Metode Tahfidz Al-Qur’an Anak Usia Dini Di Pesantren Al-
Anwar Desa Teluk Kulbi Kabupaten Tanjung Jabung Barat
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S.1) dalam Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh :
Nur hidayah
NIM : UT.150217
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO
رُُكْم َمْن تَػَعلََّم اْلُقْرآَف َكَعلََّموُ َخيػْ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya”.
vi
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas yang terjadi di Pondok
Pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang
mampu melahirkan dan mengembangkan lembaga tahfiz bagi anak usia dini yang
berkualitas. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah Bagaimana
metode menghafal Al-Qur‟an untuk anak usia dini yang diterapkan di pondok
pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi. Bagaimana kendala menghafal Al-Quran
di pondok pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi.
. Sedangkan Pendekatan penelitian yang penulis gunakan pendekatan
fenomenologis yang tergolong ke dalam penelitian lapangan (field research).
Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu : wawancara
(interview), pengamatan (observasi) dan dokumentasi.
Hasilnya penulis menemukan tiga metode tahfiz Al-Qur‟an yang
digunakan di Pondok Pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi, tiga metode tersebut
adalah metode yang ditawarkan oleh para ahli kemudian diterapkan di kalangan
santri tahfiz (usia dini) Pondok Pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi. Metode
tersebut yaitu : Metode Wahdah, Metode Sima‟I dan Metode Talqin.
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi sederhana ini kepada:
Ayahanda dan Ibunda Tercinta...
Dua orang yang sangat berjasa dalam hidup saya dan yang sangat saya cintai
yaitu Ayahanda Udin dan Ibunda Sri yanti yang telah mendidik dan mengasuhku
dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih sayang dan ketulusan yang tak
kenal lelah dan batas waktu, agar kelak diriku menjadi anak yang berbakti
kepada kedua orang tua dan berguna bagi Agama, Nusa dan Bangsa seterusnya
dapat meraih cita-cita. Serta adikku yang sangat aku sayangi Rabiatul Adawiyah
dan Asiah walaupun kita jarang sekali menunjukkan sikap saling menyayangi,
Paman bibi dan serta kawan-kawan satu kost mahya eka safitri, monalisa, nur
zainah, dan someone, teman-teman saya yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi yang sangat berharga kepada saya.
Dr. Masiyan, M.Ag (Dosen Pembimbing 1)
M. Ali Mubarak, S.IP., M.SI (Dosen Pembimbing 2)
yang telah membimbingku sehingga dapat mencapai ketitik ini saya ucapkan
banyak terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah membalas semua jasa
kalian dengan sebaik-baiknya balasan.
viii
KATA PENGANTAR
ِبْسِم الّلِه الرَّْحَمِن الّرِحْيِم Puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga Skripsi yang
berjudul “Metode Tahfidz Al-Qur’an Anak Usia Dini Di Pesantren
Al-Anwar Desa Teluk Kulbi Kabupaten Tanjung Jabung Barat”
ini dapat diselesaikan penyusunannya. Shalawat dan salam penulis limpahkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini disusun sebagai sumbangan pemikiran terhadap pengembangan
dalam Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, dan sebagai persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
Selesainya penyusunan Skripsi ini ditulis dengan banyak mendapat
masukan, arahan, serta bimbingan dari berbagai pihak, terutama dari dosen
pembimbing dan rekan-rekan penulis. Untuk itu, Penulis merasa sangat bersyukur
kehadirat Allah SWT dan mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag, dan M. Ali Mubarak, S.IP.,M.SI selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak memberikan
sumbangan pemikiran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Skripsi ini.
2. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, M.A selaku Rektor UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
3. Bapak Prof. Su‟aidi Asyari, M.A.,Ph.D, Bapak Dr. H. Hidayat, M.Pd, dan
Ibu Dr. Hj. Fadlilah, M.Pd, masing-masing sebagai Wakil Rektor I, II, dan
III UIN Sulthan Thaha Saifuddin jambi.
4. Bapak Dr. Abdul Ghaffar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag, Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc.,M.A.,Ph.D,
dan Bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag, masing-masing selaku Wakil Dekan I,
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
NOTA DINAS ....................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ..................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................................. v
ABSTRAK ........................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI. ......................................................................................................... x
TRANSLITERASI. ............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 4
C. Batasan masalah. ....................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian dan kegunaan penelitian............................... 5
E. Tinjaun pustaka ......................................................................... 5
F. Metode Penelitian...................................................................... 7
G. Kerangka Teori.......................................................................... 9
H. Sistematika penulisan .............................................................. 19
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Profil pondok pesantren Al-Anwar ......................................... 20
1. Sejarah pondok pesantren. .................................................. 20
2. Letak geografis. ................................................................... 21
B. Visi dan misi ........................................................................... 22
C. Dewan asatidz dan santri. ........................................................ 23
D. Materi pendidikan. .................................................................. 26
E. Tata tertib pondok pesantren. .................................................. 27
BAB III BAGAIMANA METODE MENGHAFAL AL-QUR’AN
UNTUK ANAK USIA DINI YANG DITERAPKAN
DIPESANTREN AL-ANWAR
A. Pengertian dan perkembangan anak usia dini ......................... 31
1. Pengertian anak usia dini. .................................................. 31
2. Perkembangan pada anak usia dini. .................................... 33
B. Metode hafalan Al-Qur‟an ...................................................... 38
xi
1. Pengertian hafalan Al-Qur‟an. ............................................ 38
2. Persiapan menghafal Al-Qur‟an. ......................................... 40
3. Metode menghafal Al-Qur‟an. ............................................ 42
4. Doa menghafal Al-Qur‟an................................................... 58
BAB IV KENDALA DALAM MENGHAFAL AL-QUR’AN DI
PONDOK PESANTREN AL-ANWAR DESA TELUK KULBI
A. Kendala menghafal Al-Qur‟an secara umum. ......................... 60
B. Kendala menghafal Al-Qur‟an di pesantren Al-Anwar. ......... 62
C. Langkah-langkah solutif terhadap penanggulangan kendala
dalam menghafal Al-Qur‟an. .................................................. 65
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 67
B. Saran ........................................................................................ 67
C. Kata penutup. .......................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
T ط ` ا ẓ ظ b ب ` ع t ت Gh غ ts ث F ؼ j ج Q ؽ ḥ ح K ؾ kh خ L ؿ d د M ـ dz ذ N ف r ر W ك z ز H ق s س ؍ ء sy ش Y ل ṣ ص ḍ ض
B. Vokal dan Harkat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
Ī ِال ā اَ A اَ
Aw اَك á َال U اُ
Ay َال ū اُك I اِ
C. Ta’ Marbutah
Transliterasi untuk ta‟ marbutah ini ada dua macam:
xiii
1. Ta‟ Marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya
adalah/h/.
contoh:
Arab Indonesia
Salãh صالة Mir‟ãh مراة
2. Ta‟Marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan dammah,
maka transliterasinya adalah/t/.
Contoh:
Arab Indonesia
Wizãrat al-Tarbiyah كزارة التبيةالزمن مراة Mir‟ãt al-zaman
3. Ta‟ Marbutah yang berharakat tanwin maka transliterasinya adalah /tan/tin/tun.
Contoh:
Arab Indonesia
Fajannatan فجئة
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an adalah kitab suci yang penuh keajaiban dan keindahan.
Keajaibannya terdapat pada sifat dan nama-namanya, kaya pada pengertian
dan dalil-dalil, surat isi dan hakikat, kuat tujuan dan sasaran, praktis pada
penggunaan dan risalah, nyata pengaruh dan peranannya. Sementara itu,
keindahan Al-Qur‟an terdapat pada gaya bahasa dan petunjuk serta anugerah
yang diberikan terus berkelanjutan.1 Al-Qur‟an adalah kitab terbesar diantara
Zabur, Taurat, dan Injil. Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang wajib dibaca,
dipahami maknanya serta diamalkan bagi umat Islam dalam kehidupan sehari-
hari. Kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ini menggunakan
bahasa Arab, sesuai dengan bahasa yang digunakan Rasulullah, sebagaimana
firman Allah dalam surah Yusuf ayat (12) :2
“Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al-Qur‟an berbahasa arab”
(Q.S. yusuf (12) : 22
Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai salah satu
mukjizat, diberi pahala bagi yang membaca, memahami, merenungkan, dan
menafsirkannya.3Al-Qur‟an bukanlah kalam manusia, malaikat, jin maupun
iblis melainkan kalam allah SWT sehingga bernilai mukjizat. Ia diturunkan
kepada Rasullah SAW melalui malaikat jibril, diriwayat kan secara
mutawwatir dan bernilai ibadah bagi yang membaca nya.4 Nilai mukjizat
tersebut menjadikan Al-Qur‟an memiliki keunggulan yang membedakannya
dengan kitab-kitab suci lain yang diturunkan kepada nabi-nabi Allah SWT
sebelumnya.
1
Shalah Abdul fatah Khalid, kunci menguak Al-Qur‟an, terjemah kathur suhardi,
(Yogyajakarta: pustaka Mantiq, 2005), .5 2 Lajnah pentashihan mushaf Al-Quran suhuf (Jakarta volume 10 nomor 1 juni 2017), 195
3 Hakim Muda Harahap, rahasia Al-Qur‟an (depok: Darul Hikmah, 2007), 27-28
4 M.Ghufran & Rahmawati, ulumul Qur‟an: Praktis dan mudah, cet. Ke-1 (Yogyakarta:
teras, 2013), 1
2
Menghafalkan Al-Qur‟an merupakan salah satu bentuk interaksi umat
Islam dengan Al-Qur‟an yang telah berlangsung secara turun-menurun sejak
Al-Qur‟an pertama kali turun kepada Nabi Muhammad SAW. hingga
sekarang dan masa yang akan datang.5 Menghafal Al-Qur‟an merupakan
aktivitas yang kaitannya sangat erat dengan kerja memori dalam otak. Peran
guru dan orang tua sangat penting ketika melakukan pendampingan pada anak
dalam proses menghafal Al-Qur‟an karena sebagian besar anak-anak belum
mempunyai tanggung jawab penuh terhadap hafalannya, mereka juga belum
mempunyai strategi sendiri untuk melakukan pengulangan terhadap
informasi yang sudah diterimanya dalam hal ini adalah bacaan Al-Qur‟an
yang sudah dihafalnya. Anak-anak belum memiliki strategi dalam proses
menghafal, oleh karena itu tugas orang tua dan guru adalah mendampingi
mereka mengatur strategi dalam kegiatan menghafal Al-Qur‟an. Kemampuan
anak dalam menghafal Al-Qur‟an, dapat dipengaruhi oleh motivasi dari pihak
keluarga yang mendukungnya dalam melaksanakan pengulangan-pengulangan
hafalannya yang dilakukan di luar sekolah, agar aktivitas menghafal Al-
Qur‟an lebih optimal.6
Peningkatan kecerdasan pada anak usia dini adalah hal yang penting
dilakukan adapun yang disebut Anak usia yaitu anak yang berumur 0-6 tahun.
