Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

22
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU) KOMISI I DPR RI Tahun Sidang : 2012-2013 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (MASTEL) dan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Hari, Tanggal : Selasa, 22 Januari 2013 Pukul : 10.00 WIB Sifat Rapat : Terbuka Pimpinan Rapat : Drs. Ramadhan Pohan, MIS., Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., Kabagset. Komisi I DPR RI Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 Acara : Penjelasan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII terhadap Kasus Indosat, Tbk. Anggota yang Hadir : 1. Pimpinan Komisi I DPR RI 1) Drs. Ramadhan Pohan, MIS./F-PD 2) Drs. Agus Gumiwang Kartasasmita/F-PG 3) Tubagus Hasanuddin/F-PDI Perjuangan 2. Anggota Komisi I DPR RI F-PD 4) H. Hayono Isman, S.IP. 5) Drs. Guntur Sasono, M.Si. 6) Fardan Fauzan, BA., M.Sc. 7) Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria, S.IP., MM. 8) Mirwan Amir 9) Dra. Lucy Kurniasari 10) Hj. Nany Sulistyani Herawati F-PG 11) Ir. Neil Iskandar Daulay 12) Ir. H. Idris Laena 13) Tantowi Yahya 14) Yorrys Raweyai F-PDI PERJUANGAN 15) Tjahjo Kumolo 16) Sidarto Danusubroto 17) Helmy Fauzy 18) Evita Nursanty 19) Puan Maharani F-PKS 20) Mustafa Kamal, SS. F-PAN 21) Ir. Muhammad Najib, M.Sc.

description

Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

Transcript of Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

Page 1: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU) KOMISI I DPR RI

Tahun Sidang : 2012-2013 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR RI dengan

Ketua Umum Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (MASTEL) dan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)

Hari, Tanggal : Selasa, 22 Januari 2013 Pukul : 10.00 WIB Sifat Rapat : Terbuka Pimpinan Rapat : Drs. Ramadhan Pohan, MIS., Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., Kabagset. Komisi I DPR RI Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl.

Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270 Acara : Penjelasan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

terhadap Kasus Indosat, Tbk. Anggota yang Hadir : 1. Pimpinan Komisi I DPR RI

1) Drs. Ramadhan Pohan, MIS./F-PD 2) Drs. Agus Gumiwang Kartasasmita/F-PG 3) Tubagus Hasanuddin/F-PDI Perjuangan

2. Anggota Komisi I DPR RI F-PD

4) H. Hayono Isman, S.IP. 5) Drs. Guntur Sasono, M.Si. 6) Fardan Fauzan, BA., M.Sc. 7) Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria, S.IP., MM. 8) Mirwan Amir 9) Dra. Lucy Kurniasari 10) Hj. Nany Sulistyani Herawati F-PG 11) Ir. Neil Iskandar Daulay 12) Ir. H. Idris Laena 13) Tantowi Yahya 14) Yorrys Raweyai F-PDI PERJUANGAN 15) Tjahjo Kumolo 16) Sidarto Danusubroto 17) Helmy Fauzy 18) Evita Nursanty 19) Puan Maharani F-PKS 20) Mustafa Kamal, SS. F-PAN 21) Ir. Muhammad Najib, M.Sc.

Page 2: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

2

22) Ir. Chandra Tirta Wijaya F-PPP 23) H.A. Daeng Sere, S.Sos. F-PKB 24) Lily Chodidjah Wahid 25) Dr. H. A. Effendy Choirie, M.H. F-GERINDRA - F-PARTAI HANURA 26) Dr. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si.

Anggota yang Izin : 1. Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si./F-PKS 2. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si./F-PD 3. Dr. Hj. R. Adjeng Ratna Suminar, S.H., M.H./F-PD 4. Max Sopacua, S.E., M.Sc./F-PD 5. Edhie Baskoro Yudhoyono, B.Com., M.Sc./F-PD 6. KRMT. Roy Suryo Notodiprojo/F-PD 7. Meutya Viada Hafid/F-PG 8. Ir. Fayakhun Andriadi, M.Kom./F-PG 9. Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnaen, B.Bus./F-PG 10. Drs. H. A. Muchamad Ruslan /F-PG 11. Drs. Enggartiasto Lukita/F-PG 12. Heri Akhmadi /F-PDI Perjuangan 13. H. Tri Tamtomo, S.H./F-PDI Perjuangan 14. Drs. M. Idris Luthfi, M.Sc./F-PKS 15. Luthfi Hasan Ishaaq, M.A./F-PKS 16. Dr. H. Mardani Ali Sera, M.Eng./F-PKS 17. Sayed Mustafa Usab, S.E., M.Si./F-PAN 18. Drs. H. Husnan Bey Fananie, M.A./F-PPP 19. Dr. Maiyasyak Johan, S.H., M.H./F-PPP 20. Drs. H. Harun Al-Rasjid, M.Si./F-Gerindra 21. H. Ahmad Muzani/F-Gerindra

Undangan : 1. Ketua Umum MASTEL, Dr. Setyanto P. Santosa 2. Ketua Umum APJII, Semuel Abrijani Pangerapan 3. Saksi Ahli Kasus PT. Indosat, Ir. Nonot Harsono, MT.,

Prof. Agung Harsoyo, dan Dr. Edmon Makarim beserta jajaran.

Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (Drs. RAMADHAN POHAN, MIS./F-PD): Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi. Salam sejahtera buat kita semua. Yang kami hormati Pimpinan dari Komisi I dan Rekan-rekan Anggota Komisi I. Yang kami hormati Ketua Umum MASTEL beserta jajaran, Ketua APJII beserta jajaran, Bapak Saksi Ahli dan hadirin yang kami muliakan. Pertama, kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena telah memberikan

kesempatan dan nikmat kesehatan bagi kita, sehingga bisa mengikuti rapat pada pagi menjelang siang ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Sesuai informasi dari Sekretariat, berdasarkan daftar hadir pada hari ini telah hadir kuorum untuk, kuorum yang sesuai dengan ketentuan Pasal 245 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tatib, maka perkenankanlah kami membuka RDPU pada hari ini.

Page 3: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

3

Sebelum RDPU dimulai, kami menawarkan Bapak-bapak/Ibu-ibu apakah RDPU hari ini bersifat terbuka atau tertutup atau tertutup terbatas? Terbuka, baik. Rapat Dengar Pendapat kita pada hari ini kita nyatakan terbuka.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.45 WIB)

Bapak-bapak/Ibu-ibu yang kami hormati. RDPU Komisi I hari ini dilaksanakan dalam rangka mendengarkan penjelasan Ketua Umum MASTEL, Ketua APJII, dan Saksi Ahli, yaitu Ir. Nonot Harsono, Prof. Agung Harsoyo, dan Dr. Edmon Makarim, mengenai kasus PT. Indosat.

Bapak-bapak/Ibu-ibu yang kami hormati. Dari meja Pimpinan hari ini kita mendapatkan kabar duka, telah wafat istri dari senior kami Anggota Komisi I, Bapak Max Sopacua, berpulang pada pagi hari ini dan saya kira pada hari ini kita menerima masukan-masukan dan kita bisa percepat hari ini rekan-rekan Komisi I, dan dari Sekretariat sudah menyiapkan bis untuk Komisi I berangkat bersama-sama melawat ke kediaman duka. Saya kira dalam moment yang seperti ini, saya mengajak Pimpinan dari Komisi I dan Rekan-rekan Komisi I, beserta dari MASTEL, APJII, dan rekan-rekan sekalian untuk kita mengheningkan cipta sejenak dan bagi yang muslim membacakan Al-Fatihah dan bagi Rekan-rekan non muslim membaca sesuai dengan agama keyakinannya. Kami mulai.

(MEMBACA SURAT AL-FATIHAH)

Selesai. Bagaimana kalau kita sepakati, jam 12.00 WIB kita selesai, nanti kalau masih terasa perlu juga kita akan maksimum kita toleransi setengah jam. Dari meja Pimpinan menawarkan demikian, kami meminta persetujuan rekan-rekan Komisi I untuk setuju.

(RAPAT : SETUJU)

Baik, langsung saja kami persilakan kepada Ketua Umum MASTEL untuk menyampaikan paparannya.

KETUA UMUM MASTEL (Dr. SETYANTO P. SANTOSA): Terima kasih.

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua. Bapak Ramadhan Pohan beserta Pimpinan Komisi I DPR RI yang terhormat. Para Anggota Komisi I DPR RI yang kami hormati. Ketua APJII dan para pakar di bidang telekomunikasi dan hukum telekomunikasi yang

saya hormati pula, Hadirin yang terhormat.

Pertama-tama, perkenankan kami menyampaikan salam duka sehubungan dengan wafatnya, meninggalnya Ibu Max Sopacua, mudah-mudahan keluarga diberikan ketabahan dalam menghadapi cobaan ini.

Bapak Pimpinan serta Anggota yang terhormat. Kami haturkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya atas karunia dan ridho-Nya kita dapat berkumpul pada pagi hari ini dalam keadaan sehat wal’afiat dalam rangka Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi I DPR RI dengan MASTEL dan APJII, serta beberapa ahli di bidang telekomunikasi dan hukum telekomunikasi. Perkenankanlah kami mewakili segenap pengurus dan Anggota Masyarakat Telematika Indonesia disingkat MASTEL menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesempatan yang diberikan kepada MASTEL untuk ikut memberikan sumbangan

Page 4: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

4

pemikiran sebagai masukan kepada Komisi I DPR RI, khususnya dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan, terkait dengan kasus PT. Indosat, Tbk dalam penggunaan jaringan bergerak selular 3G frekuensi 2,1 GHz yang menjadi kasus tuduhan pelanggaran hukum oleh Penyidik Kejaksaan Agung. Mengawali penjelasan kasus yang kita bahas hari ini, kami membuka catatan MASTEL, dimana tercatat kasus yang didakwakan kepada IM2 dan Indosat ini bermula dari laporan dari Saudara Deni AK yang mengatasnamakan LSM Konsumen Telekomunikasi, bahwa PT. Indosat Mega Media (IM2) yang menggunakan jaringan bergerak selular 3G frekuensi 2,1 GHz dituduh menggunakan frekuensi 2,1 GHz tanpa ijin, karena dianggap menggunakan frekuensi bersama Indosat, IM2 harus membayar BHP frekuensi sebesar yang telah dibayarkan oleh Indosat, sehingga IM2 dituduh menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 3,8 trilyun. Surat panggilan pertama oleh Kejati Jabar pada tanggal 17 Oktober 2011 dan Dirut Indosat telah memenuhi panggilan tersebut pada tanggal 7 November 2011 dan kemudian berturut-turut berbagai pihak yang terkait mendapat panggilan dari Kejaksaan, baik di tingkat Kejaksaan Tinggi Jawa Barat maupun kemudian di Kejaksaan Agung, sampai akhirnya perkara ini memasuki tahapan pengadilan pada tanggal 14 Januari 2013.

Tuduhan yang disampaikan, pertama adalah LSM KTI melaporkan kepada Jaksa Penyidik bahwa IM2 tidak pernah mengikuti proses seleksi pita 2,1 GHz, sehingga tidak berhak menggunakan pita 2,1 GHz. Penjelasan kami pada saat itu adalah bahwa pada Tahun 2006, diselenggarakan seleksi oleh Kementerian Kominfo untuk menetapkan siapa saja yang akan diberi hak atau ijin menyelenggarakan jaringan bergerak selular 3G di pita 2,1 GHz dan Indosat menjadi salah satu pemenang seleksi tersebut. Indosat kemudian mengelar jaringan bergerak selular 3G dengan frekuensi 2,1 GHz sesuai dengan ketentuan: jaringan tersebut digunakan oleh jutaan pelanggan dan sebagian kapasitas disewakan kepada Penyelenggara Jasa, salah satunya adalah IM2. Jadi, Penyelenggara Jasa tidak memerlukan alokasi frekuensi, karena tidak akan menggelar jaringan bergerak selular 3G dan sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, IM2 sebagai Penyelenggara Jasa harus menggunakan jaringan milik Penyelenggara Jaringan. Tuduhan yang kedua, LSM KTI berpendapat bahwa IM2 telah merugikan negara. Menurut LSM KTI, IM2 seharusnya memiliki ijin sendiri, karena IM2 menggunakan frekuensi milik Indosat, maka IM2 tidak melakukan pembayaran kepada negara. Berdasarkan perhitungan KTI, negara telah dirugikan sebesar Rp. 3,8 trilyun dari pajak dan PNBP. Dalam kaitan ini MASTEL berpendapat IM2 tidak menggunakan frekuensi, tetapi menggunakan sebagian kapasitas jaringan bergerak selular 3G milik Indosat. Apabila kita menggunakan jaringan bergerak selular 3G tentu saja akan memancarkan gelombang radio dengan frekuensi 2,1 GHz yang memancar dari ribuan BTS pada jaringan tersebut. Mohon dimaklumi bahwa kewajiban PNBP untuk pita 2,1 GHz dibebankan kepada pemilik jaringan bergerak selular 3G sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri No. 7 Tahun 2006 untuk blok pertama sebesar 5 MgHz seluruh operator dan Keputusan Menteri 268 Tahun 2009 untuk blok kedua sebesar 5 MgHz juga. Sejak Tahun 2006 Indosat telah melakukan pembayaran PNBP sesuai ketentuan dan sampai saat ini Indosat telah membayar Rp. 1,358 trilyun untuk blok pertama dan Rp. 529 milyar untuk blok yang kedua.

