BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN RTRK
3.1.1 Prinsip-prinsip Perencanaan
Prinsip dasar dalam penyusunan tata ruang, yaitu bagaimana
mendapatkan manfaat dari sumberdaya yang tersedia seoptimal
mungkin dengan tidak mengabaikan kelestarian lingkungan serta
aspek pertahanan keamanan. Berdasarkan hal tersebut, maka
penyusunan tata ruang mengacu kepada tersedianya sumberdaya,
persediaan tanah serta peruntukan dan penggunaan tanah.
a. Kelestarian Sumberdaya
Fungsi lindung dan konservasi yang melekat pada ekosistem
kawasan senantiasa menjadi penyeimbang fungsi yang dialokasikan
pada suatu ruang. Mengacu kepada kenyataan tersebut, maka yang
pertama harus dilakukan dalam mengalokasikan pemanfaatan ruang
kawasan adalah penentuan kawasan dengan fungsi lindung dan
konservasi, kawasan yang tersisa barulah dimanfaatkan untuk kegiatan
budidaya. Kegiatan pemanfaatan yang terpilih merupakan hasil kajian
proses aktivitas yang akan berjalan beserta kemungkinan terjadinya
dampak lingkungan seminimal mungkin. Agar kelestarian dapat
tercapai maka perlu diadakan pernilaian tentang kemampuan lahan
kawasan.
b. Kesesuaian Lahan
Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang harus
memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan (demand) dengan
kemampuan lingkungan menyediakan sumberdaya (supply).
Selanjutnya ketersediaan sumberdaya merupakan daya dukung
(carrying capacity) kawasan untuk menopang seluruh aktivitas yang
dialokasikan. Dengan mengacu kepada keseimbangan antara ‘demand’
dan ‘supply’, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan ruang
antara kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari
terjadinya konflik pemanfaatan ruang. Kesesuaian lahan tidak saja
mengacu kepada kriteria biofisik semata, tetapi juga meliputi
kesesuaian secara sosial ekonomi. Secara ekonomi aktivitas yang akan
dibangun seyogyanya mampu mencapai keuntungan seefisien dan
secara sosial mampu memberdayakan masyarakat setempat dalam
memanfaatkan sumberdaya.
c. Keterkaitan Kawasan dan Hubungan Fungsional
Interaksi antar beberapa aktivitas pada suatu kawasan dengan
kawasan lainnya akan tercipta dan memungkinkan terjadinya
perkembangan yang optimal antar unit-unit kawasan maupun dengan
kawasan sekitarnya. Untuk itu penyusunan pemanfaatan kawasan
perlu dibuat sedemikian rupa sehingga kegiatan-kegiatan antar
kawasan dapat saling menunjang dan memiliki keterkaitan dengan
kawasan yang berbatasan. Perencanaan tata ruang wilayah seyogyanya
saling berhubungan secara fungsional (compatible use principle).
Dengan demikian peruntukan satu kegiatan seharusnya tidak
merugikan kegiatan lainnya.
d. Pertumbuhan Ekonomi
Pemanfaatan potensi ruang di wilayah dilakukan dengan
mengoptimalkan pemanfaatan ruang terutama dalam rangka
pengembangan kegiatan ekonomi. Pemanfaatan ruang yang dilakukan
diarahkan untuk memberikan nilai tambah terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat setempat.
e. Berorientasi pada Kesejahteraan Masyarakat
Pengembangan wilayah ditujukan untuk memberikan hasil yang
sebesar-besarnya dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Pendekatan yang dilakukan melalui pengaturan ruang yang adil dan
mengembangkan kemitraan kerja yang saling mendukung.
f. Penataan Ruang yang Partisipatif
Penyusunan tata ruang sedapat mungkin melibatkan pemangku
kepentingan dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang
sangat menentukan dalam proses pemanfaatan ruang. Penataan ruang
kawasan diarahkan untuk menumbuh-kembangkan kesadaran atas hak
dan kewajiban masyarakat dan stakeholder lainnya dalam
memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan. Meningkatkan kesadaran kepada pelaku pembangunan
lainnya bahwa masyarakat bukanlah obyek pemanfaatan ruang, tetapi
justru merekalah pelaku dan pemanfaat utama yang seharusnya
terlibat dari proses awal sampai akhir dalam memanfaatkan ruang.
Mendorong masyarakat dan civil society organization atau lembaga
swadaya masyarakat untuk lebih berperan dan terlibat dalam
memanfaatkan ruang.
3.1.2 Dasar-dasar Perencanaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007,
penyusunan RTRK akan didasarkan pada azas-azas sebagai berikut:
1. Keterpaduan, yakni memperhatikan kesatuan kegiatan
pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh pemerintah (Pusat,
Propinsi dan Kabupaten), sektor swasta dan masyarakat
berdasarkan pertimbangan menyeluruh.
2. Daya Guna dan Hasil Guna, yakni memperhatikan
potensi dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
manusia agar dapat menghasilkan manfaat dan kualitas ruang
yang optimal.
3. Keserasian, Keseimbangan dan Keselarasan, yakni
memperhatikan persebaran penduduk antara kawasan,
pertumbuhan dan keterkaitan antar sektor dan antar kawasan,
agar tercapai keserasian keselarasan dan keseimbangan struktur
dan pola pemanfaatan ruang wilayah.
4. Keberlanjutan, yakni memperhatikan kemampuan daya
dukung sumber daya alam dan kepentingan generasi berikutnya
agar tercapai kelestarian daya dukung wilayah secara
berkelanjutan.
5. Keterbukaan, yakni memperhatikan hak yang ada pada
setiap masyarakat untuk mengetahui rencana-rencana tata
ruang wilayah yang disusun secara terbuka, antara lain melalui
lokakarya, sarasehan, papan pengumuman, atau media cetak,
media elektronik atau forum pertemuan.
6. Persamaan dan Keadilan, yakni memperhatikan adanya hak
yang sama pada setiap masyarakat untuk menikmati manfaat
ruang dan atau nilai tambah ruang, serta untuk mendapatkan
penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang secara adil.
7. Perlindungan Hukum, yakni memperhatikan perlunya jaminan
perlindungan hukum untuk memberikan kepastian dan rasa
aman dalam berusaha terhadap setiap hak atas pemanfaatan
ruang yang diberikan kepada masyarakat.
3.1.3 PENDEKATAN UMUM
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan
ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan
c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Atas dasar tersebut, maka penyusunan Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan, yaitu bertujuan untuk:
1. Menyiapkan perwujudan ruang, dalam rangka pelaksanaan
program pembangunan perkotaan;
2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian
perkembangan kawasan perkotaan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota/Kabupaten;
3. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan
efisien;
4. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan perkotaan
melalui pengendalian program-program pembangunan
perkotaan.
Sebagaimana dasar penyusunan diatas, maka output RTRK UD
Bulak-Kali Kedinding adalah sebagai pedoman untuk:
1. Pemberian advis planning;
2. Pengaturan bangunan setempat;
3. Penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan atau
rencana tata bangunan dan lingkungan;
4. Pelaksanaan program pembangunan.
3.1.4 PENDEKATAN PERENCANAAN
Landasan hukum penyusunan RTRK ini adalah :
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah.
Permendagri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman
Perencanaan Kawasan Perkotaan.
Permendagri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang di Daerah.
Permendagri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peranserta
Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah.
Keputusan Presiden No.57 Tahun 1989 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
327 Tahun 2002 tentang Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang
Penataan Ruang.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
Kepmendagri Nomor 59 Tahun 1987 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Permendagri Nomor 2 Tahun 1987 tentang
Penyusunan Rencana Kota.
Kepmen Pemukiman & Prasarana No.327/KPTS/M/2002 tentang
Penetapan Enam Pedoman Penataan Ruang.
Perda 3 tahun 2007 tentang RTRW Kota Surabaya
RDTRK Unit Pengembangan Kota Surabaya tekait,
Peraturan Perundangan lain yang terkait, antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya
c. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang
Kepariwisataan.
d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman
e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya
f. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan
g. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
h. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
i. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
j. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara
k. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air
l. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
m. Ueraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang
Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah
n. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol
o. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
p. Kegiatan yang wajib di lengkapi dengan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup
q. Dan lain-lain
3.2 KERANGKA METODOLOGI
Penyusunan Rencana Tata Ruang UD Bulak akan memperhatikan
latar belakang penyusunan, formulasi tujuan dan output-output
perencanaan sesuai dengan tuntutan kebutuhan di wilayah studi saat
ini maupun 20 tahun kedepan.
Dari tinjauan latar belakang potensi dan permasalahan, tujuan
dan output tersebut nantinya akan di kaji dan disesuaikan dengan
pendekatan perencanaan serta kebijakan-kebijakan terkait dengan
kegiatan pembangunan di Kota Surabaya khususnya yang berkaitan
dengan ruang lingkup UD Bulak-Kali Kedinding. Dari langkah-langkah
tersebut dan menggunakan metode analisa sesuai dengan output yang
diharapkan maka akan diperoleh arahan-arahan “Rencana Tata Ruang
Kecamatan” yang meliputi berbagai aspek (fisik, rencana guna lahan,
sosial, ekonomi, transportasi, pariwisata, utilitas, fasilitas, konservasi
dsb).
Analisis Deskriptif
Analisis Evaluatif
1. Analisis Kesesuaian Lahan2. Analisis Sarana dan Utilitas3. Tata Bangunan dan Lingkungan4. Sistem Mitigasi Bencana5. Kegiatan Pelanggaran Zonasi
Kerangka PemikiranPENDAHULUAN
MERUMUSKAN
Tinjauan pustaka/studi literatur, penelitian terdahulu, artikel, internet, dan koran
SURVEY PRIMER1. Teknik observasi lapangan :
Untuk mengetahuai kondisi dan karakteristik wilayah perencanaan
2. Teknik komunikasi langsung/ wawancara :Dilakukan kepada pihak instansi, akademisi, dan masyarakat setempat
3. Pengisian kuisioner :Untuk mengetahui aspirasi dan harapan dari warga masyarakat dan stakeholder yang terlibat
SURVEY SEKUNDER1. Survei pustaka :
▪ Tinjauan pustaka mengenai pariwisata sesuai dengan penelitian.