Usia tersebut merupakan usia keemasan dimana dalam masa tersebut proses
anak akan mengalami perkembangan pada dirinya baik itu fisik, sosial
emosional maupun bahasa. Seperti yang kita ketahui kecerdasan masing-
masing anak memiliki kecerdasan berbeda-beda tetapi perlu kita sadari bahwa
setiap anak nantinya mempunyai kecenderungan untuk memiliki salah satu
kecerdasan yang menonjol dibandingkan dengan kecerdasan lainnya.7
5 Aida hidayah metode tahfidz Al-Qur‟an untuk anak usia dini jurnal studi ilmu-ilmu Al-
Qur‟an dan hadis (uin sunan kalijaga Yogyakarta. Vol 18 nomor 1, januari 2017),52 6 Cucu Susianti, efektivitas metode talaqqi dalam meningkatkan kemampuan menghafal
al-qur‟an anak usia dini. ( Tunas seliwangi vol.2, no.1, april 2016 ), 3 7 Dahliani mengembangkan minat hafalan Al-Qur‟an pada anak usia dini melalui metode
one day one ayat, ( prosiding seminar nasional tahunan fak ilmu sosial universitas medan tahun
2017 vol. 1 No. 1 2017), 469-471
3
Belajar Al-Qur‟an merupakan kewajiban bagi seorang muslim.
Apalagi untuk menghafalkan, maka akan mempermudah memahami isi dari
Al-Qur‟an. Menurut Ahsin, menjelaskan tentang faedah menghafal Al-Qur‟an,
salah satunya adalah orang yang hafal Al-Qur‟an akan mempunyai ketajaman
ingatan dan kebersihan jiwa. Kemudian menjelaskan tentang bahtera ilmu Al-
Qur‟an, disebutkan bahwa nilai-nilai Al-Qur‟an yang terkandung di dalamnya
akan menjadi motivator terhadap kreativitas pengembangan ilmu yang
dikuasainya. dengan menghafal Al-Qur‟an itu artinya kita juga belajar tentang
dasar-dasar ilmu pengetahuan. Menghafal Al-Qur‟an bukan hanya menghafal
secara teks, namun juga berusaha memahami artinya. Karena segala ilmu yang
ada di dunia sudah terdapat di Al-Qur‟an.8
Menghafal dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan al-Hifdz yang
merupakan akar kata dari Hafiza-Yahfazu-Hifdzan yang mempunyai arti
menjadi hafal dan menjaga hafalannya atau memelihara, menjaga menghafal
dengan baik.9
Menghafal Al-Qur‟an juga membutuhkan usaha yang keras, ingatan
yang kuat serta minat dan motivasi yang besar dan disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing orang. Di samping membutuhkan usaha dan
ingatan yang kuat, Allah sudah memberi kemudahan bagi orang-orang yang
menghafal Al-Qur‟an sebagai mana Allah Swt berfirman dalam Surah Al-
Qomar ayat 17 :
كَلَقْد َيسَّْرنَا ٱْلُقْرَءاَف لِلذِّْكِر فَػَهْل ِمن مُّدَِّكر
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur‟an untuk
pelajaran, maka adakah yang mengambil pelajaran.” (QS. Al-Qamar :
17)
8 Al-Ghazwah pengembangan metode dan sistem evaluasi tahfidzul qur‟an (Universitas
Yudharta Pasuruan, Volume 1, Nomor 2, September 2017), 318 9 A. Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka
Progresif, 1997), 301
4
Menghafalkan Al-Qur‟an juga diperlukan adanya bimbingan dan
pembinaan secara terus menerus. Pembinaan terhadap calon-calon penghafal
Al-Qur‟an biasanya dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan agama yang
mengkhususkan diri dalam bidang Al-Qur‟an dan Pondok Pesantren.
Pondok pesantren Al-Anwar adalah pondok yang terletak di jalan Parit
Panji Desa Teluk Kulbi, pondok pesantren Al-Anwar merupakan pondok yang
cukup terkenal di kalangan masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Provinsi Jambi, pondok pesantren ini terbagi menjadi dua pertama formal,
kedua non formal, adapun nama pengasuh pondok pesantren Al-anwar K.H.
Muhammad Rusydi, di pondok ini memiliki sebanyak 36 guru.
Pondok pesantren Al-Anwar ini adalah sebuah pondok yang didirikan
pada tahun 2005, pesantren ini memiliki santri yang cukup banyak 388 orang,
yang berasal tidak hanya dari provinsi jambi tetapi juga dari daerah lain
seperti lampung dan Palembang. Pondok pesantren berada di bawah yayasan
Al-Anwar Teluk Kulbi. Di kabupaten tanjung jabung barat terdapat 14 pondok
pesantren salah satu nya ialah pondok pesantren Al-Anwar.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penulis
ingin mengetahui secara luas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek
kajian, maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat sebuah pembahasan
yang berjudul “Metode Tahfidz Al-Qur’an Anak Usia Dini Di Pesantren
Al-Anwar Desa Teluk Kulbi Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:10
1. Bagaimana metode menghafal Al-Qur‟an untuk anak usia dini yang
diterapkan di pondok pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi.
2. Bagaimana kendala menghafal Al-Quran di pondok pesantren Al-Anwar
Desa Teluk Kulbi.
10
Tim penyusun, panduan penulisan karya ilmiah mahasiswa Fakultas Usuluddin IAIN
STS Jambi, (Muaro Jambi: Fak. Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 39
5
C. Batasan masalah
Agar pembahasan permasalahan dalam penulisan skripsi ini tidak meluas
dan tepat pada sasaran pokok pembahasan, maka penulis membatasi
pembahasan hanya terfokus pada metode-metode tahfiz yang diterapkan oleh
anak usia dini di pondok pesantren Al-Anwar Kabupaten Tanjung Jabung
Barat.
D. Tujuan dan kegunaan penelitian
1. tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan :
a. Untuk memaparkan metode menghafal Al-Qur‟an yang diterapkan di
pondok pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi.
b. Untuk mengetahui kendala menghafal Al-Quran di pondok pesantren
Al-Anwar Desa Teluk Kulbi.
2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Hasil penelitian ini sebagai khazanah keilmuan mengenai metode
tahfiz Al-Qur‟an (menghafal dan memelihara hafalan Al-Qur‟an).
b. Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan bagi para penghafal Al-
Qur‟an tentang metode yang tepat dan kendala-kendala yang perlu
diperhatikan dalam tahfiz Al-Qur‟an.
E. Tinjauan pustaka
Dalam hal ini penulis menemukan pembahasan menganai metode
tahfiz anak usia dini di antaranya sebagai berikut:
Cucu susianti dalam jurnalnya yang berjudul efektivitas metode talaqqi
dalam meningkatkan kemampuan menghafal Al-Qur‟an anak usia dini, adapun
6
di dalam jurnal ini beliau menggunakan metode khusus dalam menghafal Al-
Quran yaitu metode talaqqi.11
Alucya dalam jurnalnya yang berjudul pembelajaran Al-Quran untuk anak
usia dini dengan metode muyassar, dalam jurnal ini membahas secara khusus
tentang metode muyassar saja dalam pembelajaran Al-Qur‟an untuk anak usia
dini.12
Ifat Fatimah dalam tesisnya yang berjudul Implementasi pembelajaran Al-
Qur‟an untuk anak usia dini di TK Al-Qur‟an rumah Qurani, di dalam tesis ini
beliau berusaha memaparkan tentang tanggung jawab orang tua dalam
pembelajaran Al-Qur‟an.13
Nurdini Bismi Fitria dalam jurnalnya yang berjudul pelaksanaan
pembelajaran tahfidz Al-Qur‟an pada anak usia dini di TK Mutiara Bantul,
disini beliau meneliti tentang:
1. perencanaan yang dilakukan guru dalam pembelajaran tahfiz Al Quran
melalui perencanaan tidak tertulis hasil rapat guru dan perencanaan tertulis
dalam Rencana Kegiatan Harian,
2. pelaksanaan kegiatan tahfiz Al-Quran dilaksanakan dalam kegiatan
kelompok yang mengutamakan penambahan materi baru dan kegiatan
tasmi yang mengutamakan pengulangan materi ,
3. penilaian dilaksanakan dengan cara mengamati anak secara individual saat
mengulang hafalan menggunakan catatan Anekdot.14
Zulfitria dalam jurnalnya yang berjudul pembelajaran tahfiz Al-
Quran dalam pendidikan karakter anak usia dini, disini beliau membahas
11
Cucu Susianti, efektivitas metode talaqqi dalam meningkatkan kemampuan menghafal
al-qur‟an anak usia dini. ( Tunas seliwangi vol.2, no.1, april 2016 ), 1 12
Alucyana, pembelajaran Al-Qur‟an untuk anak usia dini dengan metode muyassar, (
Universitas Islam Riau, volume 2, Agustus 2017), 36 13
Ifat Fatimah, Implementasi pembelajaran Al-Qur‟an untuk anak usia dini di TK Al-
Qur‟an rumah Qurani, ( Universitas Pendidikan Indonesia 2013), 8 14
Nurdiani Bisri Fitri, pelaksanaan pembelajaran tahfidz Al-Qur‟an pada anak usia dini
di TK Mutiara Bantul, (jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Edisi 7 2016), 1
7
tentang pentingnya pendidikan agama, khususnya pembelajaran tahfiz Al-
Qur‟an dan pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan15
.
Adapun buku yang telah ditemukan oleh penulis yang membahas tentang
metode yang dilakukan oleh seorang penghafal Al-Qur‟an di dalam
menghafal dan menjaga hafalannya adalah buku yang berjudul Kaifa
Nata‟amalu Bil Qur‟an (Berinteraksi dengan Al-Qur‟an) karya Yusuf
Qardhawi terjemahan oleh Abdul Hayyi Al-Kattani.
