PENGARUH PERBANDINGAN DAGING IKAN DAN TEPUNG MAIZENA DAN LAMA WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK
NUGGET IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)
PROPOSAL USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Seminar Usulan Penelitian Prodi Teknologi Pangan
Oleh:
Vinda Meilistria Utari 13.302.0303
JURUSAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
2015
PENGARUH PERBANDINGAN DAGING IKAN DAN TEPUNG MAIZENA DAN LAMA WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK
NUGGET IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)
PROPOSAL USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Seminar Usulan Penelitian Prodi Teknologi Pangan
Oleh :
Vinda Meilistria Utari 13.302.0303
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Ir. Leni Herliani Afrianti, MP. ) (Dra. Hj. Ela Tumala Sutrisno, M.Sc.)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamua’alaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan
kenikmatan yang tidak terhingga, serta karena rahmat dan karunianya penulis dapat
menyelesaikan Proposal Usulan Penelitian ini. Shalawat serta salam selalu tercurah
limpah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
Penulisan proposal ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik moril
maupun materil, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Leni Herliani Afrianti, MP., selaku Pembimbing I
2. Dra. Hj. Ela Turmala Sutrisno, M.Sc. selaku pembimbing II dan Koordinator
Tugas Akhir
3. Keluarga yang tidak ada henti-hentinya memberikan doa dan semangat pada
penulis.
4. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu memberi motivasi dan dukungan
5. Teman-teman seperjuangan banana bee yang selalu memberi motivasi dan
dukungan.
6. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Usulan Penelitian ini
masih terdapat banyak kekurangan, hal ini tidak terlepas dari diri penulis sebagai
manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan dengan keterbatasan pengetahuan
serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik, saran dan masukkan sangat
penulis harapkan.
Akhir kata dan tidak lupa penulis mengucapkan Alhamdulillah, penulis
berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
umumnya bagi semua pihak yang membaca. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi
Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka
Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar luas wilayahnya
merupakan perairan. Ikan merupakan salah satu hasil perikanan yang banyak
dihasilkan di Indonesia dan merupakan sumber protein hewani yang banyak
dikonsumsi masyarakat. Ikan mudah didapat dengan harga yang relatif murah
sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kandungan protein yang
tinggi yaitu 17,00% dan kadar lemak yaitu 4,50% yang rendah pada ikan segar sangat
bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Untuk lebih jelasnya, kandungan gizi ikan
segar dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
Komponen Kadar (100%)
Kandungan air
Protein
Lemak
Mineral dan Vitamin
76,00
17,00
4,50
2,52- 4,50
Sumber: www.ristek.go.id
Karena manfaat yang tinggi tersebut banyak orang mengkonsumsi ikan baik
berupa daging ikan segar maupun makanan-makanan yang merupakan hasil olahan
dari ikan. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani dan pola konsumsi
masyarakat terhadap ikan, perlu adanya diversifiksi produk olahan terhadap ikan
dengan penerapan teknologi yang tepat, mudah dan murah, dapat dengan cepat dan
mudah untuk disajikan, dan mempunyai nilai gizi yang baik serta disukai oleh
masyarakat, salah satunya adalah dengan pembuatan nugget yang berbahan baku dari
ikan segar.
Berdasarkan data dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tahun 2009, ikan
bandeng termasuk komoditas utama dalam produksi perikanan budidaya memiliki
pertumbuhan produksi yang sangat tinggi dalam periode 2005 sampai 2009, dimana
pada tahun 2005 (254.067 ton), 2006 (212.883 ton), 2007 (263.139 ton), 2008
(277.471 ton) dan 2009 (291.300 ton) dengan mengalami kenaikan rata-rata 4,46%
pada periode 2005-2009 dan 4,98% pada periode 2008-2009. Menurut United States
Department of Agriculture (2009) dalam Untoro et al.,(2012), ikan Bandeng juga
memiliki kolesterol rendah yaitu sekitar 52 mg/100 g. Prospek pengembangan ikan
Bandeng pun terus meningkat, hal ini dapat dilihat berdasarkan Statistik Direktorat
Jenderal Kelautan dan Perikanan (2011), volume produksi perikanan Bandeng pada
tahun 2009 berkisar 328.290 ton/tahun.
Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang sangat baik dan digolongkan
sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Adapun nillai gizi ikan bandeng
per 100 gram berat ikan mengandung 129 kkal energi, 20 gram protein, 4,8 gram
lemak,150 gram fosfor, 20 gram kalsium, 2 mg zat besi, 150 SI vitamin A, 0,05 gram
vitamin B1 dan 74 gram air (Saparinto, 2006).
Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan air payau yang menjadi salah satu
komoditi perikanan unggulan daerah tropis terutama Indonesia. Ikan ini sudah tidak
asing lagi bagi masyarakat Indonesia karena merupakan hasil tambak yang tahan
serangan penyakit sehinga penyusutan dalam produksinya sangat kecil. Oleh sebab
itu kapasitas produksi dan hasil panen ikan segar ini memang berpotensi untuk
ditingkatkan. Hal tersebut didasari semakin meningkatnya pelaku usaha tambak di
Indonesia di atas jenis budidaya perikanan lainnya seperti pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Jumlah Usaha Budidaya Perikanan Menurut Jenis Budidayanya,
2008 - 2010
Jenis Budidaya
2008 2009 2010 *
Tambak Pembenihan Air Tawar
Laut Jumlah
14554722228
14851624229
15051627234
Sumber : BPS (2011)
Ikan hasil pertanian tambak ini relatif mudah untuk dibudidayakan karena
karakternya yang cenderung herbivora dengan makanan utamanya berupa alga dan
beberapa ganggang di alam liar. Selain itu kandungan gizi ikan ini sangat tinggi
terutama pada protein dan omega-3. Masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi ikan
ini semakin meluas ke berbagai kalangan sosial baik kota maupun desa. Hal tersebut
dikarenakan ikan ini memiliki rasa yang gurih spesifik, sehingga mudah dikenal
bahkan sampai luar negeri. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jenis ikan ini
masuk ke dalam 10 sumber protein hewani terpenting yang dikonsumsi masyarakat
kota dan pedesaan dari hasil perikanan dan peternakan di Indonesia seperti yang
tercantum pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Konsumsi 10 Sumber Protein Terpenting (per kapita per tahun)
Sumber Protein Perkotaan PedesaanJumlah (Kg) Nilai (Rp) Jumlah(Kg) Nilai (Rp)
Daging aya rasTelur ayam kampung
Telur ayam rasIkan kembungIkan tongkolIkan mujaer
Ikan BandengIkan masUdang
Daging sapi
5,148 60.892 5,980 5.356
5,876 45.760 2,280 21.164 2,080 19.604 1,612 12.272 1,664 16.848 1,284 11.960 0,884 12.740 0,780
27.092
1,508 18.460 10,290 7.436 3,380 26.780 1,248 9.672 2,440
16.484 1,352 8.372 0,884 7.904 0,624 6.240 0,260 2.964
0,364 9.100
Sumber : BPS (2003)
Persaingan bandeng dengan sumber protein lainnya cukup ketat, tetapi jika
dilihat secara makro maka peluang pasar untuk bandeng sebenarnya terbuka lebar.
Hal ini didasarkan pada beberapa indikator seperti masyarakat berpendapatan rendah
sampai tinggi masih dapat menkonsumsi bandeng. Selain itu menurut Food market
exchange (2003), pertumbuhan penawaran bandeng di Indonesia sebesar 3,82%
masih berhadapan dengan pertumbuhan permintaan yang mencapai 6,33%, sehingga
menjadi peluang tersendiri bagi usaha budidaya maupun pengolahan bandeng. Ikan
bandeng adalah jenis ikan air payau yang mempunyai prospek cukup baik untuk
dikembangkan karena banyak digemari masyarakat. Hal ini disebabkan ikan bandeng
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis ikan lainnya yaitu
memiliki rasa cukup cukup enak dan gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan
laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh
segala lapisan masyarakat (Purnomowati, 2007).
