MINGGU, 18 FEBRUARI 2018 · Vitruvius dalam buku teori arsitektur tertua karyanya, De Architectura,...

1
MINGGU, 18 FEBRUARI 2018 P ermasalahan lahan sempit bagi perumahan saat ini menjadi hal yang sering kali dijumpai. Keterba- tasan lahan tentunya mem- butuhkan pemecahan desain yang cerdas agar hunian tetap mempunyai standar kenya- manan yang cukup. Salah satu- nya adalah kebutuhan hunian akan sirkulasi udara yang baik. Jika anda pernah berkunjung ke kawasan Pecinan Semarang, anda akan dengan mudah men- jumpai tipe-tipe rumah Pecinan Lama yang masih berdiri kokoh sampai sekarang. Paling tidak kita bisa mengidentifikasi dua tipe hunian yang tersebar di Kawasan tersebut : (1) Rumah Tinggal; (2) Rumah Toko/Rumah Usaha. Dengan tipikal hunian deret yang kecil memanjang, rumah-rumah lama di Kawasan tersebut menyim- pan pemecahan desain unik yang bisa kita pakai sebagai rujukan menciptakan sirkulasi udara yang baik. Seperti pada tipe Rumah Toko misalnya, Lantai 1 biasanya digunakan untuk toko/usaha, dan lantai 2 difungsikan untuk hunian. Kebutuhan udara segar dalam keterbatasan lahan tersebut ditanggapi dengan menciptakan courtyard (Ruang terbuka yang dikelilingi tembok). Pada rumah- rumah pecinan lama, courtyard diletakkan di tengah dan menja- di jeda dari konfigurasi dua atap utama. Dengan adanya ruang terbuka di tengah tersebut, maka masalah sirkulasi udara, cahaya, dan kelembaban ter- pecahkan pada bangunan dengan bentuk memanjang dengan dimensi sekitar 5 x 24 meter. Penciptaan courtyard pada hunian tentu saja bukan satu- satunya strategi desain untuk mewujudkan sirkulasi udara yang baik. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan ventilasi yang akan digunakan di rumah. Seperti yang dikemukakan Liddament, berikut adalah beberapa hal yang harus dicermati sebelum menentukan ventilasi alami : (a) Tersedianya udara sehat dalam arti bebas dari debu , bau dan polutan yang akan menganggu; (b) Tidak banyak bangunan dis- ekitar yang akan menganggu atau menghalangi aliran udara horisontal; (c) Suhu di luar bangunan yang tidak terlalu ting- gi ( maksimal di 280 c). Berdasar hal-hal tersebut, maka ventilasi alami sebenar- nya hanya cocok pada daerah yang beriklim nyaman karena kualitas ventilasi alami sangat bergantung pada kualitas ling- kungan sekitarnya. (63) Rosalia Rachma Rihadia- ni , IAI Daerah Jawa Tengah (Tips & Trik Arsitektur) Mengintip Ventilasi Alami Rumah Tinggal Pecinan Semarang Roosiana, Maria, 2002, Kajian Pola Morfologi Ruang Kawasan Pecinan (Studi Kasus: Kawasan Pecinan Semarang), Thesis Program Pasca Sarjana UNDIP, Semarang. ”K ota tanpa bangunan kuno ibarat orang tanpa ingatan” dan “Dalam prinsip konser- vasi, suatu bangunan atau kawasan tersebut akan dapat menghidupi di- rinya sendiri,” adalah ujaran yang selalu saya ingat, disampaikan oleh arsitek senior Prof Eko Budihardjo, MSc dalam workshop Pengembangan Museum KAAmbarawa pada tahun 2011. Bangunan gedung-gedung tua yang berusia puluhan tahun, bahkan ada bangunan berusia ratusan tahun dan masih tegak berdiri hingga saat ini, semakin hari semakin menarik perhatian. Biasanya ketertarikan masyarakat umum diawali oleh keindahan arsitekturnya, baru kemudian mencari tahu sejarahnya sebagai peninggalan masa lalu. Tapi banyak pula tetapi banyak pula bangunan kuno yang dianggap biasa- biasa saja, umumnya karena ben- tuknya yang