Sebagaimana yang terlihat dari kajian terdahulu, bahwasanya penulis
menemukan perbedaan dari penelitian penulis. Jurnal dan tesis yang penulis
temukan di atas hanya berfokus pada penerapan metode tertentu untuk
menghafal Al-Qur‟an yakni, metode talaqqi, dan metode muyassar, kemudian
menbahas tentang karakter serta cara berinteraksi dengan Al-Qur‟an, maka
dengan begitu khusus penelitian ini adalah yang membahas tentang metode
tahfiz Al-Qur‟an anak usia dini di Pondok Pesantren Al-Anwar Desa Teluk
Kulbi Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai sebuah penelitian.
F. Metodologi penelitian
Adapun metode yang digunakan pada penulisan penelitian living Qur‟an
adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis melaksanakan dengan menggunakan
metode lapangan (field research), dengan menerapkan langkah-langkah
penelitian living Qur‟an, ada pun pendekatan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan fenomenologis, di mana peneliti akan
mencermati dan mengobservasi metode-metode tahfiz yang diterapkan
oleh pesantren Al-Anwar terhadap anak usia dini penghafal Al-Qur‟an.
15
Zulfitriana, pembelajaran tahfidz Al-Quran dalam pendidikan karakter anak usia dini,
(Darul ilmi, Vol 1 No 2 juni 2016), 35
8
2. Subjek Penelitian
a. Mudir Pondok Pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi Kabupaten
Tanjung Jabung Barat.
Mudir pondok pesantren merupakan orang yang paling
mengerti seluk beluk tentang keadaan pondok pesantren, santri dan
hal-hal yang berkaitan dengan nya.
b. Guru tahfiz
Guru tahfiz merupakan orang yang paling mengetahui tentang
metode dalam menghafal dan menjaga hafalan Al-Qur‟an.
c. Huffadz di Pondok Pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi Kabupaten
Tanjung Jabung Barat.
Yang dimaksud Huffadz dalam penelitian ini adalah mereka yang
telah dan sedang menerapkan metode pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an
dalam memelihara hafalan mereka.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun metode yang peneliti gunakan dalam pengumpulan data
adalah sebagai berikut :
a. Wawancara (Interview)
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam melalui wawancara terstruktur dan tidak
terstruktur yang berfungsi untuk mendapatkan informasi mengenai
metode pembelajaran Tahfiz Al-Qur‟an (menghafal dan menjaga
hafalan Al-Qur‟an).
b. Pengamatan (Observasi)
Didalam observasi ini, peneliti mengadakan pengamatan dan
ikut serta dalam kegiatan Santri Tahfiz seperti menghafal, setoran,
khataman, muraja‟ah dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan
9
dengan metode yang digunakan santri Tahfiz Pondok Pesantren Al-
Anwar Desa Teluk Kulbi.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah metode dokumentasi tertulis dan dokumentasi bentuk gambar.
4. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan teknik analisis
data deskriptif analitik (data-data yang berkaitan dengan tema yang diteliti,
dikumpulkan, dan diklasifikasikan) yang kemudian dilakukan deskripsi
(memberikan penafsiran atau uraian tentang data yang telah terkumpul,
dianalisis dan ditafsirkan kemudian disimpulkan dengan metode induktif).
G. Kerangka teori
Kerangka teori merupakan landasan teoritis yang digunakan dalam
melakukan penelitian. Secara akademis penelitian mendeskripsikan secara
kritis tentang metode tahfiz anak usia dini. Adapun secara sosial, penelitian
memperkenalkan suatu bentuk keaneka ragaman sosio kultural masyarakat
muslim Indonesia dalam menggunakan menghafal dan mengamal Al-Qur‟an
sebagai kitab suci, baik dari sosiologi maupun dakwah islamiyah. Untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, maka materi yang disampaikan juga harus
relavan atau dapat mengantar proses yang sampai pada tujuannya.
1. Definisi dan Ruang Lingkup Living Qur‟an
Bagi umat islam, Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang menjadi dasar dan
pedoman dalam menjalani kehidupan mereka. Dalam kehidupan sehari-hari
mereka umumnya telah melakukan praktik resepsi terhadap Al-Qur‟an, baik
dalam bentfuk membaca, memahami dan mengamalkan, maupun dalam
bentuk resepsi sosio-kultural yaitu dalam bentuk sosial dan budaya.16
Ada
beberapa sisi Al-Qur‟an yang di resepsi yakni, tulisanya, bacaannya, dan
sistem bahasanya. Selama ini memang orientasi kajian Al-Qur‟an lebih
16
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur‟an Dan Tafsir (Yogyakarta: Idea Press
2015), 103.
10
banyak diarahkan kepada kajian teks. Ranah kajian Al-Qur‟anini tidak lagi
berfokus pada mafi al-Quran dan ma haula al-Quran saja, akan tetapi sudah
berkembang pada wilayah hubungan antara Al-Qur‟an dan masyarakat Islam
serta bagaimana Al-Qur‟an itu disikapi secara teoritik maupun dipraktekkan
secara memadai dalam kehidupan sehari-hari (Living Qur‟an). Dengan kata
lain, kajian ini tidak lagi berangkat dari eksistensi tekstualnya, melainkan
pada fenomena sosial yang berkembang dalam merespon kehadiran Al-
Qur‟an dalam wilayah geografi tertentu dan waktu tertentu pula.17
Sisi lain dari kajian living Qur‟an ialah dimanfaatkan juga untuk
kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga mereka lebih
maksimal dalam mengapresiasi al-Qur‟an. Arti penting kajian Living Qur‟an
berikutnya adalah memberi paradigma baru bagi pengembangan kajian al-
Qur‟an di era kontemporer, sehingga studi Qur‟an tidak hanya berkutat pada
wilayah kajian teks.18
Muhammad Mansur berpendapat bahwa pengertian The Living Qur‟an
sebenarnya bermula dari fenomena Qur‟an in everyday life, yang tidak lain
adalah “makna dan fungsi Al-Qur‟an yang real dipahami dan dialami
masyarakat muslim”. Maksud Muhammad Mansur adalah “perilaku
masyarakat yang dihubungkan dengan Al-Qur‟an pada tataran realitas, di luar
Al-Qur‟an atau teks mempunyai fungsi sesuai dengan apa yang bisa dianggap
atau dipersepsikan oleh satuan masyarakat dengan beranggapan akan
mendapatkan “fadilah” dari pengamalan yang dilakukan dalam tataran
realitas yang dijustifikasi dari teks Al-Qur‟an.19
Definisi di atas semuanya sudah memenuhi ruang lingkup yang
berhubungan dengan Living Qur‟an. Dengan bahasa yang sederhana, dapat
dikatakan bahwa Living Qur‟an adalah interaksi, asumsi, justifikasi, dan
perilaku masyarakat yang didapat dari teks-teks Al-Qur‟an.
17
Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi Dalam Pendekatan Living Quran” dalam
Metode Penelitian Living Quran Dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), 39. 18
Ibid., 109. 19
Muhammad Mansur, “Living Qur‟an Dalam Lintasan Sejarah Studi Al-Qur‟an”dalam
Penelitian Living Qur‟an Dan Hadis (Yogyakarta: Th-Press, 2007), 5.
11
2. Pendekatan Fenomenologi Dalam Studi Agama
Kajian Living Qur‟an merupakan bentuk penelitian yang mengabungkan
antara dua cabang ilmu yaitu ilmu Al-Qur‟an dengan cabang ilmu sosial,
seperti sosialogi, fenomenologi dan antropologi. Karena pada dasarnya Living
Qur‟an tidak bisa berdiri sendiri dan harus meminjam atau memakai
pendekatan dari ilmu yang lain. Dalam tulisan ini penulis memakai
pendekatan fenomenologi sebagai alat bantu untuk menjadikan tulisan ini
sebagai kajian Living Qur‟an.
Menurut Suwardi Endraswara dalam bukunya bahwa fenomenologi ialah
berusaha memahami budaya lewat pandangan pemilik budaya atau pelakunya.
Disebutkan juga bahwa wawasan utama fenomenologi adalah “pengertian dan
penjelasan dari suatu realitas harus dibuahkan dari gejala realitas itu sendiri.
Sehingga bisa dipahami bahwa metode kualitatif fenomenologi berlandaskan
pada empat kebenaran, yaitu kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik
logik, kebenaran empirik etik, dan kebenaran empirik transenden. Atas dasar
cara mencapai kebenaran ini, fenomenologi menghendaki kesatuan antara
subyek peneliti dengan Suwardi pendukung objek penelitian. Keterlibatan
subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami menjadi
ciri utama.20
Hal tersebut juga dikatakan oleh Moleong bahwa pendekatan
fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya
terhadap orang –orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Peneliti
fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi
orang-orang yang sedang diteliti. Maka dari itu, inkuiri dimulai dengan diam.
Diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang
diteliti.21
Perlu diperhatikan ialah bahwa kaum fenomenologis menekankan aspek
subyektif dari perilaku budaya. Mereka berusaha masuk ke dalam dunia
20 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press,2006),42-44.
21
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2006), 14-15.
12
subyek yang ditelitinya sedemikin rupa sehingga peneliti mengerti apa dan
bagaimana suatu pengertian dikembangkan dalam hidup sehari-hari. Subyek
penelitian dipercaya memiliki kemampuan untuk menafsirkan pengalamannya
melalui interaksi.22
Dalam penjelasan Phillipson yang dikutip oleh Suwardi Endraswara
dalam bukunya bahwa ada dua paham metodologi fenomenologi, pertama
fenomenologi yang berusaha untuk menjelaskan bagaimana bagaimana
fenomena itu tersusun. Kedua, fenomenologi yang berusaha memahami
fenomena sebagai objek kesadaran. Ketika fenomenologi mulai menjelaskan
bagaimana fenomena itu tersusun, ini berarti masih fenomenologi murni.
Secara alamiah peneliti budaya akan menanyakan persepsi subyek budaya
terhadap apa yang dialaminya. Dari interaksi subyek budaya itu, baik
kesadaran subyek sebagai kesadaran makna dan fungsi dari suatu fenomena
itu merupakan tonggak terjadinya penafsiran.23
Seperti yang dikutip Rusli dalam jurnalnya bagi Hegel, fenomenologi
berkaitan dengan pengetahuan sebagaimana ia tampak kepada kesadaran,
sebuah ilmu yang menggambarkan apa yang dipikirkan, dirasa dan diketahui
oleh seseorang dalam kesadaran dan pengalamannya saat itu. Proses tersebut
mengantarkan pada perkembangan kesadaran fenomenal melalui sains dan
filsafat “menuju pengetahuanyang absolut tentang yang absolut.