▪ Penelitian terdahulu.2. Survei instansi :
( Bapekkab, , BPN, BPS, Dinas terkait lainnya ) ▪ RTRW Surabaya▪ RIPP Surabaya▪ RDTRK UD Bulak – Kali kedinding▪ Kebijakan terkait
PENGUMPULAN DATA
RTRK UD Bulak – Kali Kedinding
KOMPILASI DAN ANALISIS DATA
Output
Analisis
Pengumpulan Data
Pendahuluan
Isu Pokok/ Masalah
Analisis Karakeristik Wilayah Studi1. Fisiografi2. Kependudukan3. Struktur ruang kawasan
Analisa Potensi Masalah1. Aktifitas kawasan2. Prospek pengembangan3. Aspirasi masyarakat
Analisis Development1.
Rencana Kawasan1. Rencana Penataan
Fisik, Sosial, Ekonomi Kawasan
2. Rencana Pengembangan Kawasan Strategis
Arahan Pemanfaatan Ruang1. Prioritas
Pengembangan2. Indikasi Program
Arahan Pengendalian Ruang1. Peraturan Zonasi2. Perijinan3. Insentif dan Disinsentif
3.3 METODE PENDEKATAN
Untuk mencapai maksud dan tujuan penyusunan RTRK UD
Bulak-Kali Kedinding maka metode pendekatan yang akan digunakan
adalah :
a. Review tehadap Kebijakan Pembangunan Makro
Dimaksudkan untuk mengetahui strategi dan kebijakan pembangunan
wilayah makro yang terkait dengan prospek pengembangan di wilayah
perencanaan (yang mempunyai pengaruh pada wilayah perencanaan),
antara lain :
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah ( RPJPD )
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD )
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi maupun Kabupaten.
Dokumen Perencanaan Pembangunan lingkup lokal dan regional.
Berbagai Perencanaan Sektoral yang terkait dengan
wilayah perencanaan.
b. Keterpaduan perencanaan dan atas ke bawah ( Top Down ) dan dari
bawah ke atas ( Bottom Up )
Yaitu dengan merangkum dua arah pendekatan perencanaan dari atas
ke bawah sebagai penurunan kebijakan pembangunan baik dari tingkat
Pusat (Nasional) maupun Regional yang dipadukan dengan kebijakan
pembangunan dan bawah atau lokal dengan mengakomodasikan
sumber daya lokal yang tersedia setelah dianalisis kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangannya.
c. Perencanaan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Yaitu perencanaan ini hams bertumpu pada kekuatan sendiri dan
bermuara pada terciptanya kemandirian dalam mewujudkan ketahanan
dalam menghadapi semua tantangan, menkonsolidasikan semua hasil
pembangunan yang telah dicapai serta mengembangkannya dimasa
mendatang secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
d. Pendekatan Masyarakat ( Community Approach )
Yaitu melalui penyerapan aspirasi masyarakat baik yang dilakukan
dengan cara dialog dengan masyarakat, juga dengan cara penyebaran
daftar isian / questioner.
e. Kesesuaian Spatial Antar Wilayah
Yaitu kesesuaian perencanaan fisik dengan wilayah sekitarnya, serta
wilayah dengan skala lebih luas secara regional atau nasional sehingga
terjadi sinergi antar wilayah yang saling menunjang.
f. Perencanaan Komprehensif
Beberapa karakteristik dari format comprehensive plan adalah :
Bersifat Comprehensive, produk rencana meliputi seluruh unsur
geografis dari komunitas dan seluruh elemen lainnya yang bertumpu
pada pengembangan fisik lahan.
Produk rencana berisi rumusan-rumusan kebijakan-kebijakan dan
usulan-usulan pembangunan seperti peruntukan lahan, penetapan
fasilitas yang melayani kominitas kota/desa, pola dan jaringan sirkulasi
3.4 METODE PENGAMBILAN DATA
3.4.1 Survey Sekunder (Survey Instansional)
Survey sekunder yang dilakukan ke beberapa instansi beserta
data yang diperlukan disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Kebutuhan Jenis Data Untuk Survey Sekunder
NO DINAS DATA
1. BAPPEDA
Surabaya
RTRW Surabaya
Renstra Surabaya
Data PAD, PDRB dan APBD
Properda
Polda
RPJMD
Peta Surabaya
Peta garis wilayah studi
Peta topografi, guna lahan, jenis tanah,
hidrologi dan iklim
Peta SDA
Organisasi aparatur pelaksana pembangunan
NO DINAS DATA
kota, tata kerja, dan personalia
Dasar hukum, Peraturan Daerah, dan Peraturan
Perundang – undangan Pemerintah Tentang
Pelaksanaan Pembangunan
Pembiayaan Pelaksanaan Rencana/
Pembangunan
2. PU Data jalan dan Peta Jalan
Data tentang panjang dan lokasi sungai
Panjang, lebar dan lokasi jaringan jalan
arteri
Panjang, lebar dan lokasi jaringan jalan
kolektor
Panjang, lebar dan lokasi jaringan jalan
lokal
Progam Rencana PU yang
berhubungan dalam pengembangan jalan dan
sungai
Data tentang sistem drainase primer,
sekunder, tersier beserta peta
3. BPS Surabaya Dalam Angka (timr series 5 tahun)
Kecamatan Dalam Angka (time series 5 tahun)
4. TELKOM Jumlah dan lokasi stasiun telepon otomatis
Jumlah dan lokasi rumah kabel dan kotak
pembagi
Panjang dan lokasi jaringan kabel sekunder
Panjang dan lokasi jaringan telepon seluler
Lokasi telepon umum
Jumlah Pelanggan
Kebijakan dan Rencana Pengembangan Jaringan
Telekomunikasi
5. PLN Jumlah dan lokasi bangunan pembangkit
Jumlah dan lokasi gardu induk tegangan ekstra
tinggi
Jumlah dan lokasi gardu induk dan kapasitas
daerah yang terlayani
Jumlah dan lokasi gardu distribusi
Kapasitas terpasang
Jumlah pelanggan
NO DINAS DATA
Panjang Jaringan Transmisi dan Distribusi
Kondisi Jaringan Listrik meliputi:
Penerangan jalan
Daya
Titik sambungan
Kebijakan dan Rencana Pengembangan Jaringan
Listrik
6. DINAS
PERTANIAN
Jenis, luas dan lokasi pertanian
Jenis dan Hasil pertanian tiap tahun
Kebijakan dan rencana Pengembangan Sektor
Pertanian
Data Kelas Lahan Pertanian
7. DINAS
PERHUBUNG
AN
Jumlah dan lokasi terminal penumpang
Jumlah dan lokasi terminal barang
Jenis lokasi trayek angkutan penumpang dan
lokasinya
Jaringan lintas angkutan barang dan lokasinya
Data Kelas Jalan
8. PDAM Jumlah dan lokasi bangunan pengambil air baku
Jumlah dan lokasi bak penampung
Panjang, diameter dan lokasi pipa transmisi air
baku intalasi produksi
Panjang, diameter dan lokasi pipa transmisi air
bersih
Panjang, diameter dan lokasi pipa distribusi
sekunder/distribusi hingga blok peruntukkan
Lokasi hidran
Lokasi kran umum
Sumber – sumber air bersih
Sistem pelayanan dan distribusi air bersih
Jumlah Pelanggan
Kondisi jaringan
Kebijakan Pengembangan Jaringan Air bersih
9. DINAS
LINGKUNGAN
Luas dan Lokasi Taman di UD Kali Kedinding
Luas dan lokasi MCK di UD Bulak-Kali
Kedinding
Jalur truk sampah
Luas dan lokasi (tempat pembuangan
NO DINAS DATA
sementara) TPS dan TPA (Tempat Pembuangan
Akhir)
Kebijakan Penanganan Sampah
Manajemen Persampahan
Sistem Pengangkutan Sampah
10. KANTOR
KELURAHAN
Monografi Kelurahan/ Desa
Profil Kelurahan/ Desa
Peta Desa/ Kelurahan
3.4.2 Survey Primer (Survey Lapangan)
Sedangkan kebutuhan data yang dilakukan dalam survey primer
atau survey lapangan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Kebutuhan Jenis Data Untuk Survey Primer
N
O
JENIS
SURVEY
KETERANGAN
1. Penggunaan
Lahan
Lahan peumahan dan permukiman
Lahan perdagangan
Lahan industri
Lahan pendidikan
Lahan kesehatan
Lahan peribadatan
Lahan rekresi
Lahan lapangan olah raga
Fasilitas sosial lainnya
Lahan perkantoran pemerintah dan
niaga
Lahan terminal angkutan, stasiun dan
pelabuhan
Lahan kawasan pertanian
Lahan pemakaman
Lahan tempat pembuangan akhir (TPA)
Kawasan resapan air
Kawasan sempadan sungai, pantai serta
terbuka hijau,
kawasan lindung bukit/gunung
2. Intensitas
Bangunan
KDB
KLB
Tinggi lantai bangunan
GSB
GMB
3. Sarana
Jenis
Jumlah
Daya
tam
pun
g
Radius
pencapaian
Luas persil
Kondisi
Perdagangan
Pendidikan
Kesehatan
Peribadatan
Rekreasi
Fasum
Fasilitas sosial)
N
O
JENIS
SURVEY
KETERANGAN
Lokasi
4. Prasarana
Ukuran
Panjang
Kondisi
Lokasi
Telepon umum
Hidran
Kran umum
TPA
TPS
MCK Umum
Saluran drainase (primer, sekunder,
tersier)
Jaringan jalan (arteri, kolektor, lokal,
lingkungan)
3.5 METODE TEKNIK ANALISIS
Pada prinsipnya, metode-metode analisis dalam penyusunan
suatu rencana dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu metode
analisis kuantitatif dan metode analisis kualitatif. Kedua macam
metode tersebut apabila dibandingkan, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangannya, serta keduanya bisa saling melengkapi
satu sama lainnya. Penggunaan metode-metode analisis tersebut
tergantung pada tujuan dan hasil yang dibutuhkan, serta kondisi dan
kelengkapan data yang diperoleh. Dalam melakukan analisis-analisis
tersebut, digunakan beberapa metode seperti yang akan dijelaskan
berikut:
3.5.1 Analisis SWOT
Analisa SWOT digunakan untuk penelaahan terhadap kondisi
fisik, ekonomi dan sosial wilayah perencanaan serta struktur ruang dan
kelembagaan. Dari penelaahan terhadap rona wilayah tersebut
dihasilkan potensi dan masalah pengembangan wilayah tersebut, yang
digunakan untuk menentukan arah pengembangan tata ruang. Analisa
SWOT menggunakan matrik sebagai berikut:
Tabel 3.3 Matrik SWOT
Internal
Audit
External Environment
Strength
(S)
Kekuatan
Weakness
(W)
Kelemahan
Opportunity (O)
KesempatanSO WO
Threat (T)
AncamanST WT
Keterangan:
SO, memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk meraih
peluang.