Tuduhan yang ketiga, LSM KTI menuduh telah terjadi pengalihan frekuensi, IM2 menjual layanan broadband dengan menggunakan alokasi frekuensi yang seharusnya adalah milik Indosat, Indosat telah mengalihkan frekuensi ke IM2. Penjelasan MASTEL dalam hal ini adalah secara teknis dapat dibuktikan, bahwa tidak terjadi pengalihan frekuensi, karena ribuan BTS adalah milik Indosat yang menggunakan alokasi frekuensi 2,1 GHz itu, sedangkan IM2 tidak memiliki BTS. Memang IM2 menggunakan jaringan 3G Indosat, tetapi bukan alokasi frekuensi dan inilah yang tidak dipahami oleh para Penyidik.

Tuduhan yang keempat, LSM KTI menuduh bahwa migrasi dari IM2 ke Indosat pada bulan November 2011 adalah bukti, bukti maksudnya adalah kebenaran dari laporan dari Saudara Deni AK tadi. Migrasi yang dilakukan membuktikan bahwa tuduhan KTI benar adanya, migrasi tersebut merupakan reaksi terhadap penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Kejati Jawa Barat. Dalam kaitan ini MASTEL melihat Indosat telah merencanakan, memutuskan, dan mempersiapkan migrasi jauh sebelum adanya penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Page 5: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

5

Migrasi pelanggan IM2 ke Indosat dilakukan, karena pertimbangan bisnis dan merupakan bagian dari transformasi koorporasi yang sedang dilakukan oleh PT. Indosat, Tbk.

Bapak Pimpinan, Saudara Anggota yang kami hormati. Apabila kita menyimak Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,

khususnya ketentuan Pasal 7 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 yang mengatur Penyelenggara Telekomunikasi menjadi tiga, yaitu pertama, penyelenggaraan jaringan, yang kedua, penyelenggaraan jasa, dan yang ketiga penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus. Lebih lanjut Pasal 9 secara jelas menyatakan bahwa Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi menggunakan dan/atau menyewa jaringan telekomunikasi milik Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi. Atas dasar ketentuan perundangan ini, maka skema bisnis yang dibangun adalah sebagai berikut: pertama, Penyelenggara Jaringan Bergerak Selular, apakah 2G, 3G, atau yang lainnya, seperti Indosat, dibentuk memang untuk membangun jaringan dan berbisnis saluran komunikasi, baik retail maupuh wholesaler. Penyelenggara jasa, telephone, ataupun internet, seperti IM2 dan ISP lainnya dibentuk memang untuk berbisnis jasa layanan, bukan untuk membangun jaringan. Penyelenggaraan jasa dipastikan harus melalui jaringan milik Penyelenggara Jaringan dan memang tidak ada cara lain. Apabila IM2 menyediakan jasa layanan melalui jaringan 3G milik Indosat atau melalui jaringan manapun adalah hal yang memang seharusnya dilakukan demikian. Oleh karena itu MASTEL berpendapat, bahwa apabila IM2 menggunakan jaringan 3G milik Indosat, hal ini bukan merupakan tindak pidana apalagi tindak pidana korupsi. Untuk dimaklumi bahwa berdasarkan catatan kami, IM2 sebagai ISP memiliki revenue, pendapatan kurang lebih Rp. 300 milyar, ini data tahun 2011, dengan profit sebesar 10% sampai 20%. Sementara asset IM2 adalah sebesar Rp. 800 milyar, apabila dikenakan BHP frekuensi Rp. 1,3 trilyun sesuai perhitungan BPKP yang menghitung tanpa melakukan audit khusus, maka IM2 akan langsung bangkrut. Untuk dimaklumi bahwa saat ini IM2 termasuk ISP dengan pendapatan terbesar di industri internet di Indonesia. Sementara itu, ratusan ISP lainnya tidak memiliki asset dan pendapatan sebesar IM2, bahkan tidak sedikit ISP yang memiliki revenue di bawah Rp. 10 milyar. Mempertimbangkan perlunya kepastian hukum dan iklim investasi serta iklim berusaha di bidang telekomunikasi di Indonesia, MASTEL dengan ini menyampaikan keprihatinan kepada para Anggota Komisi I DPR RI sebagai berikut: 1. Menyayangkan sikap Penyidik Kejaksaan Agung yang mempidana perjanjian bisnis antara

Indosat IM2 ini atas dasar laporan Saudara Deni AK, karena perjanjian ini sendiri adalah praktek yang umum di bidang industri informasi teknologi, dimana lebih dari 200 perusahaan yang sama dengan IM2 melakukan jenis perjanjian dan model bisnis yang sama. Di dalam penetapan ini kami menilai Jaksa Penyidik tidak cermat dan menghasilkan berbagai ketentuan perundangan yang berkaitan dengan pelayanan jasa telekomunikasi yang dilaksanakan oleh IM2 dengan Indosat, khususnya yang berkaitan dengan Undang-Undang Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999.

2. Menyampaikan rasa keprihatinan yang mendalam karena Penyidik Kejaksaan Agung mendapatkan adanya beberapa pelanggaran terhadap Peraturan Menteri, padahal Menteri Kominfo telah menyatakan tidak ada pelanggaran dan telah disampaikan kepada Jaksa Agung RI melalui Surat No. 684 tanggal 13 November 2012 yang juga ditembuskan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia. Sikap Kejaksaan Agung sebagaimana tersebut dalam huruf b, itu membuat para pelaku industri jasa telekomunikasi berada dalam situasi yang tidak menentu dan kehilangan pegangan, karena bisa terjadi aktivitas bisnis mereka yang selama ini sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau industrial practices dan sah menurut peraturan perundangan di bidang Kominfo dan juga dibenarkan oleh regulator industri, tiba-tiba atau sewaktu-waktu dapat dinyatakan perbuatan pidana oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang seharusnya dijamin oleh konstitusi dengan garda terdepannya adalah Kejaksaan Agung Republik Indonesia. MASTEL sangat menyesalkan bahwa BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) di dalam bekerja semata-mata hanya menggunakan penafsiran versi Kejaksaan Agung untuk menetapkan bahwa telah terjadi kerugian negara Rp. 1,3 trilyun, seolah-olah hanya menjadi mesin hitung atau kalkulatornya Penyidik Kejaksaan, padahal seharusnya BPKP sebagai

Page 6: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

6

Auditor Pemerintah juga memperhatikan dan mendengarkan pendapat unsur Pemerintah lainnya seperti Kementerian Kominfo dan pihak terkait lainnya sebelum menyatakan telah terjadi kerugian negara tersebut, yang dilakukan melalui audit investigasi. BPKP juga telah mempergunakan standar ganda dalam penilaian ini, pada satu sisi BPKP menetapkan adanya kerugian negara sebesar Rp. 1,3 trilyun dalam kerja sama IM2 pada Indosat, padahal BPKP dalam laporan BPKP mengenai hasil audit Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP sektor telekomunikasi pada periode terjadinya kerja sama antara Indosat dengan IM2, telah menyatakan tidak terdapat kerugian negara, hal ini jelas sebagai suatu keanehan dan inkonsistensi yang kami sampaikan dalam forum ini, untuk kiranya lebih diperdalam dan dicermati oleh Bapak dan Ibu para Anggota DPR RI yang terkait, sehingga rakyat yakin bahwa perhitungan lembaga internal audit profesional ini memang benar atau sebaliknya keliru.

Kejaksaan seyogyanya memperhatikan dan mentaati ketentuan yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 33 beserta penjelasannya, yang mengamanatkan agar Kejaksaan di dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya membina hubungan kerja sama dengan Badan Penegak Hukum dan Keadilan serta Badan Negara lainnya atas dasar semangat kebersamaan dan keterbukaan yang sederhana, bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara. Tindakan Jaksa Penyidik kasus IM2 ini menampilkan adanya arogansi sektoral, yang cenderung menunjukkan adanya kesewenang-wenangan terhadap pihak yang baru diduga melakukan perbuatan melawan hukum, bahkan mengabaikan pendapat regulator di bidang telekomunikasi. MASTEL melalui forum yang terhormat ini ingin mengingatkan, apabila nanti pengadilan menetapkan bahwa kerja sama antara IM2 dan Indosat ini ditetapkan sebagai suatu pelanggaran, maka dampaknya lebih dari 200 perusahaan pelayanan jasa internet di Indonesia akan terancam tidak dapat beroperasi. Kasus IM2 ini menempatkan mereka juga sebagai pelanggar undang-undang, sehingga konsekuensinya kepada mereka juga akan dikenakan ketentuan pidana dan denda sebagaimana yang didakwakan kepada IM2 dan Indosat. Dengan demikian tidak berlebihan apabila proses pengadilan ini terus berjalan dan IM2 dinyatakan bersalah, maka kita akan menghadapi suatu suasana kelangkaan internet, ibarat menghadapi situasi kiamat internet di Indonesia. Hal ini membawa dampak terganggunya pertumbuhan ekonomi nasional dan sangat potensial menimbulkan dampak sistematik yang lebih besar bagi perekonomian nasional, mengingat seluruh aktivitas bisnis, pendidikan, dan pemerintah saat ini semuanya berbasis dan sangat tergantung kepada jaringan internet. Kami tambahkan pula Bapak Pimpinan dan Anggota yang kami hormati, bahwa Indosat itu dimiliki mayoritas oleh investor asing. Jadi ada kemungkinan juga ini akan berdampak internasional apabila mereka membawa ke dalam Arbitrase Internasional yang berkaitan dengan ini, yaitu International Commission for Investment Settlement Dispute. Oleh karena itu, ini dampaknya memang sebetulnya tidak dalam negeri, juga akan keluar apabila mereka ternyata tidak puas.

