Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
MATRIKS HASIL RDPU PAKAR/ASOSIASI, UJI PUBLIK DI LIMA PROVINSI DAN SEMINAR APPSI DI DKI JAKARTA TAHUN 2006 TERHADAP DRAF RUU KEMENTERIAN NEGARA
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN TENTANG
KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Desain RUU Kementerian Negara harus dapat memfasilitasi/mengatasi persoalan otonomi daerah, baik aspek kewenangan, kelembagaan, keuangan dan kepegawaian (BKKSI) RUU harus memperkuat institusi kepresidenan dan meningkatkan efisiensi pemerintahan (DR.M FADHIL HASAN).
Semangat RUU ini meningkatkan pengimbangan kekuasaan (Kalbar) Prinsip konsistensi, efisiensi clan profesional (Kalbar, Sumut) Perlu sinkronisasi dengan RUU RPJPN dan RUU Tata Ruang (Sulsel) RUU ini agar tidak menabrak asas desentralisasi dekonsentrasi, dan tugas pembantuan serta sistem presidensiil (Sulsel).
2 Menimbang :
3 a. bahwa untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan negara;
Pertimbangan pada butir (a) RUU tidak perlu dikemukakan karena sudah jelas dalam Pembukaan UUD-RI 1945, jadi tidak perlu diulangi lagi dalam RUU ini. Kekuasaan pemerintahan tidak perlu dicantumkan dalam pertimbangan ini, cukup dengan menyelenggarakan pemerintahan negara. (PROF. DR. MIFTAH THOHA)
Diktum Pertimbangan butir a, b, c, dan d belum menonjolkan aspek sosiologis. Mengapa Kementerian Negara perlu diatur dalam Undang-Undang ? Aspek sosiologis itu adalah membentuk dan membubarkan kementerian negara (departemen) tanpa didasarkan pada aturan yang jelas, pertimbangan yang menyeluruh dan implikasinya serta kepastian hukum. Oleh karena itu, perlu dirumuskan butir baru selain butir b dan c dapat digabungkan. (Maluku) a. Tetap
4 b. bahwa Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara dibantu oleh menteri-menteri yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan dan setiap
a. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 UUD 1945, Presiden dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Negara, dibantu oleh menteri-menteri Negara yang memimpin Kementrian Negara dan membidangi urusan tertentu
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
menteri memimpin kementerian negara; dalam pemerintahan; (Maluku)
5 c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kementerian negara yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan pembentukan, pengubahan, dan pembubarannya diatur dalam undang-undang;
b. Bahwa untuk adanya kepastian hukum bagi Presiden dalam membentuk dari membubarkan suatu , kementriann Negara atas dasar pertimbangan yang menyeluruh, maka Kementrian Negara perlu diatur dalam Undang-Undang; (Maluku)
6 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Kementerian Negara;
e. Tetap. (Maluku)
Mengingat
7 Pasal 4 ayat (1), Pasal 17, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ditambahkan Pasal 18 UUD-RI 1945 dan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan daerah. Diharapkan RUU Kementerian Negara ini akan ada terobosan untuk memantapkan penyelenggaraan Otonomi Daerah, karena nafas dan ruh dari RUU ini mencerminkan penjelmaan dari Pasal 18 UUD-RI 1945 dan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (APPSI)
Dasar hukum kewenangan maupun substansi perlu dipertegas apakah RUU ini diajukan oleh Presiden atau usul inisiatif anggota DPR RI. (Maluku) Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 17, Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Maluku)
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
8 Menetapkan : UNDANG- UNDANG TENTANG KEMENTERIAN NEGARA.
9 BAB I KETENTUAN UMUM
10 Pasal 1
11 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
12 1. Kementerian negara yang selanjutnya disebut kementerian adalah lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan pemerintahan yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
Dalam ketentuan umum, perlu memuat penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan "perangkat khusus" dan "staf khusus" serta apa batas-batas tugas, wewenang dan fungsinya. (DR. INDRIA SAMEGO, APU) RUU Kementerian negara perlu membedakan istilah kementerian dan departemen. Lembaga kementerian dipimpin oleh menteri, sedangkan Lembaga departemen dipimpin oleh seorang birokrasi (Sekretaris Negara). Dengan Demikian semua kementerian negara adalah mempunyai departemen. Bukan seperti jaman orde baru yang sekarang masih dipakai ada kementerian yang berdepartemen, ada kementerian negara yang tidak berdepartemen. (PROF. DR. MIFTAH THOHA)
Pada legal drafting Pasal 1 butir 2, 3, dan 6 tidak sesuai dengan teori hukum, definien tidak boleh ada pada kata definiendum.(Jatim) Perlu ditambahkan beberapa pengertian yang dapat dianggap menimbulkan kerancuan seperti kementerian yang memiliki kantor wilayah dan kementerian yang tidak memiliki kantor wilayah sebagaimana pada Pasal 4. (Maluku) Dalam Pasal 1, perlu diatur tentang kriteria lingkup urusan yang nantinya dijabarkan ke dalam lembaga kementerian. Lingkup urusan apa saja yang merupakan lingkup kebijakan/pedoman/ standar/evaluasi dan apa saja yang merupakan operasional (6 urusan yang menjadi wilayah pusat berdasarkan UU 32/2004). (Seminar APPSI, Edward Simandjutak/Ases I Pemda Sumut)
13 2. Kementerian yang memiliki perangkat teknis adalah kementerian negara yang membidangi urusan pemerintahan mulai dari tingkat kebijakan sampai operasional.
istilah "teknis" yang dipakai untuk membedakan kementerian yang mempunyai aparatur pelaksana di daerah dengan yang tidak memiliki, akan membingungkan, karena "teknis" mempunyai arti method of doing something expertly yaitu cara untuk metakukan suatu kebijakan secara tepat.
Sebaiknya istilah perangkat teknis dihapus karena pekerjaan teknis sudah dikerjakan dari pemerintah pusat. (Jatim) Seharusnya kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis hanya memberikan pedoman-
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
(PROF. DR. MIFTAH THOHA) pedoman tidak memberikan pekerjaan teknis. (Jatim)
14 3. Kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis adalah kementerian negara yang membidangi urusan pemerintahan pada tingkat kebijakan tetapi tidak operasional.
15 4. Menteri negara yang selanjutnya disebut menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara.
