BAB I
PENDAHULUAN
Malingering atau gangguan berpura-pura adalah gejala palsu atau sangat
berlebihan yang ditimbulkan secara sengaja dan termotivasi oleh insentif ekternal,
seperti untuk memperoleh kompensasi atau obat, menghindari diri dari pekerjaan
atau tugas miter atau tuntutan kriminal. Malingering tidak dianggap sebagai suatu
gangguan jiwa.1,2
Berdasarkan American Psychiatric Association, 2000, Malingering
didefinisikan sebagai perekayasaan berencana atas gejala-gejala gangguan fisik
maupun psikologis yang didorong oleh insentif eksternal. Insentif tersebut dapat
berupa kompensasi finansial, uluran simpati, maupun kelonggaran hukum.
Disamping keluhan fisik, mereka biasanya mengelak dengan tidak kooperatif
selama pemeriksaan dan pengobatan, dan mereka menghindari prosedur medis.
Rekayasa dapat dilakukan dengan, pertama memfabrikasi suatu penyakit yang
sesungguhnya tidak ada, atau kedua, membesar-besarkan kadar keparahan
penyakit lebih daripada keadaan yang sebenarnya.3
Malingering atau berpura-pura sakit adalah suatu perilaku yang disengaja
untuk tujuan eksternal. Hal ini tidak dianggap sebagai bentuk penyakit mental
atau psikopatologi, meskipun penyakit mental dapat disertai dengan malingering.
Malingering dapat dinyatakan dalam beberapa bentuk yaitu, pure malingering di
mana individu memalsukan semua gejala, dan partial malingering di mana
individu memiliki gejala yang nyata tetapi melebih-lebihkan gejala yang nyata
tersebut. Bentuk lain dari malingering adalah simulasi. Di mana individu tersebut
meniru gejala cacat tertentu, dalam hal ini individu paling sering meniru gejala-
gejala penderita penyalahgunaan obat. Selain itu ada bentuk lain lagi dari berpura-
pura sakit yaitu tuduhan palsu, di mana individu memiliki gejala yang nyata tetapi
tidak jujur mengenani penyebab gejala tersebut, misalnya individu mengalami
suatu gejala yang dikatakannya akibat kecelakaan mobil padahal sebenarnya
individu tersebut jatuh dari tangga. Malingering tidak dianggap sebagai penyakit
mental. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
1
Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Malingering diberi kode V sebagai salah
satu kondisi yang bisa menjadi fokus perhatian klinis.1,2,3
2
BAB II
ISI
A. Definisi
Malingering adalah gejala palsu atau sangat berlebihan yang ditimbulkan
secara sengaja dan termotivasi oleh insentif ekternal, seperti untuk memperoleh
kompensasi atau obat, menghindari diri dari pekerjaan atau tugas miter atau
tuntutan kriminal. Malingering tidak dianggap sebagai suatu gangguan jiwa.1,2
B. Epidemiologi
Pada penelitian Hickling et al (1999), terjadinya malingering diperkirakan
1% dari pasien gangguan jiwa pada praktek klinis sipil dan meningkat 5% di
kalangan militer. Dalam konteks hukum, saat wawancara terdakwa criminal,
terjadinya malingering mencapai 10-20%.1,3
Prevalensi terjadinya malingering berdasarkan hasil penelitian Chafetz dan
Abraham (2005) menemukan angka kejadian malingering sebesar 76 % pada
orang dewasa dan 67 % anak yang mengaku sakit dan mendapatkan jaminan
sosial cacat penghasilan di negara bagian Lousiana tahun 2004. Di tahun yang
sama jaminan sosial cacat penghasilan di negara tersebut mengeluarkan biaya
sebesar 80,3 milyar dolar untuk biaya orang sakit yang mendapat jaminan sosial
tersebut. Pada tahun 1994 sampai 1995 biaya untuk asuransi kesehatan palsu
dinyatakan meningkat 10,3% dari 53,6 milyar dolar menjadi 59,1 milyar dolar.