Bapak Pimpinan, para Anggota Komisi, serta hadirin yang kami hormati. Pemahaman kami bahwa telah terjadi persepsi yang keliru dari Penyidik Kejaksaan Agung di dalam mencermati Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan berbagai aturan-aturannya, terbukti dan lebih diperkuat lagi setelah mendengarkan dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Saudara Indar Atmanto mantan Direktur Utama IM2 yang pada sidang perdana di Pengadilan Tipikor tanggal 14 Januari 2013 yang lalu, dan sangat jelas, bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak memahami, bahwa jaringan bergerak selular 3G adalah jaringan radio yang di dalamnya pasti ada parameter frekuensi, daya pancar, lebar pita, atau bandwith, dan parameter teknis lainnya. Akibat ketidakpahaman ini Jaksa Penuntut Umum mengira bahwa frekuensi itu terpisah dari jaringan selular, padahal tidak akan ada jaringan bergerak selular bila tidak ada frekuensi, karena ketidakpahaman ini, Jaksa Penuntut Umum menulis kalimat dakwaannya sebagai berikut: “selain menggunakan jaringan selular 3G milik Indosat, IM2 juga menggunakan frekuensi 2,1 GHz.” Bila pemahaman ini yang dipakai, akan sama halnya kita mengatakan anda boleh menggunakan handphone, tetapi jangan memancarkan frekuensi atau sinyal radio atau anda boleh menggunakan handphone, tetapi jangan di on-kan. Pemahaman yang keliru tentang

Page 7: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

7

frekuensi dan maksud dari penggunakan frekuensi membuat Jaksa Penuntut Umum menyangka, bahwa PT. IM2 wajib membayar biaya frekuensi sebesar jumlah yang telah dibayarkan oleh Indosat, yaitu Rp. 1,3 trilyun. Apabila pemahaman yang salah ini ditetapkan sebagai ketetapan hukum, maka semua Penyelenggara Jasa yang mayoritas adalah UKM yang bekerjasama dengan Penyelenggara Jasa Jaringan Bergerak Selular akan diwajibkan pula membayar Rp. 1,3 trilyun dan tidak mungkin akan mampu membayarnya. Hal lain yang menjadi pemikiran kami adalah jika dalam proses pengadilan kemudian para terdakwa dibebaskan oleh majelis hakim, karena memang tidak terbukti, maka masyarakat akan serta merta memberikan tuduhan, bahwa pembebasan ini tentu ada apa-apanya, karena memang stigma tuduhan koruptor, selalu ditafsirkan sebagai suatu hal yang pasti bersalah dan harus dihukum. Banyak sudah korban akibat kekeliruan dan ketidakcermatan Jaksa Penuntut di dalam menyiapkan berkas-berkas tuduhannya, sehingga forum Pengadilan Tipikor dijadikan untuk membuang tanggungjawab Kejaksaan kepada lembaga pengadilan yang sesungguhnya adalah akibat tuduhan atau perkara yang tidak didukung oleh bukti yang memadai, sehingga membentuk kemungkinan terjadinya suatu pengadilan yang sesat. Kami mengharapkan dukungan Dewan yang terhormat bersama-sama dengan Komunitas Telematika untuk menghimbau dan meyakinkan semua pihak, terutama Aparat Penegak Hukum agar proses pengadilan yang sedang berlangsung di Pengadilan Tipikor ini dapat diakhiri dengan adanya putusan sela dari Majelis Hakim Tipikor, karena Pengadilan Tipikor tidak mempunyai kompetensi untuk mengadili perkara ini, apabila terdapat pelanggaran terhadap perijinan yang dimiliki IM2, maka pengaturan yang dipergunakan seharusnya adalah Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 berdasarkan prinsip lex specialis derogat lex generalis. Demikian beberapa masukan yang dapat kami sampaikan, Bapak Pimpinan serta Anggota yang kami hormati. Terima kasih atas perhatian dan kesempatan yang diberikan kepada MASTEL untuk menyampaikan pandangan kami yang semata-mata didasarkan kepada keinginan MASTEL untuk melindungi industri telekomunikasi di Indonesia agar dapat diselenggarakan dalam iklim usaha yang nyaman untuk sebesar-besar kepentingan rakyat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999. Mohon maaf apabila ada tutur kata yang kurang berkenan.

Wabillahitaufik wal hidayah, wassalamu ‘alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT: Wa ‘alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih Pak Setyanto.

Langsung kami persilakan kepada Pak Ketum APJII, Semuel Abrijani Pangerapan.

KETUA APJII (SEMUEL ABRIJANI PANGERAPAN): Terima kasih Bapak Pimpinan.

Selamat pagi semuanya. Kami saat ini Anggota kami berjumlah 280, dimana semuanya itu adalah Penyelenggara Jasa Internet yang harus bekerjasama dengan Penyelenggara Jaringan. Saat ini kami baru saja menyelesaikan survey pengguna internet Indonesia saat ini mencapai 63 juta, sedangkan target kami di 2015 adalah 50% dari jumlah penduduk Indonesia, berarti target kami yang juga menjadi target Pemerintah yang telah dinyatakan dalam sidang PBB di Tunisia dalam forum WSIS, setiap negara harus mencapai penetrasi 50%. Saat ini kami baru mencapai 25%, sisa 3 tahun. Inilah permasalahan-permasalahan yang sebenarnya tidak perlu ada, karena kami sedang mengenjot bagaimana penyebaran internet ini bisa merata di seluruh Indonesia. Ini yang sebenarnya kami harapkan bantuan dan semua Anggota kami selalu bekerja menurut koridor-koridor undang-undang yang ada. Jadi, apa yang telah dilakukan Indosat dan IM2 itu sudah memenuhi masalah dalam peraturan-peraturan yang telah dibuat. Jadi, kita tidak pernah melanggar dari situ. Nah, ini yang menjadi permasalahan yang kami hadapi, sebenarnya ada lagi permasalahan yang lebih besar, yang itu menjadi fokus, itu adalah pemerataan akses intenet di seluruh Indonesia. Nah, ini akan menjadi distorsi. Nah, itu yang kami harapkan dari Dewan yang terhomat, adalah bagaimana kami industri ini yang dinaungi oleh Undang-Undang No. 36 dapat bekerja berdasarkan peraturan yang ada dan tidak

Page 8: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

8

ada lagi pengkriminalisasian terhadap Anggota kami dalam melakukan bisnis. Jadi, harapan kami adalah memang ini sudah masuk dalam ranah, menjadi ranah Pengadilan, tetapi kami berharap dari Dewan Komisi I dapat mendesak Institusi Penegak Hukum untuk terlebih dahulu berkonsultasi kepada Pemerintah teknis, dalam hal ini Kominfo, untuk mendapatkan pemahaman teknis dalam satu kasus sebelum ini menjadi hal yang sangat penting. Kedua, adalah kami ingin ini bisa dikawal, karena dampaknya sangat besar dan keadilan bisa ditegakkan, itu adalah harapan kami yang bisa kami sampaikan. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih. Langsung pada Pak Nonot sebagai Tenaga Ahli, Saksi Ahli, maaf.

SAKSI AHLI KASUS PT. INDOSAT/ANGGOTA BRTI (Ir. NONOT HARSONO, MT.): Terima kasih Bapak Pimpinan.

Bapak/Ibu sekalian yang terhormat. Assalamu ’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Dari sisi kami sebagai enginer telekomunikasi, ini bukan masalah IM2 saja sebetulnya, tetapi ini masalah yang dipersoalkan adalah proses bisnis yang sudah lazim, proses bisnis yang memang harusnya demikian, itu dipersalahkan, sehingga bukan IM2 Indosat yang nanti akan mendapat dampaknya, tetapi seluruh model bisnis ICT, dimana itu pasti ada jaringan dan jasa, itu juga akan terkena dampaknya. Sebagaimana disampaikan oleh Pak Setyanto dan Pak Sami tadi, bahwa RPJMN kita Perpres No. 5 Tahun 2010 itu menargetkan bahwa akhir 2014 itu broadband penetration seharusnya adalah 30%, sekarang ini masih belum sampai 5%. Nah, menurut data world bank, bahwa, karena ini adalah abad ICT, dimana ICT itu adalah mesin penggerak utama ekonomi suatu bangsa. Penetrasi 10% broadband kepada masyarakat kita, populasi kita, akan menaikkan GDP sebesar 1,38 %, yang kalau di Indonesia itu setara dengan kira-kira Rp. 130 trilyun. Kalau kemudian penetapan hubungan bisnis antara jaringan dan jasa itu kemudian terhambat karena penerapan hukum yang salah, penerapan hukum yang keliru, dan kemudian kita masih kurang target 25% penetrasi broadband, anggap saja bahwa keputusan ini menghambat penetrasi 20% itu terhambat karena ini, kenapa begitu? Karena penetrasi broadband itu akan bisa cepat hanya dengan cara wireless, dimana wireline akan menyusul di belakangnya, serat optik dan kabel menyusul di belakangnya, tetapi dengan demografi kita dimana daerah pedesaan itu adalah daerah yang low than city, populasi rendah dan tersebar luas, maka yang paling layak di-invest-kan adalah jaringan wireless. Kalau jaringan wireless ini kemudian dengan penetapan ini kemudian terhambat, katakanlah pengambilan keputusan hukum ini mengakibatkan penetrasi itu terhambat 20% dalam, sampai 2015, itu akan setara dengan kerugian peluang kita untuk mendapatkan kenaikan GDP Rp. 260 trilyun. Nah, ini tentu tidak kita inikan dan itu menjadi fakta di seluruh dunia dan ini menjadi laporan resmi dari World Bank. Persoalannya sungguh amat sederhana, yaitu ketidakpahaman Tim Penyidik tentang radio dan frekuensi, bahwa frekuensi itu bagian dari radio, seperti kita menggunakan handphone, pada saat kita menggunakan, tentu memancarkan frekuensi. Saking sepelenya masalah ini, kami menjelaskan ke media itu susah, kami dianggap masa sesepele itu Pak, masa, nggak mungkin, karena bangsa kita itu mungkin selalu husnudzhon begitu ya, selalu berprasangka baik, jadi justru kami yang dituduh, wah Bapak ini ada-ada saja, masa sesepele itu jadi masalah, tetapi kenyataannya memang persoalannya adalah ketidakpahaman tentang bahwa frekuensi itu adalah bagian dari radio begitu, artinya frekuensi itu adalah parameter, seperti kita naik motor kecepatannya 100 km/jam, 2,1 GHz itu seperti itu, oh sinyal yang dipancarkan oleh BTS Indosat adalah 2,1 GHz. Jadi mungkin seperti itu dari saya.

Terima kasih. Assalamu ’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Page 9: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

9

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Nonot Harsono dari Komisioner BRTI. Selanjutnya kami persilakan Prof. Agung Harsoyo, Pakar Telekomunikasi.

SAKSI AHLI/PAKAR TELEKOMUNIKASI ITB (Prof. AGUNG HARSOYO): Assalamu ’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Jadi meneruskan Pak Nonot, sebetulnya persoalan ini sangat sederhana. Jadi mungkin kesalahpahaman dari rekan-rekan Kejaksaan Agung yang tidak cukup menguasai mengenai telekomunikasi selular. Jadi teman-teman itu tidak bisa membedakan antara menggunakan frekuensi dan menggunakan jaringan. Jadi pada prinsipnya adalah ketika kita berlangganan sesuatu, handphone misalnya, maka pasti kita membeli dulu SIM card. Nah, SIM card itu pasti milik Operator dimana kita berlangganan. Nah, di dalam tuduhan itu, kekeliruan pertama adalah dikira bahwa SIM card-nya itu adalah SIM card IM2, padahal IM2 adalah Penyelenggara Jasa, bukan Operator Selular. Nah, kemudian ketika kita ini melakukan dial menggunakan handphone, maka sesungguhnya menduduki frekuensi berapa, itu yang memerintahkan adalah SIM card kita, artinya kalau tadi disebutkan bahwa Indosat itu menduduki kanal 7 dan kanal 8, ketika dicek pasti akan menduduki kanal 7 dan kanal 8, yang jadi persoalan adalah dituduhkan bahwa yang menggunakan frekuensi itu adalah IM2, padahal secara aturan internasional tidak mungkin yang bukan Operator itu dapat memiliki SIM card, karena SIM card ini terdaftar di International Telecommunication Union. Jadi, Bapak-bapak kalau kita membuka SIM card itu ada angka-angka itu, angka-angka itu ada maknanya, dan itu menganut aturan main internasional yang disebut E118, itu tidak mungkin dimiliki yang bukan Operator Telekomunikasi. Jadi, ketika dituduhkan bahwa IM2 menggunakan frekuensi 2,1 GHz, itu secara teknis adalah sesuatu yang imposibble, karena pasti yang menggunakan itu adalah Indosat dan Bapak/Ibu sekalian kalau saya analogikan, kalau suatu perusahaan itu bisa disebut sebagai penyewa sound system, maka kita pasti memahami bahwa dia menyewakan microphone, menyewakan amplifier dan equalizer barangkali dan menyewakan load speaker, itu pasti jadi satu kesatuan. Nah, demikian pula untuk telekomunikasi selular ini. Jadi dalam hal ini IM2 menyewa jaringan dari Indosat. Jadi mulai dari SIM card ke BTS, ke BSC, ke SGSN, ke GSN sampai ke IPN, apa namanya, APN server. Jadi, pasti itu intinya Indosat adalah mengantarkan pelanggan yang akan mengakses layanan IM2. Jadi seluruh rangkaian dari SIM card sampai ke APN server, itu adalah milik Indosat, kemudian baru diantarkan ke LNS-nya IM2. Nah, yang terjadi adalah kesalahpahaman bahwa dalam hal ini IM2 menggunakan frekuensi 2,1. Jadi ini apa namanya, kerancuan dalam berpikir. Nah, ini Bapak/Ibu sekalian, malah jadi ruwet saya. Jadi, prinsipnya begini, bahwa Operator Selular itu memiliki sistem dari SIM card sampai dengan, sampai ke GSN, jadi ini nanti baru diantarkan ke IM2. Nah, menurut Jaksa Penuntut Umum bahwa ini dimiliki oleh IM2, yang secara technical tidak mungkin, karena menurut aturan internasional yang bisa mengeluarkan SIM card atau use SIM itu adalah Operator Selular. Itu saja yang dapat kami sampaikan.