16 5. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, yang selanjutnya disebut LPNK adalah lembaga pelaksana kebijakan pemerintahan dibidang tertentu yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri.
17 6. Urusan pemerintahan adalah setiap urusan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18 BAB II SUSUNAN DAN KEDUDUKAN
19 Bagian Pertama Susunan
20 Pasal 2
21 Kementerian negara terdiri atas kementerian yang memiliki perangkat teknis dan kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis.
Kementerian Negara terbagi menjadi 3 golongan, yakni: 1) Kementerian yang wajib ada dan tidak
dibubarkan, digabungkan atau diubah. Kementerian ini wajib karena diperintahkan oleh
Pada Pasal 2 tentang susunan & kedudukan, mengapa didasarkan pada kriteria perangkat teknis dan tidak teknis. Mengapa tidak didasarkan pada kewenangan absolut dan kewenangan konkurent, contohnya ada Menteri Pertahanan tetapi tidak ada Menteri Keamanan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
UUD dan biasanya dipakai secara Internasional oleh negara-negara lain.
2) Kementerian yang Strategis, Kementerian yang diadakan karena sesuai perkembangan situasi strategic yang terjadi dilingkungan nasional maupun global. Kementerian jenis ini bisa dibubarkan, diubah atau digabung sesuai dengan perkembangan dan perubahan lingkungan strategis tersebut. Perubahan dan Penggabungan Kementerian yang Strategis dengan persetujuan DPR.
3) Kementerian Tanpa portopolio, artinya kementerian ini tidak mempunyai struktur organisasi seperti kementerian negara wajib strategis yang mempunyai sekjen, dirjen, dan lain sebagainya. Kementerian ini dibuat atas keinginan presiden untuk menangani sesuatu kewajiban atau tugas khusus yang segera diwujudkan. Kementerian ini bisa dibubarkan jika tugas khusus tersebut telah selesai dengan memberitahu DPR. (PROF. DR. MIFTAH THOHA)
atau Kepolisian. (Jatim) Mengharapkan agar perangkat teknis yang dimiliki Departemen Dalam Negeri tidak bertentangan dengan semangat otonomi daerah. Kementerian harus jelas clan apabila tidak memiliki perangkat teknis maka perlu diperjelas (seperti adanya dinas-dinas). (Sulsel)
22 Pasal 3
23 (1) Kementerian yang memiliki perangkat teknis terdiri atas menteri, sekretariat jenderal, inspektorat jenderal, direktoratjenderal, dan badan.
Kementerian yang memiliki perangkat teknis terdiri atas menteri, sekretariat jenderal, inspektorat jenderal, direktorat jenderal, dan badan (MESDIN SIMARMATA) Perlu pembatasan eselon 1 di tiap departemen karena alasan efisiensi dan menghilangkan kesan jika tidak ada ditjen maka urusan tidak dikerjakan. (Perwakilan APPSI: Sultra)
Susunan organisasi kementerian harus ditegaskan untuk keperluan efisiensi. Contoh, sebelum era otonomi, ditjen di Depdagri ada 5, setelah otonomi membengkak menjadi 7 ditjen. (Kalbar) Pasal 3 ayat (1) perlu pembatasan untuk Ditjen maksimal 3 buah dan Badan maksimal 2 buah dalam setiap kementerian. Sementara, kementerian non-portofolio, asisten maksimal 4
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
orang termasuk asisten pengawasan fungsional. (Kalbar)
24 (2) Kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis terdiri dari menteri, sekretariat menteri, dan asisten menteri.
Pasal 3 RUU KN, istilah 'asisten menteri' kurang tepat, diusulkan lebih tepat istilah 'deputi menteri', seperti yang ada selama ini. (Sumut)
25 Pasal 4
26 (1) Kementerian yang memiliki perangkat teknis terdiri atas kementerian yang memiliki kantor wilayah/perwakilan dan kementerian yang tidak memiliki kantor wilayah/perwakilan.
(1) Kementerian yang memiliki perangkat teknis terdiri atas kementerian yang dapat memiliki kantor wilayah / perwakilan di provinsi, kota, dan kabupaten dan yang secara selektif dapat memiliki kantor wilayah / perwakilan di provinsi. (MESDIN SIMARMATA)
27 (2) Kementerian yang memiliki kantor wilayah/perwakilan membidangi urusan-urusan pemerintahan pusat.
(2) Kementerian yang dapat memiliki kantor wilayah / perwakilan di provinsi, kota, dan kabupaten membidangi urusan-urusan pemerintah pusat yang absolut. (MESDIN SIMARMATA)
28 (3) Kementerian yang tidak memiliki kantor wilayah/perwakilan. membidangi urusan-urusan yang pelaksanaannya menjadi kewenangan pemerintahan daerah.
