1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Infeksi adalah suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai
suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Utama, 2006). Infeksi yang terjadi di
rumah sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan, serta gejala-gejala yang dialami baru muncul selama seseorang itu dirawat
atau selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial terjadi karena
adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya. Rumah sakit merupakan salah satu tempat dimana kita dapat menemukan
mikroba patogen. Rumah sakit merupakan depot bagi berbagai macam panyakit yang
berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang bersifat karier. Kuman penyakit ini
dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit seperti udara, lantai, makanan,
benda-benda medis ataupun non medis (Darmadi, 2008).
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang, maka identifikasi masalah dalam makalah
ini adalah :
1. Pengertian Infeksi Nosokomial
2. Plebitis Pada Pemasangan Infus
3. Perawatan Ruang Rumah Sakit
4. Kompres Buli-buli Air panas dan Kirbat Es
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian Infeksi Nosokomial?
2. Bagaimana Plebitis Pada Pemasangan Infus?
3. Apakah Pengertian Perawatan Ruang Rumah Sakit?
4. Bagaimana Prosedur Kompres Buli-buli Air panas dan Kirbat Es?
1
D. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial.
2. Untuk mengetahui proses plebitis pada pemasangan infus.
3. Untuk mengetahui pengertian perawatan ruang rumah sakit.
4. Untuk mengetahui prosedur kompres buli-buli air panas dan kirbat es.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Infeksi Nosokomial.
Infeksi Nosokomial adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat
dilakukan perawatan di rumah sakit. Jenis yang paling sering adalah infeksi luka
bedah dan infeksi saluran kemih dan saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia).
Tingkat paling tinggi terjadi di unit perawatan khusus, ruang rawat bedah dan
ortopedi serta pelayanan obstetri (seksio sesarea). Tingkat paling tinggi dialami oleh
pasien usia lanjut, mereka yang mengalami penurunan kekebalan tubuh (HIV/AIDS,
pengguna produk tembakau, penggunaan kortikosteroid kronis), TB yang resisten
terhadap berbagai obat dan mereka yang menderita penyakit bawaan yang parah
(Alvarado, 2000).
Faktor Penyebab Utama
Penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah :
1. Suntikan yang tidak aman dan seringkali tidak perlu.
2. Penggunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan maupun dukungan laboratorium.
3. Standar dan praktek yang tidak memadai untuk pengoperasian bank darah dan
pelayanan transfusi
4. Penggunaan cairan infus yang terkontaminasi, khususnya di RS yang membuat cairan
sendiri
5. Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik spektrum
luas yang berlebih atau salah
Kuman Penyebab Infeksi Nosokomial
1. Staphylococcus aureus
Umumnya ditularkan oleh para petugas yang menularkan biasanya “karier” dan
ditularkan melalui tangan. Di tempat perawatan dimana penyakit yang disebabkan
kuman ini berupa endemi/epidemi maka koloni Stafilokokkus aureus ini dapat
ditemukan di kulit, lubang hidung dan nasofaring. Semakin banyak koloni ini
ditemukan, semakin tinggi pula angka kejadian infeksi oleh kuman tersebut. Infeksi
yang ditimbulkannya dapat berupa pustula dikulit, konjungtivitis, paranokia,
omfalitis, abses subkutan (mastitis), sepsis,pneumo-nia, mepingitis, osteomielitis,
enteritis dan lain-lain.
1
2. Streptococcus
Koloni kuman ini dapat ditemukan di kulit, liang telinga dan nasofaring oleh karena
kuman ini dibawa oleh bayi pada waktu lahir atau didapat di tempat perawatan yang
ditularkan oleh petugas bangsal. Pada umumnya infeksi streptococus ini masuk ke
tubuh melalui kulit yang lece, jalan nafas atau pencernaan dan kemudian
menimbulkan erisipelas dikulit, selulitis, pneumonia, sepsis, meningitis dan lain-lain.