juga biasa-biasa saja. Vitruvius dalam buku teori arsitektur tertua karyanya, De Architectura, ba- ngunan yang baik haruslah memilik ke- gunaan kekuatan, dan keindahan. Ar- sitektur dapat dikatakan sebagai kese- imbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Bangunan kuno bisa menjadi tak ternilai harganya bagi dunia baik kare- na sejarahnya mempunyai nilai khu- sus, dan biasanya karena desain arsi- tekturnya memenuhi ketiga unsur itu. Dia kuat, dia indah, dia memiliki sejarah fungsi yang khas di antara bangunan yang lainnya, sehingga akhirnya diakui sebagai bangunan bersejarah. Memahami Nilai Warisan Bangunan bersejarah juga merupa- kan suatu bukti adanya aktivitas manusia pada suatu masa tertentu, dan bisa menjadi indikator untuk meli- hat perkembangan sejarah suatu tem- pat. Seperti dikatakan Sadirin yang ditulis Albertus Kriswandono dalam buku Sejarah dan Prinsip Konservasi Arsitektural Bangunan Cagar Budaya Kolonial (2014) sebagai berikut : Bukan hanya merupakan sebuah tinggalan masa lalu, benda cagar budaya mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahu- an, dan kebudayaan. Benda cagar budaya merupakan data yang sangat penting bagi kalangan ilmuwan. Dengan mengguna- kan data ter- sebut, para ilmuwan mampu menyusun sejarah kebudayaan, cara hidup, maupun proses perubahan budaya manusia pendukungnya. Salah satu tindakan pelestarian warisan ditinjau dari sisi arsitektur ada- lah dengan melakukan pemugaran fisik bangunan. Konsep awal pemu- garan bangunan adalah menjaga keaslian bentuk bangunan itu sendiri dan mengembalikan nilai sejarah dari bangunan. Karena pada dasarnya setiap bangunan memiliki nilai yang patut untuk dijaga dan dilestarikan supaya ke depan bangunan tersebut dapat menjadi suatu tolak ukur per- ubahan bangunan dari masa ke masa. Makna pemugaran suatu bangunan adalah untuk menghargai pendirinya, mempertahankan fungsi, dan bisa pula untuk mengenang karya si arsitek bangunan tersebut. Arahan konsep pemugaran bangunan tidak semata hanya fisik semata, namun juga diarahkan pada nilai sejarah yang dilandasi kesadaran manusia, budaya, aspek estetis, dan per- timbangan ekonomi. Sebagai contoh pemugaran bangunan Lawangsewu di Semarang yang dilakukan PT KAI pada tahun 2010-2011 untuk kepentingan per- usahaan demi mengingatkan kembali bangunan ini sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlandsch- Indische Spoorweg Maatschappij. Tonggak sejarah kejayaan perekere- taapian dengan terbangunnya jalur kereta api pertama di Indonesia pada tahun 1867oleh perusahaan kereta yang berkantor pusat di sini. Sumber Daya Berkelanjutan Konservasi dan pelestarian bangun- an kuno atau bangunan bersejarah harus dilihat dari kacamata pengem- bangan berkelanjutan, meminimalisasi penggunaan dan pemborosan sumber daya alam yang terkait dengan pem- bongkaran dan pembangunan kembali. Nilai suatu bangunan kuno dalam perkembangan kota termasuk di Indonesia banyak terancam oleh nilai ekonomi lahan, terutama banyak yang terletak di pusat- pusat kota, lokasi yang strategis dan bernilai tinggi bagi lingkungannya, teta- pi terbengkalai karena alasan mahal- nya perawatan dan ketiadaan biaya pemugaran. Akhirnya banyak sekali bangunan kuno yang menjadi korban penghancuran digantikan bangunan baru dengan alasan efisiensi biaya perawatan ke depan. Dalam buku Conservation Professional Practice