Dan biaya akibat penipuan asuransi kesehatan di Amerika mencapai lebih dari 59
milyar dolar. Angka peningkatan penggunaan asuransi kesehatan yang digunakan
beberapa pasien yang berpura-pura sakit untuk mendapatkan kompensasi baik itu
berupa obat-obatan ataupun finansialsecara tidak langsung menunjukkan angka
peningkatan terjadinya malingering.3
Pada penelitian lain Dreber dan Johannesson (2008) menemukan angka
kejadian yang lebih tinggi terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita di mana
pada populasi umum diperkirakan kejadian berpura-pura sakit pada pria sebanyak
3% dan pada wanita sebanyak 1%. Hal ini terjadi berdasarkan hasil survei bahwa
3
pria lebih cenderung mudah berbohong daripada wanita untuk keuntungan
keuangan, serta pria dianggap lebih beresiko karena yang paling sering
mendapatkan tugas wajib militer, yang dipenjara dan yang bekerja di pabrik
adalah pria.3
Yates dkk menemukan bahwa13% dari pasien gawat darurat adalah pasien
malingering, dan dicurigai bahwa mereka masuk dengan mengharapkan
keuntungan berupa makanan, tempat tinggal, obat-obatan, kompensasi terhadap
finansial, menghindari hukuman penjara, menghindari pekerjaan, dan
menghindari tanggung jawab terhadap keluarga.3
C. Etiologi
Faktor-faktor etiologi yang dapat menjadi sebab dari terjadinya
malingering sangatlah luas dan banyak berkaitan dengan motivasi dalam sifat
manusia. Masalah perkembangan dan perbaikan kognitif, introspeksi, wawasan,
mekanisme pertahanan ego, adaptasi, keterbukaan diri, kejujuran, dan kapasitas
untuk berbohong semuanya memainkan peranan dalam terjadinya malingering
pada seseorang. Malingering sering muncul pada penderita dengan gangguan
kepribadian antisosial dan apabila ditelusuri tidak ditemukan adanya hubungan
kausal dengan faktor biologis.1,2,4,5
Hal-hal yang mempengaruhi prilaku malingering antara lain adanya
permasalahan kriminal serta tuntutan hukum yang berat, kewajiban terhadap
negara dalam melaksanakan tugas wajib militer, pekerjaan yang menyita waktu
dan membutuhkan suatu kompensasi, keinginan atau kecanduan terhadap obat-
obatan. Hal-hal tesebut di atas terjadi pada seseorang bergantung pada keadaan
dan lingkungannya, sebagai contoh seseorang yang menghadapi masalah hukum
mungkin mencoba untuk menghindari untuk masuk penjara di mana orang ini
ketika telah masuk penjara mungkin akan berpura-pura sakit dengan maksud
untuk mendapatkan kondisi hidup yang lebih baik. 1,2,4,5
4
D. Gambaran Klinis
Beck dalam Medical Jurisprudenc (1823) mendiskripsikan tiga konteks
yang paling sering memicu gangguan berpura-pura yaitu rasa takut, malu dan
harapan akan suatu imbalan. Sementara para ahli kontemporer membagi gangguan
berpura-pura menjadi delapan pola sebagai berikut:1
1. menghindari tanggung jawab kriminal, pengadilan, dan hukuman.
2. Kompensasi finansial
3. Menghindari tugas militer yang beresiko tinggi.
4. Menghindari pekerjaan, tanggung jawab dan konsekuensi sosial.
5. Fasilitasi transfer dari penjara ke rumah sakit.
6. Rawat inap di rumah sakit.
7. Mencari obat
8. Perwalian anak.
Tujuan paling sering seseorang dating dengan malingering datang ke unit
gawat darurat adalah memperoleh obat dan tempat menetap. Sementara di unit
rawat jalan, tujuan tersering adalah kompensasi finansial atau kekebalan dari
proses hukum.1
Karakteristik khas Pura-pura sakit :2,6
- Jawaban psikotik menjadi kurang dengan kelelahan. Resnick (1997a)
mengingatkan bahwa simulator menjadi semakin normal seiring
berjalannya waktu. Inilah salah satu alasan untuk membuat jadwal
wawancara yang lebih panjang pada pasien yang dicurigai berpura-pura
sakit.