3. Pneumocoocus
Penularan biasanya berasal dari “karier” yaitu petugas. Kuman ini dapat
menimbulkan pneumonia, infeksi kulit, infeksi tali pusat, sepsis, meningitis dan lain
sebagainya.
4. Listeria monocytogenes
Infeksi dapat terjadi di dalam kandungan (melalui plasenta. ke janin ataumelalui
jalan lahir). Menurut Barr (1974), infeksi listiriosis lebih sering terjadi pasca waktu
bayi melalui jalan lahir, oleh karena bayi terkontaminasi dengan flora di jalan lahir
yang mengandung kuman listeria. Wabah yang terjadi di bangsal adalah akibat
terjadinya infeksi silang diantara sesama bayi baru lahir. Selain itu dapat terjadi
infeksi tranplasental yang menyebabkan timbulnya gejala infeksi berat seperti
peumonia, sepsis, abses milier dan abses hati. Koloni kuman ini dapat dijumpai di
hidung, tenggorokan, mekonium, darah dan air seni.
5. Infeksi kuman gram negatif
Kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumonia, Flavobacterium
meningosepticum, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, E.coli, Salmonella,
Shigella dan lain-lain sering ditemukan di kulit, hidung, nasofaring dan flora.Pada
bayi terkontaminasi dengan mikro organisme tersebut yang terdapat di jalan
lahir/daerah perineum ibu, atau bayi menelan cairan yang mengandung mikro
organisme tersebut pacta waktu lahir. Penyakit yang ditimbulkannya ialah enteritis,
sepsis, meningitis, pneumonia, abseshati, necrotizing enterocolitis dan infeksi traktus
urinarius.
6. Neisseria gonorrhoeae
Biasanya kuman ini menimbulkan infeksi pada mata yang disebut Gonococcal
ophthalmia neonatorum. Disamping itu dapat menyebabkan gonococcal arthritis dan
disseminated gonorrhoe. Kuman lain yang juga dapat menyebabkan infeksi mata
adalah Klamidia trakhomatis, Stafilokokkus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.
7. Infeksi kuman anaerob
1
Kuman yang selalu menyebabkan infeksi dari golongan anaerob ini adalah
bakteriodes dan streptokokkus anaerob, keduanya dapat dijumpai di vagina dan
uterus wan ita hamil dan post partum. Oleh sebab itu bayi baru lahir mungkin saja
mengandung kuman ini waktu lahir atau beberapa saat setelah lahir sehingga
mungkin saja terjadi bakteremia atau sepsis pada hari-hari pertama kehidupan.
Lebih-lebih hila diketahui bayi tersebut lahir dari ibu dengan ketuban pecah dini,
amnionitis, bayi baru lahir yang berbau busuk atau bayi yang menderita abses di
kepala sebagai akibat pengambilan darah intra uterin untuk menganalisa gas darah,
setal hematom yang terinfeksi, perforasi usus dan setiap penyakit infeksi yang tidak
sembuh-sembuh dengan pengobatan. Kuman anaerob lainnya yang sangat berbahaya
adalah Clostridium tetani. Kuman ini berbentuk spora bila diluar tubuh manusia dan
didalam tubuh akan mengeluarkan tetanospasmin suatu toksin neurotropik yang
menyebabkan kejang otot yang merupakan manifestasi klinik untuk diagnosis tetanus
neonatorum. Tempat masuknya kuman ini biasanya dari tali pusat oleh karena alat
pemotong tali pusat yang tidak steril atau cara merawat tali pusat yang tidak
mengindahkan tindakan aseptic dan antiseptik. Misalnya tali pusat dibungkus dengan
bubuk atau daun-daun tertentu atau dibiarkan saja terbuka sehingga kontaminasi
dengan Clostridum mudah terjadi.
8. Infeksi jamur
Infeksi jamur yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir adalah yang
disebabkan oleh Candida albicans. Infeksi ini dapat terjadi :
1) Intra uterin sebagai akibat naiknya mikro organisme ini dari vagina ke uterus, dan
dapat menimbulkan pneumonia kongenital dan septikemia.