Sedangkan, menurut formulasi Husserl, fenomenologi merupakan sebuah
studi tentang struktur kesadaran yang memungkinkan kesadaran-kesdaran
tersebut menunjuk kepada obyek-obyek di luar dirinya. Studi ini
membutuhkan refleksi tentang isi pikiran dengan mengenyampingkan
segalanya. Husserl menyebut tipe refleksi ini “ reduksi fenomenologis”.
Karena pikiran bisa diarahkan kepada obyek-obyek yang non eksis dan riil,
22 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2006),44.
23
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press,2006), 49.
13
maka Husserl mencatat bahwa refleksi fenomenologis tidak menganggap
bahwa sesuatu itu ada.24
Pendekatan fenomenologi oleh Abdul Mujib merupakan upaya
membangun suatu fenomenologi yang koheren bagi studi agama. Begitu juga
fenomenologi lahir dan diterapkan dalam studi agama sebagai suatu metode
penelitian ilmiah yang ditawarkan dengan pendekatan-pendekatan teologis,
terdapat dua hal yang paling penting yang mencirikan pendekatan
fenomenologi agama, pertama fenomenologi adalah metode untuk memahami
agama seseorang yang termasuk di dalamnya mengkaji pilihan dan komitmen
mereka secara netral sebagai persiapan untuk melakukan rekontruksi
pengalaman orang lain. Kedua, skema pengelompokan untuk menjelaskan
fenomena dibenturkan dengan batas-batas budaya dan kelompok religius.
Secara umum pendekatan ini hanya menangkap sisi pengalaman keagamaan
dan kesamaan reaksi keberagaman semua manusia secara sama, tanpa
memperhatikan dimensi ruang dan waktu dan perbedaan budaya masyarakat.
Arah dari pendekatan fenomenologi memberikan penjelasan makna secara
jelas tentang apa yang disebut dengan prilaku keagamaan.25
Heddy menyebutkan bahwa fenomenologi mencakup juga usaha-usaha
untuk mendeskripsikan, memaparkan fenomena atau gejala kesadaran, dan
menunjukkan bagaimana kesadaran tersebut dibangun. Dari sinilah muncul
pandangan pokok fenomenologi, yakni “menuju itu sendiri”, dengan kata lain
menuju apa yang muncul dan memberikan dorongan untuk adanya
pengalaman dan membangkitkan pengetahuan baru.26
Ada hal yang menjadi karakteristik pendekatan fenomenologi, bisa
dikatakan bahwa fenomenologi merupakan metode untuk memahami agama
orang lain dalam prespektif netralistis dan menggunakan referensi orang yang
bersangkutan untuk mencoba melakukan rekontruksi menurut pengalaman
24Rusli, “Pendekatan Fenomenologi Dalam Studi Agama Konsep, Kritik Dan Aplikasi”,
Islamica, Vol 2, No 2 (2008),142
25
Abdul Mujib, “Pendekatan Fenomenologi Dalam Studi Islam”. Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 6. (2015).168.
26
Heddy Shri Ahimsa-Putra, “Fenomenologi Agama : Pendekatan Fenomenologi Untuk
Memahami Agama” Jurnal Walisongo, Vol 20, No.1 (2012), 276.
14
orang lain tersebut dengan kata lain semacam tindakan menanggalkan diri
sendiri dan berusaha menghidupkan pengalaman orang lain dan menggunakan
pandangan orang lain tersebut.27
3. Anak Usia Dini
Anak usia dini individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan
sebagai lompatan perkembangan. Anak usia dini memiliki rentang usia
yang sangat berharga dibandingkan usia-usia selanjutnya karena
perkembangan kederdasan sangat luar biasa. Usia dini tersebut merupakan
fase kehidupan yang unik, dan berada pada masa proses perubahan berupa
pertumbuhan, perkembangan, pematangan dan penyempurnaan, baik dari
aspek jasmani maupun rohaninya yang berlangsung seumur hidup,
bertahap, dan berkesinambungan.
Adapun proses perkembangan manusia secara utuh telah dimulai
sejak janin dalam kandungan ibunya dan memasuki usia emas sampai usia
enam tahun. Usia 0-6 tahun merupakan masa peka bagi anak, karena
perkembangan kecerdasan mengalami peningkatan yang sangat
signifikan.28
Perkembangan mental anak berpengaruh terhadap perubahan
secara keseluruhan anak. Perubahan-perubahan dalam perkembangan anak
akan berpengaruh pada bertambahnya usia.29
4. Metode tahfiz30
Al-Qur‟an
Metode adalah cara yang tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu,
sedangkan menurut Zuhairu bahwa metode berasal dari bahasa yunani
yaitu dari kata metha dan hodos berarti melalui atau melewati, sedangkan
27 Abdul Mujib, “Pendekatan Fenomenologi Dalam Studi Islam”. Al-Tadzkiyyah: Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 6. (2015),169. 28
Mulyasa, Manajemen paud (PT Remaja Rosdakarya, bandung, 2012), 51 29
Suyadi & Maulidya Ulfah, konsep dasar paud ( PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2017), 47 30
Menghafal dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan al-Hifdz yang merupakan akar
kata dari Hafiza-Yahfazu-Hifdzan yang mempunyai arti menjadi hafal danmenjaga hafalannya
atau memelihara, menjaga menghafal dengan baik, (A. Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir
Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), 301.
15
hodos berarti jalan atau cara yang harus di lalui atau dilewati untuk
mencapai tujuan.31
Sedangkan Ahsin W. Al-Hafiz memaparkan secara rinci mengenai metode
menghafalkan Al-Qur‟an. Metode itu terbagi menjadi 5 metode, yaitu :
Metode Wahdah, Metode kitabah, Metode Sima‟I, Metode Gabungan dan
Metode Jama‟.
1. Metode Wahdah
Metode ini adalah menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang
hendak dihafal. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca
sebanyak sepuluh kali, atau dua puluh kali atau lebih. sehingga proses ini
mampu membentuk pola dalam bayangan, akan tetapi hingga benar-benar
membentuk gerak reflek pada lisannya. Setelah benar-benar hafal barulah
dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama demikian
seterusnya, sehingga semakin banyak diulang maka kualitas hafalan
semakin refsentatif.32
2. Metode Kitabah
Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternative dari
pada metode yang pertama. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu
menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah
disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya sehingga
lancar dan benar bacaannya, lalu dihafalkannya. Metode ini cukup praktis
dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis
juga akan sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola
hafalan dalam bayangan ingatannya.33
3. Metode Sima‟i
Sima‟i artinya mendengar. Yang dimaksud mendengar disini
adalah mendengarkan suatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini
sangat efektif bagi penghafal yang memiliki daya ingat ekstra, terutama
31
Zuhairi, metodologi penelitian agama islam (solo: Ramadani, 1993), 66 32
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Mangghafal Al_Qur‟an, (Jakarta : Bumi
Aksara, 2009), 6. 33
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an….. 64.
16
bagi penghafal tunanetra atau anak yang masih dibawah umur yang belum
mengenal baca tulis Al-Qur‟an. Metode ini dapat dilakukan dengan dua
alternative :
a. Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal
tunanetra atau anak-anak. Dalam hal ini instruktur dituntut untuk
berperan aktif, sabar dan teliti dalam membacakan dan
membimbingnya, karena ia harus membacakan ayat satu persatu untuk
dihafal, sehingga penghafal mampu menghafal secara sempurna. Baru
kemudian dilanjutkan dengan ayat berikutnya.
b. Merekam lebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalnya ke dalam pita
kaset dengan kebutuhan dalam kemampuannya. Kemudian kaset
diputar dan didengar dengan seksama sambil mengikuti secara
perlahan. Kemudian diulang lagi dan diulang lagi, dan seterusnya
menurut kebutuhan sehingga ayat-ayat tersebut benar-benar hafal
diluar kepala.34
4. Metode Gabungan
Metode ini merupakan metode gabungan antara Metode Wahdah
dan Metode Kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) disini lebih memiliki
fungsional sabagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya,
kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan
untuknya dengan hafalan pula. Kelebihan metode ini adalah adanya fungsi
ganda, yakni berfungsi untuk menghafal, sekaligus berfungsi untuk
pemantapan hafalan.35
5. Metode Jama‟
Maksud metode ini adalah cara menghafal yang dilakukan secara
kolektif atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama,
instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa menirukan
secara bersama-sama. Kemudian instruktur membimbingnya dengan
mengulang-ulang kembali ayat-ayat tersebut dan penghafal mengikutinya.
34
Ibid 65. 35
Ibid 66.
17
Setelah ayat itu dapat merek baca dengan baik dan benar, selanjutnya
mereka mengikuti bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba
melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya
sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya
masuk dalam ingatannya. Setelah penghafal benar-benar hafal, barulah
kemudian diteruskan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama.36
Adapun beberapa metode yang diterapkan dalam mengajari anak usia
dini menghafal Al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
a. Metode Talqin
Mengajarkan anak menghafal Al-Qur‟an dengan metode ini adalah
dengan cara membacakan terlebih dahulu ayat yang dihafal secara
berulang-ulang hingga anak menguasainya. Dan setelah menguasai, maka
berpindah ke ayat selanjutnya.37
b. Metode talqin dan mendengarkan rekaman
Metode ini hampir sama dengan metode pertama. Perbedaannya
adalah dalam metode ini hanya dilakukan sekali. Langkah selanjutnya
adalah memperdengarkan ayat-ayat yang dihafal melalui rekaman bacaan
ayat tersebut dari Qari, ternama di dunia, rekaman ini diputar berulang kali
sehingga anak hafal di luar kepala.38
c. Metode dan gerakan isyarat
Cara menghafal Al-Qur‟an dengan metode ini dipelopori oleh ayah
Husein Ath-Thaba‟thaba‟i yang berhasil menjadikan anaknya ahlul qur‟an
sejak usia 6 tahun. Metode ini cocok untuk anak yang mempunyai daya
konsentrasi pendek dan tidak bisa diam. Metode ini menarik bagi anak
yang kurang tertarik dengan lafadz-lafadz ayat yang sedang dihafal.39
d. Metode membaca ayat yang akan dihafal
36
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an., 66. 37
Aida hidayah metode tahfidz Al-Qur‟an untuk anak usia dini jurnal studi ilmu-ilmu
Al-Qur‟an dan hadis (uin sunan kalijaga Yogyakarta. Vol 18 nomor 1, januari 2017), 59 38
Ibid. 39
Ibid., 59-60
18
Metode ini mensyaratkan bahwa anak sudah bisa baca Al-Qur‟an
dengan baik. Dengan kata lain, anak menghafal sendiri dengan membaca
ayat Al-Qur‟an yang dihafal secara berulang-ulang, kemudian baru
menghafalkannya.40
e. Metode menghafal dengan merekam suara guru dan anak
Metode ini menggunakan media alat perekam dan membutuhkan
partisipasi orang tua atau guru. Jika orang tua telah fasih dalam membaca
Al-Qur‟an dan sudah menghafalkannya secara sempurna, maka sangat
dianjurkan orang tua yang bertindak sebagai guru di sini. Akan tetapi, jika
tidak, maka orang lain pun bisa jika memenuhi kriteria di atas.41
f. Metode memperdengarkan rekaman bacaan ayat Al-Qur‟an dari guru dan
anak sebayanya
Metode ini hampir sama dengan metode sebelumnya.