ST, memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk
mengantisipasi/ menghadapi ancaman (T) dan berusaha secara
maksimal manjadikan ancaman menjadi peluang.
WO, meminimalkan kelemahan (W) untuk meraih peluang (O).
WT, meminimalkan kelemahan (W) untuk menghindari secara lebih
baik dari ancaman (T).
3.5.2 Analisis Kependudukan
Perencanaan yang disusun untuk penduduk tidak dapat lepas
dari perkiraan perkembangan penduduk di masa yang akan datang.
Analisis kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri
perkembangan suatu daerah atau kota. Data penduduk masa lampau
sampai tahun terakhir sangat diperlukan dalam memproyeksikan atau
memperkirakan keadaan di masa yang akan datang.
Analisis kependudukan meliputi:
1. Analisis Kebijaksanaan Kepadatan Penduduk
Kebijaksanaan mengenai kepadatan penduduk ditetapkan
berdasarkan analisis perbandingan hasil perhitungan jumlah
penduduk eksisiting terhadap luas wilayah yang kemudian
diperbandingkan lagi terhadap standar kepadatan penduduk
sebagai berikut:
Tabel 3.4
Standar Tingkat Kepadatan Penduduk
Jenis
Kepadatan
Jumlah
Penduduk /
Luas Wilayah
(Jiwa/Km2)
Tinggi
Sedang
Rendah
100-150
50-100
10-50
Pendistribusian penduduk dilakukan menurut luas pembagian
kawasan.
Keterangan : KP = kepadatan penduduk
2. Proyeksi Penduduk
Dalam analisis masalah kependudukan terdapat beberapa metode
dan model yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam
memproyeksikan jumlah penduduk pada masa yang akan datang.
Beberapa metode analisis kuantitatif yang mungkin dapat
dipergunakan adalah:
a. Metode Bunga Berganda
Dalam metode ini diperkirakan jumlah didasarkan atas adanya
pertambahan penduduk pada tahun sebelumnya yang relatif
berganda dengan sendirinya.
Dimana:
Pt : jumlah penduduk pada tahun t
Po : jumlah penduduk awal
R : laju pertumbuhan rata-rata
N : tahun
b. Metode Kurva Polinomial
KP = Penduduk / Luas
Pt = Po ( 1 + r ) n
Asumsi dalam metode ini adalah kecenderungan dalam laju
pertumbuhan penduduk dianggap tetap atau dengan kata lain
hubungan masa lampau digunakan untuk memperkirakan
perkembangan yang akan datang.
Dimana :
Pt : Jumlah penduduk pada tahun dasar.
Pt – Q : Jumlah penduduk pada tahun (t – Q)
Q : Selang waktu pada tahun dasar ke tahun (t – Q)
b : Rata-rata pertambahan jumlah penduduk tiap tahun
bn : Tambahan penduduk n tahun
c. Metode Regresi Linear
Metode ini merupakan penghalusan metode polinomial karena akan
memberikan penyimpangan minimum atas data masa lampau.
Dimana :
Pt : Jumlah penduduk daerah yang diselidiki pada tahun t.
X : Nilai yang diambil dari variabel bebas
a,b : Konstanta
Nilai a dan b dapat dicari dengan metode selisih kuadrat minimum
yaitu:
Keterangan:
N : Jumlah tahun data pengamatan
Sehingga untuk kepentingan proyeksi rumus matematis regresi
linier atau ektrapolasi, menjadi :
3.5.3 Analisis Perekonomian
Pt = a + b X
a = P 2 – P XP N 2 – ( X)2
b = N XP – X P N 2 – ( X)2
Pt + U = a + b Xt
Pt – Q = Pt – b (Q)
Analisis perekonomian meliputi kecenderungan perkembangan
tiap sektor kegiatan ekonomi dalam hal kapasitas investasi,
produktivitas, dan sifat-sifat kegiatan dan perkiraan kebutuhan
investasi di masa kini dan masa mendatang.
Analisis ekonomi yang digunakan adalah Analisis Basis Ekonomi
(Economic Base). Economic Base digunakan untuk mengetahui sektor
basis dari suatu daerah. Dengan Rumus :
c = s . l
keterangan :
Y = total income
x = pendapatan sektor basis
1/ (1-C) = economic multiplier
c = propensity to consume
s = pendapatan yang dibelanjakan untuk sektor non- base
I = pendapatan yang dibelanjakan untuk sektor base
Tabel 3.
Model Penilaian Potensi Pengembangan Usaha Jasa / Perdagangan
No Variabel Penilaian/ketersesiaan Skor
1 Prasarana perhubungan darat
tidak ada sama sekaliada jalan kabupaten/regional, kondisinya
rusakada jalan regional dengan kondisi baikada salah satu dari prasarana perhubungan
darat (terminal, jalan, stasiun kereta api)
1246
2 Prasarana perhubungan laut sungai
tidak adaada
16
3 Prasarana perhubungan udara
tidak adaada
16
4 Sarana transportasi(laut /darat/sungai/udara)
tidak ada sama sekaliada lkotok/sampanada kendaraan umum roda 3 atau roda 2 atau
motor tempelada salah satu atau lebih sarana transportasi
1. kendaraan umum roda 4
024
6
No Variabel Penilaian/ketersesiaan Skor
1. kereta api1. kapal laut1. pesawat udara
5 Prasarana air bersih
tidak ada sama sekalihanya ada penampungan air hujan (PAH)ada sumur gali / mata airada sumur pompa atau perpipaan atau PAM
0135
6 Prasarana listrik tidak adaada listrik desaada PLN
036
7 Sarana telpon tidak adaada telepon umumada wartel/kios telepon/telepon pribadi
036
8 Pasar tidak adaada pasar regional
05
9 Pertokoan kurang dari 2 buah2 - 5 buahlebih dari 5 buah
135
10 Prasarana rekreasi/hiburan
tidak adaada
13
11 Peta tata ruang wilayah/kabupaten
tidak adaada, belum dilaksanakanada, sudah / baru sebagian dilaksanakan
035
12 Orbitasi Waktu tempuh ke ibukota kabupaen/kotalebih dari 10 jam8 - 10 jam5 - 7 jam3 - 4 jamkurang dari 3 jam
12345
13 Persentase pemilik usaha jasa/perdagangan dengan jumlah penduduk seluruhnya
kurang dari 1 %1 - 2 %3 - 4 %lebih dari 4 %
0357
14 Lembaga keuangan
tidak ada1 - 23 atau lebih
035
Jumlah Skor 77Sumber : Dirjen Banngdes
Hal ini menunjukkan bawah semakin tinggi skor dari variabel-varial
semakin potensi untuk dikembangkan kegiatan tertentu.
3.5.4 Analisis Struktur Pelayanan Kegiatan Bagian
Wilayah Kota
Dalam memacu pertumbuhan dan perkembangan secara
menyeluruh diperlukan kebijaksanaan yang merata. Karena tidak
samanya atau tidak meratanya potensi dan kemampuan dari wilayah
yang ada maka perlunya ditetapkan batas-batas wilayah
pengembangan yang dapat dilakukan secara terpadu dan
berkelanjutan sehingga antara satu daerah dengan daerah lainnya
atau satu kawasan dengan kawasan lainnya dapat dikurangi.
Untuk menciptakan struktur yang efisien, maka diperlukan
penataan dan pengalokasian berbagai kegiatan perkotaan dan
perdesaan. Proses tersebut didahului dengan penetapan kawasan-
kawasan, bagian-bagian wilayah kota serta unit lingkungan agar
perkembangan kota nantinya dapat berjalan secara simultan. Adapun
dasar pertimbangan wilayah kota yang ditetapkan adalah
mempertimbangkan metode perencanaan yang mencakup nilai dan
status ruang dengan petunjuk dan alasan perencanaan fisik serta
ketentuan nilai dan status ruang itu sangat tergantung pada faktor-
faktor nilai dan harga tanah serta faktor pemilikkan tanah, demikian
pula halnya dengan keadaan nilai status ruang dibagian wilayah kota
perencanaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai dan harga tanah
adalah prasarana dan sarana pembentuk elemen perkotaan yang
tersedia dimana tanah-tanah tersebut terletak seperti adanya fasilitas
ekonomi, listrik, jalan dan kemudahan fasilitas kota lainnya yang ada.
A. Analisis Struktur Pertumbuhan/Pelayanan
Struktur pertumbuhan dan pelayanan dalam suatu kawasan
ditentukan berdasarkan pusat pertumbuhan dan pelayanannya.
Pertama-tama dipilih suatu kawasan sebagai pusat pertumbuhan BWK.
Kemudian berjalan ke titik berikutnya yang hirarkinya lebih rendah.
Sistem ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk mendistribusikan
pelayanan barang dan jasa bagi masyarakat.
Perbedaan potensi setiap calon-calon pusat pertumbuhan
menunjukkan bahwa tidak semua calon pusat dapat dikategorikan
sebagai pusat pertumbuhan. Untuk mengukur tingkat potensi
dilakukan penilaian terhadap setiap calon pusat.
Kriteria penilaian yang dilakukan sedapat mungkin mencerminkan
besarnya potensi tiap calon pusat pertumbuhan itu. Kriteria yang
dimaksud adalah :
Kelengkapan fasilitas pusat.
Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi dapat dipakai sebagai alat
indikasi pengukuran tingkat perkembangan pusat karena dapat
memperlihatkan besar kecilnya suatu daerah (dengan melihat
jumlah fasilitas yang dimilimi oleh suatu daerah).
Jarak antar sub pusat dengan pusat.
Salah satu cara untuk menentukan suatu wilayah sebagai pusat
pertumbuhan adalah dengan menghitung jarak atau
aksesibilitas.
Jumlah penduduk tiap kawasan
B. Analisis Kebutuhan Sarana Perkotaan
Ada beberapa metode pendekatan untuk memenuhi masyarakat
dalam hal pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan sarana
perkotaan. Pendekatan lokasi dapat didekati melalui sistem
perwilayahan yaitu mengenai jenis pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan tingkat kewilayahannya.
Kemampuan berkembangnya suatu wilayah kota dapat
ditunjukkan dengan adanya sistem penyebaran maupun kelengkapan
dan kapasitas pelayanan dari fasilitas sosial, antara lain berupa
fasilitas–fasilitas pendidikan, peribadatan, perbelanjaan, perkantoran,
rekreasi, ruang terbuka (jalur hijau) serta fasilitas perkotaan lainnya.