2) Koloni Candida albicans yang dibawa bayi ketika melalui jalan lahir atau didapat
di tempat perawatan, misalnya ditularkan melalui dot, tangan para petugas yang
mengandung Candida albicans. Candidiasis yang paling sering di temukan ialah
“oral thrush” (Candidiasis mulut). Penyakit ini merupakan endemis ditempat
perawatan bayi baru lahir. Keadaan ini memudahkan terjadinya Candidiasis usus
dengan tanpa diare, candidiasis perianal, candidiasisparu dan candidiasis sistemik.
Candidiasis sistemik dapat pula terjadi pada pemberian cairan melalui pembuluh
darah balik dan dapat menyebabkana abses hati. Pemakaian obat antibiotika dan
kortikosteroid yang lama juga memudahkan timbulnya infeksi candida.
9. Infeksi virus
Menurut Mc. Cracken (1981) infeksi nosokomial oleh virus dapat disebabkan oleh
ECHO (Enteric Cythopathogenic Human Orphan) virus yang dapat menyerang alat
pernafasan, pencernaan, selaput otak (aseptic meningitis), Coxsackie virus
1
menyebabkan miokarditis, meningoensefalitis, Adeno virus menyebabkan
pneumonia, hepatosplenomegali, ikterus dan perdarahan, Syncytial virus yang
terutama menyerang alat pernafasan.
Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang
permanen dan kematian
2. Dampak tertinggi pada negara-negara sedang berkembang dengan prevalensi
HIV/AIDS yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai negara yang tidak mampu dengan
meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal
dan penggunaan layanan lain.
Pencegahan
Infeksi nosokomial sebagian besar dapat dicegah dengan berbagai cara pencegahan
infeksi yang telah tersedia dan relatif murah yaitu:
1. Menerapkan Tindakan Pencegahan Baku khususnya cuci tangan (atau penggunaan
larutan cuci tangan antiseptik) dan memakai sarung tangan.
2. Memproses alat dan benda bekas pakai dengan benar.
3. Mengurangi suntikan yang tidak aman dan tidak perlu.
4. Meningkatkan praktek pencegahan infeksi di Kamar Operasi dan ruang lain yang
beresiko tinggi untuk mencegah infeksi luka bedah dan mencegah penyakit yang
ditularkan melalui darah.
Tidak semua dapat dicegah, khususnya penyakit pada orang tua, sakit jantung kronis,
penyakit paru-paru atau ginjal, kurang gizi parah dan yang disebabkan oleh
komplikasi AIDS.
B. Flebitis
1. Pengertian, karakteristik dan bahaya Flebitis
Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia
maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena.
Flebitis merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah (vena) yang dapat
terjadi karena adanya injury misalnya oleh faktor (trauma) mekanik dan faktor
kimiawi, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada endotelium dinding
pembuluh darah khususnya vena.
1
Flebitis dikarakteristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan,
bengkak, indurasi dan serta mengeras di bagian vena yang terpasang kateter
intravena (Smeltzer & Bare, 2001). Flebitis juga
dikarakteristikkan dengan adanya rasa lunak pada area insersi atau
sepanjang vena. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya
pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan
(terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula dimasukkan,
pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme
saat penusukan) (Smeltzer & Bare, 2001).
Flebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi tromboflebitis,
perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika trombus
terlepas dan kemudian diangkut ke aliran darah dan masuk jantung maka dapat
menimbulkan seperti katup bola yang menyumbat atrioventikular secara
mendadak dan menimbulkan kematian. Hal ini menjadikan flebitis sebagai salah
satu permasalahan yang penting untuk dibahas di samping flebitis juga sering
ditemukan dalam proses keperawatan (Hidayat, 2006).
2. Penyebab Flebitis
Menurut Darmawan (2008), penyebab flebitis adalah flebitis kimia, flebitis
mekanis dan bakterial.
a. Flebitis Kimia
1) Jenis cairan infus
pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko
flebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3-5, di mana
keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses
sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung
glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral
bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal saline.