Perbedaannya hanyalah si anak tidak mendengarkan suaranya sendiri,
tetapi suara anak sebayanya. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Seorang guru merekam bacaan ayat yang akan dihafal, kemudian
diikuti oleh empat anak yang memiliki suara bagus, baik dari makhraj
maupun kejernihan suaranya. Mereka membaca hingga berulang-ulang
kali dengan cara yang sama.
2. Rekaman tersebut diperdengarkan kepada anak-anak di rumah, dengan
pertimbangan tempat yang tidak bisa dijangkau anak-anak. Anak-anak
dibiarkan bermain-main atau pun melakukan hal menyenangkan
lainnya. Dengan demikian, anak-anak dengan sendirinya akan
menghafalkan bacaan tersebut, bahkan mereka akan mengulang-ulangi
ketika mereka bertemu teman-temannya.42
40
Ibid.,60 41
Ibid. 42
Ibid., 61
19
H. Sistematika penelitian
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar mempermudah
penulisan skiripsi ini, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari
lima bab dengan rincian sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian
dan sistematika penulisan.
Bab kedua, berisi gambaran umum lokasi penelitian dengan maksud
untuk memberikan informasi awal dan memberikan pemahaman terlebih
dahulu perihal kondisi lapangan yang menjadi pusat penelitian. Bagian ini
meliputi, tata tertib pondok pesantren, profil pondok pesantren Al-Anwar
mencakup tentang: letak geografis, visi, misi, materi pendidikan, jumlah
dewan asatidz dan santri di pondok pesantren Al-Anwar.
Bab ketiga, berisi tentang metode menghafal Al-Qur‟an untuk anak usia
dini yang diterapkan di pesantren Al-Anwar yang meliputi : pertama tentang
anak usia dini antara lain pengertian anak usia dini, perkembangan pada anak
usia dini. Kedua, metode hafalan Al-Qur‟an, pengertian hafalan Al-Qur‟an,
persiapan menghafal Al-Qur‟an, metode menghafal Al-Qur‟an, doa menghafal
Al-Qur‟an.
Bab keempat berisi analisis kendala menghafal Al-Qur‟an di pondok
pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi.
Bab kelima atau bab yang terakhir berisi kesimpulan dari penelitian,
saran-saran dan penutup.
20
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Profil pondok pesantren Al-Anwar
1. Sejarah pondok pesantren Al-Anwar
Pondok pesantren Al-Anwar berdiri pada tahun 2005 yang di
dirikan oleh KH. Muhammad Rusdi, pondok pesantren Al-Anwar ini
berada d bawah yayasan Al-Anwar Teluk Kulbi. Keberadaan pondok
pesantren Al-Anwar sebagai lembaga pendidikan Islam telah tumbuh dan
berkembang untuk penyiaran Islam dan telah banyak berperan dalam
mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sejarah perkembangan pondok
pesantren Al-Anwar menunjukkan bahwa lembaga ini tetap eksis dan
konsisten menjalankan fungsinya sebagai pusat pengajar ilmu-ilmu agama
Islam (tafaqquh fiddin) sehingga dari pesantren lahir para kader ulama,
guru agama, mubaligh yang sangat dibutuhkan masyarakat.43
Dalam Konteks inilah relevansi dakwah pondok pesantren Al
Anwar hadir sebagai solusi bagi persoalan-persoalan yang dihadapi
umat,karena di dalamnya penuh dengan nasehat,pesan keagamaan dan
sosial,serta keteladanan untuk menghindar diri dari hal-hal negatif-
destruktif kepada hal-hal positif konstruktif dalam ridho Allah SWT.
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan di pondok
pesantren Al-Anwar selain tetap mempertahankan pola pendidikan khas
pesantren yang telah lama berlaku di pesantren yaitu pengajian kitab
kuning dan Tahfidzul Qur‟an, dan juga mengalami pembaruan dan
pengembangan khususnya kurikulum dan metode pembelajarannya. yang
mengadopsi sistem madrasah atau sekolah, kurikulum disesuaikan dengan
kurikulum pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional dan
Departemen Agama, melalui penyelenggaraan Taman kanak-kanak (TK),
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
43
Dokumentasi Sekretaris Pondok Pesantren Al-Anwar, Profil Pondok Pesantren
21
Lembaga pendidikan pondok pesantren Al-Anwar menanamkan
dasar–dasar agama yang kuat dan kokoh serta membekali pengetahuan
agama baik yang bersifat agama maupun bersifat sosial, para santri di
didik untuk mengaji kitab agar mampu memahami kitab karya khazanah
ulama yang bersumber pada Al-Qur‟an As-Sunnah, Ijma‟, Qiyas, serta
mendidik Akhlakul karimah kemandirian, disiplin, kesederhanaan, kerja
keras, keberanian, dan tanggung jawab. Metode pengajian menerapkan
sistem salafi, sedangkan santri yang menghafal Al-Qur‟an mampu
menghafal dengan fasih dan benar serta mengamalkan kandungan isi Al-
Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari.44
Selain itu yayasan Al-Anwar juga telah mendirikan Sekolah dengan
kurikulum pendidikan Nasional yang mana memiliki keunggulan tersendiri
yaitu ditambahkannya pelajaran agama yang lebih selain PAI mulai dari
Fiqih, Akhlak, bahasa Arab, hafalan juz „amma serta program ekstra
kulikuler. Tujuan sekolah sebagai bagian dari tujuan pendidikan Nasional
adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri.
Maka dari itu kehadiran pondok pesantren Al-Anwar di tengah-
tengah masyarakat Tanjung Jabung Barat adalah sebagai salah satu media
dakwah yang akan melahirkan sumber daya manusia yang Berakhlakul
karimah serta generasi-generasi penghafal Al-Qur‟an yang senantiasa
selalu berjuang Untuk mengharumkan nama Kabupaten Tanjung Jabung
Barat di ajang lomba Festival Anak Sholeh Indonesia (FASI) maupun
Musabaqah Tilawatil Al-Qur‟an (MTQ).45
2. Letak geografis pondok pesantren Al-Anwar
Pondok pesantren Al-Anwar terbagi menjadi 2 asrama yang saling
terpisah antara santri putra dan santri putri. Jarak pemisah antara keduanya
± 200 m. Asrama putra dan putri terletak di Parit Panjí Rt 07 Desa Teluk
44 Ibid
45 Dokumentasi Sekretaris Pondok Pesantren Al-Anwar , Profil Pondok Pesantren, 1
22
Kulbi, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat, Provinsi Jambi dengan Jarak dari Kota Kuala Tungkal
berkisar 27 KM.46
Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdapat 285.731 jiwa
sedang kan perempuan terdapat 137.169 jiwa dan laki-laki 148.562 jiwa,
dan terdapat 13 Kecamatan salah satu nya Kecamatan Betara.
DiKecamatan ini betara terdapat 13 Desa salah satunya Desa Teluk Kulbi.