Produk nugget merupakan makanan yang berlevel di kalangan masyarakat
umum, ketersediaannya di minimarket atau supermarket selalu kontinyu dan menjadi
favorit bagi anak-anak dan remaja. Namun nugget yang telah dikembangkan adalah
ISSN 1978 – 3000 Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 2, No 2, Juli – Desember
2007 79 berbahan baku ayam, sedangkan nugget dengan bahan baku ikan masih
belum banyak dijumpai di pasaran. Pengembangan ikan sebagai bahan baku nugget
di sini sangat penting, terutama untuk membantu meningkatkan nilai ekonomis
produk perikanan. Selain itu keberadaan nugget ikan juga diharapkan mampu
memenuhi permintaan pasar khususnya masyarakat yang mengkonsumsi makanan
cepat saji, dan menjadi alternatif makanan pilihan berprotein tinggi di samping
produk-produk olahan ikan yang telah beredar dipasar.
Nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, di mana
kualitas nugget ditentukan oleh karakteristik daging yang digunakan sebagai bahan
baku. Kemampuan untuk mengikat air dan lemak untuk menstabilkan emulsi
merupakan sifat yang penting untuk produk emulsi, sehingga di peroleh produk yang
memiliki sifat fisik dan sensorik yang optimal. Nugget ikan adalah suatu bentuk
produk olahan ikan yang terbuat dari ikan yang di giling lalu dicetak dalam bentuk
potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded)
(Maghfiroh, 2000).
Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying)
(Saleh et al, 2002). Nugget ikan dibuat dari ikan yang giling lalu diberi bumbu,
dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong
dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget
digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama
penyimpanan (Astawan, 2007).
Sebagai pedoman standar karakteristik nugget ikan, mengacu pada SNI. 01–
6638–2002 (BSN, 2002) yang membahas tentang standar kualitas nugget ayam.
Berikut ini persyaratan mutu dan karakateristik nugget ayam:
Tabel 1. Syarat mutu nugget ayam
Jenis Uji Persyaratan Keadaan Persyaratan
- Aroma
- Rasa
- Tekstur
Air %,b/b
Protein %,b/b
Lemak %,b/b
Karbohidrat %,b/b
Kalsium mg/100g
Normal, sesuai label
Normal, sesuai label
Normal
Maks.60
Min.12
Maks.20
Maks.25
Maks.30
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002)
Pembuatan Nugget Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan
yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan
pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal
(pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005).
Dalam pembuatan nugget tahapan yang harus dilewati adalah penggilingan,
pencampuran bumbu, pengukusan, penyimpanan dingin dan penggorengan.
Pengukusan dapat meningkatkan daya awet nugget yaitu dengan pengukusan dapat
mengurangi, bahkan membunuh mikroorganisme yang terdapat dalam nugget
tersebut selama pengolahan dan dapat meningktkan cita rasa dari nugget tersebut,
tetapi waktu pengukusan harus diperhatikan.
Bahan Pengikat Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi
dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi.
Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi
(Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu
pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya
dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut
asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan
pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Afrisanti, 2010).
Penambahan tepung dalam pembuatan nugget berfungsi untuk mengikat air,
memberikan warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas
emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang terang,
meningkatkan elastisitas produk, dan menarik air dari adonan. Penambahan bahan
pengikat didasarkan pada pembentukan gel. Umumnya jenis bahan pengikat yang
ditambahkan dalam bahan makanan adalah tepung tapioka, beras, terigu, maizena,
sagu, dan ubi jalar (Winarno 2008).
Produk nugget ikan bandeng yang memiliki elastisitas baik adalah produk
dengan bahan pengikat tepung maizena karena lebih rendah mengandung kadar
lemak dari tepung lainnya sehingga tidak cepat akan menimbulkan ketengikan pada
hasil olahan produk, selain itu tepung maizena sangat baik untuk produk- produk
emulsi karena mampu mengikat air dan menahan air tersebut selamapemasakan.
Produk pangan yang menggunakan tepung maizena lebih renyah dibandingkan
tepung lainnya (Setyowati,2002).