(3) Kementerian yang secara sedan di dapat memiliki kantor wilayah / perwakilan di provinsi membidangi urusan-urusan bersama antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota. (MESDIN SIMARMATA)
Berdasarkan Pasal 37 dan 38 UU 32 tahun 2004, perlu ditambahkan pada akhir Pasal 4 ayat (3) setelah kata; "....menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah, (ditambah kalimat) melalui Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah sesuai dengan azas dekonsentrasi. (Ketua APPSI, SUTIYOSO) Perlu pengaturan tentang pembagian kewenangan yang terhadap persoalan yang selama ini
Perlu dimasukkannya pengaturan tentang hubungan antara kementerian dengan PEMDA sehingga ketika terjadi persoalan tidak mesti harus ke presiden. (Kalbar) Perlunya penegasan hubungan antara pusat dan daerah dalam RUU KN. (Kalbar) Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4) bagaimana dengan pekerjaan gubernur, apabila menteri Iangsung bekerja dengan pemerintah kabupaten. (Jatim)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
diambangkan/banyak campur tangan pusat terhadap urusan daerah seperti persoalan tanah, (Perwakilan APPSI: Mualim (Sekda Sulsel))
29 (4) Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membina dan mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintahan yang dilaksanakan oleh dinas-dinas daerah provinsi dan kabupaten/kota sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Kantor wilayah / perwakilan sebagaimana disebutkan dalam ayat (3)dibentuk untuk menangani urusan / kegiatan yang secara nyata memiliki dampak / akibat dengan cakupan paling tidak di dua provinsi yang bertetangga. (MESDIN SIMARMATA)
"Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membina dan mengawasi pelaksanaan kebijakan pemerintah yang diserahkan ke daerah dan dilaksanakan oleh dinas, kantor/badan provinsi dan kabupaten/kota sesuai peraturan perundang-undangan". (APEKSI)
Pasal 4 ayat (4) dianggap tidak perlu karena bertentangan dengan UU No. 32 tahun 2004. (Kalbar)
30 Pasal 5
31 Dalam susunan kementerian yang memiliki perangkat teknis dapat diangkat paling banyak 5 (lima) orang staf khusus yang tugas, fungsi dan kewenangannya diatur oleh menteri
Pada pasal 5, mengapa staf khusus dibatasi untuk kementerian yang bersifat teknis.(DR. M. FADHIL HASAN) Pasal 5, yang dimaksud dengan 5 orang staf khusus, perlu dipertegas, apakah Staf Khusus tersebut berstatus PNS atau tidak. Harus ada pengaturan tentang kompetensinya, meskipun bersifat umum. (Ketua APPSI)
Pengangkatan staf khusus kementerian maksimal 3 orang karena Menteri sudah dibantu oleh sekjen, dirjen dan kepala badan, alasan efisiensi. (Kalbar) Staf khusus seharusnya bukan mantan pejabat pemerintah/negara dan seharusnya orang yang memiliki keahlian di bidangnya. (Kalbar) Dalam Pasal 5, istilah 'staf khusus', lebih tepat `staf ahli', alasannya staf ahli lebih sesuai dengan kebutuhan organisasi (berdasarkan keahlian), sedangkan staf khusus cenderung dapat menjadi penampungan karena faktor kedekatan, pertemanan atau dari parpol (Sumut)
32 Pasal 6
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
33 Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi kementerian sebagaimana dimaksud pada Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 diatur dalam Peraturan Presiden.
34 Bagian Kedua Kedudukan
35 Pasal 7
36 Kementerian berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Pasal 7 RUU KN disarankan agar kata 'kementerian' diubah menjadi 'menteri', dengan alasan bahwa yang bertanggungjawab kepada presiden adalah menteri, bukan kementerian (Sumut)
37 Pasal 8
38 Kementerian berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
39 BAB III TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG
40 Bagian Pertama Tugas
41 Pasal 9
42 Kementerian mempunyai tugas membantu Presiden dalam penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan.
43 Bagian Kedua Fungsi
44 Pasal 10
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
45 (1) Dalam melaksanakan tugasnya kementerian yang memiliki perangkat teknis menyelenggarakan fungsi: a. pelaksanaan urusan pemerintahan; b. perumusan, penetapan, dan pengawasan
kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis;
c. pembinaan, koordinasi, dan pelaksanaan pelayanan administrasi pemerintahan; dan
d. pelaksanaan pengawasan fungsional.
Persoalan koordinasi antar kementerian harus diatur lebih operasional dan tidak hanya cukup diatur dengan Pasal 10 untuk menghindari inefisiensi, duplikasi dan menjaga fleksibilitas. (Kalbar)
46 (2) Dalam melaksanakan tugasnya kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis menyelenggarakan fungsi: a. perumusan, penetapan, dan pengawasan
kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis;
b. pembinaan, koordinasi, dan pelaksanaan pelayanan administrasi pemerintahan; dan
c. pelaksanaan pengawasan fungsional.
47 Bagian Ketiga Wewenang
48 Pasal 11
49 (1) Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi, kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berwenang: a. membuat perencanaan; b. merumuskan dan menetapkan kebijakan; c. melaksanakan kebijakan; dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
d. melakukan pengawasan fungsional.
50 (2) Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi, kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) berwenang: a. membuat perencanaan; b. membuat perencanaan; c. merumuskan dan menetapkan kebijakan;
dan d. melakukan pengawasan fungsional.
51 Pasal 12
52 Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan wewenang kementerian diatur dalam Peraturan Presiden.
53 BAB IV PEMBENTUKAN, PENGUBAHAN, DAN
PEMBUBARAN KEMENTERIAN
54 Bagian Pertama Pembentukan
55 PasaI 13
56 (1) Presiden, membentuk kementerian yang memiliki perangkat teknis dan kantor wilayah/perwakilan terdiri atas: a. Kementerian Dalam Negeri; b. Kementerian Luar Negeri; c. Kementerian Pertahanan d. Kementerian Hukum;
Perlunya mengeluarkan Kementerian Dalam Negeri dari Pasal 13 ayat (1) dan dipindahkan ke dalam Pasal Pasal 13 ayat (2) karena kementerian ini tidak memiliki kantor wilayah/perwakilan di daerah. (APEKSI dan BKKSI) Posisi Menko perlu dipertegas apakah dipertahankan atau dihapuskan. (BKKSI)
Nomenklatur kementerian harus disesuaikan sesuai dengan peraturan yang telah ada. (Kalbar) Urgensi Kementerian Lingkungan Hidup sehingga ia perlu menjadi kementerian dengan pereangat teknis (Kalbar) Pasal 13 ayat (1) Penjelasan, pengertian kanwil sebaiknya mengikuti UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya untuk
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
e. Kementerian Keuangan; f. Kementerian Agama.
PROF. DR. MIFTAH THOHA : Pembentukan Kementian Negara harus disesuaikan dengan Pasal 17 UUD RI 1945 yang terdiri dari pembentukan, pengubahan dan pembubaran. Maka diusulkan Kementerian sebagai berikut : A. Kementerian yang wajib terdiri atas
a. Kementerian Dalam Negeri; b. Kementerian Luar Negeri; c. KementerianPertahanan; d. Kementerian Hukum dan Perundang-
undangan; e. Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial; f. Kementerian Keuangan; g. Kementerian Agama; h. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
B. Kementerian Negara yang strategis terdiri atas a. Kementerian Perindustrian dan
perdagangan; b. Kementerian Perhubungan dan Pariwisata; c. Kementerian Pertanian dan Kehutanan; d. Kementerian Perikanan dan Kelautan; e. Kementerian Energi dan Sumber daya
Mineral; f. Kementerian Lingkungan Hidup; g. Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara;
Kementerian Dalam Negeri. (Jatim) Pada Pasal 13 & Pasal 14 tentang Pembentukan Kementerian, bagaimana pengaturannya karena dapat terjadi tumpang tindih antara kantor wilayah kementerian pertahanan dengan Kodam, Kodim. (Jatim) Mempertanyakan Pasal 13 (jumlah 15 kementerian yang memiliki perangkat teknis) dengan Pasal 9 (kementerian membantu Presiden dalam urusan tertentu pemerintahan) Sangat dirasakan belum cukup untuk semua urusan pemerintahan. (Sulsel) Dalam Pasal 13 dan Pasal 14, dipertanyakan penanganan urusan budaya pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian. Pariwisata, Seni dan Budaya. (Sulsel) Pasal 13 istilah 'industri' diusulkan menjadi 'Perindustrian' (Sulsel) Penegasan Kementerian yang memiliki perangkat teknis atau pada ayat (1) mestinya dapat menjawab tujuan Negara sebagaimana dalam Alenia IV Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, Kementerian Sosial perlu ada dan menjadi kebutuhan mendasar dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. (Maluku). Bab IV, Pasal 13 ayat (1) Penempatan Kementerian Dalam Negeri (Depdagri) dalam kelompok ini dirasakan kurang tepat. Sesuai
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
h. Kementerian Transportasi, Telekomunikasi, dan Pariwisata.
i. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
j. Kementerian Riset dan Teknologi. Selain Kementerian Negara diatas, Presiden dapat membentuk sebanyak-banyaknya 3 Kementerian tanpa portopolio
------ PROF. IR ISANG GONARSYAH, PH.D : Berpegang pada pembukaan UUD 1945, konsensus nasional, prinsip-prinsip "good governance" permasalahan bangsa dan negara, dan aset serta keunggulan komparatif yang dimiliki maka diusulkan kementerian sbb: a. Kementerian yang memiliki perangkat teknis dan
kantor wilayah /perwakilan 1) Kementerian Dalam Negeri; 2) KementerianLuar Negeri; 3) KementerianPertahanan; 4) Kementerian Hukum; 5) Kementerian Keuangan; 6) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
b. Kementerian yang memiliki perangkat teknis tetapi tidak memiliki kantor wilayah/perwakilan 1) Kementerian Kesehatan; 2) Kementerian Pertanian (termasuk Bulog); 3) Kementerian Kehutanan;
dengan Pasal 18 ayat (5) UUD-RI 1945 yang di undangkan dalam UU 32 Tahun 2004 Pasal 10 ayat (3) yang berada dalam pengelompokan ini adalah 6 bidang; Pertahanan, Keamanan, Luar Negari, Justisi, Monoter dan fiskal nasional serta agama. Maka Kementerian Dalam Negeri dari Pasal 13 (1) dipindahkan masuk/menjadi Pasal 13 ayat (2). Selanjutnya salah satu kewenangan yang sekarang ada di Depdagri, tentang Otonomi Daerah di jadikan kewenangan tersendiri, masuk ke Pasal 14. Pemisahan Otonomi Daerah dari Depdagri, dimaksudkan agar Depdagri dapat berkonsentrasi dalam bidang Politik dan Strategi Dalam Negeri sedangkan Otonomi Daerah dapat diurus terpisah. (Seminar APPSI SUTIYOSO)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
4) Kementerian Perikanan dan Kelautan; 5) Kementerian Pertambangan dan Sumber
daya Mineral; 6) Kementerian Lingkungan Hidup; 7) Kementerian Pekerjaan Umum; 8) Kementerian Transportasi, Telekomunikasi,
dan Pariwisata; 9) Kementerian Tenaga Kerja dan Pembinaan
UKM; 10) Kementerian Transmigrasi dan
Pembangunan Kawasan Tertinggi. C. Kementerian yang tidak memiliki perangkat
teknis tetapi tidak memiliki kantor wilayah/perwakilan 1) Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional; 2) Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara; 3) Kementerian Riset dan Pengembangan Sain
dan Teknologi.
57 (2) Selain kementerian sebagaimana disebut pada ayat (1), Presiden membentuk kementerian yang memiliki perangkat teknis dan tidak memiliki kantor wilayah/perwakilan terdiri atas: a. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; b. Kementerian Kesehatan; c. Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan
Kelautan;
Diperlukan Kementerian Kelautan secara terpisah sebagai konsekuensi Indonesia sebagai negara maritime/kepulauan ke dalam Pasal 13 ayat (2). Karena berdasarkan Doktrin Djuanda tahun 1982, dunia telah mengakui bahwa Indonesia adalah kepulauan terbesar di Dunia, melalui United Nation Convention on the law of the sea (UNCLOS) 1982 dan dikukuhkan dengan UU No.17 Tahun 1985. Oleh sebab itu wilayah maritim/kelautan harus diurus dengan sebaik-baiknya agar menjadi tulang
Kehadiran Kementerian Sosial dianggap bertentangan dengan prinsip efisiensi karena dianggap tidak lagi urgen. Hal yang sama terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dianggap terlalu Was dan besar implikasinya ke daerah karena selama ini kedua wilayah kerja kementerian tersebut dilakukan oleh dua dinas daerah yang terpisah. Sedangkan Kementerian Pembangunan Pedesaan dianggap juga tidak urgen karena sudah ada
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
d. Kementerian Industri dan Perdagangan; e. Kementerian Pekerjaan Umum; f. Kementerian Pertambangan dan Sumber
Daya Alam; g. Kementerian Perhubungan; h. Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi; i. Kementerian Sosial.