- Pemunculan gejala positif daripada negatif . Delusi dan halusinasi dapat
dibuat, tetapi perilaku katatonik atau flat atau afek yang inappropriate
jarang dapat disimulasikan.
- Over-playing dan reminding. Malingerers lebih memperhatikan delusi
mereka (Cornell & Hawk, 1989).
5
- Penyimpangan lebih terjadi pada isi pikir daripada bentuk pemikiran.
Bicara tidak teratur, asosiasi longgar, dan flight of idea yang menjadi cirri-
ciri gangguan isi pikir hampir mustahil palsu dalam wawancara panjang.
- Perkiraan jawaban.
- Respon positif terhadap gejala yang disarankan. Malingerers lebih
mungkin disugesti ketika mereka percaya bahwa gejala yang mendukung
akan meningkatkan penampilan psikopatologi. Sebagai contoh, di AS ay
Greer, seorang terdakwa berhenti kencing di luar selnya dan rela buang air
besar di dalam sel setelah diberitahu bahwa hal tersebut akan meyakinkan
dokter bahwa ia tidak kompeten.
Sekumpulan gejala tidak konsisten dengan penyakit mental. Malingerers
cenderung mendukung banyak gejala tanpa pandang bulu. Mereka percaya bahwa
gejala yang lebih banyak akan ditafsirkan sebagai adanya gangguan yang lebih
parah.6
Resnick dan Knoll (2005) mencatat tiga pola malingering untuk membantu
memahami hal ini lebih lanjut : ( 1 ) pure malingering , ( 2 ) parsial malingering ,
dan ( 3 ) imputasi palsu. Pure malingering terjadi ketika seorang individu benar-
benar memalsukan penyakit mental yang sebenarnya tidak dimilikinya.Parsial
malingering terjadi ketika seorang individu sengaja melebih-lebihkan gejala nyata
yang ia alami. Sebagai contoh, individu tunawisma dengan riwayat skizofrenia
mungkin melebih-lebihkan halusinasi perintah bunuh diri agar dapat dirawat di
rumah sakit yang aman dan hangat sebagai tempat tinggal.Dan terakhir imputasi
palsu yaitu apabila gejala yang dikeluhkan dikaitkan dengan etiologinya,maka
sama sekali tidak ditemukan keterkaitan.3
E. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis malingering, sampai sekarang tidak ada
studi telah memberikan hasil yang konsisten dan dokter sebagian besar harus
menggunakan pertanyaan terbuka. Pertanyaan harus diungkapkan tanpa
memberikan petunjuk, dan semakin lama wawancara yang dilakukan maka
6
semakin sulit bagi penderita untuk berpura-pura. Ada beberapa poin penting yang
harus diperhatikan pada penderita untuk menegakkan diagnosis malingering
antara lain :4
- Cerita yang terlalu berlebihan.
- Penampakan lemas.
- Adanya keganjilan antara apa yang dikeluhkan oleh pasien dengan temuan
objektif.
- Jawaban yang tidak jelas ketika diajukan pertanyaan yang seharusnya
jawabannya jelas, hal ini dapat ditemukan bila penderita tidak yakin mana
jawaban yang menunjukkan suatu psikopatologi.
- Mudah menerima sugesti dan induksi dengan maksud untuk menambah
keyakinan orang lain bahwa dirinya sakit.
- Kurangnya pengetahuan tentang apakah peristiwa aneh seperti tidur atau
kebisingan dapat mempengaruhi gejala, misalnya suara-suara yang
didengarkan bahkan pada saat tidur.
- Lebih cenderung untuk mengalami halusinasi yang berupa perintah, yang
dalam pengaturan forensik mungkin meringankan hukuman atau di ruang
gawat darurat dapat memfasilitasi rawat inap.
