Korupsi Struktural: Kompleksitas dan StrategiPenganggulangannya
Rimawan PradiptyoPenelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB)
Fakultas Ekonomikadan Bisnis (FEB)Universitas Gadjah Mada
Seminar dan Deklarasi Gerakan Anti Korupsi (GAK) Lintas Alumni
Perguruan Tinggi, UI Salemba, 29 September 2015
KompleksitasKorupsi
Aspek Institusiyang
Terabaikan
KorupsiStruktural
Hasta Wicaksana
PencegahanKorupsi
2
Definisi Korupsi
3
• Definisi dari korupsi dipengaruhi budayadari tiap masyarakat (Sandholtz dan Koetlze,2000, UN, 2001).• Di Korea Utara, membawa surat kabar
dan/atau buku yang bertentangandengan filosofi negara Korea Utaradapat dikategorikan sebagai korupsi(Bardhan, 1997).
• Salah satu definisi korupsi yang seringdigunakan sebagai acuan dalam studi korupsilintas negara adalah definisi korupsi menurutTransparency International (TI). Dimanakorupsi adalah “the abuse of public officefor private gain”.
• Kofi A. Anann (UN, 2014):“korupsi ibarat penyakit menular yangmenjalar pelan namun mematikan,menciptakan kerusakan yang sangat luasdi masyarakat. Korupsi merusakdemokrasi dan supremasi hukum,mendorong pelanggaran terhadap hakazasi manusia, mendistorsiperekonomian, menurunkan kualitaskehidupan dan memungkinkanorganisasi criminal, terorisme danberbagai ancaman terhadap keamananuntuk berkembang’
Karakteristik Korupsi• Korupsi, seperti halnya terorisme dan
genosida adalah extra ordinary crime, dimana karakteristik khusus korupsi:
– Victimless crime
– Namun dampaknya luas
• Korupsi adalah bagian dari organized crime karena sulit melakukan korupsisendirian
• Seperti kejahatan lain, korupsi sepertigunung es:
– Recorded corruption
– Unrecorded corruption
Recorded Corruption
Unrecorded Corruption
Korupsi, Demokrasi dan Perlindungan Rakyat
Sumber: Mohtadi & Roe, 2003)
• Kerusakan yang ditimbulkanmemperlemah peran negara dalammemberi perlindungan kepada rakyat.
• Korupsi tidak hanya membebanigenerasi sekarang namun juga generasike depan.
• Wirotomo (2013) menggunakan data 161 negara 1995-2011 menunjukkandi tingkat demokrasi yang rendah, korupsi cenderung tinggi. Awaldemokratisasi korupsi bisameningkat namun akan menurunketika demokrasi telah tercapai(Mohtadi dan Roe, 2003 danWirotomo, 2013)
02
46
810
0 2 4 6 8 10Institutionalized Democracy
cpi Fitted values
CPI (Corruption) dan Tatakelola (Governance)
7
0
2000
040
000
6000
080
000
1000
00
0 5 10 15Functioning of Government
Real GDP per Capita (2005) Fitted values
0
2000
040
000
6000
080
000
1000
00
0 2 4 6 8 10Basic Administration
Real GDP per Capita (2005) Fitted values
0
2000
040
000
6000
080
000
1000
00
0 .2 .4 .6 .8 1ICRG Indicator of Quality of Government
Real GDP per Capita (2005) Fitted values
0
5000
010
0000
-3 -2 -1 0 1 2Government Effectiveness - Estimate
Real GDP per Capita (2005) Fitted values
BA FoG
QoG GE
Korupsi dan Kesejahteraan Umum• Dua hipotesis:1. Grease the wheels, meningkatkan
efisiensi birokrasi (Leff, 1964; Huntington, 1968; Lui, 1985, Egger dan Winner, 2005; Meon dan Weill, 2006; Gazda, 2010; Dreher danGassebner, 2011).
2. Sand the wheels, memperlambatpertumbuhan (Rose-Ackerman, 1974, Shleifer dan Vishny, 1993, Mauro, 1995, 1998, Tanzi, 1998, Kaufmann dan Wei, 1999, Bowles, 2000, Wei, 2000, Jain, 2001, Cuervo-Cazzura, 2006, Chang, 2013).