Wabillahitaufik wal hidayah, wassalamu ’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT: Terima kasih Prof. Agung, langsung saja kepada Dr. Edmon Makarim, Pakar Hukum Telekomunikasi UI, kami persilakan waktunya, 5 menit.

SAKSI AHLI/PAKAR HUKUM TELEKOMUNIKASI UI (Dr. EDMON MAKARIM): Assalamu ’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Selamat pagi. Bapak/Ibu hadirin yang saya hormati.

Yang ingin saya garisbawahi pertama adalah keprihatinan kami dalam memandang, bahwa ternyata hukum itu dipahami sepihak, kemudian terjadi perbenturan yang mana lex specialis yang mana derogat generalis itu. Jadi di kacamata Jaksa adalah korupsi, sementara dia seakan-akan bukan abai, tetapi tidak peduli bahwa ini adalah administratif final mustinya, karena

Page 10: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

10

untuk mengalokasikan spektrum frekuensi itu, itu ada kewenangan aparatur negaranya. Jadi kalau sekarang kita persepsikan jalan raya itu adalah rentang yang terbatas, kemudian besok ada kebijakan satu jalan dipakai untuk busway, dipakai, tertumpuklah banyak di sebelah kiri penuh, yang sebelah kanan kosong, tetapi masyarakat banyak yang lewat, akan ada timbul dua persepsi. Pertama, adalah betapa sia-sianya menunggu busway yang satu dengan yang lainnya, sementara space itu harus terisi, kalau kita bicara trubut, maka akan mengatakan ada masalah tentang kebijakan itu, tetapi kebijakan harus diambil dalam rangka mengadopsi perkembangan teknologi yang terkait dengan frekuensi ini, maka yang terjadi adalah dapatkah dipersalahkan administrasi negara mengatur tentang satu kebijakan X, dimana di sini dalam konteks telekomunikasi di Pasal 9, Penyelenggara Jasa boleh menggunakan jaringan telekomunikasi, karena yang menduduki frekuensi adalah Penyelenggara Jaringan, jasa tidak. Justru aneh kalau Penyelenggara Jasa harus ijin juga spektrum frekuensi dan dalam pola pikir negara ini bukan welfare state, negara ini hanya power, maka dihitunglah itu sebagai jual beli lisensinya, sehingga yang dinyatakan bahwa negara telah terjadi kerugian, pertanyaan saya apakah frekuensi dimiliki oleh negara, tidak pernah ada frekuensi dimiliki oleh negara, frekuensi dimiliki oleh semua common heritage dia. Apakah saya menggunakan ngomong seperti ini menggunakan frekuensi, iya saya menggunakan frekuensi, tetapi apakah frekuensi yang seperti ini akan dimintakan perijinannya. Nah, dalam konteks perijinan yang diberikan oleh undang-undang adalah kewenangan negara untuk mengatur tata cara itu, mengatur tentang ketertibannya, maka pidana dalam telekomunikasi yang lebih pertama adalah interferensinya. Bapak bayangkan kalau ada spektrum frekuensi karena suatu kebijakan jadi mubazir, tidak ada yang pakai, apakah itu terjadi juga dikatakan ada nilai ekonomis, kerugian negara, di sini yang saya lihat ada dua paradoks dalam undang-undang kita, Undang-Undang Korupsi dan Undang-Undang tentang Keuangan Negara. Harusnya yang mana yang kita katakan ada barang milik negara. Kalau memang benar hadirkan barang itu ke saya yang namanya frekuensi, kan tidak ada, dimana kerugian negaranya, kalau konteksnya seperti itu, berarti yang dipikirkan adalah negara ini dengan power-nya untuk mengurusi kewenangan tadi, mengumpulkan sebanyak-banyaknya pendapatan. Jadi kesalahan berpikir bagaimana membangun telekomunikasi.

Bapak/Ibu, Berkenaan dengan RUU Telekomunikasi dan RUU Penyiaran yang digagas di Komisi I juga. Isu prihatin kami dari pengajarnya adalah saya hukum informasi dan komunikasi lebih tepatnya, konvergensi yang kami ajarkan, bahwa sebenarnya spektrum itu dipandang bukan sebagai barang milik negara selayaknya, yang akibatnya dikit-dikit itu akan dikatakan ada keuangan negara yang hilang. Kalau kita mengatakan sebagus-bagusnya adalah dimanfaatkan, ketimbang disia-siakan, kalau saya melihatnya seperti itu. Selanjutnya adalah tentang mekanisme yang di depan mata yang mana yang merugikan, yang jelas-jelas kelihatan gajah di pelupuk mata, tetapi itu terlihat, justru yang butuh penafsiran yang sangat, ini malah menggebu-gebu, begini Bapak/Ibu, kalau saya sudah dudukin frekuensi, saya tidak bayar, itu yang benar, saya telah menyatakan merugikan negara atau jika saya telah mengatakan komitmen a, saya tidak melaksanakan komitmen itu, sehingga seharusnya jangan saya yang jadi pemenangnya, misalnya saya dikatakan ditargetkan 100 tower, saya gak, itu boleh salahkan saya, itu merugikan bangsa dan negara. Selanjutnya ada frekuensi yang harusnya dapat dipakai, dikotori, saya sengaja mengotori spektrum jalan tadi agar tidak ada pihak lain yang lewat situ, itu benar merugikan keuangan negara, merugikan bangsa dan negara, dan pihak yang menguasai itu terlalu banyak spektrum itu, sehingga menghambat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Saya melihat malah jadi kegeser, apa ini sebenarnya, jangan-jangan kalau kita bicara soal di sini, ada bicara soal hulu, kalau konsumen kan bicara soal hilir, bagaimana penyelenggaraan yang terbaik buat negara ini. Kalau hulu, jangan-jangan malah ini isunya ke persaingan usaha. Jadi saya sangat merasakan bahwa ini tidak tepat, sangat dipaksakan, menyatakan ada sifat yang melawan hukum, kalau sudah sikutan administrasi, dan administrasi negara yang berwenang telah menyatakan x, mengapa Jaksa bisa mengatakan y, sementara

Page 11: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

11

sektor dengan pengetahuannya dan ada PPNS-nya, karakteristik industrinya, kok itu dikatakan tidak ada sama sekali dengan lex specialis-nya dari korupsi tadi. Berikutnya Bapak/Ibu, ada kata-kata perbuatan melawan hukum formil, sementara kita katakan di sini ada materil, kemudian ada paradoks keuangan negara, kalau boleh saya kembalikan kepada dasar prinsipnya, adalah setiap hak, setiap orang untuk berinformasi dan berkomunikasi, seharusnya visi dan misi negaralah yang menyatakan bahwa negara turun tangan membangun infrastruktur itu, sekarang sudah swasta yang membangun, Pemerintah cuma mengelola, menatanya, tahu-tahu Pemerintah juga yang menghancurkan industri ini, padahal di belakangnya ada pelayanan publik. Saya hanya menutup begini, penegakan hukum yang dzalim akan mengakibatkan pelayanan publik terganggu, seharusnya penegakan hukum seperti itu dipidana berdasarkan pelayanan publik, itu anjuran saya, tetapi dalam perspektif berpikir dalam konteks IM2, kalau sudah sesuai dengan apa yang digariskan oleh administratif, tidak ada dasar untuk menyatakan itu menjadi korupsi. Demikian, mohon maaf sekiranya saya ada kesalahan dalam penyampaian. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Edmon Makarim. Ini ada hubungannya gak dengan Nonok Anwar Makarim sama Makarim Wibisono, kemiripan nama? Tapi kepakarannya bolehlah, kita sudah mendengarkan.

Baik, terima kasih Bapak-bapak yang sudah memberikan, menyampaikan paparannya dan kita sekarang masuk kepada sesi pendalaman dan sepertinya target kita jam 12 untuk selesai dan kemudian ke rumah duka itu bisa terpenuhi dan dari yang sudah dipaparkan memang masih dalam satu masukan garis yang sama saya kira ya, dan baik, kita mulai dari meja Pimpinan, nanti kalau dari Saksi Ahli yang lain yang apa, ingin menyampaikan paparannya, nanti bisa disela-sela untuk meminta ke meja Pimpinan untuk apabila ada hal yang ingin disampaikan. Dari meja Pimpinan kami mendapatkan daftar penanya, perespon, yaitu ada 4 di sini dan kalau misalnya ada nanti bisa disusulkan di sini, ada Bapak Tantowi Yahya, ada Pak Hayono Isman, Ibu Nany Sulistyani dan Bapak Guntur Sasono. Dari daftar hadir yang rajin pada hari ini walau kami sudah lama juga enggak bertemu, yaitu Pak Tantowi Yahya.

Kami persilakan Pak Tantowi Yahya untuk menyampaikan responnya, kangen juga sudah lama enggak ketemu, tapi pada pagi hari ini yang pertama datang.

F-PG (TANTOWI YAHYA): Terima kasih Pak Pimpinan.

Yang terhormat Ketua, Wakil Ketua, beserta segenap Anggota Komisi I. Para Narasumber, Ketua dari MASTEL, Ketua APJII, dan 3 orang Saksi Ahli yang hadir

pada pagi hari ini. Assalamu 'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Sebenarnya apa yang disampaikan oleh Bapak-bapak para Narasumber pada pagi ini adalah suatu fakta yang sudah sering kita dengar dan kita baca, baik melalui media massa maupun melalui keluhan-keluhan yang kita baca melalui jaringan sosial, artinya, pendapat yang disampaikan oleh Bapak-bapak ini semakin memperkuat, bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem hukum kita, patut saya akuin Pak, yang kita dapatkan pada pagi hari ini membuat kami para anggota DPR, khususnya Komisi I ini semakin firm gitu ya, dalam menuntut sebuah kebenaran dari sistem hukum kita. Adanya pendapat yang mengatakan bahwa ini kasus sudah P21, artinya bahwa tidak ada satu pihakpun, termasuk DPR yang bisa melakukan sesuatu.

Nah, kami adalah masuk dalam kelompok yang kurang berkenan dan kurang sependapat dengan pendapat ini, artinya bahwa ketika kita melihat suatu detoriasi atau cacat dalam sistem hukum kita, kita tidak boleh takut, adalah tugas kita bersama untuk menuntut kebenaran dari sistem hukum tersebut. Kalau kita kembali kepada sistem atau teori kriminologi, sudah terjadi kriminalisasi terhadap industri telekomunikasi, khususnya jasa internet Indonesia dan kalau kita lihat apa yang dimaksud dengan kriminalisasi? Kriminalisasi itu adalah suatu

Page 12: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

12

proses ketika terjadi suatu penggiringan kepada perorangan atau individu yang sudah cenderung untuk melakukan suatu tindakan kejahatan atau menjadi penjahat, katakanlah demikian.

Nah, proses kriminalisasi ini kan bisa saja tidak murni Pak, artinya terhadap penentuan seorang tersebut menjadi penjahat atau terindikasi melakukan tindakan kejahatan bisa juga kan ada tekanan politik di situ, bisa juga ada tekanan ekonomi, ataupun tekanan-tekanan tertentu, sehingga vonis tersebut terjadi. Nah, kami melihat, namun tetap dalam kerangka berprasangka baik, sudah terjadi tekanan-tekanan tertentu terhadap keputusan tersebut, sehingga hasilnya adalah apa yang kita dapatkan hingga saat ini, saya yakin dan percaya, bahwa Kejaksaan Agung itu sudah mendengar dan bisa menelaah dengan baik penjelasan-penjelasan ini Pak, artinya penjelasan yang disampaikan oleh Bapak-bapak ini bukan atau baru pertama kali disampaikan, sudah sering, betul kan Pak ya, baik di Pengadilan maupun dalam forum-forum yang tidak formal, namun tetap vonis itu dijatuhkan atau keputusan itu tetap diberlakukan.