- Permusuhan terhadap dokter dan perilaku tidak kooperatif terutama bila
dokter telah menampakkan keraguan pada keluhan penderita.4
Kriteria dari DSM-IV-TR menambahkan beberapa faktor tambahan yang
dapat digunakan untuk seseorang yang diduga kuat berpura-pura sakit
( malingering ) yaitu antara lain: 1,2,3
1. Penderita datang dengan adanya surat penyerta dari pihak kepolisian atau
penderita datang sementara proses hukum terhadap dirinya masih
sementara berjalan
2. Ada ketidaksesuaian antara keluhan yang secara subjektif dipaparkan oleh
penderita dengan temuan objektif yang dilihat oleh pemeriksa.
7
3. Penderita sering menampakkan kesan sebagai penderita yang tidak
kooperatif selama pemeriksaan dan tidak mengeluh ketika telah diberikan
resep pengobatan.
4. Penderita dengan gangguan personal antisocial.
Hal penting lainnya yang harus diketahui yaitu perbedaan antara
malingering dan gangguan serupa yang ditemukan dalam DSM - IV - TR .
Misalnya , gangguan buatan ( factitious disorder). Untuk gejala pada gangguan
buatan, motivasi berasal dari insentif internal yang menganggap dirinya
memainkan peran sebagai orang sakit dengan tidak adanya insentif eksternal sama
sekali. Perilaku umum individu yang berpura-pura sakit dan orang-orang dengan
gangguan buatan sering tidak mungkin untuk dibedakan, sehingga sangat penting
untuk benar-benar menilai apa insentif berupa insentif internal atau
eksternal.Selain itu, berpura-pura sakit juga berbeda dari gangguankonversi dan
gangguan somatoform, karena gejala pada malingering disengaja dibuat dan sekali
lagi karena adanya insentif eksternal.Meskipun malingering mungkin mudah
untuk ditentukan, namun deteksi dan diagnosis dalam praktek klinis tidaklah
sesederhana yang dibayangkan. Pemeriksa hampir selalu perlu
mempertimbangkan data dari luar di samping wawancara klinis dasar untuk
mampu mendeteksi dan mendiagnosa malingering. Bahkan Rogers dan Vitacco
(2002) menganjurkan menggunakan faktor-faktor tambahan yang diduga
kuatsebagaimana yang disusun pada DSM - IV - TR untuk diagnosa malingering
sebagai strategi deteksi, karena tanpa hal itu bisa saja menghasilkan tingkat
kesalahan klasifikasi lebih dari 80 persen.2,3
Evaluasi psikologis, juga direkomendasikan sebagai cara untuk
mendiagnosis malingering, ada 3 tes : Computerized Assesment of Response Bias
Malingering (CARB), Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), dan
The Test of Memory Malingering (TOMM), tetapi secara khusus yang dipakai
adalah MMPI-2 sebab pengukuran dengan tes ini mempunyai angka kebenaran
yang lebih tinggi untuk mendiagnosis malingering. MMPI-2 menyediakan
informasi secara ilmiah didasarkan tentang apakah seseorang telah menjawab
terus terang dalam tes ini, atau apakah dia telah melebih-lebihkan permasalahan
8
psikologisnya. Selain itu, TOMM yang merupakan suatu tes pengenalan visual
dirancang untuk membantu membedakan antara penderita yang malingering
dengan individu yang betul-betul karena gangguan memori.2,4
F. Diagnosis Banding
Malingering dapat timbul bersamaan dengan gangguan mental, seperti
gangguan depresi, gangguan cemas, gangguan bipolar, dan gangguan
kepribadian.Penilaian yang seksama diperlukan untuk membedakan gangguan
mental yang asli dan gangguan kepribadian dari malingering. Lebih dari satu
diagnosis dan kondisi dapat timbul secara bersamaan. Malingering dapat
didiagnosa banding dengan gangguan buatan (Factitious disorder), gangguan
somatisasi, gangguan konversi,dan gangguan hipokondriasis. Gangguan mental
yang hampir sama dengan malingering adalah gangguan buatan dan gangguan
somatisasi. Pada gangguan buatan gejala-gejala dibuat dengan sengaja untuk
mendapatkan perawatan medis, sedangkan pada berpura-pura untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.2,5 ,7
DIFFERENTIAL
DIAGNOSIS
GANGGUAN
BUATAN
GANGGUAN
KONVERSI
MALINGERING
Tujuan Tidak ada niat
atau manfaat
sekunder
Bisa ada niat
atau manfaat
Manfaat
sekunder
Prevalensi Sering pada
perempuan
umur 20-40
tahun. Sering
pada orang
yang bekerja
di lapangan
kesehatan.