2) Jenis obat yang dimasukan melalui infus
Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat,
antara lain Kalium Klorida, Vancomycin, Amphotrecin B, Cephalosporins,
Diazepam, Midazolam dan banyak obat kemoterapi. Larutan infus dengan
osmolaritas > 900 mOsm/L
harus diberikan melalui vena sentral. Mikropartikel yang terbentuk bila
partikel obat tidak larut sempurna dalam pencampuran juga merupakan
1
faktor kontribusi terhadap flebitis. Jadi, jika diberikan obat intravena
masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter sampai 5 µm.
Jenis obat – obatan yang bisa di berikan melalui infus antara lain
seperti: Golongan antibiotik (Ampicicilin, amoxcicilin, clorampenicol,
dll) ,anti diuretic (furosemid, lasix dll) anti histamin atau setingkatnya
(Adrenalin, dexamethasone ,dypenhydramin). Karena kadar puncak obat
dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus
(suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi
obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami
hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes
mellitus.
3) Jenis kateter infus
Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat
iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan
lebih halus, lebih termoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk
flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau
polietilen.
b. Flebitis mekanis :
1) Lokasi pemasangan infus
Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat
dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Misalnya
Dextrose 5%, NaCl 0,9%, produk darah, dan albumin. Hindarkan vena pada
punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut, karena
akan menganggu kemandirian lansia.
2) Ukuran kanula
Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula
yang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis
mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan
difiksasi dengan baik.
c. Flebitis bakterial
1) Teknik pencucian tangan yang buruk
Infeksi di rumah sakit dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat
dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari
pasien itu sendiri (endogenous infection). Oleh karena itu perlu usaha
1
pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi di yaitu dengan
meningkatkan perilaku cuci tangan yang baik.
2) Teknik aseptik tidak baik
Faktor yang paling dominan menimbulkan kejadian plebitis adalah perawat
pada saat melaksanakan pemasangan infus tidak
melaksanakan tindakan aseptik dengan baik dan sesuai dengan
standar operasional prosedur
3) Teknik pemasangan kanula yang buruk
Tindakan penatalaksanaan infus yang buruk, pasien akan terpapar pada
resiko terkena infeksi nosokomial berupa flebitis.
4) Lama pemasangan kanula
Kontaminasi infus dapat terjadi selama pemasangan kateter intravena
sebagai akibat dari cara kerja yang tidak sesuai prosedur serta pemakaian
yang terlalu lama. The Center for Disease Control and Prevention
menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi
potensi infeksi.
5) Perawatan infus
Perawatan infus bertujuan untuk mempertahankan tehnik steril,
mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran darah,
pencegahan/meminimalkan timbulnya infeksi, dan memantau area insersi
sehingga dapat mengurangi kejadian flebitis.
6) Faktor pasien
Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis mencakup
usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (yaitu diabetes melitus, infeksi, luka
bakar).
3. Pencegahan Flebitis
Menurut Darmawan (2008), pencegahan flebitis adalah :
a. Mencegah flebitis bakterial : Pedoman ini menekankan kebersihan tangan,
teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih
disukai sediaan Chlorhexidine 2%, Tinctura Yodium, Iodofor atau alkohol 70%
juga bisa digunakan.
b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik : Stopcock sekalipun
(yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan
pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial ke
1
dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45-
50% dalam serangkaian besar kajian.
c. Rotasi kanula : Mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap
hari ada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak
kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada
kontra indikasi. The Center for Disease Control and Prevention menganjurkan
penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun
rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang cukup.
d. Aseptic dressing : Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa
steril digantti setiap 24 jam
e. Laju pemberian : Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus
larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada
paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas
tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa
jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak
campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan
pemberian tinggi (150-330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan
kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju
infus yang diinginkan, dengan filter 0,45 mm. Kanula harus diangkat bila
terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan
dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan
maintenance atau nutrisi parenteral.