Nah, dalam hal ini Pak adalah suatu absorbditas yang sangat tinggi yang sudah ada di depan mata kita, karena pelimpahan kasus ini ke pengadilan persis yang disampaikan oleh Ketua MASTEL tadi, pertama hanya akan membuat sistem peradilan kita atau hakim kita mendapatkan pekerjaan yang besar dan tidak perlu dan mereka tidak tahu. Jadi Peradilan Tipikor itu menghadapi suatu masalah yang mereka sendiri tidak tahu. Kedua, keputusan ini sudah melemahkan atau mohon maaf Pak, sudah melecehkan sistem pemerintahan kita, artinya Menkominfo sebagai regulator kemudian di bawahnya ada BRTI, itu sudah tidak dianggap oleh mereka. Jadi teori-teori yang mereka sampaikan selama ini, bahwa tidak ada pelanggaran hukum, tidak ada yang salah dalam perspektif hukum perundang-undangan maupun tatanan bisnis itu tidak ada terjadi penyimpangan apa, sudah tidak dianggap lagi oleh sistem peradilan kita, ini kan sangat memalukan Pak, dan yang ketiga yang saya catat, ini adalah merusak tatanan bisnis telekomunikasi, khususnya internet yang sudah terbangun saat ini. Nah, kalau saya Pak dalam kacamata sebagai Regulator maupun sebagai Pengamat Telematika, ini ada satu hal yang memalukan Pak, yang tidak boleh kita kalah. Jadi kita tidak boleh takut, kita harus bersatu padu melawani pendzoliman ini, saya melihat ini adalah satu kedzoliman Pak yang sudah terjadi, itu poin yang pertama Pimpinan.

Nah yang kedua, saya lihat di sini Pak bahwa, tadi sudah disampaikan oleh Ketua MASTEL bahwa BPKP itu sudah bertindak tidak lebih sebagai mesin hitung, betul kan ya Bapak berkata seperti itu? Kita sependapat Pak. Kita melihat dalam banyak kasus, BPKP ini tidak akurat, tidak obyektif, dan double standard. Contoh Pak, saya melihat bahwa ada kasus besar yang selama ini menjadi polemik publik, yaitu angka atau ada dana 678 milyar, yang itu menyangkut Komisi I. Nah di situ dikatakan bahwa anggaran tersebut sudah disalahgunakan, terjadi penyelewengan, dan seterusnya, sehingga terjadi kerugian negara. Angka tersebut tidak akurat, karena hingga saat ini, BPKP tidak bisa membuktikan. Sampai sekarang ini belum ada produk kalkulasi yang mengatakan telah terjadi kerugian negara. Nah, kalau kita lihat dalam perspektif lain, loh bagaimana terjadi kerugian orang anggaran tersebut juga belum digunakan hingga saat ini. Nah, kita melihat segi obyektivitas dari satu badan yang patut kita hormati, ternyata sudah tidak terjadi. Nah, kalau kita bicara mengenai Kejaksaan Agung sendiri Pak, mereka kokoh di sini menyatakan bahwa sudah terjadi pelanggaran hukum berikut bukti-bukti yang mereka bikin sendiri. Namun disisi lain, mari kita lihat kasus pencurian pulsa, kasus pencurian pulsa itu datanya sudah terang benderang, sebagian besar dari Bapak sini sudah kami undang di sini sebagai Saksi Ahli, sudah terjadi pencurian uang rakyat, sudah terjadi tindakan-tindakan yang melanggar hukum, sudah terjadi pelanggaran terhadap beberapa undang-undang yang ada, namun hingga saat ini Pak, polisi P21, dari kejaksaan P19. Jadi terjadi apa di sini, dalam satu sisi mereka kokoh, tapi di sisi lain ketika berhadapan dengan satu kasus dengan bukti-bukti yang nyata mereka tidak berpihak kepada satu kebenaran.

Nah, jadi di sini, tidak ada pertanyaan di sini Pimpinan, saya ingin semacam memberikan assurance saja kepada Bapak-bapak dari MASTEL, bahwa kami berada di pihak Bapak. Jadi artinya, kita harus bersatu dalam menggugat kebenaran dari sistem hukum kita, dari ketika kita mempertanyakan mengenai sebuah kebenaran dari hukum kita tidak perlu takut, kita harus gugat kebenaran, keputusan yang salah tersebut.

Terima kasih Pimpinan.

Page 13: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

13

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Tantowi. As always berapi-api dan straight to the point dan padat, singkat, dan mengena, dan

yang disampaikan tadi sebenarnya juga bukan mewakili Tantowi aja, tapi di meja Pimpinan kami share juga pendapat yang seperti itu.

Kami persilakan selanjutnya Pak Hayono Isman, dari sayap kiri memang belum ada pertanyaan ya, oh tambah satu ya, oh ada dua ya, Pak Tjahjo juga akan bertanya.

Kami persilakan Pak Hayono Isman.

F-PD (H. HAYONO ISMAN, S.IP.): Terima kasih Pimpinan Sidang.

Yang terhormat Pimpinan, Rekan-rekan Komisi yang saya hormati, dan saya banggakan. Ketua Umum MASTEL, Dr. Setyanto P. Santosa, beserta Bapak Ibu jajaran MASTEL, Yang saya hormati Ketua APJII dan yang sungguh saya hormati para Saksi Ahli, Hadirin

Hadirat yang berbahagia. Kali ini saya sependapat dengan Menkominfo, soal digital saya tidak biasanya enggak, kali ini saya sependapat. Saya sependapat dengan beliau, bahwa semestinya Kejaksaan Agung mencermati secara mendalam laporan atau pertimbangan dari Kemkominfo sebagai lembaga teknis yang memahami masalah-masalah teknis TIK di Indonesia dan yang kedua, semangat saya sama dengan yang terhormat Pak Tantowi Yahya dan oleh karena itu saya ingin bertanya, karena ini kan sudah P21 Pak dan saya sepakat dengan yang terhormat Bapak Tubagus Hasanuddin, kalau sudah P21, DPR tidak bisa intervensi dan tidak boleh. Nah, sehingga saya ingin bertanya, siapa penasehat hukum daripada masalah ini, karena nanti kuncinya ada di sana, pengacara yang mendampingi teman-teman IM2 dan yang kedua adalah tentunya kesimpulan rekan-rekan yang terhormat, kesimpulan Rapat ini barangkali perlu juga diketahui oleh hakim, kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Umum antara Komisi I dengan keluarga besar MASTEL. Jadi ini saja yang menjadi pertanyaan saya. Sekali lagi selamat berjuang, karena bagi kita peristiwa ini memberikan gambaran bahwa ICT Indonesia mendapat tantangan yang berat, karena kalau ini sampai divonis bersalah, maka kurang lebih ada 2, 200 ISP yang juga dinyatakan bersalah, harus konsisten, dan akibatnya dapat kita bayangkan, bagaimana ICT Indonesia akan porak poranda hanya karena ketidakpahaman dari beberapa Rekan di Kejaksaan Agung.

Demikian Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Hayono.

Karena di kiri sudah ada, kami persilakan, tapi berdasarkan absen kita selesaikan dulu ya. Ibu Nany Sulistyani kami persilakan dan Bapak Guntur Sasono bersiap-siap kemudian.

F-PD (Hj. NANY SULISTYANI HERAWATI): Terima kasih Pimpinan.

Hadirin yang kami hormati yang hadir semuanya di sini. Bahwa permasalahan ini kan tadi sudah dikemukakan adalah persaingan bisnis dan

kalau disebutkan tadi persaingan bisnis dengan ranah-ranah hukum yang sudah dikerjakan ataupun yang tadi disebutkan teman-teman semuanya, memang sebagai masukan Ketua, alangkah baiknya dari Komisi I ini juga menjembatani, menjembatani ini merupakan satu penyelesaian secara politis, bisa juga Kejaksaan dihadirkan, dan tadi disebutkan juga sebagai Kominfo juga hadir, juga ini bisa menyelesaikan secara administratif, sehingga ada solusinya. Dalam solusi ini supaya tidak ada pihak-pihak yang dirugikan, apabila nanti terjadi satu tidak ada komunikasi yang baik dan Komisi I bisa menjembatani dalam hal ini, tidak akan lagi terjadi juga kerugian di pihak-pihak, termasuk juga di PHK yang tadi Mitra itu ada 200 lebih dan juga akan bisa merugikan negara kita apabila tadi sudah disampaikan ibu Ahli tadi ada investasi dari asing yang nanti akan bisa titik balik claim kepada negara kita.

Page 14: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

14

Jadi kembali lagi kita akan menjadi solusi yang terbaik di dalam pertimbangan kebijakan secara politis, kemungkinan nanti akan dipertimbangkan untuk mendatangkan apalagi dari pihak Pemerintah dan dari pihak-pihak yang bersangkutan.

Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

KETUA RAPAT: Wa ‘alaikumsallam warrahmatullahi wabarakatuh.

Pak Guntur kami persilakan.

F-PD (Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Terima kasih Pimpinan.

Para Narasumber dan Saksi Ahli yang saya hormati. Teman-teman Komisi I yang saya hormati.

Komisi I atau secara khusus saya sendiri sangat tertarik akan kasus ini, terutama karena menyangkut ada perbedaan cara pandang dari Institusi Pemerintah, yang ini harusnya tidak boleh terjadi. Yang kedua, mempunyai dampak ekonomi maupun politis yang menurut saya sangat riskan, sehingga ini perlu percepatan penanganannya, apalagi kalau sampai gaungnya ditangkap oleh internasional, ini akan merugikan negara kita semuanya. Dua point ini menurut saya perlu untuk kita bersama-sama segera menyelesaikan masalah ini, namun satu sisi kita memang sudah atau harus mengakui proses hukum yang sudah berjalan dengan adanya P21, ini yang menjadi hambatan kita. Komisi I sudah mengagendakan untuk lebih clear-nya permasalahan ini dengan akan mendengarkan Saksi Ahli dari Kejagung, ini sudah kita programkan, mungkin setelah ini kita sangat akan bisa membuat suatu kesimpulan, walaupun tadi Pak Tantowi dan lain-lain pembicara terdahulu sudah sangat merasakan ini ada kebenaran, tetapi kita perlu saring lagi kenapa Saksi Ahli ini bisa memberikan suatu keputusan yang demikian dari Kejaksaan Agung, ini yang kita perlu bersabar sedikit.

Saya ingin bertanya kepada Bapak, terutama dari keawaman saya menyangkut masalah hukum. Saya terima kasih dengan Bapak Ketua MASTEL ini yang telah memberikan gambaran sangat jelas, namun di sini disampaikan bahwa LSM KTI itu melaporkan, karena IM2 tidak pernah mengikuti proses seleksi, ini menurut saya mungkin membuat kacamata di Kejagung menilainya lain. Kalau kami sudah sepaham dengan Bapak, jaringan dan jasa satu, tetapi ini kok ada pelaporan tidak mengikuti proses seleksi, kami ini nanti ingin (suara tidak jelas) dari Bapak.

Yang kedua, juga dari Bapak Edmon tadi, Makarim, Bapak tadi menyampaikan Pasal 9, Penyelenggara Jasa boleh menggunakan frekuensi, jaringan frekuensi, betul, ini dalam kata-kata boleh ini biasanya juga ada kesampingan yang lain, mungkin saya perlu penjelasan juga.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Guntur.

Selanjutnya kami persilakan Ibu Evita dan siap-siap Bapak Tjahjo Kumolo. Kami persilakan.