Principles yang diterbitkan oleh Institute of Historic Building Conservation, England, dikatakan bahwa memiliki, menempati atau menggunakan warisan untuk rumah tinggal maupun kegiatan usaha lainnya adalah cara ekonomis untuk kelangsungan hidup penghuni mau- pun mengamankan kondisi bangunan itu sendiri. Di Inggris sebagian besar tempat dan bangunan bersejarah memiliki nilai ekonomi dan nilai sosial sebagai ruang kerja, tempat tinggal, fasilitas masyarakat, ruang rekreasi, infrastruktur dan banyak kegunaan lain yang mendukung pertumbuhan eko- nomi dan kebutuhan kehidupan sehari- hari. Bangunan yang dihuni dan dimanfaatkan secara otomatis akan lebih terawat baik. Perlu dilihat bahwa pemugaran dan pemanfaatan bangun- an kuno merupakan tindakan penghe- matan anggaran dan mendukung peri- laku hidup hijau karena meminimalkan timbulnya limbah bongkaran dan peng- gunaan bahan baru. Sebagai contoh bangunan Lawangsewu dan Kawasan Museum Kereta Api Ambarawa menja- di bukti bahwa pelestarian dan peman- faatan sebagai fungsi baru mem- berikan nilai ekonomi yang tinggi bagi pemiliknya. Selain juga memberikan manfaat bagi masyarakat sebagai ruang rekreasi yang menyenangkan. Mempertahankan Masa Lalu di Masa Kini Bagi kebanyakan pemilik bangunan pribadi seperti rumah tinggal atau tem- pat usaha, motivasi utama mereka melestarikan adalah memahaminya sebagai harta warisan dengan me- manfaatkan atau menempatinya. Se- lain itu nilai investasi juga menjadi per- timbangan penting untuk memperta- hankan. Sementara itu bagi pembeli baru mungkin bukan nilai warisan dan sejarah lingkungan yang menjadi per- timbangan, tetapi semata-mata nilai lo- kasi strategis dan sisi komersialnya. Ini menjadi salah satu tantangan utama bagi penjual, pemerintah daerah setempat, dan ahli konservasi untuk menemukan solusi yang bias men- damaikan nilai warisan dan per- timbangan kebutuhan komersial suatu bangunan untuk bisa saling ber- adaptasi, sehingga menjadi fungsional, nyaman dan benar-benar berkelanju- tan. Pemerintah Indonesia sudah menunjukkan kepedulian terhadap bangunan kuno. Utamanya bangunan yang bersejarah melalui penyusunan perundang-undangan dan menyusun kebijakan perencanaan, peruntukan atau rencana aplikasi. Selain itu juga membentuk badan khusus untuk membantu pemerintah kota menyele- saikan permasalahan praktik-praktik pelestarian dan pemanfaatannya. Tetapi masyarakat dan pemerintah dan masyarakat di Indonesia masih terfokus pada pelestarian tinggalan masa kolonial yang bersejarah dan berarsitektur hebat yang memiliki nilai fungsi dan ekonomi tinggi. Padahal bukan hanya bangunan kolonial Belanda, Indonesia termasuk juga Kota Semarang memiliki tinggalan arsitektur tradisional dan arsitektur setelah masa kemerdekaan yang juga memiliki desain arsitektur pada jamannya. Sebagian besar adalah bangunan rumah tinggal seperti rumah penduduk di kampung-kam- pung kota, atau rumah jengki, yang sebagian besar tidak dapat bertahan terhadap kebutuhan masa sekaran. Bekerja untuk sebuah warisan bersifat kompleks. Bagaimana men- damaikan pemilik dengan sejarah, dengan berbagai persyaratan bangunan dan perundang-undangan, bagaimana kedudukan property ter- sebut dalam perencanaan kawasan/kota, dalam konteks per- timbangan kelayakan ekonomi tetapi juga dipastikan bermanfaat bagi masyarakat di masa sekarang. Konservasi membutuhkan sebuah