Tidak ada bukti yang mendukung Grease the Wheel Hypothesis terjadi di Indonesia (Henderson & Kuncoro, 2006, Rivayani, 2011)
• Korupsi memiliki korelasipositif dengan: • Ketimpangan (Indeks Gini)
• Pengangguran (Angkapengangguran)
• Konflik (Indeks konflik)
• Korupsi memiliki korelasinegatif dengan:• Perekonomian (PDB)
• Pembangunan Manusia (HDI)
• Demokrasi (Polity IV)
• Investasi (FDI)
Dampak Korupsi
Public Money
•Economic multipliertend to be high• Economic multiplieroccurs domestically• It may reducedisparity in incomedistribution
• Economic multiplier
tend to be small
• It may increase the
disparity of income
• Misallocation of
resources
Society
IndividualCorruption
No
Corruption
Dampak Pencucian Uang
Hot Money
• It will not affect to the
exchange rate of
domestic currency
• Economic multiplier
tend to occur
domestically
• Creating pressure on
domestic currency
exchange rate
• Increasing loanable
fund abroad
• Economic multiplier
tends to occur abroad
Domestic market/bankyak
Cash
Outflow
Money Laundering
No Money
Laundering
Demand for
Foreign Currency
Increase
Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi
KeterkaitanKe Depan
Sektor X
KeterkaitanKe Belakang
• Setiap sektor dalam perekonomian
pasti terkait dengan sektor lain
• Setiap sektor memiliki keterkaitanke depan (forward linkage) dan
keterkaitan ke belakang(backward linkage)
• Setiap kegiatan ekonomimenciptakan multiplier ekonomi:
– Multiplier output
– Multiplier pendapatan
– Multiplier tenaga kerja
Korupsi dan Kesejahteraan UmumNegara dengan tingkat korupsirendah (biru) cenderung memilikiPDB per kapita yang lebih tinggi.
Korupsi menurunkan PDB (Mauro, 1995, 1998; Wei, 2000; Habib danZurawicki, 2000; Treisman, 2000)
Negara dengan tingkat korupsitinggi (merah) cenderungmemiliki tingkat pengangguranyang lebih tinggi.
Korupsi menghambatpembukaan lapangan kerja(Cuervo-Cazurra, 2006)
Korupsi Mengundang Adverse Selection
• Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, cenderung akan mendorongkeluar (drive-out) investor yang mengandalkan kompetisi kualitas daninovasi teknologi (good investor) (Cuelvo-Cazzura, 2006)
• Disaat bersamaan, negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, akanmenarik investor yang mengandalkan penyogokan sebagai salah satupraktik usaha (bad investor).
High CorruptionCountries
Low CorruptionCountries
GoodInvestor
BadInvestor
International Financial Market
Korupsi dan Aspek Kelembagaan• Kelembagaan berfungsi
menurunkan ketidaktentuandan berusaha menciptakansistem hubungan antarelemen masyarakat.
• Korupsi meningkatkan biayatransaksi (North, 1986, 1989, 1990, 1994; Acemoglu, et al, 2005)
• Korupsi menciptakanmisalokasi sumber daya(Rodrik 1990).
• Korupsi memiliki korelasinegatif dengan:• Kemampuan dasar administrasi
pemerintah (TI)
• Fungsi kepemerintahan(Bertelsmaan Stiftung)
• Kualitas pemerintah (Freedom House)
• Efektifitas pemerintah (PRS Group)
• Aspek kelembagaan Indonesia tergolong lemah (Rokdrik 1990 dan Tample 2003)
Korupsi dan Aspek Kelembagaan0
24
68
10
-3 -2 -1 0 1 2Government Effectiveness - Estimate
Fitted values Corruption Perceptions Index
02
46
81
0
0 .2 .4 .6 .8 1ICRG Indicator of Quality of Government
Fitted values Corruption Perceptions Index
Negara dengan tingkat korupsiyang rendah cenderungmemiliki kualitaspemerintahanyang baik
Negara dengan tingkat korupsiyang rendah cenderungmemiliki pemerintahan yang effektif dalam melaksanakanperannya
Korupsi dan Reputasi Negara• Korupsi di tingkat individu,
jika dilakukan banyak orang,
berdampak luas ke reputasi
negara
• Tidak ada yang gagah sebagai
negara dengan tingkat
korupsi yang tinggi
• Korupsi menurunkan harkat
dan martabat bangsa dan
negara di mata bangsa lain.16
• Melindungi koruptor, dengan berbagai alasan, adalah pengkhianatanterhadap rakyat danmenggadaikan reputasibangsa
• Para pelindung koruptorharus harus dilawan karenamereka bersekongkoldengan koruptor untukmelawan rakyat.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
IPK Indonesia dan Negara ASEAN
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand
00
01
01
02
02
03
03
04
04
05
05
IPK Indonesia dan Negara Berkembang Lainnya
Indonesia Nigeria Brasil India China
KompleksitasKorupsi
Aspek Institusiyang
Terabaikan
KorupsiStruktural
Hasta Wicaksana
PencegahanKorupsi
18
Evolusi Korupsi di IndonesiaDi era Orde Baru korupsi berkembang pesat:
• Pemerintahan Orde Baru bersifat otoriter
• Pelaku korupsi umumnya birokrat karena saat itu
mereka memiliki kekuasaan yang sangat besar
Pasca era Orde Baru:
• Otonomi daerah yang ekstrem
• Korupsi tersebar ke daerah-daerah
• Terjadi perpindahan kekuatan dari birokrat
kepada politisi:
• Korupsi banyak melibatkan para politisi
• Birokrat tidak membutuhkan politisi untuk
korupsi, namun tidak sebaliknya.