Sering pada
umur 20-40
tahun,
sosioekonomi
rendah.
Sering pada laki-
laki utamanya
yang memiliki
masalah hukum,
pekerjaan, dan
ketergantungan
obat.
Gejala klinis Gejala tidak Lebih sering Gejala bervariasi,
9
konsisten,
memiliki
berbagai jenis
penyakit yang
susah
dipercaya
kebenarannya.
gejala
neurologis.
biasanya dengan
gejala psikotik
yang dipalsukan.
Kesadaran akan
gejala
Produksi
gejala disadari
Produksi
gejala tanpa
disadari
Produksi gejala
disadari
G. Penatalaksanaan
Dalam menghadapi pasien semacam ini, sikap pemeriksa harus
dipertahankan senetral mungkin dan hindari sikap konfrontasi. Berilah pasien
semua cara evaluasi dan kita bersikap sama seperti pada pasien lain.
Sesungguhnya bila pemeriksa menduga adanya kasus pura-pura, maka respon
pertama pada pemeriksa harus ingin mengadakan evaluasi klinis yang seksama
untuk membuktikan praduga pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya penyakit
yang sesungguhnya. Walaupun pengamatan yang sepintas saja sudah dapat
menunjukkan perilaku yang tidak konsisten dengan keluhannya.3,4,8,9
Secara garis besar urutan evaluasi dan pengelolaan yang dapat kita
lakukan sebagai berikut, meskipun pada dasarnya riwayat pemeriksaan dan
evaluasi tidak mengungkapkan keluhan.3,9
1. Mulai dengan anggapan bahwa keluhan adalah benar, dan singkirkan
berbagai penyakit medis dan psikiatrik.
2. Harus waspada bila ada pasien yang menampilkan diri dengan masalah
medikolegal dan pasien tidak pernah patuh dalam minum obat.
3. Laksanakan pemeriksaan laboratorium dan diagnosis lainnya sesuai
dengan keluhan.
4. Bila diduga adanya pura-pura, pastikan bahwa segala sesuatu diperiksa
tanpa terlupa sebelum berhadapan dengan pasien.
10
5. Usahakan untuk menegakkan diagnosis pasti.
6. Setelah semua data terkumpul ,beritahu pasien bahwa intervensi medik
sebenarnya tidak ada. Banyak pasien akan meninggalkan terapi saati itu.
Beritahukan gejalanya adalah suatu gaya untuk menghadapi masalah
dalam hidup pasien dan tawarkan bantuan untuk mengatasinya.
7. Jangan obati suatu kondisi yang sebenarnya tidak ada atau terjebak untuk
memenuhi tuntutan orang yang malingering untuk membenarkan suatu
diagnosis yang diinginkannya.