kreatifitas dan kompromi, serta pengambilan keputusan-keputusan yang fleksibel dari pihak yang berwe- nang tanpa keluar dari hakikat pelestar- ian dan pentingnya sebuah warisan. Bagaimana membuat pemilik dapat merasakan kemudahan dan manfaat besar dari pelestarian, sehingga tidak ragu lagi untuk mempertahankan dan memanfaatkan propertinya. (63) Ratri Septina Saraswati , Bidang Kajian dan Pelestarian IAI Jawa Tengah, Dosen Arsitektur Univer- sitas PGRI Semarang L embaga ini merupakan lembaga internasional (Word Bank Group) yang memiliki komitmen untuk dapat mewujudkan dan mengimplementasikan bangunan hijau (green building) secara nyata di berbagai negara di dunia. Pada tahun 2018 ini telah dilakukan ker- jasama IFC, Pemkot Semarang dan IAI Daerah Jawa Tengah untuk fasili- tasi dan pendampingan dalam penyusunan Peraturan Walikota Semarang tentang Bangunan Hijau. Peraturan bangunan hijau meru- pakan aturan yang mengatur bangunan gedung agar lebih hemat energi dan sumber daya serta ramah lingkungan. Proses konstruksi dan operasional bangunan gedung memiliki kon- tribusi besar pada efek rumah kaca (green house) sebagai penyebab pemanasan global (global warming). Upaya pengurangan dampak-dam- pak negatif bangunan gedung bagi lingkungan sudah dilakukan di kota- kota besar di dunia, Kota Semarang berkomitmen untuk secara nyata dapat segera memulainya. Dalam mewujudkan bangunan hijau, memerlukan aspek legalitas yang jelas dan tepat sesuai kondisi setempat. Selama ini Pemerintah Berbagai Ketentuan Kota Semarang melalui Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) telah mulai menerapkan berbagai ketentu- an terkait bangunan hijau, namun karena sifatnya yang masih sukarela (voulentary) maka dalam implemen- tasinya masih memiliki banyak kedala. Melalui perwal ini diharapkan ketentuan bangunan hijau akan bersifat wajib (mandatory) untuk bangunan-bangunan tertentu yang disepakati sesuai kemampuan dan kondisi setempat. Penyusunan perwal ini adalah bersifat spesifik untuk tiap kota, Semarang dengan karakteristik fisik topografi yang beragam, kondisi air tanah tinggi, banjir dan kondisi sosial budayanya akan dikaji dan dianalisis secara mendalam, sehingga diharapkan aturan-aturan yang disusun nantinya akan dapat secara implementatif dan operasio- nal. Dalam awal penyusunan perwal ini diharapkan berbagai aturan yang akan diterapkan masih bersifat dasar (belum komplek) dengan tetap memperhatikan kemampuan masyarakat, konsultan perencana dan pemerintah kota. Selanjutnya apabila perwal ini telah dapat ber- jalan dengan baik, maka secara bertahap dapat ditingkatkan kualitas- nya melalui evaluasi dan revisi per- walnya. Diharapkan melalui kerjasama IFC, IAI Daerah Jawa Tengah dan Pemkot Semarang, maka Kota Semarang akan segera memiliki per- aturan bangunan hijau sebagai lan- dasan operasional untuk berkon- tribusi secara nyata dalam menjaga keselamatan dan keberlanjutan global menuju kota yang hijau (green city) di masa mendatang. (63) Baju A W, Sekretaris Umum IAI Daerah Jawa Tengah Perwal Bangunan Hijau Dalam Proses Kerjasama IFC, Pemkot Semarang dan IAI Daerah Jawa Tengah Kota Semarang akan menjadi Kota ke-3 di Indonesia yang difasilitasi International Finance Corporation (IFC) untuk penyusunan peraturan bangunan hijau setelah Jakarta dan Bandung. Pelestarian, Memahami Nilai Warisan Sebagai Keberlanjutan

