Download - Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

Transcript
Page 1: Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

MAKALAH TEKNOLOGI PENAGANAN DAN PENGOLAHAN PAKAN

PENGARUH UKURAN PARTIKEL PAKAN TERHADAP KECERNAN RUMINANANSIA

OLEH

DAVID AFRIANTO WR

1410612045

DOSEN PENGAPUN MATA KUIIAH

Dr.Ir ADRIZAL.MS

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016

Page 2: Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

BAB 1 PENDAHULUAN

Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara adlibitum. Konsumsi merupakan faktor dasar untuk hidup dan menentukan produksi, beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah hewan ternak, makanan yang diberikan (palatabilitas), dan lingkungan tempat hewan ternak dipelihara (Rahman, 2008). Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula.

Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1) faktor ternak itu sendiri yang meliputi besar tubuh atau bobot badan, potensi genetik, status fisiologi, tingkat produksi dan kesehatan ternak; 2) faktor ransum yang diberikan, meliputi bentuk dan sifat, komposisi zat-zat gizi, frekuensi pemberian, keseimbangan zat-zat gizi serta kandungan bahan toksik dan anti nutrisi; dan 3) faktor lain yang meliputi suhu dan kelembaban udara, curah hujan, lama siang atau malam hari serta keadaan ruangan kandang dan tempat ransum. Konversi pakan dipengaruhi oleh ketersediaan zat-zat gizi dalam ransum dan kesehatan ternak, semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan rendah (Siregar, 1994).

BAB II

PROSES PENCERNAAN RUMINANSIA

Mekanisme pencernaan makanan pada hewan ruminansia :

Salahsatu contoh hewan ruminansia ialah sapi. Artikel ini akan menguraikan sistem pencernaan pada sapi. 

Makanan pertama kali masuk ke dalam mulut. Di dalam mulut hewan ruminansia terdapat alat-alat pencernaan seperti :a. Gigi : Gigi sapi tersusun dari gigi seri yang berguna untuk menjepit makanan dan gigi geraham untuk mengunyah makanan.b. Lidah : lidah sapi sangat pendek dan berguna untuk mendorong makanan menuju lambung.c. Saliva : merupakan cairan atau enzim khusus yang dihasilkan oleh kelenjar khusus pada sapi dan disalurkan ke dalam cavitas oral. Saliva berperan dalam proses pencernaan kimiawi.

Lambung sapi berbeda dengan lambung manusia. Lambung sapi berukuran besar. Lambung

Page 3: Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

(merupakan organ pencernaan yang sangat vital bagi sapi. Lambung sapi terdiri dariempat bagian yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab), danabomasum (perut masam). Di dalam perut besar (rumen) sapi terjadi pencernaan fermentatif dengan bantuan mikroba bakteri dan pencernaan hidrolik dengan bantuan enzim pencernaan.

Makanan dari mulut melewati kerongkongan kemudian masuk ke dalam perut besar (rumen) dan terjadi proses fermentasi dengan bantuan mikroba. Makanan dicerna hingga menjadi bubur dengan gerakan mengaduk yang dilakukan oleh dinding rumen. Kemudian makanan kembali ke mulut dan dikunyah pada saat sapi sedang santai beristirahat. Setelah dikunyah untuk yang kedua kalinya makanan masuk ke dalam perut jala (retikulum). Di dalam retikulum makanan kembali mengalami proses fermentasi dengan bantuan bakteri anaerob dan protozoa. Di dalam retikulum juga terjadi proses absorpsi dan penahan benda-benda asing yang masuk bersama makanan agar tidak masuk ke dalam omasum. Di dalam omasum atau perut kitab terjadi proses pencernaan makanan dengan bantuan enzim pencernaan. Dan selanjutnya makanan masuk ke dalam abomasum. Abomasum juga disebut lambung sebenarnya, disini makanan akan dicerna dengan bantuan enzim pencernaan yang dihasilkanoleh abomasum. Sel parietal menghasilkan HCL sedangkan sel mukosa menghasilkan pepsinogen, keduanya akan bereaksi membentuk pepsin. Setelah melewati proses pencernaan makanan di dalam abomasum, selanjutnya makanan bergerak menuju usus halus. Usus halus pada sapi berukuran 40 meter. Di dalam usus halus makanan terjadi proses absorpsi dan fermentasi. Sisa sisa makanan akan dikeluarkan melalui anus.