19
Power Shift Post Suharto’s Era
Bureaucrats
Judicary
Politicians
Politicians
Judicary
Bureaucrats
During Suharto’s Regime Post Suharto’s Regime
• The process is
reminiscence of
English Civil War
(1642-1651)
• Incompatibility
between
government
structure and
political system!!
The Phantom of Indonesia Economy• Sebagian besar UU di masa Presiden Habibie
bersumber dari LoI:
– 77 UU selama 1,5 tahun
• LoI satu masalah, perilaku DPR dalam
menghadapi LoI adalah masalah lain:
– Pemecahan organisasi yang sebenarnya
satu (Mengapa KPPU dan Lembaga
Perlindungan Konsumen dipisah,
mengapa KPK dan PPATK dipisah?)
• 2001-2005 terjadi perubahan UU, namun
ternyata tidak substansial karena tidak banyak
berbeda dari UU di masa Presiden Habibie,
dan UU tersebut berlaku hingga sekarang dan
terakhir ditandai dengan UU OJK.
• Otonomi justru memisahkan pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah
• Pemekaran daerah terjadi sangat pesat
– Biaya gaji pegawai membengkak akibat
pemekaran karena dibutuhkan kepala
daerah baru, kantor-kantor pemerintah
baru
• Sebagian besar UU teknis diajukan oleh
birokrat. Jika DPR adalah principal dan
Birokrat adalah agent, lalu mengapa RUU
justru sebagian besar diajukan oleh agent
22
Dampak Otonomi Daerah
Otonomi Daerah PemerintahanTerpusat
• Pemerintah pusat bak seorang jenderal tanpa pasukan (jalur informasi dan kebijakan terputus), sehingga asymmetric information semakin memburuk– Moral hazard merebak
– Adverse selection tumbuh
• Terjadi ‘displacement effect’ atau bahkan ‘pemerataan korupsi’ di setiappenjuru wilayah Nusantara pasca otonomi daerah.
23
Kompleksitas Peraturan di Indonesia
Kompleksitas Contoh
Ada fenomena tapi tidak ada peraturan Peraturan di ruang publik (merokok,
HP, penggunaan bahasa di TV, dll)
Peraturan dibuat tanpa dasar teori BBM Subsidi, Optimalisasi APBN
oleh Banggar
Ada peraturan tapi tanpa saksi UU Parpol
Ada peraturan dan sanksi tapi sanksi tidak credible UU Anti Korupsi, Ketentuan
Reboisasi kepada HPH.
Ada peraturan dan sanksi tapi sanksi tidak dapat
ditegakkan
SPBU dan Pedagang eceran BBM
24
Ekonomika Neo Klasik EkonomikaKeperilakuan
Tanpa Teori
• ‘Optimalisasi’ APBN Banggar
• Subsidi BBM
• Hukuman di UU Antikorupsi
• UU Parpol
• Gaji PNS rendah, tanpa jobs
description, sulit (tak bisa) dipecat
• Cukai Rokok
• Bea Keluar Kakao
• Pajak Buku, Pajak Susu
Bayi
25
Tujuan NKRI Pembukaan UUD 1945 alenia 4:
1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia
2. memajukan kesejahteraan umum,
3. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial26
Peran Negara Menurut Teori Ekonomi
• Dalam konsep teori ekonomi klasik dan neo-klasiksekalipun (madzab liberal), peran negara sangatbesar untuk mendukung mekanisme pasar. Perannegara diperlukan di: – Sektor-sektor yang tidak dapat disediakan oleh
mekanisme pasar: pengadaan barang publik(legislatif, eksekutif dan yudikatif)
– Ketika terjadi eksternalitas negatif sebagai eksespembangunan/aktivitas ekonomi (polusi udara, polusi air, dll)
– Ketika terjadi distorsi pasar akibat adanyaasymmetric information, praktik bisnis anti kompetisi, biaya tinggi akibat korupsi, dll.