Perkembangan penduduk tanpa diimbangi dengan pengadaan dan
penyebaran fasilitas yang memadai akan menimbulkan aspek-aspek
negatif pada kehidupan penduduknya.
Secara ringkas skala pelayanan, standar kebutuhan luas lantai
dapat dilihat pada tabel berikut :
1. Standar Kebutuhan Sarana Perkotaan
Standar kebutuhan sarana perkotaan sesuai dengan Petunjuk
Perencanaan Kawasan Perumahan Kota Departemen Pekerjaan
Umum tahun 1987 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.5
Standar Kebutuhan Sarana Perkotaan
Jenis Fasilitas
Jumlah Penduduk
yang dilayani
Kebutuhan
KETERANGANLuas lantai (m2)
Luas Lahan (m2)
Pendidikan1. Taman
Kanak-kanak
Min. 1000 252 atau 15m2 /murid
1200 - 2Rg Kelas @35-40- Radius max 500m
2. Sekolah Dasar
Min 1600 400-60 3600 - 6 Rg kelas@ 30murid- Radius max 500mm
3. SLTP Min 4800 Umum : 2700Khusus: 2551
Umum : 2700Khusus : 5000
- 3 Rg kelas @30murid- KDB umum 60- KDB khusus 50%
4. SLTA Min 4800 Umum : 1514Khusus : 2551
Umum : 2700Khusus : 5000
- 3 Rg kelas @ 30 murid - KDB umum : 60%- KDB khusus : 50%
Peribadatan1. Masjid 2500 - 15002. Musholla 500 - 10003. Gereja - 1,2m2/orang 1000Kesehatan1. Puskesmas 30000 - 12002. Puskesmas
pembantu15000 150 300
3. BKIA/ R.bersalin
10000 - 1000 Radius 2000m
4. Apotik 10000 - 3005. Praktek
dokter5000 - 100 Bersatu dg. Rumah
tanggaPerdagangan1. Warung 250 - 1002. Pusat
Pertokoan Kecil
2500 - 1500
Rekreasi1. Taman
Bermain250 - 250 Anak umur 5-14 th
2. Taman & olah raga
2500 - 2500 Remaja umur 10-17 th
3. Jalur hijau - - - 6% luas terbangunKebudayaan1. Balai
pertemuan2500 - 400
2. Gedung 5000 - 1000
Jenis Fasilitas
Jumlah Penduduk
yang dilayani
Kebutuhan
KETERANGANLuas lantai (m2)
Luas Lahan (m2)
serba guna3. Bioskop 30000 - 2000Umum1. Pos
keamanan250 - 10
2. Pengumpul sampah
2500 - - 10 m3
3. Halte 2500 - 400Sumber : Standard Perencanaan Permukiman Perkotaan Dep. PU
2. Model Perhitungan Tingkat Pelayanan Fasilitas
Tingkat pelayanan fasilitas umum adalah kemampuan suatu jenis
fasilitas di dalam melayani kebutuhan penduduknya. Dalam hal ini,
fasilitas umum yang memiliki tingkat pelayanan 100% mengandung
arti bahwa fasilitas tersebut memiliki kemampuan pelayanan yang
sama dengan kebutuhan penduduknya. Untuk mengetahui
kelengkapan fasilitas umum suatu kota, dihitung tingkat pelayanan
dengan rumus:
Keterangan :
T.Pij = Tingkat Pelayanan Fasilitas i di kota j
aij = Jumlah Fasilitas i di kota j
bj = Jumlah Penduduk di kota j
cis = Jumlah fasilitas i per satuan penduduk menurut standar kota
yang dipergunakan
Melalui perhitungan diatas, dapat diketahui tingkat pelayanan
setiap fasilitas kecuali untuk fasilitas peribadatan. Khusus untuk
menghitung tingkat pelayanan fasilitas peribadatan, jumlah
penduduk kota j (bj) diganti oleh jumlah penduduk menurut agama
di kota tersebut.
3. Standar Perumahan Menurut KIP ( Kampung Improvement
Program)
x100%c
/baT.P
is
jijij
Standar Perumahan untuk 1 ha adalah terdiri dari 50 unit rumah
Rendah : 50 Unit/ha
Sedang : 100-150 unit/ha
Tinggi : > 300 unit/ha
Pengembangan perumahan dilakukan dengan kriteria perbandingan
antara perumahan kavling besar terhadap kavling sedang dan
terhadap kavling kecil, yaitu 1:3 :6. Dengan luas masing-masing
kavling:
Kavling kecil ≤ 200 m2
Kavling sedang 201-300 m2
Kavling besar 300 - ≥500 m2
Analisis Kebutuhan Sarana
C. Analisis Skala Pelayanan Fasilitas
Untuk skala pelayanan fasilitas dapat di tentukan dengan
struktur kegiatan yang ada dan kecenderungan penyebarannya. Untuk
itu struktur kegiatan kota dibagai menjadi 3, yaitu
1. Kegiatan fungsi primer
Kegiatan ini penekannya lebih banyak ditujukan untuk memberikan
pelayanan pada skala regional antara lain :
Perdagangan
Pasar regional (wilayah)
Industri dan pergudangan
Terminal penumpang
Terminal Barang
2. Kegiatan fungsi sekunder
Kegiatan ini penekannya lebih diarahkan untuk memberikan
pelayanan yang berskala kota. Kegiatannya meliputi :
Pendidikan
Peribadatan
Perdagangan lokal
Kesehatan
Rekreasi dan olah raga
Jasa dan lainnya
Pemerintahan dan pelayanan umum
3. Kegiatan fungsi lokal
Pendidikan dasar dan TK
Peribadatan dan musholla
Pos kesehatan
Warung dan toko
Ruang terbuka dan taman
D. Analisis Sistem Jaringan Pergerakan Kota
Sistem transportasi yang ada didarat dalam kelancarannya adalah
menggunakan prasarana yang ada, dimana definisi dari jalan itu sendiri
adalah kesatuan sistem jaringan yang mengikat dan menghubungkan pusat-
pusat pengembangan dengan wilayah yang ada pengaruhnya dalam suatu
hubungan hierarki. Adapun perencanaan ataupun penataan yang dilakukan
terhadap jalan tersebut didasarkan atas komponen berikut ini :
a. Aksesibilitas
Jarak pencapaian suatu daerah ke daerah lainnya dimana semakin tinggi
aksebilitas suatu daerah dengan daerah lainnya maka akan semakin cepat
pula proses perkembangannya begitu pula sebaliknya. Adapun indikator
yang menunjang diantaranya adalah arah perkembangan atau pergerakan
penduduk. Untuk mengukur nilai aksebilitas digunakan rumus matematis
sebagai berikut :
Keterangan :
Ai : Nilai aksebilitas
K : Kondisi jalan aspal (aspal, perkerasan dan tanah)
F : Fungsi jalan (arteri, kolektor dan lokal)
T : Fungsi dari jenis pergerakan (regional, lokal) dan trayek
pergerakan yang melayaninya.
: Jarak
Nilai F, K dan T diberi bobot
Sedangkan untuk mengukur indeks aksebilitas menggunakan rumus
matematis sebagai berikut :
Keterangan :
Ai : Nilai aksebilitas
Ej : Ukuran aktivitas (dapat menggunakan ukuran antara lain jumlah
penduduk usia kerja
dij : Jarak tempuh (waktu/uang)
b : Parameter
Perhitungan parameter b menggunakan grafik regresi linier, yang
diperoleh berdasarkan perhitungan :
Ketarangan :
K : Kondisi jalan
T : Total individu trip
P : Jumlah penduduk suatu daerah
Keterangan :
Tij : Hipotheticaltrip volume
Pipj : Jumlah penduduk didaerah i dan j
: Jumlah penduduk diseluruh daerah
b. Hierarkhi jalan
Tingkat fungsi jalan dalam melayani pergerakan lalu lintas yang ada pada
suatu kawasan dengan pusat kawasan atau dengan daerah lainnya yang
ada disekitar kawasan.
Interaksi Transportasi Dalam Tata Ruang
c. Analisa Jaringan Jalan
Pengembangan sistem transportasi berupa transportasi jalan raya
digunakan :
Untuk mempertegas fungsi jalan eksisting yang tidak sesuai dengan
fungsi jalan.
Untuk merangsang perkembangan daerah baru dengan
direncanakannya jalan baru.
Untuk menghindari adanya jalan-jalan baru yang tidak terencana maka
diperlukan penegasan hirarkhi jalan sampai jalan lokal.
Bagi kawasan yang rawan macet, maka diperlukan pengaturan
sirkulasi lalu lintas dan pelebaran sesuai dengan kebijaksanaan
masing-masing.
Untuk memberi rasa aman, nyaman bagi pengguna jalan baik
pengemudi kendaraan maupun pejalan kaki.
Adapun konsep pengembangan transportasi menurut UU No. 38 tahun 2004
adalah sebagi berikut:
Klasifikasi jalan raya, menurut undang-undang N0. 38 tahun 2004:
Jalan Arteri
Jalan Kolektor
Jalan Lokal
Sistem jaringan jalan membentuk satu kesatuan dan terdiri dari sistem
jaringan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam
hubungan hirarki.
Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 03-6967-2003 tentang
Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan maka
telah ditentukan persyaratan klasifikasi jalan menurut peranan jalan yaitu :
a) Jalan arteri primer
Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60
km/jam dan dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter;
Mempunyai kapasitas lebih besar daripada volume lalu-lintas
rata-rata;
Lalu-lintas jalan arteri primer tidak boleh diganggu oleh lalu-
lintas ulang alik, lalu-lintas lokal dan kegiatan lokal, untuk itu
persimpangan pada jalan ini perlu diatur;
Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi;
Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota
dan desa;
RUWASJA tidak kurang dari 20 meter.
b) Jalan kolektor primer
Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40
km/jam dan lebar badan jalan tidak kurang dari 7 meter;
Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari
volume lalu-lintas rata-rata;
Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki
desa;
RUWASJA tidak kurang dari 15 meter.
c) Jalan lokal primer
Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20
km/jam dan dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 6 meter;
Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa;
RUWASJA tidak kurang dari 10 meter.
d) Jalan arteri sekunder
Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30
km/jam dan dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter;
Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari
volume lalu-lintas rata-rata;
Pada jalan arteri sekunder lalu-lintas cepat tidak boleh
terganggu oleh lalu-lintas lambat; untuk itu persimpangan pada jalan
ini perlu diatur.
e) Jalan kolektor sekunder
didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20
km/jam dan dengan lebar jalan tidak kurang dari 7 meter;
RUWASJA tidak kurang dari 7 meter.
f) jalan lokal sekunder
didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
10km/jam dan dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 5 meter;
persyaratan teknis seperti di atas diperuntukkan bagi
kendaraan beroda tiga atau lebih;
jalan lokal sekunder yang tidak diperuntukkan bagi
kendaraan beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan
tidak kurang dari 3,5 meter;
RUWASJA tidak kurang dari 4 meter.