punggung kekuatan sosial, ekonomi, politik, budaya dan pertahanan nasional.. (APPSI, APEKSI, BKKSI) Perlunya menambahkan Kementerian Informasi dan Komunikasi pada Pasal 13 ayat (2) sebagai kebutuhan dalam menghadapi era informasi dan komunikasi. (APEKSI) Perlunya menambahkan Kementerian Pertanahan sebagai wilayah yang dianggap strategis bagi modal pembangunan dan kebutuhan masyarakat ke dalam Pasal 13 ayat (2). (APEKSI) Perlunya kajian atas penggabungan Kementerian Pertanian dan Kehutanan karena wilayahnya yang berbeda dan lugs. (BKKSI) Perlu ketegasan untuk mengatakan bahwa ada kementerian yang karena fungsinya terlalu berdekatan antar sektor, maka harus digabungkan. Namun, jika ternyata secara fungsional berseberangan, tidak salah untuk dipisahkan, misalnya tenaga kerja, transmigrasi dan koperasi. (DR. INDRIA SAMEGO, APU) Pasal 13 ayat (2) Iebih baik hanya menyebutkan pengelompokan kementerian, selanjutnya menyerahkan nama dan perinciannya kepada Presiden. (DR. M. FADHIL HASAN )
otonomi daerah dan sudah ditangani oleh Departemen Dalam Negeri. (Kalbar) Pasal 13 ayat (2) disarankan sejumlah kementerian a. Kementerian Pendidikan, Olah Raga dan
Pemuda; b. Kementerian Kesehatan dan LH; c. Kementerian Pertanian dan Kehutanan; d. Kementerian Kelautan dan Perikanan; e. Kementerian Perdagangan dan Industri; f. Kementerian Pertambagan dan Energi; g. Kementerian PU, Perumahan Rakyat,
Pertanahan; h. Kementerian Perhubungan dan
Telekomunikasi; i. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; j. Kementerian Sosial dan Perlindungan
Masyarakat. (Kalbar) Wilayah kementerian sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 (2) sudah terkait dengan urusan/kewenangan daerah maka penganggaran untuk kementerian itu semua harus dikonsultasikan dengan daerah. (Kalbar) Perlu penggabungan beberapa kementerian negara, seperti : Pendidikan dan Kebudayaan dengan Pemuda dan Olah Raga; Sosial dan Pemberdayaan Perempuan. Diusulkan pula agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masuk dalam kelompok kementerian yang memiliki perangkat teknis sehingga terjadi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
kesamaan visi dan misi dalam pengelolaan sumberdaya manusia (SDM) yang bermuara pada kesatuan dan persatuan bangsa. (Sulsel) Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Kelautan, ketiga urusan tersebut sebaiknya tidak digabung, begitu juga dengan Kementerian Industri dan Perdagangan agar dipisah karena terlalu banyak yang diurus. (Sulsel)
58 (3) Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah atau digabungkan urusan-urusannya oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 13 ayat (3) bukanlah merupakan kewenangan Presiden untuk menetapkan, mengubah dan menggabungkan serta membubarkan kementerian tanpa harus melalui persetujuan DPR. Jika dikhawatirkan Presiden membentuk banyak kementerian sehingga inefisiensi, RUU ini bisa saja menyebutkan jumlah maksimal kementerian (M.FADHIL HASAN).
Adanya aturan Pasal 13 ayat (3) bahwa perubahan/penggabungan kementerian harus dengan persetujuan DPR apakah tidak membelenggu keleluasaan Presiden yang dipilih secara Iangsung oleh rakyat berdasarkan visi dan misi yang diusung ketika kampanye. (Kalbar) Mengapa pembentukan kementerian harus dengan persetujuan DPR, karena Presiden memiliki hak prerogatif. (Jatim) Rumusan pada ayat (3) hendaknya diubah. Hal ini penting karena sistem yang dianut dalam UUD 1945 dalam sistem pemerintahan Presidentil dan bukan Parlementer. Rumusan pada ayat (3) mengarah pada sistem parlementer. Dilain pihak apabila UU ini membentuk suatu kementerian negara masih perlu persetujuan DPR dilihat dari segi waktu dan kebutuhan dalam membentuk kabinet. (Maluku) Hendaknya diingat dalam membentuk kementerian negara adalah hak prerogatif presiden. apalagi hak itu telah mendapat kepastian hukum melalui undang-undang. (Maluku)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
59 PasaI 14
60 (1) Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dibentuk kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis, terdiri atas: a. Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional; b. Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara; c. Kementerian Riset, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi; d. Kementerian Lingkungan Hidup; e. Kementerian Pembangunan Pedesaan; f. Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya; g. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah.
Perlunya menambah Pasal 14: "Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dibentuk Kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis 'dan kantor wilayah/perwakilan di daerah' terdiri atas: dst." untuk menegaskan bahwa kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis melebihi kementerian yang memiliki perangkat teknis. (APEKSI) keberadaan Pemda menjadi argumen tidak perlunya Kementerian Pembangunan Pedesaan (Pasal 14). (APEKSI) Keberadaan Depdagri menjadi argumen tidak perlunya Kementerian Pembangunan Pedesaan (Pasal 14). (BKKSI) Pasal 14. Otonomi Daerah dipisahkan dari kewenangan Depdagri. Apabila negara demokrasi di Eropa seperti Kanada, memerlukan waktu lebih dari 20 tahun untuk pemberian otonomi daerah, di Indonesia, otonomi Daerah masih relatif baru, setelah lahirnya UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian digantikan oleh UU No. 32 tahun 2004. Pembenahan teknis Otonomi Daerah masih sangat panjang, sebab itu perlu dipisahkan karena kedepan hal-hal pengembangan wilayah akan berkembang bahkan mungkin sebaliknya akan ada penggabungan kembali. (Ketua APPSI, SUTIYOSO) Tidak perlu adanya kementerian pembangunan
Pasal 14 (1) ada perubahan: a. Kementerian Perencanaan dan Pembangunan
Nasional; b. Kementerian PAN; c. Kementerian Ristek; d. Kementerian kependudukan dan KB; e. Kementerian Pemberdayaan dan
Perlindungan Anak dan Perempuan; f. Kementerian Pariwisata, Seni dan
Kebudayaan; g. Kementerian Koperasi dan UKM; h. Kementerian Media Informasi dan Hubungan
Masyarakat. (Kalbar) Pembentukan kementerian sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (1) dengan pertimbangan DPR. (Kalbar) Pasal 14 ayat (1) Permasalahan Kementerian Pembangunan Pedesaan, bagaimana dan apakah tugasnya menjadi Bapenasnya desa dengan wadah kecil tetapi lembaganya mempunyai kewenangan yang kuat (superbody). (Jatim) Pada Pasal 14 apakah kementerian-kementerian dimaksud dapat menyelesaikan dua masalah yang berbenturan seperti masalah pengiriman transmigran dan penyelesaian masalah transmigran di daerah transmigrasi. (Jatim) Diusulkan agar bidang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang ada di Departemen
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
pedesaan. Dinilai lebih urgen adanya Kementerian Otonomi Daerah untuk memperkuat pelaksanaan otonomi daerah (Perwakilan APPSI: Sultra)
Pariwisata, supaya digabungkan dengan Departemen Agama. (Sulsel) Pasal 14 ayat (1) huruf e Kementerian Pembangunan Pedesaan tidak perlu karena dapat dijangkau oleh Bappenas. Sedangkan pada ayat (1) huruf f Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya sebaiknya dimasukan di Pasal 13 ayat (2). Dan pada ayat (3) jumlah kementerian di ayat ini tidak tepat dibanding dengan ayat (1) dan (2). (Medan) Perlunya pembentukan kementerian koordinator / Menko. (Maluku) Kementerian Pembangunan Pedesaan tidak perlu ada, sebaiknya urusan ini diserahkan kepada daerah, sehingga dapat disesuaikan dengan karateristik sosial budaya setempat. (Maluku)
61 (2) Selain kementerian sebagaimana disebut pada ayat (1), Presiden dapat membentuk kementerian-kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis untuk melaksanakan urusan pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan rakyat, kependudukan dan lain-lain urusan yang dibutuhkan oleh Presiden.