Kualitas nugget juga dapat dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah
jumlah atau konsentrasi bahan pengikat yang ditambahkan. Karena belum diketahui
jumlah bahan pengikat yang tepat untuk ditambahkan ke dalam adonan nugget
khususnya, nugget daging ikan bandeng maka perlu dilakukan penelitian.
Bahan Pengisi Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam
produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian
daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi
adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno (1997) pati terdiri
atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa
dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam
stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air
dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan
penambahan air yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada
pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010).
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk
meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001).
Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang
putih dan merica (Aswar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan yang
ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet.
Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya
penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang
ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan
(Aswar, 2005).
Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang
dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta
mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al, 1987).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta
untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang
ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk
meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat 10 fungistotik dan fungisidal). Bau
yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung
komponen sulfur (Palungkun et al, 1992).
Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan.
Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang
daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu
rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin
dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan
alkaloida (Rismunandar, 2003).
Adanya berbagai variasi dalam pembuatan fish nugget sebagaimana tersebut di
atas, membuat peneliti ingin menjajaki dan melakukan modifikasi dalam proses
pembuatan fish nugget, yakni dengan menggunakan daging ikan bandeng sebagai
bahan baku utama dan sebagai bahan pengisi serta meniadakan penggunaan roti
tawar, yang cenderung memperbesar biaya produksi dan menggantinya dengan
menggunakan tepung maizena. Sedangkan parameter yang diukur dalam penelitian
ini adalah mengenai perbandingan antara daging ikan bandeng dan tepung maizena
serta lamanya waktu pengukusan terhadap karakteristik nugget ikan bandeng
tersebut.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka dapat diidentifikasikan
masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah perbandingan daging ikan dan tepung maizena berpengaruh terhadap
karakteristik nugget ikan bandeng ?
2. Apakah lama waktu pengukusan berpengaruh terhadap karakteristik nugget
ikan bandeng ?
3. Apakah pengaruh interaksi antara daging ikan dengan tepung maizena dan
lama waktu pengukusan terhadap karakteristik nugget ikan bandeng ?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan daging ikan
bandeng dengan tepung maizena dan lama waktu pengukusan terhadap karakteristik
nugget ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal).
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap
masyarakat dan pemerintah akan manfaat dari ikan bandeng yang dapat
diversifikasi menjadi produk makanan seperti nugget. Selain itu kandungan dari
ikan bandeng yang kaya akan omega 3 dan omega 6 juga sangat baik untuk
pertumbuhan otak dan kesehatan. Sudah saatnya para produsen nugget untuk segera
beralih bahan baku pembuatan nugget yang semula mengandalkan daging, seperti
daging ayam maka saat ini harus berani memanfaatkan bahan baku lain serta
berinovasi dengan membuat suatu produk baru yaitu nugget ikan bandeng.
1.5. Kerangka Pemikiran
Menurut Maghfiroh (2000) nugget merupakan suatu produk olahan daging
berbentuk emulsi, di mana kualitas nugget ditentukan oleh karakteristik daging yang
digunakan sebagai bahan baku. Kemampuan untuk mengikat air dan lemak untuk
menstabilkan emulsi merupakan sifat yang penting untuk produk emulsi, sehingga di
peroleh produk yang memiliki sifat fisik dan sensorik yang optimal. Nugget ikan
adalah suatu bentuk produk olahan ikan yang terbuat dari ikan yang di giling lalu
dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu
(battered dan braded).
Menurut Astawan (2007) nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging
yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi
dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded) (Maghfiroh, 2000).
Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying) (Saleh et
al, 2002). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan
pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri
perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng
setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama
penyimpanan (Astawan, 2007). Nugget merupakan salah satu bentuk produk
makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai
setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Produk beku
siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º
C. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya.
Standarisasi kualitas untuk bahan pangan untuk nugget meliputi sifat kimia dan
organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut Badan
Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi kadar lemak,
air, abu, protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik meliputi aroma, rasa, dan
tekstur. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI.01-6638-2002
mendefinisikan nugget ayam sebagai produk olahan ayam yang dicetak, dimasak,
dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau
tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan.