Gambar :
Sistem jaringan jalan primer
Keterangan:
hirarki kota-kota dihubungkan oleh masing-masing fungsi jalan, dalam gambar diwakili oleh garis yang menghubungkan masing-masing hirarki kota berikut dengan fungsi jalan yang menghubungkannya
Gambar :
Sistem jaringan jalan sekunder
Keterangan:
Hirarki kawasan dihubungkan oleh masing-masing fungsi jalan, dalam gambar diwakili oleh garis yang menghubungkan masing-masing hirarki kawasan berikut dengan fungsi jalan yang menghubungkannya.
Selain itu sebagai penunjang sistim transportasi, penanganan parkir sangat
erat kaitannya pemanfaatan ruang jalan yang optimal untuk pelayanan arus
lalulintas. Untuk ruas-ruas jalan dengan "movement function" secara
bertahap harus dibebaskan dari beban parkir. Tahapan pembebasan parkir
untuk jalan kota dengan "movement function" didasarkan pada bentuk
geometrik jalan (tampang jalan) dan besar volume lalu lintas yang lewat.
d. Analisis Pola Jaringan Jalan
Dalam pengembangan jaringan jalan baru terdapat beberapa sistem
jaringan jalan yang dapat digunakan. Sistem sirkulasi/jaringan jalan tersebut
dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, sistem grid, radial, linier,
kurva – linier, serta beberapa kombinasi diantaranya.
Sistem Grid
Sistem grid biasanya terjadi
karena adanya
perpotongan jalan yang sama
tegak lurus satu sama lain
dengan lebar jalan yang rata-
rata sama. Biasanya
digunakan pada lahan yang
datar atau sedikit
bergelombang, dan tidak jarang
penerapannya kurang baik, serta menghasilkan pemandangan yang
monoton atau penanganan topografi yang kurang simpatik. Mengingat
bahwa sistem grid mudah diikuti karena orientasinya mudah, maka sistem
grid bisa digunakan untuk mendistribusikan arus lalu lintas yang kompleks
apabila tingkatan keras (hierarki) jalan telah ditetapkan. Karena hierarki
ini sering diabaikan maka sering pula mengakibatkan terjadinya kepadatan
atau kekacauan lalu lintas dibeberapa jalan arteri. Dengan jalan
membengkokkan, “mempluntir” berbagai ukuran blok untuk meyesuaikan
sebagian dari Grid tersebut sedemikian sehingga cocok dengan
topografinya dan dengan menetapkan hierarki arus lalu lintas pada jalan-
jalan tersebut, maka pola sirkulasi yang lebih menarik dan berfungsi
dengan baik bisa dicapai .
Sistem Radial
Suatu sistem radial
mengarahkan arus lalu lintas
menuju suatu pusat umum yang padat
dengan berbagai aktivitas,
namun, pusat tersebut dapat
tumbuh sedemikian sehingga sukar
diatur. Karena pusat itu bersifat tetap
dan kaku sehingga sukar diubah, maka
sistem ini tidak seluwes sistem grid.
Untuk mengatasi hal tersebut dibeberapa tempat di bagian luar daerah
pusat sering ditambah dengan sistem ring. Sistem ring dapat memberi
kesempatan jalan keluar bagi arus lalu lintas yang bermaksud melewati
daerah pusat tersebut.
Sistem Linier
Pada dasarnya sistem linier merupakan pola garis lurus yang
menghubungkan dua titik penting, misalnya jalur rel kereta api, kanal
atau terusan, jalan raya antar kota, dan sebaginya. Mengingat sifatnya,
sistem ini cenderung mudah mengalami kepadatan atau kemacetan lalu
lintas. Untuk mengatasinya diadakan suatu penyaluran yang dikenal
dengan sistem loop, suatu jalan “melambung” yang keluar dari jalur
utama disuatu titik untuk kemudian kembali lagi masuk kejalur utama tadi
di titik yang lain.
Sistem Kurvalinier
Sistem
Kurvalinier
merupakan
gabungan dari pola garis
lurus dan garis lengkung, yang memanfaatkan topografi, dengan cara
mengikuti bentuk lahan sedekat mungkin. Sistem ini sangat erat
hubugannya dengan lalu lintas pada tingkat lokal dan mempunyai variasi
jalur-jalur jalan yang mudah disesuaikan dengan topografi. Pada sistem
kurvalinier jalan-jalan tembusnya lebih sedikit dibanding dengan sistem
grid. Cul - de - sac, atau jalan buntu yang mempunyai panjang maksimum
150 meter, sering digunakan. Hal-hal tersebut cenderung dapat
memperlambat laju lalu lintas. Dengan sistem kurvalinier, suasana jalan
menjadi lebih menari karena bervariasinya pemandangan, jenis seta
panjang jalan, dan mudahnya penyesuaian terhadap perubahan topografi.
Ternyata pembangunan unit perumahan yang direncanakan dengan
menggunakan sistem kurvalinier makin banyak.
Modifikasi Grid
Pola ini pada dasarnya dari pola grid yang dimodifikasi dengan
sistem loop ditengahnya atau pada kedua sisi. Pada bagian loop selain
memungkinkan untuk kawasan terbangun dan juga dapat digunakan
sebagai ruang terbuka hijau.
Cul De Sac
Pola ini dibuat dengan membuat pengelompokan pada satu pola
jaringan jalan secara tertutup. Pola ini akan efisien bila jaraknya
kurang dari 150 meter.
Loop
Pola ini dibuat dengan membuat sistem melingkar pada satu
ruas jalan. Seperti halnya dengan pola grid yang dimodifikasi, maka
sistem loop ini pada bagian tengahnya selain dapat digunakan sebagai
kawasan terbangun juga dapat digunakan untuk ruang terbuka hijau
e. Keterkaitan Antara Transport Dan Pola Penggunaan Tanah
Perlunya dikemukakan mengenai teori/konsep keterkaitan antara
transport dan pola penggunaan tanah ini dimaksudkan untuk dijadikan dasar
dalam mengidentifikasi dan menata pemanfaatan ruang di sepanjang koridor
jalan.
Tabel 6
Panduan Teknis Untuk Bidang Tata Ruang
Fungsi Jalan
Daerah JalanDiukur dari as Jalan
Garis Sempadan
Rumaja Rumija Ruwasja Pagar(dari as jalan)
Bangunan(dari pagar -
teritis)Arteri Primer dan Sekunder a. Perumahan (Rumah tinggal) 6.0 8.5 20.0 8.50 11.50b. Kegiatan usaha (industri, 6.0 8.5 23.9 8.50 15.40 perkantoran, kesehatan, perdagangan, gudang, dsb) c. Pendidikan 6.0 8.5 24.0 8.50 15.50Kolektor Primer dan Sekunder a. Perumahan (Rumah tinggal) 5.5 7.5 15.0 7.50 7.50b. Kegiatan usaha 5.5 7.5 18.9 7.50 11.40c. Pendidikan 5.5 7.5 18.0 7.50 10.50Lokal Primer dan Sekunder a. Perumahan (Rumah tinggal) 4.5 6.0 10.0 6.00 4.00b. Kegiatan usaha 4.5 6.0 13.9 6.00 7.90c. Pendidikan 4.5 6.0 12.0 6.00 6.00Lingkungan I a. Perumahan (Rumah tinggal) 2.75 3.25 5.0 3.25 1.75b. Kegiatan usaha 2.75 3.25 8.9 3.25 5.65c. Pendidikan 2.75 3.25 5.8 3.25 2.55Lingkungan II a. Perumahan (Rumah tinggal) 2 2.5 3,75 2.50 1.25b. Kegiatan usaha 2 2.5 7,65 2.50 5.15c. Pendidikan 2 2.5 4,55 2.50 2.05
GambarPanduan Teknis Perkerasan Jalan
1. Teori Pola Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan istilah dari pemanfaatan lahan pada suatu
kawasan atau daerah tertentu yang pemanfaatannya dilihat dari variabel
berikut:
- Letak
- Fisik tanah
- Jumlah prasarana
- Status tanah
- Iklim
2. Teori Penilaian Lahan
Penilaian lahan sangat dibutuhkan dalam menentukan prospek terhadap
tanah yang ada, dimana penilaian lahan adalah suatu metode yang
sistematis untuk menafsir nilai atau harga tanah. Dalam hal ini nilai tanah
dapat didefinisikan sebagai suatu pengukuran nilai tanah yang didasarkan
pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan
produktifitas dan strategi ekonomis.
Nilai tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok (menurut
Chappin), yakni:
Nilai keuntungan, yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi (nominal)
dan yang dapat dicapai dengan jual beli tanah pasaran bebas.
Nilai kepentingan umum, yang menghubungkan untuk kepentingan
umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat.
Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan dan
dinyatakan penduduk dengan perilaku yang berkaitan dengan
pelestarian, tradisi kepercayaan dan sebagainya.
Adapun faktor-faktor yang dapat menentukan nilai tanah pada satu
kawasan adalah:
Faktor fisik dasar (topografi, iklim, kondisi tanah),
Faktor fisik geografis (lokasi),
Faktor prasarana dan sarana yang ada.
Dengan adanya penilaian lahan ini, maka dapat diketahui nilai ekonomis
lahan pada kawasan-kawasan di sekitar akses jalan yang selanjutnya akan
mempengaruhi kecenderungan pemanfaatan ruang disekitarnya.
3. Teori Antara Transportasi Dengan Harga Tanah
Hubungan antara harga tanah dengan transportasi yaitu suatu
pemahaman mengenai hubungan antara transportasi dengan harga tanah
yang saling mempengaruhi baik positif maupun negatif. Adanya akses
transportasi pada satu kawasan akan menjadikan tanah di kawasan
tersebut menjadi menarik untuk digunakan karena memiliki nilai
ekonomis lebih tinggi. Akhirnya tanah tersebut menjadi berkembang dan
pada tahap perkembangan selanjutnya akan dibutuhkan penambahan
transportasi lagi.