BAB III

PENGARUH UKURAN PARTIKEL PAKAN TERHADAP KECERNAAN RAMSUM PADA TERNAK RUMINANSIA

A.Standar kebutuhan pakan harus yang digunakan sebagai acuan kebutuhan ternak disesuaikan dengan kondisis ternak disertai dengan tabel komposisi pakan yang menyediakan informasi berhubungan dengan komposisi nutrisi pakan yang digunakan dalam balance ration. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun ransum seimbang antara lain faktor zat gizi dan faktor biaya. Pengunaan bahan pakan yang murah dan kandungan nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan ternak dalam menyusun ransum akan sangat menguntungkan bagi peternak. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan pada ternak :1. Jenis TernakJenis ternak sangat mempengaruhi komsumsi pakan, karena kondisi fisiknya pun sudah berbeda.2. Temperatur LingkunganTernak ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak. Kondisi

Page 4: Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan.3. PalatabilitasPalatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya. Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.

4. Selera.Selera dipengaruhi oleh kondisi internal ternak, apakah lapar atau tidak, bila dalam keadaan lapar maka selera ternak akan naik dengan sendirinya, bahkan bila keadaan ini sering terjadi ternak bisa mengkonsumsi lebih dari yang di butuhkan.5. Status fisiologiTingkat konsumsi ternak sangat di pengaruhi status fisiologis ternak yaitu jenis kelamin, umur, dan kondisi kesehatan ternak.6. Kandungan Nutrisi PakanKandungan nutrisi yang paling berpengaruh dalam pakan adalah energi, makin tinggi energi makin sedikit pakan yang di konsumsi ternak, sebaliknya apabila semakin rendah energi semakin banyak yang dikonsumsi ternak.7. Bentuk PakanTernak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk pellet atau dipotong daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm. Sedangkan ternak unggas lebih suka dengan pakan dengan bentuk biji-bijian.8. ProduksiKemampuan ternak dalam konsumsi pakan sangat dipengaruhi dengan apa yang sedang di produksinya, baik produksi telur, berat badan, susu, woll dan lain-lain (Kartadisastra 1997).

Metode Pengukuran Kecernaan pada Ruminansia a.       Metode in vitroMetode in vitro adalah suatu metode pendugaan kecernaan secara tidak langsung yang dilakukan di laboratorium dengan meniru proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan ruminansia. Keuntungan metode in vitro adalah waktu lebih singkat dan biaya lebih murah apabila dibandingkan metode in vivo, pengaruh terhadap ternak sedikit serta dapat dikerjakan dengan menggunakan banyak sampel pakan sekaligus. Metode in vitro bersama dengan analisis kimia saling menunjang dalam membuat evaluasi pakan hijauan (Pell dkk, 1993).Metode in vitro dikembangkan untuk memperkirakan kecernaan dan tingkat degradasi pakan dalam rumen, dan mempelajari berbagai respon perubahan kondisi rumen. Metode ini biasa

Page 5: Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

digunakan untuk evaluasi pakan, meneliti mekanisme fermentasi mikroba dan untuk mempelajari aksi terhadap faktor antinurisi, aditif dan suplemen pakan (Lopez, 2005).