– Mengatur pemanfaatan sumberdaya umum (common resources) yang berpengaruh besar terhadapkesejahteraan umum, misalnya: pengelolaan hutandan hasilnya, pengelolaan air, pengelolaan barangtambang, dll
27
MekanismePasar
Mekanisme Non Pasardan Institusi
Asymmetric Information
Moral Hazard
Adverse Selection
Principal-Agency Problems
Time Inconsistency
Preference
Hyperbolic Discounting
Present Biasedness
Non-Competitive Market
Oligopoly/Oligopsony
Monopoly/Monopsony
Externalities
Private vs social benefits
Private vs social costs
Sistem insentif dan disinseentif
Public goods
Pengadaan
Perawatan
Peran Negara: Mengatasi Kegagalan Pasar
• Bagaimana cara mengatasi kegagalan pasar dan sumber
kekagalan pasar? 28
Evaluasi Peran Negara di Indonesia
Indonesia Negara Maju Kapitalis Negara Maju Sosialis
Alokasi tanah cenderung
diserahkan kepada pasar
Alokasi tanah dilakukan
oleh negara secara ketat
Alokasi tanah dilakukan oleh
negara secara ketat
Perencanaan pembangunan
berjangka ultra pendek
Perencanaan pembangunan
jangka panjang
Perencanaan pembangunan
jangka panjang
Pengelolaan sumberdaya
umum diserahkan kepada
pasar
Pengelolaan sumberdaya
umum diatur ketat oleh
pemerintah
Pengelolaan sumberdaya
umum diatur ketat oleh
pemerintah
Berbagai aspek kehidupan
dibebaskan/tidak diatur
Berbagai aspek kehidupan
diatur ketat oleh
pemerintah
Berbagai aspek kehidupan
diatur ketat oleh pemerintah
Supply barang strategis
diserahkan mekanisme
pasar
Kestabilan supply barang-
barang strategis dilakukan
oleh pemerintah
Kestabilan supply barang-
barang strategis dilakukan oleh
pemerintah 29
Evaluasi Peran Negara (lanjutan)Indonesia Negara Maju Kapitalis Negara Maju Sosialis
Sistem yang adamendorong orang melakukan korupsi(korupsi struktural)
Sistem yang adameminimalisasi potensikorupsi
Sistem yang adameminimalisasi potensikorupsi
Sistem disusun tanpamengindahkan aspekrasionalitas dan tidakmanusiawi
Sistem dibangun denganmenjunjung aspekrasionalitas dan manusiawi
Sistem dibangun denganmenjunjung aspek rasionalitasdan manusiawi
Tidak memiliki SingleIdentity Number (SIN)
Memiliki Single Identity Number
Memiliki Single identity Number
Sebagian besar sektor
kesehatan diserahkan ke
mekanisme pasar
Sektor kesehatan diatur
ketat oleh pemerintah dan
penggunaan asuransi
intensif
Sektor kesehatan diatur dan
dikelola penuh oleh
pemerintah30
Aspek Institusi dan Pasar di Indonesia
• Aspek institusi (rule of the game) sangat lemah di Indonesia
• Negara jarang hadir dalam berbagaiaspek kehidupan masyarakat
• Kebijakan pembangunan cenderungfokus pada necessary conditions (keberadaan kebijakanpembangunan) tanpamemperhitungkan sufficient conditions(aspek keberlangsungan) daripembangunan itu sendiri
31
PasarFormal
PasarInformal
Aspek Institusi
KompleksitasKorupsi
Aspek Institusiyang
Terabaikan
KorupsiStruktural
Hasta Wicaksana
PencegahanKorupsi
32
Korupsi Struktural• Korupsi di Indonesia tidak saja bersifat sistemik, namun telah bersifat struktural
• Korupsi struktural adalah korupsi yang terjadi akibat sistem yang berlaku di suatu
negara cenderung mendorong individu yang tinggal di negara tersebut untuk
melakukan korupsi.
• Dalam korupsi struktural, sistem yang berlaku memberikan insentif lebih tinggi untuk
melakukan korupsi daripada insentif untuk mematuhi hukum.
• Korupsi struktural terjadi akibat:
– Perumus kebijakan tidak berorientasi pada optimasi kemakmuran masyarakat
(social welfare function)
– Perumus kebijakan mengedepankan rasionalitas pribadi (supply side) daripada
berusaha memahami rasionalitas subyek yang terkena kebijakan (demand side)
– Perumusah kebijakan tidak didasarkan suatu studi mendalam, berdasarkan fakta
atau hard evidence, namun lebih dipengaruhi kepentingan politik jangka pendek.
333333
Korupsi Struktural (lanjutan)
• Indonesia belum menerapkan
evidence-based policy dan banyak
kebijakan disusun tanpa basis
teoritis yang memadai
• Akibat lemahnya aspek
kelembagaan, masyarakat dipaksa
menafikkan faktor hati nurani dan
akal sehat.