Adapun jumlah penduduk di Desa Teluk Kulbi sebagai berikut:
B. Visi dan misi
1. Visi pondok pesantren
Visi pondok pesantren Al-Anwar adalah :
a. Tercapainya pendidikan nilai-nilai Islami Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah
b. Tercapainya ketuntasan dalam penguasaan akademik dan life skill
c. Mampu menerapkan keindahan, Seni, dan Budaya
d. Mampu menguasai dan menerapkan nilai agama dalam kehidupan
sehari-hari
e. Terlaksananya tupoksi oleh masing-masing komponen pesantren
f. Terwujudnya prilaku baik dan berbudi luhur
46
Dokumentasi Sekretaris Pondok Pesantren Al-Anwar, Profil Pondok Pesantren, 2
0
200
400
600
800
1000
1200
TANJABARTELUKKULBI AL-ANWAR
orang
PR
LK
usia 20-59
usia 7-19
usia 0-6
23
g. Terwujudnya kepercayaan dari masyarakat dan instansi lainnya
2. Misi pondok pesantren
Misi dari pondok pesantren Al-Anwar adalah :
a. Menumbuh kembangkan sikap dan amaliah keagamaan Islam melalui
kegiatan keagamaan di pesantren
b. Meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran Formal dan Non Formal
c. Menumbuh kembangkan minat dan bakat dalam seni dan budaya
d. Memberikan keleluasaan berkembang dan berkreasi siswa dalam
wadah kegiatan intra maupun ekstrakulikuler
e. Menerapkan tata karma sopan santun yang baik
f. Menciptakan lingkungan pondok yang bersih, teratur dan nyaman
g. Membiasakan budaya senyum salam dan sapa
C. Jumlah dewan asatidz dan santri
a. Jumlah dewan asatidz
Jumlah dewan asatidz pondok pesantren Al-Anwar sebagaimana
yang tercantum dalam tabel berikut :
No Nama Guru L / P Pendidikan
Terakhir
Bidang
Study
1 KH.M. Rusdi Perempuan MAS
Pengasuh
Pondok
2 Lilik Muthmaianah Al
Hafidzhoh MAS
Pengasuh
Tahfiz
3 Bunyamin Laki-laki MAS
Guru
Diniyah kls 6
4 Jamaludin Laki-laki MAS Guru tahfiz
5 M. Said Laki-laki MAS
Guru
Tilawah
6 Asnawi Laki-laki MAS Guru Aqidah
24
No Nama Guru L /P Pendidikan
Terakhir
Bidang
Study
7 Mujiasih Perempuan MAS
Guru
Diniyah kls 6
8 Lilik muarifah Perempuan MAS
Guru
Diniyah kls 6
9 Ida royani Perempuan MAS
Guru
Diniyah kls 6
10 Siti Halimah Perempuan MAS
Guru
Tilawah
11 Siti fauziah Perempuan MAS Guru Tahfidz
12 Marsidah Perempuan MAS
Guru
Diniyah kls 6
13 Dewi fitriani Perempuan MAS
Guru
Diniyah kls 6
14 Siti Mar‟atus Sholehah Perempuan MAS Guru Hadist
15 Rosyidatul Azizah Perempuan MAS Guru tahfiz
16 Eko Siswanto Laki-laki MAS Guru
Kaligrafi
17 Ahmad Sulthon Laki-laki MAS Guru Shorof
18 Siti Ramlah Perempuan SMA Kepala TK
19 Suliyati Perempuan D II Guru TK
20 Ida Royani Perempuan SMA TU TK
21 Imron Rosadi, S.Pd.I Laki-laki S.1 Kepala SMA
22 Rahayu Wiliyani, S.Pd Perempuan S.1 Kepala SMP
23 Zulham, S.Pd.I Laki-laki S.1 Guru PAI
24 Feni Indra Kristina,S.Pd Perempuan S.1 Guru
Matematika
25
b. Jumlah santri
Data santri pondok pesantren Al-Anwar Desa Teluk Kulbi sebagai
berikut:47
Pendidikan formal LK PR JUMLAH
TK 9 12 21
SD 117 119 236
47
Dokumentasi Sekretaris Pondok Pesantren Al-Anwar, Profil Pondok Pesantren, 3
No Nama Guru L / P Pendidikan
Terakhir
Bidang
Study
25 Desi Purnama Sari,S.Pd Perempuan S.1 Guru
B.Indonesia
26 Fitri Novita Sari,S.Pd Perempuan S.1 Guru
Matematika
27 Muhammad Firdaus,S.Pd Laki-laki S.1 Guru
B.Inggris
28 Hendri Saputra, S.Pd.I Laki-laki S.1 Guru PPKN
29 Nanang Cahaya,S.Sos. Laki-laki S.1 Guru PPKN
30 Puji Rahayu, S.Pd Perempuan S.1 Guru Biologi
31 Mar‟atul Jannah, S.Pd Perempuan S.1 Guru Biologi
32 Ibnu Bahrudin, S.Pd.I,
M.Sy Laki-laki S.2
Guru
Ekonomi
33 Nasriyah,S.Sos.I Perempuan S.1 Guru Sejarah
34. Nurkhalis, S.Pd.I Laki-laki S.1 Guru Seni
budaya
35 M.Yusuf, S.Pd.I Laki-laki S.1 Guru PJOK
36 Nofriyadi,S.Pd.I Laki-laki S.1 TU
26
SMP 90 110 200
SMA 17 60 77
Jumlah keseluruhan 233 301 534
Pendidikan non formal
TPA 20 16 36
MDTA 122 135 257
TTQ 20 75 95
Jumlah keseluruhan 165 226 388
Total keselurahan
TK+SD+SMP+SMA+TPA+MDTA+TTQ
922
D. Materi pendidikan
a. Pendidikan formal dan non formal
NO PENDIDIKAN FORMAL
1 TAMAN KANAK – KANAK ( TK )
2 SEKOLAH MENENGAH PERTAMA ( SMP)
3 SEKOLAH MENENGAH ATAS ( SMA )
NO PENDIDIKAN NON FORMAL
1 TAMAN PENDIDIKAN AL QUR‟AN ( TPA )
2 MADRASAH DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH ( MDTA )
3 TAHASUS TAHFIDZUL QUR‟AN
27
b. Kegiatan rutinitas
1. Tahfidzul Qur‟an.
2. Muhadhoroh (Pengajian Kitab Kuning ) Ba‟dal Maktubah.
3. Majlis Ta‟lim Minggu.48
c. Kegiatan extra kurikuler
1. Tartil Al-Qur‟an.
2. Tilawatil Qur‟an Bithaqoni.
3. Khotmil Qur‟an bin Nadzor & bil Ghoib.
4. Tahlil.
5. Istighosah.
6. Manaqib Nurul Burhani (Syeikh Abdul Qadir Al-Jaelani).
7. Al-Barzanji Nadzam Wannasar.
8. Sholawat Diba‟i Wal Burdah.
9. Shalawat Maulidul Al-Habsyi.
10. Khitobiyah.
11. Pencak Silat PN.
12. Kaligrafi.
13. Pramuka.
14. Menjahit.
E. Tata Tertib Pondok Pesantren
Pondok pesantren Al-Anwar memliki tata tertib yang wajib ditaati
oleh santri, yaitu :
a. Tata Tertib Umum
a. Menjalankan ajaran Islam dan tata tertib pondok pesantren yang
berlaku.
b. Menghormati guru dan karyawan pondok pesantren Al-Anwar.
c. Menerima dengan ikhlas bimbingan, nasehat, teguran dan sanksi
apapun yang diberikan oleh pihak pondok pesantren.
d. Tidak keluar kampus kecuali atas izin yang berwenang.
48
Zulham, Sekretaris Pondok Pesantren Al-Anwar, Wawancara dengan Penulis, 27
Desember 2018, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Dokumentasi Tertulis.
28
e. Tidak mengkonsumsi obat-obatan, makanan atau minuman yang
haram.
f. Tidak melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri atau orang
lain.
g. Menjaga dan memelihara sarana milik pondok pesantren.
h. Tidak menyalah gunakan sarana pondok pesantren.
i. Menjaga dan memelihara hak milik pribadi.
j. Menjaga K5 (Kebersihan, Kerapian, Kenyamanan, Keindahan, dan
Keamanan di lingkungan pondok pesantren.
b. Tata Tertib Ibadah Santri
1. Santri telah berada di masjid minimal 10 menit sebelum adzan.
2. Setelah adzan sampai shalat Rawatib tidak ada aktifitas kecuali dalam
nuansa ibadah.
3. Shalat dilakukan berjama‟ah tepat waktu (tidak masbuk) di masjid
atau musholla.
4. Setiap shalat tidak memakai kaos oblong atau pakaian yang bergambar
atau bertuliskan besar di bagian belakang.
5. Bagi santri putra memakai seragam sekolah yang bersih untuk shalat
Zuhur pada hari efektif belajar.
6. Mematuhi dan melaksanakan program-program ibadah, baik harian,
mingguan maupun tahunan.
c. Tata Tertib Makan dan Minum
1. Makan pada jadwal yang sudah ditentukan.
2. Mengambil makan sendiri-sendiri, mengambil secukupnya dan tidak
membuang nasi dan lauk.
3. Tidak memakan makanan orang lain tanpa izin pemiliknya.
d. Tata Tertib Asrama
1. Berperan aktif dalam menjaga kebersihan, keindahan, kenyamanan dan
keamanan asrama.
2. Menjaga semua alat kebersihan yang ada.
29
3. Membersihkan kamar pagi, siang, sore, malam sebelum dan sesudah
bangun tidur.
4. Tidur maksimal jam 22.30 wib hari biasa dan jam 00.00 wib malam
minggu, bangun pagi jam 04.00 wib dan khusus malam Jum‟at jam
03.30 wib.
5. Mandi sebelum shalat Shubuh.
6. Meletakkan peralatan mandi dan ember pakaian kotor di tempat yang
sudah disediakan.
7. Melapor ke wali asrama sebelum dan sesudah keluar pondok.
8. Melapor ke wali asrama jika ada masalah, sakit, dan lain-lain.
9. Menggantung pakaian dengan hanger.
10. Menjemur pakaian di tempat yang sudah disediakan.
11. Menjemur kasur dan bantal satu kali dalam seminggu.
12. Mengikuti pengabsenan.
13. Menghormati dan menghargai sesama.
e. Tata Tertib Perizinan Santri
1. Perizinan pulang melalui kesiswaan, diketahui oleh wali asrama dan
wali kelas.
2. Perizinan keluar pondok pesantren melalui pengurus bagian keamanan
dan diketahui oleh kesiswaan (tidak pada waktu jam belajar efektif).
3. Membawa kartu perizinan dan memperlihatkannya bila diminta oleh
pihak yang berkepentingan.
4. Keterlambatan datang ke pondok pesantren dikenakan sanksi dan
keterlambatan datang ke pondok pesantren pada perizinan pulang
dikenakan sanksi 1 sak semen perhari.
5. Saat izin keluar/pulang harus mengenakan (baju koko, celana panjang
dasar, dan kopiah hitam untuk putra) dan (baju atasan/blus, rok dan
jilbab pondok pesantren untuk putri).
Pelanggaran-pelanggaran di pondok pesantren Al-Anwar terbagi menjadi
tiga macam, bagi yang melanggar akan mendapatkan hukuman, hukumannya
30
adalah membawa semen satu karung, dibotak, dipanggil orang tua, dipulangkan ke
rumah. Adapun pelanggaran-pelanggarannya sebagai berikut:
a. Pelanggaran ringan
1. Makan dan minum berdiri
2. Buang sampah tidak pada tempatnya
3. Tidak berpakaian yang rapi dan pantas
4. Berambut panjang dan berkuku panjang
5. Tidak melaksanakan tugas piket di kamar dan di kelas
6. Terlambat shalat jama‟ah
7. Terlambat masuk sekolah
b. Pelanggaran sedang
1. Tidak patuh terhadap pengurus dan guru
2. Tidak mengikuti sholat jama‟ah tanpa ada alasan
3. Keluar pondok tanpa seizin pengurus dan guru
4. Minggat atau keluar jam sekolah tanpa seizin guru
5. Izin pulang kerumah harus harus menghadap pengasuh dan pulang tidak
boleh terlambat dari izin yang diberikan
c. Pelanggaran berat
1. Merokok
2. Mencuri
3. Pacaran
4. Berkelahi
5. Memiliki HP
31
BAB III
METODE TAHFIZ AL-QUR’AN ANAK USIA DINI DI PONDOK
PESANTREN AL-ANWAR
A. Pengertian dan perkembangan anak usia
a. Perngertian anak usia dini
Anak usia dini individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan
perkembangan. Anak usia dini memiliki rentang usia yang sangat berharga
dibanding usia-usia selanjutnya karena perkembangan kecerdasan sangat luar
biasa. Usia dini tersebut merupakan fase kehidupan yang unik, dan berada
pada masa proses perubahan berupa pertumbuhan, perkembangan,
pematangan dan penyempurnaan, baik dari aspek jasmani maupun rohaninya
yang berlangsung seumur hidup, bertahap, dan berkesinambungan.49
Secara umum anak usia dini dapat dikelompokkan dalam usia (0-1
tahun), (2-3 tahun), dan (4-6 tahun), dengan karekteristik masing-masing:
1. Usia 0-1 tahun
Usia ini merupakan masa bayi, tetapi perkembangan fisik
mengalami kecepatan yang sangat luar biasa, paling cepat dibandingkan
usia selanjutnya. Adapun karekteristik anak usia bayi sebagai berikut:
a. Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling-guling,
merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.
b. Mempelajari keterampilan menggunakan pancaindra seperti melihat,
mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan
memasukkan setiap benda kemulutnya.
c. Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap
melaksanakan kontak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi
49
Mulyasa, Manajemen PAUD (PT Remaja Rosdakarya, bandung, 2012), 51
32
responsife dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas
respons verbal dan nonverbal bayi.