F-PDI PERJUANGAN (EVITA NURSANTY):

Baik terima kasih Bapak Pimpinan. Bapak-bapak dan Ibu-ibu para Narasumber yang saya hormati. Menarik tadi apa yang disampaikan oleh Bapak-bapak Narasumber, namun saya

melihatnya apa yang Bapak-bapak sampaikan itu, saya bisa dapat semuanya dari online Pak. Yang kita perlukan pada pagi hari ini adalah masukan yang berbeda Pak, yang spesifik begitu, ya kan, apa namanya, kita enggak tahu, sekarang ini kan kasus ini kalau saya lihat aneh dari awalnya sudah, aneh dari awalnya, kenapa saya katakan? Kasus ini pertamakan diadukan ke Jawa Barat ya kan Pak ya, oleh Deny AK, itu sudah merupakan suatu keanehan kita melihatnya dan Deny AK sebagai yang mengadu ini, yang apa istilahnya penuntut apa ya, kalau dalam hukum itu, sebagai pelapor ini tidak mempunyai kredibilitas yang baik yang bisa diterima oleh Kejaksaan, kan itu juga merupakan suatu keanehan. Orang yang sudah dipecat dari Asosiasi,

Page 15: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

15

orang yang telah dijatuhkan hukuman ditahan 16 bulan ya kan, tapi proses delik aduan oleh si pengadu ini diteruskan oleh Kejaksaan, ini bagi saya juga merupakan suatu keanehan, tapi saya juga melihat satu Pak di sini Pak, bahwa saya menyayangkan keterlambatan daripada para Asosiasi dan Indosat dalam menangani kasus ini. Bapak-bapak saya lihat menganggap enteng kasus ini pada awalnya, karena kasus ini sudah lama, tahun 2011 ya kan, tapi baru hangat-hangatnya itu tahun sekian, ini saya me-refer kembali pada kasus waktu kita mempertemukan PT. Prima dan Telkomsel, yang sama dilakukan Telkomsel pada waktu itu menganggap enteng kasus itu, sehingga dibiarkan dibiarkan-dibiarkan, meruncing, kemana Bapak-bapak waktu kasus ini pertama kali diadukan? Bapak pada kemana semuanya? Tidak melakukan pembelaan, ya kan? Itu yang saya pertanyakan.

Kemudian yang kedua itu adalah setelah kasus ini digulingkan, apa upaya dari MASTEL, APJII terhadap Kejaksaan, apa hanya sebatas tulis surat, kirim surat saja, apa hanya terbatas menghadiri sidang saja, ya kan Pak ya, apakah ada pertemuan-pertemuan secara apa namanya, pribadi, tertutup untuk Bapak kan katakan, ini karena ketidakjelasan daripada Kejaksaan karena, apa upaya Bapak yang telah dilakukan oleh Bapak-bapak untuk memberi penjelasan orang yang tidak jelas itu bisa jelas, begitu loh Pak, itu yang saya pertanyakan, upaya apa? Kalau cuma sekedar tulis surat, ya kan, cuma itu, wah itu cuman sebagai apa namanya, istilahnya, prestige aja, MASTEL mempunyai apa namanya, perhatian terhadap kasus ini, APJII juga, tapi upaya yang konkrit yang saya tanyakan, apa yang Bapak-bapak sudah lakukan terhadap kasus ini, ya Pak ya.

Kemudian tadi saya setuju dengan apa yang disampaikan oleh teman saya, dari keterangan Bapak-bapak itu terindikasi adanya kriminalisasi dan politisasi dalam kasus ini, tapi saya juga setuju apa yang disampaikan oleh Rekan saya Pak Guntur, kita harus mendalami lebih jauh dengan mendatangkan Saksi Ahli dari Kejaksaan, ya kan. Saya mengerti Pak, bahwa kalau kasus ini bergulir dan apa namanya, diteruskan dan Kejaksaan itu dan apa namanya, Indosat IM2 ini dinyatakan bersalah, ini akan mematikan dunia industri, itu kita enggak mau. Saya dengar juga ada gosip-gosip, bahwa Februari awal itu sebagai dampak daripada ini, internet akan dimatikan ya kan, bersatu internet akan dimatikan, saya tidak setuju, karena kontrak Bapak-bapak adalah kepada rakyat pengguna Indosat eh pengguna internet, Bapak tidak bisa memutuskan begitu, tanggung jawab Bapak-bapak kepada rakyat apa? Yang sudah membayar mempergunakan ini, tidak bisa semata-mata apa namanya, ingin mematikan internet, saya tidak setuju dalam itu Pak, tapi saya harapkan ke depan ya Pak ya, karena ini aneh. Presiden SBY kalau enggak salah saya tahun berapa itu, memberikan penghargaan terhadap Pak Indarto Atmanto ya kan, kemudian orang yang diberi penghargaan oleh Pak Presiden dituntut. Nah, ini kan juga bagi saya merupakan suatu aneh. Penghargaan loh diberikan oleh Presiden loh kepada beliau. Nah, ini juga dituntut. Bagi saya juga aneh ini Pak kasus ini, saya coba, dari awal saya buka internet, saya pelajari ya ininya Pak ya, apa sih sebenarnya Kejaksaan ini, ya kan, yang anehnya lagi dari Kejagung ya kan Pak ya, kemudian diinikan P16 ya kan ke Kabareskrim ya kan, tanpa P19 langsung P21, kan begitu ini Pak kasus ini, ini ada apa? Kemudian pelimpahan kepada Tipikor dan kalau diperiksa lagi, diselidiki, Jaksa itu yang sebelumnya Jaksa ini, eh kembali tiba-tiba sebagai Penuntut di Tipikor sekarang, udah keliling-keliling itu Jaksa tiba-tiba di Tipikor. Nah, ini ada sesuatu skenario yang saya saat ini belum bisa pahami. Terus terang saja, kita perlu pendalaman lagi ya terhadap ini, ada apa sebenarnya ini dibalik hal ini, namun demikian kita harapkan sebagai Bapak dari MASTEL dan APJII, itu untuk melakukan langkah-langkah konkrit Pak, tanggung jawab Bapak sebagai asosiasi melindungi Anggota, ya kan? Apa langkah-langkah konkrit Bapak melakukan pendekatan, pembicaraan dengan apa namanya, dengan Kejaksaan, ya kan? Tidak hanya melemparkan surat, kemudian selesai atau mungkin langkah-langkah itu sudah Bapak lakukan, saya ingin jawaban Bapak pada pagi hari ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih Ibu Evita. Langsung saja kami persilakan Bapak Tjahjo Kumolo.

Page 16: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

16

F-PDI PERJUANGAN (TJAHJO KUMOLO): Assalamu 'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Pimpinan yang saya hormati. Bapak Ibu sekalian. Saya memang awalnya awam terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan

telekomunikasi ini, hanya pemakai saja. Setelah kasus ini muncul, saya coba minta staf saya untuk mengkliping semua permasalahan, saya punya beberapa teman baik di Kejaksaan, di Infokom, di semuanya coba kita cari sesuatu. Saya tidak masuk pada ranah yang menjadi peran lembaga hukum, tapi kami catat di sini ini, berarti apa yang pernah saya sampaikan, ada carut marut dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan dalam tanda petik masalah hukum itu terjadi. Kalau tidak, tidak mungkin seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan yang saling tikam. Tidak mungkin sesama Anggota Kabinet juga saling tikam. Bayangkan, perintah Rapat Kabinet oleh Presiden pun jelas, besoknya Menteri A main ke A, Menteri B main ke C, Menteri yang bukan bidangnya ngepel di toilet, Menteri yang bukan bidangnya intervensi ke Komisi I, dan sebagainya, dan sebagainya. Ini urusannya Pak Ramadhan Pohan ini saya kira. Kita sepakat Pak, di Komisi I yang dipimpin oleh Pak Pohan, ini tidak ada sekat Fraksi kita, satu, satu Fraksi Komisi I. Kalau memang ada Pemerintah yang salah, ada Menteri yang salah, ya kita gebuk. Hanya problem permasalahan ini subyektivitas saya tanpa ikut campur masalah hukum. Saya juga sarjana hukum, belajar masalah hukum cukup lama, tambah bingung dalam proses penanganan masalah-masalah hukum ini. Ini ada aspek lain yang harus Bapak cermati, aspek lain yang harus Bapak cermati. Tadi para Pakar sudah dari segala sisi muncul, saya hanya belum berani menyampaikan sisi lain kepentingan yang terselubung dalam tanda petik dalam konteks ini. Apakah memanfaatkan penegak hukum, saya belum bisa melihat, tapi ini ada kepentingan lain yang muncul di sini. Memang ini, kalau ini tadi tidak hati-hati, tadi yang disampaikan oleh Mas Tantowi dan semua teman-teman ini juga sangat membahayakan sebagai sebuah negara yang punya komitmen-komitmen seperti ini.

Saya kira appeal saya, kami terima kasih, kami mohon pada Pimpinan, Pak Pohan, Pak Agus, Pak TB, dan Pak Mahfudz, ini coba ini mencari satu pelik sandi yang clear-lah. Kita kan juga bemitra dengan BIN juga kok, memang kami mengintervensi ke Kejaksaan akan sulit, tapi mungkin kita bisa memanfaatkan BIN untuk mencoba mencari demi yang terbaik ini. Mungkin Pak Pohan bisa menyampaikan ke Presiden, mungkin teman-teman lain juga bisa menyampaikan ke sejumlah yang sejumlah pihak yang mungkin bisa menyelesaikan masalah ini. Memang untuk intervensi ke masalah hukum akan sangat sulit. Kita mau demo kayak apapun juga pasti akan sama. Paling mengulur waktu. Apalagi sudah P21, saya kira ini juga sesuatu hal yang coba kita cari dari sisi lain saja, kalau enggak ini, bisa bahaya ini, wajah Indonesia di mata internasional juga akan hancur ini. Ini pekerjaan rumah kita bersama ini. Saya kira Pak Pohan juga merespon ini sebagai Pimpinan yang membidangi, saya kira ini harus cermat dan harus hati-hati, kalau perlu Menteri terkait dan BIN kita undang untuk mencoba mencari solusi yang terbaik. Saya kira kami sepakat dengan semua pendapat yang sama, kami terima kasih atas tambahan masukan-masukan ini. Saya kira nanti kita saling sharing secara informal untuk bisa mencari hal yang terbaik.

Sekian, terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Tjahjo. Kami dari meja Pimpinan mendengarkan apa yang disampaikan oleh Pak Tjahjo. Kita

semua di Komisi I ini mempunyai satu kesepakatan yang tampaknya tidak ada sekat ataupun perbedaan bagi kita semua untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi industri telekomunikasi di tanah air ini.

Baik, semua penanya sudah menyampaikan responnya, kami persilakan kepada Pak Setyanto, Pak Sami, dan para Narasumber, dan Saksi Ahli untuk memberikan tanggapan baliknya, dan sekarang pukul 12 kurang 5, tampaknya kita bisa menepati apa, menepati waktu untuk setelah acara ini, RDP ini, kita akan bersama-sama ke alamat duka, di Bogor Pak ya. Nanti kalau misalnya rekan-rekan dari para Narasumber dan Ahli juga akan berangkat, alamatnya juga sudah ada di sini, bisa dimintakan ke Sekretariat.

Page 17: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

17

Kami persilakan kepada Pak Setyanto. KETUA UMUM MASTEL:

Terima kasih Bapak Pimpinan. Kami akan mencoba cepat untuk merespon, menanggapi apa yang disampaikan dan kami akan dibantu juga oleh kawan-kawan yang memang ahli di bidangnya.

Yang terkait dengan disampaikan Pak Tantowi, terima kasih Pak Tantowi, ini dukungan, support yang memang selama ini kami upayakan. Jadi sekaligus juga yang disampaikan oleh Ibu Evita, peristiwa ini Oktober 2011, kami langsung kumpul, karena kami enggak punya prajurit, ya kita kumpul, kita membuat suatu pernyataan bersama, komunitas TIK Indonesia, itu selesai dibahas 1 bulan, itu kurang lebih Januari kita keluarkan, itu mulai kita bergerak. Jadi terima kasih juga, dalam ada situasi begini, sehingga kita bersatu, kita itu bersatu, dan itu berbagai Asosiasi yang masuk di situ, termasuk KADIN juga. Ada sekitar mungkin 15 sampai 20 Asosiasi. Jadi kita sudah tahu bahwa ada kecenderungan, saya sepakat, ini enggak benar ini naga-naga-nya, karena oknum ini sudah dikenal Bu, oknum ini dikenal untuk istilahnya spesialisasi untuk meres bahasa kasarnya, tapi ini suatu hal yang kita waspadai. Jadi kita kawal, sampai masuk juga di Kejaksaan. Jadi apa yang disampaikan Pak Tantowi, kami terima kasih, ibaratnya kalau komunitas industri dengan DPR bersatu, saya kira yakin kita akan, khususnya Komisi I bisa, bisa memenangkanlah kedzaliman ini, kayak lagunya Bondan Prakoso Pak, bersatu kita kuat, bersama kita hebat, gitu kan, pasti menang. Ini kurang lebih yang mungkin akan menuju ke sana.