• Namun demikian, kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah
tetap tinggi
34
35
Pasal 2 (Break of Law)
- secara melawan hukum;
- memperkaya diri sendiri atauorang lain atau korporasi;Setiap
Orang
atau
Korpo-
rasi
Yang dapat
merugikan
keuangan negara
atau perekonomian
negara
Pasal 3 (Abuse of Power)
- dengan tujuan menguntungkan dirisendiri, orang lain atau suatu korporasi;
- menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan ataukedudukan;
Sumber: Dr Haryono Umar (2009) disampaikan pada Seminar ‘Korupsi dan Money Laundering: Tantangan, Prospek danDampak terhadap Perekonomian’MagisterSains dan Doktor , FEB-UGM, 31 Januari 2009
Definisi Korupsi dan Konsep Merugikan Negara
• Penyogokan kepada PNS, pegawai negeri asing dan di sektor swasta
• Penggelapan di sektor publik dan swasta
• Memperjualbelikan pengaruh/kekuasaan
• Penyalahgunaan kekuasaan
• Ellicit enrichment
• Pencucian hasil korupsi
• Penyembunyian hasil korupsi
• Mempengaruhi proses pengadilan
• Penyogokan kepada PNS dan staff pengadilan
• Penggelapan di sektor publik
• Memperjualbelikan pengaruh/kekuasaan
• Penyalahgunaan kekuasaan
• Ellicit of enrichment
UU Anti Korupsi(IndonesiaUN CAC (PBB)
36
KorupsiEksekutif
Legislatif
Yudikatif
LembagaInternasionaldi Indonesia Swasta
Nasional
SwastaInternasionaldi Indonesia
Non-Profit Organisation
Kompleksitas Korupsi di Indonesia
Diatur di UU TipikorBelum Diatur di
UU Tipikor
Korupsi Sesuai UU Tipikor• Korupsi tidak saja dilihat dari
perilaku, namun jugamenguntungkan siapa dandampaknya
• Korupsi (D) = A + B + C
– Definisi korupsi terlalu restriktifhanya di sektor publik
• Dampak merugikan bias kekeuangan negara tapi menafikkankerugian perekonomian baru
• Terorisme dan genosida, yang sama-sama extra ordinary crime, didefinisikan terbatas pada tindakandan tidak mengikutsergakan dampakatau siapa yang diuntungkan.
38
A.
Tindakan
Kejahatan
C
Keuangan Negara Rugi/Perekonomian
Rugi
B.
Menguntungkan diriatau pihak lain
D =
A+B+C
Potensi Kriminalisasi
• Suatu tindakan disebut korupsi jika
memenuhi A+B+C = D.
• Implikasi:
– Korupsi hanya dikenal di sektor
publik
– Korupsi di sektor swasta tidak
dikenal
– Korupsi oleh lembaga asing tidak
dikenal
• Lebih sempit daripada cakupan korupsi
di UNCAC
• Potensi kriminalisasi tinggi jika hanya
aspek B, C atau B dan C yang digunakan
sebagai dasar penuntutan 39
A.
Tindakan
Kejahatan
C
Keuangan Negara Rugi/Perekonomian
Rugi
B.
Menguntungkan diriatau pihak lain
D =
A+B+C
Peraturan Pemerintah vs Peran Negara
Peraturan
Pemerintah
Peran Negara
Besar Kecil
Banyak Proporsional Penegakan
Hukum
Rendah
Sedikit Regulasi
Efektif dan
Efisien
Pemerintaha
n Malas
40
Mengapa Peran Negara Minim?
PeranNegara Minim
Sistem insentifaparat negarayang keliru
Indikan KinerjaBias ke Output
(aktivitas) daripadaOutcome
PemahamanDemokrasi yang
Keliru
PemahamanKonsep
Kenegaraanyang Rendah
41
Heterogenitas Sistem InsentifSektor Publik
KPK, BI, OJK dan BRR Kemenkeu dan K/L
Reformasi Birokrasi
K/L non Reformasi
Birokrasi
Single salary system dengan
nilai gaji yang manusiawi
(gaji = pendapatan)
Non single salary system
namun elemen gaji tidak
banyak dan total salary lebih
manusiawi
Non single salary system,
elemen gaji banyak dan nilai
gaji tidak manusiasi
Pendapatan tidak terkait
dengan jumlah kegiatan
Campuran (mixed) Pendapatan meningkat sejalan
dengan aktivitas (penyerapan)
Job description ada dan
berorientasi ke outcome
Job description sudah ada
meski belum tentu berorientasi
ke outcome
Job description tidak ada
Non-Pecatable Non-Pecatable Non-Pecatable
Dampak: orientasi kerja fokus
ke outcome (kinerja)
Dampak: campuran (mixed) Dampak: orientasi kerja fokus
ke output atau upaya
menciptakan kegiatan42
Kesalahan KPI untuk K/L
• Kesalahan fatal indikan kinerja utama (Key Performance Indicator/KPI) Kementerian/Lembaga (K/L) adalahPENYERAPAN.
• Fakta:
– Kemampuan PENYERAPAN anggaran K/L dengan tingkatKESEJAHTERAAN belum tentu terkait!!
– PENYERAPAN = Output, Dampak ke KESEJAHTERAAN = Outcome
• KPI ini tidak pernah berubah sejak jaman ORBA!!!
43
x1
x2
x*
Fungsi Tujuan
Kendala Biaya
Contours of objective function z1
z2
z*
q
Maksimalisasi KesejahteraanMinimalisasi Biaya/
Resiko
44
Maksimalisasi Anggaran oleh Banggar
• Anggota DPR, khususnya Banggar, sering menggunakan konsep‘optimalisasi anggaran’.