2. Usia 2-3 tahun
Adapun pada usia ini terdapat beberapa kesamaan karekteristik
dengan masa sebelumnya, yang secara fisik masih mengalami
pertumbuhan yang pesat. Ada beberapa karekteristik khusus pada anak
usia 2-3 tahun:
a. Sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia
memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang
luar biasa.
b. Mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan
bercoloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belom jelas
maknanya.
c. Mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak
didasarkan bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi
bukan ditentukan oleh bawaan, namun lebih banyak pada
lingkungan.50
3. Usia 4-6 tahun
Usia 4-6 tahun memeliki karakteristik sebagai berikut:
a. Anak usia 4-6 tahun sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal itu
bermanfaat untuk pengembangan otot-otot kecil maupun besar, seperti
manjat, melompat, dan berlari.
b. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu
memahami pembicaraaan orang lain dan mampu mengungkapkan
pikirannya dalam batas tertentu, seperti meniru, mengulang
pembicaraan.
c. Perkembangan daya pikir sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin
tahu terhadap lingkungan sekitar, hal itu terlihat dari seringnya anak
menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
50
Ibid, 22
33
d. Adapun bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan
permainan sosial, walaupun aktivitas bermain dilakukan anak secara
bersama.51
b. Perkembangan anak usia dini
Perkembangan satu proses dalam kehidupan manusia yang
berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai akhir hayat.
Perkembangan juga diartikan sebagai perubahan yang dialami oleh
seorang individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik
menyangkut aspek fisik Anak usia dini berada dalam proses
perkembangan sebagai perubahan yang dialami oleh setiap manusia secara
individual, dan berlangsung sepanjang hayat,
1. Perkembangan fisik dan motorik
Perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan
baik, sesuai dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang.
Gerakan-gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan dan minatnya,
serta cenderung menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang cukup
gesit dan lincah, bahkan sering kelebihan gerak. Oleh karna itu, usia
dini merupakan masa kritis bagi perkembangan motorik, seperti
menulis, berenang dan bermain bola.52
2. Perkembangan kongnitif
Perkembangan kognitif pada anak usia dini dapat diartikan sebagai
perubahan psikis yang berpengaruh terhadap kemampuan berfikir anak
usia dini. Dengan kemampuan berfikir anak usia dini, kemampuan
berfikirnya anak usia dini dapat mengekplorasi dirinya sendiri, orang
lain, hewan dan tumbuhan, serta berbagai benda yang ada disekitarnya
sehingga mereka dapat memperoleh berbagai pengetahuan.
Pengetahuan tersebut kemudian digunakan sebagai bekal bagi anak
51
Ibid 23 52
Ibid, 25
34
usia Dini untuk melangsungkan hidupnya dan menjalankan tugasnya
sebagai hamba Allah SWT.
3. Perkembangan bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi. Adapun dalam pengertian ini
tercakup semua cara untuk berkomunikasi sehingga pikiran dan
perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat atau gerak
dengan menggunakan kata-kata, kalimat, bunyi, lambang, dan gambar.
Melalui bahasa, manusia dapat mengenal dirinya, penciptanya, sesama
manusia alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral dan
agama.
4. Perkembangan berbicara
Bicara merupakan keterampilan mental motorik sebagai salah satu
bagian dari keterampilan bahasa, yang tidak hanya melibatkan
koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga
mempunyai aspek mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan
bunyi yang dihasilkan. Bicara merupakan alat berkomunikasi,
meskipun pada awal masa kanak-kanak tidak semua kemampuan
bicara digunakan untuk berkomunikasi. Bicara merupakan bentuk
komunikasi yang paling efektif, penggunaannya paling luas dan paling
penting. Pola perkembangan bicara sejalan dengan perkembangan
motorik dan perkembangan mental, dan setiap orang akan mengikuti
pola yang sama dengan laju perkembangan yang berbeda. Oleh karena
itu, keterampilan bicara anak bisa dimulai dalam usia yang berbeda-
beda dan dengan kualitas bicara yang berbeda pula.
5. Perkembangan emosi
Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang bergejolak
dalam diri seseorang yang disadari dan diungkapkan melalui wajah
atau tindakan, yang berfungsi sebagai penyesuaian dari dalam terhadap
lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.
Perkembangan emosi anak usia dini berlangsung lebih terperinci,
menyangkut seluruh aspek perkembangan, dan mereka cenderung
35
mengekspresikan emosinya dengan bebas. Pada masa ini anak telah
dapat berpartisipasi dan mengambil inisiatif dalam kegiatan fisik,
tetapi banyak kegiatan yang dilarang oleh guru atau orang tua sehingga
mereka sering ragu untuk memilih antara apa yang ingin dikerjakan
dengan apa yang harus dikerjakan. Perkembangan emosi setiap anak
memiliki pola yang sama, sekalipun dalam variasi yang berbeda,
variasi tersebut meliputi frekuensi, intensitas dalam jangka waktu dari
berbagai macam emosi, serta usia permunculan yang disebabkan oleh
beberapa kondisi yang memengaruhi perkembangan emosi anak yang
lebih tua atau orang dewasa.
6. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial berhubungan dengan prilaku anak dalam
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan
lingkungannya. Perkembangan sosial diperoleh oleh anak melalui
kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai stimulus dari
lingkungannya.
7. Perkembangan spiritual
Perkembangan spiritual sangat tergantung pada lingkungan
keluarga, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama orang tua.
Oleh karena itu, sebagai orang tua dan guru kita harus melakukan
pembiaasaan, dan menyediakan lingkungan yang kondusif bagi anak-
anak serta memberikan makanan-makanan halal.
Adapun prinsip-prinsip perkembangan terbagi menjadi 7
sebagaimana berikut ini:53
a. Perkembangan berimplikasi pada perubahan, tetapi perubahan belum
tentu termasuk dalam kategori perkembangan karena perkembangan
adalah realisasi diri atau pencapaian kemampuan bawaan.
53
Suyadi & Maulidya Ulfah, konsep dasar PAUD ( PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2017), 49
36
b. Perkembangan awal lebih atau lebih kritis dari pada perkembangan
selanjutnya karena perkembangan awal menjadi dasar bagi
perkembangan berikutnya. Apabila perkembangan awal
membahayakan penyesuaian pribadi dan sosial anak, perkembangan
sosial anak selanjutnya akan terganggu. Namun demikian,
perkembangan awal dapat diubah atau disesuaikan sebelum menjadi
pola kebiasaan.
c. Kematangan sosial atau emosional, mental dan lain-lain dapat
dimaknai sebagai bagian dari perkembangan karena perkembangan
timbul dari interaksi kematangan dan belajar.
d. Pola perkembangan dapat diprediksikan, walaupun pola yang dapat
diprediksikan tersebut dapat diperlambat atau dipercepat oleh
kondisi lingkungan di masa pra lahir dan pasca lahir
e. Adapun pola perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang
dapat diprediksikan. Pola perkembangan yang terpenting
diantaranya adalah adanya persamaan bentuk perkembangan bagi
semua anak. Perkembangan terjadi secara berkesinambungan
berbagai bidang berkembang dengan kecepatan yang berbeda dan
terdapat korelasi dalam perkembangan yang berlangsung.
f. Terdapat perbedaan individu dalam perkembangan yang sebagian
karena pengaruh bawaan atau keturunan dan sebagian karena
kondisi lingkungan. Perbedaan pola perkembangan ini berlaku baik
dalam perkembangan fisik maupun psikis.
g. Setiap perkembangan pasti melalui fase-fase tertentu secara
periode mulai dari periode pralahir, periode neonates (lahir sampai
10-24 hari), periode bayi ( 2 minggu sampai setahun), periode
kanak-kanak awal (2 sampai 6 tahun).
37
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak
a. Faktor lingkungan sosial yang menyenangkan anak
Hubungan anak dengan masyarakat yang menyenangkan,
terutama dengan anggota keluarga akan mendorong anak
mengembangkan kecenderungan menjadi terbuka dan menjadi
lebih berorientasi kepada orang lain.54
b. Faktor emosi
Tidak adanya hubungan atau ikatan emosional akibat
penolakan anggota keluarga atau perpisahan dengan orang tua,
dapat menimbulkan gangguan kepribadian pada anak. Sebaliknya
pemuasan emosional mendorong perkembangan kepribadian anak
semakin stabil.
c. Metode mendidik anak
Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang serba
membolehkan, dapat diprediksikan kelak ketika besar cenderung
kehilangan rasa tanggung jawab, mempunyai kendali emosional
yang rendah dan sering berprestasi rendah dalam melakukan
sesuatu, sedangkan mereka yang dibesarkan oleh orang tua secara
demokratis penyesuaian pribadi dan sosialnya lebih baik.
d. Beban tanggung jawab yang berlebihan
Anak pertama seringkali diharapkan bertanggung jawab
terhadap rumah, termasuk menjaga adiknya yang lebih kecil. Hal
ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri dan tanggung jawab yang
lebih besar dari pada adik-adiknya.
e. Faktor keluarga di masa anak-anak
Adapun anak tumbuh dan berkembang di tengah-tengah
keluarga besar akan bersikap dan berprilaku sewenang-wenangnya.