f. Titratable acidity : Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah
dipertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur jumlah
alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus. Potensi flebitis
dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan pH atau titratable
acidity sendiri. Bahkan pada pH 4,0 larutan glukosa 10% jarang menyebabkan
perubahan karena titratable acidity sangat rendah (0,16 mEq/L). Dengan
demikian makin rendah titratable acidity larutan infus makin rendah risiko
flebitisnya.
g. Heparin dan hidrikortison : Heparin sodium, bila ditambahkan cairan infus
sampai kadar akhir 1 unitt/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu
pasang kateter. Risiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan
tertentu (misal : Kalium Klorida, Lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat
dikurangi dengan pemberian aditif intravena tertentu seperti hidrokortison.
Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna
mengurangi kekerapan flebitis pada vena yang diinfus lidokain, kalium klorida
atau antimikrobial. Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi
1
dengan hidrokortison telah mengurangi kekerapan flebitis, tetapi penggunaan
heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan
pembentukan endapan kalsium
h. In-line Filter : In-line Filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak
ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait
dengan alat intravaskular dan sistem infus.
C. Pengertian Perawatan Ruang Rumah Sakit
Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang
pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
Perbandingan antara jumlah ranjang rumah sakit dengan jumlah penduduk Indonesia
masih sangat rendah. Untuk 10 ribu penduduk cuma tersedia 6 ranjang rumah sakit.
Pengertian umum
• Poliklinik Spesialis : memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistis
ditiap unit pelayanan sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.
• Poliklinik Umum : memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat umum sesuai
dengan standar pelayanan medis yang ditetapkan.
• Poliklinik Gigi : memberikan pelayanan kesehatan gigi bersifat umum maupun
spesialistis sesuai dengan standar pelayanan medis.
• Instalasi Gawat Darurat : memberikan pelayanan medik yang optimal, cepat dan
tepat pada penderita gawat darurat berdasarkan kriteria standar baku serta etika
kedokteran.
Perawat :
• Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar pelayanan asuhan keperawatan
yang telah ditentukan
• Mengutamakan kepentingan penderita
Penunjang Medik :
• Laboratorium : kegiatan dibidang laboratorium klinik untuk kepentingan
diagnosis , 24 jam sehari sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.
Pemeriksaan Rutin : lama 1 jam, Pemeriksaan Kimia Darah : lama 4 jam
• Radiologi : kegiatan dibidang radiologi untuk diagnosis terapi bagi penderita
rawat jalan maupun rawat inap, 24 jam sehari, juga meliputi pemeriksaan CT
Scan, USG. Pemeriksaan rutin : lama 1 jam, Pemeriksaan dengan kontras : lama
3 jam
• Gizi : penyelenggaraan pelayanan gizi, berupa konsultasi .
• Apotik : melayani pembelian obat kepada pasien selama 24 jam sehari
• Sentral Opname : tempat pendaftaran pasien rawat inap dan IGD, dan
menentukan dirawat dikelas berapa
1
1. HCU : High Care Unit, suatu ruang perawatan pasien yang kondisinya agak
gawat, dimana lebih intensive, tetapi tanpa alat ventilator / alat bantu pernafasan.
2. ICU / CVCU : Intensive Care Unit / Cardiovascular Care Unit, suatu ruang
perawatan pasien yang kondisinya gawat, lebih intensive dengan peralatan
ventilator / alat bantu pernafasan.