• Kenyataannya, bukan optimalisasianggaran yang dilakukan namunmaksimalisasi anggaran
• Maksimalisasi anggaran dilakukandengan cara mengubah-ubah asumsimakro sedemikian rupa agar potensipenerimaan pemerintah meningkat, sehingga spending juga akanmeningkat.
x1
x2
x*
x**
BL 1
BL 2
45
Perbandingan Fungsi DPR
DPR
Pengawasan
Anggaran
Legislasi
Mengapa peran
sebagai legislator
minimum namun
peran yang lain
maksimum?
Apa ukuran kinerja
(outcome measures)
untuk fungsi
penganggaran bagi DPR?
46
Peningkatan Peran DPR
2001: Asumsi makrodibahas di rapat kerja
Panitia Anggaran(Panggar)
2004 dan 2005: Tsunami Aceh dan Peningkatan ICP
konsultasipemerintah dan
DPR intensif
Tatib DPR (2005-2009) ps. 37:
Banggar membahasdan mengajukan
usul penyempurnaanRAPBN dengan
Pemerintah
Tatib DPR (2010-2014) ps 61 & 65 tugas
Banggar: 1) bersamaPemerintahtentukan kebijakanfiskal dan prioritas
anggaran tiap K/L; 2) bersama pemerintah
menetapkan APBN; 3) bersama pemerintahmenetapkan asumsi
makro
• Di Indonesia, Legislatif kurang memiliki
informasi dan pengetahuan teknis terkait
dengan penyusunan APBN dibandingkan
eksekutif (asymmetric information dan asymmetric
capacity)
• DPR tidak dibantu oleh lembaga dengan
kapasitas memadai seperti OCB dan GAO di
USA. DPR juga tidak dibantu lembaga
independen yang faham tentang APBN
• Masalah:
• Peran DPR sangat besar dalam
penentuan APBN, bahkan berhak
menentukan asumsi makro;
• Asumsi makro sering menjadi outcome
measures untuk evaluasi pemerintah
(salah kaprah)
47
Subsidi BBM dan Energi yang Membengkak
• Konsep ‘optimalisasi’ sering dilupakan jikamenyangkut kebijakan ekonomi yang dipolitisasi seperti kasus BBM bersubsidi
• Berapapun konsumsi BBM, bagaimanapun gejolak harga minyakdunia, kebutuhan BBM selalu dicukupidengan harga MURAH (compensated consumption)
• Faktor penyebab pembengkakan subsidi:– Volatilitas harga ICP;
– Volatilias kurs;
– Peningkatan konsumsi BBM-bersubsidi akibatpeningkatan aktivitas ekonomi;
– Pengalihan konsumsi dari BBM-non-subsidi keBBM bersubsidi akibat perbedaan harga
– Adanya pasar gelap dan penyelundupan akibatpenerapan dua harga pada satu komoditas;x1
x2
x*
x**
IC 1
IC 2
48
IC 1
Inefisiensi Sistem Penggajian di K/L
Aktivitas x1
Aktivitas x2
E
KPI (outputs/kegiatan/penyerapan)
SILPA adalahinefisiensi
• Sistem penggajian di K/L:– Tidak rasional dan tidak
manusiawi
– Gaji tidak sama dengan income
– Besaran income berbandinglurus dengan aktivitas
– KPI = output = kegiatan = penyerapan
• Konsekuensi– Potensi pembengkakan biaya
akibat manipulasi aktivitas = minimum
– Sisa anggaran justru merupakanindikasi efisiensi
E*
Compensated Activities???
49
IC 1
Efisiensi Sistem Penggajian di KPK
Aktivitas x1
Aktivitas x2
E*
KPI KPK (outcomes)
SILPA
SILPA adalahefisiensi
• Sistem penggajian di KPK:– Manusiawi
– Besaran gaji tidak dikaitkan denganaktivitas
– Gaji = income (single salary system)
– Promosi/degradasi posisi terkaitdengan capaian KPI
– KPI mencerminkan outcome measures (bukan output)
• Konsekuensi– Potensi pembengkakan biaya akibat
manipulasi aktivitas = minimum
– Sisa anggaran justru merupakanindikasi efisiensi
50
Rasionalitas Bisnis vs PNS
PasarEntry Exit
Sunk Cost Sunk Cost
PNSSunk Cost
Entry
Bisnis
• Sulit dipecat (bisa
masuk, tak bisa keluar)
• Riskless prospect
• Korupsi = upaya
mengembalikan investasi
ketika entry
51
• Pelaku bisnis harus menanggung sunk costs ketika ybs ingin memasuki pasar(mempelajari seluk-beluk bisnis, mencari informasi yang diperlukandll)
• Ketika pelaku bisnis akanmeninggalkan pasar pun, merekamenanggung sunk costs (closing down sale hingga 70% untukmeminimasi kerugian)
• Sunk costs adalah semua biaya yang perlu dikeluarkan oleh pengusahauntuk memulai atau mengakhiri usahadan biaya tersebut tidak dapatdialihkan ke konsumen.