E. Analisis Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Analisis ruang terbuka hijau merupakan penilaian terhadap
seluruh bidang tanah yang tidak ditempati bangunan, dimana ruang
tersebut meliputi : lapangan parkir, tempat bermain, taman pribadi
dan memberikan fasilitas visual yang disediakan oleh tanah,
rerumputan, bunga-bungaan, pepohonan maupun elemen-elemen
kawasan lahan (landscape). Dimana ruang terbuka hijau berdasarkan
fungsinya terbagi atas :
RTH Berdasarkan Fungsi Estetika
RTH Berdasarkan Fungsi Fasilitas
RTH Berdasarkan Fungsi Penyangga
RTH Berdasarkan Fungsi Kawasan Khusus
RTH Berdasarkan Fungsi Konservasi
Penyediaan ruang terbuka dan tata hijau kawasan ditujukan untuk
menciptakan kualitas kehidupan masyarakat yang aman, sehat, indah
serta berwawasan ekologis melalui penciptaan berbagai jenis ruang
terbuka dan tata hijau. Keberadaan ruang terbuka di kawasan ini
cukup luas dengan perbandingan antara ruang terbangun sebesar 30%
: 70%. Penyediaan ruang terbuka hijau dapat dilakukan melalui
penyediaan ruang terbuka hijau di dalam tapak dan penyediaan ruang
terbuka hijau di luar tapak. Adapun konsep penyediaan ruang terbuka
hijau pada wilayah perencanaan adalah :
I. Ruang Terbuka di dalam Tapak
1. Bangunan rumah, bangunan tiap-tiap rumah yang terdapat di
kawasan perencanaan baik Kota Tobelo memiliki ruang
terbuka yang cukup luas. Maka ruang terbuka yang ada
minimal ditanami dengan tanaman buah – buahan dan
tanaman apotek hidup.
2. Bangunan perdagangan dan jasa, menyediakan elemen
penghijauan berupa tanaman hias yang ditanam dalam media
pot.
3. Untuk bangunan perkantoran, diarahkan untuk menyediakan
elemen penghijauan berupa tanaman peneduh, tanaman hias
dan tanaman apotek hidup.
Penyediaan ruang terbuka di dalam tapak dapat dilakukan dengan :
a) Meliputi ruang terbuka di kawasan perencanaan Kota
Tobelo yang diperoleh dengan memanfaatkan bagian tapak
yang tidak bolah dibangun (misalnya dengan KDB
maksimum 45% berarti tersedia 65% bagian tapak yang
tersedia untuk ruang terbuka). Ruang terbuka ini bisa
dimanfaatkan untuk pelataran parkir, taman, pencahayaan
dan penghawaan alami dan lain-lainnya.
b) Berdasarkan analisa bahwa wilayah perencanaan Kota
Tobelo merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Tobelo
yang akan berkembang dengan pesat perlu diadakan
pengetatan peraturan terhadap ketersediaan ruang
terbuka di dalam tapak ini melalui ketetapan KDB atau
rasio luasan lantai bangunan terhadap luasan tapak/persil.
c) Untuk bangunan rumah, ruang terbuka yang ada minimal
ditanami dengan tanaman buah–buahan dan tanaman
apotek hidup
d) Untuk bangunan perdagangan dan jasa, menyediakan
elemen penghijauan berupa tanaman hias yang ditanam
dalam media pot. Untuk bangunan perkantoran, diarahkan
untuk menyediakan elemen penghijauan berupa tanaman
peneduh, tanaman hias dan tanaman apotek hidup.
II. Ruang Terbuka di luar Tapak
Konsep ruang terbuka hijau di luar tapak meliputi jalur hijau, dan
taman. Adapun konsep rencana ruang terbuka di luar tapak adalah :
1. Jalur Hijau
Konsep jalur hijau lebih memperhatikan penataan dan pemeliharaan
tanaman yang ada. Ada 2 konsep penataan jalur hijau, yaitu:
Tanaman peneduh
Tanaman peneduh yang terdapat di kawasan perencanaan harus tetap
dipertahankan dan ditingkatkan upaya pemeliharaannya. Pada lokasi–
lokasi tertentu diupayakan dilakukan penambahan tanaman peneduh.
Lokasi yang perlu ditambah tanaman peneduh diutamakan pada ruas–
ruas jalan utama di Kota Tobelo yang memiliki kepadatan bangunan
yang tinggi.
Tanaman Pembatas
Tanaman pembatas ini adalah tanaman yang ditanam dalam media pot
yang diletakkan di pinggir trotoar. Tanaman pembatas ini bertujuan
untuk membatasi trotoar dengan sirkulasi jalan sehingga diharapkan
dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi peJalan kaki.
Penempatan tanaman pembatas ini diupayakan ditempatkan pada
lokasi yang memiliki aktivitas peJalan kaki yang tinggi.
2. Taman
Konsep ruang terbuka berupa taman adalah menyediakan taman yang
dapat berperan sebagai tempat rekreasi dan berfungsi sebagai
landmark. Dimana dengan adanya taman dapat memberikan citra
kawasan yang baik di kawasan perencanaan.
Berikut secara lengkap elemen vegetasi pemilihan jenis pohon untuk
penghijauan disesuaikan dengan kondisi tanaman/pohon yang dapat
memenuhi persyaratan dan tuntutan dari kondisi serta sifat-sifat tanah.
1. Peneduh
a. Ditempatkan pada jalur tanaman
b. Percabangan 2 m di atas tanah ( minimal 1,5 m)
c. Bentuk percabangan batang tidak merunduk.
d. Bermassa daun padat.
e. Ditanam secara berbaris
f. Contoh Tanaman Peneduh : Kiara Payung (Filicium
decipiens), Tanjung (Mimusops elengi), Angsana
(Ptherocarphus indicus).
Gambar 5. 1
Konsep Tanaman Peneduh
2. Penyerap Polusi Udara
a. Terdiri dari pohon, perdu/semak.
b. Memiliki ketahanan tinggi terhadap pengaruh udara.
c. Jarak tanam rapat.
d. Bermassa daun padat.
e. Contoh Tanaman : Angsana (Ptherocarphus indicus),
Akasia daun besar (Accasia mangium), Oleander (Nerium
oleander), Bugenvil (Bougainvillea sp.), Teh-tehan pangkas
(Acalypha sp.).
Gambar 5. 2
Konsep Tanaman Penyerap polusi udara
3. Penyerap Kebisingan
a. Terdiri dari pohon, perdu /semak.
b. Membentuk massa.
c. Bermassa daun rapat.
d. Berbagai bentuk tajuk.
e. Contoh tanaman penyerap kebisingan : Tanjung
(Mimusops elengi), Kiara payung (Filicium decipiens), Teh-
tehan pangkas (Acalypha sp.), Kembang Sepatu (Hibiscus
rosa-sinensis), Bugenvil (Bougainvillea sp.), Oleander
(Nerium oleander).
Gambar 5. 3
Konsep Tanaman Penyerap kebisingan
4. Pemecah Angin
a. Tanaman tinggi, Perdu / semak.
b. Bermassa daun padat
c. Ditanam berbaris atau membentuk massa.
d. Jarak tanam rapat <3m.
e. Contoh tanaman pemecah angin : Cemara (Cassuarina
equisetifolia), Angsana (Ptherocarphus indicus), Tanjung
(Mimusops elengi), Kiara Payung (Filicium decipiens),
Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis).
Gambar 5. 4
Konsep Tanaman Pemecah Angin
5. Pembatas Pandang
a. Tanaman tinggi, perdu/semak
b. Bermassa daun padat
c. Ditanam berbaris atau membentuk massa
d. Jarak tanam rapat.
e. Contoh tanaman pembatas pandang : Bambu (Bambusa
sp.), Cemara (Cassuarina equisetifolia), Kembang sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis), Oleander (Nerium oleander).
Gambar 5. 5
Konsep Tanaman Pembatas Pandang
6. Pengarah Pandang
a. Tanaman perdu atau pohon ketinggian > 2 m.
b. Ditanam secara massal atau berbaris.
c. Jarak tanam rapat.
d. Untuk tanaman perdu/semak digunakan tanaman yang
memiliki warna daun hijau muda agar dapat dilihat pada
malam hari.
e. Contoh tanaman pengarah pandang : Cemara (Cassuarina
equisetifolia), Mahoni (Swietenia mahagoni), Hujan Mas
(Cassia glauca), Kembang Merak (Caesalphinia
pulcherima), Kol Banda (Pisonia alba), Akalipa Hijau
Kuning (Acalypha wilkesiana macafeana), Pangkas Kuning
(Duranta sp.).
Gambar 5. 6
Konsep Tanaman Pengarah Pandang
F. Analisis Sistem Jaringan Utilitas Kota
I. Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan air bersih di perkotaan didasarkan pada
beberapa hal terutama kepentingan kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Untuk mencapai hal ini diperlukan perhitungan yang tepat efektif dan
efisien, dengan memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat.
Jaringan air bersih kota dianalisis dengan memperhitungkan
tingkat pelayanan kebutuhannya. Perhitungan tersebut dilakukan
berdasarkan standar-standar pelayanan air bersih sebagai berikut :
Kebutuhan domestik : penduduk x kebutuhan rata-rata rumah
tangga
Kebutuhan non domestik: 20-30 % x kebutuhan domestik
Sarana perkotaan : 10-20% x kebutuhandomestik+kebutuhan non
domestik)
Hidran : 20-30% x (kebutuhan domestik +
kebutuhan non domestik)
Jumlah yang didapat dari perhitungan di atas merupakan
kebutuhan air bersih keseluruhan yang masih harus dianalisis lebih
lanjut. Analisis ini meliputi identifikasi daerah pelayanan PDAM dan
identifikasi sarana pemenuhan kebutuhan air bersih selain PDAM
(sungai, sumur, dll). Hasil akhir dari analisis di atas adalah titik-titik
mana yang rawan kekurangan air, atau memiliki kualitas air yang
kurang baik, dan kondisi-kondisi lain yang memerlukan penanganan.
Sedangkan dalam sistem penyediaan air minum dalam
penyalurannya pada konsumen menggunakan 2 sistem distribusi :
Sambungan langsung
Merupakan sambungan langsung dari PDAM langsung kepada
konsumen. Umumnya menggunakan saluran tertutup/bercabang.
Kran-kran umum
Pendistribusian air bersih melalui tempat yang telah ditentukan,
karena keadaan topografi yang menyulitkan untuk menggunakan
sambungan langsung.