3. Medical Check Up : pasien dapat melakukan Medical Check Up, ada beberapa
klasifikasi yaitu : A, B, C, D, Medical untuk tenaga Fungsional Pelayanan,
Medical Calon Pegawai / CPNS, Medical Standar
4. Haemodialisa : suatu tindakan cuci darah yang dilakukan sesuai indikasi
5. Kamar Jenazah : tempat untuk jenazah sebelum keluar dari Rumah Sakit, tempat
untuk melakukan Pemulasaran Jenazah, termasuk Penyimpanan Jenazah dalam
Frezer
6. EKG : Elektro Kardiografi, hasil rekam jantung yang dilaksanakan di poliklinik
spesialis Jantung
7. EEG : Elektro Encephalografi, hasil rekam saraf otak yang dilaksanakan di
poliklinik spesialis Syaraf
8. Treadmill : yang dilaksanakan di poliklinik spesialis Jantung
9. Ambulance : ada 2 yaitu IGD dan Jenazah
Pengelolaan limbah padat dan cair
• Incenerator : tempat pengelolaan / pembakaran limbah padat medis produk dari
Rumah Sakit
• IPAL ( Instalasi pengolahan Air Limbah ) : tempat pengelolaan limbah cair hasil
buangan dari Rumah Sakit
Pasien datang / masuk : pasien yang datang sendiri tanpa rujukan atau dengan rujukan.
Pasien Pulang : bila telah menyelesaikan administrasi di kasir
D. Prosedur Kompres Buli-Buli Air Panas Dan Kirbat Es.
Hal yang perlu diperhatikan:
1. kain kasa harus diganti pada waktunya dan suhu kompres di pertahankan tetap
hangat
2. cairan jangan terlalu panas, hindarkan agar kulit jangan sampai kulit terbakar
3. kain kompres harus lebih besar dari pada area yang akan dikompres
4. untuk kompres hangat pada luka terbuka, peralatan harus steril. Pada luka tertutup
seperti memar atau bengkak, peralatan tidak perlu steril karena yang penting
bersih.
5. kompres panas kering menggunakan buli-buli panas
1
1. Persipan Alat :
buli-buli panas dan sarungnya
termos berisi air panas
termomerter air panas
lap kerja
2. Prosedur :
cuci tangan
lakukan pemasangan telebih dahulu pada buli-buli panas dengan cara mengisi
buli-buli dengan air panas, kencangkan penutupnya kemudian membalik posisi
buli-buli berulang-ulang, lalu kosongkan isinya. Siapkan dan ukur air yang di
inginkan (50-60ºc)
isi buli-buli dengan air panas sebanyak kurang lebih setengah bagian dari buli-
buli tesebut. Lalu keluarkan udaranya dengan cara :
• letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat datar.
• Bagian atas buli-buli di lipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-
buli
• Kemudian penutup buli-buli di tutup dengan rapat/benar
Periks apakah buli-buli bocor atau tidak lalu keringkn dengan lap kerja dan
masukkan ke dalam sarung buli-buli
Bawa buli-buli tersebut ke dekat klien
Letakkan atau pasang buli-buli pada area yang memerlukan
Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetaui kelainan yang timbul akibat
pemberian kompres dengan buli-buli panas, seperti kemerahan, ketidak
nyamanan, kebocoran, dsb.