b.      Metode in saccoMetode in sacco merupakan metode pendugaan kecernaan untuk evaluasi bahan pakan yang dapat didegradasi di dalam rumen. Metode ini cukup sederhana dan memiliki beberapa keunggulan yaitu: dapat mengevaluasi bahan pakan lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan serta dapat mempertahankan pH rumen dan populasi mikrobia dibanding in vitro. Pakan yang diuji diinkubasikan secara langsung pada lingkungan rumen ( Soejono,1990)

c.       Metode in vivoKecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman dkk. 1991). Anggorodi (2004) menambahkan pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan usaha untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentse nutrient yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam feses.Tipe evaluasi pakan In vivo merupakan metode penentuan kecernaan pakan menggunakan hewan percobaan dengan analisis pakan dan feses. Pencernaan ruminansia terjadi secara mekanis, fermentative, dan hidrolisis (Mc Donald dkk.2002). Dengan metode Invivo dapat diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien cerna yang ditentukan secara In vivo biasanya 1% sampai 2 % lebih rendah dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara In vitro (Tillman dkk.,1991)

B.TINGKAT KECERNAAN RUMPUT GAJAHPenyediaan zat pakan bagi ternak dapat berasal dari hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan biasanya mengandung serat kasar di atas 18 %, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar kurang dari 18 %. Hijauan yang merupakan pakan utama ternak ruminansia tidak bisa diandalkan ketersediannya terutama pada pada musim kemarau. Hijauan di daerah tropis dari segi kualitas umumnya rendah, oleh karena itu peranan konsentrat sebagai pakan ruminansia amat diperlukan. Konsentrat dapat berasal dari limbah pertanian, limbah industri pertanian, limbah perkebunan dan limbah agroindustri.Pada kesempatan kali ini akan diperbandingkan perberian kombinasi rumput gajah dengan onggok, dedak dan polar pada ternak domba, materi ini ditulis berdasarkan penelitian saudara kami Deny Eko P (Nutrisi Makanan Ternak FAPET UNDIP 99). Dengan ransum 40% rumput Gajah+60% dedak padi, 40% rumput Gajah+60% onggok, 40% rumput Gajah+60% polar dan kontrol 100% rumput gajah yang diberikan pada domba jantan. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan tanaman parennial yang dapat tumbuh sampai tinggi 180 – 300 cm. Rumput gajah tumbuh baik di daerah pegunungan dengan curah hujan 2500 mm/th. Pemotongan dapat dilakukan pada umur 30 – 50 hari dengan produksi sekitar 150 – 200 ton/ha .

Page 6: Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

Dedak padi merupakan sisa penumbukan atau penggilingan padi. Kualitas dedak padi dipengaruhi oleh banyaknya kulit gabah yang tercampur di dalamnya yang mengandung serat kasar antara 11-19. Onggok atau cassava merupakan sisa pembuatan tepung tapioka). Onggok merupakan sumber karbohidrat yang mudah terfermentasi. Zat pati yang terdapat dalam onggok menjadi sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikrobia rumen. Pollard memiliki kualitas nutrisi yang lebih baik daripada dedak padi maupun bekatul karena kadar air dan lemaknya lebih rendah. Pollard biasa digunakan sebagai sumber karbohidrat yang mudah tersedia dalam ransum ternak ruminansia.