Menurut Apriadji (2001) nugget ikan termasuk ke dalam salah satu bentuk
produk beku siap saji yang banyak disukai oleh masyarakat karena dapat
memperpanjang umur simpan dan meningkatkan harga jual. Kebanyakan produk
daging olahan seperti nugget pada umumnya memiliki kelemahan pada kandungan
serat yang rendah sehingga belum mencukupi serat pangan (dietary fiber). Adanya
penambahan sayuran pada nugget akan meningkatkan kandungan serat karena
sayuran merupakan salah satu sumber serat pangan yang terbukti mempunyai peranan
penting untuk menjaga kesehatan tubuh (Muchtadi, 2010).
Widrial (2005) mengatakan bahwa bahan pengikat dapat
berupa tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung maizena. Produk nugget ikan
bandeng yang memiliki elastisitas baik adalah produk dengan bahan pengikat
tepung maizena karena lebih rendah mengandung kadar lemak dari tepung lainnya
sehingga tidak cepat akan menimbulkan ketengikan pada hasil olahan produk, selain
itu tepung maizena sangat baik untuk produk- produk emulsi karena mampu
mengikat air dan menahan air tersebut selama pemasakan. Produk pangan yang
menggunakan tepung maizena lebih renyah dibandingkan tepung lainnya
(Setyowati,2002).
Menurut Saparinto (2006) Ikan bandeng memiliki kandungan gizi yang sangat
baik dan digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berlemak rendah. Adapun
nillai gizi ikan bandeng per 100 gram berat ikan mengandung 129 kkal energi, 20
gram protein, 4,8 gram lemak,150 gram fosfor, 20 gram kalsium, 2 mg zat besi, 150
SI vitamin A, 0,05 gram vitamin B1 dan 74 gram air. Ikan hasil pertanian tambak ini
relatif mudah untuk dibudidayakan karena karakternya yang cenderung herbivora
dengan makanan utamanya berupa alga dan beberapa ganggang di alam liar. Selain
itu kandungan gizi ikan ini sangat tinggi terutama pada protein dan omega-3.
Masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi ikan ini semakin meluas ke berbagai
kalangan sosial baik kota maupun desa. Hal tersebut dikarenakan ikan ini memiliki
rasa yang gurih spesifik, sehingga mudah dikenal bahkan sampai luar negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jenis ikan ini masuk ke dalam 10 sumber
protein hewani terpenting yang dikonsumsi masyarakat kota dan pedesaan.
Menurut Soemardianto (2004) salah satu komponen yang menonjol dalam
nutrisi ikan Bandeng adalah asam lemak omega-3 yang terkandung didalamnya
mengingat ikan ini adalah termasuk golongan ikan yang berkadar lemak tinggi. Asam
lemak omega-3 sangat berguna unmk kesehatan manusia karena dapat mencegah
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan peredaran darah. Salah sam jenis asam
lemak yang berperanan penting dalam menjaga kesehatan manusia adalah asam
lemak Dokosaheksaenoat atau Docosahexaenoic Acid (DHA). Oleh karena itu
informasi tentang komposisi DHA pada ikan ini sangat penting bagi pengembangan
dunia ilmu pengetahuan terutama dalam bidang teknologi pasca pallen hasil
perikanan termasuk pengasapan. Dengan demikian dapat diketahui tingkat perubahan
komposisi DHA yang terjadi akibat proses pengasapan untuk dipergunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan kebutuhan gizi konsumen.
Ikan Bandeng selain bergizi tinggi karena mengandung protein, lemak,vitamin
dan mineral yang kaya akan kalsium dan fosforjuga rasanya lezat gurih sehingga
sa~gat digemari masyarakat Indonesia. Salah satu komponen yang - menonjol dalam
nutrisi ikan Bandeng adalah asam lemak omega-3 yang sangat berguna bagi
kesehatan manusia, karena dapat mencegah penyakit yang berhubungan dengan
peredaran darah. Ikan Bandeng sering diawetkan dengan cara pengasapan, namun
asam lemak omega-3 dalam lemak ikan ini beresiko mengalami penurunan komposisi
dan bahan kemungkinan dapat mengalami kerusakan atau oksidasi.
