankan. Sementara itu bagi pembelibaru mungkin bukan nilai warisan dansejarah lingkungan yang menjadi per-timbangan, tetapi semata-mata nilai lo-kasi strategis dan sisi komersialnya. Inimenjadi salah satu tantangan utama

bagi penjual, pemerintah daerahsetempat, dan ahli konservasi untukmenemukan solusi yang bias men-damaikan nilai warisan dan per-timbangan kebutuhan komersial suatubangunan untuk bisa saling ber-adaptasi, sehingga menjadi fungsional,nyaman dan benar-benar berkelanju-tan. Pemerintah Indonesia sudahmenunjukkan kepedulian terhadapbangunan kuno. Utamanya bangunanyang bersejarah melalui penyusunanperundang-undangan dan menyusunkebijakan perencanaan, peruntukanatau rencana aplikasi. Selain itu jugamembentuk badan khusus untukmembantu pemerintah kota menyele-saikan permasalahan praktik-praktikpelestarian dan pemanfaatannya.

Tetapi masyarakat dan pemerintahdan masyarakat di Indonesia masihterfokus pada pelestarian tinggalanmasa kolonial yang bersejarah danberarsitektur hebat yang memiliki nilaifungsi dan ekonomi tinggi. Padahalbukan hanya bangunan kolonialBelanda, Indonesia termasuk jugaKota Semarang memiliki tinggalanarsitektur tradisional dan arsitektursetelah masa kemerdekaan yangjuga memiliki desain arsitektur padajamannya. Sebagian besar adalahbangunan rumah tinggal sepertirumah penduduk di kampung-kam-pung kota, atau rumah jengki, yangsebagian besar tidak dapat bertahanterhadap kebutuhan masa sekaran.

Bekerja untuk sebuah warisanbersifat kompleks. Bagaimana men-damaikan pemilik dengan sejarah,dengan berbagai persyaratanbangunan dan perundang-undangan,bagaimana kedudukan property ter-sebut dalam perencanaankawasan/kota, dalam konteks per-timbangan kelayakan ekonomi tetapijuga dipastikan bermanfaat bagimasyarakat di masa sekarang.

Konservasi membutuhkan sebuahkreatifitas dan kompromi, sertapengambilan keputusan-keputusanyang fleksibel dari pihak yang berwe-nang tanpa keluar dari hakikat pelestar-ian dan pentingnya sebuah warisan.Bagaimana membuat pemilik dapatmerasakan kemudahan dan manfaatbesar dari pelestarian, sehingga tidakragu lagi untuk mempertahankan danmemanfaatkan propertinya. (63)

— Ratri Septina Saraswati, BidangKajian dan Pelestarian IAI Jawa

Tengah, Dosen Arsitektur Univer-sitas PGRI Semarang

Lembaga ini merupakanlembaga internasional(Word Bank Group) yangmemiliki komitmen untukdapat mewujudkan dan

mengimplementasikan bangunanhijau (green building) secara nyata diberbagai negara di dunia. Padatahun 2018 ini telah dilakukan ker-jasama IFC, Pemkot Semarang danIAI Daerah Jawa Tengah untuk fasili-tasi dan pendampingan dalampenyusunan Peraturan WalikotaSemarang tentang Bangunan Hijau.

Peraturan bangunan hijau meru-pakan aturan yang mengaturbangunan gedung agar lebih hematenergi dan sumber daya serta ramahlingkungan.

Proses konstruksi dan operasionalbangunan gedung memiliki kon-

tribusi besar pada efek rumah kaca(green house) sebagai penyebabpemanasan global (global warming).Upaya pengurangan dampak-dam-pak negatif bangunan gedung bagilingkungan sudah dilakukan di kota-kota besar di dunia, Kota Semarangberkomitmen untuk secara nyatadapat segera memulainya.

Dalam mewujudkan bangunanhijau, memerlukan aspek legalitasyang jelas dan tepat sesuai kondisisetempat. Selama ini Pemerintah Berbagai Ketentuan

Kota Semarang melalui Tim AhliBangunan Gedung (TABG) telahmulai menerapkan berbagai ketentu-an terkait bangunan hijau, namunkarena sifatnya yang masih sukarela(voulentary) maka dalam implemen-tasinya masih memiliki banyak

kedala. Melalui perwal ini diharapkanketentuan bangunan hijau akanbersifat wajib (mandatory) untukbangunan-bangunan tertentu yangdisepakati sesuai kemampuan dankondisi setempat.

Penyusunan perwal ini adalahbersifat spesifik untuk tiap kota,Semarang dengan karakteristik fisiktopografi yang beragam, kondisi airtanah tinggi, banjir dan kondisisosial budayanya akan dikaji dandianalisis secara mendalam,sehingga diharapkan aturan-aturanyang disusun nantinya akan dapatsecara implementatif dan operasio-nal.

Dalam awal penyusunan perwalini diharapkan berbagai aturan yangakan diterapkan masih bersifatdasar (belum komplek) dengan tetap

memperhatikan kemampuanmasyarakat, konsultan perencanadan pemerintah kota. Selanjutnyaapabila perwal ini telah dapat ber-jalan dengan baik, maka secarabertahap dapat ditingkatkan kualitas-nya melalui evaluasi dan revisi per-walnya.

Diharapkan melalui kerjasamaIFC, IAI Daerah Jawa Tengah danPemkot Semarang, maka KotaSemarang akan segera memiliki per-aturan bangunan hijau sebagai lan-dasan operasional untuk berkon-tribusi secara nyata dalam menjagakeselamatan dan keberlanjutanglobal menuju kota yang hijau (greencity) di masa mendatang. (63)

— Baju A W, Sekretaris Umum IAIDaerah Jawa Tengah

PerwalBangunan HijauDalam Proses

■ Kerjasama IFC, Pemkot Semarang dan IAI Daerah Jawa Tengah

Kota Semarang akan menjadi Kota ke-3 di Indonesia yang difasilitasi International Finance Corporation (IFC)

untuk penyusunan peraturan bangunan hijau setelah Jakarta dan Bandung.

Pelestarian, Memahami Nilai Warisan Sebagai Keberlanjutan