• Para calon PNS menanggung sunk cost untuk menjadi PNS (usaha untuk tesCPNS, kelengkapan administrasi dll)
• Ketika seseorang sudah menjadi PNS, terlepas dari kinerja ybs, kemungkinandipecat hampir mendekati 0
• Dampaknya PNS menghadapi riskless prospect. Meski sulit untuk menjadiPNS, namun setelah menjadi PNS ybstidak pecat-able.
• PNS pusat hanya bisa dipecat olehMenteri dan proses ini bisa memakanwaktu 3-4 tahun atau lebih (selama itu siPNS tetap menerima gaji)
• Di negara maju, apapun jenispekerjaannya, setiap pekerja memilikiprobabilitas yang cukup besar untukdipecat selama ybs tidak memenuhikinerja tertentu.
Rasionalitas Bisnis Rasionalitas PNS
52
Sistem Gaji PNS di masa Orba Sistem Gaji PNS Ideal
• Gaji rendah dan komponennya
terpisah-pisah
– Sulit termonitor total pendapatannya
• Proyek-proyek dipakai sebagai
tambahan gaji
• Pendapatan tidak bisa dinyatakan
dalam satuan jam atau hari
• Tidak ada job description
• Tidak ada Indikan Kinerja Kunci
• Sulit dipecat (tidak ada dasar teori
yang melandasi sistem ini)
• Rangkap jabatan dimungkinkan
– Gaji tinggi tanpa pemisahankomponennya.
• Gaji harus bisa dinyatakan dalamsatuan jam atau hari
– Proyek-proyek dan kunjungan lapanganTIDAK akan menambah pendapatanPNS (at cost)
– Job description jelas dan memperhitungkan beban kerja full time (40 jam seminggu)
– Indikan Kinerja Kunci jelas dan bersifatmengikat
• Promosi, penurunan pangkat, mutasi dan pemecatan berdasarkanhard evidence
– Proses pemecatan cepat dan tidakberbelit-belit
– Rangkap jabatan tidak dimungkinkan, kecuali ybs bersedia bekerja 2 x full time (tidak mungkin) 53
Rasionalitas Bisnis vs Rasionalitas Politisi
Biaya Input Penerimaan Output
Semurah mungkin
Semaksimal mungkin
PolitisiSangat Mahal
Biaya PolitikPendapatan dari jabatan
Tidak Besar
54
Rasionalitas Bisnis vs Rasionalitas Parpol
Biaya Input
Minimasi Biaya
Sumber Pembiayaan
jelas
ParpolTidak Jelas
SumbanganParpol
Kegiatan Parpol
Cenderung Berbiaya Besar
Output
55
Kompleksitas Korupsi di Indonesia (Indriati, 2014)
Agent
Client
Principal
56
Agent
Client
Principal
Middlemen
Rose-Ackerman, 1978; Klitgaard, 1988 Indriati, 2014
Korupsi oleh anggota masyarakat
• Pra Pengadilan
Korupsi oleh Polisi • Pra pengadilan
Makelar Kasus
Korupsi oleh Jaksa dan Hakim
• Pengadilan
Korupsi di LP• Pasca
Pengadilan
Kecanggihan Teknik Korupsi di Indonesia
Teori Korupsi di EkonomikaKriminalitas
Teknologi Barudalam Korupsi
Makelar Kasus dan Joki Napihanya ada di Indonesia
57
KompleksitasKorupsi
Aspek Institusiyang
Terabaikan
KorupsiStruktural
Hasta Wicaksana
PencegahanKorupsi
59
Proses Membatik Tulis dengan Pewarna Alami
Nglowong Nembok
MedelNgerok/Nggirah
Mbironi Nyoga
NglorodBatik Siap Pakai
Diperlukan waktu 3 bulan untuk membuat
batik tulis dengan pewarna alami!!