Mengapa pasal ini tidak digabungkan dengan pasal sebelumnya 14 ayat (1), (DR. M.FADHIL HASAN).
Pasal 14 ayat (2) dihapus karena sudah tertampung dalam usulan kementerian Pasal 13 ayat (1) dan (2) serta Pasal 14 ayat (1). (Kalbar)
62 (3) Jumlah kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) paling banyak 10 (sepuluh) kementerian.
Jumlah Kementerian dalam RUU terlalu banyak dan kurang mengakomodasikan penghematan dan pelaksanaan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan. (PROF. DR. MIFTAH THOHA) Jumlah kementerian harus disesuaikan dengan semangat desentralisasi. Perlu dinyatakan secara
Jumlah kementerian minimal 18 dan maksimal 21 untuk alasan efisiensi. Pasal 14 ayat (3) menjadi (2) dan ayat (4) menjadi (3). (Kalbar) Tentang materi muatan pada Pasal 13 ayat (3) kata persetujuan juncto Pasal 14 ayat (4) disebutkan kata pertimbangan dalam
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
tegas fungsi dari kementerian negara, yang membedakan dari lembaga pemerintah di tingkat daerah. Pusat hendaknya tidak terlalu gemuk, selain mahal juga sulit menghindari adanya kepentingan untuk bagi-bagi "kue" diantara Presiden dengan parpol yang mendukungnya. Untuk itu perlu ada aturan yang menegaskan mengenai pentingnya restrukturisasi peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah. (DR. INDRIA SAMEGO, APU)
penjelasannya adalah sama, dimanakah perbedaannya. (Jatim)
63 (4) Pembentukan kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pada Pasal 14 ayat (4) mengapa dibedakan dengan Pasal 13 ayat (3) yang memerlukan persetujuan DPR. Perbedaan ini menimbulkan persepsi bahwa kementerian ini tidak sama pentingnya dengan kementerian lainnya.( DR. M. FADHIL HASAN)
Perlunya kelembagaan pengawasan internal dan eksternal ke dalam sebuah lembaga kementerian. (Perwakilan APPSI: Mualim (Sekda Sulsel)) Perlu penegasan tentang penganggaran untuk setiap kementerian (Perwakilan APPSI:Malut (Asses III))
Rumusan Pasal-Pasal pada bagian ini telah meniadakan Menteri-menteri Koordinator bidang-bidang. Kebutuhan Menteri koordinator dalam perkembangan masih dibutuhkan karena adanya dinamika politik, apabila dipandang perlu oleh presiden. Oleh karena itu, perlu adanya rumusan yang membuka ruang bagi presiden membentuk kementerian sesuai kebutuhan. (Maluku)
64 Bagian Kedua Pengubahan
65 Pasal 15
66 (1) Nama kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat diubah.
Pasal 15 ayat (1) setuju dengan kementerian yang tidak dapat diubah, tetapi dipertanyakan mengenai HAM (Hak Azasi Manusia) ditangani
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
oleh kementerian apa?. Pasal 15 ayat (2) disarankan istilah 'persetujuan' diganti dengan 'pertimbangan' DPR, mengingat proses persetujuan memakan waktu lama. (Medan) Apabila UU telah memerintahkan untuk menggunakan nama Kementerian sebagaimana pada Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) maka Presiden wajib melaksanakannya. (Maluku) Apabila Presiden diberi kewenangan untuk menggabungkan beberapa urusan menjadi satu kementerian maka telah menjadi hak prerogatif presiden. (Maluku)
67 (2) Pengubahan nama kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dilakukan Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sama dengan tanggapan pasal 14 ayat (4), (DR.M.FADHIL HASAN).
68 (3) Pengubahan nama kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat dilakukan Presiden dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
Sama dengan tanggapan pasal 14 ayat (4), (DR.M.FADHIL HASAN).
69 Bagian Ketiga Pembubaran
70 Pasal 16
71 (1) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat dibubarkan oleh Presiden.
pembubaran suatu kementerian akan berdampak luas baik dari segi politik sosial maupun ekonomi.Oleh karena itu kedua pasal ini disatukan menjadi satu pasal dengan dua ayat, yaitu penggabungan Pasal 15 dan Pasal 16. (Maluku)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
72 (2) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dapat dibubarkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pada Pasal 16 ayat (2) dan (3) sama dengan tanggapan Pasal sebelumnya, bahwa pembubaran kementerian jenis ini merupakan tetap kewenangan Presiden. (DR. M. FADHIL HASAN)
73 (3) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), dapat dibubarkan oleh Presiden dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
74 BAB V PENGANGKATAN DAN
PEMBERHENTIAN MENTERI
75 Bagian Pertama Pengangkatan
76 Pasal 17
77 (1) Menteri diangkat oleh Presiden
78 (2) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi menteri adalah: a. warga negara Indonesia; b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila, dan UUD 1945; d. sehat jasmani dan rohani; e. memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela; f. mempunyai kompetensi; g. memiliki pengalaman manajerial; h. sanggup dan dapat bekerjasama sebagai
pembantu presiden.