Untuk kondisi ini tidak ada indikasi pengobatan yang khas. Biasanya
psikiater melakukan salah satu bagian dari psikoterapi supportif berupa konseling
( teknik wawancara untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri dan
mengenal cara untuk menyesuaikan diri). Individu malingering hampir tidak
pernah tidak menerima hasil dari psikiatris dan cenderung berhasil dengan
konsultasi yang minimal. Sebaiknya dihindari konsultasi pasien ke spesialis yang
lain sebab dengan konsultasi itu hanya dapat menetapkan dan tidak
menghilangkan malingering. Bagaimanapun, jika tidak ada penyebab pasti yang
serius tentang kehadiran penyakit fisik yang nyata, maka disarankan untuk
konsultasi psikiatris.3
Hal yang penting dalam menangani pasien malingering adalah
menghindari sikap konfrontasi dengan pasien yang malingering dan memandang
gejala medis sebagai suatu gejala medis yang sah.4
H. Prognosis
Malingeringketika muncul perlu dinilai keseluruhan konteks
biopsikososial kehidupan individu tersebut. Adanya gangguan mental, riwayat,
respon terhadap psikoterapi dan obat-obatan harus diperhatikan.Adanya kondisi
medis akut atau kronik, masalah bedah, dan efeknya terhadap fungsi keseluruhan
pasien harus dipertimbangkan.Karena individu yang berpura-pura sakit biasanya
tidak mengikuti rekomendasi pengobatan, status mereka tetap tidak
terpengaruh.Malingeringtetap bertahan sampai individu yang berpura-pura sakit
mendapatkan apa yang mereka inginkan bahkan lebih memberat apabila pasien
11
merasa tidak senang atau kesulitan dalam mencari konfirmasi medis mengenai
penyakitnya dan gejalanya akan mereda setelah mendapatkannya.3,4
BAB III
KESIMPULAN
Fitur penting dari malingering adalah produksi disengaja dari gejala fisik
dan psikologis yang palsu atau terlalu dibesar-besarkan, yang termotivasi oleh
insentif eksternal seperti menghindari tugas militer, menghindari pekerjaan,
memperoleh kompensasi finansial, menghindari tindakan kriminal, atau
mendapatkan obat-obatan. Malingeringharus dicurigai apabila ada kombinasi
seperti konteks medikolegal, ada perbedaan antara keluhan atau kecacatan yang
dilaporkan oleh individu dengan temuan objektif, kurang kooperatif selama
evaluasi diagnostik dan memenuhi regimen pengobatan yang telah diresepkan,
adanya gangguan kepribadian antisosial.
Orang yang berpura-pura sakit biasanya menghindari tanggung jawab
kriminal, percobaan dan hukuman, menghindari wajib militer atau tugas
berbahaya, keuntungan finansial, menghindari pekerjaan, tanggung jawab sosial,
dan konsekuensi sosial, fasilitas transfer dari penjara ke rumah sakit, masuk ke
rumah sakit, mencari obat, perwalian anak. Gejala fisik yang sering dikeluhkan
adalah nyeri, pseudoseizures, presentasi neurokognitif.Sedangkan gejala
psikologis yang sering dikeluhkan adalah posttraumatic stress disorder, depresi,
amnesia, psikosis, dan kecacatan intelektual.Tidak ada pemeriksaan fisik yang
objektif untuk membuktikan adanya malingering. Pemeriksaan khusus seperti tes
psikologi melibatkan penggunaan instrumen psikometri standar oleh psikologis
yang terlatih dan berpengalaman. Perlu diketahui bahwa tidak ada satu tes pun
yang dianggap sebagai gold standar.Tes psikologi tersebut dapat berupa The
Minnesota Multiphasic Personality Inventory-2 (MMPI-2), The Wechsler
Intelligence Scales, The Structured Inventory of Reported Symptomps (SIRS), The
Test of Memory Malingering (TOMM). Malingering dapat didiagnosa banding
dengan gangguan buatan, gangguan somatisasi, gangguan konversi, dan gangguan
12
hipokondriasis. Gangguan mental yang paling mirip dengan malingeringadalah
gangguan buatan dan gangguan somatisasi.
Malingering tetap bertahan sampai individu yang berpura-pura sakit
mendapatkan apa yang mereka inginkan dan gejalanya akan mereda setelah
mendapatkannya. Tidak ada pencegahan rutin atau standar yang dirancang atau
direkomendasikan untuk malingering. Jika psikiater adalah sebagai orang yang
mengobati, maka pendekatan yang dilakukan adalah tidak mengancam netralitas
individu malingering, usahakan menghindari konfrontasi atau tuduhan bohong
apapun terhadap individu yang berpura-pura sakit.Jika psikiater adalah sebagai
konsultan, maka strategi manajemen dapat diberikan langsung kepada pihak yang
merujuk untuk penatalaksanaan.
13