Parameter untuk membandingkan ransum tersebut dengan mengamati konsumsi pakan dan kecernaannya. Konsumsi bahan kering tertinggi pada ransum kombinasi rumput gajah dengan polar yaitu 622,76 gr/ekor/hari; kombinasi dengan dedak 556,19; kombinasi dengan ongggok 478,57 dan yang full rumput gajah 357,62. Konsumsi rumput gajah paling ssedikit karena sifatnya yang “bulky” yang menyebabkan saluran pencernaan cepat penuh sehingga domba tidak makan lagi. Dengan serat kasar 37 % dan NDF 72,3, kondisi tingginya kandungan serat menyebabkan kemampuan ternak untuk mengkonsumsi pakan menjadi berkurang karena ruang dalam rumen telah penuh terisi. Konsumsi tertinggi pada kombinasi polar berdasar tingkat kesukaan/palatabilitas ternak pada bahan ini. Kandungan protein polar juga paling tinggi sehingga konsumsinya juga relatif lebih tinggi, karena kandungan protein pakan yang rendah akan menurunkan nafsu makan dan menurunkan efisiensi penggunaan zat-zat pakan yang lainKecernaan bahan kering pada kombinasi rumput gajah dengan polar paling tinggi yaitu 66,87 %; kombinasi dengan onggok 57,08%, kombinasi dengan dedak 55,07 % dan yang full rumput gajah 51,46%. Konsumsi pada kombinasi polar karena paling tinggi sehingga mengakibatkan kecernaannya juga paling tinggi. Pollard memilki kadar pati yang tinggi dan siap dicerna oleh ternak. Pati dalam butir gandum hampir sepenuhnya dicerna dalam saluran pencernaan namun laju dan tingkat fermentasi dan kecernaannya tergantung pada jenis butiran dan tingkat perlakuan. Pada ransum dengan kandungan serat kasar lebih tinggi menyebabkan kecernaannya juga rendah. Tingginya kandungan serat pada rumput gajah

Page 7: Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

menyebabkan laju pakan dalam rumen rendah sehingga pakan akan tertinggal lebih lama dalam saluran pencernaan. Laju pakan yang rendah menyebabkan mikrobia rumen memiliki kesempatan mendegradasi bahan pakan lebih besar terutama bahan organik dan komponen karbohirat dari NDF yang dapat didegradasi dari rumput.

Dari ransum tersebut dapat disimpulkan bahwa pakan dengan kombinasi 40% rumput gajah dan 60 % polar menghasilkan konsumsi dan kecernaan yang paling baik dibandingkan dengan pemberian onggok dan dedak padi. Pada pemberian pakan yang 100% rumput gajah menunjukkan performa ransum yang paling rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan hijauan/pakan berserat dengan kualitas rendah perlu didukung dengan pakan penguat yang berkualitas untuk mendapatkan hasil yang optimal.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya. Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.

Tingginya kandungan serat pada rumput gajah menyebabkan laju pakan dalam rumen rendah sehingga pakan akan tertinggal lebih lama dalam saluran pencernaan. Laju pakan yang rendah menyebabkan mikrobia rumen memiliki kesempatan mendegradasi bahan pakan lebih

Page 8: Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan

besar terutama bahan organik dan komponen karbohirat dari NDF yang dapat didegradasi dari rumput.

B.SARAN

Pengaruh ukuran partikel terhadap kecernaan ransum harus lebih di teliti lagi agar dapat mengetahui tingkat kecernaanya yang jelas dan terperinci agar dapat menjadi acuan dalam pemberian pakan .

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Kartasdisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia Sapi, Kerbau, Domba, dan Kambing. Kanisius. Yogyakarta.

Rahman, D. K., 2008. Pengaruh Penggunaan Hidrolisat Tepung Bulu Ayam dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik serta Konsentrasi Amonia Cairan Rumen Kambing Kacang Jantan. Skripsi. Program Studi Peternakan Universitas Sebelas Maret

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lopez, S. 2005. In vitro and In situ techniques for estimating digestibility. Dalam J. Dijkstra, J. M. Forbes, and J. France (Eds). Quantitative Aspect of Ruminant Digestion and Metabolism. 2nd Edition. ISBN 0-85199-8143. CABI Publishing, London

McDonald, P., R. Edwards, J. Greenhalgh, and C. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Longman Scientific & Technical, New York.

Pell, A.NND.J.R. Cherney and J.S. Jones. 1993. Technical note: Forage InVitro Dry Matter Digestibility as influenced by Fibre Source in TheDonor Cow Diet. J. Animal Sci 71.

Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratotium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo,S. Prawirokusumo dan S. Lendosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kedua Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.