• Kesabaran,
• Keuletan (determinasi),
• Ketelitian,
• Tidak mudah menyerah (perseverance)
dan
• Fokus pada kesempurnaan (perfection)
• Batik melambangkan keuletan budaya (ada
dari Sabang-Merauke) dan tidak takut
beradaptasi dengan budaya asing (batik
motif belanda, batik motif cina, dll) 6161
2. Revitalisasi Komitmen Anti Korupsi
• Cita-cita NKRI tidak akantercapai selama korupsimerajalela
• Komitmen perlawananterhadap korupsi (TAP MPR XI/1998, UU Pengakuan UNCAC) perludirevitalisasi
• Bagaimana implementasiNawa Cita khususnya di bidang penanggulangankorupsi?? 62
UUD 1945
TAP MPR XI/1998
UU Tipikor
UU Pengakuan
UNCAC
Nawa Cita
3. Re-orientasi Perumusan Kebijakan
Obyek Kebijakan PembuatKebijakan
PembuatKebijakan
Obyek Kebijakan Obyek Kebijakan
• Didasarkan pada hard evidence perilaku
pelaku ekonomi yang menjadi target
kebijakan
• Pemahaman terhadap rasionalitas pelaku
ekonomi sangat penting
• Rumusan kebijakan didasarkan pada
rasionalitas penyusun kebijakan;
• Subyektivitas perumus kebijakan sangat
domunan dalam pendekatan ini
Demand Side (bottom up) Approach
Supply Side (top down) Approach
63
4. Single Identity Number (SIN/NIK)
• Tidak ada negara maju yang tidak memiliki single identity number (SIN/NIK)
• SIN/NIK telah dibangun sejak tahun 2000 di Kemenkeu dandialihkan ke Kemendagri sejak 2004
• Hingga saat ini SIN/NIK belum berlaku 100% bagi seluruhrakyat Indonesia
• SIN/NIK adalah tulang punggung keberhasilan berbagaiprogram: – BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan
– Intensifikasi penerimaan PNBP dan Pajak
– Penyaluran subsidi kepada golongan maryarakat yang berhak
– Identifikasi kepemilikan harta/kekayaan (bagian dari LHKPN), dll64
5. Evidence-Based Policy (EBP)• Metoda: Economic Evaluation
dan metoda lain yang dapatdigunakan untuk melakukanmonitoring dan evaluasi suatuprogram pemeirntah
• Tujuan: – Meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pembelanjaan
– Meningkatkan sistem perencanaan
– Memisahkan mitos dan realitas
– Meningkatkan transparansi and good governance
• Di negara maju, setiap program dialokasikan 10% dana untuk EBP
• Pelaksana: lembaga independen(universitas dan think tank)
Hasil: • Dipublikasikan di internet
department (terbuka untukdikritisi publik)
• Dampak kebijakan terhadapperekonomian, maupun bisniskhususnya, akan diketahui
• Digunakan sebagai pembelajarandi masa datang bagi paraperencana/pengambil kebijakan
Kompleksitas: • Hasil kajian K/L masih ‘tabu’
untuk dipublikasikan• Akademisi masih enggan
mempublikasikan hasil studi di journal ilmiah 65
Anecdotal Evidence vs Hard Evidence
Anecdotal Evidence
Hard Evidence
• Kebijakan tanpa landasan
teori
• Lebih didasarkan pada
kepentingan politik sesaat
• Cenderung bersifat ‘supply
side’
• Kebijakan ekonomi berdasarkan
fakta di lapangan
• Cenderung bersifat ‘Demand Side’
• Lebih berpijak pada kepentingan
BANGSA
• Terbebas dari halusinasi politik66
6. Aturan Main (Institusi) yang Rasional
• Berbagai ketentuan/peraturan dibangun secara
rasional bertujuan untuk optimalisasi kesejahteraan
rakyat:
– Yang bersalah pasti dihukum
– Yang berjasa/bekerja keras pasti diberi insentif
(materiil/non-materiil)
– Yang berbakat pasti didorong agar lebih maju
– Yang lemah pasti dibantu agar mandiri
– Yang malas tidak akan mendapat apapun, dll67
7. Transparansi dan Akuntabilitas• Di negara demokrasi, kebutuhan terhadap tranparansi dan
akuntabilitas lebih tinggi daripada negara otoriter
• Alokasi sumberdaya, yang notabene selalu terbatas, akanefektif dan efisien dengan adanya transparansi danakuntabilitas.
• Potensi fraud dan korupsi akan menurun drastis denganadanya sistem yang mendorong transparansi danakuntabilitas.
• Transparansi dan akuntabilitas akan meningkatkankepastian (certainty) di dalam tata kehidupan di suatunegara
68
8. Homogenitas Sistem Remunerasi
• Di negara maju, baik yang kapitalis maupun sosialis, tidakada perbedaan sistempenggajian antara sektorswasta dan sektor pemerintah.
– Semua pekerja digaji dengansingle salary system, setiappekerja menghadapiprobabilitas untuk dipecat(pecatable),
– semua jenis pekerjaan job description, KPI berdasarkanoutcome measures
• Hanya di Indonesia sektorpublik memiliki 3 sistempenggajian yang berbeda
• Sistem penggajian sektorswasta dan publik berbeda
• KPI PNS bukan padaoutcome namun pada output (kegiatan)– Konsekuensi: PNS selalu
mengoptimalkan aktivitasnamun tidak memilikiorientasi memaksimalkansocial welfare function (outcome measures)
69
Dampak Homogenitas Sistem Remunerasi
SistemInsentif
Rasional danManusiawi
TendensiKoordinasi antarK/L meningkat
Fokus Kinerjapada Outcome dan bukan pada
Output (aktivitas)
Etos Kerja(produktivitas)
Meningkat
Orientasi KerjaCenderungFokus pada
Social Welfare Function
70