Perlunya penambahan syarat menjadi menteri di samping kompetensi menurut bidangnya tetapi juga professional dan ahli. (Kalbar) Pengaturan tentang persyaratan bagi jabatan menteri/DPP tidak boleh melanggar hak warga negara seperti terlihat dalam untuk sebagian dalam persyaratan. (Kalbar) Apakah calon Menteri dapat diketahui secara luas oleh masyarakat dalam kaitannya dengan Pasal 17 RUU Kementerian Negara. (Jatim) Pasal 17 ayat (2) tentang kompetensi Menteri seperti apakah kualifikasinya?. (Jatim)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
79 Bagian Kedua Larangan Rangkap Jabatan
80 Pasal 18
81 Menteri dilarang merangkap jabatan/atau menjadi pengurus pada : a. lembaga negara lainnya; b. organisasi politik; c. komisaris atau direksi pada perusahaan
negara; atau d. organisasi lainnya yang dibiayai dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Ketentuan yang menyatakan Menteri dilarang merangkap jabatan/atau menjadi pengurus pada diusulkan organisasi politik (partai politik), larangan tersebut tidak hanya untuk pengurus tetapi jugs untuk semua anggota partai, atau klausul tersebut dihapuskan, karena banyak kader partai yang memiliki kemampuan dan profesional. (Sulsel) Alasan profesionalisme, adanya larangan rangkap jabatan bagi menteri di partai perlu dipertegas untuk kategori pimpinan atau semua anggota parpol. (Kalbar) Larangan rangkap jabatan, apakah politisi bersedia melepaskan jabatan dari jabatan partai politik. Harus dipertegas agar menteri tidak menggunakan jabatan untuk agenda partai. (Jatim) Dalam Bab Pengangkatan dan Pemberhentian Menteri. Pasal 18 dalam poin b ditambah menjadi organisasi politik dan LSM, dan poin c komisaris dan direksi diganti pejabat BUMN. (Kalbar)
82 Bagian Ketiga Pemberhentian
Bagian Ketiga Pemberhentian dan Penonaktifan Menteri
(Kalbar)
83 Pasal 19
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
84 (1) Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden.
Pasal 19 ayat (1) menjadi "Menteri diberhentikan dan dinonaktifkan dari jabatannya oleh Presiden. (Kalbar)
85 (2) Menteri diberhentikan karena : a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan
sendiri; c. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan; d. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
e. berakhir masa jabatan; f. kehendak presiden; g. melanggar ketentuan larangan rangkap
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
Pasal 19 huruf (f) kehendak presiden harus ada parameternya sehingga bukan atas dasar selera semata dalam memberhentikan menterinya. (Kalbar) Pasal 19 ditambah ayat (3) berbunyi : Menteri dinonaktifkan karena (1) terindikasi penyalagunaan wewenang dan jabatan; dan (2) telah dinyatakan sebagai tersangka tindakan hukum; (Kalbar)
86 BAB VI HUBUNGAN FUNGSIONAL KEMENTERIAN
DAN LEMBAGA PEMERINTAH NON-KEMENTERIAN
87 Pasal 20
88 (1) LPNK yang urusannya terkait dengan tugas dan wewenang suatu kementerian wajib melakukan koordinasi dengan kementerian tersebut
LPNK harus dibatasi maksimal 7, selektif dan sesuai dengan kebutuhan.(Kalbar)
89 (2) Pembentukan LPNK harus mengikutsertakan menteri yang memiliki tugas dan wewenang
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
yang terkait dengan urusan LPNK yang akan dibentuk.
90 (3) LPNK secara struktural berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang urusannya terkait dengan tugas dan wewenang LPNK
Perlunya pengaturan keberadaan LPNK. Dengan demikian perlu ditambahkan satu subbagian tentang LPNK masing-masing mengatur 'pembentukan, penggabungan dan pembubaran' untuk selanjutnya digabungkan dengan hubungan fungsional kementerian dan LPNK. (APEKSI)
Adanya pengaturan bahwa pimpinan LPNK harus bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri yang terkait. Perlu dipertegas LPNK yang selama ini disetarakan dengan kementerian seperti Jagung, Panglima TNI, Kapolri dan lain-lain. (Kalbar)
91 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Nama RUU Kementerian Negara cukup jelas. Namun dipertanyakan mengapa istilah Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) masih dimuat dalam Pasal 20 Bab IV. Dinilai tidak ada perlunya menyatakan secara eksplisit hubungan dengan LPNK sementara hubungan dengan kementerian lain tidak.(DR. INDRIA SAMEGO, APU)
Terkait dengan pengaturan hubungan fungsional Kementerian dengan LPNK. Perlu ditambahkan pengaturan tentang apa itu LPNK, apa saja yang termasuk LPNK sehingga tidak menimbulkan salah tafsir seperti dalam Pasal 20 (3) tentang pertanggungjawaban LPNK di bawah menteri. Bagaimana dengan jabatan jabatan LPNK setingkat menteri seperti Jagung, Kapolri, Gubemur BI. (Kalbar)
86 BAB HUBUNGAN KEMENTERIAN DENGAN
PEMERINTAH DAERAH
UU Kementerian Negara harus bersinergis dengan UU No.32 tahun 2004 sesuai dengan jiwa UUD'45 dengan menetapkan tiga azas penyelenggaraan Pemerintah Daerah yaitu: Azas desentralisasi, azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Oleh karena itu, diusulkan BAB tersendiri setelah BAB Hubungan Fungsional Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian. BAB Hubungan Kementerian dengan Pemerintah Daerah, dengan substansi pokok sebagai berikut : a. Pelaksanaan tugas dan wewenang kementerian
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
negara wajib dikoordinasikan dengan Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah dalam kerangka azas dekonsentrasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
b. Pelaksanaan tugas dan wewenang kementerian negara wajib diselaraskan dengan azas desentralisasi dan tugas pembantuan. (APPSI)
92 BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
93 Pasal 21
94 (1) Kementerian yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugasnya sampai dengan dibentuk Kementerian berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
95 (2) Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini harus segera menyesuaikan dengan Undang-Undang ini.
96 BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
97 Pasal 22
98 Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan.
99 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
100 Disahkan di Jakarta pada tanggal ......... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
101 Diundangkan di Jakarta pada tanggal ....... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, HAMID AWALUDDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ....... NOMOR...
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
1 PENJELASAN ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ........TAHUN ........ TENTANG
KEMENTERIAN NEGARA
I. UMUM
2 Penyelenggara negara mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan pembentukan Pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban. Pemerintah Negara Republik Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bertekad menjalankan fungsi pemerintahan negara ke arah yang dicita-citakan.
3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan negara menurut Undang-Undang Dasar, selanjutnya Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
Presidensil. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara yang pengangkatan dan pemberhentiannya sepenuhnya merupakan wewenang Presiden. Menteri-menteri negara membidangi urusan-urusan tertentu dan memimpin Kementerian Negara yang menurut Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa pembentukan, pengubahan, dan pembubaran suatu Kementerian Negara diatur dalam undang-undang.