Dan terima kasih juga kepada Pak Hayono Isman. Jujur saja, selama ini banyak memberikan juga advice-advice dan kami juga bisa berhubungan dengan kawan-kawan di gedung bundar untuk melakukan itu dan berusaha memang untuk supaya tidak sampai P21. Target kami adalah tidak sampai P21, karena memang tidak ada sesuatu yang salah Bu Evita. Nah, ini suatu hal, MASTEL kita tidak punya prajurit, tidak punya pasukan, kita punya hanya pemikiran dan kembalikan konsep itu sampaikan juga kepada kawan-kawan di Kejaksaan, namun kami juga berharap kalau sudah P21 tidak bisa diintervensi sebenarnya ada beberapa Pak. Mungkin intervensi langsung tidak, tapi mungkin nanti Pak Sutrisman akan menjelaskan kurang lebih intervensi bagaimana kurang lebih yang memungkinkan yang untuk bisa jangan sampai lah tadi yang disampaikan oleh Tjahjo Kumolo, kita terus terang ini akan jelek sekali di internasional. Kita sudah kalah Karaha Bodas Pak, ini akan menjadi Karaha Bodas kedua, kalau sampai terjadi. Jadi Bapak bayangkan berapa besarnya, ya itu nanti, terjadi itu, jadi bukan lagi melihat pemerintahan siapa, tapi ini adalah Indonesia. Kalau yang mengetahui Karaha Bodas, saya kira menyadari hal-hal ini.

Bu Nany, ini bukan persaingan bisnis sebetulnya, tapi ini adalah kalau saya guyonnya ya persaingan lembaga gitu loh, antara lembaga ini dengan lembaga ini. Sesuatu ada, istilah saya arogansi, lah wong namanya dia yang me-ininya, kalau saya sakit, saya ke dokter, kalau saya institusi Pemerintah saya enggak tahu, saya akan pergi ke institusi Pemerintah lagi yang menguasai, itu adalah Kominfo, kalau logika saya begitu. Nah, ini Kominfo sudah menandatangani, jadi saya juga kasihan juga kepada Pak Tifatul pasang badan dan dituduh di surat kabar, seolah-olah dia ada suatu, sesuatu hal yang negatif, kongkalikong, tidak, beliau betul-betul pasang badan, karena tahu benar dan kita diskusi, kami pun tidak ada yang bayar, sesuatu sukarela, untuk ini adalah untuk kepentingan industri. 200 industri akan mati kalau ini dibiarkan begitu saja, concern kami adalah sebenarnya di situ. Dan kemudian yang terkait dengan IM2 tidak ikut proses seleksi, nanti Bu Nany, saya kira Pak Trisno akan menjelaskan hal ini.

Kemudian yang Pak Guntur, ini saya sependapat Pak. Ada suatu betul-betul pelecehan terhadap kewibawaan Pemerintah. Jujur Pak, hari ini saya mengharapkan sebenarnya Saksi Ahli Kejaksaan Agung itu ada di sini Pak, daripada sendiri-sendiri bawa ini, tadinya saya berharap. Aduh, bagus sekali kalau dihadapkan, karena kan profesinya sama Pak, sesuatu hal. Jadi Bapak kan bisa mendapatkan gambaran sesuatu hal, ini loh versi dia, sesuatu. Jadi saling mengoreksi, mungkin kami juga ada yang keliru, mungkin dia juga salah. Jadi kalau nanti Bapak mengundang, dengan senang hati kawan-kawan akan bersedia untuk dalam hal ini ya meyakinkanlah, kalau kami salah, ya kami yakin salah, kalau dia salah ya harusnya dia berbuat

Page 18: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

18

sesuatu secara profesional daripada sendiri-sendiri Pak. Itu sebenarnya kalau bisa diperkenankan saya akan lebih bagus lagi.

Dan kemudian yang, saya kira terkait Bu Evita sudah saya jelaskan tadi. Jadi kami berusaha surat ke Presiden sudah bu, surat ke Kejaksaan Agung sudah, ke Komisi Kejaksaan sudah, lalu kami mau kemana, ya kan? Sudah melakukan semua itu. Nah, terima kasih sekarang diundang oleh Komisi I, untuk kami proses pengadilan silakan, tapi gema ini, gema ini di industri, terus terang saja Pak, Komisi I bersimpati itu besar sekali, mau pasang badan sebagaimana kami pasang badan untuk mereka, ini suatu hal dan memang generasi muda ingin dimatikan internet, matikan internet sehari, kami yang sudah lanjut usia ini jarang Pak.

F-PDI PERJUANGAN (TUBAGUS HASANUDDIN): Pimpinan, Pimpinan, boleh saya menyela beliau?

KETUA RAPAT: Ya, silakan Pak TB. F-PDI PERJUANGAN (TUBAGUS HASANUDDIN): Saya kira surat itu sudah dikirim ke mana-mana. Barangkali kita ucapkan terima kasih.

Cuman ada sebuah informasi dan tadi saya sudah cross check. Jadi begini, dalam suatu saat atau pada suatu saat, itu Kejaksaan Agung itu memaparkan kepada Bapak Presiden tentang adanya kasus-kasus korupsi yang akan dan sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung, itu ada sekian, 10 besar, diantaranya itu masalah Indosat ini. Nah, dengan nilai kerugian sekian trilyun, begitu. Jadi dari awal itu TO seolah-olah dan karena sudah dilaporkan kepada Bapak Presiden, ya terpaksa ada sebuah situasi yang memang harus dikejar, begitu. Nah, ujung-ujungnya ya sudah, kalau begitu nanti saja di Pengadilan dan ini preseden yang menurut hemat saya sekarang kita juga enggak bisa intervensi kepada Pengadilan, jelas, karena sudah P21, hanya situasi politik seperti ini barangkali, kalau surat sudah dikirim, saya kira di sini ada, hari ini ada 1,2,3,4,5,6 Rekan kami yang bisa mengakses langsung kepada Bapak Presiden, mungkin bisa membawa cerita ini kepada beliau saya kira. Kalau saya ke Cikeas jauh, karena terhalang banjir saya.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT: Ya, terima kasih Pak TB, lupa Pak TB, di sebelah kanan ada yang lebih dekat lagi, tapi sedikit Pak Setyanto, bahwa seyogyanya kami, kami semua, kami undang itu dari Kejaksaan, tetapi kan libur. Jadi minggu depan kita agenda kan, saran tadi itu kita, kita memang sudah bicarakan.

Lanjut Pak Setyanto.

KETUA UMUM MASTEL: Baik, terima kasih Pak Tubagus Hasanuddin. Beliau ahlinya untuk menyampaikan, saya agak tersegat tadi untuk menyampaikan, tapi

itu yang situasinya Bu Evita dan bahkan bulan Desember ini dari Qatar juga sebagai investor sudah menulis surat kepada Bapak Presiden, tembusan dengan berbagai, kepada Pak Menko dan sebagainya. Nah, maksud saya, saya khawatir, ya kalau dulu Pak, kasus Indosat dengan Singtel, dengan Singapur, itu Singapur tidak memakai haknya untuk kepada settlement dispute, karena tetangga. Ya kalau ini saya enggak bisa menjaminlah, dari negeri yang agak jauh gitu ya, dia pokoknya, dia terganggu, ya sudah, gitu loh, ini yang harus kita jaga, tapi saya setuju bahwa ini sudah dalam proses pengadilan. Jadi mohon mungkin Pak Sutrisman diberikan ijin Pak untuk menjelaskan kira-kira bagaimana cara supaya jelas ini adalah semua blessing dari Komisi I, bagaimana kira-kira sudah proses pengadilan, tapi mungkin ada satu pemecahan.

Silakan Pak Sutrisman. Pak Sutrisman adalah Ketua Bidang Regulasi kami. KETUA BIDANG REGULASI MASTEL (SUTRISMAN): Assalamu 'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Page 19: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

19

Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi I yang terhormat. Ijinkan saya untuk menyampaikan pandangan, utamanya yang berkaitan dengan

kemungkinan intervensi, sebetulnya tadi sudah disampaikan oleh Bapak-bapak yang terhormat dan direspon Pak Setyanto, bahwa ini satu hal yang maaf, bahasa saya sulit dilakukan. Namun demikian, untuk memberikan satu gambaran, apa yang kira-kira akan dilakukan, sebelumnya kami ingin memohon ijin, bahwa kemarin dalam sidang Tipikor ini pembacaan eksepsi dari Pengacara, yang disampaikan oleh Pengacara, materinya sangat jelas dan terang benderang, bahwa tidak ada pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, kemudian bahwa ini masalahnya juga lebih berkait kepada masalah administrasi negara, bukan kejahatan, apalagi tindak pidana korupsi. Tentu apa yang bisa kita harapkan, sambil mendoakan, bahwa Hakim, Majelis Hakim mendengarkan dan memahami sekali eksepsi yang disampaikan oleh pengacara dari Indosat. Betul-betul semuanya jelas sekali dari mulai acaranya, bahwa ditemukan ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan prosedur, termasuk dengan sedikit sebelum masuk ke substansinya adalah adanya kekeliruan bahwa tuduhannya tidak benar. Selanjutnya kami ingin juga menyampaikan, bahwa antara lain adalah menjelaskan kepada publik tanpa bermaksud mempengaruhi Majelis Hakim maupun intervensi, apa sesungguhnya yang terjadi dengan kasus ini, bagaimana posisi daripada Asosiasi, maupun juga Indosat terhadap kasus ini. Yang berikutnya, apabila masih dimungkinkan, tentu Pak Setyanto dan kami semua akan melakukan satu diskusi atau inputan di luar persidangan kepada yang terhormat Majelis Hakim. Demikian barangkali yang berkaitan dengan intervensi. Selanjutnya mohon ijin memberikan satu tanggapan terhadap pertanyaan dari Bapak Guntur, kami mencoba memahami dari seluruh peraturan yang ada, bahwa pernyataan yang menyatakan IM2 tidak mengikuti seleksi, tapi menggunakan frekuensi, di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999, utamanya berkaitan dengan Pasal 7, kemudian Pasal 11, bahwa “kewajiban penyelenggara jaringan adalah membangun dan menyediakan jaringan. Jadi itu memang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya penyelenggara jaringan”. Kembali kepada konsepsi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi di Indonesia yang dibedakan menjadi 3 jenis tadi, ini menentukan apa yang menjadi kewajiban-kewajiban dari masing-masing penyelenggara, dalam hal ini penyelenggara jaringan, sekali lagi mohon ijin, adalah wajib membangun dan menyediakan jaringan telekomunikasi. Demikian juga pada Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2000 dinyatakan bahwa penyelenggara jaringan wajib menyediakan segala fasilitas telekomunikasi dan menjamin pelayanan jaringan telekomunikasi sesuai standar fasilitas layanan. Kemudian di sisi lain dibunyikan tentang apa yang menjadi kewajiban dari penyelenggara jasa telekomunikasi. Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang 36 Tahun 1999, dinyatakan bahwa “penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi menggunakan dan/atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi”.

Jadi Bapak Pimpinan dan Bapak Anggota Komisi I yang terhormat, karena memang by aturan itu sudah mendasarkan pada ketentuan yang berlaku, sehingga kami mencoba membuat suatu perkiraan. Jadi pelelangan untuk frekuensi itu memang terbuka bagi penyelenggara jaringan, penyelenggara jasa tidak dapat ikut serta di dalam pelelangan jaringan itu sendiri. 2006 dan sekarang ini juga ada dokumen lelang untuk generasi yang berikutnya, blok ketiga, hampir sama jaringan frekuensi, itu juga bunyinya begitu, “peserta harus memiliki ijin penyelenggaraan jaringan”.