Transcript of MINGGU, 18 FEBRUARI 2018 · Vitruvius dalam buku teori arsitektur tertua karyanya, De Architectura,...

MINGGU, 18 FEBRUARI 2018

Permasalahan lahansempit bagi perumahansaat ini menjadi hal yang

sering kali dijumpai. Keterba-tasan lahan tentunya mem-butuhkan pemecahan desainyang cerdas agar hunian tetapmempunyai standar kenya-manan yang cukup. Salah satu-nya adalah kebutuhan hunianakan sirkulasi udara yang baik.

Jika anda pernah berkunjungke kawasan Pecinan Semarang,anda akan dengan mudah men-jumpai tipe-tipe rumah PecinanLama yang masih berdiri kokohsampai sekarang. Paling tidakkita bisa mengidentifikasi duatipe hunian yang tersebar diKawasan tersebut : (1) Rumah

Tinggal; (2) RumahToko/Rumah Usaha. Dengantipikal hunian deret yang kecilmemanjang, rumah-rumah lamadi Kawasan tersebut menyim-pan pemecahan desain unikyang bisa kita pakai sebagairujukan menciptakan sirkulasiudara yang baik. Seperti padatipe Rumah Toko misalnya,Lantai 1 biasanya digunakanuntuk toko/usaha, dan lantai 2difungsikan untuk hunian.Kebutuhan udara segar dalamketerbatasan lahan tersebutditanggapi dengan menciptakancourtyard (Ruang terbuka yangdikelilingi tembok). Pada rumah-rumah pecinan lama, courtyarddiletakkan di tengah dan menja-

di jeda dari konfigurasi dua ataputama. Dengan adanya ruangterbuka di tengah tersebut,maka masalah sirkulasi udara,cahaya, dan kelembaban ter-pecahkan pada bangunandengan bentuk memanjangdengan dimensi sekitar 5 x 24meter.

Penciptaan courtyard padahunian tentu saja bukan satu-satunya strategi desain untukmewujudkan sirkulasi udarayang baik. Banyak faktor yangharus dipertimbangkan sebelummenentukan ventilasi yang akandigunakan di rumah. Sepertiyang dikemukakan Liddament,berikut adalah beberapa halyang harus dicermati sebelum

menentukan ventilasi alami : (a)Tersedianya udara sehat dalamarti bebas dari debu , bau danpolutan yang akan menganggu;(b) Tidak banyak bangunan dis-ekitar yang akan mengangguatau menghalangi aliran udarahorisontal; (c) Suhu di luarbangunan yang tidak terlalu ting-gi ( maksimal di 280 c).

Berdasar hal-hal tersebut,maka ventilasi alami sebenar-nya hanya cocok pada daerahyang beriklim nyaman karenakualitas ventilasi alami sangatbergantung pada kualitas ling-kungan sekitarnya. (63)

— Rosalia Rachma Rihadia-ni, IAI Daerah Jawa Tengah

(Tips & Trik Arsitektur)

Mengintip Ventilasi Alami Rumah Tinggal Pecinan Semarang

Roosiana, Maria, 2002, Kajian Pola Morfologi Ruang Kawasan Pecinan (Studi Kasus: Kawasan Pecinan Semarang), Thesis Program Pasca Sarjana UNDIP, Semarang.

”Kota tanpa bangunan kunoibarat orang tanpa ingatan”dan “Dalam prinsip konser-

vasi, suatu bangunan atau kawasantersebut akan dapat menghidupi di-rinya sendiri,” adalah ujaran yang selalusaya ingat, disampaikan oleh arsiteksenior Prof Eko Budihardjo, MSc dalamworkshop Pengembangan MuseumKAAmbarawa pada tahun 2011.

Bangunan gedung-gedung tuayang berusia puluhan tahun, bahkanada bangunan berusia ratusan tahundan masih tegak berdiri hingga saatini, semakin hari semakin menarikperhatian. Biasanya ketertarikanmasyarakat umum diawali olehkeindahan arsitekturnya, barukemudian mencari tahu sejarahnyasebagai peninggalan masa lalu. Tapibanyak pula tetapi banyak pulabangunan kuno yang dianggap biasa-biasa saja, umumnya karena ben-tuknya yang juga biasa-biasa saja.