Ganti buli-buli panas setelah 30 menit di pasang dengn air anas lagi, sesuai
yang di kehendaki
Bereskan alat alat bila sudah selesai
Cuci tangan
Dokumentasikan
1. Kompres Dingin Kering Dengan Kirbat Es (Eskap)
A. Persiapan Alat :
Kirbat es/eskap dengan sarungnya
Kom berisi berisi potongan-potongan kecil es dan satu sendok teh garam agar
es tidak cepat mencair
Air dalam kom
Lap kerja
1
Perlak pengalas
B. Prosedur :
1. Bawa alat-alat ke dekat klien
2. Cuci tangan
3. Masukkan batnan es ke dalam kom air supaya pinggir es tidak tajam
4. Isi kirbat es dengan potongan es sebanyak kurang lebih setengah bagian dari
kirbat tersebut
5. Keluarkan udara dari eskap dengan melipat bagian yang kosong, lalu di tutup
rapat
6. Periksa skap, adakah kebocoran atau tidak
7. Keringkan eskap dengan lap, lalu masukkan ke dalam sarungnya
8. Buka area yang akan di kompres dan atur yang nyaman pada klien
9. Pasang perlak pengalas pada bagian tubuh yang akan di kompres
10. Letakkan eskap pada bagian yang memerlukan kompres
11. Kaji keadaan kulit setiap 20 menit terhadap nyeri, mati rasa, dan suhu tubuh
12. Angkat eskap bila sudah selesai
13. Atur posisi klien kembali pada posisi yang nyaman
14. Bereskan alat setelah selesi melakukan prasat ini
15. Cuci tangan
16. Dokumentasikan
C. Hal-Hal Yang Perlu Di Perhatikan
Bila klien kedinginan atau sianosis, kirbat es harus segera di angkat
Selama pemberian kirbat es, perhatikan kult klien terhadap keberadaan iritasi
dan lain-lain
Pemberian kirbat es untuk menurukan suhu tubuh, maka suhu tubuh harus di
control setiap 30-60 menit.bila suhu sudah turun kompres di hentikan
Bila tdak ada kirbat es bias menggunakan kantong plastic
Bila es dalam kirbat es sudah mencair harus segera dig anti (bila perlu)
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi Nosokomial adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau
pasien saat dilakukan perawatan di rumah sakit. Jenis yang paling sering adalah infeksi
luka bedah dan infeksi saluran kemih dan saluran pernafasan bagian bawah
(pneumonia).
Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia
maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. Flebitis
dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi tromboflebitis, perjalanan
penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika trombus terlepas dan kemudian
1
diangkut ke aliran darah dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup
bola yang menyumbat atrioventikular secara mendadak dan menimbulkan kematian.
Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang
pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
Sedangkan ruang perawatan terdiri dari bermacam-macam ruangan dengan pemakaian
dan fungsi yang berbeda.
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan
cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan.
B. Saran
Siswa agar dapat memahami mengenai pengertian infeksi nosokomial, proses
plebitis pada pemasangan infuse, mengetahui pengertian perawatan ruang rumah sakit,
dan prosedur kompres buli-buli air panas dan kirbat es, serta dapat mengerti betapa
pentingnya seorang perawat dalam kehidupan klien.
Kritik dan saran yang bersifat membangun dari guru pembimbing dan para
pembaca yang senantiasa dapat membantu untuk penulisan makalah di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Program Study S-1 Keperawatan STIKES Banyuwangi. 2009. Panduan Keterampilan
Prosedur Lab KDM 2. Jawa Timur : EGC
Ns. Kusyati, Eni, S.Kep, dkk. 2006. ketermpilan dan prosedur laboratorium. Jakarta :
EGC
Darmawan Iyan, 2008. Penyebab dan Cara Mengatasi Plebitis. Diakses dari
http://[email protected].
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/nosokomial/
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_sakit
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan Rahmat dan anugrah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Infeksi Nosokomial, Plebitis pada Pemasangan Infus, Perawatan Ruang
RS dan Kompres Buli-buli panas dan Kirbat Es”. Penulis menyadari bahwa penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik karena tidak lepas dari bantuan dari beberapa
pihak oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis meyampaikan terima kasih pada
yang terhormat Guru pembimbing dan rekan-rekan semua yang tidak bisa saya sebut satu-
persatu.
Penulis menyadari sesungguhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kelengkapan makalah ini agar lebih baik dari pembuatan makalah yang akan datang.
1
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan mengharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi dunia pendidikan
kesehatan dan bermanfaat pula bagi pembaca pada umumnya.
Ngawi, ....November 2013
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
D. Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Infeksi Nosokomial.................................................................... 4
B. Flebitid......................................................................................................... 6
C. Pengertian perawatan ruang rumah sakit..................................................... 11
D. Prosedur kompres buli-buli air panas dan kirbat es..................................... 13
BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan.................................................................................................. 16
B. Saran............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Flebitis .............................................................................................18
Lampiran 2. Lokasi Pemasangan Infus........................................................................... 19
Lampiran 3. Posisi Rawat Inap Pelayanan Rumah Sakit................................................ 20
1
Top Related