Demikian Bapak Pimpinan dan Ibu-ibu, Bapak-bapak sekalian, mohon maaf apabila ada hal yang kurang berkenan.

Terima kasih.

F-PDI PERJUANGAN (EVITA NURSANTY): Begini nih Pak, kita kan mau cari informasi ini ya. Kan tadi lelang tahun 2006 ya Pak ya, yang ikut lelang itukan tidak IM2, tapi Indosat, kan begitu ya Pak ya. Kalau saya baca di berita-berita, itu kan sebenarnya tuntutan daripada Kejaksaan itu bahwa Indosat dan IM2 sama-sama menggunakan frekuensi radio itu, iya kan Pak ya? Kemudian IM2 memakai frekuensi radio tanpa izin Menteri, iya kan. Nah, yang ingin saya tanyakan, kalau saya buka website profile, companies profile dari IM2, mungkin saya bisa dijelaskan ini Pak. Kan tahun 1996 Indosat IM2 ini didirikan,

Page 20: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

20

murni milik Indosat. Ada dari tahun-tahun itu, saya baca tahun 2001, iya kan? Di sini dikatakan PT. Indosat menyerahkan pengelolaan bisnis internetnya kepada Indosat IM2. Dengan demikian, Indosat IM2 menjadi sebagai penyelenggara jaringan terbesar di Indonesia. Penyelenggara jaringan itu IM2, bukan jasa loh, itu di companies profile resmi, Bapak tolong buka IM2, itu kata-katanya seperti itu. Makanya saya katakan, coba dicek IM2 ini membuat ini, dengan demikian itu tertulis di companies profile loh Pak, IM2 menjadi sebagai penyelenggara jaringan terbesar di Indonesia. Nah, sementara yang ikut tender inikan Indosat, tidak IM2, tapi 2001, Indosat telah menyerahkan pengelolaan bisnis internetnya kepada IM2, itu di companies profile Pak. Nah, ini mungkin yang perlu kita dalami lagi Pak dalam hal ini, ya kan? Kenapa tuduhan pertama dari Kejaksaan itu, Indosat, IM2 sama-sama menggunakan frekuensi radio. Saya tidak mengerti secara hukum Pak, tapi begitu saya ingin tahu IM2 ini siapa sih, saya buka website-nya dan saya lihat di situ, tahun 2001 Indosat telah menyerahkan pengelolaan internetnya kepada ini. Nah, ini mungkin yang kita mesti dalami lagi ya Pak ya. Kemudian waktu rapat sebelumnya, saya juga menanyakan kepada Pak Indosat ya kan, pada waktu itu Pak Alex, bagaimana nih bentuk kerja sama daripada Indosat dan IM2, ya kan ya? Saya juga pengen tahu, ada gak, tolonglah APJII, katanya Sekretariat kita sudah mencoba untuk meminta contoh kerja sama daripada Operator dan ISP yang lain-lain, bentuk kerja samanya seperti apa begitu, sehingga alasan nomor 1 dari Kejaksaan Agung ini tidak bisa kita terima begitu saja, alasan apa namanya, vonis daripada Kejaksaan Agung tersebut, terima kasih. Bapak bukakan Indosat IM2, profile-nya? Itu disebutkan, 2001 menyerahkan, ini yang mesti kita inikan.

KETUA UMUM MASTEL: Baik, saya bisa bacakan 2001, “PT. Indosat hand over Indosatnet business to IndosatM2, and IndosatM2 became the biggest ISP (Internet Service Provider) and INP (Internet Network Provider) operator di Indonesia”, jadi ISP Bu, jadi bukan ini. Di company profile. Baik, tapi ini masukan yang bagus Bu Evita. Kami cek, ini sesuatu hal yang kadang-kadang mungkin kawan-kawan pada waktu membuat itu tidak meneliti bahwa akan ada dampaknya. Saya akan teliti dengan kawan-kawan untuk itu. Satu lagi mungkin pertanyaan Bu Evita mungkin yang bisa menjelaskan Pak Nonot, tentang proses, ini dari Karawang-Jawa Barat kok tiba-tiba Kejaksaan Agung. Pak Nonot ini salah satu saksi, tapi yang tidak dianggap saksi ahli Pak, Bu, di dalam pemberkasan. Pak Nonot, silakan.

SAKSI AHLI KASUS PT. INDOSAT/ANGGOTA BRTI (Ir. NONOT HARSONO, MT.): Terima kasih Pak ketua.

Pimpinan dan para Anggota yang terhormat. Kebetulan memang yang pengadu ini, pelapor, itu kira-kira dua bulan atau lebih, sebelum mempersoalkan masalah ini, telepon itu, karena saya pernah disomasi pada saat yang bersangkutan menggugat ke MK tentang RPJP kita. RPJP kita yang menyatakan di situ untuk mempercepat mendorong industrial city, negara mengarahkan kebijakan Kominfo itu untuk ke arah netral teknologi. Maksudnya netral teknologi itu, regulasinya itu jangan ngatur teknis, tapi ngatur fungsi, manfaatnya saja gitu, manfaat teknologi, sehingga kita tidak terpaku di itu. Waktu itu ditolak oleh MK, karena tidak berdasar. Saat itu kenapa pelapor ini mempersoalkan RPJP, ya Undang-Undang 17/2007, RPJP, itu karena sedang menggugat First Media, karena iklan 4G. Iklan 4G itu dianggap pembohongan publik, padahal itu hanya istilah dagang. Kenapa begitu? Kemudian karena tahu saya yang mengingatkan, bahwa itu sudah tertera di dalam Undang-Undang 17/2007, saya disomasi. Saya dimintai penjelasan sambil kemudian Dirut A telepon, kemudian memamerkan, bahwa akan menggugat ini-ini dan seterusnya. Ternyata Oktober 2011 digugat benaran dan bolak-balik waktu itu ke kantor BRTI. Yang mengantar surat panggilan dari Kejaksaan itu si pelapor ini dan karena keliru alamat pertama, ditarik lagi, diantarkan lagi oleh stafnya. Di tolak lagi, akhirnya yang mengantar surat ke kantor BRTI itu adalah Jaksa yang membawa kasus ini. Jaksa dari Kasi Intel Karawang. Kemudian bergulirlah, kami dipanggil ke Kejati Jabar, waktu itu kami mempertanyakan, Pak bukankah ini Undang-Undang Telekomunikasi? Kenapa laporannya kok tidak dilimpahkan ke Kominfo sesuai dengan prosedur

Page 21: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

21

seperti biasanya. Oh gak, ini Tipikor. Loh, berarti telekomunikasinya pakai asas praduga pasti bersalah dong? Kita begitu. Pada waktu itu diskusi, akhirnya kita mengalah. Waktu itu Sekjen Kominfo menyatakan kita hormati proses hukum, kita hormati Kejaksaan. Meskipun sebenarnya tidak pantas begitu. Sudah berbondong-bondong ke Kejati Jabar, disampaikan, waktu itu masih penyelidikan. Kita jelaskan bahwa begini, anda telah salah mengartikan menggunakan frekuensi. Menggunakan frekuensi itu yang menggunakan frekuensi itu pemancar, pemancarnya di on kan baru frekuensinya keluar, begitu.

Jadi kalau kita menggunakan jaringan seluler, ya pasti saat frekuensinya begitu, karena frekuensi itu ada kalau pemancarnya on. Sudah dijelaskan di Oktober 2011. Sudah di BAP, BRTI sudah di BAP, sudah menyatakan bahwa IM2 itu tidak lebih dari warnet berjalan. Persis seperti warnet, dia memanfaatkan jaringan, tetapi dia mobile, bisa di-gadget, ya karena memang trend tuntutan masyarakatnya kan memang mobile communication. Itulah yang mengagetkan, bahwa pada Januari 2012, kok justru Pak Jampidsus mengumumkan naik ke penyidikan. Itu yang mengagetkan semua. Jadi kami juga kaget, karena itu BRTI langsung spontan menulis, tolong dong dihargai Undang-Undang Telekomunikasi dan dihargai Undang-Undang Kejaksaan sendiri, karena Undang-Undang Kejaksaan sendiri mewajibkan kerja sama antar instansi, begitu. Ini kok bagaimana? Dua undang-undang kok dilanggar dua-duanya. Waktu itu kita datangi, seperti itulah.

Jadi BAP penyelidikan dari BRTI yang menyatakan tidak ada masalah dengan penjelasan yang menunjukkan kepada mereka apa salah mereka, itu ternyata diabaikan, malah langsung naik ke penyidikan dan jadi tersangka. Jadi seperti itu. Malah ini begitu pelapor pertama ketangkap, ini ada informasi loh kok di BAP yang baru kok, di pemberkasan yang baru kok katanya pelapornya ganti nama gitu, pelapornya ganti nama jaksa internal begitu, ini ada apa? Jadi kalau Ibu Evita bertanya-tanya pasti ada yang aneh, kami setahun lebih menderita perasaan itu Bu. Kira-kira itu Pak Pimpinan. Terima kasih.

KETUA UMUM MASTEL: Pak Pimpinan, yang disampaikan pada MASTEL mungkin.

KETUA RAPAT: Masih ada dari Saksi Ahli? Kalau misalnya tidak ada, biar kita.

Silakan Pak Edmon.

SAKSI AHLI/PAKAR HUKUM TELEKOMUNIKASI UI (Dr. EDMON MAKARIM): Tadi kan pertanyaannya adalah Pasal 9 ayat (2). Jadi kalau sudah disampaikan oleh Pak Sutrisman, bahwa esensinya penyelenggara jasa dapat menggunakan jaringan telekomunikasi. Jadi jasa bisa dirangkap oleh jaringan, tapi kalau dia mau sewa juga bisa, tidak diharuskan, bahwa penyelenggara jasa menjadi penyelengara jaringan. Demikian. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Baik, saya kira sudah cukup terang untuk RDP kita pada kali ini. Kalau tidak ada lagi dari Pimpinan dan Rekan-rekan Komisi I, saya kira RDP kita ini bisa kita segerakan dan kemudian kita bersama-sama untuk ke rumah duka, dan untuk perlu kami sampaikan, bahwa di dalam pertemuan kita pada hari ini, tidak ada kesimpulan yang akan kita ambil, kita di sini akan mendengarkan dan perlu kami informasikan, bahwa dalam waktu dekat kami berencana mengagendakan Rapat dengan Saksi Ahli yang menjadi rujukan Kejaksaan Agung dan stakeholder lainnya. Dari rekan-rekan Komisi tidak ada? Ya, nanti mungkin supaya, kita akan infokan nanti untuk kepada Saksi Ahli dan rekan-rekan dari MASTEL dan APJII untuk agenda bersama Saksi Ahli Kejaksaan mendengarkannya, di balkon saya kira, dan juga bisa untuk kita pertemukan juga bersama-sama, sehingga bisa tek tok nya lebih enak begitu ya. Silakan Pak.

Page 22: Risalah RDPU Komisi I DPR RI dengan Ketua Umum MASTEL dan Ketua Umum APJII

22

KETUA UMUM MASTEL: Kalau bisa diusulkan tidak di balkon Pak, tetapi aktif dalam kaitan misalnya dimintai juga pandangannya terhadap pendapat itu Pak, kalau memungkinkan. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Baik, kami dengarkan itu sebagai saran dan kami akan pertimbangkan dan kalau bisa juga bisa untuk, nanti akan pertimbangkan Pak di Komisi I. Terima kasih atas sarannya. Baiklah Rekan-rekan sekalian Komisi I, rekan Pimpinan, dan juga dari Ketua Umum MASTEL, Pak Setyanto, dan jajarannya, Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Pak Sammy, dan jajarannya, dan Rekan-rekan Komisi I, terima kasih atas pertemuan RDP kita pada hari ini dan RDP kali ini kita nyatakan selesai dengan mengucapkan syukur alhamdulillah dan kami nyatakan ditutup.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 12.20 WIB)

Jakarta, 22 Januari 2013

a.n Ketua Rapat SEKRETARIS RAPAT,

SUPRIHARTINI, S.IP. NIP. 19710106 199003 2 001