Vitruvius dalam buku teori arsitekturtertua karyanya, De Architectura, ba-ngunan yang baik haruslah memilik ke-gunaan kekuatan, dan keindahan. Ar-sitektur dapat dikatakan sebagai kese-imbangan dan koordinasi antara ketigaunsur tersebut, dan tidak ada satuunsur yang melebihi unsur lainnya.

Bangunan kuno bisa menjadi takternilai harganya bagi dunia baik kare-na sejarahnya mempunyai nilai khu-sus, dan biasanya karena desain arsi-tekturnya memenuhi ketiga unsur itu.Dia kuat, dia indah, dia memiliki sejarahfungsi yang khas di antara bangunanyang lainnya, sehingga akhirnya diakuisebagai bangunan bersejarah. Memahami Nilai Warisan

Bangunan bersejarah juga merupa-kan suatu bukti adanya aktivitasmanusia pada suatu masa tertentu,dan bisa menjadi indikator untuk meli-hat perkembangan sejarah suatu tem-pat. Seperti dikatakan Sadirin yangditulis Albertus Kriswandono dalambuku Sejarah dan Prinsip KonservasiArsitektural Bangunan Cagar BudayaKolonial (2014) sebagai berikut :Bukan hanya merupakan sebuahtinggalan masa lalu, benda cagarbudaya mempunyai nilai pentingbagi sejarah, ilmu pengetahu-an, dan kebudayaan. Bendacagar budaya merupakandata yang sangat pentingbagi kalangan ilmuwan.

Dengan mengguna-kan data ter-

sebut, para ilmuwan mampumenyusun sejarah kebudayaan, carahidup, maupun proses perubahanbudaya manusia pendukungnya.

Salah satu tindakan pelestarianwarisan ditinjau dari sisi arsitektur ada-lah dengan melakukan pemugaranfisik bangunan. Konsep awal pemu-garan bangunan adalah menjagakeaslian bentuk bangunan itu sendiridan mengembalikan nilai sejarah daribangunan. Karena pada dasarnyasetiap bangunan memiliki nilai yangpatut untuk dijaga dan dilestarikansupaya ke depan bangunan tersebutdapat menjadi suatu tolak ukur per-ubahan bangunan dari masa kemasa. Makna pemugaran suatubangunan adalah untuk menghargaipendirinya, mempertahankan fungsi,dan bisa pula untuk mengenang karyasi arsitek bangunan tersebut. Arahankonsep pemugaran bangunan tidaksemata hanya fisik semata, namunjuga diarahkan pada nilai sejarahyang dilandasi kesadaran manusia,budaya, aspek estetis, dan per-timbangan ekonomi.

Sebagai contoh pemugaranbangunan Lawangsewu di Semarangyang dilakukan PTKAI pada tahun2010-2011 untuk kepentingan per-usahaan demi mengingatkan kembalibangunan ini sebagai HetHoofdkantoor van de Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij.Tonggak sejarah kejayaan perekere-taapian dengan terbangunnya jalurkereta api pertama di Indonesia padatahun 1867oleh perusahaan keretayang berkantor pusat di sini. Sumber Daya Berkelanjutan

Konservasi dan pelestarian bangun-an kuno atau bangunan bersejarahharus dilihat dari kacamata pengem-bangan berkelanjutan, meminimalisasipenggunaan dan pemborosan sumberdaya alam yang terkait dengan pem-bongkaran dan pembangunankembali. Nilai suatu bangunankuno dalam perkembangankota termasuk diIndonesia banyakterancam oleh nilaiekonomi lahan,

terutama banyak yang terletak di pusat-pusat kota, lokasi yang strategis danbernilai tinggi bagi lingkungannya, teta-pi terbengkalai karena alasan mahal-nya perawatan dan ketiadaan biayapemugaran. Akhirnya banyak sekalibangunan kuno yang menjadi korbanpenghancuran digantikan bangunanbaru dengan alasan efisiensi biayaperawatan ke depan.