II. Drainase
Sistem drainase perkotaan berfungsi mengendalikan kelebihan
air permukaan sehingga tidak menganggu masyarakat dan memberi
manfaat bagi kegiatan manusia. Sistem drainase terdiri dari saluran-
saluran yang mengalirkan kelebihan air permukaan tersebut. Saluran
drainase memiliki hirarki tersendiri dalam sistemnya, yaitu saluran
primer (dalam hal ini berupa sungai sebagai pembuangan akhir),
saluran sekunder, dan saluran tersier, di mana masing-masing hirarki
memiliki kapasitas debit air yang berbeda.
Pada prakteknya jaringan drainase selalu memiliki pola yang
terintegrasi dengan pola jaringan jalan. Dan bila disesuaikan dengan
pola jalan yang terhirarki, maka perkiraan penampang saluran
drainase dapat ditetapkan sebagai berikut :
Jalan arteri lebar > 1,5m; dalam 1,0 - 1,5m.
Jalan kolektor lebar 0,8 – 1,5m; dalam 1,0 – 1,5m
Jalan lokal primer lebar 0,5 – 0,8m; dalam 0,5 – 1,0m
Jalan lokal sekunder lebar 0,3 – 0,5m; 0,3 – 0,5m.
Sedangkan potongan melintang saluran, terbuka atau
tertutup disesuaikan dengan kondisi setempat, sehingga
dikategorikan sebagai berikut : Tipe saluran I, berupa pasangan
batu kali dengan kemiringan talud 4:1
Tipe saluran II, berupa pasangan batu kali dengan
dinding vertikal dilengkapi trikel
Tipe saluran III, berupa saluran tertutup dengan tutup
plat beton bertulang
Tipe saluran IV, berupa gorong-gorong plat beton
Tipe saluran V, berupa gorong-gorong box beton
bertulang.
Sistem saluran drainase ada 2 macam :
1. Sistem Saluran Terpisah, saluran antara air hujan dan air buangan
terpisah
2. Sistem Saluran Tercampur, saluran antara air buangan dan air
hujan menjadi satu.
Sedangkan jenis saluran penyalurannya ada 2 macam :
1. Saluran Primer, biasanya berupa sungai. Saluran ini merupakan
penampungan air buangan dari saluran-saluran sekunder.
2. Saluran Sekunder, merupakan saluran untuk mengalirkan air
buangan dari rumah tangga. Bisanya berupa got.
Beberapa pengertian yang berkenaan dengan
drainase
Drainase permukaan adalah sistem drainase yang berkaitan
dengan pengendalian air permukaan.
Intensitas hujan adalah besarnya curah hujan maksimum yang
akan diperhitungkan dalam desain drainase
Waktu Konsentrasi ( T.C ) adalah waktu yang diperlukan oleh
butiran air untuk bergerak dari titik terjauh pada daerah
pcngaliran sampai ke titik pembuangan
Debit (Q) adalah volume air yang mcngalir mclcwali sualu
pcnampang melintang saluran alau jalur air pcrsatuan waklu
Koefisien pengaliran ( C ) adalah sualu koefisien yang
menunjukkan perbandingan antara besarnya jumlah air yang
dialirkan oleh suatu jenis permukaan terhadap jumlah air yang
ada
Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang berfungsi
mengalirkan air, dan biasanya melintang jalan
Selokan Samping Jalan adalah selokan yang dibuat di sisi kiri
dan kanan badan jalan.
Syarat-syarat
Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi
fasililas drainase sebagai penampung, pembagi, dan pembuang
air dapat sepenuhnya berdaya guna dan berhasil guna
Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus
mempertimbangkan faktor ekonomi dan faktor keamanan
Perencanaan drainase harus dipertimbangkan pula segi
kemudahan dan nilai ekonomis terhadap pemeliharaan sistem
drainase tersebut
Sebagai bagian sistem drainase yang lebih besar atau sungai-
sungai pengumpul drainase
Perencanaan drainase ini tidak termasuk untuk sistem drainase
areal, tetapi harus diperhatikan dalam perencanaan terutama
untuk tempat air keluar.
Ketentuan-Ketentuan
Sislem drainase pcrmukaan jalan lerdiri dari kemiringan melintang
perkerasan dan bahu jalan, selokan samping, gorong-gorong dan
saluran penangkap ( lihat gambar )
Kemiringan Melintang Perkerasan dan Bahu
Jalan
Kemiringan melintang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Daerah jalan yang datar dan lurus
Kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari
tengah perkerasan menurun / melandai ke arah selokan
samping
Besarnya kemiringan bahu jalan diambil 2 % lebih besar
dari pada kemiringan permukaan jalan
Besarnya kemiringan melintang normal pada perkerasan
jalan, dapat dilihat seperti tercantum dalam tabel
Bahujalan
Perkerasan jalan Bahujalan
Saluran penangkapan
i = kemiringan perkerasan jalani b = kemiringan bahu jalan
i % i %i b % i b %
Gorong-gorong
saluran
Kemiringan Melintang Perkerasan Dan Bahu Jaian
No.
Jenis Lapis Permukaan tanah
Kemiringan Melintang Normali ( % )
1 Beraspal, beton
2 % - 3 %
2 Japat 4 % - 6 %
3 Kerikil 3 % - 6 %
4 Tanah 4 % - 6 %
Daerah jalan yang lurus pada tanjakan / turunan:
Perlu mempertimbangkan besarnya kemiringan
alinyemen vertikal jalan yang berupa tanjakan dan turunan,
agar aliran air secepatnya bisa mengalir keselokan
samping
Untuk menentukan kemiringan jalan gunakan nilai-
nilai maksimurn dari Tabel.
Pada daerah likungan:
Harus mempertimbangkan kebutuhan kemiringan jalan
menurut persyaratan alinyemen horizontal jalan
( menurut ketentuan berlaku )
Bahujalan
Perkerasan jalan Bahujalan
Gambar : 2Kemiringan Melintang NormalPada Daerah Datar dan Lurus
selokan (i.2)%i % i %
(i.2)%
Kemiringan perkerasan jalan harus dimulai dari sisi
luar tikungan menurun/ melandai ke sisi dalam tikungan
Besarnya kemiringan daerah ini ditentukan oleh
nilai maksimum kebutuhan kemiringan menurut keperluan
drainase
Besarnya kemiringan bahu jalan ditentukan dengan
kaidah-kaidah seperti pada gambar.
Tabel 3
Angka Koefisien Pengaliran Daerah Aliran Sungai
Kondisi DAS C
Pegunungan curam 0.75 – 0.90
Pegunungan tersier 0.70 – 0.80
Tanah berelief berat dan berhutan kayu 0.50 – 0.75
Dataran pertanian 0.45 – 0.60
Dataran sawah irigasi 0.70 – 0.80
Sungai di pegunungan 0.75 – 0.85
Sungai didataran rendah 0.45 – 0.75
Sungai besar yang sebagian alirannya
berada di dataran rendah0.50 – 0.75
Sumber : Hidrolika Saluran Terbuka, van Te Chow
III. Listrik
Kebutuhan listrik PLN di wilayah perencanaan diperkirakan akan
semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan perkembangan wilayah
perencanaan pada saat ini dan masa yang akan datang. Untuk
memprediksi kebutuhan listrik , dipakai standart sebagai berikut :
Rumah tangga : 90 watt/jiwa
Industri dan Perdagangan : 70% kebutuhan rumah tangga
Fasilitas Sosial dan Ekonomi : 15% kebutuhan rumah tangga
Fasilitas Perkantoran : 10% kebutuhan rumah tangga
Penerangan jalan : 1% kebutuhan rumah tangga
Cadangan : 5% kebutuhan rumah tangga
Dengan daya rata-rata :
Rumah tangga 0,450 KVA – 0,900 KVA
Fasum/Fasos 0,900 KVA
Industri 0,2200 KVA
Berdasarkan standar perhitungan di atas dan asumsi bahwa
seluruh rumah/KK yang ada dapat terlayani, maka dapat dihitung
prediksi kebutuhan listrik tiap jenis penggunaan lahan pada masing-
masing unit pengembangan lingkungan.
Sistem pelayanan listrik di perkotaan secara garis besar dibagi
atas 3 jenis jaringan, yaitu
Jaringan listrik tegangan tinggi (SUTT 70/150 KV)
Pembangunan SUTT ini harus memperhatikan banyak hal antara
lain keselamatan dan keamanan. Untuk itu dalam radius 25 meter
sekitar jalur tegangan tinggi harus merupakan kawasan bebas
bangunan. Pada kondisi tertentu bila sekitar jalur tegangan tinggi
ini akan digunakan sebagai kawasan terbangun, maka diarahkan
agar pada kanan-kiri jalur tegangan tinggi tersebut digunakan
untuk jalan sejajar, sehingga tidak langsung berhubungan dengan
kawasan terbangun.
Jaringan listrik tegangan menengah (SUTM 6/20 KV)
Jaringan tegangan menengah ini harus dilengkapi dengan gardu
penurun tegangan dan transformator sebelum masuk tegangan
rendah dan distribusi yang akan digunakan konsumen.
Jaringan listrik tegangan rendah (SUTR 110/220 KV)
Jaringan listrik tegangan rendah ini harus dilengkapi dengan gardu
distribusi yang akan digunakan untuk menurunkan tegangan
sekaligus mendistribusikannya melalui jaringan tegangan rendah ke
konsumen-konsumen.
Penyaluran listrik hingga ke kapling-kapling akan selalu
mengikuti pola ruang dan jaringan jalan, selain harus menyesuaikan
pula dengan rencana dari PLN. Dalam pendistribusian jaringan listrik
terdapat klasifikasinya antara lain :
Jaringan sekunder
Jaringan distribusi tegangan rendah dengan sistem tegangan
220/380 V. Pada umumnya berbentuk hantaran udara, khususnya di
daerah interior seperti kompleks perumahan.
Jaringan primer
Jaringan distribusi tegangan menengah yang diarahkan pada sistem
tegangan 20 KV. Umumnya berada di sepanjang jaringan jalan
berbentuk hantaran udara dengan tiang beton setinggi 14 meter.
Gardu-gardu yang diperlukan dalam pendistribusian jaringan
listrik adalah sebagai berikut:
Gardu distribusi
Diperlukan untuk menurunkan tegangan dari 20 KV menjadi
220/380 V dan mendistribusikannya melalui jaringan tegangan
rendah.