Dalam pembuatan nugget tahapan yang harus dilewati adalah penggilingan,
pencampuran bumbu, pengukusan, penyimpanan dingin dan penggorengan.
Pengukusan dapat meningkatkan daya awet nugget yaitu dengan pengukusan dapat
mengurangi, bahkan membunuh mikroorganisme yang terdapat dalam nugget
tersebut selama pengolahan dan dapat meningktkan cita rasa dari nugget tersebut,
tetapi waktu pengukusan harus diperhatikan.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan produk daging restrukturisasi dititik
beratkan pada kemampuan membentuk matriks protein yaitu terjadinya ikatan antara
partikel daging dan bahan-bahan lain yang ditambahkan. Daging restrukturisasi
dikembangkan melalui beberapa metode yaitu perlakuan mekanis dan penambahan
binding agent. Kriteria mutu nugget hampir sama dengan kriteria mutu sosis yang
dikeluarkan oleh meat inspectiondivision dari US Departement of Agriculture
(USDA). Sosis masak tidak boleh mengandung air melebihi empat kali kandungan
protein daging ditambah 10 % atau kadar air lebih kecil dari 4P + 10 % (Kramlich,
1971). Selain itu, kehilangan berat karena pemasakan dapat digunakan untuk
menentukan mutu nugget. Pemasakan pada kondisi yang normal tidak akan
mengakibatkan nugget mengalami kehilangan berat lebih dari 10 % karena hilangnya
air dan lemak, sedangkan kehilangan melebihi 20 % tidak dapat diterima. Selain
batas kehilangan berat yang diijinkan, nugget tidak boleh mengkerut atau mengalami
pengkerutan pada waktu pemasakan. Pengukusan bertujuan untuk menyatukan
komponen adonan, memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba (Koswara,
1995). Pada pembuatan nugget, pengukusan dilakukan agar terjadi proses
gelatinisasi.
Umumnya pada pembuatan nugget digunakan putih telur dan tepung roti sebagai
pelapis. Tepung roti mempengaruhi kenampakan, terbentuknya warna coklat melalui
reaksi Maillard dan keseluruhan penampilan produk. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi adalah waktu dan suhu pemasakan, serta karakteristik minyak
penggoreng (Sufi, 2008).
1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik hipotesis dalam
penelitian ini yaitu :
1. Perbandingan daging ikan dan tepung maizena di duga berpengaruh terhadap
karakteristik nugget ikan bandeng
2. Lama waktu pengukusan di duga berpengaruh terhadap karakteristik nugget ikan
bandeng
3. Interaksi antara perbandingan daging ikan bandeng dengan tepung maizena dan
lama waktu pengukusan di duga berpengaruh terhadap karakteristik nugget ikan
bandeng
Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
1. Penggilingan Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu
dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994). Pendinginan
ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses
penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air
yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging keong
sawah dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk mempertahankan
temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase pendispersi
dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan
sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).
2. Pengukusan Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula–
granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa
pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti
keadaan semula. Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air
yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari
molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa
berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian
amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut
gel (Winarno, 1997).
3. Batter dan Breading Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah
campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk
mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan
bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan
industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi
produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari
dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat produk
menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang
pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam
pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak
mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak
berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan
tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).
4. Penggorengan Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan
orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang
digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul
disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) 8 (Ketaren, 1986). Reaksi Maillard
terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang
merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan
dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Penggorengan awal (pre-
frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading.
Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk
sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan
kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk,
membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng
pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000). Penggorengan
awal dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai
setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi
kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan
gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal
dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4
menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994). Menurut
Jamaludin et al (2008) selama proses penggorengan terjadi secara simultan
perpindahan panas dan massa.