Dalam buku ConservationProfessional Practice Principles yangditerbitkan oleh Institute of HistoricBuilding Conservation, England,dikatakan bahwa memiliki, menempatiatau menggunakan warisan untukrumah tinggal maupun kegiatan usahalainnya adalah cara ekonomis untukkelangsungan hidup penghuni mau-pun mengamankan kondisi bangunanitu sendiri. Di Inggris sebagian besartempat dan bangunan bersejarahmemiliki nilai ekonomi dan nilai sosialsebagai ruang kerja, tempat tinggal,fasilitas masyarakat, ruang rekreasi,infrastruktur dan banyak kegunaan lainyang mendukung pertumbuhan eko-nomi dan kebutuhan kehidupan sehari-hari. Bangunan yang dihuni dandimanfaatkan secara otomatis akanlebih terawat baik. Perlu dilihat bahwapemugaran dan pemanfaatan bangun-an kuno merupakan tindakan penghe-matan anggaran dan mendukung peri-laku hidup hijau karena meminimalkantimbulnya limbah bongkaran dan peng-gunaan bahan baru. Sebagai contohbangunan Lawangsewu dan KawasanMuseum Kereta Api Ambarawa menja-di bukti bahwa pelestarian dan peman-faatan sebagai fungsi baru mem-berikan nilai ekonomi yang tinggi bagipemiliknya. Selain juga memberikanmanfaat bagi masyarakat sebagairuang rekreasi yang menyenangkan.Mempertahankan Masa Lalu diMasa Kini

Bagi kebanyakan pemilik bangunanpribadi seperti rumah tinggal atau tem-pat usaha, motivasi utama merekamelestarikan adalah memahaminyasebagai harta warisan dengan me-manfaatkan atau menempatinya. Se-lain itu nilai investasi juga menjadi per-timbangan penting untuk memperta-hankan. Sementara itu bagi pembelibaru mungkin bukan nilai warisan dansejarah lingkungan yang menjadi per-timbangan, tetapi semata-mata nilai lo-kasi strategis dan sisi komersialnya. Inimenjadi salah satu tantangan utama

bagi penjual, pemerintah daerahsetempat, dan ahli konservasi untukmenemukan solusi yang bias men-damaikan nilai warisan dan per-timbangan kebutuhan komersial suatubangunan untuk bisa saling ber-adaptasi, sehingga menjadi fungsional,nyaman dan benar-benar berkelanju-tan. Pemerintah Indonesia sudahmenunjukkan kepedulian terhadapbangunan kuno. Utamanya bangunanyang bersejarah melalui penyusunanperundang-undangan dan menyusunkebijakan perencanaan, peruntukanatau rencana aplikasi. Selain itu jugamembentuk badan khusus untukmembantu pemerintah kota menyele-saikan permasalahan praktik-praktikpelestarian dan pemanfaatannya.

Tetapi masyarakat dan pemerintahdan masyarakat di Indonesia masihterfokus pada pelestarian tinggalanmasa kolonial yang bersejarah danberarsitektur hebat yang memiliki nilaifungsi dan ekonomi tinggi. Padahalbukan hanya bangunan kolonialBelanda, Indonesia termasuk jugaKota Semarang memiliki tinggalanarsitektur tradisional dan arsitektursetelah masa kemerdekaan yangjuga memiliki desain arsitektur padajamannya. Sebagian besar adalahbangunan rumah tinggal sepertirumah penduduk di kampung-kam-pung kota, atau rumah jengki, yangsebagian besar tidak dapat bertahanterhadap kebutuhan masa sekaran.

Bekerja untuk sebuah warisanbersifat kompleks. Bagaimana men-damaikan pemilik dengan sejarah,dengan berbagai persyaratanbangunan dan perundang-undangan,bagaimana kedudukan property ter-sebut dalam perencanaankawasan/kota, dalam konteks per-timbangan kelayakan ekonomi tetapijuga dipastikan bermanfaat bagimasyarakat di masa sekarang.