Gardu induk
Untuk melayani akan kebutuhan listrik, gardu induk berfungsi
sebagai pengumpul dan penyebar listrik kepada gardu yang lain
yang mempunyai klasifikasinya lebih rendah. Kawasan sekitar gardu
ini harus dibebaskan dari bangunan dan diberi pembatas khusus
(dipagar), sehingga tidak digunakan untuk kawasan publik.
Gardu (Penurun Tegangan)
Gardu ini merupakan turunan dari gardu induk. Gardu ini tersebar
pada setiap kebutuhan dalam jumlah yang besar sehingga lokasinya
menyesuaikan dengan arah pengembangan kota.
IV. Telepon
Dalam pengembangan jaringan telepon perlu memperhatikan hal-hal
berikut ini:
Pelayanan telepon diprioritaskan pada kawasan komersial, industri,
fasilitas umum dan rumah tangga.
Pada pusat lingkungan, pusat pelayanan umum, kawasan
perkantoran, pendidikan, kesehatan, terminal dan sekitar kawasan
permukiman diusahakan harus terdapat fasilitas telepon umum
Pada kawasan yang cukup strategis, maka pengembangan wartel
(untuk telepon lokal, interlokal, internasional dan telegram)
diperlukan untuk menunjang kemudahan dalam melakukan
komunikasi jarak jauh.
Fasilitas STO dikembangkan pada setiap pusat BWK.
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan sambungan telepon,
terdapat sistem distribusi pemenuhannya. Sistem tersebut berupa
distribusi jaringan kabel dari Sentra Telepon Otomat (STO) ke
pelanggan.
a. Jaringan distribusi utama/primer
Jaringan kabel tanah yang menghubungkan STO dengan terminal
utama/pembagi/MDT/Main Distribution Frame dan RK, dan antar
RK)
b. Jaringan distribusi sekunder
Jaringan kabel tanah dan atau udara yang menghubungkan RK
dengan DP)
c. Jaringan distribusi tersier
Jaringan kabel udara yang menghubungkan DP dengan masing-
masing pelanggan.
V. Persampahan Dan Sanitasi
Penanganan masalah sampah terbagi dalam penentuan TPS,
TPA, serta sistem pembuangan dan pemusnahan sebagai berikut :
Tempat pembuangan sampah sementara (TPS).
Tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
Sistem, pembuangan dilakukan melalui pengumpulan dari sumber
sampah (rumah tangga, fasilitas umum, pasar dan sebagainya)
melalui gerobak diangkut ke container di lokasi TPS, dan dari
container diangkut dengan truk sampah ke lokasi TPA.
Sistem pemusnahan, dilakukan dengan pembakaran atau dengan
sistem open dumping.
Volume sampah perkotaan dihitung pertahun sebagai standar
kebutuhan transfer depo/TPS, serta Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut :
Volume sampah kota pertahun (Qk)
Qk = q . P
Volume sampah masuk TPA (Qtpa)
Qtpa = Kp . Qk + sampah jalan + sampah pasar
K = faktor kompaksi
Sampah jalan = 5% . Qk
Sampah pasar = 10% . Qk
Volume sampah tahun ke-n (Qn)
Qn = 365 . 10 . Qtpa
Volume sampah terpadatkan (Vp)
Vp = Km . Qm
Beban TPA
Vtpa = Vp + Vtp
Luas tumpukan sampah
A = Vtpa / Hs
Hs = tinggi sampah, maks 10m
q = standar kuantitas timbunan sampah
Ekonomi rendah q = 1,686 l/org/hari
Ekonomi menengah q = 1,803 l/org/hari
Ekonomi tinggi q = 1,873 l/org/hari
P = jumlah penduduk
Volume sampah rata-rata yang diproduksi pada wilayah
perencanaan dihitung berdasarkan standar JICA tahun 1992 berikut :
Golongan Rumah Tangga
Tinggi : Unit berat sebesar 0,83Kg/Kapita/hari
Unit volume sebesar 4,35 liter/kapita/hari
Sedang : Unit berat sebesar 0,77 kg/kapita/hari
Unit volume sebesar 2,6 kg/kapita/hari
Rendah : Unit berat sebesar 0,48 kg/kapita/hari
Unit volume sebesar 1,43 liter/kapita/hari
Pasar : Unit berat sebesar 0,93 kg/m2/hari
Unit volume sebesar 2,64 liter/m2/hari
Komersial : Unit berat sebesar 3,2 Kg/toko/hari
Unit volume sebesar 18,78 liter/toko/hari
TPS ditentukan untuk setiap penduduk penduduk sebesar 2500
jiwa dan daya tampung 10m2. TPS berupa kontainer-kontainer atau
bak dalam ukuran tertentu.
Definisi dari sanitasi itu adalah bagian dari sistem pembuangan
air limbah yang menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga,
kantor, hotel, pertokoan, (air buangan dari WC, air cucian dan
sebagainya).
Ukuran ideal sebuah septictank dapat diukur dengan cara :
1. Besarnya tangki pencerna = banyaknya limbah selama dua hari
= 2 x banyaknya pemakai x 100 liter
2. Besarnya ruang lumpur = 30 liter x banyaknya pemakai x 5
tahun
3. Besarnya septictank = besarnya tanki pencerna + ruang
lumpur
Untuk menciptakan lingkungan yang sehat, maka sistem
pembuangan air kotor dan limbah rumah tangga dilakukan melalui
pengumpulan pada satu wilayah dan kemudian secara keseluruhan
dibuang ke tempat tertentu. Adapun mekanisme pembuangannya
adalah sebagai berikut :
Untuk permukiman padat, sistem septictank dilakukan secara
kolektif pada beberapa lokasi (misalnya 1 unit septic tank untuk
setiap 10 rumah).
Pada permukiman dengan kepadatan sedang dan rendah,
mekanisme pembuangannya dapat dilakukan secara kolektif dalam
satu ruang tertentu.
Untuk fasilitas umum yang mengelompok, umumnya jumlah air
kotor dan limbah ini relatif sedikit, oleh karena itu mekanisme
pembuangannya dapat dilakukan secara individual.
Sistem pembuangan secara keseluruhan dilakukan dengan
pengolahan limbah dan resapan ke dalam tanah dimana lokasinya
yang sudah terencana.
Untuk lebih jelasnya mengenai standar peraturan persampahan yang
diatur oleh undang-undang dapat dilihat di dalam tabel berikut
Tabel 3.
Standar Kebutuhan Sarana Dan Prasarana Persampahan (Dpu)
N
o.Komponen Peralatan Kapasitas
Cakupan
Pelayanan
Umur
Teknis
Keterang
an
1 Pewadahan
Kantong
Bin
Bin pejalan kaki
Bak Permanen
Bak Kayu
Container Arm Roll
10 – 40 lt
40 lt
70 lt
1 m3
0,5 m3
6 – 10 m3
1 KK
1 unit/kk
1 unit/100 m
1 unit/50 kk
1 unit/25 kk
1 unit/300 kk
2-3 hari
1 tahun
2 tahun
10 th
3 tahun
3 tahun komunal
2 Pengumpulan
Gerobak 1 m3 1 unit/50 kk 3 tahun
3 Pemindahan
Transfer Depo tipe I
(200m3)
Transfer Depo tipe II
(100m3)
15 – 30m3/hr
8 – 16 m3/hr
10.000 – 30.000
jiwa
5000 – 10.000
jiwa
10 th
10 th
Radius
pelayanan
± 500 m
N
o.Komponen Peralatan Kapasitas
Cakupan
Pelayanan
Umur
Teknis
Keterang
an
4 Pengolahan
Skala Individual
Composter
Vermi Compost
Skala Lingkungan
UDKP
Incenerator
Vermi Compost
Skala Kota
Incenerator
Biobas digester
Composting
Daur Ulang
100 lt
20 lt/hr
15 m3/hr
250 kg/jam
10 m3/hr
100 ton/hr
100 ton/hr
> 50 ton/hr
> 50 ton/hr
1 unit/kk
1 unit/kk
10.000 jiwa
8.000 jiwa
10.000 jiwa
100.000 –
200.000 jiwa
100.000 – 200.000
jiwa
100.000 jiwa
100.000 jiwa
3 tahun
1 tahun
10 th
10 th
5 tahun
10 th
10 th
10 th
10 th
10 jam
operasi
5 Pengangkutan
Dump Truck
Arm Roll Truck
Kompactor Truck
8 m3
6 – 10 m3
12 m3
10.000 jiwa
15.000 jiwa
12.000 jiwa
5 tahun
5 tahun
20 th
6 Stasiun Transfer > 1000
ton/hr
Kota dg.jarak ke
TPA > 30 km
-
7 TPA
Sanitary
Landfill/ControlledLa
nd
fill
Alat Berat (Buldozer,
lanfill compactor)
Ha 20.000 jiwa
Harus ada di
setiap TPA
5 – 10
tahun
7 tahun
Sumber : DPU, Penyehatan Lingkungan Permukiman, 1997.
G. ANALISA SOSIAL BUDAYA
Analisa budaya perlu dilakukan karena perencanaan yang akan
dilakukan juga mengacu pada budaya masyarakat setempat. Hal ini
untuk menghindari terjadinya perencanaan yang bertentangan dengan
adat dan budaya masyarakat setempat.
Proses Analisa Sosial Budaya
Terhadap Perencanaan Tata Ruang
I. ANALISA KAWASAN EFEKTIF (Perumusan Masalah Spesifik)
Analisa Kawasan Efektif adalah model analisa berupa
pendetailan dari elemen-elemen yang telah direncanakan. Analisa ini
Kondisi Sosial Masyarakat eksisting
Adat istiadatKebiasaan
KesenianBudaya
Dasar Pertimbangan Bagi :Arahan struktur ruang Arahan pemanfaatan ruangRencana Land UseRencana Jaringan Jalan & pola
pengembangannyaRencana Distribusi Fasilitas & utilitas Rencana Distribusi pendudukRencana Kegiatan EkonomiRencana Intensitas Bangunan
Pengolahan & Analisa data
akan memberikan gambaran secara detail melalui desain/gambar,
perspektif, peta, dimensi obyek dan aktivitas-aktivitas apasaja yang
ada di dalamnya. Aspek –aspek yang akan didetailkan meliputi :
Desain dan penataan kawasan industri dan fasilitas-fasilitas
pendukungnya
Desain dan penataan fasilitas umum
Desain dan penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Desain dan penataan kawasan konservasi (sungai, mata air,
waduk, pantai dsb)
Top Related