Sama dengan anak yang tumbuh dan berkembang di tengah
54
Ibid 56
38
keluarga yang cerai kemungkinan besar ia akan menjadi anak yang
cemas, tidak mudah percaya, dan sedikit kaku.55
f. Faktor rangsangan lingkungan
Lingkungan yang merangsang merupakan salah satu pendorong
tubuh kembang anak, khususnya dalam hal kemampuan atau
kecerdasan. Bercakap-cakap dengan bayi atau menunjukkan
gambar cerita pada anak usia dini dapat mendorong perkembangan
fisik dan mental anak secara baik, sedangkan anak yang
lingkungannya tidak merangsang dapat menyebabkan
perkembangan anak berada di bawah kemampuannya.
Adapun faktor penghambat perkembangan anak usia dini
a. Gizi buruk yang mengakibatkan energi dan tingkat kekuatan
menjadi rendah.
b. Cacat tubuh yang menggangu perkembangan anak.
c. Tidak adanya kesempatan untuk belajar apa yang diharap
kelompok sosial dimana anak tersebut tinggal.
d. Tidak adanya bimbingan dalam belajar (paud).
e. Rendahnya motivasi dalam belajar.
f. Rasa takut dan minder untuk berbeda dengan temannya dan tidak
berhasil.56
B. Metode menghafal Al-Qur’an
1. Pengertian hafalan Al-Qur‟an
Menghafal Al-Qur‟an pada dasarnya merupakan suatu proses panjang
yang membutuhkan waktu luang. Menghafal Al-Qur‟an adalah satu istilah
terdiri dari dua suku kata yang masing-masing berdiri sendiri serta memiliki
makna yang berbeda. Pertama “menghafal” berasal dari bahasa Indonesia
bentuk dari kata kerja “hafal”, mendapat awalan “me” menjadi “menghafal”
yang berarti usaha untuk meresapkan sesuatu kedalam pikiran agar selalu ingat,
55
Ibid 57 56
ibid 57
39
sehingga dapat mengucapkannya kembali di luar kepala dengan tanpa melihat
buku atau catatan.57
Menghafal dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan al-hifz yang
merupakan akar kata dari حافظا-حفظا–حيفظ–حفظ yang mempunyai arti menjadi
hafal dan menjaga hafalannya atau memelihara hafalan dengan baik.58
Orang
yang hafal Al-Qur‟an dikenal dengan sebutan hafiz : yaitu orang yang
menghafal dengan cermat, termasuk sederetan kaum yang menghafal.
Menghafal Al-Qur‟an juga membutuhkan usaha yang keras, ingatan
yang kuat serta minat dan motivasi yang besar dan disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing orang. Di samping membutuhkan usaha dan
ingatan yang kuat, Allah sudah memberi kemudahan bagi orang-orang yang
menghafal Al-Qur‟an Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Qomar
ayat 17 :
كَلَقْد َيسَّْرنَا ٱْلُقْرَءاَف لِلذِّْكِر فَػَهْل ِمن مُّدَِّكر
“Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur‟an untuk
pelajaran, maka adakah yang mengambil pelajaran”. (QS. Al-Qomar :
17)59
Kedua pengertian Al-Qur‟an secara etimologis Al-Qur‟an berarti
bacaan atau yang dibaca. Kata tersebut berasal dari qara‟a yang berarti
bacaan. Al-Qur‟an secara harfiah berarti bacaan sempurna, merupakan suatu
nama pilihan allah yang sungguh tepat, karena tiada bacaan pun sejak manusia
mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-
Qur‟an. Tiada bacaan semacam Al-Qur‟an yang dibaca oleh ratusan juta orang
57
Tim penyusun kamus besar bahasa Indonesia, kamus besar bahasa indonesia,
(Jakarta:balai pustaka, 1995), hlm. 333. 58
A. Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka
Progresif, 1997), 301. 59
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya., 529.
40
yang tidak mengerti artinya dan tidak dapat menulis dengan aksaranya.
Bahkan dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak.60
Dari pengertian menghafal dan Al-Qur‟an tersebut dapat diambil
pengertian, bahwa menghafal Al-Qur‟an adalah suatu proses menjaga Al-
Qur‟an dan memelihara Al-Qur‟an di luar kepala dengan baik dan benar
dengan syarat dan tata cara yang telah ditentukan.
Adapun keistemewaan Al-Qur‟an adalah ia merupakan kitab yang
dijelaskan dan dimudahkan untuk dihafal, dipahami secara global oleh orang
kecil maupun besar, yang berpendidikan maupun yang tidak, dan setiap orang
mengambil pemahaman darinya sesuai dengan kemampuannya.61
Manfaat menghafal Al-Qur‟an pada masa kanak-kanak adalah
meluruskan lidah, membaca huruf dengan tepat, dan mengucapkannya sesuai
dengan dengan makhraj hurufnya, sehingga dapat membaca Al-Qur‟an dengan
fasih. Namun, sebagian pendidik ada yang ada yang kurang fasih dalam
membaca huruf jim, tidak mengeluarkan saat membaca huruf tsa, dzal, dan
lainnya, tidak menebalkan huruf izhar, dan kapan harus menebalkan huruf ra
dan kapan menipiskannya, juga seperti huruf dalam lafaz Allah, dan kapan
ditipiskan. Dengan menghafal dan membaca Al-Qur‟an dengan baik sejak
kecil akan membuat lidah menjadi lembut sehingga bisa membaca dan
menghafal Al-Qur‟an dengan fasih.
2. Persiapan halafan Al-Qur‟an
Adapun yang harus di siapkan ialah pertama-tama mengambil air
wudhu, shalatlah sunah 2 rakaat, kemudian mintalah kepada Allah SWT, agar
dimudahkan dan diberikan istiqomah dalam mengahafal Al-Qur‟an.62
60
Dr. Muhammad Quraish Sihab M.A Wawasan Al-Qur‟an tafsir maudhi atas berbagai
persoalan umat (Mizan, PT Mizan Pustaka, 2003), 3. 61
Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur‟an terj. Abdul Hayyi Al-Kattani (Jakarta
: Gema Insann.i Press, 1999), 189 62
Abdul Aziz Abu Jarwah hafal Al-Qur‟an dan lancar seumur hidup (PT Gramedia,
Jakarta 2017), 94-97
41
1. Tulislah target yang jelas
Tulislah kontrak target perjanjian untuk menghafal Al-Qur‟an, Kemudian
ditempel di tempat yang bisa dilihat setiap saat.
2. Sediakan waktu khusus untuk menghafal dan muraja‟ah
Kita harus menyediakan waktu khusus untuk menghafal, demikian untuk
muraja‟ah. Istilahnya kita adalah jam wajib Qur‟an jadi kalau sudah jam
nya, mulailah menghafal atau muraja‟ah, maka jika ada pekerjaan yang
lain diminggirkan dulu.
3. Metode menghafal
Metode menghafal sangat banyak sekali, tetapi seseorang memiliki
kecocokan yang berbeda. Maka pilihlah metode menghafal yang baik dan
cocok, jangan hanya ikut-ikutan.
4. Mushaf yang dibutuhkan
Gunakan mushaf pojok dan ada terjemahannya dengan ukuran sedang,
jangan terlalu kecil. Sebisa mungkin jangan gonta-ganti mushaf.
5. Tempat menghafal
Tempat menghafal terbaik adalah di masjid. Menghafallah di tempat-
tempat yang tenang, jauh dari kebisingan, dan keramaian.
6. Pembimbing
Harus punya guru pembimbing untuk menyetor hafalan dan sebagai
tempat untuk konsultasi, dan yang ideal adalah hafizh Qur‟an, kalau tidak
ada boleh setoran ke anak istri atau siapa saja yang sudah bisa membaca
Al-Qur‟an dengan baik dan benar.
Ketika kita terus menerus menghafal dan sabar terhadap kesulitan yang
kita temui pada awalnya, maka kita akan mendapatkan kemudahan setelahnya.
Ini adalah janji Allah yang pasti sebagaimana firmannya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”(QS. Al-Insyirah
5-6)
42
Adapun yang persiapan menghafal Al-Qur‟an di pondok peasantren
Al-Anwar sebagai berikut:
Rosyidatul Azizah mengatakan “adapun yang harus disiapkan sebelum
menghafal Al-Qur‟an berwudhu, mengambil Al-Qur‟an dan mencari tempat
menyendiri, tapi tergantung anak-anak terkadang ada juga yang bisa di tempat
rame mereka menghafalkan Al-Qur‟an.63
Jamaluddin mengatakan “apabila hendak menghafal Al-Qur‟an yang
disiapkan berwudhu terlebih dahulu, karna jikalau menyentuh Al-Qur‟an tidak
boleh dalam kondisi berhadas kecil, dan harus berpakaian rapi dan sopan.64
Dwi Fitriani mengatakan “yang harus disiapkan dalam menghafal Al-
Qur‟an ialah mental dan ingatan serta kelancaran ingatan, jikalau mental
kurang maka anak-anak bisa gugup dan ingatan pun berkurang.65
Rahmadani mengatakan “sebelum menghafal yang harus disiapkan
ialah berwudhu terlebih dahulu dan mengulang-ulang hafalan agar lancar.66
3. Metode menghafal Al-Qur‟an
Metode merupakan salah satu hal yang penting dalam mendidik anak
menghafal Al-Qur‟an, apalagi anak usia dini. Ada banyak metode yang
mungkin bisa dikembangkan dalam rangka mencari alternative untuk
mendidik anak menghafal Al-Qur‟an sejak usia dini. Berikut beberapa
metode yang ditawarkan oleh para ahli:
a. Metode menghafal Al-Qur’an menurut Ahsin W. Al-Hafiz
1. Metode Wahdah
Metode ini adalah menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat
yang hendak dihafal. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa
dibaca sebanyak sepuluh kali, dua puluh kali atau lebih sehingga
63
Rosyidatul Azizah, Guru Tahfiz Pondok Pesantren Al-Anwar, Rekaman Audio. 64
Jamaluddin, Guru Tahfiz Pondok Pesantren Al-Anwar, Rekaman Audio. 65
Dwi fitriani, Guru Tahfiz Pondok Pesantren Al-Anwar, Rekaman Audio. 66
Rahmadani, Santri Tahfiz Pondok Pesantren Al-Anwar, Wawancara dengan Penulis, 27
Desember 2018, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Rekaman Audio.
43
proses ini mampu membentuk pola dalam bayangan, akan tetapi
hingga benar-benar membentuk gerak reflek pada lisannya. Setelah
benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya
dengan cara yang sama demikian seterusnya, sehingga
Top Related