4 Undang-Undang Kementerian Negara ini merupakan elaborasi dari ketentuan konstitusi sehingga undang-undang ini sama sekali tidak mengurangi apalagi menghilangkan hak Presiden dalam menyusun Kementerian Negara yang membantunya dalam menyelenggarakan pemerintahan. Dengan demikian, undang-undang ini justru memudahkan Presiden dalam menyusun institusi Kementerian Negara yang menangani urusan-urusan penting dan strategis bagi bangsa dan negara dalam rangka mensinergikan dengan prioritas urusan menurut visi dan misi Presiden.
5 Undang-Undang Kementerian Negara ini merupakan elaborasi dari ketentuan konstitusi sehingga undang-undang ini sama sekali tidak mengurangi apalagi menghilangkan hak Presiden dalam menyusun Kementerian Negara yang membantunya dalam menyelenggarakan pemerintahan. Dengan demikian, undang-
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
undang ini justru memudahkan Presiden dalam menyusun institusi Kementerian Negara yang menangani urusan-urusan penting dan strategis bagi bangsa dan negara dalam rangka mensinergikan dengan prioritas urusan menurut visi dan misi Presiden.
6 Kementerian negara yang selanjutnya disebut kementerian menurut undang-undang ini diklasifikasikan menjadi dua sebutan yakni kementerian yang memiliki perangkat teknis dan kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis.
7 Kementerian Negara yang dibentuk berdasarkan atas amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor antara lain faktor kesejahteraan dan faktor kepentingan Nasional.
8 Undang-undang ini secara jelas memuat dalam pasal-pasalnya tentang kewenangan Presiden dalam membentuk, mengubah, dan membubarkan kementerian yang memiliki perangkat teknis hares dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sedangkan untuk kementerian yang tidak memiliki perangkat teknis dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
9 Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selain memuat urusan yang perlu ditangani oleh Kementerian Negara, secara ekspilsit juga memuat Kementerian
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
Negara yang memiliki kewenangan peran sebagai pelaksana tugas kepresidenan jika Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat menjalankan tugas secara bersamaan, yang disebut "Triumvirat" yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan, selain itu jugs memuat Kementerian-kementerian Negara tertentu yang menangani urusan yang tidak mungkin dilepaskan dari Pemerintah Pusat seperti Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Keuangan, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan.
10 Faktor historis menunjukan bahwa beberapa Kementerian Negara sudah ada sejak Kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 dengan terbentuknya Kabinet Presidensil (19 Agustus 1945-14 November 1945) dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, antara lain: Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Keamanan Rakyat, Menteri Kehakiman, Menteri Penerangan, Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran, Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Sosial, Menteri Pengajaran, dan Menteri Kesehatan, serta diangkat pula 5 (lima) Menteri Negara.
11 Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam hal pembentukan Kementerian Negara adalah faktor kebutuhan nasional, yaitu kebutuhan berdasarkan kondisi dan kepentingan nasional Indonesia. Sebagai contoh, yaitu salah satu kebutuhan yang sangat mendesak bagi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
Indonesia adalah sektor kelautan yang mencakup 80 persen dari luas wilayah Indonesia, sehingga perlu dibentuk Kementerian Kelautan.
12 Faktor kebutuhan nasional tidak saja menjadi dasar pembentukan Kementerian Negara Portofolio, tetapi juga menjadi alasan untuk membentuk Kementerian Negara Portofolio.
II. PASAL DEMI PASAL
13 Pasal 1
14 Cukup jelas.
15 Pasal 2
16 Cukup jelas.
17 Pasal 3
18 Cukup jelas. Sekretariat jenderal yang dimaksud dalam ayat ini bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan: perencanaan visi, misi, program dan kegiatan pembangunan sesuai urusan teknis yang ditangani kementerian yang bersangkutan, dan penganggarannya; penyusunan organisasi dan tata laksana dalam suatu kementerian; fasilitasi bagi pelaksanaan teknis urusan-urusan pemerintahan yang ditangani kementerian yang bersangkutan, antara lain meliputi pengelolaan keuangan, sumber daya manusia, pemeliharaan dan pengelolaan asset-asset, serta data dan informasi; dan pengawasan, pemantauan, dan penilaian kinerja (evaluasi).(MESDIN SIMARMATA)
19 Pasal 4
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
20 Cukup jelas.
21 Pasal 5
22 Cukup jelas
23 Pasal 6
24 Cukup Jelas
25 Pasal 7
26 Cukup Jelas
27 Pasal 8
28 Cukup Jelas
29 Pasal 9
30 Cukup Jelas
31 Pasal 10
32 Cukup jelas.
33 Pasal 11
34 Cukup jelas.
35 Pasal 12
36 Cukup jelas
37 Pasal 13
38 Ayat (1)
39 Cukup jelas
40 Ayat (2)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
41 Cukup jelas.
42 Ayat (3)
43 Yang dimaksud dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat adalah pendapat Dewan Perwakilan Rakyat yang diputuskan sesuai dengan mekanisme Dewan Perwakilan Rakyat.
44 Pasal 14
45 Ayat (1)
46 Cukup jelas.
47 Ayat (2)
48 Setiap urusan-urusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak harus diwadahi dalam satu kementerian, urusan-urusan dapat digabung dalam satu kementerian.
49 Ayat (3)
50 Cukup Jelas
51 Ayat (4)
52 Cukup Jelas
53 Pasal 15
54 Cukup jelas
55 Pasal 16
56 Ayat (1)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
57 Cukup jelas
58 Ayat (2)
59 Cukup jelas
60 Ayat (3)
61 Pertimbangan dibubarkannya Kementerian dilakukan dengan memperhatikan aspek : a. Politik; b. Sosial; c. Ekonomi; d. Kepegawaian.
62 Pasal 17
63 Cukup jelas.
64 Pasal 18
65 Cukup jelas.
66 Pasal 19
67 Cukup jelas.
68 Pasal 20
69 Cukup jelas.
70 Pasal 21
71 Cukup jelas.
72 Pasal 22
73 Cukup jelas.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
No. Substansi Materi Draft RUU Kementerian Negara
Hasil RDPU Pakar & Asosiasi Hasii Uji Publik dan Seminar
74 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....
Top Related