Konservasi membutuhkan sebuahkreatifitas dan kompromi, sertapengambilan keputusan-keputusanyang fleksibel dari pihak yang berwe-nang tanpa keluar dari hakikat pelestar-ian dan pentingnya sebuah warisan.Bagaimana membuat pemilik dapatmerasakan kemudahan dan manfaatbesar dari pelestarian, sehingga tidakragu lagi untuk mempertahankan danmemanfaatkan propertinya. (63)

— Ratri Septina Saraswati, BidangKajian dan Pelestarian IAI Jawa

Tengah, Dosen Arsitektur Univer-sitas PGRI Semarang

Lembaga ini merupakanlembaga internasional(Word Bank Group) yangmemiliki komitmen untukdapat mewujudkan dan

mengimplementasikan bangunanhijau (green building) secara nyata diberbagai negara di dunia. Padatahun 2018 ini telah dilakukan ker-jasama IFC, Pemkot Semarang danIAI Daerah Jawa Tengah untuk fasili-tasi dan pendampingan dalampenyusunan Peraturan WalikotaSemarang tentang Bangunan Hijau.

Peraturan bangunan hijau meru-pakan aturan yang mengaturbangunan gedung agar lebih hematenergi dan sumber daya serta ramahlingkungan.

Proses konstruksi dan operasionalbangunan gedung memiliki kon-

tribusi besar pada efek rumah kaca(green house) sebagai penyebabpemanasan global (global warming).Upaya pengurangan dampak-dam-pak negatif bangunan gedung bagilingkungan sudah dilakukan di kota-kota besar di dunia, Kota Semarangberkomitmen untuk secara nyatadapat segera memulainya.

Dalam mewujudkan bangunanhijau, memerlukan aspek legalitasyang jelas dan tepat sesuai kondisisetempat. Selama ini Pemerintah Berbagai Ketentuan

Kota Semarang melalui Tim AhliBangunan Gedung (TABG) telahmulai menerapkan berbagai ketentu-an terkait bangunan hijau, namunkarena sifatnya yang masih sukarela(voulentary) maka dalam implemen-tasinya masih memiliki banyak

kedala. Melalui perwal ini diharapkanketentuan bangunan hijau akanbersifat wajib (mandatory) untukbangunan-bangunan tertentu yangdisepakati sesuai kemampuan dankondisi setempat.

Penyusunan perwal ini adalahbersifat spesifik untuk tiap kota,Semarang dengan karakteristik fisiktopografi yang beragam, kondisi airtanah tinggi, banjir dan kondisisosial budayanya akan dikaji dandianalisis secara mendalam,sehingga diharapkan aturan-aturanyang disusun nantinya akan dapatsecara implementatif dan operasio-nal.

Dalam awal penyusunan perwalini diharapkan berbagai aturan yangakan diterapkan masih bersifatdasar (belum komplek) dengan tetap

memperhatikan kemampuanmasyarakat, konsultan perencanadan pemerintah kota. Selanjutnyaapabila perwal ini telah dapat ber-jalan dengan baik, maka secarabertahap dapat ditingkatkan kualitas-nya melalui evaluasi dan revisi per-walnya.

Diharapkan melalui kerjasamaIFC, IAI Daerah Jawa Tengah danPemkot Semarang, maka KotaSemarang akan segera memiliki per-aturan bangunan hijau sebagai lan-dasan operasional untuk berkon-tribusi secara nyata dalam menjagakeselamatan dan keberlanjutanglobal menuju kota yang hijau (greencity) di masa mendatang. (63)

— Baju A W, Sekretaris Umum IAIDaerah Jawa Tengah

PerwalBangunan HijauDalam Proses

■ Kerjasama IFC, Pemkot Semarang dan IAI Daerah Jawa Tengah

Kota Semarang akan menjadi Kota ke-3 di Indonesia yang difasilitasi International Finance Corporation (IFC)

untuk penyusunan peraturan bangunan hijau setelah Jakarta dan Bandung.

Pelestarian, Memahami Nilai Warisan Sebagai Keberlanjutan